faktor- faktor yang mempengaruhi impor bawang
TRANSCRIPT
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BAWANG
MERAH DI INDONESIA
SKRIPSI
SAFITRA FIDA ALFIKA
1111092000048
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BAWANG
MERAH DI INDONESIA
SAFITRA FIDA ALFIKA
1111092000048
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018M/1439H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2018
SAFITRA FIDA ALFIKA
1111092000048
RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
Nama: : Safitra Fida Alfika
Tempat, Tanggal Lahir : Demak, 26 Maret 1993
Alamat : : Jalan Haji Raisan No.55a Rt.005/01,
Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
E-Mail : [email protected]
No. Telp : 021-78893488 / 0896-9246-2964
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Tinggi/ Berat Badan : 154 Cm/ 40 Kg
Golongan Darah : A
Kewarganegaraan : Indonesia
PENDIDIKAN FORMAL
1998-1999 : Taman Kanak- kanak Birul Amin, Cipete
Selatan
1999-2005 : SDN 03 Pagi, Cipete Selatan
2005-2008 : Madrasah Tsanawiyah Negeri 2, Ciganjur,
Jakarta Selatan
v
2008-2011 : SMA Negeri 97, Ciganjur, Jakarta Selatan
2011-2018 : Strata 1 Jurusan Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ciputat, Tangerang Selatan
PENGALAMAN KERJA
2013-2014 : Tenaga Pengajar di TPQ Ar-Rosyidiah
2014 : Praktek Kerja Lapang si CV Atom Indonesia
PENGALAMAN ORGANISASI
2006-2008 : Keanggotaan Osis MTS N 2, Ciganjur,
Jakarta Selatan
2008-2011 : Keanggotaan Rohis SMA N 97 Jakarta
2010-2011 : Kepala Bidang MSDM Rohis SMAN 97
Jakarta
RINGKASAN
Safitra Fida Alfika, Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang Merah di
Indonesia. Di bawah bimbingan Edmon Daris dan Junaidi.
Penelitian ini berjudul Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia bertujuan untuk 1) Menganalisis pengaruh dari faktor- faktor
tersebut terhadap impor bawang merah di Indonesia. 2) Menghitung elastisitas
faktor- faktor yang mempengaruhi impor bawang merah di Indonesia . Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data deret waktu
(time series) mulai tahun 2002 hingga tahun 2015. Data bersumber dari Badan
Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, FAO
(Food and Agriculture Organization of the United Nations) dan Bank Indoneria.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
menggunakan software SPSS versi 22. Pengujian statistik dalam penelitian ini
menggunakan Uji R2, Uji- t dan Uji-F.
Hasil pengujian diperoleh nilai R2
sebesar 56%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa impor bawang merah di Indonesia dapat dijelaskan oleh
variabel bebas yang digunakan dalam model penelitian ini yaitu permintaan
domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor, dan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika. Sedangkan sisanya sebesar 44% dijelaskan oleh
variabel lain diluar model penelitian ini. Hasil pengujian simultan (uji-F) secara
bersama- sama menunjukkan variabel permintaan domestik bawang merah, harga
riil bawang merah impor, dan nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika
berpengaruh terhadap impor bawang merah Indonesia. Hasil pengujian secara
parsial (uji-t) variabel permintaan domestik bawang merah memiliki pengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap impor bawang merah Indonesia, variabel
harga riil bawang merah impor memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap impor bawang merah Indonesia.
Impor bawang merah bersifat elastis terhadap permintaan domestik
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika yang artinya
impor bawang merah responsif terhadap perubahan permintaan domestik bawang
merah, dan nilai tukar riil rupiah terhadap Dollar Amerika. Impor bawang merah
bersifat inelastis terhadap harga riil bawang merah impor yang artinya impor
bawang merah tidak responsif terhadap harga riil bawang merah impor.
Keyword : Bawang Merah, Impor, Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat menyusun
dan menyelesaikan skrisi dengan judul “Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor
Bawang Merah di Indonesia”. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, menjadi panutan yang baik bagi
umat manusia.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini bukan hanya
hasil dari kerja keras penulis semata, melainkan juga bantuan tenaga maupun
waktu dan juga dorongan semangat dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam atas dukungan dan
partisipasi yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terimakasih yang berikan
kepada :
1. Kedua orang tua penulis, bapak Tri Mulyanto dan Ibu Siti Masruroh atas
dorongan semangat, cinta dan doa yang tulus yang telah diberikan selama
ini kepada penulis. Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu bakti
kepada kedua orang tua penulis dalam mendapatkan pendidikan yang lebih
baik.
2. Bapak Dr, Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, para Wakil Dekan
I,II,III beserta seluruh staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknlologi.
3. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi, yang telah membimbing dan memberikan ilmu,
viii
saran, dan arahan, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini sampai akhir.
4. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku
dosen penguji skripsi, yang telah memberikan masukan, saran dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga akhir.
5. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis semasa perkuliahan
penulis.
6. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Iwan Aminudin, M.Si
selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Agribisnis yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis dalam menyelesaikans skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan pembelajaran yang telah diberikan
selama ini kepada penulis.
8. Kakak penulis (Alfian Maulana Malik, Satrya Alfandi, Lisna Puji Lestari,
dan Rahma Cahyatri) dan adik penulis (Bagus Alfarizi) untuk semua do’a,
motivasi, nasehat, ide maupun saran yang diberikan untuk penulis.
9. Teman terdekat penulis Rinal Ferdian yang selalu memberikan semangat
dan juga memberikan waktu, maupun tenaga kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat penulis Priandari Kusandrina, Ryan Perdana Putera, Ilma Yuni
Rosita yang selalu memberikan dukungan dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman- teman MABES (Fajar Eko Daryanto, Dede Asep Sunarya,
Rasyidi Muharor, Apriansyah Ridwan Arif, Dimas Agung N, Fery
Perdian, Hasan Ashari, Fathi Adha Arrantisi, Rohmah Karimah, Isna
Yulia, Halimatus Sa’diyah san M. Satria) serta Rahmat Azizi dan Siti
Munipah yang telah memberikan pengalaman kebahagiaan dan keceriaan
yang menyenangkkan selama masa perkuliahan penulis.
ix
12. Seluruh teman- teman Agribisnis angkatan 2011 khususnya kelas
Agribisnis A, B dan C yang telah membantu dan menjadi teman penulis
semasa kuliah.
13. Sahabat HBS (Desy Pusparini, Laili Andrilisa (Almh), dan Putri Nila Sari)
yang selama bertahun- tahun ini selalu memberikan semangat dan
persahabatan yang tidak tidak pernah berakhir bagi penulis.
14. Adik- adik kelas angkatan 2012 (Duding, Eeng, Wahyu, Todi, Candra,
Arizal) yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki
kekurangan. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kata yang tidak
berkenan. Penulis juga mengharapkan atas kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini, semoga skripsi ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.
Aamiin.
Jakarta, Maret 2018
Safitra Fida Alfika
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL……………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah…….…………………………………….. 8
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………… 9
1.4 Manfaat Penelitian….………….……………………………… 10
1.5 Batasan Penelitian…………………………………………….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 11
2.1 Landasan Teori..………………………………………………. 11
2.1.1 Bawang Merah………………………………………….. 11
2.1.2 Manfaat Bawang Merah………………………………… 11
2.1.3 Perdagangan Internasional…………………………….... 13
2.1.4 Impor……………………………………………………. 21
2.1.5 Permintaan ……………………………………………… 22
2.1.6 Harga ………………………………………………........ 24
2.1.7 Nilai Tukar Perdagangan (Kurs)………………………... 25
2.1.8 Model Regresi Linier …………………………………… 27
2.1.9 Elastisitas ……………………………………………….. 28
2.2 Penelitian Terdahulu………………………………………….. 30
2.3 Kerangka Pemikiran…………………………………………... 33
xi
BAB III METODE PENELITIAN………..…………………….….. 36
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………..... 36
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ……………………………. 36
3.3 Metode Pengolahan Data……………………………………… 36
3.4 Metode Analisis Data…………………………………………. 37
3.4.1 Analisis Deskriptif………………………………………. 37
3.4.2 Analisis Regresi Berganda……………………………… 37
3.4.2.1 Uji Asumsi Klasik…………………………….. 39
3.4.2.2 Uji Statistik……………………………………. 42
3.4.3 Analisis Elastisitas……………………………………… 44
3.5 Definisi Operasional……………….……………………….…. 45
BAB IV PERKEMBANGAN KOMODITI BAWANG MERAH
DI INDONESIA………...…………………………………..
47
4.1 Sentra Produksi dan Perkembangan Produksi Bawang Merah.. 47
4.2 Perkembangan Konsumsi dan Permintaan Bawang Merah…… 50
4.3 Perkembangan Impor Bawang Merah Indonesia………...…… 54
4.4 Perkembangan Harga Bawang Impor…...…………………….. 55
4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika 56
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………...…………………… 58
5.1 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia…………………………………………….
58
5.1.1 Hasil Uji Asumsi Klasik………………………………… 58
5.1.1.1 Uji Normalitas………………………………… 59
5.1.1.2 Uji Multikolinearitas………………………….. 60
5.1.1.3 Uji Heterokedastisitas………………………… 61
5.1.1.4 Uji Autokolerasi………………………………. 62
5.1.2 Hasil dan Model Regresi Linear Berganda……………... 64
5.1.3 Hasil Uji Statistik………………………….……………. 66
5.1.3.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)…………. 66
xii
5.1.3.2 Hasil Uji F (Uji Simultan)……………………. 66
5.1.3.3 Hasil Uji t (Uji Parsial)……………………….. 67
5.2 Pembahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor
Bawang Merah di Indonesia…………………………………..
70
5.2.1 Permintaan Domestik Bawang Merah………………….. 70
5.2.2 Harga Riil Bawang Merah Impor……………………….. 72
5.2.3 Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika…….. 74
5.3 Analisis Elastisitas …………………………………………… 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….. 78
6.1 Kesimpulan……………………………………………………. 78
6.2 Saran………………………………………………………....... 78
DAFTAR PUSTAKA…….……………………………….…………. 80
LAMPIRAN ………………………………………………………… 83
DAFTAR TABEL
1. Produksi, Permintaan, Konsumsi, dan Impor Bawang Merah
Indonesia Tahun 2002-2015 ...................................................................................... 5
2. Negara Asal Impor Bawang Merah Indonesia, Tahun 2014 .................................... 7
3. Produktivitas Bawang Merah Negara Produsen Utama Bawang Merah
Dunia (Kg/Ha) ........................................................................................................... 8
4. Kandungan Gizi Bawang Merah ............................................................................... 12
5. Penelitian- penelitian Terdahulu ............................................................................... 30
6. Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................................................ 60
7. Hasil Uji Durbin- Watson .......................................................................................... 63
8. Hasil Regresi Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor bawang Merah
di Indonesia ............................................................................................................... 64
9. Hasil Pengujian Uji Koefisien Determinasi (R2) Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Impor Bawang Merah di Indonesia .................................................. 66
10. Hasil Pengujian Uji F Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor
Bawang Merah di Indonesia ...................................................................................... 67
11. Hasil Pengujian Uji t Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor
Bawang Merah di Indonesia ...................................................................................... 68
12. Hasil Oleh Data Variabel Permintaan Domestik Bawang Merah ............................. 70
13. Hasil Olah Data Variabel Harga Riil Bawang Merah Impor .................................... 72
14. Hasil Olah Data Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika ....................... 74
15. Nilai Elastisitas Impor Bawang Merah di Indonesia ................................................. 76
DAFTAR GAMBAR
1. Produksi dan Permintaan Bawang Merah Negara Indonesia Tahun
2002-2015 .................................................................................................................. 3
2. Harga Rata- rata Bawang Merah Tahun 2002-2015 ................................................. 4
3. Perdagangan Internasional ........................................................................................ 16
4. Kerangka Pemikiran .................................................................................................. 35
5. Produksi Bawang Merah di Indonesia tahun 2002-2015 .......................................... 48
6. Produksi Bawang Merah Indonesia Tahun 2002-2015 ............................................. 49
7. Konsumsi Bawang Merah Perkapita Tahun 2002-2015 ............................................ 50
8. Harga Bawang Merah Domestik Tahun 2002-2015 .................................................. 51
9. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2002-2015 ........................................................ 52
10. Permintaan Bawang Merah Negara Indonesia Tahun 2002-2015 ............................. 53
11. Impor Bawang Merah Negara Indonesia Tahun 2002-2015 ..................................... 54
12. Harga Bawang Merah Impor (Rp/kg) Tahun 2002-2015 .......................................... 55
13. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/US$) .......................................... 57
14. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual ................................................ 59
15. Scatterplot Hasil Uji Heterokedastisitas .................................................................... 61
DAFTAR LAMPIRAN
1. Produksi Bawang Merah Menurut Provinsi Tahun 2002-2015 (Ton) ...................... 84
2. Produksi Bawang Merah Menurut Kabupaten di Jawa Tengah pada
Tahun 2002-2015 (Ton) ........................................................................................... 86
3. Produksi, Permintaan, Konsumsi, dan Impor Bawang Merah
Indonesia Tahun 2002-2015 ...................................................................................... 88
4. Data Penelitian Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia .................................................................................................... 89
5. Hasil Regresi Linear Berganda Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Impor Bawang Merah di Indonesia ........................................................................... 90
6. Perhitungan Elastisitas Impor .................................................................................... 93
7. Kesepakatan Indonesia-India FTA ............................................................................ 95
8. Indeks Harga Konsumen Indonesia ........................................................................... 97
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Sampai era reformasi sekarang ini, negara Indonesia memiliki sektor
pertanian yang merupakan sektor paling penting dalam pertumbuhan ekonomi
nasional. Kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional
cukup nyata, dilihat dari proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pada tahun
2010, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) adalah
13,93 %. Namun terjadi penurunan pada tahun 2011 menjadi 13,51 % dan juga
pada tahun 2012 dengan PDB menjadi 13,37 %, kembali sektor pertanian
menunjukkan peranannya dalam menyumbangkan PDB menjadi 13,39 % pada
tahun 2013. (Statistik Indonesia, BPS 2010, BPS 2011, BPS 2012, dan BPS 2013)
Selain kontribusi sektor pertanian melalui PDB, peran sektor pertanian
sebagai penyerap tenaga kerja cukup besar. Pada tahun 2010 dari sekitar 109 juta
jumlah tenaga kerja yang bekerja, sekitar 44 juta di antaranya bekerja di sektor
pertanian, pada tahun 2011 dari sekitar 112 juta tenaga kerja yang bekerja,
sebanyak 42 juta di antaranya bekerja pada sektor pertanian. Serta pada tahun
2012 dan 2013 dari sekitar 114 juta dan 115 juta jumlah tenaga kerja yang
bekerja, sekitar 41 juta dan 40 juta diantaranya bekerja dalam sektor pertanian.
(Survei Angkatan Kerja Nasional : Sakernas BPS 2010, BPS 2011, BPS 2012, dan
BPS 2013)
2
Produk pertanian memilliki ciri khas bersifat musiman, mudah rusak,
beresiko tinggi, dan sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada saat masa panen raya
jumlah produksi akan banyak dan saat musim paceklik jumlah produksi sedikit
dan bahkan dapat menurunkan mutu dan kualitas produk pertanian tersebut. Hal
ini dapat menyebabkan harga produk pertanian yang dipasarkan menjadi naik
turun atau berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dalam sektor pertanian jenis tanaman
sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan manusia. Tanaman hortikultura mempunyai potensi yang
besar untuk dikembangkan. Selain itu permintaan akan produk hortikultura
semakin meningkat, hal ini disebaban kebutuhan masyarakat terhadap tanaman
hortikultura semakin meningkat. Khususnya sayuran, yang memiliki peran
penting dalam menyediakan gizi dan vitamin bagi tubuh kita.
Salah satu jenis tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh
petani yaitu bawang merah. Dalam masyarakat Indonesia, penggunaan bawang
merah oleh rumah tangga sangat luas, mulai dari penggunaan sebagai bumbu
dapur sampai digunakan sebagai obat herbal. Demikian pula dalam bidang
industri, bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang diperdagangkan
untuk mendapatakan keuntungan. Bawang merah mengandung berbagai zat yang
bermanfaat baik dalam mencegah dan mengobati penyakit hingga sebagai
penambah rasa dalam masakan. Oleh karena kegunaan dan manfaat yang dimiliki
bawang merah, banyak masyarakat yang mengkonsumsi atau menggunakan
bawang merah dalam keperluan dan kebutuhannya. Sehingga permintaan
masyarakat terhadap bawang merah semakin meningkat. Kebutuhan bawang
3
merah yang semakin meningkat juga harus diimbangi dengan produksi bawang
merah, sehingga kebutuhan akan bawang merah dalam negeri dapat tercukupi.
