evaluasi dan analisis waste pada proses produksi...
TRANSCRIPT
EVALUASI DAN ANALISIS WASTE PADA PROSES
PRODUKSI KEMASAN MENGGUNAKAN METODE FMEA
SKRIPSI
ANISA
0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
EVALUASI DAN ANALISIS WASTE PADA PROSES
PRODUKSI KEMASAN DENGAN METODE FMEA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana teknik
ANISA
0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Anisa
NPM : 0606076942
Tanda Tangan :
Tanggal : Juni 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
iii Universitas Indonesia
PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Anisa
NPM : 0606076942
Program Studi : Teknik Industri
Judul Skripsi : Evaluasi dan Analisis Waste pada Proses produksi
Kemasan Menggunakan Metode FMEA
Telah siap diujikan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Hj. Erlinda Muslim, MEE ( …………..….......)
Penguji 1 : Ir. Fauzia Dianawati, Msi ( …………..….......)
Penguji 2 : Ir. Amar Archman, MEIM ( …………..….......)
Penguji 3 : Farizal, PhD ( …………..….......)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Juni 2010
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-NYA, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi gelar Sarjana Teknik Jurusan Industri pada Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa
ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain :
(1) Ir. Hj. Erlinda Muslim, MEE. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi in;.
(2) Seluruh karyawan Samudra Montaz Packaging Industry, antara lain : Pak Eko
selaku supervisor PPIC, Pak Budi supervisor QC, Pak Wisnu, Pak Salim, Pak
Lukito dan yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dan dalam
usaha memperoleh data yang diperlukan;
(3) Kedua orang tua, Bapak dan Mama, yang selalu memberikan kasih sayang,
doa, dan dukungan baik moril dan materiil kepada peneliti dalam
menyelesaikan peelitian skripsi ini, sehingga dapat menamatkan
pendidikannya di Universitas Indonesia ini. Semoga semua yang penulis
kerjakan ini dapat memberikan kebanggaan pada kedua orang tua peneliti;
(4) Kakak dan adik saya yang telah memberikan dukungannya agar peneliti tetap
semangat menyelesaikan skripsi ini;
(5) Saudara-saudara saya lainnya yang juga turut memberikan doa kepada peneliti
agar terselesaikannya skripsi ini.
(6) Nina Putri Floria sebagai partner skripsi yang juga mengambil data di PT.
Samudra Montaz yang telah memberikan saya berbagai e-book dan literatur
mengenai lingkungan dan waste.
(7) Sekarsari Pratiti, Ema farikhatin, Mutia, Rizky PI, dan Kurnia ASP yang
menjadi tempat curahan hati dan selalu mendukung peneliti dalam proses
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
v Universitas Indonesia
pengerjaan skripsi. Terima kasih kalian semua sudah mau mendengarkan semua
curahan hati saya;
(8) Lindi Anggraini yang sering menjadi teman diskusi dalam menggunakan
ilmu-ilmu serta tools dalam teknik industri. Terima kasih atas saran, masukkan
dan penjelasan-penjelasannya selama ini.
(9) Seluruh teman-teman Teknik Industri 2006 lainnya yang telah berjuang bersama-
sama melewati masa-masa perkuliahan di Teknik Industri hingga mengerjakan
skripsi ini. Terima kasih atas semua atas doa, semangat, bantuan, dan
kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih banyak
kekurangan, baik dalam cara penulisan maupun pengumpulan dan pengolahan
data. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca agar
menjadi masukan untuk penulisan-penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Depok, 21 Juni 2010
Penulis
Anisa
NPM. 0606076942
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Anisa
NPM : 0606076942
Program Studi : Teknik Industri
Departemen : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul :
Evaluasi dan Analisis Waste Pada Proses produksi Kemasan
Menggunakan Metode FMEA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (datahouse),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 30 Juni 2010
Yang menyatakan
(Anisa)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Anisa
Program Studi : Teknik Industri
Judul Skripsi : Evaluasi dan Analisis Waste Pada Proses Produksi
Kemasan Menggunakan Metode FMEA
Dalam kondisi perekonomian yang sulit, setiap perusahaan, dalam industri
manufaktur khususnya, harus mampu bersaing dengan perusahaan lainnya.
Perusahaan harus dapat mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu yang merugikan
finansial. Salah satu aspek yang selalu mempengaruhi keuntungan perusahaaan
adalah waste hasil proses produksi. Semakin besar waste yang terjadi
mengindikasikan semakin banyak bahan baku yang hilang dan terbuang sia-sia
dalam proses produksi. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karena
itu pengendalian, penanganan dan pencegahan terhadap jumlah waste ini mutlak
diperlukan oleh perusahaan.
Penelitian ini memfokuskan pada upaya untuk mencari solusi-solusi untuk
menurunkan atau meminimalisir jumlah waste yang timbul dengan menggunakan
FMEA. Mula-mula diidentifikasikan jenis-jenis waste yang timbul, kemudian
dicari akar permasalahan terjadinya insiden yang menyebabkan waste (insiden
kecacatan), dan dilanjutkan dengan mencari solusi yang mungkin.
Dari penelitian diketahui bahwa insiden kecacatan paling sering terjadi pada
proses slitting, sehingga dari sini pulalah dihasilkan paling banyak waste.
Sementara itu, penyebab utama yang muncul dari insiden pada masing-masing
proses adalah gulungan tidak rata pada proses slitiing, muncul garis dari hasil
printing, dan kupingan masuk pada proses laminating. Mayoritas kesalahan
terjadi karena faktor manusia atau human error. Maka perlu dilakukan beberapa
usaha untuk peningkatan dan pengendalian proses.
Kata kunci: waste, FMEA, diagram Pareto, cause-effect diagram, produk
kemasan.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Anisa
Study Program : Industrial Engineering
Tittle : Evaluation and Analysis of Waste in Production Process
of Packaging Using FMEA Method
In the difficult economic conditions nowadays, every company in the
manufacturing industry should be able to compete with other companies.
Company must be able to reduce costs that cause the financial disadvantage. One
cost that always affects firm profits is the cost of waste in the production process.
The more quantity of waste that appear, indicates that there are more material lost
in production process. Therefore, the effort to control, treatment and prevention of
waste is absolutely needed by the company
This research focuses on finding the solutions to reduce and minimize the
amount of waste using FMEA method. First things to do is identificate type of
waste that appear, then we try to find the root causes of those incidents that cause
waste and continues to make some solutions
Based on survey results revealed that three of material that affects 80% of
the cost of purchasing material is OPP film, PP cosmoplene and ink. The most
frequently occurred incident is one that happen in slitting process, also from this
incident the most widely waste produced. Meanwhile, the main causes that arise
from incident at each process are the uneven rolls at slitting process, lines at
printing process, and "kupingan masuk" on laminating process. Most of the
mistakes happen from human error factor. So, it is needed to make some efforts to
controlling the process and reduce the human error.
Keywords: waste, FMEA, Pareto diagram, cause-effect diagram, packaging.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
1.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah .................................................................. 2
1.3 Perumusan masalah .................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................... 4
1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................. 5
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 8
2. LANDASAN TEORI ........................................................................................ 9
2.1 Proses Produksi ........................................................................................ 9
2.1.1. Pengertian Proses Produksi ............................................................... 9
2.1.2 Jenis-Jenis Proses Produksi ............................................................... 9
2.2 Waste. ..................................................................................................... 11
2.3 Kualitas ................................................................................................... 18
2.4 Pareto Diagram ....................................................................................... 21
2.5 Cause-Effect Diagram/ Fishbone Chart ................................................. 22
2.5.1 Definisi Fishbone Chart ........................................................................ 22
2.5.2 Identifikasi Penyebab dalam Fishbone Chart ....................................... 23
2.5.3 Tipe-Tipe Fishbone Diagram ................................................................ 24
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
x Universitas Indonesia
2.6 FMEA ..................................................................................................... 24
2.6.1 Definisi FMEA ..................................................................................... 24
2.6.2 Prosedur Pelaksanaan FMEA ............................................................... 25
2.6.3 Pengertian Modus Kegagalan ............................................................... 26
2.6.4 Keuntungan dan Keterbatasan FMEA .................................................. 27
2.6.5 Menentukan Severity, Occurrence, Detection, dan RPN ..................... 28
3. METODE PENELITIAN ............................................................................... 29
3.1 Profil Perusahaan .................................................................................... 29
3.1.1 Sejarah Perusahaan ......................................................................... 29
3.1.2 Proses produksi ............................................................................... 30
3.1.3 Jenis Produk .................................................................................... 32
3.2 Pengumpulan Data ................................................................................. 33
3.2.1 Data yang Dibutuhkan .................................................................... 33
3.2.2 Tahap Pengumpulan Data ............................................................... 33
3.2.3 Objek Penelitian .............................................................................. 34
3.2.4 Data Penggunaan Material .............................................................. 36
3.2.5 Data Spesifikasi Harga Material ..................................................... 37
3.2.6 Data Jumlah Waste .......................................................................... 39
3.2.7 Data Insiden Kecacatan ................................................................... 43
3.3 Pengolahan Data ..................................................................................... 45
3.3.1 Pareto Diagram ............................................................................... 45
3.3.2 Fishbone Diagram ........................................................................... 47
3.3.3 FMEA ............................................................................................. 47
4.ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................. 48
4.1 Analisa Kuantitas Waste ......................................................................... 48
4.2 Analisa Penyebab Waste ........................................................................ 49
4.2.1 Penentuan Prioritas Penanganan Kecacatan ................................... 49
4.2.2 Penentuan Penyebab-penyebab Insiden Kecacatan ........................ 50
4.2.3 Model Failure Mode Effect Analysis (FMEA) ............................... 65
4.2.3.1 Pembuatan Cause-Failure Mode-Effect (CFME) ...................... 65
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
xi Universitas Indonesia
4.2.3.2 Mengubah Hasil CFME menjadi FMEA ................................... 69
4.2.4 Usulan Perbaikan ............................................................................ 78
4.2.4.1 Problem Identification and Correction Action (PICA).............. 79
4.2.4.2 Mistake Proofing atau Poka Yoke ............................................. 84
5.KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 86
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 86
5.2 Saran ....................................................................................................... 87
REFERENSI ....................................................................................................... 89
LAMPIRAN......................................................................................................... 90
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Material untuk Artikel Indomie rasa Sotomie...................... 35
Tabel 3.2 Daftar Kebutuhan Material............................................................. 36
Tabel 3.3 Anggaran Biaya (Pembulatan)........................................................ 38
Tabel 3.4 Kuantitas Waste Hasil Kuesioner.................................................... 40
Tabel 3.5 Laporan Overusage Material........................................................... 42
Tabel 3.6 Laporan Overusage Material Jan-Mei 2010.................................... 43
Tabel 3.7 Data Insiden Kecacatan pada Proses Printing................................ 44
Tabel 3.8 Data Insiden Kecacatan Proses Laminating................................... 44
Tabel 3.9 Data Insiden Kecacatan Proses Slitting.......................................... 44
Tabel 4.1 Insiden keacatan yang Paling Dominan.......................................... 45
Tabel 4.2 Parameter Variabel Severity............................................................ 65
Tabel 4.3 Parameter Variabel Occurrence...................................................... 66
Tabel 4.4 Parameter Variabel Detection......................................................... 66
Tabel 4.5 Hasil Pengolahan FMEA untuk Gulungan Tidak Rata................... 68
Tabel 4.6 Hasil Pengolahan FMEA untuk Garis............................................. 69
Tabel 4.7 Hasil Pengolahan FMEA untuk Kupingan Masuk.......................... 70
Tabel 4.8 Problem Identifictaion and Correction (PICA).............................. 76
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah......................................................... 3
Gambar 1.2 Flowchart Metodologi Penelitian.................................................... 7
Gambar 2.1 Proses Produksi............................................................................... 9
Gambar 2.2 Ishikawa Diagram (Fishbone Chart)............................................... 22
Gambar 2.3 Fishbone Chart Untuk Mengetahui Failure Mode Suatu Masalah 26
Gambar 2.4 Proses dari FMEA.......................................................................... 27
Gambar 3.1 Pabrik PT. SMPI di Cikarang......................................................... 29
Gambar 3.2 Beberapa Produk Kemasan PT. SMPI............................................ 32
Gambar 3.3 Diagram Pareto Material yang Dominan terhadap Harga.............. 39
Gambar 3.4 (a) Persentase Kuantitas Waste OPP Film...................................... 41
Gambar 3.4 (b) Persentase Kuantitas Waste PP Cosmoplene............................. 41
Gambar 3.4 (c) Persentase Kuantitas Waste TInta............................................. 41
Gambar 3.5 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Printing........................ 45
Gambar 3.6 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Laminating................... 46
Gambar 3.7 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan Slitting......................... 46
Gambar 4.1 Fishbone Diagram untuk Gulungan Tidak Rata............................ 48
Gambar 4.2 Fishbone Diagram untuk Garis....................................................... 49
Gambar 4.3 Fishbone Diagram untuk Kupingan Masuk.................................... 50
Gambar 4.4 Diagram CFME untuk Gulungan Tidak Rata................................ 62
Gambar 4.5 Diagram CFME untuk Garis.......................................................... 63
Gambar 4.6 Diagram CFME untuk Kupingan Masuk....................................... 64
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang ini, setiap
perusahaan yang terlibat dalam industri manufaktur harus mampu bersaing
dengan perusahaan lainnya. Keuntungan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi setiap perusahaan bisnia yang ingin sukses. Besarnya keuntungan
ditentukan oleh penjualan yang kuat dan biaya yang rendah dalam keseluruhan
operasi/ kegiatan dalam perusahaan. Penjualan ini sebagian besar ditentukan oleh
kualitas yang bagus dan harga yang terjangkau. Meningkatkan kualitas dan
mengurangi biaya adalah salah satu tugas yang paling penting untuk setiap
perusahaan bisnis.1 Oleh karena itu perusahaan harus terus berusaha
meningkatkan produktifitas dan keuntungan mereka namun tanpa melupakan
kualitas dari produk yang dihasilkan. Maka perusahaan harus dapat senantiasa
mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu yang dapat merugikan finansial
perusahaan. Salah satu biaya yang selalu mempengaruhi keuntungan perusahaaan
adalah biaya waste hasil proses produksi.
Waste merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Waste ini dapat berupa benda padat, cair maupun gas. Hampir semua
produk industry akan menjadi waste pada suatu waktu, dengan jumlah yang kira-
kira setara dengan jumlah konsumsinya. Dalam upaya menganalisa, mengevaluasi
dan mengurangi waste ini, salah satu hal yang harus dilakukan perusahaan adalah
menganalisa tentang penggunaan material di lapangan. Hal ini karena material
merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam suatu proses
produksi. Penggunaan material di lapangan seringkali menimbulkan sisa material
atau waste yang cukup tinggi, usaha minimalisasi sisa material akan membantu
perusahaan untuk meningkatkan keuntungan semaksimal mungkin, di samping itu
dapat mengurangi pengaruh dampak lingkungan.
Alternatif-alternatif untuk menanggulangi dan meminimalisasi sisa
material sekaligus memperbaiki kinerja perusahaan tentunya harus dilakukan.
1 Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGraw-
Hill
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
2
Universitas Indonesia
Oleh karen itu perlu dilakukan penelitian mengenai masalah tersebut.
Minimalisasi sisa material yang timbul akan membantu perusahaan dalam
meningkatkan keuntungan semaksimal mungkin. Beberapa penelitian dinegara
maju sudah memperhatikan cara penanggulangan sisa material dengan metode
daur ulang (recycling) sisa material, penggunaan kembali (reuse) sisa material dan
mengurangi sisa material selama proses produksi berlangsung (reduce). Selain itu
juga perlu dipikirkan mengenai usulan mengganti suatu material dengan material
lainnya (replace) yang memiliki dampak lingkungan yang lebih sedikit.
Namun semua metode itu masih sulit untuk diterapkan karena pada
umumnya tempat sampah di Indonesia belum dipilah-pilah menurut jenis sampah,
sehingga semua sampah dijadikan satu dalam satu tempat penampungan. Selain
itu, dibutuhkan pula aplikasi teknologi yang canggih sehingga membutuhkan
biaya yang lebih tinggi. Maka perlu dicari solusi penanggulangan sisa material
yang mungkin dilakukan di Indonesia yang berdasarkan pertimbangan segi biaya,
teknologi yang masih sederhana, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Adapun salah satu perusahaan yang terlibat dalam industri manufaktur
adalah PT. Samudra Montaz Packaging industry (PT. SMPI) yang memproduksi
produk-produk kemasan. Seperti halnya dengan perusahaan lainnya, dalam setiap
proses produksinya PT. SMPI menghasilkan sejumlah waste dan sisa material.
Meskipun hanya sedikit namun waste ini akan berdampak pada pengurangan
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu peneliti hendak mengevaluasi dan
menganalisa tentang kuantitas waste yang terjadi ini. Setelah mengidentifikasikan
penyebab-penyebabnya, maka dapat dipilih solusi dalam meminimalisasi jumlah
waste ini.
1.2 Diagram keterkaitan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diagram keterkaitan dari permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah seperti pada Gambar 1.1.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
3
Universitas Indonesia
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
4
Universitas Indonesia
1.3 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan juga diagram keterkaitan masalah yang
sudah diuraikan, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah mengenai identifikasi waste dan material sisa yang muncul pada suatu
kegiatan operasional industri manufaktur, yang akan dilanjutkan dengan
menganalisa penyebab timbulnya waste tersebut sehingga dapat memberikan
usulan kepada perusahaan mengenai pencegahan timbulnya material yang tidak
memiliki value added ini. Selain itu, analisa mengenai waste ini juga akan dilihat
dari segi estimasi kerugian biaya yang terjadi.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk Memberikan usulan
solusi dalam pengendalian, penanganan dan pencegahan terhadap jumlah waste.
1.5 Batasan Penelitian
Untuk mencapai tujuan-tujuan pebelitian di atas, maka ditentukan batasan
masalah agar penelitian yang dilakukan juga tidka terlalu melebar. Batasan
penelitian itu antara lain:
1. Penelitian dilakukan pada pabrik PT. Samudra Montaz Packaging Industry
(PT. SMPI) yang terletak di Cikarang.
2. Proses produksi yang diteliti hanya proses produksi dari salah satu produk
yang diproduksi pada perusahaan terkait, yaitu kemasan (artikel) Indomie
Sotomie.
3. Pengertian waste pada penelitian ini adalah material sisa yang sudah tidak bisa
digunakan yang berlebihan melampaui target penggunaan material yang sudah
ditentukan yang dapat disebabkan oleh faktor kecerobohan pekerja, mesin atau
peralatan kerja yang tidak berfungsi dengan baik, maupun karena material itu
sendiri yang tidak bagus. Sedangkan material sisa yang dimaksud adalah
material sisa proses produksi yang masih bisa digunakan kembali untuk proses
selanjutnya sehingga tidak perlu dibuang.
4. Pengamatan di lapangan dilakukan selama bulan mei sampai juni 2010.
Sedangkan data-data historis yang diambil adalah data proses produksi selama
bulan maret hingga bulan mei 2010.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
5
Universitas Indonesia
1.6 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
1. Tahap awal penelitian.
a. Menentukan topik penelitian yang akan dilakukan.
b. Menentukan tujuan penelitian.
c. Menentukan batasan-batasan dari penelitian.
d. Melakukan studi literatur terhadap landasan teori yang berhubungan
dengan topik penelitian, seperti masalah lingkungan, waste, material sisa,
penanganan material (material handling), seven tools, dll.
2. Tahap pengumpulan data.
Beberapa data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Jenis produk, yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara dengan
karyawan dan operator PT. SMPI.
2. Proses pembuatan produk, yang didapat dengan melihat proses produksi
secara langsung dan juga bertanya kepada operator di lapangan.
3. Material dari komponen yang digunakan, yang diperoleh dari pengamatan
dan dokumen perusahaan.
4. Kuantitas material yang digunakan, yang didapat dari dokumen
perusahaan.
5. Kuantitas waste dan material sisa yang ada, yang didapat dari dokumen
perusahaan dan perhitungan terhadap kuantias pemakain aktual bahan
baku.
6. Data biaya pembelian material-material tersebut yang didapat dari
dokumen perusahaan.
7. Jumlah produk cacat yang terjadi pada setiap proses produksi yang didapat
dari pengamatan langsung di pabrik dan studi data historis dari dokumen-
dokumen perusahaan.
8. Data penyebab cacat yang diperoleh dari pengamatan langsung ke pabrik,
wawancara dan juga brainstorming dengan berbagai pihak.
3. Tahap pengolahan data dan melakukan analisis.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
6
Universitas Indonesia
1. Membuat diagram tulang ikan (Fishbone Diagram) untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya masalah
utama. Fishbone Diagram juga dapat digunakan untuk membuat FMEA
dengan terlebih dahulu membuat diagram CFME. Diagram CFME
merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk
mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui.
2. Membuat FMEA (Failure Mode Effect Analysis) untuk memperoleh akar-
akar pernyebab yang lebih detail dan efek yang ditimbulkan terhadap
proses internal.
3. Memberikan usulan langkah-langkah perbaikan (Improvement Phase)
untuk meminimalisir kecacatan. Dalam proses ini dilakukan beberapa hal
yaitu: (1) menyusun PICA (Problem Identification and Corrective Action)
untuk menunjukkan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan; (2)
membuat tindakan pencegahan (Preventive Activities) untuk mencegah
terjadinya human error.
4. Memberikan usulan pengendalian untuk memonitor dan mengendalikan
performa proses (Control Phase) dengan membuat Mistake Proofing
sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan
manusia (human Error).
4. Tahap akhir, yaitu tahap penarikan kesimpulan.
Melakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil pengolahan data dan analisa,
dan kemudian memberikan masukan kepada perusahaan mengenai usulan
pencegahan dan minimalisasi waste serta material sisa.
Keseluruhan metodologi penelitian yang dilakukan digambarkan dalam
bentuk diagram alir sebagai berikut:
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
7
Universitas Indonesia
Gambar 1.2 Flowchart Metodologi Penelitian
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
8
Universitas Indonesia
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
standard buku panduan penulisan skripsi yang terdiri dari lima bab. Sedangkan
untuk langkah-langkah dari metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
ditunjukkan dalam bagan 1.3.
