file kti 2 fix

86
DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) PADA REAKSI GLIKASI IN VITRO Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna memenuhi sebagian syarat Untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Oleh Yusrina Rahmadini I1A011088 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER BANJARMASIN

Upload: bachrul-alam-arriza

Post on 15-Feb-2016

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kti

TRANSCRIPT

Page 1: file KTI 2 fix

DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) PADA REAKSI GLIKASI IN VITRO

Karya Tulis IlmiahDiajukan guna memenuhi sebagian syarat

Untuk memperoleh derajat Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

OlehYusrina Rahmadini

I1A011088

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERBANJARMASIN

Desember, 2014

Page 2: file KTI 2 fix

Usulan penelitian/KTI 1 oleh Yusrina Rahmadini iniTelah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 14 April 2014

Dewan pengujiKetua (Pembimbing Utama)

Dr. Asnawati, M.Sc.

Anggota (Pembimbing pendamping)

Drs. Eko Suhartono, M.Si

Anggota

Dr. Fakhrurrazy, M.Kes, Sp.S

Anggota

Hj.Lisda Hayatie, S.Ked, M.Kes

ii

Page 3: file KTI 2 fix

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah dengan judul

“DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb) PADA

REAKSI GLIKASI IN VITRO” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banjarmasin, 11 desember 2014

Yusrina Rahmadini

iii

Page 4: file KTI 2 fix

DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) PADA REAKSI GLIKASI IN VITRO

Yusrina Rahmadini

Reaksi glikasi merupakan reaksi yang terjadi ketika gugus karbonil dari glukosa berikatan dengan gugus amino dari protein, sehingga membentuk produk akhir AGEs yang dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai gangguan dalam tubuh. Buah semangka, merupakan salah satu buah tropis yang memiliki banyak manfaat. Kandungan buah semangka, seperti: karotenoid, fenolik, dan asam askorbat, diduga memiliki potensi sebagai penghambat reaksi glikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi/daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi secara in vitro. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat quasi eksperimental dengan metode non randomized posttest-only with control group design, dengan model reaksi menggunakan BSA dan glukosa yang direaksikan untuk membentuk reaksi glikasi dengan dua kelompok yaitu jus semangka sebagai kelompok uji dan asam askorbat sebagai kelompok standar, yang terbagi menjadi konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Daya hambat reaksi glikasi diketahui dengan menentukan besarnya nilai IC50. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jus buah semangka memiliki nilai IC50 sebesar 64,23% (r= 0.951), sedangkan untuk asam askorbat sebesar 15,803% (r= 0.962). Nilai r yang positif tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara konsentrasi dengan daya hambat reaksi glikasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jus buah semangka memiliki potensi sebagai penghambat reaksi glikasi, meskipun potensinya lebih kecil dibanding asam askorbat.

Kata kunci : Antiglikasi, Citrullus lanatus T, Reaksi Glikasi, AGEs

iv

Page 5: file KTI 2 fix

ABSTRACT

INHIBITION OF WATERMELON FRUIT (Citrullus lanatus Thunb.) ON GLYCATION REACTION IN VITRO

Yusrina Rahmadini

Glycation reaction occurs when the carbonyl group of glucose bind the amino groups of protein, thus forming the final product, AGEs, that can accumulated and cause various disorder in the body. Watermelon is a tropical fruit that has many benefits. The content of watermelon, such as carotenoids, phenolic, and ascorbic acid have ability as inhibitor of glycation reaction. This study aims to determine the inhibition of watermelon juice in glycation reaction in vitro. This study is a quasi experimental research with non-randomized method posttest-only control group design, with the model reaction using BSA and glucose that reacted to form the glycation reaction with two groups of watermelon juice as the test group and ascorbic acid as the control group, which divided into concentration of 10%, 20% and 30%. Inhibition of glycation reactions are known by determine the value of IC50. The results of this study indicate that watermelon fruit juice has the IC50 value of 64.23% (r = 0951), whereas for ascorbic acid at 15.803% (r = 0962). Positive r values indicate the existence of a positive correlations between the concentration of the inhibition of glycation reaction. It shows that watermelon fruit juice has the potential as inhibitors of glycation reaction. The results shows that the watermelon juice has potential as inhibitor of glycation reaction though the inhibitory potential is less than ascorbic acid.

Keywords : Antiglikasi, Citrullus lanatus T, Glycation reactions, AGEs

v

Page 6: file KTI 2 fix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

yang berjudul “Daya Hambat Jus Buah Semangka (Citrullus lanatus Thunb.) pada

Reaksi Glikasi In Vitro, tepat waktu.

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

Dekan Fakultas Kedokteran, Bapak Prof. Dr. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A(K) dan

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Bapak dr. Mashuri, Sp.Rad, M.Kes yang

telah memberikan kesempatan dan fasilitas, sehingga penelitian dapat terlaksana

dengan baik.

Dosen pembimbing utama Ibu dr. Asnawati, M.Sc, dan dosen pembimbing

pendamping Bapak Drs. H. Eko Suhartono, M.Si yang telah membimbing dam

memberi arahan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kedua dosen penguji Ibu Hj. Lisda Hayatie S.Ked, M.Kes dan Bapak dr.

Fakhrurrazy, M.Kes, Sp.S yang telah memberikan kritik dan saran sehingga karya

tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.

Kedua orang tua, Ayahanda H. M. Nasir SH, Ibunda dra. Hj. Rabiatul

Adawiyah, M.Si, Kakak M.Indirwan Prayudhitama, dan Maryana, serta seluruh

keluarga yang telah memberikan semangat, dukungan moral, material dan doa

dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

vi

Page 7: file KTI 2 fix

Rekan-rekan penelitian, teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter 2011

dan petugas laboratorium biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat atas semua bantuan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki

banyak kekurangan,akan tetapi,semoga semua saran dan kritik dapat memperbaiki

kekurangan dalam penelitian ini, dan penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia

ilmu pengetahuan.

Banjarmasin, 11 Desember 2014

Penulis

vii

Page 8: file KTI 2 fix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iii

ABSTRAK................................................................................................... iv

ABSTRACT................................................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................. vi

DAFTAR ISI................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xi

DAFTAR ISTILAH..................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian...................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian.................................................................... 3

E. Keaslian Penelitian.................................................................... 4

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. Semangka.................................................................................. 5

B. Glikasi....................................................................................... 9

C. Anti-glikasi ............................................................................... 16

BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori.......................................................................... 19

A. Hipotesis.................................................................................... 20viii

Page 9: file KTI 2 fix

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 21

B. Bahan dan Alat 21

C. Variabel Penelitian 21

D. Definisi Operasional 22

E. Prosedur Penelitian 22

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data………………...... 24

G. Cara Analisa Data...................................................................... 24

H. Tempat dan Waktu Penelitian 24

I. Biaya Penelitian 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 26

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan.................................................................................. 34

B. Saran......................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA

ix

Page 10: file KTI 2 fix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 5.1 Potensi Antiglikasi Jus Semangka........................................... 26

Gambar 5.2 Perbandingan Nilai IC50 Jus Semangka dan Asam

Askorbat................................................................................... 29

x

Page 11: file KTI 2 fix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Daya Hambat Reaksi Glikasi

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian

xi

Page 12: file KTI 2 fix

DAFTAR ISTILAH

AGEs : Advanced Glycation End Products

IC50 : Inhibition Concentration 50

CML : Carboxymethyl Lysine

MG : Methylglioxal

CEL : Carboxyethyl Lysine

GOLD : Glyoxal Lysine Dimer

MOLD : Methyl Glyoxal Lysine Dimmer

RAGE : Receptor for AGEs

CD-36 : Cluster of Differentiation 36

LOX : Low Density Protein Oxidation

TLR : Toll-like Receptor

OS : Oxidative Stress

ROS : Reactive Oxygen Species

Nf-kB : Nuclear factor Kappa-B

MAPKs : Mitogen Activated Protein Kinase

PI3-K : Phosphatidylinositol-3

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

IL-6 : Interleukin-6

dAGEs : dietary of AGEs

AG : Aminoguanidin

BSA : Bovine Serum Albumin

TCA : Trikloroasetat

DHA : Dehidroaskorbatxii

Page 13: file KTI 2 fix

xiii

Page 14: file KTI 2 fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glikasi merupakan salah satu faktor risiko penyebab penuaan. Produk akhir

glikasi akan menimbulkan stres oksidatif, yang dapat merusak membran sel dan

pada akhirnya akan menyebabkan penuaan. Produk glikasi terbentuk ketika gula

pereduksi bereaksi dengan protein (seperti kolagen) untuk membentuk AGEs

(advanced glycation end products) yang dapat menurunkan kadar kolagen pada

lapisan kulit (1).

AGEs, yang juga dikenal sebagai glikotoksin, adalah suatu kelompok

senyawa dengan kandungan oksidan tinggi yang bersifat sangat patogen. Pada

dasarnya, pembentukan AGEs merupakan bagian dari proses metabolisme tubuh

normal. Tetapi, jika kadar AGEs terlalu tinggi dalam jaringan dan sirkulasi,

senyawa tersebut dapat menjadi toksik. (2).

