fakultas keguruan dan ilmu pendidikan …...mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial merupakan salah...

31
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS IV TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB BINA TARUNA MANISRENGGO KLATEN TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Diajukan Oleh : Suroso X.5107662 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: buidiep

Post on 11-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS IV

TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB BINA TARUNA

MANISRENGGO KLATEN

TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Diajukan Oleh :

Suroso X.5107662

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah mata

pelajaran yang ada pada kurikulum sekolah luar Biasa. Mata pelajarn IPS ini

diberikan pada jenjang SDLB , SMPLB dan SMALB. Mata pelajaran IPS ini

diberikan pada siswa tunagrahita dengan tujuan agar siswa dapat mengikuti

perubahan dan perkembangan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Mata

pelajaran Ilmu pengethuan Sosial ini memuat kajian manusia , tempat dan

lingkungan, sistem sosial dan budaya, perilaku ekonomi dan kesejahteraan,

serta waktu.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai cabang ilmu

sosial memberi andil besar dalam pembentukan Sumber Daya Manusia

termasuk sumber daya manusia yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini

merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan khusus

yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus.. Namun, berdasarkan

pengamatan dan pengalaman penulis selama menjadi guru sekolah luar biasa

menemukan berbagai masalah dalam penyampaian pembelajaran IPS masalah

tersebut antara lain :a) ketika diberi pekerjaan rumah (PR) IPS, banyak anak

yang tidak mengerjakan, b) saat mengerjakan latihan anak terlihat enggan

untuk mengerjakan soal, c) ketika mengikuti pembelajaran IPS siswa banyak

yang tidak memperhatikan.

Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus

yang memiliki kondisi lemah dalam kemampuan berfikir. Akibat dari

lemahnya kemampuan berfikir tersebut anak mengalami hambatan dalam

segala aspek kehidupannya. Aspek yang sangat peran dalam kehidupan

adalah aspek sosial. Aspek ini akan sangat berpengaruh dalm pergaulan

hidupnyaa ataupun dalam menghadapi persoalan-persoalan sosial. Sehingga

agar mereka dapat hidup bersosialisasi dengan masyarakat maka perlu adanya

1

3

pendidikan sosial yang dapat memberikan pengetahuan tentang pendidikan

sosial.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut memang yang menjadi peran

yang penting dan utama adalah guru. Guru sebagai manager kelas harus

memiliki keterampilan mengajar yang profesional terutama kreatifitas dalam

mengajar. Menghadapi perubahan jaman yang secara global ini guru tidak

hanya mengandalkan pola mengajar seperti yang sudah-sudah diberikan pada

masa lampau, namun guru diharapkan sudah mulai berfikir kritis dan

mengikuti perkembangan zaman yang ada.

Selain itu untuk mengatasi masalah di atas penulis berupaya

meningkatkan pembelajaran mata pelajaran IPS dengan model kontektual

learning. Model kontektual learning merupakan suatu model pembelajaran

yang berprinsip belajar dengan lingkungan yang sebenarnya. Pendekatan

konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan

melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya

sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya

berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali

siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian

proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru

dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan

prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.

Melalui penerapan model ini guru akan selalu aktif dan inovatif dalam

pembelajarannya. Pembelajaran melalui kontektual learning memang sudah

banyak di terapakan pada sekolah umum, namun untuk sekolah pendidikan

luar biasa khususnya pada anak tuangrahita belum banyak yang menerapkan

sehingga pada kesempatan ini penulis mengimplementasik...lll;;;;;,,,,,,an

pendekatan kontektual dalam mata pelajaran IPS.

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah

sebagai berikut : Apakah penerapan model pembelajaran kontekstual pada

matapelajaran IPS dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa Tunagrahita

kelas IV SDLB SLB Binataruna Klaten tahun pelajaran 2008/2009?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model

Pembelajaran kontektual dalam meningkatkan prestasi belajar Mata

Pelajaran IPS siswa kelas IV SLB Binataruna Manisrenggo Klaten Tahun

2008/2009.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini sangat bermanfaat, baik bagi siswa , guru mata pelajaran,

maupun guru pada umumnya serta orang tua, yakni :

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya,

menjawab, dan mengemukakan pendapat, memberikan makna

pembelajaran bagi siswa, dan meningkatkan kerja sama siswa. Sehingga

memotivasi siswa untuk berprestasi.

2. Bagi guru Mata Pelajaran, dapat meningkatkan keterampilan dalam

pengembangan pendekatan, metode, atau model dalam proses

pembelajaran, serta keterampilan dalam penggunaan media pembelajaran.

3. Bagi lembaga

Dapat menjadikan bahan kajian dalam pengembangan model pembelajaran

mata pelajaran yang lain.

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan tentang anak tunagrahita ringan

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Definisi dari American Association on Mental Deficiency (AAMD)

yang dikutip oleh Mumtazah (007:12) adalah bahwa Tunagrahita mengacu

pada fungsi intelektual umum yang nyata berada di bawah rata-rata

bersamaan dengan kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan

berlangsung dalam masa perkembangan. Anak tunagrahita ringan adalah

mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di samping

itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,

yang sulit dan berbelit-belit. Mereka kurang, terbelakang atau tidak

berhasil bukan untuk sehari dua hari tetapi hampir segala-galanya, lebih-

lebih dalam hal pelajaran. Kecerdasan rata-rata ditentukan oleh tes

intelegensi. Misalnya anak berumur 12 tahun baru dapat mengerjaan

pekerjaan anak umur tujuh tahun atau lima tahun. Kekurangan dalam

adaptasi tingkah laku maksudnya adalah anak tidak atau kurang mampu

melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak

usia di bawahnya .

