fi aksiologi kel 7 oke
TRANSCRIPT
AKSIOLOGIFAKTA, TEORI, HUKUM DAN TEKNOLOGI
Disusun oleh :Kelompok VII
Eki Nurmansyah (1208 2010 0060)
Rai Sekar Megawati (1208 2010 0066)Rezky Mustawan (1208 2010 0081)
Arief Dewanto (1208 2010 0082)Daniel H P Panggabean (DJKN)
MAGISTER MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAJAJARAN2 0 1 0
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki sifat selalu ingin tahu dan
berusaha untuk mencari kebenaran. Hal inilah yang kemudian manusia berikhtiar
untuk memperoleh kebenaran tersebut dalam bentuk pengetahuan atau ilmu.
Proses untuk memperoleh pengetahuan di atas adalah berfikir nalar dalam bentuk
bertanya. Hasil dari proses bertanya pada akhirnya akan didapat suatu
kebenaran/pengetahuan, baik secara menyeluruh maupun secara parsial.
Setelah mencapai suatu kebenaran melalui proses nalar itu, manusia
akan memanfaatkan kebenaran atau pengetahuan. Kajian mengenai hal tersebut
disebut aksiologi.
2. Landasan Teori
a. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal
dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti nilai. Sedangkan logos yang berarti
ilmu, sehingga aksiologi dipahami sebagai cabang filsafat yang mempelajari nilai
atau teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat, nilai merujuk
pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem
2
mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu
bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Adapun ruang lingkup aksiologi menyangkut, antara lain:
Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah
moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma
moral dan professional? (filsafat etika).
Beberapa pengertian lain tentang aksiologi diantaranya :
1) Drs. Prasetya mengatakan bahwa aksiologi adalah study tentang nilai,
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan
oleh setiap insan
2) Jujun S.Suriasumantri, mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3) Dalam Ensyclopedia of Philosophi dijelaskan, aksiologi disamakan dengan
nilai dan penilaian yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu: nilai merupakan
kata benda abstrak, nilai sebagai kata benda kongkret, nilai sebagai kata
kerja dalam ungkapan menilai, memberi nilai, dan dinilai.
4) Sedangkan aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, moral
conduct (tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni,
3
etika) esthetik expression (ungkapan keindihan, bidang ini melahirkan
keindahan) socio-politikal life (kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat sosio politik)
Dari beberapa definisi aksiologi diatas menunjukkan bahwa masalah
utama yang menjadi fokus aksiologi ialah nilai dan penilaian. Nilai yang dimiliki
oleh sesorang merupakan kerangka untuk melakukan pertimbangan tentang suatu
objek yang dinilai.
Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and
bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and
ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku
etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik
teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas,
yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau
“sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang
kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan
atau menemukan suatu teori nilai.
b. Fakta
Fakta (bahasa Latin: factus) ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh
indra manusia. Catatan atas pengumpulan fakta disebut data. 1
1 Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.3
4
Fakta sering kali digunakan oleh para ilmuwan untuk merujuk pada data-data
eksperimen ataupun pengamatan objektif yang dapat diverifikasi. "Fakta" juga
dapat digunakan secara lebih luas untuk merujuk pada hipotesis apapun yang
memiliki bukti-bukti yang sangat banyak dan kuat.
Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya,
baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun
karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang
sesungguhnya. 2 Fakta berdasarkan pengamatan merupakan data empiris dan
pengamatan objektif yang dapat diverifikasi.
Fakta berdasarkan hipotesis yang terbukti merupakan hipotesis yang
secara kuat didukung oleh bukti-bukti yang kita asumsikan benar (Douglas
Futyuma).
Para ilmuwan sering kali menggunakan kata "fakta" untuk menjelaskan
sebuah pengamatan. Tetapi, para ilmuwan juga dapat menggunakan fakta untuk
memaksudkan sesuatu yang telah diuji ataupun terpantau berkali-kali
sedemikiannya tidak terdapat lagi alasan yang kuat untuk terus-menerus menguji
ataupun mencari-cari contoh.
