fatique.pdf

28
 BAB II LANDASAN TEORI A. Kualitas Kehidupan Bekerja 1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karir peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam Kossen, 1986) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai persepsi  pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Jewell & Siegel (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan  persahabatan rekan sekerja, ker ja yang sesuai dengan kebutuhan da n kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan diri jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan kerja. Universitas Sumatera Utara

Upload: dyah

Post on 08-Oct-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kualitas Kehidupan Bekerja

    1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

    Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang

    meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan

    dan karir peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan

    (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).

    Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan

    sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan

    karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan

    organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam

    Kossen, 1986) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai persepsi

    pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.

    Jewell & Siegel (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen

    dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan

    kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan

    persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

    individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh

    dan pengembangan diri jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan

    hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah

    kualitas kehidupan kerja.

    Universitas Sumatera Utara

  • Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

    kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,

    suasana dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada

    bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan

    pribadi pekerja.

    2. Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja

    Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan

    bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di

    tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan

    kepada delapan aspek, yaitu:

    a). Kompensasi yang mencukupi dan adil

    Gaji yang diterima individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang

    diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan

    mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang lain

    dalam posisi yang sama.

    b). Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

    Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik

    dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang

    telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang

    dipertanggungjawabkan kepada mereka.

    c). Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

    Universitas Sumatera Utara

  • Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai

    kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang

    tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak

    dalam menjalankan tugas yang diberikan dan pekerja juga terlibat dalam

    membuat perencanaan.

    d). Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

    Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

    mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu

    dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya

    peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta

    mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.

    e). Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan

    Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

    egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari

    suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat

    rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

    f). Hak-hak karyawan

    Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan

    bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

    g). Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

    Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan

    seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai

    Universitas Sumatera Utara

  • peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu

    atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

    h).Tanggung jawab sosial organisasi

    Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah

    mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa

    menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung

    jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan

    mereka.

    B. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)

    Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk

    menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah

    mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Keselamatan kerja merupakan

    keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan

    pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara

    melakukan pekerjaan. (Sumamur, 1989) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970

    dalam (Markkanen, 2004) menerangkan bahwa Undang-undang ini meliput i

    semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan

    primer, serta memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan

    kerja yang diwajibkan.

    Menurut Sumamur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja

    merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar

    para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-

    Universitas Sumatera Utara

  • tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif

    terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor

    pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

    Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan

    ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan bahwa

    kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi

    kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat,

    dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai

    dengan program perlindungan tenaga kerja.

    Melihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan

    pengertian kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya

    bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan

    Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat

    mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.

    Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu

    keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan

    kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga

    kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan

    pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit

    akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.

    Menurut Setyawati & Djati (2008) secara umum terdapat dua golongan

    penyebab kecelakaan yaitu (1) tindakan atau perbuatan manusia yang tidak

    Universitas Sumatera Utara

  • memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan yang

    tidak aman (unsafe condition).

    C. Kelelahan

    1. Definisi Kelelahan

    Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbedabeda, tetapi

    semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh

    (Sumamur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif.

    Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan

    suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan

    sebagai proses menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya

    kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus

    dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).

    Menurut Nurmianto (2005), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

    menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan

    memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot

    secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang

    cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition StrainInjuries), yaitu nyeri otot,

    tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat

    berulang (repetitive).

    Kelelahan juga merupakan masalah yang dapat menimpa semua tenaga

    kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Penyebab terjadinya kelelahan yaitu

    intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, iklim kerja, penerangan,

    Universitas Sumatera Utara

  • kebisingan, rasa khawatir, konflik, tanggung jawab, status gizi dan kesehatan.

    Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari

    kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan (Grandjean, 1988).

    2. Gejala Kelelahan

    Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif

    dan obyektif antara lain; (1) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing; (2) Kurang

    mampu berkonsentrasi; (3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan; (4) Persepsi yang

    buruk dan lambat; (5) Berkurangnya gairah untuk bekerja; (6) Menurunnya

    kinerja jasmani dan rohani (Budiono, dkk., 2003).

    Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan

    efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul

    berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja

    (Budiono, dkk., 2003).

    Sumamur (1996) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya

    dengan kelelahan yaitu; (1) Perasaan berat di kepala; (2) Menjadi lelah seluruh

    badan; (3) Kaki merasa berat; (4) Menguap; (5) Merasa kacau pikiran; (6)

    Menjadi mengantuk; (7) Merasakan beban pada mata; (8) Kaku dan canggung

    dalam gerakan; (9) Tidak seimbang dalam berdiri; (10) Mau berbaring; (11)

    Merasa susah berpikir; (12) Lelah bicara; (13) Menjadi gugup; (14) Tidak dapat

    berkonsentrasi; (15) Tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu; (16)

    Cenderung untuk lupa; (17) Kurang kepercayaan; (18) Cemas terhadap sesuatu;

    (19) Tak dapat mengontrol sikap; (20) Tidak dapat tekun dalam pekerjaan; (21)

    Universitas Sumatera Utara

  • Sakit kepala; (22) Kekakuan di bahu; (23) Merasa nyeri di punggung; (24) Merasa

    pernafasan tertekan; (25) Haus; (26) Suara serak; (27) Merasa pening; (28)

    Spasme dari kelopak mata; (29) Tremor pada anggota badan; (30) Merasa kurang

    sehat

    Gejala 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 1120 menunjukkan

    pelemahan motivasi dan 2130 gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum

    (Sumamur, 1996).

    3. Jenis Kelelahan

    Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan

    tubuh (Sumamur, 1996). Grandjean (1988) mengatakan kelelahan kerja dapat

    dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

    a) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

    Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik

    untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan saat gejala yang

    ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada

    makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat

    menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya

    kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya

    kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi

    produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang

    tampak dari luar atau external signs.

    Universitas Sumatera Utara

  • b) Kelelahan Umum (General Fatigue)

    Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.

    Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala

    kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik

    maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk. Kelelahan

    umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

    disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan

    dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

    4. Penyebab Kelelahan

    Berdasar penyebab kelelahan, penyebab kelelahan dibedakan atas

    kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan

    (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang

    disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan,

    bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk (Grandjean, 1988).

    5. Hubungan Kelelahan Fisik dan Psikis (Mental)

    Manusia adalah suatu psiko-somatis, selamanya tidak dapat diadakan

    pemisahan antara fisik dan psikis. Oleh karena itu, kelelahan yang disebabkan

    oleh faktor fisik tidak dapat dipisahkan pula dengan kelelahan psikis, dan begitu

    sebaliknya. Hal-hal yang mungkin terjadi:

    c) Baik kelelahan fisik maupun psikis dirasakan oleh seluruh pribadi.

    Universitas Sumatera Utara

  • d) Pekerjaan fisik dapat menimbulkan kelelahan fisik, namun dapat juga

    menimbulkan kelelahan psikis.

    e) Pekerjaan psikis dapat menimbulkan kelelahan fisik.

    f) Kelelahan fisik dapat mengurangi kegiatan psikis dan fisik.

    Singkatnya dapat dikatakan bahwa antara fisik dan psikis, serta antara kelelahan

    fisik dan kelelahan psikis mempunyai hubungan timbal balik dan saling

    mempengaruhi (Ahmadi, 2003).

    6. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

    Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan sifat pekerjaan yang

    monoton (kurang bervariasi), intensitas lamanya pembeban fisik dan mental.

    Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan dan cuaca. Faktor psikologis

    misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang

    kronis atau menahun, status kesehatan dan status gizi.

    Menurut Siswanto (1991) faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan

    dengan:

    a) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi

    kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.

    b) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang

    berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

    c) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak

    menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

    d) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

    Universitas Sumatera Utara

  • e) Monoton (pekerjaan atau lingkungan kerja yang membosankan).

