fartoks.docx

19
A. DEFINISI OBAT SARAF OTONOM Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat peda organ dan kelenjar. Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupun waktu tidur. Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama lain saling menyeimbangkan. Kedua sestem saraf tersebut adalah : Sistem saraf simpatik dan sistem parasimpatik. Pada syaraf simpatik mempunyai sel syaraf preganglion lebih pendek daripada sel syaraf postganglionnya. Selain itu pada sistem syaraf simpatik ini neurotransmitter yang dilepaskan adalah nor- epinefrin atau nor-adrenalin yang akan bereaksi dengan reseptor adrenergik, maka sistem syaraf sipatik ini disebut juga dengan sistem syaraf adrenergik. Pada sistem syaraf parasimpatik memiliki sel syaraf preganglion lebih panjang daripada sel syaraf postganglionnya. Pada sistem syaraf ini neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung sel syaraf adalah asetilkolin yang akan bereaksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik ataupun pada reseptor asetilkolin nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat pada semua ganglia syaraf otonom (celah antara sel syaraf preganglion dan postganglion),

Upload: inaaminah

Post on 13-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

A.DEFINISI OBAT SARAF OTONOMObat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat peda organ dan kelenjar. Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupun waktu tidur. Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama lain saling menyeimbangkan. Kedua sestem saraf tersebut adalah :Sistem saraf simpatik dan sistem parasimpatik.Pada syaraf simpatik mempunyai sel syaraf preganglion lebih pendek daripada sel syaraf postganglionnya. Selain itu pada sistem syaraf simpatik ini neurotransmitter yang dilepaskan adalah nor-epinefrin atau nor-adrenalin yang akan bereaksi dengan reseptor adrenergik, maka sistem syaraf sipatik ini disebut juga dengan sistem syaraf adrenergik.Pada sistem syaraf parasimpatik memiliki sel syaraf preganglion lebih panjang daripada sel syarafpostganglionnya. Pada sistem syaraf ini neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung sel syaraf adalah asetilkolin yang akan bereaksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik ataupun pada reseptor asetilkolin nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat pada semua ganglia syaraf otonom (celah antara sel syaraf preganglion dan postganglion), pada neuromuscular junction (celah antara sel syaraf somatik dan sel otot skeletal), dan pada sel kromafin medula adrenal. Sedangkan reseptor muskarinik terdapat pada sel organ efektor syaraf kolinergik, misalnya sel parietal lambung, jantung, saluran pencernaan, dll.Penggolongan obat-obatan syaraf otonom ini dibedakan berdasarkan berdasarkan apakah suatu obat tersebut memacu atau bahkan menghambat syaraf tersebut. Obat yang memacu disebut dengan Agonis, sedangkan yang menghambat dinamakan Antagonis.Berdasarkan hal diatas tadi maka obat-obatan sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:a.Agonis Kolinergikb.Antagonis Kolinergikc.Agonis Adrenergik, dand.Antagonis Adrenergik

B.OBAT OBAT UNTUK SARAF OTONOMa.Agonis kolinergikIstilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu: Agonis Kolinergik langsungdan Inhibitor Kolinesterase.Agonis Kolinergik langsungObat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. obat-obatan pada agonis kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai Agonis Muskarinik, danAgonis Nikotinik.Agonis MuskarinikObat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloidObat golongan esterPada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh karena itu obat golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin dan Betanekol mempunyai spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol mempunyai spesifitas pada kedua reseptor (muskarinik dan nikotinik).Obat golongan alkaloidPada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat golongan ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ini adalah Pilokarpin,muskarin,dan arekolin.Golongan obat ini yang dipakai hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.Agonis NikotinikSesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari isolasi dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang kecanduan merokok.Inhibitor KolinesterasePada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.Inhibitor ReversibelObat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat yang diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada penderita Myastenia gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan kekuatan otot skeletal.Inhibitor IrreversibelObat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus barrier darah otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga mengakibatkan inaktivasi enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor Irreversibel ini contohnya yaitu Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida (organophosphat). Jika suatu inhibitor irreversibel ini bereaksi terhadap enzim asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga tidak dapat memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat yang dapat digunakan adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor Irreversibel dari sisi aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan pralidoksim pada pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat, karena dalam waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau kehilangan gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap pralidoksim.

b.Antagonis KolinergikAktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik.Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglionk nampaknya lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasmpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk.a)mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik.b)Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.c)Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung).Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.

