evaluasi program rehabilitasi sosial …repository.fisip-untirta.ac.id/902/1/evaluasi program...
TRANSCRIPT
EVALUASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL
RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH)
DI KABUPATEN SERANG TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Adminitrasi Negara
Oleh
NURHAYATUL JANNAH
6661091850
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2016
ABSTRAK
Nurhayatul Jannah. 6661091850. 2016. Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial
Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang Tahun 2013.
Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I : Drs. Oman Supriyadi,
M.Si. Dosen Pembimbing II : Rini Handayani, S.Sos., M.Si.
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya kondisi sosial masyarakat
Kabupaten Serang, infrastruktur yang memprihatinkan, dan kondisi ekonomi yang
masih rendah. Dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi RS-RTLH di
Kabupaten Serang Tahun 2013. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah
teori evaluasi kebijakan menurut Hanif Nurcholis yaitu input, proses, output, dan
outcomes. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Teknik analisis data
penelitian menggunakan analisis data Prasetya Irawan. Hasil penelitian
menunjukan pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
(RS-RTLH) di Kabupaten Serang belum berjalan dengan optimal. Karena
pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan Pedoman RS-RTLH, dan kualitas
kerja pelaksana Program RS-RTLH yang tidak maksimal. Saran dalam penelitian
yaitu, pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan Pedoman RS-RTLH dan
peningkatan kualitas kerja pelaksana Program RS-RTLH.
Kata Kunci: Evaluasi Kebijakan, Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak
Huni
ABSTRACT
Nurhayatul Jannah. 6661091850. 2016. Evaluation of Program Social
Rehabilitation of Houses Uninhabitable (RS-RTLH) in Serang District on 2013.
Public Administration Department, Faculty of Social and Political Sciences.
Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st
Advisor : Drs. Oman Supriyadi, M.Si. 2nd
Advisor : Rini Handayani, S.Sos., M.Si.
This research is motivated by the poor social condition Serang Regency, poor
infrastructure, and economic condition are still low. With the aim to find out how
the evaluation of the RS-RTLH in Serang District 2013. The theory used in this
research is theory of policy evaluation by Hanif Nurcholis is inputs, processes,
outputs and outcomes. The method used is qualitative. Data analysis techniques
using data analysis Prasetya Irawan. The result showed the implementation of the
Social Rehabilitation Program Unlivable House (RS-RTLH) in Serang District
has not run optimally. Due to the implementation of activities that are not
consistent with the technique guidelines, and work quality RS-RTLH Program
implementers were not optimal. Suggestions in the research , namely, the
implementation of activities must be in accordance with the technique guidelines
and improving the quality of work implementing RS-RTLH Program.
Keywords : Policy Evaluation, Social Rehabilitation Program of Houses
Uninhabitable
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum.Wr.Wb
Segala Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat nikmat, berkah,
hidayah dan karunia-Nya serta kemudahan yang diberikan, karena hanya dengan
Ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan usulan penelitian skripsi
yang berjudul “Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak
Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang Tahun 2013” Selesainya penyusunan
usulan penelitian ini tidak luput dari berbagai bantuan berupa dukungan secara
moril dan materil, dari seluruh pihak yang selalu mengiringi peneliti dalam proses
penyusunannya. Oleh karena itu, peneliti dengan segenap ketulusan hati,
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada keluarga saya
yang tercinta, Ibu saya Hj.Anah dan Bapak saya H.Nurahman, serta Adik-adik
saya Nugraha, Tommy, Dani yang senantiasa mendukung dan mendoakan peneliti
sedari awal penelitian, dan juga kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S. Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Drs Oman Supriyadi, S.Sos., M.Si., Pembimbing I yang telah memberikan
peneliti kesempatan untuk melaksanakan observasi, membimbing dan
mengajarkan beragam pengetahuan kepada peneliti selama penyusunan usulan
penelitian.
8. Rini Handayani, S.Sos., M.Si., Pembimbing II yang membantu memberikan
arahan, penjelasan dan membagi ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam
menyusun usulan penelitian.
9. Yeni widiastuti, S.Sos., M.Si , selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi yang telah
menguji serta membimbing penyusunan revisi sidang skripsi ini dengan baik.
10. Suwaib Amirudin, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik Peneliti
sedari awal hingga akhir perkuliahan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
11. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa yang selalu berusaha membuat hidup mahasiswa/i dalam
mewujudkan harapan dan impiannya.
12. Kepada Ibu Dra. Iin Adillah, selaku Kabid Bina Kesejahteraan Sosial Dinas
Sosial Kabupaten Serang yang telah memberikan kemudahan dalam
pengumpulan data terkait penelitian ini.
13. Kepada Bapak Drs. Muhammad Ridwan Selaku Kasi Bina Masyarakat
Kumuh dan Tertinggal Dinas Sosial Kabupaten Serang yang telah bersedia
membantu memberikan kemudahan untuk mencari data dan informasi yang
dibutuhkan.
14. Kepada Seluruh TKSK Kecamatan yang telah bersedia membantu
memberikan kemudahan untuk mencari data dan informasi yang dibutuhkan.
15. Kepada Orangtua, adik dan keluarga besar saya yang tidak pernah lelah untuk
terus memberikan doa dan dukungan yang begitu tulusnya.
16. Sahabat-sahabat tercinta, Wenny Widiyanti, Wahyu Apriansyah, Euis
Trisnawati, Anindita yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
peneliti
17. Teman-teman Administrasi Negara 2009, dan khususnya untuk teman-teman
Kelas B yang telah menjadi teman sekelas selama di UNTIRTA, kalian sangat
solid, dan menyenangkan
18. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, peneliti ucapkan
terima kasih sedalam-dalamnya.
Peneliti menyadari bahwa usulan penelitian ini belum sempurna. Maka
dari itu demi kesempurnaan usulan penelitian ini, dengan senang hati peneliti
bersedia menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.
Akhir kalimat, peneliti berharap semoga usulan penelitian skripsi ini bermanfaat
bagi mereka yang membacanya, Aamiin.
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Serang, Agustus 2016
Peneliti
NURHAYATUL JANNAH
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .............................................................. 13
1.3. Batasan Masalah .................................................................... 14
1.4. Rumusan Masalah ................................................................. 14
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................... 14
1.6. Manfaat Penelitian ................................................................. 14
BAB II TINAJUAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Landasan Teori ...................................................................... 17
2.1.1 Pengertian Kebijakan ................................................ 18
2.1.2 Tahapan Kebijakan Publik ......................................... 24
2.1.3 Evaluasi Kebijakan Publik ......................................... 27
2.1.4 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ........................... 39
2.1.5 Definisi Program Rehabilitasi Rumah Tidak
Layak Huni ................................................................ 41
2.2. Penelitian Terdahulu............................................................... 50
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................. 52
2.4. Asumsi Dasar Penelitian ....................................................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian .................................................................. 54
3.2. Fokus Penelitian ..................................................................... 56
3.3. Lokasi Penelitian ................................................................... 57
ii
3.4. Fenomena Yang Diamati
3.4.1 Definisi Konsep ........................................................ 57
3.4.2 Definisi Operasional ................................................. 58
3.5. Instrumen Penelitian .............................................................. 58
3.6. Informan Penelitian ............................................................... 60
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Uji Keabsahan Data.................................................... 64
3.7.2 Analisis Data .............................................................. 66
3.8. Jadwal Penelitian ................................................................... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang ......................... 71
4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Serang ................... 73
4.1.1.2 Kondisi Topografi dan Geografis
Kabupaten Serang .......................................... 74
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kabupaten
Serang ......................................................................... 76
4.1.2.1 Dasar Hukum Pembentukan Dinas
Sosial Kabupaten Serang ............................... 77
4.1.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial .......... 78
4.1.2.3 Visi, Misi Kedudukan, Tugas pokok dan
Fungsi Bidang Kesos Dinsos Kab
Serang ............................................................ 79
4.2. Informan Penelitian ................................................................ 81
4.3. Deskripsi dan Analisis Data ................................................... 81
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 103
5.2. Saran ...................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagaimana diketahui, kehidupan yang menjadi dambaan masyarakat
adalah kondisi sejahtera. Namun dengan adanya kondisi yang menunjukan
taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam
rangka perwujudan kondisi yang sejahtera tersebut. Kondisi kemiskinan
dengan berbagai dimensi dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk
masalah sosial yang menggambarkan kondisi kesejahteraan yang rendah. Oleh
sebab itu wajar apabila kemiskinan menjadi inspirasi bagi tindakan perubahan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat melakukan
serangkaian aktivitas perubahan dan perbaikan didalam masyarakat yang
mengalami masalah sosial tersebut perlu dipahami berbagai hal yang berkaitan
dengan seluk beluk permasalahannya.
Merujuk pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke 4
yang mengamanatkan “terbentuknya Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut perlu adanya upaya terpadu, terarah
dan berkelanjutan baik yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan kebutuhan dasar setiap warga negara.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2
2011, tentang penanganan Fakir Miskin pada pasal 1 (1) menyebutkan bahwa
fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata
pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Kebutuahn dasar yang dimaksud
dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2011 adalah kebutuhan pangan,
sandang, perumahan, pendidikan, pekerjaan dan/atau pelayanan sosial.
Definisi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 diatas mengakomodir
dua perspektif sekaligus, yakni perspektif ekonomi dan perspektif sosial.
Perspektif ekonomi berupa tidak mempunyai sumber mata pencaharian untuk
pemenuhan kebutuhan dasar, dan perspektif sosial berupa tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhinya.
Kemiskinan adalah kondisi yang mengganggu kesejahteraan hidup setiap
masyarakat. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang tidak tetap, rendahnya
lapangan kerja, terbatasnya keterampilan yang dimiliki, dan lainnya. Sehingga
kemiskinan menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak mampu memenuhi
hak dasar salah satunya adalah rumah. Hak pemenuhan atas rumah menjadi
salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan pemerintah karena
kondisi rumah yang dimiliki masyarakat miskin dibangun dengan tidak
memperhatikan kriteria fisik rumah yang layak huni.
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang memiliki fungsi sangat
strategis, baik ekonomi, sosial budaya dan psikologis bagi individu dan
keluarga. Tidak hanya dipandang dalam aspek fisik, tetapi juga mencakup
3
bagi kehidupan bermasyarakat. Untuk menunjang fungsi rumah sebagai
tempat tinggal yang layak maka harus dipenuhi syarat fisik rumah yaitu aman
sebagai tempat berlindung, memenuhi rasa kenyamanan, dan secara sosial
dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga. Selain itu rumah merupakan
media bagi pelaksanaan tumbuh kembangnya anak dalam keluarga.
Terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni
diharapkan tercapai keharmonisan dan ketahanan keluarga. Berdasar pada
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pada
pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang
salah satunya adalah kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan dalam bentuk
penyediaan akses pelayanan rumah dan permukiman terdapat dalam pasal 21
huruf f.
Pada kenyataannya untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan
tersebut bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian besar masyarakat yang
tergolong keluarga miskin rumah hanyalah tempat singgah keluarga tanpa
memperhitungkan kelayakannya dilihat dari sisi fisik, mental dan sosial.
Ketidakberdayaan mereka untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni
berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah
itu sendiri. Oleh sebab itu kepedulian untuk menangani masalah tersebut
Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan mengalokasikan kegiatan
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dengan melibatkan
seluruh komponen masayarakat (stakeholder) baik pemerintah pusat-daerah,
4
dunia usaha/industri, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
elemen lainnya.
Salah satu daerah yang melaksanakan program RS-RTLH adalah
Kabupaten Serang yang terletak di Provinsi Banten. Kabupaten Serang terdiri dari
28 wilayah kecamatan. Kabupaten Serang melaksanakan program RS-RTLH
merupakan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan terutama untuk
mengurangi jumlah rumah tidak layak huni yang ada di Kabupaten Serang.
Program RS-RTLH di Kabupaten Serang dilaksanakan oleh Dinas Sosial
Kabupaten Serang yang secara teknis dilaksanakan oleh Bidang Kesejahteraan
Sosial (Bidang Kesos) Dinas Sosial Kabupaten Serang. Dalam pelaksanaannya
Bidang Kesos dibantu oleh seorang TKSK yang bekerja di tiap kecamatan yang
ada di Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil pendataan Dinas Sosial Kabupaten
Serang jumlah rumah tidak layak huni di Kabupaten Serang ada sebanyak 12.733
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 346.554 kepala keluarga yang tersebar
di 28 kecamatan. Program RS-RTLH merupakan program upaya pengentasan
kemiskinan pendekatan wilayah dengan cara memberikan bantuan berupa uang
tunai atau bahan material bangunan yang diberikan kepada masyarakat miskin
yang ada di kecamatan Kabupaten Serang. Berikut adalah tabel data rumah tidak
layak huni di Kabupaten Serang.
5
DATA RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN SERANG
No Kecamatan Jumlah KK RTLH Persentase
1 Kramat Watu 1.930 416 2,15
2 Waringin Kurung 9.236 95 1,03
3 Bojonegara 11.921 171 1,43
4 Pulo Ampel 9.472 89 0,94
5 Ciruas 18.584 259 1,39
6 Kragilan 17.239 111 0,64
7 Cikande 21.143 523 2,47
8 Kibin 11.426 85 0,74
9 Carenang 11.520 859 7,46
10 Binuang 7.369 258 3,50
11 Pontang 13.734 712 5,18
12 Tirtayasa 10.946 902 8,24
13 Tanara 9.500 631 6,64
14 Pamarayan 12.452 585 4,70
15 Kopo 12.253 386 3,15
16 Jawilan 12.730 707 5,55
17 Cikeusal 16.959 514 3,03
18 Petir 13.849 1.054 7,61
19 Tunjung Teja 9.919 411 4,14
20 Baros 12.271 368 2,99
21 Anyar 12.463 91 0,73
22 Cinangka 14.898 497 3,34
23 Mancak 10.271 576 5,61
24 Ciomas 9.809 619 6,31
25 Pabuaran 8.248 189 2,29
26 Padarincang 15.983 414 2,59
27 Gunung Sari 5.005 432 8,63
28 Bandung 7.980 779 9,76
Jumlah 346.554 12.733 3,67
Sumber : Dinsos Kab Serang, 2010
Program RS-RTLH merupakan kegiatan lintas sektor yang melibatkan
berbagai pihak pusat dan daerah. Keterlibatan lintas sektor didasarkan atau sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing. Oleh karenanya masing-masing lintas
sektor terkait bertanggungjawab terhadap kelancaran tugas masing-masing dalam
upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Program RS-RTLH melibatkan
6
Kementerian Sosial, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Serang,
dan Kelompok Kepengurusan lokasi penerima bantuan program RS-RTLH.
Pelaksana kegiatan program rehabilitasi rumah tidak layak huni adalah Dinas
Sosial yang mana melibatkan sejumlah elemen masyarakat yakni Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Karang Taruna (KT), Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM), dan Organisasi Sosial (Orsos). Kelompok sasaran program
rehabilitasi rumah tidak layak huni adalah masyarakat miskin yang memiliki
rumah yang memenuhi kriteria rumah tidak layak huni. Ada beberapa kriteria
keluarga penerima manfaat bantuan stimulan rumah tidak layak huni, meliputi :
1. Rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Program Pendataan
Perlindungan Sosial (PPLS) 2011
2. Rumah tangga miskin yang tidak terdaftar dalam PPLS 2011 tetapi
masuk dalam kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 146 Tahun 2013 tentang
Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin Dan Orang Tidak
Mampu yakni sebagai berikut :
a. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai
sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan mendasar.
b. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk
memenuhi konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana.
c. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga
medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah
7
d. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk
setiap anggota rumah tangga
e. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai
jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
f. Mempunyai dinding rumah terbuat dari bambu/kayu/tembok
dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah, termasuk tembok yang
sudah usang/berlumut atau tembok tidak diplester
g. Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik/ dengan
kondisi tidak baik/kualitas rendah
h. Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan
kondisi tidak baik/kualitas rendah
i. Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik
atau listrik tanpa meteran
j. Luas lantai rumah kecil kurang dari 8 m2/orang
k. Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tak
terlindung/air sungai/air hujan/lainnya
3. Belum pernah mendapat bantuan RS-RTLH
4. Memiliki KTP/identitas diri dan Kartu Keluarga yang masih berlaku
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan
sertifikat/girik atau surat keterangan kepemilikan dari desa atau status
tanah
8
Berikut adalah contoh rumah tidak layak huni yang ada di Kabupaten
Serang
Gambar 1.1
Rumah Ibu Asiah penerima bantuan Program RS-RTLH Tahun 2013 di
Kampung Peres Rt 01/01 Desa Pulo Panjang Kecamatan Pulo Ampel
Program RS-RTLH merupakan program bantuan pemerintah yang
dilaksanakan setiap tahun yang mana pelaksanaanya dimulai pada tahun 2010.
Program RS-RTLH merupakan program bantuan pemugaran atau renovasi rumah
tidak layak huni masyarakat miskin yang bersifat stimulan, sehingga diharapkan
dapat mendorong keinginan keluarga fakir miskin penerima bantuan bersama-
sama dengan keluarga penerima bantuan lainnya bergotong royong memperbaiki
rumah yang didukung oleh partisipasi masyarakat sekitar. Dalam hal ini
pemerintah tidak hanya berfokus pada fisik rumah tapi juga sebagai upaya
9
pengembalian nilai-nilai kebersamaan antar masyarakat yang akhir-akhir ini
cenderung memudar. Diharapkan melalui Program RS-RTLH ini rasa
kebersamaan, kegotongroyongan dan kepedulian masyarakat sekitar dapat tumbuh
dan hidup kembali yang diawali dengan pembangunan RS-RTLH. Program RS-
RTLH merupakan program pemerintah yang dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Provinsi Banten (APBD I) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Serang
(APBD II). Bantuan Program RS-RTLH diberikan dalam dua bentuk yaitu dalam
bentuk pemberian pencairan dana langsung tunai dan bantuan penyediaan bahan
material bangunan. Kedua bentuk bantuan tersebut memiliki rincian biaya sebesar
Rp 10.000.000 (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 16 Tahun 2012).
Bentuk bantuan pencairan dana langsung tunai bersumber dari APBN, APBD
Provinsi Banten melalui Dinas Sosial Provinsi Banten. Sedangkan bantuan berupa
bahan material bangunan berasal dari APBD Kota Serang. Tahun 2013
pemerintah melalui Dinas Sosial Kabupaten Serang memberikan bantuan Program
RS-RTLH sebanyak 101 bantuan dana langsung tunai dan 29 bantuan dalam
bentuk pemberian bahan material bangunan. Berikut tabel data rekapitulasi
pelaksanaan Program RS-RLTH Dinas Sosial Kabupaten Serang Tahun 2013.
10
REKAPITULASI PROGRAM RS-RTLH YANG SUDAH DITANGANI
DINAS SOSIAL KABUPATEN SERANG TAHUN 2013
No Kecamatan Desa Sumber Dana Jumlah
APBN APBD
I
APBD
II
1 Waringinkurung Melati - 9 9
2 Tunjungteja Bojong
Catang
- 5 5
Malanggah - 5 - 5
3 Ciomas Siketug - - 1 1
Sukarena - 1 1 2
4 Mancak Angsana - - 5 5
5 Pabuaran Tanjungsari - - 2 2
Talagawarna - - 1 1
6 Jawilan Pasirbuyut - - 1 1
Jawilan - - 1 1
Pagintungan - - 1 1
7 Anyar Sindang
Mandi
- 1 2 3
8 Kibin Ketos - 14 - 14
9 Cinangka Bantarwaru - 8 - 8
Karangsuraga - 2 - 2
10 Padarincang Cibojong - 1 - 1
11 Lebak Wangi Pegandikan - 5 - 5
12 Pontang Singarajan - 3 - 3
13 Tirtayasa Tirtayasa - 1 - 1
Tengkurak - 3 - 3
Samparwadi - 5 - 5
14 Cikeusal Katulisan - 7 - 7
Sukaratu - 2 - 2
Panyabrangan - 7 - 7
15 Kramatwatu Kramatwatu - 1 - 1
16 Petir Sanding - 5 - 5
17 Pulo Ampel Pulo Panjang - 30 - 30
Jumlah 101 29 130
Sumber : Dinsos Kab Serang 2013
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2013 Dinas Sosial
Kabupaten Serang melaksanakan kegiatan Program RS-RTLH sebanyak 130
bantuan diantaranya 101 bantuan diberikan dalam bentuk pemberian dana
langsung tunai yang bersumber dari APBN sedangkan sisanya sebanyak 29
11
bantuan diberikan dalam bentuk pemberian bahan material bangunan yang mana
dananya bersumber dari APBD II (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Serang). Bantuan dana langsung tunai paling banyak diberikan di
Kecamatan Pulo Ampel Desa Pulo Panjang yaitu sebanyak 30 bantuan sedangkan
bantuan bahan material bangunan paling banyak diberikan di Kecamatan
Waringin Kurung Desa Melati.
Namun sebagaimana sebuah kebijakan pemerintah pada umumnya,
berdasarkan observasi dan hasil wawancara dengan pihak Dinsos dan beberapa
penerima bantuan, peneliti menemukan beberapa masalah teknis yang tidak sesuai
dengan pedoman pelaksanaan Program RS-RTLH.
