f06dma

78
KAJIAN SIFAT FISIKO KIMIA EKSTRAKSI MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL, VCO) DENGAN METODE PEMBEKUAN KRIM SANTAN Oleh MAYA DWIYUNI F34101055 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: brahmasahda

Post on 01-Dec-2015

154 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

KAJIAN SIFAT FISIKO KIMIA EKSTRAKSI MINYAK

KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL, VCO)

DENGAN METODE PEMBEKUAN KRIM SANTAN

Oleh

MAYA DWIYUNI

F34101055

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

KAJIAN SIFAT FISIKO KIMIA EKSTRAKSI MINYAK

KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL, VCO)

DENGAN METODE PEMBEKUAN KRIM SANTAN

SKRIPSI

Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MAYA DWIYUNI

F34101055

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN SIFAT FISIKO KIMIA EKSTRAKSI MINYAK

KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL, VCO)

DENGAN METODE PEMBEKUAN KRIM SANTAN

SKRIPSI

Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MAYA DWIYUNI

F34101055

Dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1983

Di Bogor

Menyetujui,

Bogor, Januari 2006

Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Dosen Pembimbing

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Sifat

Fisiko Kimia Ekstraksi Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO) Dengan

Metode Pembekuan Krim Santan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2006

Maya Dwiyuni

NIM F34101055

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Juni 1983 dari ayah bernama

Rumekso dan ibu Sutriani. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Panaragan Kidul III,

kemudian diterima di SLTP Negeri 1 Bogor. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU

Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten sementara mata

kuliah minyak dan lemak pada tahun ajaran 2005/2006. Pada tahun 2003 penulis

mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat IPB.

Pada Februari 2006 penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian

Sifat Fisiko Kimia Ekstraksi Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO)

Dengan Metode Pembekuan Krim Santan”.

Maya Dwiyuni. F34101055. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstraksi Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO) dengan Metode Pembekuan Krim Santan. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2006.

RINGKASAN

Tanaman kelapa merupakan salah satu sumber minyak nabati, selain itu juga sebagai sumber pendapatan bagi jutaan petani, dan sebagai sumber devisa negara. Pertumbuhan produksi kelapa telah mendorong peningkatan volume dan nilai ekspor minyak kelapa dan produk kelapa lainnya. Devisa negara yang diperoleh dari ekspor produk kelapa mencapai US$ 393 juta pada tahun 2000 (BPS, 2000). Namun setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan devisa yang tidak kecil untuk mengimpor berbagai jenis minyak sayur seperti minyak jagung, minyak bunga matahari, dan lain-lain. Disamping membebankan pendapatan negara, produk tersebut merupakan salah satu sumber penyebab penyakit kronis, degeneratif dan kanker seperti jantung koroner, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Minyak kelapa bebas dari free radical karena sangat stabil dan dapat menggantikan minyak sayur, apalagi jika dalam bentuk VCO.

Pada penelitian ini dilakukan kajian ekstraksi Virgin Coconut oil (VCO) dengan beberapa metode. VCO adalah minyak kelapa yang diekstraksi dari kelapa segar yang telah matang dengan cara mekanis atau secara alami dengan atau tanpa aplikasi pemanasan yang tidak menimbulkan perubahan sifat fisiko kimia minyak. VCO dapat dikonsumsi oleh manusia dalam kondisi alaminya (APCC, 2004).

Pada penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi VCO dengan 6 jenis metode, yaitu metode pendinginan (10oC, 21-24 jam), penambahan enzim papain kasar, penambahan asam cuka, teknik sentrifugal, dan pembekuan krim santan (-10oC, 20-24 jam). Penelitian utama diperoleh dari penelitian pendahuluan yang dapat menghasilkan VCO, yaitu metode pembekuan krim santan hingga -10oC. Krim santan yang terpisah dari skimnya diputar pada kecepatan sentrifuse 4000 rpm selama 30 menit. VCO yang dihasilkan kemudian diturunkan kadar airnya dengan tiga cara, yaitu dengan pengeringan menggunakan oven vacuum, penambahan NaCl, dan Na2SO4. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali.

Minyak yang dihasilkan memiliki nilai kadar air, bilangan asam, FFA dan bilangan peroksida yang masih memenuhi standar APCC (Asian and Pacific Coconut Community). Kadar air minyak yang terbaik diperoleh dari minyak VCO yang dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC selama 15-20 menit yaitu 0,01%, sedangkan nilai bilangan asam atau FFA yang terbaik diperoleh dari kontrol yaitu rata-rata 0,15% dan 0,28%. Bilangan peroksida paling rendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan NaCl yaitu 0,673 meq oksigen/kg minyak.

Maya Dwiyuni. F34101055. Studies on Physico-Chemicals of Virgin Coconut Oil (VCO) that was extracted by Freezing and Thawing Method from Coconut Milk Cream. Supervised by Sapta Raharja. 2006.

SUMMARY

Coconut tree was source of vegetable oil, and income for billion or farmers. The growth of coconut production has increased the volume and export value of coconut oil and its by-product. The devisa that was obtain from coconut product export was about US $ 393 billion in 2000 (BPS, 2000), but government still had spend to buy some hydrogenated vegetable oil that imported. The hydrogenated vegetable oil contain free radical that was dangerous for health. Different with hydrogenated vegetable oil, coconut oil could save the devisa can be substituted the hydrogenated vegetable oil, even if it was VCO (Budiarso, 2004). Generally, coconut oil had a bad label because it was source of saturated fat, but now research tell that coconut oil was different from other saturated oil, it has different effect for health.

Virgin coconut oil is obtained from the fresh and mature kernel of coconut by mechanical or natural means without the application of high heat, which doesn’t lead to alteration of the oil. Virgin coconut oil is suitable for human consumption on its natural state.

VCO was made from fresh coconut that had no contamination. Other coconut oil was made from copra and had to be refined through degumming and neutralization, after that oil must be bleached and deodorized. All of the process could change the chemically structure or physically. Because of that VCO was just refined by a washing with water, settling, filtration and centrifugation.

To extract oil without heat and chemicals material, demulsification and separation of two different phase could be used by centrifugal force, denaturation of proteins in low temperature (freezing and thawing) or changed type of emulsion. Now the VCO producers use centrifugal force, “pancingan “ technique. Beside that, they also use fermentation technique, but “pancingan” technique had a weakness, that is need initial VCO to separate VCO from coconut milk cream and sometimes VCO couldn’t be separated. All of this technique produce VCO with high moisture content. High moisture content could be decreased by filtration with paper. In this primary research, VCO was made by freezing (-10oC) and thawing (room temperature) coconut milk cream, then separation of oil by centrifugal force in 4000 rpm. VCO that produce had high moisture content, to decrease moisture content would be added by salt (NaCl, Na2SO4) and be dried by oven in 55oC.

The physico-chemical properties studied were oil moisture content, oil yield, free fatty acid content, acid value and peroxide value. The VCO obtain were fulfill the APCC (Asian and Pacific Coconut Community) standard.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim, Alhamdulillaahirobbil’alamin, segala puji

dan syukur hanya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan

hidayah-Nya, karena hanya dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstraksi Minyak Kelapa Murni (Virgin

Coconut Oil, VCO) dengan Metode Pembekuan Krim Santan. Sholawat serta

salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Rosulullah SAW. Skripsi ini

disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Pengawasan

Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen pembimbing yang selama ini telah

memberikan arahan dan masukkannya kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Bapak Ir. Ade Iskandar, MSi dan Ibu Dr.Ir. Ika Amalia Kartika MT selaku

dosen penguji. Terimakasih atas saran, kritik dan masukannya sehingga

penyajian skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Bapak dan Ibunda tercinta, atas semua dukungan dan pengorbanan yang tiada

henti melalui do’a dan materi yang diberikan selama ini.

4. Kakak, adik yang kusayangi, yang selama penelitian sudah berbagi suka dan

duka dengan penulis.

5. Teman-teman satu bimbingan, Astrid, Yuni dan Sandiwan.

6. Teman-teman laboratorium pengawasan mutu, tim minyak atsiri, tim surfaktan,

warga Lab. Pengemasan, warga Lab PAU, dan Lab. Bioindustri.

7. Teman-teman TIN, TEP dan TPG 38 atas semua persahabatannya dan seluruh

pihak terkait yang telah memberikan bantuan dan dukungannya pada penulis.

Setiap manusia tak luput dari kesalahan, oleh karena dibutuhkan kritik

dan saran yang membangun untuk menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan

kita.

Bogor, Januari 2006

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .........................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii

I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1

B. TUJUAN ........................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

A. MINYAK DAN LEMAK................................................................... 3

B. KERUSAKAN MINYAK DAN LEMAK.......................................... 3

C. KELAPA ........................................................................................... 4

C.1. Daging Buah Kelapa .................................................................. 4

C.2. Emulsi Santan............................................................................ 6

C.3. Minyak Kelapa .......................................................................... 7

D. TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN VCO................................... 9

E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)......................................................16

F. MANFAAT VCO.............................................................................17

III. METODE PENELITIAN .......................................................................19

A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................19

B. METODE PENELITIAN..................................................................19

B.1. Penelitian Pendahuluan .............................................................19

B.2. Penelitian Utama.......................................................................25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................27

A. PENELITIAN PENDAHULUAN.....................................................27

A.1. Daging Buah Kelapa Segar .......................................................27

A.2. Pembuatan VCO dengan Pendinginan.......................................28

A.3. Pembuatan VCO dengan Papain Kasar .....................................29

A.4. Pembuatan VCO dengan Penambahan Asam Cuka ...................30

A.5. Pembuatan VCO dengan Teknik Sentrifugal.............................31

A.6. Pembuatan VCO dengan Metode Pembekuan dan Peleburan ....31

B. PENELITIAN UTAMA ...................................................................32

B.1. Persiapan Bahan Baku ..............................................................33

B.2. Pengecilan Ukuran (Pemarutan) dan Ekstraksi Santan...............34

B.3. Kriming dan Pembekuan Emulsi Santan ...................................35

B.4. Ekstraksi Minyak dengan Sentrifugasi ......................................36

B.5. Pengurangan Kadar Air.............................................................38

B.6. Penyaringan ..............................................................................38

B.7. Analisa Fisiko Kimia ................................................................39

B.8. Hasil .........................................................................................39

1. Rendemen..............................................................................39

2. Kadar Air ...............................................................................40

3. Bilangan asam dan Asam Lemak Bebas .................................42

4. Bilangan Peroksida ................................................................44

5. Asam Lemak Penyusun VCO.................................................46

V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................49

A. KESIMPULAN ................................................................................49

B. SARAN ...........................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................51

LAMPIRAN ................................................................................................55

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia

tahun 2000-2004.............................................................................. 1

Tabel 2. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada tiga

tingkatan umur (per 100 g) .............................................................. 5

Tabel 3. Standar APCC komposisi asam lemak VCO .................................. 17

Tabel 4. Komposisi kelapa parut segar bahan penelitian .............................. 27

Tabel 5. Analisa fisik minyak setelah sentrifugasi ...................................... 30

Tabel 6. Perbandingan Minyak VCO hasil ekstraksi dengan

standar APCC dan BBIA ............................................................... 32

Tabel 7. Kandungan asam lemak dalam VCO hasil penelitian ..................... 47

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus kimia trigliserida ............................................................. 3

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan VCO teknologi IMC ................. 10

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan VCO menggunakan campuran

α-amilase, bromelin, pektinase, dan selulase .............................. 13

Gambar 4. Diagram alir proses Robledano-Luzuriage.................................. 14

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan minyak kelapa

dengan cara Churning ................................................................ 15

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan VCO dengan ekstrak

kasar papain............................................................................... 21

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan VCO dengan

penambahan asam...................................................................... 22

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan VCO dengan teknik sentrifugal . 23

Gambar 9. Diagram alir proses pembuatan VCO ......................................... 26

Gambar 10. Bahan baku kelapa segar ............................................................ 27

Gambar 11. Mekanisme reaksi hidrolisis ikatan peptida dikatalisis oleh

gugus sulfhidril (-SH) dalam bagian aktif suatu enzim peptida .. 29

Gambar 12. Penampang melintang sel daging buah kelapa ........................... 34

Gambar 13. Lapisan yang terbentuk setelah proses sentrifugasi ..................... 37

Gambar 14. Lapisan krim yang terbentuk setelah proses sentrifugasi............. 37

Gambar 15. VCO yang dihasilkan pada penelitian......................................... 39

Gambar 16. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap rendemen...... 40

Gambar 17. Proses hidrolisis minyak............................................................. 41

Gambar 18. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap kadar air ....... 42

Gambar 19. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap FFA.............. 43

Gambar 20. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

bilangan asam ............................................................................ 44

Gambar 21. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

bilangan peroksida ..................................................................... 46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil analisa fisiko kimia minyak VCO....................................55

Lampiran 2. Kromatogram asam lemak VCO hasil penelitian ......................56

Lampiran 3. Kromatogram asam lemak standar............................................57

Lampiran 4. Prosedur analisa bahan baku.....................................................58

Lampiran 5. Prosedur analisa sifat fisik dan kimia VCO...............................61

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Potensi kelapa Indonesia menurut APCC Statistical Year Book (1998)

tergolong paling besar di dunia, yaitu sekitar 4,67 juta ton atau 26% dari

produksi dunia dengan tingkat produktifitas sebesar 1,27 ton/Ha, disusul oleh

India sebanyak 4,58 juta ton atau 25,57% dari produksi dunia, sedangkan

menurut Badan Pusat Statistik (2005) perkembangan nilai ekspor industri

pengolahan kelapa dari tahun 2000-2004 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia tahun 2000-2004

No. Tahun Nilai (juta US $) 1 2 3 4 5

2000 2001 2002 2003 2004

2.044,8 1.687,3 2.910,4 3.247,5 4.840,3

Sumber : BPS (2005)

Melihat potensi yang besar dari komoditi kelapa ini dibutuhkan suatu

teknologi yang baik untuk meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan

dari komoditi tersebut, disamping perbaikan dalam hal budidayanya. Minyak

kelapa kasar adalah salah satu komoditi yang banyak diekspor, namun nilai

tambah yang dihasilkan pada produk ini masih sangat kecil.