Gambar 1. Produksi dan Permintaan Bawang Merah Negara Indonesia Tahun
2002-2015 Sumber : Kementrian Perdagangan 2016 (diolah).
Pada grafik diatas terlhat bahwa terjadi peningkatan permintaan bawang
merah negara Indonesia, namun peningkatan permintaan akan bawang merah di
Indonesia tidak dapat diimbangi dengan peningkatan produksi bawang merah
negara Indonesia. Oleh karena itu negara Indonesia melakukan impor bawang
merah untuk mencukupi permintaan bawang merah dalam negeri. Adanya
kegiatan impor bawang merah tentu akan mempengaruhi harga bawang merah di
masyarakat. Impor membuat adanya persaingan harga antara komoditas domestik
dan komoditas impor. Adanya persaingan harga antara harga bawang merah
impor dengan harga bawang merah dalam negeri dapat menyebabkan harga
bawang merah berfluktuasi. Penurunan harga impor bawang merah akan
menyebabkan peningkatan volume impor bawang merah. Namun, banyaknya
bawang merah impor yang masuk ke Indonesia akan mempengaruhi harga
4
bawang merah dalam negeri. Disisi lain para petani bawang merah dihadapkan
pada harga impor bawang merah sehingga harga dipasaran menurun, hal ini dapat
merugikan petani.
Gambar 2. Harga Rata- rata Bawang Merah Tahun 2002-2015 Sumber : Kementrian Perdagangan 2016 (diolah).
Pada gambar 2 terlihat kenaikan dan penurunan harga bawang merah yang
mengidikasikan adanya ketidakseimbangan pasar bawang merah. Sangat terlihat
pada tahun 2012 harga bawang merah yaitu Rp14.349/kg melonjak cukup tajam
pada tahun 2013 sebesar Rp34.000/kg dan terjadi penurunan harga kembali pada
tahun 2014 menjadi Rp22.681/kg. Kenaikan harga pada tingkat tertentu
sebenarnya tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Namun akan menjadi
suatu masalah jika kenaikan harga sudah tidak terkendali. Sehingga menimbulkan
dampak negatif yaitu menurunnya kesejahteraan masyarakat dan daya beli
masyarakat, serta kenaikan harga tersebut mengakibatkan angka inflasi yang
tinggi.
5
Masalah yang ditimbulkan dari kenaikan harga bawang merah bukan
hanya dirasakan oleh konsumen bawang merah saja tetapi juga negara. Bagi
konsumen bawang merah, kenaikan harga bawang merah sangat dirasakan
terutama bagi kalangan masyarakat ekonomi kebawah. Kebutuhan komoditi
bawang merah sebagai bumbu dapur sangat sulit untuk dikurangi mengingat
bawang merah sudah menjadi bumbu wajib didapur. Ketidakseimbangan harga
tersebut dapat terjadi karena jumlah permintaan dan ketersediaan bawang merah
yang terlalu tinggi atau sebaliknya. Akibat dari ketidakseimbangan ini yaitu harga
bawang merah yang tidak menentu (fluktuatif).
Tabel 1. Produksi, Permintaan, Konsumsi, dan Impor Bawang Merah Indonesia
Tahun 2002-2015
Tahun
Produksi Permintaan
Konsumsi perkapita
per tahun Impor
(Ton) (Ton) (Ons) (Ton)
2002 776.572 809.502 22,056 32.930
2003 762.795 804.802 22,265 42.007
2004 757.399 806.329 21,952 48.930
2005 732.61 126.332 23,673 53.071
2006 794.931 873.393 20,857 78.462
2007 802.81 910.459 30,139 107.649
2008 853.615 981.63 27,427 128.015
2009 965.164 1.028.919 25,237 63.755
2010 1.048.934 1.119.507 25,289 70.573
2011 893.124 1.049.505 23,621 156.381
2012 964.072 1.059.228 27,636 95.156
2013 1.010.773 1.104.510 20,649 93.737
2014 1.233.984 1.308.887 24,872 74.903
2015 1.229.189 1.281.390 27,114 52.201 Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI 2016 dan BPS 2016 (diolah).
6
Pada tabel 1, terlihat bahwa produksi bawang merah mengalami
peningkatan hampir setiap tahunnya, Namun diikuti pula dengan peningkatan
jumlah permintaan bawang merah setiap tahunnya yang disertai dengan
meningkatnya jumlah konsumsi bawang merah di dalam negeri setiap tahunnya.
Hal tersebut mengakibatkan produksi bawang merah dalam negeri belum mampu
mengimbangi jumlah permintaan bawang merah di dalam negeri. Produksi
bawang merah Indonesia yang masih belum dapat memenuhi atau mencukupi
permintaan bawang merah di dalam negeri, menyebabkan negara Indonesia perlu
untuk melakukan Impor. Untuk itu sebagian kebutuhan bawang merah dipenuhi
melalui impor.
Dalam melakukan kegiatan impor, pemerintah membutuhkan alat tukar
yang digunakan dalam transaksi Internasional. Perubahan nilai tukar Rupiah
terhadap US$ dapat mempengaruhi volume impor bawang merah ke Indonesia.
Jika nilai tukar Rupiah terhadap US$ melemah maka volume impor bawang
merah akan menurun. Sedangkan kebutuhan bawang merah dalam negeri belum
mencukupi jika hanya berasal dari produksi dalam negeri. Oleh karenanya
dibutuhkan impor bawang merah. Sebaliknya jika, nilai tukar Rupiah terhadap
US$ menguat maka volume impor bawang merah akan meningkat hal ini juga
dapat menimbulkan dampak yaitu kegiatan impor yang berlebihan dapat
mengurangi devisa negara. Hal ini menimbulkan beberapa efek buruk terhadap
kegiatan dan kestabilan ekonomi negara yang akan mengakibatkan penurunan
dalam kegiatan ekonomi dalam negeri.
7
Tabel 2. Negara Asal Impor Bawang Merah Indonesia, Tahun 2014
No. Negara Asal
2014
Volume Impor
(Ton)
Nilai Impor
(000 US$)
1 India 41.302 12.272
2 Thailand 20.512 9.716
3 Vietnam 11.166 5.373
4 Philipina 1.923 947
Total 74.903 28.308
Sumber : Kementrian Pertanian, 2015 (diolah).
Pada tabel diatas terlihat bahwa , pada tahun 2014 volume impor bawang
merah Indonesia sebesar 74.903 ton. Volume ini berasal dari 4 negara yaitu India,
Thailand, Vietnam, dam Philipina. Negara terbesar asal impor bawang merah
Indonesia adalah India yaitu sebesar 41.302 ton. Negara asal impor bawang merah
Indonesia berikutnya adalah Thailand sebesar 20.512 ton, Vietnam 11.166 ton dan
Philipina 1.923 ton.
Jika dibandingkan dengan negara produsen utama bawang merah dunia,
yaitu negara India (Tabel 3). Produktivitas bawang merah negara Indonesia masih
kalah dibandingkan dengan negara India. Produktivitas bawang merah negara
Indonesia dengan rata- rata tingkat pertumbuhan tahunan, tahun 2000-2010 yaitu
sebesar 0,3%. Sedangkan produktivitas bawang merah negara India yaitu sebesar
5,2%. Oleh karenanya produksi bawang merah negara Indonesia masih kalah
dibandingkan jumlah produksi bawang merah negara India, dan dapat dilihat pada
tabel 3, rata- rata tingkat pertumbuhan tahun 2000-2010 produktivitas bawang
merah dunia sebesar 1,3%. negara Indonesia hanya 0,3%. Oleh karena itu, rata-
rata pertumbuhan produktivitas bawang merah tahun 2000-2010, negara Indonesia
masih jauh dibawah rata- rata pertumbuhan produktivitas dunia tahun 2000-2010.
8
Tabel 3. Produktivitas Bawang Merah Negara Produsen Utama Bawang Merah
Dunia (Kg/Ha)
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Produktivitas Bawang Merah
(Kg/Ha)
Dunia India Indonesia Dunia India Indonesia Dunia India Indonesia
2000 2.842,7 450,0 84,0 49.953,5 4.721,1 772,9 17.573 10.491 9.197
2006 3.665,5 768,0 89,2 67.713,1 10.847,0 794,9 18.473 14.124 8.913
2007 3.753,6 821,0 93,7 72.463,5 13.900,0 802,8 19.305 16.931 8.568
2008 3.712,6 834,0 91,8 73.682,5 13.565,0 853,6 19.846 16.265 9.301
2009 3.603,9 756,2 104,0 72.782,5 12.158,8 965,2 20.195 16.079 9.028
2010 4.033,9 1.064,0 109,6 78.534,9 15.118,0 1.048,9 19.469 14.209 9.568
Rata-
rata
tingkat
pertum
buhan
tahunan
(%)
3,5 8,6 2,6 4,9 14,2 2,3 1,3 5,2 0,3
Sumber : FAO,2012
Berdasarkan berbagai kondisi dan permasalaan yang ada terhadap
kebutuhan akan permintaan bawang merah nasional yang belum tercukupi, maka
peru dilakukan suatu pengkajian mengenai “Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Impor Bawang Merah di Indonesia”.
1. 2. Perumusan Masalah
Bawang merah memiliki kegunaan yang sangat beragam sehingga banyak
masyarakat yang mengkonsumsi dan menggunakan bawang merah untuk
keperluan dan kebutuhannya. Hal ini menyebabkan permintaan bawang merah
meningkat yang disertai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat
konsumsi bawang merah nasional. Peningkatan produksi bawang merah dalam
negeri hampir selalu terjadi setiap tahun. Namun hal tersebut belum mampu
memenuhi permintaan bawang merah dalam negeri. Kurangnya ketersediaan
bawang merah dalam negeri menyebabkan harga bawang merah dalam negeri
berfluktuasi. Sehingga untuk mengatasi kurangnya ketersediaan bawang merah di
dalam negeri, negara Indonesia melakukan kegiatan impor.
9
Peningkatan permintaan bawang merah di Indonesia tidak dapat diimbangi
oleh peningkatan produksi bawang merah domestik, oleh sebab itu suatu
penelitian tentang faktor- faktor yang mempengaruhi impor bawang merah di
Indonesia perlu dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana pengaruh permintaan domestik bawang merah, harga riil
bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
terhadap impor bawang merah di Indonesia?
2. Bagaimana respon permintaan domestik bawang merah, harga riil bawang
merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika terhadap
impor bawang merah di Indonesia?
1. 3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh permintaan domestik bawang merah, harga riil
bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
terhadap impor bawang merah di Indonesia?
2. Menghitung elastisitas permintaan domestik bawang merah, harga riil
bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
terhadap impor bawang merah di Indonesia.
10
1. 4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan impor bawang merah untuk
menghentikan impor atau mengoptimalkan produksi bawang merah dalam
negeri atau mencari produk subtitusi pengganti untuk bawang merah.
2. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai aplikasi dari
perkuliahan yang telah diterima.
3. Dari segi ilmiah, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam rangka
penelitian lanjutan atau penelitian sejenis dalam lingkup penelitian sosial
ekonomi pertanian.
1. 5. Batasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat yaitu volume impor
bawang merah Indonesia dan beberapa variabel bebas yang terkait tentang
permasalahan yaitu :
1) Permintaan domestik bawang merah
2) Harga riil bawang merah impor
3) Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 2002
hingga tahun 2015 (14 tahun).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Landasan Teori
2.1.1. Bawang Merah
Bawang merah memiliki umbi lapis yang bervariasi. Ada yang berbentuk
bulat, ada yang bundar seperti gasing terbalik sampai pipih. Warna kulit umbi ada
yang putih, kuning, merah muda, hingga merah tua ataupun merah keunguan.
Baik bagian biji maupun umbi lapis dapat dipergunakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman.
Tanaman bawang merah diperkirakan berasal dari kawasan Asia. Sebagian
refrensi menyebutkan secara spesifik bahwa bawang merah berasal dari Asia
Tengah, khususnya India. Ada juga yang menyebutkan bahwa asal- usul tanaman
ini adalah dari Asia Barat dan Mediterania, yang selanjutnya berkembang ke
Mesir dan Turki (Jaelani, 2007:15).
2.1.2. Manfaat Bawang Merah
Bawang merah lazim dikonsumsi sebagai bumbu atau pelengkap masakan.
Hampir semua jenis masakan ditanah air ini senantiasa menyertakan bawang
merah sebagai penambah cita rasa. Penggunaan lainnya yakni sebagai obat
tradisional dan kegunaan- kegunaan lain yang cukup penting. Bawang merah
mengandung senyawa asam glutamate, yang merupakan natural essence (penguat
rasa alamiah). Senyawa inilah yang menyebabkan masakan menjadi lebih enak
dan lezat. Selain itu terdapat juga senyawa propil disulfide dan propil metal-
12
disulfida yang mudah menguap, apalagi jika mengalami pemanasan,
menimbulkan aroma yang mengundang selera.
Kandungan zat- zat gizi yang terdapat dalam bawang merah dapat
membantu sistem peredaran darah maupun sistem pencernaan tubuh. Hal ini
memungkinkan organ- organ dari jaringan tubuh dapat kembali berfungsi dengan
baik. Demikian juga dengan sistem ekskresi, regulasi, maupun koordinasi.
Senyawa aktif yang terkandung dalam bawang merah juga turut berperan
dalam menetralkan zat- zat toksik yang berbahaya, dan membantu
mengeluarkannya dari dalam tubuh. Dalam hal ini, manfaat yang cukup penting
dari umbi bawang merah adalah peranannya sebagai antioksidan alami, yang
mampu menekan efek karsinogenik dari senyawa radikal bebas. Kandungan gizi
bawang merah ditunjukkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Gizi Bawang Merah
Zat Gizi Jumlah per 100 gram Umbi Bawang Merah
Kalori 39 kal
Protein 1,5 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 10,2 g
Kalsium 36 mg
Fosfor 40 mg
Zat besi 0,8 mg
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin C 2,0 mg
Air 88 mg Sumber : Komposisi Zat Gizi bawang Merah Depkes RI, 1981.
13
2.1.3. Perdagangan Internasional
Saat ini tidak ada negara yang dapat hidup tanpa berhubungan dengan
negara lain. Semua negara di dunia senantiasa berhubungan dengan negara lain
dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut tidak terbatas pada hubungan yang
dilakukan pemerintah saja, tetapi perusahaan dan perorangan. Hubungan antar
perusahaan terutama dalam bentuk perdagangan. Perdagangan yang melibakan
para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional atau bisnis
internasional. Adanya hubungan dagang (tukar-menukar) barang dan jasa yang
saling menguntungkan diantara negara- negara menyebabkan terjadinya
perdagangan internasional.
Banyak definisi yang diberikan oleh ahli ekonomi (ekonom) tentang
perdagangan internasional. Namun secara umum, perdagangan internasional
diartikan sebagai hubungan tukar- menukar barang atau jasa yang saling
menguntungkan antara satu negara dan negara lain (Deliarnov, 2006:41).
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan
melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan
sebutan perjanjian ekspor-impor. Dalam jual beli semacam ini kegiatan jual
disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir
dan pihak pembeli disebut importir. Secara ringkas kegiatan ini disebut kegiatan
ekspor- impor. Kata ekspor dipandang dari sudut pandang bahasa Indonesia
adalah perbuatan mengirimkan barang ke luar Indonesia. Sedangkan impor, yaitu
memasukkan barang luar negeri ke dalam Indonesia. Ruang lingkup perdagangan
internasional jauh lebih besar dengan perdagangan di dalam negeri. Selain itu,
14
sistem dan birokrasi yang berlaku pada perdagangan internasional pun jauh lebih
kompleks. Misalnya, mengenai alat pembayaran yang digunakan dan jenis barang
dan jasa yang diperdagangkan (Deliarnov, 2006:41).
Dalam era perekonomian global dewasa ini, kegiatan ekonomi yang
melibatkan interaksi antar negara menjadi sangat penting. Diantara berbagai
kegiatan ekonomi internasional tersebut, kegiatan ekspor- impor barang dan jasa
merupakan aktivitas perekonomian yang dapat mempengaruhi kinerja
pembangunan suatu negara. Sedangkan kemampuan ekspor dan impor suatu
negara akan dipengaruhi oleh tingkat daya saing perekonomian dan nilai mata
uang yang terbentuk.
