faktor risiko dan perlindungan penularan hiv...

37
PENELITIAN OPERASIONAL: FAKTOR RISIKO DAN PERLINDUNGAN PENULARAN HIV PADA PASANGAN TETAP HETEROSEKSUAL DI INDONESIA (Jakarta Barat, Bandung, Surabaya, Denpasar, Makassar)

Upload: lynhi

Post on 17-Jun-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENELITIAN OPERASIONAL:

FAKTOR RISIKO DAN PERLINDUNGAN PENULARAN HIV PADA PASANGAN TETAP

HETEROSEKSUAL DI INDONESIA

(Jakarta Barat, Bandung, Surabaya, Denpasar, Makassar)

MENGAPA PERLU MEMBERIKAN PERHATIAN TENTANG PENULARAN HIV PADA PASANGAN TETAP HETEROSEKSUAL?

• Potensi penularan HIV dari populasi kunci ke pasangan tetap meningkat

• Faktor-faktor yang meningkatkan potensi penularan HIV: – Kekerasan

– Ketergantungan emosi dan finansial

– Praktek poligami, perkawinan dini, kawin kontrak

• Upaya pencegahan yang ada saat ini secara tidak langsung hanya pada distribusi kondom dan KIE – Tidak konsisten

– Mitos

– Bertentangan dengan asumsi ‘kesetiaan’

Definisi:

Pasangan Tetap – Intimate Partner (dari berbagai Penelitian)

Pasangan

menikah.

Pasangan seks utama

atau biasa primer;

romantis keintiman

seksual ; pasangan yang

telah menikah atau hidup

bersama selama 3 tahun

atau lebih

Bersama-sama selama

minimal 3 atau 6 bulan

(hubungan seksual)

dan berniat untuk

tinggal bersama-sama

selama minimal 1

tahun.

Melakukan hubungan seksual dengan

pasangan tetap dalam enam bulan

terakhir

Memiliki pasangan tetap selama

minimal 6 bulan; dan melaporkan

hubungan seks dengan pasangan

yang dalam 30 hari terakhir.

Memiliki hubungan tetap dengan

setidaknya selama enam bulan.

Dua orang yang

berhubungan seks

baik yang sudah

menikah atau belum

menikah tetapi hidup

bersama.

Aktif secara seksual dengan

pasangan dalam sebulan terakhir

dengan masa hubungan berjalan

enam bulan

Pasangan menikah atau hidup

bersama yang melakukan

hubungan seksual dengan

pasangan tersebut setidaknya

satu kali perminggu dalam 6

bulan terakhir.

Definisi:

Pasangan Tetap – Intimate Partner (Dalam Kajian ini)

Laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam hubungan seksual

dalam jangka waktu 3 bulan atau lebih dan melibatkan hubungan

dan komitmen emosional

Tahap Pengembangan Intervensi

Kajian Dokumen

• Kajian Penelitian (Research Appraisal)

• Pemetaan Intervensi (Intervention Mapping)

Kajian Lapangan

• Program yang dilaksanaan saat ini

• 5 kota

Pengembangan Model

• Petunjuk Teknis Intervensi

• Roadmap untuk Ujicoba Model

KAJIAN DOKUMEN

• Apa saja penelitian yang ada saat ini tentang penularan pada pasangan tetap dan dimana berbagai kesenjangan dalam penelitian yang membutuhkan penelitian tambahan?

• Bukti apa yang dapat diperoleh tentang hal-hal yang mendorong terjadinya penularan pada pasangan tetap? Seberapa jauh faktor-faktor risiko dan perlindungan bisa diidentifikasi?

• Apa saja kesimpulan yang bisa diperoleh tentang cara dan strategi yang efektif untuk menyikapi penularan HIV pada pasangan tetap berdasarkan bukti yang tersedia?