Minyak kelapa yang banyak diproduksi di Indonesia umumnya

merupakan minyak kelapa tradisional yang dibuat dengan metode ekstraksi

kering (dry rendering) dari kelapa yang telah dikeringkan (kopra), dimana

minyak yang diperoleh memiliki sifat fisiko kimia yang kurang baik yang

disebabkan oleh adanya pemakaian bahan kimia dan proses pemanasan diatas

100oC pada proses refining yang menyebabkan perubahan secara kimia dari

asam lemak tak jenuh serta merusak antioksidan alami yang ada pada minyak

kelapa.

Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan pangan,

penelitian mengenai minyak kelapa dapat meningkatkan nilai tambah serta

fungsinya yang sangat essensial. Hasil dari penelitian tersebut kini

memunculkan suatu produk yang mempunyai sifat dwifungsi yaitu sebagai

minyak goreng kualitas tinggi dan sebagai obat antimikroba yang potensial,

sehingga mempunyai nilai tambah yang tinggi. Produk tersebut adalah minyak

kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO), yang merupakan minyak makan

yang didapat tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak dengan hanya

perlakuan mekanis dan pemakaian panas rendah (Codex Alimentarius

Commission, 1995). Minyak ini hanya dimurnikan dengan cara pencucian

menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi saja. Bahan

kimia dan pemanasan tinggi tidak digunakan pada saat refining.

Teknologi yang sudah ada untuk menghasilkan VCO diantaranya

adalah teknologi perubahan bentuk emulsi, teknologi pemanasan langsung,

teknologi fermentasi, teknologi enzimatis, dan lain-lain. Teknologi pemanasan

langsung digunakan dengan pemanasan emulsi santan hingga mencapai suhu

diatas 100oC dimana protein yang berfungsi sebagai emulsifier terdenaturasi,

sedangkan pada teknologi fermentasi menggunakan mikroorganisme yang

dapat menghasilkan enzim pemecah protein. Pada penelitian ini dilakukan

kajian proses ekstraksi VCO dari kelapa segar dengan pembekuan krim santan

hingga -10oC dan dicairkan pada suhu ruang, kemudian disentrifugasi pada

kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Untuk mengurangi kadar air yang tinggi

maka dilakukan penambahan garam NaCl, garam Na2SO4 dan pengeringan

dengan oven pada suhu 55 oC.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses ekstraksi VCO dengan

menggunakan salah satu metode pemecahan emulsi pembekuan dan

peleburan. Secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh

pembekuan dan peleburan emulsi krim santan pada pembentukan VCO dan

sifat fisiko kimia VCO yang dihasilkan, serta menentukan cara pengurangan

kadar air minyak terbaik berdasarkan pengaruhnya terhadap sifat fisiko kimia

VCO yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK DAN LEMAK

Minyak dan lemak adalah suatu trigliserida campuran, yaitu ester dari

gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak (trigliserida) yang

diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda

satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di

dalamnya. Struktur trigliserida adalah sebagai berikut.

O

H2C-O-C-R

O

HC-O-C-R

O

H2C-O-C-R

Gambar 1. Rumus kimia trigliserida

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari

komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati

berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu

asam oleat, linoleat atau linolenat dengan titik cair yang rendah (Ketaren,

1986).

B. KERUSAKAN MINYAK DAN LEMAK

Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat

bergantung pada komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak

dan non lemak berupa zat pengotor. Minyak yang dominan mengandung asam

lemak tidak jenuh cenderung untuk teroksidasi, sedangkan minyak yang

dominan mengandung asam lemak jenuh cenderung terhidrolisis. Asam lemak

umumnya semakin reaktif terhadap oksigen dengan pertambahan jumlah

ikatan rangkap pada rantai molekul (Mahatta, 1975 di dalam Subiyantoro,

2003).

Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) di udara akan

bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang dengan penurunan suhu.

Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu

100-115oC kurang lebih dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10oC.

Menurut De Man (1989), laju oksidasi dipengaruhi oleh jumlah

oksigen yang ada, derajat ketidakjenuhan minyak, adanya antioksidan, adanya

prooksidan (terutama tembaga) dan beberapa senyawa organik seperti molekul

yang mengandung lipoksidase, sifat bahan pengemas, kontak dengan cahaya

dan suhu penyimpanan.

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton,

hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau

tengik dan rasa getir. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan

hidroperoksida, kemudian terurainya asam-asam lemak disertai dengan

konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak

bebas. Tiga penyebab ketengikan pada minyak dan lemak dibagi atas 3

golongan yaitu : ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim dan

ketengikan oleh proses hidrolisis..

Reaksi hidrolisis terjadi akibat adanya sejumlah air dalam minyak dan

lemak. Dalam reaksi hidrolisis, minyak dan lemak (trigliserida) dirubah

menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini menghasilkan flavour dan

bau tengik pada minyak (Ketaren, 1986).

Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak

yaitu : 1) Terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, 2) Peroksida

berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan 3) Polimerisasi oksidasi

sebagian (Ketaren, 1986).

C. KELAPA

Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang

lurus dari famili Palmae. Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan

Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (82% produksi dunia) dengan luas

± 8.875.000 Ha pada tahun 1984, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan

Amerika Selatan. Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000

Ha pada tahun 1990) tetapi produksinya masih dibawah Philipina (2.472.000

ton dengan areal 3.112.000 Ha), yaitu sebesar 2.346.000 ton (Anonim, 2005).

C.1. Daging Buah Kelapa

Daging kelapa segar mengandung 30-35% lemak, jika daging

kelapa dikeringkan menjadi kopra maka kadar minyak meningkat

menjadi 63-65%. Asam lemak yang terdapat dalam daging kelapa adalah

laurat (45%), miristat (18%), palmitat (9,5%), oleat (8,2%), kaprilat

(7,8%), kaprat (7,6%) dan stearat (5%). Komposisi kimia daging buah

kelapa segar pada tiga tingkatan umur menurut Thieme (1968) dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada tiga tingkatan umur (per 100 g)

Komponen Muda Setengah tua Tua

Kalori (Kal) 68,0 180,0 359,0

Protein (g) 1,0 4,0 3,4

Lemak (g) 0,9 13,0 34,7

Karbohidrat (g) 14,0 10,0 14,0

Kalsium (g) 17,0 88,0 21,0

Fosfor (g) 30,0 55,0 21,0

Besi (g) 1,0 1,3 2,0

Vitamin A (IU) 0,0 10,0 1,0

Tiamin (mg) 0,0 0,05 0,1

Vitamin C (mg) 4,0 4,0 2,0

Air (g) 83,3 70,0 46,9

Bagian yang

dapat dimakan (g)

53,0

53,0

53,0

Sumber : Thieme (1968)

Belleza dan Sierra (1976) melaporkan hasil analisa daging buah

dari berbagai tingkat umur buah kelapa, yaitu 8 sampai 15 bulan. Kadar

air, protein dan kadar abu menurun dengan matangnya buah tetapi kadar

minyaknya meningkat. Puncak tertinggi kadar minyak terlihat pada buah

berumur 12 dan 13 bulan. Kelapa mengandung tiamin, asam askorbat,

vitamin A, tokoferol, vitamin B kompleks, dan sejumlah mineral seperti

Na, K, Ca, P, S dan Cl (Woodroof, 1979). Kemudian menurut

Somaatmadja et al. (1972) kadar lemak dan protein daging buah kelapa

yang melekat pada tempurung lebih tinggi dibandingkan yang terkena air

kelapa.

C.2. Emulsi Santan

Cairan berwarna putih yang dipisahkan dari daging buah kelapa

disebut santan. Sison et al. (1968) menyatakan bahwa ekstraksi santan

dari daging buah kelapa segar dipengaruhi oleh pH. Nilai pH optimum

yang didapatkan untuk mengekstraksi santan berkisar antara 6 hingga 8.

Santan merupakan cairan yang berbentuk emulsi. Hambali dan Suryani

(2002) menyatakan bahwa emulsi merupakan suatu sistem yang

heterogen yang mengandung dua fasa cairan (fasa terdispersi dan fasa

pendispersi). Fasa terdispersi berbentuk globular-globular dan medium

pendispersi berbentuk droplet (butiran). Substansi ketiga yang membuat

emulsi permanen adalah emulsifier yang daya afinitasnya harus parsial

dan berbeda dari kedua fasa di atas.

Proses demulsifikasi atau pemecahan emulsi sangat tergantung

pada stabilitas emulsi. Menurut Hambali dan Suryani (2002) stabilitas

emulsi adalah suatu keadaan dimana terdapat keseragaman ukuran

molekul fasa pendispersi dan fasa terdispersinya dengan konfigurasi

yang terbaik. Apabila kerapatan antara fasa pendispersi dan terdispersi

tinggi maka konfigurasi partikelnya sudah baik dan sistem emulsi

semakin stabil. Kestabilan emulsi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti ukuran dan distribusi partikel, jenis emulsifier yang terkandung

didalamnya, rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi, serta

perbedaan tegangan antara dua fasa. Semakin baik distribusi ukuran dan

semakin kecil diameter droplet, maka akan stabil suatu emulsi.

Berdasarkan komponen fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, emulsi

dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air (oil in water,

o/w) dan tipe air dalam minyak (water in oil, w/o). Emulsi o/w fasa

terdispersinya adalah minyak dengan medium pendispersi air, sedangkan

emulsi w/o fasa terdispersinya adalah air dan fasa pendispersinya adalah

minyak.

Cancel (1971) menemukan bahwa efisiensi dari proses ekstraksi

santan dipengaruhi oleh suhu dan jumlah air yang digunakan. Efisiensi

ekstraksi meningkat saat air berlebih ditambahkan pada rajangan daging

buah kelapa sebelum proses penyaringan. Tejada (1973) menduga

ketidakstabilan emulsi santan disebabkan oleh kandungan minyaknya

yang tinggi yaitu sekitar 26,4%. Perbedaan berat jenis antara minyak

tersebut dengan bagian skimnya, dan juga karena sifat 2 fasa tersebut

yang tidak bisa bercampur sehingga menyebabkan timbulnya proses

creaming. Clemente dan Vilacorte (1933) menyatakan bahwa stabilitas

emulsi santan juga dipengaruhi oleh kandungan proteinnya. Pada santan

juga terdapat phospholipid dan galaktomannan (Balasubramaniam dan

Sihotang, 1976; 1979; Payawan, 1974) yang juga mempengaruhi

stabilitas emulsi santan.

Tejada (1973) juga menyatakan bahwa rendemen santan tergantung

terutama pada metode ekstraksi. Dengan pengepresan tangan santan

yang diperoleh sebesar 52,9%, dengan Waring Blender 61,9%,

pengepresan hidraulik (6.000 psi) 70,3% dan bila menggunakan

kombinasi cara-cara tersebut (pemarutan, pengadukan, pengepresan

hidraulik) sebesar 72,5%.

C.3. Minyak Kelapa

Minyak kelapa memiliki mutu yang paling tinggi dari minyak

lainnya berdasarkan pada tingginya kadar asam lemak jenuh dan asam

laurat (antimikroba). Kadar asam laurat dalam minyak kelapa adalah

48%, asam kaprilat kadarnya 8% dan asam kaprat kadarnya 7% (Fife,

2003), sedangkan minyak sayur (jagung, kedelai, biji bunga matahari)

tidak mengandung jenis antimikroba ini sama sekali (Suhirman, 2004).

Asam laurat pertama kali ditemukan dalam minyak kelapa oleh

Kabara (1960), dan sudah dibuktikan dapat membunuh berbagai jenis

mikroba yang membran selnya terdiri dari asam lemak (lipid coated

microorganisms) seperti HIV, Hepatitis C, Herpes, Influensa,

Cytomegalovirus, Streptococus sp, Staphilococus sp, Gram positip dan

Gram negatip, Helicobacter pyroli. Asam kaprilat juga adalah fungisida

yang ampuh untuk mengobati infeksi jamur kandida/keputihan pada

wanita (Fife, 2003). Sedangkan menurut paten yang dimotori oleh CE

Isaacs menunjukkan bahwa kemampuan monogliserida dari asam-asam

lemak kaproat, kaprilat, kaprat, laurat dan miristat yang terkandung

dalam VCO dapat mematikan beberapa virus (Suhirman, 2004).

Kadar asam lemak jenuh dalam minyak kelapa adalah 92%,

sedangkan minyak sawit 86% (Reeves et al., 1979). Titik cair minyak

kelapa berkisar antara 24-27oC, dengan titik beku sekitar 5oC lebih

rendah dari titik cairnya (Swern, 1979).

Laporan hasil penelitian dalam satu dekade terakhir telah

menunjukkan bahwa tidak semua asam lemak jenuh itu sifatnya sama.

Asam lemak jenuh asal keluarga pohon kelapa dikategorikan dalam

asam lemak jenuh rantai karbon sedang (medium chain fatty acids,

MCFA), sedangkan asam lemak jenuh asal minyak hewani dan minyak

sayur digolongkan sebagai asam lemak jenuh rantai karbon panjang

(long chain fatty acids, LCFA) sehingga secara fisiologis dan biologis

efeknya terhadap kadar kolesterol darah pun berbeda (Budiarso, 2004).