Dalam istilah keilmuan fakta adalah suatu hasil observasi yang obyektif
dan dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun. Diluar lingkup keilmuan fakta
sering pula dihubungkan dengan:
Suatu hasil pengamatan jujur yang diakui oleh pengamat yang diakui secara
luas
2 Ehniger, D. Influence, belief, and argument: An Introduction to responsible persuasion. Glenview, IL: Scott, Foresman. Page 51-52
5
- Galat biasa terjadi pada proses interpretasi makna dari suatu observasi.
- Kekuasaan kadang digunakan untuk memaksakan interpretasi politis yang
benar dari suatu pengamatan.
Suatu kebiasaan yang diamati secara berulang; satu pengamatan terhadap
fenomena apapun tidak menjadikan itu sebagai suatu fakta. Hasil pengamatan
yang berulang biasanya dibutuhkan dengan menggunakan prosedur atau
definisi cara kerja suatu fenomena.
Sesuatu yang dianggap aktual sebagai lawan dari dibuat
Sesuatu yang nyata, yang digunakan sebagai bahan interpretasi lanjutan
Informasi mengenai subyek tertentu
Sesuatu yang dipercaya sebagai penyebab atau makna
c. Teori
Teori dalam bahasa latin yaitu theoria artinya perenungan, atau dalam
bahasa Yunanai yaitu thea artinya cara atau hasil pandang, yang secara hakiki
menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran
teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa
variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.3 Teori
3 John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hal 120
6
merupakan pengetahuan ilmiah mencakup penjelasan mengenai suatu sektor
tertentu dari suatu disiplin ilmu, dan dianggap benar. Teori adalah pengetahuan
ilmiah yang memberi penjelasan mengapa suatu gejala terjadi. Teori memerlukan
tingkat keumuman yang tinggi, yaitu bersifat universal supaya lebih berfungsi
sebagai teori ilmiah.
Ada 3 hal pokok yang diungkap dalam definisi teori:
a. Elemen teori terdiri dari variabel, definisi, dan dalil;
b. Elemen teori memberikan gambaran sistematis mengenai fenomena melalui
penentuan hubungan antar variabel;
c. Tujuan teori adalah untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena alamiah.
Ada tiga tipe teori, yaitu :
- Teori Formal, yaitu mencoba menghasilkan suatu skema konsep dan
pernyataan dalam masyarakat atau interaksi keseluruhan manusia yang dapat
dijelaskan. Berusaha menciptakan agenda keseluruhan untuk praktik teoritis
masa depan terhadap klaim paradigma yang berlawanan, atau juga berusaha
mempunyai karakter yang fundasional, yaitu mencoba untuk mengidentifikasi
seperangkat prinsip tunggal yang merupakan landasan puncak untuk
kehidupan dan bagaimana semuanya dapat diterangkan.
- Teori Substantif, yaitu mencoba untuk tidak menjelaskan secara keseluruhan
tetapi lebih kepada menjelaskan hal-hal khusus, misalnya hak pekerja,
dominasi politik, perilaku menyimpang.
7
- Teori Positivistik, yaitu mencoba untuk menjelaskan hubungan empiris antara
variabel dengan menunjukkan bahwa variabel-variabel itu dapat disimpulkan
dari pernyataan-pernyataan teoritis yang lebih abstrak.
Sedangkan kegunanaan teori yaitu :
- Menjelaskan
Teori hukum dilaksanakan dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian,
sesuatu syarat atau unsur sahnya suatu peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan
peraturan hukum.
- Menilai
Teori hukum digunakan untuk menilai suatu peristiwa hukum.
- Memprediksi
Teori hukum digunakan untuk membuat perkiraan tentang sesuatu yang akan
terjadi.
d. Hukum
Hukum merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat sehingga memungkinkan kita
meramalkan apa yang akan terjadi sebagai akibat suatu kejadian. Misalnya, apa
yang akan terjadi bila harga suatu barang naik dihubungkan dengan permintaan
atau penawaran.
Hukum adalah teori yang telah diuji berulang kali dan tetap bertahan.
