f08anu.pdf
TRANSCRIPT
![Page 1: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/1.jpg)
ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA
SISTEM JUST IN TIME
DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS
(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)
Oleh :
AGUNG NUGROHO
F34104071
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
![Page 2: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/2.jpg)
ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA
SISTEM JUST IN TIME
DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS
(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUNG NUGROHO
F34104071
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
![Page 3: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/3.jpg)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA
SISTEM JUST IN TIME
DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS
(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUNG NUGROHO
F34104071
Tanggal Lulus : Agustus 2008
Bogor, Agustus 2008
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Machfud, MS NIP. 130682670
![Page 4: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/4.jpg)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Agung Nugroho yang dilahirkan di
Bogor tanggal 23 Agustus 1986 dan merupakan anak
pertama dari Bapak dan Ibu bernama Rohadi dan Popon
Sulastri. Penulis memiliki dua orang adik bernama Dwi
Rahayu Widiastuti dan Tiara Maulia Rizkiany.
Latar belakang pendidikan penulis dimulai dari TK
Melati pada tahun 1991-1992, SDN Cipayung 1 Bogor pada tahun 1992-1998,
SMPN 1 Ciawi Bogor pada tahun 1998-2001, SMUN 3 Bogor pada tahun 2001-
2004, dan terakhir Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004-2008. Penulis
berhasil diterima untuk menjadi mahasiswa Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjalankan kuliah, mahasiswa aktif mengikuti keorganisasian
sebagai kepala bidang kesejahteraan mahasiswa DPM Fateta IPB, Staf Public
Relation Himalogin IPB, dan terakhir menjadi kepala badan khusus Himalogin
IPB.
Penulis telah menjalankan praktek lapang di PT. Sugizindo dengan judul
“Mempelajari Aspek Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan di PT.
Sugizindo” pada tahun 2007 dan melakukan penelitian di PT. Nippon Indosari
Corpindo dengan judul “Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time
dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di PT. Nippon Indosari
Corpindo)” pada tahun 2008.
![Page 5: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/5.jpg)
Agung Nugroho. F34104071. Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di PT. Nippon Indosari Corpindo). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Machfud, MS
RINGKASAN
PT. Nippon Indosari Corpindo sebagai industri bakery dengan merek dagang Sari Roti dan Boti, telah menerapkan sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing yaitu sistem Just In Time dengan menyediakan produk yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi permintaan konsumen.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo yang dihubungkan dengan konsep dan teori sistem Just In Time, mengetahui kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time, serta menganalisis faktor yang paling mempengaruhi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja sistem Just In Time dalam peningkatan kinerja perusahaan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) secara langsung terhadap cara kerja produksi dan penerapan Just In Time di perusahaan. Wawancara dilakukan dengan alat bantu kuesioner tertutup berupa perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Hasil pendapat responden dianalisis dengan metode Analytic Network Process (ANP).
Pelaksanaan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo memperhatikan faktor dan elemen Just In Time dengan penyesuaian. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa elemen yang tidak diterapkan yaitu elemen adanya dukungan untuk peningkatan Just In Time kepada pemasok dalam faktor supplier; elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan peralatan dalam faktor layout; elemen penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke) dan penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality management; elemen adanya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan seluruh peralatan dan mesin dalam faktor preventive maintenance; serta elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja dan sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment) dalam faktor employee empowerment. Elemen-elemen yang tidak relevan tersebut tidak diikutsertakan dalam penyusunan kerangka Analytical Network Process (ANP) yang diperlukan untuk menganalisis bobot dan prioritas faktor dan elemen yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo.
Pengukuran kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sistem Just In Time dilakukan berdasarkan aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas. Kinerja kualitas yang belum optimal tercermin dari terjadinya peningkatan loss produksi rata-rata (pada bulan Januari dan Februari 2008) untuk roti tawar spesial sebesar 3,34% (σ = 1,16%) menjadi 4,42% (σ = 3,60%), roti sobek coklat sebesar 5,63% (σ = 2,55%) menjadi 6,83% (σ = 4,58%) dan roti tawar kupas sebesar 4,51% (σ = 9,04%) menjadi 7,25% (σ = 12,51%). Peningkatan loss produksi secara umum menunjukkan upaya untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai nilai serendah mungkin atau berorientasi zero defect (0%) belum terlaksana dengan baik. Tingkat persediaan rata-rata bahan baku yang termasuk ke
![Page 6: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/6.jpg)
dalam kelas A seperti tepung terigu CKE adalah 70.560 kg (σ = 13685 kg), Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat sebesar 5404 kg (σ = 1827 kg), gula pasir sebesar 9864 kg (σ = 3678 kg), dan filler coklat sebesar 6913 kg (σ = 2187 kg). Tingkat persediaan yang berfluktuasi dari setiap bahan baku menunjukkan pencapaian kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum (berada dalam tingkat buffer stock yang ditetapkan) belum sepenuhnya tercapai. Pengukuran produktivitas tenaga kerja plant roti tawar menunjukkan nilai yang masih dibawah potensi maksimum (118,359 pcs/orang.jam), namun mengalami peningkatan setiap bulannya. Produktivitas tenaga kerja rata-rata plant roti tawar sebesar 98,608 pcs/orang.jam (σ = 10,121) di bulan Januari 2008, sebesar 102,676 pcs/orang.jam (σ = 12,530) di bulan Februari 2008, dan sebesar 103,462 pcs/orang.jam (σ = 12,941) di bulan Maret 2008. Hal tersebut menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja terus dilakukan untuk mencapai produktivitas setinggi mungkin dalam menghasilkan output yang optimum.
Analisis ANP untuk faktor penentu kinerja sistem Just In Time menunujukkan hasil bahwa faktor schedulling memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time dengan menempati peringkat pertama (bobot 0.27590), kemudian diikuti oleh faktor employee empowerment (bobot 0.21713), faktor layout (bobot 0.17055), faktor supplier (bobot 0.14259), faktor inventory (bobot 0.09411), faktor preventive maintenance (bobot 0.05439), dan faktor quality management menempati peringkat terakhir (bobot 0.04534).
Faktor-faktor tersebut terdiri atas elemen-elemen yang saling berhubungan dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time. Dalam faktor schedullimg, jadwal campur merata menempati peringkat pertama (bobot 0.50517), jadwal terkomunikasikan kepada pemasok pada peringkat kedua (bobot 0.28219) dan pembekuan jadwal yang dekat dengan jatuh tempo menempati peringkat ketiga (bobot 0.21264). Faktor employee empowerment berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem Just in Time dengan dilakukannya pelatihan silang (cross training) pada peringkat pertama (bobot 0.53462) dan pelatihan (training) pada peringkat kedua (bobot 0.46538). Faktor layout memiliki elemen work cell untuk produk sejenis yang berpengaruh pada peringkat pertama (bobot 0.49744), jarak antar sel yang pendek yang menjadi peringkat kedua (bobot 0.35212) dan elemen tempat kecil persediaan WIP pada peringkat ketiga (0.15044). Faktor supplier terdiri atas elemen peningkatan frekuensi pengiriman dengan jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman (peringkat pertama, bobot 0.37427), adanya kontrak jangka panjang antara perusahaan dengan pemasok (peringkat kedua, bobot 0.35552), dan lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik (peringkat ketiga, bobot 0.27021). Elemen-elemen dari faktor inventory yaitu tingkat persediaan minimum (peringkat pertama, bobot 0.32625), waktu set up yang singkat (peringkat kedua, bobot 0.29665), ukuran lot yang kecil (peringkat ketiga, bobot 0.19797), pengurangan variabilitas (peringkat keempat, bobot 0.11887), dan terakhir yaitu sistem tarik (pull sistem) (peringkat kelima, bobot 0.03424). Elemen utama yang menjadi titik perhatian pada faktor prevetive maintenance adalah elemen pemeliharaan rutin harian (peringkat pertama, bobot 0.58622) dan elemen lainnya yaitu jadwal pemeliharaan yang tersusun (peringkat kedua, bobot 0.41378). Elemen dalam faktor quality management yaitu pengendalian mutu
![Page 7: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/7.jpg)
dalam setiap tahapan proses (peringkat pertama, bobot 0.75001) dan penggunaan lampu tanda (andon) dalam lini produksi (peringkat kedua, bobot 0.24999).
Faktor schedulling dengan elemen jadwal campur merata perlu dikendalikan dengan lebih ketat agar kinerja sistem Just In Time dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Jadwal campur merata yang lebih baik dapat meningkatkan kemampuan untuk berproduksi menggunakan tingkat persediaan yang minimum sesuai dengan jumlah produk yang diminta konsumen secara tepat waktu dengan kualitas terbaik. Selain itu, faktor yang juga perlu lebih diperhatikan adalah faktor employee empowerment khususnya elemen pelatihan silang (cross training). Pelatihan silang menciptakan motivasi dan menghilangkan tingkat kejenuhan dalam bekerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat meningkat. Dengan implementasi elemen-elemen yang paling berpengaruh tersebut secara lebih konsisten dan berkelanjutan, diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing (competitive advantages).
![Page 8: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/8.jpg)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Faktor Penentu Kinerja
Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di
PT. Nippon Indosari Corpindo).
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan dan arahan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sampai tersusunnya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Aji Hermawan, MM dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi sebagai dosen
penguji ujian skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi
ini.
3. Bapak Yusuf Hadi sebagai General Manager PT. Nippon Indosari Corpindo
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di
perusahaan.
4. Bapak Leo Ginting dan Ibu Wahyuni sebagai Manager SCM dan Supervisor
PPIC yang memberikan bimbingan dan arahan selama penulis melakukan
penelitian di perusahaan.
5. Ibu Myriana sebagai Manager HRD & GA, Ibu Ika sebagai Supervisor HRD,
Bapak Marlan sebagai Manager Produksi, Bapak Sandy sebagai Supervisor
Produksi, Bapak Mardjono sebagai Supervisor Teknik, Ibu Restu sebagai
Manager PDQA, Bapak Irwan sebagai Manager QA, Bapak Doni sebagai
Supervisor FG Warehouse, atas wawancara, bantuan dalam pengisian
kuesioner, serta bimbingan selama penulis melakukan penelitian.
6. Ibu Ria, Bapak Sandiwan, Bapak Jarwo, Bapak Jamal, dan seluruh karyawan
PT. Nippon Indosari Corpindo yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
![Page 9: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/9.jpg)
ii
7. Rekan-rekan di mailist IPOMS yang sedikit banyak memberikan pencerahan
mengenai topik penelitian ini.
8. Bapak, Mama, serta Uwi dan Tiara yang ku sayangi dan mendukung penulis
selama penulis menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
9. “My Hunihun” Ade Yusriyanti yang telah memberikan semangat,
mengarahkan, dan menemani dengan tulus hati hingga penulis memperoleh
lentera yang menerangi seluruh horison di depan mata.
10. Nanang Taryana dan Dyna Puspita sebagai rekan satu bimbingan yang juga
memberikan motivasi dalam pelaksanaan penelitian ini. Wahyu (TIN 42) yang
memberikan saran mengenai penelitian yang dilakukan. Terima kasih banyak.
11. Rendy Drumz, Reynaldi, Om He’rnawan, Doni, Bobby, Hidea, Aang Zen,
Wahyu, Farid Machfudz, Say, Alto, Anne, Mie, Otiz, Bimo, Eko, Ayu, Radit,
Bayu, dan seluruh teman-teman di TIN 41 yang selama 4 tahun ini kita berada
dalam kebersamaan yang tak kan pernah terlupakan.
12. Jamal (TPG 41), Indri (TPG 41), dengan keceriaan dan sapaan hangat dalam
menjalani keseharian dalam gemises raya.
Seluruh butir semangat telah membuahkan buah yang manis rasanya,
namun masih diperlukan adanya penambahan garam dari kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi
semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2008
Penulis
![Page 10: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/10.jpg)
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Ruang Lingkup..................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................ .... 3
D. Manfaat ............................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Just In Time .............................................................................. 4
1. Faktor Supplier......................................................................... 5
2. Faktor Inventory....................................................................... 6
3. Faktor Schedulling ................................................................... 8
4. Faktor Layout ........................................................................... 9
5. Faktor Quality Management .................................................... 10
6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 13
7. Faktor Employee Empowerment.............................................. 14
B. Kinerja Sistem Just In Time................................................................. 15
C. Proses Jejaring Analitik / Analytic Network Process (ANP)................ 16
D. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 18
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran............................................................................. 20
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 21
C. Penentuan Data dan Sumber Data........................................................ 21
D. Metode Pengumpulan Data.................................................................. 22
E. Analisis Data ........................................................................................ 23
![Page 11: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/11.jpg)
iv
IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................... 30
B. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu Perusahaan......................................... 31
C. Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................... 32
D. Lokasi dan Tata Letak Pabrik .............................................................. 33
E. Ketenagakerjaan................................................................................... 33
F. Proses Produksi ................................................................................... 34
G. Distribusi Finished Goods ................................................................... 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Produksi PT. Nippon Indosari Corpindo.................................. 41
B. Penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo .................. 42
1. Faktor Supplier......................................................................... 42
2. Faktor Inventory....................................................................... 50
3. Faktor Schedulling ................................................................... 56
4. Faktor Layout ........................................................................... 62
5. Faktor Quality Management .................................................... 64
6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 68
7. Faktor Employee Empowerment.............................................. 71
C. Kinerja Perusahaan dengan Penerapan Sistem Just In Time................ 74
1. Kinerja Kualitas......................................................................... 75
2. Tingkat Persediaan ..................................................................... 77
3. Produktivitas.............................................................................. 81
D. Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time ....................................... 83
1. Faktor Schedulling ................................................................... 88
2. Faktor Employee Empowerment.............................................. 92
3. Faktor Layout ........................................................................... 94
4. Faktor Supplier......................................................................... 97
5. Faktor Inventory....................................................................... 100
6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 105
7. Faktor Quality Management .................................................... 108
![Page 12: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/12.jpg)
v
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 112
B. Saran .................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 116
LAMPIRAN
![Page 13: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/13.jpg)
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty. .... 23
Tabel 2. Nilai Random Index .......................................................................... 25
Tabel 3. Produk PT. Nippon Indosari Corpindo .............................................. 34
Tabel 4. Standar Proses Mixing Roti Tawar .................................................... 36
Tabel 5. Standar Proses Make Up Roti Tawar................................................. 37
Tabel 6. Standar Proses Pengemasan Roti Tawar............................................ 38
Tabel 7. Standar Dimensi Produk Roti Tawar ................................................. 39
Tabel 8. Finished Goods Pareto ...................................................................... 60
Tabel 9. Schedule Maintenance Berdasarkan HACCP Plan............................ 70
Tabel 10. Presentase Loss Produksi untuk Produk Pareto ............................... 76
Tabel 11. Man Power Produksi Roti Tawar Line 1 dan 2................................ 82
Tabel 12. Produktivitas tenaga kerja plant Roti Tawar (Januari-Maret 2008). 82
Tabel 13. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor penentu kinerja JIT........... 88
Tabel 14. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Schedulling....................... 89
Tabel 15. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Employee Empowerment . 92
Tabel 16. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Layout............................... 95
Tabel 17. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Supplier ............................ 98
Tabel 18. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Inventory .......................... 100
Tabel 19. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Preventive Maintenance ... 105
Tabel 20. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Quality Management ........ 108
![Page 14: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/14.jpg)
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ilustrasi jadwal campur merara (bertingkat) ................................... 9
Gambar 2. Contoh Lampu Tanda (Andon) ....................................................... 11
Gambar 3. Contoh Anti Kesalahan (Poka Yoke)............................................... 12
Gambar 4. Perbedaan Hirearki dan Jaringan (Network) ................................... 17
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................... 21
Gambar 6. Kerangka ANP ............................................................................... 29
Gambar 7. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Baku...................... 43
Gambar 8. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Etiket Lembar................... 44
Gambar 9. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Etiket Roll ........................ 45
Gambar 10. Grafik Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE........................... 78
Gambar 11. Grafik Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat 79
Gambar 12. Grafik Tingkat Persediaan Gula Pasir........................................... 79
Gambar 13. Grafik Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F .................... 80
Gambar 14. Dialog Perbandingan Berpasangan Software Superdecision 1.6.0 85
Gambar 15. Hasil Sintesis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time.......... 85
Gambar 16. Prioritas Faktor dan Elemen Sistem Just In Time ......................... 86
Gambar 17. Bobot Faktor dan Elemen serta Pengaruh Antar Elemen yang
Dominan........................................................................................ 87
Gambar 18. Ilustrasi Tingkat Persediaan Minimum Mengurangi Variabilitas . 104
![Page 15: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/15.jpg)
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Perbandingan Berpasangan ......................................... 118
Lampiran 2. Struktur organisasi........................................................................ 132
Lampiran 3. Denah tata letak (layout) pabrik ................................................... 133
Lampiran 4. Klasifikasi ABC ........................................................................... 134
Lampiran 5. Lead time, buffer stock, frekuensi pengiriman material ............... 136
Lampiran 6. Form permintaan material ............................................................ 138
Lampiran 7. Form Order To Production (OTP) ............................................... 142
Lampiran 8. Loss produksi untuk produk pareto .............................................. 145
Lampiran 9. Unweight supermatrix .................................................................. 146
Lampiran 10. Weight supermatrix..................................................................... 148
Lampiran 11. Limiting matrix ........................................................................... 150
![Page 16: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/16.jpg)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya industri di Indonesia dan
meningkatnya persaingan secara global, perusahaan harus mampu
memenuhi permintaan pasar yang menginginkan barang yang berkualitas
tinggi dan pada saat yang dibutuhkan. Perkembangan yang terjadi
menyangkut hal-hal antara lain : pertama, persaingan industri yang semakin
kompetitif dengan banyaknya perusahaan khususnya yang berasal dari Asia
bergabung dalam persaingan global. Kedua, tuntutan konsumen yang rumit
dan semakin banyak serta menuntut harga yang murah, mutu tinggi untuk
setiap produk yang ditawarkan, penyerahan tepat waktu dan sesuai dengan
keinginan mereka. Ketiga, daur hidup produk yang sangat pendek seiring
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar.
Keempat, tren perekonomian dunia yang mengalami perubahan. Kelima,
tuntutan stockholders yang menuntut pengembalian yang tinggi dalam
investasi dan perusahan yang ROI-nya rendah tidak dapat memperoleh
modal yang cukup untuk investasi di masa depan. Terakhir, kemajuan
dalam bidang teknologi informasi terjadi begitu cepat. Perusahaan-
perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu memenuhi
kepuasan pelanggan, mengembangkan produk tepat waktu, mengeluarkan
biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahan produk, serta
mengelola industri secara cermat dan fleksibel (Watanabe, 2001).
Dalam menghadapi persaingan global ini, sistem mass production
yang memproduksi produk dalam jumlah besar telah bergeser menjadi
sistem produksi Just In Time yang memproduksi output yang diperlukan,
pada waktu yang tepat, dalam jumlah sesuai kebutuhan, dengan
mengurangi segala bentuk pemborosan, sehingga dapat menciptakan
keuntungan bagi perusahaan. Sistem produksi Just In Time memiliki tujuan
untuk dapat memproduksi produk dengan kualitas terbaik, ongkos
termurah, dan pengiriman pada saat yang tepat. Dengan sistem Just In
Time, perusahaan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kegiatan-
![Page 17: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/17.jpg)
2
kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue added activities) sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sistem Just In Time telah
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia, seperti Toyota
Motor Company di Jepang, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and
Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem ini tidak hanya dapat diterapkan di
perusahaan manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan di jenis perusahaan
lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di Indonesia, terdapat
beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just In
Time dan telah berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi
biaya, dan meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya.
PT. Nippon Indosari Corpindo merupakan suatu industri pangan
yang memproduksi produk dengan karakteristik umur simpan yang singkat.
Dengan demikian, kecepatan dan ketepatan dalam hal pengadaan bahan
baku, produksi, sampai distribusi sangatlah diperlukan. Perusahaan ini telah
menerapkan Supply Chain Management yang merupakan konsep atau
mekanisme dalam koordinasi, kooperasi, dan kolaborasi antar supplier,
manufaktur, dan channel dari distribusi dan ritel. Menurut Watanabe
(2001), konsep Just In Time merupakan konsep SCM yang paling awal.
Sistem SCM merupakan kombinasi dari konsep Just In Time dengan
genetic algorithm, Theory of Constraint (TOC) dan internet (Information
Technology). Sistem Just In Time perlu diterapkan dengan baik sebagai
bagian dari sistem SCM yang diterapkan oleh perusahaan.
Menurut berbagai pustaka mengenai sistem Just In Time, diketahui
bahwa untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time
terdapat beberapa faktor antara lain supplier (pemasok), layout (tata letak),
inventory (persediaan), schedulling (penjadwalan), preventive maintenance
(pemeliharaan pencegahan), quality management (manajemen kualitas), dan
employee empowerment (pemberdayaan pekerja). Faktor-faktor tersebut
terdiri atas elemen-elemen yang saling berkaitan. Faktor dan elemen sistem
Just In Time yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage)
dalam menghadapi persaingan global.
![Page 18: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/18.jpg)
3
B. Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor penentu kinerja
sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Ruang lingkup faktor
dan elemen yang diteliti merupakan faktor dan elemen yang berkaitan
dengan sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan.
Pengamatan (observasi) dan pengambilan data perusahaan hanya
berkaitan dengan pelaksanaan produksi di salah satu plant produksi yaitu
plant roti tawar. Pengambilan data yang berkaitan dengan persediaan bahan
baku yang digunakan dibatasi hanya untuk persediaan yang termasuk dalam
kelas A (prioritas pertama berdasarkan tingkat penggunaan). Selain itu,
pengambilan data yang berkaitan dengan produk (finished goods) dibatasi
hanya untuk produk yang termasuk kelas pareto (prioritas pertama untuk
diproduksi karena memiliki tingkat permintaan yang tinggi).
C. Tujuan
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari
Corpindo yang dihubungkan dengan konsep dan teori sistem Just In
Time.
2. Mengetahui kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time.
3. Menganalisis faktor yang paling mempengaruhi dan seberapa besar
pengaruhnya terhadap kinerja sistem Just In Time dalam peningkatan
kinerja perusahaan.
D. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Peningkatan kinerja perusahaan secara berkelanjutan dengan
pelaksanaan sistem Just In Time secara menyeluruh dan konsekuen.
2. Memberikan rekomendasi kebijakan bagi perusahaan untuk lebih
memperhatikan faktor yang menjadi prioritas penentu kinerja sistem
Just In Time serta faktor dan elemen lain yang mempengaruhinya.
3. Menjadi suatu informasi dan referensi bagi ilmu pengetahuan dan
penelitian lainnya tentang pengaruh faktor-faktor dan elemen-elemen
sistem Just In Time.
![Page 19: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/19.jpg)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Just In Time
Titik awal sistem Just In Time adalah keadaan bangsa Jepang yang
kekurangan sumber daya alam, yang memaksa untuk melakukan impor
termasuk bahan pangan dengan harga yang tinggi. Hal ini membuat industri di
Jepang berusaha maksimal untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan
nilai tambah yang tinggi dengan biaya yang serendah mungkin dibandingkan
negara lain (Sugimori, dkk, 1977).
Kiichiro Toyoda, pendiri Toyota Automobile Business, menciptakan
konsep Just In Time sekitar tahun 1930-an. Idenya dipengaruhi dari perjalanan
studinya ke pabrik Ford di Michigan untuk melihat industri mobil dan juga
melihat sistem supermarket AS yang menggantikan barang-barang di rak
segera setelah pelanggan membelinya. Setelah Eiji Toyoda, chairman Toyota
Motor Manufacturing, mengunjungi pabrik Ford, maka Taiichi Ohno,
manager produksi pabrik, diberikan tugas untuk meningkatkan proses
manufaktur Toyota sehingga diperlukan suatu penyesuaian proses manufaktur
Ford untuk secara simultan mencapai kualitas yang tinggi, biaya yang rendah,
lead time yang singkat, dan fleksibilitas. Dengan menerapkan prinsip Jidoka
dan one-piece flow selama bertahun-tahun maka lahirlah Toyota Production
System (TPS) dan mampu meningkatkan penggunaan sistem tersebut serta
memberikan keuntungan yang besar terhadap perusahaan (Liker, 2006).
Sistem Just In Time merupakan suatu konsep filosofi yaitu
memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan,
dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas prima, dari
setiap tahap proses dalam sistem manufakturing, dengan cara yang paling
ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan
perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement) (Gaspersz,
1998).
Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang
berorientasi pada inventory minimum, waktu set up mesin dan peralatan yang
pendek, penciptaan pekerja dengan keterampilan multifungsional, serta
![Page 20: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/20.jpg)
5
penyelesaian pekerjaan dalam siklus waktu (cycle time) yang pendek sesuai
dengan standar yang ditetapkan (Gaspersz, 1998).
Gaspersz (1998) menyatakan bahwa sistem Just In Time berusaha
meningkatkan kinerja secara terus menerus tanpa henti, dengan
menghilangkan segala pemborosan dan segala sesuatu yang tidak memberi
nilai tambah dengan menyediakan sumber daya pada tempat dan waktu yang
tepat. Sistem ini akan mengakibatkan persediaan lebih sedikit, jumlah pekerja
lebih sedikit, dan biaya produksi yang lebih rendah serta produk dapat
diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Sedangkan kualitas yang sangat tinggi
merupakan hasil dari suatu sistem pengendalian mutu yang sangat baik.
Akhirnya, dengan kombinasi dan gabungan kedua sistem tersebut akan
membuat perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain serta mencapai
laba dan hasil atas investasi yang maksimal.
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan
berproduksi sesuai dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang
dilakukan dalam sistem tradisional yang menerapkan sistem mass production.
Produksi dalam jumlah yang kecil dimaksudkan untuk mengurangi biaya-
biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya pemeliharaan barang, dan
lain-lain (Agustina, dkk, 2007).
Dari berbagai pustaka diketahui bahwa keberhasilan penerapan sistem
Just In Time dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Faktor Supplier (Pemasok)
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara
pemasok dengan perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu
mengirim barang dalam frekuensi yang lebih banyak dengan jumlah yang
lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja sama guna
mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang (Agustina, dkk, 2007).
Untuk mendukung sistem Just In Time, pihak industri manufaktur
harus menekankan konsep kemitraan (partnership) sejak awal dengan
pemasok. Sasarannya adalah menetapkan sistem yang menyederhanakan
pemasokan material dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Sistem Just In Time akan menurunkan waktu tunggu pemasok (supplier
![Page 21: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/21.jpg)
6
lead time) sehingga pihak manufaktur dapat mengeluarkan pesanan material
sesuai dengan tingkat konsumsi aktual. Hal ini akan menurunkan waktu
tunggu manufakturing (manufacturing lead time) sehingga akan
menurunkan tingkat persediaan material (Gaspersz, 1998).
Heizer dan Render (2004) menambahkan bahwa dalam Just in
Time diperlukan jumlah pemasok yang sedikit, pemasok dekat dengan
pabrik, peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil, dilakukan
kontrak jangka panjang, pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta
penerapan Just In Time. Hal ini pun dipertegas oleh Dwiningsih (2004),
bahwa pembeli dan pemasok perlu membentuk kemitraan, dan kemitraan
ini mengeliminasi kegiatan yang tidak penting, persediaan dalam
perjalanan, dan pemasok yang jelek.
2. Faktor Inventory (Persediaan)
Inventory atau persediaan adalah stok atau barang yang disimpan
yang mencakup bahan baku, bahan pembantu, kemasan, produk setengah
jadi, produk jadi, suku cadang mesin, dan segala sesuatu yang berhubungan
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi (Machfud,
1999). Menurut Dwiningsih (2004), persediaan dalam sistem produksi dan
distribusi sering diadakan untuk berjaga-jaga. Teknik persediaan yang
efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In
Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat tiba
pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudahnya.
Perusahaan-perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan
yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-
persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga
kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para
pemasok terlambat melakukan pengiriman atau apabila sebuah departemen
tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal
lainnya. Namun penyimpanan persediaan itu memerlukan biaya yang besar.
![Page 22: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/22.jpg)
7
Sistem Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi atau
menghilangkan persedian (Nasution, 2004).
Heizer dan Render (2005) menerangkan bahwa dalam Just In Time
diperlukan teknik dalam mengelola inventory antara lain : penggunaan pull
system untuk pergerakan inventory, pengurangan variabilitas, pengurangan
persediaan, ukuran lot yang kecil (small lot size), dan pengurangan waktu
set up.
Sistem tarik berarti status ideal dari sistem produksi Just In Time,
memberikan pelanggan (yang mungkin merupakan langkah proses
berikutnya) apa yang dia inginkan, dan dalam jumlah yang dia inginkan.
Bentuk paling ideal dari sistem tarik adalah one piece flow (Liker, 2006).
Dalam sistem dorong, produksi didasarkan pada rencana (jadwal) yang
telah dibuat sebelumnya, yang berarti perintah produksi dan pesanan
pembelian diawali dengan proyeksi permintaan pelanggan. Operasi terus
membuat barang sesuai jadwal dan menciptakan pemborosan. Namun
permintaan pelanggan dapat berubah dalam sekejap dan berbagai hal dapat
manjadi kacau, sehingga jadwal yang dibuat tidak bermakna (Liker, 2006).
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya
permintaan dari konsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian
akhir dari perakitan akan memberikan tanda (kanban) ke bagian
sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah bahan yang dibutuhkan pada
bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan
mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk
mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan (Gaspersz,
1998).
Variabilitas adalah setiap penyimpangan (deviasi) dari proses
optimal untuk mengantarkan produk sempurna tepat waktu setiap saat.
Variabilitas disebabkan faktor-faktor seperti (a). pekerja, mesin-mesin dan
pemasok memproduksi unit-unit produk yang tidak sesuai dengan standar,
terlambat atau jumlah tidak sesuai. (b). engineering drawing atau
spesifikasi yang tidak akurat. (c). bagian produksi mencoba memproduksi
sebelum spesifikasi lengkap. (d). permintaan konsumen tidak diketahui.
![Page 23: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/23.jpg)
8
Just In Time akan memecahkan masalah-masalah dan bottle neck yang
diakibatkan variabilitas tersebut (Heizer dan Render, 2005). Engineering
drawing menunjukkan toleransi, bahan baku, dan hasil akhir sebuah
komponen produk. Engineering drawing akan menjadi sebuah Bill Of
Materials (BOM) yang mendata komponen, penjelasan, dan kuantitas yang
dibutuhkan masing-masing untuk membuat sebuah unit produk (Heizer dan
Render, 2005).
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,
mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan
pengujian (Agustina, dkk, 2007). Pengurangan waktu set up diperlukan
dalam menciptakan produksi campur merata (heijunka). Heijunka tidak
mungkin terjadi jika pabrik tidak menemukan cara untuk menghilangkan
waktu set up pada saat melakukan changeover. Set up pada mesin dapat
dilakukan pada saat mesin masih berjalan (dinamakan set up eksternal)
yang merupakan kebalikan dari set up internal, pekerjaan yang dilakukan
ketika mesin berhenti. Dilakukan sebanyak mungkin kegiatan changeover
saat mesin masih berjalan sampai tidak ada lagi set up dengan
menghentikan mesin berjalan (Liker, 2006).
3. Faktor Schedulling (Penjadwalan)
Schedulling atau penjadwalan operasi produksi merupakan
penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan
operasi produksi. Penetapan waktu berkaitan dengan masalah pengurutan
atau sequencing, sedangkan penggunaan sumber daya berkaitan dengan
masalah penugasan kerja (job assignment) atau pembebanan kerja kepada
fasilitas produksi (orang atau mesin) (Machfud, 1999).
Jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan
kepada pemasok sangat mendukung penerapan Just In Time. Penjadwalan
yang lebih baik juga meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan
konsumen, menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses.
Just In Time mempersyaratkan (a). mengkomunikasikan penjadwalan
kepada supplier, (b). jadwal yang bertingkat, (c). menekankan bagian dari
![Page 24: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/24.jpg)
9
jadwal paling dekat dengan jatuh tempo, (d). lot kecil, dan (e). teknik
kanban (Heizer dan Render, 2004).
Dalam istilah Jepang dikenal kata heijunka yaitu jadwal produksi
yang bertingkat menggunakan model antrian campuran. Menurut Liker
(2006), heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun
bauran produk (sering juga disebut produksi campur merata). Membuat
produk tidak berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat
naik turun secara tajam, tetapi mengambil jumlah total pesanan dalam satu
periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang
sama setiap hari. Pada Gambar 1 dapat dilihat jadwal campur merata
(bertingkat) dengan menggunakan ukuran lot yang kecil dibandingkan
dengan jadwal produksi menggunakan ukuran lot besar. Jadwal campur
merata memproduksi setiap item produk dengan jumlah dan variasi merata
sepanjang hari selama periode produksi bulanan.
