f09ssu

115
RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI Oleh : SIGIT SUSILO F14104035 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Upload: dulduls

Post on 04-Jul-2015

5.796 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: F09ssu

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI

ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI

Oleh :

SIGIT SUSILO

F14104035

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 2: F09ssu

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN

METODE REKTIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SIGIT SUSILO

F14104035

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 3: F09ssu

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN

METODE REKTIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SIGIT SUSILO

F14104035

Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985

di Purworejo

Tangggal lulus : .........................

Menyetujui,

Bogor, Januari 2009

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si.

NIP. 132 240 430

Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng

Ketua Departemen Teknik Pertanian

Page 4: F09ssu

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Sigit Susilo dengan nama

panggilan sigit, dilahirkan di Purworejo pada tanggal 03

Desember 1985. Penulis dilahirkan dari pasangan

Sudiharjo (Ayah) dan Sumirah (ibu) dan merupakan anak

kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menjalankan

pendidikan dasar di SD N Rowobayem kemudian pada

tahun 1998 melanjutkan pendidikan di SMP N1 Kutoarjo.

Pada tahun 2002-2004 penulis menempuh pendidikan pada SMU N1 Purworejo.

Selesai pendidikan SMU, penulis melanjutkan studi di departemen Teknik

Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan akademis maupun non

akademis. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta (BEM-F) periode

2006-2007 sebagai staf pengabdian masyarakat, di Himpunan Mahasiswa Teknik

Pertanian (Himateta) IPB periode 2007-2008 sebagai kepala departemen

kewirausahaan. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial seperti pada

kegiatan Kakak Asuh BEM-F sebagi ketua kegiatan dan Taman Belajar PPSDMS-

Nurul Fikri sebagai koordinator kegiatan.

Dalam perjalanan kehidupan kampus penulis berhasil menorehkan beberapa

prestasi diantaranya adalah sebagai peserta Program Pembinaan Sumber Daya

Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS-NF) 2006-2007. Penulis juga berhasil

meraih juara 3 pada kompetisi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)

2008 di Semarang. Dalam lingkup kewirausahaan, penulis mengembangkan bisnis

Food and Beverage dengan merek mr.BrownCo.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan tugas akhir

penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi yang diberi

judul “Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan Metode

Rektifikasi” di bawah bimbingan Dr. Leopold O. Nelwan S.TP, M.Si.

Page 5: F09ssu

Sigit Susilo. F14104035. Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan

Metode Rektifikasi. Dibawah bimbingan: Leopold Oscar Nelwan. 2009

RINGKASAN

Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi

ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya

adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan

bahan bakar bensin. Dalam pengembangan industri bioetanol, 50% lebih biaya

produksi terdapat pada proses pemurnian sehingga bagian pemurnian sangat

penting dalam proses produksi bioetanol. Distilator merupakan alat pemurnian

campuran etanol-air menjadi komponen-komponennya. Metode dalam pemisahan

terdiri dari dua jenis yaitu distilasi sitem batch dan distilasi sistem kontinyu.

Perbedaan kedua metode ini adalah pada sistem pengumpanan bahan yang akan

didistilasi serta kapasitas produksi.

Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode

rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan

konsentrasi awal etanol. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai November

2008 di Laboratorium Metanium Leuwikopo dan laboratorium Energi dan

Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB.

Tahap penelitian dibagi dalam dua yaitu rancang bangun dan pengujian

alat distilasi etanol. Prosedur perancangan meliputi : identifikasi masalah, analisis

perancangan, pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data. Uji kinerja alat distilasi

dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi alat dengan menggunakan tiga

metode yaitu metode sistem batch tanpa refluks (BTR), metode batch dengan

refluks (BR) dan metode kontinyu dengan refluks (KR). Sampel etanol yang

digunakan yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%.

Hasil perancangan alat distilasi terdiri dari enam bagian utama, yaitu

steam boiler, bottom column, kolom tray, feed tank, kondensor, dan pipa

penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat.

Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan

tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa

cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran

uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap panas

diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam.

Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter 15.24

cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa tembaga

yang berbentuk spiral dan plate berlubang. Pipa spiral terbuat dari bahan tembaga

dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm dan tebal 1 cm.

Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem bertingkat. Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari seksi enriching atau rectifying dan

seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari steinless steel dengan diameter 7.4 cm

dengan satu lubang besar dan beberapa lubang kecil. Tray dalam kolom ini

berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri

Page 6: F09ssu

dirancang dari bahan steanless steel dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm,

dan tinggi 100 cm.

Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang akan

didistilasi. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas ukur berskala dua liter.

Kondensor dirancang dari bahan stainless steel dengan ukuran diameter 5

cm, panjang 30 cm. Pipa didalam terdiri dari empat pipa kecil dengan ukuran

diameter 0.5 cm, panjang 30 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari 4 pipa

bertujuan untuk memperluas kontak uap etanol dengan air sehingga proses

kondensasi dapat berlangsung sempurna.

Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang dirancang

dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm. Pada pipa

penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai pembagi hasil.

Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks sedangkan percabangan

lainnya sebagai hasil atas distilasi.

Perubahan suhu steam (Ts) terhadap waktu pada ketiga metode adalah

konstan setelah katup dibuka, sedangkan perubahan suhu kondensat steam (Tsc)

cenderung fluktuatif tetapi pada akhir pengujian menjadi konstan ketika seluruh

uap steam yang keluar berupa uap panas. Perubahan suhu kolom bawah (Tb)

cenderung meningkat pada metode batch dengan semakin menurunnya

konsentrasi dalam kolom bawah sedangkan metode kontinyu suhu Tb konstan.

Perubahan suhu di menara kolom tray (Tm) pada metode bacth menurun pada

akhir pengujian karena etanol dalam sampel telah habis, sedangkan pada metode

kontinyu suhu Tm konstan. Suhu air yang keluar dari kondensor (Tco) lebih besar

dari pada suhu air yang masuk ke dalam kondensor (Tci) karena adanya pindah

panas dari uap etanol ke air sehingga terjadi kondensasi.

Pengujian dengan metode refluks menghasilkan distilat dengan

konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu pada

metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%.

Kebutuhan energi untuk pemurnian etanol pada ketiga metode dengan

menggunakan sampel etanol 10% dan 30% berbeda-beda. Pemurnian etanol

dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30 membutuhkan energi sebesar

2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk memurnikan satu liter etanol. Metode kedua

yaitu BR.10 dan BR.30 membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549

kJ. Sedangkan metode KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar 7532.46 kJ

dan 6956.37 kJ.

Metode BR membutuhkan energi yang besar dibandingkan dengan metode

BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit, sedangkan

metode BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit.

Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada

metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml, 106.33

kJ/ml, dan 37.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode BTR.30, BR.30, dan

KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21 kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.

Page 7: F09ssu

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Rancangan dan Uji Kenerja Alat Distilasi Etanol dengan

Metode Rektifikasi”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak yang bersifat materiil, bimbingan maupun semangat. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan rasa penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, kakak-kakakku tercinta dan segenap keluarga yang telah

memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis.

2. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan kegiatan

penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian atas biaya penelitian yang

digunakan dalam kegiatan penelitian ini.

4. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr Dan Dr. Ir. Rokhani

Hasbullah, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi

penguji pada ujian akhir penulis.

5. Kepada seluruh staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang

telah memberikan bantuan peminjaman alat untuk pengujian.

6. Bapak Parma selaku teknisi bengkel METANIUM yang telah membantu

dalam pembuatan alat pengering.

7. Mbak Rani, mbak Oni, mbak Meta selaku staf BRDST-BPPT Puspiptek,

Sepong yang talah membantu dalam pengujian konsentrasi etanol.

8. Budi Septiawan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini dari

awal hingga akhir penyusunan skripsi.

9. Rekan–rekan di asrama PPSDMS-NF regional V Bogor atas dukungan dan

inspirasi selama penelitian.

10. Rekan-rekan di WAKASIBA warid, kani, abah atas semangat dan

kebersamaan selama penyusunan skripsi.

Page 8: F09ssu

ii

11. Rekan-rekan sejurusan atas kebersamaannya selama empat tahun di

Teknik Pertanian.

12. Louis (Swiss German University) yang telah membantu selama pengujian

yang penuh dengan semangat dan perjuangan.

13. Eni, dena, tuko, fadly, indra, irna, frima, heru, elvi, riska, cahya dkk atas

bantuan dan dukungannya.

14. Seluruh pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak

langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Penulis

Page 9: F09ssu

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian...................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3

A. Etanol....................................................................................... 3

B. Mutu Etanol…......………..........…………….......................... 4

C. Bioetanol................................................................................... 6

D. Azeotrop................................................................................... 8

E. Distilasi.................………................……………………........ 10

1. Teori Dasar Distilasi........................................................... 11

2. Proses Distilasi................................................................... 12

3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi).............. 13

4. Rasio Refluks...................................................................... 14

F. Pindah Panas............................................................................ 15

G. Konduksi Panas Dalam Silinder.............................................. 16

III. METODE PENELITIAN ................................................................. 19

A. Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................. 19

B. Bahan dan Alat....................................................................... 19

C. Prosedur Penelitian................................................................. 20

D. Rancangan Fungsional............................................................ 22

E. Rancangan Struktural............................................................. 22

F. Uji Kinerja........... .................................................................. 23

G. Metode Pengujian ................................................................. 24

Page 10: F09ssu

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 31

A. Perancangan alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi...... 31

B. Pengujian Alat Distilasi Etanol.. ............................................... 37

1. Distilasi sistem batch tanpa refluks................................... 38

2. Distilasi sistem batch dengan refluks................................. 40

3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks........................... 48

C. Perbandingan Perubahan suhu dan volume distilat pada

tiga metode pengujian .............................................................. 53

1. Pengujian dengan sampel etanol 10%............................... 53

2. Pengujian dengan sampel etanol 30%............................... 57

D. Konsentrasi Hasil Pengujian. ................................................... 61

E. Kebutuhan Energi untuk proses distilasi.................................. 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 66

A. Kesimpulan ............................................................................. 66

B. Saran ........................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….........…... 67

LAMPIRAN................ ........................................................................................ 69

Page 11: F09ssu

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis……................... 3

Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia................ 6

Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol............................................. 22

Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol.................................................. 26

Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi............................................. 64

Page 12: F09ssu

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Constant Boiling Mixture................................................................. 8

Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air...................................... 9

Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air.......................................................... 10

Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder ..................... 17

Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian..................................................... 20

Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol......................................................... 31

Gambar 7. Steam boiler...................................................................................... 32

Gambar 8. Kolom bawah................................................................................. 33

Gambar 9. Plate dalam kolom bawah............................................................. 33

Gambar 10. Pipa spiran tembaga......................................................................... 33

Gambar 11.Tray tampak samping........................................................................ 34

Gambar 12. Tangki penampung............................................................................. 35

Gambar 13. Kondensor........................................................................................ 36

Gambar 14. Pipa penampung .............................................................................. 36

Gambar 15. Selang refluks................................................................................... 37

Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10 ................. 39

Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10 ............................. 41

Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30 ................. 42

Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30 .............................. 43

Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10 ..................... 44

Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10 ................................. 45

Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30 .................... 46

Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30 .............................. 47

Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10 ..................... 48

Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10 ......................... 50

Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30 ................... 51

Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30 ............................. 52

Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10%..................... 53

Page 13: F09ssu

vii

Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10%.................... 54

Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%..................... 55

Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10%.................... 55

Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%................... 56

Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30%...................... 57

Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30%.................... 58

Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30%..................... 58

Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30%.................... 59

Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%................... 60

Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol…………... 61

Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol.. 63

Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi................................................ 66

Page 14: F09ssu

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman.

Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10 ..................................................... 72

Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30 ..................................................... 73

Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih

etanol-air ........................................................................................ 74

Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10 ....................................................... 75

Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30 ....................................................... 76

Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih

etanol-air ........................................................................................ 78

Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10 ....................................................... 79

Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30 ....................................................... 80

Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih

etanol-air ........................................................................................ 81

Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda ........... 82

Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol......................................... 86

Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga………………………………………. 87

Lampiran 13. Analisis rancangan distilator …………………………………... 88

Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor ……………………………… 96

Lampiran 15. Komponen distilator etanol …………………………………….. 99

Lampiran 16. Gambar tampak samping ……………………………………….. 100

Lampiran 17. Gambar kolom bawah ………………………………………….. 101

Page 15: F09ssu

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang

senantiasa menjadi perhatian semua bangsa karena kesejahteraan manusia

dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang

dimanfaatkan. Penyediaan energi merupakan faktor yang sangat penting dalam

mendorong pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang seperti

Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan, kebutuhan akan

energi terus meningkat, terutama pembangunan di sektor industri,

pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk.

Sampai saat ini, minyak bumi merupakan sumber energi yang utama

dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain itu minyak bumi juga

berperan sebagai sumber devisa negara. Peranan minyak bumi yang besar

tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Selain itu,

produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi

transformasi di dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya.

Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi

ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya

adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol merupakan anhydrous alkohol yang

berasal dari fermentasi jagung, sorgum, sagu, atau nira tebu, dan sejenisnya.

Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar bensin.

Kandungan dalam bioetanol adalah etanol (alkohol) yang sifatnya mudah

menguap. Alkohol berupa larutan jernih tak berwarna, beraroma khas yang

dapat diterima, berfasa cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar

(Prihandana et al, 2007). Etanol dikategorikan dalam dua kelompok yaitu

etanol berhidrat (etanol 95-96% v/v) dan etanol unhidrat (etanol > 99.6% v/v).

Etanol kelompok kedua adalah etanol yang digunakan sebagai bahan bakar

dan disebut fuel grade ethanol (FGE).

Untuk memperoleh bioetanol dengan konsentrasi lebih tinggi dari

99,5% atau yang umum disebut fuel grade ethanol, masalah yang timbul

adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia

Page 16: F09ssu

2

alkohol dengan cara distilasi biasa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan fuel

grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara azeotropic

distilation (Nurdyastuti, 2008).

Pengembangan alat distilasi etanol sangat penting dalam industri

bioetanol. Produk bioetanol hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah

yaitu 8-10% alkohol. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mutu bioetanol

yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan jalan distilasi

bertingkat. Metode distilasi kontinyu dengan refluks (rektifikasi) merupakan

salah satu metode distilasi yang cukup efisien diterapkan dalam skala industri.

Metode ini menggunakan sejumlah stage yang disusun secara cascade

sehingga akan meningkatkan proses pemisahan. Metode rektifikasi memiliki

beberapa keuntungan yaitu 1). kapasitas operasi lebih besar, 2) biaya lebih

murah, 3). laju distilasi konstan, dan 4). hasil distilasi memiliki tingkat

konsentrasi lebih tinggi.

Distilasi sistem batch umumnya digunakan dalam skala laboratorium

dimana kapasitas yang digunakan relatif kecil dibandingkan sistem kontinyu.

Laju distilasi dengan metode batch akan semakin menurun dengan semakin

lamanya proses distilasi. Selain itu, perubahan suhu etanol didalam kolom

distilasi akan semakin meningkat dengan semakin menurunnya konsentrasi

etanol didalam bahan sampel. Sedangkan distilasi sistem kontinyu umumnya

digunakan dalam skala industru dimana kapasitas relatif lebih besar. Prinsip

distilasi kontinyu yaitu dengan mengalirkan bahan masuk dan bahan keluar

secara kontinyu. Laju distilasi dan suhu pada kolom distilasi akan tetap karena

aliran bahan umpan, produk atas dan bawah dialirkan secara kontinyu.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode

rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan

konsentrasi awal etanol.

Page 17: F09ssu

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Etanol

Etanol adalah salah satu senyawa alkohol dengan rumus kimia

C2H5OH yang berupa cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,

memiliki bau yang sangat halus, dan rasa yang pedas. Secara umum etanol

dibagi menjadi dua jenis yaitu etanol absolut dan etanol teknis (etanol 95

persen (v/v)). Sifat-sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis dapat

dilihat pada Tabel 1. Etanol juga memiliki sifat dapat bereaksi dengan logam

membentuk etoksida, dapat diesterifikasi dengan asam organik maupun

anorganik menjadi ester, dapat bereaksi dengan gugus karbonil aldehida dan

keton membentuk asetal serta dapat dioksidasi menjadi asetaldehida dan asam

asetat dengan bantuan katalis (Kirk dan Othmer, 1985).

Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis *)

Parameter Etanol absolut Etanol teknis

Titik beku (°C)

Titik didih (°C)

Spesific gravity

Indeks bias ηD20

Viskositas pada 20°C (P)

Tegangan permukaan(dyne/cm)

Panas spesifik

Panas fusi (kal/gr)

Panas evaporasi (kal/gr)

Konduktivitas elektrik pada 25°C (ohm-1

/cm)

-112,4

78,4

0,7851

1,3633

0,0122

22,3

0,581

24,9

204

1,35 x 10-9

-

-

-

1,3651

0,0141

22,8

0,618

-

-

-

*) Kirk dan Othmen (1985)

Etanol sebagai produk agroindustri dapat dihasilkan melalui proses

fermentasi dengan menggunakan bahan baku seperti : (a) bahan gula (nira

tebu, tetes atau molasses), (b) bahan pati-patian (ubi kayu, ubi jalar, jagung),

dan (c) bahan selulosa (kayu, jerami). Industri etanol di Indonesia pada

umumnya menggunakan bahan baku tetes tebu (Saraswati, 1985). Tetes tebu

Page 18: F09ssu

4

adalah hasil samping industri gula yang terdiri dari 35-40 persen sukrosa dan

15-20 persen gula invert (Kent, 1992).

Proses pembuatan etanol dengan menggunakan tetes tebu lebih

sederhana karena hanya mencakup proses fermentasi dan distilasi. Selama

proses fermentasi, yeast (khamir) akan mengubah glukosa hasil hidrolisis

menjadi etanol dan CO2 serta senyawa ikatan lain seperti aldehida, amil

alkohol, butil alkohol, dan propil alkohol. Senyawa ikatan tersebut harus

dipisahkan dari etanol sampai pada batas-batas tertentu untuk mencapai

tingkat mutu yang baik (Saraswati, 1985). Senyawa ikatan tersebut dapat

berupa asam organik, aldehida, ester, dan alkohol tingkat tinggi (minyak fusel)

(Paturau, 1982).

B. Mutu Etanol

Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama. Pertama, etanol 95-

96% v/v, disebut ”etanol berhidrat”, yang dibagi dalam tiga grade : (1)

technical/raw sprit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman,

desinfektan, dan pelarut; (2) industrial grade, digunakan untuk bahan baku

industri dan pelarut; (3) potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.

Kedua, etanol > 99,5% v/v, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan

lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di

laboratorium analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau

anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yaitu etanol yang

bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana et al, 2007).