LCFA bukan saja merupakan penyebab utama kadar kolesterol darah

tinggi, tetapi juga dapat menyebabkan kekentalan darah, tekanan darah

tinggi, arterioklerosis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.

Apabila minyak kelapa digunakan untuk menggoreng (deep

frying), struktur kimianya tidak akan berubah sama sekali, karena 92%

terdiri dari asam lemak jenuh (saturated fatty acids), sehingga kondisi

kimianya tetap stabil dan tahan terhadap pemanasan. Berbeda dengan

minyak sayur yang sebagian besar terdiri dari asam lemak tak jenuh,

apabila dipakai untuk menggoreng deep frying akan mengalami proses

polimerisasi (penggumpalan) dan jelantahnya menjadi kental. Hal ini

disebabkan karena jelantahnya mengandung asam lemak trans (trans

fatty acids), dan lemak trans terkenal bersifat radikal bebas dan

karsinogenik. Maka gabungan dari unsur lemak trans yang bersifat

radikal bebas, karsinogen, dan timbunan kolesterol inilah yang menjadi

faktor utama risiko dan penyebab berbagai jenis penyakit kronis,

degeneratif dan kanker yang sekarang sedang mewabah (Budiarso,

2004).

Pada struktur asam lemak tak jenuh terdapat ikatan rangkap pada

atom karbonnya, walaupun atom karbon ini diberi perlakuan pengikatan

terhadap hidrogen (hidrogenasi), dan oksigen (oksidasi), minyak yang

tak jenuh dan berantai panjang (polyunsaturated oils) menunjukkan

kecenderungan tidak stabil dan mudah teroksidasi. Oksidasi adalah

proses alami yang menimbulkan radikal bebas yang berbahaya. Disisi

lain hidrogenasi adalah proses sintetis yang meningkatkan stabilitas,

tetapi menimbulkan asam lemak trans yang berbahaya (Anonim, 2005).

D. TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN VCO

Teknologi yang sudah ada untuk menghasilkan minyak kelapa

diantaranya adalah teknologi perubahan bentuk emulsi, teknologi pemanasan

langsung, teknologi fermentasi, teknologi enzimatis dan teknologi

pengepresan semi basah (Intermediate Moisture Content/IMC technology).

Teknologi-teknologi tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan

kelemahan. Menurut hasil penelitian Supriatna et al. (2000), teknologi IMC

(Gambar 2) dinilai lebih baik untuk menghasilkan VCO karena investasinya

relatif murah dan minyak yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan

daya simpan yang lama. Rendemen yang dihasilkan pada metode ini adalah

23,44% dengan nilai kadar air 0,3% dan FFA 0,18%, sedangkan teknologi

yang digunakan oleh Sibuea (2004) untuk menghasilkan VCO adalah

teknologi fermentasi menggunakan penambahan ragi atau cuka nira.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minyak kelapa teknologi IMC (Supriatna et al., 2000)

Bungkil

Kelapa parut kering siap pres

Kelapa parut

Pengeringan

Pengepresan

Pengeringan dan uji tingkat pengeringan

Kelapa parut kering rendah lemak

Minyak kelapa

Daging kelapa segar

Pengupasan testa

Blanching dan pemarutan

Menurut Dendy dan Timmin (1973), variabel yang mempengaruhi

ekstraksi minyak dan protein dari buah kelapa dengan metode wet-milling

adalah rasio jumlah air dan kelapa parut, suhu proses, pH, klasifikasi protein

dan lain-lain. Selain itu, pemisahan minyak dari emulsi santan dipengaruhi

oleh metode yang digunakan dalam proses pemecahan emulsi santan, yaitu

menggunakan sentrifugasi, penambahan enzim, penambahan asam, atau

kombinasi dari ketiga cara tersebut.

Pada proses ekstraksi minyak yang dilakukan oleh Robledano (1956)

(Gambar 3), krim diperoleh dengan sentrifugasi, enzimatis, pembekuan dan

peleburan untuk memecahkan emulsi. Sedangkan yang dilakukan oleh Roxas

(1963), ditambahkan pula proses pasteurisasi pada buah kelapa sebelum

dilakukan pembekuan dan peleburan. Pemecahan emulsi santan dapat pula

dilakukan dengan penambahan minyak pada krim agar diperoleh sistem

emulsi air dalam minyak. Pencampuran krim dengan minyak dilakukan pada

temperatur 85oC (Hagenmaier et al., 1972; 1973).

Pemecahan emulsi dengan menggunakan enzim telah dilakukan oleh

Muchtadi dan Utari (1990) dengan diagram alir proses yang ditunjukkan pada

gambar 4. Enzim yang digunakan adalah campuran enzim á-amilase,

bromelin, pektinase dan selulase dalam nisbah tertentu. Rendemen minyak

yang dihasilkan dari metode ini adalah 85,15% dari krim santan dengan nilai

kadar air sebesar 1,83%, FFA 4,66%, dan berbau tengik. Berbeda dengan yang

dilakukan oleh Rajisekharom dan Sreenivasson (1967), pemisahan minyak

dari emulsi santan dilakukan dengan pemanasan dan sentrifugasi.

Gunetileke dan Laurentius (1974) menyatakan bahwa pemecahan

emulsi santan dapat dilakukan dengan pendinginan (chilling) atau pembekuan

dan peleburan, kemudian disentrifugasi pada suhu 17oC atau kurang. Faktor

yang berpengaruh pada proses sentrifugasi adalah suhu emulsi santan dan

periode proses sentrifugasi. Pemecahan emulsi santan pernah dilakukan pula

oleh Churning dengan mendinginkan krim santan hingga suhu dibawah 10oC

kemudian dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan minyak. Diagram alir

proses pembuatan minyak kelapa dengan cara Churning ditunjukkan pada

gambar 5.

Berbeda dengan VCO, minyak kelapa yang terbuat dari kopra

mengalami proses pemurnian. Komponen-komponen tidak tersabunkan seperti

sterol, klorofil dan vitamin E akan terpisah pada proses netralisasi minyak,

sedangkan pigmen karoten akan rusak oleh panas pada proses pemucatan

(Ketaren, 1986). Teknologi proses pembuatan VCO yang baik harus dapat

memenuhi kriteria seperti : dapat menjamin keberadaan vitamin E dan enzim-

enzim yang terkandung dalam daging buah kelapa, serta tidak menggunakan

panas yang dapat menguraikan asam lemak penyusun komponen minyak

kelapa. Teknik yang saat ini banyak digunakan adalah teknik pancingan, yaitu

mengubah emulsi krim yang memiliki tipe emulsi oil in water (o/w) menjadi

tipe emulsi water in oil (w/o). Selain teknik pancingan, teknik sentrifugal juga

sering digunakan.

Gambar 3. Diagram alir proses Robledano-Luzuriage (Dendy dan Timmin, 1973)

Daging buah kelapakelapa

Penghancuran dengan Grinder

Penghancuran dengan ekspeler

Perlakuan penambahan enzim

dan chilling

Sentrifugasi

Emulsi

Krim

Ampas

Skim

Penghancuran dengan ekspeler

Ampas grade rendah

Sludge

Cairan

Pemanasan

Sentrifugasi Protein

terkoagulasi Minyak

Gambar 4. Diagram alir proses ekstraksi minyak kelapa menggunakan campuran enzim á-amilase, bromelin, pektinase dan selulase (Muchtadi dan Utari, 1990)

Daging buah kelapa segar

Penambahan campuran enzim á-amilase 0,5% Bromelin 0,5% Pektinase 0,1% Selulase 0,15%

Pengaturan keasaman sampai pH 5,5

Pencampuran parutan kelapa dengan air (1:4)

Pengepingan, pencucian dan pemarutan

Proses ekstraksi (reaksi enzimatis) suhu 55°C, selama 60 menit

Penyaringan

Sentrifugasi pada 10.000 rpm, 30 menit

Penguapan air

Minyak Residu padatan Air

VCO

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan minyak kelapa dengan cara

Churning (BBIA, 1999)

Daging kelapa

Pemarutan

Pengepresan

Santan Ampas

Pemekatan (sentrifugasi)

Krim Skim

Pendinginan sampai 10°C

Butter coconut milk Emulsi air dalam minyak

Pekatan protein Minyak

Thawing dan sentrifugasi

Penambahan 1 bagian air, dan pengepresan

E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Menurut kriteria yang disepakati dalam Codex Alimentarius

Commission (1995) minyak dan lemak Virgin atau murni adalah minyak dan

lemak makan yang didapat tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak dengan

hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas rendah serta tidak

menggunakan bahan kimia, kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan

minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air,

pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi saja. Menurut Sibuea (2004) untuk

memperoleh VCO, penggunaan panas diminimalkan atau sama sekali

dihilangkan, caranya dengan menggunakan enzim atau mikroorganisme

penghasil enzim tertentu untuk memecah emulsi santan yang berikatan dengan

lemak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah dengan baik.

Rethinam dalam Coco Info International (2000) menuliskan ada

beberapa teknologi proses untuk mengeksktraksi VCO termasuk : secara

fisik/mekanik (fully Mechanized and sophisticated technologies), teknologi

enzimatis, teknologi fermentasi, dan teknologi Intermediate Moisture

Content (IMC).

VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 53%), sebuah

lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa

disebut MCFA (Medium Chain Fatty Acid). Di dalam tubuh manusia asam

laurat akan diubah menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang

bersifat antivirus, antibakteri dan antiprotozoa. MCFA mudah diserap ke

dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat.

Dengan peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien

membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak dengan lebih

cepat. Berikut ini standar APCC (Asian and Pacific Coconut Community)

untuk asam lemak yang terkandung dalam VCO.

Tabel 3. Standar APCC komposisi asam lemak VCO No. Asam Lemak Kadar (%)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kaproat (C 6:0)

Kaprilat (C 8:0)

Kaprat (C 10:0)

Laurat (C 12:0)

Miristat (C 14:0)

Palmitat (C 16:0)

Stearat (C 18:0)

Oleat (C 18:1)

Linoleat (C 18:2)

Linolenat (C 18:3) – (C 24:1)

0,4-0,6

5,0-10,0

4,5-8,0

43,0-53,0

16,0-21,0

7,5-10,0

2,0-4,0

5,0-10,0

1,0-2,5

<0,5

Sumber : APCC (2004)

Nilai FFA berdasarkan syarat mutu VCO Filipina maksimal adalah

0,5% sedangkan nilai asam laurat adalah 46,0% (Anonim, 2005).

F. MANFAAT VCO

Menurut Fife (2003), minyak kelapa mengandung MCFA seperti

laurat (C12), kaprilat (C10) dan miristat (C14). Minyak kelapa mengandung

40% asam laurat (hampir setara ASI, kadarnya 50%) yang memiliki aktivitas

paling tinggi sebagai antivirus dibandingkan tiga asam lemak tersebut. Asam

laurat juga mampu melawan berbagai jenis penyakit.

VCO memiliki kadar vitamin E sebesar 30 kali lebih tinggi dari RBD

coconut oil. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan sehingga

menyebabkan VCO tidak cepat tengik dan VCO juga mempunyai masa

simpan yang cukup lama yaitu 2 tahun (Isaac, et al. 1992).

Kabara et al. (2000) melaporkan bahwa MCFA tertentu seperti asam

laurat mempunyai efek yang melemahkan bagi mikroorganisme patogen,

seperti bakteri, khamir dan jamur.

Asam lemak dan turunannya mudah merusak membran lipid suatu

organisme dan menginaktifkannya (Isaacs et al., 1992). Dengan demikian

VCO mempunyai efek sebagai antiseptik. Disamping itu VCO dapat menjadi

stimulasi tiroid. Pada jumlah hormon tiroid yang cukup, kolesterol (khususnya

LDL-kolesterol) diubah melalui proses enzimatik menjadi steroid anti penuaan

yang penting, progesteron dan DHEA. Substansi inilah yang dapat membantu

mencegah penyakit liver, kegemukan, kanker dan penyakit lain yang

berhubungan dengan penuaan dan penyakit degeneratif yang kronis lainnya

(Peat, 2004).

Pada tahun 1987 Lim-Sylianco mempublikasikan literatur yang

menunjukkan efek anti kanker. Secara kimiawi minyak kelapa jauh lebih

bersifat protektif dari pada lemak tak jenuh dalam hal penyebab kanker usus

dan kanker payudara.

Berbeda dengan minyak lainnya, penggantian minyak goreng dengan

VCO tidak akan membentuk asam lemak trans selama penggorengan bahkan

pada temperatur tinggi. Penelitian juga membuktikan bahwa minyak kelapa

dapat mempercepat metabolisme, membantu dalam menurunkan berat badan

dan mempercantik kulit. VCO juga digunakan untuk membuat sabun alami

dan produk kesehatan lainnya (Anonim, 2005).

Metode pembuatan VCO dibawah kondisi higienis pada sistem

jaminan kualitas yang ketat. Prosesnya hampir tidak menghasilkan limbah,

dengan dua macam produk samping yaitu kelapa parut rendah lemak dan

konsentrat protein kelapa.

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan adalah buah kelapa segar setengah tua/tua

yang diperoleh dari Pasar Gunung Batu Bogor. Bahan kimia untuk analisa

meliputi KOH atau NaOH 0,1 N, alkohol netral 95%, indikator

phenolphtalein, asam asetat glasial, kloroform, larutan KI jenuh, aquades,

kertas saring, larutan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator larutan kanji.