(Sumber : Heizer dan Render, 2004)
Gambar 1. Ilustrasi jadwal campur merata (bertingkat)
Kesuksesan penerapan Just In Time tergantung pada koordinasi
jadwal produksi dengan jadwal pengiriman dari pemasok dan service
memuaskan dari pemasok, yang keduanya menyangkut kualitas produk dan
keandalan pengiriman (Kannan, 2004).
4. Faktor Layout (Tata Letak)
Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan
peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu
pabrik. Semua fasilitas produksi baik mesin, pekerja, maupun fasilitas-
![Page 25: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/25.jpg)
10
fasilitas lainnya harus disediakan pada tempatnya masing-masing agar dapat
bekerja dengan efisien dan efektif (Agustina, dkk, 2007).
Tata letak memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu
pergerakan, misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia menjadi
fleksibel dengan pengaturan tata letak yang baik. Just In Time
mempersyaratkan: (a). sel kerja untuk produk sejenis (product family), (b).
peningkatan fleksibilitas perubahan atau pergerakan peralatan, (c). jarak
antar sel kerja yang pendek, (d). pengurangan kebutuhan ruang untuk
persediaan, dan (e). penggunaan poka-yoke (Heizer dan Render, 2004).
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa
menyerupai setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular (cellular
layout) untuk tujuan efisiensi sehingga dapat mengurangi berbagai
pemborosan. Setiap sel kerja dirancang untuk memproduksi satu produk
tertentu (product family) dimana produk dipindahkan dari satu mesin ke
mesin lainnya dari awal hingga akhir (Agustina, dkk, 2007). Sel kerja (work
cell) merupakan pengaturan mesin dan pekerja sehingga dapat memusatkan
perhatian dalam membuat satu produk atau sekumpulan produk yang saling
berkaitan (sejenis) (Heizer dan Render, 2005).
5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)
Just In Time memiliki tiga prinsip utama dalam pengendalian
kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting daripada output
itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan
pencegahan adalah lebih murah daripada pekerjaan mengulang. Dengan
demikian maka Just In Time dapat lebih menghemat biaya karena tidak ada
pemborosan. Perusahaan akan mampu menciptakan produk yang
berkualitas tinggi sesuai permintaan pelanggan, karena telah melewati
quality control yang ketat pada setiap lininya. Selain kualitas yang baik,
pelanggan akan terpuaskan karena produk dapat diserahkan tepat waktu,
karena telah melewati serangkaian standar waktu yang telah ditetapkan pada
setiap lininya. Selain itu, tidak kalah pentingnya, kinerja perusahaan akan
lebih efisien dan efektif karena tidak ada sumberdaya yang menganggur
![Page 26: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/26.jpg)
11
serta mampu memberikan hasil yang optimal kepada pemilik perusahaan
(share holder) (Gaspersz, 1998).
Jidoka juga sering disebut juga autonomation, peralatan dilengkapi
dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri ketika ia
memiliki masalah. Kualitas dalam proses (mencegah masalah untuk
dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan lebih murah daripada
memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas setelah terjadi. Ketika mesin
berhenti, lampu yang biasanya disertai bunyi alarm (disebut Andon),
digunakan untuk memberikan sinyal tanda bahwa bantuan diperlukan untuk
memecahkan masalah kualitas (Liker, 2006).
(Sumber : http://is.ba.ttu.edu/faculty/ch15.ppt)
Gambar 2. Contoh Lampu Tanda (Andon)
Heizer dan Render (2004) menambahkan bahwa diperlukan juga
penggunaan Statistical Process Control dan poka-yoke dalam meningkatkan
kualitas produk untuk mendukung penerapan sistem Just In Time. Menurut
Liker (2006), poka yoke adalah alat anti kesalahan atau anti kebodohan
yang membuat seorang operator hampir tidak mungkin membuat kesalahan.
Setiap poka yoke memiliki bantuk standar masing-masing yang meringkas
masalah yang diatasi, alarm darurat yang akan berbunyi, tindakan yang
perlu diambil dalam keadaan darurat, metode dan frekuensi untuk
memastikan metode anti kesalahan beroperasi secara benar, dan metode
untuk melaksanakan pengecekan kualitas jika metode anti kesalahan macet.
![Page 27: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/27.jpg)
12
(Sumber : http://is.ba.ttu.edu/faculty/ch15.ppt)
Gambar 3. Contoh Alat Anti Kesalahan (Poka Yoke)
Menurut Heizer dan Render (2004), Total Quality Management
(TQM) merujuk pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi
keseluruhan, mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan
komitmen manajemen untuk mendapatkan arahan perusahaan yang terus
menerus ingin mencapai keunggulan dalam semua aspek produk yang
penting bagi pelanggan. Terdapat tujuh alat yang berguna dalam penerapan
TQM antara lain :
a. Lembar pengecekan (check sheet) : sebuah metode terorganisir untuk
mencatat data.
b. Diagram sebar (scatter diagram) : sebuah grafik nilai sebuah variabel
dihadapkan dengan variabel lain.
c. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram) : sebuah alat untuk
mengenali elemen proses (penyebab) yang mungkin memberikan
pengaruh pada hasil.
d. Diagram pareto (pareto charts) : sebuah grafik untuk mengenali dan
memetakan masalah atau cacat dalam urutan frekuensi menurun.
e. Diagram alir (flow charts) : sebuah diagram yang menjelaskan
langkah-langkah dalam sebuah proses.
f. Histogram : sebuah distribusi yang menunjukkan frekuensi kejadian
sebuah variabel.
g. Pengendalian proses statistik (Statistical Process Control) : sebuah
diagram dengan waktu pada sumbu horizontal untuk memetakan nilai
sebuah statistik.
![Page 28: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/28.jpg)
13
Ketujuh alat TQM tersebut termasuk ke dalam tiga golongan yaitu
alat untuk membangkitkan ide : lembar pengecekan, diagram sebar, dan
diagram sebab akibat; alat untuk mengatur data : diagram pareto, dan
diagram alir; serta alat untuk mengidentifikasi masalah : histogram dan
pengendalian proses statistik.
Statistical Process Control adalah sebuah tekik statistik yang
digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar.
Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk
mengawasi standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan
perbaikan saat sebuah produk sedang diproduksi (Heizer dan Render, 2005).
6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan
rutin pada fasilitas yang digunakan, maupun pelatihan pekerja secara terus-
menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
(Dwiningsih, 2004).
Menurut Machfud (2003), diperlukan pandangan manajemen yang
lebih strategis dan luas tentang maintenance, yang berimplikasi merancang
produk yang dapat dengan mudah diproduksi pada mesin yang ada,
merancang mesin yang operasi dan pemeliharaan yang lebih mudah,
melatih dan melatih ulang pekerja, serta merancang rencana Preventive
Maintenance untuk selama umur mesin.
Heizer dan Render (2004), mendeskripsikan bahwa preventive
maintenance merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk menjaga
peralatan dan mesin tetap bekerja dan untuk mencegah kerusakan. JIT
membutuhkan preventive mantenance yang terjadwal dan adanya
pemeliharaan rutin harian. Selain itu menurut Agustina dkk (2007),
diperlukan keterlibatan para pekerja dengan mampu mengoperasikan
peralatan dan mesin dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga
diharapkan mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil
alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.
![Page 29: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/29.jpg)
14
7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)
Pemberdayaan pekerja (employee empowerment) berarti
melibatkan pekerja pada setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan
pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga tanggung jawab dan
kewewenangan tambahan dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat
terendah dalam organisasi (Heizer dan Render, 2005).
Pekerja dapat terlibat dalam isu-isu operasi harian yang merupakan
falsafah Just In Time. Pemberdayaan pekerja mengikuti nasehat manajemen
bahwa tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain
pekerja pelaksana pekerjaan itu sendiri (Dwiningsih, 2004). Dalam Just In
Time, pekerja memberikan pengetahuannya dan terlibat dalam keseharian
operasi, dan adanya training, cross training, serta sedikit klasifikasi
pekerjaan bagi para pekerja untuk pengayaan pekerjaan (job enrichment)
(Heizer dan Render, 2004).
Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku
pekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan
keahlian dan kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaan saat ini.
Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pekerja untuk mencapai
keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan
pekerjaannya (Rivai, 2004).
Pelatihan silang (cross training) memindahkan para pekerja dari
tempat kerja yang satu ke tempat kerja yang lain agar pekerja mendapatkan
variasi dalam bekerja. Selain itu, cross training membantu perusahaan
ketika ada pekerja yang cuti, tidak hadir, perampingan, atau terjadi
pengunduran diri (Rivai, 2004). Pengayaan pekerjaan (job enrichment)
adalah metode yang memberikan pekerja tanggung jawab lebih yang
meliputi perencanaan dan pengendalian yang diperlukan dalam
penyelesaian pekerjaan (Heizer dan Render, 2005).
![Page 30: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/30.jpg)
15
B. Kinerja Sistem Just In Time
Kinerja sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan dapat terlihat
dari manfaat yang diperoleh dalam peningkatan kinerja perusahaan. Liker
(2006) menjelaskan bahwa sistem Just In Time yang diterapkan oleh
perusahaan berusaha untuk menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak
bernilai tambah (nonvalue-added activity) bagi produk. Terdapat delapan
macam pemborosan yang tidak menambah nilai dan harus dieliminasi dalam
kegiatan produksi antara lain : produksi berlebih (overproduction), waktu
menunggu, transportasi yang tidak perlu, memproses secara berlebih atau
keliru, persediaan berlebih, gerakan yang tidak perlu, produk cacat, dan
kreativitas pekerja yang tidak dimanfaatkan.
Menurut Machfud (2003), terdapat banyak manfaat dari penerapan
sistem Just In Time seperti mengurangi inventory, memperbaiki mutu,
mengurangi biaya, mengurangi ruang (space), mempersingkat lead time,
meningkatkan produktivitas, meningkatkan fleksibilitas, hubungan yang lebih
baik dengan pemasok, menyederhanakan kegiatan penjadwalan dan
pengendalian, meningkatkan kapasitas, dan penggunaan SDM yang lebih baik.
Selain itu menurut Gaspersz (1998), sasaran yang ingin dicapai dari
sistem produksi Just In Time adalah (1) reduksi scrap dan rework, (2)
meningkatkan kualitas proses industri (orientasi zero defect), (3)
meningkatkan jumlah pemasok yang ikut Just In Time, (4) mengurangi
inventory (orientasi zero inventory), (5) reduksi penggunaan ruangan pabrik,
(6) linearitas output pabrik (berproduksi pada tingkat konstan selama waktu
tertentu), dan (7) meningkatkan produktivitas.
Produktivitas merupakan rasio antara output dengan input. Dilihat
dari sisi masukannya, produktivitas dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
produktivitas parsial dan produktivitas total. Produktivitas parsial merupakan
rasio antara output dengan salah satu jenis input. Sedangkan produktivitas
total merupakan rasio dari output dengan kumpulan seluruh input.
Produktivitas total mencerminkan akibat dari gabungan input dalam rangka
menghasilkan output (Manullang, 1990).
![Page 31: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/31.jpg)
16
C. Proses Jejaring Analitik (Analytic Network Process/ANP)
Analytic Network Process (ANP) adalah teori umum pengukuran
relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala
rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-
elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol (Saaty,
1999).
ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti
pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang
merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence
(pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan).
AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen
merupakan kasus khusus ANP. ANP merupakan pendekatan baru dalam
proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam
memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang
independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen
pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam
suatu level (Saaty, 1999).
Perbedaan antara hirearki dan jaringan (network) digambarkan pada
Gambar 4. Hirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node)
serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya
berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback)
dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada pada
level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan
memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu cluster terhadap
custer lainnya maupun cluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang
membentuk siklus (Saaty, 2004).
ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri
dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang
mengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki
seperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh
diantara elemen dan cluster (Saaty, 1999).
![Page 32: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/32.jpg)
17
(Sumber : Saaty, 2004)
Gambar 4. Perbedaan Hirearki dan Jaringan (Network)
Bőyőkyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model network
tidak dapat digambarkan dengan struktir hirearki dan bukan merupakan bentuk
linear dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan dengan
istilah cluster dalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antara
elemen satu dengan yang lain serta dalam cluster itu sendiri yang disebut
dengan system with feedback.
Hubungan ketergantungan antar elemen pada pendekatan ANP
digambarkan dengan tanda anak panah bolak-balik pada masing-masing
cluster. Cluster atau komponen dalam ANP adalah kumpulan elemen-elemen
yang diturunkan dari sinergi interaksi yang tidak ditemukan dalam elemen
tunggal (Saaty, 2004).
Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun
cluster direpresentasikan dalam sebuah matriks dengan memberikan skala
rasio dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perbandingan
berpasangan menggunakan rasio dominasi pasangan dengan menggunakan
pengukuran aktual. Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorang
bertanya: “Mana yang lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalam
ANP seseorang bertanya: “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”.
Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi dan pengetahuan untuk
menghasilkan jawaban-jawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua
lebih obyektif dari pada pertanyaan pertama (Yamanita, 2005).
![Page 33: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/33.jpg)
18
Saaty (2004) merekomendasikan sebuah skala 1-9 untuk
membandingkan antara dua komponen. Skala 1 menunjukkan tingkat
kepentingan yang sama antara dua komponen dan skala maksimal 9 untuk
menunjukkan dominasi antara komponen pada baris dan komponen pada
kolom.
Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan
antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen
(outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang
berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen
memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang
tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.
Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan
horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai
supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari
elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty, 2004).
Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebut
elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk
empat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh
banyaknya kolom-kolom dan baris-baris (Supranto, 1992). Supermatriks
adalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks dari
matriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan cluster dan
semua elemen masing-masing cluster dalam urutan secara vertikal di sebelah
kiri dan secara horisontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandingan
berpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks
(Saaty, 1999).
D. Penelitian Terdahulu
Sitorus (1995) melakukan penelitian mengenai penerapan pengukuran
kinerja pada lingkungan manufaktur Just In Time. Pengukuran kinerja
dimaksudkan untuk membantu memotivasi seluruh grup operasi untuk
memperoleh hasil kerja yang positif. Sistem pengukuran kinerja tersebut dapat
mengukur perkembangan-perkembangan yang terjadi ke arah Total Quality
![Page 34: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/34.jpg)
19
Control, penurunan tingkat persediaan, lead time dan set up time yang
semakin singkat, dan waktu yang tepat untuk melemparkan produk ke pasaran.
Selain itu, untuk menunjukkan perbaikan dalam pengiriman yang tepat waktu,
pemanfaatan tempat usaha, dan mutu yang dihasilkan. Target dari sistem
pengukuran kinerja yang dipakai adalah aktivitas-aktivitas yang mempunyai
nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Kannan dan Tan (2004) dari Utah State University, USA, telah
melakukan penelitian mengenai hubungan antara Just In Time, Total Quality
Management, dan Supply Chain Management beserta dampaknya terhadap
kinerja bisnis. Ditemukan indikasi bahwa komitmen terhadap kualitas dan
memahami supply chain yang dinamis memberikan pengaruh terhadap kinerja
bisnis.
Pratiwi (2002), melakukan penelitian dengan melakukan identifikasi
faktor-faktor internal manajemen material konsep Just In Time dan kesiapan
penerapannya pada indutri konstruksi di Indonesia. Penelitiannya
mengidentifikasikan faktor-faktor internal konsep Just In Time pada industri
konstruksi yaitu : (1). Perencanaan (Planning), (2). MRP, (3). Pengadaan Lead
Time (Procurement), (4). Pembelian (Purchasing), (5). Ekspedisi (Expediting)
dan Transportasi, serta (6). Penyimpanan (Warehousing) dan Persediaan
(Inventory)
![Page 35: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/35.jpg)
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Sistem yang menghasilkan produk yang dibutuhkan, pada saat
dibutuhkan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, dikenal dengan
sistem Just In Time. Sistem ini telah diterapkan di berbagai perusahaan
besar di dunia dan mampu meningkatkan kinerja perusahaan bersamaan
dengan peningkatan kinerja sistem tersebut.
Pelaksanaan sistem Just In Time didukung faktor-faktor beserta
elemen-elemen yang berkaitan dengan sistem produksi di perusahaan.
Metode Analytic Network Process (ANP) digunakan dalam penelitian ini
untuk mencari pengaruh (influence) dari hubungan ketergantungan antar
faktor atau elemen dengan menggunakan rasio dominasi pasangan yang
memerlukan observasi dan pengetahuan dari para ahli untuk menghasilkan
pendapat yang objektif dan relevan menggambarkan keadaan sebenarnya.
Analisis menggunakan metode ANP dapat menghasilkan output berupa
peringkat dan bobot pengaruh suatu faktor atau elemen terhadap kinerja
sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan.
Sistem Just In Time yang diterapkan dapat memberikan manfaat
bagi perusahaan. Oleh karena itu, perlu diketahui pencapaian kinerja
perusahaan dengan adanya penerapan sistem tersebut. Kinerja perusahaan
tersebut diukur dalam aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas
yang menjadi sasaran dari sistem Just In Time.
Dengan diketahuinya faktor dan elemen yang paling berpengaruh,
serta pencapaian kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time,
maka dapat diberikan rekomendasi kepada manajemen perusahaan untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan terus menerus (continuous
improvement) dengan memperhatikan faktor dan elemen paling berpengaruh
dan elemen lain yang mempengaruhinya secara konsisten. Kinerja sistem
Just In Time yang baik dapat mempengaruhi peningkatan kinerja perusahaan
secara berkelanjutan dan menyeluruh. Kerangka pemikiran penelitian dapat
dilihat pada Gambar 5.
![Page 36: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/36.jpg)
21
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di industri
yang bergerak di bidang pangan yaitu PT. Nippon Indosari Corpindo yang
terletak di Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok W
40-41 Cikarang Bekasi.
C. Penentuan Data dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung serta
dengan alat bantu berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup untuk
memberikan pendapat dengan membandingkan secara berpasangan tingkat
kepentingan antara suatu faktor dengan faktor yang lain. Dalam analisis
ANP, responden adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, sehingga
jumlah responden tidak menjadi prioritas. Data sekunder diperoleh dari
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian
![Page 37: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/37.jpg)
22
hasil laporan perusahaan, data-data perusahaan, serta hasil penelitian-
penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan topik penelitian
yang dilakukan.
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) dan
survei. Observasi meliputi segala hal yang menyangkut pengamatan
aktivitas atau kondisi perilaku dan non perilaku. Sedangkan survei
merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan pada
orang-orang dan mencatat jawabannya untuk dianalisis. Survei terdiri atas
wawancara (pribadi atau telepon) dan survei yang diisi sendiri (kuesioner)
(Cooper, 1996).
Pengamatan (observasi) dilakukan secara langsung terhadap
pelaksanaan proses produksi dan penerapan Just In Time di perusahaan
yang hasilnya menjadi dasar dalam perancangan kerangka ANP.
Perancangan kerangka ANP dibuat dari masalah yang dianalisis, dilengkapi
dengan semua faktor, elemen, dan hubungan-hubungannya yang relevan
dengan penerapan di perusahaan. Keterkaitan antar faktor dan elemen
dibangun berdasarkan teori mengenai sistem Just In Time. Hubungan
ketergantungan antar faktor maupun elemen pada pendekatan ANP
digambarkan dengan tanda anak panah. Hubungan saling ketergantungan
pada faktor yang sama dalam sebuah analisis ditunjukkan dengan adanya
sebuah loop. Keterkaitan antar faktor dan elemen menjadi sebuah kerangka
ANP yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Kerangka tersebut menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner yang
diajukan kepada responden yaitu para manajer dan supervisor PT. Nippon
Indosari Corpindo yang ahli dibidangnya masing-masing dan berpengaruh
dalam keseluruhan sistem produksi perusahaan. Kuesioner yang diberikan
berisi pertanyaan tertutup untuk memberikan pendapat dengan
membandingkan secara berpasangan tingkat kepentingan antara suatu faktor
dengan faktor yang lain. Dalam perbandingan berpasangan tersebut,
responden diberikan pertanyaan “Untuk memenuhi persyaratan
![Page 38: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/38.jpg)
23
(faktor/elemen) dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time,
(faktor/elemen) manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap
(faktor/elemen) tersebut?”. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perbandingan berpasangan (pairwise comparison) merupakan
penilaian pendapat dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) setiap
elemen dengan cara membandingkan satu dengan yang lainnya secara
berpasangan sehingga didapat nilai kepentingan dalam bentuk pendapat
kualitatif. Untuk memperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka
(kuantitatif), perlu digunakan skala penelitian. Menurut Saaty (1996), skala
1–9 adalah skala yang terbaik dalam mengkuantifikasi pendapat
berdasarkan tingkat akurasi yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root
Mean Square) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi
pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel. 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty.
Tingkat Kepentingan
Definisi
1 Sama Penting 3 Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih penting 9 Pasti/mutlak lebih penting
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan 1/1-1/9 Untuk pendapat kebalikannya
(Saaty, 1996)
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software
Superdecisions 1.6.0 yang dikeluarkan oleh Creative Decision Foundation
dan dapat di download melalui situs www.superdecisions.com. Analisa data
terdiri atas perhitungan consistency ratio, penyusunan supermatriks, dan
sintesis untuk memperoleh hasil akhir berupa tingkat prioritas setiap faktor.
1. Consistency Ratio (CR)
Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk
memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan konsisten
![Page 39: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/39.jpg)
24
atau tidak. Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan proses
sebagai berikut.
Rumus perhitungan vektor prioritas atau eigen vector (VP)
adalah sebagai berikut
∑= =
=
Π
Π=
m
i
mkij
m
k
mkij
m
ki
a
aVP
11
1
)(
)(
dimana (aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks ke-k m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi
persyaratan
m
k 1=Π = perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m
Perhitungan Weight Sum Vector (VA), dengan mengalikan
matriks pendapat hasil perbandingan berpasangan dengan eigen vector
menggunakan rumus :
VA = (aij) x VP dengan VA = (vai)
Kemudian dihitung Consistency Vector (VB) dengan cara
menentukan nilai rata-rata dari Weight Sum Vector (VA) atau dengan kata
lain :
VP
VAVB = dengan VB = (vbi)
Nilai rata-rata dari elemen Consistency Vector (VB) disebut nilai
eigen maksimum ( maxλ ) dengan rumus :
∑=
=n
iib
n 1max
1λ untuk i = 1, 2, ... , n
Nilai eigen maksimum ( maxλ ) tersebut digunakan untuk
menghitung Consistency Index (CI) yang dimaksudkan untuk mengetahui
konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Rumus
Consistency Index (CI) yaitu :
1max
−−
=n
nCI
λ
![Page 40: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/40.jpg)
25
Untuk menghitung Consistency Ratio diperlukan nilai Random
Index (RI) yaitu indeks acak yang didapat dari tabel Oak Ridge
Laboratory dari matriks berorde 1 sampai 15 yang menggunakan sampel
berukuran 100. Tabel RI dapat dilihat pada Tabel 2. berikut
Tabel 2. Nilai Random Index
Orde (n) Random Index (RI) 1 0.00 2 0.00 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49 11 1.51 12 1.48 13 1.56 14 1.57 15 1.59
Oak Ridge Laboratory dalam Saaty (1996)
Dengan diketahuinya nilai Consistency Index (CI) dan Random
Index (RI) maka dapat dihitung nilai Consistency Ratio (CR)
menggunakan rumus
RI
CICR=
Nilai Consistency Ratio (CR) ≤ 0.1 merupakan nilai yang
mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak
ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan.
Menurut Marimin (2004), pada dasarnya AHP maupun ANP
dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun
dalam aplikasinya penilaian dilakukan oleh beberapa ahli
multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu
dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsisten kemudian
![Page 41: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/41.jpg)
26
digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Rumus rata-rata
geometrik adalah sebagai berikut :
mkij
m
kij ag )(
1=Π=
dimana (aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-k
m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan
m
k 1=Π = perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m
2. Supermatriks
Angka-angka yang diperoleh dari hasil kuesioner masing-
masing responden berupa pendapat mengenai interaksi saling
ketergantungan antar elemen pada masing-masing cluster diturunkan
menjadi suatu supermatriks. Jika diasumsikan suatu sistem memiliki N
cluster dimana elemen-elemen dalam tiap cluster saling berinteraksi atau
memiliki pengaruh terhadap beberapa atau seluruh cluster yang ada. Jika
cluster dinotasikan dengan Ch, dimana h = 1, 2, …, N, dengan elemen
sebanyak nh yang dinotasikan dengan eh1, eh2, …, ehnh. Pengaruh dari
satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain dalam suatu
sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio
yang diambil dari perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang
membentuk matriks W yang berukuran h x h. Misalkan apabila Ci
dibandingkan dengan Cj, maka aij merupakan nilai matriks pendapat
berpasangan yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci terhadap
Cj. Sedangkan nilai untuk wji = 1/wij, yaitu nilai kebalikan dari nilai
matriks wij. Untuk i = j menunjukkan nilai matriks wij = wji = 1,
perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1.
Secara umum hubungan kepentingan antar elemen di dalam
jaringan dengan elemen lain di dalam jaringan dapat digambarkan
mengikuti supermatriks sebagai berikut:
![Page 42: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/42.jpg)
27
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang
menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan
pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang
menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat
kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen
tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk
menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang
menghasilkan nilai kepentingan bukan nol (Saaty, 1999).
Nilai eigen vector untuk setiap matriks hasil perbandingan
berpasangan dalam setiap cluster dimasukkan ke dalam sebuah
supermatriks dan menghasilkan sebuah kombinasi saling ketergatungan
antar elemen. Supermatriks yang diperoleh adalah supermatriks yang
masih belum terbobot. Oleh karena itu diperlukan perbandingan antara
matriks itu sendiri untuk disesuaikan dengan pengaruhnya pada masing-
masing elemen dalam supermatriks.
Perbandingan ini akan meningkatkan pengaruh prioritas pada
vektor turunan dari semua komponen yang dibandingkan pada
supermatriks kolom sebelah kiri dengan baris sebelah atas. Masing-
![Page 43: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/43.jpg)
28
masing vektor hasil memberikan bobot pada blok matriks yang akan
berpengaruh pada komponen lain. Masukan pertama dari vektor dikalikan
dengan semua elemen pada kolom blok pertama, kemudian dilanjutkan
pada semua elemen kedua dan seterusnya. Cara ini akan memberikan
bobot pada masing-masing kolom supermatriks. Hasil yang diperoleh
disebut sebagai supermatriks terbobot (weighted supermatrix) yang
kemudian dikenal sebagai matriks bersifat stokastik.
Supermatriks yang diperoleh tidak harus dipengaruhi oleh
elemen dari semua komponen atau tidak ada elemen dari suatu komponen
yang mempengaruhi elemen pada komponen lain sehingga memberikan
nilai nol pada semua prioritas vektor. Jika hal tersebut terjadi maka
supermatriks terbobot harus dinormalisasi yaitu jika semua elemen dari
komponen mempunyai pengaruh nol pada semua elemen dari komponen
yang kedua, pengaruh prioritas dari komponen pertama itu sendiri
terhadap komponen kedua harus sama dengan nol. Hal ini merupakan
alasan untuk melakukan normalisasi dari beberapa kolom untuk membuat
sebuah stokastik supermatriks terbobot. Nilai akhir dari bentuk saling
mempengaruhi ini dapat diperoleh dengan membuat turunan prioritas
yang diinginkan dengan mentransformasikan supermatriks stokastik
tersebut menjadi supermatriks batas (limited supermatrix) (Saaty, 2004).
Hasil akhir berupa bobot setiap faktor dan elemen digunakan
sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai
yaitu faktor yang paling mempengaruhi kinerja sistem Just In Time untuk
lebih diperhatikan dalam peningkatan kinerja sistem tersebut sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
![Page 44: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/44.jpg)
29
Gam
bar
6. K
eran
gka
AN
P
Fa
kto
r-F
akto
r
![Page 45: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/45.jpg)
IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo merupakan perusahaan yang bergerak
di bidang industri makanan, yaitu produk bakery. Industri ini memiliki sasaran
pemasaran utama yaitu konsumen wanita karir dan ibu rumah tangga.
Peningkatan dilakukan dari industri tradisional yang menggunakan teknologi
sederhana, pengemasan yang kurang menarik, tidak adanya jaminan pangan,
dan terkadang kurang higienis, menjadi industri yang mengolah produk
dengan teknologi tinggi, memiliki kemasan yang menarik, dan terjamin
kehalalan serta kehigienisannya.
Perusahaan ini didirikan berdasarkan akta No. 24 tanggal 26 Mei
1994, dibuat dihadapan Notaris Liliana Arif Gondoutomo, SH dan telah
mendapatkan persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.
C2.11.525.NT.01.01.Th.94 pada tanggal 2 Agustus 1994. Perusahaan ini
merupakan perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT. Sari
Indoroti dengan Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd.
dimana penanaman modal asing ini telah mendapat Surat Persetujuan Presiden
atas Penanaman Modal Asing No. B-91/Pres/02/1995 tanggal 16 Februari
1995 yang tertuang dalam Lampiran Surat Pemberitahuan tentang Persetujuan
Presiden No. 126/1/PMA/1995 tanggal 27 Februari 1995 yang dikeluarkan
oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi, Ketua Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
Pada tanggal 8 Maret 1995 dengan akta No. 11 didirikanlah perseroan
terbatas dengan nama PT. Nippon Indosari Corporation di hadapan notaris
yang sama. Setelah proses konstruksi dan instalasi pabrik yang selesai pada
bulan September 1996, perseroan memulai kegiatan produksinya dengan
terlebih dahulu melakukan tes pasar pada bulan Oktober 1996 dimana saat itu
diperkenalkan satu jenis roti tawar dan tiga jenis roti manis dalam kemasan
yang masih sederhana. Setelah tiga bulan melakukan riset pasar, maka pada
bulan Januari 1997 diluncurkan kemasan perdana Sari Roti dengan desain
yang diharapkan dapat lebih menarik perhatian konsumen. Kemudian pada
![Page 46: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/46.jpg)
31
tanggal 10 Maret 1997 dilakukan peresmian kegiatan operasional PT. Nippon
Indosari Corporation oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia (pada saat
itu) Prof. Dr. Sujudi.
Untuk lebih meningkatkan pemasaran dan nilai jual produk, maka
dikembangkan pula beberapa variasi produk yang tetap mengacu pada kualitas
internasional, namun tetap tidak meninggalkan cita rasa lokal. Pada bulan
Januari 2001 diluncurkan pula merek dagang Boti dengan berbagai variasinya,
dengan tujuan untuk memperluas pasar, mencapai konsumen pada tingkat
menengah ke bawah.
Sebagai kepedulian terhadap konsumen dan jaminan atas kualitas
produk yang dihasilkan, produk-produk yang dipasarkan telah terdaftar di
Badan Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, serta telah mendapatkan sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian
Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia, No.
00100009241298 untuk produk Sari Roti dan No. 0010001560062001 untuk
produk Boti.
Perusahaan ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat dari segi
penjualan. Hal ini didukung oleh peningkatan jumlah outlet pemasaran produk
serta armada distribusi yang dapat memperluas jangkauan distribusi produk.
Peningkatan penjualan pun diimbangi dengan tetap terjaganya kualitas produk
dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap kualitas bahan baku serta
tetap terjaganya kehalalan, kesehatan, dan kehigienisan produk yang
dihasilkan sebagai jaminan kepuasan pelanggan. Dengan jangkauan
pemasaran yang luas serta promosi yang berkelanjutan, hasil survei pasar
tahun 2002 menunjukkan bahwa perusahaan ini telah menjadi pemimpin pasar
(market leader) di bidang industri makanan produk bakery.
B. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki visi yaitu menjadi
perusahaan terbesar di Indonesia di bidang bakery products dengan
menghasilkan dan mendistribusikan produk-produk berkualitas tinggi dengan
harga yang terjangkau bagi rakyat Indonesia.
![Page 47: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/47.jpg)
32
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka perusahaan memiliki misi
yaitu membantu meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dengan
memproduksi dan mendistribusikan makanan yang bermutu tinggi, sehat, halal,
dan aman bagi pelanggan melalui penerapan GMP (Good Manufacturing
Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), dan HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Point).
PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki kebijakan mutu yaitu
senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman
untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan sehingga
dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan. Selain itu,
menggalang partisipasi aktif dan positif seluruh karyawan dalam rangka
memlihara dan mengembangkan, dan meningkatkan mutu kerja secara
berkelanjutan.
C. Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam pencapaian visi, misi, dan kebijakan mutu yang sudah
ditetapkan, maka disusun suatu struktur organisasi yang berfungsi sebagai
sistem pengaturan dan umpan balik antara atasan dan karyawan. Struktur
Organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perusahaan dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang memimpin
seorang Direktur dan Direktur tersebut memimpin General Manager. General
Manager bertanggungjawab untuk memimpin seluruh Manager Departemen
antara lain Assistant General Manager (AGM) Finance & Accounting,
Product Development and Quality Assurance (PDQA) Manager, Sales &
Marketing Manager, Supply Chain Management (SCM) Manager, Assistant
General Manager (AGM) Plant, dan Human Resource Development and
General Affair (HRD-GA) Manager.
Setiap manager masing-masing departemen dibantu oleh beberapa
orang Supervisor untuk setiap sub departemen yang dipimpinnya. Dalam
menjalankan tugasnya, supervisor dibantu oleh group leader yang memimpin
beberapa karyawan sebagai crew.
![Page 48: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/48.jpg)
33
D. Lokasi dan Tata Letak Pabrik
PT. Nippon Indosari Corpindo saat ini memiliki 3 buah pabrik yang
berlokasi antara lain di :
1. Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok W 40-41
Cikarang Bekasi
2. Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok C F.45
Cikarang Bekasi
3. Kawasan PIER [Pasuruan Industri Estate Rembang] Jl. Rembang Industri
Raya No.28 Pasuruan
Untuk pabrik utama yaitu pabrik Jababeka Blok W memiliki luas
tanah 10.277 m2 dengan bangunan yang terdiri atas area produksi roti tawar
(sebelah selatan), area produksi roti manis (sebelah utara), ruangan gudang
dan silo, area teknik, serta gudang finished goods. Denah tata letak pabrik
dapat dilihat pada Lampiran 3.
E. Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja PT. Nippon Indosari Corpindo Cikarang per
Januari 2008 adalah 249 orang yaitu pria 201 orang dan wanita 48 orang.
Latar belakang pendidikan tenaga kerja beragam dengan presentasi masing-
masing yaitu SLTA : 50 %, D1 – D3 : 20 %, S1 : 25 %, dan S2 : 5 %.
Sistem hari kerja di PT. Nippon Indosari Corpindo adalah 5-2 (5 hari
kerja dan 2 hari libur) dan 6-2 (6 hari kerja dan 2 hari libur). Sistem 5-2
berlaku bagi karyawan bagian kantor (office). Sistem 6-2 berlaku bagi
karyawan departemen produksi dan departemen lain yang menunjang produksi.
Sistem jam kerja dibagi menjadi jam kerja office dan jam kerja shift.
Jam kerja normal untuk pekerja office ditentukan sebagai berikut : Senin-
Jumat pukul 08.00-17.00 WIB dan Sabtu-Minggu libur, serta untuk sebagian
pekerja office Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB, Sabtu pukul 08.00-13.00
WIB, dan Minggu libur. Pembagian jam kerja shift sebagai berikut : Shift 1
pukul 07.00-15.00 WIB, Shift 2 pukul 15.00-23.00 WIB, dan Shift 3 pukul
23.00-07.00 WIB.
![Page 49: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/49.jpg)
34
F. Proses Produksi
PT. Nippon Indosari Corpindo memproduksi berbagai produk merek
Sari Roti dan Boti antara lain roti tawar (white bread), roti manis (sweet
bread) atau roti isi (filled bread), roti krim (sandroll), roti sobek (tear of
bread), roti burger (bun bread), roti hot dog, dan remah roti (bread chumb).
Berikut ini adalah berbagai jenis roti yang diproduksi oleh PT. Nippon
Indosari Corpindo.
Tabel 3. Produk PT. Nippon Indosari Corpindo
No. Item Roti Kode No. Item Roti Kode
1 Roti Tawar Spesial RTS 21 Roti Sobek Coklat Keju TCC
2 Roti Tawar Premium RTP 22 Roti Sisir Mentega RSM
3 Roti Tawar Gandum RTG 23 Roti Kasur Susu RKS
4 Roti Tawar Raisin RTR
24 Roti Sobek Coklat Strawberry
TST
5 Roti Choco Chips RCC 25 Roti Kasur Keju RKJ
6 Roti Tawar Kupas RKU 26 Burger Bun BUR
7 Boti Tawar Spesial BTS 27 Hotdog Bun HOT
8 Boti Tawar Premium BTP 28 Boti Coklat BCK
9 Roti Isi Coklat ICK 29 Boti Sarikaya BSK
10 Roti Isi Strawberry IST 30 Boti Keju BKJ
11 Roti Isi Sarikaya ISK 31 Boti Nanas BNS
12 Roti Isi Keju IKJ 32 Boti Susu BSU
13 Roti Isi Kelapa IKL 33 Boti Kacang Hijau BKH
14 Roti Isi Coklat Coklat ICC 34 Boti Kelapa BKL
15 Roti Isi Krim Coklat SRC 35 Boti Sobek Coklat BTC
16 Roti Isi Krim Mocca SRM 36 Boti Krim Coklat BSC
17 Roti Isi Krim Coklat Vanilla
SCV
37 Boti Krim Mocca BSM
18 Roti Isi Krim Keju SCC
38 Boti Krim Coklat Mocca
BCM
19 Roti Sobek Coklat Sarikaya
TCS
39 Boti Krim Strawberry BST
20 Roti Sobek Coklat TOC
![Page 50: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/50.jpg)
35
Untuk menghasilkan produk roti yang berkualitas diperlukan proses
produksi yang sebelumnya telah dianalisa oleh departemen Product
Development & Quality Assurance (PDQA). Dalam pembahasan berikut
dijelaskan mengenai proses pembuatan produk roti tawar di PT. Nippon
Indosari Corpindo yang secara garis besar terdiri atas empat bagian (section)
yaitu (1) Mixing, (2) Make Up, (3) Baking, dan (4) Packing.
1. Mixing
Proses pembuatan adonan roti di PT. Nippon Indosari Corpindo
menggunakan sistem sponge and dough yang merupakan dua tahap
berbeda. Tahap pembentukan sponge meliputi pencampuran sebagian
bahan adonan yang diikuti dengan fermentasi pendahuluan. Sponge yang
telah difermentasikan kemudian dijadikan satu dengan setengah bahan
yang belum dimasukkan, dicampur untuk menjadi adonan dough dan
dibiarkan untuk fermentasi yang kedua kalinya dalam waktu yang singkat.
Penggunaan sistem sponge and dough memiliki keuntungan dan
kerugian. Keuntungan menggunakan sistem ini adalah toleransi terhadap
waktu fermentasi lebih baik, volume roti lebih besar, self life lebih lama,
dan aroma roti lebih kuat. Kerugiannya adalah toleransi terhadap waktu
pengadukan lebih pendek, peralatan lebih banyak, jumlah pekerja lebih
banyak, kehilangan karena fermentasi lebih banyak dan waktu produksi
lebih lama.
Dalam pembuatan adonan sponge, mixer 1 digunakan untuk
mencampur bahan baku yaitu tepung terigu (yang dialirkan dari Silo), air,
ragi, dan softer. Pembuatan adonan ini memerlukan waktu selama 5 menit
(low speed selama 3 menit dan high speed selama 2 menit). Setelah
adonan sponge terbentuk maka adonan tersebut dibawa menggunakan box
ke ruang fermentasi I dan difermentasikan selama 4 jam dalam suhu 27,75 oC. Proses fermentasi pertama merupakan proses pemecahan karbohidrat
dengan bantuan mikroorganisme menghasilkan gas CO2, alkohol, dan
asam.
Setelah mengalami fermentasi dan adonan mulai mengembang,
selanjutnya adonan melalui proses mixing kembali dengan penambahan
![Page 51: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/51.jpg)
36
tepung terigu, air, gula, garam, shortening, kalsium propionat untuk
dicampur menjadi adonan dough. Proses mixing untuk membuat adonan
dough memerlukan waktu sekitar 22 menit.
Dalam Tabel 4. berikut dapat dilihat standar proses mixing roti
tawar. Standar dibuat berdasarkan hasil riset dari bagian Product
Development departemen PDQA.
Tabel 4. Standar Proses Mixing Roti Tawar Sponge Dough
Item Roti
Waktu Mixing (menit)
Waktu Fermentasi
(Suhu 27 oC, RH 75 %)
% Air (suhu 23 ±
0,5 oC)
Waktu Mixing (menit)
% Air (suhu 23 ±
0,5 oC)
Floor Time
RTS L3H2 4 jam 40 % L3H4 ↓ L4H7-8 ± 20 % 5 mnt RTP L3H2 4 jam 40 % L2H4 ↓ L3H7 ± 20 % 5 mnt RTG L3H2 4 jam 40 % L2H3 ↓ L2H5 ± 22 % 5 mnt RTR L3H2 2,5 jam 40 % L3H2 ↓ L4H6 ↓ L2 ± 11 % 5 mnt RCC L3H2 2,5 jam 40 % L3H2 ↓ L4H6 ↓ L2 ± 18 % 5 mnt RKU L3H2 4 jam 40 % L2H4 ↓ L3H8 ± 20 % 5 mnt
(Sumber : Produksi PT. NIC)
2. Make Up
Setelah adonan dough terbentuk dan didiamkan sejenak dalam
masa floor time 5 menit, adonan tersebut dinaikkan kedalam devider yang
secara bertahap membagi-bagi adonan sesuai dengan berat yang
diinginkan. Devider membagi adonan dengan kecepatan tertentu (dalam
satuan stroke/menit) sesuai dengan jenis roti yang diproduksi. Stroke
adalah proses pemotongan/pembagian adonan menjadi ukuran sesuai yang
diinginkan. Adonan tersebut selanjutnya melalui rounder yang berfungsi
untuk membuat adonan berbentuk bulat dan membentuk lapisan tipis pada
permukaan adonan.
Adonan yang berbentuk bulat tersebut memasuki wadah-wadah
pada mesin OHP sebagai proses intermediate proofing selama 17-18 menit
pada suhu ruang. Proses proofing dilakukan untuk membiarkan sejenak
atau proses relaksasi adonan sehingga adonan lebih mudah dibentuk pada
proses selanjutnya.
![Page 52: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/52.jpg)
37
Proses make up selanjutnya adalah sheeting yaitu proses
pemipihan adonan bertujuan agar gas yang telah terbentuk terdistribusikan
secara merata pada adonan sehingga produk akhir yang dihasilkan
memiliki pori-pori yang halus dan seragam. Adonan yang telah melewati
proses sheeting dibentuk sesuai dengan bentuk produk akhir yang
diinginkan (moulding) yang kemudian diletakkan pada loyang (panning).
Pada Tabel 5. dapat dilihat standar proses Make Up Roti Tawar.
Tabel 5. Standar Proses Make Up Roti Tawar
Item Roti Devider Speed (stoke/menit)
Berat (gram)
Floor Time (Menit)
RTS 17 337.5 ± 2.5 5 RTP 16 315 ± 2.5 5 RTG 16 315 ± 2.5 5 RTR 16 325 ± 2.5 5 RCC 15 313 ± 2.5 5 RKU 16 337.5 ± 2.5 5
(Sumber : Produksi PT. NIC)
Adonan yang sudah masuk kedalam loyang kemudian disusun di
dalam rak dan disimpan kedalam ruangan fermentasi dengan suhu 38oC
dan RH 80% selama 40-50 menit. Fermentasi kedua merupakan fermentasi
akhir untuk mengembangkan adonan hingga mencapai volume yang
diinginkan. Waktu fermentasi terkadang tidak stabil diakibatkan oleh
karakteristik adonan yang berbeda dalam hal waktu untuk mengembang.
Indikator fermentasi telah selesai adalah ketinggian adonan ± 80% dari
tinggi loyang.
3. Baking
Baking merupakan proses pemanggangan adonan. Adonan yang
sudah mengembang dari ruang fermentasi II dimasukkan kedalam oven
dengan suhu 195oC selama 33 menit 31 detik. Dalam proses baking,
volume adonan bertambah selama 5-6 menit pertama (ovenspring). Dalam
proses baking, aktivasi ragi dalam adonan mulai terhenti pada kisaran suhu
62,8oC. Selain itu, denaturasi protein dan gelatinisasi pati pada struktur
![Page 53: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/53.jpg)
38
crumb terjadi pada suhu 60 – 82,2oC serta terjadinya proses karamelisasi
gula. Setelah roti keluar dari oven, maka roti sudah matang dan perlu
dilakukan proses pengeluaran roti dari cetakannya (depanning).
4. Packing
Roti yang telah matang kemudian didinginkan dalam suhu ruang
dengan cooling conveyor. Roti berputar-putar mengikuti aliran conveyor
selama ± 2 jam (Line 1 : 2 jam 30 menit, Line 2 : 2 jam 10 menit) hingga
roti bersuhu 33 ± 2oC. Proses cooling bertujuan untuk mempermudah
proses pemotongan produk tanpa ada kerusakan serta mencegah
kondensasi setelah pengemasan produk. Kehilangan kadar air produk
selama pendinginan sekitar 2-3%.
Tabel 6. Standar Proses Pengemasan Roti Tawar
Item Roti Cooling time
(jam) Temperatur Roti
(oC) Expired Date (hari)
RTS 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTP 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTG 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTR 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RCC 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RKU 4 – 5 < 28 D + 5
(Sumber : Produksi PT. NIC)
Proses selanjutnya adalah slicing yaitu proses pemotongan roti
tawar setelah pendinginan (suhu 33 – 37 oC). Roti yang telah terpotong
sesuai dengan ukuran standar roti tawar selanjutya melalui proses
pengemasan (packing). Proses pengemasan menggunakan mesin packer
dengan kecepatan 45 pack/menit. Roti yang sudah berada dalam kemasan
di-seal dan diikat dengan kwik lock. Pengemasan dilakukan agar roti dapat
dipasarkan dengan tetap mempertahankan kadar air produk serta
melindungi produk dari kontaminasi.
Pengunaan kwik lock yang berwarna untuk memudahkan bagian
Sales dalam membedakan expired date produk yang berada dipasaran,
produk mana yang masih fresh, dan produk mana yang sudah expired dan
harus ditarik. Pengunaan kwik lock berdasarkan hari produksi : Senin
![Page 54: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/54.jpg)
39
berwarna kuning, Selasa berwarna biru, Rabu berwarna merah, Kamis
berwarna hijau, Jumat berwarna orange, Sabtu berwarna coklat, dan
Minggu berwarna putih. Tabel 7. menjelaskan standar proses pengemasan
roti tawar.
Tabel 7. Standar Dimensi Produk Roti Tawar Target Nett Weight (gram)
Item Roti Jumlah slice/pack Standard Minimum
RTS 10 370 359 RTP 7 361 350 RTG 10 366 355 RTR 11 375 364 RCC 10 275 267 RKU 10 200 194
(Sumber : Produksi PT. NIC)
Produk yang sudah terkemas dilewatkan ke alat Metal Detector
untuk mendeteksi apabila terdapat campuran logam dalam produk. Hal ini
perlu dilakukan untuk menghindari adanya logam berat yang bisa berasal
dari mesin produksi, loyang, dan lain sebagainya. Produk kemudian
disimpan dalam krat-krat dan siap didistribusikan ke pelanggan.
G. Distribusi Finished Goods
Setiap finished goods yang telah dikemas dan disimpan di krat, maka
dilakukan serah terima dari produksi kepada gudang finished goods dan
dilakukan penyimpanan sementara di gudang Finished Goods untuk masing-
masing jenis produk. Untuk didistribusikan ke pelanggan, harus dilakukan
proses picking terlebih dahulu, yaitu memisahkan dan mengelompokkan roti
sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Proses picking untuk setiap produk
akhir sesuai dengan BPPB atau estimasi yang merupakan data permintaan
aktual dari pelanggan. Proses picking berdasarkan pesanan (order) dari
distributor yang terdiri atas Depot, Reguler Outlet (RO), Institusi, DC
(Distribution Channel) untuk Indomaret serta Alfamart, Branch, Stock Point,
serta untuk sample QA.
DC Alfamart terdiri atas 8 unit yaitu Cileungsi 1, Cileungsi 2,
Serpong, Cirebon, Bandung, Bekasi, Cikokot, dan Lampung. DC Indomaret
![Page 55: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/55.jpg)
40
terdiri atas 7 unit yaitu Volvo, Bekasi, Jatake, Cimanggis, Parung, Bandung,
dan Lampung. Stock Point terdiri atas 10 unit yaitu Cikarang, Pasar Minggu,
Jakarta Barat, Bogor, Banten, Tasik, Bandung, Tangerang kota, Purwakarta,
dan Sukapura. Sedangkan RO terdiri atas 353 unit dan Agen terdiri atas 137
unit distribusi.
Proses pendistribusian dilakukan dengan bantuan perusahaan
transporter/ekspedisi yang diatur untuk mendistribusikan ke masing-masing
wilayah distribusi. Adapun perusahaan transporter tersebut antara lain :
a. PT. Bangun Putra Kerawang (BPK) untuk wilayah distribusi timur dan
barat,
b. PT. Adira Logistic untuk wilayah distribusi selatan, dan
c. PT. Pangestu Daya Sari (PDS) untuk wilayah distribusi utara.
Dalam sekali pendistribusian menggunakan truk berukuran sedang,
pengiriman ke distributor dapat dilakukan hanya sekali atau beberapa transit,
tergantung distributor yang dituju. Untuk DC dan Stock Point, setiap armada
truk transit hanya di outlet tersebut. Untuk RO dan Institusi, setiap armada
truk transit di lebih dari 8 outlet. Sedangkan untuk Agen, setiap armada truk
transit di 3 atau 4 outlet. Hal ini disebabkan jumlah pesanan dari setiap outlet
berbeda. Produk yang telah sampai kepada distributor, pada hari yang sama
disalurkan kepada konsumen akhir.
Dalam penyimpanan finished goods seringkali terdapat kelebihan
stock akibat kelebihan produksi. Jumlah stock berlebih tersebut merupakan
sisa produksi kemarin ditambah POC (Product Output Control) setelah
dikurangi produk yang telah didistribusikan per 24 jam. Waktu penyimpanan
maksimum stock adalah 2 hari dikarenakan masa kadaluarsa roti hanya 5 hari
dari tanggal produksi.
![Page 56: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/56.jpg)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Produksi PT. Nippon Indosari Corpindo
Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai
komponen yaitu input, proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme
untuk pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan
terus menerus (Gaspersz, 1998). Sistem produksi PT. Nippon Indosari
Corpindo merupakan sistem produksi manufakturing dengan strategi Make to
Demand, dimana respon terhadap pelanggan secara total adalah fleksibel.
Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa dalam strategi Make to Demand,
penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu
penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan.
Dengan strategi tersebut, perusahaan memberikan tanggapan atau
respon terhadap permintaan konsumen sesuai dengan permintaan aktual.
Perusahaan akan memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan aktual
(walaupun dengan adanya penambahan estimasi loss produksi) dan
pengiriman secara cepat ke tangan konsumen.
Strategi desain proses manufakturing mendefinisikan bagaimana
suatu produk diproses dalam suatu industri. PT. Nippon Indosari Corpindo
menggunakan desain proses Small Batch Line Flow. Menurut Gaspersz (1998),
Small Batch Line Flow memiliki semua karakteristik dari line flow (product
flow) yaitu menyusun stasiun-stasiun kerja (work station) dalam urutan
operasi yang membuat produk dimana produk mengalir mengikuti langkah
urutan yang sama dalam proses produksi. Berbeda dengan Large Batch Line
Flow, desain proses Small Batch Line Flow memproses beberapa jenis produk
dalam ukuran batch yang kecil sehingga memerlukan set up peralatan atau
mesin diantara batch yang diproses.
Produksi dengan ukuran batch (lot) yang kecil dipengaruhi oleh
kapasitas mesin dan jumlah produk yang ingin diproduksi. Penggunaan ukuran
batch (lot) yang kecil mendukung sistem produksi campur merata (heijunka)
dengan changeover (pergantian produksi item produk) yang sering dan set up
yang singkat.
![Page 57: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/57.jpg)
42
Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing yang
diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo adalah sistem Just In Time.
Menurut Gaspersz (1998), sistem Just In Time merupakan suatu konsep
filosofi yaitu memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan
oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat
kualitas prima, dari setiap tahap proces dalam sistem manufakturing, dengan
cara yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan (waste
elimination) dan perbaikan proses terus menerus (continuous process
improvement).
B. Penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo
Sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo telah
dilaksanakan sejak pabrik mulai beroperasi. Perusahaan ini merupakan
perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT. Sari Indoroti dengan
Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd. Operasi produksi
dilakukan dengan adanya dukungan dari perusahaan Jepang tersebut. Prinsip-
prinsip Just In Time secara umum telah dilaksanakan di PT. Nippon Indosari
Corpindo dengan beberapa penyesuaian.
Prinsip-prinsip sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo
diterapkan melalui pelaksanaan sistem dan prosedur dalam pelaksaan operasi
produksi dengan adanya Good Manufacturing Practice (GMP) dan Instruksi
Kerja. Penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo
dibahas menurut faktor-faktor Just In Time sebagai berikut.
1. Faktor Supplier
Dalam memenuhi proses produksi di PT. Nippon Indosari
Corpindo diperlukan komponen-komponen material seperti bahan baku,
bahan pembantu, dan bahan pengemas yang jumlahnya tidak sedikit dan
harus tersedia saat akan digunakan. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kepuasan pelanggan maka perlu diperhatikan integrasi pabrik dan pemasok.
Untuk menunjang implementasi sistem Just In Time dalam
pembelian bahan baku kepada pemasok, material yang digunakan
diprioritaskan berdasarkan tingkat kepentingannya menggunakan analisis
![Page 58: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/58.jpg)
43
klasifikasi ABC. Analisis kalsifikasi ABC merupakan klasifikasi kelompok
material dalam susunan menurun yang ditetapkan berdasarkan faktor-faktor
penting yang menentukan nilai material tersebut (Gaspersz. 1998). Selain
itu, menurut Machfud (1999), analisis ABC merupakan alat yang sangat
berguna untuk menentukan persediaan jenis barang mana yang penting
untuk dikendalikan berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap penting bagi
perusahaan.
PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan pembedaan prioritas
dengan klasifikasi ABC untuk menunjang pemesanan material kepada
pemasok berdasarkan tingkat penggunaan per hari. Penentuan klasifikasi
ABC dengan memperhitungkan presentase tingkat penggunaan suatu
material dengan material lain dalam satuan yang sama (kg untuk bahan
baku, lembar untuk etiket roti tawar atau roll untuk etiket roti manis). Bahan
baku yang termasuk ke dalam kelas A yaitu material yang penggunaan rata-
rata per harinya > 3% dari jumlah total bahan baku yang digunakan (±
50.000 kg/hari). Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas B adalah bahan
baku yang tingkat penggunaan rata-rata hariannya 0,5% hingga 3%, dan
sisanya termasuk ke dalam kelas C.
6.45%
86.93%
16.13%8.59%
77.42%
4.48%0.00%
10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
Pre
sent
ase
A B C
Kelas
Klasifikasi ABC Bahan Baku
% Kumulatif Item
% Kumulatif Penggunaan
Pada Gambar 7 dapat dilihat sebanyak 6,45% bahan baku kelas A
mewakili 86,93% penggunaan, sebanyak 16,13% bahan baku kelas B
mewakili 8,59% penggunaan, dan sebanyak 77,42% bahan baku kelas C
mewakili 4,48% penggunaan bahan baku tersebut.
Gambar 7. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Baku
![Page 59: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/59.jpg)
44
25.00%
90.04%
18.75%7.09%
59.38%
2.87%0.00%
10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
Pre
sent
ase
A B C
Kelas
Klasifikasi ABC Etiket Lembar
% Kumulatif Item
% Kumulatif Penggunaan
Bahan kemasan (etiket) roti tawar lembaran dengan penggunaan
rata-rata harian > 8% dari jumlah total etiket digunakan (± 800.000
pcs/hari) termasuk ke dalam kelas A. Kelas B untuk penggunaan rata-rata
harian 0,5% hingga 8%, dan sisanya kelas C. Pada Gambar 8 dapat ilihat
persentase kumulatif untuk item etiket lembaran kelas A sebesar 25% yang
mewakili 90,04% kumulatif tingkat penggunaan, kelas B sebesar 18,75%
yang mewakili 7,09% kumulatif tingkat penggunaan, serta kelas C sebesar
59,38% yang mewakili 2,87% kumulatif tingkat penggunaan.
Bahan kemasan (etiket) roti manis (dalam satuan roll) digolongkan
kelas A bila penggunaan rata-rata harian > 5,55% dari total penggunaan (±
30 roll/hari). Kelas B untuk penggunaan harian 2,9% hingga 5,55%, dan
sisanya tergolong ke dalam kelas C. Gambar 9 menunjukkan grafik analisis
klasifikasi ABC untuk etiket roll dimana sebesar 21,43% kumulatif etiket
kelas A mewakili 53,89% tingkat penggunaan, 25% kumulatif item kelas B
mewakili 29,69% kumulatif penggunaan, dan 53,57% kumulatif etiket roll
kelas C mewakili 16,41% kumulatif tingkat penggunaannya.
Gambar 8. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Kemasan (Etiket) Lembar
![Page 60: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/60.jpg)
45
21.43%
53.89%
25.00%29.69%
53.57%
16.41%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Pre
sent
ase
A B C
Kelas
Klasifikasi ABC Etiket Roll
% Kumulatif Item
% Kumulatif Penggunaan
Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A dan dijadikan
prioritas dalam hal penanganan material antara lain tepung terigu Cakra
Kembar Emas (CKE), Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir,
dan Filler coklat DC2624F. Penggunaan rata-rata per hari material tersebut
berturut-turut adalah 69,99%, 3,17%, 6,99%, dan 3,65%. Pembagian kelas
berdasarkan klasifikasi ABC di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Klasifikasi ABC berdasarkan tingkat penggunaan mempengaruhi
frekuensi pengiriman material agar dilakukan sesering mungkin, yaitu 3 kali
seminggu atau bahkan setiap hari. Frekuensi pengiriman selain dipengaruhi
besarnya pemakaian juga dipengaruhi lead time dan kapasitas gudang.
Dalam menerapkan sistem Just In Time, prinsip yang diperhatikan
dalam faktor pemasok (supplier) antara lain :
a. Jumlah pemasok yang sedikit.
Pemasok bahan baku yang bekerja sama dengan PT. Nippon
Indosari Corpindo antara lain Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow,
Puncak Gunung Mas, Sumber Laut, Susanti, Nusa Inti, Salabintana
Pasirputih, Halim Sakti, Anta Tirta, Astaguna Wisesa, Trisha Sejati,
Alam Sumber Vita, Freyabadi, Puratos, Nirwana Lestari, Jaya Fermex,
Nusa Indah, Cipta Makmur, Prambanan Kencana, Wijaya Putra, DKSH,
Gambar 9. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Kemasan (Etiket) Roll
![Page 61: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/61.jpg)
46
Indesso, Galic Bina Mada, Trimitra Mandiri, Jutarasa, Mulia Raya, Kraft,
Johardi, Nirwana Lestari, Mane, Foodex, Realic, dan Sumber Jaya.
Terdapat beberapa pemasok yang menyediakan lebih dari satu
bahan baku diantaranya adalah Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow,
Antatirta, Astaguna Wisesa, dan Freyabadi. Hal ini dapat mendukung
penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo sehingga
membuat pemasok yang terlibat dalam sistem semakin sedikit. Dengan
semakin sedikitnya pemasok yang terlibat dalam supply chain, maka
kontrak kerjasama dapat ditingkatkan dan loyalitas dari pemasok pun
akan meningkat. Walaupun demikian, PT. Nippon Indosari Corpindo
memiliki beberapa pemasok alternatif, sehingga upaya untuk
meminimumkan jumlah pemasok yang terlibat dalam sistem Just In Time
belum dapat dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan
bargaining position serta mengurangi ketergantungan pada satu pemasok
saja. Kebijakan tersebut berguna untuk mencegah adanya permainan
harga dari pemasok, namun menyebabkan loyalitas dari pemasok
terhadap perusahaan akan berkurang terutama untuk memasok bahan
baku dengan kualitas baik, jumlah dan waktu kedatangan yang tepat saat
diperlukan. Kebijakan untuk memiliki beberapa pemasok alternatif
menujukkan elemen jumlah pemasok yang sedikit belum dapat
diterapkan dengan baik.
b. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik.
Lokasi geografis pemasok mempengaruhi frekuensi dan
ketepatan kedatangan bahan baku secara Just In Time. Oleh karena itu,
pemasok yang terletak lebih dekat dengan pabrik lebih diutamakan untuk
menjaga kelancaran pengiriman material secara Just In Time. Selain itu,
pemasok dalam lokasi geografis yang berdekatan tersebut akan
memudahkan kunjungan dan memberikan bantuan teknis kepada
pemasok, serta menciptakan pemahaman yang lebih baik dan cepat
terhadap kebutuhan kualitas (Liker, 2006).
![Page 62: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/62.jpg)
47
Pemasok untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A
(tepung terigu CKE, Palmia Shortening, gula pasir, dan Filler coklat DC
3624 F) adalah Bogasari, Adyaceda, Nusa Indah, dan Freyabadi. Lokasi
geografis pemasok untuk bahan baku yang tingkat penggunaannya paling
tinggi diupayakan agar berlokasi dekat dengan pabrik. Apabila bahan
baku tersebut mengalami keterlambatan akan berdampak pada kelancaran
produksi.
Lokasi pemasok untuk bahan baku kelas A sudah tergolong
dekat dengan pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Pemasok tepung
terigu yaitu PT Bogasari Flour Mills Tbk terletak di Kawasan Kalibaru Jl
Raya Cilincing Jakarta; pemasok Palmia Shortening, PT. Adyaceda
Amandelis terletak di Jl Daan Mogot Km 13 Kav 6 Jakarta; serta
pemasok filler coklat yaitu PT. Freyabadi Indotama berlokasi di Jl.
Maligi III Lot-J2A Kawasan Industri KIIC, Karawang Jawa Barat. Lokasi
yang cukup dekat tersebut sudah mendukung penerapan sistem Just In
Time.
Terdapat bahan kemasan yang perlu diimpor dari luar negeri
seperti kwik lock yang harus diimpor dari Australia. Hal ini menyebabkan
pemesanan dilakukan dengan lead time yang cukup lama yaitu 3 bulan
sebelum digunakan, dan frekuensi pengirimannya yaitu satu bulan sekali
dengan jumlah besar. Walaupun hal tersebut menciptakan tingkat
persediaan yang tinggi, ketersediaan kwik lock sangat mendukung dalam
mempertahankan sistem produksi yang kontinu untuk memenuhi
permintaan konsumen secara Just In Time.
c. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil.
Dalam sistem Just In Time, persediaan (inventory) merupakan
pemborosan yang harus dihilangkan, sehingga tingkat persediaan di
gudang harus seminimal mungkin. Oleh karena itu, pemesanan bahan
baku kepada pemasok dilakukan dengan frekuensi pengiriman yang lebih
sering dan dalam jumlah yang kecil. Dengan kebijakan tersebut maka
bahan baku yang datang langsung digunakan sehingga tingkat persediaan
![Page 63: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/63.jpg)
48
pun diharapkan mendekati nilai nol. Selain itu, ukuran lot yang kecil
dengan frekuensi penyerahan yang lebih sering dapat mempercepat
deteksi dan koreksi pada kecacatan bahan baku.
Waktu pengiriman (delivery) bahan baku dari para pemasok
pada umumnya dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan kebutuhan
produksi. Bahan baku utama yang termasuk kedalam kelas A dikirim
setiap hari, bahan baku kelas B rata-rata 3 kali seminggu, dan bahan baku
flavour yang pada umumnya masuk kelas C rata-rata 2 kali sebulan.
Selain itu, pengiriman etiket rata-rata seminggu dan kwik lock pada
umumnya 1 bulan untuk sekali pengiriman.
Frekuensi kedatangan bahan baku ditentukan berdasarkan
kontrak kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok.
