fild stadi tanaman cacao

34

Click here to load reader

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 23-Jun-2015

1.181 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fild stadi tanaman cacao

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya kakao (Theobroma cacao L.) dewasa ini ditinjau dari penambahan luas areal di

Indonesia terutama kakao rakyat sangat pesat, karena kakao merupakan salah satu

komoditas unggulan nasional setelah tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Kakao

merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi

pertumbuhan perekonomian Indonesia terutama dalam penyediaan lapangan kerja baru,

sumber pendapatan petani dan penghasil devisa bagi negara.

Kakao merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur 3-4 tahun

setelah ditanam. Apabila pengelolaan tanaman kakao dilakukan secara tepat, maka masa

produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu untuk keberhasilan budidaya

kakao perlu memperhatikan kesesuaian lahan dan faktor bahan tanam. Penggunaan

bahan tanam kakao yang tidak unggul mengakibatkan pencapaian produktivitas dan

mutu biji kakao yang rendah, oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan tanam

yang unggul dan bermutu tinggi (Raharjo, 1999).

Keberhasilan usaha penyambungan tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa

faktor misalnya, kondisi tanaman dan lingkungan, tingkat kesehatan batang bawah,

kelembaban udara dan intensitas penyinaran serta penggunaan klon-klon

unggul yang dapat beradaptasi dengan iklim mikro (Sunanto, 1994). Lama

penyimpanan dan media penyimpanan batang atas sebelum dilakukan penyambungan

juga berpengaruh terhadap keberhasilan penyambungan (Djazuli, dkk. 1999). Waktu yang

baik untuk melakukan penyambungan adalah pada saat cuaca cerah, namun ada pula yang

menyebutkan bahwa penyambungan pada awal musim kemarau memberikan hasil

yang lebih baik dari pada musim hujan, tetapi hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut

(Zaubin dan Suryadi, 1999).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang digunakan

sebagai dasar penelitian ini adalah :

1. Apakah interaksi antara jenis klon dan lama penyimpanan entres

berpengaruh terhadap pertumbuhan sambung samping kakao di Desa bangun sari ?

2. Apakah jenis klon entres berpengaruh terhadap pertumbuhan sambung

samping kakao di desa Bangun Sari ?

3. Apakah lama penyimpanan entres berpengaruh terhadap pertumbuhan

sambung samping kakao di Desa Bangun Sari ?

Page 2: Fild stadi tanaman cacao

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan interaksi antar jenis klon dan lama penyimpanan entres terhadap

pertumbuhan sambung samping kakao.

2. Mendapatkan pengaruh jenis klon entres terhadap pertumbuhan sambung samping

kakao.

3. Mendapatkan pengaruh lama penyimpanan entres terhadap pertumbuhan sambung

samping kakao.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan membantu petani

menemukan cara atau metode yang praktis, murah serta jenis klon dan lama

penyimpanan entres sebelum melakukan penyambungan sehingga tidak merugikan

patani dalam merehabilitasi tanaman kakao.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya pemanfaatan teknologi sambung samping dalam

melakukan rehabilitasi tanaman kakao.

Page 3: Fild stadi tanaman cacao

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kakao

Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat

mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun . Tanaman kakao menghasilkan biji yang

selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Sistematik tanaman kakao menurut

Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika di usahakan secara

baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu

tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk

bahan pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan lainnya

bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat cacao

butter/mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan.

Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman

kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi

cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan.

Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai

kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh

pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk- produk cokelat yang bermutu

tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya

tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.

2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan

menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga

sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak.

Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan

terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia. Endospermanya

berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih

lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.

Page 4: Fild stadi tanaman cacao

3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero

secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario

menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao.

Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride

(kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah

setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit

VSD (Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.

2.1.1 Karakteristik tanaman kakao

2.1.1.1 Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root freeder, artinya sebagian akar lateralnya

(mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman (jeluk) 0 – 30 cm.

Menurut Himme (Smyth, 1960 dalam Puslit Kopi dan Kakao 2004) 56% akar lateral

tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk

11- 20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas

30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan akar lateral jauh dari luar proyeksi tajuk tanaman,

selain itu pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu penyerapan unsur

hara tertentu terutama unsur P. Tanaman kakao yang dikembangkan secara vegetatif

tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya akan membentuk dua akar yang

menyerupai akar tunggang (Susanto, 1994).

