eva fitriati_konsep pendidikan perempuan cianjur
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
1/216
ABSTRAKS
Barangkali tidak banyak orang yang tahu bahwa pada era pergerakan nasionalhingga akhir kekuasaan pemerintah kolonial Belanda, Cianjur pernah melahirkan
seorang tokoh pendidikan yang memiliki concern terhadap pemberdayaan kaum perempuan. Selain itu, tidak banyak pula orang yang menyinggung bahwa selamakurun waktu kurang lebih 48 tahun Cianjur pernah dijadikan sebagai ibukotaKaresidenan Priangan, yang pada perkembangannya sekarang telah berubah namamenjadi Propinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu kabupaten tertua di Priangan,Cianjur termasuk salah satu daerah yang tidak dapat mangkir dari penetrasi VOC,
pemerintah kolonial Inggris dan Belanda, sehingga dalam rentang sejarahnya Cianjurtelah mengalami berbagai transformasi sosial budaya dalam berbagai aspek, salahsatunya adalah pendidikan.
Pada medio dasawarsa kedua abad ke-20, tepatnya pada tahun 1916, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Sekolah ini bernama Sakola Kautamaan Istri yang didirikan oleh RadenSiti Djenab bersama-sama dengan Raden Aria Muharram Wiranatakusumah yang
pada saat itu menjabat sebagai Bupati Cianjur. Modus pendirian Sakola KautamaanIstri dilatarbelakangi oleh suatu kondisi dimana kaum perempuan acap kalimemperoleh perlakuan diskriminatif, hanya karena alasan-alasan yang kurang logis.Misalnya terjadi sebuah kondisi dimana orang tua akan lebih memperhatikan
pendidikan bagi anak laki laki dibanding anak perempuannya hanya karena alasan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
2/216
Setelah dilakukan penelitian, dapat diketahui bahwa Raden Siti Djenab, penggagas Sakola Kautamaan Istri Cianjur, adalah seorang aktifis perempuan Cianjuryang terlahir dari keluarga menak . Namun demikian, orang tuanya bukan berasal darikalangan birokrat yang memiliki posisi strategis dalam arena pengambilan kebijakan.Karena itu, pendirian Sakola Kautamaan Istri ini merupakan hasil kerja keras dan
jerih payah Raden Siti Djenab sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kaum perempuan Sunda khususnya dan perempuan Indonesia pada umumnya. Proyekkemanusiaan yang berjangkauan ke depan itu ditempuh oleh Raden Siti Djenab demimemupus realitas keterbelakangan, penindasan, kebodohan, kesewenang-wenanganserta dominasi kaum laki-laki yang kerap menciptakan sekat-sekat dikotomis yangtidak menguntungkan bagi kaum perempuan. Melalui pendidikan, Raden Siti Djenab
berusaha mengurai benang kusut relasi antara laki-laki dan perempuan yang terkesantimpang dan tidak adil itu.
Secara historis, gagasan Raden Siti Djenab untuk mendirikan SakolaKautamaan Istri terinspirasi oleh kedua pendahulunya, yakni Raden Dewi Sartika danRaden Ayu Lasminingrat. Raden Dewi Sartika adalah sang pionir yang pertama kalimenelurkan gagasan tentang pemberdayaan pendidikan bagi kaum perempuan di tatarSunda. Pandangannya tentang wanita ideal yang tersimpul dalam slogannya yangterkenal Nu bisa hirup! (yang dapat hidup) telah mengarahkan seluruh denyuthidupnya untuk memperjuangkan nasib dan derajat kaum perempuan. Berkat tekaddan upaya Raden Dewi Sartika-lah, Sakola Kautamaan Istri perdana mengejewantah
di Kab paten Band ng Sementara Raden A Lasminingrat adalah seorang anita
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
3/216
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada yang memiliki
segala keindahan yang dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah ke hadapan Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan kebenaran.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi syarat yang
telah ditetapkan dalam menempuh studi pada Konsentrasi Pendidikan Islam Program
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun
tema yang diangkat penulis adalah upaya pemberdayaan bagi kaum perempuan di
K b t Ci j di k i l h l h t k h didik it
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
4/216
Hal ini tentunya menjadi kesulitan tersendiri bagi penulis karena literatur yang
dapat dijadikan referensi sangatlah sedikit. Sehingga untuk melengkapi data-data
yang diperlukan, penulis harus melakukan berbagai wawancara dengan saksi hidup
yang pernah mengalami kontak langsung dengan Raden Siti Djenab. Selain itu,
penulis juga menelusuri beberapa manuskrip tentang Kabupaten Cianjur di Kantor
Arsip Nasional Republik Indonesia, ditambah dengan data-data yang tersimpan di
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur.
Selama penelitian ini dilakukan, tidak sedikit kepenatan dan kesulitan yang
dihadapi oleh penulis. Namun berkat kesungguhan dan kerja keras serta dorongan
dari berbagai pihak, alhmadulillah segala kepenatan dan kesulitan tersebut dapat
di t i d b ik b ik hi t i i i d t di l ik S h b
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
5/216
penulis selama menyelesaikan tesis ini. Selanjutnya penulis juga menghaturkan
terima kasih yang tiada terhingga kepada Prof. Dr. Badri Yatim, MA yang telah
bersedia mencurahkan ide serta gagasannya untuk membimbing penulis, terutama
pengenalan terhadap penelitian sejarah yang masih sangat samar untuk diraba bagi
penulis. Semoga Allah SWT. senantiasa menyertai kesuksesan mereka dalam
menjalankan aktifitasnya.
Proses penelitian dalam rangka penulisan tesis ini telah memakan waktu
kurang lebih 10 bulan. Rentang waktu tersebut tentunya sedikit banyak telah
berpengaruh juga pada intensitas penulis dalam menjalankan rutinitas di Project
Implementation Committee (PIC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu,
li k t i k ih k d k k PIC P f D S it MA
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
6/216
dengan biografi sang tokoh sudah barang tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi
penulis. Untuk mempermudah menelusuri jejak sejarah sang tokoh, selama proses
penelitian ini dilakukan penulis banyak dibantu oleh beberapa saksi hidup yang
pernah mengalami kontak langsung dengan Raden Siti Djenab, di antaranya: Drs. H.
Mangun Sudarso, satu-satunya menantu almarhum yang masih hidup, Drs. H. Ahmad
Hindarsah, salah seorang pensiunan guru pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Cianjur tahun 1975, R. Hj. Ule Djulaeha, salah seorang di antara murid
Sakola Kautamaan Istri Cianjur dan Drs. H. Iim Abdurrachim beserta staff pada
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur. Informasi yang telah
mereka berikan telah menjadikan penelitian ini sebagai suatu hadiah terindah bagi
l h k h Ci j
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
7/216
bahkan hingga kegundahan hati kita selama menjalani proses pembelajaran.
Perjalanan masa studi kita sungguh menggugah jiwa, menggairahkan hati nurani
untuk selalu berbagi dalam lingkar persahabatan.
Ungkapan terima kasih selanjutnya penulis haturkan kepada papa dan mama
tercinta; Noor Rachmat Suwandi, B. Sc. Tek. dan Tien Sutini, juga kepada E. A.
Bakri dan E. Hafsah yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil
serta doa yang tulus kepada penulis. My Lovely Brother ; Achmad Farid Zaenuri.
Sukses selalu...! Untuk almamaterku Yayasan Madrasah Tanwiriyyah Cianjur serta
kawan-kawan Pesanggrahan; Ummu, Eni, Yuni, Teh Siefa, Irma dan #Cing Amat,
terima kasih atas rental gratisnya selama penulis menyelesaikan tesis ini. Ucapan
t i k ih li ik l k d l h t P t St di W it
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
8/216
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem pendidikan yang
diintroduksikan oleh pemerintah Belanda dan kemudian dianut oleh bangsa Indonesia
adalah sistem pendidikan yang bersifat dualistis, yakni sistem pendidikan Eropa dan
sistem pendidikan Pribumi. Hal ini tentunya tidak terlepas dari adanya suatu
fenomena yang berjalan beriringan dengan munculnya sistem perkebunan Eropa serta
l bi k i k l i l P d t it k b i t k b E
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
9/216
adanya empat kategori sekolah sebagai perpaduan antara kedua subsistem tersebut,
yakni:
1.
Sekolah Eropa. Sekolah ini sepenuhnya memakai model sekolah negeri
Belanda dengan menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar,
terlebih karena sekolah tersebut adalah khusus diperuntukkan bagi anak-anak
yang berasal dari Eropa.2
2. Sekolah bagi pribumi yang memakai Bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Pada abad ke-20, sekolah ini identik dengan Sekolah Kelas Satu
(Eerste Klasse).
3 S k l h b i ib i k i b h d h b i b h
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
10/216
langsung oleh masyarakat pribumi yang disebut dengan Geestelijke Scholen
(Sekolah-sekolah Agama) atau lebih dikenal dengan nama pesantren.
Sistem seperti ini berlangsung hampir di semua wilayah di Indonesia,
termasuk Jawa Barat. Jauh sebelum mengenal sekolah model Barat, Jawa Barat sudah
lebih dahulu mengenal sekolah-sekolah yang menggunakan sistem pribumi. Sekolah-
sekolah dengan sistem pribumi ini oleh pemerintah kolonial Belanda disebut sebagai
Geestelijke Scholen (Sekolah-sekolah Agama) sementara di kalangan pribumi lebih
dikenal dengan nama pesantren.
Secara sederhana pesantren diartikan sebagai suatu lembaga pendidikan
i b il il I l Id l b h k di i d i
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
11/216
berada di desa-desa di mana tidak tersedia fasilitas akomodasi yang cukup untuk
dapat menampung para santri. Dengan demikian diperlukan adanya asrama khusus
bagi para santri. Ketiga, adanya sikap take and give antara kyai dengan santrinya, di
mana para santri akan menganggap kyai seolah-olah sebagai ayahnya sendiri. Begitu
pula dengan keberadaan sebuah mesjid, karena mesjid merupakan elemen yang tidak
dapat dipisahkan dengan pesantren. Kedudukan mesjid sebagai pusat pendidikan
dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan
tradisional Islam. Keberadaan para santri juga akan menjadi elemen yang sangat
penting pada sebuah pesantren, di mana para santrilah yang nanti akan bertindak
b i b k didik P d k b l j i dib i j di
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
12/216
Kuning. Kitab Kuning diartikan sebagai buku-buku berhuruf Arab yang biasa
digunakan di lingkungan pesantren dan dicetak di atas kertas berwarna kuning.5
Perkembangan pesantren di Jawa Barat cukup pesat. Pada 1856, di Cianjur
telah ada 27 pesantren, dengan jumlah guru 27 orang. Dengan demikian, setiap
pesantren dikelola oleh seorang guru. Jumlah santri yang menimba ilmu di pesantren-
pesantren tersebut seluruhnya berjumlah 1.090 orang, atau sepadan dengan asumsi 40
orang untuk masing-masing pesantren. Sebagai bahan perbandingan, pada tahun yang
sama Kabupaten Bandung memilliki 57 pesantren, Kabupaten Sumedang 84
pesantren, kabupaten Sukapura 3 pesantren dan kabupaten Limbangan 53 pesantren.
d j l h i d l h di b d di
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
13/216
Jawa pada 1811, rencana itu tidak terealisasikan. Namun demikian, pada tahun 1809
Daendels telah berhasil mendirikan pendidikan bidan sebagai bagian dari usaha
pemeliharaan kesehatan rakyat. Pada tahun yang sama Daendels juga telah
mendirikan tiga buah sekolah gadis (ronggeng) di Cirebon, meskipun dalam
pelaksanaannya sekolah ini dikelola di bawah tanggungan sultan.