C.Agonis AdrenergikAgonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik & reseptor adrenergik . Reseptor sendiri terdapat 2 tipe, dan reseptor juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat golongan ini untuk berinteraksi. Efek aktivasi dari kedua jenis reseptor ini dapat dilihat pada bagian berikut :1)Reseptor 1 berada pada otot polos pembuluh darah. Jadi efek yang dihasilkan bila suatu agonis berinteraksi dengan reseptor ini adalah kontraksi otot pembuluh darah.2)Reseptor 2 terdapat pada sel syaraf bagian postganglion simpatik. Aktivasi oleh agonis mengakibatkan penghambatan pelepasan neurotransmitter nor-adrenalin pada ujung syaraf simpatik.3)Reseptor 1 terdapat pada otot jantung. Aktivasi oleh suatu agonis menyebabkan peningkatan frekuensi dan denyut jantung.4)Reseptor 2 terdapat pada otot polos uterus dan bagian pernafasan. Aktivasi oleh agonis menyebabkan relaksasi otot polos uterus ataupun relaksasi bronkus pada pernafasan.Obat-obat yang bekerja berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan menjadi 2 yaitu agonis secara langsung dan agonis yang bekerja secara tidak langsung. Hal ini dibedakan hanya pada interaksi dengan reseptornya.Agonis Adrenergik LangsungAgonis Adrenergik langsung berarti obat-obat ini berinteraksi secara langsung dengan reseptor adrenergik dan kemudian menghasilkan efek dengan cara memacu efek nor-epinefrin itu sendiri. Telah diketahui sebelumnya bahwa reseptor adrenergik terdapat pada 2 tipe ( & ), maka obatnya pun dapat dibedakan pada kedua jenis reseptor ini.1)Reseptor 1 : obat-obat sebagai agonis 1 contohnya yaitu Oksimetazolin & Fenilefrin. Kedua obat ini berinteraksi dengan reseptor 1 yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah.2)Reseptor 2 : Obat sebagai agonis 2 contohnya yaitu Klonidin. Obat ini berinteraksi dengan reseptor 2 dan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin oleh ujung syaraf simpatik yang kemudian menyebabkan penurunan tekanan darah.3)Reseptor 1 : Reseptor ini kebanyakan berada pada jantung. Obat sebagai agonis 1 contohnya adalah Dobutamin. Obat ini setelah berinteraksi dengan reseptornya akan menghasilkan efek yaitu meningkatkan frekuensi dan denyut jantung4)Reseptor 2 : Reseptor ini terdapat pada otot polos uterus dan pada bagian pernafasan. Obat sebagai agonis 2 contohnya adalah Terbutalin. Obat ini dapat merelaksasi otot polos bronkus sehingga dapat digunakan unutk terapi asma.Agonis Adrenergik tidak langsungObat golongan ini bekerja dengan meningkatkan kadar nor-epinefrin pada celah sinaptik. Peningkatan kadar nor-epinefrin ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu1)Dengan melepaskan cadangan nor-epinefrin pada vesikel.2)Dengan menghambat re-uptake nor epinefrin menuju ke ujung syaraf.Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dibedakan 2 macam berdasarkan kedua cara tadi yaitu:1)Pada cara pertama, obat-obat akan memacu ujung syaraf untuk melepaskan cadangan nor-epinefrin, hasilnya yaitu konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik akan meningkat. Contoh obatnya yaitu Amfetamin, Efedrin, dan Fenilpropanolamin.2)Cara kedua didasarkan bahwa obat-obatan tertentu bekerja dengan menghambat pelepasan kembali atau bisa disebut dengan re-uptake nor-epinefrin kembali menuju ke ujung syaraf, sehingga mengakibatkan konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik meningkat. Contoh obatnya yaitu Imipramin dan Desimpramin.

