f08mha2

72
PEMURNIAN MINYAK DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN Oleh : MUHAMMAD HAVIZH ABDILLAH F34104124 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: teguh-heru-samekto

Post on 03-Jan-2016

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: F08mha2

PEMURNIAN MINYAK DARI LIMBAH

PENGOLAHAN IKAN

Oleh :

MUHAMMAD HAVIZH ABDILLAH

F34104124

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F08mha2

Muhammad Havizh Abdillah. F34104124. Pemurnian Minyak Dari Limbah Pengolahan Ikan. Dibawah bimbingan Muhammad Romli dan Suprihatin. 2008

RINGKASAN Ikan lemuru merupakan komoditi perikanan dominan di Selat Bali. Oleh karena itu, ikan lemuru menjadi komoditas yang paling banyak dieksploitasi. Seiring dengan perkembangan industri proses pengolahan ikan, jumlah limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali apabila mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi NaOH, jenis dan konsentrasi bahan pemucat pada proses pemurnian minyak ikan. Pada penelitian ini, digunakan tiga jenis limbah minyak yaitu minyak kualitas A, B dan C. Limbah minyak tersebut berasal dari hasil samping industri pengolahan perikanan di Muncar, Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahapan tersebut adalah karakterisasi minyak dan tahapan pemurnian. Tahapan karakterisasi minyak awal dilakukan dengan cara mengukur kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida serta kejernihan. Tahapan pemurnian meliputi degumming, netralisasi dan bleaching. Pada tahapan degumming, dilakukan pemisahan pengotor. Tahap netralisasi dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah basa untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dengan menggunakan tiga konsentrasi basa, yaitu 10 oBe (70 gr NaOH/L), 15 oBe (115 gr NaOH/L), dan 20 oBe (167 gr NaOH/L). Pada tahap bleaching, minyak yang telah mengalami tahap netralisasi ditambahkan adsorben untuk menjernihkan minyak dengan dua perlakuan yaitu jenis adsorben (arang aktif dan bleaching earth) dengan tiga taraf (0.2%, 0.6%, dan 1%).

Hasil karakterisasi minyak awal menunjukkan bahwa mutu dari ketiga jenis minyak berbeda. Minyak A memiliki kadar asam lemak bebas 0.36 persen, bilangan peroksida 2.4 persen serta nilai kejernihan 79.83 persen. Minyak B memiliki kadar asam lemak bebas 14.37 persen, kadar bilangan peroksida 4.8 persen, tingkat kejernihan 53.24 persen. Minyak C memiliki kadar asam lemak bebas 16.27 persen, kadar bilangan peroksida 2.67 persen dengan tingkat kejernihan 52.13 persen. Nilai kejernihan ini diukur dengan menggunakan 10 kali pengenceran. Setelah pemurnian, pada minyak A terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas menjadi 0.2 - 0.5 persen, kadar bilangan peroksida meningkat menjadi 21.3 - 24, nilai kejernihan meningkat menjadi 93 ± 2 - 97 ± 0.7 persen tramisi. Minyak B mengalami penurunan asam lemak bebas menjadi 2.72 - 2.97 persen, kadar bilangan peroksida 21.4 - 32.4, tingkat kejernihan meningkat menjadi 85 ± 0 hingga 90 ± 3 persen transmisi. Minyak C memiliki kadar asam lemak bebas 13.17 - 14.16 persen, kadar bilangan peroksida 21.33 - 41.51 dengan tingkat kejernihan 57 ± 6 - 81 ± 1 persen transmisi. Pada netralisasi dilakukan pengukuran rendemen. Rendemen minyak A berkisar dari 92.48 persen sampai 95.72. Pada minyak B rendemen tertinggi berada pada perlakuan pemberian basa 20 oBe yaitu 86.03 persen, sedangkan yang paling rendah berada pada pemberian basa 10 oBe yaitu 82.48 persen. Minyak C memiliki kisaran rendemen antara 74.56 persen hingga 75.63. Minyak dengan kadar asam lemak yang tinggi akan memiliki rendemen yang rendah karena asam lemak akan banyak yang

Page 3: F08mha2

tersabunkan sedangkan minyak dengan kadar asam lemak yang rendah akan memiliki rendemen yang tinggi. Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada pertimbangan kandungan asam lemak bebas, tingkat kejernihan, dan rendemen. Perlakuan terbaik untuk minyak A adalah netralisasi dengan konsentrasi basa 20 oBe dan pemucatan dengan menggunakan bleaching earth 0.6 persen. Pada minyak B kondisi terbaik diperoleh pada netralisasi dengan konsentrasi basa 10 oBe yang menggunakan bleaching earth (0.2%) sebagai pemucat. Pada minyak C kondisi terbaik diperoleh pada netralisasi dengan konsentrasi basa 20 oBe yang menggunakan bleaching earth (0.2%).

Page 4: F08mha2

Muhammad Havizh Abdillah. F34104124. Fish Waste Oil Purification. Supervision of Muhammad Romli and Suprihatin. 2008

SUMMARY Sardines, Sharks and Cods are the dominant species at Bali Strait. So that

it becomes the most exploited commodity. As the fish process expanding, the wastes from its process are outnumbered. Those wastes can be reuse using advance treatment. The purpose of this research is to determine the best process for fish oil refining. This research use three kind of fish oil, there are oil A, oil B and oil C. This raw oil was taken from byproduct of fish processing in Muncar, East Java. This research was done by using two step methods. The first method is measurement by looking general edible oil characteristics, which are free fatty acid content, peroxide number, yield and color of oil. The second methods are degumming, neutralization and bleaching. In degumming step, the soluble dirt are removed away from oil. Neutralization done by adding amount of alkali to descend free fatty acid content. The concentrations of alkali are 10 oBe, 15 oBe and 20 oBe. And the last step is bleaching, by adding amount of bleaching agent to purifying the color of oil. In this step, there are two treatment of bleaching process which are kind of bleaching agent (activated carbon and bleaching earth) and three level concentration of bleaching agent (0.2 %, 0.6 % and 1 %).

The result of first measurement show different quality between three types of fish oil. Oil A have free fatty acid content around 0.36 percent, peroxide number 2.4 percent and clearness point 79.83 percent. Oil B has free fatty acid content 14.37 percent, peroxide number 4.8 percent and clearness point 53.24 percent. Oil C have free fatty acid content around 16.27 percent, peroxide number 2.67 percent and clearness point 52.1 percent. The clearness point measured using 10 times dilution. After purifying, free fatty acid of oil A increased around 0.2 - 0.5 percents, peroxide number increased to 21.3 - 24, clearness point increased to 93 ± 2 - 97 ± 0.7 percent transmisions. For oil B, free fatty acid content decrease to 2.72 - 2.97 percents, peroxide number increase to 4-26.7 and clearness point increase 85 ± 0 - 90 ± 3 percents transmisions. The free fatty acid of oil C around 13.17 - 14.16 percent, peroxide number 21.33 - 41.51 with clearness point around 57 ± 6 - 81 ± 1 percents. Oil with high free fatty acid content will have low yield because there will be high amount of soap in its oil. In neutralization process, the yields were measured. Oil with high free fatty acid level will have a low yield level because the free fatty acid will soaped and oil with low free fatty acid level will have higher yield level. The best treatment for oil A is neutralization with 20 oBe alkali and bleaching earth (0.6 %) for bleaching agent. For oil B, using the 10 oBe alkali and bleaching earth (0.2 %) for bleaching agent as the best treatment. Meanwhile the best treatments for oil C are using 20 oBe alkali and bleaching earth (0.2 %) for bleaching agent.

Page 5: F08mha2

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pemurnian

Minyak Dari Limbah Pengolahan Ikan adalah benar-benar karya saya sendiri

dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum perna digunakan sebagai karya

ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, September 2008

M. Havizh Abdillah

Page 6: F08mha2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 April 1987 dari

pasangan M. Jailani K. dan Erma Wance. Penulis merupakan anak

pertama dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal pertama di TK Jami’at

Kheir Tangerang dari tahun 1991 hingga tahun 1992. Selanjutnya pada tahun

1992 penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 5 Jakarta

hingga tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis menempuh pendidikan di SLTP

Negeri 29 Jakarta dan lulus tahun 2001. Selanjutnya penulis menempuh

pendidikan di SMU 82 Jakarta, hingga tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada

tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis

diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 7: F08mha2

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PEMURNIAN MINYAK DARI LIMBAH

PENGOLAHAN IKAN

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MUHAMMAD HAVIZH ABDILLAH

F34104124

Dilahirkan pada Tanggal 23 April 1987

di Jakarta

Tanggal Lulus : September 2008

Bogor, September 2008

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhammad Romli, MSc.St Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing

NIP. 131 645 109 NIP. 131 881 142

Page 8: F08mha2

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, karena hanya dengan rezeki, rahmat dan hidayah-Nya

penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik.

Selama melakukan penelitian sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis

telah banyak menerima bimbingan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak baik

moril maupun material. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tidak terhingga kepada :

1. Papa dan Mama yang selalu memberikan perhatian, semangat, doa dan kasih

sayang tanpa batas.

2. Dr. Ir Muhammad Romli MSc.St dan Dr. Ir. Suprihatin Dipl.-Ing selaku

dosen pembimbing atas bimbingannya disaat penelitian, pengerjaan skripsi,

seminar sampai sidang kelulusan.

3. Drs. Purwoko M.Si sebagai dosen penguji skripsi atas masukan-masukan

yang telah diberikan

4. Bapak H. Abdallah dan keluarga, Ibu Chusnul dan Suami atas seluruh

bantuannya selama penulis berada di Muncar, Jawa Timur.

5. Bapak H. Ismail, Mas Gunadji dan keluarga atas arahan dan petunjuknya.

6. Seluruh staff kecamatan yang menyediakan fasilitas dan bantuannya.

7. Rini I.P atas dorongan, bantuan dan semangatnya disetiap waktu.

8. Ibu Ega, Pak Gun, Ibu Sri, seluruh pegawai dan staf Teknologi Industri

Pertanian atas bantuannya selama penulis melakukan penelitiannya.

9. Teman-teman Wisma Joglo (Tegar S.Hut., Niko SP., Utari SP., Adit P,

Bakur SP.) yang tiada hentinya menyemangati penulis, bantuan dan selalu

memberikan dukungan disaat pengerjaan, seminar sampai penulis sidang

kelulusan.

10. Seluruh teman-teman TIN 41, semoga kita tetap kompak selalu

Page 9: F08mha2

Penulis menyadari skripsi ini masih mempunyai kekurangan, namun penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Amin.