Manurut Siti Sundari (1981:17-18), memberikann batasan anak

tunagrahita rirngan sebagai anak yang mempunyai IQ 50/55-70/75 dan

masih dapat di didik dalam keterampilan hidup sehari-hari serta dapat

mencapai kelas IV sekolah dasar. Oleh karena itu anak tunagrahita ringan

masih dapat diajar dalam bidang kemampuan dasar berupa, menulis dan

matematika secara sederhana.

Selanjutnya Suparlan (1989:29), anak tunagrahita ringan disebut

anak debil yaitu anak yang keadaannya lebih ringan dibandingkan dengan

anak embesil yang tingkat kecerdasannya IQ 25-50, sedangkan anak

tunagrahita ringan memiliki kecerdasan IQ 50/55 - 70/75.

4

6

Memperhatikan dari tiga pengertian di atas, maka dapat ditegaskan

bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai intelektual di

bawah rata-rata, kemampuan berpikirnya rendah, perhatian dan daya

ingatnya lemah, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan

dalam bidang akademis yang sederhana seperti matematika, menulis dan

membaca.

b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Dilihat secara fisik anak tunagrahita ringan tidak ada perbedaan

dengan anak normal pada umumnya, tetapi secara psikis berbeda dengan

anak normal. Lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya.

Mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak tetapi mereka masih dapat

mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah

khusus. Umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama

dengan anak umur 12 tahun.

Menurut Tamsik dan Tejaningsih (1988:42-45), membagi ciri-ciri

anak tunagrahita ringan menjadi tiga bagian, yakni : ciri-ciri jasmaniah,

ciri-ciri rokhaniah, ciri-ciri sosial. Yang termasuk ciri-ciri jasmaniah

meliputi bentuk kepala, mata, hidung dan bentuk tubuh lainnya tidak

berbeda dengan anak normal, sedangkan ciri-ciri rokhaniah meliputi

kemampuan berfikir rendah sehingga sulit untuk memecahkan masalah

walaupun sangat sederhana, perhatian dan daya ingatnya lemah, sehingga

tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan serius. Adapun ciri-ciri

sosial anak tunagrahita ringan yang dapat diamati meliputi kurang dapat

mengendalikan diri, tidak dapat menghayati norma-norma sosial yang

berlaku dimasyarakat, sehingga tidak dapat mempertimbangkan baik dan

buruk, boleh dan tidak boleh.

Menurut AAMD (Amin, 1995-24), anak tunagrahita ringan sebagai

anak yang mempunyai IQ 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun

bergaul mampu menyesuaikam diri pada lingkungan sosial yang lebih luas

dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil, mereka mampu

mandiri di masyarakat dan mampu didik.

7

Astati (2001:5), anak tunagrahita ringan ketrampilan motoriknya

lebih rendah dari anak normal, karakteristik fisik tidak jauh berbeda

dengan anak normal, menyebabkan tidak terdeteksi sejak awal sebelum

masuk sekolah. Anak terdeteksi ketika mulai masuk sekolah baik di

sekolah tingkat pra atau sekolah dasar, dengan menampakan ciri ketidak

mampuan di bidang akademik maupun kemampuan pelajaran di sekolah

yang membutuhkan keterampilan motorik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan karakteristik anak

tunagrahita ringan adalah sebagai berikut :

a. Kondisi fisik anak tunagrahita ringan meliputi : bentuk kepala, mata,

hidung dan bentuk tubuh tidak jauh berbeda dengan anak normal pada

umumnya.

b. Kondisi psikis anak tunagrahita ringan meliputi : kemampuan berpikir

rendah, perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan

untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan

intelektualnya, anak menjadi pelupa, cepat bosan, sulit konsentrasi dan

sifatnya yang kekanak-kanakan.

c. Kondidsi kognitif anak tunagrahita ringan: kesulitan berfikir abstrak

dan keterbatasan di bidang kognitif ini berimplikasi pada aspek

kemampuan lainnya yang digunakan untuk proses belajar, yaitu

meliputi perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi.

2. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPS

a. Pengertian IPS

Menurut Somantri (2000: 3) mengemukakan bahwa batasan

Pembelajaran IPS ini digambarkan sebagai “program pendidikan yang

memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanities

yang diorganisasi dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk

tujuan pendidikan”. Pendapat yang senada disampaikan Al Muchtar

(2001: 32) bahwa “Pembelajaran IPS merupakan berbagai macam

pengorganisasian ilmu-ilmu sosial dan kegiatan-kegiatan dasar manusia

8

dengan segala permasalahannya, yang diorganisir dan disajikan secara

ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan FIPS –Pacsasarjana.

