evaluasi drug related problems (drps) pada pasien asma ... · asma didefinisikan sebagai gangguan...
TRANSCRIPT
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ASMA
BRONKIAL DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RINI
YOGYAKARTA BULAN JANUARI-DESEMBER 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yuniar Handayani
NIM : 068114077
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ASMA
BRONKIAL DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RINI
YOGYAKARTA BULAN JANUARI-DESEMBER 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yuniar Handayani
NIM : 068114077
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
v
segala perkara dapat kutanggung di dalam
DIA yang memberi kekuatan kepadaku
(Filipi 4:13)
Kupersembahan karyaku ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Kedua orang tuaku
Kakak dan Adikku tercinta
dan almamaterku...
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma
Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan
Januari-Desember 2009” ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan kali ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara
lain:
1. Tuhan Yesus Kristus yang Maha Baik atas segala berkat dan semangat-Nya
dan Bunda Maria atas kebaikan, semangat, dan kekuatan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Bapak Ipang Djunarko,
M.Sc., Apt. atas bimbingannya selama penulis melakukan proses
pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
3. Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk
penulis sehingga dapat melakukan penelitian ini.
4. Ibu dr. Luciana Kuswibawati M.Kes. selaku dosen pembimbing atas
dukungan, arahan, serta semangat yang diberikan kepada penulis selama
proses penyusunan skripsi.
ix
5. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku dosen penguji skripsi atas dukungan,
arahan, kritik, dan masukan serta semangat yang diberikan kepada penulis.
6. Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt. selaku dosen penguji skripsi atas
dukungan, arahan, kritik, dan masukan serta semangat yang diberikan kepada
penulis.
7. Kepala beserta staf Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit) dan Bagian
Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta atas bantuan dan
dukungannya.
8. Seluruh pasien asma bronkial di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang
secara tidak langsung telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Segenap dosen pengajar, staf sekretariatan serta laboran Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kedua orangtuaku Slamet Widodo, S. Pd. dan Khristina Wuryani yang
dengan tulus ikhlas memberikan dukungan berupa kasih sayang, nasehat
maupun materi dalam setiap langkah hidup penulis.
11. Kakak dan adikku, Febrina Widya Hesti dan Yustina Tyas Kurniawati, atas
dukungan dan suka duka yang dijalani bersama dalam setiap langkah hidup
penulis.
12. Alexander Arie, atas editannya, kasih sayang, dukungan dan semangat yang
sangat berharga untuk penulis.
13. Seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas dukungan,
kasih sayang dan doanya.
x
14. Teman-temanku kost “Lovely” Melia, Satya, Pia, Yenita, Sisca, dan Aga
yang telah memberi semangat dan bantuan pada penulis.
15. Seluruh teman-teman Farmasi angkatan ‘06 pada umumnya dan teman-teman
FKK A’06 pada khususnya atas kebersamaan yang telah dilalui bersama.
16. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Baik memberikan berkat-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi yang membaca.
Yogyakarta, 19 Agustus 2010
Penulis
xi
INTISARI
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yangmelibatkan banyak sel dan komponennya. Asma merupakan sepuluh besarpenyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pengobatan asma bronkialcenderung bersifat mencegah, mengurangi gejala dan berlangsung dalam periodeyang cukup lama sehingga perlu adanya evaluasi terapi yang diharapkan dapatmembantu pasien untuk memperoleh pelayanan medis yang optimal sehinggapasien dapat terhindar dari Drug Related Problems (DRPs).
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangandeskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Pengumpulan data dilakukandengan cara mengumpulkan data-data rekam medis pasien asma bronkial yangkemudian dianalisis dengan metode subjective, objective, assessment, plan(SOAP) dengan menggunakan pustaka MIMS Indonesia edisi 7 tahun 2007/2008,Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008, Informatorium ObatNasional Indonesia (IONI) 2000, Drug Information Handbook (DIH) edisi 14,dan Drug Interaction Facts (DIF).
Kasus asma bronkial di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009 sebanyak 32 kasus. Prosentase umur terbesar pada umur 12<n≤65tahun yaitu 60%, dengan jenis kelamin perempuan yaitu 68,75%. Pada polapengobatan asma bronkial terdapat 9 kelas terapi dengan penggunaan obatterbanyak yaitu obat sistem pernapasan sebesar 100% diikuti gizi dan darahsebesar 96,9%. Hasil evaluasi menunjukkan kejadian DRPs adverse drug reaction(ADR) dan interaksi obat sebesar 31,25%.
Kata kunci : asma bronkial, drug related problems (DRPs)
xii
ABSTRACT
Asthma was a chronic inflammation interference of respiratory track whichinvolve many cells and its components. Asthma is the big ten causes of death andillness in Indonesia. The medical treatment of bronchial asthma is tend to restrain,reduce the indication and it is for quite long duration thus need therapy evaluationwhich expected can help patient to get optimal medical treatment to avoid DrugRelated Problems (DRPs).
This is non experimental study with descriptive evaluative plan which haveretrospective characteristic. The data collection done by collect the medical recorddata of patient with bronchial asthma, and analyzed by subjective, objective,assessment, plan (SOAP) using MIMS Indonesia 7th edition (2007/2008),Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008, Informatorium ObatNasional Indonesia (IONI) 2000, Drug Information Handbook (DIH) 14th edition,and Drug Interaction Facts (DIF).
Bronchial asthma cases in Panti Rini Hospital during January-December2009 were 32 cases. The biggest percentage age of 12<n≤65 is 60% with 68,75%is woman. The medical treatment pattern of bronchial asthma has 9 therapyclasses, the highest was respiratory drugs (100%) and nutrition and blood(96,9%). The evaluation result shows DRPs adverse drug reaction (ADR) anddrug interaction 31,25%.
Key words: bronchial asthma, Drug Related Problems (DRPs)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vii
PRAKATA viii
INTISARI xi
ABSTRACT xii
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR GAMBAR xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I. PENGANTAR 1
A. Latar Belakang 1
1. Perumusan Masalah 3
2. Keaslian Penelitian 4
3. Manfaat Penelitian 4
a. Manfaat Teoritis 4
b. Manfaat Praktis 4
4. Tujuan Penelitian 5
xiv
1. Tujuan Umum 5
2. Tujuan Khusus 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 6
A. Drug Related Problems (DRPs) 6
B. Asma Bronkial (Asma) 7
1. Definisi 7
2. Etiologi 8
3. Patofisiologi 9
4. Gejala dan Tanda 12
5. Diagnosis 13
6. Pembagian Asma Secara Klinis 15
7. Penatalaksanaan Terapi Asma 16
a. Tujuan Terapi 16
b. Sasaran Terapi 17
c. Strategi Terapi 17
d. Penatalaksanaan Terapi Asma Pada Anak 24
8. Keterangan Empiris 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 26
B. Definisi Operasional 26
C. Subjek Penelitian 28
D. Bahan Penelitian 28
E. Lokasi Penelitian 28
xv
F. Jalannya Penelitian 28
1. Persiapan 28
2. Pengumpulan data 29
3. Analisis data 29
4. Pembahasan kasus 29
G. Tata Cara Analisis Hasil 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 33
A. Karakteristik Pasien 33
1. Distribusi Umur 33
2. Distribusi Jenis Kelamin 35
3. Diagnosis 36
B. Pola Pengobatan 36
1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna 38
2. Obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler 39
3. Obat yang bekerja pada sistem pernapasan 40
4. Obat yang digunakan untuk infeksi 43
5. Obat yang bekerja sebagai analgesik 44
6. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat 45
7. Obat-obat hormonal 46
8. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah 47
9. Anestetik 48
C. Kajian Drug Related Problem (DRPs) 49
1. Efek Obat Merugikan (adverse drug reaction) 49
xvi
2. Dosis obat berlebihan 51
3. Perlu tambahan obat 51
4. Tidak butuh obat 52
5. Pemilihan obat salah 52
6. Dosis terlalu rendah 52
D. Rangkuman Pembahasan 52
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 53
B. Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN 58
BIOGRAFI PENULIS 125
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Klasifikasi Asma Secara Klinis 15
Tabel II. Karakteristik Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Diagnosis di Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 36
Tabel III. Distribusi Kelas Terapi Obat Kasus Pasien Asma Bronkial di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-
Desember 2009 36
Tabel IV. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran
Cerna yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-
Desember 2009 38
Tabel V. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran
Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma
Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
Bulan Januari-Desember 2009 39
Tabel VI. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada Sistem
Pernapasan yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan
Januari-Desember 2009 40
Tabel VII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat untuk Infeksi yang Digunakan
pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 43
xviii
Tabel VIII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat sebagai Analgesik yang
Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009 44
Tabel IX. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada Sistem
Saraf Pusat yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan
Januari-Desember 2009 45
Tabel X. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat –Obat Hormonal yang
Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009 46
Tabel XI. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Gizi dan
Darah yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan
Januari-Desember 2009 47
Tabel XII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat Anestetik yang Digunakan
pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 48
Tabel XIII. Kejadian DRPs Adverse Drug Reaction dan Interaksi Obat pada
Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini
Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 50
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bronkus normal dan bronkus pada penderita asma 8
Gambar 2 Mekanisme terjadinya asma 11
Gambar 3. Patofisiologi asma 12
Gambar 4. Kapasitas dan volume paru-paru 13
Gambar 5. Penatalaksanaan asma pada anak 24
Gambar 6. Diagram Prosentase Pasien Asma Bronkial Berdasarkan
Umur di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009 33
Gambar 7. Diagram Prosentase Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Jenis
Kelamin di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-
Desember 2009 35
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Data dan Analisis DRPs Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009 60
Lampiran II. ABBREVIATIONS 125
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang
melibatkan banyak sel dan komponennya (Kelly dan Sorkness, 2005). Asma
merupakan sepuluh besar penyebab sakit dan kematian di Indonesia, salah satunya
tergambar dari data studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia (5,6%). Prevalensi asma di
seluruh Indonesia pada tahun 1995 adalah sebesar 13/1000. Angka ini lebih besar
dibandingkan bronkitis kronik (11/1000) dan obstruksi paru (2/1000).
Peningkatan penderita asma bronkial di Indonesia juga terlihat dari hasil
penelitian pada anak usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
International Study on Asthma and Allergy in Children (ISAAC) yang pada tahun
1995 menunjukkan prevalensi asma 2,1%, pada tahun 2003 menunjukkan angka
5,2% (Anonim, 2007).
Berdasarkan data di atas, sangat diperlukan suatu pengobatan efektif yang
dapat mengurangi gejala-gejala yang menyertai penyakit asma dan dapat
mencegah serangan asma. Peningkatan prevalensi serangan asma yang meningkat
dapat terlihat dari meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka
kematian. Penanganan yang tepat dan berhasil dapat memperkecil kematian
karena asma bronkial, serta dapat memperbaiki kualitas hidup penderita. Di
2
samping itu juga dapat memperkecil kegawatdaruratan yang diakibatkan oleh
asma bronkial (Crockett, 1994).
Terkait dengan proses penanganan yang memerlukan obat, dimungkinkan
pula adanya Drug Related Problems (DRPs). Drug Related Problems (DRPs)
merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang
melibatkan atau dicurigai melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi
bertentangan dengan hasil yang diinginkan atau dapat diartikan sebagai masalah-
masalah yang berhubungan dengan obat (Cipolle, 1998).
Pada pengobatan penyakit asma bronkial, meskipun pengobatan efektif telah
dilakukan untuk menurunkan morbiditas karena asma, keefektifan hanya tercapai
jika penggunaan obat telah sesuai. Pada umumnya pengobatan asma bronkial
cenderung bersifat mencegah, mengurangi gejala dan berlangsung dalam periode
yang cukup lama sehingga perlu adanya evaluasi terapi yang diharapkan dapat
membantu pasien untuk memperoleh pelayanan medis yang optimal sehingga
pasien dapat terhindar dari DRPs.
Rumah sakit memiliki stratifikasi tersendiri, mulai dari rumah sakit yang
mempunyai fasilitas pelayanan medik lengkap sampai pada kemampuan medik
dasar. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama adalah rumah sakit umum swasta
yang memberikan pelayanan medik bersifat umum setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar dengan kapasitas tempat tidur kurang dari
100. Salah satu rumah sakit tipe pratama adalah Rumah Sakit Panti Rini. Rumah
Sakit Panti Rini memiliki pelayanan dasar, umum, dan gigi serta pelayanan medik
3
spesialistik 4 dasar sesuai dengan standar minimal rumah sakit kelas pratama yaitu
Spesialis Penyakit Dalam, Kebidanan dan Kandungan, Bedah dan Penyakit anak.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut ini.
a. Bagaimanakah karakteristik pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009?
b. Bagaimanakah pola pengobatan pasien asma bronkial di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009?
c. Apakah terdapat Drug Related Problems (DRPs) seperti butuh obat (need
for additional drug therapy), tidak butuh obat (unnecessary drug therapy),
obat salah (wrong drug), dosis kurang (dosage too low), dosis berlebih
(dosage too high), munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping
obat (adverse drug reaction), dan adanya interaksi obat (drug interaction)
pada pasien asma di Rumah Sakit Panti Rini ?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai
Drug Related Problems (DRPs) pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai
asma bronkial yang sudah ada membahas tentang pola pengobatan dan kajian
profil peresepan.
Penelitian-penelitian mengenai asma yang pernah dilakukan antara lain:
4
a. Anitawati (1996) mengenai “Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial untuk
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Selama Tahun
1998”.
b. Kusuma (1998) mengenai “Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan
pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2002”.
c. Nugraha (2002) mengenai “Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2006”.
d. Chinthia (2002) mengenai “Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial pada
Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1999-2001”.
e. Gibson (2002) mengenai “Kajian Peresepan Pasien Dewasa Asma Bronkial
Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih
Yaogyakarta Tahun 2000”.
f. Wibowo (2003) mengenai “Kajian Profil Peresepan Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali Tahun 2005”.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi sumber informasi dan
evaluasi pengobatan pada pasien asma bronkial.
b. Manfaat praktis
5
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
informasi, dan referensi untuk bahan pertimbangan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya para
penderita asma bronkial di instalasi rawat inap.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi terjadinya Drug Related
Problems (DRPs) pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. karakteristik pasien asma bronkial,
b. pola pengobatan pasien asma bronkial,
c. potensial kejadian Drug Related Problems yang mungkin terjadi pada
pasien asma bronkial yang meliputi:
1) membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy),
2) obat yang tidak dibutuhkan (unnecessary therapy),
3) pemilihan obat salah (wrong drug),
4) dosis terlalu rendah (dose too low),
5) efek obat merugikan (adverse drug reaction),
6) dosis terlalu tinggi (dose too high),
di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Drug Related Problems (DRPs)
Asuhan kefarmasian membutuhkan kemampuan dari pelaku farmasi untuk
mengidentifikasi masalah DRPs guna peningkatan kualitas hidup pasien (Kelly
dan Sorkness, 2005). Masalah-masalah dalam kajian DRPs menurut Cipolle,
Strand dan Morley (1998) antara lain:
1. membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy), jika kondisi
baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutukan kelanjutan
terapi obat, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang
mempunyai risiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk
pencegahannya.
2. tidak butuh obat (unnecessary drug therapy), jika obat yang diberikan tidak
sesuai dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang
seharusnya tidak diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk
mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
3. obat salah (wrong drug), jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif
(kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi ekonomis,
pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang diberikan
mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, dan antibiotika
yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.
7
4. pasien mendapat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low), jika
dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval dosis
tidak cukup.
5. pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat
terlalu tinggi untuk memberikan efek.
6. munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug
reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada
faktor risiko, ada interakis dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah
akibat penggunaan obat.
7. ketidaktaatan pasien pada penggunaan obat yang diresepkan (uncompliance),
jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error
(peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), ketidaktaatan pasien,
pasien tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak
menggunakan obat karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak
menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang
dianjurkan.
Dokumentasi mengenai pasien mutlak diperlukan dalam mendefinisikan tujuan
terapi dan menghindari terjadinya DRPs (Kelly dan Sorkness, 2005).
B. Asma Bronkial (Asma)
1. Definisi
The National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)
mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang
8
melibatkan peran banyak sel dan komponennya, yaitu sel mast, eosinofil, T-
limfosit, makrofag, neutrofil, dan sel-sel epitel (Kelly dan Sorkness, 2005).
Gangguan ini menyebabkan penyempitan jalan napas yang menyebabkan
terjadinya kesulitan bernapas (Neal, 2002).
Pada individu yang rentan, inflamasi ditunjukkan dengan adanya mengi,
kesulitan bernafas, dada terasa sesak, dan batuk yang biasanya terjadi pada malam
hari atau dini hari. Hal tersebut terkait dengan obstruksi jalan udara yang sering
terjadi reversibel baik secara spontan maupun sebagai hasil terapi (Kelly dan
Sorkness, 2005).
Gambar 1. Bronkus normal dan bronkus pada penderita asma (Adam, 2005)
2. Etiologi
Penyebab asma belum diketahui secara pasti. Asma merupakan penyakit
kompleks dengan faktor genetik dan faktor lingkungan yang ikut berperan di
dalam menyebabkan terjadinya asma. Faktor pemicu asma adalah:
a. atopy (hipersensitivitas),
b. zat allergen, misalnya: asap, debu, bulu binatang, serbuk sari,
c. obat-obat tertentu, misalnya: NSAID (ibuprofen, aspirin),
9
d. infeksi bakteri dan virus pada saluran pernapasan,
e. olahraga,
f.kelelahan dan stress,
g. lingkungan : cuaca dingin,
h. pekerjaan (Kelly dan Sorkness, 2005).
3. Patofisiologi
Karakteristik utama asma adalah obstruksi jalan udara yang terkait dengan
bronkospasmus, edema, hipersekresi, Bronchial Hiperresponsive (BHR), dan
inflamasi jalan udara (Kelly dan Sorkness, 2005). Selama serangan pasien
mengalami mengi dan kesulitan bernapas akibat bronkospasme, edema mukosa
dan pembentukan mukus. Bronchial Hiperresponsive (BHR) disebabkan oleh:
a. kontraksi otot polos (bronkokonstriksi),
b. hipersekresi mukus,
c. edema mukosa (William and Self, 2002).
Munculnya inflamasi saluran napas pada penderita asma melibatkan sel-sel
inflamasi (sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia (histamin,
leukotrien, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor kemotaktik (sitokinin
dan kemotaxin). Inflamasi terjadi apabila timbul respons berlebihan pada saluran
napas penderita asma, sehingga cenderung terjadi penyempitan saluran napas
yang diakibatkan oleh respon alergi, iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal
tersebut juga mengakibatkan edema, peningkatan produksi mukus, keluarnya sel
inflamasi pada saluran napas dan sel epitel mengalami kerusakan (Nelson, 2006).
10
Gambar 2. Mekanisme terjadinya asma (Kelly dan Sorkness, 2005)
Reaksi alergi fase awal dimulai dengan adanya alergen yang terhirup dan
menyebabkan aktivasi sel yang akan menghasilkan antibodi IgE yang spesifik
terhadap alergen. Aktivasi yang cepat dari sel mast dan makrofag pada saluran
napas akan membebaskan mediator proinflamasi seperti histamin dan eikosanoid
yang menginduksi kontraksi otot polos, sekresi mukus, vasodilatasi dan eksudasi
plasma pada saluran napas sehingga menyebabkan kebocoran plasma protein yang
kemudian menginduksi terjadinya penebalan dan pembengkakan saluran napas
serta penyempitan lumen yang disertai dengan sulitnya pengeluaran mukus (Kelly
dan Sorkness, 2005).
Reaksi inflamasi fase akhir pada penderita asma terjadi selama 6 sampai 9
jam setelah serangan alergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit-T, basofil,
neutrofil, dan makrofag. Eosinofil akan bermigrasi ke dalam saluran napas dan
11
membebaskan mediator inflamasi berupa leukotrien dan protein granul, mediator
sitotoksik, dan sitokin. Adanya aktivasi limfosit-T menyebabkan pembebasan
sitokin dari sel T-helper tipe 2 (Th2) yang akan memperantarai inflamasi alergik
(IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13). Sebaliknya sel T-helper tipe 1 (Th1)
menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting untuk mekanisme
pertahanan selular. Adanya inflamasi asmatik alergik dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara sel Th1 dan Th2 (Kelly dan Sorkness, 2005).
Degranulasi sel mast sebagai respon terhadap alergen mengakibatkan
pembebasan mediator seperti histamin, faktor kemotaksis, eosinofil dan neutrofil,
leukotrien C4, D4, dan E4, prostaglandin dan faktor pengaktivasi platelet (PAF).
Histamin mampu menginduksi konstriksi otot polos dan bronkospasme dan
berperan dalam edema mukosa dan sekresi mukus sedangkan makrofag alveolar
akan membebaskan sejumlah mediator inflamasi termasuk PAF, leukotrien B4,
C4, dan D4. Adanya produksi faktor kemotaktik neutrofil dan eosinofil dapat
memperkuat proses inflamasi (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi,
Kusnandar, 2008).
Jalur 5-lipooksigenase dari asam pemecahan asam arakhidonat berhubungan
dengan produksi leukotrien. Leukotrien C4, D4, dan E4 (sistenil leukotrien)
merupakan penyusun zat reaksi lambat anafilaksis (slow-reacting substance of
anaphylaxis, SRS-A). Leukotrien ini akan dibebaskan selama proses inflamasi di
paru-paru dan dapat menyebabkan bronkokonstriksi, sekresi mukus, permeabilitas
mikrovaskular dan edema jalan udara (Sukandar dkk, 2008).
12
Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam lumen saluran
napas dapat merusak transport mukosiliar sehingga kelenjar bronkus menjadi
berukuran besar dan sel goblet meningkat baik ukuran maupun jumlahnya dan
menunjukkan suatu peningkatan produksi mukus. Mukus yang dikeluarkan oleh
penderita asma cenderung mempunyai viskositas yang tinggi (Sukandar dkk,
2008).