Pada perkembangan selanjutnya, yakni pada 1816 kekuasaan atas Pulau
Jawa kembali beralih ke tangan Belanda. Pada saat itu penyelenggaraan sekolah-
sekolah diserahkan kepada C. G. C. Reinwardt, dan untuk yang pertama kalinya
bertempat di Jakarta dibuka sekolah yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
14/216
menuju pada suatu politik yang konstruktif. Perjuangan politik kolonial yang
progresif itu kemudian diteruskan oleh Van Kol, Van Deventer dan Brooschooft.
Dalam salah satu tulisannya pada majalah De Gids berjudul Hutang Kehormatan,
Van Deventer menyatakan bahwa hasil dari panen yang sangat berharga melalui
sistem Tanam Paksa, Negeri Belanda telah memperoleh keutungan berjuta-juta
gulden. Sebagai contoh, antara tahun 1867 hingga 1878 keuntungan yang diperoleh
Belanda tidak kurang dari 187 juta gulden. Hal ini menjadi hutang budi Belanda
terhadap rakyat Indonesia yang perlu dikembalikan, sekalipun dalam bentuk lain
karena hal tersebut merupakan hutang kehormatan.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
15/216
Belanda diharapkan dapat menjadi pengantar di sekolah-sekolah yang
diperuntukkan bagi pribumi.
b.
Memberikan pendidikan rendah bagi golongan bumiputera yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka.
Kebijakan tersebut merupakan realisasi daripada Politik Etis dalam bidang
pendidikan yang telah mengakibatkan adanya dampak-dampak diantaranya:
diselenggarakannya pendidikan bagi golongan atas, dengan demikian masyarakat
Indonesia lambat laun dapat menduduki posisi yang sampai saat itu hanya dapat
diduduki oleh orang Belanda. Selain itu, masyarakat Indonesia juga mencapai
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
16/216
terkenal dengan nama Dr. Danudurdjo Setiabudi. Sekolah ini didirikan pada
November 1924 dan bertujuan untuk menumbuhkan jiwa nasional dan pendidikan ke
arah manusia yang berpikiran merdeka.9
Namun hal yang dipandang menarik adalah berdirinya 3 (tiga) sekolah yang
khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Pada tanggal 16 Januari 1904 di
propinsi Jawa Barat, tepatnya di Kota Bandung, telah berdiri Sakola Istri yang
diprakarsai oleh Raden Ayu Dewi Sartika. Menyusul 3 (tiga) tahun kemudian berdiri
satu lembaga yang memiliki konsentrasi yang sama dengan Raden Ayu Dewi Sartika,
yaitu Sekolah Kautamaan Istri Ayu Lasminingrat. Sekolah ini didirikan di Garut pada
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
17/216
Siti Djenab dan Raden Ayu Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri juga
karena adanya keinginan yang kuat untuk mendobrak paham lama bahwa kaum
wanita tidak wajib untuk mendapat pendidikan yang layak seperti anak laki-laki pada
umumnya.
Suryadi mengemukakan bahwa salah satu bentuk ketidakadilan gender yang
seringkali menimpa kaum perempuan adalah kuatnya paham diskriminasi perempuan
terhadap laki-laki. Diskriminasi seperti ini misalnya terjadi pada sebuah kondisi di
mana orang tua akan lebih memperhatikan pendidikan bagi anak laki-laki dibanding
anak perempuannya. Alasannya sangat klise, di antaranya bahwa anak laki-laki pada
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
18/216
Terlebih pada saat itu, kondisi realitas perempuan yang berasal dari
golongan menak (priyayi) memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan kaum
perempuan pada umumnya. Anak-anak gadis dari golongan priyayi usia kanak-kanak
hingga usia 10 tahun memiliki kehidupan yang berbeda dengan anak-anak gadis
seusianya yang berasal dari golongan masyarakat biasa. Perbedaan tersebut antara
lain terletak pada batasan yang mengurangi kebebasan mereka dalam bermain.
Mereka dilarang untuk bermain sembarangan kecuali dengan teman-teman yang
memiliki derajat yang sama dengan mereka. Begitu pula dengan jenis permainan dan
tempat yang digunakan untuk bermain, tidak semua jenis permainan dapat dimainkan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
19/216
Pendidikan yang diterima oleh para anak gadis dari kalangan priyayi pada
umumnya cukup dengan pelajaran agama, salah satunya dengan belajar membaca Al-
Qur #an. Terlebih pada saat itu, belum ada peraturan yang mewajibkan mereka untuk
sekolah. Jumlah sekolah yang ada pada saat itu juga tergolong masih sangat sedikit.
Maka jumlah anak-anak gadis yang mendapat pendidikan formal di sekolah pun
masih sangat terbatas dan hanya boleh diikuti oleh golongan-golongan tertentu saja.
Walaupun anak-anak dari kalangan kaum priyayi mendapat hak-hak istimewa, namun
mereka tidak dengan sendirinya dapat menikmati hak-hak tersebut. Dalam hal
pendidikan misalnya, anak laki-laki mendapatkan prioritas yang lebih utama
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
20/216
Bertolak dari permasalahan tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan
penelitian yang lebih mendalam mengenai eksistensi dan konsep pendidikan bagi
kaum wanita Sunda seperti yang sudah dikemukakan di atas. Namun demikian, pada
penelitian ini penulis tidak membahas ketiga tokoh tersebut secara keseluruhan.
Adapun tokoh yang akan menjadi obyek penelitian kali ini adalah Raden Siti Djenab,
pendiri Sakola Kautamaan Istri yang didirikan pada tahun 1916 di Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat.
Sehubungan dengan itu, penulis akan mengambil tema Konsep
Pendidikan Raden Siti Djenab (Upaya Pemberdayaan Pendidikan Bagi Kaum
! "
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
21/216
Sehubungan dengan adanya berbagai kondisi yang timbul pada saat itu,
terdapat kemungkinan bahwa Raden Siti Djenab mendirikan Sakola Kautamaan Istri
terinspirasi oleh salah satu tokoh yang memiliki peranan yang sangat penting dalam
dunia pendidikan di daerah Jawa Barat. Dengan demikian, alasan kenapa sekolah
yang didirikan oleh Siti Djenab dinamakan Sakola Kautamaan Istri pun patut
dipertanyakan.
Untuk memprakarsai sebuah lembaga pendidikan, diperlukan adanya
perencanaan yang matang dari pihak penyelenggara sehingga perlu diketahui apakah
proses pendirian Sakola Kautaman Istri dilakukan oleh Raden Siti Djenab secara
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
22/216
dengan konsep yang dikemukakan oleh Raden Dewi Sartika di Kabupaten Bandung
dan Raden Ayu Lasminingrat di Kabupaten Garut karena tidak tertutup kemungkinan
bahwa Raden Siti Djenab terinspirasi oleh kedua tokoh tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian pemikiran pendidikan yang menggunakan
pendekatan sejarah. Namun demikian, karena fokus penelitian lebih diarahkan pada
aspek-aspek pendidikan maka secara spesifik masalah-masalah yang terdapat dalam
penelitian ini dititikberatkan pada masalah-masalah pendidikan, dan concern
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
23/216
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka
masalah-masalah yang terdapat pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kiprah Raden Siti Djenab dalam bidang pendidikan khususnya
pendidikan bagi perempuan di Cianjur?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Raden Siti Djenab dalam
mengaplikasikan gagasannya?
3. Bagaimana pola dan sistem pendidikan yang diterapkan oleh Raden Siti
Djenab dalam mendidik siswanya pada Sakola Kautamaan Istri?
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
24/216
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, dapat diketahui pula faktor-faktor
yang mempengaruhi Raden Siti Djenab dalam mengaplikasikan gagasannya untuk
mendirikan Sakola Kautamaan Istri. Selain itu, karena proses pendirian sekolah ini
mengadopsi dari sekolah yang sudah ada sebelumnya $ yakni Sakola Istri yang
didirikan oleh Raden Dewi Sartika dan Sakola Kautamaan Istri yang didirikan oleh
Raden Ayu Lasminingrat $ maka penelitian ini juga akan bertujuan untuk mengetahui
korelasi konsep pendidikan yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya dari penelitian ini adalah bagaimana
Raden Siti Djenab mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
25/216
pentingnya adalah hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
dan masukan bagi pemerintah daerah (PEMDA) Kabupaten Cianjur dalam
menyusun rencana strategis pengembangan kualitas sumber daya kaum perempuan
Sunda yang berada di Kabupaten Cianjur. Selebihnya, semoga dengan
dilaksanakannya penelitian ini masyarakat Cianjur khususnya, dan masyarakat luas
pada umumnya dapat mengenal lebih jauh tentang sosok seorang perempuan
pribumi dari Cianjur yang berhasil mengembangkan konsep pendidikan bagi kaum
perempuan di Jawa Barat yaitu Raden Siti Djenab.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
26/216
peneliti menggunakan proses induktif dalam menyusun kesimpulan dari fakta-fakta
yang sudah diketahui.14
1. Sumber dan Jenis Data yang Digunakan
Sumber dan jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Sumber tertulis.15 Sumber tertulis ini diperoleh melalui sumber buku,
makalah, tulisan ilmiah dan berbagai arsip meskipun sifatnya masih sangat
sederhana. Sumber tertulis lainnya diperoleh pula dari Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
27/216
2. Teknik Perolehan Data
Data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh melalui:
a.