Pertama, pemberian bantuan bahan material bangunan yang diberikan
kepada penerima bantuan tidak sesuai dengan petunjuk yang ada dibuku pedoman
Program RS-RTLH. Yang mana seharusnya bantuan bahan material bangunan
diberikan sesuai dengan pengajuan atau usulan penerima bantuan yang sudah
membuat prioritas bagian rumah untuk diperbaiki tanpa melebihi batas nominal
sebesar Rp 10.000.000. Dalam sosialisasi Program RS-RTLH yang bertempat di
aula kantor Dinas Sosial Kabupaten Serang juga di disampaikan bahwa
masyarakat penerima bantuan berhak untuk mengajukan jenias material bangunan
yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan kerusakan kondisi rumah. Dengan
alasan karena keterbatasan waktu dan biaya pihak Dinsos memberikan bahan
material bangunan dengan jumlah dan jenis yang sama kepada setiap penerima
bantuan Program RS-RTLH padahal kondisi kerusakan rumah berbeda-beda.
12
Kedua, kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak Dinsos dalam
pelaksanaan pembangunan renovasi rumah penerima bantuan Program RS-RTLH.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan ternyata waktu pengerjaan renovasi rumah
beragam tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan Program RS-RTLH.
Seharusnya pelaksanaan renovasi rumah masyarakat penerima bantuan Program
RS-RTLH selesai dalam waktu 100 hari semenjak bantuan diterima baik yang
berupa dana tunai maupun material bangunan. Karena berdasarkan wawancara
dengan Bapak Mufasil selaku TKSK Desa Melati Kecamatan Waringin Kurung
beberapa rumah dalam pengerjaannya melebihi batas waktu yang telah ditetapkan.
Salah satunya disebabkan karena kurangnya koordinasi antar warga penerima
bantuan dengan warga sekitar dalam melakukan gotong royong pemugaran
rumah. Sehingga hal ini menyulitkan pihak Dinsos dalam membuat laporan
kegiatan RS-RTLH.
Ketiga, pemberian bantuan Program RS-RTLH belum tepat sasaran karena
rumah yang dipilih untuk dibantu tidak sesuai data lapangan. Sehingga ketika di
lapangan banyak ditemukan rumah yang kondisinya jauh lebih memprihatinkan
dibanding rumah masyarakat penerima bantuan tapi tidak mendapatkan bantuan
Program RS-RTLH. Menurut pihak Dinsos hal tersebut terjadi karena terlalu
banyak proposal pengajuan yang masuk sedangkan tenaga kerja Dinsos terbatas.
Menyebabkan penumpukan proposal antara proposal baru dan proposal lama.
(Sumber : Wawancara dengan Bapak Ridwan selaku Kasi Bina Masyarakat
Kumuh dan Tertinggal di kantor Dinsos Kab Serang)
13
Keempat, terbatasnya tenaga pembantu pelaksana Program RS-RTLH di
tingkat kecamatan. Dari setiap kecamatan tenaga pembantuan untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah hanya disediakan satu orang saja yang
disebut TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). Dalam prakteknya
TKSK memiliki banyak tugas bukan hanya mengurusi Program RS-RTLH saja
tetapi juga mengurusi bantuan program pemerintah lainnya untuk kecamatan yang
ia pegang. Sehingga kinerja TKSK tidak maksimal. Karena dalam hal ini TKSK
berperan penting dalam tahapan pelaksanaan Program RS-RTLH. Mulai dari
pemilihan rumah calon penerima bantuan, pembantuan dalam hal pembuatan dan
pengajuan proposal juga sebagai pendamping penerima bantuan Program RS-
RTLH.
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijabarkan di atas, peneliti
tertarik untuk memfokuskan dan meneliti lebih jauh mengenai “Evaluasi Program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang
Tahun 2013”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti
mengidentifikasi masalah antara lain sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Program RS-RTLH tidak sesuai pedoman
pelaksanaan Program RS-RTLH
2. Kurangnya pengawasan dari pihak Dinsos terhadap pelaksanaan
renovasi rumah penerima bantuan Program RS-RTLH
14
3. Pemberian bantuan belum tepat sasaran karena sistem pemilihan
yang bersifat tebang pilih
4. Kurangnya tenaga kerja tingkat kecamatan selaku pendamping
penerima bantuan Program RS-RTLH
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini karena keterbatasan waktu dan sumber daya, peneliti
membatasi masalah hanya pada pelaksanaan program Rehabilitasi Rumah Tidak
Layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang Tahun 2013.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah tersebut
kemudian peneliti merumuskan masalah yaitu :
Bagaimana pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak
Huni di Kabupaten Serang Tahun 2013?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Evaluasi dari Program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang
Tahun 2013.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan
mengenai “Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di
Kabupaten Serang Tahun 2013”. Dapat dilihat sebagai berikut:
15
1. Manfaat Teoritis, antara lain:
Supaya dapat bermanfaat dalam mengembangkan khasanah ilmu
pengetahuan dalam dunia akademis khususnya Ilmu Adminitrasi Negara
mengenai kebijakan publik. Selain itu dapat mempertajam dan
mengembangkan teori-teori yang ada dalam dunia akademis Program
Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), yang kemudian
peneliti aplikasikan dalam bentuk Penyelesaian tugas akhir jenjang
pendidikan Strata Satu (S1) atau Skripsi sebagai salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP-UNTIRTA.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dengan masalah penelitian ini yaitu :
a. Bagi Dinas Sosial Kabupaten Serang: Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dalam mengatasi permasalahan sosial
di lapangan supaya bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif
pemecahan dari beberapa masalah guna mencapai keberhasilan
program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di
Kabupaten Serang pada masa mendatang.
b. Bagi Masyarakat: Penelitian ini diharapkan, dapat dijadikan
sumbangsih nyata bagi pelaksanaan Program RS-RTLH di wilayah
Kabupaten Serang mendatang supaya keterlibatan aspek kegotong-
16
royongan warga masyarakat Kabupaten Serang lebih berperan dan
tujuan dari Program RS-RTLH dapat tercapai seutuhnya.
c. Bagi Peneliti: Diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh
peneliti selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga
saat ini. Selain itu, karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi
dan referensi bagi pembaca dan rujukan bagi peneliti yang akan
melaksanakan penelitian serupa.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan beberapa
istilah yang berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk itu pada bab ini peneliti
menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah dalam penelitian ini.
Teori dalam ilmu administrasi mempunyai peranan yang sama seperti ilmu-ilmu
lainnya, yaitu berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi panduan dalam
penelitian. Dengan penggunaan teori akan ditemukan cara yang tepat untuk
mengelola sumber daya, waktu yang singkat untuk menyelesaikan pekerjaan dan
alat yang tepat untuk meringankan pekerjaan.
Landasan teori merupakan kajian berbagai teori dan konsep-konsep yang
relevan dengan permasalahan penelitian yang disusun secara sistematis. Dengan
mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep maka peneliti akan memiliki konsep
yang jelas. Penggunaan teori dalam penelitian akan memberikan acuan bagi
peneliti dalam melakukan analisis terhadap masalah sehingga dapat menyusun
pertanyaan dengan rinci untuk pencarian data sehingga memperoleh temuan
lapangan yang menjadi jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Oleh karena
itu, pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan
masalah peneliti.
18
2.1.1 Pengertian Kebijakan
Menurut David Easton dalam Agustino (2006:8) Kebijakan Publik
merupakan keputusan politik yang diekmbangkan oleh abdan dan pejabat
pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa
keputusan politik tersebut dirumuskan sebagai “otoritas” dalam sistem politik
yaitu : “para senior, kepala tertinggi, seksekutif, legislatif, para hakim,
administrator, penasehat, para raja dan sebagainya”. Easton mengatakan bahwa
mereka-mereka yang berotoritas dalam sistem politik dalam rangka memformulasi
kebijakan publik adalah orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik
sehari-hari dan mempunyai tanggungjawab dalam seuatu masalah tertentu dimana
ada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan dikemudian hari kelak
diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.
Definisi lain menurut Thomas R. Dye dalam Agustino (2006:7)
mengatakan bahwa “kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah
untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan”. Melalui definisi ini didapatkan
pemahaman bahwa terdapat perbedaan antara apa yang akan dikerjakan
pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan oleh pemerintah.
Sedangkan kebijakan menurut Rose dalam Agustino (2006:7) yaitu sebuah
rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling berkaitan dan
memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang
berlainan.
Dalam penelitian ini peneliti mengklasifikasikan teori ke dalam beberapa
teori yakni : Konsep Kebijakan Publik, tahapan kebijakan publik, evaluasi
19
kebijakan publik, konsep pemberdayaan masyarakat, kajian Program Rehabilitasi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
William N. Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik
(2003 : 51), beliau mendefinisikan kata kebijakan dari asal katanya. Secara
etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari Bahasa Yunani, Sansekerta dan
Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta yaitu polis (Negara-Kota)
dan pur (Kota).
Sedangkan menurut Heelo dalam Parsons (2001 : 14) kebijakan (policy)
adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya
yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar
ketimbang keputusan tertentu, tetapi kecil ketimbang gerakan sosial.
Dalam buku Policy Analysis For The real World yang diterbitkan tahun
1984 dan telah direvisi tahun 1990, Hogwood dan Gun dalam Wicaksono
(2006:53) menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian
modern, diantaranya adalah:
a. Sebagai lebel untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of
activity).
Contohnya : statemen umum pemerintah tentang kebijakan
ekonomi, kebijakan industry atau kebijakan hukum dan keadilan.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan
(as ekspression of general pupose or desired stated affairs).
Contohnya : Untuk menciptakan lapangan kerja seluas
mungkin atau mengembangan demokrasi melalu desentralisasi.
c. Sebagai proposal yang spesifik (as a specific proposal).
Contohnya : membatasi pemilik lahan pertanian hingga 10
hektar atau menggratiskan biaya pendidikan.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as a decision of government).
Contohnya : Keputusan kebijakan sebagaimana yang
diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.
20
e. Sebagai otorisasi firmal (as a formal authorization).
Contohnya : Tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen
atau lembaga-lembaga pembuat kebijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programme).
Contohnya : sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah
didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output).
Contohnya : Apa yang secara actual telah disediakan, seperti
sejumlah lahan yang telah dideristribusikan dalam program reformasi
agrarian dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome).
Contohnya : Apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak
pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari
program reformasi agraria.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model).
Contohnya : Apalabila kamu melakukan x maka akan terjadi y,
misalnya apabila kita meninggalkan intensif kepada industri
manufaktur, maka output industri akan berkembang.
j. Sebagai sebuah proses (as a process).
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan
issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah diatur, pengambilan
keputusan untuk evaluasi dan implementasi.
Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep pokok yang menjadi garis
besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah berdasarkan konsistensi dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Sedangkan kebijakan publik Secara konseptual dapat dilihat dari kamus
adminsitrasi publik Chandler dan Plano dalam Pasolong (2010:38), mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumber-sumber
daya untuk memecahkan msalah publik atau pemerintahan. Kebijakan publik
menurut Dunn dalam Pasolong diartikan sebagai berikut:
21
“Kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling
berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada
bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan
keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat,
kriminalitas, perkotaan dan lain-lain”
Dalam bukunya Pasolong juga menuliskan pengertian administrasi publik
menurut Dye dan Nasucha. Dye berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
apapun yang yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Nasucha mengartikan kebijakan publik sebagai:
“Kebijakan publik merupakan kewenangan pemerintah dalam pembuatan
suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam
masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta
hubungan sosial yang harmonis”
Sedangkan menurut Friedrich dalam Agustino (2006:7) kebijakan adalah:
“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan_ dan kemungnan-
kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.
Definisi berbeda disampaikan oleh Nugroho (2004:3), kebijakan publik
menurutnya adalah
“Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan
berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan dberi sanksi
sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan
di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan
sanksi”
Selain itu, definisi lain mengenai kebijakan publik seperti yang
diungkapkan oleh Anderson dalam Islamy (1998:7), Kebijakan publik sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Beliau
menjelaskan bahwa :
22
“Kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud
atau tujuan tertentu yang diikuiti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau
suatu hal yang diperhatikan”
Sementara itu menurut Eyestone dalam Agustino (2006:7) menyatakan
kebijakan publik sebagai hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya.
Menurut Agustino (2006:42) menyebutkan beberapa karakteristik utama
dari kebijakan publik, yaitu:
1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan
yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu daripada perilaku yang
berubah atau acak.
2. Kebijakan Publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan
yang terpisah-pisah. Misalnya, suatu kebijakan tidak hanya meliputi
keputusan umtuk mengeluarkan suatu peraturan tertentu, tetapi juga
keputusan berikutnya yang berhubungan dengan penerapan dan
pelaksanaannya.
3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan
pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi atau
menawarkan perumahan rakyat, bukan apa yang maksud dikerjakan
atau yang akan dikerjakan.
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara
positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas
dalam menangani seuatu permasalahan. Secara negatif, kebijakan
publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun
padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat
diperlukan.
5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif, didasarkan pada hukum
dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Sedangkan menurut Hogwood dan Gunn dalam Suharto (2005:4)
menyatakan bahwa kebijakan publik adalah “seperangkat tindakan pemerintah
yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Mengacu pada definisi yang
dikemukakan Hogwood dan Gunn kebijakan publik mencakup beberapa hal,
yaitu:
23
1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum pernyataan-
pernyataan yang ingin dicapai.
2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan
pemerintah yang dipilih.
3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan
pemerintah.
4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana
penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.
5. Keluaran (output), yaitu apa yang nata telah disediakan oleh
pemerintah sebagai produk dari kegiatan tertentu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu keputusan yang diambil oleh pemerintah dari berbagai pilihan yang ada
untuk dilakukan atau tidak dilakukan untuk menangani berbagai masalah yang
terdapat disuatu negara yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan
tiga kegiatan pokok, yaitu perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan dngan
tujuan menciptakan kesejahteraan bagi orang banyak. Untuk itu kebijakan publik
adalah keputusan yang diambil pemerintah mengenai pedoman tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada
perumusan kebijakan.
Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan telah
mendapatkan legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi
untuk bertindak. Kebijakan publik dirumuskan untuk mengakomodasi beragam
tuntutan masyarakat, berarti bahwa kebijakan publik memiliki tujuan untuk
menciptakan suatu kondisi di masa depan guna memuaskan berbagai tuntutan
tersebut. Dan di tingkat pemerintah daerah, bentuk kebijakan publik dibuat dalam
bentuk Peratuan Daerah (PERDA).
Dalam penelitian ini, peneliti mengklasifikasikan teori ke dalam beberapa
teori, yakni : Konsep Kebijakan Publik, tahapan kebijakan publik, evaluasi
24
kebijakan publik, konsep pemberdayaan masyarakat, kajian Program Rehabilitasi
Rumah Tidak Layak Huni.
2.1.2 Tahapan Kebijakan Publik
Identifikasi dan perumusan masalah merupakan salah satu ciri penting dari
kebijakan publik. Alasan pengadaan kebijakan adalah karena ada suatu masalah
yang hendak dipecahkan. Disini, kebijakan merupakan salah satu alat atau cara
untuk memecahkan masalah yang sudah ada. Dalam hal ini, yang menjadi dasar
pembuatan kebijakan adalah karena adanya masalah. Tanpa ada masalah tidak
perlu adanya kebijakan baru.
Masalah dapat diamati melalui kondisi negatif yang tampak atau yang
dapat dirasakan. Masalah dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya gangguan
atau hambatan terhadap kelangsungan sesuatu kondisi yang normal. Kondisi
negatif yang ditimbulkannya merupakan gejala yang jika dikaji lebih jauh, akan
dapat ditemui adanya penyebab/masalah itu sendiri. Setelah masalah diketahui,
tahapan selanjutnya dalam kebijakan publik adalah formulasi kebijakan. Pada
tahap ini, berbagai alternatif dan strategi diperhitungkan dengan menggunakan
kriteria-kriteria yang berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Perhitungan ini akan sangat bergantung pada pendekatan yang dipakai. Ada
pendekatan yang mengggunakan model rasional, pendekatan model inkremintal,
model kelompok, teori permainan (games theory) dan sebagainya.
Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat sangat ditentukan
oleh perumusan kebijakan ini. Menurut Abidin (110:2012) ada dua faktor yang
25
menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat
dari substansi kebijakan yang dirumuskan. Hal ini dapat dilihat dengan
mengidentifikasikan masalah dengan tepat. Identifikasi masalah secara tepat
artinya masalah yang diidentifikasikan itu tidak hanya sekedar benar dalam artian
masuk akal (plausible) tetapi juga dapat ditangani (actionable). Kedua, ada
dukungan terhadap strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang
cukup, kebijakan tidak akan terwujud.
Tahapan selanjutnya dalam kebijakan publik adalah
pelaksanaan/implementasi kebijakan. Kajian implementasi merupakan suatu
proses merubah gagasan atau program mengenai tindakan dan bagaimana
kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Impementasi kebijakan juga
merupakan suatu proses dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan
dan kebijakan yang telah dibuat. Pada hakekatnya, merupakan upaya pemahaman
apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Sedangkan
pada praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu
komples bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi dari
berbagai kepentingan.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana
dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada
kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and
Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1983 dalam Agustino (2006:153)
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
26
“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namundapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-
keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai,
dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya”
Sementara Grindle dalam Agustino (2006:153) mengemukakan pendapat
yang berbeda mengenai implementasi, menurutnya implementasi adalah
”Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,
dengan mempertanyakan pelaksanaan program sesuai dengan yang telah
ditentukan yaitu melihat action program dari individual project dan yang
kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”
Dalam bukunya Agustino juga menyebutkan definisi implementasi
kebijakan menurut Meter dan Horn
“Policy implementation encompasses those action by public and private
individuals (and group) that are directed the achievement of goals and
objectives set forth imprior policy decision” (Tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan)
Dalam sejarah studi implementasi kebijakan terdapat dua pendekatan
dalam memahami implementasi kebijakan, kemudian di antara pengikut
pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan sehingga melahirkan pendekatan
bottom-up.
Dalam pendekatan top-down menurut Agustino (2006:140-141),
implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan mulai dari aktor tingkat
pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top-down
bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang
telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-
27
administrator atau birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi inti pendekatan
top-down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur
serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat.
Selain itu juga diketahui bahwa implementasi kebijakan membicarakan
(minimal) 3 hal, yaitu:
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan
adanya penerapan kebijakan tersebut.
2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang dijewantahkan
dalam proses implementasi.
3. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari
kebijakan tersebut.
Kesimpulannya adalah implementasi kebijakan merupakan suatu proses
yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melaksanakan kegiatan atau aktivitas,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri. Selain itu juga perlu diingat, bahwa
implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan
tahapan kebijakan, karena melalui tahapan ini keseluruhan prosedur kebijakan
dapat dipengaruhi ringkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan tersebut.
2.1.3 Evaluasi Kebijakan
Evaluasi sering dipandang sebagai bagian akhir dalam suatu proses
kebijakan. Umumnya ketika berbicara tentang evaluasi pikiran kita tertuju pada
kebijakan yang telah diimplementasikan. Padahal sebenarnya evaluasi juga
28
membahas persoalan perencanaan, isi, implementasi dan efek atau dampak
kebijakan. Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2006:140-141) evaluasi
ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk
mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan. Agustino (2006:55) dalam bukunya yang
berjudul Politik dan Kebijakan Publik menyatakan bahwa
“Evaluasi kebijakan adalah rangkaian aktivitas fungsional yang berusaha
untuk membuat penilaian melalui pendapat mengenai manfaat atau
pengaruh dari kebijakan, program dan proyek yang tengah dan/atau telah
dilaksanakan”
Hogwood melihat evaluasi dalam hubungan dengan perubahan masyarakat
yang diharapkan dapat terjadi sebagai dampak dari suatu kebijakan. Evaluasi
diperlukan karena suatu kebijakan tidak boleh merasa cukup hanya pada
selesainya proses implementasi hanya karena sebelum evaluasi akhir ada manfaat
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena dampak yang dihasilkan tidak selalu
sesuai dengan rencana awal, terdapat ketidakpastian lingkungan dan kemampuan
administrasi dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Dalam praktik, selalu
ada keterbatasan untuk memahami suatu isu secara utuh. Juga perlu disadari
bahwa kebijakan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perubahan pada
masyarakat.
Hasil langsung berupa target yang dihasilkan oleh suatu kebijakan disebut
dengan output, sedangkan dampak yang diharapkan terjadi pada masyarakat
disebut dengan impact/outcome. Sekalipun evaluasi mencakup keseluruhan proses
kebijakan, fokusnya adalah pada penilaian terhadap dampak atau kinerja dari
29
suatu kebijakan. Dye mengklasifikasikan dampak suatu kebijakan ke dalam lima
komponen
1. Dampak terhadap kelompok sasaran/lingkungan
2. Dampak terhadap kelompok lain
3. Dampak terhadap masa depan
4. Dampak terhadap biaya langsung
5. Dampak terhadap biaya tidak langsung
Menurut Dunn (2003:679) evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana
keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya
sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara
harapan dan kenyataan Menurut Jones dalam Soekarno (2003:173)
mengemukakan bahwa:
“….. Evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian
yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan
pelaksanaan kebijakan serta perkembangannya. Evaluasi adalah kegiatan
yang dipersiapkan ditujukan untuk menilai mutu dan keberhasilan
program pemerintah yang terutama kali sekai terdiri dari kegiatan-
kegiatan, pemilah-pemilah objek, cara pengukuran dan metode analisa”
Evaluasi dapat dibedakan kedalam bentuk-bentuk analisis sebagai berikut:
1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan dan untuk
menganalisis problem seperti yang didefinsikan oleh pembuat
keputusan, bukan oleh periset.
2. Evaluasi adalah penilaian karakter, riset bertujuan untuk mengevaluasi
tujuan program.