Gambar 3. Patofisiologi asma (Kelly dan Sorkness, 2005)
4. Gejala dan Tanda
Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma antara lain:
a. mengi pada saat menghirup napas,
b. riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi
berulang dan napas tersengal-sengal,
c. hambatan pernapasan yang reversibel secara bervariasi selama siang hari,
d. adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur
terhadap alergen dan perubahan musim, dan
e. terbangun malam-malam dengan gejala-gejala seperti di atas (Ikawati, 2006).
13
5. Diagnosis
Udara yang berada di paru-paru dibagi menjadi empat kompartemen, yaitu
volume tidal, volume inspirasi cadangan, volume ekspirasi cadangan, dan volume
residu. Total dari keempat komponen biasanya disebut kapasitas total paru-paru.
Gambar 4. Kapasitas dan volume paru-paru (Kelly dan Sorkness, 2005)
Diagnosis asma biasanya didasarkan pada simptom pasien, riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium untuk mengukur fungsi paru.
Faktor-faktor yang memicu terjadinya simptom antara lain adanya kegiatan, udara
dingin, dan paparan terhadap alergen, dimana faktor-faktor tersebut tidak dapat
diidentifikasi secara lebih jelas (Anonim, 2009).
a. Spirometri
Spirometri dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk mendapatkan nilai yang akurat,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas
diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%
(Anonim, 2007).
14
Selain itu, spirometri dapat mengetahui reversibilitas asma, yaitu adanya
perbaikan VEP1 > 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu (Anonim, 2007).
b. Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter) dapat mengukur fungsi paru yang
ditunjukkan dengan arus puncak ekspirasi (APE). Sumbatan jalan napas diketahui
dari nilai APE < 80% dari nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa
reversibilitas yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini
tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai
normal variabilitas ini < 20% (Anonim, 2007).
c. Provokasi bronkus
Provokasi bronkus disebut juga bronkoprovokasi yang digunakan untuk
mengidentifikasikan karakteristik hiperresponsif jalan udara pada pasien yang
melakukan inhalasi aerosol kimia, yang disebut agonis bronko-spastik, dimana zat
tersebut merupakan pemicu reaksi hiperresponsif. Zat kimia yang sering
digunakan adalah histamin dan metakolin (Anonim, 2009).
15
d. Tes Lain
Tes-tes ini mungkin dapat dilakukan untuk mengeksklusi penyakit lain dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi yang lebih buruk dari kondisi
asmatik. Tes tersebut antara lain:
1) foto dada: pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di
paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,
atelaktasis dan lain-lain;
2) foto sinus paranalis diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat
adanya sinusitis;
3) pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat
menunjang diagnosis asma;
4) pemeriksaan sputum: sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma,
sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Selain itu,
pemeriksaan ini untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan
spiral Curschmann;
5) tes alergi, yaitu dengan tes kulit atau dengan pengukuran antibodi dalam
darah. Terkadang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis jika asma
disebabkan alergi, atau secara spesifik disebabkan oleh alergen (Anonim,
2009).
16
6. Pembagian Asma Secara KlinisTabel I. Klasifikasi asma secara klinis
Classify Severity : Clinincal Features Before Treatment
or Adequate Control
Medications Required to Maintain Long-Term Control
Symptoms/Day
Symptoms/Night
PEF or FEV1
PEF Variability
Daily Medications
STEP 4SeverePersistent
ContinualFrequent
≤ 60%>30%
Preferred treatment:- High-dose inhaled corticosteroids AND- Long-acting inhaled β2-agonist, And, ifneeded- Corticosteroid tablets or syrup long term (2 mg/kg/day,
generally do not exceed 60 mg/day). (Make a repeat attemptsto reduce systemic corticosteroids and maintain control withhigh-dose inhaled corticosteroids)
STEP 3ModeratePersistent
Daily>1 night/week
>60%-<80%>30%
Preferred treatment:- Low-to-medium inhaled corticosteroids and long-acting
inhaled β2-agonist Alternative treatment (listed alphabetically)
- Increase inhaled corticosteroids within medium-dose rangeOR
- Low-to medium-dose inhaled cortiosteroids and eitherleukotriene modifier or theophylline
If needed (particullary in patient with recuring severeexacerbations): Preferred treatment:
- Increase inhaled corticosteroids within medium-dose rangeand add long-acting inhaled β2-agonist
Alternative treatment (listed alphabetically)- Increase inhaled corticosteroids within medium-dose range
and add either leukotriene modifier or theophyllineSTEP 2MildPersistent
>2 week but < 1x/day>2 nights/month
≥80%20-30%
Preferred treatment:- Low dose inhaled corticosteroids
Alternative treatment (listed alphabetically): cromolyn,leukotriene modifier, nedocromil, OR sustained releasetheophylline to serum concentration of 5-15 mcg/mL
STEP 1MildIntermitten
≤ 2 days/week≤ 2 nights/month
≥80%< 20%
No daily medication needed Severe exacerbation may occur, separated by long periods or
normal lung function and no symptom. A course of systemiccorticosteroids is recommended
QuickRelief AllPatient
Short-acting bronchodilator: 2-4 puffs short-acting inhaled β2-agonist as needed for symptoms. Intensity of treatment will depend on severity of exacerbation; up to 3 treatments at 20-minute intervals or a
single nebulizer treatment as needed. Course of systemic corticosteroids may be needed. Use of short-acting β2-agonist > 2 times a week in intermittent asthma (daily, or increasing use in persistent
asthma) may indicate the need to initiate (increase) long-term-control therapy.↓ STEP DOWNReview treatment every 1 to 6 months; a gradual stepwisereduction in treatment may be possible
↑ STEP UPIf control is not maintained, consider step up. First, reviewpatient medication technique, adherence, and environmentalcontrol.
Goals of Therapy: Asthma Control Minimal or no chronic symptoms day or night Minimal or no exacerbations No limitations on activities; no school/work missed
Maintain (near) normal pulmonary function Minimal use of short-acting inhaled β2-agonist Minimal or no adverse effects from medications
Note The stepwise approach in meant to assist, no replace, the clinical decision making required to meet individual patient needs. Classify severity: assign patient to most severe step in which any feature occurs (PEF is % of personal best; FEV1 is %
predicted). Gain control as quickly as possible (consider a short course of systemic corticosteroids); then step down to the least medication
necessary to maintain control Minimize use of short-acting inhaled β2-agonist. Over reliance on short-acting inhaled β2-agonist (e.g., use of short-acting
inhaled β2-agonist everyday, increasing use or lack of expected effect, or use of approximately one canister a month even if notusing it everyday) indicates inadequate control of asthma and the need to initiate or intensity long-term control therapy.
Provide education on self-management and controlling environmental factors that make asthma worse (e.g., allergens andirritant).
Refer to an asthma specialist if there are difficult controlling asthma or if step 4 care is required. Referral may be considered ifstep 3 care is required.
(Kelly dan Sorkness, 2005)
17
7. Penatalaksanaan Terapi Asma
a. Tujuan terapi
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu juga, dilakukan untuk
menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut,
meningkatkan dan mempertahankan fungsi paru seoptimal mungkin, menghindari
efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara irreversibel
serta mencegah kematian karena asma (Mangunnegoro, 2006).
b. Sasaran Terapi
Sasaran dari penatalaksanaan asma meliputi gejala asma, bronkokonstriksi,
peradangan saluran napas, obstruksi jalan napas oleh mukus serta frekuensi dan
keparahannya (William and Self, 2002).
c. Strategi Terapi
1) Terapi Non Farmakologis
Edukasi pasien dan menghindari penyebab asma merupakan
manajemen strategi asma untuk setiap pasien. Edukasi pasien bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit asma, meningkatkan
kemampuan dalam penatalaksanaan dan pengontrolan asma. Kunci topik
edukasi meliputi: pengetahuan dasar tentang asma (termasuk mengenali
simptom dan tindakan yang dilakukan jika simptom berkembang), aturan
pengobatan, cara penggunaan alat inhalasi yang tepat, saran untuk
menghindari alergen, dan kegunaan dari pengobatan sendiri. Penting untuk
18
melibatkan keluarga pasien dalam edukasi ini karena keluarga pasien juga
ikut berperan serta dalam proses terapi pasien tersebut (Anonim, 2009).
2) Terapi Farmakologis
Secara garis besar, terapi yang digunakan untk mengobati asma
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:
a) Reliever
Obat golongan ini efektif untuk meringankan bronkokonstriksi akut
dan hanya untuk untuk mengobati asma akut. Obat ini tidak memiliki efek
dalam mencegah serangan akut atau mencegah inflamasi yang panjang.
Pengobatan ini hanya digunakan saat terjadi serangan asma, dan tidak dapat
digunakan secara terus-menerus (Wolf, 2004).
Obat golongan reliever bekerja sebagai bronkodilator dan mengurangi
simptom. Obat golongan ini terdiri dari inhalasi agonis β2 kerja cepat,
antikolinergik, teofilin kerja singkat dan oral agonis β2 kerja cepat (Anonim,
2006).
(1) Inhalasi agonis β2 kerja cepat
Inhalasi agonis β2 kerja cepat merupakan obat pilihan untuk
menghilangkan bronkospasme selama serangan asma dan digunakan
sebelum melakukan latihan yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi.
Mekanisme kerja obat ini adalah menstimulasi reseptor β2 yang
menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilitas sel
mast, dan menstimulasi otot skelet. Contoh obat golongan ini: salbutamol,
terbutalin, fenoterol, repoterol dan pirbutrol (Anonim, 2007).
19
Obat golongan ini hanya digunakan dalam dosis rendah dan sangat
dibutuhkan. Penambahan dosis, khususnya pada penggunaan setiap hari
menunjukkan keadaan asma tidak terkontrol dan memerlukan pengobatan
yang baru. Efek samping dari penggunaan obat ini seperti tremor dan
takikardi (Anonim, 2006). Perhatian penggunaan obat ini adalah toleransi
yang dapat terjadi pada penggunaan simpatomimetik yang diperlama tapi
penghentian sementara obat ini akan tetap mempertahankan efektifitas
awalnya, hipokalemia, dan hiperglisemia (Anonim, 2007).
(2) Antikolinergik
Obat yang termasuk antikolinergik adalah bronkodilator, tetapi
kerjanya tidak seefektif agonis β2 kerja singkat, onsetnya lama dan
dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Mekanisme
kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada
saluran napas. Dapat menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan
tonus kolinergik vagal instrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan. Contoh obat golongan ini adalah
ipratorium bromide dan tiotropium bromide (Mangunnegoro, 2006).
Untuk dapat mencapai efek bronkodilator maksimal maka disarankan
menggunakan kombinasi antikolinergik dan agonis β2 kerja cepat sebagai
bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau serangan asma
yang kurang memberikan respon dengan agonis β2 kerja cepat saja. Efek
samping obat ini berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit (Mangunnegoro,
2006). Penggunaan obat ini harus disertai perhatian pada pasien dengan
20
kondisi berikut : glukoma sudut sempit, hiperplasia prostat, atau kerusakan
saluran urin (tiotropium dapat memperparah tanda dan gejala) (Anonim,
2007).
(3) Teofilin kerja singkat
Teofilin kerja singkat dapat mengurangi simptom asma. Obat ini
potensial menimbulkan efek samping, meskipun secara umum dapat
dihindari dengan penyesuaian dosis dan monitoring (Anonim, 2006).
Mekanisme kerja obat ini adalah akan merelaksasi secara langsung otot
polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi
diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter
esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Obat ini mempunyai
perhatian untuk penyakit jantung, hipoksemia, penyakit hati, hipertensi,
gagal jantung kongestif, pecandu alkohol, pasien lanjut usia dan bayi
(Anonim, 2007).
(4) Oral agonis β2 kerja cepat
Oral agonis β2 kerja cepat cocok digunakan untuk beberapa pasien
yang tidak dapat menggunakan inhalasi. Walaupun penggunaan obat ini
memiliki efek samping yang sangat besar (Anonim, 2006).
b) Controller
Obat golongan ini mengurangi inflamasi bronkus dan memberikan
kontrol jangka panjang terhadap asma dengan menurunkan frekuensi
kekambuhan (Wolf, 2004).
21
Controller merupakan obat yang digunakan setiap hari yang
mempunyai efek lama untuk mengontrol asma, utamanya memberikan efek
antinflamasi. Obat golongan ini meliputi: glukokortikosteroid,
antileukotrien, agonis β2 kerja lama, kromolin (Anonim, 2006).
(1) Glukokortikosteroid
(a) Glukokortikosteroid inhalasi
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan antiinflamasi yang lebih
efektif dalam pengobatan asma persisten. Obat ini telah terbukti
manfaatnya dalam mengurangi simptom asma, meningkatkan kualitas
hidup, mengontrol inflamasi, mengurangi frekuensi dan keparahan dan
mengurangi kematian karena asma (Anonim, 2006). Mekanisme kerja
obat ini adalah menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang
terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan
memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau
merelaksasi otot polos secara langsung (Anonim, 2007). Contoh obat
golongan ini adalah budenosid dan flutikason. Efek samping obat ini
termasuk oropharyngeal candidiasis, dysphonia, dan kadang-kadang
batuk karena iritasi saluran napas atas (Mangunnegoro, 2006).
Perhatian obat ini adalah selama penghentian steroid oral,
beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif
dengan steroid sistemik (contoh : sakit sendi atau otot, lelah, depresi)
tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan
atau perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah,
22
dapat menimbulkan keparahan dan kekambuhan asma jika dosis
kortikosteroid sebelumnya melebihi dosis prednison 10 mg/hari atau
ekivalen, dan juga dapat terjadi supresi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
(HPA) (Anonim, 2007).
(b) Glukokortikosteroid sistemik
Merupakan antiinflamasi yang efektif mengobati asma. Cara
kerjanya dalam mengobati asma adalah meningkatkan jumlah reseptor
β2 adrenergik dan meningkatkan stimulasi respon reseptor β2
adrenergik, mengurangi produksi dan hipersekresi mukus, menurunkan
BHR serta mencegah terjadinya airway remodeling (Kelly dan
Sorkness, 2005). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah
deksametason dan prednisolon. Efek samping obat ini meliputi
osteoporosis, arterial hipertensi, diabetes, hipothalamicpituitary-
adrenal axis suppression, obesitas, katarak, glaukoma dan lemah otot
(Anonim, 2006).
(2) Antileukotrien
Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok
sintesis semua leukotrien atau memblok semua reseptor-reseptor pada sel
target. Keuntungan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral)
sehingga mudah diberikan (Kelly dan Sorkness, 2005).
Obat-obat golongan antagonis reseptor leukotrien adalah montelukast,
pranlukast dan zafirlukast sedangkan contoh inhibitor lipoksigenase adalah
zilueton (Anonim, 1997). Efek samping obat ini antara lain gangguan
23
gastrointestinal, sakit kepala, demam, mialgia, reaksi alergi kulit,
meningkatnya enzim hati dan infeksi saluran napas atas (Anonim, 2003).
Perhatian penggunaan obat ini adalah hepatoksisitas (jarang terjadi)
yaitu peningkatan satu atau lebih enzim liver pada pasien yang
menggunakan zafirlukast. Hal ini umumnya terjadi pada penggunaan dosis 4
kali lebih besar dari dosis rekomendasi. Selain itu terjadinya eosinofilia,
ruam pembuluh darah, gejala pulmonari yang lebih parah, komplikasi
jantung, atau neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan
zafirlukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini biasanya, tapi tidak
selalu, berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral (Anonim,
2007).
(3) Agonis β2 kerja lama
Contoh obat golongan agonis β2 kerja lama adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Seperti lazimnya
agonis β2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi
pengelepasan mediator dari sel mast dan basofil (Mangunnegoro, 2006).
(4) Kromolin
Mekanisme dari sodium kromoglikat dan nedokromil sodium belum
sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan anti inflamasi nonsteroid
yang menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang
diperantarai Ig E yang bergantung kepada dosis dan seleksi supresi sel
inflamasi tertentu, selain menghambat saluran kalsium pada sel target.
24
Kalsium intrasel sangat diperlukan untuk degranulasi atau pelepasan
histamin dan mediator inflamasi lainnya dari sel mast. Terjadinya
penghambatan masuknya kalsium dalam sel dapat menstabilkan sel mast,
sehingga tidak melepaskan mediator inflamasi. Efek samping yang
ditimbulkan obat ini minimal, umumnya batuk (Mangunnegoro, 2006).
8. Penatalaksanaan Terapi Asma pada Anak
Penatalaksanaan asma bronkial pada anak yaitu pertama, perlu diberikan
edukasi antara lain tentang patogenesis asma, peranan terapi asma, jenis-jenis
terapi yang tersedia, serta faktor pencetus yang perlu dihindari. Selain itu, perlu
dipastikan pasien menggunakan alat untuk terapi inhalasi yang sesuai.
Gambar 5. Penatalaksanaan asma pada anak (Mansjoer dkk, 2000)
25
Secara umum terapi penatalaksanaan asma bronkial pada anak sama dengan
dewasa yaitu obat pengendali (controller) dan pereda (reliever). Obat pengendali
merupakan profilaksis serangan yang diberikan setiap hari, ada atau tidak ada
serangan atau gejala, sedangkan obat pereda adalah yang obat yang diberikan saat
terjadi serangan (Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, Setiowulan, 2000). Berikut
adalah bagan penatalaksanaan terapi asma pada anak.
C. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien, pola
pengobatan, dan untuk mengevaluasi kejadian Drug Related Problems yang
mungkin terjadi pada pengobatan asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai ”Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Asma Bronkial di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-
Desember 2009” ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat non
eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian (Pratiknya,
2001) dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena hanya bertujuan
melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi
kemudian mengevaluasi data dari rekam medik (Notoatmodjo, 2005).
Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan melakukan
penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medis pasien asma
bronkial di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
B. Definisi Operasional
1. Asma Bronkial adalah penyakit saluran napas yang ditandai dengan gejala-
gejala seperti mengi (wheezing), sesak napas, dan batuk yang terjadi baik
malam hari maupun dini hari.
2. Subjek penelitian adalah pasien yang terdiagnosis asma bronkial dan
menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
27
3. Drug Related Problems adalah masalah-masalah yang dapat timbul selama
pasien diberi terapi yang meliputi:
a. membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy)
b. obat yang tidak dibutuhkan (unnecessary therapy)
c. pemilihan obat salah (wrong drug)
d. dosis terlalu rendah (dose too low)
e. efek obat merugikan (adverse drug reaction)
f. dosis terlalu tinggi (dose too high)
4. Kajian Drug Related Problems adalah kajian mengenai adanya masalah-
masalah yang timbul dalam pengobatan pasien asma bronkial di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009
dengan menggunakan metode subjective, objective, assessment, plan (SOAP)
yang dikhususkan pada terapi penggunaan obat asma bronkial.
5. Kriteria pasien adalah pasien yang terdiagnosis asma bronkial dan mendapat
perawatan medis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
bulan Januari-Desember 2009.
6. Usia pasien dikelompokkan menjadi balita (0-5 tahun), anak-anak (5<n≤12
tahun), dewasa (12<n≤65 tahun), dan lanjut usia (>65 tahun).
7. Lembar rekam medik merupakan lembar catatan medik dari pasien yang
berisi nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, diagnosis masuk, diagnosis
keluar, diagnosis lain, lama perawatan, jenis obat yang digunakan, dosis,
frekuensi pemberian, interval pemberian, dan tes-tes penunjang seperti tes
laboratorium.
28
8. Profil Obat meliputi jumlah obat, golongan obat, jenis obat, dosis obat,
frekuensi pemberian, cara pemberian obat, dan bentuk sediaan obat.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah pasien asma bronkial di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009
yang berjumlah 34 kasus yang berasal dari data printout di Instalasi Catatan
Rekam Medik. Dari jumlah tersebut terdapat 2 kasus yang dieksklusi karena
catatan rekam medik pasien tidak ditemukan atau tidak memenuhi syarat untuk
diteliti.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan di sini adalah lembar rekam medik
pasien rawat inap yang menderita asma bronkial di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta, Jalan Solo
Km 12,5 Kalasan, Yogyakarta.
F. Jalannya Penelitian
Dalam menyelesaikan penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
29
1. Persiapan
Dilakukan survei jumlah pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009 di bagian
rekam medik. Diketahui dari printout di Instalasi Catatan Rekam Medik Rumah
Sakit Panti Rini bahwa jumlah pasien asma bronkial sebanyak 34 kasus.
2. Pengumpulan data
Tahap ini adalah tahap pengumpulan data dari subyek penelitian yaitu
pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009. Adapun data yang dikumpulkan terdiri
atas: identitas pasien, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan pasien serta terapi yang
diberikan.
3. Analisis data
Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif kemudian
data-data tersebut disajikan dalam bentuk diagram yang menggambarkan
karakteristik pasien asma bronkial berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
diagnosis. Selain itu data juga disajikan dalam bentuk tabel untuk
menggambarkan pola pengobatan yang digunakan pada pasien asma bronkial
berdasarkan kelas terapinya.
4. Pembahasan kasus
Setelah dilakukan analisis data kemudian dibahas dengan menggunakan
metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) untuk setiap kasusnya.
Evaluasi DRPs yang terjadi dalam pengobatan asma bronkial dilakukan
30
berdasarkan pustaka yang sesuai, kemudian dihitung jumlah kasus yang terjadi
DRPs dan dikelompokkan berdasarkan jenis DRPs, kemudian dihitung
prosentasenya. Karena penelitian ini bersifat retrospektif maka ketidakpatuhan
pasien dalam menggunakan obat tidak dapat diamati.
Literatur yang digunakan dalam menentukan kelas terapi pada pengobatan
asma bronkial adalah MIMS Indonesia edisi 7 tahun 2007/2008, Informasi
Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008, dan Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI) 2000. Untuk pembahasan Drug Related Problems menggunakan
pustaka MIMS Indonesia edisi 7 tahun 2007/2008, Informasi Spesialite Obat
Indonesia volume 43-2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000,
Drug Information Handbook (DIH) edisi 14, dan Drug Interaction Facts (DIF).
