f06ism.pdf

149
SKRIPSI PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK KAJIAN RISIKO Oleh INNIKE SINTAWATIE M F24101036 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: niztgirl

Post on 29-Nov-2015

198 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

okee

TRANSCRIPT

Page 1: F06ism.pdf

SKRIPSI

PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN

DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK

KAJIAN RISIKO

Oleh

INNIKE SINTAWATIE M F24101036

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F06ism.pdf

PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN

DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK

KAJIAN RISIKO

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INNIKE SINTAWATIE M

F24101036

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: F06ism.pdf

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN

DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK

KAJIAN RISIKO

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INNIKE SINTAWATIE M

F24101036

Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1982

Di Ngawi, Jawa Timur

Tanggal lulus : 14 Februari 2006

Menyetujui

Bogor, Februari 2006

Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. Dr. Ir. Roy A Sparringa, M. App.Sc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP

Page 4: F06ism.pdf

Innike Sintawatie M. F24101036. Pengembangan Database Kontaminan Pangan Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Kajian Risiko. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.2006.

ABSTRAK

Masalah keamanan pangan berkaitan dengan kontaminan dan penggunaan BTP merupakan suatu masalah yang sangat kompleks sehingga memerlukan kegiatan monitoring untuk menjamin bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang aman. Badan POM RI telah melakukan monitoring keamanan pangan, akan tetapi data-data hasil monitoring yang ada selama ini umumnya masih digunakan dalam rangka identifikasi bahaya dan belum dihimpun secara sistematis yang mudah diakses. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, (2) mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan menurut kategori pangan GSFA (General Standard for Food Additives), (3) mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD (The Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme), dan (4) pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk kajian risiko. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data BTP dan kontaminan, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi. Hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia menunjukkan bahwa dari 11 BTP yang diijinkan untuk pangan, sebanyak tiga jenis BTP yang baru dimonitor, yakni pengawet, pemanis buatan, dan pewarna. Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan yakni benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan masih ditemukan aditif ilegal yang sangat berbahaya bagi tubuh karena sifatnya yang karsinogenik, yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow. Sedangkan kontaminan yang dianalisis oleh PPOMN dari tahun 1999-2004 meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi olahan juga masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, yang paling menonjol adalah aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya.

Data konsentrasi BTP dan kontaminan pangan yang telah disusun dalam database belum dapat dimanfaatkan untuk kajian risiko dengan berbagai keterbatasan. Data-data yang ada hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya yang umumnya terbatas pada bahan tambahan ilegal, beberapa bahan pengawet, pemanis buatan serta pewarna dan masih perlu ditindaklanjuti dengan kajian paparan untuk mengetahui karakterisasi risikonya. Keterbatasan data hasil monitoring tersebut antara lain: data umumnya masih bersifat kualitatif; nilai

Page 5: F06ism.pdf

LOD dan LOQ tidak dicantumkan dalam laporan pengujian sehingga sulit menentukan parameter statistiknya seperti mean, median, standar deviasi, dan percentile; sampling yang belum seragam; jumlah sampel belum cukup untuk menjamin validitas data; serta penentuan obyek yang akan disurvei belum mempertimbangkan kerangka sampel. Oleh karena itu diperlukan protokol survei. Untuk database kontaminan diperlukan pengolahan dan analisis data dari stakeholder yang berwenang secara terpadu sehingga akan diperoleh database kontaminan secara nasional, serta diperlukan kesesuaian dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD.

Page 6: F06ism.pdf

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 28

Desember 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga

bersaudara pasangan Purjanto Heri Wibowo dan Farida

Setyorini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK

Nawa Kartika Dawu pada tahun 1988 sampai tahun 1989.

Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989-1995 di

Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Dawu. Penulis melanjutkan

sekolah di SLTP Negeri 2 Ngawi dan lulus pada tahun 1998. Kemudian pada

tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 2 Ngawi dan lulus

pada tahun 2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Ilmu

dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa IPB penulis pernah menjadi asisten pada mata

kuliah Kimia Dasar I dan Kimia Dasar II. Dalam bidang organisasi penulis

pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan

(HIMITEPA) dan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan HIMITEPA.

Akhirnya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian, penulis melaksanakan magang di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI)

Jakarta. Hasil kegiatan magang telah dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul

”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan Pangan

untuk Kajian Risiko” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz MSc. dan

Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.

Page 7: F06ism.pdf

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

hanya kepada Allah SWT, pemilik ilmu, pemberi rahmat, hidayah dan kasih

sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan

Pangan untuk Kajian Risiko”.

Allah SWT memberikan kemudahan bagi penulis melalui bantuan,

kesabaran, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang selama ini selalu

menyertai penulis dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala dukungan, doa, kasih sayang serta

keikhlasan yang senantiasa mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, karya kecil ini kupersembahkan

untuk Kalian,

2. Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang mendukung dalam

penyelesaian skripsi ini,

3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App. Sc. selaku dosen pembimbing lapang di

Badan POM RI yang telah bekerja keras membimbing, mengarahkan,

memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini,

Saya tidak akan melupakan jasa Bapak,

4. Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS, selaku Direktur Surveilan dan

Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang di Badan POM RI serta

selaku dosen penguji,

5. Drs. Siam Subagyo, Msi, selaku Kepala Bidang Pangan PPOMN yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di

PPOMN,

6. Dosen-dosen Ilmu dan Teknologi pangan yang telah memberikan ilmunya

selama kuliah di IPB,

Page 8: F06ism.pdf

7. Adik-adikku tersayang (Ani dan Angga) serta keluarga besar di Ngawi yang

telah memberikan kasih sayang dan doanya sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB,

8. Sahabatku (Dessy, Putri, Wulan, Ana, Meli, Eny, Armi, Manong, Yaya’,

Ambang) you are my best friend that i never had before, terima kasih untuk

segalanya dan semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,

9. Teman-teman seperjuangan magang (Nur, Rini, Tami dan Ari) terima kasih

atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama 4 bulan magang di

Badan POM RI,

10. Mas Fahmi Fasah Angkotasan, terima kasih atas bantuan softwarenya,

11. Staf Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (Mas Nugi, Bu

Murni, Pak Nyoman, Pak Dedi, Mbak Ruki, Mbak Pipit, Mbak Vian, Mbak

Yanti, Teteh Yanti dll), terima kasih atas segala bantuan dan nasihatnya,

12. Arofah’s crew (Deti, Asti, Eno, Mada, Yuni, Elis, Santo’, Mia, Titin, Wira,

Asri, Ai, Wiwin dan Delvia) atas kebersamaan dan kenangan indah kita,

semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya,

13. Teman-teman satu bimbingan (Christian dan Mbak Yani) terima kasih atas

dorongan semangatnya,

14. Teman-teman satu kelompok praktikum (Hans, Tantri, Armi, Dhani) dan

teman-teman ITP 38, terima kasih atas kebersamaan dan suka duka kita

selama ini yang tidak akan terlupakan selamanya,

15. Abi dan Mbak Ana, terima kasih telah menjadi tempat curhatku selama ini,

16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan sampai terselesainya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat,

bangsa dan negara. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangannya,

oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2006

Penulis

Page 9: F06ism.pdf

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... viii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1

B. TUJUAN .............................................................................................. 3

C. MANFAAT .......................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4

A. KONSEP ANALISIS RISIKO............................................................. 4

B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU .................................. 12

C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI............................................. 16

D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA ............................................... 17

E. PROGRAM GEMS/FOOD ................................................................. 25

F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVE) ................ 30

III. METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT .................................................................... 32

B. METODE PENELITIAN ..................................................................... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 36

A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING

BADAN POM RI................................................................................. 36

B. DATABASE KONSENTRASI KONTAMINAN PANGAN

HASIL MONITORING BADAN POM RI ......................................... 58

C. DATABASE KONTAMINAN PANGAN DENGAN GUIDELINE

PRIORITAS UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN

MENURUT GEMS/FOOD.................................................................. 64

Page 10: F06ism.pdf

D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN

DALAM MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN

DALAM PANGAN ............................................................................. 72

E. PEMANFAATAN DATABASE KONSENTRASI

BTP DAN KONTAMINAN HASIL MONITORING

BADAN POM RI................................................................................. 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 74

A. KESIMPULAN .................................................................................... 74

B. SARAN ................................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77

LAMPIRAN..................................................................................................... 83

Page 11: F06ism.pdf

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia.................. 7 Tabel 2. Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis

oleh Badan POM RI ....................................................................... 8

Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia ............................... 26 Tabel 4. Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMS/FOOD Regional Diets........................................................ 29 Tabel 5. Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia .............................. 31 Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia............ 40 Tabel 7. Penggunaan pengawet dan pemanis dari data kuantitatif yang

melebihi batas konsentrasi yang diijinkan ..................................... 44 Tabel 8. Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil

monitoring selama tahun 2004....................................................... 48

Tabel 9. Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004....................................................... 50

Tabel 10. Penggunaan rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004....................................................... 52

Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004....................................................... 54

Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis

Badan POM.................................................................................... 59

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD.................................................... 65

Page 12: F06ism.pdf

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka analisis risiko .............................................................. 5 Gambar 2. Kerangka kerja kajian risiko ....................................................... 5 Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan... 18 Gambar 4. Diagram alir metode penelitian................................................... 33 Gambar 5. Profil jumlah sampel mengandung BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM...................................... 37 Gambar 6. Profil jumlah parameter BTP yang diuji pada masing-masing

Balai/Balai Besar POM............................................................... 38 Gambar 7. Profil persentase aditif legal yang dimonitor di Indonesia.......... 43 Gambar 8. Profil persentase aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia ........ 46

Page 13: F06ism.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kategori Pangan GSFA .............................................................. 83

Lampiran 2. Database beberapa BTP pada sejumlah pangan yang dimonitor

di Indonesia ................................................................................ 106

Lampiran 3. Prosedur pengolah database BTP dan kontaminan dalam pangan olahan............................................................................. 142

Lampiran 4. Pedoman penggunaan software OPAL I .................................... 147 Lampiran 5. Prioritas utama pangan dan kontaminan GEMS/FOOD............. 165

Page 14: F06ism.pdf

DAFTAR ISTILAH

ADI (Acceptable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah suatu

bahan kimia yang dinyatakan dalam mg bahan per kg berat badan, yang

meskipun dicerna/dimakan setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman,

tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun

risiko.

Analisis risiko (Risk Analysis) adalah suatu proses ilmiah yang terdiri dari tiga

komponen yakni kajian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk

management), dan komunikasi risiko (risk communication).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,

penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu

komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat

dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi

kesehatan.

Evidence base adalah informasi yang diperoleh secara ilmiah melalui kegiatan

studi, survei, atau surveilan berkaitan dengan keamanan pangan yang

dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar dalam menetapkan suatu

kebijakan.

Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi serta evaluasi

terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu atau suatu

kelompok pangan.

Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai

kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan melalui pangan atau

sumber lain yang relevan.

Page 15: F06ism.pdf

Kajian risiko adalah kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang mungkin

terjadi, terdiri dari empat tahapan: i)identifikasi bahaya; ii) karakterisasi

bahaya; iii) kajian paparan; dan iv) karakterisasi risiko.

Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai

pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap

kesehatan.

Karakterisasi risiko adalah perkiraan secara kualitatif maupun kuantitatif dari

kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang terjadi pada

populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi

bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan.

Kerangka sampel adalah daftar obyek/individu/unit/elemen dalam suatu populasi

yang akan disurvei.

Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam

pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan

dengan risiko, dan persepsi risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko

dan pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, akademisi dan lain-

lain.

Kontaminan pangan adalah suatu bahan yang secara tidak sengaja terdapat

dalam pangan sebagai hasil dari proses produksi (termasuk didalamnya

proses pembudidayaan tanaman dan pembudidayaan hewan ternak),

pengolahan, penyiapan, penyimpanan, transportasi atau sebagai hasil

kontaminasi oleh lingkungan. Definisi ini tidak termasuk potongan tubuh

serangga, bulu tikus dan bahan asing lainnya.

LOD (Limit of Detection) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang

masih dapat dideteksi oleh alat. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan

verifikasi metode yang akan digunakan dalam pengujian.

LOQ (Limit of Quantification) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang

masih dapat dikuantifikasi. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan

verifikasi metode yang akan digunakan dalam pengujian.

Page 16: F06ism.pdf

Manajemen risiko adalah proses kajian berbagai alternatif kebijakan dalam

bidang pangan sebagai hasil dari proses kajian risiko guna melindungi

kesehatan konsumen dan menerapkan praktek perdagangan yang aman,

dan jika diperlukan, melakukan seleksi dan implementasi pengendalian

risiko yang sesuai.

Maximum Level Permitted adalah batas maksimum konsentrasi yang diijinkan

untuk ditambahkan dalam pangan.

Mean (nilai rata-rata) adalah suatu ukuran pusat data bila data tersebut diurutkan

dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang terbesar

sampai terkecil.

Median adalah pengamatan yang tepat di tengah-tengah bila banyaknya

pengamatan adalah ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang di tengah

bila banyaknya pengamatan genap.

NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) adalah konsentrasi tertinggi dimana

pengaruh buruk tidak terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional,

pertumbuhan, perkembangan, dan umur hidup target atau hewan

percobaan.

Percentile adalah nilai-nilai yang membagi sugugus pengamatan menjadi 100

bagian yang sama.

Pestisida adalah suatu bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk

mencegah, membunuh, menolak atau mengendalikan berbagai hama

termasuk spesies tumbuhan atau hewan yang tidak diinginkan selama

produksi, penyimpanan, transportasi, distribusi dan selama proses

pengolahan pangan, komoditi pertanian, atau pakan ternak.

Protokol survei adalah dokumen penting sebagai pedoman bagi pelaksana survei

yang berisi tentang latar belakang survei; penetapan tujuan; keluaran dan

manfaat; penetapan populasi survei; identifikasi kerangka sampel;

alat/tools, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel;

penanganan sampel; preparasi sampel; analisis sampel; dan manajemen

survei.

Page 17: F06ism.pdf

PTDI (Provisional Tolerable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang

jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap hari tanpa

menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk

kontaminan yang tidak bersifat kumulatif, seperti arsen.

PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah suatu perkiraan tentang

jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap minggu tanpa

menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk

kontaminan yang bersifat kumulatif, seperti kadmium, merkuri, timbal dll.

Residu pestisida adalah suatu bahan spesifik yang terdapat dalam pangan,

komoditas pertanian atau pakan ternak yang dihasilkan dari penggunaan

pestisida meliputi produk turunan pestisida seperti produk hasil konversi,

metabolit, produk hasil reaksi dan segala sesuatu yang dipertimbangkan

sebagai bahan yang bersifat toksik.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan

kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan.

Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah pendekatan dalam pelaksanaan

program keamanan pangan nasional meliputi kegiatan monitoring,

surveilan dan promosi keamanan pangan yang dilakukan oleh instansi-

instansi terkait yang bekerja bersama-sama sebagai mitra sejajar untuk

meningkatkan kualitas keamanan pangan nasional.

Standar deviasi adalah akar dari ragam contoh (ukuran keragaman yang terbaik).

Surveilan keamanan pangan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis

dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara

sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak

pengguna/terkait yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti.

Theoritical Maximum Level adalah suatu estimasi konsentrasi tertinggi yang

aman untuk suatu bahan tambahan pangan dalam pangan padat atau cair,

dinyatakan dalam mg/kg pangan, dihitung menggunakan metode budget

yang paling konservatif.

Page 18: F06ism.pdf

Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia

melalui analisis kontaminan, BTP, bahan berbahaya dan atau zat gizi

dalam sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada

suatu populasi (market basket study).

Page 19: F06ism.pdf

DAFTAR SINGKATAN

ADI Acceptable Daily Intake

Badan POM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

BTP Bahan Tambahan Pangan

FAO Food and Agriculture Organization of United Nations

GEMS/FOOD Global Environment Monitoring System/Food Contamination

Monitoring and Assessment Programme

GSFA General Standard for Food Additives

JECFA Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

LOD Limit of Detection

LOQ Limit of Quantification

NOAEL No-Observed-Adverse-Effect Level

OPAL Operational Programs for Analytical Laboratories

PTDI Provisional Tolerable Daily Intake

PTWI Provisional Tolerable Weekly Intake

UNEP United Nations Environment Programme

WHO World Health Organization

Page 20: F06ism.pdf

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

peningkatan kualitas fisik, mental, dan kecerdasan. Oleh karena itu, pangan

yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi

jumlah maupun dari segi kualitas agar tidak menimbulkan gangguan pada

kesehatan.

Keamanan pangan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks

mencakup mata rantai pangan dari hulu hingga hilir, dari ternak mulai

dikembangbiakkan atau tanaman pangan mulai dibudidayakan hingga pangan

dikonsumsi (from farm to table). Pangan merupakan sumber energi yang

dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya.

Namun, pangan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak memenuhi kriteria

sebagai pangan yang layak dan aman. Berbagai kontaminan dapat mencemari

bahan pangan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kontaminan tersebut

diantaranya mikotoksin, logam berat, pestisida, dioksin, residu hormon, residu

antibiotik serta bahan berbahaya lainnya.

Di samping itu dalam bahan pangan sering ditambahkan bahan

tambahan pangan (BTP) yang merupakan bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas

pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan

atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau

mempengaruhi sifat khas pangan tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan RI.

No. 722/Menkes/Per/IX/1988). Masalah utama dalam penggunaan BTP adalah

masih banyaknya produsen pangan yang menggunakan BTP melebihi batas

konsentrasi yang diijinkan atau bahkan menggunakan aditif ilegal yang

dilarang penggunaannya seperti boraks, formalin yang sangat berbahaya bagi

kesehatan manusia. Hal ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan atau

bahkan ketidakpedulian produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat maupun

Page 21: F06ism.pdf

keamanan BTP. Karena pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak

langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak

menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.

Beberapa penyakit yang telah diketahui dirangsang oleh adanya

kontaminan atau penggunaan BTP berlebih diantaranya kanker kolon, kanker

hati, kanker kandung kemih, dan sebagainya (Nurrohmah et al.,1995). Oleh

karena itu adanya kontaminan atau penggunaan BTP dalam pangan harus

diawasi secara ketat. Pemerintah telah menetapkan peraturan tentang batas

residu kontaminan maupun penggunaan BTP, seperti Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Badan POM RI bertanggung

jawab untuk mengawasi dan mengendalikan pencemaran kontaminan atau

penggunaan BTP dalam produk sesuai peraturan tersebut.

Badan POM RI secara berkala melakukan monitoring keamanan

pangan berkaitan dengan kontaminan pangan dan BTP di Indonesia. Akan

tetapi belum tersedia database yang sistematis dan mudah diakses untuk

keperluan kajian risiko. Database ini akan sangat berguna untuk melakukan

suatu kajian paparan (exposure assessment) yang merupakan bagian dari

kajian risiko. Selama ini kajian risiko yang telah dilakukan di Indonesia

umumnya sebatas pada identifikasi bahaya (hazard identification). Untuk

mengetahui karakterisasi risiko (risk characterization) diperlukan kajian

paparan (exposure assessment) disamping identifikasi bahaya (hazard

identification) dan karakterisasi bahaya (hazard characterization). Dalam

kajian paparan bahan kimia diperlukan data konsumsi dan data konsentrasi

bahan kimia dalam pangan. Fokus penelitian ini adalah pengembangan

database konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-

2004 dan database konsentrasi BTP tahun 2004 yang diperoleh dari Pusat

Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) untuk kajian risiko.

Pada kajian paparan kontaminan pangan dan BTP, tingkat risiko

terhadap bahaya kontaminan pangan dan BTP dilihat dari nilai paparannya

yaitu tingkat konsumsi setiap hari dikalikan konsentrasi kontaminan atau BTP

per kilogram berat badan, yang dibandingkan dengan tingkat asupan yang

aman setiap harinya (Health Reference) seperti ADI untuk BTP dan pestisida

Page 22: F06ism.pdf

dan PTWI/PTDI untuk kontaminan pangan. Semakin besar paparan maka

semakin besar pula risiko terkena bahaya kesehatan akibat konsumsi

kontaminan pangan dan BTP.

Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah sebagai

landasan ilmiah mengenai tingkat risiko kontaminan pangan dan BTP di

Indonesia guna menentukan kebijakan yang dapat melindungi masyarakat dari

pangan yang tidak aman.

B. TUJUAN

Tujuan dari kegiatan magang ini adalah:

membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun

1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan

POM RI,

mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan

menurut kategori pangan GSFA,

mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang

telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD,

pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk

kajian risiko.

C. MANFAAT

Manfaat dari kegiatan magang di Badan POM RI ini adalah untuk

memberikan basis data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP yang

diperlukan dalam kajian risiko. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh

pemerintah untuk membuat suatu kebijakan yang dapat melindungi konsumen

dari pangan yang tidak aman.

Page 23: F06ism.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP ANALISIS RISIKO

Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan

mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap

kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem

jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai

produk yang siap dimakan, atau dari produsen sampai ke konsumen sehingga

risiko akibat terpapar bahaya dapat dikurangi pada level yang aman. Bahaya

tersebut meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Salah satu

sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis risiko

(Badan POM, 2001b).

Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan

pangan setelah Good Hygienic Practices dan HACCP. Analisis risiko (Risk

Analysis) adalah penetapan tatacara memperkirakan risiko yang berhubungan

dengan masalah kesehatan yang terjadi saat itu dan mengendalikan risiko

tersebut seefektif mungkin. Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh

suatu proses yang secara sistematis dan transparan dapat mengumpulkan,

menganalisis dan mengevaluasi informasi ilmiah maupun non ilmiah yang

relevan tentang bahaya kimia, mikrobiologis maupun fisik yang mungkin

terdapat dalam pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan dalam

memilih opsi terbaik untuk menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai

alternatif yang diidentifikasi (Rahayu et al., 2004).

Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian

risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (WHO, 1997b; Rahayu et al.,

2004; WHO, 2005a). Kaitan antara ketiga langkah tersebut dapat dilihat pada

Gambar 1.

1. Kajian risiko (risk assessment)

Kajian risiko merupakan kajian ilmiah yang berhubungan dengan

risiko-risiko keamanan pangan sehingga pengambil keputusan (manajer

risiko) dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko (WHO, 1997b;

Parker dan Tompkin, 2000).

Page 24: F06ism.pdf

Gambar 1. Kerangka analisis risiko (Badan POM, 2001a)

Gambar 2. Kerangka kerja kajian risiko (Rahayu et al., 2004)

Kajian risiko Manajemen risiko

• Identifikasi bahaya • Karakterisasi bahaya• Kajian paparan • Karakterisasi risiko

• Evaluasi risiko • Kajian opsi • Implementasi keputusan • Monitoring dan Review

Komunikasi risiko

Pertukaran informasi dan opini secara interaktif dan

terus menerus

Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya mikrobiologis,fisik atau kimia yang dapat membahayakan

kesehatan

Kajian Paparan Evaluasi kemungkinan tingkat

paparan

Karakterisasi Bahaya Evaluasi pengaruh bahaya yang

mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan

Kajian dosis respon

Karakterisasi Risiko Integrasi kajian paparan dan karakterisasi bahaya Perkiraan risiko terhadap kesehatan termasuk

keragaman dan ketidakpastian

Penetapan Tujuan

Penulisan laporan resmi

Page 25: F06ism.pdf

Kajian risiko berdasarkan bahaya yang dikaji dibagi menjadi dua yaitu

kajian risiko kimia dan kajian risiko mikrobiologi. Kajian risiko kimia

menitikberatkan pada keberadaan bahan kimia, seperti bahan tambahan

pangan (aditif), cemaran kimiawi maupun residu obat-obatan ternak.

Sedangkan kajian risiko mikrobiologi menitikberatkan pada evaluasi

kemungkinan munculnya efek terhadap kesehatan setelah terpapar dengan

mikroba patogen atau dengan media yang mengandung mikroba patogen

(Rahayu et al., 2004).

Kajian risiko kimia merupakan tahapan dari analisis risiko yang

bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) bahaya kimia apa

saja yang mungkin terjadi, (2) bagaimana peluang terjadinya bahaya kimia

tersebut, dan (3) jika bahaya terjadi, apa konsekuensi yang harus dihadapi.

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melakukan empat langkah yaitu

identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi

risiko (WHO, 1997b; WHO, 2000a; Badan POM, 2001b; Rahayu et al.,

2004). Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

a. Identifikasi bahaya (hazard identification)

Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi

yang dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap kesehatan serta

evaluasi terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu

atau suatu kelompok pangan. Bahaya (hazard) dapat diartikan sebagai

agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam

pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan

(WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Identifikasi bahaya

pada bahan kimia difokuskan pada kemungkinan bahan tambahan

pangan, pestisida atau kontaminan menyebabkan pengaruh buruk

terhadap kesehatan. Beberapa hal yang menentukan kegiatan

identifikasi bahaya ini diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode,

pustaka, serta sumber informasi dalam melaksanakan

studi/survei/surveilan.

Page 26: F06ism.pdf

b. Karakterisasi bahaya (hazard characterization)

Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau

kuantitatif mengenai pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam

pangan terhadap kesehatan. Untuk bahaya kimia umumnya diperlukan

kajian dosis respon (Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Dari kajian

tersebut akan diperoleh nilai NOAEL yang merupakan dosis tertinggi

dimana pengaruh buruk tidak terlihat pada hewan percobaan. Dengan

mempertimbangkan faktor keamanan (safety factor) dan faktor

ketidakpastian (uncertainty factor) untuk mengekstrapolasikan hasil

studi dari hewan ke manusia, maka diperoleh nilai standar asupan

bahan kimia yang aman dalam tubuh, seperti ADI sebagai standar

asupan yang aman untuk BTP dan pestisida. Nilai ADI diperoleh

dengan membagi NOAEL dengan safety factor yang umumnya

mempunyai nilai 100 (EU Scientific Co-operation, 1998). Nilai ADI

beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia

No. BTP Nilai ADI (mg/kgbb)

1. Benzoat* 5

2. SorbatΦ 25

3. Sakarin* 5

4. Siklamat* 11

5. Aspartam¶ 40

Sumber: * JECFA (2001) Φ WHO (1974) ¶ WHO (2000b) Hal yang sama pada PTWI/PTDI sebagai standar asupan yang

aman untuk kontaminan pangan. Konsep PTDI ini hampir sama

dengan ADI yakni dosis tanpa efek (NOAEL) dibagi 100, sehingga

nilai PTWI merupakan nilai PTDI x 7. Nilai PTWI beberapa logam

berat dipaparkan pada Tabel 2. Nilai standar ini bukan merupakan hal

yang mutlak, sehingga nilainya bisa diubah atau diperbaiki apabila

terdapat informasi yang baru mengenai toksisitasnya.

