proposal eva
DESCRIPTION
bahasa dan sastra indonesiaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang
memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak
yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran
menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan
praktik menulis. Hal ini menyebabkan kurangnya kebiasaan menulis siswa
sehingga mereka sulit menuangkan ide mereka dalam bentuk tulisan.
Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah
satu faktor kurang terampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah
menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan,
pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Namun pada kenyataannya, kegiatan
menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan, pendapat, dan
pengalaman menjadi suatu rangkaian berbahasa tulis yang teratur, sistematis, dan
logis bukan merupakan pekerjaan mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan
latihan terus-menerus. Menurut Akhadiah (1988: 2), tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks,
yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.
Penyebab lain dari terbatasnya siswa dalam kemampuan menulis adalah
guru kurang kreatif dalam memilih bahan ajar, metode, dan media pembelajaran.
Di sini kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam memilih media dengan metode
1
2
yang tepat untuk siswa. Guru dapat melakukan pengembangan keterampilan
menulis siswa dengan media pembelajaran. Bahan ajar, metode, dan media
pembelajaran yang dipilih sebaiknya mempertimbangkan masalah kebutuhan,
minat, dan perhatian siswa serta lingkungan kehidupan mereka.
Permasalahan yang ada dari segi guru tidak terbatas dari hal itu saja.
Pendekatan tradisional masih digunakan guru dalam pembelajaran menulis. roses
pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya berkisar penyampaian materi
dengan ceramah dan mencatat, dengan demikian siswa kurang mendapatkan
praktik secara langsung. Hal tersebut membuat siswa cenderung pasif dan
merasa bosan dengan proses pembelajaran.
Melihat fenomena ini, dapat terlihat bahwa kedudukan pelajaran menulis
di sekolah-sekolah sangat diperlukan. Salah satu keterampilan menulis tersebut
adalah menulis cerpen. Keterampilan menulis cerpen ini bertujuan agar siswa
dapat mengekspresikan gagasan, pendapat, dan pengalamnnya dalam bentuk
sastra tertulis yang kreatif. Media pembelajaran dan metode pembelajaran sangat
perlu dihadirkan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Media dan
metode diperlukan dalam pembelajaran menulis cerpen sebab antara keduanya
saling mendukung. Salah satu media yang digunakan adalah media berita. Selain
itu, metode yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan keterampilan
menulis cerpen adalah media komik.
Dalam pembelajaran menulis cerpen kali ini peneliti menggunakan media
komik dikarenakan kedua hal itu saling berkaitan dan saling mendukung.
Penggunaan media komik diharapkan membuat siswa mudah dalam
3
mengembangkan ide, gagasan, pikiran yang akan mereka tuangkan ke dalam
sebuah tulisan dalam bentuk cerpen, secara intensif dan mendapatkan hasil yang
maksimal.
Penggunaan media pembelajaran tidak dilihat atau dinilai dari segi
kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah fungsi dan
perencanaannya dalam membantu mempertinggi proses pengajaran (Sujana dan
Rifai, 2010:4). Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang
ditata dan diciptakan oleh guru. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru
sebaiknya adalah media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan
demikian, penggunaan media akan membantu siswa dalam menguasai tujuan
pembelajaran secara maksimal. Media yang dipilih untuk meningkatkan
kemampuan menulis cerpen adalah media komik. Media komik temasuk ke dalam
media visual. Media komik merupakan media yang berbentuk gambar kartun
yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang
erat dihubungkan dengan gambar (Sujana dan Rifai, 2010: 64). Gambar atau
lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Media komik ini
dirancang dengan menyajikan gambar-gambar atau karakter binatang (fabel)
sehingga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menulis cerpen.
Peneliti memilih media komik sebagai sarana agar memudahkan siswa
dalam menulis cerita sesuai dengan karakter gambar yang sudah tersedia. Seorang
siswa dalam proses menuli cerita sering kali mengalami kesulitan dalam
menungkapkan isi cerita, gagasan, dan pikirannya. Para siswa hanya bermain
4
kata-kata dalam pikiran tanpa menuliskannya, sehingga proses penulisan cerita
terasa sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Kesulitan inilah yang membuat
kemampuan menulis cerita siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka tergolong
masih rendah. Dengan demikian, media komik tanpa teks ini diharapkan mampu
membantu siswa dalam proses pembelajaran penulisan cerita sesuai dengan
karakter gambar yag tersedia. Dengan adanya media ini, peneliti mengharapkan
proses pembelajaran menulis cerpen akan efektif untuk meningkatkan kemahiran
dalam menulis sastra serta dapat menumbuhkan minat siswa dalam menulis
cerpen. Proses penulisan cerita ini akan mendorong siswa untuk lebih aktif dan
kreatif serta dapat memberikan hasil yang diharapkan.