    Menurut Sumamur (1996) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu:

    a) Keadaan monoton.

    b) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.

    c) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan.

    d) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik.

    e) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

    Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. Kelelahan

    merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia

    sehari-hari. Pada saat mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya

    istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja.

    Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat

    dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

    Menurut Setyawati (dalam Wignjosoebroto, 2003) faktor individu seperti

    umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga

    kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan

    ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang

    berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.

    7. Mekanisme Kelelahan

    Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat

    kesadaran yaitu saraf pusat (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem

    Universitas Sumatera Utara

  • antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

    Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan

    kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.

    Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang

    peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

    Sistem penghambat dan penggerak kelelahan (Sumamur, 1996). Maka

    keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara

    dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang

    dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang

    dalam keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan

    peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang

    dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang

    tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem

    penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat.

    Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban

    kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat

    dari pada sistem penggerak (Satalaksana, 1979).

    Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya

    kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore

    hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan

    lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-

    perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,

    kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai

    Universitas Sumatera Utara

  • kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,

    tidak dapat tidur dan lain-lain.

    Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan

    tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka

    pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka

    sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-

    konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja,

    perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting

    dalam sebab ataupun akibat (Sumamur, 1996).

    Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat,

    terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi

    kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan.

    Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar

    tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut

    harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Sumamur,

    1989).

    8. Pengukuran Kelelahan

    Grandjean (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004), sampai saat ini belum ada

    metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu

    perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara

    multidisiplin. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap

    kelelahan yang ada, umumnya terbagi kedalam 6 kelompok yang berbeda, yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • a) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

    Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja

    (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap

    unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan

    seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja.

    Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau

    frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor

    tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka & Sudiajeng, 2004).

    b) Pengujian Psikomotorik

    Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

    Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu

    reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang

    sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji

    waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau

    goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk

    adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

    Sanders dan McCormick (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004) mengatakan

    bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik

    saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara

    150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat;

    intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan

    individu lainnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Setyawati (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004) melaporkan bahwa dalam uji

    waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada

    stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat

    diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi telah

    dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting

    suara sebagai stimuli.

    c) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (Flicker fusion eyes)

    Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan

    akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan

    untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur

    kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka &

    Sudiajeng, 2004).

    d) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

    Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

    Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat

    kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pernyataan yang terdiri

    dari:

    1. 10 Pernyataan tentang pelemahan kegiatan:

    (1) Perasaan berat di kepala

    (2) Lelah di seluruh badan

    (3) Berat di kaki

    (4) Menguap

    (5) Pikiran kacau

    Universitas Sumatera Utara

  • (6) Mengantuk

    (7) Ada beban pada mata

    (8) Gerakan canggung dan kaku

    (9) Berdiri tidak stabil

    (10) Ingin berbaring

    2. 10 Pernyataan tentang pelemahan motivasi:

    (1) Susah berfikir

    (2) Lelah untuk bicara

    (3) Gugup

    (4) Tidak berkonsentrasi

    (5) Sulit untuk memusatkan perhatian

    (6) Mudah lupa

    (7) Kepercayaan diri berkurang

    (8) Merasa cemas

    (9) Sulit mengontrol sikap

    (10) Tidak tekun dalam pekerjaan

    3. 10 Pernyataan tentang gambaran kelelahan fisik :

    (1) Sakit dikepala

    (2) Kaku di bahu

    (3) Nyeri di punggung

    (4) Sesak nafas

    (5) Haus

    (6) Suara serak

    Universitas Sumatera Utara

  • (7) Merasa pening

    (8) Spasme di kelopak mata

    (9) Tremor pada anggota badan

    (10) Merasa kurang sehat

    e) Pengujian Mental

    Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat

    digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.

    Baurdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk

    menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan

    bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan

    konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon

    Wiersma tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau

    pekerjaan yang lebih bersifat mental.

    Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan

    biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa

    faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai

    dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap

    paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan

    dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.

    Universitas Sumatera Utara

  • D. Shift Work

    1. Pengertian Shift Work

    Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi

    peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk

    mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Sistem shift digunakan sebagai

    suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecenderungan

    semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang

    akan mampu meningkat produktivitas suatu perusahaan yang mengggunakannya.

    Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya

    pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok

    karyawan yang lain. Sedangkan menurut Riggio (1990), mendefinisikan kerja

    shift sebagai suatu jadwal kerja dimana setiap karyawan secara bergantian datang

    ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan.

    Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997), mengatakan bahwa kerja

    shift adalah jadwal kerja yang menggunakan jam kerja yang tidak seperti

    biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00-09.00 pagi.

    Sedangkan menurut White dan Keith (dalam Riggio, 1990), mendefinisikan shift

    kerja sebagai jadwal kerja di luar periode antara jam 08.00-16.00. Pigors dan

    Myers (dalam Aamodt, 1991), mengatakan shift kerja adalah suatu alternatif

    untuk memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan

    untuk meningkatkan hasil produksi.

    Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni

    karyawan pada periode terntentu bergantian dengan karyawan pada periode

    Universitas Sumatera Utara

  • berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada

    waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu

    aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja

    pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan

    yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio,

    1990).

    Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah, bahwa shift kerja

    merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan

    berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu

    dengan cara bergantian antara kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang

    lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang

    tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.

    2. Penggunaan Jadwal Shift Kerja

    Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan

    menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift

    masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu :

    a) Shift pagi pukul 07.00 15.00

    b) Shift siang pukul 15.00 23.00

    c) Shift malam pukul 23.00 07.00

    Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :

    a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam

    b) 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam

    Universitas Sumatera Utara

  • Duchon (dalam Timpe, 1992) juga menambahkan, bahwa shift kerja

    tersebut memiliki rotasi, yang merupakan pergantian jadwal kerja antara

    karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :

    a) 4 4 : yaitu jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.

    b) 2 3 2 : yaitu jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari kerja.

    Jadwal kerja 2 3 2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling sering digunakan

    oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan.

    Kesimpulan berdasarkan beberapa uraian di atas, bahwa jadwal shift kerja

    terdiri dari 8 jam dan 12 jam dalam sehari. Dimana shift kerja 8 jam dibagi

    menjadi shift pagi, shift siang dan shift malam, sedangkan shift kerja 12 jam

    dibagi menjadi shift pagi dan shift malam.

    3. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift

    Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi

    atau perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu:

    a) Karena kemajuan teknologi; pada proses industri yang berkesinambungan,

    seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin-mesin tidak dapat

    sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.

    b) Alasan ekonomi; biaya peralatan yang harus dikeluarkan, jika hanya satu

    shift mungkin terlalu mahal.

    c) Permintaan pasar; yaitu terdapat peningkatan permintaan terdapat produk

    tertentu sehingga dibutuhkan lebih dari satu shift.

    Universitas Sumatera Utara

  • Beberapa jasa juga harus beroperasi selama 24 jam, seperti rumah sakit, pompa

    bensin, pabrik, pemadam kebakaran dan polisi (Glueck, 1982). Sehingga banyak

    dari pihak organisasi atau perusahaan mengambil kebijakan untuk

    memberlakukan kerja shift bagi karyawan-karyawannya.

    4. Pengaruh Shift Work

    Sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi

    perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga

    meningkat. Selain berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan

    ternyata sistem shift kerja ini juga membawa dampak yang kurang baik, terutama

    terhadap kesehatan karyawan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan

    psikologis yang dialami karyawan adalah mereka merasa depresi, tidak puas

    terhadap jam kerja mereka, menjadi cepat marah dan stres (Muchinsky, 1997).

    Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Glueck, 1982) mengungkapkan

    sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada:

    a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga,

    partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.

    b) Perusahaan; seperti pada produktivtas, absensi, turn over dan sebagainya.

    Sedangkan menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift

    ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yanng dapat mempengaruhi :

    a) Quality of Life

    Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu

    atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal tersebut berkaitan

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circadian

    rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial

    individu.

    b) Performance

    Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari performance mereka

    selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana

    tingkat absensi karyawan, kecelakaan kerja yang terjadi dan juga kinerja

    karyawan.

    c) Fatigue

    Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih

    sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan

    pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.

    Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang

    menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi

    tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga

    memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan

    keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktivitas di waktu luang.

    Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan

    sistem shift mengalami banyak masalah psikologis dan penyesuaian sosial.

    Kebanyakan masalah psikologis dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi,

    bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini

    mengganggu ritme tidur, makan dan percernaan serta ritme bekerja karyawan,

    sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah

    Universitas Sumatera Utara

  • marah. Menurut Aamodt (1991), shift kerja memberikan efek lebih pada karyawan

    laki-laki, sedangkan karyawan wanita cenderung menyesuaikan jadwal mereka

    pada kebutuhan rumah tangga.

    Landy (dalam Muchinsky, 1997), melakukan penelitian dimana terdapat

    beberapa fakta bahwa pekerja yang sering berpindah-pindah dari satu shift ke shift

    lainnya mengalami efek-efek kelembanan tergantung dari arah mana mereka

    mulai bekerja. Meers, Maasen, dan Verhaagen (dalam Muchinsky, 1997),

    melaporkan bahwa karyawan shift mengalami penurunan kesehatan selama 6

    bulan pertama kerja, dan penurunan menjadi semakin berat setelah 4 tahun.

    Banyak efek-efek psikologis dan sosial kerja shift dikarenakan tidak cocoknya

    jadwal karyawan dengan jadwal lainnya. Karena ituah, karyawan yang bekerja

    malam dan tidur pada pagi hari mungkin siap untuk bersosialisasi pada sore hari.

    Sayangnya, hanya sedikit orang yang ada disekitarnya, dan ketika keluarganya

    sedang beraktivitas, karyawan pekerja shift menggunakan waktunya untuk tidur

    dan beristirahat.

    Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi

    seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt,

    1991), yaitu:

    a) Waktu shift; yaitu pada shift dimana karyawan bekerja, apakah pada shift

    pagi, siang atau malam. Masing-masing shift mempunyai karakteristik

    tersendiri yang relatif berbeda satu sama lain. Karakteristik tiap shift yang

    berbeda ini akan membawa efek yang berbeda pula pada karyawan.

    Universitas Sumatera Utara

  • b) Frekuensi rotasi; berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin sering

    berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan.

    c) Keluarga; pembagian waktu untuk anggota keluarga, bagaimana

    menyesuaikan waktu yang dimiliki karyawan dengan waktu yang dimiliki

    oleh anggota keluarga yang lain.

    d) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; bagaimana tubuh dapat menyesuaikan

    atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika tubuh tdak dapat

    beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah kesehatan pada

    karyawan.

    e) Keunikan kerja shift atau kesempatan untuk bersosialisasi; efek sosial dari

    kerja shift sebetulnya dapat dikurangi jika suatu daerah banyak organisasi

    atau perusahaan yang juga memberlakukan kerja shift. Semakin banyak

    yang menggunakan jadawal kerja shift akan semakin banyak rumah

    makan, toko-toko, pabrik yang buka pada malam hari, sehingga makin

    banyak pula individu-individu yang dapat diajak untuk bersosialisasi.

    Semua yang telah diuraikan di atas adalah efek dari kerja shift terhadap karyawan.