Kedatangan bahan baku dengan frekuensi harian telah dilakukan untuk
bahan baku seperti tepung terigu Cakra Kembar Emas (CKE), Palmia
Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, Filler coklat D C2624 F, telur
ayam, dan Fine Brand. Frekuensi kedatangan bahan baku yang tinggi dan
dalam jumlah yang sesuai kebutuhan diperlukan untuk menunjang sistem
Just In Time yang diterapkan oleh perusahaan.
Data mengenai bahan baku beserta supplier, penggunaan/hari
(usage/day), persediaan penyangga (buffer stock), lead time, dan
frekuensi kedatangan (delivery frequency) dapat dilihat pada Lampiran 5.
d. Terdapat kontrak jangka panjang
Kontrak jangka panjang dengan pemasok yang sama dan
membangun kemitraan yang bersifat informal dapat memberikan dampak
kepada pemasok untuk menyesuaikan biaya dari komitmen jangka
panjang dalam memenuhi kebutuhan kualitas dan menjadi lebih peduli
terhadap kebutuhan pembeli (Heizer dan Render, 2004).
PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kontrak jangka
panjang dengan pemasok yang berorientasi kepada keuntungan biaya
dengan adanya perolehan diskon atau potongan harga. Kontrak jangka
panjang dengan sebagian pemasok untuk menentukan jumlah pesanan
![Page 64: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/64.jpg)
49
dalam periode tertentu seringkali dianggap tidak terlalu menguntungkan.
Kontrak mengatur jumlah (quantity) pemesanan dan lead time. Dengan
adanya kontrak jangka panjang jumlah pemesanan ditentukan untuk
periode tahun (misalnya satu tahun). dan pengiriman pesanan harus
dipenuhi sesuai jumlah yang tertera dalam kontrak tersebut. Pada akhir
tahun kontrak, perusahaan harus tetap membeli bahan baku walaupun
tidak memerlukannya. Fleksibilitas untuk menyesuaikan pengiriman
sesuai dengan kebutuhan tiap bulan sulit dilakukan. Walaupun demikian,
kontrak kerjasama diperlukan untuk mengatur aturan-aturan sistem
pengiriman, lead time, frekuensi pengiriman, dan perolehan potongan
harga.
Kontrak jangka panjang dapat dilakukan untuk membuat
kesepakatan frekuensi kedatangan bahan baku dalam jumlah yang kecil
untuk setiap pengiriman. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat
pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang
diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat
menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan
inspeksi/pemeriksaan terhadap material yang datang (Gaspersz, 1998).
Inspeksi penerimaan material yang datang dapat dikurangi atau
mungkin dihilangkan apabila pemasok bertanggung jawab penuh
terhadap kualitas bahan baku yang disepakati dalam kontrak jangka
panjang yang tentunya lebih efektif dan efisien. Evaluasi pemasok dapat
juga dilakukan berdasarkan kemampuan memberikan bahan baku
berkualitas tinggi, sehingga pemasok memberikan perhatian penuh pada
kualitas bahan baku yang diserahkannya.
Dalam kasus yang ditemui di lapangan saat terjadi
ketidaksesuaian berat, jumlah, atau kerusakan material yang datang,
diperlukan waktu menunggu untuk memutuskan apakah bahan baku
diterima atau tidak. Dengan adanya kontrak jangka panjang dapat diatur
dan disepakati mengenai penanganan kasus tersebut, sehingga tidak
terjadi waktu menunggu (delay) yang cukup lama dan terbentuk antrian
dari bahan baku lain yang menunggu diturunkan dari truk.
![Page 65: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/65.jpg)
50
e. Terdapat dukungan untuk peningkatan Just In Time pada pemasok.
Perusahaan yang telah menerapkan sistem Just In Time
diharapkan dapat membantu menerapkan sistem tersebut pada pabrik
pemasok yang belum menerapkannya, agar tercipta sistem yang baik
yang mendukung kelancaran produksi. PT. Nippon Indosari Corpindo
belum melakukan dukungan agar pemasok menerapkan sistem Just In
Time. PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kunjungan ke pabrik
pemasok hanya apabila terdapat penawaran produk baru, terjadinya
masalah dalam hal pengiriman bahan baku, atau masalah lead time.
Sampai saat ini belum dilakukan sosialisasi ataupun ajakan kepada
pemasok untuk menerapkan sistem yang sama. Para pemasok pun masih
belum melakukan kunjungan pabrik (factory visit) untuk melihat sistem
produksi yang diterapkan PT. Nippon Indosari Corpindo. Dukungan
suatu sistem secara menyeluruh antara suatu perusahaan dengan
pemasoknya jarang dilakukan. Pemasok dan pembeli pada umumnya
masih menjalankan produksi secara individual. Hal yang terpenting bagi
pemasok adalah mampu memasok bahan baku kepada pembeli. Hal ini
menujukkan elemen terdapatnya dukungan agar pemasok menerapkan
dan meningkatkan sistem Just In Time belum dapat dilakukan.
2. Faktor Inventory
Penyimpanan persediaan di gudang merupakan suatu tindakan
pemborosan dalam sistem Just In Time. Kelebihan persediaan menyebabkan
lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang rusak, peningkatan biaya
penyimpanan. Selain itu, persediaan yang berlebih juga menyembunyikan
masalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman
dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.
Elemen untuk faktor persediaan (inventory) yang mendukung penerapan
sistem Just In Time antara lain :
![Page 66: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/66.jpg)
51
a. Penggunaan pull system untuk pergerakan persediaan.
Sistem tarik berarti status ideal dari sistem produksi Just In
Time, memberikan pelanggan (yang mungkin merupakan langkah
proses berikutnya) apa yang diinginkan, dan dalam jumlah yang di
inginkan (Liker, 2006).
PT. Nippon Indosari Corpindo menerapkan sistem tarik (pull
system) berdasarkan permintaan konsumen. Permintaan konsumen yang
masuk melalui para distributor (channel) menjadi dasar pelaksanaan
proses produksi. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan material
(MRP) untuk membuat sejumlah roti yang dipesan, maka bagian
produksi menjalankan proses produksi berdasarkan MRP tersebut.
Menurut Gaspersz (1998), dalam sistem Just In Time, proses
produksi ditentukan oleh adanya permintaan dari konsumen. Pesanan
produksi (production order) dapat dikomunikasikan dengan berbagai
cara, dapat menggunakan alat elektronik seperti lampu, alat transportasi
seperti kontainer, atau alat paling banyak digunakan adalah suatu tanda
yang disebut sebagai kanban. Kanban adalah suatu istilah dalam bahasa
Jepang yang serupa artinya dengan visible record or signal. Pada
umumnya alat kanban yang dipergunakan adalah kartu, sehingga sering
disebut kartu kanban. Kanban dipergunakan sebagai tanda (signal)
kepada stasiun pemasok bahwa stasiun pengguna sedang membutuhkan
material, sehingga stasiun pemasok harus segera mengirimkan material
itu sesuai dengan kebutuhan yang tertera dalam kartu kanban.
Pada lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo, tidak
terdapat penggunaan kanban yang berfungsi untuk memberikan tanda
agar bagian sebelumnya mengirimkan material yang dibutuhkan.
Meskipun demikian, peneliti menemukan suatu penggunaan form
permintaan material (dapat dianggap sebagai kanban) dari bagian
produksi kepada bagian gudang untuk mengirimkan material yang
dibutuhkan. Penggunaan form tesebut terjadi secara insidentil yaitu pada
permintaan kebutuhan Filler, Cream, Dusting, Palmia Olex, Baker Fat,
Bimoli Nabati, dan Etiket dari sub departemen Produksi kepada sub
![Page 67: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/67.jpg)
52
departemen Raw Material (RM). Hal tersebut terjadi akibat terdapat
ketidaksesuaian penggunaan aktual (pada umumnya lebih sedikit)
daripada yang diberikan sesuai standar PDQA. Untuk menghindari
pemborosan, material-material tersebut dikirimkan dari gudang Raw
Material (RM) kepada bagian Produksi sesuai dengan kebutuhan. Selain
itu, ketika terjadi kerusakan mesin atau kesalahan dalam proses mixing,
diperlukan material tambahan yang harus diminta kepada sub
departemen RM. Form yang digunakan sebagai tanda untuk meminta
material sesuai dengan kebutuhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Walaupun dalam penerapan sistem tarik di PT. Nippon Indosari
Corpindo tidak menggunakan teknik kanban, namun dapat dikatakan
penerapan sistem tarik berjalan dengan baik seiring berjalannya sistem
produksi yang hanya memproduksi sesuai jumlah permintaan konsumen.
Setiap permintaan konsumen menarik material dari gudang bahan baku
untuk diproduksi, dan tentunya menarik kebutuhan material pula dari
pemasok walaupun tidak secara langsung.
b. Tingkat persediaan minimum.
Just In Time berarti mengurangi sebanyak mungkin persediaan
yang digunakan untuk menyangga proses operasi dalam menghadapi
masalah yang mungkin muncul dalam produksi. Dengan menggunakan
persediaan penyangga yang lebih kecil, berarti masalah-masalah yang
tidak terlihat seperti produk cacat akan terungkap (Liker, 2006).
Penyimpanan material di gudang PT. Nippon Indosari
Corpindo diatur agar sesuai dengan kapasitas maksimal penyimpanan
dan telah melalui proses penerimaan material dengan benar. Material di
gudang disusun dengan rapi dan informatif sehingga tanggal kedatangan
dan tanggal kadaluarsa terlihat dengan jelas, tujuannya agar sistem
FIFO (Firts In Firts Out) dapat dijalankan.
Setiap material di gudang disimpan berkelompok berdasarkan
karakteristik material dalam suhu penyimpanan. Gula pasir, gandum,
dan garam disimpan dalam ruang 1 dengan suhu ruang 28 – 31 oC;
![Page 68: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/68.jpg)
53
Coklat dan susu disimpan dalam ruang 2 dengan suhu 18 – 23 oC; Ragi
dan telur disimpan dalam ruang chiller 1 dengan suhu 0 – 4 oC; Keju
dan filler disimpan dalam ruang chiller 2 dengan suhu 0 – 10 oC; Olex,
minyak, shortening, susu bubuk, dan coklat powder disimpan dalam
ruang 3 dengan suhu 28 – 35 oC; Keju dan kacang hijau untuk produk
Boti disimpan dalam freezer dengan suhu (-10) – (-20) oC; Filler kelapa
disimpan dalam freezer dengan suhu (-20)–(-10) oC; serta tepung terigu
disimpan dalam silo dengan suhu ruang.
PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki persediaan dengan
tingkat buffer stock yang beragam untuk setiap jenis material. Buffer
Stock dipengaruhi oleh lead time, minimum order material yang dipesan
dan kapasitas gudang. Untuk menjaga tingkat persediaan minimum,
buffer stock ditentukan maksimal sebanyak 2 hari kebutuhan produksi.
Peningkatan persediaan sering terjadi saat mendekati hari libur nasional
yang diakibatkan pemasok tidak beroperasi pada hari libur sehingga
tanggal kedatangan material dipercepat sebelum hari libur.
Buffer stock digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian
permintaan relatif terhadap ramalan yang dibuat. Walaupun demikian,
cara yang terbaik dalam implementasi sistem Just In Time adalah
meminimumkan stock pengaman tersebut yang tidak bernilai tambah.
Persediaan yang disimpan akan menambah biaya, sehingga dipandang
sebagai pemborosan yang harus dihilangkan.
Menurut Liker (2006), untuk memuaskan pelanggan yang
permintaannya berfluktuasi secara signifikan, direkomendasikan untuk
menyimpan setidaknya sejumlah kecil persediaan barang jadi. Hal ini
tampak berlawanan dengan lean thinking. Secara teoritis, pemecahan
yang paling ramping adalah membuat berdasarkan pesanan dan hanya
mengirimkan yang diinginkan oleh pelanggan dan jika ingin
menyimpan persediaan lebih baik berupa barang jadi, bukan bahan baku.
Hal ini direkomendasikan untuk tetap mempertimbangkan pentingnya
jadwal campur merata (heijunka). Sedikit persediaan barang jadi
![Page 69: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/69.jpg)
54
kadang-kadang dibutuhkan untuk melindungi jadwal produksi campur
merata agar tidak terganggu oleh lonjakan permintaan secara tiba-tiba.
PT. Nippon Indosari Corpindo menyimpan persediaan barang
jadi dalam jumlah yang sedikit, dengan batas maksimum penyimpanan
2 hari. Hal ini disebabkan masa kadaluarsa produk roti yang dihasilkan
hanya 5 hari. Setiap persediaan barang jadi pada keesokan harinya akan
dikirimkan dan produk yang paling akhir dalam suatu lini menjadi
persediaan selanjutnya, demikian seterusnya. Persediaan barang jadi ini
bermanfaat ketika terjadi masalah kualitas saat pengiriman, produk yang
rusak tidak jarang dikembalikan dan ditukar dengan yang baik.
c. Ukuran lot yang kecil (small lot size).
Ukuran lot (lot size) adalah kuantitas dari item yang biasanya
dipesan dari pabrik (untuk produksi) atau dari pemasok. Sering disebut
juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau ukuran batch
(batch size) (Gaspersz, 1998). Ukuran lot yang digunakan di lantai
pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo ditentukan berdasarkan kapasitas
mesin mixer. Ukuran lot yang dibuat dalam OTP (Order To Production)
antara lain 225, 200, 186, 175, 150, 125, 100, 70, 60, 50, dan 40 kg.
Kapasitas mixer untuk plant Roti Tawar maksimum sebesar 225 kg dan
minimum 100 kg dalam sekali pengadukan mixer. Dengan
menggunakan ukuran lot tersebut maka proses pencampuran (mixing)
menjadi optimal.
Ukuran lot yang digunakan diusahakan agar selalu paling besar
yang sesuai dengan kapasitas mesin yaitu 225 kg. Walaupun demikian,
ukuran tersebut masih merupakan ukuran lot yang relatif kecil untuk
output produk yang sangat besar sehingga memenuhi persyaratan sistem
Just In Time. Penggunaan lot maksimal (225 kg) ditujukan untuk
mengurangi jumlah kehilangan (loss) produksi akibat akumulasi adonan
yang sedikit demi sedikit terkumpul diakhir proses dan memperolah
waktu produksi yang relatif lebih singkat. Apabila terdapat rencana
produksi untuk item roti tertentu yang tidak memenuhi minimum lot,
![Page 70: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/70.jpg)
55
maka rencana produksi tersebut tidak dijalankan dikarenakan hanya
akan memboroskan penggunaan sumber daya.
d. Waktu set up yang singkat (quick set up).
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,
mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan
pengujian (Agustina, dkk, 2007). Bahan baku dipersiapkan dan
ditimbang oleh bagian Scalling berdasarkan jadwal produksi atau
disebut Order To Production (OTP). Penimbangan dilakukan
berdasarkan formula yang dikeluarkan sub departemen P&D untuk
masing-masing bahan baku. Bahan baku ditimbang sesuai dengan hasil
perkalian persentase penggunaan material dengan batch size (lot size)
yang akan diproduksi. Bahan baku yang sudah ditimbang dibungkus
rapi dan bersih dengan plastik, untuk kemudian ditempatkan pada krat
atau rak yang tersedia sebelum diserahterimakan.
Scalling (penimbangan dan penyiapan) bahan baku
memerlukan waktu ± 10 jam. Dalam satu hari terdapat dua kali serah
terima bahan baku kepada Produksi. Estimasi waktu yang diperlukan
untuk melakukan proses penimbangan dan penyiapan bahan baku
adalah sebagai berikut : Pukul 07.00–15.00 WIB dilakukan penyiapan
bahan baku, pukul 15.00–16.00 WIB (Rit 1) dilakukan serah terima
bahan baku untuk produksi pukul 17.00 dan pukul 22.00–23.00 WIB
(Rit 2) dilakukan serah terima bahan baku untuk produksi pukul 23.00.
Proses penyiapan bahan baku memerlukan waktu yang cukup
lama, namun berlainan dengan waktu set up penyiapan bahan baku
dalam lini produksi sehingga tidak mempengaruhi jalannya produksi.
Changeover (pergantian produksi dari satu item ke item lain) terjadi
dalam sitem produksi campur merata yang menuntut waktu set up yang
lebih cepat dan fleksibilitas yang tinggi. Waktu set up dalam sekali
changeover merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan
pembersihan (cleaning) mixer dan penyiapan bahan baku untuk diolah.
Selain itu, apabila ada mesin yang perlu dilakukan perbaikan kecil
![Page 71: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/71.jpg)
56
maupun pergantian parts seperti belt conveyor pada devider, atau
penggantian pisau (blade) pada mesin slicer diperlukan waktu set up
yang singkat pula.
Set up dilakukan saat terdapat waktu jeda dalam setiap
changeover dengan waktu maksimal yaitu 30 menit. Waktu jeda
tersebut merupakan waktu yang diberikan untuk memberikan jarak
proses pengovenan (baking) roti dengan proses penurunan suhu pada
cooling conveyor. Waktu jeda tersebut tergantung pada item yang
diproduksi dengan standar sebagai berikut RTS 20 menit/batch, RCC 30
menit/batch, RTR 20 menit/batch, RTG 22 menit/batch.
e. Terdapat pengurangan variabilitas
Menurut sistem Just In Time, untuk menjalankan pergerakan
bahan baku perlu dilakukan pengurangan variabilitas. Variabilitas
adalah setiap penyimpangan (deviasi) dari proses optimal untuk
mengantarkan produk sempurna tepat waktu. Variabilitas disebabkan
faktor internal maupun eksternal. Persediaan menutupi variabilitas.
Semakin kecil variabilitas semakin kecil pula kesia-siaan yang terjadi
(Heizer dan Render, 2005).
Dengan jumlah persediaan minimum yang dimiliki, PT.
Nippon Indosari Corpindo mampu menciptakan pengurangan
variabilitas dengan sedikit demi sedikit mengatasi masalah-masalah
yang muncul seperti masalah keterlambatan kedatangan material, loss
produksi (scrap), waktu set up dan masalah mesin, dan masalah-
masalah kualitas. Berbagai perbaikan kecil yang terjadi di banyak
proses dapat membawa perusahaan kepada peningkatan kualitas,
penghematan biaya, dan peningkatan produktivitas.
3. Faktor Schedulling
Sub departemen Production Planning and Inventory Control
(PPIC) PT. Nippon Indosari Corpindo terdiri atas 2 bagian (section) yaitu
bagian Production Planning dan bagian Inventory Control. Bagian
![Page 72: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/72.jpg)
57
Production Planning bertugas untuk membuat jadwal produksi dengan
memperhitungkan kebutuhan material harian yang akan digunakan untuk
produksi. Jadwal produksi berdasarkan kepada permintaan (demand) aktual
konsumen terhadap barang jadi (finished goods) dalam Order To Factory
(OTF) H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo).
Bagian Inventory Control bertugas untuk memperhitungkan
kebutuhan material bulanan dan penjadwalan untuk pengadaan bahan baku
dari pemasok dengan tetap mempertahankan tingkat persediaan yang
minimum. Penjadwalan pengadaan bahan baku berdasarkan kepada hasil
peramalan (forecasting) 3 bulanan yang dibuat oleh departemen Sales &
Marketing.
Dalam penerapan sistem Just In Time, prinsip yang perlu
diperhatikan dalam faktor schedulling adalah sebagai berikut.
a. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok
Master Production Schedulling (MPS) merupakan suatu
pernyataan tentang produk akhir dari suatu industri manufakturing yang
merencanakan untuk memproduksi output berkaitan dengan kuantitas
dan periode waktu (Gaspersz, 1998).
Master Production Schedulling (MPS) memerlukan lima input
utama, yaitu (1) Data permintaan total, berkaitan dengan prakiraan
penjualan dan pesanan-pesanan; (2) Status inventori, berkaitan dengan
informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan untuk
penggunaan tertentu, pesanan-pesanan produksi, dan pembelian yang
dikeluarkan, serta rencana order; (3) Rencana produksi, untuk
memberikan sekumpulan batasan terhadap MPS; (4) Data perencanaan,
berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot sizing yang harus digunakan,
stok pengaman, dan waktu tunggu; (5) Informasi berupa kebutuhan
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS (Gaspersz, 1998).
Daftar komponen-komponen yang diperlukan dalam membuat
suatu produk tercantum di dalam Bills Of Materials (BOM) atau sering
disebut sebagai formula. BOM menunjukkan secara detail baik
komponen-komponen maupun bahan-bahan yang diperlukan untuk
![Page 73: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/73.jpg)
58
setiap produk akhir dan setiap komponen. Kebutuhan bahan-bahan
harus disesuaikan dengan ketersediaan persediaan pengaman,
persediaan yang sedang diproduksi ataupun yang sedang dipesan.
Semua hal tersebut dipadukan dalam bagian sistem yang disebut
perencanaan kebutuhan bahan atau Material Requirement Planning
(MRP), dimana dilakukan perhitungan rencana kebutuhan-kebutuhan
bahan baku dan komponen yang diperlukan untuk memenuhi schedule
produksi.
Bagian Inventory Control membuat perencanaan kebutuhan
bahan baku (Material Requirement Planning/MRP) bulanan
berdasarkan Master Production Schedule atau digunakan istilah Order
To Factory (OTF) yang diturunkan dari peramalan (forecasting) yang
dibuat departemen Sales & Marketing. MRP mengembangkan pesanan-
pesanan yang direncanakan untuk bahan baku, komponen-komponen
yang diperlukan untuk memenuhi MPS. MRP menggunakan data
persediaan dan Bills Of Material (BOM) sebagai input tambahan pada
MPS. Perencanaan kebutuhan bahan baku biasanya dilakukan setiap
pertengahan bulan antara tanggal 15-20 setiap bulannya dengan
sebelumnya dilakukan pengecekan outstanding. Outstanding merupakan
jumlah bahan baku yang belum tiba akhir bulan pembuatan MRP,
kelebihan stock digudang apabila tidak digunakan untuk diproduksi saat
penjualan mangalami penurunan.
Perhitungan MRP memperhatikan keadaan stok (Bargaining
On Hand/BOH), penggunaan per hari (usage/day), dan buffer stock
(Delivery On Supply). Bargaining On Hand (BOH) merupakan jumlah
stock yang ada termasuk dengan penambahan bahan baku yang datang
pada hari pembuatan MRP. Sedangkan Delivery On Supply (buffer
stock) merupakan pembagian dari BOH dengan usage/day.
Dengan dibuatnya MRP, dapat diketahui kebutuhan bahan baku
setiap bulan dan yang harus dipesan per hari. Setelah itu, Purchase
Request (PR) dapat disusun untuk diserahkan kepada departemen
Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen Purchasing
![Page 74: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/74.jpg)
59
membuat dan mengirimkan Purchase Order kepada pemasok mengenai
jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan baku. Komunikasi
jadwal produksi ke pemasok berupa estimasi kebutuhan bahan baku
untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk Purchase Order (PO)
bulanan tersebut.
Jadwal pengiriman bahan baku dari pemasok direvisi maksimal
2 hari sebelum jadwal jatuh tempo (OTF H-2). Apabila terdapat
pengurangan atau penambahan jumlah bahan baku serta tanggal
kedatangan harus dikomunikasikan secara cepat kepada pemasok.
Penjadwalan ulang seringkali mengakibatkan terjadinya deviasi antara
forecasting dengan OTF H-2 yang terkadang mencapai 30% (dengan
standar toleransi yang ditetapkan perusahaan sebesar 10-20%.
b. Jadwal campur merata (heijunka)
Dalam penerapan sistem Just In Time, penjadwalan berbasis
bulanan diubah menjadi berbasis harian yang merata, dan jenis produk
yang diproduksi adalah lebih dari satu jenis dan dikenal dengan istilah
penjadwalan campur merata. Menurut Gaspersz (1998), metode jadwal
campur merata merupakan suatu prosedur yang dapat digunakan untuk
menentukan minimum banyaknya unit yang diurutkan dalam suatu
production run untuk jadwal produksi harian.
Urutan produksi campur merata di PT. Nippon Indosari
Corpindo dipengaruhi waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu
item roti, kuantitas yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin serta
klasifikasi produk yaitu produk pareto dan produk non pareto. Produk
pareto merupakan produk yang diutamakan untuk diproduksi karena
memiliki tingkat perintaan yang tinggi. Produk non pareto merupakan
produk yang tingkat permintaannya tidak terlalu tinggi dan dapat
ditoleransi apabila tidak dapat dipenuhi. Pada Tabel 8 berikut dapat
dilihat produk berdasarkan tingkat pareto.
![Page 75: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/75.jpg)
60
Tabel 8. Finished Goods Pareto
No. Item Roti Kode Unit Avarage OTF day %
1 Roti Tawar Spesial RTS Pack 66,176.00 28.11% 2 Roti Isi Coklat ICK Pcs 23,576.00 10.01% 3 Roti Sobek Coklat TOC Pcs 15,704.00 6.67% 4 Roti Tawar Kupas RKU Pack 14,340.00 6.09% 5 Boti Coklat BCK Pcs 10,991.00 4.67% 6 Roti Sobek Coklat Keju TCC Pcs 9,651.00 4.10% 7 Roti Sobek Coklat Sarikaya TCS Pcs 7,289.00 3.10% 8 Roti Isi Keju IKJ Pcs 6,513.00 2.77% 9 Roti Isi Krim Mocca SRM Pcs 6,416.00 2.74%
10 Roti Sobek Coklat Strawberry TST Pcs 6,315.00 2.68% Sumber : PPIC PT. NIC
Jadwal campur merata diterapkan dengan memproduksi jenis
roti dengan urutan campuran disesuaikan dengan permintaan aktual
finished goods yang harus dikirimkan ke konsumen. Dalam OTF
ditentukan kebutuhan material jenis roti yang perlu diproduksi untuk
memenuhi permintaan tersebut. Sebagai ilustrasi, pada pukul 15.00
WIB harus dikirimkan produk RTR, RKU, dan RTG maka pada
produksi pukul 12.00 WIB memiliki urutan sesuai dengan permintaan
tersebut yang campur merata (RTR, RKU, RTG, RTR, RKU, RTG,
RTR) yang disesuaikan dengan kapasitas mesin, besarnya ukuran batch,
dan jumlah produk yang akan diproduksi.
c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo
Bagian Production Planning membuat jadwal produksi
berdasarkan OTF H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo) yang merupakan
aktualisasi permintaan (demand) konsumen terhadap finished good.
Pembuatan jadwal produksi tanpa berdasarkan hasil peramalan
permintaan cukup baik untuk dilakukan. Menurut Imai (1997), sistem
produksi di pabrik yang dibuat berdasarkan ramalan penjualan, memiliki
beberapa kelemahan yaitu :
i. Sangatlah sulit melakukan perkiraan terhadap permintaan konsumen
secara tepat. Karena waktu tempuh produksi yang panjang, ramalan
![Page 76: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/76.jpg)
61
penjualan perlu dilakukan jauh ke depan, namun rencana yang
dibuat itu pun tak bisa diandalkan.
ii. Jadwal produksi harus diubah-ubah setiap saat. Menanggapi
perubahan informasi sangatlah sulit karena melibatkan perubahan
rencana pada banyak proses.
iii. Banyak pemborosan yang terjadi. Untuk menghindari kekurangan
barang, maka cenderung memproduksi dalam batch atau lot
berukuran besar.
iv. Sebuah gudang diperlukan untuk menghindari kekurangan barang
dalam proses, tentu saja menimbulkan biaya tambahan.
Permintaan konsumen untuk pabrik di Cikarang diketahui
berdasarkan permintaan dari Sales Office daerah Cikarang, Lampung,
Bandung, dan Cirebon. Sales Office tersebut terdiri atas Depot, Reguler
Outlet (RO), Distribution Channel (untuk Supermarket, Minimarket,
Alfamart, Indomart), Agen, Stock Point, Institusi, dan sample QA.
OTF H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP kebutuhan
aktual produksi harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan dalam
Production Planning Schedule atau Order To Production (OTP) yang
diserahkan kepada bagian Scalling untuk penimbangan dan penyiapan
bahan serta kepada sub departemen Produksi untuk memperhitungkan
kebutuhan sumber daya. Dengan ditandatanganinya OTF H-2 (2 hari
sebelum jatuh tempo) menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak
terjadi perubahan lagi untuk digunakan dalam proses produksi.
Order To Production (OTP) ditentukan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang harus dikirimkan sesuai jadwal pengiriman
yang ditentukan. Sehingga sub departemen produksi dituntut untuk
memenuhi target produksi item roti yang diminta sebelum jadwal yang
sudah ditentukan yaitu pada pukul 02.00, 04.00, 09.00, 15.00, 20.00,
23.00 WIB setiap harinya. Contoh form Order To Production (OTP)
dapat dilihat pada Lampiran 7. Setiap hasil MRP dimasukkan ke dalam
program SAP yang sudah terintegrasi kepada semua departemen di PT.
![Page 77: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/77.jpg)
62
Nippon Indosari Corpindo. Hal tersebut mempertegas jadwal produksi
sudah dibekukan dan tidak akan terjadi perubahan.
4. Faktor Layout
Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan
peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu
pabrik. Semua fasilitas produksi baik mesin, pekerja, maupun fasilitas-
fasilitas lainnya harus disediakan pada tempatnya masing-masing agar dapat
bekerja dengan efisien dan efektif. Dalam penerapan sistem Just In Time
diperlukan penataan tata letak (layout) dengan memperhatikan elemen-
elemen sebagai berikut.
a. Work cell untuk produk sejenis (product family).
Sel kerja (work cell) merupakan pengaturan mesin dan pekerja
yang berorientasi pada produk dalam fasilitas yang berorientasi proses.
Dalam lingkungan manufaktur, teknologi kelompok (group technology)
mengidentifikasi produk yang memiliki karakteristik sama untuk diproses
dalam sel kerja tertentu (Heizer dan Render, 2005).
Tata letak pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki desain
sel kerja (work cell) untuk memproduksi untuk produk yang sejenis
(product family). Lantai pabrik plant roti tawar secara garis besar terdiri
atas empat bagian (section) sel kerja yaitu (1) Mixing, yang terdiri atas
mesin mixer dan ruang fermentasi awal, untuk membuat adonan sponge
dan dough; (2) Make Up, yang terdiri atas mesin devider, rounder, OHP,
moulder, dan panning, untuk menghasilkan adonan kalis yang berukuran
sesuai dengan standar dan siap ditempatkan pada loyang; (3) Baking,
yaitu oven dan mesin depanning, untuk melakukan memproses roti
hingga matang (suhu 60-82,2oC); serta (4) Packing, mulai dari cooling
conveyor, slicer, packer, metal detector, hingga kratting, sebagai proses
akhir dan pengemasan produk (suhu 33±2oC). Gambar tata letak (layout)
PT. Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat pada Lampiran 3.
![Page 78: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/78.jpg)
63
b. Peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan mesin dan peralatan.
Dalam sistem Just In Time, sel kerja dirancang untuk merespon
perubahan volume atau desain produk. Setiap mesin dan peralatan dapat
dirubah atau digerakkan sesuai dengan kebutuhan produksi. Namun
fleksibilitas tersebut tidak terdapat di lantai pabrik PT. Nippon Indosari
Corpindo, dimana produksi dilakukan secara kontinu dalam lini produksi
masing-masing.
Fleksibilitas perubahan mesin dan peralatan terdapat pada mesin
packing untuk mengemas jenis roti kupas, namun bukan sistem yang
terancang untuk menunjang produksi keseluruhan. Perubahan mesin
pengemas ini dilakukan hanya pada saat terjadi jeda atau jarak antar
produk. Roti kupas memiliki karakteristik yang berbeda dengan roti
tawar, roti kupas harus mengalami waktu pendinginan selama 4 jam yang
tentunya waktu menunggu tersebut lebih baik digunakan untuk
memproduksi dan mengemas roti jenis lain. Waktu jeda produksi antar
roti tersebut dimanfaatkan untuk mengemas roti kupas yang telah siap
dikemas. Secara umum, sistem produksi di lantai pabrik tidak dapat
menerapkan elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan
mesin dan peralatan.
c. Jarak antar sel kerja yang pendek.
Lot yang besar dan lini produksi yang panjang dengan mesin
berfungsi tunggal perlu digantikan dengan sel kerja kecil yang fleksibel
(smaller flexible cells). Tata letak dengan konsep teknologi kelompok
(goup technology) mengupayakan agar jarak antar sel kerja tidak
berjauhan. Menurut Liker (2006), membawa barang dalam proses (WIP)
dalam jarak yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau
memindahkan material, komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke
luar gudang atau antar proses merupakan kegiatan yang tidak bernilai
tambah dan merupakan suatu pemborosan.
