eva fitriati_konsep pendidikan perempuan cianjur

Upload: abie-daris-palih-dieu

Post on 07-Jul-2018

278 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    1/216

    ABSTRAKS

    Barangkali tidak banyak orang yang tahu bahwa pada era pergerakan nasionalhingga akhir kekuasaan pemerintah kolonial Belanda, Cianjur pernah melahirkan

    seorang tokoh pendidikan yang memiliki concern  terhadap pemberdayaan kaum perempuan. Selain itu, tidak banyak pula orang yang menyinggung bahwa selamakurun waktu kurang lebih 48 tahun Cianjur pernah dijadikan sebagai ibukotaKaresidenan Priangan, yang pada perkembangannya sekarang telah berubah namamenjadi Propinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu kabupaten tertua di Priangan,Cianjur termasuk salah satu daerah yang tidak dapat mangkir dari penetrasi VOC,

     pemerintah kolonial Inggris dan Belanda, sehingga dalam rentang sejarahnya Cianjurtelah mengalami berbagai transformasi sosial budaya dalam berbagai aspek, salahsatunya adalah pendidikan.

    Pada medio dasawarsa kedua abad ke-20, tepatnya pada tahun 1916, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Sekolah ini bernama Sakola Kautamaan Istri yang didirikan oleh RadenSiti Djenab bersama-sama dengan Raden Aria Muharram Wiranatakusumah yang

     pada saat itu menjabat sebagai Bupati Cianjur. Modus pendirian Sakola KautamaanIstri dilatarbelakangi oleh suatu kondisi dimana kaum perempuan acap kalimemperoleh perlakuan diskriminatif, hanya karena alasan-alasan yang kurang logis.Misalnya terjadi sebuah kondisi dimana orang tua akan lebih memperhatikan 

    pendidikan bagi anak laki laki dibanding anak perempuannya hanya karena alasan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    2/216

    Setelah dilakukan penelitian, dapat diketahui bahwa Raden Siti Djenab, penggagas Sakola Kautamaan Istri Cianjur, adalah seorang aktifis perempuan Cianjuryang terlahir dari keluarga menak . Namun demikian, orang tuanya bukan berasal darikalangan birokrat yang memiliki posisi strategis dalam arena pengambilan kebijakan.Karena itu, pendirian Sakola Kautamaan Istri ini merupakan hasil kerja keras dan

     jerih payah Raden Siti Djenab sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kaum perempuan Sunda khususnya dan perempuan Indonesia pada umumnya. Proyekkemanusiaan yang berjangkauan ke depan itu ditempuh oleh Raden Siti Djenab demimemupus realitas keterbelakangan, penindasan, kebodohan, kesewenang-wenanganserta dominasi kaum laki-laki yang kerap menciptakan sekat-sekat dikotomis yangtidak menguntungkan bagi kaum perempuan. Melalui pendidikan, Raden Siti Djenab

     berusaha mengurai benang kusut relasi antara laki-laki dan perempuan yang terkesantimpang dan tidak adil itu.

    Secara historis, gagasan Raden Siti Djenab untuk mendirikan SakolaKautamaan Istri terinspirasi oleh kedua pendahulunya, yakni Raden Dewi Sartika danRaden Ayu Lasminingrat. Raden Dewi Sartika adalah sang pionir yang pertama kalimenelurkan gagasan tentang pemberdayaan pendidikan bagi kaum perempuan di tatarSunda. Pandangannya tentang wanita ideal yang tersimpul dalam slogannya yangterkenal  Nu bisa hirup!  (yang dapat hidup) telah mengarahkan seluruh denyuthidupnya untuk memperjuangkan nasib dan derajat kaum perempuan. Berkat tekaddan upaya Raden Dewi Sartika-lah, Sakola Kautamaan Istri perdana mengejewantah

    di Kab paten Band ng Sementara Raden A Lasminingrat adalah seorang anita

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    3/216

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada yang memiliki

    segala keindahan yang dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

    tesis ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah ke hadapan Nabi

    Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan kebenaran.

    Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi syarat yang

    telah ditetapkan dalam menempuh studi pada Konsentrasi Pendidikan Islam Program

    Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun

    tema yang diangkat penulis adalah upaya pemberdayaan bagi kaum perempuan di

    K b t Ci j di k i l h l h t k h didik it

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    4/216

    Hal ini tentunya menjadi kesulitan tersendiri bagi penulis karena literatur yang

    dapat dijadikan referensi sangatlah sedikit. Sehingga untuk melengkapi data-data

    yang diperlukan, penulis harus melakukan berbagai wawancara dengan saksi hidup

    yang pernah mengalami kontak langsung dengan Raden Siti Djenab. Selain itu,

     penulis juga menelusuri beberapa manuskrip tentang Kabupaten Cianjur di Kantor

    Arsip Nasional Republik Indonesia, ditambah dengan data-data yang tersimpan di

    Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur.

    Selama penelitian ini dilakukan, tidak sedikit kepenatan dan kesulitan yang

    dihadapi oleh penulis. Namun berkat kesungguhan dan kerja keras serta dorongan

    dari berbagai pihak, alhmadulillah segala kepenatan dan kesulitan tersebut dapat

    di t i d b ik b ik hi t i i i d t di l ik S h b

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    5/216

     penulis selama menyelesaikan tesis ini. Selanjutnya penulis juga menghaturkan

    terima kasih yang tiada terhingga kepada Prof. Dr. Badri Yatim, MA yang telah

     bersedia mencurahkan ide serta gagasannya untuk membimbing penulis, terutama

     pengenalan terhadap penelitian sejarah yang masih sangat samar untuk diraba bagi

     penulis. Semoga Allah SWT. senantiasa menyertai kesuksesan mereka dalam

    menjalankan aktifitasnya.

    Proses penelitian dalam rangka penulisan tesis ini telah memakan waktu

    kurang lebih 10 bulan. Rentang waktu tersebut tentunya sedikit banyak telah

     berpengaruh juga pada intensitas penulis dalam menjalankan rutinitas di  Project

     Implementation Committee (PIC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu,

    li k t i k ih k d k k PIC P f D S it MA

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    6/216

    dengan biografi sang tokoh sudah barang tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi

     penulis. Untuk mempermudah menelusuri jejak sejarah sang tokoh, selama proses

     penelitian ini dilakukan penulis banyak dibantu oleh beberapa saksi hidup yang

     pernah mengalami kontak langsung dengan Raden Siti Djenab, di antaranya: Drs. H.

    Mangun Sudarso, satu-satunya menantu almarhum yang masih hidup, Drs. H. Ahmad

    Hindarsah, salah seorang pensiunan guru pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

    Kabupaten Cianjur tahun 1975, R. Hj. Ule Djulaeha, salah seorang di antara murid

    Sakola Kautamaan Istri Cianjur dan Drs. H. Iim Abdurrachim beserta staff pada

    Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur. Informasi yang telah

    mereka berikan telah menjadikan penelitian ini sebagai suatu hadiah terindah bagi

    l h k h Ci j

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    7/216

     bahkan hingga kegundahan hati kita selama menjalani proses pembelajaran.

    Perjalanan masa studi kita sungguh menggugah jiwa, menggairahkan hati nurani

    untuk selalu berbagi dalam lingkar persahabatan.

    Ungkapan terima kasih selanjutnya penulis haturkan kepada papa dan mama

    tercinta; Noor Rachmat Suwandi, B. Sc. Tek. dan Tien Sutini, juga kepada E. A.

    Bakri dan E. Hafsah yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil

    serta doa yang tulus kepada penulis.  My Lovely Brother ; Achmad Farid Zaenuri.

    Sukses selalu...! Untuk almamaterku Yayasan Madrasah Tanwiriyyah Cianjur serta

    kawan-kawan Pesanggrahan; Ummu, Eni, Yuni, Teh Siefa, Irma dan #Cing Amat,

    terima kasih atas rental gratisnya selama penulis menyelesaikan tesis ini. Ucapan

    t i k ih li ik l k d l h t P t St di W it

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    8/216

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah

    Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem pendidikan yang

    diintroduksikan oleh pemerintah Belanda dan kemudian dianut oleh bangsa Indonesia

    adalah sistem pendidikan yang bersifat dualistis, yakni sistem pendidikan Eropa dan

    sistem pendidikan Pribumi. Hal ini tentunya tidak terlepas dari adanya suatu

    fenomena yang berjalan beriringan dengan munculnya sistem perkebunan Eropa serta

    l bi k i k l i l P d t it k b i t k b E

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    9/216

    adanya empat kategori sekolah sebagai perpaduan antara kedua subsistem tersebut,

    yakni:

    1. 

    Sekolah Eropa. Sekolah ini sepenuhnya memakai model sekolah negeri

    Belanda dengan menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar,

    terlebih karena sekolah tersebut adalah khusus diperuntukkan bagi anak-anak

    yang berasal dari Eropa.2 

    2.  Sekolah bagi pribumi yang memakai Bahasa Belanda sebagai bahasa

     pengantar. Pada abad ke-20, sekolah ini identik dengan Sekolah Kelas Satu

    (Eerste Klasse).

    3 S k l h b i ib i k i b h d h b i b h

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    10/216

    langsung oleh masyarakat pribumi yang disebut dengan Geestelijke Scholen 

    (Sekolah-sekolah Agama) atau lebih dikenal dengan nama pesantren.

    Sistem seperti ini berlangsung hampir di semua wilayah di Indonesia,

    termasuk Jawa Barat. Jauh sebelum mengenal sekolah model Barat, Jawa Barat sudah

    lebih dahulu mengenal sekolah-sekolah yang menggunakan sistem pribumi. Sekolah-

    sekolah dengan sistem pribumi ini oleh pemerintah kolonial Belanda disebut sebagai

    Geestelijke Scholen  (Sekolah-sekolah Agama) sementara di kalangan pribumi lebih

    dikenal dengan nama pesantren.

    Secara sederhana pesantren diartikan sebagai suatu lembaga pendidikan

    i b il il I l Id l b h k di i d i

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    11/216

     berada di desa-desa di mana tidak tersedia fasilitas akomodasi yang cukup untuk

    dapat menampung para santri. Dengan demikian diperlukan adanya asrama khusus

     bagi para santri. Ketiga, adanya sikap take and give antara kyai dengan santrinya, di

    mana para santri akan menganggap kyai seolah-olah sebagai ayahnya sendiri. Begitu

     pula dengan keberadaan sebuah mesjid, karena mesjid merupakan elemen yang tidak

    dapat dipisahkan dengan pesantren. Kedudukan mesjid sebagai pusat pendidikan

    dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan

    tradisional Islam. Keberadaan para santri juga akan menjadi elemen yang sangat

     penting pada sebuah pesantren, di mana para santrilah yang nanti akan bertindak

    b i b k didik P d k b l j i dib i j di

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    12/216

    Kuning. Kitab Kuning diartikan sebagai buku-buku berhuruf Arab yang biasa

    digunakan di lingkungan pesantren dan dicetak di atas kertas berwarna kuning.5 

    Perkembangan pesantren di Jawa Barat cukup pesat. Pada 1856, di Cianjur

    telah ada 27 pesantren, dengan jumlah guru 27 orang. Dengan demikian, setiap

     pesantren dikelola oleh seorang guru. Jumlah santri yang menimba ilmu di pesantren-

     pesantren tersebut seluruhnya berjumlah 1.090 orang, atau sepadan dengan asumsi 40

    orang untuk masing-masing pesantren. Sebagai bahan perbandingan, pada tahun yang

    sama Kabupaten Bandung memilliki 57 pesantren, Kabupaten Sumedang 84

     pesantren, kabupaten Sukapura 3 pesantren dan kabupaten Limbangan 53 pesantren.

    d j l h i d l h di b d di

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    13/216

    Jawa pada 1811, rencana itu tidak terealisasikan. Namun demikian, pada tahun 1809

    Daendels telah berhasil mendirikan pendidikan bidan sebagai bagian dari usaha

     pemeliharaan kesehatan rakyat. Pada tahun yang sama Daendels juga telah

    mendirikan tiga buah sekolah gadis (ronggeng) di Cirebon, meskipun dalam

     pelaksanaannya sekolah ini dikelola di bawah tanggungan sultan.