1.2 Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Apakah media komik dapat
meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3
Kolaka?’’
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan
keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka dengan
menggunakan media komik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang manfaat,
sebagai berikut:
5
a. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk
meningkatkan keterampilan mereka dalam menulis. Selain itu, tindakan yang
diterapkan guru di kelas dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar
menulis cerpen sehingga keterampilan menulis cerpen mereka meningkat
b. Bagi guru Bahasa Indonesia kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka, hasil penelitian
ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan guru dalam menghadapi
permasalahan dalam pembelajaran di kelas terutama permasalahan yang berkaitan
dengan kesulitan menulis cerpen.
c. Bagi sekolah, karena hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
pengembangan proses pengajaran Bahasa Indonesia dalam meningkatkan
keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka .
1.5 Batasan Istilah
Agar diperoleh pemahaman yang sama antara penyusun dan pembaca
tentang istilah pada judul penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan istilah.
1. keterampilan adalah suatu kecakapan seseorang untuk melakukan tindakan
yang bersifat pengetahuan yang dimiliki setiap orang, dalam hal menyelesaikan
pekerjaan.
2. Menulis cerpen merupakan kegiatan menulis yang mengungkapkan pikiran
dan perasaan dengan bercerita secara imajinatif, kreatif dan disusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan struktur fisik dan batin untuk
menarik minat pembaca.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Keterampilan Menulis
2.1.1 Pengertian Keterampilan Menulis
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat keterampilan yaitu keterampilan
berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling
berkaitan antara satu dan lainnya. Keterampilan menulis mempunyai peranan
penting sama dengan keterampilan lainnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia. Selain itu, keterampilan menulis digunakan manusia sebagai tempat
untuk menuangkan segala imajinasi, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan
pengalamannya untuk mencapai maksud.
Menulis atau juga disebut mengarang adalah sebuah metode yang terbaik
untuk mengembangkan keterampilan di dalam menggunakan suatu bahasa
(Hastuti, 1982: 1). Dengan menulis dapat menghasilkan karya sastra yang dapat
dinikmati oleh semua orang. Selain itu, menulis juga dapat memperluas daya
intelektual, kreativitas, dan daya imajinasi seseorang. Melalui tulisan seseorang
dapat mencurahkan pandangan, pemikirannya tentang suatu masalah dari sudut
pandang penulis sendiri dan pembaca dapat mengetahui pandangannya dan
menikmati tulisan yang telah dihasilkannya.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan
untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak tatap muka dengan orang lain
6
7
(Tarigan,1986:3). Komunikasi tidak langsung ini dilakukan dengan menggunakan
media tulis, dengan menggunakan lambang-lambang bahasa.Dasar penulisan
kreatif atau creatif writing sama dengan menulis biasa pada umumnya.
Keterampilan menulis dapat mengembangkan bakat yang dimiliki setiap
orang dalam menumpahkan semua gagasan, pikiran, pengalaman dan
pandangannya. Oleh karena itu, salah satu keterampilan berbahasa yang harus
dikuasai dalam komunikasi adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis
adalah suatu proses berpikir yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Ide atau
gagasan tersebut kemudian dikembangkan dalam wujud rangkaian kalimat, selain
itu menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Menulis
Kegiatan menulis merupakan kegiatan kreativitas untuk menghasilkan
karya yang berupa tulisan. Menulis menjadi sebuah pekerjaan dari beberapa
orang, dimana mereka menggantungkan hidupnya dari apa yang telah mereka
tulis. Walaupun pada awalnya menulis merupakan sebuah hobi bagi kebanyakan
seseorang. Adapun tujuan menulis yang dijabarkan oleh Hartig (via Tarigan
1986:24) adalah sebagai berikut.
1) Assignment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama
sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauannya
8
sendiri(misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku;
sekretarisyang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat).
2) Altruistik purpose (tujuan altruistik).
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca,
menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca
memahami,menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup
para pembaca lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
3) Persuasive purpose (tujuan persuasif).
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran
gagasan yang diutarakan.
4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan atau
penerangankepada para pembaca.
5) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri).
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri
sangpengarang kepada pembaca.
6) Creative purpose (tujuan kreatif).
Tujuan ini erat hubungannya dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi
”keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan
dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal,
seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-
nilai kesenian.
9
7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).