Tjokroadikoesoemo (1986) menyatakan bahwa berdasarkan jenis dan

manfaatnya, etanol digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) etanol

prima, (2) etanol teknis, dan (3) etanol absolut. Etanol prima adalah etanol

mutu tinggi dengan kadar 96-96,5% (v/v), disebut juga etanol murni dengan

kadar minyak fusel yang sangan rendah (di bawah 10 mg/l). Etanol ini

biasanya digunakan untuk minuman keras mutu tinggi, industri farmasi, dan

industri kosmetik. Etanol teknis adalah etanol dengan kadar 92 - 94% (v/v)

dan memiliki kadar minyak fusel antara 15-30 mg/l. Etanol teknis ini

digunakan dalam industri untuk bahan bakar, bahan pelarut organik, bahan

Page 19: F09ssu

5

baku spiritus, dan bahan antara produk lain. Etanol absolut adalah etanol

dengan kadar yang sangat tinggi (lebih dari 96,5% (v/v)) dan digunakan untuk

pembuatan obat-obatan, bahan pelarut, dan bahan antara produksi senyawa

lain.

Paturau et al. (1982) menggolongkan mutu etanol menjadi 4 golongan

yaitu : (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol murni, dan (4) etanol absolut.

Etanol industri adalah etanol dengan kadar 96,5ºGL biasanya digunakan untuk

industri dan tujuan lain seperti sebagai pelarut, bahan bakar, serta untuk bahan

baku produksi senyawa kimia lain. Etanol industri biasanya didenaturasi oleh

0,5-1% piridin kasar dan biasanya diwarnai dengan metil violet supaya mudah

dikenali. Spiritus adalah etanol industri asli yang telah didenaturasi dan

diwarnai dengan kadar 88ºGL. Spiritus digunakan untuk bahan bakar

pemanasan dan penerangan. Etanol murni adalah suatu jenis etanol dengan

kadar 96,0-96,5ºGL yang digunakan terutama untuk industri farmasi dan

kosmetik serta untuk minuman beralkohol sedangkan etanol absolut adalah

etanol dengan kadar yang sangat tinggi yaitu 99,7-99,8ºGL.

Mutu etanol sangat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasinya (kadar

etanol dan senyawa ikatan yang terlarut didalamnya). Parameter mutu yang

menentukan mutu etanol bedasarkan SNI diantaranya adalah kadar etanol,

kadar asam, kadar minyak fusel, kadar aldehida, uji barbet, warna, kejernihan,

dan bau (SNI, 1994).

Kadar etanol merupakan perbandingan antara jumlah etanol dengan

jumlah total larutan dan dinyatakan dalam (b/b) atau (v/v). Selain itu juga

kadar etanol dinyatakan dengan ukuran derajat Gay Lussac (ºGL) (Paturau,

1982).

Kadar asam larutan etanol didasarkan pada kadar asam asetat

(komponen utama asam) walaupun sebenarnya dalam proses fermentasi etanol

ini tidak hanya asam asetat yang dibentuk, tetapi juga asam organik lain

seperti asam sulfinat (Prave et al, 1987). Asam asetat disebut juga dengan

asam etanoat yang merupakan gugus dari asam karboksilat dengan rumus

kimia CH3COOH (Russel, 1992). Semakin rendah kadar asam asetat dalam

larutan etanol maka semakin baik mutu etanol yang dihasilkan karena

Page 20: F09ssu

6

konsentrasi etanol semakin tinggi. SNI menetapkan bahwa kadar asam (asam

asetat) larutan etanol ”prima super” maksimal 15 mg/l.

Aldehida merupakan senyawa organik yang mengandung gugus

karbonil dengan satu gugus alkil dan satu hidrogen yang terikat pada karbon

karbonil serta memiliki rumus umum R-COH (Russel, 1992). SNI menetapkan

bahwa kadar aldehida (asetaldehida) untuk etanol ”prima super” maksimal 4

mg/l.

Uji kualitatif untuk mengetahui ada/tidaknya senyawa ikatan etanol

yang mudah dioksidasi oleh KMnO4 (diantaranya adalah asetaldehida) adalah

uji barbet. SNI menetapkan bahwa uji barbet untuk etanol bermutu ”prima

super” minimal 20 menit. Secara lengkap persyaratan mutu berdasarkan SNI

06-3565-1994 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia *)

Spesifikasi Kualitas

Prima Super Prima I Prima II

Kadar etanol

Bahan yang dapat dioksidasi

(uji barbet)

Minyak fusel

Aldehida(sebagai asetaldehida)

Logam berat

Keasaman (sebagai asam

asetat)

Sisa penguapan

Metanol

maks 96.8% (v/v)

min 96,3 % (v/v)

min 20 menit

maks 4 mg/l

maks 4 mg/l

-

maks 15 mg/l

maks 50 mg/l

-

min 96,1 % (v/v)

min 8 menit

maks 15 mg/l

maks 15 mg/l

-

maks 30 mg/l

maks 50 mg/l

-

min 95 % (v/v)

-

-

-

-

maks 60 mg/l

maks 50 mg/l

-

*) Standar Nasional Indonesia (1994)

C. Bioetanol

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi

gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.

Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren,

Page 21: F09ssu

7

bahan berpati seperti jagung, dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa

limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju

Hutrindo (2006) menyatakan bahwa bioetanol merupakan senyawa

pengganti bensin yang terbentuk melalui proses fermentasi. Gasohol yang

merupakan campuran 10 persen bioetanol dengan bensin menunjukkan

karakteristik yang hampir sama dengan bensin pertamax. Bahkan hasil uji

coba gasohol pada kendaraan bermesin bensin menunjukkan kualitas emisi gas

hasil pembakarannya menjadi 30-40 persen lebih baik. Namun bioetanol

hanya memiliki dua-pertiga energi bensin, karena itu penggunaan bioetanol

murni pada kendaraan bermesin bensin akan menimbulkan masalah. Hal ini

dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi komposisi

bahan bakar.

Alkohol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran

menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung oksigen

pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang sangat beracun

dari sisa pembakaran. Aditif MTBE pada mulanya dipergunakan untuk

meningkatkan nilai oktan, namun saat ini dilarang dipergunakan. MTBE dapat

dideteksi dan menyebabkan pencemaran pada air tanah sehingga alkohol

merupakan alternatif yang menarik untuk mengurangi emisi gas CO.

Penggunaan alkohol murni dibanding dengan bensin secara umum akan

mengurangi kadar CO2 hingga 13% karena merupakan hasil dari pertanian.

Seperti diketahui produk pertanian memerlukan gas CO2 untuk

metabolismenya. Penggunaan alkohol bukan tanpa masalah pada lingkungan

hidup, dimana VOC atau komponen bahan organik mudah menguap

meningkat, kebutuhan lahan pertanian dikhawatirkan akan mengurangi jumlah

hutan dan tentunya akan bersaing dengan kebutuhan makanan.

Pada umumnya alkohol ditambahkan dalam bensin sebanyak 10% atau

dikenal dengan E10. Maksud penambahan pada mulanya untuk mengurangi

emisi gas CO dan sedikit meningkatkan nilai oktan. Namun penambahan ini

menjadi bernilai ekonomis ketika harga minyak bumi mencapai 80 USD per

barel. Alkohol yang ditambahkan harus bebas dari kandungan air untuk

melindungi mesin mobil dari korosi dan kerusakan bahan packing dari

Page 22: F09ssu

8

polimer. E10 dapat langsung dipergunakan pada mobil tanpa banyak

perubahan. Campuran E85 dengan etanol 85%, bensin 15%, dipergunakan

untuk mobil khusus untuk bahan bakar etanol. Jumlah bensin 15% diperlukan

karena etanol kurang mudah menguap sehingga pada suhu dingin kesulitan

untuk menyalakan mesin. Keluhan dari beberapa pengguna bensin-etanol

adalah harus sering menguras air dari tangki minyak, etanol cenderung

menyerap air dan air terpisah dalam tangki. Selain itu, energi menjadi

berkurang atau jumlah bahan bakar bertambah, karena etanol telah

mengandung oksigen.

D. Azeotrop

Hidayat (2007) menyatakan bahwa azeotrop merupakan campuran dua

atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak

dapat berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop

dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan

fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling

mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut

dididihkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Constant boiling mixture

Page 23: F09ssu

9

Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada

kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan

uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini

kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian

dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada

titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan

selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai

pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid (ditandai dengan

garis vertikal putus-putus) (Hidayat, 2007).

Sebagai contoh kita dapat memperhitungkan sistem etanol-air. Bentuk

ini adalah azeotrop pada titik didih minimum yang homogen pada

konsentarasi 0.8943 mol fraksi etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2 dan 3 dibawah ini :

Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air

Page 24: F09ssu

10

Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air

Pemisahan komponen-komponen yang mempunyai titik didih hampir

sama sulit dicapai dengan distilasi sederhana, walaupun jika campuran itu

ideal, dan pemisahan yang sempurna kadang-kadang sama sekali tidak

mungkin karena pembentukan azeotrop. Pemisahan campuran asal dapat

dibantu dengan menambahkan pelarut yang membentuk azeotrop dengan salah

satu komponen kunci. Proses ini disebut distilasi azeotropik. Salah satu

contoh distilasi azeotropik ialah penggunaan benzene untuk memisahkan

etanol dan air secara sempurna, dimana air dan etanol membentuk azeotrop

bertitik didih rendah yang mengandung 95,6% bobot etanol. (McCabe et al,

1999)

E. Distilasi

Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu

campuran yang terdiri dari dua atau lebih cairan melalui pemanasan.

Pemanasan dimaksudkan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih

mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh

dikondensasi kembali menjadi cair dan kemudian ditampung dalam suatu

bejana penerima (Cook dan Cullen, 1986).

Page 25: F09ssu

11

Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau

campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara

fasa uap dan fasa cair. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan

dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada

titik didihnya (Geankoplis, 1983).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan

cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan

dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-

komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang medidih merupakan

titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis,

1983).

Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: evaporasi yaitu memindahkan

pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk

memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari

komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dari uap, untuk

mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil.

1. Teori Dasar Distilasi

Titik didih dapat didefiniskan sebagai nilai suhu pada tekanan

atmosfir atau ada tekanan tertentu lainnya, dimana cairan akan berubah

menjadi uap atau suhu pada tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan

tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika dilakukan proses

penyulingan pada tekanan atmosfir maka tekanan uap tersebut akan sama

dengan tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 cmHg. Berkurangnya

tekanan pada ruangan di atas cairan akan menurunkan titik didih.

Sebaliknya peningkatan tekanan di atas permukaan cairan akan menaikkan

titik didih cairan tersebut (Guenther, 1987).

Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase

dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam

keadaan mendidih. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut

memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan

Page 26: F09ssu

12

kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak

pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain,

sehingga arah geraknya diubah. Setiap molekul pada lapisan permukaan

yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan

menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada

dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi

oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987).

Kondensasi atau proses pengembunan uap mejadi cairan, dan

penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan

dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap

jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya di

bawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air

(Geankoplis, 1983).

2. Proses Distilasi

Menurut Brown (1984) dalam prakteknya ada berbagai macam

proses distilasi. Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk

pemisahan komponen dalam suatu campuran seperti perbedaan titik didih

antar komponen yang cukup besar atau kecil dan tingkat kamurnian yang

diinginkan terhadap produk yang dihasilkan.

Proses-proses distilasi yaitu proses distilasi normal, proses distilasi

bertingkat dan proses distilasi vakum. Proses distilasi normal yaitu suatu

proses distilasi dengan menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini

titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses

pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh yaitu campuran benzen

dan toluen. Benzene pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2ºC,

sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1ºC.

Proses penyulingan juga temasuk dalam kelompok proses distilasi normal.

Proses distilasi bertingkat yaitu suatu proses distilasi dengan letak

pengambilan hasil bertingkat-tingkat atau setelah didistilasi, hasilnya

didistilasi lebih lanjut untuk memperoleh konsentrasi yang lebih baik.

Proses ini banyak dipakai dalam bidang minyak bumi, juga pada proses

Page 27: F09ssu

13

distilasi campuran azeotrop dengan menambahkan komponen ketiga yang

dapat larut dalam salah satu komponen pada campuran tersebut.

Proses distilasi vakum yaitu suatu proses distilasi dengan

menggunakan tekanan yang sangat rendah (vakum), pada proses ini titik

didih campuran yang akan dipisahkan mendekati sehingga pemisahannya

menjadi sulit. Kemudian dengan jalan mengubah tekanan operasi akan

memberikan perubahan tekanan uap masing-masing komponen, sehingga

pemisahan dapat dijalankan, sebagai contoh campuran air dengan air berat.

3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi)

Perkayaan arus uap di dalam kolom, yang berada dalam kontak

dengan refluks disebut rektifikasi (rectification). Dalam hal ini tidak

menjadi soal dari mana asal refluks itu, yang penting konsentrasi

komponen bertitik didih rendahnya harus cukup besar untuk mnghasilkan

produk yang dikehendaki. Sumber refluks biasanya berasal dari kondensat

yang keluar dari kondensor (McCabe et al,1999). Kondensat dalam pipa

penampung dibagi menjadi dua produk yaitu produk atas (distilat) dan

refluks yang dikembalikan ke dalam kolom.

Metode rektifikasi adalah metode modern yang digunakan di

laboratorium maupun di pabrik. Metode ini sangat efisien untuk sekala

besar yang menghendaki hasil distilasi berupa komponen-komponen yang

hampir murni.

Kolom fraksionasi kontinyu terdiri dari beberapa piringan (tray)

yang meliputi piring umpan, seksi rektifikasi, dan seksi pelucutan. Piring

umpan adalah piringan dimana umpan dimasukkan. Istilah piring umpan

yaitu sebagai feed plate atau feed stage dan dilambangkan sebagai tray

”f”. Piringan-piringan diatas piring umpan disebut piringan-piringan pada

seksi rektifikasi (enriching) yang dilambangkan dengan ”n”, sedangkan

piringan-piringan dibawah piring umpan termasuk piring umpan itu sendiri

disebut piringan-piringan pada seksi pelucutan (stripping) yang

dilambangkan dengan ”m”.

Page 28: F09ssu

14

4. Rasio Refluks

Rasio refluks didefinisikan sebagai rasio antara jumlah mol uap

yang diubah menjadi cairan yang dikembalikan ke dalam kolom

fraksionasi dengan jumlah mol cairan yang dikumpulkan sebagai distilat

dalam waktu tertentu. Rasio refluks seharusnya divariasikan sesuai dengan

tingkat kesulitan pemisahan fraksionasi. Operasi pemisahan berefisiensi

tinggi memerlukan rasio refluks yang tinggi (Furniss et al. 1984).

Menurut Earle (1969), kolom distilasi berfungsi sebagai tempat

cairan mendidih dan menguap dan dari tahap di atas terjadi pengembunan

di dalam keseimbangan kadua aliran cairan mendidih dan uap yang

diperoleh. Keseimbangan massa dapat dibuat untuk keseluruhan kolom.

Oleh karena itu, kolom distilasi yang umumnya dijumpai di dalam industri

pangan dan kondisi operasinya agak rumit, hal ini disebabkan

dimasukkannya umpan dan kembalinya cairan mendidih dan uap ke dalam

kolom.

Menurut Cook dan Cullen (1987), rasio refluks adalah jumlah liter

(kg) cairan yang ditampung dalam wadah penampung. Umumnya semakin

tinggi nilai rasio refluks maka semakin besar efisiensi proses pemisahan.

Ada dua macam rasio refluks yang biasa digunakan. Yang pertama adalah

rasio refluks terhadap hasil-atas, dan yang kedua adalah rasio refluks

terhadap uap (aliran uap komponen). Kedua rasio ini menunjukkan

kuantitas yang terdapat pada bagian rektifikasi. Persamaan-persamaan

rasio refluks adalah :

𝑅𝐷 = 𝐿

𝐷 =

𝑉−𝐷

𝐷 ............................................................... (1)

𝑅𝑉 = 𝐿

𝑉=

𝐿

𝐿+𝐷 ................................................................ (2)

dimana: RD : Rasio refluks distilate

RV : Rasio refluks vapor

L : Liquid

D : Distilate

Page 29: F09ssu

15

F. Pindah Panas

Pindah panas adalah proses yang dinamis yaitu panas dipindahkan

secara spontan dari satu bahan ke bahan lain yang lebih dingin (Earle, 1969).

Kecepatan pindah panas tergantung pada perbedaan suhu antara kedua bahan,

semakin besar perbedaan suhu antara kedua bahan, maka semakin besar

kecepatan pindah panas antara kedua bahan tersebut. Perbedaan suhu antara

sumber panas dan penerima panas merupakan gaya tarik dalam pindah panas.

Peningkatan perbedan suhu akan meningkatkan gaya tarik sehingga

meningkatkan kecepatan pindah panas.

Perpindahan panas dapat melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi,

dan radiasi. Konduksi adalah transfer energi dari partikel yang memiliki energi

lebih besar ke partikel yang berenergi lebih kecil yang merupakan interaksi

antara partikel-partikel (Cengel, 2003). Konduksi dapat terjadi pada benda

padat, cair, dan gas. Contoh konduksi adalah pindah panas melalui dinding

padat pada ruangan pendinginan.

Konveksi adalah cara pindah panas dengan pergerakan sekelompok

molekul di dalam bahan cair (Earle, 1969). Kumpulan molekul tersebut

mungkin bergerak akibat perubahan kerapatan atau akibat pergerakan bahan

cair. Contoh pindah panas secara konveksi adalah proses pemanasan air

didalam kuali tertutup tanpa pengadukan, perubahan kerapatan menyebabkan

pindah panas dengan konveksi alamiah. Apabila dengan pengadukan, maka

pindah panas terjadi secara paksa.

Radiasi adalah perpindahan energi panas dengan gelombang

elektromagnit, yang memindahkan energi panas dari satu bahan ke bahan lain

dengan cara yang sama dengan dengan cara memindahkan energi cahaya

dengan gelombang cahaya elektromaknit (Earle, 1969). Perpindahan panas

secara radiasi merupakan gejala rambatan gelombang elektromagnetik. Karena

hal tersebut, maka perpindahan energi panas secara radiasi tidak memerlukan

zat perantara dan merambat secepat cahaya ( Kamil dan Pawito, 1983).

Page 30: F09ssu

16

G. Konduksi Panas Dalam Silinder

Konduksi panas yang mantap melalui pipa berisi aliran air panas,

panas secara kontinyu akan hilang keluar melalui dinding pada pipa. Arah

pindah panas melalui pipa secara normal dari dalam pipa ke permukaan pipa

dan pindah panas di dalam pipa pada arah yang lain tidak terlalu penting.