Page 27: F06ism.pdf

Tabel 2. Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis oleh Badan POM RI

No. Kontaminan Nilai PTWI (µg/kgbb)

1. Cadmium (Cd)Ψ 7

2. Merkuri (Hg)Ψ 1.6

3. Arsen(As)§ 15

4. Timbal (Pb)Ψ 25

5. Timah (Sn)§ 14000

Sumber: Ψ JECFA (2004) § WHO (1996)

c. Kajian paparan (exposure assessment)

Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif

mengenai kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan

melalui pangan atau sumber lain yang relevan (WHO, 1997b; Rahayu

et al., 2004; WHO, 2005a). Dalam kajian paparan harus dikaji

kelompok sasaran konsumen, pola konsumsi dan estimasi asupan.

Kajian paparan dilakukan dengan mengkombinasikan data konsumsi

dengan data konsentrasi untuk menentukan tingkat asupan bahan kimia

dalam tubuh. Kajian paparan ini akan menyediakan pandangan ilmiah

terhadap keberadaan bahaya dalam produk yang dikonsumsi untuk

menentukan karakterisasi risikonya.

d. Karakterisasi risiko (risk characterization)

Karakterisasi risiko merupakan output dari kajian risiko.

Karakterisasi risiko merupakan perkiraan kualitatif dan atau kuantitatif

dari kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang

terjadi pada populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya,

karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan (WHO,

1997b; WHO, 2005a)

Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada

risiko bahaya kontaminan pangan dan BTP, maka diperlukan suatu

perkiraan konsumsi yang kemudian dibandingkan dengan Health

Reference seperti ADI untuk BTP dan pestisida dan PTWI/PTDI untuk

kontaminan pangan. Informasi dari kajian risiko ini akan sangat

Page 28: F06ism.pdf

berguna bagi para profesional di bidang keamanan pangan sebagai

landasan ilmiah (evidence base) untuk penentuan strategi dalam

mencegah atau mengurangi risiko yang ada pada kegiatan manajemen

risiko.

2. Manajemen risiko (risk management)

Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang

bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan berbagai

dampak yang mungkin ditimbulkan. Wilson dan Droby (2001)

menyebutkan langkah-langkah manajemen risiko terdiri dari: (1)

mengidentifikasi masalah-masalah keamanan pangan beserta faktor

risikonya, (2) menyusun profil risiko, (3) menetapkan tujuan manajemen

risiko dan tim manajer risiko untuk mengendalikan risiko tersebut, (4)

membuat prioritas risiko yang ingin dikendalikan, (5) menerbitkan

kebijakan-kebijakan pengendalian risiko dengan mempertimbangkan

informasi yang diperoleh dari kegiatan kajian risiko, (6) monitoring

pelaksanaan kebijakan yang telah disusun, dalam hal ini dilimpahkan

kepada kegiatan kajian risiko, dan (7) melakukan evaluasi berdasarkan

informasi dari kegiatan kajian risiko yang dilakukan pada tahap 6. Parker

dan Tompkin (2000) meringkas langkah-langkah tersebut menjadi 4

tahapan yakni: (1) evaluasi risiko, (2) kajian alternatif-alternatif

manajemen risiko, (3) implementasi keputusan manajemen risiko, serta (4)

monitoring dan evaluasi.

Pada tahap evaluasi risiko, manajer risiko akan membahas risiko-

risiko yang telah ditentukan melalui kegiatan kajian risiko. Pembahasan

tersebut diharapkan menghasilkan profil masing-masing risiko. Profil

tersebut berisi lokasi dan distribusi risiko tersebut, keuntungan dan

kerugian pengendalian risiko, serta informasi lain yang diperlukan.

Profil risiko diperlukan untuk menentukan instansi-instansi terkait

yang akan dilibatkan dalam tim manajer risiko. Instansi-instansi yang

dipilih sebaiknya terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu sehingga dapat

memberikan pertimbangan kepada manajer risiko dalam berbagai sudut

pandang. Selanjutnya pembahasan tersebut diharapkan mampu

Page 29: F06ism.pdf

memformulasikan tujuan manajemen risiko, mengembangkan kerangka

acuan, dan memberikan alternatif-alternatif untuk mengendalikan risiko

yang terjadi.

Langkah kedua adalah kajian alternatif pengendalian risiko. Kajian

tersebut berupa diskusi dengan instansi-instansi terkait untuk menentukan

alternatif pemecahan masalah yang tepat. Beberapa informasi yang perlu

dipertimbangkan dalam menentukan alternatif yang tepat adalah

ketidakpastian yang ada pada masing-masing alternatif, besarnya risiko

yang ada setelah dilakukan alternatif, biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan alternatif tersebut, dan adanya sumber daya manusia yang

memadai untuk melakukan alternatif tersebut. Intinya, keuntungan dan

kerugian dari masing-masing alternatif perlu dikaji sebelum memilih.

Biasanya kriteria yang mudah diukur dan diamati juga disusun untuk

mempermudah kajian alternatif ini. Alternatif yang memenuhi kriteria

akan dipilih dan diimplementasikan untuk mengendalikan risiko.

Langkah ketiga adalah implementasi keputusan manajemen risiko.

Implementasi keputusan tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak,

termasuk pejabat pemerintah, industri pangan dan konsumen.

Implementasi ini salah satunya bisa dilakukan dengan kegiatan inspeksi

rutin atau kegiatan lain disesuaikan dengan pihak terkait yang

melaksanakannya. Implementasi keputusan ini memerlukan kekompakan

tim manajer risiko dan perencanaan yang matang termasuk petunjuk

pelaksanaan teknis, jadwal pelaksanaan dan sasaran pengendalian risiko.

Langkah terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Langkah ini

sangat penting untuk memberikan umpan balik yang diperlukan demi

memperbaiki pelaksanaan manajemen risiko. Oleh karena itu keputusan

yang diambil dalam manajemen risiko harus selalu dipantau secara

periodik melalui kegiatan monitoring untuk mengetahui seberapa besar

pengaruhnya dalam mengurangi risiko yang ada. Jika selama monitoring

tersebut terdapat informasi ilmiah yang baru, maka sangat dimungkinkan

untuk dilakukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan

keputusan baru dan implementasi keputusan sehingga proses manajemen

Page 30: F06ism.pdf

risiko merupakan suatu proses yang berulang (iteratif) (Rahayu et al.,

2004).

Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada pihak-

pihak yang terkait. Oleh karena itu diperlukan strategi komunikasi yang

terdapat dalam konsep komunikasi risiko (risk communication).

3. Komunikasi risiko (risk communication)

Komunikasi risiko merupakan pertukaran informasi dan opini

secara interaktif dan terus menerus mengenai bahaya dan risiko, faktor

yang berkaitan dengan risiko dan persepsi risiko yang diperoleh selama

proses analisis risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak

terkait lainnya seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan

akademisi. Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-

temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko

(WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a).

Tujuan dari kegiatan komunikasi risiko adalah: (1) memfasilitasi

pertukaran informasi tentang pengetahuan, sikap, dan persepsi berkaitan

dengan topik-topik risiko antar semua pihak yang terlibat dalam proses

analisis risiko, (2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses analisis

risiko, (3) meningkatkan konsistensi dan transparansi dalam pengambilan

dan penerapan keputusan yang diambil oleh manajer risiko, dan (4)

memberikan kesempatan bagi semua pihak terkait untuk melakukan

review serta memberikan pendapat terhadap kebijakan analisis risiko yang

diambil, termasuk metode kajian risiko dan standar risiko yang digunakan

serta tentang kebijakan atau program manajemen risiko (FAO, 2000;

Rahayu et al., 2004).

Dalam melaksanakan komunikasi risiko diperlukan beberapa

strategi, diantaranya: (1) mengkoleksi dan menganalis latar belakang

informasi tentang risiko keamanan pangan, persepsi pihak-pihak terkait,

konteks risiko dan sebagainya, (2) mengembangkan dan diseminasi pesan-

pesan utama yang ditargetkan pada kelompok-kelompok tertentu, (3)

mendorong dan mengajak pihak terkait untuk berdialog mengenai risiko,

Page 31: F06ism.pdf

serta (4) memonitor dan mengevaluasi hasil dari komunikasi risiko

(Rahayu et al., 2004).

Dalam menunjang suksesnya pelaksanaan proses komunikasi

risiko, diperlukan komunikasi yang efektif diantara semua pihak yang

berpatisipasi. Prinsip komunikasi yang efektif antara lain adalah adanya

saling percaya, terbuka dalam arti tidak menutupi hasil kajian risiko atau

manajemen risiko yang buruk, bersifat interaktif dengan memberdayakan

dan melibatkan semua pihak. Selain itu konsultasi juga merupakan salah

satu pendekatan yang sering dilakukan dalam komunikasi risiko, untuk

mendapatkan masukan atau komentar dari pihak-pihak tertentu.

Pelaksanaan analisis risiko, yang meliputi kajian risiko, manajemen

risiko dan komunikasi risiko melibatkan instansi-instansi yang terkait di

sepanjang rantai pangan. Oleh karena itu pelaksanaan analisis risiko perlu

direalisasikan dalam satu jaringan informasi yang memungkinkan terciptanya

kerjasama dalam bentuk saling berbagi informasi dan bekerja sebagai mitra

sejajar dalam rangka pelaksanaan program keamanan pangan nasional dengan

pendekatan sistem keamanan pangan terpadu.

B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU (INTEGRATED FOOD

SAFETY SYSTEM)

SKPT (Sistem Keamanan Pangan Terpadu) merupakan sistem

komunikasi yang dirancang untuk para profesional keamanan pangan untuk

berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang keamanan pangan. SKPT ini

dicanangkan pada tanggal 13 Mei 2004 oleh Prof. A. Malik Fadjar, MSc.

”Bersama-sama kita meningkatkan keamanan pangan di Indonesia” adalah

lebih dari sekedar semboyan untuk SKPT nasional di Indonesia. Semboyan ini

merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. SKPT

adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang

terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi.

SKPT merupakan sistem yang mengkombinasikan keahlian dan pengalaman

dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam

Page 32: F06ism.pdf

menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan

(Badan POM, 2004a; Badan POM, 2005b).

Badan POM bersama lembaga terkait menggalang terwujudnya sistem

keamanan pangan terpadu melalui beberapa jejaring. Anggota-anggota

jejaring ini bekerja sebagai mitra sejajar (equal partnership) dengan cara

saling membagi informasi, mendiskusikan permasalahan yang ada, dan

memutuskan cara terbaik untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga

dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan pangan nasional (Fardiaz,

2001).

SKPT terdiri dari tiga jejaring yakni jejaring intelijen pangan, jejaring

pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan dengan tiga

program unggulan yang saling mengkait antar tiga jejaring yang ada yakni

sistem klasifikasi award keamanan pangan (star awards), sistem monitoring

keamanan pangan terpadu (food watch), serta tim respon cepat (rapid

reponse). Ketiga jejaring tersebut merupakan penerapan dari konsep analisis

risiko. Jejaring intelijen pangan merupakan penerapan kajian risiko, jejaring

pengawasan pangan merupakan pelaksanaan manajemen risiko, sedangkan

komunikasi risiko diterapkan melalui jejaring promosi keamanan pangan.

Selain itu terdapat tim teknis keamanan pangan yang merupakan gabungan

dari instansi kunci untuk berkomunikasi dengan tiga jejaring untuk

melaksanakan program rapid response, food star dan food watch (Sparringa,

2002).

1. Jejaring Intelijen Pangan

Jejaring intelijen pangan memiliki tugas dan fungsi yang

berhubungan dengan kajian risiko. Jejaring ini mengkoordinasikan

kegiatan pengumpulan data-data mengenai keamanan pangan termasuk

empat tahapan dalam kajian risiko (AGAL-BADAN POM, 2001).

Surveilan merupakan kegiatan penting dalam jejaring ini. Lembaga-

lembaga yang diharapkan terlibat dalam jejaring ini adalah lembaga yang

melakukan penelitian, survei dan surveilan keamanan pangan. Lembaga-

lembaga tersebut antara lain Badan POM, Departemen Pertanian,

Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Page 33: F06ism.pdf

Departemen Kelautan dan Perikanan, Perguruan Tinggi, Asosiasi

Perdagangan, Pengawas Pangan, Lembaga Penelitian dan Industri

(Sparringa, 2002).

Hasil temuan dari surveilan tersebut berupa informasi yang akan

segera ditindaklanjuti dengan cepat (rapid response) oleh lembaga pada

jejaring pengawasan pangan. Informasi yang perlu diketahui oleh

produsen, konsumen, maupun aparat terkait bisa ditindaklanjuti pada

jejaring promosi keamanan pangan (Sparringa, 2002).

2. Jejaring Pengawasan Pangan

Jejaring pengawasan pangan merupakan kerjasama antar lembaga-

lembaga terkait untuk mengembangkan kebijakan pangan dan

memantapkan sistem pengawasan keamanan pangan berdasarkan konsep

manajemen risiko. Jejaring pengawasan pangan bertujuan memberikan

perlindungan kepada konsumen dengan memastikan pangan yang

dikonsumsi aman (AGAL-BADAN POM, 2001). Kegiatan yang

dilaksanakan dalam jejaring pengawasan pangan ini antara lain kajian

legislasi keamanan pangan, mengkoordinasikan upaya pengembangan

profesi lembaga pengawas pangan, serta mengembangkan metode analisis

untuk mendukung kegiatan kajian pangan (Sparringa, 2002). Lembaga

yang terlibat dalam jejaring ini antara lain Badan POM, Departemen

Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan

Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah,

Perguruan Tinggi, Asosiasi Perdagangan, Pengawas Pangan, dan LSM

(AGAL-BADAN POM, 2001).

3. Jejaring Promosi Keamanan Pangan

Jejaring promosi keamanan pangan mengkoordinasikan program

keamanan pangan nasional meliputi pengembangan bahan-bahan promosi

dan pendidikan keamanan pangan nasional. Kegiatan tersebut diantaranya

pemberian pelatihan bagi industri pangan, pelatihan untuk food inspectors,

desain leaflet untuk konsumen dan leaflet untuk industri. Lembaga-

lembaga yang diharapkan dalam jejaring ini antara lain Badan POM,

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Kesehatan,

Page 34: F06ism.pdf

Departemen Pendidikan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Asosiasi

Perdagangan, dan perwakilan dari konsumen (AGAL-BADAN POM,

2001).

4. Tim Teknis Keamanan Pangan Nasional

Tim teknis keamanan pangan jejaring keamanan pangan nasional

mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh

lembaga yang tergabung dalam jejaring intelijen pangan, jejaring

pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan. Program

yang dilaksanakan oleh tim ini diantaranya rapid respone, food stars dan

food watch. Rapid response merupakan penanganan masalah keamanan

pangan yang diidentifikasi oleh jejaring intelijen pangan kepada jejaring

pengawasan pangan, sehingga masalah tersebut bisa cepat diatasi. Food

stars merupakan pemberian penghargaan untuk industri yang telah

memenuhi standar keamanan pangan, antara lain higiene dan sanitasi

pangan, cara produksi pangan yang baik dan HACCP. Food stars ini

bertujuan mengklasifikasikan industri pangan berdasarkan risiko

keamanannya. Sedangkan food watch merupakan program tindak lanjut

hasil monitoring kondisi keamanan pangan. Lembaga-lembaga yang

diharapkan dalam tim ini antara lain Badan POM, Departemen Kesehatan,

Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Pemerintah Daerah, Badan Standarisasi Nasional, dan Perguruan Tinggi

(AGAL-BADAN POM, 2001).

Jika masing-masing pihak menemukan masalah yang berhubungan

dengan keamanan pangan di sepanjang rantai pangan, maka pihak tersebut

menginformasikan dan mendiskusikan dengan anggota yang lain untuk

bersama-sama mencari jalan keluar pemecahan masalah tersebut. Selama ini

data hasil surveilan yang ada kebanyakan masih berasal dari Badan POM RI

dan belum terintegrasi dengan stakeholder lain artinya surveilan masih

dilakukan sendiri-sendiri. Dukungan dan kerjasama antar stakeholder sangat

diperlukan untuk memantapkan peran serta Badan POM RI sebagai leading

sector dalam program keamanan pangan. Untuk itu perlu dikembangkan

surveilan keamanan pangan pada rantai pangan secara optimal melalui

Page 35: F06ism.pdf

PKPKPN (Pusat Kewaspadaan dan Pengendalian Keamanan Pangan

Nasional) untuk menangani masalah-masalah keamanan pangan secara lebih

sistematis dan terstruktur sehingga di masa mendatang jika terdapat

permasalahan di sepanjang rantai pangan dapat segera ditindaklanjuti.

Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah

kegiatan monitoring keamanan pangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

terkait seperti Badan POM, Departemen Kesehatan dan Departemen

Pertanian. Data-data hasil monitoring tersebut akan berguna jika diorganisasi

dengan baik (Awad dan Gotterer, 1992). Pengorganisasian tersebut

membutuhkan database yang menyimpan data-data hasil monitoring sekaligus

mengolahnya menjadi informasi yang berguna.

C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI

Data merupakan fakta atau kejadian yang sesungguhnya. Data suatu

penelitian merupakan hasil pengamatan atau survei terhadap sampel.

Sedangkan informasi merupakan produk yang dihasilkan dari analisis atau

sintesis data (Awad dan Gotterer, 1992).

Informasi dan pengetahuan merupakan jantung dari masyarakat

(Rowley dan Farrow, 2000). Informasi memegang peranan penting dalam

pengambilan suatu keputusan oleh pihak yang berwenang karena informasi

mengurangi ketidakpastian sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik

(Awad dan Gotterer, 1992). Surveilan keamanan pangan merupakan salah

satu sumber informasi yang menjadi pertimbangan manajer risiko untuk

menerbitkan kebijakan pangan (Bordgroff, 1997; Sparringa, 2002).

Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan para manajer risiko diharapkan dapat

melindungi masyarakat dari risiko penyakit akibat pangan.

Untuk mempermudah pengkoleksian data sekaligus mengolahnya

menjadi informasi yang berguna diperlukan suatu alat (tools) yang disebut

database. Keuntungan penggunaan database tersebut adalah penyimpanan

data dalam jumlah yang besar dan penggunaannya yang mudah sehingga

pengguna memperoleh keuntungan (Awad dan Gotterer, 1992). Database

dalam penelitian ini adalah database kontaminan pangan dan BTP. Hasil

Page 36: F06ism.pdf

olahan dari database ini dapat dimanfaatkan sebagai penyedia data konsentrasi

yang diperlukan dalam kajian paparan.

D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA

Paparan bahan kimia melalui pangan dapat didefinisikan sebagai total

bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan kajian paparan bahan

kimia merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai paparan dan

tingkat paparan bahan kimia melalui pangan (WHO, 1997b; WHO, 2000a).

Beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan

ketepatan dalam kajian paparan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3

menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang berkaitan dengan kajian

paparan sehingga masing-masing komponen yang akan digunakan dalam

kajian paparan harus didefinisikan secara jelas agar interpretasi hasil kajian

paparan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Badan POM,

2004b).

Pelaksanaan kajian paparan harus mempunyai skala prioritas. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan biaya, waktu dan tenaga sehingga hanya bahan

kimia yang memerlukan informasi lebih lanjut mengenai tingkat asupan yang

sebenarnya saja yang akan dikaji. Untuk kontaminan, penentuan prioritas

didasarkan pada ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, health reference

seperti PTWI/PTDI serta data konsentrasi kontaminan yang akan menjadi

fokus dalam kajian paparan (WHO, 2003c; Sparringa, personal

communication. 2006). Sedangkan untuk BTP, penentuan prioritas dilakukan

dengan menggunakan metode budget. Metode budget ini akan memperkirakan

level maksimum BTP secara teoritis pada proporsi suplai pangan dan atau

minuman yang mungkin mengandung BTP sehingga nilai ADI tidak dapat

dilampaui oleh populasi. Beberapa informasi yang diperlukan dalam metode

budget ini antara lain: (1) informasi mengenai batas maksimum BTP yang

diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan, (2) distribusi penggunaan BTP

dalam suplai pangan padat dan atau minuman, serta (3) persentase pangan

padat dan atau minuman yang mengandung BTP (WHO, 2001; Sparringa et

al., 2004).

Page 37: F06ism.pdf

Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (Badan

POM, 2004b)

Data konsentrasi bahan kimia (BTP, kontaminan) : - Tingkat maksimum yang

diijinkan - Konsentrasi tertinggi yang

dilaporkan - Nilai rata-rata atau median - Data konsentrasi BTP produk

yang diuji - Faktor koreksi

Target studi kajian paparan : - Fetus - Bayi - Anak-anak - Dewasa

Karakterisasi risiko : - Dosis respon akut - ADI - PTWI/PTDI - RDI

KAJIAN PAPARAN

Data konsumsi pangan (termasuk air minum) - konsumsi tertinggi - rata-rata

(pengkonsumsi) - rata-rata (seluruh

populasi)

Faktor lain: - status gizi - pekerjaan - status kesehatan - umur - jenis kelamin - sarana pendukung lain

Waktu paparan : - seumur hidup - tahunan - bulanan - mingguan - harian - satu kali konsumsi

Page 38: F06ism.pdf

Level maksimum BTP secara teoritis dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut ini:

Untuk pangan padat

Proprorsi BTP dalam pangan padat X 40X ADI Level maksimum teoritis = Proporsi pangan padat yang mengandung BTP

Untuk minuman

Persamaan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan fisiologis

terhadap energi dan cairan. Diasumsikan bahwa asupan harian untuk pangan

padat dan cairan setiap individu tidak melebihi 25g/kg bb dan 100ml/kgbb.

Ini didasarkan pada publikasi Hansen (1979) yang menyatakan asumsi

maksimum asupan energi sebesar 50kkal/kg bb atau setara dengan 25g/kgbb

untuk dewasa (nilai kalori rata-rata diasumsikan sebesar 2kkal/g untuk semua

pangan padat) dan 100kkal/kgbb untuk anak-anak. Untuk yang berbentuk

cairan, maksimum asupan harian adalah 100ml/kgbb. Ketika BTP digunakan

baik pada pangan padat maupun minuman, tetapi proporsi masing-masing

kategori tidak diketahui maka diasumsikan 50% BTP digunakan dalam

pangan padat dan 50% BTP digunakan dalam minuman. Jika level maksimum

BTP secara teoritis lebih rendah dari level maksimum yang diijinkan maka

diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai BTP tersebut melalui proses

kajian paparan.

Pada dasarnya dua jenis informasi yang diperlukan dalam kajian

paparan adalah data konsumsi dan data konsentrasi bahan kimia (kontaminan

dan BTP) dalam pangan. Tingkat asupan bahan kimia dihitung dengan cara

mengalikan jumlah konsumsi dan tingkat bahan kimia dalam pangan tersebut

(Leparulo-Loftus et al., 1992; WHO, 2000a; Badan POM, 2004b; Sparringa et

Proporsi BTP dalam minuman X 10 X ADI Level maksimum teoritis = Proporsi minuman yang mengandung BTP

Page 39: F06ism.pdf

Konsumsi x Konsentrasi Paparan = Berat Badan

al., 2004). Persamaan yang digunakan dalam kajian paparan adalah sebagai

berikut:

Untuk menentukan keakuratan hasil kajian paparan, data konsumsi dan data

konsentrasi harus bersifat kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif tidak dapat

digunakan untuk kajian paparan (Sparringa, personal communication. 2005).

1. Data konsumsi pangan

Data konsumsi yang ada selama ini biasanya digunakan untuk

program gizi dan belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan kajian

paparan (Sparringa, personal communication. 2006). Informasi tentang

konsumsi pangan biasanya diperoleh dari kegiatan survei terhadap jenis

serta kuantitas pangan dan minuman yang dikonsumsi selama periode

tertentu. Kegiatan survei secara luas dikelompokkan ke dalam tiga

kategori yakni survei konsumsi secara nasional, rumah tangga dan berbasis

individu (WHO, 1997a; Sparringa et al., 2004).

a. Berbasis nasional

Data survei konsumsi pangan berskala nasional biasanya ada

dalam bentuk Food Balance Sheet (FBS) yang menyediakan informasi

ketersediaan komoditi per kapita suatu negara. FBS ini disiapkan oleh

FAO setiap tahun dan memuat daftar produksi domestik, impor, ekspor

dan penggunaan produk non pangan untuk komoditi pangan mentah

setiap negara. Jumlah komoditi mentah yang tersedia untuk konsumsi

dihitung dengan cara menjumlahkan produksi domestik dengan jumlah

impor kemudian dikurangi dengan penjumlahan nilai ekspor dan nilai

penggunaan produk non pangan. Sumber data ini biasanya digunakan

dalam kajian paparan pestisida dan kontaminan yang memang pada

umumnya mengevaluasi komoditi mentah dan terbatas untuk kajian

asupan diet bahan tambahan pangan. Untuk banyak negara, data

terbaik untuk kajian paparan bahan tambahan pangan adalah hasil

survei food expenditure dengan skala rumah tangga misalnya

Page 40: F06ism.pdf

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) (WHO, 1997a; WHO,

2001; Sparringa et al., 2004).

b. Berbasis rumah tangga

Survei konsumsi di tingkat rumah tangga akan memberikan

informasi mengenai ketersediaan pangan olahan untuk dikonsumsi di

tingkat rumah tangga. Beberapa metode yang digunakan diantaranya

adalah metode pembelanjaan pangan berskala rumah tangga (food

expenditure) dan metode penggunaan pangan. Hasil survei akan

memberikan informasi secara rinci mengenai konsumsi pangan yang

sesungguhnya, walaupun informasi mengenai usia yang

spesifik/variasi inter-individu tidak dideskripsikan secara jelas. Untuk

memperkirakan jumlah konsumsi, maka data konsumsi yang dihitung

secara tidak langsung dari studi food expenditure di tingkat rumah

tangga dihubungkan dengan harga-harga produk yang bersangkutan

(WHO, 2000a; Sparringa et al., 2004).

c. Berbasis individu

Berbagai pendekatan telah dilakukan oleh negara yang berbeda

untuk melakukan survei konsumsi pangan individu. Metode yang

digunakan antara lain metode prospektif (buku harian konsumsi

pangan (food diary method), metode porsi pangan duplikat (duplicate

portion method)), metode retrospektif (metode mengingat-ingat

konsumsi pangan (dietary recall method), metode perulangan

konsumsi pangan (food frequency method)) atau kombinasi prospektif

dan retrospektif. Pemilihan metode survei konsumsi pangan harus

mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya usia, tingkat

pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta biaya dan sumber

daya manusia yang diperlukan (WHO,1985; WHO, 1997a; WHO,

1999; Sparringa et al, 2004).