Alat yang digunakan untuk penelitian adalah pemarut listrik (rasper),

saringan, labu pemisah, sentrifuse, freezer dan refrigerator, sedangkan untuk

analisa dibutuhkan neraca analitik, gelas pengaduk, cawan kadar air, oven,

desikator, termometer, erlenmeyer, hotplate, buret, corong, spektrofotometer

DR2000, kromatografi gas dan pengering vakum.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama.

B.1. Penelitian Pendahuluan

1. Analisa bahan baku

Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisa bahan baku

kelapa parut segar yang meliputi kadar air (metode oven), kadar lemak

kasar (ekstraksi Soxhlet), kadar protein kasar (metode Kjeldahl) dan

kadar serat kasar (pemasakan dengan asam sulfat dan natrium

hidroksida encer).

2. Pembuatan VCO dengan pendinginan

Setelah diperoleh hasil analisa proksimat, dilakukan percobaan

dengan memberi pengaruh pendinginan terhadap krim santan pada

suhu 10oC selama 21-24 jam di dalam chiller. Krim santan diperoleh

dari perbandingan kelapa parut dan air sebesar 1:3. Krim santan yang

telah didinginkan diputar dengan sentrifuse pada kecepatan 4000 rpm

selama 30 menit hingga terbentuknya VCO yang akan dimurnikan

dengan proses penyaringan menggunakan kertas saring whatman 41.

Metode pada penelitian pendahuluan ini menggunakan metode

ekstraksi minyak kelapa yang dinamakan churning, yang lebih

memanfaatkan unit operasi pendinginan dibawah 10oC dan pemisahan

dengan gaya sentrifugal, namun dengan penghilangan beberapa unit

operasi agar memiliki diagram alir proses yang seragam dengan

penelitian utama. Setelah VCO terbentuk maka dilakukan analisa.

Analisa yang dilakukan meliputi rendemen, kadar air minyak, asam

lemak bebas, bilangan peroksida dan khromatografi gas. Hasil yang

diperoleh dari penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai

pembanding untuk penelitian utama.

3. Pembuatan VCO dengan papain kasar

Proses diawali dengan pemarutan daging buah kelapa yang

sebelumnya telah dihilangkan testanya dan ditambahkan air panas

yang bersuhu 70oC dengan perbandingan 1:3. Kemudian didiamkan

agar terjadi pemisahan krim dari skim dan endapan selama 1,5-2 jam.

Setelah krim terpisah dari skim dan endapan, dimasukan hancuran

buah pepaya sebanyak 30% (b/v) dan dilakukan pemeraman selama 24

jam. Diagram alir proses dapat dilihat pada gambar 6.

4. Pembuatan VCO dengan penambahan asam cuka

Daging buah kelapa yang sudah dibuang testanya kemudian

diparut. Santan yang dihasilkan dari penambahan rasio air panas

(70oC) dan kelapa parut sebesar 1:3 didiamkan selama 1,5-2 jam agar

krim dan skim terpisah. Krim yang terbentuk dipisahkan dan

dimasukkan larutan asam cuka 5% sebanyak 0,15% b/v. Kemudian

dilakukan pemeraman pada campuran tersebut selama 10-14 jam

dalam shaker pada suhu ruang. Diagram alir proses teknik pembuatan

VCO dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan VCO dengan papain kasar (Husna, 1998)

Penyaringan

Pencampuran kelapa parut dengan air

Pengepingan, pencucian dan pemarutan

Ampas

Santan

Daging kelapa segar tanpa testa

Penambahan papain kasar

Krim

Pemeraman selama 24 jam

Kriming, pemisahan krim dengan skim

Skim

Minyak

Pekatan protein Sentrifugasi 4000 rpm, 30 menit

Penguapan air dengan pemanasan 5-10 menit

Penyaringan

Analisa sifat fisik

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan VCO dengan penambahan ragi atau asam (Sibuea, 2004)

5. Pembuatan VCO dengan teknik sentrifugal

Teknik sentrifugal merupakan teknologi yang sedang banyak

digunakan oleh kalangan industri VCO saat ini. Prosesnya meliputi

pemarutan daging buah kelapa tanpa testa dilanjutkan dengan

pemerasan dan penyaringan untuk memperoleh santan. Santan yang

Penyaringan

Pencampuran parutan kelapa dengan air (1:3)

Pengepingan, pencucian dan pemarutan

Ampas

Santan

Daging kelapa tanpa testa

Penambahan asam cuka

Krim

Fermentasi selama 10-14 jam

Pemisahan krim dengan skim

Skim

Minyak

Air Pekatan protein

dihasilkan kemudian di diamkan selama 15-30 menit hingga terbentuk

2 lapisan cairan. Cairan atas disebut krim, dipisahkan dari skimnya,

kemudian diaduk dengan sentrifuse selama 15 menit pada kecepatan

penuh (setara 1500 rpm). Krim yang sudah diaduk ini didiamkan

selama 2-4 jam agar minyak terpisah dari krim (Gambar 8).

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan VCO teknik sentrifugal (Raharjo, 2005)

Pekatan protein

santan

Sentrifugasi (15 menit, 1.500 rpm)

Krim

Diamkan 2-4 jam

Diamkan 15-30 menit

Skim

Minyak Air

Kelapa berumur tua

Didiamkan selama 1 bulan

Pengupasan sabut, tempurung dan testa

Pemarutan dan ekstraksi santan (rasio kelapa parut dan air 1:3)

Tempurung dan testa

6. Pembuatan VCO dengan Metode Pembekuan krim santan

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi santan dengan air pada

perbandingan kelapa parut dan air sebesar 1:3. Emulsi santan yang

diperoleh didiamkan selama dua jam hingga terlihat adanya pemisahan

bagian krim dengan bagian skim. Bagian krim diberi perlakuan

pembekuan (suhu -10oC) selama 20-24 jam dan peleburan pada suhu

ruang selama 1 jam. Minyak diekstrak dari krim dengan proses

sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit, 30 menit dan

40 menit. Hasil penelitian ini menjadi acuan untuk menentukan lama

periode sentrifugasi pada penelitian utama.

B.2. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan ekstraksi santan dengan

perbandingan kelapa parut dan air sebesar 1:3. Ekstraksi santan ini

menggunakan tangan. Emulsi santan yang diperoleh didiamkan selama

dua jam hingga terlihat adanya pemisahan bagian yang berwarna putih

(diatas) dan bagian yang tidak berwarna (dibawah), bagian yang

berwarna putih (krim) di beri perlakuan pembekuan (suhu -10oC) selam

20-24 jam dan peleburan (suhu ruang) selama 1 jam. Minyak diekstraksi

dari krim dengan proses sentrifugasi pada kecepatan 4.000 rpm selama 30

menit. Minyak yang terbentuk kemudian diturunkan kadar airnya dengan

3 cara yaitu penambahan garam NaCl, garam Na2SO4 dan pengeringan

dengan oven vakum pada suhu 55oC selama 15-20 menit.

Selanjutnya masing-masing minyak hasil perlakuan disaring

dengan kertas saring whatman 41 untuk menahan air yang terikat garam

atau yang terkumpul di dasar penampung, fosfolipid, dan zat lainnya

yang terkandung dalam minyak hasil sentrifugasi. Minyak yang

dihasilkan dianalisis rendemennya, kadar air, kadar asam lemak bebas,

bilangan peroksida, dan asam lemak penyusunnya dengan uji

khromatografi gas. Diagram alir proses pembuatan VCO disajikan pada

gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir proses pembuatan VCO

Penyaringan

Pencampuran parutan kelapa dengan air ( rasio 1:3)

Pengepingan, pencucian dan pemarutan

Ampas

Santan

Daging kelapa tanpa testa

Pembekuan (-10o C , 20-24 jam) dan pencairan (suhu ruang, 2 jam)

Krim

Sentrifugasi 4.000 rpm selama 30 menit

Pemisahan krim dengan skim, di diamkan 1-2 jam

Air & pekatan protein

Minyak Air & pekatan protein

Padatan

VCO

Pengurangan kadar air dengan 3 perlakuan

Penyaringan dengan kertas saring whatman 41

Analisa fisiko kimia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

A.1 Daging Buah Kelapa Segar

Buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa

dan air kelapa. Pada bagian daging buah terdapat lemak yang kadarnya

cukup besar setelah kadar air.

Pada buah yang telah tua terdapat sekitar 28% daging buah

(endosperm) dan 25% air. Daging buahnya mengandung 52% air, 34%

minyak, 3% protein, 1,5% karbohidrat dan 1% abu (Setyamidjaja, 1982).

Protein kelapa terdiri dari albumin (30,6%), globulin (61,9), prolamin

(1,1%), glutelin (4,7%), residu tak larut (1,8%) dan nitrogen non-protein

(0,1%) (Samson et al., 1971).

Gambar 10. Bahan baku buah kelapa segar

Hasil analisa proksimat daging buah kelapa yang sudah diparut pada

penelitian pendahuluan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan

literatur disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kelapa parut segar bahan penelitian

No. Komponen Kelapa penelitian

Penelitian sebelumnya *

Kelapa setengah

tua**

Kelapa tua**

1. 2. 3. 4.

Air (% wb) Lemak (% wb) Protein (% wb) Serat kasar (% wb)

55,07 33,01 2,12 9,8

52,73 34,47

3,2 9,60

70 13,0

4 -

46,9 34,7 3,4 -

* Sumber : Husna (1998) ** Sumber : Ketaren (1986)

Kadar protein yang terkandung dalam kelapa segar mempengaruhi

kestabilan emulsi santan karena protein berfungsi sebagai emulsifier alami

pada santan. Kadar protein bahan baku kelapa segar pada penelitian

pendahuluan sebesar 2,12%. Nilai kadar protein yang lebih kecil ini

memudahkan proses pemecahan emulsi santan, karena dengan kadar

lemak sebesar 33,01% emulsi santan tidak menjadi lebih stabil.

Kadar lemak bahan baku daging kelapa segar sebesar 33,01%

menunjukkan bahwa kelapa yang digunakan memiliki umur hampir tua.

Kadar lemak bahan baku digunakan sebagai acuan untuk menilai efisiensi

ekstraksi minyak kelapa. Rendemen minyak menunjukkan ada/tidaknya

lemak yang tak terekstraksi.

A.2. Pembuatan VCO dengan Pendinginan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan pula pembuatan VCO

dengan diagram alir yang sama dengan penelitian utama namun diberi

suhu yang lebih tinggi yaitu kurang dari atau sama dengan 10oC. Santan

dimasukkan ke dalam chiller agar terjadi proses kriming. Santan

didinginkan dalam chiller pada suhu 4oC selama 21-24 jam atau dengan

waktu yang sama pada penelitian utama. Setelah didinginkan, santan

terpisah menjadi krim dan skim. Krim yang diperoleh memiliki bau agak

asam dan kekentalan yang lebih tinggi dari santan sebelumnya. Krim

kemudian disentrifugasi pada kecepatan yang sama dengan penelitian

utama yaitu sekitar 4.000 rpm, namun minyak tetap tidak dapat terpisah,

hanya sedikit minyak yang terbentuk yaitu pada permukaan tutup tabung

sentrifuse, sehingga tidak mungkin dilakukan analisa.

Tidak terbentuknya minyak setelah proses sentrifugasi disebabkan

oleh tidak terdenaturasinya protein yang terkandung dalam krim kelapa.

Protein akan terdenaturasi hanya pada kondisi suhu yang cukup tinggi dan

ekstrim, sedangkan ikatan peptida akan rusak dengan beberapa perlakuan

fisik seperti pembekuan dan peleburan, juga perlakuan kimiawi seperti

penambahan asam. Protein yang berfungsi sebagai emulsifier masih stabil

pada suhu pendinginan • 10°C.

Kecepatan sentrifugasi yang dibutuhkan untuk memisahkan

minyak dari krim santan sekitar 8.000-10.000 rpm (Muchtadi dan Utari,

1990). Kecepatan sentrifuse yang digunakan pada penelitian pendahuluan

ini hanya sekitar 4.000 rpm. Kecepatan sentrifuse penelitian pendahuluan

disamakan dengan penelitian utama untuk mengetahui apakah ada

pengaruh yang signifikan pada terbentuknya minyak antara krim santan

yang diberi perlakuan pendinginan • 10oC dengan krim santan yang diberi

perlakuan pembekuan dan peleburan.

A.3. Pembuatan VCO dengan Ekstrak Papain Kasar

Daging kelapa segar diparut untuk mendapatkan emulsi santan.

Papain merupakan enzim protease yang dapat memecahkan protein

kelapa. Enzim papain merupakan enzim yang mempunyai gugus –SH

pada bagian aktifnya. Mekanisme reaksi hidrolisis ikatan peptida yang

dikatalisis oleh gugus sulfihidril (-SH) dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Mekanisme reaksi hidrolisis ikatan peptida dikatalisis oleh gugus sulfihidril (-SH) dalam bagian aktif suatu enzim peptida (Ketaren, 1986)

Emulsi santan yang telah dimasukkan hancuran buah pepaya

sebanyak 30% diperam selama 10-14 jam untuk memisahkan minyak dari

emulsi. Hasil pemeraman ini selanjutnya diberi perlakuan fisik dengan

proses sentrifugasi pada 4000 rpm selama 30 menit. Setelah proses

sentrifugasi diperoleh tiga lapisan dalam tabung sentrifugasi. Lapisan atas

+ Enzim Enzim

Enzim bebas

R S-C=O

Peptida (substrat)

R C=O N-H R’

H2N R’

SH

H2O

Enzim R C=O OH

SH +

+

adalah minyak, lapisan tengah adalah air dan protein, dan lapisan bawah

adalah padatan. Minyak yang dihasilkan kemudian dihitung rendemennya,

dan dianalisa bau dan warnanya (Tabel 5).