Dinding pipa yang ketebalannya sedikit lebih kecil, terpisah pada dua larutan

yang berbeda suhu, maka gradien temperatur pada arah radial akan relatif

besar. Selanjutnya, jika suhu larutan di dalam dan di luar pipa konstan, maka

pindah panas yang melalui pipa adalah tetap (steady).

Pada operasi steady, tidak ada perubahan temperatur terhadap waktu

pada beberapa titik pada pipa. Oleh karena itu, nilai pindah panas didalam

pipa harus sama dengan nilai pindah panas di luar pipa. Dalam kata lain,

pindah panas yang melalui pipa harus konstan, Qcond,cyl = konstan.

𝑄𝑐𝑜𝑛𝑑 ,𝑐𝑦𝑙 = 𝑇1− 𝑇2

𝑅𝑐𝑦𝑙 .................................................................................... (3)

𝑅𝑐𝑦𝑙 = ln(

𝑟2𝑟1

)

2𝜋𝐿𝑘 ........................................................................................... (4)

dimana : Q cond,cyl : Pindah panas konduksi pada silinder (W)

T1 : Suhu dalam pipa (°C)

T2 : Suhu luar pipa (°C)

Rcyl : Jari-jari silinder (m)

r1 : Jari-jari dalam (m)

r2 : Jari-jari luar (m)

L : Panjang silinder (m)

k : Konduktifitas panas (W/m.°C)

Silinder dengan beberapa lapisan (tiga lapisan) memiliki total thermal

resistance seperti pada persamaan 6.

Page 31: F09ssu

17

Sumber : Heat transfer a practical approach

Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder

𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣 ,1 + 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,1+ 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,2 + 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,3+ 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣 ,2 ............................ (5)

𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 1

𝑕1𝐴1+

ln(𝑟2/𝑟1)

2𝜋𝐿𝑘 1+

ln(𝑟3/𝑟2)

2𝜋𝐿𝑘 2+

ln(𝑟4/𝑟3)

2𝜋𝐿𝑘 3+

1

𝑕2𝐴4 ....................... (6)

dimana : h1 : Koefisien pindah panas di dalam pipa (W/m2.°C)

h2 : Koefisien pindah panas di luar pipa (W/m2.°C)

A1 : Luas permukaan pipa dalam (m2)

A4 : Luas permukaan pipa luar (m2)

r1, r2, r3, r4 : Jari-jari lapisan penyusun silinder (m)

Overall heat transfer coefficient dapat digunakan untuk menghitung

total perpindahan panas yang melalui dinding atau kontruksi heat exchanger.

Koefisien overall heat transfer tergantung pada larutan dan kandungan pada

kedua sisi dinding, serta kandungan pada dinding dan permukaan transmisi.

Page 32: F09ssu

18

𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇 ..................................................................................... (7)

𝑄 = 𝛥𝑇

𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ...................................................................................... (8)

Dimana U adalah overall heat transfer coefficient (W/m2.°C).

Page 33: F09ssu

19

III. METODE PENELITIAN

A Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai November 2008 dan

bertempat di Laboratorium Metanim Leuwikopo dan laboratorium Energi dan

Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB.

B Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan Konstruksi : - Tabung stainless steel diameter 6 inchi

- Tabung stainless steel diameter 3 inchi

- Tabung stainless steel diameter 2 inchi

- Plat besi

- Pipa stainless steel beberapa ukuran

- Mur dan skrup

- Besi siku, double naple

- Elektroda stainless steel dan besi

- Gelas ukur 2 liter

- Termometer

- Isolator dan selang plastik

- Katup ukuran ¼ inch dan ¾ inch

- Pompa air

- Hot plate dan kompor gas

Bahan Pengujian : - Etanol 70%

- Aquades

2. Alat

Peralatan yang digunakan selama melakukan penelitian ini terdiri dari :

a Mesin las

b Peralatan bengkel

c Komputer

Page 34: F09ssu

20

d Software autocad

e Alkoholmeter dan piknometer

f Termometer

C Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu rancang bangun alat

distilasi etanol dan pengujian alat distilasi yang telah dibuat. Diagram alir

prosedur penelitian ini meliputi : identifikasi masalah, analisis perancangan,

pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data.

Tidak

Ya

Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian

Mulai

Identifikasi Masalah

Analisis Perancangan

Pembuatan Alat

Pengujian Kinerja

Selesai

Alat Beroperasi Modifikasi

Laporan

Page 35: F09ssu

21

1. Identifikasi Masalah

Mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul pada penggunaan

alat distilasi etanol untuk dilakukan perbaikan atau perancangan desain

baru sesuai dengan permasalahan yang ditemui.

2. Analisis Perancangan

Analisis perancangan digunakan untuk menentukan kebutuhan

komponen-komponen yang digunakan untuk membuat alat distilasi etanol.

Analisis ini terdiri dari analisis fungsional dan analisis struktural yang

dilengkapi dengan analisis teknik. Dalam analisis fungsional dilakukan

penentuan komponen-komponen yang diperlukan untuk membuat alat

distilasi etanol dengan metode rektifikasi. Sedangkan analisis struktural

menentukan bentuk dan komponen-komponen yang sesuai dengan

besarnya kebutuhan bahan yang digunakan.

3. Pembuatan Alat Distilasi Etanol

Pembuatan alat distilasi dilakukan di Bengkel Metanium,

Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

4. Uji Kinerja

Uji kinerja bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi yang

sudah dirancang apakah sudah berfungsi sebagaimana yang diharapkan

serta mengetahui tingkat efisiensi alat distilasi dengan metode rektifikasi.

5. Alat Beroperasi

Hasil pengujian kinerja adalah mengetahui kinerja alat yang sudah

dirancang apakah dapat beroperasi atau tidak dapat beroperasi. Apabila

tidak dapat beroperasi sesuai prinsip distilasi maka perlu dilakuan

perbaikan kembali atau modifikasi tetapi jika sudah dapat beroperasi maka

dilakukan pembuatan laporan penelitian.

Page 36: F09ssu

22

D. Rancangan Fungsional

Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol

No Bagian Alat Fungsi

1 Steam Boiler Sumber panas pada alat distilasi yaitu dengan

mentransfer uap panas melalui koil pemanas

2 Koil Pemanas Memanaskan bahan etanol yang akan

didistilasi sehingga bahan etanol-air dapat

dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih.

3 Kolom Bawah Tempat bahan etanol-air dipanaskan, bagian

ini dilengkapi termometer untuk mengecek

suhu etanol

4 Kolom Tray Menyalurkan aliran uap etanol yang cepat

untuk disalurkan ke dalam pipa pendingan

dan kondensor

5 Kondensor Penukar panas dimana sistem kerjanya

dengan menyerap panas dari bahan etanol

yang menguap sehingga akan mengembun

kembali.

6 Penampung distilat Menampung distilat etanol yang sudah

dimurnikan

E. Rancangan Struktural

Alat distilasi ini terdiri dari enam komponen penting yaitu : steam

boiler, kolom bawah, kolom tray, kondensor, pipa pendingin, dan tangki

penampung distilat. Kapasitas alat distilasi etanol yang di rancang adalah tiga

liter bahan etanol.

Struktur alat distilasi meliputi :

1. Steam Boiler

Steam boiler berfungsi untuk memanaskan air hingga menghasilkan

uap panas dan selanjutnya mengalirkannya ke dalam kolom bawah melalui

pipa spiral yang berfungsi sebagai koil pemanas. Sumber pemanas steam

Page 37: F09ssu

23

boiler adalah kompor listrik atau kompor gas yang diletakkan dibawah

tangki steam.

2. Koil Pemanas

Koil pemanas berfungsi memanaskan bahan etanol yang akan didistilasi

sehingga bahan etanol-air dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan titik

didih. Koil pemanas terbuat dari pipa tembaga dengan panjang 300 cm,

diameter 6.5 cm dan tebal 1 cm.

3. Kolom Bawah

Kolom bawah terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar

15.24 cm, tebal 0.5 cm, tinggi 20 cm. Kolom bawah berfungsi sebagai

tempat memanaskan etanol yang akan didistilasi.

4. Kolom Tray

Kolom tray terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar 7.62

cm, tebal 0.2 cm serta panjang 100 cm. Kolom tray dilengkapi dengan

piringan yang terbuat dari bahan plat stainless steel dengan ketebalan 0.2

cm yang disertai lubang-lubang kecil. Kolom tray berfungsi sebagai

pemurni etanol dengan menggunakan sistem tray yang dipasang secara

bertingkat-tingkat.

5. Kondensor

Kondensor terbuat dari bahan pipa stainless steel dengan diameter luar

5 cm, tebal 0,2 cm dan panjang 30 cm. Kondensor berfungsi sebagai

penukar panas yaitu dengan menyerap panas dari uap etanol ke air yang

melewati kondensor sehinggi terjadi proses kondensasi.

6. Tangki Penampung Distilat

Tangki ini berfungsi untuk menampung bahan etanol hasil distilasi.

Pada tangki ini dibagi menjadi dua saluran yaitu saluran refluks dan

saluran hasil atas (top product). Pembagi aliran etanol dalam tangki

penampung distilat yaitu dengan menggunakan katup.

Page 38: F09ssu

24

F. Uji Kinerja

Pengujian kinerja alat distilasi ini adalah untuk mengetahui tingkat

efisiensi alat berdasarkan tujuan penelitian. Parameter yang digunakan dalam

pengujian alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi adalah :

1. Konsentrasi Etanol

Dalam pengujian alat digunakan bahan etanol 70% yang terdapat

dipasaran. Sebelum dilakukan distilasi, bahan etanol ini diencerken dengan

menambahkan aquades hingga diperoleh konsentrasi etanol 10% dan 30%.

Penentuan konsentrasi awal bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat

efisiensi dari alat ini untuk memurnikan bahan etanol.

2. Suhu

Suhu dalam proses distilasi sangat menentukan tingkat keberhasilan

dalam proses pemurnian bahan. Titik didih etanol adalah 78.5ºC

sedangkan titik didih air yaitu pada 100ºC. Dalam proses distilasi, suhu

kolom bawah harus dijaga agar tetap konstan yaitu pada titik didihnya

sehingga air dalam campuran etanol tidak ikut menguap.

3. Laju Distilasi

Laju distilasi digunakan untuk mengetahui kecepatan proses distilasi

yang terjadi. Cara perhitungannya adalah dengan membagi banyaknya

etanol hasil distilasi dibagi dengan lamanya proses distilasi.

G. Metode Pengujian

Pengujian data terdiri dari tiga metode yaitu metode sistem batch tanpa

refluks (BTR), metode batch dengan refluks (BR) dan metode kontinyu

dengan refluks (KR). Dari setiap metode pengujian menggunakan sampel

etanol yang berbeda yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan etanol 30%.

1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR)

Distilasi sistem batch adalah distilasi yang dilakukan dengan cara

memasukkan umpan ke dalam kolom pada permulaan operasi dan proses

pemanasan dilakukan terus menerus hingga etanol habis. Selama proses

distilasi, jumlah cairan dalam kolom bawah akan semakin menurun.

Page 39: F09ssu

25

Komponen yang lebih volatil akan berkurang jumlahnya dalam residu

yang tertinggal dalam kolom, dan sebaliknya, komponen yang kurang

volatil akan meningkat konsentrasinya dalam residu. Metode ini

menggunakan sampel etanol 10% (BTR.10) dan etanol 30% (BTR.30).

2. Distilasi sistem batch dengan refluks (BR)

Distilasi sistem batch dengan refluks adalah proses distilasi dengan

memasukkan umpan ke dalam kolom bawah dan proses pemanasan secara

terus menerus. Sistem ini menambahkan pipa di atas menara kolom tray

dan mengirimkan sebagian dari kondensat kembali ke dalam kolom

sebagai refluks sehingga proses pemisahan berlangsung lebih baik.

Pengujian dengan metode ini terdiri dari dua metode yaitu batch dengan

refluks sampel etanol 10% (BR.10) dan batch dengan refluks sampel

etanol 30% (BR.30).

3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks (KR)

Distilasi kontinyu adalah proses distilasi yang dilakukan secara

kontinyu. Proses pengujiannya diawali dengan distilasi sistem batch

kemudian dilanjutnya dengan sistem kontinyu. Mula-mula umpan

dimasukkan ke kolom bawah melalui tangki pemasukan, kemudian proses

pemanasan dilakukan hingga menghasilkan distilat. Sistem kontinyu

dimulai ketika konsentrasi bahan umpan di dalam kolom bawah sangat

kecil yaitu mendekati nol. Distilasi kontinyu ditandai dengan adanya aliran

bahan umpan (F = Feed), produk atas (D = Distilate), dan produk bawah

(B = Bottom Product). Metode ini juga terdiri dari dua sampel yaitu

etanol 10% (KR.10) dan sampel etanol 30% (KR.30).

Page 40: F09ssu

26

Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol.

NO BTR BR KR

1. Bahan etanol yang akan didistilasi disiapkan terlebih dahulu yaitu

etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%.

2.

Etanol sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam tangki pemasukan (feed

tank) kemudian katup dibuka untuk mengalirkan etanol ke dalam kolom

bawah.

3.

Air sebanyak 3 liter

dimasukkan kedalam

tabung steam boiler

kemudian steam

dipanaskan dengan

menggunakan

pamanas listrik (hot

plate) hingga

mencapai 110°C

Air sebanyak 3 liter

dimasukkan kedalam

tabung steam boiler

kemudian steam

dipanaskan dengan

menggunakan

pamanas listrik (hot

plate) hingga

mencapai 110°C

Air sebanyak 4 liter

dimasukkan kedalam

tabung steam boiler

kemudian steam

dipanaskan dengan

menggunakan kompor

gas hingga mencapai

125°C.

4.

Setelah suhu steam

mencapai 110°C,

katup steam dibuka

secara perlahan-lahan

Setelah suhu steam

mencapai 110°C,

katup steam dibuka

secara perlahan-lahan

Setelah suhu steam

mencapai 125°C,

katup steam dibuka

secara perlahan-lahan.

5. Pompa air dinyalakan untuk mengalirkan air ke kondensor

6.

- Besarnya rasio refluks

(R) diatur dengan

membuka katup pada

pipa refluks.

Besarnya rasio refluks

(R) diatur dengan

membuka katup pada

pipa refluks.

7.

Perubahan suhu pada titik-titik alat distilasi etanol dicatat setiap 15

menit yaitu suhu pada steam boiler (Ts), suhu air kondensat steam

boiler (Tsc), suhu kolom bawah (Tb), suhu menara kolom tray (Tm),

suhu air masuk kondensor (Tci), dan suhu air keluar kondensor (Tco).

8. Hasil distilasi/produk atas yaitu berupa etanol murni dicatat

penambahan volumenya setiap 15 menit.

9. Jika distilat sudah Jika distilat sudah Jika proses distilasi

Page 41: F09ssu

27

tidak mengalir maka

proses distilasi telah

selesai.

tidak mengalir maka

proses distilasi telah

selesai.

sudah menghasilkan

distilat dan suhu pada

kolom bawah (Tb)

telah mencapai suhu

95°C maka proses

distilasi kontinyu

dimulai.

10. - -

Etanol sampel

sebanyak 2 liter

dimasukkan ke dalam

tangki pemasukan.

11. - -

Laju aliran pada feed

tank (F), refluks (R),

dan produk bawah (B)

diatur dengan

membuka masing-

masing katup.

12. - - Ulangi prosedur no. 7

sampai no. 8

13. - -

Jika etanol sampel

dalam tangki

pemasukan sudah

habis maka proses

distilasi kontinyu

telah selesai.

14. Produk atas (top product) dan produk bawah (bottom product) dicek

kadar alkoholnya dengan menggunakan alkoholmeter dan piknometer.

15. Volume air dalam steam boiler yang terpakai dihitung yaitu dengan

persamaan Vterpakai = Vawal – Vakhir.

16. Setelah diketahui volume air yang terpakai, selanjutnya menghitung

jumlah energi yang digunakan selama proses distilasi.

Page 42: F09ssu

28

4. Pengukuran konsentrasi etanol pada produk atas dan produk bawah

Pengujian alat distilasi etanol bertujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan dari alat yang sudah dirancang dengan mengetahui

konsentrasi produk atas dan produk bawah. Metode yang digunakan untuk

mengetahui konsentrasi etanol yaitu dengan menggunakan alkoholmeter

dan piknometer. Nilai akurasi alkoholmeter belum diketahui sehingga

perlu pengkalibrasian terlebih dahulu. Alkoholmeter digunakan untuk

mengetahu kadar etanol secara cepat (sebagai data awal) sedangkan

piknometer digunakan untuk mengecek kadar alkohol dengan nilai akurasi

lebih baik.

Prinsip pengukuran kedua alat ini yaitu berdasarkan densitas.

Alkoholmeter adalah alat pengukur konsentrasi alkohol paling sederhana

yaitu dengan mencelupkannya kedalam sampel kemudian membaca nilai

konsentrasi yang tertera pada alat. Pengukuran konsentrasi dengan

piknometer memiliki nilai akurasi yang lebih baik tetapi dengan prosedur

yang lebih rumit.

Prosedur pengukuran kadar alkohol dengan piknometer :

1) Alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu yaitu etanol hasil

distilasi, aquades, timbangan digital, piknometer dan pipet.

2) Piknometer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosong pikno

3) Piknometer diisi dengan aquades kemudian ditimbang untuk

mengetahui berat pikno+aquades.

4) Berat aquades dalam pikno dapat dihitung dengan cara berat

pikno+aquades dikurangi berat pikno kosong sesuai persamaan 9.

maq = mpic,aq - mpic,0 .........................................................................(9)

5) Suhu lingkungan diukur untuk mengetahui densitas aquades pada

suhu tersebut.

6) Setelah diketahui berat dan densitas aquades maka dapat dihitung

volume piknometer dengan persamaan 10.

Page 43: F09ssu

29

𝑉𝑝𝑖𝑐 = 𝑚𝑎𝑞

ρaq ...................................................................................(10)

dimana : Vpic : Volume piknometer (cm3)

maq : Massa aquades (gram)

ρaq : Massa jenis aquades (gram/cm3)

7) Piknometer diisi dengan sampel yang akan diuji kadar alkoholnya

(produk atas dan produk bawah) kemudian ditimbang untuk

mengetahui perat pikno+sampel.

8) Berat sampel dihitung dengan persamaan 11.

mspl = mpic,spl – mpic,0 .....................................................................(11)

dimana : mspl : Massa sampel (gram)

mpic,spl : Massa pikno + sampel (gram)

mpic,0 : Massa pikno awal (gram)

9) Densitas bahan sampel dihitung dengan perbandingan densitas

aquades yang sudah diketahui sebelumnya dengan persamaan 13.