30
Selain itu definisi mengenai evaluasi kebijakan publik seperti yang
diungkapkan oleh Islamy (1997) bahwa
“…. Evaluasi kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk
melakukan penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari
berbagai program-program pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah
dibedakan antara akibat-akbiat dan konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapaun yang
dimaksud dengan evaluasi kebijakan adalah dari apa-apa yang telah
dihasilkan dengan adanya program pross perumusan kebijakan
pemerintah”
Sedangkan Anderson dalam Soekarno (2003:149) mengungkapkan bahwa:
“…. Evaluasi kebijakan adalah lebih dari sekedar proses teknik atau
analitis, melainkan juga merupakan proses politis dan selanjutnya evaluasi
kebijakan itu menunjukkam bahwa meskipun evaluasi itu dimaksudkan
dengan tujuan yang tidak memihak dan objektif akan menjadi politis atau
kegiatan politik dengan terjadinya pengaruh terhadap alokasi sumber-
sumber daya dalam masyarakat”
Evaluasi awal diperlukan karena setelah rumusan draft kebijakan
dibuat/disetujui masih dirasa perlu untuk melakukan proses sosialisasi guna
memperoleh tanggapan awal dari masyarakat. Bersamaan dengan implementasi,
ada kegiatan penilaian yang disebut dengan monitoring. Monitoring tidak boleh
sampai mengganggu aktivitas kebijakan, malah diperlukan karena dengan
monitoring setiap ketidakcocokan dan kekeliruan yang terjadi sebagai alibat dari
kekurangan informasi pada saat formulasi kebijakan atau karena adanya
perubahan-perubahan yang tak terduga dipalangan diharapkan segera dapat
diperbaiki dan disesuaikan, kelemahan yang diidentifikasi melalui monitoring
adalah kesalahan pelaksana dari manusia karena asumsi yang dipakai disini adalah
rencana suatu kebijakan telah dirumuskan dengan sempurna. Monitoring tidak
bertujuan untuk mengubah kebijakan, tetapi hanya mengadakan penyesuaian.
31
Monitoring ditujukan untuk mengetahui bagaimana implementasi sebuah
kebijakan sesuai dengan target yang direncanakan. Monitoring berakhir saat target
output tercapai. Penilaiannya ddasarkan pada efisiensi dan ketepatan dalam
pemanfaatan keseluruhan faktor pendukung yang ada dalam proses impementasi.
Evaluasi akhir diperlukan untuk mengidentifikasikan berbagai kelemahan
secara menyeluruh dari suatu kebijakan, baik yang berasal dari kelemahan strategi
kebijakan sendiri, maupun karena kelemahan dalam implementasi. Tujuan dari
evaluasi akhir ini adalah untuk membangun dan menyempurnakan kebijakan,
sehingga fokusnya tidak hanya pada suatu tahap dalam proses kebijakan, tetapi
juga pada keseluruhan proses. Oleh karena itu, objek yang diidentifikasikan bukan
hanya pada kegagalan, melainkan juga pada keberhasilan. Kegagalan menjadi
sasaran untuk diperbaiki, sedangkan keberhasilan menjadi contoh untuk
dikembangkan.
Dunn dalam Abidin (2012:160) berpendapat tentang perbedaan monitoring
dengan evaluasi dalam proses implementasi. Dunn mengemukakan bahwa
monitoring ditujukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang terjadi dalam
proses implementasi, bagaimana terjadi dan mengapa, sementara itu, evaluasi
akhir menjawab tentang perubahan-perubahan apa yang telah terjadi. Perbedaan
monitoring dengan evaluasi akhir juga terdapat pada informasiyang dihasilkan.
Monitoring menurut Dunn menghasilkan informasi yang bersifat empiris,
berdasarkan fakta-fakta yang ada, sedangkan evaluasi akhir menghasilkan
informasi yang bersifat penilaian dalam memenuhi kebutuhan, kesempatan,
32
dan/atau memecahkan permasalahan. Dunn, menunjuk empat aspek dalam
evaluasi kebijakan, antara lain:
1. Value artinya evaluasi lebih memusatkan diri pada nilai atau kepatutan
dalam pencapaian hasil dari sutau kebijakan
2. Evaluasi memberi tekanan yang sama antara fakta dan nilai.
3. Orientasi evaluasi tidak hanya pada nilai, tapi juga pada nilai masa
lampau.
4. Evaluasi mempunyai dua posisi, yaitu sebagai tujuan, dan sekaligus
sebagai alat.
Menurut Carol Weiss dalam Parsonss (2006:547), mengatakan bahwa
evaluasi dapat dibedakan dari bentuk-bentuk analisis lainnya dari enam hal:
1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk
menganalisis problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat keputusan,
bukan oleh pejabat.
2. Evaluasi adalah penilaian karakter.
3. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam
setting akademik.
4. Evaluasi seringkali melibatkan konflik antara periset dan praktisi.
5. Evaluasi biayanya tidak dipublikasikan.
6. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan kepada
agen pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial.
Menurut Dunn (2003) terdapat 3 fungsi utama evaluasi dalam analisis
kebijakan, yaitu
1. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan
telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi
33
mengungkapkan seberapa jauh tujuan dan target yang telah ditetapkan
tekah tercapai.
2. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai tersebut
dikritik mengenai kepantasan tujuan dan target yang telah ditetapkan dan
keterkaitan dan kesesuaian dengan permasalahan yang dituju.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi dapat dijadikan sebagai
bahan masukan untuk merumuskan ulang masalah dan memberikan
alternatif kebijakan baru maupun revisi kebijakan sebelumnya.
Anderson dalam Winarno (2002:230), membagi evaluasi kebijakan
menjadi tiga tipe evaluasi. Yaitu:
1. Tipe Pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional,
maka evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama
pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.
2. Tipe kedua, merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri kepada
bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini
cenderung menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu
program terhadap masyarakat.
3. Tipe ketiga, adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis. Tipe ini melihat
secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk
mengukur dampaknya, dan sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dicapai.
Untuk dapat mengevaluasi kebijakan, menurut Pasolong (2010:60)
diperlukan rincian apa yang perlu dievaluasi, pengukuran terhadap kemajuan yang
diperoleh dengan mengumpulkan data, dan analisis terhadap data yang ada
terutama berkaitan dengan output dan outcome yang diperoleh untuk kemudian
34
dibandingkan dengan tujuan suatu program. Hubungan sebab akibat harus diteliti
dengan cermat antara kegiatan program dengan output dan outcome yang nampak.
Menurut Suchman dalam Winarno (2014:233), mengemukakan enam
langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain
6. Beberapa indikator untuk penilaian untuk menentukan keberadaan suatu
dampak
Dalam evaluasi sering kali terdapat masalah-masalah yang menyebabkan
kurang efektifnya proses evaluasi tersebut. Masalah yang biasanya dihadapi dalam
proses evaluasi kebijakan adalah kelemahan dalam penyusunan skema umum
penilaian keberhasilan, dalam merumuskan masalah, mengidentifikasikan tujuan,
perbedaan tentang persepsi terhadap tujuan antara penilai dan yang dinilai,
perbedaan dalam orientasi waktu dan sebagainya.
Menurut Anderson dalam Winarno (2002:230) terdapat enam masalah
yang akan dihadapi dalam proses evaluasi kebijakan yaitu:
1. Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan
Kejelasan tujuan kebijakan sangat penting sebagai acuan dalam
pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Ketidakjelasan tujuan
biasanya berangkat dari proses penetapan kebijakan. Sebuah kebijakan
seringkali melibatkan beberapa kelompok kepentingan di dalamnya,
dimana masing-masing kelompok kepentingan memiliki nilai-nilai yang
berbeda. Kondisi ini mendorong terjadinya ketidakjelasan tujuan karena
harus merefleksikan banyak kepentingan yang terlibat di dalam perumusan
kebijakan.
2. Kausalitas
Dalam kehidupan nyata seringkali kita menemukan perubahan terjadi
tetapi tidak oleh tindakan atau kebijakan, melainkan dengan sendirinya.
35
Apabila suatu tindakan di ambil, dan terjadi suatu perubahan di suatu
masyarakat yang menjadi objek kebijakan, maka terjadi hubungan
kausalitas. Namun sesuatu dapat timbul dengan atau tanpa tindakan
kebijakan.
3. Dampak kebijakan yang menyebar
Seringkali kita mendengar istilah eksternalitas, yaitu suatu dampak yang
ditimbulkan oleh suatu kebijakan pada keadaan kelompok-kelompok di
luar kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kebijakan.
4. Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh data
Kekurangan data statistik atau informasi-informasi yang relevan dapat
menghalangi para evaluator untuk melakukan evaluasi kebijakan. Untuk
itu model-model ekonomi bisa digunakan untuk meramalkan dampak dari
pengurangan pajak pada ekonmi dapat dilakukan, meskipun sulit
diperoleh.
5. Resistensi pejabat
Jika evaluasi yang dilakukan menurut badan administrasi dan para pejabat
program akan menjadi perhatian para pembuat keputusan, maka akan
berpengaruh terhadap karir mereka. Akibatnya para pejabat pelaksana
program akan memiliki kecenderungan untuk meremehkan proses
evaluasi, menolak memberikan data dan tidak menyediakan dokumen
yang lengkap.
6. Evaluasi mengurangi dampak
Suatu hasil valuasi tidak akan diiterima apabila tidak direncanakan dengan
baik, data yang digunakan tidak memadai, atau tidak didukung dengan
data yang memadai. Hal inilah yang menyebabkan suatu evaluasi tidak
mendapat perhatian yang semestinya bahkan diabaikan meskipun hasil
evaluasi itu benar.
Evaluasi implementasi kebijakan dibagi menjadi tiga menurut timing
implentasi, yaitu sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan dan setelah
dilaksanakan. Evaluasi pada saat pelaksanaan disebut evaluasi proses. Evaluasi
setelah pelaksaan disebut evaluasi konsekuensi kebijakan atau evaluasi impak.
Dunn (2003) mengembangkan tiga pendekatan evaluasi implementasi
kebijakan, yaitu:
36
1. Evaluasi semu adalah evaluasi yang bertujuan untuk menghasilkan
informasi yang solid mengenai hasil kebijakan
2. Evaluasi formal adalah evaluasi yang bertujuan utnuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara
formal diumumkan sebagai tujaun program kebijakan,
3. Evaluasi keputusan teoritis adalah evaluasi yang bertujuan menghasilkan
informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara
eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan.
Terdapat kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan.
Perbedaan antara kriteria yang di gunakan untuk evaluasi dan kriteria untuk
rekomendasi adalah pada waktu ketika kriteria diterapkan atau diaplikasikan.
Kriteria untuk evaluasi diterapkan secara retrospektif (expose), sedangkan kriteria
untuk rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante).
Weiss dalam Widodo (2007:114-115) menjelaskan bahwa evaluasi
kebijakan mengandung beberapa unsur penting, yaitu:
1. Untuk mengukur dampak (to measure the effect) dengan bertumpu pada
metode riset yang digunakan.
2. Dampak (effect) tadi menekankan pada suatu hasil (outcomes) dari
efisiensi, kejujuran, moral, yang melekat pada aturan-aturan atau standar
3. Perbandingan antara dampak (effect) dengan tujuan (goals) menekankan
pada penggunaan kriteria yang jelas dalam menilai bagaimana suatu
kebijakan telah dilaksanakan dengan baik.
4. Memberi kontribusi pada pembuatan keputusan selanjutnya kemudian
perbaikan kebijakan pada masa mendatang sebagai tujuan sosial (the
social pupose) dari evaluasi
Sedangkan dalam pemanfaatan hasil evaluasi, weiss dalam Wibawa
(1994:108-109) membedakan empat cara memanfaatkan riset evaluasi, yaitu:
1. Umpan balik untuk memperbaiki program yang sedang berlangsung
37
2. Masukan pada akhir program, untuk memutuskan apakah pembuat
kebijakan akan mengakhiri, mengubah atau memperluas program
3. Masukan untuk tingkat kebijakan yang lebih tnggi guna memutuskan apa
yang harus dikerjakan terhadap seluruh program
4. Senjata bagi kelompok tertentu untuk memperngaruhi kebijakan
Evaluasi kebijakan publik memiliki empat lingkup makna, yaitu evaluasi
perumusan kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan
dan evaluasi lingkungan kebijakan. Evaluasi implementasi kebijakan dalam
Nugroho (2004:682), ditujukan untuk mengetahui variasi dalam skema umum
penilaian kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu:
1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya
berkenaan dengan kinerja implementasi publik (variasi dari
outcome) terhadap variabel independen tertentu
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya
berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi
implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan
yang memperngaruhi variasi outcome implementasi kebijakan
3. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi kebijakan
publik? Pertanyaan ini berkenaan dengan tugas pengevaluasi untuk
memilih variabel-variabel yang dapat diubah, atau actionable
variabel-variabel yang bersifat natural atau variabel lain yang tidak
bisa diubah tidak dapat dimasukkan sebagai variabel evaluasi.
1. Berbeda dengan evaluasi menurut Dunn, Weiss dan Nugroho,
Nurcholis (2007:277) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan
adalah proses mendasarkan diri pada disiplin ketat dan tahapan
waktu. Oleh karena itu, kita harus (1) membuat skema umum
penilaian dan (2) membuat seperangkat instrumen yang meliputi
parameter dan indikator. Skema umum penilaian tersebut yaitu
input, proses, output dan outcomes. Sedangkan seperangkat
instrumen yang mencakup parameter dan indikatornya adalah:
Input yaitu masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan.
38
Untuk itu, dikembangkan instrumen yang meliputi indikator-
indikator :
1) Sumber daya pendukung (SDM, uang, sarana dan
prasarana);
2) Bahan-bahan dasar pendukung (peralatan dan teknologi);
2. Proses yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam
bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Untuk itu,
dikembangkan instrumen yang meliputi indikator-indikator:
1) Tepat sasaran atau tidak;
2) Tepat guna atau tidak;
3) Efisien atau tidak;
3. Output (hasil) yaitu hasil dari pelaksanaan kebijakan. Apakah suatu
pelaksanaan kebijakan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan. Untuk itu, dikembangkan instrumen dengan
indikator-indikator sebagai berikut:
1) Tepat tidaknya sasaran yang dituju;
2) Berapa besar sasaran yang dituju
3) Seberapa banyak kelompok sasaran yang tertangani
4) Seberapa besar kelompok yang terlibat;
4. Outcomes (dampak). Yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan
berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan
kebijakan. Apakah kelompok miskin yang menjadi target sasaran
menjadi lebih mampu mengatasi masalah ekonominya atau masih
39
tetap saja seperti sedia kala. Untuk itu dikembangkan instrumen
dengan indikator:
1) Ada atau tidaknya perubahan pada target/sasaran
2) Seberapa besar perubahan kelompok sasaran
3) Seberapa signifikan perubahan yang terjadi pada kelompok
sasaran dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai
Skema umum penilaian menurut Nurcholis ini merupakan penilaian secara
menyeluruh terhadap suatu kebijakan. Penilaian tersebut meliputi masukan awal
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu kebijakan, proses pelaksanaan
kebijakan, hasil kebijakan hingga kesesuaian antar tujuan kebijakan dengan
dampak yang ditimbulkan. Dengan menggunakan teori evaluasi kebijakan ini
dapat dibuat penilaian secara menyeluruh terhadap kebijakan yang akan
dievaluasi.
2.1.4 Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan
dan proses. Menurut Parson dalam Suharto (2005:28-29)
“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaaan yang cukup untuk
memperngaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya”
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan masyarakat
melalui pemberian sumber daya, kesempatan dalam pengambilan keputusan, serta
peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat (Diunduh dari Jurnal
40
Berdaya Media Informasi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam Skripsi
Esyin Quraesin. 2013:44).
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat,
khususnya kelompok yang lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena
kondisi internal misalnya, persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi
eksternal misalnya, ditindak oleh struktur sosial yang tidak adil. Dengan demikian
pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok
masyarakat, khususnya kelompok yang lemah. Sedangkan sebagai tujuan,
merujuk kepada hasil yang ingin dicapai dalam pemberdayaan yaitu masyarakat
yang berdaya, dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik fisik, mampu
menyampaikan aspirasi, memiliki mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kehidupan sosial dan lainnnya.
Sedangkan menurut Chamber dalam Kartasasmita (1997) pemberdayaan
masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkai nilai-
nilai sosial. Yakni bersifat “People-centered, participatory, empowering, and
sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan
dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih
lanjut, yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya
mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu.
Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi antara lain Frirdman
menyebutkan alternative development yang menghendaki inclusive democracy,
appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equality.
41
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi lebih
bergantung pada berbagai program pemberian. karena pada dasarnya, setiap apa
yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain. Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan dan membangun kemampuan unutk
memajukan diri ke arah yang lebiih baik secara berkesinambungan.
2.1.5 Definisi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
Ada dua pengertian untuk istilah ‘program’ yaitu pengertian secara khusus
dan umum. Menurut pengertian secara umum program dapat diartikan sebagai
rencana menurut Arikunto (2004:2), apabila program ini langsung dikaitkan
dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau
kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting
dan perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu:
1. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan
2. Terjadi dalam waktu relatif lama-bukan kegiatan tunggal tetapi jamak
berkesinambungan
3. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang
Pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi program prioritas yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat Republik Indonesia. Dinas Sosial
42
adalah unit pelaksana teknis program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni di
Kabupaten Serang yang melaksanakan tugas pendataan calon penerima bantuan,
pelaksana kegiatan sosialisasi ditingkat kabupaten, melaksanakan verifikasi calon
penerima bantuan, dan sebagai fasilitator pembentukan kepengurusan kelompok
penerima bantuan RS-RTLH.
1. Maksud dan Tujuan
A. Maksud dari pembentukan Dinas Sosial adalah sebagai wadah
aspirasi dan pemberdayaan masyarakat miskin dan tertinggal
menuju kehidupan yang lebih baik lagi.
B. Tujuan
a. Tersedianya pelayanan rehabilitasi sosial perumahan tidak
layak huni bagi keluarga masyarakat miskin
b. Terpenuhinya kenyamanan dan keamanan tempat tinggal
masyarakat miskin
c. Meningkatkan harkat dan martabat keluarga masyarakat
miskin
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam melaksanakan
peran dan fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan,
bimbingan, dan pendidikan
e. Meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan pemukiman
keluarga masyarakat miskin
f. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat miskin
g. Meningkatnya partisipasi sosial dalam rangka pelaksanaan RS-
RTLH
h. Tersosialisasinya kegiatan RS-RTLH pada pemangku
kepentingan
Landasan yuridis pelaksanaan program RS-RTLH di Kabupaten Serang :
1. Undang-Undang Dasar tahun 1945 (pasal 34)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
3. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
43
4. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin
6. Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Sosial Kabupaten Serang
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial
8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya
Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah
2. Sasaran dan Target
Kriteria keluarga penerima manfaat bantuan stimulan rumah tidak
layak huni, meliputi :
1. Rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Program Pendataan
Perlindungan Sosial (PPLS) 2011
2. Rumah tangga miskin yang tidak terdaftar dalam PPLS 2011 tapi
masuk dalam kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu
berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 146 Tahun 2013
tentang Penetapan Kriteria Dan Pendataan Fakir Miskin Dan Orang
Tidak Mampu, yaitu :
a. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
44
b. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk
memenuhi konsumsi makanan pokok dengan sangat
sederhana
c. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke
tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi
pemerintah
d. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun
untuk setiap anggota rumah tangga
e. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya
sampai jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama
f. Mempunyai dinding rumah terbuat dari
bambu/kayu/tembok dengan kondisi tidak baik/kualitas
rendah, termasuk tembok yang sudah usang/berlumut atau
tembok tidak diplester
g. Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik
dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah
h. Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes
dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah
i. Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan
dari listrik atau listrik tanpa meteran
j. Luas lantai rumah kecil kurang 8m2/orang,
k. Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau
mata air tak terlindung/air sungai/air hujan/lainnya
3. Belum pernah mendapat bantuan RS-RTLH
4. Memiliki KTP/identitas diri dan Kartu Keluarga yang masih
berlaku
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan
sertifikat/girik atau surat keterangan kepemilikan dari desa atau
status tanah.
Kriteria Rumah Tidak Layak Huni Penerima Bantuan, meliputi :
1. Luas rumah kecil, kurang dari 8m2/ orang
45
2. Atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/ lapuk seperti rumbia,
seng, ilalang, ijuk, genteng
3. Dinding terbuat dari bilik, papan, bambu, kulit kayu dalam keadaan
rusak
4. Lantai tanah, papan, bambu, semen dalam kondisi rusak
3. Tahapan kegiatan pelaksanaan program RS-RTLH
1) Sosialisasi
i. Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan
pemahaman, gerak langkah dan membangun komitmen setiap
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.