Tabel 5. Analisa fisik minyak setelah sentrifugasi

No. Parameter Keterangan 1. 2. 3.

Rendemen Bau Warna

23% Tidak diketahui Tidak berwarna

Pada penelitian sebelumnya (Husna, 1998) diperoleh minyak

dengan rendemen 23-29%, bilangan asam 1,28 mg KOH/g minyak dan

bilangan peroksida sebesar 0,56. Aroma merupakan salah satu parameter

mutu yang penting dari VCO, untuk membedakan VCO dengan minyak

kelapa yang terbuat dari kopra terlebih dahulu adalah perbedaan

aromanya. Minyak kelapa yang terbuat dari kopra tidak memiliki aroma,

karena sudah mengalami proses deodorisasi. Ada beberapa metode untuk

memurnikan minyak kelapa yang terbuat dari kopra namun untuk VCO

tidak dilakukan pemurnian karena dapat merusak antioksidan alaminya.

Ada beberapa kelemahan dari teknologi proses dengan

menggunakan enzim, diantaranya adalah :

- Penggunaan enzim masih terbatas disebabkan enzim komersial masih

sulit didapat karena jumlahnya masih terbatas.

- Seluruh tahapan proses harus higienis dan memerlukan sistem

pengawasan yang ketat agar proses pemeraman berjalan sesuai yang

diinginkan.

A.4. Pembuatan VCO dengan Penambahan Asam Cuka (CH3COOH)

Santan diperoleh dari pemerasan kelapa parut yang ditambahkan

air yang bersuhu 70oC. Air yang bersuhu 70oC ini digunakan agar

ekstraksi santan menjadi efisien, serta mengurangi kontaminasi

mikroorganisme. Krim dipisahkan setelah terjadi proses kriming selama

1,5-2 jam. Selanjutnya larutan asam cuka 5% ditambahkan ke dalam krim

yang terbentuk. Larutan asam berfungsi untuk mendenaturasi protein yang

terkandung dalam emulsi santan. Pada penelitian ini, metode ekstraksi ini

tidak dapat memisahkan minyak dari krim yang telah diperam karena

larutan asam tidak mampu mendenaturasi protein pada emulsi santan.

Pembuatan VCO dengan metode ini membutuhkan asam cuka, dimana

asam cuka ini merupakan bahan yang tidak alami.

A.5. Pembuatan VCO dengan Teknik Sentrifugal

Pembuatan VCO dengan teknik sentifugal banyak dilakukan oleh

produsen pembuat VCO saat ini. Dari 10-15 butir kelapa dapat dihasilkan

1 liter VCO (Raharjo, 2005). Faktor penting yang harus dilakukan pada

proses pembuatan VCO dengan teknik sentrifugal adalah bahan baku

kelapa segar. Proses pembuatan VCO dimulai dengan pemetikan buah

kelapa tua dan didiamkan selama satu bulan. Pada penelitian ini bahan

baku yang digunakan berasal dari kelapa segar yang peroleh di Pasar

Gunung Batu. Setelah itu kelapa parut diekstraksi santannya. Santan

didiamkan selama satu jam hingga terbentuk dua lapisan, krim dan skim.

Krim yang telah dipisahkan dari skim kemudian diaduk dengan sentrifuse

pada kecepatan penuh setara 1500 rpm selama 15 menit dan didiamkan

selama 4 jam. Minyak yang dihasilkan pada metode ini hanya sedikit dan

bahkan hampir tidak terbentuk. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah pemutaran secara fisik pada 1500 rpm tidak mampu

melabilkan emulsi krim, air dan minyak masih berikatan dengan protein

yang berfungsi sebagai emulsifier.

A.6. Pembuatan VCO dengan Metode Pembekuan dan Peleburan

Pembuatan VCO dengan metode pembekuan dan peleburan

dilakukan dengan memecahkan emulsi santan terlebih dahulu melalui

proses pembekuan hingga suhu –10oC. Setelah terjadi pemisahan antara

krim dan skim, pembekuan dihentikan dan segera dicairkan pada suhu

ruang. Krim yang diperoleh kemudian diputar dengan kecepatan 4.000

rpm dengan periode putar selama 15 menit, 30 menit dan 40 menit.

Hasilnya menunjukkan bahwa pada saat periode putar 15 menit, minyak

tidak terbentuk, sedangkan pada periode 30 menit minyak dapat terbentuk.

Begitu pula pada periode putar selama 40 menit. Rendemen minyak yang

dihasilkan pada periode putar 30 menit rata-rata mencapai 23,43%.

Rendemen minyak pada periode putar 40 menit tidak berbeda signifikan

dengan rendemen pada periode putar 30 menit. Rasa dan bau minyak yang

dihasilkan masih beraroma kelapa. Selanjutnya metode ini digunakan

untuk membuat VCO pada penelitian utama.

B. PENELITIAN UTAMA

Pada penelitian utama dilakukan pembekuan dan peleburan pada

emulsi santan serta pengurangan kadar air minyak dan uji kromatografi gas.

VCO hasil perlakuan dibandingkan dengan standar APCC dan standar

BBIA (Balai Besar Industri Agro). Perbandingan tersebut dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan VCO hasil ekstraksi dengan standar APCC dan BBIA

Parameter VCO penelitian Standar APCC Standar

BBIA

Densitas relatif

Indeks bias pada 40 oC

Kadar air (%)

Bilangan asam

FFA (%)

Peroksida (meq

oksigen/kg minyak)

Warna

Persen transmisi

Bau dan rasa

0,91517

1,4479

0,0136

0,5772

0,2966

0,69359

jernih

100

kelapa

0,915-0,920

1,4480-1,4492

maks. 0,1-0,5

maks. 0,5

• 0,5

• 3

jernih

-

bebas bau dan

rasa tengik/asing

-

-

0,08

0,10

0,05

-

-

-

-

VCO yang memiliki sifat fisiko kimia terbaik adalah VCO hasil

perlakuan dari cara pengeringan dengan oven. VCO yang dihasilkan memiliki

nilai parameter mutu diantaranya adalah kadar air 0,0136%, bilangan asam

0,5772, FFA 0,2966%, bilangan peroksida 0,69359 meq oksigen/kg minyak,

transmisi 100%, warna yang jernih, bau dan rasa kelapa. Nilai parameter mutu

tersebut masih sesuai dengan syarat mutu VCO jika dibandingkan dengan

standar mutu VCO dari APCC.

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan

pada suatu medium cerah. Indeks bias dapat dipakai untuk pengujian

kemurnian minyak. Indeks bias akan meningkat pada minyak atau lemak

dengan rantai karbon yang panjang dan juga terdapatnya sejumlah ikatan

rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga bertambah dengan

meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat ketidakjenuhan

dari asam lemak tersebut (Ketaren, 1986).

Nilai indeks bias minyak yang dihasilkan sedikit menyimpang dari

standar, hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya sejumlah asam lemak

rantai karbon ikatan rangkap seperti palmitoleat dan linoleat, serta terurainya

asam kaprat pada suhu 35oC dan asam lemak kaproat pada suhu 60oC. Selain

itu juga tidak terdeteksi adanya asam lemak stearat. Tidak adanya salah satu

asam lemak mengakibatkan penurunan bobot molekul sehingga indeks

biasnya sedikit lebih kecil dari standar. Sama halnya dengan indeks bias,

bobot jenis pun dapat digunakan untuk pengujian kemurnian minyak. Bobot

jenis VCO menunjukkan nilai yang masih berada dalam kisaran standar

APCC.

B.1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang

masih utuh. Sabut kelapa kemudian di kupas hingga dihasilkan daging

buah. Daging buah ini di pertahankan tetap bersih dan higienis, begitu

pun saat proses pemarutan hingga akhir proses terbentuknya minyak.

Kelapa yang telah dibuang testanya kemudian diparut. Kelapa parut ini

harus cepat diekstraksi santannya untuk menghindari kontaminasi dan

penurunan mutu. Jika harus menunda proses ekstraksi santan maka

kelapa parut disimpan di dalam chiller. Komposisi kimia daging buah

kelapa ditentukan oleh umur buah, pada penelitian ini digunakan buah

kelapa tua yang menurut Thieme (1968) mengandung kadar lemak

tertinggi yaitu sebesar 34,7%. Pada buah kelapa penelitian diperoleh

kadar lemak sebesar 33,01%.

Berbeda dengan minyak kelapa yang terbuat dari kopra, VCO

dibuat dari buah kelapa yang masih segar. Kopra terbuat dari daging

buah kelapa segar yang dikeringkan hingga kadar air tertentu. Metode

pengeringan yang umum digunakan ada tiga macam, yaitu metode

pengeringan dengan sinar matahari langsung (sun drying); pengeringan

dengan bara atau pengasapan diatas api (smoke curing or drying over an

open fire) dan pengeringan dengan pemanasan secara tidak langsung

(indirect drying). Metode pengeringan tersebut lebih mudah

menimbulkan kontaminasi, tidak hanya mikroorganisme tetapi juga

kotoran lain yang kasat mata.

B.2. Pengecilan Ukuran (Pemarutan) dan Ektraksi Santan

Proses ekstraksi santan pada penelitian ini diawali dengan

pemarutan daging kelapa segar. Proses pemarutan diperlukan untuk

merusak membran phospholipid dan dinding sel daging buah sehingga

cairan sitoplasma yang mengandung globula minyak dapat terekstrak

keluar sel. Daging kelapa parut kemudian dilarutkan dalam sejumlah air

agar proses ekstraksi lebih mudah dan efektif. Cairan emulsi santan

kemudian dipisahkan dari ampasnya dengan menggunakan saringan.

Santan yang terekstrak selain mengandung cairan sitoplasma dan globula

minyak juga mengandung komponen lain penyusun daging buah kelapa

termasuk selulosa, phospholipid, gula, protein dan padatan yang

ukurannya sangat kecil.

Gambar 12. Penampang melintang sel daging buah (endosperm) kelapa (Dendy dan Timmins,1973)

dinding sel (mengandung selulosa, gula dan sedikit protein)

membran phospholipid

globula minyak

sitoplasma (campuran kompleks kimia dengan air yang mengandung sebagian besar protein)

Menurut Balasubramanian dan Sihotang (1979), santan merupakan

cairan yang berwarna putih yang diekstrak dari daging kelapa parut

dengan cara pengepresan mekanik, dengan atau tanpa penambahan

sejumlah air. Grimwood (1975) menyatakan bahwa komposisi santan

berbeda tergantung pada varietas kelapa yang dipergunakan, umur buah

dan keadaan lingkungan tempat tumbuh pohon kelapa.

B.3. Kriming dan Pembekuan Emulsi Santan

Emulsi merupakan suatu sistem yang heterogen yang mengandung

dua fasa cairan (fasa terdispersi dan fasa pendispersi). Fasa terdispersi

berbentuk globular-globular dan medium pendispersi berbentuk droplet

(butiran). Substansi ketiga yang membuat emulsi permanen adalah

emulsifier yang daya afinitasnya harus parsial dan berbeda dari kedua

fasa di atas. Krim santan memiliki tipe emulsi oil in water (o/w) dengan

minyak sebagai cairan terdispersi dan air sebagai cairan pendispersinya.

Agar minyak dapat diekstraksi dengan mudah maka emulsi santan

harus pecah (diperlukan proses demulsifikasi). Suatu emulsi distabilkan

oleh protein. Protein kelapa memegang peranan penting sebagai

emulsifier pada emulsi santan. Salah satu cara pemecahan emulsi

menurut Bennet (1947) dalam Hagenmaier (1980) dapat dilakukan

dengan pembekuan dan peleburan. Pembekuan dan peleburan dapat

menyebabkan kerusakan struktur protein, terutama pada gugus hidrofilik

dan lipofilik. Rusaknya struktur protein menyebabkan emulsi santan

mengalami demulsifikasi. Santan didiamkan agar terjadi proses kriming

yang menghasilkan dua lapisan, yaitu krim santan di lapisan atas dan

konsentrat protein dalam air dilapisan bawah. Kemudian krim

dipisahkan dari skim dan dibekukan pada suhu –10oC. Pada proses

kriming terjadi distribusi partikel yang tidak seimbang dan diameter

droplet tidak seragam sehingga menyebabkan koalesensi (bergabungnya

droplet-droplet yang memiliki fasa yang sama). Menurut Djatmiko

(1983), pengadukan dan pendinginan cepat akan menghasilkan krim

yang semi cair yang mengandung lebih banyak minyak.

Pembentukan kristal-kristal es dimulai bila suhu telah diturunkan

sampai sekitar –1oC. Pembekuan cepat menyebabkan kristal-kristal es

yang terbentuk kecil-kecil. Pembekuan juga menyebabkan denaturasi

protein yang terkandung dalam emulsi santan. Secara umum, pembekuan

dapat mematikan jenis-jenis bakteri tertentu dan menurut Moeljanto

(1982), suhu antara -1 hingga -10oC berpengaruh lebih mematikan pada

bakteri tertentu dibandingkan dengan suhu -20oC atau lebih rendah lagi.

Pembekuan mengurangi jumlah bakteri karena terjadinya

denaturasi protein, tetapi organisme-organisme tertentu masih dapat

hidup. Pada penelitian ini, santan yang telah beku kemudian dibiarkan

pada suhu ruang hingga berwujud cair.