𝜌𝑎𝑞

𝜌𝑠𝑝𝑙=

𝑚𝑎𝑞𝑉𝑎𝑞𝑚𝑠𝑝𝑙

𝑉𝑠𝑝𝑙

............................................................................... (12)

karena Vaq = Vspl maka

𝜌𝑎𝑞

𝜌𝑠𝑝𝑙=

𝑚𝑎𝑞

𝑚𝑠𝑝𝑙 .............................................................................. (13)

dimana : ρaq : Massa jenis aquades (gram/ cm3)

ρspl : Massa jenis sampel (gram/ cm3)

maq : Massa aquades (gram)

mspl : Massa sampel (gram)

Page 44: F09ssu

30

Vaq : Volume aquades (cm3)

Vspl : Volume sample (cm3)

10) Setelah densitas bahan sampel diketahui, konsentrasi bahan sampel

dapat dicari dari tabel konsentrasi ethyl alcohol berdasarkan densitas

dan suhu lingkungan pada Lampiran 7.

5. Perhitungan energi yang terpakai per volume etanol murni

Proses pemurnian etanol dengan cara distilasi membutuhkan energi

sebagai sumber panasnya. Sumber energi yang digunakan dihitung dari

banyaknya air yang diuapkan untuk memanaskan etanol selama proses

distilasi berlangsung. Perhitungan jumlah energi yang digunakan adalah

dengan mengalikan banyaknya massa air yang hilang dikalikan dengan

nilai kalor seperti pada persamaan 13.

𝑄 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝛥𝑕 ………………………………………………………… (14)

𝛥𝑕 = 𝑕𝑠𝑡𝑚 − 𝑕𝑘𝑜𝑛𝑑 ………………………………………………….. (15)

dimana Q : Energi yang terpakai (kJ)

mair : Massa air yang terpakai (kg)

Δh : Panas laten (kJ/m3)

hstm :

Page 45: F09ssu

31

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perancangan Alat Distilasi Etanol Dengan Metode Rektifikasi

Pada penelitian ini dimulai dengan perancangan alat distilasi etanol

dengan metode rektifikasi. Bagian-bagian penting dari alat distilasi ini adalah

steam boiler, kolom bawah (bottom column), menara kolom tray, tangki

pemasukan (feed tank), kondensor, dan tabung penampung distilat. Berikut ini

adalah disain alat distilasi etanol metode rektifikasi.

Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol

Keterangan:

1. Kompor gas

2. Tabung steam

3. Kolom tray

4. Penampung distilat

5. Kondensor

6. Tangki pemasukan (feed tank)

7. Kolom bawah (bottom coloum)

2

7

33

6

5

4

1

7

Page 46: F09ssu

32

Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan

tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa

cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran

uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap

panas diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam.

Sepanjang pipa penyalur uap diselubungi dengan bahan isolator, dengan tebal

1 cm. Pemberian isolator sehingga tidak ada panas yang keluar dari sistem.

Prinsip kerja dari steam boiler yaitu dengan memanaskan air yang

dimasukkan kedalam tabung steam dengan menggunakan kompor listrik atau

kompor gas hingga mendidih dan terbentuk uap. Uap panas yang terkumpul

kemudian disalurkan melalui pipa ke koil pemanas yang terdapat didalam

kolom bawah. Katub steam dibuka setelah suhu steam mencapai 110°C agar

proses pemanasan etanol berlangsung lebih cepat. Semakin besar beda suhu

antara kedua bahan maka kecepatan pindah panas semakin besar.

Gambar 7. Steam boiler

Kolom bawah adalah tempat menampung bahan etanol yang akan

didistilasi. Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter

15.24 cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa

tembaga yang berbentuk spiral dan piringan yang berlubang-lubang. Pipa

spiral terbuat dari bahan tembaga dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm

dan tebal 1 cm. Pipa spiral berfungsi untuk memanaskan etanol didalam

Page 47: F09ssu

33

kolom bawah dengan melewatkan uap panas dari steam sedangkan piringan

berlubang berfungsi sebagai tray seksi stripping.

Gambar 8. Kolom bawah

Gambar 9. Piringan dalam kolom bawah

Gambar 10. Pipa spiral tembaga

Page 48: F09ssu

34

Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem

bertingkat. Kolom tray dirancang dari bahan stainless steel dengan panjang

1000 cm, diameter luar 7.62 cm dan tebal 0.2 cm. Panjang kolom tray dibagi

menjadi dua bagian dan penggabungan kedua kolom menggunakan flange

yang terdiri dari 8 buah mur. Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari

seksi enriching atau rectifying dan seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari

stainless steel dengan diameter 7.4 cm dengan satu lubang besar dan beberapa

lubang kecil. Tray dalam kolom ini berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray

adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri dirancang dari bahan stainless steel

dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm, dan tinggi 100 cm.

Gambar 11.Tray tampak samping

Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang

akan didistilasi. Pada metode batch, bahan umpan dimasukkan kedalam tangki

pemasukan kemudian katup dibuka dan umpan masuk ke kolom bawah

sedangkan pada metode kontinyu, tangki pemasukan berfungsi untuk

menampung bahan yang masuk dalam kolom dan secara kontinyu etanol

mengalir dengan mengatur katup. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas

ukur berskala dua liter. Tujuan penggunan gelas ukur sebagai tangki

pemasukan adalah untuk mempermudah pengukuran laju bahan umpan yang

masuk ke dalam kolom pada pengujian sistem kontinyu. Selain itu,

penggunaan gelas ukur akan mempermudah dalam mengukur volume umpan

yang akan digunakan.

Page 49: F09ssu

35

Gambar 12. Tangki pemasukan

Kondensor berfungsi sebagai penukar panas yang akan

mengkondensasi uap etanol. Jenis kondensor yang digunakan yaitu jenis

tabung dan pipa (shell and tube). Kondensor yang dirancang adalah untuk

mengkondensasi etanol secara total (kondensasi total) sehingga produk akhir

adalah etanol dalam bentuk cair seluruhnya. Kondensor ini terdiri dari dua

jenis pipa yaitu pipa saluran etanol (pipa dalam) dan pipa saluran air

pendingin (pipa luar). Pindah panas antara etanol dan air secara konduksi

yaitu melalui pipa-pipa stainless steel.

Kondensor yang dirancang memilik ukuran yaitu panjang 30 cm,

diameter luar 5 cm dan tebal 0.2 cm. Pipa bagian dalam terdiri dari empat pipa

kecil dengan ukuran yaitu panjang 30 cm, diameter luar 0.5 cm, dan tebal

0.15 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari empat pipa. Hal ini dimaksudkan

untuk memperluas kontak antara uap etanol dengan air sehingga mempercepat

pindah panas.

Prinsip kerja kondensor yaitu adanya pindah panas dari uap etanol ke

air yang mengalir didalam kondensor. Air dialirkan dengan menggunakan

pompa air dengan daya 32 Watt yaitu dari pipa bawah ke atas. Arah aliran dari

bawah ke atas agar seluruh ruang pipa kondensor terisi air tanpa adanya ruang

udara yang akan mempengaruhi pindah panas. Perhitungan disain kondensor

seperti pada lampiran 14.

Page 50: F09ssu

36

Gambar 13. Kondensor

Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang

dirancang dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm.

Pada pipa penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai

pembagi distilat. Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks

sedangkan percabangan kedua sebagai saluran hasil atas (etanol murni). Pipa

saluran refluks didesain dengan menambahkan selang melengkung sehingga

hasil distilat dapat mengalir kembali ke kolom tray.

Prinsip pembagi distilat pada pipa penampung yaitu dengan

menggunakan sistem grafitasi dimana disain katub dan pipa saluran dibuat

miring agar distilat dapat mengalir. Rasio refluks dapat dtentukan dengan

menggunakan katub yaitu dengan mengatur laju aliran pada refluks dan

produk atas.

Gambar 14. Pipa penampung

Page 51: F09ssu

37

Gambar 15. Selang refluks

B. Pengujian Alat Distilasi Etanol

Pengujian alat bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi etanol

yang telah dirancang. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis untuk

mengetahui tingkat keberhasilan kinerja alat tersebut. Pengujian alat dimulai

dengan pengujian pendahuluan yaitu dengan menguji distilator dengan sampel

etanol 30%. Hasil pengujian diperoleh bahwa alat distilasi etanol belum

mampu memisahkan campuran etanol berdasarkan komponen-komponennya.

Uap etanol tidak mampu naik ke puncak menara kolom tray. Hal ini

disebabkan uap etanol sudah mengalami kondensasi sebelum mencapai

puncak menara. Kehilangan panas pada kolom merupakan penyebab utama

terjadinya kondensasi uap etanol.

Faktor kehilangan panas disebabkan tidak adanya lapisan isolator yang

menghalangi terjadinya pindah panas dari dalam kolom ke lingkungan.

Semakin tinggi kolom maka suhu akan semakin menurun tetapi konsentrasi

uap semakin murni. Data yang diperoleh dari pengijian kemudian dianalisi

untuk melakukan pengujian tahap selanjutnya. Jika data sudah bagus atau alat

sudah berfungsi dengan baik maka tahap selanjutnya adalah pembuatan

laporan sedangkan jika data yang diperoleh tidak bagus atau alat tidak

berfungsi maka dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan

pengujian kembali.

Pada kasus pengujian ini faktor yang menyebabkan alat tidak berfungsi

dengan baik adalah adanya kehilangan panas ke lingkungan. Langkah yang

Page 52: F09ssu

38

dilakukan yaitu dengan memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada

seluruh dinding alat distilasi sehingga menghalangi terjadinya kehilangan

panas. Isolator yang digunakan adalah almaflex dengan tebal 1cm.

Penggunaan isolator mampu mencegah terjadinya kehilangan panas dari

dalam kolom ke lingkungan sehingga uap etanol dapat menguap naik sampai

pada puncak menara dan masuk ke kondensor untuk dikondensasi.

Pengujian alat distilasi etanol menggunakan tiga metode dan dua

sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Tiga metode yang digunakan yaitu

sistem batch tanpa refluks (BTR), sistem batch dengan refluks (BR), dan

sistem kontinyu dengan refluks (KR). Konsentrasi yang digunakan dalam

setiap metode yaitu dengan konsentrasi etanol 10% dan 30%.

1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR)

Pengujian dengan sistem ini yaitu dengan memasukkan etanol ke

dalam kolom bawah sebanyak satu liter. Setelah itu dipanaskan dengan

membuka katup steam. Pemanasan dilakukan secara terus menerus

sehingga etanol akan menguap dan habis.

Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa proses distilasi

sistem batch telah selesai adalah :

a. Produk atas (etanol murni) tidak mengalir

b. Suhu di menara kolom tray menurun

c. Suhu di kolom bawah sangat tinggi (> 95°C) mendekati titik didih air

Setelah distilasi selesai, bahan didalam kolom bawah dikeluarkan

sebagai produk bawah (bottom product) sedangkan distilat yang keluar

dari pipa penampung sebagai produk atas (top product). Pemisahan yang

sempurna akan menghasilkan produk bawah dan produk atas dengan

konsentrasi tinggi. Produk bawah dari proses distilasi etanol-air adalah air

yang mendekati 100% sedangkan produk atas adalah etanol murni dengan

konsentrasi tinggi yaitu 95.6% (v/v) sesuai dengan batas azeotropnya.

Metode batch biasanya digunakan untuk distilasi dengan kapasitas

yang kecil seperti pada skala laboratorium dimana instalasinya lebih

sederhana dibandingkan dengan distilasi sistem kontinyu. Metode ini juga

Page 53: F09ssu

39

sering digunakan untuk pemurnian bahan campuran dengan perbedaan

titik didih yang cukup besar karena pemisahannya relatif lebih mudah.

Pengujian pertama yaitu dengan metode distilasi sistem batch

tanpa refluks dengan sampel etanol 10% (BTR.10). Berikut ini grafik

perubahan suhu titik-titik yang diamati selama proses distilasi.

Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10

Pada pengujian dengan metode BTR.10, steam dipanaskan hingga

mencapai suhu 110°C. Setelah itu, katup steam dibuka untuk mengalirkan

uap steam ke pipa tembaga. Penurunan suhu terjadi setelah katup steam

dibuka yaitu menjadi 100°C. Ketika katup steam dibuka maka uap panas

dari steam dialirkan melalui pipa spiral tembaga yang akan memanaskan

etanol dalam kolom bawah. Suhu Tb adalah suhu uap campuran etanol-air

didalam kolom bawah dimana terjadi kenaikan suhu ketika katup steam

mulai dibuka. Kenaikan suhu pada Tb menunjukkan kenaikan yang sangat

cepat pada 30 menit pertama hingga mencapai 90°C.

Titik didih pada campuran etanol-air berbeda-beda tergantung pada

konsentrasi alkohol yang terkandung dalam larutan tersebut. Sampel

etanol dengan konsentrasi 10% memiliki titik didih 93°C. Komposisi

distilat dan suhu distilasi akan berubah seiring dengan terdistilasinya

komponen yang lebih volatil. Suhu Tb akan semakin meningkat dengan

0

20

40

60

80

100

120

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu air keluar kondensor (Tco)

Page 54: F09ssu

40

semakin kecilnya konsentrasi etanol dalam kolom bawah. Pada pengujian

ini, suhu Tb meningkat hingga mencapai 95°C yaitu setelah 135 menit. Hal

ini menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam kolom bawah sudah

sangat kecil sekitar 6% (v/v).

Suhu Tsc adalah suhu uap steam yang keluar setelah melewati pipa

spiral tembaga. Dari grafik dapat diketahui bahwa perubahan suhu Tsc

terjadi perubahan yang fluktuatif dimana terjadi kenaikan suhu dan

penurunan suhu. Perubahan suhu yang fluktuatif disebabkan uap air yang

keluar dari pipa berupa tetesan air terkondensasi. Setelah pemanasan

selama 105 menit, suhu pada Tsc stabil pada 87°C dan uap yang keluar

sudah dalam bentuk uap panas.

Suhu Tm adalah suhu pada puncak menara kolom tray. Dari grafik

diketahui bahwa pada 45 menit pertama suhu Tm adalah 29°C dan belum

terjadi kenaikan. Kenaikan suhu terjadi setelah 60 menit menjadi 65°C.

Kenaikan suhu pada titik ini menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah

mencapai puncak menara. Selanjutnya aliran uap etanol akan

terkondensasi oleh kondensor dan akan menghasilkan distilat yang

ditampung dalam pipa penampung. Pada sistem batch kenaikan suhu

tertinggi pada Tm adalah mencapai 68°C pada menit ke-90. Setelah itu,

suhu mulai menurun mencapi suhu 47°C. Penurunan suhu ini

menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah berhenti dan proses distilasi

harus dihentikan.

Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari

kondensor. Dari grafik dapat diketahui bahwa antara suhu Tci dan Tco tidak

menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Pada menit ke-60 dan 75, suhu

Tco lebih besar dari Tci. Perbedaannya adalah 0.5°C dan 0.3°C. Suhu Tco

lebih besar dari pada Tci dikarenakan terjadi perpindahan kalor dari uap

etanol ke air yang mengalir didalam kondensor. Ketika air mengalir

didalam kondensor, terjadi perpindahan panas dari etanol ke air sehingga

suhu air akan meningkat sedangkan suhu etanol menurun.

Produk atas dari proses distilasi adalah etanol murni dengan

konsentrasi tinggi. Hasil atas ditampung menggunakan gelas ukur agar

Page 55: F09ssu

41

dapat diketahui jumlah volume yang dihasilkan setiap 15 menit.

Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa refluks

dengan sampel etanol 10% dapat dilihat seperti pada grafik dibawah ini.

Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada awal

pengujian sangat cepat yaitu 1.4 ml/menit kemudian terjadi penurunan

sampai akhirnya laju distilasi berhenti. Laju distilasi berhenti pada menit

ke-135. Pada menit ini proses distilasi juga dihentikan karena uap etanol

yang dipisahkan sudah habis dan tidak ada uap yang mengalir sampai

kolom kondensor. Volume distilat yang dihasilkan dari pemurnian ini

adalah 47 ml selama 135 menit.

Pada pengujian kedua dengan metode yang sama yaitu distilasi

sistem batch tanpa refluk tetapi dengan konsentrasi yang berbeda yaitu

etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan suhu terhadap waktu pada titik-

titik alat distilasi yang diamati.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135

volu

me

(ml)

Waktu (menit)

Distilat

Page 56: F09ssu

42

Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30.

Pada pengujian metode BTR.30 suhu Ts awal adalah 110°C,

setelah katup dibuka terjadi penurunan suhu menjadi 100°C dan stabil

pada suhu tersebut. Perubahan suhu Tsc sampai pada menit ke-90 terjadi

fluktuatif tetapi pada menit berikutnya terjadi kenaikan sampai pada suhu

87°C yaitu pada menit ke-150. Suhu Tsc mulai stabil pada suhu tersebut

karena uap yang keluar hampir seluruhnya berbentuk uap panas.

Suhu Tb sebelum katup steam dibuka adalah 29.5°C. Pada 15 menit

pertama suhu Tb naik menjadi 60°C dan terus naik sampai pada suhu

maksimal adalah 94.5°C yaitu pada menit ke-150. Kenaikan suhu Tb

menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam sampel semakin menurun.

Semakin kecil konsentrasi alkohol pada campuran etanol-air maka titik

didih campuran tersebut semakin besar. Pada saat suhu Tb mencapai 94°C,

konsentrasi etanol sampel yaitu sekitar 7%.

Kenaikan suhu Tm pada metode BTR.30 relaitf sama dengan

BTR.10. Pada menit ke-60, suhu Tm adalah 67°C dan terus naik sampai

suhu tertinggi adalah 70°C. Setelah itu, suhu mulai menurun sampai 53°C

dan proses distilasi dihentikan. Kenaikan suhu pada Tm dimulai ketika

aliran uap etanol mencapai menara kolom tray. Penurunan suhu Tm

menunjukkan bahwa uap etanol sudah tidak mengalir sampai menara

kolom tray. Pemurniaan etanol dengan metode ini akan didapatkan

0

20

40

60

80

100

120

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu keluar kondensor (Tco)

Page 57: F09ssu

43

produk atas (etanol) dan produk bawah (air) yang masing-masing memiliki

konsentrasi tinggi. Konsentrasi alkohol pada produk bawah semakin lama

akan semakin menurun karena terdistilasinya komponen yang lebih volatil.

Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari

kondensor dimana Tco lebih besar dari pada Tci. Perbedaan ini terjadi

karena adanya pindah panas dari uap etanol ke air yang melewati pipa

kondensor sehingga terjadi proses kondensasi.

Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa

refluks dengan sampel etanol 30% dapat dilihat seperti pada grafik

dibawah ini.

Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30

Penambahan volume distilat pada metode BTR.30 membentuk

grafik yang sama dengan metode BTR.10. Kurva membentuk garis

melengkung kemudian lurus yang artinya adanya penambahan volume dan

kemudian berhenti. Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat

mencapai 3.8 ml/menit yaitu pada menit ke-90. Setelah itu terus terjadi

penurunan laju distilasi hingga laju distilasi berhenti yaitu pada menit

ke-165. Volume distilat adalah 255 ml selama 165 menit.

0

50

100

150

200

250

300

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat

Page 58: F09ssu

44

2. Distilasi Sistem Batch Dengan Refluks (BR)

Pengujian dengan metode ini secara umum prinsipnya sama

dengan metode batch tanpa refluks. Perbedaanya hanyalah pada sistem

refluks yaitu mengembalikan sebagian hasil atas kembali ke kolom tray.

Pengujian dengan metode ini menggunakan sampel etanol 10% dan 30%.

Berikut ini grafik Perubahan suhu terhadap waktu pada alat distilator.

Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10

Suhu Ts adalah suhu steam dimana suhu awal sebelum katup

dibuka adalah 115°C. Setelah katup dibuka suhu Ts menurun dan tetap

pada suhu 100°C. Proses distilasi pada pengujian ini membutuhkan waktu

180 menit. Perubahan suhu Tsc mengalami fluktuatif. Pada menit ke-80,

suhu Tsc mencapai 80°C kemudian terus menurun sampai suhu 70°C.

Penurunan suhu pada Tsc setelah waktu tersebut dikarenakan penempatan

termometer kurang tepat sehingga suhu aliran uap steam yang keluar tidak

terukur dengan baik. Suhu awal Tb adalah 31°C, setelah proses pemanasan

selama 30 menit suhu Tb naik menjadi 90°C dan terus naik sampai pada

suhu 95°C. Suhu Tm awal adalah 29°C. Kenaikan suhu Tm sebesar 1°C

dimulai pada menit ke-45 menjadi 30°C. Kemudian pada menit ke 75,

0

20

40

60

80

100

120

140

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu air keluar kondensor (Tco)

Page 59: F09ssu

45

suhu Tm menjadi 65°C dan tetap pada suhu tersebut sampai proses distilasi

dihentikan.

Metode batch dengan refluks mempengaruhi suhu pada Tm. Sistem

refluks menyebabkan suhu di menara kolom tray menjadi stabil yaitu pada

suhu 65°C. Etanol yang mengalir ke dalam kolom tray diperlukan untuk

berinterkasi dengan uap yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan

ada rekifikasi yang berlangsung pada seksi rektifikasi dan konsentrasi

hasil atas tidak akan lebih besar dari konsentrasi uap yang mengalir naik

dari piring umpan. Campuran etanol-air adalah bahan azeotrop, sehingga

pemurnian dengan sistem ini hanya dapat memurnikan etanol sampai titik

azeotropnya.

Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari

kondensor. Didalam kondensor terjadi perpindahan panas dari uap etanol

ke air yang mengalir sehingga uap etanol terkondensasi. Suhu Tco lebih

besar dari pada suhu Tci. Ketika air mengalir keluar dari kondensor terjadi

perpindahan panas dari etanol ke air. Suhu air keluar lebih tinggi dari pada

suhu air masuk. Air dalam kondensor berfungsi untuk mendinginkan uap

etanol sehingga proses kondensasi dapat berlangsung sempurna.

Hasil distilasi dari penelitian ini adalah etanol murni. Grafik

penambahan volume distilat pada pengujian metode batch dengan refluks

pada sampel etanol 10% adalah sebagi berikut:

Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10

0

5

10

15

20

25

30

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat

Page 60: F09ssu

46

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada metode ini

mengalami penurunan hingga berhenti. Hal ini disebabkan sistem distilasi metode

batch bahan yang didistilasi dimasukkan dalam kolom dan dipanaskan terus

menerus sampai etanol hampir seluruhnya menguap. Volume distilat pada

pengujian ini adalah 24.5 ml dengan waktu operasi 180 menit. Distilat mulai

mengalir pada menit ke-90. Pada awal-awal pengujian, laju distilasi sangat cepat

kemudian laju distilasi turun sampai akhirnya berhenti pada menit ke-165.

Pengujian metode distilasi sistem batch dengan refluks pada sampel etanol

30% didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30

Steam dipanaskan sampai suhu 110°C kemudian katup dibuka

untuk mengalirkan uap panas ke kolom bawah. Setelah katup dibuka suhu

Ts turun dan konstan pada suhu 100°C. Proses distilasi dengan metode

BR.30 membutuhkan waktu 450 menit. Alat ukur yang digunakan untuk

mengukur suhu pada Tsc adalah termometer. Dari grafik dapat diketahui

bahwa perubahan suhu Tsc menunjukkan grafik yang fluktuatif tetapi

cenderung meningkat hingga mencapai suhu 83°C. Suhu Tsc ketika

mencapai suhu 83°C sudah berbentuk uap panas. Hal ini berarti bahwa

0

20

40

60

80

100

120

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu air keluar kondensor (Tco)

Page 61: F09ssu

47

energi steam yang dialirkan melalui pipa spiral didalam kolom bawah

tidak dimanfaatkan untuk memanaskan etanol.

Kenaikan suhu Tb terjadi sangat cepat pada 45 menit pertama. Pada

menit berikutnya kenaikan mulai konstan dengan kenaikan rata-rata

0.63°C. Pada menit ke-405, suhu Tb mencapai 94°C dan tidak terjadi

kenaikan lagi sampai menit ke 450. Suhu awal Tm adalah 28°C kenaikan

suhu dimulai pada menit ke-75 yaitu 29°C dan pada menit ke 90 terjadi

kenaikan yang besar menjadi 64°C. Pada menit ke 105 dan seterusnya

suhu Tm stabil yaitu pada suhu 65°C. Pengujian dengan metode refluks

menyebabkan suhu Tm stabil.

Suhu Tci dan Tco memiliki kenaikan suhu yang hampir sama

dimana suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci. Pada menit ke-390 suhu

Tci lebih besar dari pada suhu Tco. Berdasarkan teori perpindahan panas,

suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci karena ketika air melewati

kondensor, air akan menyerap panas dari etanol sehingga terjadi

kondensasi. Tetapi pada pengujian ini didapatkan suhu Tci lebih besar dari

pada suhu Tco. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi adalah : (1)

Kesalahan membaca alat ukur/termometer, (2) Termometer kontak dengan

suhu lingkungan sehingga tingkat keakurasian berkurang.

Grafik penambahan volume distilat pada pengujian kedua dengan

sampel etanol 30% seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30

0

50

100

150

200

250

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat

Page 62: F09ssu

48

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa distilat mulai mengalir

setelah menit ke-90. Laju distilasi pada awal pengujian cukup cepat

kemudian diakhir pengujian laju distilasi mulai menurun dan akhirnya

berhenti yaitu pada menit ke-405. Setelah laju distilasi berhenti maka

proses distilasi sistem batch juga dihentikan. Kurve penambahan volume

pada metode batch akan membentuk kurva melengkung dimana terjadi

kenaikan kemudian dilajutkan dengan penurunan dan akhirnya berhenti.

Ketika bentuk grafik mendatar artinya tidak ada penambahan

volume distilat meskipun proses dilanjutkan. Hal ini disebabkan

kandungan etanol dalam kolom bawah sangat kecil dan tidak cukup untuk

naik sampai pada distilator. Uap etanol yang naik ke atas menara kolom

tray mengalami kondensasi sebelum sampai puncak karena suhu kolom

semakin turun dengan semakin tingginya kolom tray.

3. Distilasi Sistem Kontinyu Dengan Refluks (KR)

Pengujian distilasi kontinyu dengan refluks menggunakan dua

sampel yang berbeda yaitu etanol 10% dan 30%. Pengujian pertama

dengan sampel etanol 10% dengan waktu proses 240 menit dan

menghasilkan etanol 213 ml. Berikut ini grafik perubahan suhu titik-titik

yang diamati selama proses distilasi.

Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10

0

20

40

60

80

100

120

140

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu air keluar kondensor (Tco)

Page 63: F09ssu

49

Pemanasan steam menggunakan kompor gas bertujuan untuk

meningkatkan jumlah energi steam sebagai sumber pemanas. Steam

dipanaskan sampai suhu 123°C kemudian katup dibuka untuk mengalirkan

uap panas ke pipa spiral yang akan memanaskan etanol didalam kolom

bawah. Ketika katup dibuka, suhu steam menurun hingga mencapai suhu

101.5°C.

Penggunaan kompor gas sebagai sumber pemanas steam mampu

meningkatkan suhu steam diatas titik didih air meskipun katup dibuka. Hal

ini disebabkan energi panas kompor gas lebih besar dari pada

menggunakan hot plate. Kenaikan suhu Tsc terjadi 30 menit pertama

kemudian konstan pada suhu 88°C pada menit berikutnya. Sistem

kontinyu dimulai pada menit ke-30 dimana suhu Tb mencapai 88°C.

Pengujian ini menggunakan F = 15 ml/menit, B = 11 ml/menit dan R =

1.8. Dengan memasukkan umpan secara kontinyu menyebabkan suhu Tsc

menjadi konstan pada 88°C. Kondisi ini disebabkan konsentrasi di dalam

kolom bawah cenderung tetap. Suhu Tb mengalami kenaikan yang cukup

tinggi selama 30 menit pertama, selanjutnya suhu konstan pada suhu 96°C.

Adanya refluks menyebabkan suhu Ts cenderung stabil. Dari grafik

dapat diketahui bahwa suhu Tm konstan setelah mencapai suhu 67°C. Suhu

awal Tm adalah 28°C kemudian 15 menit berikutnya naik menjadi 67°C

dan suhu tertinggi 69°C. Setelah itu suhu turun menjadi 68°C dan

cenderung konstan pada suhu 67°C. Pada akhir pengujian suhu Tm turun

menjadi 66°C. Penurunan suhu pada Tm terjadi ketika aliran umpan sudah

habis. Dengan habisnya etanol dalam tangki pemasukan berarti berakhir

pula proses distilasi kontinyu.

Perubahan suhu Tci dan Tco karena adanya pindah panas antara uap

etanol dan air yang berfungsi sebagai bahan pendingin. Dari grafik dapat

dilihat bahwa suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci dalam beberapa menit

pengujian. Ketika air masuk dan mengalir melali pipa kondensor, maka air

akan menyerap kalor dari uap etanol murni. Terjadinya pindah panas

menyebabkan suhu air yang keluar naik dan suhu uap etanol menurun

sehingga terbentuk kondensasi.

Page 64: F09ssu

50

Berikut ini grafik penambahan volume distilat pada metode

distilasi kontinyu dengan sampel etanol 10%.

Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10

Penambahan volume distilat pada metode KR.10 menunjukkan

penambahan yang relatif tetap. Pada menit ke 15 sudah menghasilkan

distilat yaitu sebanyak 5 ml. Setelah itu, terjadi penambahan volume yang

sangat cepat sampai menit ke-30 yaitu menjadi 56 ml. Pada menit

berikutnya laju distilasi relatif sama yaitu laju distilasi rata-rata 0.75

ml/menit. Pengujian ini membutuhkan waktu 240 menit dengan jumlah

distilat 213 ml.

Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat karena metode yang

digunakan masih menggunakan metode batch. Setelah sistem kontinyu

berjalan maka penambahan volume menjadi tetap. Pada akhir pengujian

terjadi penurunan volume distilat. Hal ini disebabkan jumlah etanol di

dalam tangki pemasukan telah habis dan berlaku sistem distilasi batch.

Pengujian metode ketiga dengan konsentrasi etanol 30%. Sebelum

metode kontinyu dijalankan, proses distilasi diawali dengan metode batch

dengan bahan umpan etanol 10% sebanyak 1 liter kemudian dilanjutkan

sisem kontinyu dengan sampel etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan

suhu terhadap waktu pada metode KR.30 pada titik-titik distilator yang

diamati.

0

50

100

150

200

250

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat

Page 65: F09ssu

51

Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30

Suhu Ts awal adalah 125°C dan setelah katup dibuka untuk

mengalirkan uap melui pipa spiral maka suhu menurun hingga mencapai

101.5°C. Penurunan suhu pada Ts tidak terlalu berbeda. Rata-rata suhu Ts

setelah katup dibuka adalah 101.8°C. Sumber pemanas steam adalah

kompor gas sehingga mampu meningkatkan suhu steam diatas 100°C.

Suhu Tsc cukup stabil yaitu diatas 85°C. Pada 15 menit pertama proses

pemanasan etanol berlangsung cepat karena sebelum katup steam dibuka

suhu Ts sudah mencapai 125°C sehingga pada 15 menit pertama suhu Tb

telah mencapai suhu 97°C. Bahan umpan mulai dimasukkan pada menit ke

30. Perubahan suhu Tb terjadi penurunan menjadi 96.5°C. Penurunan suhu

pada Tb dikarenakan adanya kontak dengan etanol yang masuk secara

kontinyu ke dalam kolom dengan besarnya F = 13 ml/menit, B = 10

ml/menit dan R = 1.8.

Pada menit ke-165 terjadi kerusakan pada bagian tangki

pemasukan sehingga proses distilasi kontinyu dihentikan sementara.

Selama terjadi kerusakan, proses distilasi tetap dijalankan dengan metode

batch. Perubahan suhu terjadi pada Tb dan Tm. Suhu Tb terjadi kenaikan

0

20

40

60

80

100

120

140

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb) Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci) Suhu air keluar kondensor (Tco)

Page 66: F09ssu

52

sedangkan Tm terjadi penurunan. Setelah dilakukan perbaikan dengan laju

umpan masuk (F) sebesar 15 ml/menit, suhu Tm naik kembali menjadi

69°C dan konstan pada suhu 70°C. Setelah 240 menit suhu Tm menurun

kembali menjadi 69°C. Hal ini karena bahan umpan dalam tangki

pemasukan sudah habis dan proses distilasi sistem kontinyu selesai.

Suhu Tci dan Tco terjadi kenaikan yang hampir sama dengan

pengujian-pengujian sebelumnya. Suhu Tco relatif lebih besar dari pada

Tci. Hal ini disebabkan selama air melewati kondensor terjadi perpindahan

panas dari uap etanol ke air yang mengalir melewati kondensor. Proses ini

disebut kondensasi.

Grafik perubahan volume distilat pada metode KR.30 yaitu metode

kontinyu dengan sampel etanol 30%.

Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30

Dari grafik diatas diketahui bahwa hasil distilat dimulai pada menit

ke-45. Kemudian secara bertahap volume distilat meningkat hingga

akhirnya terjadi penurunan pada menit ke-165. Setelah itu, mulai terjadi

kenaikan volume distilat kembali dengan dengan laju distilasi yang cukup

besar yaitu mencapai 3.2 ml/menit. Setelah itu, laju distilasi masih

menurun hingga proses distilasi selesai. Seharusnya dengan metode

kontinyu laju distilasi relatif tetap, tetapi karena ada kerusakan pada tangki

pemasukan sehingga mempengaruhi proses distilasi. Kerusakan yang

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat

Page 67: F09ssu

53

terjadi adalah berhentinya aliran umpan masuk karena katup pada pipa

tangki pemasukan tersumbat. Karena tidak ada umpan etanol yang masuk

maka produk atas juga tidak bertambah. Setelah diperbaiki dengan F = 15

ml/menit, volume distilat kembali bertambah. Jumlah distilat yang

dihasilkan dari pengujian ini adalah sebanyak 355 ml.

C. Perbandingan Perubahan Suhu Dan Volume Distilat Pada Tiga Metode

Pengujian

1. Pengujian dengan sampel etanol 10%

Pengujian yang pertama adalah dengan sampel etanol 10%

didapatkan data perubahan suhu terhadap waktu pada titik-titik alat

distilator. Perbandingan data suhu Ts pada pengujian dengan tiga metode

yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10%

Dari tiga metode yang digunakan metode BTR dan metode BR

memiliki data yang sama yaitu 100°C. Setelah katup dibuka, suhu Ts pada

kedua metode memiliki suhu yang konstan pada titik didih air. Berbeda

dengan metode pengujian yang ketiga yaitu KR. Metode KR

menggunakan sumber pemanas yaitu kompor gas dimana memiliki energi

yang lebih besar dibandingkan dengan sumber pemanas listrik. Setelah

katup dibuka suhu Ts turun menjadi 101.5°C.

80

90

100

110

120

130

140

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) metode BTR 10

Suhu steam (Ts) metode BR.10

Page 68: F09ssu

54

Perbandingan suhu Tsc pada pengujian dengan tiga metode yang

berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10%

Pengujian dengan metode BTR didapatkan data suhu yang

fluktuatif tetapi diakhir pengujian suhu cenderung meningkat. Pada

pengujian dengan metode BR didapatkan suhu Tsc yang masih fluktuatif.

Sedangkan pada pengujian dengan metode ketiga yaitu metode KR

didapatkan suhu yang relatif stabil setelah suhu Tsc mencapai suhu 88°C.

Perbandingan perubahan suhu Tb pada pengujian distilasi dengan

tiga metode didapatkan data sebagai berikut:

Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%

0

20

40

60

80

100

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.10

Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.10

Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.10

20

40

60

80

100

120

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.10

Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.10

Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.10

Page 69: F09ssu

55

Metode BTR dan BR didapatkan data perubahan suhu Tb yang

relatif sama. Kedua metode tersebut menggunakan sumber energi yang

sama yaitu hot plate. Sedangkan pada metode KR didapatkan data suhu Tb

yang berbeda dari dua metode yang lain. Ketika katup steam dibuka, suhu

Tb naik dengan cepat. Suhu Ts sebelum dibuka mencapai 123°C dan ketika

katup dibuka, terjadi transfer energi yang cukup besar dari uap steam ke

etanol dalam kolom bawah.

Perbandingan perubahan suhu Tm pada pengujian distilasi etanol

dengan tiga metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10%

Metode BTR dan BR memiliki grafik yang hampir sama di awal-

awal pengujian. Grafik menunjukkan kenaikan yang cepat pada menit ke-

45 sampai menit ke-60. Sedangkan pada akhir pengujian, terdapat

perbedaan suhu dimana pada metode tanpa refluks suhu Tm menurun dan

pada metode dengan refluks suhu Tm tetap. Pemberian refluks

mempengaruhi suhu pada puncak menara kolom tray. Metode dengan

refluks memiliki suhu yang stabil dan konstan karena adanya kontak

dengan etanol murni yang diumpan balikkan kembali kedalam kolom.

Metode ketiga yaitu metode KR perubahan suhu Tm sangat cepat pada

awal pengujian. Kenaikan suhu yang cepat dipengaruhi oleh sumber

20

30

40

50

60

70

80

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu menara (Tm) metode BTR.10

Suhu menara (Tm) metode BR.10

Suhu menara (Tm) metode KR.10

Page 70: F09ssu

56

pemanas dan suhu awal dari steam. Kompor gas sebagai sumber pemanas

mempengaruhi kecepatan kenaikan suhu pada Tm.