Data hasil survei biasanya bervariasi sesuai dengan tingkat detil

pangan yang dikonsumsi, jumlah dan usia responden, jumlah hari

dimana data tersedia dan sejumlah faktor lainnya. Kriteria seperti jenis

kelamin, usia, lokasi, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan besar

Page 41: F06ism.pdf

keluarga biasanya digunakan untuk membedakan pola konsumsi.

Keuntungan utama pendekatan yang berbasis individu adalah

kemampuan untuk membedakan antara total populasi dan konsumen

(Sparringa et al., 2004).

2. Data konsentrasi pangan

Dalam kajian paparan sangat penting untuk memperoleh informasi

konsentrasi bahan kimia dalam pangan. Pemilihan metode sampling,

analisis dan prosedur pelaporan menjadi titik kritis untuk memperoleh data

yang konsisten dan dapat dibandingkan (comparable) (WHO, 1985;

Petersen et al.,1994). Penggunaan prosedur yang konsisten menjadi bagian

yang penting pada skala internasional dimana data dari berbagai negara

mungkin dibandingkan atau dikombinasikan. Beberapa prinsip umum

dalam pemilihan data konsentrasi bahan kimia dalam pangan menurut

WHO (2000a) adalah sebagai berikut:

a). Kualitas data konsentrasi bahan kimia

Salah satu kriteria penting untuk menentukan kualitas data

adalah akreditas laboratorium yang melakukan analisis terhadap bahan

kimia dalam pangan. Jika kriteria tersebut telah terpenuhi, kemudian

diperlukan kriteria tambahan lain yakni:

data harus terbaru (up to date),

metode analisis harus divalidasi dan berada dalam level yang

cukup untuk dikuantifikasi,

data yang dihasilkan berasal dari analisis sampel individu (sampel

tunggal),

sampel dikumpulkan berdasarkan metode sampling secara statistik,

data harus bersifat representatif, artinya mewakili suluruh wilayah,

atau jika tidak memungkinkan, hanya mewakili sebagian wilayah,

dan

jumlah sampel yang dianalisis harus cukup untuk menjamin

validitas data terutama jika akan digunakan untuk menentukan nilai

percentile.

Page 42: F06ism.pdf

Jika semua kriteria telah terpenuhi, maka akan mudah mencari nilai

median yang nantinya digunakan untuk memperkirakan total asupan

bahan kimia dalam tubuh. Penggunaan nilai median ini mempunyai

keuntungan jika dibandingkan dengan penggunaan nilai mean yakni

tidak dipengaruhi oleh data dari sampel yang nilai konsentrasinya di

bawah LOQ (Limit of Quantification).

b). Nilai di bawah LOQ

Jika proporsi data yang di bawah LOQ tinggi, terdapat

beberapa cara untuk mengasumsikan nilai di bawah LOQ tersebut

yakni diasumsikan sebesar LOQ, nol atau ½ LOQ.

c). Target data

Data yang dikumpulkan berdasarkan metode sampling bukan

acak tidak dapat digunakan untuk memperkirakan rata-rata paparan

bahan kimia dalam pangan. Bagaimanapun, data ini masih bisa

digunakan jika tidak ada data lain yang tersedia. Namun harus

dipahami bahwa penggunaan data tersebut akan menghasilkan

perkiraan paparan yang berlebih.

d). Nilai mean dan median

Nilai median hanya digunakan jika tersedia data dari hasil

pengujian sampel pangan tunggal. Jika data diperoleh dari pengujian

sampel pangan campuran (aggregated) maka dianjurkan menggunakan

nilai mean. Keterbatasan penggunaan nilai mean dibandingkan nilai

median adalah sangat dipengaruhi proporsi hasil pengujian yang

dibawah LOQ. Ketika proporsi hasil pengujian di bawah LOQ kecil,

nilai mean dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan yang lebih

tinggi, begitupun sebaliknya.

Terdapat beberapa sumber untuk memperoleh data konsentrasi

bahan kimia dalam pangan, diantaranya adalah penggunaan asumsi

maksimum level yang diijinkan, penggunaan data hasil monitoring

keamanan pangan dan studi diet total (WHO, 1997a; Sparringa et al.,

2004).

Page 43: F06ism.pdf

a. Asumsi maksimum level yang diijinkan

Penggunaan asumsi maksimum level yang diijinkan boleh

diaplikasikan dalam kajian paparan apabila data penggunaan bahan

kimia yang sesungguhnya tidak tersedia, namun harus dipahami bahwa

tidak semua orang mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan

kimia dengan konsentrasi tertinggi. Data tersebut kemudian

digabungkan dengan data konsumsi untuk memperkirakan asupan

bahan kimia dalam tubuh. Pada pendekatan ini biasanya menghasilkan

perkiraan yang lebih tinggi karena diasumsikan bahwa semua pangan

mengandung bahan kimia dalam jumlah maksimum (WHO, 1997a;

Sparringa et al., 2004).

b. Data hasil monitoring keamanan pangan

Banyak tipe data monitoring yang dikumpulkan untuk berbagai

tujuan. Program monitoring tersebut meliputi kegiatan monitoring

yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk menetapkan suatu

peraturan, monitoring oleh industri swasta dalam rangka pengawasan

mutu, monitoring oleh suatu kelompok yang mempunyai kepentingan

tertentu dan survei pangan yang bersifat representatif. Monitoring

tersebut biasanya dilakukan pada area pertanian, pabrik pengolahan

pangan, pedagang perantara (wholesaler), pelabuhan dan supermarket.

Monitoring oleh industri swasta biasanya hanya dilakukan untuk

kepentingan pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri

yang bersangkutan. Begitu juga monitoring oleh kelompok yang

mempunyai kepentingan tertentu sehingga data yang diperoleh belum

representatif dan belum cukup akurat untuk digunakan dalam kajian

paparan. Data hasil monitoring yang paling lazim digunakan adalah

data hasil survei pangan secara nasional. Walaupun sulit dan

membutuhkan biaya yang sangat mahal, dengan penerapan metode

survei yang benar maka akan dihasilkan data yang valid dan

representatif untuk menggambarkan tingkat atau level bahan kimia

yang dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara (Leparulo-Loftus et al.,

1992).

Page 44: F06ism.pdf

c. Studi diet total

Studi diet total melibatkan analisis campuran pangan atau jenis

pangan tunggal yang merepresentasikan diet harian yang spesifik

untuk populasi umum atau kelompok populasi terpilih. Total asupan

per hari bahan kimia diperkirakan dengan mengalikan tingkat bahan

kimia yang ditetapkan pada setiap kelompok pangan dengan rerata

konsumsi grup tersebut dan kemudian dengan menjumlahkan asupan

yang dihitung untuk semua grup.

Pelaksanaan kajian paparan secara faktual di Indonesia saat ini, untuk

setiap komponen dan sumber data disajikan pada Tabel 3.

E. PROGRAM GEMS/FOOD

The Global Environment Monitoring System/Food Contamination

Monitoring and Assessment Programme, atau lebih dikenal dengan

GEMS/FOOD dibentuk pada tahun 1976. GEMS/FOOD memulai proyek

kerjasama dengan FAO, UNEP dan WHO dengan WHO sebagai agen

pelaksananya. Sampai akhir tahun 1994, WHO telah melaksanakan program

GEMS/FOOD di lebih dari 70 negara di dunia. GEMS/FOOD memberikan

informasi yang telah dikumpulkan kepada pemerintah, lembaga internasional

dan lembaga antar pemerintahan seperti Codex Alimentarius Commission

tentang tingkat dan kecenderungan kontaminan dalam pangan, kontribusinya

terhadap paparan pada manusia serta signifikansinya terhadap kesehatan

publik dan perdagangan (WHO, 1999; WHO, 2002; WHO, 2003a).

Beberapa tujuan utama GEMS/FOOD antara lain :

• mengumpulkan data kontaminan dalam pangan dan mengevaluasinya serta

meninjau kembali kecenderungan kontaminan dalam pangan dan

memberikan ulasannya,

• menghasilkan suatu perkiraan asupan bahan kimia dengan

mengkombinasikan data konsumsi pangan dengan tingkat kontaminan

pada kelompok pangan tertentu,

• membuka kerjasama dengan negara-negara yang ingin memprakarsai

program monitoring kontaminan pangan,

Page 45: F06ism.pdf

Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia

Komponen Sumber Data Kondisi di Indonesia

Data konsumsi Data survei konsumsi pangan berskala nasional

Data tersedia dalam bentuk Food Balance Sheet. Data ini digunakan untuk menghitung rata-rata ketersediaan energi per kapita, makronutrien dan paparan bahan kimia dalam komoditi segar dan pangan semi olahan sehingga hanya bisa diaplikasikan untuk kontaminan pangan. Data yang ada belum diaplikasikan untuk kajian paparan di Indonesia *

Data survei konsumsi pangan berbasis rumah tangga

Data telah tersedia di Indonesia dan digunakan untuk memperkirakan rata-rata paparan kontaminan dalam pangan. Sumber informasi diperoleh dari data hasil survei oleh HKI (Hellen Keller Indonesia), Perguruan Tinggi, Puslitbang Gizi dan Makanan, serta data hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS). Akan tetapi untuk BTP belum tersedia, salah satu peluangnya adalah melakukan analisis dari data SUSENASΨ

Data survei konsumsi pangan berbasis individu

Masih dalam skala pilot project yakni survei konsumsi pangan individu terpadu untuk kajian paparan dan gizi yang dilaksanakan di 10 kecamatan di kota Bogor. Survei dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dengan menggunakan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (24 h food dietary recall) dan buku harian konsumsi pangan (food diary methods). Hasil survei menunjukkan bahwa pengkonsumsi tinggi benzoat (95th) berdasarkan GSFA: 13.48mg/kgbb (270% JECFA ADI) dan kelompok pasta dan mie, roti dan minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan. Pengkonsumsi tinggi siklamat (95th) berdasarkan standar nasional max: 33 mg/kgbb (304% JECFA ADI) dan kelompok minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan¶

Page 46: F06ism.pdf

Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia (lanjutan)

Komponen Sumber Data Kondisi di Indonesia

Data konsentrasi Asumsi maksimum level yang diijinkan

Telah dilakukan pengembangan metode kajian paparan berdasarkan batas maksimum yang diijinkan. Proyek ini telah dilaksanakan pada Oktober-Desember 2002 dengan menggunakan 192 responden di 15 propinsi di Indonesia. Hasil kajian paparan menunjukkan asupan benzoat rata-rata 0.96mg/kgbb (19.2% JECFA ADI) dengan pengkonsumsi tinggi 95th: 3.08 mg/kg bb (61.6% JECFA ADI). Rata-rata asupan pengkonsumsi tinggi benzoat untuk anak-anak (2-12) hampir melebihi JECFA ADI (5mg/kgbb)§

Data hasil monitoring keamanan pangan

Database belum tersedia di Indonesia, akan dibahas dalam skripsi ini Ψ

Studi diet total Pilot project kajian paparan BTP pada murid SD dengan metode TDS (Desember 2002-Desember 2003). Jumlah responden yang terlibat sebanyak 72 orang usia 6-12 tahun dan dipilih secara random dari 3 SD di kota Malang. Hasil kajian menunjukkan bahwa pangan siap saji mempunyai kontribusi tertinggi terhadap pangan yang dikonsumsi murid SD (70% dari berat total). Paparan siklamat rerata tertinggi berasal dari minuman dan kudapan terutama dari serealia dan kelompok lain-lain (total paparan 240% ADI), sedangkan paparan rerata benzoat dan sakarin total masih dibawah nilai ADIΦ

Sumber: * Sparringa et al. (2004) Ψ Sparringa, personal communication. (2005)

¶ Syarifudin (2004) Φ Slamet (2004) § BADAN POM (2005b)

Page 47: F06ism.pdf

• mempersiapkan perkiraan pola konsumsi pangan regional, dan

• mendukung dan memfasilitasi penyusunan Standar Internasional untuk

pangan yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission dengan

memberikan informasi tingkat kontaminan dalam pangan.

Salah satu aktivitas GEMS/FOOD adalah melakukan monitoring

keamanan pangan dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan

menyebarluaskan data kontaminan dalam pangan dan total diet. Untuk

membantu kegiatan monitoring tersebut, maka dikembangkan daftar prioritas

pangan dan kontaminan. Daftar GEMS/FOOD tersebut digunakan dalam

rangka harmonisasi untuk mendukung pelaksanaan program Total Diet Study

(TDS). Terdapat tiga daftar prioritas pangan dan kontaminan menurut

GEMS/FOOD yakni core list, intermediate list dan comprehensive list. Core

list direkomendasikan untuk digunakan di negara berkembang seperti

Indonesia, intermediate list digunakan di negara yang industrinya sedang

berkembang dan untuk negara maju atau negara yang telah berkembang

direkomendasikan untuk menggunakan comprehensive list (WHO, 1999).

Selain itu untuk memudahkan dalam proses pengklasifikasian data maka

dikembangkan sistem kategori pangan (GEMS/FOOD Regional diets) (WHO,

2003b). Terdapat 15 kategori pangan segar dan semi olahan berdasarkan

GEMS/FOOD Regional Diets. Kategori pangan tersebut dapat dilihat pada

Tabel 4.

Sistem dan prosedur juga telah dikembangkan untuk memungkinkan

pengumpulan data elektronik dari berbagai negara yang terlibat. Bagi negara-

negara yang memiliki sistem monitoring yang canggih, data-data akan

ditransfer ke WHO/HQ sebagai sentral database secara otomatis (electronic

reporting). Sedangkan bagi negara yang belum memiliki sistem monitoring

yang canggih, untuk membantu pengumpulan data kontaminan dalam pangan

ini maka dikembangkan OPAL (Operational Programs for Analytical

Laboratories). OPAL adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang

dikembangkan oleh WHO untuk membantu program GEMS/FOOD. Terdapat

dua komponen OPAL yakni OPAL I yang digunakan untuk data kontaminan

Page 48: F06ism.pdf

Tabel 4. Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMS/FOOD Regional Diets

No. Komoditi

1. Serealia 2. Akar-akaran dan Umbi-umbian 3. Kacang-kacangan/Pulses 4. Gula dan Madu 5. Kacang-kacangan dan Minyak Biji-bijian 6. Minyak dan Lemak Nabati 7. Stimulan 8. Spices/Rempah-rempah 9. Sayur-sayuran 10. Ikan dan Seafood 11. Telur 12. Buah-buahan 13. Susu dan Produk Susu 14. Daging dan Jerohan 15. Minyak dan Lemak Hewani

Sumber: Diadaptasi dari WHO (2003b)

Page 49: F06ism.pdf

dalam pangan dan OPAL II yang digunakan untuk hasil TDS (Total Diet

Study) (WHO, 1999).

Data dalam bentuk database hasil olahan software OPAL tersebut akan

sangat berguna untuk mengkaji risiko kontaminan pangan bagi kesehatan

manusia. Database kontaminan GEMS/FOOD ini dapat diakses secara mudah

melalui internet yakni di Website WHO SIGHT (http://sight.who.int). Akan

tetapi untuk data yang bersifat rahasia tidak dipublikasikan tanpa seijin

submitter. Untuk kasus ini WHO SIGHT hanya akan menampilkan nama

negara, nama kontaminan dan jumlah data yang dimasukkan (WHO, 2003a).

F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVES)

GSFA merupakan standar internasional untuk BTP. Ruang lingkup

GSFA meliputi kelompok BTP yang telah dievaluasi oleh JECFA,

penggunaan BTP yang diijinkan dalam setiap kategori pangan serta batas

maksimum penggunaan BTP dalam setiap kategori pangan. Untuk

mempermudah pengalokasian BTP ke dalam kategori pangan tertentu maka

dikembangkan sistem kategori pangan. Terdapat 16 kategori pangan yang ada

di GSFA. Di Indonesia kategori pangan yang digunakan mengacu pada

kategori pangan yang ada di GSFA, akan tetapi telah disesuaikan dengan

kondisi di Indonesia. Terdapat 16 kategori pangan di Indonesia yang belum

semuanya selesai dibahas (Tabel 5).

Uraian dalam tinjauan pustaka ini sangat penting terutama karena

database konsentrasi BTP dan kontaminan hasil monitoring sebagai penyedia

data dalam kajian risiko belum tersedia di Indonesia. Yang menjadi bahasan

utama adalah kelemahan database kontaminan dan BTP khususnya yang

berkaitan dengan kualitas data, sehingga kedepannya diharapkan kelemahan-

kelemahan tersebut bisa lebih diantisipasi. Kelemahan tersebut akan

diidentifikasi dalam penelitian ini, untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar

untuk membuat suatu rekomendasi. Dengan pendekatan serupa bisa dilakukan

pertukaran informasi dalam forum Jejaring Intelijen Pangan untuk berbagi

pengalaman antar stakeholder.

Page 50: F06ism.pdf

Tabel 5. Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia

Kode Kategori Pangan

01.0 Produk-Produk Susu, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0 02.0 Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak (tipe emulsi air dalam minyak) 03.0 Edible Ices (Es yang dapat dimakan) 04.0 Buah-Buahan dan Sayuran (Termasuk Jamur, Umbi, Kacang-Kacangan Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah

Buaya), Rumput Laut, Biji-Bijian 05.0 Confectionery 06.0 Serealia dan Produk-Produk Serealia yang Merupakan Produk Turunan Dari Biji Serealia, Akar-Akaran dan

Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Polong-Polongan dan Empulur (Bagian dalam Batang Tanaman), Selain Produk-Produk Bakeri Pada Kategori Pangan 07.0

07.0 Produk Bakeri 08.0 Daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan 09.0 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, (Kerang, Bekicot atau Siput Laut), Crustacea (Kepiting dan

Udang) dan Echinoderma (Teripang) 10.0 Telur dan Produk-produk Telur 11.0 Pemanis, Termasuk Madu 12.0 Garam, Rempah-Rempah, Sup, Saus, Salad, Produk-Produk Protein 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 14.0 Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu 15.0 Makanan Ringan Siap - Santap 16.0 Pangan komposit (pangan yang tidak termasuk kategori 1-15)

Sumber: Badan POM (2005d)

Page 51: F06ism.pdf

III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini merupakan tugas khusus yang diberikan dalam kegiatan

magang di Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan,

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas

Obat dan Makanan (Badan POM-RI) Jakarta. Kegiatan magang ini dimulai

pada bulan Februari sampai Juni 2005. Kegiatan pengumpulan data

kontaminan pangan dan BTP dilakukan di PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan

Makanan Nasional) Badan POM RI.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu mempelajari elemen

data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD,

pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun

1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI,

klasifikasi data berdasarkan kategori pangan tertentu dan jenis kontaminan serta

BTP tertentu menurut GEMS/FOOD untuk kontaminan pangan serta GSFA untuk

BTP dan pestisida, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan,

identifikasi masalah, dan rekomendasi (Gambar 4).

1. Mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan

dengan pedoman GEMS/FOOD

Pada tahap ini dilakukan studi pustaka mengenai elemen-elemen

yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD.

2. Pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP

Tahap awal yang dilakukan adalah komunikasi dengan pihak

PPOMN sebagai penyedia data kontaminan pangan dan BTP di Indonesia.

PPOMN merupakan laboratorium rujukan bagi 26 laboratorium

pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi

Page 52: F06ism.pdf

Gambar 4. Diagram alir metode penelitian

Penggunaan software OPAL I

Analisis keluaran software OPAL I

Mulai

Pengumpulan data kontaminan pangan

Pengumpulan data BTP

Klasifikasi data menurut GEMS/FOOD

Klasifikasi data menurut

GSFA

Dibandingkan dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD

Analisis kesenjangan

Rekomendasi

Selesai

Analisis data

Mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD

Page 53: F06ism.pdf

oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan Standarisasi Nasional tahun 1999

serta merupakan WHO Collaborating Center sejak 1986 dan anggota

International Certification Scheme. Selanjutnya dokumen-dokumen hasil

pengujian setiap sampel dikumpulkan dalam bentuk database yang

sistematis. Data-data yang dimasukkan antara lain:

nama pangan,

jenis BTP dan kontaminan,

konsentrasi BTP dan kontaminan,

tempat dan tanggal sampling (jika ada),

LOD (Limit of Detection) jika ada,

LOQ (Limit of Quantification) jika ada,

tanggal pada saat dilakukan pengujian (jika ada),

negara asal sampel, jika produk yang diuji merupakan produk

impor, dan

negara dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan.

3. Klasifikasi data Kontaminan dan BTP

Data yang telah terkumpul dalam bentuk database tersebut

kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori pangan tertentu serta jenis

kontaminan dan BTP tertentu. Jenis kontaminan dan residu pada pangan

segar mengikuti klasifikasi GEMS/FOOD, sedangkan jenis BTP dan

kontaminan pada pangan olahan mengikuti klasifikasi GSFA.

4. Pengolahan data BTP

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Adapun langkah-

langkah pengolahan data sebagai berikut:

data dipisahkan untuk tiap kategori pangan dan BTP tertentu,

data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dipisahkan, khusus data

kuantitatif dihitung nilai rata-rata (mean) dan nilai mediannya,

sedangkan data kualitatif, hasil pengujian yang ”positif” dan ”negatif”

dipisahkan serta dihitung jumlah total pengujiannya.

Untuk memudahkan dalam proses pengolahan data bagi analisis

selanjutnya, maka dikembangkan program access yang dilakukan oleh

Page 54: F06ism.pdf

Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan,

Badan POM RI. Beberapa informasi yang diharapkan dapat diketahui

melalui program access ini antara lain jenis BTP yang telah dimonitor

di Indonesia, jumlah BTP yang dimonitor di tiap-tiap Balai/Balai Besar

POM, Jenis BTP pada tiap-tiap kelompok pangan yang telah dimonitor

di Indonesia, serta parameter statistik seperti mean, median, standar

deviasi dan percentile. Prosedur penggunaan program access ini dapat

dilihat pada Lampiran 3.

5. Penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan

Data kontaminan yang telah terkumpul dimasukkan dalam

software OPAL I khususnya pada bagian individual measurement. Setelah

seluruh data dimasukkan dalam individual measurement, langkah

selanjutnya adalah ditransfer ke bagian aggregated data untuk mengetahui

beberapa parameter statistik diantaranya mean, median, standar deviasi

dan percentile. Langkah-langkah penggunaan software OPAL I dapat

dilihat pada Lampiran 4.

6. Identifikasi masalah dan rekomendasi

Masalah utama adalah kualitas data, baik data BTP maupun data

kontaminan pangan yang sebagian besar masih belum sesuai untuk

keperluan kajian risiko. Untuk kontaminan pangan dalam pangan segar,

keluaran dari software OPAL I dianalisis. Adanya gap antara data yang

ada dan elemen database penting yang digunakan dalam kajian paparan

dianalisis untuk dijadikan sebagai rekomendasi bagi sistem pengujian yang

selanjutnya. Hasil keluaran software OPAL I juga dibandingkan dengan

prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD (Lampiran

5) sehingga gap yang ada juga dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi

sistem pengujian selanjutnya.

Page 55: F06ism.pdf

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING BADAN

POM RI

1. Database BTP

Database konsentrasi BTP telah disusun dari hasil monitoring

keamanan pangan yang dilakukan oleh Balai/Balai Besar POM di seluruh

Indonesia, serta terlaporkan pada Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Nasional (PPOMN), Badan POM RI. Berdasarkan hasil monitoring BTP

selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di seluruh Indonesia,

terdapat 17,065 data dengan rincian sebanyak 14,010 data merupakan data

aditif yang dilegalkan untuk pangan (BTP) dan sebanyak 3,055 data

merupakan data aditif ilegal. Sebagian besar data masih berupa data

kualitatif sehingga tidak dapat digunakan untuk menyediakan data

konsentrasi yang penting dalam kajian paparan. Profil jumlah sampel

yang diuji untuk tiap-tiap Balai/Balai Besar POM dapat dilihat pada

Gambar 5, sedangkan profil jumlah parameternya disajikan pada Gambar

6.

Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah sampel yang diambil oleh

setiap Balai/Balai Besar POM bervariasi, dengan kisaran jumlah terbesar

483 sampel berasal dari Banjarmasin dan jumlah terkecil 45 sampel

berasal dari Padang. Sedangkan Gambar 6 menunjukkan bervariasinya

jumlah parameter yang diuji di setiap Balai/Balai Besar POM, jumlah

parameter terbesar berasal dari Yogyakarta (2012 parameter) dan jumlah

parameter terkecil berasal dari Padang (94 parameter). Dari 26 Balai/Balai

Besar POM yang ada di Indonesia, hanya 21 Balai/Balai Besar POM yang

datanya tersedia. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat penelitian ini

dilakukan (Februari-Juni 2005), laporan dari 5 Balai/Balai Besar POM

belum dikirimkan ke PPOMN.

