executive summary

27
Executive Summary Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial Abstrak Naskah Akademik ini disusun untuk menggambarkan permasalahan praktek pekerjaan sosial yang berhubungan dengan keterbatasan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku sehingga menjadi landasan perlunya disusun Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial. Naskah ini lebih lanjut menjelaskan arah sasaran dari penyususnan undang-undang tersebut, jangkauan pengaturannya, serta ruang lingkup materi yang perlu diatur di dalamnya. Naskah ini diharapkan menjadi referensi dalam penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang yang diperlukan tersebut. Metode kajian yang digunakan dalam penyususnan naskah ini adalah kajian yuridis normatif dalam praktik pekerjaan sosial yang dilakukan dengan kajian pustaka, kajian yuridis empiris dengan mengumpulkan data langsung dari pengguna pekerja sosial, serta analisis kebijakan publik. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial diperlukan untuk memberi perlindungan, kepastian hukum, dan pedoman formal agar praktek pekerjaan sosial dapat diwujudkan sebaik-baiknya untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial. Jangkauan pengaturan undang-undang tersebut hendaknya mencakup: (1) ketentuan umum, asas, dan tujuan, (2) sistem praktik, (3) standar pendidikan, pelatihan, dan kompetensi (4) penyelenggaraan praktik, (5) pembinaan dan pengawasan, (6) kelembagaan organisasi profesi, dan (7) tanggung jawab negara dalam praktikpekerjaan sosial. Berdasarkan hasil kajian tersebut, direkomendasikan agar negara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah perlu mengatur dan menetapkan standar praktek pekerjaan sosial dalam Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial. Pendahuluan Latar Belakang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” i

Upload: qadri-ansyah

Post on 27-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Executive Summary

Executive Summary

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Praktik

Pekerjaan Sosial

Abstrak

Naskah Akademik ini disusun untuk menggambarkan permasalahan praktek pekerjaan sosial yang berhubungan dengan keterbatasan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku sehingga menjadi landasan perlunya disusun Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial. Naskah ini lebih lanjut menjelaskan arah sasaran dari penyususnan undang-undang tersebut, jangkauan pengaturannya, serta ruang lingkup materi yang perlu diatur di dalamnya. Naskah ini diharapkan menjadi referensi dalam penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang yang diperlukan tersebut. Metode kajian yang digunakan dalam penyususnan naskah ini adalah kajian yuridis normatif dalam praktik pekerjaan sosial yang dilakukan dengan kajian pustaka, kajian yuridis empiris dengan mengumpulkan data langsung dari pengguna pekerja sosial, serta analisis kebijakan publik. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial diperlukan untuk memberi perlindungan, kepastian hukum, dan pedoman formal agar praktek pekerjaan sosial dapat diwujudkan sebaik-baiknya untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial. Jangkauan pengaturan undang-undang tersebut hendaknya mencakup: (1) ketentuan umum, asas, dan tujuan, (2) sistem praktik, (3) standar pendidikan, pelatihan, dan kompetensi (4) penyelenggaraan praktik, (5) pembinaan dan pengawasan, (6) kelembagaan organisasi profesi, dan (7) tanggung jawab negara dalam praktikpekerjaan sosial. Berdasarkan hasil kajian tersebut, direkomendasikan agar negara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah perlu mengatur dan menetapkan standar praktek pekerjaan sosial dalam Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.

Pendahuluan

Latar Belakang

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan

kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan denga hal tersebut, Undang-

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” i

Page 2: Executive Summary

Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

mengemukakan bahwa demi tercapainya kesejahteraan sosial,

negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan

kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.

Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa pekerja sosial

merupakan sumber daya manusia yang berkompeten dalam

melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah

sosial. Pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kapasitas

kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan

sosial dan menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan

sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, negara

melalui pemerintah perlu menetapkan peraturan perundang-

undangan yang mengatur praktik pekerjaan sosial sehingga

pelayanan yang diberikan sesuai standar pelayanan, terhindar dari

kemungkinan praktik yang salah (malpraktik). Berdasarkan hal

tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian ilmiah yang akan

memberi landasan yang kuat tentang perlunya menyusun dan

membentuk peraturan perundang-undangan tentang praktik

pekerjaan sosial di Indonesia. Kajian ilmiah ini mengarah kepada

penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis dan yuridis serta

empiris guna mendukung perlu atau tidaknya disusun Rancangan

Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan Sosial.

Identifikasi Masalah

Pada dasarnya ada beberapa alasan perlunya peraturan

perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial di Indonesia,

yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai upaya dalam meningkatkan sumber daya manusia yang

mempunyai kompetensi dalam meningkatkan keberdayaan dan

membantu memecahkan masalah yang dihadapi individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat penyandang masalah di

Indonesia.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” ii

Page 3: Executive Summary

2. Belum adanya standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan

sertifikasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai

pedoman hukum pekerja sosial dalam mempraktikan pekerjaan

sosial di Indonesia.