Sedangkan (Max Helly, 1989: 60-63) menjelaskan bahwa Pembelajaran

IPS ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan

yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam

fisik maupun lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari

berbagai ilmu sosial seperti geografi, penyederhanaan dari ilmu-ilmu

sosial, termasuk di dalamnya sosiologi, sejarah, ekonomi, antropologi,

politik, psikologi. Sejalan dengan itu, Kenworthy (1973) menegaskan

pula bahwa pada kenyataannya dapat disebutkan antropologi, sosiologi,

ekonomi, geografi, ilmu politik, sejarah dan psikologi merupakan

lapangan pendidikan IPS, dan PIPS pun berkaitan erat dengan seni dan

musik, agama, dan filsafat serta ilmu-ilmu lainnya.

Sedangkan menurut Kurikum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

dari Puskur seperti dikutib oleh E. Mulyasa (2006: 125) dikatakan

bahwa :

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi

yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran

IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.

Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat

menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung

jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan

berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan

setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk

mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis

terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan

bermasyarakat yang dinamis.

9

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan

terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan

keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan

tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang

lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa

Pembelajaran IPS merupakan program pendidikan/ bidang studi yang

mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial

di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu,

sedangkan pengertian ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang

berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang

ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Tujuan Pembelajaran IPS

Seperti yang tertulis dalam Garis-garis Program Pembelajaran

(GBPP,1994) seperti yang dikutib oleh H. Purwanto (1999: 199) dikatakan

bahwa Mata Pelajaran IPS SD bertujuan agar siswa mampu mengembangkan

pengetahuan dan ketrampilan dan ketrampilan dasar yang berguna bagi

dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran sejarah bertujuan agar siswa

mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyakarat

Indonesia sejak masa lalu hingga kini, sehingga siswa memiliki kebanggan

sebagai bangsa Indonesaia dan cinta tanah air. Sedangkan Mulyasa (2006:

125) menuliskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

kehidupan sosial

10

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

nasional, dan global.

c. Ruang Lingkup IPS SDLB

Ruang Lingkup IPS menurut KTSP talah ditetapkan oleh

Depdiknas seperti yang dikutib oleh E. Mulyasa (2006: 126)

disebutkan sebagai berikut:

1). Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2). Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3).Sistem Sosial dan Budaya

4).Waktu, keberlanjutan dan perubahan

d. Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan

sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan

dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa

manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran

siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan

menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa

melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan

pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indokator pembelajarn

kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu

1). modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-

tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),

2). questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,

mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi),

11

3). learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok

atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan),

4). inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,

menemukan),

5). constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-

aturan, analisis-sintesis),

6). reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut),

7). authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran,

penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio,

penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

B. Kerangka Pikir

Mata pelajarn IPS merupakan ilmu mata pelajaran yang memiliki materi

dengan metode hafalan yang cukup banyak. Mata pelajaran ini pada siswa

sekolah umum banyak yang malas mengikuti karena dengan materi hafalan-

hafalan yang diberikan. Secara umum preatasi belajar IPS memiliki tingkat

yang rendah sehingga ini menimbulkan permasalahan di dunia pendidikan

khususnya dalam mata pelajaran IPS.

Di sekolah luar biasa khususnya pada anak tunagrahita juga mmeperoleh

mata pelajaran IPS. Hasil prestasi mereka juga kurang dapat dibanggakan. Hal

ini dapat dimaklumi karena kondisi mereka yang memiliki kecerdasan dibawah

rata-rata. Meskipun prstasi belajar mereka rendah yang diharapkan dari mereka

adalah mereka memperoleh ilmu pengetahuan sosial dapat sebagai upaya untuk

menghadapi permasalahan-yang ada di lingkungan hidupnya.

Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut maka diterapkan moedl

pembelajaran kontektual. Metode pembelajaran ini diharapkan dapat

mempermudah materi yang disampaikan.sehingga prestasi belajar mata

pelajaran IPS akan meningkat.

12

C. Hipotesis

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah bahwa pembelajaran dengan

penerapan model kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu

Pengetahuan Sosial pada Siswa Kelas IV SDLB Tunagrahita Ringan Di SLB

Binataruna Manisrenggo Klaten Tahun Pelajaran 2008/2009.

Kemampuan awal prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial anak rendah

Pembelajaran IPS dengan metode kontekstual menggunakan macam-macam tempat ekonomi

Kemampuan akhir diduga dengan metode kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar IPS anak Tunagrahita

13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Bina Taruna Manisrenggo Klaten Jawa

Tengah dan lingkungan sekitar sekolah yang menjadi tempat-tempat ekonomi.

Adapun yang menjadi tempat penelitian antara lain pasar, took, bank,

pegadaian .

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan bulan Mei

2009.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (1989:89) adalah

keadaan atau orang, variable melekat yang dipermasalahkan. Subyek dalam

penelitian ini adalah siswa kelas IV SDLB tunagrahita Ringan. Penentuan

subyek ini sesuai dengan tugas mengajar peneliti sebagai guru kelas di kelas

II. Subyek dalam penelitian ini jumlahnya ada 3 anak.

C. Data dan sumber data

Data dalam penelitian ini berupa prestasi belajar Ilmu Pengetahuan sosial dan

proses pembelajaran dengan pendekatan konstektual.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah :

1. guru kelas III

2. siswa Kelas III SDLB

3. Kepala sekolah

4. Pedagang/ pemilik warung

5. Hasil prestasi siswa selama penelitian ini berlangsung.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Tes

Tes adalah salah satu kegiatan untuk mengetahui kemampuan individu.

