evaluasi

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi dalam pembelajaran sanngatlah penting dilakukan sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan, terutama bagi guru/pengajar sebagai ujung tombak pendidikan disekolah. Tes sebagai cara mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat dianalisis hasilnya untuk meningkatkan mutu tes yang disusun dan dapat memetakan taraf kemampuan siswa sebagai objek pendidikan yang menentukan berhasil/gagalnya pendidikan yang dilaksanakan. Menganalisis hasil tes jadi sangat penting dilakukan, adapun untuk menganalisis hasil tes ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru beberara diantaranya adalah dengan menilai hasil tes yang dibuat sendiri. Menilai tes juga berguna untuk melihat berhasil tidaknya cara mengajar seorang guru serta untuk melihat taraf pemahaman siswa akan materi yang guru berikan. B. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Dapat mengetahui bagaimana menilai tes yang dibuat sendiri.

Upload: arfian-sugianto

Post on 04-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi dalam pembelajaran sanngatlah penting dilakukan sebagai

sarana meningkatkan mutu pendidikan, terutama bagi guru/pengajar

sebagai ujung tombak pendidikan disekolah. Tes sebagai cara mengevaluasi

pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat dianalisis hasilnya untuk

meningkatkan mutu tes yang disusun dan dapat memetakan taraf kemampuan

siswa sebagai objek pendidikan yang menentukan berhasil/gagalnya

pendidikan yang dilaksanakan. Menganalisis hasil tes jadi sangat penting

dilakukan, adapun untuk menganalisis hasil tes ada berbagai cara yang

dapat dilakukan oleh guru beberara diantaranya adalah dengan menilai

hasil tes yang dibuat sendiri. Menilai tes juga berguna untuk melihat

berhasil tidaknya cara mengajar seorang guru serta untuk melihat taraf

pemahaman siswa akan materi yang guru berikan.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui bagaimana menilai tes yang dibuat sendiri.

2. Dapat menganalisis butiran-butiran soal yang dibuat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang terurai diatas maka penulis membuat

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Untuk apa menilai tes yang dibuat sendiri?

2. Bagaimana langkah-langkah dalam penyusunan tes?

3. Bagaimana cara untuk menilai tes tersebut?

4. Bagaimana menganalisis butir-butir soal?

Page 2: Evaluasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri

Tidak ada usaha guru yang lebih baik selain usaha untuk

selalu meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun, hal ini tidak

dilaksanakan karena adanya kecenderungan seorang untuk

beranggapan bahwa hasil karnyanya adalah yang terbaik atau setidak-

tidaknyasudah cukup baik. Guru yang sudah banyak berpengalaman,

mengajar, dan menyusun soalsoal tes, juga masih sukar menyadari

bahwa tesnya belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang baik adalah

secara jujur melihat hasil yang diperoleh dari siswa.

Apabila hampir seluruh siswa memperoleh nilai jelek, ada

kemungkinan bahwa tes yang disusun terlalu suka. Sebaliknya jika siswa

memperoleh nilai yang baik, dapat diartikan testnya terlalu mudah.

Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain seandainya tes itu

sudah disusun sebaik-baiknya sehingga memenuhi persyratan sebagai tes.

Dengan demikian bila kita memperoleh hasil tes, kita dapat mengadakan

penilaian secara objektif terhadap tes yang kita susun.

B. Langkah-langkah Dalam Penyusunan Tes

Urutan langkah yang dilakukan adalah :

1. Menentukan tujuan mengadakan tes

2. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan

3. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bahan

4. Menderetkan semua tujuan tersebut

5. Menuliskan butir soal berdasarkan TIK yang sudah disusun

C. Cara Menilai Tes

Ada 4 (Empat) Cara Untuk Menilai Hasil Tes, yaitu :

1. Cara pertama yaitu dengan meneliti secara jujur soal-soal yang

sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh ketidak jelasan

perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal

tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain :

Page 3: Evaluasi

a. Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang?

b. Apakah semua soal menanyakan bahan-bahan yang telah di

ajarkan?

c. Apakah soal yang kita susun tidak merupakan soal yang

membingungkan?

d. Apakah soal tersebut sukar untuk di mengerti?

e. Apakah soal tersebut dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa?

2. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal. Analisis soal adalah

suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan kita informasi

akan butir-butir tes yang telah kita susun.

Faedah mengadakan analisis soal :

a. Membantu kita dalam menganalisis butir-butir soal yang jelek.

b. Memperoleh informasi untuk menyempurnakan soal-soal

untuk kepentingan yang lebih lanjut.

c. Mengambarkan secara selintas tentang gambaran soal yang akan

kita susun.

Analisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini

tidak berarti bahwa tes uraian tidak dapat dianalisis, akan tetapi

memang dalam menganalisis butir tes uraian, belum ada pedoman

secara standar. Tentang kegunaan dan cara mengadakan analisis soal

akan dibicarakan sendiri dibagian lain.

3. Mengadakan Checking validitas, validitas yang paling penting buatan

guru adalah validitas kurikuler(content validity). Untuk mengadakan

checking validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap

bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat

kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.

Tes yang tidak mempunyai validitas kurikuler atau walaupun

mempunyai tetapi kecil maka dapat juga terjadi jika salah satu atau

beberapa tujuan khusus tidak dicantumkan dalam tabe spesiflikasi.

Semakin banyak tuljuan khusus yang tidak dicantumkan, berarti

bahwa vaiditas kurikulernya semakin kecil.

Page 4: Evaluasi

Dalam hal ini Terry D. Ten Brink, dalam bukunya yang berjudul

Evaluation, a practical guide for teacher mengemukakan pendapatnya

demikian:

Untuk tes yang dirancang akan menggunakan norm-referenced

tidak harus menuliskan setiap tujuan khusus, tetapi cukup dengan

tujuan-tujuan yang esensial saja.

Untuk tes yang dirancang akan menggunakan criterion

referenced, maka setiap tujuan khusus harus dicantumkan dalam

table spesifikasi.

4. Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reabilita. Salah

satu indikator untuk tes yang mempunyai reabilitas yang tinggi adalah

bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda

yang tinggi.

D. Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal

soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik. Dengan analisis

soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan

“petunjuk” untuk mengadakan perbaikan.

Kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan

jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu diterangkan dua masalah yang

berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda

dan pola jawaban.

1. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak

terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa

untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang

terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak

mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar

jangkauannya.

Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaankebiasaan

gurunya dalam membuat soal. Misalnya saja guru A dalam

memberikan ulangan soalnya mudah-mudah, sebaliknya guru B

Page 5: Evaluasi

kalau memberikan ulangan soalnya sukar sukar. Dengan

pengetahuan-nya tentang kebiasaan ini, maka siswa akan belajar

giat jika menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya. Jika siswa

akan menghadapi ulangan dari guru A, tidak mau belajar giat atau

bahkan mungkin tidak mau belajar sama sekali.

Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal

disebut indek kesukaran. Indek kesukaran soal diberi simbul P.

Besarnya indeks kesukaran antar 0.00 – 1.0. Soal dengan indeks

kesukaran 0.00, menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar,

sebaliknya apabila indeks kesukaraanya 1.00 menunjukan bahwa

soal itu terlalu mudah. Untuk menghitung besaran indeks kesukaran

soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Rumus : P=BJs

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Di dalam pelaksanaan pengerjaan analisis butir soal, jawaban

benar diberi nilai “ 1 “, dan untuk jawaban salah diberi nilai “ 0 “.

Sedangkan kriteria untuk mengklasifikasikan indeks kesukarannya

adalah sebagai berikut :

Soal dengan nilai P = 0.00 –0.30 adalah soal sukar, P = 0.30 –0.70

adalah soal sedang dan soal dengan nilai P = 0.70 – 1;00

adalah soal mudah. Contoh pengerjaanya dapat dilihat pada table

dihalaman berikut :

Siswa

Nomor SoaL Skor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 siswa

A 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 13

B 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 11

C 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 14

Page 6: Evaluasi

D 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 9

E 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14

F 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 8

G 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13

H 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9

I 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17

J 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 13

K 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 10

L 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4

M 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 13

N 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16

O 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 12

P 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10

Q 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 9

R 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 11

S 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 14

T 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 10

Jumlah 10 14 4 9 15 6 16 17 3 11 10 18 20 10 9 7 11 14 13 13

2. Daya Pembeda

Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal

untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan

tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah).

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut

indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti halnya indeksnya

kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara

0,00 sampai 1, 00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal

tanda negative (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda

negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika

sesuatu soal “Terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yaitu anak

pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.

Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda, yaitu :

Page 7: Evaluasi

- 1,00 0,00 1,00

Daya (-) Daya (rendah) Daya (+)

Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai

maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak

mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik

pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar. Soal

tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal

yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa

yang pandai saja.

Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2

kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group)

dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).

Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut

dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah,

,maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1, 00.

Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua

kelompok bawah menjawab betul, maka nilai D-nya -1,00. Tetapi

jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama- sama

menjawab benar atau Sama-sama menjawab salah, maka soal

tersebut mempunyai nilai D 0,00. karena tidak mempunyai daya

pembeda sama sekali.

Cara Menentukan Daya Pembeda (Nilai D)

Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari

100 orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas).

a. Untuk kelompok kecil

Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok

atas dan 50% kelompok bawah.

Contoh :

Page 8: Evaluasi

Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas

sampai terbawah, lalu dibagi 2.

b. Untuk kelompok besar

Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk

kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja,

yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (J) dan 27% skor

terbawah sebagai kelompok bawah (JB).

JA = jumlahkelompok atas

JB = jumlahkelompok bawah

Contoh :

9

9

8

8 27% sebagai JA

8

.

.

-

.

.

.

-

.

.

2 27% sebagai JB

1

1

1

0

Page 9: Evaluasi

Rumus Mencari D

Rumus untuk menentukan indeks diskriminan adalah :

D = BA/JA –BB/JB = PA –PB

Dimana :

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar

BB = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal salah

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P

sebagai indeks kesukaran)

PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Contoh perhitungan :

Dari hasil analisis tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan

oleh 20 orang siswa, terdapat dalam table sebagai berikut :

Siswa Kelompok

Nomor SoaL Skor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 siswa

A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5

B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7

C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8

D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5

E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6

G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6

H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6

I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8

J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7

K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7

L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5

M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3

N A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7

Page 10: Evaluasi

O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3

Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8

R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8

S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6

T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6

Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10

Berdasarkan nama-nama siswa dapat kita peroleh skor-skor sebagai berikut:

A = 5 F = 6 K = 7 P = 3

B = 7 G = 6 L = 5 Q = 8

C = 8 H = 6 M = 3 R = 8

D = 5 I = 8 N = 7 S = 6

E = 10 J = 7 O = 9 T = 6

Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibuat array (urutan

penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling rendah.

Kelompok atas

10 kelompok

bawah

6

9 6

8 6

8 6

8 6

8 5

7 5

7 5

7 3

7 3

10 orang 10 orang

Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan kelompok

bawah (JB) dengan pemiliknya sebagai berikut :

Kelompok

Page 11: Evaluasi

atas (JA)

10

kelompok

bawah (JB)

A = 5

B = 7 D = 5

C = 8 F = 6

E = 10 G = 6

I = 8 H = 6

J = 7 L = 5

K = 7 M = 3

N = 7 P = 3

O = 9 S = 6

Q = 8 T = 6

10 orang 10 orang

Perhatikan pada table analisis 10 butir 20 siswa. Di belakang nama siswa

dituliskan huruf A atau B sebagai tanda kelompok. Hal ini untuk

mempermudah menentukan BA dan BB.

BA= Banyak siswa yang menjawab benar pada kelompok atas(A)

BB= Banyak siswa yang menjawab benar pada kelompok Bawah (B)

Sudah disebutkan diatas bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat

membedakan antara anak pandai dengan anak bodoh, dilihat dari dapat dan

tidaknya mengerjakan soal itu.

Marilah kita perhatikan tabel analisis lagi, khusus butir soal nomor 1.

Dari kelompok atas yang menjawab betul 8 orang

Dari kelompok bawah yang menjawab betul 3 orang

Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi :

Dengan demikian maka indeks diskriminan untuk soal no. 1 adalah 0,5

Sekarang kita buktikan butir soal no. 8 :

Page 12: Evaluasi

Butir soal ini jelek karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah

dibandingkan dengan jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk

menjawab soal dengan benar, dapat dilakukan dengan menebak.

Klasifikasi Daya Pembeda :

D : 0,00 –0,20 : jelek (poor)

D : 0,20 –0,40 : cukup (satisfactory)

D : 0,40 –0,70 : baik (good)

D : 0,70 –1,00 : baik sekali (excellent)

D : Negative, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D

negatif sebaiknya dibuang saja.

Hubungan antara P dan D :

Untuk melihat hubungan antara P dengan D, perlu kita telaah kembali rumus-

rumus untuk menentukannya.

Dari indeks kesukaran dan indeks diskriminasi dapat diperoleh hubungan

sebagai berikut:

Dmax = 2P .......(3)

Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai

indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7.

Page 13: Evaluasi

3. Pola Jawaban Soal

Pola jawaban adalah distribusi testee dalam hal

menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola

jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang

memilih pilihan jawaban soal diperoleh dengan mengitung

banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau

yang tidak memilih pilian manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi

disebut omit, disingkat 0.

Dan pola jawaban soal dapat ditentukan apaka pengecoh

(distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak.

Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti pengecoh

itu jelek , terlalu mencolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah

distraktor(pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila

distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut

pengikut tes yang kurang memahamikonsep atau kurang menguasai

bahan.

Dengan melihat pola jawaban soal,dapat di tentukan :

a. Taraf kesukaran soal;

b. Daya pembeda soal;

c. Baik dan tidaknya distraktor;

Sesusatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 (tiga) cara:

a. Diterima, karena sudah baik

b. Ditolak, karena tidak baik

c. Ditulis kembali, karena kurang baik

Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan

kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan

perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang

suliut, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki

saja, tidak dibuang, Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik

jika paling sedikit dipiliholeh 5% pengikut tes.

Page 14: Evaluasi

Dalam tabel yang memuat analisis jawaban 30 orang

siswa, dengan pilihan jawaban a, b, c, dan d. Sebetulnya banyaknya

soal yang dikerjakan ada 50 butir, tetapi yang dikutip hanya 15 butir.

Diatas tabel itu terdapat keterangan bahwa subjek nomor 1betul

semua, artinya semua pilihan jawaban mendapat skor, dan dia

mendapat jumlah skor 50. Siswa yang pilihan jawabannya sama

dengan siswa nomor 1, berarti skornya 1.

Cara menganalisa table tersebut adalah :

a. Bubuhkan skor 1 untuk semua butir pada semua siswa yang

pilihannya sama dengan siswa nomor 1. Sebaiknya pemberian

skor dilakukan butir demi butir, jadi mulai dari butir 1. Siswa

yang memilih a,diberi skor 1, yang bukan a diberi skor 0.

Untuk siswa yang tidak memilih ,yaitu dengan tanda-diberi

skor 0. Setelah penskoran butir 1 selesai, dijumlahkan ke

bawah, ada beberapa siswa yang mendapat skor 1.Jumlah skor

itulah nanti yang menunjukkan taraf kesukaran, sesudah dibagi

dengan 30 dan dikalikan 100. Daya pembeda untuk tiap-tiap

butir juga langsung dapat dicari, menggunakan rumus yang

sudah dijelaskan untuk menentukan daya pembeda.

b. Lanjutkan memberi skor butir 2. Untuk skor butir 2, karena

siswa nomor 1 memilih c, maka semua siswa yang memilih c

diberiskor 1, yang lainnya 0. Demikian juga untuk butir nomor

3,karena siswa nomor 1 memilih c dan betul, maka semua siswa

yang memilih c diberi skor 1, yang bukan pilihan c diberi skor 0.

c. Setelah selesai memberikan skor sampai dengan butir nomor 15,

maka sudah dapat diketahui jumlah skor 1 pada setiap butir.

Selanjutnya dapat diketahui taraf kesurakaran dan daya

pembeda dari masing-masing butir, menggunakan rumus yang

sudah dipraktikan dalam perhitungan terdahulu.

d. Untuk mengetahui penyebaran pilihan siswa, yaitu menentukan

pola jawaban siswa, digunakan kabel kontingensi 2 x 5, ditambah

baris judul dan kolom judul. Sebagai contoh, kita akan

Page 15: Evaluasi

menganalisis dan membuat pola jawaban untuk butir 1. Banyak

nya jari-jari untuk pilihan jawaban, dimaksukkan dalam kolom

sesuai pilihan jawaban. Dalam hal ini kita mempunyai 5 pilihan

jawaban, yaitu kolom jawaban a, b, c, dan d, kemudian kita

tambahkan kolom lagi untuk tidak memilih. Tidak

menentukan pilihan jawaban ini disebut “ommit” (om) artinya

tidak menjawab. Marilah kita masukkan banyaknya pilihan tiap

jawaban sebagai berikut.

1) Kunci jawaban yang betul adalah pilihan a, maka kita beri

tanda bintang.

2) Untuk menentukan kelompok Atas (KA) dan kelompok

bawah (KB), kita ambil dari skor total, kita urutkan skor dari

paling atas sampai paling bawah lalu kita beri tanda di

kolom “subjek” sebelah kanannya At dan Bw.

3) Dari hasil mengurutkan soal dari yang paling atas sampai

yang paling bawah diketahui bahwa siswa yang masuk

kelompok atas (At) adalah skor 35 atau lebih, dan kelompok

bawha (Bw) adalah siswa yang mendapat skor 32 atau kurang.

Kelompok/Pilihan a* b c d om Jumlah

Kelompok Atas 2 1 9 2 1 15

Kelompok Bawah 1 4 5 4 1 15

Jumlah 3 5 14 6 2 30

Setelah dimasukkan ke dalam tabel kontingensi 2 x 5 dapat

diketahui bahwa sebaran pilihan jawaban adalah sebagai berikut.