3. Banyaknya pekerja sosial asing yang menjalankan praktik

pekerjaan sosial di Indonesia. Hal tersebut perlu diatur dalam

bentuk peraturan perundang-undangan.

4. Perlu adanya ketentuan undang-undang yang mengatur standar

praktik, hak dan kewajiban serta komptensi dari pekerja sosial

sehingga tujuan pembangunan kesejahteraan sosial dapat

dicapai dengan maksimal.

5. Perlu upaya untuk meminimalisir kesalahan praktik pekerjaan

sosial (malpraktik) di Indonesia sehingga permasalahan sosial di

Indonesia dapat ditangani dengan baik dan tuntas.

6. Sebagai sebuah profesi, pekerja sosial perlu ditetapkan standar

praktik dalam bentuk undang-undang sehingga jika melakukan

kesalahan dalam melaksanakan praktiknya (malpraktik) dapat

diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan

yang berlaku.

Fokus permasalahan yang dijawab melalui kajian yang

menghasilkan naskah akademik ini meliputi:

1. Bagaimana gambaran permasalahan yang dihadapi pekerja

sosial dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya

dalam menerapkan praktik pekerjaan sosial di Indonesia? Dan

bagaimana implikasi dari permasalahan yang dihadapi pekerja

sosial tersebut terhadap penanganan masalah kesejahteraan

sosial di Indonesia?

2. Bagaimana keterkaitan berbagai peraturan perundang-undangan

yang berlaku dengan praktik pekerjaan sosial dalam kontek

penanganan masalah sosial?

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” iii

Page 4: Executive Summary

3. Bagaimana landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari

peraturan perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial

bagi penyelenggara kesejahteraan sosial dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawab profesinya untuk menangani masalah

sosial di Indonesia?

4. Bagaimana jangkauan sasaran yang akan diwujudkan, ruang

lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam RUU

tentang Praktik Pekerjaan Sosial?

Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang

dikemukakan di atas, tujuan penyusunan naskah akademik ini

adalah sebagai berikut:

1. Menggambaran permasalahan yang dihadapi pekerja sosial

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya

dalam menerapkan praktik pekerjaan sosial di Indonesia, dan

implikasi dari permasalahan yang dihadapi pekerja sosial

tersebut terhadap penanganan masalah kesejahteraan sosial di

Indonesia.

2. Menelaah keterkaitan berbagai peraturan perundang-undangan

yang berlaku dengan praktik pekerjaan social dalam kontek

penanganan masalah sosial

3. Menggambarkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari

peraturan perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial

bagi penyelenggara kesejahteraan sosial dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawab profesinya untuk menangani masalah

sosial di Indonesia.

4. Merumuskan jangkauan sasaran yang akan diwujudkan, ruang

lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam RUU

tentang Praktik Pekerjaan Sosial.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” iv

Page 5: Executive Summary

Sementara itu, kegunaan kajian penyusunan naskah akademik

ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai acuan atarun referensi penyusunan dan pembahasan

Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.

2. Sebagai dasar konseptual dalam penyusunan pasal pasal dan

penjelasan RUU Pekerjaan Sosial

3. Sebagai landasan pemikiran bagi anggota DPR RI dan

Pemerintah dalam pembahasan RUU Pekerjaan Sosial.

4. Sebagai rujukan bagi semua pihak, DPR RI, Pemerintah, serta

pihak pihak terkait dalam praktik pekerjaan sosial.

Metode Kajian

Dalam penyusunan naskah akademik ini, penyusun

menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Yuridis normatif melalui studi pustaka untuk menelaah praktik

pekerjaan sosial yang diterapkan di Indonesia, baik yang berupa

perundang undangan maupun hasil hasil kajian/penelitian, dan

referensi lainnya yang terkait dengan praktik pekerjaan sosial.

2. Yurisdis empiris yang dilakukan dengan menelaah data primer

yang dikumpulkan langsung dari user pekerja sosial baik pada

instansi pemerintah, pusat, maupun instansi pemerintah daerah.