Bab 1 adalah pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang
permasalahan dari dilakukannya penelitian, diagram keterkaitan masalah, ruang
lingkup permasalahan, manfaat dari penelitian, batasan masalah, metodologi yang
akan digunakan dalam penelitian dan juga sistematika penulisan.
Bab 2 menjelaskan mengenai landasan teori yang menjadi acuan selama
penelitian ini dilakukan. Landasan teori yang dijelaskan adalah tentang proses
produksi, waste, manajemen material, seven tools, dll. Dasar teori ini diperoleh
dari literatur, artikel, jurnal, skripsi, tesis, disertasi yang terkait dengan objek dan
metode penelitian.
Bab 3 menjelaskan mengenai profil perusahaan dan perihal pengumpulan data
dan juga pengolahannya. Proses pengumpulan data akan dilakukan dengan
meninjau beberapa dokumen-dokumen terkait, diskusi dan tanya jawab dengan
para ahli dan para karyawan/ pekerja pada bagian perancangan dan produksi,
pergudangan, perencanaan dan pengendalian inventory control (PPIC), dan
quality control. Data variabel yang telah ditentukan akan diidentifikasi dan disajikan
untuk memberikan gambaran awal kepada pembaca.
Bab 4 akan menjelaskan mengenai hasil dari pengolahan data dan juga
analisisnya mengenai hasil-hasil yang didapatkan dari pengolahan data tersebut.
Dijabarkan pula beberapa solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang ada.
Bab 5 menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada
penelitian ini. setelah itu diberikan pula saran tentang hasil penelitian juga dibahas
dalam bab ini.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
9
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Produksi
2.1.1. Pengertian Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada
diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995).
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu
dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah
kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi
adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan
jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.
Gambar 2.1 Proses Produksi
(Sumber: http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=178&fname=materi5.html )
Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses
produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu
barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja,
mesin, bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
2.1.2 Jenis-Jenis Proses Produksi
Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari berbagai
segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi proses kimiawi,
proses perubahan bentuk, proses assembling, proses transportasi dan proses
penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002). Proses produksi dilihat dari arus
atau flow bahan mentah sampai menjadi produk akhir, terbagi menjadi dua yaitu
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
10
Universitas Indonesia
proses produksi terus-menerus (Continous processes) dan proses produksi
terputus-putus (Intermettent processes).
Perusahaan menggunakan proses produksi terus-menerus apabila di dalam
perusahaan terdapat urutan-urutan yang pasti sejak dari bahan mentah sampai
proses produksi akhir. Proses produksi terputus-putus apabila tidak terdapat
urutan atau pola yang pasti dari bahan baku sampai dengan menjadi produk akhir
atau urutan selalu berubah (Ahyari, 2002). Penentuan tipe produksi didasarkan
pada faktor-faktor seperti: (1) volume atau jumlah produk yang akan dihasilkan,
(2) kualitas produk yang diisyaratkan, (3) peralatan yang tersedia untuk
melaksanakan proses. Berdasarkan pertimbangan cermat mengenai faktor-faktor
tersebut ditetapkan tipe proses produksi yang paling cocok untuk setiap situasi
produksi. Macam tipe proses produksi dari berbagai industri dapat dibedakan
sebagai berikut (Yamit, 2002):
a. Proses produksi terus-menerus
Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi barang atas dasar
aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan
disuatu titik dalam proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe
ini adalah yang memiliki karakteristik yaitu output direncanakan dalam
jumlah besar, variasi atau jenis produk yang dihasilkan rendah dan produk
bersifat standar
b. Proses produksi terputus-putus
Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas dasar aliran terus-
menerus dalam proses produk ini. Perusahaan yang menggunakan tipe ini
biasanya terdapat sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau
menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak memerlukan persediaan
barang dalam proses.
c. Proses produksi campuran
Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses produksi terus-
menerus dan terputus-putus. Penggabungan ini digunakan berdasarkan
kenyataan bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan kapasitas
secara penuh.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
11
Universitas Indonesia
2.2 Waste.
Waste merupakan material yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Waste adalah apabila sesuatu tidak memberikan nilai tambah, maka
merupakan pemborosan (dari buku Henry Ford: “Today and Tomorrow”, 1922 ).
Definisi lain dari waste adalah anything other than the minimum amount of
equipment, materials, parts, space, and workers’ time, which are absolutely
essential to add value to the product (Cho, Toyota).
Dalam kehidupan manusia, waste dalam jumlah besar datang dari aktivitas
industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua
produk industri akan menjadi waste pada suatu waktu, dengan jumlah yang kira-
kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Industrial waste dapat berasal dari industry mekanik, industry obat-obatan,
induatri karet, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. Waste ini berasal
dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia dan potongan bahan),
perlakukan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastic, kain/lap yang jenus
dengan pelarut untuk pembersihan). Waste dari industri bahan kimia yang
seringkali beracun, memerlukan perlakukan khusus sebelum dibuang. Waste dapat
berada pada setiap fase material; solid (padat), liquid (cair), dan gas.
Tujuh pemborosan dikenal sebagai “MUDA”. “7-MUDA” yang
dikembangkan oleh seorang pemimpin di Toyota, Mr. Taiichi Ohno.
1. Produksi berlebih – Overproduction
2. Menunggu – Waiting
3. Memindahkan – Transporting
4. Proses – Processing
5. Persediaan – Inventory
6. Gerakan – Motion
7. Cacat – Defects
7 type pemborosan atau 7 waste ini tidak ada salahnya untuk kita pelajari
sebagai tambahan pengetahuan, syukur kalau proses masing-masing pembaca bisa
menemukan formula yang lebih jitu dari yang dipaparkan oleh Toyota.
1. Produksi berlebih – Overproduction
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
12
Universitas Indonesia
Produksi berlebih dapat diartikan menghasilkan sesuatu secara
berlebihan atau lebih cepat dari yang dibutuhkan pada tahap berikutnya.
Toyota menyimpulkan pemborosan ini adalah yang paling buruk yang sering
ditemukan di pabrik. Pemborosan ini disebabkan pembuatan produk lebih
banyak jumlahnya dari jumlah yang dibutuhkan. Pada saat permintaan
cenderung meningkat, efek dari pemborosan ini mungkin tidak terlihat,
namun saat permintaan menurun, efek pemborosan ini berlipat ganda dan
pabrik sering terjebak masalah dalam penyelesaian produk yang tidak terjual
sebagai persediaan (stock) yang besar.Pemborosan ini akan menghabiskan
bahan baku dan meningkatkan upah untuk pekerjaan yang tidak dibutuhkan,
membuat persediaan yang tidak perlu yang butuh tambahan penanganan
material, ruang penyimpanan dan tambahan kertas-kertas kerja, komputer,
serta kerja forklift dan gudang, dan yang lainnya.
Lebih jauh lagi kelebihan barang jadi menyebabkan kebingungan
tentang apa yang perlu dilakukan lebih dulu. Ini juga mengalihkan
konsentrasi karyawan dan menghalangi mereka untuk fokus pada objek atau
masalah yang muncul tiba-tiba sehingga membutuhkan tambahan
pengawasan untuk karyawan dalam proses bekerjanya. Karyawan kelihatan
sibuk padahal mereka melakukan yang tidak perlu, bahkan membutuhkan
tambahan peralatan sehingga keluar biaya lagi. Karena produksi berlebih ini
menciptakan banyak kesulitan yang mengaburkan masalah yang lebih besar
dan mendasar, sehingga bisa disimpulkan pemborosan ini merupakan
pemborosan yang paling buruk dan harus dihilangkan. Pemecahan
sederhana, pertama-tama harus dimengerti bahwa mesin dan karyawan tidak
harus dimanfaatkan secara penuh, selama masih bisa memenuhi
permintaaan.
Jika terjadi produksi berlebih, langkah yang harus dilakukan adalah
dengan cara menutup keran, diperlukan keberanian dalam mengambil
langkah ini karena masalah yang tersembunyi oleh produksi yang berlebihan
akan terungkap. Konsepnya adalah hanya menjadwalkan dan memproduksi
apa yang segera bisa dikirim dan memperbaiki changeover mesin atau
memperpendek waktu set-up.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
13
Universitas Indonesia
Karyawan harus ditanamkan cara berpikir bahwa proses berikutnya
adalah “pelanggan-pelanggan mereka”, karena pekerjaan proses berikut
menggunakan hasil kerja dari proses sebelumnya. Maka harus dipastikan
bahwa hanya karyawan hanya memproduksi sesuai dengan jumlah yang
diinginkan pelanggan dengan kualitas tinggi, biaya rendah, dan pada waktu
dibutuhkan.
2. Menunggu – Waiting
Yang dimaksud menunggu di sini adalah ketika seseorang atau sesuatu
menunggu dengan diam dan tidak mengerjakan aktivitas apapun.
atau Setiap saat waktu berjalan barang-barang tidak berpindah atau tidak
diolah. Menunggu merupakan salah satu bentuk pemborosan yang sangat
kentara dan banyak terjadi di organisasi apapun.
Jika pemborosan produksi berlebih tidak mudah untuk diidentifkasi
karena karyawan disibukkan oleh pekerjaannya mengurus barang jadi -
meskipun pekerjaannya tidak menambah nilai produk- tetapi pemborosan
menunggu/waktu tunda biasanya lebih mudah dilihat. Kejadian ini muncul
karena tidak ada inisiatif untuk menghilangkan pemborosan ini. Masalah
menunggu tidak diungkapkan secara jelas dan kadang-kadang masalah
diselesaikan sendiri oleh karyawan tanpa diketahui mandornya. Meskipun
beberapa mandor lebih suka membiarkan keadaan ini selama masih
mencapai target dan sesuai dengan jadwal produksi. Tetapi kondisi seperti
itu tidak bisa dibiarkan. Lebih dari 95% material diolah dengan cara
pengolahan batch tradisional dan antrian. Material siap proses menghabiskan
banyak waktu menunggu untuk diolah atau menunggu proses berikutnya.
Hal ini terjadi karena aliran material yang buruk, waktu pengolahan
produksi yang terlalu lama, dan jarak antara proses kerja satu ke yang
lainnya terlalu jauh. Penanganannya sebenarnya mudah yaitu
menghubungkan antar proses agar pasokan secara langsung dipakai ke
dalam proses berikutnya
3. Memindahkan – Transporting
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
14
Universitas Indonesia
Memindahkan atau mengangkut produk dari proses ke proses adalah
kegiatan yang tidak menambahkan nilai ke dalam produk. Pergerakan yang
berlebihan dan penanganan yang berlebihan bisa menimbulkan kerusakan
serta kemungkinan mengakibatkan turunnya mutu produk. Hal ini sering
disebabkan oleh layout pabrik yang buruk dimana proses sebelumnya atau
proses berikutnya terletak saling berjauhan. Karyawan pengangkut material
terbiasa dengan menangani proses pemindahan barang, padahal hal ini
memunculkan biaya proses yang tidak menambahkan nilai jika dilihat dari
sudut pandang pelanggan. Jika mau diukur, anda akan tercengang setelah
mengetahui berapa KM sebuah material berjalan di pabrik sebelum benar-
benar jadi sebuah produk.
Pemborosan transportasi ini sulit dihilangkan karena proses
pemindahan material dan proses produksi yang menyatu. Kendala yang
Sering ditemui adalah sulitnya menentukan urutan proses, proses mana yang
harus didahulukan dan proses mana yang harus menjadi proses berikutnya.
Untuk menghilangkan pemborosan ini harus ada perbaikan layout,
koordinasi proses, metoda transportasi, penyimpanan, dan pengorganisasian
tempat kerja harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh.
Tata letak direncanakan dengan baik bisa mengurangi transportasi material
yang tidak diinginkan. Selain itu juga bisa menghindarkan penanganan
material yang berulang.Dengan memetakan aliran produk bisa membuat
pemborosan ini lebih mudah dilihat.
4. Proses – Processing
Metode proses produksi itu sendiri bisa jadi merupakan sumber
masalah yang menghasilkan pemborosan. Langsung saya berikan contoh
saja.
Pekerjaan pemasangan metal, ternyata masih memerlukan pekerjaan
tambahan untuk mengikir dan menghaluskan permukaan. Pekerjaan
mengikir dan menghaluskan ini seharusnya tidak diperlukan jika proses
pembuatan metal ditingkatkan detail serta mempertimbangkan kembali dari
perancangan produk metal tersebut. Contoh lain pada suatu barang, aspek-
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
15
Universitas Indonesia
aspek pengecatan, pelapisan, atau proses pengencangan baut seharusnya
tidak diperlukan lagi dalam pembuatan produk yang diinginkan.
Pada operasional mesin bor, karyawan masih harus mendorong bahan
agar tekanan bisa sesuai dengan hasil yang diinginkan. Hal ini bisa
dipermudah dengan memasang silinder atau rantai otomatis. Dengan
kekuatan putaran motor misalnya digunakan untuk mendorong produk yang
dikerjakan sehingga bisa mengurangi keterlibatan karyawan. Sering
terdengar istilah “membunuh nyamuk dengan bom”, hal ini terjadi di banyak
pabrik. Penggunaan perlengkapan dengan tingkat akurasi tinggi dan mahal
padahal sebenarnya cukup dengan alat yang lebih sederhana.
Lebih parah lagi pabrik-pabrik itu menganjurkannya dengan cara
memaksimalkan penggunaan aset (memproduksi dengan cara berlebihan
untuk meminimalkan pergantian proses) dengan maksud untuk menutup
biaya yang tinggi dari pergantian peralatan ini.
Toyota terkenal dengan penggunaan peralatan otomatisasi berbiaya
rendah digabungkan dengan manajemen bebas perawatan, bahkan sering
menggunakan mesin yang lebih tua, investasi yang minim, perlengkapan
yang lebih fleksibel, cellular manufacturing, dan menggabungkan setiap
langkah-langkah secara signifikan yang akan mengurangi pemborosan
proses yang tidak dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan pemikiran-pemikiran
yang inovatif yang mempermudah proses sehingga bisa mengurangi
pemborosan pada bagian proses ini.
5. Persediaan – Inventory
Seperti yang telah dibahas di atas sehubungan dengan pemborosan
kelebihan produksi, persediaan yang berlebihan juga meningkatkan biaya
produksi. Persediaan ini membutuhkan tambahan dalam penanganan,
ruangan, bunga pinjaman uang, tambahan orang, kertas kerja, dan lainnya.
Barang berlebihan dalam proses adalah akibat dari produksi yang berlebihan
dan menunggu. Kelebihan persediaan cenderung menyembunyikan masalah
di dalam pabrik yang seharusnya bisa dikenali dan diperbaiki untuk
meningkatkan kinerja operasionalnya. Bertambahnya persediaan akan
menyebabkan meningkatnya lead-time, menghabiskan luas lantai produktif,
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
16
Universitas Indonesia
tertundanya identifikasi masalah, dan menghalangi komunikasi.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan persediaan itu seharusnya tidak
perlu, maka harus mencoba untuk mengurangi tingkat persediaan yang ada,
Membuang material yang sudah tidak terpakai serta pengorganisasian
tempat penyimpanan atau area kerja.
Solusi yang ditawarkan sebagai berikut: Diusahakan tidak
memasukkan bahan baku atau material dalam jumlah yang besar ke dalam
pabrik. Solusinya adalah dengan cara pengiriman dicicil. Tidak
memproduksi barang yang tidak diinginkan oleh proses berikutnya.
Membuat produk dalam lot-lot yang kecil sehingga jika suatu saat terdapat
perubahan plan yang mendadak tidak menimbulkan loss yang besar.
Dengan mulai mengurangi tingkat persediaan, maka dengan mudah akan
menemukan lebih banyak masalah-masalah yang harus diarahkan sebelum
tingkat persediaan dikurangi lebih jauh. Mengurangi persediaan akan
menciptakan aliran langsung dari proses ke proses yang akan menghemat
biaya.
6. Gerakan – Motion
Dari pengebangan definisi pemborosan di atas adalah “apapun yang
dikeluarkan tetapi tidak menambah nilai pada produk sedapat mungkin harus
dihilangkan.” Hal yang harus ditanamkan adalah “bergerak” tidaklah sama
dengan “bekerja”. “Bergerak ” tidak otomatis menambah nilai pada produk.
Pergerakan tangan, kaki, dan tubuh karyawan tidak selalu menambah nilai
pada produk. banyak contoh-contoh dari jenis pemborosan ini.
Seorang karyawan bisa disibukkan selama 3 jam mencari peralatan-
peralatan ke sekeliling pabrik tanpa menambah nilai sedikitpun pada produk.
Sebaliknya malah menambah biaya produksi dari 3 jam upahnya yang tanpa
hasil dan 3 jam waktu produksi yang tertinggal untuk pengiriman ke
pelanggan.
Mengangkat dan memindahkan mesin dimana pergerakannya bisa
dikurangi dengan membuat komponen-komponen atau peralatan yang lebih
dekat ke tempat penggunaannya atau bahkan bisa menghilangkan
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
17
Universitas Indonesia
pergerakan dengan menggunakan sistem seluncur atau menggunakan ban
berjalan.
Berjalan juga merupakan pemborosan gerakan, khususnya saat seorang
karyawan bertanggung jawab pada pengoperasian beberapa mesin. Untuk itu
mesin-mesin tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga waktu
pergerakan karyawan bisa dibuat seminimal mungkin.
Pemborosan ini berhubungan dengan ergonomi yang bisa dianalisis di
semua gerakan seperti menekuk, meregang, berjalan, mengangkat, dan
menggapai. Ergonomi juga merupakan persoalan kesehatan, keselamatan
dan keamanan bagi karyawan di perusahaan. Pekerjaan dengan gerakan
berlebihan sebaiknya dianalisis dan dirancang kembali (dengan MODAPTS)
yang melibatkan para karyawan pabrik untuk memperbaiki kinerjanya.
7. Cacat – Defects
Pada saat terjadi cacat produk, karyawan pada proses berikutnya akan
menciptakan pemborosan dengan menunggu serta menambah biaya pada
produk. Lebih jauh lagi diperlukan kerja ulang terhadap produk atau bahkan
produk rusak dan harus dibongkar. Jika cacat terjadi pada proses
pemasangan, diperlukan tambahan karyawan untuk membongkarnya
kembali dan tambahan komponen untuk mengganti yang rusak.
Pemisahan material buruk dan material bagus juga membutuhkan tenaga, hal
ini juga Menimbulkan pemborosan pada material dan sejumlah karyawan
yang digunakan.
Bahkan jika produk cacat ditemukan oleh pelanggan setelah dikirim,
hal tersebut malah lebih buruk lagi. Tidak hanya biaya jaminan dan
tambahan biaya pengiriman tetapi nama baik usaha kita di pasar bisnis akan
hilang.
Untuk mengatasi masalah ini, harus dibuat sistem yang bisa
mengidentifikasi cacat atau kondisi yang dapat mengetahui kerusakan
sehingga siapa saja yang ada di tempat itu dapat melakukan tindakan dengan
segera. Tanpa sistem itu maka akan banyak rugi waktu. Pada pabrik besar
yang dengan mesin-mesin otomatis yang bisa menghasilkan produk dalam
waktu singkat harus ada sistem yang otomatis juga dalam mengidentifikasi
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
18
Universitas Indonesia
cacat atau kegagalan produk. Bagaimana mesin-mesin ini menghasikan
produk yang baik dengan cepat jika tidak membangun sistem pencegahan
dengan baik pula.
Pemborosan cacat dan produk gagal ini berdampak langsung kepada
kelangsungan hidup pabrik dimana produk cacat mengakibatkan kerja ulang
atau bahkan harus dibuang (scrap), biaya yang dikeluarkan pun luar biasa.
Biaya-biaya ini termasuk mengkarantina persediaan, memeriksa ulang,
penjadwalan kembali, dan kehilangan kapasitas. Di banyak pabrik, total
biaya dari cacat sangat berarti bagi persentase biaya produksi. Bagaimana
akibatnya bila produk cacat ditemukan di pelanggan? Berapakah biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan?
Oleh karena itu, pencegahan yang paling efektif terhadap produk cacat
dan kegagalan produk ini adalah dengan melibatkan karyawan dalam
melakukan perbaikan proses yang berkesinambungan. Partisipasi karyawan
sangatlah besar dalam mengurangi cacat di proses kerja.
Mungkin saja limbah lingkungan yang dihasilkan oleh perusahaan, seperti bahan-
bahan berbahaya dirilis ke lingkungan, tidak secara eksplisit termasuk dalam tujuh
limbah mematikan Sistem Produksi Toyota di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa
limbah mematikan tidak ada hubungannya dengan lingkungan. Bahkan perusahaan
mungkin sudah melihat manfaat yang besar terhadap lingkungan dari implementasi
Lean. Hal ini karena limbah lingkungan itu pasti terkait dengan, tujuh limbah
mematikan.2
2.3 Kualitas
Saat kita mendengar kata kualitas, kita biasanya berfikir tentang kondisi
suatu produk atau pelayanan yang sangat bagus yang memenuhi semua harapan
atau ekspektasi kita. Ekspektasi ini berdasarkan pada fungsi yang lebih dengan
harga yang terjangkau. 3
2 United States Environmental Protection Agency, 2007, The Lean and Environment Toolkit,
United States of America 3 Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGraw-
Hill
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
19
Universitas Indonesia
Pada Industri manufaktur, aktivitas yang berhubungan dengan kualitas dapat
dibagi menjadi tahap (Park, 1996):
1. Perencanaan produk: merencanakan fungsi, harga, daur hidup produk, dari
produk yang bersangkutan
2. Perancangan produk: merancang produk agar memiliki fungsi yang sudah
ditetapkan pada tahap perencanaan produk
3. Perancangan proses: merancang proses manufaktur agar memiliki fungsi
yang sudah ditetapkan di dalam perancangan produk
4. Produksi: proses pembuatan produk yang sebenarnya sehingga sesuai sesuai
dengan kualitas yang sudah dirancang
5. Penjualan: aktivitas untuk menjual produk hasil produksi
6. Servis setelah penjualan: aktivitas pelayanan pelanggan seperti pemeliharaan
dan servis produk
Sebuah perusaahan perlu untuk membangun sistem kualitas secara
keseluruhan dimana didalamnya seluruh aktivitas berinteraksi untuk memproduksi
produk sesuai rancangan kualitas dengan biaya yang minimum.