Selain pembentukan AGEs secara alami dari dalam tubuh (endogen), AGEs

juga bisa didapat dari luar tubuh (eksogen), contohnya dari makanan. Kandungan

AGEs dalam diet tergantung pada komposisi nutrisi dan bagaimana makanan

tersebut diproses. Makanan yang kaya protein dan lemak memiliki kandungan

AGEs yang paling tinggi (3).

Penelitian-penelitian yang terbaru, lebih difokuskan pada cara-cara untuk

menghambat pembentukan AGEs dengan tujuan untuk mengobati perubahan

degeneratif, promosi kesehatan, dan mengurangi efek penyakit terkait gaya hidup.

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mencari agen antiglikasi dari

1

Page 15: file KTI 2 fix

2

bahan alami yang dapat menghambat pembentukan AGEs (1).

Buah dan sayuran telah diketahui mengandung konsentrasi antioksidan yang

tinggi, dan diet tinggi makanan ini akan membantu mencegah stres oksidatif dan

memperlambat proses penuaan (1). Selain tinggi akan kandungan air dan

karbohidrat (dalam bentuk selulosa), buah-buahan juga tinggi akan kandungan

mikronutrien seperti: karoten, vitamin, riboflavin, zat besi dan mineral lainnya (4).

Vitamin merupakan jenis nutrien yang secara esensial diperlukan untuk

proses biokimiawi dan fisiologis dalam tubuh. Asam askorbat (vitamin C)

merupakan salah satu jenis senyawa antioksidan penting bersifat larut air yang

diperlukan dalam beberapa fungsi penting dalam tubuh seperti: menetralisasi

radikal bebas, melindungi DNA sel dan pembuluh darah dari kerusakan (5).

Disamping itu, telah diidentifikasi beberapa senyawa antiglikasi yang terdapat

dalam buah dan sayuran, diantaranya: karotenoid, fenolik, dan flavanoid (6).

Semangka merupakan salah satu buah yang telah diidentifikasi mengandung

senyawa-senyawa antiglikasi, antara lain: karoten, flavanoid, dan fenolik (6).

Flavanoid dan fenolik merupakan beberapa jenis senyawa dalam makanan yang

telah diidentifikasi sebagai agen antiglikasi (7).

Semangka memiliki berbagai macam manfaat, diantaranya: berpotensi

sebagai antihipertensi, dan antioksidan. Oleh karena itu peneliti tetarik untuk

melakukan penelitian mengenai daya hambat jus buah semangka (Citrullus

lanatus Thunb.) pada reaksi glikasi in vitro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dikemukakan

Page 16: file KTI 2 fix

3

permasalahan berapa besar daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui daya hambat reaksi glikasi dari

jus buah semangka secara in vitro.

Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1. mengukur IC50 daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi in vitro.

2. mengukur IC50 daya hambat asam askorbat pada reaksi glikasi in vitro.

3. membandingan daya hambat jus buah semangka dengan asam askorbat pada

reaksi glikasi in vitro.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bahan referensi

pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya, serta dapat

diaplikasikan sebagai salah satu terapi pencegahan proses glikasi yang terkait

dengan berbagai penyakit.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang daya hambat reaksi glikasi oleh buah/makanan ataupun

potensi jus semangka telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tentang daya

hambat reaksi glikasi diantaranya: "Antiglycation Activity of Various Fruits” oleh

Lanny et al. (1), “Inhibition of advanced glycation endproduct formation by

foodstuffs” oleh Cha-Hao Wu dkk (7), dan Inheritance of Fruit Characteristics In

Watermelon [Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum dan Nakai] oleh Lou Ling (8).

Sedangkan beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai potensi jus

Page 17: file KTI 2 fix

4

semangka diantaranya: “Antioxidant Indices of Watermelon Juice and Lycopene

Extract” oleh Ambreen et al. (9), dan “In-Vitro Antioxidant Activity of Citrullus

lanatus Seed Extracts” oleh Habibur et al. (10). Namun, belum ada penelitian

yang secara khusus meneliti tentang daya hambat jus semangka pada reaksi

glikasi secara in vitro, khususnya dari daging semangka.

Page 18: file KTI 2 fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Semangka

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Violales

Familia : Cucurbitaceae

Genus : Ctrullus

Spesies : Citrullus lanatus (thunb.)

2. Definisi

Semangka adalah buah diploid dengan 22 kromosom yang memiliki ukuran

genom yang relatif kecil (4.2x108bp). Berdasarkan studi genetik dan eksperimen

yang dilakukan sejak tahun 1930, telah teridentifikasi lebih dari 100 gen

semangka. Gen ini memiliki keterkaitan dengan fenotip dalam biji dan buah

semangka (8).

3. Morfologi dan Sifat

Semangka merupakan tanaman buah musiman yang tumbuh menjalar di atas

tanah atau merambat dengan sulur-sulur atau pembelit. Panjang batangnya

berkisar 1,5-5m. Sulur tumbuh dari pangkal daun, bercabang 2-3 buah. Daun buah

bertangkai, lebar, dengan ujung runcing (11).

Bentuk buah semangka pun bervariasi, dari bulat hingga melonjong dengan

5

Page 19: file KTI 2 fix

6

panjang 20-30 cm, diameter 15-20 cm, dan berat 4-20 kg. Kulit buahnya tebal,

berdaging, dan licin. Warna kulit luar semangka pun beragam, dari hijau tua,

kuning agak putih, hingga hijau muda bergaris-garis putih (11).

Selain warna kulit buah yang berbeda-beda, semangka juga memiliki warna

daging yang sangat bervariasi (merah, oranye, kuning, hijau dan putih). Variasi

warna daging pada semangka disebabkan karna perbedaan tingkat kandungan

pigmen karotenoid dan tetrapenoid dalam buah. Pewarisan warna daging

semangka secara gen telah diteliti secara ekstensif dan beberapa gen telah

diidentifikasi. Gen-gen ini mencakup gen-gen yang terdapat pada semangka

berdaging merah, kuning-salmon, kuning-kenari, dan putih (8).

4. Kandungan

Benih semangka telah dikenal memiliki kandungan gizi yang kaya. Bahkan,

dibeberapa negara, biji semangka dianggap sebagai makanan yang penting. Biji

semangka mengandung mineral tinggi seperti Ca, P, Mg, Zn, Fe dan Fe, dan

nutrisi-nutrisi lainnya (8).

Semangka mengandung kadar air yang tinggi (tingkat kelembapan 95%),

0,1% minyak, 0,5% serat, 5% karbohidrat, 250 mg vitamin A, 0,04 mg tiamin,

0,03 mg riboflavin, 8 mg kalsium, 9 mg fosfor, 0,2 mg besi, 0,6 mg niasin, 15 mg

asam askorbat, dan 6 mg kalium. Semangka kaya akan kandungan karotenoid,

diantaranya: likopen, phytofluene, phytoene, beta-karoten, dan lutein. Kandungan

karotenoid pada semangka bervariasi tergantung pada jenis semangka (12).

Berdasarkan hasil penelitian Zafar et al. asam askorbat menunjukkan

penurunan hasil glikasi protein baik secara in vivo maupun in vitro. Penelitian

yang menggunakan uji suplementasi pada hewan dan manusia menunjukkan asam

Page 20: file KTI 2 fix

7

askorbat berpotensi menurunkan protein terglikasi. Hasil penelitian tersebut juga

menunjukkan, peningkatan konsentrasi asam askorbat menyebabkan penurunan

produk glikasi dan AGEs. Penurunan produk glikasi tersebut kemungkinan besar

disebabkan oleh gugus karbonil dari asam askorbat yang bersaing dengan glukosa

untuk berikatan dengan protein. Selain itu, kandungan fenolik pada semangka

memiliki potensi menghambat komplikasi glikasi fase lanjut (13,14).

Senyawa fenolik dan flavanoid yang terdapat dalam semangka juga memiliki

potensi sebagai zat antiglikasi. Flavanoid merupakan senyawa yang umum

terdapat dalam sayur, buah-buahan maupun teh dan sudah dikenal sebagai

senyawa antioksidan. Struktur utamanya (3 cincin benzen dengan satu atau lebih

gugus hidroksil) merupakan faktor penting terkait dengan aktifitas

antioksidannya. Sebagian aktfitas antiglikasi alami dari flavanoid dikaitkan

dengan potensinya sebagai antioksidan. Hasil penelitian Huang et al. yang

menggunakan beberapa model in vitro membuktikan efek penghambatan

flavanoid pada berbagai tahap pembentukan glikasi, yaitu: tahap awal

(pembentukan produk amadori), tahap pertengahan, dan tahap akhir

(pembentukan AGEs dan ikatan silang) (7).

Fenolik juga merupakan salah satu senyawa penting penghambat glikasi,

dimana aktivitas antiglikasinya terkait dengan potensinya sebagai antioksidan.

Seperti flavanoid, asam fenolik (khususnya asam metoksifenolik) merupakan

inhibitor glikasi pada tahap yang berbeda. Misalnya pada tahap awal reaksi

glikasi, fenolik terbukti mampu menurunkan kadar HbA1c (7).