Page 56: F06ism.pdf

0

100

200

300

400

500

600

Yogyak

arta

Semara

ngMed

anPeka

nbaru

Jambi

Surabay

aSam

arind

aPada

ngPon

tianak

Ambon

Kupang

Denpasa

rMata

ramBan

jarmasi

n

Palang

karaya

Jayapu

raMak

assar

Kendari

Palemban

gDKI

Lampu

ng

Balai/Balai Besar POM

Jum

lah

Sam

pel

Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004

Gambar 5. Profil jumlah sampel mengandung BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM

Page 57: F06ism.pdf

0

500

1000

1500

2000

2500

Yogyak

arta

Semara

ngMeda

nPeka

nbaru

Jambi

Surabay

aSam

arind

aPada

ngPon

tianak

Ambon

Kupang

Denpasa

rMata

ramBanj

armasi

nPala

ngkar

ayaJay

apura

Makassa

rKend

ariPale

mbang

DKILam

pung

Balai/Balai Besar POM

Jum

lah

Para

met

er

Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004

Gambar 6. Profil jumlah parameter BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM

Page 58: F06ism.pdf

a. Jenis BTP yang dimonitor di Indonesia

Dari 14,010 data hasil monitoring terhadap BTP, sebanyak

6,372 data merupakan hasil pengujian terhadap parameter pemanis

buatan (45.48%), 3,442 data merupakan hasil pengujian terhadap

parameter pengawet (24.57%), dan 4,196 data merupakan hasil

pengujian terhadap parameter pewarna (29.95%). Masing-masing jenis

parameter (pemanis buatan, pengawet, dan pewarna) yang dimonitor di

Indonesia serta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, dari 26 jenis pengawet yang diijinkan

berdasarkan Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/1988, yang

dimonitor baru jenis benzoat dan sorbat. Bahan pangan yang paling

sering dimonitor adalah kecap manis kedelai, saus cabai dan saus

tomat (kelompok pangan kategori 12.0) dan sirup berperisa (kelompok

pangan kategori 14.0). Jumlah parameter yang diuji untuk tiap-tiap

kategori pangan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hal yang sama pada pemanis buatan. Peraturan yang masih

berlaku tentang penggunaan pemanis buatan pada saat kegiatan

monitoring selama tahun 2004 adalah Permenkes RI No

722/Menkes/Per/IX/1988. Dalam peraturan tersebut terdapat empat

jenis pemanis buatan yang diijinkan dalam pangan yakni sakarin,

siklamat, aspartam, dan sorbitol. Sedangkan yang dimonitor di

Indonesia adalah sakarin, siklamat dan aspartam. Batas maksimum

penggunaan aspartam dalam Permenkes RI No

722/Menkes/Per/IX/1988 tersebut adalah hanya dalam bentuk sediaan.

Pada akhir tahun 2004, peraturan tersebut diperbaharui dengan

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1.4547 tentang persyaratan

penggunaan BTP pemanis buatan dalam produk pangan. Dalam

peraturan ini terdapat 13 jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk

ditambahkan dalam produk pangan dengan batas maksimum

penggunaan untuk tiap-tiap jenis pemanis buatan nilainya

terkuantifikasi. Hal ini menjadi tantangan bagi kegiatan monitoring

Page 59: F06ism.pdf

Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia No. Jenis BTP* Parameter yang diuji Jumlah parameter

yang diuji 1. Antioksidan 12 jenis antioksidan x - 2. Antikempal 11 jenis antikempal x - 3. Pengatur Keasaman 53 jenis pengatur keasaman x -

a. Alitam x - b. Asesulfam-K x - c. Aspartam √ 29 d. Isomalt x - e. Laktitol x - f. Maltitol x - g. Manitol x - h. Neotam x - i. Sakarin √ 2,672 j. Siklamat √ 3,671 k. Silitol x - l. Sorbitol x -

4. Pemanis Buatan

m. Sukralosa x - 5. Pemutih dan Pematang Tepung 8 jenis pemutih dan pematang tepung x - 6. Pengemulsi, Pemantap, Pengental 88 jenis pengemulsi, pemantap, pengental x -

a. Benzoat§ √ 2,258 b. SorbatΦ √ 1,184 c. Asam propionat x - d. Belerang dioksida x - e. Etil p- hidroksi benzoat x - f. Kalium bisulfit x - g. Kalium metabisulfit x -

7. Pengawet

h. Kalium nitrat x -

Page 60: F06ism.pdf

Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia (lanjutan) No. Jenis BTP* Parameter yang diuji Jumlah parameter

yang diuji 7. Pengawet i. Kalium nitrit x - j. Kalium propionat x - k. Kalium sulfit x - l. Kalsium benzoat x - m. Kalsium propionat x - n. Kalsium sorbat x - o. Metil p- hidroksi benzoat x - p. Natrium bisulfit x - q. Natrium metabisulfit x - r. Natrium nitrat x - s. Natrium nitrit x - t. Natrium propionat x - u. Natrium sulfit x - v. Nisin x - w. Propil p-hidroksi benzoat x - 8. Pengeras 11 jenis pengeras x -

Pewarna alami a. Annato √ 1 b. Beta-Apo-8’-karotenat x - c. Etil Beta-Apo-8’-karotenoat x - d. Kantasantin x - e. Karamel,amonia sulfit x - f. Karamel x - g. Karmin x -

9. Pewarna

h. Beta karoten x -

Page 61: F06ism.pdf

Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia (lanjutan) No. Jenis BTP* Parameter yang

diuji Jumlah parameter

yang diuji i. Klorofil x - j. Klorofil tembaga kompleks x - k. Kurkumin x - l. Riboflavin x - m. Titanium dioksida x -

Pewarna sintetik a. Brilliant Blue √ 540 b. Brown HT √ 25 c. Erytrosin √ 91 d. Hijau FCF x - e. Hijau S x - f. Indigo carmin √ 3 g. Carmoisin √ 483 h. Sunset Yellow √ 823 i. Quinolin Yellow √ 4 j. Allura Red √ 133 k. Ponceau 4R √ 591

9. Pewarna

l. Tartrazin √ 1,502 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa 79 jenis penyedap rasa dan aroma, penguat rasa x - 11. Sekuestran 23 jenis sekuestran x -

JUMLAH TOTAL 14,010 Sumber: Diolah dan diadaptasi dari PPOMN.

* Jenis BTP berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, kecuali pemanis buatan yang didasarkan pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1.4547.

Keterangan: √ dimonitor, x tidak dimonitor § kalium benzoat, natrium benzoat, dan asam benzoat; Φ asam sorbat dan kalium sorbat

Page 62: F06ism.pdf

selanjutnya yakni bagaimana bisa melakukan monitoring secara lebih

ketat lagi dan data-data yang dibutuhkan harus bersifat kuantitatif

sehingga data-data yang ada nantinya bisa digunakan untuk kajian

risiko. Sedangkan untuk pewarna, hampir semua pewarna yang

diijinkan berdasarkan Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/1988

telah dimonitor di Indonesia, akan tetapi data yang ada kebanyakan

masih bersifat kualitatif. Jumlah parameter yang diuji untuk tiap-tiap

kategori pangan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan hasil monitoring terhadap BTP, terdapat 184 hasil

pengujian terhadap parameter BTP yang dinyatakan melebihi batas

konsentrasi yang diijinkan. BTP tersebut antara lain benzoat, sorbat,

sakarin dan siklamat. Profil hasil monitoring dapat dilihat pada

Gambar 7, sedangkan kelompok pangan yang mengandung BTP

melebihi batas konsentrasi yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 7.

Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004

Gambar 7. Profil persentase aditif legal yang dimonitor di Indonesia

Berdasarkan Tabel 7, penggunaan benzoat yang melebihi batas

konsentrasi yang diijinkan (>1000mg/kg) banyak ditemukan pada

data kuantitatif 13,03%

data kualitatif 86,97%

mengandung BTP melebihi batas yang diijinkan

1,32%

mengandung BTP dalam batas yang diijinkan

11,71%

N = 14010

Page 63: F06ism.pdf

Tabel 7. Penggunaan pengawet dan pemanis dari data kuantitatif yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan Kuantitatif (mg/kg) Jenis BTP Kelompok Pangan Nama Pangan

Σ Mean Median* Buah Kering 3 1,054.31 (350.69-2448.22) Jem atau Selai 78 1,855.30 727.10 Geplak 2 1,297.30 (1,272.02-1,322.57)

Kategori 04.0

Manisan buah 9 1,435.39 1,273.76 Kategori 06.0 Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya 7 3,065.04 2,438.31

Benzoat

Kategori 14.0 Sari buah markisa 8 1,499.23 1,279.40 Kategori 06.0 Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya 4 1,140.79 1,469.61 Sorbat Kategori 07.0 Keik 5 1,552.23 1,537.00

Kecap manis kedelai 8 653.93 184.54 Kategori 12.0 Saus Tomat 17 621.86 544.14 Sari buah markisa 2 397.49 (351.35-443.63)

Sakarin

Kategori 14.0 Minuman squash 14 334.18 290.01 Sirup Berperisa 19 3,430.10 3,167.28 Siklamat Kategori 14.0 Serbuk minuman berperisa 8 4,836.66 1,275.90

Sumber: Diolah dari PPOMN tahun 2004 Keterangan: * Median adalah nilai tengah data, kecuali angka dalam kurung menunjukkan kisaran data terendah dan tertinggi Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah

buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi-

umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0

Kategori 07.0 : produk bakeri Kategori 12.0 : garam, rempah-rempah, sup, saus, salad, produk-produk protein Kategori 14.0 : minuman, tidak termasuk produk susu

Page 64: F06ism.pdf

bahan pangan buah kering, jem atau selai, geplak, dan manisan buah

(kelompok pangan kategori 04.0); kue berbahan dasar beras lainnya

(kelompok pangan kategori 06.0); dan sari buah markisa (kelompok

pangan kategori 04.0). Sedangkan penggunaan sorbat yang melebihi

batas konsentrasi yang diijinkan (>1000mg/kg) banyak ditemukan

pada bahan pangan kue berbahan dasar beras lainnya (kelompok

pangan kategori 06.0); dan keik (kelompok pangan kategori 07.0).

Hal yang sama terjadi pada penggunaan sakarin dalam produk

kecap manis kedelai, saus tomat (kelompok pangan kategori 12.0); dan

sari buah markisa, minuman squash (kelompok pangan kategori 14.0)

yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>300mg/kg). Dan

terakhir adalah penggunaan siklamat pada produk sirup berperisa dan

serbuk minuman berperisa (kelompok pangan kategori 14.0) yang juga

melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>3000mg/kg).

Perlu penelitian lebih lanjut apakah penyimpangan atau

penyalahgunaan BTP ini disebabkan oleh ketidaktahuan atau

ketidakpedulian produsen pangan mengenai keamanan BTP. Menurut

Rahayu et al. (2003), penyebab utama penyimpangan dalam hal

penggunaan BTP tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan produsen

pangan, baik mengenai sifat-sifat maupun keamanan BTP. Karena

pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat

dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak menyadari

bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.

Keterlibatan pemerintah dalam mengawasi penggunaan BTP

dicerminkan dalam peraturan pemerintah. Akan tetapi peraturan

tersebut belum didasarkan pada prinsip kajian risiko karena penetapan

batas maksimum yang diijinkan belum berdasarkan data konsumsi

masyarakat Indonesia. Selama ini peraturan-peraturan tersebut masih

mengadopsi standar yang ada di luar negeri. Padahal konsumsi

masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara lain jelas berbeda

(Sparringa, personal communication. 2005).

Page 65: F06ism.pdf

b. Jenis aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia

Aditif ilegal masih banyak digunakan pada sejumlah pangan di

Indonesia. Berdasarkan hasil monitoring, terdapat 3055 data parameter

uji yang diduga mengandung aditif ilegal dan sebanyak 508 data

parameter uji dinyatakan positif mengandung aditif ilegal (Gambar 8).

Aditif ilegal tersebut diantaranya boraks (189 sampel), formalin (88

sampel), rhodamin B (209 sampel) dan metanil yellow (22 sampel).

Data-data tersebut umumnya bersifat kualitatif.

Boraks

N = 17065

Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004

Gambar 8. Profil persentase aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia

Boraks

Hasil analisis terhadap parameter boraks menunjukkan

bahwa dari 1771 sampel yang diduga mengandung boraks,

sebanyak 189 sampel positif mengandung boraks. Bahan pangan

yang positif mengandung boraks tersebut antara lain mie basah

mentah, mie kering gandum, sohun, tepung bumbu, tahu

(kelompok pangan kategori 06.0); dendeng, bakso sapi, bakso

ayam (kelompok pangan kategori 08.0); bakso ikan dan empek-

Aditif legal 82,10%

mengandung aditif ilegal 2,98%

diduga mengandung aditif Ilegal

17,90%

Tidak mengandung aditif ilegal

14,92%

Page 66: F06ism.pdf

empek (kelompok pangan kategori 09.0); serta keripik kentang,

kerupuk tempe goreng, kerupuk beras, kerupuk puli, kerupuk

kerak, kerupuk intip, kerupuk ikan dan kerupuk udang (kelompok

pangan kategori 15.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap

bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 8.

Boraks paling banyak digunakan pada makanan ringan siap

santap seperti kerupuk. Hal ini berhubungan dengan fungsi boraks

untuk memperbaiki tekstur dan kerenyahan produk tersebut.

Produk kedua yang paling banyak menggunakan boraks adalah

serealia dan produk-produk serealia sebagai contoh mie basah.

Sedangkan daging dan produk olahannya, khususnya bakso

merupakan produk ketiga yang paling banyak menggunakan

boraks. Tujuan penggunaan boraks pada kedua jenis produk

tersebut adalah untuk mengawetkan serta membentuk tekstur yang

bagus dan kenyal. Hal ini sangat tidak dibenarkan karena boraks

merupakan bahan kimia bersifat karsinogenik yang efeknya

terhadap kesehatan tidak langsung dapat dirasakan setelah

mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia tersebut,

sehingga produsen seringkali tidak menyadari bahkan tidak peduli

akan bahaya penggunaan boraks (Rahayu et al., 2003; Malik, 2004;

Anonimb, 2006). Produsen di Indonesia terutama produsen

golongan menengah ke bawah masih banyak yang menggunakan

boraks ini mengingat harganya yang relatif murah dan sangat

mudah untuk mendapatkannya. Di samping itu karena pengetahuan

mereka yang masih terbatas mengenai sifat-sifat dan keamanan

BTP.

Formalin

Formalin masih sering ditemukan pada sejumlah produk

pangan di Indonesia. Dari hasil analisis terhadap 500 sampel yang

diduga mengandung formalin, 88 sampel diantaranya dinyatakan

positif mengandung bahan kimia ini. Bahan pangan yang

memberikan kontribusi besar terhadap keberadaan formalin

Page 67: F06ism.pdf

Tabel 8. Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004

Kualitatif Kuantitatif (mg/kg) Jenis Aditif Ilegal

Kelompok Pangan

Nama Pangan Σ Negatif Positif Σ Mean Median

Mi basah mentah 128 78 50 7 1,140.31 1,239.99 Mi kering gandum 86 85 1 Sohun 12 11 1 Tepung Bumbu 34 32 2

Kategori 06.0

Tahu 35 32 3 Dendeng 2 1 1 1 59.51 Bakso sapi 202 185 17

Kategori 08.0

Bakso ayam 13 12 1 Bakso Ikan 27 23 4 Kategori 09.0 Empek-Empek 70 69 1 Keripik kentang 6 5 1 Keripik tempe goreng 11 9 2 Kerupuk beras 187 154 33 1 255.61 Kerupuk puli 27 16 11 Kerupuk kerak 2 0 2 Kerupuk intip 3 1 2 1 357.61 Kerupuk Ikan 173 140 33

Boraks

Kategori 15.0

Kerupuk Udang 168 155 13 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi- umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 08.0 : daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap

Page 68: F06ism.pdf

diantaranya adalah mie basah mentah, kuetiaw kering, mi kering

gandum dan tahu (kelompok pangan kategori 06.0); serta bakso

ikan, ikan asap, dan ikan asin kering (kelompok pangan kategori

09.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan

dapat dilihat pada Tabel 9.

Produk serealia seperti mie basah, merupakan produk

pangan yang paling banyak menggunakan formalin. Ini didasarkan

pada tujuan penggunaannya yaitu untuk mengawetkan mie basah

dan mempertahankan kadar air mie sehingga mie tidak mudah

kering. Hal tersebut dapat menguntungkan produsen dan pedagang

karena rendemen (berat) mie tetap tinggi. Formalin juga masih

banyak digunakan dalam produk ikan seperti ikan asin kering.

Formalin ini digunakan karena dapat mempercepat proses

pengeringan dengan rendemen ikan kering yang lebih besar.

Semula para pengolah hanya memakai garam sebagai pengawet

yang kemudian dijemur. Dengan proses penggaraman dan

penjemuran, rendemen yang tersisa kurang dari separuh. Bila

bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah menjadi

ikan asin tinggal 40 persen atau 40 kg. Kehilangan 60 kg itu sangat

merugikan karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika

memakai formalin, rendemen bisa mencapai 75 persen. Selisih 35

persen itu yang diharapkan para pengolah (Anonima, 2005). Akan

tetapi hal tersebut tidak dibenarkan (dilarang keras) karena

formalin merupakan bahan karsinogenik yang dapat

membahayakan kesehatan manusia. Efek dari penggunaan bahan

kimia ini bersifat kronis (menahun) sehingga tidak serta merta

menyebabkan konsumen sakit (Rahayu et al., 2003; WHO, 2005b;

Maulany, 2005).

Rhodamin B dan Metanil Yellow

Hasil monitoring terhadap sejumlah produk pangan yang

diduga mengandung rhodamin B menunjukkan bahwa dari 433

sampel yang diuji, sebanyak 209 sampel dinyatakan positif

Page 69: F06ism.pdf

Tabel 9. Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004

Kualitatif Kuantitatif (mg/kg) Jenis Aditif Ilegal

Kelompok Pangan

Nama Pangan Σ Negatif Positif Σ Mean Median

Mi basah mentah 122 64 58 1 1,742.28 Kuetiaw kering 5 4 1 Mi kering gandum 16 11 5

Kategori 06.0

Tahu 105 92 13 Bakso ikan 12 7 5 Ikan asap 2 1 1

Formalin

Kategori 09.0

Ikan asin kering 11 6 5 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi- umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma

Page 70: F06ism.pdf

mengandung rhodamin B. Pangan yang umumnya memberikan

kontribusi terbesar adalah terasi udang (kelompok pangan kategori

09.0). Bahan pangan lain yang diketahui mengandung rhodamin B

antara lain es mambo (kelompok pangan kategori 03.0);

dodol/lempok buah, geplak, dan manisan buah (kelompok pangan

kategori 04.0); kembang gula keras dan gulali (kelompok pangan

kategori 05.0); tepung hunkwe, mie basah mentah, dodol, wajik

(kelompok pangan kategori 06.0); roti dan bun kukus, bakpao,

apem, bolu kukus, kue lapis, dan roti manis (kelompok pangan

kategori 07.0); minuman berperisa dan sirup berperisa (kelompok

pangan kategori 14.0); simping, kerupuk beras, rengginang, snack,

kelanting, jipang kacang tanah, kerupuk ikan, dan kerupuk udang

(kelompok pangan kategori 15.0); serta es siap saji dan cendol

(kelompok pangan kategori 16.0). Jumlah sampel yang diuji untuk

tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 10.

Seperti halnya rhodamin B, metanil yellow juga masih

sering diaplikasikan pada sejumlah produk pangan di Indonesia.

Hasil analisis terhadap parameter metanil yellow menunjukkan

bahwa dari 115 sampel yang diduga mengandung metanil yellow,

sebanyak 22 sampel positif mengandung metanil yellow. Bahan

pangan yang terbukti mengandung metanil yellow diantaranya

adalah keripik pisang (kelompok pangan kategori 04.0); kerupuk

beras, rengginang, snack, kerupuk ikan, dan kerupuk udang

(kelompok pangan kategori 15.0), serta pisang goreng (kelompok

pangan kategori 16.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap

bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 11.

Rhodamin B paling banyak ditemukan pada produk ikan

dan olahannya khususnya pada produk terasi udang. Sedangkan

metanil yellow banyak diaplikasikan pada produk makanan ringan

siap santap. Alasan utama produsen menggunakan kedua pewarna

ini adalah karena menghasilkan warna yang lebih cerah dan tidak

mudah pudar sehingga bisa menarik minat konsumen. Hal ini

Page 71: F06ism.pdf

Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004

Kualitatif Jenis Aditif Ilegal

Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif

Kategori 03.0 Es mambo* 1 0 1 Dodol atau Lempok Buah 3 0 3 Geplak 7 0 7 Manisan Buah 4 0 4

Kategori 04.0

Kembang gula keras* 4 2 2 Gulali* 5 3 2 Kategori 05.0 Tepung hunkwee 2 1 1 Mi basah mentah 2 0 2 Dodol 1 0 1

Kategori 06.0

Wajik 9 0 9 Roti dan Bun Kukus 7 0 7 Bakpao 2 1 1 Apem 5 0 5 Bolu Kukus 1 0 1 Kue lapis 7 0 7

Kategori 07.0

Roti Manis 10 1 9 Kategori 09.0 Terasi Udang 108 45 63 Kategori 14.0 Sirup Berperisa 7 1 6

Simping* 1 0 1 Kerupuk beras* 52 17 35 Rengginang/ekivalen* 5 0 5 Snack* 2 1 1

Rhodamin B

Kategori 15.0

Kelanting* 6 0 6

Page 72: F06ism.pdf

Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 (lanjutan)

Kualitatif Jenis Aditif Ilegal

Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif

Jipang kacang tanah* 1 0 1 Kerupuk Ikan* 29 24 5

Kategori 15.0

Kerupuk Udang* 9 6 3 Es siap saji* 18 0 18

Rhodamin B

Kategori 16.0 Cendol* 3 0 3

Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: * Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan (masih dalam bentuk draft) Kategori 03.0 : es yang dapat dimakan Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 05.0 : confectionery Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi-umbian,

kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0

Kategori 07.0 : produk bakeri Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 14.0 : minuman, tidak termasuk produk susu Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15

Page 73: F06ism.pdf

Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004

Kualitatif Jenis Aditif ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ negatif positif

Kategori 04.0 Keripik pisang 1 0 1 Kerupuk beras* 19 6 13 Rengginang/ekivalen* 2 0 2

Kategori 15.0

Kerupuk Ikan* 5 0 5

Metanil Yellow

Kategori 16.0 Pisang goreng 1 0 1 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: * Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan (masih dalam bentuk draft) Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15

Page 74: F06ism.pdf

mengingat warna sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi

konsumen. Terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa warna

menentukan kualitas suatu produk pangan dan hal ini dimanfaatkan

para produsen pangan tanpa mempedulikan efeknya terhadap

kesehatan (Tjahjadi, 1986). Kedua pewarna ini telah dibuktikan

dapat menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat

langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang

digunakan dalam pangan walaupun dalam jumlah sedikit (Rahayu

et al., 2003). Harga yang relatif murah dan kemudahan untuk

memperolehnya juga menjadi pertimbangan produsen untuk

menggunakan pewarna ini.

Badan POM RI sebagai leading sector dalam keamanan pangan

bersama dengan stakeholder lainnya bertanggung jawab untuk terus

meningkatkan pengawasan terhadap kelompok pangan yang telah

terbukti mengandung aditif ilegal. Beberapa strategi yang sedang

dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan

Bahan Berbahaya, Badan POM adalah peningkatan kerjasama dengan

instansi terkait lainnya untuk melaksanakan pengawasan keamanan

pangan, peningkatan pengawasan keamanan pangan dengan tindakan

preventif, peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan

terhadap masyarakat, dan peningkatan tindakan hukum bagi mereka

yang melanggar peraturan perundang-undangan terutama mengenai

keamanan pangan.

2. Kualitas Data BTP

Masalah utama berkaitan dengan data BTP ini adalah kualitas data

yang tersedia masih sulit untuk dianalisis dengan pendekatan kajian risiko

yang diawali dengan identifikasi bahaya hingga karakterisasi risiko.

Beberapa kelemahan yang teridentifikasi diantaranya adalah data-data

yang ada umumnya masih bersifat kualitatif. Data yang bersifat kualitatif

hanya bisa digunakan untuk pendekatan identifikasi bahaya dalam rangka

pengawasan pangan untuk penegakan hukum (law enforcement),

Page 75: F06ism.pdf

sedangkan untuk pendekatan kajian paparan dibutuhkan data yang bersifat

kuantitatif (Sparringa, personal communication. 2006). Kelemahan kedua

adalah parameter analisis yang penting seperti nilai LOD dan LOQ tidak

dicantumkan dalam laporan pengujian. Kedua nilai ini sangat penting

untuk membuat asumsi hasil analisis yang kualitatif, misalnya hasil

pengujian yang menunjukkan nilai ”tidak terdeteksi”. Hasil analisis ”tidak

terdeteksi” bukan berarti dalam sampel benar-benar tidak terdapat BTP,

bisa saja karena nilainya yang terlalu kecil sehingga tidak dapat dideteksi

oleh alat yang digunakan dalam pengujian. Tanpa kedua nilai ini akan sulit

memperkirakan rata-rata konsentrasi BTP dalam suatu produk pangan.