Terdapat tiga karakteristik kualitas yang berbeda di dalam keseluruhan
sistem kualitas (Park, 1996):
1. Kualitas Desain: kualitas perencanaan, perancangan produk dan proses
2. Kualitas Kesesuaian: kualitas produksi
3. Kualitas Servis: kualitas dari penjualan dan servis setelah penjualan
Beberapa definisi kualitas yang dikemukakan oleh lima pakar Total Quality
Management (TQM) adalah:
1. Juran (1964)
Kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu
terdiri dari lima ciri utama, yaitu:
• Teknologi, atau kekuatan atau daya tahan
• Psikologis, yaitu citra rasa atau status
• Waktu, yaitu kehandalan
• Kontraktual, yaitu adanya jaminan
• Etika, yaitu sopan santun, ramah, atau jujur
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
20
Universitas Indonesia
Kecocokan penggunaan produk yang memenuhi permintaan pelanggan adalah
ciri-ciri produk berkualitas tinggi.
2. Crosby (1979)
Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandardkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan
baku, proses produksi dan produk jadi.
3. Deming (1986)
Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau
konsumen.perusahaan harus benar-benardapat memahami apa yang
dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan
4. Feigenbaum (1983)
Kualitas merupakan sesuatu yang perlu dilakukan terhadap kombinasi
karakteristik rekayasa dan manufaktur produk yang menentukan tingkat
dimana produk dapat memenuhi ekspektasi pelanggan
5. Garvin
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal,
namun dari kelima definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam
elemen – elemen sebagai berikut:
• Kualitas mencakup usaha memenuhi atau meebihi harapan pelanggan
• Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
• Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
6. Taguchi (1987)
Kualitas merupakan kerugian yang ditimbulkan oleh produk terhadap
masyarakat setelah produk tersebut dikirimkan, terpisah dari kerugian-
kerugian lain yang disebabkan fungsi internal. Definisi taguchi terhadap
kualitas berbeda dengan definisi pada umumnya. Kerugian yang dimaksud
dapat disebabkan oleh variabilitas fungsi, atau dari efek samping yang
berbahaya. Karena itu, jika produk mengorbankan masyarakat nol kerugian,
maka produk tersebut terbuat dari kualitas terbaik.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
21
Universitas Indonesia
2.4 Pareto Diagram
Diagram pareto adalah salah satu dari 7 quality tools yang ada. Fungsi dari
Diagram Pareto adalah untuk dipergunakan mengidentifikasi dan mengevaluasi
tipe-tipe/jenis-jenis Non Conformance. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang
ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Pareto
Diagram digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang
disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling
kecil disebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan
pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian
yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif
dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang
paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab suatu waktu.
Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama,
tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut
frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu terjadinya, dapat
diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan
spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang
terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus
dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya. Dalam mengadakan Analisis
Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya.
Langkah yang digunakan dalam membuat diagram pareto adalah (Eugene
L. Grant, 1988): mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan.
Jika pengkategorian Peta Kontrol sudah dibuat maka untuk membuat identifikasi
ini adalah mudah. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan
data, yaitu:
- Menentukan masalah yang akan diteliti.
- Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana
mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu.
- Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
- Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan
membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian
dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
22
Universitas Indonesia
- Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah
secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai
yang terendah.
- Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung
frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total
kejadian secara kumulatif.
- Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
- Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama
dari masalah yang sedang terjadi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui
frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang
paling penting.
2.5 Cause-Effect Diagram/ Fishbone Chart
2.5.1 Definisi Fishbone Chart
Ishikawa Diagram (juga disebut dengan Fishbone Chart) adalah suatu
diagram yang menunjukkan penyebab dari suatu kejadian tertentu. Penggunaan
umum dari fishbone chart ini adalah pada proses desain produk, yang gunanya
untuk mengidentifikasi faktor potensial yang menyebabkan beberapa efek.
Gambar 2.2 Ishikawa Diagram (Fishbone Chart)
(Sumber : http://www.envisionsoftware.com/Management/Fishbone_Diagram.html)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
23
Universitas Indonesia
Fishbone Chart atau Ishikawa Diagram ini digunakan pertama kali oleh
Kaoru Ishikawa pada tahun 1960. Beliau merupakan pionir dalam proses
manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki dan menjadi salah satu pendiri dari
disiplin ilmu manajemen modern. Bersama dengan histogram, Pareto chart, check
sheet, control chart, flowchart dan scatter diagram, fishbone chart termasuk ke
dalam 7 alat dalam meningkatkan kualitas dari suatu sistem. Fishbone diagram
digunakan pada ketika ingin meneliti kemungkinan penyebab dari sauatu
permasalahan.
2.5.2 Identifikasi Penyebab dalam Fishbone Chart
Penyebab yang ada dalam fishbone chart ini biasanya terdiri dari beberapa
kumpulan penyebab. Dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab tersebut dapat
menggunakan suatu acuan yang disebut dengan 6M4. Variabel-variabel yang
termasuk ke dalam 6M adalah sebagai berikut :
1. Man
2. Machine
3. Methode
4. Materials
5. Money, and
6. Mother nature (environment)
Variabel Man mengidentifikasi penyebab timbulnya suatu kejadian dari
sisi pekerja atau operator yang berkaitan langsung dengan kejadian tersebut.
Variabel Machine mengidentifikasi penyebab dari sisi peralatan dan mesin-mesin
yang digunakan. Variabel Methode mengidentifikasi penyebab dari sisi metode
yang digunakan oleh si operator. Variabel Material mengidentifikasi penyebab
dari sisi material yang digunakan. Variabel Money mengidentifikasi penyebab
dari sisi keuangannya. Sedangkan variabel Mother Nature mengidentifikasi
penyebab dari sisi lingkungan tempat operator bekerja.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab ini adalah
dapat dengan menggunakan teknik ‘5 Whys’. Tulang yang paling banyak berisi
4 Anonim. Ishikawa Diagram. < http://en.wikipedia.org/wiki/Ishikawa_diagram>, (modifikasi terakhir
pada 11 Mei 2009, diakses pada 25 Mei 2009)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
24
Universitas Indonesia
penyebab dapat disimpulkan sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya suatu kejadian. Konsep Ishikawa diagram atau fishbone chart dapat
didokumentasikan dan dianalisa dengan menggunakan matriks.
2.5.3 Tipe-Tipe Fishbone Diagram
Variasi yang terdapat pada fishbone diagram adalah sebagai berikut5:
• Cause enumeration diagram
• Process fishbone
• Time-delay fishbone
• CEDAC (cause-and effect diagram with addition of cards)
• Desired-result fishbone
• Reverse fishbone diagram
2.6. FMEA
2.6.1 Definisi FMEA
Definisi FMEA adalah suatu metode analisa potensi kegagalan, yang
dilakukan sebelum desain produk direalisasikan (disebut design FMEA) dan/ atau
sebelum proses produksi masal dimulai (disebut proses FMEA). Tujuan dari
FMEA sendiri adalah sebagai “tindakan antisipasi” terhadap kemungkinan
munculnya kegagalan, sehingga kegagalan tersebut dapat dicegah atau dikurangi
risikonya.
Pada umumnya, FMEA adalah suatu pendekatan sistem yang melibatkan
analisis terhadap keseluruhan sistem untuk menentukan efek dari kegagalan
komponen atau subsistem pada:
1. Seluruh aspek performa sistem
2. Kemampuan untuk mencapai tujuan dan persyaratan performa yang
telah ditentukan.
Dari definisi FMEA diatas dapat disimpulkan bahwa FMEA adalah suatu
perangkat yang ditujukan untuk melakukan langkah pencegahan yang paling
penting dalam sistem, desain, proses atau pelayanan (servis) untuk mencegah
kegagalan dan kesalahan sebelum sampai pada pelanggan. FMEA memiliki
5 Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, ASQ Quality Press, Milwaukee
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
25
Universitas Indonesia
sasaran untuk mencegah kerusakan, mempertinggi keselamatan, dan
meningkatkan kepuasan konsumen.
FMEA dilakukan pada tahap desain produk atau pada tahap proses
pengembangan. Meskipun demikian melakukan FMEA pada produk dan proses
yang sudah ada, juga memberikan manfaat yang sangat besar.
2.6.2 Prosedur Pelaksanaan FMEA
Pelaksanaan FMEA sendiri sangat bervariasi namun semua
metodepenerapan bersumber pada standar yang dikeluarkan organisasi militer
Amerika Serikat yang dikenal sebagai US MIL-STD-1629 yang berjudul
Procedure for Performing of FMECA. Variasi yang dikemukakan banyak pakar
seperti Prof. Hitoshi Kume berprinsip mengenali semua kecenderungan kegagalan
pada setiap komponen pada suatu sistem dan memastikan efeknya pada operasi
sistem.
Pelaksanaan FMEA didasari oleh dua macam pendekatan yaitu pendekatan
perangkat keras (hardware approach) dan pendekatan fungsi (functional
approach). Pada pendekatan perangkat keras yang dipertimbangkan adalah
kegagalan perangkat keras yang aktual seperti hubungan arus pendek, korosi dan
kebocoran. Sedangkan pada pendekatan fungsi digunakan saat suatu item
perangkat keras tidak bisa diidentifikasi secara unik atau pada saat fase desain
dimana suatu perangkat keras belum sepenuhnya didefinisikan. Perlu diperhatikan
bahwa kecenderungan kegagalan fungsional dapat menjadi efek kegagalan
perangkat keras pada FMEA dengan pendekatan perangkat keras. FMEA sendiri
dapat dilakukan dengan kombinasi kedua pendekatan di atas.
Rao meringkas langakah-langkah dalam menerapkan FMEA dengan
menganggap FMEA sebagai suatu metode semi-kuantitatif sebagai berikut :
a. Identifikasi seluruh kecenderungan kegagalan pada sistem.
3. Definisikan hubungan antara penyebab, efek dan bahaya dari setiap
kecenderungan kegagalan tersebut.
4. Berikan prioritas dari masing-masing kecenderungan relatif terhadap
probability of occurance, severity and detection capability.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
26
Universitas Indonesia
5. Susun tindakan perbaikan yang merupakan follow up dari setiap
kecenderungan kegagalan.
2.6.3 Pengertian Modus Kegagalan
Hal yang paling fundamental dalam penerapan FMEA adalah mengerti
tentang konsep Modus Kegagalan (Failure Mode Concept). Modus kegagalan
bukanlah kegagalan itu sendiri melainkan satu klasifikasi dari kejadian yang tidak
diinginkan yang dapat berakibat pada kegagalan (a class of undesirable
phenomena that can result in failure). Demikian juga, modus kegagalan bukanlah
penyebab aktual dari kegagalan. Dari sisi penyebab, modus kegagalan adalah satu
klasifikasi dari kejadian yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh suatu
penyebab tertentu.
Gambar 2.3 Fishbone Chart Untuk Mengetahui Failure Mode Suatu Masalah
(Sumber : http://www.quality-one.com/services/fmea.php)
Modus kegagalan adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan yang
terletak antara kegagalan dan penyebabnya.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
27
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Proses dari FMEA
2.6.4 Keuntungan dan Keterbatasan FMEA
Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan metode FMEA dalam
menganalisa suatu kasus dalam manajemen risiko adalah sebagai berikut6:
• Meningkatkan kualitas, reliability, dan kemanan dari suatu produk atau
proses.
• Meningkatkan citra perusahaan dan daya saing.
• Meningkatkan kepuasan pengguna.
• Mengumpulkan informasi untuk menurunkan kegagalan di masa yang
akan datang.
• Identifikasi awal dan eliminasi potensi moda kegagalan.
• Menekankan pencegahan masalah.
• Meminimalkan perubahan akhir dan biaya terkait.
• Mengurangi kemungkinan kejadian kegagalan yang sama di masa yang
akan datang.
Sedangkan beberapa keterbatasan yang ada pada metode FMEA adalah
karena FMEA sangat bergantung pada para anggota kelompok yang menguji
kegagalan dari suatu produk, hal itu sangat bergantung pada pengalaman dari
kegagalan sebelumnya. Jika suatu moda kegagalan tidak dapat diidentifikasi,
bantuan eksternal sangat dibutuhkan dari konsultan yang sangat mengerti dengan
tipe dari kegagalan produk. FMEA merupakan bagian dari sistem pengendalian
kualitas, dimana proses dokumentasi sangat penting untuk dilakukan.
6 Anonym. Failure Mode and Effect Analysis. September 2008.
<http://en.wikipedia.org/wiki/Failure_mode_and_effects_analysis>, (update terakhir 29 April
2009, diakses pada 11 Mei 2009)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
28
Universitas Indonesia
2.6.5 Menentukan Severity, Occurrence, Detection dan RPN
Setelah memehami proses produksi, langkah berikutnya dalam FMEA
adalah melakukan identifikasi serta memperkirakan semua kerusahakan yang
terjadi. dalam identifikasi tersebut dapat ditentukan besarnya RPN (Risk Priority
Number) berdasarkan 3 kriteria, yaitu:
1. Severity, yaitu mengidentidikasi tingkat keseriusan akibat sebuah
kerusakan yang dilihat dari sudut pandang keseluruhan sistem yang ada
2. Occurrence, yaitu mengidentifikasi tingkat frekuesi/ keseringan terjadinya
kerusakan.
3. Detection, yaitu mengidentifikasi kemungkinan/ probabilitas bahwa suatu
kerusakan dapat ditemukan.
Dari keriga criteria tersebut kemudian dilakukan penilaian dengan
memberikan bobot (dapat digunakan skala 1-10 atau 1-5) untuk setiap criteria.
Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan RPN dengan mengalikan
ketiga criteria tersebut.
Dari hasil perhitungan RPN dilakukan pengurutan berdasarkan nilai RPN-
nya, dimulai dari nilai terbesar hingga terkesil. Komponen yang mempunyai nilai
RPN terbesar adalah komponen paling kritis. Dari urutan tersebut dapat
ditentukan komponen mana yang kritis dan tidak, sehingga dapat ditentukan skala
prioritas pemeliharaan yang lebih baik. dengan demikian dapat dilakukan langkah
pencecahan untuk mecegah terjadinya kerusakan-kerusakan potensial pada mesin
dan peralatan yang ada pada masa mendatang.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
29
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Profil Perusahaan
3.1.1 Sejarah Perusahaan
PT. Samudra Montaz Packaging Industries (PT. SMPI) masuk ke dalam
dunia industri fleksibel packaging, berawal dari industri kemasan sachet gula,
garam, merica, dll yang disuplai untuk hotel-hotel dan restoran di seluruh
Indonesia. Pada tahun 1974, PT. SMPI didirikan, berlokasi di daerah klender –
Jakarta Timur, tepatnya di Jl. Pahlawan Revolusi No. 74, atas prakarsa dari Bapak
H.T. Zagloel, SE.
Perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1978 dengan masuknya mesin
packaging fleksible (rotogravure, laminasi, dan beberapa mesin potong). Setelah
itu, perusahaan ini selain memproduksi kemasan sachet, juga membuat kemasan
untuk makanan, minuman, kosmetik, farmasi, insektisida, jamu, dll. Sejalan
dengan pesatnya kebutuhan akan kemasan fleksibel, maka PT. SMPI juga
meningkatkan jumlah karyawan dari 60 orang menjadi 250 orang. Hal ini
mengingat jumlah kapasitas mesin dan banyaknya pesanan kemasan yang
diterima, sehingga produksi dituntut untuk beroperasi selama 24 jam. Pada tahun
1996, didirikan pabrik kedua yang berlokasi di Cikarang dengan luas tanah kurang
lebih 12,000 m2, dilengkapi dengan mesin-mesin laminasi dan tenaga kerja
pendukung. Pada Gambar 3.1 dibawah dapat dilihat pabrik PT. SMPI yang ada di
Cikarang.
Gambar 3.1 Pabrik PT. SMPI di Cikarang
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
30
Universitas Indonesia
Hingga saat ini PT SMPI telah memiliki hampir 200 customer yang terdiri
dari perusahaan-perushaan besar hingga perusahaan kecil. Sebagai pelopor dalam
pembuatan kemasan, saat ini PT. SMPI merupakan supplier terbesar dalam
industri packaging di Indonesia. Dengan meraih 90% market share dari banyak hotel-
hotel bintang lima dan restoram-restoran ternama, menjadikan PT. SMPI sebagai
market leader dalam bisnis ini.
3.1.2 Proses produksi
PT. Samudra Montaz Packaging Industries (PT. SMPI) adalah sebuah
perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan packaging
(kemasan) dari berbagai jenis produk hasil industry manufaktur lainnya seperti
makanan, minuman, obat obatan, dan lain lain. Proses produksi yang dilakukan
adalah berdasarkan pesanan (job order), dengan desain produk ditentukan oleh
konsumen eksternal. Kegiatan produksi yang dilakukan tidak rutin dan berbeda
beda urutannya sesuai dengan jenis pesanannya sehingga pengendalian
produksinya menjadi lebih rumit. Berdasarkan proses produksinya, produk yang
dihasilkan dibedakan atas dua jenis, yaitu :
a. Kemas bentuk (Fine Flexible Packaging), merupakan kemasan jadi
yang masih dalam bentuk gulungan atau roll untuk diproses lebih
lanjut oleh konsumen yang bersangkutan.
b. Pengemasan (packaging), merupakan kemasan jadi yang sudah
diproses lebih lanjut sehingga produk akhirnya berbentuk kantong
(bag). Bahan baku yang digunakan di PT SMPI ini sesuai dengan
permintaan dari pelanggan, yaitu :
• OPP (Oriented Poly Prophylen) Film
• PET (Poli Esther)
• Litho Paper
• Alumunium Foil
Pemakaian bahan baku tersebut disesuaikan dengan desain dan kesepakatan yang
telah disetujui oleh customer yang tercantum dalam SIP (Standar Instruksi
Pengerjaan).
Secara garis besar proses produksi di PT SMPI terdiri dari :
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
31
Universitas Indonesia
1. Printing (pencetakan)
Dalam proses ini terdapat mesin printing yang berfungsi untuk
mencetak gambar dan tulisan suatu produk pada permukaan film atau
kertas sesuai dengan pesanan customer. Terdapat 2 jenis mesin
printing yang digunakan oleh PT. Ssmudra Montaz, yaitu GR-6 dan
GR-8. Sesuai namanya, GR-6 digunakan untuk mencetak kemasan
yang memiliki 6 komposisi warna. Sedangkan GR-8 untuk kemasan
dengan 8 warna. Namun tidak jarang juga artkel yang memiliki 6
warna dicetak menggunakan mesin GR-8.
2. Laminating (pelapisan)
Proses laminasi ini berfungsi untuk melapisi suatu kemasan berupa
film atau kertas yang sudah dicetak pada mesin printing. Pada PT
SMPI ini, proses laminasi dibagi atas dua jenis :
a. Dry laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan dengan
menggunakan adhesive (lem) yang dikeringkan dengan dryer.
b. Extrusion Laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan
dengan cara mencurahkan resin yang telah dicairkan atau
menggunakan adhesive untuk laminasi tambahan dari bahan
aluminium foil atau litho paper.
3. Slitting (pemotongan)
Pada proses ini hasil dari proses laminasi yang berbentuk roll jumbo
dipotong menjadi beberapa bagian dengan menggunakan mesin
slitting. Selain pemotongan, pada mesin ini dilakukan pemeriksaan
atau pengecekan kualitas produk hasil proses pencetakan dan laminasi
dengan cara mencari bagian bagian yang rusak untuk kemudian diberi
tanda untuk dibuang.
4. Bag Making
Pada proses ini dilakukan penyekatan (sealing), pada sisi tengah
(center sealing) maupun sisi samping (side sealing) dari kemasan yang
sudah dicetak dan dilaminasi.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
32
Universitas Indonesia
3.1.3 Jenis Produk
Adapun produk produk kemasan yang dihasilkan oleh perusahaan ini
antara lain :
a. Kemasan instan noodle, seperti: Indomie
b. Kemasan jamu, seperti: beras kencur jamu komplit, jahe wangi
komplit, outer jamu komplit sido muncul, dll.
c. Kemasan ice cream, seperti: Indoeskrim meiji, Campina, dll
d. Kemasan snack, seperti: biscuit regal 125 gr, dll
e. Kemasan agar agar, seperti: agar agar bintang wallet, agar agar dunia
wallet, dll
f. Kemasan minuman, seperti: lid cup air mineral, dll
g. Kemasan gula, garam, dan merica sachet, seperti: Mc Donald, Dunkin
Donuts, Grand Hyatt Hotel
Beberapa jenis produk kemasan PT. SMPI dapat dilihat pada Gambar 3.2
dibawah ini:
Gambar 3.2 Beberapa Produk Kemasan PT. SMPI
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
33
Universitas Indonesia
3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Data yang Dibutuhkan
Berikut ini adalah data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini:
1. Jenis Artikel produk
2. Proses produksi yang dilewati
3. Jenis dan jumlah bahan baku utama dan pembantu
4. Spesifikasi harga dari masing-masing material
5. Jumlah sisa material dan waste yang dihasilkan
6. Jumlah produk cacat yang terjadi pada setiap proses produksi
7. Data penyebab cacat
3.2.2 Tahap Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, tahap pengumpulan data merupakan salah satu tahap
yang penting. Dalam melakukan proses pengumpulan data ini, setiap data yang
dibutuhkan harus dapat didefinisikan dengan baik, sehingga proses pengambilan data
pun tidak dilakukan dengan sia-sia. Data yang didapatkan memang benar-benar data
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri
dari 3 macam, yaitu:
1. Studi literatur
Tahap pertama yang dilakukan adalah memperlajari tentang teori dan
topik yang akan dibahas. Dalam proses ini, semua teori yang berhubungan
dengan topik “waste” dan “material sisa” dikumpulkan dari berbagai
sumber; buku, jurnal, internet, dll.
2. Pengamatan secara langsung
Pengataman secara langsung di lapangan bertujuan untuk mempelajari
bagaimana proses produksi dalam setiap tahapnya berlangsung serta
mengamati bagaimana material-material itu digunakan. Selanjutnya
adalah melihat sisa material dan waste yang terjadi di lapangan, jenis-
jenisnya, serta penyebabnya.
3. Pengumpulan data historis
Tahap pengumpulan data historis merupakan tahap yang paling penting
dalam penelitian ini, karena dari data historis itulah diketahui jenis-jenis
material yang digunakan, jumlah serta spesifikasinya, hingga jumlah
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
34
Universitas Indonesia
waste-nya yang merupakan salah satu data dokumentasi departemen
Quanlity Control (QC).
