farmasi fisika - kelarutan.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di bidang farmasi, seringkali terhubung dengan fenomena-fenomena yang terkait
dengan reaksi kimia maupun fisika. Untuk mempelajari salah satu kaitan tersebut, ahli
farmasi mempelajari Farmasi Fisika. Ilmu inilah yang memuat hubungan farmasi dalam
konsep dunia fisika. Salah satu fenomena fisika yang kerap muncul yaitu fenomena yang
berhubungan dengan larutan.
Secara global, larutan telah banyak dikenal semua kalangan dan dapat ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, teh, larutan garam dan gula (oralit), sirup, dan lain
sebagainya. Begitu pula bagi ahli farmasi khususnya tenaga teknis kefarmasian, larutan tidak
akan lepas penggunannya dalam setiap kegiatan farmasi seperti meracik obat.
Larutan terjadi jika sebuah bahan padat tercampur atau terlarut secara kimia maupun
fisika ke dalam bahan cair. Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut
dengan zat terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut (Syamsuni, 2007).
Larutan dapat pula didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen
yang membentuk suatu dispersi molekular yang homogen, merupakan satu fase. Larutan
hanya terdiri dari dua zat saja yaitu solut (zat terlarut) dan solven (pelarut) (Moechtar, 1989).
Larutan erat kaitannya dengan kelarutan. Kelarutan itu sendiri merupakan sebuah
peristiwa yang tidak lepas dalam suatu reaksi kimia. Kelarutan adalah interaksi dua zat atau
molekul atau lebih sehingga terdapat kemungkinan-kemungkinan kimia yaitu bereaksi,
bercampur, atau tidak bercampur.
Adapun kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen.
Pengetahuan tentang kelarutan ini sangat penting untuk ahli farmasi, sebab dapat
membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat,
membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis (di bidang farmasi) dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji
kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai sifat-sifat yang berhubungan dengan
itu juga memberi informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan
pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang
lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah :
1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelarutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Larutan
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut
pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam
konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan,
seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan,
misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam
cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi
(campuran logam) dan mineral tertentu (Martin, 1990).
B. Tipe Larutan
Tipe larutan yang paling umum kita temui adalah larutan yang terdiri atas solut yang
terlarut dalam zat cair. Larutan yang berbentuk cair dapat dibuat dengan melarutkan zat
padat dalam zat cair (contohnya NaCl dalam air), melarutkan zat cair dalam zat cair
(contohnya etilen-glikol dalam air, larutan anti beku), atau melarutkan gas dalam zat cair
(contohnya CO2 dalam air, efferfescens).
Selain larutan cair adapula larutan gas seperti atmosfer yang mengelilingi dunia dan
larutan padat. Larutan padat antara lain “alloy” (campuran dari logam-logam) sebagai
contohnya yaitu larutan padat substitusional dan larutan padat interstisial. Larutan padat
substitusional terjadi apabila atom-atom, molekul-molekul, atau ion-ion dari suatu zat padat
mengambil tempat di antara partikel-partikel zat padat lain di dalam kisi kristalnya. Larutan
padat interstisial merupakan tipe lain dan terbentuk karena atom-atom zat padat satu
menempati void-void atau “intertices” yang ada di antara atom-atom kisi zat padat lainnya
(Moechtar, 1989).
C. Konsentrasi
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut
di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut
dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per
juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat
dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).
D. Jenis-Jenis Larutan
Larutan dapat diklasifikasikan misalnya berdasarkan fase zat terlarut dan pelarutnya.
Tabel berikut menunjukkan contoh-contoh larutan berdasarkan fase komponen-
komponennya.
Contoh larutanZat terlarut
Gas Cairan Padatan
Pelarut
Gas
Udara (oksigen
dan gas-gas lain
dalam nitrogen)
Uap air di udara
(kelembapan)
Bau suatu zat
padat yang timbul
dari larutnya
molekul padatan
tersebut di udara
Cairan Air terkarbonasi
(karbon dioksida
dalam air)
Etanol dalam air,
campuran berbagai
hidrokarbon (minyak
bumi)
Sukrosa (gula)
dalam air, natrium
klorida (garam
dapur) dalam air,
amalgam emas
dalam raksa
Padatan
Hidrogen larut
dalam logam,
misalnya platina
Air dalam arang aktif,
uap air dalam kayu
Aloi logam seperti
baja dan
duralumin
Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan dapat dibedakan sebagai
larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit mengandung zat elektrolit
sehingga dapat menghantarkan listrik, sementara larutan non-elektrolit tidak dapat
menghantarkan listrik.