KAJIAN DOKUMEN

METODE KAJIAN DOKUMEN

Online Search Google Scholar

Offline & Manual Search

• Artikel yang dipublikasikan antara 2005 -2016 kajian penelitian dan 2010-2016 pemetaan intervensi

• relevan dengan tujuan kajian

586 artikel

Search term: [“Intimate Partner Transmission” AND “HIV”] OR “Couple-based Intervention” AND “HIV”]

59 artikel

KARAKTERISTIK DOKUMEN YANG DIKAJI (59 Artikel/Dokumen)

• Jenis Dokumen: 42 artikel berasal dari jurnal peer-reviewed, 15 artikel merupakan grey literature dan 2 disertasi doktoral.

• Disain penelitian: mixed-methods (16), kuantitatif (22), kualitatif (10), dokumen program (10), kajian kebijakan (1)

• Metode Pengumpulan Data: cross sectional (16), cohort (5) RCT (6), 2 meta-analysis, case study (1), cluster random control study (1), kajian sistematis (11), evaluasi (10)

• Lokasi penelitian menyebar di 14 negara: Afrika (11) dan Mexico (8) Vietnam, India, Amerika Serikat, Canada, Nepal, Malaysia, Kazakhstan, China, Iran, Pakistan, dan Fiji. Dua penelitian memilih beberapa negara sebagai lokasi penelitian.

• 44% lokasi penelitian dilakukan pada daerah urban.

• Tidak ada satupun kajian yang dilakukan di Indonesia.

FAKTOR RISIKO PENULARAN HIV PADA PASANGAN TETAP HETEROSEKSUAL

• Perilaku penggunaan narkoba (Sylversten et al, 2013; Nadol

et al, 2015; Murthy, 2012; Gilbert 2010); pekerja seks (El-

Bassel et al, 2014; Syversten et al, 2014; Murthy, 2012);

• Relasi gender - keputusan untuk penggunaan kondom lebih

besar berada ditangan pasangan laki-laki (Singh et al. 2015);

ketidaksetiaan antar pasangan (UN Vietnam, 2010)

• Psikologis - pengalaman kekerasan (Patel 2014; Palinkas et

al, 2014), Tidak memperdulikan status HIV pribadi atau tidak

mengungkapkan status HIV (Cameron, 2012; Mucheke,

2016).

• Sosial – kemiskinan (Benoit, 2013; Syversten et al, 2013;

Montgomery, 2012; Li et al, 2014).

FAKTOR PERLINDUNGAN

• Tes HIV berpasangan, sunat pada lelaki dan penggunaan kondom (Makwe dan Giwa-Osagie 2013)

• Pengunaan kondom secara konsisten (Wang et al, 2012; UN Vietnam, 2010; McMahon et al, 2014).

• Memiliki anak atau ingin melindungi anaknya (McMahon et al, 2015; Crankshaw et al, 2012)

• Pasangan sero-discordant (Man dan et al. 2013)

• Tingkat pendidikan yang tinggi dan pengggunaan ARV (Sawada, 2015; Singh, 2015; Wang, 2012, Nedol, 2015)

INTERVENSI EFEKTIF

• Diarahkan secara langsung pada pasangan (couple based) dengan menekankan pada penerimaan terhadaap kondom (El-Bassel et al. 2012)

• Dukungan sosial, komunikasi (relationship consensus), dan kemauan dalam menggunakan kondom (Spino et al, 2010).

• Pendekatan ekonomis dengan penyediaan insentif (Conditional Cash Transfer), (UNICEF, 2012)

• Pelibatan pasangan secara bersama-sama sejak awal (Cameron et al. 2012; Becker et al. 2014)

• VCT berbasis pasangan (McMahon et al. 2013)

KAJIAN LAPANGAN

TUJUAN KAJIAN LAPANGAN

Menggali pengalaman atas pelaksanaan

program atau intervensi yang telah atau sedang

dilaksanakan di lima Kota (Denpasar, Makassar, Suabaya, Bandung,

Jakarta Barat)

Melihat dinamika

interaksi seksual

pasangan tetap

yang mungkin

menempatkan

dalam posisi

berisiko atau

terlindungi dari

penularan HIV

Melihat seberapa jauh pemanfaatan layanan yang ada termasuk faktor

yang menghambat atau mendukung

1 2 3

KERANGKA KONSEPTUAL

• Interaksi seksual dari dua orang yang terlibat

sebagai pasangan seksual tersebut merupakan

sebuah sistem yang tertutup (Ahlemeyer et al, 1997)

• Berlakunya norma sosial akan tergantung ada atau

tidaknya ‘pengawasan’ dari ‘significant others’

sehingga sulit untuk mengontrol bagaimana perilaku

seksual diantara pasangan tersebut seharusnya

dilakukan (Bastard et al, 1997).