Sasaran sosialisasi diantaranya:
1. Aparat Dinas Sosial yang terkait sesuai tugas dan fungsinya
2. Dinas/Instansi terkait
3. Aparat Kecamatan dan Desa lokasi kegiatan
4. Tokoh masyarakat/agama/adat
5. TKSK dan PSM
6. Perwakilan calon penerima bantuan RS-RTLH
7. Dunia Usaha
8. Pihak lainnya yang relevan
ii. Substansi materi sosialisasi diantaranya mencakup :
1. Hakekat kegiatan
2. Kriteria penerima bantuan
3. Jenis bantuan
4. Tujuan kegiatan
5. Hasil yang ingin dicapai
46
6. Jumlah penerima dan besarnya bantuan
7. Pihak-pihak yang terlibat
8. Proses pelaksanaan
9. Tugas masing-masing yang terlibat
10. Mekanisme penyaluran, pencairan dan penggunaan dana
bantuan
11. Pelaporan
2) Prosedur Pengusulan
Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah
tidak layak huni adalah sebagai berikut:
a. Dinas Sosial Kabupaten bersama TKSK/PSM/Karang
Taruna/Orsos/Aparat Desa melakukan pemetaan lokasi kumuh
dan pendataan KK calon penerima RS-RTLH
b. Berdasarkan hasil pemetaan dan pendataan tersebut, Dinas
Sosial/Instansi Kabupaten mengajukan permohonan bantuan
rehabilitasi sosial rumah tidka layak huni ke Kementerian
Sosial dengan rekomendasi Dinas/Instansi Sosial Provinsi
dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima, (by
name by address) dan foto rumah
c. Ditjen Pemberdayaan Sosial cq Direktorat Penanggulangan
Kemiskinan Pedesaan (Dit. PKPD) melakukan verifikasi
administrasi dan verifikasi lapangan
d. Dinas Sosial Kabupaten mengeluarkan Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak kepada Dinas Sosial tentang
kebenaran lokasi dan calon penerima bantuan serta kesiapan
melaksanakan kegiatan RS-RTLH dengan benar sesuai dengan
pedoman pelaksanaan RS-RTLH yang dikeluarkan oleh Dit.
PKPD
e. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Dit.
PKPD mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan lokasi dan
jumlah KK penerima bantuan RS-RTLH yang ditandatangani
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dit. PKPD
f. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam surat
keputusan tersebut tidak dapat digunakan kecuali penerima
bantuan meninggal dunia atau pindah rumah dan menyatakan
mengundurkan diri. Dinas Sosial Kabupaten membuat surat
pernyataan penggantian penerima bantuan dengan menyatakan
47
alasan penggantian serta menyampaikan surat pernyataan
tersebut kepada Dit. PKPD
Gambar 3.1 : Mekanisme Usulan RS-RTLH
3) Verifikasi / Penjajagan
Penjajagan dan verifikasi calon lokasi dan KK penerima
bantuan di maksudkan untuk memperoleh gambaran tentang
kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima
bantuan dan faktor lainnya yang akan mendukung keberhasilan
kegiatan.
4) Pembentukan Kelompok
Penyaluran bantuan RS-RTLH dilaksanakan melalui kelompok,
sehingga setiap calon penerima bantuan sudah berkelompok
sebelum bantuan dicairkan. Pembentukan kelompok RS-RTLH
dilakukan dalam pembinaan Dinas Sosial Kabupaten Serang
Kementerian Sosial
c.q. DIT.PKPD
Dinsos
Propinsi
Dinsos
Kabupaten
Dinsos
Kabupaten/Masyarakat/
TKSK/PSM/Karang Taruna/LKS
Verifikasi
Usulan (BNBA)
Data Kabupaten
(BNBA)
Pendataan
(BNBA)
SK PPK Dit.PKP
Rekomendasi Dinsos
Usulan Calon
Penerima
Data Calon Penerima
RS-RTLH
48
5) Musyawarah Kelompok
Kelompok RS-RTLH melaksanakan musyawarah setidaknya
dalam hal :
a. Menetapkan kepengurusan
b. Pemanfaatan/penggunaan dana bantuan
c. Menetapkan jenis pekerjaan dan waktu pelaksanaannya
d. Mengatasi masalah
6) Pembukaan Rekening Kelompok
Setiap kelompok RS-RTLH diwajibkan membuka/memiliki
rekening bank (Bank Pemerintah), karena penyaluran bantuan
dilaksanakan secara cash transfer langsung ke penerima bantuan
7) Penyaluran dan Pencairan Dana
Penyaluran bantuan stimulan RS-RTLH ke rekening kelompok dan
tim dilaksanakan setelah kepala keluarga fakir miskin anggota
kelompok dan tim tersebut ditetapkan melalui surat keputusan
KPA sebagai penerima bantuan. Pencairan dana bantuan dilakukan
setelah kelompok dan tim membuat rencana anggaran biaya
penggunaan dana bantuan yang ditandatangani oleh ketua dan
bendahara/sekretaris dengan persetujuan Dinas Sosial Kabupaten
Serang
8) Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan Program RS-RTLH dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang
akan direhabilitasi
49
2) Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki
berdasarkan pada fungsi dan ketersediaan dana dan sumber
lainnya
3) Menetapkan prioritas sarana prasarana lingkungan yang
akan dibangun
4) Membuat rincian jenis/bahan bangunan yang diperlukan
serta besarnya biaya
5) Melaksanakan pembelian bahan bangunan
6) Melaksanakan kegiatan perbaikan rumah secara bergotong
royong
7) Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai
selambat-lambatnya 100 (seratus) hari setelah dana masuk
ke rekening kelompok
8) Pada setiap tahapan proses RS-RTLH pembangunan
didokumentasikan yaitu meliputi 0% (kondisi awal), 50%
(proses), dan 100% (hasil)
9) Bukti pembelian/pembelanjaan menjadi bahan dalam
penyusunan laporan kegiatan kelompok
9) Pelaporan
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kabupaten
Serang kepada Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Pedesaan
mencakup :
a. Laporan pertanggungjawaban keuangan dana operasional
Kabupaten Serang selambat-lambatnya akhir tahun
anggaran
b. Laporan pertanggungjawaban keuangan bantuan RS-RTLH
masing-masing kelompok setelah selesai pelaksanaan
pekerjaan
c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan
poto rumah dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir
kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaian
pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambat-
lambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai
50
Sehubungan dengan mekanisme kegiatan pada Program RS-RTLH,
sehingga diharapkan Program RS-RTLH dapat berjalan sesuai dengan petunjuk
pelaksana dan petunjuk teknisnya dan dapat meminimalisir permasalahan yang
terjadi baik antara TKSK dengan pihak instansi Dinas Sosial Kabupaten Serang
maupun dengan pihak penerima Program RS-RTLH tersebut.
Pemerintah Kabupaten Serang sangat serius dalam menanggapi
permasalahan terkait kesejhateraan masyarakatnya sehingga dikeluarkannya
Program Bantuan berupa RS-RTLH ini, maka diharapkan masyarakat khususnya
di wilayah Kabupaten Serang dapat merasakan dampak yang positif dan terus
berkembang dalam memajukan kesejhateraan hidupnya dimasa mendatang.
Selanjutnya yang dilakukan peneliti adalam mencari penelitian terdahulu dengan
sebab adanya penelitian sebelumnya maka akan membandingkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan penelitian lainnya. Sehingga dapat
diperbandingkan dari permasalahannya dan juga dari cara peneliti melakukan
penelitiannya di lapangan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik Skripsi,
Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Dalam hal ini peneliti mendapatkan
penelitian yang serupa dengan peneliti yang lakukan saat ini, diantaranya yakni;
1. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang dilakukan
oleh Adi Fajar Nugraha Tahun 2014, dengan judul Implementasi Program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Tahun 2014 di Kota Serang.
51
Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan teori Implementasi Kebijakan
Jones (1996 : 296) yaitu (1) Organisasi (2) Interpretasi (3) Penerapan. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, studi
literatur dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk menguji validitas data
menggunakan triangulasi dan membercheck. Hasil penelitian menunjukan
bahwa pelaksanaan program RS-RTLH belum berjalan dengan baik
dikarenakan adanya beberapa kendala yakni belum sepenuhnya keterlibatan
dari pihka-pihak terkait dengan program RS-RTLH, keterbatasan pemahaman
pelaksana program RS-RTLH mengenai program RS-RTLH, kurangnya
transparansi pihak ketiga dalam menyalurkan bahan material bangunan dan
sosialisasi yang belum menyentuh masyarakat secara langsung.
2. Penelitian (skripsi) Fisip Universitas Maritim Raja Haji TanjungPinang yang
dilakukan oleh Abu Bakar Tahun 2015 dengan judul Evaluasi Rehabilitasi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Dalam Penanggulangan
Kemiskinan Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan
Tahun 2010. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan teori William
N.Dunn (2003 : 610), yaitu : (1) Efektivitas, (2) Efisiensi, (3) Kecukupan, (4)
Perataan, (5) Responsivitas, (6) Ketepatan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa program bantuan RS-RTLH di Desa
Mantang Lama Kecamatan Mantang sudah berjalan tepat sasaran, namun
belum dapat menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Karena
52
program RS-RTLH merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan
melalui peningkatan infrastruktur.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan yang ditemukan oleh peneliti dan juga
beberapa teori sebagai pijakan peneliti dalam melakukan penelitian yang berjudul
Evaluasi Program RS-RTLH di Kabupaten Serang Tahun 2013, maka peneliti
memilih menggunakan teori dari Nurcholis (2007:277) yang meliputi :
1. Input : Merupakan masukan apa saja yang diperlukan agar
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dapat
terlaksana dengan baik
2. Proses : Bagaimana Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak
Layak Huni diwujudkan dalam bentuk pelayanan langsung ke
masyarakat
3. Output : Hasil dari pelaksanaan program. Apakah suatu program
menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
4. Outcomes (dampak) : Apakah pelaksanaan program berdampak
nyata pada kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan
Penelitian yang diawali dengan observasi awal yakni dengan adanya
permasalahan yang dilatar belakangi oleh Pelaksanaan Program RS-RTLH yang
tidak sesuai dengan petunjuk teknis seperti yang tercantum dalam buku Pedoman
RR-RTLH. Untuk lebih jelasnya berikut gambar 2.2 alur kerangka pemikiran
peneliti.
53
Gambar 2.2
Alur Pemikiran
2.4 Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran dan observasi awal terhadap objek
penelitian, maka peneliti berasumsi bahwa penelitian tentang evaluasi Program
RS-RTLH di Kabupaten Serang Tahun 2013 adalah pelaksanaan Program RS-
RTLH di Kabupaten Serang Tahun 2013 belum berjalan optimal.
Identifikasi Masalah :
1) Pelaksanaan Program RS-RTLH tidak sesuai pedoman pelaksanaan Program RS-RTLH
2) Kurangnya pengawasan dari Pihak Dinsos terhadap pelaksanaan renovasi rumah penerima
bantuan Program RS-RTLH
3) Pemberian bantuan belum tepat sasaran karena sistem pemilihan yang bersifat tebang
pilih
4) Kurangnya tenaga kerja tingkat kecamatan selaku pendamping penerima bantuan Program
RS-RTLH (Sumber : Peneliti)
Teori Evaluasi
Nurcholis (2007:277)
Evaluasi Kebijakan
1. Input
2. Proses
3. Outputs (hasil)
4. Outcomes (dampak)
“Program RS-RTLH terlaksana
dengan optimal”
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah yang sistematis. Sedangkan, metodologi ialah suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi,
mendefinisikan metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu, cara ilmiah, tujuan, dan
kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau
oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan
mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan
dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Sedangkan menurut Irawan metode penelitian adalah totalitas cara yang
dipakai peneliti untuk menemukan kebenaran ilmiah. Untuk menemukan jawaban
atas masalah-masalah, tujuan dan manfaat yang dirumuskan pada bab
sebelumnya, maka metode yang digunakan dalam penelitian yang berjudul
55
“Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten
Serang Tahun 2013” ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenonema apa yang dialami
oleh subjek penelitian dan berusaha memahami makna dibalik suatu peristiwa.
Menurut Marshall dalam Sugiyono (2007:63) mendefinisikan kualitatif
sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapat pemahaman yang lebih baik
mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Sejalan dengan definisi
tersebut Sarwono (2006:19) menyatakan bahwa penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif didasari diantaranya oleh teori-teori fenomonologi dan
interaksi simbolik. Sedangkan menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (2002:3)
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
Penelitian kualitatif mengungkap situasi sosial tertentu dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata yang diperoleh dari situasi yang alamiah.
Penelitian kualitatif lebih tertarik pada dinamika terjadinya proses atau peristiwa
yang melatarbelakangi terjadinya suatu hasil tertentu. Tujuan utama penelitian
kualitatif adalah untuk memahami makna yang ada di balik fakta-fakta.
Pemahaman yang mendalam terhadap suatu peristiwa atau fenomena sosial
merupakan hal yang terpenting. Objek dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga
komponen, yaitu place (tempat) dimana interaksi dalam situasi sosial
berlangsung, actor (pelaku) atau orang-orang yang sedang memainkan peran
56
tertentu, dan activities (aktivitas) atau kegiatan yang telah dilakukan oelh aktor
dalam situasi sosial yang sedang berlangsung.
Dalam pendekatan kualitatif data yang dihasilkan berbentuk kata, kalimat
dan gambar untuk mengeksplorasi bagaimana kenyataan sosial yang terjadi
dengan mendeskripsikan fenomena yang sesuai dengan masalah dan unit yang
diteliti. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti bermaksud untuk
mengevaluasi salah satu kebijakan atau program pemerintah, yaitu Program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah proses evaluasi pada pelaksanaan program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak layak Huni di Kabupaten Serang yang
dijalankan oleh Dinas Sosial Kabupaten Serang pada tahun 2013. Apakah
program telah berhasil dan tepat sasaran sesuai dengan rancangan kebijakan awal?
Teori yang digunakan sebagai acuan dalam proses analisa adalah teori
pendekatan evaluasi kebijakan publik milik Nurcholis (2007:277) yang meliputi :
1. Input : Merupakan masukan apa saja yang diperlukan agar
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dapat
terlaksana dengan baik
2. Proses : Bagaimana Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak
Layak Huni diwujudkan dalam bentuk pelayanan langsung ke
masyarakat
57
3. Output : Hasil dari pelaksanaan program. Apakah suatu program
menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
4. Outcomes (dampak) : Apakah pelaksanaan program berdampak
nyata pada kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan
3.3 Lokasi Penelitian
Peneliti memfokuskan lokasi penelitian di Kabupaten Serang. Keterbatasan
waktu, biaya, dan tenaga menjadi beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam
memilih lokasi penelitian.
3.4 Fenomena yang diamati
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi merupakan sebuah konsep penjabaran mengenai definisi
variabel yang akan diteliti dari sudut pandang peneliti. Definisi konsep
dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan dalam mendefinisikan/
mengartikan sebuah variabel dalam penelitian, karena hal yang dipahami
oleh peneliti belum tentu dipahami dengan cara yang sama oleh orang lain.
Evaluasi secara sederhana adalah penilaian. Penilaian sejauh mana
suatu kegiatan tertentu telah dicapai. Sedangkan evaluasi kebijakan publik
adalah penilaian sejauh mana suatu kebijakan publik dicapai, diukur
dengan standar tertentu yang ditetapkan ketika kebijakan dirumuskan.
58
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dalam proses analisis
kebijakan, meski begitu, evaluasi tidak selalu dilaksanakan diakhir sebuah
kebijakan atau ketika sebuah kebijakan telah selesai dijalankan.
3.4.2 Definisi Operasional
Merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam
rincian yang terukur. Definisi operasional biasanya berbentuk matriks,
tabel, indikator. Sehingga dalam penelitian kualitatif yang dijabarkan
adalah fenomena yang akan diteliti.
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. Apakah yang
menjadi isi dari tujuan program ?
2. Analisis terhadap masalah. Siapa yang menjadi target program ?
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan. Kapan perubahan yang
diharapakan terjadi ?
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi. Apakah
tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitary or multiple) ?
5. Menentukan apakan perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain. Apakah dampak yang
diharapkan besar ?
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai ?
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen adalah peneliti itu
sendiri. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian kualitatif harus divalidasi
59
terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengetahui sebarapa jauh peneliti siap
melakukan penelitian di lapangan. Untuk itu peneliti dituntut untuk memiliki
wawasan mengenai bidang yang akan diteliti, karena hal tersebut dapat membantu
peneliti dalam memasuki objek penelitian.
Menurut Nasution dalam Sugiyono (2011:224) peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau
tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
sehingga dapat mendapatkan ragam sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument
berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi,
kecuali manusia.
4. Situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan
segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis
yang timbul seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan
segera sebagai balikantuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan atau pelakan.
7. Dengan manusia sebagai instrument, respon yang aneh, yang
menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang
lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat
kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
Dibawah ini dilampirkan pedoman wawancara dengan informan penelitian.
Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara tidak terstruktur,
sehingga peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara secara sistematis,
melainkan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
60
Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh informasi lebih mendalam
mengenai objek yang diteliti dengan lebih banyak mendengarkan apa yang
diungkapkan oleh informan atau petunjuk umum wawancara yang akan digunakan
peneliti pada proses analisis hasil penelitian.
3.6 Informan Penelitian
Penentuan informan menggunakan teknik purposive yaitu pemilihan
informan dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan informasi
yang dibutuhkan. Informan didapatkan dari kunjungan peneliti ke lokasi
penelitian. Informan tidak ditentukan berdasarkan jumlah melainkan fungsi dan
perannya dalam program yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi informan
dalam penelitian ini, dapat dilihat lebih jelasnya dalam tabel 3.1 yakni sebagai
berikut.
Tabel 3.1
Daftar Informan Penelitian
Kategori
Informan
No Kode
Informan
Nama
Informan
Jabatan
Penanggung
Jawab 1 I1
Dra. Iin
Adillah
Kepala Bidang
Kesejahteraan
Sosial Dinas
Sosial
Kabupaten
Serang
Pelaksana 2 I2
Drs.
Muhammad
Ridwan
Kepala Seksi
Bina
Masyarakat
Kumuh dan
Tertinggal
Dinas Sosial
Kab Serang
61
Pendamping 3 I3-1 Mufasil S.pd
TKSK
Kecamatan
Waringin
Kurung
4 I3-2 Badanji
TKSK
Kecamatan
Mancak
5 I3-3 Fatulloh
TKSK
Kecamatan
Pulo Ampel
6 I3-4 Sarman
TKSK
Kecamatan
Kibin
7 I3-5 Jajat
TKSK
Kecamatan
Kramatwatu
Masyarakat
Penerima
Bantuan
Program RS-
RTLH 8 I4-1 Safro
Masyarakat
Penerima
Bantuan
Program RS-
RTLH
Kecamatan
Waringin
Kurung
9 I4-2 Rokani
Masyarakat
Penerima
Bantuan
Program RS-
RTLH
Kecamatan
Mancak
10 I4-3 Bakriyah
Masyarakat
Penerima
Bantuan
Program RS-
RTLH
Kecamatan
Kibin
Sumber: Peneliti, 2016
62
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
Data-data yang dicantumkan didapat melalui berbagai sumber, diantaranya
adalah :
1) Data Primer
Data primer berdasarkan pengertian Irwan (2002:55) adalah data
yang diambil langsung tanpa perantara dari sumbernya. Sumber ini
dapat berupa benda-benda, situs atau manusia. Seorang peneliti
kualitatif bisa memperoleh data-data primer dengan cara melakukan
wawancara atau melakukan pengamatan lanngsung terhadap suatu
aktivitas masyarakat. Dalam hal ini peneliti mendapatkan data primer
dengan cara melakukan wawancara dari informan dan melakukan
pengamatan langsung terhadap aktivitas informan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya. Data sekunder biasanya diambil dari dokumen-dokumen
(laporan, karya tulis orang lain, Koran, majalah) atau seseorang
memperoleh informasu dari orang lain. Dalam penelitian ini, peneliti
memperoleh data sekunder melalui studi dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan data dan informasi dengan cara mengkaji berbagai
dokumen yang terkait dengan judul penelitian.
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Jenis observasi yang digunakan peneliti adalah observasi partisipasif.
Partisipasi yang dilakukan peneliti berupa partisipasi pasif, dimana peneliti
mendatangai tempat kegiatan orang yang akan diamati, kemudian
mengamati perilaku dan mencari makna dari perilaku tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan orang yang diamati.
63
2. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan proses tanya jawab antara peneliti denga informan baik
secara langsung (face to face) maupun tidak langsung seperti wawancara
melalui telepon, media internet, atau bisa juga dilakukan dalam bentuk
wawancara tertulis melalui surat dengan tujuan untuk menggali informasi
yang dibutuhkan sesuai dengan topik dalam penelitian. Dalam penelitian
kualitatif, peneliti menggabungkan teknik observasi dengan wawancara
mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan
interview kepada orang-orang yang ada di dalamnya.
3. Studi dokumentasi
Disamping melakukan observasi dan wawancara peneliti menggunakan
studi dokumentasi dalam teknik pengumpulan datanya. Dalam hal ini
dokumen yang dikumpulkan berupa gambar, misalnya foto, tabel, dan
lainnya. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penlelitian ini,
dalam wawancaranya adalah:
a. Alat tulis (buku catatan dan pulpen) yang digunakan untuk mencatat
percakapan dengan informan
b. Tape Recorderyang digunakan untuk merekam semua percakapan .
hal ini dilakukan untuk mengntisipasi apabila perkataan yang
disampaikan informan terlalu cepat sehingga tidak sempat ditulis.
c. Camera/handphone, untuk memotret kegiatan yang berkaitan dengan
penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keabsahan data.
64
Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis
kualitatif. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, yang dalam
penjabaran hasil penelitiannya lebih banyak dituangkan dalam kata-kata, namun
tidak anti terhadap data angka dan juga merupakan suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif.
3.7.1 Uji Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif suatu realitas (Social Situation)
bersifat konsisten dan berulang seperti semula dan untuk melakukan pengujian
keabsahan data dalam penelitian ini, dapat dilakukan dengan tiga cara:
1. Triangulasi
Sugiyono (2008: 273) mengatakan bahwa, “Triangulasi dalam
pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.” Kesimpulannya,
triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data. Triangulasi dibagi
menjadi tiga macam, yaitu triangulasi sumber, teknik, dan waktu.
a. Triangulasi Sumber: mengecek data yang telah diperoleh dari lapangan
melalui beberapa sumber
b. Triangulasi Teknik: mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda seperti observasi
c. Triangulasi Waktu: mengecek data yang didapat dari waktu yang
berbeda.