Menurut Nurul Zuriah(2001:139) tes adalah sejumlah pertanyaan yang

disampaikan pada sesorang atau sejumlah orang untuk mengungkapkan

12

14

keadaan atau tingkat perkembangan salah satu atau beberapa aspek

psikologis ( prestasi belajar, minat, bakat, sikap, kecerdasan, reaksi

motorik, dan berbagai aspek lainnya) dalam diri obyek. Selanjutnya

Suharsimi Arikunto (2002:127) memberikan pengertian tes adalah

serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tes prestasi belajar IPS.

2. Observasi

Teknik observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.

Menurut Hadari Nawawi (1991: 104) ada beberapa cara pelaksanaan

observasi antara lain adalah sebagai berikut :

a.) Observasi partisipan yaitu pengamatan yang dilakukan observer dengan

ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan

diobservasi.

b.) Observasi non partisipan yaitu pengamatan yang dilakukan observer

dengan tanpa ikut secara langsung dalam kegiatan yang diobservasi.

Adapun peran observer dalam pelaksanaan observasi, sebagai berikut:

1) Observasi partisipan

Obesrvasi partisipan yaitu orang yang melakukan pengamatan

berperan serta ikut mengambil bagian dalam kehidupan atau kegiatan

obyek yang diobservasi.

2) Observasi non partisipan

Observasi non partisipan yaitu observer tidak berperan serta

mengambil bagian dalam kegiatan obyek yang diteliti.

3) Observasi sistematik ( structural observation)

Observasi sistematik yaitu observasi yang diselenggarakan dengan

menentukan secara sistematik faktor-faktor yang akan diobservasi

lengkap dengan kategorinya.

15

3. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

membantu menjelaskan kondisi yang akan digambarkan peneliti yang

dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan sumber data. Alat

yang dipergunakan dalam wawancara adalah panduan wawancara. Teknik

ini dipergunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan

tujuan, pengembangan, dan aspek-aspek yang menunjang maupun

menghambat. Wawancara dalam kegiatan ini adalah dilakukan dengan

siswa dan kolabor . wawancara difokuskan pada kegiatan yang telah

dilakukan sehingga dapat memberikan masukan secara langsung pada saat

pembelajaran berikutnya.

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mengungkap data yang

bersifat dokumenter yang terpampang dan dapat dibaca. Dokumentasi

yang dilakukan pada penelitian ini adalah berupa pengambilan hasil foto

dan gambar hidup melalui handicam.

E. Validitas Data

Untuk memperoleh data yang benar –benar valid sesuai dengan

tujuan penelitian ini maka validitas data yang digunakan adalah dengan

trianggulasi data,. Triangulasi data dilakukan dengan mengumpulakn dari

berbagai sumber data yang kemudian dilakukan verifikasi terhadap data

tersebut.

F. Teknik analisis data

Menurut Moleong (1998:103) teknik analisis data adalah proses

penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti

menggolongkannya dalam pola, tema, atau kategori tanpa adanya kategori

atau klasifikasi data, maka data tersebut akan menjadi kacau (chaos).

Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis

menjelaskan pola atau kategori mancari hubungan antara berbagai konsep

Interprestasi menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti terhadap

kondisi yang ada di lapangan atupun data yang diperoleh dari peneliti.

16

Tugas peneliti adalah mengadakan analisis data tentang data yang

diperolehnya agar diketahui maknanya, sehingga peneliti harus dapat

mengadakan analisis dengan cermat, benar, dan tepat karena itu perlu adanya

trianggulasi data. Trianggulasi data diambil dari guru yang bersangkutan

dengan . Dalam analisis data peneliti menggunakan model analisis Miles dan

Huberman (1984) yang menggunakan tiga tahap yaitu:.

1. Reduksi data

Dalam proses reduksi ini, peneliti tidak asal mengurangi data, tetapi

melakukan seleksi, memilih data apa yang relevan dan bermakna

Memfokuskan pada data yang mengarah untuk pemecahan masalah

penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab hipotesis tindakan

mengklasifikasikannya kemudian menyederhanakannya, menyusun secara

sistematik dengan menonjolkan hal-hal yang pokok dan penting serta

membuat ringkasan yang memberikan gambaran tajam tentang hasil

temuan serta maknanya

2. Penyajian data

Penyajian data yaitu hasil dari reduksi data disajikan dalam bentuk naratif

dalam bentuk lajur dalam bentuk laporan secara logik dan sistematis yang

mudah dibaca atau dipahami baik secara keseluruhan maupun bagian

bagiannya dalam kesatuan konteks. Penyajian ini dilengkapi dengan

matrik grafik atau bagan dan dirancang untuk menggabungkan informasi.

3. Menarik Kesimpulan

Dilakukan dengan melihat kembali pada reduksi data maupun pada display

data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari data yang

dianalisis. Analisa dilakukan setelah peneliti kembali dari lapangan (Mile:

dan Huberman, 1984 : 21-23). Kesimpulan merupakan intisari dari analisis

yang memberikan pernyataan tentang dampak tindakan yang dilakukan

pada efektifitas proses pembelajaran yang telah dilakukan.