METODE KAJIAN LAPANGAN

Bagaimana interaksi seksual pada pasangan tetap heteroseksual?

– disclosure, – kesetaraan, – afeksi, – kepastian/keamanan, – komunikasi, – upaya mempertahankan

hubungan, – Konflik • Diskusi Kelompok Terarah

• Wawancara

Dua Kelompok informan berdasarkan:

Status HIV & Jenis Kelamin

• Intervensi pada pasangan tetap apa saja yang saat ini dilaksanakan?

• Apa strategi dan bagaimana gambaran pelaksanaan dari intervensi-intervensi tersebut?

• Apa tantangan dalam melaksanakan intervensi tersebut untuk mendorong pasangan tetap mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi, ANC, PPIA, IMS dan KTS dan layanan korban kekerasan?

Penyedia Layanan: HIV & Kespro dan Korban

Kekerasan

• Diskusi Kelompok Terarah • Wawancara

METODE KAJIAN LAPANGAN

GAMBARAN INFORMAN

Metode Pengumpulan Data Laki-laki Perempuan Jumlah

DKT Populasi Kunci 78 71 149

HIV (+) 38 37 75

HIV (-)/belum diketahui 40 34 74

Wawancara Populasi kunci 10 10 20

HIV (+) 5 5 10

HIV (-)/belum diketahui 5 5 10

DKT layanan HIV 10 34 44

DKT Layanan Kekerasan 8 20 28

Wawancara Dinkes & KPAK 3 7 10

Jumlah Total 109 142 251

Karakteristik Informan

Layanan

Informan

Populasi

Kunci

Rata-rata Usia 39.2 35.2

Pendidikan

SD 0 5.1%

SMP 0 15.8%

SMA 16.9% 61.4%

Diploma 15.5% 9.5%

Sarjana 67.6% 8.2%

PERSEPSI RISIKO

• Konsep risiko, persepsi risiko, faktor risiko dan perilaku bersiko

merupakan definisi-definisi yang sangat cair mengingat setiap

orang memiliki definisi dan pemahaman yang berbeda-beda

atas fakta tentang penularan HIV pada pasangan

– Secara normatif sebagian besar peserta dalam DKT menyatakan

bahwa penularan HIV kepada pasangan merupakan hal yang tidak

diterima baik secara etik maupun dalam kerangka hubungan yang

bersifat romantik

– Penggunaan kondom sebagai bentuk perlindungan tergantung pada

dinamika dan persepsi interaksi seksual yang dimiliki dengan

pasangannya

“tidak takut, kalo dikasih sehat ya syukur, kalo tidak dikasih sehat ya

sudah. Tidak perlu dipikirkan…” Denpasar-FGD-Perempuan HIV

negatif

ASPEK INTERAKSI SEKSUAL Guerrero, Anderson, &Afifi (2011)

PENGUNGKAPAN DIRI

KESETARAAN

AFEKSI KEPASTIAN

KOMUNIKASI

UPAYA MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

MENYELESAIKAN KONFLIK

ASPEK INTERAKSI SEKSUAL

• Tidak ditemukan perbedaan yang cukup menyolok

antara informan dari kelompok HIV positif dan HIV

negatif atau tidak mengetahui dalam aspek-aspek

interaksi seksualnya (pengungkapan diri,

kesetaraan, afeksi, kepastian, komunikasi, upaya

mempertahankan hubungan dan menyelesaikan

konflik)