Bogor, September 2008

Penulis

Page 10: F08mha2

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL..............................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................vii

I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.......................................................................1

B. TUJUAN............................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3

A. MINYAK IKAN................................................................................3

B. PEMURNIAN MINYAK ..................................................................4

C. PENELITIAN TERDAHULU ........................................................10

III. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................12

A. BAHAN DAN ALAT .....................................................................12

1. Bahan Baku ......................................................................................12

2. Bahan Kimia.....................................................................................12

3. Alat ...................................................................................................12

B. METODE PENELITIAN ................................................................12

1. Penelitian Pendahuluan ....................................................................12

2. Penelitian Utama ..............................................................................13

a. Degumming ...............................................................13

b. Netralisasi .................................................................14

c. Pemucatan.................................................................14

C. RANCANGAN PERCOBAAN ......................................................14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................16

A. KARAKTERISTIK MINYAK IKAN .............................................16

B. DEGUMMING.................................................................................16

1. Kejernihan .........................................................................................17

2. Rendemen..........................................................................................18

C. NETRALISASI ................................................................................18

Page 11: F08mha2

1. Kadar Asam Lemak Bebas................................................................19

2. Rendemen..........................................................................................21

3. Kejernihan .........................................................................................22

D. PEMUCATAN (BLEACHING) .......................................................23

1. Kejernihan .........................................................................................23

2. Rendemen..........................................................................................26

E. BILANGAN PEROKSIDA..............................................................28

F. KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS.......................................30

G. PEMURNIAN LANJUTAN ............................................................33

H. INDUSTRI PEMURNIAN MINYAK IKAN DI MUNCAR ..........34

V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................36

A. KESIMPULAN..................................................................................36

B. SARAN ..............................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................38

LAMPIRAN.....................................................................................................40

Page 12: F08mha2

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1. Asam Lemak pada Minyak Ikan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

Tabel 2. Standar Farmakope Indonesia untuk Minyak Ikan Layak Konsumsi .............................................................. 4

Tabel 3. Kandungan NaOH dalam larutan soda dengan berbagai derajat Baume ..................................................................................................6

Tabel 4. Kelebihan dan kekurangan Arang aktif dan Bleaching Earth .............. 8

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Minyak................................................................... 16

Tabel 6. Pengukuran Kejernihan Setelah Degumming ....................................... 17

Tabel 7. Pengukuran Rendemen Setelah Degumming ........................................ 18

Page 13: F08mha2

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Reaksi Penyabunan ..........................................................................6

Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Penurunan FFA Dengan Konsentrasi Basa .....................................................19

Gambar 3. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Basa dan Rendemen....21

Gambar 4. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Basa dan Kejernihan (% T)...................................................................22

Gambar 5. Histogram Persen Transmisi Minyak A 20 oBe .............................24

Gambar 6. Histogram Persen Transmisi Minyak B 10 oBe .............................25

Gambar 7. Histogram Persen Transmisi Minyak C 20 oBe .............................25

Gambar 8. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak A .......26

Gambar 9. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak B............................27

Gambar 10. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak B ............................28

Gambar 11. Histogram Bilangan Peroksida Minyak A setelah Pemurnian .....29

Gambar 12. Histogram Bilangan Peroksida Minyak B setelah Pemurnian .....29

Gambar 13. Histogram Bilangan Peroksida Minyak C setelah Pemurnian .....29

Gambar 14. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak A Setelah Pemurnian..31

Gambar 15. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak B Setelah Pemurnian ..31

Gambar 16. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak C Setelah Pemurnian ..32

Page 14: F08mha2

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak.....................................41

Lampiran 2. Prosedur Uji Sifat Fisiko Kimia Minyak.....................................42

Lampiran 3. Uji Banding Nilai Tengah Minyak Kasar Dengan Minyak setelah Netralisasi ..................................44

Lampiran 4. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Konsentrasi netralisasi pada minyak A.......................................45

Lampiran 5. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak A .........................................................46

Lampiran 6. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Konsentrasi netralisasi pada minyak B.......................................47

Lampiran 7. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak B .........................................................48

Lampiran 8. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Konsentrasi netralisasi pada minyak C.......................................49

Lampiran 9. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak C .........................................................50

Lampiran 10. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak A ........................................................51

Lampiran 11. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak B.........................................................52

Lampiran 12. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kejernihan pada minyak C.........................................................53

Lampiran 13. Foto Minyak Murni ...................................................................55

Lampiran 14. Foto Minyak Dengan Pemurnian Lanjutan ...............................56

Lampiran 15. Standar mutu yang Berlaku di Muncar......................................57

Lampiran 16. Analisis Biaya Kasar Pemurnian Minyak..................................58

Lampiran 17. Perhitungan Kebutuhan NaOH untuk Netralisasi......................60

Page 15: F08mha2

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ikan lemuru, tongkol dan ikan layang merupakan sumberdaya perikanan

yang paling dominan di Selat Bali sehingga komoditi tersebut paling banyak

dieksploitasi oleh nelayan. Sumberdaya perikanan ikan lemuru Selat Bali

mempunyai arti penting bagi masyarakat Muncar, dimana Muncar selain sebagai

basis penangkapan dan pendaratan sumberdaya perikanan ikan lemuru Selat Bali

juga berkembang usaha pengolahan; baik secara tradisional maupun modern.

Dengan demikian sumberdaya perikanan ikan lemuru telah memberikan peranan

yang cukup besar terhadap perekonomian di Jawa Timur, khususnya di Muncar.

Produk olahan ini tidak hanya dipasarkan didalam negeri, tetapi juga diekspor

keluar negeri.

Seiring dengan berkembangnya teknologi proses pengolahan ikan lemuru

dihasilkan juga limbah yang cukup besar. Pada limbah tersebut terdapat

kandungan minyak yang cukup besar. Menurut Setiabudi (1990), setiap satu ton

ikan ikan lemuru yang diproses akan menghasilkan minyak sebanyak 50

kilogram. Menurut Estiasih et al. (1996) menyatakan limbah cair yang dihasilkan

dari proses pengolahan ikan lemuru untuk seluruh Indonesia sebanyak 1.176 ton

per tahun.

Meskipun limbah merupakan bahan buangan yang dianggap sudah kurang

efektif dan kurang layak untuk dimanfaatkan kembali oleh perusahaan, namun

ternyata banyak masyarakat Muncar yang jeli melihat bahwa di dalam buangan

tersebut masih banyak mengandung minyak dan bahan padat yang masih dapat

dimanfaatkan kembali. Kandungan minyak dan padatan tersebut, meskipun

jumlahnya sudah sangat minim tetapi ternyata masih dapat dikais dan

dikumpulkan serta dimanfaatkan untuk memproduksi minyak ikan.

Minyak yang diperoleh dari hasil kumpulan masyarakat hampir seluruhnya

masih mengandung padatan dan pengotor yang sangat banyak. Oleh karena itu

minyak ini perlu dimurnikan secara benar agar dapat dimanfaatkan kembali.

Pemurnian minyak terdiri dari degumming, netralisasi dan bleaching. Beberapa

manfaat dari pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan bahan pengotor dari

Page 16: F08mha2

minyak, menurunkan kandungan asam lemak yang tinggi, dan menjernihkan

warna minyak yang dimurnikan. Beberapa proses menggunakan proses tambahan

yaitu deodorisasi yang berguna untuk menghilangkan bau amis yang ditimbulkan

dari minyak ikan. Setelah dimurnikan minyak dapat diklasifikasikan sesuai

standar mutu yang ada dan dapat digunakan untuk konsumsi manusia maupun

pakan ternak.

B. TUJUAN

1. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi NaOH,

jenis dan konsentrasi bahan pemucat untuk memurnikan minyak ikan.

2. Meningkatkan kualitas minyak B dan C menjadi minyak A

Page 17: F08mha2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK IKAN

Minyak atau lemak terdiri dari unit-unit yang disebut asam lemak. Asam

lemak diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak

tidak jenuh. Perbedaan keduanya terletak pada ikatan kimianya. Asam lemak

jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki

ikatan rangkap. Perbedaan ini membawa perbedaan sifat fisik dan kimia

diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Makin panjang rantai karbonnya makin besar kecenderungannya untuk

meningkatkan kadar kolesterol (Stansby, 1982).

Menurut Stansby (1982), minyak ikan memiliki kandungan yang berbeda

dengan kandungan minyak lain yaitu :

1. Jenis asam lemak yang lebih bervariasi

2. Jumlah asam-asam lemak yang lebih banyak yaitu :

a. Asam lemak C20 – C23

b. Asam lemak tidak jenuh dengan lima hingga enam ikatan rangkap

(polyunsaturated fatty acid)

Menurut Weiss (1983) , minyak ikan mempunyai beberapa sifat kimia dan

sifat fisik. Sifat kimia minyak ikan tersebut antara lain mudah beroksidasi dengan

udara dan bersifat asam karena adanya asam lemak bebas, mempunyai sifat aditif

karena adanya ikatan-ikatan karbon tak jenuh, dan mempunyai sifat dapat

berpolimerisasi. Sedangkan sifat fisik minyak ikan adalah mempunyai berat jenis

yang lebih kecil dari berat jenis air, membiaskan cahaya dengan sudut yang

spesifik untuk tiap jenis minyak ikan, mempunyai derajat kekentalan yang

spesifik, dan bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut kimia seperti

eter, benzena dan petroleum eter. Minyak ikan tersebut berwarna kuning muda

sampai kuning emas.

Kandungan asam lemak tak jenuh PUFA(polyunsaturated fatty acid) yang

tinggi pada minyak ikan menyebabkan minyak ikan tersebut mudah mengalami

kerusakan oksidatif dan mudah menghasilkan bau yang tidak enak (Wanasundara

dan Sahidi, 1995).

Page 18: F08mha2

Berikut adalah komposisiasam lemak yang terdapat pada minyak ikan :

Tabel 1. Asam Lemak pada Minyak Ikan

Asam Lemak Jenuh

Jumlah (%)

Asam Lemak Tidak Jenuh

Jumlah (%)

As. Palmitat (C16:0) 13.3 As. Oleat (C18:1) 25.2 As. Stearat (C18:0) 2.9 As. Linoleat (C18:2) 2.3 As. Linolenat (C18:3) 0.4 As. Stearidonat (C18:4) 1.4 As. Gondorunat (C20:1) 9.2 As. Arachidonat (C20:4) 3.1 EPA (C20:5) 9.2 As. Erukat (C22:1) 6.6 DPA (C22:5) 3.4 DHA (C22:6) 7.3 Sumber : Edward (1967)

Tabel 2.Standar Farmakope Indonesia untuk Minyak Ikan Layak Konsumsi

Sifat Nilai

% FFA

Bilangan Iod

Bilangan Tak Tersabunkan

Bilanga Peroksida

≤ 2

110-190

≤ 7

≤ 5

B. PEMURNIAN MINYAK

Menurut Ketaren (1985), teknik pemurnian minyak ikan mencakup proses

pemisahan gum (degumming) dan filtrasi, penyabunan (saponifikasi), pemucatan

(bleaching) dan deodorisasi. Degumming dilakukan untuk memisahkan pospatida,

protein, karbohidrat, air dan resin. Saponifikasi bertujuan untuk memisahkan asam

lemak bebas dan fosfolipid yang belum dipisahkan pada proses degumming.

Pemucatan dan deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan bau

yang tidak diinginkan dalam minyak.

Proses pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau

lendir yang terdiri dari phosphatida, protein dan resin tanpa mengurangi jumlah

asam lemak bebas dalam minyak Tujuan proses pemisahan gum menurut, adalah

untuk memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam

terutama Fe dan Cu, serta untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya dan

mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian (Ketaren, 1986).

Page 19: F08mha2

Koagulasi kotoran yang terbentuk koloid lebih mudah dilakukan dengan

menaikkan temperatur minyak sekitar 32.2-48.9oC selama setengah jam (Swern,

1979). Pada prakteknya pemisahan gum sering dilakukan pada suhu sekitar 80oC,

130-160oC atau 32-50oC dengan penambahan air atau uap selama setengah jam.

Penambahan uap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung, atau

kombinasi keduanya. Selama proses berlangsung juga ditambahkan NaCl atau

asam mineral pekat untuk mempercepat koagulasi, dan didiamkan selama 2-3 jam.

Selanjutnya minyak dipisahkan dari endapan kotoran dengan sentrifusi atau filter

press.

Netralisasi sebagai salah satu tahapan proses pemurnian dimaksudkan

untuk menetralkan asam lemak bebas dan mengurangi gum yang masih tertinggal,

untuk memperbaiki rasa dan mengurangi warna gelap dari minyak tersebut

(Swern, 1979). Menurut Swern (1979), netralisasi dengan alkali terutama dengan

NaOH sering dilakukan pada industri minyak, karena lebih efisien dan lebih

murah.

