Download - F08anu.pdf

Transcript
Page 1: F08anu.pdf

ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA

SISTEM JUST IN TIME

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS

(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)

Oleh :

AGUNG NUGROHO

F34104071

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F08anu.pdf

ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA

SISTEM JUST IN TIME

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS

(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUNG NUGROHO

F34104071

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: F08anu.pdf

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA

SISTEM JUST IN TIME

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS

(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUNG NUGROHO

F34104071

Tanggal Lulus : Agustus 2008

Bogor, Agustus 2008

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Machfud, MS NIP. 130682670

Page 4: F08anu.pdf

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Agung Nugroho yang dilahirkan di

Bogor tanggal 23 Agustus 1986 dan merupakan anak

pertama dari Bapak dan Ibu bernama Rohadi dan Popon

Sulastri. Penulis memiliki dua orang adik bernama Dwi

Rahayu Widiastuti dan Tiara Maulia Rizkiany.

Latar belakang pendidikan penulis dimulai dari TK

Melati pada tahun 1991-1992, SDN Cipayung 1 Bogor pada tahun 1992-1998,

SMPN 1 Ciawi Bogor pada tahun 1998-2001, SMUN 3 Bogor pada tahun 2001-

2004, dan terakhir Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004-2008. Penulis

berhasil diterima untuk menjadi mahasiswa Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalankan kuliah, mahasiswa aktif mengikuti keorganisasian

sebagai kepala bidang kesejahteraan mahasiswa DPM Fateta IPB, Staf Public

Relation Himalogin IPB, dan terakhir menjadi kepala badan khusus Himalogin

IPB.

Penulis telah menjalankan praktek lapang di PT. Sugizindo dengan judul

“Mempelajari Aspek Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan di PT.

Sugizindo” pada tahun 2007 dan melakukan penelitian di PT. Nippon Indosari

Corpindo dengan judul “Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time

dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di PT. Nippon Indosari

Corpindo)” pada tahun 2008.

Page 5: F08anu.pdf

Agung Nugroho. F34104071. Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di PT. Nippon Indosari Corpindo). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Machfud, MS

RINGKASAN

PT. Nippon Indosari Corpindo sebagai industri bakery dengan merek dagang Sari Roti dan Boti, telah menerapkan sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing yaitu sistem Just In Time dengan menyediakan produk yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi permintaan konsumen.

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo yang dihubungkan dengan konsep dan teori sistem Just In Time, mengetahui kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time, serta menganalisis faktor yang paling mempengaruhi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja sistem Just In Time dalam peningkatan kinerja perusahaan.

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) secara langsung terhadap cara kerja produksi dan penerapan Just In Time di perusahaan. Wawancara dilakukan dengan alat bantu kuesioner tertutup berupa perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Hasil pendapat responden dianalisis dengan metode Analytic Network Process (ANP).

Pelaksanaan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo memperhatikan faktor dan elemen Just In Time dengan penyesuaian. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa elemen yang tidak diterapkan yaitu elemen adanya dukungan untuk peningkatan Just In Time kepada pemasok dalam faktor supplier; elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan peralatan dalam faktor layout; elemen penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke) dan penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality management; elemen adanya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan seluruh peralatan dan mesin dalam faktor preventive maintenance; serta elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja dan sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment) dalam faktor employee empowerment. Elemen-elemen yang tidak relevan tersebut tidak diikutsertakan dalam penyusunan kerangka Analytical Network Process (ANP) yang diperlukan untuk menganalisis bobot dan prioritas faktor dan elemen yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo.

Pengukuran kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sistem Just In Time dilakukan berdasarkan aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas. Kinerja kualitas yang belum optimal tercermin dari terjadinya peningkatan loss produksi rata-rata (pada bulan Januari dan Februari 2008) untuk roti tawar spesial sebesar 3,34% (σ = 1,16%) menjadi 4,42% (σ = 3,60%), roti sobek coklat sebesar 5,63% (σ = 2,55%) menjadi 6,83% (σ = 4,58%) dan roti tawar kupas sebesar 4,51% (σ = 9,04%) menjadi 7,25% (σ = 12,51%). Peningkatan loss produksi secara umum menunjukkan upaya untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai nilai serendah mungkin atau berorientasi zero defect (0%) belum terlaksana dengan baik. Tingkat persediaan rata-rata bahan baku yang termasuk ke

Page 6: F08anu.pdf

dalam kelas A seperti tepung terigu CKE adalah 70.560 kg (σ = 13685 kg), Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat sebesar 5404 kg (σ = 1827 kg), gula pasir sebesar 9864 kg (σ = 3678 kg), dan filler coklat sebesar 6913 kg (σ = 2187 kg). Tingkat persediaan yang berfluktuasi dari setiap bahan baku menunjukkan pencapaian kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum (berada dalam tingkat buffer stock yang ditetapkan) belum sepenuhnya tercapai. Pengukuran produktivitas tenaga kerja plant roti tawar menunjukkan nilai yang masih dibawah potensi maksimum (118,359 pcs/orang.jam), namun mengalami peningkatan setiap bulannya. Produktivitas tenaga kerja rata-rata plant roti tawar sebesar 98,608 pcs/orang.jam (σ = 10,121) di bulan Januari 2008, sebesar 102,676 pcs/orang.jam (σ = 12,530) di bulan Februari 2008, dan sebesar 103,462 pcs/orang.jam (σ = 12,941) di bulan Maret 2008. Hal tersebut menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja terus dilakukan untuk mencapai produktivitas setinggi mungkin dalam menghasilkan output yang optimum.

Analisis ANP untuk faktor penentu kinerja sistem Just In Time menunujukkan hasil bahwa faktor schedulling memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time dengan menempati peringkat pertama (bobot 0.27590), kemudian diikuti oleh faktor employee empowerment (bobot 0.21713), faktor layout (bobot 0.17055), faktor supplier (bobot 0.14259), faktor inventory (bobot 0.09411), faktor preventive maintenance (bobot 0.05439), dan faktor quality management menempati peringkat terakhir (bobot 0.04534).

Faktor-faktor tersebut terdiri atas elemen-elemen yang saling berhubungan dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time. Dalam faktor schedullimg, jadwal campur merata menempati peringkat pertama (bobot 0.50517), jadwal terkomunikasikan kepada pemasok pada peringkat kedua (bobot 0.28219) dan pembekuan jadwal yang dekat dengan jatuh tempo menempati peringkat ketiga (bobot 0.21264). Faktor employee empowerment berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem Just in Time dengan dilakukannya pelatihan silang (cross training) pada peringkat pertama (bobot 0.53462) dan pelatihan (training) pada peringkat kedua (bobot 0.46538). Faktor layout memiliki elemen work cell untuk produk sejenis yang berpengaruh pada peringkat pertama (bobot 0.49744), jarak antar sel yang pendek yang menjadi peringkat kedua (bobot 0.35212) dan elemen tempat kecil persediaan WIP pada peringkat ketiga (0.15044). Faktor supplier terdiri atas elemen peningkatan frekuensi pengiriman dengan jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman (peringkat pertama, bobot 0.37427), adanya kontrak jangka panjang antara perusahaan dengan pemasok (peringkat kedua, bobot 0.35552), dan lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik (peringkat ketiga, bobot 0.27021). Elemen-elemen dari faktor inventory yaitu tingkat persediaan minimum (peringkat pertama, bobot 0.32625), waktu set up yang singkat (peringkat kedua, bobot 0.29665), ukuran lot yang kecil (peringkat ketiga, bobot 0.19797), pengurangan variabilitas (peringkat keempat, bobot 0.11887), dan terakhir yaitu sistem tarik (pull sistem) (peringkat kelima, bobot 0.03424). Elemen utama yang menjadi titik perhatian pada faktor prevetive maintenance adalah elemen pemeliharaan rutin harian (peringkat pertama, bobot 0.58622) dan elemen lainnya yaitu jadwal pemeliharaan yang tersusun (peringkat kedua, bobot 0.41378). Elemen dalam faktor quality management yaitu pengendalian mutu

Page 7: F08anu.pdf

dalam setiap tahapan proses (peringkat pertama, bobot 0.75001) dan penggunaan lampu tanda (andon) dalam lini produksi (peringkat kedua, bobot 0.24999).

Faktor schedulling dengan elemen jadwal campur merata perlu dikendalikan dengan lebih ketat agar kinerja sistem Just In Time dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Jadwal campur merata yang lebih baik dapat meningkatkan kemampuan untuk berproduksi menggunakan tingkat persediaan yang minimum sesuai dengan jumlah produk yang diminta konsumen secara tepat waktu dengan kualitas terbaik. Selain itu, faktor yang juga perlu lebih diperhatikan adalah faktor employee empowerment khususnya elemen pelatihan silang (cross training). Pelatihan silang menciptakan motivasi dan menghilangkan tingkat kejenuhan dalam bekerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat meningkat. Dengan implementasi elemen-elemen yang paling berpengaruh tersebut secara lebih konsisten dan berkelanjutan, diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing (competitive advantages).

Page 8: F08anu.pdf

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Faktor Penentu Kinerja

Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process (Studi Kasus di

PT. Nippon Indosari Corpindo).

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari

bimbingan dan arahan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan sampai tersusunnya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Aji Hermawan, MM dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi sebagai dosen

penguji ujian skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi

ini.

3. Bapak Yusuf Hadi sebagai General Manager PT. Nippon Indosari Corpindo

yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di

perusahaan.

4. Bapak Leo Ginting dan Ibu Wahyuni sebagai Manager SCM dan Supervisor

PPIC yang memberikan bimbingan dan arahan selama penulis melakukan

penelitian di perusahaan.

5. Ibu Myriana sebagai Manager HRD & GA, Ibu Ika sebagai Supervisor HRD,

Bapak Marlan sebagai Manager Produksi, Bapak Sandy sebagai Supervisor

Produksi, Bapak Mardjono sebagai Supervisor Teknik, Ibu Restu sebagai

Manager PDQA, Bapak Irwan sebagai Manager QA, Bapak Doni sebagai

Supervisor FG Warehouse, atas wawancara, bantuan dalam pengisian

kuesioner, serta bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

6. Ibu Ria, Bapak Sandiwan, Bapak Jarwo, Bapak Jamal, dan seluruh karyawan

PT. Nippon Indosari Corpindo yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang

telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Page 9: F08anu.pdf

ii

7. Rekan-rekan di mailist IPOMS yang sedikit banyak memberikan pencerahan

mengenai topik penelitian ini.

8. Bapak, Mama, serta Uwi dan Tiara yang ku sayangi dan mendukung penulis

selama penulis menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

9. “My Hunihun” Ade Yusriyanti yang telah memberikan semangat,

mengarahkan, dan menemani dengan tulus hati hingga penulis memperoleh

lentera yang menerangi seluruh horison di depan mata.

10. Nanang Taryana dan Dyna Puspita sebagai rekan satu bimbingan yang juga

memberikan motivasi dalam pelaksanaan penelitian ini. Wahyu (TIN 42) yang

memberikan saran mengenai penelitian yang dilakukan. Terima kasih banyak.

11. Rendy Drumz, Reynaldi, Om He’rnawan, Doni, Bobby, Hidea, Aang Zen,

Wahyu, Farid Machfudz, Say, Alto, Anne, Mie, Otiz, Bimo, Eko, Ayu, Radit,

Bayu, dan seluruh teman-teman di TIN 41 yang selama 4 tahun ini kita berada

dalam kebersamaan yang tak kan pernah terlupakan.

12. Jamal (TPG 41), Indri (TPG 41), dengan keceriaan dan sapaan hangat dalam

menjalani keseharian dalam gemises raya.

Seluruh butir semangat telah membuahkan buah yang manis rasanya,

namun masih diperlukan adanya penambahan garam dari kritik dan saran yang

sifatnya membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi

semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2008

Penulis

Page 10: F08anu.pdf

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Ruang Lingkup..................................................................................... 3

C. Tujuan ............................................................................................ .... 3

D. Manfaat ............................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Just In Time .............................................................................. 4

1. Faktor Supplier......................................................................... 5

2. Faktor Inventory....................................................................... 6

3. Faktor Schedulling ................................................................... 8

4. Faktor Layout ........................................................................... 9

5. Faktor Quality Management .................................................... 10

6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 13

7. Faktor Employee Empowerment.............................................. 14

B. Kinerja Sistem Just In Time................................................................. 15

C. Proses Jejaring Analitik / Analytic Network Process (ANP)................ 16

D. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 18

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran............................................................................. 20

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 21

C. Penentuan Data dan Sumber Data........................................................ 21

D. Metode Pengumpulan Data.................................................................. 22

E. Analisis Data ........................................................................................ 23

Page 11: F08anu.pdf

iv

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................... 30

B. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu Perusahaan......................................... 31

C. Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................... 32

D. Lokasi dan Tata Letak Pabrik .............................................................. 33

E. Ketenagakerjaan................................................................................... 33

F. Proses Produksi ................................................................................... 34

G. Distribusi Finished Goods ................................................................... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sistem Produksi PT. Nippon Indosari Corpindo.................................. 41

B. Penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo .................. 42

1. Faktor Supplier......................................................................... 42

2. Faktor Inventory....................................................................... 50

3. Faktor Schedulling ................................................................... 56

4. Faktor Layout ........................................................................... 62

5. Faktor Quality Management .................................................... 64

6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 68

7. Faktor Employee Empowerment.............................................. 71

C. Kinerja Perusahaan dengan Penerapan Sistem Just In Time................ 74

1. Kinerja Kualitas......................................................................... 75

2. Tingkat Persediaan ..................................................................... 77

3. Produktivitas.............................................................................. 81

D. Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time ....................................... 83

1. Faktor Schedulling ................................................................... 88

2. Faktor Employee Empowerment.............................................. 92

3. Faktor Layout ........................................................................... 94

4. Faktor Supplier......................................................................... 97

5. Faktor Inventory....................................................................... 100

6. Faktor Preventive Maintenance................................................ 105

7. Faktor Quality Management .................................................... 108

Page 12: F08anu.pdf

v

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................................... 112

B. Saran .................................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 116

LAMPIRAN

Page 13: F08anu.pdf

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty. .... 23

Tabel 2. Nilai Random Index .......................................................................... 25

Tabel 3. Produk PT. Nippon Indosari Corpindo .............................................. 34

Tabel 4. Standar Proses Mixing Roti Tawar .................................................... 36

Tabel 5. Standar Proses Make Up Roti Tawar................................................. 37

Tabel 6. Standar Proses Pengemasan Roti Tawar............................................ 38

Tabel 7. Standar Dimensi Produk Roti Tawar ................................................. 39

Tabel 8. Finished Goods Pareto ...................................................................... 60

Tabel 9. Schedule Maintenance Berdasarkan HACCP Plan............................ 70

Tabel 10. Presentase Loss Produksi untuk Produk Pareto ............................... 76

Tabel 11. Man Power Produksi Roti Tawar Line 1 dan 2................................ 82

Tabel 12. Produktivitas tenaga kerja plant Roti Tawar (Januari-Maret 2008). 82

Tabel 13. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor penentu kinerja JIT........... 88

Tabel 14. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Schedulling....................... 89

Tabel 15. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Employee Empowerment . 92

Tabel 16. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Layout............................... 95

Tabel 17. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Supplier ............................ 98

Tabel 18. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Inventory .......................... 100

Tabel 19. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Preventive Maintenance ... 105

Tabel 20. Tabel hasil perhitungan prioritas faktor Quality Management ........ 108

Page 14: F08anu.pdf

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ilustrasi jadwal campur merara (bertingkat) ................................... 9

Gambar 2. Contoh Lampu Tanda (Andon) ....................................................... 11

Gambar 3. Contoh Anti Kesalahan (Poka Yoke)............................................... 12

Gambar 4. Perbedaan Hirearki dan Jaringan (Network) ................................... 17

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................... 21

Gambar 6. Kerangka ANP ............................................................................... 29

Gambar 7. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Baku...................... 43

Gambar 8. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Etiket Lembar................... 44

Gambar 9. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Etiket Roll ........................ 45

Gambar 10. Grafik Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE........................... 78

Gambar 11. Grafik Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat 79

Gambar 12. Grafik Tingkat Persediaan Gula Pasir........................................... 79

Gambar 13. Grafik Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F .................... 80

Gambar 14. Dialog Perbandingan Berpasangan Software Superdecision 1.6.0 85

Gambar 15. Hasil Sintesis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time.......... 85

Gambar 16. Prioritas Faktor dan Elemen Sistem Just In Time ......................... 86

Gambar 17. Bobot Faktor dan Elemen serta Pengaruh Antar Elemen yang

Dominan........................................................................................ 87

Gambar 18. Ilustrasi Tingkat Persediaan Minimum Mengurangi Variabilitas . 104

Page 15: F08anu.pdf

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner Perbandingan Berpasangan ......................................... 118

Lampiran 2. Struktur organisasi........................................................................ 132

Lampiran 3. Denah tata letak (layout) pabrik ................................................... 133

Lampiran 4. Klasifikasi ABC ........................................................................... 134

Lampiran 5. Lead time, buffer stock, frekuensi pengiriman material ............... 136

Lampiran 6. Form permintaan material ............................................................ 138

Lampiran 7. Form Order To Production (OTP) ............................................... 142

Lampiran 8. Loss produksi untuk produk pareto .............................................. 145

Lampiran 9. Unweight supermatrix .................................................................. 146

Lampiran 10. Weight supermatrix..................................................................... 148

Lampiran 11. Limiting matrix ........................................................................... 150

Page 16: F08anu.pdf

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan semakin berkembangnya industri di Indonesia dan

meningkatnya persaingan secara global, perusahaan harus mampu

memenuhi permintaan pasar yang menginginkan barang yang berkualitas

tinggi dan pada saat yang dibutuhkan. Perkembangan yang terjadi

menyangkut hal-hal antara lain : pertama, persaingan industri yang semakin

kompetitif dengan banyaknya perusahaan khususnya yang berasal dari Asia

bergabung dalam persaingan global. Kedua, tuntutan konsumen yang rumit

dan semakin banyak serta menuntut harga yang murah, mutu tinggi untuk

setiap produk yang ditawarkan, penyerahan tepat waktu dan sesuai dengan

keinginan mereka. Ketiga, daur hidup produk yang sangat pendek seiring

dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar.

Keempat, tren perekonomian dunia yang mengalami perubahan. Kelima,

tuntutan stockholders yang menuntut pengembalian yang tinggi dalam

investasi dan perusahan yang ROI-nya rendah tidak dapat memperoleh

modal yang cukup untuk investasi di masa depan. Terakhir, kemajuan

dalam bidang teknologi informasi terjadi begitu cepat. Perusahaan-

perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu memenuhi

kepuasan pelanggan, mengembangkan produk tepat waktu, mengeluarkan

biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahan produk, serta

mengelola industri secara cermat dan fleksibel (Watanabe, 2001).

Dalam menghadapi persaingan global ini, sistem mass production

yang memproduksi produk dalam jumlah besar telah bergeser menjadi

sistem produksi Just In Time yang memproduksi output yang diperlukan,

pada waktu yang tepat, dalam jumlah sesuai kebutuhan, dengan

mengurangi segala bentuk pemborosan, sehingga dapat menciptakan

keuntungan bagi perusahaan. Sistem produksi Just In Time memiliki tujuan

untuk dapat memproduksi produk dengan kualitas terbaik, ongkos

termurah, dan pengiriman pada saat yang tepat. Dengan sistem Just In

Time, perusahaan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kegiatan-

Page 17: F08anu.pdf

2

kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue added activities) sehingga

dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sistem Just In Time telah

diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia, seperti Toyota

Motor Company di Jepang, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and

Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem ini tidak hanya dapat diterapkan di

perusahaan manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan di jenis perusahaan

lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di Indonesia, terdapat

beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just In

Time dan telah berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi

biaya, dan meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya.

PT. Nippon Indosari Corpindo merupakan suatu industri pangan

yang memproduksi produk dengan karakteristik umur simpan yang singkat.

Dengan demikian, kecepatan dan ketepatan dalam hal pengadaan bahan

baku, produksi, sampai distribusi sangatlah diperlukan. Perusahaan ini telah

menerapkan Supply Chain Management yang merupakan konsep atau

mekanisme dalam koordinasi, kooperasi, dan kolaborasi antar supplier,

manufaktur, dan channel dari distribusi dan ritel. Menurut Watanabe

(2001), konsep Just In Time merupakan konsep SCM yang paling awal.

Sistem SCM merupakan kombinasi dari konsep Just In Time dengan

genetic algorithm, Theory of Constraint (TOC) dan internet (Information

Technology). Sistem Just In Time perlu diterapkan dengan baik sebagai

bagian dari sistem SCM yang diterapkan oleh perusahaan.

Menurut berbagai pustaka mengenai sistem Just In Time, diketahui

bahwa untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time

terdapat beberapa faktor antara lain supplier (pemasok), layout (tata letak),

inventory (persediaan), schedulling (penjadwalan), preventive maintenance

(pemeliharaan pencegahan), quality management (manajemen kualitas), dan

employee empowerment (pemberdayaan pekerja). Faktor-faktor tersebut

terdiri atas elemen-elemen yang saling berkaitan. Faktor dan elemen sistem

Just In Time yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kinerja

perusahaan dan menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage)

dalam menghadapi persaingan global.

Page 18: F08anu.pdf

3

B. Ruang Lingkup

Penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor penentu kinerja

sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Ruang lingkup faktor

dan elemen yang diteliti merupakan faktor dan elemen yang berkaitan

dengan sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan.

Pengamatan (observasi) dan pengambilan data perusahaan hanya

berkaitan dengan pelaksanaan produksi di salah satu plant produksi yaitu

plant roti tawar. Pengambilan data yang berkaitan dengan persediaan bahan

baku yang digunakan dibatasi hanya untuk persediaan yang termasuk dalam

kelas A (prioritas pertama berdasarkan tingkat penggunaan). Selain itu,

pengambilan data yang berkaitan dengan produk (finished goods) dibatasi

hanya untuk produk yang termasuk kelas pareto (prioritas pertama untuk

diproduksi karena memiliki tingkat permintaan yang tinggi).

C. Tujuan

Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari

Corpindo yang dihubungkan dengan konsep dan teori sistem Just In

Time.

2. Mengetahui kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time.

3. Menganalisis faktor yang paling mempengaruhi dan seberapa besar

pengaruhnya terhadap kinerja sistem Just In Time dalam peningkatan

kinerja perusahaan.

D. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Peningkatan kinerja perusahaan secara berkelanjutan dengan

pelaksanaan sistem Just In Time secara menyeluruh dan konsekuen.

2. Memberikan rekomendasi kebijakan bagi perusahaan untuk lebih

memperhatikan faktor yang menjadi prioritas penentu kinerja sistem

Just In Time serta faktor dan elemen lain yang mempengaruhinya.

3. Menjadi suatu informasi dan referensi bagi ilmu pengetahuan dan

penelitian lainnya tentang pengaruh faktor-faktor dan elemen-elemen

sistem Just In Time.

Page 19: F08anu.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Just In Time

Titik awal sistem Just In Time adalah keadaan bangsa Jepang yang

kekurangan sumber daya alam, yang memaksa untuk melakukan impor

termasuk bahan pangan dengan harga yang tinggi. Hal ini membuat industri di

Jepang berusaha maksimal untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan

nilai tambah yang tinggi dengan biaya yang serendah mungkin dibandingkan

negara lain (Sugimori, dkk, 1977).

Kiichiro Toyoda, pendiri Toyota Automobile Business, menciptakan

konsep Just In Time sekitar tahun 1930-an. Idenya dipengaruhi dari perjalanan

studinya ke pabrik Ford di Michigan untuk melihat industri mobil dan juga

melihat sistem supermarket AS yang menggantikan barang-barang di rak

segera setelah pelanggan membelinya. Setelah Eiji Toyoda, chairman Toyota

Motor Manufacturing, mengunjungi pabrik Ford, maka Taiichi Ohno,

manager produksi pabrik, diberikan tugas untuk meningkatkan proses

manufaktur Toyota sehingga diperlukan suatu penyesuaian proses manufaktur

Ford untuk secara simultan mencapai kualitas yang tinggi, biaya yang rendah,

lead time yang singkat, dan fleksibilitas. Dengan menerapkan prinsip Jidoka

dan one-piece flow selama bertahun-tahun maka lahirlah Toyota Production

System (TPS) dan mampu meningkatkan penggunaan sistem tersebut serta

memberikan keuntungan yang besar terhadap perusahaan (Liker, 2006).

Sistem Just In Time merupakan suatu konsep filosofi yaitu

memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan,

dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas prima, dari

setiap tahap proses dalam sistem manufakturing, dengan cara yang paling

ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan

perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement) (Gaspersz,

1998).

Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang

berorientasi pada inventory minimum, waktu set up mesin dan peralatan yang

pendek, penciptaan pekerja dengan keterampilan multifungsional, serta

Page 20: F08anu.pdf

5

penyelesaian pekerjaan dalam siklus waktu (cycle time) yang pendek sesuai

dengan standar yang ditetapkan (Gaspersz, 1998).

Gaspersz (1998) menyatakan bahwa sistem Just In Time berusaha

meningkatkan kinerja secara terus menerus tanpa henti, dengan

menghilangkan segala pemborosan dan segala sesuatu yang tidak memberi

nilai tambah dengan menyediakan sumber daya pada tempat dan waktu yang

tepat. Sistem ini akan mengakibatkan persediaan lebih sedikit, jumlah pekerja

lebih sedikit, dan biaya produksi yang lebih rendah serta produk dapat

diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Sedangkan kualitas yang sangat tinggi

merupakan hasil dari suatu sistem pengendalian mutu yang sangat baik.

Akhirnya, dengan kombinasi dan gabungan kedua sistem tersebut akan

membuat perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain serta mencapai

laba dan hasil atas investasi yang maksimal.

Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan

berproduksi sesuai dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang

dilakukan dalam sistem tradisional yang menerapkan sistem mass production.

Produksi dalam jumlah yang kecil dimaksudkan untuk mengurangi biaya-

biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya pemeliharaan barang, dan

lain-lain (Agustina, dkk, 2007).

Dari berbagai pustaka diketahui bahwa keberhasilan penerapan sistem

Just In Time dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Faktor Supplier (Pemasok)

Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara

pemasok dengan perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu

mengirim barang dalam frekuensi yang lebih banyak dengan jumlah yang

lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja sama guna

mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang (Agustina, dkk, 2007).

Untuk mendukung sistem Just In Time, pihak industri manufaktur

harus menekankan konsep kemitraan (partnership) sejak awal dengan

pemasok. Sasarannya adalah menetapkan sistem yang menyederhanakan

pemasokan material dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.

Sistem Just In Time akan menurunkan waktu tunggu pemasok (supplier

Page 21: F08anu.pdf

6

lead time) sehingga pihak manufaktur dapat mengeluarkan pesanan material

sesuai dengan tingkat konsumsi aktual. Hal ini akan menurunkan waktu

tunggu manufakturing (manufacturing lead time) sehingga akan

menurunkan tingkat persediaan material (Gaspersz, 1998).

Heizer dan Render (2004) menambahkan bahwa dalam Just in

Time diperlukan jumlah pemasok yang sedikit, pemasok dekat dengan

pabrik, peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil, dilakukan

kontrak jangka panjang, pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta

penerapan Just In Time. Hal ini pun dipertegas oleh Dwiningsih (2004),

bahwa pembeli dan pemasok perlu membentuk kemitraan, dan kemitraan

ini mengeliminasi kegiatan yang tidak penting, persediaan dalam

perjalanan, dan pemasok yang jelek.

2. Faktor Inventory (Persediaan)

Inventory atau persediaan adalah stok atau barang yang disimpan

yang mencakup bahan baku, bahan pembantu, kemasan, produk setengah

jadi, produk jadi, suku cadang mesin, dan segala sesuatu yang berhubungan

langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi (Machfud,

1999). Menurut Dwiningsih (2004), persediaan dalam sistem produksi dan

distribusi sering diadakan untuk berjaga-jaga. Teknik persediaan yang

efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In

Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk

mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat tiba

pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudahnya.

Perusahaan-perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan

yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-

persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga

kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para

pemasok terlambat melakukan pengiriman atau apabila sebuah departemen

tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal

lainnya. Namun penyimpanan persediaan itu memerlukan biaya yang besar.

Page 22: F08anu.pdf

7

Sistem Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi atau

menghilangkan persedian (Nasution, 2004).

Heizer dan Render (2005) menerangkan bahwa dalam Just In Time

diperlukan teknik dalam mengelola inventory antara lain : penggunaan pull

system untuk pergerakan inventory, pengurangan variabilitas, pengurangan

persediaan, ukuran lot yang kecil (small lot size), dan pengurangan waktu

set up.

Sistem tarik berarti status ideal dari sistem produksi Just In Time,

memberikan pelanggan (yang mungkin merupakan langkah proses

berikutnya) apa yang dia inginkan, dan dalam jumlah yang dia inginkan.

Bentuk paling ideal dari sistem tarik adalah one piece flow (Liker, 2006).

Dalam sistem dorong, produksi didasarkan pada rencana (jadwal) yang

telah dibuat sebelumnya, yang berarti perintah produksi dan pesanan

pembelian diawali dengan proyeksi permintaan pelanggan. Operasi terus

membuat barang sesuai jadwal dan menciptakan pemborosan. Namun

permintaan pelanggan dapat berubah dalam sekejap dan berbagai hal dapat

manjadi kacau, sehingga jadwal yang dibuat tidak bermakna (Liker, 2006).

Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya

permintaan dari konsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian

akhir dari perakitan akan memberikan tanda (kanban) ke bagian

sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah bahan yang dibutuhkan pada

bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan

mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk

mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan (Gaspersz,

1998).

Variabilitas adalah setiap penyimpangan (deviasi) dari proses

optimal untuk mengantarkan produk sempurna tepat waktu setiap saat.

Variabilitas disebabkan faktor-faktor seperti (a). pekerja, mesin-mesin dan

pemasok memproduksi unit-unit produk yang tidak sesuai dengan standar,

terlambat atau jumlah tidak sesuai. (b). engineering drawing atau

spesifikasi yang tidak akurat. (c). bagian produksi mencoba memproduksi

sebelum spesifikasi lengkap. (d). permintaan konsumen tidak diketahui.

Page 23: F08anu.pdf

8

Just In Time akan memecahkan masalah-masalah dan bottle neck yang

diakibatkan variabilitas tersebut (Heizer dan Render, 2005). Engineering

drawing menunjukkan toleransi, bahan baku, dan hasil akhir sebuah

komponen produk. Engineering drawing akan menjadi sebuah Bill Of

Materials (BOM) yang mendata komponen, penjelasan, dan kuantitas yang

dibutuhkan masing-masing untuk membuat sebuah unit produk (Heizer dan

Render, 2005).

Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,

mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan

pengujian (Agustina, dkk, 2007). Pengurangan waktu set up diperlukan

dalam menciptakan produksi campur merata (heijunka). Heijunka tidak

mungkin terjadi jika pabrik tidak menemukan cara untuk menghilangkan

waktu set up pada saat melakukan changeover. Set up pada mesin dapat

dilakukan pada saat mesin masih berjalan (dinamakan set up eksternal)

yang merupakan kebalikan dari set up internal, pekerjaan yang dilakukan

ketika mesin berhenti. Dilakukan sebanyak mungkin kegiatan changeover

saat mesin masih berjalan sampai tidak ada lagi set up dengan

menghentikan mesin berjalan (Liker, 2006).

3. Faktor Schedulling (Penjadwalan)

Schedulling atau penjadwalan operasi produksi merupakan

penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan

operasi produksi. Penetapan waktu berkaitan dengan masalah pengurutan

atau sequencing, sedangkan penggunaan sumber daya berkaitan dengan

masalah penugasan kerja (job assignment) atau pembebanan kerja kepada

fasilitas produksi (orang atau mesin) (Machfud, 1999).

Jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan

kepada pemasok sangat mendukung penerapan Just In Time. Penjadwalan

yang lebih baik juga meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan

konsumen, menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses.

Just In Time mempersyaratkan (a). mengkomunikasikan penjadwalan

kepada supplier, (b). jadwal yang bertingkat, (c). menekankan bagian dari

Page 24: F08anu.pdf

9

jadwal paling dekat dengan jatuh tempo, (d). lot kecil, dan (e). teknik

kanban (Heizer dan Render, 2004).

Dalam istilah Jepang dikenal kata heijunka yaitu jadwal produksi

yang bertingkat menggunakan model antrian campuran. Menurut Liker

(2006), heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun

bauran produk (sering juga disebut produksi campur merata). Membuat

produk tidak berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat

naik turun secara tajam, tetapi mengambil jumlah total pesanan dalam satu

periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang

sama setiap hari. Pada Gambar 1 dapat dilihat jadwal campur merata

(bertingkat) dengan menggunakan ukuran lot yang kecil dibandingkan

dengan jadwal produksi menggunakan ukuran lot besar. Jadwal campur

merata memproduksi setiap item produk dengan jumlah dan variasi merata

sepanjang hari selama periode produksi bulanan.