4. Wawancara dan Tanya Jawab
Wawancara dan Tanya jawab ini dilakukan dengan berbagai pihak yang
berhubungan dengan material dan proses produksi produk. Peneliti kurang
lebih sudah mewawancarai 4 orang yang berasal dari divisi berbeda, yaitu
Gudang, PPIC, Produksi, dan Quality Control. Sementara, kegiatan tanya
jawab secara singkat telah dilakukan dengan banyak pekerja baik dari
divisi Produksi maupun Quality. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran atau uraian tentang kuantitas sisa material yang terjadi di
lapangan, sumber dan penyebab timbulnya sisa material berdasarkan
pengetahuan masing-masing orang.
3.2.3 Objek Penelitian
Seperti yang telah dijelaskan di atas, PT SMPI memproduksi banyak jenis
kemasan. Produk-produk tersebut disebut artikel. Untuk memudahkan penelitian,
peneliti mengambil satu jenis artikel saja untuk diteliti mulai dari komposisi
materialnya hingga proses produksi yang dilalui. Artikel itu adalah artikel
Indomie rasa sotomie.
Oleh karena produksi artikel yang tidak tentu dan sesuai dengan order dari
customer, maka periode proses produksi untuk setiap artikel pun dilakukan
berbeda-beda. Ada artikel yang diproduksi secara continuous dan ada juga yang
diproduksi hanya sekali-kali namun langsung dalam jumlah yang besar. Hal itulah
yang berlaku bagi artikel Indomie Rasa Sotomie ini. Maka peneliti mengambil
salah satu data historis produksi artikel ini yang dilakukan pada bulan maret 2010
kemarin, dengan pertimbangan rentang waktu yang belum terlalu lama berlalu.
Dari hasil studi lapangan diketahui bahwa artikel Indomie Rasa Sotomie
melalui proses-proses berikut ini:
1. Printing
Proses penyetakan artikel ini dilakukan menggunakan mesin GR-6,
karena artikel hanya memiliki 6 komposisi warna.
2. Extrusion laminating
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
35
Universitas Indonesia
Setelah dicetak, artikel kemudian dilapisi dengan resin yang telah
dicairkan. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai
proses-proses yang terjadi di PT. SMPI
3. Slitting
Artikel kemudian digulung dan dipotong sesuai dengan ukuran.
Biasanya 1 roll jumbo itu dipotong/ dibagi menjadi 4 roll kecil.
4. Rewinding
Setelah dipotong, artikel diperiksa kembali untuk melihat apakah
terdapat kecatatan atau tidak dan apakah pemotongan yang dilakukan
sudah tepat.
5. Packaging
Artikel Indomie yang sudah jadi dan telah dipotong kemudian
dibungkus menggunakan plastik bening. Prosedur pengepakan ini
sesuai dengan permintaan customer serta jarak distribusi artikel.
Sehingga ada juga artikel yang dibungkus menggunakan ketas buram
bahkan kayu.
Sementara itu dari data historis, peneliti mengetahui bahwa artikel Indomie
rasa Sotomie ini menggunakan beberapa material utama dan material pembantu.
Daftar material untuk artikel Indomie rasa sotomie tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berikut:
Table 3.1 Daftar Material untuk Artikel Indomie Rasa Sotomie
(Sumber: PT. Samudra Montaz Packaging Industries)
JENIS UKURAN
OPP FILM 20µ plastik 1140 mm x 8000 m
PP COSMOPLENE FC 9413 bijih plastik 25 Kg/ Zak
MB HAIMASTER WHITE 1777 bijih plastik 25 Kg/ Zak
OPP RED 15 Kg/ Kaleng
OPP GREEN 15 Kg/ Kaleng
OPP MEDIUM GOPP 15 Kg/ Kaleng
OPP WHITE GOPP 18 Kg/ Kaleng
OPP YELLOW GOPP 15 Kg/ Kaleng
OPP GREY GOPP 15 Kg/ Kaleng
OPP BLUE 15 Kg/ Kaleng
PPL BLACK 15 Kg/ Kaleng
ETHYL ACETATE 180 Kg/ Drum
METHYL ETHYL KETONE 165 Kg/ Drum
TOLUENE 170 Kg/ Drum
LAIN LAIN PAPER CORE POLOS karton 1500 x 76 x 7 m
MATERIAL
TINTA
cairan
MATERIAL
SOLVENT
MATERIAL
UTAMA
NAMA
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
36
Universitas Indonesia
3.2.4 Data Penggunaan Material
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, produk yang dipilih dalam
penelitian ini adalah artikel Indomie Sotomie. Artikel ini membutuhkan beberapa
bahan baku material dengan jenis dan jumlah yang berbeda. Daftar jenis material
yang dibutuhkan beserta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini:
Tabel 3.2 Daftar Kebutuhan Material
(Sumber: Data Perusahaan)
Data diatas merupakan jumlah kebutuhan material untuk produksi artikel
Indomie Sotomie pada bulan Maret 2010, yaitu dari tanggal 17 Maret 2010 sampai
30 Maret 2010.
Seperti yang terlihat dari gambar di atas, artikel Indomie Sotomie itu
diproduksi sebanyak 1306 Roll sesuai dengan permintaan konsumen. Jumlah
permintaan ini berbeda-beda setiap kalinya, serta tidak tentu waktu produksinya.
Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui berapa rincian kebutuhan material untuk
memproduksi satu buah artikel Indomie Sotomie. Namun dari data di atas kita
dapat menghitung sendiri estimasi kebutuahn material per-satuan artikel tersebut.
Sementara itu, penjelasan mengenai spesifikasi material yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. OPP Film
PRODUK JADI : ARTIKEL INDOMIE RASA SOTOMIE
JUMLAH : 1306 ROLL
UKURAN : 280 mm x 1500 m PER-ROLL
JENIS UKURAN JUMLAH SATUAN
10368.70 Kg
499744.55 m
PP COSMOPLENE FC 9413 Bijih Plastik 25 Kg/ Zak 7740 Kg
MB HAIMASTER WHITE 1777 Bijih plastik 25 Kg/ Zak 668.12 Kg
OPP RED 15 Kg/ Kaleng 15 Kg
OPP GREEN 15 Kg/ Kaleng 416 Kg
OPP MEDIUM GOPP 15 Kg/ Kaleng 335 Kg
OPP WHITE GOPP 18 Kg/ Kaleng 246 Kg
OPP YELLOW GOPP 15 Kg/ Kaleng 1252 Kg
OPP GREY GOPP 15 Kg/ Kaleng 65 Kg
OPP BLUE 15 Kg/ Kaleng 57 Kg
PPL BLACK 15 Kg/ Kaleng 77 Kg
ETHYL ACETATE 180 Kg/ Drum 1120 Kg
METHYL ETHYL KETONE 165 Kg/ Drum 240 Kg
TOLUENE 170 Kg/ Drum 1040 Kg
LAIN LAIN PAPER CORE POLOS kertas 1500 x 76 x 7 m 300 Buah
1140 mm x 8000 m
MATERIAL
TINTA
cairan
MATERIAL
SOLVENT
NAMA
MATERIAL
UTAMA
OPP FILM 20µ Film plastik
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
37
Universitas Indonesia
Plastik film yang digunakan untuk mencetak artikel adalah plastik jenis
Orirnted Polypropylene dengan ketebalan 20µ. Palstik ini berfungsi untuk
mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap
kelembaban. Jenis plastik ini biasa digunakan untuk mengemas makanan,
produk tekstil, farmasi, dll.
2. PP Cosmoplene
PP Cosmoplene atau Polypropylene Cosmoplene adalah bijih plastik yang
digunakan untuk melapisi plastik film. Dalam prosesnya, mula-mulai bijih
pastik dicairkan kemudian ditempelkan kepada lembaran plastik untuk
menghasilkan ketebalan tertentu.
3. MB Haimaster
Haimaster adalah campuran zat warna organik, minyak pelumas tidak beracun dan
resin Polyethylene dengan kepadatan rendah. Serupa dengan PP Cosmoplene,
material ini juga berwujud bijih plastik yang digunakan pada proses
laminating. MB Haimaster digunakan untuk memutihkan bagian dalam
pastik film sehingga tidak terlalu bening.
4. Tinta
Terdapat banyak jenis tinta yang digunakan untuk artikel ini. Namun dalam
proses penyetakannya (printing), jenis-jenis tinta ini dicampur dan
dikombinasikan agar mendapatkan warna yang diinginkan. Artikel ini
membutuhkan 6 kombinasi warna dan dicetak menggunakan mesin GR6.
5. Pelarut Tinta (Solvent)
Solvent digunakan untuk melarutkan dan mengencerkan tinta. Jumlah
solvent yang digunakan tentunya bergantung pada jumlah tinta.
6. Paper Core Polos
Paper core adalah tabung yang menjadi tempat untuk menggulung lembaran
kertas, plastik, dsb. Meski telah melalui berbagai proses dan campuran
material, bahan utama dari paper core adalah kertas.
3.2.5 Data Spesifikasi Harga Material
Dari seluruh material yang sudah dijelaskan di atas, hanya beberapa material
yang akan diteliti dalam penelitian ini. Adapun pemilihan material ini dilakukan
dengan analisa diagram pareto dari data biaya pembelian material. Hal ini agar
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
38
Universitas Indonesia
upaya minimalisasi waste material ini dapat lebih tepat sasaran dengan melihat
material mana yang memiliki kontribusi paling besar terhadap biaya pembelian
material, sehingga waste dari material-material itulah yang lebih diutamakan
untuk diminimalisasikan.
Daftar harga (yang telah mengalami pembulatan) untuk masing-masing
material dapat dilihat dari Tabel 3.3 di bawah ini:
Tabel 3.3 Anggaran Biaya (Pembulatan) Tahun 2010
(Sumber: Data Perusahaan)
Maka dari hasil diagram pareto dihasilkan bahwa material perlu
mendapatkan perhatian khusus mengenai penanganan waste adalah OPP Film, PP
Cosmoplene, dan Tinta. Diagram Pareto yang menunjukkan dominasi ketiga
material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini.
Harga per satuan Total Harga
(b) (a x b)
1 OPP Film 10368.70 meter 17,000.00Rp 176,267,900.00Rp
2 PP Cosmoplene 7740.88 kg 16,000.00Rp 123,854,080.00Rp
3 OPP Red 15 kg 30,000.00Rp 450,000.00Rp
4 OPP Green 416 kg 30,000.00Rp 12,480,000.00Rp
5 OPP Medium 335 kg 17,000.00Rp 5,695,000.00Rp
6 OPP White 246 kg 20,000.00Rp 4,920,000.00Rp
7 OPP Yellow 1252 kg 23,000.00Rp 28,796,000.00Rp
8 OPP Grey 65 kg 23,000.00Rp 1,495,000.00Rp
9 OPP Blue 57 kg 26,000.00Rp 1,482,000.00Rp
10 New PPL Black 77 kg 23,000.00Rp 1,771,000.00Rp
11 MasterBatch Haimaster 668.12 kg 25,000.00Rp 16,703,000.00Rp
12 Ethyl 1120 kg 9,500.00Rp 10,640,000.00Rp
13 Methyl 240 kg 12,000.00Rp 2,880,000.00Rp
14 Toluene 1040 kg 9,000.00Rp 9,360,000.00Rp
15 Paper core 300 buah 17,000.00Rp 5,100,000.00Rp
401,893,980.00Rp TOTAL BIAYA
NO MaterialJumlah
(a)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
39
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Diagram Pareto untuk Material yang Dominan terhadap Harga
3.2.6 Data Jumlah Waste
Dalam penelitian ini, waste yang dimaksud adalah sisa material hasil
produksi yang sudah tidak memiliki value added sehingga tidak dapat digunakan
kembali. Waste adalah output yang tidak diinginkan dan merupakan suatu
kerugian yang harus diminimalisasi.
Dalam mengamati dan menganalisa jumlah waste untuk tiga material yang
telah dipilih berdasarkan dominasi terhadap harga yaitu OPP film, PP cosmoplene
dan tinta, peneliti melakukan dua pendekatan yaitu dengan kuesioner dan data
historis. Dari kedua sudut pandang ini peneliti kemudian akan mencoba
membandingkan hal yang secara aktual terjadi di lapangan dengan apa yang
dirasakan oleh para pekerja dan karyawan yang merupakan pengalaman kerja
mereka selama ini. Berikut adalah penjabaran untuk kedua hal tersebut:
1. Kuantitas Waste Berdasarkan Hasil Kuesioner
Penyebaran dan pengumpulan data kuesioner dilakukan terhadap 40
orang responden. Para responden ini terdiri dari berbagai jabatan dan
departemen dan dengan pengalaman kerja yang juga bervariasi. Adapun
departemen yang diteliti adalah QC, PPIC, produksi dan gudang. Sementara
itu, meski berasal dari jabatan yang berbeda-beda, mayoritas responden dari
Count
Percent
C2
Count
30.8 14.2 5.8 4.2 1.2
Cum % 43.8 74.6 88.8 94.6
176267900
98.8 100.0
12385408057089000 23400000 16703000 4950000
Percent 43.8
Other
masterbatch haimaster
solvent
tinta
pp cosmoplene
opp film
400000000
300000000
200000000
100000000
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of C2
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
40
Universitas Indonesia
kuesioner ini adalah para pekerja baik bagian produksi maupun QC.
Berdasarkan deskripsi data hasil kuesioner, diperoleh presentase responden
terhadap kuantitas waste yang dipilih untuk ketiga jenis material yang
diteliti. Hal ini dapat dilihat pada Table 3.4 dibawah ini:
Tabel 3.4 Kuantitas Waste Hasil Kuesioner
(Sumber: Data Perusahaan)
Dari tabel diatas dapat dilihat mayoritas pilihan responden untuk
masing-masing material. Sebanyak 24 dari 40 responden atau dengan
persentase 60%, memilih kuantitas waste material OPP film diantara 0-2%,
sedangkan sisanya memilih range 3-5% dan 6-8%. Hal ini menunjukkan
pendapat responden terhadap besar kuantitas waste material ini pada range
tersebut cukup kuat. Selanjutnya untuk material PP cosmoplene, terdapat 29
responden yang memilih kuantitas waste diantara 0-2%, yang menunjukkan
nilai cukup tinggi yaitu dengan persentase 72.5%. Dan sisanya memilih
range 3-5% dan 6-8%.
Yang terakhir adalah persentase pilihan responden terhadap kuantitas
waste tinta yang hasilnya adalah sebesar 45% atau hanya sebanyak 18
responden dari 40 yang ada. Meski merupakan pilihan terbanyak, nilai ini
menunjukkan pedapat yang masih kurang kuat. Sisa responden memilih
range 3-5% dan 6-8%. Adapun pilihan terbanyak kedua yang dipilih oleh
reponden untuk jumlah waste material tinta ini adalah pada range 6-8%.
Grafik persentase kuantitas waste ketiga material tersebut yang dapat
dilihat pada Gambar 3.4 (a-c) dibawah ini. Data hasil kuesioner yang lebih
detail dapat dilihat pada Lampiran 2.
No Jenis MaterialKuantitas
Waste
Prosentase
(Responden)
1 OPP Film 0 - 2% 24 (60%)
2 PP Cosmoplene 0 - 2% 29 (72.5%)
3 Tinta 0 - 2% 18 (45%)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
41
Universitas Indonesia
Gambar 3.4 (a) Persentase Kuantitas Waste OPP Film
Gambar 3.4 (b) Persentase Kuantitas Waste PP Cosmoplene
Gambar 3.4 (c) Persentase Kuantitas Waste Tinta
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Re
spo
nd
en
Waste OPP Film
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Re
spo
nd
en
Waste PP Cosmoplene
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Re
spo
nd
en
Waste Tinta
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
42
Universitas Indonesia
2. Kuantitas Waste Berdasarkan Data Historis
Selain melalui kuesioner, peneliti juga mengetahui jumlah waste
material dari data historis yang ada pada perusahaan. Data historis ini berupa
laporan overusage material dalam setiap kali proses produksi untuk setiap
produk (artikel). Perlu diketahui bahwa 1 jenis artikel dapat memiliki
banyak nomor Job ID. Hal ini sesuai dengan waktu produksinya. Untuk
artkel Indomie Sotomie ini saja misalnya, artikel ini memiliki banyak Job ID
karena diproduksi berkali-kali dan dalam satu bulan dapat lebih dari satu
kali produksi. Pada Tabel 3.5 dibawah ini dapat dilihat salah satu contoh
laporan overusage material untuk artikel Indomie Sotomie dengan Job ID
24966 yang diproduksi pada bulan Maret 2010:
Table 3.5 Laporan Overusage Material
(Sumber: Data Perusahaan)
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk 1 kali produksi, terjadi
penggunaan sia-sia atau waste material OPP film sebanyak 0.57%. Hal ini
sesuai dengan pilihan responden. Kemudian pada material PP cosmoplene
terjadi waste sebesar 0.32%. Hal ini juga sesuai dengan range 0-2% yang
dipilih oleh responden. Namun untuk material tinta, terdapat perbedaan
antara yang terjadi dilapangan dengan asumsi responden. Dapat dilihat dari
tabel diatas bahwa terjadi waste sebesar 7.09% untuk material tinta. Jumlah
ini cukup besar dan bahkan melebihi target waste yang telah ditetapkan
perusahaan yaitu sebesar 5%.
Namun data yang diperoleh untuk satu Job ID ini tidak dapat dijadikan
patokan mengenai jumlah waste yang mayoritas terjadi dilapangan. Hal ini
Artikel : Indomie Sotomie
Job ID : 24966
Mulai S/D: 18 - 25/3/2010
Target : 500000 meter lari
Aktual : 499850 meter lari
10374.00 kg 10430.70 kg 10370.89 kg 59.81 kg 0.57%
7697.89 kg 7740.88 kg 7716.36 kg 24.52 kg 0.32%
2460.00 kg 2647.00 kg 2459.26 kg 187.74 kg 7.09%
%
Tinta
PP Cosmoplene
OPP film
ba c = a - bTarget SPKITEM
Aktual Change SPK Overusage
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
43
Universitas Indonesia
karena mungkin saja terjadi kondisi khusus yang membuat jumlah waste
menjadi lebih besar atau lebih kecil dan hal ini berarti terdapat data yang
menyimpang. Maka selain laporan overusage diatas, peneliti juga
menggunakan laporan lainnya yang terjadi selama bulan Januari hingga Mei
2010 untuk mengetahui rata-rata jumlah waste yang terjadi untuk masing-
maisng material. Rekapitulasi persentase waste tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.6 dibawah ini.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Laporan Overusage Material Jan-Mei 2010
(Sumber: Data Perusahaan)
Ternyata dari rekapitulasi overusage selama bulan Januari hingga Mei 2010
didapatkan jumlah waste material yang cukup normal dan tidak ada yang terlalu
menyimpang. Dari kedua data waste tersebut dapat kita lihat bahwa hasil
perhitungan dari data historis waste dan data hasil kuesioner yang dipilih oleh
responden memiliki kesesuaian untuk ketiga material tersebut yaitu semuanya
berada dalam range 0-2%. Data yang lebih detail mengenai overusage material ini
dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.2.7 Data Insiden Kecacatan
Data insiden kecacatan adalah data jenis-jenis kecacatan yang terjadi di
lapangan selama proses produksi berlangsung. Data ini diperoleh dari
dokumentasi perusahaan. Adapun data insiden kecacatan yang digunakan adalah
data pada bulan Januari hingga Mei 2010 yang merupakan waktu diproduksinya
sejumlah artikel Indomie Sotomie yang telah dipilih sebagai objek penelitian.
Rincian mengenail data insiden kecacatan ini dapat dilihat pada Lampiran 6 dan
Lampiran 7.
Insiden kecacatan dikelompokkan berdasarkan proses tempat kejadian
insiden. berikut ini adalah data insiden kecacatan yang terjadi yang dapat dilihat
pada Tabel 3.7-9:
No. MATERIAL
1 OPP film
2 Tinta
3 Cosmoplene 0.23%
0.94%
0.53%
% WASTE
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
44
Universitas Indonesia
Tabel 3.7 Data Insiden Kecacatan pada Proses Printing
(Sumber: Data Perusahaan)
Tabel 3.8 Data Insiden Kecacatan pada Proses Laminating
(Sumber: Data Perusahaan)
Tabel 3.9 Data Insiden Kecacatan pada Proses Slitting
(Sumber: Data Perusahaan)
Mesin
Jan Feb Mar Apr Mei
1.1 missprint 3920 2740 4240 2000 4700
1.2 garis 1650 5250 5360 3450 3060
1.3 tinta kering 0 1400 200 250 200
1.4 kotor/ bayang 0 0 0 200 300
1.5 warna unstandard 700 0 0 200 0
1.6 start awal 3200 700 2430 4600 2510
1.7 bercak tinta 0 0 0 0 0
1.8 keriput tinta 180 2100 0 500 350
1.9 sobekan printing 750 450 600 390 650
1.10 bekas lap cylinder 668 291 368 190 441
1.11 lain-lain 450 0 500 0 200
Printing GR 6
NoKecacatan
Waste (Meter Jumbo)
Mesin
Jan Feb Mar Apr Mei
2.1 jendol/ lembek 5600 500 1930 1880 2710
2.2 delaminasi 4500 0 0 0 0
2.3 keriput laminasi 1000 950 5150 800 2450
2.4 PP bolong 0 0 0 0 0
2.5 transparan 0 0 0 0 0
2.6 pitch unstandard 0 0 0 0 0
2.7 bintik laminasi 1500 290 130 150 280
2.8 sobek laminasi 0 0 0 0 0
2.9 start awal 0 1450 1980 2300 660
2.10 kupingan masuk 6350 2180 3320 0 1060
2.11 berat unstandrad 0 0 2180 1500 2300
2.12 lain-lain 380 0 0 0 0
NoWaste (Meter Jumbo)
Laminating EC-3
Kecacatan
Mesin
Jan Feb Mar Apr Mei
4.1 gulungan tidak rata 5400 3450 3450 3800 3230
4.2 gulungan kendor 0 1250 1250 2000 1760
4.3 potongan tidak simetris 0 0 2280 600 1780
4.4 joint unstandard 500 0 0 1900 0
4.5 meter kurang 600 700 390 0 200
4.6 keriput slitting 0 0 0 0 0
4.7 lain-lain 0 0 0 0 0
KecacatanNoWaste (Meter Jumbo)
Slitting
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
45
Universitas Indonesia
3.3 Pengolahan Data
3.3.1. Pareto Diagram
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan data ini adalah
menganalisa tipe insiden yang ada untuk memilih insiden-insiden yang paling
sering terjadi dan paling banyak menyebabkan waste. Pemilihan ini dilakukan
dengan menggunakan salah satu seven tools yaitu Pareto Diagram. Dari hasil
pengolahan Pareto Diagram akan diketahui jenis insiden kecacatan mana yang
selanjutnya akan coba untuk ditangani dan diberikan solusi.