65
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Maka yang harus dilakukan
oleh peneliti adalah perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian pemberian
bantuan program, ketekunan pengamatan dalam menjawab sebuah
permasalahan yang terjadi di lapangan, adanya kecukupan referensial yakni
referensi untuk memperkaya sebuah jawaban dalam penelitian serta
mengadakan member check.
2. Member check
Member check yang menurut Sugiyono (2005:129) adalah proses
pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member
check adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam
penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau
informan.
3. Bahan Referensi
Menurut Sugiyono (2008: 275), yang dimaksud dengan bahan
referensi di sini yaitu adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah
ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian kualitatif, peneliti
menggunakan alat bantu perekam data, seperti ponsel yang dilengkapi dengan
foto-foto, rekaman wawancara, dan catatan-catatan selama penelitian untuk
mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti sehingga
menjadi lebih dipercaya.
66
3.7.2 Analisis Data
Menurut Moleong (2005:280) analisis data merupakan proses
mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, ketegori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja. Pada penelitian tindakan, analisis datanya lebih banyak menggunakan
pendekatan kualitatif. Sehingga pada penelitian ini teknik analisis data difokuskan
pada paparan data kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan proses
analisis data dari Prasetya Irawan yang terdiri dari pengumpulan data mentah,
transkip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara,
triangulasi, penyimpulan akhir. Keseluruhan proses analisis data tersebut dapat
dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1: Proses Analisis Data
Sumber: (Irawan, 2005:5.28-5.35)
Dari gambar tersebut langkah-langkah praktis dalam proses analisis data dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data mentah
Analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah,
misalnya dengan wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka. Pada
Kategorisasi
Data
Pembuatan
Koding
Transkrip
Data
Pengumpulan
Data Mentah
Penyimpulan
Akhir
Penyimpulan
Sementara
Triangulasi
67
tahap ini dibutuhka alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan
lain-lain. Yang dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak
diperkenankan untuk mencampur adukkan pikiran, pendapat, maupun sikap
dari peneliti itu sendiri.
2. Transkip data
Pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis
seperti apa adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat
pribadi peneliti.
3. Pembuatan koding
Pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskip.
Baca pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting
yang perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini
kemudian diberi kode. Data-data yang telah diperoleh selama proses
penelitian diubah ke dalam bentuk tertulis, kemudian dilakukan
pengkodingan pada aspek tertentu.
Dalam menyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan kode yaitu:
1. Kode Q1, Q2, Q3, dan seterusnya menunjukkan item pertanyaan per
indikator menunjukkan item pertanyaan.
2. Kode Q1,1 , Q2,2 , Q3,3 dan seterusnya menunjukkan sub dimensi
pertanyaan.
3. Kode S1 Menunjukkan status informan.
4. Kode A, B, C dan seterusnya menunjukkan Dimensi pertanyaan sesuai
dengan teori Nurcholis (2007:277)
68
5. Kode I1 (Unsur Instansi, Kabid Kesos Dinas Sosial Kabupaten
Serang), Kode I2 (Unsur Instansi, Kasi Masyarakat Kumuh dan
Tertinggal), Kode I3 (Unsur TKSK), Kode I4 (Unsur Penerima
Program).
Hasil pengkodingan yang telah dilakukan kemudian dikategorikan
berdasarkan jawaban-jawaban yang sama yang berkaitan dengan
pembahasan. Kategorisasi ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam
membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut sehingga mudah
dipahami.
4. Kategorisasi data
Pada tahap ini peneliti mulai “menyederhanakan” data dengan cara
“mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang di
namakan “kategori”.
5. Penyimpulan sementara
Membuat penyimpulan sementara berdasarkan data yang ada tanpa
memberi penafsiran dari pikiran penulis/peneliti. kesimpulan ini 100% harus
berdasarkan data. Jika ingin memberi penafsiran dari pikiran sendiri maka
tuliskan pada bagian akhir kesimpulan sementara yang disebut dengan
Observer’s Comments (OC).
6. Triangulasi
Triangulasi merupakan proses check and re-check antara sumber
data yang satu dengan sumber data lainnya. Dalam proses tahapan ini
beberapa kemungkinan bisa terjadi seperti:
69
a. Satu sumber cocok dengan sumber lain.
b. Satu sumber data berbeda dengan sumber lain, tetapi tidak harus
berarti bertentangan.
c. Satu sumber bertolak belakang dengan sumber lain.
7. Penyimpulan akhir
Langkah terakhir dalam proses analisis data adalah penyimpulan
akhir. Penyimpulan akhir diambil yakni ketika peneliti sudah merasa bahwa
data peneliti tersebut sudah jenuh (saturated) dan setiap penambahan data
baru hanya berarti ketumpangtindihan (reduntdant).
3.8 Jadwal Penelitian
Dalam hal ini peneliti melakukan pembuatan jadwal penelitian yang
berkenaan dengan evaluasi Program RS-RTLH Kabupaten Serang Tahun 2013.
Dalam penelitian kualitatif, waktu merupakan hal yang tidak dapat diprediksi hal
ini karena data yang diperoleh di lapangan bisa berkembang dan melebihi atau
kurang dari waktu yang telah ditentukan. Adapun waktu penelitian yang telah
dijadwalkan oleh peneliti yaitu dapat dilihat pada tabel 3.2
70
Tabel 3.2
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan
Tahun Pelaksanaan
2015 2016
Agustus Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agustus
1 Observasi Awal
2 Penyusunan Usulan Penelitian
3 Bab I
4 Bab II
5 Bab III
6 Seminar Usulan Penelitian / Proposal
7 Revisi proposal
8 Transkrip Data
9 Koding Data
10 Triangulasi
11 Penyusunan Skripsi
12 Sidang skripsi
13 Revisi Skripsi
Sumber: Peneliti, 2016
70
71
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian akan menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
Kabupaten Serang khususnya lokasi penyelenggaraan Program Rehabilitasi Sosial
Rumah Tidak Layak Huni. Hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang
Kabupaten Serang dibentuk berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun
1950 tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan pemerintah
Provinsi Jawa Barat, namun setelah terjadi pemekaran wilayah Provinsi Jawa
Barat maka berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang
pembentukan Provinsi Banten kabupaten serang masuk dalam wilayah Provinsi
Banten. Kabupaten Serang resmi menjadi bagian dari Provinsi Banten yang
terbentuk pada tanggal 4 oktober 2000. Berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II
Serang No. 17 Tahun 1985 tentang Hari Jadi Kabupaten Serang pada Bab II
Penetapan Hari Jadi Pasal 2 Yaitu Hari Jadi Kabupaten Serang ditetapkan pada
Tanggal 8 oktober Tahun 1526 M. (http://www.serangkab.go.id, diakses April
2016). Kabupaten Serang terletak di ujung Pulau Jawa bagian barat, adalah salah
satu Kabupaten dari 4 Kabupaten dan 3 Kota di wilayah Provinsi Banten yaitu
Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon
dan Kota Tangerang, Kota Tangsel.
72
Pengembangan potensi wilayah Kabupaten Serang tak dapat dipisahkan sebagai
bagian integral Provinsi Banten, sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah serta
sosial ekonomi masyarakatnya menekankan pengembangan pembangunan pada
pertanian, industri, parawisata, perdagangan dan jasa. Kabupaten Serang
mempunyai kekuatan sumber daya alam dan sumber daya manusia potensial yang
bertekad bulat bahu membahu membangun wilayahnya secara maksimal.
Mengandalkan kekayaan sumber alamnya cukup berlimpah serta pemberdayaan
seluruh potensi yang ada, Kabupaten Serang akan mampu membuat dasar pijakan
kuat sebagai modal untuk membangun wilayah Kabupaten Serang seoptimal
mungkin guna mencapai kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyatnya.
Masyarakat Kabupaten Serang memiliki sifat-sifat religius, kekeluargaan
dan kegotongroyongan yang cukup kental. Sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari mempunyai kesetiakawanan sosial yang tinggi dilandasi oleh
kesadaran penuh rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga keamanan dan
ketertiban di wilayahnya, sehingga potensi konflik gejolak politik di Kabupaten
Serang relatif rendah. Situasi ini jelas mendukung suasana yang tentram dan aman
serta kondusif untuk perkembangan dunia usaha, sehingga membuat banyak
investor merasa tenang dan nyaman melakukan aktivitasnya berusaha di wilayah
Kabupaten Serang.
Dengan latar belakang budaya yang kental dan sejarah heroik rakyatnya
yang terkenal gagah berani melawan penjajah Belanda dulu, memberikan warisan
warna khas keteguhan dan kegigihan masyarakat Serang dalam membangun
wilayah Serang untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama secara maksimal.
73
Semuanya tercermin pada lambang Kabupaten Serang yang bermottokan " Sepi
Ing Pamrih, Rame Ing Gawe " yang berarti " Semangat Selalu Bekerja Keras,
Tanpa MeMasyarakat & Seni Budaya Serang. Masyarakat Serang menganut
agama Islam dan berlatar budaya Islam yang taat dan patuh. Masyarakat Serang
memiliki religiositas tinggi, berasas gotong royong, dan hidup secara
kekeluargaan. Masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga
ketertiban sehingga Serang relatif mampu membebaskan diri dari berbagai konflik
etnik, sosial dan ekonomi. Suasana kondusif ini menciptakan kenyamanan untuk
dunia usaha. Berbagai usaha besar dan skala menengah telah tumbuh dan
berkembang di Serang. Perjalanan panjang sejarah dan keterbukaan Serang telah
membentuk masyarakat terdiri atas berbagai suku. Bukan hanya Jawa dan Sunda,
tapi juga menyambut kedatangan bangsa Arab, Cina, dan India. Kini semuanya
telah menyatu, menjadi masyarakat Serang. Mereka hidup rukun damai dalam
komunitas besar, tinggal menyebar di perkotaan dan pedesaan. Jumlah penduduk
Kabupaten Serang hanya 1,6 juta jiwa, dengan komposisi laki-laki dan perempuan
berimbang, dan laju populasi 2%. Penduduk tersebar merata di wilayah kabupaten
seluas 1.700 km2, hidup di dataran rendah dari 0 m sampai 1.778 m di atas
permukaan laut. (http://www.serangkab.go.id, diakses April 2016).
4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Serang
Visi Kabupaten Serang adalah “TERWUJUDNYA MASYARAKAT
YANG BERKUALITAS MENUJU KABUPATEN SERANG YANG AGAMIS,
ADIL DAN SEJAHTERA”
74
Maka untuk mewujudkan visi Kabupaten Serang tersebut disusun misi Kabupaten
Serang sebagai berikut :
1. Memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan
spiritual dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas,
berakhlakul kharimah dan berbudaya
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana, prasarana dan fasilitas
pelayanan dasar disemua wilayah
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal serta
memperkuat struktur perekonomian daerah
5. Meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup
6. Mengembangkan akwasan strategis, cepat tumbuh, pesisir dan pulau-pulau
7. Meningkatkan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik serta
didukung kondisi sosial, politik, keamanan yang kondusif dan strategis.
4.1.1.2 Kondisi Topografi danGeografis Kabupaten Serang
Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota di
Propinsi Banten , terletak diujung barat bagian utara pulau jawa dan merupakan
pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa
dengan jarak ± 70 km dari kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia. Luas wilayah
secara administratif tercatat 1.467,35 Km2 yang terbagi atas 28 (dua puluh
delapan) wilayah kecamatan dan 320 desa.
75
Secara Geografis wilayah Kabupaten Serang terletak pada koordinat 5°50’ sampai
dengan 6°21’ Lintang Selatan dan 105°0’ sampai dengan 106º22’ Bujur Timur.
Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara keselatan adalah sekitar 60 km dan
jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan
secara administratif berbatasan dengan :
Sebelah Utara dibatasi dengan Kota Serang dan Laut Jawa
Sebelah Timur dibatasi oleh Kabupaten Tangerang
Sebelah barat dibatasi oleh Kota Cilegon dan Selat Sunda
Sebelah Selatan dibatasi oleh Kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Kabupaten Serang memiliki luas 172.402,25 Ha. Topografi bervariasi mulai
dari pantai sampai pegunungan dengan ketinggian 0 - 1.788 meter dpl, berhawa
sedang 26˚-30˚Celcius dengan curah hujan sedang 142 mm/bulan. Kabupaten
serang di aliri 4 sungai yaitu sungai Cidurian, Ciujung, Cibanten dan Cidanau.
Seluruh kawasan mempunyai aksesibilitas yang tinggi, mendapat layanan listrik
dan telepon yang memadai, tersedia jaringan internet dan telepon genggam serta
mempunyai sumber air baku/bersih yang mencukupi. Di sektor industri, terdapat
dua zona industri yaitu Zona Industri serang Barat dan Zona Industri Serang
Timur. Zona Industri Serang Barat terletak di Kecamatan Bojonegara, Puloampel
dan Kramatwatu dengan luas total 4,000 Ha berada di sepanjang pantai Teluk
Banten untuk pengembangan industri mesin, logam dasar, kimia, maritim dan
pelabuhan. Sudah beroperasi 64 perusahaan seperti Industri Gunanusa Utama
Fabricators dan Berlian Sarana Utama. Sedangkan Zona Industri Serang Timur
76
terletak di Kecamatan Cikande dan Kragilan dengan luas kawasan industri 1.115
ha. Terdapat beberapa kawasan industri seperti Nikomas Gemilang, Indah Kiat
dan Modern Cikande.
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Sosial Kabupaten Serang
Dinas Sosial Kabupaten Serang merupakan salah satu organisasi perangkat
daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 19
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Serang,
Peraturan Bupati Serang Nomor: 07 Tahun 2012 Tentang Tugas Pokok dan
Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Serang, Peraturan Bupati Kabupaten Serang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi Unit Pelaksana Teknis
Dinas Rumah Perlindungan Sosial dan Loka Bina Karya (UPTD RPS dan LBK),
yang melaksanakan urusan wajib dibidang sosial. Untuk mendukung visi daerah
tahun 2010-2015, Dinas Sosial dalam Rencana Strategisnya menetapkan visi
yaitu:
“Terwujudnya Kesejahteraan Sosial menuju Masyarakat Kabupaten Serang
yang Adil dan Berkualitas”
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
2011-2015, urusan yang dilaksanakan Dinas Sosial masuk dalam sasaran misi ke
2 (Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berakhlaqul karimah dan
berbudaya). Selanjutnya dalam misi Dinas Sosial sebagai berikut :
1. Penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial yang lebih profesional dan
proposional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
77
2. Terberdayakannya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
agar mampu memenuhi kebutuhannya
3. Merehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) agar
dapat melaksakan fungsi sosialnya secara wajar
4. Terjaminnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) agar
kebutuhan dasarnya terpenuhi
5. Terlestarikannya nilai-nilai kepahlawanan dan kepeloporan pejuang
kemerdekaan kedalam segala aspek kehidupannya bermasyarakat
berbangsa dan bernegara
6. Meningkatkan perlindungan sosial bagi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) agar kelangsungan hidupnya dapat
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal
4.1.2.1 Dasar Hukum Pembentukan Dinas Sosial Kabupaten Serang
Beberapa peraturan perundangan yang melandasi pembentukan Dinas
Sosial Kabupaten Serang merupakan salah satu organisasi perangkat daerah yang
secara teknis melaksanakan kegiatan dibidang sosial meliputi :
1. Peraturan Derah Kabupaten Serang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Serang
2. Peraturan Bupati Serang Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Serang
78
3. Peraturan Bupati Kabupaten Serang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah
Perlindungan Sosial dan Loka Bina Karya (UPTD RPS dan LBK)
4.1.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial
1. Tugas Pokok
Dalam pelaksanaan tugas yang telah diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Serang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Serang, Dinas Sosial mempunyai
tugas pokok merumuskan kebijakan teknis, merencanakan,
melaksanakan, mengatur dan menyelenggarakan kegiatan dan usaha
pelayanan sosial, pemberian bantuan sosial, pelestarian nilai-nilai
kepahlawanan, penyantunan dan rehabilitasi sosial serta pembinaan
panti-panti sosial dan partisipasi masyarakat dalam bidang
kesejahteraan sosial serta menyelenggarakan ketatausahaan dinas.
2. Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut diatas, Dinas Sosial
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Perencanaan dan Perumusan Kebijakan Teknis di Bidang
Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial, Bidang Bina Potensi
Kesejahteraan Sosial, Bidang Kesejahteraan Sosial dan Bidang
Pelayanan dan Jaminan Sosial
b. Pelaksanaan Pembinaan Teknis dan Pengelolaan Bidang
Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial, Bidang Bina Potensi
79
Kesejahteraan Sosial, Bidang Kesejahteraan Sosial dan Bidang
Pelayanan dan Jaminan Sosial
c. Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian di Bidang
Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial, Bidang Bina Potensi
Kesejahteraan Sosial, Bidang Kesejahteraan Sosial dan Bidang
Pelayanan dan Jaminan Sosial
d. Pelaksanaan Perijinan dan Pelayanan Umum Bidang
Rehabilitasi
e. Kesejahteraan Sosial, Bidang Bina Potensi Kesejahteraan
Sosial, Bidang Kesejahteraan Sosial dan Bidang Pelayanan dan
Jaminan Sosial. Pelaksanaan Pembinaan terhadap Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial
f. Pelaksanaan Pelayanan Teknis Administrasi Ketatausahaan
Dinas Sosial
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten
Serang merupakan program bantuan dari pemerintah yang diperuntukan kepada
masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Serang ditangani oleh Bidang
Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Serang.
4.1.2.3 Visi, Misi, Kedudukan, Tugas pokok dan Fungsi Bidang
Kesejahteraan Sosial (Kesos) Dinas Sosial Kabupaten Serang
Visi dari Bidang Kesejahteraan Sosial (Kesos) Dinas Sosial Kabupaten
Serang adalah “Terwujudnya kesejahteraan sosial menuju masyarakat Kabupaten
80
Serang yang adil dan berkualitas”. Berikut adalah empat pilar yang ditangani oleh
Bidang Kesejahteraan Sosial (Kesos) Dinas Sosial Kabupaten Serang:
1. Rehabilitasi Sosial, yaitu memulihkan dan mengembangkan kemmapuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar
2. Jaminan Sosial, menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar,
penyandang cacat, penderita penyakit kronis yang mengalami
ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi
3. Pemberdayaan Sosial, yaitu memeberdayakan seseorang, kelompok, dan
masyarakat yang mengalami masalah sosial agar mampu memenuhi
kebutuhannya secara mandiri
4. Perlindungan Sosial, mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan
kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat agar
kelangsungan hidupnya dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar
minimal
Bidang Kesejahteraan Sosial (Kesos) berkedudukan sebagai unsur
pelaksana teknis yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Dinas Sosial Kabupaten Serang. Bidang Kesos dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada kepala badan. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Bidang Kesos melakukan koordinasi
dengan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Serang dan dalam pelaksanaan teknisnya
dibantu oleh pegawai Bidang Kesos lainnya.
81
4.2 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak
Layak Huni ini dipilih berdasarkan peran dan fungsi informan tersebut. Adapun
informan dalam penelitian adalah :
1. Dra. Iin Adillah (I1 ), Kabid Kesos Dinsos Kab Serang
2. Drs. Muhammad Ridwan (I2), Kepala Seksi Bina Masyarakat Kumuh
dan Tertinggal Bidang Kesos Dinsos Kab Serang
3. Mufasil S.pd (I3-1 ), TKSK Kecamatan Waringin Kurung
4. Badanji (I3-2 ), TKSK Kecamatan Mancak
5. Fatulloh (I3-3 ), TKSK Kecamatan Pulo Ampel
6. Sarman (I3-4 ), TKSK Kecamatan Kibin
7. Jajat (I3-5), TKSK Kecamatan Kramatwatu
8. Safro (I4-1), Masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Waringin Kurung
9. Rokani (I4-2), Masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Mancak
10. Bakriyah (I4-3), Masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Kibin
4.3 Deskripsi dan Analisis Data
Deskripsi merupakan penjelasan mengenai data yang telah didapatkan dari hasil
penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori evaluasi
milik Nurcholis. Teori tersebut menjelaskan bagian-bagian penting dalam sebuah
evaluasi kebijakan publik, yaitu :
82
1. Input, adalah masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan
yang mendukung keberhasilan kebijakan. Untuk itu dikembangkan
instrumen yang meliputi indikator-indikator:
1) Sumber daya pendukung (SDM, uang, sarana/prasarana)
2) Bahan-bahan dasar pendukung (peralatan, teknologi)
2. Proses, yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam bentuk
pelayanan langsung kepada masyarakat. Untuk itu dikembangkan
instrumen yang meliputi indikator-indikator:
1) Tepat sasaran atau tidak
2) Tepat guna atau tidak
3) Efisien atau tidak
3. Outputs (hasil), adalah hasil dari pelaksanaan kebijakan. Apakah suatu
pelaksanaan kebijakan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan? Untuk itu dikembangkan instrumen dengan
indikator-indikator sebagai berikut:
1) Tepat tidaknya sasaran yang dituju
2) Berapa besar sasaran yang dicakup
3) Seberapa banyak kelompok sasaran yang tertangani
4) Seberapa besar kelompok yang terlibat
4. Outcomes (dampak). Yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan
berdampak nyata terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan
kebijakan. Apakah kelompok miskin yang menjadi target sasaran
menjadi lebih mampu mengatasi masalah ekonominya atau masih tetap
83
saja seperti sedia kala. Untuk itu dikembangkan instrumen dengan
indikator:
1) Ada atau tidaknya perubahan pada target/sasaran
2) Seberapa besar perubahan kelompok sasaran
3) Seberapa signifikan perubahan yang terjadi pada kelompok
sasaran dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah kualitatif, sehingga data
yang diperoleh bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata dan kalimat dari hasil
wawancara, hasil observasi lapangan, dan dokumentasi. Analisa data dalam
penelitian ini menggunakan model milik menurut Irawan (2005:519) adalah
analisis yang dilakukan terhadap data-data non angka, seperti wawancara atau
catatan laporan, buku-buku, artikel, juga informasi non tulisan seperti foto,
gambar, film. Selain data berupa kata-kata peneliti juga menggunakan data-data
dan dokumentasi yang didapat dari lapangan.