B.4. Ekstraksi Minyak dengan Sentrifugasi

Santan beku yang sudah dicairkan disentrifugasi pada kecepatan

4.000 rpm untuk memisahkan fraksi minyak dari air dan padatan

berdasarkan berat jenisnya. Pada tabung sentrifuse (Gambar 13) dapat

dilihat terbentuknya 3 lapisan : minyak pada lapisan atas, air dan pekatan

protein pada lapisan tengah dan padatan berwarna putih pada lapisan

bawah. Hal ini sesuai dengan keterangan dari literatur yang disajikan

pada gambar 14. Sentrifuse bekerja dengan prinsip memanfaatkan gaya

sentrifugal yang tidak sama antara fasa minyak dan fasa air atau padatan.

Gambar 13. Lapisan yang terbentuk setelah proses sentrifugasi :

minyak, air, fasa protein permukaan dan padatan

Gambar 14. Lapisan yang terbentuk setelah proses sentrifugasi : a. Pada

proses sentrifugasi yang optimum, b. Pada proses sentrifugasi yang tidak optimum (Dendy dan Timmins, 1973)

Minyak

Padatan

Air dan pekatan protein

Fasa protein permukaan

Minyak

Padatan

Air dan pekatan protein

a b

B.5. Pengurangan Kadar Air

Minyak yang dihasilkan dikurangi kadar airnya dengan cara

penambahan garam dan pengeringan dengan oven pada suhu

pengeringan 55oC selama 15-20 menit. Garam yang ditambahkan adalah

garam NaCl dan garam Na2SO4. Jumlah garam yang ditambahkan

dihitung berdasarkan kadar air minyak tertinggi dalam minyak yang

dihasilkan. Jumlah garam yang ditambahkan juga dapat berlebih hingga

air yang terkandung dalam minyak jenuh dengan NaCl. Garam tidak

larut dalam minyak, namun dapat larut dalam air, sehingga garam yang

telah menyerap air dapat diambil kembali dan dipisahkan dari minyak

dengan cara menyaringnya dengan kertas saring. Garam Na2SO4

umumnya sering digunakan untuk mengurangi kadar air, namun masih

dikhawatirkan keamanannya jika ditambahkan dalam VCO dan

mengurangi tingkat kemurnian sebagai minyak alami yang dapat

langsung dikonsumsi. Pengurangan kadar air diperlukan untuk

mengurangi tingkat kerusakan minyak. Berdasasarkan Ketaren (1986),

penambahan garam yang disertai dengan pengurangan kadar air dengan

cara pengeringan, biasanya digunakan untuk mengawetkan ikan, daging

dan bahan pangan berlemak yang terbuat dari kacang-kacangan.

B.6. Penyaringan

Pada akhir proses, minyak disaring dengan menggunakan kertas

saring whatman 41 yang dapat menahan padatan dan air. Penyaringan

merupakan proses terakhir untuk memurnikan VCO yang dihasilkan

setelah melalui proses sentrifugasi. Oleh karena itu kertas saring yang

digunakan harus mampu menahan partikel terkecil yang terkandung

dalam VCO hasil sentrifugasi. VCO yang dihasilkan tidak berwarna

(jernih) dengan nilai persen transmisi 100%. Sifat fisiko kimia VCO

selanjutnya dianalisa untuk mengetahui mutunya.

huuhujkj

Gambar 15. VCO yang dihasilkan pada penelitian : A. Penambahan

NaCl B. Penambahan Na2SO4 C. Pengeringan

B.7. Analisa Sifat Fisiko Kimia

Analisa yang dilakukan pada 4 perlakuan meliputi rendemen,

kadar air minyak, bilangan asam, asam lemak bebas, bilangan peroksida,

dan komposisi asam lemak dengan kromatografi gas, sedangkan untuk

analisa warna, bau dan rasa, sebagian besar VCO yang dihasilkan

memiliki warna yang jernih dengan bau dan rasa kelapa. Warna, bau dan

rasa merupakan karakteristik VCO yang mudah dikenali secara

organoleptik. Hal ini disebabkan karena pada proses pembuatannya tidak

menggunakan bahan kimia atau suhu yang tinggi.

B.8. Hasil

1. Rendemen

Rendemen dihitung untuk mengetahui output yang didapat

dari sekian banyak input bahan yang masuk. Input bahan berupa

kelapa parut (dalam gram) sedangkan output berupa produk VCO

(dalam gram). Metode perhitungan rendemen VCO dapat dilihat

A C B

pada lampiran 4. Hasil perhitungan rendemen untuk masing-masing

perlakuan terdapat dalam gambar 16. Setiap perlakuan dan ulangan

memiliki batch yang berbeda, namun input bahan yang masuk

berasal dari kelapa parut yang sama untuk setiap perlakuan. Ulangan

pertama dan ulangan kedua atau ketiga dilakukan pada waktu yang

berbeda namun dengan kondisi proses yang sama. Data rendemen

yang dihasilkan nilainya hampir seragam yaitu dalam kisaran

rendemen 21,93% - 23,44%. Jumlah rendemen VCO dibandingkan

dengan kadar lemak bahan baku kelapa segar sedikit lebih kecil hal

ini disebabkan oleh kurang efisiennya proses ekstraksi santan dengan

menggunakan tangan.

0

5

10

15

20

25

30

NaCl Oven Na2SO4 Kontrol

Metode pengurangan kadar air

Ren

dem

en (%

)

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Gambar 16. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap rendemen

2. Kadar air

Kadar air merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat

ketahanan minyak terhadap kerusakan. Menurut Ketaren (1986),

terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak dapat

mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis. Minyak atau lemak akan

diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini akan

mengakibatkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan flavour dan

bau tengik pada minyak tersebut. Reaksi kimia proses hidrolisis

minyak dapat dilihat pada gambar 17.

O

H2C – O – C – R

O H2C – OH O

HC – O – C – R + 3H2O CH – OH + 3 R – C – OH

O H2C – OH

H2C – O – C – R

trigliserida air gliserol asam lemak

Gambar 17. Proses hidrolisis minyak

VCO yang dihasilkan setelah melalui proses pemisahan

dengan sentrifugasi pada penelitian ini memiliki kadar air yang

relatif sedang dibandingkan dengan standar APCC. Data kadar air

minyak hasil penelitian dapat dilihat pada gambar 18.

Rata-rata kadar air minyak dengan cara pengeringan adalah

0,01%, sedangkan dengan penambahan Na2SO4 sebesar 0,03% dan

dengan penambahan garam NaCl sebesar 0,09%. Kadar air yang

paling tinggi adalah pada kontrol yang tidak diberi penambahan

apapun sebesar 0,12%, namun masih dapat memenuhi standar

APCC. Berkurangnya kadar air setelah penambahan NaCl dan

Na2SO4 disebabkan oleh karena air yang terkandung dalam minyak

menjadi larut dalam garam NaCl atau Na2SO4 yang ditambahkan

hingga jenuh. Pengurangan kadar air dengan pengeringan dinilai

sangat efektif namun pada suhu pengeringan 55oC akan

mengakibatkan terurainya asam lemak kaprat. Pengeringan

menyebabkan partikel-partikel H2O terpisah dari partikel-partikel

minyak dalam waktu yang cukup singkat. Kadar air minyak yang

tinggi dapat menyebabkan kontaminasi bakteri yang mampu

menghidrolisis molekul lemak.

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

NaCl Oven Na2SO4 Kontrol

Metode pengurangan kadar air

Kad

ar a

ir m

inya

k (%

)

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Gambar 18. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

kadar air minyak

3. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas (FFA)

Asam lemak bebas dihasilkan melalui reaksi hidrolisis yang

dapat disebabkan oleh sejumlah air, enzim ataupun aktivitas

mikroorganisme. Semakin tinggi kadar air dalam minyak

kemungkinan besar kadar asam lemak bebasnya tinggi. Semua enzim

yang termasuk golongan lipase mampu menghidrolisis lemak, namun

enzim tersebut inaktif oleh panas. Asam lemak bebas yang

dihasilkan oleh proses hidrolisis dapat mempengaruhi flavor minyak.

Menurut Fennema (1985), minyak kelapa berdasarkan kandungan

asam lemaknya digolongkan sebagai minyak asam laurat

(C11H23COOH). Berdasarkan analisa kromatografi gas, VCO hasil

penelitian mengandung 43,836% asam lemak laurat, sedangkan asam

lemak lainnya adalah miristat (21,417%), oleat (14,344%), palmitat

(11,660%) dan asam lemak lainnya yang tidak terdeteksi. Minyak ini

memiliki kadar FFA yang masih dapat memenuhi standar APCC

yaitu rata-rata sebesar 0,23% pada perlakuan penambahan NaCl dan

sebesar 0,29% pada perlakuan penambahan Na2SO4 atau

pengeringan dengan oven. Data FFA hasil penelitian dapat dilihat

pada gambar 19.

FFA yang terkandung dalam minyak kontrol sebesar 0,15%.

Kadar FFA yang lebih rendah ini mungkin saja terjadi pada kontrol

karena arena kadar airnya masih memenuhi standar. Asam lemak

bebas terbentuk dari peristiwa hidrolisis dan oksidasi minyak. Proses

hidrolisis terjadi karena adanya sejumlah air dalam minyak. Menurut

Ketaren (1986) lebih lanjut, asam lemak bebas yang disebabkan

oleh proses oksidasi terjadi karena minyak mengalami kontak

langsung dengan oksigen.

Minyak dengan perlakuan penambahan garam memiliki kadar

FFA yang cukup tinggi dibandingkan dengan kontrol, disamping

kadar air ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kadar

FFA tersebut diantaranya adalah faktor varietas dan faktor suhu

penyimpanan. Menurut Ketaren (1986), kecepatan hidrolisis oleh

enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu

rendah.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

NaCl Oven Na2SO4 Kontrol

Metode pengurangan kadar air

Asa

m le

mak

beb

as (%

)

Ulangan 1Ulangan 2

Ulangan 3

Gambar 19. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

asam lemak bebas

Menurut Djatmiko et al. (1985), minyak kelapa termasuk stabil

karena asam lemak tidak jenuhnya hanya berkisar antara 6,5-11,8%.

Minyak kelapa terbukti tidak mengalami ketengikan walaupun

mengandung 9% asam lemak tak jenuh linoleat (omega-6)

(Peat, 2001).

Bilangan asam dalam minyak kelapa yang diperoleh pada

penelitian ini adalah 0,45 mg KOH/g minyak pada perlakuan

penambahan NaCl, sedangkan pada metode penambahan Na2SO4

atau pengeringan nilainya adalah 0,58 mg KOH/g, dan sebesar 0,28

mg KOH/g pada kontrol. Bilangan asam terbesar terdapat pada VCO

dengan perlakuan pengeringan. Pengeringan pada suhu 55oC

menyebabkan hidrolisis beberapa asam lemak. Data bilangan asam

disajikan pada gambar 20.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

NaCl Oven Na2SO4 Kontrol

Metode pengurangan kadar air

Bila

ngan

asa

m

(mg

KO

H/g

min

yak)

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Gambar 20. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

bilangan asam

4. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan parameter penting yang dapat

dijadikan acuan untuk menentukan derajat kerusakan minyak.

Peroksida terbentuk karena asam lemak tidak jenuh mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya (Ketaren,1986). Proses itu dikenal

sebagai proses oksidasi. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan

(expose) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan

berkurang dengan penurunan suhu. Minyak kelapa hasil penelitian

menunjukkan nilai bilangan peroksida sebesar 0,673 meq oksigen/kg

minyak pada minyak dengan perlakuan penambahan NaCl, 0,693

meq oksigen/kg minyak pada perlakuan penambahan Na2SO4, 0,433

meq oksigen/kg minyak pada minyak dengan pengeringan dan 2,583

meq oksigen/kg minyak untuk kontrol. Bilangan peroksida hasil

penelitian disajikan pada gambar 21.

Bilangan peroksida VCO hasil penelitian masih dapat

memenuhi standar APCC yaitu • 3 meq oksigen/kg minyak.

Bilangan peroksida tertinggi teramati pada VCO kontrol. Tingginya

bilangan peroksida itu dapat disebabkan oleh tingginya kadar air,

karena menurut Ketaren (1986) sejumlah air dalam lemak dapat

menjadi medium yang baik bagi pertumbuhan jamur yang dapat

menghasilkan enzim peroksida. Enzim peroksida dapat mengoksidasi

asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida, disamping itu

juga dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom

â, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton.

Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama

proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Pada suhu kamar

sampai dengan suhu 100oC, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat

mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan

peroksida yang bersifat labil. Proses pembentukan peroksida ini

dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan

katalis (Ketaren, 1986).

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

NaCl Oven Na2SO4 Kontrol

Metode pengurangan kadar air

Bila

ngan

Per

oksi

da

(mg

oksi

gen

/kg

min

yak)

Ulangan 1Ulangan 2

Ulangan 3

Gambar 21. Pengaruh metode pengurangan kadar air terhadap

bilangan peroksida

5. Asam Lemak Penyusun VCO

Untuk mengetahui jenis-jenis asam lemak yang terkandung

dalam VCO yang dihasilkan pada penelitian ini, dilakukan analisa

asam lemak dengan menggunakan kromatografi gas. Alat yang

digunakan untuk mengetahui asam lemak yang terkandung dalam

minyak adalah kromatografi gas dengan spesifikasi sebagai berikut :

Suhu detektor : 250oC Detektor : FID

Suhu injektor : 200oC Kolom : DEGS

Suhu awal : 150oC Kecepatan rekorder : 5

Suhu akhir : 180oC

Analisa asam lemak dengan kromatografi gas menggunakan

prinsip ekstraksi asam lemak dengan pelarut organik. Ekstraksi asam

lemak bebas dilakukan dengan metode yang telah ditentukan. Asam

lemak bebas yang sudah larut dalam pelarut organik kemudian

diinjeksi ke dalam kolom kromatografi gas. Prinsip kerja

kromatografi gas adalah menguapkan semua jenis asam lemak, setiap

jenis asam lemak memiliki waktu dan suhu penguapan/penguraian

yang berbeda dengan ditandai oleh puncak-puncak kurva grafik pada

kromatogram, waktu retensi antara jenis asam lemak yang satu dan

asam lemak lainnya berbeda sehingga dapat digunakan untuk

membedakan jenis asam lemak yang terkandung. Untuk mengetahui

jenis asam lemak kemudian kromatogram dibandingkan dengan

kromatogram larutan standar.