2.1.1.2 Batang dan cabang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon- pohon yang

tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi

dan relatif tetap. Kondisi habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi

bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur tiga

tahun mencapai 1,8 – 3,0 meter dan pada umur

12 tahun dapat mencapai 4,50 – 7,0 meter (Hall, 1932 dalam Puslit Kopi dan Kakao

2004). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas

vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau

tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping

disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan

Page 5: Fild stadi tanaman cacao

2.1.1.3 Daun

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimosfirme artinya

bersifat tumbuh ke dua arah. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10

cm, sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya 2,5 cm (Hall,

1932, dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2004). Bentuk helai daun bulat memanjang

(oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acatus).

Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol kepermukaan bawah helai daun.

Permukaan daun licin dan mengkilap.

2.1.1.4 Bunga

Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara berkelompok pada bantalan

bunga yang menempel pada bunga tua, cabang- cabang dan ranting-ranting (Sunanto,

1994). Tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan

bunga ( cushion) (Puslit Kopi dan Kakao, 2004).

2.1.1.5 Buah dan biji

Warna buah tanaman kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam

warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak

akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah

masak berwarna jingga (orange). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal

silih berganti. Untuk jenis Criollo dan Trinitario alur buah nampak jelas, kulit tebal

tetapi lunak dan permukaan kasar. Sedangkan jenis Forastero umumnya permukaan

halus atau rata dan kulit buah tipis ( Susanto, 1994; Puslit Kopi dan Kakao, 2004).

2.1.2 Syarat tumbuh

Di daerah tempat asalnya (Amerika Selatan), tanaman kakao tumbuh subur di hutan-

hutan dataran rendah dan hidup dibawah naungan pohon-pohon yang tinggi.

Kesuburan tanah, kelembaban udara, suhu dan curah hujan berpengaruh besar

terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Susanto (1994) mengatakan bahwa kakao

mempunyai persyaratan tumbuh sebagai berikut : curah

hujan 1.600 – 3.000 mm tahun-1 atau rata-rata optimalnya 1.500 mm tahun-1 yang

terbagi merata sepanjang tahun (tidak ada bulan kering), garis lintang 20° LS samapai

Page 6: Fild stadi tanaman cacao

20° LU, tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl, suhu yang terbaik 24°C s/d 28°C dan angin yang

kuat (lebih dari 10 m detik-1) berpengruh jelek terhadap tanaman kakao. Kecepatan angin

yang baik bagi tanaman kakao adalah 2-5 m detik-1 karena dapat membantu

penyerbukan, kemiringan tanah kurang dari 45% dan tekstur tanah terdiri dari 50%

pasir, 10% - 20% debu dan 30% - 40% lempung. Tekstur tanah yang cocok bagi

tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir.

2.2 Perbanyakan Tanaman Kakao

Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif

maupun vegetatif. Cara perbanyakan generatif dewasa ini sangat jarang digunakan lagi

dalam penyediaan bahan tanam untuk usaha perkebunan, karena dengan cara ini akan

menghasilkan tanaman dengan tipe pertumbuhan yang tidak seragam dan terjadi

segregasi genetis (Prawoto dan Bambang, 1996). Tujuan dari perbanyakan tanaman

adalah untuk menghasilkan tanaman baru sejenis yang sama unggul atau bahkan

lebih. Caranya adalah dengan menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman

induk yang memiliki sifat unggul (Agro Media, 2007).

2.2.1 Teknik perbanyakan kakao secara generatif

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari

penyerbukan bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Benih kakao

termasuk golongan benih rekalsitran sehingga memerlukan penanganan khusus (Puslit

Kopi dan Kakao, 2004). Dikatakan benih rekalsitran karena ketika masak fisiologi kadar

airnya tinggi yakni lebih dari 40%, viabilitas benih akan hilang dibawah ambang kadar

air yang relatif tinggi yaitu lebih dari

25%, untuk tahan dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi. Benih kakao

yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan baik akan berkecambah

dalam waktu 3–4 hari dan dalam keadaan normal benih akan kehilangan daya tumbuhnya

10– 15 hari (Soedarsono, 1976 ).

Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang

kuat dan rimbun, oleh karena itu sering dijadikan sebagai batang bawah untuk

okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan secara generatif

juga digunakan untuk program penghijauan dilahan- lahan kritis yang lebih mementingkan

Page 7: Fild stadi tanaman cacao

konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Sementara itu ada beberapa

kelemahan perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering

menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam ratusan atau ribuan biji yang

berasal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru

dengan sifat yang beragam. Ada sifat yang sama atau bahkan lebih unggul dibandingkan

dengan sifat pohon induknya, namun ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat

unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat dipengaruhi oleh mutasi

gen dari pohon induk jantan dan betina (Agro Media, 2007).

2.2.2 Teknik perbanyakan kakao secara vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen

dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan

bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya

adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang

menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus.

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara cangkok, rundukan, setek

dan kultur jaringan (AgroMedia,

2007 ).

Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim

digunakan, yaitu okulasi (budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping

(side grafting), namun akhir-akhir ini dikembangkan juga perbanyakan tanaman dengan

kultur jaringan (tissue culture) atau yang lebih dikenal dengan istilah Somatik

Embryogenesis (SE).

2.2.2.1 Okulasi (budding)

Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang

berlainan sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh

sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau

tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut

batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman

yang ditempelkan atau disebut batang atas, entres (scion) dan merupakan potongan satu

mata tunas (Prastowo dan Roshetko, 2006).

Rukmana (1997) mengemukakan bahwa hal yang penting untuk diperhatikan dalam

Page 8: Fild stadi tanaman cacao

perbanyakan tanaman dengan okulasi adalah persyaratan batang bawah dan batang atas.

Batang bawah harus memenuhi persyaratan antara lain: pertumbuhan dan perakarannya

baik (kuat), tahan kekurangan dan kelebihan air, memiliki pertumbuhan yang seimbang

dengan batang atas dan tahan terhadap hama dan penyakit. Persyaratan batang atas adalah

berproduksi tinggi, berpenampilan menarik, tahan terhadap hama dan penyakit dan

digemari oleh masyarakat luas. Syarat lain yang perlu diperhatikan pada waktu

pengambilan entres adalah kesuburan dan kesehatan pohon induk.

Peningkatkan kesuburan pohon induk, biasanya tiga minggu sebelum pengambilan

batang atas dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK. Kesehatan pohon induk ini

penting karena dalam kondisi sakit, terutama penyakit sistemik mudah sekali ditularkan

pada bibit. Entres diambil setelah kulit kayu cabangnya dengan mudah dapat dipisahkan

dari kayunya (dikelupas). Bagian dalam kulit kayu (kambium) akan tampak berair

menandakan kambiumnya aktif, sehingga bila mata tunasnya segera diokulasikan

akan mempercepat pertautan dengan batang bawah.

Menurut Prawoto (1991) pada okulasi tanaman kakao telah dibuktikan bahwa batang

bawah juga mempengaruhi kadar unsur hara daun batang atas dan kualitas hasilnya, tetapi

tidak berpengaruh nyata terhadap mutu hasil biji. Syamsul (2010) mengatakan bahwa

penyambungan tanaman dari satu varietas atau dari satu spesies memang dapat

dilakukan tanpa mengalami kesukaran. Lain halnya dengan okulasi yang dilakukan

antar spesies biasanya sedikit mengalami kesukaran karena antar batang atas dan

batang bawah kadang-kadang terdapat perbedaan fisiologis.

Okulasi dilakukan dengan metode okulasi fokert. Kulit batang bawah disayat secara

melintang dengan lebar 6-12 mm, kemudian dikupas ke arah bawah dengan panjang 2-3

cm sehingga terbentuk lidah. Lidah kemudian dipotong dengan menggunakan pisau

okulasi dan disisakan seperempat bagian. Mata tunas dari cabang entres disayat dengan

kayunya sepanjang ± 2 cm. Selanjutnya mata tunas disisipkan pada sayatan batang

bawah, lalu diikat dengan tali plastik yang telah disiapkan (Gambar 2.1). Pengikatan

dimulai dari bagian bawah ke atas (sistem genting bertingkat) agar pada waktu

hujan atau penyiraman air tidak masuk ke dalam okulasian. Setelah okulasi berumur

dua minggu, tali plastik dibuka. Mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa

okulasi berhasil (hidup). Batang bawah kemudian dipotong dengan menyisakan dua

Page 9: Fild stadi tanaman cacao

helai daun. Mata tunas yang berwarna coklat menandakan okulasi mengalami kegagalan.