Proses analisa data dilakukan secara terus menerus sejak data awal
dikumpulkan, dianalisis dan diinterpretasi. Mengingat penelitian ini dilaksanakan
melalui pendekatan kualitatif mengikuti konsep yang diberikan oleh Prasetya
Irawan yakni sebagai berikut :
1. Pengumpulan data mentah
Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan
data mentah. Hal ini diperoleh ketika wawancara mendalam, observasi
ke lapangan maupun studi dokumentasi.
84
2. Transkrip data
Pada tahap ini peneliti mulai mengubah data yang diperoleh ke dalan
bentuk tulisan
3. Pembuatan koding
Pada tahap ini, peneliti membaca secara teliti transkrip data yang telah
dibuat sebelumnya, kemudian memahami secara seksama sehingga
menemukan kata kunci yang akan diberi kode. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti pada saat proses pengkategorisasian
4. Kategorisasi data
Pada tahap keempat peneliti mulai menyederhanakan data dengan
membuat kategori-kategori tertentu
5. Penyimpulan sementara
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan sementara dari data
yang telah dikategorikan sebelumnya
6. Triangulasi
Triangulasi merupakan proses check dan recheck anatara satu sumber
data dengan sumber data lainnya
7. Penyimpulan akhir
Pada tahap terakhir peneliti menyimpulkan akhir atas penelitian.
Dimana pada tahap ini peneliti dapat mengembangkan teori baru,
maupun mengembangkan teori yang ada.
Kode Q1, 2, 3 dan seterusnya merupakan daftar urutan pertanyaan
Kode I1, 2, 3 dan seterusnya merupakan daftar informan
85
4.4 Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten
Serang Tahun 2013
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis evaluasi Program
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Serang yang
didasarkan pada teori evaluasi kebijakan publik menurut Nurcholis (2007) yang
terdiri dari empat variabel, yaitu input, proses, output dan outcome.
1. Input
Input merupakan masukan-masukan yang dibutuhkan sebuah program agar
dapat berhasil sebagaimana tujuan awal ditetapkannya program.
a. Kurangnya tenaga ahli yang bertugas di tingkat kecamatan
Dalam Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-
RTLH) seorang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)
berperan sangat penting karena memiliki tugas yang panjang mulai
dari pendataan rumah tidak layak huni, sebagai pendamping calon
penerima bantuan Program RS-RTLH, sebagai pengawas
pelaksanaan renovasi rumah penerima bantuan dan juga pada tahap
akhir memberikan laporan kepada Dinas Sosial Kabupaten Serang
terhadap hasil pelaksanaan renovasi rumah penerima bantuan.
Dengan tugas yang begitu banyak TKSK yang disediakan hanya
seorang saja tentu saja hal tersebut menjadi suatu tanggung jawab
yang berat. Dengan beban kerja yang begitu besar dalam
pelaksanaan Program RS-RTLH seorang TKSK juga masih
diberikan tugas membantu program bantuan pemerintah lainnya di
86
tingkat kecamatan. Seperti yang dikatakan oleh TKSK Kecamatan
Waringin Kurung (I3-1)
“TKSK di Waringin Kurung memang hanya saya saja. Dan
memang hanya ada satu orang saja di kecamatan manapun. Tugas
saya selain membantu pelaksanaan Program RS-RTLH saya juga
membantu dalam program lain. Yang sulit itu ketika kerja saya
harus kejar-kejaran dengan waktu kesana kesini agar beres
kerjaan. Waringin kurung itu luas terdiri dari banyak desa dan
kampung jadi saya kesulitan ngedata rumah tidak layak huni
muter-muter sendirian”(wawancara dilakukan hari selasa tanggal
8 desember 2015 dikediamannya)
b. Rendahnya kualitas kerja pegawai
Ditingkat kecamatan TKSK memiliki peran penting dalam
pelaksanaan Program RS-RTLH dilapangan. Namun dengan beban
kerja yang begitu besar dan hanya dilakukan seorang diri tentu
sangat mempengaruhi kualitas kerja TKSK tersebut. Berdasarkan
hasil temuan di lapangan bahkan ada TKSK yang tidak tahu
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Program RS-RTLH.
Seperti yang diungkapkan oleh TKSK Kramatwatu (I3-5), yang
mengatakan:
“tugas saya hanya sebagai pendamping penerima bantuan
Program RS-RTLH. Untuk bantuan Program RS-RTLH di
Kramatwatu tahun 2013 bantuannya berupa uang. saya hanya
monitoring karena saya adalah TKSK pengganti. Saya tidak tahu
juklak juknisnya dan saya hanya monitoring. TKSK sebelumnya
adalah penduduk Kota Serang. Karena TKSK sebelumnya dinilai
kurang aktif” (wawancara hari minggu 6 agustus 2016 pukul
10.43 dikediamannya)
Dari pemaparan yang telah peneliti sampaikan diatas pemilihan
TKSK tidak sesuai dengan kriteria pemilihan TKSK yang telah
ditetapkan dalam Pedoman RS-RTLH. Sedangkan pemilihan
87
TKSK selaku pelaksana Program RS-RTLH ditingkat kecamatan
sangatlah penting karena berpengaruh pada kualitas keberhasilan
Program RS-RTLH. Berikut adalah kriteria Tenaga Kesejahteraan
Sosial Kecamatan (TKSK):
1. Berasal dari unsur masyarakat
2. Berdomisili di kecamatan dimana ditugaskan
3. Pendidikan minimal SLTA, diutamakan D3/S1
4. Diutamakan aktifis karang taruna atau PSM
5. Berusia 25 tahun sampai dengan 50 tahun
6. Berbadan sehat (keterangan dokter/puskesmas)
7. Diutamakan yang sudah mengelola UEP
8. SK ditetapkan oleh Kementerian Sosial
Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh TKSK Kecamatan
Pulo Ampel (I3-3 )
“saya sebagai TKSK Kecamatan Pulo Ampel memang
ditugaskan melakukan pendataan jumlah rumah tidak layak huni
yang ada di Kecamatan Pulo Ampel, dan Pulo Panjang termasuk
kedalam Kecamatan Pulo Ampel. Dalam melakukan tugas
pendataan memang saya diberi dana pendataan sebesar Rp
200.000. Saya merasa keberatan karena medan saya berat. Pulo
Panjang termasuk kedalam Kecamatan Pulo Ampel, dan untuk
kesana (Pulo Panjang) harus nyebrang laut, tentu butuh biaya
lebih. Jadi dengan dana segitu menyulitkan saya dalam bertugas.
Menurut saya tidak rasional jika dana pendataan saya yang harus
nyebrang laut disamakan dengan dana pendataan yang ada di
darat. Kalau sudah begitu bagaimana data bisa valid??.
(Wawancara dilakukan hari selasa tanggal 9 agustus 2016 pukul
09.30 di Bengkel Putra Agung Legok)
Pendataan rumah tidak layak huni dinilai tidak maksimal karena
beberapa faktor berdasarkan hasil temuan di lapangan didapatkan
88
rumah tidak layak huni yang kondisinya lebih parah dibandingkan
dengan rumah yang menerima bantuan Program RS-RTLH. Dan
karena dana pendataan yang dinilai tidak mencukupi juga menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan pemberian bantuan tidak tepat
sasaran. Karena TKSK melakukan pendataan tidak seperti
sebagaimana mestinya. Data yang diperoleh oleh TKSK
merupakan data dari setiap desa yang terdiri dari kampung yang
ada di desa tersebut. Kemudian TKSK bertugas melakukan survei
lokasi dari data tersebut untuk menyusun proposal pengajuan ke
Dinsos. Data yang digunakan merupakan data Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011. Lain halnya dengan yang
tejadi di Kecamatan Kibin seperti yang dikatakan oleh TKSK
Kecamatan Kibin (I3-4 ),
“saya tksk pengganti saya dilantik akhir tahun 2014. Untuk
pelaksanaan Program RS-RTLH tahun 2013 dipegang langsung
oleh bu lurah Hj.Rohyati karena TKSK sebelumnya diberhentikan
karena dinilai kurang aktif dan diduga melakukan kecurangan
penggelapan sejumlah dana bantuan”.(Wawancara dilakukan di
pos ronda Kampung Pasir Kecamatan Kibin hari Sabtu tanggal 6
agustus 2016 pukul 13.52 wib)
Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari data ditingkat
kecamatan melalui TKSK setempat. Karena beberapa TKSK sulit
dihubungi dan tidak bersedia untuk diwawancarai terkait data
pelaksanaan Program RS-RTLH di kecamatannya.
Selain itu manajemen dalam hal penerimaan proposal pengusulan
dianggap sangatlah buruk. Karena tidak ada staf khusus di Bidang
89
Kesejahteraan Sosial yang menangani hal tersebut. Seperti yang
dikatakan oleh Kasi Bina Masyarakat Kumuh dan Tertinggal (I2)
“tidak ada jumlah pasti ada berapa proposal yang sudah
masuk karena bisa dilihat sendiri segini banyak numpuk dimeja,
belum lagi yang ada di lemari. Tidak tahu jumlahnya ada berapa,
karena tidak ada kepastian waktu untuk pengajuan proposal yang
masuk cuma yang pasti setahun tiga kali menerima proposal”
(Wawancara hari Rabu tanggal 6 april 2016 di Kantor Kesos
Dinsos Kab Serang)
c. Kejelasan dan Kelengkapan Panduan Pelaksanaan Program
Program RS-RTLH merupakan program bantuan dari pemerintah
yang dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam pelaksanaan Program
RS-RTLH semuanya telah tercantum dalam buku pedoman RS-
RTLH yang dibuat oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kasi Bina Masyarakat Kumuh
dan Tertinggal (I2)
“Pelaksanaan Program RS-RTLH dijalankan berdasarkan
buku pedoman pelaksanaan RS-RTLH. Setiap tahunnya dicetak
baru. Sejauh ini belum ada pembaharuan apa-apa dalam pedoman
pelaksanaan hanya dicetak baru saja mengikuti tahun
pelaksanaan” (Wawancara hari Jum’at tanggal 6 april 2016 di
Kantor Kesos Dinsos Kab Serang pukul 09.34)
Hal serupa dikatakan oleh Kabid Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial
Kabupaten Serang (I1).
“Secara teknis memang semua dijalankan berdasarkan
ketentuan yang ada di buku pedoman. Tapi ada beberapa hal yang
pelaksanaannya tidak mengikuti petunjuk yang ada. Karena untuk
menghemat waktu dan biaya. Contohnya seperti pemberian bahan
material bangunan yang kami samaratakan untuk semua penerima
bantuan” (Wawancara hari Jumat tanggal 1 april 2016 di Kantor
Kesos Dinsos Kab Serang)
90
Dari keterangan diatas dapat dilihat adanya ketidakselarasan antara
pelaksanaan program dengan pedoman yang telah dibuat oleh
Kemensos. Begitupun dengan yang terjadi dilapangan, pelaksanaan
program dilaksanakan tidak sesuai Pedoman Program RS-RTLH.
Berdasarkan hasil temuan di Kecamatan Kibin seperti yang
diungkapkan oleh TKSK Kecamatan Kibin (I3-4 ).
“pelaksanaan program bantuan RS-RTLH di Kecamatan di
Kibin dibantu oleh Badan Permusyawatan Desa (BPD), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat sekitar dan didukung
penuh oleh bu lurah jadi pelaksanaan renovasi rumahnya dibantu
ramai-ramai. Kecamatan Kibin mendapat bantuan berupa dana.
Tahun 2015 pun sama bantuannya dana. Dana yang diberikan dari
Dinsos Kabupaten Serang sebesar Rp 10.000.000 untuk setiap
rumah yang terpilih menjadi penerima bantuan. Saya bantu
dampingin pembuatan rekeningnya. Namun karena kondisi rumah
yang rusak parah jadi rumah dirombak total dibongkar dlu
semuanya. Dengan jumlah uang segitu tentu tidak mencukupi
sehingga ditambahin oleh ibu lurah Rp 5.000.000” (Wawancara
dilakukan di pos ronda Kampung Pasir Kecamatan Kibin hari
sabtu 6 agustus 2016 pukul 13.52 wib)
Dari pernyataan narasumber yang telah peneliti paparkan diatas
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Program RS-RTLH di
Kecamatan Kibin tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
Program RS-RTLH. Karena Program RS-RTLH adalah program
stimulan rehabilitasi rumah tidak layak huni bukan program bedah
rumah. Namun disisi lain tujuan Program RS-RTLH telah tercapai
yakni meningkatkan kegotongroyongan masyarakat yang terlihat
dari bentuk partisipasi warga lingkungan sekitar penerima bantuan
Program RS-RTLH dan lembaga kemasyarakatan desa tersebut.
91
Sama halnya dengan yang terjadi Kecamatan Pulo Ampel Desa
Pulo Panjang pelaksanaan kegiatan RS-RTLH tidak sesuai
Pedoman RS-RTLH. TKSK Kecamatan Pulo Ampel bahkan tidak
tahu tugas hak dan kewajibannya sebagai TKSK dalam
pelaksanaan Program RS-RTLH karena tidak memiliki buku
Pedoman RS-RTLH. Berikut adalah pernyataan TKSK Kecamatan
Pulo Ampel (I3-3 )
“saya bertugas mendampingi masyarakat penerima
bantuan Program RS-RTLH tapi saya tidak tahu pasti bagaimana
mekanisme pelaksanaannya. Saya aja baru liat buku pedoman RS-
RTLH dari de hayat sekarang. Saya tidak punya ini, saya tidak
diberikan buku ini oleh Dinsos. Yang saya tahu saya hanya
mendata rumah tidak layak huni, survei, monitoring”
(wawancara dilakukan hari selasa tanggal 9 agustus 2016 pukul
09.30 di Bengkel Putra Agung Legok)
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pihak Dinsos
tidak transparansi dalam memberikan data mekanisme pelaksanaan
Program RS-RTLH kepada TKSK. Sehingga pada pelaksanaannya
di lapangan TKSK hanya mengerjakan seperti apa yang diarahkan
pihak Dinsos Kabupaten Serang.
2. Proses
a. Sosialisasi Program
Sosialisasi Program RS-RTLH dilaksanakan di Kantor Dinsos
Kabupaten Serang. Sosialisasi dilakukan setelah didapatkan data calon
penerima bantuan yang telah bersedia untuk menerima bantuan
Program RS-RTLH. Jadi ini bukanlah sosialisasi informasi adanya
Program RS-RTLH melainkan ini adalah sosialisasi mekanisme
92
pelaksanaan Program RS-RTLH. Sehingga masyarakat hanya tahu
Program RS-RTLH dari TKSK yang memilih rumahnya untuk mau
diberikan bantuan. Kemudian barulah menyebar dari mulut ke mulut
mengenai Program RS-RTLH ini.
Sosialisasi Program RS-RTLH menurut peneliti dinilai masih kurang
karena berdasarkan hasil temuan lapangan sosialisasi berjalan lambat
karena harus menunggu kedatangan pegawai Dinsos Provinsi Banten
selaku pihak yang berwenang dalam menyetujui pelaporan Program
RS-RTLH dari Dinsos Kabupaten Serang, selain itu dalam sosialisasi
terkesan penerima bantuan harus nurut saja yang dipenting diberikan
bantuan.
Seperti yang dikatakan oleh Kasi Bina Masyarakat Kumuh dan
Tertinggal (I2) dalam sosialisasi Program RS-RTLH tahun 2016 di
aula Kantor Dinsos Kab Serang tanggal 6 april 2016 pukul 10.00
wib.
“Seharusnya bantuan bangunan diberikan sesuai
permintaan yang telah ditulis dalam proposal pengajuan ya pak
bu, akan tetapi karena keterbatasan waktu dan biaya jadi
bantuannya disamaratakan saja ya. Jadi kalau untuk yang
misalnya butuh bata nanti dibarter aja sama warga lain yang
nerima bantuan. Gimana keberatan tidak? karena kalau keberatan
ya tidak apa-apa bantuannya diberikan ke orang lain saja”
(Pernyataan dalam acara Sosialisasi Program RS-RTLH tanggal 6
april 2016 tahun 2016 pukul 10.00 di aula Kantor Dinsos Kab
Serang)
Menurut peneliti hal tersebut justru akan mengulur waktu
pelaksanaan renovasi rumah karena bantuan yang diberikan tidak
sesuai dengan kebutuhan. Dikatakan mengulur waktu karena
93
masyarakat bingung ketika mencari apa yang mereka butuhkan
tetapi masyarakat penerima bantuan lainnya tidak miliki juga. Jalan
satu-satunya penerima bantuan tersebut harus menjual bahan
material bangunan tersebut baru kemudian uangnya dipakai untuk
membeli bahan bangunan yang dibutuhkan.
Selain itu tanpa adanya sosialisasi informasi Program RS-RTLH
menjadikan program berjalan tidak tepat sasaran karena riskan
dengan pendataan lapangan yang tidak murni.
b. Mekanisme pelaksanaan Program RS-RTLH
Calon penerima bantuan Program RS-RTLH didampingi oleh
TKSK kecamatan lingkungan tempat tinggalnya dalam pembuatan
proposal permohonan bantuan dan permintaan bahan material
bangunan untuk rumahnya. Dalam satu kecamatan masyarakat
penerima bantuan dibentuk berkelompok untuk memudahkan
pengerjaan renovasi rumah. Proposal pengajuan dibuat oleh TKSK
kecamatan yang isinya dimusyawarahkan bersama penerima
bantuan terkait permintaan barang material bangunan. Seperti yang
dikatakan oleh TKSK Mancak (I3-2)
“Proposal memang saya yang buat karena masyarakat ga
bisa bikin proposal sendiri. Kebanyakan ga bisa baca dan nulis.
Proposal pengajuan saya bikin jadi satu. Permintaan barang
bangunannya saya tulis berdasarkan hasil musyawarah sama
penerima bantuan yang udah nentuin kebutuhan buat rumahnya.
Abis itu baru saya ajuin ke Dinsos Kabupaten Serang. Nanti kalo
udah acc masyarakat yang dapet bantuan diundang ke Dinsos
Kabupaten Serang buat dapet penjelasan informasi
pelaksanaannya” (Wawancara dilakukan hari minggu tanggal 14
januari 2016 pukul 09.23 wib dikediamannya)
94
Hal ini menunjukan bahwa TKSK sangat mengayomi masyarakat
penerima bantuan Program RS-RTLH dan masyarakat merasa
sangat dimudahkan dalam hal ini.
c. Ketepatan waktu pelaksanaan renovasi rumah
Dalam buku pedoman pelaksanaan Program RS-RTLH telah
dicantumkan bahwa pengerjaan renovasi setelah barang material
atau dana tunai sudah diterima masyarakat penerima bantuan.
Monitoring dilakukan oleh Dinsos Kabupaten Serang dalam tiga
kali waktu, yakni saat bantuan sudah diterima penerima bantuan,
dalam proses pengerjaan renovasi rumah dan terakhir saat rumah
sudah selesai direnovasi. Pengerjaan rumah dibatasi dalam waktu
100 hari dari semenjak diterima bantuan oleh masyarakat tersebut.
Akan tetapi dilapangan didapatkan temuan bahwa ada beberapa
rumah yang pengerjaannya melebihi batas waktu yang telah
ditetapkan. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Bina Masyarakat
Kumuh dan Tertinggal (I2)
“seharusnya rumah itu (rumah penerima bantuan) selesai
100 hari waktu pengerjaannya, ya kurang lebih 3 bulan lah. Tapi
ada rumah yang sampe 4 atau 5 bulan belum selesai. Soalnya
rumahnya dirombak total sampe bikin pondasi segala. Itu kan ga
sesuai sama program ini. Jadi rumahnya kurang dana buat
nyeleseinnya. Itu kan menyulitkan kami untuk membuat
laporannya” (Wawancara hari jumat tanggal 6 april 2016 pukul
09.30 di Kantor Kesos Dinsos Kab Serang)
Banyak faktor yang menjadi alasan mengapa pengerjaan renovasi
rumah melebihi batas waktu, diantaranya karena kurangnya
sosialisasi dan interaksi masyarakat tersebut dilingkungan tempat
95
tinggalnya, kurangnya dana untuk membeli bahan material
bangunan yang dibutuhkan, juga karena faktor cuaca yang
menjadikan bahan material bangunan tersebut dijual terlebih
dahulu karena dikhawatirkan rusak terkena air hujan.