E. Pelarutan
Ion natrium tersolvasi oleh molekul-molekul air. Molekul komponen-komponen
larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan
antar partikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut
dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk
suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara
zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu
titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya
berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat
larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah
maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh
larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan
kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut
dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat,
walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang
peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas
dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu.
F. Larutan Ideal
Bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar dengan interaksi
antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan murni, terbentuklah suatu
idealisasi yang disebut larutan ideal. Larutan ideal mematuhi hukum Raoult, yaitu bahwa
tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan.
Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi
hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Contoh larutan yang dapat dianggap ideal
adalah campuran benzena dan toluena.
Ciri lain larutan ideal adalah bahwa volumenya merupakan penjumlahan tepat volume
komponen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal, penjumlahan volume zat
terlarut murni dan pelarut murni tidaklah sama dengan volume larutan (Martin, 1990).
G. Tekanan Uap Larutan
Suatu larutan terjadi, maka sifat-sifat fisiknya tidak lagi sama dengan sifat fisik solven
atau solutnya, tapi tergantung pada konsentrasi komponen-komponen yang membentuk
campuran tersebut. Satu sifatnya yaitu tekanan uap dari larutan.
Untuk suatu larutan di mana solut, yang tidak mudah menguap dan tidak terdisosiasi,
terlarut dalam solven (berarti solut sendiri mempunyai kecenderungan sedikit sekali untuk
berdisosiasi atau lepas dari larutan dan memasuki fase gas), maka tekanan uapnya hanya
ditimbulkan oleh solven larutan. Tekanan uap tersebut diberikan oleh hukum Raoult, yang
menyatakan bahwa tekanan uap dari larutan pada temperatur tertentu sama dengan fraksi
molar dari solven dalam fase cair dikalikan dengan tekanan uap dari solven murni pada
temperatur yang sama atau
Plarutan = Xsolven P°solven
Suatu larutan yang mengandung 95 mol % air dan 5 mol % solut yang tidak menguap
seperti gula, akan mempunyai suatu tekanan uap hanya 95% dari tekanan uap murni air.
Kalau dinyatakan secara kualitatif, maka tekanan uap dari larutan diturunkan oleh
penambahan solut yang tidak mudah menguap.
Besarnya tekanan uap keseimbangan ditentukan oleh kecepatan penguapan dari
permukaan zat cair. Jika kecepatannya tinggi, molekul dalam konsentrasi besar harus ada
dalam uap pada keadaan setimbang sedemikian rupa hingga kecepatan kembalinya ke
dalam zat cair juga tinggi. Sebaliknya jika kecepatan penguapan rendah, maka konsentrasi
molekul juga rendah dalam fase uap. Karena kecepatan penguapan dari larutan lebih rendah
daripada solven murni. Oleh karena itu, tekanan uap kesetimbangannya lebih rendah untuk
larutan daripada solven murni.
Karena hanya solven yang dapat menguap, maka fraksi molekul pada permukaan
larutan yang dapat meninggalkan zat cair tergantung pada fraksi dari semua molekul pada
permukaan, yaitu molekul-molekul solven, yang merupakan ratio dari jumlah mol dari
partikel-partikel yang ada di permukaan. Ratio ini merupakan fraksi molar dari solven. Jika
larutan terdiri dari 95 mol % solven, maka kecepatan penguapan dari larutan hanya
dilakukan oleh 95% dari solven sendiri. Karena itu tekanan uap kesetimbangan berkurang
menjadi 95% dari tekanan uap untuk solven murni. Hasil ini sama dengan jika kita peroleh
dengan menggunakan hukum Raoult (Moechtar,1989).
H. Kelarutan
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan
pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah
yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Kelarutan obat dapat
dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S Pharmacopeia dan National Formulary,
kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut dalam 1 gram zat terlarut.
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam
air. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi
dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam
air. Istilah “tak larut” (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang menstabil
(Martin,1990).
I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
Sifat dari solut dan solven
Solut yang polar akan larut dalam solven yang polar pula. Misalnya garam-garam
anorganik larut dalam air. Solut yang nonpolar larut dalam solven yang nonpolar pula.
Misalnya alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
Kosolvensi
Kosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan
pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit.
Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi
umumnya adalah :
Dapat larut dalam air : Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2.
Semua garam nitrat larut kecuali nitrat basa. Semua garam sulfat larut kecuali
BaSO4, PbSO4, CaSO4.
Tidak larut dalam air : Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2,
semua garam fosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.
Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut
dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan
panas.
Beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :
Zat-zat yang atsiri, contohnya : etanol dan minyak atsiri.
Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
Saturatio
Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : aqua calsis.
Salting Out
Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama
atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak
atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solven menjadi lebih besar. Contohnya : riboflavin tidak larut dalam air tetapi
larut dalam larutan yang mengandung nicotinamida.
Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut
dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : iodium larut
dalam larutan KI atau NaI jenuh.
Kecepatan Kelarutan
Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :
Ukuran partikel : makin halus solut, makin kecil ukuran partikel; makin luas
permukaan solut yang kontak dengan solven, solut makin cepat larut.
Suhu : umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelarutan solut.
Pengadukan (Martin, 1990).
J. Pengaruh Tekanan Pada Kelarutan
Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair
atau zat padat dalam solven zat cair. Tapi, kelarutan gas selalu bertambah dengan
bertambahnya tekanan. Minuman yang diberi CO2 (effefescens) misalnya, ia dimasukkan ke
dalam botol di bawah tekanan untuk meyakinkan adanya CO2 dalam konsentrasi yang tinggi.
Sekali botol dibuka, minuman tersebut dengan cepat akan kehilangan gas-gas CO2nya,
kecuali kalau ditutup kembali.
Bayangkan apabila suatu zat cair dijenuhi dengan solut dan larutan yang
berhubungan dengan gas pada beberapa tekanan tertentu. Di sini didapatkan
kesetimbangan di mana molekul-molekul solut meninggalkan larutan dan memasuki fase
uap dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan molekul gas yang memasuki larutan.
Kecepatan molekul memasuki larutan tergantung dari jumlah tabrakan per detik yang
dialami gas dengan permukaan zat cair dan demikian pula kecepatan molekul solut yang
meninggalkan larutan tergantung dari konsentrasinya. Apabila kita tambah tekanan gasnya,
molekul-molekulnya akan lebih didekatkan satu sama lain dalam jumlah tabrakan per detik
antara molekul-molekul gas dengan permukaan zat cair lebih besar. Jika hal ini terjadi,
kecepatan molekul solut (gas) memasuki larutan juga menjadi lebih besar, tidak sebanding
dengan kecepatannya meninggalkan air. sebagai hasilnya konsentrasi dari molekul solut
dalam larutan naik sampai kecepatannya memasuki larutan.
Hubungan kelarutan gas dengan tekanan juga dapat diterangkan dengan
menggunakan kaidah Le Chatelier. Kita dapat menyatakan kesetimbangannya dengan
persamaan sebagai berikut :
Solut (g) + solven (c) ↔ larutan (c)
Menurut kaidah Le Chatelier, suatu kenaikan tekanan pada sistem tersebut pada
keadaan kesetimbangannya menyebabkan posisi kesetimbangannya menggeser ke arah
yang menyebabkan penurunan tekanan. Jika reaksi berlangsung kanan maka lebih banyak
solut gas yang larut, jumlah solut dalam fase gas akan berkurang. Suatu pengurangan jumlah
mol gas yang menyebabkan penurunan tekanan. Jadi suatu penambahan tekanan dari luar
akan menyebabkan kenaikan kelarutan gas, dan proses inilah yang menyebabkan tekanan
turun ke arah harga semula.
Secara kuantitatif, pengaruh tekanan pada kelarutan gas diberikan oleh hukum Henry,
yang menyatakan bahwa konsentrasi solut (gas) dalam larutan Cg, adalah berbanding lurus
dengan tekanan parsiil dari gas yang berada di atas larutan, yaitu :
Cg = KgPg
Dimana Kg adalah tetapan hukum Henry. Hubungan ini memungkinkan kita
menghitung kelarutan gas pada tekanan tertentu, asal kita tahu kelarutannya beberapa
pada tekanan lain (Moechtar,1989).
PENUTUP
KESIMPULAN
Kelarutan suatu zat merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu proses formulasi
sediaan obat. Karena ini digunakan untuk memperkirakan kecepatan absorpsi obat dan
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu obat di dalam
tubuh. Ketersediaan hayati sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam
media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Kelarutan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh
pada temperatur tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai molekuler homogen.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum
larutan yang dapat dibuat dari bahan pelarut tersebut. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut
larutan jenuh.
Kelarutan suatu zat terutama obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain.
Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen merupakan faktor yang jauh lebih
berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol momen yang
tinggi. Selain itu, kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut.
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan di samping konstanta dieletrik
pelarut, adapula akibat pengaruh pH, temperatur, jenis pelarut (pada percobaan pertama),
bentuk dan ukuran partikel, surfaktan, serta efek garam. Semakin kecil ukuran partikel zat
maka akan mempercepat kelarutan zat itu sendiri. Dan dengan adanya garam justru dapat
mengurangi kelarutan zat tersebut.
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur. Semakin tinggi
temperatur maka semakin tinggi pula kelarutan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/bab-i-kelarutan-12102644
http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/bab-ii-kelarutan-12102649
http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/bab-v-kelarutan