    Pada perkembangan selanjutnya, yakni pada 1816 kekuasaan atas Pulau

    Jawa kembali beralih ke tangan Belanda. Pada saat itu penyelenggaraan sekolah-

    sekolah diserahkan kepada C. G. C. Reinwardt, dan untuk yang pertama kalinya

     bertempat di Jakarta dibuka sekolah yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    14/216

    menuju pada suatu politik yang konstruktif. Perjuangan politik kolonial yang

     progresif itu kemudian diteruskan oleh Van Kol, Van Deventer dan Brooschooft.

    Dalam salah satu tulisannya pada majalah De Gids berjudul Hutang Kehormatan,

    Van Deventer menyatakan bahwa hasil dari panen yang sangat berharga melalui

    sistem Tanam Paksa, Negeri Belanda telah memperoleh keutungan berjuta-juta

    gulden. Sebagai contoh, antara tahun 1867 hingga 1878 keuntungan yang diperoleh

    Belanda tidak kurang dari 187 juta gulden. Hal ini menjadi hutang budi Belanda

    terhadap rakyat Indonesia yang perlu dikembalikan, sekalipun dalam bentuk lain

    karena hal tersebut merupakan hutang kehormatan.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    15/216

    Belanda diharapkan dapat menjadi pengantar di sekolah-sekolah yang

    diperuntukkan bagi pribumi.

     b. 

    Memberikan pendidikan rendah bagi golongan bumiputera yang disesuaikan

    dengan kebutuhan mereka.

    Kebijakan tersebut merupakan realisasi daripada Politik Etis dalam bidang

     pendidikan yang telah mengakibatkan adanya dampak-dampak diantaranya:

    diselenggarakannya pendidikan bagi golongan atas, dengan demikian masyarakat

    Indonesia lambat laun dapat menduduki posisi yang sampai saat itu hanya dapat

    diduduki oleh orang Belanda. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mencapai

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    16/216

    terkenal dengan nama Dr. Danudurdjo Setiabudi. Sekolah ini didirikan pada

     November 1924 dan bertujuan untuk menumbuhkan jiwa nasional dan pendidikan ke

    arah manusia yang berpikiran merdeka.9

     

     Namun hal yang dipandang menarik adalah berdirinya 3 (tiga) sekolah yang

    khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Pada tanggal 16 Januari 1904 di

     propinsi Jawa Barat, tepatnya di Kota Bandung, telah berdiri Sakola Istri yang

    diprakarsai oleh Raden Ayu Dewi Sartika. Menyusul 3 (tiga) tahun kemudian berdiri

    satu lembaga yang memiliki konsentrasi yang sama dengan Raden Ayu Dewi Sartika,

    yaitu Sekolah Kautamaan Istri Ayu Lasminingrat. Sekolah ini didirikan di Garut pada

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    17/216

    Siti Djenab dan Raden Ayu Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri juga

    karena adanya keinginan yang kuat untuk mendobrak paham lama bahwa kaum

    wanita tidak wajib untuk mendapat pendidikan yang layak seperti anak laki-laki pada

    umumnya.

    Suryadi mengemukakan bahwa salah satu bentuk ketidakadilan gender yang

    seringkali menimpa kaum perempuan adalah kuatnya paham diskriminasi perempuan

    terhadap laki-laki. Diskriminasi seperti ini misalnya terjadi pada sebuah kondisi di

    mana orang tua akan lebih memperhatikan pendidikan bagi anak laki-laki dibanding

    anak perempuannya. Alasannya sangat klise, di antaranya bahwa anak laki-laki pada

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    18/216

    Terlebih pada saat itu, kondisi realitas perempuan yang berasal dari

    golongan menak   (priyayi) memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan kaum

     perempuan pada umumnya. Anak-anak gadis dari golongan priyayi usia kanak-kanak

    hingga usia 10 tahun memiliki kehidupan yang berbeda dengan anak-anak gadis

    seusianya yang berasal dari golongan masyarakat biasa. Perbedaan tersebut antara

    lain terletak pada batasan yang mengurangi kebebasan mereka dalam bermain.

    Mereka dilarang untuk bermain sembarangan kecuali dengan teman-teman yang

    memiliki derajat yang sama dengan mereka. Begitu pula dengan jenis permainan dan

    tempat yang digunakan untuk bermain, tidak semua jenis permainan dapat dimainkan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    19/216

    Pendidikan yang diterima oleh para anak gadis dari kalangan priyayi pada

    umumnya cukup dengan pelajaran agama, salah satunya dengan belajar membaca Al-

    Qur #an. Terlebih pada saat itu, belum ada peraturan yang mewajibkan mereka untuk

    sekolah. Jumlah sekolah yang ada pada saat itu juga tergolong masih sangat sedikit.

    Maka jumlah anak-anak gadis yang mendapat pendidikan formal di sekolah pun

    masih sangat terbatas dan hanya boleh diikuti oleh golongan-golongan tertentu saja.

    Walaupun anak-anak dari kalangan kaum priyayi mendapat hak-hak istimewa, namun

    mereka tidak dengan sendirinya dapat menikmati hak-hak tersebut. Dalam hal

     pendidikan misalnya, anak laki-laki mendapatkan prioritas yang lebih utama

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    20/216

    Bertolak dari permasalahan tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan

     penelitian yang lebih mendalam mengenai eksistensi dan konsep pendidikan bagi

    kaum wanita Sunda seperti yang sudah dikemukakan di atas. Namun demikian, pada

     penelitian ini penulis tidak membahas ketiga tokoh tersebut secara keseluruhan.

    Adapun tokoh yang akan menjadi obyek penelitian kali ini adalah Raden Siti Djenab,

     pendiri Sakola Kautamaan Istri yang didirikan pada tahun 1916 di Kabupaten

    Cianjur, Jawa Barat.

    Sehubungan dengan itu, penulis akan mengambil tema Konsep

    Pendidikan Raden Siti Djenab (Upaya Pemberdayaan Pendidikan Bagi Kaum

    ! "

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    21/216

    Sehubungan dengan adanya berbagai kondisi yang timbul pada saat itu,

    terdapat kemungkinan bahwa Raden Siti Djenab mendirikan Sakola Kautamaan Istri

    terinspirasi oleh salah satu tokoh yang memiliki peranan yang sangat penting dalam

    dunia pendidikan di daerah Jawa Barat. Dengan demikian, alasan kenapa sekolah

    yang didirikan oleh Siti Djenab dinamakan Sakola Kautamaan Istri pun patut

    dipertanyakan.

    Untuk memprakarsai sebuah lembaga pendidikan, diperlukan adanya

     perencanaan yang matang dari pihak penyelenggara sehingga perlu diketahui apakah

     proses pendirian Sakola Kautaman Istri dilakukan oleh Raden Siti Djenab secara

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    22/216

    dengan konsep yang dikemukakan oleh Raden Dewi Sartika di Kabupaten Bandung

    dan Raden Ayu Lasminingrat di Kabupaten Garut karena tidak tertutup kemungkinan

     bahwa Raden Siti Djenab terinspirasi oleh kedua tokoh tersebut.

    C.  Pembatasan Masalah

    Penelitian ini merupakan penelitian pemikiran pendidikan yang menggunakan

     pendekatan sejarah. Namun demikian, karena fokus penelitian lebih diarahkan pada

    aspek-aspek pendidikan maka secara spesifik masalah-masalah yang terdapat dalam

     penelitian ini dititikberatkan pada masalah-masalah pendidikan, dan concern 

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    23/216

    D.  Perumusan Masalah

    Berdasarkan pada pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka

    masalah-masalah yang terdapat pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1.  Bagaimana kiprah Raden Siti Djenab dalam bidang pendidikan khususnya

     pendidikan bagi perempuan di Cianjur?

    2.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Raden Siti Djenab dalam

    mengaplikasikan gagasannya?

    3.  Bagaimana pola dan sistem pendidikan yang diterapkan oleh Raden Siti

    Djenab dalam mendidik siswanya pada Sakola Kautamaan Istri?

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    24/216

    Dengan dilaksanakannya penelitian ini, dapat diketahui pula faktor-faktor

    yang mempengaruhi Raden Siti Djenab dalam mengaplikasikan gagasannya untuk

    mendirikan Sakola Kautamaan Istri. Selain itu, karena proses pendirian sekolah ini

    mengadopsi dari sekolah yang sudah ada sebelumnya  $   yakni Sakola Istri yang

    didirikan oleh Raden Dewi Sartika dan Sakola Kautamaan Istri yang didirikan oleh

    Raden Ayu Lasminingrat  $  maka penelitian ini juga akan bertujuan untuk mengetahui

    korelasi konsep pendidikan yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut.

    Hal lain yang tidak kalah pentingnya dari penelitian ini adalah bagaimana

    Raden Siti Djenab mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    25/216

     pentingnya adalah hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi

    dan masukan bagi pemerintah daerah (PEMDA) Kabupaten Cianjur dalam

    menyusun rencana strategis pengembangan kualitas sumber daya kaum perempuan

    Sunda yang berada di Kabupaten Cianjur. Selebihnya, semoga dengan

    dilaksanakannya penelitian ini masyarakat Cianjur khususnya, dan masyarakat luas

     pada umumnya dapat mengenal lebih jauh tentang sosok seorang perempuan

     pribumi dari Cianjur yang berhasil mengembangkan konsep pendidikan bagi kaum

     perempuan di Jawa Barat yaitu Raden Siti Djenab.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    26/216

     peneliti menggunakan proses induktif dalam menyusun kesimpulan dari fakta-fakta

    yang sudah diketahui.14

     

    1.  Sumber dan Jenis Data yang Digunakan

    Sumber dan jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

    a.  Sumber tertulis.15  Sumber tertulis ini diperoleh melalui sumber buku,

    makalah, tulisan ilmiah dan berbagai arsip meskipun sifatnya masih sangat

    sederhana. Sumber tertulis lainnya diperoleh pula dari Arsip Nasional

    Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    27/216

    2.  Teknik Perolehan Data

    Data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh melalui:

    a. 