Perbandingan volume distilasi pada tiga metode pengujian dengan

sampel etanol 10% seperti dibawah ini.

Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%

Grafik penambahan volume distilat dengan metode BTR dan BR

memiliki bentuk grafik yang sama. Volume distilat menunjukkan adanya

kenaikan volume hingga akhirnya tidak ada pertambahan volume distilat

(proses distilasi berhenti). Metode KR memiliki bentuk grafik yang

berbeda dengan dua metode lainnya. Bentuk grafik membentuk garis linier

yang artinya bahwa terjadi pertambahan volume distilat secara kontinyu

dengan laju yang hampir seragam.

2. Pengujian dengan sampel etanol 30%

Pengujian kedua yaitu dengan sampel etanol 30%. Perbandingan

perubahan suhu terhadap waktu pada pengujian ini meliputi suhu Ts, Tsc,

Tb, Tm dan penambahan volume distilasi. Perbandingan perubahan suhu Ts

pada pengujian dengan sampel etanol 10% didapatkan grafik sebagai

berikut:

0

50

100

150

200

250

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Vo

lum

e (m

l)

Waktu (menit)

Distilat metode BTR.10 Distilat metode BR.10

Distilat metode KR.10

Page 71: F09ssu

57

Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30%

Perubahan suhu dari ketiga metode didapatkan bentuk grafik yang

sama yaitu terjadi penurunan suhu ketika katup steam dibuka. Penurunan

ini disebabkan terjadi penurunan tekanan didalam tabung steam boiler.

Metode KR dengan sumber pemanas dari kompor gas dapat

menghasilkan jumlah panas yang lebih besar sehingga suhu Ts pada

metode KR.30 mapu mencapai suhu konstan pada suhu 101.5°C

sedangkan Ts pada metode BTR.30 dan BR.30 hanya mampu stabil pada

suhu 100°C.

Perbandingan perubahan suhu Tsc pada pengujian distilasi dengan

tiga metode berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini.

Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30%

80

90

100

110

120

130

140

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu steam (Ts) metode BTR.30 Suhu steam (Ts) metode BR.30

Suhu steam (Ts) metode KR.30

0

20

40

60

80

100

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (°

C)

Waktu (menit)

Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.30 Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.30

Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.30

Page 72: F09ssu

58

Pengukuran suhu pada Tsc bertujuan untuk mengetahui besarnya

energi yang digunakan untuk proses pemanasan etanol di dalam kolom

bawah. Suhu Tsc pada pengujian dengan metode BTR dan BR mengalami

kenaikan secara perlahan-lahan. Berbeda dengan pengujian distilasi

metode KR yang mengalami kenaikan suhu Tsc sangat cepat hingga

mencapai suhu 88°C.

Perbandingan suhu Tb pada pengujian dengan metode yang

berbeda menghasilkan grafik sebagai berikut:

Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30%

Steam sebagai sumber panas yang berfungsi mensupli energi panas

ke dalam etanol yang didistilasi. Ketika katup dibuka terjadi transfer

energi dari steam ke etanol bahan sampel. Transfer energi ini terjadi secara

konduksi melalui pipa spiral dari tembaga yang kemudian memanaskan

etanol sehingga etanol menguap dan terkondensasi. Suhu awal dari steam

akan mempengaruhi kecepatan proses pemanasan. Semakin tinggi suhu Ts

awal maka proses pemanasan pada etanol juga semakin cepat. Pada

metode yang pertama dan kedua yaitu dengan sistem BTR dan BR

didapatkan bentuk grafik perubahan suhu Tb naik perlahan-lahan.

Grafik perbandingan Tb pada tiga metode yang digunakan dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa distilasi sistem KR memiliki proses

20

40

60

80

100

120

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.30 Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.30

Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.30

Page 73: F09ssu

59

pemanasan yang lebih cepat dibandingkan dengan metode BTR dan BR.

Hal ini disebabkan suhu Tb awal pada metode KR.30 lebih besar yaitu

57°C.

Perbandingan suhu Tm yaitu suhu pada menara kolom tray dengan

metode yang berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini.

Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30%

Dari grafik diatas, metode BTR memiliki bentuk yang berbeda

dengan grafik yang lainnya. Bentuk grafik metode ini terjadi penurunan

pada akhir proses. Penurunan ini disebabkan uap etanol dalam kolom

bawah sudah tidak mengalir naik keatas kolom. Etanol yang terkandung

dalam bahan sample semakin kecil. Penurunan ini juga menunjukkan

bahwa proses distilasi dengan sistem batch sudah selesai. Sedangkan

grafik kedua yaitu dengan metode BR didapakan grafik lurus yaitu setelah

suhu mencapai 65°C. Dengan membarikan umpan balik etanol kedalam

menara kolom menyebakan terjadinya kontak antara uap etanol dengan

etanol yang hampir murni sehingga etanol hasil atas akan lebih murni.

Grafik ketiga yaitu suhu Tm dengan metode KR didapatkan bentuk grafik

yang hampir sama dengan metode BR. Perbedaannya yaitu pada metode

KR kenaikan suhu Tm lebih cepat dibandingka dengan metode BR. Selain

itu, suhu Tm pada metode KR tidak konstan seperti pada metode BR.

20

30

40

50

60

70

80

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Suhu menara (Tm) metode BTR.30 Suhu menara (Tm) metode BR.30

suhu menara (Tm) metode KR.30

Page 74: F09ssu

60

Perbandingan pertambahan volume distilasi pada pengujian dengan

metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pertambahan volume

distilat menunjukkan kenaikan dan kemudian penurunan sampai akhirnya

proses distilasi selesai. Pada metode KR seharusnya penambahan volume

distilat tetap, tetapi pada grafik diatas menunjukkan penurunan dan

kemudian terjadi kenaikan kembali. Hal ini disebabkan adanya kerusakan

ketika proses pengujian berlangsung yaitu laju aliran umpan masuk

berhenti. Hal ini menyebabkan tidak adanya umpan masuk ke dalam

kolom. Proses distilasi kontinyu dihentikan sementara sampai proses

perbaikan selesai. Ketika distilasi kontinyu dihentikan maka sistem

distilasi yang digunakan adalah distilasi BR.

Pertambahan volume distilat pada metode batch menunjukkan

kenaikan pada awal pengujian kemudian mulai menurun dan berhenti.

Proses distilasi dihentikan ketika sudah tidak ada penambahan volume

distilat karena etanol dalam kolom bawah telah habis menguap.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450

Suh

u (

°C)

Waktu (menit)

Distilat metode BTR.30 Distilat metode BR.30 Distilat metode KR.30

Page 75: F09ssu

61

D. Konsentrasi Hasil Pengujian

Berikut ini data konsentrasi alkohol produk atas (etanol) pada pengujian

distilasi dengan tiga metode yang berbeda.

Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol

Dari grafik diatas diketahui bahwa setiap metode distilasi yang digunakan

menghasilkan distilat dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi distilat

mulai dari 88.58% sampai konsentrasi tertinggi 97.6% yaitu diatas batas

azeotrop. Distilasi biasa hanya mampu memurnikan campuran etanol-air

sampai batas azeotropnya. Distilat dengan konsentrasi melebihi batas azeotrop

kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengukuran konsentrasinya. Kesalahan

ini dapat disebabkan oleh batas error pada piknometer. Untuk mendapatkan

hasil yang lebih akurat dapat menggunakan metode kromotografi gas.

Metode BTR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.77% sedangkan

metode BR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.58% artinya

konsentrasi distilat dengan metode batch dengan refluks dihasilkan etanol

dengan konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan metode batch tanpa

refluks meskipun perbedaannya tidak terlalu nyata. Secara teori konsentrasi

distilat pada distilasi dengan refluks memiliki tingkat konsentrasi lebih tinggi

dibandingkan dengan sistem distilasi tanpa refluks karena adanya pemurnian

pada seksi enriching.

88.77

92.5

88.58

97.6

94.84

92.5

84

86

88

90

92

94

96

98

100

10% 30%

Kem

urn

ian

(%

v/v

)

Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)

BTR BR KR

Page 76: F09ssu

62

Selang refluks yang digunakan memiliki ukuran diameter 0.8 cm dan

panjang 20 cm. Agar sistem refluks dapat beroperasi maka volume yang

dihasilkan harus mencukupi volume selang refluks yang berbentuk

melengkung. Volume selang adalah 40.192 ml dan agar sistem refluks terjadi

maka volume distilat harus melebihi volume selang. Sebelum pengujian,

selang refluks harus sudah terisi etanol agar proses refluks langsung berjalan

ketika dihasilkan distilat.

Prinsip neraca massa adalah F = D + B, jika konsentrasi bahan umpan

10% (v/v) dan produk bawah adalah 6.47% maka etanol sebagai produk atas

adalah 3.53% dari volume total artinya hanya 35.3 ml etanol murni. Pada

pengujian volume distilat yang dihasilkan adalah 24.5 ml dan sebagian masuk

ke selang refluks. Penggunaan refluks ternyata belum berpengaruh nyata

terhadap peningkatan konsentrasi distilat. Karena etanol yang

diumpanbalikkan ke kolom sangat sedikit, maka pengayaan etanol tidak

terlalu besar.

Berbeda dengan pengujian metode KR.10, hasil distilat yang diperoleh

memiliki konsentrasi lebih tinggi dari dua metode sebelumnya yaitu mencapai

94.84%. Adanya sistem refluks akan meningkatkan konsentrasi etanol hasil

distilasi. Rasio refluks yang digunakan adalah 1.8. Rasio refluks berbanding

terbalik dengan banyaknya tray artinya semakin banyak tray maka rasio

refluks semakin kecil dan sebaliknya jika jumlah tray yang digunakan sedikit

maka untuk meningkatkan konsentrasi distilat digunakan rasio refluks yang

besar.

Distilasi dengan sampel etanol 30% dihasilkan distilat dengan tingkat

konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi distilat pada metode BTR.30 dan

KR.30 adalah 92.5% sedangkan metode BR.30 adalah 97.65%. Metode BR.30

adalah metode batch dengan refluks dimana hasil distilatnya memiliki tingkat

konsentrasi paling tinggi dibandingkan dengan metode yang lain. Konsentrasi

distilat melebihi batas azeotropnya yaitu 95.6% (v/v).

Selain produk atas, produk bawah juga diukur konsentrasi alkohol dengan

menggunakan piknometer. Produk bawah adalah air dengan kandungan etanol

yang sangat kecil dan berupa air yang hampir murni. Tujuannya pengukuran

Page 77: F09ssu

63

kadar alkohol pada produk atas dan produk bawah adalah untuk mengetahui

tingkat efisiensi pada alat distilasi yang telah dirancang.

Berikut ini data konsentrasi produk bawah pada metode batch tanpa

refluks dan dengan refluks.

Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol

Kadar alkohol produk bawah pada metode BTR dengan sampel etanol

10% dan 30% adalah 4.61% dan 6.47%, sedangkan metode BR didapatkan

produk bawah dengan konsentrasi 6.47% dan 8.09%. Pengukuran konsentrasi

produk bawah distilasi metode KR yaitu dengan menggunakan alkoholmeter

sehingga diperoleh data konsentrasi distilat yang kurang akurat. Konsentrasi

pada metode KR.10 dan KR.30 masing-masing adalah 2%. Meskipun

demikian, data tersebut mampu mewakili data konsentrasi produk bawah.

Hasil konsentrasi pada pengujian dengan metode KR menghasilkan

produk bawah dengan konsentrasi paling kecil. Hal ini disebabkan panas yang

tersedia paling besar sehingga mampu memisahkan etanol dan air dalam

etanol sampel hampir seluruhnya. Dua pengujian yang lain yaitu metode BTR

dan BR masih memiliki produk bawah dengan konsentrasi cukup besar.

Kebutuhan panas untuk memurnikan etanol-air sehingga diperoleh produk

bawah yang hampir murni tergantung pada titik didih produk bawah yaitu air.

Suhu kolom bawah seharusnya mendekati titik didih air yaitu 100°C agar

4.61

6.476.47

8.09

2 2

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10% 30%

Kem

urn

ian

(%

v/v

)

Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)

BTR BR KR

Page 78: F09ssu

64

kandungan etanol seluruhnya menguap dan hanya air yang terkandung dalam

kolom bawah. Pada pengujian sistem batch suhu Tb hanya mampu mencapai

suhu 95°C sedangkan sistem kontinyu lebih tinggi yaitu mencapai 97°C

sehingga sistem kontiyu memiliki produk bawah dengan konsentrasi alkohol

paling rendah.

Diagram titik didih etanol-air adalah diagram yang menunjukkan suhu titik

didih campuran etanol-air pada tingkat konsentrasi yang berbeda. Diagram

titik didih etanol-air seperti ditunjukkan pada gambar 3. Data-data hasil

pengujian diplotkan pada diagram ini kemudian dibandingkan titik didih

etanol dengan konsentrasi produk atas dan produk bawah hasil pengujian.

Hasil data pengujian yaitu data suhu pada kolom bawah dan suhu pada

puncak menara kolom tray diplotkan ke diagram titik didih etanol-air seperti

pada lampiran 3, 6, dan 9. Metode batch memiliki komposisi dan suhu

distilasi yang selalu berubah seiring dengan terdistilasinya komponen yang

lebih volatil (mudah menguap). Berdasarkan diagram kesetimbangan titik

didih etanol-air, etanol 10% memiliki titik didih 93°C sedangkan titik didih

etanol 30% adalah 85.8°C. Suhu kolom bawah pada metode BTR dan BR

terjadi kenaikan dengan semakin kecilnya kadar etanol yang didistilasi.

Suhu Tb tertinggi pada setiap metode akan menggambarkan tingkat

konsentrasi etanol pada produk bawah. Sebagai contoh pada metode BTR.10

suhu Tb tertinggi adalah 96°C dengan konsentrasi produk bawah 4.61%.

Pengujian dengan metode batch baik tanpa refluks maupun dengan refluks

didapatkan produk bawah dengan konsentrasi etanol masih cukup besar tetapi

sedikit berbeda yaitu pada metode kontinyu didapatkan produk bawah dengan

konsentrasi etanol sangat kecil yaitu 2%. Pada lampiran 13 tentang analisis

rancangan distilator, suhu pada kolom bawah sesuai perhitungan berdasarkan

asumsi diperoleh suhu 100.13°C.

Suhu pada puncak menara kolom tray tidak dapat diplotkan ke dalam

diagram tersebut karena suhu hasil pengujian berada diluar suhu batas

azeotrop. Secara keseluruhan, suhu Tm berkisar antara 65°C - 71°C yaitu pada

saat uap etanol melewati puncak menara menuju kondensor. Berdasarkan

diagram titik didih etanol-air, suhu pada titik azeotrop adalah 78°C sehingga

Page 79: F09ssu

65

suhu pada menara ketika konsentrasi etanol berada pada titik azeotropnya

adalah 78°C. Pada pengujian ini, suhu menara tidak dapat mencapai suhu

tersebut karena adanya kehilangan panas disepanjang kolom tray.

Kehilangan panas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti isolator

dan panjang kolom. Isolator berfungsi untuk mencegah terjadinya pindah

panas dari dalam kolom ke lingkungan. Semakin tebal isolator maka heat loss

semakin kecil karena pindah panas dapat dicegah lebih optimal. Faktor kedua

adalah panjang kolom. Semakin panjang suatu kolom distilasi maka suhu akan

semakin rendah tetapi konsentrasi akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan

adanya kontak uap etanol dengan air yang terkondensasi. Oleh karena arus zat

cair berada pada titik gelembungnya, sedangkan arus uap berada pada titik

embunnya, maka kalor yang diperlukan untuk menguapkan komponen etanol

harus didapatkan dari kalor yang dibebaskan pada waktu kondensasi

komponen air. Pada kolom tray, setiap piringan dalam kaskade berfungsi

sebagai peranti pertukaran dimana komponen etanol berpindah ke arus uap

dan komponen air ke arus zat cair. Karena konsentrasi etanol didalam zat cair

maupun dalam uap meningkat dengan bertambahnya tinggi kolom, suhu akan

berkurang dengan semakin tingginya kolom.

E. Kebutuhan Energi Untuk Proses Distilasi

Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan data penggunaan air sebagai

bahan pemanas pada steam dan energi yang terpakai selama proses distilasi

sebagai berikut:

Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi

No

Keterangan

Metode

Batch tanpa refluks Batch dengan refluks Kontinyu dengan

refluks

10% 30% 10% 30% 10% 30%

1 Volume air awal

(ml) 3000 3000 3000 3000 4000 3000

2 Volume air akhir

(ml) 2151 2008 2037 840 750 0

3 Volume air yang

terpakai (ml) 849 992 963 2160 3250 3000

Page 80: F09ssu

66

4 Massa air yang

terpakai (kg) 0.849 0.992 0.963 2.16 3.25 3

5 Ts (°C) 101 100.83 101.15 100.32 103.06 103.18

6 hg (kJ/m3) 2677.64 2677.38 2677.87 2676.59 2680.81 2681

7 Tsc (°C) 64.67 57.5 67.33 65.8 86.72 86.5

8 hf (kJ/m3) 270.68 240.68 281.81 275.41 363.13 362.21

9 hfg (kJ/m3) 2406.96 2436.7 2396.06 2401.18 2317.68 2318.79

10 Energi yang

terpakai (kJ) 2043.509 2417.206 2307.406 5186.549 7532.46 6956.37

11 Volume etanol

sampel (ml) 1000 1000 1000 1000 3000 2500

12 Volume distilat

(ml) 47 154.5 24.5 229 213 355

13 Konsentrasi distilat

(%) 88.77 92.5 88.58 97.6 94.84 92.5

14 Volume etanol

murni (ml) 41.72 142.92 21.7021 223.5 202.01 328.38

15

Energi per volume

etanol murni

(kJ/ml) 48.98 16.91 106.33 23.21 37.29 21.18

Grafik energi yang terpakai per volume setara etanol murni yang

dihasilkan selama proses distilasi.

Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi

48.98

16.91

106.33

23.21

37.29

21.18

0

20

40

60

80

100

120

10% 30%Ene

rgi p

er

volu

me

eta

no

l mu

rni (

kJ/m

l)

Konsentrasi Etanol Sampel

BTR BR KR

Page 81: F09ssu

67

Dari grafik diatas dapat diketahu bahwa penggunaan energi terbesar

yaitu pada pengujian distilasi dengan metode BR.10 yaitu sebesar 106.33

kJ/ml sedangkan energi terkecil yaitu sistem BTR.30 yaitu sebesar 16.91

kJ/ml. Secara umum, penggunaan energi dalam distilasi per ml volume etanol

murni pada sampel etanol 10% lebih besar dibandingkan dengan sampel

etanol 30%. Sampel etanol 30% membutuhkan energi lebih kecil karena

volume distilat yang dihasilkan lebih banyak sehingga jumlah energi tiap ml

etanol distilat yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan sampel etanol 10%.