Netralisasi merupakan suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas

dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa

atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren. 1986). Menurut

Hendrix (1990), kotoran yang akan dibuang dalam netralisasi adalah asam lemak

bebas, fosfatida, ion logam, zat warna, karbohidrat protein, hasil samping

oksidasi, hidrokarbon, dan zat padat.

Netralisasi secara kimia dilakukan dengan menyabunkan asam lemak

bebas dengan larutan NaOH dalam air diikuti dengan pencucian. Jumlah larutan

NaOH yang digunakan merupakan jumlah stolkiometrinya ditambah dengan ekses

sebesar 5-10 persen, tergantung minyak yang akan dinetralkan (Bernardini, 1983).

R C NaOH H O2O

OH+

Asam Lemak Bebas

Basa

R CO

O+

NaSabun Air

Gambar 1. Reaksi Penyabunan (Ketaren, 1986)

Page 20: F08mha2

Menurut Sonntag (1982), untuk lemak- hewan, lemak ikan, minyak kelapa

dan minyak nabati lain dengan kandungan gum dan pigmen yang rendah dapat

dinetralisasi dengan hasil yang memuaskan dengan menggunakan ekses kaustik

soda sebesar 0.1-0.2 persen dari berat minyak.

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri

karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.

Penggunaan kaustik soda juga dapat membantu mengurangi zat warna dan

kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat

membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan

cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi ini dapat dipisahkan dari minyak

dengan cara sentrifusi (Ketaren, 1986).

Tabel 3. Kandungan NaOH dalam larutan soda dengan berbagai derajat Baume oBe Gram NaOH/100 ml Persen NaOH dalam larutan 8 10 12 14 16 18 20 22

5.6 7.0 8.7 10.4 12.3 14.4 16.7 18.5

5.29 0.55 8.00 9.42 10.99 12.64 14.37 15.97

(Andersen dan William, 1962)

Penentuan konsentrasi larutan basa yang digunakan didasarkan pada

kandungan asam lemak bebasnya. Makin tinggi kandungan asam lemak bebas

makin banyak jumlah basa yang diperlukan. Tetapi penggunaan basa yang terlalu

tinggi menyebabkan makin banyak trigliserida yang tersabunkan, sedangkan

konsentrasi basa yang rendah menyebabkan makin banyak emulsi sabun dalam

minyak, sehingga akan menurunkan rendemen minyak(Swern, 1979).

Menurut Thieme (1968), kaustik soda yang digunakan dalam proses

netralisasi adalah dalam bentuk larutan dengan konsentrasi antara 10-20 oBe.

Reaksi penyabunan dilakukan pada suhu 60-65 oC, dan dapat juga digunakan suhu

yang lebih tinggi (hingga 98 oC). Sedangkan Hendrix (1990), menyatakan bahwa

untuk menetralkan asam lcmak bebas digunakan kaustik soda dengan kisaran

antara 12-30 oBe atau biasanya 12-20 oBe. Suhu reaksi yang digunakan berkisar

Page 21: F08mha2

antara 20-40 oC dan dilanjutkan dengan pemanasan untuk memecahkan emulsi

sabun dan minyak pada suhu 60 - 80 oC.

Pemucatan merupakan suatu tahapan proses pemurnian minyak yang

bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak.

Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil

adsorben seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan

arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak

akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum

dan resin), serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida (Ketaren. 1986).

Proses pemucatan adalah salah satu tingkat pengolahan minyak atau lemak yang

bertujuan untuk memisahkan zat warna yang terdapat di dalam minyak atau

lemak. Proses pemucatan ini didahului oleh pengeringan minyak untuk

mengeluarkan uap air yang masih terdapat di dalam minyak atau lemak. Proses

pemucatan sering dilakukan dengan menggunakan adsorben yang akan menyerap

zat warna dalam minyak. Pada proses ini sabun yang tertinggal, komponen logam

dan peroksida dapat dipisahkan dengan baik, sedangkan kandungan asam lemak

bebas akan bertambah secara lambat (Swern, 1979). Zat-zat lain yang dihilangkan

pada pemucatan adalah karotenoid, klorofil dan produk dekomposisinya serta

bahan beracun, misalnya hidrokarbon aromatis polisiklis, terutama bila adsorben

yang digunakan adalah karbon. Sementara komponen yang bertambah adalah

produk hasil dekomposisi peroksida dan asam konjugasi yang terbentuk.

Peristiwa adsorbsi (penyerapan), dapat terjadi bila dua fasa bergabung sehingga

terjadi suatu proses dimana molekul dari satu fasa melekat pada permukaan fasa

yang lain. Kedua fasa tersebut dapat berupa fasa cair dengan fasa cair, fasa cair

dengan fasa gas, fasa cair dengan fasa padat, atau fasa gas dengan fasa padat

(Priatna dan Rukiah, 1990).

Bahan pemucat (bleaching agents) merupakan suatu bahan yang dapat

memucatkan atau memudarkan warna suatu substrat melalui proses fisika dan

kimia. Proses ini melibatkan proses oksidasi, reduksi atau adsorbsi yang membuat

bagian-bagian yang berwarna pada substrat menjadi lebih larut atau diserap

sehingga mudah dihilangkan selama pemucatan. Pemucatan dapat pula melibatkan

proses kimia yang mengubah kemampuan bagian molekul berwarna untuk

Page 22: F08mha2

menyerap cahaya, yaitu dengan mengubah derajat ketidakjenuhan (Kirk dan

Othmer, 1985).

Tabel 4.Kelebihan dan kekurangan Arang aktif dan Bleaching Earth

Jenis Adsorben Kelebihan Kekurangan

Arang aktif

Bleaching Earth

• Lebih efektif menyerap

warna

• Digunakan dalam

jumlah kecil

• Menyerap bau

• Minyak yang tertinggal

sedikit

• Murah

• Mahal

• Banyak minyak yang

tertinggal

• Proses autooksidasi

lebih cepat

• Digunakan dalam

jumlah yang banyak

• Kurang efektif

menyerap bau

(Ketaren 1986)

Adsorben yang umum digunakan untuk pemucatan adalah dari tipe polar

(hidrofilik) dan non-polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel,

alumina yang diaktivasi, dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben tipe ini

umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan lebih polar daripada

cairannya. Adsorben non-polar antara lain adalah arang (karbon dan batubara) dan

arang aktif yang biasa digunakan umuk menghilangkan zat warna yang kurang

polar (Kirk dan Othmer, 1985).

Bleaching earth berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau

kemerahan atau kehijauan tergantung dari jenis dan jumlah mineral-mineralnya.

Selain itu bleaching earth bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah. terasa

seperti sabun. mudah menyerap air dan dapat melakukan pertukaran ion. Berat

jenis bentonit herkisar, antara 2.4-2.8 dengan senvawa penyusun utamanya adalah

senyawa silika dan alumina yang mengandung air dan terikat secara kimia.

Kandungan lain yaitu Ca, Na, K, Mg, dan Fe yang bergabung dengan Si dan O2

(Priatna dan Rukiah, 1982).

Page 23: F08mha2

Karbon aktif adalah suatu bentuk karbon yang telah diaktifkan,

menggunakan panas uap air atau bahan kimia sehingga daya penyerapannya

tinggi. Karbon aktif mengandung 5-15 persen air, 2 -3 persen abu dan sisanya

terdiri dari karbon. Adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang memiliki pori-

pori dalam jumlah besar dan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial

antara permukaan arang dan zat yang diserap (Jacobs, 1951).

Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak

adalah karena lebih efektif untuk menyerap zat warna dibandingkan dengan

bleaching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang

aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi

jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak. Kelemahan dari arang

aktif adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih

besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan

proses autoksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan

menggunakan arang aktif (Ketaren, 1986).

Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak terdiri dari zat warna

alami dan zat warna hasil degradasi. Zat warna alami terdapat di dalam minyak

secara alami dan ikut terekstrak bersamaan proses ekstraksi minyak. Zat wana itu

ialah karoten, xanthofil, klorofil, gossypol dan antocianin. Zat warna ini

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan

kemerah-merahan. Sedangkan zat warna degradasi umumnya memiliki wana yag

gelap yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada saat proses pengepresan secara

mekanis, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Selain itu minyak dalam

keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan

tersebut.

2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu

yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.

3. Ekstraksi minyak dengan pelarut organic tertentu, misalnya pelarut

petroleum benzene akan menghasilkan minyak yang lebih jernih

dibandingkan minyak yang diekstraksi dengan pelarut etilen dan benzol.

Page 24: F08mha2

4. Logam seperti Cu, Fe dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak

diinginkan dalam minyak.

5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak terutama

oksidasi tokoferol dan khroman 5,6 quinon menghasilkan warna

kecoklatan.

C. PENELITIAN TERDAHULU

Darsini (1998), meneliti penggunaan larutan kaustik soda dengan

konsentrasi 5 oBe, 8 oBe, dan 10 °Be untuk netralisasi lemak tengkawang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kaustik soda mampu mengurangi kadar asam

lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Hal ini ditunjukkan oleh kadar asam

lemak bebas pada lemak tengkawang yang semula 0.68 persen berkurang menjadl

0.21 persen (untuk konsentrasi kaustik soda sebesar 5 oBe), 0.15 persen (untuk

konsentrasi kaustik soda 8 oBe), dan 0.13 persen (untuk konsentrasi kaustik soda

10 °Be)

Rina (1993), melakukan penclitian tentang pengaruh cara pemucatan dan

jenis bahan pemucat terhadap warna dan sifat fisiko kimia minyak kenanga.

Dalam penclitian tersebut, digunakan berbagai jenis bahan pemucat termasuk

arang aktif. Berdasarkan penelitian yang dillakukan, arang aktif mampu

meningkatkan kejernihan minyak yang semula persen transmisinya sebesar 11

persen meningkat menjadi sebesar 31.98 persen setelah dilakukan pemucatan

dengan konsentrasi arang aktif 4 persen.

Theressa (1999), melakukan penelitian tentang kajian teknik pemucatan

lemak tengkawang dengan dua jenis bahan pemucat yaitu bentonit dan zeolit,

dengan konsentrasi 1, 1.5, dan 2 persen. Dari hasil penelitian, tingkat kejernihan

minyak semakin meningkat dengan ditambahkannya bahan pemucat yang

ditunjukkan oleh persen transmisi dari lemak tengkawang, sebelum pemucatan

yang sebesar 0.5 % meningkat menjadi 41.7 % (untuk penambahan 1 % bentonit),

81.5 % (untuk penambahan 1.5 % bentonit) dan 87.3 % (untuk penambahan 2%

bentonit).

Page 25: F08mha2

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak

ikan yang diperoleh dari masyarakat pengais limbah di Muncar,

Banyuwangi, Jawa Timur. Minyak ini adalah hasil samping dari proses

pengolahan ikan lemuru yang terbuang bersama limbah ke saluran

pembuangan.

2. Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah

larutan kaustik soda (NaOH) dengan konsentrasi 10 oBe, 15 oBe, dan 20 oBe, arang aktif, bleaching earth, aquades, asam asetat, kloroform, larutan

KI jenuh, larutan Na2S2O3 0.1 N, larutan KOH 0.1 N, indikator amilum 2

persen, dan indikator phenolptalein.

3. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala,

oven, erlenmeyer, pipet tetes, buret, kertas saring whatman 42, labu takar,

gelas volumetrik, kompor listrik, labu pisah, dan spektrofotometer.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan dilakukan karakterisasi awal

minyak yang digunakan. Analisa meliputi pengukuran persentase

kandungan asam lemak bebas, bilangan peroksida dan kadar air minyak.

Berdasarkan hasil karakterisasi awal pada minyak lemuru, ditentukan

proses netralisasi dan pemucatan dengan jumlah kaustik soda dan adsorben

yang dapat dilakukan.