(Sumber : Heizer dan Render, 2004)

Gambar 1. Ilustrasi jadwal campur merata (bertingkat)

Kesuksesan penerapan Just In Time tergantung pada koordinasi

jadwal produksi dengan jadwal pengiriman dari pemasok dan service

memuaskan dari pemasok, yang keduanya menyangkut kualitas produk dan

keandalan pengiriman (Kannan, 2004).

4. Faktor Layout (Tata Letak)

Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan

peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu

pabrik. Semua fasilitas produksi baik mesin, pekerja, maupun fasilitas-

Page 25: F08anu.pdf

10

fasilitas lainnya harus disediakan pada tempatnya masing-masing agar dapat

bekerja dengan efisien dan efektif (Agustina, dkk, 2007).

Tata letak memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu

pergerakan, misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia menjadi

fleksibel dengan pengaturan tata letak yang baik. Just In Time

mempersyaratkan: (a). sel kerja untuk produk sejenis (product family), (b).

peningkatan fleksibilitas perubahan atau pergerakan peralatan, (c). jarak

antar sel kerja yang pendek, (d). pengurangan kebutuhan ruang untuk

persediaan, dan (e). penggunaan poka-yoke (Heizer dan Render, 2004).

Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa

menyerupai setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular (cellular

layout) untuk tujuan efisiensi sehingga dapat mengurangi berbagai

pemborosan. Setiap sel kerja dirancang untuk memproduksi satu produk

tertentu (product family) dimana produk dipindahkan dari satu mesin ke

mesin lainnya dari awal hingga akhir (Agustina, dkk, 2007). Sel kerja (work

cell) merupakan pengaturan mesin dan pekerja sehingga dapat memusatkan

perhatian dalam membuat satu produk atau sekumpulan produk yang saling

berkaitan (sejenis) (Heizer dan Render, 2005).

5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)

Just In Time memiliki tiga prinsip utama dalam pengendalian

kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting daripada output

itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan

pencegahan adalah lebih murah daripada pekerjaan mengulang. Dengan

demikian maka Just In Time dapat lebih menghemat biaya karena tidak ada

pemborosan. Perusahaan akan mampu menciptakan produk yang

berkualitas tinggi sesuai permintaan pelanggan, karena telah melewati

quality control yang ketat pada setiap lininya. Selain kualitas yang baik,

pelanggan akan terpuaskan karena produk dapat diserahkan tepat waktu,

karena telah melewati serangkaian standar waktu yang telah ditetapkan pada

setiap lininya. Selain itu, tidak kalah pentingnya, kinerja perusahaan akan

lebih efisien dan efektif karena tidak ada sumberdaya yang menganggur

Page 26: F08anu.pdf

11

serta mampu memberikan hasil yang optimal kepada pemilik perusahaan

(share holder) (Gaspersz, 1998).

Jidoka juga sering disebut juga autonomation, peralatan dilengkapi

dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri ketika ia

memiliki masalah. Kualitas dalam proses (mencegah masalah untuk

dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan lebih murah daripada

memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas setelah terjadi. Ketika mesin

berhenti, lampu yang biasanya disertai bunyi alarm (disebut Andon),

digunakan untuk memberikan sinyal tanda bahwa bantuan diperlukan untuk

memecahkan masalah kualitas (Liker, 2006).

(Sumber : http://is.ba.ttu.edu/faculty/ch15.ppt)

Gambar 2. Contoh Lampu Tanda (Andon)

Heizer dan Render (2004) menambahkan bahwa diperlukan juga

penggunaan Statistical Process Control dan poka-yoke dalam meningkatkan

kualitas produk untuk mendukung penerapan sistem Just In Time. Menurut

Liker (2006), poka yoke adalah alat anti kesalahan atau anti kebodohan

yang membuat seorang operator hampir tidak mungkin membuat kesalahan.

Setiap poka yoke memiliki bantuk standar masing-masing yang meringkas

masalah yang diatasi, alarm darurat yang akan berbunyi, tindakan yang

perlu diambil dalam keadaan darurat, metode dan frekuensi untuk

memastikan metode anti kesalahan beroperasi secara benar, dan metode

untuk melaksanakan pengecekan kualitas jika metode anti kesalahan macet.

Page 27: F08anu.pdf

12

(Sumber : http://is.ba.ttu.edu/faculty/ch15.ppt)

Gambar 3. Contoh Alat Anti Kesalahan (Poka Yoke)

Menurut Heizer dan Render (2004), Total Quality Management

(TQM) merujuk pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi

keseluruhan, mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan

komitmen manajemen untuk mendapatkan arahan perusahaan yang terus

menerus ingin mencapai keunggulan dalam semua aspek produk yang

penting bagi pelanggan. Terdapat tujuh alat yang berguna dalam penerapan

TQM antara lain :

a. Lembar pengecekan (check sheet) : sebuah metode terorganisir untuk

mencatat data.

b. Diagram sebar (scatter diagram) : sebuah grafik nilai sebuah variabel

dihadapkan dengan variabel lain.

c. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram) : sebuah alat untuk

mengenali elemen proses (penyebab) yang mungkin memberikan

pengaruh pada hasil.

d. Diagram pareto (pareto charts) : sebuah grafik untuk mengenali dan

memetakan masalah atau cacat dalam urutan frekuensi menurun.

e. Diagram alir (flow charts) : sebuah diagram yang menjelaskan

langkah-langkah dalam sebuah proses.

f. Histogram : sebuah distribusi yang menunjukkan frekuensi kejadian

sebuah variabel.

g. Pengendalian proses statistik (Statistical Process Control) : sebuah

diagram dengan waktu pada sumbu horizontal untuk memetakan nilai

sebuah statistik.

Page 28: F08anu.pdf

13

Ketujuh alat TQM tersebut termasuk ke dalam tiga golongan yaitu

alat untuk membangkitkan ide : lembar pengecekan, diagram sebar, dan

diagram sebab akibat; alat untuk mengatur data : diagram pareto, dan

diagram alir; serta alat untuk mengidentifikasi masalah : histogram dan

pengendalian proses statistik.

Statistical Process Control adalah sebuah tekik statistik yang

digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar.

Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk

mengawasi standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan

perbaikan saat sebuah produk sedang diproduksi (Heizer dan Render, 2005).

6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)

Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan atau tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan

rutin pada fasilitas yang digunakan, maupun pelatihan pekerja secara terus-

menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi

(Dwiningsih, 2004).

Menurut Machfud (2003), diperlukan pandangan manajemen yang

lebih strategis dan luas tentang maintenance, yang berimplikasi merancang

produk yang dapat dengan mudah diproduksi pada mesin yang ada,

merancang mesin yang operasi dan pemeliharaan yang lebih mudah,

melatih dan melatih ulang pekerja, serta merancang rencana Preventive

Maintenance untuk selama umur mesin.

Heizer dan Render (2004), mendeskripsikan bahwa preventive

maintenance merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk menjaga

peralatan dan mesin tetap bekerja dan untuk mencegah kerusakan. JIT

membutuhkan preventive mantenance yang terjadwal dan adanya

pemeliharaan rutin harian. Selain itu menurut Agustina dkk (2007),

diperlukan keterlibatan para pekerja dengan mampu mengoperasikan

peralatan dan mesin dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga

diharapkan mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil

alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.

Page 29: F08anu.pdf

14

7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)

Pemberdayaan pekerja (employee empowerment) berarti

melibatkan pekerja pada setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan

pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga tanggung jawab dan

kewewenangan tambahan dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat

terendah dalam organisasi (Heizer dan Render, 2005).

Pekerja dapat terlibat dalam isu-isu operasi harian yang merupakan

falsafah Just In Time. Pemberdayaan pekerja mengikuti nasehat manajemen

bahwa tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain

pekerja pelaksana pekerjaan itu sendiri (Dwiningsih, 2004). Dalam Just In

Time, pekerja memberikan pengetahuannya dan terlibat dalam keseharian

operasi, dan adanya training, cross training, serta sedikit klasifikasi

pekerjaan bagi para pekerja untuk pengayaan pekerjaan (job enrichment)

(Heizer dan Render, 2004).

Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku

pekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan

keahlian dan kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaan saat ini.

Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pekerja untuk mencapai

keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan

pekerjaannya (Rivai, 2004).

Pelatihan silang (cross training) memindahkan para pekerja dari

tempat kerja yang satu ke tempat kerja yang lain agar pekerja mendapatkan

variasi dalam bekerja. Selain itu, cross training membantu perusahaan

ketika ada pekerja yang cuti, tidak hadir, perampingan, atau terjadi

pengunduran diri (Rivai, 2004). Pengayaan pekerjaan (job enrichment)

adalah metode yang memberikan pekerja tanggung jawab lebih yang

meliputi perencanaan dan pengendalian yang diperlukan dalam

penyelesaian pekerjaan (Heizer dan Render, 2005).

Page 30: F08anu.pdf

15

B. Kinerja Sistem Just In Time

Kinerja sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan dapat terlihat

dari manfaat yang diperoleh dalam peningkatan kinerja perusahaan. Liker

(2006) menjelaskan bahwa sistem Just In Time yang diterapkan oleh

perusahaan berusaha untuk menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak

bernilai tambah (nonvalue-added activity) bagi produk. Terdapat delapan

macam pemborosan yang tidak menambah nilai dan harus dieliminasi dalam

kegiatan produksi antara lain : produksi berlebih (overproduction), waktu

menunggu, transportasi yang tidak perlu, memproses secara berlebih atau

keliru, persediaan berlebih, gerakan yang tidak perlu, produk cacat, dan

kreativitas pekerja yang tidak dimanfaatkan.

Menurut Machfud (2003), terdapat banyak manfaat dari penerapan

sistem Just In Time seperti mengurangi inventory, memperbaiki mutu,

mengurangi biaya, mengurangi ruang (space), mempersingkat lead time,

meningkatkan produktivitas, meningkatkan fleksibilitas, hubungan yang lebih

baik dengan pemasok, menyederhanakan kegiatan penjadwalan dan

pengendalian, meningkatkan kapasitas, dan penggunaan SDM yang lebih baik.

Selain itu menurut Gaspersz (1998), sasaran yang ingin dicapai dari

sistem produksi Just In Time adalah (1) reduksi scrap dan rework, (2)

meningkatkan kualitas proses industri (orientasi zero defect), (3)

meningkatkan jumlah pemasok yang ikut Just In Time, (4) mengurangi

inventory (orientasi zero inventory), (5) reduksi penggunaan ruangan pabrik,

(6) linearitas output pabrik (berproduksi pada tingkat konstan selama waktu

tertentu), dan (7) meningkatkan produktivitas.

Produktivitas merupakan rasio antara output dengan input. Dilihat

dari sisi masukannya, produktivitas dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu

produktivitas parsial dan produktivitas total. Produktivitas parsial merupakan

rasio antara output dengan salah satu jenis input. Sedangkan produktivitas

total merupakan rasio dari output dengan kumpulan seluruh input.

Produktivitas total mencerminkan akibat dari gabungan input dalam rangka

menghasilkan output (Manullang, 1990).

Page 31: F08anu.pdf

16

C. Proses Jejaring Analitik (Analytic Network Process/ANP)

Analytic Network Process (ANP) adalah teori umum pengukuran

relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala

rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-

elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol (Saaty,

1999).

ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti

pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang

merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence

(pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan).

AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen

merupakan kasus khusus ANP. ANP merupakan pendekatan baru dalam

proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam

memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang

independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen

pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam

suatu level (Saaty, 1999).

Perbedaan antara hirearki dan jaringan (network) digambarkan pada

Gambar 4. Hirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node)

serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya

berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback)

dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada pada

level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan

memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu cluster terhadap

custer lainnya maupun cluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang

membentuk siklus (Saaty, 2004).

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri

dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang

mengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki

seperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh

diantara elemen dan cluster (Saaty, 1999).

Page 32: F08anu.pdf

17

(Sumber : Saaty, 2004)

Gambar 4. Perbedaan Hirearki dan Jaringan (Network)

Bőyőkyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model network

tidak dapat digambarkan dengan struktir hirearki dan bukan merupakan bentuk

linear dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan dengan

istilah cluster dalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antara

elemen satu dengan yang lain serta dalam cluster itu sendiri yang disebut

dengan system with feedback.

Hubungan ketergantungan antar elemen pada pendekatan ANP

digambarkan dengan tanda anak panah bolak-balik pada masing-masing

cluster. Cluster atau komponen dalam ANP adalah kumpulan elemen-elemen

yang diturunkan dari sinergi interaksi yang tidak ditemukan dalam elemen

tunggal (Saaty, 2004).

Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun

cluster direpresentasikan dalam sebuah matriks dengan memberikan skala

rasio dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perbandingan

berpasangan menggunakan rasio dominasi pasangan dengan menggunakan

pengukuran aktual. Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorang

bertanya: “Mana yang lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalam

ANP seseorang bertanya: “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”.

Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi dan pengetahuan untuk

menghasilkan jawaban-jawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua

lebih obyektif dari pada pertanyaan pertama (Yamanita, 2005).

Page 33: F08anu.pdf

18

Saaty (2004) merekomendasikan sebuah skala 1-9 untuk

membandingkan antara dua komponen. Skala 1 menunjukkan tingkat

kepentingan yang sama antara dua komponen dan skala maksimal 9 untuk

menunjukkan dominasi antara komponen pada baris dan komponen pada

kolom.

Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan

antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen

(outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang

berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen

memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang

tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.

Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan

horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai

supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari

elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty, 2004).

Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebut

elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk

empat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh

banyaknya kolom-kolom dan baris-baris (Supranto, 1992). Supermatriks

adalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks dari

matriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan cluster dan

semua elemen masing-masing cluster dalam urutan secara vertikal di sebelah

kiri dan secara horisontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandingan

berpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks

(Saaty, 1999).

D. Penelitian Terdahulu

Sitorus (1995) melakukan penelitian mengenai penerapan pengukuran

kinerja pada lingkungan manufaktur Just In Time. Pengukuran kinerja

dimaksudkan untuk membantu memotivasi seluruh grup operasi untuk

memperoleh hasil kerja yang positif. Sistem pengukuran kinerja tersebut dapat

mengukur perkembangan-perkembangan yang terjadi ke arah Total Quality

Page 34: F08anu.pdf

19

Control, penurunan tingkat persediaan, lead time dan set up time yang

semakin singkat, dan waktu yang tepat untuk melemparkan produk ke pasaran.

Selain itu, untuk menunjukkan perbaikan dalam pengiriman yang tepat waktu,

pemanfaatan tempat usaha, dan mutu yang dihasilkan. Target dari sistem

pengukuran kinerja yang dipakai adalah aktivitas-aktivitas yang mempunyai

nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

Kannan dan Tan (2004) dari Utah State University, USA, telah

melakukan penelitian mengenai hubungan antara Just In Time, Total Quality

Management, dan Supply Chain Management beserta dampaknya terhadap

kinerja bisnis. Ditemukan indikasi bahwa komitmen terhadap kualitas dan

memahami supply chain yang dinamis memberikan pengaruh terhadap kinerja

bisnis.

Pratiwi (2002), melakukan penelitian dengan melakukan identifikasi

faktor-faktor internal manajemen material konsep Just In Time dan kesiapan

penerapannya pada indutri konstruksi di Indonesia. Penelitiannya

mengidentifikasikan faktor-faktor internal konsep Just In Time pada industri

konstruksi yaitu : (1). Perencanaan (Planning), (2). MRP, (3). Pengadaan Lead

Time (Procurement), (4). Pembelian (Purchasing), (5). Ekspedisi (Expediting)

dan Transportasi, serta (6). Penyimpanan (Warehousing) dan Persediaan

(Inventory)

Page 35: F08anu.pdf

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

Sistem yang menghasilkan produk yang dibutuhkan, pada saat

dibutuhkan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, dikenal dengan

sistem Just In Time. Sistem ini telah diterapkan di berbagai perusahaan

besar di dunia dan mampu meningkatkan kinerja perusahaan bersamaan

dengan peningkatan kinerja sistem tersebut.

Pelaksanaan sistem Just In Time didukung faktor-faktor beserta

elemen-elemen yang berkaitan dengan sistem produksi di perusahaan.

Metode Analytic Network Process (ANP) digunakan dalam penelitian ini

untuk mencari pengaruh (influence) dari hubungan ketergantungan antar

faktor atau elemen dengan menggunakan rasio dominasi pasangan yang

memerlukan observasi dan pengetahuan dari para ahli untuk menghasilkan

pendapat yang objektif dan relevan menggambarkan keadaan sebenarnya.

Analisis menggunakan metode ANP dapat menghasilkan output berupa

peringkat dan bobot pengaruh suatu faktor atau elemen terhadap kinerja

sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan.

Sistem Just In Time yang diterapkan dapat memberikan manfaat

bagi perusahaan. Oleh karena itu, perlu diketahui pencapaian kinerja

perusahaan dengan adanya penerapan sistem tersebut. Kinerja perusahaan

tersebut diukur dalam aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas

yang menjadi sasaran dari sistem Just In Time.

Dengan diketahuinya faktor dan elemen yang paling berpengaruh,

serta pencapaian kinerja perusahaan dengan penerapan sistem Just In Time,

maka dapat diberikan rekomendasi kepada manajemen perusahaan untuk

melakukan perbaikan dan peningkatan terus menerus (continuous

improvement) dengan memperhatikan faktor dan elemen paling berpengaruh

dan elemen lain yang mempengaruhinya secara konsisten. Kinerja sistem

Just In Time yang baik dapat mempengaruhi peningkatan kinerja perusahaan

secara berkelanjutan dan menyeluruh. Kerangka pemikiran penelitian dapat

dilihat pada Gambar 5.

Page 36: F08anu.pdf

21

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008 di industri

yang bergerak di bidang pangan yaitu PT. Nippon Indosari Corpindo yang

terletak di Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok W

40-41 Cikarang Bekasi.

C. Penentuan Data dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung serta

dengan alat bantu berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup untuk

memberikan pendapat dengan membandingkan secara berpasangan tingkat

kepentingan antara suatu faktor dengan faktor yang lain. Dalam analisis

ANP, responden adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, sehingga

jumlah responden tidak menjadi prioritas. Data sekunder diperoleh dari

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Page 37: F08anu.pdf

22

hasil laporan perusahaan, data-data perusahaan, serta hasil penelitian-

penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan topik penelitian

yang dilakukan.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) dan

survei. Observasi meliputi segala hal yang menyangkut pengamatan

aktivitas atau kondisi perilaku dan non perilaku. Sedangkan survei

merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan pada

orang-orang dan mencatat jawabannya untuk dianalisis. Survei terdiri atas

wawancara (pribadi atau telepon) dan survei yang diisi sendiri (kuesioner)

(Cooper, 1996).

Pengamatan (observasi) dilakukan secara langsung terhadap

pelaksanaan proses produksi dan penerapan Just In Time di perusahaan

yang hasilnya menjadi dasar dalam perancangan kerangka ANP.

Perancangan kerangka ANP dibuat dari masalah yang dianalisis, dilengkapi

dengan semua faktor, elemen, dan hubungan-hubungannya yang relevan

dengan penerapan di perusahaan. Keterkaitan antar faktor dan elemen

dibangun berdasarkan teori mengenai sistem Just In Time. Hubungan

ketergantungan antar faktor maupun elemen pada pendekatan ANP

digambarkan dengan tanda anak panah. Hubungan saling ketergantungan

pada faktor yang sama dalam sebuah analisis ditunjukkan dengan adanya

sebuah loop. Keterkaitan antar faktor dan elemen menjadi sebuah kerangka

ANP yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Kerangka tersebut menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner yang

diajukan kepada responden yaitu para manajer dan supervisor PT. Nippon

Indosari Corpindo yang ahli dibidangnya masing-masing dan berpengaruh

dalam keseluruhan sistem produksi perusahaan. Kuesioner yang diberikan

berisi pertanyaan tertutup untuk memberikan pendapat dengan

membandingkan secara berpasangan tingkat kepentingan antara suatu faktor

dengan faktor yang lain. Dalam perbandingan berpasangan tersebut,

responden diberikan pertanyaan “Untuk memenuhi persyaratan

Page 38: F08anu.pdf

23

(faktor/elemen) dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time,

(faktor/elemen) manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap

(faktor/elemen) tersebut?”. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perbandingan berpasangan (pairwise comparison) merupakan

penilaian pendapat dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) setiap

elemen dengan cara membandingkan satu dengan yang lainnya secara

berpasangan sehingga didapat nilai kepentingan dalam bentuk pendapat

kualitatif. Untuk memperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka

(kuantitatif), perlu digunakan skala penelitian. Menurut Saaty (1996), skala

1–9 adalah skala yang terbaik dalam mengkuantifikasi pendapat

berdasarkan tingkat akurasi yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root

Mean Square) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi

pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel. 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala komparasi Saaty.

Tingkat Kepentingan

Definisi

1 Sama Penting 3 Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih penting 9 Pasti/mutlak lebih penting

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan 1/1-1/9 Untuk pendapat kebalikannya

(Saaty, 1996)

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software

Superdecisions 1.6.0 yang dikeluarkan oleh Creative Decision Foundation

dan dapat di download melalui situs www.superdecisions.com. Analisa data

terdiri atas perhitungan consistency ratio, penyusunan supermatriks, dan

sintesis untuk memperoleh hasil akhir berupa tingkat prioritas setiap faktor.

1. Consistency Ratio (CR)

Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk

memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan konsisten

Page 39: F08anu.pdf

24

atau tidak. Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan proses

sebagai berikut.

Rumus perhitungan vektor prioritas atau eigen vector (VP)

adalah sebagai berikut

∑= =

=

Π

Π=

m

i

mkij

m

k

mkij

m

ki

a

aVP

11

1

)(

)(

dimana (aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks ke-k m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi

persyaratan

m

k 1=Π = perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m

Perhitungan Weight Sum Vector (VA), dengan mengalikan

matriks pendapat hasil perbandingan berpasangan dengan eigen vector

menggunakan rumus :

VA = (aij) x VP dengan VA = (vai)

Kemudian dihitung Consistency Vector (VB) dengan cara

menentukan nilai rata-rata dari Weight Sum Vector (VA) atau dengan kata

lain :

VP

VAVB = dengan VB = (vbi)

Nilai rata-rata dari elemen Consistency Vector (VB) disebut nilai

eigen maksimum ( maxλ ) dengan rumus :

∑=

=n

iib

n 1max

1λ untuk i = 1, 2, ... , n

Nilai eigen maksimum ( maxλ ) tersebut digunakan untuk

menghitung Consistency Index (CI) yang dimaksudkan untuk mengetahui

konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Rumus

Consistency Index (CI) yaitu :

1max

−−

=n

nCI

λ

Page 40: F08anu.pdf

25

Untuk menghitung Consistency Ratio diperlukan nilai Random

Index (RI) yaitu indeks acak yang didapat dari tabel Oak Ridge

Laboratory dari matriks berorde 1 sampai 15 yang menggunakan sampel

berukuran 100. Tabel RI dapat dilihat pada Tabel 2. berikut

Tabel 2. Nilai Random Index

Orde (n) Random Index (RI) 1 0.00 2 0.00 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49 11 1.51 12 1.48 13 1.56 14 1.57 15 1.59

Oak Ridge Laboratory dalam Saaty (1996)

Dengan diketahuinya nilai Consistency Index (CI) dan Random

Index (RI) maka dapat dihitung nilai Consistency Ratio (CR)

menggunakan rumus

RI

CICR=

Nilai Consistency Ratio (CR) ≤ 0.1 merupakan nilai yang

mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak

ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan.

Menurut Marimin (2004), pada dasarnya AHP maupun ANP

dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun

dalam aplikasinya penilaian dilakukan oleh beberapa ahli

multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu

dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsisten kemudian

Page 41: F08anu.pdf

26

digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Rumus rata-rata

geometrik adalah sebagai berikut :

mkij

m

kij ag )(

1=Π=

dimana (aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-k

m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan

m

k 1=Π = perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m

2. Supermatriks

Angka-angka yang diperoleh dari hasil kuesioner masing-

masing responden berupa pendapat mengenai interaksi saling

ketergantungan antar elemen pada masing-masing cluster diturunkan

menjadi suatu supermatriks. Jika diasumsikan suatu sistem memiliki N

cluster dimana elemen-elemen dalam tiap cluster saling berinteraksi atau

memiliki pengaruh terhadap beberapa atau seluruh cluster yang ada. Jika

cluster dinotasikan dengan Ch, dimana h = 1, 2, …, N, dengan elemen

sebanyak nh yang dinotasikan dengan eh1, eh2, …, ehnh. Pengaruh dari

satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain dalam suatu

sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio

yang diambil dari perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang

membentuk matriks W yang berukuran h x h. Misalkan apabila Ci

dibandingkan dengan Cj, maka aij merupakan nilai matriks pendapat

berpasangan yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci terhadap

Cj. Sedangkan nilai untuk wji = 1/wij, yaitu nilai kebalikan dari nilai

matriks wij. Untuk i = j menunjukkan nilai matriks wij = wji = 1,

perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1.

Secara umum hubungan kepentingan antar elemen di dalam

jaringan dengan elemen lain di dalam jaringan dapat digambarkan

mengikuti supermatriks sebagai berikut:

Page 42: F08anu.pdf

27

Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang

menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan

pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang

menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat

kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen

tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk

menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang

menghasilkan nilai kepentingan bukan nol (Saaty, 1999).

Nilai eigen vector untuk setiap matriks hasil perbandingan

berpasangan dalam setiap cluster dimasukkan ke dalam sebuah

supermatriks dan menghasilkan sebuah kombinasi saling ketergatungan

antar elemen. Supermatriks yang diperoleh adalah supermatriks yang

masih belum terbobot. Oleh karena itu diperlukan perbandingan antara

matriks itu sendiri untuk disesuaikan dengan pengaruhnya pada masing-

masing elemen dalam supermatriks.

Perbandingan ini akan meningkatkan pengaruh prioritas pada

vektor turunan dari semua komponen yang dibandingkan pada

supermatriks kolom sebelah kiri dengan baris sebelah atas. Masing-

Page 43: F08anu.pdf

28

masing vektor hasil memberikan bobot pada blok matriks yang akan

berpengaruh pada komponen lain. Masukan pertama dari vektor dikalikan

dengan semua elemen pada kolom blok pertama, kemudian dilanjutkan

pada semua elemen kedua dan seterusnya. Cara ini akan memberikan

bobot pada masing-masing kolom supermatriks. Hasil yang diperoleh

disebut sebagai supermatriks terbobot (weighted supermatrix) yang

kemudian dikenal sebagai matriks bersifat stokastik.

Supermatriks yang diperoleh tidak harus dipengaruhi oleh

elemen dari semua komponen atau tidak ada elemen dari suatu komponen

yang mempengaruhi elemen pada komponen lain sehingga memberikan

nilai nol pada semua prioritas vektor. Jika hal tersebut terjadi maka

supermatriks terbobot harus dinormalisasi yaitu jika semua elemen dari

komponen mempunyai pengaruh nol pada semua elemen dari komponen

yang kedua, pengaruh prioritas dari komponen pertama itu sendiri

terhadap komponen kedua harus sama dengan nol. Hal ini merupakan

alasan untuk melakukan normalisasi dari beberapa kolom untuk membuat

sebuah stokastik supermatriks terbobot. Nilai akhir dari bentuk saling

mempengaruhi ini dapat diperoleh dengan membuat turunan prioritas

yang diinginkan dengan mentransformasikan supermatriks stokastik

tersebut menjadi supermatriks batas (limited supermatrix) (Saaty, 2004).

Hasil akhir berupa bobot setiap faktor dan elemen digunakan

sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai

yaitu faktor yang paling mempengaruhi kinerja sistem Just In Time untuk

lebih diperhatikan dalam peningkatan kinerja sistem tersebut sehingga

dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Page 44: F08anu.pdf

29

Gam

bar

6. K

eran

gka

AN

P

Fa

kto

r-F

akto

r

Page 45: F08anu.pdf

IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Nippon Indosari Corpindo merupakan perusahaan yang bergerak

di bidang industri makanan, yaitu produk bakery. Industri ini memiliki sasaran

pemasaran utama yaitu konsumen wanita karir dan ibu rumah tangga.

Peningkatan dilakukan dari industri tradisional yang menggunakan teknologi

sederhana, pengemasan yang kurang menarik, tidak adanya jaminan pangan,

dan terkadang kurang higienis, menjadi industri yang mengolah produk

dengan teknologi tinggi, memiliki kemasan yang menarik, dan terjamin

kehalalan serta kehigienisannya.

Perusahaan ini didirikan berdasarkan akta No. 24 tanggal 26 Mei

1994, dibuat dihadapan Notaris Liliana Arif Gondoutomo, SH dan telah

mendapatkan persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.

C2.11.525.NT.01.01.Th.94 pada tanggal 2 Agustus 1994. Perusahaan ini

merupakan perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT. Sari

Indoroti dengan Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd.

dimana penanaman modal asing ini telah mendapat Surat Persetujuan Presiden

atas Penanaman Modal Asing No. B-91/Pres/02/1995 tanggal 16 Februari

1995 yang tertuang dalam Lampiran Surat Pemberitahuan tentang Persetujuan

Presiden No. 126/1/PMA/1995 tanggal 27 Februari 1995 yang dikeluarkan

oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi, Ketua Badan Koordinasi

Penanaman Modal.

Pada tanggal 8 Maret 1995 dengan akta No. 11 didirikanlah perseroan

terbatas dengan nama PT. Nippon Indosari Corporation di hadapan notaris

yang sama. Setelah proses konstruksi dan instalasi pabrik yang selesai pada

bulan September 1996, perseroan memulai kegiatan produksinya dengan

terlebih dahulu melakukan tes pasar pada bulan Oktober 1996 dimana saat itu

diperkenalkan satu jenis roti tawar dan tiga jenis roti manis dalam kemasan

yang masih sederhana. Setelah tiga bulan melakukan riset pasar, maka pada

bulan Januari 1997 diluncurkan kemasan perdana Sari Roti dengan desain

yang diharapkan dapat lebih menarik perhatian konsumen. Kemudian pada

Page 46: F08anu.pdf

31

tanggal 10 Maret 1997 dilakukan peresmian kegiatan operasional PT. Nippon

Indosari Corporation oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia (pada saat

itu) Prof. Dr. Sujudi.

Untuk lebih meningkatkan pemasaran dan nilai jual produk, maka

dikembangkan pula beberapa variasi produk yang tetap mengacu pada kualitas

internasional, namun tetap tidak meninggalkan cita rasa lokal. Pada bulan

Januari 2001 diluncurkan pula merek dagang Boti dengan berbagai variasinya,

dengan tujuan untuk memperluas pasar, mencapai konsumen pada tingkat

menengah ke bawah.

Sebagai kepedulian terhadap konsumen dan jaminan atas kualitas

produk yang dihasilkan, produk-produk yang dipasarkan telah terdaftar di

Badan Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, serta telah mendapatkan sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian

Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia, No.

00100009241298 untuk produk Sari Roti dan No. 0010001560062001 untuk

produk Boti.

Perusahaan ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat dari segi

penjualan. Hal ini didukung oleh peningkatan jumlah outlet pemasaran produk

serta armada distribusi yang dapat memperluas jangkauan distribusi produk.

Peningkatan penjualan pun diimbangi dengan tetap terjaganya kualitas produk

dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap kualitas bahan baku serta

tetap terjaganya kehalalan, kesehatan, dan kehigienisan produk yang

dihasilkan sebagai jaminan kepuasan pelanggan. Dengan jangkauan

pemasaran yang luas serta promosi yang berkelanjutan, hasil survei pasar

tahun 2002 menunjukkan bahwa perusahaan ini telah menjadi pemimpin pasar

(market leader) di bidang industri makanan produk bakery.

B. Visi, Misi dan Kebijakan Mutu Perusahaan

PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki visi yaitu menjadi

perusahaan terbesar di Indonesia di bidang bakery products dengan

menghasilkan dan mendistribusikan produk-produk berkualitas tinggi dengan

harga yang terjangkau bagi rakyat Indonesia.

Page 47: F08anu.pdf

32

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka perusahaan memiliki misi

yaitu membantu meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dengan

memproduksi dan mendistribusikan makanan yang bermutu tinggi, sehat, halal,

dan aman bagi pelanggan melalui penerapan GMP (Good Manufacturing

Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), dan HACCP

(Hazard Analysis and Critical Control Point).

PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki kebijakan mutu yaitu

senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman

untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan sehingga

dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan. Selain itu,

menggalang partisipasi aktif dan positif seluruh karyawan dalam rangka

memlihara dan mengembangkan, dan meningkatkan mutu kerja secara

berkelanjutan.

C. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam pencapaian visi, misi, dan kebijakan mutu yang sudah

ditetapkan, maka disusun suatu struktur organisasi yang berfungsi sebagai

sistem pengaturan dan umpan balik antara atasan dan karyawan. Struktur

Organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Perusahaan dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang memimpin

seorang Direktur dan Direktur tersebut memimpin General Manager. General

Manager bertanggungjawab untuk memimpin seluruh Manager Departemen

antara lain Assistant General Manager (AGM) Finance & Accounting,

Product Development and Quality Assurance (PDQA) Manager, Sales &

Marketing Manager, Supply Chain Management (SCM) Manager, Assistant

General Manager (AGM) Plant, dan Human Resource Development and

General Affair (HRD-GA) Manager.

Setiap manager masing-masing departemen dibantu oleh beberapa

orang Supervisor untuk setiap sub departemen yang dipimpinnya. Dalam

menjalankan tugasnya, supervisor dibantu oleh group leader yang memimpin

beberapa karyawan sebagai crew.

Page 48: F08anu.pdf

33

D. Lokasi dan Tata Letak Pabrik

PT. Nippon Indosari Corpindo saat ini memiliki 3 buah pabrik yang

berlokasi antara lain di :

1. Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok W 40-41

Cikarang Bekasi

2. Kawasan Industri Jababeka Cikarang Jl. Jababeka XIIA Blok C F.45

Cikarang Bekasi

3. Kawasan PIER [Pasuruan Industri Estate Rembang] Jl. Rembang Industri

Raya No.28 Pasuruan

Untuk pabrik utama yaitu pabrik Jababeka Blok W memiliki luas

tanah 10.277 m2 dengan bangunan yang terdiri atas area produksi roti tawar

(sebelah selatan), area produksi roti manis (sebelah utara), ruangan gudang

dan silo, area teknik, serta gudang finished goods. Denah tata letak pabrik

dapat dilihat pada Lampiran 3.

E. Ketenagakerjaan

Jumlah tenaga kerja PT. Nippon Indosari Corpindo Cikarang per

Januari 2008 adalah 249 orang yaitu pria 201 orang dan wanita 48 orang.

Latar belakang pendidikan tenaga kerja beragam dengan presentasi masing-

masing yaitu SLTA : 50 %, D1 – D3 : 20 %, S1 : 25 %, dan S2 : 5 %.

Sistem hari kerja di PT. Nippon Indosari Corpindo adalah 5-2 (5 hari

kerja dan 2 hari libur) dan 6-2 (6 hari kerja dan 2 hari libur). Sistem 5-2

berlaku bagi karyawan bagian kantor (office). Sistem 6-2 berlaku bagi

karyawan departemen produksi dan departemen lain yang menunjang produksi.

Sistem jam kerja dibagi menjadi jam kerja office dan jam kerja shift.

Jam kerja normal untuk pekerja office ditentukan sebagai berikut : Senin-

Jumat pukul 08.00-17.00 WIB dan Sabtu-Minggu libur, serta untuk sebagian

pekerja office Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB, Sabtu pukul 08.00-13.00

WIB, dan Minggu libur. Pembagian jam kerja shift sebagai berikut : Shift 1

pukul 07.00-15.00 WIB, Shift 2 pukul 15.00-23.00 WIB, dan Shift 3 pukul

23.00-07.00 WIB.

Page 49: F08anu.pdf

34

F. Proses Produksi

PT. Nippon Indosari Corpindo memproduksi berbagai produk merek

Sari Roti dan Boti antara lain roti tawar (white bread), roti manis (sweet

bread) atau roti isi (filled bread), roti krim (sandroll), roti sobek (tear of

bread), roti burger (bun bread), roti hot dog, dan remah roti (bread chumb).

Berikut ini adalah berbagai jenis roti yang diproduksi oleh PT. Nippon

Indosari Corpindo.

Tabel 3. Produk PT. Nippon Indosari Corpindo

No. Item Roti Kode No. Item Roti Kode

1 Roti Tawar Spesial RTS 21 Roti Sobek Coklat Keju TCC

2 Roti Tawar Premium RTP 22 Roti Sisir Mentega RSM

3 Roti Tawar Gandum RTG 23 Roti Kasur Susu RKS

4 Roti Tawar Raisin RTR

24 Roti Sobek Coklat Strawberry

TST

5 Roti Choco Chips RCC 25 Roti Kasur Keju RKJ

6 Roti Tawar Kupas RKU 26 Burger Bun BUR

7 Boti Tawar Spesial BTS 27 Hotdog Bun HOT

8 Boti Tawar Premium BTP 28 Boti Coklat BCK

9 Roti Isi Coklat ICK 29 Boti Sarikaya BSK

10 Roti Isi Strawberry IST 30 Boti Keju BKJ

11 Roti Isi Sarikaya ISK 31 Boti Nanas BNS

12 Roti Isi Keju IKJ 32 Boti Susu BSU

13 Roti Isi Kelapa IKL 33 Boti Kacang Hijau BKH

14 Roti Isi Coklat Coklat ICC 34 Boti Kelapa BKL

15 Roti Isi Krim Coklat SRC 35 Boti Sobek Coklat BTC

16 Roti Isi Krim Mocca SRM 36 Boti Krim Coklat BSC

17 Roti Isi Krim Coklat Vanilla

SCV

37 Boti Krim Mocca BSM

18 Roti Isi Krim Keju SCC

38 Boti Krim Coklat Mocca

BCM

19 Roti Sobek Coklat Sarikaya

TCS

39 Boti Krim Strawberry BST

20 Roti Sobek Coklat TOC

Page 50: F08anu.pdf

35

Untuk menghasilkan produk roti yang berkualitas diperlukan proses

produksi yang sebelumnya telah dianalisa oleh departemen Product

Development & Quality Assurance (PDQA). Dalam pembahasan berikut

dijelaskan mengenai proses pembuatan produk roti tawar di PT. Nippon

Indosari Corpindo yang secara garis besar terdiri atas empat bagian (section)

yaitu (1) Mixing, (2) Make Up, (3) Baking, dan (4) Packing.

1. Mixing

Proses pembuatan adonan roti di PT. Nippon Indosari Corpindo

menggunakan sistem sponge and dough yang merupakan dua tahap

berbeda. Tahap pembentukan sponge meliputi pencampuran sebagian

bahan adonan yang diikuti dengan fermentasi pendahuluan. Sponge yang

telah difermentasikan kemudian dijadikan satu dengan setengah bahan

yang belum dimasukkan, dicampur untuk menjadi adonan dough dan

dibiarkan untuk fermentasi yang kedua kalinya dalam waktu yang singkat.

Penggunaan sistem sponge and dough memiliki keuntungan dan

kerugian. Keuntungan menggunakan sistem ini adalah toleransi terhadap

waktu fermentasi lebih baik, volume roti lebih besar, self life lebih lama,

dan aroma roti lebih kuat. Kerugiannya adalah toleransi terhadap waktu

pengadukan lebih pendek, peralatan lebih banyak, jumlah pekerja lebih

banyak, kehilangan karena fermentasi lebih banyak dan waktu produksi

lebih lama.

Dalam pembuatan adonan sponge, mixer 1 digunakan untuk

mencampur bahan baku yaitu tepung terigu (yang dialirkan dari Silo), air,

ragi, dan softer. Pembuatan adonan ini memerlukan waktu selama 5 menit

(low speed selama 3 menit dan high speed selama 2 menit). Setelah

adonan sponge terbentuk maka adonan tersebut dibawa menggunakan box

ke ruang fermentasi I dan difermentasikan selama 4 jam dalam suhu 27,75 oC. Proses fermentasi pertama merupakan proses pemecahan karbohidrat

dengan bantuan mikroorganisme menghasilkan gas CO2, alkohol, dan

asam.

Setelah mengalami fermentasi dan adonan mulai mengembang,

selanjutnya adonan melalui proses mixing kembali dengan penambahan

Page 51: F08anu.pdf

36

tepung terigu, air, gula, garam, shortening, kalsium propionat untuk

dicampur menjadi adonan dough. Proses mixing untuk membuat adonan

dough memerlukan waktu sekitar 22 menit.

Dalam Tabel 4. berikut dapat dilihat standar proses mixing roti

tawar. Standar dibuat berdasarkan hasil riset dari bagian Product

Development departemen PDQA.

Tabel 4. Standar Proses Mixing Roti Tawar Sponge Dough

Item Roti

Waktu Mixing (menit)

Waktu Fermentasi

(Suhu 27 oC, RH 75 %)

% Air (suhu 23 ±

0,5 oC)

Waktu Mixing (menit)

% Air (suhu 23 ±

0,5 oC)

Floor Time

RTS L3H2 4 jam 40 % L3H4 ↓ L4H7-8 ± 20 % 5 mnt RTP L3H2 4 jam 40 % L2H4 ↓ L3H7 ± 20 % 5 mnt RTG L3H2 4 jam 40 % L2H3 ↓ L2H5 ± 22 % 5 mnt RTR L3H2 2,5 jam 40 % L3H2 ↓ L4H6 ↓ L2 ± 11 % 5 mnt RCC L3H2 2,5 jam 40 % L3H2 ↓ L4H6 ↓ L2 ± 18 % 5 mnt RKU L3H2 4 jam 40 % L2H4 ↓ L3H8 ± 20 % 5 mnt

(Sumber : Produksi PT. NIC)

2. Make Up

Setelah adonan dough terbentuk dan didiamkan sejenak dalam

masa floor time 5 menit, adonan tersebut dinaikkan kedalam devider yang

secara bertahap membagi-bagi adonan sesuai dengan berat yang

diinginkan. Devider membagi adonan dengan kecepatan tertentu (dalam

satuan stroke/menit) sesuai dengan jenis roti yang diproduksi. Stroke

adalah proses pemotongan/pembagian adonan menjadi ukuran sesuai yang

diinginkan. Adonan tersebut selanjutnya melalui rounder yang berfungsi

untuk membuat adonan berbentuk bulat dan membentuk lapisan tipis pada

permukaan adonan.

Adonan yang berbentuk bulat tersebut memasuki wadah-wadah

pada mesin OHP sebagai proses intermediate proofing selama 17-18 menit

pada suhu ruang. Proses proofing dilakukan untuk membiarkan sejenak

atau proses relaksasi adonan sehingga adonan lebih mudah dibentuk pada

proses selanjutnya.

Page 52: F08anu.pdf

37

Proses make up selanjutnya adalah sheeting yaitu proses

pemipihan adonan bertujuan agar gas yang telah terbentuk terdistribusikan

secara merata pada adonan sehingga produk akhir yang dihasilkan

memiliki pori-pori yang halus dan seragam. Adonan yang telah melewati

proses sheeting dibentuk sesuai dengan bentuk produk akhir yang

diinginkan (moulding) yang kemudian diletakkan pada loyang (panning).

Pada Tabel 5. dapat dilihat standar proses Make Up Roti Tawar.

Tabel 5. Standar Proses Make Up Roti Tawar

Item Roti Devider Speed (stoke/menit)

Berat (gram)

Floor Time (Menit)

RTS 17 337.5 ± 2.5 5 RTP 16 315 ± 2.5 5 RTG 16 315 ± 2.5 5 RTR 16 325 ± 2.5 5 RCC 15 313 ± 2.5 5 RKU 16 337.5 ± 2.5 5

(Sumber : Produksi PT. NIC)

Adonan yang sudah masuk kedalam loyang kemudian disusun di

dalam rak dan disimpan kedalam ruangan fermentasi dengan suhu 38oC

dan RH 80% selama 40-50 menit. Fermentasi kedua merupakan fermentasi

akhir untuk mengembangkan adonan hingga mencapai volume yang

diinginkan. Waktu fermentasi terkadang tidak stabil diakibatkan oleh

karakteristik adonan yang berbeda dalam hal waktu untuk mengembang.

Indikator fermentasi telah selesai adalah ketinggian adonan ± 80% dari

tinggi loyang.

3. Baking

Baking merupakan proses pemanggangan adonan. Adonan yang

sudah mengembang dari ruang fermentasi II dimasukkan kedalam oven

dengan suhu 195oC selama 33 menit 31 detik. Dalam proses baking,

volume adonan bertambah selama 5-6 menit pertama (ovenspring). Dalam

proses baking, aktivasi ragi dalam adonan mulai terhenti pada kisaran suhu

62,8oC. Selain itu, denaturasi protein dan gelatinisasi pati pada struktur

Page 53: F08anu.pdf

38

crumb terjadi pada suhu 60 – 82,2oC serta terjadinya proses karamelisasi

gula. Setelah roti keluar dari oven, maka roti sudah matang dan perlu

dilakukan proses pengeluaran roti dari cetakannya (depanning).

4. Packing

Roti yang telah matang kemudian didinginkan dalam suhu ruang

dengan cooling conveyor. Roti berputar-putar mengikuti aliran conveyor

selama ± 2 jam (Line 1 : 2 jam 30 menit, Line 2 : 2 jam 10 menit) hingga

roti bersuhu 33 ± 2oC. Proses cooling bertujuan untuk mempermudah

proses pemotongan produk tanpa ada kerusakan serta mencegah

kondensasi setelah pengemasan produk. Kehilangan kadar air produk

selama pendinginan sekitar 2-3%.

Tabel 6. Standar Proses Pengemasan Roti Tawar

Item Roti Cooling time

(jam) Temperatur Roti

(oC) Expired Date (hari)

RTS 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTP 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTG 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RTR 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RCC 2 – 2.5 33 – 37 D + 5 RKU 4 – 5 < 28 D + 5

(Sumber : Produksi PT. NIC)

Proses selanjutnya adalah slicing yaitu proses pemotongan roti

tawar setelah pendinginan (suhu 33 – 37 oC). Roti yang telah terpotong

sesuai dengan ukuran standar roti tawar selanjutya melalui proses

pengemasan (packing). Proses pengemasan menggunakan mesin packer

dengan kecepatan 45 pack/menit. Roti yang sudah berada dalam kemasan

di-seal dan diikat dengan kwik lock. Pengemasan dilakukan agar roti dapat

dipasarkan dengan tetap mempertahankan kadar air produk serta

melindungi produk dari kontaminasi.

Pengunaan kwik lock yang berwarna untuk memudahkan bagian

Sales dalam membedakan expired date produk yang berada dipasaran,

produk mana yang masih fresh, dan produk mana yang sudah expired dan

harus ditarik. Pengunaan kwik lock berdasarkan hari produksi : Senin

Page 54: F08anu.pdf

39

berwarna kuning, Selasa berwarna biru, Rabu berwarna merah, Kamis

berwarna hijau, Jumat berwarna orange, Sabtu berwarna coklat, dan

Minggu berwarna putih. Tabel 7. menjelaskan standar proses pengemasan

roti tawar.

Tabel 7. Standar Dimensi Produk Roti Tawar Target Nett Weight (gram)

Item Roti Jumlah slice/pack Standard Minimum

RTS 10 370 359 RTP 7 361 350 RTG 10 366 355 RTR 11 375 364 RCC 10 275 267 RKU 10 200 194

(Sumber : Produksi PT. NIC)

Produk yang sudah terkemas dilewatkan ke alat Metal Detector

untuk mendeteksi apabila terdapat campuran logam dalam produk. Hal ini

perlu dilakukan untuk menghindari adanya logam berat yang bisa berasal

dari mesin produksi, loyang, dan lain sebagainya. Produk kemudian

disimpan dalam krat-krat dan siap didistribusikan ke pelanggan.

G. Distribusi Finished Goods

Setiap finished goods yang telah dikemas dan disimpan di krat, maka

dilakukan serah terima dari produksi kepada gudang finished goods dan

dilakukan penyimpanan sementara di gudang Finished Goods untuk masing-

masing jenis produk. Untuk didistribusikan ke pelanggan, harus dilakukan

proses picking terlebih dahulu, yaitu memisahkan dan mengelompokkan roti

sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Proses picking untuk setiap produk

akhir sesuai dengan BPPB atau estimasi yang merupakan data permintaan

aktual dari pelanggan. Proses picking berdasarkan pesanan (order) dari

distributor yang terdiri atas Depot, Reguler Outlet (RO), Institusi, DC

(Distribution Channel) untuk Indomaret serta Alfamart, Branch, Stock Point,

serta untuk sample QA.

DC Alfamart terdiri atas 8 unit yaitu Cileungsi 1, Cileungsi 2,

Serpong, Cirebon, Bandung, Bekasi, Cikokot, dan Lampung. DC Indomaret

Page 55: F08anu.pdf

40

terdiri atas 7 unit yaitu Volvo, Bekasi, Jatake, Cimanggis, Parung, Bandung,

dan Lampung. Stock Point terdiri atas 10 unit yaitu Cikarang, Pasar Minggu,

Jakarta Barat, Bogor, Banten, Tasik, Bandung, Tangerang kota, Purwakarta,

dan Sukapura. Sedangkan RO terdiri atas 353 unit dan Agen terdiri atas 137

unit distribusi.

Proses pendistribusian dilakukan dengan bantuan perusahaan

transporter/ekspedisi yang diatur untuk mendistribusikan ke masing-masing

wilayah distribusi. Adapun perusahaan transporter tersebut antara lain :

a. PT. Bangun Putra Kerawang (BPK) untuk wilayah distribusi timur dan

barat,

b. PT. Adira Logistic untuk wilayah distribusi selatan, dan

c. PT. Pangestu Daya Sari (PDS) untuk wilayah distribusi utara.

Dalam sekali pendistribusian menggunakan truk berukuran sedang,

pengiriman ke distributor dapat dilakukan hanya sekali atau beberapa transit,

tergantung distributor yang dituju. Untuk DC dan Stock Point, setiap armada

truk transit hanya di outlet tersebut. Untuk RO dan Institusi, setiap armada

truk transit di lebih dari 8 outlet. Sedangkan untuk Agen, setiap armada truk

transit di 3 atau 4 outlet. Hal ini disebabkan jumlah pesanan dari setiap outlet

berbeda. Produk yang telah sampai kepada distributor, pada hari yang sama

disalurkan kepada konsumen akhir.

Dalam penyimpanan finished goods seringkali terdapat kelebihan

stock akibat kelebihan produksi. Jumlah stock berlebih tersebut merupakan

sisa produksi kemarin ditambah POC (Product Output Control) setelah

dikurangi produk yang telah didistribusikan per 24 jam. Waktu penyimpanan

maksimum stock adalah 2 hari dikarenakan masa kadaluarsa roti hanya 5 hari

dari tanggal produksi.

Page 56: F08anu.pdf

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sistem Produksi PT. Nippon Indosari Corpindo

Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai

komponen yaitu input, proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme

untuk pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan

terus menerus (Gaspersz, 1998). Sistem produksi PT. Nippon Indosari

Corpindo merupakan sistem produksi manufakturing dengan strategi Make to

Demand, dimana respon terhadap pelanggan secara total adalah fleksibel.

Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa dalam strategi Make to Demand,

penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu

penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan.

Dengan strategi tersebut, perusahaan memberikan tanggapan atau

respon terhadap permintaan konsumen sesuai dengan permintaan aktual.

Perusahaan akan memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan aktual

(walaupun dengan adanya penambahan estimasi loss produksi) dan

pengiriman secara cepat ke tangan konsumen.

Strategi desain proses manufakturing mendefinisikan bagaimana

suatu produk diproses dalam suatu industri. PT. Nippon Indosari Corpindo

menggunakan desain proses Small Batch Line Flow. Menurut Gaspersz (1998),

Small Batch Line Flow memiliki semua karakteristik dari line flow (product

flow) yaitu menyusun stasiun-stasiun kerja (work station) dalam urutan

operasi yang membuat produk dimana produk mengalir mengikuti langkah

urutan yang sama dalam proses produksi. Berbeda dengan Large Batch Line

Flow, desain proses Small Batch Line Flow memproses beberapa jenis produk

dalam ukuran batch yang kecil sehingga memerlukan set up peralatan atau

mesin diantara batch yang diproses.

Produksi dengan ukuran batch (lot) yang kecil dipengaruhi oleh

kapasitas mesin dan jumlah produk yang ingin diproduksi. Penggunaan ukuran

batch (lot) yang kecil mendukung sistem produksi campur merata (heijunka)

dengan changeover (pergantian produksi item produk) yang sering dan set up

yang singkat.

Page 57: F08anu.pdf

42

Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing yang

diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo adalah sistem Just In Time.

Menurut Gaspersz (1998), sistem Just In Time merupakan suatu konsep

filosofi yaitu memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan

oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat

kualitas prima, dari setiap tahap proces dalam sistem manufakturing, dengan

cara yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan (waste

elimination) dan perbaikan proses terus menerus (continuous process

improvement).

B. Penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo

Sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo telah

dilaksanakan sejak pabrik mulai beroperasi. Perusahaan ini merupakan

perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT. Sari Indoroti dengan

Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd. Operasi produksi

dilakukan dengan adanya dukungan dari perusahaan Jepang tersebut. Prinsip-

prinsip Just In Time secara umum telah dilaksanakan di PT. Nippon Indosari

Corpindo dengan beberapa penyesuaian.

Prinsip-prinsip sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo

diterapkan melalui pelaksanaan sistem dan prosedur dalam pelaksaan operasi

produksi dengan adanya Good Manufacturing Practice (GMP) dan Instruksi

Kerja. Penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo

dibahas menurut faktor-faktor Just In Time sebagai berikut.

1. Faktor Supplier

Dalam memenuhi proses produksi di PT. Nippon Indosari

Corpindo diperlukan komponen-komponen material seperti bahan baku,

bahan pembantu, dan bahan pengemas yang jumlahnya tidak sedikit dan

harus tersedia saat akan digunakan. Oleh karena itu, untuk memenuhi

kepuasan pelanggan maka perlu diperhatikan integrasi pabrik dan pemasok.

Untuk menunjang implementasi sistem Just In Time dalam

pembelian bahan baku kepada pemasok, material yang digunakan

diprioritaskan berdasarkan tingkat kepentingannya menggunakan analisis

Page 58: F08anu.pdf

43

klasifikasi ABC. Analisis kalsifikasi ABC merupakan klasifikasi kelompok

material dalam susunan menurun yang ditetapkan berdasarkan faktor-faktor

penting yang menentukan nilai material tersebut (Gaspersz. 1998). Selain

itu, menurut Machfud (1999), analisis ABC merupakan alat yang sangat

berguna untuk menentukan persediaan jenis barang mana yang penting

untuk dikendalikan berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap penting bagi

perusahaan.

PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan pembedaan prioritas

dengan klasifikasi ABC untuk menunjang pemesanan material kepada

pemasok berdasarkan tingkat penggunaan per hari. Penentuan klasifikasi

ABC dengan memperhitungkan presentase tingkat penggunaan suatu

material dengan material lain dalam satuan yang sama (kg untuk bahan

baku, lembar untuk etiket roti tawar atau roll untuk etiket roti manis). Bahan

baku yang termasuk ke dalam kelas A yaitu material yang penggunaan rata-

rata per harinya > 3% dari jumlah total bahan baku yang digunakan (±

50.000 kg/hari). Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas B adalah bahan

baku yang tingkat penggunaan rata-rata hariannya 0,5% hingga 3%, dan

sisanya termasuk ke dalam kelas C.

6.45%

86.93%

16.13%8.59%

77.42%

4.48%0.00%

10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

Pre

sent

ase

A B C

Kelas

Klasifikasi ABC Bahan Baku

% Kumulatif Item

% Kumulatif Penggunaan

Pada Gambar 7 dapat dilihat sebanyak 6,45% bahan baku kelas A

mewakili 86,93% penggunaan, sebanyak 16,13% bahan baku kelas B

mewakili 8,59% penggunaan, dan sebanyak 77,42% bahan baku kelas C

mewakili 4,48% penggunaan bahan baku tersebut.

Gambar 7. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Baku

Page 59: F08anu.pdf

44

25.00%

90.04%

18.75%7.09%

59.38%

2.87%0.00%

10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

100.00%

Pre

sent

ase

A B C

Kelas

Klasifikasi ABC Etiket Lembar

% Kumulatif Item

% Kumulatif Penggunaan

Bahan kemasan (etiket) roti tawar lembaran dengan penggunaan

rata-rata harian > 8% dari jumlah total etiket digunakan (± 800.000

pcs/hari) termasuk ke dalam kelas A. Kelas B untuk penggunaan rata-rata

harian 0,5% hingga 8%, dan sisanya kelas C. Pada Gambar 8 dapat ilihat

persentase kumulatif untuk item etiket lembaran kelas A sebesar 25% yang

mewakili 90,04% kumulatif tingkat penggunaan, kelas B sebesar 18,75%

yang mewakili 7,09% kumulatif tingkat penggunaan, serta kelas C sebesar

59,38% yang mewakili 2,87% kumulatif tingkat penggunaan.

Bahan kemasan (etiket) roti manis (dalam satuan roll) digolongkan

kelas A bila penggunaan rata-rata harian > 5,55% dari total penggunaan (±

30 roll/hari). Kelas B untuk penggunaan harian 2,9% hingga 5,55%, dan

sisanya tergolong ke dalam kelas C. Gambar 9 menunjukkan grafik analisis

klasifikasi ABC untuk etiket roll dimana sebesar 21,43% kumulatif etiket

kelas A mewakili 53,89% tingkat penggunaan, 25% kumulatif item kelas B

mewakili 29,69% kumulatif penggunaan, dan 53,57% kumulatif etiket roll

kelas C mewakili 16,41% kumulatif tingkat penggunaannya.

Gambar 8. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Kemasan (Etiket) Lembar

Page 60: F08anu.pdf

45

21.43%

53.89%

25.00%29.69%

53.57%

16.41%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Pre

sent

ase

A B C

Kelas

Klasifikasi ABC Etiket Roll

% Kumulatif Item

% Kumulatif Penggunaan

Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A dan dijadikan

prioritas dalam hal penanganan material antara lain tepung terigu Cakra

Kembar Emas (CKE), Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir,

dan Filler coklat DC2624F. Penggunaan rata-rata per hari material tersebut

berturut-turut adalah 69,99%, 3,17%, 6,99%, dan 3,65%. Pembagian kelas

berdasarkan klasifikasi ABC di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Klasifikasi ABC berdasarkan tingkat penggunaan mempengaruhi

frekuensi pengiriman material agar dilakukan sesering mungkin, yaitu 3 kali

seminggu atau bahkan setiap hari. Frekuensi pengiriman selain dipengaruhi

besarnya pemakaian juga dipengaruhi lead time dan kapasitas gudang.

Dalam menerapkan sistem Just In Time, prinsip yang diperhatikan

dalam faktor pemasok (supplier) antara lain :

a. Jumlah pemasok yang sedikit.

Pemasok bahan baku yang bekerja sama dengan PT. Nippon

Indosari Corpindo antara lain Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow,

Puncak Gunung Mas, Sumber Laut, Susanti, Nusa Inti, Salabintana

Pasirputih, Halim Sakti, Anta Tirta, Astaguna Wisesa, Trisha Sejati,

Alam Sumber Vita, Freyabadi, Puratos, Nirwana Lestari, Jaya Fermex,

Nusa Indah, Cipta Makmur, Prambanan Kencana, Wijaya Putra, DKSH,

Gambar 9. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Kemasan (Etiket) Roll

Page 61: F08anu.pdf

46

Indesso, Galic Bina Mada, Trimitra Mandiri, Jutarasa, Mulia Raya, Kraft,

Johardi, Nirwana Lestari, Mane, Foodex, Realic, dan Sumber Jaya.

Terdapat beberapa pemasok yang menyediakan lebih dari satu

bahan baku diantaranya adalah Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow,

Antatirta, Astaguna Wisesa, dan Freyabadi. Hal ini dapat mendukung

penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo sehingga

membuat pemasok yang terlibat dalam sistem semakin sedikit. Dengan

semakin sedikitnya pemasok yang terlibat dalam supply chain, maka

kontrak kerjasama dapat ditingkatkan dan loyalitas dari pemasok pun

akan meningkat. Walaupun demikian, PT. Nippon Indosari Corpindo

memiliki beberapa pemasok alternatif, sehingga upaya untuk

meminimumkan jumlah pemasok yang terlibat dalam sistem Just In Time

belum dapat dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan

bargaining position serta mengurangi ketergantungan pada satu pemasok

saja. Kebijakan tersebut berguna untuk mencegah adanya permainan

harga dari pemasok, namun menyebabkan loyalitas dari pemasok

terhadap perusahaan akan berkurang terutama untuk memasok bahan

baku dengan kualitas baik, jumlah dan waktu kedatangan yang tepat saat

diperlukan. Kebijakan untuk memiliki beberapa pemasok alternatif

menujukkan elemen jumlah pemasok yang sedikit belum dapat

diterapkan dengan baik.

b. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik.

Lokasi geografis pemasok mempengaruhi frekuensi dan

ketepatan kedatangan bahan baku secara Just In Time. Oleh karena itu,

pemasok yang terletak lebih dekat dengan pabrik lebih diutamakan untuk

menjaga kelancaran pengiriman material secara Just In Time. Selain itu,

pemasok dalam lokasi geografis yang berdekatan tersebut akan

memudahkan kunjungan dan memberikan bantuan teknis kepada

pemasok, serta menciptakan pemahaman yang lebih baik dan cepat

terhadap kebutuhan kualitas (Liker, 2006).

Page 62: F08anu.pdf

47

Pemasok untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A

(tepung terigu CKE, Palmia Shortening, gula pasir, dan Filler coklat DC

3624 F) adalah Bogasari, Adyaceda, Nusa Indah, dan Freyabadi. Lokasi

geografis pemasok untuk bahan baku yang tingkat penggunaannya paling

tinggi diupayakan agar berlokasi dekat dengan pabrik. Apabila bahan

baku tersebut mengalami keterlambatan akan berdampak pada kelancaran

produksi.

Lokasi pemasok untuk bahan baku kelas A sudah tergolong

dekat dengan pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Pemasok tepung

terigu yaitu PT Bogasari Flour Mills Tbk terletak di Kawasan Kalibaru Jl

Raya Cilincing Jakarta; pemasok Palmia Shortening, PT. Adyaceda

Amandelis terletak di Jl Daan Mogot Km 13 Kav 6 Jakarta; serta

pemasok filler coklat yaitu PT. Freyabadi Indotama berlokasi di Jl.

Maligi III Lot-J2A Kawasan Industri KIIC, Karawang Jawa Barat. Lokasi

yang cukup dekat tersebut sudah mendukung penerapan sistem Just In

Time.

Terdapat bahan kemasan yang perlu diimpor dari luar negeri

seperti kwik lock yang harus diimpor dari Australia. Hal ini menyebabkan

pemesanan dilakukan dengan lead time yang cukup lama yaitu 3 bulan

sebelum digunakan, dan frekuensi pengirimannya yaitu satu bulan sekali

dengan jumlah besar. Walaupun hal tersebut menciptakan tingkat

persediaan yang tinggi, ketersediaan kwik lock sangat mendukung dalam

mempertahankan sistem produksi yang kontinu untuk memenuhi

permintaan konsumen secara Just In Time.

c. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil.

Dalam sistem Just In Time, persediaan (inventory) merupakan

pemborosan yang harus dihilangkan, sehingga tingkat persediaan di

gudang harus seminimal mungkin. Oleh karena itu, pemesanan bahan

baku kepada pemasok dilakukan dengan frekuensi pengiriman yang lebih

sering dan dalam jumlah yang kecil. Dengan kebijakan tersebut maka

bahan baku yang datang langsung digunakan sehingga tingkat persediaan

Page 63: F08anu.pdf

48

pun diharapkan mendekati nilai nol. Selain itu, ukuran lot yang kecil

dengan frekuensi penyerahan yang lebih sering dapat mempercepat

deteksi dan koreksi pada kecacatan bahan baku.

Waktu pengiriman (delivery) bahan baku dari para pemasok

pada umumnya dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan kebutuhan

produksi. Bahan baku utama yang termasuk kedalam kelas A dikirim

setiap hari, bahan baku kelas B rata-rata 3 kali seminggu, dan bahan baku

flavour yang pada umumnya masuk kelas C rata-rata 2 kali sebulan.

Selain itu, pengiriman etiket rata-rata seminggu dan kwik lock pada

umumnya 1 bulan untuk sekali pengiriman.

Frekuensi kedatangan bahan baku ditentukan berdasarkan

kontrak kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok.

Kedatangan bahan baku dengan frekuensi harian telah dilakukan untuk

bahan baku seperti tepung terigu Cakra Kembar Emas (CKE), Palmia

Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, Filler coklat D C2624 F, telur

ayam, dan Fine Brand. Frekuensi kedatangan bahan baku yang tinggi dan

dalam jumlah yang sesuai kebutuhan diperlukan untuk menunjang sistem

Just In Time yang diterapkan oleh perusahaan.

