aksiologi ilmu pengetahuan (1)

34
Konsep Dasar Filsafat Ilmu 12:10 PM ى ت ف ا ان ض م ر ن ي رNo comments Filsafat dalam Bahasa Inggris, yaitu :philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom) Sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa filsafat ilmu itu adalah penyelidikan tentang cirri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara- cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat memiliki beberapa tujuan yang juga perlu kita ketahui. Tujuan-tujuan tersebut antara lain: * Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. * Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapati gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories. * Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan ilmiah dan nonilmiah.

Upload: cbxf

Post on 27-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Konsep Dasar Filsafat Ilmu

12:10 PM No comments

Filsafat dalam Bahasa Inggris, yaitu :philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom)

Sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa filsafat ilmu itu adalah penyelidikan tentang cirri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

Filsafat memiliki beberapa tujuan yang juga perlu kita ketahui. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:* Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.* Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapati gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.* Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan ilmiah dan nonilmiah.* Mendorong para calon ilmuwan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.* Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

Ruang Lingkup Objek Filsafat IlmuOntologi: Ontologi merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu,apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren tentang kenyataan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu.

Ada beberapa pertanyaan ontologis yang melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Misalnya pertanyaan : Apakah yang ada itu?, bagiamanakah yang ada itu?, dan dimanakah yang ada itu?.

Epistemologi: Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan.Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang Epistemologi:* Apakah sumber pengetahuan itu ? Darimanakah datangnya pengetahuan yang benar itu ? dan Bagaimanakah cara mengetahuinya ?* Apakah sifat dasar pengetahuan itu ? Apa ada dunia yang benar-benar diluar pikiran kita ? dan Kalau ada apakah kita bisa mengatahuinya ?* Apakah pengetahuan itu benar (valid) ? Bagaimana kita membedakan yang benar dari yang salah ?

Aksiologi: Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebgai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknyasendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga mennjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.[1]Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.

Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:

Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?

Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?

Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?

Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika).

AksiologiIlmu Rasa keingin tahuan manusia ternyata menjadi titik-titik perjalanan manusia yang takkan pernah usai. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam penelitian dan hipotesa awal manusia terhadap inti dari keanekaragaman realitas. Proses berfilsafat adalah titik awal sejarah perkembangan pemikiran manusia dimana manusia berusaha untuk mengorek, merinci dan melakukan pembuktian-pembuktian yang tak lepas dari kungkunga

Kemudian dirumuskanlah sebuah teori pengetahuan dimana pengetahuan menjadi terklasifikasi menjadi beberapa bagian. Melalui pembedaan inilah kemudian lahir sebuah konsep yang dinamakan ilmu. Pengembangan ilmu terus dilakukan, akan tetapi disisi lain. Pemuasan dahaga manusia terhadap rasa keingintahuannya seolah tak berujung dan menjebak manusia ke lembah kebebasan tanpa batas. Oleh sebab itulah dibutuhkan adanya pelurusan terhadap ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kenetralan tanpa batas dalam ilmu. Karena kenetralan ilmu pengetahuan hanyalah sebatas metafisik keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya diperlukan adanya nilai-nilai moral.

Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Satu contoh ketika Copernicus (14731543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.

II Pembahasan

A. Pengertian Aksiologi dan Ilmu

1. Definisi Aksiologi

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.

2. Definisi Ilmu

Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu scientia yang berarti ilmu. Atau dalam kaidah bahasa Arab berasal dari kata ilm yang berarti pengetahuan. Ilmu atau sains adalah pengakajian sejumlah penrnyataan-pernyataan yang terbukti dengan fakta-fakta dan ditinjau yang disusun secara sitematis dan terbentuk menjadi hukun-hukum umum.

B. Perbedaan dan Fungsi Ilmu

1. Perbedan Ilmu, dan Pseudo Ilmu

Dari definisi diatas setidaknya kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, dapat diterima oleh akal melalui pembuktian-pembuktian empiris.

Disisi lain ada sebuah kategori yaitu Pseudo Ilmu. Secara garis besar pseudo ilmu adalah pengetahuan atau praktek-praktek metodologis yang di klaim sebagai pengetahuan. Namun berbeda dengan ilmu, pseudo ilmu tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang di

Keberadaaan ilmu timbul karena adanya penelitian-penelitian pada objek- objek yang sifatnya empiris. Berbeda halnya dengan pseudo ilmu yang lahir atau timbul dari pentelaahan objek-objek yang abstrak. Landasan dasar yang dipakai dalam pseudo ilmu adalah keyakinan atau kepercayaan.