Proses netralisasi dilakukan berdasarkan perhitungan persentase

kandungan asam lemak bebas pada minyak. Pemilihan konsentrasi yang

Page 26: F08mha2

terbaik dipilih berdasarkan penggunaan konsentrasi basa yang

menurunkan persentase kandungan asam lemak bebas sesuai dengan

standar minyak lemuru.

Penentuan proses pemucatan terbaik dipilih berdasarkan hasil akhir

warna minyak yang secara visual lebih baik dari warna sebelum dilakukan

proses pemurnian. Pemucatan ini menggunakan dua macam adsorben

yang memiliki beberapa level konsontrasi adsorben.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan mengkombinasikan tiga level

konsentrasi kaustik soda yang digunakan pada proses netralisasi, dua jenis

adsorben dan tiga level konsentrasi adsorben tersebut. Perlakuan yang

digunakan adalah netralisasi dengan konsentrasi kaustik soda 10 oBe, 15 oBe, dan 20 oBe dan dilanjutkan pemucatan dengan dua jenis adsorben

yaitu arang aktif dan bleaching earth dengan konsentrasi masing-masing

0.2 persen, 0.6 persen, dan 1 persen. Penenlitian utama ini dilakukan

berdasarkan tahapan pemurnian minyak yaitu :

a. Degumming

Minyak yang ada dikocok atau diaduk terlebih dahulu, ditimbang dan

dipanaskan sampai suhu 70ºC. Setelah itu dimasukkan ke dalam labu

pemisah dan ditambahkan air panas sebanyak 10-20 persen volume

minyak kemudian didiamkan selama 10 menit. Setelah itu akan

terbentuk tiga lapisan yaitu minyak, gum, dan air. Air dan gum

dikeluarkan dari labu pemisah. Pengecekan pH dilakukan dengan

mengukur pH air yang dipisahkan. Pemisahan gum dan air ini

dilakukan sampai pH nya mencapai pH netral

b. Netralisasi

Minyak hasil degumming ditimbang, dipanaskan sampai suhunya

80ºC kemudian ditambahkan sejumlah kaustik soda sesuai

perhitungan dan diaduk dengan stirer selama 2 menit. Setelah itu

minyak dimasukkan ke dalam labu pemisah lalu dicuci dengan air

pencuci (aquades panas) sebanyak 5 persen dari berat minyak.

Setelah terbentuk tiga lapisan pada minyak yaitu minyak, soap stock

Page 27: F08mha2

dan air maka dipisahkan sabun dan airnya dari minyak. Pemisahan

dihentikan sampai pH dari air pemisah menjadi netral. Setelah pH

menjadi netral, minyak ditambahkan 1 persen garam anhidrat untuk

mengurangi kadar air dalam minyak.

c. Pemucatan (Bleaching)

Minyak hasil netralisasi ditimbang dan dipanaskan sampai suhunya

80-100ºC. Kemudian ditambahkan arang aktif sebanyak 1 persen dari

bobot minyak dan diaduk selama 10 menit. Setelah teraduk rata,

minyak disaring dengan kertas saring. Setelah didapatkan minyaknya

lalu diuji karakteristiknya

d. Prosedur analisis parameter terlampir

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian utama adalah

Rancang Acak Lengkap Sederhana untuk menentukan konsentrasi netralisasi

terbaik dan Rancang Acak Lengkap Faktorial untuk menentukan jenis pemucat

dan konsentrasi pemucat yang terbaik.

a. Proses Netralisasi

Model matematik rancangan percobaan : τ = μ + Ai + εij

Dengan :

μ = rata-rata

Ai = pengaruh perlakuan konsentrasi basa pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3)

εij = galat perlakuan (i) pada ulangan ke-j

A1 = 10 oBe

A2 = 15 oBe

A3 = 20 oBe

b. Proses Pemucatan

Model matematik rancangan percobaan : τ = μ + Ai + Bj + ABij + εijk

Dengan :

Ai = pengaruh perlakuan jenis adsorben pada taraf ke-i (i = 1, 2)

Page 28: F08mha2

Bj = pengaruh perlakuan konsentrasi adsorben pada taraf ke-j (j = 1,

2, 3)

ABij = pengaruh interaksi jenis adsorben dengan konsentrasi adsorben

εijk = galat kombinasi perlakuan (ij) pada ulangan ke-k

A1 = arang aktif

A2 = bleaching earth

B1 = 0.2 persen

B2 = 0.6 persen

B3 = 1 persen

Page 29: F08mha2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI AWAL

Sebelum digunakan untuk penelitian, minyak ikan lemuru ini dilakukan

karakterisasi awal yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisiko kimia dan

sebagai acuan untuk memilih perlakuan yang paling baik untuk minyak A, B dan

C. Karakterisasi awal ini meliputi pengujian kandungan asam lemak bebas,

bilangan peroksida dan kejernihan sebagai parameter kritis penentuan mutu

minyak ikan lemuru.

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Minyak

Parameter

Uji

FFA

(%)

Bil.

Peroksida

Kejernihan

(% T)*

Warna

Minyak A 0.36 2.40 79.8 Merah mengkilap

Minyak B 14.37 4.71 53.2 Merah kehitaman

Minyak C 16.26 2.70 52.1 Hitam pekat * dengan pengenceran 10 kali

Dari Tabel 5 dapat dilihat perbedaan sifat fisiko kimia yang sangat

mencolok pada setiap minyak. Minyak A memiliki mutu yang paling baik diantara

ketiga minyak lainnya karena kandungan asam lemak bebas dan bilangan

peroksidanya yang rendah. Selain itu minyak A memiliki warna yang lebih jernih

dibandingkan dengan minyak B dan minyak C. Secara organoleptik, minyak ikan

lemuru memiliki warna hitam sampai kemerahan mengkilap dan berbau amis.

B. DEGUMMING

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-

lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa

mengurangi asam lemak dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan cara

dehidratasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari

minyak. Proses ini perlu dilakukan untuk mengurangi kandungan gum yang ada,

karena gum tersebut akan terserap oleh sabun yang terbentuk dari hasil reaksi

antara asam lemak bebas dan kaustik soda (basa) pada saat netralisasi sehingga

akan menghambat proses pemisahan sabun dari minyak (Ketaren,1986).

Page 30: F08mha2

Degumming dilakukan dengan mencampurkan air panas ke dalam minyak yang

sudah dipanaskan. Setelah tercampur akan didapati tiga lapisan yang terbentuk.

Lapisan tersebut adalah minyak, gum atau pengotor, dan air. Pada proses

degumming ini dilakukan uji kejernihan dan rendemen.

1. Kejernihan

Berdasarkan pengukuran tingkat kejernihan pada Tabel 5, warna

ketiga minyak sebelum degumming memiliki warna yang sangat keruh.

Warna keruh ini disebabkan oleh lendir-lendir atau getah yang terdapat

pada minyak sehingga apabila dilakukan uji kejernihan dengan

spektrofotometer akan didapati persen transmisi yang rendah. Proses

degumming perlu dilakukan karena ketiga minyak ini memiliki banyak

pengotor.

Tabel 6. Pengukuran Kejernihan Setelah Degumming

Kejernihan (% T) Jenis

Minyak Sebelum Degumming Sesudah Degumming

Minyak A 79.8 80.2

Minyak B 53.2 55.8

Minyak C 52.1 54.4

Tabel 6 adalah hasil pengukuran tingkat kejernihan minyak A, B

dan C setelah dilakukan degumming. Minyak A yang sebelum degumming

memiliki tingkat kejernihan 79.8 persen meningkat menjadi 80.2 persen.

Minyak B yang sebelum degumming memiliki tingkat kejernihan 53.2

persen meningkat menjadi 55.8 persen dan minyak C yang sebelum

degumming memiliki tingkat kejernihan 52.1 persen meningkat menjadi

54.4 persen. Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan terjadi peningkatan

persen kejernihan pada ketiga minyak dan dapat terlihat secara fisik ketiga

minyak ini memiliki warna yang tidak keruh atau tembus pandang

dibandingkan sebelum degumming. Pada pengukuran setelah

degummming diddapati peningkatan nilai persen transmisi. Hal ini

disebabkan oleh hilangnya pengotor-pengotor berupa gum dan lendir-

lendir pengotor yang larut dengan air panas dan ikut terbuang pada saat

Page 31: F08mha2

proses pencucian minyak. Air buangan yang didapat pada proses

degumming ini memiliki warna cokelat keruh. Warna cokelat ini adalah

pengotor pada minyak yang larut dalam air.

2. Rendemen

Berdasarkan Tabel 7, minyak yang memiliki rendemen yang

paling tinggi adalah minyak A dengan 98.42 persen. Sedangkan minyak

yang memiliki rendemen yang paling rendah adalah minyak B dengan

96.51 persen. Susut bobot ini dipengaruhi dengan jumlah bahan pengotor

pada minyak.

Tabel 7. Pengukuran Rendemen Setelah Degumming

Rendemen (%)

Minyak A 98.42

Minyak B 96.51

Minyak C 97.99

Susut bobot ini dipengaruhi dengan jumlah bahan pengotor pada

minyak. Minyak dengan pengotor yang tinggi akan memiliki susut bobot

yang tinggi pula karena zat pengotor pada minyak kasar terbuang pada saat

proses pencucian sedangkan minyak dengan jumlah pengotor yang rendah

akan memiliki susut bobot yang rendah sehingga rendemen yang didapat

menjadi tinggi. Susut bobot ini juga dapat disebabkan oleh terbuangnya

minyak pada saat proses pemisahan air pada minyak pada saat proses

pencucian.

C. NETRALISASI

Proses netralisasi bertujuan untuk memisahkan sejumlah asam lemak

bebas yang terdapat pada minyak. Asam lemak bebas tersebut akan bereaksi

dengan basa membentuk sabun.

Page 32: F08mha2

1. Kadar Asam Lemak Bebas

05

10152025303540

% F

F

Minyak Kasar10 BeA15 Be20 Be

Minyak Kasar 0.475 16.173 33.759

10 Be 0.192 4.525 15.79

15 Be 0.197 10.322 11.533

20 Be 0.194 15.872 11.682

Minyak A Minyak B Minyak C

Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Penurunan FFA Dengan

Konsentrasi Basa

Berdasarkan hasil pengukuran kadar FFA pada minyak A setelah

netralisasi pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai FFA minyak A turun

dari 0.48 menjadi 0.19 persen. Nilai Hasil uji banding nilai tengah

(Lampiran 3) kadar FFA minyak A sebelum netralisasi dengan minyak A

setelah netralisasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara

minyak A kasar dengan minyak A setelah netralisasi. Kadar FFA sesudah

netralisasi jauh lebih rendah dibandingkan minyak A sebelum netralisasi

atau dengan persen penurunan 59.57 persen. Menurut hasil analisis ragam

(Lampiran 4) pada persen FFA minyak A setelah netralisasi dapat

disimpulkan bahwa penurunan FFA dengan ketiga konsentrasi basa

menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan,

antar ketiga konsentrasi basa untuk perlakuan netralisasi minyak A

memiliki hasil yang berbeda nyata pula.

Minyak B memiliki nilai FFA yang turun dari 16.17 persen hingga

4.5 ± 0.2 - 15.9 ± 0.1 persen. Pada minyak B pengukuran kadar FFA

terendah didapat dari perlakuan netralisasi dengan konsentrasi kaustik

soda 10 oBe juga. Penurunan FFA dari 16.2 ± 0.4 persen menjadi 4.5 ± 0.2

Page 33: F08mha2

persen atau dengan persen penurunan FFA sebesar 72.02 persen. Hasil uji

banding nilai tengah (Lampiran 1) kadar FFA minyak B sebelum

netralisasi dengan minyak B setelah netralisasi juga menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata antara minyak B kasar dengan minyak B

setelah netralisasi. Dengan perlakuan netralisasi 15 oBe didapati nilai FFA

sebesar 10.3 ± 0.1 persen sedangkan perlakuan 20 oBe nilai FFA minyak B

menjadi 15.9 ± 0.1 persen. Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 6) pada

persen FFA minyak B setelah netralisasi dapat disimpulkan bahwa

penurunan FFA antar ketiga taraf konsentrasi basa menunjukkan hasil

yang berbeda nyata.