8
e. Teknologi
Secara etimologis, akar kata teknologi adalah "techne" yang berarti
serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu
objek, atau kecakapan tertentu, atau pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau
metode dan seni. 4
Beberapa pengertian teknologi yang dikaitkan dengan dimensi
pengetahuan.
1. Teknologi adalah penerapan dari pengetahuan ilmiah kealaman (natural
science).(Brinkmann, 1971:125)
2. Teknologi merupakan pengetahuan sistematis tentang seni industrial atau
sebutan singkatnya sebagai ilmu industrial. (The Liang Gie, 1982:82)
3. Bunge menyatakan teknologi adalah ilmu terapan yang dipilah menjadi 4
cabang yakni: teknologi fisik, teknologi biologis, teknologi sosial dan
teknologi pikir. (The Liang Gie, 1982:84)
4. Feibleman memandang teknologi sebagai pertengahan antara ilmu murni dan
ilmu terapan, atau merujuk pada makna teknologi sebagai keahlian atau skil.
(The Liang Gie, 1982:84)
5. Layton memahami teknologi sebagai pengetahuan. (The Liang Gie, 1982:84)
6. Karl Mark menggunakan istilah teknologi dalam tiga makna yang berbeda,
yakni sebagai alat kerja, pengajaran praktis dari sekolah industrial, dan ilmu
tentang teknik. (The Liang Gie, 1982:84)
BAB II
4 Imam Sukardi, Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern, Tiga Serangkai, Jakarta, 2003
9
PEMBAHASAN
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak
cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang
khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan
dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan
estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
1. Landasan Aksiologi Ilmu
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Secara
historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral
(morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab
dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of
value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik
dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara
dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang
konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?).
Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara
tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam
“seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari
analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka
menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
10
Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat
manusia. Persoalan utama yang mengedepan di sini adalah: ”Apa manfaat (untuk
apa) ilmu bagi manusia?” (dalam psikologi, lihat juga ”The New Science of
Axiological Psychology” oleh Leon Pomeory). Dalam konteks ini, dapat
ditambahkan pertanyaan: ”Sejauh mana pengetahuan ilmiah dapat digunakan?”.
Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi kebenaran, melainkan kebaikan. Secara
epistemologis, persoalan ini berada di luar batas pengetahuan sains. Menurut
Bertens (dalam Magnis-Suseno et. al., 1992: 49), pertanyaan ini menyangkut
etika: ”Apakah yang bisa dilakukan berkat perkembangan ilmu pengetahuan, pada
kenyataannya boleh dipraktikkan juga?”. Pertanyaan aksiologis ini bukan
merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu sendiri, melainkan harus
dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabnya adalah bahwa pengetahuan
ilmiah harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan oleh kesadaran
11
moral manusia.5 Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan untuk meneliti? Hal ini
merupakan permasalahan yang pelik.
2. Fakta, Teori, Hukum, dan Teknologi
Fakta ilmiah sering dipahami sebagai suatu entitas yang ada dalam suatu
struktur sosial kepercayaan, akreditasi, institusi, dan praktek individual yang
kompleks. Dalam filsafat ilmu, sering dipertanyakan (yang paling terkenal adalah
oleh Thomas Kuhn) bahwa fakta ilmiah sedikit banyak selalu dipengaruhi oleh
teori (theory-laden), contohnya adalah, untuk mengetahui apa yang harus diukur
dan bagaimana cara pengukurannya memerlukan beberapa asumsi mengenai fakta
itu sendiri.