3. Analisis data dilakukan melalui analisis kebijakan publik.

Sisimatika Laporan Kajian Naskah Akademik

Sistematika laporan kajian Naskah Akademik Undang-Undang

Praktik Pekerjaan Sosial terdiri dari: (1) pendahuluan, (2) kajian

teoretis dan empiris praktik pekerjaan sosial, (3) evaluasi dan

analisis peraturan perundang-undangan terkait, (4) landasan

filosofis, sosiologis, dan yuridis, (5) jangkauan, arah pengaturan, dan

ruang lingkup materi RUU Praktik Pekerjaan Sosialm (6) Penutup.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” v

Page 6: Executive Summary

Kajian Teoritis dan Empiris Terhadap Praktik Pekerjaan

Sosial

Kajian ini membahas kerangka pikir bagi pengembangan

pemahaman lebih luas tentang pekerjaan sosial dalam mencapai

seluruh tujuan dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang

mendasari perlunya pengaturan praktik pekerjaan sosial. Untuk itu,

bagian ini menjelaskan kerangka konseptual pekerjaan sosial, kajian

empiris terhadap praktik kontemporer pekerjaan sosial klinis dan

pemberdayaan masyarakat. Berikut ringkasan hasil kajian tersebut.

Kerangka Konseptual Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional yang

bertujuan dalam membantu individu, kelompok, atau masyarakat

untuk memperkuat kemampuannya sendiri dalam keberfungsian

sosial serta menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang

menunjang tujuan tersebut (National Association of Social Workers /

NASW dalam Morales, 1983). Johnson (1989) lebih lanjut

menjelaskan bahwa sebagai aktivitas professional pekerjaan sosial

dilandasi oleh kesatuan dasar-dasar pengetahuan, nilai-nilai, serta

keterampilan atau teknik yang spesifik yang membedakannya

dengan profesi lain. Siporin (1975), Johnson (1989), Zastrow (1992),

dan Morales (1983) lebih lanjut menjelaskan bahwa keberfungsian

sosial mencakup aspek:

Kemampuan menghadapi atau memecahkan permasalahan

sosial

Kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan

sosialnya dengan pertukaran yang seimbang, dalam kebaikan

dan adaptasi timbal balik.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” vi

Page 7: Executive Summary

Pelaksanaan tugas-tugas serta peran-peran dalam kehidupannya

sesuai dengan usianya, status, serta tanggung jawab yang

disandangnya.

Berperilaku secara memadai dalam rangka memenuhi

kebutuhan/harapan/motivasi sesuai dengan sumber daya yang

tersedia, tuntutan, serta kesempatan.

Pekerjaan sosial dapat melakukan praktik pertolongannya

secara langsung meningkatkan atau memperbaiki kemampuan

orang/kelompok sasaran dalam mencapai keberfungsian sosial, atau

secara tidak langsung yang berupaya untuk mengubah,

memperbaiki, serta membangun kondisi kemasyarakatan yang

berkaitan erat dengan keberfungsian sosial orang/kelompok sasaran.

Sejalan dengan hal tersebut, DuBois & Miley ( 2005) menyatakan

bahwa secara umum tujuan pekerjaan sosial meliputi: (1)

meningkatkan kapasitas orang-orang untuk mengatasi masalah dan

berfungsi sosial secara efektif, (2) menghubungkan orang-orang

(sistem klien) dengan sumber-sumber yang dibutuhkan, (3)

meningkatkan pelayanan sosial, (4) meningkatkan keadilan sosial

melalui pengembangan kebijakan sosial.

Ada tiga paradigm besar yang membangun berbagai teori yang

mendasari praktik pekerjaan sosial, yaitu reflexive-therapeutic,

socialist-collectivist, dan individualist-Reformist (Payne:2005).

Pradigma Reflexive-Therapeutic menganggap bahwa pekerjaan

sosial berupaya mencapai kesejahteraan individu, kelompok, serta

komunitas dalam masyarakat, dengan cara memperbaiki,

meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan maupun pemenuhan

kebutuhan diri melalui interaksi yang terus menerus antara klien

dengan pekerja sosial. Paradigma Socialist-collectivist menganggap

bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya untuk

mengembangkan kerjasama serta mengembangkan sistem

pemberian dukungan dalam masyarakat, sehingga sebagian besar

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” vii

Page 8: Executive Summary

orang yang tertindas atau orang yang kurang beruntung akan

memperoleh kekuatan atas kehidupannya sendiri. Pekerja sosial

mengupayakan pengembangan lembaga-lembaga tertentu dimana

semua orang dapat ikut memiliki maupun terlibat di dalamnya serta

memanfaatkannya. Sementara paradigma Individualist-Reformist

menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan bagian dari

pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu maupun

masyarakat. Pekerjaan sosial berupaya untuk memenuhi kebutuhan

individual serta meningkatkan pelayanan-pelayanan sosial sehingga

pekerjaan sosial dan pelayanan kesejahteraan sosial dapat bekerja

dengan lebih efektif. Gagasan utama pandangan ini adalah

pekerjaan sosial berupaya untuk mengubah masyarakat agar

bersifat lebih adil dengan menciptakan pelayanan pemenuhan

kebutuhan sosial personal melalui pertumbuhan individu maupun

masyarakat. Paradigma reflexive-therapeutic dan individualist-

Reformist telah mendasari berkembangnya praktik pekerjaan sosial

mikro atau klinis, sementara paradigm socialist-collectivist dan

reflexive-therapeutic telah mendasari berkembangnya praktik

pekerjaan sosial makro/kolektif.