     Library research  (kajian pustaka). Seperti yang telah dikemukakan di atas

     bahwa referensi yang ditemukan juga masih sangat sedikit. Dari literatur yang

     penulis gunakan, hanya terdapat beberapa data primer yang bisa dijadikan

    sebagai rujukan. Selebihnya, peneliti menemukan data-data melalui makalah-

    makalah dan website. Tulisan-tulisan tersebut dibaca, selanjutnya dianalisis

    kemudian disimpulkan. Dalam hal ini, penulis menemukan beberapa kendala

    dalam menelaah data-data karena terdapat beberapa persepsi mengenai data

    yang disampaikan oleh masing-masing penulis Terlebih karena penelitian ini

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    28/216

    tertentu agar informan dengan segala senang hati bersedia memberikan

     jawaban atau penjelasan, di antaranya meminimalisir adanya kesan memaksa,

     pengajuan pertanyaan dikemas dalam gaya bahasa yang mudah dipahami oleh

    informan, tidak menyinggung perasaan, dll.18

      Dalam hal ini peneliti telah

    melakukan wawancara di antaranya: 1) Raden Hj. Ule Djulaeha, salah seorang

    siswi Sakola Kautamaan Istri dan pernah bertemu dengan Raden Siti Djenab,

    2) Drs. H. Muhammad Mangun Sudarso, salah satu keluarga Raden Siti

    Djenab yang masih hidup, dan 3) Dra. Hj. Aan Hasanah, salah satu guru

    Sakola Kautamaan Istri meskipun dalam proses pembelajarannya, sekolah

    tersebut telah berganti nama menjadi Sekolah Kejuruan Keterampilan Pertama

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    29/216

    3.  Teknik Pengolahan Data

    Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa sumber dan jenis data yang

    diperoleh pada penelitian ini salah satunya adalah berupa sumber tertulis, baik yang

    ditulis tangan dalam bentuk manuskrip maupun yang sudah dicetak dalam bentuk

     buku. Jenis data lain juga diperoleh dalam bentuk foto yang setidaknya dapat

    memberikan informasi penting lainnya dari seorang tokoh yang bernama Raden Siti

    Djenab. Data-data yang diperoleh pada penelitian ini sedikit banyak juga melibatkan

    orang-orang yang terkait langsung dengan tokoh yang diteliti melalui proses

    wawancara. Hal ini dipandang perlu karena mereka pernah mengalami kontak

    langsung dengan sang tokoh Setelah data-data tersebut diperoleh peneliti mengolah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    30/216

    4.  Bentuk Pelaporan

    Bentuk laporan penelitian yang disampaikan dikemukakan dengan

    menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-data

    yang sudah diperoleh dan dianalisis sehingga menjadi satu bentuk kesatuan yang utuh

    dan menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan

    sebelumnya.19 

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    31/216

    BAB II

    SEJARAH CIANJUR

    DAN PERKEMBANGANNYA HINGGA TAHUN 1942

    A.  Sejarah Berdirinya Cianjur

    Jauh sebelum kedatangan VOC dan pemerintah kolonial Belanda, pada

    tahun 1620 di bagian Barat Pulau Jawa telah terbentuk sebuah wilayah politik yang

     bernama Priangan. Wilayah ini berada di bawah kekuasaan Mataram yang

    sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Sumedang Larang. Salah satu bentuk penataan

    wilayah yang dilakukan oleh Mataram adalah dengan membentuk kabupaten. Adapun

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    32/216

    Karawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaja (Galuh) dan Sekace (Galunggung atau

    Sindangkasih). Penataan yang dilakukan oleh Amangkurat I ini merupakan penataan

    terakhir yang dilakukan Mataram atas wilayah Priangan. Setelah menguasai Priangan

    selama kurang lebih 57 tahun (1620 $ 1677), Mataram kemudian menyerahkan

    Priangan kepada VOC secara bertahap. Proses penyerahan wilayah ini dilakukan

    selama 2 (dua) tahap; tahap pertama dilakukan pada 1677, dan tahap kedua dilakukan

     pada 1705.2 

    Keinginan VOC untuk menguasai wilayah Priangan tidak terlepas dari

     berbagai kepentingan politisnya, di antaranya:  Pertama, tujuan politik, dengan

    membentuk daerah pemisah antara dua kerajaan yang pada saat itu masih menjadi

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    33/216

    Pada bagian wilayah ini akhirnya dibentuk sebuah  padaleman dengan nama Cianjur

    dengan menjadikan Cikundul sebagai pusatnya. Adapun orang yang dipercaya untuk

    memimpin  padaleman  disebut dengan dalem.  Dalem  pertama yang memangku

     jabatan  padaleman  adalah dalem  Raden Aria Wira Tanu I, yang berkuasa selama

    rentang waktu antara 1677  $   1691. Selanjutnya, tampuk pemerintahan diserahkan

    kepada Aria Wira Tanu II, dan pada saat yang bersamaan Cianjur resmi menjadi

    sebuah kabupaten. Perubahan status atas Cianjur ini ditandai dengan pengakuan VOC

    terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai regent   (bupati) Cianjur pada 1691

    yang sekaligus dinobatkan menjadi bupati pertama Kabupaten Cianjur. Aria Wira

    Tanu II sendiri menjabat sebagai bupati Cianjur hingga 1707. Dienaputra kembali

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    34/216

    wilayah sebelah Barat Sungai Karawang (Citarum) hingga Sungai Pamanukan, ke

    sebelah Selatan hingga Laut Jawa, ke sebelah Utara hingga Laut Jawa.4 Posisi Cianjur

    sendiri berada sebelum Sungai Karawang (Citarum). Bahkan saat ini Sungai Citarum

    dijadikan sebagai wilayah perbatasan antara Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten

    Bandung. Dengan demikian, Cianjur sudah masuk menjadi wilayah kekuasaan VOC

    sejak masa penyerahan wilayah tahap pertama dari Mataram kepada VOC pada

    rentang waktu antara 19  $  20 Oktober 1677.

    B.  Perkembangan Wilayah dan Sistem Politik

    Setelah berubah status menjadi kabupaten pada akhir abad ke-17, Cianjur

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    35/216

    dikenal sebagai bupati pertama di Priangan yang berhasil menyerahkan hasil

     penanaman kopi kepada VOC.

    Kesuksesan Aria Wira Tanu III yang telah menjadikan Cianjur sebagai

    kabupaten pertama yang berhasil menyerahkan hasil penanaman kopinya kepada

    VOC, secara tidak langsung telah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di

    Priangan. Kesuksesan ini mendorong VOC untuk memberikan hadiah kepada Aria

    Wira Tanu III dalam bentuk perluasan wilayah baru. Pemberian hadiah dalam bentuk

    wilayah politik kepada Bupati Cianjur ini terjadi pada masa pemerintahan Gubernur

    Jenderal Van Swoll (1713 $ 1718). Adapun daerah yang diberikan kepada Bupati Aria

    Wira Tanu III adalah Distrik Jampang yang terletak di bagian Timur Cianjur Selatan.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    36/216

    Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada 1748 dengan memasukkan

    Cibalagung sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Cianjur. Pemekaran ini terjadi

    ketika Aria Wira Tanu IV menjabat sebagai Bupati Cianjur pada rentang waktu antara

    1727  $   1761. Tidak hanya itu, mulai tahun 1752 Cikalong juga mulai dimasukkan

    menjadi bagian dari kabupaten.6 

    Memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan Daendels, Cianjur

    mengalami tiga kali penataan wilayah. Penataan wilayah pertama terjadi pada 1808

    dengan memasukkan Cianjur ke dalam  Landdrostambt der Jacatrache en dan

     Preanger Bovenlanden (Wilayah-wilayah Jakarta dan Priangan yang berada di

    daaerah hulu sungai). Selain Cianjur terdapat pula kabupaten-kabupaten lain yang

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    37/216

    Priangan Jakarta dan Cirebon). Sedikit berbeda dengan penataan sebelumnya,

     penataan wilayah yang dilakukan pada 1810 ini secara eksplisit lebih banyak

    didasarkan atas pertimbangan ekonomi. Hal ini ditandai dengan dibaginya wilayah

    atas daerah produsen kopi dengan daerah yang bukan produsen kopi. Dengan

    demikian,  Jakartrasche en Cheribonsche Preanger Regentschappen  terdiri atas

    daerah-daerah yang di dalamnya termasuk ke dalam produsen kopi di Priangan.

     Namun belum genap satu tahun menjalani hasil penataan wilayah yang kedua,

    Cianjur kembali mengalami penataan wilayah. Penataan wilayah ini terjadi pada 2

    Maret 1811, yakni dengan memasukkan Cianjur, Bandung, Parakanmuncang dan

    sebagian Sumedang ke dalam wilayah Bataviansche Regentschappen. Penataan yang

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    38/216

    meliputi: Batavia  $  Buitenzorg  $   Puncak  $  Cianjur  $  Bandung  $  Sumedang. Selain

    upaya pembangunan Jalan Raya Pos, Daendels juga membangun jembatan serta jalan

    untuk pengangkutan berat dengan menggunakan kerbau atau kuda. Adapun salah satu

     jembatan yang dibangun di Cianjur adalah jembatan yang melintas di atas Sungai

    Cisokan. Sedangkan untuk melewati sungai-sungai yang lebar seperti Sungai

    Citarum, Daendels menyediakan tempat-tempat penyeberangan khusus dengan

    menggunakan perahu tambang.8

     

    Selain perkembangan yang berhubungan langsung dengan sarana jalan raya,

    untuk mendukung kelancaran perjalanan di sepanjang Jalan Raya Pos, pada setiap

    sembilan kilometer dibangun sebuah pendopo yang dapat digunakan untuk

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    39/216

    1812. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1815, sejalan dengan pemisahan wilayah

    Priangan dan Buitenzorg, Cianjur secara resmi dimasukkan ke dalam Karesidenan

    Priangan (Preanger-Regentschappen), dan Th. Mc Quoid bertindak sebagai residen.

    Hingga penelitian ini dilakukan, tidak diketahui secara pasti dimana pusat ibukota

    Karesidenan Priangan pada saat itu. Namun asumsi awal yang bisa dikembangkan

    adalah pada saat itu Cianjur menjadi salah satu sentral jalur Jalan Raya Pos, yakni:

    Batavia $ 

      Buitenzorg $ 

      Puncak $ 

      Cianjur $ 

     Bandung $ 

      Sumedang, sehingga tidak

    menutup kemungkinan bahwa pada saat itu ibukota Karesidenan Priangan berada di

    Kabupaten Cianjur. Selain itu, data yang dikemukakan oleh Dienaputra menyebutkan

     bahwa dari beberapa penelusuran yang ia lakukan, pada 1819 Cianjur dipastikan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    40/216

    menempatkan residen, Raffles juga menempatkan seorang asisten residen di hampir

    seluruh karesidenan.10 

    Keberadaan Th. Mc Quoid sebagai residen Priangan tidak berlangsung

    lama. Kurang lebih satu tahun kemudian, tepatnya 3 Agustus 1816, tampuk

    kekuasaan kembali beralih dari pemerintah Inggris ke tangan Belanda dan

    mengangkat P. W. L. van Motman sebagai residen Priangan. Dalam kedudukannya

    sebagai residen Priangan, Motman merangkap sebagai  super-intendentie  (pengawas

    tertinggi) pemungutan pajak pada penanaman kopi. Dalam hal ini perlu dijelaskan

     bahwa ketika Raffles menguasai Priangan sejak 1811, pada 1813 VOC mulai

    mengalami kebangkrutan sehingga kekuasaan atas tanam paksa kopi harus dipegang

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    41/216

    Raffles tidak sebanyak pembangunan infrastruktur yang dilakukan semasa Daendels.