Library research (kajian pustaka). Seperti yang telah dikemukakan di atas
bahwa referensi yang ditemukan juga masih sangat sedikit. Dari literatur yang
penulis gunakan, hanya terdapat beberapa data primer yang bisa dijadikan
sebagai rujukan. Selebihnya, peneliti menemukan data-data melalui makalah-
makalah dan website. Tulisan-tulisan tersebut dibaca, selanjutnya dianalisis
kemudian disimpulkan. Dalam hal ini, penulis menemukan beberapa kendala
dalam menelaah data-data karena terdapat beberapa persepsi mengenai data
yang disampaikan oleh masing-masing penulis Terlebih karena penelitian ini
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
28/216
tertentu agar informan dengan segala senang hati bersedia memberikan
jawaban atau penjelasan, di antaranya meminimalisir adanya kesan memaksa,
pengajuan pertanyaan dikemas dalam gaya bahasa yang mudah dipahami oleh
informan, tidak menyinggung perasaan, dll.18
Dalam hal ini peneliti telah
melakukan wawancara di antaranya: 1) Raden Hj. Ule Djulaeha, salah seorang
siswi Sakola Kautamaan Istri dan pernah bertemu dengan Raden Siti Djenab,
2) Drs. H. Muhammad Mangun Sudarso, salah satu keluarga Raden Siti
Djenab yang masih hidup, dan 3) Dra. Hj. Aan Hasanah, salah satu guru
Sakola Kautamaan Istri meskipun dalam proses pembelajarannya, sekolah
tersebut telah berganti nama menjadi Sekolah Kejuruan Keterampilan Pertama
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
29/216
3. Teknik Pengolahan Data
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa sumber dan jenis data yang
diperoleh pada penelitian ini salah satunya adalah berupa sumber tertulis, baik yang
ditulis tangan dalam bentuk manuskrip maupun yang sudah dicetak dalam bentuk
buku. Jenis data lain juga diperoleh dalam bentuk foto yang setidaknya dapat
memberikan informasi penting lainnya dari seorang tokoh yang bernama Raden Siti
Djenab. Data-data yang diperoleh pada penelitian ini sedikit banyak juga melibatkan
orang-orang yang terkait langsung dengan tokoh yang diteliti melalui proses
wawancara. Hal ini dipandang perlu karena mereka pernah mengalami kontak
langsung dengan sang tokoh Setelah data-data tersebut diperoleh peneliti mengolah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
30/216
4. Bentuk Pelaporan
Bentuk laporan penelitian yang disampaikan dikemukakan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-data
yang sudah diperoleh dan dianalisis sehingga menjadi satu bentuk kesatuan yang utuh
dan menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan
sebelumnya.19
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
31/216
BAB II
SEJARAH CIANJUR
DAN PERKEMBANGANNYA HINGGA TAHUN 1942
A. Sejarah Berdirinya Cianjur
Jauh sebelum kedatangan VOC dan pemerintah kolonial Belanda, pada
tahun 1620 di bagian Barat Pulau Jawa telah terbentuk sebuah wilayah politik yang
bernama Priangan. Wilayah ini berada di bawah kekuasaan Mataram yang
sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Sumedang Larang. Salah satu bentuk penataan
wilayah yang dilakukan oleh Mataram adalah dengan membentuk kabupaten. Adapun
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
32/216
Karawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaja (Galuh) dan Sekace (Galunggung atau
Sindangkasih). Penataan yang dilakukan oleh Amangkurat I ini merupakan penataan
terakhir yang dilakukan Mataram atas wilayah Priangan. Setelah menguasai Priangan
selama kurang lebih 57 tahun (1620 $ 1677), Mataram kemudian menyerahkan
Priangan kepada VOC secara bertahap. Proses penyerahan wilayah ini dilakukan
selama 2 (dua) tahap; tahap pertama dilakukan pada 1677, dan tahap kedua dilakukan
pada 1705.2
Keinginan VOC untuk menguasai wilayah Priangan tidak terlepas dari
berbagai kepentingan politisnya, di antaranya: Pertama, tujuan politik, dengan
membentuk daerah pemisah antara dua kerajaan yang pada saat itu masih menjadi
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
33/216
Pada bagian wilayah ini akhirnya dibentuk sebuah padaleman dengan nama Cianjur
dengan menjadikan Cikundul sebagai pusatnya. Adapun orang yang dipercaya untuk
memimpin padaleman disebut dengan dalem. Dalem pertama yang memangku
jabatan padaleman adalah dalem Raden Aria Wira Tanu I, yang berkuasa selama
rentang waktu antara 1677 $ 1691. Selanjutnya, tampuk pemerintahan diserahkan
kepada Aria Wira Tanu II, dan pada saat yang bersamaan Cianjur resmi menjadi
sebuah kabupaten. Perubahan status atas Cianjur ini ditandai dengan pengakuan VOC
terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai regent (bupati) Cianjur pada 1691
yang sekaligus dinobatkan menjadi bupati pertama Kabupaten Cianjur. Aria Wira
Tanu II sendiri menjabat sebagai bupati Cianjur hingga 1707. Dienaputra kembali
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
34/216
wilayah sebelah Barat Sungai Karawang (Citarum) hingga Sungai Pamanukan, ke
sebelah Selatan hingga Laut Jawa, ke sebelah Utara hingga Laut Jawa.4 Posisi Cianjur
sendiri berada sebelum Sungai Karawang (Citarum). Bahkan saat ini Sungai Citarum
dijadikan sebagai wilayah perbatasan antara Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten
Bandung. Dengan demikian, Cianjur sudah masuk menjadi wilayah kekuasaan VOC
sejak masa penyerahan wilayah tahap pertama dari Mataram kepada VOC pada
rentang waktu antara 19 $ 20 Oktober 1677.
B. Perkembangan Wilayah dan Sistem Politik
Setelah berubah status menjadi kabupaten pada akhir abad ke-17, Cianjur
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
35/216
dikenal sebagai bupati pertama di Priangan yang berhasil menyerahkan hasil
penanaman kopi kepada VOC.
Kesuksesan Aria Wira Tanu III yang telah menjadikan Cianjur sebagai
kabupaten pertama yang berhasil menyerahkan hasil penanaman kopinya kepada
VOC, secara tidak langsung telah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di
Priangan. Kesuksesan ini mendorong VOC untuk memberikan hadiah kepada Aria
Wira Tanu III dalam bentuk perluasan wilayah baru. Pemberian hadiah dalam bentuk
wilayah politik kepada Bupati Cianjur ini terjadi pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Van Swoll (1713 $ 1718). Adapun daerah yang diberikan kepada Bupati Aria
Wira Tanu III adalah Distrik Jampang yang terletak di bagian Timur Cianjur Selatan.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
36/216
Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada 1748 dengan memasukkan
Cibalagung sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Cianjur. Pemekaran ini terjadi
ketika Aria Wira Tanu IV menjabat sebagai Bupati Cianjur pada rentang waktu antara
1727 $ 1761. Tidak hanya itu, mulai tahun 1752 Cikalong juga mulai dimasukkan
menjadi bagian dari kabupaten.6
Memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan Daendels, Cianjur
mengalami tiga kali penataan wilayah. Penataan wilayah pertama terjadi pada 1808
dengan memasukkan Cianjur ke dalam Landdrostambt der Jacatrache en dan
Preanger Bovenlanden (Wilayah-wilayah Jakarta dan Priangan yang berada di
daaerah hulu sungai). Selain Cianjur terdapat pula kabupaten-kabupaten lain yang
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
37/216
Priangan Jakarta dan Cirebon). Sedikit berbeda dengan penataan sebelumnya,
penataan wilayah yang dilakukan pada 1810 ini secara eksplisit lebih banyak
didasarkan atas pertimbangan ekonomi. Hal ini ditandai dengan dibaginya wilayah
atas daerah produsen kopi dengan daerah yang bukan produsen kopi. Dengan
demikian, Jakartrasche en Cheribonsche Preanger Regentschappen terdiri atas
daerah-daerah yang di dalamnya termasuk ke dalam produsen kopi di Priangan.
Namun belum genap satu tahun menjalani hasil penataan wilayah yang kedua,
Cianjur kembali mengalami penataan wilayah. Penataan wilayah ini terjadi pada 2
Maret 1811, yakni dengan memasukkan Cianjur, Bandung, Parakanmuncang dan
sebagian Sumedang ke dalam wilayah Bataviansche Regentschappen. Penataan yang
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
38/216
meliputi: Batavia $ Buitenzorg $ Puncak $ Cianjur $ Bandung $ Sumedang. Selain
upaya pembangunan Jalan Raya Pos, Daendels juga membangun jembatan serta jalan
untuk pengangkutan berat dengan menggunakan kerbau atau kuda. Adapun salah satu
jembatan yang dibangun di Cianjur adalah jembatan yang melintas di atas Sungai
Cisokan. Sedangkan untuk melewati sungai-sungai yang lebar seperti Sungai
Citarum, Daendels menyediakan tempat-tempat penyeberangan khusus dengan
menggunakan perahu tambang.8
Selain perkembangan yang berhubungan langsung dengan sarana jalan raya,
untuk mendukung kelancaran perjalanan di sepanjang Jalan Raya Pos, pada setiap
sembilan kilometer dibangun sebuah pendopo yang dapat digunakan untuk
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
39/216
1812. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1815, sejalan dengan pemisahan wilayah
Priangan dan Buitenzorg, Cianjur secara resmi dimasukkan ke dalam Karesidenan
Priangan (Preanger-Regentschappen), dan Th. Mc Quoid bertindak sebagai residen.
Hingga penelitian ini dilakukan, tidak diketahui secara pasti dimana pusat ibukota
Karesidenan Priangan pada saat itu. Namun asumsi awal yang bisa dikembangkan
adalah pada saat itu Cianjur menjadi salah satu sentral jalur Jalan Raya Pos, yakni:
Batavia $
Buitenzorg $
Puncak $
Cianjur $
Bandung $
Sumedang, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa pada saat itu ibukota Karesidenan Priangan berada di
Kabupaten Cianjur. Selain itu, data yang dikemukakan oleh Dienaputra menyebutkan
bahwa dari beberapa penelusuran yang ia lakukan, pada 1819 Cianjur dipastikan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
40/216
menempatkan residen, Raffles juga menempatkan seorang asisten residen di hampir
seluruh karesidenan.10
Keberadaan Th. Mc Quoid sebagai residen Priangan tidak berlangsung
lama. Kurang lebih satu tahun kemudian, tepatnya 3 Agustus 1816, tampuk
kekuasaan kembali beralih dari pemerintah Inggris ke tangan Belanda dan
mengangkat P. W. L. van Motman sebagai residen Priangan. Dalam kedudukannya
sebagai residen Priangan, Motman merangkap sebagai super-intendentie (pengawas
tertinggi) pemungutan pajak pada penanaman kopi. Dalam hal ini perlu dijelaskan
bahwa ketika Raffles menguasai Priangan sejak 1811, pada 1813 VOC mulai
mengalami kebangkrutan sehingga kekuasaan atas tanam paksa kopi harus dipegang
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
41/216
Raffles tidak sebanyak pembangunan infrastruktur yang dilakukan semasa Daendels.