Untuk minyak C yang memiliki kadar FFA sebelum netralisasi

sebesar 33.8 ± 0.1 persen, pengukuran kadar FFA terendah didapat pada

minyak yang diberi basa 15 oBe dengan FFA 11.5 ± 0.1 persen dan dengan

pemberian basa 20 oBe sebesar 11.7 ± 0 persen. Berdasarkan analisis

ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 8) pada minyak C setelah

netralisasi didapati bahwa perbandingan kadar asam lemak bebas antara

minyak C yang diberi perlakuan 15 oBe dibandingkan dengan perlakuan

20 oBe tidak berbeda nyata.

Berdasarkan gambar 2 dapat disimpulkan bahwa ketiga jenis

minyak mengalami penurunan kandungan asam lemak bebas setelah

netralisasi. Penurunan kandungan asam lemak bebas pada minyak hasil

netralisasi disebabkan terutama oleh reaksi yang terjadi antara basa dengan

asam lemak bebas. Netralisasi dengan basa menyebabkan terbentuknya

sejumlah sabun. Perbedaan tingkat konsentrasi basa yang digunakan

berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kandungan asam lemak

bebas. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya jumlah basa yang

ditambahkan maka akan semakin besar jumlah asam lemak bebas yang

tersabunkan sehingga jumlah asam lemak bebas pada minyak akan

berkurang pula.

Page 34: F08mha2

2. Rendemen

Rendemen minyak A berkisar dari 92.48 persen sampai 95.72

persen. Pada minyak B rendemen tertinggi berada pada perlakuan

pemberian basa 20 oBe yaitu 86.03 persen, sedangkan yang paling rendah

berada pada pemberian basa 10 oBe yaitu 82.48 persen sedangkan untuk

minyak C memiliki kisaran rendemen antara 74.56 persen hingga 75.63

persen.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Minyak A Minyak B Minyak C

Rend

emen 10 Be

15 Be20 Be

Gambar 3. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Basa dan Rendemen

Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa rendemen ketiga

minyak paling rendah berada pada konsentrasi basa 10 oBe, sedangkan

rendemen yang paling tinggi didapati pada netralisasi yang menggunakan

konsentrasi basa 20 oBe. Hal ini disebabkan karena penambahan basa yang

lebih encer memerlukan jumlah yang lebih banyak dibandingkan

penambahan dengan basa yang lebih pekat sehingga jumlah sabun yang

terbentuk pada penambahan basa yang encer akan lebih banyak.

Berdasarkan Gambar 3 dapat disimpulkan semakin banyak basa

yang digunakan semakin rendah rendemen yang didapat. Jumlah basa

yang banyak akan menyabunkan minyak dibandingkan dengan jumlah

penggunaan basa yang sedikit. Apabila penambahan basa pada netralisasi

dilakukan tanpa perhitungan, maka semakin besar susut yang terjadi dan

penurunan FFA tidak optimal. Contoh perhitungan terlampir pada

Lampiran 17.

Page 35: F08mha2

3. Kejernihan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Minyak A Minyak B Minyak C

% T

rans

mis

i

Minyak Kasar

10 Be

15 Be

20 Be

Gambar 4. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Basa dan

Kejernihan (% T) Berdasarkan Gambar 4, tingkat kejernihan setelah netralisasi

mengalami peningkatan pada ketiga jenis minyak. Dapat dibaca pada

gambar 4 yang menunjukkan minyak A yang memiliki persen transmisi

tertinggi adalah netralisasi dengan perlakuan konsentrasi basa 20 oBe

sekitar 88 ± 2 persen transmisi sedangkan yang terendah yaitu 84 ± 2

persen transmisi didapati pada konsentrasi basa 10 oBe. Pada minyak B

dengan persen transmisi tertinggi berada pada perlakuan pemberian basa

Page 36: F08mha2

dengan konsentrasi 15 oBe sekitar 74 ± 1 persen transmisi sedangkan

kejernihan yang paling rendah berada pada perlakuan basa 10 oBe yaitu 71

± 1 persen transmisi. Pada minyak C, tingkat kejernihan berkisar antara 72

± 2 persen transmisi hingga 76 ± 2 persen transmisi Berdasarkan analisis

ragam (Lampiran 5, 7, 9) diperoleh hasil bahwa ketiga konsentrasi basa

yang digunakan untuk netralisasi terhadap kejernihan tidak memiliki

pengaruh yang nyata.

Peningkatan tingkat kejernihan pada ketiga jenis minyak ini

disebabkan oleh reaksi netralisasi yang menyebabkan komponen warna,

pengotor dan asam lemak bebas terpisah menjadi sabun. Secara umum

dapat terlihat bahwa pengunaan basa yang paling banyak jumlahnya yaitu

basa dengan konsentrasi 10 oBe. Hal ini akan menyebabkan warna minyak

menjadi keruh karena emulsi sabun yang terbentuk pada saat netralisasi.

Sedangkan menurut Ketaren (1986), basa yang digunakan pada saat

netralisasi akan membentuk sabun yang dapat mengurangi zat warna dan

kotoran pada minyak.

Berdasarkan penilaian pada rendemen, kandungan asam lemak bebas, dan

kejernihan setelah netralisasi maka dipilih perlakuan terbaik yang digunakan

untuk minyak A adalah dengan pemberian basa 20 oBe, untuk minyak B perlakuan

terbaik dengan pemberian basa 10 oBe dan untuk minyak C dengan pemberian

basa 20 oBe. Ketiga minyak dengan perlakuan terbaik tersebut akan dipucatkan

pada proses selanjutnya

D. PEMUCATAN (BLEACHING)

Pada proses pemucatan, persen transmisi adalah parameter kritis untuk menilai

berhasil atau tidaknya proses pemucatan. Proses pemucatan dilakukan pada kadar air

berkisar antara 0.1-0.3 persen. Kadar air minyak harus sedikit agar proses penyerapan

pengotor oleh adsorben optimal.

1. Kejernihan

Minyak A dengan basa 20 oBe memiliki nilai kejernihan sebelum

netralisasi sekitar 88.4 persen transmisi. Setelah mengalami proses

pemucatan, terjadi peningkatan persen transmisi yang berkisar antara 93 ±

Page 37: F08mha2

2 persen transmisi sampai 97 ± 1 persen tramisi. Perlakuan terbaik terdapat

pada minyak A dengan perlakuan basa 20 oBe dan menggunakan

bleaching earth sebagai adsorben dengan konsentrasi 0.6 persen. Melalui

analisis ragam (Lampiran 10) pada pengukuran persen transmisi terhadap

proses pemucatan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini

disebabkan oleh warna minyak A sebelum pemucatan dan sesudah

pemucatan hampir sama yaitu merah terang. Selain itu pengotor pada

minyak A terdapat dalam jumlah yang sedikit. Histogram hasil pemucatan

minyak A dapat dilihat pada Gambar 5.

82

84

86

88

90

92

94

96

98

100

Arang Aktif Bleaching Earth

% T

rans

mis

i

0.2 %0.6 %1 %

Gambar 5. Histogram Persen Transmisi Minyak A 20 oBe

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa bleaching earth menghasilkan

tingkat kejernihan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan

penggunaan arang aktif. Berdasarkan penampakan fisik, minyak A kasar

memiliki warna merah keruh dan tembus pandang. Setelah mengalami

proses pemucatan warna minyak A menjadi merah sampai kuning pucat

dan tembus pandang.

Tingkat kejernihan minyak B sebelum pemucatan adalah 70.8

persen transmisi, setelah mengalami pemucatan, tingkat kejernihan minyak

B meningkat menjadi 85 ± 0 hingga 90 ± 3 persen transmisi . Hal ini

disebabkan banyak jumlah zat warna pada minyak yang terserap ke dalam

adsorben. Histogram hasil pemucatan minyak B dapat dilihat pada Gambar

6. Persen transmisi tertinggi berada pada penggunaan bleaching earth

Page 38: F08mha2

dengan konsentrasi 0.2 dan 1 persen yaitu sebesar 90 ± 3 dan 88 ± 0

persen transmisi. Melalui analisis ragam (Lampiran 11) dapat dilihat

interaksi antara jenis adsorben dan konsentrasi adsorben untuk pemucatan

tidak memiliki pengaruh yang nyata. Minyak B memiliki warna awal yang

hitam keruh, setelah mengalami pemucatan warna minyak B menjadi

merah tua terang, tembus pandang dan mengkilap.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Arang Aktif Bleaching Earth

% T

rans

mis

i

0.2 %0.6 %1 %

Gambar 6. Histogram Persen Transmisi Minyak B 10 oBe

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Arang Aktif Bleaching Earth

% T

rans

mis

i

0.2 %0.6 %1 %

Gambar 7. Histogram Persen Transmisi Minyak C 20 oBe

Pada pengukuran kejernihan minyak C kasar didapati tingkat

kejernihan minyak C sebesar 54.4 persen transmisi, setelah dilakukan

Page 39: F08mha2

pemurnian didapati tingkat kejernihan minyak C meningkat antara 57 ± 6

sampai 81 ± 1 persen transmisi. Melalui analisis ragam (Lampiran 12)

antara dapat dilihat interaksi antara jenis adsorben dan konsentrasi

adsorben untuk pemucatan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Dari ketiga jenis minyak, minyak C adalah minyak yang memiliki kualitas

yang paling rendah. Minyak C kasar memiliki warna yang hitam pekat dan

tidak mengkilap. Setelah mengalami proses pemurnian minyak C memiliki

warna merah tua dan tembus pandang.

Dari keseluruhan uji kejernihan setelah tahap pemucatan dapat

disimpulkan penggunaan kedua jenis adsorben tidak memberikan

pengaruh yang nyata pada proses pemucatan. Seharusnya proses

pemucatan dengan arang aktif memiliki tingkat kejernihan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan bleaching earth karena arang aktif memiliki

kelebihan dalam menyerap warna pada minyak dikarenakan oleh

banyaknya pori-pori yang terdapat pada permukaan arang aktif. Hal ini

disebabkan karena nilai persen transmisi pemucatan yang menggunakan

arang aktif dan bleaching earth memiliki efektivitas penyerapan warna

yang hampir sama sehingga dihasilkan nilai yang tidak jauh berbeda.

2. Rendemen

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Arang Aktif Bleaching Earth

Ren

dem

en (%

)

0.2 %0.6 %1 %

Gambar 8. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak A

Page 40: F08mha2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Arang Aktif Bleaching Earth

Ren

dem

en 0.2 %0.6 %1 %

Hasil pengukuran rendemen minyak setelah pemucatan dapat

dilihat pada Gambar 8. Pada minyak A rendemen berkisar antara 56.98

persen hingga 72.12 persen. Rendemen terendah pada minyak A berada

pada perlakuan yang menggunakan arang aktif sebanyak satu persen.

Perlakuan yang dipilih pada proses pemucatan minyak A adalah minyak

dengan penambahan bleaching earth sebagai pemucat pada konsentrasi

0.2 persen karena menghasilkan rendemen yang cukup banyak dengan

pemakaian bleaching earth yang sedikit.

Gambar 9. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak B

Berdasarkan Gambar 9, dari segi rendemen untuk minyak B,

rendemen yang paling besar berada pada pemucatan yang menggunakan

bleaching earth 0.6 persen yaitu sebesar 76.00 persen sedangkan yang

terendah berada pada pemucatan yang menggunakan 1 persen yaitu

sebesar 58.72 persen.