Keberhasilan okulasi sangat tergantung pada kondisi batang bawah dan jenis tali

okulasi. Prastowo dan Roshetko (2006) mengatakan bahwa waktu terbaik pelaksanaan

okulasi adalah pada pagi hari, antara jam 07.00 - 11.00, karena saat tersebut

tanaman sedang aktif berfotosintesis sehingga kambium tanaman juga dalam kondisi

aktif dan optimum, diatas jam 12.00 daun mulai layu, tetapi ini bisa diatasi dengan

menempel di tempat yang teduh sehingga

terhindar dari sinar matahari langsung (Puslit Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

2.3.1 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyambungan

Faktor yang berpengaruh terhadap penyambungan (Anonim, 2010)

dibagi menjadi tiga faktor:

1. Faktor tanaman

Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan perlu

diperhatikan. Batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium pada

bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi

keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2009). Pendapat ini

didukung oleh Garner dan Chaudri (1976, dalam Hamid, 2009) yang

mengemukakan bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan sebagai

batang bawah sama pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan digunakan sebagai

batang atas.

Berhasilnya pertemuan entris dan batang bawah bukanlah jaminan adanya

kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan, sering terjadi perubahan pada entris

maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada sambungan,

pertumbuhan entris yang abnormal atau penyimpangan pertumbuhan lainnya, dimana

keadaan ini disebut inkompatibel. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perbedaan struktur

antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan pada

sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Batang bawah dan batang atas yang mampu

menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel (Winarno, 1990)

Page 10: Fild stadi tanaman cacao

2. Faktor pelaksanaan

Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan. Menurut Rochiman

dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan pencegahan terbaik terhadap

infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan tidak sama pada permukaan

masing-masing batang yang disambungkan tidak akan memberikan hasil yang

memuaskan (Hartman dan Kester, 1976). Kehalusan bentuk sayatan dari suatu

bagian dengan bagian lain sangat penting untuk mendapatkan kesesuaian posisi

persentuhan cambium, disamping itu ketrampilan dan keahlian dalam pelaksanaan

penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat-alat yang digunakan juga sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut (Winarno, 1990).

3. Faktor lingkungan

Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat pelaksanaan

penyambungan, oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu pagi hari atau

sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Selain untuk

menghindari kebusukan, pada musim kemarau batang sedang aktif mengalami

pertumbuhan serta entris yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid,

2010).

2.4 Klon – klon Unggul pada Tanaman Kakao

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kakao Indonesia adalah masih belum

digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai kondisi lingkungan setempat. Salah satu

upaya untuk meningkatkan produktivitas kakao adalah dengan perbaikan bahan tanam

(Anonim, 2010). Pemuliaan tanaman melalui pengujian klon, persilangan antar klon,

pengujian keturunan serta pemilihan individu pohon terpilih untuk menghasilkan klon

baru merupakan cara untuk mendapatkan bahan tanam unggul. Kegiatan tersebut dilakukan

secara berkesinambungan agar diperoleh bahan tanam unggul yang memiliki sifat

produksi tinggi dan cepat menghasilkan buah, kualitas atau mutu hasilnya sesuai dengan

keinginan konsumen dan toleran terhadap hama dan penyakit (Puslit Kopi dan Kakao,

2004). Langsa (2007) mengatakan bahwa penggunaan klon unggul harus diyakini

mempunyai dampak positif terhadap peningkatan produksi dan mutu hasil, sehingga

ketersediaan klon unggul mutlak diperlukan. Produk bahan tanam unggul kakao yang

Page 11: Fild stadi tanaman cacao

berdaya hasil tinggi serta memiliki kualitas mutu hasil yang sesuai dengan tuntutan

produsen dan konsumen merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang

pembangunan bisnis perkebunan kakao. Ketersediaan dan penggunaan bahan tanam

unggul tersebut akan mampu meningkatkan daya saing produk kakao Indonesia di

pasar internasional. Bahan tanam unggul baru diharapkan dapat meningkatkan produksi

dan mutu hasil kakao. Upaya untuk mendapatkan klon kakao yang mempunyai sifat

produksi yang tinggi, stabil dan beradaptasi baik, serta mempunyai beberapa sifat

sekunder yang menguntungkan mutlak diperlukan.