Beta-karoten adalah pigmen karotenoid alami yang banyak ditemukan

dalam sayuran, buah-buahan dan rempah-rempah. Meskipun dengan penambahan

Page 21: file KTI 2 fix

8

senyawa antioksidan, hasil penelitian Bodiga et al. yang menggunakan sampel

BSA (bovine serum albumin)-glukosa menunjukkan bahwa beta-karoten mampu

menghambat pembentukan karbonil (dalam dosis tertentu) sehingga memiliki

potensi sebagai antiglikasi. Meskipun mekanisme inhibisi beta karoten dalam

proses glikasi masih belum sepenuhnya dipahami, namun dapat dipastikan bahwa

karoten dapat mengikat senyawa protein dan glukosa, dan berfungsi sebagai kition

(senyawa hidrofobik akan membentuk kompleks dengan domain hidrofobik dalam

protein, yang pada akhirnya dapat melemahkan proses glikasi). Dari proses

tersebut, beta-karoten memiliki strategi dasar sebagai zat antiglikasi (15).

Sebanyak 93% kandungan buah semangka adalah air, dan sisanya adalah

karbohidrat, sedikit protein, lemak, mineral dan vitamin. Salah satu komponen

nutrisi utama dalam buah semangka adalah likopen (4.100 μg/100g) yang

umumnya ditemukan dalam semangka daging merah. Likopen adalah pigmen

berwarna merah yang dapat membantu mengurangi risiko kanker tertentu, seperti

kanker prostat, pankreas, dan kanker pada perut (8).

Selain kandungan likopennya, biji semangka juga dikenal memiliki

kandungan gizi yang kaya. Bahkan pada beberapa negara, biji semangka dianggap

sebagai makanan yang penting. Telah diketahui bahwa biji semangka

mengandung mineral tinggi seperti Ca, P, Mg, Zn dan Fe, dan nutrisi-nutrisi

lainnya (8).

Kulit semangka biasa digunakan untuk membuat jeli atau acar, dan kadang

juga bisa dimasak sebagai sayuran. Kulit semangka bagian dalam yang berwarna

hijau muda/putih, ternyata mengandung banyak nutrisi tersembunyi, terutama

citrulline (yang dikenal sebagai stimulator nitrat oksid) namun umumnya jarang

Page 22: file KTI 2 fix

9

dikonsumsi karna rasanya yang tidak terlalu enak (4).

Sitrulin termasuk jenis asam amino non protein, yang merupakan produk

akhir dari sintesis nitrit oksid. Nitrat oksida (NO) berfungsi sebagai cellular

messenger dalam sistem kardiovaskular dan merupakan molekul vasoproteksi

penting. Pada penelitian dengan hewan percobaan, pemberian suplemen dengan

kandungan citrulline dapat meningkatkan sintesis protein (16,17).

Semangka mengandung beberapa senyawa anti inflamasi dan memiliki

potensi untuk memperbaiki kondisi inflamasi pada beberapa seperti asma,

aterosklerosis, diabetes, kanker usus besar dan athritis. Biji semangka merupakan

sumber penghasil utama protein dan minyak. Biji semangka diperkirakan

mengandung sekitar 50% lemak dan 35% protein (12,16).

B. Glikasi

1. Reaksi Glikasi

Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi saat gula pereduksi bereaksi

dengan asam amino protein, lipid, atau DNA secara non-enzimatik (3). Reaksi ini

umumnya dibagi menjadi 3 tahapan utama. Pada tahap awal, glukosa (atau

pereduksi lainnya seperti fruktosa, pentosa, galaktosa, manosa, dan selulosa)

berikatan dengan gugus amino bebas dari amina biologis, untuk membentuk suatu

senyawa aldimin stabil yang disebut dengan basa schiff. Basa schiff adalah suatu

senyawa yang mengandung karbon nitrogen dengan ikatan rangkap.

Pada tahap selanjutnya, melalui reaksi katalisis asam-basa, senyawa labil ini

mengalami penataan kimia ulang (selama beberapa hari) untuk menjadi produk

glikasi awal yang lebih stabil, yang disebut dengan produk amadori. Produk

Page 23: file KTI 2 fix

10

amadori, adalah senyawa yang lebih stabil (hemoglobin A1-c adalah yang paling

dikenal), dan reaksinya masih bersifat reversibel. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan reaksi ini adalah glukosa, konsentrasi protein,

reaktivitas kelompok amino bebas, dan permeabilitas sel terhadap glukosa (3,18).

Kemudian, melalui reaksi dehidratisasi, oksidasi, dan reaksi kimia lain,

produk amadori mengalami degradasi menjadi berbagai senyawa dikarbonil

reaktif seperti glioksal, methylgliyoxal dan deoxyglucosones yang menjadi jauh

lebih reaktif dibanding produk glikasi awal. Senyawa dikarbonil tersebut

kemudian bereaksi lagi dengan kelompok biomolekul bebas amino. Pada tahap

akhir dari proses glikasi, senyawa akan mengalami penyusunan kimia ulang

(oksidasi, dehidratisasi, dan reaksi siklisasi) yang lebih rumit dan akan

membentuk cross-link protein. Proses ini berlangsung dalam jangka beberapa

minggu atau bulan. Pada tahap akhir ini, terbentuklah suatu senyawa irreversibel

yang disebut dengan AGEs (advanced glication end products) (3,18).

AGEs (yang juga dikenal sebagai glikotoksin, merupakan kelompok senyawa

tinggi oksidan dengan unsur patogen yang sangat tinggi pada penyakit diabetes

dan pada penyakit-penyakit kronis lainnya. Diantara berbagai kompleks senyawa

AGEs yang telah teridentifikasi, beberapa senyawa yang telah banyak dipelajari

adala N-karboksimetil-lisin (CML) dan turunannya yang sangat reaktif

methylglioxal (MG). Kedua jenis AGEs ini dapat terbentuk dari protein maupun

glikooksidasi lipid (2).

AGEs dapat menimbulkan stres oksidatif dan respon inflamasi dengan

cara: berikatan dengan reseptor permukaan sel, berikatan silang dengan protein

tubuh, yang pada akhirnya dapat mengubah struktur fungsi sel, dan menimbulkan

Page 24: file KTI 2 fix

11

efek buruk pada berbagai jaringan tubuh (3).

AGEs merupakan senyawa yang bersifat sangat stabil, dapat terakumulasi

pada sel dan jaringan sehingga mengganggu fungsi protein. Selain melalui reaksi

maillard, AGEs juga dapat terbentuk melalui jalur lain. Misalnya melaui proses

autooksidasi glukosa dan peroksidasi lipid yang akan membentuk derivat

dikarbonil. Derivat karbonil yang juga dikenal sebagai alfa-oxaldehydes (glioksal,

methylglyoxal (MG) dan 3-deoxyglucosone), selanjutnya berinteraksi dengan

monoacid dan membentuk AGEs. Mekanisme lain yang juga memfasilitasi

pembentukan AGEs adalah jalur poliol: glukosa diubah menjadi sorbitol oleh

enzim aldosa reduktase dan kemudian diubah menjadi fruktosa dengan bantuan

enzim sorbitol dehidrogenase. Metabolit fruktosa (fruktosa-3-fosfat) kemudian

dikonversi menjadi alfa-oxaldehydes dan berinteraksi dengan monoacid untuk

membentuk AGEs (3).

Karena pembentukan AGEs melalui 3 jalur yang berbeda, tentunya AGEs

juga memiliki struktur kimia yang beragam. Struktur kimia penyusun AGEs yang

paling banyak dipelajari adalah karboksimetil-lysine (CML) pentosidine,

pyrrlaine dan methylglyoxal (alfa-oxaldehyde). Senyawa-senyawa tersebut juga

digunakan sebagai biomarker pembentukan AGEs. CML, yang dibentuk melalui

reaksi maillard dan alfa-oxaldehydes, sering digunakan sebagai biomarker

kerusakan protein jangka panjang. Seperti halnya CML, pentosidine juga

merupakan struktur kimia AGEs yang dapat dibentuk dari reaksi maillard maupun

glioksal alfa-dikarbonil, sementara pyrraline hanya dapat dibentuk dari reaksi

maillard (3).

Reaksi glikasi protein dapat mengubah struktur molekul dan aktivitas enzim,

Page 25: file KTI 2 fix

12

mengurangi kapasitas degradasi, dan menghalangi aktivasi reseptor sehingga pada

akhirnya dapat mengganggu fungsi normal protein. Protein AGE- termodifikasi,

dapat kehilangan fungsinya sebagai protein normal dan mengalami percepatan

degradasi untuk membentuk AGEs bebas seperti 2-(2-furoyl)-4(5)-furanyl-

1himidazole (FFI), imidazolone, N-ε-carboxy-methyl-lysine (CML), N-ε-carboxy-

ethyl-lysine (CEL), glyoxal-lysine dimmer (GOLD), dan methyl-glyoxal-lysine

dimer (MOLD) (18).

Pembentukan AGES semakin meningkat pada proses penuaan. Pada penuaan

menunjukkan, terdapat akumulasi AGEs dalam tulang rawan manusia, kolagen

kulit, dan cairan perikardia. Protein berumur panjang seperti lensa kristalin dan

kolagen, yang mengandung banyak lisin, hidroksilisin dan residu arginin,

mempunyai turnover yang lambat dan rentan terhadap akumulasi glikasi. Selain

adanya akumulasi selama proses penuaan yang sehat, pembentukan AGEs juga

mengalami percepatan pada penderita dengan penyakit diabetes, katarak,

atherosklerosis, dan penyakit neurodegeneratif, termasuk alzhemeir (18).