Dari beberapa alasan yang telah disebutkan hal ini menunjukan
kesimpulan sementara bagi peneliti bahwa kurangnya pengawasan
yang dilakukan oleh pihak Dinsos maupun pihak kecamatan
setempat. Seperti yang dikatakan oleh TKSK Waringin Kurung (I3-
1) berikut ini
“Program ini kan memang program stimulan agar
masyarakat mau membangun rumahnya biar jadi layak huni. Tapi
banyak masyarakat yang pengennya rumah jadi bagus jadi sampe
bikin pondasi segala. Emang dana nya milik dia sendiri tapi kan
terusnya pas kurang dana begini kita juga yang repot bikin
laporannya gimana lah wong rumahnya belum selesai
dibangunnya” ”(wawancara dilakukan hari selasa tanggal 8
desember 2015 dikediamannya)
Menurut peneliti seharusnya dalam pengerjaan rumah pihak
kecamatan dan TKSK setempat harus lebih sering untuk memantau
kelokasi, karena pihak kecamatan lebih tahu kondisi dilapangan
bagaimana dan seperti apa. Untuk pengerjaan rumah yang
dirombak total seharusnya ada koordinasi dengan TKSK setempat
agar tidak terjadi hal yang telah dipaparkan sebelumnya oleh
peneliti.
Sebelumnya telah peneliti paparkan mengenai bahan material
bangunan yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan
kebutuhan rumah. Hal ini juga menyulitkan masyarakat seperti
96
yang dikatakan oleh Masyarakat penerima bantuan Program RS-
RTLH Kecamatan Waringin Kurung (I4-1)
“waktu itu saya bangun rumahnya nyampe 4 bulanan mba
soalnya kurang batanya. Yang ada asbes sama semennya. Saya
mau tukeran sama yang lain (warga penerima bantuan) juga gada
lagi batanya udah dipake. Jadi saya harus jual dulu asbesnya buat
beli batanya. Kan itu butuh waktu mba, ga kaya jualan cengek
dipasar cepet laku” ”(wawancara dilakukan hari selasa tanggal 8
desember 2015 dikediamannya)
Hal tersebut selain menyulitkan juga mengulur waktu dalam proses
pengerjaan renovasi rumah. Lain halnya dengan yang dialami oleh
masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH di Kecamatan
Mancak (I4-2)
“saya waktu itu pasirnya saya jual dulu soalnya kan ujan
terus kalo pasir kan kena air lama-lama abis kebawa air. Pas udah
dijual uangnya kepake sama saya buat beli beras sama jajan anak
sekolah. Soalnya kan dinas ga nyediain uang juga buat gotong
royongnya, seengganya kan saya harus nyediain kopi, roko,
makanan buat orang-orangnya. Ya saya pake uang sekolah anak
saya dulu” (wawancara hari kamis tanggal 4 januari 2016 pukul
13.00 dikediamannya)
Dari penjelasan diatas masyarakat merasa kesulitan dalam
mengadakan konsumsi untuk para pelaku gotong royong
pengerjaan rumahnya. Karena tidak disediakannya dana untuk hal
tersebut.
3. Output (hasil)
Merupakan hasil langsung (jangka pendek) sebuah kebijakan baik berupa
sarana maupun prasarana.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, masyarakat merasa terbantu dengan
adanya Program RS-RTLH karena rumah yang mereka huni menjadi rumah
97
yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh masyarakat
penerima bantuan di Kecamatan Waringin Kurung
“seneng rumah saya sekarang mendingan dibanding dulu, sering
bocor terus ga punya kamar. Sekarang mah saya punya kamar
terus ga takut lagi kalo ujan. Ga harus lari-lari nyari ember buat
nadahin air.” ”(wawancara dilakukan hari selasa tanggal 8
desember 2015 dikediamannya)
Lain halnya yang dikatakan oleh Kabid Kesos Dinsos Kab Serang (I1)
yang mengharapkan hasil lebih dari program ini.
“Kalau rumah sudah lebih baik lagi yang kami (Dinsos) harapkan
masyarakat bisalah jualan apa gitu di rumahnya, uduk tah gorengan
tah biar ada penghasilan lebih. Kan kalo rumahnya kaya dulu mah
orang juga males mau belinya ngeliat rumahnya kumuh, ngerasa ga
sreg buat beli makanan yang dibikinnya” (wawancara dilakukan hari
jumat tanggal 1 april 2016 di kantor Kesos Dinsos Kab Serang)
Tentu peneliti sangat setuju dengan harapan yang disampaikan oleh
narasumber. Akan tetapi kembali lagi pada permasalahan klise yaitu
tidak adanya biaya maupun keahlian yang dimiliki oleh penerima
bantuan.
4. Outcome
Outcome merupakan hasil jangka panjang sebuah kebijakan publik pada target
utama kebijakan maupun seluruh masyarakat.
a. Dampak bagi masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Tujuan daripada Program RS-RTLH ini sendiri adalah memberikan
rangsangan atau stimulan kepada masyarakat penerima bantuan untuk
memperbaiki rumahnya menjadi layak huni. Akan tetapi berdasarkan
temuan peneliti di lapangan Program RS-RTLH belum dapat mencapai hal
tersebut. Karena program yang berjalan pada tahun 2013 ini sampai tahun
98
2016 tidak ada perubahan yang terjadi dalam rumah penerima bantuan.
Banyak rumah yang tetap tidak memiliki kamar mandi walaupun sudah
memiliki pembagian ruang dibanding sebelumnya. Keadaan rumah masih
seperti saat sudah menerima bantuan. Seperti diungkapkan masyarakat
penerima bantuan Program RS-RTLH (I4-2)
“saya bantuan itu (Program RS-RTLH) waktu tahun 2013
alhamdulillah mendingan rumah saya. Tapi udahlah begini aja
segini juga udah cukup. Jadi ya kalo istri saya masak diluar aja
gak apa-apa pake tungku. Udah biasa” (Wawancara dilakukan
hari minggu tanggal 4 januari 2016 pukul 13.00 dikediamannya)
Lain halnya dengan rumah penerima bantuan Program RS-RTLH (I4-1) di
Kecamatan Waringin Kurung, rumah tersebut tidak memiliki kamar mandi
sampai tahun 2016. Dengan alasan tidak memiliki biaya.
“mau bikin kamar mandi gimana neng ga punya uang. Air juga
kan dari sumur. Kadang kalo kering airnya nyelang ke tetangga.”
(Wawancara hari senin tanggal 8 desember 2015 pukul 15.00
dikediamannya)
Tujuan Program RS-RTLH juga menciptakan rumah layak huni dengan
memperhatikan kualitas kesehatan lingkungan rumah. Hal ini dapat
peneliti katakan belum tercapai dengan maksimal. Banyak rumah yang
belum memiliki kamar mandi sehat seperti belum memiliki kloset atau
jamban. Selain itu pola pikir masyarakat yang salah yang selalu ingin
dikasihani untuk diberikan bantuan dari pemerintah. Sebelumnya telah
dipaparkan bahwa diharapkan masyarakat dapat berwirausaha berdagang
kecil-kecilan dirumahnya untuk dapat meningkatkan taraf hidup mereka.
Tapi dari semua yang menerima bantuan tidak ada yang menjadi seperti
harapan tersebut.
99
b. Dampak terhadap penurunan angka rumah tidak layak huni di Kabupaten
Serang
Program RS-RTLH merupakan program penanggulangan kemiskinan
pendekatan wilayah dengan jalur pemberian bantuan renovasi rumah untuk
masyarakat miskin. Program RS-RTLH dilaksanakan di tingkat kabupaten,
kota dan provinsi dengan ketentuan yang berbeda-beda. Seperti yang telah
peneliti lampirkan data rumah tidak layak huni di Kabupaten Serang pada
tahun 2015 mencapai 12.733 rumah. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah
setiap tahunnya tidak tetap tergantung anggaran yang diberikan. Tahun 2013
Dinas Sosial Kabupaten Serang mengajukan sebanyak 339 proposal
pengajuan rumah tidak layak huni untuk mendapat bantuan Program RS-
RTLH yang disetujui sebanyak 130 rumah. Bantuan diberikan dalam bentuk
material bangunan dan dana tunai. Tidak ada separuhnya dari jumlah yang
diusulkan. Jumlah yang sangat jauh dibandingkan dengan jumlah rumah tidak
tidak layak huni yang ada di Kabupaten Serang, berikut adalah tabel data
rekapitulasi kegiatan RS-RTLH Dinas Sosial Kabupaten Serang.
100
Tabel 4.1
Rekapitulasi Program RS-RTLH Bidang Kesejahteraan Sosial
Dinas Sosial Kabupaten Serang
No Tahun RS-RTLH Jumlah Keterangan
APBN APBD I APBD II
1 2010 75 - 4 79
2 2011 - - 7 7
3 2012 50 31 - 81
4 2013 - 101 29 130
5 2014 - 145 60 205
40 Bansos
APBD II
6 2015 110 132 33 275
20 Bansos
APBD II
Jumlah 235 409 133 777
Sumber : Dinsos Kab Serang, 2015
Dari tabel yang telah dilampirkan dapat dijelaskan bahwa Program RS-RTLH
berjalan setiap tahun dan mengalami peningkatan jumlah bantuan setiap tahunnya.
Sampai tahun 2015 bantuan Program RS-RTLH sudah diberikan kepada sebanyak
777 rumah. Jumlah pencapaian yang sangat jauh dibanding dengan jumlah rumah
tidak layak huni yang ada di Kabupaten serang. Dari sejumlah 12.733 rumah tidak
layak huni yang ada di Kabupaten Serang pemerintah baru dapat membantu
sebanyak 777 rumah. Hanya sekitar 7% saja. Jumlah pencapaian yang terbilang
sedikit selama 5 tahun program berjalan.
101
Tabel 4.2
Pembahasan dan Temuan Lapangan
No Kriteria Hasil Penelitian di
Lapangan
1 Sumber Daya Manusia
1. Kurangnya tenaga ahli
yang bertugas
ditingkat kecamatan
2. Rendahnya kualitas
kerja pegawai
ditingkat kecamatan
dan dinas
2
Kejelasan pedoman
pelaksanaan Program RS-
RTLH
Program berjalan tidak
sesuai Pedoman Program
RS-RTLH
3 Sosialisasi program
Sosialisasi program
dilaksanakan hanya
setelah ditetapkannya
penerima bantuan
Program RS-RTLH tanpa
ada sosialisasi informasi
adanya Program RS-
RTLH dari pemerintah
4 Mekanisme pelaksanaan
Program RS-RTLH
Pembuatan proposal
pengajuan dibantu oleh
TKSK setempat setelah
musyawarah dengan
calon penerima bantuan
untuk menetapkan
prioritas bagian rumah
yang akan direnovasi.
Kemudian masyarakat
diundang ke kantor
Dinsos Kabupaten Serang
untuk mendapatkan
sosialisasi pelaksanaan
renovasi rumah
didampingi oleh TKSK
tempat tinggalnya.
5
Ketepatan waktu
pelaksanaan Program RS-
RTLH
Batas waktu pelaksanaan
renovasi rumah yakni 100
hari dari semenjak
diterimanya bantuan oleh
penerima bantuan baik
yang berupa barang
102
maupun uang.
6
Dampak bagi masyarakat
penerima bantuan
Program RS-RTLH
Masyarakat merasa
terbantu dengan adanya
Program RS-RTLH dari
pemerintah
7
Dampak terhadap
penurunan angka rumah
tidak layak huni di
Kabupaten Serang
1. 1. Terjadi peningkatan
jumlah setiap tahunnya
dalam pelaksanaan
Program RS-RTLH di
Kabupaten Serang
sebanyak 777 rumah
dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2015.
2. 2. Belum ada penurunan
angka yang signifikan
dalam mengurangi
jumlah rumah tidak
layak huni di Kabupaten
Serang. Tahun 2010
jumlah rumah tidak
layak huni di Kabupaten
Serang mencapai 12.733
pemerintah baru dapat
membantu sebanyak 777
rumah.
Sumber : Peneliti, 2016
103
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan lapangan, maka
kesimpulan akhir pada penelitian Evaluasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak
layak Huni (RS-RTLH) di Kabupaten Serang Tahun 2013 berjalan cukup baik
namun belum optimal karena tidak sesuai dengan Pedoman RS-RTLH yang telah
dibuat oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI). Terjadi
penguluran waktu renovasi rumah karena faktor eksternal di lapangan dan karena
kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak pelaksana Program RS-RTLH.
Kurangnya tenaga ahli yang bekerja ditingkat kecamatan atau yang disebut
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), pergantian TKSK yang tidak
sesuai dengan kriteria pemilihan TKSK yang telah ditetapkan oleh Kemensos RI,
dan kurangnya transparansi data dari pihak Dinsos menyebabkan kualitas kerja
TKSK yang tidak maksimal. Dengan adanya Program RS-RTLH masyarakat
merasa terbantu dalam menciptakan rumah yang layak huni yang nyaman untuk
ditinggali. Namun sejauh ini belum bisa berdampak besar pada penurunan angka
rumah tidak layak huni yang ada di Kabupaten Serang. Dari sebanyak 12.733
(data rumah tidak layak huni tahun 2010) rumah tidak layak huni pemerintah baru
dapat membantu sebanyak 777 rumah.
104
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti paparkan dari hasil penelitian
dan temuan-temuan lapangan, maka peneliti memberikan saran yang dapat
dijadikan masukan agar pelaksanaan Program RS-RTLH di Kabupaten Serang
dapat berjalan lebih baik lagi seperti yang diharapkan. Adapun sarannya adalah
sebagai berikut :
1. Perlu adanya penambahan jumlah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan
(TKSK) disesuaikan dengan kriteria pemilihan TKSK yang telah dibuat
oleh Kemensos RI supaya tujuan Program RS-RTLH tercapai dengan
maksimal.
2. Dinas Sosial Kabupaten Serang harus lebih terbuka dalam memberikan
informasi pelaksanaan Program RS-RTLH di Tingkat Kecamatan dan
Desa. Salah satunya dengan cara memberikan buku Pedoman RS-RTLH
kepada setiap masing-masing TKSK dan pelaksana Program RS-RTLH di
tingkat kecamatan dan desa supaya pihak pelaksana kegiatan ditingkat
kecamatan dan desa paham betul mekanisme pelaksanaan Program RS-
RTLH. Untuk dapat menyamakan pemikiran guna menghindari
kesalahpahaman kerja antara Dinsos dan pihak pelaksana di tingkat
kecamatan dan desa.
3. Pelaksanaan Program RS-RTLH harus sesuai dengan Pedoman Program
RS-RTLH untuk meminimalisir kesalahan dan kekurangan yang terjadi
dalam proses pelaksanaan Program RS-RTLH. Bantuan baiknya diberikan
sesuai dengan kebutuhan penerima bantuan yang telah diajukan dalam
105
proposal pengajuan permohonan bantuan Program RS-RTLH dari tingkat
kecamatan.
4. Harus adanya peningkatan kualitas kerja pegawai Dinas Sosial Kabupaten
Serang. Untuk memaksimalkan keberhasilan Program RS-RTLH ditingkat
Kabupaten Serang. Manajemen proposal dan sistem monitoring yang lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abidin, Zainal Said. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
_____________2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI PUSLIT
UNPAD
Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara
Badjuri, Abdul Kahar dan Teguh Yuwono. 2002. Kebijakan Publik Konsep dan
Strategi. UNDIP
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Irawan, Prasetya. 2005. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: DIA FISIP Universitas Indonesia.
Islamy, M Irfan. 1998. Kebijakan Publik Modul Universitas Terbuka.
Jakarta:Karunika
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Kartasasmita, Ginanjar. (1997). Pemberdayaan Masyarakat : Konsep
Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Yogyakarta : UGM
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nugroho,
Riant D.. 2004. Kebijakan Publik:“Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi”. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Grasindo.
Parson, Wayne. 2008. Public Policy:Pengantar Teori dan Publik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Utama.
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Soekarno. 2003. Public Policy. Surabaya : Airlangga University Press
Sugiyono . 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta.
_________2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Suharto, Edi. 2004. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial : Konsepsi dan Strategi.
Jakarta : Balatbangsos.
Wibawa, Samodra, dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Widodo, Joko. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing.
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses, Jakarta: Media
Pressindo
_____________2014. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus).
Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service).
Peraturan Perundang-undangan
Pedoman Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dan Sarana
Lingkungan Tahun 2014
Peraturan Walikota Serang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Program RS-
RTLH
Laporan Kegiatan Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Serang
Tahun 2013
Laporan Kegiatan Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Serang
Tahun 2015
Artikel /Jurnal Abu Bakar, 2015. Evaluasi Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-
RTLH) Dalam Penanggulangan Kemiskinan Desa Mantang Lama
Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan Tahun 2010. Universitas Maritim
Raja Haji, Tanjungpinang. Universitas Maritim Raja Haji Lalangbuana
Bandung, Jawa Barat. Jurnal umrah.ac.id>2015/09>jurnal abu, diakses
pada tanggal 11april 2016, pukul 12.00 WIB.
Adi Fajar Nugraha. 2014. Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah
Tidak Layak Huni Tahun 2014 di Kota Serang. Jurusan Administrasi
Negara, Universitas Sultan Ageng Tirtyasa, Serang-Banten.
Anindita Mustika. 2015. Evaluasi Program Satu Kecamatan Satu Milyar di
Kecamatan Jombang Kota Cilegon. Jurusan Admnistrasi Negara,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten
Internet
Serangkab.go.id
TRANSKIP DATA DAN KODING
Keterangan
A : Jawaban Dimensi Pertanyaan
Q : Item Pertanyaan
I : Informan
A Koding
Q1-1
I
Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam Program RS-RTLH?
I1
Pihak Dinsos Kab Serang, Pihak kecamatan dibantu pula oleh
TKSK 1
I2
Dinsos, kecamatan dan TKSK setempat 2
Q1-2 Diberikan kepada siapa saja bantuan RS-RTLH?
I1
Bantuan RS-RTLH ditujukan kepada masyarakat miskin. Tahun
2013 bantuan diberikan kepada 130 rumah tidak layak huni yang
tersebar di 17 kecamatan yang terdiri dari 27 desa
3
I2
Bantuan RS-RTLH merupakan program bantuan untuk masyarakat
miskin yang mana bantuannya diberikannya dalam bentuk renovasi
rumah baik berupa dana maupun material bangunan. Tahun 2013
bantuan RS-RTLH diberikan di 17 kecamatan yang terdiri dari 130
rumah tidak layak huni
4
Q1-3 Apa yang anda ketahui tentang Program RS-RTLH?
I3-1
Program RS-RTLH merupakan program bantuan dari pemerintah
untuk masyarakat miskin dengan jalur rehabilitasi rumah. Setiap
rumah diberi bantuan baik yang berupa dana maupun barang
bangunan senilai Rp. 10.000.000.
5
I3-2 Program RS-RTLH itu program rehabilitasi rumah dari pemerintah
yang dibangun dengan asas gotong royong bersama dengan warga 6
penerima bantuan dibantu dengan warga lingkungan sekitar
I3-3
Program RS-RTLH merupakan kegiatan stimulan rehabilitasi
rumah tidak layak huni yang ada di Kabupaten Serang yang mana
dananya diberikan oleh pemerintah Provinsi Banten. Bantuan
diberikan dalam bentuk 2 macam, pertama uang, kedua barang.
Yang mana nilainya sama sejumlah Rp. 10.000.000.
7
I3-4
Program RS-RTLH merupakan program bantuan dari pemerintah
untuk masyarakat miskin yang bantuannya diberikan dalam bentuk
rehabilitasi rumah yang dibangun berdasarkan asas gotong royong
yang berkoordinasi dengan perangkat desa dan Dinsos Kabupaten
Serang
8
I3-5
Program RS-RTLH merupakan kegiatan rehabilitasi rumah yang
dananya dari pemerintah kabupaten diberikan dalam bentuk uang
maupun barang bangunan
9
Q1-4 Apa dan bagaimana tugas anda dalam pelaksanaan Program RS-
RTLH?
I3-1 Saya disini sebagai pendamping masyarakat penerima bantuan
Program RS-RTLH di Kecamatan Waringin Kurung yang disebut
TKSK. Tugas saya melakukan pendampingan kepada masyarakat
penerima bantuan dari mulai pendataan sampai pelaksanaan
rehabilitasi rumah penerima bantuan RS-RTLH
10
I3-2 Saya TKSK Kecamatan Mancak. Tugas saya mendampingi
masyarakat penerima bantuan RS-RTLH 11
I3-3 Saya adalah TKSK Kecamatan Pulo Ampel. Yang saya tahu saya
hanya sebagai pendamping masyarakat penerima bantuan Program
RS-RTLH dan sebagai pelaksana ditingkat kecamatan. Bahkan
saya hanya seperti orang yang diundang, semua diarahkan oleh
pihak Dinsos Kab Serang
12
I3-4 Saya TKSK Kecamatan Kibin. Saya dilantik baru-baru ini, akhir
tahun 2014. Tugas saya monitoring pelaksanaan Program RS-
RTLH ditingkat kecamatan bersama dengan bu lurah
13
I3-5 Dalam Program RS-RTLH saya bertugas sebagai pelaksana
kegiatan RS-RTLH di Kecamatan Kramatwatu. Bantuan dalam 14
bentuk dana. Saya merupakan TKSK Kec Kramatwatu. Saya
dilantik tahun 2015 saya merupakan TKSK pengganti.
B
Q2-1 Bagaimana mekanisme pelaksanaan Program RS-RTLH?
I1
Mekanisme pelaksanaan Program RS-RTLH semua tercantum
dalam buku pedoman RS-RTLH dan pelaksanaan di lapangan
mengikuti buku pedoman tersebut
15
I2
Mekanisme pelaksanaan Program RS-RTLH Dinsos laksanakan
sebagaimana yang tercantum dalam pedoman RS-RTLH. Setelah
didapat data rumah tidak layak huni dari TKSK dan PPLS 2011
kemudian kami survei lapangan bersama TKSK meninjau lokasi
data setelah itu kami buat proposal pengajuan ke Dinsos Provinsi
Banten untuk seterusnya diajukan ke Kemensos oleh Dinsos
Provinsi Banten. Setelah anggaran didapat kami mensortir data
calon penerima bantuan RS-RTLH disesuaikan dengan anggaran
yang diterima. Proposal pengajuan dari TKSK masuk kemudian
kami adakan sosialisasi di kantor Dinsos Kab serang. Kemudian
Dinsos melakukan monitoring tiga kali, pertama saat dana maupun
barang bangunan diterima masyarakat, kedua saat pengerjaan
renovasi rumah sudah 50%, ketiga saat rumah sudah selesai
dibangun
16
Q2-2 Bagaimana pelaksanaan Program RS-RTLH di Kecamatan anda?