Terdapat beberapa klon kakao yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sejak

tahun 2006 yang lalu karena mempunyai produksi yang lebih tinggi, mutu hasilnya

baik, tahan terhadap hama dan penyakit utama seperti penggerek buah kakao

(PBK), Helopeltis sp, Vasculas steak diabeck (VSD) adalah ICCRI 03, ICCRI 04,

Sulawesi 1, Sulawesi 2. (Deptan, 2009). Rata-rata potensi daya hasil dari masing-masing

jenis kakao tersebut diatas adalah 1,5 –

2,9 ton ha-1 (Lampiran 1,2,3 dan 4).

Page 12: Fild stadi tanaman cacao

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di kebun petani yang terletak di Desa bangun sari

Kecamatan Lasalepa, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Ketinggian tempat

percobaan adalah 120 meter diatas permukaan laut (dpl). Pemilihan lokasi ini

ditetapkan berdasarkan hasil surve y lokasi pada sentra-sentra produksi tanaman kakao

yang rata-rata umur tanaman kakao pada lokasi tersebut berkisar antara 15-20 tahun.

Sumber klon untuk batang atas (entres

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi : plastik sungkup transparan, tali rafiah, label

pengamatan, dan larutan alkosorb. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

gunting pangkas, pisau okulasi , penggaris, meteran, jangka sorong, kamera, dan alat tulis

menulis.

C. Pelaksanaan Percobaan

- Persiapan lahan

Lahan yang dipergunakan adalah kebun petani yang sudah ada tanaman kakao dewasa

umur 15 – 20 tahun. Areal dibagi menjadi tiga blok (ulangan), dimana masing –

masing ulangan terdapat 45 tanaman.

- Penyiapan batang bawah

Batang bawah yang digunakan adalah kakao dewasa umur 15 - 20 tahun,

pertumbuhan baik, sehat dan sedang bertunas. Batang bawah yang akan disambung

terlebih dahulu dilakukan pemupukan, pemangkasan, penyiangan gulma serta

pengendalian hama dan penyakit.

- Penyediaan batang atas (entres)

Entres diambil dari perkebunan milik Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di

Jember yang secara individu telah diseleksi terkecuali klon lokal Bali. Penyediaan

batang atas (entres) yang digunakan adalah entres dari klon kakao lokal Bali, Sulawesi

1, Sulawesi 2, ICCRI 03 dan ICCRI 04. Batang atas dipilih dari ranting yang baik, dan

tidak terserang hama dan penyakit, bentuknya lurus panjang sekitar 15 cm dan terdiri dari

Page 13: Fild stadi tanaman cacao

4 - 5 mata tunas. Entres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau hijau kecoklatan

dan sudah mengayu, dengan ukuran diameter 0,75-1,0 cm.

Pengemasan entres

Entres yang telah diambil langsung disambung pada hari itu juga, namun karena pada

percobaan ini jarak antara kebun sumber entres dengan lokasi penelitian cukup jauh dan

terdapat perlakuan dimana entres disimpan beberapa hari kemudian baru dilakukan

penyambungan, maka entres dikemas terlebih dahulu (Gambar 4.2) dengan cara sebagai

berikut :

1. Potong entres sepanjang ± 45 cm, masukkan kedalam dos ukuran 45 cm x 20 cm x

23 cm berisi media yang dilapisi plastik.

2. Media terdiri dari kertas koran yang telah dibasahi dengan air dan dicampur dengan

larutan alcosorb tiga g dan setelah itu dibungkus dengan plastik.

3. Bahan entres diatur sedemikian rupa sehingga setiap bahan tertutupi oleh kertas koran

yang telah dibasahi dengan air secukupnya dan setiap satu ikatan plastik berisi 50 entris.