Pembangunan yang dilakukan Raffles hanya sebatas membangun jalan-jalan baru ke
pedalaman pada beberapa ruas Jalan Raya Pos yang telah dibangun Daendels.11
C. Penanaman Paksa Kopi
Seperti telah dipaparkan di awal bahwa tanam paksa kopi di Cianjur mulai
diberlakukan sejak Raden Aria Wiratanu III menjabat sebagai bupati Cianjur III
sehingga ia dijuluki sebagai bupati pertama di Karesidenan Priangan yang berhasil
menyerahkan hasil penanaman kopinya kepada VOC. Bahkan berkat keberhasilannya
menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di Priangan telah mendorong VOC
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
42/216
panjangnya usia tanaman kopi sebagai tanaman paksa. Berbeda dengan jenis-jenis
tanaman paksa lainnya, seperti kina, tembakau dan gula, keberadaan kopi sebagai
tanaman paksa di seluruh Karesidenan Priangan terus dipertahankan hingga awal
abad ke-20.
Namun demikian, perkembangan tanaman kopi di Cianjur sepanjang abad ke-19
dan abad ke-20 tidak selamanya meningkat. Dalam jarak waktu antara 1832 $ 1863
jumlah tanaman kopi di Cianjur cenderung menurun, terbukti pada 1832 tanaman
kopi di Cianjur menjadi nomor dua terbanyak setelah Bandung. Pada saat itu tanaman
kopi di Cianjur berjumlah 13.017.006 batang sedangkan tanaman kopi di Bandung
mencapai 15.942.158 batang. Tapi jika dibandingkan dengan kabupaten lain di
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
43/216
oleh munculnya jenis tanaman kopi baru yakni jenis liberia (Coffea Liberica Bull)
dan tanaman kopi dari jenis robusta (Coffea Robusta Linden). Dengan munculnya
kedua jenis kopi ini, spesies liberia menjadi pilihan pertama untuk menggantikan kopi
jenis arabika karena memiliki daya tahan tinggi terhadap serangan hama kopi.
Keunggulan lainnya, kopi jenis liberia ini bisa menyesuaikan terhadap kekeringan,
kemampuan tumbuh di tanah gersang, memiliki pohon kuat serta relatif tidak
memerlukan penanganan hortikultura yang intensif. Penggantian jenis kopi arabika
terhadap liberia otomatis memerlukan waktu yang ralatif lama, akibatnya terjadi
penurunan yang cukup signifikan terhadap jumlah tanaman kopi yang tumbuh di
Cianjur. Jika dibandingkan dengan tahun 1864, jumlah tanaman kopi di Cianjur pada
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
44/216
1.091.137 batang, sehingga pada 1916 hanya tersisa 508.140 batang atau 21% dari
seluruh tanaman paksa kopi di Karesidenan Priangan.13
D. Perpindahan Ibu Kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung
Memasuki abad ke-19, sejalan dengan perkembangan yang berhasil dicapai,
pemerintah kolonial Belanda memberikan sebuah fungsi baru pada Kabupaten
Cianjur, yaitu sebagai pusat kekuasaan kolonial. Keberadaan Cianjur sebagai pusat
kekuasaan kolonial ini ditandai dengan dijadikannya Kabupaten Cianjur sebagai ibu
kota Karesidenan Priangan. Dengan fungsi tersebut, kedudukan Cianjur di mata
pemerintah kolonial Belanda mengalami peningkatan. Pasca Cianjur menjadi pusat
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
45/216
acuan oleh beberapa penulis untuk menjelaskan awal mula Kabupaten Cianjur
dijadikan sebagai ibu kota Karesidenan Priangan.
Berdasarkan data-data yang terdapat pada uraian Klein, disebutkan bahwa pada
1829 pemerintah kolonial Belanda telah menempatkan seorang residen untuk
bertugas di Cianjur, sehingga timbul interpretasi bahwa pada 1829 merupakan
permulaan dijadikannya Cianjur sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Dalam hal
ini Dienaputra menambahkan bahwa kesalahan interpretasi ini sebetulnya bisa
dihindari apabila diadakan penelusuran lebih lanjut atas sumber yang dijadikan acuan
Klein, yakni staatsblad 1829 No. 57 yang menyatakan bahwa penanaman kopi
(koffij-kultuur) yang didasarkan pada besluit yang dikeluarkan pemerintah kolonial
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
46/216
Karesidenan Priangan sendiri dipimpin oleh seorang residen yang bernama O. C.
Holmberg de Beckfeld yang berkuasa selama kurun waktu 1828-1837.
Dari hasil penelusuran Dienaputra terhadap beberapa arsip, diperoleh temuan
tentang awal kali Cianjur dijadikan sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Sumber
tersebut berupa empat buah arsip surat beserta berkas-berkas laporan yang ditulis oleh
Residen Priangan P. W. L. van Motman, yang ditujukan kepada Sekretaris Negara
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Secretaris van Staat Gouverneur General over
Nederlandsch Indie).
Dari arsip tersebut diperoleh data bahwa arsip surat pertama, tertanggal 9 April
1819 merupakan surat pengantar untuk laporan kegiatan Motman selama kurun waktu
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
47/216
dapat diinterpretasikan bahwa pada 1819 Cianjur telah menjadi tempat kedudukan
residen Priangan. Hal ini berarti pada saat itu Cianjur telah dijadikan sebagai ibu kota
Karesidenan Priangan.
Apabila kedua pendapat yang masing-masing dikemukakan oleh Klein dan
Dienaputra tersebut ditelaah lebih mendalam, sepertinya penjelasan Dienaputra
dipandang lebih tepat dengan menyebutkan bahwa pada pada 1819 Cianjur telah
menyandang sebagai ibu kota Karesidenan Priangan. Selain itu, apabila kita menoleh
ke belakang telah disampaikan bahwa ketika Raffles mengusai Priangan selama
kurun waktu 1811-1816, pada 1815 Cianjur resmi ditetapkan sebagai salah satu
bagian dari Karesidenan Priangan. Bahkan bisa juga diperkirakan bahwa pada saat itu
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
48/216
vrijeland, yakni Vrijeland Sukabumi seluas 686 pal persegi dan Vrijeland Ciputri
seluas 165 pal persegi. Dengan demikian, Cianjur tercatat sebagai kabupaten terluas
yang ada di Karesidenan Priangan 17
Selama Cianjur menyandang fungsi sebagai ibukota Karesidenan Priangan
dapat dikatakan cukup banyak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam lingkup
ekonomi, keberadaan Cianjur sebagai sentra penghasil kopi di Priangan mengalami
pasang surut. Setelah mengalami masa-masa keemasan pada tahun 1825-1828,
produksi kopi di Kabupaten Cianjur mengalami kemunduran hingga masa akhir
menjadi ibukota Karesidenan Priangan. Perubahan lain yang cukup mendasar selama
Cianjur menjadi ibukota karesidenan adalah perubahan pada kondisi demografis.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
49/216
Namun keberadaan Cianjur sebagai ibu kota Karesidenan Priangan relatif tidak
berlangsung lama. Selama kurang lebih 48 tahun sejak 1816 atau pada 1864,
pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk memindahkan ibukota Karesidenan
Priangan dari Cianjur ke kabupaten lain. Terdapat beberapa hipotesis tentang alasan
perpindahan ibukota ini, di antaranya menyebutkan bahwa perpindahan tersebut
dikarenakan adanya faktor geologis, khususnya berkenaan dengan keberadaan
Gunung Gede. Selama Cianjur menjadi ibukota karesidenan, Gunung Gede sempat
beberapa kali mengeluarkan lahar panasnya. Sehingga letak geografis Cianjur yang
dekat dengan Gunung Gede mengakibatkan kota ini senantiasa mengalami kerusakan
serius yang diakibatkan dari letusan-letusan dan lahar panas yang dikeluarkan gunung
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
50/216
ke-19. Usulan kali ini yaitu untuk membagi Karesidenan Priangan menjadi dua.
Pertama, karesidenan yang berada di sebelah barat, yang terdiri atas Cianjur,
Sukabumi dan Bandung, dengan Cianjur sebagai ibu kota. Kedua, karesidenan yang
berada di sebelah timur, yang terdiri atas Limbangan, Sukapura dan Sumedang,
dengan Singaparna atau Tasikmalaya sebagai ibu kota. Dukungan ini mendapat
respon yang positif dari Residen Priangan P. J. Overhand melalui secarik nota yang
dikirimkannya kepada pemerintah kolonial Belanda pada 1849, namun tidak disetujui
oleh pemerintah kolonial.20
Rencana perpindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung
sebenarnya telah disampaikan oleh Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud pada
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
51/216
pelaksanaan pemindahan pada 1864 sebenarnya merupakan suatu hal yang menarik
untuk dikaji, namun hal ini menjadi kesulitan tersendiri untuk bisa memberikan
penjelasan lebih lanjut.
Dalam hal ini Dienaputra mengemukakan dua kemungkinan yang terjadi yang
bisa dikedepankan, pertama, relatif lamanya pelaksanaan pemindahan ibu kota
Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung kemungkinanan disebabkan karena
masih adanya pro kontra yang cukup tajam antara pihak yang setuju dan pihak yang
tidak setuju dengan pemindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke
Bandung. Kedua, perpindahan karesidenan bukanlah hal yang mudah dan perlu
persiapan yang cukup matang. Perpindahan ibu kota Karesidenan Priangan dari
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
52/216
Sebaliknya, bagi Cianjur, dengan hilangnya fungsi sebagai ibu kota Karesidenan
Priangan, telah memperlihatkan berkurangnya arti penting Cianjur di mata
pemerintah kolonial Belanda. Perbedaan kondisi yang langsung terjadi pasca
pemindahan ibu kota Karesidenan Priangan lebih tampak pengaruhnya dalam
perkembangan Cianjur pada waktu-waktu selanjutnya.22
Pasca Cianjur tidak lagi menjadi ibu kota Karesidenan Priangan, budidaya
tanaman kopi di Cianjur diwarnai oleh fenomena didirikannya perkebunan-
perkebunan swasta. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya perkebunan kopi swasta
pertama yang dibuka di Cianjur, tepatnya pada distrik pelabuhan.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
53/216
kilometer. Pembangunan selanjutnya dilakukan untuk menghubungkan Sukabumi
dengan Cianjur. Pembangunan sepanjang 30 kilometer ini berhasil diselesaikan pada
10 Mei 1883. Selanjutnya pembangunan lintasan kereta api di Cianjur tahap akhir
berhasil diselesaikan pada 17 Mei 1884 untuk menghubungkan Cianjur dengan ibu
kota Karesidenan Priangan, yaitu Bandung.23
Dengan selesainya seluruh jalur lintasan kereta api yang menghubungkan
Buitenzorg-Cianjur serta Cianjur-Bandung, maka sejak 1884 perjalanan dari Cianjur
ke Buitenzorg serta perjalanan dari Cianjur ke Bandung, waktunya bisa lebih
dipersingkat. Demikian pula untuk perjalanan dari Cianjur ke Batavia. Sebagai
contoh, untuk perjalanan dari Cianjur-Buitenzorg yang semula memerlukan waktu
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
54/216
kabupaten Cianjur, yaitu stasiun Sukabumi dan stasiun Cianjur. Adapun sebelas halte
yang dibangun di Kabupaten Cianjur terdapat di Cicurug, Parung Kuda,Cibadak,
Karang Tengah, Cisaat, Gandasoli, Cirengas, Lampegan, Cibeber dan Cilaku.