Dalam tulisan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah
yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta
menjelajahiserta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-
gagasannya sendiriagar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
Tujuan-tujuan yang telah dipaparkan menjadi suatu jawaban dari
pertanyaan yang diajukan oleh beberapa orang tentang “apa yang kita tuju dalam
kegiatan menulis?”. Selain mempunyai tujuan, menulis cerpen juga mempunyai
beberapa fungsi di mana menulis membantu seseorang berfikir. Menulis itu
sendiri digunakan sebagai suatu alat yang sangat ampuh dalam belajar yang
dengan sendirinya memainkan peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan.
Dengan adanya tujuan untuk melakukan kegiatan menulis, menulis juga
mempunyai fungsi. Enre (1988: 6) menyatakan fungsi menulis sebagai berikut.
1) Menulis menolong kita menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui.
Menulis mengenai suatu topik merangsang pemikiran kita mengenai topik
tersebut dan membantu kita membangkitkan pengetahuan dan pengalaman
yang tersimpan dalam bawah sadar.
2) Menulis menghasilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang
pemikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari pertalian dan
menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya
kita tidak mulai menulis.
3) Menulis membantu mengorganisasikan pikiran kita, dan menempatkannya
dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri. Ada kalanya kita dapat
10
menjernihkan konsep yang kabur atau kurang jelas untuk diri kita sendiri,
hanya karena kita menulis mengenai hal itu.
4) Menulis membantu kita menyerap dan menguasai informasi baru; kita
akan memahami banyak materi lebih baik dan menyimpannya lebih lama
jika kita menulis tentang hal itu.
5) Menulis menjadikan pikiran seseorang siap untuk melihat dan dievaluasi;
kita dapat membuat jarak dengan ide kita sendiri dan melihatnya lebih
obyektif pada waktu kita menuliskannya.
6) Menulis membantu kita memecahkan masalah dengan jalan memperjelas
unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual,
sehingga ia dapat diuji.
Beberapa manfaat menulis di atas adalah manfaat terperinci dari manfaat
secara kesuluruhan. Apabila ditarik garis besar dari manfaat menulis mempunyai
manfaat sebagai alat komunikasi yang berupa tulisan, di mana orang dapat
memperoleh informasi tidak hanya dari lisan tetapi juga informasi berupa tulisan,
serta menulis mempunyai peranan dalam memperluas pengetahuan seseorang dan
sebagai wadah dalam menuangkan segala ide, gagasan, ideologi, dan imajinasi
yang dimiliki seseorang.
2.1.3 Ciri-ciri Tulisan yang Baik
Setiap tulisan mempunyai komposisi dan takaran sendiri-sendiri dengan
apa yang telah menjadi kelebihan dan kekurangannya. Tulisan yang dihasilkan
haruslah berupa tulisan yang dapat dinikmati pembacanya, sehingga pembaca
mengerti apa yang sedang ia baca dengan begitu penulis berhasil menyampaikan
11
maksud dari apa yang telah ia tulis. Adanya hal itu menyebabkan sebuah tulisan
harus memenuhi ciri-ciri tulisan yang baik. Selain itu, banyak penyuting dan
kritikus yang mempunyai standar tersendiri sehingga tulisan dapat dikatakan
tulisan yang baik. Enre (1988: 8), menyatakan tulisan yang baik ialah tulisan yang
berkomunikasi secara efektif dengan pembaca kepada siapa tulisan itu
ditunjukkan. Enre (1988: 8-11) menyatakan ciri-ciri tulisan yang baik antara lain
sebagai berikut.
1) Tulisan yang baik selalu bermakna
Tulisan yang baik harus mampu menyatakan sesuatu yang
mempunyai makna bagi seseorang dan memberikan bukti terhadap apa
yang dikatakan itu.
2) Tulisan yang baik selalu jelas
Sebuah tulisan dapat disebut jelas jika pembaca yang kepadanya
tulisan itu ditunjukkan dapat membacanya dengan kecepatan yang tetap
dan menangkap maknanya sesudah itu berusaha dengan cara yang wajar.
3) Tulisan yang baik selalu padu dan utuh
Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh jika pembaca dapat
mengikutinya dengan mudah karena ia diorganisasikan dengan jelas
menurut suatu perencanaan dan karena bagian-bagiannya dihubungkan
satu dengan yang lain, baik dengan perantara pola yang mendasar atau
dengan kata atau frase penghubung.
12
4) Tulisan yang baik selalu ekonomis
Penulis yang baik tidak akan membiarkan waktu pembaca hilang
dengan sia-sia, sehingga ia akan membuang semua kata yang berlebihan
dari tulisannya.
5) Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatikal
Yang dimaksud dengan tulisan yang memenuhi kaidah gramatikal
di sini biasa juga disebut tulisan yang menggunakan bahasa yang baku,
yaitu bahasa yang dipakai oleh kebanyakan anggota masyarakat yang
berpendidikan dan mengharapkan orang lain juga menggunakannya dalam
komunikasi formal atau informal, khususnya yang dalam bentuk tulisan.
2.1.4 Penilaian Keterampilan Menulis
Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap
hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi
rendahnya atau baik buruknya aspek tertentu. Hasil pengukuran tidak akan dapat
dinilai jika tanpa menggunakan norma tertentu. Jadi semua usaha membandingkan
hasil pengukuran terhadap suatu bahan pembanding, patokan atau norma disebut
penilaian.
2.2 Cerita Pendek
2.2.1 Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau cerpen merupakan sebuah karya sastra berbentuk prosa
dan mempunyai komposisi cerita, tokoh, latar, yang lebih sempit dari pada novel.
Cerita yang disajikan dalam cerpen terbatas hanya memiliki satu kisah. Cerpen
13
(Short Story) merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut
fiksi. Menurut Sumardjo (2007: 84), cerpen adalah seni keterampilan menyajikan
cerita. Oleh karena itu, seseorang penulis harus memiliki ketangkasan menulis dan
menyusun cerita yang menarik. Sayuti (2000: 10), menyatakan cerpen
menunjukkan kualitas yang bersifat compression ‘pemadatan’, concentration
‘pemusatan’, dan intensity ‘pendalaman’, yang semuanya berkaitan dengan
panjang cerita dan kualitas struktural yang diisyaratkan oleh panjang cerita itu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen
adalah cerita pendek yang memiliki komposisi lebih sedikit dibanding novel dari
segi kependekan cerita, memusatkan pada satu tokoh, satu situasi dan habis sekali
baca.
2.2.2 Unsur-unsur Pembangun Cerpen
Cerpen merupakan bentuk karya sastra fiksi yang menarik untuk dibaca
yang disebabkan cerita yang disajikan pendek, tokoh terbatas, dan terdiri satu
situasi. Cerpen juga tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling
berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara unsur-unsur
pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Koherensi
dan keterpaduan semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat
menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan
sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: alur atau plot, penokohan,
latar(setting), sudut pandang (poin of view), gaya bahasa, tema, dan amanat.
14
1) Plot atau alur
Alur diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi
juga merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai
peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan hubungan kualitasnya (Sayuti,
2000: 31). Alur sebagai jalan cerita yang menyajikan peristiwa-peristiwa
atau kejadian-kejadian secara runtut yang telah diperhitungkan terlebih
dahulu oleh pengarang. Nurgiyantoro (2009: 12) menyatakan Plot atau
alur dalam cerpen pada umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan
peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir. Selanjutnya Plot merupakan
cerminan, atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam
bertindak, berfikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2009: 114). Dari pendapat-pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah jalan cerita yang
berupa rangkaian peristiwa yang terdiri satu peristiwa secara runtut yang
telah diperhitungkan pengarang.
2) Penokohan
Tokoh dan penggambaran karakter tokoh yang terdapat dalam cerpen
bersifat terbatas. Baik dari karakter fisik maupun sifat tokoh tidak
digambarkan secara khusus hanya tersirat dalam cerita yang disampaikan
sehingga pembaca harus merekonstruksikan sendiri gambaran yang lebih
lengkap tentang tokoh itu.
15
3) Latar (setting)
Pelukisan latar cerita jumlahnya juga terbatas. Cerpen tidak
memerlukan detail-detail khusus tentang keadaan latar. Penggambaran
latar dilakukan secara garis besar dan bersifat implisit, namun tetap
memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan.
4) Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang dikatakan sebagai cara yang digunakan pengarang
sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita fiksi kepada
pembaca atau unsur fiksi yang mempersoalkan siapa yang
menentukkan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu
dilihat.
5) Gaya bahasa
Diksi atau gaya bahasa merupakan unsur fiksi yang terkait dengan
pemakaian pilihan kata dan bahasa dalam sebuah fiksi.
6) Tema
Dalam cerpen hanya terdiri satu tema saja. Hal ini terkait dengan
ceritanya yang pendek dan ringkas. Selain itu, plot cerpen yang
bersifat tunggal hanya memungkinkan hadirnya satu tema utama saja
tanpa ada tema-tema tambahan.
16
7) Kepaduan
Kepaduan di dalam cerpen diartikan segala sesuatu yang
diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Peristiwa
yang saling berkaitan membentuk suatu plot, walau tidak bersifat
kronologis, namun harus berkaitan secara logika.