Asam lemak yang terdeteksi dalam VCO hasil penelitian

(pengurangan kadar air dengan pengeringan) adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Kandungan asam lemak dalam VCO hasil penelitian

No. Jenis asam lemak Kadar (g/100g)

1.

2.

3

Asam lemak jenuh :

• Laurat

• Miristat

• Palmitat

Asam lemak tidak jenuh :

• Oleat

Lain-lain (tak terdeteksi)

43,836

21,417

11,660

14,344

8,743

Standar asam lemak yang digunakan adalah laurat, miristat,

palmitat, stearat, oleat dan linoleat. Asam lemak lain seperti kaprat,

kaproat dan kaprilat pada VCO tidak dapat ditentukan karena

standarnya tidak tersedia.

Asam lemak stearat tidak terkandung dalam VCO hasil

penelitian, hal ini dapat disebabkan oleh tertahannya stearat dalam

kertas saring pada proses penyaringan. Proses penyaringan dilakukan

pada suhu ruang, sedangkan stearat berwujud padat pada suhu ruang

dan mencair pada titik cair 69,4oC.

Asam lemak lain yang tidak terkandung dalam VCO adalah

linoleat dan linolenat. Linoleat memiliki 18 rantai karbon dengan dua

ikatan rangkap, sedangkan linolenat memiliki 18 rantai karbon

dengan tiga ikatan rangkap. Ikatan rangkap asam lemak tak jenuh

bersifat labil dan mudah berikatan dengan molekul lain terutama

setelah mendapat perlakuan pemanasan dan terkena sengatan cahaya

matahari, sehingga pada saat dideteksi dengan GC tidak terlihat

puncak kurva yang berbeda dengan puncak kurva asam lemak oleat

yang memiliki 18 rantai karbon dengan satu ikatan rangkap. Kadar

asam lemak oleat yang terbaca pada kromatogram minyak VCO jauh

lebih tinggi dari standar ataupun varietas kelapa manapun, dan hal ini

tidak mungkin terjadi kecuali asam lemak tak jenuh linoleat dan

linolenat yang terkandung dalam VCO berkurang ikatan rangkapnya

akibat bereaksi dengan senyawa atau zat lain.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pemecahan emulsi dengan metode pembekuan dan peleburan pada

krim santan kelapa dapat menyebabkan terbentuknya VCO setelah

disentrifugasi dengan kecepatan minimal 4.000 rpm dengan rendemen yang

tidak seragam, sedangkan pada krim yang didinginkan hanya sampai 10oC

dengan kondisi proses sama dengan penelitian utama tidak dapat

menghasilkan VCO sama sekali. Rendemen yang diperoleh dari penerapan

metode pembekuan dan peleburan berkisar antara 21,93% - 23,44%. VCO

yang dihasilkan dengan penerapan pembekuan dan peleburan memiliki nilai

parameter mutu diantaranya adalah kadar air minyak berkisar antara 0,08% -

0,16%, FFA berkisar antara 0,13% - 0,15%, bilangan asam berkisar antara

0,26 - 0,30 mg NaOH/g minyak, dan bilangan peroksida berkisar antara 2,38 -

2,78 meq oksigen/kg minyak. Semua nilai parameter mutu tersebut masih

dapat memenuhi standar APCC.

Pengurangan kadar air minyak dilakukan dengan cara penambahan

garam NaCl, garam Na2SO4, dan pengeringan dengan oven. Kadar air minyak

yang terbaik diperoleh dari minyak VCO yang dikeringkan dengan oven yaitu

sebesar 0,01% kemudian dengan penambahan Na2SO4 sebesar 0,03% dan

penambahan garam NaCl sebesar 0,09%. Ketiga nilai tersebut dibandingkan

dengan kadar air kontrol sebesar 0,12%, sedangkan untuk parameter bilangan

asam dan FFA yang terbaik diperoleh dari kontrol yaitu rata-rata 0,15% dan

0,28%. Bilangan perosida paling rendah yang merupakan parameter mutu

yang paling penting diperoleh pada perlakuan dengan penambahan NaCl yaitu

0,673 meq oksigen/kg minyak kemudian, pada penambahan Na2SO4 sebesar

0,693 meq oksigen/kg minyak, dan 0,433 meq oksigen/kg minyak pada

minyak dengan perlakuan pengeringan. Bilangan peroksida kontrol sangat

tinggi yaitu 2,583 meq oksigen/kg minyak.

B. SARAN

1. Perlu dikaji pengaruh metode ekstraksi ini pada setiap varietas kelapa

tertentu.

2. Perlu dikaji lebih dalam tentang kandungan minyak VCO, terutama

senyawa yang berfungsi sebagai zat antioksidan alami serta zat-zat lain

yang memiliki fungsi penting.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Ekonomi Perkelapaan. warintek.progressio.or.id/perkebunan/ kelapa.htm.

Anonim. 2004. The Heathy Side of Natural Fats. [email protected].

Anonim. 2004. Coconut Oil : A Good Fat. www.naturodoc.com.

Anonim. 2005. Cocoonuts Oil and Its Wonderful Health Benefits. www.coconut-connections.com/virgin_coconut_oil.htm.

Anonim. 2005. The Importance of Coconut Oil in The Diet. www.coconut-connections.com/virgin_cononut_oil.htm.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist. AOAC Int.,Virginia, USA.

APCC. 2005. APCC Standard For Virgin Coconut Oil. http://www.apccsec.org/article-coconut.html

BBIA. 1999. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Minyak Murni Asal Kelapa (VCO). Makalah Workshop Evaluasi Hasil Forum Komersialisasi Hasil Riset Teknologi Industri. Balitbang Industri dan Perdagangan Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Bogor.

Balasubramaniam, M. 1976. Polysaccharides of the kernel of maturing and matured coconut. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Belleza, C.F., and Z.N. Sierra. 1976. Proximate Analysis of the Coconut Edosperm in Progressive Stages of Development. Journal of Coconut Studies, 1 : 37.

Bennet. 1947. Practical Emulsions. Di dalam Husna. 1998. Pembuatan Minyak Kelapa dari Santan Kelapa segar Menggunakan Ekstrak kasar Enzim Papain dan Ekstrak Kasar Enzim Bromelin. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta, Fateta-IPB, Bogor.

BPS. 2000. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Budiarso, I. T. 2004. Minyak Kelapa versus Arteriosklerosis. www. indosiar.com.

Cahyana. 2005. Putaran Pemecah Minyak. Trubus 427, Juni 2004/XXXVI. Hal. 22.

Cancel, L.E. 1971. Effect of Amount and Temperature of Water in the Extraction of Coconut Milk from Coconut Pulp. J.Agr.Univ.Puerto Rico, 35:167.

Clemente dan Villacorte. 1933. Some Colloidal Properties of Coconut Milk. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Codex Alimentarius Commission. 1995. Report of the 14th Session of the Codex Committee on Fats and Oils. London 27 Sept - 1 Oct. 1993. FAO United Nations, London.

Dayrit, S. 2000. Coconut oil in health and disease: Its and monolaurin’s potential as cure for HIV/Aids. Paper read at the XXXVII Cocotech Meeting, Chennai, India, July 25.

DeMan, J.M. 1989. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung.

Dendy, D.A.V. dan W.H. Timmins. 1973. Development of Wet Coconut Process Designed to Extract Protein and Oil from Fresh Coconut. Tropical Product Institute, London.

Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

----------------. 1983. Mempelajari Pembuatan Minyak Kelapa Secara Kering dan Analisis Sifat Fisiko-Kimianya. Di dalam Buku II Kelapa-1. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Caringin-Bogor, 25-27 Juli 1989. Bogor.

Fife. 2002. Eat Fat Look Thin, A Safe and Natural Way to Lose Weight Permanently, HealthWell Publications. www.coconut-oil.com.

-----. 2003. The Healing Miracles of Coconut Oil, 3rd edition. Piccadilly Books Ltd. www.coconut-oil.com.

Grimwood. 1975. Coconut Palm Products, Their Processing in Develoving Countries. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Gunetileke, K.G., and S.F Laurentius. 1974. Condition for the Separation of Oil and Protein from Coconut Milk Emulsion. J. Food Sci. 39:230.

Hagenmaier, R., 1980. Coconut Aqueous Processing. San Carlos Publication, University of San Carlos, Cebu City. Philippines.

Hambali, E. dan A. Suryani. 2002. Teknologi Emulsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB. Bogor.

Husna. 1998. Pembuatan Minyak Kelapa dari Santan Kelapa segar Menggunakan Ekstrak kasar Enzim Papain dan Ekstrak kasar Enzim Bromelin. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta- IPB, Bogor.

Isaac. 1992. Antimicrobial (Antiseptic) Effect of Coconut Oil. Di dalam Lee. 2001. Coconut Oil : Whay It is Good for You. www. Coconut-conections.com.

Kabara. 2000. Health Oils From the Tree of Life (Nutritional and Health Aspects of Coconut Oil). Indian Coconut Journal 2000. 31(8):2-8.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Lawson, H. 1995. Food, Oils and Fats. Technology, Utilization and Nutrition. Chapman and Hall. International Thomson Publishing Company. NewYork.

Lee. 2001. Coconut Oil : Whay It is Good for You. www. Coconut-conections.com.

Mahatta. 1975. Technology and Refinning of Opil and Fats. Small Business Publication, New Delhi. Di dalam Subiyantoro, 2003. Kajian Proses Pemucatan Minyak Goreng Bekas dengan Metode Adsorpsi dan Pengkelatan. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta- IPB, Bogor.

Muchtadi, D. dan Lestari. 1990. Pengolahan Buah Kelapa Secara Enzimatis dan Evaluasi Mutu Minyak Serta Nilai Gizi Protein Yang Dihasilkan. Laporan Penelitian. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Payawan. 1974. A Study on Some Phospholipids of Coconut Meat. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Peat. 2004. Oil in Context. www.coconut-connections.com.

Raharjo. 2005. Di dalam Cahyana. Putaran Pemecah Minyak. Trubus 427- Juni 2005/xxxvi.

Rajasekharan, N. 1964. Chemical and Technological Invetigation on Coconut Products. Thesis. Bananas Hindu Univ, India.

Rajasekharan, N. and Sreenivasan. 1967. The use of Coconut Preparations as a Protein Supplement in Child Feeding. J. Of Food Sci. 4:59.

Reeves, et al. 1979. The Healthy Resurgence of Tropical Oils. Di dalam Suhirman. 2004. Manfaat Virgin Coconut Oil Bagi Kesehatan Masyarakat. Kompas, 13 April 2004.

Rethinam, P. 2004. Virgin Coconut Oil. Coco Info International. Vol. 11, No. 1, 2004. APCC, Jakarta. Indonesia.

Robledano, P. 1952. Method of Extracting Oil from Mature, Fresh Coconut Meats. U.S. Patent 1, 742, 847.

Roxas, P.P. 1963. Process of Recovering Oils from Oleaginous Meat of Nuts, Beans and Seeds. U.S. Patent 3,083,365.

Samson, A.S., R.N. Khaund, C.M. Cater dan K.F. Mattil, 1971. Extractability of Coconut Proteins. J. Food Sci. 36 : 725-727. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Sibuea, P. 2004. Virgin Coconut Oil. Kompas, 22 Desember 2004. hlm. 32 kolom 1-5.

Sison, B.D., Et al. 1968. Coconut Protein Studies : Studies on Optimum Sonditions of Extraction and Precipitation of Protein from Coconut Meat. NIST Technical Bulletin No. 2.

Somaatmadja, D., A. Djoewarni, A. Dachlan dan H. Wirianto, 1972. Isolasi Protein dan Teknologinya : Protein Kelapa dan Daun Ketela. Komunikasi No. 153. Balai Penelitian Kimia, Bogor.

Sreenivasson. 1967. The Use of Coconut Preparations As A Protein Supplement in Child Feeding. Di dalam Hagenmaier, R., 1980. Coconut Aqueous Processing. San Carlos Publication, University of San Carlos, Cebu City. Philippines.

Suhirman. 2004. Manfaat Virgin Coconut Oil Bagi Kesehatan Masyarakat. Kompas, 13 April 2004.

Supriatna, D., Bakri, dan Hitler G. P., 2000. Proses Pengolahan Minyak Kelapa Dengan Metode Pengepresan Semi Basah. Di dalam Warta IHP. Vol. 17, No. 1-2 : 28-35. BBIHP. Bogor.

Swern, 1979. Bailey Industrial Oil and Fat Products, Vol 1. John Willey and sons, New York.