Sedangkan untuk jalur Cianjur-Bandung dibangun 3 halte pemberhentian yang
terdapat di Maleber, Sela Jambe dan Cipeuyeum.
Seiring dengan terjadinya pembangunan jalur-jalur baru pada jalur kereta api,
sejak 1894 jalur kereta api yang melintasi Cianjur telah tersambung dengan jalur
kereta api di Jawa bagian tengah,yakni Cilacap-Yogya. Jalur ini resmi beroperasi
sejak 20 Juli 1887. Bersambungnya jalur kereta api tersebut ditandai pula oleh
peristiwa penting lainnya sepanjang perkembangan jalan kereta api di Jawa, yakni
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
55/216
seluruh jalur kereta api dari Bandung hingga Kesugihan (Cilacap) pada akhir 1894,
maka sejak saat itu perjalanan dari Cianjur ke arah timur bisa terus bersambung
hingga Cilacap dan Yogya. Tersambungnya jalur dari Cianjur ke Cilacap secara
otomatis telah menambah jumlah pelabuhan laut yang bisa dicapai secara langsung
dari Cianjur. Sebelum 1894, Batavia adalah satu-satunya pelabuhan laut yang bisa
dicapai dari Cianjur.
Kereta yang masuk ke wilayah Cianjur tidak hanya kereta barang, tetapi juga
kereta penumpang. Untuk kereta penumpang tersedia tiga pilihan kelas, yakni kelas 1,
kelas 2 dan kelas 3. Kereta kelas 3 diperuntukkan bagi penduduk pribumi, dengan
papan nama bertuliskan inlanders. Perbedaan kelas dalam kereta api ini sekaligus
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
56/216
antara lain telah dibangun ruas jalan yang menghubungkan Cianjur-Pacet-Cimacan-
Hanjawar-Puncak sepanjang 26,123 kilometer. Untuk kelas B, antara lain telah
dibangun ruas jalan yang menuju halteu-halteu kereta api di Cipeuyeum, Ciranjang,
Cilaku, dan Cibeber. Untuk kelas C, antara lain telah dibangun ruas jalan
Warungjambe-Maleber, Cisokan-Cidamar dan Ciranjang-Jati-Bojongpicung. Untuk
kelas D, antara lain telah dibangun ruas jalan Bayabang-Cigeundang, Rancagoong-
Kaliastana, dan ruas jalan Warungkondang-Tegalega. Untuk kelas E, antara lain telah
berhasil dibangun ruas jalan Sindangbarang-Cidaun, Tegalsapi-Cibodas, dan
Cimapag-Takokak. Apabila diinventarisasi secara keseluruhan, hingga dasawarsa
keempat abad ke-20, di seluruh kabupaten Cianjur telah berhasil dibangun ruas jalan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
57/216
saat itu dijadikan sebagai produsen kopi terbesar di Karesidenan Priangan. Namun
demikian, kewajiban yang harus diemban rakyat pun semakin berat. Untuk keperluan
usahanya itu, kompeni membutuhkan bantuan tenaga rakyat Indonesia dalam
menjalankan sistem tanam paksanya. Faktor inilah yang kemudian mendorong
kompeni untuk merencanakan pembukaan sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya
di Pulau Jawa. Tetapi rencana tersebut akhirnya gagal karena kekuasaan Indonesia
diambil alih oleh pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan pemerintahan
Hindia Belanda-nya.
Pemerintah kolonial juga ternyata merasakan kebutuhan akan tenaga kerja
yang terdidik, sehingga timbul pikiran untuk mengadakan pendidikan bagi rakyat
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
58/216
adalah memasukkan pendidikan ke dalam tanggungan pemerintah setelah sebelumya
hanya dapat dirasakan oleh kalangan atas. Pendidikan dan pengajaran rendah,
menengah dan tinggi disusun dan disentralisir sehingga pendidikan dan pengajaran
tidak lagi menjadi monopoli golongan atas semata.27
Pengaruh Revolusi Prancis
dalam bidang pendidikan menjalar pula hingga ke Indonesia. Pada 1807, Raja
Belanda yang pada saat itu dijabat oleh Louis Napoleon, mengangkat Daendels
menjadi Gubernur Jenderal untuk berkuasa di Indonesia. Tahun berikutnya, yakni
pada 1808 Daendels berangkat ke Indonesia.
Seiring dengan perkembangan zaman dan berubahnya berbagai kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, pada permulaan abad ke-19
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
59/216
rakyat. Adapun para pengajarnya adalah para dokter yang berada di Batavia (Jakarta)
dengan menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Selain itu, dengan
dalih untuk memajukan seni tari rakyat, pada tahun yang sama didirikan tiga buah
sekolah gadis (ronggeng) di Cirebon yang berada di bawah tanggungan sultan.
Selama 4 (empat) tahun para gadis ini diajarkan pelajaran menari, menyanyi,
membaca dan menulis. Pada dasarnya, sekolah ini memang sengaja didirikan untuk
mendemoralisasikan pemuda/pemudi Indonesia, dengan demikian semangat heroisme
dan patriotisme rakyat Indonesia semakin menurun dan tidak menaruh perhatian
terhadap agitasi atau hasutan politik. Namun pihak penyelengara sekolah memberikan
kebijakan kepada para siswi yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
60/216
kedua subsistem, yakni sekolah Eropa dan sekolah pribumi. Sebetulnya hal tersebut
dipandang wajar terjadi karena tujuan utama pemerintah kolonial Belanda
menyelenggarakan pendidikan bagi kaum pribumi hanyalah untuk kepentingan sistem
tanam paksa semata, dimana para tenaga kerja memiliki keahlian yang baik dalam
melaksanakan setiap tugas yang diberikan. Seperti telah dikemukakan pada
pembahasan sebelumnya, dengan diberlakukannya sistem dualistis tersebut,
setidaknya bisa dibedakan empat kategori sekolah sebagai perpaduan antara kedua
subsistem tersebut, yakni:
1. Sekolah Eropa. Sekolah ini sepenuhnya memakai model sekolah negeri
Belanda dengan menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar,
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
61/216
2. Sekolah pribumi kelas satu. Sekolah ini diperuntukkan bagi rakyat pribumi
yang berasal dari golongan menengah ke atas, dan bagi masyarakat Cianjur
sendiri sekolah ini disebut sebagai sekolah bagi kaum menak (priyayi).
Dalam melaksanakan sistem belajar mengajar, sekolah ini hampir sama
dengan sekolah Eropa karena menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Perbedaannya terletak pada status anak didiknya karena siswa/i
yang belajar di sekolah tersebut berasal dari rakyat pribumi. Namun
demikian, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka karena dapat
disejajarkan dengan anak-anak Eropa lainnya dalam mengenyam
pendidikan.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
62/216
yang langsung dikelola oleh rakyat pribumi, biaya yang dikeluarkan selama
proses pendidikan berlangsung pun dibebankan kepada pengelola. Pendirian
sekolah seperti ini sebetulnya sudah pernah dirancang oleh Daendels pada
awal kepemimpinannya di Pulau Jawa tahun 1808 dengan memerintahkan
kepada para bupati, termasuk bupati Cianjur yang pada saat itu dijabat oleh
Raden Adipati Wira Tanu Datar VI untuk mendirikan sekolah-sekolah yang
memberikan pendidikan berdasarkan adat istiadat, undang-undang dan
pokok-pokok pengertian keagamaan (Islam). Namun rencana tersebut gagal
seiring dengan kedatangan Inggris. Dalam perkembangannya sekolah ini
disebut dengan Geestelijke Scholen (Sekolah-sekolah Agama) atau lebih
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
63/216
tersebut, maka berdirilah pesantren-pesantren lain pada hampir seluruh wilayah di
Jawa Barat yang dipimpin oleh murid-murid Syarif Hidayat. Ekadjati mencatat
beberapa pesantren yang berdiri pada abad ke-18, di antaranya: Pesantrean Buntet di
Cirebon yang didirikan oleh Kyai Muqayyin pada tahun 1750 dan Pesantren
Lengkong di Kuningan yang didirikan oleh Syekh Haji Muhammad Dako yang lebih
dikenal dengan sebutan Eyang Dako. Pesantren ini berdiri pada dasawarsa kedua
abad ke-19. Selain dua pesantren tersebut, pada 1847 di Sumedang berdiri pula
pesantren yang didirikan oleh Kyai Asyrofuddin.32
Data-data tersebut sebetulnya belum cukup mewakili keseluruhan pesantren
yang berada di Jawa Barat, namun demikian, perkembangan pesantren di Jawa Barat
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
64/216
untuk pesantren di Kabupaten Sumedang, 35 orang untuk pesantren di Kabupaten
Sukapura dan 688 orang untuk pesantren di Kabupaten Limbangan.33
Kurang lebih 17 tahun kemudian atau pada 1873, jumlah pesantren di
Kabupaten Cianjur meningkat dengat pesat hingga 174 pesantren. Dari 174 pesantren
tersebut, 139 pesantren terdapat di Afdeling Cianjur. Sisanya, 35 pesantren berada di
Afdeling Sukabumi. Peningkatan jumlah pesantren hingga hampir tujuh kali lipat
dalam waktu kurang dari dua dasawarsa ini merupakan peningkatan jumlah pesantren
kedua terbesar di antara kabupaten-kabupaten lain di Priangan. Peningkatan jumlah
pesantren yang paling besar dialami oleh Kabupaten Sukapura, dari 3 pesantren pada
1856 menjadi 79 pesantren pada 1873. Sejumlah 34 pesantren terletak di Afdeling
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
65/216
berada di Afdeling Cicalengka.34
Di dua kabupaten lain di luar Cianjur, Sukapura dan
Bandung, juga mengalami peningkatan jumlah pesantren. Di kabupaten Sumedang,
dari 84 pesantren pada 1856 menjadi 122 pesantren pada 1873. Dari jumlah tersebut,
22 pesantren terletak di Afdeling Sumedang dan 100 pesantren terletak di Afdeling
Tasikmalaya. Kabupaten Limbangan, yang pada 1856 memiliki 53 pesantren, pada
1873 tercatat memiliki 68 pesantren.35
Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah pesantren, secara tidak
langsung terjadi pula peningkatan jumah guru. Pada 1856, jumlah guru hanya
mencapai 27 orang, namun memasuki 1873 jumlahnya meningkat menjadi 171 orang
guru. Dari 171 orang guru tersebut, 136 orang guru bertugas di Afdeling Cianjur dan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
66/216
Cianjur mencapai 2.791 orang santri, yakni dari 1.090 orang santri pada 1856
menjadi 3.881 orang pada 1873. Peningkatan jumlah santri hingga lebih dari tiga kali
lipat ini menandakan besarnya antusias penduduk Cianjur untuk menimba pendidikan
di pesantren. Dari 3.881 orang santri pada pesantren di Kabupaten Cianjur, sebanyak
2.872 orang berada di Afdeling Cianjur dan sisanya sebanyak 1.009 orang berada di
Afdeling Sukabumi. Apabila diperinci, dari 2.872 orang santri yang berada di
Afdeling Cianjur, sebanyak 1.671 orang berasal dari kabupaten Cianjur dan sisanya
sebanyak 1.201 orang santri berasal dari luar Kabupaten Cianjur. Dari angka tersebut
diperoleh gambaran bahwa untuk Afdeling Cianjur, tiap-tiap pesantren rata-rata
memiliki santri 20 orang dengan asumsi 2872 murid dibagi dengan 139 pesantren.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
67/216
Berbeda dengan sekolah-sekolah yang dikelola dengan sistem pesantren,
perkembangan sekolah yang dikelola dengan sistem Barat di Cianjur tidak terlalu
pesat. Salah satu faktor penyebab lambatnya perkembangan infrastruktur pendidikan
model Barat di Cianjur, yaitu keberadaan Cianjur yang tidak lagi menjadi Ibu Kota
Karesidenan Priangan sejak 1864. Oleh karena itu, berbeda dengan Cianjur,
perkembangan infrastruktur pendidikan di ibu kota Karesidenan Priangan yang baru,
Bandung, lebih cepat. Hingga akhir 1885, di Afdeling Cianjur baru dijumpai adanya
satu buah sekolah rendah Eropa. Sekolah rendah yang dikelola seorang kepala
sekolah dan seorang guru bantu wanita ini memiliki murid sebanyak 46 orang, yang
terdiri atas 24 pria dan 22 wanita, serta tersebar di Laagste Klasse (kelas rendah)
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
68/216
Untuk mengoperasikan kepentingan Tweede Klasse School Cianjur, pemerintah
kolonial setidaknya mengeluarkan dana f. 7.290, dengan perincian f. 5.400 digunakan
untuk gaji guru bantu (hulponderwijs), dan f. 90 untuk gaji seorang pembantu
(bediende).