D.Antagonis AdrenergikAntagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.

a)1 BlockerObat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor adrenergik tipe 1. Reseptor ini berada kebanyakan pada otot polos pembuluh darah. Reseptor ini sebenarnya jika berikatan dengan agonis maka akan mengakibatkan kontraksi pembuluh darah, tetapi jika diberikan obat golongan 1 Blocker maka akan bereaksi sebaliknya yaitu penurunan tekanan darah. Contoh obatnya yaitu : Prasozin dan Terasozin. Umumnya obat-obatan golongan ini digunakan untuk terapi hipertensi.b)2 BlockerObat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor 2. Reseptor ini jika berinteraksi dengan suatu agonis maka akan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin pada ujung syaraf. Obat golongan ini jarang digunakan pada klinik. Contoh obatnya yaitu :Yohimbin yang digunakan untuk terapi gangguan ereksi.c)Non selective BlockerObat ini bekerja secara tidak spesifik pada reseptor yaitu dapat berinteraksi baik pada reseptor 1 maupun pada reseptor 2. Contoh obatnya yaitu Fentolamin.d)1 BlockerObat golongan ini mengakibatkan penurunan frekuensi dan denyut jantung, karena reseptor ini berada dalam otot jantung. Contoh obatnya yaitu : asebutolol, betaksolol, metoprolol, dll.e)2 BlockerObat ini setelah bereaksi dengan menghambat aktivitas reseptor tersebut oleh suatu agonis. Obat ini mempunyai efek yaitu kontriksi saluran pernafasan. Contoh obatnya yaitu propanolol, tetapi reseptor ini bekerja secara tidak selektif, yaitu dapat mengeblok pada kedua reseptor.

OBAT PELUMPUH OTOT (MUSLE RELAXANT)

BAB IITINJAUAN TEORITIS

A.PengertianObat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan pembedahan untuk memudahkan pelaksanaananestesidan memfasilitas intubasi.Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.

B.Farmakologi Obat Pelumpuh OtotRelaksasi otot jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan memfasilitasi intubasi trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls saraf padaneuromuscular junction.1.Fisiologi Transmisi Saraf OtotDaerah diantara motor neuron dan sel sarafdisebutneuromuscular junction. membran selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm) yang disebut sebagai celah sinaps. Ketika potensial aksi mendepolarisasi terminal saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated calcium channels menuju sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada daerah khusus di membran otot yaitumotor end plate.Motor end platemerupakan daerah khusus yang kaya akan reseptor asetilkolin dengan permukaan yang berlipat-lipat.

Gambar 2.1Neuromuscular Junction

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda. Padaneuromuscular junction, reseptor ini terdiridari 5 sub unit protein, yaitu 2 sub unit , dan 1 sub unit , ,dan . Hanya kedua sub unit identik yang mampu untuk mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat pengikatan berikatan dengan asetilkolin, maka kanal ion di intireseptor akan terbuka. Kanal tidak akan terbuka apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor yang diduduki asetilkolin, potensialmotor end plateakan cukup kuat untuk mendepolarisasi membran perijunctional yang kaya akan kanal natrium.

Gambar 2.2Struktur reseptor asetilkolin

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

Ketika potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium akan terbuka dan kalsium akan dikeluarkan dari reticulum sarkoplasma. Kalsium intraseluler ini akan memfasilitasi aktin dan myosin untuk berinteraksi yang membentuk kontraksi otot. Kanal natrium memiliki dua pintu fungsional, yaitu pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu ini terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas tergantung tegangan. Asetilkolim cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase menjadi asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah repolarisasi.2.Farmakokinetik Pelumpuh OtotSemua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi dengan kurang baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati, ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium, atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Umur juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot.Neonatus dan infant memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi perubahan volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui sensitivitas yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan aliran darah renal yang menurun menyebabkan klirens yang menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.3.Farmakodinamik Pelumpuh OtotObat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.a.RespirasiParalisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir lumpuh.b.Efek kardiovaskularHipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan gallamine, rocuronium, dan pancuronium.c.Pengeluaran histaminD-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui pada wanita dengan riwayat atopi.