    Pembangunan yang dilakukan Raffles hanya sebatas membangun jalan-jalan baru ke

     pedalaman pada beberapa ruas Jalan Raya Pos yang telah dibangun Daendels.11

     

    C.  Penanaman Paksa Kopi

    Seperti telah dipaparkan di awal bahwa tanam paksa kopi di Cianjur mulai

    diberlakukan sejak Raden Aria Wiratanu III menjabat sebagai bupati Cianjur III

    sehingga ia dijuluki sebagai bupati pertama di Karesidenan Priangan yang berhasil

    menyerahkan hasil penanaman kopinya kepada VOC. Bahkan berkat keberhasilannya

    menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di Priangan telah mendorong VOC

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    42/216

     panjangnya usia tanaman kopi sebagai tanaman paksa. Berbeda dengan jenis-jenis

    tanaman paksa lainnya, seperti kina, tembakau dan gula, keberadaan kopi sebagai

    tanaman paksa di seluruh Karesidenan Priangan terus dipertahankan hingga awal

    abad ke-20.

     Namun demikian, perkembangan tanaman kopi di Cianjur sepanjang abad ke-19

    dan abad ke-20 tidak selamanya meningkat. Dalam jarak waktu antara 1832 $ 1863

     jumlah tanaman kopi di Cianjur cenderung menurun, terbukti pada 1832 tanaman

    kopi di Cianjur menjadi nomor dua terbanyak setelah Bandung. Pada saat itu tanaman

    kopi di Cianjur berjumlah 13.017.006 batang sedangkan tanaman kopi di Bandung

    mencapai 15.942.158 batang. Tapi jika dibandingkan dengan kabupaten lain di

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    43/216

    oleh munculnya jenis tanaman kopi baru yakni jenis liberia (Coffea Liberica Bull) 

    dan tanaman kopi dari jenis robusta (Coffea Robusta Linden). Dengan munculnya

    kedua jenis kopi ini, spesies liberia menjadi pilihan pertama untuk menggantikan kopi

     jenis arabika karena memiliki daya tahan tinggi terhadap serangan hama kopi.

    Keunggulan lainnya, kopi jenis liberia ini bisa menyesuaikan terhadap kekeringan,

    kemampuan tumbuh di tanah gersang, memiliki pohon kuat serta relatif tidak

    memerlukan penanganan hortikultura yang intensif. Penggantian jenis kopi arabika

    terhadap liberia otomatis memerlukan waktu yang ralatif lama, akibatnya terjadi

     penurunan yang cukup signifikan terhadap jumlah tanaman kopi yang tumbuh di

    Cianjur. Jika dibandingkan dengan tahun 1864, jumlah tanaman kopi di Cianjur pada

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    44/216

    1.091.137 batang, sehingga pada 1916 hanya tersisa 508.140 batang atau 21% dari

    seluruh tanaman paksa kopi di Karesidenan Priangan.13 

    D.  Perpindahan Ibu Kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung

    Memasuki abad ke-19, sejalan dengan perkembangan yang berhasil dicapai,

     pemerintah kolonial Belanda memberikan sebuah fungsi baru pada Kabupaten

    Cianjur, yaitu sebagai pusat kekuasaan kolonial. Keberadaan Cianjur sebagai pusat

    kekuasaan kolonial ini ditandai dengan dijadikannya Kabupaten Cianjur sebagai ibu

    kota Karesidenan Priangan. Dengan fungsi tersebut, kedudukan Cianjur di mata

     pemerintah kolonial Belanda mengalami peningkatan. Pasca Cianjur menjadi pusat

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    45/216

    acuan oleh beberapa penulis untuk menjelaskan awal mula Kabupaten Cianjur

    dijadikan sebagai ibu kota Karesidenan Priangan.

    Berdasarkan data-data yang terdapat pada uraian Klein, disebutkan bahwa pada

    1829 pemerintah kolonial Belanda telah menempatkan seorang residen untuk

     bertugas di Cianjur, sehingga timbul interpretasi bahwa pada 1829 merupakan

     permulaan dijadikannya Cianjur sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Dalam hal

    ini Dienaputra menambahkan bahwa kesalahan interpretasi ini sebetulnya bisa

    dihindari apabila diadakan penelusuran lebih lanjut atas sumber yang dijadikan acuan

    Klein, yakni  staatsblad   1829 No. 57 yang menyatakan bahwa penanaman kopi

    (koffij-kultuur)  yang didasarkan pada besluit   yang dikeluarkan pemerintah kolonial

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    46/216

    Karesidenan Priangan sendiri dipimpin oleh seorang residen yang bernama O. C.

    Holmberg de Beckfeld yang berkuasa selama kurun waktu 1828-1837.

    Dari hasil penelusuran Dienaputra terhadap beberapa arsip, diperoleh temuan

    tentang awal kali Cianjur dijadikan sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Sumber

    tersebut berupa empat buah arsip surat beserta berkas-berkas laporan yang ditulis oleh

    Residen Priangan P. W. L. van Motman, yang ditujukan kepada Sekretaris Negara

    Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Secretaris van Staat Gouverneur General over

     Nederlandsch Indie).

    Dari arsip tersebut diperoleh data bahwa arsip surat pertama, tertanggal 9 April

    1819 merupakan surat pengantar untuk laporan kegiatan Motman selama kurun waktu

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    47/216

    dapat diinterpretasikan bahwa pada 1819 Cianjur telah menjadi tempat kedudukan

    residen Priangan. Hal ini berarti pada saat itu Cianjur telah dijadikan sebagai ibu kota

    Karesidenan Priangan.

    Apabila kedua pendapat yang masing-masing dikemukakan oleh Klein dan

    Dienaputra tersebut ditelaah lebih mendalam, sepertinya penjelasan Dienaputra

    dipandang lebih tepat dengan menyebutkan bahwa pada pada 1819 Cianjur telah

    menyandang sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Selain itu, apabila kita menoleh

    ke belakang telah disampaikan bahwa ketika Raffles mengusai Priangan selama

    kurun waktu 1811-1816, pada 1815 Cianjur resmi ditetapkan sebagai salah satu

     bagian dari Karesidenan Priangan. Bahkan bisa juga diperkirakan bahwa pada saat itu

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    48/216

    vrijeland, yakni Vrijeland Sukabumi seluas 686 pal persegi dan Vrijeland Ciputri

    seluas 165 pal persegi. Dengan demikian, Cianjur tercatat sebagai kabupaten terluas

    yang ada di Karesidenan Priangan 17

     

    Selama Cianjur menyandang fungsi sebagai ibukota Karesidenan Priangan

    dapat dikatakan cukup banyak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam lingkup

    ekonomi, keberadaan Cianjur sebagai sentra penghasil kopi di Priangan mengalami

     pasang surut. Setelah mengalami masa-masa keemasan pada tahun 1825-1828,

     produksi kopi di Kabupaten Cianjur mengalami kemunduran hingga masa akhir

    menjadi ibukota Karesidenan Priangan. Perubahan lain yang cukup mendasar selama

    Cianjur menjadi ibukota karesidenan adalah perubahan pada kondisi demografis.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    49/216

     Namun keberadaan Cianjur sebagai ibu kota Karesidenan Priangan relatif tidak

     berlangsung lama. Selama kurang lebih 48 tahun sejak 1816 atau pada 1864,

     pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk memindahkan ibukota Karesidenan

    Priangan dari Cianjur ke kabupaten lain. Terdapat beberapa hipotesis tentang alasan

     perpindahan ibukota ini, di antaranya menyebutkan bahwa perpindahan tersebut

    dikarenakan adanya faktor geologis, khususnya berkenaan dengan keberadaan

    Gunung Gede. Selama Cianjur menjadi ibukota karesidenan, Gunung Gede sempat

     beberapa kali mengeluarkan lahar panasnya. Sehingga letak geografis Cianjur yang

    dekat dengan Gunung Gede mengakibatkan kota ini senantiasa mengalami kerusakan

    serius yang diakibatkan dari letusan-letusan dan lahar panas yang dikeluarkan gunung

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    50/216

    ke-19. Usulan kali ini yaitu untuk membagi Karesidenan Priangan menjadi dua.

     Pertama, karesidenan yang berada di sebelah barat, yang terdiri atas Cianjur,

    Sukabumi dan Bandung, dengan Cianjur sebagai ibu kota.  Kedua, karesidenan yang

     berada di sebelah timur, yang terdiri atas Limbangan, Sukapura dan Sumedang,

    dengan Singaparna atau Tasikmalaya sebagai ibu kota. Dukungan ini mendapat

    respon yang positif dari Residen Priangan P. J. Overhand melalui secarik nota yang

    dikirimkannya kepada pemerintah kolonial Belanda pada 1849, namun tidak disetujui

    oleh pemerintah kolonial.20

     

    Rencana perpindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung

    sebenarnya telah disampaikan oleh Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud pada

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    51/216

     pelaksanaan pemindahan pada 1864 sebenarnya merupakan suatu hal yang menarik

    untuk dikaji, namun hal ini menjadi kesulitan tersendiri untuk bisa memberikan

     penjelasan lebih lanjut.

    Dalam hal ini Dienaputra mengemukakan dua kemungkinan yang terjadi yang

     bisa dikedepankan,  pertama, relatif lamanya pelaksanaan pemindahan ibu kota

    Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung kemungkinanan disebabkan karena

    masih adanya pro kontra yang cukup tajam antara pihak yang setuju dan pihak yang

    tidak setuju dengan pemindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke

    Bandung.  Kedua, perpindahan karesidenan bukanlah hal yang mudah dan perlu

     persiapan yang cukup matang. Perpindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    52/216

    Sebaliknya, bagi Cianjur, dengan hilangnya fungsi sebagai ibu kota Karesidenan

    Priangan, telah memperlihatkan berkurangnya arti penting Cianjur di mata

     pemerintah kolonial Belanda. Perbedaan kondisi yang langsung terjadi pasca

     pemindahan ibu kota Karesidenan Priangan lebih tampak pengaruhnya dalam

     perkembangan Cianjur pada waktu-waktu selanjutnya.22

     

    Pasca Cianjur tidak lagi menjadi ibu kota Karesidenan Priangan, budidaya

    tanaman kopi di Cianjur diwarnai oleh fenomena didirikannya perkebunan-

     perkebunan swasta. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya perkebunan kopi swasta

     pertama yang dibuka di Cianjur, tepatnya pada distrik pelabuhan.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    53/216

    kilometer. Pembangunan selanjutnya dilakukan untuk menghubungkan Sukabumi

    dengan Cianjur. Pembangunan sepanjang 30 kilometer ini berhasil diselesaikan pada

    10 Mei 1883. Selanjutnya pembangunan lintasan kereta api di Cianjur tahap akhir

     berhasil diselesaikan pada 17 Mei 1884 untuk menghubungkan Cianjur dengan ibu

    kota Karesidenan Priangan, yaitu Bandung.23

     

    Dengan selesainya seluruh jalur lintasan kereta api yang menghubungkan

    Buitenzorg-Cianjur serta Cianjur-Bandung, maka sejak 1884 perjalanan dari Cianjur

    ke Buitenzorg serta perjalanan dari Cianjur ke Bandung, waktunya bisa lebih

    dipersingkat. Demikian pula untuk perjalanan dari Cianjur ke Batavia. Sebagai

    contoh, untuk perjalanan dari Cianjur-Buitenzorg yang semula memerlukan waktu

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    54/216

    kabupaten Cianjur, yaitu stasiun Sukabumi dan stasiun Cianjur. Adapun sebelas halte

    yang dibangun di Kabupaten Cianjur terdapat di Cicurug, Parung Kuda,Cibadak,

    Karang Tengah, Cisaat, Gandasoli, Cirengas, Lampegan, Cibeber dan Cilaku.