Dalam kaitannya dengan peranan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi
telah mendapatkan kajian baik secara teoritis maupun secara empiris. Secara
eksplisit dapat dilihat dari beberapa teori perdagangan internasional klasik. Seperti
teori perdagangan internasional Absolute Advantage (keunggulan absolut atau
mutlak) oleh Adam Smith dan teori teori perdagangan Comparative Advantage
(keunggulan komparatif) oleh David Ricardo. Berbagai teori perdagangan tersebut
menjelaskan tentang adanya manfaat dari kegiatan perdagangan internasional baik
melalui ekspor maupun impor.
Teori keunggulan mutlak atau absolut dari Adam Smith dikenal sebagai
teori murni perdagangan internasional. Inti dari teori ini adalah suatu negara akan
melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, yang negara
tersebut memiliki keunggulan mutlak dan tidak memproduksi atau melakukan
15
impor jenis barang lain yang negara tersebut miliki keunggulan mutlak terhadap
negara lain yang memproduksi barang sejenis. Dengan kata lain, suatu negara
akan mengekspor (mengimpor) suatu jenis barang, jika negara tersebut dapat
(tidak dapat) memproduksinya lebih dan efisien atau lebih murah dibandingkan
negara lain. Suatu negara disebut memiliki keunggulan mutlak dari negara lain
jika negara tersebut memproduksi barang atau jasa yang tidak dapat diprosuksi
oleh negara lain. Contohnya, Indonesia memproduksi batik dan tidak
memproduksi kimono (pakaian tradisional Jepang). Sebaliknya, Jepang tidak
memproduksi pakaian tradisional Indonesia yaitu batik. Dengan demikian,
perdagangan internasional akan terjadi diantara keduanya bila Indonesia dan
Jepang bersedia saling menukarkan batik dengan kimono (Deliarnov, 2006:41).
Menurut teori keunggulan komparatif dari David Ricardo, suatu negara
disebut memiliki keunggulan komparatif dari negara lain jika negara tersebut
mampu memproduksi lebih banyak barang atau jasa dengan biaya yang lebih
murah dari pada negara lainnya. Suatu negara akan mengkhususkan diri pada
ekspor barang tertentu, apabila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif
terbesar, dan akan mengkhususkan diri pada impor barang, apabila negara tersebut
memiliki kerugian komparatif. Dengan kata lain, suatu negara akan melakukan
ekspor barang, jika barang tersebut dapat diproduksi dengan biaya lebih rendah,
dan akan melakukan impor, jika barang tersebut diproduksi dengan biaya lebih
tinggi (Deliarnov, 2006:41).
16
Ada pula teori modern yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin (H-O)
mengenai ketersediaan faktor produksi yang menyatakan bahwa komoditas-
komoditas yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah)
dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan komoditas yang
membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi secara tidak
langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang
langka diimpor. Dengan kata lain suatu negara cenderung untuk mengekspor
barang yang menggunakan faktor produksi relatif melimpah di negara tersebut,
dan akan mengimpor barang yang menggunakan faktor produksi relatif langka.
Negara A (Eksportir) Perdagangan Internasional Negara B (Importir)
Sumber: Salvatore, 1997
Gambar di atas menjelaskan terjadi perdagangan internasional antara
negara A dan negara B. Sehingga pada perdagangan internasional antara negara A
sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai negara pengimpor terjadi
keseimbangan harga komoditi. Perdagangan internasional terjadi akibat kelebihan
penawaran pada negara A dan kelebihan permintaan pada negara B. Pada negara
Gambar 3. Perdagangan Internasional
17
A harga suatu komoditas sebesar Pa, dan di negara B harga komoditas sebesar Pb.
Pada pasar internasional harga yang dimiliki oleh negara A akan lebih kecil yaitu
berada pada harga P* sehingga negara A akan mengalami kelebihan penawaran di
pasar internasional.
Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pasar
internasional. Sehingga akan terjadi kelebihan permintaan di pasar internasional.
Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan penawaran negara A mejadi
penawaran pada pasar internasional yaitu pada kurva ES. Sedangkan kelebihan
permintaan negara B menjadi permintaan di pasar Internasional yaitu sebesar ED.
Kelebihan penawaran dan permintaan tersebut akan terjadi keseimbangan harga
pasar sebesar P*. Hal tersebut akan mengakibatkan negara A mengekspor, dan
negara B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar P* di pasar
Internasional. Maka perdagangan Internasional (ekspor-impor) terjadi karena
terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb), harga internasional (P*),
permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas tetentu. Selain itu, nilai
tukar mata uang pada pasar internasional antara suatu negara dengan negara lain
secara tidak langsung akan menyebakan kegiatan ekspor- impor pada suatu
negara.
A. Faktor- faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional
Motif untuk melakukan perdagangan internasional adalah karena adanya
manfaat dari perdagangan yang diperoleh dari kedua negara. Menurut para
ekonom, penyebab utama dari perdagangan internasional terletak pada sisi
18
produksi, yaitu karena suatu negara bisa menghasilkan barang tertentu secara
lebih efisien dari pada negara lain.
Beberapa faktor yang dapat mendorong terjadinya perdagangan
internasional, yaitu sebagai berikut (Deliarnov, 2006:43) :
1. Perbedaan sumber daya alam yang dimiliki
2. Efisiensi (penghematan biaya produksi).
3. Tingkat teknologi yang digunakan.
4. Selera
5. Sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan.
Faktor- faktor lain penyebab perdagangan internasional, yaitu sebagai
berikut :
1. Teori Permintaan dan Penawaran
Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan
penawaran antara dua negara. Perbedaan permintaan disebabkan adanya
perbedaan tingkat pendapatan dan selera masyarakat. Adapun perbedaan
penawaran, antara lain disebabkan adanya perbedaan kualitas dan kuantitas
faktor- faktor produksi yang dimiliki kedua negara.
2. Vent of Surplus
Konsep ini berasal dari Adam Smith. Menurut Smith, perdagangan
internasional terjadi Karena adanya daerah baru yang lebih luas bagi pasar
produk dalam negeri. Sumber- sumber dalam negeri yang semula berlebih
(surplus) sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan.
19
B. Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan perdagangan luar negeri merupakan salah satu dari kebijakan
ekonomi makro. Tujuan kebijakan luar negeri, yaitu sebagai berikut :
1. Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk/negatif yang
berasal dari luar negeri, misalnya dampak inflasi di luar negeri terhadap
kestabilan harga di dalam negeri dan dampak resesi ekonomi dunia terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui ekspor.
2. Melindungi industri nasional dari persaingan barang- barang impor.
3. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran, sekaligus menjamin persediaan
cadangan valas yang cukup, terutama untuk pembayaran impor dan utang luar
negeri.
C. Prinsip- prinsip Dasar Perdagangan Internasional
Banyak alasan mengapa negara- negara terlibat dalam perdagangan
internasional. David Ricardo mengembangkan teori keunggulan komparatif untuk
menjelaskan perdagangan internasional atas dasar perbedaan kemampuan
teknologi antar negara. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin berpandangan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan kekayaan faktor
produksi yang dimiliki negara- negara. Perdagangan internasional juga bisa terjadi
karena perbedaan preferensi negara- negara terhadap barang dan jasa tertentu.
Apabila China memiliki permintaan lebih besar terhadap minuman bir dari pada
Indonesia, Indonesia bisa mengekspor jenis minuman tersebut ke China.
Keuntungan skala ekonomi dalam produksi juga dapat melahirkan perdagangan
20
antar negara. Perdagangan antar negara bisa juga terpengaruh dampak penerapan
sebuah kebijakan perdagangan (Arifin, dkk, 2004:17).
D. Manfaat Perdagangan Internasional
Salah satu faktor pendorong negara melakukan perdagangan internasional
tentu saja karena adanya manfaat atau keuntungan yang diperoleh oleh masing-
masing negara yang terliat didalamnya. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh
dari negara- negara yang melakukan perdagangan internasional adalah sebagai
berikut (Deliarnov, 2006:44) :
1. Meningkatnya Kualitas Konsumsi
Melalui perdagangan internasional, penduduk suatu negara dapat memperoleh
dan mengkonsumsi barang atau jasa yang kualitasnya lebih baik dibandingkan
kualitas barang atau jasa yang dihasilkan di dalam negeri.
2. Menambah Devisa Negara
Perdagangan internasional, terutama dari hasil penerimaan ekspor merupakan
sumber devisa negara yang terpenting.
3. Menstabilkan Harga- harga
Jika suatu barang atau jasa dalam negeri mahal atau langka dipasar, maka
salah satu pemecahannya, barang atau jasa tersebut dapat diimpor membuat
harga barang atau jasa akan stabil dan permintaannya dapat terpenuhi.
21
4. Memperluas Kesempatan Kerja
Perdagangan internasional dapat meningkatkan kesempatan kerja akibat
adanya pertumbuhan produksi di dalam negeri yang mengharuskan
perusahaan untuk menambah faktor produksi tenaga kerja.
5. Mempercepat Transfer Teknologi
Untuk menggunakan barang- barang yang diimpor, seringkali dibutuhkan
pengetahuan atau keterampilan tertentu. Oleh karena itu, para importir perlu
mengadakan pelatihan untuk menggunakan teknologi. Hal seperti ini akan
mempercepat terjadinya transfer teknologi (alih teknologi).
6. Adanya Diversifikasi Produk
Perdaganagn internasional dapat meningkatkan diversifikasi produk.
Misalnya, sebelum berorientasi ke pasar ekspor, sektor industri didalam negeri
hanya memproduksi jenis barang konsumsi sederhana saja. Akan tetapi setelah
membuka cabang di luar negeri jenis produksinya bertambah banyak tidak
hanya meliputi barang konsumsi sederhana saja.
2.1.4. Impor
Mankiw (2006:316) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi
impor, begitu pula dengan ekspor, yaitu:
a. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar negeri
b. Harga barang-barang di dalam negeri
c. Besarnya nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang
dibutuhkan untuk membeli mata uang asing
22
d. Ongkos angkut barang antar negara
e. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
Sukirno (2005), menyatakan bahwa impor suatu negara juga ditentukan
oleh beberapa faktor penentu ekspor, yaitu daya saing negara lain di negara
tersebut, proteksi perdagangan yang dilakukan negara tersebut dan kurs valuta
asingnya. Walau bagaimanapun faktor- faktor ini bukanlah yang paling penting.
Penentu impor yang utama ialah pendapatan masyarakat suatu negara, semakin
tinggi pendapatan masyarakat semakin banyak impor yang akan dilakukan.
Sukirno (2004), dalam praktiknya barang luar negeri bukan hanya diimpor
oleh rumah tangga saja tetapi juga oleh perusahaan dan pemerintah. Perusahaan
mengimpor bahan mentah dan barang modal dari luar negeri. Pemerintah juga
mealakukan hal yang sama, yaitu menggunakan barang konsumsi dan barang
modal yang diimpor. Maka fungsi impor berhubungan dengan pendapatan
nasional. Selain itu perubahan cita rasa masyarakat yang lebih menyukai produksi
domestik ataupun produksi negara lain merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan perubahan volume impor. Dan juga inflasi dapat menyebabkan
keseluruhan barang buatan dalam negeri menjadi lebih mahal. Hal ini mendorong
masyarakat membeli lebih banyak barang impor.
2.1.5. Permintaan
Permintaan (demand) suatu barang dan jasa berkaitan dengan interaksi
antara pembeli dan penjual dipasar yang akan menentukan tingkat harga suatu
barang dan jasa yang berlaku dipasar serta jumlah barang dan jasa tersebut dapat
23
diperjualbelikan. Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli
pada suatu komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara
jumlah yang diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan (Sugiarto
dkk, 2002:35).
Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada sesuatu barang
ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor- faktor tersebut yang terpenting
adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini (Sukirno, 2003:76) :
1. Harga Barang Itu Sendiri
2. Harga Barang Lainnya yang berkaitan erat dengan barang tersebut.
Menurut Sadono Sukirno (2010: 80) menyatakan bahwa, hubungan antara
suatu barang dengan berbagai barang jenis- jenis barang lainnya dapat
dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Barang Pengganti
b. Barang Pelengkap
c. Barang Netral
3. Pendapatan Rumah tangga dan Pendapatan dalam Masyarakat.
Berdasarkan sifat perubahan permintaan yang akan berlaku apabila
pendapatan berubah, maka berbagai jenis barang dapat dibedakan (Sukirno,
2003:1) :
a. Barang inferior, merupakan barang yang banyak diminta oleh konsumen
berpendapatan rendah. Jika pendapatan bertambah, Maka permintaan
terhadap barang inferior juga berkurang, dan sebaliknya.
24
b. Barang esensial, merupakan barang yang sangat penting artinya dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga barang tersebut akan tetap
dikonsumsi pada berbagai tingkat pendapatan.
c. Barang normal, merupakan barang yang akan mengalami kenaikan
permintaan jika pendapatan meningkat.
d. Barang mewah, merupakan jenis barang yang akan dibeli apabila
pendapatan konsumen sudah relatif tinggi.
4. Selera atau Cita Rasa Masyarakat
5. Jumlah Penduduk
6. Ekspektasi Masa Datang (Ramalan)
Menurut Mankiw (2006:229) impor sama dengan selisih antara kuantitas
permintaan domestik dengan kuantitas penawaran domestik berdasarkan harga
dunia atau harga yang berlaku dipasar internasional. Dimana jika permintaan
domestik meningkat maka kuantitas impor akan meningkat.
2.1.6. Harga
Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai
kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk
juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang
menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan preferensi
konsumen. Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga
suatu komoditas merupakan faktor kunci besarnya penawaran dan permintaan.
Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain (ekspor
dan impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu
25
diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga
akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan.
Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang
tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan
terhadap barang tersebut (ceteris paribus) (Sukirno, 2003:76).
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang- barang dalam negeri
yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan
apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga
barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga
barang impor akan mengurangi jumlah impor. (Sukirno, 2004 : 402)
2.1.7. Nilai Tukar Perdagangan (Kurs)
Para ekonom membedakan nilai tukar (kurs) menjadi dua yaitu kurs
nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah suatu nilai di
mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata
uang negara lainnya. Sebagai contoh, jika antara Dolar Amerika Serikat dan Yen
Jepang adalah 120 yen per Dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1
Dolar untuk 120 Yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki
Dolar akan membayar 120 Yen untuk setiap Dolar yang dibeli. Ketika orang-
orang mengacu pada kurs diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan
kurs nominal (Mankiw, 2006:128).
Kurs riil perdagangan (terms of trade) dari suatu negara merupakan rasio
harga komoditi ekspor terhadap harga komoditi impor. Dengan demikian, nilai
26
tukar perdagangan dari suatu negara merupakan kebalikan dari nilai tukar
perdagangan negara lain yang menjadi mitra dagang. Rasio tersebut dikalikan
dengan seratus agar diperoleh hasil akhir dalam persentase yang mudah dipahami
(Salvatore, 1997:88).
Menurut Sukirno (2004) jika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
melemah, dibutuhkan lebih banyak Rupiah untuk memperoleh satu Dollar
Amerika. Efek- efek yang ditimbukan yaitu :
1. Ekspor akan bertambah, karena dipasaran luar negeri ekspor negara menjadi
lebih murah.
2. Impor berkurang, karena barang luar negeri menjadi lebih mahal.
3. Kenaikan ekspor dan pengurangan impor akan memperbaiki neraca
pembayaran.
4. Pendapatan nasional atau devisa negara akan bertambah oleh :
a. Ekspor yang naik
b. Pengurangan impor
5. Inflasi berlaku apabila, kenaikan harga barang- barang impor akan mendorong
kepada kenaikkan harga barang-barang produksi dalam negeri.
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang
akan mengakibatkan perubahan ke atas baik ekspor maupun impor. Jika kurs
Dolar Amerika Serikat mengalami depresiasi, nilai mata uang dalam negeri
melemah dan berarti nilai mata uang asing menguat kursnya (harganya) akan
menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta
asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai
27
kurs Dolar Amerika Serikat meningkat, maka volume ekspor juga akan
meningkat.
2.1.8. Model Regresi Linier Berganda
Menurut Nachrowi, N Djalal, dan Hardius Usman (2008) dalam bukunya
yang berjudul Penggunaan Teknik Ekonometri, Tidak semua model yang
digunakan merupakan bentuk hubungan antara satu variabel terikat dan satu
veriabel bebas. Padahal, dalam kenyataannya sehari- hari, suatu fenomena tidak
hanya dipengaruhi oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor. Contohnya
adalah produksi garmen. Rendah tinggnya produksi garmen tersebut akan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti besarnya investasi perusahaan,
banyaknya tenaga kerja yang digunakan, jumlah mesin yang tersedia,
keterampilan para pekerja, atau besarnya dukungan teknologi. Bila ingin dibuat
model yang mengakomodasi seluruh faktor yang mempengaruhi tersebut,
tentunya tidak dapat digunakan model regresi sederhana.