C.Obat Pelumpuh OtotObat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare). Obat pelumpuh otot depolarisasi sangat menyerupai asetilkolin, sehingga ia bisa berikatan dengan reseptor asetilkolin dan membangkitkan potensial aksi otot. Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, sehingga konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang mengakibatkan perpanjangan depolarisasi dimotor-end plate. Perpanjangan depolarisasi ini menyebabkan relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium bawah tergantung waktu, Setelah eksitasi awal dan pembukaan, pintu bawah kanal natrium ini akan tertutup dan tidak bisa membuka sampai repolarisasimotor-end plate.Motor end-platetidak dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot depolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin; Hal ini disebut denganphase I block. Setelah beberapa lama depolarisasi end plate yang memanjang akan menyebabkan perubahan ionik dan konformasi pada reseptor asetilkolin yang mengakibatkanphase II block, yang secara klinis menyerupai obat pelumpuh otot nondepolarisasi.Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin akan tetapi tidak mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, maka potensial end-plate tidak terbentuk. Karena obat pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari neuromuscular junction dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase. Sedangkan obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak dimetabolisme baik oleh asetilkolinesterase maupun pseudokolinesterase. Pembalikan dari blockade obat pelumpuh otot nondepolarisasi tergantung pada redistribusinya, metabolisme,ekskresi oleh tubuh dan administrasi agen pembalik lainnya (kolinesteraseinhibitor).1.Pelumpuh Otot DepolarisasiPelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase.a.Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki onset yang cepat (30-60 detik) danduration of actionyang pendek (kurang dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang mencapaineuromuscularjunction.Duration of actionakan memanjang pada dosis besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang memanjang.1)Interaksi obata)Kolinesterase inhibitorKolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.b)Pelumpuh otot nondepolarisasiSecara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan antagonis dari fase I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.2)DosisKarena onsetnya yang cepat danduration of actionyang pendek, banyak dokter yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.3)Efek samping dan pertimbangan klinisKarena risikohiperkalemia,rabdomiolisisdancardiac arrestpada anak dengan miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :Nyeri otot pasca pemberianPeningkatan tekanan intraokularPeningkatan tekakana intrakranialPeningkatan tekakanan intragastrikPeningkatan kadar kalium plasmaAritmia jantungSalivasiAlergi dan anafilaksis2.Obat pelumpuh otot nondepolarisasia.PavulonPavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.b.Atracurium1)Struktur fisikAtracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.2)Dosis0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi.Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus.Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.3)Efek samping dan pertimbangan klinisHistamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kgc.Vekuronium1)Struktur fisikVekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.2)Metabolisme dan eksresiTergantung dari eksresi empedudan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi, perubahan klirens obat atau terjadi polineuropati.Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis.Efek pelemas otot memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.3)DosisDosis intubasi 0,08 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 20 menit. Drip 1 2 mcg/kg/menit.Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan padahepatic blood flow.Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.d.Rekuronium1)Struktur FisikZat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.2)Metabolisme dan eksresiEliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolongdurasi.3)DosisPotensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.4)Efek samping dan manifestasi klinisOnset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

D.Pemilihan Pelumpuh OtotKarakteristik pelumpuh otot ideal :1.Nondepolarisasi2.Onset cepat3.Duration of actiondapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat diantagoniskan dengan obat tertentu4.Tidak menginduksi pengeluaran histamin5.Potensi6.Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak memiliki aksi farmakologi.Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :1.Ultra-short acting, contoh : suxamethonium2.Short duration. Contoh: mivacurium3.Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium, cisatracurium4.Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium, pipecuronium.Pelumpuh otot yang disarankan :1.Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan dapat dipakai rocuronium2.Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakitjantung parah)-vecuronium3.Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium ataumivacurium4.Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium5.Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallaminTanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :1.Cegukan (hiccup)2.Dinding perut kaku3.Ada tahanan pada inflasi paru.

E.Penawar Pelumpuh OtotAntikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi,kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)