Pada pemucatan minyak C, rendemen yang diperoleh pada

penggunaan bleaching earth lebih besar dibandingkan arang aktif. Hal ini

disebabkan banyak minyak C yang ikut terserap bersama zat warna dan

pengotor ke dalam arang aktif sehingga ikut terbuang pada saat

penyaringan untuk memisahkan adsorben dari minyak. Gambar 10

menunjukkan rendemen terbesar pada minyak C berada pada pemucatan

Page 41: F08mha2

yang menggunakan bleaching earth 0.6 persen yaitu sebesar 72.88 persen

sedangkan rendemen terendah didapati pada penggunaan arang aktif

dengan konsentrasi 1 persen sebesar 50.12 persen. Pada pemucatan

minyak C rendemen yang diperoleh pada bleaching earth juga lebih besar

dibandingkan arang aktif.

Gambar 10. Histogram Hubungan Antara Jenis Bahan Pemucat, Konsentrasi Bahan Pemucat dan Rendemen Pada Minyak C

Berdasarkan data rendemen keseluruhan, rendemen terendah

berada minyak yang menggunakan arang aktif sebagai pemucat.

Sedangkan rendemen tertinggi berada pada minyak yang menggunakan

bleaching earth sebagai bahan pemucat. Kadar arang aktif yang tinggi

akan mengurangi jumlah rendemen karena arang aktif memiliki pori-pori

yang besar dibandingkan dengan bleaching earth yang berbentuk bubuk.

Pori-pori ini menyerap warna cukup banyak tetapi akan menyebabkan

minyak banyak tertinggal di dalam pori-pori tersebut dan ikut terbuang

bersama arang aktif sehingga hasil pengukuran pada minyak yang

menggunakan arang aktif akan memiliki rendemen yang rendah

dibandingkan dengan penggunaan bleaching earth.

E. BILANGAN PEROKSIDA

Bilangan peroksida awal (Tabel 5) untuk minyak A adalah 2.80, untuk

minyak B adalah 4.71 sedangkan untuk minyak C adalah 2.70. Bilangan peroksida

Page 42: F08mha2

mengindikasikan bahwa minyak mentah masih bagus dan belum banyak

teroksidasi. Bilangan peroksida juga mengindikasikan umur minyak.

Gambar 11. Histogram Bilangan Peroksida Minyak A setelah Pemurnian

Gambar 12. Histogram Bilangan Peroksida Minyak B setelah Pemurnian

Gambar 13. Histogram Bilangan Peroksida Minyak C setelah Pemurnian

Page 43: F08mha2

Berdasarkan Gambar 11, 12 dan 13, seluruh minyak mengalami

kenaikan bilangan peroksida yang sangat tajam. Minyak A kasar memilikisetelah

pemurnian memiliki bilangan peroksida yang berkisar antara 21.33 sampai 24.00

atau meningkat sekitar 300 persen dari bilangan peroksida sebelum pemurnian.

Pada minyak B setelah pemurnian didapati bilangan peroksida yang berkisar

antara 21.44 sampai 32.43 atau meningkat sekitar 360 persen, sedangkan minyak

C memiliki bilangan peroksida yang berkisar antara 21.33 sampai 41.51 atau

meningkat sebesar 500 persen.

Peningkatan bilangan peroksida yang sangat besar ini disebabkan karena

setiap tahapan proses pemurnian minyak membutuhkan suhu yang tinggi atau

minyak yang akan dimurnikan mendapatkan panas yang berlebih. Hal ini

menyebabkan minyak teroksidasi sehingga bilangan peroksida minyak akan naik

pula. Apabila asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi maka asam lemak tidak

jenuh tersebut akan membentuk peroksida dan akan menyebabkan minyak berbau

tengik.

F. KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS

Pada pengukuran setelah pemucatan didapati nilai kandungan asam lemak

bebas yang fluktuatif pada minyak A, B dan C. Pada minyak A, kandungan asam

lemak bebas berkisar antara 0.17 sampai 0.50 persen. Pada minyak B, kandungan

asam lemak bebas berkisar antara 2.72 sampai 2.97 persen. Pada minyak C

kandungan asam lemak terendah yaitu 13.17 dan yang tertinggi 14.16 persen.

Kandungan asam lemak bebas dari minyak A dan B masih sesuai dengan standar

mutu yang berlaku di Muncar (lampiran 14), sedangkan untuk minyak C didapati

hasil yang lebih baik dibandingkan standar mutu yang berlaku di Muncar.

Berdasarkan Gambar 14 pada minyak A terjadi peningkatan kadar asam

lemak bebas yang semula sebesar 0.19 persen meningkat menjadi 0.25-0.50

persen. Hal in disebabkan minyak mengalami hidrolisis yang disebabkan oleh

sejumlah kecil air yang tersisa. Pada minyak A, pemucatan menggunakan arang

aktif menghasilkan minyak dengan nilai kandungan asam lemak bebas yang

cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bleaching earth. Hal ini

menunjukkan bahwa minyak yang dipucatkan menggunakan arang aktif memiliki

Page 44: F08mha2

tingkat oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan

bleaching earth. Dengan terjadinya oksidasi ini maka jumlah asam lemak bebas

yang terukur akan semakin besar sehingga meningkatkan kadar asam lemak

bebasnya. Peningkatan asam lemak tersebut masih dalam toleransi standar mutu A

yaitu kandungan asam lemak bebas harus dibawah 1.

Gambar 14. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak A Setelah Pemurnian

Gambar 15. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak B Setelah Pemurnian

Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa kandungan asam lemak bebas

minyak B setelah netralisasi terjadi penurunan dari 4.52 menjadi 2.72-2.97 persen.

Page 45: F08mha2

Kandungan asam lemak bebas terendah didapat pada penggunaan arang aktif pada

konsentrasi 0.6 persen, sedangkan kandungan asam lemak bebas tertinggi didapat

pada penggunaan bleaching earth sebanyak 0.2 persen. Pemucatan pada minyak B

berhasil mengurangi tingkat oksidasi yang tejadi pada minyak B sehingga jumlah

asam lemak bebas yang terbentuk dapat dikurangi. Hal ini yang menyebabkan

kandungan asam lemak bebas pada minyak B menjadi sedikit.

Gambar 16. Kandungan Asam Lemak Bebas Minyak C Setelah Pemurnian

Pada Gambar 16, didapati hasil pengukuran kandungan asam lemak bebas

yang fluktuatif dibandingkan dengan minyak A dan B. Pada minyak C ini

penggunaan bleaching earth dengan konsentrasi 0.6 persen memiliki kandungan

asam lemak bebas yang paling tinggi yaitu sebesar 14.15 persen sedangkan yang

terendah adalah pemucatan menggunakan bleaching earth 0.2 persen sebesar

13.17 persen.

Berdasarkan data pengukuran kadar asam lemak keseluruhan setelah

pemucatan, untuk minyak B dan minyak C masih memiliki kandungan asam

lemak bebas yang masih tinggi dibandingkan dengan minyak A. Asam lemak

pada minyak B dan minyak C akan menyebabkan kedua minyak tersebut memiliki

bau yang tengik dan amis, oleh karena itu pemurnnian lanjutan yang bertujuan

untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas pada minyak B dan minyak C

perlu dilakukan.

Page 46: F08mha2

G. PEMURNIAN LANJUTAN

Pemurnian lanjutan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas minyak B

dan C menjadi minyak A. Pada pemurnian lanjutan ini dilakukan beberapa kali

netralisasi untuk menurunkan sejumlah asam lemak bebas pada minyak B dan C

agar mencapai standar kandungan asam lemak bebas minyak A yaitu dibawah 1

persen.

Pada minyak B dilakukan penambahan basa 10 oBe dengan dua tahapan.

Minyak B setelah pemurnian memiliki kandungan asam lemak bebas sebanyak

2.86 persen, setelah dilakukan penambahan basa 10 oBe untuk yang pertama

kandungan asam lemak bebas turun menjadi 1.04 persen. Nilai ini hampir

mendekati standar mutu minyak A untuk kandungan asam lemak bebasnya oleh

karena itu minyak B tadi perlu ditambahkan sejumlah basa kembali. Setelah

ditambahkan basa, kandungan asam lemak minyak B turun menjadi 0.38 persen.

Minyak C setelah pemurnian pertama memiliki kandungan asam lemak

bebas sebesar 13.82 persen. Pada minyak C ini dilakukan penambahan basa

pertama dengan konsentrasi 20 oBe. Setelah dilakukan penambahan basa

kandungan asam lemak bebas turun menjadi 7.89 persen. Penambahan basa kedua

kembali dilakukan sehingga kandungan asam lemak bebas pada minyak C turun

menjadi 2.11 persen. Angka ini belum berada pada standar minyak A, oleh karena

itu dilakukan kembali penambahan basa ketiga dan didapati kandungan asam

lemak bebas sebesar 0.78 persen.

Penambahan basa diperlukan dalam jumlah yang bertahap agar tidak

mengurangi rendemen yang besar. Penambahan basa dalam jumlah yang besar

untuk sekali pemurnian akan menyebabkan jumlah sabun yang terbentuk akan

semakin banyak sehingga rendemen yang diperoleh akan sedikit dan penurunan

kadar asam lemak bebas kurang efektif, oleh karena itu tetap diperlukan

perhitungan untuk menambahkan sejumlah basa ke minyak.

H. INDUSTRI PEMURNIAN MINYAK IKAN DI MUNCAR

Muncar merupakan daerah yang terletak di pesisir selat Bali. Komoditas

industri utama berasal dari perikanan laut. Produk yang dihasilkan dari industri

tersebut umumnya berbentuk ikan kalengan, tepung ikan, industri cold storage

Page 47: F08mha2

dan minyak ikan. Hampir keseluruhan industri di Muncar tidak memiliki IPAL

yang memadai sehingga limbah hasil proses langsung dibuang ke saluran

pembuangan air yang bermuara di laut.

Limbah keluaran industri pengolahan ikan masih mengandund sejumlah

mi nyak yang dikais dan diolah kembali oleh penduduk sekitar pabrik. Minyak

dari limbah ini masih sangat kotor karena banyak pengotor-pengotor yang ikut

terambil dari saluran pembuangan air. Minyak yang dikais dari selokan kemudian

dikumpulkan oleh para pengumpul minyak dan diproses kembali.

Jenis minyak ikan yang diproses oleh para pengumpul berasal dari ikan

lemuru, ikan layang, tongkol dan hiu. Minyak yang diperoleh dari pengais

dihargai Rp. 20.000,- untuk jerigen berukuran 20 liter. Setelah terkumpul, minyak

ini kemudian dipanaskan menggunakan drum minyak berukuran 400 liter. Bahan

bakar yang digunakan berasal dari kayu bakar kering dengan harga Rp.

150.000/m3. Peralatan untuk memasak minyak yaitu drum 400 liter dan tangki

baja berkapasitas 6000 liter. Parameter yang dipilih untuk memurnikan minyak

pada industri tersebut berpatokan pada kualitas mutu minyak ikan yang berlaku di

Muncar yang digolongkan berdasarkan warna dan kandungan asam lemak bebas

(Lampiran 15). Minyak A me memiliki kandungan asam lemak bebas kurang dari

1 persen, untuk minyak B memiliki kandungan asam lemak bebas lebih dari 1

persen dan kurang dari 10 persen, untuk minyak C memiliki kandungan asam

lemak bebas lebih besar dari 15 persen, sedangkan untuk minyak D memiliki

kandungan asam leak bebas lebih besar dari 20 persen.