Dari dua pengujian dengan sampel berbeda, metode BTR lebih efisien

dalam penggunaan energi dibandingkan dengan metode BR. Hal ini

disebabkan dengan pemberian aliran refluks proses distilasi berlangsung lebih

lama. Metode KR yaitu distilasi kontinyu membutuhkan energi yang relatif

lebih efisien dibandingkan dengan metode BR. Metode kontinyu akan lebih

efisien untuk kapasitas yang lebih besar karena setiap prosesnya tidak

dilakukan secara berulang-ulang. Tetapi pada pengujian dengan sampel etanol

30% metode KR membutuhkan energi lebih besar dibandingkan dengan

metode BTR. Hal ini disebabkan adanya penggunaan refluks untuk pengayaan

uap sebagai produk atas.

Page 82: F09ssu

68

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Alat distilasi yang dirancang terdiri dari enam bagian utama, yaitu steam

boiler, kolom bawah, kolom tray, tangki pemasukan, kondensor, dan pipa

penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat.

2. Pengujian dengan metode refluks menghasilkan distilat dengan

konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu

pada metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%.

3. Pemurnian etanol dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30

membutuhkan energi sebesar 2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk

memurnikan satu liter etanol. Metode kedua yaitu BR.10 dan BR.30

membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549 kJ. Sedangkan

metode ketiga yaitu KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar

7532.46 kJ dan 6956.37 kJ.

4. Metode BR membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan

metode BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit

dengan konsentrasi produk atas 88.58% dan 97.6%, sedangkan metode

BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit dengan konsentrasi

produk atas 88.77% dan 92.5%.

5. Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada

metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml,

106.33 kJ/ml, dan 32.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode

BTR.30, BR.30, dan KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21

kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.

B. Saran

Penggunaan isolator pada alat distilasi etanol ini perlu ditambah

ketebalannya dengan cara menambah lapisan kedua atau menggunakan

isolator yang memiliki ketebalan lebih besar dari sebelumnya, sehingga proses

kehilangan panas dapat dicegah.

Page 83: F09ssu

69

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Terdapat pada www.ristek.go.id. Diakses pada 15 Desember

2008.

Cengel, Yunus A and Michael A. Boles. 2002. Thermodynamics An Engineering

Approach. 4th ed. McGraw-Hill, New York

Cengel, Yunus A. 2003. Heat Transfer : A Practical Approach. 2rd ed. McGraw-

Hill, New York

Cook, T.M dan D.J. Cullen. 1987. Industri Kimia Operasi Aspek-Aspek

Keamanan dan Kesehata.

Terjemahan. PT. Gramedia, Jakarta.

Coulsin, J.M and J.F. Richardson. Chemical Engineering. Pergamon Press, New

York

Doherty, M.F. dan M.F Malone. 2001. Conceptual Desain of Distilation System.

McGraw-Hill, New York.

Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Ir. Zein Nasution,

Penerjemah. Sastra Hudaya.

Terjemahan dari : Unit operation in Food Processing.

Furniss, B.S et al. 1984. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry. ELBS,

Longman.

Geonkoplis, C.J. 1983. Transport Process and Unit Uperation, second ed. Allynd

Bacon, Inc., Boston.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri, Jilid I. Terjemahan: S. Keteren. UI – Press,

Jakarta.

Himmelblau, D.M. 1987. Basic Principles and Calculations in Chemical

Engineering. Prentice Hall, New York.

Hidayat, Wahyu. 2008. Terdapat pada http://majarimagazine.com. Diakses pada

27 Maret 2008.

Higgins, I.J., D.J. Best, dan J.Jones. 1985. Biotechnology Principle and

Applications. Blacwell Scienrific Publications, Oxford.

Kamil, sulaiman dan Pawito. 1983. Termodinamika dan Pindah Panas.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 84: F09ssu

70

Kent, J.A. 1992. Riefel’s Handbook of Industrial Chemistry. Ninth Edition. Van

nostrand Reinhold, New York.

Kirk, B.E dan D.F Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 1

dan 2. The Interscience Encyclopedia Inc., New York.

Nurdyastuti, Indyah. 2008 Terdapat pada www.geocities.com/markal_bppt.

diakses pada 27 Maret 2008.

Paturau, J.M. 1982. By Product of Cane Sugar Industry. Elsevier Scientific

Publishing Co., Amsterdam.

Prave, P., U. Faust, W. Sittig, dan D.A Sukatsch. 1987. Fundamental of

Biotechnology. VCH Publisher, Wienheim, Germany.

Prihandana, Rama dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan.

Gromedia, Jakarta.

Purwanto, A. 1995. Di dalam Yoder et al. 1980. Kajian Awal Pemisahan

Campuran Aseton-Butanol-Etanol Hasil Fermentasi dengan Distilasi

sederhana dan dengan Pendekatan Model Isotherm Flash. Skripsi. Fateta,

IPB, Bogor

Purwono, Suryo dkk. 2005. Pengantar Operasi Stage Seimbang. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Russell, J.B. 1992. General Chemistry. Mc Graw Hill, Inc., New York.

Saraswati. 1985. Mencari bentuk teknologi untuk produksi etanol sebagai energi

cair dari biomassa. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian Agritech, 5 (1

dan 2) : 21-29.

Slabaugh, W.H. dan T.D. Parson. 1976. General Chemistry. John Wiley and Sons,

Inc., New York.

SNI. 1994. Standar Nasional Indonesia SNI 06-3565-994 Alkohol Teknis. Dewan

Standarisasi Nasional.

Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia,

Jakarta.

Vogel, A.L. 1958. Elementary Practical Organic Chemistry. Interscience Publ.,

Inc., New York.

Page 85: F09ssu

71

Page 86: F09ssu

72

Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10

Data Steam

Volume air awal : 3000 ml

Volume air akhir : 2151 ml

Volume air kondensasi : 685 ml

Data Etanol

Volume awal : 1000 ml

Konsentrasi awal : 10%

Volume distilat : 47 ml

Konsentrasi distilat : 88.77%

Volume bottom : 920 ml

Konsentrasi bottom : 4.61%

Waktu Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) R F B

0 110 - 29.5 28 27.5 27.5 -

15 100 55 76 28 28 28 -

30 100 43 90 29 28 28 -

45 100 45 91 29 28 28 -

60 100 53 92.5 65 28 28.5 3

75 100 46 94.5 67 28.2 28.5 24.5

90 100 79 95.5 68 29 29 41

105 100 87 96 65 29 29 46

120 100 87 95.5 56 29 29 47

135 100 87 95 47 29 29 47

Page 87: F09ssu

73

Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30

Data Steam

Volume air awal : 3000 ml

Volume air akhir : 2008 ml

Volume air kondensasi : 870 ml

Data Etanol

Volume awal : 1000 ml

Konsentrasi awal : 30%

Volume distilat : 154.5 ml

Konsentrasi distilat : 92.5%

Volume bottom : 730 ml

Konsentrasi bottom : 6.47%

Waktu Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) R F B

0 110 - 29.5 28 28 28 0

15 100 37 60 28 29 29 0

30 100 43 80 29 29.5 29.5 0

45 100 49 81.5 29.5 29.5 29.5 0

60 100 47 83 67 29.5 30 29

75 100 45.5 85 68 29.5 30 72 90 100 45 87.5 69 29.5 30.5 129 105 100 52 89.5 70 30 30.5 174

120 100 58 91 69.5 30 30.5 206

135 100 82 94 71 30.5 31 241.5

150 100 87 94.5 66 30.5 30.5 254.5

165 100 87 94 53 30 30 254.5

Page 88: F09ssu

74

Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih

etanol-air

BTR.10

BTR.30

Page 89: F09ssu

75

Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10

Data Steam

Volume air awal : 3000 ml

Volume air akhir : 2037 ml

Volume air kondensasi : 900 ml

Data Etanol

Volume awal : 1000 ml

Konsentrasi awal : 10%

Volume distilat : 24.5 ml

Konsentrasi distilat : 88.58%

Volume bottom : 940 ml

Konsentrasi bottom : 6.47%

Waktu Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) R F B

0 115 - 31 29 28 28 - 1.8

15 100 58 75.5 29 28 28 - 1.8

30 100 62 90 29 28.5 28.5 - 1.8

45 100 66 91.5 30 28.8 28.8 - 1.8

60 100 64 92 63 29 29 - 1.8

75 100 68 93.5 65 29.1 29.5 - 1.8

90 100 66 94 65 29.8 30 7 1.8

105 100 63 94.5 65 30 30.2 13 1.8

120 100 65 95 65 30.5 30.8 18 1.8

135 100 70 95 65 30.8 31 22 1.8

150 100 80 95 65 31 31 24 1.8

165 100 76 95 65 31.2 31.2 24.5 1.8

180 100 70 95 65 31.5 31.5 24.5 1.8

Page 90: F09ssu

76

Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30

Data Steam

Volume air awal : 3000 ml

Volume air akhir : 840 ml

Volume air kondensasi : 1935 ml

Data Etanol

Volume awal : 1000 ml

Konsentrasi awal : 30%

Volume distilat : 229 ml

Konsentrasi distilat : 97.6%

Volume bottom : 750 ml

Konsentrasi bottom : 8.09%

Waktu Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) R F B

0 110 - 28 28 28 28 - 1.8

15 100 43 61 28 28 28 - 1.8

30 100 41 69.5 28 28 28 - 1.8

45 100 43 79 28 28 28 - 1.8

60 100 42 80 28 28 28 - 1.8

75 100 64 82 29 28.5 28.5 - 1.8

90 100 64 82.5 64 29 29 - 1.8

105 100 62 82.5 65 29.5 29.8 14.5 1.8

120 100 61.5 83 65 30 30.2 29 1.8

135 100 64 83.5 65 30.5 30.5 43 1.8

150 100 66 84 65 30 31 56 1.8

165 100 66 84.5 65 31.5 31.5 71 1.8

180 100 66 85 65 32 32 85 1.8

195 100 68 85.5 65 32.2 32.5 93 1.8

210 100 69 86 65 32 32.2 110 1.8

225 100 65 86.5 65 32.5 32.5 125 1.8

240 100 68 87.2 65 32.8 32.8 136 1.8

255 100 68 87.8 65 32.5 32.5 146 1.8

270 100 69 88.5 65 32.8 33 156 1.8

285 100 67 89.5 65 33 33 167 1.8

300 100 66 90 65 33.2 33.2 177 1.8

315 100 68 90.5 65 33.5 33.5 186 1.8

Page 91: F09ssu

77

Lampiran 5. (lanjutan)

330 100 70 91.2 65 34 33.5 194.5 1.8

345 100 69 92 65 34 34 205 1.8

360 100 69 92.5 65 34 34 211 1.8

375 100 68 93 65 33.5 33.5 219 1.8

390 100 78 93.5 65 34 33.8 225 1.8

405 100 82 94 65 34 33.5 229 1.8

420 100 83 94 65 34 33.5 229 1.8

435 100 82.5 94 65 34 33 229 1.8

450 100 82 94 65 34 33 229 1.8

Page 92: F09ssu

78

Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih

etanol-air

BR.30

BR.10

Page 93: F09ssu

79

Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10

Data Steam

Volume air awal : 4000 ml

Volume air akhir : 750 ml

Volume air kondensasi : 1840 ml

Data Etanol

Volume awal : 3000 ml

Konsentrasi awal : 10%

Volume distilat : 213 ml

Konsentrasi distilat : 94.84%

Volume bottom : 2710 ml

Konsentrasi bottom : 2%

Time Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) R F

(ml/15menit) B

(ml/15menit) Keterangan

0 123 - 30 28 27.5 27.5 - 1.8 - -

15 101.5 70 92.5 67 28 29 5 1.8 - -

30 101.5 88 96 69 29 29.2 56 1.8 - - Star continue

45 101.5 88 96 68 29.4 29.6 67 1.8 225 165

60 101.5 88 96 67 29.8 30 81 1.8 225 165

75 101.5 88 96 67 30.2 30.5 95 1.8 225 165

90 101 88 96 67 30.5 30.8 108 1.8 225 165

105 101 88 96 67 30.8 31 120 1.8 225 165

120 101 88 96 67 31.2 31.2 128 1.8 225 165

135 102 88 96 67 31.6 31.8 142 1.8 225 165

150 102 87 96 66.5 31.8 32 153 1.8 225 165

165 102 88 96 67 32 32.2 166 1.8 225 165

180 103 88 97 67 32.2 32.5 178 1.8 225 165

195 102 88 96 67 32.8 32.8 187 1.8 225 165

210 102.5 88 96 67 33 33 197 1.8 225 165

225 102.5 87.5 96 67 31.2 31.2 206 1.8 225 165

240 102.5 87 96.5 66 31.5 31.5 213 1.8 0 165 End of feed

Page 94: F09ssu

80

Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30

Data Steam

Volume air awal : 3000 ml

Volume air akhir : 0 ml

Volume air kondensasi : 1800 ml

Data Etanol

Volume awal : 1000 ml dan 1500 ml

Konsentrasi awal : 10% dan 30%

Volume distilat : 355 ml

Konsentrasi distilat : 92.5%

Volume bottom : - ml

Konsentrasi bottom : 2%

Time Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D

(ml) R F

(ml/15menit) B

(ml/15menit) Keterangan

0 125 - 57 33 30.5 30.5 - 1.8

15 102.5 85 97 31 30.5 30.5 - 1.8

30 102.5 86 97.5 34 30.8 30.8 - 1.8 195 150 start continue

45 101.5 85 96.5 70 31 31.5 15 1.8 195 150

60 101.5 87 96.5 70 31.5 31.8 48 1.8 195 150

75 101.5 86 96.5 70 32 32.4 76 1.8 195 150

90 101.5 86 96.5 70 32.5 32.8 110 1.8 195 150

105 101.5 86 96.5 70 32.8 33 145 1.8 195 150

120 101.5 88 96.5 69 33.2 33.2 165 1.8 195 150

135 102 88 97 69 33.2 33.2 182 1.8 195 150

150 101.5 88 96.5 67 30.5 30.5 195 1.8 195 150 water exchange

165 101.5 88 97 67 30.5 30.5 200 1.8 195 150 reparation

180 102 86 96 69 30.8 31.2 207 1.8 225 150

195 102 86 96.5 70 31.8 32 255 1.8 225 150

210 102 86 96.5 70 32.2 32.8 300 1.8 225 150

225 102 86 96.5 70 32.8 33 340 1.8 0 150 end of feed

240 102 87 97 69 33.2 33.2 355 1.8 0 150

Page 95: F09ssu

81

Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih

etanol-air

KR.1

0

KR.30

Page 96: F09ssu

82

Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi yang berbeda

% 10°C 15°C 20°C 25°C 30°C 35°C 40°C

0 0.99973 0.99913 0.99823 0.99708 0.99568 0.99406 0.99225

1 785 725 636 520 379 217 34

2 602 542 453 336 194 31 0.98846

3 426 365 275 157 14 0.98849 663

4 258 195 103 0.98984 0.98839 672 485

5 98 32 0.98938 817 670 501 311

6 0.98946 0.98877 780 656 507 335 142

7 801 729 627 500 347 172 0.97975

8 660 584 478 346 189 9 808

9 524 442 331 193 31 0.97846 641

10 393 304 187 43 0.97875 685 475

11 267 171 47 0.97897 723 527 312

12 145 41 0.9791 753 573 371 150

13 26 0.97914 775 611 424 216 0.96989

14 0.97911 790 643 472 278 63 829

15 800 669 514 334 133 0.96911 670

16 692 552 387 199 0.9699 760 512

17 583 433 259 62 844 607 352

18 473 313 129 0.96923 697 452 189

19 363 191 0.96997 782 547 294 23

20 252 68 864 639 395 134 0.95856

21 139 0.96944 729 495 242 0.95973 687

22 24 818 592 348 87 809 516

23 0.96907 689 453 199 0.95929 643 343

24 787 558 312 48 769 476 168

25 665 424 168 0.95895 607 306 0.94991

26 539 287 20 738 442 133 810

27 406 144 0.95867 576 272 0.94955 625

28 268 0.95996 710 410 98 774 438

29 125 844 548 240 0.94922 590 248

30 0.95977 686 382 67 741 403 55

31 823 524 212 0.9489 557 214 0.9386

Page 97: F09ssu

83

Lampiran 10. (lanjutan)

32 665 357 38 709 370 21 662

33 502 186 0.9486 525 180 0.93825 461

34 334 11 679 337 0.93986 626 257

35 162 0.94832 494 146 790 425 51

36 0.94986 650 306 0.93952 591 221 0.92843

37 805 464 114 756 390 16 634

38 620 273 0.93919 556 186 0.92808 422

39 431 79 720 353 0.92979 597 208

40 238 0.93882 518 148 770 385 0.91992

41 42 682 314 0.9294 558 170 774

42 0.93842 478 107 729 344 0.91952 554

43 639 271 0.92897 516 128 733 332

44 433 62 685 301 0.9191 513 108

45 226 0.92852 472 0.85 692 291 0.90884

46 17 640 257 0.91868 472 69 660

47 0.92806 426 41 649 250 0.90845 434

48 593 211 0.91823 429 28 621 207

49 379 0.91995 604 208 0.90805 396 0.89979

50 0.92126 0.91776 0.91384 0.90985 0.9058 0.90168 0.89738

51 0.91943 555 160 760 353 0.8994

52 723 333 0.90936 534 125 710

53 502 110 711 307 0.89896 479

54 279 0.90885 485 79 667 248 0.88

55 55 659 258 0.8985 437 16

56 0.90831 433 31 621 206 0.88784

57 607 207 0.89803 392 0.88975 552

58 381 0.8998 574 162 744 319 0.87888

59 154 752 344 0.88931 512 85 653

60 0.89927 523 113 699 278 0.87851 417

61 698 293 0.88882 446 44 615 180

62 468 62 650 233 0.87809 379 0.86943

63 237 0.8883 417 0.87998 574 142 795

64 6 597 183 763 337 0.86905 466

Page 98: F09ssu

84

Lampiran 10. (lanjutan)