Keberadaan Tweede Klasse School sebagai satu-satunya sekolah model
Barat di Afdeling Cianjur terus bertahan hingga awal abad ke-20. Meskipun tidak
terjadi penambahan sekolah model Barat, jumlah murid yang bersekolah di Tweede
Klasse School Cianjur terus meningkat. Pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1895,
jumlah murid yang bersekolah di Tweede Klasse School Cianjur berjumlah 54 orang.
Hal ini berarti meningkat 20 orang dibandingkan pada 1891 atau meningakat 12
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
69/216
murid Tweede Klasse School Cianjur yang berjumlah 64 orang tersebut tersebar di
tiga tingkatan kelas, masing-masing 37 orang di laagste klasse, 20 orang di Middelste
Klasse, dan 7 orang di Hoogste Klasse.
Untuk operasionalnya Tweede Klasse School Cianjur, pemerintah kolonial
Belanda pada 1904 mengeluarkan dana f. 5.790. Dana tersebut digunakan untuk
menggaji seorang guru yang sekaligus sebagai kepala sekolah, seorang guru bantu,
dan seorang pembantu. Untuk gaji seorang guru yang bukan guru bantu sebesar f.
4.200 setiap tahun atau f. 350 setiap bulan, untuk gaji seorang guru bantu sebesar f.
1.500 setiap tahun atau f. 125 setiap bulan, dan untuk gaji seorang pemantu sebesar f.
90 setiap tahun atau f. 7,5 setiap bulan. Dari gambaran tersebut, dibandingkan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
70/216
Afdeling Cianjur, hingga 1904 Tweede Klasse School Cianjur juga tercatat sebagai
salah satu dari 12 Openbare Lagere Scholen di Priangan.
Memasuki dasawarsa kedua hingga berakhirnya kekuasaan pemerintah
kolonial, perkembangan infrastruktur pendidikan di Cianjur terlihat lebih dinamis
dibanding periode sebelumnya. Hal ini tidak hanya ditandai oleh terjadinya
peningkatan jumlah murid tetapi ditandai pula oleh munculnya berbagai sekolah baru,
baik yang menggunakan sistem Barat maupun sistem pribumi. Beragamnya jenjang
dan jenis pendidikan yang berdiri di Cianjur dalam abad ke-20 tidak bisa dilepaskan
dari munculnya dua aliran pendekatan yang berbeda dalam menentukan jenis dan
sasaran pendidikan yang dilaksanakan. Pendekatan pertama, yang dikenal dengan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
71/216
pendidikan untuk rakyat banyak ( Mass Education) atau pendekatan non-elit,
diintroduksikan oleh Idenburg dan Van Heutsz (Gubernur Jendral Hindia Belanda
sejak 1904 hingga 1909). Sesuai dengan sasarannya untuk mengasilkan tenaga kerja
yang terampil dan terlatih, pendekatan Mass Education ini lebih memilih konsep
pendidikan dasar yang praktis dengan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
pengantar. Sekolah-sekolah yang dibangun dari pendekatan Mass Education, antara
lain sekolah-sekolah kejuruan dan sekolah teknik. Adapun sekolah kejuruan yang
terdapat di Jawa Barat di antaranya39
:
1. Sekolah Perkebunan (Cultuurschool) di Bogor yang didirikan pada 1911. Sekolah
ini terbuka bagi murid-murid lulusan sekolah rendah.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
72/216
Sekolah-sekolah baru yang didirikan di Cianjur sepanjang dasawarsa kedua
abad ke-20 hingga 1942, dapat dibedakan atas sekolah-sekolah pendidikan rendah
(lagere onderwijs) dan sekolah-sekolah pendidikan kejuruan (vakonderwijs). Dengan
kata lain, hingga berakhirnya pemerintah kolonial Belanda, sekolah-sekolah untuk
pendidikan menengah atau lanjutan dan pendidikan tinggi tidak pernah didirikan di
Cianjur. Sekolah-sekolah rendah yang dimiliki Cianjur pada abad ke-20 tidak hanya
sekolah rendah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar tetapi
juga sekolah rendah yang menggunakan bahasa pribumi sebagai bahasa pengantar.
Sekolah-sekolah rendah tersebut, ada yang didirikan oleh pemerintah dan ada pula
yang didirikan oleh swasta. Setidaknya hingga 1942 terdapat empat buah sekolah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
73/216
Jakarta, tepatnya di Weltwvreden dan Molenvliet, dan masing-masing 1 unit di
Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya dan Gresik. Adapun materi yang
disampaikan antara lain: menulis, membaca, berhitung, Bahasa Belanda, sejarah
dan ilmu bumi.41
Selanjutnya, seiring dengan berkuasanya Gubernur Jenderal Van den
Bosh, yang lebih dikenal sebagai bapak Cultuurstelsel atau Tanam Paksa di
Indonesia pada 1830, dengan alasan kebutuhan akan tenaga kerja yang terdidik
maka pada 1833 jumlah sekolah dasar di Indonesia dikembangkan menjadi 19
buah. Tidak hanya hanya itu, pada 1845 sekolah dasar tersebut bertambah
menjadi 25 buah dan pada 1858 menjadi 57 buah. Pada perkembangan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
74/216
Eropa dan 4 orang pribumi. Untuk kelas satu, ada 14 orang siswa, yang terdiri
atas 6 orang Eropa, 6 orang pribumi, dan dua orang Timur Asing. Untuk kelas
dua, ada 11 orang siswa, yang terdiri atas 5 orang Eropa, 3 orang pribumi, dan 3
Timur Asing. Untuk kelas tiga ada 14 orang siswa, yang terdiri atas 9 orang Eropa
dan 5 orang pribumi. Untuk kelas empat ada 17 orang siswa, yang terdiri atas 10
orang Eropa, 4 pribumi, dan 3 Timur Asing. Untuk kelas lima, ada 8 orang siswa,
yang terdiri atas 4 orang Eropa, 1 orang pribumi, dan 3 orang Timur Asing. Untuk
kelas enam, ada 15 orang siswa, yang terdiri atas 5 orang Eropa, 7 orang pribumi
dan 3 orang Timur Asing. Untuk kelas tujuh, ada 13 orang siswa, yang terdiri atas
5 orang Eropa, 4 orang pribumi, dan 5 orang Timur Asing. Dari gambaran data
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
75/216
2. Openbare Hol landsch-I nlandsche School (Sekolah Dasar Pribumi-Belanda)
Sekolah seperti ini diperuntukkan bagi anak-anak priyayi dengan
menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam proses
pembelajaran. HIS sendiri dirancang untuk memberi kemungkinan yang lebih
besar kepada murid-murid untuk melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan
diri memasuki sistem pendidikan kolonial. Hal tersebut dilakukan dengan alasan
bahwa HIS dibuka atas desakan masyarakat bumiputra, khususnya mayarakat
golongan kelas atas karena Sekolah Kelas Satu ternyata tidak memenuhi syarat
untuk menjadikan murid-muridnya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya, HIS yang didirikan pada 1914 ini memang
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
76/216
Namun berdasarkan hasil penelitian komisi HIS diketahui bahwa ternyata
murid-murid yang menimba ilmu di HIS lebih banyak berasal dari golongan
menengah ke bawah. Hal tersebut disebabkan salah satunya karena HIS dibuka
pula oleh pihak swasta, di antaranya oleh Paguyuban Pasundan dengan
mendirikan HIS Pasundan pada 1922. Berdasarkan hal tersebut, maka HIS telah
membuka kesempatan mobilitas sosial karena terlepas dari ketentuan pemerintah,
HIS telah membuka kesempatan bagi golongan masyarakat yang memiliki
penghasilan rendah dan pihak swasta untuk memeperoleh pendidikan dengan
sistem kolonial (Barat). Dengan demikian, hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pendidikan bagi golongan Bumiputra. Bahkan lama belajar di HIS
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
77/216
Khusus untuk Kabupaten Cianjur sendiri, jumlah murid yang menimba
ilmu di Hollandsce Inlandsce School (HIS) hingga akhir 1925 berjumlah 294
orang siswa. Jumlah ini naik 5 orang dibandingkan jumlah murid pada 1924.