2. Efek pada Tubuh

Glikasi dapat menyebabkan kerusakan selular dan jaringan melalui dua

mekanisme; pertama, glikasi dapat memodifikasi protein yang dapat

menyebabkan kerusakan langsung atau perubahan struktural pada membran,

protein intraselular matriks ekstraselular. Kedua, melalui reseptor permukaan sel

(yang diakui sebagai ligan AGEs), glikasi dapat menyebabkan kerusakan.

Beberapa protein dan reseptor permukaan sel yang diketahui dapat mengikat

AGEs adalah: RAGE (receptor for AGEs), makrofag tipe I dan II reseptor

scavenger tipe A (MSR-A), kelompok reseptor scavenger kelas B dari CD36,

Page 26: file KTI 2 fix

13

lectin like reseptor, LOX-I (low density protein teroksidasi-1), kompleks-3

galectin, fasciclin, laminin, EGF-like, dan hubungan domain yang mengandung

reseptor, scavenger-1,2, megalin, dan toll-like receptor (TLR). Diantara protein

dan reseptor yang disebutkan diatas, RAGE dikenal sebagai salah satu reseptor

yang fungsional untuk AGEs, yang dapat menyebabkan respon inflamasi selular

melalui sinyal RAGE intraselular. Ikatan antara AGEs dengan protein dan

reseptor lain juga dapat menyebabkan kerusakan selular maupun jaringan (19).

RAGE pada awalnya terdeteksi dari sampel paru-paru yang kemudian

diidentifikasi sebagai reseptor permukaan sel yang mampu mengikat AGEs.

RAGE terdapat pada berbagai sel dan jaringan, termasuk paru paru, sel epitel

alveolar, sel pembuluh darah, dan sel imun tubuh. Pada kondisi fisiologis tubuh

sehat, sinyal RAGE pada organ dan jaringan umumnya rendah. Namun, sinyal

tersebut meningkat pada keadaan lesi patologis tempat AGEs terakumulasi (19).

Efek patologis AGEs berhubungan dengan kemampuannya berikatan dengan

reseptor permukaan sel dan protein tubuh yang dapat menyebabkan stres oksidatif

dan peradangan, sehingga akhirnya akan mengubah struktur dan fungsi sel (2).

Oksidative stress (OS) merupakan suatu keadaan yang disebabkan karena

ketidakseimbangan antara faktor-faktor penghasil ROS (reactive oxygen species)

dan sistem pelindung sel (antioksidan) sehingga dapat menyebabkan perubahan

struktur biomolekul (DNA, karbohidrat, protein, dan lipid), hilangnya sinyal sel

dan ekspresi gen, apoptosis, dan nekrosis. Pada keadaan ini, ROS yang memiliki

kemampuan menginaktivasi molekul secara fungsional, menginduksi apoptosis

sel, memicu respon adaptif seluler melalui aktivasi redox-sensitive-transcription

factor, Nf-kB (nuclear respiratory factor I), dan sp-1 (specificity protein-I) dapat

Page 27: file KTI 2 fix

14

menghasilkan sejumlah mediator proinflamasi, dan pada akhirnya dapat

menyebabkan perubahan/pengurangan struktur kimia pada biomolekul penting

antioksidan (18). Stress oksidatif adalah reaksi modifikasi oksidatif ROS yang

dibentuk dari komponen biologis seperti asam nukleat, lipid, dan protein. Reaksi

ini menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ (21).

ROS dihasilkan dari metabolisme oksigen dan bersifat sangat reaktif. ROS

merupakan produk sampingan dari metabolise selular organisme aerob (22).

Karena bersifat sangat reaktif, ROS mudah bereaksi dengan hampir semua jenis

molekul biologis. Sehingga konsentrasi ROS yang tinggi dapat menyebabkan

kerusakan pada banyak sel intraselular maupun ekstraselular termasuk DNA,

protein, dan lipid. ROS pada DNA dapat menyebabkan mutasi dan perubahan

ekspresi gen (23).

Efek biologis AGEs disebabkan oleh 2 mekanisme yang berbeda: salah satu

independen reseptor (kerusakan struktur protein dan metabolisme matriks

ekstraselular), atau salah satu RAGE (receptor for AGEs). Interaksi antara AGEs

dan reseptor RAGE akan memicu aktivasi jalur MAPKs (mitogen-activated

protein kinase) dan PI3-K (phosphatidylinositol-3 kinase) yang akan

mengaktifkan faktor transkripsi NF -B (nuclear factor kappa-B). Setelah

teraktivasi, NF -B akan bertranslokasi ke inti, untuk mengaktifkan transkripsi

gen untuk sitokin, faktor pertumbuhan, dan molekul adhesi seperti TNF-α (tumor

necrosis factor α), IL-6 (Interleukin-6), yang dikenal baik sebagai promotor reaksi

radang. Disamping itu, ikatan AGE-RAGE akan mengaktifkan NAD(P)H

oksidase (kompleks enzim yang menghasilkan superoksida), dan ketika kompleks

ini teregulasi, stres oksidatif intraselular akan meningkat. Peningkatan mendadak

Page 28: file KTI 2 fix

15

stres oksidatif tersebut pada akhirnya akan mengaktifkan NF -B (3).

Penelitian secara in vivo pada tikus percobaan menunjukkan bahwa konsumsi

makanan kaya kandungan AGEs, dihubungkan dengan peningkatan kadar AGEs

dalam jaringan dan resiko aterosklerosis dan penyakit ginjal. Disamping itu,

pembatasan konsumsi makanan tinggi kandungan AGEs, dAGEs (dietary of

AGEs), akan mencegah terjadinya aterosklerosis, disfungsi ginjal, diabetes tipe I

dan II, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mempercepat proses penyembuhan

luka. Di samping itu, pembatasan dAGEs pada pasien dengan penyakit diabetes

dan penyakit ginjal, seperti yang dilakukan pada subjek sehat, juga dapat

mengurangi tanda-tanda stres oksidatif dan peradangan. Dari hasil temuan dan

studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa menghindari dAGEs dapat

membantu mencegah penyakit kronis dan penuaan (2).

Contoh efek buruk AGEs yang sudah banyak diteliti adalah perannya dalam

menyebabkan berbagai komplikasi pada diabetes. Pada diabetes, reaksi glikasi

akan meningkat pada lingkungan fisiologis hiperglikemi, yang akan menyebabkan

peningkatan pembentukan AGEs. Adanya AGEs yang menumpuk dapat

menyebabkan beberapa perubahan seluler yang dapat menimbulkan komplikasi

makro dan mikrovaskular, seperti aterosklerosis, retinopati diabetik, nefropati, dan

neuropati. AGEs telah dikenal sebagai penyebab utama peningkatan komplikasi

vaskular. Mekanisme terjadinya komplikasi kardiovaskular pada diabetes

berhubungan dengan adanya peningkatan stres oksidatif/stres nitrosaiv, akumulasi

AGEs, peningkatan RAGE (receptor for AGEs), aktivasi berbagai proinflamasi,

kematian jalur transmisi sinyal pada sel, dan peningkatan adhesi monosit ke

dinding pembuluh darah. Studi menunjukkan bahwa AGEs dapat menghasilkan

Page 29: file KTI 2 fix

16

sejumlah besar pro-inflamasi melalui pembentukan stress oksidatif, yang telah

diperkirakan, merupakan kunci utama dalam perkembangan komplikasi mikro dan

makrovaskular pada diabetes (13).

Efek negatif yang ditimbulkan AGEs pada tubuh berkaitan dengan

ekskresinya dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan, dari sekitar 10% AGEs

imunoreaktif yang tertelan akan diangkut ke sirkulasi, dua-pertiga dari jumlah

yang tertelan akan tetap berada dalam tubuh, dan tersimpan dalam jaringan.

Hanya sepertiga dari AGEs tersebut yang diekskresikan melalui ginjal (3).

Dari hasil penelitian secara in vivo, telah terdentifikasi beberapa produk hasil

reaksi maillard dalam makanan, yang biasa digunakan sebagai biomarker

pembentukan AGEs seperti; furfural, pyrralines, dan senyawa dikarbonil seperti

methylglyoxal (3).

C. Anti-Glikasi

AGEs memainkan peran penting dalam reaksi ikatan silang atau modifikasi

protein lain yang menghasilkan oksidan, sehingga dapat menginduksi stres

oksidatif pada sel-sel pembuluh darah dan jaringan lain. Karena itu, pembentukan

AGEs yang berlebihan serta akumulasinya dalam jaringan merupakan kontributor

yang signifikan dalam perjalanan suatu penyakit (24).

Senyawa sintetis dan produk-produk alami telah dievaluasi sebagai inhibitor

pembentukan AGEs. Sejauh ini, inhibitor AGEs sintetis dibagi menjadi 3 kelas:

(a) agen penangkap karbonil yang mengurangi stres karbonil; (b) chelators ion

logam, yang menekan glikooksidasi, dan (c) pemutus reaksi silang yang akan

mengembalikan ikatan silang AGEs. Meskipun zat-zat tersebut memiliki efek

Page 30: file KTI 2 fix

17

penghambatan dalam proses terbentuknya AGEs, banyak inhibitor sintetis

pembentukan AGEs yang ditarik dari uji klinis karna tingkat khasiat yang relatif

rendah, farmakokinetik rendah, dan keamanan yang tidak terjamin. Contohnya

saja, aminoguanidin (AG) yang merupakan suatu senyawa hidrazin nukleofilik

yang memiliki potensi mencegah pembentukan AGEs. AG ditarik dari fase

penting uji klinis pada tahap III karna keamanan konsumsi yang tidak terjamin

dan kurang jelasnya keberhasilan penggunaannya (18).