G. Tata Cara Analisis Hasil
Hasil penelitian yang diperoleh dianalisis untuk melihat karakteristik pasien
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan diagnosis. Untuk pola pengobatan asma
bronkial dibagi menjadi 10 kelas terapi yang kemudian akan dibagi berdasarkan
golongan obat, kelompok obat, dan jenis obat. Pembahasan Drug Related
Problems menggunakan metode SOAP pada masing-masing kasus, kemudian dari
pembahasan dirangkum dan data disajikan dalam bentuk tabel yang berisi nomor
kasus, jenis obat, penilaian, dan rekomendasi terhadap adanya Drug Related
Problems.
Tata cara analisis hasil yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut ini.
1. Karakteristik pasien
31
a. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 4 kelompok
yaitu kelompok balita (0-5 tahun), anak-anak (5<n≤12 tahun), dewasa
(12<n≤65 tahun), dan lanjut usia (>65 tahun) yang dihitung dengan cara
membagi jumlah kasus pada setiap kelompok umur dengan jumlah
keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
b. Distribusi pasien berdasrkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan
cara membagi jumlah kasus setiap kelompok jenis kelamin dengan
jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
c. Distribusi pasien berdasarkan diagnosis dihitung dengan cara membagi
jumlah kasus pada setiap kelompok dengan jumlah keseluruhan kasus
kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase kelas terapi obat yang digunakan pada pengobatan asma bronkial
dikelompokkan menjadi 10 kelas terapi, dihitung dengan cara membagi
jumlah kasus yang mendapat obat pada kelas terapi tertentu dengan jumlah
keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
3. Persentase jenis obat yang digunakan pada masing-masing kelas terapi
dihitung dengan cara membagi jumlah kasus setiap jenis obat dalam kelas
terapi tertentu dengan jumlah keseluruhan kasus yang mendapatkan jenis obat
pada kelas terapi tersebu kemudian dikalikan 100%.
4. Pembahasan Drug Related Problems dilakukan dengan menggunakan metode
SOAP. Pada bagian subjective dijabarkan jenis kelamin, usia, diagnosis
masuk, diagnosis utama, diagnosis lain, keluhan utama, penyakit yang pernah
32
diderita, keadaan umum, alergi obat, dan keadaan pulang pasien. Pada bagian
objective disajikan dalam tabel mengenai data laboratorium, tanda vital, dan
penatalaksanaan terapi selama perawatan. Terjadinya Drug Related Problems
(DRPs) dijabarkan pada bagian assessment, kemudian apabila ada kejadian
DRPs maka akan diberikan plan.
5. Pembahasan Drug Related Problems kemudian dirangkum yaitu dengan
mengelompokkan kasus berdasarkan keenam parameter DRPs dan dihitung
persentase kejadian DRPs dengan cara membagi setiap jenis DRPs dengan
jumlah keseluruhan DRPs kemudian dikalikan 100%.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien
1. Distribusi Umur
Pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009 dapat dibagi menjadi 4 kelompok umur
yaitu kelompok balita (0-5 tahun), anak-anak (5<n≤12 tahun), dewasa (12<n≤65
tahun), dan lanjut usia (>65 tahun) dari 32 pasien yang dievaluasi. Persentase
distribusi umur dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Gambar 6. Prosentase Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Umur di RumahSakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa jumlah pasien asma bronkial
didominasi oleh pasien dewasa yaitu usia 12<n≤65 tahun (60%) dan pasien balita
yaitu usia 0-5 tahun (28%). Asma dapat terjadi setiap saat dan terutama terjadi
pada anak-anak (pediatric disease), dengan kebanyakan pasien didiagnosis pada
34
umur 5 tahun dan sampai 50% anak-anak mempunyai simptom pada umur 2
tahun. Antara 30-70% anak-anak dengan asma dapat membaik atau simptomnya
hilang pada awal usia dewasa sedangkan penyakit kronik terjadi pada 30-40%
pasien, dan secara umum 20% atau kurang berkembang menjadi penyakit kronis
yang parah (Kelly dan Sorkness, 2005).
Perkembangan paru-paru yang kurang baik dapat terjadi pada anak-anak
dengan keparahan asma yang tidak terkontrol. Fungsi paru-paru yang rendah dan
kenaikan hiperresponsif bronkus adalah faktor resiko yang tidak mempengaruhi
rendahnya fungsi paru-paru pada usia dewasa. Adanya faktor resiko pada awal
usia (< 3 tahun) berupa wheezing yang berulang berhubungan dengan adanya
infeksi virus termasuk berat badan lahir yang rendah, jenis kelamin laki-laki, dan
orang tua yang merokok. Pada usia anak-anak, penyebab penyakit asma adalah
saluran napas yang kecil, tetapi faktor resiko ini bukan faktor resiko asma di
kemudian hari (Kelly dan Sorkness, 2005). Pada usia dewasa biasanya pasien
sudah dapat mengenali faktor-faktor pencetus serangan asma, sehingga tindakan
pencegahan serangan asma dapat dilakukan.
Pasien asma mempunyai kepekaan terhadap adanya infeksi saluran napas
dan kebanyakan terjadi karena virus. Hal tersebut mengakibatkan peradangan
bronkus yang dapat menimbulkan serangan asma. Faktor inilah yang
menyebabkan terjadinya asma bronkial pada pasien lanjut usia (Tjay dan
Rahardja, 2007).
35
2. Distribusi Jenis Kelamin
Berdasarkan distribusi jenis kelamin dapat diketahui bahwa jumlah pasien
asma bronkial yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 22
kasus (68,75%) sedangkan laki-laki hanya 10 kasus (31,25%) dari 32 kasus yang
dievaluasi. Selain itu dapat terlihat juga bahwa pada pasien balita dan anak-anak
lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan pada usia dewasa jumlah
pasien asma bronkial lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan
laki-laki. Hasil tersebut sesuai dengan kebanyakan penelitian dimana prevalensi
asma pada anak laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1 dan 3,3:1, sedangkan pada
orang dewasa lebih kurang sama dan pada orang tua angka kejadiannya lebih
besar pada wanita (Baratawidjaja, 1990). Distribusi jenis kelamin pasien asma
bronkial tersaji dalam diagram di bawah ini.
Gambar 7. Prosentase Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Jenis Kelamin diRumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
36
3. Diagnosis
Pada penelitian ini data yang diambil adalah pasien yang terdiagnosis asma
bronkial dan menjalani perawatan rawat inap di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009. Dari data tersebut diketahui bahwa
pasien yang terdiagnosis asma bronkial sebanyak 29 kasus (90,6%) dan yang
terdiagnosis asma bronkial dengan komplikasi sebanyak 3 kasus (9,4%).
Komplikasi yang dialami pasien asma bronkial yaitu dislipidemia, infeksi paru,
dan cor pulmonale chronicum. Hasil tersebut secara persentase dapat dilihat pada
tabel II.
Tabel II. Karakteristik Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Diagnosis diRumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Diagnosis Jumlah kasus Persentase
Asma bronkial 29 90,6%
Asma bronkial + komplikasi 3 9,4%
Jumlah 32 100%
B. Pola Pengobatan
Hasil penelitian pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009 juga akan menggambarkan
pola pengobatan yang digunakan dalam penatalaksanaan pasien asma bronkial.
Obat-obat yang digunakan dibagi menjadi sembilan kelas terapi berdasarkan
Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000. Data tersebut tersaji pada
tabel III.
37
Tabel III. Distribusi Kelas Terapi Obat Kasus Pasien Asma Bronkial diInstalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta BulanJanuari-Desember 2009
No Kelas TerapiJumlah
Kasus
Persentase
(%)
1. Obat yang bekerja pada sistem pernapasan 32 100
2. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah 31 96,9
3. Obat yang digunakan untuk infeksi 22 68,8
4. Obat-obat hormonal 22 68,8
5. Obat yang bekerja sebagai analgesik 21 65,6
6. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna 15 46,9
7. Obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler 6 18,8
8. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat 6 18,8
9. Anestetik 1 3,1
Berdasarkan tabel III dapat terlihat bahwa kelas terapi yang paling banyak
digunakan adalah obat-obat yang bekerja pada sistem pernapasan yaitu sebesar
100%. Semua pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta ini memperoleh terapi obat-obat sistem pernapasan dimana
obat-obat ini merupakan terapi utama yang digunakan dalam pengobatan pasien
asma bronkial. Obat-obatan ini mempunyai indikasi untuk menghilangkan dan
mengendalikan gejala-gejala asma.
Kelas terapi terbanyak kedua adalah gizi dan darah yaitu 96,9%. Pada kelas
terapi ini persentase terbesar adalah penggunaan cairan rehidrasi (infus). Infus
yang digunakan dalam pengobatan pasien asma bronkial yaitu infus RL, Dextrose
5%, natrium klorida (NS), KA-EN 1B, dan KA-EN 3A. Penggunaan infus pada
pasien asma dikarenakan pasien mengalami dehidrasi yang dapat terjadi pada
38
serangan asma berat disebabkan kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan
insensible water lost, dan akibat efek diuretik teofilin.
1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna
Tabel IV. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada SaluranCerna yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial diInstalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta BulanJanuari-Desember 2009
Obat saluran cerna yang paling banyak digunakan adalah golongan
antitukak (76,3%) yaitu antagonis reseptor H2 dengan zat aktif ranitidin. Ranitidin
mempunyai indikasi untuk tukak lambung dan tukak duodenum, refluks
esofagitis, dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS, dan kondisi lain dimana
pengurangan asam lambung akan bermanfaat. Pada pasien asma bronkial, obat
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obat Jumlahkasus
Persentase(%)
Antasida Antasida 2 5,3AntasidaAluminiumhidroksida
Farmacrol®
Plantacid®31
7,92,6
Ranitidin RanitidinAcran®
Gastridin®
493
10,523,77,9
Antagonisreseptor H2
Famotidin Magard FA® 2 5,3Khelator dansenyawakompleks
Sukralfat Inpepsa ® 1 2,6
Omeprazole Socid®
Omevell®21
5,32,6
Antitukak(76,3%)
Penghambatpompa proton
Lanzoprazole Lanzoprazole® 1 2,6Antidiare Adsorben dan
obat pembentukmassa
Attapulgit Arcapec® 1 2,6
Dioctahedralsmectit
Smecta® 1 2,6
Viabel cellcount, vit C,B2,B6, niacin,protein
Lacto B® 1 2,6
Antispasmodik (10,5%)
Stimulanmotilitas
Metoklopramid
Metolon®
Primperan®13
2,67,9
Pencahar Pelunak tinja Parafin cair Laxadine® 1 2,6Lain-lain L. rhamnosus,
L. acidophilusLacidofil® 1 2,6
39
saluran cerna diberikan kepada pasien yang mempunyai keluhan gangguan saluran
cerna.
2. Obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler
Tabel V. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada SaluranSistem Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Pasien AsmaBronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti RiniYogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Diltiazem Diltiazem 1 5,9Antiangina
Antagoniskalsium Amlodipin Normoten® 1 5,9
AntihipertensiAntihipertensiyang bekerjasentral
Klonidin Klonidin 1 5,9
Diuretik (29,4%) Diuretika kuat Furosemid FurosemidFarsix®
Lasix®
131
5,917,65,9
Resin penukaranion
Kolestiramin Questran® 1 5,9
Klofibrat Fenofibrat Evotil® 1 5,9
Hipolipidemik
Statin Simvastatin Mersivas® 1 5,9Sinarisin Stugeron® 1 5,9Flunarisin Unalium® 2 11,8
Obat untuk gangguansirkulasi darah(35,3%)
Vasodilatasiperifer
Citicoline Cholinaar® 3 17,6
Obat sistem kardiovaskuler yang paling banyak digunakan adalah golongan
obat untuk gangguan sirkulasi darah (35,3%) yaitu kelompok vasodilatasi perifer.
Obat golongan ini mempunyai indikasi untuk menangani gangguan pasokan darah
dengan cara mencegah beban kalsium berlebihan dari sel yang dapat timbul pada
defisiensi oksigen. Persentase terbesar kedua untuk penggunaan obat sistem
kardiovaskuler adalah golongan diuretika (29,4%) yaitu kelompok diuretika kuat
dengan zat aktif furosemid. Indikasi obat ini adalah edema pada jantung, paru,
ginjal, asites, hipertensi dan hiperkalsemia. Obat ini digunakan pada pasien asma
yang mempunyai keluhan adanya tekanan darah tinggi (hipertensi).
40
3. Obat yang bekerja pada sistem pernapasan
Tabel VI. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada SistemPernapasan yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial diInstalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta BulanJanuari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Teofilin Aminofilin Aminofilin 1 0,7
SalbutamolSalbutamolSalbuven®
Ventolin®
71
27
5,20,7
20,1Terbutaline Bricasma® 1 0,7Salmeterol Seretide® 1 0,7
Stimulanadrenoreseptor
ProcaterolMeptin®
Atarox®41
3,00,7
Stimulanadrenoreseptor lain
Orsiprenalinsulfate
Alupent® 1 0,7
Antiasma danbronkodilator
(38,1%)
Bronkodilatormuskarinik
Ipratropiumbromida
Combivent® 3 2,2
Flutikasonpropionat
Flixotide® 23 17,2Kortikosteroid(17,9%)
Kortikosteroidinhalasi
Budesonide Ceflamid® 1 0,7Antihistamin non-sedatif
Setirizin HCl Ryvel®
Falergi®12
0,71,5
Antihistamin
Antihistamin sedatif Klorfeniraminmaleat
CTMCerini®
22
1,51,5
Asetilsistein Fluimucil®
Pectocil®
Rhinatiol®
172
0,75,21,5
Ambroxol AmbroxolEpexol®
Interpect®
Mucos®
2611
1,54,50,70,7
Erdosteine Vectrine® 5 3,7
Mukolitik(27,6%)
Mukolitik
BromhexineHCl
Bisolvon® 12 8,9
Antitusif Kodein fosfat Codipront® 1 0,7Dekstromethor-pankombinasi
Intunal F®
Sanadryl®
Silex®
161
0,74,50,7
Ekspektoran Gliserilguaiakolat
Gliserilguaiakolat
4 3,0
Antitusif danekspetoran
Antitusif lain danekspektoran
Succusliquiritae,ammon Cl, dll
OBH® 3 2,2
Dekongestanhidung sistemik
Pseudoefedrinkombinasi
Tremenza® 3 2,2
41
Kelas terapi ini adalah kelas terapi utama yang digunakan pada
penatalaksanaan pasien asma bronkial. Golongan obat terbanyak yang digunakan
adalah antiasma dan bronkodilator (38,1%) dengan zat aktif salbutamol yang
merupakan stimulan adrenoseptor beta-2 selektif. Salbutamol mempunyai indikasi
untuk asma dan kondisi lain yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang reversibel. Salbutamol mempunyai daya bronkodilatasi yang baik dan
mempunyai efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka obat ini sangat efektif
untuk mencegah maupun menghilangkan serangan asma.
Obat saluran pernapasan terbanyak kedua yang digunakan adalah golongan
mukolitik (27,6%). Mukolitik (ambroksol, bromheksin) digunakan untuk
mengurangi kekentalan mukus dengan cara mengubah mukoproteinnya. Obat ini
dapat meringankan perasaan sesak napas pada serangan asma yang terjadi
sumbatan lendir kental sehingga tak dapat dikeluarkan. Ambroksol merupakan
metabolit aktif dari bromheksin yang dimetabolit di hati. Ambroksol lebih banyak
digunakan karena ambroksol merupakan metabolit yang stabil sehingga dapat
mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh bromheksin (Tjay dan Rahardja,
2002). Mukolitik sering diresepkan untuk mempercepat ekspektorasi dengan
mengurangi viskositas sputum pada asma bronkitis (Anonim, 2000).
Peringkat ketiga adalah penggunaan kortikosteroid (17,9%) dengan zat aktif
flutikason propionat. Indikasi obat ini adalah untuk profilaksis asma terutama jika
tidak sepenuhnya teratasi oleh bronkodilator atau kromoglikat. Mekanisme
kerjanya dalam mengobati asma adalah meningkatkan jumlah reseptor β2
adrenergik dan meningkatkan stimulasi respon reseptor β2 adrenergik, mengurangi
42
produksi dan hipersekresi mukus, menurunkan BHR serta mencegah terjadinya
airway remodeling.
Pada penatalaksanaan pasien asma bronkial juga digunakan obat-obat
antihistamin untuk mengatasi alergi dengan menghambat pelepasan mediator-
mediator histamin oleh sel mastosit pada saluran pernapasan sehingga bronkus
tidak mengalami konstriksi (Tjay dan Raharja, 2002). Antihistamin yang banyak
digunakan pada pasien asma bronkial adalah golongan antihistamin sedatif seperti
setirizin HCl dan CTM yang mempunyai daya antikolinergis dan sedatif sehingga
banyak digunakan dalam terapi pemeliharaan.
Penggunaan obat batuk baik antitusif maupun ekspektoran berguna untuk
mengurangi keluhan batuk yang dirasa mengganggu. Batuk terjadi karena adanya
rangsangan saluran napas akibat produksi dahak yang berlebihan yang disebabkan
radang bronkus. Pada penderita asma selain memproduksi dahak berlebih, kualitas
dahak yang dihasilkan juga sangat kental karena tubuh penderita kekurangan
cairan sehingga sukar untuk dikeluarkan. Mukolitik dan ekspektoran biasa
digunakan untuk mengencerkan dan membantu memudahkan mengeluarkan
dahak.
Pada penatalaksanaan asma bronkial yang menjalani rawat inap banyak
digunakan preparat asma dengan cara pemberian nebulizer. Obat-obat yang
digunakan termasuk ke dalam golongan agonis β2 kerja cepat yaitu Salbutamol
(Ventolin). Penggunaan inhalasi nebulizer ini adalah untuk mengatasi
bronkospasme kronis yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvensional
dan untuk asma akut yang berat (Anonim, 2000).
43
4. Obat yang digunakan untuk infeksi
Tabel VII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat untuk Infeksi yangDigunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di InstalasiRawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Amoxicillin 3 6,4AmoxicillinAmoxan® 1 2,1Dexyclav® 1 2,1
Penisilin (12,8%)
AmoksiklavEthimox® 1 2,1Sefiksim 1 2,1SefiksimStarcef® 1 2,1Sefotaksim 7 14,9SefotaksimSharox® 1 2,1Seftriakson 5 10,6SeftriaksonSocef® 1 2,1
Sefalosporin(51,1%)
Cefprozil Lizor® 8 17Gentamisin 2 4,3Sagestam® 1 2,1
Aminoglikosida Gentamisin
Garamycin® 1 2,1Eritromisin Erysanbe® 2 4,3MakrolidaAzitromisin Zibramax® 2 4,3
Kuinolon Siprofloksasin Siprofloksasin 6 12,8Vancomisin Vankomisin Vansep® 1 2,1
Antibakteri(97,9%)
Kombinasi Cotrimoxazole Sanprima® 1 2,1
Antijamur Polien Nistatin Candistin®
1 2,1
Obat antiinfeksi yang paling banyak digunakan adalah golongan antibakteri
(97,9%) yaitu kelompok sefalosporin (51,1%) kemudian diikuti penggunaan
penisilin (12,8%) yang merupakan antibiotik terbanyak kedua yang digunakan
dalam penatalaksanaan pasien asma bronkial.
Antibiotik hanya diberikan bila ada indikasi klinis infeksi bakterial. Kondisi
ini sangat menuntut penentuan diagnosis yang tepat penyebab infeksi yang timbul.
Jenis obat dan dosis tergantung pada mikroorganisme yang diduga dan harus
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Penggunaan antibiotik yang
tidak tepat justru akan meningkatkan resistensi terhadap antibiotik, meningkatkan
44
kejadian efek samping obat baik langsung maupun tidak langsung karena
munculnya superinfeksi, juga pemborosan biaya pengobatan.
5. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Tabel VIII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat sebagai Analgesik yangDigunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di InstalasiRawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Parasetamol(47,2%)
ParasetamolSanmol®
Pamol®
Itamol®
11051
2,827,813,92,8
Asam mefenamat Asammefenamat
1 2,8
Metamizole Na(19,4%)
Antrain®
Novalgin®34
8,311,1
Metampiron danDiazepam
Analsix® 1 2,8
Ibuprofen Proris® 2 5,6Ketorolak Ketorolak 2 5,6Triamcinoloneacetonide
Trilac® 4 11,1
Analgesik Analgesiknon-opioid(97,2%)
Asetosal Aspilet® 1 2,8Antimigren Terapi
seranganmigren akut
Ergotamin tartrat Bellaphen® 1 2,8
Obat analgesik yang paling banyak digunakan adalah golongan analgesik
non-opioid (97,2%) dengan zat aktif parasetamol (47,2%). Parasetamol
mempunyai indikasi untuk nyeri ringan sampai sedang dan demam yang timbul
akibat serangan asma. Parasetamol menjadi obat pilihan karena merupakan obat
yang relatif aman dan mempunyai efek samping yang ringan jika digunakan
sesuai ketentuan. Penggunaan parasetamol secara terus-menerus dengan dosis
yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan organ tubuh terutama organ ginjal
dan hati. Pada penatalaksanaan pasien asma bronkial ini, parasetamol banyak
digunakan sebagai obat antipiretik yaitu berfungsi untuk menurunkan demam.
45
Obat analgesik terbanyak kedua yaitu dengan zat aktif metamizole Na
(19,4%). Obat ini mempunyai indikasi meredakan nyeri akut dan kronik karena
spasme otot polos.
6. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Tabel IX. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Bekerja pada SistemSaraf Pusat yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkialdi Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini YogyakartaBulan Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Alprazolam Alganax® 3 42,9Hipnotik danansiolitik(57,1%)
Diazepam Trazep® 1 14,3Psikofarmaka
Obatantipsikosis
Klorpromazin Cepezet® 1 14,3
Ondancetron 1 14,3Obat mual danvertigo
Antagonis 5-HT3
OndancetronCendatron® 1 14,3
Obat sistem saraf pusat yang paling banyak digunakan adalah kelompok
hipnotik dan ansiolitik (57,1%) dengan zat aktif alprazolam. Alprazolam
mempunyai indikasi untuk ansietas, ansietas-depresi dan gangguan panik. Obat ini
diberikan pada pasien asma bronkial yang mempunyai gangguan tidur.
7. Obat-obat hormonal
Tabel X. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat –Obat Hormonal yangDigunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi RawatInap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Antidiabetik Insulin Insulin Humulin R® 1 2,5Prednison Prednison 1 2,5Deksametason(47,5%)
DeksametasonCortidex®
Indexon®
945
22,510
12,5
Kortikosteroid Anti-inflamasisistemik
Metilprednisolon(50%)
Metil prednisolonSomerol®
Sanexon®
7112
17,527,5
5
46
Obat hormonal yang paling banyak digunakan adalah golongan
kortikosteroid untuk antiinflamasi sistemik dengan zat aktif metil prednisolon
(50%). Kortikosteroid meningkatkan jumlah reseptor β2-adrenergik dan
meningkatkan respon reseptor terhadap stimulasi β2-adrenergik yang
mengakibatkan penurunan produksi mukus dan hipersekresi, mengurangi
hiperresponsivitas bronkus serta mencegah dan mengembalikan perbaikan jalan
napas (Sukandar, Andrajati, Sigi, Adnyana, Setiadi, Kusnandar, 2008).
Obat hormonal terbanyak kedua yang digunakan adalah deksametason
(47,5%). Obat ini mempunyai indikasi menekan reaksi radang dan reaksi alergi.
Pada penatalaksanaan asma bronkial pemakaian kortikosteroid inhalasi
merupakan terapi jangka panjang paling efektif untuk asma persisten (tanpa
memperhatikan tingkat keparahan) dan merupakan satu-satunya terapi yang
menunjukkan penurunan resiko kematian yang disebabkan asma meski dalam
dosis yang relatif kecil. Penggunaan kortikosteroid sistemik juga
direkomendasikan untuk penanganan pasien dengan asma parah akut yang tidak
merespon pada pemberian agonis β2 inhaler secara agresif dan terapi
bronkodilator.
8. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah
Obat yang paling banyak digunakan dan mempengaruhi gizi dan darah
adalah pemberian intravena (infus). Penggunaan infus pada pasien asma bronkial
dikarenakan pasien mengalami dehidrasi yang dapat terjadi pada serangan asma
berat disebabkan kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water
47
lost, dan akibat efek diuretik teofilin. Persentase penggunaan obat yang
mempengaruhi gizi dan darah tersaji pada tabel XI.
Tabel XI. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Gizi
dan Darah yang Digunakan pada Terapi Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan
Januari-Desember 2009
Golongan Kelompok Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
Aspar K® 1 2,1Renapar® 2 4,2Prenatin plus® 1 2,1Laktat kalsium® 1 2,1KSR® 1 2,1
Pemberian oral
Farbion® 1 2,1Natrium laktat (RL) 19 39,6D5% 12 25Tutofusin 1 2,1Natrium klorida (NS) 2 4,2KAEN 1B 2 4,2KAEN 3A 2 4,2
Cairan danelektrolit
Pemberian intravena(81,25%)
Tridex 1 2,1Vitamin C Vitamin C 1 2,1VitaminVitamin untuk masakehamilan
OB plus® 1 2,1
9. Anestetik
Tabel XII. Golongan, Kelompok, dan Jenis Obat Anestetik yang Digunakan
pada Terapi Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis obatJumlahkasus
Persentase(%)
AnestetikAnestetik
lokalLidokain Extracaine® 1 100
Obat anestetik yang digunakan pada pengobatan pasien asma bronkial
adalah kelompok anestetik lokal yaitu dengan zat aktif lidokain. Obat ini
48
diindikasikan sebagai anestesia infiltrasi dan dalam pemberiannya harus tersedia
peralatan resusitasi.
C. Kajian Drug Related Problem (DRPs)
Kajian mengenai DRPs ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kejadian DRPs pada penatalaksanaan pasien asma bronkial di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009. Pembahasan
mengenai DRPs dilakukan menggunakan metode SOAP (subjective, objective,
assessment, plan).
Dari 32 pasien asma bronkial yang dianalisis, 20 pasien tidak mengalami
kejadian Drug Related Problems (DRPs) sedangkan 10 pasien (31,25%)
mengalami DRPs efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat.
Selanjutnya, dilakukan pembahasan dari masing-masing kategori DRPs yang
meliputi nomor kasus, kejadian DRPs yang terjadi dan diberikan rekomendasi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kejadian DRPs tersebut.
1. Efek Obat Merugikan (adverse drug reaction) dan Interaksi Obat
Kejadian Drug Related Problems yang banyak terjadi pada penatalaksanaan
pasien asma bronkial adalah adanya potensial adverse drug reaction (ADR).
Potensial ADR yang dapat terjadi adalah penggunaan obat N-asetilsistein
(Fluimucil®, Pectocil®, dan Rhinatiol®) yang bisa menyebabkan efek samping
berupa rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakeal dan bronkial. Efek
samping tersebut dapat berpotensi menimbulkan keparahan dari asma bronkial.
49
Mekanisme kerja obat ini adalah adanya aksi mukolitik asetilsistein yang
berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung
untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular mukoprotein,
menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus (Anonim, 2007).
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk adanya kejadian-kejadian DRPs di
atas adalah melakukan monitoring terhadap penggunaan obat-obat tersebut dan
apabila efek sampingnya timbul maka sebaiknya dapat dilakukan penghentian
pemakaian obat-obat tersebut.
Tabel XIII. Kejadian DRPs Adverse Drug Reaction dan Interaksi Obat padaPasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Yogyakarta
Bulan Januari-Desember 2009No.
KasusDRPs Rekomendasi
2 Efek samping dari obat Fluimucil(N-acetylcistein) dapat berpotensimenyebabkan rasa sesak di dada,bronkospasme, iritasi trakea danbronkial.
Dilakukan monitoring dalampenggunaan obat N-acetylcistein,apabila dalam penggunaannyamenimbulkan efek samping makasebaiknya dilakukan penghentianpenggunaan obat tersebut.
4, 6,19, 22,28, 29
Efek samping dari obat Pectocil (N-acetylcistein) dapat berpotensimenyebabkan rasa sesak di dada,bronkospasme, iritasi trakea danbronkial.
Dilakukan monitoring dalampenggunaan obat N-acetylcistein,apabila dalam penggunaannyamenimbulkan efek samping makasebaiknya dilakukan penghentianpenggunaan obat tersebut.
13, 24 Efek samping dari penggunaanRhinatiol (asetilsistein) yaitu dapatmenyebabkan bronkospasme, rasasesak di dada, iritasi trakeal danbronkial yang memungkinkan asmabertambah parah.
Dilakukan monitoring dalampenggunaan obat Rhinatiol(acetylcistein), apabila dalampenggunaannya menimbulkan efeksamping maka sebaiknyadilakukan penghentianpenggunaan obat tersebut.
50
2. Dosis Berlebihan
Drug Related Problems dosis berlebihan tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
3. Perlu Tambahan Obat
Drug Related Problems perlu tambahan obat tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
4. Tidak Butuh Obat
Hasil analisis medical record pada penatalaksanaan pasien asma bronkial
yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-
Desember 2009 tidak ditemukan kejadian DRPs tidak butuh obat.
5. Pemilihan Obat Salah
Drug Related Problems pemilihan obat salah tidak ditemukan pada
penatalaksanaan pasien asma bronkial yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-Desember 2009.
6. Dosis Terlalu Rendah
Hasil analisis medical record pada penatalaksanaan pasien asma bronkial
yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-
Desember 2009 tidak ditemukan kejadian DRPs dosis terlalu rendah.
51
D. Rangkuman Pembahasan
Pada penelitian ini, jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 32 kasus. Sampel
yang diambil berupa data rekam medik yang diambil dari instalasi catatan rekam
medik Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
Dari 32 kasus yang dievaluasi diketahui bahwa berdasarkan distribusi umur
kasus asma bronkial didominasi oleh pasien dewasa yaitu usia 12<n≤65 tahun
(60%) dan pasien balita yaitu usia 0-5 tahun (28%). Karakteristik pasien asma
bronkial berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah pasien asma bronkial
yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 22 kasus (68,75%)
sedangkan laki-laki hanya 10 kasus (31,25%). Selain itu karakteristik pasien asma
bronkial juga terlihat dari diagnosis yaitu pasien yang terdiagnosis asma bronkial
sebanyak 29 kasus (90,63%) dan yang terdiagnosis asma bronkial dengan
komplikasi sebanyak 3 kasus (9,37%).
Obat yang diberikan pada pasien asma bronkial dibagi menjadi 9 kelas
terapi yaitu obat sistem saluran cerna, obat sistem kardiovaskuler, obat sistem
pernapasan, obat untuk infeksi, obat analgesik, obat sistem saraf pusat, obat-obat
hormonal, obat anestetik, dan obat gizi dan darah. Penggunaan obat yang banyak
digunakan adalah obat dari kelas terapi obat sistem pernapasan (100%) dan gizi
dan darah sebesar 96,9%.
Kejadian Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada
pasien asma bronkial adalah mengalami efek obat merugikan (adverse drug
reaction) dan interaksi obat sebanyak 10 pasien (31,25%). Sebagian besar DRPs
52
yang terjadi adalah adverse drug reaction (ADR) penggunaan obat N-asetilsistein
(Fluimucil, Pectocil, dan Rhinatiol) yang mempunyai efek samping menyebabkan
rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakeal dan bronkial dimana efek
samping tersebut dapat berpotensi menimbulkan keparahan dari asma bronkial.
Kejadian DRPs ini terjadi pada kasus 2, 4, 6, 13, 19, 22, 24, 28, 29.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data terhadap kajian evaluasi Drug Related Problems
(DRPs) pada pasien asma bronkial di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan
Januari-Desember 2009 diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini.
1. Karakteristik pasien asma bronkial berdasarkan kelompok umur paling
banyak terjadi pada kelompok dewasa usia 12<n≤65 tahun (60%) sedangkan
berdasarkan jenis kelamin paling banyak terjadi pada perempuan (68,75%)
dan berdasarkan diagnosis yang terbanyak adalah yang terdiagnosis asma
bronkial tanpa komplikasi (90,6%).
2. Karakteristik pola pengobatan pasien asma bronkial menggunakan sembilan
kelas terapi dan yang paling banyak digunakan adalah obat saluran
pernapasan yaitu sebesar 100% dan obat gizi dan darah sebesar 96,9%.
3. Drug related problems yang terjadi yaitu adverse drug reaction (ADR) dan
interaksi obat yaitu sebesar 31,25%.
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah:
1. dapat dilakukan penelitian lanjutan pada pasien asma bronkial di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta pada periode tahun yang berbeda secara prospektif agar
dapat dilihat perbandingan pelayanan kesehatan yang diberikan.
54
2. disarankan agar Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta mempunyai standar
acuan untuk pengobatan asma bronkial agar lebih mudah dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
3. dapat dilakukan penelitian selanjutnya pasien asma bronkial yang menjalani
rawat jalan sehingga dapat dilakukan perbandingan antara pasien rawat inap
dengan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
55
DAFTAR PUSTAKA
Adam, 2005, http://www.ehow.com/about_4570523_what-is-asthma.html, diakses
tanggal 21 Februari 2010
Anonim, 1997, Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma, NIH
Publication no.97-4051. Beyhesda, MD, US, Dept of Health and Human
Services
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2006, Asthma,
http://www.who.int/respiratory/asthma/GINA_WR_2006_copyright%5b1%
5d.pdf, diakses tanggal 19 Februari 2010
Anonim, 2007a, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2008a, Informasi Spesialite Obat Indonesia, volume 43, PT ISFI
Penerbitan, Jakarta
Anonim, 2008b, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8 2008/2009, CMP
Medica Asia Pte Ltd, Jakarta
Anonim, 2009, Asma, http://leonmilan.blogspot.com/2009/06/makalah-asma.html,
diakses tanggal 19 Februari 2010
Bratawidjaja, K., 1990, Asma Bronkial Waspadji, Suparman (ED), Ilmu Penyakit
Dalam, edisi II, 28-38, Balai Penerbit FKUS, Jakarta
Cipolle, R.J., Strand L.M., dan Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, McGraw-Hill Companies, Inc., New York, 178-179
Cohen BJ, Wood DL., 2000, Memler’s The Human Body in Health and Disease,
9th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
Crockett, A., 1994, Penanganan Asma dalam Perawatan Primer, diterjemahkan
oleh dr. Erian, edisi I, 1, 9, 22, 35, 36, 38-43, EGC, Jakarta
56
Ikawati, 2006, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan, 50-56, Laboratorium
Farmakoterapi dan Farmasi Klinik Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Kelly H.W., Sorkness, A.C., 2005, Asthma: in Dipiro, Joseph, T.D., Robert L.,
Gary R.M., Barbara, G.W., L., Michael, P.,(Ed), Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach, Book One, Appleton and Lange, Stamford
Connecticut
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., dan Lance, L. L., 2005, Drug
Information Hanbook, Edisi 14, Lexi-Comp Inc, Ohio
Limdrawati, 2008, Identifikasi Permasalahan Perilaku Swamedikasi Penyakit
Asma oleh Ibu-Ibu di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulonprogo Tahun
2007, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Mangunnegoro, 2006, ASMA: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, 28-56, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., Setiowulan, W., 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, 461-465, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Neal, M. J., 2002, Medical Pharmacology At a Glance, Blackwell Science,Oxford
Nelson, 2006, Essential of Pediatrics, fifth edition, hal. 396-405
Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, 86-88, Rineka Cipta,
Jakarta
Pratiknya, A. W., 2001, Dasar Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 10-18, 176-183
Price dan Wilson, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
Bagian 2, Edisi 2, ECG, Jakarta
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A., Kusnandar,
2008, ISO Farmakoterapi, 446-468, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta
Sundaru, Heru, 1995, Asma: Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Tatro, D.S., 2007, Drug Interaction Facts, Wolter Kluwer Health, USA
57
Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo,
Gramedia, Jakarta
Wibowo, S.A., 2007, Kajian Profil Peresepan Pasien Asma Bronkial di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali Tahun 2005, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
William M.D., and Self H. Timothy., 2002, Asthma, Handbook of
Nonprescription Drug, 14th edition, 287-291, 294, AphA, New York
Wolf, R., 2004, Essential Pediatric Allergy: Asthma and Immunology, McGraw
Hill, USA
58
LAMPIRAN
59
Lampiran I
Data dan Analisis DRPs Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat InapRumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kajian DRPs Kasus 1 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 1. No. RM 161560 (7 Januari 2009 – 12 Januari 2009)SubjectiveLaki-laki/10 bulan. BB: 8800 gram. DM: asma bronkial DD: bronkopneumonia. Keluhanmasuk: batuk, sesak, sudah dinebulizer, wheezing +, ronchi +, defekasi 3x. Keadaanumum: CM. Keadaan pulang : diijinkan membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramLYM%: 49,9% (+)MXD%: 15,4% (+)NEUT%: 34,7% (-)LYM#: 4,0 x 103µL (+)MXD#: 1,2 x 103µL (+)Feces: cair
WBC/PLT/RBC HistogramLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7 x 103µLMXD#: 0-1,2 x 103µLFeces: keras/sedikit lembek
Tanda vital:Suhu: 370CPenatalaksanaan
Waktu pemberian (Januari 2009)Nama obat Dosis
7 8 9 10 11 12Sanmol 3 x ¾ Cth √ √ √ √ √Interpec/Ambroxol 3 x ¼ √ √ √ √Starcef 2 x 25 mg √Meptin 10 mgTrilac 1 mgCerini 1 mgGliseril Guaiakolat 30 mg
Pulvis2 x 1 √
Smecta 3 x 1/3 sachet √Lacto B 2 x 1 sachet √Inj. Dexamethasone 2 x 4 mg √ √ √ √Inj. Cefotaxime 3 x 300 mg √ √ √ √Inj. Indexon 2 mg √Inj. Gentamisin 2 x 17,5 mg √ √Infus RL mikro 12 tetes/menit √ √ √ √Nebulizer Ventolin 1 amp/6 jam √ √ √ √ √Diit tim tim tim tim tim tim
60
Kasus 1. No. RM 161560 (7 Januari 2009 – 12 Januari 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
7 Jan Terapi yang diberikan sudah sesuai. Inj. deksametasone sebagai glukokortikosteroid sistemik
yang merupakan antiinflamasi untuk mengobati asma Sefotaksim digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi
saluran napas bawah yaitu bronkopneumonia (daridiagnosis pasien, gejala, dan data lab seperti kenaikanjumlah limfosit)
Nebulizer Ventolin untuk meringankan gejala asmayaitu sesak (bronkospasme).
- -
8 Jan Terapi yang diberikan sudah sesuai. Interpec dengan indikasi untuk penyakit saluran napas
akut&kronik digunakan karena pasien mengalamikeluhan batuk
inj. dexamethasone sebagai glukokortikosteroid sistemikyang merupakan antiinflamasi untuk mengobati asma
Cefotaxime digunakan sebagai antibiotik untuk infeksisaluran napas bawah yaitu bronkopneumonia (daridiagnosis pasien, gejala, dan data lab seperti kenaikanjumlah limfosit)
Nebulizer Ventolin untuk meringankan gejala asmayaitu sesak (bronkospasme).
- -
9 Jan – 10 Jan Penggunaan antibiotik golongan Aminoglikosida(Gentamisin) bersamaan dengan golongan Sefalosporin(Sefotaksim) dapat menimbulkan interaksi obat yaitumeningkatkan efek nefrotoksik dan meningkatkan aktivitasbakterisida yang berlawanan pada beberapa patogen.
Melakukan monitoring dosis Aminoglikosida danfungsi ginjal. Jika terjadi disfungsi ginjal, dapatdilakukan pengurangan dosis atau menghentikansatu atau kedua obat dan menggunakan alternatifobat yang lain.
Interaksiobat(Anonim,2007)
11 Jan Terapi yang diberikan sudah sesuai. Interpec dengan indikasi untuk penyakit saluran napas
Hati-hati penggunaan obat Gliseril Guaiakolat padaanak < 2 tahun.
-
61
akut&kronik digunakan karena pasien masihmempunyai keluhan batuk
Starcef (antibiotik gol. Sefalosporin) untuk pengobatanbronkitis karena adanya infeksi (dari diagnosis pasien,gejala, dan data lab seperti kenaikan kadar limfosit)
Pulvis (Meptin, Cerini, Trilac, GG) untuk mengobatiasma yang berfungsi sebagai antiasma, antihistamin,analgesik, dan obat batuk
Nebulizer Ventolin untuk meringankan gejala asmayaitu sesak (bronkospasme).
12 Jan Terapi yang diberikan sudah sesuai. Smecta dan Lacto Buntuk antidiare karena pasien mengeluh BAB 3x.
- -
62
Kajian DRPs Kasus 2 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 2. No. RM 132896 (10 Februari 2009 – 19 Februari 2009)SubjectivePerempuan/79 tahun. DM: bronkitis asmatis, vertigo. Anamnese: pusing, sesak napas, sakitsedang. Keadaan umum: CMObjective
Hasil laboratorium pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 32,3 pg (-)MXD%: 11,0% (+)ElektrolitKalium : 3,6 mmol/LNatrium : 129 mmol/LKlorida : 96 mmol/LSGOT : 25,7 U/LSGPT : 11,7 U/LUreum : 24 mg/dlCreatinin : 0,8 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 33-37pgMXD%: 0-8%ElektrolitKalium: 3,5-5,1 mmol/LNatrium: 126-145 mmol/LKlorida: 97-111 mmol/LSGOT : 0-32 U/LSGPT : 0-31 U/LUreum : < 50 mg/dlCreatinin : 0,51-0,95 mg/dl
Ro “thorax” : emphysematous lung. CardiomegaliTanda vital: Tek. darah: 130/70 mmHg; Nadi: 88x/menit; Suhu: 370CPenatalaksanaan
Waktu pemberian ( Februari 2009)Nama obat Dosis
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:1/6 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Inj. SomerolInj. FarsixInj. CeftriazoneInj. CendatronInj. Acran
6,25/8 jam2 x 1 amp2 x 1 g2 x 1 amp2 x 1 amp
√ √ √√√
√√√√√
√√√√√
√√√√√
√
√√
√
√Somerol 3 x 4 mgLizor 2 x 1 √ √ √Arcapec 3 x 2 √Inpepsa 3 x 10 cc √ √ √ √ √ √Fluimucil 3 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Unalium 2 x 5 mg √ √ √ √ √ √ √Stugeron 3 x 1 √ √ √ √ √ √ √Renapar 2 x 1 √ √ √ √ √ √ √Zibramax 1 x 500 mg √ √ √Sanadryl exp. 3 x 10 cc √ √ √ √ √ √ √ √ √Lacidafil 2 x 1 √Analsix 3 x 1 √ √Inf. RL √ √Inf. Tutofusin √ √ √Inf. D5% √ √ √ √ √ √Diit (tim) √ √ √ √ √ √ √
Assessment:10 Feb – 19 Feb : Efek samping dari obat Fluimucil (N-acetylcistein) dapat berpotensimenyebabkan rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakea dan bronkial. DRPs: potensialadverse drug reaction (ADR)Plan: Dapat dilakukan monitoring penggunaan obat N-acetylcistein agar tidak berpotensimenimbulkan efek samping.