Untuk melaksanakan praktik, pekerja sosial dituntut memiliki

kompetensi dasar. Baer & Federico (Morales, 1983) merinci

kompetensi dasar tersebut meliputi:

1. Mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap situasi

2. Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana untuk

meningkatkan kesejahteraan individu yang berlandaskan pada

assessment

3. Mengembangkan atau memperbaiki kemampuan orang dalam

menghadapi, memecahkan masalah, serta kemampuan

mengembangkan diri

4. Menghubungkan orang dengan sistem sumber pelayanan

maupun kesempatan

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” viii

Page 9: Executive Summary

5. Memberikan intervensi secara efektif dengan mengutamakan

populasi sasaran yang paling rentan, atau terkena diskriminasi

6. Mengembangkan efektifitas pelayanan serta meningkatkan

kemanusiawian kinerja sistem yang memberikan pelayanan,

sumber, maupun kesempatan

7. Secara aktif berperan serta dengan pihak lain untuk menciptakan,

memodifikasi, serta meningkatkan sistem pelayanan yang ada

agar lebih responsif terhadap kebutuhan klien

8. Melakukan evaluasi pencapaian tujuan intervensi

9. Secara terus menerus melakukan evaluasi atas pengembangan

profesionalisme melalui assessment atas perilaku maupun

ketrampilan praktiknya.

10. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan mutu pelayanan

berlandaskan pengetahuan dan standar atau etika profesi.

Keseluruhan kompetensi dasar tersebut dibangun dari

penguasaan dan kemampuan mengaplikasikan secara sinergis

dasar-dasar nilai, dasar-dasar pengetahuan, dan keterampilan

mengaplikasikan teknologi profesi pekerjaan sosial. Zastrow (1982)

menyatakan bahwa kompetensi professional pekerjaan sosial

dibangun oleh penguasaan dasar-dasar pengetahuan, nilai, dan

keterampilan untuk memberikan pelayanan yang efektif. Dasar-

dasar profesi tersebut dapat dipelajari melalui pendidikan pekerjaan

sosial.

Kajian konseptual tersebut telah meyakinkan bahwa praktik

pekerjaan sosial menunutut prsktik yang terstandar yang secara

umum dipandu oleh elemen-elemen dasar keilmuan, dasar etika,

keterampilan dan teknologi yang membangun profesi pekerjaan

sosial. Meskipun demikian, praktik pekerjaan sosial juga

berhubungan dengan konteks historis, ekonomis, legal, etis,

sosiopolitis, dan budaya yang memuat tantangan nyata yang yang

berbeda-beda sesuai dengan konteks lokal dan personal di mana

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” ix

Page 10: Executive Summary

praktik dijalankan. Situasi ini tersebut memberi peluang terjadinya

prktik yang tidak sesuai dengan standar professional. Bagaimanapun

perlu dukungan yang memberi peluang dan mendorong secara kuat

agar pekerja sosial melakukan praktik sesuai dengan standar

professional.

Kajian Empiris terhadap Praktik Pekerjaan Sosial Klinis dan

Pemberdayaan

Kajian empiris menunjukkan bahwa praktik pekerjaan sosial

klinis terus berkembang yang didasarkan pada pengembangan ilmu

dan teknologi yang dicapai melalui berbagai percobaan, survey dan

evaluasi praktik. Pengembangan tersebut dilakukan untuk lebih

memahami dan menjawab tuntutan kebutuhan praktik dalam

dinamika kehidupan orang-orang yang memerlukan pertolongan

yang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya yang juga terus

berkembang.

Telaahan historis menunjukkan bahwa praktik pekerjaan sosial

telah dijalankan karena berbagai dorongan yang berbeda.

Pertolongan dalam membantu orang mengatasi permasalahan sosial

dan keberfungsian sosial yang awalnya karena motif amal

kemanusiaan kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu yang

membentuk profesi pertolongan pekerjaan sosial yang memiliki

standar yang dibangun dari dasar-dasar pengetahuan, nilai,

keterampilan dan teknologi yang teruji. Bagaimanapun, praktek

profesi tersebut selalu bersanding dengan praktik-pratik pertolongan

kemanusian dengan motif amal.