65 0.88774 364 0.87948 527 100 667 227

66 541 130 713 291 0.86863 429 0.85987

67 308 0.87895 477 54 625 190 747

68 74 660 241 0.86817 387 0.8595 407

69 0.87839 424 4 579 148 710 266

70 602 187 0.86766 340 0.85908 470 25

71 365 0.86949 527 100 667 228 0.84783

72 127 710 287 0.85859 426 0.84986 540

73 0.86888 470 47 618 184 743 297

74 648 229 0.85806 376 0.84941 500 53

75 408 0.85988 564 134 698 257 0.83809

76 168 747 322 0.84891 455 13 564

77 0.85927 505 79 647 211 0.83768 319

78 685 262 0.84835 403 0.83966 523 74

79 442 18 590 158 720 277 0.82827

80 197 0.84772 344 0.83911 473 29 578

81 0.8495 525 96 664 224 0.8278 329

82 702 277 0.83848 415 0.82974 530 79

83 453 28 599 164 724 279 0.81826

84 203 0.83777 348 0.82913 473 27 576

85 0.83951 525 95 660 220 0.81774 322

86 697 271 0.8284 405 0.81965 519 67

87 441 14 583 148 708 262 0.80811

88 181 0.82754 323 0.81888 448 3 552

89 0.82919 492 62 626 186 0.80742 294

90 654 227 0.81797 362 0.80922 478 28

91 386 0.81959 529 94 655 211 0.79781

92 114 688 257 0.80823 384 0.79941 491

93 0.81839 413 0.80983 549 111 669 220

94 561 134 705 272 0.79835 393 0.78947

Page 99: F09ssu

85

Lampiran 10. (lanjutan)

95 278 0.80852 424 0.79991 555 114 620

96 0.80991 566 138 706 271 0.78831 388

97 698 274 0.79846 415 0.78981 542 100

98 399 0.79974 547 117 684 247 0.77806

99 94 670 243 0.78814 382 0.77946 507

100 0.79784 360 0.78934 506 75 641 203 Sumber : Perry’s Chemical Engineer’s Handbook

Page 100: F09ssu

86

Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol

Massa pikno kosong (mpic,0) : 15.73 gram

Massa pikno + aquades (mpic,aq) : 25.7 gram

Massa aquades (maq) : mpic,aq - mpic,0

: 25.7 – 15.73

: 9.97 gram

Suhu lingkungan pada saat pengujian adalah 25°C

Massa jenis (ρ) pada suhu tersebut adalah 0.99682 g/cm3

Volume pikno = 𝑉𝑝𝑖𝑐 = 𝑚𝑎𝑞

ρaq=

9.97

0.99682= 10.0018 𝑐𝑚3

Massa pikno + sampel (mpic,spl) : 23.8 gram

Massa sampel (mspl) : mpic,spl – mpic,0

: 23.8 – 15.73

: 8.07 gram

Menghitung massa jenis sampel

𝜌𝑎𝑞

𝜌𝑠𝑝𝑙=

𝑚𝑎𝑞

𝑉𝑎𝑞𝑚𝑠𝑝𝑙

𝑉𝑠𝑝𝑙

karena Vaq = Vspl maka 𝜌𝑎𝑞

𝜌𝑠𝑝𝑙=

𝑚𝑎𝑞

𝑚𝑠𝑝𝑙

0.99682

𝜌𝑠𝑝𝑙=

9.97

8.07 maka 𝜌𝑠𝑝𝑙 = 0.80685 g/cm

3

Dari tabel densitas etanol pada lampiran 7 dapat diketahui konsentrasi sampel

𝜌𝑠𝑝𝑙 = 0.80685 g/cm3 pada suhu 25°C berkisar antara 92-93%

92−𝑥

92−93=

0.80823−0.80685

0.80823−0.80549

92−𝑥

−1=

−0.00138

−0.00274 x = 92.5036 %

Jadi konsentrasi sampel adalah 92.5036 %

Page 101: F09ssu

87

Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga

Perancangan alat distilasi etanol dengan asumsi :

Etanol yang didistilasi : 8 liter/hari

Jumlah kerja : 8 jam/hari

Laju penguapan : Etanol yang didistilasi

Jumlah kerja=

8 liter /hari

8 jam /hari= 1 liter/jam

Diketahui : Densitas (ρ) : 783 kg/m3

Titik didih : 78.2°C

Jawab :

Laju massa : 𝜌 𝑥 𝑉

𝑡=

783 𝑥 0.001

3600= 2.715 𝑥 10−4 𝑘𝑔/𝑠

𝑄 = 𝑚𝑣 𝑥 𝑕𝑓𝑔

𝑄 = 2.175𝑥10−4 𝑥 2257

𝑄 = 0.49 𝑘𝑊

𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇

𝑄 = 𝛥𝑇

𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 dimana 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =

1

𝑕1𝐴1+

ln(𝑟2/𝑟1)

2𝜋𝐿𝑘 1+

1

𝑕2𝐴2

Diketahui h1 = 150 W/(m2.K) dan h2 = 2181.295 W/(m

2.K)

𝑄 = 2𝜋𝐿𝛥𝑇

1𝑕1𝑟1

+ln(𝑟2/𝑟1)

𝑘1+

1𝑕2𝑟2

490 = 2𝜋𝐿(100 − 30)

1150 𝑥 0.00315 +

ln(0.00325/0.00315)386 +

10.00325 𝑥 2181.295

𝐿 = 2.515 𝑚

Nilai toleransi 1.2

L = 2.515 x 1.2

L = 3.3.018 ≈ 3 m

Jadi panjang koil tembaga yang dibutuhkan adalah 3 m.

Page 102: F09ssu

88

Lampiran 13. Analisis rancangan distilator

Alat distilasi etanol ini dirancang untuk memisahkan larutan etanol-air.

Dalam perancangan diasumsikan bahwa larutan mendekati ideal. Pemisahan

larutan etanol air untuk mendapatkan produk atas yaitu etanol dengan konsentrasi

95.5% (W/W) dan air dengan konsentrasi 4.5% (W/W). Umpan yang digunakan

adalah etanol 10% (V/V) dengan laju umpan 1 liter/jam.

Penentuan Sifat Fisis Komponen

Tekanan Uap

Tekanan uap tiap komponen diperlukan untuk perhitungan yang

melibatkan persamaan kesetimbangan. Tekanan uap tiap komponen dapat didekati

dengan persamaan Antoine, sebagai berikut:

log P = A - CT

B

………. ( 1 )

dengan : Pº = tekanan uap, mmHg

T = suhu, oC

A,B,C = konstanta Antoine

Konstanta Antoine masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

Komponen A B C

C2H5OH 18.9119 3803.9800 -41.6800

H2O 18.3036 3816.4400 -46.1300

Nilai tekanan uap dari persamaan (1) selanjutnya dapat digunakan untuk

menentukan nilai konstanta kesetimbangan (K) melalui persamaan yang

menyatakan hubungan kesetimbangan uap-cair sebagai berikut:

i

o

ii xPPy

i

oi

i xP

Py ……………. ( 2 )

dengan : yi = fraksi mol uap komponen i

xi = fraksi mol cair komponen i

Page 103: F09ssu

89

1. Penentuan Kondisi Umpan Masuk

Komposisi umpan masuk menara distilasi :

Komponen mol/jam xi (fraksi mol) g/jam

C2H5OH(LK) 1.7022 0.0329 78.3000

H2O(HK) 50.0000 0.9671 900.0000

Jumlah 51.7022 1.0000 978.3000

Tekanan uap dihitung dengan persamaan (1) dan kesetimbangan uap cair

dihitung dengan persamaan (2).Umpan berada dalam kondisi cair jenuh, maka

yi = 1.

dengan cara trial T maka didapat hasil sebagai berikut :

P umpan = 1 atm

= 760mmHg

Trial T = 99.04 oC

Komponen F, mol/jam xf Pio, mmHg Ki yi=Ki xi

C2H5OH(LK) 1.7022 0.0329 1,631.4905 2.1467 0.0707

H2O(HK) 50.0000 0.9671 730.3296 0.9610 0.9293

Jumlah 51.7022 1.0000 1.0000

2. Spesifikasi Produk

Produk yang diinginkan yaitu hasil atas berupa etanol 95.5 % (w/w) dan air

4.5 % (w/w) dengan spesifikasi berdasarkan neraca massa sebagai berikut:

Komponen Produk atas Produk bawah

g/jam mol/jam Xdi g/jam mol/jam Xbi

C2H5OH(LK) 76.7340 1.6681 0.8925 1.5660 0.0340 0.0007

H2O(HK) 3.6157 0.2009 0.1075 896.3843 49.7991 0.9993

Jumlah 80.3497 1.8690 1.0000 897.9503 49.8332 1.0000

3. Perhitungan Suhu Puncak Menara

Pada puncak menara, digunakan condenser total yang mengembunkan seluruh

uap yang dihasilkan. Uap yang terembunkan seluruhnya kemudian diambil

Page 104: F09ssu

90

sebagian sebagai produk atas (top product) dan sisanya dikembalikan ke menara

(reflux)

Kondisi operasi atas menara terjadi pada keadaan dew point, sehingga

Σxi = 1, sedangkan kondisi distilat keluaran berada pada bubble point-nya, dimana

Σyi = 1. Komposisi top menara distilasi :

Komponen mol/jam xi (fraksi mol) g/jam

C2H5OH(LK) 1.6681 0.8925 76.7340

H2O(HK) 0.2009 0.1075 3.6157

Jumlah 1.8690 1.0000 80.3497

Hasil perhitungan trial suhu dew point campuran komponen bagian atas menara :

P top = 1 atm

= 760 mmHg

Trial T = 81.77 oC

Komponen D, mol/jam yi Pi

o,

mmHg Ki xi =yi/Ki

C2H5OH 1.6681 0.8925 864.4581 1.1374 0.7847

H2O 0.2009 0.1075 379.2726 0.4990 0.2154

Jumlah 1.8690 1.0000 1.0000

4. Perhitungan Suhu Dasar Menara

Boiler yang digunakan adalah steam boiler dengan sumber panas dari kompor

gas. Diasumsikan bahwa cairan hasil bawah keluar pada bubble point, sedangkan

uap yang setimbang dengan cairan tersebut masuk kembali ke menara distilasi

sebagai refluks.Kondisi operasi bagian bawah menara distilasi dicari dengan cara

menghitung suhu bubble point cairan yang keluar sebagai hasil bawah.

1i

i

iK

yx Komposisi bottom menara distilasi :

Komponen mol/jam xi (fraksi mol) g/jam

C2H5OH(LK) 0.0340 0.0007 1.5660

H2O(HK) 49.7991 0.9993 896.3843

Jumlah 49.8332 1.0000 897.9503

Page 105: F09ssu

91

Hasil perhitungan trial suhu bubble point campuran komponen bagian bawah :

P bottom = 1 atm

= 760 mmHg

Trial T = 100.13 oC

Komponen B,

mol/jam xi Pi

o, mmHg Ki yi =xi.Ki

C2H5OH(LK) 0.0340 0.0007 1,694.4546 2.2295 0.0015

H2O(HK) 49.7991 0.9993 759.4008 0.9992 0.9985

Jumlah 49.8332 1.0000 1.0001

5. Penentuan Komponen Kunci (Key Component)

Light Key Component yaitu komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya

yang berada di produk bawah, Sedangkan Heavy Key Component adalah

komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya yang berada di produk atas.

Diinginkan : 98 % dari etanol menjadi hasil atas

Dipilih : Etanol sebagai Light Key

Air sebagai Heavy Key

Pengambilan LK dan HK perlu dicek dengan menggunakan persamaan Shira’s

et. al (Treybal,1981) :

F.Z).1(

D.X).(

F.Z).1(

D.X).1(

F.Z

D.X

F,HKLK

D,HKjLK

F,LKLK

D,LKj

F,j

D,j

……………. ( 7 )

A = B + C

dengan :

HK

jK

Kj ;

t

o

j

P

PKj ;

bottomtopavg . ;

Page 106: F09ssu

92

batasan :

Jika 01.0F.Z

D.X

F,j

D,j dan 01.1

F.Z

D.X

F,j

D,j maka komponen tidak terdistribusi

Jika 0,99 01.0F.Z

D.X

F,j

D,j maka komponen terdistribusi

Komponen light key dan heavy key berada di antara :

-0,01 ≤ (xJ,D.D/zJ,F.F) ≤ 1,01

dengan : D,jX fraksi mol komponen j di distilat

F,jZ fraksi mol komponen j di umpan

= relative volatility

D = jumlah distilat, kmol/j

F = jumlah umpan, kmol/j

Komponen B C A

C2H5OH(LK) 0.9453 0.0000 0.9453

H2O(HK) 0.0000 0.0040 0.0040

Sehingga dapat disimpulkan bahwa,

Komponen Keterangan

C2H5OH(LK) Terdistribusi

H2O(HK) Terdistribusi

Maka pemilihan light key dan heavy key component sudah benar.

6. Perhitungan Refluks Minimum

Refluk minimum dihitung dengan persamaan Underwood (Coulson, 1989) :

1RX.

m

i

D,ii

……………. ( 8 )

Page 107: F09ssu

93

pada persamaan tersebut terdapat konstanta θ yang merupakan akar persamaan :

qX

i

Fii1

. ,

……………. ( 9 )

dimana : mR = refluk minimum

Xj,D = fraksi mol komponen i didistilat saat refluk minimum

= konstanta Underwood

q = panas untuk menguapkan 1 mol umpan (panas laten dari

umpan, tergantung kondisi umpan)

Ingat : Jika umpan masuk cair jenuh, maka q = 1

Jika umpan masuk uap jenuh, maka q = 0

Jika umpan masuk campuran cair dan uap, maka 0 < q < 1

Nilai harus terletak antar light key dan heavy key dan dicari dengan cara

trial and error, diperoleh :

0. ,

i

Fii X, karena umpan masuk dalam kondisi cair jenuh, maka q = 1.

Trial θ = 2.1467

Komponen xi,f Αi

i

fii x ,.

C2H5OH(LK) 0.0329 2.2339 0.8433

H2O(HK) 0.9671 1.0000 -0.8434

Jumlah 1.0000 0.0000

Penentuan nilai Rm+1:

Komponen Xid Αi αi*Xid /( αi-θ)

C2H5OH(LK) 0.8925 2.2793 15.3470

H2O(HK) 0.1075 1.0000 -0.0937

Jumlah 1.0000 15.2533

Page 108: F09ssu

94

Maka : Rmin + 1 = 15.2533

Rmin = 14.2533

Jika R = 1.5 Rmin, maka:

R = 21.37995

7. Perhitungan Jumlah Plate Minimum

Jumlah plate minimum dapat diperkirakan dari persamaan yang diajukan oleh

Fenske (1932), yaitu :

HK

LK

HKB

D

LKB

D

m

XX

XX

N

ln

ln

……………. ( 10 )

Didapat :

Nm = 11.7012

Untuk dapat menghitung Nteoritis, maka digunakan rumus:

K

KNmNt

exp

exp1 .…..………..( 11 )

Dimana:

5.0

1

2.11711

4.541K ………………(12 )

1

R

RmR ……………( 13 )

Didapat; Nt= 12.281 plate.

Page 109: F09ssu

95

8. Penentuan Plate Umpan

Ditentukan dengan persamaan Kirkbride :

206,02

Dhk

Blk

Flk

hk

D

B

X

X

X

X

Nstr

Nrec

……………. ( 14 )

dengan : Nrec = jumlah plate diatas feed plate

Nstr = jumlah plate dibawah feed plate

B = Laju alir molar bottom, kmol/jam

D = Laju alir molar distilat, kmol/jam

Diperoleh :

Nstr

Nrec = 0.2496

Ntot = Nstr + Nrec

Nrec = 2.4533

Nstr = 9.8288

Maka umpan masuk pada plate ke-3.

Page 110: F09ssu

96

Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor

Asumsi

Suhu air masuk kondensor : 27°C

Suhu air keluar kondensor : 30°C

Suhu uap masuk kondensor : 81°C

Suhu distilat yang dihasilkan : 30°C

Laju distilasi : 80.3497 gram/jam = 2.2319 x 10-5

kg/s

Perhitungan rancangan

Perhitungan kalor

Kalor yang harus dilepaskan adalah kalor penguapan yang besarnya sama dengan

kalor pengembunan atau berdasarkan asas black

Qair = Qetanol

Qetanol = (m x Cp x ΔT) + (m x L)

Dimana :

Q : kalor yang dihasilkan, J

m : massa etanol yang diuapkan, kg/s

Cp : kalor jenis etanol ,J/Kg K (2460 J/kg K)

ΔT : perbedaan suhu, K

L : kalor laten penguapan etanol J/kg ()

Sehingga

Q = (2.2319 x 10-5

kg/s x 2460 J/kg K x (81 – 30) K) + (2.2319 x 10-5

kg/s x 838300 J/kg)

Q = 21.51 J/s

Penentuan Laju air pendingin

Qair = Qetanol

Maka :

Q = m x Cp x ΔT

Q = 21.51 J/s

Cp = 4180 J/kg K

Page 111: F09ssu

97

ΔT = 3 K

Maka :

𝑚 = 𝑄

𝐶𝑝 𝑥 𝛥𝑇

𝑚 = 21.51

4180 𝑥 3

𝑚 = 0.001715 kg/s 𝑚 = 1.715 𝑔/𝑠 𝑚 = 1.715 𝑐𝑚3/𝑠

Jadi laju alir air pendingin yang dibutuhkan adalah 1.715 cm3/s

Perubahan suhu pada kondensor :

Kondensor ini dirancang dengan aliran berlawanan

Uap 81°C Distilat 30°C

Air keluar 30°C Air masuk 27°C

Perbedaan suhu logaritmik :

Perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) adalah

sebagai berikut :

T1’

T2”

T2’

T1”

Panjang penukar panas

KONDENSOR

Su

h

u

Page 112: F09ssu

98

𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷 = (𝑇1′ − 𝑇2")-(T2'-T1")

ln(𝑇1′ − 𝑇2")/(T2'-T1")

𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷 = (81 − 30)-(30-27)

ln(81 − 30)/(30-27)

𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷 = 36.624°𝐶

Perpindahan panas antara dua zat alir yang terpisah sekat penghantar dapat

dinyatakan dengan persamaan :

𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇

Dimana : Q = jumlah panas yang dipindahkan (W)

A = luas permukaan pindah panas (m2)

ΔT = beda suhu kedua zat alir tersebut

U = koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)

𝐴 = 𝑄

𝑈 𝛥𝑇 𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷

Dimana : Q = jumlah panas yang dipindahkan (W)

A = luas permukaan pindah panas (m2)

ΔTLMTD = beda suhu kedua zat alir tersebut

U = koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)

Nilai U yang digunakan adalah 50 w/m2 K.

Maka

𝐴 = 21.51

50 𝑥 36.627= 0.011745 m

2

Panjang pipa

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 0.011745 𝑚2

4 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 0.005𝜋 = 0.187 𝑚

Jadi panjang pipa adalah 18.7 cm, jika faktor koreksi adalah 1.6 maka panjang

pipa yang dibutuhkan adalah 18.7 x 1.6 = 30 cm.

Page 113: F09ssu

99

Lampiran 15. Komponen distilator etanol

Page 114: F09ssu

100

Lampiran 16. Gambar Tampak Samping

Page 115: F09ssu

101

Lampiran 17. Gambar Kolom Bawah