Peneliti menemukan terdapat kegiatan pemborosan akibat desain
tata letak PT. Nippon Indosari Corpindo khususnya line 2 plant roti tawar.
![Page 79: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/79.jpg)
64
Aktivitas membawa box adonan ke dalam ruang fermentasi yang letaknya
di belakang mesin mixer mengakibatkan terjadinya aktivitas pergerakan
bolak-balik. Setelah fermentasi selesai, maka box adonan tersebut dibawa
ke mesin devider yang letaknya menjadi cukup jauh dari ruang
fermentasi. Untuk memperbaiki tata letak mungkin bukan pekerjaan
mudah, namun tetap harus diupayakan untuk menciptakan lini produksi
yang kontinu tanpa terdapat gerakan bolak-balik yang merupakan
pemborosan. Ruang fermentasi untuk seluruh line sebaiknya mengikuti
pola line 1 yang telah berupaya tidak menciptakan gerakan bolak-balik
tersebut.
Desain sel kerja untuk keseluruhan lantai pabrik PT. Nippon
Indosari Corpindo pada umumnya memiliki jarak antar sel kerja yang
pendek, kecuali pada sel kerja mixing yang telah dijelaskan sebelumnya.
Setiap barang dalam proses (WIP) tidak akan melalui perjalanan panjang
yang merupakan pemborosan.
d. Tempat yang kecil untuk persediaaan WIP.
Penggunaan ukuran lot yang kecil menyebabkan tidak
diperlukannya tempat yang luas untuk persediaan Work In Process (WIP).
Adonan yang telah difermentasikan dan menunggu untuk diproses di
section make up merupakan persediaan WIP yang didiamkan dahulu
dalam masa floor time 5 menit. Adonan berukuran kecil dimasukkan ke
dalam loyang dan menjadi persediaan WIP untuk proses fermentasi
kedua. Setelah proses fermentasi kedua, roti dalam loyang menjadi
persediaan WIP menunggu dimasukkan ke dalam oven untuk melalui
proses selanjutnya secara kontinu. Dalam setiap tahapan proses tersebut
tidak diperlukan tempat persediaan WIP yang luas.
5. Faktor Quality Management
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan
Just In Time. Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung
produk cacat, perusahaan tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang
![Page 80: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/80.jpg)
65
diminta oleh konsumen dan perusahaan harus mengulang kembali proses
produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat saja. Kondisi
ini dapat menimbulkan penundaan dalam pengiriman barang kepada
konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen (Agustina dkk, 2007).
Dalam faktor quality management diperlukan prinsip-prinsip
sistem Just In Time sebagai berikut.
a. Pengendalian mutu di setiap tahapan proses.
Pengendalian mutu dilakukan mulai dari tingkat pemasok hingga
produk dikemas dan siap dipasarkan. Pemasok dituntut untuk
memberikan bahan baku dengan kualitas terbaik. Pengendalian mutu
selanjutnya dilakukan saat material tiba di gudang pabrik dengan
dilakukannya inspeksi terhadap material yang datang. Proses kedatangan
bahan baku di PT. Nippon Indosari Corpindo tidak memerlukan birokrasi
dan waktu yang lama serta aktivitas pemeriksaan pun cukup sederhana.
Hal ini mendukung tindakan pengurangan aktivitas pemeriksaan yang
merupakan aktivitas pemborosan. Setiap bahan baku yang datang hanya
diperiksa surat jalan (No. PO dan jumlah barang), kemudian dibuat
Receiving Slip sebagai tanda bukti sudah diterima. Aktivitas pemeriksaan
kualitas pada bahan baku yang datang pada umumnya hanya dilakukan
dengan memeriksa berat, suhu, bau, dan rasa.
Dalam lini produksi, kualitas produk merupakan tanggung jawab
operator yang terlibat langsung dalam pembuatan roti sehingga tidak
dilakukan inspeksi secara khusus oleh departemen PDQA. Setiap pekerja
dalam setiap sel kerja memisahkan bahkan membuang barang yang rusak
atau cacat sehingga bagian selanjutnya tidak menerima barang yang rusak.
Aktivitas pemeriksaan finished goods dilakukan dengan
pengambilan sample saat produk masih berada di lini produksi berjalan
atau yang sudah berada dalam krat. Pemeriksaan produk jadi (finished
goods checking) merupakan pemeriksaan terhadap penyimpangan mutu
fisik yaitu bentuk: tidak simetris, under proof (bentuk kurang dari
standar), over proof (bentuk lebih dari standar); trimming (sisa dari
pemotongan kulit roti); warna : gosong, pucat; etiket: kwik lock terlepas,
![Page 81: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/81.jpg)
66
printing tidak tercetak, kemasan rusak; slice (potongan roti tawar):
jumlah slice, slice terlipat; kotor; big hole (lubang besar pada roti);
benda asing; serta caving (berbentuk huruf V ke dalam).
Finished goods yang tidak dapat disimpan terlalu lama (masa
kadaluarsa 5 hari) menyebabkan pemeriksaan kimia dan mikrobiologi
sulit dan jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang biasa
dilakukan antara lain pemeriksaan organoleptik : aroma, rasa, tekstur
dapat dilakukan setiap hari; pemeriksaan kimia : kadar air dilakukan 2
kali setahun; pemeriksaan mikrobiologi dilakukan 2 kali setahun; dan
pemeriksaan campuran logam berat dilakukan optional hanya apabila
diperlukan.
b. Penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke).
Poka yoke adalah alat anti kesalahan atau anti kebodohan yang
membuat seorang operator hampir tidak mungkin membuat kesalahan.
Setiap poka yoke memiliki bentuk standar masing-masing yang
meringkas masalah yang diatasi, alarm darurat yang akan berbunyi,
tindakan yang perlu diambil dalam keadaan darurat, metode dan
frekuensi untuk memastikan metode anti kesalahan beroperasi secara
benar, dan metode untuk melaksanakan pengecekan kualitas jika metode
anti kesalahan macet (Liker, 2006).
Alat anti kesalahan atau anti kebodohan tidak ditemukan di
lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Material yang datang
langsung masuk ke gudang setelah dilakukan pemeriksaan kualitas.
Penimbangan dan penyiapan bahan baku hanya menggunakan alat bantu
sendok sekop dan timbangan biasa. Sendok sekop bisa menjadi suatu
poka yoke jika memiliki ukuran standar sehingga setiap penimbangan
mendekati ukuran yang diinginkan, tanpa melebihi atau kurang dari
standar tersebut. Pada lini produksi juga tidak ditemukan poka yoke
yang dapat menghindarkan kesalahan. Pekerja melakukan pekerjaan
tanpa ada alat yang membantu menghindarkan dari kesalahan bekerja.
![Page 82: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/82.jpg)
67
Hal tersebut menujukkan elemen penggunaan alat pencegah kesalahan
(poke yoke) belum diimplementasikan dengan baik.
c. Terdapat sinyal/lampu tanda apabila terjadi masalah (Andon).
Jidoka juga sering disebut juga autonomation, peralatan
dilengkapi dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya
sendiri ketika ia memiliki masalah kualitas dalam proses. Mencegah
masalah untuk dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan
lebih murah daripada memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas
setelah terjadi. Ketika mesin berhenti, lampu yang biasanya bersamaan
dengan bunyi alarm (disebut Andon), digunakan untuk memberikan
sinyal tanda bahwa bantuan diperlukan untuk memecahkan masalah
kualitas (Liker, 2006).
Penggunaan lampu tanda (andon) di lantai pabrik PT. Nippon
Indosari Corpindo terdapat pada mesin pembalik loyang (depanning),
mesin pengemas (packer), dan pendeteksi logam (metal detector).
Lampu tanda ini akan menyala disertai bunyi alarm apabila terjadi
masalah. Pada mesin depanning sering terjadi masalah yaitu roti tidak
terlepas dari loyang dengan baik. Lampu andon akan menyala dan
meminta operator untuk melepas roti yang masih menempel di loyang
secara manual sehingga lini produksi yang terhenti dapat berjalan
kembali. Pada mesin packer, masalah yang sering terjadi adalah plastik
pengemas (etiket) tidak mengembung oleh angin sehingga roti tidak
dapat masuk ke dalam plastik tersebut. Selain itu, pada mesin metal
detector, lampu tanda akan menyala beserta bunyi alarm jika terdapat
kandungan logam dalam produk.
Suatu masalah dapat diketahui dengan adanya lampu tanda
menyala dan alarm berbunyi, namun belum dapat menghentikan lini
produksi secara keseluruhan. Setiap masalah harus dengan sangat cepat
diselesaikan dikarenakan lini produksi sebelumnya tetap berjalan dan
menciptakan penumpukkan (bottleneck) di titik tersebut yang tidak
jarang membuat roti rusak akibat saling bertabrakan.
![Page 83: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/83.jpg)
68
d. Penggunaan Statistical Process Control.
Statistical Process Control adalah sebuah teknik statistik yang
digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi
standar. SPC merupakan sebuah proses yang digunakan untuk
mengawasi standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan
perbaikan saat sebuah produk sedang diproduksi. Sample dari output
yang dihasilkan diuji, jika berada dalam batas yang diperbolehkan,
maka proses boleh dilanjutkan, jika jatuh di luar jangkauan tertentu
maka proses dihentikan, dan biasanya penyebab akan diteliti dan
dihilangkan (Heizer dan Render, 2005).
Dalam pelaksanaan Total Quality Management (TQM), PT.
Nippon Indosari Corpindo tidak sepenuhnya menggunakan tujuh alat
TQM terutama Statistical Process Control yang direkomendasikan
digunakan dalam sistem Just In Time. Alat TQM yang digunakan hanya
berupa lembar pengecekan (check sheet), diagram sebar (scatter
diagram), diagram alir (flow charts) dan untuk mengidentifikasikan
masalah menggunakan histogram, sebuah distribusi yang menunjukkan
frekuensi kejadian sebuah variabel. Setiap hasil identifikasi masalah
disampaikan kepada departemen Produksi untuk dijadikan bahan
perbaikan terus menerus (continuos improvement).
6. Faktor Preventive Maintenance
Heizer dan Render (2004), mendeskripsikan bahwa pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) merupakan semua aktivitas yang
dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dan untuk
mencegah kerusakan. JIT membutuhkan preventive mantenance yang
terjadwal dan adanya pemeliharaan rutin harian. Selain itu, diperlukan
keterlibatan para pekerja dengan mampu mengoperasikan peralatan dan
mesin dalam jalur produksi. Mereka juga diharapkan mampu untuk
melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi
tanggung jawabnya.
![Page 84: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/84.jpg)
69
Dalam menerapkan sistem Just In Time, prinsip yang perlu
diperhatikan dalam faktor preventive maintenance antara lain :
a. Pemeliharaan rutin harian.
Sub departemen Teknik melakukan aktivitas maintenance yaitu
cleaning (pembersihan dan pencucian), pelumasan oil and grease, dan
preventive maintenance berupa perbaikan kecil untuk mencegah
kerusakan. Petugas teknik melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan
mesin secara rutin terhadap mesin-mesin sebagai penunjang produksi
sesuai dengan jadwal preventive maintenance untuk setiap bagian
(section) produksi. Pemeliharaan rutin harian dilakukan dengan
menggunakan alat bantu berupa checklist harian. Pemeliharaan rutin
dilakukan dengan tetap mengusahakan mesin tetap berjalan selama 24
jam dalam sehari (zero down time). Aktivitas maintenance yang harus
menghentikan mesin dilakukan di saat terdapat jarak dalam pergantian
item roti (changeover) dengan waktu rata-rata 20-30 menit. Penggantian
belt conveyor atau blade slicer tidak mungkin dilakukan dalam keadaan
mesin berjalan.
Menurut Liker (2006), seringkali hal yang terbaik untuk
dilakukan adalah menghentikan mesin dan berhenti memproduksi. Hal
ini dilakukan untuk menghindari produksi berlebih yang merupakan
pemborosan utama. Walaupun demikian, pada lantai produksi PT.
Nippon Indosari Corpindo tetap mengupayakan agar tidak terjadi
penghentian produksi dengan tetap menjaga agar tidak terjadi kerusakan
pada mesin.
b. Jadwal pemeliharaan mesin tersusun.
Sub departemen Teknik memiliki jadwal maintenance yang
sudah tersusun berdasarkan HACCP plan. Jadwal tersebut diperlukan
agar setiap kegiatan maintenance dapat diketahui oleh para pekerja dan
menjadi standar mengenai bagian apa yang perlu dilakukan
pemeliharaan, bagaimana caranya, dan berapa kali frekuensi
pelaksanaannya.
![Page 85: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/85.jpg)
70
Penjadwalan yang disusun dapat menghindarkan pula aktivitas
maintenance yang duplo (mengulang) oleh pekerja di shift yang
berlainan. Pada Tabel 9 dapat dilihat jadwal maintenance yang telah
disusun untuk mendukung kinerja sub departemen Teknik.
Tabel 9. Schedule Maintenance Berdasarkan HACCP Plan No Uraian Part Cara Frekuensi 1. Monitoring Pemakaian
Oil & Food Grease 1 x seminggu
2. Preventive Maintenance All 1 x seminggu 3. Water meter, Strainer Cuci & sikat 1 x seminggu 4. Devider Belt Conveyor Cuci 1 x seminggu 5. Grease box Saringan,
Selang, Pipa Nozzle
Kuras & Cuci. Ganti. Cuci
1 x seminggu 3 x sebulan 1 x seminggu
6. Sand & Carbon Filter Backwash. Ganti. Epoxi ulang.
2 x seminggu 1 x setahun 1 x setahun
7. Kompressor Filter udara Semprot angin Ganti
1 x sehari Setelah 1500 jam
8. Mixer cream Mesin Semprot angin 1 x seminggu 9. Mixer Mesin Vacuum 1 x seminggu
(Sumber : Teknik PT. NIC)
c. Terdapat keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan dan mesin.
Keterlibatan pekerja diperlukan dalam pemeliharaan seluruh
peralatan dan mesin karena para pekerjalah yang setiap hari hampir
berada dekat dengan mesin dan peralatan yang digunakan dalam
produksi. Operator mesin harus bertanggungjawab penuh atas mesin
yang dijalankan dengan mampu menjalankan mesin-mesin pada pusat
kerja dan memiliki pengetahuan dasar mengenai struktur dan fungsi
masing-masing mesin. Perawatan untuk pencegahan kerusakan haruslah
diimplementasikan sejauh mungkin oleh pekerja di lapangan. Operator
mesin harus dilatih untuk menangani kerusakan-kerusakan kecil dan
dibekali catatan mengenai apa yang harus dilakukan untuk merawat
suatu mesin, seberapa sering harus dirawat, dan kapan terakhir waktu
dan frekuensi kerusakan.
![Page 86: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/86.jpg)
71
Dalam penerapan sistem Just In Time, para operator mesin dan
peralatan sebaiknya dilatih untuk mengatasi masalah-masalah yang
sering terjadi, walaupun tanggung jawab utama tetap ditangan Teknik.
Apabila operator atau pekerja diberi keleluasaan untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi maka sangat besar kemungkinan pekerja
menghindarkan terjadinya kesalahan yang sama.
Keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan di PT.
Nippon Indosari Corpindo dibatasi hanya untuk menjaga agar mesin
tetap bersih dan berjalan. Apabila terjadi kerusakan baik kecil maupun
kerusakan besar, pekerja diharuskan memanggil bantuan dari teknisi.
Hal ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan sub departemen
Teknik untuk mencegah kerusakan mesin akibat salah penanganan dan
untuk menjaga keselamatan pekerja sendiri. Kebijakan tersebut
menyebabkan waktu yang diperlukan untuk menghadapi kerusakan
mesin menjadi bertambah lama, yang belum tentu ditangani langsung
oleh teknisi. Selain itu, pekerja yang multifungsional belum sepenuhnya
bisa diterapkan. Dengan demikian, elemen terdapat keterlibatan pekerja
dalam pemeliharaan peralatan dan mesin belum diimplementasikan
dengan baik di PT. Nippon Indosari Corpindo.
7. Faktor Employee Empowerment
Pemberdayaan pekerja (employee empowerment) berarti
melibatkan pekerja pada setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan
pekerja dengan meluaskan tugas pekerja sehingga tanggung jawab dan
kewewenangan tambahan dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat
terendah dalam organisasi (Heizer dan Render, 2005).
Elemen-elemen dari faktor employee empowerment adalah sebagai
berikut.
a. Adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja.
Menurut Agustina, dkk (2007), dalam sistem Just In Time
peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun
dari pekerja atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja
![Page 87: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/87.jpg)
72
sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu
peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki
peran yang penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya
kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja,
menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga
mendorong mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna
mencapai tujuan perusahaan.
Para pekerja PT. Nippon Indosari Corpindo belum sepenuhnya
diberikan kewewenangan untuk memberikan pengetahuan, pendapat,
dan terlibat dalam pemecahan masalah. Rapat atau breefing bersama
antara pekerja dengan pihak manajemen yang lebih tinggi sangat jarang
dilakukan. Pemecahan masalah oleh pihak manajemen tidak melibatkan
pengetahuan dan pendapat para pekerja secara langsung. Apabila terjadi
masalah seperti kerusakan mesin, para pekerja tidak dapat sepenuhnya
menghentikan proses produksi tanpa instruksi dari atasannya.
Penghentian mesin harus dikoordinasikan dengan atasannnya dan sub
departemen Teknik terlebih dahulu sehingga memerlukan waktu yang
relatif lama. Hal tersebut menggambarkan garis birokrasi yang kurang
fleksibel dan menunjukkan bahwa elemen pemberian kewewenangan
kepada para pekerja belum dilaksanakan dengan baik.
b. Terdapat pelatihan (training).
Pelatihan yang diberikan kepada para pekerja pada umumnya
adalah pelatihan GMP, instruksi kerja dan HACCP. Penerapan sistem
Just In Time tidak disampaikan secara langsung dalam istilah Just In
Time kepada para pekerja. Pekerja diberikan pelatihan tentang sistem
produksi yang telah diterapkan sejak pabrik mulai beroperasi. Hal ini
menyebabkan tidak semua pekerja mengetahui istilah Just In Time
ketika peneliti memberikan pertanyaan mengenai hal tersebut. Istilah
Just In Time hanya diketahui di tingkat manajemen. Walaupun demikian,
para pekerja mengetahui bahwa sistem produksi yang diterapkan di
![Page 88: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/88.jpg)
73
perusahaan merupakan sistem produksi yang ditujukan untuk memenuhi
permintaan konsumen secara tepat waktu, sehingga pelaksanaan sistem
Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat berjalan dengan
baik. Para pekerja mampu mempraktekkan apa yang diberikan dalam
pelatihan agar produksi tetap berjalan untuk memenuhi permintaan
konsumen dengan jumlah yang tepat dan pada saat yang tepat serta
mempertahankan kualitas baik dengan cara yang paling ekonomis dan
efisien.
c. Terdapat pelatihan silang (cross training).
Pelatihan silang (cross training) dilakukan dengan melibatkan
seorang pekerja untuk melakukan pekerjaan yang berbeda dalam suatu
organisasi. Pelatihan yang dilakukan oleh pekerja A untuk melakukan
tugas pekerja B dan sebaliknya merupakan pelatihan silang agar pekerja
dapat mempelajari kemampuan baru, lebih berkompetensi, menjaga
motivasi, dan mampu menghilangkan kejenuhan bekerja
Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon Indosari
Corpido terdiri atas beberapa bagian (section) dengan beberapa pekerja
dalam satu section tersebut. Untuk mengurangi tingkat kejenuhan
dilakukan perputaran (rotasi) pekerja dalam satu section tersebut yang
secara tidak langsung merupakan pelatihan silang (cross training) antar
pekerja. Menurut Heizer dan Render (2005), rotasi pekerjaan (job
rotation) merupakan sebuah sistem dimana pekerja diperbolehkan untuk
berpindah dari satu pekerjaan khusus ke pekerjaan yang lainnya.
Setiap pekerja dalam setiap section akan melakukan pekerjaan
secara bergantian yang menciptakan pelatihan silang (cross training).
Cross training terjadi seperti pada section make up yang terdiri atas 5
orang pekerja dengan pekerjaan yang berbeda. Pekerjaan pada section
ini antara lain mengoperasikan mesin devider (pembagi adonan menjadi
berukuran kecil), menyiapkan dan mengoles loyang dengan baker fat,
proses make up (pembentukan adonan untuk dimasukkan ke dalam
loyang), memasukkan loyang dalam krat (kratting), dan mendorong krat
![Page 89: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/89.jpg)
74
ke ruang fermentasi. Pekerja melakukan perkerjaan-pekerjaan tersebut
secara bergantian setiap satu jam sekali.
d. Sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job
enrichment).
Pengayaan pekerjaan (job enrichment) adalah sebuah metode
yang memberikan pekerja tanggung jawab lebih yang meliputi
perencanaan dan pengendalian yang diperlukan dalam penyelesaian
pekerjaan (Heizer dan Render, 2005).
Pelaksanaan pengayaan pekerjaan (job enrichment) di PT.
Nippon Indosari Corpindo belum dilakukan dengan baik. Penambahan
tugas yang berlainan jenis berupa perencanaan (seperti partisipasi dalam
tim gugus mutu) dan pengendalian (seperti melakukan tugas-tugas
pengujian) belum dilakukan. Hal tersebut menunjukkan elemen sedikit
klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment)
belum diimplementasikan dengan baik.
C. Kinerja Perusahaan dengan Penerapan Sistem Just In Time
Sistem Just In Time bertujuan untuk mengurangi dan bahkan
menghapuskan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada
produk yang dihasilkan. Aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah tersebut merupakan pemborosan seperti penumpukan persediaan,
penanganan bahan, penundaan-penundaan, masalah mutu dan produk-produk
yang ditolak, lead time (tenggang waktu produksi), dan set up time (waktu
penyetelan) yang terlalu lama.
Menurut Gaspersz (1998), sasaran yang ingin dicapai dari sistem
produksi Just In Time adalah (1) reduksi scrap dan rework, (2) meningkatkan
kualitas proses industri (orientasi zero defect), (3) meningkatkan jumlah
pemasok yang ikut Just In Time, (4) mengurangi inventory (orientasi zero
inventory), (5) reduksi penggunaan ruangan pabrik, (6) linearitas output pabrik
(berproduksi pada tingkat konstan selama waktu tertentu), dan (7)
meningkatkan produktivitas.
![Page 90: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/90.jpg)
75
Sasaran sistem Just In Time tersebut menjadi dasar untuk mengetahui
pencapaian kinerja dari penerapan sistem Just In Time. Tujuh sasaran tersebut
direduksi menjadi tiga sasaran yang relevan dengan kinerja sistem Just In
Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Reduksi scrap dan rework serta
meningkatkan kualitas proses industri (orientasi zero defect) berfokus kepada
pencapaian kinerja kualitas; meningkatkan jumlah pemasok yang ikut Just In
Time tidak relevan dikarenakan belum adanya upaya menuju hal tersebut;
mengurangi inventory (orientasi zero inventory) menjadi dasar dalam
pengukuran tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum;
reduksi penggunaan ruangan pabrik tidak relevan dengan tidak adanya data
mengenai perubahan ruangan pabrik plant roti tawar; linearitas output pabrik
(berproduksi pada tingkat konstan selama waktu tertentu) menjadi tidak
relevan ketika Just In Time menuntut pabrik untuk berproduksi dalam jumlah
yang sesuai mengikuti permintaan konsumen; serta meningkatkan
produktivitas dapat digunakan untuk mengetahui pencapaian produktivitas PT.
Nippon Indosari Corpindo. Dengan demikian, kinerja sistem Just In Time di
PT. Nippon Indosari Corpindo diukur berdasarkan tiga aspek yaitu kinerja
kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas sebagai berikut :
1. Kinerja Kualitas
Pencapaian kinerja kualitas tercermin dalam upaya mereduksi
barang sisa yang terbuang (scrap), barang yang diproses kembali (rework),
dan barang rusak (reject) dengan berorientasi kepada zero defect. Menurut
Heizer dan Render (2005), peningkatan kualitas membantu perusahaan
meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan
meningkatkan keuntungan. Peningkatan penjualan sering terjadi saat
perusahaan mempercepat respons, merendahkan harga jual, dan
memperbaiki reputasi produk yang berkualitas. Selain itu, kualitas yang
diperbaiki menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan
produktivitas, menurunkan rework, bahan yang terbuang (scrap), dan
biaya garansi.
Kinerja kualitas dapat diukur berdasarkan kepuasan pelanggan
seperti dengan pengumpulan informasi langsung atau tidak langsung
![Page 91: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/91.jpg)
76
kepada pelanggan tentang mutu produk, jumlah keluhan dan pujian yang
diterima. Namun pengukuran kinerja kualitas yang paling umum
digunakan adalah dengan menghitung presentase unit produk cacat
dibandingkan dengan total produk yang dihasilkan ataupun sebaliknya.
Kinerja kualitas = Jumlah produk yang rusak x 100% (Ideal = 0 %) Total produk dihasilkan
Pada lini produksi PT. Nippon Indosari Corpindo, seluruh jumlah
produk yang rusak dan tidak masuk standar (reject) serta barang sisa yang
terbuang (scrap) diakumulasikan menjadi satu dan setelah dibandingkan
dengan total produk yang dihasilkan (Product Output Control/POC), maka
dihasilkan nilai loss produksi untuk setiap item roti yang diproduksi.
Presentase loss produksi untuk produk pareto disajikan pada Tabel 10.
Data lengkap mengenai loss produksi harian produk pareto dapat dilihat
pada Lampiran 8.
Tabel 10. Presentase Loss Produksi untuk Produk Pareto (Januari-Februari 2008)
Loss Produksi Januari Februari
No. Item Roti Kode POC
Rata-rata (pcs/hari) Rata-
Rata
Standar Deviasi
(σ)
Rata-Rata
Standar Deviasi
(σ) 1 Roti Tawar Spesial RTS 67508.55 3.34% 1.16% 4.42% 3.60% 2 Roti Isi Coklat ICK 23566.63 4.35% 2.02% 4.17% 2.64% 3 Roti Sobek Coklat TOC 16112.03 5.63% 2.55% 6.83% 4.58% 4 Roti Tawar Kupas RKU 14004.48 3.55% 3.06% 7.25% 12.51%
(Sumber : PPIC PT. NIC, diolah)
Loss produksi rata-rata untuk roti tawar spesial pada bulan Januari
2008 menunjukkan nilai sebesar 3,34% dengan standar deviasi sebesar
1,16% dari output (POC) rata-rata sebesar 67508,55 pcs/hari. Standar
deviasi yang diperoleh merupakan selisih simpangan atau deviasi dari
setiap nilai tehadap nilai rata-rata hitung. Jumlah loss produksi rata-rata ini
mengalami peningkatan pada bulan Februari 2008 menjadi 4,42% dengan
standar deviasi 3,60%. Pada produksi roti isi coklat bulan Januari 2008
diketahui bahwa loss produksi rata-rata sebesar 4.35% (σ = 2,02%) dari
output rata-rata sebesar 23566,63 pcs/hari dan mengalami penurunan pada
bulan Februari 2008 dengan nilai sebesar 4,17% (σ = 2,64%). Produksi
![Page 92: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/92.jpg)
77
roti sobek coklat bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata
sebesar 5,63% (σ = 2,55%) dari output rata-rata sebesar 16112,03 pcs/hari
dan meningkat pada bulan Februari 2008 dengan loss produksi rata-rata
sebesar 6,83% (σ = 4,58%). Selain itu, produksi rata-rata roti tawar kupas
bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata sebesar 4,51% (σ =
9,04%) dari output rata-rata sebesar 14004,48 pcs/hari dengan adanya
peningkatan pada bulan Februari 2008 menjadi 7,25% (σ = 12,51%).
Peningkatan loss produksi yang terjadi secara umum menunjukkan upaya
untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai nilai serendah
mungkin atau berorientasi zero defect (0%) belum terlaksana dengan baik.
Kehilangan dalam proses produksi (loss production) merupakan
masalah yang tidak bisa dihindari. Walaupun demikian, untuk
menciptakan peningkatan berkelanjutan, sumber-sumber loss production
harus diperhatikan dan diperbaiki agar tidak terus menerus menghasilkan
kerusakan produk. Peneliti menemukan masih terdapat sumber loss
produksi pada lini produksi roti tawar yang menciptakan scrap dan reject
roti seperti pada mesin rounder, mesin depanning, dan mesin packer. Pada
mesin rounder, terdapat jumlah scrap yang cukup banyak yang disebabkan
oleh bahan adonan yang terus menerus menempel pada permukaan
rounder. Hal ini bisa diatasi misalnya dengan selalu memberikan pelumas
seperti minyak goreng pada permukaan rounder agar adonan roti yang
menempel tidak terlalu banyak. Pada mesin depanning, produk yang tidak
terlepas dari loyang dan terlambat ditangani operator akan menjadi rusak.
Pada mesin packer sering terdapat produk yang terpotong oleh mesin
pembentuk kemasan. Pengurangan masalah-masalah secara berkelanjutan
diharapkan dapat mengurangi jumlah loss produksi untuk peningkatan
kinerja kualitas.
2. Tingkat Persediaan.
Pengukuran tingkat persediaan dapat dilakukan berdasarkan pada
perbandingan jumlah bahan baku, barang dalam proses, dan produk akhir
dengan periode sebelumnya. Berikut ini disajikan grafik tingkat persediaan
untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A antara lain tepung terigu
![Page 93: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/93.jpg)
78
CKE, Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, dan Filler coklat
DC2624F untuk periode Januari-Maret 2008.
Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE(Januari - Maret 2008)
0.00
10,000.00
20,000.00
30,000.00
40,000.00
50,000.00
60,000.00
70,000.00
80,000.00
90,000.00
100,000.00
110,000.00
Jan Feb Mar
Bulan
To
tal P
erse
dia
an (
Kg
)
Tepung Terigu CKE
Buffer Stock
Tingkat persediaan tepung terigu CKE pada periode Januari-Maret
2008 berfluktuasi dengan mengikuti pola yang acak (random) (Gambar 10).
Tingkat persediaan terendah (minimum) pada periode tersebut sebesar
38.430 kg dan maksimum sebesar 100.580 kg. Rata-rata persediaan tepung
terigu CKE untuk periode tersebut adalah 70.560 kg dengan standar deviasi
senilai 13685 kg. Tingkat persediaan tepung terigu CKE memiliki buffer
stock sebanyak ± 64946,3 kg (2 hari pengunaan). Tingkat persediaan yang
terus berfluktuasi secara acak dengan standar deviasi (selisih simpangan
setiap data dari nilai rata-rata) yang tinggi menunjukkan upaya untuk
meminimumkan tingkat persediaan tepung terigu CKE belum maksimal.
Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat digunakan bergantian
sebagai barang substitusi, sehingga tingkat persediaannya untuk suatu
periode merupakan jumlah kedua persediaan tersebut. Persediaan Palmia
Shortening dan Maestro Baker Fat pada periode Januari-Maret 2008,
memiliki buffer stock sebanyak ± 4406.28 kg (3-4 hari dengan penggunaan.
Tingkat persediaan terendah yaitu 1.350 kg dan tingkat persediaan tertinggi
Gambar 10. Grafik Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE
![Page 94: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/94.jpg)
79
yaitu mencapai 10.500 kg. Rata-rata tingkat persediaan Palmia Shortening
dan Maestro Baker Fat sebesar 5.404 kg dengan standar deviasi senilai
1.827 kg. Tingkat persediaan Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat
memiliki kecenderungan (trend) naik.
Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat (Januari - Maret 2008)
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
8,000.00
9,000.00
10,000.00
11,000.00
12,000.00
Jan Feb Mar
Bulan
Tin
gka
t P
erse
dia
an (
Kg
)
Palmia Shortening /Maestro Baker Fat
Buffer Stock
Tingkat Persediaan Gula Pasir (Januari - Maret 2008)
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
8,000.00
9,000.00
10,000.00
11,000.00
12,000.00
13,000.00
14,000.00
15,000.00
16,000.00
17,000.00
18,000.00
19,000.00
20,000.00
21,000.00
22,000.00
23,000.00
Jan Fe Mar
Bulan
Kg Gula Pasir
Buffer Stock
Gambar 11. Grafik Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat
Gambar 12. Grafik Tingkat Persediaan Gula Pasir
![Page 95: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/95.jpg)
80
Tingkat persediaan gula pasir juga memiliki kecenderungan (trend)
yang naik dengan model trend kuadratik (Gambar 12). Tingkat persediaan
terendah mencapai 2.021,9 kg, tertinggi mencapai 21.435,1 kg, rata-rata
sebesar 9.864 kg, dan standar deviasi senilai 3.678 kg. Buffer stock gula
pasir sebesar ± 6490,5 kg (2 hari penggunaan).