    Sedangkan untuk jalur Cianjur-Bandung dibangun 3 halte pemberhentian yang

    terdapat di Maleber, Sela Jambe dan Cipeuyeum.

    Seiring dengan terjadinya pembangunan jalur-jalur baru pada jalur kereta api,

    sejak 1894 jalur kereta api yang melintasi Cianjur telah tersambung dengan jalur

    kereta api di Jawa bagian tengah,yakni Cilacap-Yogya. Jalur ini resmi beroperasi

    sejak 20 Juli 1887. Bersambungnya jalur kereta api tersebut ditandai pula oleh

     peristiwa penting lainnya sepanjang perkembangan jalan kereta api di Jawa, yakni

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    55/216

    seluruh jalur kereta api dari Bandung hingga Kesugihan (Cilacap) pada akhir 1894,

    maka sejak saat itu perjalanan dari Cianjur ke arah timur bisa terus bersambung

    hingga Cilacap dan Yogya. Tersambungnya jalur dari Cianjur ke Cilacap secara

    otomatis telah menambah jumlah pelabuhan laut yang bisa dicapai secara langsung

    dari Cianjur. Sebelum 1894, Batavia adalah satu-satunya pelabuhan laut yang bisa

    dicapai dari Cianjur.

    Kereta yang masuk ke wilayah Cianjur tidak hanya kereta barang, tetapi juga

    kereta penumpang. Untuk kereta penumpang tersedia tiga pilihan kelas, yakni kelas 1,

    kelas 2 dan kelas 3. Kereta kelas 3 diperuntukkan bagi penduduk pribumi, dengan

     papan nama bertuliskan inlanders. Perbedaan kelas dalam kereta api ini sekaligus

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    56/216

    antara lain telah dibangun ruas jalan yang menghubungkan Cianjur-Pacet-Cimacan-

    Hanjawar-Puncak sepanjang 26,123 kilometer. Untuk kelas B, antara lain telah

    dibangun ruas jalan yang menuju halteu-halteu kereta api di Cipeuyeum, Ciranjang,

    Cilaku, dan Cibeber. Untuk kelas C, antara lain telah dibangun ruas jalan

    Warungjambe-Maleber, Cisokan-Cidamar dan Ciranjang-Jati-Bojongpicung. Untuk

    kelas D, antara lain telah dibangun ruas jalan Bayabang-Cigeundang, Rancagoong-

    Kaliastana, dan ruas jalan Warungkondang-Tegalega. Untuk kelas E, antara lain telah

     berhasil dibangun ruas jalan Sindangbarang-Cidaun, Tegalsapi-Cibodas, dan

    Cimapag-Takokak. Apabila diinventarisasi secara keseluruhan, hingga dasawarsa

    keempat abad ke-20, di seluruh kabupaten Cianjur telah berhasil dibangun ruas jalan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    57/216

    saat itu dijadikan sebagai produsen kopi terbesar di Karesidenan Priangan. Namun

    demikian, kewajiban yang harus diemban rakyat pun semakin berat. Untuk keperluan

    usahanya itu, kompeni membutuhkan bantuan tenaga rakyat Indonesia dalam

    menjalankan sistem tanam paksanya. Faktor inilah yang kemudian mendorong

    kompeni untuk merencanakan pembukaan sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya

    di Pulau Jawa. Tetapi rencana tersebut akhirnya gagal karena kekuasaan Indonesia

    diambil alih oleh pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan pemerintahan

    Hindia Belanda-nya.

    Pemerintah kolonial juga ternyata merasakan kebutuhan akan tenaga kerja

    yang terdidik, sehingga timbul pikiran untuk mengadakan pendidikan bagi rakyat

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    58/216

    adalah memasukkan pendidikan ke dalam tanggungan pemerintah setelah sebelumya

    hanya dapat dirasakan oleh kalangan atas. Pendidikan dan pengajaran rendah,

    menengah dan tinggi disusun dan disentralisir sehingga pendidikan dan pengajaran

    tidak lagi menjadi monopoli golongan atas semata.27

      Pengaruh Revolusi Prancis

    dalam bidang pendidikan menjalar pula hingga ke Indonesia. Pada 1807, Raja

    Belanda yang pada saat itu dijabat oleh Louis Napoleon, mengangkat Daendels

    menjadi Gubernur Jenderal untuk berkuasa di Indonesia. Tahun berikutnya, yakni

     pada 1808 Daendels berangkat ke Indonesia.

    Seiring dengan perkembangan zaman dan berubahnya berbagai kebijakan

    yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, pada permulaan abad ke-19

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    59/216

    rakyat. Adapun para pengajarnya adalah para dokter yang berada di Batavia (Jakarta)

    dengan menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Selain itu, dengan

    dalih untuk memajukan seni tari rakyat, pada tahun yang sama didirikan tiga buah

    sekolah gadis (ronggeng) di Cirebon yang berada di bawah tanggungan sultan.

    Selama 4 (empat) tahun para gadis ini diajarkan pelajaran menari, menyanyi,

    membaca dan menulis. Pada dasarnya, sekolah ini memang sengaja didirikan untuk

    mendemoralisasikan pemuda/pemudi Indonesia, dengan demikian semangat heroisme

    dan patriotisme rakyat Indonesia semakin menurun dan tidak menaruh perhatian

    terhadap agitasi atau hasutan politik. Namun pihak penyelengara sekolah memberikan

    kebijakan kepada para siswi yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    60/216

    kedua subsistem, yakni sekolah Eropa dan sekolah pribumi. Sebetulnya hal tersebut

    dipandang wajar terjadi karena tujuan utama pemerintah kolonial Belanda

    menyelenggarakan pendidikan bagi kaum pribumi hanyalah untuk kepentingan sistem

    tanam paksa semata, dimana para tenaga kerja memiliki keahlian yang baik dalam

    melaksanakan setiap tugas yang diberikan. Seperti telah dikemukakan pada

     pembahasan sebelumnya, dengan diberlakukannya sistem dualistis tersebut,

    setidaknya bisa dibedakan empat kategori sekolah sebagai perpaduan antara kedua

    subsistem tersebut, yakni:

    1.  Sekolah Eropa. Sekolah ini sepenuhnya memakai model sekolah negeri

    Belanda dengan menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar,

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    61/216

    2.  Sekolah pribumi kelas satu. Sekolah ini diperuntukkan bagi rakyat pribumi

    yang berasal dari golongan menengah ke atas, dan bagi masyarakat Cianjur

    sendiri sekolah ini disebut sebagai sekolah bagi kaum menak   (priyayi).

    Dalam melaksanakan sistem belajar mengajar, sekolah ini hampir sama

    dengan sekolah Eropa karena menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa

     pengantar. Perbedaannya terletak pada status anak didiknya karena siswa/i

    yang belajar di sekolah tersebut berasal dari rakyat pribumi. Namun

    demikian, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka karena dapat

    disejajarkan dengan anak-anak Eropa lainnya dalam mengenyam

     pendidikan.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    62/216

    yang langsung dikelola oleh rakyat pribumi, biaya yang dikeluarkan selama

     proses pendidikan berlangsung pun dibebankan kepada pengelola. Pendirian

    sekolah seperti ini sebetulnya sudah pernah dirancang oleh Daendels pada

    awal kepemimpinannya di Pulau Jawa tahun 1808 dengan memerintahkan

    kepada para bupati, termasuk bupati Cianjur yang pada saat itu dijabat oleh

    Raden Adipati Wira Tanu Datar VI untuk mendirikan sekolah-sekolah yang

    memberikan pendidikan berdasarkan adat istiadat, undang-undang dan

     pokok-pokok pengertian keagamaan (Islam). Namun rencana tersebut gagal

    seiring dengan kedatangan Inggris. Dalam perkembangannya sekolah ini

    disebut dengan Geestelijke Scholen  (Sekolah-sekolah Agama) atau lebih

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    63/216

    tersebut, maka berdirilah pesantren-pesantren lain pada hampir seluruh wilayah di

    Jawa Barat yang dipimpin oleh murid-murid Syarif Hidayat. Ekadjati mencatat

     beberapa pesantren yang berdiri pada abad ke-18, di antaranya: Pesantrean Buntet di

    Cirebon yang didirikan oleh Kyai Muqayyin pada tahun 1750 dan Pesantren

    Lengkong di Kuningan yang didirikan oleh Syekh Haji Muhammad Dako yang lebih

    dikenal dengan sebutan Eyang Dako. Pesantren ini berdiri pada dasawarsa kedua

    abad ke-19. Selain dua pesantren tersebut, pada 1847 di Sumedang berdiri pula

     pesantren yang didirikan oleh Kyai Asyrofuddin.32

     

    Data-data tersebut sebetulnya belum cukup mewakili keseluruhan pesantren

    yang berada di Jawa Barat, namun demikian, perkembangan pesantren di Jawa Barat

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    64/216

    untuk pesantren di Kabupaten Sumedang, 35 orang untuk pesantren di Kabupaten

    Sukapura dan 688 orang untuk pesantren di Kabupaten Limbangan.33 

    Kurang lebih 17 tahun kemudian atau pada 1873, jumlah pesantren di

    Kabupaten Cianjur meningkat dengat pesat hingga 174 pesantren. Dari 174 pesantren

    tersebut, 139 pesantren terdapat di Afdeling Cianjur. Sisanya, 35 pesantren berada di

    Afdeling Sukabumi. Peningkatan jumlah pesantren hingga hampir tujuh kali lipat

    dalam waktu kurang dari dua dasawarsa ini merupakan peningkatan jumlah pesantren

    kedua terbesar di antara kabupaten-kabupaten lain di Priangan. Peningkatan jumlah 

     pesantren yang paling besar dialami oleh Kabupaten Sukapura, dari 3 pesantren pada

    1856 menjadi 79 pesantren pada 1873. Sejumlah 34 pesantren terletak di Afdeling

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    65/216

     berada di Afdeling Cicalengka.34

     Di dua kabupaten lain di luar Cianjur, Sukapura dan

    Bandung, juga mengalami peningkatan jumlah pesantren. Di kabupaten Sumedang,

    dari 84 pesantren pada 1856 menjadi 122 pesantren pada 1873. Dari jumlah tersebut,

    22 pesantren terletak di Afdeling Sumedang dan 100 pesantren terletak di Afdeling

    Tasikmalaya. Kabupaten Limbangan, yang pada 1856 memiliki 53 pesantren, pada

    1873 tercatat memiliki 68 pesantren.35 

    Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah pesantren, secara tidak

    langsung terjadi pula peningkatan jumah guru. Pada 1856, jumlah guru hanya

    mencapai 27 orang, namun memasuki 1873 jumlahnya meningkat menjadi 171 orang

    guru. Dari 171 orang guru tersebut, 136 orang guru bertugas di Afdeling Cianjur dan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    66/216