Model regresi yang digunakan untuk membuat hubungan antara satu
variabel terikat dan beberapa variabel bebas disebut model regresi berganda.
Adapun modelnya dituliskan sebagai berikut :
Keterangan :
Y = Variabel bebas
a = Konstanta (variabel konstan)
b1, b2, b3,….., bk = Koefisien regresi
i = 1,2,3,……,N = Banyaknya observasi
Y = a + b1X1i + b2X2i + b3X3i + ……..+ bkXki
28
x1, x2,x3,……,xk = Variabel terikat
Prinsip- prinsip yang mendasari regresi linier berganda tidak berbeda
dengan regresi linier sederhana. Akan tetapi, dalam regresi linier berganda akan
dijumpai beberapa permasalahan, seperti multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
2.1.9. Elastisitas
Pengaruh perubahan harga terhadap permintaan, menyebabkan elastisitas
permintaan. Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran mengenai perubahan
yang relatif terhadap sejumlah barang yang diminta karena perubahan harga.
Dengan kata lain, elastisitas permintaan adalah derajat kepekaan jumlah barang
yang diminta karena perubahan harga barang itu. Konsep elastisitas mengukur
sampai dimana responsifnya permintaan apabila harga mengalami perubahan
disebut elastisitas permintaan harga. Selain disebabkan oleh perubahan harga,
permintaan juga dapat berubah sebagai akibat dari perubahan faktor- faktor lain
(Sukirno, 2003:115).
Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan dalam elastisitas Permintaan
berbagai barang, yang terpenting adalah :
1. Tingkat kemampuan barang- barang lain untuk menggantikan barang yang
bersangkutan.
2. Presentasi pendapatan yag akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut.
3. Jangka waktu di dalam mana permintaan itu dianalisis.
29
Jenis- jenis Elastisitas Permintaan :
1. Permintaan Elastis (Ed > 1), maka permintaan dikatakan elastis. Hal ini berarti
konsumen peka terhadap perubahan harga barang atau perubahan harga
sebesar 1% menyebabkan terjadinya perubahan jumlah yang diminta lebih
dari 1%.
2. Permintaan Elastis Sempurna (Ed = ~), suatu barang disebut memiliki
elastisitas sempurna bila memiliki elastisitas tak terhingga. Hal ini berarti
harga tetap besarnya permintaan tak terhingga . dengan demikian pada harga
tertentu, jumlah yang diminta konsumen mencapai tak terhingga atau
seberapapun persediaan barang/ jasa yang ada akan habis diminta oleh
konsumen.
3. Permintaan Inelastis (Ed < 1), maka permintaan dikatakan inelastis. Hal ini
berarti konsumen kurang peka terhadap perubahan harga barang, meskipun
harga naik atau turun masyarakat akan tetap membelinya. Perubahan harga
sebesar 1% menyebabkan terjadinya perubahan jumlah yang diminta kurang
dari 1%.
4. Permintaan Inelastis Sempurna (Ed = 0), permintaan (jumlah barang yang
diminta) tidak berubah, berapapun tinggi rendahnya tingkat harga.
5. Permintaan Elastis satuan (Ed = 1), perubahan harga sebesar 1%
menyebabkan terjadinya perubahan jumlah barang yang diminta sebesar 1%.
30
2. 2. Penelitian Terdahulu
Hasil- hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dapat dijadikan dasar, serta bahan
pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.
Tabel 5. Penelitian- penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Metode
Penelitian
Variabel Penelitian Hasil & Kesimpulan
1.
Malisa
Rachma
Handayani
(2015)
“Analisis
Faktor-
Faktor yang
Mempengar
uhi Impor
Durian di
Indonesia”.
1) Analisis
Deskriptif
2) Analisis
Regresi
Berganda
3) Analisis
Elastisitas
1) Harga Durian
Impor
2) Harga Durian
Lokal
3) Nilai Tukar
Rupiah terhadap
Dollar Amerika
4) Produk Domestik
Bruto
1) Berdasarkan hasil perhitungan olah SPSS, faktor harga
durian impor berpengaruh secara tidak nyata dan
signifikan pada taraf kepercayaan 90%, faktor harga
durian lokal berpengaruh secara nyata dan signifikan pada
taraf kepercayaan 90%, faktor nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika berpengaruh secara tidak nyata dan
signifikan pada taraf kepercayan 90%, sedangkan produk
domestik bruto (PDB) berpengaruh secara nyata dan
signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.
2) Dari hasil analisis elastisitas dihasilkan bahwa faktor
harga durian impor, harga durian lokal, nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika, dan produk domestik bruto
(PDB) memiliki sifat inelastis.
2. Tri
Purwanto
(2009)
“Analisis
Faktor-
Faktor yang
Mempengar
1) Analisis
Deskriptif
2) Analiasis
Regresi
1) Produksi
Kacang Kedelai
Nasional
2) Konsumsi
Hasil analisis menunjukkan dari enam faktor yaitu produksi
kacang kedelai nasional, konsumsi kacang kedelai nasional,
harga kacang kedelai lokal, harga kacang kedelai impor,
harga kacang kedelai dunia, dan nilai tukar Rupiah terhadap
31
uhi Inpor
Kacang
Kedelai
Nasional
Periode
1987-2007”.
Linier
Berganda
Kacang Kedelai
Nasional
3) Harga Kacang
Kedelai Lokal
4) Harga Kacang
Kedelai Impor
5) Harga Kacang
Kedelai Dunia
6) Nilai Tukar
Rupiah terhadap
Dollar Amerika
US$, diperoleh tiga faktor yang berpengaruh secara
dignifikan yaitu faktor produksi kacang kedelai nasional,
konsumsi kacang kedelai nasional dan harga kacang kedelai
lokal. Faktor produksi berpengaruh negatif terhadap impor,
sedangkan konsumsi dan harga kedelai lokal berpengaruh
positif terhadap impor.
3. Gega
Indah
Arastika
(2016)
Analisis
Faktor-
faktor yang
Mempengar
uhi Impor
Gula di
Indonesia
1) Analisis
Deskriptif
2) Analiasis
Regresi
Linier
Berganda
1) Produksi gula
2) Konsumsi gula
3) Harga gula
domestik
4) Harga gula
internasional
5) Nilai tukar
Rupiah
terhadap US$
6) Produk
Domestik Bruto
7) Tarif impor
Variabel konsumsi, harga gula domestik dan PDB memiliki
penagaruh positif terhadap impor gula Indonesia, sedangkan
variabel produksi, harga gula internasional, nilai tukar Rupiah
terhadap US$ dan tarif impor memiliki pengaruh negatif
terhadap impor gula Indonesia.
32
Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian- penelitian terdahulu
adalah pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang faktor- faktor
yang mempengaruhi impor bawang merah di Indonesia. Perbedaan lainnya adalah
penelitian ini selain menggunakan metode analisis regresi linier berganda tetapi
juga menggunakan metode analisis elastisitas yang digunakan untuk mengetahui
respon impor bawang merah di Indonesia terhadap perubahan permintaan
domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor dan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika. Selain itu, adanya variabel permintaan domestik
bawang merah merupakan faktor pembeda dengan penelitian- penelitian
terdahulu. Penelitian inu menggunakan data time series dalam periode tahun 2002
sampai tahun 2015 (kurun waktu 14 tahun).
Persamaan penelitian ini dengan penelitian- penelitian terdahulu adalah
metode analisis regresi linier berganda. Selain itu, variabel- variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki persamaan dengan variabel- variabel
bebas dalam penelitian terdahulu. Variabel- variabel bebas tersebut adalah harga
riil bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika.
33
2. 3. Kerangka Pemikiran
Pada tahun 2010, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB (Produk
Domestik Bruto) adalah 13,93 %. Namun terjadi penurunan pada tahun 2011
menjadi 13,51 % dan juga pada tahun 2012 dengan PDB menjadi 13,37 %,
kembali sektor pertanian menunjukkan peranannya dalam menyumbangkan PDB
menjadi 13,39 % pada tahun 2013. (Statistik Indonesia, BPS 2010, BPS 2011,
BPS 2012, dan BPS 2013) Selain kontribusi sektor pertanian melalui PDB, peran
sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja cukup besar. Pada tahun 2010 dari
sekitar 109 juta jumlah tenaga kerja yang bekerja, sekitar 44 juta di antaranya
bekerja di sektor pertanian, pada tahun 2011 dari sekitar 112 juta tenaga kerja
yang bekerja, sebanyak 42 juta di antaranya bekerja pada sektor pertanian. Serta
pada tahun 2012 dan 2013 dari sekitar 114 juta dan 115 juta jumlah tenaga kerja
yang bekerja, sekitar 41 juta dan 40 juta diantaranya bekerja dalam sektor
pertanian. (Survei Angkatan Kerja Nasional : Sakernas BPS 2010, BPS 2011, BPS
2012, dan BPS 2013)
Dalam sektor pertanian jenis tanaman sayuran merupakan tanaman
hortikultura yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan
manusia. Permintaan akan produk hortikultura semakin meningkat, hal ini
disebaban kebutuhan masyarakat terhadap tanaman hortikultura semakin
meningkat. Salah satu jenis tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh
petani yaitu bawang merah. Dalam masyarakat Indonesia, penggunaan bawang
merah oleh rumah tangga sangat luas, mulai dari penggunaan sebagai bumbu
dapur sampai digunakan sebagai obat herbal. Demikian pula dalam bidang
34
industri, bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang diperdagangkan
untuk mendapatakan keuntungan. Kebutuhan bawang merah yang semakin
meningkat juga harus diimbangi dengan produksi bawang merah, sehingga
kebutuhan akan bawang merah dalam negeri dapat tercukupi.
Produksi bawang merah mengalami peningkatan hampir setiap tahunnya,
Namun diikuti pula dengan peningkatan jumlah permintaan bawang merah setiap
tahunnya yang disertai dengan meningkatnya jumlah konsumsi bawang merah di
dalam negeri setiap tahunnya. Hal tersebut mengakibatkan produksi bawang
merah dalam negeri belum mampu mengimbangi jumlah permintaan bawang
merah di dalam negeri untuk itu sebagian kebutuhan bawang merah dipenuhi
melalui impor. Kegiatan impor yang berlebihan dapat mengurangi devisa negara,
hal ini menimbulkan beberapa efek buruk terhadap kegiatan dan kestabilan
ekonomi negara yang akan mengakibatkan penurunan dalam kegiatan ekonomi
dalam negeri. Oleh sebab itu suatu penelitian tentang faktor- faktor yang
mempengaruhi impor bawang merah di Indonesia perlu dilakukan.
Faktor- faktor yang diduga mempengaruhi impor bawang merah di
Indonesia adalah permintaan domestik bawang merah, harga riil impor bawang
merah dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika. Masing- maing faktor
tersebut terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik serta uji hipotesis dan
kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan
SPSS, dan selanjutnya dilakukan analisis elastisitas. Kemudian dapat ditarik
kesimplan faktor- faktor yag mempengaruhi impor bawang merah di Indonesia.
35
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
Impor Bawang Merah di Indonesia
Faktor- faktor yang diduga berpengaruh :
x1 : Permintaan Domestik Bawang Merah
x2 : Harga Rill Bawang Merah Impor
x3 : Nilai Tukar Rill Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
2. Analisis Regresi Berganda
3. Analisis Elastisitas
Hasil Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang Merah di Indonesia
Kebijakan Impor Bawang Merah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup negara Indonesia, dengan
pertimbangan negara Indonesia merupakan negara penghasil bawang merah.
Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan data dari lembaga terkait (Badan
Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, Bank Indonesia).
Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga bulan Agustus 2017.
3. 2. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data sekunder yang
berbentuk time series (data deret waktu) dalam kurun waktu selama 14 tahun yaitu
pada tahun 2002-2015. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik,
Kementrian Perdagangan, Bank Indonesia, serta Kementrian Pertanian. Sebagai
bahan referensi data diperoleh dari literatur- literatur dan penelitian terdahulu.
3. 3. Metode Pengolahan Data
Dalam pengolahan data digunakan analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan impor
bawang merah di Indonesia sedangkan analisis kuantitatif menggunakan
persamaan regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi impor bawang merah. Alat yang digunakan dalam
analisis kuantitatif pada penelitian ini adalah dengan bantuan komputer
menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Product and Service
Solution (SPSS). Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dilakukan
37
analisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Metode ini
digunakan untuk menganalisis pengaruh lebih dari satu variabel independen
terhadap variabel dependen.
3. 4. Metode Analisis Data
3.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan kegiatan mengumpulkan, mengolah data
dan kemudian mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi (Sugiono, 2009:169).
Analisis deskriptif yang digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor- faktor apa saja yang dapat mempengaruhi impor bawang merah di
Indonesia. Analisis yang dilakukan yaitu rata- rata, koefisien masing- masing
variabel, dan presentase menggunakan tabulasi data.
3.4.2. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi adalah suatu metode sederhana untuk melakukan
investigasi tentang hubungan fungsional diantara beberapa variabel. Pada model
regresi, variabel dibedakan menjadi dua bagian, yaitu variabel respons atau biasa
juga disebut variabel bergantung (dependent variable) serta variabel explanory
atau biasa juga disebut variabel penduga atau variabel bebas (independent
variable) (Nawari, 2010:1).
38
Analisis regresi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi impor bawang merah. Berikut merupakan rumus
matematis dari Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang Merah di
Indonesia :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
Keterangan :
Y = Impor bawang merah
a = Konstanta (variabel konstan)
b1, b2, b3, = Koefisien regresi
X1 = Permintaan domestik bawang merah (Ton/Tahun)
X2 = Harga riil Bawang Merah Impor (US$/Kg)
X3 = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
(Rp/US$)
Hipotesis hubungan antar variabel diperoleh bahwa :
a. b1>0 = positif, artinya meningkatnya permintaan domestik bawang merah
akan mengakibatkan meningkatnya impor bawang merah di Indonesia
b. b2<0 = negatif, artinya kenaikan harga riil bawang merah impor akan
menyebabkan menurunnya volume impor bawang merah.
c. b3<0 = negatif, artinya melemahnya nilai tukar riil Rupiah terhadap US$ akan
mengakibatkan menurunnya impor bawang merah di Indonesia.
39
Setelah bentuk persamaan regresi linier berganda diperoleh maka
selanjutnya dilakukan validasi model. Validasi model ini berfungsi untuk
mengetahui apakah hasil estimasi regresi linier berganda berbentuk logaritma
natural yang dilakukan benar- benar bebas adanya gejala heteroskedastisitas,
gejala multikolinearitas dan gejala autokorelasi.
Untuk mendapatkan hasil regresi terbaik maka perlu dilakukan uji statistik.
Pengujian hipotesis (uji statistik) dengan menggunakan program SPSS baik untuk
uji t maupun uji F dengan melihat tingkat signifikan (α) yaitu probabilitas
kesalahan menolak hipotesisi yang ternyata benar. Jika dikatakan α = 0,05 berarti
resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%. Semakin kecil α maka
semakin mengurangi resiko terjadinya kesalahan. Pada program SPSS selalu
menggunakan α = 5% pada tingkat kepercayaan 95% (Singgih, Santoso, 2000:84).
Uji statistik sebagai berikut :
3.4.2.1. Uji Asumsi Klasik
1. Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah persamaan
regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisa Normal
Probability Plot. Uji ini terpenuhi bila penyebaran data pada grafik tersebar
normal disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (Sunyoto,
2010:108).
40
Pada Normal Probability Plot prinsip normalitas dapat dideteksi dengan :
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka asumsi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapatnya hubungan
yang linear atau mendekati linear diantara variabel- variabel bebas (Ghozali,
2006:95). Terjadi atau tidaknya multikolnearitas dapat dideteksi dengan
menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor), bila nilai VIF >10 untuk
masing- masing variabel hal ini berarti bahwa antar variabel- variabel bebas
terdapat multikolinearitas. Hipotesis untuk multikolinearitas ini adalah :
1. VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas.
2. VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas.
3. Heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitas digunakan untuk menguji ketidaksamaan varian
dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian residual dari
suatu pengamatan lain tetap, maka terjadi homokedastisitas namun apabila
berbeda maka terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini digunakan metode
grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot) untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas. Jika titik- titik pada grafik scatterplot terlihat
41
menyebar secara acak dan ada pola tertentu (bergelombang, melebar kemudian
menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Jika pola tidak terbentuk dengan
jelas serta titik –titik tersebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka
tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2006:146).