Salah satu syarat utama teori ilmiah yaitu dimana teori ilmiah itu harus
cocok dengan fakta-fakta empiris, atau teori merupakan analisis hubungan antara
fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Teori
senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas. Apabila ditelaah secara
historis bahwa realitas dapat dipandang dari beberapa sudut pandang sebagai
berikut :
5 Bagaimana, misalnya, sikap ilmuwan terhadap eksperimen psikologis yang mengobjekkan manusia? Menurut
Magnis-Suseno (1995: 60-61), ”Ilmuwan tidak pernah boleh semata-mata merupakan ilmuwan.” Ilmuwan harus
mengembangkan suatu tanggungjawab sosial, dengan tidak begitu saja melepaskan kekuatan-kekuatan yang
kemudian tidak dapat dikuasai manusia lagi. Menurut Bertens (1992: 56, 2001: 291), pembatasan (sejauh
mana) penggunaan pengetahuan ilmiah menuntut penanganan yang menyeluruh, yang biasanya ditetapkan
oleh negara (biomedis), perjanjian internasional (persenjataan nuklir), atau komisi-komisi etis. Hal ini karena
individu-individu ilmuwan itu sendiri tidak berdaya menangani masalah-masalah etis, khususnya yang berat.
12
- Dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas
akal budi (ide, gagasan, esensi);
- Realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat actual, nyata, ada dan objektif
yang hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra;
- Dan terakhir yaitu sebuah realitas yang muncul ketika sains dan teknologi
dengan kecanggihannya mampu menciptakan sebuah dunia artificial, yaitu
realitas yang tidak dapat dimasukan pada kedua realitas yang disebutkan
diatas karena telah melampaui batas realitas yang ada (hyper reality).
Kegunaan teori dalam penelitian :
1. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang
hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
2. Teori berguna mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur
konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta
diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti;
4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-
faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang;
5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Teori biasanya terdiri dari hukum-hukum, yaitu pernyataan (statement) yang
menjelaskan hubungan kausal antara dua variabel atau lebih.
13
Konsep ilmiah tentang gejala alam sifatnya abstrak menjelma bentuk
jadi kongkret berupa teknologi (Jujun S. Suriasumantri 1994). Teknologi yang
dapat diartikan sebagai penerapan konsep-konsep ilmiah untuk memecahkan
persoalan-persoalan praktis, dalam perjalan dan pencapaian-pencapaiannya, justru
menimbulkan masalah lain. Eksesnya yang dapat disebutkan misalnya
dehumanisasi, degradasi eksistensi kemanusiaan, dan pengerusakan lingkungan
hidup. Sejarah kehidupan manusia memang telah mencatatkan bahwa Perang
Dunia I dan II merupakan ajang pemanfaatan hasil temuan-temuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Penggunaannya secara destruktif ini menimbulkan
kontroversi. Pada satu sisi hal itu menimbulkan efek kehancuran pada manusia
dan alam, sementara pada sisi lainnya pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kemudian banyak dimanfaatkan dalam peperangan dan
kehancuran alam adalah bagian dari rangkain perjalanan ilmu untuk mengungkap
hakikat gejala alam dan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sering melupakan faktor-faktor manusia. Bencana-bencana yang ditimbulkan oleh
pamanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi antara kerusakan ekologi. Banyak
yang dapat disebutkan tentang kehancuran ekologi, kontaminasi air, udara, tanah,
dampak rumah kaca, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, pengrusakan hutan,
akumulasi limbah-limbah toksik, penipisan laporan ozon (CO1) pada atmosfir
bumi, kerusakan ekosistem lingkungan hidup, dan lain-lain. Lebih-lebih lagi,
musuh kemanusiaan, yaitu perang. Perang Dunia I dan II yang meluluhlantakkan
Eropa dan sejumlah kawasan di Asia dan Pasifik menggoreskan luka
kemanusiaan. Berapa korban manusia berguguran akibat bom atom yang
14
dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki, Jepang. Atau kawasan Asia Tengah, yaitu
Afganistan yang menjadi ajang ujicoba penemuan mutakhir teknologi perang
buatan Amerika Serikat dan Uni
Soviet (sekarang Rusia).