63
Kajian DRPs Kasus 3 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 3. No. RM 108121 (24 Februari 2009 – 24 Februari 2009)SubjectivePerempuan/ 5 ½ tahun. DM: asma bronkial. DU: asma bronkial serangan sedang. DL:gangguan perkembangan. Anamnese: anak batuk, sesak, wheezing +/+, ronchi +/+, bicarakurang jelas seperti anak 2 tahun. Keadaan umum: CM. Keadaan pulang : membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 14,2x103/µL(+)RBC: 3,99x106/µL(-)HGB : 11,0g/dLHCT: 34,2%(-)MCHC: 32,2pgLYM%: 14,4%(-)MXD%: 8,7%(+)NEUT%: 76,9%(-)MXD#: 1,2x103/µLNEUT#: 11,0x103µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramWBC : 5-13,5x103/µLRBC: 4,1-5,5x106/µLHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%MXD#: 0-1,2x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µL
Ro “thorax”: bronkitis hilus tidak menonjol, besar cor normalTanda vital:Tekanan darah: 80/50 mmHg; Suhu: 360C, Nadi: 120x/menit; RR: 28x/menitPenatalaksanaan
WaktuPemberianNama obat Dosis
24/2Nebulizer=Ventolin:Flixotide 1:1 √
Inj. IndexonInj. Bisolvon
½ ampul¼ ampul
IGDIGD
Pulveres:MeptinCeriniTrilacGliseril Guaiakolat
15 mg1,5 mg1,5 mg40 mg
√
Amoxicillin syrup 3 x ½ cth √
Infus RL 450 cc √
Oksigen 2 L/menit √
Diit Lunak √
64
Kasus 3. No. RM 108121 (24 Februari 2009 – 24 Februari 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
24 Feb Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk meringankan gejala asma yaitu sesak.- Inj. Indexon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang merupakan antiinflamasi untuk
mengobati asma- Inj. Bisolvon digunakan secara lokal di bronkus untuk memudahkan pengenceran dahak pasien
yang dirawat di UGD- Pulvis (Meptin, Cerini, Trilac, GG) digunakan untuk meringankan gejala asma yang berisi obat
antiasma, antihistamin, analgesik, dan obat batuk.- Amoxicillin syr digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas bawah yang terlihat dari
gejala, Ro”thorax”, dan data lab (peningkatan jumlah neutrofil)- Oksigen digunakan untuk menghindari terjadinya hipoksemia pada pasien yang mengalami
kekurangan O2 karena kesulitan bernapas akibat menyempitnya bronkus.- Infus RL sebagai cairan rehidrasi.
- -
65
Kajian DRPs Kasus 4 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 4. No. RM 162926 (24 Februari 2009 – 27 Februari 2009)SubjectiveLaki-laki/ 59 tahun. DM: PPOK DD: Decomp Cordis. DU: bronkitis asmatis, komplikasi:dislipidemia. Anamnese: sesak sekali mulai tadi malam, batuk, wheezing, ronchi.Keadaan umum : CM. Keadaan pulang : diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 11,5x103/µL(+)MCV: 79,7fL(-)MCH: 25,4fL(-)MCHC: 31,9pg(-)MXD%: 10,7%(+)MXD#: 1,2x103/µL(+)NEUT#: 8,0x103µL(+)SGOT: 24,8 U/LSGPT: 16,6 U/LKolesterol total: 370 mg/dlLDL: 284 mg/dlHDL: 47 mg/dlTrigiliserida: 182 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC : 5-13,5x103/µLMCV: 81-99fLMCH: 27-31fLMCHC: 33-37pgMXD%: 0-8%MXD#: 0-1,2x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-38 U/LSGPT: 0-41 U/LKolesterol total: <201 mg/dlLDL: <100 mg/dlHDL: > 55 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Ro “thorax”: emphysematous lung, besar cor normalTanda vital: Tekanan darah: 140/100mmHg; Nadi:160x/menit;Suhu:380C; RR: 30x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
24/2 25/2 26/2 27/2Inj. SomerolInj. CeftriazoneInj. Acran
3 x 62,5 mg1 g/12 jam2 x 1
√√√
√√√
√√√
Nebulizer=Ventolin: Flixotide: Bisolvon 1:1:1/6 jam √ √ √
Pectocil 3 x 1 √ √ √ √
Sanadryl exp 3 x 10 cc √ √ √ √
Farmacrol 3 x 10 cc √ √ √ √
Mersivas 1 x 20 mg √ √ √ √
Infus D5%+1 amp aminophylin 16-20 tts/mnt √ √ √
Oksigen √ √ √
Assessment24 Feb – 27 Feb: Efek samping dari penggunaan obat Pectocil (N-acetylcistein) dapatberpotensi menyebabkan rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakea dan bronkial.DRPs: potensial adverse drug reaction (ADR)Plan Dapat dilakukan monitoring penggunaan obat N-acetylcistein agar tidak berpotensi
menimbulkan efek samping. Hati-hati terhadap penggunaan obat Sanadryl exp untuk pasien asma.
66
Kajian DRPs Kasus 5 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 5. No. RM 163063 (27 Februari 2009 – 2 Maret 2009)SubjectivePerempuan/ 35 tahun. DM: obs. Febris + ISPA. DU: bronkitis asmatis. Anamnese: sesak,panas, pusing, mual, muntah. Keadaan umum: CM. Keadaan pulang: diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 2,5x103/µL(-)HGB: 8,1 g/dL(-)HCT: 29,4%(-)MCV: 62,9fL(-)MCH: 18,2fL(-)MCHC: 27,6pg(-)PLT: 500x10-3/µLMXD%: 16,0%(+)LYM#: 0,9x103/µL(-)NEUT#: 1,2x103µL(-)SGOT: 18,8 U/LSGPT: 17,8 U/LUreum: 19 mg/dlKreatinin: 0,6 mg/dlGlukosa darah acak: 102 mg/dlInfeksi lain: Widal 1/320
WBC/PLT/RBC HistogramWBC : 5-13,5x103/µLHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCV: 81-99fLMCH: 27-31fLMCHC: 33-37pgPLT: 150-450x103/µLMXD%: 0-8%LYM#: 1-3,7x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-38 U/LSGPT: 0-41 U/LUreum: <50 mg/dlKreatinin: 0,67-1,17 mg/dlGlukosa darah acak: 74-106 mg/dl
Ro”thorax”: pulmo dalam batas normal, besar cor normalTanda vital:Tekanan darah: 140/90 mmHg; Nadi: 92x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
27/2 28/2 1/3 2/3Gliseril Guaiakolat 3 x 1 √ √ √ √
OBH 3 x 10 cc √ √ √ √
Ambroxol 3 x 1 √ √ √ √
Parasetamol 3 x 1 √ √ √ √
Ciprofloxacin 2 x 500 mg √
Inj. Ceftriazone 2 x 1 g √ √ √
Infus RL √ √ √
Diit Nasi Nasi Nasi Nasi
67
Kasus 5. No. RM 163063 (27 Februari 2009 – 2 Maret 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
27 Feb Terapi yang diberikan sudah sesuai. Gliseril Guaiakolat digunakan sebagai obat batuk berdahak karena pasien mengeluh dahak
yang sulit keluar OBH digunakan sebagai obat batuk pada pasien asma dengan dahak berlebih Ambroxol untuk penyakit saluran napas akut&kronis Inj. Ceftriazone sebagai antibiotik karena menurut data laboratorium diketahui adanya infeksi
dan pasien terdiagnosis ISPA Infus RL sebagai cairan rehidrasi.
- -
28 Feb – 2 Mar Terapi yang diberikan sudah sesuai. Gliseril Guaiakolat digunakan sebagai obat batuk berdahak karena pasien masih mengeluh
adanya gejala batuk OBH digunakan sebagai obat batuk pada pasien asma dengan dahak berlebih Ambroxol untuk penyakit saluran napas akut&kronis Inj. Ceftriazone sebagai antibiotik karena menurut data laboratorium dan pasien terdiagnosis
ISPA Infus RL sebagai cairan rehidrasi.
- -
68
Kajian DRPs Kasus 6 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 6. No. RM 034435 (9 Maret 2009 – 11 Maret 2009)SubjectivePerempuan/ 65 tahun. DM: obs. Bronkitis asmatis, PPOK. Anamnese: sesak, batukberdahak, wheezing. Keadaan umum : CMObjective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 12,6x103/µL(+)MCHC:32,5pg(-)PDW: 15,1fL(+)P-LCR: 34,3%(+)LYM%: 5,9%(-)MXD%: 9,5%(+)NEUT%: 84,6%(-)LYM#: 0,7x103/µLMXD#: 1,2x103/µL(+)NEUT#: 10,7x103µL(+)SGOT: 31,2 U/LSGPT: 25,7 U/LUreum: 30 mg/dlKreatinin: 0,6 mg/dlAsam urat: 6,3 mg/dlKolesterol total: 174 mg/dlTrigliserida: 293 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC : 5-13,5x103/µLMCHC: 33-37pgPDW: 9-13fLP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7 x103/µLMXD#: 0-1,2x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: <50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlAsam urat: 2,4-5,7 mg/dlKolesterol total: < 201 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Ro”thorax”: bronchopneumoni paracardial kanan dengan emphysematous lung, besar cornormalTanda vital: Tek.darah: 110/60mmHg; Nadi: 120x/menit; Pernapasan: 40x/menit;RR:32x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
9/3 10/3 11/3
Lizor 2 x 1 √Pectocil 3 x 1 √ √ √Sanadry exp 3 x 10 cc √ √ √Aspar K 3 x 2 tab √ √ √Evotil 300 0-0-1 √Aspilet 4 tab √Inj. SomerolInj. Humulin RInj. LasixInj. Ketorolax
3 x 6,25 mg3 x 6141 ampul1 ampul
√√√
√√
Nebulizer:Ventolin: Flixotide: BisolvonCombivent
1:1:1/6 jam √√
√ √
Inf. SocefInf. NS
1 x 1 g√
√√
Oksigen √ √ √Diit DJ II DJ II DJ II
69
Kasus 6. No. RM 034435 (9 Maret 2009 – 11 Maret 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
9 Mar – 11 Mar Efek samping obat Pectocil (N-acetylcistein)dapat berpotensi menyebabkan rasa sesak didada, bronkospasme, iritasi trakea dan bronkial.
Dapat dilakukan monitoring pada penggunaan obatN-acetylcistein agar tidak berpotensi terjadi efeksamping.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp pada pasienasma.
Potensialadverse drugreaction (ADR)
70
Kajian DRPs Kasus 7 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 7. No. RM 163923 (30 Maret 2009 – 31 Maret 2009)SubjectivePerempuan/ 25 tahun.DU: asma bronkial, komplikasi: infeksi paru.Anamnese: sesak, kram, muntah, batuk-batuk.Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : sembuh.Catatan: obs. DypneaObjective:
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 31,5pg(-)PDW: 13,1fL(+)MPV: 11,3fLP-LCR: 34,9%(+)
WBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 33-37pgPDW: 9-13fLMPV: 7,2-11,1fLP-LCR: 15-25%
Tanda vital:Tekanan darah: 120/80mmHgNadi: 112x/menitRR: 28x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
30/3 31/3Asam Mefenamat 3 x 1 √ √
Gliseril Guaiakolat 3 x 1 √ √
Metil Prednisolon 3 x 4 mg √ √
Nebulizer Ventolin √
Inj. DexametasonInj. MetolonInj. CPZInj. Ranitidin
1 ampul1 ampul1 ampul1 ampul/12 jam
√
√
√
√ √
Infus RL √
Diit Tim
71
Kasus 7. No. RM 163923 (30 Maret 2009 – 31 Maret 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
30 Mar Terapi yang diberikan telah sesuai.- Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik- Gliseril Guaiakolat digunakan untuk meringankan gejala batuk berdahak- metil prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang merupakan antiinflamasi untuk
mengobati asma- nebulizer Ventolin (inhalasi agonis β2 kerja cepat) digunakan untuk meringankan gejala asma
yaitu sesak- Inj. Dexamethasone merupakan glukokortikosteroid sistemik yang merupakan antiinflamasi untuk
mengobati asma dan dengan pemberian obat secara injeksi diharapkan onsetnya lebih cepat
- -
31 Mar Terapi yang diberikan telah sesuai.- Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik- Gliseril Guaiakolat digunakan untuk meringankan gejala batuk berdahak- metil prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang merupakan antiinflamasi untuk
mengobati asma.
- -
72
Kajian DRPs Kasus 8 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 8. No. RM 059937 (10 April 2009 – 14 April 2009)SubjectivePerempuan/55 tahun. DM : asma bronkial, gastritis. DU : bronkitis asmatis. DK: bronkitisasmatis. Anamnese: batuk, sesak pada saat inspirasi, istirahat dan aktivitas, pusing, badantidak enak. Riwayat penyakit: faringitis, dispepsia. Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : sembuhObjective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCV: 80,8 fL(-)MCH: 26,0 fL(-)MCHC: 32,1 pg(-)MXD%: 9,5%(+)SGOT: 33 U/LSGPT: 36,7 U/LUreum: 25 mg/dlKreatinin: 0,8 mg/dlKolesterol total: 209 mg/dlLDL: 112 mg/dlHDL: 78 mg/dlTrigliserida: 105 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramMCV: 81-99 fLMCH: 27-31fLMCHC: 33-37pgMXD%: 0-8%SGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: <50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlKolesterol total: < 201 mg/dlLDL: < 100 mg/dlHDL: > 65 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Ro”thorax”: bronchitis paracardial kanan, besar cor normalTanda vital:Tekanan darah: 135/90mmHg; Nadi: 98x/menit; Suhu: 368 0C; Pernapasan:24x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
10/4 11/4 12/4 13/4 14/4
Vectrine 3 x 1 √ √ √ √ √Magard FA 2 x 1 √ √ √ √ √Ciprofloxacin 2 x 500 mg √ √Socid 1 x 1 √ √Metil Prednisolon 3 x 1 √ √Inj. AntrainInj. AcranInj. CortidexInj. CiprofloxacinInj. RanitidinInj. Metil Prednisolon
200 mg/12 jam1 amp/12 jam62,5 mg/8jam
UGDUGDUGD√√√
√√√
√√√
√√√
StopStopStop
Inf. RLInf. D5% 12 tetes/menit
√√ √ √ √
Nebulizer (k/p) =Ventolin: Flixotide 1 : 1 √Oksigen √ √Diit Tim Tim Tim Tim Tim
73
Kasus 8. No. RM 059937 (10 April 2009 – 14 April 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
10 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)I- inj. ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas terlihat dari data Ro
“thorax” yaitu pasien mengalami bronkitis- Inj. metil prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yaitu sebagai antiinflamasi untuk
mengobati asma- nebulizer Ventolin digunakan untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak karena obat ini termasuk
obat antiasma dan bronkodilator.
- -
11 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- inj. ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas terlihat dari data Ro
“thorax” yaitu pasien mengalami bronkitis- inj. metil prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yaitu sebagai antiinflamasi untuk
mengobati gejala asma- oksigen digunakan untuk menghindari hipoksemia karena pasien kekurangan O2 dan mengalami
kesulitan bernapas akibat penyempitan bronkus.
- -
12 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- inj. ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas inj. ciprofloxacin
digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas terlihat dari data Ro “thorax” yaitu pasienmengalami bronkitis
- inj. metil prednisolon adalah glukokortikosteroid sistemik yaitu sebagai antiinflamasi untukmengobati asma.
- -
13 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas inj. ciprofloxacin digunakan
sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas terlihat dari data Ro “thorax” yaitu pasien mengalamibronkitis
- metil prednisolon adalah glukokortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasi untuk mengobati asma.
- -
74
14 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak),- ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas inj. ciprofloxacin digunakan
sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas terlihat dari data Ro “thorax” yaitu pasien mengalamibronkitis
- metil prednisolon adalah glukokortikosteroid sistemik yaitu sebagai antiinflamasi untuk mengobatiasma.
- -
75
Kajian DRPs Kasus 9 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 9. No. RM 001543 (20 April 2009 – 24 April 2009)SubjectivePerempuan/ 47 tahun. DM: bronkitis asmatis, vertigo. DU: bronkitis asmatis. DL: vertigo.Anamnese: panas, pusing, mual, muntah. Keadaan umum: CM. Keadaan pulang : diijinkan,membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 19,2x103/µL (+)MCH: 26,8 fL(-)MCHC: 32,3 pg(-)LYM%: 10,8%(-)NEUT%: 82,2%(+)MXD#: 1,3x103µL(+)NEUT#: 15,8x103µL(+)Glukosa darah acak: 150 mg/dlUreum: 17 mg/dlKreatinin: 0,7 mg/dlElektrolit:Kalium: 3,0 mmol/L (DUPLO)Natrium: 131 mmol/L (DUPLO)Klorida: 96 mmol/L (DUPLO)
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLMCH: 27-31fLMCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%MXD#: 0-1,2x103µLNEUT#: 1,5-7x103µLGlukosa darah acak: 74-106 mg/dlUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlElektrolit:Kalium: 3,5-5,1 mmol/LNatrium: 126-145 mmol/LKlorida: 97-111 mmol/L
Tanda vital: Tekanan darah: 140/100 mmHg; Suhu: 367 0C; Nadi: 84x/menit; RR: 24x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
20/4 21/4 22/4 23/4 24/4Inj. PrimperanInj. AcranInj. Socef
1 amp2 x 1 amp1 x 1 g
√√ √
√√√
√√
Lizor 2 x 1 √ √
Codipront 2 x 1 √
Sanmol 3 x 1 √
Unalium 2 x 5 mg √
Stugeron 3 x 1 √
Zibramax 1 x 500 mg √
Omevell 1 x 1 √
Nebulizer =Ventolin: Flixotide: Bisolvon 1 : 1: 1/6 jam √
Inf. RLInf. NS+primperan 1 ampul 20 tetes/mnt
√√ √ √
Diit lunak lunak lunak tim nasi
76
Kasus 9. No. RM 001543 (20 April 2009 – 24 April 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
20 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Pemberian nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan untuk mengurangi gejala asma yaitu
sesak- Lizor (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk pengobatan infeksi saluran napas terlihat
dari data laboratorium (jumlah neutrofil) dan pasien terdiagnosis bronkitis asmatis- Zibramax (antibiotik golongan Makrolida) digunakan sebagai antibiotik pada infeksi saluran napas
terlihat dari data laboratorium dan pasien terdiagnosis bronkitis asmatis
- -
21 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Socef (antibiotik golongan Sefalosporin) diberikan untuk terapi infeksi saluran napas terlihat
dari data laboratorium (jumlah neutrofil) dan pasien terdiagnosis bronkitis asmatis
- -
22 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Socef (antibiotik golongan Sefalosporin) diberikan untuk terapi infeksi saluran napas terlihat
dari data laboratorium (jumlah neutrofil) dan pasien terdiagnosis bronkitis asmatis
- -
23 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Socef (antibiotik golongan Sefalosporin) diberikan untuk terapi infeksi saluran napas terlihat
dari data laboratorium (jumlah neutrofil) dan pasien terdiagnosis bronkitis asmatis
- -
24 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai sehingga pasien diijinkan pulang. - -
77
Kajian DRPs Kasus 10 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 10. No. RM 164590 (22 April 2009 – 25 April 2009)SubjectivePerempuan/ 19 tahun. DM : asthma attack pada wanita gravid 18 minggu. DU : asmabronkial. Anamnese: sesak sejak kemarin sore, batuk, pilek, sedang hamil 18 minggu.Keadaan umum: CM. Keadaan pulang : diijinkanObjective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 17,8x103/µL (+)MCHC: 32,6 pg (-)LYM%: 10,1%(-)MXD%: 9,0%(+)NEUT%: 80,9%(+)MXD#: 1,3x103µL(+)NEUT#: 14,4x103µL(+)SGOT: 16,1 U/LSGPT: 13,9 U/LUreum: 13 mg/dlKreatinin: 0,5 mg/dlGlukosa darah acak: 126 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLMCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%MXD#: 0-1,2x103µLNEUT#: 1,5-7x103µLSGOT: 0-38 U/LSGPT: 0-41 U/LUreum: mg/dlKreatinin: mg/dlGlukosa darah acak: 74-106 mg/dL
Tanda vital:Tekanan darah: 110/70 mmHg; Nadi: 104x/menitPenatalaksanaan
Waktu PemberianNama obat Dosis
22/4 23/4 24/4 25/4Salbutamol 2 x 2 mg √ √ √ √
Amoxicillin 3 x 500 mg √ √ √
OBH 3 x 2 cth √ √ √ √
Prenatin plus/SF 1 x 1 √ √ √ √
Lactat Calsium 1 x 1 √ √ √ √
Vitamin C 100 1 x 1 √ √ √ √
Pamol 3 x 1 √ √ √ √
Nebulizer =Ventolin:Flixotide 1 : 1 (UGD)Oksigen 2 liter/menit √ √
Infus D5% 12 tetes/mnt √ √ √
78
Kasus 10. No. RM 164590 (22 April 2009 – 25 April 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
22 Apr Terapi yang diberikan telah sesuai.Salbutamol merupakan obat antiasma dan bronkodilator, OBHdigunakan untuk mengurangi gejala batuk yang dialami oleh pasien.Oksigen digunakan untuk pasien yang mengalami kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus. Selain itu pemberian vitamin dan suplemenpenunjang sangat diperlukan karena pasien sedang hamil.
Hati-hati penggunaan Salbutamol pada pasienhamil karena menurut indeks keamanankehamilan Salbutamol termasuk golongan C(MIMS 2008-2009) sehingga dapat dilakukanpenggantian obat asma yang lebih aman untukpasien hamil.
-
23 Apr Terapi yang diberikan telah sesuai.Salbutamol merupakan obat antiasma dan bronkodilator, Amoxicilindigunakan untuk terapi infeksi saluran napas (dari data lab yaitu jumlahneutrofil), OBH digunakan untuk mengurangi gejala batuk yang dialamioleh pasien. Oksigen digunakan untuk pasien yang mengalamikekurangan O2 akibat penyempitan bronkus. Selain itu pemberianvitamin dan suplemen penunjang sangat diperlukan karena pasiensedang hamil.