4. Entres yang akan disambung pada hari ke tiga dan ke enam dibungkus dengan pelepah

pisang dan plastik kemudian disimpan dalam ruangan yang sejuk

sehingga kesegaran entres tetap terjaga.

D. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis secara stastistik dengan analisis varian (analisis

sidik ragam) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila interaksi memberikan

pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan

dengan uji beda rata-rata dengan uji jarak berganda Duncan 5 %. Bila hanya

perlakuan tunggal yang berpengaruh nyata (P<0,05), maka dilanjutkan uji beda rata-

rata dengan uji BNT 5% (Gomes dan Gomes,

1995). Pada penelitian ini terdapat perlakuan yang datanya nilai nol, sehingga data

tersebut harus di transformasi dengan √x+½ sebelum dianalisis.

Hubungan antara lama penyimpanan entres dengan pertumbuhan entres dianalisis dengan

analisis regresi non linier sederhana dan hasil ditampilkan dalam bentuk gambar (Petersen,

1994)

Page 14: Fild stadi tanaman cacao

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Selama percobaan berlangsung pertumbuhan entres hasil sambung samping tanaman

kakao tidak mengalami gangguan yang berarti baik oleh serangan hama dan

penyakit maupun gangguan lainnya. Pemeliharaan sambungan seperti penyiangan gulma,

pemangkasan tunas air, dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur

sehingga pertumbuhan entres tidak terganggu.

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah data yang telah ditransformasi dengan

√x+0,5 pada seluruh variabel pengamatan kecuali persentase sambung hidup.

Transformasi data dilakukan karena pada perlakuan lama penyimpanan entres hari ke-6

(H6) terdapat data 0 (nol) pada ulangan I, II dan III pada seluruh variabel pengamatan

pertumbuhan antara lain: luas daun, diameter tunas, jumlah daun, panjang tunas, dan

jumlah tunas. Perlakuan yang nilainya 0 (nol) tidak berarti entres hasil sambung

samping pada kakao tersebut mati. Entres tersebut masih hidup yang ditandai dengan

warna entres masih hijau dan telah terjadi pertautan (kompatibilitas) dengan batang

bawah, tetapi belum

Page 15: Fild stadi tanaman cacao

BAB V

PEMBAHASAN

Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan jenis

klon dengan lama penyimpanan entres terhadap semua variabel yang diamati antara

lain: persentase sambung hidup, luas daun, diameter tunas, jumlah daun, panjang tunas,

dan jumlah tunas (Tabel 5.1). Hal ini berarti masing- masing perlakuan baik jenis klon

maupun lama penyimpanan entres tidak saling mempengaruhi sehingga tidak terjadi

interaksi terhadap kedua perlakuan tersebut.

Perlakuan jenis klon tidak berbeda nyata terhadap persentase sambung hidup (Tabel 5.2)

dan beberapa variabel pertumbuhan antara lain: luas daun, diameter tunas, jumlah daun,

panjang tunas, dan jumlah tunas, sedangkan lama penyimpanan entres 0, 3, dan 6 hari

berbeda sangat nyata. Hal ini berarti antara kelima jenis klon tersebut mempunyai

pengaruh yang sama baik terhadap pertumbuhan tunas sambung samping, walaupun pada

klon ICRRI 03 cenderung pertumbuhan lebih baik, disamping itu pula diduga karena

entres diambil dari jenis kakao yang sama (kakao mulia) sehingga mempunyai

kemampuan yang sama atau keragaman genetik yang homogen dalam pertumbuhan.

Persentase sambung hidup tertinggi dicapai klon Sulawesi 1, ICRRI 03, dan ICRRI 04

masing –masing 60,3 % (Gambar 6.2). Hal ini diduga karena terjadi pertautan yang

lebih baik antara batang atas dan batang bawah serta kemampuan yang lebih baik antara

batang atas dan batang bawah untuk tumbuh menjadi satu tanaman baru dan secara

genetis serasi (kompatibel). Menurut Ashari (1995) bahan tanam yang disambung

akan menghasilkan persentase

kompatibilitas yang tinggi apabila tanaman tersebut masih dalam satu spesies atau satu

klon. Apabila tanaman yang akan disambung mempunyai kekerabatan yang agak jauh

misalnya berbeda dalam level ordo biasanya kompatibilitasnya rendah. Entres yang akan

disambung harus selalu berada dalam kondisi fisiologis yang baik, sehingga

mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan sambung hidup

(Ditjenbun, 2006).