Data yang digunakan untuk membuat diagram pareto adalah data insiden
kecacatan yang ada pada tabel 3.8-10 di atas. diagram pareto akan dibuat dengan
menggunakan software Minitab 14 dan untuk masing-masing proses. Hasil
pengolahan data berupa diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.5, 3.6 dan 3.7
di bawah ini.
Gambar 3.5 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Printing
Count
Percent
Kecacatan pada Printing
Count
Percent 30.1 28.2 21.6 5.0 4.6 3.3 3.1 4.1
Cum %
18770
30.1 58.3 79.9 84.9 89.5 92.8 95.9 100.0
17600 13440 3130 2840 2050 1958 2550
Other
bekas lap cylinder
tinta kering
sobekan printing
keriput tinta
start awal
missprint
garis
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Kecacatan pada Printing
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
46
Universitas Indonesia
Gambar 3.6 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Laminating
Gambar 3.7 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Slitting
Count
Percent
Kecacatan pada Laminating
Count
23.3 22.7 18.7 11.5 10.8 8.1 4.9
Cum % 23.3 46.0
12910
64.7 76.2 87.0 95.1 100.0
12620103506390 5980 4500 2730
Percent
Other
delaminasi
berat unstandrad
start awal
keriput laminasi
jendol/ lembek
kupingan masuk
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Kecacatan pada Laminating
Count
Percent
Kecacatan pada Slitting
Count
18.1 13.5 6.9 5.5 0.0
Cum % 56.0 74.1 87.6 94.5
19330
100.0 100.0
6260 4660 2400 1890 0
Percent 56.0
Other
meter kurang
joint unstandard
potongan tidak s imetris
gulungan kendor
gulungan tidak rata
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Kecacatan pada Slitting
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
47
Universitas Indonesia
3.3.2.Fishbone Diagram
Setelah memilih prioritas penanganan masalah (insiden kecacatan), maka
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan penyebab-penyebab
kecacatan. Identifikasi ini dilakukan menggunakan Fishbone Diagram. Diagram
ini dibuat dengan melakukan brainstorming dengan para ahli di lapangan yang
ada di perusahaan terkait.
3.3.3.FMEA
Hasil Fishbone Diagram kemudian digunakan untuk membuat FMEA untuk
menganalisa penyebab-penyebab dari masing-masing tipe insiden yang terpilih.
Namun sebelum membuat tabel FMEA, terlebih dahulu dibuat diagram CFME.
Diagram ini merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan
untuk mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui. Berikut ini
adalah parameter yang digunakan dalam untuk menentukan nilai skala dari variabel
severity, occurance dan detection untuk masing-masing penyebab insiden yang
diperoleh dari Fishbone Diagram.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
48
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kuantitas Waste
Dari pengolahan data-data mentah yang dilakukan pada Bab sebelumnya,
telah diketahui apa saja jenis dan jumlah material yang digunakan serta waste
masing-masing material yang muncul saat produksi berlangsung. Dari data
diketahui bahwa jumlah waste yang timbul rata-rata berada pada range 0-2%.
Persentase waste material OPP film sebesar 0.53%, material tinta 0.94% dan
material resin yaitu cosmoplene sebesar 0.23%. Nilai ini cukup kecil dan memang
berada dibawah batas target waste yang telah ditetapkan perusahaan yaitu sebesar
5%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya perusahaan sudah mampu
menekan waste hingga jumlah yang diinginkan, dan hal ini berarti kinerja yang
ditunjukkan oleh perusahaan sudah bagus sekali.
Meski begitu, sejumlah waste yang dihasilkan itu tetap berupa hasil sisa
yang tidak berguna dan tidak menghasilkan uang, bahkan terkadang malah
memakan biaya untuk perusahaan menangani dan membuangnya. Oleh karena itu
akan lebih baik lagi apabila jumlah waste itu dapat ditekan sedemikian rupa
sehingga mendekati zero waste―karena tentu untuk mendapatkan zero waste
adalah sangat sulit bahkan tidak mungkin.
Selain itu meski rata-rata persentase waste yang timbul berada di dalam
range yang cukup kecil, namun sesekali terjadi pula insiden yang tidak terkendali
dengan jumlah waste yang cukup besar yaitu 7% hingga 10%. Insiden ini dapat
terjadi karena faktor manusia (para pekerja) yang pada saat itu mungkin tidak
dalam kondisi optimal―yang dipengaruhi oleh faktor luar, serta kondisi material
yang sedang tidak bagus kualitasnya pada saat itu sehingga tidak dapat diproses.
Hal-hal seperti itulah yang harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Maka tidak
ada salahnya bagi semua perusahaan, bahkan sudah memiliki kinerja yang bagus
dan produktif sekalipun, untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi diri.
Perusahaan juga perlu melakukan pengendalian potensi-potensi kegagalan sebagai
“tindakan antisipasi” terhadap kemungkinan munculnya kegagalan, sehingga
dapat dicegah atau dikurangi risikonya.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
49
Universitas Indonesia
4.2 Analisa Penyebab Waste
Dalam menentukan dan menganalisa penyebab-penyebab munculnya waste,
digunakan model FMEA dan dilanjutkan dengan memberikan usulan perbaikan.
Model FMEA ini dimulai dengan penentuan prioritas masalah―yang telah
dilakukan pada Bab sebelumnya―kemudian mengidentifikasi penyebab
menggunakan Fishbone, membuat diagram CFME, dan baru membuat tabel
FMEA.
4.1 Penentuan Prioritas Penanganan Insiden Kecacatan
Tahap pertama yang dilakukan setelah mendapatkan data tentang berbagai
insiden kecacatan yang terjadi selama proses produksi artikel Indomie Sotomie,
adalah menentukan prioritas penanganan masalah. Hal ini dilakukan agar upaya
penanganan dapat lebih efektif dengan memilih insiden yang paling sering terjadi
atau yang paling banyak menghasilkan waste. Penentuan prioritas ini dilakukan
dengan diagram Pareto yang berbasis pada Prinsip Pareto yang menyatakan
bahwa 80% efek adalah akibat dari 20% penyebab yang ada7. Data yang
digunakan untuk membuat diagram Pareto adalah data insiden kecacatan yang ada
di Tabel 3.7, 3.8, 3.9.
Hasil pengolahan data dengan diagram Pareto ini dapat dilihat pada Bab
terdahulu yaitu pada Gambar 3.5, 3.6 dan 3.7. Pemilihan prioritas dilakukan untuk
masing-masing proses dari 3 proses yang ada, sehingga diperoleh 3 insiden utama
yang paling banyak menghasilkan waste saat pembuatan artikel Indomie rasa
Sotomie ini. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setiap proses
memiliki spesifikasinya masing-masing sehingga penyebabnya juga pasti
berbeda-beda dan tidak dapat digabungkan. Selain itu diharapkan juga bahwa
upaya penanganan masalah ini dapat menyentuh seluruh proses yang dilalui oleh
artikel, sehingga dicari akar permasalahan dari setiap proses untuk kemudian
masing-masing ditangani.
Adapun tiga insiden utama dari masing-masing proses tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dibawah ini.
7 Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado,
1999.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
50
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Insiden Kecacatan yang Paling Dominan
Pada tabel di atas terlihat bahwa pada proses printing, insiden yang paling
banyak menghasilkan waste adalah cacat akibat timbulnya garis pada hasil
penyetakan. Diantara insiden yang lain pada proses printing, insiden garis ini
memiliki persentase sebesar 30.10%. Kemudian untuk proses laminating, insiden
yang paling banyak adalah insiden kupingan masuk dengan persentase 23.30%.
Adapun kupingan ini adalah sisa pinggiran di kiri dan kanan plastik yang pada
proses laminating ini harus dipotong. Lalu untuk proses yang terakhir yaitu proses
slitting dimana penggulungan lembaran plastik film menjadi roll dilakukan,
insiden yang paling banyak menghasilkan waste adalah gulungan tidak rata
sebanyak 56.00%.
Dari persentase-persentase tersebut dapat dilihat pula bahwa secara
keseluruhan proses, insiden yang paling banyak menghasilkan waste diantara
lainnya dalam 5 bulan terakhir adalah insiden pada proses terakhir yaitu proses
slitting yang berupa insiden gulungan tidak rata. Kemudian diikuti oleh insiden
garis dan terakhir baru kupingan masuk.
Selanjutnya untuk mencari sumber-sumber penyebab terjadinya insiden,
akan dilakukan analisis sebab akibat dengan menggunakan Diagram sebab-akibat
atau diagram Ishikawa atau Fishbone Diagram.
4.2 Penentuan Penyebab-penyebab Insiden Kecacatan
Dengan menggunakan diagram pareto telah ditentukan bahwa yang menjadi
prioritas penanganan masalah adalah 3 insiden yaitu gulungan tidak rata, garis dan
kupingan masuk. Ada banyak faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya
insiden-insiden tersebut (dengan sumber yang bervariasi) dan faktor-faktor
tersebut secara umum dibagi dalam kategori manusia, mesin, metode kerja,
material dan lingkungan kerja. Kategori ini seperti yang digunakan dalam prinsip
diagram sebab-akibat atau Fishbone Diagram (diagram tulang ikan). Diagram
No Insiden Kecacatan Total Presentase
1 Garis 18770 30.10%
2 Kupingan masuk 12910 23.30%
5 Gulungan tidak rata 19330 56.00%
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
51
Universitas Indonesia
tulang ikan adalah suatu pendekatan terstruktur untuk menyikapi potensi sebab
terhadap suatu efek8
Tahap-tahap yang dilakukan untuk membuat diagram sebab-akibat atau
Fishbone Diagram adalah sebagai berikut:
1. Menentukan karakteristik kualitas atau efek yang akan dicari sebabnya dan
dalam hal ini efeknya adalah “Gulungan Tidak Rata”, “Muncul Garis”,
dan “Kupingan Masuk”
2. Menentukan faktor-faktor atau kategori utama penyebab terjadinya efek.
Kategori-kategori yang digunakan adalah manusia, mesin, metode kerja,
material dan lingkungan kerja
3. Menentukan penyebab-penyebab spesifik berdasarkan masing-masing
kategori
4. Menentukan penyebab-penyebab yang mana yang, untuk saat ini bisa
dibuat menjadi konstan (constant), dan mana yang merupakan ganguan
(noise)
Untuk setiap insiden kecacatan akan dibuat masing-masing Fishbone
Diagram-nya. Maka akan dibuat 3 buah diagram. Adapun Fishbone Diagram ini
dibuat dengan bantuan dan hasil diskusi dengan supervisor departement QC,
penanggung jawab proses printing, laminating dan slitting, dan juga bertanya-
tanya dengan para operator. Pada Gambar 4.2-4 berikut ini dapat dilihat Fishbone
Diagram yang menunjukkan beberapa potensi penyebab terjadinya ketiga insiden
kecacatan.
8 Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado,
1999, hal. 127.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
52
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Fishbone Diagram untuk gulungan tidak rata
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
53
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Fishbone Diagram untuk garis
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
54
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Fishbone Diagram untuk kupingan masuk
Kupingan Masuk
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
55
Universitas Indonesia
Ketiga gambar diatas menunjukkan sebab-akibat yang merupakan sumber
variasi yang mungkin mengakibatkan terjadinya insiden gulungan tidak rata, garis
dan kupingan masuk. Analisis untuk masing-masing insiden dan diagramnya
adalah sebagai berikut.
Gulungan Tidak Rata
1. Mesin
Mesin merupakan salah satu aspek penting dalam suatu proses
produksi. Kondisi mesin dan perlengkapannya yang bagus akan
menghasilkan produk yang berkualitas pula. Pada umumnya, mesin yang
digunakan untuk setiap proses yang ada di PT. SM adalah sudah tua,
termasuk pula mesin yang yang untuk proses slitting. Mesin-mesin tersebut
telah digunakan sejak PT. SM didirikan dan belum ada yang diganti
(diperbaharui). Hal ini peneliti ketahui dari wawancara dengan seorang
supervisor yang ada disana. Meski begitu, mesin-mesin tersebut masih dapat
digunakan walau pasti tidak sesempurna performanya saat mesin tersebut
baru digunakan. Adapun jenis mesin proses slitting adalah semi-manual
yang mana masih sangat memerlukan peran operator dalam menjalankan
dan mengawasinya. Oleh karena itu ketelitian dan kecekatan operator sangat
diharapkan dalam menjalankan mesin ini.
Kondisi mesin yang baik tentu tidak akan lepas dari sistem atau proses
maintenance yang diterapkan. Dengan upaya pemeliharaan yang tepat dan
teratur, suatu mesin yang meski telah berumur sangat lama akan dapat
bekerja dengan baik. Maka maintenance yang buruk, tidak teratur, bahkan
kurang (hanya sesekali dilakukan), pasti akan membuat kondisi/ performa
mesin menjadi buruk.
Selain karena faktor kondisi mesin secara umum, ada berbagai hal
lainnya yang juga akan mempengaruhi timbulnya insiden kecacatan
gulungan tidak rata dan menyebabkan waste. Kondisi salah satu tools mesin,
yaitu kuku macan, yang tidak berfungsi karena rusak, akan sangat
mempengaruhi hasil gulungan film. Kuku macan ini dikatakan rusak apabila
saat di-setting untuk meregang atau merapat, dia tidak dapat melakukannya
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
56
Universitas Indonesia
dengan baik. Kerusakan ini tentu dapat disebabkan karena kurangnya dan
buruknya sistem maintenance yang diterapkan untuk menjaga kinerja tools
mesin. Kondisi ini dapat diperparah apabila stok/ cadangan/ inventori part
kuku macan ternyata habis (stock-out), sehingga kuku macan yang
dibutuhkan tidak tersedia saat dia hendak diganti.
2. Material
Material merupakan elemen dasar dari suatu hasil produksi. Input yang
bagus akan menghasilkan output yang bagus, dan begitu sebaliknya.
Kesalahan material yang dapat menyebabkan terjadinya cacat gulungan
tidak rata adalah bila film plastik yang telah dilaminasi (WIP dari proses
laminating) tidak sesuai dengan standard dan kondisi yang diharapkan. Hal
ini contohnya adalah (1) WIP yang jendol/ lembek, yang ketebalannya
terlalu tipis atau terlalu tebal; dan (2) WIP dengan ketebalan yang (sangat)
bervariasi dalam satu roll film plastik.
Tentu saja faktor-faktor tersebut merupakan output dari proses
laminating. Oleh karena itu akar penyebab dari WIP laminating yang tidak
sesuai itu adalah terjadinya kesalahan dalam proses laminating. Namun
kesalahan ini tentu memiliki akar-akar penyebab lainnya yang merupakan
wilayah proses laminating yang mempertanggungjawabkannya, bukan
proses slitting. Maka dari contoh kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
setiap kecacatan saling berkalitan karena kecatatan yang satu disebabkan
oleh kecacatan lainnya dan setiap proses memiliki keterkaitan satu sama
lain.
Sementara itu penyebab dari faktor material lainnya adalah apabila
bahan plastik yang digunakan terlalu licin. Semakin licin suatu plastik, maka
akan semakin rumit setting pada mesin yang harus dilakukan oleh operator.
Namun kondisi material ini bukanlah output dari proses selanjutnya,
melainkan merupakan kondisi awal material yang memang merupakan
pesanan customer. Oleh karena itu, akan sedikit sulit untuk mencegah atau
mengantisipasi penyebab yang satu ini. Terkadang perusahaan tidak punya
kekuasaan untuk menentukan jenis atau spesifikasi material apa yang akan
mereka gunakan serta tidak memiliki pilihan untuk menerima atau menolak
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
57
Universitas Indonesia
material yang telah dipilih oleh customer. Hal inilah yang dialami oleh PT.
Samudra Montaz. Sebagai perusahaan yang melakukan produksi sesuai
order khusus dari masing-masing customer-nya (make to order), perusahaan
harus mampu memuaskan customer dengan memenuhi kondisi-kondisi yang
diminta oleh customer, salah satunya adalah jenis dan kondisi fisik bahan
baku material, yang mungkin sebenarnya tidak sesuai dengan mesin. Meski
begitu perusahaan masih dapat berupaya memberikan opsi-opsi material
alternatif yang juga dapat digunakan kepada customer.
3. Manusia
Manusia merupakan sumber terjadinya variasi karena manusia tidak
seperti mesin yang relatif konstan bila sudah di-setting. Meski begitu,
manusia merupakan salah satu kunci dari berhasil tidaknya suatu proses
produksi. Manusialah yang menjalankan dan mengontrol mesin (tidak
berlaku untuk automatic machine) dan menangani material mulai dari wujud
bahan baku hingga bahan jadi. Sebagus apapun kondisi mesin dan material,
namun apabila ditangani oleh manusia yang tidak ahli dan kompeten, pasti
akan menghasilkan output yang tidak bagus pula. Operator yang tidak
kompeten dapat disebabkan karena pengalaman mereka yang masih sedikit
dan pemahaman mereka terhadap cara menjalankan mesin yang masih
kurang. Penyebab lainnya adalah kurangnya motivasi kerja si operator
sehingga dia menjadi tidak bekerja dengan baik dan maksimal. Kurangnya
motivasi kerja ini mungkin disebabkan oleh status kepegawaian mereka
yang belum pasti. Namun hal ini akan sulit ditangani atau dicegah di PT. SM
karena dari informasi yang peneliti dapatkan, perusahaan tersebut sedang
menggunakan kebijakan outsourcing besar-besaran dan tidak hendak
merekrut karyawan tetap yang baru. Oleh karena itu untuk faktor yang satu
ini, tergantung pada masing-masing perusahaan dalam menyikapi dan
menyelesaikannya.
Sementara itu, kondisi fisik operator juga memberikan pengaruh yang
tidak kecil terhadap kinerja mereka. Sakit, lelah, mengantuk, dan lalai
merupakan beberapa contoh dari kondisi fisik manusia yang mengganggu
keselarasan jalannya produksi. Namun faktor ini cenderung tidak dapat
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
58
Universitas Indonesia
dikendalikan dan tergolong variable noise yang terlalu sulit atau mahal
untuk digaja agar tetap konstan. Jadi untuk faktor yang satu ini dibutuhkan
kesadaran dari masing-masing operator.
4. Metode Kerja
Kategori selanjutnya adalah metode kerja. Metode kerja berhubungan
erat dengan 2 kategori lainnya yaitu manusia dan mesin. Hal ini karena
metode kerja digunakan oleh manusia untuk menjalankan mesin dengan
benar, sehingga metode kerja inilah yang menjadi acuan manusia dalam
beroperasi. Sebagian besar kemungkinana penyebab terjadi gulungan tidak
rata pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang
dimaksud antara lain setting tension break, setting kuku macan dan setting
kecepatan menggulung lembaran plastik. Setting tension break yang tidak
sesuai dapat menyebabkan tegangan gulungan menjadi terlalu kencang,
sementara setting kuku macan yang tidak pas menyebabkan keregangan
gulungan menjadi tidak rata.
Semua setting ini sebenarnya sudah ada dalam standard operating
procedure (SOP) dan standard instruction process (SIP) namun dalam
pelaksanaannya dilapangan, masih saja sering terjadi kesalahan. Hal ini
merupakan salah satu sumber variasi yang harus dikontrol. Meski begitu
masalah ini terkadang menjadi pelik pada saat kondisi yang telah dijelaskan
dan dijabarkan di dalam SOP menjadi berbeda dengan kondisi yang ada di
lapangan. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti
lingkungan, yang mempengaruhi proses secara acak dan tidak menentu. Saat
menghadapi kondisi seperti ini, maka keahlian, kompetensi dan pengalaman
operator lah yang sangat diperlukan untuk menyelesaikannya.
5. Lingkungan
Lingkungan kerja sangat mempengaruhi bagaimana operator dan
bahkan mesin bekerja. Yang termasuk .lingkup lingkungan kerja di sini
adalah tingkat kebisingan, kebersihan, penerangan, bahkan suhu udara
disekitar area kerja. Area kerja yang kotor dapat membuat operator bekerja
dengan tidak nyaman. Kondisi yang terlalu bising juga dapat membuat
interaksi antar operator menjadi tergannggu dan tidak bisa mendengarkan
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
59
Universitas Indonesia
atau saling mengingatkan antar satu sama lain. Selain itu faktor kelistrikan
juga mempengaruhi hasil akhir produksi. Apabila terjadi gangguan listrik,
baik berupa listrik mati atau tegangan listri naik-turun, akan dapat
mempengaruhi setting yang ada pada mesin.
Namun secara keseluruhan, dari hasil pengamatan peneliti, suasana
dan kondisi area kerja untuk proses slitting pada plant PT. SM yang terletak
di Cikarang ini sudah cukup baik, khususnya untuk faktor kebersihan dan
kebisingan.
Garis
1. Mesin
Serupa dengan analisa untuk kategori mesin pada proses slitting,
bahwa mesin yang digunakan untuk proses printing juga sudah tua. Mesin-
mesin yang diimpor langsung dari jepang itu telah digunakan sejak PT. SM
didirikan dan belum ada yang diganti (diperbaharui). Tentunya mesin-mesin
tersebut juga masih dapat digunakan walau tidak sesempurna performanya
saat mesin baru digunakan. Kondisi mesin yang baik tentu tidak akan lepas
dari sistem atau proses maintenance yang diterapkan. Dengan upaya
pemeliharaan yang tepat dan teratur, suatu mesin yang meski telah berumur
sangat lama akan dapat bekerja dengan baik. Maka maintenance yang buruk,
tidak teratur, bahkan kurang (hanya sesekali dilakukan), pasti akan membuat
kondisi/ performa mesin menjadi buruk.