• Tetapi tampak perbedaan antara informan kelompok

laki-laki dan perempuan dalam interaksi seksual

PENGUNGKAPAN DIRI

• Meski secara normatif pengungkapan status HIV, perilaku seks atau penggunaan napza merupakan dasar sebuah hubungan tetapi lebih sulit bagi laki-laki untuk mengungkapkan perilaku seksnya “Sangat penting kerena kita menikah bukan untuk sementara kalau di kasih tahu belakangan nanti berantakan, kan harus saling terbuka” -Surabaya, FGD Perempuan Positif

“Ya itu tadi, tidak 100% aku jujur dan tidak selalu aku bisa sabar. Ada hal-hal yang terpaksa aku ga bisa jujur. Karna kalo jujur ya..nanti efeknya nanti malah ga bagus, ngapain juga mesti dijujurin ya –Denpasar, FGD laki-laki positif

• Pengungkapan status HIV pasangan merupakan hal yang diharapkan tetapi perempuan cenderung menerima hubungan seks tanpa kondom jika pasangannya telah positif karena tidak nyaman, merasa tidak berisiko dan bentuk komitmen berpasangan

KESETARAAN

• Ekspresi kesetaraan dipersepsikan berbeda oleh peserta mulai

dari peran dan tanggung jawab domestik atau publik dan

kesetaraan dalam gender atau seksualitasnya

– Kesetaraan yang dinyatakan oleh perempuan ternyata tidak berlaku

bagi sebagian informan laki-laki karena pembagian peran dan tanggung

jawab ini diatur oleh norma sosial dan budaya yang berlaku di

masyarakat yang menjadi acuan laki-laki dalam menjalankan

kehidupan kesehariannya

– Afirmasi bahwa peran dan kepentingan laki-laki sebenarnya lebih

dominan di dalam hubungan berpasangan dimana peran dan

kepentingan itu lah yang akan menentukan bagaimana arah dan

kualitas hubungan berpasangan

“Di sini memang punya budaya seperti itu, kuat budaya itu, tidak boleh

yang namanya istri menjadi bapak, ndak boleh, walaupun dia yang lebih

banyak uangnya dari yang namanya suaminya, dia tetap menjadi istri. –

Makassar, FGD laki-laki positif

AFEKSI

• Ekspresi Afeksi: – Tindakan romantik

– Merawat anak dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya

– Mengingatkan untuk minum ARV setaiap hari juga dilaporkan sebagai bentuk ekspresi romantik

– Menunjukkan kepedulian ketika pasangan sedang sakit

“Kadang-kadang kalau ada pemeriksaan cek CD4 saya suruh dia ikut bahkan kalau dia sedang tidak sakit pun saya suruh cek CD4 kan HIV itu kalau misalnya tinggi saya suruh berobat dulu biar sembuh kalau rendah pergi ke dokter.” –Jakarta, Laki-laki Negatif

• Afeksi selalu menuntut tindakan yang resiprokal dan terdapat kesenjangan antara harapan dan ekspresi yang ditunjukkan

• Kepedulian sebagai ekpresi afeksi, sayangnya, tidak selalu menggambarkan upaya untuk melindungi pasangan dari penularan HIV

KEPASTIAN

• Kepastian dan rasa aman dalam hubungan dilaporkan terkait dengan kesetiaan, keterbukaan/kejujuran, merasa terlindungi, komitmen dan harapan atas kehidupan di masa depan

• Berbagai faktor yang dapat mengubah kepastian dan rasa aman dalam hubungan bersama pasangan, seperti hilangnya kepercayaan, kondisi ekonomi keluarga yang tidak stabil, komunikasi yang tidak lancar, ketidakterbukaan, kebohongan, perubahan sikap dari pasangan, serta adanya campur tangan keluarga “yang ada di depan mata ya dijalanin aja kalau sudah memang harus berakhir ya sudah. Bye. Kalau masih baik ya perjuangkan kalau sudah tidak untuk apa?” -Bandung, FGD perempuan positif

