faktor risiko dan gambaran pemetaan...
TRANSCRIPT
FAKTOR RISIKO DAN GAMBARAN PEMETAAN KEJADIAN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN ENREKANG TAHUN 2014
RISK FACTOR AND MAPPING DISTRIBUTION OF PULMONARY TUBERKULOSIS CASES REVIEW IN ENREKANG REGENCY 2014
Ummu Kalsum1, A.Arsunan Arsin2, Hasanuddin Ishak3
1Mahasiswa Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
3Bagian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Ummu Kalsum, S.KM Abd.Dg.Sirua, No. 99 Kota Makassar, 90245 HP: +6285398716599 Email: [email protected]
ABSTRAK
Tuberkulosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif secara ekonomi (15- 50 tahun). Penelitian ini untuk menganalisis asosiasi antara karakteristik individu dan karakteristik lingkungan serta menganalisis spasial pengaruh karakteristik wilayah dengan sebaran kasus tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan menggunakan metode case control study. Subyek penelitian ini adalah 160, terdiri dari 80 kasus (penderita BTA (+)) dan 80 kontrol (penderita BTA (-)). Analisis data dilakukan dengan uji chisquare untuk mengetahui deskripsi dan hubungan faktor risiko dengan kejadian tuberkulosis paru (analisis univariat dan bivariat). Selanjutnya dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik untuk mengetahui besarnya risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru. Hasil analisis bivariat yang terbukti tidak berhubungan antara jenis kelamin dengan kejadian tuberculosis di Kabupaten Enrekang. Sedangkan faktor risiko luas ventilasi dan kelembaban berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah; Luas ventilasi (OR= 4.580), kelembaban dalam rumah (OR= 19.519). Sedangkan hasil analisis multivariat yang terbukti sebagai faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru adalah kelembaban dan pencahayaan alami. Wilayah kerja Puskesmas Maiwa adalah wilayah dengan sebaran kasus TB terbanyak, sekaligus sebagai wilayah yang rentan terhadap kejadian tuberkulosis di Kabupaten Enrekang. Kelembaban merupakan faktor risiko paling berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis paru di Kabupaten Enrekang adalah kelembaban dalam rumah. Kata Kunci : Faktor Risiko, Tuberkulosis, Analisis Spasial. ABSTRACT
Pulmonary tuberkulosis caused by mycobacterium tuberculos is approximately 75% of those with pulmonary tuberkulosis is the economically productive age (15-50 years. This research to analyze the association between individual characteristic factors and physical environmental factors influence the distribution of cases of tuberkulosis in Enrekang Regency. This type of research is observasional analytic study using case control study method. Subyects of this study was 160, consisting of 80 cases (patients whose sputum samples (+)) and 80 controls (patiens whose sputum samples (-)). Data analysis performed by chisquare test to see descriptions and relationships with risk factors for tuberkulosis incidence (univariate and bivariate analysis). Then performed a multivariatanalysis with logistic regression test to know the size of the risk of pulmonary tuberkulosis incidence. The bivariate result not related to the sex and incident proved tuberculosis. And risk factor result related to incident proved to tuberculosis is; Area ventilation (OR= 4.580) and the air temperature in the room (OR= 19.519). While the result of multivariatanalysis that proved to be risk factors for tuberkulosis incidence is the temperature in the home. And So there is need for improvement of the physical environment of housing, increased investigation and counselling of contact in the same house. Each will renovate or build a house should consider aspects of home sanitation. Keywords: Risk factors, Pulmonary tuberkulosis, Spatial analysis
ABSTRAK
Penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik lingkungan serta melihat sebaran dan pengaruh karakteristik wilayah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan menggunakan metode case control study. Subyek penelitian ini adalah 160, terdiri dari 80 kasus (penderita BTA (+)) dan 80 kontrol (penderita BTA (-)). Analisis data dilakukan dengan uji chisquare untuk mengetahui deskripsi dan hubungan faktor risiko dengan kejadian tuberkulosis paru (analisis univariat dan bivariat). Selanjutnya dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik untuk mengetahui besarnya risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru. Hasil analisis bivariat riwayat kontak (OR= 9.750, CI.95%,(2.161-43.985)), Luas ventilasi (OR= 4.580, CI.95%,(2.353-8.914)), kelembaban dalam rumah (OR= 19.519, CI.95%,(8.705-43.764)) dan pencahayaan alami (OR= 6.172, CI.95%,(3.015-12.635)). Sedangkan hasil analisis multivariat yang terbukti sebagai faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru adalah kelembaban dan pencahayaan alami, terbukti jika kedua variabel ini mengalami interaksi maka hasilnya menunjukkan signifikansi dengan nilai (OR= 2.718, CI 95%,(2.019-3.661)). Sementara itu wilayah kerja Puskesmas Maiwa adalah wilayah dengan sebaran kasus TB terbanyak, sekaligus sebagai wilayah yang rentan terhadap kejadian tuberkulosis di Kabupaten Enrekang. Kelembaban merupakan faktor risiko paling berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis paru di Kabupaten Enrekang. Kata Kunci : Kanker serviks, angka ketahanan, Enrekang. ABSTRACT
The aim of the research was to analyze the association between individual characteristic factors and physical environmental factors influence the distribution of cases of tuberculosis in Enrekang Regency. The research was an analytic observational study using case control study method. There were 160 subject in the research, consisting of 80 cases (patients whose sputum samples (+)) and 80 controls (patiens whose sputum samples (-)). The data were analyzed using chi square test to find out the description and the relationship between risk factors and the occurrence of pulmonary tuberculosis (univariate and bivariate analysis). Then multivariate analysis with logistic regression test to know the size of the risk of pulmonary tuberculosis incidence. The result of bivariate analysis indicate that the occurrence of pulmonary tuberculosis has a relationship with contact history (OR= 9.750 95%.CI,(2.161-43.985)), the size of ventilation (OR= 4.580, 95%CI ,(2.353-8.914)) and the air temperature in the room (OR= 19.519, CI.95%,(8.705-43.764)), and natural lighting (OR= 6.172, CI.95%,(3.015-12.635)). Meanwhile, the result of multivariate analysis indicates that the risk factors on the the occurrance of pulmonary tuberculosis consist of two mot significant variable the size of (OR= 2.718, CI 95%,(2.019-3.661)) , i.e. humidity and natural lighting. The working area of Maiwa Health Center is the area which has the most distribution of pulmonary tuberculosis and also the sensitive area on occurrence of pulmonary tuberculosis in Enrekang Regency. Keywords: Risk factors, Pulmonary tuberkulosis, Enrekang
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang memiliki ketergantungan dengan spasial
(korelasi antara wilayah geografis) artinya memiliki keterkaitan penularan dengan difusi
geografis (Incha, 2013). Dimana geografis sangat erat kaitannya dengan lingkungan yaitu
salah satu faktor yang ikut menentukan kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor
perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status
derajat kesehatan masyarakat. Salah satu sasaran dari lingkungan sehat adalah tercapainya
permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan serta terpenuhinya
persyaratan kesehatan di tempat-tempat umum, termasuk sarana dan cara pengelolaannya
(Achmadi, 2005).
Penyakit tuberkulosis masih merupakan ancaman global, hal ini disebabkan karena
banyaknya faktor yang dapat menjadi risiko munculnya penyakit ini. Meskipun tingkat
kematian telah menurun karena suksesnya implementasi DOTS (Directly Observed Treatment
Short Course) namun penyakit ini masih menyebabkan setengah juta orang meninggal setiap
tahunnya, dimana sejak tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
Koch pulmonal atau tuberkulosis sebagai “Global Emergency” (WHO dalam Green, 2013).