Hati-hati penggunaan Salbutamol pada pasienhamil karena menurut indeks keamanankehamilan Salbutamol termasuk golongan C(MIMS 2008-2009) sehingga dapat dilakukanpenggantian obat asma yang lebih aman untukpasien hamil.
-
24 Apr Terapi yang diberikan telah sesuai.Salbutamol merupakan obat antiasma dan bronkodilator, OBHdigunakan untuk mengurangi gejala batuk yang dialami oleh pasien.Amoxicilin digunakan untuk terapi infeksi saluran napas (dari data labyaitu jumlah neutrofil), OBH digunakan untuk mengurangi gejala batukyang dialami oleh pasien Selain itu pemberian vitamin dan suplemenpenunjang sangat diperlukan karena pasien sedang hamil.
Hati-hati penggunaan Salbutamol pada pasienhamil karena menurut indeks keamanankehamilan Salbutamol termasuk golongan C(MIMS 2008-2009) sehingga dapat dilakukanpenggantian obat asma yang lebih aman untukpasien hamil.
-
25 Apr Terapi yang diberikan telah sesuai.Salbutamol merupakan obat antiasma dan bronkodilator, OBHdigunakan untuk mengurangi gejala batuk yang dialami oleh pasien.Amoxicilin digunakan untuk terapi infeksi saluran napas (dari data labyaitu jumlah neutrofil), OBH digunakan untuk mengurangi gejala batukyang dialami oleh pasien Selain itu pemberian vitamin dan suplemenpenunjang sangat diperlukan karena pasien sedang hamil.
Hati-hati penggunaan Salbutamol pada pasienhamil karena menurut indeks keamanankehamilan Salbutamol termasuk golongan C(MIMS 2008-2009) sehingga dapat dilakukanpenggantian obat asma yang lebih aman untukpasien hamil.
-
79
Kajian DRPs Kasus 11 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 11. No. RM 157583 (30 April 2009 – 3 Mei 2009)SubjectiveLaki-laki/8 bulan.DM : obstruksi bronkitis asmatik.Anamnese: batuk, pilek ± 2 minggu, wheezing +/+, sputum +/+, RBK +/+.Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : diijinkanObjective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramHGB: 9,5g/dl(-)MCV: 73,3 fL(-)MCH: 22,8 fL(-)MCHC: 31,1 pg (-)P-LCR: 12,7%(-)LYM%: 61,5%(-)MXD%: 12,2%(+)NEUT%: 26,3%(-)LYM#: 6,0x103/µLMXD#: 1,2x103µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramHGB: 12-14g/dlMCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7x103µLMXD#: 0-1,2x103µL
Tanda vital:Suhu: 375 0CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
30/4 1/5 2/5 3/5Sanmol drop (k/p) 0,6 ml √
Cefotaxime 3 x 200 mg √ √ √ √
Nebulizer =Ventolin:Flixotide 1 : 1/8 jam √ √ √
Antrain/ Novalgin 60 mg √ √
Infus RL (makro) 4- 6 tetes/ menit √ √ √
Oksigen √
80
Kasus 11. No. RM 157583 (30 April 2009 – 3 Mei 2009)Tgl Assessment Plan Jenis
DRPs30 Apr Terapi yang diberikan sudah sesuai.
- Pemberian Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)digunakan untuk infeksi saluran napas (terlihat dari gejala dandiagnosis pasien yaitu bronkitis asmatis)
- nebulizer Ventolin:Flixotide merupakan inhalasi agonis β2 kerjacepat yang digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak.
- Oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibatterjadinya penyempitan bronkus.
- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
Hati-hati penggunaan obat Novalgin padapasien asma bronkial dan anak < 5 tahun(Anonim, 2008-2009).
-
1 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Pemberian Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas (terlihat dari gejala dandiagnosis pasien yaitu bronkitis asmatis)
- nebulizer Ventolin:Flixotide merupakan inhalasi agonis β2 kerjacepat yang digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak.
- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
Hati-hati penggunaan obat Novalgin padapasien asma bronkial dan anak < 5 tahun(Anonim, 2008-2009).
-
2 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Pemberian Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas (terlihat dari gejala dandiagnosis pasien yaitu bronkitis asmatis)
- nebulizer Ventolin:Flixotide merupakan inhalasi agonis β2 kerjacepat yang digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak.
- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
3 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Pemberian Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas (terlihat dari gejala dandiagnosis pasien yaitu bronkitis asmatis)
- -
81
Kajian DRPs Kasus 12 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 12. No. RM 058745 (11 Mei 2009 – 14 Mei 2009)SubjectivePerempuan/ 48 tahun. DM : asma bronkial. DU: asma bronkial+ISPA. Keluhan masuk:batuk, sesak, pusing. Keadaan umum : CM. Keadaan pulang : diijinkan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramPDW: 14,1 fL(+)P-LCR: 27,3%(+)LYM%: 14,1%(-)MXD%: 12,3%(+)SGOT: 26 U/LSGPT: 22,6 U/LUreum: 18 mg/dlKreatinin: 0,9 mg/dlAsam urat: 5,2 mg/dlGlukosa darah acak: 134 mg/dLKolesterol total: 192 mg/dlLDL: 149 mg/dLHDL: 65 mg/dlTrigliserida: 50 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramPDW: 9-13 fLP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48%MXD%: 0-8%SGOT: 0-38 U/LSGPT: 0-41 U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlAsam urat: 2,4-5,7 mg/dlGlukosa darah acak: 74-106 mg/dLKolesterol total: <201 mg/dlLDL: <100 mg/dLHDL: > 65 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Tanda vital:Tekanan darah: 140/100 mmHg; Nadi: 148x/menit; Suhu: 390CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
11/5 12/5 13/5 14/5Pamol (k/p) 3 x 1 (500 mg) √ √
Vectrine 2 x 1 √ √ √
Alganax 1 tab √ √
Nebulizer =Ventolin:Flixotide 1 : 1 (k/p) √
Inj. IndexonInj. Metil PrednisolonInj. RanitidineInj. Ciprofloxacin
2 amp62,5 mg/8 jam1 amp/12 jam200 mg/12 jam
UGD√
√
√√√
√√√
√√√
Inf. RLInf. D5% 15 tetes/menit
√√ √
Diit Tim Tim Tim
82
Kasus 12. No. RM 058745 (11 Mei 2009 – 14 Mei 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
11 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- inj. Metil Prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang efektif sebagai
antiinflamasi untuk mengobati asma- inj. Ciprofloxacin (antibiotik golongan Kuinolon) digunakan untuk infeksi saluran napas yaitu
pada diagnosis terlihat pasien juga mengalami ISPA.- Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk meringankan gejala asma yaitu sesak napas- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
12 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- inj. Metil Prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang efektif sebagai
antiinflamasi untuk mengobati asma- inj. Ciprofloxacin (antibiotik golongan Kuinolon) digunakan untuk infeksi saluran napas pada
diagnosis terlihat pasien juga mengalami ISPA.
- -
13 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- inj. Metil Prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang efektif sebagai
antiinflamasi untuk mengobati asma- inj. Ciprofloxacin (antibiotik golongan Kuinolon) digunakan untuk infeksi saluran napas pada
diagnosis terlihat pasien juga mengalami ISPA.
- -
14 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Metil Prednisolon merupakan glukokortikosteroid sistemik yang efektif sebagai
antiinflamasi untuk mengobati asma- inj. Ciprofloxacin (antibiotik golongan Kuinolon) digunakan untuk infeksi saluran napas pada
diagnosis terlihat pasien juga mengalami ISPA.
- -
83
Kajian DRPs Kasus 13 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 13. No. RM 165276 (16 Mei 2009 – 19 Mei 2009)SubjectiveLaki-laki/59 tahun. DM : asma bronkial serangan akut ringan pada asma bronkialintermitten. DU: asma bronkial serangan akut sedang pada asma bronkial intermitten.Keluhan masuk : sesak napas, batuk, wheezing +/+. Riwayat: asma, kecapekan tiba-tibasesak dan makin sesak. Keadaan umum : CM.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCV: 94,2 fL(+)MCHC: 32,7 pg(-)RDW: 48,7 fL(+)LYM%: 4,8%(-)MXD%: 10,4%(-)NEUT%: 84,8%(+)LYM#:0,5x103/µLNEUT#: 8,6x103µL(+)Glukosa darah acak: 136 mg/dLSGOT: 27,8 U/LSGPT: 69 U/LUreum: 31 mg/dlKreatinin: 1,0 mg/dLLDL: 117 mg/dlHDL: 90 mg/dlTrigliserida: 86 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramMCV: 81-99 fLMCHC: 33-37pgRDW: 35-47 fLLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7x103/µLNEUT#: 1,5-7x103µLGlukosa darah acak: 74-106 mg/dLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dLLDL: < 100 mg/dlHDL: > 65 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Tanda vital:Tekanan darah: 140/80 mmHg; Nadi: 84x/menit; Suhu: 360C; Pernapasan: 28x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
16/5 17/5 18/5 19/5
Rhinatiol 3 x 2 cth √ √ √Epexol 3 x 1 √ √ √Bricasma 2 x 1 √ √ √Dexyclav 3 x 625 mg √Socid 1 x 1 √ √Sanexon 3 x 4 mg √ √Inj. CeftriazoneInj. Ranitidin/GastridinInj. Methyl PrednisolonInj. Indexon
1 x 1 g2 x 1 ampul3 x 62,5 mg √
√√
√√√
√√
Inf. RLInf. D5% 16 tetes/menit
√√ √ √
Nebulizer=Ventolin:Flixotide 1 : 1
√
Oksigen 2 L/menit √ √Diit TKTP TKTP TKTP TKTP
84
Kasus 13. No. RM 165276 (16 Mei 2009 – 19 Mei 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
16 Mei Terapi yang digunakan sudah sesuai.- Inj. Metil Prednisolon dan inj. Indexon merupakan
golongan glukokortikosteroid sistemik sebagaiantiinflamasi untuk mengobati asma
- Nebulizer ventolin:Flixotide digunakan untukmeringankan gejala asma seperti sesak napas
- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2
akibat penyempitan bronkus.- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
-
17 Mei – 19 Mei Efek samping dari penggunaan Rhinatiol (asetilsistein)yaitu dapat menyebabkan, bronkospasme, rasa sesak didada, iritasi trakeal dan bronkial yang memungkinkanasma bertambah parah.
Dilakukan monitoring dalam penggunaan obatRhinatiol (acetylcistein), apabila dalampenggunaannya menimbulkan efek sampingmaka sebaiknya dilakukan penghentianpenggunaan obat tersebut.
Potensialadversedrugreaction(ADR)
85
Kajian DRPs Kasus 14 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 14. No. RM 092462 (25 Mei 2009 – 26 Mei 2009)SubjectivePerempuan/ 32 tahun (pasien hamil 5 bulan).DM : asma bronkial.DS: asma bronkial serangan akut ringan pada asma bronkial intermiten, multigravida.DU: asma bronkial pada kehamilan.Keluhan masuk : G2P1Ao ,3 hari batuk, merasa sesak sekali,RBH +.Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : diijinkan membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 12,7x103/µL (+)LYM% : 15,6%(-)NEUT%: 80,2%(+)NEUT#: 10,2x103µL(+)Glukosa darah acak: 96 mg/dL
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLLYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103µLGlukosa darah acak: 74-106 mg/dL
Tanda vital:Tekanan darah: 120/80 mmHg; Nadi: 96x/menit; RR: 33x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
25/5 26/5Nebulizer Ventolin (15’) √
Pectocil (k/p) 3 x 1 √
OBH 3 x 10 cc √
OB Plus 1 x 1 √
Sirup racikan:Salbutamol 2 mg (V)Prednison (X)CTM (X)Gliseril Guaiakolat (X)OBH 50 cc
3 x 2 cth √ √
Etimox 3 x 500 mg √
Oksigen 2 L/menit √
Nebulizer:Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1 : 1 : 1 √
86
Kasus 14. No. RM 092462 (25 Mei 2009 – 26 Mei 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
25 Mei Efek samping obat Pectocil (N-acetylcistein) dapatberpotensi menyebabkan rasa sesak di dada,bronkospasme, iritasi trakea dan bronkial.
Dapat dilakukan monitoring pada penggunaan obat N-acetylcistein agar tidak berpotensi terjadi efek samping.
Hati-hati dengan penggunaan obat Salbutamol,Prednison dan Gliseril Guaiakolat pada masa kehamilankarena indeks keamanan kehamilan termasuk golonganC sehingga dapat dilakukan penggantian obat denganindikasi yang sama tetapi dengan faktor resiko yangkecil pada kehamilan (lebih aman).
Potensialadverse drugreaction(ADR)
26 Mei Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Salbutamol digunakan sebagai antiasma dan
bronkodilator- Prednison merupakan kortikosteroid sistemik yang
bekerja sebagai antiinflamasi pada pengobatan asma- CTM digunakan sebagai antihistamin- Gliseril Guaiakolat digunakan sebagai obat batuk
berdahak (ekspektoran)- OBH juga dapat digunakan sebagai obat batuk
berdahak.- nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan
sebagai inhalasi agonis β2 kerja cepat yang dapatmengurangi gejala asma seperti sesak napas dan jugasebagai mukolitik (Bisolvon).
Hati-hati dengan penggunaan obat Salbutamol, Prednisondan Gliseril Guaiakolat pada masa kehamilan karenaindeks keamanan kehamilan termasuk golongan Csehingga dapat dilakukan penggantian obat denganindikasi yang sama tetapi dengan faktor resiko yang kecilpada kehamilan (lebih aman).
-
87
Kajian DRPs Kasus 15 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 15. No. RM 165974 (12 Juni 2009 – 12 Juni 2009)SubjectivePerempuan/91 tahun. DM : asma bronkial pada riwayat jantung, anorexia, dehidrasi ringan-sedang. DU: anemia, sepsis. DL: multi organ failure (MOF). Keluhan masuk : sesak,terdengar suara wheezing, akral dingin. Keadaan umum : CMKeadaan pulang : meninggal <48 jam.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 15,3x103/µL(+)RBC: 3,43x106/µL(-)HGB : 9,7g/dL(-)HCT: 32,0%(-)MCHC: 30,3pg(-)P-LCR: 14,1%(-)LYM%: 9,2%(-)NEUT%: 84%(-)NEUT#: 12,9x103µL(+)SGOT: 211,1 U/LSGPT: 154,9 U/LUreum: 121 mg/dlCreatinin: 2,1 mg/dlAsam urat: 11,4 mg/dlKolesterol total: 144 mg/dlLDL: 87 mg/dlHDL: 71 mg/dlTrigliserida: 74 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC : 5-13,5x103/µLRBC: 4,1-5,5x106/µLHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCHC: 33-37pgP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlCreatinin: 0,51-0,95 mg/dlAsam urat: 2,4-5,7 mg/dlKolesterol total: <201 mg/dlLDL: <100 mg/dlHDL: >65 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Ro”thorax”:bronkopnemoni paracardial kanan, cardiomegali, calsifikasi trakea dan bronkusTanda vital:Tekanan darah: 140/90 mmHg; Nadi: 44x/menit; Suhu: 350C; Pernapasan: 31x/menit; RR:28x/menit; SPO2: 92-98%Penatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
12/6
KSR 2 x 1 √Alupent 2 x 20 mg √Alganax ½ tablet √Inj. Antrain 1 ampul √Inj. Cholinar 1 ampul √Inj. Acran 1 ampul/12 jam √Inj. Farsix 1 ampul/24 jam √Inj. Vancep 0,5 mg/12 jam √Inj. Extracaine 1 ampul √Nebulizer=Combivent:Flixotide 1 : 1 √Infus RL 16 tetes/menit √Oksigen 8 L/menit √Diit TKTP
88
Kasus 15. No. RM 165974 (12 Juni 2009 – 12 Juni 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
12 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Alupent digunakan sebagai antiasma untuk mengurangi sesak
napas- Nebulizer Combivent:Flixotide digunakan untuk bronkodilator
dan kortikosteroid- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi- Oksigen digunakan pada pasien yang mengalami kekurangan O2
akibat terjadinya pemyempitan bronkus.- Pemberian obat-obatan lain sesuai dengan keluhan-keluhan
pasien yang juga menderita komplikasi penyakit jantung.
- -
89
Kajian DRPs Kasus 16 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 16. No. RM 119653 (23 Juni 2009 –25 Juni 2009)SubjectivePerempuan/4 tahun. Berat badan: 14 kg. DM : obs. Febris DD: asma bronkial. DK:bronkitis akut. Keluhan masuk: batuk, sesak, panas, mual, muntah. Keadaan umum : CMKeadaan pulang : diijinkan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCV: 78,4 fL(-)MCH: 25,3 fL(-)MCHC: 32,2 pg(-)LYM%: 11,6%(-)NEUT%: 81,8%(+)NEUT#: 9,1x103µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramMCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103/µL
Tanda vital:Suhu: 370CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
23/6 24/6 25/6Sanmol (k/p) 1 cth √ √
Injeksi:NovalginPrimperan
¼ ampul¼ ampul
√√
Nebulizer Ventolin 1 ampul √
Proris supp 1 supp √
Pulvis:Amoxan 175 mgEpexol ¼Dexametasone 1/3Salbutamol 0,6 mg
XX3 x 1
√ √
Infus RL √ √
Oksigen √
Diit Tim Tim
90
Kasus 16. No. RM 119653 (23 Juni 2009 –25 Juni 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
23 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Nebulizer Ventolin merupakan inhalasi agonis β2 kerja cepat yang akan
membantu mengurangi gejala asma seperti sesak napas/bronkospasme- Amoxan digunakan sebagai antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran
napas berdasarkan data laboratorium (neutrofil) dan dari diagnosis bronkitisakut
- Epexol digunakan untuk untuk gangguan saluran napas akut&kronik padakeadaan eksaserbasi
- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik yang merupakanantiinflamasi yang efektif untuk pengobatan asma
- Salbutamol digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2 akibat penyempitan
bronkus- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi.
Hati-hati penggunaan obatNovalgin pada pasien asmabronkial.
-
24 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Amoxan digunakan sebagai antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran
napas berdasarkan data labortorium (neutrofil) dan dari diagnosis bronkitisakut
- Epexol digunakan untuk untuk gangguan saluran napas akut&kronik padakeadaan eksaserbasi
- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik yang merupakanantiinflamasi yang efektif untuk pengobatan asma
- Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) digunakan untuk mengurangi gejalaasma seperti sesak napas
- Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi.
- -
25 Juni - - -
91
Kajian DRPs Kasus 17 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 17. No. RM 166459 (28 Juni 2009 – 7 Juli 2009)SubjectiveLaki-laki/12 hari. Berat badan: 2550 gram. DM : obs. Bronkitis asmatik. DL: bronkitisakut. Keluhan masuk: batuk, tersedak, sesak, sianosis sewaktu, banyak dahak. Keadaanumum: CM.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramRBC: 3,94x106/µL(-)HGB : 12,7g/dL(-)HCT: 38,4%(-)MCV: 97,5 fL(+)MCH: 32,2 fL(+)RDW: 53,2 fL(+)P-LCR: 13,5%(-)NEUT#: 9,1x103µL(+)Elektrolit:Kalium: 4,3 mmol/LNatrium: 135 mmol/LKlorida: 96 mmol/L
WBC/PLT/RBC HistogramRBC: 4,1-5,5x106/µLHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLRDW: 35-47 fLP-LCR: 15-25%NEUT#: 1,5-7x103/µLElektrolit:Kalium: 3,5-5,1 mmol/LNatrium: 136-145 mmol/LKlorida: 97-111 mmol/L
Ro”thorax”: vaskular pulmo menonjol, CTR kurang, 5, besar cor normal tampak L-Rshunt, curiga kelainan jantung congenitalTanda vital:Suhu: 378 0C; RR: 58x/menit; HR: 120x/menitPenatalaksanaan
Juni 2009 Juli 2009Nama obat Dosis
28 29 30 1 2 3 4 5 6 7Puyer:SalbutamolTremenzaAntasida
3 x 1 √ √ √
Pamol drop 0,3 ml √Interpect drop 2 x 0,2 cc √Mucos 2 x 0,2 cc √ √ √ √ √Candistin 2 x 0,3cc √ √ √ √ √Injeksi:CefotaximeDexamethasoneCortidex
100 mg0,5 mg0,5 mg
√√
√√
√√
√√
√√
√√
√√√
√√√
√√
Nebulizer=Ventolin:NaCl ¼ : ¼ /8 jam √ √ √ √ √ √Infus KAEN-1B 6 tpm √ √Oksigen (Lpm) √ √ √ √ √
92
Kasus 17. No. RM 166459 (28 Juni 2009 – 7 Juli 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
28 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer: salbutamol digunakan sebagai agonis β2 kerja cepat yang akan mengurangi gejala asma sepertisesak napas, Tremenza digunakan sebagai obat gangguan saluran napas atas, dan Antisida digunakansebagai antitukak. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi salurannapas bronkitis kronik, Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, nebulizer Ventolin digunakan untuk mengurangi gejala asmayaitu sesak napas.
- -
29 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer: salbutamol digunakan sebagai agonis β2 kerja cepat yang akan mengurangi gejala asma sepertisesak napas, Tremenza digunakan sebagai obat gangguan saluran napas atas, dan Antisida digunakansebagai antitukak. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi salurannapas bronkitis kronik, Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, nebulizer Ventolin digunakan untuk mengurangi gejala asmayaitu sesak napas, dan oksigen digunakan untuk pasien yang mengalami kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
- -
30 Juni Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer: salbutamol digunakan sebagai agonis β2 kerja cepat yang akan mengurangi gejala asma sepertisesak napas bronkitis kronik, Tremenza digunakan sebagai obat gangguan saluran napas atas, danAntisida digunakan sebagai antitukak. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakanuntuk infeksi saluran napas, Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, nebulizer Ventolin digunakan untuk mengurangi gejala asmayaitu sesak napas, dan oksigen digunakan untuk pasien yang mengalami kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
- -
1 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Interpec digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyakdahak, Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napasbronkitis kronik, Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi padapengobatan asma, nebulizer Ventolin digunakan untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak napas,dan oksigen digunakan untuk pasien yang mengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
93
Kasus 17. No. RM 166459 (28 Juni 2009 – 7 Juli 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
2 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Mucos digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyak dahak,Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas bronkitis kronik,Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma, nebulizerVentolin digunakan untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak napas, dan oksigen digunakan untuk pasien yangmengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
3 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas brokitis kronik,Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma, nebulizerVentolin digunakan untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak napas, dan oksigen digunakan untuk pasien yangmengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
4 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Mucos digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyak dahak,Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas bronkitis kronik,Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma, Cortidexmerupakan kortikosteroid sistemik untuk gangguan saluran napas dan alergi.