Meskipun aminoguanidin dikenal sebagai salah satu agen anti glikasi yang

telah menjadi pusat ketertarikan dari berbagai perspektif uji klinis dan memiliki

kemampuan dalam menghambat pembentukan AGEs baik secara in vitro maupun

in vivo, studi terbaru menunjukkan, aminoguanidin mungkin memiliki efek toksik

ketika diberikan pada penderita nefropati diabetik. Oleh karna itu, banyak upaya

yang dilakukan untuk mencari senyawa fitokimia dari tanaman, makanan, buah-

buahan, dan obat-obatan herbal yang memang efektif dalam menghambat

pembentukan AGEs (24).

Produk-produk alami telah terbukti relatif aman untuk dikonsumsi, dan

banyak ekstrak tumbuhan yang telah diuji untuk mengetahui potensi mereka

dalam mencegah pembentukan AGEs. Selain itu, sejumlah produk yang berasal

dari tanaman telah terbukti memiliki efek hipoglikemik, hipolipidemik, dan sifat

antioksidan. Beberapa senyawa penting seperti fenolat, polisakarida, karotenoid,

asam lemak tak jenuh, dan lain-lain telah dilaporkan memiliki aktivitas

antiglikasi. Sebagai contoh, konsumsi minuman teh hijau, dapat secara signifkan

menurunkan kecepatan glikasi dan akumulasi (penumpukan) AGEs (25).

Potensi kandungan anti-glikasi berbagai tanaman obat dan makanan dari

Page 31: file KTI 2 fix

18

tumbuhan adalah sebanding/bahkan lebih kuat daripada aminoguanidin. Beberapa

studi menunjukkan bahwa, aktivitas antiglikasi secara signifikan berhubungan

dengan kandungan fenolik dari bahan ekstrak tanaman yang diuji. Polifenol

(contoh: asam fenolat dan flavanoid), yang merupakan kandungan umum dari

buah-buahan, sayuran, sereal, biji-bijian, kacang-kacangan cokelat kopi, teh, dan

anggur adalah zat dengan kandungan antioksidan yang tinggi. Makanan-makanan

tersebut terbukti memberikan banyak manfaat kesehatan, seperti potensi dalam

pencegahan kanker, penyakit neurodegeneratif, diabetes, dan jantung (25).

Pada kulit, efek glikasi yang terjadi pada kolagen tipe I akan menyebabkan

peningkatan kekusaman kulit dan penurunan elastisitas kulit. Sehingga dalam

beberapa tahun terakhir, banyak penelitian diarahkan untuk menghambat

pembentukan AGEs untuk mencegah penuaan, promosi kesehatan, dan gaya

hidup terkait penyakit tertentu (25).

Beberapa penelitian yang baru-baru ini dilakukan bertujuan untuk mencari

cara menghambat pembentukan AGEs. Perusahaan kosmetik dan makanan telah

meneliti banyak bahan penghambat glikasi yang ditemukan dalam ekstrak

tanaman, misalnya teh herbal. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa ekstrak teh

hijau dapat menghambat pembentukan AGEs pada kolagen melalui hewan tikus

percobaan. Sebuah uji klinis pada pasien dengan pra-diabetes menunjukkan,

campuran ekstrak herbal yang diekstrak dengan air panas, menimbulkan efek

antiglikasi yang kuat, meningkatkan elastisitas kulit, dan menurunkan kadar CML

dalam darah (25).

Page 32: file KTI 2 fix

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA

A. Landasan Teori

Pada tahap awal, jenis gula pereduksi bereaksi dengan gugus amino bebas,

untuk membentuk suatu senyawa stabil yang disebut basa schiff. Kemudian,

melalui katalisis asam-basa,senyawa mengalami penataan kimia ulang untuk

membentuk produk amadori (contoh: HbA1c). Kemudian, produk amidori akan

mengalami degradasi menjadi berbagai senyawa dikarbonil reaktif (glioksal,

methylgliyoxal dan deoxyglucosones) yang bersifat lebih reaktif dibanding produk

glikasi awal. Senyawa tersebut kemudian bereaksi dengan kelompok biomolekul

bebas amino dan menghasilkan AGEs (advanced glication end products) (18).

Kandungan semangka: fenolik, likopen, vitamin, asam askorbat, karotenoid

dan flavanoid memiliki kemampuan untuk menghambat proses glikasi. Flavanoid

berpotensi menghambat proses glikasi pada beberapa tahap: tahap awal

(pembentukan produk amadori), tahap pertengahan, dan tahap akhir

(pembentukan AGEs dan ikatan silang) (7). Potensi antiglikasi fenolik mirip

dengan flavanoid (inhibitor glikasi pada tahap berbeda) (7). Asam askorbat

menyebabkan penurunan produk glikasi dengan cara mengikat protein, sehingga

menghambat proses glikasi (13). Beta-karoten mampu menghambat pembentukan

dikarbonil dalam proses glikasi dengan mengikat senyawa protein dan glukosa

(15).

19

Page 33: file KTI 2 fix

20

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Teoritis Penelitian Daya Hambat Jus Semangka (Citrullus lanatus Thunb.)

B. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yaitu daya hambat reaksi glikasi jus buah semangka

(Citrullus lanatus Thunb.) lebih besar dari asam askorbat.

Gula Pereduksi Asam amino, lipid, DNA

Basa schiff

Produk amadori

dikarbonil Gugus amino bebas

AGEs

Kandungan jus semangka:

flavanoid,fenolik.

Kandungan jus semangka; beta karoten, asam askorbat, fenolik, flavanoid

Kandungan jus semangka; fenolik, flavanoid

Page 34: file KTI 2 fix

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental untuk mengukur daya

hambat jus buah semangka (Citrullus lanatus Thunb.) dengan membuat model

reaksi glikasi.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tanaman buah

Citrullus lanatus Thunb. yang diperoleh dari pasar. Selain itu bahan yang

digunakan terdiri atas aquadest, bovin serum albumin (BSA), asam askorbat,

trikloroasetat (TCA) 100%, phosphate buffer saline (PBS) dan larutan glukosa

500mg/dL.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat gelas (PYREX®),

sentrifuse (CENTURION®), juicer (PHILLIPS®), stopwatch, mikropipet

(TRANSFERPETTE®), sp ektrofotometer (T80+), lemari es, dan waterbath (GFL

1031®).

C. Variabel penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu konsentrasi jus buah semangka dan

asam askorbat.

21

Page 35: file KTI 2 fix

22

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu persentase daya hambat reaksi glikasi.

3. Variabel Pengganggu

a. Standarisasi alat, dikendalikan dengan kalibrasi pada alat yang digunakan.

b. Keadaan bahan kimia, dikendalikan dengan menggunakan bahan kimia yang

masih baik.

c. Keadaan buah dikendalikan dengan pengambilan pada tempat dan waktu yang

sama.

d. Lingkungan (suhu, kelembaban, dan cahaya), dikendalikan dengan cara

melakukan penelitian dalam ruangan dan suhu yang sama.

D. Definisi Operasional

1. jus buah semangka adalah larutan hasil filtrasi dari daging buah semangka

merah (Citrullus lanatus Thunb.) yang dihaluskan menggunakan juicer. Buah

yang diambil adalah semangka berbiji yang matang, berwarna merah segar

dengan konsistensi lunak dan kulit buah berwarna hijau.

2. Daya hambat reaksi glikasi adalah kemampuan jus buah semangka dalam

menghambat reaksi glikasi, yakni reaksi antara BSA dengan glukosa.

3. IC50 adalah konsentrasi jus buah semangka maupun asam askorbat (%) yang

mampu menghambat 50% reaksi glikasi. Semakin kecil nilai IC50, semakin

tinggi daya hambatnya pada reaksi glikasi.

E. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Jus Buah Semangka

Pertama-tama buah semangka dikupas lalu dibersihkan, kemudian sebanyak

Page 36: file KTI 2 fix

23

300 gram buah dihaluskan dengan menggunakan juicer. Setelah itu didapatkan

cairan buah yang terpisah dengan ampas. Kemudian, cairan buah tersebut diambil

untuk diencerkan dengan aquades sehingga didapatkan konsentrasi 10%, 20%

dan 30%.

2. Pembuatan Model Reaksi Glikasi

Glikasi dibuat dengan model reaksi antara bovin serum albumin (BSA) dengan

glukosa. Pada model ini digunakan 2 kelompok yakni :

1. Kelompok Uji (Au)

Au0 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA

Au1 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 10%

Au2 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 20%

Au3 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 30%

2. Kelompok Standar (As)

As0 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA

As1 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 10%

As2 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 20%

As3 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 30%

3. Pengukuran daya hambat reaksi glikasi

Masing–masing larutan kelompok uji dan larutan kelompok standar diinkubasi

selama 24 jam dalam waterbath dengan suhu 60oC. Setelah itu tambahkan TCA

100% sebanyak 10µL pada masing-masing kelompok. Kemudian masing-masing

kelompok diinkubasi di lemari es pada suhu 4oC selama 10 menit. Setelah itu,

semua larutan disentrifus dengan kecepatan 1300 rpm selama 4 menit dan

supernatant dibuang. Kemudian endapan dilarutkan dengan 1 ml PBS pH 10, dan

Page 37: file KTI 2 fix

24

nilai absorbansi kedua kelompok larutan diukur menggunakan spektrofotometer

pada λ = 370 nm.