Selain itu tuberkulosis masih mengancam masyarakat dunia, estimasi global
memperkirakan ada 440.000 kasus TB-MDR di tahun 2011. Salah satu solusi metode yang
direkomendasikan WHO sebagai metode yang paling banyak digunakan untuk penegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan mikroskopis namun ditemukan beberapa kelemahan yang
mendorong para ahli di dunia dalam melakukan penemuan baru dan mempermudah serta
mempercepat dalam pemeriksaan TB ( Brown, 2011).
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Meskipun
memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High
Burden Country (HBC) di wilayah WHO South East Asian yang mampu mencapai target
global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun
2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010)
dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA positif ( Chandra, 2005).
Tingginya kasus TB membawa dampak pada segi ekonomi, sekitar 75% penderita
tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun) (Ruswanto, 2010). Penelitian
oleh Leida (2012) menunjukkan bahwa kejadian multidrug resisten tuberkulosis (MDR-TB)
yang tinggal di rumah dengan suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak
61,0%, rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 80,5% dan
responden yang memiliki intensitas pencahayaan rumah yang kurang sebanyak 92,7% serta
ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan rumah dengan kejadian TB paru resisten
(OR 4,644 95% CI 1,30-16,58).
Situasi tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang sendiri, berdasarkan hasil laporan
dari Rumah Sakit Umum Massenrempulu sepanjang tahun 2012 dan 2013 dari Januari hingga
Desember jumlah pasien yang mendapatkan penanganan di rumah sakit untuk penyakit Koch
pulmonal masing-masing 1.613 (22%) dan 1.561 (23%) dari total jumlah pasien rawat jalan,
sedangkan rawat inap mencapai 151 pasien 10 diantaranya meninggal, dan merupakan
penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit hipertensi dan Gastro Entreritis Acute RSUM
tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi secara spasial dan faktor
risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang, di mulai dengan pengusulan judul
penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing,
pelaksanaan penelitian, analisa data dan penyusunan laporan akhir
Desain dan Variabel Penelitian
Penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan rancangan penelitian case
control (kasus kontrol), yang mengkaji hubungan kasus dengan faktor risiko. Studi kasus ini
dimulai dengan mengidentifikasi kelompok kasus yaitu penderita BTA (+) sebagai kasus, dan
kelompok dengan kontrol, dengan mengidentifikasi faktor risiko seperti karakteristik individu
(jenis kelamin dan riwayat kontak) serta faktor risiko lingkungan (Kepadatan hunian, luas
ventilasi, kelembaban, suhu dan pencahayaan alami).
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh kasus Tuberkulosis paru yang tercatat baik
rawat inap maupun rawat jalan mulai bulan Januari-Desember 2013 di seluruh puskesmas di
Kabupaten Enrekang dan berdomisili di Kabupaten Enrekang dan data spasial (area
population) yaitu semua segmen-segmen wilayah di Kabupaten Enrekang. Cara penarikan
sampel kasus dan kontrol dilakukan secara proportional random sampling dimana sampel
ditarik secara proporsional setiap strata wilayah kerja puskesmas. Jumlah sampel untuk
masing-masing kecamatan. Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 80 orang
untuk kelompok kasus dan 80 orang untuk kelompok kontrol. Jadi total sampel secara
keseluruhan yaitu 160 total sampel.
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh
dari catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Massenrempulu dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Enrekang serta puskesmas mengenai alamat lengkap penderita koch pulmonal.
Sedangkan data primer berasal dari wawancara dan observasi atau pengukuran langsung
peneliti pada masing-masing responden.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan secara univariat, bivariate dan multivariat . Analisis
univariat untuk mendeskripsikan gambaran distribusi variabel-variabel penelitian, analisis
bivariat untuk mengetahui dan menguji hubungan variabel independen dengan variabel
dependen digunakan uji Chi Square, yaitu untuk mengestimasi pengaruh dari masing-masing
faktor-faktor yang diteliti (variabel bebas). Sedangkan analisis multivariat untuk menguji
variabel yang paling berpengaruh menggunakan uji regresi logistik. Analisis spasial tentang
distribusi kasus untuk mengidentifikasi faktor risiko keruangan.