Masalah lain berkaitan dengan kualitas data BTP yang telah

terkumpul adalah masalah sampling yang masih belum seragam antar

Balai/Balai Besar POM yang ada di Indonesia. Hal ini salah satunya

ditunjukkan dengan tidak tercantumnya tempat dan tanggal sampling pada

hasil pengujian di sebagian Balai/Balai Besar POM. Jumlah sampel yang

dianalisis pada setiap bahan pangan sebagian besar masih belum cukup

untuk menjamin validitas data, bahkan ada yang hanya menggunakan satu

sampel saja sehingga menyulitkan dalam penentuan parameter statistik

khususnya nilai percentile (WHO, 2000a). Dan yang terakhir adalah

pelaksanaan survei dalam rangka monitoring terhadap BTP belum

mempertimbangkan kerangka sampel. Hal ini ditunjukkan dengan masih

belum seragamnya obyek yang disurvei di setiap Balai/Balai Besar POM.

Tindak lanjut monitoring dapat diarahkan pada program surveilan

yang akan dilakukan oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan

Pangan Badan POM RI yang bekerjasama dengan unit terkait untuk

mengetahui karakteristik risiko secara lebih komprehensif serta sebagai

bahan pengambilan kebijakan selanjutnya dengan pendekatan analisis

risiko. Badan POM saat ini mempunyai mekanisme surveilan dan tindak

lanjutnya, namun belum diujicobakan. Salah satu elemen penting adalah

perlu protokol survei yang memuat panduan berisi latar belakang survei;

tujuan survei; keluaran dan manfaat; penetapan populasi survei;

identifikasi kerangka sampel; alat/tools, metode pengambilan sampel dan

Page 76: F06ism.pdf

penentuan besarnya sampel; penanganan sampel; preparasi sampel;

analisis sampel; serta manajemen survei, sehingga kedepannya data yang

terkumpul dari seluruh Balai/Balai Besar POM dapat diintegrasikan untuk

selanjutnya dianalisis. Hasil analisis akan sangat berguna untuk

menentukan tindak lanjut dari permasalahan yang ada. Kegiatan tindak

lanjut tersebut dapat berupa kegiatan inspeksi, public warning atau law

enforcement (tindakan pengawasan dalam rangka penegakan hukum) dan

kegiatan ini biasanya dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi

Pangan, sedangkan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan

Pangan sendiri akan melakukan promosi keamanan pangan sebagai tidak

lanjut hasil kajian risiko, sehingga program ini akan terus berkelanjutan

dan ada interaksi antar kegiatan kajian risiko, manajemen risiko dan

komunikasi risiko dalam proses analisis risiko yang utuh (Badan POM,

2005c).

Di Indonesia juga belum ada prioritas pangan dan BTP untuk

monitoring keamanan pangan sehingga hasil pengujian selama ini masih

bersifat acak dan masih terfokus pada pangan dan BTP yang sama dari

tahun ke tahun tanpa diikuti intervensi yang sistematis. Padahal jika dilihat

di GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, masih

banyak pangan mengandung BTP yang belum dilakukan monitoring.

Pelaksanaan kegiatan monitoring harus mempunyai prioritas. Hal ini

didasarkan atas pertimbangan biaya, waktu dan tenaga (Sparringa, 2002).

Untuk menentukan prioritas tersebut maka terlebih dahulu dilakukan

penyaringan atau seleksi asupan diet melalui metode budget. Dengan

seleksi menggunakan metode budget ini, BTP yang dimonitor nantinya

adalah BTP yang memang memerlukan informasi lebih rinci melalui

kajian paparan (WHO, 2001; Sparringa, et al., 2004).

Page 77: F06ism.pdf

B. DATABASE KONSENTRASI KONTAMINAN PANGAN HASIL

MONITORING BADAN POM RI

1. Database Kontaminan Pangan

Data konsentrasi kontaminan pangan telah dihimpun dalam bentuk

database. Database tersebut belum bersifat komprehensif karena hasil

pengujian dalam rangka monitoring kontaminan pangan yang ada selama

ini umumnya dikumpulkan dari pihak yang ingin menguji produknya ke

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Idealnya data

hasil monitoring dikumpulkan berdasarkan kegiatan sampling dan

pemilihan metode sampling akan memegang peranan penting dalam hal

menentukan representasi data. Pemilihan metode sampling tentunya harus

didasarkan pada tujuan monitoring yang akan dilakukan. Jika kegiatan

monitoring dilakukan dalam rangka penegakan hukum (law enforcement)

maka tidak perlu menggunakan metode sampling secara acak. Akan tetapi

jika kegiatan monitoring tersebut ditujukan untuk keperluan kajian

paparan maka data harus bersifat representatif yang artinya mewakili

karakteristik populasi, dan hal ini bisa diperoleh dengan menerapkan

metode sampling secara acak. Selain itu jumlah sampel yang diambil harus

cukup untuk menjamin validitas data, serta parameter-parameter analisis

penting seperti nilai LOD dan LOQ harus dicantumkan secara jelas dalam

laporan pengujian (WHO, 2000a; Badan POM, 2005b; Badan POM,

2005c).

Nampaknya Badan POM RI hanya melakukan monitoring terhadap

aflatoksin, sedangkan monitoring terhadap kontaminan lainnya masih

melibatkan pihak ketiga yakni perusahaan yang ingin mengujikan

produknya ke PPOMN. Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter

kontaminan pangan dari tahun 1999-2004, terdapat 927 data parameter

kontaminan pada pangan segar dan pangan semi olahan dengan jenis

kontaminan yang dianalisis meliputi logam berat, residu pestisida,

aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Jenis dan jumlah

kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis di Indonesia secara

rinci disajikan pada Tabel 12.

Page 78: F06ism.pdf

Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM Jumlah Parameter No. Kelompok Pangan Jenis Kontaminan Kondisi di

Indonesia Tidak Terdeteksi Terdeteksi Logam berat √ 46 79

Residu Pestisida √ 70 10 Aflatoksin √ 54 6

Nitrit x - -

1. Serealia

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) √ 5 - Logam berat √ 2 -

Residu Pestisida √ 2 - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

2. Akar-akaran dan Umbi-umbian

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

3. Kacang-kacangan/Pulses

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

4. Gula dan Madu

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin √ 45 39

Nitrit x - -

5. Kacang-kacangan dan Minyak Biji-bijian

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - -

Page 79: F06ism.pdf

Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM (lanjutan) Jumlah Parameter No. Kelompok Pangan Jenis Kontaminan Kondisi di

Indonesia Tidak Terdeteksi Terdeteksi Logam berat √ 7 -

Residu Pestisida √ - 2 Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

6. Minyak dan Lemak Nabati

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat √ 22 20

Residu Pestisida √ 23 - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

7. Stimulan

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

8. Spices/Rempah-rempah

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat √ 4 1

Residu Pestisida √ 66 - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

9. Sayur-sayuran

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat √ 56 16

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

10. Ikan dan Seafood

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - -

Page 80: F06ism.pdf

Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM (lanjutan) Jumlah Parameter No. Kelompok Pangan Jenis Kontaminan Kondisi di

Indonesia Tidak Terdeteksi Terdeteksi Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

11. Telur

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat √ 43 3

Residu Pestisida √ 52 - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

12. Buah-buahan

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - Logam berat √ 122 29

Residu Pestisida √ 3 10 Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

13. Susu dan Produk Susu

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) √ 3 - Logam berat √ 49 21

Residu Pestisida √ 2 1 Aflatoksin x - -

Nitrit √ 6 6

14. Daging dan Jerohan

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) √ 2 - Logam berat x - -

Residu Pestisida x - - Aflatoksin x - -

Nitrit x - -

15. Minyak dan Lemak Hewani

Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x - - JUMLAH TOTAL 684 243

Sumber: Diolah dan diadaptasi dari PPOMN dan GEMS/FOOD Regional Diets (WHO, 2003b) Keterangan: √ Dianalisis, X Tidak dianalisis

Page 81: F06ism.pdf

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa dari 15 kelompok pangan

menurut GEMS/FOOD Regional Diets, hanya 10 kelompok pangan yang

telah dianalisis terhadap parameter kontaminan. Kelompok pangan

tersebut antara lain serealia, akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-

kacangan dan minyak biji-bijian, minyak dan lemak nabati, stimulan,

sayur-sayuran, ikan dan seafood, buah-buahan, susu dan produk susu serta

daging dan jerohan. Sedangkan lima kelompok pangan yang belum

dianalisis adalah kacang- kacangan/Pulses, gula dan madu, spices/rempah-

rempah, minyak dan lemak hewani, dan telur.

Kelompok pangan yang paling banyak dianalisis adalah kelompok

serealia. Hal ini mengingat konsumsi serealia masyarakat Indonesia sangat

tinggi. Berdasarkan data dari Food Balance Sheet, konsumsi serealia

penduduk Indonesia yang pada periode April 1999-Maret 2000 berjumlah

206.55 juta jiwa adalah 38 juta ton (FAO, 1999). Jumlah ini sangat tinggi

sehingga perlu dilakukan pengawasan secara ketat untuk menjamin

keamanannya. Pengawasan utama misalnya ditujukan terhadap

kontaminan kadmium. Hal ini didasarkan pada fakta di lapangan bahwa

kadmium biasanya banyak ditemukan pada serealia terutama pada

komoditi beras. Di Jepang, penyakit “itai-itai” disebabkan oleh konsumsi

beras berkadar kadmium lebih dari 0.4ppm. Di Indonesia terdapat kajian

dosis kadmium dalam beras coklat (beras pecah kulit) 0.04-0.39ppm pada

tahun 1993 (Reilly, 1980; Badan POM 2005a).

Kontaminan yang paling menonjol adalah aflatoksin pada produk

kacang tanah dan produk olahannya yang melebihi batas konsentrasi yang

diijinkan sesuai Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor:

HK.00.05.1.4057 tanggal 9 September 2004, yakni sebesar 20ppb untuk

aflatoksin B1 dan 35ppb untuk aflatoksin total. Hal ini bisa disebabkan

oleh penanganan pasca panen yang tidak memenuhi syarat misalnya

penyimpanan pada kondisi dimana Aspergillus flavus dapat tumbuh secara

optimum yakni pada suhu 320-330C dan pH 6 (Syarief et al., 2003). Selain

itu aflatoksin memang sangat sulit dihindari mengingat kondisi iklim

tropis Indonesia yang sangat sesuai untuk pertumbuhan kapang khususnya

Page 82: F06ism.pdf

Aspergillus flavus yaitu jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai

jenis aflatoksin. Yang menjadi perhatian utama berkaitan dengan

aflatoksin adalah penyakit kanker hati, terutama bagi penderita yang telah

terinfeksi penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Untuk itu diperlukan

penelitian lebih lanjut mengenai kajian paparan aflatoksin pada kelompok

berisiko tinggi yang dihubungkan dengan konsumsi kacang tanah dan

produk olahannya untuk mengetahui karakteristik risikonya. Elemen

penting yang diperlukan untuk kajian paparan aflatoksin ini adalah data

prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C serta data konsumsinya di

daerah yang prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C tinggi

(Sparringa, personal communication. 2006).

2. Kualitas Data Kontaminan Pangan

Masalah utama dalam database konsentrasi kontaminan dalam

pangan di Indonesia adalah kualitas data yang masih kurang memenuhi

kebutuhan software OPAL I. Data-data yang ada sebagian besar masih

belum mencantumkan nilai LOD, bahkan nilai LOQ tidak dicantumkan

sama sekali. Kedua nilai ini menurut WHO (2004) sangat diperlukan

dalam software OPAL I untuk membuat asumsi-asumsi hasil pengujian

yang “tidak terdeteksi”. Dengan tidak tersedianya kedua nilai tersebut

akan sangat sulit menentukan beberapa parameter statistik seperti mean,

median, standar deviasi dan 90th percentile jika terdapat data yang “tidak

terdeteksi”. Parameter statistik tersebut sangat diperlukan dalam proses

analisis data dengan pendekatan kajian risiko. Jumlah sampel yang diuji

belum cukup untuk menjamin validitas data, bahkan ada yang hanya terdiri

dari satu sampel. Hal ini juga menyulitkan dalam hal penentuan parameter

statistiknya.

Masalah lain berkaitan dengan kualitas data kontaminan adalah

data yang diperoleh bukan didasarkan atas kegiatan sampling tetapi

kebanyakan menggunakan data pihak yang ingin mengujikan produknya,

sehingga pada saat entry data yang dimasukkan dalam periode sampling

adalah waktu pada saat sampel diterima karena diasumsikan dekat dengan

Page 83: F06ism.pdf

waktu sampling. Data hasil monitoring ini belum bersifat representatif

karena monitoring yang melibatkan perusahaan biasanya hanya bertujuan

untuk pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang

bersangkutan dan hal ini belum cukup akurat untuk digunakan sebagai

penyedia data dalam kajian paparan (Leparulo-Loftus, 1992). Oleh karena

itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai hasil monitoring kontaminan

pangan baik pada pangan segar maupun semi olahan yang melibatkan

stakeholder terkait secara terpadu sehingga dapat dihasilkan database

kontaminan pangan secara nasional. Seperti halnya pada data BTP,

keterpaduan tersebut perlu didukung dengan adanya protokol survei

sehingga hasil monitoring dari masing-masing stakeholder nantinya dapat

diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis dan dihasilkan informasi yang

berguna untuk kajian risiko.

C. DATABASE KONTAMINAN DENGAN GUIDELINE PRIORITAS

UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN MENURUT GEMS/FOOD

Keluaran software OPAL I juga dibandingkan dengan prioritas utama

pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD (Lampiran 5). Daftar

GEMS/FOOD prioritas utama pangan dan kontaminan ini telah digunakan

sebagai referensi bagi sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia dalam

rangka harmonisasi untuk program TDS (Total Diet Study). Tetapi dalam

prakteknya masih harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara

karena tidak semua kontaminan relevan bagi negara tertentu. Misalnya

kontaminan patulin pada jus apel yang tidak menjadi prioritas bagi Indonesia

karena masyarakat Indonesia tidak mengkonsumsi jus apel dalam jumlah yang

cukup besar. Oleh karena itu ketika akan merintis program TDS, penggunaan

parameter uji harus dilakukan pengkajian ulang (Badan POM, 2004b).

Tabel 13 menggambarkan kesesuaian pengujian yang ada di Indonesia

selama ini dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut

GEMS/FOOD. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil

data hasil pengujian yang sesuai dengan prioritas GEMS/FOOD. Penentuan

prioritas ini didasarkan atas ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, nilai

Page 84: F06ism.pdf

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD

No. Jenis Kontaminan

No. Bahan Pangan Metode Pengujian/Pustaka Data Badan POM

1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

1. Aldrin

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

2. Dieldrin

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

3. DDT (p,p’- dan o,p’- )

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 5. Serealia KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X

4. TDE (p,p’-)

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X

Page 85: F06ism.pdf

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

No. Jenis Kontaminan

No. Bahan Pangan Metode Pengujian/Pustaka Data Badan POM

1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

5. DDE (p,p’- dan p,o’-)

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √ 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

6. Endosulfan (α, β dan sulfat)

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

7. Endrin

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan* KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) √ 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

8. Heksakloro sikloheksan (α, β dan γ )

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X

Page 86: F06ism.pdf

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

No. Jenis Kontaminan

No. Bahan Pangan Metode Pengujian/Pustaka Data Badan POM

1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

9. Heksakloro benzen

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

10. Heptaklor

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 4. Ikan KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) X 5. Serealia* KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) √

11. Heptaklor epoksida

6. Air Susu Ibu (ASI) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) X 1. Susu AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) X 2. Butter (mentega susu) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) X 3. Minyak dan lemak hewan AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) X 4. Ikan* AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) √

12. PCB

5. Serealia* AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) √

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

Page 87: F06ism.pdf

No. Jenis Kontaminan

No. Bahan Pangan Metode Pengujian/Pustaka Data Badan POM

1. Susu* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 2. Daging segar/ kalengan* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 3. Ginjal AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X 4. Serealia* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 5. Buah segar /kalengan* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 6. Jus buah* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 7. Bumbu-bumbuan AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X 8. Makanan bayi AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X

13. Timbal

9. Air minum* AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 √ 1 Ginjal AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X 2 Moluska (hewan lunak) AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X 3 Crustacea (udang-udangan) AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X

14. Kadmium

4 Serealia AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 X 15. Merkuri / Hg Ikan* (AAS/ICPS) – HVG / SNI – 19-2896-1998 (modifikasi) √ 16. Aflatoksin 1. Susu KCKT/ MA PPOMN X 2. Pati jagung KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 X 3. Kacang tanah* KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 √ 4. Kacang-kacangan lainnya KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 X 5. Manisan buah kering KCKT / MA PPOMN No. 06/MA/01 X

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

No. Jenis No. Bahan Pangan Metode Pengujian / Pustaka Data Badan

Page 88: F06ism.pdf

Kontaminan POM

1 Serealia* KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

2 Buah* KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

X

17. Diazinon

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi).

X

1 Serealia* KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

2 Buah* KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

X

18. Fenitrotion

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi)

X

1 Serealia* KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

2 Buah KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

X

3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997

X

19. Malation

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi)

X

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

No. Jenis No. Bahan Pangan Metode Pengujian / Pustaka Data Badan

Page 89: F06ism.pdf

Kontaminan POM

1 Serealia KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

X

2 Buah KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X 3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X

20. Paration

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi)

X

1 Serealia KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

X

2 Buah KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X 3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X

21. Metil paration

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3

X

1 Serealia KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands.

X

2 Buah KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X 3 Sayur-sayuran KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 X

22. Metil pirimiphos

4 Air minum KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3

X

Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)

Page 90: F06ism.pdf

No. Jenis Kontaminan

No. Bahan Pangan Metode Pengujian/Pustaka Data Badan POM

1 Serealia* Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun

dalam Makanan 1989. √

2 Buah Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989.

X

3 Sayur-sayuran* Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989.

23. Arsen anorganik

4 Air minum* Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989.

Sumber: Data diolah dan diadaptasi dari PPOMN dan Badan POM (2004) Keterangan: √ Data tersedia di Badan POM X Data tidak tersedia di Badan POM * Data sesuai dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD

Page 91: F06ism.pdf

health reference seperti PTWI/PTDI, serta data konsentrasi kontaminan yang

akan menjadi fokus kajian (WHO, 2003c; Sparringa, personal communication.

2006).

D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN DALAM

MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN DALAM PANGAN

Beberapa metode analisis yang digunakan oleh PPOMN untuk menguji

adanya kontaminan dalam pangan adalah kromatografi gas, kromatografi

cairan kinerja tinggi (HPLC), dan spektrofotometri. Kromatografi gas

digunakan untuk memisahkan komponen-komponen organik yang bersifat

volatil, dalam hal ini adalah residu pestisida termasuk PCB, dan HPLC

digunakan untuk mendeteksi aflatoksin pada susu dan kacang-kacangan. Hal

ini sesuai dengan kemampuan kromatografi dalam memisahkan suatu

campuran kemudian mengidentifikasi sekaligus menentukan jumlahnya dalam

satu operasi, dengan sedikit bahan analisa (1 mikroliter), dan dalam waktu

yang tidak terlalu lama (Harjadi, 1986; Kegley dan Laura, 1998; Syarief et al.,

2003). Sedangkan spektrofotometri digunakan untuk mendeteksi adanya Pb,

Cd, Hg, dan As pada sejumlah pangan yang diuji dan hal ini sesuai dengan

peranan spektrofotometri yang sangat penting dalam analisa unsur, terutama

unsur logam (Harjadi, 1986).

Beberapa parameter uji dalam prioritas utama pangan dan kontaminan

GEMS/FOOD telah dilakukan oleh PPOMN, tetapi beberapa metode masih

belum diverifikasi (Badan POM, 2004b). Contoh metode yang belum

diverifikasi tersebut adalah metode analisis kromatogarafi gas untuk

pengukuran kontaminan aldrin, dieldrin, DDT (p,p’-dan o,p’-), DDE (p,p’ dan

p,o’), endrin, heksaklorobenzen, heptaklor, dan heptaklor epoksida pada susu,

butter (mentega susu), minyak dan lemak hewan, ikan dan air susu ibu.

Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam bahan pangan secara

lebih rinci disajikan pada Tabel 13 di atas.

Page 92: F06ism.pdf

E. PEMANFAATAN DATABASE KONSENTRASI BTP DAN

KONTAMINAN HASIL MONITORING BADAN POM RI

Database konsentrasi BTP dan kontaminan belum dapat diaplikasikan

untuk kajian risiko khususnya dalam menyediakan data konsentrasi untuk

kajian paparan. Data-data hasil monitoring tersebut umumnya hanya bisa

diolah pada tahap identifikasi bahaya saja sehingga belum bisa digunakan oleh

Tim Teknis Keamanan Pangan Nasional dalam mendukung program

keamanan pangan nasional. Data-data tersebut masih perlu ditindaklanjuti

dengan kajian paparan untuk menentukan karakterisasi risiko jika karakterisasi

bahayanya ada. Rekomendasi lebih lanjut dibutuhkan untuk memperbaiki

sistem monitoring yang ada di Indonesia. Rekomendasi tersebut antara lain

perlu adanya protokol survei yang merupakan pedoman untuk melakukan

survei yang benar berikut parameter-parameter analisis yang penting dalam

kajian paparan sehingga data-data di masa mendatang lebih bisa diaplikasikan

untuk kajian risiko. Dukungan dan kerjasama dari stakeholder lain juga sangat

diperlukan untuk memantapkan peran serta Badan POM RI sebagai leading

sector dalam bidang keamanan pangan.

Page 93: F06ism.pdf

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Database konsentrasi BTP disusun dari hasil monitoring yang telah

dilakukan oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia dan terlaporkan pada

PPOMN. Sedangkan untuk database kontaminan pangan, data-data yang ada

umumnya masih melibatkan pihak yang ingin mengujikan produknya di

PPOMN.

Berdasarkan hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21

Balai/Balai Besar POM di seluruh Indonesia, terdapat 17,065 data dengan

rincian sebanyak 14,010 data merupakan data aditif yang dilegalkan untuk

pangan (BTP) dan sebanyak 3,055 data merupakan data aditif ilegal. Jenis

BTP yang dimonitor masih terbatas pada pemanis buatan (sakarin, siklamat

dan aspartam), pengawet (sorbat dan benzoat), dan pewarna (Brilliant Blue,

Brown HT, Erytrosin, Indigo carmine, Carmoisin, Sunset Yellow, Quinolin

Yellow, Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin dan Annato). Pada sejumlah

pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas

konsentrasi yang diijinkan, BTP tersebut antara lain benzoat, sorbat, sakarin

dan siklamat. Bahkan ditemukan adanya penggunaan aditif ilegal yang sangat

berbahaya bagi kesehatan manusia yakni boraks, formalin, rhodamin B dan

metanil yellow.

Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter kontaminan oleh Badan

POM RI dari tahun 1999-2004, terdapat 927 data parameter kontaminan.

Kontaminan yang dianalisis meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin,

nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi

olahan masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi

yang diijinkan, kontaminan yang paling menonjol adalah aflatoksin pada

kacang tanah dan produk olahannya. Oleh karena itu Badan POM RI sebagai

institusi yang bertanggung jawab dalam monitoring keamanan pangan dengan

didukung oleh stakeholder lain perlu meningkatkan pengawasan terhadap

pangan yang beredar dan jika diperlukan menindak tegas pihak yang terbukti

melakukan pelanggaran. Untuk pemanis buatan, dengan adanya peraturan

Page 94: F06ism.pdf

baru tentang persyaratan penggunaannya dalam produk pangan yakni

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor: HK. 00.05.5.1.4547 akan menjadi tantangan tersendiri bagi Badan

POM RI untuk lebih memperketat pengawasan terhadap pemanis buatan dan

data-data yang dibutuhkan selanjutnya harus bersifat kuantitatif.

Database konsentrasi BTP dan kontaminan pangan yang telah diolah

ternyata belum bisa dimanfaatkan untuk kajian risiko. Data-data tersebut

umumnya hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya yang umumnya

terbatas pada bahan tambahan ilegal, beberapa pengawet, pemanis buatan

serta pewarna dan belum bisa dianalisis sampai tahap karakterisasi risiko. Hal

tersebut disebabkan oleh kualitas data hasil monitoring yang belum sesuai

untuk keperluan kajian risiko. Data-data yang ada umumnya bersifat

kualitatif; parameter penting dalam analisis seperti nilai LOD dan LOQ tidak

dicantumkan dalam laporan pengujian sehingga sulit untuk menentukan

parameter statistiknya seperti mean, median, standar deviasi, dan percentile;

sistem sampling yang masih belum seragam; jumlah sampel yang dianalisis

belum cukup untuk menjamin validitas data; serta penentuan obyek yang akan

disurvei belum mempertimbangkan kerangka sampel. Hal ini dimaklumi

karena tujuan monitoring ditujukan untuk pengawasan pangan dalam rangka

penindakan hukum (law enforcement) dan belum terintegrasinya program

monitoring dan surveilan. Diperlukan data konsumsi individu secara nasional

agar dapat digunakan untuk memperkirakan paparan kontaminan dan BTP

dalam pangan.

Diharapkan dengan penelitian ini, data-data hasil monitoring pada masa

mendatang dapat diolah dan dianalisis sehingga interpretasi yang dihasilkan

dapat diimplementasikan untuk kajian risiko. Hasil kajian risiko nantinya

akan dapat digunakan sebagai landasan ilmiah (evidence base) bagi manajer

risiko untuk menetapkan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan

masalah keamanan pangan.

Page 95: F06ism.pdf

B. SARAN

1. Untuk kegiatan monitoring selanjutnya, diperlukan adanya protokol survei

sehingga data-data yang ada nantinya dapat diintegrasikan dan dianalisis

dengan pendekatan kajian risiko.

2. Diperlukan adanya prioritas pangan dan BTP untuk monitoring di

Indonesia sehingga hasil pengujian akan lebih terfokuskan.

3. Untuk monitoring kontaminan pangan diperlukan pengolahan dan analisis

data dari stakeholder lain yang berwenang secara terpadu sehingga data-

data antar stakeholder dapat diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis

dengan pendekatan kajian risiko.

4. Diharapkan monitoring terhadap kontaminan disesuaikan dengan prioritas

utama pangan dan kontaminan pangan menurut GEMS/FOOD.