Semua siswa yang belajar di HIS Cianjur adalah siswa pribumi yang tidak
beragama Kristen dan tersebar di 7 tingkatan kelas. Untuk kelas satu ada 45 orang
siswa terdiri dari 30 pria dan 15 wanita. Untuk kelas dua, ada 57 orang siswa
terdiri atas 36 pria dan 21 wanita. Untuk kelas tiga ada 44 orang siswa terdiri
terdiri atas 28 pria dan 16 wanita. Untuk kelas empat ada 43 orang siswa terdiri
atas 28 pria dan 15 wanita. Untuk kelas lima, terdapat 35 orang siswa yang terdiri
atas 30 orang pria dan 5 wanita. Untuk kelas enam ada 37 orang siswa terdiri atas
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
78/216
bekerja sebagai pegawai pamong praja dengan penghasilan kurang dari f. 100
setiap bulan dan 140 orang murid (105 pria dan 35 wanita) berasal dari keluarga
yang orang ruanya bergerak di bidang swasta. Sisanya sebanyak 76 orang murid
(45 pria an 31 wanita) berasal dari kelas atas. Murid-murid tersebut adalah murid
yang orang tuanya bekerja sebagai pegawai pamong praja dengan penghasilan di
atas f. 100 sebulan.45
3. Openbare Schakelschool (Sekolah Peralihan)
Sekolah ini merupakan sekolah peralihan dari Sekolah Desa 3 tahun
(Volkschool) yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar ke
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
79/216
bersekolah di Schakelscholen Cianjur meningkat menjadi 113 orang. Pada saat
didirikan, yakni 1925, semua siswa yang bersekolah di Schakelschool Cianjur
adalah penduduk pribumi. Karena baru didirikan, maka semua murid di
Schakelschool Cianjur duduk di kelas satu. Dilihat dari status sosial orang tua,
murid-murid yang bersekolah di Schakelschool Cianjur umumnya berasal dari
kelas bawah. Adapun jumlah murid yang berasal dari kelas bawah ini tercatat 25
orang terdiri atas 18 pria dan 7 wanita. Pekerjaan orang tua murid dari kelas
bawah ini beraneka ragam, antara lain kepala desa, pegawai pemerintahan desa,
tukang, pedagang kecil dan petani. Sisanya 3 orang berasal dari kelas menengah
dengan perincian, dua orang murid berasal dari keluarga yang orang tuanya
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
80/216
4. Bij zonder Hollandsch Chineesche School (Sekolah Dasar Swasta untuk orang
Cina)
Sekolah yang didirikan pada tahun 1908 ini diperuntukkan bagi anak-anak
keturunan Timur asing, khususnya bangsa Cina. Sekolah ini menggunakan
Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan lama belajarnya adalah 7 tahun. Di
Jawa Barat HSC antara lain terdapat di Cianjur, Bandung dan Jakarta.48
Sebagaimana halnya sekolah rendah yang menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar, sekolah rendah yang menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa pengantar secara umum bisa dibedakan atas sekolah pemerintah dan sekolah
swasta. Khusus untuk sekolah rendah swasta yang menggunakan bahasa daerah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
81/216
di volkschool , yaitu membaca, menulis, berhitung, dan keterampilan. Lama
pendidikan selama tiga tahun. Pada awalnya, sekolah desa ini kurang mendapat
perhatian dari penduduk pribumi, namun setelah pemerintah kolonial turut campur
secara lebih aktif, yang di antaranya dilakukan dengan mengubah sekolah rendah
tersebut sebagai sekolah khusus untuk desa, perhatian penduduk mulai berubah dan
menyambutnya dengan antusias. Besarnya perhatian penduduk terhadap sekolah
rendah ini dapat dilihat dari banyaknya sekolah desa yang berhasil dibuka di Cianjur.
Hingga akhir dasawarsa kedua abad ke-20, di Afdeling Cianjur berhasil didirikan 108
sekolah desa. Dalam kurun waktu yang sama, Tasikmalaya telah memiliki 251
sekolah, Bandung 239 sekolah, Garut 175 sekolah, Sumedang 139 sekolah dan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
82/216
abad ke-20. adapun jumlah seluruh murid yang menimba ilmu di seluruh volkschool
di Kabupaten Cianjur hingga dasawarsa keempat abad ke-20 berjumlah 14.357 orang.
Untuk mengelola seluruh volkschool di Cianjur terdapat 302 orang sebagai tenaga
pengajar.
Dalam hal ini, para lulusan volkschool yang ingin melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, diwajibkan untuk melanjutkan studinya di vervolgschool
(Sekolah Lanjutan). Hingga dasawarsa keempat abad ke-20, terdapat 10 buah
vervolgschool yang didirikan di Cianjur. Kesepuluh vervolgschool tersebut tersebar di
daerah Cianjur, Cibeber, Pacet, Ciranjang, Cikalong Kulon, Sukanagara, dan
Sindangbarang. Pada awal dasawarsa keempat abad ke-20 terdapat 1.094 murid
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
83/216
ada 66 tenaga pengajar. Murid-murid yang berjumlah 2.000 orang di seluruh sekolah
rendah kelas dua di Kabupaten Cianjur tersebar di lima tingkatan kelas.
Sedangkan Sekolah Sarekat Islam merupakan sekolah rendah yang didirikan
oleh Sarekat Islam yang dinamai Sekolah SI lokal. Hingga awal dasawarsa keempat
abad ke-20 telah berhasil didirikan 3 buah sekolah SI lokal di Kabupaten Cianjur.
Ketiga sekolah SI lokal tersebut terdapat di desa Cianjur Kaler, Cipanas dan Desa
Jambudipa. Pada 1933, terdapat guru 5 orang dan 219 orang murid yang menimba
ilmu di seluruh sekolah-sekolah SI lokal.
Kesatrian School juga turut meramaikan maraknya lembaga pendidikan di
Cianjur. Sekolah ini didirikan oleh Ksatrian Instituut yang berpusat di Bandung.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
84/216
bekerja bersama dengan Ny. Mayer maka besar kemungkinan ia akan terpengaruh
dengan paham komunis dan bergerak menentang pemerintah.50
Akan tetapi Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum ternyata berpendapat
lain. Melalui surat rahasia nomor da/1 tanggal 15 Januari 1921, Gubernur menyatakan
bahwa bagi seorang yang mengalami tekanan batin seperti Douwes Dekker, lebih
baik diberi kesempatan untuk mendapatkan nafkah secara legal, daripada menghasut
rakyat. Dengan adanya pernyataan gubernur, maka residen pun menyetujui maksud
Douwes Dekker tersebut. Akhirnya, sejak bulan September 1922 ia diperkenankan
bekerja pada sekolah Ny. Mayer dan diangkat sebagai guru pada sekolah tersebut.
Sejak itulah Douwes Dekker mencurahkan perhatian dan mengabdikan diri
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
85/216
oleh pemerintah tersebut karena dianggap tidak berdiri atas dasar nasional. Douwes
Dekker menghendaki agar pendidikan di sekolahnya lebih difokuskan pada
pembinaan sikap hidup agar memiliki harga diri dan kesadaran nasional yang kuat.
Atas dasar itulah, maka pada bulan November 1924, sekolah tersebut berganti nama
menjadi Ksatrian Instituut. Salah satu tujuan penting dibukanya lembaga pendidikan
olah Ksatrian Instituut, yaitu memperkuat dan menciptakan rasa harga diri,
pengembangan inisiatif dan kesadaran kemerdekaan, meninggikan peradaban sendiri
berdasarkan rasa cinta kepada lingkungan, tanah air, bangsa, dan kepada
kemanusiaan. Untuk menunjang tujuan tersebut, kurikulum di sekolah rendah
Ksatrian Cianjur diarahkan pada pengjaran berdasarkan jiwa nasional dan pendidikan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
86/216
dibandingkan jumlah murid HIS Pasundan pada umumnya. Jumlah murid HIS
Pasundan Cianjur pada 1941 ada 501 orang murid. Jumlah murid tersebut, hanya bisa
diungguli oleh HIS Pasundan Bandung, yang memiliki murid 619 orang, selain HIS
Pasundan Puurwakarta yang memiliki murid 519 orang. Selain diajarkan mata
pelajaran umum, murid-murid HIS Pasundan Cianjur juga diberikan pelajaran-
pelajaran yang menjadi identitas sekolah, antara lain tarian Sunda, lagu Sunda,
pencak silat, bahasa dan sastera Sunda, serta agama Islam.
Di luar sekolah-sekolah rendah tersebut, ada beberapa sekolah rendah lain
yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar yang dikelola oleh pihak
swasta. Satu di antaranya adalah Arabische School Janatoettalib Wal Miskin (Sekolah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
87/216
Karesidenan Priangan yang memiliki sekola zending, yaitu Bandung (4 sekolah),
Sukabumi (2 sekolah), Garut (1 sekolah), da Tasikmalaya (1 sekolah).
Adapun mengenai pendidikan kejuruan (vakonderwijs), ada tiga sekolah
kejuruan yang berdiri di Cianjur pada abad ke-20. Ketiga sekolah kejuruan tersebut
adalah Inlandsche Meisjesschool der Vereeniging Kautamaan Istri (Sekolah Kejuruan
Wanita Kautamaan Istri), Vakschool Pasundan Istri (Sekolah Kejuruan Pasundan
Istri), dan Lanbouwschool (Sekolah Pertanian). Sekolah Wanita Kautamaan Istri
Cianjur merupakan sekolah kejuran pertama yang didirikan di Cianjur. Sekolah
kejuran wanita yang didirikan pada 1906 ini merupakan perpaduan antara Sekolah
Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika dan Sekolah Kautamaan Istri yang
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
88/216
murid Sekolah Kejuruan Wanita Kautamaan Istri Cianjur, antara lain berhitung,
menulis, bahasa Sunda, bahasa Belanda, bahasa Melayu, Budi Pekerti, Agama, serta
pengetahuan (keterampilan) wanita, seperti membatik dan merenda. Pada masa awal
pendiriannya, Sekolah Kejuruan wanita Kautamaan Istri Cianjur yang dipimpin oleh
Raden Siti Djenab hanya memiliki murid 27 orang. Jumlah ini dari tahun ketahun
semakin meningkat, adapun lulusan Sekolah Kejuruan Wanita Kautamaan Istri
Cianjur ada yang melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru Van Deventer di
Bandung atau ke sekolah guru di Salatiga.55
Selain Sakola Kautamaan Istri, berdiri pula Sekolah Kejuruan Wanita
Pasundan Istri ( Pasi-Vakschool ) yakni sekolah kejuruan wanita yang didirikan oleh
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
89/216
Selanjutnya, pada abad ke-20 berdiri pula Sekolah Pertanian Desa
( Desalandbouwschool ) Cianjur yang dirancang sebaagai satu-satunya sekolah
kejuruan non-wanita yang didirikan di Cianjur. Sekolah yang didirikan atas prakarsa
mantan Bupati Cianjur ini terletak di desa Sabandar dan memerlukan lama
pendidikan selama dua tahun. Adapun materi pokok pelajarannya bersifat teoritis dan
praktis. Kurangnya perhatian penduduk terhadap sekolah pertanian menimbulkan
kesulitan tersendiri bagi sekolah pertanian Cianjur untuk terus mempertahankan
keberadaannya. Setelah sempat terhenti selama beberapa waktu, sekolah pertanian
Cianjur dibuka kembali pada 1918, dengan mendapat subsisidi dari pemerintah
kolonial. Pembukaan kembali sekolah pertanian ini ditandai oleh dibentuknya sebuah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
90/216
(Legercommandant) Ter Poorten atas nama Pemerintah Hindia Belanda
menandatangani Kapitulasi di Kalijati (Subang) sebagai pernyataan menyerah tanpa
syarat kepada tentara Jepang. Akhirnya semua perlawanan dihentikan tanpa ada
pertempuran yang sengit. Padahal pada mulanya mereka senantiasa
mengumandangkan semboyan labih baik mati daripada bertekuk lutut.