Dua tools yang sangat mempengaruhi terjadinya insiden cacat garis
adalah fenomatik dan tekanan angin doctor blade. Fenomatik merupakan
tempat dudukan pisau yang memainkan atau menggerak-gerakkan pisau saat
proses printing sedang berlangsung. Kecacatan dapat terjadi apabila
fenomatik tidak berfungsi atau tidak “memainkan” pisau dengan benar.
Penyebabnya adalah karena fenomatik kotor akibat tidak/ jarang dibersihkan
dan maintenance terhadap fenomatik yang masih kurang. Perlu dijelaskan
bahwa kegiatan membersihkan fenomatik bukan termasuk maintenance.
Kegiatan membersihkan ini lebih menjadi tanggung jawab operator yang
sehari-harinya mengontrol, menggunakan dan melihat fenomatik tersebut.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
60
Universitas Indonesia
2. Material
Untuk kecacatan garis ini ada 3 material yang mempengaruhi, yaitu
tinta yang kotor, silinder kasar, dan doctor blade rusak. Sebenarnya diantara
ketiganya yang termasuk dalam material sebagai bahan baku proses
hanyalah tinta. Namun menurut supervisor yang membimbing peneliti,
slinder dan doctor blade termasuk kategori material karena merupakan
atribut yang terpisah dari mesin serta dapat di-restock. Baiklah, untuk
material tinta, kesalahan yang sering terjadi yang menyebabkan hasil
cetakan menjadi bergaris adalah tinta yang kotor. Penyebab kejadian ini
adalah mungkin saja karena operator tidak memeriksa tinta dengan baik dan
teliti, baik saat tinta sudah hendak digunakan pada printing maupun saat
tinta baru tiba di gudang. Selain itu juga bisa karena proses penyimpanan
material (sistem pergudangan) yang kurang baik.
Selanjutnya adalah silinder yang kasar. Silinder merupakan cetakan
gambar prototype artikel yang menjadi acuan dalam menyetak gambar.
apabila silinder kasar, maka pada hasil cetakan pada film akan timbul garis
sebagai salinan dari permukaan silinder. Adapun penyebab dari silinder
kasar ini adalah karena krum (lapisan luar silinder) kotor yang berasal dari
supplier dan bertanggungjawab langsung terhadapnya. Sehingga apabila
ditemukan ada silinder yang kasar, perusahaan langsung mengklaimnya
kepada supplier dan supplier harus membersihkan krum tersebut baru
kemudian dikembalikan ke perusahaan. Namun masalahnya disini adalah
bahwa kondisi kasar tidaknya silinder tidak bisa diperiksa dengan mata
telanjang karena ukurannya yang sangat kecil. Maka mau tidak mau setiap
silinder harus di-trial terlebih dahulu saat proses start awal printing. Apabila
hasil dari sampel bergaris, maka pasti ada kesalahan pada silinder.
3. Manusia
Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden
kacacatan garis yang terjadi pada proses printing adalah serupa dengan
insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor manusia untuk
setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin, metode dan
materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab timbulnya insiden
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
61
Universitas Indonesia
cacat garis adalah operator yang tidak kompeten, kondisi fisik operator yang
sedang tidak baik dan operator yang tidak teliti dalam mengontrol jalannya
proses. Detail mengenai akar penyebab dari maisng-masing penyebab itu
dapat dilihat pada analisis sebelumnya untuk insiden gulungan tidak rata.
4. Metode Kerja
Metode kerja yang salah dalam proses printing yang secara langsung
menyebabkan timbulnya garis adalah kesalahan pencampuran tinta baru dan
bekas dan operator tidak menggunakan saringan tinta. Komposisi standar
antara tinta baru dan tinta bekas adalah 80% dan 20%. Jadi tinta bekas yang
digunakan tidak boleh lebih dari 20% tinta keseluruhan. Apabila terlalu
banyak digunakan tinta bekas, dikhawatirkan tinta menjadi kotor karena
tinta bekas yang merupakan tinta sisa proses printing sebelumnya itu
memiliki kemungkinan sudah kotor. Meski begitu tinta bekas itu tetap dapat
digunakan selama tidak melewati batas ambang komposisi pencampuran.
Penggunaan kembali material sisa ini adalah sebagai salah satu upaya untuk
efesiensi penggunaan material dan mengurangi jumlah material yang harus
terbuang sia-sia.
Selain itu ada pula kesalaha metode yang berupa ketidakpenggunaan
saringan tinta saat proses printing. Saringan tinta ini berfungsi untuk
mencegah tinta yang sedang/ akan digunakan tidak tercampur dengan tinta
dari proses printing sebelumnya yang secara tidak sengaja masih bersisa
dalam wadah tinta karena mungkin tidak selesai dibersihkan. Akibatnya
tentu saja tinta menjadi kotor dan bisa saja kombinasi warna juga ikut
berubah walaupun kemungkinannya sedikit.
5. Lingkungan
Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini
juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan
insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara,
gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Perbedaannya hanya
terdapat pada faktor gangguan suara yang mana insiden kecacatan ini terjadi
pada proses printing dengan mesinnya yang lebih berisik dan bising. Jadi
gangguan suara yang terjadi pada proses ini lebih besar.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
62
Universitas Indonesia
Kupingan Masuk
1. Mesin
Diantara proses lainnya, proses laminating yang menggunakan mesin
EC-3 ini merupakan proses yang paling rumit dan membutuhakn setting
yang lebih akurat serta memiliki banyak variable noise yang terus
mengganggunya. Kondisi mesin yang masih bagus dimana setiap part-nya,
termasuk sistem jaringan inti mesin, masih berfungsi dengan baik
merupakan hal yang sangat penting. Adapun dua penyebab utama dari
kategori mesin yang mempengaruhi munculnya insiden kupingan masuk
adalah resin goyang dan silet pemotong kupingan tumpul.
Kupingan adalah bagian sisa dari film yang ada dikanan-kirinya yang
akan dipotong saat proses laminating sesuai dengan batas garis yang telah
ada. Nah kadang kala terjadi insiden dimana kupingannya yang sudah atau
belum terpotong itu secara tidak sengaja terlipat kedalam film sehingga
membuat permukaannya menjadi lebih tebal. Untuk menangani hal ini
operator harus menyetting kembali posisi-posisi deckle root yang ada
dimesin. Penjelasan lebih lanjut mengenai setting deckle root dapat dilihat
pada kategori mesin.
Sementara itu silet pemotong kupingan yang tumpul juga dapat
menajdi salah satu penyebabnya. Silet yang tumpul membaut potongan
menjadi tidak rapih atau bahkan kupingan jadi tidak terpotong. Penyebab
kejadian ini adalah bisa karena kualitas silet yang memang sudah kurang
bagus dari awal part datang dari supplier dan bisa juga karena operator tida
teliti untuk memeriksa silet setiap lima menit. Pemeriksaan ini perlu untuk
melihat apakah silet sudah memotong dengan benar dan apabila ternyata
pisau terlihat tumpul, maka pisau langsung diganti.
2. Material
Dua material utama yang digunakan pada proses laminating adalah
resin PP Cosmoplene dan Mastebatch. Oleh karena itu kondisi setiap
material ini mempengaruhi baik tidaknya proses yang berlangsung. Untuk
material resin, penyebabnya adalah resin lembab atau terlalu basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh proses penyimpanan yang salah dimana resin tidak
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
63
Universitas Indonesia
diletakkan ditempat yang jauh dari jangkauan air atau kemungkinan basah
oleh satu dan lain hal yang bisa saja tidak dapat dikendalikan seperti hujan
atau banjir. Akibat dari resin yang lembab ini adalah saat dipanaskan dengan
temperatur yang sudah sesuai, resin malah menjadi terlalu cair dan meluber
kemana-mana. Maka untuk menangani hal ini setting temperature harus
dimodifikasi kembali yang mana hal itu tidaklah mudah, dan apabila salah
penyettingan akan menimbulkan insiden cacat lainnya yang tidak
diharapkan.
Sementara itu material masterbatch juga bisa kotor. Hal ini terjadi
karena material handling yang salah dan operator tidak memeriksa material
dengan baik. Adapun satu penyebab lainnya dari insiden kupingan masuk
adalah kesalahan WIP printing trimming. Saat proses pencetakan terdapat
kemungkinan gambar artikel yang terlalu dominan ke kanan atau ke kiri
sehingga terdapat kemungkinan kupingan dimasing-masing sisi tidak sama
besarnya. Hal ini disebut sebagai sisi lineslit tidak simetris. Akibatnya
untuk proses laminating tentunya dibutuhkan setting deckle root yang lebih
teliti agar kedua sisi pinggiran itu dapat disamakan dan dipotong dengan
tepat. Penjelasan lebih lanjut tentang setting deckle root akan dijabarkan
pada kategori metode kerja. Runutan kejadian ini kembali membuktikan
bahwa setiap proses saling berkaitan satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa
customer dari proses printing adalah proses laminating sehingga printing
harus berusaha keras untuk menghasilka output yang benar sebagai input
laminating. Kemudian customer proses laminating adalah slitting dimana
laminating harus menghasilkan lembaran film yang memiliki ketebalan yang
sesuai dan tidak bervariasi sehingga memudahkan kerja proses slitting dalam
menggulung dan memotong-motong film menjadi roll-roll keci.
3. Manusia
Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden
kacacatan kupingan masuk yang terjadi pada proses laminating ini adalah
serupa dengan dua insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor
manusia untuk setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin,
metode dan materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
64
Universitas Indonesia
timbulnya insiden cacat kupingan adalah operator yang tidak kompeten,
kondisi fisik operator yang sedang tidak baik dan operator yang tidak teliti
dalam mengontrol jalannya proses. Detail mengenai akar penyebab dari
maisng-masing penyebab itu dapat dilihat pada analisis sebelumnya untuk
insiden gulungan tidak rata.
4. Metode Kerja
Sebagian besar kemungkinan penyebab terjadinya kupingan masuk
pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang
dimaksud disini adalah setting suhu, setting deckle root dan setting
kecepatan lembaran film (line speed). Setting temperature menjadi salah
satu aspek yang terpenting dalam proses laminating. Temperature ini adalah
untuk mencairkan resin dan juga untuk proses pengeleman resin dengan
film. Ada banyak indicator suhu yang harus disetting oleh operator yang
mana peneliti tidak mengetahui rinciannya. Namun meski telah di-setting
sesuai dengan standard yang sudah ditetapkan, tidak jarang hasil laminasi
menjadi tidak sesuai harapan yaitu ada yang jendol, lembek, keriput, dsb.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor noise pada proses ini.
Selanjutnya adalah setting deckle root yang berfungsi untuk mengatur
lebarnya kupingan yang akan dipotong. Setting ini juga berfungsi untuk
mengontrol penyebaran resin cair pada lapisan film agar tidak terlalu
meluber atau menumpuk pada satu tempat tertentu. Lalu yang terakhir
adalah setting kecepatan putaran lembaran film. Operator juga harus teliti
dalam melakukan setting kecepatan putaran lembaran film yang merupakan
kecepatan putaran dari silicon rol saat berputar membawa lembaran film.
Kecepatan putaran screw dapat dipengaruhi oleh kecepatan putaran
lembaran film (Line Speed) karena semakin cepat lembaran film berjalan,
maka resin juga harus semakin cepat keluar sebelum menimbulkan keluaran
dengan pelapisan resin yang tidak merata.
5. Lingkungan
Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini
juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan
dua insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara,
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
65
Universitas Indonesia
gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Namun yang
membedakannya adalah bahwa untuk proses ini, faktor suhu sangat
berpengaruh. Temperatur mesin yang harus di-setting juga dipengaruhi oleh
suhu lingkungan saat itu. Apabila cuaca sedang panas, maka operator harus
sedikit mengurangi temperature mesin dan begitu juga sebaliknya. Selain itu
mesin EC-3 yang didalamnya terdapat proses pencairan resin, menyebabkan
area sekitar proses laminaring menjadi sangat panas. Hal ini pasti
mengganggu pekerja.
4.3 Model Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan prosedur untuk
mengidentifikasikan dan menilai resiko-resiko yang berhubungan dengn potensi
terjadinya suatu kegagalan. Ada dua tahap besar yang dilakukan dalam FMEA
yaitu membuat diagram Cause-Failure Mode-Effect (CFME) dan kemudian
mengubahnya kedalam sebuah tabel FMEA dan menganalisis hasilnya.
4.3.1 Pembuatan Cause-Failure Mode-Effect (CFME)
Data yang dibutuhkan untuk membuat diagram ini adalah diagram
sebab-akibat atau fishbone diagram yang telah dibuat pada sub-bab sebelumnya.
CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk
mencaro akar permasalahan dari penyebab yang sudah diketahui. Hasil CFME
untuk setiap insiden kecacatam dapat dilihat pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
66
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Diagram CFME untuk gulungan tidak rata
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
67
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Diagram CFME untuk garis
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
68
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Diagram CFME untuk kupingan masuk
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
69
Universitas Indonesia
Dari diagram CFME yang telah dibuat, yang menjadi karakteristik yang
akan dicari penyebab (cause), modus kegagalan (failure mode) dan efeknya
adalah kondisi gulungan tidak rata, garis dan kupingan masuk. Hal ini serupa
dengan bagian kepala pada diagram sebab-akibat. Bagian kotak yang paling atas
adalah akar penyebab masalah atau sumber variasi dari yang menyebabkan
terjadinya ketiga insiden kecacatan. Sementara itu, kotak sebelum akar
permasalahan adalah yang menjadi modus kegagalan dan kotak yang sesudah
modus kegagalan adalah efeknya. Jadi yang diambil kedalam tabel FMEA adalah
3 kotak terakhir dari masing-masing cabang yang ada di diagram CFME.
Teknik CFME ini sangat penting untuk mengidentidikasikan akar penyebab
masalah sehingga penanganan masalahnya langsung dilakukan pada akar masalah.
Diagram CFME penting agar tidak terjadi kesalahan, misalnya yang seharusnya
menjadi modus kegagalan dinyatakan sebagai efek atau yang seharusnya menjadi
efek sinyatakan sebagai modus kegagalan.
Baiklah, setelah diagram CFME selesai dibuat dan dianalisa, maka langkah
selanjutnya adalah membuat tabel FMEA.
4.3.2 Mengubah hasil CFME menjadi FMEA
Hasil pembuatan CFME yang berupa urutan akar penyebab masalah,
modus kegagalan dan efek dirangkum ke dalam tabel FMEA. Adapun skala yang
digunakan untuk menilai masing-masing penyebab adalah 1-5. Hal ini untuk lebih
memudahkan perhitungan. Skala penilaian dan parameter masing-masing variable
dapat dilihat pada tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 berikut ini.
Tabel 4.2 Parameter Variabel Severity
Skala Tingkat Severity Kriteria Level Parameter Satuan
5 Emergency
Menyebabkan Insiden yang
mengakibatkan timbulnya
waste yang terlalu banyak
dan sangat merugikan
perusahaan
> 5,000,000 Rupiah
4 Critical
Menyebabkan insiden yang
mengakibatkan timbulnya
waste yang banyak
2,500,000 - 5,000,000 Rupiah
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
70
Universitas Indonesia
Skala Tingkat Severity Kriteria Level Parameter Satuan
3 Moderate
Menyebabkan insiden yang
mengakibatkan timbulnya
waste yang cukup banyak
500,000 - 2,500,000 Rupiah
2 Minor
Menyebabkan insiden yang
mengakibatkan timbulnya
waste yang masih bisa
ditoleril
100,000 - 500,000 Rupiah
1 Warning
Menyebabkan insiden yang
mengakibatkan timbulnya
waste yang hanya sedikit
< 100,000 Rupiah
Tabel 3.11 Parameter Variabel Occurrence
Skala Tingkat
Occurrence Possible Failure Rate Parameter Satuan
5 Very High
Banyak waste berkali-kali
setiap harinya (terus-
menerus)
> 30 Kejadian/ Tahun
4 High Sedikit waste yang timbul
setiap harinya (sering) 26-30 Kejadian/ Tahun
3 Moderate Beberapa meter waste setiap
minggunya (kadang-kadang) 16-25 Kejadian/ Tahun
2 Low Beberapa meter waste setiap
bulannya (tidak biasa) 6-15 Kejadian/ Tahun
1 Remote Sedikit waste yang timbul
dalam setahun (jarang) 0-5 Kejadian/ Tahun
Tabel 3.12 Parameter Variabel Detection
Skala Tingkat Detection Kriteria Level
5 Sangat Rendah Tidak ada metode pendeteksian penyebab insiden atau
tidak ada alert
4 Rendah Metode pendeteksian belum ada/ keefektifan untuk dapat
mendeteksi tepat pada waktunya
3 Cukup
Metode pendeteksian memiliki efektivitas yang sedang
sehingga masih memerlukan cukup waktu untuk dapat
mendeteksi
2 Tinggi
Metode pendeteksian cukup efektif sehingga dapat
mendeteksi dalam waktu tertentu yang relatif cukup
singkat
1 Sangat Tinggi Metode inspeksi efektif sehingga kemungkinan terjadi
kecacatan pasti terdeteksi dalam waktu singkat
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
71
Universitas Indonesia
Setelah menentukan nilai skala untuk masing-masing variabel di atas dari
setiap penyebab tipe insiden. Maka proses penghitungan dengan menggunakan
pendekatan FMEA ini dapat dilakukan. Hasil yang didapatkan dari proses
penghitungan ini adalah untuk mengetahui nilai RPN dari masing-masing
penyebab. Nilai RPN ini didapatkan dengan mengalikan ketiga nilai variabel di
atas. Setelah didapatkan nilai RPN untuk masing-masing penyebab, maka dapat
dipilih beberapa penyebab insiden yang memiliki nilai paling besar yang
kemudian akan dicari solusi untuk menangani dan mengendalikannya.
Rangkuman CFME untuk masing-masing insiden dapat dilihat pada tabel
4.5-7 dibawah ini.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
72
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Gulungan Tidak Rata
karakteristik
diharapkan Modus kegagalan potensial
Efek kegagalan
potensial Penyebab potensial Current Control
Nilai RPN
S O D S x O x D
Gulungan
Rata
setting tension break tidak
sesuai
tegangan gulungan
terlalu kencang
operator tidak ahli tidak ada 4 3 4 48
tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 4 16
setting kuku macan tidak pas keregangan tidak rata operator tidak ahli tidak ada 3 3 4 36
tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 4 16
operator tidak kontrol jalannya
proses gulungan tidak rata kurang pengawasan inspeksi QC 3 3 2 18
operator kurang pengalaman operator tidak kompeten
pegawai baru pelatihan/ training 3 3 2 18
operator tidak paham kurang pelatihan pelatihan/ training 4 3 2 24
maintenance kurang/ salah
kondisi mesin jelek
tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 2 8
mesin masih semi-manual perusahaan tidak
memperbaharui mesin tidak ada 3 2 2 12
stok material kuku macan habis kuku macan rusak
kesalahan pemesanan material tidak ada 4 2 3 24
maintenance kurang/ salah tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 2 8
WIP proses laminating tidak
benar gulungan tidak rata
kesalahan pada proses
laminating inspeksi QC 3 4 3 36
lingkungan kerja tidak
informative
operator bingung dan
melakukan kesalahan
tidak ada keterangan/
informasi kerja tidak ada 2 2 2 8
papan keterangan sulit untuk
dilihat tidak ada 2 2 2 8
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
73
Universitas Indonesia
Tabel 4.6 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Garis
karakteristik
diharapkan Modus Kegagalan Potensial
Efek Kegagalan
Potensial Penyebab Potensial Current control
Nilai RPN
S O D S x O x D
Tidak muncul
garis pada
hasil printing
Lapisan luar silinder kotor Silinde kasar kesalahan dari supplier klaim kepada
supplier 4 3 4 48
tidak memeriksa dengan baik tinta kotor tidak mengikuti SOP tidak ada 4 2 2 16
pisau sudah aus doctor blade rusak maintenance kurang/ salah tidak ada 3 2 2 12
operator tidak teliti memeriksa tidak ada 4 3 3 36
Kotor tekanan angin doctor
blade tidak seuai setting
maintenance kurang/ salah tidak ada 2 2 3 12
selang angin bocor kebersihan tidak dijaga tidak ada 3 3 3 27
ada kotoran fenomatik tak berfungsi tidak dibersihkan sesuai SOP tidak ada 3 2 3 18
operator salah mencampur tinta
baru dan bekas
komposisi tinta baru dan
bekas tidak sesuai tidak mengikuti SOP inspeksi QC 5 3 3 45
operator tidak menggunakan
saringan tinta
tinta meluber dan
menjadi kotor tidak mengikuti SOP inspeksi QC 2 2 2 8
operator tidak kontrol jalannya
proses tinta menjadi kotor kurang pengawasan inspeksi QC 3 3 2 18
kurang pengalaman operator tidak kompeten
pegawai baru pelatihan/ training 3 3 2 18
tidak paham kurang pelatihan pelatihan/ training 4 3 2 24
lingkungan kerja tidak
informative
operator bingung dan
melakukan kesalahan
tidak ada keterangan/
informasi kerja tidak ada 2 2 2 8
papan keterangan sulit dilihat tidak ada 2 2 2 8
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
74
Universitas Indonesia
Tabel 4.7 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Kupingan Masuk
karakteristik
diharapkan Modus Kegagalan Potensial
Efek Kegagalan
Potensial Penyebab Potensial Current control
Nilai RPN
S O D S x O x D
Kupingan
tidak masuk
setting temperatur belum pas suhu terlalu panas/
dingin
tidak mengikuti SOP tidak ada 4 3 2 24
kondisi mesin tidak berjalan
sesuai setting tidak ada 5 4 4 80
operator tidak memeriksa
dengan baik silet kupingan tumpul tidak mengikuti SOP tidak ada 3 3 3 27
setting deckle root tidak pas resin goyang tidak mengikuti SOP tidak ada 4 3 3 36
sisi lineslit tidak simetris WIP printing trimming kesalahan proses printing inspeksi QC 3 3 2 18
penyimpanan salah resin lembab
tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 2 8
tidak memeriksa dengan baik tidak mengikuti SOP tidak ada 3 2 2 12
tidak memeriksa dengan baik masterbatch kotor tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 2 8
operator tidak kontrol jalannya
proses
kupingan terselip dan
masuk kedalam film kurang pengawasan inspeksi QC 3 3 2 18
tidak paham operator tidak kompeten
kurang pelatihan pelatihan/ training 4 3 2 24
kurang pengalaman pegawai baru pelatihan/ training 3 3 2 18
lingkungan kerja tidak
informative
operator bingung dan
melakukan kesalahan
tidak ada keterangan/
informasi kerja tidak ada 2 2 2 8
papan keterangan sulit dilihat tidak ada 2 2 2 8
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
75
Universitas Indonesia
Pada tabel diatas terlihat bahwa masing-masing penyebab kecacatan
memiliki nilai RPN (Risk Priority Number) sendiri. Nilai ini diperoleh dari hasil
perkalian antara “S” yang diambil dari kata “Severity”, “O” yang diambil dari
kata “Occurrence”, dan “D” yang berarti “Detectability.” Penentuan angka-angka
tersebut dilakukan secara subjektif melalui diskusi dengan pakar sekaligus pelaku
dari masing-masing proses tersebut. Nilai RPN dapat dijadikan faktor yang
menentukan prioritas penanganan masalah dari sekian banyak yang ada dalam
tabel FMEA di atas.