Selain motif amal dan profesional, pelayanan juga dipengaruhi

oleh faktor-faktor ekonomi. Hasil telaahan Rothman (1971) maupun

Morrissey, Goldman, dan Klerman (1980) mengungkapkan bahwa

dorongan melakukan pelayanan merentang dari “melakukan hal

yang benar” dengan “melakukan sesuatu secara benar”, antara hati

nurani dengan kesenangan, antara harapan dan keputusasaan.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” x

Page 11: Executive Summary

Brown (1985) juga menyatakan bahwa kenyataannya prkatik

pemberian pelayanan sosial dilatarbelakangi oleh berbagai motif,

antara lain humanitarian, profesional, motif ekonomi (seperti

tanggung jawab alokasi anggaran, bahkan pencarian keuntungan

dan mekanisme pembayaran) yang terkait dengan interes pihak

swasta dan pengaturan peran pemerintah.

Pengaruh motif ekonomi juga ditegaskan oleh Scull (1997)

setelah mengkaji perkembangan pelayanan pekerjaan sosial klinis

dalam kesehatan mental. Hasil kajian yang dilakukan Ross & Croze

(1997) juga menjelaskan bahwa tumbuh dan berkembangnya

banyak pelayanan pekerjaan sosial klinis secara terkelola

belakangan ini yang diikuti dengan keterlibatan perusahaan asuransi

antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi disamping

pertimbangan profesional untuk menjamin kualitas pelayanan.

Faktor-faktor sosio-politik dan budaya juga mempengaruhi

praktik pekerjaan sosial. Brown (1985) telah mengungkapkan bahwa

banyak praktisi pelayanan, termasuk pekerjaan sosial, yang

menguatkan pembedaan kelas, gender, dan ras, yang pada

dasarnya akan mengekalkan status quo. Perkembangan lobi politis

yang dilakukan oleh pekerja sosial maupun industri asuransi,

memperlihatkan bagaimana orang-orang tertentu begitu kuat dalam

menentukan inti dari sistem pelayanan. Brown juga menemukan

fakta lain bahwa kritik pengguna pelayanan memberikan pengaruh

yang sangat kuat dalam mengurangi stigmatisasi pelayanan dan

memberikan penguatan dalam mencapai sistem pelayanan yang

lebih responsif, meskipun kemudian menciptakan status quo baru

dalam pelayanan sosial.

Dalam praktik pekerjaan sosial makro juga terjadi

perkembangan teknologi yang melahirkan banyak cara untuk

bekerja dalam arena didalam dan antar orgnaisasi, masyarakat, dan

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xi

Page 12: Executive Summary

kebijakan, yang dibangun melalui berbagai penelitian dan evaluasi

praktik-praktik yang sudah dijalankan. Netting (2004) menyatakan

bahwa perkembangan praktik pekerjaan sosial makro telah

menawarkan banyak teknik, perbedaan cara dan asumsi untuk

memahami dan bekerja dalam praktik pekerjaan sosial makro.

Bagaimana pun keberhasilan praktik pekerjaan sosial makro

mempersyaratkan pekerja sosial mengenali beragam pandangan

dan berbagai konteks yang melatari situasi organisasi, masyarakat,

dan kebijakan yang dihadapinya. Oleh karena itu, seperti juga dalam

perkembangan praktik klinis, praktik ini juga dipengaruhi oleh faktor-

faktor hostoris, ekonomi, sosio-politik maupun budaya, yang juga

membuka peluang berkembangnya berbagai motif praktik disamping

motif profesional.

Kajian terhadap faktor-faktor historis, ekonomi, sosio-politik

maupun budaya yang telah dipaparkan telah menguatkan alasan

perlunya undang-undang yang secara formal mengatur agar praktik

pekerjaan sosial dapat dilakukan secara bertanggung jawab, bukan

saja berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga

sesuai dengan prinsip-prinsip etik profesional. Pengaturan tersebut

diharapkan dapat mengontrol pengaruh berbagai kepentingan

sehingga tidak mengalahkan kepentingan orang-orang yang

memerlukan pertolongan dan tidak diskriminatif.

Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 mengamanatkan

bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi

segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum

dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Selanjutnya dalam ayat 3 amandemen UUD 1945

dinyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial,

negara memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xii

Page 13: Executive Summary

sesuai dengan martabat kemanusiaan. Kondisi tersebut mempunyai

konsekuensi kewajiban negara dalam mewujudkan dan mendukung

praktik pekerjaan sosial yang dapat memberdayakan masyarakat

baik secara perorangan maupun kolektif sehingga kesejahteraan

sosial masyarakat dapat ditingkatkan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan

Sosial mengemukakan bahwa negara menyelenggarakan pelayanan

dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah,

dan berkelanjutan. Pekerja sosial profesional merupakan sumber

daya manusia yang berkompeten dalam melaksanakan tugas-tugas

pelayanan dan penanganan masalah sosial baik di lembaga

pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di

bidang kesejahteraan sosial. Kompetensi tersebut diperoleh melalui

pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Undang-undang tersebut

juga mengamanatkan kepada negara untuk menetapkan standar

pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan

kesejahteraan sosial. Pernyataan undang-undang tersebut

mempunyai konsekuensi tentang perlunya negara melalui

pemerintah mengatur dan menetapkan standar praktik pekerjaan

sosial dalam bentuk Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial

sehingga pelayanan yang diberikan sesuai standar profesi dan

terhindar dari praktik yang salah (malpraktik).

Hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus

mengatur standar praktik pekerjaan sosial dalam berbagai bidang

pelayanan kesejahtraan sosial, lebih-lebih yang mengatur pekerja

sosial lokal dan asing. Faktanya praktek pekerjaan sosial di

Indonesia bukan saja dilakukan oleh pekerja sosial yang berasal dari

dalam negeri (yang jumlahnya lebih dari 36,000 orang), tetapi juga

pekerja sosial asing. Meskipun demikian, sudah banyak undang-

undang yang mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada

bidang tertentu, seperti dalam bidang penanganan kemiskinan,

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xiii

Page 14: Executive Summary

kesejahteraan dan perlindungan anak, kesejahteraan lanjut usia,

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, disabilitas,

penanggulangan bencana, serta penanganan penyalahgunaan

narkotika-psikotropika dan obat lainnya. Undang-undang yang

terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial selalu memuat

pekerja sosial dan perlunya praktik pekerjaan sosial.

Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan Sosial sangat

penting untuk memberi pedoman praktik dalam kontek Indonesia,

mengikat kuat setiap pekerja sosial untuk mengikuti standar praktik

pekerjaan sosial, melindungi masyarakat dari praktik yang salah, dan

melindungi pekerja sosial dari tuntutan yang tidak bertanggung

jawab dan di luar kewenangan. Penetapan undang-undang ini akan

meningkatkan efektifitas pelayanan dalam mencapai tujuan negara

untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.

Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa RUU Praktik Pekerjaan Sosial

mempertimbangkan pandangan hidup dan falsafah bangsa Indonesia

yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Falsafah hidup

bangsa Indonesia menjunjung tinggi Ketuhanan dan niali-nilai

agama, menghargai harkat dan martabat kemanusiaan tanpa

membeda-bedakan, berusaha mewujudkan persatuan dengan

menghargai perbedaan dan tanggung jawab sosial, berusaha

mewujudkan hak partisipasi dan kepatuhan pada sistem peraturan

yang berlaku, serta kesejahteraan yang berkeadilan bagi seluruh

warga. Nilai-nilai dalam falsafah hidup bangsa Indonesia tersebut

sejalan dan seharusnya menjadi rambu dalam menerapkan nilai-nilai

dasar, pengetahuan, dan keterampilan profesi pekerjaam sosial.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xiv

Page 15: Executive Summary

Nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia seharusnya menjadi

pedoman sikap serta perilaku seorang pekerja sosial dalam

hubungannya dengan kelayan, lembaga tempat bekerjanya, sejawat,

masyarakat luas, serta perilaku yang berhubungan dengan

pengembangan profesi pekerjaan sosial. Untuk menjamin praktik

pekerjaan sosial di Indonesia terikat pada standar perilaku yang

diangkat dari nilai-nilai luhur falsafah hidup bangsa, perlu ditetapkan

Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan yang

menggambarkan situasi masyarakat yang mebutuhkan pengaturan

praktik pekerjaan sosial. Di Indonesia profesi pekerjaan sosial

sangat dibutuhkan sebagai suatu sarana modern untuk mengatasi

berbagai mengatasi permasalahan sosial dan kebutuhan untuk

meningkatkan peran atau keberfungsian sosial masyarakat secara

individu maupun kolektif.

Fakta empirik menunjukkan bahwa permasalahan sosial di

Indonesia berkembang cukup kompleks sejalan dengan dinamika

perkembangan masyaraktnya yang diikuti dengan dampak yang

tidak diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut Kementerian

Sosial menetapkan prioritas kelompok masyarakat yang perlu

mendapat pertolongan, meliputi: anak balita terlantar, anak

terlantar, anak dengan kenakalan, anak jalanan, wanita rawan sosial

ekonomi, korban tidak kekerasan, lanjut usia terlantar, penyandang

cacat, tuna susila, pengemis, gelandangan, bekas warga binaan

lembaga kemasyarakatan, korban penyalahgunaan napza, keluarga

fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, keluarga

bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban

bencana alam, korban bencana sosial, pekerja migran bermasalah

sosial, orang dengan HIV/AIDS, dan keluarga rentan.

Sasaran perubahan program pembangunan kesejahteraan sosial

juga termasuk potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) yang

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xv

Page 16: Executive Summary

perlu dikembangkan dalam rangka mendukung penanganan

masalah sosial. Yang termasuk pada PSKS yang dikembangkan

melalui program Kementerian Sosial, meliputi: tenaga kesejahteraan

sosial masyarakat, organisasi sosial termasuk lembaga swadaya

masyarakat, karang taruna, Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis

Masyarakat yang merupakan jejaring kerja kegiatan kesejahteraan

sosial di tingkat akar rumput; dunia usaha yang melakukan usaha

kesejahteraan sosial, dan keperintisan dan kepahlawanan.

Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional yang bertujuan

dalam membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk

memperkuat kemampuannya sendiri untuk berfungsi sosial

(termasuk didalamnya mampu mengatasi permasalahan sosial) serta

menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang menunjang

tujuan tersebut. Oleh karena itu, penanganan permasalahan sosial

di Indonesia dan pengembangan sumber untuk mendukung

penanganan permasalahan tersebut secara professional perlu

dilakukan melalui praktik pekerjaan sosial. Praktik pekerjaan sosial

dituntut bukan sekedar responsif, tetapi lebih antisipatif terhadap

kemungkinan-kemungkinan perkembangan permasalahan dan

kebutuhan penangannya. Pekerja sosial juga harus lebih peka untuk

memperhatikan tuntutan rakyat atas haknya akan kehidupan yang

layak, kesejahteraan, dan jaminan sosial. Berkembangnya

organisasi-organisasi pelayanan kesejahteraan yang bukan saja

dijalankan oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat, dari dalam dan

luar negeri yang turut berkontribusi, membuka peluang kiprah

pekerja sosial sekaligus tantangan untuk tidak menampikan tuntutan

kualitas pelayanan professional. Pengaturan praktik pekerjaan sosial

melalui undang-undang diharapkan memiliki daya yang kuat untuk

mengikat dan mendorong praktek yang sesuai dengan standar

professional sehingga benar-benar dijalankan secara bertanggung

jawab untuk kesejahteraan masyarakat.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xvi

Page 17: Executive Summary

Alasan yuridis memaparkan situasi hukum formal yang

berkenaan dengan perlunya undang-undang yang mengatur praktik

pekerjaan sosial. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

mengamanatkan negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial

dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial menegaskan bahwa prkatik pekerjaan sosial merupakan saran

untuk mewujudkannya. Selama ini undang-undang yang mengatur

tentang kesejahteraan sosial termasuk Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kesejahteraan Sosial, belum secara spesifik

mengatur tentang praktik pekerjaan sosial. Begitupun undang-

undang lain yang relevan yang sudah mengatur usaha kesejahteraan

sosial pada bidang-bidang tertentu (seperti kemiskinan,

kesejahteraan dan perlindungan anak, kesejahteraan lanjut usia,

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, disabilitas,

penanggulangan bencana, penanganan penyalahgunaan narkotika-

psikotropikadan obat lainnya, dan lainnya) tidak cukup mengatur

praktik pekerjaan sosial. Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan

Sosial sangat penting untuk memberi pedoman praktik dalam kontek

Indonesia, untuk mengikat pelaksanaan praktik agar sesuai dengan

standar yang melindungi masyarakat dari praktik yang salah dan

melindungi pekerja sosial dari tuntutan tidak bertanggung jawab dan

di luar kewenangan.

Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi RUU

Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial perlu ditetapkan untuk

mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk

memenuhi hak atas kebutuhan dasar penyandang masalah

kesejahteraan sosial demi tercapainya kesejahteraan dan

keberfungsian sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Penetapan undang-undang tersebut juga ditujukan untuk

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xvii

Page 18: Executive Summary

memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima

pelayanan pekerjaan sosial, dan pekerja sosial dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Indonesia. Dengan

demikian, arah dan jangkauan pengaturan yang diperlukan dalam

Undang-Undang Praktik Pekerjaan sosial meliputi; (1) ketentuan

umum, (2) prinsip, asas, dan tujuan, (3) sistem praktik pekerjaan

sosial, (4) Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia, (5) penyelenggaraan

praktik pekerjaan sosial, (6) pembinaan dan pengawasan, (7)

pendidikan profesi pekerjaan sosial, (8) kelembagaan organisasi

profesi, dan (9) ketentuan sanksi. Ruang lingkup materi yang diatur

didalamnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Ruang Lingkup Materi RUU Praktik Pekerjaan Sosial

Judul Bab RUU Ruang Lingkup Materi

Bab I Ketentuan Umum

Memuat penjelasan semua istilah yang berhubungan dengan praktik pekerjaan sosial.