Perbedaan keduanya dapat kita ketahui dari penampakan yang menjadi objek penelitian masing-masing bidang. Atau dengan kata lain perbedaan tersebut ada pada sisi epistmologinya.

2. Fungsi Ilmu

Sebelumnya kita telah berbicara mengenai bagaimana perbedaan ilmu dan pseudo ilmu dilihat dari karakter objek penelitiannya. Berikutnya kita akan membicarakan apa sebenarnya fungsi dan kegunaan pegetahuan. Argumen-argumen yang dikemukakan dalam pengetahuan kemudian menjadi satu bentuk konsep yang terangkum dalam sebuah teori.

Menurut Ahmad Tafsir, teori mempunyai tiga fungsi dilihat dari kegunaan teori tersebut dalam menyelesaikan masalah.

Pertama, Teori sebagai alat Eksplanasi. Dalam fungsi ini teori berusaha menjelaskan melalui gejala-gejala yang timbul dalam satu permasalahan. Misalnya: tragedi 11 september yang memakan banyak korban dan kerugian secara materiil. Hal ini dipahami sebagai bentuk perlawanan terhadap keangkuhan sebuah negara Adi Kuasa. Gejalanya dapat kita lihat dari maraknya beberapa kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok anti Amerika. Al-Qaeda misalnya, sebuah oraganisasi rahasia yang menjadi symbol perlawanan terhadap Amerika.

Kedua, Teori sebagai alat Peramal. Dalam fungsi ini teori memberikan benuk prediksi-prediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan dalan menyelesaikan suatu masalah. Misalnya: isu global warming. Digambarkan dalam kasus ini bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata disatu sisi memberikan dampak buruk terhadap ekosistem alam. Prediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan yang menggambakan tentang keseimbangan alam yang rusak oleh perilaku manusia itu sendiri.

Ketiga, Teori sebagai Alat pengontrol. Dalam fungsi ini ilmuwan selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol terhadap masalah yang terjadi. Kita bisa melihat dari solusi yang ditawarkan oleh para ilmuwan.

C. Teori tentang Nilai

1. Kebebasan Nilai dan Keterikatan Nilai

Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?

Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.

Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.

Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe.

2. Jenis-jenis Nilai

Berikut adalah jenis-jenis nilai yang di kategorikan pada perubahannya:

SHAPE \* MERGEFORMAT

Jenis-jenis Nilai

Baik dan Buruk

Sarana dan Tujuan

Penampakan dan Real

Subjektif dan Objektif

Murni dan Campuran

Aktual dan Potensial

3. Hakikat Nilai

Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau pendapatnya:

a. Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.

b. Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme

c. Nilai berasal dari kepentingan.

d. Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference). e. Nilai berasal dari kehendak rasio murni.

4. Kriteria Nilai

Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.

a. Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.

b. Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.

c. Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.

5. Status Metafisik Nilai

a. Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.

b. Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang dikenal.

c. Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (mis: theisme).

6. Karakteristik Nilai

a. Bersifat abstrak; merupakan kualitas

b. Inheren pada objek

c. Bipolaritas yaiatu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.

d. Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian, nilai kekudusan.

III Penutup

Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai

[1] Jujun S Suriasumantri, filsafat ilmu, (Jakarta ustaka Sinar Harapan, 2003). 233.

Nor Hasidah Abu Bakar, e Bahan Pengajaran IPK 503, (Kuala Lumpur usat Pemikiran dan Kefahaman Islam, Unit ICT dan e Penerbitan, tt).

Aulia Ridwan CS, ilmu dan mistik sebagai pseudo ilmu, (Makalah, PPs IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 207), bb.

Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006). 37-41.

Ibid, 45.

Bahm, Archie, J., What Is Science, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values, (Albuquerqe, New Mexico: World Books, 1984), 51.

Pengertian AksiologIOkt 15

ainun abror

HYPERLINK "http://blog.uin-malang.ac.id/abrorainun/category/tak-berkategori/" \o "Lihat seluruh tulisan dalam Tak Berkategori" Tak Berkategori No CommentsAksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya[1]. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[2] Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

1. 2. Penilaian Dalam AksiologiDalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.

Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.

Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.

Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.

1. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu PengetahuanBerkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.

Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .

Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:

1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.

Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.

1. Filsafat sebagai pandangan hidup.

Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.

1. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.[3]1. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat IlmuNilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif [4].

Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)

Bidin Masri Elmasyar, MA, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press)

Salam Burhanuddin, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet. Ke-1

Sumatriasumatri Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988)

[1] Burhanuddin salam, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet. Ke-1, hal. 168.[2] Jujun S.Sumatriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988) hal. 234.[3] Masri Elmasyar Bidin, MA, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press) hal. 75-77

[4] Azra, M.A, Integrasi Keilmuan,hal. 90-.

Aksiologi, Nilai Dan Etika

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian. Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe. Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.Dalam perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan manusia adalah kebahagiaan.Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia. Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika dibahas dalam sesi lain. yang jelas, estetika membicarakan tentang indah dan tidak indah.[MS Wibowo]

Aksiologi Ilmu Pengetahuan

Moralitas ilmu pengetahuan dapat dilihat dari sisi kelembagaan dalam bentuk komitmen-komitmen pimpinan kelembagaan. Tidak seperti perguruan tinggi umumnya yang urusan moralitas dipulangkan kepada subyek (pelaku) ilmuwan (sivitas akademika) masing-masing, Universitas Airlangga sejak satu dekade terakhir berkomitmen untuk mengintegrasikan moralitas dalam kelembagaanya dengan emblem terkenal Excellence With Morality. Aksiologi ilmu pengetahuan berasumsi bahwa terdapat nilai dibalik keberadaanbaca perkembanganilmu pengetahuan, teknologi, dan seni(Ipteks). Nilai-nilai tersebut dipandang sebagai sesuatu yang ideal karenanya terus diperjuangkan oleh para aktornya. Dalam konteks ini IPteks tidaklah netral. Terdapat nilai yang hendak diperjuangkan. di Indonesia, nilai-nilai yang sudah selayaknya diperjuangkan adalah Pancasila yang nilai dasarnya dirumuskan dalam ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut, diperlukan perangkat aksiologi dengan perspektif kritis. Referensi yang dapat dibaca antara lain disampaikan dalam lampiran.

Aksiologi Kritikal terhadap Semangat dan Ideologi Kebangsaan Indonesia dalam Arus GlobalisasiLiht juga: http://filsafat-ilmu.blogspot.com/2010/03/filsafat-ilmu_16.html

ASAR AKSIOLOGI ILMUBab IPendahuluanPeryataan di sekitar batas wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah stu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.

Dalam pembahasan terdahulu sama-sama kita telah membahas tentang hakekat apa/objek yang dikaji (ontologis), dan bagaimana cara mendapatkan (epistimologis) ilmu, baik ilmu-ilmu agama islam maupun ilmu-ilmu umum yang dikaitkan dengan integrasikedua ilmu tersebut. Kini sampailah pada tahap pembahasan aksiologi (nilai kegunaan dari ilmu-ilmu tersebut).

Bab IIPembahasan1. AksiologiSebelum pembahasan lebih lanjut , terlebih dahulu perlu penjelasan arti dan defenisi arti aksiologi. Secara harfiah , aksiologi berasal dari dua kata, aksio (yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.1 Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh..2 Sedangkan Aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:1. pertama, moral conduct. (tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni, etika)2. Kedua, esthetik expression. (ungkapan keindihan, bidang ini melahirkan keindahan)3. Ketiga, socio-politikal life. (kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio pilotok)3Dalam Ensyclopedia of Philosophi dijelaskan, aksiologi disamakan dengan nilai dan penilaian yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu:

1. Nilai merupakan kata benda abstrak.

2. Nilai sebagai kata benda kongkret.

3. Nilai sebagai kata kerja dalam ungkapan menilai, memberi nilai, dan dinilai.

Beberapa definisi aksiologi diatas menunjukkan bahwa masalah utama yang menjadi fokus aksiologi ialah nilai dan penilaian. Nilai yang dimiliki oleh sesorang merupakan karangka untuk melakukan pertimbangan tentang suatu objek yang dinilai.4Berkaitan dengan aksiologi, Drs. Prasetya mengatakan bahwa Aksiologi adalah study tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan, adapun nilai yang dimaksud, yaitu:

1. Nilai jasmani (nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna), dan

2. Nilai rohani (nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika dan nilai religi)

Dari nilai-nilai tersebut, nilai hidup merupakan nilai dasar, yaitu sesuatu yang dikejar manusia bagi kelangsungan hidupnya. Sedangkan nilai religi adalah nilai utama, yaitu sesuatu yang didambakan manusia untuk kemuliaan dirinya.