KOMUNIKASI

• Sebagian besar informan menyatakan bahwa posisi

perempuan dan laki-laki dalam komunikasi seharusnya

setara. Segala keputusan yang diambil dalam suatu

hubungan harus selalu dibicarakan bersama, tidak boleh ada

yang mendominasi dalam suatu hubungan meskipun ia

memiliki kelebihan dari pasangannya

• Lebih sering atau mudah untuk mengkomunikasikan

kekhawatiran dari pada harapan karena harapan belum tentu

bisa terealisasi

• Pada kenyataannya, komunikasi antar pasangan sangat

tergantung dengan ‘kelebihan’ dari pasangan dimana

‘kelebihan’ itu lebih banyak dimiliki oleh laki-laki

UPAYA MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

• Sebagian besar informan mengatakan bahwa pasangannya mengetahui seluruh kehidupan pribadinya dan tidak ada yang ditutupi atau dirahasiakan.

• Sebagian yang lain melihat bahwa hal-hal tertentu tetap menjadi privasi dari pasangan. Tidak semua kehidupan pribadi harus melibatkan pasangan

• Bagi laki-laki, keterlibatan pasangan lebih banyak difokuskan pada kehidupan bersama, di luar itu bukan menjadi hal yang utama atau dituntut

• Komunikasi yang baik adalah salah satu cara untuk mempertahankan hubungan dan komitmen dengan pasangan, memahami aspek-aspek hubungan perpasangan yang mencakup kebutuhan ekonomi, spiritualitas dan kehidupan seksual

“ya itu tadi, tidak 100% aku jujur dan tidak selalu aku bisa sabar. Ada hal-hal yang terpaksa aku ga bisa jujur. Karna kalo jujur ya..nanti efeknya nanti malah ga bagus, ngapain juga mesti dijujurin ya.” –Denpasar, FGD Laki-laki Positif

MENYELESAIKAN KONFLIK

• Konflik dapat timbul dalam berbagai bentuk, tanpa memandang gender dan status HIV. Salah satu sumber konflik yang dominan muncul dalam diskusi adalah kekerasan baik yang berupa kekerasan verbal atau emosi, fisik, serta seksual.

• Kekerasan dinormalisasi sebagai hal yang wajar terjadi dalam hidup berpasangan.

• Ada banyak cara untuk menyelesaikan konflik yaitu dengan memelihara relasi dengan kejujuran dan berkomunikasi terbuka (‘banyak ngobrol’, ‘banyak berdiskusi’); saling mensyukuri; memberikan perhatian; piknik atau kegiatan rekreasi yang menghibur yang dilakukan bersama, dan saling memuaskan satu sama lain dalam hubungan seksual; berbohong agar tidak lebih jauh mengetahui fakta yang terjadi

LAYANAN

• Layanan HIV yang biasanya dimanfaatkan adalah tes HIV, PPIA dan ARV.

• Tidak satupun lokasi yang menyediakan layanan tes HIV secara khusus bagi pasangan.

• Walaupun setiap layanan pernah melakukan tes untuk pasangan, namun pelaksanaannya lebih bersifat kasuistik karena klien populasi kunci berhasil membawa pasangannya untuk tes HIV.

HAMBATAN LAYANAN • Enggannya klien menceritakan faktor risikonya ketika

menerima konseling di fasilitas layanan kesehatan

• Konseling sebelum dan sesudah tes HIV tidak

sepenuhnya bisa dilakukan karena

mempertimbangkan pasien yang cukup banyak.

• Penyedia layanan melaporkan bahwa tidak semua

yang diketahui HIV positif setelah KTS bersedia

untuk dirujuk ke LSM untuk ditindaklanjuti

• Pelanggan pekerja seks perempuan sebagai

kelompok ‘jembatan penularan HIV’ sulit untuk bisa

dijangkau.

• WPS dan penasun, dimana WPS cenderung

berpindah-pindah tempat karena bukan penduduk

asli atau tinggal di kamar sewa (kos) dan penasun

biasanya sering ganti nomor HP sehingga sulit untuk

dihubungi.