Bab IIPrinsip, Asas, Dan Tujuan

Mengatur tentang: Prinsip Praktik Pekerjaan sosial Asas Praktik Pekerjaan sosial Tujuan Praktik Pekerjaan sosial

Bab IIISistem Praktik Pekerjaan Sosial

Mengatur tentang: Kompetensi Praktik pekerjaan Sosial Kualifikasi dan Bidang Praktik Pekerjaan Sosial

Bab IVKonsil Pekerjaan Sosial Indonesia

Alasan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Nama dan kedudukan Fungsi, tugas, dan wewenang Susunan organisasi dan keanggotaan Tata kerja dan pembiayaan Lembaga sertifikasi pekerjaan sosial Badan akreditasi lembaga kesejahteraan

sosialBab VPenyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial

Standar proses dan metode praktik pekerjaan sosial

Fungsi intervensi praktik pekerjaan sosial Hak dan kewajiban pekerja sosial Hak dan kewajiban penyandang masalah

kesejahteraan sosial Surat Tanda Registrasi Registrasi Bagi Pekerja Sosial Luar Negeri Ijin Praktik Pelaksanaan Praktik

Bab VI Tanggung Jawab

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xviii

Page 19: Executive Summary

Pembinaan dan Pengawasan Majelis Kehormatan Disiplin Pekerjaan SosialBab VIIPendidikan Profesi Pekerjaan Sosial

Standar Pendidikan Profesi Pekerjaan Sosial Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pekerjaan

SosialBab VIIIKelembagaan Organisasi Profesi

Ikatan Pekerja Sosial Indonesia Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia Asosiasi Lembaga Kesejahteraan Sosial

Bab IXKetentuan Sanksi

Ketentuan sanksi bagi pekerja sosial Indonesia dalam melakukan praktik

Ketentuan sanksi bagi pekerja sosial asing Ketentuan sanksi bagi sesiapa yang

menggunakan atribut pekerja sosialBab XKetentuan Peralihan

Ketentuan peralihan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia

Ketentuan peralihan pelaksanaan undang-undang praktik pekerjaan sosial

Bab XIKetentuan Penutup

Ketentuan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia

Ketentuan mulai berlakunya undang-undang

Penutup

Naskah akademik ini disusun untuk memberikan penjelasan

alsan perlunya menetapkan Undang-Undang Praktik Pekerjaan

Sosial. Hasil kajian konseptual dan kajian empiric tentang praktik

pekerjaan sosial telah menguatkan pentingnya undang-undang

untuk menjamin praktik pekerjaan sosial secara efektif. Landasan

filisofis, sosiologis, dan yuridis juga mendung perlunya ditetapkan

undang-undang tersebut. Hasil telaahan semua hal tersebut telah

mengarahkan pada muatan materi yang diatur dalam undang-

undang tersebut, seperti termuat dalam RUU terlampir. Oleh karena

itu, Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial yang

dilampirkan dalam naskah ini diharpakan segera dapat dibahas dan

ditetapkan untuk menjamin praktek yang terstandar yang dijalankan

dengan penuh tanggung jawab.

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xix

Page 20: Executive Summary

Daftar Pustaka

Bassu, P. (1999). Decentralization for empowerment of rural poor. New Delhi: FAO.

Chamber, R. (1993). Rural development putting the last first. London: Longman.

Cheemma & Rondinelli (1993). Decentralization in development countries. Washington DC: World Bank.

Dominelli L., & McLeod Eileen (1989). Feminist social work. New York: Palgrave Macmillan.

Dubois, B & Milley, K. (1997). Social work : an empowering profession. Boston: Allyn & Bacon

Edi Suharto (2006). Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung: Refika Aditama

Edi Suharto (2002). Profiles and dynamics of the urban informal sector in Indonesia: a study of pedagang kakilima in Bandung. Thesis. Massey University New Zealand.

Gutierrez, L, M. (1998). Empowerment in social work practice. a sourch book. USA : Brooks/Cole Publishing Company.

Hepworth, H.D., & Larsen A. J. (1993). Direct social work practice : theory and skills. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Ife, J. (2001). Human rights and social work, towards rights based practice. England: Cambridge University

Ife, J. (2002). Community development : creating community alternative vision analysis and practice. Australia: Longman

Mayo, M. (2004). Community empowerment : a reader in participation and development. London : Zed Books.

Pincus, A. and Minahan, A. (1973). Social work practice; model and method. F.E. Peacock Publishers, Inc.,Hasco. Illeanis.

Rappaport, J. (1997). Term of empowerment/exemplars of prevention : toward a theory for community psychology. American Journal of Community Psychology. 15(2), 121 148.

Siporin, M. (1975). Introduction to social work practice. New York: Macmillan Publishers.

The World Bank (2003). Sustainable development in dynamic world, Washington: WB

Tropman, John, E. (ed). (1995). Tactics and techniques of community Intervention. Third Edition. Ilinois

Zastrow, H. C. (1992). Introduction to social welfare institutions, social problems, services, and current issues. USA: The Dorsey Press.

Zastrow, H. C. (1999). The practice of social work. USA : Brooks/Cole Publishing Company.

Zastrow H. C. (2004). Introduction to social work and social welfare. USA: Thomson Books/Cole

Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xx