5. Agar database kontaminan dan BTP yang nantinya akan disempurnakan

lebih bermanfaat, harus diiringi dengan program survei konsumsi individu

secara nasional sehingga dapat dimanfaatkan untuk kajian paparan

kontaminan dan BTP.

Page 96: F06ism.pdf

DAFTAR PUSTAKA

AGAL-BADAN POM. 2001. An Integrated Food Safety System-A Model for Indonesia. AGAL in Cooperation with National Agency of Drug and Food Control (Badan POM). Jakarta.

Anonima. 2005. Bahaya di Balik Gurihnya Ikan Asin. http://www.kompas.com/kompascetak/0511/08/humaniora/2185594.htm (28 Desember 2005).

Anonimb. 2006. Waspadai Pemicu Kanker di Makanan. http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=health&newsno=3453 (8 Februari 2006).

Awad, E. M. dan M. H. Gotterer. 1992. Database Management. Boyd & Fraser Publishing Company. Massachussetts.

Badan POM. 2001a. Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Deputi Bidang Pengawasan

Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Badan POM. 2001b. Analisis Risiko Keamanan Mikrobiologis: Kajian Risiko

Mikrobiologis. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Badan POM. 2004a. Sistem Keamanan Pangan Terpadu.

http://www.pom.go.id/surv/index.asp (20 Desember 2005). Badan POM. 2004b. Final Report Review of Food Safety Risk Assessment

Capacity. WHO Project INO FOS 001:EC-3/P-1. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Badan POM. 2005a. Cemaran Logam dalam Produk Pangan, Seri Monografi:

Kajian Keamanan (05). Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Badan POM. 2005b. Modul Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan. Deputi

Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Badan POM. 2005c. Manual Pelaksanaan Surveilan Keamanan Pangan dan

Tindak Lanjut di Badan POM RI. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Page 97: F06ism.pdf

Badan POM. 2005d. Kategori Pangan Indonesia. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Bordgroff, M. W. 1997. Surveillance of Foodborne Disease: What Are The

Options?. Food Safety Issues. Food Safety Unit, World Health Organization.

EU Scientific Co-operation, 1998. Report from the Commision on Dietary Food

Additive Intake in the European Union. FAO. 1999. Special Report FAO/WFP Crop and Food Supply Assessment

Mission to Indonesia. Global Information and Early Warning System on Food Agriculture. World Food Programme.

http://www.fao.org/giews/english/alertes/1999/srins994.htm (30 Desember 2005). FAO. 2000. The Application of Risk Communication to Food Standards and

Safety Matters. Economic and Social Department Food Agriculture Organization.

http://www.fao.org/documents/show_cdr.asp?url_file=/docrep/005/x1271e/x1271e00.htm (20 Desember 2005).

Fardiaz, D. 2001. Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya secara

Total. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Hansen, S. C. 1979. Conditions for Use of Food Additives based on Budget

Method for an Accepatable Daily Intake. Journal of Food Protection, 42, 429-434.

Harjadi. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta. JECFA. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of

Food Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. Geneva. Switzerland.

JECFA. 2004. Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants: Sixty-

First Meeting of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, Geneva, WHO Technical Report series No.922. http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/chemicals/mercury final.pdf (20 Juli 2005).

Kegley, S. E. dan Laura J. Wise. 1998. Pesticides in Fruits and Vegetables.

University Science Books. Sausalito, California.

Page 98: F06ism.pdf

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK. 00.05.5.1.4057 Tentang Batas Maksimum Aflatoksin dalam Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK.

00.05.5.1.4547 Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Leparulo-Loftus, M., Barbara, J.P. Christine, F.C., dan J.R. Tomerlin. 1992.

Dietary Exposure Assessment in the Analysis of Risk from Pesticides in Foods di dalam Finley, et al., Food Safety Assessment. American Chemical Society. Washington DC.

Malik, D. 2004. Zat Kimia Berbahaya dan Efeknya.

http://www.dayakology.com/kr/ind/2004/107/utama.htm (9 Januari 2006). Maulany, R. 2005. Bahaya Formalin dalam Makanan. www.pom.go.id (16

Januari 2006). Nurrohmah, Adriani dan B. Setiawati. 1995. Penggunaan “Food Additive”,

Seruling Pagi vol (4)2 desember. Jurusan GMSK, IPB. Bogor. Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di

dalam Lund, Barbara M. et al (eds) The Microbiological Safety and Quality of Food: Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang

Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Petersen, B.J., Chaisson C.F., dan Douglass J.S. 1994. Use of Food Intake

Surveys to Estimate Exposure to Nonnutrient, Am J Clin Nutr; 59 (suppl): 240S-244S.

Rahayu, W.P., Halim, N., Slamet, B., dan Dahrul, S. 2003. Bahan Tambahan

Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Rahayu, W. P., Harsi, D. K., dan Roy A. S. 2004. Prinsip-Prinsip Analisis Risiko.

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. ISBN 979-3446-34-X.

Reilly, C. 1980. Metal Contamination of Food. Applied Science Publishers Ltd.

London. Rowley, J. Dan J. Farrow. 2000. Organizing Knowledge: An Introduction to

Managing Access to Information. Gower.

Page 99: F06ism.pdf

Slamet, R. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Berbahaya

pada Murid SD dengan Metode TDS. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sparringa, R. A. 2002. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan Pangan di dalam

Rahayu, et al. Surveilan Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Sparringa, R. A., Harsi, D. K., dan Winiati, P.R. 2004. Aplikasi Kajian Risiko

Bahan Tambahan Pangan: Studi Kasus Penggunaan Pemanis Aspartam. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. ISBN 979-3446-39-O.

Sparringa, R. A. 2005. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta. Sparringa, R. A. 2006. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta. Syarief, R., La Ega, dan CC. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan.

Diterbitkan atas kerjasama IPB Press dengan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Syarifudin, A. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan Berdasarkan Data

Konsumsi Pangan Individu di Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjahjadi, C. 1986. Pewarna Makanan. Dalam Risalah Seminar Bahan Tambahan

Kimiawi (Food Additives). PAU Pangan dan Gizi IPB-PATPI-GAPMMI. Jakarta, 3-4 Oktober 1986.

WHO. 1974. Sobic Acid and It’s Calcium, Potassium and Sodium Salts,

Seventeenth Report of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, WHO Technical Report Series No.539. WHO. Geneva.

WHO. 1985. Guidelines for the Study of Dietary Intakes of Chemical

Contaminants, WHO Offset Publication No 87, WHO, Geneva. WHO. 1996. Drinking Water Guidelines and Standards. World Health

Organiztion. Geneva, Switzerland. www.who.int/entity/water_sanitation_health/dwq/arsenicun5.pdf (15 Februari 2006). WHO. 1997a. Food Consumption and Exposure Assesment of Chemicals. Report

of a FAO/WHO Consultations. Geneva. Switzerland.

Page 100: F06ism.pdf

WHO. 1997b. Guidelines for Predicting Dietary Intake of Pesticide Residues (Revised). Prepared by the Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme (GEMS/FOOD) in Collaboration with the Codex Committee on Pesticide Residues. Programme of Food Safety and Food Aid, WHO. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/pesticides/en/

(5 Desember 2005). WHO. 1999. GEMS/FOOD Total Diet Studies. Report of A Joint USFDA/WHO

International Workshop on Total Diet Studies in Cooperation With the Pan American Health Organization. Food Safety Programme, Department of Protection of the Human Environment, WHO. Kansas City, Missouri, USA. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/tds_aug1999.pdf

(28 Desember 2005). WHO. 2000a. Methodology for Exposure Assessment of Contaminants and

Toxins in food. World Health Organization. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/exposure_june2000 .pdf (2 Desember 2005).

WHO. 2000b. Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives Fifty-fifth

Meeting 5-15 June 2000, Summary and Conclusions. World Health Organization. Geneva.

www.who.int/entity/ipcs/food/jecfa/summaries/en/summary_55.pdf (15 Februari 2006). WHO. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of

Foods Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. WHO. Geneva. http://www.who.int/ipcs/food/jecfa/en/intake_guidelines.pdf (16 Januari 2006).

WHO. 2002. GEMS/FOOD Total Diet Studies. Report of 2nd International Workshop on Total Diet Studies. Food Safety Programme, Department of Protection of the Human Environment, World Health Organization. Brisbane, Australia.

http://www.euro.who.int/Document/fos/GEMS_SCrpt.pdf (3 Desember 2005).

WHO. 2003a. Global Environment Monitoring System, Food Contamination

Monitoring and Assessment Programme (GEMS/FOOD) “Instruction for Electronic Submission of Data on Chemical Contaminants in Food and the Diet”. Food Safety Department. World Health Organization. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/gemsmanual.pdf (4 Juli 2005).

Page 101: F06ism.pdf

WHO. 2003b. GEMS/FOOD Regional Diets, Regional per Capita Consumption of Raw and Semi-processed Agricultural Commodities, Prepared by the Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme. Food Safety Department. WHO. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/chem/gems/en/index2.html (9 Desember 2005).

WHO. 2003c. Methods Used for Health Risk Assessment. World Health

Organization. Geneva. http://www.who.int/water_sanitation_health/wastewater/wsh0308chap4.pd

f (26 Januari 2006). WHO. 2004. Operating Program for Analytical Laboratories for Contaminants in

Food Commodities (OPAL I). Food Safety Programme, World Health Organization. Geneva.

WHO. 2005a. Definition of risk analysis terms related to food safety. WHO.

Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/micro/riskanalysis_definitions/en/ (20 Desember 2005).

WHO. 2005b. Formaldehyde in Drinking Water. World Health Organization

Geneva. www.who.int/entity/water_sanitation_health/dwq/chemicals/formaldehyde130605.pdf (1 Januari 2006).

Wilson, C. L. dan S. Droby. 2001. Microbial Food Contamination. CRC Press.

New York.

Page 102: F06ism.pdf
Page 103: F06ism.pdf

Lampiran 1. Kategori pangan GSFA

KATEGORI PANGAN INDONESIA

01.0 Produk-Produk Susu, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0 01.1 Susu dan Minuman Berbasis Susu 01.1.1 Susu dan Buttermilk 01.1.1.1 Susu Susu Segar Susu Pasteurisasi Susu UHT Susu Steril

Susu Skim Susu Rendah Lemak Susu Rekonstitusi Susu Rekombinasi Filled Milk (Susu Isi)

01.1.1.2 Buttermilk Buttermilk (Tawar) Dadih

01.1.2 Minuman Berbasis Susu Beraroma dan atau Difermentasi termasuk semua minuman siap minum berbasis susu dengan penambahan perisa (Contohnya Susu Coklat, Kakao, Eggnog, Minuman Yogurt, Minuman Berbasis Whey). Minuman Susu Beraroma Minuman Yogurt Berperisa Minuman Susu Fermentasi Berperisa

01.2 Susu Fermentasi dan Produk Susu Hasil Hidrolisa Enzim Renin (Tawar) 01.2.1 Susu Fermentasi (Tawar) termasuk semua produk susu fermentasi tawar,

susu diasamkan (acidified milk), susu berkultur (cultured milk), yogurt yang tidak mengandung perisa atau pewarna Susu Diasamkan Susu Fermentasi Atau Susu Berkultur (Cultured Milk) Yogurt Yogurt Rendah Lemak Yogurt Tanpa Lemak

01.2.1.1 Produk Susu Fermentasi (Tawar) yang Tidak Diberi Perlakuan Panas Setelah Proses Fermentasi Susu Fermentasi Tawar Tanpa Pemanasan

01.2.1.2 Produk Susu Fermentasi (Tawar) yang Diberi Perlakuan Panas Setelah Proses Fermentasi Susu Fermentasi yang Dipanaskan

01.2.2 Susu yang Digumpalkan dengan Enzim Renin (Tawar) 01.3 Susu Kental dan Tiruannya 01.3.1 Susu Kental (Tawar)

Susu Evaporasi Susu Skim Evaporasi Susu Isi Evaporasi

01.3.2 Krimer Minuman (Bukan Susu) Krimer Minuman (Bukan Susu)

01.3.3 Susu Kental Manis (Tawar, Beraroma) dan Tiruannya Susu Kental Manis Susu Kental Manis dengan Lemak Nabati Susu Skim Kental Manis Susu Isi Kental Manis Krim Kental Manis

01.4 Krim (Tawar) dan Sejenisnya, Termasuk Semua Krim Atau Krim Tiruan Berbentuk Cair, Semicair, atau Semipadat. Krim

Page 104: F06ism.pdf

01.4.1 Krim Pasteurisasi 01.4.2 Krim “Whipping” atau “Whipped” atau Krim Rendah Lemak yang

Disterilkan atau secara UHT Whipped Cream Krim Rendah Lemak Half and Half Krim “Whipping” (Whipping Cream ) Rendah Lemak

01.4.3 Krim yang Digumpalkan Krim Asam Krim Asam yang Diasamkan

01.4.4 Krim Tiruan Krim Tiruan

01.5 Susu Bubuk dan Krim Bubuk dan Bubuk Tiruan (Tawar) 01.5.1 Susu Bubuk dan Krim Bubuk (Tawar)

Susu Bubuk Berlemak (Full Cream) Susu Bubuk Rendah Lemak dan Susu Bubuk Kurang Lemak Susu Bubuk Bebas Lemak atau Susu Skim Bubuk Krim Bubuk

01.5.2 Susu dan Krim Bubuk Tiruan 01.5.3 Campuran Susu dan Krim Bubuk Tawar dan Berperisa

Campuran Susu dan Krim Bubuk Berperisa Susu Isi Bubuk

01.6 Keju dan Keju Tiruan Keju Keju Tiruan

01.6.1 Keju Tanpa Pemeraman (Keju Mentah) Keju Cottage (Cottage Cheese) : Keju Krim (Cream Cheese) Keju Mozzarella

01.6.2 Keju Peram Keju Cheddar Keju Cheddar Rendah Sodium Keju Edam Keju Camembert:

01.6.2.1 Keju Peram Total Keju Biru (Blue cheese) Keju Bata (Brick Cheese) Keju Gouda Keju Havarti Keju Brie Keju Parmesan Keju Swiss

01.6.2.2 Kulit Keju Peram 01.6.2.3 Bubuk Keju (Untuk Rekonstitusi Dalam Pembuatan Saus Keju)

Bubuk Keju 01.6.3 Keju Whey 01.6.4 Keju Olahan

Keju Olahan Keju Chedar Olahan

01.6.4.1 Keju Olahan Tawar Keju Club Luncheon Keju Amerika (American Cheese) Keju Cold Pack

01.6.4.2 Keju Olahan Berperisa Keju Neufchatel dan Sayuran Untuk Olesan

Keju Pepper Jack (Keju Monterey Jack dan Potongan Lada) 01.6.5 Keju Tiruan 01.6.6 Keju Protein Whey

Page 105: F06ism.pdf

01.7 Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu (Misalnya Es Susu, Puding, Buah atau Yogurt Berperisa) Es Krim Yogurt Berperisa Es Susu

01.8 Whey dan Produk Whey, Selain Keju Whey Whey Asam Bubuk Whey

02.0 Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak (Tipe Emulsi Air Dalam Minyak) 02.1 Lemak dan Minyak yang Tidak Mengandung Air 02.1.1 Lemak Susu Anhidrat, Minyak Mentega Anhidrat, Minyak Mentega, Ghee

Lemak Susu Anhidrat (AMF), Minyak Mentega Anhidrat dan Minyak Mentega Ghee

02.1.2 Lemak dan Minyak Nabati Lemak dan Minyak Nabati Minyak Goreng (Frying oil atau frying fat) Minyak Masak atau Minyak Sayur (Cooking oil) Minyak Salad Vanaspati atau Minyak Samin (Vegetable Ghee) Minyak Inti Kelapa Sawit Mentah (CPKO) Minyak Inti Kelapa Sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil / RBDPKO) Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO) atau Pretreated Palm Oil Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Olein Sawit Mentah (Crude Palm Olein) Stearin Sawit Mentah (Crude Palm Stearin) Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Olein Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Stearin Minyak Kelapa Mentah atau Unrefined Coconut Oil Minyak Kelapa Jernih atau Refined Coconut Oil Minyak Kacang Tanah Minyak Jagung Minyak Kemiri Minyak Kedelai Minyak Wijen Minyak zaitun Minyak Safflower Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Dedak atau Minyak Bekatul atau Minyak Katul Minyak Biji Kapas Minyak Kanola atau Rapeseed oil Mustardseed oil

02.1.3 Lemak Babi, Lemak Sapi, Lemak Domba, Minyak Ikan Dan Lemak Hewani Lain Lemak Hewani Lemak Babi atau Lard Rendered Pork Fat Lemak Sapi Utama atau (Prime Beef Fat (Premier Jus atau Oleo Stock) Lemak Sapi Makan (Edible Beef Fat) Dripping atau Edible Tallow Secunda Beef Fat Suet Minyak Ikan Minyak Hati Ikan Cucut Boto

02.2 Emulsi Lemak Terutama Tipe Emulsi Air Dalam Minyak 02.2.1 Emulsi Yang Mengandung Lemak Sedikitnya 80% 02.2.1.1 Mentega dan Konsentrat Mentega

Mentega

Page 106: F06ism.pdf

Mentega Rekombinasi 02.2.1.2 Margarin dan Produk Sejenis (Misalnya Campuran Mentega-Margarin)

Margarin Campuran Margarin dan Mentega

02.2.2 Emulsi yang Mengandung Lemak Kurang Dari 80% (Misalnya Minarin) Minarin (Minarine) Lemak Oles (Fat Spread)

02.3 Emulsi Lemak Selain Kategori 02.2 Non-Dairy Toppings, Fillings, Frostings Non-Dairy Whipped Cream

02.4 Makanan Penutup Atau Pencuci Mulut Berbasis Lemak Melorin atau Non-Dairy Ice Cream Non-Dairy Mousse

03.0 Edible Ices (Es yang dapat dimakan) 04.0 Buah-Buahan dan Sayuran (Termasuk Jamur, Umbi, Kacang-Kacangan

Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya), Rumput Laut, Biji-Bijian 04.1 Buah-Buahan 04.1.1 Buah-Buahan Segar 04.1.1.1 Buah Segar Tanpa Perlakuan Disajikan Setelah Dipanen

Buah-Buahan Utuh Segar 04.1.1.2 Buah Segar Dengan Permukaan Diberi Perlakuan 04.1.1.3 Buah Segar Kupas atau Potong 04.1.2 Buah Olahan 04.1.2.1 Buah Beku

Buah Beku 04.1.2.2 Buah Kering

Buah Kering Buah Kering Campur Buah Kering Asin Kopra Kelapa Parut Kering

04.1.2.3 Buah Dalam Cuka, Minyak dan Larutan Garam Buah Asin Asinan Buah

04.1.2.4 Buah Dalam Kemasan (Pasteurisasi) Buah Dalam Kemasan

Kolang Kaling Dalam Kemasan Koktil Buah Dalam Kemasan (Pasteurisasi)

04.1.2.5 Jem, Jeli dan Marmalad Jem atau Selai Jeli Buah Marmalad Sitrus

04.1.2.6.1 Produk Oles Berbasis Buah (Misalnya Chutney) Tidak Termasuk Produk Pada Kategori 04.1.2.5 Mango Chutney Sambal Buah-Buahan

04.1.2.7.1 Buah Bergula Buah Bergula atau Buah Bersalut Gula atau Buah Berkristal Buah Berkristal Kulit Buah Bergula

04.1.2.8.1 Bahan Baku Berbasis Buah-Buahan, Meliputi Bubur Buah, Puree, Topping Buah dan Santan Kelapa Bubur Buah (Fruit Pulp) Pasta Buah Saus Buah Saus Apel (Applesauce) Sirup Buah Santan

Page 107: F06ism.pdf

Pasta Kelapa Nata De Coco Utuh, Tidak Siap Konsumsi

04.1.2.9 Makanan Penutup atau Pencuci Mulut (Dessert) Berbasis Buah Termasuk Makanan Pencuci Mulut Berbasis Air Berflavor Buah Dodol atau Lempok Buah Wajit Buah Geplak Manisan Buah Nata De Coco Dalam Kemasan Jeli Agar Sale Pisang Cincau Hijau Cincau Hitam Siwalan

04.1.2.10 Produk Buah Fermentasi Pikel Plum Pikel Pear Pikel Plum dan Pear Tempoyak

04.1.2.11 Produk Buah Untuk Isi Pastri 04.1.2.12 Buah Yang Dimasak

Keripik Pisang Keripik Sukun Keripik Nenas Keripik Nangka Keripik Salak Keripik Apel

04.2 Sayuran (Termasuk Jamur, Akar, Umbi, dan Aloe Vera) Rumput Laut, Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Serta Biji-Bijian

04.2.1 Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Segar Umumnya Bebas Dari Bahan Tambahan Pangan

04.2.1.1 Sayuran (Termasuk Jamur, Akar Dan Umbi, Dan Aloe Vera) Rumput Laut, Kacang-Kacangan Dan Polong-Polongan Serta Biji-Bijian Segar yang Tidak Mengalami Pengolahan dan Didistribusikan Setelah Dipanen Sayuran Kacang - Kacangan Biji - Bijian Jamur Segar Baby Corn Singkong Umbi - Umbian Sagu

04.2.1.2 Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji - Bijian Segar yang Permukaannya Dilapisi Glasir atau Lilin atau Diberi Perlakuan Dengan Bahan Tambahan Pangan Lain yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelindung dan Membantu Mengawetkan Kesegaran dan Kualitas Sayuran

04.2.1.3 Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Segar Yang Dikupas, Dipotong atau Dirajang (Sayuran, Kacang-Kacangan, Biji-Bijian Olah Minimal)

04.2.2 Sayuran, Rumput Laut, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Olahan 04.2.2.1 Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Beku

Sayuran Beku Buncis Beku Kacang Polong Beku Brokoli Beku Brussel Sprout Beku Bayam Beku Wortel Beku Jamur Beku

Page 108: F06ism.pdf

Biji Jagung Beku Jagung Bertongkol Beku Kentang Goreng Perancis Beku atau Frozen French Fries Terong Beku Ubi Beku

04.2.2.2 Sayuran, Rumput Laut, Kacang-Kacangan, dan Biji-Bijian Kering Sayuran Kering Jamur Kering Sayuran Asin Kering Rumput Laut Kering Nori Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Kering Biji Bunga Matahari Emping Melinjo Mete Gelondong Biji Saga Biji Wijen Kentang Kering Serpih (Flakes) Tepung Tomat Tepung Bit Kuaci

04.2.2.3 Sayuran dan Rumput Laut Dalam Cuka, Minyak, Larutan Garam atau Kecap Kedelai Jamur Dalam Minyak Zaitun atau Minyak Nabati Lain Sayuran Asin Jamur Asin Acar Jamur Acar Timun Mentah Acar Bawang Putih Acar Jahe Acar Cabai Acar Lobak

04.2.2.4 Sayuran Dalam Kemasan, Botol atau Dalam Retort Pouch Sayuran Dalam Kemasan Tomat Dalam Kemasan Jagung Manis Dalam Kemasan Jamur Dalam Kaleng Asparagus Dalam Kaleng Wortel Dalam Kaleng Rebung Bambu Dalam Kaleng Kacang Polong (Green Peas) Dalam Kaleng Buncis Dalam Kaleng Manisan Rumput Laut Dalam Kemasan Lidah Buaya Dalam Kemasan

04.2.2.5 Puree dan Produk Oles Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian (Misalnya Mentega Kacang) Mentega Kacang (Peanut Butter)

04.2.2.6 Bahan Baku dan Bubur (Pulp) Sayuran, Kacang-Kacangan Dan Biji-Bijian (Misalnya Makanan Penutup dan Saus Sayuran, Sayuran Bergula) Selain Produk Kategori 04.2.2.5 Pasta Tomat Bubur Tomat Puree Tomat Saus Tomat Saus Cabai Tahu Kembang Tahu

Page 109: F06ism.pdf

04.2.2.7 Produk Fermentasi Sayuran (Termasuk Jamur, Akar dan Umbi, Kacang-Kacangan Dan Aloe Vera) dan Rumput Laut Pikel Sawi Asin Sauerkraut Jamur Fermentasi Pikel Mentimun Pikel Jahe Pikel Zaitun (Olives) Tauco

04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak Keripik Bayam Keripik Jamur Kancing Keripik Talas, Keripik Gadung, Keripik Singkong Keripik Ubi Jalar Keripik Kentang Emping Melinjo Goreng Keripik Tahu Rempeyek (Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kedelai atau bahan lain) Sukro Kacang Atom Getuk Singkong

05.0 Confectionery 05.1 Produk Kakao dan Coklat Termasuk Coklat Imitasi dan Pengganti Chocolate 05.1.1 Kakao Bubuk dan Kakao Massa/Ampas (Cake) Kakao

Kakao bubuk Kakao bubuk untuk sarapan (Breakfast cocoa) Bubuk kakao dengan lemak sedang (Medium fat cocoa) Bubuk kakao rendah lemak(Lowfat cocoa) Kakao serpih (cocoa dust) Kakao bubuk super (cocoa fineness) Nib kakao Massa kakao/kakao dan cairan kental (liquor) coklat Kakao ampas (cake) Minuman kakao (drinking cocoa) Minuman coklat (drinking chocolate) Coklat instan

05.1.2 Campuran Kakao (Sirup) 05.1.3 Olesan Berbasis Kakao, Termasuk Isian (Filling)

Lemak kakao (cocoa butter) Coklat pasta Olesan berbasis kacang-coklat (nut-chocolate based spread) Olesan coklat berbasis air (chocolate water-based spread) Lemak kakao untuk confectionery

05.1.4 Produk Kakao dan Coklat Coklat Bonbon Truffles Coklat putih Coklat drop atau chip (Permen) coklat susu (Permen) coklat krim (Permen) coklat manis Bahan pelapis dari kakao manis dan lemak tanaman Coklat semi-manis atau coklat pahit-manis atau coklat hitam Coklat yang diisi (Filled chocolate) Coklat tawar (unsweetened chocolate)