Maka dari berbagai modus kegagalan yang ada di masing-masing tabel
FMEA diatas, peneliti mengambil masing-masing 3 modus dari setiap insiden
untuk kemudian dianalisa lebih lanjut. Berikut ini adalah analisanya:
Gulungan Tidak Rata
1. Setting tension break tidak sesuai
Dari hasil FMEA ternyata setting tension yang tidak sesuai memiliki rating
RPN terbesar yaitu sebesar 48. Modus ini menyebabkan tegangan gulungan
menjadi terlalu kencang. Sebenarnya peneliti mengidentifikasikan ada dua
penyebab potensial dari kegagalan ini, namun nilai terbanyak diperoleh oleh
penyebab karena operator yang tidak ahli. Keahlian yang dimaksud disini
adalah baik dari segi ilmu, pemahaman terhadap apa yang harus dilakukan,
maunpun pengalaman. Terkadang apa yang tertulis secara teoritis di buku
atau SOP tidak bisa diimplementasikan di lapangan karena adanya faktor
eksternal yang tidak terkendali. Dalam menghadapi hal seperti ini, maka
pengalaman pekerjalah yang lebih diutamakan. Pengalaman kerja membuat
operator sudah terbiasa dengan apa yang dia lakukan tanpa perlu melihat
keterangan atau merujuk kepada prosedur tertentu. Terkadang justru
pengalaman seperti ini yang diperlukan melebihi ilmu secara teoritis dan
pemahaman alur kerja.
2. Setting kuku macan tidak pas
Modus kedua yang juga memiliki rating RPN yang tinggi adalah setting
kuku macan yang tidak pas. Hal ini menyebabkan keregangan menjadi tidak
rata. Sama halnya dengan setting tension break diatas, penyebab potensial
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
76
Universitas Indonesia
dari kegagalan ini adalah operator yang tidak ahli. Hal ini bisa disebabkan
oleh kurangnya pengalaman dan oleh pemahaman yang kurang mengenai
berbagai prosedur pelaksanaan proses produksi.
3. WIP proses laminating tidak benar
Modus ketiga yang memiliki rating terbanyak yaitu 36 adalah WIP proses
laminating tidak benar. Akibat WIP yang salah yang dapat berupa film
jendol atau lembek, film memiliki ketebalan yang bervariasi, dan
sebagainya, proses slitting dapat berjalan kurang baik dan menghasilkan
output gulungan yang tidak rata. Maka modus serta efek kegagalan ini sudah
tentu adalah akibat dari terjadinya kesalahan dalam proses laminating baik
dari segi mesin, metode maupun material. Sebenarnya setiap material selesai
diproses, output tersebut diperiksakan terlebih dulu kepada QC untuk
diminta pertimbangan apakah output berupa scrap atau tetap bisa diteruskan
ke proses selanjutnya. Tidak jarang material output ini berakhir sebagai
scrap. Namun apabila material sudah terlanjur diproduksi banyak, maka
akan sulit untuk men-cancel-nya karena itu berarti sudah dihasilkan
sejumlah waste yang sia-sia.
Garis
1. Lapisan luar Silinder kotor
Dalam insiden kecacatan garis, modus kegagalan yang memiliki nilai RPN
paling besar adalah lapisan luar silinder yang kotor. Lapisan luar yang kotor
ini menyebabkan silinder menjadi kasar dan saat film dicetak timbul garis
sebagai salinan dari permukaan yang kasar itu. Adapun penyebab potensial
dari kegagalan ini adalah kesalahan dari supplier itu sendiri. Untuk
menanganinya perusahaan harus mengklaim kerusakan yang terjadi dan
mengembalikan silinder ke supplier. Silinder kemudian diperbaiki oleh
supplier dan dikirim kembali ke perusahaan setelah bersih. Apabila
kesalahan supplier seperti ini hanya terjadi sesekali dan supplier juga
merespon dengan baik, maka perusahaan masih dapat mempertahankan
supplier tersebut. Namun jika tidak, akan lebih baik bila perusahaan mencari
supplier pengganti. Hal ini karena silinder ini merupakan komponen yang
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
77
Universitas Indonesia
sangat penting dalam proses printing. Bila silinder terus-menerus rusak,
maka akan banyak muncul waste film hasil printing berupa scrap garis.
2. Operator salah mencampur tinta
Modus kegagalan selanjutnya terjadi saat proses pencampuran tinta baru dan
tinta bekas. Kesalahan dalam pencampuran ini menyebabkan komposisi
antara tinta baru dan bekas menjadi tidak sesuai dimana seharusnya 80%
tinta baru dan 20% tinta bekas. Apabila tinta bekas yang digunakan terlalu
banyak maka campuran tinta memiliki kemungkinan kotor, karena
bagaimanapun juga tinta bekas adalah tinta berlebih yang sudah pernah
digunakan sebelumnya. Namun jika terlalu banyak tinta baru juga tidak baik
karena itu berarti pemborosan.
3. Pisau doctor blade sudah aus
Pisau doctor blade yang sudah aus mengindikasikan bahwa doctor blade
rusak. Modus dan efek kegagalan ini disebabkan oleh maintenance yang
kurang atau salah dan karena operator tidak teliti dalam memeriksa kondisi
pisau yang seharusnya setelah beberapa meter-lari pisau diganti dengan yang
baru.
Kupingan Masuk
1. Setting temperatur belum sesuai
Setting temperature adalah modus yang paling signifikan mempengaruhi
benar tidaknya proses laminating yang berlangsung. Apabila temperatur
tidak sesuai atau pas maka suhu mesin akan menjadi terlalu panas/ dingin.
Ada banyak bagian mesin yang harus di-setting temperaturnya dan masing-
masing bagian memiliki fungsinya sendiri. Salah satunya adalah T-Die yang
berfungsi untuk menurunkan lelehan resin. Semakin tinggi suhu cetakan,
semakin banyak resin yang dicurahkan, sehingga lapisan semakin tebal.
Demikian yang terjadi sebaliknya bila suhu diturunkan. Hal seperti inilah
yang harus dipikirkan oleh operator atau orang-orang yang ahli mesin
laminating untuk menetapkan suhu optimal bagi masing-masing bagian
sehingga semua proses berjalan dengan yang diharapkan. Dua penyebab
potensial untuk modus ini adalah operator yang tidak mengikuti SOP dan
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
78
Universitas Indonesia
kondisi mesin yang tidak berjalan sesuai setting temperature yang sudah
dilakukan. Dari hasil RPN, penyebab yang memiliki ranking paling besar
adalah penyebab yang kedua yaitu kondisi mesin dengan nilai 80.
2. Setting deckle root tidak pas
Deckle root adalah pembatas dikiri-kanan tempat film berjalan yang
digunakan untuk mengatur lebar kupingan dimasing-masing sisi dan
membatasi penyebaran resin cair agar tidak meluber. Apabila setting deckle
root tidak pas akan menyebabkan resin goyang yang berarti resin tidak
menyebar secara merata di atas film. Penyebabnya adalah karena operator
tidak mengikuti SOP saat melakukan setting tersebut. Operator harus
memeriksa deckle root setiap beberapa menit dan menggeser-geser deckle
root sesuai dengan lebar kupingan. Jangan sampai deckle root terlalu keluar
karena dapat membuat resin luber dan jangan pula terlalu masuk karena
kupingan dapat terlipat ke dalam film.
3. Operator tidak memeriksa silet pemotong kupingan yang tumpul
Silet pemotong yang ada di mesin laminating digunakan untuk memotong
kupingan. Operator harus senantiasa memeriksa kondisi silet ini dan
menjaga posisi silet agar tidak salah dan melenceng posisinya. Apabila
operator tidak teliti maka silet bisa tumpul sehingga membuat pemotongan
kupingan tidak sempurna bahkan mungkin tidak terpotong. Adapun
penyebab potensialnya adalah karena operator tidak mengikuti SOP yang
telah dibuat sebelumnya.
4.2.4.Usulan Perbaikan
Memasuki tahap berikutnya setelah melakukan analisa dan identifikasi
penyebab dengan fisgbone diagram, CFME dan FMEA, maka dilakukan upaya
perbaikan dengan mengusulkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan terhadap
sebab-sebab permasalahan tersebut. Tujuannya tentu saja agar penyebab-
penyebab itu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan sehingga perusahaan dapat
mengefisiensikan dan mengoptimalkan setiap proses produksi dan material-
materialnya sehingga jumlah waste pun berkurang.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
79
Universitas Indonesia
4.2.4.1. Problem Identification and Corrective Action (PICA)
Salah satu tools yang digunakan dalam tahap ini adalah PICA. Di dalam
PICA terdapat keterangan mengenai perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap
masing-masing penyebab masalah dan juga penjelasan mengenai bagaimana
perbaikan tersebut dapat dilaksanakan. Peneliti berusaha memberikan masukan-
masukan usulan perbaikan terhadap proses berdasatkan analisis identifikasi
penyebab cacat yang telah dibuat sebelumnya.
Penjabaran usulan perbaikan yang berbentuk tabel PICA tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
80
Universitas Indonesia
Tabel 4.8 Problem Identification and Corrective Action (PICA)
No Masalah Perbaikan Mengapa Bagaimana Kapan Dimana PIC
1 Setting tension
break yang tidak
sesuai karena
keahlian operator
yang kurang
Memperbaiki cara
penyetelan tension
break
Meningkatkan
keahlian operator dan
mengurangi human
error
Training pengopersian mesin slitting
untuk operator secara periodik (per 3
bulan) untuk meningkatkan keahlian dan
ketelitian
Mesin Slitting QC
Melakukan penilaian kinerja karyawan Mesin Slitting QC
Membiasakan budaya berbagi ilmu di
antara operator, khususnya antara senior
dan junior
Mesin Slitting QC
2 Setting kuku
macan yang tidak
pas oleh operator
yang kurang ahli
Memperbaiki cara
penyetelan tension
break
Meningkatkan
keahlian operator dan
mengurangi human
error
Training pengopersian mesin slitting
untuk operator secara periodik (per 3
bulan) untuk meningkatkan keahlian dan
ketelitian
Mesin Slitting QC
Melakukan penilaian kinerja karyawan Mesin Slitting QC
Membiasakan budaya berbagi ilmu di
antara operator, khususnya antara senior
dan junior
Mesin Slitting QC
3 Hasil proses
laminating yang
tidak benar dan
menjadi WIP bagi
proses slitting
Memperbaiki
proses laminating
Untuk mencegah
timbulnya scrap pada
proses slitting karena
output dari
laminating
Memperbaiki bebagai setting mesin pada
proses laminating
Mesin Laminating
EC-3 Prod
Mendisiplinkan pekerja tetang
pengendalian kualitas output pada setiap
proses
Mesin Laminating
EC-3 QC
4 Sillinder kasar
karena lapisan
luarnya kotor
Memperbaiki atau
mengganti
silinder
Untuk mencegah
hasil printing yang
bergaris
Memberi ketegasan terhadap supplier
tentang kualitas produk Mesin Printing 6R Pur
Mencari supplier lain yang lebih
berkompeten Mesin Printing 6R Pur/ Sales
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
81
Universitas Indonesia
No Masalah Perbaikan Mengapa Bagaimana Kapan Dimana PIC
5 Operator salah
mencampur
komposisi jumlah
tinta baru dan
bekas
Memperbaiki
prosedur
pencampuran tinta
Untuk mencegah
campuran tinta yang
kotor dan kurang
berkualitas
Membuat standard kerja pencampuran
tinta Mesin Printing 6R
Mendisiplinkan pekerja dalam
penggunaan tinta baru dan bekas Mesin Printing 6R QC
Membuat papan-papan informasi dan
peringatan kerja untuk menegur dan
mengingatkan pekerja yang mungkin lupa
Mesin Printing 6R
6 Pisau doctor blade
sudah aus karena
kurang
pengawasan dan
kontrol proses
Mendisiplinkan
kerja operator
Untuk mengurangi
cacat akibat pisau
laminating yang
rusak
Mendisiplinkan pekerja dalam mengontrol
jalannya proses Mesin Printing 6R QC
Training pengoperasian mesin printing
untuk operator secara periodik (per 3
bulan) untuk meningkatkan keahlian dan
ketelitian
Mesin Printing 6R QC
Menyiapkan inventory part doctor blade
agar tersedia saat dibutuhkan (jangan out-
of-stock)
Mesin Printing 6R PPIC/ Pur
7 Mesin tidak
bekerja dengan
baik meski dengan
setting temperatur
yang telah sesuai
Memperbaiki atau
mengganti mesin
Untuk mengurangi
cacat proses
laminating
Membuat jadwal dan prosedur
maintenance mesin yang efektif
Mesin Laminating
EC-3 Maintenance
Mendisiplinkan pekerja tentang jadwal
maintenance
Mesin Laminating
EC-3 QC
Membeli mesin baru Mesin Laminating
EC-3 Prod
8 Setting deckel root
yang tidak pas
oleh operator
Memperbaiki cara
penyetelan deckel
root
Meningkatkan
keahlian operator dan
mengurangi human
error
Training pengoperasian mesin laminating
untuk operator secara periodik (per 3
bulan) untuk meningkatkan keahlian dan
ketelitian
Mesin Laminating
EC-3 QC
Melakukan penilaian kinerja karyawan Mesin Laminating
EC-3 QC
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
82
Universitas Indonesia
No Masalah Perbaikan Mengapa Bagaimana Kapan Dimana PIC
9 Operator tidak
memeriksa silet
pemotong
kupingan yang
mungkin sudah
tumpul
Mendisiplinkan
kerja operator
Mengurangi human
error
Training pengoperasian mesin laminating
untuk operator secara periodik (per 3
bulan) untuk meningkatkan keahlian dan
ketelitian
Mesin Laminating
EC-3 QC
Melakukan penilaian kinerja karyawan
Membuat papan-papan informasi kerja
untuk menegur dan mengingatkan pekerja
yang mungkin lupa
Mesin Laminating
EC-3 QC
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
83
Universitas Indonesia
PICA dibuat berdasarkan data hasil analisa akar penyebab kegagalan
yang telah diidentifikasi dengan menggunakan FMEA. Data yang digunakan
untuk PICA diambil dari data FMEA yang memiliki RPN tetringgi yang
menunjukkan bobot paling besar dan yang paling mempengaruhi timbulnya
kecacatan.
Secara umum kecacatan mayoritas disebabkan oleh faktor manusia dan
mesin. Kecacatan akibat human error merupakan penyebab yang paling banyak
dan sering terjadi. masalah manusia yaitu para operator, memang dibutuhkan
perhatian lebih terhadap mereka. Para operator PT. SM bukannya tidak memiliki
keahlian, namun saat ini di perusahaan itu sedang diberlakukan sistem
outsourcing besar-besaran sehingga banyak karyawan baru dengan usia yang
relatif muda. Jadi mereka perlu untuk dilatih dan di-briefing dengan serius saat
awal perekrutan. Selain itu diharapkan juga kepada para operator senior dan
supervisor untuk dapat membagi ilmu dan pengalaman mereka kepada para
oursource muda tersebut. Hal ini karena sepertinya budaya berbagi ilmu dan
pengetahuan atau transfer informasi atau sistem knowledge management antar
pekerja belum berlaku disana. Beberapa malah ada yang takut dirinya tersaingi
bila mereka membagi pengetahuan mereka kepada pekerja yang lain. Maka
peneliti menyarankan agar sering dilakukan training serta acara kebersamaan yang
melibatkan seluruh SDM di PT. SM baik dari level manager hingga outsource,
agar nuansa berbagi dan kekeluargaan itu dapat dikembangkan. Training ini dapat
dilakukan secara berkala yaitu 1 hingga 3 bulan sekali.
Sedangkan untuk mesin, mereka memerlukan sistem maintenance atau
pemeliharaan yang lebih agar dapat tetap bekerja dengan baik dan optimal meski
telah berumur lama. Perusahaan bukan hanya harus membuat jadwal maintenance
yang baik dan tepat, tapi juga menekankan kepada seluruh karyawannya tentang
pentingnya maintenance mesin dan medisiplinkan mereka dalam melaksanakan
maintenance sesuai jadwal yang telah dibuat. Namun hal ini tidak berlaku untuk
mesin laminating. Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh, perusahaan
sebenarnya menyadari “kenaehan” pada mesin laminating yang ada saat ini.
mereka juga sudah pernah mendatangkan teknisi dari jepang untuk mencari tau
penyebab dari ketidakteraturan suhu/ temperature mesin. Sayangnya bahkan para
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
84
Universitas Indonesia
teknisi itu tidak mengetahui penyebabnya. Mereka juga menyarankan agar mesin
tersebut diganti dengan yang baru atau paling tidak perusahaan memebeli mesin
yang baru sebagai pembanding dengan mesin yang ada saat ini. Dengan melihat
perbedaan hasil lamimnating dan penyetingan, mungkin akan dapat diketahui apa
sebenarnya “penyakit” yang diderita oleh mesin EC-3 yang ada sekarang.
4.2.4.2. Mistake proofing atau Poka Yoke
Setelah langkah-langkah perbaikan diimplementasikan, maka salah satul
upaya untuk memastikan bahwa keadaan setelah dilakukan perbaikan itu dapat
tetap terkendali (control phase) adalah dengan menggunakan mistake proofing
atau yang sering dikenal dengan istilah Poka Yoke. Poka yoke merupakan sebuah
tools yang dibuat dengan tujuan mencegah terjadinya human error dengan
membuat kesalahan itu disadari sebelum dilakukan. Penggunaan tools ini telah
meluas pada dunia industri, khususnya pada proses yang sangat dominan
dilakukan oleh manusia. Poka yoke merupakan tools pencegah error yang
potensial dan telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Sebenarnya pada area produksi PT. SM sudah terdapat beberapa papan
peringatan untuk menjaga performa kerja para operator. Papan peringatan itu
seperti himbauan untuk menggunakan material dengan efisien dan meminimalisir
terjadi waste paling sedikit, mematikan alat-alat atau mesin yang sedang tidak
digunakan untuk menghemat listrik, dan sebagainya. Namun menurut peneliti,
papan peringatan ini belum spesifik dalam mengingatkan operator tentang cara
kerja mereka ataupun hal-hal yang harus mereka hindari saat mereka
mengoperasikan mesin-mesin. Hal ini khususnya untuk para operator muda yang
baru masuk kerja. Oleh karena itu tidak ada salahnya bila papan atau tanda
peringatan seperti itu ditambah.
Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan beberapa pihak, maka
ada beberapa lokasi yang sebaiknya dibuat mistake proofing secara sederhana.
Pada bagian printing perlu dibuat mistake proofing berupa peringatan untuk selalu
memeriksa kondisi doctor blade apakah masih bagus dan tidak aus. Selain itu juga
perlu peringatan agar operator tidak malas dan lalai selalu menjaga kebersihan
selang angin doctor blade dengan teratur guna mengurangi kemungkinan
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
85
Universitas Indonesia
terjadinya cacat garis. Sementara itu pada proses laminating, perlu dibuat
peringatan mengenai setting-setting mesin yang harus dilakukan oleh operator.
Seperti yang kita ketahui, setting temperatur adalah hal yang paling crucial pada
proses ini, maka perlu dibuat papan peringatan atau informasi yang memuat
tentang rentang suhu yang digunakan oleh mesin agar setting temperatur oleh
operator tidak terlalu melenceng jauh dari standarnya. Operator juga perlu
diingatkan untuk memeriksa pisau laminating setiap 5 menit untuk memastikan
kondisi pisau yang masih bagus dan tidak tumpul, serta apakah proses
pemotongan kupingan berjalan dengan benar sesuai dengan garis potong yang
sudah ada. Hal ini karena tidak jarang potongan kupingan melenceng baik terlalu
ke dalam maupun terlalu keluar sehingga membuat lebar kupingan disetiap sisi
menjadi berbeda-beda. Yang terakhir yaitu proses slitting, perlu dibuat papan
peringatan tentang setting tekanan pada tension break dan kuku macan. Khusus
untuk kuku macan, operator juga harus selalu mengontrol kondisi part mesin yang
satu ini karena meski setting kerenggangan kuku macan sudah benar tapi ternyata
kondisinya sudah rusak, hasil penggulungan juga pasti tidak bagus dan mungkin
menjadi tidak rata ataupun kendor.
Pada intinya poka yoke yang dibuat adalah berdasarkan kesalahan-
kesalahan kerja operator yang telah diidentifikasi pada fishbone diagram dan tabel
FMEA di atas. Dengan berbagai papan peringatan dan informasi yang tersedia di
lapangan itu, diharapkan operator dapat lebih disiplin dalam melaksanakan
tugasnya menjalankan dan memeriksa mesin.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
86
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu plant PT.
Samudra Montaz yang terletak di Cikarang selama bulan Mei – Juli 2010 dan
diolah serta dianalisa dengan metode FMEA, dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
- Material yang paling mempengaruhi biaya adalah OPP Film, PP
Cosmoplene dan Tinta. Waste dari ketiga material itu yang harus dianalisa,
dievaluasi dan kemudian berusaha diminimalisir. Sementara itu, kuantitas
sisa material hasil pengumpulan data historis dan pengamatan di lapangan,
tidak jauh berbeda dari hasil survey kuesioner.