4. Autokorelasi
Autokorelasi merupakan kondisi adanya korelasi antar variabel bebas.
Autokorelasi menyebabkan model menjadi tidak efisien karena tiidak mempunyai
varians terkecil dan uji signifikansi menjadi tidak andal. Autokorelasi
diidentifikasi melalui uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson adalah dengan
mencocokkan nilai yang didapat dari perhitungan (d hitung) dengan aturan
keputusan uji d (Durbin Watson) (Yuwono, 2005:142).
du = batas atas Durbin Watson
dl = batas bawah Durbin Watson
Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai
berikut:
1) Jika d < dl atau d > (4 – dl) artinya terdapat autokorelasi.
2) Jika du < d < (4 – dl), artinya tidak terdapat autokorelasi
3) Jika dl < d < du atau (4 – du) < d < (4 – dl), artinya tidak menghasilkan
kesimpulan yang pasti.
42
3.4.2.2. Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kemampuan
variable independent dalam menjelaskan keragaman variable dependent yang
diteliti. R2 memiliki range antara 0 ≤ R
2 ≤ 1. Apabila R
2 bernilai 1 / mendekati 1
maka garis regresi menjelaskan semakin baik hasil untuk model regresi tersebut
itu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sedangkan jika R2
bernilai 0 / mendekati 0 itu berarti kemampuan variabel- variabel independen
tidak dapat menjelaskan variabel dependent. Semakin besar nilai R2 (mendekati
1), maka semakin baik model regresi yang diperoleh.
2. Uji Signifikasi Simutan (Uji F)
Uji F ditunjukkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas
(independent variable) dalam model bersama- sama memiliki pengaruh yang
nyata terhadap variabel terikat (dependent variable) yang diteliti. Uji F statistik
dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung (hasil output) dengan nilai Ftabel
atau dengan membandingkan nilai signifikan dari Fhitung dengan nilai α.
Dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui permintaan domestik
bawang merah ,harga riil impor bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah
terhadap Dollar Amerika secara bersama- sama berpengaruh secara nyata
terhadap impor bawang merah di Indonesia. Dengan kriteria uji :
Ho : Variabel bebas (permintaan domestik bawang merah ,harga riil impor
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika) secara
43
bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (impor
bawang merah di Indonesia)
H1 : Variabel bebas (permintaan domestik bawang merah ,harga riil impor
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika) secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (impor bawang
merah di Indonesia)
H0 diterima apabila : Fhitung< Ftabel atau Sig > α, derajat bebas tertentu
H0 ditolak apabila : Fhitung> F tabel atau Sig < α,derajat bebas tertentu
3. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Uji t ini dilakukan untuk mengetahui apakah masing- masing variabel
independen yang ditentukan dalam model memiliki pengaruh yang nyata
(signifikan) terhadap variabel dependen yang diteliti. Dalam penelitian ini yaitu
untuk mengetahui apakah permintaan domestik bawang merah, harga riil impor
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika mempunyai
pengaruh secara nyata terhadap impor bawang merah. Uji t yang dilakukan
dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel.
Ho : Variabel bebas (permintaan domestik bawang merah ,harga riil impor
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika) secara
parsial / individu tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (impor
bawang merah di Indonesia)
H1 : Variabel bebas (permintaan domestik bawang merah ,harga riil impor
bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika) secara
44
parsial / individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (impor
bawang merah di Indonesia)
Berdasarkan nilai t hitung dan t tabel
1. Jika nilai thitung > ttabel maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat, pada taraf kepercayaan 95%. (H0 ditolak, H1 diterima)
2. Jika nilai thitung < ttabel maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat pada taraf kepercayaan 95%. (H1 ditolak, H0 diterima)
Berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS
1. Jika nilai sig. < α (0,05) maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat pada taraf kepercayaan 95%.
2. Jika nilai sig. > α (0,05) maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat pada taraf kepercayaan 95%.
3.4.3. Analisis Elastisitas
Analisis elastisitas digunakan untuk melihat derajat kepekaan variabel
bebas (variabel independen) pada suatu persamaan terhadap perubahan dari
variabel terikat (variabel dependen), dapat digunakan nilai elastisitasnya. Dalam
penelitian ini analisis elastisitas impor bawang merah dilakukan untk mengetahui
persentase kenaikan atau penurunan jumlah impor bawang merah di Indonesia
jika terjadi perubahan perhitungan, atau digunakan untuk mengukur derajat
kepekaan jumlah impor bawang merah terhadap perubahan salah satu faktor-
faktor yang mempengaruhinya dalam penelitian ini yaitu permintaan domestik
45
bawang merah ,harga riil impor bawang merah, dan nilai tukar riil Rupiah
terhadap Dollar Amerika. Rumus elastisitas permintaan sebagai berikut :
Keterangan :
Ep = Elastisitas impor bawang merah di Indonesia
bx = Koefisien regresi
x = Rata- rata variabel bebas (independent variable)
y = Rata- rata variabel terikat (dependent variable)
3. 5. Definisi Operasional
1. Bawang merah yang diteliti ialah bawang merah yang sudah bersih dari
tanah dan serabut akar, serta siap untuk dipasarkan (umbi kering panen).
2. Impor bawang merah Indonesia adalah total volume impor bawang merah
di Indonesia yang tercatat BPS dan Kementrian Pertanian tidak termasuk
impor ilegal, dan diimpor dari berbagai negara dalam satuan ton per tahun.
Data yang digunakan merupakan data tahunan (time series) selama 14
tahun dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2015.
3. Permintaan domestik bawang merah adalah total permintaan bawang
merah negara Indonesia. Satuan yang digunakan (Ton/tahun), dengan
periode waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2015.
4. Harga riil bawang merah impor adalah harga bawang merah yang dibayar
Indonesia atas pembelian bawang merah kepada negara pengekspor dalam
satuan US$/kg. Harga riil bawang merah impor diperoleh dari pembagian
46
antara Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Tahun Terbilang kemudian dikalikan dengan harga
nominal tahun terbilang, dengan periode waktu yang digunakan tahun
2002 sampai dengan tahun 2015.
5. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah nilai perbandingan
mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika (US$) yang berlaku setiap
tahunnya. Dengan satuan yang digunakan adalah Rp/US$ dengan periode
waktu yang digunakan tahun 2002 sampai dengan tahun 2015.
BAB IV
PERKEMBANGAN KOMODITI BAWANG MERAH DI INDONESIA
4.1. Sentra Produksi dan Perkembangan Produksi Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peranan
penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Tanaman hortikultura mempunyai
potensi yang besar untuk dikembangkan. Selain itu permintaan akan produk
hortikultura semakin meningkat, hal ini disebaban kebutuhan masyarakat terhadap
tanaman hortikultura semakin meningkat. Khususnya sayuran, yang memiliki
peran penting dalam menyediakan gizi dan vitamin bagi tubuh kita.
Dari total provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Tengah merupakan daerah
penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Selama 14 tahun terakhir yaitu
tahun 2002 hingga 2015, sebesar 39,91% produksi nasional bawang merah
tertinggi berasal dari provinsi Jawa Tengah. Daerah lain yang juga menyumbang
produksi cukup besar yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat sebesar 23,86% dan
12,56%. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bawang merah banyak berasal dari
provinsi di Jawa, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Seperti yang terlihat pada gambar 5, produksi bawang merah nasional
terbesar dihasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah. Dari total kabupaten di Jawa
Tengah, Kabupaten Brebes merupakan daerah penghasil bawang merah terbesar
pada tahun 2002- 2015. Kabupaten Brebes menyumbang produksi bawang merah
sebanyak 1.966.600 ton atau sekitar 67,76% dari total produksi bawang merah
provinsi Jawa Tengah 2,902,272 ton pada tahun 2002- 2015 . Kemudian penghasil
48
kedua setelah Kabupaten Brebes yaitu Kabupaten Tegal yang menyumbang
produksi bawang merah sebesar 10,14%, dan disusul dengan kabupaten-
kabupaten lainnya di Jawa Tengah.
Gambar 5. Produksi Bawang Merah di Indonesia tahun 2002-2015
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI (diolah).
Keterangan :
Gambar a : produksi bawang merah berdasarkan provinsi di Indonesia dalam
persen (%)
Gambar b : produksi bawang merah berdasarkan kabupaten di Jawa Tengah dalam
persen (%)
a b
49
Gambar 6. Produksi Bawang Merah Indonesia Tahun 2002-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah).
Berdasarkan gambar, terlihat bahwa produksi bawang merah negara
Indonesia hampir tiap tahunnya mengalami peningkatan. Produksi bawang merah
nasional Indonesia pada tahun 2002 hingga 2015 mengalami fluktuasi. Produksi
bawang merah tertinggi adalah di tahun 2014 yaitu sebesar 1.233.984 ton,
sedangkan produksi bawang merah terendah adalah 732.610 ton di tahun 2005.
Produksi bawang merah yang mengalami fluktuasi disebabkan karena berbagai
macam faktor, diantaranya adalah produktivitas bawang merah Indonesia masih
jauh di bawah rata-rata pertumbuhan produktivitas dunia. Produktivitas yang
rendah disebabkan karena permasalahan ketersediaan benih bermutu, sarana dan
prasarana produksi yang terbatas.
50
4.2. Perkembangan Konsumsi dan Permintaan Bawang Merah
Pada penelitian ini diketahui jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia
dari tahun 2002-2015 sebagai berikut :
Gambar 7. Konsumsi Bawang Merah Perkapita Tahun 2002-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah).
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap bawang merah pada tahun 2002 –
2015 mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Terjadi peningkatan dan penurunan
dalam 14 tahun terakhir. Namun dapat terlihat bahwa semakin lama konsumsi
bawang merah semakin meningkat, seperti yang terlihat konsumsi bawang merah
tertinggi yaitu pada tahun 2007 sebesar 30,139 ons perkapita pertahun, sedangkan
untuk konsumsi bawang merah terendah yaitu pada tahun 2013 sebesar 20,649
ons per kapita per tahun.
51
Gambar 8. Harga Bawang Merah Domestik Tahun 2002-2015 Sumber : Kementrian Perdagangan 2016 (diolah).
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui harga bawang merah pada
tahun 2002 hingga tahun 2015 mengalami fluktuasi. Terjadi penurunan dan juga
kenaikan harga. Harga bawang merah terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar
Rp6.635,00/kg. Sedangkan dalam grafik dapat terlihat terjadi peningkatan harga
yang cukup tinggi pada tahun 2013 dengan harga bawang merah mencapai
Rp34.004/kg. Terjadinya peningkatan harga yang cukup tinggi pada tahun 2013
ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya yaitu tingkat konsumsi masyarakat
akan bawang merah yang semakin tinggi namun ketersedian bawang merah yang
tidak memadai. Akibat dari kelangkaan bawang merah tersebut membuat harga
bawang merah menjadi meningkat. Selain itu peningkatan produksi yang lambat
sementara konsumsi terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan pendapatan masyarakat menjadikan ketersediaan bawang merah
untuk keperluan rumah tangga dan juga industri makanan seringkali kurang dari
52
kebutuhan dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas bawang merah
tersebut. Sebagai tanaman semusim, puncak produksi bawang merah hanya terjadi
pada bulan- bulan tertentu, sementara konsumsi bawang merah hampir digunakan
setiap hari dan bahkan jika pada hari- hari besar penggunaan bawang merah juga
lebih dari biasanya sehingga permintaannya cenderung melonjak.
Gambar 9. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2002-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah).
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Indonesia pada tahun 2002 – 2015 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Terlihat
bahwa pada tahun 2002 jumlah penduduk Indonesia hanya sebesar 206.264.595
jiwa namun terjadi peningkatan hingga tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia
menjadi sebanyak 255.882.675 jiwa. Dengan bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia setiap tahunnya hingga tahun 2015 dan perubahan pola konsumsi serta
selera masyarakat mempengaruhi tingkat konsumsi bawang merah di Indonesia.
53
Gambar 10. Permintaan Bawang Merah Negara Indonesia Tahun 2002-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah).
Permintaan seseorang atau suatu masyarakat terhadap suatu barang
ditentukan oleh berbagai faktor. Dalam hal ini permintaan bawang merah pada
tahun 2002 hingga tahun 2015 hampir mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Meningkatnya permintaan bawang merah tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu meningkatnya konsumsi bawang merah masyarakat,
dengan diiringi dengan meningkatnya jumlah penduduk negara Indonesia setiap
tahunnya, serta permintaan bawang merah dipengaruhi dengan harga bawang
merah domestik yang selalu mengalami fluktuasi.
54
4.3. Perkembangan Impor Bawang Merah Indonesia
Perkembangan impor bawang merah Indonesia pada periode tahun 2002-
2015 mengalami fluktusi setiap tahunnya, dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 11. Impor Bawang Merah Negara Indonesia Tahun 2002-2015 Sumber : Kementrian Pertanian 201 (diolah).
Pada periode tahun 2002-2015 impor bawang merah terendah negara
Indonesia terjadi pada tahun 2002 yaitu impor hanya sebesar 32.930 Ton bawang
merah, sedangkan impor bawang merah terbesar terjadi pada tahun 2011 dengan
impor bawang merah sebanyak 156.381 Ton. Dengan meningkatnya permintaan
bawang merah Indonesia yang terjadi namun tidak diiringi dengan jumlah
produksi maupun ketersediaan bawang merah dalam negeri yang memadai. Oleh
karena itu negara Indonesia melakukan kegiatan impor bawang merah untuk
dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dapat terlihat pada grafik
perkembangan impor bawang merah Indonesia setiap tahunnya negara Indonesia
melakukan impor bawang merah. Jika hal ini terus dilakukan dan tanpa aturan
55
maupun kebijakan pemerintah dalam mengatur kegiatan impor maka dapat
mengurangi devisa negara. Hal ini dapat menimbulkan beberapa efek buruk
terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara yang akan mengakibatkan
penurunan dalam kegiatan ekonomi dalam negeri.
4.4. Perkembangan Harga Bawang Merah Impor
Harga bawang merah impor pada setiap tahunnya mengalami perubahan
baik rendah maupun tinggi, hal ini disebabkan ketidakstabilan permintaan dan
penawaran terhadap komoditas tersebut. Harga yang mengalami kenaikan maupun
penurunan akan mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran komoditas
bawang merah tersebut. Selain itu, perubahan yang terjadi pada harga komoditas
khususnya bawang merah akan menciptakan daya saing komoditas bawang merah
terhadap perkembangan sektor hortikultura di pasar domestik maupun pasar
Internasional.
Gambar 12. Harga Bawang Merah Impor (Rp/kg) Tahun 2002-2015 Sumber : Kementrian Perdagangan RI 2016 (diolah).
56
Harga bawang merah impor cenderung fluktuatif, terjadi kenaikan dan
juga penurunan harga pada tiap tahunnya. Namun terlihat kenaikan yang cukup
tinggi pada tahun 2013 hingga tahun 2014, yang semula harga bawang merah
impor pada tahun 2012 harga bawang merah impor yaitu Rp3.435/kg naik
menjadi Rp8.040/kg pada tahun 2013 dan menjadi Rp12.344/kg pada tahun 2014.
Kenaikan harga impor tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya yaitu naiknya harga Dollar dan juga bisa disebabkan karena adanya
kenaikan tarif bea masuk atas barang impor yang ditetapkan oleh pemerintah.
Namun jika terus terjadi kenaikan harga bawang merah impor akan menimbulkan
dampak negatif bagi masyarakat karena masyarakat harus membayar lebih untuk
mendapatkan bawang merah dalam mencukupi kebutuhannya dan karena
tingginya harga bawang merah dapat membuat pembeli sepi sehingga pedagang
akan merasa rugi.
4.5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerka ditentukan oleh mekanisme
pasar uang yang dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dalam negeri dan
luar negeri. Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika terjadi
fluktuasi. Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika pada periode
tahun 2002-2015 dapat dilihat pada gambar 13.
57
Gambar 13. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/US$) Sumber : Bank Indonesia 2016 (diolah).
Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika mengalami
fluktuasi terjadi kenaikan dan juga penurunan seperti yang terjadi pada tahun
2002 hingga tahun 2011 terjadi kenaikan dan juga penurunan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika yaitu pada tahun 2002 bernilai Rp5.950/US$ dan pada
tahun 2011 bernilai Rp8.773/US$. Namun pada tahun 2011 hingga tahun 2015
nilai tukar Rupiah terhadap US$ mengalami kenaikan setiap tahunnya hingga
pada tahun 2015 nilai tukar Rupiah terhadap US$ menjadi Rp13.457/US$.