17

G. Indikator Kinerja

Indikator dalam penelitian ini adalah bila ada peningkatan prestasi belajar

sesudah menerapkan pembelajaran dengan konstektual.

H. Prosedur pelaksanaan tindakan

Prosedur pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian

tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan

Peningkatan hasil belajar IPS pada anak tunagrahita ringan dengan

menggunakan model kontekstual diharapkan memberikan kemudahan

siswa dalam menerima konsep pengerjaan IPS. Adapun kegiatan persiapan

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Membuat rencana pembelajaran sesuai dengan program tahunan,

program semester dan program satuan pembelajaran serta dituangkan

pada rencana pembelajaran.

b. Menyusun strategi pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk merancang

pendekatan, metode, evaluasi yang akan digunakan serta menyusun

pengelolaan kelas yang digunakan.

c. Merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan dalam penggunaan

model kontekstual.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan berdasarkan rancangan

yang telah dilakukan adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam

tindakan kelas ini adalah

a. Guru menjelaskan tentang tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.

b. Guru menjelaskan tentang pembelajaran kontektual

c. Guru mengajak siswa langsung ke lapangan ( tempat-tempat kegiatan

ekonomi)

d.Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertransaksi dengan

para penjual ataupun orang yang ada di tempat tersebut.

18

5. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa

3. Pengamatan/ Observasi

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemampuan

siswa dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan.

pemantauan dilakukan oleh seorang guru yang telah ditunjuk. Pemantauan

terfokus pada kegiatan siswa dan kegiatan guru. Waktu pelaksanaan

dilakukan secara terus menerus selama tindakan berlangsung. Pemantauan

ini dilakukan dengan observasi dan wawancara secara langsung pada siswa

maupun pada guru .

4. Evaluasi dan refleksi

Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan untuk mengetahui

kemampuan siswa dalam menyerap materi yang disampaikan. Evaluasi

dilakukan dengan tes. Tes dilaksanakan baik sebelum tindakan diberikan

maupun setelah tindakan dilaksanakan.

Adapun refleksi dilaksanakan untuk mengetahui kelebihan dan

kelemahan pelaksanaan tindakan. Refleksi ini dilaksanakan sebelum

maupun sesudah tindakan. Dengan refleksi akan diperoleh masukan yang

dapat untuk memperbaiki tindakan berikutnya. Adapun bahan yang

direfleksikan hasil catatan pengamatan selama pelaksanaan tindakan.

Kemduian dari hasil catatan tersebut didiskusikan bersama-sama antara

kolabor dan guru.

19

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Deskripsi Kemampuan Awal Siswa

Sebelum pelaksanaan penelitian tentang penerapan metode contekstual

learning dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial maka terlebih dahulu

diadakan pretest. Prestes ini adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Kegiatan pretest ini dilakukan dua minggu sebelum kegiatan penelitian di mulai.

Adapun hasil pelaksanaan pretest adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Hasil Pretes Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV Tahun Pelajaran 2008/2009

NO NAMA Hasil Prestes

1 KKF 60

2 JMD 56

3 SSMY 65

4 HS 60

Dari hasil pretest tersebut nilai tertinggi adalah 65 yang diperoleh SSMY

dan nilai terendah adalah 56 yaitu JMD. Bila digambar dalam grafik hasilnya

sebagai berikut :

Hasil Pretes

505254565860626466

KKF JMD SSMY HS

Subyek

Nil

ai

Series1

18

20

B. Siklus I

1. Tahap perencanaan

Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan maka terlebih dahulu

guru membuat persiapan untuk pelaksanaan pembelajaran. Adapun

persiapan yang dilakukan antara lain :

a. Membuat Rencana Pembelajaran

Setelah selesai mengadakan pretest maka langkah selanjutnya

adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. RPP dibuat

dengan mengkaji standar komptensi dan kompetensi dasar serta

silabus. Dengan membuat RPP ini maka akan memperoleh

gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran. RPP dalam penelitian

ini lebih lengkapnya ada dalam lampiran.

b. membuat Jadwal kegiatan pembelajaran

Jadwal kegiatan merupakan agenda yang akan dilaksnakan. Sesuai

dengan perencanaan bahwa dalam pelaksanaan contektual learning

dalam pembelajaran IPS dengan materi tempat-tempat ekonomi

maka disesaauikan dengan kegiatan yang ada dilapanga. Jadwal

kegiatan bahwa dalam tindakan I ini ada 3 pertemuan. Sehingga

dalam pelaksanaan menentukan tempat-tempat kegiatan ekonomi

yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan yang akan dijadikan

pembelajaran adalah di Pasar, BRI, Kantor Pos, Warung/Toko.

c. Menyiapkan alat pemantauan dan evalauasi

2. Tahap pelaksanaan tindakan

Setelah semua perencanaan pembelajaran telah

dipersipakan maka kegiatan selanjutnya adalah melaksnakan program.