Pada akhirnya ilmuwan memang tiba pada opsi-opsi: apakah ilmu
pengetahuan dan teknologi netral dari segala nilai atau justru batas petualangan
dan prospek pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh
mengingkari suatu nilai, seperti nilai moral, religius, dan ideologi. Ilmu
pengetahuan sudah sangat jauh tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri,
sementara teknologi atau ilmu pengetahuan terapan lain terus bergulir mengikuti
logika dan perspektifnya sendiri dalam hal ini tak ada nilai-nilai lain yang
diizinkan memberikan kontribusi. Kecemasan tertinggi di tengah kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terjadi ketika ilmu kedokteran berhasil
menyelesaikan proyek eksperimennya mengembangkan janin dengan metode
yang disebut “bayi tabung”. Lalu kemudian ternyata masih ada yang lebih
mutakhir dari pada “bayi tabung” itu, yakni suksesnya para ilmuan
merampungkan eksperimen kloningnya. Yang terakhir ini mengubah hakikat
manusia secara dramatis; ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh manusia mampu
menciptakan manusia juga. Bahkan, ilmu pengetahuan yang diproyeksi untuk
membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya, justru
berkembang dimana ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri mengkreasikan
tujuan-tujuan hidup itu sendiri.
15
Menurut Magnis-Suseno (1995: 60-61), ”Ilmuwan tidak pernah boleh
semata-mata merupakan ilmuwan.” Ilmuwan harus mengembangkan suatu
tanggungjawab sosial, dengan tidak begitu saja melepaskan kekuatan-kekuatan
yang kemudian tidak dapat dikuasai manusia lagi. Menurut Bertens (1992: 56,
2001: 291), pembatasan (sejauh mana) penggunaan pengetahuan ilmiah menuntut
penanganan yang menyeluruh, yang biasanya ditetapkan oleh negara (biomedis),
perjanjian internasional (persenjataan nuklir), atau komisi-komisi etis.
Pembatasan-pembatasan dimaksud dapat ditentukan melalui adanya pembentukan
seperangkat hukum yang berlaku secara menyeluruh. Hal ini karena individu-
individu ilmuwan itu sendiri tidak berdaya menangani masalah-masalah etis,
khususnya yang berat.
Hubungan fakta dan teori
Teori adalah suatu konstruksi yang dibangun oleh jalinan fakta-fakta.
Fungsi fakta dalam pijakan dan penjelasan teori sbb :
1. Fakta memulai teori-teori berpijak pada satu dua fakta hasil penemuan
(discoveri; kadang-kadang dari fakta hasil penemuan yang tidak disengaja
(secara kebetulan).
2. Fakta menolak dan mereformasi teori yang telah ada bila ada fakta yang
belum terjelaskan oleh teori, kita dapat menolak ataupun mereformasi teori itu
sedemikian rupa sehingga dapat menjelaskan fakta tersebut.
3. Facts redefine and clarify theory, fakta-fakta dapat mendefinisikan kembali
atau memperjelas definisi-definisi yang ada dalam teori.
Hubungan teori dan hukum
16
Akhirnya, fakta, teori, hukum dan teknologi/ilmu pengetahuan memang
harus memenuhi aspek aksiologi dimana tujuan dasarnya adalah berguna untuk
memberikan nilai (value) kebaikan baik secara etika, kepatutan, moral, dan
estetika bagi kebutuhan manusia.
17
BAB III
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan nilai.
2. Fakta, teori, hukum dan teknologi, harus memenuhi aspek aksiologi dimana
tujuan dasarnya adalah berguna untuk memberikan nilai (value) kebaikan baik
secara etika, kepatutan, moral, dan estetika bagi kebutuhan manusia.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Liberty Yogyakarta. 2010
2. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks,
Jakarta 2008
3. Ehniger, D. Influence, belief, and argument: An Introduction to responsible
persuasion. Glenview, IL: Scott, Foresman
4. John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach,
(London: Sage, 1993)
5. Imam Sukardi, Pilar Islam Bagi Pluralisme Modern, Tiga Serangkai, Jakarta,
2003
6. Magnis-Suseno, F. (1995). Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran
kritis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
7. Bertens, K. (1992). Umat Katolik dan bioetika. Dalam Magnis-Suseno, F.,
Lajar, L. L., Bertens, K., Bagus, L., & Mardiatmadja, B. S., Iman dan ilmu:
Refleksi iman atas masalah-masalah aktual. Yogyakarta: Kanisius
8. Wikipedia. (http://id.wikipedia.org)
19