Keberhasilan penyambungan juga dapat terjadi klon entres diambil dari pohon induk yang

sehat, sehingga mengandung nutrien yang cukup untuk pembentukan kalus dan kambium

baru. Selain itu klon entres yang cukup tua mampu mengurangi kehilangan lengas

yang berlebihan. Penelitian ini menggunakan umur klon entres yang sama yang

dicirikan dengan warna entres hijau kecoklatan sehingga hasil persentase sambung hidup

relatif sama.

Page 16: Fild stadi tanaman cacao

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Tidak terdapat interaksi antara jenis klon dan lama penyimpanan entres

terhadap pertumbuhan sambung samping (side grafting) kakao.

2. Sambung samping pada tanaman kakao dapat digunakan segala jenis klon dan

pertumbuhan vegetatifnya tidak dipengaruhi oleh jenis klon.

3. Lama penyimpanan entres selama enam hari sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan sambung samping kakao, semakin cepat entres disambung semakin

baik pertumbuhannya dan rata-rata waktu optimal pertumbuhan entres adalah

26,67 jam

6.2 Saran

1. Penggunaan klon ICCRI 03 dianjurkan karena terdapat kecendrungan pertumbuhan

vegetatif yang lebih baik dibandingkan dengan klon-klon lainnya.

2. Pengukuran suhu dan kelembaban di tempat penelitian sangat penting

dilakukan karena pertumbuhan entres sambung samping sangat dipengaruhi oleh

keadaan suhu dan kelembaban

3. Pelaksanaan penyambungan sebaiknya tidak boleh lebih dari 26,67 jam setelah

entres di potong, sehingga pertumbuhan entres lebih optimal.

Page 17: Fild stadi tanaman cacao

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Sarmidi. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao Untuk Masyarakat Perkakaoan

Indonesia. BPPT Press: Jakarta.

2. Anonymous a, 2013. Morfologi Tanaman Kakao (online)http://id.shvoong.com/exact-

sciences/biology/2073810-morfologi-tanaman-kakao/#ixzz2Mqi5utYR Diakses tanggal

10 Maret 2013.

3. Anonymous b, 2013.  Hama dan Penyakit Utama Tanaman Kakao Beserta

Pengendaliaanya (online) http://www.pdfchaser.com/KAKAO%E2%80%A6YANG-

NIKMAT-SULIT-DIRAWAT.html Diakses tanggal 10 Maret 2013

4. Winarsih S. dan A. A. Prawoto. 1995. Pedoman Teknis Rehabilitasi Tanaman Kakao

Dewasa dengan Metode Sambung Samping (side-cleft grafting). Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao. Jember.

5. Wood, G.A.R. and R.A. Lass. 1985. Cocoa. Tropical Agriculture Series. Longman.

London, and New York.

Page 18: Fild stadi tanaman cacao

TUGAS : ILMU FALAQ

PENGARUH ILMU ALAMIAH DASAR TERHADAP TRASPORTASI DAN

KOMUNIKASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : MILA DARMA

PRODI :ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2013

Page 19: Fild stadi tanaman cacao

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari studi banding ini belum dapat dikatakan

sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW, kepada

keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.

study banding ini penulis membahas mengenai “BUDIDAYA KAKAO”, dengan study banding

penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.

Raha, Juli 2013

Penyusun

Page 20: Fild stadi tanaman cacao

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i   

Daftar Isi................................................................................................................. ii    

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan Penelitian........................................................................................... 2

D. Manfaat Penelitian........................................................................................ 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 3

2.1 Tanaman Kakao........................................................................................... 3

2.2 Perbanyakan Tanaman Kakao....................................................................... 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 12

A. Tempat Dan Waktu Percobaan.................................................................... 12

B. Bahan Dan Alat Percobaan........................................................................... 12

C. pelaksanaan percobaan................................................................................ 12

D. Analisa Data.................................................................................................. 13

BAB IV PENUTUP................................................................................................. 15

A. Kesimpulan.................................................................................................. 15

B. Saran............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 17