Page 110: F06ism.pdf

Coklat pelapis (couverture chocolate) Coklat butir atau coklat vermicelli atau streusel Coklat serpih (flakes) Coklat susu flakes Coklat berflavor Coklat aerasi Coklat laminasi Coklat komposit

05.1.5 Produk Coklat Imitasi, Pengganti Coklat Cocoa butter equivalent Pengganti lemak kakao laurat (lauric cocoa butter replacer/ substitute=cbs lauric) Pengganti lemak kakao non-laurat (nonlauric cocoa butter replacer/ substitute = cbs non-lauric) Carob coatings Coating dari lembaga gandum bebas lemak (deffated wheat germ coating)

05.2 Confectionery Meliputi Permen Keras Dan Lunak, Nougats, Dll, Diluar Produk Pangan Kategori 05.1. Dan 05.4

Licorice Kembang gula keras / hard candy / boiled sweet Gulali Kembang gula lunak Permen Karamel Fudge Toffee Krokant / nugat (praline)/ brittles Butterscoth Nut Brittles atau permen enting-enting Marshmallow Nougat Enting-enting kacang gepuk Jelly pati (Starch jelly) Jelly Agar dan Gelatin Raw marzipan, Base Almond Paste Marzipan, Almond Paste Lozenges Hard gums Pastiles Gula kapas (cotton candy)/arumanis

05.3 Permen Karet Kembang gula karet

05.4 Dekorasi (Misalnya Untuk Bakery), Topping (Non-Buah) Dan Saus Manis

Icing Frosting Saus Butterscoth Saus Coklat

06.0 Serealia dan Produk-Produk Serealia yang Merupakan Produk Turunan Dari Biji Serealia, Akar-Akaran dan Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Polong-Polongan dan Empulur (Bagian dalam Batang Tanaman), Selain Produk-Produk Bakeri Pada Kategori Pangan 07.0

06.1 Biji-Bijian Utuh, Patahan, atau Serpihan Biji-Bijian dan Kacang-Kacangan Utuh

Gabah Beras Pecah Kulit

Beras Giling (Beras Sosoh) Beras Ketan Giling Beras Diperkaya Beras Pecah Kulit Pratanak

Page 111: F06ism.pdf

Beras Pratanak Emping Beras

Serpihan Beras Pratanak Gandum Patah Gandum Hancur Jagung Pipil Oats Pearl Millet (Jewawut) Sorgum Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Kering Gaplek

06.2 Tepung-Tepungan dan Pati-Patian 06.2.1 Tepung

Tepung Beras Tepung Beras Ketan Tepung Jagung Tepung Kacang Hijau Tanpa Kulit Tepung Kacang Hijau Utuh Tepung Kacang Merah Tepung Kedelai Tepung dan Semolina Gandum Durum Tepung dan Semolina Gandum Durum Utuh Tepung Pearl Millet (Jewawut) Tepung Sorgum Tepung Terigu Tepung Terigu Self-Raising Tepung Terigu Terklorinasi Tepung Gluten Terigu Tepung Terigu Tinggi Protein Tepung Terigu Utuh (Wholemeal Wheat Flour) Tepung Kulit Ari (Fine Bran) Tepung Singkong Tepung Umbi Lainnya (Tepung Kentang, Tepung Ubi Jalar, Tepung Garut, Tepung Ganyong dll.) Tepung Aren

06.2.2 Pati-Patian Pati Garut Pati Jagung atau Maizena Pati Sagu Tepung Hunkwee Tapioka Dekstrin Pati Pragelatinisasi Pati Termodifikasi

06.3 Serealia Untuk Sarapan, Termasuk Rolled Oats Bulgur Emping Jagung (Corn Flake) Meal Meal Lembaga Gandum (Wheat Germ Meal) Nasi Jagung Oatmeal Sereal Siap Saji Termasuk Sereal Sarapan Tiwul Whole Maize (Corn) Meal Degermed Maize (Corn) Meal Degermed Maize (Corn) Grits Gari

Page 112: F06ism.pdf

06.4 Pasta dan Mi Serta Produk Sejenisnya (Misalnya Rice Paper, Vermiseli Beras/Bihun) Pasta Produk Sejenis Pasta

06.4.1 Pasta dan Mi Mentah Serta Produk Sejenisnya Mi Basah Mentah Kulit Pangsit

06.4.2 Pasta dan Mie Kering Serta Produk Sejenis Bihun Kuetiaw Kering Makaroni Mi Kering Gandum Mi Kering Lainnya Produk Makaroni Diperkaya Produk Makaroni Diperkaya dengan Fortifikasi Protein Produk Makaroni Gandum Utuh Produk Makaroni Gandum dan Kedelai Produk Makaroni Susu Produk Makaroni Sayuran Produk Makaroni Sayuran yang Diperkaya Produk Makaroni Susu Tanpa Lemak Produk Makaroni Susu Tanpa Lemak Yang Diperkaya Produk Mi yang Diperkaya Produk Mi Gandum dan Kedelai Produk Mi Sayuran Produk Mi Sayuran yang Diperkaya Sohun

06.4.3 Pasta dan Mie Pra-Masak Serta Produk Sejenis Bihun Instan Kuetiaw Instan Makaroni Instan Mi Basah Matang Mi Instan Gandum Mi Instan Lainnya

06.5 Makanan Penutup Berbasis Serealia dan Pati (Misalnya Puding Nasi, Puding Tapioka) Tepung Custard

06.6 Tepung Panir (Misalnya Untuk Melapisi Permukaan Ikan atau Daging Ayam) Tepung Bumbu

06.7 Kue Beras (Jenis Oriental) Dodol Wajik Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya

06.8 Produk-Produk Kedelai Kecap Manis Kedelai Kecap Asin Kedelai Keju Kedelai Kembang Tahu Miso Nata De Soya Nato Tahu Tahu fermentasi Soygurt Susu Kedelai Tauco Tempe Kedelai

Page 113: F06ism.pdf

07.0 Produk Bakeri 07.1 Roti dan Produk Bakeri Tawar dan Premix 07.1.1 Roti dan Roti Kadet (Roll)

Roti Roti Tawar Roti Putih Roti Susu, Roll Susu, Bun Susu Roti Meal Roti Rye Roti Pumpernickel Roti Wheat-Germ Roti Meal Utuh (whole meal) Roti Gandum Utuh (Whole Wheat) Roti Buah/Roti Kismis Roti Diperkaya Roti Kadet (Roll) Roti Soda

07.1.2 Krekers , Tidak Temasuk Krekers Manis Krekers Krekers Soda

07.1.3 Produk Bakeri Tawar Lainnya (Misalnya Bagel, Pita, Muffin Inggris) Biskuit1 Bagel Roti Pita Muffin Inggris (English Muffin)

07.1.4 Produk Serupa Roti Termasuk Roti Untuk Isi (Stuffing) dan Tepung/Panir Roti Crouton Tepung Panir Tepung Roti (Bread Crumb) Roti Untuk Stuffing Premix Untuk Stuffing Adonan Biskuit1

07.1.5 Roti dan Bun Kukus Roti dan Bun Kukus Mantao Bakpao Apem Kue Mangkok Bolu Kukus

07.1.6 Premix Untuk Roti Dan Produk Bakeri Tawar 07.2 Produk bakeri istimewa (manis, asin, gurih) 07.2.1 Keik, Kukis dan Pai (Isi Buah atau Custard/Vla)

Keik (cake), Kukis (cookies) dan Pai (pie) Keik (cake) Keik Mentega (Butter Cake) Keik Keju (Cheese Cake) Keik Pound (Pound Cake Atau Quatre Quarts) Pai Apel Biskuit (Manis)2 Atau Kukis Atau Sweet Crackers

1 biskuit yang dimaksud disini adalah roti shortening yang dibuat dengan baking powder atau baking soda, bukan biskuit2 seperti dalam pengertian di Indonesia atau Inggris yang dalam kategori Codex dikelompokkan ke dalam kukis (cookies) atau krekers manis yang masuk kategori 07.2.1.

Page 114: F06ism.pdf

Biskuit Marie Roti Bagelen Wafer Kukis Kukis Gula Kukis Oatmeal Bika Ambon Serabi Pukis Kue Cucur Carabikang Cakue Odading/Kue Bantal Kue Ape

07.2.2 Produk Bakeri Istimewa Lainnya (Misal Donat, Roll Manis, Scones, Dan Muffin) Donut Pastry Roti Manis Scone Muffin Amerika (American Muffin)

07.2.3 Premiks Untuk Produk Bakeri Istimewa (Misalnya Keik, Panekuk) Premix Untuk Produk Bakeri Istimewa

08.0 Daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan

09.0 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, (Kerang, Bekicot atau Siput Laut), Crustacea (Kepiting dan Udang) dan Echinoderma (Teripang)

09.1 Ikan dan Produk Perikanan Segar, Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma

09.1.1 Ikan Segar Sashimi Ikan Tuna Segar Untuk Sashimi Ikan Salmon Segar Untuk Sashimi Ikan Bawal Segar Ikan Kerapu Hidup untuk Konsumsi

09.1.2 Moluska (Kerang, Bekicot), Crustacea (Kepiting Dan Udang), dan Echinoderma (Teripang) Segar Udang Segar Kepiting Hidup Tiram Lobster Hidup Untuk Konsumsi

09.2 Ikan dan Produk Perikanan Lainnya Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Sudah Mengalami Pengolahan

09.2.1 Ikan, Filet Ikan dan Produk Perikanan Meliputi Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dibekukan Filet Ikan Ikan Beku Ikan Tuna Beku Cakalang Beku Ikan Layang Beku Ikan Layur Beku Stik Ikan Beku Stik Tuna Beku

2 biskuit disini adalah biskuit seperti dalam pengertian di Indonesia atau Inggris yang dalam kategori Codex dikelompokkan ke dalam kukis (cookies) atau krekers manis dan bukan biskuit yang dimasukkan pada kategori 7.1.3

Page 115: F06ism.pdf

Stik Meka Fillet Ikan Beku Filet Kakap Beku Filet Nila Merah Beku Filet Ikan Ekor Kuning Beku Tuna Loin Mentah Beku Blok Filet Ikan Beku Udang Beku Udang Kupas Mentah Beku Udang Kupas Rebus Beku untuk Sushi Ebi Lobster Beku Lobster Rebus Beku Cumi-Cumi Beku Daging Kerang Beku Daging Kepiting Rebus Beku Sotong Beku Gurita (Octopus sp) Utuh Beku Bekicot Beku Sirip Cucut Segar Beku Skalop Segar Beku

09.2.2 Ikan, Filet Ikan dan Hasil Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Berlumur Tepung yang Dibekukan Stik Ikan, Bagian Ikan dan Fillet Ikan Berlapis Tepung (Breaded atau in Batter) yang Dibekukan Stik Ikan (Fish Finger) Udang Breaded Beku Nugget Ikan Nugget Udang Tempura Beku

09.2.3 Hancuran dan Cairan atau Sari Ikan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dibekukan Blok Hancuran Daging Ikan Beku Surimi Beku

09.2.4 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dikukus atau Rebus dan atau Goreng

09.2.4.1 Ikan dan Produk Perikanan Kukus atau Rebus Ikan dan Produk Perikanan Kukus atau Rebus Ikan Pindang Ikan Pindang Air Garam Ikan Pindang Garam Ikan Bandeng Presto Kamaboko Bakso Ikan Otak-Otak Fish Cake atau Kue Ikan Siomay Empek-Empek Pepes Ikan

09.2.4.2 Moluska, Crustacea dan Echinoderma Rebus/Kukus Daging Rajungan Rebus Dingin Daging Kepiting Rebus Beku Lobster Rebus Beku Udang Kupas Rebus Beku untuk Sushi Ebi

09.2.4.3 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea, Echinoderma Goreng atau Panggang (Oven Atau Bara) Sambal Goreng Udang Keripik Kulit Ikan Abon Ikan

Page 116: F06ism.pdf

09.2.5 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Diasap, Dikeringkan, Difermentasi dengan atau Tanpa Garam Ikan Asap Ikan Kayu Ikan Asin Kering Ikan Teri Asin Kering Ikan Teri Nasi Setengah Kering Kerupuk Ikan Udang Kering Cumi-Cumi Kering Kerupuk Udang Ubur-Ubur Asin Teripang Kering Daging Kerang Abalon Kering Sirip Cucut Kering Sirip Ikan Hiu Kering Telur Ikan Terbang Kering Terasi Udang Pasta Ikan Petis Udang Bekasam Bekasang Masin Kecap Ikan Tepung Ikan Pasta Gonad Bulu Babi

09.3 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Semi Awet

09.3.1 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Direndam Dalam Bumbu (Marinated) dan atau Di Dalam Jelly

09.3.2 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Diolah Menjadi Pikel dan atau Direndam Dalam Larutan Garam Saus Tiram

09.3.3 Pengganti Salmon, Caviar dan Produk Telur Ikan Lainnya Telur Ikan Caviar Red Caviar Golden Caviar Pengganti Caviar

09.3.4 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacean dan Echinoderma Semi Awet (Contohnya Adalah Pasta Ikan)

09.4 Ikan dan Produk Perikanan Awet, Meliputi Ikan dan Produk Perikanan yang Dikalengkan atau Difermentasi Ikan Kalengan Ikan Tuna Dalam Kaleng Udang Dalam Kaleng Kerang Dalam Kaleng Daging Rajungan Dalam Kaleng Tiram Dalam Kaleng Salmon Dalam Kaleng Sarden Dalam Kaleng Sarden Media Saus Tomat Bekicot Dalam Kaleng

10.0 Telur dan Produk-produk Telur 10.1 Telur Segar

Telur Segar

Page 117: F06ism.pdf

Telur Ayam Segar Untuk Konsumsi Telur Ayam Rendah Kolesterol Telur Ayam Mengandung Omega Tiga

10.2 Produk telur 10.2.1 Produk Telur Cair

Telur Cair Utuh Putih Telur Cair Kuning Telur Cair

10.2.2 Produk Telur Beku Telur beku utuh Putih telur beku Kuning telur beku

10.2.3 Produk-Produk Telur yang Dikeringkan dan atau Dipanaskan Hingga Terkoagulasi Tepung Telur Utuh Tepung Putih Telur Tepung Kuning Telur

10.3 Telur yang Diawetkan Telur Asin Mentah Telur Asin Matang Telur Pindang Pidan atau telur hitam Halidan Dsaudan Telur Fermentasi

10.4 Makanan Penutup Berbahan Dasar Telur (Misalnya Custard) Sarikaya Custard Custard Beku Tepung Custard Martabak Telur

11.0 Pemanis, Termasuk Madu 11.1 Gula Mentah Dan Gula Dimurnikan (Rafinasi) 11.1.1 Gula Putih, Dekstrosa Anhidrat, Dekstrosa Monohidrat, Fruktosa

Gula putih atau gula pasir (white sugar) Dekstrosa anhidrat (dextrose anhydrous) Dekstrosa monohidrat (dextrose monohydrates) Fruktosa

11.1.2 Tepung Gula, Tepung Dekstrosa Tepung gula atau Gula Halus (icing sugar) Tepung dekstrosa atau Powdered dextrose (icing dextrose)

11.1.3 Gula Putih Lunak (Soft White Sugar), Gula Merah Lunak (Soft Brown Sugar), Sirup Glukosa, Sirup Glukosa Kering (Dried Glucose Syrup), Gula Pasir Mentah Gula putih lunak atau Soft White Sugar Gula merah lunak atau Soft brown Sugar Sirup glukosa Glukosa Gula kristal mentah (raw sugar) Gula kristal rafinasi

11.1.3.1 Sirup Glukosa Kering (Dried Glucose Syrup) Sirup Glukosa Kering (Dried glucose syrup)

11.1.3.2 Sirup Glukosa Sirup Glukosa

11.1.4 Laktosa Laktosa

Page 118: F06ism.pdf

11.1.5 Gula Kristal Putih (Plantation Or Mill White Sugar) Gula kristal putih (GKP/ plantation white sugar)

11.2 Gula Merah, Tidak Termasuk Dalam Katagori Pangan Gula aren Gula palma Gula merah tebu Gula kelapa Gula semut

11.3 Larutan Gula dan Sirup, Juga Gula Invert (Sebagian), Termasuk Treacle Dan Molases (Tetes Tebu) Sirup fruktosa (HFS) atau High Fructose Corn Syrup atau High Fructose Inulin Syrup Tetes tebu atau molases Gula invert Sirup fruktosa-glukosa atau High fructose glucose syrup Gula jagung atau corn sugar

11.4 Gula dan Sirup Lainnya (Misal Xilosa, Sirup Maple, Gula Hias) Sirup tebu atau cane syrup Maple syrup Sirup shorgum atau Sorghum syrup Sirup meja atau table syrup Sirup

11.5 Madu Madu

11.6 Pemanis buatan Alitam Asesulfam-K Aspartam Neotam Natrium Sakarin Siklamat Sukralosa

12.0 Garam, Rempah-Rempah, Sup, Saus, Salad, Produk-Produk Protein 12.1 Garam

Garam Garam Meja Garam Beryodium Garam Rendah Natrium Garam Diet

12.2 Herba, Rempah-Rempah, Bumbu (Termasuk Pengganti Garam) dan Kondimen (Misalnya Bumbu Mi Instan) Adas Manis Adas Pedas Biji Adas Pedas Bubuk Asam jawa Allspice Asinan Jahe Basil Kering Basilla Bay Leaves Bawang Putih Bawang Merah (Shallot) Bawang Daun Serpihan Bawang Daun Biji Seledri Biji Wijen Biji Sawi/Biji Mustard Biji Sawi atau Biji Mustard Bubuk

Page 119: F06ism.pdf

Cabai Merah Segar Bubur Cabai Cabai Bubuk Caraway Chives Cengkeh Cengkeh Bubuk Cumin Biji Dill (Dill Seed) Dill Weed Fennel Fenugreek Fenugreek Bubuk Fuli Kering Fuli Bubuk Jahe Segar Jahe Kering Jahe Bubuk Jintan Jintan Manis Jintan Hitam Jintan Putih Jintan Bubuk Jintan Putih Bubuk Jintan Hitam Bubuk Kapulaga Biji Kapulaga Kapulaga Lokal Kapulaga (Cardamom) Amomum Biji Kapulaga (Cardamom) Amomum Kapulaga Bubuk Kapulaga (Cardamom) Amomum Bubuk Kayu Manis Kayu Manis Bubuk Kemiri Kencur Kencur Bubuk Ketumbar Daun Ketumbar Ketumbar Bubuk Kluwek Kunyit Kunyit Bubuk Lada Hitam Lada Hitam Bubuk Lada Putih Lada Putih Bubuk Lada Bubuk Campuran Lengkuas Lengkuas Bubuk Marjoram Mint Onion Oregano

Page 120: F06ism.pdf

Pala Pala Untuk Destilasi Pala Bubuk Parsley Paprika bubuk Rosemari Saga Saffron Star Anise Serpihan Seledri (Celery Flake) Temu Kunci Tarragon Thyme Rempah-rempah Bubuk Bubuk Kari Bumbu Siap Pakai

12.3 Vinegar Cuka Fermentasi Cuka Makan Arak Masak (Angciu)

12.4 Mustard 12.5 Sup dan kaldu 12.5.1 Sup Siap Saji dan Kaldu, Termasuk Kalengan, Botol dan Beku

Sari Pati Ayam Kaldu dan Konsome

12.5.2 Bubuk atau Campuran Untuk Sup dan Kaldu Sup Instan Sup Krim Instan Bumbu Rasa Sapi Bumbu Rasa Ayam

12.6 Saus dan Produk Sejenis 12.6.1 Saus Teremulsi (Misalnya Mayonnaise, Salad Dressing)

Mayonnaise Salad Dressing French Dressing Burger Dressing

12.6.2 Saus Non-Emulsi (Misalnya Kecap, Saus Tomat, Saus Keju, Saus Krim, Gravi Coklat) Kecap Manis Kedelai Saus Tomat Saus Cabai Saus Inggris Saus Keju (Cheese Sauce) Saus Tar Tar (Tar Tar Sauce) Saus Panggang (BBQ Sauce) Saus Worchester Saus Pizza Saus Spaghetti, Tomat Garlic Saus Lobak Saus Sate Saus Gado-gado Saus Tiram Saus Protein Nabati Terhidrolisis Saus Campuran Protein Nabati Terhidrolisis

12.6.3 Bubuk Untuk Saus dan Gravies

Page 121: F06ism.pdf

12.6.4 Saus Bening (Misalnya Kecap Asin, Kecap Ikan)

Kecap Kedelai Asin Kecap Ikan Minyak Wijen

12.7 Produk Oles Untuk Salad (Misalnya Salad Makaroni, Salad Kentang) dan Sandwich, Tidak Mencakup Produk Oles Berbasis Coklat dan Kacang yang Termasuk Kategori Pangan 04.2.2.5 Dan 05.1.3

12.8 Kamir Dan Produk Sejenis. Ragi Roti Kering Ragi Tape

12.9 Produk Protein Protein Nabati Produk Protein Kedelai Produk Protein Gandum Protein Nabati Terhidrolisis Hydrolised Vegetable Protein (HVP) Bubuk Kecap Susu Kedelai Tahu Kembang Tahu

13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 13.1 Formula untuk bayi dan formula lanjutan 13.1.1 Formula Bayi Formula Bayi Formula standar berbasis susu sapi (standard milk-based formulas) 13.1.2 Formula Lanjutan Formula Lanjutan 13.2 Makanan Bayi Dan Anak Dalam Masa Pertumbuhan

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI): Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Bubuk Instan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Siap Santap Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Siap Masak Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Biskuit Produk lain yang ada di pasar (junior food): mie, toddler Biskuit

13.3 Makanan Diet Khusus Untuk Keperluan Kesehatan, Termasuk Untuk Bayi Dan Anak-Anak

13.3.1 Makanan Diet Untuk Tujuan Medis Tertentu Bagi Orang Dewasa Makanan hipoalergenik Makanan Diet Bebas Gluten; Gluten Free Foods Makanan Diet Kurang Laktosa: Makanan Diet Rendah Laktosa Biskuit diet diabetes Makanan Diet Rendah Sodium Garam rendah sodium Makanan Diet sangat Rendah Sodium Susu bubuk diet diabetes Limun diet diabetes Sirup diet diabetes

13.3.2 Makanan Diet Untuk Tujuan Medis Tertentu Bagi Bayi Dan Anak-Anak Formula khusus Formula kedelai (soy protein formulas Formula untuk bayi prematur Formula rendah laktosa MP-ASI bebas gluten

Page 122: F06ism.pdf

13.4 Formula Diet Untuk Pelangsing Dan Penurun Berat Badan Makanan formula sebagai makanan diet kontrol berat badan makanan kurang kalori Makanan rendah kalori Makanan tanpa kalori Makanan rendah lemak Makanan kurang gula Makanan bebas gula Teh pelangsing (teh diet)

13.5 Makanan Diet (Suplemen Pangan Untuk Diet) Yang Tidak Termasuk Produk Kategori Pangan 13.1-13.4 Pangan untuk ibu hamil dan atau ibu menyusui Minuman ibu hamil dan atau ibu menyusui: Fromula Makanan Pengganti (Formulated Meal Replacements): Formula Makanan Pelengkap (Formulated Supplementary Foods Pangan Tambahan Untuk Olahraga (Formulated Supplementary Sports Foods):

13.5 Suplemen Pangan Suplemen pangan (food supplement, dietary supplement): Suplemen herbal (herbal supplement):

14.0 Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu 14.1 Minuman Ringan Tidak Beralkohol 14.1.1 Air Minum 14.1.1.1 Air Mineral Alami dan Air Sumber

Air Mineral Alami Terkarbonasi Secara Alami (Naturally Carbonated Natural Mineral Water) Air Mineral Alami Terkarbonasi (Carbonated Natural Mineral Water) Air Mineral Alami yang Diperkaya Air Mineral Alami yang Didekarbonasi Penuh atau Sebagian Air Demineral

14.1.1.2 Air Minum Dalam Kemasan Baik Yang Tidak Berkarbonat Maupun Berkarbonat Air Minum Dalam Botol Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Air Reverse Osmosis atau RO water atau NEWater Air Soda Air Berperisa atau Near Water

14.1.2 Sari Buah dan Sari Sayuran Sari Buah Sari Buah Campuran Sari Sayuran

14.1.2.1 Sari Buah yang Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Sari Jeruk Nipis (Lime Juice) Sari Buah Apel Sari Buah Jeruk Besar (Grapefruit Juice) Sari Buah Jeruk Sari Buah Nenas Sari Buah Lemon Sari Buah Markisa Sari Buah Anggur Sari Buah Prune yang Dikalengkan (Canned Prune Juice) Sari Buah Blackcurrant

14.1.2.2 Sari Sayuran Kaleng atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Sari Tomat

14.1.2.3 Konsentrat Sari Buah Konsentrat Sari Buah Konsentrat Sari Buah Jeruk Konsentrat Sari Buah Apel Konsentrat Sari Buah Anggur

Page 123: F06ism.pdf

Konsentrat Sari Buah Anggur Manis Konsentrat Sari Buah Blackcurrant Konsentrat Sari Buah Nanas Konsentrat Sari Buah Nanas dengan Pengawet untuk Keperluan Industri Pangan

14.1.2.4 Konsentrat Sari Sayuran Konsentrat Tomat

14.1.3 Nektar Buah dan Nektar Sayuran Nektar Buah

14.1.3.1 Nektar Buah yang Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Nektar Buah Kecil Nektar Buah Campuran Nektar Aprikot-Peach-Pear Nektar Blackcurrant Nektar Buah Citrus Nektar Jambu Biji

14.1.3.2 Nektar Sayuran Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Nektar Sayuran

14.1.3.3 Konsentrat Nektar Buah 14.1.3.4 Konsentrat Nektar Sayuran 14.1.4 Minuman Berbasis Air Berperisa, Termasuk Minuman Olahraga atau