- -
5 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Mucos digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyak dahak,Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas bronkitis kronik,Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma, Cortidexmerupakan kortikosteroid sistemik untuk gangguan saluran napas dan alergi.
- -
6 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Mucos digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyak dahak,Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas, Dexamethasone digunakansebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma.
- -
7 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.Mucos digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak) karena pasien mempunyai keluhan banyak dahak,Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas bronkitis kronik,Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma.
- -
94
Kajian DRPs Kasus 18 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 18. No. RM 166872 (12 Juli 2009 –18 Juli 2009)SubjectivePerempuan/17 hari. BB: 3 kg. DS: aspirasi pneumonia. DM: obs. bronkitis asmatik,komplikasi: hidrocephalus, anemia. DK: aspirasi pneumonia. Keluhan masuk: lemes,sesak napas, wheezing +, sputum +, RBK +. Keadaan umum: CM. Keadaan pulang :diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramRBC: 2,91x103/µL(-)HGB : 9,5g/dL(-)HCT: 30,6%(-)MCV: 105,2 fL(+)MCH: 32,6 fL(+)MCHC: 31,0pg(-)RDW: 58,4 fL(+)MXD%: 12,1%(+)LYM#: 7,3x103/µL(+)MXD#: 2,3 x103/µL(+)NEUT#: 9,1x103µL(+)SGOT: 93,2 U/LSGPT: 62,7 U/LBilirubin total: 12,22 mg/dl (DUPLO)Bilirubin direk: 0,99 mg/dl (DUPLO)Bilirubin indirek: 11,23 mg/dlFeces: lembek, kuning, lendir (+), leukosit (+)
WBC/PLT/RBC HistogramRBC: 4,1-5,5x103/µLHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgRDW: 35-47 fLMXD%: 0-8%LYM#: 1-3,7 x103/µLMXD#: 0-1,2 x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LBilirubin total: 0,00-1,00 mg/dlBilirubin direk: 0,00-0,20 mg/dlBilirubin indirek: 0,00-0,70 mg/dl
Ro”thorax”: bronkopnemoni paracardial kanan, cardiomegali, calsifikasi trakea danbronkus.Tanda vital: Tekanan darah: 140/90 mmHg; Nadi: 44x/menit; Suhu: 350C; Pernapasan:31x/menit; RR: 28x/menit; SPO2: 92-98%Penatalaksanaan
Waktu pemberian (Juli 2009)Nama obat Dosis
12 13 14 15 16 17 18
Inj. CefotaximeInj. Gentamisin
2 x 150 mg2 x 7,5 mg
√ √ √√
√ √ √
Nebulizer:Ventolin:Flixotide ½ : ½ /8jam √ √ √ √ √ √Sagestam 7,5 mg √ √ √ √Garamycin 2 x 7,5 mg √ √Sanmol drop (k/p) 3 x 30 cc √Infus KAEN 1B 8 cc/jam √ √ √ √ √Transfusi darah √ √Diit Asi Asi Asi Asi Asi AsiOksigen (Lpm) √ √ √ √ √ √
95
Kasus 18. No. RM 166872 (12 Juli 2009 –18 Juli 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
12 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas terlihat dari datalaboratorium dan Ro”thorax” bahwa pasien mengalamibronkopneumonia
- nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas
- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
- -
13 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas terlihat dari datalaboratorium dan Ro”thorax” bahwa pasien mengalamibronkopneumonia
- nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas
- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
- -
14 Juli Penggunaan antibiotik golongan Aminoglikosida(Gentamisin) bersamaan dengan golongan Sefalosporin(Cefotaxime) dapat menimbulkan interaksi obat yaitumeningkatkan efek nefrotoksik dan meningkatkan aktivitasbakterisida yang berlawanan pada beberapa patogen.
Melakukan monitoring dosis Aminoglikosida danfungsi ginjal. Jika terjadi disfungsi ginjal, dapatdilakukan pengurangan dosis atau menghentikan satuatau kedua obat dan menggunakan alternatif obatyang lain.
interaksiobat(Anonim,2007)
15 Juli Penggunaan antibiotik golongan Aminoglikosida(Gentamisin) bersamaan dengan golongan Sefalosporin(Cefotaxime) dapat menimbulkan interaksi obat yaitumeningkatkan efek nefrotoksik dan meningkatkan aktivitasbakterisida yang berlawanan pada beberapa patogen.
Melakukan monitoring dosis Aminoglikosida danfungsi ginjal. Jika terjadi disfungsi ginjal, dapatdilakukan pengurangan dosis atau menghentikan satuatau kedua obat dan menggunakan alternatif obatyang lain.
interaksiobat(Anonim,2007)
16 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai. - -
96
- Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)digunakan untuk infeksi saluran napas terlihat dari datalaboratorium dan Ro”thorax” bahwa pasien mengalamibronkopneumonia
- nebulizer ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas
- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
17 Juli Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin)
digunakan untuk infeksi saluran napas terlihat dari datalaboratorium dan Ro”thorax” bahwa pasien mengalamibronkopneumonia
- nebulizer ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas
- oksigen digunakan untuk pasien yang kekurangan O2 akibatpenyempitan bronkus.
- -
18 Juli - - -
97
Kajian DRPs Kasus 19 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 19. No. RM 161785 (21 Juli 2009 –25 Juli 2009)SubjectiveLaki-laki/ 23 tahun.DM : asthma attack.DL: bronkitis asmatik.Keluhan masuk: sesak napas, dinebulasi, panas.Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 32,4 pg(-)LYM%: 12,7%(-)MXD%: 9,9%(+)NEUT%: 77,4%(+)NEUT#: 7,4x103µL(+)Glukosa darah acak: 109 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103/µLGlukosa darah acak: 74-106 mg/dl
Tanda vital:Tekanan darah: 120/90 mmHg; Nadi: 100x/menit; Suhu: 380C; RR: 24x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
21/7 22/7 23/7 24/7 25/7Sanadryl exp 3 x 10 cc √ √ √ √ √Sanmol 3 x 1 √Lizor 2 x 1 √Pectocil 3 x 1 √Injeksi Somerol 3 x 125 mg √ √Nebulizer=Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:1/6 jam √ √ √ √Infus D5%+1 ampaminophylin
20 tts/mnt √ √
Oksigen 2 Lpm √ √ √ √
98
Kasus 19. No. RM 161785 (21 Juli 2009 –25 Juli 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
21 Juli Efek samping dari obat Pectocil (N-acetylcistein) dapatberpotensi menyebabkan rasa sesak di dada, bronkospasme,iritasi trakea dan bronkial.
Dapat dilakukan monitoring terhadappanggunaan obat N-acetylcistein agar tidakterjadi efek samping.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp padapasien asma bronkial.
Potensialadverse drugreaction (ADR)
22 Juli Terapi yang digunakan sudah sesuai.Sanadryl exp digunakan untuk pengobatan batuk berdahak,nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangigejala asma yaitu sesak napas, oksigen digunakan karenapasien kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp padapasien asma bronkial.
-
23 Juli Terapi yang digunakan sudah sesuai.Sanadryl exp digunakan untuk pengobatan batuk berdahak,nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangigejala asma yaitu sesak napas dan membantu mengencerkandahak (mukolitik), oksigen digunakan karena pasienkekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp padapasien asma bronkial.
-
24 Juli Terapi yang digunakan sudah sesuai.Sanadryl exp digunakan untuk pengobatan batuk berdahak,nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangigejala asma yaitu sesak napas dan membantu mengencerkandahak (mukolitik), inj. Somerol digunakan sebagaikortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi padapengobatan asma, oksigen digunakan karena pasienkekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp padapasien asma bronkial.
-
25 Juli Terapi yang digunakan sudah sesuai.Sanadryl exp digunakan untuk pengobatan batuk berdahak.
Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp padapasien asma bronkial.
-
99
Kajian DRPs Kasus 20 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 20. No. RM 167547 (1 Agustus 2009 – 3 Agustus 2009)SubjectivePerempuan/47 tahun. DM : asma bronkial. Keluhan masuk: 2 hari sesak napas, ulu hatisakit, wheezing +/+. Riwayat pengobatan: Salbutamol, Dexamethasone, Ranitidin.Keadaan umum: CM. Keadaan pulang : atas permintaan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 14,7x103/µL(+)MCHC: 32,2 pg(-)MXD%: 9,5%(+)MXD#: 1,4 x103/µL(+)NEUT#: 9,8x103µL(+)SGOT: 24,8 U/LSGPT: 25,9 U/LUreum: 22 mg/dlKreatinin: 0,5 mg/dlGlukosa darah acak: 139 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLMCHC: 33-37pgMXD%: 0-8%MXD#: 0-1,2 x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlGlukosa darah acak: 74-106 mg/dl
Ro”thorax”: pulmo dan besar cor batas normalTanda vital:Tekanan darah: 110/80 mmHg; Nadi: 88x/menit; Suhu: 365 0C; RR: 28x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberian(2009)Nama obat Dosis
1/8 2/8 3/8Vectrine 3 x 1 √ √ √Sanmol 1 tab √Nebulizer:Ventolin:Flixotide 1 : 1/8 jam √ √ √Inj. AcranInj. SharoxInj. Somerol
1 amp/12 jam750 mg/12 jam62,5/8 jam
√√√
√√√
√√√
Inf. RL √Inf. D5% √Oksigen 2 Lpm √ √Diit TKTP TKTP
100
Kasus 20. No. RM 167547 (1 Agustus 2009 – 3 Agustus 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
1 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak
napas- inj. Sharox (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran
napas terlihat dari data lab (peningkatan jumlah neutrofil)- inj. Somerol digunakan sebagai kotikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada
pengobatan asma- oksigen digunakan karena kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
2 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak
napas- inj. Sharox (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran
napas terlihat dari data lab (peningkatan jumlah neutrofil)- inj. Somerol digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada
pengobatan asma- oksigen digunakan karena kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
3 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon untuk mengurangi gejala asma yaitu sesak
napas- inj. Sharox (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran
napas terlihat dari data lab (peningkatan jumlah neutrofil)- inj. Somerol digunakan sebagai kotikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada
pengobatan asma.
- -
101
Kajian DRPs Kasus 21 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 21. No. RM 156903 (6 Agustus 2009 – 9 Agustus 2009)SubjectivePerempuan/17 tahun. DM : asthma attack. DL: asma bronkial. Keluhan masuk: batuk,sesak napas ±2 hari, wheezing +, ronchi +. Riwayat penyakit: asma sejak SD. Keadaanumum: CM.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramRBC: 11,4x103/µL(+)PLT: 111x103/µLPDW: 15,5 fL(+)MPV:11,5fL(+)P-LCR: 36,7%(+)LYM%: 11,9%(-)NEUT%: 85,3%(+)NEUT#: 9,7x103µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramRBC: 4,1-5,5x103/µLPLT: 150-450x103/µLPDW: 9-13 fLMPV: 7,2-11,1 fLP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103/µL
Ro”thorax”: emphysematous lung, besar cor normalTanda vital:Tekanan darah: 120/80 mmHg; Nadi: 84x/menit; Suhu: 370C; RR: 24x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
6/8 7/8 8/8 9/8Ciprofloxacin 2 x 500 mg √ √ √ √Vectrin 3 x 1 √ √ √ √Metil Prednisolon 3 x 4 mg √ √ √ √Bellaphen (k/p) 1 tab √ √Salbuven 3 x ½ √ √Alganax 1 tab √Farmacrol √Inj. CortidexInj. Novalgin 1 ampul
√√
Inf. RLInf. D5%+1 amp aminophylinInf. D5% kosongan
20 tts/menit√√ √
√ √Oksigen 2 Lpm √ √Nebulizer=Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:1/8 jam √ √
102
Kasus 21. No. RM 156903 (6 Agustus 2009 – 9 Agustus 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
6 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas yaitubronkopneumonia, Vectrin digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak),Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasiuntuk pengobatan asma, nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakanuntuk meringankan gejala asma seperti sesak napas, oksigen digunakan karenapasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
- -
7 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas yaitubronkopneumonia, Vectrin digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak),Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasiuntuk pengobatan asma, Salbuven digunakan untuk meringankan gejala asmaseperti sesak napas, nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan untukmeringankan gejala asma seperti sesak napas (inhalasi), oksigen digunakankarena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus.
Hati-hati penggunaan obatNovalgin pada pasien asmabronkial.
-
8 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas yaitubronkopneumonia, Vectrin digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak),Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasiuntuk pengobatan asma
9 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas yaitubronkopneumonia, Vectrin digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak),Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasiuntuk pengobatan asma, Salbuven digunakan untuk meringankan gejala asmaseperti sesak napas
103
Kajian DRPs Kasus 22 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 22. No. RM 167751 (6 Agustus 2009 – 8 Agustus 2009)SubjectivePerempuan/38 tahun. DM : asma bronkial. Keluhan masuk: batuk, sesak napas,wheezing +, ronchi +, nyeri dada saat bernapas. Keadaan umum: CM. Keadaanpulang: sembuh.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramLYM%: 12,6%(-)NEUT%: 79,6%(+)NEUT#: 7,8x103µL(+)SGOT: 42 U/LSGPT: 20,2 U/LUreum: 21 mg/dlCreatinin: 0,5 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramLYM%: 19-48NEUT%: 40-74%NEUT#: 1,5-7x103/µLSGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: <50 mg/dlCreatinin: 0,51-0,95 mg/dl
Ro”thorax”: bronchitis dengan emphysematous lung, besar cor normalTanda vital:Tekanan darah: 90/60 mmHg; Nadi: 142x/menit; Suhu: 360C; Pernapasan:28x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
6/8 7/8 9/8Lizor 2 x 1 √ √ √Pectocil 3 x 1 √ √ √Silex syrup 3 x 1 cth √ √ √Injeksi:DexamethasoneSomerolIndexon
2 ampul62,5 mg/8 jam √
√√ √
Nebulizer:Ventolin:Flixotide:Bisolvon √ √Infus D5%+1 amp aminophylin √ √
Oksigen 1 Liter/menit √ √
Assessment6 Agt – 8 Agt : Efek samping penggunaan obat Pectocil (N-acetylcistein) dapatberpotensi menyebabkan rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakea danbronkial. DRPs: Potensial adverse drug reaction (ADR)PlanMelakukan monitoring penggunaan obat Pectocil (N-acetylcistein) agar tidakterjadi efek samping.
104
Kajian DRPs Kasus 23 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 23. No. RM 145827 (21 Agustus 2009 – 23 Agustus 2009)SubjectivePerempuan/6 tahun. Berat badan 18 kg. DS: asma episodik sering serangan sedang. DM :asma bronkial. Keluhan masuk: demam, pilek, batuk belum berkurang, kondisi umumbaik, sputum +. Alergi obat: Amoxicillin. Keadaan umum : CMKeadaan pulang : diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCH: 26,8 fL(-)MCHC: 32,5 pg(-)LYM%: 18,2% (-)MXD%: 10,4% (+)MXD#: 1,2x103/µLNEUT#: 8,6x103µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgLYM%: 19-48%MXD%: 0-8%MXD#: 0-1,2 x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µL
Tanda vital:Nadi: 80x/menit; Suhu: 364 0CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
21/8 22/8 23/8
Seretide 2 x 1 puff √Cefixime 2 x 60 mg √ √ √Meptin 20 mgFalergi 2 mgTrilac 2 mg
2 x 1 √ √ √
Ceflamid 2 x 1 puff √ StopInjeksi Novalgin 175 mg √Erysanbe √ √Ondancetron (k/p) 2 mg √Nebulizer:½ amp combivent+4 cc NaCl (10’)Ventolin ½ ampul
√√
Infus KAEN 3AInfus Tridex
16 tetes/menit √√
√ √√
Aminofusin pead 1 fls 12 tetes/menit √Oksigen √ √ √Diit Tim Tim Tim
105
Kasus 23. No. RM 145827 (21 Agustus 2009 – 23 Agustus 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
21 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Seretide digunakan untuk terapi penyakit asma, Cefixime (antibiotikgolongan Sefalosporin) untuk infeksi saluran napas terlihat dari data lab(peningkatan jumlah neutrofil), puyer: Meptin, Falergi, Trilac digunakanuntuk terapi asma yang berisi antiasma, antihiistamin&antialergi,kortikosteroid sistemik, Ceflamid digunakan untuk terapi pencegahanasma bronkial, nebulizer Combivent digunakan untuk mengurangibronkospasme, oksigen digunakan karena pasien mengalami kekuranganO2 akibat penyempitan bronkus.
Hati-hati penggunaan obat Novalginpada pasien asma bronkial.
-
22 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Cefixime (antibiotik golongan Sefalosporin) untuk infeksi saluran napasterlihat dari data lab (peningkatan jumlah neutrofil), puyer: Meptin,Falergi, Trilac digunakan untuk terapi asma yang berisi antiasma,antihiistamin&antialergi, kortikosteroid sistemik, Erysanbe (antibiotikgolongan Makrolida) digunakan untuk infeksi saluran napas, oksigendigunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitanbronkus.
- -
23 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Cefixime (antibiotik golongan Sefalosporin) untuk infeksi saluran napasterlihat dari data lab (peningkatan jumlah neutrofil), puyer: Meptin,Falergi, Trilac digunakan untuk terapi asma yang berisi antiasma,antihiistamin&antialergi, kortikosteroid sistemik, nebulizer Ventolindigunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas, oksigendigunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitanbronkus.
- -
106
Kajian DRPs Kasus 24 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 24. No. RM 058128 (23 Agustus 2009 – 25 Agustus 2009)SubjectivePerempuan/ 38 tahun.DM : obs. Bronkitis asmatis.Keluhan masuk: sesak.Riwayat: tahun 2005 pernah menderita cephalgia.Alergi obat: Decolgen, Novalgin, Analsix.Keadaan umum: CM.Keadaan pulang : diijinkan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumSGOT: 21,7 U/LSGPT: 21,4 U/LUreum: 18 mg/dlKreatinin: 0,5 mg/dlAsam urat: 4,2 mg/dlKolesterol total: 163 mg/dlTrigliserida: 64 mg/dl
SGOT: 0-32U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlAsam urat: 2,7-5,4 mg/dlKolesterol total: < 201 mg/dlTrigliserida: < 100 mg/dl
Tanda vital:Tekanan darah: 120/70 mmHgNadi: 80x/menitSuhu: 360CPernapasan: 24x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
23/8 24/8 25/8Inj. AcranInj. SomerolInj. Primperan
1 amp/12 jam62,5 mg/8 jam1 ampul
√√√
√√
√√
Vectrine 3 x 1 √ √ √Lizor 2 x 1 √Rhinatiol 3 x 10 cc √Infus RL √ √Oksigen 2 liter/menit √ √Diit Nasi Nasi Nasi
107
Kasus 24. No. RM 058128 (23 Agustus 2009 – 25 Agustus 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
23 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Somerol digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk
antiinflamasi pada pengobatan asma- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat
penyempitan bronkus- infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
24 Agt Efek samping dari penggunaan Rhinatiol (asetilsistein) yaitu dapatmenyebabkan bronkospasme, rasa sesak di dada, iritasi trakeal dan bronkialyang memungkinkan asma bertambah parah.
Dapat dilakukan monitoring untukpenggunaan obat Rhinatiol agar tidakterjadi efek samping.