Daya hambat reaksi glikasi (%) = 100% x (Au/Ak)

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur daya hambat reaksi

glikasi in vitro.

G. Cara Analisa Data

Daya hambat reaksi glikasi in vitro dinyatakan dengan menentukan besarnya

nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) dengan cara membuat grafik linier

menggunakan persamaan y = a + bx dengan y = daya hambat reaksi glikasi dalam

persen dan x = konsentrasi jus buah Citrullus lanatus Thunb. Grafik linier dibuat

dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007.

Korelasi dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r -1≤ r ≤ 1. Apabila

nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna; r= 0 artinya tidak ada korelasi; dan

r= 1 artinya korelasinya sangat kuat. Interpretasi koefisien korelasi positif

ditunjukkan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Positif

Interval Koefisien Tingkat Hubungan0,800 – 1,000 Sangat Kuat0,600 – 0,799 Kuat0,00 – 0,599 Cukup kuat0,200 – 0,399 Lemah0,000 – 0,199 Sangat Lemah

H. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

Page 38: file KTI 2 fix

25

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada bulan Mei 2014.

Page 39: file KTI 2 fix

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat reaksi glikasi jus

buah semangka (Citrullus lannatus Thunb.) dengan menentukan besarnya nilai

IC50 (inhibition concentration 50). Dari hasil penelitian didapatkan data yang

disajikan pada Gambar 5.1

Gambar 5.1 Potensi Antiglikasi Jus Semangka dan Asam Askorbat

Gambar 5.1 menunjukkan nilai R2 asam askorbat sebesar 0,9256 (r = 0,962)

sedangkan nilai R2 jus buah semangka adalah 0,9061 (r = 0,951). Menurut data

yang diperoleh dari hasil penelitian, nilai r menunjukkan korelasi positif yang

sangat kuat. Hal ini berarti kenaikan konsentrasi juga akan diikuti oleh

peningkatan potensi antiglikasi. Dari gambar 5.1 diketahui koefisien determinasi

(R2) jus buah semangka adalah 0,9061 dan asam askorbat sebesar 0,9256. Hal ini

berarti, 90,61% kenaikan potensi antiglikasi (y) jus buah semangka dipengaruhi

26

Page 40: file KTI 2 fix

27

oleh peningkatan konsentrasi (x) dan sisanya sebesar 9% disebabkan oleh faktor

lain yang tidak dapat diidentifikai oleh peneliti. Hal tersebut juga menunjukkan,

92,56% kenaikan potensi antiglikasi (y) asam askorbat dipengaruhi oleh

peningkatan konsentrasi (x), dan sisanya sebesar 8% disebabkan oleh faktor lain

yang tidak dapat diidentifikasi oleh peneliti.

Penambahan konsentrasi jus buah semangka diduga dapat mempengaruhi

daya hambat pada reaksi glikasi. Hal itu disebabkan karena adanya reaksi osilasi

antar glukosa rantai lurus dengan gugus amina.

Reaksi osilasi pada glukosa terjadi akibat reaki kesetimbangan antara α-

glukosa menjadi β-glukosa yang melalui pembentukan struktur liner dari glukosa.

Saat berada pada struktur linier, gugus aldehid pada glukosa bersifat reaktif

sehingga mampu berikatan dengan gugus amin pada protein. Akan tetapi, reaksi

ini tidak berlangsung lama, karena glukosa akan segera berubah menjadi bentuk

siklik. Hal ini berakibat pada menurunnya aktivitas gugus aldehid yang berikatan

dengan gugus amina pada protein. Proses ini berlangsung secara terus menerus,

hingga terjadi pembentukan produk glikasi yang naik turun (26).

Adanya jus buah yang mengandung senyawa flavonoid, mampu menghambat

pembentukan produk glikasi. Hal ini karena kemampuan flavonoid dalam

menyumbangkan atom hidrogen yang dimilikinya sehingga dapat

mempertahankan struktur glukosa yang stabil. Dengan kestabilan tersebut, maka

glukosa tidak dapat bereaksi dengan protein, sehingga pada akhirnya reaksi glikasi

dapat dicegah (18).

Pada gambar 5.1 penambahan konsentrasi jus buah semangka dapat

meningkatkan daya hambat terhadap reaksi glikasi. Namun, pada konsentrasi

Page 41: file KTI 2 fix

28

tertentu, ketika senyawa bioaktif dalam jus buah telah berikatan dengan glukosa,

maka akan tersisa glukosa yang tidak habis bereaksi (reaksi keseimbangan pada

glukosa). Sehingga, pada saat tersebut, penambahan konsentrasi jus buah untuk

menghambat reaksi glikasi, potensinya tidak sebesar pada awal reaksi.

Hal tersebut didukung oleh penelitian Aruna et al. yang melakukan uji

aktivitas antioksidan dengan menggunakan sampel daun semangka dan asam

askorbat sebagai standar. Grafik hasil penelitian tersebut, yang menggunakan

metode DPPH (diphenyl-1-picrylhydrazil) dan pengukuran pada panjang

gelombang 517 nm menunjukkan, semakin besar konsentrasi, maka aktivitas

antioksidannya juga semakin besar (27).

Semangka merupakan salah satu buah yang berpotensi sebagai penghambat

reaksi glikasi. Hal itu dikarenakan senyawa bioaktif yang dikandungnya, seperti:

karotenoid (termasuk likopen), fenolik, flavanoid, dan asam askorbat. Hal tersebut

didukung dari hasil penelitian secara in vitro oleh Aruna et al. yang membuktikan

daun semangka mengandung senyawa bioaktif fenolik, flavanoid, dan vitamin C

(27). Senyawa bioaktif semangka yang bersifat larut air diantaranya:

1. Fenolik (asam fenolat)

Fenolik merupakan senyawa antiglikasi penting, dimana potensi antiglikasinya

dipengaruhi oleh cincin gugus hidroksilnya. Seperti flavanoid, asam fenolat

(khususnya asam metoksifenolik) merupakan inhibitor glikasi pada tahap yang

berbeda. Misalnya pada tahap awal reaksi glikasi, fenolik terbukti mampu

menurunkan produk amadori (7,16). Hasil penelitian oleh Sirintorn et al.

menyatakan, ekstrak kulit anggur merah yang juga tinggi akan kandungan fenolik

(flavanoid dan lain-lain), dinilai berpotensi sebagai agen antiglikasi (28).

Page 42: file KTI 2 fix

29

Struktur utama flavanoid (3 cincin benzen dengan satu/ lebih gugus hidroksil)

merupakan faktor penting yang berhubungan dengan aktifitas antioksidannya.

Sebagian aktfitas antiglikasi alami dari flavanoid dikaitkan dengan potensinya

sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian menggunakan beberapa model in

vitro membuktikan efek penghambatan flavanoid pada berbagai tahap

pembentukan glikasi. Pada tahap awal, flavonoid dapat menghambat

pembentukan produk amadori. Pada tahap pertengahan, secara signifikan

flavanoid mampu menghambat metilglikoksal (senyawa dikarbonil reaktif). Pada

tahap akhir, flavonoid juga ditemukan dapat menghambat pembentukan AGEs.

Disamping itu, potensi penghambatan glikasi flavonoid juga berhubungan dengan

struktur senyawanya. Gugus hidroksil C-3 dan C-5 pada cincin B mempengaruhi

daya hambat flavanoid terhadap reaksi glikasi (7).

Hasil penelitian Masayuki Yagi et al. menunjukan, kombinasi senyawa

fenolik yang ditemukan dalam buah-buahan, dapat menghambat proses aging dan

dan reaksiglikasi secara efektif. Disamping itu, penelitian lain juga menyatakan

bahwa potensi buah ceri, pir, tamarin, dan lemon sebagai antiglikasi, dihubungkan

dengan senyawa polifenol (seperti: flavanoid, flavones, asam fenolat) yang

dikandungnya (1).

2. Asam Askorbat

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Oseni Okoye et al., semangka

mengandung berbagai senyawa antioksidan penting, salah satunya asam askorbat

(29). Mekanisme pengaruh asam askorbat pada reaksi glikasi sebenarnya sangat

kompleks. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa asam askorbat

mampu bersaing dengan glukosa untuk berikatan dengan protein, sehingga pada

Page 43: file KTI 2 fix

30

akhirnya dapat menghambat reaksi glikasi. Bentuk dehidroaskorbat dari asam

askorbat dapat bereaksi dengan gugus amino dan basa schiff sehingga juga dapat

menghambat reaksi glikasi. Beberapa studi menunjukkan asam askorbat

berpengaruh pada glikasi protein. Menurut Akhilinder, semua bentuk dari asam

askorbat dapat menghambat ikatan protein protein dalam reaksi glikasi. Davie dan

Oian et al. juga melaporkan bahwa konsumsi asam askorbat secara oral mampu

menghambat glikasi protein dan pembentukan produk amadori seperti HbA1c.