I3-1 Pelaksanaan RS-RTLH berjalan cukup baik. Bantuan diberikan
dalam bentuk barang bangunan. Pembentukan kelompok sudah ada
sebelum barang bangunan diterima. Masyarakatnya penerima
bantuan mengikuti sosialisasi di kantor Dinsos Kab Serang.
Proposal pengajuan saya yang bantu buatkan.
17
I3-2 Pelaksanaan RS-RTLH di Mancak berjalan lancar. Tahun 2013
bantuan diberikan dalam bentuk bahan bangunan. Ada 5 rumah
yang dapat bantuan.
18
I3-3 Pelaksanaan kegiatan RSRTLH di Kec Pulo Ampel Desa Pulo
Panjang saya hanya separuh jalan saya. Karena saat itu terjadi
kesalahpahaman antara Dinsos, Perangkat Desa dan saya.
Sehingga saya tidak tahu pasti bagaimana keadaan pasti di
19
lapangan. Bantuan waktu itu diberikan dalam bentuk uang untuk
30 rumah yang ada di Desa Pulo Panjang. Saya tidak tahu pasti
berapa nominalnya karena masuk ke rekening kepala desa Pulo
Panjang. Yang saya tahu saya hanya monitoring kegiatan saja dan
melakukan pelaporan seharusnya.
I3-4 Kegiatan RS-RTLH di Kec Kibin Desa Ketos bantuan diberikan
dalam bentuk uang. Untuk pelaksanaan kegiatan RS-RTLH Tahun
2013 saya tidak tahu pasti karena saat itu TKSKnya bukan saya.
Saya baru dilantik tahun 2014 dengan SK Bupati. Tahun 2013
semua dikendalikan oleh ibu lurah Desa Ketos. Setiap rumah yang
mendapat bantuan semua selalu dirombak total dibangun dari awal
dengan bantuan dana dari ibu lurah. Pengerjaannya dibantu oleh
BPD, kelompok warga penerima bantuan dan warga sekitar
lainnya.
20
I3-5 Saya tidak tahu pasti bagaimana pelaksanaanya karena saat itu
TKSKnya masih yang lama. Yang sekarang pindah di Pol PP.
Memang menurut data yang ada hanya ada satu rumah saja yang
mendapat bantuan RS-RTLH ditahun 2013. Bantuannya dalam
bentuk uang
21
Q2-3
Apa kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan Program RS-
RTLH?
I1
Beragam kendala yang ditemukan karena pada dasarnya tidak ada
yang sempurna. Salah satunya kepastian waktu anggaran dari pusat
yang tidak tentu, kurangnya koordinasi ditingkat kecamatan dan
sebagainya
22
I2
Permasalahan yang ditemui umumnya permasalahan teknis saja,
kepastian waktu pencairan dana anggaran dari pusat, pembangunan
renovasi terulur waktunya karena faktor cuaca dan faktor-faktor
teknis di lapangan.
23
Q2-4 Apa kendala yang anda temui dalam pelaksanaan Program RS-
RTLH di Kecamatan anda?
I3-1 Kendala yang saya temui saat itu tidak banyak salah satunya
pelaksanaan rehab rumah yang melampaui batas waktu ketentuan
karena saat itu masalahnya rumah belum selesai direhab. Karena
24
masyarakat sekitar tidak berpartisipasi dalam pembangunan rumah.
Masyarakat mengganggap pemilik rumah kurang berbaur dengan
lingkungan sekitar sehingga masyarakat malas membantu. Setelah
adanya campurtangan dari bapak lurah dan dimusyawarahkan
bersama akhirnya masyarakat mau membantu pelaksanaan rehab
rumah.
I3-2 Tidak ada permasalahan berarti semua baik-baik saja. Hanya
pemahaman masyarakat saja yang merasa kurang bantuannya. 25
I3-3 Desa Pulo Panjang merupakan desa yang harus melewati laut
untuk mencapai kesana sehingga membutuhkan waktu lama untuk
pelaksanaan RS-RTLH di Kec Pulo Ampel Desa Pulo Panjang.
Selain itu membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Ongkos
pengangkutan bahan bangunan dihitung perbiji bukan borongan,
contohnya bata. Kalau tidak salah ongkos abta perbijinya Rp. 300.
Dan karena kurangnya keterbukaan antara Dinsos dan Kades
disitulah menimbulkan kesalahpahaman. Saya hanya ditugaskan
melakukan apa yang disuruh oleh Dinsos.
26
Q2-5 Permasalahan apa yang anda temui dalam pelaksanaan renovasi
rumah?
I4-1 Tidak ada masalah apa-apa. Hanya saja saya merasa tidak enak
hati karena tidak bisa menyuguhkan apa-apa saat gotong royong 27
I4-2 Tidak ada ongkos tukang sehingga saya harus mengeluarkan uang
untuk ongkos tukang dan untuk konsumsi gotong royong 28
I4-3 Tidak ada ongkos tukang sehingga saya harus mengeluarkan biaya
sendiri 29
C
Q3-1
Menurut anda, sudah berhasilkah Program RS-RTLH di
Kabupaten Serang Tahun 2013?
I1
Sudah berhasil program berjalan setiap tahun hanya tahun 2012
saja tidak dilaksanakan karena tidak mendapat anggaran dari
provinsi
30
I2
Cukup berhasil hanya dirasa kurang banyak saja bantuannya
terlalu minim anggarannya tidak sebanding dengan kriteria rumah
penerima bantuan RS-RTLH
31
Q3-2 Menurut anda, sudah berhasilkah pelaksanaan Program RS-RTLH
di Kecamatan anda?
I3-1 Sejauh ini dapat dikatakan berhasil. Bantuan tersalurkan, rumah
berhasil dibangun. 32
I3-2 Berhasil, semua rumah selesai dibangun 33
I3-3 Cukup berhasil hanya saja kurang ideal jumlahnya menurut saya
untuk di Desa Pulo Panjang. Idealnya 100 rumah pertahun yang
harus dibantu
34
I3-4 Berhasil. Rumah selesai dibangun 35
I3-5 Berhasil 36
Q3-3 Bagaimana perasaan anda saat mendapat bantuan Program RS-
RTLH dari Kabupaten Serang?
I4-1 Senang 37
I4-2 Senang, rumah saya sekaranga mendingan keadaannya 38
I4-3 Senang, rumah saya sekarang bagus 39
Q3-4 Darimana anda tahu Program RS-RTLH?
I4-1 Tahu dari Pak Mufasil (I1) 40
I4-2 Tahu dari pak lurah katanya rumah saya mau dibangun dapat
bantuan dari pemerintah 41
I4-3 Tahu dari ibu lurah katanya rumah saya dapat bantuan dari
pemerintah mau dibagusin 42
Q3-5 Menurut anda, seharusnya bagaimana pelaksanaan program
bantuan RS-RTLH?
I4-1 Saya merasa kurang biayanya karena nanggung jadinya 43
pembangunannya. Dan tidak ada ongkos buat petukang saya
merasa agak keberatan karena tidak ada uang. Seharusnya
disediakan uang untuk tukang dan keperluan lainnya buat gotong
royong
I4-2 Seharusnya disediakan petukang yang ahli dalam membangun
rumah karena dengan tidak adanya petukang kami (kelompok
masyarakat penerima bantuan RS-RTLH) membuat kami harus
mencari petukang dan membayarnya. Selain itu harus ada dana
konsumsi untuk kegiatan gotong royong
44
I4-3 Seharusnya lebih banyak lagi bantuannya supaya rumah-rumah
lain juga mendapat bantuan seperti saya 45
D
Q4-1 Menurut Anda, Apa harapan anda dengan adanya Program RS-
RTLH di Kabupaten Serang?
I1 Harapan saya semoga dengan adanya Program RS-RTLH di
Kabupaten Serang dapat mengurangi jumlah angka kemiskinan
yang ada di Kabupaten Serang terutama jumlah rumah tidak layak
huni yang ada di Kabupaten Serang
46
I2 Harapan saya masyarakat yang menerima bantuan Program RS-
RTLH dapat berwirausaha di rumahnya untuk membantu
perekonomian keluarganya. Dan dengan begitu diharapkan dapat
menurunkan jumlah angka kemiskinan yang ada di Kabupaten
Serang.
47
KODING DATA
Kode Kata Kunci 1 Dinsos Kab Serang, Kecamatan dan TKSK
2 Dinsos, Kecamatan dan TKSK
3 Bantuan diberikan kepada masyarakat miskin yang tersebar di 17
kecamatan
4 Bantuan diberikan di 17 kecamatan terdiri dari 130 rumah
5 Program bantuan pemerintah dengan jalur rehabilitasi rumah
6 Program RS-RTLH adalah program rehabilitasi rumah yang
dibangun dengan asas gotong royong
7 Program stimulan rehabilitasi rumah yang bantuannya diberikan
dalam bentuk uang maupun barang bangunan
8 Program RS-RTLH adalah program bantuan rehabilitasi rumahyang
berkoordinasi dengan perangkat desa
9 kegiatan rehabilitasi rumah yang dananya dari pemerintah kabupaten
diberikan dalam bentuk uang maupun barang bangunan
10 Sebagai pendamping masyarakat penerima bantuan RS-RTLH
11 Pendamping masyarakat penerima bantuan RS-RTLH
12 Pendamping masyarakat penerima bantuan RS-RTLH
13 Monitoring bantuan RS-RTLH
14 Pelaksana kegiatan RS-RTLH
15 Tercantum dalam pedoman RS-RTLH
16 Pelaksanaan sebagaimana pedoman RS-RTLH
17 Pelaksanaan RS-RTLH Cukup baik
18 Pelaksanaan RS-RTLH Lancar
19 Terjadi kesalahpahaman antara Dinsos dan Kades
20 Pelaksanaan diambil alih ibu lurah
21 Pelaksanaan hanya satu rumah
22 Ketidakpastian waktu pencairan anggaran
23 Terjadi penguluran waktu renovasi rumah
24 Kurangnya partisipasi masyarakat sekitar
25 Pemahaman masyarakat yang merasa kurang bantuannya
26 Kurangnya keterbukaan informasi antara Dinsos, Kades dan TKSK
27 Tidak adanya dana konsumsi
28 Tidak adanya ongkos
29 Tidak adanya ongkos tukang
30 Pelaksanaan RS-RTLH Berhasil
31 Pelaksanaan RS-RTLH Cukup berhasil
32 Berhasil, bantuan tersalurkan
33 Berhasil, rumah selesai dibangun
34 Berhasil namun kurang ideal jumlah bantuan
35 Berhasil
36 Berhasil
37 Senang
38 Senang keadaan rumah lebih baik
39 Senang rumah menjadi bagus
40 Informasi dari pak Mufasil (I1)
41 Informasi dari pak lurah
42 Informasi dari bu lurah
43 Bantuan dianggap kurang
44 Butuh petukang dalam pelaksanaan rehabilitasi rumah
45 Butuh bantuan lebih banyak lagi agar merata
46 Diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan Kabupaten Serang
47 Diharapkan masyarakat penerima bantuan dapat berwirausaha di
rumah
KATEGORISASI DATA
No Kategori Rincian Isi Kategori
1 Pelaksana kegiatan Dinsos Kab Serang, Kecamatan dan TKSK
Dinsos, Kecamatan dan TKSK
2 Bantuan diberikan
kepada siapa saja
Bangtuan diberikan pada masyarakatak
miskin di 17 kecamatan
Bantuan diberikan pemerintah dengan jalur
rehab rumah
3
Pengetahuan
informasi tentang
RS-RTLH
Program bantuan peemrintah dengan jalur
rehabilitasi rumah
Program RS-RTLH adalah program
rehabilitasi rumah yang dibangun dengan
asas gotong royong
Program stimulan rehbailiatsi rumah yang
bantuannya diberikan dalam bentuk uang
maupun barang bangunan
Program RS-RTLH adalah program bantuan
rehabilitasi rumah yang berkoordinasi
dengan perangkat desa
Kegiatan rehabilitasi rumah yang dananya
dari peemrintah kabupaten dalam bentuk
uang maupun barang bangunan
4 Tugas TKSK
Sebagai pendamping masyarakat penerima
bantuan RS-RTLH
Sebagai pendamping masyarakat penerima
bantuan RS-RTLH
Sebagai pendamping masyarakat penerima
bantuan RS-RTLH
Monitoring pelaksanaan kegiatan RS-RTLH
Pelaksana kegiatan RS-RTLH
5
Mekanisme
pelaksanaan RS-
RTLH
Tercantum dalam Pedoman RS-RTLH
Pelaksanaan sebagai Pedoman RS-RTLH
6
Mekanisme
pelaksanaan RS-
RTLH di Kecamatan
Pelaksanaan RS-RTLH cukup baik
Pelaksanaan RS-RTLH lancar
Terjadi kesalahpahaman antara Dinsos dan
Kades
Pelaksanaan diambil alih oleh ibu lurah
Pelaksanaan hanya di satu rumah
7 Kendala pelaksanaan
RS-RTLH
Ketidakpastian waktu pencairan anggaran
Terjadi penguluran waktu
8 Kendala pelaksanaan Kurangnya partisipasi masyarakat sekitar
RS-RTLH di
Kecamatan Pemahaman masyarakat bahwa bantuannya
kurang
Kuranya keterbukaan informasi antara
Dinsos, Kades dan TKSK
9 Kendala pelaksanaan
renovasi rumah
Tidak adanya dana konsumsi
Tidak adanya ongkos petukang
Tidak adanya ongkos petukang
10
Keberhasilan
Program RS-RTLH
secara menyeluruh
Pelaksanaan RS-RTLH berhasil
Pelaksanaan RS-RTLH cukup berhasil
11
Keberhasilan
Program RS-RTLH
tingkat kecamatan
Berhasil, bantuan tersalurkan
Berhasil, rumah selesai dibangun
Berhasil, namun jumlah bantuan kurang
ideal
Berhasil
Berhasil
12
Perasaan warga
penerima bantuan
RS-RTLH
Senang
Senang keadaan rumah lebih baik
Senang rumah menjadi bagus
13 Informasi RS-RTLH
Informasi dari Pak Mufasil (I1)
Informasi dari Pak lurah
Informasi dari Bu Lurah
14 Saran pelaksanaan
RS-RTLH
Jumlah bantuan dianggap kurang
Butuh petukang dalam pelaksanaan
renovasi rumah
Bantuan lebih banyak lagi agar merata
15
Harapan dengan
adanya RS-RTLH di
Kab Serang
Dapat mengurangi jumlah angka
kemiskinan di Kabupaten Serang
Dapat berwirausaha di rumah
CATATAN LAPANGAN
Selasa, 1 September 2015
Pukul 09:00 WIB.
Peneliti bertemu dengan I2 bertempat di Dinas Sosial Kabupaten Serang, untuk
mengecek kembali disposisi surat ijin penelitian, dimana peneliti juga
mendapatkan data terkait kegiatan Program RS-RTLH Tahun 2013 yang
dilaksanakan di Kabupaten Serang, dan peneliti juga diperkenankan untuk
mewawancarai Ibu Kabid Kesejahteraan Sosial (Kesos) Dinas Sosial Kabupaten
Serang
Jumat, 11 September 2015
Pukul 09.39 WIB
Peneliti meminta data ke Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Serang terkait
data masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Serang perkecamatan
Selasa, 8 Desember 2015
Pukul 09.40 WIB
Peneliti melakukan observasi awal lapangan ke Kecamatan Waringin Kurung
mewawancarai masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Pukul 15.00
Peneliti bertemu dengan I3-1 untuk melakukan wawancara pelaksanaan Program
RS-RTLH tahun 2013 di Kecamatan Waringin Kurung
Senin, 4 Januari 2016
Pukul 11.00 WIB
Peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat penerima bantuan Program
RS-RTLH Tahun 2013 di Kecamatan Mancak. Wawancara dilakukan di kediaman
masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Pukul 12.30 WIB
Peneliti mewawancarai Bapak Satiri selaku Ketua RT Kampung Salam Mancak
bersama I3-2 di Pos ronda terkait data pelaksanaan RS-RTLH di Kecamatan
Mancak
Rabu, 6 April 2016
Pukul 10.00 WIB
Peneliti melakukan wawancara bersama I2 di Kantor Kesos Dinsos Kabupaten
Serang. Wawancara mendalam pelaksanaan Program RS-RTLH di Kabupaten
Serang Tahun 2013.
Sabtu, 6 Agustus 2016
Pukul 13.52 WIB
Peneliti bertemu dengan I3-4 untuk melakukan wawancara pelaksanaan Program
RS-RTLH di Kecamatan Kibin. Wawancara dilakukan di Pos ronda Kampung
Pasir Kecamatan Kibin.
Pukul 15.07 WIB
Peneliti melakukan survei lokasi rumah penerima bantuan Program RS-RTLH di
Kecamatan Kibin yang mana terdapat di Kampung Pasir dan Kampung Ceri.
Peneliti mewawancarai I4-3 di kediamannya.
Minggu, 7 Agustus 2016
Pukul 10.43 WIB
Peneliti melakukan wawancara dengan I3-5 di kediamannya terkait data
pelaksanaan Program RS-RTLH di Kecamatan Kramatwatu
Selasa, 9 Agustus 2016
Pukul 09.30 WIB
Peneliti melakukan wawancara bersama I3-3 di Bengkel Putra Agung Legok untuk
mendapatkan data pelaksanaan Program RS-RTLH di Kecamatan Pulo Ampel
Desa Pulo Panjang.
Daftar Pertanyaan Informan
Unsur Instansi :
Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial dan Kepala Seksi Bina Masyarakat Kumuh
dan Tertinggal (Dra. Iin Adillah dan Drs. Muhammad Ridwan)
1) Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam Program RS-RTLH?
2) Diberikan kepada siapa saja bantuan RS-RTLH?
3) Bagaimana mekanisme pelaksanaan Program RS-RTLH?
4) Apa kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan Program RS-RTLH?
5) Menurut anda, sudah berhasilkah Program RS-RTLH di Kabupaten Serang
Tahun 2013?
6) Menurut anda, apa harapan anda dengan adanya Program RS-RTLH di
Kabupaten Serang?
Unsur Pelaksana Program :
Tenaga Kerja Kesejahteraan Kecamatan (TKSK) (TKSK Kecamatan Waringin
Kurung, TKSK Kecamatan Mancak, TKSK Kecamatan Pulo Ampel, TKSK
Kecamatan Pulo Ampel, TKSK Kecamatan Kibin, TKSK Kecamatan
Kramatwatu)
1) Apa yang anda ketahui tentang Program RS-RTLH?
2) Apa dan bagaimana tugas anda dalam pelaksanaan Program RS-RTLH?
3) Bagaimana pelaksanaan Program RS-RTLH di Kecamatan anda?
4) Apa kendala yang anda temui dalam pelaksanaan Program RS-RTLH di
Kecamatan anda?
5) Menurut anda, sudah berhasilkah pelaksanaan Program RS-RTLH di
Kecamatan anda?
Unsur Penerima Program :
Masyarakat Penerima Bantuan Program RS-RTLH (Safro, Rokani, Bakriyah)
1) Bagaimana perasaan anda saat mendapat bantuan Program RS-RTLH dari
Kabupaten Serang?
2) Darimana anda tahu Program RS-RTLH?
3) Permasalahan apa yang anda temui dalam pelaksanaan renovasi rumah?
4) Menurut anda, seharusnya bagaimana pelaksanaan program bantuan RS-
RTLH?
Wawancara bersama Bapak Sarman (TKSK Kibin) dan Anggota LSM Kampung
Ceri Kecamatan Kibin
Wawancara bersama Bapak Mufasil (TKSK Kecamatan Waringin Kurung)
Wawancara bersama masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Mancak
Wawancara bersama masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH di
Kecamatan Kibin Kampung Ceri
Kondisi fisik dapur dan kamar mandi rumah Ibu Bakriyah penerima bantuan
Program RS-RTLH
Rumah Bapak Rokani masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Waringin Kurung
Wawancara bersama masyarakat penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Waringin Kurung
Sosialisasi Program RS-RTLH Tahun 2016 di Aula Kantor Dinas Sosial
Kabupaten Serang
Wawancara bersama masyarakat penerima bantuan di Kecamatan Kibin
Rumah Bapak Samsudin tahun 2016 penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Kibin
Wawancara dengan Ibu Bakriyah penerima bantuan Program RS-RTLH
Kecamatan Kibin
RIWAYAT HIDUP
1. IdentitasPribadi
Nama : Nurhayatul Jannah
Nim : 6661091850
Tempat, TanggalLahir : Serang, 27 Juli 1991
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl.Gempol Rt 05 Rw 01 Kec. Kramatwatu Kab.
Serang kodepos 42161
2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : H.Nurahman
NamaIbu : Hj.Anah
3. RiwayatPendidikan
SD : SD Negeri 1 Kramatwatu (1997-2003)
SLTP : SLTP Negeri 1 Kramatwatu (2003-2006)
SMA : SMA Negeri 1 Kramatwatu (2006-2009)
PerguruanTinggi (S1) : Adm. Negara-UNTIRTA (2009-2016)