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dapat terjadi
karena disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu penurunan hasil ekspor
dan melemahnya perekonomian negara Indonesia. Dampak yang dirasakan cukup
besar dengan terjadinya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
adalah semakin mahalnya biaya untuk mencukupi kebutuhan pokok masyarakat.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia
Penelitian ini menggunakan analisis persamaan regresi linier berganda
yang betujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi
impor bawang merah di Indonesia dan seberapa besar pengaruh permintaan
domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor dan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika terhadap impor bawang merah Indonesia. Data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakaan data deret waktu (time
series) selama 14 tahun, yang dimulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2015.
Sebelum membuat model regresi linier berganda yaitu melakukan uji asumsi
klasik terlebih dahulu agar penelitian tidak bias. Uji asumsi klasik yang dilakukan
yaitu uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinearitas dan uji
autokorelasi. Selanjutnya penelitian ini juga menggunakan uji statistik yaitu uji F
(uji simultan), uji t (uji parsial), dan uji koefisien determinasi (R2).
5.1.1. Hasil Uji Asumsi Klasik
Variabel- variabel dalam penelitian diuji dengan uji asumsi klasik yaitu
data terdistribusi normal (uji normalitas), tidak terjadinya heterokedastisitas, tidak
terjadi multikolinearitas, dan tidak terjadi autokorelasi. Sehingga dapat diketahui
tidak ada gangguan pada model regresi linier berganda yang akan digunakan dan
dapat memenuhi persyaratan pada analisis linier berganda.
59
5.1.1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal
dapat dikatakan baik. Uji normalitas yang dilakukan dengan melihat normal
probability plot. Jika distribusi data normal akan membentuk satu garis lurus
diagonal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonalnya. Hasil uji normalitas bisa dilihat dalam grafik Normal P-Plot di
bawah ini.
Gambar 14. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual Sumber : Data Sekunder (diolah).
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada grafik Normal P-Plot titik- titik data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga
dapat dikatakan bahwa data terdistribusi secara normal sehingga model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Menurut Sunyoto (2010:108) suatu data dikatakan
60
terdistribusi normal jika garis data mengikuti garis diagonal, maka dapat
disimpulkan bahwa residual dalam model impor bawang merah di Indonesia
terdistribus secara normal.
5.1.1.2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakan dalam
penelitian ini ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (Ghozali, 2006:95).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diatara variabel bebas
(independen). Uji Multikolinearitas penelitian ini mendeteksi dengan
menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor), bila nilai VIF ≤10 untuk
masing- masing variabel hal ini berarti bahwa antar variabel- variabel tidak
terdapat multikolinearitas. Setelah data diolah maka dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Independen Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Permintaan Domestik Bawang Merah
(Ton) .384 2.604
Harga Riil Bawang Merah Impor
(Rp/kg) .276 3.620
Nilai Tukar Riil (Rp/US$) .584 1.714
Sumber : Data Sekunder (diolah).
Pada tabel diatas hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa
semua variabel bebas atau variabel independen yaitu permintaan domestik
bawang merah, harga riil bawang merah impor, dan nilai tukar riil Rupiah
terhadap dollar memiliki nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10, dari nilai
61
tolerance VIF ≤10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang
digunakan tidak terdapat masalah multikolinearitas.
5.1.1.3. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas pada model regresi dilakukan agar kesalahan
pengganggu konstan pada semua variabel bebas. Cara pendeteksian
heterokedastisitas dilakukan dengan melihat diagram pancar (scatterplot). Jika
titik-titik pada grafik scatterplot terlihat menyebar secara acak dan ada pola
tertentu (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka terjadi
heterokedastisitas. Jika pola tidak terbentuk dengan jelas serta titik- titik tersebar
diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heterokedastisitas
(Gujarati, 2006:146). Hasil uji heterokedastisatas dalam penelitian ini disajikan
sebagai berikut :
Gambar 15. Scatterplot Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber : Data Sekunder, diolah.
62
Gambar 15 menunjukkan diagram scatterplot memperlihatkan titik- titik
tersebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada
sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pengujian data tidak terjadi
heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai.
5.1.1.4. Uji Autokolerasi
Uji Autokolerasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terdapat kolerasi antara variabel yang diteliti dengan perubahan waktu.
Autokorelasi dapat diidentifikasi melalui uji Durbin Watson, yaitu dengan
mencocokkan nilai yang didapat dari perhitungan (d) dengan aturan keputusan uji
d (Durbin Watson) (Yuwono, 2005:142).
du = batas atas Durbin Watson
dl = batas bawah Durbin Watson
Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai
berikut:
1) Jika d < dl atau d > (4 – dl) artinya terdapat autokorelasi.
2) Jika du < d < (4 – dl), artinya tidak terdapat autokorelasi
3) Jika dl < d < du atau (4 – du) < d < (4 – dl), artinya tidak menghasilkan
kesimpulan yang pasti.
63
Uji Durbin Watson ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 7. Hasil Uji Durbin- Watson
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .746a .557 .423 38369.1332 2.061
Sumber : Data sekunder (diolah).
Berdasarkan hasil uji durbin watson diatas, diketahui nilai d =2,061,
selanjutnya nilai ini dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5%, N= 14 dan
jumlah variabel independen 3 (k= 3) = maka diperoleh nilai du =1,7788 dan nilai
dl= 0,7667 (tabel Durbin Watson). Maka nilai (4-du) = 2,2212 sedangkan nilai (4-
dl) = 3,2333. Dihasilkan yaitu :
1) d > dl (2,061 > 0,7667) dan d < 4-dl (2,061< 3,2333)
2) du < d < 4-dl (1,7788 < 2,061 < 3,2333
3) dl < d > du (0,7667 < 2,061 > 1,7788) atau 4-du < d > 4-dl (2,2212 > 2,061
<3,2333.)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam pengujian
tidak terdapat autokorelasi.
64
5.1.2. Hasil dan Model Regresi Linear Berganda
Berdasarkan hasil perhitungan data yang diperoleh dengan menggunakan
alat bantu SPSS 22, dihasilkan data sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil Regresi Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor bawang Merah
di Indonesia
Variabel
Independent
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 196451.315 100393.934 1.957 .079
Permintaan
Domestik Bawang
Merah (Ton)
.140 .097 .489 1.438 .181
Harga Riil
Bawang Merah
Impor (Rp/kg)
-10.180 7.513 -.543 -1.355 .205
Nilai Tukar Riil
(Rp/US$) -19.749 6.122 -.889 -3.226 .009
Sumber : Data sekunder (diolah).
Model regresi yang dihasilkan sebagai berikut :
Y = 196451.315 +0,140X1 -10,180X2 -19,749X3
Y = Impor bawang merah (Ton)
X1 = Permintaan domestik bawang merah (Ton)
X2 = Harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)
X3 = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/US$)
Dari hasil perhitungan SPSS didapatkan hasil untuk nilai konstanta sebesar
196451.315. Hal ini menunjukkan apabila permintaan domestik bawang merah,
harga riil bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika sama dengan 0, maka impor bawang merah di Indonesia adalah sebesar
196451.315 ton. Terdapat satu koefisien regresi bertanda positif yaitu variabel
65
permintaan domestik bawang merah (X1) dan dua koefisien regresi bertanda
negatif yaitu variabel harga riil bawang merah impor (X2) dan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika (X3). Tanda koefisien regresi positif memiliki
arti perubahan salah satu variabel bebas akan mengakibatkan perubahan variabel
bebas dengan arah yang sama dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap
konstan atau tetap. Sebaliknya tanda koefisien regresi negatif memiliki arti setiap
perubahan salah satu variabel bebas akan mengakibatkan perubahan variabel
terikat dengan arah yang berlawanan dengan asumsi variabel bebas lainnya
dianggap konstan atau tetap. Berikut hasil dari analisis persamaan regresi linier
berganda dalam penelitian :
1. Permintaan domestik bawang merah (X1) dengan nilai 0,14, menyatakan
bahwa setiap peningkatan permintaan domestik bawang merah sebesar 1
ton maka akan menaikkan impor bawang merah (Y) sebesar 0,14 ton
dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan atau tetap.
2. Harga riil bawang merah impor (X2) dengan nilai -10,18, menyatakan
bahwa setiap peningkatan harga riil bawang merah impor sebesar 1 Rp/kg,
maka akan menurunkan impor bawang merah (Y) sebesar 10,18 ton
dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan atau tetap.
3. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika (X3) dengan nilai -19,749,
menyatakan bahwa setiap pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika sebesar 1 Rp/US$, maka akan menurunkan impor bawang merah
(Y) sebesar 19,749 ton dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan atau
tetap.
66
5.1.3. Hasil Uji Statistik
5.1.3.1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh
permintaan domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor dan nilai
tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika terhadap impor bawang merah
Indonesia. Tabel di bawah ini akan menunjukkan hasil perhitungan koefisien
determinasi untuk faktor- faktor tersebut.
Tabel 9. Hasil Pengujian Uji Koefisien Determinasi (R2) Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Impor Bawang Merah di Indonesia
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .746a .557 .423 38369.1332
Sumber : Data sekunder (diolah).
Dari tabel 9 dihasilkan nilai koefisien determinasi dari persamaan regresi
adalah sebesar 0,557 atau 56%, yang artinya variabel impor bawang merah
Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel harga riil bawang merah impor, nilai
tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan permintaan domestik bawang
merah. Sedangkan 44% mampu dijelaskan oleh variabel-variabel di luar model
(yang tidak diteliti).
5.1.3.2. Hasil Uji F (Uji Simultan)
Uji F dilakukan untuk mengetahui harga riil bawang merah impor, nilai
tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan permintaan domestik bawang
merah secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap impor bawang
merah Indonesia, yaitu dengan membandingkan antara nilai Fhitung dengan Ftabel.
Hasil pengolahan Uji F dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut :
67
Tabel 10. Hasil Pengujian Uji F Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor
Bawang Merah di Indonesia
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 18474855901.634 3 6158285300.545 4.183 .037b
Residual 14721903816.471 10 1472190381.647
Total 33196759718.104 13
Sumber : Data sekunder (diolah).
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 10 dihasilkan nilai Fhitung sebesar
4,183, sedangkan nilai Ftabel sebesar 3,71 (tabel F). maka nilai Fhitung lebih besar
dari Ftabel yaitu 4,183> 3,71 dengan nilai signifikansi 0,037 < 0,05 sesuai dengan
dasar pengambilan keputusan dalam uji F, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel permintaan domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor,
dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika, secara bersama- sama atau
simultan berpengaruh terhadap impor bawang merah Indonesia.
5.1.3.3. Hasil Uji t (Uji Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah masing- masing variabel bebas
(harga riil bawang merah impor, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika,
dan permintaan domestik bawang merah) memiliki pengaruh yang nyata terhadap
variabel terikat (impor bawang merah Indonesia). Dasar pengambilan keputusan
dalam uji t :
Berdasarkan nilai t hitung dan t tabel
1. Jika nilai thitung > ttabel maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel
terikat.
68
2. Jika nilai thitung < ttabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat.
Berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS
1. Jika nilai sig. < α (0,05) maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat.
2. Jika nilai sig. > α (0,05) maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat.
Tabel 11. Hasil Pengujian Uji t Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 196451.
315 100393.934 1.957 .079
Permintaan Domestik
Bawang Merah (Ton) .140 .097 .489 1.438 .181
Harga Riil Bawang
Merah Impor (Rp/kg) -10.180 7.513 -.543 -1.355 .205
Nilai Tukar Riil
(Rp/US$) -19.749 6.122 -.889 -3.226 .009
Sumber : Data sekunder (diolah).
Pada tabel 11 hasil pengujian uji t menunjukkan bahwa permintaan
domestik bawang merah dan harga riil bawang merah impor berpengaruh tidak
signifikan terhadap impor bawang merah Indonesia. Sedangkan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh signifikan terhadap impor bawang
merah Indonesia. Sehingga dapat dianalisis sebagai berikut :
1. Pada tingkat kepercayaan 95% permintaan domestik bawang merah dengan
nilai thitung sebesar 1,438 lebih kecil dibandingkan dengan ttabel yaitu 2,228, atau
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,181 lebih besar dari nilai α (0,181 >
69
0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permintaan domestik
bawang merah (thitung<ttabel atau sig> α yang berarti bahwa permintaan
domestik bawang merah memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
impor bawang merah Indonesia. Tanda positif menunjukkan permintaan
domestik bawang merah berpengaruh positif terhadap impor bawang merah di
Indonesia.
2. Pada tingkat kepercayaan 95% harga riil bawang merah impor dengan nilai
thitung sebesar -1,355. Tanda negatif menunjukkan bahwa harga riil bawang
merah impor berpengaruh negatif terhadap impor bawang merah Indonesia.
Harga riil bawang merah impor dengan nilai thitung lebih kecil dibandingkan
dengan ttabel yaitu 2,228, atau memiliki nilai signifikansi sebesar 0,205 lebih
besar dari nilai α (0,205 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
harga riil bawang merah impor (thitung<ttabel atau sig> α) yang berarti bahwa
harga riil bawang merah impor memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap impor bawang merah Indonesia.
3. Pada tingkat kepercayaan 95% nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
dengan nilai thitung sebesar -3,226, tanda negatif menunjukkan bahwa nilai
tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika berpengaruh negatif terhadap impor
bawang merah Indonesia. Nilai thitung nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika lebih besar dibandingkan dengan ttabel yaitu 2,228, atau memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari nilai α (0,009 < 0,05). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika (thitung>ttabel atau sig< α) yang berarti bahwa nilai tukar riil Rupiah
70
terhadap Dollar Amerika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impor
bawang merah Indonesia.
5.2. Pembahasan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dan hasil dari uji statistik
faktor- faktor yang mempengaruhi impor bawang merah di Indonesia dapat
dijelaskan pengaruh antara variabel permintaan domestik bawang merah, harga
riil bawang merah impor dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
terhadap impor bawang merah Indonesia.
5.2.1. Permintaan Domestik Bawang Merah
Hasil oleh data variabel permintaan domestik bawang merah berdasarkan
regresi dan hasil uji t sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Oleh Data Variabel Permintaan Domestik Bawang Merah
Variabel Hasil Regresi thitung Sig. ttabel
Permintaan Domestik Bawang
Merah (Ton) .140 1.438 .181 2,228
Sumber : Data sekunder (diolah).
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel
permintaan domestik bawang merah sebesar 0,140 dan memiliki hubungan yang
positif terhadap impor bawang merah Indonesia, yang berarti bahwa peningkatan
permintaan sebesar 1 ton akan menaikkan impor bawang merah Indonesia sebesar
0,140 ton hal ini sesuai dengan hipotesis. Hasil uji t variabel permintaan domestik
bawang merah memiliki nilai thitung<ttabel (1,438 < 2,228) dan nilai sig> α (0,181 >
0,05), maka dapat disimpulkan variabel permintaan domestik bawang merah
71
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap impor bawang merah
Indonesia.
Permintaan domestik bawang merah pada tahun 2002 hingga tahun 2015
hampir mengalami peningkatan setiap tahunnya karena komoditas bawang merah
sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, bukan hanya sebagai pelengkap
bumbu dapur tetapi komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan
kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap
perkembangan ekonomi wilayah. Meskipun bawang merah bukan termasuk bahan
pokok, akan tetapi permintaannya sebagai bahan pangan terus meningkat dari
tahun ke tahun, sejalan dengan pertumbuhan penduduk, semakin berkembangnya
industri makanan jadi dan pengembangan pasar. Begitu juga dengan penawaran
bawang merah. Setiap tahun hampir selalu terjadi peningkatan produksi.
Meningkatnya permintaan domestik bawang merah tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya yaitu meningkatnya konsumsi bawang merah
masyarakat, dengan diiringi dengan meningkatnya jumlah penduduk negara
Indonesia setiap tahunnya, serta permintaan domestik bawang merah dipengaruhi
dengan harga bawang merah domestik yang selalu mengalami fluktuasi.