Selain itu, menurut Khatami, Price, dan Hunt, asam askorbat mampu menghambat

reaksi glikasi hingga sampai 80% pada kondisi yang berbeda-beda (30).

Selanjutnya, dari persamaan pada gambar 5.1, diperoleh nilai IC50 masing-

masing 15,803% untuk asam askorbat dan 64,23% untuk jus buah semangka.

Dengan demikian jus semangka memiliki daya hambat reaksi glikasi lebih kecil

dibandingkan dengan asam askorbat, karena jus semangka memerlukan 64,23%

untuk menghambat 50% reaksi glikasi, sedangkan asam askorbat hanya

membutuhkan 15,803% untuk menghambat 50% reaksi glikasi (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Perbandingan Nilai IC50 Jus Semangka dan Asam Askorbat

15,803

64,23

Page 44: file KTI 2 fix

31

Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi daya

hambat reaksi glikasi dari jus semangka, salah satunya adalah sifat kelarutan

senyawa bioaktif yang terkandung dalam semangka. Asam askorbat dan beberapa

senyawa golongan fenolik dikenal sebagai antioksidan hidrofilik (larut dalam air),

sedangkan karotenoid dan flavanoid dikenal sebagai antioksidan lipofilik (larut

dalam lemak) (31).

Penentuan hidrofilik atau lipofilik suatu senyawa merupakan hal yang umum

digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan/antiglikasi suatu ekstrak

tumbuhan. Hal ini dapat mendeteksi semua air atau senyawa larut lemak yang

terdapat dalam ekstrak, sehingga pada akhirnya dapat memperhitungkan efek

sinergis masing-masing senyawa antioksidan/antiglikasi dalam tanaman tersebut

(32). Hidrofilik, atau yang disebut dengan senyawa polar, adalah senyawa yang

umumnya terbatas pada kompartemen ekstraselular dan tidak bisa masuk ke

dalam sel (33). Penelitian ini menggunakan air sebagai pelarut (dalam bentuk jus)

sehingga hanya komponen senyawa hidrofilik saja yang dapat terdeteksi.

Senyawa lipofilik antioksidan mungkin tidak banyak berkontribusi penting

dalam total aktivitas antioksidan, karena dalam penelitian Xian Li wu et al.

dikatakan bahwa aktivitas senyawa hidrofilik menyumbang kurang lebih 99% dari

total aktivitas antioksidan (31). Namun disamping itu, sifat fisio-kimia dari kedua

komponen zat tersebut memang sangat berbeda. Meskipun metode pengukuran

aktivitas antioksidan umumnya dirancang untuk komponen hidrofilik, hal tersebut

mungkin saja tidak sesuai untuk pengukuran komponen lipofilik. Beberapa

peneliti mengusulkan, untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat dari total

Page 45: file KTI 2 fix

32

kapasitas antioksidan, komponen lipofilik harus dipisahkan dari komponen

hidrofilik menggunakan prinsip kimia tertentu (34).

Selain itu, faktor pra dan pasca panen semangka sendiri juga turut

berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Faktor-faktor tersebut adalah faktor fisik

yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian oleh Hira Zafar et al. yang dilakukan pada 3 buah berbeda

untuk menguji stabilitas asam askorbat menunjukkan stabilitas asam askorbat

dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan dan suhu. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa stabilitas asam askorbat lebih mampu bertahan saat

disimpan disuhu dingin. Ribero et al. menyatakan, degradasi asam askorbat dapat

disebabkan adanya faktor seperti: oksigen, pH alkali, pemanasan,

benda/mikroorganisme asing, kelembaban, kerusakan fisik (13).

Adanya patogen dan paparan bahan kimia asing dalam buah juga dapat

mempengaruhi kadar senyawa bioaktif. Patogen dan bahan kimia asing dapat

meningkatkan aktivitas askorbat oksidase. Askorbat oksidase merupakan enzim

yang bertanggung jawab terhadap oksidasi asam askorbat menjadi

dehidroaskorbat (DHA). Pada tanaman hortikulutral lain, DHA hanya mewakili

10% dari total aktivitas antioksidan (35).

Faktor lain seperti iklim, dan kematangan buah juga mempengaruhi besarnya

kandungan asam askorbat dalam tanaman (35). Penelitian yang dilakukan oleh

Njoku et al., saat membandingkan kandungan asam askorbat dalam beberapa buah

berbeda membuktikan bahwa daerah dengan iklim tropis memiliki buah dengan

kadar asam askorbat yang lebih rendah, dibandingkan dengan iklim dingin (36).

Suhu dan pH selama proses penelitian juga dapat mempengaruhi kandungan

Page 46: file KTI 2 fix

33

senyawa bioaktif dalam jus. Menurut Aguayi et al. suatu lingkungan panas yang

diciptakan untuk membunuh kuman/organisme dan enzim tertentu, atau untuk

pengkondisian, dapat membuat senyawa dalam jus selama menjadi tidak stabil

(37). Disamping itu, menurut hasil penelitian Gui Fang et al. yang dilakukan

untuk mengetahui aktifitas polifenol dalam buah anggur membuktikan bahwa

peningkatan pH (basa) menyebabkan penurunan kadar fenolik. Berdasarkan

penelitian tersebut, 20% dari bentuk dimer fenolik terdegradasi pada pH 7.4, dan

pada pH 8.5, semua bentuk dimer dan monomer fenolik hampir terdegradasi

seluruhnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fenolik lebih stabil pada kondisi

asam (ph<7) (38).

Perbedaan kadar kandungan senyawa bioaktif dalam semangka juga dapat

mempengaruhi hasil penelitian, contohnya saja kandungan asam askorbat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wee Sim Cho dan Wai Yen Sin, dalam

“Ascorbic Acid, Lycopene and Antioxidant Activities of Red Fleshed and Yellow-

Fleshed Watermelon” menyimpulkan, kandungan asam askorbat pada buah

semangka merah adalah sekitar 86.32 mg/kg. Kandungan asam askorbat dalam

buah semangka merah pada penelitian ini lebih tinggi daripada yang pernah

dilaporkan sebelumnya dari penelitian Issabelle et al. (39.1 mg/kg). Perbedaan

hasil pada kedua penelitian tersebut, kemungkinan besar disebabkan karna

pengaruh kuat dari perbedaan genotip kedua buah semangka dan faktor eksternal

seperti: kondisi lingkungan, tingkat kematangan, dan keadaan saat maupun setelah

panen (39).

Pengaruh gen dalam variasi jenis semangka juga menentukan besarnya

senyawa bioaktif yang terkandung. Besarnya variasi genetik merupakan salah satu

Page 47: file KTI 2 fix

34

penentu besarnya kandungan vitamin dalam buah. Gen berpengaruh lebih besar

terhadap tingkat kandungan vitamin C dalam buah, dibandingkan faktor seperti

iklim dan lain-lain (35).

Keterbatasan dari penelitian ini diantaranya: peneliti tidak mengidentifikasi

senyawa bioaktif dalam buah semangka, peneliti tidak melakukan identifikasi

varietas semangka secara spesifik, dan faktor fisik dari buah tidak dapat

dikendalikan.

Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kandungan asam

askorbat dan senyawa antiglikasi pada buah semangka merah yang digunakan

pada penelitian kali ini sedikit/ tidak terdeteksi secara in vitro. Hal itu disebabkan

oleh faktor-faktor yang telah dijabarkan sebelumnya, sehingga daya hambat

glikasinya lebih kecil dibandingkan dengan asam askorbat murni sebagai

pembanding.

Page 48: file KTI 2 fix

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai

berikut :

1. Nilai IC50 jus buah semangka merah (Citrullus lanatus T.) dalam

menghambat reaksi glikasi sebesar 64.23%.

2. Nilai IC50 asam askorbat dalam menghambat reaksi glikasi sebesar 15.803%.

3.Nilai IC50 jus buah semangka merah (Citrullus lanatus Thunb.) lebih besar

dibandingkan dengan asam askorbat dalam menghambat reaksi glikasi in vitro.

Sehingga daya hambat jus buah semangka merah (Citrullus lanatus Thunb.)

lebih kecil dibandingkan dengan asam askorbat dalam menghambat reaksi

glikasi secara in vitro.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi jus buah

semangka merah (Citrullus lanatus T.) dalam menghambat reaksi glikasi secara

in vivo.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan daya

hambat reaksi glikasi oleh dua jenis semangka berbeda: semangka merah dan

kuning.

35

Page 49: file KTI 2 fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Parengkuan L, Masayuki Y, Megumi M, Mari O, Umenoi H, and Yoshikazu Y. Antiglycation activity of various fruits. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2013;10(4):70-76.

2. Urribari J, Sandra W, Susan G, Weijing C, Xue C, Renata P, et al. Advanced glyation end products in food and a practical guide to their reduction in the diet. American Dietetic Association 2010;110:911-916.

3. Contreras C.L, dan Navakofski KC. Dietary advanced end products and aging. Nutrients 2010;2:1247-1265.

4. Johnson J.T, Iwang E.U, Hemen J.T, Odey M.O, Efiong E.E, and Eteng O.E. Evaluation of anti-nutrient contents of watermelon Citrullus lanatus. Scholars Research Library 2012;3(11):5145-5150.

5. Iqbal K, Khan A, and Khattak M. A. Biological significance of ascorbic acid (vitamin C) in human health- a review. Pakistan Journal of Nutrition 2004;3(1):5-13.