Pelaksanaan pembelajaran IPS dengan kontekstual learning pada siswa

kelas 4 dimulai pada minggu ke 4 bulan April 2009. Langkah-langkah

pembelajarannya adalah guru menyiapkan kelas, melakukan doa

bersama dan mengadakan apersepsi. Langkah selanjutnya guru

menjelaskan rencana pembelajaran yaitu dengan belajar di tempat-

tempat ekonomi yang ada di sekitar sekolah. Tempat pembelajaran

21

ekonomi yang akan dilakukan adalah di sebuah pasar dekat sekolah

dan di toko yang ada di sekitar sekolah.

Guru kemudian mengajak siswa ke pasar , selanjutnya dengan

bimbingan guru siswa belajar transasksi dengan para pedagang di

pasar.

Guru kemudian memberikan evaluasi tentang kegiatan yang dilakukan

di pasar.

Pertemuan yang ke 2 dilaksanakan pada minggu pertama bulan

Juni 2009, pada kegiatan yang kedua ini pembelajaran masih

melanjutkan pada pertemuan yang pertama hanya dalam pertemuan ke

dua ini anak diajak untuk mengunjungi tempat – tempat ekonomi

yaitu di Bank Rakyat Indonesia unit Manisrenggo Klaten.

Pertemuan yang ketiga dilaksanakan pada minggu ke dua bulan

Juni 2009, dalam kegiatan ini anak langsung diajak ke penggadaian

yang ada di manisrenggo Klaten. Di tempat ini anak-anak langsung

belajar mengenai transaksi yang dilakukan di tempat ini.

3. Tahap Pengamatan

Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan oleh teman sejawat. Monitoring

dilakukan dengan mengamati kegiatan proses belajar mengajar. Selain itu

juga mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar

di berbagai temapat yang telah ditentukan sebelumnya. Monitoring

dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada putaran yang pertama. Adapun

pelaksanaan monitoring pada guru dan siswa sebagai berikut:

a) Monitoring guru

Monitoring pada guru dilaksanakan pada penamoilan guru, penjelasan

materi, dan memberikan keterangan saat terjadi transaski baik di BRI,

Pasar ataupun di Pegadaian. Hasil dari Monitoring ini guru masih

canggung saat mengajak anak-anak luar biasa di tempat keramaian.

Sehingga keterlibatan guru belum sepenuhnya dalam pembelajaran .

Selanjutnya dalam penguasaan materi guru sudah siap dan cukup baik.

b) Monitoring pada siswa

22

Monitoring pada siswa dilakukan oleh teman sejawat juga, adapun yang

dimonitor pada siswa antara lain motivasi siswa, perhatian siswa,

interaksi siswa serta aktivitas siswa. Hasil dari monitoring pada tindakan

pertama siswa memiliki perhatian yang cukup baik setelah guru

mengajak pembelajaran di tempat-tempat ekonomi.

Hasil evaluasi dari tindakan pertama pada penerapan CTL dalam

pembelajaran IPS terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 3

Hasil Evaluasi Siklus I

NO NAMA Hasil Pretest HASIL TES SIKLUS I

1 KKF 60 70

2 JMD 56 65

3 SSMY 65 70

4 HS 60 68

Hasil Evaluasi Tindakan I

01020304050607080

KKF JMD SSMY HS

Subyek

Nil

ai Series1

Series2

Gambar 2

Grafik Hasil evaluasi Belajar IPS pada siswa kelas IV SDLB Tunagrahita Tahun

Pelajaran 2008/2009

23

4. Tahap Refleksi siklus 1

Dari hasil pelaksanaan tindakan I dalam pembelajaran IPS dengan

pendekatan CTL pada siswa kelas IV SDLB Tunagrahita Ringan dapat

dikatakan berhasil. Selama pelaksanaan berlangsung siswa memiliki

motivasi yang tinggi. Hal ini karena anak belajar langsung di masyarakat.

Selain itu masih ada kekurangan dalam pembelajaran ini yaitu guru kurang

reaktif dalam menjelaskan materi saat kegiatan transaksi dilakukan.

Kekurangan ini selanjutnya akan menjadi masukan bagi guru dalam

memperbaiki pembelajarannya pada tindakan ke 2.

C. Siklus ke II

1. Deskripsi rencana siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada tindakan I maka kegiatan

selanjutnya adalah membuat rencana tindakan II. Proses pembelajaran

pada tindakan II ini pada dasarnya adalah sama dengan proses pada

tindakan yang I. Pada tindakan II ini ada beberapa perubahan atau

perlakuan yang ditingkatkan pada subyek. Perubahan ini dilakukan atas

dasar masukan dari pengamatan yang telah dilakukan pada tindakan I.

Perubahan ini dimaksudkan subyek dalam mengikuti pelajaran akan

memiliki motivasi dan aktivitas yang meningkat dalam kegiatan proses

belajar.