Pemenuhan kebutuhan akan bawang merah bisa dipenuhi melalui dua cara yaitu
melalui domestik dan impor. Banyak pihak dalam negeri berharap kebutuhan
bawang merah dipenuhi melalui produksi domestik dan impor hanya dilakukan
jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan bawang merah
dalam negeri. Pada lampiran 3 dapat dilihat produksi dalam negeri mengalami
72
peningkatan. Peningkatan produksi ini seharusnya dapat mengurangi
ketergantungan akan impor, namun pada kenyatannya impor bawang merah masih
terus dilakukan dimana permintaan yang cenderung meningkat setiap tahunnya
yang dapat dipenuhi melalui impor.
5.2.2. Harga Riil Bawang Merah Impor
Hasil olah data variabel harga riil bawang merah impor berdasarkan
regresi dan hasil uji t sebagai berikut :
Tabel 13. Hasil Olah Data Variabel Harga Riil Bawang Merah Impor
Variabel Hasil Regresi thitung Sig. ttabel
Harga Riil Bawang Merah Impor
(Rp/kg) -10.180 -1.355 .205 2,228
Sumber : Data sekunder (diolah).
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel harga
riil bawang merah impor sebesar -10,180 dan memiliki hubungan yang negatif
terhadap impor bawang merah Indonesia, yang berarti bahwa peningkatan harga
bawang merah impor sebesar 1 Rp/kg akan menurunkan impor bawang merah
Indonesia sebesar 10,180 ton , hal ini sesuai dengan hipotesis. Hasil uji t variabel
harga riil bawang merah impor memiliki nilai thitung<ttabel (-1.355 < 2,228) dan
nilai sig> α (0,205 > 0,05), maka dapat disimpulkan variabel harga riil bawang
merah impor memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap impor bawang
merah Indonesia.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi
harga yang relatif tinggi. Fluktuasi harga bawang merah dapat disebabkan oleh
pasokan dan harga impor bawang merah. Impor bawang merah menyebabkan
73
turunnya harga bawang merah lokal serta dapat merugikan petani bawang merah,
termasuk petani- petani di sentra produksi bawang merah. Impor bawang merah
pada tahun- tahun tertentu dapat terjadi bentrok dengan masa panen bawang
merah. Dengan melimahnya pasokan bawang merah dikhawatirkan akan
menurunkan harga bawang merah, yang akan merugikan petani, namun jika tidak
dijual dengan harga murah maka bawang merah tidak akan laku dijual dan akan
membusuk.
Produki bawang merah Indonesia bersifat musiman seperti hasil pertanian
lainnya, produksi akan melimpah dimusim kemarau sedangkan akan berkurang
pada musim penghujan. Sementara kebutuhan akan bawang merah selalu
digunakan hampir setiap harinya. Seringkali kebutuhan bawang merah tidak
terpenuhi, maka dilakukanlah kegiatan impor bawang merah, dan begitu juga
sebaliknya ketika terjadi over stock akibat panen yang berlebih ditambah dari
impor bawang merah mengakibatkan harga bawang merah dalam negeri rendah.
Harga bawang merah impor pada tahun 2002- 2015 masih lebih murah
dibandingkan dengan harga bawang merah domestik. Hal ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya perbedaan jumlah produksi dan permintaan yang
menyebabkan terjadinya gejolak harga.
Pemerintah berencana melakukan upaya kebijakan impor. Kebijakan ini
dilakukan untuk menekan harga yang ada di pasar agar semua kalangan
masyarakat mampu membeli bumbu dapur ini. Tetapi hal ini tentu menimbulkan
pro dan kontra baik itu di tingkat pemerintah sendiri maupun petani. Adanya
74
kebijakan impor tentu saja mengancam keberlangsungan produksi bawang merah.
Ketika impor diberlakukan, maka akan menyebabkan harga bawang merah
nasional menjadi rendah dan ini mengakibatkan petani akan mengalami kerugian.
Selain itu tingginya harag bawang merah bukan hanya disebabkan karena jumlah
produksi yang sedikit, akan tetapi juga disebabkan karena distribusi (rantai
pemasaran) yang terlalu panjang dan banyaknya pedagang yang memainkan
harga. Sehingga harga bawang merah domestik lebih mahal dibandingkan harga
bawang merah impor. Jika terus seperti ini konsumen bawang merah akan beralih
mengkonsumsi bawang merah impor dibandingkan dengan bawang merah lokal.
Karena harga yang lebih terjangkau. Hal ini mengakibatkan bawang merah lokal
tidak akan laku di pasaran.
5.2.3. Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Hasil oleh data variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
berdasarkan regresi dan hasil uji t sebagai berikut :
Tabel 14. Hasil Olah Data Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Variabel Hasil Regresi thitung Sig. ttabel
Nilai Tukar Riil (Rp/US$) -19.749 -3.226 .009 2,228 Sumber : Data sekunder (diolah).
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika sebesar -19,749 dan memiliki hubungan yang
negatif terhadap impor bawang merah Indonesia, yang berarti bahwa pelemahan
nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika sebesar 1 Rp/US$ akan
menurunkan impor bawang merah Indonesia sebesar 19,749 ton, hal ini sesuai
75
dengan hipotesis. Hasil uji t nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika
memiliki nilai thitung>ttabel ( 3,266 > 2,228) dan nilai sig< α (0,009 < 0,05), maka
dapat disimpulkan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap impor bawang merah Indonesia.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika memiliki pengaruh yang
nyata terhadap impor bawang merah Indonesia dikarenakan alat tukar yang
digunakan dalam jual beli antar negara atau disebut juga perdagangan
internasional yaitu menggunakan Dollar, sehingga bila terjadi pelemahan nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh
pemerintah dalam mengimpor bawang merah. Dampak dari melemahnya nilai
tukar Rupiah adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam
mengimpor bawang merah, pajak, bea cukai, biaya distribusi akan meningkat
karna biaya- biaya tersebut dibayarkan dalam bentuk Dollar.
Jika dilihat pada lampiran 4, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
pada tahun 2002- 2015 terus melemah, jika hal ini terus terjadi dan impor bawang
merah terus dilakukan secara berekelanjutan tanpa adanya batasan atau kuota
impor maka akan berdampak negatif bagi devisa negara. Selain itu hal ini
mengakibatkan naiknya biaya impor yang berpengaruh terhadap harga bawang
merah impor dan tingginya biaya transportasi ke Indonesia. Sebaliknya jika nilai
tukar Rupiah terhadap dollar menguat maka biaya impor yang dikeluarkan
mengecil. Selain itu jika harga bawang merah impor jauh lebih murah
dibandingkan harga bawang merah domestik maka akan mengakibatkan
76
konsumen bawang merah beralih kepada bawang merah impor dan meninggalkan
bawang merah lokal yang harganya lebih mahal.
5.3. Analisis Elastisitas
Analisis elastisitas digunakan untuk mengukur respon atau derajat
kepekaan impor bawang merah di Indonesia terhadap perubahan salah satu faktor
yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini faktor- faktor yang digunakan yaitu
permintaan domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor dan nilai
tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika. Berdasarkan model regresi yang sudah
didapat dari perhitungan maka dapat dihitung nilai elastisitas impor bawang
merah di Indonesia.
Tabel 15. Nilai Elastisitas Impor Bawang Merah di Indonesia
Variabel Bebas Nilai Elastisitas Jenis Elastisitas
Permintaan Domestik Bawang
Merah (Ton) 1,776 Elastis
Harga Riil Bawang Merah
Impor (Rp/kg) 0,580 Inelastis
Nilai Tukar Riil (Rp/US$) 2,350 Elastis
Sumber : Data sekunder (diolah).
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel permintaan domestik bawang
merah dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika bersifat elastis,
sedangkan harga riil bawang merah impor bersifat inelastis. Adapun nilai
elastisitas impor masing- masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Permintaan domestik bawang merah menunjukkan nilai elastisitas sebesar
1,776, artinya permintaan domestik bawang merah bersifat elastis, persentase
77
perubahan jumlah impor bawang merah di Indonesia lebih besar dibandingkan
persentase perubahan permintaan domestik bawang merah domestik, sehingga
perubahan 1% permintaan domestik bawang merah akan mengakibatkan
perubahan permintaan impor bawang merah sebesar 1,776%.
2. Harga riil bawang merah impor menunjukkan nilai elastisitas sebesar 0,580,
artinya harga riil bawang merah impor bersifat inelastis, persentase perubahan
impor bawang merah di Indonesia lebih kecil dibandingkan persentase
perubahan harga riil bawang merah impor, sehingga perubahan 1% harga riil
bawang merah impor akan mengakibatkan perubahan permintaan impor
bawang merah kurang dari 0,580%.
3. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika menunjukkan nilai elastisitas
sebesar 2,350, artinya permintaan domestik bawang merah bersifat elastis,
persentase perubahan jumlah impor bawang merah di Indonesia lebih besar
dibandingkan persentase perubahan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika, sehingga perubahan 1% nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika akan mengakibatkan perubahan permintaan impor bawang merah
sebesar 2,350 %.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi linier berganda menghasilkan
variabel yang dominan baik dengan nilai koefisien regresi dan uji t, serta nilai
signifikansi yang baik yaitu variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar
Amerika memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap impor bawang
merah Indonesia yang artinya jika terjadi pelemahan nilai tukar riil Rupiah
terhadap Dollar Amerika maka impor bawang merah Indonesia akan menurun.
2. Hasil penelitian berdasarkan hasil analisis elastisitas menyatakan bahwa
variabel impor bawang merah di Indonesia memiliki sifat elastis terhadap
variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika, artinya impor
bawang merah responsif terhadap perubahan nilai tukar riil Rupiah terhadap
Dollar Amerika.
6.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan yaitu :
1. Dalam penelitian ini, dihasilkan variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap
Dollar Amerika memiliki pengaruh yang kuat terhadap impor bawang merah
di Indonesia dan impor bawang merah Indonesia responsif terhadap perubahan
nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika. Diharapkan pemerintah dapat
mementukan kebijakan untuk menghentikan impor bawang merah karena nilai
79
tukar khususnya Dollar Amerika (US$) akan terus meningkat sehingga negara
Indonesia akan membutuhkan lebih banyak Rupiah untuk mengimpor bawang
merah. Menghentikan impor bawang merah di Indonesia dapat dilakukan
dengan meningkatkan atau mengoptimalkan produksi bawang merah dalam
negeri sehingga dapat mencukupi permintaan domestik bawang merah
domestik, hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada impor bawang merah
serta dapat menghemat devisa negara dan meningkatkan kesejahteraan petani
bawang merah di dalam negeri.
2. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel bebas yaitu permintaan
domestik bawang merah, harga riil bawang merah impor dan nilai tukar riil
Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan penelitian ini dilakukan pada kurun
waktu empat belas tahun, yaitu pada tahun 2002-2015. Oleh karena itu
diharapkan ada penelitian lanjutan untuk mengembangkan model agar nilai
koefisien determinasi (R2) dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Eeng dan Epi Indriyani. Membina Kompetensi Ekonomi (Bandung:
Grafindo Media Pratama: Bandung, 2007).
Arastika, Gega Indah. Analisis Faktor- faktor yang mempengaruhi Impor Gula di
Indonesia. [Skripsi]. (Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Sains dan Teknologi, 2016).
Arifin, Syamsul, Dian Ediana RAE dan Charles P.R. Joseph. Kerjasama
Perdagangan Internasional. (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2004).
Berata, I Komang Oto. Panduan Praktis Ekspor Impor. (Jakarta : Raih Asa Sukses
(Penebar Swadaya Grup), 2014).
Deliarnov. Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. (Jakarta : Erlangga,2006).
Dominick, Salvatore. Ekonomi Internasional. Terjemahan oleh Haris Munandar
Ed.5 cetak 1. (Jakarta : Erlangga,1997).
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. (Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006)
Gujarati, Damodar N. Dasar- dasar Ekonometrika Jilid 1. (Jakarta : Erlangga,
2006).
Handayani, Malisa Rachma. Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Impor
Durian di Indonesia [Skripsi]. (Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Sains Dan Teknologi, 2015).
Jaelani. Khasiat Bawang Merah (Yogyakarta : Kasinius, 2007).
Lukman dan Indoyana Nasarudin. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. (Jakarta :
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007).
Mankiw, N Greeory. Makroekonomi. Terjemahan oleh Fitria Liza dan Imam
Nurmawan Ed.6. (Jakarta : Erlangga, 2006).
Nachrowi, N Djalal, dan Hardius Usman. Penggunaan Teknik Ekonometri.
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008).
Nawari. Analisis Regresi (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2010).
Pracoyo, Tri Kunawangsih dan Antyo Pracoyo. Aspek Dasar Ekonomi Mikro
(Jakarta : Grasindo , 2006).
81
Purwanto, Tri. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Kacang
Kedelai Nasional Periode 1987-2007 [Skripsi]. (Bogor : Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, 2009).
Rahayu, Estu Dan Nur Berlian V.A. Mengenal Varietas Unggul Dengan Cara
Budidaya Secara Kontinu “Bawang Merah” (Jakarta: PT Penebar
Swadaya, 2004).
Rasul, Agung Abdul, Nuryadi Wijiharjono dan Tupi Setyowati. Ekonomi Mikro
Ed.2. (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013).
Raswati., Fitria Dewi. Faktor- faktor yang mempengaruhi impor tekstil dan
produk tekstil (TPT) Indonesia [Skripsi]. (Bogor : Indtitut Pertanian
Bogor, Fakultas Pertanian, 2008).
Singgih, Santoso. Latihan SPSS Statistik Parmetik. (Jakarta : Gramedia, 2000).
Sugiarto, Tedy Herlambang Dkk. Ekonomi Mikro “Sebuah Kajian Komperhensif”
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002).
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung :
Alfabeta, 2009).
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. (Jakarta : PT. Salemba Empat,
2003).
Sukirno, Sadono. Makroekonomi [Teori Pengantar] Ed.3. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004).
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Modern [Perkembaangan Pemikiran Dari Klasik
Hingga Keynesian Baru] Ed.1. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005).
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Ilmu Mikroekonomi. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2010).
Sunyoto, Danang. Uji KHI Kuadrat dan Regresi untuk Penelitian. (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2010).
Suprayitno, Eko. Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta : UIN- Malang
Press, 2008).
Sutedi, Adrian. Hukum Ekspor Impor. (Jakarta : Raih Asa Sukses (Penebar
Swadaya Grup), 2014).
Wahana Computer. Solusi Mudah Dan Cepat Menguasai SPSS 1.0 Untuk
Pengolahan Data Statistik (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2009).
Yuwono, Prapto. Pengantar Ekonometri. (Yogyakarta : CV. Ando Offset, 2005).
82
Basis Data Kementrian RI. Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2005-
2014. http://www.pertanian.go.id/, 2 September 2015.
Basis Data Kementrian RI. Produksi Bawang Merah Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2005-2014. http://www.pertanian.go.id/, 20 September
2015.
Basis Data Kementrian RI. Produksi Bawang Merah Menurut Kabupaten di Jawa
Tengah Tahun 2005-2014. http://www.pertanian.go.id/, 20 September
2015.
Kementrian Perdagangan RI. Harga Rata- rata Bawang Merah Nasional Tahun
2005-2014. http://www.kemendag.go.id/, 2 September 2015. Pk. 15.00
WIB.
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. Produksi Bawang Merah Menurut Provinsi Tahun 2002-2015 (Ton)
Lokasi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah %
Aceh 3.995 6.325 7.884 7856 7.494 6.222 5.949 2.868 3.615 2.6 4.385 3.711 6.707 5.738,8 51,407 0,55
Sumatera Utara 25.144 25.431 19.71 9.226 8.666 11.005 12.071 12.655 9.413 12.449 14.156 8.305 7.81 9.970,7 105,756 1,13
Sumatera Barat 10.736 8.157 13.873 19.118 20.037 18.17 20.737 21.985 25.058 32.442 35.838 42.791 61.335 61.567,5 297,511 3,19
Riau 0 0 0 0 0 0 51 0 0 0 0 12 59 140,1 122 0,01
Jambi 1.78 1.466 1.18 1.212 1.621 1.493 2.632 1.813 1.492 7.994 6.85 1.01 4.836 3.936,3 30,953 0,33
Sumatera Selatan 26 18 82 84 45 40 51 17 74 37 18 218 151 582,8 735 0,01
Bengkulu 652 2.089 352 290 443 513 1.08 938 602 506 696 699 460 445 6,227 0,06
Lampung 1.364 715 610 605 162 443 291 300 369 705 416 220 943 1.986,5 4,454 0,05
Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 21 0 3 15,2 31 0,01
Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,8 0 0
Jawa Barat 0 0 0 118.795 112.964 116.142 116.929 123.587 116.396 101.273 115.896 115.585 130.082 0 1,167,649 12,56
Jawa Tengah 96.619 120.219 121.194 202.692 253.411 268.914 379.903 406.725 506.357 372.256 381.813 419472 519.356 129.147,7 3,710,899 39,91
Daerah Istimewa Yogyakarta 215.601 231.052 230.976 21.444 24.511 15.564 16.996 19.763 19.95 14.407 11.855 9.541 12.36 471.169,1 166,391 1,79
Jawa Timur 27.038 24.81 18.818 233.098 232.953 228.083 181.517 181.49 203.739 198.388 222.862 243.087 293.179 8.798,5 2,218,396 23,86
Banten 223.147 213.818 224.971 218 159 247 158 668 351 421 1.228 1.836 1.675 277.120,9 6,961 0,07
Bali 357 211 222 11.29 9.915 9.668 7.76 11.554 10.981 9.319 8.666 7.977 11,884 686.7 99,017 1,06
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI 2016 (diolah).