Proses pemurnian minyak di Muncar meliputi pemasakan dan netralisasi

menggunakan kaustik soda. Minyak mentah dari pengais dimasak untuk

memisahkan kotoran lalu dilanjutkan ke netralisasi untuk menurunkan kandungan

asam lemak bebas pada minyak. Konsentrasi kaustik soda yang digunakan sebesar

3 kg NaOH dilarutkan ke dalam 70 kg air. Penambahan kaustik soda yang

digunakan untuk 1 persen FFA dalam satu drum sekitar 0.15 kg NaOH. Setelah

ditambahkan kaustik soda, minyak didinginkan lalu sabun hasil netralisasi

dipisahkan. Minyak hasil pemurnian digolongkan menjadi minyak A, minyak B,

minyak C dan minyak D. Harga minyak A adalah Rp. 10.000,-/kg, harga minyak

Page 48: F08mha2

B Rp. 4.000,-/kg, harga minyak C Rp. 3000,-/kg sedangkan harga minyak D Rp.

1.000,-/kg.

Minyak ikan yang sudah dimurnikan umumnya dimanfaatkan sebagai

bahan baku industri kerupuk ikan untuk minyak A dan campuran pakan ternak

untuk minyak B, C dan D. Laju produksi industri rumah tangga pengolahan

minyak ikan berkisar antara 100 drum/bulan sampai 1600 drum/bulan.

Permasalahan yang terdapat pada industri ini adalah jumlah bahan baku fluktuatif,

harga bahan pembantu yang makin mahal dan kapasitas produksi yang fluktuatif.

Page 49: F08mha2

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil karakterisasi minyak awal menunjukkan bahwa mutu dari ketiga

jenis minyak berbeda. Minyak A memiliki kadar asam lemak bebas 0.36 persen,

bilangan peroksida 2.4 serta nilai kejernihan 79.8 persen. Minyak B memiliki

kadar asam lemak bebas 14.37 persen, kadar bilangan peroksida 4.8, tingkat

kejernihan 53,2 persen. Minyak C memiliki kadar asam lemak bebas 16.27 persen,

kadar bilangan peroksida 2.6 dengan tingkat kejernihan 52.1 persen. Nilai

kejernihan ini diukur dengan menggunakan 10 kali pengenceran menggunakan

heksan sebagai pelarut.

Setelah pemurnian, pada minyak A terjadi peningkatan kadar asam lemak

bebas menjadi 0.17-0.50 persen, kadar bilangan peroksida meningkat menjadi

21.33-24.00, nilai kejernihan meningkat menjadi 93 ± 2 - 97 ± 1 persen tramisi.

Minyak B mengalami penurunan asam lemak bebas menjadi 2.72 -2.97 persen,

kadar bilangan peroksida 21.44 - 32.43, tingkat kejernihan meningkat menjadi 85

± 0 hingga 90 ± 3 persen transmisi. Minyak C memiliki kadar asam lemak bebas

13.17 - 14.16 persen, kadar bilangan peroksida 21.33 - 41.51 dengan tingkat

kejernihan 57 ± 6 - 81 ± 1 persen transmisi. Pada netralisasi dilakukan

pengukuran rendemen. Rendemen minyak A berkisar dari 92.48 persen sampai

95.72. Pada minyak B rendemen tertinggi berada pada perlakuan pemberian basa

20 oBe yaitu 86.03 persen, sedangkan yang paling rendah berada pada pemberian

basa 10 oBe yaitu 82.48 persen. Minyak C memiliki kisaran rendemen antara

74.56 persen hingga 75.63 persen. Minyak dengan kadar asam lemak yang tinggi

akan memiliki rendemen yang rendah karena asam lemak akan banyak yang

tersabunkan sedangkan minyak dengan kadar asam lemak yang rendah akan

memiliki rendemen yang tinggi.

Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada pertimbangan kandungan

asam lemak bebas, tingkat kejernihan, dan rendemen. Perlakuan terbaik untuk

minyak A adalah netralisasi dengan konsentrasi basa 20 oBe dan pemucatan

dengan menggunakan bleaching earth 0.6 persen dengan nilai kejernihan 97 ± 1

Page 50: F08mha2

persen transmisi. Pada minyak B kondisi terbaik diperoleh pada netralisasi dengan

konsentrasi basa 10 oBe yang menggunakan bleaching earth (0.2%) sebagai

pemucat dengan nilai kejernihan 89.7 persen. Pada minyak C kondisi terbaik

diperoleh pada netralisasi dengan konsentrasi basa 20 oBe yang menggunakan

bleaching earth (0.2%) sebagai pemucat dengan nilai kejernihan 81.0 persen

transmisi.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan bahan pemucat selain

arang aktif dan bleaching earth misalnya bentonit, atapulgit, dan zeolit

2. Minyak ikan setelah pemucatan tetap memiliki bau amis yang sudah

berkurang kepekatannya oleh karena itu perlu dilakukan proses

deodorization untuk menghilangkan bau amis.

Page 51: F08mha2

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, A.J.C. dan P.N. Williams. 1962. Refining of Oils and Fats For Edible Purposes. Pergamon Press. McMilland Company. New York

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Int., Washington.

Anonim. 1974. Ekstra Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and fats processing.Vol 2. Interstamps House. Raly. hal : 101 - 168.

Darsini, F. 1998. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kaustik Soda (NaOH) Pada Proses Netralisasi Lemak Tengkawang Terhadap Sifat Fisiko Kimia Lemak Netral yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Edward, H.G.Jr. 1967. Fatty Acid Composition. Di dalam Stansby, M.E. Fish Oils, Their Chemistry, Technology, Stability, Nutritional, Properties, adn Uses. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut

Hendrix, B. 1990. Neutralization I. Theory and Practice of Conventional Caustic (NaOH) Refining. Di dalam: Erickson, D.R. (Ed.). 1990. Edible Fats and Oils Processing Basic Principles and Modern Practices. World Conference Proceedings. American Oil Chemists, Illnois, USA. p : 94 -100.

Jacobs, M. B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products. Vol 3, 2nd ed. Interscience Publishers Inc., Nev., York and London.

Kirk, R.E. and D.F. Othmer. 1985. Consice Encyclopedia of Chemical Technology. John wiley and Sons Inc, New York.

Ketaren, S. 1985. Teknologi Minyak dan Lemak. UI Press. Jakarta.

Priatna. K.Y dan Rukiah 1982. Prospek Pemakaian Diatome, Bentonit dan Karbon Aktif Sebagai Penjernih Minyak Sawit. Laporan Teknik Pengembangan no.74. Departmen Pertambangan dan Energi, Dirjen Pertambangan Umum. Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Jakarta.

Priatna, K.Y dan Rukiah. 1990. Studi Pendahuluan Kemungkinan Pemanfaatan Diatome Asal Solo Sebagai Adsorbat Air Nira. Di dalam Buletin PPTM. Vol (XII) No 2. Bandung

Rina. 1993. Mempelajari Cara Pemucatan dan Pengaruh Bahan Pemucat Terhadap Warna Serta Sifat Fisiko Kimia Minyak Kenanga (Canangizon odoratuni Baill). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sonntag, N.O.V 1982. Composition and Characteristic of Individual fats and Oils. Di dalam Swern, D. (ed). Bailey's Industrial Oil and Fats Product. Vol 1-4th, John Wiley and Son. New York. P : 1-183.

Page 52: F08mha2

Stansby, M.E. 1982. Properties of Fish Oils, Their Application to Handling of Fish and to Nutritional and Industrial Uses. Di dalam Martin et.al., Chemistry and biochemistry of Marine Food product. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. p : 3 - 30.

Swern. D. 1979. Bailey's Industrial Oil and Fat Products. Vol. I. 4th ed. John Wiley and Sons, New York.

Theressa. S. 1999. Kajian Teknik Pemucatan Lemak tengkawang (Shorea spp. ) Dengan menggunakan Adsorben. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thieme, J.G. 1968. Coconut Oil Processing. Agriculture DevelopMent Paper -FAO, Rome. P : 184 –186.

Wanasundara, U.N. dan E. Sahidi. 1995. Storage Stability of Microencapsulation Seal Blubber Oil. J. Food Lipid (2):73-86

Weiss, J.T. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publishing, Westport, Connecticut.

Page 53: F08mha2

LAMPIRAN

Page 54: F08mha2

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak

Pemanasansampai 70 CO

Penambahan Air Panas

Pemisahan

Pemisahan minyakdari air dan gum

DEGUMMINGMinyak Kasar

Minyak Hasil degumming

Penambahan kaustik soda

Pengadukan 2 menit

Tambahkan Air Panas

Pemisahan minyakdari air dan sabun

Pemanasansampai 80-90 CO

Pencucian hingga air buangan netral

NETRALISASI

Minyak Hasil Netralisasi

Pemanasansampai 100 CO

Penambahan bahan pemucat

Pengadukan 10 menit dandidiamkan 5 jam

Penyaringan

Minyak Murni

PEMUCATAN

Pemisahan

Page 55: F08mha2

Lampiran 2. Prosedur Uji Sifat Fisiko Kimia Minyak

1. %FFA (AOAC, 1995)

Sebanyak 10 gram minyak ditambahkan 25 ml alkohol 95% netral

(erlenmeyer 200ml), panaskan di dalam penangas air selama 10 menit, kemudian

campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Setelah itu campuran

tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna pink yang

tidak hilang dalam 10 detik.

A × N × M %FFA =

10G

A = Jumlah titrasi KOH (ml)

N = Normalitas KOH

G = gram contoh

M = Bobot molekul asam lemak dominan(Asam Clupanodoat = 330 untuk

minyak lemuru)

Membuat alkohol netral :

1. Buat air suling bebas C02 (Didihkan aquades lalu dinginkan)

2. Buat larutan NaOH 50% (Larutkan 50 gram NaOH dalam air suling 100

ml)

3. Buat larutan standar NaOH 0.1 N (5,26 ml NaOH 50% ke dalam labu ukur

1000 ml dan tera dengan air suling bebas CO2, tetapkan normalitas)

2. Bilangan Peroksida(AOAC, 1995)

5 gram contoh dilarutkan ke dalam 30 ml larutan asam asetat glasial dan

kloroform (3:2). Kemudian ditambahkan KI jenuh sambil diaduk. Lalu aquades

30 ml dicampurkan. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan 3 tetes indikator kanji.

Buat blanko.

(S—B) x N x 8 x 100 Bilangan Peroksida (mg O/100 gr contoh) =

G

S = ml titer untuk contoh

B = ml titer untuk blanko

N = normalitas untuk Na2S2O3

8 = setengah dari berat molekul oksigen

G = berat contoh

Page 56: F08mha2

3. Kejernihan (AOAC, 1995)

Panjang gelombang pada spektrofotometer untuk mengukur kejernihan

minyak dipilih terlebih dahulu. Setelah itu kuvet dibersihkan dan diisi dengan

standar yang akan digunakan. Standar diukur hingga jarum skala menunjukkan

skala 100 %. Selanjutnya kuvet yang berisi standar diganti dengan kuvet berisi

minyak dan diukur kejernihan minyak dalam bentuk % transmisi. Pengukuran

dilakukan dengan pengenceran sebanyak 10 kali yaitu dengan cara

mencampurkan 1 bagian minyak (1 ml) dengan 9 bagian pelarut (9 ml). Pada

penelitian ini digunakan hexan sebagai pelarut. Pengukuran dilakukan dengan

dua kali ulangan.

Page 57: F08mha2

Lampiran 3.Uji Banding Nilai Tengah Minyak Kasar Dengan Minyak setelah Netralisasi

Minyak χ µ0 thitung ttabel (0.05)

A 0.2805 0.475 331.340** t < -2.571 dan t >-2.571

B 5,933 16.1730 2.863* t < -2.571 dan t >-2.571

C 20.757 33.759 25.523** t < -2.571 dan t >-2.571

Keterangan : * = berbeda nyata

** = berbeda sangat nyata

H0 : µ0 = µ1

H1 : µ0 ≠ µ1

Page 58: F08mha2

Lampiran 4. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan konsentrasi netralisasi pada minyak A (α = 0,05)

%FFA Minyak A I II

X std

10 Be 0.19 0.19 0.19 0 15 Be 0.19 0.19 0.19 0 20 Be 0.19 0.19 0.19 0

Source Type III Sum of

Squares dfMean Square F Sig.