    Cianjur mencapai 2.791 orang santri, yakni dari 1.090 orang santri pada 1856

    menjadi 3.881 orang pada 1873. Peningkatan jumlah santri hingga lebih dari tiga kali

    lipat ini menandakan besarnya antusias penduduk Cianjur untuk menimba pendidikan

    di pesantren. Dari 3.881 orang santri pada pesantren di Kabupaten Cianjur, sebanyak

    2.872 orang berada di Afdeling Cianjur dan sisanya sebanyak 1.009 orang berada di

    Afdeling Sukabumi. Apabila diperinci, dari 2.872 orang santri yang berada di

    Afdeling Cianjur, sebanyak 1.671 orang berasal dari kabupaten Cianjur dan sisanya

    sebanyak 1.201 orang santri berasal dari luar Kabupaten Cianjur. Dari angka tersebut

    diperoleh gambaran bahwa untuk Afdeling Cianjur, tiap-tiap pesantren rata-rata

    memiliki santri 20 orang dengan asumsi 2872 murid dibagi dengan 139 pesantren.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    67/216

    Berbeda dengan sekolah-sekolah yang dikelola dengan sistem pesantren,

     perkembangan sekolah yang dikelola dengan sistem Barat di Cianjur tidak terlalu

     pesat. Salah satu faktor penyebab lambatnya perkembangan infrastruktur pendidikan

    model Barat di Cianjur, yaitu keberadaan Cianjur yang tidak lagi menjadi Ibu Kota

    Karesidenan Priangan sejak 1864. Oleh karena itu, berbeda dengan Cianjur,

     perkembangan infrastruktur pendidikan di ibu kota Karesidenan Priangan yang baru,

    Bandung, lebih cepat. Hingga akhir 1885, di Afdeling Cianjur baru dijumpai adanya

    satu buah sekolah rendah Eropa. Sekolah rendah yang dikelola seorang kepala

    sekolah dan seorang guru bantu wanita ini memiliki murid sebanyak 46 orang, yang

    terdiri atas 24 pria dan 22 wanita, serta tersebar di  Laagste Klasse  (kelas rendah)

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    68/216

    Untuk mengoperasikan kepentingan Tweede Klasse School   Cianjur, pemerintah

    kolonial setidaknya mengeluarkan dana f. 7.290, dengan perincian f. 5.400 digunakan

    untuk gaji guru bantu (hulponderwijs), dan f. 90 untuk gaji seorang pembantu

    (bediende).

    Keberadaan Tweede Klasse School   sebagai satu-satunya sekolah model

    Barat di Afdeling Cianjur terus bertahan hingga awal abad ke-20. Meskipun tidak

    terjadi penambahan sekolah model Barat, jumlah murid yang bersekolah di Tweede

     Klasse School  Cianjur terus meningkat. Pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1895,

     jumlah murid yang bersekolah di Tweede Klasse School  Cianjur berjumlah 54 orang.

    Hal ini berarti meningkat 20 orang dibandingkan pada 1891 atau meningakat 12

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    69/216

    murid Tweede Klasse School   Cianjur yang berjumlah 64 orang tersebut tersebar di

    tiga tingkatan kelas, masing-masing 37 orang di laagste klasse, 20 orang di Middelste

     Klasse, dan 7 orang di Hoogste Klasse.

    Untuk operasionalnya Tweede Klasse School   Cianjur, pemerintah kolonial

    Belanda pada 1904 mengeluarkan dana f. 5.790. Dana tersebut digunakan untuk

    menggaji seorang guru yang sekaligus sebagai kepala sekolah, seorang guru bantu,

    dan seorang pembantu. Untuk gaji seorang guru yang bukan guru bantu sebesar f.

    4.200 setiap tahun atau f. 350 setiap bulan, untuk gaji seorang guru bantu sebesar f.

    1.500 setiap tahun atau f. 125 setiap bulan, dan untuk gaji seorang pemantu sebesar f.

    90 setiap tahun atau f. 7,5 setiap bulan. Dari gambaran tersebut, dibandingkan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    70/216

    Afdeling Cianjur, hingga 1904 Tweede Klasse School   Cianjur juga tercatat sebagai

    salah satu dari 12 Openbare Lagere Scholen di Priangan.

    Memasuki dasawarsa kedua hingga berakhirnya kekuasaan pemerintah

    kolonial, perkembangan infrastruktur pendidikan di Cianjur terlihat lebih dinamis

    dibanding periode sebelumnya. Hal ini tidak hanya ditandai oleh terjadinya

     peningkatan jumlah murid tetapi ditandai pula oleh munculnya berbagai sekolah baru,

     baik yang menggunakan sistem Barat maupun sistem pribumi. Beragamnya jenjang

    dan jenis pendidikan yang berdiri di Cianjur dalam abad ke-20 tidak bisa dilepaskan

    dari munculnya dua aliran pendekatan yang berbeda dalam menentukan jenis dan

    sasaran pendidikan yang dilaksanakan. Pendekatan pertama, yang dikenal dengan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    71/216

     pendidikan untuk rakyat banyak ( Mass Education) atau pendekatan non-elit,

    diintroduksikan oleh Idenburg dan Van Heutsz (Gubernur Jendral Hindia Belanda

    sejak 1904 hingga 1909). Sesuai dengan sasarannya untuk mengasilkan tenaga kerja

    yang terampil dan terlatih, pendekatan  Mass Education  ini lebih memilih konsep

     pendidikan dasar yang praktis dengan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa

     pengantar. Sekolah-sekolah yang dibangun dari pendekatan Mass Education, antara

    lain sekolah-sekolah kejuruan dan sekolah teknik. Adapun sekolah kejuruan yang

    terdapat di Jawa Barat di antaranya39

    :

    1.  Sekolah Perkebunan (Cultuurschool) di Bogor yang didirikan pada 1911. Sekolah

    ini terbuka bagi murid-murid lulusan sekolah rendah.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    72/216

    Sekolah-sekolah baru yang didirikan di Cianjur sepanjang dasawarsa kedua

    abad ke-20 hingga 1942, dapat dibedakan atas sekolah-sekolah pendidikan rendah

    (lagere onderwijs) dan sekolah-sekolah pendidikan kejuruan (vakonderwijs). Dengan

    kata lain, hingga berakhirnya pemerintah kolonial Belanda, sekolah-sekolah untuk

     pendidikan menengah atau lanjutan dan pendidikan tinggi tidak pernah didirikan di

    Cianjur. Sekolah-sekolah rendah yang dimiliki Cianjur pada abad ke-20 tidak hanya

    sekolah rendah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar tetapi

     juga sekolah rendah yang menggunakan bahasa pribumi sebagai bahasa pengantar.

    Sekolah-sekolah rendah tersebut, ada yang didirikan oleh pemerintah dan ada pula

    yang didirikan oleh swasta. Setidaknya hingga 1942 terdapat empat buah sekolah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    73/216

    Jakarta, tepatnya di Weltwvreden dan Molenvliet, dan masing-masing 1 unit di

    Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya dan Gresik. Adapun materi yang

    disampaikan antara lain: menulis, membaca, berhitung, Bahasa Belanda, sejarah

    dan ilmu bumi.41

     

    Selanjutnya, seiring dengan berkuasanya Gubernur Jenderal Van den

    Bosh, yang lebih dikenal sebagai  bapak   Cultuurstelsel atau Tanam Paksa di

    Indonesia pada 1830, dengan alasan kebutuhan akan tenaga kerja yang terdidik

    maka pada 1833 jumlah sekolah dasar di Indonesia dikembangkan menjadi 19

     buah. Tidak hanya hanya itu, pada 1845 sekolah dasar tersebut bertambah

    menjadi 25 buah dan pada 1858 menjadi 57 buah. Pada perkembangan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    74/216

    Eropa dan 4 orang pribumi. Untuk kelas satu, ada 14 orang siswa, yang terdiri

    atas 6 orang Eropa, 6 orang pribumi, dan dua orang Timur Asing. Untuk kelas

    dua, ada 11 orang siswa, yang terdiri atas 5 orang Eropa, 3 orang pribumi, dan 3

    Timur Asing. Untuk kelas tiga ada 14 orang siswa, yang terdiri atas 9 orang Eropa

    dan 5 orang pribumi. Untuk kelas empat ada 17 orang siswa, yang terdiri atas 10

    orang Eropa, 4 pribumi, dan 3 Timur Asing. Untuk kelas lima, ada 8 orang siswa,

    yang terdiri atas 4 orang Eropa, 1 orang pribumi, dan 3 orang Timur Asing. Untuk

    kelas enam, ada 15 orang siswa, yang terdiri atas 5 orang Eropa, 7 orang pribumi

    dan 3 orang Timur Asing. Untuk kelas tujuh, ada 13 orang siswa, yang terdiri atas

    5 orang Eropa, 4 orang pribumi, dan 5 orang Timur Asing. Dari gambaran data

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    75/216

    2.  Openbare Hol landsch-I nlandsche School  (Sekolah Dasar Pribumi-Belanda)

    Sekolah seperti ini diperuntukkan bagi anak-anak priyayi dengan

    menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam proses

     pembelajaran. HIS sendiri dirancang untuk memberi kemungkinan yang lebih

     besar kepada murid-murid untuk melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan

    diri memasuki sistem pendidikan kolonial. Hal tersebut dilakukan dengan alasan

     bahwa HIS dibuka atas desakan masyarakat bumiputra, khususnya mayarakat

    golongan kelas atas karena Sekolah Kelas Satu ternyata tidak memenuhi syarat

    untuk menjadikan murid-muridnya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

    lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya, HIS yang didirikan pada 1914 ini memang

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    76/216

     Namun berdasarkan hasil penelitian komisi HIS diketahui bahwa ternyata

    murid-murid yang menimba ilmu di HIS lebih banyak berasal dari golongan

    menengah ke bawah. Hal tersebut disebabkan salah satunya karena HIS dibuka

     pula oleh pihak swasta, di antaranya oleh Paguyuban Pasundan dengan

    mendirikan HIS Pasundan pada 1922. Berdasarkan hal tersebut, maka HIS telah

    membuka kesempatan mobilitas sosial karena terlepas dari ketentuan pemerintah,

    HIS telah membuka kesempatan bagi golongan masyarakat yang memiliki

     penghasilan rendah dan pihak swasta untuk memeperoleh pendidikan dengan

    sistem kolonial (Barat). Dengan demikian, hal ini menunjukkan adanya

     peningkatan pendidikan bagi golongan Bumiputra. Bahkan lama belajar di HIS

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    77/216

    Khusus untuk Kabupaten Cianjur sendiri, jumlah murid yang menimba

    ilmu di  Hollandsce Inlandsce School   (HIS)  hingga akhir 1925 berjumlah 294

    orang siswa. Jumlah ini naik 5 orang dibandingkan jumlah murid pada 1924.