Data mengenai bahan baku beserta supplier, penggunaan/hari

(usage/day), persediaan penyangga (buffer stock), lead time, dan

frekuensi kedatangan (delivery frequency) dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Terdapat kontrak jangka panjang

Kontrak jangka panjang dengan pemasok yang sama dan

membangun kemitraan yang bersifat informal dapat memberikan dampak

kepada pemasok untuk menyesuaikan biaya dari komitmen jangka

panjang dalam memenuhi kebutuhan kualitas dan menjadi lebih peduli

terhadap kebutuhan pembeli (Heizer dan Render, 2004).

PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kontrak jangka

panjang dengan pemasok yang berorientasi kepada keuntungan biaya

dengan adanya perolehan diskon atau potongan harga. Kontrak jangka

panjang dengan sebagian pemasok untuk menentukan jumlah pesanan

Page 64: F08anu.pdf

49

dalam periode tertentu seringkali dianggap tidak terlalu menguntungkan.

Kontrak mengatur jumlah (quantity) pemesanan dan lead time. Dengan

adanya kontrak jangka panjang jumlah pemesanan ditentukan untuk

periode tahun (misalnya satu tahun). dan pengiriman pesanan harus

dipenuhi sesuai jumlah yang tertera dalam kontrak tersebut. Pada akhir

tahun kontrak, perusahaan harus tetap membeli bahan baku walaupun

tidak memerlukannya. Fleksibilitas untuk menyesuaikan pengiriman

sesuai dengan kebutuhan tiap bulan sulit dilakukan. Walaupun demikian,

kontrak kerjasama diperlukan untuk mengatur aturan-aturan sistem

pengiriman, lead time, frekuensi pengiriman, dan perolehan potongan

harga.

Kontrak jangka panjang dapat dilakukan untuk membuat

kesepakatan frekuensi kedatangan bahan baku dalam jumlah yang kecil

untuk setiap pengiriman. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat

pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang

diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat

menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan

inspeksi/pemeriksaan terhadap material yang datang (Gaspersz, 1998).

Inspeksi penerimaan material yang datang dapat dikurangi atau

mungkin dihilangkan apabila pemasok bertanggung jawab penuh

terhadap kualitas bahan baku yang disepakati dalam kontrak jangka

panjang yang tentunya lebih efektif dan efisien. Evaluasi pemasok dapat

juga dilakukan berdasarkan kemampuan memberikan bahan baku

berkualitas tinggi, sehingga pemasok memberikan perhatian penuh pada

kualitas bahan baku yang diserahkannya.

Dalam kasus yang ditemui di lapangan saat terjadi

ketidaksesuaian berat, jumlah, atau kerusakan material yang datang,

diperlukan waktu menunggu untuk memutuskan apakah bahan baku

diterima atau tidak. Dengan adanya kontrak jangka panjang dapat diatur

dan disepakati mengenai penanganan kasus tersebut, sehingga tidak

terjadi waktu menunggu (delay) yang cukup lama dan terbentuk antrian

dari bahan baku lain yang menunggu diturunkan dari truk.

Page 65: F08anu.pdf

50

e. Terdapat dukungan untuk peningkatan Just In Time pada pemasok.

Perusahaan yang telah menerapkan sistem Just In Time

diharapkan dapat membantu menerapkan sistem tersebut pada pabrik

pemasok yang belum menerapkannya, agar tercipta sistem yang baik

yang mendukung kelancaran produksi. PT. Nippon Indosari Corpindo

belum melakukan dukungan agar pemasok menerapkan sistem Just In

Time. PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kunjungan ke pabrik

pemasok hanya apabila terdapat penawaran produk baru, terjadinya

masalah dalam hal pengiriman bahan baku, atau masalah lead time.

Sampai saat ini belum dilakukan sosialisasi ataupun ajakan kepada

pemasok untuk menerapkan sistem yang sama. Para pemasok pun masih

belum melakukan kunjungan pabrik (factory visit) untuk melihat sistem

produksi yang diterapkan PT. Nippon Indosari Corpindo. Dukungan

suatu sistem secara menyeluruh antara suatu perusahaan dengan

pemasoknya jarang dilakukan. Pemasok dan pembeli pada umumnya

masih menjalankan produksi secara individual. Hal yang terpenting bagi

pemasok adalah mampu memasok bahan baku kepada pembeli. Hal ini

menujukkan elemen terdapatnya dukungan agar pemasok menerapkan

dan meningkatkan sistem Just In Time belum dapat dilakukan.

2. Faktor Inventory

Penyimpanan persediaan di gudang merupakan suatu tindakan

pemborosan dalam sistem Just In Time. Kelebihan persediaan menyebabkan

lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang rusak, peningkatan biaya

penyimpanan. Selain itu, persediaan yang berlebih juga menyembunyikan

masalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman

dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.

Elemen untuk faktor persediaan (inventory) yang mendukung penerapan

sistem Just In Time antara lain :

Page 66: F08anu.pdf

51

a. Penggunaan pull system untuk pergerakan persediaan.

Sistem tarik berarti status ideal dari sistem produksi Just In

Time, memberikan pelanggan (yang mungkin merupakan langkah

proses berikutnya) apa yang diinginkan, dan dalam jumlah yang di

inginkan (Liker, 2006).

PT. Nippon Indosari Corpindo menerapkan sistem tarik (pull

system) berdasarkan permintaan konsumen. Permintaan konsumen yang

masuk melalui para distributor (channel) menjadi dasar pelaksanaan

proses produksi. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan material

(MRP) untuk membuat sejumlah roti yang dipesan, maka bagian

produksi menjalankan proses produksi berdasarkan MRP tersebut.

Menurut Gaspersz (1998), dalam sistem Just In Time, proses

produksi ditentukan oleh adanya permintaan dari konsumen. Pesanan

produksi (production order) dapat dikomunikasikan dengan berbagai

cara, dapat menggunakan alat elektronik seperti lampu, alat transportasi

seperti kontainer, atau alat paling banyak digunakan adalah suatu tanda

yang disebut sebagai kanban. Kanban adalah suatu istilah dalam bahasa

Jepang yang serupa artinya dengan visible record or signal. Pada

umumnya alat kanban yang dipergunakan adalah kartu, sehingga sering

disebut kartu kanban. Kanban dipergunakan sebagai tanda (signal)

kepada stasiun pemasok bahwa stasiun pengguna sedang membutuhkan

material, sehingga stasiun pemasok harus segera mengirimkan material

itu sesuai dengan kebutuhan yang tertera dalam kartu kanban.

Pada lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo, tidak

terdapat penggunaan kanban yang berfungsi untuk memberikan tanda

agar bagian sebelumnya mengirimkan material yang dibutuhkan.

Meskipun demikian, peneliti menemukan suatu penggunaan form

permintaan material (dapat dianggap sebagai kanban) dari bagian

produksi kepada bagian gudang untuk mengirimkan material yang

dibutuhkan. Penggunaan form tesebut terjadi secara insidentil yaitu pada

permintaan kebutuhan Filler, Cream, Dusting, Palmia Olex, Baker Fat,

Bimoli Nabati, dan Etiket dari sub departemen Produksi kepada sub

Page 67: F08anu.pdf

52

departemen Raw Material (RM). Hal tersebut terjadi akibat terdapat

ketidaksesuaian penggunaan aktual (pada umumnya lebih sedikit)

daripada yang diberikan sesuai standar PDQA. Untuk menghindari

pemborosan, material-material tersebut dikirimkan dari gudang Raw

Material (RM) kepada bagian Produksi sesuai dengan kebutuhan. Selain

itu, ketika terjadi kerusakan mesin atau kesalahan dalam proses mixing,

diperlukan material tambahan yang harus diminta kepada sub

departemen RM. Form yang digunakan sebagai tanda untuk meminta

material sesuai dengan kebutuhan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Walaupun dalam penerapan sistem tarik di PT. Nippon Indosari

Corpindo tidak menggunakan teknik kanban, namun dapat dikatakan

penerapan sistem tarik berjalan dengan baik seiring berjalannya sistem

produksi yang hanya memproduksi sesuai jumlah permintaan konsumen.

Setiap permintaan konsumen menarik material dari gudang bahan baku

untuk diproduksi, dan tentunya menarik kebutuhan material pula dari

pemasok walaupun tidak secara langsung.

b. Tingkat persediaan minimum.

Just In Time berarti mengurangi sebanyak mungkin persediaan

yang digunakan untuk menyangga proses operasi dalam menghadapi

masalah yang mungkin muncul dalam produksi. Dengan menggunakan

persediaan penyangga yang lebih kecil, berarti masalah-masalah yang

tidak terlihat seperti produk cacat akan terungkap (Liker, 2006).

Penyimpanan material di gudang PT. Nippon Indosari

Corpindo diatur agar sesuai dengan kapasitas maksimal penyimpanan

dan telah melalui proses penerimaan material dengan benar. Material di

gudang disusun dengan rapi dan informatif sehingga tanggal kedatangan

dan tanggal kadaluarsa terlihat dengan jelas, tujuannya agar sistem

FIFO (Firts In Firts Out) dapat dijalankan.

Setiap material di gudang disimpan berkelompok berdasarkan

karakteristik material dalam suhu penyimpanan. Gula pasir, gandum,

dan garam disimpan dalam ruang 1 dengan suhu ruang 28 – 31 oC;

Page 68: F08anu.pdf

53

Coklat dan susu disimpan dalam ruang 2 dengan suhu 18 – 23 oC; Ragi

dan telur disimpan dalam ruang chiller 1 dengan suhu 0 – 4 oC; Keju

dan filler disimpan dalam ruang chiller 2 dengan suhu 0 – 10 oC; Olex,

minyak, shortening, susu bubuk, dan coklat powder disimpan dalam

ruang 3 dengan suhu 28 – 35 oC; Keju dan kacang hijau untuk produk

Boti disimpan dalam freezer dengan suhu (-10) – (-20) oC; Filler kelapa

disimpan dalam freezer dengan suhu (-20)–(-10) oC; serta tepung terigu

disimpan dalam silo dengan suhu ruang.

PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki persediaan dengan

tingkat buffer stock yang beragam untuk setiap jenis material. Buffer

Stock dipengaruhi oleh lead time, minimum order material yang dipesan

dan kapasitas gudang. Untuk menjaga tingkat persediaan minimum,

buffer stock ditentukan maksimal sebanyak 2 hari kebutuhan produksi.

Peningkatan persediaan sering terjadi saat mendekati hari libur nasional

yang diakibatkan pemasok tidak beroperasi pada hari libur sehingga

tanggal kedatangan material dipercepat sebelum hari libur.

Buffer stock digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian

permintaan relatif terhadap ramalan yang dibuat. Walaupun demikian,

cara yang terbaik dalam implementasi sistem Just In Time adalah

meminimumkan stock pengaman tersebut yang tidak bernilai tambah.

Persediaan yang disimpan akan menambah biaya, sehingga dipandang

sebagai pemborosan yang harus dihilangkan.

Menurut Liker (2006), untuk memuaskan pelanggan yang

permintaannya berfluktuasi secara signifikan, direkomendasikan untuk

menyimpan setidaknya sejumlah kecil persediaan barang jadi. Hal ini

tampak berlawanan dengan lean thinking. Secara teoritis, pemecahan

yang paling ramping adalah membuat berdasarkan pesanan dan hanya

mengirimkan yang diinginkan oleh pelanggan dan jika ingin

menyimpan persediaan lebih baik berupa barang jadi, bukan bahan baku.

Hal ini direkomendasikan untuk tetap mempertimbangkan pentingnya

jadwal campur merata (heijunka). Sedikit persediaan barang jadi

Page 69: F08anu.pdf

54

kadang-kadang dibutuhkan untuk melindungi jadwal produksi campur

merata agar tidak terganggu oleh lonjakan permintaan secara tiba-tiba.

PT. Nippon Indosari Corpindo menyimpan persediaan barang

jadi dalam jumlah yang sedikit, dengan batas maksimum penyimpanan

2 hari. Hal ini disebabkan masa kadaluarsa produk roti yang dihasilkan

hanya 5 hari. Setiap persediaan barang jadi pada keesokan harinya akan

dikirimkan dan produk yang paling akhir dalam suatu lini menjadi

persediaan selanjutnya, demikian seterusnya. Persediaan barang jadi ini

bermanfaat ketika terjadi masalah kualitas saat pengiriman, produk yang

rusak tidak jarang dikembalikan dan ditukar dengan yang baik.

c. Ukuran lot yang kecil (small lot size).

Ukuran lot (lot size) adalah kuantitas dari item yang biasanya

dipesan dari pabrik (untuk produksi) atau dari pemasok. Sering disebut

juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau ukuran batch

(batch size) (Gaspersz, 1998). Ukuran lot yang digunakan di lantai

pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo ditentukan berdasarkan kapasitas

mesin mixer. Ukuran lot yang dibuat dalam OTP (Order To Production)

antara lain 225, 200, 186, 175, 150, 125, 100, 70, 60, 50, dan 40 kg.

Kapasitas mixer untuk plant Roti Tawar maksimum sebesar 225 kg dan

minimum 100 kg dalam sekali pengadukan mixer. Dengan

menggunakan ukuran lot tersebut maka proses pencampuran (mixing)

menjadi optimal.

Ukuran lot yang digunakan diusahakan agar selalu paling besar

yang sesuai dengan kapasitas mesin yaitu 225 kg. Walaupun demikian,

ukuran tersebut masih merupakan ukuran lot yang relatif kecil untuk

output produk yang sangat besar sehingga memenuhi persyaratan sistem

Just In Time. Penggunaan lot maksimal (225 kg) ditujukan untuk

mengurangi jumlah kehilangan (loss) produksi akibat akumulasi adonan

yang sedikit demi sedikit terkumpul diakhir proses dan memperolah

waktu produksi yang relatif lebih singkat. Apabila terdapat rencana

produksi untuk item roti tertentu yang tidak memenuhi minimum lot,

Page 70: F08anu.pdf

55

maka rencana produksi tersebut tidak dijalankan dikarenakan hanya

akan memboroskan penggunaan sumber daya.

d. Waktu set up yang singkat (quick set up).

Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,

mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan

pengujian (Agustina, dkk, 2007). Bahan baku dipersiapkan dan

ditimbang oleh bagian Scalling berdasarkan jadwal produksi atau

disebut Order To Production (OTP). Penimbangan dilakukan

berdasarkan formula yang dikeluarkan sub departemen P&D untuk

masing-masing bahan baku. Bahan baku ditimbang sesuai dengan hasil

perkalian persentase penggunaan material dengan batch size (lot size)

yang akan diproduksi. Bahan baku yang sudah ditimbang dibungkus

rapi dan bersih dengan plastik, untuk kemudian ditempatkan pada krat

atau rak yang tersedia sebelum diserahterimakan.

Scalling (penimbangan dan penyiapan) bahan baku

memerlukan waktu ± 10 jam. Dalam satu hari terdapat dua kali serah

terima bahan baku kepada Produksi. Estimasi waktu yang diperlukan

untuk melakukan proses penimbangan dan penyiapan bahan baku

adalah sebagai berikut : Pukul 07.00–15.00 WIB dilakukan penyiapan

bahan baku, pukul 15.00–16.00 WIB (Rit 1) dilakukan serah terima

bahan baku untuk produksi pukul 17.00 dan pukul 22.00–23.00 WIB

(Rit 2) dilakukan serah terima bahan baku untuk produksi pukul 23.00.

Proses penyiapan bahan baku memerlukan waktu yang cukup

lama, namun berlainan dengan waktu set up penyiapan bahan baku

dalam lini produksi sehingga tidak mempengaruhi jalannya produksi.

Changeover (pergantian produksi dari satu item ke item lain) terjadi

dalam sitem produksi campur merata yang menuntut waktu set up yang

lebih cepat dan fleksibilitas yang tinggi. Waktu set up dalam sekali

changeover merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan

pembersihan (cleaning) mixer dan penyiapan bahan baku untuk diolah.

Selain itu, apabila ada mesin yang perlu dilakukan perbaikan kecil

Page 71: F08anu.pdf

56

maupun pergantian parts seperti belt conveyor pada devider, atau

penggantian pisau (blade) pada mesin slicer diperlukan waktu set up

yang singkat pula.

Set up dilakukan saat terdapat waktu jeda dalam setiap

changeover dengan waktu maksimal yaitu 30 menit. Waktu jeda

tersebut merupakan waktu yang diberikan untuk memberikan jarak

proses pengovenan (baking) roti dengan proses penurunan suhu pada

cooling conveyor. Waktu jeda tersebut tergantung pada item yang

diproduksi dengan standar sebagai berikut RTS 20 menit/batch, RCC 30

menit/batch, RTR 20 menit/batch, RTG 22 menit/batch.

e. Terdapat pengurangan variabilitas

Menurut sistem Just In Time, untuk menjalankan pergerakan

bahan baku perlu dilakukan pengurangan variabilitas. Variabilitas

adalah setiap penyimpangan (deviasi) dari proses optimal untuk

mengantarkan produk sempurna tepat waktu. Variabilitas disebabkan

faktor internal maupun eksternal. Persediaan menutupi variabilitas.

Semakin kecil variabilitas semakin kecil pula kesia-siaan yang terjadi

(Heizer dan Render, 2005).

Dengan jumlah persediaan minimum yang dimiliki, PT.

Nippon Indosari Corpindo mampu menciptakan pengurangan

variabilitas dengan sedikit demi sedikit mengatasi masalah-masalah

yang muncul seperti masalah keterlambatan kedatangan material, loss

produksi (scrap), waktu set up dan masalah mesin, dan masalah-

masalah kualitas. Berbagai perbaikan kecil yang terjadi di banyak

proses dapat membawa perusahaan kepada peningkatan kualitas,

penghematan biaya, dan peningkatan produktivitas.

3. Faktor Schedulling

Sub departemen Production Planning and Inventory Control

(PPIC) PT. Nippon Indosari Corpindo terdiri atas 2 bagian (section) yaitu

bagian Production Planning dan bagian Inventory Control. Bagian

Page 72: F08anu.pdf

57

Production Planning bertugas untuk membuat jadwal produksi dengan

memperhitungkan kebutuhan material harian yang akan digunakan untuk

produksi. Jadwal produksi berdasarkan kepada permintaan (demand) aktual

konsumen terhadap barang jadi (finished goods) dalam Order To Factory

(OTF) H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo).

Bagian Inventory Control bertugas untuk memperhitungkan

kebutuhan material bulanan dan penjadwalan untuk pengadaan bahan baku

dari pemasok dengan tetap mempertahankan tingkat persediaan yang

minimum. Penjadwalan pengadaan bahan baku berdasarkan kepada hasil

peramalan (forecasting) 3 bulanan yang dibuat oleh departemen Sales &

Marketing.

Dalam penerapan sistem Just In Time, prinsip yang perlu

diperhatikan dalam faktor schedulling adalah sebagai berikut.

a. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok

Master Production Schedulling (MPS) merupakan suatu

pernyataan tentang produk akhir dari suatu industri manufakturing yang

merencanakan untuk memproduksi output berkaitan dengan kuantitas

dan periode waktu (Gaspersz, 1998).

Master Production Schedulling (MPS) memerlukan lima input

utama, yaitu (1) Data permintaan total, berkaitan dengan prakiraan

penjualan dan pesanan-pesanan; (2) Status inventori, berkaitan dengan

informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan untuk

penggunaan tertentu, pesanan-pesanan produksi, dan pembelian yang

dikeluarkan, serta rencana order; (3) Rencana produksi, untuk

memberikan sekumpulan batasan terhadap MPS; (4) Data perencanaan,

berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot sizing yang harus digunakan,

stok pengaman, dan waktu tunggu; (5) Informasi berupa kebutuhan

kapasitas untuk mengimplementasikan MPS (Gaspersz, 1998).

Daftar komponen-komponen yang diperlukan dalam membuat

suatu produk tercantum di dalam Bills Of Materials (BOM) atau sering

disebut sebagai formula. BOM menunjukkan secara detail baik

komponen-komponen maupun bahan-bahan yang diperlukan untuk

Page 73: F08anu.pdf

58

setiap produk akhir dan setiap komponen. Kebutuhan bahan-bahan

harus disesuaikan dengan ketersediaan persediaan pengaman,

persediaan yang sedang diproduksi ataupun yang sedang dipesan.

Semua hal tersebut dipadukan dalam bagian sistem yang disebut

perencanaan kebutuhan bahan atau Material Requirement Planning

(MRP), dimana dilakukan perhitungan rencana kebutuhan-kebutuhan

bahan baku dan komponen yang diperlukan untuk memenuhi schedule

produksi.

Bagian Inventory Control membuat perencanaan kebutuhan

bahan baku (Material Requirement Planning/MRP) bulanan

berdasarkan Master Production Schedule atau digunakan istilah Order

To Factory (OTF) yang diturunkan dari peramalan (forecasting) yang

dibuat departemen Sales & Marketing. MRP mengembangkan pesanan-

pesanan yang direncanakan untuk bahan baku, komponen-komponen

yang diperlukan untuk memenuhi MPS. MRP menggunakan data

persediaan dan Bills Of Material (BOM) sebagai input tambahan pada

MPS. Perencanaan kebutuhan bahan baku biasanya dilakukan setiap

pertengahan bulan antara tanggal 15-20 setiap bulannya dengan

sebelumnya dilakukan pengecekan outstanding. Outstanding merupakan

jumlah bahan baku yang belum tiba akhir bulan pembuatan MRP,

kelebihan stock digudang apabila tidak digunakan untuk diproduksi saat

penjualan mangalami penurunan.

Perhitungan MRP memperhatikan keadaan stok (Bargaining

On Hand/BOH), penggunaan per hari (usage/day), dan buffer stock

(Delivery On Supply). Bargaining On Hand (BOH) merupakan jumlah

stock yang ada termasuk dengan penambahan bahan baku yang datang

pada hari pembuatan MRP. Sedangkan Delivery On Supply (buffer

stock) merupakan pembagian dari BOH dengan usage/day.

Dengan dibuatnya MRP, dapat diketahui kebutuhan bahan baku

setiap bulan dan yang harus dipesan per hari. Setelah itu, Purchase

Request (PR) dapat disusun untuk diserahkan kepada departemen

Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen Purchasing

Page 74: F08anu.pdf

59

membuat dan mengirimkan Purchase Order kepada pemasok mengenai

jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan baku. Komunikasi

jadwal produksi ke pemasok berupa estimasi kebutuhan bahan baku

untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk Purchase Order (PO)

bulanan tersebut.

Jadwal pengiriman bahan baku dari pemasok direvisi maksimal

2 hari sebelum jadwal jatuh tempo (OTF H-2). Apabila terdapat

pengurangan atau penambahan jumlah bahan baku serta tanggal

kedatangan harus dikomunikasikan secara cepat kepada pemasok.

Penjadwalan ulang seringkali mengakibatkan terjadinya deviasi antara

forecasting dengan OTF H-2 yang terkadang mencapai 30% (dengan

standar toleransi yang ditetapkan perusahaan sebesar 10-20%.

b. Jadwal campur merata (heijunka)

Dalam penerapan sistem Just In Time, penjadwalan berbasis

bulanan diubah menjadi berbasis harian yang merata, dan jenis produk

yang diproduksi adalah lebih dari satu jenis dan dikenal dengan istilah

penjadwalan campur merata. Menurut Gaspersz (1998), metode jadwal

campur merata merupakan suatu prosedur yang dapat digunakan untuk

menentukan minimum banyaknya unit yang diurutkan dalam suatu

production run untuk jadwal produksi harian.

Urutan produksi campur merata di PT. Nippon Indosari

Corpindo dipengaruhi waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu

item roti, kuantitas yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin serta

klasifikasi produk yaitu produk pareto dan produk non pareto. Produk

pareto merupakan produk yang diutamakan untuk diproduksi karena

memiliki tingkat perintaan yang tinggi. Produk non pareto merupakan

produk yang tingkat permintaannya tidak terlalu tinggi dan dapat

ditoleransi apabila tidak dapat dipenuhi. Pada Tabel 8 berikut dapat

dilihat produk berdasarkan tingkat pareto.

Page 75: F08anu.pdf

60

Tabel 8. Finished Goods Pareto

No. Item Roti Kode Unit Avarage OTF day %

1 Roti Tawar Spesial RTS Pack 66,176.00 28.11% 2 Roti Isi Coklat ICK Pcs 23,576.00 10.01% 3 Roti Sobek Coklat TOC Pcs 15,704.00 6.67% 4 Roti Tawar Kupas RKU Pack 14,340.00 6.09% 5 Boti Coklat BCK Pcs 10,991.00 4.67% 6 Roti Sobek Coklat Keju TCC Pcs 9,651.00 4.10% 7 Roti Sobek Coklat Sarikaya TCS Pcs 7,289.00 3.10% 8 Roti Isi Keju IKJ Pcs 6,513.00 2.77% 9 Roti Isi Krim Mocca SRM Pcs 6,416.00 2.74%

10 Roti Sobek Coklat Strawberry TST Pcs 6,315.00 2.68% Sumber : PPIC PT. NIC

Jadwal campur merata diterapkan dengan memproduksi jenis

roti dengan urutan campuran disesuaikan dengan permintaan aktual

finished goods yang harus dikirimkan ke konsumen. Dalam OTF

ditentukan kebutuhan material jenis roti yang perlu diproduksi untuk

memenuhi permintaan tersebut. Sebagai ilustrasi, pada pukul 15.00

WIB harus dikirimkan produk RTR, RKU, dan RTG maka pada

produksi pukul 12.00 WIB memiliki urutan sesuai dengan permintaan

tersebut yang campur merata (RTR, RKU, RTG, RTR, RKU, RTG,

RTR) yang disesuaikan dengan kapasitas mesin, besarnya ukuran batch,

dan jumlah produk yang akan diproduksi.

c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo

Bagian Production Planning membuat jadwal produksi

berdasarkan OTF H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo) yang merupakan

aktualisasi permintaan (demand) konsumen terhadap finished good.

Pembuatan jadwal produksi tanpa berdasarkan hasil peramalan

permintaan cukup baik untuk dilakukan. Menurut Imai (1997), sistem

produksi di pabrik yang dibuat berdasarkan ramalan penjualan, memiliki

beberapa kelemahan yaitu :

i. Sangatlah sulit melakukan perkiraan terhadap permintaan konsumen

secara tepat. Karena waktu tempuh produksi yang panjang, ramalan

Page 76: F08anu.pdf

61

penjualan perlu dilakukan jauh ke depan, namun rencana yang

dibuat itu pun tak bisa diandalkan.

ii. Jadwal produksi harus diubah-ubah setiap saat. Menanggapi

perubahan informasi sangatlah sulit karena melibatkan perubahan

rencana pada banyak proses.

iii. Banyak pemborosan yang terjadi. Untuk menghindari kekurangan

barang, maka cenderung memproduksi dalam batch atau lot

berukuran besar.

iv. Sebuah gudang diperlukan untuk menghindari kekurangan barang

dalam proses, tentu saja menimbulkan biaya tambahan.

Permintaan konsumen untuk pabrik di Cikarang diketahui

berdasarkan permintaan dari Sales Office daerah Cikarang, Lampung,

Bandung, dan Cirebon. Sales Office tersebut terdiri atas Depot, Reguler

Outlet (RO), Distribution Channel (untuk Supermarket, Minimarket,

Alfamart, Indomart), Agen, Stock Point, Institusi, dan sample QA.

OTF H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP kebutuhan

aktual produksi harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan dalam

Production Planning Schedule atau Order To Production (OTP) yang

diserahkan kepada bagian Scalling untuk penimbangan dan penyiapan

bahan serta kepada sub departemen Produksi untuk memperhitungkan

kebutuhan sumber daya. Dengan ditandatanganinya OTF H-2 (2 hari

sebelum jatuh tempo) menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak

terjadi perubahan lagi untuk digunakan dalam proses produksi.

Order To Production (OTP) ditentukan untuk memenuhi

permintaan konsumen yang harus dikirimkan sesuai jadwal pengiriman

yang ditentukan. Sehingga sub departemen produksi dituntut untuk

memenuhi target produksi item roti yang diminta sebelum jadwal yang

sudah ditentukan yaitu pada pukul 02.00, 04.00, 09.00, 15.00, 20.00,

23.00 WIB setiap harinya. Contoh form Order To Production (OTP)

dapat dilihat pada Lampiran 7. Setiap hasil MRP dimasukkan ke dalam

program SAP yang sudah terintegrasi kepada semua departemen di PT.

Page 77: F08anu.pdf

62

Nippon Indosari Corpindo. Hal tersebut mempertegas jadwal produksi

sudah dibekukan dan tidak akan terjadi perubahan.

4. Faktor Layout

Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan

peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu

pabrik. Semua fasilitas produksi baik mesin, pekerja, maupun fasilitas-

fasilitas lainnya harus disediakan pada tempatnya masing-masing agar dapat

bekerja dengan efisien dan efektif. Dalam penerapan sistem Just In Time

diperlukan penataan tata letak (layout) dengan memperhatikan elemen-

elemen sebagai berikut.

a. Work cell untuk produk sejenis (product family).

Sel kerja (work cell) merupakan pengaturan mesin dan pekerja

yang berorientasi pada produk dalam fasilitas yang berorientasi proses.

Dalam lingkungan manufaktur, teknologi kelompok (group technology)

mengidentifikasi produk yang memiliki karakteristik sama untuk diproses

dalam sel kerja tertentu (Heizer dan Render, 2005).

Tata letak pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki desain

sel kerja (work cell) untuk memproduksi untuk produk yang sejenis

(product family). Lantai pabrik plant roti tawar secara garis besar terdiri

atas empat bagian (section) sel kerja yaitu (1) Mixing, yang terdiri atas

mesin mixer dan ruang fermentasi awal, untuk membuat adonan sponge

dan dough; (2) Make Up, yang terdiri atas mesin devider, rounder, OHP,

moulder, dan panning, untuk menghasilkan adonan kalis yang berukuran

sesuai dengan standar dan siap ditempatkan pada loyang; (3) Baking,

yaitu oven dan mesin depanning, untuk melakukan memproses roti

hingga matang (suhu 60-82,2oC); serta (4) Packing, mulai dari cooling

conveyor, slicer, packer, metal detector, hingga kratting, sebagai proses

akhir dan pengemasan produk (suhu 33±2oC). Gambar tata letak (layout)

PT. Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat pada Lampiran 3.

Page 78: F08anu.pdf

63

b. Peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan mesin dan peralatan.

Dalam sistem Just In Time, sel kerja dirancang untuk merespon

perubahan volume atau desain produk. Setiap mesin dan peralatan dapat

dirubah atau digerakkan sesuai dengan kebutuhan produksi. Namun

fleksibilitas tersebut tidak terdapat di lantai pabrik PT. Nippon Indosari

Corpindo, dimana produksi dilakukan secara kontinu dalam lini produksi

masing-masing.

Fleksibilitas perubahan mesin dan peralatan terdapat pada mesin

packing untuk mengemas jenis roti kupas, namun bukan sistem yang

terancang untuk menunjang produksi keseluruhan. Perubahan mesin

pengemas ini dilakukan hanya pada saat terjadi jeda atau jarak antar

produk. Roti kupas memiliki karakteristik yang berbeda dengan roti

tawar, roti kupas harus mengalami waktu pendinginan selama 4 jam yang

tentunya waktu menunggu tersebut lebih baik digunakan untuk

memproduksi dan mengemas roti jenis lain. Waktu jeda produksi antar

roti tersebut dimanfaatkan untuk mengemas roti kupas yang telah siap

dikemas. Secara umum, sistem produksi di lantai pabrik tidak dapat

menerapkan elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan

mesin dan peralatan.

c. Jarak antar sel kerja yang pendek.

Lot yang besar dan lini produksi yang panjang dengan mesin

berfungsi tunggal perlu digantikan dengan sel kerja kecil yang fleksibel

(smaller flexible cells). Tata letak dengan konsep teknologi kelompok

(goup technology) mengupayakan agar jarak antar sel kerja tidak

berjauhan. Menurut Liker (2006), membawa barang dalam proses (WIP)

dalam jarak yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau

memindahkan material, komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke

luar gudang atau antar proses merupakan kegiatan yang tidak bernilai

tambah dan merupakan suatu pemborosan.

Peneliti menemukan terdapat kegiatan pemborosan akibat desain

tata letak PT. Nippon Indosari Corpindo khususnya line 2 plant roti tawar.

Page 79: F08anu.pdf

64

Aktivitas membawa box adonan ke dalam ruang fermentasi yang letaknya

di belakang mesin mixer mengakibatkan terjadinya aktivitas pergerakan

bolak-balik. Setelah fermentasi selesai, maka box adonan tersebut dibawa

ke mesin devider yang letaknya menjadi cukup jauh dari ruang

fermentasi. Untuk memperbaiki tata letak mungkin bukan pekerjaan

mudah, namun tetap harus diupayakan untuk menciptakan lini produksi

yang kontinu tanpa terdapat gerakan bolak-balik yang merupakan

pemborosan. Ruang fermentasi untuk seluruh line sebaiknya mengikuti

pola line 1 yang telah berupaya tidak menciptakan gerakan bolak-balik

tersebut.