Tejada. 1973. Studies on Processing and Preservation of Coconut Cream. Di dalam Djatmiko, B. 1983. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Woodroof, J.G., 1979. Coconut : Production, Processing, and Products. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisa Fisiko Kimia Minyak VCO

A. Rendemen

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata NaCl 20.7039 26.0786 23.5477 23.4434

Pengeringan 15.6134 27.5775 24.2975 22.4961 Na2SO4 21.452 23.0629 21.286 21.9336 Kontrol 25.68 23.6319 20.0064 23.1061

B. Kadar Air

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

NaCl 0.07882 0.1456 0.0465 0.0903 Pengeringan 0.00596 0.0317 0.003 0.0136

Na2SO4 0.07441 0.0138 0.0171 0.0351 Pembekuan

(-10o )

Kontrol 0.12056 0.1658 0.0776 0.1213 C. Kadar FFA

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

NaCl 0.205 0.2437 0.25 0.2328 Pengeringan 0.274 0.3592 0.256 0.2966

Na2SO4 0.322 0.2909 0.285 0.2995 Pembekuan

(-10 o ) Kontrol 0.154 0.1352 0.146 0.1454

D. Bilangan asam

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

NaCl 0.398 0.4743 0.487 0.4531 Pengeringan 0.534 0.6992 0.498 0.5772

Na2SO4 0.627 0.5661 0.556 0.5829 Pembekuan

(-10 o ) Kontrol 0.301 0.2632 0.285 0.283

E. Bilangan Peroksida

Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

NaCl 0.54345 0.6401 0.8405 0.67468 Pengeringan 0.69081 0.5961 0.7938 0.69359

Na2SO4 0.94566 0.1988 0.1493 0.43125 Pembekuan

(-10 o ) Kontrol 2.77644 2.5803 2.3817 2.57948

Lampiran 4. Prosedur analisa bahan baku

A. Kadar Air (AOAC, 1981)

Prinsip : Menguapkan air dengan energi panas

Prosedur :

Analisa kadar air dilakukan dengan membandingkan kehilangan berat

bahan awal dan berat bahan pada oven 3 jam pada suhu 105 oC.

Perhitungan :

Persen kadar air = kehilangan berat (gram) x 100%

(berat basah) berat sampel (gram)

B. Kadar Minyak (AOAC, 1981)

Prinsip : Melarutkan minyak dengan pelarut organik

Prosedur :

Bahan yang akan dihitung kadar minyaknya mula-mula ditimbang

sebanyak 5 gram. Kemudian dibungkus dengan ketas saring yang dibentuk

seperti kantong dan ditutup dengan kapas tidak berlemak. Bungkusan ini

kemudian diletakkan pada sokhlet apparatus dan diekstrak dengan heksan.

Pelarut dapat dipisahkan dengan cara penyulingan, sampai pelarut terlihat

jernih. Labu yang berisi minyak kemudian dikeringkan dengan alat pengering

pada suhu 105 oC - 110 oC kemudian didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat

yang tetap.

Perhitungan :

Kadar minyak = Berat labu awal – (berat labu + minyak) x 100%

Bobot contoh (gram)

C. Kadar Protein (AOAC, 1984)

Prinsip :

Penetapan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan

konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan

kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa dan

amonia diuapkan untuk kemudain diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen

yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi HCl

0,02 N

Prosedur :

Analisa kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel

ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan

ditambahkan katalis (campuran CuSO4 dan Na2SO4) sebanyak 1 gram serta 2,5

ml H2SO4 pekat. Cairan kemudian didestruksi dalam ruang asam sampai

cairan berwarna hijau jernih dan pendidihan diteruskan selama 30 menit. Labu

Kjeldahl didinginkan pada suhu kamar, ditambahkan dengan sedikit aquades,

dikocok dan dimasukkan kedalam alat destilasi protein, dan ditambahkan juga

dengan 15 ml NaOH 50% (sampai seluruh larutan menjadi basa). Hasil

sulingan ditampung ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi 25 ml HCl 0,02

N sampai volumenya menjadi satu setengah dari volume semula. Kemudian

ditambahkan 5 tetes indikator mengsel dan kemudian dititrasi dengan NaOH

0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Proses dilakukan juga terhadap

blanko.

Perhitungan :

Kadar protein = (ml blanko – ml contoh) x N x 14 x 6,25 x 100%

Berat contoh (gram)

Keterangan : N = Normalitas HCL

14 = Berta molekul nitrogen

6,25 = Faktor konversi buah-buahan

D. Kadar Serat (AOAC, 1984)

Prinsip :

Melarutkan sampel dengan asam dan alkali untuk mendapatkan residu

dari sampel. Residu dinyatakan sebagai kadar serat kasar yang terdiri dari

selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan.

Prosedur :

Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian

dimasukkan dalam erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan dengan 100 ml H2SO4

0,3 N dan didinginkan dibawah pendingin balik selama 30 menit. Cairan

dalam labu erlenmeyer kemudian disaring menggunakan kertas saring yang

telah diketahui beratnya. Kertas saring kemudian dicuci berturut-turut dengan

menggunakan air panas, 25 ml H2SO4 dan aseton. Setelah itu kertas saring dan

residu dikeringkan dalam oven beberapa saat dan didinginkan dalam desikator

lalu ditimbang sampai beratnya konstan.

Perhitungan :

Kadar serat kasar = (berat kertas saring+residu)–(berat kertas saring) x 100%

Berat sampel (gram)

Lampiran 5. Prosedur analisa sifat fisik dan kimia VCO

A. Rendemen

Rendemen VCO dihitung berdasarkan perbandingan berat minyak

yang diperoleh dari tahap proses ekstraksi terhadap berat bahan awal. Secara

sederhana ditulis dengan rumus :

Rendemen = A x 100%

B

Keterangan :

A = Berat minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi (g)

B = Berat bahan awal (g)

B. Bobot Jenis (Ketaren, 1986)

Piknometer dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi dengan air

suling yang telah mendidih dan didinginkan pada suhu 20 oC – 23 oC.

Piknometer diisi sedemikian rupa sampai air dalam botol meluap dan tidak

terbentuk gelembung udara. Setelah ditutup dengan penutup yang dilengkapi

termometer. Piknometer direndam dalam bak air yang bersuhu 25 ± 0,2 oC dan

dibiarkan pada suhu yang konstan selama 30 menit. Piknometer diangkat dari

bak air dan dikeringkan dengan kertas pengisap, kemudian piknometer dengan

isinya ditimbang. Bobot air adalah selisih bobot piknometer dengan isinya

dikurangi piknometer kosong.

Contoh minyak atau lemak cair disaring dengan kertas saring untuk

membuang bahan asing dan fraksi air, lalu didinginkan sampai 20 - 23 oC.

Kemudian dimasukkan ke dalam piknometer sampai meluap dan diusahakan

agar tidak terbentuk gelembung udara. Piknometer ditutup, minyak yang

meluap dan menempel di bagian luar piknometer dibersihkan. Kemudian

piknometer direndam dalam bak air pada suhu 25 ± 0,2 oC selam 30 menit.

Dengan hati-hati piknometer diangkat dari bak air, dibersihkan dan

dikeringkan dengan kertas pengisap. Piknometer beserta isinya ditimbang, dan

bobot contoh dihitung dari selisih bobot piknometer kosong.

Bobot jenis minyak pada 25 oC/25 oC adalah :

(Bobot piknometer dan minyak)-(bobot piknometer kosong)

Volume air pada 25 oC

Jika bobot jenis pada suhu 25 oC telah diketahui maka untuk

menghitung bobot jenis pada suhu tertentu lainnya dapat digunakan rumus

berikut :

G = G’ + 0,0007 (T – 25 oC)

Keterangan : G = bobot jenis pada 25 oC

G’ = bobot jenis pada T oC/25 oC

T = suhu minyak (oC)

C. Indeks Bias (Ketaren, 1986)

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah refraktometer abbe

yang dilengkapi dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada suhu 40 oC

untuk lemak dan pada suhu 25 oC untuk minyak.

Nilai indeks bias suatu jenis minyak dipengaruhi oleh suhu yaitu pada

suhu yang lebih tinggi indeks bias semakin kecil.

Indeks bias pada suhu tertentu dapat diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut :

R = R’ + K (T’ – T)

Keterangan :

R = pembacaan skala pada suhu T oC

R = pembacaan skala pada suhu T’ oC

T’ = suhu dimana R’ akan dicari ( oC)

K = Faktor koreksi; 0,000365 untuk lemak dan, 000385 untuk minyak

D. Persen Transmisi (Ketaren, 1986)

Alat dihidupkan dengan memutar zero control searah dengan jarum

jam, sampai lampu merah menyala. Setelah beberapa lama (kira-kira 5 sampai

10 menit) sebelum tabung seleksi didalamnya zero control diatur sampai skala

menunjukkan angka nol. Kemudian dimasukkan tabung yang berisi larutan

pembanding (biasanya air suling) dan dengan memutar tombol light control,

nilai trnsmisi diatur sampai menunjukkan angkan 100 persen. Selanjutnya

larutan pembanding diganti dengan contoh minyak yang akan diperiksa dan

angka persen transmisi dapat dibaca pada skala.

E. Kadar Air Cara Oven (Ketaren, 1986)

Contoh minyak yang akan dianalisa diaduk lalu ditimbang seberat 5

gram di dalam cawan kadar air, lalu dimasukkan ke dalam oven dan

dikeringkan pada suhu 105 oC selama 30 menit. Contoh diangkat dari oven

dan didinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar, lalu ditimbang.

Pekerjaan ini diulang sampai kehilangan bobot selama pemanasan 30 menit

tidak lebih dari 0.05 persen

Kadar air dan zat yang menguap (%) = Bobot yang hilang (g) x 100

Bobot contoh (g)

F. Bilangan Asam (Jacobs, 1958)

Prinsip :

KOH dan NaOH mempunyai kemampuan untuk menetralkan atau

menghidrolisa asam lemak bebas yang terdapat pada minyak. Jumlah KOH

yang dibutuhkan untuk menghidrolisa asam lemak bebas yang terdapat pada

minyak mempunyai korelasi yang positif dengan jumlah asam lemak bebas.

Prosedur :

Sebanyak 5 (lima) gram minyak dimasukkan dalam Erlenmeyer 250

ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan sampai

mendidih. Setelah ditambahkan 2 (dua) tetes indikator phenolptalein larutan

dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah muda yang tidak hilang

dalam beberapa detik.

Bilangan asam = A x N x 56.1

Contoh

Kadar FFA (%) = A x N x B x 100

Contoh

A = Jumlah KOH untuk titrasi (ml)

N = Normalitas larutan KOH

B = BM asam lemak dominan

G. Bilangan Peroksida (BSI, 1987)

Prinsip :

Ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh mampu mengikat oksigen

sehingga membentuk peroksida. Jika sejumlah minyak dilarutkan dalam

campuran asam asetat glasial dan kloroform (3:1) yang mengandung KI jenuh,

maka akan terjadi pelepasan Iod (I2). Iod yang bebas dititrasi dengan tiosulfat

dengan indikator amilum sampai warna biru hilang pertama kali.

Prosedur :

Contoh minyak sebanyak 5 (lima) gram dilarutkan ke dalam larutan

campuran asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Setelah semua minyak

larut, kemudian ditambahkan larutan KI jenuh sebanyak 0,5 ml sambil

dikocok. Selanjutnya ditambahkan 30 ml destilata, dan dititrasi dengan

natrium tiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan kanji. Blanko dibuat dengan

cara yang sama.

Bilangan Peroksida = (S-B) x N x 8 x 100

Gram contoh

Keterangan : A = ml untuk titran

B = ml titer untuk blanko

8 = setengah berat molekul oksigen

H. Kromatografi Gas

Prinsip : Mengekstrak asam lemak dengan pelarut organik

Prosedur :

a. Ekstraksi asam lemak bebas

Satu gram minyak dipindahkan dalam corong pemisah 60 ml,

lalu ditambahkan 8 miligram asam n-hepta dekanoat, 35 ml campuran

dietil eter dan petroleum eter (1:1), 6,5 ml etanol 95 persen dari 12,5 ml

Na2CO3 1 persen.

Campuran dikocok beberapa kali dan lapisan air yang terdapat di

bawah dipisahkan dengan dengan corong pemisah. Ekstraksi ini diulang

sebanyak 3 kali. Air yang mengandung garam-garam natrium dipisahkan

dan dikumpulkan dalam corong pemisah baru, sedangkan eter yang

mengandung gliserida dibuang.

Kemudian ditambahkan 1,5 ml H2SO4 10 persen dalam corong

pemisah untuk membebaskan asam lemak dari garamnya. Selanjutnya

asam lemak bebas diekstrak dengan 12,5 ml campuran petroleum eter dan

dietil eter (1:1).

Lapisan eter dipisahkan dalam botol kecil bertutup berukuran 5

ml dengan melewati kertas saring yang berisi beberapa gram Na2SO4

anhidrous.

Pelarut diuapkan dengan cara melewatkan gas N2 ke dalam botol

kecil. Ekstraksi ini diulang sebanyak 3 kali dengan pelarut yang masih

segar.

b. Esterifikasi

Botol kecil berisi asam lemak bebas ditambahkan dengan 2 ml

pelarut BF3-metanol. Botol ditutup dan dikocok dan kemudian dipanaskan

dalam air mendidih selam 3 menit.

Untuk menghentikan reaksi, ke dalam botol dimasukkan 1 ml air

destilata. Ketika campuran terpisah menjadi dua lapisan, lapisan atas

mengandung ester-ester metil yang larut dalam benzena, sedangkan

lapisan bawah adalah campuran metanol, air dan katalis asam. Setelah

disentrifugasi sampel siap dimasukkan ke dalam kromatografi gas.

Pengamatan :

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak

asam lemak contoh dengan puncak-puncak asam lemak kontrol.