Tingkat persediaan filler coklat berfluktuasi mengikuti pola acak
(random) (Gambar 13). Dengan tingkat penggunaan rata-rata harian ± 1.700
kg/hari dan tingkat buffer stock sebesar ± 5082,18 kg (3-4 hari penggunaan),
persediaan filler coklat DC 3624 F memiliki tingkat persediaan terendah
yaitu 2.950 kg dan tertinggi mencapai 11.649 kg. Nilai rata-rata tingkat
persediaan filler coklat 6.913 kg dan standar deviasi sebesar 2.187 kg.
Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F (Januari - Maret 2008)
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
8,000.00
9,000.00
10,000.00
11,000.00
12,000.00
13,000.00
Jan Feb Mar
Bulan
Tin
gka
t P
erse
dia
an (
Kg
)
Filler Coklat DC 3624 F
Buffer Stock
Gambar 13. Grafik Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F
Tingkat persediaan yang berfluktuasi dari setiap bahan baku
menunjukkan pencapaian kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada
dalam keadaan minimum belum sepenuhnya tercapai. Kondisi ideal yang
diharapkan adalah tingkat persediaan selalu berada dalam tingkat buffer
stock yang ditetapkan (sebagai tingkat persediaan minimum). Sebaiknya
perusahaan mulai memperhatikan kinerja tingkat persediaan, sehingga
dengan tingkat persediaan minimum yang berorientasi kepada zero
![Page 96: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/96.jpg)
81
inventory dapat menjalankan prinsip Just In Time dengan baik dan mampu
mengeliminasi segala bentuk pemborosan. Persediaan dengan tingkat buffer
stock yang tinggi, namun tidak pernah terjadi kekurangan, dapat mulai
diupayakan untuk diturunkan hingga mendekati tingkat terendah agar
orientasi zero inventory dapat dilaksanakan.
3. Produktivitas
Produktivitas (productivity) adalah perbandingan antara output
(barang dan jasa) dibagi dengan satu atau lebih input (sumber daya, seperti
tenaga kerja dan modal) (Heizer dan Render, 2005). Produktivitas dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu produktivitas parsial dan produktivitas total.
Penggunaan hanya satu sumber daya sebagai input untuk mengukur
produktivitas disebut produktivitas parsial, sedangkan produktivitas total
memasukkan semua input (tenaga kerja, material, energi, modal) untuk
mengukur produktivitas.
Pengukuran produktivitas dilakukan oleh peneliti secara parsial
yaitu produktivitas tenaga kerja. Produksi yang tinggi dapat
mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat
ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu
mencerminkan tingginya produktivitas. Pekerja merupakan input yang
paling penting bagi perusahaan, sehingga tingkat produktivitas tenaga
kerja sangat menentukan keberhasilan perusahaan.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan
beragam cara antara lain perbandingan total produk dengan jumlah jam
kerja, perbandingan total produk dengan jumlah pekerja yang terlibat
dalam produksi, atau kombinasi keduanya yaitu perbandingan total produk
yang dihasilkan dengan jumlah pekerja dikalikan dengan jam kerja yang
diperlukan.
Produktivitas tenaga kerja = output yang dihasilkan jumlah pekerja x jam kerja
Tabel 11 menunjukkan jumlah pekerja yang terlibat dalam lini
produksi Roti Tawar.
![Page 97: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/97.jpg)
82
Tabel 11. Man Power Produksi Roti Tawar People
Section Job Description Line 1 Line 2
Mixer Mixing 3 orang 3 orang Make up Devider 1 orang 1 orang
Make up 1 orang 1 orang Racking 1 orang 1 orang Dorong dan Resting 2 orang 2 orang
Oven Baking 7 orang 5 orang Packer Packing 4 orang 7 orang
Total 39 orang Sumber : Spv Produksi PT. NIC
Dengan diketahuinya jumlah pekerja yang terlibat dalam proses
produksi, serta jumlah jam kerja yaitu 8 jam per hari dengan 3 shift kerja
maka produktivitas tenaga kerja pada masing-masing lini adalah sebagai
berikut :
Tabel 12. Produktivitas Tenaga Kerja Plant Roti Tawar (Januari-Maret 2008) Produktivitas Tenaga Kerja
(Pcs/Orang.Jam) No. Bulan
Kapasitas Output
Maksimum (Pcs/hari)
Potensi Maksimum
Rata-rata Standar Deviasi
(σ) 1 Januari 98.608 10.121 2 Februari 102.676 12.530 3 Maret
110784 118.359 103.462 12.941
(Sumber : PT. NIC, diolah)
Plant roti tawar memiliki kapasitas untuk menghasilkan output
secara maksimum sebanyak 110784 pcs/hari atau 4616 pcs/jam sehingga
dapat diketahui potensi produktivitas maksimum plant roti tawar sebesar
118,359 pcs/orang.jam. Output (POC) rata-rata yang dihasilkan sebesar
92297,6 pcs/hari pada bulan Januari 2008, sebesar 96105 pcs/hari pada
bulan Februari 2008 dan sebesar 96840,8 pcs/hari pada bulan Maret 2008.
Dengan output rata-rata tersebut maka dihasilkan produktivitas tenaga kerja
rata-rata untuk plant roti tawar sebesar 98,608 pcs/orang.jam (σ = 10,121)
untuk bulan Januari 2008, sebesar 102,676 pcs/orang.jam (σ = 12,530)
untuk bulan Februari 2008 dan sebesar 103,462 pcs/orang.jam (σ = 12,941)
untuk bulan Maret 2008. Produktivitas tenaga kerja plant roti tawar tersebut
![Page 98: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/98.jpg)
83
menunjukkan nilai yang masih dibawah potensi maksimum, namun
mengalami peningkatan setiap bulannya. Hal tersebut menunjukkan
peningkatan produktivitas tenaga kerja terus dilakukan untuk mencapai
produktivitas setinggi mungkin dalam menghasilkan output yang optimum.
Meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan efisiensi
(mengerjakan pekerjaan dengan baik dengan sumber daya dan waste yang
minimum). Peningkatan produktivitas seringkali dilakukan dengan
menyibukkan para pekerja untuk membuat produk secepat mungkin.
Namun, bekerja lebih cepat untuk mendapatkan sebanyak mungkin hasil
dari para pekerja merupakan bentuk lain dari pemborosan dan akan
memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja secara keseluruhan (inefisiensi).
Peningkatan produktivitas lebih baik dilakukan dengan meningkatkan
output yang disertai dengan penggunaan sumber daya serta menghasilkan
pemborosan (waste) yang minimum.
Penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo
ditujukan untuk memberikan manfaat yang terukur dari kinerja kualitas,
tingkat persediaan, dan produktivitas. Walaupun terjadi peningkatan
produktivitas tenaga kerja di plant roti tawar, kinerja kualitas secara umum
mengalami peningkatan dan tingkat persediaan sangat berfluktuasi yang
menunjukkan pencapaian kinerja sistem Just In Time yang diterapkan oleh
perusahaan belum optimal. Peningkatan kinerja sistem Just In Time dapat
dilakukan dengan memperhatikan secara lebih ketat implementasi elemen-
elemen sistem tersebut terutama elemen yang paling mempengaruhi sistem
Just In Time.
D. Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang
diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori. Dalam pembahasan mengenai penerapan sistem Just In Time di
PT. Nippon Indosari Corpindo, diketahui bahwa terdapat beberapa elemen dari
beberapa faktor yang tidak relevan dengan keadaan sebenarnya, sehingga
tidak diikutsertakan dalam penyusunan hubungan keterkaitan kerangka ANP.
![Page 99: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/99.jpg)
84
Elemen-elemen yang tidak diterapkan di PT. Nippon Indosari Corpindo antara
lain :
1. elemen terdapatnya dukungan untuk peningkatan Just In Time pada
pemasok dalam faktor supplier;
2. elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan peralatan dalam
faktor layout;
3. elemen penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke) dan
penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality management;
4. elemen terdapatnya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan seluruh
peralatan dan mesin pada faktor preventive maintenance; serta
5. elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja (empowerment)
dan sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job
enrichment) pada faktor employee empowerment.
Kuesioner berupa pertanyaan untuk menentukan pendapat dengan
perbandingan berpasangan diberikan kepada tujuh (7) orang responden ahli
yang berperan penting dalam pelaksanaan produksi PT. Nippon Indosari
Corpindo serta berkaitan erat dengan sistem Just In Time di perusahaan.
Responden tersebut antara lain Manager SCM, Manager PDQA, Manager
HRD&GA, Supervisor PPIC, Supervisor Produksi, Supervisor Teknik dan
Supervisor QA.
Penilaian atau pendapat dari ketujuh responden digabungkan dengan
menggunakan rumus rata-rata geometrik, yang hasilnya merupakan input dari
software Superdecision 1.6.0 yang digunakan sebagai alat bantu analisis ANP.
Pada Gambar 14 dapat dilihat salah satu tampilan input perbandingan
berpasangan Superdecision 1.6.0. Dengan diinputkannya pendapat gabungan
dalam perbandingan berpasangan menggunakan software Superdecision 1.6.0
maka dihasilkan output hasil sintesis yang disajikan pada Gambar 15 dan 16.
![Page 100: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/100.jpg)
85
Gambar 14. Tampilan Input Perbandingan Berpasangan Superdecision 1.6.0
Selain itu, pada Gambar 17 dapat dilihat gambaran bobot setiap faktor
dan elemen serta pengaruh antar elemen yang dominan, baik pengaruh elemen
dari faktor itu sendiri (looping) maupun pengaruh elemen dari faktor lainnya.
Gambar 15. Hasil Sintesis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time
![Page 101: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/101.jpg)
86
Gambar 16. Prioritas Faktor dan Elemen Sistem Just In Time
![Page 102: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/102.jpg)
87
Gambar 17. Bobot Faktor dan Elemen serta Pengaruh Antar Elemen yang DOminan
![Page 103: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/103.jpg)
88
Tabel 13 menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari
Corpindo. Bobot yang didapatkan merupakan hasil dari limiting supermatrix
yang dinormalisasi terhadap faktor (cluster) masing-masing sehingga jumlah
setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu (stokastik).
Tabel 13. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor penentu kinerja Just In Time
Faktor Bobot Peringkat
1. Supplier 0.14259 4
2. Inventory 0.09411 5
3. Schedulling 0.27590 1
4. Layout 0.17055 3
5. Quality Management 0.04534 7
6. Preventive Maintenance 0.05439 6
7. Employee Empowerment 0.21713 2
Dari hasil sintesis ANP dapat diketahui peringkat faktor-faktor yang
memberikan pengaruh terhadap pencapaian kinerja sistem Just In Time yang
diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo. Faktor Schedulling
memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time pada peringkat
pertama dengan bobot 0.27590, kemudian diikuti oleh faktor Employee
Empowerment dengan bobot 0.21713, faktor Layout dengan bobot 0.17055,
faktor Supplier dengan bobot 0.14259, faktor Inventory dengan bobot 0.09411,
faktor Preventive Maintenance dengan bobot 0.05439, dan peringkat terakhir
adalah faktor Quality Management dengan bobot 0.04534.
1. Faktor Schedulling
Suatu rencana yang lebih rinci yang menguraikan rencana agregat
sehingga bersifat operasional dalam kegiatan produksi disebut Jadwal
Induk Produksi (Master Production Schedule). MPS bertujuan
menentukan kebutuhan untuk semua item untuk proses produksi dalam
periode waktu yang lebih singkat (Bills Of Materials), menetapkan batas
![Page 104: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/104.jpg)
89
akhir penyelesaian (due dates) order produksi untuk dikirimkan ke
konsumen dan memberikan gambaran kebutuhan sumber daya yang lebih
rinci (Machfud, 1999). Dalam faktor schedulling, terdapat elemen-elemen
yang diperingkatkan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja
sistem Just In Time. Bobot dan peringkat masing-masing elemen tersebut
dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Schedulling
Faktor Bobot Peringkat
1. Jadwal terkomunikasikan ke pemasok 0.28219 2
2. Jadwal campur merata 0.50517 1
3. Pembekuan jadwal jatuh tempo 0.21264 3
a. Jadwal campur merata
Jadwal campur merata menjadi peringkat pertama (bobot
0.50517) dalam faktor Schedulling untuk mendukung penerapan sistem
Just In Time. Pelaksanaan produksi campur merata di PT. Nippon
Indosari Corpindo mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk
produksi, kuantitas roti yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin
yang tersedia. Urutan produksi dalam jadwal campur merata
mempertimbangkan jenis produk berdasarkan data permintaan yang
lalu (history), serta klasifikasi produk berdasarkan tingkat permintaan
yaitu produk pareto dan produk non pareto.
Dalam sistem Just In Time, permintaan total pada setiap bulan
merupakan rencana produksi bulanan yang dikonversi menjadi rencana
produksi harian dengan tingkat produksi yang merata sepanjang bulan
itu. Perubahan tingkat produksi harian setiap bulannya dapat dicapai
dengan cara menyesuaikan kapasitas untuk memenuhi permintaan total
pada bulan itu. Stabilisasi produksi mampu menyesuaikan sumber-
sumber daya dengan kebutuhannya dan efisiensi dapat
dimaksimumkan.
![Page 105: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/105.jpg)
90
Berdasarkan bobot yang dihasilkan pada supermatriks
terbobot (weight supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen jadwal
campur merata (peringkat pertama pada faktor schedulling) memiliki
keterkaitan dengan elemen lain. Elemen tersebut antara lain ukuran lot
yang kecil (bobot pengaruh 0.05744) dan waktu set up yang singkat
(bobot pengaruh 0.17233) pada faktor inventory; elemen work cell
untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.10995) pada faktor layout;
pemeliharaan rutin harian (bobot pengaruh 0.27604) pada faktor
preventive maintenance; serta eleman pelatihan (bobot pengaruh
0.09493), dan pelatihan silang (bobot pengaruh 0.09493) pada faktor
employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut
digambarkan pada Gambar 17.
Untuk mewujudkan penjadwalan produksi berbasis harian,
ukuran lot produksi harus konstan dalam kuantitas yang lebih kecil,
meningkatkan frekuensi kebutuhan bahan baku dalam kuantitas yang
sedikit, waktu set up untuk changeover (pergantian produksi dari satu
item ke item lain) yang lebih cepat, dan meningkatkan fleksibilitas.
Selain itu, untuk menjaga produksi yang konstan diperlukan
pemeliharaan rutin harian untuk mencegah mesin berhenti akibat
kerusakan (machine breakdown). Untuk melaksanakan produksi
campur merata yang memproduksi bermacam produk dalam lini
produksi diperlukan pelatihan dan pelatihan silang agar para pekerja
mengerti dan tanggap terutama pada saat changeover terjadi.
b. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok
Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok (peringkat kedua,
bobot 0.28219) dilakukan dengan mengkomunikasikan estimasi
kebutuhan bahan baku untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk
Purchase Order (PO) bulanan. Sebelumnya dilakukan pembuatan
MRP yang berdasar kepada MPS atau dalam istilah Order To Factory
(OTF) yang diturunkan dari hasil peramalan (forecasting) departemen
Sales & Marketing.
![Page 106: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/106.jpg)
91
Kebutuhan bahan baku setiap bulan dan yang harus dipesan
per hari kepada pemasok dapat diketahui dari MRP yang dibuat. MRP
memperhitungkan lead time, buffer stock yang menjadi dasar dalam
pembuatan Purchase Request (PR) untuk diserahkan kepada
departemen Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen
Purchasing membuat dan mengirimkan Purchase Order (PO) kepada
pemasok mengenai jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan
baku.
Pengkomunikasian jadwal produksi kepada pemasok dalam
bentuk pesanan material yang diperlukan untuk proses produksi sangat
diperlukan agar sistem Just In Time terlaksana dengan baik. Setiap
pemesanan dalam bentuk Purchase Order kepada pemasok
memberikan kepastian kepada pemasok untuk mempersiapkan dan
memproduksi pesanan yang harus dikirimkan tepat waktu sesuai lead
time, lot size, dan frekuensi pengiriman yang telah disepakati kedua
belah pihak. Semakin lancar jadwal terkomunikasikan kepada pemasok,
maka semakin lancar pula kedatangan material yang diperlukan untuk
menciptkan kelancaran produksi dalam memenuhi permintaan
konsumen.
c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo
Peringkat ketiga pada faktor Schedulling adalah pembekuan
jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo (bobot 0.21264). Order
To Factory (OTF) H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP
kebutuhan produksi aktual harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan
dalam Production Planning Schedule atau Order To Production (OTP).
Dengan disahkannya OTF H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo)
menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak tejadi perubahan
lagi untuk digunakan dalam proses produksi.
Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo
diperlukan dalam kelancaran dan kepastian penjadwalan (schedulling)
produksi. Dengan terciptanya kepastian produksi yang disampaikan
![Page 107: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/107.jpg)
92
kepada seluruh departemen dengan sistem informasi yang baik
menciptakan sistem Just In Time yang semakin konsisten. Faktor
Schedulling menjadi peringkat pertama dan menjadi suatu faktor yang
perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajemen maupun operator
agar mampu menjalankan produksi secara baik untuk memuaskan
konsumen.
2. Faktor Employee Empowerment
Faktor Employee Empowerment (pemberdayaan pekerja) menjadi
peringkat kedua sebagai faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT.
Nippon Indosari Corpindo dengan bobot 0.21713. Pemberdayaan pekerja
dilakukan dengan dilakukannya pelatihan silang (cross training) dan
pelatihan (training). Berikut ini disajikan bobot dan peringkat berdasarkan
pengaruh dari setiap elemen terhadap kinerja sistem Just In Time.
Tabel 15. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Employee Empowerment
Faktor Bobot Peringkat
1. Training 0.46538 2
2. Cross Training 0.53462 1
Pemberdayaan pekerja bermanfaat dalam meningkatkan kualitas
lingkungan kerja sehingga para pekerja dapat bekerja dengan lebih baik.
Hal ini tentunya menguntungkan pekerja dan perusahaan dan mampu
memenuhi permintaan dengan tepat waktu dan tepat jumlah dengan lebih
baik lagi.
a. Pelatihan silang (cross training)
Pelatihan silang (cross training) (peringkat pertama, bobot
0.53462) terjadi ketika pekerja A melakukan tugas pekerja B atau
sebaliknya. Pelatihan silang dapat menciptakan variasi pekerjaan dan
melatih para pekerja untuk lebih fleksibel ketika ditempatkan di sel
kerja mana saja. Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon
Indosari Corpindo terdiri atas beberapa bagian sel kerja (section)
dengan beberapa pekerja dalam satu section tersebut. Untuk
![Page 108: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/108.jpg)
93
mengurangi tingkat kejenuhan dilakukan perputaran (rotasi) pekerja
dalam satu section tersebut. Setiap section memiliki tugas yang
berbeda sehingga cross training masih dilakukan hanya untuk pekerja
dalam section yang sama. Hal tersebut disebabkan karakteristik tugas
yang berbeda dari masing-masing section. Sebagai contoh, section
mixer bertugas mengoperasikan mesin mixer untuk mencampurkan
bahan baku, berbeda dengan pekerjaan membentuk adonan untuk
dimasukkan ke dalam loyang pada section make up. Keterampilan
khusus dengan karakteristik yang sama memudahkan terciptanya cross
training yang baik diantara pekerja dalam setiap section.
Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight
supermatrix) dapat diketahui bahwa elemen pelatihan silang (cross
training) dipengaruhi oleh beberapa elemen lain seperti pelatihan
(training) (bobot pengaruh 0.4126) pada faktor employee
empowerment; work cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh
0.12996), dan jarak antar sel yang pendek (bobot pengaruh 0.12996)
untuk faktor layout. Pengaruh antar elemen tersebut yang dominan
digambarkan pada Gambar 17.
Pelatihan silang tidak dapat berjalan dengan baik apabila
pekerja tidak mendapatkan pelatihan secara umum mengenai sistem
produksi. Pelatihan silang pun dapat berjalan dengan baik apabila
pengaturan tata letak lantai pabrik telah mengatur sel kerja (work cell)
untuk memproduksi produk yang sejenis dengan jarak antar selnya
yang pendek. Dengan pengaturan tata letak tersebut dapat menciptakan
komunikasi antar pekerja dan meningkatkan efisiensi dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
b. Pelatihan (training)
Keberhasilan organisasi mencapai tujuannya serta dalam
menghadapi berbagai tantangan ditentukan oleh kemampuan
mengelola pekerja dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan
suatu sistem yang disebut pelatihan (training) yang mengorganisir
![Page 109: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/109.jpg)
94
antara kebutuhan organisasi dengan kondisi yang sebenarnya. Bobot
sebesar 0.46538 menunjukkan bahwa pelatihan (training) dalam
peningkatan kinerja sistem Just In Time memberikan pengaruh yang
hampir sama dengan pelatihan silang (cross training).
Just In Time menganggap faktor manusia bukan hanya
sebagai faktor produksi, namun berupaya untuk mengangkat harkat
pekerja sehingga tercipta rasa memiliki sebagian dari perusahaan.
Sistem Just In Time perlu didukung oleh komitmen manajemen secara
terus menerus melakukan investasi pada sumber daya manusia dan
menciptakan budaya peningkatan berkelanjutan (continuous
improvement). Dengan dilakukannya pelatihan terhadap para pekerja
tentang pentingnya peningkatan berkelanjutan dapat membawa
perusahaan ke arah yang lebih baik dan secara langsung maupun tidak
langsung dapat memuaskan konsumen. Walaupun demikian, pelatihan
bukanlah suatu budaya yang rutin untuk dilakukan. Hal yang lebih
penting adalah komunikasi antara pihak manajemen dengan para
pekerja di lapangan dalam pelaksanaan pokok-pokok materi yang telah
diberikan dalam pelatihan.
3. Faktor Layout
Faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari
Corpindo yang menjadi peringkat ketiga adalah faktor Layout (tata letak)
dengan bobot 0.17055. Faktor tata letak mendukung upaya penghilangan
pemborosan dalam sistem Just In Time. Merubah desain tata letak lantai
pabrik tidak mudah untuk dilakukan ketika terdapat ketidaksesuaian.
Peralatan atau mesin yang terlampau besar, terlalu berat, dan biaya yang
besar menjadi kendala untuk melakukan penataan kembali letak mesin
dalam urutan proses yang tepat. Walaupun demikian, untuk menuju ke
sistem yang baik, pengaturan mesin-mesin perlu terus diupayakan menjadi
suatu integrasi dalam jalur produksi yang efisien.
![Page 110: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/110.jpg)
95
Faktor layout memiliki elemen-elemen yang mendukung
pelaksanaan sistem Just In Time di perusahaan. Elemen-elemen beserta
bobot dan peringkatnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.
Tabel 16. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Layout
Faktor Bobot Peringkat
1. Work cell untuk produk sejenis 0.49744 1
2. Jarak antar sel yang pendek 0.35212 2
3. Tempat kecil persediaan WIP 0.15044 3
a. Work cell untuk produk sejenis
Elemen work cell untuk produk sejenis berpengaruh dengan
peringkat pertama (bobot 0.49744) dalam implementasi sistem Just In
Time untuk faktor Layout. Tata letak pabrik PT. Nippon Indosari
Corpindo memiliki desain sel kerja (work cell) yang memproduksi
produk sejenis (product family). Sel kerja (work cell) dalam lantai
pabrik plant roti tawar secara garis besar terdiri atas empat bagian
(section) sel kerja yaitu (1) Mixing, yang terdiri atas mesin mixer dan
ruang fermentasi awal, untuk membuat adonan sponge dan dough; (2)
Make Up, yang terdiri atas mesin devider, rounder, OHP, moulder,
dan panning, untuk menghasilkan adonan yang berukuran sesuai
dengan standar dan siap ditempatkan pada loyang; (3) Baking, yaitu
oven dan mesin depanning, untuk melakukan proses memanggang dan
mengelurkan roti dari loyang; serta (4) Packing, mulai dari cooling
conveyor, slicer, packer, metal detector, hingga kratting, sebagai
proses akhir dan pengemasan produk.
Berdasarkan bobot pengaruh yang didapatkan dari
supermatriks terbobot (weight supermatrix), elemen work cell untuk
produk sejenis yang menjadi peringkat pertama dalam faktor Layout
berkaitan dengan beberapa elemen lain seperti sistem tarik (pull
system) (bobot pengaruh 0.03945), ukuran lot kecil (bobot 0.11835),
dan waktu set up yang singkat (bobot pengaruh 0.11835), yang
![Page 111: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/111.jpg)
96
merupakan elemen dari faktor inventory; serta jadwal campur merata
(bobot pengaruh 0.34365), dan elemen pembekuan jadwal jatuh tempo
(bobot pengaruh 0.11455) pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar
dari setiap elemen tersebut digambarkan pada Gambar 17.
Sistem tarik menuntut lini produksi untuk memproduksi
produk sesuai dengan permintaan konsumen, sehingga diperlukan
ukuran lot yang kecil dengan waktu set up yang singkat dalam
pelaksanaan proses produksi. Hal tersebut mendukung pengaturan sel
kerja (work cell) untuk memproduksi produk yang sejenis agar dapat
berproduksi lebih efisien sesuai dengan jadwal yang ditentukan untuk
memenuhi permintaan konsumen.
b. Jarak antar sel yang pendek
Jarak antar sel yang pendek yang menjadi peringkat kedua
(bobot 0.35212) dalam faktor Layout. Peralatan diorganisasikan untuk
mengikuti aliran bahan baku yang sejalan dengan perubahannya
menjadi produk. Proses diorganisasikan dalam bentuk huruf U, yang
merupakan cara yang baik untuk gerakan orang dan bahan baku yang
efisien dan komunikasi yang baik. Selain itu, dapat juga diatur
membentuk garis lurus atau huruf L (Liker, 2006).
Tata letak yang baik dengan jarak antar sel yang pendek dapat
mereduksi transportasi yang tidak perlu. Memindahkan material,
barang dalam proses (WIP), atau barang jadi dalam jarak yang jauh ke
dalam atau ke luar gudang atau antar proses merupakan pemborosan
yang disebabkan tata letak yang tidak sesuai. Selain itu, tata letak yang
efektif juga dapat mengurangi gerakan yang tidak perlu. Setiap
gerakan pekerja yang sia-sia saat melakukan pekerjaannya, seperti
mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat, dan lain sebagainya
dapat sedikit demi sedikit dihilangkan.
![Page 112: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/112.jpg)
97
c. Tempat kecil untuk persediaan WIP.
Elemen tempat kecil persediaan Work In Process (WIP)
memberikan pengaruh pada peringkat ketiga (0.15044) yang
dipengaruhi oleh elemen jarak sel yang pendek yang diterapkan di
lantai pabrik, serta dipengaruhi oleh kebijakan penggunaan ukuran lot
yang kecil untuk menjaga tingkat persediaan minimum.
Dengan jarak sel yang pendek secara tidak langsung
memberikan tempat yang kecil untuk persediaan WIP. Tempat yang
kecil sudah mencukupi untuk persediaan WIP jika ukuran lot yang
digunakan dalam produksi merupakan ukuran lot yang kecil. Hal ini
mendukung implementasi tingkat persediaan minimum dalam sistem
produksi secara Just In Time.
4. Faktor Supplier
Suatu industri dalam memproduksi produk untuk memenuhi
permintaan konsumen memerlukan dukungan dari pemasok dalam
penyediaan bahan baku. Sistem produksi yang berorientasi kepada
kepuasaan pelanggan perlu mengintegrasikan ketiga komponen utama,
yaitu pemasok material, pabrik, dan konsumen sebagai satu sistem yang
utuh. Peranan pemasok sangat diperlukan dalam kelancaran sistem Just In
Time tingkat hulu yang harus mampu menyediakan material yang tepat,
pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat pula kepada pabrik.
Faktor supplier (pemasok) merupakan peringkat keempat (bobot
0.14259) dalam upaya peningkatan kinerja sistem Just In Time di PT.
Nippon Indosari Corpindo. Faktor ini berkaitan dengan elemen-elemen,
yaitu dilakukannya peningkatan frekuensi pengiriman dengan jumlah yang
kecil untuk setiap pengiriman, adanya kontrak jangka panjang antara
perusahaan dengan pemasok, dan lokasi pemasok berada dekat dengan
pabrik yang memiliki bobot dan peringkat sebagai berikut.
![Page 113: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/113.jpg)
98
Tabel 17. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Supplier
Faktor Bobot Peringkat
1. Lokasi pemasok dekat 0.27021 3
2 Peningkatan frekuensi pengiriman 0.37427 1
3. Kontrak jangka panjang 0.35552 2
a. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil
Frekuensi pengiriman dari pemasok diusahakan agar sesering
mungkin dengan ukuran lot dalam jumlah kecil. Dengan peningkatan
pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil tersebut maka diharapkan
bahan baku yang datang langsung digunakan sehingga tingkat
persediaan pun diminimumkan mendekati nilai nol. Frekuensi
pengiriman material dipengaruhi oleh tingkat penggunaan, kapasitas
gudang dan lead time. Semakin sering frekuensi pengiriman ke gudang
pabrik dalam jumlah kecil dan digunakan pada hari yang sama, dapat
mempertahankan tingkat persediaan minimum yang keduanya sangat
diperlukan dalam meningkatkan kinerja sistem Just In Time.
Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight
supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen yang menjadi peringkat
pertama dalam faktor supplier ini dipengaruhi oleh elemen lainnya
seperti lokasi pemasok dekat dengan pabrik (bobot pengaruh 0.1018)
dan kontrak jangka panjang (bobot pengaruh 0.1018) pada faktor
supplier; elemen tingkat persediaan minimum (bobot pengaruh
0.12216), ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.04072), waktu set
up yang singkat (bobot pengaruh 0.04072) pada faktor inventory; serta
elemen jadwal terkomunikasikan pemasok (bobot pengaruh 0.34654)
pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut
terhadap elemen peningkatan frekuensi pengriman digambarkan pada
Gambar 17.
Peningkatan frekuensi pengiriman material dapat semakin
efektif apabila lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik. Selain itu,
![Page 114: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/114.jpg)
99
pengaturan frekuensi pengiriman material disepakati melalui kontrak
jangka panjang dengan pemasok. Kebijakan untuk meminimumkan
persediaan dengan menggunakan ukuran lot yang kecil mempengaruhi
kebijakan untuk meningkatkan frekuensi pengiriman dari pemasok.
Selain itu, jadwal yang terkomunikasikan kepada pemasok secara
lancar akan memperlancar pula pengiriman material dari pemasok
yang dapat mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang diterapkan
di perusahaan.
b. Kontrak jangka panjang
Elemen peningkatan frekuensi pengiriman (peringkat pertama,
bobot 0.37427) memiliki bobot yang hampir sama dengan elemen
kontrak jangka panjang (peringkat kedua, bobot 0.35552). Hal tersebut
menunjukkan faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam
implementasi sistem Just In Time dalam faktor supplier.
Dalam kontrak jangka panjang dilakukan kesepakatan dengan
pemasok mengenai frekuensi pengiriman, lead time, ukuran lot
pengiriman, harga dan diskon. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat
pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang
diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat
menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan
inspeksi/pemeriksaan terhadap bahan baku yang datang. Dengan
adanya kontrak jangka panjang dan dengan dibangunnya kemitraan
diharapkan dapat mewujudkan sistem Just In Time yang baik antara
perusahaan dengan pemasok.
c. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik
Lokasi pemasok dekat dengan pabrik memberikan pengaruh
pada peringkat ketiga (bobot 0.27021) terhadap kinerja sistem Just In
Time dalam faktor supplier. Lokasi geografis pemasok memberikan
pengaruh terhadap fekuensi dan ketepatan kedatangan bahan baku
secara Just In Time. Oleh karena itu, pemasok yang lebih dekat dengan
![Page 115: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/115.jpg)
100
pabrik lebih diutamakan untuk menjaga kelancaran pengiriman
material secara Just In Time. Selain itu, pemasok dalam lokasi
geografis yang berdekatan tersebut memudahkan kunjungan dan
pemberian bantuan teknis kepada pemasok, serta menciptakan
pemahaman yang lebih baik dan cepat terhadap kebutuhan kualitas.