- Persentase waste material OPP film rata-rata sebesar 0.53%, material tinta
0.94% dan material cosmoplene sebesar 0.23%. Nilai ini cukup kecil dan
sudah berada dibawah batas target waste yang telah ditetapkan perusahaan
yaitu sebesar 5%. Meski begitu, sesekali terjadi pula insiden yang tidak
terkendali dengan jumlah waste yang cukup besar yaitu 7% hingga 10%.
- Kecacatan yang terjadi adalah karena kecacatan yang ditimbulkan oleh
kecacatan Lainnya yang saling berhubungan. Kecacatan pada proses
printing dapat menyebabkan kecacatan pada proses laminating, kecacatan
pada proses laminating menyebabkan kecacatan pada slitting, dan begitu
seterusnya.
- Setiap proses memiliki insiden kecacatan masing-masing, dan untuk
memudahkan upaya penanganan masalah agar upaya penanganan ini dapat
menyentuh seluruh proses yang dilalui oleh artikel, maka dari setiap proses
dipilih 1 insiden yang paling dominan menghasilkan waste. Berikut ini
adalah 3 jenis kecacatan yang dominan terjadi dilapangan berdasarkan hasil
diagram Pareto:
1. Gulungan artikel tidak rata pada proses slitting
2. Timbul garis pada hasil penyetakan diproses printing
3. Adanya kupingan yang masuk pada proses laminating
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
87
Universitas Indonesia
- Dari hasil pengolahan menggunakan diagram Pareto, fishbone diagram dan
prinsip FMEA diketahui bahwa penyebab utama timbulnya waste adalah
karena faktor manusia dan faktor mesin. Faktor manusia ada pada
keahlian operator dalam melakukan setting pada mesin dan kedisplinan
mereka dalam melaksanakan jadwal maintenance yang telah dibuat.
Sedangkan masalah pada mesin adalah usia mesin yang sudah cukup tua.
- Untuk menangani faktor manusia dpat dilakukan beberapa tindakan berikut:
1. Melakukan Training operator secara periodik (per 3 bulan) untuk
meningkatkan keahlian dan ketelitian dalam menjalankan setiap proses
2. Menerapkan sistem penilaian kinerja karyawan untuk lebih memotivasi
pekerja dalam memperoleh nilai evaluasi tertinggi
3. Membiasakan budaya berbagi ilmu di antara operator, khususnya antara
senior dan junior
4. Mendisiplinkan pekerja tentang jadwal maintenance sehingga jadwal
yang telah dibuat tersebut tidak berakhir sisa-sia.
5. Mendisiplinkan pekerja dalam mengontrol jalannya proses dengan tidak
bercanda atau berbicara hal yang tidak perlu saat sedang bekerja.
6. Membuat jadwal dan prosedur maintenance mesin yang efektif dan
kalau perlu yang mudah dikerjakan dan dimengerti oleh operator
sehingga mereka tidak malas untuk melakukannya.
- Untuk mengatasi masalah mesin dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Merancang proses yang optimal dan tahan terhadap faktor pengganggu.
Hal ini khususnya dilakukan pada proses laminating dengan rancangan
kombinasi setting temperaturnya.
2. Membeli mesin yang baru untuk mengganti mesin-mesin yang sudah tua
dan sudah digunakan sejak perusahaan berdiri tersebut.
3. Menyiapkan inventori part-part mesin seperti doctor blade, yang tepat
agar tersedia saat dibutuhkan (jangan out-of-stock).
- Selain itu dapat dilakukan control terhadap peaksanaan tindakan perbaikan
dengan mistake proofing yang peringatan yang dipasang di area produksi
untuk menegur dan mengingatkan pekerja yang mungkin lupa, sebagai
upaya pencegahan untuk menghindari atau mengurangi human error.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
88
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam pemilihan
parameter waste maupun tahap pelaksanaan. Dalam penelitian ini, waste hanya
dilihat dari sisi material dan tidak termasuk mesin dan aspek lingkungan, sehingga
besarnya energi yang digunakan oleh mesin selama proses produksi tidak dihitung
atau diperhatikan. Oleh karena itu akan lebih baik jika jumlah waste ini juga
dihitung dari jumlah energi, air, sampah, transportasi, emisi dan keanekaragaman
hayati (biodiversity) yang terpakai yang termasuk di dalam The seven green
wastes. Selain itu dari 7 lean waste yang ada, pada penelitian ini hanya diamati 3
jenis waste yaitu produk cacat (defects), proses yang tidak sesuai (Inappropriate
processing), dan transportasi yang tinggi (Excessive transportation).
Penelitian ini dilakukan hanya sampai pada tahap analisa dan rencana
perbaikan/ pemberian usulan perbaikan (improvement) dan belum sampai pada
tahap implementasi. Hasil penelitian ini masih berupa hasil analisa, sehingga
dibutuhkan tindakan selanjutnya yaitu implementasi untuk membuktikan
keefektifitasan upaya minimalisasi waste. Selain itu nilai pengurangan waste juga
belum dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini karena belum adanya 2 kondisi yang
dapat dibandingkan, yaitu kondisi aktual dan kondisi setelah perbaikan dilakukan,
untuk menghitung besarnya keuntungan atau penghematan yang bisa didapatkan.
Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya perlu ditambahkan tahap
implementasi dan tahap evaluasi dari usulan-usulan perbaikan yang diberikan.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
89
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
7 Waste, 23 Maret 2010, <http://pabriktempe.wordpress.com/2010/03/23/p52/>,
(diakses pada 20 Mei 2010)
Departemen TI UI. (n.d.). Seri peningkatan kualitas pembelajaran TI UI-diagram
keterkaitan masalah dalam skripsi dan tesis. Maret 13, 2009.
Gaspersz, V., 2002, Total Quality management, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kramer, 1996, A Quality Control for Food Industry, Yogyakarta: The Avi
Publishing Company.
Limbah, <http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah>, (diakses pada 10 Mei 2010)
Montgomery, DC,. 1996, Introduction to Statistical Quality Control, New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Pengolahan Sampah. <http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah>,
(diakses pada 10 Mei 2010)
Perilaku Konsumen dan Produsen, <http://www.e-
dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=178&fname=materi5.html>, (diakses
pada 12 Mei 2010)
Skoyles, E.F., 1976, Material Wastage: A misuse of resources. Building Research
and Practice.
Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, Milwaukee: ASQ
Quality Press.
United States Environmental Protection Agency, 2007, The Lean and
Environment Toolkit, United States of America.
Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of
America: McGraw-Hill.
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
90
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 KUESIONER
KUESIONER
Yang terhormat Bapak/ Ibu Responden,
Saya mahasiswa Program Sarjana Reguler Teknik Industri Universitas Indonesia sedang
melakukan penelitian tentang “Analisa dan Evaluasi Sisa Material pada Proses Produksi Artikel
Indomie Rasa Sotomie di PT. Samudra Montaz”.
Penyebaran kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui kuantitas dan faktor-faktor
penyebab terjadinya sisa material di lapangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi perusahaan dalam melakukan evaluasi unuk meminimalisasi sisa material yang terjadi di
lapangan.
Untuk itu saya mngharapkan bantuan dan kerjasama yang baik dari bapak/ Ibu untuk
mengisi kuesioner ini. Seluruh data yang diperoleh akan saya gunakan untuk kepentingan
penelitian, jadi saya menjamin kerahasiaan informasi yang Bapak/ Ibu berikan.
Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/ Ibu yang telah meluangkan waktu untuk
mengisis kuesioner ini.
A. Data Responden
Jenis Kelamin :
Umur :
Lama pengalaman kerja :
Departemen :
Jabatan :
B. Kuantitas Sisa Material dari Masing-masing Jenis Material
Petunjuk:
Berilah tanda silang (x) pada salah satu kotak dari masing-masing jenis material dibawah
ini yang menunjukkan kuantitas sisa material yang terjadi di lapangan.
-TERIMA KASIH-
0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15%
1 OPP FILM 20µ
2 PP COSMOPLENE FC 9413
3 TINTA
Nokuantitas sisa material (presentase)
Jenis material
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
91
LAMPIRAN 2 DATA KUESIONER
Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap 40 orang karyawan PT. SMPI yang berasal dari
berbagai jabatan, mulai dari pekerja hingga manager departemen.
No. 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15% 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15% 0-2% 3-5% 6-8% 9-11% 12-14% >15%
1 1 1 1
2 1 1 1
3 1 1 1
4 1 1 1
5 1 1 1
6 1 1 1
7 1 1 1
8 1 1 1
9 1 1 1
10 1 1 1
11 1 1 1
12 1 1 1
13 1 1 1
14 1 1 1
15 1 1 1
16 1 1 1
17 1 1 1
18 1 1 1
19 1 1 1
20 1 1 1
21 1 1 1
22 1 1 1
23 1 1 1
24 1 1 1
25 1 1 1
26 1 1 1
27 1 1 1
28 1 1 1
29 1 1 1
30 1 1 1
31 1 1 1
32 1 1 1
33 1 1 1
34 1 1 1
35 1 1 1
36 1 1 1
37 1 1 1
38 1 1 1
39 1 1 1
40 1 1 1
24 14 2 0 0 0 29 6 5 0 0 0 18 8 14 0 0 0
OPP film PP Cosmoplene Tinta
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
92
OPP Film
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 24 60.0%
3-5% 14 35.0%
6-8% 2 5.0%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
PP Cosmoplene
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 29 72.5%
3-5% 6 15.0%
6-8% 5 12.5%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
Tinta
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 18 45.0%
3-5% 8 20.0%
6-8% 14 35.0%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
93
LAMPIRAN 3 ANGGARAN BIAYA (PEMBULATAN)
Berikut ini adalah daftar biaya pembelian material-material, untuk membuat artikel indomie
Sotomie, yang telah mengalami pembulatan nilai untuk memudahkan perhitungan.
Harga per satuan Total Harga
(b) (a x b)
1 OPP Film 10368.70 meter 17,000.00Rp 176,267,900.00Rp
2 PP Cosmoplene 7740.88 kg 16,000.00Rp 123,854,080.00Rp
3 OPP Red 15 kg 30,000.00Rp 450,000.00Rp
4 OPP Green 416 kg 30,000.00Rp 12,480,000.00Rp
5 OPP Medium 335 kg 17,000.00Rp 5,695,000.00Rp
6 OPP White 246 kg 20,000.00Rp 4,920,000.00Rp
7 OPP Yellow 1252 kg 23,000.00Rp 28,796,000.00Rp
8 OPP Grey 65 kg 23,000.00Rp 1,495,000.00Rp
9 OPP Blue 57 kg 26,000.00Rp 1,482,000.00Rp
10 New PPL Black 77 kg 23,000.00Rp 1,771,000.00Rp
11 MasterBatch Haimaster 668.12 kg 25,000.00Rp 16,703,000.00Rp
12 Ethyl 1120 kg 9,500.00Rp 10,640,000.00Rp
13 Methyl 240 kg 12,000.00Rp 2,880,000.00Rp
14 Toluene 1040 kg 9,000.00Rp 9,360,000.00Rp
15 Paper core 300 buah 17,000.00Rp 5,100,000.00Rp
401,893,980.00Rp TOTAL BIAYA
NO MaterialJumlah
(a)
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
94
LAMPIRAN 4 MATERIAL PALING DOMINAN BERDASARKAN ANALISIS
PARETO
* tinta yang dihitung adalah akumulasi dari seluruh jenis tinta.
Dari table di atas dapat dilihat bahwa, material yang mempengaruhi 80% biaya material adalah 3
material berikut ini:
1. OPP Film
2. PP Cosmoplene
3. Tinta
No% dari Harga
MaterialAkumulatif
1 43.86% 43.86%
2 30.82% 74.68%
3 OPP Red
4 OPP Green
5 OPP Medium
6 OPP White
7 OPP Yellow
8 OPP Grey
9 OPP Blue
10 New PPL Black
Total
11 4.16% 93.04%
12 Ethyl
13 Methyl
14 Toluene
Total
15 1.27% 100.00%
TOTAL
14.20%
5.69%
401,893,980.00Rp
88.88%
98.73%
57,089,000.00Rp
5,100,000.00Rp
22,880,000.00Rp
9,360,000.00Rp
2,880,000.00Rp
10,640,000.00Rp
16,703,000.00Rp
Paper core
MasterBatch Haimaster
SO
LV
EN
TT
INT
A
Harga MaterialJenis Material
PP Cosmoplene
OPP Film 176,267,900.00Rp
123,854,080.00Rp
5,695,000.00Rp
12,480,000.00Rp
450,000.00Rp
1,495,000.00Rp
28,796,000.00Rp
4,920,000.00Rp
1,771,000.00Rp
1,482,000.00Rp
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
95
LAMPIRAN 5 OVERUSAGE MATERIAL JAN-MEI 2010
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat persentase waste/ overusage material untuk setiap produksi
artikel Indomie rasa Sotomie selama bulan Januari hingga Mei 2010.
Selanjutnya nilai persentase yang memiliki nilai minus (-), peneliti ubah menjadi 0%. Hal ini
karena nilai minus berarti tidak ada overusage material yang terjadi―bahkan mungkin saja
berlebih―sehingga nilai diubah menjadi 0 agar tidak mempengaruhi nilai persentase lainnya.
Maka setelah diubah, persentase waste/ overusage material selama bulan Januari hingga Mei
2010 menjadi sebagai berikut:
Dari tabel diatas diperoleh rata-rata persentase waste untuk masing-masing material. Rata-rata
persentase waste untuk 3 jenis material yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. OPP Film : 0.53%
2. PP Cosmoplene : 0.94%
3. Tinta : 0.23%
Ket:
Tanda strip (-) menunjukkan bahwa data tidak ditemukan
24746 24773 24791 24813 24854 24966 24881 24918 24986 25046 25975 25110 25141
1 OPP film - 0.4 - 0.9 0.6 0.6 0.7 0.5 0.3 0.3 0.5 0.2 0.8 0.53
2 Tinta - -8.0 - 2.7 -11.6 7.6 -6.8 -9.8 -3.8 -8.5 -4.7 -3.0 -6.8 -4.79
3 Solvent - 18.9 - 60.6 12.3 14.1 30.1 19.0 6.4 15.2 32.6 0.2 11.7 20.10
4 Cosmoplene - -0.1 0.3 0.7 -0.5 0.3 0.1 0.0 -0.2 1.0 -0.4 -0.2 0.3 0.11
5 MB Haimaster - 1.3 11.9 5.2 5.1 -12.5 1.6 1.7 -1.4 3.4 4.6 -2.1 -1.5 1.44
FEB
No. MATERIAL
RATA-RATA
WASTE PER
MATERIAL
Job ID Job ID Job ID Job ID Job ID
MAR APR MEIJAN
24746 24773 24791 24813 24854 24966 24881 24918 24986 25046 25975 25110 25141
1 OPP film - 0.4 - 0.9 0.6 0.6 0.7 0.5 0.3 0.3 0.5 0.2 0.8 0.53
2 Tinta - 0.0 - 2.7 0.0 7.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.94
3 Solvent - 18.9 - 60.6 12.3 14.1 30.1 19.0 6.4 15.2 32.6 0.2 11.7 20.10
4 Cosmoplene - 0.0 0.3 0.7 0.0 0.3 0.1 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 0.3 0.23
5 MB Haimaster - 1.3 11.9 5.2 5.1 0.0 1.6 1.7 0.0 3.4 4.6 0.0 0.0 2.90
No. MATERIAL
JAN MEI RATA-RATA
WASTE PER
MATERIAL
Job ID Job ID Job ID Job ID Job ID
FEB MAR APR
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
96
LAMPIRAN 6 REKAPITULASI WASTE ARTIKEL INDOMIE STOTOMIE
BULAN MARET 2010 (JOB ID: 24966)
waste
(meter jumbo)
1.1 missprint 470
1.2 garis 1250
1.3 tinta kering 200
1.4 kotor/ bayang 0
1.5 warna unstandard 0
1.6 start awal 750
1.7 bercak tinta 0
1.8 keriput tinta 0
1.9 sobekan printing 200
1.1 bekas lap cylinder 124
1.11 lain-lain mesin GR6 500
3494
waste
(meter jumbo)
2.1 jendol/ lembek 500
2.2 delaminasi 0
2.3 keriput laminasi 250
2.4 PP bolong 0
2.5 transparan 0
2.6 pitch unstandard 0
2.7 bintik laminasi 40
2.8 sobek laminasi 0
2.9 start awal 500
2.10 kupingan masuk 920
2.11 berat unstandrad 0
2.12 lain-lain mesin EC-3 0
2210
waste
(meter jumbo)
4.1 gulungan tidak rata 2200
4.2 gulungan kendor 950
4.3 potongan tidak simetris 1000
4.4 joint unstandard 0
4.5 meter kurang 140
4.6 keriput slitting 0
4.7 lain-lain mesin slitting 0
4290
1
total
total
total
2 mesin EC-3
mesin slitting4
mesin GR 6
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
97
LAMPIRAN 7 DATA DETAIL INSIDEN KECACATAN
1 mesin GR 6 24746 24773 24791 24813 24854 24966 24881 24918 24986 25046 25975 25110 25141
1.1 missprint 3000 400 520 3920 1050 1690 2740 470 2820 950 4240 2000 0 2000 2450 750 1500 4700 17600
1.2 garis 600 750 300 1650 950 4300 5250 1250 3180 930 5360 2050 1400 3450 1410 800 850 3060 18770
1.3 tinta kering 0 0 0 0 1000 400 1400 200 0 0 200 250 0 250 0 0 200 200 2050
1.4 kotor/ bayang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 0 200 0 0 300 300 500
1.5 warna unstandard 700 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 200 0 200 0 0 0 0 900
1.6 start awal 500 1250 1450 3200 0 700 700 750 1180 500 2430 1700 2900 4600 460 1200 850 2510 13440
1.7 bercak tinta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.8 keriput tinta 0 0 180 180 800 1300 2100 0 0 0 0 500 0 500 250 100 0 350 3130
1.9 sobekan printing 300 250 200 750 150 300 450 200 200 200 600 150 240 390 200 200 250 650 2840
1.10 bekas lap cylinder 256 284 128 668 167 124 291 124 120 124 368 93 97 190 131 155 155 441 1958
1.11 lain-lain 0 350 100 450 0 0 0 500 0 0 500 0 0 0 0 200 0 200 1150
5356 3284 2878 4117 8814 3494 7500 2704 7143 4637 4901 3405 4105 62338
2 mesin EC-3
2.1 jendol/ lembek 4500 1100 0 5600 500 0 500 500 680 750 1930 480 1400 1880 460 1100 1150 2710 12620
2.2 delaminasi 4500 0 0 4500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4500
2.3 keriput laminasi 1000 0 0 1000 0 950 950 250 3500 1400 5150 800 0 800 810 800 840 2450 10350
2.4 PP bolong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2.5 transparan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2.6 pitch unstandard 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2.7 bintik laminasi 500 500 500 1500 50 240 290 40 50 40 130 50 100 150 100 80 100 280 2350
2.8 sobek laminasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2.9 start awal 0 0 0 0 0 1450 1450 500 1480 0 1980 400 1900 2300 660 0 0 660 6390
2.10 kupingan masuk 1000 3100 2250 6350 1230 950 2180 920 600 1800 3320 0 0 0 460 600 0 1060 12910
2.11 berat unstandrad 0 0 0 0 0 0 0 0 2180 0 2180 1500 0 1500 0 0 2300 2300 5980
2.12 lain-lain 380 0 0 380 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 380
11880 4700 2750 1780 3590 2210 8490 3990 3230 3400 2490 2580 4390 55480
4 mesin slitting
4.1 gulungan tidak rata 1000 2900 1500 5400 500 2950 3450 2200 0 1250 3450 400 3400 3800 480 1400 1350 3230 19330
4.2 gulungan kendor 0 0 0 0 0 1250 1250 950 300 0 1250 100 1900 2000 610 0 1150 1760 6260
4.3 potongan tidak simetris 0 0 0 0 0 0 0 1000 780 500 2280 600 0 600 0 900 880 1780 4660
4.4 joint unstandard 500 0 0 500 0 0 0 0 0 0 0 1900 0 1900 0 0 0 0 2400
4.5 meter kurang 600 0 0 600 0 700 700 140 250 0 390 0 0 0 200 0 0 200 1890
4.6 keriput slitting 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4.7 lain-lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2100 2900 1500 500 4900 4290 1330 1750 3000 5300 1290 2300 3380 34540
TOTAL WASTE PER ARTIKEL 19336 10884 7128 6397 17304 9994 17320 8444 13373 13337 8681 8285 11875 152358
Job ID Job IDMESINNo.
Job ID Job ID Job IDtotal totaltotal totaltotal
APR MEITOTAL WASTE
PER INSIDEN
TOTAL
TOTAL
JAN FEB MAR
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010
98
LAMPIRAN 8 KECACATAN DOMINAN BERDASARKAN ANALISA PARETO
No. Insiden Kecacatan % %
Kumulatif
4.1 gulungan tidak rata 12.69% 12.69%
1.2 garis 12.32% 25.01%
1.1 missprint 11.55% 36.56%
1.6 start awal 8.82% 45.38%
2.10 kupingan masuk 8.47% 53.85%
2.1 jendol/ lembek 8.28% 62.14%
2.3 keriput laminasi 6.79% 68.93%
2.9 start awal 4.19% 73.12%
4.2 gulungan kendor 4.11% 77.23%
2.11 berat unstandrad 3.92% 81.16%
4.3 potongan tidak simetris 3.06% 84.22%
2.2 delaminasi 2.95% 87.17%
1.8 keriput tinta 2.05% 89.22%
1.9 sobekan printing 1.86% 91.09%
4.4 joint unstandard 1.58% 92.66%
2.7 bintik laminasi 1.54% 94.21%
1.3 tinta kering 1.35% 95.55%
1.10 bekas lap cylinder 1.29% 96.84%
4.5 meter kurang 1.24% 98.08%
1.11 lain-lain 0.75% 98.83%
1.5 warna unstandard 0.59% 99.42%
1.4 kotor/ bayang 0.33% 99.75%
2.12 lain-lain 0.25% 100.00%
1.7 bercak tinta 0.00% 100.00%
2.4 PP bolong 0.00% 100.00%
2.5 transparan 0.00% 100.00%
2.6 pitch unstandard 0.00% 100.00%
2.8 sobek laminasi 0.00% 100.00%
4.6 keriput slitting 0.00% 100.00%
4.7 lain-lain 0.00% 100.00%
Evaluasi dan..., Anisa, FT UI, 2010