Corrected Model 2.10E-005 2 1.05E-005 63.000 0.004

Intercept 0.227 1 0.227 1361889.000 0.000

KonsenNetralisasi 2.10E-005 2 1.05E-005 63.000 0.004

Error 5.00E-007 3 1.67E-007 Total 0.227 6

Corrected Total 2.15E-005 5 • F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset

KonsenNetralisasi N 1 2 3 Kelompok

Duncan 10 Be 2 0.1925 A 20 Be 2 0.1940 B 15 Be 2 0.1970 C Sig. 1.000 1.000 1.000

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 59: F08mha2

Lampiran 5. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan pada minyak A (α = 0,05)

Minyak A I II x std

Minyak Kasar 80 80.4 80.2 0.3

10 oBe 82.3 85.1 83.7 1.9

15 oBe 86.7 86.5 86.6 0.1

20 oBe 86.8 90 88.4 2.3

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 22.493 2 11.247 3.263 .177

Intercept 44617.127 1 44617.127 12945.008 .000

KonsenNetralisasi 22.493 2 11.247 3.263 .177

Error 10.340 3 3.447

Total 44649.960 6

Corrected Total 32.833 5

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset

KonsenNetralisasi N 1

Kelompok

Duncan

10 Be 2 83.7 A

20 Be 2 86.6 A

15 Be 2 88.4 A

Sig. 0.086

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 60: F08mha2

Lampiran 6. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan konsentrasi netralisasi pada minyak B (α = 0,05)

%FFA

Minyak B I II

X std

10 Be 4.67 4.38 4.53 0.20

15 Be 10.42 10.23 10.32 0.14

20 Be 15.97 15.77 15.87 0.14

Source

Type III Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model 128.763 2 64.382 2432.664 .000

Intercept 629.125 1 629.125 23771.518 .000

KonsenNetralisas

i 128.763 2 64.382 2432.664 .000

Error 0.079 3 0.026

Total 757.968 6

Corrected Total 128.843 5

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan N Subset KonsenNetralisasi

1 2 3

Kelompok

Duncan

10 Be 2 4.5255 A

15 Be 2 10.3220 B

20 Be 2 15.8720 C

Sig. 1.000 1.000 1.000

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 61: F08mha2

Lampiran 7. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan (% T) pada minyak B (α = 0,05)

Minyak B I II X std

Minyak Kasar 57 54.6 55.8 1.7

10 oBe 70 71.6 70.8 1.1

15 oBe 73 75 74 1.4

20 oBe 72.6 73.8 73.2 0.8

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 11.093 2 5.547 25.212 .013

Intercept 31682.667 1 31682.667 144012.121 .000

KonsenNetralisasi 11.093 2 5.547 25.212 .013

Error .660 3 .220

Total 31694.420 6

Corrected Total 11.753 5

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset

KonsenNetralisasi N 1 2

Kelompok

Duncan

10 Be 2 70.8 A

20 Be 2 73.2 B

15 Be 2 74.0 B

Sig. 1.000 .187

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 62: F08mha2

Lmpiran 8. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan konsentrasi netralisasi pada minyak C (α = 0,05)

%FFA

Minyak C I II

X std

10 Be 15.84 15.74 15.79 0.07

15 Be 11.48 11.58 11.53 0.07

20 Be 11.68 11.68 11.68 0

Source

Type III Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model 12.960 2 6.480 5.492 .099

Intercept 32856.000 1 32856.000 27844.068 .000

KonsenNetralisas

i 12.960 2 6.480 5.492 .099

Error 3.540 3 1.180

Total 32872.500 6

Corrected Total 16.500 5

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata •

Duncan Subset

KonsenNetralisasi N 1 2

Kelompok

Duncan

15 Be 2 11.5335 A

20 Be 2 11.6820 A

10 Be 2 15.7905 B

Sig. .081 1.000

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 63: F08mha2

Lampiran 9. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan (% T) pada minyak C (α = 0,05)

Minyak C I II X std

Minyak Kasar 55 53.8 54.4 0.8

10 oBe 75.2 72.8 74 1.7

15 oBe 74.7 76.9 75.8 1.6

20 oBe 70.6 73.8 72.2 2.3

Source

Type III Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model 12.960 2 6.480 5.492 .099

Intercept 32856.000 1 32856.000

27844.06

8 .000

KonsenNetralis

asi 12.960 2 6.480 5.492 .099

Error 3.540 3 1.180

Total 32872.500 6

Corrected Total 16.500 5

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset

KonsenNetralisasi N 1 2

20 Be 2 72.2

10 Be 2 74.0 74.0

15 Be 2 75.8

Sig. .196 .196

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 64: F08mha2

Lampiran 10. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan (% T) pada minyak A pada Tahap Bleaching (α = 0,05)

Minyak A I II X std

0.2 Ar 94 91.2 92.6 2.0

0.6 Ar 92 93.4 92.7 1.0

1 Ar 93.2 94 93.6 0.6

0.2 B 95.4 96.4 95.9 0.7

0.6 B 96.8 97.8 97.3 0.7

1 B 90.6 88.2 89.4 1.7

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 76.857(a) 5 15.371 10.135 .007

Intercept 105094.083 1 105094.083 69292.802 .000

Bleaching 76.857 5 15.371 10.135 .007 Error 9.100 6 1.517 Total 105180.040 12 Corrected Total 85.957 11

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset Bleaching

N 1 2 3 4

1 B 2 89.400 0.2 Ar 2 92.600 0.6 Ar 2 92.700 1 Ar 2 93.600 93.600 0.2 B 2 95.900 95.900 0.6 B 2 97.300 Sig. 1.000 .461 .111 .299

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak

berbeda nyata • Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor

berbeda nyata

Page 65: F08mha2

Lampiran 11. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan (% T) pada minyak B pada Tahap Bleaching (α = 0,05)

Minyak B I II Rata-rata stdev 0.2 Ar 85.2 85.2 85.2 0 0.6 Ar 85.8 86 85.9 0.1 1 Ar 85 87.4 86.2 1.7 0.2 B 87.6 91.8 89.7 3.0 0.6 B 86 86.4 86.2 0.3 1 B 88 87.6 87.8 0.3

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 26.987 5 5.397 2.726 .127

Intercept 90480.333 1 90480.333 45697.138 .000

Bleaching 26.987 5 5.397 2.726 .127 Error 11.880 6 1.980 Total 90519.200 12 Corrected Total 38.867 11

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata • F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset Bleaching

N

1 2

0.2 Ar 2 85.200

0.6 Ar 2 85.900

1 Ar 2 86.200 86.200

0.6 B 2 86.200 86.200

1 B 2 87.800 87.800

0.2 B 2 89.700

Sig. .131 .056

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak

berbeda nyata • Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor

berbeda nyata •

Page 66: F08mha2

Lampiran 12. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kejernihan (% T) pada minyak C pada Tahap Bleaching (α = 0,05)

Minyak C I II Rata-rata Std

0.2 Ar 79.2 79.8 79.5 0.4

0.6 Ar 68.4 75.2 71.8 4.8

1 Ar 78.4 67.8 73.1 7.5

0.2 B 80.2 81.8 81 1.1

0.6 B 66.2 72.4 69.3 4.4

1 B 53 61 57 5.7

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 741.550(a) 5 148.310 6.742 .019

Intercept 62121.630 1 62121.630 2824.138 .000

Bleaching 741.550 5 148.310 6.742 .019 Error 131.980 6 21.997 Total 62995.160 12 Corrected Total 873.530 11

• F hitung > F tabel : berpengaruh nyata

• F hitung > F tabel : tidak berpengaruh nyata

Duncan Subset

Bleaching N 1 2

1 B 2 57.000

0.6 B 2 69.300

0.6 Ar 2 71.800

1 Ar 2 73.100

0.2 Ar 2 79.500

0.2 B 2 81.000

Sig. 1.000 .057

• Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

Page 67: F08mha2

• Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

Page 68: F08mha2

Lampiran 13. Foto Minyak Murni

Minyak A 20 oBe Minyak B 10 oBe

Minyak C 20 oBe

Page 69: F08mha2

Lampiran 14. Foto Minyak Dengan Pemurnian Lanjutan Minyak A Minyak C

Minyak B

Page 70: F08mha2

Lampiran 15. Standar Mutu Minyak yang Berlaku di Muncar

Jenis Minyak % FFA Penampakan Fisik

Minyak A < 1 cair dan jernih berwarna

kemerahan

Minyak B 1< x< 10 cair dan jernih berwarna kehitaman

Minyak C > 15 Cair dan keruh berwarna kehitaman

Page 71: F08mha2

Lampiran 16. Analisis Biaya Kasar Pemurnian Minyak A, B dan C Bahan Baku Minyak A (Rp. 10.000 ,- / kg) Minyak B (Rp. 4.000 ,- / kg) Minyak C (Rp. 3.000 ,- / kg) Bahan Kimia Kaustik soda (NaOH teknis) (Rp. 6.000,- /kg) Arang aktif teknis (Rp. 15.000,- / kg) Bleaching earth teknis (Rp. 7.500,- / kg) Alat Kain saring (Rp. 5.000,- / m2) Drum minyak (Rp. 25.000,-/ buah) Perhitungan Kasar ( Basis = 1 kg minyak)

• Minyak A (FFA = 0. 36 persen)

Minyak A/kg Rp. 10.000,- Netralisasi (NaOH= 50 gr) * Rp 300,- Pemucatan (BE= 6 gram) * Rp. 45,- Rp.10.345,-

• Minyak B (FFA = 14.37 persen)

Minyak B/kg Rp. 4.000,- Netralisasi (NaOH= 380 gr) * Rp 2.280,- Pemucatan (BE= 2 gram) * Rp. 15,-

Rp. 6.295,-

• Minyak C (FFA = 16.26 persen)

Minyak C/kg Rp. 3.000,- Netralisasi (NaOH= 500 gr) * Rp 3.000,- Pemucatan (BE= 2 gram) * Rp. 15,-

Rp. 6.015,- *berdasarkan perlakuan terbaik untuk minyak A,B dan C

Page 72: F08mha2

Lampiran 17. Perhitungan Kebutuhan NaOH untuk Netralisasi

Jumlah Contoh = 300 gram

Jumlah Asam Lemak Bebas = (12.35/100) x 300 = 37.05 gram

Jumlah NaOH untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas (sebagai asam oleat) :

= 0.142 kg NaOH = 142 gram NaOH

Jumlah NaOH untuk menetralkan 37.05 gram (sebagai asam oleat) asam lemak

bebas = (37.05/1000) x 142 = 5.2611 gram

Ekses NaOH 0.15 % = (0.15/100) x 300 = 0.45

Total NaOH = 0.45 + 5.2611 = 5.711

NaOH 10 oBe = 7.0 gr NaOH/100 ml aquades

• Larutan NaOH 10 oBe yang diperlukan untuk menetralkan 37.05 gram asam

lemak bebas :

= (5.71 / 7) x 100 = 81.59 ml NaOH 10 oBe

• Larutan NaOH 15 oBe yang diperlukan untuk menetralkan 37.05 gram asam

lemak bebas :

= (5.71 / 13.5) x 100 = 42.30 ml NaOH 15 oBe

• Larutan NaOH 20 oBe yang diperlukan untuk menetralkan 37.05 gram asam

lemak bebas :

= (5.71 / 16.7) x 100 = 34.20 ml NaOH 20 oBe