5. Faktor Inventory
Faktor peringkat kelima dengan bobot 0.09411 yaitu faktor
Inventory (persediaan). Faktor ini memiliki elemen-elemen yaitu tingkat
persediaan minimum, waktu set up yang singkat, ukuran lot yang kecil,
pengurangan variabilitas, dan sistem tarik (pull sistem). Bobot dan
peringkat untuk masing-masing elemen dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Inventory
Faktor Bobot Peringkat
1. Pull system 0.03424 5
2. Persediaan minimum 0.32625 1
3. Ukuran lot kecil 0.19797 3
4. Waktu set up singkat 0.32268 2
5. Pengurangan variabilitas 0.11887 4
a. Tingkat persediaan minimum
Elemen peringkat pertama faktor inventory yang mendukung
peningkatan sistem Just In Time adalah elemen tingkat persediaan
yang minimum (bobot 0.32625). Persediaan dalam sistem Just In Time
merupakan salah satu pemborosan yang harus dihilangkan. Menurut
Liker (2006), kelebihan bahan baku, barang dalam proses, atau barang
jadi menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang
rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta
keterlambatan.
Setiap perusahaan harus dapat mempertahankan sejumlah
persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi
![Page 116: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/116.jpg)
101
kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat
serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. PT. Nippon Indosari
Corpindo menyimpan persediaan dengan memperhitungkan buffer
stock (persediaan penyangga). Buffer stock dipengaruhi oleh lamanya
lead time material, semakin panjang lead time maka semakin tinggi
jumlah buffer stock.
Pengadaan buffer stock merupakan hal yang sangat penting
untuk dilakukan terutama untuk material impor. Penentuan besarnya
buffer stock merupakan suatu proses yang harus dilakukan oleh
perusahaan secara cermat dan tepat. Apabila penentuan buffer stock
suatu material terlalu tinggi, mengakibatkan biaya penyimpanan yang
besar. Begitu pula sebaliknya, apabila buffer stock suatu bahan baku
terlalu kecil, maka fungsinya sebagai persediaan pengaman tidak
terealisasikan. Tingkat persediaan pada gudang PT. Nippon Indosari
Corpindo juga dipengaruhi oleh kapasitas gudang yang tidak terlalu
besar. Gudang yang kecil secara tidak langsung mempertahankan
tingkat persediaan minimum yang diperlukan dalam implementasi
sistem Just In Time. Sasaran dari sistem Just In Time adalah
menstabilkan mekanisme kerja dari sistem manufakturing dengan
melibatkan langsung pemasok dan konsumen dalam sistem tersebut,
sehingga kebijaksanaan terhadap stok pengaman dapat diminimumkan
menjadi nol (zero inventory).
Tingkat persediaan berkaitan erat dan dipengaruhi elemen-
elemen lain dalam faktor inventory sendiri seperti ukuran lot yang
kecil (bobot pengaruh 0.03262), waktu set up yang singkat (bobot
pengaruh 0.07469), dan pengurangan variabilitas (bobot pengaruh
0.08546). Bobot pengaruh tersebut didapatkan dari supermatriks
terbobot (weight supermatrix). Ukuran lot yang kecil mempengaruhi
tingkat persediaan, terutama persediaan Work In Process (WIP).
Dengan penggunaan ukuran lot yang kecil, menyebabkan persediaan
WIP menjadi minimum dan menuntut agar waktu set up yang relatif
singkat. Persediaan yang berlebih menyembunyikan masalah
![Page 117: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/117.jpg)
102
(variabilitas) seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan
pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up
yang panjang. Dengan tingkat persediaan yang minimum maka
masalah-masalah tersebut muncul ke permukaan dan diselesaikan.
Selain itu, elemen tingkat persediaan minimum dipengaruhi
oleh elemen dari faktor lain seperti elemen lokasi pemasok dekat
dengan pabrik (bobot pengaruh 0.04576), peningkatan frekuensi
pengiriman (bobot pengaruh 0.11286), kontrak jangka panjang (bobot
pengaruh 0.01855) yang merupakan elemen dari faktor supplier;
elemen jadwal campur merata (bobot 0.34657) pada faktor
schedulling; serta elemen work cell untuk produk sejenis (bobot
pengaruh 0.02308) dan tempat kecil untuk persediaan WIP (bobot
pengaruh 0.06924) pada faktor layout.
Lokasi pemasok yang dekat dengan pabrik apabila memasok
material dengan frekuensi tinggi dalam jumlah kecil yang diatur dalam
kontrak jangka panjang dapat menjaga tingkat persediaan selalu
minimum. Selain itu, jadwal campur merata dengan memproduksi
produk bervariasi dalam ukuran lot kecil juga mendukung tingkat
persediaan minimum untuk digunakan dalam proses produksi. Dengan
pengaturan tata letak sel kerja (work cell) untuk produk sejenis dan
tempat kecil untuk persediaan WIP dapat mempengaruhi kebijakan
dalam meminimumkan tingkat persediaan. Pengaruh antar elemen
yang dominan dari setiap faktor digambarkan pada Gambar 17.
b. Waktu set up yang singkat
Elemen waktu set up yang singkat memberikan pengaruh pada
peringkat kedua (bobot 0.32268) dalam pelaksanaan sistem Just In
Time. Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,
mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan
pengujian (Agustina, dkk, 2007). Pengurangan waktu set up diperlukan
dalam menciptakan produksi campur merata dalam proses produksi di
PT. Nippon Indosari Corpindo. Produksi campur merata tidak
![Page 118: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/118.jpg)
103
mungkin terjadi jika pabrik tidak menemukan cara untuk
menghilangkan waktu set up pada saat melakukan changeover. Set up
pada mesin dapat dilakukan pada saat mesin masih berjalan
(dinamakan set up eksternal) yang merupakan kebalikan dari set up
internal, pekerjaan yang dilakukan ketika mesin berhenti. Dilakukan
sebanyak mungkin kegiatan changeover saat mesin masih berjalan
sampai tidak ada lagi set up dengan menghentikan mesin berjalan.
Waktu set up yang singkat sangat diperlukan agar dapat tetap
mempertahankan produksi yang kontinu dalam memenuhi permintaan
konsumen secara Just In Time.
c. Ukuran lot yang kecil
Ukuran lot (lot size) atau ukuran batch (batch size) adalah
kuantitas dari item yang digunakan dalam proses produksi. Ukuran lot
yang kecil (peringkat ketiga, bobot 0.19797) dapat mempersingkat
lead time dimana sel kerja selanjutnya dari suatu proses produksi tidak
akan menunggu lebih lama hingga sel kerja sebelumnya
menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, ukuran lot yang kecil
memudahkan pemeriksaan terhadap barang dalam proses (WIP)
sehingga barang reject dan rework dapat dipisahkan dengan lebih
terkontrol.
Penggunaan ukuran lot yang kecil juga mendukung sistem
produksi campur merata yang diterapkan perusahaan. Dengan
memproduksi secara campuran akan dihasilkan produk dalam jumlah
yang sesuai dengan permintaan konsumen.
d. Pengurangan variabilitas
Persediaan seringkali dipandang sebagai tingkat permukaan
air kolam yang menyembunyikan berbagai masalah. Bila tingkat
permukaan air tinggi, tak seorang pun yang serius dan peduli terhadap
berbagai masalah tersembunyi dibawahnya seperti masalah kualitas,
gangguan mesin, absensi, dan sebagainya. Tingkat persediaan yang
![Page 119: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/119.jpg)
104
rendah memberikan petunjuk penting dan terfokus bagi kita dalam
merumuskan masalah yang harus ditangani (Imai, 1997).
(Sumber : www.futuresgroup.net/china/hr8_ppt16.ppt)
Gambar 18. Ilustrasi Tingkat Persediaan Minimum Mengurangi Variabilitas
Dengan jumlah persediaan minimum yang dimiliki PT. Nippon
Indosari Corpindo, mampu menciptakan pengurangan variabilitas
(peringkat keempat, bobot 0.11887) dengan sedikit demi sedikit
mengatasi masalah-masalah yang muncul seperti masalah keterlambatan
kedatangan material, loss produksi (scrap), waktu set up dan masalah
mesin, masalah-masalah kualitas, dan lain-lain. Untuk menekan
variabilitas, manajemen harus menetapkan berbagai standar,
membangun disiplin pribadi diantara para pekerja agar mereka
mematuhi standar, dan memastikan bahwa tidak ada cacat produksi
yang diteruskan ke proses berikutnya.
e. Sistem tarik (pull system)
Elemen sistem tarik (pull system) memberikan pengaruh
terhadap kinerja sistem Just In Time dengan bobot 0.03424. Proses
mengalir berarti bahwa pesanan pelanggan memicu proses untuk
memperoleh bahan baku yang diperlukan hanya untuk pesanan
pelanggan tersebut. Kebutuhan bahan baku tersebut kemudian segera
mengalir ke pabrik pemasok, dan bahan baku segera mengalir ke pabrik,
dimana para pekerja merakit pesanan tersebut, dan pesanan yang telah
selesai dengan segera mengalir ke pelanggan. Keseluruhan proses hanya
![Page 120: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/120.jpg)
105
memerlukan beberapa jam atau hari saja, bukan beberapa minggu atau
bulan (Liker, 2006).
Penerapan sistem tarik (pull system) yang ideal dan umumnya
diterapkan perusahaan Jepang adalah sistem dengan teknik yang dibantu
dengan suatu tanda atau sinyal yang menunjukkan permintaan dari suatu
bagian lini produksi akhir ke bagian sebelumnya. Ketika permintaan
konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan memberikan tanda
ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah bahan yang
dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di
belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di
belakangnya lagi untuk mengirimkan barang setengah jadi sesuai
dengan kebutuhan, hingga akhirnya mengirimkan tanda pemesanan
kepada pemasok untuk mengirimkan bahan baku yang diperlukan.
Tanda tersebut sering disebut dengan istilah kanban.
Walaupun penerapan sistem tarik di PT. Nippon Indosari
Corpindo tidak menggunakan teknik kanban, namun tetap berdasarkan
kepada permintaan aktual konsumen. Setiap produksi dijalankan untuk
memproduksi jenis produk yang diminta dan sesuai jumlah yang
diminta konsumen untuk segera sampai ke tangan konsumen secara Just
In Time.
6. Faktor Preventive Maintenance
Faktor Preventive Maintenance menempati urutan peringkat
keenam sebagai faktor penentu kinerja sistem Just In Time dengan bobot
0.05439. Bobot dan peringkat elemen dari faktor tersebut disajikan pada
Tabel 19.
Tabel 19. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Preventive Maintenance
Faktor Bobot Peringkat
1. Pemeliharaan rutin harian 0.58622 1
2. Jadwal pemeliharaan tersusun 0.41378 2
![Page 121: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/121.jpg)
106
a. Pemeliharaan rutin
Elemen utama yang menjadi titik perhatian dalam faktor
Preventive Maintenance adalah elemen pemeliharaan rutin harian
(peringkat pertama, bobot 0.58622). Aktivitas maintenance dilakukan
oleh sub departemen Teknik yaitu cleaning (pembersihan dan
pencucian), pelumasan oil and grease, dan preventive maintenance
berupa perbaikan kecil untuk mencegah kerusakan. Petugas teknik
melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan mesin secara rutin terhadap
mesin-mesin sebagai penunjang produksi sesuai dengan jadwal
preventive maintenance untuk setiap bagian (section) produksi.
Pemeliharaan rutin harian dilakukan dengan menggunakan checklist
harian.
Menurut Machfud (2003), diperlukan pandangan manajemen
yang lebih strategis dan luas tentang maintenance, yang berimplikasi
merancang produk yang dapat dengan mudah diproduksi pada mesin
yang ada, merancang mesin yang operasi dan pemeliharaan yang lebih
mudah, melatih dan melatih ulang pekerja, serta merancang rencana
Preventive Maintenance untuk selama umur mesin.
Sedikit waktu untuk melakukan tindakan preventive
maintenance akan bermanfaat agar terhindar dari kerusakan mesin
(machine breakdowns). Selain itu, masalah-masalah dari maintenance
dapat diketahui dengan cepat jika pelaksanaannya dikombinasikan
dengan program 5S. Menurut Liker (2006), program 5S merangkum
serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang
menyebabkan kesalahan, cacat, dan kecelakaan di tempat kerja.
Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan
Shitsuke), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi 5R
yaitu :
1. Ringkas (memilah). Pilahlah barang-barang dan simpan hanya
yang diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.
2. Rapi (menata). Setiap barang memiliki wadah dan setiap wadah
ada tempatnya.
![Page 122: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/122.jpg)
107
3. Resik (membersihkan). Proses pembersihan seringkali berbentuk
pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi
sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk
terhadap kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin.
4. Rawat (menciptakan aturan). Kembangkan sistem dan prosedur
untuk mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.
5. Rajin (mendisiplinkan diri). Menjaga tempat kerja agar tetap stabil
merupakan proses terus menerus dan peningkatan
berkesinambungan.
Preventive maintenance merupakan sistem terpadu
peningkatan kualitas mesin dan peralatan yang bertujuan untuk
memaksimalkan efisiensi dan memperpanjang umur mesin dan
peralatan. Kerusakan mesin dapat menyebabkan terjadinya
penumpukan persediaan pada akhir suatu pusat kerja dan berarti
menghambat jalannya produksi secara keseluruhan. Preventive
maintenance harus dilaksanakan secara ketat, agar kerusakan dapat
dihindarkan. Jadi program pemeliharaan dalam sistem Just In Time
mempunyai tujuan utama untuk mencegah terjadinya kerusakan, bukan
memperbaiki saat kerusakan terjadi.
Berdasarkan supermatriks terbobot (weight supermatrix),
elemen pemeliharaan rutin harian berkaitan dengan elemen lain seperti
jadwal pemeliharaan tersusun (bobot pengaruh 0.31499) yang juga
merupakan elemen dari faktor preventive maintenance; elemen work
cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.07863) dan jarak antar sel
yang pendek (bobot pengaruh 0.07863) pada faktor layout; serta
elemen pelatihan (bobot pengaruh 0.05984) dan pelatihan silang
(bobot pengaruh 0.17954) yang merupakan elemen dari faktor
employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut
digambarkan pada Gambar 17.
Pemeliharaan rutin harian perlu disinkronisasi dengan jadwal
pemeliharaan yang telah disusun. Jadwal yang tersusun dengan baik
dapat mempengaruhi pelaksanaan pemeliharaan rutin yang dilakukan
![Page 123: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/123.jpg)
108
para pekerja. Penyusunan tata letak sel kerja dengan jarak antar sel
yang pendek juga mempengaruhi pemeliharaan rutin harian.
Fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan mempermudah pemeliharaan
rutin secara harian. Selain itu, pelatihan yang diberikan serta adanya
pelatihan silang secara langsung maupun tidak langsung menjadi suatu
pembelajaran kepada para pekerja untuk memelihara dan merawat
mesin dan peralatan yang mereka gunakan.
b. Jadwal pemeliharaan yang tersusun
Elemen jadwal pemeliharaan yang tersusun menjadi peringkat
kedua dengan bobot 0.41378 dalam pelaksanaan sistem Just In Time di
PT. Nippon Indosari Corpindo. Sub Departemen Teknik memiliki
jadwal maintenance yang sudah tersusun berdasarkan HACCP Plan.
Hal ini sangat baik dan diperlukan agar setiap kegiatan maintenance
dapat diketahui oleh para pekerja mengenai bagian apa yang perlu
dilakukan pemeliharaan, bagaimana caranya, dan berapa kali frekuensi
pelaksanaannya. Check list maintenance yang menggunakan frekuensi
kegiatan, standard time, dan jadwal preventive maintenance terpadu
diperlukan agar penerapan sistem Just In Time semakin baik.
7. Faktor Quality Management
Faktor yang menjadi peringkat terakhir dalam hubungannya
dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time adalah faktor Quality
Management dengan bobot 0.04534. Elemen dalam faktor tersebut yaitu
pengendalian mutu dalam setiap tahapan proses dan penggunaan lampu
tanda (andon) dalam lini produksi. Bobot dan peringkat elemen-elemen
tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 20. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor elemen Quality Management
Faktor Bobot Peringkat
1. Pengendalian mutu setiap tahap 0.75001 1
2. Penggunaan lampu tanda (Andon) 0.24999 2
![Page 124: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/124.jpg)
109
a. Pengendalian mutu setiap tahapan proses
Menurut Gaspersz (1998), perusahaan dapat meningkatkan
pangsa pasar melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer-
driven dan costumer-value. Motto yang digunakan Just In Time adalah
“kerjakanlah secara benar sejak awal”. Pengendalian kualitas dalam
Just In Time dilakukan sepanjang proses, mulai dari penentuan
pemasok sampai barang diterima konsumen.
Pengendalian mutu setiap tahap proses (peringkat pertama,
bobot 0.75001) dilakukan mulai dari tingkat pemasok dimana pemasok
yang telah menjadi mitra dipercaya untuk mempertahankan kualitas
terbaik dari material yang dikirim. Dengan sistem tersebut, inspeksi
yang dilakukan di pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo dapat
direduksi. Tingkat persediaan minimum dijaga agar masalah kualitas
pun dapat diawasi dengan baik. Dalam lini produksi, pengendalian
mutu dilakukan oleh para pekerja yang terlibat langsung. Pekerja
dalam suatu bagian (section) tidak akan membiarkan barang cacat terus
terbawa ke bagian (section) selanjutnya. Setiap barang dalam proses
yang terlihat tidak memenuhi syarat, dipisahkan dan dibuang untuk
menjaga kualitas produk keseluruhan. Pengendalian mutu dalam
proses pengemasan merupakan tugas para pekerja dan diawasi secara
langsung oleh departemen quality control. Penggunaan alat metal
detector merupakan titik akhir dari pengendalian mutu dan dijadikan
titik kritis dalam HACCP. Setelah pendeteksian logam, tidak ada lagi
proses yang menjaga kualitas produk. Sistem Just In Time
memperhatikan pemenuhan permintaan kosumen dengan kualitas
terbaik.
Berdasarkan supermatriks terbobot (weight supermatrix),
elemen pengendalian mutu setiap tahap memiliki keterkaitan dengan
elemen lain seperti peningkatan frekuensi pengiriman (bobot pengaruh
0.06353) dan kontrak jangka panjang (bobot pengaruh 0.06353) pada
faktor supplier; elemen tingkat persediaan minimum (bobot pengaruh
![Page 125: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/125.jpg)
110
0.02891), ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.02891), waktu set
up yang singkat (bobot pengaruh 0.04921), dan pengurangan
variabilitas (bobot pengaruh 0.03497) pada faktor inventory; elemen
jadwal campur merata (bobot pengaruh 0.19309) dan pembekuan
jadwal dekat jatuh tempo (bobot pengaruh 0.06436) pada faktor
schedulling; elemen pemeliharaan rutin harian (bobot pengaruh
0.09171) dan jadwal pemeliharaan tersusun (bobot pengaruh 0.09171)
pada faktor preventive maintenance; serta pelatihan (bobot pengaruh
0.04235), dan pelatihan silang (bobot pengaruh 0.08471) pada faktor
employee empowerment. Pengaruh antar elemen yang dominan dari
setiap faktor tersebut digambarkan pada Gambar 17.
Peningkatan frekuensi pengiriman material yang disepakati
dalam kontrak jangka panjang menuntut kualitas terbaik dari material
yang dikirimkan pemasok. Pengendalian mutu perlu dilakukan mulai
dari tingkat hulu yaitu pada pabrik pemasok. Kebijakan untuk
meminimumkan tingkat persediaan dan penggunaan ukuran lot yang
kecil serta waktu set up yang singkat mempermudah pengendalian
mutu dalam setiap tahapan proses yang dilakukan oleh para pekerja di
lantai pabrik. Pengurangan variabilitas dengan mengatasi masalah-
masalah terutama yang berkaiatan dengan masalah kualitas merupakan
salah satu tindakan pengendalian mutu pada setiap tahapan proses.
Dalam penjadwalan dan tindakan preventive maintenance
yang dilakukan, secara tidak langsung mendukung pengendalian mutu
pada setiap tahapan proses. Selain itu, para pekerja memahami
pengendalian mutu yang perlu dilakukan melalui pelatihan yang
diberikan dan adanya pelatihan silang yang terjadi di lantai pabrik.
b. Penggunaan lampu tanda (andon)
Jidoka juga sering disebut autonomation, peralatan dilengkapi
dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri
ketika ia memiliki masalah kualitas dalam proses. Mencegah masalah
untuk dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan lebih
![Page 126: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/126.jpg)
111
murah daripada memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas setelah
terjadi. Ketika mesin berhenti, lampu yang menyala bersamaan dengan
bunyi alarm (disebut Andon), digunakan untuk memberikan sinyal
tanda bahwa bantuan diperlukan untuk memecahkan masalah kualitas
(Liker, 2006).
Penggunaan lampu tanda (andon) (peringkat kedua, bobot
0.24999) hanya efektif jika pekerja diajarkan pentingnya
mengungkapkan masalah ke permukaan sehingga dapat diselesaikan
dengan segera. Andon tidak berguna jika tidak ada seorang pun yang
memberi tanggapan. Sistem andon hanya efektif jika operator
mengikuti pekerjaan yang terstandarisasi, disiplin di tempat kerja
dipatuhi, dan pemimpin tim merespon jika ada masalah.
Keseluruhan peringkat faktor-faktor beserta elemen-elemen yang
mempengaruhi peningkatan kinerja sistem Just In Time telah diketahui secara
empiris berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Faktor dan elemen yang
menjadi peringkat utama merupakan faktor dan elemen yang berperan penting
dalam peningkatan kinerja perusahaan terutama dalam implementasi sistem
Just In Time.
![Page 127: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/127.jpg)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
PT. Nippon Indosari Corpindo telah menerapkan sistem Just In Time
sejak pabrik mulai beroperasi dengan memproduksi produk yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi permintaan
konsumen. Dalam pelaksanaan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari
Corpindo terdapat beberapa elemen yang tidak diterapkan yaitu elemen
terdapatnya dukungan untuk peningkatan Just In Time kepada pemasok dalam
faktor supplier; elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan
peralatan dalam faktor layout; elemen penggunaan tools untuk mencegah cacat
(poka-yoke) dan penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality
management; elemen terdapatnya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan
seluruh peralatan dan mesin dalam faktor preventive maintenance; serta
elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja dan sedikit
klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment) dalam
faktor employee empowerment. Elemen-elemen yang tidak relevan tersebut
tidak diikutsertakan dalam penyusunan kerangka Analytical Network Process
(ANP) yang diperlukan untuk menganalisis bobot dan prioritas faktor dan
elemen yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon
Indosari Corpindo.
Kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sistem Just In Time
dilihat dari aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas. Kinerja
kualitas yang belum optimal tercermin dari terjadinya peningkatan loss
produksi rata-rata seperti pada roti tawar spesial (produk pareto tingkat
pertama) sebesar 3,34% (σ = 1,16%) menjadi 4,42% (σ = 3,60%) dari bulan
Januari hingga Februari 2008. Peningkatan loss produksi secara umum
menunjukkan upaya untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai
nilai serendah mungkin (orientasi zero defect) belum terlaksana dengan baik.
Selain itu, tingkat persediaan yang berfluktuasi menunjukkan pencapaian
kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum
(berada dalam tingkat buffer stock yang ditetapkan) belum sepenuhnya
tercapai. Pengukuran produktivitas tenaga kerja plant roti tawar menunjukkan
![Page 128: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/128.jpg)
113
nilai yang masih dibawah potensi maksimum (118,359 pcs/orang.jam), namun
mengalami peningkatan setiap bulannya (98,608 pcs/orang.jam (Januari),
102,676 pcs/orang.jam (Februari), dan 103,462 pcs/orang.jam (Maret 2008).
Hal tersebut menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja terus
dilakukan untuk mencapai produktivitas setinggi mungkin dalam
menghasilkan output yang optimum.
Analisis ANP untuk faktor penentu kinerja sistem Just In Time
menunujukkan hasil bahwa faktor schedulling (bobot 0,27590) memberikan
pengaruh paling besar terhadap kinerja sistem Just In Time, kemudian diikuti
oleh faktor employee empowerment (bobot 0.21713), faktor layout (bobot
0.17055), faktor supplier (bobot 0.14259), faktor inventory (bobot 0.09411),
faktor preventive maintenance (bobot 0.05439), dan faktor quality
management menempati peringkat terakhir (bobot 0.04534).
Dari hasil ANP yang diperoleh dapat diketahui elemen-elemen yang
paling berpengaruh dari setiap faktor yaitu jadwal campur merata (bobot
0,50517) dalam faktor schedulling, elemen pelatihan silang (cross training)
(bobot 0,5346) dalam faktor employee empowerment, elemen work cell untuk
produk sejenis (bobot 0,49744) dalam faktor layout, elemen peningkatan
frekuensi pengiriman dengan jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman
(bobot 0,37427) dalam faktor supplier, elemen tingkat persediaan minimum
(bobot 0,32624) dalam faktor inventory, elemen pemeliharaan rutin (bobot
0,58622) pada faktor prevetive maintenance, dan elemen pengendalian mutu
dalam setiap tahapan proses dalam faktor quality management (bobot
0,75001).
B. Saran
Kinerja kualitas produk masih belum optimal, sehingga perlu
dilakukan perbaikan terhadap sumber-sumber loss produksi di lantai pabrik
seperti pada mesin rounder, depanning, dan packer yang menghasilkan scrap
cukup tinggi. Selain itu, diperlukan kebijakan yang lebih tegas untuk tetap
mempertahankan konsistensi tingkat persediaan sesuai jumlah buffer stock
yang ditetapkan dengan berorientasi pada zero inventory.
![Page 129: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/129.jpg)
114
Faktor schedulling dengan elemen jadwal campur merata perlu
dikendalikan dengan lebih ketat agar kinerja sistem Just In Time dapat
ditingkatkan secara berkelanjutan. Jadwal campur merata yang lebih baik
dapat meningkatkan kemampuan untuk berproduksi menggunakan tingkat
persediaan yang minimum sesuai dengan jumlah produk yang diminta
konsumen secara tepat waktu dengan kualitas terbaik. Selain itu, faktor yang
juga perlu lebih diperhatikan adalah faktor employee empowerment khususnya
elemen pelatihan silang (cross training). Pelatihan silang menciptakan
motivasi dan menghilangkan tingkat kejenuhan dalam bekerja sehingga
produktivitas tenaga kerja dapat meningkat. Dengan implementasi elemen-
elemen yang paling berpengaruh tersebut secara lebih konsisten dan
berkelanjutan, diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dalam
mencapai keunggulan bersaing.
Manajemen PT. Nippon Indosari Corpindo sudah saatnya
memberikan dukungan agar pemasok menerapkan sistem Just In Time, serta
kebijakan yang mendorong terciptanya kepercayaan dan loyalitas pemasok
kepada perusahaan.
Alat anti kesalahan atau anti kebodohan (poka yoke) belum
digunakan dalam lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Sebaiknya
manajemen mulai memperhatikan penggunaan alat anti kesalahan ini untuk
menjaga setiap pekerjaan dilakukan dengan baik. Selain itu, diperlukan
penggunaan Statistical Process Control agar setiap masalah kualitas akan
diketahui apabila berada di luar batas normal dan diselesaikan dengan segera.
Para operator mesin dan peralatan sebaiknya dilatih untuk mengatasi
masalah-masalah yang sering terjadi, walaupun tanggung jawab utama tetap di
tangan departemen Teknik. Apabila operator atau pekerja diberi keleluasaan
untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi maka sangat besar
kemungkinan pekerja menghindarkan terjadinya kesalahan yang sama. Selain
itu, masalah-masalah dari maintenace dapat diketahui dengan cepat jika
pelaksanaannya dikombinasikan dengan program 5S (Seiri, Seiton, Seiso,
Seiketsu, dan Shitsuke), atau Ringkas (memilah), Rapi (menata), Resik
(membersihkan), Rawat (menciptakan aturan), dan Rajin (mendisiplinkan
![Page 130: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/130.jpg)
115
diri). Program tersebut ditujukan untuk menjaga dan memelihara mesin dan
peralatan berfungsi dengan baik untuk mendukung kelancaran produksi.
Diperlukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dengan
para pekerja di lapangan mengenai tujuan, prinsip, serta cara yang paling tepat
dari penerapan sistem Just In Time di perusahaan. Dengan komunikasi yang
terjaga, kendala yang mungkin dihadapi oleh kedua belah pihak dapat segera
diketahui dan diambil tindakan untuk mengatasinya.
![Page 131: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/131.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Yenni, dkk, 2007. Analisa Penerapan Sistem Just In Time untuk Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007.
Bőyőkyazici, Murat dan Sucu, Meral. 2003. The Analytic Hirearchy Process and
Analytic Network Process. Hacettepe Journal of Mathematics and Statistic Volume 32 (2003), 65-73.
Dwiningsih, Nurhidayati. 2004. Material Requirement Planning dan Just In Time.
STEKPI, Jakarta. Gaspersz, Vincent.1998. Production Planning and Inventory Control
Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT menuju Manufacturing 21. Gramedia pustaka Utama, Jakarta.
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2004. Operation Management, 7th edition. Pearson
Education, New Jersey. . 2005. Operation Management.. Buku pertama. Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Imai, Masaaki. 1997. Gemba Kaizen : A Commonsense Low Cost Approach To
Management. Terjemahan. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Kannan, Vijay R dan Tan, Keah Choon. 2004. Just In Time, Total Quality
Management, and Supply Chain Management : Understanding their linkages and Impact On Business Performance. International Journal Of Management Science. Omega 33 (2005) 153-162.
Liker, Jeffrey K. 2006. The Toyota Way. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor. ________. 2003. Just In Time System. Bahan Kuliah. Departemen Teknologi
Industri Pertanian IPB, Bogor. Manullang, M. 1990. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Penerbit PT. Grasindo, Jakarta. Nasution, Fahmi Natigor. 2004. Just In Time dan Perkembangannya dalam
Perusahaan Industri. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
![Page 132: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/132.jpg)
117
Pratiwi, Sri Subekti. 2002. Identifikasi Faktor-faktor Internal Manajemen Material Konsep Just In Time dan Kesiapan Penerapannya pada Industri Konstruksi di Indonesia. Tesis. Program Studi Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik UI.
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari
Teori ke Praktik. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Saaty, Thomas L. 1999, Fundamentals of The Analytic Network Process. Paper
presented in ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14, 1999. ______________. 2004. Fundamental of The Analytic etwork Process –
Dependence and Feedback In Decision Making With A Single Network. Journal of System Science and System Enggineering. Vol 13 No.2 ppl29-157.
Sitorus, Lastawaty R. 1995. Penerapan Pengukuran Kinerja pada Lingkungan
Manufaktur Just In Time. Fakultas Ekonomi UI. Sugimori, Y, K. Kusunoki, F. Cho, dan S. Uchikawa. 1977. Toyota Production
System and Kanban System, Materialization of Just In Time and Respect for Human System. International Journal Production Research Vol. 15 No 6, 553-584.
Sugiyanto, Mawan. 2004. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan
Agroindustri Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Supranto, J. 1992. Pengantar Matrix. Penerbit FEUI, Jakarta. Watanabe, Ryoichi. 2001. Supply Chain Management Konsep Dan Teknologi.
Simposium di New Delhi, 9-11 Januari 2001 dalam majalah USAHAWAN NO. 02 TH XXX Februari 2001.
Yumanita, Ascarya Diana. 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi
Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia.