    Semua siswa yang belajar di HIS Cianjur adalah siswa pribumi yang tidak

     beragama Kristen dan tersebar di 7 tingkatan kelas. Untuk kelas satu ada 45 orang

    siswa terdiri dari 30 pria dan 15 wanita. Untuk kelas dua, ada 57 orang siswa

    terdiri atas 36 pria dan 21 wanita. Untuk kelas tiga ada 44 orang siswa terdiri

    terdiri atas 28 pria dan 16 wanita. Untuk kelas empat ada 43 orang siswa terdiri

    atas 28 pria dan 15 wanita. Untuk kelas lima, terdapat 35 orang siswa yang terdiri

    atas 30 orang pria dan 5 wanita. Untuk kelas enam ada 37 orang siswa terdiri atas

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    78/216

     bekerja sebagai pegawai pamong praja dengan penghasilan kurang dari f. 100

    setiap bulan dan 140 orang murid (105 pria dan 35 wanita) berasal dari keluarga

    yang orang ruanya bergerak di bidang swasta. Sisanya sebanyak 76 orang murid

    (45 pria an 31 wanita) berasal dari kelas atas. Murid-murid tersebut adalah murid

    yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai pamong praja dengan penghasilan di

    atas f. 100 sebulan.45 

    3.  Openbare Schakelschool  (Sekolah Peralihan)

    Sekolah ini merupakan sekolah peralihan dari Sekolah Desa 3 tahun

    (Volkschool)  yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar ke

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    79/216

     bersekolah di Schakelscholen  Cianjur meningkat menjadi 113 orang. Pada saat

    didirikan, yakni 1925, semua siswa yang bersekolah di Schakelschool   Cianjur

    adalah penduduk pribumi. Karena baru didirikan, maka semua murid di

    Schakelschool  Cianjur duduk di kelas satu. Dilihat dari status sosial orang tua,

    murid-murid yang bersekolah di Schakelschool   Cianjur umumnya berasal dari

    kelas bawah. Adapun jumlah murid yang berasal dari kelas bawah ini tercatat 25

    orang terdiri atas 18 pria dan 7 wanita. Pekerjaan orang tua murid dari kelas

     bawah ini beraneka ragam, antara lain kepala desa, pegawai pemerintahan desa,

    tukang, pedagang kecil dan petani. Sisanya 3 orang berasal dari kelas menengah

    dengan perincian, dua orang murid berasal dari keluarga yang orang tuanya

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    80/216

    4.  Bij zonder Hollandsch Chineesche School (Sekolah Dasar Swasta untuk orang

    Cina)

    Sekolah yang didirikan pada tahun 1908 ini diperuntukkan bagi anak-anak

    keturunan Timur asing, khususnya bangsa Cina. Sekolah ini menggunakan

    Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan lama belajarnya adalah 7 tahun. Di

    Jawa Barat HSC antara lain terdapat di Cianjur, Bandung dan Jakarta.48 

    Sebagaimana halnya sekolah rendah yang menggunakan bahasa Belanda

    sebagai bahasa pengantar, sekolah rendah yang menggunakan bahasa daerah sebagai

     bahasa pengantar secara umum bisa dibedakan atas sekolah pemerintah dan sekolah

    swasta. Khusus untuk sekolah rendah swasta yang menggunakan bahasa daerah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    81/216

    di volkschool , yaitu membaca, menulis, berhitung, dan keterampilan. Lama

     pendidikan selama tiga tahun. Pada awalnya, sekolah desa ini kurang mendapat

     perhatian dari penduduk pribumi, namun setelah pemerintah kolonial turut campur

    secara lebih aktif, yang di antaranya dilakukan dengan mengubah sekolah rendah

    tersebut sebagai sekolah khusus untuk desa, perhatian penduduk mulai berubah dan

    menyambutnya dengan antusias. Besarnya perhatian penduduk terhadap sekolah

    rendah ini dapat dilihat dari banyaknya sekolah desa yang berhasil dibuka di Cianjur.

    Hingga akhir dasawarsa kedua abad ke-20, di Afdeling Cianjur berhasil didirikan 108

    sekolah desa. Dalam kurun waktu yang sama, Tasikmalaya telah memiliki 251

    sekolah, Bandung 239 sekolah, Garut 175 sekolah, Sumedang 139 sekolah dan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    82/216

    abad ke-20. adapun jumlah seluruh murid yang menimba ilmu di seluruh volkschool  

    di Kabupaten Cianjur hingga dasawarsa keempat abad ke-20 berjumlah 14.357 orang.

    Untuk mengelola seluruh volkschool   di Cianjur terdapat 302 orang sebagai tenaga

     pengajar.

    Dalam hal ini, para lulusan volkschool   yang ingin melanjutkan pendidikan

    ke jenjang yang lebih tinggi, diwajibkan untuk melanjutkan studinya di vervolgschool

    (Sekolah Lanjutan). Hingga dasawarsa keempat abad ke-20, terdapat 10 buah

    vervolgschool  yang didirikan di Cianjur. Kesepuluh vervolgschool  tersebut tersebar di

    daerah Cianjur, Cibeber, Pacet, Ciranjang, Cikalong Kulon, Sukanagara, dan

    Sindangbarang. Pada awal dasawarsa keempat abad ke-20 terdapat 1.094 murid

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    83/216

    ada 66 tenaga pengajar. Murid-murid yang berjumlah 2.000 orang di seluruh sekolah

    rendah kelas dua di Kabupaten Cianjur tersebar di lima tingkatan kelas.

    Sedangkan Sekolah Sarekat Islam merupakan sekolah rendah yang didirikan

    oleh Sarekat Islam yang dinamai Sekolah SI lokal. Hingga awal dasawarsa keempat

    abad ke-20 telah berhasil didirikan 3 buah sekolah SI lokal di Kabupaten Cianjur.

    Ketiga sekolah SI lokal tersebut terdapat di desa Cianjur Kaler, Cipanas dan Desa

    Jambudipa. Pada 1933, terdapat guru 5 orang dan 219 orang murid yang menimba

    ilmu di seluruh sekolah-sekolah SI lokal.

     Kesatrian School   juga turut meramaikan maraknya lembaga pendidikan di

    Cianjur. Sekolah ini didirikan oleh  Ksatrian Instituut   yang berpusat di Bandung.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    84/216

     bekerja bersama dengan Ny. Mayer maka besar kemungkinan ia akan terpengaruh

    dengan paham komunis dan bergerak menentang pemerintah.50 

    Akan tetapi Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum ternyata berpendapat

    lain. Melalui surat rahasia nomor da/1 tanggal 15 Januari 1921, Gubernur menyatakan

     bahwa  bagi seorang yang mengalami tekanan batin seperti Douwes Dekker, lebih

     baik diberi kesempatan untuk mendapatkan nafkah secara legal, daripada menghasut

    rakyat. Dengan adanya pernyataan gubernur, maka residen pun menyetujui maksud

    Douwes Dekker tersebut. Akhirnya, sejak bulan September 1922 ia diperkenankan

     bekerja pada sekolah Ny. Mayer dan diangkat sebagai guru pada sekolah tersebut.

    Sejak itulah Douwes Dekker mencurahkan perhatian dan mengabdikan diri

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    85/216

    oleh pemerintah tersebut karena dianggap tidak berdiri atas dasar nasional. Douwes

    Dekker menghendaki agar pendidikan di sekolahnya lebih difokuskan pada

     pembinaan sikap hidup agar memiliki harga diri dan kesadaran nasional yang kuat.

    Atas dasar itulah, maka pada bulan November 1924, sekolah tersebut berganti nama

    menjadi Ksatrian Instituut. Salah satu tujuan penting dibukanya lembaga pendidikan

    olah Ksatrian Instituut, yaitu memperkuat dan menciptakan rasa harga diri,

     pengembangan inisiatif dan kesadaran kemerdekaan, meninggikan peradaban sendiri

     berdasarkan rasa cinta kepada lingkungan, tanah air, bangsa, dan kepada

    kemanusiaan. Untuk menunjang tujuan tersebut, kurikulum di sekolah rendah

    Ksatrian Cianjur diarahkan pada pengjaran berdasarkan jiwa nasional dan pendidikan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    86/216

    dibandingkan jumlah murid HIS Pasundan pada umumnya. Jumlah murid HIS

    Pasundan Cianjur pada 1941 ada 501 orang murid. Jumlah murid tersebut, hanya bisa

    diungguli oleh HIS Pasundan Bandung, yang memiliki murid 619 orang, selain HIS

    Pasundan Puurwakarta yang memiliki murid 519 orang. Selain diajarkan mata

     pelajaran umum, murid-murid HIS Pasundan Cianjur juga diberikan pelajaran-

     pelajaran yang menjadi identitas sekolah, antara lain tarian Sunda, lagu Sunda,

     pencak silat, bahasa dan sastera Sunda, serta agama Islam.

    Di luar sekolah-sekolah rendah tersebut, ada beberapa sekolah rendah lain

    yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar yang dikelola oleh pihak

    swasta. Satu di antaranya adalah Arabische School Janatoettalib Wal Miskin (Sekolah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    87/216

    Karesidenan Priangan yang memiliki sekola zending, yaitu Bandung (4 sekolah),

    Sukabumi (2 sekolah), Garut (1 sekolah), da Tasikmalaya (1 sekolah).

    Adapun mengenai pendidikan kejuruan (vakonderwijs), ada tiga sekolah

    kejuruan yang berdiri di Cianjur pada abad ke-20. Ketiga sekolah kejuruan tersebut

    adalah Inlandsche Meisjesschool der Vereeniging  Kautamaan Istri (Sekolah Kejuruan

    Wanita Kautamaan Istri), Vakschool   Pasundan Istri (Sekolah Kejuruan Pasundan

    Istri), dan  Lanbouwschool   (Sekolah Pertanian). Sekolah Wanita Kautamaan Istri

    Cianjur merupakan sekolah kejuran pertama yang didirikan di Cianjur. Sekolah

    kejuran wanita yang didirikan pada 1906 ini merupakan perpaduan antara Sekolah

    Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika dan Sekolah Kautamaan Istri yang

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    88/216

    murid Sekolah Kejuruan Wanita Kautamaan Istri Cianjur, antara lain berhitung,

    menulis, bahasa Sunda, bahasa Belanda, bahasa Melayu, Budi Pekerti, Agama, serta

     pengetahuan (keterampilan) wanita, seperti membatik dan merenda. Pada masa awal

     pendiriannya, Sekolah Kejuruan wanita Kautamaan Istri Cianjur yang dipimpin oleh

    Raden Siti Djenab hanya memiliki murid 27 orang. Jumlah ini dari tahun ketahun

    semakin meningkat, adapun lulusan Sekolah Kejuruan Wanita Kautamaan Istri

    Cianjur ada yang melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru Van Deventer di

    Bandung atau ke sekolah guru di Salatiga.55

     

    Selain Sakola Kautamaan Istri, berdiri pula Sekolah Kejuruan Wanita

    Pasundan Istri ( Pasi-Vakschool ) yakni sekolah kejuruan wanita yang didirikan oleh

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    89/216

    Selanjutnya, pada abad ke-20 berdiri pula Sekolah Pertanian Desa

    ( Desalandbouwschool ) Cianjur yang dirancang sebaagai satu-satunya sekolah

    kejuruan non-wanita yang didirikan di Cianjur. Sekolah yang didirikan atas prakarsa

    mantan Bupati Cianjur ini terletak di desa Sabandar dan memerlukan lama

     pendidikan selama dua tahun. Adapun materi pokok pelajarannya bersifat teoritis dan

     praktis. Kurangnya perhatian penduduk terhadap sekolah pertanian menimbulkan

    kesulitan tersendiri bagi sekolah pertanian Cianjur untuk terus mempertahankan

    keberadaannya. Setelah sempat terhenti selama beberapa waktu, sekolah pertanian

    Cianjur dibuka kembali pada 1918, dengan mendapat subsisidi dari pemerintah

    kolonial. Pembukaan kembali sekolah pertanian ini ditandai oleh dibentuknya sebuah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    90/216

    (Legercommandant) Ter Poorten atas nama Pemerintah Hindia Belanda

    menandatangani Kapitulasi di Kalijati (Subang) sebagai pernyataan menyerah tanpa

    syarat kepada tentara Jepang. Akhirnya semua perlawanan dihentikan tanpa ada

     pertempuran yang sengit. Padahal pada mulanya mereka senantiasa

    mengumandangkan semboyan labih baik mati daripada bertekuk lutut.