2. Ilmu dan MoralBerbicara masalah ilmu dan moral memang sudah sangat tidak asing lagi, keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan seseorang ilmuan yang memiliki landasan moral yangn kuat, ia harus tetap memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya. Tanpa landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuan bisa menjadi monster yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusiaan bisa setiap saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih jahat dan membahayakan dibandingkan kejahatan orang yang tidak berilmu (boboh). Kita berharap semoga hal ini bisa disadari oleh para ilmuan, pihak pemerintah, dan pendidik agar dalam proses transformasi ilmu pengetahuan tetap mengindahkan aspek moral. Karena ketangguhan suatu bangsa bukan hanya ditentukan oleh ketangguhkan ilmu pengetahuan tapi juga oleh ketangguhan moral warga.

3. Aksilogi: Nilai Kegunaan IlmuBerkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.

Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .5Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:

1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.

Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.

2. Filsafat sebagai pandangan hidup.

Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.

3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.64. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat IlmuNilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif7 5. Aliran-aliran yang Berpendapat Aksiologi81. Pandangan aksiologi paranialisme

2. Pandangan aksiologi essensialisme

3. Pandangan aksiologi rekontruksionisme

Kesimpulan Aksiologi adalah teori tentang nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.. Sedangkan Aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, moral conduct, kedua, esthetik expression dan ketiga, socio-politikal life.

Berkaitan dengan aksiologi, Drs. Prasetya mengatakan bahwa Aksiologi adalah study tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan, adapun nilai yang dimaksud, yaitu: nilai jasmani, dan nilai rohani.

Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek moral

Ontologi(HakikatIlmu) Obyek apa yang telah ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan dayatangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuanyang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?

Epistimologi(CaraMendapatkanPengetahuan) Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanyapengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkanpengetahuan dengan benar? Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalammendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

Aksiologi(Guna Pengetahuan) Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan? Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengankaidah-kaidah moral? Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkanpilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakanoperasionalisasi metode ilmiah dengan norma-normamoral/profesional?

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2130959-ontologi-epistimologi-dan-aksiologi-ilmu/#ixzz1c6Vq8yuSAKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

by sariono sby

PENDAHULUANAksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagaai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya. Simgkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali 6 tahun yang lalu dan menciptakan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk mrmbunuh sesama manusia. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai, maka yaang terjadi adalah bencana dan malapetaka.Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan harus dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral.

PEMBAHASANA. PENGERTIANUntuk memahami apa yang dimaksud dengan aksiologi, di bawah ini diuraikan beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya :1. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.2. Aksiologi dapat diartikan sebagai teori mengenai sesuatu yang bernilai. Salah satu yang mendapat perhatian adalah masalah etika/kesusilaan. Dalam etika, obyek materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan obyek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral dari suatu perilaku manusia.3. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populerbahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.4. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu :a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.b. Esthetic Expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan Keindahanc. Sosio Political Life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.5. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertianyang lebih sempit seperti, baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu yang menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.b. Nilai sebuah kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan system nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.c. Nilai juga dikatakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.

B. NILAI ILMU DAN MORALDari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat denganjelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, yaitu:1. Etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaianterhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan saya pernah belajar etika.2. Merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia yang lain.seperti ungkapan ia bersifat etis atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila.Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakanbahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya, atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam di sore hari. Akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain akan memiliki kulitas yang berbeda.Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memilki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektivitas fakta, kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur-prosedur. Demikian juga dengan nilai. Orang yang berselera rendah tidak mengurangi keindahan sebuah karya seni.Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingii matahari dan bukan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan dalam ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran ajaran diluar bidang keilmuwan diantaranya agama.Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai!Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu:1. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus berifat netral terhadapNilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongaan ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.2. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaanya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral.Golongan kedua mendasarkan pendapatnyaa pada beberapa hal, yakni:a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuwan.b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makim esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan sosial.Berdasarkan ketiga hal di atas, maka golongaan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.Etika keilmuwan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsipetis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam perilaku kailmuwannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya.Etika normatif menetapakan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.Penetapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan mengujinya.Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilkinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai? Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan melulu pada praxis, pada kemudahan-kemudahan material duniawi. Solusi yang diberikan oleh al-Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehimgga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat.Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sstra untuk sastra dan lain sebagainya. Menurut pendapat yang kedua ini, ilmu pengetahuan itu meringankan beban hidup manusia atau untuk membuat manusia senang, karena dari ilmu pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi.

KESIMPULAN1. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemasalahatan manusia, atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan2. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah bangsa nya sendiri.3. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai.4. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.5. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.6. Etika menilai perbuatan manusia, Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.7. Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma moral.8. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.http://referensiagama.blogspot.com