2. Deskripsi pelaksanaan Penelitian Tindakan II.

Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan maka terlebih dahulu guru

membuat persiapan untuk pelaksanaan pembelajaran. Adapun

persiapan yang dilakukan antara lain :

a. Membuat Rencana Pembelajaran

Setelah selesai mengadakan tindakan I maka langkah selanjutnya

adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. Untuk

pelaksanaan tindakan ke II. RPP dibuat dengan mengkaji standar

komptensi dan kompetensi dasar serta silabus. Dengan membuat RPP

24

ini maka akan memperoleh gambaran tentang pelaksanaan

pembelajaran. RPP dalam penelitian ini lebih lengkapnya ada dalam

lampiran.

b. Membuat Jadwal kegiatan pembelajaran

Jadwal kegiatan merupakan agenda yang akan dilaksnakan. Sesuai

dengan perencanaan bahwa dalam pelaksanaan contektual learning

dalam pembelajaran IPS dengan materi tempat-tempat ekonomi maka

disesaauikan dengan kegiatan yang ada dilapanga. Jadwal kegiatan

bahwa dalam tindakan I ini ada 3 pertemuan. Sehingga dalam

pelaksanaan menentukan tempat-tempat kegiatan ekonomi yang ada di

lingkungan sekolah. Kegiatan yang akan dijadikan pembelajaran

adalah di Pasar, BRI, Kantor Pos, Warung/Toko.

c . Tahap pelaksanaan pembelajaran

Setelah semua perencanaan pembelajaran telah dipersiapkan

maka kegiatan selanjutnya adalah melaksnakan program. Pelaksanaan

pembelajaran IPS dengan kontekstual learning pada siswa kelas 4

dimulai pada minggu ke 3 bulan Juli 2009. Langkah-langkah

pembelajarannya adalah guru menyiapkan kelas, melakukan doa

bersama dan mengadakan apersepsi. Langkah selanjutnya guru

menjelaskan rencana pembelajaran yaitu dengan belajar di tempat-

tempat ekonomi yang ada di sekitar sekolah. Tempat pembelajaran

ekonomi yang akan dilakukan adalah di sebuah pasar dekat sekolah

dan di toko yang ada di sekitar sekolah.

Guru kemudian mengajak siswa ke pasar , selanjutnya dengan

bimbingan guru siswa belajar transasksi dengan para pedagang di

pasar.

Guru kemudian memberikan evaluasi tentang kegiatan yang dilakukan

di pasar.

Pertemuan yang ke 2 dilaksanakan pada minggu ke empat bulan

Juni 2009, pada kegiatan yang kedua ini pembelajaran masih

melanjutkan pada pertemuan yang pertama hanya dalam pertemuan ke

25

dua ini anak diajak untuk mengunjungi tempat – tempat ekonomi

yaitu di Bank Rakyat Indonesia unit Manisrenggo Klaten.

Pertemuan yang ketiga dilaksanakan pada minggu ke ke empat

bulan Juni 2009, dalam kegiatan ini anak langsung diajak ke

penggadaian yang ada di manisrenggo Klaten. Di tempat ini anak-anak

langsung belajar mengenai transaksi yang dilakukan di tempat ini.

d . Pengamatan tindakan siklus kedua

Monitoring dan pemantauan pada penelitian ini dilakukan oleh teman

sejawat. Monitoring dilakukan dengan mengamati kegiatan proses belajar

mengajar. Selain itu juga mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti

kegiatan belajar mengajar di berbagai temapat yang telah ditentukan

sebelumnya. Monitoring dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada

putaran yang pertama. Adapun pelaksanaan monitoring pada guru dan siswa

sebagai berikut:

1) Monitoring guru

Monitoring pada guru dilaksanakan pada penampilan guru, penjelasan

materi, dan memberikan keterangan saat terjadi transaski baik di BRI,

Pasar ataupun di Penggadaian. Hasil dari Monitoring ini guru masih

canggung saat mengajak anak-anak luar biasa di tempat keramaian.

Sehingga keterlibatan guru belum sepenuhnya dalam pembelajaran .

Selanjutnya dalam penguasaan materi guru sudah siap dan cukup baik.

2) Monitoring pada siswa

Monitoring pada siswa dilakukan oleh teman sejawat juga, adapun yang

dimonitor pada siswa antara lain motivasi siswa, perhatian siswa,

interaksi siswa serta aktivitas siswa. Hasil dari monitoring pada tindakan

pertama siswa memiliki perhatian yang cukup baik setelah guru

mengajak pembelajaran di tempat-tempat ekonomi.

Hasil evaluasi dari tindakan pertama pada penerapan CTL

dalam pembelajaran IPS terlihat dalam tabel berikut :

26

Tabel 3

Hasil Evaluasi Siklus II

NO NAMA HASIL TES

SIKLUS I

HASIL TES

SIKLUS II

1 KKF 70 75

2 JMD 65 66

3 SSMY 70 75

4 HS 68 73

60

62

64

66

68

70

72

74

76

KKF JMD SSMY HS

Subyek

Nil

ai Series1

Series2

Gambar 3

Grafik Hasil Evaluasi Belajar Siklus I dan II Mata Pelajaran IPS siswa Kelas IV

SDLB Tunagrahita Ringan Tahun Pelajaran 2008/2009

4. Tahap Refleksi siklus II

Dari hasil pelaksanaan tindakan II dalam pembelajaran IPS dengan

pendekatan CTL pada siswa kelas IV SDLB Tunagrahita Ringan dapat

dikatakan berhasil. Selama pelaksanaan berlangsung siswa memiliki

motivasi yang tinggi. Hal ini karena anak belajar langsung di masyarakat.

27

D.Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan

pendekatan CTL untuk meningkatkan pembelajaran IPS pada materi

tempat-tempat ekonomi yang memperoleh hasil ternyata ada peningkatan

dalam prestasi belajar IPS. Penerapan CTL pada siswa tunagrahita

memang memiliki berbagai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tersebut

antara lain siswa dapat belajar langsung dengan konteks yang dipelajarai

sehingga anak lebih meduah menerima konsep yang diajarka guru.