    Dengan berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia memasuki

    suatu periode baru yaitu periode pemerintah kedudukan militer Jepang. Jepang

    menyerbu Indonesia karena tanah air kita karena kaya akan bahan-bahan mentah dan

    tenaga manusia. Hal ini sepadan dan memiliki dampak yang signifikan terhadap

    kelangsungan perang pasifik serta sesuai dengan cita-cita politik ekspansi Jepang saat

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    91/216

    adalah mengenai buku pelajaran karena semua buku pelajaran saat itu ditulis dalam

    Bahasa Belanda, sedangkan pemerintah Jepang sendiri melarang seluruh bangsa

    Indonesia untuk menggunakan bahasa tersebut.57

     

    Kondisi seperti ini juga berimplikasi pada terhentinya proses belajar

    mengajar pada Sakola Kautamaan Istri yang dikelola oleh Raden Siti Djenab di

    Cianjur karena pemerintah Jepang telah menutup seluruh sekolah lanjutan yang ada di

    Indonesia. Namun demikian, pemerintah Jepang telah melakukan beberapa reformasi

     pendidikan salah satunya dengan menjadikan sekolah dasar 3 tahun menjadi 6 tahun.

    Sistem seperti ini masih tetap digunakan hingga sekarang.

    Dasar dari pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Bangsa

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    92/216

    2.  Memasukkan materi Bahasa Jepang ke dalam mata pelajaran di sekolah.

    3.  Melakukan latihan-latihan militer di semua sekolah

    4.  Mengenalkan adat istiadat dan sejarah Jepang kepada rakyat Indonesia

    5. 

    Mempelajari ilmu bumi yang ditinjau dari sudut geopolitis

    Sistem pengajaran pada zaman pemerintahan Jepang banyak mengalami

     perubahan karena sistem penggolongan baik menurut golongan bangsa maupun

    menurut status sosial dihapuskan. Dengan demikian terdapat integrasi terhadap

     berbagai macam sekolah yang sejenis. Sejak zaman Jepang, Bahasa Indonesia pun

    mulai digunakan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan.58

     

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    93/216

    BAB III

    RIWAYAT HIDUP RADEN SITI DJENAB

    Tidak banyak sumber tertulis yang merekam riwayat hidup Raden Siti

    Djenab. Sejauh penelitian ini dilakukan, penulis hanya menemukan beberapa catatan

    tertulis tentang sosok tokoh pendidikan perempuan asal Cianjur ini. Data tersebut di

    antaranya diperoleh dari Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur.

    Data dari sumber ini pun hanya menampilkan laporan singkat tentang sejarah hidup

    Raden Siti Djenab. Adapun sumber tertulis lainnya merupakan hasil penelitian

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    94/216

    Oleh karena itu, untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, penulis

    merasa perlu secara langsung terjun ke medan penelitian untuk menelusuri informasi

    tentang kisi-kisi kehidupan Raden Siti Djenab melalui penuturan orang-orang yang

     pernah kontak secara langsung dengan beliau, baik keluarganya maupun siswi yang

     pernah mengeyam pendidikan di Sakola Kautamaan Istri pimpinan beliau.

    Data-data yang diperoleh dari kedua sumber ini -tertulis dan wawancara-

    selanjutnya dianalisis dengan pendekatan kritik sejarah untuk memperoleh sebuah

    konklusi yang lebih mendekati kebenaran. Kritik sejarah ini berfungsi menetapkan

    validasi dari sumber-sumber sejarah, menguraikannya kepada unsur-unsurnya yang

     baku serta membuat perbandingan serta evaluasi antara satuan-satuannya satu

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    95/216

    menyebutkan bahwa Raden Siti Djenab dilahirkan di Cianjur pada tahun 1884.4 Data

    yang terakhir ini senada dengan keterangan yang diberikan oleh Muhammad Mangun

    Sudarso, salah satu menantu Raden Siti Djenab yang menikah dengan puteri

     bungsunya, Siti Nani Khaerani pada 1962. Dalam hal ini, terdapat perbedaan

     pendapat mengenai waktu lahir Raden Siti Djenab. Pendapat pertama mengatakan

     bahwa Raden Siti Djenab lahir pada tahun 1890, sedangkan pendapat yang kedua

    mengatakan bahwa Raden Siti Djenab dilahirkan pada tahun 1884.  Perbedaan

     pendapat seperti ini wajar terjadi karena adanya perbedaan sumber (informan) dan

    waktu penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Ekadjati pada tahun 1980,

    sedangkan penelitian kedua dilakukan Tim Peneliti Arsip dan Perpustakaan Daerah

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    96/216

    orang tua Raden Siti Djenab. Kendati demikian, perlu digarisbawahi informasi yang

    diperoleh dari Sudarso, menantu Raden Siti Djenab dari anak bungsunya yaitu Raden

    Siti Nani Khaerani, yang menyebutkan bahwa Raden Martadilaga sesungguhnya

     bukanlah penduduk asli Cianjur, namun berasal dari daerah Priangan Timur. Beliau

    memiliki kebiasaan hijrah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menimba ilmu-

    ilmu agama Islam, sehingga dijuluki orang yang nyantri.5 Raden Siti Djenab sendiri

    adalah putri ketiga dari delapan bersaudara, yaitu: (1) R. A. Abdurrakhman, (2) Nyi

    Raden Siti Aisah, (3) Ir. R. H. Muh. Enoch, (4) Nyi Raden Siti Djenar (5) Nyi Raden

    Siti Rukiyah, (6) Raden Mustarom, dan (7) Nyi Raden Siti Kuraesin.

    Ekadjati mengemukakan bahwa saudara Raden Siti Djenab yang paling

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    97/216

    Siti Djenab tersebut menjabat dan menduduki posisinya masing-masing. Kendati

    demikian, dapat dipastikan bahwa keluarga Raden Siti Djenab termasuk ke dalam

    kategori keluarga menak   dan berpendidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan

     banyaknya saudara Raden Siti Djenab yang menduduki posisi penting baik untuk

    skala Cianjur maupun Priangan. Bahkan ada sebahagian kalangan yang berpendapat

     bahwa kesuksesan karir Raden Siti Djenab di dunia pendidikan sebenarnya tidak

    terlepas dari peran serta dan pengaruh sang kakanda, yakni R. A. Abdurrakhman,

    yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Meester Cornelis (Jatinegara) di wilayah

    Priangan.

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    98/216

    Satu ini pada tahun 1915 dikembangkan menjadi Hollansch Inlandsche School  (HIS:

    Sekolah Dasar).9 

    Menurut asumsi penulis, nampaknya Raden Siti Djenab mengenyam

     pendidikan dasar di Sekolah Dasar Kelas Dua ( De Scholen der Tweede Klasse).

    Asumsi ini berlandaskan pada data yang menyebutkan bahwa pada penghujung abad

    ke-19 hanya terdapat dua model Sekolah Dasar Negeri, yaitu:  pertama, Sekolah

    Dasar Kelas Satu ( De Scholen der Eerste Klasse) yang dikhususkan untuk anak-anak

    golongan Bumiputra yang terhormat, seperti anak-anak bangsawan dan tokoh-tokoh

    terkemuka, dengan masa belajar 3 (tiga) tahun, kedua, Sekolah Dasar Kelas Dua ( De

    Scholen der Tweede Klasse) yang diperuntukkan untuk masyarakat umum dengan

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    99/216

    Kemungkinan lain Raden Siti Djenab melewati pendidikan dasarnya di

    Sekolah Dasar Kelas Satu ( De Scholen der Eerste Klasse) di Bandung, karena selain

     beliau keturunan menak   (priyayi), kebetulan ayahnya juga berasal dari daerah ini,

    yang pada saat itu Bandung sendiri merupakan salah satu dari 5 (lima) kabupaten

     pada Keresidenan Priangan (Jawa Barat).

    Tidak dapat dipastikan secara jelas apakah Raden Siti Djenab pernah masuk

    ke Sekolah Lanjutan atau tidak, karena pada abad ke-19 pemerintah belum

    mengadakan pendidikan lanjutan untuk masyarakat pribumi. Hanya ada satu Sekolah

    Lanjutan pada saat itu, yaitu HBS ( Hoogere Burger School ), yakni Sekolah

    Menengah yang hanya dikhususkan untuk gadis-gadis remaja Eropa yang dibuka

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    100/216

     pada Sekolah Dasar Kelas Dua (Tweede Inlandse School ) yang terletak di daerah

    Joglo, Cianjur,14  sebelum mengkonsentrasikan diri di Sakola Kautamaan Istri yang

    akan dirintis olehnya kemudian.

    Setelah kurang lebih dua tahun menjadi guru magang (kweekeling)  di

    sekolah tersebut, Raden Siti Djenab mulai menaruh perhatian yang lebih serius

    terhadap pendidikan kaum perempuan. Akhirnya ia mengajukan usul kepada bupati

    untuk mendirikan Sakola Kautamaan Istri dan memulai karirnya dengan mengajar di

    sekolah tersebut. Sakola Kautamaan Istri merupakan sekolah yang memiliki concern 

    terhadap pemberdayaan pendidikan bagi kaum perempuan, sehingga murid-murid

    yang belajar di sekolah ini khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan yang tinggal

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    101/216

    sebagai regent  Cianjur dari tahun 1863  $  1910. Dengan demikian, kesuksesan R. Aria

    Muharram Wiranatakusumah tidak terlepas dari peran serta mertuanya yang berasal

    dari keturunan dalem Cikundul.16

     

    Hindarsah, salah seorang guru pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

    Cianjur yang pensiun pada 1975 mengemukakan bahwa pada saat itu semua orang

    yang aktif di dunia pendidikan pada khususnya dan masyarakat Cianjur pada

    umumnya merasa heran dan takjub dengan kepribadian dan kemampuan akademis

    yang dimiliki oleh Raden Siti Djenab. Belum lagi jika dipertimbangkan cermin

    realitas sosial pada saat itu, dimana kiprah kaum perempuan di Cianjur pada

    khususnya maupun di Indonesia pada umumnya belum begitu menggema seperti

  • 8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur

    102/216

    dunia pendidikan mendukung niat beliau untuk mendirikan sekolah yang

    diperuntukkan bagi kaum perempuan di Cianjur, kendati tidak sedikit orang yang

    menolak dan mencemooh ide Raden Siti Djenab tersebut.

    Tentang aspek lain menyangkut kepribadian Raden Siti Djenab, Hindarsah

    menandaskan, bahwa masyarakat Cianjur pada saat itu tidak berani menatap dan

    memandang wajah Raden Siti Djenab ket