Elektrolit dan Minuman Berpartikel Minuman Ringan Squash Crush Minuman Citrus Comminutes Lemonade dan ‘Fruit-Ades’ Lainnya Cordials

14.1.4.1 Minuman Berkarbonat Minuman Elektrolit Minuman Isotonik Minuman Berkafein Formulasi (Formulated caffeinated Beverages) Minuman Berperisa Ginger Ale Sarsaparilla Root Beer Birch Beer Soda Krim (Cream soda) Minuman Citrus Minuman Kola Limun

14.1.4.2 Minuman Tidak Berkarbonat, Termasuk Punches dan Ades Minuman Botanikal Iced Tea Minuman atau Sari Nira

14.1.4.3 Minuman Konsentrat (Cair atau Padat) Minuman Squash Sirup Berperisa Iced Tea Instan Serbuk Minuman Berperisa Serbuk Minuman Rasa Jeruk Serbuk Minuman Tradisional Serbuk Jahe Serbuk Sekoteng Serbuk Bandrek Sirup Sirup Buah Minuman Dasar Elektrolit (Electrolyte Drinks Base) Konsentrat Lemonade Beku

Page 124: F06ism.pdf

14.1.5 Kopi, Kopi Substitusi, Teh, Seduhan Herbal, dan Minuman Biji-Bijian dan Sereal Panas, kecuali Cokelat Teh Hitam Teh Hijau Teh Wangi Teh Hijau Bubuk Teh Kering Dalam Kemasan Teh Hitam Celup Teh Wangi Celup Teh Hijau Celup Minuman Teh Dalam Kemasan Teh Instan Biji Kopi Kopi Bubuk Kopi Instan Kopi Campur Minuman Kopi Dalam Kemasan

14.2 Minuman Beralkohol, Termasuk Minuman Serupa yang Bebas Alkohol atau Rendah Alkohol

14.2.1 Bir dan Minuman Malt Bir Bir Hitam (Stout) Ale Malt Liqueur

14.2.2 Cider dan Perry Cider atau Anggur Apel Perry

14.2.3 Anggur 14.2.3.1 Stillwine 14.2.3.2 Anggur Sparkling dan Semi Sparkling

Anggur Sparkling dan Semi Sparkling 14.2.3.3 Anggur Fortifikasi dan Anggur Liqueur

Anggur Fortifikasi 14.2.4 Anggur Buah

Anggur buah Anggur Beras Anggur Beras Ketan Anggur Brem Bali Anggur Sayuran (Vegetable Wine) Tuak Anggur Tonikum Kinina

14.2.5 Mead, Anggur Madu 14.2.6 Minuman Spirit yang Mengandung Etanol Lebih Dari 15%

Minuman Spirit Brandy Brandy Buah Cognac Rum Whisky Gin Vodka Tequila Arak Genever Liqueur

14.2.7 Minuman Beralkohol yang Diberi Aroma (Misalnya Minuman Bir, Anggur Buah, Minuman Cooler-Spirit, Penyegar Rendah Alkohol) Minuman Ringan Beralkohol

Page 125: F06ism.pdf

Anggur Rendah Alkohol Koktail Anggur (Wine Cocktail) Shandy Meat Wine Anggur Mengandung Temulawak Arak Anggur Mengandung Ginseng

15.0 Makanan Ringan Siap- Santap 15.1 Makanan Ringan – Berbahan Dasar Kentang, Serealia, Tepung Atau Pati

(Dari Umbi-Umbian Dan Kacang-Kacangan) Keripik kentang Keripik Gadung Keripik singkong Keripik Ubi jalar Keripik tempe goreng Keripik tahu Keripik tales Keripik simulasi Opak Simping Slondok Pilus: Jagung berondong Jagung marning Jipang jagung

Jipang ketan Kerupuk beras Kerupuk puli Kerupuk kerak Kerupuk intip Rengginang/ekivalen: Rempeyek

15.2 Olahan Kacang-Kacangan, Termasuk Kacang Terlapisi Dan Campuran Kacang (Contoh: Dengan Buah Kering)

Kacang garing Biji mete kupas Kacang Atom/sukro Kacang goyang Enting-enting kacang gepuk Jipang kacang tanah

15.3 Makanan Ringan Berbasis Ikan Kerupuk Ikan Kerupuk Udang

16.0 Pangan komposit (pangan yang tidak termasuk kategori 1-15)

Page 126: F06ism.pdf

Lampiran 3. Prosedur pengolah database BTP dan kontaminan dalam pangan olahan

PROSEDUR PENGOLAH DATABASE BTP DAN KONTAMINAN DALAM PANGAN

OLAHAN

Page 127: F06ism.pdf

A. Langkah-langkah penggunaan program access untuk pengolahan database

BTP:

Untuk membuka program access, pilih menu Start pada taskbar desktop

Windows, klik Programs khususnya bagian Microsoft Access.

Pilih file open, cari file database BTP kemudian klik 2 kali sampai

muncul tampilan menu utama seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Menu utama

Menu utama terdiri dari 4 bagian yakni :

- Menu “tambah data” fungsinya untuk menambah data

- Menu “edit data” fungsinya untuk mengubah data yang telah

dimasukkan

- Menu “report” fungsinya untuk melihat report secara keseluruhan

- Menu “keluar” fungsinya untuk keluar dari program access

Untuk menambah data, pilih menu tambah data dan akan muncul

tampilan seperti pada Gambar 2.

Masukkan data pada masing-masing text box dan jika terdapat informasi

yang tidak tersedia maka dikosongkan. Untuk memasukkan data baru, klik

pada bagian add record dan secara otomatis data yang sebelumnya

dimasukkan akan tersimpan.

Page 128: F06ism.pdf

Gambar 2. Tampilan Form “tambah data”

Untuk mengubah data yang telah dimasukkan, pilih menu edit data dan

akan muncul tampilan seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Tampilan Form “Edit Data”

Untuk mencari data berdasarkan kategori yang diinginkan misalnya

berdasarkan tempat sampling, klik pada box tempat sampling, kemudian

pilih bagian find record, dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar

4.

Page 129: F06ism.pdf

Gambar 4. Tampilan menu “find record”

Ketik keyword pada bagian text box find what, kemudian tekan tombol

find next dan akan muncul data sesuai dengan yang diinginkan.

Menggunakan Query Pada Access

Untuk mencari data berdasarkan kategori yang diinginkan, pilih queries

pada tampilan Gambar 5, jika ingin melihat berdasarkan BTP, maka pilih

queries “Berdasar BTP”, ketik BTP yang diinginkan kemudian klik OK

dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 6.

Gambar 5. Tampilan “queries”

Page 130: F06ism.pdf

Gambar 6. Database pengujian BTP [Berdasar BTP: select query]

B. Langkah-langkah penggunaan program access untuk database kontaminan

pada pangan olahan sama dengan database BTP, hanya saja setelah Microsoft

Access terbuka, pilih file open, dan cari file database kontaminan. Langkah

selanjutnya sama dengan langkah-langkah penggunaan program access untuk

database BTP.

Page 131: F06ism.pdf

Lampiran 4. Pedoman penggunaan software OPAL I

PEDOMAN PENGGUNAAN SOFTWARE OPAL I

(OPERATIONAL PROGRAMS FOR ANALYTICAL LABORATORIES)

Page 132: F06ism.pdf

1. Pendahuluan

OPAL (Operational Programs for Analytical Laboratories) adalah

nama perangkat lunak (software) yang merupakan suatu sistem informasi

berbasis komputer yang dikembangkan oleh WHO untuk membantu

program GEMS/FOOD. Terdapat dua komponen OPAL yakni OPAL I

yang digunakan untuk data kontaminan dalam pangan dan OPAL II yang

digunakan untuk hasil TDS (Total Diet Study). Panduan ini hanya akan

membahas petunjuk penggunaan software OPAL I.

Informasi yang ditampilkan dalam OPAL tersusun secara teratur,

dapat dipercaya dan relevan sehingga dapat menunjang pengambilan

keputusan bagi para pengguna informasi tersebut.

2. Tujuan

Buku Pedoman Penggunaan software OPAL I ini disusun dengan

tujuan untuk memberi petunjuk tentang tata cara penggunaan software

OPAL yang mencakup instalasi OPAL, pengentrian data, dan

menampilkan laporan hasil pengolahan.

3. Rekomendasi sistem

Spesifikasi minimal perangkat keras (hardware) yang

direkomendasikan menjalankan program OPAL sebagai berikut:

a. PC 486 atau 586, RAM 8 MB

b. Harddisk 20 MB free disk space

c. Mouse

Perangkat lunak (software) yang dibutuhkan dalam untuk menjalankan

program OPAL I adalah:

a. Windows NT , Windows 95/98, Windows 2000

4. Instalasi OPAL I

Untuk instalasi system ke dalam PC, langkah-langkahnya sebagai

berikut:

Page 133: F06ism.pdf

a. Masukkan CD OPAL ke CD ROM, buka Windows Explorer dan cari

file Setup.exe pada path CD ROM. Klik file Setup.exe dua kali

selanjutnya akan muncul Gambar OPAL English Setup (Gambar 1).

Gambar 1. Jendela utama OPAL Setup

b. Tekan tombol continue pada jendela tersebut, kemudian akan muncul

kotak dialog OPAL ENGLISH Setup (Gambar 2).

Gambar 2. Kotak dialog OPAL Setup

c. Tekan tombol OK, kemudian akan muncul tampilan kotak dialog

OPAL ENGLISH Setup seperti pada Gambar 3.

Page 134: F06ism.pdf

Gambar 3. Kotak dialog OPAL Setup

d. Klik pada bagian Typical dan tunggu beberapa saat selama proses

instalasi berlangsung sampai muncul kotak pesan bahwa instalasi

OPAL telah berhasil (Gambar 4).

Gambar 4. Kotak pesan OPAL Setup

e. Tekan tombol OK dan software OPAL telah terinstal pada komputer

anda.

5. Memulai dan menggunakan program OPAL

Untuk memulai OPAL ikuti langkah-langkah berikut:

a. Sebelum software dapat dipakai, akan muncul kotak pesan seperti pada

Gambar 5.

Page 135: F06ism.pdf

Gambar 5. Kotak pesan OPAL-Locate OPAL1VxD.MDB

b. Tekan tombol OK dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 6.

Pilih Opal1vxd lalu tekan tombol Open. Software siap digunakan.

Gambar 6. Kotak dialog OPAL-Where is OPAL0VxE.MDB

c. Untuk memulai OPAL tekan tombol Start pada taskbar desktop

Windows, sorot pilihan Programs, kemudian sorot OPAL ENGLISH

SOFTWARE khususnya pada bagian OPAL I.

d. Bagian-bagian dari jendela utama OPAL dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 136: F06ism.pdf

Gambar 7. Tampilan awal software OPAL I

e. Menu utama yang terdapat dalam OPAL I sebagai berikut:

i. Contaminants/Food List

Menu Contaminants/Food List terdiri atas dua pilihan yaitu:

- Contaminant List yang berisi daftar kontaminan beserta

kodenya yang telah didesain oleh WHO.

- Food List yang berisi daftar kelompok pangan beserta kodenya

yang telah disesain oleh WHO. Daftar kelompok pangan ini

selalu diupdates, sehingga jika ada informasi terbaru pengguna

harus menghubungi GEMS/FOOD.

ii. Data Management

Menu data management terdiri dari dua tipe data kontaminan :

- Aggregated data

Data yang dimasukkan menggambarkan satu kontaminan

tertentu dalam satu food item di suatu negara dalam satu

periode sampling. Cara menggunakan form ini adalah sebagai

berikut:

Klik tombol “aggregated” dan akan muncul tampilan

seperti pada Gambar 8.

Page 137: F06ism.pdf

Gambar 8. Tampilan untuk “Aggregated data”

Klik bagian “data entry” untuk memasukkan data dan

akan muncul tampilan seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Tampilan elemen data entry untuk agregated data

Page 138: F06ism.pdf

Komponen-komponen yang ada dalam tampilan data entry

untuk aggregated data antara lain:

a) serial number of the record yang merupakan kode yang telah

didesain oleh GEMS/FOOD untuk monitoring kontaminan

pangan di suatu negara tertentu (WHO Collaborating Centre

for Food Contamination Monitoring),

b) date of record creation yang merupakan waktu pada saat entry

data, meliputi tanggal, bulan dan tahun,

c) country providing the record yang menunjukkan negara

dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan,

d) food identifier yang merupakan kode untuk pangan tertentu

yang telah didesain oleh CAC (Codex Alimentarius

Commission),

e) food origin yang merupakan negara asal produk jika produk

yang diuji merupakan produk impor,

f) time period of food sampling yang merupakan periode

sampling, terdiri dari tanggal, bulan dan tahun sampling,

g) representativeness of the samples yang menunjukkan kualitas

data yang dikumpulkan, ditulis dengan kode sebagai berikut:

SW untuk data yang bersifat statistik dan mewakili

seluruh wilayah negara

SP untuk data yang bersifat statistik dan mewakili

sebagian wilayah negara

NW untuk data yang bersifat non statistik dan sampel

diambil dari seluruh wilayah negara

NP untuk data yang bersifat non statistik dan sampel

diambil dari sebagian wilayah negara

h) number of laboratories participating samples analysis yang

menunjukkan jumlah laboratorium yang terlibat dalam

pengujian,

i) indicator of analytical quality assurance yang menunjukkan

akreditas laboratorium yang terlibat dalam analisis,

Page 139: F06ism.pdf

j) contaminant identifier yang menunjukkan jenis kontaminan

yang ada dalam suatu kelompok pangan tertentu,

k) unit of reporting for contaminant levels yang menunjukkan

unit atau satuan konsentrasi kontaminan, ditulis dengan kode

sebagai berikut:

1 mg/kg (miligram per kilogram)

2 µg/kg (mikrogram per kilogram)

3 ng/kg (nanogram per kilogram)

4 pg/kg (pikogram per kilogram)

R Bq/kg (becquerel per kilogram)

l) LOD (Limit of Detection) yang menunjukkan konsentrasi

terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat,

terdiri dari dua nilai LOD yakni LOD min dan LOD max.

Keduanya digunakan jika jumlah laboratorium yang terlibat

dalam pengujian lebih dari satu. Jika hanya satu laboratorium

maka nilai keduanya sama,

m) LOQ (Limit of Quantification) yang menunjukkan

konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat

dihitung, terdiri dari dua nilai LOQ yakni LOQ min dan LOQ

max. Keduanya digunakan jika jumlah laboratorium yang

terlibat dalam pengujian lebih dari satu. Jika hanya satu

laboratorium maka nilai keduanya sama,

n) basis for the analytical values yang menunjukkan basis data,

ditulis dengan kode sebagai berikut :

F fat content

D dry weight

A as is (raw, fresh)

C as consumed

o) number of samples analyzed yang menunjukkan jumlah

sampel yang dianalisis,

Page 140: F06ism.pdf

p) number of samples with concentration below limit of

quantification yang menunjukkan jumlah sampel yang

konsentrasinya dibawah LOQ,

q) Range of quantified analytical concentrations yang

menunjukkan selang nilai konsentrasi yang terkuantifikasi,

terdiri dari minimum concentration dan maximum

concentration,

r) mean concentration yang menunjukkan nilai rata-rata

konsentrasi kontaminan dari sejumlah sampel yang diuji,

terdiri dari mean lower bound, mean upper bound, dan mean

best estimated,

s) median concentration yang menunjukkan nilai median

konsentrasi kontaminan dari sejumlah sampel yang diuji.

Form ini hanya akan diisi jika nilai konsentrasi yang

terkuantifikasi jumlahnya lebih dari 50% dari jumlah sampel

yang diuji,

t) 90th percentile concentration, form ini dikosongi jika lebih

dari 90% sampel yang diuji mempunyai nilai konsentrasi yang

tidak terkuantifikasi,

u) standard deviation, form ini dikosongi jika lebih dari 50%

sampel yang diuji mempunyai nilai konsentrasi yang tidak

terkuantifikasi,

v) confidentially data yang menunjukkan sifat kerahasiaan data,

w) remarks/reference yang merupakan catatan yang berhubungan

dengan data.

Seluruh data dimasukkan satu per satu dan jika

terdapat informasi yang tidak tersedia maka

dikosongkan. Untuk memasukkan data baru maka

dipilih “new record” dan secara otomatis data yang

sebelumnya dimasukkan akan tersimpan.

Page 141: F06ism.pdf

- Individual measurement

Data yang dimasukkan menggambarkan adanya kontaminan

dalam satu sampel pangan. Cara menggunakan form ini adalah

sebagai berikut:

Klik tombol “individual measurements” dan akan

muncul tampilan seperti pada Gambar 10

Gambar 10. Tampilan untuk “Individual measurements”

Klik bagian “data entry” untuk memasukkan data dan

akan muncul tampilan seperti pada Gambar 11.

Page 142: F06ism.pdf

Gambar 11. Tampilan elemen data entry untuk individual measurement

Komponen-komponen yang ada dalam tampilan data entry

untuk individual measurements antara lain :

a) serial number of the record yang merupakan kode yang telah

didesain oleh GEMS/FOOD untuk monitoring kontaminan

pangan di suatu negara tertentu (WHO Collaborating Centre

for Food Contamination Monitoring),

b) date of record creation meliputi tanggal, bulan dan tahun,

c) country providing the record yang menunjukkan negara

dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan,

d) food identifier yang merupakan kode untuk pangan tertentu

yang telah didesain oleh CAC (Codex Alimentarius

Commission),

Page 143: F06ism.pdf

e) food origin yang merupakan negara asal produk jika produk

yang diuji merupakan produk impor,

f) date of food sampling yang merupakan waktu pada saat

dilakukan sampling, terdiri dari tanggal, bulan dan tahun

sampling,

g) representativeness of the samples yang menunjukkan kualitas

data yang dikumpulkan, ditulis dengan kode sebagai berikut:

SW untuk data yang bersifat statistik dan mewakili

seluruh wilayah negara

SP untuk data yang bersifat statistik dan mewakili

sebagian wilayah negara

NW untuk data yang bersifat non statistik dan sampel

diambil dari seluruh wilayah negara

NP untuk data yang bersifat non statistik dan sampel

diambil dari sebagian wilayah negara

h) identification number of laboratory performing samples

analysis yang menunjukkan jumlah laboratorium yang terlibat

dalam pengujian,

i) indicator of analytical quality assurance yang menunjukkan

akreditas laboratorium yang terlibat dalam analisis,

j) confidentially data yang menunjukkan sifat kerahasiaan data,

k) remarks/reference yang merupakan catatan yang berhubungan

dengan data,

l) contaminant identifier yang menunjukkan jenis kontaminan

yang ada dalam suatu kelompok pangan tertentu,

m) unit of reporting for contaminant levels yang menunjukkan

unit atau satuan konsentrasi kontaminan, ditulis dengan kode

sebagai berikut:

1 mg/kg (miligram per kilogram)

2 µg/kg (mikrogram per kilogram)

3 ng/kg (nanogram per kilogram)

4 pg/kg (pikogram per kilogram)

Page 144: F06ism.pdf

R Bq/kg (becquerel per kilogram)

n) LOD (Limit of Detection) yang menunjukkan konsentrasi

terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat,

o) LOQ (Limit of Quantification) yang menunjukkan

konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat

dihitung,

p) basis for the analytical values yang menunjukkan basis data,

ditulis dengan kode sebagai berikut:

F fat content

D dry weight

A as is (raw, fresh)

C as consumed

q) result yang menunjukkan konsentrasi kontaminan yang ada

dalam pangan tertentu yang diukur secara individual.

Seluruh data dimasukkan satu per satu dan jika

terdapat informasi yang tidak tersedia maka

dikosongkan. Untuk memasukkan data baru maka

dipilih “new record” dan secara otomatis data yang

sebelumnya dimasukkan akan tersimpan.

Data-data yang dimasukkan dalam individual

measurements secara otomatis bisa ditransfer ke dalam agregated

data. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

Tekan tombol contaminants/food data khususnya

bagian agregate (Gambar 10). Setelah itu akan muncul

tampilan seperti pada Gambar 12.

Nomor seri pertama dari data yang telah dimasukkan

dalam individual measurements, basis data dan periode

sampling dimasukkan ke dalam kolom masing-masing,

begitu juga dengan country dan origin yang

dikehendaki.

Page 145: F06ism.pdf

Tekan tombol agregation dan secara otomatis data

akan ditransfer kedalam agregated data.

Gambar 12. Tampilan agregate screen

Agregate screen ini fungsinya mengkalkulasi parameter

statistik seperti mean, median, standar deviasi dan percentile

(WHO, 2004). Prosedur kerjanya akan sangat tergantung pada

tersedianya informasi tentang nilai LOD dan LOQ. Kedua nilai

ini sangat diperlukan untuk memperkirakan beberapa parameter

statistik seperti mean, median, standar deviasi dan percentile

dengan membuat asumsi-asumsi ketika hasil analisa menunjukkan

nilai ”tidak terdeteksi”.

Terdapat empat asumsi menurut WHO, 2004 yakni:

(i) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak ≤ 50 %

dari data yang tersedia, maka hasil yang kurang dari LOQ

tersebut nilainya dianggap sebesar LOQ/2 (jika LOQ yang

Page 146: F06ism.pdf

dilaporkan >0) atau sebesar LOD/2 (jika LOQ=0 tetapi

LOD>0), dalam kasus ini nilai rata-rata (best estimated)

langsung dapat dikalkulasi sesuai dengan modifikasi

tersebut, akan tetapi untuk mencari nilai median dan 90th

percentile, nilai yang kurang dari LOQ dianggap 0, dan

parameter standar deviasi dikalkulasi dari nilai yang

terkuantifaksi saja tanpa memperhitungkan nilai yang kurang

dari LOQ,

(ii) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak > 50%

dan <=60% dari data yang tersedia, maka asumsi sama

dengan asumsi (i) hanya saja untuk parameter median dan

standar deviasi tidak dikalkulasi (dikosongi),

(iii) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak > 60%

dan < 90% dari data yang tersedia, maka terdapat dua nilai

rata-rata yakni mean lower bound (mean lb) dan mean upper

bound (mean ub). Mean lower bound adalah nilai mean

yang dikalkulasi setelah semua hasil yang kurang dari LOQ

diasumsikan 0, sedangkan mean upper bound adalah nilai

mean yang dikalkulasi setelah semua hasil yang kurang dari

LOQ diasumsikan sebesar nilai LOQ atau sebesar LOD jika

LOQ = 0, tetapi LOQ>0, dalam kasus ini nilai mean lower

bound dan mean upper bound dikalkulasi berdasarkan

modifikasi tersebut, untuk mencari nilai 90th percentile nilai

yang kurang dari LOQ dianggap 0, sedangkan parameter

median dan standar deviasi tidak dapat dikalkulasi, dan

(iv) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak ≥ 90%

dari data yang tersedia, asumsi sama dengan asumsi (iii),

hanya saja untuk kasus ini parameter mean (best estimated),

median, 90th percentile dan standar deviasi tidak dapat

dikalkulasi (data dikosongi).

Page 147: F06ism.pdf

Untuk melihat output (hasil olahan software) secara

keseluruhan, dipilih view dan akan muncul hasilnya

untuk kontaminan tertentu pada kategori pangan

tertentu.

Untuk melihat outputnya, maka langkah-langkahnya

sebagai berikut:

Pilih view pada Gambar 9 khususnya pada bagian

current record dan akan muncul tampilan seperti pada

Gambar 13.

Gambar 13. Tampilan-Enter Parameter Value

Ketik serial number pada kolom yang kosong,

kemudian klik OK.

Contoh form keluaran software dapat dilihat sebagai

berikut:

Page 148: F06ism.pdf

Contoh form keluaran software OPAL I

List of Food-Contaminants 19-Nov-05 _1-00-1001 Food-Id JF203 Food name Grapefruit juice Serial-Nr 1001001 Creation date 04.12.20 Country Greece Food Grapefruit juice Origin GRE Sampling period 01/1999-12/2000 Represent. Nostat. - Part Number of Labs 2 Analytical Quality Assurance majority of labs used internal quality assurance and reference standards Contaminants Malathion Dimension pg/kg LOD min 0.1 LOD max 0.1 LOQ min 0.27 LOQ max 0.3 Basis C No of samples 29 No of samples below LOQ 2 range min 0.3 range max 0.56 Mean (lower bound) 0.39 Mean (upper bound) 0.39 Mean (best est.) 0.39 Median 0.39 Standard Deviation 0.23 90th Perc. 0.39 Confidentiality Yes Remarks

6. Penutup

Program ini merupakan perangkat yang digunakan untuk mengolah data

kontaminan dalam pangan menjadi informasi yang berguna sehingga dapat

digunakan sebagai landasan ilmiah bagi manajer risiko dalam membuat

suatu kebijakan yang berkaitan dengan masalah keamanan pangan.

Page 149: F06ism.pdf

Lampiran 5. Prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD

PRIORITAS UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN MENURUT GEMS/FOOD YANG DIREVISI AGUSTUS 2001

Contaminants Foods

Aldrin, dieldrin, DDT (p,p’- dan o,p’-), TDE (p,p’-), DDE (p,p’- dan p,o’), endosulfan (α, β dan sulfat), endrin, heksaklorosikloheksan (α, β dan γ ), heksaklorobenzen, heptaklor, heptaklor epoksida, dan PCB

Susu, mentega susu, minyak dan lemak hewani, serealia*, ASI

Timbal (Pb) Susu, daging segar/kalengan, ginjal, serealia*, buah-buahan segar/kalengan, jus buah, bumbu-bumbuan, makanan bayi, dan air minum

Kadmium (Cd) Ginjal, moluska (hewan lunak), udang-udangan, serealia* Merkuri (Hg) Ikan Aflatoksin Susu, pati jagung, kacang tanah, kacang-kacangan lainnya,

buah ara kering Diazinon, fenitrotion, malation, paration, metil paration, metil pirimiphos Serealia*, buah-buahan, sayur-sayuran Arsen anorganik Air minum

* atau bahan pangan pokok lainnya Sumber: WHO (2002)