Sedangkan kelemhannya adalah guru kesulitan untuk mengatur waktu

pembelajaran serta bila dialkukan diluar sekolah memerlukan biaya yang

cukup banyak.

Disamping itu bahwa keberhasilan pembelajaran ini memang

dipengaruhi oelh berbagai factor. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam

individu maupun dari luar individu. Dari dalam individu anatra lain

motivasi dan minat anak mengikuti pembelajarn ini. Sedangkan faktor dari

luar antara lain berupa sarana, guru, dan lingkungan yang mendukung

adanya pembelajaran tersebut.

Adapun hasil secara keselurhan dapt dilihat dalam tabel sebagai berikut :

NO NAMA

Hasil

Pretes

HASIL

TES

SIKLUS I

HASIL

TES

SIKLUS

II

Jumlah

Peningkatan

1 KKF 60 70 75 15

2 JMD 56 65 66 10

3 SSMY 65 70 75 10

4 HS 60 68 73 13

Jumlah 241 273 289 48

Rata-Rata 60,25 68.25 72.25 12

Dari data tersebut diketahui bahwa dari pretest ke siklus I dan siklus 2

terjadi kenaikan nilai rata-rata 12 poin.

28

0

10

20

30

40

50

60

70

80

KKF JMD SSMY HS

Subyek

Nil

ai

Series1

Series2

Series3

Gambar 4

Grafik Rekapitulasi Hasil Evaluasi Belajar Pretes, tindakan I dan Tindakan II

Mata Pelajaran IPS pada Siswa Kelas IV SDLB TGR Tahun pelajaran 2008/2009

E. Hasil Penelitian

Hasil dalam penelitian ini adalah ada peningkatan prestasi belajar mata pelajaran

IPS dengan penerapan pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IV SDLB

Tunagrahita di SLB Binataruna Manisrenggo Klaten Tahun Pelajaran

2008/2009.

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pendekatan

kontekstual pada anak tunagrahita ringan kelas IV SDLB Bina Taruna dapat

meningkatkan prestasi belajar IPS.

B. Implikasi

Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan prestasi

belajar IPS anak Tunagrahita kelas IV SDLB Bina Taruna Manisrenggo

Klaten , memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai bentuk

pelayanan pendidikan untuk anak tunagrahita. Penerapan pembelajaran

kontekstual ini memberikan implikasi yang bermanfaat yaitu: meningkatkan

prestasi belajar IPS anak tunagrahita meliputi pengenalan tempat-tempat

ekonomi, tempat-tempat jual beli.

C. Saran-Saran

Berdasarkan simpulan dalam penelitian ini maka dapat diajukan saran-saran

sebagai berikut :

a. Dalam pembelajaran IPS dengan media peta sebaiknya guru

mengembangkan media peta yang lebih menarik

b. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sebaiknya dari pihak sekolah

selalu meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran IPS..

28

30

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Abror. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana

Ahmad Badawi. 1996. Kelompok Belajar. Yogyakarta: FIPIKIP Yogyakarta

Andi Mappiare. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

Crow and Crow terjemahan Abd. Abror. 1989. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Dakir. 1993. Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Daniel Goleman. 1997. Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dave Meier. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Jakarta : Kaifa.

Direktorat Dikdasmen. 2003. Pendekatan Kontekstual; Contextual Teaching ang Learning (CTL). Jakarta.

__________. 2005. Ilmu Pengetahuan Sosial, Konsep Dasar Ilmu. Jakarta.

Kasihani Kasbolah. 1998. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya

Munadir. 1996. Program Bimbingan Karir di Sekolah. Jakarta : Depdikbud. Dirjen. Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Murniati Sulastri. 1985. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Berdikari.

Nasution. 1984. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar (Edisi 1). Jakarta : Bima Aksara.

Oemar Hamalik. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Ratna Wilis Dahar. 1996. Teori - Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Singgih D. Gunarsa. 1987. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta. Pt. BPK Gunung Mulia : IKKAPI.

Siti Sundari. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.

29

31

Suharsimi Arikunto 1993. Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

__________. 1996. Prosedur Penelitian Tindakan. Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

__________. 2002. Prosedur Penelitian. rev.ed. Jakarta: Rineka Cipta

Sujati. 2000. Penelitian Sains yang Humanistik. Yogyakarta. Kanisius.

Sukamto, et al. 2000. Penelitian Tindakan. Yogyakarta. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan : Bumi Aksara.

Suparno P. 1999. Pendidikan Dasar Yang Demokratis. USD. Yogyakarta

Suryo Suryobroto. 1988. Dasar dasar Psikologi Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Prima Aksara.

Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Panel TK. IKIP. Yogyakarta

Tatang M. Amirin. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Whitherington H.C. Terjemahan M. Buchori 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru.

Winarno Surachmad. 1980. Psikologi Pemuda Indonesia. Bandung : Jemars.

Winkel WS. 1978. Dasar dan Teknik Reseach (Pengantar Metodologi Ilmiah). Bandung: Tarsito.

_______. 1989. Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta : CV. Gramedia.