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Spasial
Sampel terbanyak dari penelitian ini adalah responden dari wilayah kerja Puskesmas
Maiwa Kecamatan Maiwa yaitu 32 responden terdiri dari 16 kasus dan 16 kontrol dengan
suhu rumah rata-rata 29.780C. Dan wilayah kerja puskesmas dengan responden paling rendah
adalah Puskesmas Baroko dengan jumlah responden 4, masing-masing 2 baik kelompok kasus
maupun kelompok kontrol. Penemuan kasus tuberkulosis di Kabupaten Enrekang itu
ditentukan berdasarkan penemuan pasif oleh sebagian besar puskesmas di Kabupaten
Enrekang, salah satu puskesmas yang melakukan penemuan kasus secara aktif adalah
puskesmas Maiwa, hal ini pula yang memungkinkan tingginya kasus tuberkulosis pada
wilayah kerja puskesmas ini. Gambar 1 menunjukkan sebaran penderita tuberkulosis di
Kabupaten Enrekang.
Hasil Analisis Bivariat
Secara statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis
paru adalah wanita, hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik
Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko yang masih
memerlukan evidence pada masing-masing wilayah sebagai dasar pengendalian atau dasar
manajemen. Penelitian ini menemukan bahwa 160 orang, yang berjenis kelamin perempuan
(risiko tinggi), lebih banyak ditemukan pada orang yang menderita tuberkulosisi yaitu 44
orang (50.6%) dibandingkan yang tidak menderita tuberkulosis sebanyak 43 orang (49.4%).
Hasil analisis statistik bivariat dengan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 0.951 dengan
nilai lower limit = 0.510 dan upper limit = 1.772, hasil ini terdapat pada Tabel 1.
Selain karakteristik individu berupa jenis kelamin, faktor risiko lingkungan adalah
salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab tuberkulosis. Penelitian ini menemukan bahwa
dari 160 responden, yang memiliki kelembaban rumah >70% (risiko tinggi), lebih banyak
ditemukan pada penderita TB yaitu 62 responden (77.5%) dibandingkan dengan yang tidak
menderita yaitu 12 responden (15%). Interpretasi hasil analisis bivariat antara kelembaban
rumah dengan kejadian tuberkulosis adalah responden yang memiliki kelembaban rumah
>70% berisiko menderita tuberkulosis 19.519 kali lebih tinggi dibandingkan orang yang
memiliki kelembaban rumah ≤ 70%. Hasil ini terdapat pada Tabel 2.
Tidak hanya faktor kelembaban dalam rumah, pencahayaan alami dalam rumah juga
ikut menjadi salah satu faktor terhadap kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang,
Tabel 3 menunjukan bahwa dari 160 responden, yang memiliki pencahayan rumah < 60 lux
(berisiko tinggi), lebih banyak ditemukan pada penderita TB yaitu 65 responden (81.2%)
dibandingkan dengan yang tidak menderita yaitu 33 responden (41.2%). Interpretasi hasil
analisis bivariat antara pencahayaan alami dengan kejadian tuberkulosis adalah orang yang
memiliki pencahayaan rumah < 60 lux berisiko menderita tuberkulosis 6.172 kali lebih tinggi
dibandingkan orang yang memiliki pencahayaan alami rumah > 60 lux.