KESIMPULAN

• Tidak ditemukan perbedaan yang cukup menyolok antara informan dari kelompok HIV positif dan HIV negatif atau tidak mengetahui dalam hal interaksi seksualnya

• Tampak bahwa konstruksi sosial interaksi seksual diantara populasi kunci dan pasangannya masih mencerminkan budaya dan nilai yang lebih menempatkan laki-laki dalam posisi yang lebih kuat dalam hubungan romantik tersebut.

• Meski ada kesadaran dari kelompok perempuan atas ketidaksetaraan hubungan yang terjadi, tidak banyak hal yang berbeda dilakukan di antara mereka, jika dibandingkan dengan perempuan dari kelompok yang lebih tradisional dalam menyikapi ketidaksetaraan ini.

KESIMPULAN

• Kesenjangan relasi kuasa seperti ini mungkin telah

mengarahkan pada tindakan kekerasan yang

mengarahkan pada posisi yang berisiko tertular HIV

dalam interaksi seksual yang asimetris ini.

• Ada kecenderungan bahwa kelompok laki-laki kurang

terbuka terhadap status HIV dan perilaku seks

berisikonya kecuali mereka yang penasun, karena secara

fisik penasun akan terlihat perbedaan penampilannya

ketika dalam pengaruh napza.

• Tidak banyak pengalaman yang bisa diperoleh dari

penyedia layanan terkait dengan pengurangan risiko

penularan HIV dari populasi kunci kepada pasangan

tetapnya.

REKOMENDASI: PENGEMBANGAN INTERVENSI

• Menerapkan ukuran-ukuran pengurangan risiko

yang sesuai dengan sistem komunikasi dyadic yang

mereka bangun

– Pengaruh pihak di luar sistem dyadic tersebut hanya

akan mampu memberikan pengaruh ke dalam

hubungannya jika sistem yang dibuat oleh mereka

memungkinkan

– mendorong perubahan perilaku tidak bisa hanya

ditargetkan pada salah satu pasangan tetapi harus

menyasar pada kedua pihak yang sedang berpasangan

• Mengarusutamakan pesan pencegahan HIV pada

pasangan ke dalam kegiatan outreach pada

populasi kunci

• Mengarusutamakan pesan pencegahan HIV pada

pasangan ke dalam kegiatan pendidikan

masyarakat

• Melaksanakan partner notification yang terintegrasi

dalam kegiatan outreach

REKOMENDASI: PENGEMBANGAN INTERVENSI

• Melaksanakan intimate partner referral bagi populasi kunci yang melakukan KTS dan pasangan ibu hamil pada layanan PPIA

• Melaksanakan tes HIV bagi pasangan seks tetap dari ODHA yang melakukan perawatan dan terapi HIV sedini mungkin

• Mengarusutamakan keterlibatan pasangan ODHA/populasi kunci untuk promosi pencegahan termasuk melakukan tes HIV sedini mungkin melalui kegiatan KDS (ODHA dan Populasi Kunci)

REKOMENDASI: PENGEMBANGAN INTERVENSI

REKOMENDASI: TATA KELOLA

• Pemetaan yang lebih teliti tentang situasi penularan HIV pada populasi kunci dan pasangannya karena hingga saat ini masih belum jelas siapa yang dimaksud dengan kategori pasangan risti.

• Mempertajam strategi penjangkauan mereka dengan secara langsung menargetkan pasangan populasi kunci sebagai target program.

• Memodifikasi pedoman-pedoman yang selama ini digunakan untuk memberikan pelayanan kepada populasi kunci dengan mengintegrasikan upaya memberikan pelayanan kepada pasangan populasi kunci.

REKOMENDASI

• Meninjau kembali strategi yang dikembangkannya

sehingga mampu menjangkau pasangan dari

pekerja seks baik pelanggan maupun pacarnya.

• Bagi kelompok populasi kunci, pengarusutamaan

isu penularan HIV kepada pasangan tetap perlu

menjadi prioritas dalam diskursus tentang

pencegahan, perawatan dan pengobatan, dan

kelompok dukungan sebaya baik kelompok ODHA

maupun kelompok populasi kunci