Desain sel kerja untuk keseluruhan lantai pabrik PT. Nippon

Indosari Corpindo pada umumnya memiliki jarak antar sel kerja yang

pendek, kecuali pada sel kerja mixing yang telah dijelaskan sebelumnya.

Setiap barang dalam proses (WIP) tidak akan melalui perjalanan panjang

yang merupakan pemborosan.

d. Tempat yang kecil untuk persediaaan WIP.

Penggunaan ukuran lot yang kecil menyebabkan tidak

diperlukannya tempat yang luas untuk persediaan Work In Process (WIP).

Adonan yang telah difermentasikan dan menunggu untuk diproses di

section make up merupakan persediaan WIP yang didiamkan dahulu

dalam masa floor time 5 menit. Adonan berukuran kecil dimasukkan ke

dalam loyang dan menjadi persediaan WIP untuk proses fermentasi

kedua. Setelah proses fermentasi kedua, roti dalam loyang menjadi

persediaan WIP menunggu dimasukkan ke dalam oven untuk melalui

proses selanjutnya secara kontinu. Dalam setiap tahapan proses tersebut

tidak diperlukan tempat persediaan WIP yang luas.

5. Faktor Quality Management

Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan

Just In Time. Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung

produk cacat, perusahaan tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang

Page 80: F08anu.pdf

65

diminta oleh konsumen dan perusahaan harus mengulang kembali proses

produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat saja. Kondisi

ini dapat menimbulkan penundaan dalam pengiriman barang kepada

konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen (Agustina dkk, 2007).

Dalam faktor quality management diperlukan prinsip-prinsip

sistem Just In Time sebagai berikut.

a. Pengendalian mutu di setiap tahapan proses.

Pengendalian mutu dilakukan mulai dari tingkat pemasok hingga

produk dikemas dan siap dipasarkan. Pemasok dituntut untuk

memberikan bahan baku dengan kualitas terbaik. Pengendalian mutu

selanjutnya dilakukan saat material tiba di gudang pabrik dengan

dilakukannya inspeksi terhadap material yang datang. Proses kedatangan

bahan baku di PT. Nippon Indosari Corpindo tidak memerlukan birokrasi

dan waktu yang lama serta aktivitas pemeriksaan pun cukup sederhana.

Hal ini mendukung tindakan pengurangan aktivitas pemeriksaan yang

merupakan aktivitas pemborosan. Setiap bahan baku yang datang hanya

diperiksa surat jalan (No. PO dan jumlah barang), kemudian dibuat

Receiving Slip sebagai tanda bukti sudah diterima. Aktivitas pemeriksaan

kualitas pada bahan baku yang datang pada umumnya hanya dilakukan

dengan memeriksa berat, suhu, bau, dan rasa.

Dalam lini produksi, kualitas produk merupakan tanggung jawab

operator yang terlibat langsung dalam pembuatan roti sehingga tidak

dilakukan inspeksi secara khusus oleh departemen PDQA. Setiap pekerja

dalam setiap sel kerja memisahkan bahkan membuang barang yang rusak

atau cacat sehingga bagian selanjutnya tidak menerima barang yang rusak.

Aktivitas pemeriksaan finished goods dilakukan dengan

pengambilan sample saat produk masih berada di lini produksi berjalan

atau yang sudah berada dalam krat. Pemeriksaan produk jadi (finished

goods checking) merupakan pemeriksaan terhadap penyimpangan mutu

fisik yaitu bentuk: tidak simetris, under proof (bentuk kurang dari

standar), over proof (bentuk lebih dari standar); trimming (sisa dari

pemotongan kulit roti); warna : gosong, pucat; etiket: kwik lock terlepas,

Page 81: F08anu.pdf

66

printing tidak tercetak, kemasan rusak; slice (potongan roti tawar):

jumlah slice, slice terlipat; kotor; big hole (lubang besar pada roti);

benda asing; serta caving (berbentuk huruf V ke dalam).

Finished goods yang tidak dapat disimpan terlalu lama (masa

kadaluarsa 5 hari) menyebabkan pemeriksaan kimia dan mikrobiologi

sulit dan jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang biasa

dilakukan antara lain pemeriksaan organoleptik : aroma, rasa, tekstur

dapat dilakukan setiap hari; pemeriksaan kimia : kadar air dilakukan 2

kali setahun; pemeriksaan mikrobiologi dilakukan 2 kali setahun; dan

pemeriksaan campuran logam berat dilakukan optional hanya apabila

diperlukan.

b. Penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke).

Poka yoke adalah alat anti kesalahan atau anti kebodohan yang

membuat seorang operator hampir tidak mungkin membuat kesalahan.

Setiap poka yoke memiliki bentuk standar masing-masing yang

meringkas masalah yang diatasi, alarm darurat yang akan berbunyi,

tindakan yang perlu diambil dalam keadaan darurat, metode dan

frekuensi untuk memastikan metode anti kesalahan beroperasi secara

benar, dan metode untuk melaksanakan pengecekan kualitas jika metode

anti kesalahan macet (Liker, 2006).

Alat anti kesalahan atau anti kebodohan tidak ditemukan di

lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Material yang datang

langsung masuk ke gudang setelah dilakukan pemeriksaan kualitas.

Penimbangan dan penyiapan bahan baku hanya menggunakan alat bantu

sendok sekop dan timbangan biasa. Sendok sekop bisa menjadi suatu

poka yoke jika memiliki ukuran standar sehingga setiap penimbangan

mendekati ukuran yang diinginkan, tanpa melebihi atau kurang dari

standar tersebut. Pada lini produksi juga tidak ditemukan poka yoke

yang dapat menghindarkan kesalahan. Pekerja melakukan pekerjaan

tanpa ada alat yang membantu menghindarkan dari kesalahan bekerja.

Page 82: F08anu.pdf

67

Hal tersebut menujukkan elemen penggunaan alat pencegah kesalahan

(poke yoke) belum diimplementasikan dengan baik.

c. Terdapat sinyal/lampu tanda apabila terjadi masalah (Andon).

Jidoka juga sering disebut juga autonomation, peralatan

dilengkapi dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya

sendiri ketika ia memiliki masalah kualitas dalam proses. Mencegah

masalah untuk dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan

lebih murah daripada memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas

setelah terjadi. Ketika mesin berhenti, lampu yang biasanya bersamaan

dengan bunyi alarm (disebut Andon), digunakan untuk memberikan

sinyal tanda bahwa bantuan diperlukan untuk memecahkan masalah

kualitas (Liker, 2006).

Penggunaan lampu tanda (andon) di lantai pabrik PT. Nippon

Indosari Corpindo terdapat pada mesin pembalik loyang (depanning),

mesin pengemas (packer), dan pendeteksi logam (metal detector).

Lampu tanda ini akan menyala disertai bunyi alarm apabila terjadi

masalah. Pada mesin depanning sering terjadi masalah yaitu roti tidak

terlepas dari loyang dengan baik. Lampu andon akan menyala dan

meminta operator untuk melepas roti yang masih menempel di loyang

secara manual sehingga lini produksi yang terhenti dapat berjalan

kembali. Pada mesin packer, masalah yang sering terjadi adalah plastik

pengemas (etiket) tidak mengembung oleh angin sehingga roti tidak

dapat masuk ke dalam plastik tersebut. Selain itu, pada mesin metal

detector, lampu tanda akan menyala beserta bunyi alarm jika terdapat

kandungan logam dalam produk.

Suatu masalah dapat diketahui dengan adanya lampu tanda

menyala dan alarm berbunyi, namun belum dapat menghentikan lini

produksi secara keseluruhan. Setiap masalah harus dengan sangat cepat

diselesaikan dikarenakan lini produksi sebelumnya tetap berjalan dan

menciptakan penumpukkan (bottleneck) di titik tersebut yang tidak

jarang membuat roti rusak akibat saling bertabrakan.

Page 83: F08anu.pdf

68

d. Penggunaan Statistical Process Control.

Statistical Process Control adalah sebuah teknik statistik yang

digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi

standar. SPC merupakan sebuah proses yang digunakan untuk

mengawasi standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan

perbaikan saat sebuah produk sedang diproduksi. Sample dari output

yang dihasilkan diuji, jika berada dalam batas yang diperbolehkan,

maka proses boleh dilanjutkan, jika jatuh di luar jangkauan tertentu

maka proses dihentikan, dan biasanya penyebab akan diteliti dan

dihilangkan (Heizer dan Render, 2005).

Dalam pelaksanaan Total Quality Management (TQM), PT.

Nippon Indosari Corpindo tidak sepenuhnya menggunakan tujuh alat

TQM terutama Statistical Process Control yang direkomendasikan

digunakan dalam sistem Just In Time. Alat TQM yang digunakan hanya

berupa lembar pengecekan (check sheet), diagram sebar (scatter

diagram), diagram alir (flow charts) dan untuk mengidentifikasikan

masalah menggunakan histogram, sebuah distribusi yang menunjukkan

frekuensi kejadian sebuah variabel. Setiap hasil identifikasi masalah

disampaikan kepada departemen Produksi untuk dijadikan bahan

perbaikan terus menerus (continuos improvement).

6. Faktor Preventive Maintenance

Heizer dan Render (2004), mendeskripsikan bahwa pemeliharaan

pencegahan (preventive maintenance) merupakan semua aktivitas yang

dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dan untuk

mencegah kerusakan. JIT membutuhkan preventive mantenance yang

terjadwal dan adanya pemeliharaan rutin harian. Selain itu, diperlukan

keterlibatan para pekerja dengan mampu mengoperasikan peralatan dan

mesin dalam jalur produksi. Mereka juga diharapkan mampu untuk

melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi

tanggung jawabnya.

Page 84: F08anu.pdf

69

Dalam menerapkan sistem Just In Time, prinsip yang perlu

diperhatikan dalam faktor preventive maintenance antara lain :

a. Pemeliharaan rutin harian.

Sub departemen Teknik melakukan aktivitas maintenance yaitu

cleaning (pembersihan dan pencucian), pelumasan oil and grease, dan

preventive maintenance berupa perbaikan kecil untuk mencegah

kerusakan. Petugas teknik melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan

mesin secara rutin terhadap mesin-mesin sebagai penunjang produksi

sesuai dengan jadwal preventive maintenance untuk setiap bagian

(section) produksi. Pemeliharaan rutin harian dilakukan dengan

menggunakan alat bantu berupa checklist harian. Pemeliharaan rutin

dilakukan dengan tetap mengusahakan mesin tetap berjalan selama 24

jam dalam sehari (zero down time). Aktivitas maintenance yang harus

menghentikan mesin dilakukan di saat terdapat jarak dalam pergantian

item roti (changeover) dengan waktu rata-rata 20-30 menit. Penggantian

belt conveyor atau blade slicer tidak mungkin dilakukan dalam keadaan

mesin berjalan.

Menurut Liker (2006), seringkali hal yang terbaik untuk

dilakukan adalah menghentikan mesin dan berhenti memproduksi. Hal

ini dilakukan untuk menghindari produksi berlebih yang merupakan

pemborosan utama. Walaupun demikian, pada lantai produksi PT.

Nippon Indosari Corpindo tetap mengupayakan agar tidak terjadi

penghentian produksi dengan tetap menjaga agar tidak terjadi kerusakan

pada mesin.

b. Jadwal pemeliharaan mesin tersusun.

Sub departemen Teknik memiliki jadwal maintenance yang

sudah tersusun berdasarkan HACCP plan. Jadwal tersebut diperlukan

agar setiap kegiatan maintenance dapat diketahui oleh para pekerja dan

menjadi standar mengenai bagian apa yang perlu dilakukan

pemeliharaan, bagaimana caranya, dan berapa kali frekuensi

pelaksanaannya.

Page 85: F08anu.pdf

70

Penjadwalan yang disusun dapat menghindarkan pula aktivitas

maintenance yang duplo (mengulang) oleh pekerja di shift yang

berlainan. Pada Tabel 9 dapat dilihat jadwal maintenance yang telah

disusun untuk mendukung kinerja sub departemen Teknik.

Tabel 9. Schedule Maintenance Berdasarkan HACCP Plan No Uraian Part Cara Frekuensi 1. Monitoring Pemakaian

Oil & Food Grease 1 x seminggu

2. Preventive Maintenance All 1 x seminggu 3. Water meter, Strainer Cuci & sikat 1 x seminggu 4. Devider Belt Conveyor Cuci 1 x seminggu 5. Grease box Saringan,

Selang, Pipa Nozzle

Kuras & Cuci. Ganti. Cuci

1 x seminggu 3 x sebulan 1 x seminggu

6. Sand & Carbon Filter Backwash. Ganti. Epoxi ulang.

2 x seminggu 1 x setahun 1 x setahun

7. Kompressor Filter udara Semprot angin Ganti

1 x sehari Setelah 1500 jam

8. Mixer cream Mesin Semprot angin 1 x seminggu 9. Mixer Mesin Vacuum 1 x seminggu

(Sumber : Teknik PT. NIC)

c. Terdapat keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan dan mesin.

Keterlibatan pekerja diperlukan dalam pemeliharaan seluruh

peralatan dan mesin karena para pekerjalah yang setiap hari hampir

berada dekat dengan mesin dan peralatan yang digunakan dalam

produksi. Operator mesin harus bertanggungjawab penuh atas mesin

yang dijalankan dengan mampu menjalankan mesin-mesin pada pusat

kerja dan memiliki pengetahuan dasar mengenai struktur dan fungsi

masing-masing mesin. Perawatan untuk pencegahan kerusakan haruslah

diimplementasikan sejauh mungkin oleh pekerja di lapangan. Operator

mesin harus dilatih untuk menangani kerusakan-kerusakan kecil dan

dibekali catatan mengenai apa yang harus dilakukan untuk merawat

suatu mesin, seberapa sering harus dirawat, dan kapan terakhir waktu

dan frekuensi kerusakan.

Page 86: F08anu.pdf

71

Dalam penerapan sistem Just In Time, para operator mesin dan

peralatan sebaiknya dilatih untuk mengatasi masalah-masalah yang

sering terjadi, walaupun tanggung jawab utama tetap ditangan Teknik.

Apabila operator atau pekerja diberi keleluasaan untuk mengatasi

masalah-masalah yang terjadi maka sangat besar kemungkinan pekerja

menghindarkan terjadinya kesalahan yang sama.

Keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan peralatan di PT.

Nippon Indosari Corpindo dibatasi hanya untuk menjaga agar mesin

tetap bersih dan berjalan. Apabila terjadi kerusakan baik kecil maupun

kerusakan besar, pekerja diharuskan memanggil bantuan dari teknisi.

Hal ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan sub departemen

Teknik untuk mencegah kerusakan mesin akibat salah penanganan dan

untuk menjaga keselamatan pekerja sendiri. Kebijakan tersebut

menyebabkan waktu yang diperlukan untuk menghadapi kerusakan

mesin menjadi bertambah lama, yang belum tentu ditangani langsung

oleh teknisi. Selain itu, pekerja yang multifungsional belum sepenuhnya

bisa diterapkan. Dengan demikian, elemen terdapat keterlibatan pekerja

dalam pemeliharaan peralatan dan mesin belum diimplementasikan

dengan baik di PT. Nippon Indosari Corpindo.

7. Faktor Employee Empowerment

Pemberdayaan pekerja (employee empowerment) berarti

melibatkan pekerja pada setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan

pekerja dengan meluaskan tugas pekerja sehingga tanggung jawab dan

kewewenangan tambahan dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat

terendah dalam organisasi (Heizer dan Render, 2005).

Elemen-elemen dari faktor employee empowerment adalah sebagai

berikut.

a. Adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja.

Menurut Agustina, dkk (2007), dalam sistem Just In Time

peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun

dari pekerja atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja

Page 87: F08anu.pdf

72

sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu

peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki

peran yang penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya

kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan

tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja,

menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga

mendorong mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna

mencapai tujuan perusahaan.

Para pekerja PT. Nippon Indosari Corpindo belum sepenuhnya

diberikan kewewenangan untuk memberikan pengetahuan, pendapat,

dan terlibat dalam pemecahan masalah. Rapat atau breefing bersama

antara pekerja dengan pihak manajemen yang lebih tinggi sangat jarang

dilakukan. Pemecahan masalah oleh pihak manajemen tidak melibatkan

pengetahuan dan pendapat para pekerja secara langsung. Apabila terjadi

masalah seperti kerusakan mesin, para pekerja tidak dapat sepenuhnya

menghentikan proses produksi tanpa instruksi dari atasannya.

Penghentian mesin harus dikoordinasikan dengan atasannnya dan sub

departemen Teknik terlebih dahulu sehingga memerlukan waktu yang

relatif lama. Hal tersebut menggambarkan garis birokrasi yang kurang

fleksibel dan menunjukkan bahwa elemen pemberian kewewenangan

kepada para pekerja belum dilaksanakan dengan baik.

b. Terdapat pelatihan (training).

Pelatihan yang diberikan kepada para pekerja pada umumnya

adalah pelatihan GMP, instruksi kerja dan HACCP. Penerapan sistem

Just In Time tidak disampaikan secara langsung dalam istilah Just In

Time kepada para pekerja. Pekerja diberikan pelatihan tentang sistem

produksi yang telah diterapkan sejak pabrik mulai beroperasi. Hal ini

menyebabkan tidak semua pekerja mengetahui istilah Just In Time

ketika peneliti memberikan pertanyaan mengenai hal tersebut. Istilah

Just In Time hanya diketahui di tingkat manajemen. Walaupun demikian,

para pekerja mengetahui bahwa sistem produksi yang diterapkan di

Page 88: F08anu.pdf

73

perusahaan merupakan sistem produksi yang ditujukan untuk memenuhi

permintaan konsumen secara tepat waktu, sehingga pelaksanaan sistem

Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat berjalan dengan

baik. Para pekerja mampu mempraktekkan apa yang diberikan dalam

pelatihan agar produksi tetap berjalan untuk memenuhi permintaan

konsumen dengan jumlah yang tepat dan pada saat yang tepat serta

mempertahankan kualitas baik dengan cara yang paling ekonomis dan

efisien.

c. Terdapat pelatihan silang (cross training).

Pelatihan silang (cross training) dilakukan dengan melibatkan

seorang pekerja untuk melakukan pekerjaan yang berbeda dalam suatu

organisasi. Pelatihan yang dilakukan oleh pekerja A untuk melakukan

tugas pekerja B dan sebaliknya merupakan pelatihan silang agar pekerja

dapat mempelajari kemampuan baru, lebih berkompetensi, menjaga

motivasi, dan mampu menghilangkan kejenuhan bekerja

Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon Indosari

Corpido terdiri atas beberapa bagian (section) dengan beberapa pekerja

dalam satu section tersebut. Untuk mengurangi tingkat kejenuhan

dilakukan perputaran (rotasi) pekerja dalam satu section tersebut yang

secara tidak langsung merupakan pelatihan silang (cross training) antar

pekerja. Menurut Heizer dan Render (2005), rotasi pekerjaan (job

rotation) merupakan sebuah sistem dimana pekerja diperbolehkan untuk

berpindah dari satu pekerjaan khusus ke pekerjaan yang lainnya.

Setiap pekerja dalam setiap section akan melakukan pekerjaan

secara bergantian yang menciptakan pelatihan silang (cross training).

Cross training terjadi seperti pada section make up yang terdiri atas 5

orang pekerja dengan pekerjaan yang berbeda. Pekerjaan pada section

ini antara lain mengoperasikan mesin devider (pembagi adonan menjadi

berukuran kecil), menyiapkan dan mengoles loyang dengan baker fat,

proses make up (pembentukan adonan untuk dimasukkan ke dalam

loyang), memasukkan loyang dalam krat (kratting), dan mendorong krat

Page 89: F08anu.pdf

74

ke ruang fermentasi. Pekerja melakukan perkerjaan-pekerjaan tersebut

secara bergantian setiap satu jam sekali.

d. Sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job

enrichment).

Pengayaan pekerjaan (job enrichment) adalah sebuah metode

yang memberikan pekerja tanggung jawab lebih yang meliputi

perencanaan dan pengendalian yang diperlukan dalam penyelesaian

pekerjaan (Heizer dan Render, 2005).

Pelaksanaan pengayaan pekerjaan (job enrichment) di PT.

Nippon Indosari Corpindo belum dilakukan dengan baik. Penambahan

tugas yang berlainan jenis berupa perencanaan (seperti partisipasi dalam

tim gugus mutu) dan pengendalian (seperti melakukan tugas-tugas

pengujian) belum dilakukan. Hal tersebut menunjukkan elemen sedikit

klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment)

belum diimplementasikan dengan baik.

C. Kinerja Perusahaan dengan Penerapan Sistem Just In Time

Sistem Just In Time bertujuan untuk mengurangi dan bahkan

menghapuskan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada

produk yang dihasilkan. Aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai

tambah tersebut merupakan pemborosan seperti penumpukan persediaan,

penanganan bahan, penundaan-penundaan, masalah mutu dan produk-produk

yang ditolak, lead time (tenggang waktu produksi), dan set up time (waktu

penyetelan) yang terlalu lama.

Menurut Gaspersz (1998), sasaran yang ingin dicapai dari sistem

produksi Just In Time adalah (1) reduksi scrap dan rework, (2) meningkatkan

kualitas proses industri (orientasi zero defect), (3) meningkatkan jumlah

pemasok yang ikut Just In Time, (4) mengurangi inventory (orientasi zero

inventory), (5) reduksi penggunaan ruangan pabrik, (6) linearitas output pabrik

(berproduksi pada tingkat konstan selama waktu tertentu), dan (7)

meningkatkan produktivitas.

Page 90: F08anu.pdf

75

Sasaran sistem Just In Time tersebut menjadi dasar untuk mengetahui

pencapaian kinerja dari penerapan sistem Just In Time. Tujuh sasaran tersebut

direduksi menjadi tiga sasaran yang relevan dengan kinerja sistem Just In

Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Reduksi scrap dan rework serta

meningkatkan kualitas proses industri (orientasi zero defect) berfokus kepada

pencapaian kinerja kualitas; meningkatkan jumlah pemasok yang ikut Just In

Time tidak relevan dikarenakan belum adanya upaya menuju hal tersebut;

mengurangi inventory (orientasi zero inventory) menjadi dasar dalam

pengukuran tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum;

reduksi penggunaan ruangan pabrik tidak relevan dengan tidak adanya data

mengenai perubahan ruangan pabrik plant roti tawar; linearitas output pabrik

(berproduksi pada tingkat konstan selama waktu tertentu) menjadi tidak

relevan ketika Just In Time menuntut pabrik untuk berproduksi dalam jumlah

yang sesuai mengikuti permintaan konsumen; serta meningkatkan

produktivitas dapat digunakan untuk mengetahui pencapaian produktivitas PT.

Nippon Indosari Corpindo. Dengan demikian, kinerja sistem Just In Time di

PT. Nippon Indosari Corpindo diukur berdasarkan tiga aspek yaitu kinerja

kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas sebagai berikut :

1. Kinerja Kualitas

Pencapaian kinerja kualitas tercermin dalam upaya mereduksi

barang sisa yang terbuang (scrap), barang yang diproses kembali (rework),

dan barang rusak (reject) dengan berorientasi kepada zero defect. Menurut

Heizer dan Render (2005), peningkatan kualitas membantu perusahaan

meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan

meningkatkan keuntungan. Peningkatan penjualan sering terjadi saat

perusahaan mempercepat respons, merendahkan harga jual, dan

memperbaiki reputasi produk yang berkualitas. Selain itu, kualitas yang

diperbaiki menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan

produktivitas, menurunkan rework, bahan yang terbuang (scrap), dan

biaya garansi.

Kinerja kualitas dapat diukur berdasarkan kepuasan pelanggan

seperti dengan pengumpulan informasi langsung atau tidak langsung

Page 91: F08anu.pdf

76

kepada pelanggan tentang mutu produk, jumlah keluhan dan pujian yang

diterima. Namun pengukuran kinerja kualitas yang paling umum

digunakan adalah dengan menghitung presentase unit produk cacat

dibandingkan dengan total produk yang dihasilkan ataupun sebaliknya.

Kinerja kualitas = Jumlah produk yang rusak x 100% (Ideal = 0 %) Total produk dihasilkan

Pada lini produksi PT. Nippon Indosari Corpindo, seluruh jumlah

produk yang rusak dan tidak masuk standar (reject) serta barang sisa yang

terbuang (scrap) diakumulasikan menjadi satu dan setelah dibandingkan

dengan total produk yang dihasilkan (Product Output Control/POC), maka

dihasilkan nilai loss produksi untuk setiap item roti yang diproduksi.

Presentase loss produksi untuk produk pareto disajikan pada Tabel 10.

Data lengkap mengenai loss produksi harian produk pareto dapat dilihat

pada Lampiran 8.

Tabel 10. Presentase Loss Produksi untuk Produk Pareto (Januari-Februari 2008)

Loss Produksi Januari Februari

No. Item Roti Kode POC

Rata-rata (pcs/hari) Rata-

Rata

Standar Deviasi

(σ)

Rata-Rata

Standar Deviasi

(σ) 1 Roti Tawar Spesial RTS 67508.55 3.34% 1.16% 4.42% 3.60% 2 Roti Isi Coklat ICK 23566.63 4.35% 2.02% 4.17% 2.64% 3 Roti Sobek Coklat TOC 16112.03 5.63% 2.55% 6.83% 4.58% 4 Roti Tawar Kupas RKU 14004.48 3.55% 3.06% 7.25% 12.51%

(Sumber : PPIC PT. NIC, diolah)

Loss produksi rata-rata untuk roti tawar spesial pada bulan Januari

2008 menunjukkan nilai sebesar 3,34% dengan standar deviasi sebesar

1,16% dari output (POC) rata-rata sebesar 67508,55 pcs/hari. Standar

deviasi yang diperoleh merupakan selisih simpangan atau deviasi dari

setiap nilai tehadap nilai rata-rata hitung. Jumlah loss produksi rata-rata ini

mengalami peningkatan pada bulan Februari 2008 menjadi 4,42% dengan

standar deviasi 3,60%. Pada produksi roti isi coklat bulan Januari 2008

diketahui bahwa loss produksi rata-rata sebesar 4.35% (σ = 2,02%) dari

output rata-rata sebesar 23566,63 pcs/hari dan mengalami penurunan pada

bulan Februari 2008 dengan nilai sebesar 4,17% (σ = 2,64%). Produksi

Page 92: F08anu.pdf

77

roti sobek coklat bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata

sebesar 5,63% (σ = 2,55%) dari output rata-rata sebesar 16112,03 pcs/hari

dan meningkat pada bulan Februari 2008 dengan loss produksi rata-rata

sebesar 6,83% (σ = 4,58%). Selain itu, produksi rata-rata roti tawar kupas

bulan Januari 2008 memiliki loss produksi rata-rata sebesar 4,51% (σ =

9,04%) dari output rata-rata sebesar 14004,48 pcs/hari dengan adanya

peningkatan pada bulan Februari 2008 menjadi 7,25% (σ = 12,51%).

Peningkatan loss produksi yang terjadi secara umum menunjukkan upaya

untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai nilai serendah

mungkin atau berorientasi zero defect (0%) belum terlaksana dengan baik.

Kehilangan dalam proses produksi (loss production) merupakan

masalah yang tidak bisa dihindari. Walaupun demikian, untuk

menciptakan peningkatan berkelanjutan, sumber-sumber loss production

harus diperhatikan dan diperbaiki agar tidak terus menerus menghasilkan

kerusakan produk. Peneliti menemukan masih terdapat sumber loss

produksi pada lini produksi roti tawar yang menciptakan scrap dan reject

roti seperti pada mesin rounder, mesin depanning, dan mesin packer. Pada

mesin rounder, terdapat jumlah scrap yang cukup banyak yang disebabkan

oleh bahan adonan yang terus menerus menempel pada permukaan

rounder. Hal ini bisa diatasi misalnya dengan selalu memberikan pelumas

seperti minyak goreng pada permukaan rounder agar adonan roti yang

menempel tidak terlalu banyak. Pada mesin depanning, produk yang tidak

terlepas dari loyang dan terlambat ditangani operator akan menjadi rusak.

Pada mesin packer sering terdapat produk yang terpotong oleh mesin

pembentuk kemasan. Pengurangan masalah-masalah secara berkelanjutan

diharapkan dapat mengurangi jumlah loss produksi untuk peningkatan

kinerja kualitas.

2. Tingkat Persediaan.

Pengukuran tingkat persediaan dapat dilakukan berdasarkan pada

perbandingan jumlah bahan baku, barang dalam proses, dan produk akhir

dengan periode sebelumnya. Berikut ini disajikan grafik tingkat persediaan

untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A antara lain tepung terigu

Page 93: F08anu.pdf

78

CKE, Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, dan Filler coklat

DC2624F untuk periode Januari-Maret 2008.

Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE(Januari - Maret 2008)

0.00

10,000.00

20,000.00

30,000.00

40,000.00

50,000.00

60,000.00

70,000.00

80,000.00

90,000.00

100,000.00

110,000.00

Jan Feb Mar

Bulan

To

tal P

erse

dia

an (

Kg

)

Tepung Terigu CKE

Buffer Stock

Tingkat persediaan tepung terigu CKE pada periode Januari-Maret

2008 berfluktuasi dengan mengikuti pola yang acak (random) (Gambar 10).

Tingkat persediaan terendah (minimum) pada periode tersebut sebesar

38.430 kg dan maksimum sebesar 100.580 kg. Rata-rata persediaan tepung

terigu CKE untuk periode tersebut adalah 70.560 kg dengan standar deviasi

senilai 13685 kg. Tingkat persediaan tepung terigu CKE memiliki buffer

stock sebanyak ± 64946,3 kg (2 hari pengunaan). Tingkat persediaan yang

terus berfluktuasi secara acak dengan standar deviasi (selisih simpangan

setiap data dari nilai rata-rata) yang tinggi menunjukkan upaya untuk

meminimumkan tingkat persediaan tepung terigu CKE belum maksimal.

Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat digunakan bergantian

sebagai barang substitusi, sehingga tingkat persediaannya untuk suatu

periode merupakan jumlah kedua persediaan tersebut. Persediaan Palmia

Shortening dan Maestro Baker Fat pada periode Januari-Maret 2008,

memiliki buffer stock sebanyak ± 4406.28 kg (3-4 hari dengan penggunaan.

Tingkat persediaan terendah yaitu 1.350 kg dan tingkat persediaan tertinggi

Gambar 10. Grafik Tingkat Persediaan Tepung Terigu CKE

Page 94: F08anu.pdf

79

yaitu mencapai 10.500 kg. Rata-rata tingkat persediaan Palmia Shortening

dan Maestro Baker Fat sebesar 5.404 kg dengan standar deviasi senilai

1.827 kg. Tingkat persediaan Palmia Shortening dan Maestro Baker Fat

memiliki kecenderungan (trend) naik.

Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat (Januari - Maret 2008)

0.00

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

8,000.00

9,000.00

10,000.00

11,000.00

12,000.00

Jan Feb Mar

Bulan

Tin

gka

t P

erse

dia

an (

Kg

)

Palmia Shortening /Maestro Baker Fat

Buffer Stock

Tingkat Persediaan Gula Pasir (Januari - Maret 2008)

0.00

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

8,000.00

9,000.00

10,000.00

11,000.00

12,000.00

13,000.00

14,000.00

15,000.00

16,000.00

17,000.00

18,000.00

19,000.00

20,000.00

21,000.00

22,000.00

23,000.00

Jan Fe Mar

Bulan

Kg Gula Pasir

Buffer Stock

Gambar 11. Grafik Tingkat Persediaan Palmia Shortening/Maestro Baker Fat

Gambar 12. Grafik Tingkat Persediaan Gula Pasir

Page 95: F08anu.pdf

80

Tingkat persediaan gula pasir juga memiliki kecenderungan (trend)

yang naik dengan model trend kuadratik (Gambar 12). Tingkat persediaan

terendah mencapai 2.021,9 kg, tertinggi mencapai 21.435,1 kg, rata-rata

sebesar 9.864 kg, dan standar deviasi senilai 3.678 kg. Buffer stock gula

pasir sebesar ± 6490,5 kg (2 hari penggunaan).

Tingkat persediaan filler coklat berfluktuasi mengikuti pola acak

(random) (Gambar 13). Dengan tingkat penggunaan rata-rata harian ± 1.700

kg/hari dan tingkat buffer stock sebesar ± 5082,18 kg (3-4 hari penggunaan),

persediaan filler coklat DC 3624 F memiliki tingkat persediaan terendah

yaitu 2.950 kg dan tertinggi mencapai 11.649 kg. Nilai rata-rata tingkat

persediaan filler coklat 6.913 kg dan standar deviasi sebesar 2.187 kg.

Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F (Januari - Maret 2008)

0.00

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

8,000.00

9,000.00

10,000.00

11,000.00

12,000.00

13,000.00

Jan Feb Mar

Bulan

Tin

gka

t P

erse

dia

an (

Kg

)

Filler Coklat DC 3624 F

Buffer Stock

Gambar 13. Grafik Tingkat Persediaan Filler Coklat DC 3624 F

Tingkat persediaan yang berfluktuasi dari setiap bahan baku

menunjukkan pencapaian kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada

dalam keadaan minimum belum sepenuhnya tercapai. Kondisi ideal yang

diharapkan adalah tingkat persediaan selalu berada dalam tingkat buffer

stock yang ditetapkan (sebagai tingkat persediaan minimum). Sebaiknya

perusahaan mulai memperhatikan kinerja tingkat persediaan, sehingga

dengan tingkat persediaan minimum yang berorientasi kepada zero

Page 96: F08anu.pdf

81

inventory dapat menjalankan prinsip Just In Time dengan baik dan mampu

mengeliminasi segala bentuk pemborosan. Persediaan dengan tingkat buffer

stock yang tinggi, namun tidak pernah terjadi kekurangan, dapat mulai

diupayakan untuk diturunkan hingga mendekati tingkat terendah agar

orientasi zero inventory dapat dilaksanakan.

3. Produktivitas

Produktivitas (productivity) adalah perbandingan antara output

(barang dan jasa) dibagi dengan satu atau lebih input (sumber daya, seperti

tenaga kerja dan modal) (Heizer dan Render, 2005). Produktivitas dapat

dibedakan atas dua jenis, yaitu produktivitas parsial dan produktivitas total.

Penggunaan hanya satu sumber daya sebagai input untuk mengukur

produktivitas disebut produktivitas parsial, sedangkan produktivitas total

memasukkan semua input (tenaga kerja, material, energi, modal) untuk

mengukur produktivitas.

Pengukuran produktivitas dilakukan oleh peneliti secara parsial

yaitu produktivitas tenaga kerja. Produksi yang tinggi dapat

mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat

ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu

mencerminkan tingginya produktivitas. Pekerja merupakan input yang

paling penting bagi perusahaan, sehingga tingkat produktivitas tenaga

kerja sangat menentukan keberhasilan perusahaan.

Pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan

beragam cara antara lain perbandingan total produk dengan jumlah jam

kerja, perbandingan total produk dengan jumlah pekerja yang terlibat

dalam produksi, atau kombinasi keduanya yaitu perbandingan total produk

yang dihasilkan dengan jumlah pekerja dikalikan dengan jam kerja yang

diperlukan.

Produktivitas tenaga kerja = output yang dihasilkan jumlah pekerja x jam kerja

Tabel 11 menunjukkan jumlah pekerja yang terlibat dalam lini

produksi Roti Tawar.

Page 97: F08anu.pdf

82

Tabel 11. Man Power Produksi Roti Tawar People

Section Job Description Line 1 Line 2

Mixer Mixing 3 orang 3 orang Make up Devider 1 orang 1 orang

Make up 1 orang 1 orang Racking 1 orang 1 orang Dorong dan Resting 2 orang 2 orang

Oven Baking 7 orang 5 orang Packer Packing 4 orang 7 orang

Total 39 orang Sumber : Spv Produksi PT. NIC

Dengan diketahuinya jumlah pekerja yang terlibat dalam proses

produksi, serta jumlah jam kerja yaitu 8 jam per hari dengan 3 shift kerja

maka produktivitas tenaga kerja pada masing-masing lini adalah sebagai

berikut :

Tabel 12. Produktivitas Tenaga Kerja Plant Roti Tawar (Januari-Maret 2008) Produktivitas Tenaga Kerja

(Pcs/Orang.Jam) No. Bulan

Kapasitas Output

Maksimum (Pcs/hari)

Potensi Maksimum

Rata-rata Standar Deviasi

(σ) 1 Januari 98.608 10.121 2 Februari 102.676 12.530 3 Maret

110784 118.359 103.462 12.941

(Sumber : PT. NIC, diolah)

Plant roti tawar memiliki kapasitas untuk menghasilkan output

secara maksimum sebanyak 110784 pcs/hari atau 4616 pcs/jam sehingga

dapat diketahui potensi produktivitas maksimum plant roti tawar sebesar

118,359 pcs/orang.jam. Output (POC) rata-rata yang dihasilkan sebesar

92297,6 pcs/hari pada bulan Januari 2008, sebesar 96105 pcs/hari pada

bulan Februari 2008 dan sebesar 96840,8 pcs/hari pada bulan Maret 2008.

Dengan output rata-rata tersebut maka dihasilkan produktivitas tenaga kerja

rata-rata untuk plant roti tawar sebesar 98,608 pcs/orang.jam (σ = 10,121)

untuk bulan Januari 2008, sebesar 102,676 pcs/orang.jam (σ = 12,530)

untuk bulan Februari 2008 dan sebesar 103,462 pcs/orang.jam (σ = 12,941)

untuk bulan Maret 2008. Produktivitas tenaga kerja plant roti tawar tersebut

Page 98: F08anu.pdf

83

menunjukkan nilai yang masih dibawah potensi maksimum, namun

mengalami peningkatan setiap bulannya. Hal tersebut menunjukkan

peningkatan produktivitas tenaga kerja terus dilakukan untuk mencapai

produktivitas setinggi mungkin dalam menghasilkan output yang optimum.

Meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan efisiensi

(mengerjakan pekerjaan dengan baik dengan sumber daya dan waste yang

minimum). Peningkatan produktivitas seringkali dilakukan dengan

menyibukkan para pekerja untuk membuat produk secepat mungkin.

Namun, bekerja lebih cepat untuk mendapatkan sebanyak mungkin hasil

dari para pekerja merupakan bentuk lain dari pemborosan dan akan

memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja secara keseluruhan (inefisiensi).

Peningkatan produktivitas lebih baik dilakukan dengan meningkatkan

output yang disertai dengan penggunaan sumber daya serta menghasilkan

pemborosan (waste) yang minimum.

Penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo

ditujukan untuk memberikan manfaat yang terukur dari kinerja kualitas,

tingkat persediaan, dan produktivitas. Walaupun terjadi peningkatan

produktivitas tenaga kerja di plant roti tawar, kinerja kualitas secara umum

mengalami peningkatan dan tingkat persediaan sangat berfluktuasi yang

menunjukkan pencapaian kinerja sistem Just In Time yang diterapkan oleh

perusahaan belum optimal. Peningkatan kinerja sistem Just In Time dapat

dilakukan dengan memperhatikan secara lebih ketat implementasi elemen-

elemen sistem tersebut terutama elemen yang paling mempengaruhi sistem

Just In Time.

D. Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang

diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo tidak sepenuhnya sesuai

dengan teori. Dalam pembahasan mengenai penerapan sistem Just In Time di

PT. Nippon Indosari Corpindo, diketahui bahwa terdapat beberapa elemen dari

beberapa faktor yang tidak relevan dengan keadaan sebenarnya, sehingga

tidak diikutsertakan dalam penyusunan hubungan keterkaitan kerangka ANP.

Page 99: F08anu.pdf

84

Elemen-elemen yang tidak diterapkan di PT. Nippon Indosari Corpindo antara

lain :

1. elemen terdapatnya dukungan untuk peningkatan Just In Time pada

pemasok dalam faktor supplier;

2. elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan peralatan dalam

faktor layout;

3. elemen penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke) dan

penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality management;

4. elemen terdapatnya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan seluruh

peralatan dan mesin pada faktor preventive maintenance; serta

5. elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja (empowerment)

dan sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job

enrichment) pada faktor employee empowerment.

Kuesioner berupa pertanyaan untuk menentukan pendapat dengan

perbandingan berpasangan diberikan kepada tujuh (7) orang responden ahli

yang berperan penting dalam pelaksanaan produksi PT. Nippon Indosari

Corpindo serta berkaitan erat dengan sistem Just In Time di perusahaan.

Responden tersebut antara lain Manager SCM, Manager PDQA, Manager

HRD&GA, Supervisor PPIC, Supervisor Produksi, Supervisor Teknik dan

Supervisor QA.

Penilaian atau pendapat dari ketujuh responden digabungkan dengan

menggunakan rumus rata-rata geometrik, yang hasilnya merupakan input dari

software Superdecision 1.6.0 yang digunakan sebagai alat bantu analisis ANP.

Pada Gambar 14 dapat dilihat salah satu tampilan input perbandingan

berpasangan Superdecision 1.6.0. Dengan diinputkannya pendapat gabungan

dalam perbandingan berpasangan menggunakan software Superdecision 1.6.0

maka dihasilkan output hasil sintesis yang disajikan pada Gambar 15 dan 16.

Page 100: F08anu.pdf

85

Gambar 14. Tampilan Input Perbandingan Berpasangan Superdecision 1.6.0

Selain itu, pada Gambar 17 dapat dilihat gambaran bobot setiap faktor

dan elemen serta pengaruh antar elemen yang dominan, baik pengaruh elemen

dari faktor itu sendiri (looping) maupun pengaruh elemen dari faktor lainnya.

Gambar 15. Hasil Sintesis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time

Page 101: F08anu.pdf

86

Gambar 16. Prioritas Faktor dan Elemen Sistem Just In Time

Page 102: F08anu.pdf

87

Gambar 17. Bobot Faktor dan Elemen serta Pengaruh Antar Elemen yang DOminan

Page 103: F08anu.pdf

88

Tabel 13 menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari

Corpindo. Bobot yang didapatkan merupakan hasil dari limiting supermatrix

yang dinormalisasi terhadap faktor (cluster) masing-masing sehingga jumlah

setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu (stokastik).

Tabel 13. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor penentu kinerja Just In Time

Faktor Bobot Peringkat

1. Supplier 0.14259 4

2. Inventory 0.09411 5

3. Schedulling 0.27590 1

4. Layout 0.17055 3

5. Quality Management 0.04534 7

6. Preventive Maintenance 0.05439 6

7. Employee Empowerment 0.21713 2

Dari hasil sintesis ANP dapat diketahui peringkat faktor-faktor yang

memberikan pengaruh terhadap pencapaian kinerja sistem Just In Time yang

diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo. Faktor Schedulling

memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time pada peringkat

pertama dengan bobot 0.27590, kemudian diikuti oleh faktor Employee

Empowerment dengan bobot 0.21713, faktor Layout dengan bobot 0.17055,

faktor Supplier dengan bobot 0.14259, faktor Inventory dengan bobot 0.09411,

faktor Preventive Maintenance dengan bobot 0.05439, dan peringkat terakhir

adalah faktor Quality Management dengan bobot 0.04534.

1. Faktor Schedulling

Suatu rencana yang lebih rinci yang menguraikan rencana agregat

sehingga bersifat operasional dalam kegiatan produksi disebut Jadwal

Induk Produksi (Master Production Schedule). MPS bertujuan

menentukan kebutuhan untuk semua item untuk proses produksi dalam

periode waktu yang lebih singkat (Bills Of Materials), menetapkan batas

Page 104: F08anu.pdf

89

akhir penyelesaian (due dates) order produksi untuk dikirimkan ke

konsumen dan memberikan gambaran kebutuhan sumber daya yang lebih

rinci (Machfud, 1999). Dalam faktor schedulling, terdapat elemen-elemen

yang diperingkatkan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja

sistem Just In Time. Bobot dan peringkat masing-masing elemen tersebut

dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.

Tabel 14. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Schedulling

Faktor Bobot Peringkat

1. Jadwal terkomunikasikan ke pemasok 0.28219 2

2. Jadwal campur merata 0.50517 1

3. Pembekuan jadwal jatuh tempo 0.21264 3

a. Jadwal campur merata

Jadwal campur merata menjadi peringkat pertama (bobot

0.50517) dalam faktor Schedulling untuk mendukung penerapan sistem

Just In Time. Pelaksanaan produksi campur merata di PT. Nippon

Indosari Corpindo mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk

produksi, kuantitas roti yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin

yang tersedia. Urutan produksi dalam jadwal campur merata

mempertimbangkan jenis produk berdasarkan data permintaan yang

lalu (history), serta klasifikasi produk berdasarkan tingkat permintaan

yaitu produk pareto dan produk non pareto.

Dalam sistem Just In Time, permintaan total pada setiap bulan

merupakan rencana produksi bulanan yang dikonversi menjadi rencana

produksi harian dengan tingkat produksi yang merata sepanjang bulan

itu. Perubahan tingkat produksi harian setiap bulannya dapat dicapai

dengan cara menyesuaikan kapasitas untuk memenuhi permintaan total

pada bulan itu. Stabilisasi produksi mampu menyesuaikan sumber-

sumber daya dengan kebutuhannya dan efisiensi dapat

dimaksimumkan.

Page 105: F08anu.pdf

90

Berdasarkan bobot yang dihasilkan pada supermatriks

terbobot (weight supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen jadwal

campur merata (peringkat pertama pada faktor schedulling) memiliki

keterkaitan dengan elemen lain. Elemen tersebut antara lain ukuran lot

yang kecil (bobot pengaruh 0.05744) dan waktu set up yang singkat

(bobot pengaruh 0.17233) pada faktor inventory; elemen work cell

untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.10995) pada faktor layout;

pemeliharaan rutin harian (bobot pengaruh 0.27604) pada faktor

preventive maintenance; serta eleman pelatihan (bobot pengaruh

0.09493), dan pelatihan silang (bobot pengaruh 0.09493) pada faktor

employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut

digambarkan pada Gambar 17.

Untuk mewujudkan penjadwalan produksi berbasis harian,

ukuran lot produksi harus konstan dalam kuantitas yang lebih kecil,

meningkatkan frekuensi kebutuhan bahan baku dalam kuantitas yang

sedikit, waktu set up untuk changeover (pergantian produksi dari satu

item ke item lain) yang lebih cepat, dan meningkatkan fleksibilitas.

Selain itu, untuk menjaga produksi yang konstan diperlukan

pemeliharaan rutin harian untuk mencegah mesin berhenti akibat

kerusakan (machine breakdown). Untuk melaksanakan produksi

campur merata yang memproduksi bermacam produk dalam lini

produksi diperlukan pelatihan dan pelatihan silang agar para pekerja

mengerti dan tanggap terutama pada saat changeover terjadi.

b. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok

Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok (peringkat kedua,

bobot 0.28219) dilakukan dengan mengkomunikasikan estimasi

kebutuhan bahan baku untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk

Purchase Order (PO) bulanan. Sebelumnya dilakukan pembuatan

MRP yang berdasar kepada MPS atau dalam istilah Order To Factory

(OTF) yang diturunkan dari hasil peramalan (forecasting) departemen

Sales & Marketing.

Page 106: F08anu.pdf

91

Kebutuhan bahan baku setiap bulan dan yang harus dipesan

per hari kepada pemasok dapat diketahui dari MRP yang dibuat. MRP

memperhitungkan lead time, buffer stock yang menjadi dasar dalam

pembuatan Purchase Request (PR) untuk diserahkan kepada

departemen Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen

Purchasing membuat dan mengirimkan Purchase Order (PO) kepada

pemasok mengenai jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan

baku.

Pengkomunikasian jadwal produksi kepada pemasok dalam

bentuk pesanan material yang diperlukan untuk proses produksi sangat

diperlukan agar sistem Just In Time terlaksana dengan baik. Setiap

pemesanan dalam bentuk Purchase Order kepada pemasok

memberikan kepastian kepada pemasok untuk mempersiapkan dan

memproduksi pesanan yang harus dikirimkan tepat waktu sesuai lead

time, lot size, dan frekuensi pengiriman yang telah disepakati kedua

belah pihak. Semakin lancar jadwal terkomunikasikan kepada pemasok,

maka semakin lancar pula kedatangan material yang diperlukan untuk

menciptkan kelancaran produksi dalam memenuhi permintaan

konsumen.

c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo

Peringkat ketiga pada faktor Schedulling adalah pembekuan

jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo (bobot 0.21264). Order

To Factory (OTF) H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP

kebutuhan produksi aktual harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan

dalam Production Planning Schedule atau Order To Production (OTP).

Dengan disahkannya OTF H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo)

menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak tejadi perubahan

lagi untuk digunakan dalam proses produksi.

Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo

diperlukan dalam kelancaran dan kepastian penjadwalan (schedulling)

produksi. Dengan terciptanya kepastian produksi yang disampaikan

Page 107: F08anu.pdf

92

kepada seluruh departemen dengan sistem informasi yang baik

menciptakan sistem Just In Time yang semakin konsisten. Faktor

Schedulling menjadi peringkat pertama dan menjadi suatu faktor yang

perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajemen maupun operator

agar mampu menjalankan produksi secara baik untuk memuaskan

konsumen.

2. Faktor Employee Empowerment

Faktor Employee Empowerment (pemberdayaan pekerja) menjadi

peringkat kedua sebagai faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT.

Nippon Indosari Corpindo dengan bobot 0.21713. Pemberdayaan pekerja

dilakukan dengan dilakukannya pelatihan silang (cross training) dan

pelatihan (training). Berikut ini disajikan bobot dan peringkat berdasarkan

pengaruh dari setiap elemen terhadap kinerja sistem Just In Time.

Tabel 15. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Employee Empowerment

Faktor Bobot Peringkat

1. Training 0.46538 2

2. Cross Training 0.53462 1

Pemberdayaan pekerja bermanfaat dalam meningkatkan kualitas

lingkungan kerja sehingga para pekerja dapat bekerja dengan lebih baik.

Hal ini tentunya menguntungkan pekerja dan perusahaan dan mampu

memenuhi permintaan dengan tepat waktu dan tepat jumlah dengan lebih

baik lagi.

a. Pelatihan silang (cross training)

Pelatihan silang (cross training) (peringkat pertama, bobot

0.53462) terjadi ketika pekerja A melakukan tugas pekerja B atau

sebaliknya. Pelatihan silang dapat menciptakan variasi pekerjaan dan

melatih para pekerja untuk lebih fleksibel ketika ditempatkan di sel

kerja mana saja. Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon

Indosari Corpindo terdiri atas beberapa bagian sel kerja (section)

dengan beberapa pekerja dalam satu section tersebut. Untuk

Page 108: F08anu.pdf

93

mengurangi tingkat kejenuhan dilakukan perputaran (rotasi) pekerja

dalam satu section tersebut. Setiap section memiliki tugas yang

berbeda sehingga cross training masih dilakukan hanya untuk pekerja

dalam section yang sama. Hal tersebut disebabkan karakteristik tugas

yang berbeda dari masing-masing section. Sebagai contoh, section

mixer bertugas mengoperasikan mesin mixer untuk mencampurkan

bahan baku, berbeda dengan pekerjaan membentuk adonan untuk

dimasukkan ke dalam loyang pada section make up. Keterampilan

khusus dengan karakteristik yang sama memudahkan terciptanya cross

training yang baik diantara pekerja dalam setiap section.

Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight

supermatrix) dapat diketahui bahwa elemen pelatihan silang (cross

training) dipengaruhi oleh beberapa elemen lain seperti pelatihan

(training) (bobot pengaruh 0.4126) pada faktor employee

empowerment; work cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh

0.12996), dan jarak antar sel yang pendek (bobot pengaruh 0.12996)

untuk faktor layout. Pengaruh antar elemen tersebut yang dominan

digambarkan pada Gambar 17.

Pelatihan silang tidak dapat berjalan dengan baik apabila

pekerja tidak mendapatkan pelatihan secara umum mengenai sistem

produksi. Pelatihan silang pun dapat berjalan dengan baik apabila

pengaturan tata letak lantai pabrik telah mengatur sel kerja (work cell)

untuk memproduksi produk yang sejenis dengan jarak antar selnya

yang pendek. Dengan pengaturan tata letak tersebut dapat menciptakan

komunikasi antar pekerja dan meningkatkan efisiensi dalam

pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Pelatihan (training)

Keberhasilan organisasi mencapai tujuannya serta dalam

menghadapi berbagai tantangan ditentukan oleh kemampuan

mengelola pekerja dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan

suatu sistem yang disebut pelatihan (training) yang mengorganisir

Page 109: F08anu.pdf

94

antara kebutuhan organisasi dengan kondisi yang sebenarnya. Bobot

sebesar 0.46538 menunjukkan bahwa pelatihan (training) dalam

peningkatan kinerja sistem Just In Time memberikan pengaruh yang

hampir sama dengan pelatihan silang (cross training).

Just In Time menganggap faktor manusia bukan hanya

sebagai faktor produksi, namun berupaya untuk mengangkat harkat

pekerja sehingga tercipta rasa memiliki sebagian dari perusahaan.

Sistem Just In Time perlu didukung oleh komitmen manajemen secara

terus menerus melakukan investasi pada sumber daya manusia dan

menciptakan budaya peningkatan berkelanjutan (continuous

improvement). Dengan dilakukannya pelatihan terhadap para pekerja

tentang pentingnya peningkatan berkelanjutan dapat membawa

perusahaan ke arah yang lebih baik dan secara langsung maupun tidak

langsung dapat memuaskan konsumen. Walaupun demikian, pelatihan

bukanlah suatu budaya yang rutin untuk dilakukan. Hal yang lebih

penting adalah komunikasi antara pihak manajemen dengan para

pekerja di lapangan dalam pelaksanaan pokok-pokok materi yang telah

diberikan dalam pelatihan.

3. Faktor Layout

Faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari

Corpindo yang menjadi peringkat ketiga adalah faktor Layout (tata letak)

dengan bobot 0.17055. Faktor tata letak mendukung upaya penghilangan

pemborosan dalam sistem Just In Time. Merubah desain tata letak lantai

pabrik tidak mudah untuk dilakukan ketika terdapat ketidaksesuaian.

Peralatan atau mesin yang terlampau besar, terlalu berat, dan biaya yang

besar menjadi kendala untuk melakukan penataan kembali letak mesin

dalam urutan proses yang tepat. Walaupun demikian, untuk menuju ke

sistem yang baik, pengaturan mesin-mesin perlu terus diupayakan menjadi

suatu integrasi dalam jalur produksi yang efisien.

Page 110: F08anu.pdf

95

Faktor layout memiliki elemen-elemen yang mendukung

pelaksanaan sistem Just In Time di perusahaan. Elemen-elemen beserta

bobot dan peringkatnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Layout

Faktor Bobot Peringkat

1. Work cell untuk produk sejenis 0.49744 1

2. Jarak antar sel yang pendek 0.35212 2

3. Tempat kecil persediaan WIP 0.15044 3

a. Work cell untuk produk sejenis

Elemen work cell untuk produk sejenis berpengaruh dengan

peringkat pertama (bobot 0.49744) dalam implementasi sistem Just In

Time untuk faktor Layout. Tata letak pabrik PT. Nippon Indosari

Corpindo memiliki desain sel kerja (work cell) yang memproduksi

produk sejenis (product family). Sel kerja (work cell) dalam lantai

pabrik plant roti tawar secara garis besar terdiri atas empat bagian

(section) sel kerja yaitu (1) Mixing, yang terdiri atas mesin mixer dan

ruang fermentasi awal, untuk membuat adonan sponge dan dough; (2)

Make Up, yang terdiri atas mesin devider, rounder, OHP, moulder,

dan panning, untuk menghasilkan adonan yang berukuran sesuai

dengan standar dan siap ditempatkan pada loyang; (3) Baking, yaitu

oven dan mesin depanning, untuk melakukan proses memanggang dan

mengelurkan roti dari loyang; serta (4) Packing, mulai dari cooling

conveyor, slicer, packer, metal detector, hingga kratting, sebagai

proses akhir dan pengemasan produk.

Berdasarkan bobot pengaruh yang didapatkan dari

supermatriks terbobot (weight supermatrix), elemen work cell untuk

produk sejenis yang menjadi peringkat pertama dalam faktor Layout

berkaitan dengan beberapa elemen lain seperti sistem tarik (pull

system) (bobot pengaruh 0.03945), ukuran lot kecil (bobot 0.11835),

dan waktu set up yang singkat (bobot pengaruh 0.11835), yang

Page 111: F08anu.pdf

96

merupakan elemen dari faktor inventory; serta jadwal campur merata

(bobot pengaruh 0.34365), dan elemen pembekuan jadwal jatuh tempo

(bobot pengaruh 0.11455) pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar

dari setiap elemen tersebut digambarkan pada Gambar 17.

Sistem tarik menuntut lini produksi untuk memproduksi

produk sesuai dengan permintaan konsumen, sehingga diperlukan

ukuran lot yang kecil dengan waktu set up yang singkat dalam

pelaksanaan proses produksi. Hal tersebut mendukung pengaturan sel

kerja (work cell) untuk memproduksi produk yang sejenis agar dapat

berproduksi lebih efisien sesuai dengan jadwal yang ditentukan untuk

memenuhi permintaan konsumen.

b. Jarak antar sel yang pendek

Jarak antar sel yang pendek yang menjadi peringkat kedua

(bobot 0.35212) dalam faktor Layout. Peralatan diorganisasikan untuk

mengikuti aliran bahan baku yang sejalan dengan perubahannya

menjadi produk. Proses diorganisasikan dalam bentuk huruf U, yang

merupakan cara yang baik untuk gerakan orang dan bahan baku yang

efisien dan komunikasi yang baik. Selain itu, dapat juga diatur

membentuk garis lurus atau huruf L (Liker, 2006).

Tata letak yang baik dengan jarak antar sel yang pendek dapat

mereduksi transportasi yang tidak perlu. Memindahkan material,

barang dalam proses (WIP), atau barang jadi dalam jarak yang jauh ke

dalam atau ke luar gudang atau antar proses merupakan pemborosan

yang disebabkan tata letak yang tidak sesuai. Selain itu, tata letak yang

efektif juga dapat mengurangi gerakan yang tidak perlu. Setiap

gerakan pekerja yang sia-sia saat melakukan pekerjaannya, seperti

mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat, dan lain sebagainya

dapat sedikit demi sedikit dihilangkan.

Page 112: F08anu.pdf

97

c. Tempat kecil untuk persediaan WIP.

Elemen tempat kecil persediaan Work In Process (WIP)

memberikan pengaruh pada peringkat ketiga (0.15044) yang

dipengaruhi oleh elemen jarak sel yang pendek yang diterapkan di

lantai pabrik, serta dipengaruhi oleh kebijakan penggunaan ukuran lot

yang kecil untuk menjaga tingkat persediaan minimum.

Dengan jarak sel yang pendek secara tidak langsung

memberikan tempat yang kecil untuk persediaan WIP. Tempat yang

kecil sudah mencukupi untuk persediaan WIP jika ukuran lot yang

digunakan dalam produksi merupakan ukuran lot yang kecil. Hal ini

mendukung implementasi tingkat persediaan minimum dalam sistem

produksi secara Just In Time.

4. Faktor Supplier

Suatu industri dalam memproduksi produk untuk memenuhi

permintaan konsumen memerlukan dukungan dari pemasok dalam

penyediaan bahan baku. Sistem produksi yang berorientasi kepada

kepuasaan pelanggan perlu mengintegrasikan ketiga komponen utama,

yaitu pemasok material, pabrik, dan konsumen sebagai satu sistem yang

utuh. Peranan pemasok sangat diperlukan dalam kelancaran sistem Just In

Time tingkat hulu yang harus mampu menyediakan material yang tepat,

pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat pula kepada pabrik.

Faktor supplier (pemasok) merupakan peringkat keempat (bobot

0.14259) dalam upaya peningkatan kinerja sistem Just In Time di PT.

Nippon Indosari Corpindo. Faktor ini berkaitan dengan elemen-elemen,

yaitu dilakukannya peningkatan frekuensi pengiriman dengan jumlah yang

kecil untuk setiap pengiriman, adanya kontrak jangka panjang antara

perusahaan dengan pemasok, dan lokasi pemasok berada dekat dengan

pabrik yang memiliki bobot dan peringkat sebagai berikut.

Page 113: F08anu.pdf

98

Tabel 17. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Supplier

Faktor Bobot Peringkat

1. Lokasi pemasok dekat 0.27021 3

2 Peningkatan frekuensi pengiriman 0.37427 1

3. Kontrak jangka panjang 0.35552 2

a. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil

Frekuensi pengiriman dari pemasok diusahakan agar sesering

mungkin dengan ukuran lot dalam jumlah kecil. Dengan peningkatan

pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil tersebut maka diharapkan

bahan baku yang datang langsung digunakan sehingga tingkat

persediaan pun diminimumkan mendekati nilai nol. Frekuensi

pengiriman material dipengaruhi oleh tingkat penggunaan, kapasitas

gudang dan lead time. Semakin sering frekuensi pengiriman ke gudang

pabrik dalam jumlah kecil dan digunakan pada hari yang sama, dapat

mempertahankan tingkat persediaan minimum yang keduanya sangat

diperlukan dalam meningkatkan kinerja sistem Just In Time.

Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight

supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen yang menjadi peringkat

pertama dalam faktor supplier ini dipengaruhi oleh elemen lainnya

seperti lokasi pemasok dekat dengan pabrik (bobot pengaruh 0.1018)

dan kontrak jangka panjang (bobot pengaruh 0.1018) pada faktor

supplier; elemen tingkat persediaan minimum (bobot pengaruh

0.12216), ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.04072), waktu set

up yang singkat (bobot pengaruh 0.04072) pada faktor inventory; serta

elemen jadwal terkomunikasikan pemasok (bobot pengaruh 0.34654)

pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut

terhadap elemen peningkatan frekuensi pengriman digambarkan pada

Gambar 17.

Peningkatan frekuensi pengiriman material dapat semakin

efektif apabila lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik. Selain itu,

Page 114: F08anu.pdf

99

pengaturan frekuensi pengiriman material disepakati melalui kontrak

jangka panjang dengan pemasok. Kebijakan untuk meminimumkan

persediaan dengan menggunakan ukuran lot yang kecil mempengaruhi

kebijakan untuk meningkatkan frekuensi pengiriman dari pemasok.

Selain itu, jadwal yang terkomunikasikan kepada pemasok secara

lancar akan memperlancar pula pengiriman material dari pemasok

yang dapat mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang diterapkan

di perusahaan.

b. Kontrak jangka panjang

Elemen peningkatan frekuensi pengiriman (peringkat pertama,

bobot 0.37427) memiliki bobot yang hampir sama dengan elemen

kontrak jangka panjang (peringkat kedua, bobot 0.35552). Hal tersebut

menunjukkan faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam

implementasi sistem Just In Time dalam faktor supplier.

Dalam kontrak jangka panjang dilakukan kesepakatan dengan

pemasok mengenai frekuensi pengiriman, lead time, ukuran lot

pengiriman, harga dan diskon. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat

pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang

diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat

menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan

inspeksi/pemeriksaan terhadap bahan baku yang datang. Dengan

adanya kontrak jangka panjang dan dengan dibangunnya kemitraan

diharapkan dapat mewujudkan sistem Just In Time yang baik antara

perusahaan dengan pemasok.

c. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik

Lokasi pemasok dekat dengan pabrik memberikan pengaruh

pada peringkat ketiga (bobot 0.27021) terhadap kinerja sistem Just In

Time dalam faktor supplier. Lokasi geografis pemasok memberikan

pengaruh terhadap fekuensi dan ketepatan kedatangan bahan baku

secara Just In Time. Oleh karena itu, pemasok yang lebih dekat dengan

Page 115: F08anu.pdf

100

pabrik lebih diutamakan untuk menjaga kelancaran pengiriman

material secara Just In Time. Selain itu, pemasok dalam lokasi

geografis yang berdekatan tersebut memudahkan kunjungan dan

pemberian bantuan teknis kepada pemasok, serta menciptakan

pemahaman yang lebih baik dan cepat terhadap kebutuhan kualitas.

5. Faktor Inventory

Faktor peringkat kelima dengan bobot 0.09411 yaitu faktor

Inventory (persediaan). Faktor ini memiliki elemen-elemen yaitu tingkat

persediaan minimum, waktu set up yang singkat, ukuran lot yang kecil,

pengurangan variabilitas, dan sistem tarik (pull sistem). Bobot dan

peringkat untuk masing-masing elemen dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Inventory

Faktor Bobot Peringkat

1. Pull system 0.03424 5

2. Persediaan minimum 0.32625 1

3. Ukuran lot kecil 0.19797 3

4. Waktu set up singkat 0.32268 2

5. Pengurangan variabilitas 0.11887 4

a. Tingkat persediaan minimum

Elemen peringkat pertama faktor inventory yang mendukung

peningkatan sistem Just In Time adalah elemen tingkat persediaan

yang minimum (bobot 0.32625). Persediaan dalam sistem Just In Time

merupakan salah satu pemborosan yang harus dihilangkan. Menurut

Liker (2006), kelebihan bahan baku, barang dalam proses, atau barang

jadi menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang

rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta

keterlambatan.

Setiap perusahaan harus dapat mempertahankan sejumlah

persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi

Page 116: F08anu.pdf

101

kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat

serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. PT. Nippon Indosari

Corpindo menyimpan persediaan dengan memperhitungkan buffer

stock (persediaan penyangga). Buffer stock dipengaruhi oleh lamanya

lead time material, semakin panjang lead time maka semakin tinggi

jumlah buffer stock.