Analisis Multivariat
Sesuai dengan hasil analisis regresi logistik yang dilakukan sebelumnya, dapat dijelaskan
bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis yaitu luas ventilasi, riwayat
kontak, kelembaban, pencahayaan alami. Sehingga persamaan regresinya yaitu: Logit P(x) =
α + β1x1 + β2x2 + …. Logit P(x) = -9.453 + 2.485 (kelembaban) +1.089 (pencahayaan)
Selanjutnya, nilai Y dapat dihitung dengan memberi nilai 1 dan 0 pada semua variabel
yaitu luas ventilasi, riwayat kontak, kelembaban, pencahayaan alami. Nilai 1 untuk risiko
tinggi sedangkan nilai 0 untuk risiko rendah.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa, jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko terhadap
kejadian tuberkulosis. Hal ini disebabkan karena responden perempuan yang lebih banyak
menderita tb, walaupun hubungannya tidak signifikan, hasil ini sesuai dengan bahasan pada
penelitian sebelumnya, asumsi peneliti bahwa walaupun karakteristik pada perempuan seperti
tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler
yang dapat menyebabkan perempuan lebih mudah tertular penyakit tb namun ada faktor risiko
yang lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan seperti kebiasaan
merokok. sap rokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi kuman M. tuberkulosis. Asap rokok
mengandung lebih dari 4.500 bahan kimia yang memiliki berbagai efek racun, mutagenik dan
karsinogenik. Zat-zat ini memiliki efek proinflamasi dan imunosupresif pada sistem imun
saluran pernapasan, sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi M. Tuberkulosis. Namun
hasil ini perlu kajian yang lebih mendalam lagi.
Meskipun secara statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita
tuberkulosis paru adalah wanita, hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih
lanjut, baik Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko yang
masih memerlukan evidence pada masing-masing wilayah sebagai dasar pengendalian atau
dasar manajemen.
Hasil analisis multivariatmenunjukkan bahwa faktor risiko yang paling berisiko terhadap
kejadian tuberkulosis adalah kelembaban dan pencahayaan dalam rumah. Hal ini erat
kaitannya dengan kebiasaan penghuni rumah pada sebagian besar responden yang menderita
tuberkulosis untuk menutup rapat rumah dan jendela jika ada penghuni rumah yang batuk
karena berasumsi bahwa batuk akan semakin parah dengan membiarkan pintu jendela
terbuka.
Kelembaban yang tinggi pada suatu rumah dapat merupakan sarana yang baik untuk
pertumbuhan kuman mycobacterium tuberkulosis. Penelitian oleh Ashari (2011)
membuktikan bahwa penduduk yang tinggal dengan kelembaban < 40% dan > 70% berisiko
terkena penyakit tuberkulosis paru 4,68 kali dibandingkan dengan penduduk yang tinggal
pada perumahan yang memiliki kelembaban antara 40% - 70%. Berdasarkan hasil penelitian
Mulyadi (2010) di Kota Bogor menyebutkan bahwa penghuni rumah yang mempunyai
kelembaban ruang keluarga lebih besar dari 70 % berisiko terkena TB paru 10,7 kali
disbanding penduduk yang tinggal pada perumahan yang memiliki kelembaban lebih kecil
atau sama dengan 70 %. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Leida (2012) di Kota
Makassar dimana kejadian multidrug resisten tuberkulosis (MDR-TB) yang tinggal di rumah
dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 80.5%. Kelembaban yang tinggi
dipengaruhi oleh perilaku atau kebiasaan membuka ventilasi udara, ventilasi yang kurang
menyebabkan bakteri M tuberkulosis ikut terhirup bersama udara.