6. O.L Erukainure, O.V Oke, S.O Adenekan, and J.A Ajiboye. Antioxidant activities, total phenolic and flavanoid levels of watermelon rinds subjected to Saccharomyces cerevisiae solid media fermentation. Fermentation Technology and Bioengineering 2011;2:11-16.

7. Wu C.H, Huang S.M, Lin J.A, and Yen G.C. Inhibition of advanced glycation endproduct formation by foodstuffs. The Royal Society of Chemistry 2011;2:224-234.

8. Lou Ling L. Inheritance of fruit characteristics in watermelon [Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum dan Nakai]. Thesis. Raleigh, North Carolina: North Carolina State University, 2009.

9. Naz A, Butt M.S, Pasha I, and Nawaz H. Antioxidant indices of watermelon juice and lycopene extract. Pakistan Journal of Nutrition 2013;12(3):255-260.

10. Rahman H, Manjula K, Anoosha T, Nagaveni K, M. Chinna E, and Bardalai D. In-vitro antioxidant activity of citrullus lanatus seed extracts. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2013;6(3):152-157.

11. Siregar F. D. Budi daya semangka. Depok: Penebar Swadaya 2010.

12. Inuwa H.M, Aina V.O, Gabi Baba, Aimola I, and Thompson Veronica. Determination of differences in nutrient composition of citrullus vulgaries

35

Page 50: file KTI 2 fix

(watermelon) fruits after plucking. British Journal of Diary Sciences 2011;2(2):27-30.

13. Zafar H, Sheikh M.A, Hussain F, and Maan M.A. Inhibition of protein glycation and advanced glycation end products by ascorbic acid. African Journal of Biotechnology 2012;11(51):11309-11314.

14. Acar R, Ozcan, Mehmet M, Kanbur, Gulsah, Dursun, et al. Some physico-chemical properties of edible and forage watermelon seeds. Iranian Journal of Chemistry and Chemical Engineering 2012;31(4):41-47.

15. Bodiga V.L, Reddy Eda S, Veduruvalasa V.D, Mididodla L.D, Parise P.K, Kodamanchili S, et al. Attenuation of non-enzymatic thermal glycation of bovine seum albumin (BSA) using beta-carotene. International Journal of Biological Macromolecules 2013;56:41-48.

16. Moinard C, Nicolis L, Neveux N, Darquy S, Benezeth S, and Cynober L. Dose-ranging effects of citrulline administration on plasma amino acids and hormonal patterns in healthy subjects: the Citrudose pharmacokinetics study. British Journal of Nutrition 2008;99:855–862.

17. Figueroa A, Sanchez-Gonzales M A, Wong Alexei, and H. Arjmandi B. Watermelon extract suplementation reduces ankle blood pressure and carotid augmentation index in obese adults with prehypertension or hypertension. American Journal of Hypertension 2012;25(6):640-643.

18. Odjakova Mariela, Popova E, Al Sharif M and Mironova R. Plant-derived agents with antiglycation activity in: S.Petrescu, editor. Glycosilation. Croatia: InTech 2012;223-256.

19. Nagai R, More T, Yamamoto Y, Kaji Yuichi and Yonei Y. Significance of advanced glycation end products in aging-related desease. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2010;7(10):112-119.

20. F. Santos J C, Valentim J B, A. Orlando R P, R. Ataide T, Goulart, and Marilia O.F. Development of nonalcoholic hepatopaty: contributions of oxidative stress and advanced glycation end products. International Journal of Molecular Sciences 2013;14:19846-19866.

21. Naito Y, Chang-il Lee M, Kato Y, Nagai R and Yonei Y. Oxidative stress markers. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2010;7(5):36-44.

22. Noori Shafaq. An overview of oxidative stress and antioxidant defensive system.Open Access Scientific Reports 2012;1:413.

23. Brieger K, Schiavone S, Miller F J, and Krause K H. Reactive oxygen species: from health to desease. Swiss Medical Weekly 2012;142:w13659.

Page 51: file KTI 2 fix

24. Meeprom A, Sompong W, B. Chan C and Adisakwattana S. Isoferulic acid, a new anti-glycation agent, inhibits fructose and glucose-mediated protein glycation in vitro. Molecules 2013;18:6439-6454.

25. Hori M, Yagi M, Nomoto K, Shimode A, Ogura M and Yonei Y. Inhibition of advanced glycation end product formation by herbal teas and its relation to anti-skin aging. Japanese Society of Antiaging Medicine 2012;9(6):135-148.

26. Pischetsrieder M, Chemistry of glucose and biochemical pathways of biological interest. Peritoneal Dialysis International 2000;20(2).

27. Aruna A, Vijayalakshmi K, and Karthikeyan V. In vitro antioxidant screening of citrullus lanatus leaves. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Analysis 2014;1(1):1-25.

28. Jariyapamornkoon N, Yibchok-anun S, and Adisakwattana S. Inhibition of advanced glycation end products by red grape skin extract and its antioxidant activity. BioMed Central Complementary dan Alternative Medicine 2013;13:171.

29. Oseni O.A, and Okoye V.I. Studies of phytochemical and antioxidant properties of the fruit of watermelon (Citrullus lanatus Thunb). Journal of Pharmaceutical and Biomedical Sciences 2013;27(27):508-514.

30. Safari M R. Inhibitory activity of vitamin C on the susceptibility of albumin to glycation reaction. Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical Products 2007;2(1):13-17.

31. Thaipong K, Boonprakob U, Zevallos L.C, and Byrne D.H. Hidrophilic and liphophilic antioxidant activities of guawa fruits. Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health 2005;36(4):254-257.

32. Frary A, Keceli M A, Okmen B, Sigva H. O, Yemenicioglu A, and Doganlar S. Water-Soluble antioxidant potential of turkish pepper cultivar. HortScience 2008;43(3):631-636.

33. Chen C H. Lipophilic foreign compound in activation and detoxification enzyme function and implications. Springer Science Business Media, 2012.

34. Wu Xianli, Gu Liwei, Holden J, Haytowitz D B, Gebhardi S. E, and Prior R. L. Development of a database for total antioxidant capacity in foods: a preliminary study. Journal of Food Composition and Analysis 2004;17:407-422.

35. Lee S. K, and Kader A. A. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharvest Biology and Technology

Page 52: file KTI 2 fix

2000;20:207-220.

36. Njoku P.C, Ayuk A. A, and Okoye C. V. Temperature effects on vitamin C content in citrus fruits. Pakistan Journal of Nutrition 2011;10(12):1168-1169.

37. Aguayi I. A, Calderon M. M, Fortuny R. S and Belloso O. M. Changes on flavor sompounds throughout cold storage of watermelon juice processed by high-intensity pulsed electric fields or heat. Jouenal of Food Engineering 2010;10:43-49.

38. Xia E, Deng G. F, Guo Y J, and Li H B. Biological activities of polyphenols from grapes. International Journal of Molecular Sciences 2010;11:622-646.

39. Choo W. S, and Sin W. Y. Ascorbic acid, lycopene, and antioxidant activities of red-fleshed and yellow-fleshed watermelons. Pelagia Research Library, Advances in Applied Science Research 2012;3(5):2779-2784.

Page 53: file KTI 2 fix

Lampiran 1.

Data hasil penelitian daya hambat reaksi glikasi

Data Pemeriksaan: AntiglikasiBahan: Buah Semangka dan Asam AskorbatPanjang Gelombang: 370 nm

Konsentrasi Semangka Askorbat(%) Absorbansi Potensi (%) Absorbansi Potensi (%)0 0,181   0,181    0,179   0,179  

Rerata 0,180 0,00 0,180 0,0010 0,154   0,095    0,155   0,097  

Rerata 0,155 14,17 0,096 46,6720 0,146   0,061    0,148   0,067  

Rerataa 0,147 18,33 0,064 64,4430 0,147   0,034    0,130   0,036  

Rerata 0,139 23,06 0,035 80,56

Daya hambat reaksi glikasi dihitung dengan rumus:

1. Pada Kelompok Larutan Uji:

2. Pada Kelompok Larutan Standar:

Contoh : Kelompok larutan uji konsentrasi 20%

Buah Konsentrasi (%) slope intersep r IC 50 (%)0 10 20 30

Semangka 0 14,17 18,33 23,06 0,7334 2,8890 0,952 64,236askorbat 0 46,67 64,44 80,56 2,5945 9,0000 0,962 15,803

Lampiran 2

Dokumentasi Penelitian:

(AK – AU) x 100% AK

(AK – AS) x 100% AK

Keterangan:

AK : Absorbansi Kontrol

AU : Absorbansi Kelompok Uji

AS : Absorbansi Kelompok Standar

(0,180 – 0,1 47 ) x 100% = 18,33 0,180

Page 54: file KTI 2 fix

Gambar 1. Buah Semangka di Laboratorium FK UNLAM Banjarbaru

Gambar 2. Hasil Pembuatan Jus Buah Semangka dari alat Juicer

Gambar 3. Inkubator Reaksi

Page 55: file KTI 2 fix

Gambar 4. Model Reaksi Glikasi dalam Inkubator

Gambar 5. Proses Sentrifugasi

Gambar 6. Penghitungan Absorbansi dengan Sfektrofotometri

Page 56: file KTI 2 fix
Page 57: file KTI 2 fix