Dengan berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia memasuki
suatu periode baru yaitu periode pemerintah kedudukan militer Jepang. Jepang
menyerbu Indonesia karena tanah air kita karena kaya akan bahan-bahan mentah dan
tenaga manusia. Hal ini sepadan dan memiliki dampak yang signifikan terhadap
kelangsungan perang pasifik serta sesuai dengan cita-cita politik ekspansi Jepang saat
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
91/216
adalah mengenai buku pelajaran karena semua buku pelajaran saat itu ditulis dalam
Bahasa Belanda, sedangkan pemerintah Jepang sendiri melarang seluruh bangsa
Indonesia untuk menggunakan bahasa tersebut.57
Kondisi seperti ini juga berimplikasi pada terhentinya proses belajar
mengajar pada Sakola Kautamaan Istri yang dikelola oleh Raden Siti Djenab di
Cianjur karena pemerintah Jepang telah menutup seluruh sekolah lanjutan yang ada di
Indonesia. Namun demikian, pemerintah Jepang telah melakukan beberapa reformasi
pendidikan salah satunya dengan menjadikan sekolah dasar 3 tahun menjadi 6 tahun.
Sistem seperti ini masih tetap digunakan hingga sekarang.
Dasar dari pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Bangsa
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
92/216
2. Memasukkan materi Bahasa Jepang ke dalam mata pelajaran di sekolah.
3. Melakukan latihan-latihan militer di semua sekolah
4. Mengenalkan adat istiadat dan sejarah Jepang kepada rakyat Indonesia
5.
Mempelajari ilmu bumi yang ditinjau dari sudut geopolitis
Sistem pengajaran pada zaman pemerintahan Jepang banyak mengalami
perubahan karena sistem penggolongan baik menurut golongan bangsa maupun
menurut status sosial dihapuskan. Dengan demikian terdapat integrasi terhadap
berbagai macam sekolah yang sejenis. Sejak zaman Jepang, Bahasa Indonesia pun
mulai digunakan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan.58
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
93/216
BAB III
RIWAYAT HIDUP RADEN SITI DJENAB
Tidak banyak sumber tertulis yang merekam riwayat hidup Raden Siti
Djenab. Sejauh penelitian ini dilakukan, penulis hanya menemukan beberapa catatan
tertulis tentang sosok tokoh pendidikan perempuan asal Cianjur ini. Data tersebut di
antaranya diperoleh dari Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Cianjur.
Data dari sumber ini pun hanya menampilkan laporan singkat tentang sejarah hidup
Raden Siti Djenab. Adapun sumber tertulis lainnya merupakan hasil penelitian
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
94/216
Oleh karena itu, untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, penulis
merasa perlu secara langsung terjun ke medan penelitian untuk menelusuri informasi
tentang kisi-kisi kehidupan Raden Siti Djenab melalui penuturan orang-orang yang
pernah kontak secara langsung dengan beliau, baik keluarganya maupun siswi yang
pernah mengeyam pendidikan di Sakola Kautamaan Istri pimpinan beliau.
Data-data yang diperoleh dari kedua sumber ini -tertulis dan wawancara-
selanjutnya dianalisis dengan pendekatan kritik sejarah untuk memperoleh sebuah
konklusi yang lebih mendekati kebenaran. Kritik sejarah ini berfungsi menetapkan
validasi dari sumber-sumber sejarah, menguraikannya kepada unsur-unsurnya yang
baku serta membuat perbandingan serta evaluasi antara satuan-satuannya satu
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
95/216
menyebutkan bahwa Raden Siti Djenab dilahirkan di Cianjur pada tahun 1884.4 Data
yang terakhir ini senada dengan keterangan yang diberikan oleh Muhammad Mangun
Sudarso, salah satu menantu Raden Siti Djenab yang menikah dengan puteri
bungsunya, Siti Nani Khaerani pada 1962. Dalam hal ini, terdapat perbedaan
pendapat mengenai waktu lahir Raden Siti Djenab. Pendapat pertama mengatakan
bahwa Raden Siti Djenab lahir pada tahun 1890, sedangkan pendapat yang kedua
mengatakan bahwa Raden Siti Djenab dilahirkan pada tahun 1884. Perbedaan
pendapat seperti ini wajar terjadi karena adanya perbedaan sumber (informan) dan
waktu penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Ekadjati pada tahun 1980,
sedangkan penelitian kedua dilakukan Tim Peneliti Arsip dan Perpustakaan Daerah
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
96/216
orang tua Raden Siti Djenab. Kendati demikian, perlu digarisbawahi informasi yang
diperoleh dari Sudarso, menantu Raden Siti Djenab dari anak bungsunya yaitu Raden
Siti Nani Khaerani, yang menyebutkan bahwa Raden Martadilaga sesungguhnya
bukanlah penduduk asli Cianjur, namun berasal dari daerah Priangan Timur. Beliau
memiliki kebiasaan hijrah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menimba ilmu-
ilmu agama Islam, sehingga dijuluki orang yang nyantri.5 Raden Siti Djenab sendiri
adalah putri ketiga dari delapan bersaudara, yaitu: (1) R. A. Abdurrakhman, (2) Nyi
Raden Siti Aisah, (3) Ir. R. H. Muh. Enoch, (4) Nyi Raden Siti Djenar (5) Nyi Raden
Siti Rukiyah, (6) Raden Mustarom, dan (7) Nyi Raden Siti Kuraesin.
Ekadjati mengemukakan bahwa saudara Raden Siti Djenab yang paling
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
97/216
Siti Djenab tersebut menjabat dan menduduki posisinya masing-masing. Kendati
demikian, dapat dipastikan bahwa keluarga Raden Siti Djenab termasuk ke dalam
kategori keluarga menak dan berpendidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan
banyaknya saudara Raden Siti Djenab yang menduduki posisi penting baik untuk
skala Cianjur maupun Priangan. Bahkan ada sebahagian kalangan yang berpendapat
bahwa kesuksesan karir Raden Siti Djenab di dunia pendidikan sebenarnya tidak
terlepas dari peran serta dan pengaruh sang kakanda, yakni R. A. Abdurrakhman,
yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Meester Cornelis (Jatinegara) di wilayah
Priangan.
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
98/216
Satu ini pada tahun 1915 dikembangkan menjadi Hollansch Inlandsche School (HIS:
Sekolah Dasar).9
Menurut asumsi penulis, nampaknya Raden Siti Djenab mengenyam
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Kelas Dua ( De Scholen der Tweede Klasse).
Asumsi ini berlandaskan pada data yang menyebutkan bahwa pada penghujung abad
ke-19 hanya terdapat dua model Sekolah Dasar Negeri, yaitu: pertama, Sekolah
Dasar Kelas Satu ( De Scholen der Eerste Klasse) yang dikhususkan untuk anak-anak
golongan Bumiputra yang terhormat, seperti anak-anak bangsawan dan tokoh-tokoh
terkemuka, dengan masa belajar 3 (tiga) tahun, kedua, Sekolah Dasar Kelas Dua ( De
Scholen der Tweede Klasse) yang diperuntukkan untuk masyarakat umum dengan
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
99/216
Kemungkinan lain Raden Siti Djenab melewati pendidikan dasarnya di
Sekolah Dasar Kelas Satu ( De Scholen der Eerste Klasse) di Bandung, karena selain
beliau keturunan menak (priyayi), kebetulan ayahnya juga berasal dari daerah ini,
yang pada saat itu Bandung sendiri merupakan salah satu dari 5 (lima) kabupaten
pada Keresidenan Priangan (Jawa Barat).
Tidak dapat dipastikan secara jelas apakah Raden Siti Djenab pernah masuk
ke Sekolah Lanjutan atau tidak, karena pada abad ke-19 pemerintah belum
mengadakan pendidikan lanjutan untuk masyarakat pribumi. Hanya ada satu Sekolah
Lanjutan pada saat itu, yaitu HBS ( Hoogere Burger School ), yakni Sekolah
Menengah yang hanya dikhususkan untuk gadis-gadis remaja Eropa yang dibuka
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
100/216
pada Sekolah Dasar Kelas Dua (Tweede Inlandse School ) yang terletak di daerah
Joglo, Cianjur,14 sebelum mengkonsentrasikan diri di Sakola Kautamaan Istri yang
akan dirintis olehnya kemudian.
Setelah kurang lebih dua tahun menjadi guru magang (kweekeling) di
sekolah tersebut, Raden Siti Djenab mulai menaruh perhatian yang lebih serius
terhadap pendidikan kaum perempuan. Akhirnya ia mengajukan usul kepada bupati
untuk mendirikan Sakola Kautamaan Istri dan memulai karirnya dengan mengajar di
sekolah tersebut. Sakola Kautamaan Istri merupakan sekolah yang memiliki concern
terhadap pemberdayaan pendidikan bagi kaum perempuan, sehingga murid-murid
yang belajar di sekolah ini khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan yang tinggal
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
101/216
sebagai regent Cianjur dari tahun 1863 $ 1910. Dengan demikian, kesuksesan R. Aria
Muharram Wiranatakusumah tidak terlepas dari peran serta mertuanya yang berasal
dari keturunan dalem Cikundul.16
Hindarsah, salah seorang guru pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Cianjur yang pensiun pada 1975 mengemukakan bahwa pada saat itu semua orang
yang aktif di dunia pendidikan pada khususnya dan masyarakat Cianjur pada
umumnya merasa heran dan takjub dengan kepribadian dan kemampuan akademis
yang dimiliki oleh Raden Siti Djenab. Belum lagi jika dipertimbangkan cermin
realitas sosial pada saat itu, dimana kiprah kaum perempuan di Cianjur pada
khususnya maupun di Indonesia pada umumnya belum begitu menggema seperti
-
8/19/2019 Eva Fitriati_Konsep Pendidikan Perempuan Cianjur
102/216
dunia pendidikan mendukung niat beliau untuk mendirikan sekolah yang
diperuntukkan bagi kaum perempuan di Cianjur, kendati tidak sedikit orang yang
menolak dan mencemooh ide Raden Siti Djenab tersebut.
Tentang aspek lain menyangkut kepribadian Raden Siti Djenab, Hindarsah
menandaskan, bahwa masyarakat Cianjur pada saat itu tidak berani menatap dan
memandang wajah Raden Siti Djenab ket