![Page 133: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/133.jpg)
LAMPIRAN
![Page 134: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/134.jpg)
KUESIONER
JUDUL PENELITIAN :
ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA SISTEM JUST IN TIME
DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS
(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)
Oleh :
AGUNG NUGROHO
F43104071
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Lampiran 1. Kuesioner Perbandingan Berpasangan
![Page 135: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/135.jpg)
KUESIONER
PENILAIAN FAKTOR PENENTU KINERJA SISTEM JUST IN TIME
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian dengan judul : Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process. Kuesiner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu. Nama Responden : .............................................................................................................................. Jabatan : .............................................................................................................................. Lama Bekerja : .............................................................................................................................. Petunjuk : Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi Anda. Petunjuk Nilai Skala Perbandingan :
Contoh Bentuk Perbandingan Berpasangan :
Faktor X 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Faktor Y Skala bagian kiri digunakan jika Faktor X memiliki tingkat kepentingan di atas Faktor Y Skala bagian kanan digunakan jika Faktor Y memiliki tingkat kepentingan diatas Faktor X
Tingkat
Kepentingan Definisi Penjelasan
1 Kedua faktor
sama penting Kedua faktor mempunyai pengaruh yang sama
3
Faktor yang satu
sedikit lebih penting
daripada yang lain
Penilaian salah satu faktor sedikit lebih memihak dibandingkan pasangannya
5
Faktor yang satu
lebih penting
daripada yang lain
Penilaian salah satu faktor lebih kuat dibandingkan pasangannya
7
Faktor yang satu
sangat lebih penting
daripada yang lain
Salah satu faktor lebih kuat dan dominasinya terlihat dibandingkan pasangannya
9
Faktor yang satu
mutlak sangat penting
daripada yang lain
Sangat jelas bahwa salah satu faktor amat sangat penting dibandingkan pasangannya
2,4,6,8 Nilai tengah di antara
dua nilai berdekatan Diberikan apabila terdapat keraguan
diantara dua penilaian yang berdekatan
√
![Page 136: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/136.jpg)
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo : 1. Supplier
a. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik b. Peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil c. Terdapat kontrak jangka panjang dan kemitraan
2. Inventory a. Penggunaan pull system untuk pergerakan persediaan b. Tingkat persediaan minimum c. Ukuran lot yang kecil (small lot size) d. Waktu set up yang singkat (quick set up) e. Terdapat pengurangan variabilitas
3. Schedulling a. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok b. Jadwal yang bertingkat (heijunka) c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo
4. Layout a. Work cell untuk produk sejenis (product family) b. Jarak antar sel kerja yang pendek c. Tempat yang kecil untuk persediaaan WIP
5. Quality a. Pengendalian mutu di setiap tahapan proses b. Terdapat sinyal/lampu tanda apabila terjadi masalah (Andon)
6. Preventive Maintenance a. Pemeliharaan rutin harian b. Jadwal pemeliharaan mesin tersusun
7. Employee Empowerment. a. Terdapat pelatihan (training) b. Terdapat pelatihan silang (cross training)
Dari faktor-faktor beserta elemennya masing-masing memiliki hubungan keterkaitan diantaranya. Anda diminta untuk membandingkan secara berpasangan mengenai pengaruhnya atau tingkat kepentingan suatu faktor atau elemen yang satu terhadap faktor atau elemen yang lainnya.
![Page 137: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/137.jpg)
BAGIAN 1
1.1. Untuk memenuhi tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, faktor manakah yang lebih
penting pengaruhnya ?
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Inventory
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Schedulling
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive
Maintenance
Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Schedulling
Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout
Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality
Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive
Maintenance
Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout
Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality
Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive
Maintenance
Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
![Page 138: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/138.jpg)
Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality
Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive
Maintenance
Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
Quality 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive
Maintenance
Quality 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
Preventive Maintenance
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee
Empowerment
![Page 139: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/139.jpg)
BAGIAN 2
2.1. Untuk memenuhi persyaratan faktor Supplier dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi
pengiriman
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 2.2. Untuk memenuhi persyaratan faktor Inventory dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just
In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persediaan minimum
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
![Page 140: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/140.jpg)
2.3. Untuk memenuhi persyaratan faktor Schedulling dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?
Komunikasi jadwal ke
pemasok 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jadwal campur merata (heijunka)
Komunikasi jadwal ke
pemasok 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
Jadwal campur merata
(heijunka) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
2.4. Untuk memenuhi persyaratan faktor Layout dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In
Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut? Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek
Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan
WIP kecil
Jarak sel pendek 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan
WIP kecil 2.5. Untuk memenuhi persyaratan faktor Quality dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In
Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut? Pengendalian mutu setiap tahap proses
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penggunaan lampu
tanda (Andon) 2.6. Untuk memenuhi persyaratan faktor Preventive Maintenance dalam tujuan meningkatkan
kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?
Pemeliharaan rutin
harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jadwal pemeliharaan mesin tersusun
2.7. Untuk memenuhi persyaratan faktor Employee Empowerment dalam tujuan meningkatkan
kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training)
![Page 141: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/141.jpg)
BAGIAN 3 Di bagian 3 ini, Anda diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara dua elemen dalam kaitannya dengan elemen lain dari faktor yang lain. 3.1. Untuk memenuhi elemen Peningkatan frekuensi pengiriman, elemen faktor Supplier manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.2. Untuk memenuhi elemen Peningkatan frekuensi pengiriman, elemen faktor Inventory manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
3.3. Untuk memenuhi elemen Kontrak jangka panjang, elemen faktor Supplier manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuensi
pengiriman 3.4. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Supplier manakah yang lebih penting
pengaruhnya?
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.5. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Inventory manakah yang lebih penting
pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
![Page 142: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/142.jpg)
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
3.6. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Schedulling manakah yang lebih penting
pengaruhnya?
Jadwal bertingkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
3.7. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Supplier manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi
pengiriman
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.8. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Inventory manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
3.9. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Layout manakah yang lebih
penting pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan
WIP kecil
![Page 143: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/143.jpg)
3.10. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Supplier manakah yang lebih penting
pengaruhnya?
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.11. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Inventory manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persediaan minimum
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
3.12. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting
pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan
WIP kecil 3.13. Untuk memenuhi elemen Waktu set up singkat, elemen faktor Inventory manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
3.14. Untuk memenuhi elemen Waktu set up singkat, elemen faktor Employee Empowerment
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training) 3.15. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Supplier manakah yang
lebih penting pengaruhnya?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi
pengiriman
![Page 144: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/144.jpg)
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.16. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Inventory manakah yang
lebih penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
3.17. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Preventive Maintenance
manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin
harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jadwal pemeliharaan mesin tersusun
3.18. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Employee Empowerment
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Training 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Cross Training
3.19. Untuk memenuhi elemen Jadwal terkomunikasikan ke pemasok, elemen faktor Supplier
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.20. Untuk memenuhi elemen Jadwal campur merata, elemen faktor Inventory manakah yang lebih
penting pengaruhnya?
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
![Page 145: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/145.jpg)
3.21. Untuk memenuhi elemen Jadwal campur merata, elemen faktor Employee Empowerment
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training) 3.22. Untuk memenuhi elemen Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo, elemen faktor Inventory
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
3.23. Untuk memenuhi elemen Work cell untuk produk sejenis, elemen faktor Inventory manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
3.24. Untuk memenuhi elemen Work cell untuk produk sejenis, elemen faktor Schedulling manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Jadwal campur merata (heijunka)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
3.25. Untuk memenuhi elemen Tempat kecil persediaan WIP, elemen faktor Inventory manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
![Page 146: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/146.jpg)
3.26. Untuk memenuhi elemen Tempat kecil persediaan WIP, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek
3.27. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Supplier
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Peningkatan frekuensi pengiriman
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka
panjang 3.28. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Inventory
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat
Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas
3.29. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Schedulling
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Jadwal campur merata (heijunka)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
3.30. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Preventive
Maintenance manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin
harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jadwal pemeliharaan mesin tersusun
![Page 147: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/147.jpg)
3.31. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Employee Empowerment manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training) 3.32. Untuk memenuhi elemen Penggunaan lampu tanda (Andon), elemen faktor Preventive
Maintenance manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin
harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jadwal pemeliharaan mesin tersusun
3.33. Untuk memenuhi elemen Penggunaan lampu tanda (Andon), elemen faktor Employee
Empowerment manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training) 3.34. Untuk memenuhi elemen Pemeliharaan rutin harian, elemen faktor Layout manakah yang
lebih penting pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek
3.35. Untuk memenuhi elemen Pemeliharaan rutin harian, elemen faktor Employee Empowerment
manakah yang lebih penting pengaruhnya?
Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross
Training) 3.36. Untuk memenuhi elemen Jadwal pemeliharaan tersusun, elemen faktor Schedulling manakah
yang lebih penting pengaruhnya?
Jadwal campur merata (heijunka)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo
3.37. Untuk memenuhi elemen Cross Training, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting
pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek
![Page 148: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/148.jpg)
Lampiran 3. Denah Tata Letak (Layout) PT. Nippon Indosari Corpindo
![Page 149: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/149.jpg)
No Description Size Usage/day Precentage Class(Average)
1 ET. Tawar Spesial Lbr 67606.45 8.22% A2 ET. Tawar Premium Lbr 1984.54 0.24% C3 ET. Tawar Spesial Boti Lbr 4800 0.58% B4 ET. Tawar Choco Chip Lbr 4741.94 0.58% B5 ET. Boti Tawar Pandan Lbr 677.42 0.08% C6 ET. TAWAR GANDUM Lbr 5690.32 0.69% B7 ET. TAWAR RAISIN Lbr 1354.84 0.16% C8 ET. TAWAR KUPAS Lbr 14499.77 1.76% B9 INNER PLASTIK TAWAR KUPAS (350 PCS)Lbr 14280 1.74% B
10 INNER PLASTIK TAWAR KUPAS (420 PCS)Lbr 14280 1.74% B11 ET. BURGER BUNS Lbr 2400 0.29% C12 ET. HOT DOG Lbr 1200 0.15% C13 ET. CRUMB KHOMFOOD Lbr 285.71 0.03% C14 ET. ECONO CRUMB Lbr 0.00% C15 ET. ECONO CRUMB Lbr 0.00% C16 Coding Foil Roti Tawar 1 (305 M) m 2438.71 0.30% C17 Coding Foil Roti Tawar 2 (180 M) m 2438.71 0.30% C18 CODING FOIL ROTI MANIS (25 X 600) m 1800 0.22% C19 CODING FOIL ROTI MANIS (33 X 600) m 1800 0.22% C20 CODING FOIL ROTI MANIS (1000 X 30) m 1800 0.22% C21 Kwick Lock Merah Pcs 92000 11.19% A22 Kuning Pcs 96000 11.68% A23 Hijau Pcs 108000 13.14% A24 Biru Pcs 92000 11.19% A25 Orange Pcs 95000 11.55% A26 Tan Pcs 94000 11.43% A27 Putih Pcs 96000 11.68% A28 ET. TRAY BURGER BUNS (300 pcs) Pcs 2280 0.28% C29 ET. TRAY BURGER BUNS (420 pcs) Pcs 2200 0.27% C30 ET. BOTI KRIM COKLAT MOCCA Pcs 0.43 0.00% C31 LABEL SR Pcs 645.16 0.08% C32 HAND LABEL BAGELAN Pcs 0.00% C33 PALSTIK UNBRANDED Pcs 322.58 0.04% C
822526.58
34 ET. SARIKAYA Roll 1 2.98% B35 ET. STRAWBERRY Roll 0.9 2.69% C36 ET. CHOCOLATE Roll 4.57 13.64% A37 ET. CHEESE Roll 1.29 3.85% B38 ET. KELAPA Roll 0.57 1.70% C39 ET. CREAM COKLAT Roll 1.58 4.72% B40 ET. CREAM MOCCA Roll 1.74 5.19% B41 ET.COKLAT VANILA CREAM Roll 1.85 5.52% B42 ET. BOTI COKLAT Roll 2.14 6.39% A43 ET. BOTI SARIKAYA Roll 0.19 0.57% C44 ET. BOTI NANAS Roll 0.14 0.42% C45 ET.BOTI KELAPA Roll 0.14 0.42% C46 ET. SOBEK COKLAT SARIKAYA Roll 2.06 6.15% A47 ET. SOBEK COKLAT COKLAT Roll 4.58 13.67% A48 ET. SOBEK COKLAT KEJU Roll 2.84 8.48% A49 ET. SOBEK COKLAT STRAWBERRY Roll 1.87 5.58% A50 ET. SISIR MENTEGA Roll 0.29 0.87% C51 ET. KASUR SUSU Roll 0.29 0.87% C52 ET. KASUR KEJU Roll 0.58 1.73% C53 ET. CREAM COKLAT BOTI Roll 0.23 0.69% C54 ET. CREAM MOCCA BOTI Roll 0.29 0.87% C55 ET. BOTI KEJU Roll 0.29 0.87% C56 ET. BOTI ISI SUSU Roll 0.29 0.87% C57 ET. BOTI KRIM STRAWBERRY Roll 0.43 1.28% C58 ET. BOTI ISI COKLAT KEJU Roll 1.03 3.07% B59 ET. BOTI ISI KACANG HIJAU Roll 0.29 0.87% C60 ET. BOTI SOBEK COKLAT Roll 0.58 1.73% C61 ET. BOTI KRIM KEJU Roll 1.46 4.36% B62 ET. POLOS BOTI Roll 0.00% C63 ET. POLOS SARIROTI Roll 0.00% C
33.51 (Sumber : PPIC PT. NIC)
Lampiran 4 (Lanjutan)Pengunaan rata-rata harian material dan Klasifikasi ABC
![Page 150: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/150.jpg)
No Description Size Usage/day Precentage Class(Average)
1 Tepung Cake KG 32479.15 69.96% A2 Palmia BOS (10 Kg) KG 149.96 0.32% C3 Palmia BOS (15 Kg) KG 143.36 0.31% C4 PALMIA MARGARINE KG 440.22 0.95% B5 PALMIA SHORTENING KG 1468.76 3.16% A6 MAESTRO BAKER FAT KG 1468.76 3.16% A7 PALMIA OLEX (TAMBAHAN) KG 239.14 0.52% B8 BIMOLI SPESIAL (TAMBAHAN) KG 141.61 0.31% C9 NABATI LESTARI (TAMBAHAN) KG 141.61 0.31% C
10 MALINDA BAKER FAT KG 107.42 0.23% C11 LIQUID SUGAR KG 135.34 0.29% C12 GARAM HALUS KG 588.35 1.27% B13 TELUR AYAM KG 446.98 0.96% B14 EMULSIFIER KG 19.19 0.04% C15 SKIM POWDER KG 261.27 0.56% B16 FULL CREAM KG 262.45 0.57% B17 MILK REPLACER KERRYLAC F-8107 KG 8.56 0.02% C18 SUSU KENTAL MANIS KG 31.76 0.07% C19 CALCIUM TROTIONATE (20 Kg) KG 51.01 0.11% C20 FRIENDY SB KG 13.41 0.03% C21 MERRYWIP KG 35 0.08% C22 CHOCOLATE CHIP KG 110.91 0.24% C23 SOFTER SPONGE KG 77.9 0.17% C24 CHOCOLATE POWDER KG 32.62 0.07% C25 FRESH YEAST KG 814.65 1.75% B26 MALINDA MARGARINE KG 109.52 0.24% C27 GULA PASIR KG 3245.25 6.99% A28 RAISINS mariani (13.6 Kg) KG 44.68 0.10% C29 NATURAL COLOUR KG 0.02 0.00% C30 FINE BRAND KG 201.53 0.43% C31 NATURAL & ARTIVICAL BUTTER KG 1.06 0.00% C32 CONDENSED MILK KG 0.22 0.00% C33 MG UNSALTED BUTTER KG 36.34 0.08% C34 COLOURING PANDAN KG 0.04 0.00% C35 DYNA S KG 1.03 0.00% C36 CALCIUM LACTATE KG 18.17 0.04% C37 MAURIMIX KG 6.71 0.01% C38 HIDHA 25N Food Oil KG 4.17 0.01% C39 NATURAL CHEESE KG 7.43 0.02% C40 FILLER SARIKAYA KG 329.68 0.71% B41 FILLER STRAWBERRY KG 284.19 0.61% B42 FILLER CHOCOLATE DC 2624F KG 1694.09 3.65% A43 FILLER KEJU KG 320.32 0.69% B44 FILLER KELAPA KG 37.71 0.08% C45 FILLER CHOCO RICE TULIP KG 7.59 0.02% C46 FILLER WIJEN KG 2.84 0.01% C47 FILLER SARIKAYA II KG 14.29 0.03% C48 FILLER KEJU II KG 10.86 0.02% C49 PASTA SUSU KG 13.74 0.03% C50 FILLER NANAS II KG 11.49 0.02% C51 FILLER KELAPA II KG 7.43 0.02% C52 FILLER COKLAT II DC 3706 F KG 189.76 0.41% C53 FLAVOUR CHOCOLAE MANE R9901173 KG 3.58 0.01% C54 FILLER STRAWBERRY II KG 6.02 0.01% C55 KRAFT PROCESSO CHEEDAR CHEESE KG 131.34 0.28% C56 FILLER KACANG HIJAU KG 8.93 0.02% C57 FLAVOUR VANNILA 55 902 C KG 0.32 0.00% C58 COFFEE MOCCA PASTA KG 2.56 0.01% C59 FLAVOUR STRAWBERRY KG 0.14 0.00% C60 FLAVOUR COFFE KG 0.42 0.00% C61 FLAVOUR PANDAN KG 0.38 0.00% C62 CHEESE POWDER 28029 Romano KG 0 0.00% C63 CHEESE CAKE Flavour X00421 KG 0.32 0.00% C
46423.56 (Sumber : PPIC PT. NIC)
Lampiran 4Pengunaan rata-rata harian material dan Klasifikasi ABC
![Page 151: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/151.jpg)
Tanggal Januari Februari Januari Februari Januari Februari Januari Februari1 3.7% 3.2% 7.7% 2.2% 1.9% 4.2% 2.8% 2.1%2 4.4% 2.2% 6.7% 1.7% 5.5% 5.2% 2.3% 9.1%3 2.7% 8.1% 4.7% 2.1% 3.0% 4.4% 1.5% 3.1%4 4.6% 2.1% 4.9% 4.7% 10.6% 6.9% 2.6% 6.1%5 2.5% 7.3% 6.1% 3.8% 3.0% 3.1% 2.6% 1.4%6 5.9% 2.6% 11.4% 3.8% 8.4% 7.2% 1.4% 4.2%7 2.7% 9.2% 2.8% 4.9% 3.6% 7.5% 5.6% 10.2%8 2.1% 2.2% 3.2% 12.8% 6.1% 7.8% 1.3% -4.5%9 3.6% 6.2% 3.3% 5.6% 7.3% 6.1% 14.5% -1.2%
10 3.3% 6.0% 5.2% 6.7% 4.8% 4.9% 6.7% 4.5%11 3.2% 3.9% 3.7% 8.9% 3.4% 12.0% 2.1% 5.0%12 0.8% 5.3% 3.7% 4.5% 3.1% 6.6% 9.8% 3.2%13 2.8% 4.8% 3.7% 2.7% 6.4% 2.9% 1.5% 2.3%14 4.8% 0.8% 4.8% 8.3% 11.0% 4.4% 6.6% 3.4%15 3.9% 2.7% 4.4% 3.8% 6.1% 12.6% 1.5% 3.5%16 3.5% 6.2% 2.8% 2.8% 6.3% 2.6% 2.1% 3.5%17 1.3% 5.9% 5.0% 8.5% 8.9% 3.3% 2.1% 7.5%18 3.7% 4.5% 4.8% 2.0% 1.8% 5.7% 1.2% 12.9%19 2.9% 4.0% 2.9% 3.8% 4.2% 23.7% 4.1% 4.6%20 4.9% 2.8% 3.4% 2.0% 5.4% 4.0% 1.5% 7.6%21 2.3% 3.7% 7.2% 3.4% 3.2% 7.7% 2.0% 2.7%22 4.1% 2.3% 3.9% 2.9% 4.8% 5.0% 6.4% 6.3%23 3.2% 3.9% 2.1% 1.9% 11.0% 7.2% 1.7% 14.8%24 4.4% 19.1% 2.5% 4.6% 7.4% 4.1% 1.3% 68.5%25 2.1% 1.2% 2.5% 1.0% 3.4% 17.7% 3.3% 4.6%26 4.6% -1.0% 3.0% 2.1% 7.7% 3.3% 1.7% 2.9%27 4.4% 3.4% 6.4% 3.0% 7.6% 5.0% 7.0% 5.9%28 3.9% 2.8% 3.5% 3.5% 5.8% 6.3% 1.4% 1.8%29 1.9% 2.7% 3.6% 2.8% 4.8% 6.8% 2.2% 14.2%30 3.5% 1.0% 4.6% 7.2%31 1.8% 4.0% 3.5% 2.1%
MIN 0.8% -1.0% 1.0% 1.0% 1.8% 2.6% 1.2% -4.5%MAX 5.9% 19.1% 11.4% 12.8% 11.0% 23.7% 14.5% 68.5%AVG 3.34% 4.42% 4.35% 4.17% 5.63% 6.83% 3.55% 7.25%SD 1.16% 3.60% 2.02% 2.64% 2.55% 4.58% 3.06% 12.51%
(Sumber : PPIC PT. NIC)
Lampiran 8. Loss Produksi Untuk Produk Pareto (Januari-Februari 2008)RTS ICK TOC RKU
![Page 152: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/152.jpg)
Lampiran 9Unweighted Supermatrix
1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0 0 0 0 0 0 0 1 0.25 0.33333 0 0 02. Inve~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.25 0 0.309 0.309 0.3093. Sche~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5 0.66667 0.58155 0.58155 0.581554. Layo~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.10945 0.10945 0.109455. Qual~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06. Prev~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07. Empl~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Loka~ 0.29696 0.29696 0.29696 0 0.29696 0 0 0 0.5 0.33333 0 0.25827 02. Peni~ 0.53961 0.53961 0.53961 0 0.53961 0 0 0 0 0.66667 0.5 0.637 0.753. Kont~ 0.16342 0.16342 0.16342 0 0.16342 0 0 0 0.5 0 0.5 0.10473 0.251. Pull~ 0.05195 0.05195 0.05195 0.05195 0.05373 0.05195 0.05195 0 0 0 0 0 0.229642. Pers~ 0.3412 0.3412 0.34122 0.34122 0.3007 0.34122 0.34122 0 0.6 0 0.5 0 0.648343. Ukur~ 0.10595 0.10595 0.10594 0.10594 0.10724 0.10594 0.10594 0 0.2 0 0.16667 0.1692 04. Wakt~ 0.27725 0.27725 0.27725 0.27725 0.27968 0.27725 0.27725 0 0.2 0 0.16667 0.38748 0.122025. Peng~ 0.22365 0.22365 0.22364 0.22364 0.25865 0.22364 0.22364 0 0 0 0.16667 0.44332 01. Jadw~ 0.25992 0.25992 0.25992 0 0 0.4126 0.4126 0 1 1 0 0 02. Jadw~ 0.4126 0.4126 0.4126 0 0 0.25992 0.25992 0 0 0 0.5 1 13. Pemb~ 0.32748 0.32748 0.32748 0 0 0.32748 0.32748 0 0 0 0.5 0 01. Work~ 0 0.14286 0 0.14286 0.14285 0.14286 0.14286 0 0 0 1 0.24998 0.752.. Jara~ 0 0.42857 0 0.42857 0.42858 0.42857 0.42857 0 0 0 0 0 03. Temp~ 0 0.42857 0 0.42857 0.42857 0.42857 0.42857 0 0 0 0 0.75002 0.251. Peng~ 0.75 0 0 0.75 0.75 0 0.75 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0.25 0 0 0.25 0.25 0 0.25 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 0 0 01.Pela~ 0 0 0 0.66667 0.66667 0.66667 0.66667 0 0 0 0 0 02. Pela~ 0 0 0 0.33333 0.33333 0.33333 0.33333 0 0 0 0 0 0
![Page 153: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/153.jpg)
Lampiran 9 (Lanjutan)Unweighted Supermatrix (Lanjutan)
4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0 0.12486 0.309 0 0 0 0 0 0.12457 0 0 0 0 02. Inve~ 0.309 0.13625 0 0.19154 0.23206 0.309 0 0.309 0.13934 0.24627 0 0 0 03. Sche~ 0.58155 0.2817 0.58155 0.36769 0.48906 0.58155 0 0.58155 0.30018 0 0 0.39673 0 04. Layo~ 0.10945 0.05611 0.10945 0.07816 0.08926 0.10945 1 0.10945 0 0 0.14042 0.08324 0 0.333335. Qual~ 0 0.12179 0 0 0.18963 0 0 0 0.13114 0.24627 0.28085 0.16126 0 06. Prev~ 0 0.1623 0 0.20683 0 0 0 0 0.18019 0.29788 0.33971 0.20464 0 07. Empl~ 0 0.11699 0 0.15578 0 0 0 0 0.12457 0.20959 0.23902 0.15413 1 0.666671. Loka~ 0 0.33252 0.24998 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peni~ 0 0.52784 0 0 0 0 0 0 0.5 0 0 0 0 03. Kont~ 0 0.13965 0.75002 0 0 0 0 0 0.5 0 0 0 0 01. Pull~ 0 0 0 0 0 0.14285 0 0 0 0 0 0 0 02. Pers~ 0.66667 0.53961 0 0 0.4 0 0 0.5 0.2036 0 0 0 0 03. Ukur~ 0.33333 0.16342 0 0.24998 0.2 0.42858 0 0.5 0.2036 0 0 0 0 04. Wakt~ 0 0.29696 0 0.75002 0.4 0.42857 0 0 0.34654 0 0 0 0 05. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.24626 1 0 0 0 01. Jadw~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0 0 0 0.75 0 0 0.75 0 0 0.75 0 03. Pemb~ 0 0 0 0 0 0.25 0 0 0.25 0 0 0.25 0 01. Work~ 0 0 0 1 0 0 0 0.24998 0 0 0.5 0 0 0.52.. Jara~ 0 0 0 0 0 0 0 0.75002 0 0 0.5 0 0 0.53. Temp~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0.83333 0 1 0 0 0 0 0.5 0.5 0 1 0 02. Jadw~ 0 0.16667 0 0 0 0 0 0 0.5 0.5 1 0 0 01.Pela~ 0.5 0.11111 0 0.5 0 0 0 0 0.33333 0.5 0.24998 0 0 12. Pela~ 0.5 0.88889 0 0.5 0 0 0 0 0.66667 0.5 0.75002 0 1 0
![Page 154: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/154.jpg)
Lampiran 10Weight Supermatrix
1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0 0 0 0 0 0 0 1 0.06157 0.10307 0 0 02. Inve~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.06157 0 0.05907 0.05907 0.059073. Sche~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.12313 0.20615 0.11118 0.11118 0.111184. Layo~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02092 0.02092 0.020925. Qual~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06. Prev~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07. Empl~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Loka~ 0.05579 0.06191 0.05259 0 0.05162 0 0 0 0.1018 0.08521 0 0.04576 02. Peni~ 0.10138 0.1125 0.09556 0 0.0938 0 0 0 0 0.17043 0.08859 0.11286 0.132883. Kont~ 0.0307 0.03407 0.02894 0 0.02841 0 0 0 0.1018 0 0.08859 0.01855 0.044291. Pull~ 0.01065 0.01182 0.01004 0.01193 0.01019 0.0094 0.00809 0 0 0 0 0 0.044272. Pers~ 0.06995 0.07762 0.06593 0.07834 0.05704 0.06171 0.05312 0 0.12216 0 0.09638 0 0.124983. Ukur~ 0.02172 0.0241 0.02047 0.02432 0.02034 0.01916 0.01649 0 0.04072 0 0.03213 0.03262 04. Wakt~ 0.05684 0.06307 0.05357 0.06365 0.05305 0.05014 0.04316 0 0.04072 0 0.03213 0.07469 0.023525. Peng~ 0.04585 0.05088 0.04321 0.05135 0.04906 0.04045 0.03482 0 0 0 0.03213 0.08546 01. Jadw~ 0.11017 0.12225 0.10384 0 0 0.15429 0.13281 0 0.34654 0.43514 0 0 02. Jadw~ 0.17489 0.19407 0.16484 0 0 0.09719 0.08367 0 0 0 0.17328 0.34657 0.346573. Pemb~ 0.13881 0.15403 0.13083 0 0 0.12245 0.10541 0 0 0 0.17328 0 01. Work~ 0 0.01338 0 0.01351 0.01116 0.01064 0.00916 0 0 0 0.09232 0.02308 0.069242.. Jara~ 0 0.04015 0 0.04052 0.03348 0.03192 0.02748 0 0 0 0 0 03. Temp~ 0 0.04015 0 0.04052 0.03348 0.03192 0.02748 0 0 0 0 0.06924 0.023081. Peng~ 0.13744 0 0 0.15392 0.12717 0 0.10438 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0.04581 0 0 0.05131 0.04239 0 0.03479 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0 0.11509 0.13674 0.11297 0.10772 0.09273 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0.11509 0.13674 0.11297 0.10772 0.09273 0 0 0 0 0 01.Pela~ 0 0 0 0.13143 0.10858 0.10353 0.08912 0 0 0 0 0 02. Pela~ 0 0 0 0.06572 0.05429 0.05177 0.04456 0 0 0 0 0 0
![Page 155: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/155.jpg)
Lampiran 10 (Lanjutan)Weight Supermatrix
4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0 0.02506 0.14943 0 0 0 0 0 0.0203 0 0 0 0 02. Inve~ 0.10772 0.02734 0 0.03723 0.10635 0.08209 0 0.12093 0.02271 0.06521 0 0 0 03. Sche~ 0.20273 0.05654 0.28124 0.07147 0.22412 0.15449 0 0.2276 0.04893 0 0 0.10241 0 04. Layo~ 0.03816 0.01126 0.05293 0.01519 0.0409 0.02908 1 0.04284 0 0 0.04049 0.02149 0 0.109165. Qual~ 0 0.02444 0 0 0.0869 0 0 0 0.02138 0.06521 0.08099 0.04163 0 06. Prev~ 0 0.03257 0 0.0402 0 0 0 0 0.02937 0.07888 0.09796 0.05282 0 07. Empl~ 0 0.02348 0 0.03028 0 0 0 0 0.0203 0.0555 0.06893 0.03979 0.44249 0.218321. Loka~ 0 0.06184 0.12909 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peni~ 0 0.09817 0 0 0 0 0 0 0.06353 0 0 0 0 03. Kont~ 0 0.02597 0.38731 0 0 0 0 0 0.06353 0 0 0 0 01. Pull~ 0 0 0 0 0 0.03945 0 0 0 0 0 0 0 02. Pers~ 0.23433 0.10919 0 0 0.21669 0 0 0.20341 0.02891 0 0 0 0 03. Ukur~ 0.11716 0.03307 0 0.05744 0.10835 0.11835 0 0.20341 0.02891 0 0 0 0 04. Wakt~ 0 0.06009 0 0.17233 0.21669 0.11835 0 0 0.04921 0 0 0 0 05. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.03497 0.23073 0 0 0 01. Jadw~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0 0 0 0.34365 0 0 0.19309 0 0 0.34494 0 03. Pemb~ 0 0 0 0 0 0.11455 0 0 0.06436 0 0 0.11498 0 01. Work~ 0 0 0 0.10995 0 0 0 0.05045 0 0 0.07863 0 0 0.129962.. Jara~ 0 0 0 0 0 0 0 0.15137 0 0 0.07863 0 0 0.129963. Temp~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0.19859 0 0.27604 0 0 0 0 0.09171 0.14901 0 0.28196 0 02. Jadw~ 0 0.03972 0 0 0 0 0 0 0.09171 0.14901 0.31499 0 0 01.Pela~ 0.14996 0.01919 0 0.09493 0 0 0 0 0.04235 0.10322 0.05984 0 0 0.41262. Pela~ 0.14996 0.15348 0 0.09493 0 0 0 0 0.08471 0.10322 0.17954 0 0.55751 0
![Page 156: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/156.jpg)
Lampiran 11Limited Supermatrix
1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.036482. Inve~ 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.024073. Sche~ 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.070584. Layo~ 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.043635. Qual~ 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.01166. Prev~ 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.013917. Empl~ 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.055541. Loka~ 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.023282. Peni~ 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.032253. Kont~ 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.030631. Pull~ 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.00512. Pers~ 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.048563. Ukur~ 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.029474. Wakt~ 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.048035. Peng~ 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.017691. Jadw~ 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.048322. Jadw~ 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.08653. Pemb~ 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.036411. Work~ 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.030212.. Jara~ 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.021383. Temp~ 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.009141. Peng~ 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.0192. Peng~ 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.006331. Peme~ 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.065082. Jadw~ 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.045931.Pela~ 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.065572. Pela~ 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532
![Page 157: F08anu.pdf](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022050818/55cf9a00550346d033a011dd/html5/thumbnails/157.jpg)
Lampiran 11 (Lanjutan)Limited Supermatrix
4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.036482. Inve~ 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.024073. Sche~ 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.070584. Layo~ 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.043635. Qual~ 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.01166. Prev~ 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.013917. Empl~ 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.055541. Loka~ 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.023282. Peni~ 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.032253. Kont~ 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.030631. Pull~ 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.00512. Pers~ 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.048563. Ukur~ 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.029474. Wakt~ 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.048035. Peng~ 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.017691. Jadw~ 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.048322. Jadw~ 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.08653. Pemb~ 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.036411. Work~ 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.030212.. Jara~ 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.021383. Temp~ 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.009141. Peng~ 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.0192. Peng~ 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.006331. Peme~ 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.065082. Jadw~ 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.045931.Pela~ 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.065572. Pela~ 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532