85
Lampiran 1. Lanjutan.
Lokasi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah %
Nusa Tenggara Barat 12.502 12.61 12.697 81.37 85.68 90.18 68.7 133.95 104.32 78.3 100.99 101.6 117.51 10.147,2 962,678 10,35
Nusa Tenggara Timur 91.151 82.84 77.237 3.837 7.142 7.144 15.1 16.602 3.879 2.436 2.061 3.1 2.229 160.201,3 63,567 0,68
Kalimantan Barat 6.524 5.367 5.739 0 5 0 0 0 0 0 0 0 4 2.082,1 9 0,01
Kalimantan Tengah 0 0 0 0 0 129 0 0 0 0 1 56 125 15 311 0,01
Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 5 9 17 0 7 0 53 475 80,1 566 0,01
Kalimantan Timur 120 0 0 64 152 195 158 122 35 15 75 46 388 866,8 1,250 0,01
Sulawesi Utara 114 208 223 2.587 3.332 3.683 3.86 6.918 5.963 5.005 5.301 1.354 1.242 254,6 39,244 0,42
Sulawesi Tengah 0 0 0 2.285 8.659 8.369 5.77 6.49 10.301 10.824 7.272 4.4 6.923 0 71,296 0,77
Sulawesi Selatan 1.506 2.243 2.332 12.08 12.09 10.7 10.5 13.246 23.276 41.71 41.238 44,034 51.728 1.715,5 260,619 2,80
Sulawesi Tenggara 4.911 4.43 5.041 418 578 519 567 657 646 121 200 46 369 8.868,8 4,121 0,04
Gorontalo 41.053 18.3 11.056 374 334 415 307 405 240 172 199 229 122 69.888,6 2,797 0,03
Sulawesi Barat 972 158 309 0 1.334 2.908 240 881 348 280 406 134 542 344,4 7,073 0,08
Maluku 147 332 192 2.079 1.724 595 459 167 398 484 432 470 543 239,9 7,351 0,08
Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 441,5 0 0
Papua Barat 272 524 1.093 421 428 346 494 327 477 107 189 16 6 451,5 2,811 0,03
Papua 0 0 0 946 875 870 932 787 499 680 943 620 718 391,8 7,870 0,08
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI 2016 (diolah).
86
Lampiran 2. Produksi Bawang Merah Menurut Kabupaten di Jawa Tengah pada Tahun 2002-2015 (Ton)
Lokasi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah (%)
Kab. Cilacap 6 0 0 0 294 0 6 16 0 0 3 0 11 0 319 0,01
Kab. Banyumas 117 55 0 100 0 70 176 7 4 0 22 15 42 126.3 394 0,01
Kab. Purbalingga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kab. Banjarnegara 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 17 0,01
Kab. Kebumen 0 3 0 0 0 37 72 8 0 0 4 4 4 15.9 125 0,01
Kab. Purworejo 0 37 0 13 7 0 0 0 7 0 0 0 48 4.5 27 0,01
Kab. Wonosobo 0 0 0 0 50 0 0 0 4 0 50 29 36 26.4 133 0,01
Kab. Magelang 237 87 0 67 37.113 132 183 387 246 0 94 103 160 197,9 38.325 1,32
Kab. Boyolali 2.567 1.575 0 4.558 66 3.093 3.772 2.3 5.773 0 3.013 2.279 3.081 10.435,7 24.854 0,86
Kab. Klaten 14 521 0 35 234 187 0 3 0 0 0 15 13 0 474 0,02
Kab. Sukoharjo 0 387 0 109 587 269 15 12 0 0 122 85 459 43,9 1.199 0,04
Kab. Wonogiri 67 92 0 595 896 259 646 302 154 0 206 186 763 1.020,2 3.244 0,11
Kab. Karanganyar 96 1.166 0 631 595 1.084 880 830 820 0 1.409 969 1.583 2.088 7.218 0,25
Kab. Sragen 468 1.034 0 384 1.815 252 182 254 276 0 433 283 921 1.406 3.879 0,13
Kab. Grobogan 1.151 4.401 0 1.079 1.923 1.011 1.593 2.123 2.702 0 1.923 2.913 7.698 5.329,6 15.267 0,53
Kab. Blora 4.199 1.754 0 3.564 1.418 691 729 1.292 1.268 0 770 1.103 892 1.089,7 10.835 0,37
Kab. Rembang 1.326 1.389 0 951 5.41 215 435 608 536 0 525 702 1.283 2.557,8 9.382 0,32
Kab. Pati 1.334 8.97 0 3.764 0 6.533 3.743 10.777 12.018 0 25.997 21.654 23.229 22.100,8 84.486 2,91
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI 2016 (diolah).
87
Lampiran 2. Lanjutan.
Lokasi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah (%)
Kab. Kudus 20 85 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 205 160,8 470,8 0,02
Kab. Jepara 14 16 0 5 15.076 14 14 0 12 0 21 0 3 0 15.142 0.52
Kab. Demak 13.693 17.836 0 18 404 13.689 16.053 25.004 28.467 0 39.021 30.816 37.181 48.905,3 171.454 5,91
Kab. Semarang 338 503 0 430 1.777 256 220 197 126 0 185 99 270 67,1 3.29 0,11
Kab.
Temanggung 382 654 0 614 16.218 2.261 1.628 1.801 5.905 0 6.693 6.51 6.311 11.931,1 41.63 1,43
Kab. Kendal 6.027 10.214 0 14.896 192 15.293 18.325 28.608 20.908 0 19.554 20.022 25.425 25.499,3 137.798 4,75
Kab. Batang 306 314 0 124 116 30 33 49 278 0 0 144 200 49.2 774 0,03
Kab.
Pekalongan 9 95 0 76 4,190 241 439 277 51 0 40 8 17 32 5.322 0,18
Kab. Pemalang 6.679 3.664 0 3.715 17.032 2.99 4.149 5.835 3.392 0 4.662 1.965 3.314 3.076,2 43.74 1,51
Kab. Tegal 13.564 15.439 0 10.496 179.228 15.913 12.347 19.033 18.91 0 15.748 22.554 28.212 21.546,4 294.229 10,14
Kab. Brebes 153.964 193.108 0 183.905 0 202.058 310.672 305.707 400.501 0 259 304.757 37.5974 311.296,1 196.66 67,76
Kota Magelang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kota Surakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kota Salatiga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kota Semarang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kota
Pekalongan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0
Kota Tegal 3.83 2.39 0 4.427 1.886 2.336 3.593 1.297 4 0 2.317 2.259 2.009 2.144,9 22.115 0,76
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI 2016 (diolah).
88
Lampiran 3. Produksi, Permintaan, Konsumsi, dan Impor Bawang Merah
Indonesia Tahun 2002-2015
Tahun Produksi Permintaan
Konsumsi perkapita
per tahun Impor
(Ton) (Ton) (Ons) (Ton)
2002 776.572 809.502 22,056 32.930
2003 762.795 804.802 22,265 42.007
2004 757.399 806.329 21,952 48.930
2005 732.610 785.681 23,673 53.071
2006 794.931 873.393 20,857 78.462
2007 802.810 910.459 30,139 107.649
2008 853.615 981.630 27,427 128.015
2009 965.164 1.028.919 25,237 63.755
2010 1.048.934 1.119.507 25,289 70.573
2011 893.124 1.049.505 23,621 156.381
2012 964.195 1.059.351 27,636 95.156
2013 1.010.773 1.104.510 20,649 93.737
2014 1.233.984 1.308.887 24,872 74.903
2015 1.229.189 1.281.390 27,114 52.201
Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI dan BPS 2016 (diolah).
89
Lampiran 4. Data Penelitian Faktor- faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang
Merah di Indonesia
Tahun Impor (Ton)
Permintaan
Domestik Bawang
Merah (Ton)
Harga Riil
Bawang
Merah
Impor
(Rp/kg)
Nilai Tukar
Riil (Rp/US$)
2002 32.930 809.502 2.564 5.098
2003 42.007 804.802 2.525 6.380
2004 48.930 806.329 2.601 7.279
2005 53.071 785.681 2.400 9.750
2006 78.462 873.393 3.224 9.141
2007 107.649 910.459 3.371 9.142
2008 128.015 981.630 4.476 9.771
2009 63.755 1.028.919 4.042 10.356
2010 70.573 1.119.507 4.844 9.078
2011 156.381 1.049.505 4.743 8.773
2012 95.156 1.059.351 3.435 9.418
2013 93.737 1.104.510 8.040 10.562
2014 74.903 1.308.887 12.344 11.884
2015 52.201 1.281.390 3.962 13.457 Sumber : Basis Data Kementrian Pertanian RI dan BPS 2016 (diolah).
90
Lampiran 5. Hasil Regresi Linear Berganda Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Impor Bawang Merah di Indonesia
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Impor (Ton) 65848.433 50533.1268 14
Permintaan Domestik Bawang Merah (Ton) 988511.571 176377.3450 14
Harga Riil Bawang Merah Impor (Rp/kg) 4469.357 2695.0942 14
Nilai Tukar Riil (Rp/US$)
8577.786 2275.3925 14
91
Lampiran 5. Lanjutan.
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 18474855901.634 3 6158285300.545 4.183 .037b
Residual 14721903816.471 10 1472190381.647
Total 33196759718.104 13
a. Dependent Variable: Impor (Ton)
b. Predictors: (Constant), Nilai Tukar Riil (Rp/US$), Permintaan Bawang Merah (Ton), Harga Riil Bawang Merah Impor (Rp/kg)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig.
Correlations Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-
order Partial Part
Toleranc
e VIF
1 (Constant) 196451.3
15
100393.93
4
1.957 .079
Permintaan Domestk
Bawang Merah (Ton) .140 .097 .489 1.438 .181 .247 .414 .303 .384 2.604
Harga Riil Bawang Merah
Impor (Rp/kg) -10.180 7.513 -.543 -1.355 .205 .307 -.394 -.285 .276 3.620
Nilai Tukar Riil (Rp/US$) -19.749 6.122 -.889 -3.226 .009 .677 -.714 -.679 .584 1.714
a. Dependent Variable: Impor (Ton)
92
Lampiran 5. Lanjutan,
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant)
Permintaan Domestik
Bawang Merah (Ton)
Harga Riil
Bawang Merah
Impor (Rp/kg)
Nilai Tukar Riil
(Rp/US$)
1 1
3.802 1.000 .00 .00 .00 .00
2 .152 5.004 .02 .00 .33 .01
3 .041 9.673 .01 .08 .01 .58
4 .005 27.394 .97 .92 .66 .41
a. Dependent Variable: Impor (Ton)
93
Lampiran 6. Perhitungan Elastisitas Impor
A. Rumus Elastisitas
Keterangan :
Ep = Elastisitas impor bawang merah di Indonesia
bx = Koefisien regresi
x = Rata- rata variabel bebas (independent variable)
y = Rata- rata variabel terikat (dependent variable)
B. Kriteria Elastisitas
1. Elastis (Ep > 1)
2. Inelastis (Ep < 1)
3. Elastisitas satuan atau Elastisitas Uniter (Ep = 1)
4. Elastis Sempurna (Ed = 0)
5. Inelastis Sempurna (Ed = ~)
C. Perhitungan Elastisitas Impor Bawang Merah
1. Permintaan Domestik Bawang Merah,
( )
(Elastis)
94
2. Harga Riil Bawang Merah Impor
( )
(Inelastis)
3. Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Dollar Amerika
( )
(Elastis)
95
Lampiran 7. Kesepakatan Indonesia-India FTA
Sulitnya mencapai konsensus dalam liberalisasi perdagangan di forum
multilateral dan regional, akibat banyaknya negara yang terlibat dengan berbagai
kepentingan dan kebutuhan yang tidak dapat terukur dan tidak optimal, telah
menyebabkan banyak negara membuat integrasi perdagangan. Perjanjian
Perdagangan Bebas (Free Trade Agreements/FTA) merupakan salah satu mekanisme
untuk membuka pasar luar negeri bagi ekspor Indonesia dan perkembangannya
diharapkan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini terjadi karena kesepakatan/persetujuan bilateral relatif lebih mudah,
fleksibel dan cepat dilakukan. FTA dilaksanakan dengan tujuan untuk
melonggarkan syarat persaingan perdagangan dan merendahkan harga barang, serta
dapat mewujudkan keseragaman peraturan dalam kerjasama perdagangan dua
negara, sehingga dapat meningkatkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara
anggota yang terlibat. Kinerja perdagangan Indonesia akan lebih baik seandainya
kesepakatan multilateral dan regional berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Salah satu FTA yang dilakukan oleh Indonesia adalah kerjasama
perdagangan Indonesia-India. Hal ini dilakukan mengingat India menempati urutan
ke-11 sebagai negara tujuan ekspor produk nonmigas Indonesia dengan nilai US$
1,05 milyar pada 2000 dan menjadi urutan ke-4 dengan nilai US$ 13,42 milyar pada
2011, atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 22,17% per tahun. Pada tahun
2000, India merupakan negara asal impor produk non migas Indonesia peringkat
ke-14 dengan nilai hanya US$ 440,30 juta naik menjadi peringkat ke-10 pada 2011,
dengan nilai sebesar US$ 4,02 milyar, atau meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 18,5% per tahun selama 2000-2011. India dengan penduduk
terbesar kedua di dunia ini merupakan pasar yang potensial untuk dikembangkan,
karena selain potensi konsumsinya yang besar, juga standar kualitas yang
diterapkan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Oleh karena itu, pasar India relatif
lebih mudah ditembus dibandingkan dengan negara-negara maju yang cenderung
memiliki hambatan non tarif yang lebih banyak dan beragam.
96
Dengan diberlakukannya perdagangan bebas antara Indonesia dan India
maka dari sisi Indonesia, hal ini akan mengakibatkan tidak hanya peningkatan
potensi pasar ekspor bagi komoditas-komoditas pertanian Indonesia ke India, tetapi
juga pada waktu yang bersamaan, ancaman dari komoditi pertanian India terhadap
komoditi pertanian Indonesia akan menurun. Namun demikian, perdagangan antara
Indonesia dan India sangat menjanjikan mengingat keduanya mempunyai penduduk
yang besar, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan potensi kenaikan pendapatan per
kapita yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan konsumsi dari dua
negara tersebut akan memberikan kesinambungan bagi pertumbuhan ekonomi
masing-masing.
Free Trade Area (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih
negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota.
Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tariff
individu dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi
adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan
penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif
(tariff-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tariff barier=NTB).
Negara-negara yang terlibat FTA memperdagangkan produk-produk orisinal
dari negara-negara terkait dan tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk.
Dengan kata lain, “internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen,
sedangkan masing-masing negara memiliki “external tariff”. Dampak dibukanya
perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang
bermitra, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan.
Secara global, FTA mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun, karena FTA akan
mengintervensi dan mendistorsi pasar dunia.
97
Lampiran 8. Indeks Harga Konsumen Indonesia (2007=100)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
IHK 62,34 65,49 69,69 81,61 92,39 98,57 109,61 115,06 120,97 127,44 132,90 142,18 154,09 159,25
Sumber : Badan Pusat Statistik 2016 (diolah).
a. Cara mendapatkan nilai IHK pada waktu sebelumnya (teknik tarik maju)
( )
IHK t = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t
IHK t-1 = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t-1
Inflasi t = Inflasi pada waktu t
b. Cara mendapatkan nilai IHK pada waktu sebelumnya (teknik tarik mundur)
( )
IHK t = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t
IHK t-1 = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t-1
Inflasi t = Inflasi pada waktu t
Keterangan : Perhitungan IHK mengunakan teknik tarik mundur dari tahun 2008 hingga tahun 2002, dan menggunakan
teknik tarik maju dari tahun 2014 hingga tahun 2015.
92