    Dari uraian dapat diambil kesimpulan, bahwa shift kerja dapat membawa efek-

    efek fisiologis dan psikologis bagi karyawan. Efek fisiologis yaitu; kemampuan

    adaptasi ritme tubuh yang dapat menimbulkan masalah kesehatan pada karyawan

    seperti kurang tidur, kelelahan, kurangnya nafsu makan, dan gangguan

    pencernaan. Sedangkan efek psikologis yaitu; mudah marah, dan perasaan depresi

    akibat kurangnya kesempatan karyawan untuk bersosialisasi denga keluarga

    maupun dengan orang lain.

    Universitas Sumatera Utara

  • E. Perbedaan Kelelahan Antara Shift Pagi Dan Malam

    Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbedabeda, tetapi

    semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh

    (Sumamur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif.

    Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan

    suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Menurut Grandjean (1988), kelelahan

    merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan

    lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan.

    Grandjean (1988) mengatakan bahwa ada dua jenis kelelahan yaitu:

    g) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

    Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik

    untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan saat gejala yang

    ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada

    makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat

    menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya

    kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya

    kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi

    produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang

    tampak dari luar atau external signs.

    h) Kelelahan Umum (General Fatigue)

    Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.

    Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala

    kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik

    Universitas Sumatera Utara

  • maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk. Kelelahan

    umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang

    disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan

    dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

    Dua jenis kelelahan ini terjadi dikarenakan adanya faktor penyebab dari

    kelelahan tersebut. Menurut Grandjean (1988), penyebab kelelahan dibedakan

    atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan

    (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan dan suhu. Sedangkan kelelahan

    secara psikologis disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental),

    monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk.

    Wicken, et al. (2004) mengatakan bahwa gangguan tidur (sleep

    distruption) dapat menyebabkan kelelahan, yang antara lain dapat dipengaruhi

    oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms akibat jet lag

    atau shift kerja. Menurut Nurmianto (2005) kelelahan circadian yang disebabkan

    oleh irama kerja siang atau malam dapat mengakibatkan fungsi tubuh bervariasi

    baik pada manusia maupun hewan. Circadian dalam fungsi tubuh menunjukkan

    peningkatan pada siang hari dan menurun pada malam hari, seperti suhu tubuh,

    denyut jantung, tekanan darah, volume pernafasan, produksi adrenalin,

    kemampuan mental, ekskresi, dan kapasitas fisik (Grandjean, 1988). Fungsi tubuh

    yang mengalami gangguan dapat mempengaruhi perasaan seseorang. Aamodt

    (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan

    bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti

    gangguan tidur dan masalah pencernaan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi

    peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk

    mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Menurut Landy (dalam

    Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya pengalihan tugas atau

    pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain.

    Pelaksanaan dengan cara bergantian ini, yakni karyawan pada periode terntentu

    bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan

    yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal,

    yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap

    hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah

    nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari

    dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

    Setiap perusahaan menggunakan macam-macam shift yang berbeda.

    Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :

    a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam

    b) 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam

    Pada perusahaan yang akan diteliti menggunakan dua macam shift kerja, yaitu

    shift siang dan malam. Sesuai pembagian jadwal shift kerja yang dikemukakan

    oleh Duchon (dalam Timpe, 1992), shift ini termasuk dalam penggolongan 12 jam

    kerja.

    Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata

    memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi quality of life,

    performance, dan fatigue. Jadwal shift yang paling nyata menunjukkan dampak

    Universitas Sumatera Utara

  • ini adalah jadwal shift malam hari. Menurut Grandjean (1988), hal ini terjadi

    karena bekerja pada malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami

    penurunan dan organisme mangalami pemulihan dan pembaharuan energi

    (trophotropic phase). Sedangkan selama siang hari seluruh organ dan fungsi

    tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase). Hal ini yang menjadi

    dasar peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan kelelahan karyawan yang

    bekerja pada shift pagi dan malam di perusahaan produksi.

    F. Hipotesis

    Hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini

    adalah Terdapat perbedaan Kelelahan antara Shift Pagi dan Malam.

    Universitas Sumatera Utara