Pencahayaan alami dalam penelitian ini adalah pencahayaan yang masuk ke ruangan
dalam rumah, hasil analisis statistik bivariat dengan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR =
6.172. Penelitian oleh Rikha (2012) dengan hasil uji statistik bivariat ternyata pencahayaan
alami merupakan faktor risiko yang ada hubunganya dengan kejadian penyakit tuberkulosis
paru, karena nilai ρ-value < 0,05, diperoleh ρ = 0,003 dan OR = 3,333 dengan CI 95%
1,455<OR<7,637, sehingga ada hubungan yang bermakna, dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa pencahayaan alami merupakan faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru. Dari
hasil uji statistik multivariat pencahayaan alami juga menunjukkan hasil yang signifikan
karena nilai OR = 4,385 dengan CI 95%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa distribusi penderita
tuberkulosis terbanyak dijumpai pada wilayah kerja Puskesmas Maiwa dengan total kasus 16,
kontrol 16 responden. Karakteristik individu lainnya seperti jenis kelamin bukan merupakan
faktor risiko. Karakteristik lain berupa kelembaban dan pencahayaan alami rumah merupakan
faktor risiko kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Enrekang dengan nilai OR masing-
masing kelembaban (OR= 19.519) dan pencahayaan alami (OR= 6.172). Disarankan kepada
petugas kesehatan bahwa perlunya edukasi kepada setiap pasien khususnya yang terkena
tuberkulosis tentang pentingnya melakukan pencegahan tuberkulosis mengenai faktor –faktor
risiko kejadian tuberkulosis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi langsung
maupun tidak langsung dalam penelitian ini, termasuk: (1) Direktorat Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, (2) Dinas Kesehatan
Kabupaten Enrekang , (3) Petugas program penanggulangan TB di tiap-tiap puskesmas, yang
senantiasa mengarahkan dalam penelusuran pasien langsung.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fahmi. (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku
Kompas, Jakarta. Ashari. (2011). Analisis Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Tubercolosis Paru Resisten Di
Kota Makassar. FKM Unhas. Brown, J. (2011) ‘Majority objected to badger cull before policy was approved’, The
Independent, 29 July 2011.
Chandra, B. (2005). Ilmu Kedokteran, Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mulyadi. (2010). Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) .Universitas Diponegoro.
Green, Ezekiel. (2013). IS6110 Restriction Fragment Length Polymorphism Typing of Drug-resistant Mycobacterium tuberculosis Strains from Northeast South Africa. J HEALTH POPUL NUTR 2013 Mar;31(1):1-10 ISSN 1606-0997.
Incha, Ng. (2013). Spatial Dependency of Tuberculosis Incidence in Taiwan. National Taiwan University, Taipei, Taiwan.
Leida, Ida M Thaha. (2012). Analisis Epidemiologi Genetik Dan Faktor Mikronutrien Pada Penderita Multidrug Resisten Tubercolisis (MDR-TB). Program Kedokteran Pascasarjana. Unhas.
Rikha. (2012). Analisis spasial penderita tuberculosis paru di deerah dataran tinggi kota Bogor. Bogor: Kesehatan Masayarakat.
Ruswanto. (2010). Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Dalam Dan Luar Rumah Di Kabupaten Pekalongan. Jawa Tengah.
LAMPIRAN
Lampiran Gambar
Gambar 1. Peta Sebaran Kasus Tuberkulosis di Kabupaten Enrekang
Lampiran Tabel
Tabel 1. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita
Jenis Kelamin Kasus Kontrol
n % CI = 95% n % n %
Perempuan 44 50.6% 43 49.4% 87 60% OR=0.951
LL=0.510
UL=1.772
Laki-laki 36 49.3% 37 50.7% 73 40%
Total 80 100% 80 100% 160 100%
Sumber: Data primer, 2014
Tabel 2. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan
Kelembaban Rumah
Kelembaban
Rumah
Kasus Kontrol n % CI = 95%
n % n %
Risiko Tinggi 62 77.5% 12 15.0% 74 46.2% OR=19.519
LL=8.705
UL=43.764
Risiko Rendah 18 22.5% 68 85% 86 53.8%
Total 80 100% 80 100% 160 100%
Sumber: Data primer, 2014
Tabel 3. Distribusi Kejadian Tuberkulosis Berdasarkan
Pencahayan Alami Dalam Rumah
Pencahayaan
Rumah
Kasus Kontrol n CI = 95%
n % n %
Risiko Tinggi 65 81.2% 33 41.2% 98 61.2% OR=6.172
LL=3.015
UL=12.635
Risiko Rendah 15 18.8% 47 58.8% 62 38.8%
Total 80 100% 80 100% 160 100%
Sumber: Data primer, 2014