Pengadaan buffer stock merupakan hal yang sangat penting

untuk dilakukan terutama untuk material impor. Penentuan besarnya

buffer stock merupakan suatu proses yang harus dilakukan oleh

perusahaan secara cermat dan tepat. Apabila penentuan buffer stock

suatu material terlalu tinggi, mengakibatkan biaya penyimpanan yang

besar. Begitu pula sebaliknya, apabila buffer stock suatu bahan baku

terlalu kecil, maka fungsinya sebagai persediaan pengaman tidak

terealisasikan. Tingkat persediaan pada gudang PT. Nippon Indosari

Corpindo juga dipengaruhi oleh kapasitas gudang yang tidak terlalu

besar. Gudang yang kecil secara tidak langsung mempertahankan

tingkat persediaan minimum yang diperlukan dalam implementasi

sistem Just In Time. Sasaran dari sistem Just In Time adalah

menstabilkan mekanisme kerja dari sistem manufakturing dengan

melibatkan langsung pemasok dan konsumen dalam sistem tersebut,

sehingga kebijaksanaan terhadap stok pengaman dapat diminimumkan

menjadi nol (zero inventory).

Tingkat persediaan berkaitan erat dan dipengaruhi elemen-

elemen lain dalam faktor inventory sendiri seperti ukuran lot yang

kecil (bobot pengaruh 0.03262), waktu set up yang singkat (bobot

pengaruh 0.07469), dan pengurangan variabilitas (bobot pengaruh

0.08546). Bobot pengaruh tersebut didapatkan dari supermatriks

terbobot (weight supermatrix). Ukuran lot yang kecil mempengaruhi

tingkat persediaan, terutama persediaan Work In Process (WIP).

Dengan penggunaan ukuran lot yang kecil, menyebabkan persediaan

WIP menjadi minimum dan menuntut agar waktu set up yang relatif

singkat. Persediaan yang berlebih menyembunyikan masalah

Page 117: F08anu.pdf

102

(variabilitas) seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan

pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up

yang panjang. Dengan tingkat persediaan yang minimum maka

masalah-masalah tersebut muncul ke permukaan dan diselesaikan.

Selain itu, elemen tingkat persediaan minimum dipengaruhi

oleh elemen dari faktor lain seperti elemen lokasi pemasok dekat

dengan pabrik (bobot pengaruh 0.04576), peningkatan frekuensi

pengiriman (bobot pengaruh 0.11286), kontrak jangka panjang (bobot

pengaruh 0.01855) yang merupakan elemen dari faktor supplier;

elemen jadwal campur merata (bobot 0.34657) pada faktor

schedulling; serta elemen work cell untuk produk sejenis (bobot

pengaruh 0.02308) dan tempat kecil untuk persediaan WIP (bobot

pengaruh 0.06924) pada faktor layout.

Lokasi pemasok yang dekat dengan pabrik apabila memasok

material dengan frekuensi tinggi dalam jumlah kecil yang diatur dalam

kontrak jangka panjang dapat menjaga tingkat persediaan selalu

minimum. Selain itu, jadwal campur merata dengan memproduksi

produk bervariasi dalam ukuran lot kecil juga mendukung tingkat

persediaan minimum untuk digunakan dalam proses produksi. Dengan

pengaturan tata letak sel kerja (work cell) untuk produk sejenis dan

tempat kecil untuk persediaan WIP dapat mempengaruhi kebijakan

dalam meminimumkan tingkat persediaan. Pengaruh antar elemen

yang dominan dari setiap faktor digambarkan pada Gambar 17.

b. Waktu set up yang singkat

Elemen waktu set up yang singkat memberikan pengaruh pada

peringkat kedua (bobot 0.32268) dalam pelaksanaan sistem Just In

Time. Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,

mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan

pengujian (Agustina, dkk, 2007). Pengurangan waktu set up diperlukan

dalam menciptakan produksi campur merata dalam proses produksi di

PT. Nippon Indosari Corpindo. Produksi campur merata tidak

Page 118: F08anu.pdf

103

mungkin terjadi jika pabrik tidak menemukan cara untuk

menghilangkan waktu set up pada saat melakukan changeover. Set up

pada mesin dapat dilakukan pada saat mesin masih berjalan

(dinamakan set up eksternal) yang merupakan kebalikan dari set up

internal, pekerjaan yang dilakukan ketika mesin berhenti. Dilakukan

sebanyak mungkin kegiatan changeover saat mesin masih berjalan

sampai tidak ada lagi set up dengan menghentikan mesin berjalan.

Waktu set up yang singkat sangat diperlukan agar dapat tetap

mempertahankan produksi yang kontinu dalam memenuhi permintaan

konsumen secara Just In Time.

c. Ukuran lot yang kecil

Ukuran lot (lot size) atau ukuran batch (batch size) adalah

kuantitas dari item yang digunakan dalam proses produksi. Ukuran lot

yang kecil (peringkat ketiga, bobot 0.19797) dapat mempersingkat

lead time dimana sel kerja selanjutnya dari suatu proses produksi tidak

akan menunggu lebih lama hingga sel kerja sebelumnya

menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, ukuran lot yang kecil

memudahkan pemeriksaan terhadap barang dalam proses (WIP)

sehingga barang reject dan rework dapat dipisahkan dengan lebih

terkontrol.

Penggunaan ukuran lot yang kecil juga mendukung sistem

produksi campur merata yang diterapkan perusahaan. Dengan

memproduksi secara campuran akan dihasilkan produk dalam jumlah

yang sesuai dengan permintaan konsumen.

d. Pengurangan variabilitas

Persediaan seringkali dipandang sebagai tingkat permukaan

air kolam yang menyembunyikan berbagai masalah. Bila tingkat

permukaan air tinggi, tak seorang pun yang serius dan peduli terhadap

berbagai masalah tersembunyi dibawahnya seperti masalah kualitas,

gangguan mesin, absensi, dan sebagainya. Tingkat persediaan yang

Page 119: F08anu.pdf

104

rendah memberikan petunjuk penting dan terfokus bagi kita dalam

merumuskan masalah yang harus ditangani (Imai, 1997).

(Sumber : www.futuresgroup.net/china/hr8_ppt16.ppt)

Gambar 18. Ilustrasi Tingkat Persediaan Minimum Mengurangi Variabilitas

Dengan jumlah persediaan minimum yang dimiliki PT. Nippon

Indosari Corpindo, mampu menciptakan pengurangan variabilitas

(peringkat keempat, bobot 0.11887) dengan sedikit demi sedikit

mengatasi masalah-masalah yang muncul seperti masalah keterlambatan

kedatangan material, loss produksi (scrap), waktu set up dan masalah

mesin, masalah-masalah kualitas, dan lain-lain. Untuk menekan

variabilitas, manajemen harus menetapkan berbagai standar,

membangun disiplin pribadi diantara para pekerja agar mereka

mematuhi standar, dan memastikan bahwa tidak ada cacat produksi

yang diteruskan ke proses berikutnya.

e. Sistem tarik (pull system)

Elemen sistem tarik (pull system) memberikan pengaruh

terhadap kinerja sistem Just In Time dengan bobot 0.03424. Proses

mengalir berarti bahwa pesanan pelanggan memicu proses untuk

memperoleh bahan baku yang diperlukan hanya untuk pesanan

pelanggan tersebut. Kebutuhan bahan baku tersebut kemudian segera

mengalir ke pabrik pemasok, dan bahan baku segera mengalir ke pabrik,

dimana para pekerja merakit pesanan tersebut, dan pesanan yang telah

selesai dengan segera mengalir ke pelanggan. Keseluruhan proses hanya

Page 120: F08anu.pdf

105

memerlukan beberapa jam atau hari saja, bukan beberapa minggu atau

bulan (Liker, 2006).

Penerapan sistem tarik (pull system) yang ideal dan umumnya

diterapkan perusahaan Jepang adalah sistem dengan teknik yang dibantu

dengan suatu tanda atau sinyal yang menunjukkan permintaan dari suatu

bagian lini produksi akhir ke bagian sebelumnya. Ketika permintaan

konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan memberikan tanda

ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah bahan yang

dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di

belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di

belakangnya lagi untuk mengirimkan barang setengah jadi sesuai

dengan kebutuhan, hingga akhirnya mengirimkan tanda pemesanan

kepada pemasok untuk mengirimkan bahan baku yang diperlukan.

Tanda tersebut sering disebut dengan istilah kanban.

Walaupun penerapan sistem tarik di PT. Nippon Indosari

Corpindo tidak menggunakan teknik kanban, namun tetap berdasarkan

kepada permintaan aktual konsumen. Setiap produksi dijalankan untuk

memproduksi jenis produk yang diminta dan sesuai jumlah yang

diminta konsumen untuk segera sampai ke tangan konsumen secara Just

In Time.

6. Faktor Preventive Maintenance

Faktor Preventive Maintenance menempati urutan peringkat

keenam sebagai faktor penentu kinerja sistem Just In Time dengan bobot

0.05439. Bobot dan peringkat elemen dari faktor tersebut disajikan pada

Tabel 19.

Tabel 19. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Preventive Maintenance

Faktor Bobot Peringkat

1. Pemeliharaan rutin harian 0.58622 1

2. Jadwal pemeliharaan tersusun 0.41378 2

Page 121: F08anu.pdf

106

a. Pemeliharaan rutin

Elemen utama yang menjadi titik perhatian dalam faktor

Preventive Maintenance adalah elemen pemeliharaan rutin harian

(peringkat pertama, bobot 0.58622). Aktivitas maintenance dilakukan

oleh sub departemen Teknik yaitu cleaning (pembersihan dan

pencucian), pelumasan oil and grease, dan preventive maintenance

berupa perbaikan kecil untuk mencegah kerusakan. Petugas teknik

melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan mesin secara rutin terhadap

mesin-mesin sebagai penunjang produksi sesuai dengan jadwal

preventive maintenance untuk setiap bagian (section) produksi.

Pemeliharaan rutin harian dilakukan dengan menggunakan checklist

harian.

Menurut Machfud (2003), diperlukan pandangan manajemen

yang lebih strategis dan luas tentang maintenance, yang berimplikasi

merancang produk yang dapat dengan mudah diproduksi pada mesin

yang ada, merancang mesin yang operasi dan pemeliharaan yang lebih

mudah, melatih dan melatih ulang pekerja, serta merancang rencana

Preventive Maintenance untuk selama umur mesin.

Sedikit waktu untuk melakukan tindakan preventive

maintenance akan bermanfaat agar terhindar dari kerusakan mesin

(machine breakdowns). Selain itu, masalah-masalah dari maintenance

dapat diketahui dengan cepat jika pelaksanaannya dikombinasikan

dengan program 5S. Menurut Liker (2006), program 5S merangkum

serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang

menyebabkan kesalahan, cacat, dan kecelakaan di tempat kerja.

Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan

Shitsuke), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi 5R

yaitu :

1. Ringkas (memilah). Pilahlah barang-barang dan simpan hanya

yang diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.

2. Rapi (menata). Setiap barang memiliki wadah dan setiap wadah

ada tempatnya.

Page 122: F08anu.pdf

107

3. Resik (membersihkan). Proses pembersihan seringkali berbentuk

pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi

sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk

terhadap kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin.

4. Rawat (menciptakan aturan). Kembangkan sistem dan prosedur

untuk mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.

5. Rajin (mendisiplinkan diri). Menjaga tempat kerja agar tetap stabil

merupakan proses terus menerus dan peningkatan

berkesinambungan.

Preventive maintenance merupakan sistem terpadu

peningkatan kualitas mesin dan peralatan yang bertujuan untuk

memaksimalkan efisiensi dan memperpanjang umur mesin dan

peralatan. Kerusakan mesin dapat menyebabkan terjadinya

penumpukan persediaan pada akhir suatu pusat kerja dan berarti

menghambat jalannya produksi secara keseluruhan. Preventive

maintenance harus dilaksanakan secara ketat, agar kerusakan dapat

dihindarkan. Jadi program pemeliharaan dalam sistem Just In Time

mempunyai tujuan utama untuk mencegah terjadinya kerusakan, bukan

memperbaiki saat kerusakan terjadi.

Berdasarkan supermatriks terbobot (weight supermatrix),

elemen pemeliharaan rutin harian berkaitan dengan elemen lain seperti

jadwal pemeliharaan tersusun (bobot pengaruh 0.31499) yang juga

merupakan elemen dari faktor preventive maintenance; elemen work

cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.07863) dan jarak antar sel

yang pendek (bobot pengaruh 0.07863) pada faktor layout; serta

elemen pelatihan (bobot pengaruh 0.05984) dan pelatihan silang

(bobot pengaruh 0.17954) yang merupakan elemen dari faktor

employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut

digambarkan pada Gambar 17.

Pemeliharaan rutin harian perlu disinkronisasi dengan jadwal

pemeliharaan yang telah disusun. Jadwal yang tersusun dengan baik

dapat mempengaruhi pelaksanaan pemeliharaan rutin yang dilakukan

Page 123: F08anu.pdf

108

para pekerja. Penyusunan tata letak sel kerja dengan jarak antar sel

yang pendek juga mempengaruhi pemeliharaan rutin harian.

Fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan mempermudah pemeliharaan

rutin secara harian. Selain itu, pelatihan yang diberikan serta adanya

pelatihan silang secara langsung maupun tidak langsung menjadi suatu

pembelajaran kepada para pekerja untuk memelihara dan merawat

mesin dan peralatan yang mereka gunakan.

b. Jadwal pemeliharaan yang tersusun

Elemen jadwal pemeliharaan yang tersusun menjadi peringkat

kedua dengan bobot 0.41378 dalam pelaksanaan sistem Just In Time di

PT. Nippon Indosari Corpindo. Sub Departemen Teknik memiliki

jadwal maintenance yang sudah tersusun berdasarkan HACCP Plan.

Hal ini sangat baik dan diperlukan agar setiap kegiatan maintenance

dapat diketahui oleh para pekerja mengenai bagian apa yang perlu

dilakukan pemeliharaan, bagaimana caranya, dan berapa kali frekuensi

pelaksanaannya. Check list maintenance yang menggunakan frekuensi

kegiatan, standard time, dan jadwal preventive maintenance terpadu

diperlukan agar penerapan sistem Just In Time semakin baik.

7. Faktor Quality Management

Faktor yang menjadi peringkat terakhir dalam hubungannya

dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time adalah faktor Quality

Management dengan bobot 0.04534. Elemen dalam faktor tersebut yaitu

pengendalian mutu dalam setiap tahapan proses dan penggunaan lampu

tanda (andon) dalam lini produksi. Bobot dan peringkat elemen-elemen

tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 20. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor elemen Quality Management

Faktor Bobot Peringkat

1. Pengendalian mutu setiap tahap 0.75001 1

2. Penggunaan lampu tanda (Andon) 0.24999 2

Page 124: F08anu.pdf

109

a. Pengendalian mutu setiap tahapan proses

Menurut Gaspersz (1998), perusahaan dapat meningkatkan

pangsa pasar melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer-

driven dan costumer-value. Motto yang digunakan Just In Time adalah

“kerjakanlah secara benar sejak awal”. Pengendalian kualitas dalam

Just In Time dilakukan sepanjang proses, mulai dari penentuan

pemasok sampai barang diterima konsumen.

Pengendalian mutu setiap tahap proses (peringkat pertama,

bobot 0.75001) dilakukan mulai dari tingkat pemasok dimana pemasok

yang telah menjadi mitra dipercaya untuk mempertahankan kualitas

terbaik dari material yang dikirim. Dengan sistem tersebut, inspeksi

yang dilakukan di pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo dapat

direduksi. Tingkat persediaan minimum dijaga agar masalah kualitas

pun dapat diawasi dengan baik. Dalam lini produksi, pengendalian

mutu dilakukan oleh para pekerja yang terlibat langsung. Pekerja

dalam suatu bagian (section) tidak akan membiarkan barang cacat terus

terbawa ke bagian (section) selanjutnya. Setiap barang dalam proses

yang terlihat tidak memenuhi syarat, dipisahkan dan dibuang untuk

menjaga kualitas produk keseluruhan. Pengendalian mutu dalam

proses pengemasan merupakan tugas para pekerja dan diawasi secara

langsung oleh departemen quality control. Penggunaan alat metal

detector merupakan titik akhir dari pengendalian mutu dan dijadikan

titik kritis dalam HACCP. Setelah pendeteksian logam, tidak ada lagi

proses yang menjaga kualitas produk. Sistem Just In Time

memperhatikan pemenuhan permintaan kosumen dengan kualitas

terbaik.

Berdasarkan supermatriks terbobot (weight supermatrix),

elemen pengendalian mutu setiap tahap memiliki keterkaitan dengan

elemen lain seperti peningkatan frekuensi pengiriman (bobot pengaruh

0.06353) dan kontrak jangka panjang (bobot pengaruh 0.06353) pada

faktor supplier; elemen tingkat persediaan minimum (bobot pengaruh

Page 125: F08anu.pdf

110

0.02891), ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.02891), waktu set

up yang singkat (bobot pengaruh 0.04921), dan pengurangan

variabilitas (bobot pengaruh 0.03497) pada faktor inventory; elemen

jadwal campur merata (bobot pengaruh 0.19309) dan pembekuan

jadwal dekat jatuh tempo (bobot pengaruh 0.06436) pada faktor

schedulling; elemen pemeliharaan rutin harian (bobot pengaruh

0.09171) dan jadwal pemeliharaan tersusun (bobot pengaruh 0.09171)

pada faktor preventive maintenance; serta pelatihan (bobot pengaruh

0.04235), dan pelatihan silang (bobot pengaruh 0.08471) pada faktor

employee empowerment. Pengaruh antar elemen yang dominan dari

setiap faktor tersebut digambarkan pada Gambar 17.

Peningkatan frekuensi pengiriman material yang disepakati

dalam kontrak jangka panjang menuntut kualitas terbaik dari material

yang dikirimkan pemasok. Pengendalian mutu perlu dilakukan mulai

dari tingkat hulu yaitu pada pabrik pemasok. Kebijakan untuk

meminimumkan tingkat persediaan dan penggunaan ukuran lot yang

kecil serta waktu set up yang singkat mempermudah pengendalian

mutu dalam setiap tahapan proses yang dilakukan oleh para pekerja di

lantai pabrik. Pengurangan variabilitas dengan mengatasi masalah-

masalah terutama yang berkaiatan dengan masalah kualitas merupakan

salah satu tindakan pengendalian mutu pada setiap tahapan proses.

Dalam penjadwalan dan tindakan preventive maintenance

yang dilakukan, secara tidak langsung mendukung pengendalian mutu

pada setiap tahapan proses. Selain itu, para pekerja memahami

pengendalian mutu yang perlu dilakukan melalui pelatihan yang

diberikan dan adanya pelatihan silang yang terjadi di lantai pabrik.

b. Penggunaan lampu tanda (andon)

Jidoka juga sering disebut autonomation, peralatan dilengkapi

dengan intelegensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri

ketika ia memiliki masalah kualitas dalam proses. Mencegah masalah

untuk dilanjutkan ke proses berikutnya jauh lebih efektif dan lebih

Page 126: F08anu.pdf

111

murah daripada memeriksa dan memperbaiki masalah kualitas setelah

terjadi. Ketika mesin berhenti, lampu yang menyala bersamaan dengan

bunyi alarm (disebut Andon), digunakan untuk memberikan sinyal

tanda bahwa bantuan diperlukan untuk memecahkan masalah kualitas

(Liker, 2006).

Penggunaan lampu tanda (andon) (peringkat kedua, bobot

0.24999) hanya efektif jika pekerja diajarkan pentingnya

mengungkapkan masalah ke permukaan sehingga dapat diselesaikan

dengan segera. Andon tidak berguna jika tidak ada seorang pun yang

memberi tanggapan. Sistem andon hanya efektif jika operator

mengikuti pekerjaan yang terstandarisasi, disiplin di tempat kerja

dipatuhi, dan pemimpin tim merespon jika ada masalah.

Keseluruhan peringkat faktor-faktor beserta elemen-elemen yang

mempengaruhi peningkatan kinerja sistem Just In Time telah diketahui secara

empiris berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Faktor dan elemen yang

menjadi peringkat utama merupakan faktor dan elemen yang berperan penting

dalam peningkatan kinerja perusahaan terutama dalam implementasi sistem

Just In Time.

Page 127: F08anu.pdf

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

PT. Nippon Indosari Corpindo telah menerapkan sistem Just In Time

sejak pabrik mulai beroperasi dengan memproduksi produk yang tepat, pada

waktu yang tepat, dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi permintaan

konsumen. Dalam pelaksanaan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari

Corpindo terdapat beberapa elemen yang tidak diterapkan yaitu elemen

terdapatnya dukungan untuk peningkatan Just In Time kepada pemasok dalam

faktor supplier; elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan

peralatan dalam faktor layout; elemen penggunaan tools untuk mencegah cacat

(poka-yoke) dan penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality

management; elemen terdapatnya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan

seluruh peralatan dan mesin dalam faktor preventive maintenance; serta

elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja dan sedikit

klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment) dalam

faktor employee empowerment. Elemen-elemen yang tidak relevan tersebut

tidak diikutsertakan dalam penyusunan kerangka Analytical Network Process

(ANP) yang diperlukan untuk menganalisis bobot dan prioritas faktor dan

elemen yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon

Indosari Corpindo.

Kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sistem Just In Time

dilihat dari aspek kualitas, tingkat persediaan, dan produktivitas. Kinerja

kualitas yang belum optimal tercermin dari terjadinya peningkatan loss

produksi rata-rata seperti pada roti tawar spesial (produk pareto tingkat

pertama) sebesar 3,34% (σ = 1,16%) menjadi 4,42% (σ = 3,60%) dari bulan

Januari hingga Februari 2008. Peningkatan loss produksi secara umum

menunjukkan upaya untuk meminimumkan loss produksi hingga mencapai

nilai serendah mungkin (orientasi zero defect) belum terlaksana dengan baik.

Selain itu, tingkat persediaan yang berfluktuasi menunjukkan pencapaian

kinerja tingkat persediaan untuk selalu berada dalam keadaan minimum

(berada dalam tingkat buffer stock yang ditetapkan) belum sepenuhnya

tercapai. Pengukuran produktivitas tenaga kerja plant roti tawar menunjukkan

Page 128: F08anu.pdf

113

nilai yang masih dibawah potensi maksimum (118,359 pcs/orang.jam), namun

mengalami peningkatan setiap bulannya (98,608 pcs/orang.jam (Januari),

102,676 pcs/orang.jam (Februari), dan 103,462 pcs/orang.jam (Maret 2008).

Hal tersebut menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja terus

dilakukan untuk mencapai produktivitas setinggi mungkin dalam

menghasilkan output yang optimum.

Analisis ANP untuk faktor penentu kinerja sistem Just In Time

menunujukkan hasil bahwa faktor schedulling (bobot 0,27590) memberikan

pengaruh paling besar terhadap kinerja sistem Just In Time, kemudian diikuti

oleh faktor employee empowerment (bobot 0.21713), faktor layout (bobot

0.17055), faktor supplier (bobot 0.14259), faktor inventory (bobot 0.09411),

faktor preventive maintenance (bobot 0.05439), dan faktor quality

management menempati peringkat terakhir (bobot 0.04534).

Dari hasil ANP yang diperoleh dapat diketahui elemen-elemen yang

paling berpengaruh dari setiap faktor yaitu jadwal campur merata (bobot

0,50517) dalam faktor schedulling, elemen pelatihan silang (cross training)

(bobot 0,5346) dalam faktor employee empowerment, elemen work cell untuk

produk sejenis (bobot 0,49744) dalam faktor layout, elemen peningkatan

frekuensi pengiriman dengan jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman

(bobot 0,37427) dalam faktor supplier, elemen tingkat persediaan minimum

(bobot 0,32624) dalam faktor inventory, elemen pemeliharaan rutin (bobot

0,58622) pada faktor prevetive maintenance, dan elemen pengendalian mutu

dalam setiap tahapan proses dalam faktor quality management (bobot

0,75001).

B. Saran

Kinerja kualitas produk masih belum optimal, sehingga perlu

dilakukan perbaikan terhadap sumber-sumber loss produksi di lantai pabrik

seperti pada mesin rounder, depanning, dan packer yang menghasilkan scrap

cukup tinggi. Selain itu, diperlukan kebijakan yang lebih tegas untuk tetap

mempertahankan konsistensi tingkat persediaan sesuai jumlah buffer stock

yang ditetapkan dengan berorientasi pada zero inventory.

Page 129: F08anu.pdf

114

Faktor schedulling dengan elemen jadwal campur merata perlu

dikendalikan dengan lebih ketat agar kinerja sistem Just In Time dapat

ditingkatkan secara berkelanjutan. Jadwal campur merata yang lebih baik

dapat meningkatkan kemampuan untuk berproduksi menggunakan tingkat

persediaan yang minimum sesuai dengan jumlah produk yang diminta

konsumen secara tepat waktu dengan kualitas terbaik. Selain itu, faktor yang

juga perlu lebih diperhatikan adalah faktor employee empowerment khususnya

elemen pelatihan silang (cross training). Pelatihan silang menciptakan

motivasi dan menghilangkan tingkat kejenuhan dalam bekerja sehingga

produktivitas tenaga kerja dapat meningkat. Dengan implementasi elemen-

elemen yang paling berpengaruh tersebut secara lebih konsisten dan

berkelanjutan, diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dalam

mencapai keunggulan bersaing.

Manajemen PT. Nippon Indosari Corpindo sudah saatnya

memberikan dukungan agar pemasok menerapkan sistem Just In Time, serta

kebijakan yang mendorong terciptanya kepercayaan dan loyalitas pemasok

kepada perusahaan.

Alat anti kesalahan atau anti kebodohan (poka yoke) belum

digunakan dalam lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Sebaiknya

manajemen mulai memperhatikan penggunaan alat anti kesalahan ini untuk

menjaga setiap pekerjaan dilakukan dengan baik. Selain itu, diperlukan

penggunaan Statistical Process Control agar setiap masalah kualitas akan

diketahui apabila berada di luar batas normal dan diselesaikan dengan segera.

Para operator mesin dan peralatan sebaiknya dilatih untuk mengatasi

masalah-masalah yang sering terjadi, walaupun tanggung jawab utama tetap di

tangan departemen Teknik. Apabila operator atau pekerja diberi keleluasaan

untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi maka sangat besar

kemungkinan pekerja menghindarkan terjadinya kesalahan yang sama. Selain

itu, masalah-masalah dari maintenace dapat diketahui dengan cepat jika

pelaksanaannya dikombinasikan dengan program 5S (Seiri, Seiton, Seiso,

Seiketsu, dan Shitsuke), atau Ringkas (memilah), Rapi (menata), Resik

(membersihkan), Rawat (menciptakan aturan), dan Rajin (mendisiplinkan

Page 130: F08anu.pdf

115

diri). Program tersebut ditujukan untuk menjaga dan memelihara mesin dan

peralatan berfungsi dengan baik untuk mendukung kelancaran produksi.

Diperlukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dengan

para pekerja di lapangan mengenai tujuan, prinsip, serta cara yang paling tepat

dari penerapan sistem Just In Time di perusahaan. Dengan komunikasi yang

terjaga, kendala yang mungkin dihadapi oleh kedua belah pihak dapat segera

diketahui dan diambil tindakan untuk mengatasinya.

Page 131: F08anu.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Yenni, dkk, 2007. Analisa Penerapan Sistem Just In Time untuk Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007.

Bőyőkyazici, Murat dan Sucu, Meral. 2003. The Analytic Hirearchy Process and

Analytic Network Process. Hacettepe Journal of Mathematics and Statistic Volume 32 (2003), 65-73.

Dwiningsih, Nurhidayati. 2004. Material Requirement Planning dan Just In Time.

STEKPI, Jakarta. Gaspersz, Vincent.1998. Production Planning and Inventory Control

Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT menuju Manufacturing 21. Gramedia pustaka Utama, Jakarta.

Heizer, Jay dan Render, Barry. 2004. Operation Management, 7th edition. Pearson

Education, New Jersey. . 2005. Operation Management.. Buku pertama. Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Imai, Masaaki. 1997. Gemba Kaizen : A Commonsense Low Cost Approach To

Management. Terjemahan. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Kannan, Vijay R dan Tan, Keah Choon. 2004. Just In Time, Total Quality

Management, and Supply Chain Management : Understanding their linkages and Impact On Business Performance. International Journal Of Management Science. Omega 33 (2005) 153-162.

Liker, Jeffrey K. 2006. The Toyota Way. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Departemen

Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor. ________. 2003. Just In Time System. Bahan Kuliah. Departemen Teknologi

Industri Pertanian IPB, Bogor. Manullang, M. 1990. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Penerbit PT. Grasindo, Jakarta. Nasution, Fahmi Natigor. 2004. Just In Time dan Perkembangannya dalam

Perusahaan Industri. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Page 132: F08anu.pdf

117

Pratiwi, Sri Subekti. 2002. Identifikasi Faktor-faktor Internal Manajemen Material Konsep Just In Time dan Kesiapan Penerapannya pada Industri Konstruksi di Indonesia. Tesis. Program Studi Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik UI.

Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari

Teori ke Praktik. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Saaty, Thomas L. 1999, Fundamentals of The Analytic Network Process. Paper

presented in ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14, 1999. ______________. 2004. Fundamental of The Analytic etwork Process –

Dependence and Feedback In Decision Making With A Single Network. Journal of System Science and System Enggineering. Vol 13 No.2 ppl29-157.

Sitorus, Lastawaty R. 1995. Penerapan Pengukuran Kinerja pada Lingkungan

Manufaktur Just In Time. Fakultas Ekonomi UI. Sugimori, Y, K. Kusunoki, F. Cho, dan S. Uchikawa. 1977. Toyota Production

System and Kanban System, Materialization of Just In Time and Respect for Human System. International Journal Production Research Vol. 15 No 6, 553-584.

Sugiyanto, Mawan. 2004. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

Agroindustri Jambu Mete (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Supranto, J. 1992. Pengantar Matrix. Penerbit FEUI, Jakarta. Watanabe, Ryoichi. 2001. Supply Chain Management Konsep Dan Teknologi.

Simposium di New Delhi, 9-11 Januari 2001 dalam majalah USAHAWAN NO. 02 TH XXX Februari 2001.

Yumanita, Ascarya Diana. 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi

Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia.

Page 133: F08anu.pdf

LAMPIRAN

Page 134: F08anu.pdf

KUESIONER

JUDUL PENELITIAN :

ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA SISTEM JUST IN TIME

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS

(STUDI KASUS DI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO)

Oleh :

AGUNG NUGROHO

F43104071

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Lampiran 1. Kuesioner Perbandingan Berpasangan

Page 135: F08anu.pdf

KUESIONER

PENILAIAN FAKTOR PENENTU KINERJA SISTEM JUST IN TIME

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian dengan judul : Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time dengan Metode Analytic Network Process. Kuesiner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu. Nama Responden : .............................................................................................................................. Jabatan : .............................................................................................................................. Lama Bekerja : .............................................................................................................................. Petunjuk : Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi Anda. Petunjuk Nilai Skala Perbandingan :

Contoh Bentuk Perbandingan Berpasangan :

Faktor X 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Faktor Y Skala bagian kiri digunakan jika Faktor X memiliki tingkat kepentingan di atas Faktor Y Skala bagian kanan digunakan jika Faktor Y memiliki tingkat kepentingan diatas Faktor X

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua faktor

sama penting Kedua faktor mempunyai pengaruh yang sama

3

Faktor yang satu

sedikit lebih penting

daripada yang lain

Penilaian salah satu faktor sedikit lebih memihak dibandingkan pasangannya

5

Faktor yang satu

lebih penting

daripada yang lain

Penilaian salah satu faktor lebih kuat dibandingkan pasangannya

7

Faktor yang satu

sangat lebih penting

daripada yang lain

Salah satu faktor lebih kuat dan dominasinya terlihat dibandingkan pasangannya

9

Faktor yang satu

mutlak sangat penting

daripada yang lain

Sangat jelas bahwa salah satu faktor amat sangat penting dibandingkan pasangannya

2,4,6,8 Nilai tengah di antara

dua nilai berdekatan Diberikan apabila terdapat keraguan

diantara dua penilaian yang berdekatan

Page 136: F08anu.pdf

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo : 1. Supplier

a. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik b. Peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil c. Terdapat kontrak jangka panjang dan kemitraan

2. Inventory a. Penggunaan pull system untuk pergerakan persediaan b. Tingkat persediaan minimum c. Ukuran lot yang kecil (small lot size) d. Waktu set up yang singkat (quick set up) e. Terdapat pengurangan variabilitas

3. Schedulling a. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok b. Jadwal yang bertingkat (heijunka) c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo

4. Layout a. Work cell untuk produk sejenis (product family) b. Jarak antar sel kerja yang pendek c. Tempat yang kecil untuk persediaaan WIP

5. Quality a. Pengendalian mutu di setiap tahapan proses b. Terdapat sinyal/lampu tanda apabila terjadi masalah (Andon)

6. Preventive Maintenance a. Pemeliharaan rutin harian b. Jadwal pemeliharaan mesin tersusun

7. Employee Empowerment. a. Terdapat pelatihan (training) b. Terdapat pelatihan silang (cross training)

Dari faktor-faktor beserta elemennya masing-masing memiliki hubungan keterkaitan diantaranya. Anda diminta untuk membandingkan secara berpasangan mengenai pengaruhnya atau tingkat kepentingan suatu faktor atau elemen yang satu terhadap faktor atau elemen yang lainnya.