1) Yang memilih a ada 3 orang, 2 orang kelompok atas (At) dan 1

orang dari kelompok bawah (Bw).

2) Yang memilih b ada 5 orang, yaitu 1 orang dari kelompok atas

(At) dan 4 orang dari kelompok bawah (Bw).

3) Yang memilih c ada 14 orang, yaitu dari kelompok atas

(At) 9 orang dan dari kelompok bawha (Bw) 14 orang.

4) Yang memilih d ada 6 orang, yaitu dari kelompok atas (At) 2

orang dan dari kelompok bawah (Bw) 4 orang.

Page 16: Evaluasi

5) Yang tidak memilih –ommit ada 2 orang, masing-masing 1 orang

dari kelompok atas dan kelompok bawah.

Apakah tidak lanjut dari guru setelah diketahui pola jawaban

seperti ini? Inilah gunanya mengetahui pola jawaban, yaitu untuk

mengetahui kualitas butir soal yang dibuat oleh guru, yaitu sebagai

berikut.

1) Pilihan a, adalah kunci jawaban, yaitu jawaban yang betul,

dan diharapkan semua siswa dapat menjawab dengan betul,

yaitu memilih a. Ternyata yang memilih a hanya 3 orang, berarti

butir soal tersebut terlalu sukar. Anak pandai saja yang dapat

hanya 2 orang, dan kebetulan anak bodoh (Kelompok bawah)

ada yang beruntung satu orang.

2) Pilihan b adalah pengecoh. Dari 30 siswa yang terkecoh ada

5 orang, yaitu At 1 orang dari Bw 4 orang. Pilihan salah seperti

ini adalah wajar. Yang terkecoh adalah siswa-siswa yang

belum mengusai materi.

3) Pilihan c adalah pengecoh (distractor), yang oleh guru dipandang

hanya merupakan alternatif jawaban yang salah. Tetapi mengapa

justru hampir separo dari siswa memilih jawaban itu? Dalam hal

seperti guru harus berpikir keras, mengapa pemahaman siswa

seperti itu.

4) Pilihan biasa, ada siswa yang terkecoh, yaitu 6 orang, dari

kelompok atas (At) 2 orang dan dari kelompok (Bw) 4 orang.

5) Ommit ada 2 orang, masing-masing dari kelompok atas dan

kelompok bawah. Keadaan seperti ini pun wajar.

Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti

ini, harus dapat mengambil kesimpulan bahwa ada kemungkinan dua

penyebab:

1) Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan

hampir separo dari jumlah siswa memilih c. Kesimpulan

sementara yang dapat diambil adalah bahwa pilihan c mempunyai

daya tarik yang besar sehingga seolah-olah pilihan jawab itulah

Page 17: Evaluasi

yang benar, mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi

soalnya menunjukkan benar.

2) Yang menarik siswa bukan butir soalnya, tetapi materi yang

dikuasai siswa memang seperti yang tertera dalam pilhan c

itu. Kalau memang maksud yang dikehendaki guru adalah

materi seperti butir a, maka mungkin ketika guru mengajar, yang

diterima oleh siswa seperti materi dalam c. Jika seperti ini

yang terjadi, maka guru harus mengulang mengajar agar

penguasaan materi yang dimiliki siswa adalah seperti yang

tertera dalam option a.

Jadi, kini marilah kita berlatih lagi dengan pola jawaban, yaitu

butir nomer 4, dan 6. Butir soal 4 unci jawabannya adalah c,

dan kunci jawaban butir soal 6 adalah d. Sesudah tu lanjutkan

membaca contoh perhitungan yang ada di buku.

Contoh perhitungan:

Page 18: Evaluasi

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Menganalisis Hasil Tes salah satu upaya guru untuk meningkatkan

mutu pendidikan dan cara mendidik serta sebagai cara untuk menilai

taraf kesuksesan dalam penyampaian materi, sebagai metode untuk

menilai taraf kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah

diberikan. Oleh karena itu Menganalisis Hasil Tes sangatlah penting

dilakukan agar mutu tes yang dianalisis dapat selalu ditingkatkan.

Page 19: Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2.

Jakarta: Bumi Aksara.

Daien Indrakusuma, Amir 1975. Evaluasi Pendidikan, Jilid I. Terbitan

sendiri.

Departemen P dan K. 1976. Pedoman Penelitian Buku Pedoman

Khusus Seri Kurikulum 1975. Jakarta.