Potensialadverse drugreaction(ADR)
25 Agt Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Inj. Somerol digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk
antiinflamasi pada pengobatan asma- Vectrine digunakan sebagai mukolitik (pengencer dahak)- Lizor (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi
saluran napas
- -
108
Kajian DRPs Kasus 25 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 25. No. RM 161292 (7 September 2009 – 8 September 2009)SubjectivePerempuan/ 1 tahun. Berat badan 10 kg. DM : bronkitis asmatis. DK: Laringo trakeobronkitis. Keluhan masuk: panas, batuk kering, pilek, agak sesak napas, wheezing +/+,sputum +/+. Keadaan umum: CM.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 15,2x103/µL(+)LYM%:59,1%(-)NEUT%: 34,2%(-)LYM#: 9,0x103/µL
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLLYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7x103/µL
Tanda vital:Suhu: 375 0CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
7/9 8/9Ataroc syrup 2 x ½ cth √ √Ryvel 1 x 0,2 cc √ √Nebulizer=VentolinVentolin:Flixotide
½ ampul √√
√
Pamol 1 cth √Tracep 1 supp √Laxadine 1 cth √Proris supp 1 supp √Inj. CefotaximInj. Dexamethasone
3 x 300 mg3 x 2,5 mg
√√
√√
Infus RL √ √Diit Lunak Lunak
109
Kasus 25. No. RM 161292 (7 September 2009 – 8 September 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
7 Sept Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Ataroc digunakan untuk terapi asma bronkial- Ryvel digunakan sebagai antihistamin&antialergi- nebulizer Ventolin digunakan untuk meringakan gejala asma seperti sesak
napas- inj. Cefotaxime digunakan untuk infeksi saluran napas karena pasien juga
terdiagnosis Laringo trakeo bronkitis- inj. Dexamethasone merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan
sebagai antiinflamasi pada pengobatan asma- infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi- Proris diberikan untuk meredakan demam
- -
8 Sept Terapi yang diberikan sudah sesuai.- Ataroc digunakan untuk terapi asma bronkial, Ryvel digunakan sebagai
antihistamin&antialergi- nebulizer Ventolin digunakan untuk meringakan gejala asma seperti sesak
napas- inj. Cefotaxime digunakan untuk infeksi saluran napas karena pasien juga
terdiagnosis Laringo trakeo bronkitis- inj. Dexamethasone merupakan korttikosteroid sistemik yang digunakan
sebagai antiinflamasi pada pengobatan asma- infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
110
Kajian DRPs Kasus 26 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 26. No. RM 077331 (6 Oktober 2009 –9 Oktober 2009)SubjectiveLaki-laki/ 48 tahun. DM: asma bronkial+ISPA. Keluhan masuk: sesak napas, batuk, agakpusing, wheezing +/+, ronchi +/+.Keadaan umum: CM. Keadaan pulang: atas permintaan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC:17,3x103/µL(+)RBC: 5,73x103/µL (+)MCV: 84,8 fL(+)SGOT: 22,2 U/LSGPT: 29,0 U/LUreum: 32 mg/dlKreatinin: 0,7 mg/dlKolesterol total: 243 mg/dlLDL: 58 mg/dlHDL: 173 mg/dlTrigliserida: 129 mg/dlHematologiHemoglobin: 16,0 g/dlLeukosit: 17.300/µL (+)Trombosit: 261.000/µLHematokrit: 48,6%
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLRBC: 4,1-5,5x103/µLMCV: 81-99 fLSGOT: 0-38 U/LSGPT: 0-41U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,67-1,17 mg/dlKolesterol total: < 201 mg/dlLDL: <100 mg/dlHDL: > 65 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dlHematologiHemoglobin: 13-18 g/dlLeukosit: 4000-11.000/µLTrombosit: 150.000-450.000/µLHematokrit: 40-54%
Ro”thorax”: bronkitis paracardial kanan dgn emphysematous lung, cardiomegali dgnbendungan pulmo.Tanda vital: Tek. darah: 150/70 mmHg; Nadi: 88x/menit; Suhu: 363 0C; RR: 24x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
6/10 7/10 8/10 9/10
Erysanbe 3 x 1 √ √Normoten 1 x 1 √ √Salbutamol 3 x 1 √ √Cortidex 3 x 1 √ √Clonidin 2 x 1 √ √Lanzoprazole 1 x 1 √ √Diltiazem 3 x 30 mg √ √Furosemid 1-0-0 √ √Inj. GastridinInj. Metil PrednisolonInj. IndexonInj. Acran
2 x 1 ampul3 x 62,5 mg1 ampul2 x 1 ampul
√
√
√
√
√ √√
Nebulizer (k/p) √Infus RL √ √ √Oksigen √ √ √ √Diit Tim Tim Tim
111
Kasus 26. No. RM 077331 (6 Oktober 2009 –9 Oktober 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
6 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Erysanbe (antibiotik golongan Makrolida) untuk infeksi saluran napas terlihat daridata lab dan Ro”thorax” yaitu pasien mengalami bronkitis, Salbutamol digunakansebagai antiasma&bronkodilator yaitu agonis β2 kerja cepat untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas, Cortidex merupakan kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, inj. Indexon juga berfungsi sebagaikortikosteroid sistemik hanya saja pemberiannya secara injeksi sehingga diharapkanonsetnya lebih cepat, oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2
akibat penyempitan bronkus, infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
7 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Erysanbe (antibiotik golongan Makrolida) untuk infeksi saluran napas terlihat daridata lab dan Ro”thorax” yaitu pasien mengalami bronkitis, Salbutamol digunakansebagai antiasma&bronkodilator yaitu agonis β2 kerja cepat untuk mengurangigejala asma seperti sesak napas, Cortidex merupakan kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, oksigen digunakan karena pasien mengalamikekurangan O2 akibat penyempitan bronkus
- -
8 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitanbronkus, infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
9 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitanbronkus, infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
112
Kajian DRPs Kasus 27 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 27. No. RM 166872 (10 Oktober 2009 –10 Oktober 2009)SubjectiveLaki-laki/ 1 tahun. Berat badan: 10 kg. DM : bronkitis asmatik. Keluhan masuk: panas,subfebris, dahak belum bisa keluar, batuk, sesak napas, wheezing +, ronchi +. Keadaanumum: CM. Keadaan pulang : diijinkan, membaik.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramHGB : 10,7 g/dL(-)HCT: 34,7%(-)MCV: 69,8 fL(+)MCH: 21,5 fL(+)MCHC: 30,8 pg(-)RDW: 46,3 fL(+)P-LR: 14,9% (-)MXD%: 10,4%(+)MXD#: 1,2 x103/µL(+)
WBC/PLT/RBC HistogramHGB: 12-14g/dLHCT: 36-44%MCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgRDW: 35-47 fLP-LCR: 15-25%MXD%: 0-8%MXD#: 0-1,2 x103/µL
Tanda vital:Suhu: 377 0CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
10/10Pulvis:AmoxicillinEpexolTremenzaDexamethasone
3 x 1 √
Sanmol 3 x 1 cth √Diit Tim
Assessment10 Okt : Terapi yang diberikan sudah sesuai.Pulvis:- Amoxicillin digunakan sebagai antibiotik untuk infeksi saluran napas yang terlihat dari
gejala-gejala yang dialami pasien dan diagnosis pasien yaitu bronkitis asmatis- Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan
dengan sekresi bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mempunyaikeluhan dahak yang belum bisa keluar
- Tremenza digunakan karena pasien mengalami keluhan seperti dahak yang belumkeluar karena alergi pada saluran napas atas
- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi padapengobatan asma
Plan-
113
Kajian DRPs Kasus 28 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 28. No. RM 168715 (13 Oktober 2009 –17 Oktober 2009)SubjectiveLaki-laki/ 43 tahun. DM : bronkitis DC. DL: PPOK komplikasi ascites. DA: bronkitisasmatis komplikasi cor pulmonale chronicum. Keluhan masuk: perut kembung, mual,sesak, batuk, kalau makan terasa penuh, buan air kecil tidak lancar. Riwayat: pada bulanSeptember pernah menderita hepatomegali, efusi pleura. Keadaan umum : CMKeadaan pulang : diijinkan, membaik, obat jalan.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCV: 94,5 fL(+)MCHC: 28,8 pg(-)RDW: 60,6 fL(+)P-LCR: 31,6% (+)LYM%: 9,0% (-)MXD%: 16,6 %(+)NEUT%: 74,4% (+)LYM#: 0,6x103/µL(-)ElektrolitKalium: 4,8 mmol/LNatrium: 135 mmol/LKlorida: 93 mmol/LGlukosa darah acak: 99 mg/dlTrombosit: 115.000/µL (-)Hematokrit: 51%
WBC/PLT/RBC HistogramMCV: 81-99 fLMCHC: 33-37pgRDW: 35-47 fLP-LCR: 15-25%LYM: 19-48%MXD%: 0-8%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7 x103/µLElektrolitKalium: 3,5-5,1 mmol/LNatrium: 136-145 mmol/LKlorida: 97-111 mmol/LGlukosa darah acak: 74-106 mg/dlTrombosit: 150.000-450.000/µLHematokrit: 40-54%
Tanda vital:Tekanan darah: 120/90 mmHg; Nadi: 88x/menit; Suhu: 360C; Pernapasan: 29x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberian (Oktober 2009)Nama obat Dosis
13 14 15 16 17
Lizor 2 x 1 √ √ √ √Pectocil 3 x 1 √ √ √ √Sanadryl exp 3 x 10 cc √ √ √ √Renapar 2 x 1 √ √ √ √Plantacid F 3 x 10 cc √ √ √Aminopilin 150 mgSomerol 4 mgCTM 1 mg
Racikan3 x 1 √ √
Neb=Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:1/6 jam √ √ √ √Inj. SomerolInj. FarsixInj. AcranInj. GastridinInj. Novalgin
3 x 62,5 mg2 x 1 ampul2 x 1 ampul1 ampul1 ampul
√√
√√√
√√√
√√√
√√√
Inf. RLInf. D5%+aminopilin 12 tetes/mnt
√ √√ √
Oksigen 2 liter/menit √ √ √ √
114
Kasus 28. No. RM 168715 (13 Oktober 2009 –17 Oktober 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
13 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Untuk terapi asma diberikan oksigen untukmembantu pasien yang mengalamikekurangan O2 akibat penyempitan bronkus
Hati-hati penggunaan obat Novalgin pada pasien asma -
14 Okt – 17 Okt Efek samping penggunaan obat Pectocil (N-acetylcistein) dapat berpotensi menyebabkanrasa sesak di dada, bronkospasme, iritasitrakea dan bronkial.
- Dapat dilakukan monitoring terhadap penggunaanobat N-acetylcistein agar tidak terjadi efek samping.
- Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp pada pasienasma
potensialadverse drugreaction (ADR)
115
Kajian DRPs Kasus 29 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 29. No. RM 030209 (14 Oktober 2009 –17 Oktober 2009)SubjectivePerempuan/48 tahun. DM: bronkitis asmatis. Keluhan masuk: pusing, batuk, pilek, sesaknapas, pusing. Riwayat: tahun 1996 operasi apendik, bulan April 2009 opname karenasesak napas. Keadaan umum: CM. Keadaan pulang : diijinkan,sembuh.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 32,4 pg(-)P-LCR: 25,2%(+)MXD%: 14,9%SGOT: 33,5 U/LSGPT: 45,3 U/LUreum: 20 mg/dlCreatinin: 0,6 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramMCHC: 33-37pgP-LCR: 15-25%MXD%: 0-8%SGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlCreatinin: 0,51-0,95 mg/dl
Ro”thorax”: emphysematous lung, bsar cor normal.Tanda vital:Tekanan darah: 100/70 mmHg; Nadi: 88x/menit; Suhu: 373 0C; Pernapasan: 14x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
14/10 15/10 16/10 17/10
Intunal F 3 x 1 √ √ √ √Pectocil 3 x 1 √ √ √ √Sanadryl exp 3 x 10 cc √ √Somerol 3 x 4 mg √Lizor 2 x 1 √Nebulizer=Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:II √ √ √ √Injeksi:ParodimSomerol
2 x 1 g3 x 62,5 mg
√√
√√
√√
Infus:D5%+1 amp aminopilinD5 kosongan
20 tetes/menit √ √√
√√
Oksigen 2 liter/menit √ √ √Diit Tim Tim Tim Tim
Assessment14 Okt – 17 Okt: Efek samping penggunaan obat Pectocil (N-acelcistein) dapatberpotensi menyebabkan rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakea dan bronkial.DRPs: Potensial adverse drug reaction (ADR)Plan Dapat dilakukan monitoring terhadap pengggunaan obat N-acetylcistein agar tidak
terjadi efek samping. Hati-hati penggunaan obat Sanadryl exp pada pasien asma.
116
Kajian DRPs Kasus 30 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 30. No. RM 170092 (15 Oktober 2009 –19 Oktober 2009)SubjectivePerempuan/1 tahun. Berat badan: 9 kg. DM: asma bronkial. Keluhan masuk: batuk, pilek3 hari, panas, sesak napas, ronchi +/+, wheezing +/+. Keadaan umum : CMKeadaan pulang: sembuh.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 15,5x103/µL(+)HGB : 11,2 g/dL(-)MCV: 75,5 fL(-)MCH: 23,5 fL(-)MCHC: 31,1 pg(-)NEUT#: 10,4x103µL(+)FecesKonsistensi: lembek, kuningLendir (+)Leukosit (++)Eritrosit (+)
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLHGB: 12-14g/dLMCV: 81-99 fLMCH: 27-31 fLMCHC: 33-37pgNEUT#: 1,5-7x103/µL
Ro”thorax”: bronkitis hilus tidak menonjol, besar cor normal.Tanda vital:Suhu: 388 0CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
15/10 16/10 17/10 18/10 19/10
Pamol supp 125 mg, 1 tube √Racikan:Epexol 1/5Tremenza 1/5Dexamethasone ¼Salbutamol 0,4Itamol 1/6
3 x 1 √ √ √
Sanprima 2 x 1 √Nebulizer=Ventolin:Flixotide:Bisolvon 1:1:1/6 jam √ √ √Injeksi Cefotaxime 3 x 250 mg √ √ √Infus RL 12 tetes/menit √ √ √
Diit Teh Tim Tim Tim Tim
117
Kasus 30. No. RM 170092 (15 Oktober 2009 –19 Oktober 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
15 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas yang terlihatdari data lab dan Ro”thorax”, infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
16 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer:- Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mempunyai keluhan dahak yang belum bisakeluar
- Tremenza digunakan karena pasien mengalami keluhan pilek- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma- Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas- Itamol digunakan sebagai penurun panasNebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan untuk meringakan gejala asma seperti sesak napas(inhalasi), Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas,infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
17 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer:- Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mempunyai keluhan dahak yang belum bisakeluar
- Tremenza digunakan karena pasien mengalami keluhan pilek- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma- Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas- Itamol digunakan sebagai penurun panas- Nebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan untuk meringakan gejala asma seperti sesak napas
(inhalasi)- Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas yang terlihat
dari data lab dan Ro”thorax”- infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
118
18 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai.Puyer:- Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mempunyai keluhan dahak yang belum bisakeluar
- Tremenza digunakan karena pasien mengalami keluhan pilek- Dexamethasone digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untuk antiinflamasi pada pengobatan asma- Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas- Itamol digunakan sebagai penurun panasNebulizer Ventolin:Flixotide:Bisolvon digunakan untuk meringakan gejala asma seperti sesak napas(inhalasi)
- -
19 Okt - - -
119
Kajian DRPs Kasus 31 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 31. No. RM 141896 (18 Oktober 2009 –21 Oktober 2009)SubjectiveLaki-laki/6 tahun. Berat badan: 20 kg. DS: asma bronkial serangan berat episodik ringan,bronkitis akut. DM : asma bronkial (ISPA). DL: bronkitis. DK: asma bronkial seranganberat episodik ringan. Riwayat: bronkitis, asmatis sejak usia 6 bulan dan sering opname.Keluhan masuk: sesak napas, batuk, pilek, akral hangat, wheezing +/+, RBK +/+.Keadaan umum : CM. Keadaan pulang : diijinkan, sembuh.Objective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 21,9x103/µL(+)P-LCR: 13,9%(-)LYM%: 4,1% (-)NEUT%: 90,9%(+)LYM#: 0,9x103/µL(+)NEUT#: 19,9x103µL(+)ElektrolitKalium: 4,6 mmol/LNatrium: 141 mmol/LKlorida: 102 mmol/L
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLP-LCR: 15-25%LYM%: 19-48%NEUT%: 40-74%LYM#: 1-3,7 x103/µLNEUT#: 1,5-7x103/µLElektrolitKalium: 3,5-5,1 mmol/LNatrium: 136-145 mmol/LKlorida: 97-111 mmol/L
Tanda vital:Nadi: 120x/menit; Suhu: 376 0C; Pernapasan: 40x/menit; RR: 28x/menitPenatalaksanaan
Waktu pemberian (Oktober2009)Nama obat Dosis
18 19 20 21Sanmol (k/p) 3 x 2 cth √ √ √ √Racikan:Meptin 25 mcgTrilac 2,5 mgFalergi 2,5 mgEpexol 12,5 mg
2 x 1 √ √ √ √
Inj. CefotaximeInj. DexamethasoneInj. Metil Prednisolon
3 x 500 mg3 x 25 mg
√√
√
√
√ √
√Nebulizer=Ventolin:Flixotide ½ : ½ /6
jam√
1:1/8jam√ √ √
Inf. RLInf. D5% 500cc+aminopilin 500mgInf. K3A
12 tpm
√√
√√√
Oksigen √Diit Tim Tim Tim Tim
120
Kasus 31. No. RM 141896 (18 Oktober 2009 –21 Oktober 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
18 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai. Racikan:Meptin digunakan sebagai antiasma, Trilac digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yangberhubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal, Falergi digunakan sebagai antihistamin&antialergi Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas (ISPA) Inj. Dexamethasone merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada
pengobatan asma Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas
- -
19 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai. Racikan:Meptin digunakan sebagai antiasma, Trilac digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yangberhubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal, Falergi digunakan sebagai antihistamin&antialergi Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas (ISPA) Inj. Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada
pengobatan asma Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas Oksigen digunakan karena pasien mengalami kekurangan O2 akibat penyempitan bronkus
- -
20 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai. Racikan:Meptin digunakan sebagai antiasma, Trilac digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yangberhubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal, Falergi digunakan sebagai antihistamin&antialergi Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas (ISPA) Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas
- -
21 Okt Terapi yang diberikan sudah sesuai. Racikan:
- -
121
Meptin digunakan sebagai antiasma, Trilac digunakan sebagai kortikosteroid sistemik untukantiinflamasi pada pengobatan asma, Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yangberhubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal, Falergi digunakan sebagai antihistamin&antialergi Inj. Cefotaxime (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas (ISPA) Inj. Dexamethasone merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada
pengobatan asma Inj. Metil Prednisolon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada
pengobatan asma Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk mengurangi gejala asma seperti sesak napas
122
Kajian DRPs Kasus 32 Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap RSPanti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009
Kasus 32. No. RM 171732 (13 Desember 2009 –15 Desember 2009)SubjectivePerempuan/43 tahun. DM : obs. bronkitis asmatik. Keluhan masuk: batuk, sesak napas,tenggorokan kering. Keadaan umum : CMObjective
Hasil laboratorium pada pasien Nilai normal hasil laboratoriumWBC/PLT/RBC HistogramWBC: 3,8x103/µL(-)MCHC: 32,4 pg(-)PLT: 103x103/µLPDW: 14,3 fL(+)P-LCR: 27,8%SGOT: 69,1 U/LSGPT: 63,9 U/LUreum: 14 mg/dlKreatinin: 0,6 mg/dlAsam urat: 3,0 mg/dlKolesterol total: 129 mg/dlTrigliserida: 96 mg/dl
WBC/PLT/RBC HistogramWBC: 5-13,5x103/µLMCHC: 33-37pgPLT: 150-450x103/µLPDW: 9-13 fLP-LCR: 15-25%SGOT: 0-32 U/LSGPT: 0-31 U/LUreum: < 50 mg/dlKreatinin: 0,51-0,95 mg/dlAsam urat: 2,4-5,7 mg/dlKolesterol total: < 201 mg/dlTrigliserida: < 200 mg/dl
Tanda vital:Tekanan darah: 120/80 mmHg; Suhu: 380CPenatalaksanaan
Waktu pemberianNama obat Dosis
13/12 14/12 15/12Sanmol 3 x 1 √ √Epexol 3 x 1 √ √ √Sanexon 3 x 4 mg √ √ √Salbutamol 3 x 2 mg √ √ √Farbion 2 x 1 √ √ √Farmacrol II CFS √Inj. GastridinInj. CeftriazoneInj. Indexon
1 ampul1 g/12 jam1 ampul
√√√
√ √
Nebulizer=Ventolin:Flixotide 1:1 √Infus RL 20 tetes/menit √ √
123
Kasus 32. No. RM 171732 (13 Desember 2009 –15 Desember 2009)Tgl Assessment Plan Jenis DRPs
13 Des Terapi yang diberikan sudah sesuai. Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mengalami keluhan batuk Sanexon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada pengobatan
asma Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) yang digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas Inj. Ceftriazone (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas Inj. Indexon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada pengobatan
asma, karena pemberian secara injeksi maka diharapkan onsetnya lebih cepat Nebulizer Ventolin:Flixotide digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas dan
pemberian dilakukan secara inhalasi Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
14 Des Terapi yang diberikan sudah sesuai. Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mengalami keluhan batuk Sanexon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada pengobatan
asma Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) yang digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas Inj. Ceftriazone (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas Infus RL digunakan sebagai cairan rehidrasi
- -
15 Des Terapi yang diberikan sudah sesuai. Epexol digunakan untuk gangguan saluran napas akut&kronik yang berhubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal, obat ini digunakan karena pasien mengalami keluhan batuk Sanexon merupakan kortikosteroid sistemik yang digunakan sebagai antiinflamasi pada pengobatan
asma Salbutamol (agonis β2 kerja cepat) yang digunakan untuk meringankan gejala asma seperti sesak napas Inj. Ceftriazone (antibiotik golongan Sefalosporin) digunakan untuk infeksi saluran napas
- -
124
Lampiran II
ABBREVIATIONS
1. ADR : adverse drug reaction
2. DRPs : Drug Related Problems
3. DM : diagnosis masuk
4. DU : diagnosis utama
5. DL : diagnosis lain
6. HDL : high density lipoprotein
7. LDL : low density lipoprotein
8. Inf. : infus
9. Inj. : injeksi
10. Lym% : ratio (%) of lymphocyctes to whole WBC
11. MPV : mean platelet volume
12. MXD% : ratio (%) of summation of basophil, eosinophil and monocytes
(middle cell) to whole WBC
13. NEUT% : ratio (%) of neutrophil (large cells) to whole WBC
14. PDW : platelet distribution width
15. P-LCR : large platelet ratio
16. RDW : RBC distribution width
17. RL : ringer laktat
18. RM : rekam medis
19. SOAP : subjective, objective, assessment, plan
20. SGOT : serum glutamik oksaloasetik transaminase
21. SGPT : serum glutamik pyruvik transaminase
22. WBC : white blood cell
132
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember
2009” ini memiliki nama lengkap Yuniar Handayani. Penulis
dilahirkan di Wonosobo, 3 Juni 1988 dari pasangan Slamet
Widodo dan Khristina Wuryani sebagai putri kedua dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu tahun 1993-1994 di TK PIUS
Wonosobo, tahun 1994-2000 di SD PIUS Wonosobo, tahun 2000-2003 di SLTP N 1
Wonosobo, tahun 2003-2006 di SMU 1 Wonosobo. Pada tahun 2006 penulis
melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan antara lain
Inisiasi Fakultas Farmasi (TITRASI) 2007 dan 2008, Asisten Praktikum Patologi
Klinik (2009).