Page 137: F08anu.pdf

BAGIAN 1

1.1. Untuk memenuhi tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, faktor manakah yang lebih

penting pengaruhnya ?

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Inventory

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Schedulling

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive

Maintenance

Supplier 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Schedulling

Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout

Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality

Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive

Maintenance

Inventory 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Layout

Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality

Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive

Maintenance

Schedulling 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Page 138: F08anu.pdf

Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Quality

Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive

Maintenance

Layout 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Quality 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Preventive

Maintenance

Quality 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Preventive Maintenance

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Employee

Empowerment

Page 139: F08anu.pdf

BAGIAN 2

2.1. Untuk memenuhi persyaratan faktor Supplier dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi

pengiriman

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 2.2. Untuk memenuhi persyaratan faktor Inventory dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just

In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persediaan minimum

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Page 140: F08anu.pdf

2.3. Untuk memenuhi persyaratan faktor Schedulling dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?

Komunikasi jadwal ke

pemasok 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jadwal campur merata (heijunka)

Komunikasi jadwal ke

pemasok 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

Jadwal campur merata

(heijunka) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

2.4. Untuk memenuhi persyaratan faktor Layout dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In

Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut? Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek

Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan

WIP kecil

Jarak sel pendek 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan

WIP kecil 2.5. Untuk memenuhi persyaratan faktor Quality dalam tujuan meningkatkan kinerja sistem Just In

Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut? Pengendalian mutu setiap tahap proses

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penggunaan lampu

tanda (Andon) 2.6. Untuk memenuhi persyaratan faktor Preventive Maintenance dalam tujuan meningkatkan

kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?

Pemeliharaan rutin

harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jadwal pemeliharaan mesin tersusun

2.7. Untuk memenuhi persyaratan faktor Employee Empowerment dalam tujuan meningkatkan

kinerja sistem Just In Time, elemen manakah yang lebih penting pengaruhnya terhadap faktor tersebut?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training)

Page 141: F08anu.pdf

BAGIAN 3 Di bagian 3 ini, Anda diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara dua elemen dalam kaitannya dengan elemen lain dari faktor yang lain. 3.1. Untuk memenuhi elemen Peningkatan frekuensi pengiriman, elemen faktor Supplier manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.2. Untuk memenuhi elemen Peningkatan frekuensi pengiriman, elemen faktor Inventory manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

3.3. Untuk memenuhi elemen Kontrak jangka panjang, elemen faktor Supplier manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuensi

pengiriman 3.4. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Supplier manakah yang lebih penting

pengaruhnya?

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.5. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Inventory manakah yang lebih penting

pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Page 142: F08anu.pdf

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

3.6. Untuk memenuhi elemen Pull System, elemen faktor Schedulling manakah yang lebih penting

pengaruhnya?

Jadwal bertingkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

3.7. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Supplier manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi

pengiriman

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.8. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Inventory manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

3.9. Untuk memenuhi elemen Persediaan minimum, elemen faktor Layout manakah yang lebih

penting pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan

WIP kecil

Page 143: F08anu.pdf

3.10. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Supplier manakah yang lebih penting

pengaruhnya?

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.11. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Inventory manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persediaan minimum

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

3.12. Untuk memenuhi elemen Ukuran lot kecil, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting

pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tempat persediaan

WIP kecil 3.13. Untuk memenuhi elemen Waktu set up singkat, elemen faktor Inventory manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

3.14. Untuk memenuhi elemen Waktu set up singkat, elemen faktor Employee Empowerment

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training) 3.15. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Supplier manakah yang

lebih penting pengaruhnya?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peningkatan frekuansi

pengiriman

Page 144: F08anu.pdf

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.16. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Inventory manakah yang

lebih penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

3.17. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Preventive Maintenance

manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin

harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jadwal pemeliharaan mesin tersusun

3.18. Untuk memenuhi elemen Pengurangan variabilitas, elemen faktor Employee Empowerment

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Training 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Cross Training

3.19. Untuk memenuhi elemen Jadwal terkomunikasikan ke pemasok, elemen faktor Supplier

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Lokasi pemasok dekat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.20. Untuk memenuhi elemen Jadwal campur merata, elemen faktor Inventory manakah yang lebih

penting pengaruhnya?

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Page 145: F08anu.pdf

3.21. Untuk memenuhi elemen Jadwal campur merata, elemen faktor Employee Empowerment

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training) 3.22. Untuk memenuhi elemen Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo, elemen faktor Inventory

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

3.23. Untuk memenuhi elemen Work cell untuk produk sejenis, elemen faktor Inventory manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Pull System 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

3.24. Untuk memenuhi elemen Work cell untuk produk sejenis, elemen faktor Schedulling manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Jadwal campur merata (heijunka)

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

3.25. Untuk memenuhi elemen Tempat kecil persediaan WIP, elemen faktor Inventory manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Page 146: F08anu.pdf

3.26. Untuk memenuhi elemen Tempat kecil persediaan WIP, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek

3.27. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Supplier

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Peningkatan frekuensi pengiriman

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kontrak jangka

panjang 3.28. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Inventory

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ukuran lot kecil

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Persediaan minimum 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu set up singkat

Ukuran lot kecil 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

Waktu set up singkat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengurangan variabilitas

3.29. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Schedulling

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Jadwal campur merata (heijunka)

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

3.30. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Preventive

Maintenance manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin

harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jadwal pemeliharaan mesin tersusun

Page 147: F08anu.pdf

3.31. Untuk memenuhi elemen Pengendalian mutu setiap tahap proses, elemen faktor Employee Empowerment manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training) 3.32. Untuk memenuhi elemen Penggunaan lampu tanda (Andon), elemen faktor Preventive

Maintenance manakah yang lebih penting pengaruhnya? Pemeliharaan rutin

harian 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jadwal pemeliharaan mesin tersusun

3.33. Untuk memenuhi elemen Penggunaan lampu tanda (Andon), elemen faktor Employee

Empowerment manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training) 3.34. Untuk memenuhi elemen Pemeliharaan rutin harian, elemen faktor Layout manakah yang

lebih penting pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek

3.35. Untuk memenuhi elemen Pemeliharaan rutin harian, elemen faktor Employee Empowerment

manakah yang lebih penting pengaruhnya?

Pelatihan (Training) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelatihan silang (Cross

Training) 3.36. Untuk memenuhi elemen Jadwal pemeliharaan tersusun, elemen faktor Schedulling manakah

yang lebih penting pengaruhnya?

Jadwal campur merata (heijunka)

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pembekuan jadwal dekat jatuh tempo

3.37. Untuk memenuhi elemen Cross Training, elemen faktor Layout manakah yang lebih penting

pengaruhnya? Work cell untuk produk sejenis

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jarak sel pendek

Page 148: F08anu.pdf

Lampiran 3. Denah Tata Letak (Layout) PT. Nippon Indosari Corpindo

Page 149: F08anu.pdf

No Description Size Usage/day Precentage Class(Average)

1 ET. Tawar Spesial Lbr 67606.45 8.22% A2 ET. Tawar Premium Lbr 1984.54 0.24% C3 ET. Tawar Spesial Boti Lbr 4800 0.58% B4 ET. Tawar Choco Chip Lbr 4741.94 0.58% B5 ET. Boti Tawar Pandan Lbr 677.42 0.08% C6 ET. TAWAR GANDUM Lbr 5690.32 0.69% B7 ET. TAWAR RAISIN Lbr 1354.84 0.16% C8 ET. TAWAR KUPAS Lbr 14499.77 1.76% B9 INNER PLASTIK TAWAR KUPAS (350 PCS)Lbr 14280 1.74% B

10 INNER PLASTIK TAWAR KUPAS (420 PCS)Lbr 14280 1.74% B11 ET. BURGER BUNS Lbr 2400 0.29% C12 ET. HOT DOG Lbr 1200 0.15% C13 ET. CRUMB KHOMFOOD Lbr 285.71 0.03% C14 ET. ECONO CRUMB Lbr 0.00% C15 ET. ECONO CRUMB Lbr 0.00% C16 Coding Foil Roti Tawar 1 (305 M) m 2438.71 0.30% C17 Coding Foil Roti Tawar 2 (180 M) m 2438.71 0.30% C18 CODING FOIL ROTI MANIS (25 X 600) m 1800 0.22% C19 CODING FOIL ROTI MANIS (33 X 600) m 1800 0.22% C20 CODING FOIL ROTI MANIS (1000 X 30) m 1800 0.22% C21 Kwick Lock Merah Pcs 92000 11.19% A22 Kuning Pcs 96000 11.68% A23 Hijau Pcs 108000 13.14% A24 Biru Pcs 92000 11.19% A25 Orange Pcs 95000 11.55% A26 Tan Pcs 94000 11.43% A27 Putih Pcs 96000 11.68% A28 ET. TRAY BURGER BUNS (300 pcs) Pcs 2280 0.28% C29 ET. TRAY BURGER BUNS (420 pcs) Pcs 2200 0.27% C30 ET. BOTI KRIM COKLAT MOCCA Pcs 0.43 0.00% C31 LABEL SR Pcs 645.16 0.08% C32 HAND LABEL BAGELAN Pcs 0.00% C33 PALSTIK UNBRANDED Pcs 322.58 0.04% C

822526.58

34 ET. SARIKAYA Roll 1 2.98% B35 ET. STRAWBERRY Roll 0.9 2.69% C36 ET. CHOCOLATE Roll 4.57 13.64% A37 ET. CHEESE Roll 1.29 3.85% B38 ET. KELAPA Roll 0.57 1.70% C39 ET. CREAM COKLAT Roll 1.58 4.72% B40 ET. CREAM MOCCA Roll 1.74 5.19% B41 ET.COKLAT VANILA CREAM Roll 1.85 5.52% B42 ET. BOTI COKLAT Roll 2.14 6.39% A43 ET. BOTI SARIKAYA Roll 0.19 0.57% C44 ET. BOTI NANAS Roll 0.14 0.42% C45 ET.BOTI KELAPA Roll 0.14 0.42% C46 ET. SOBEK COKLAT SARIKAYA Roll 2.06 6.15% A47 ET. SOBEK COKLAT COKLAT Roll 4.58 13.67% A48 ET. SOBEK COKLAT KEJU Roll 2.84 8.48% A49 ET. SOBEK COKLAT STRAWBERRY Roll 1.87 5.58% A50 ET. SISIR MENTEGA Roll 0.29 0.87% C51 ET. KASUR SUSU Roll 0.29 0.87% C52 ET. KASUR KEJU Roll 0.58 1.73% C53 ET. CREAM COKLAT BOTI Roll 0.23 0.69% C54 ET. CREAM MOCCA BOTI Roll 0.29 0.87% C55 ET. BOTI KEJU Roll 0.29 0.87% C56 ET. BOTI ISI SUSU Roll 0.29 0.87% C57 ET. BOTI KRIM STRAWBERRY Roll 0.43 1.28% C58 ET. BOTI ISI COKLAT KEJU Roll 1.03 3.07% B59 ET. BOTI ISI KACANG HIJAU Roll 0.29 0.87% C60 ET. BOTI SOBEK COKLAT Roll 0.58 1.73% C61 ET. BOTI KRIM KEJU Roll 1.46 4.36% B62 ET. POLOS BOTI Roll 0.00% C63 ET. POLOS SARIROTI Roll 0.00% C

33.51 (Sumber : PPIC PT. NIC)

Lampiran 4 (Lanjutan)Pengunaan rata-rata harian material dan Klasifikasi ABC

Page 150: F08anu.pdf

No Description Size Usage/day Precentage Class(Average)

1 Tepung Cake KG 32479.15 69.96% A2 Palmia BOS (10 Kg) KG 149.96 0.32% C3 Palmia BOS (15 Kg) KG 143.36 0.31% C4 PALMIA MARGARINE KG 440.22 0.95% B5 PALMIA SHORTENING KG 1468.76 3.16% A6 MAESTRO BAKER FAT KG 1468.76 3.16% A7 PALMIA OLEX (TAMBAHAN) KG 239.14 0.52% B8 BIMOLI SPESIAL (TAMBAHAN) KG 141.61 0.31% C9 NABATI LESTARI (TAMBAHAN) KG 141.61 0.31% C

10 MALINDA BAKER FAT KG 107.42 0.23% C11 LIQUID SUGAR KG 135.34 0.29% C12 GARAM HALUS KG 588.35 1.27% B13 TELUR AYAM KG 446.98 0.96% B14 EMULSIFIER KG 19.19 0.04% C15 SKIM POWDER KG 261.27 0.56% B16 FULL CREAM KG 262.45 0.57% B17 MILK REPLACER KERRYLAC F-8107 KG 8.56 0.02% C18 SUSU KENTAL MANIS KG 31.76 0.07% C19 CALCIUM TROTIONATE (20 Kg) KG 51.01 0.11% C20 FRIENDY SB KG 13.41 0.03% C21 MERRYWIP KG 35 0.08% C22 CHOCOLATE CHIP KG 110.91 0.24% C23 SOFTER SPONGE KG 77.9 0.17% C24 CHOCOLATE POWDER KG 32.62 0.07% C25 FRESH YEAST KG 814.65 1.75% B26 MALINDA MARGARINE KG 109.52 0.24% C27 GULA PASIR KG 3245.25 6.99% A28 RAISINS mariani (13.6 Kg) KG 44.68 0.10% C29 NATURAL COLOUR KG 0.02 0.00% C30 FINE BRAND KG 201.53 0.43% C31 NATURAL & ARTIVICAL BUTTER KG 1.06 0.00% C32 CONDENSED MILK KG 0.22 0.00% C33 MG UNSALTED BUTTER KG 36.34 0.08% C34 COLOURING PANDAN KG 0.04 0.00% C35 DYNA S KG 1.03 0.00% C36 CALCIUM LACTATE KG 18.17 0.04% C37 MAURIMIX KG 6.71 0.01% C38 HIDHA 25N Food Oil KG 4.17 0.01% C39 NATURAL CHEESE KG 7.43 0.02% C40 FILLER SARIKAYA KG 329.68 0.71% B41 FILLER STRAWBERRY KG 284.19 0.61% B42 FILLER CHOCOLATE DC 2624F KG 1694.09 3.65% A43 FILLER KEJU KG 320.32 0.69% B44 FILLER KELAPA KG 37.71 0.08% C45 FILLER CHOCO RICE TULIP KG 7.59 0.02% C46 FILLER WIJEN KG 2.84 0.01% C47 FILLER SARIKAYA II KG 14.29 0.03% C48 FILLER KEJU II KG 10.86 0.02% C49 PASTA SUSU KG 13.74 0.03% C50 FILLER NANAS II KG 11.49 0.02% C51 FILLER KELAPA II KG 7.43 0.02% C52 FILLER COKLAT II DC 3706 F KG 189.76 0.41% C53 FLAVOUR CHOCOLAE MANE R9901173 KG 3.58 0.01% C54 FILLER STRAWBERRY II KG 6.02 0.01% C55 KRAFT PROCESSO CHEEDAR CHEESE KG 131.34 0.28% C56 FILLER KACANG HIJAU KG 8.93 0.02% C57 FLAVOUR VANNILA 55 902 C KG 0.32 0.00% C58 COFFEE MOCCA PASTA KG 2.56 0.01% C59 FLAVOUR STRAWBERRY KG 0.14 0.00% C60 FLAVOUR COFFE KG 0.42 0.00% C61 FLAVOUR PANDAN KG 0.38 0.00% C62 CHEESE POWDER 28029 Romano KG 0 0.00% C63 CHEESE CAKE Flavour X00421 KG 0.32 0.00% C

46423.56 (Sumber : PPIC PT. NIC)

Lampiran 4Pengunaan rata-rata harian material dan Klasifikasi ABC

Page 151: F08anu.pdf

Tanggal Januari Februari Januari Februari Januari Februari Januari Februari1 3.7% 3.2% 7.7% 2.2% 1.9% 4.2% 2.8% 2.1%2 4.4% 2.2% 6.7% 1.7% 5.5% 5.2% 2.3% 9.1%3 2.7% 8.1% 4.7% 2.1% 3.0% 4.4% 1.5% 3.1%4 4.6% 2.1% 4.9% 4.7% 10.6% 6.9% 2.6% 6.1%5 2.5% 7.3% 6.1% 3.8% 3.0% 3.1% 2.6% 1.4%6 5.9% 2.6% 11.4% 3.8% 8.4% 7.2% 1.4% 4.2%7 2.7% 9.2% 2.8% 4.9% 3.6% 7.5% 5.6% 10.2%8 2.1% 2.2% 3.2% 12.8% 6.1% 7.8% 1.3% -4.5%9 3.6% 6.2% 3.3% 5.6% 7.3% 6.1% 14.5% -1.2%

10 3.3% 6.0% 5.2% 6.7% 4.8% 4.9% 6.7% 4.5%11 3.2% 3.9% 3.7% 8.9% 3.4% 12.0% 2.1% 5.0%12 0.8% 5.3% 3.7% 4.5% 3.1% 6.6% 9.8% 3.2%13 2.8% 4.8% 3.7% 2.7% 6.4% 2.9% 1.5% 2.3%14 4.8% 0.8% 4.8% 8.3% 11.0% 4.4% 6.6% 3.4%15 3.9% 2.7% 4.4% 3.8% 6.1% 12.6% 1.5% 3.5%16 3.5% 6.2% 2.8% 2.8% 6.3% 2.6% 2.1% 3.5%17 1.3% 5.9% 5.0% 8.5% 8.9% 3.3% 2.1% 7.5%18 3.7% 4.5% 4.8% 2.0% 1.8% 5.7% 1.2% 12.9%19 2.9% 4.0% 2.9% 3.8% 4.2% 23.7% 4.1% 4.6%20 4.9% 2.8% 3.4% 2.0% 5.4% 4.0% 1.5% 7.6%21 2.3% 3.7% 7.2% 3.4% 3.2% 7.7% 2.0% 2.7%22 4.1% 2.3% 3.9% 2.9% 4.8% 5.0% 6.4% 6.3%23 3.2% 3.9% 2.1% 1.9% 11.0% 7.2% 1.7% 14.8%24 4.4% 19.1% 2.5% 4.6% 7.4% 4.1% 1.3% 68.5%25 2.1% 1.2% 2.5% 1.0% 3.4% 17.7% 3.3% 4.6%26 4.6% -1.0% 3.0% 2.1% 7.7% 3.3% 1.7% 2.9%27 4.4% 3.4% 6.4% 3.0% 7.6% 5.0% 7.0% 5.9%28 3.9% 2.8% 3.5% 3.5% 5.8% 6.3% 1.4% 1.8%29 1.9% 2.7% 3.6% 2.8% 4.8% 6.8% 2.2% 14.2%30 3.5% 1.0% 4.6% 7.2%31 1.8% 4.0% 3.5% 2.1%

MIN 0.8% -1.0% 1.0% 1.0% 1.8% 2.6% 1.2% -4.5%MAX 5.9% 19.1% 11.4% 12.8% 11.0% 23.7% 14.5% 68.5%AVG 3.34% 4.42% 4.35% 4.17% 5.63% 6.83% 3.55% 7.25%SD 1.16% 3.60% 2.02% 2.64% 2.55% 4.58% 3.06% 12.51%

(Sumber : PPIC PT. NIC)

Lampiran 8. Loss Produksi Untuk Produk Pareto (Januari-Februari 2008)RTS ICK TOC RKU

Page 152: F08anu.pdf

Lampiran 9Unweighted Supermatrix

1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0 0 0 0 0 0 0 1 0.25 0.33333 0 0 02. Inve~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.25 0 0.309 0.309 0.3093. Sche~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5 0.66667 0.58155 0.58155 0.581554. Layo~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.10945 0.10945 0.109455. Qual~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06. Prev~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07. Empl~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Loka~ 0.29696 0.29696 0.29696 0 0.29696 0 0 0 0.5 0.33333 0 0.25827 02. Peni~ 0.53961 0.53961 0.53961 0 0.53961 0 0 0 0 0.66667 0.5 0.637 0.753. Kont~ 0.16342 0.16342 0.16342 0 0.16342 0 0 0 0.5 0 0.5 0.10473 0.251. Pull~ 0.05195 0.05195 0.05195 0.05195 0.05373 0.05195 0.05195 0 0 0 0 0 0.229642. Pers~ 0.3412 0.3412 0.34122 0.34122 0.3007 0.34122 0.34122 0 0.6 0 0.5 0 0.648343. Ukur~ 0.10595 0.10595 0.10594 0.10594 0.10724 0.10594 0.10594 0 0.2 0 0.16667 0.1692 04. Wakt~ 0.27725 0.27725 0.27725 0.27725 0.27968 0.27725 0.27725 0 0.2 0 0.16667 0.38748 0.122025. Peng~ 0.22365 0.22365 0.22364 0.22364 0.25865 0.22364 0.22364 0 0 0 0.16667 0.44332 01. Jadw~ 0.25992 0.25992 0.25992 0 0 0.4126 0.4126 0 1 1 0 0 02. Jadw~ 0.4126 0.4126 0.4126 0 0 0.25992 0.25992 0 0 0 0.5 1 13. Pemb~ 0.32748 0.32748 0.32748 0 0 0.32748 0.32748 0 0 0 0.5 0 01. Work~ 0 0.14286 0 0.14286 0.14285 0.14286 0.14286 0 0 0 1 0.24998 0.752.. Jara~ 0 0.42857 0 0.42857 0.42858 0.42857 0.42857 0 0 0 0 0 03. Temp~ 0 0.42857 0 0.42857 0.42857 0.42857 0.42857 0 0 0 0 0.75002 0.251. Peng~ 0.75 0 0 0.75 0.75 0 0.75 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0.25 0 0 0.25 0.25 0 0.25 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 0 0 01.Pela~ 0 0 0 0.66667 0.66667 0.66667 0.66667 0 0 0 0 0 02. Pela~ 0 0 0 0.33333 0.33333 0.33333 0.33333 0 0 0 0 0 0

Page 153: F08anu.pdf

Lampiran 9 (Lanjutan)Unweighted Supermatrix (Lanjutan)

4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0 0.12486 0.309 0 0 0 0 0 0.12457 0 0 0 0 02. Inve~ 0.309 0.13625 0 0.19154 0.23206 0.309 0 0.309 0.13934 0.24627 0 0 0 03. Sche~ 0.58155 0.2817 0.58155 0.36769 0.48906 0.58155 0 0.58155 0.30018 0 0 0.39673 0 04. Layo~ 0.10945 0.05611 0.10945 0.07816 0.08926 0.10945 1 0.10945 0 0 0.14042 0.08324 0 0.333335. Qual~ 0 0.12179 0 0 0.18963 0 0 0 0.13114 0.24627 0.28085 0.16126 0 06. Prev~ 0 0.1623 0 0.20683 0 0 0 0 0.18019 0.29788 0.33971 0.20464 0 07. Empl~ 0 0.11699 0 0.15578 0 0 0 0 0.12457 0.20959 0.23902 0.15413 1 0.666671. Loka~ 0 0.33252 0.24998 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peni~ 0 0.52784 0 0 0 0 0 0 0.5 0 0 0 0 03. Kont~ 0 0.13965 0.75002 0 0 0 0 0 0.5 0 0 0 0 01. Pull~ 0 0 0 0 0 0.14285 0 0 0 0 0 0 0 02. Pers~ 0.66667 0.53961 0 0 0.4 0 0 0.5 0.2036 0 0 0 0 03. Ukur~ 0.33333 0.16342 0 0.24998 0.2 0.42858 0 0.5 0.2036 0 0 0 0 04. Wakt~ 0 0.29696 0 0.75002 0.4 0.42857 0 0 0.34654 0 0 0 0 05. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.24626 1 0 0 0 01. Jadw~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0 0 0 0.75 0 0 0.75 0 0 0.75 0 03. Pemb~ 0 0 0 0 0 0.25 0 0 0.25 0 0 0.25 0 01. Work~ 0 0 0 1 0 0 0 0.24998 0 0 0.5 0 0 0.52.. Jara~ 0 0 0 0 0 0 0 0.75002 0 0 0.5 0 0 0.53. Temp~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0.83333 0 1 0 0 0 0 0.5 0.5 0 1 0 02. Jadw~ 0 0.16667 0 0 0 0 0 0 0.5 0.5 1 0 0 01.Pela~ 0.5 0.11111 0 0.5 0 0 0 0 0.33333 0.5 0.24998 0 0 12. Pela~ 0.5 0.88889 0 0.5 0 0 0 0 0.66667 0.5 0.75002 0 1 0

Page 154: F08anu.pdf

Lampiran 10Weight Supermatrix

1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0 0 0 0 0 0 0 1 0.06157 0.10307 0 0 02. Inve~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.06157 0 0.05907 0.05907 0.059073. Sche~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.12313 0.20615 0.11118 0.11118 0.111184. Layo~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02092 0.02092 0.020925. Qual~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06. Prev~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07. Empl~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Loka~ 0.05579 0.06191 0.05259 0 0.05162 0 0 0 0.1018 0.08521 0 0.04576 02. Peni~ 0.10138 0.1125 0.09556 0 0.0938 0 0 0 0 0.17043 0.08859 0.11286 0.132883. Kont~ 0.0307 0.03407 0.02894 0 0.02841 0 0 0 0.1018 0 0.08859 0.01855 0.044291. Pull~ 0.01065 0.01182 0.01004 0.01193 0.01019 0.0094 0.00809 0 0 0 0 0 0.044272. Pers~ 0.06995 0.07762 0.06593 0.07834 0.05704 0.06171 0.05312 0 0.12216 0 0.09638 0 0.124983. Ukur~ 0.02172 0.0241 0.02047 0.02432 0.02034 0.01916 0.01649 0 0.04072 0 0.03213 0.03262 04. Wakt~ 0.05684 0.06307 0.05357 0.06365 0.05305 0.05014 0.04316 0 0.04072 0 0.03213 0.07469 0.023525. Peng~ 0.04585 0.05088 0.04321 0.05135 0.04906 0.04045 0.03482 0 0 0 0.03213 0.08546 01. Jadw~ 0.11017 0.12225 0.10384 0 0 0.15429 0.13281 0 0.34654 0.43514 0 0 02. Jadw~ 0.17489 0.19407 0.16484 0 0 0.09719 0.08367 0 0 0 0.17328 0.34657 0.346573. Pemb~ 0.13881 0.15403 0.13083 0 0 0.12245 0.10541 0 0 0 0.17328 0 01. Work~ 0 0.01338 0 0.01351 0.01116 0.01064 0.00916 0 0 0 0.09232 0.02308 0.069242.. Jara~ 0 0.04015 0 0.04052 0.03348 0.03192 0.02748 0 0 0 0 0 03. Temp~ 0 0.04015 0 0.04052 0.03348 0.03192 0.02748 0 0 0 0 0.06924 0.023081. Peng~ 0.13744 0 0 0.15392 0.12717 0 0.10438 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0.04581 0 0 0.05131 0.04239 0 0.03479 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0 0.11509 0.13674 0.11297 0.10772 0.09273 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0.11509 0.13674 0.11297 0.10772 0.09273 0 0 0 0 0 01.Pela~ 0 0 0 0.13143 0.10858 0.10353 0.08912 0 0 0 0 0 02. Pela~ 0 0 0 0.06572 0.05429 0.05177 0.04456 0 0 0 0 0 0

Page 155: F08anu.pdf

Lampiran 10 (Lanjutan)Weight Supermatrix

4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0 0.02506 0.14943 0 0 0 0 0 0.0203 0 0 0 0 02. Inve~ 0.10772 0.02734 0 0.03723 0.10635 0.08209 0 0.12093 0.02271 0.06521 0 0 0 03. Sche~ 0.20273 0.05654 0.28124 0.07147 0.22412 0.15449 0 0.2276 0.04893 0 0 0.10241 0 04. Layo~ 0.03816 0.01126 0.05293 0.01519 0.0409 0.02908 1 0.04284 0 0 0.04049 0.02149 0 0.109165. Qual~ 0 0.02444 0 0 0.0869 0 0 0 0.02138 0.06521 0.08099 0.04163 0 06. Prev~ 0 0.03257 0 0.0402 0 0 0 0 0.02937 0.07888 0.09796 0.05282 0 07. Empl~ 0 0.02348 0 0.03028 0 0 0 0 0.0203 0.0555 0.06893 0.03979 0.44249 0.218321. Loka~ 0 0.06184 0.12909 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peni~ 0 0.09817 0 0 0 0 0 0 0.06353 0 0 0 0 03. Kont~ 0 0.02597 0.38731 0 0 0 0 0 0.06353 0 0 0 0 01. Pull~ 0 0 0 0 0 0.03945 0 0 0 0 0 0 0 02. Pers~ 0.23433 0.10919 0 0 0.21669 0 0 0.20341 0.02891 0 0 0 0 03. Ukur~ 0.11716 0.03307 0 0.05744 0.10835 0.11835 0 0.20341 0.02891 0 0 0 0 04. Wakt~ 0 0.06009 0 0.17233 0.21669 0.11835 0 0 0.04921 0 0 0 0 05. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.03497 0.23073 0 0 0 01. Jadw~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Jadw~ 0 0 0 0 0 0.34365 0 0 0.19309 0 0 0.34494 0 03. Pemb~ 0 0 0 0 0 0.11455 0 0 0.06436 0 0 0.11498 0 01. Work~ 0 0 0 0.10995 0 0 0 0.05045 0 0 0.07863 0 0 0.129962.. Jara~ 0 0 0 0 0 0 0 0.15137 0 0 0.07863 0 0 0.129963. Temp~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02. Peng~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01. Peme~ 0 0.19859 0 0.27604 0 0 0 0 0.09171 0.14901 0 0.28196 0 02. Jadw~ 0 0.03972 0 0 0 0 0 0 0.09171 0.14901 0.31499 0 0 01.Pela~ 0.14996 0.01919 0 0.09493 0 0 0 0 0.04235 0.10322 0.05984 0 0 0.41262. Pela~ 0.14996 0.15348 0 0.09493 0 0 0 0 0.08471 0.10322 0.17954 0 0.55751 0

Page 156: F08anu.pdf

Lampiran 11Limited Supermatrix

1. Supp~ 2. Inve~ 3. Sche~ 4. Layo~ 5. Qual~ 6. Prev~ 7. Empl~ 1. Loka~ 2. Peni~ 3. Kont~ 1. Pull~ 2. Pers~ 3. Ukur~1.Supp~ 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.036482. Inve~ 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.024073. Sche~ 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.070584. Layo~ 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.043635. Qual~ 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.01166. Prev~ 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.013917. Empl~ 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.055541. Loka~ 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.023282. Peni~ 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.032253. Kont~ 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.030631. Pull~ 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.00512. Pers~ 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.048563. Ukur~ 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.029474. Wakt~ 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.048035. Peng~ 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.017691. Jadw~ 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.048322. Jadw~ 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.08653. Pemb~ 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.036411. Work~ 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.030212.. Jara~ 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.021383. Temp~ 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.009141. Peng~ 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.0192. Peng~ 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.006331. Peme~ 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.065082. Jadw~ 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.045931.Pela~ 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.065572. Pela~ 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532

Page 157: F08anu.pdf

Lampiran 11 (Lanjutan)Limited Supermatrix

4. Wakt~ 5. Peng~ 1. Jadw~ 2. Jadw~ 3. Pemb~ 1. Work~ 2. Jara~ 3. Temp~ 1. Peng~ 2. Peng~ 1. Peme~ 2. Jadw~ 1. Pela~ 2. Pela~1.Supp~ 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.03648 0.036482. Inve~ 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.02407 0.024073. Sche~ 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.07058 0.070584. Layo~ 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.04363 0.043635. Qual~ 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.0116 0.01166. Prev~ 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.01391 0.013917. Empl~ 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.05554 0.055541. Loka~ 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.02328 0.023282. Peni~ 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.03225 0.032253. Kont~ 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.03063 0.030631. Pull~ 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.0051 0.00512. Pers~ 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.04856 0.048563. Ukur~ 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.02947 0.029474. Wakt~ 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.04803 0.048035. Peng~ 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.01769 0.017691. Jadw~ 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.04832 0.048322. Jadw~ 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.0865 0.08653. Pemb~ 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.03641 0.036411. Work~ 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.03021 0.030212.. Jara~ 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.02138 0.021383. Temp~ 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.00914 0.009141. Peng~ 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.019 0.0192. Peng~ 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.00633 0.006331. Peme~ 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.06508 0.065082. Jadw~ 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.04593 0.045931.Pela~ 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.06557 0.065572. Pela~ 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532 0.07532


Top Related