2.3 Media Pembelajaran Bersastra
2.3.1 Pengertian dan Manfaat Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti
‘tengah’, ‘perantara’, atau pengantar. Media merupakan pengantar pesan dari
pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2002:3). Gerlach dan Ely (melalui
Swandono, 1995:68) mendefinisikan media, yaitu bahan atau peristiwa-peristiwa
yang dipakai untuk menimbulkan kegiatan belajar mengajar agar lebih efektif
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Gagne dan Briggs (melalui Arsyad,
2002:4) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik
digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran. Dengan kata lain, media
adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Hamalik (melalui Arsyad, 2002: 15) mengemukakan bahwa pemakaian
media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Media pengajaran dapat
membangkitkan rasa senang dan rasa gembira bagi para siswa, sehingga media
17
dapat membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta
menghidupkan proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, media pengajaran
juga dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman, menyajikan data
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan
informasi (Arsyad, 2002:16).
Sujana dan Rivai (2010:2) memaparkan manfaat media pengajaran dalam
proses pembelajaran antara lain; (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pengajaran akan
lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan
memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan lebih baik, (3)
metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan penilaian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. Media pembelajaran memiliki
banyak manfaat dalam proses pembelajaran, sehingga penggunaan media
pembelajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran.
Fungsi media dalam pembelajaran pada umumnya untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar yang terjadi di
dalam kelas, agar siswa lebih mudah dalam memahami bahan pembelajaran yang
disampaikan guru maka memerlukan adanya bantuan media sebagai sarana
penunjang. Sujana dan Riva’i (2010:4) menyatakan bahwa penggunaan media
18
tidak dilihat atau dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting
adalah fungsi dan perannya dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran.
Penggunaan media akan sangat bermanfaat apabila media yang dipilih
berdasarkan kegunaan sesuai dengan fungsi dan manfaat. Media akan memiliki
peran yang sangat besar dalam proses pembelajaran apabila guru dapat
menggunakan media tersebut secara tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dalam menentukan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, guru
hendaknya dapat memilih secara cermat, hal ini disebabkan setiap media memiliki
karakteristik sendiri.
Dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya
memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut; (1) ketepatan dengan tujuan
pengajaran, media pengajaran yang dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional
yang telah ditetapkan, (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, (3) kemudahan
memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya
mudah dibuat oleh guru, (4) keterampilan guru dalam menggunakannya, apapun
jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya
dalam proses embelajaran, (5) tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga
media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung, (6)
sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya
dapat dipahami oleh siswa.
19
2.3.2 Pengertian Media Komik sebagai Media Pembelajaran
Komik berasal dari bahasa Perancis “comique” yang merupakan kata sifat
lucu atau menggelikan. Comique sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
komikos (Nugroho. E, 1990:54). Pada awalnya, komik bersifat humor, lucu, dan
menghibur. Namun dalam perkembangannya, tema yang diangkat semakin meluas
sehingga muncul tema-tema yang bersifat petualang maupun fantasi. Popularitas
komik yang semakin meluas ini menarik perhatian banyak ahli hingga muncul
kecenderungan untuk menyetujui komik sebagai media komunikasi.
Komik merupakan gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang
terjukstaposisi dalam turutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau
mencapai tanggapan estetis dari pembaca (Mc Clouds, 2008:9). Gambar-gambar
dalam komik berbeda dengan buku cerita bergambar. Peran gambar-gambar pada
buku cerita bergambar, bagaimanapun, tetap “sekedar” sebagai ilustrasi yang lebih
berfungsi mengkonkretkan, melengkapi, dan memperkuat sesuatu yang
diceritakan secara verbal, sedangkan gambar-gambar yang terdapat dalam komik
sudah mampu mewakili suatu peristiwa atau rentetan cerita yang sangat jelas
tanpa disertai dengan adanya penjelasan secara verbal.
Komik hadir dengan menampilkan gambar-gambar dalam panel-panel
secara berderet yang disertai balon-balon teks tulisan dan membentuk sebuah
cerita. Dalam kaitan ini sebagai istilah, komik dapat dipahami sebagai simulasi
gambar dan teks yang disusun berderet per adegan untuk kemudian menjadi
sebuah cerita (Rahardian melalui Nurgiyantoro, 2005: 409). Namun demikian,
komik tampil tanpa teks karena gambar dalam komik adalah bahasanya sendiri,
20
yaitu bahasa komik sebagaimana halnya gambar rekaman pada pita seluloid dalam
film. Gambar dalam komik adalah sebuah penangkapan adegan saat demi saat,
peristiwa demi peristiwa, sebagai representasi cerita yang disampaikan dengan
menampilkan figur dan latar. Gambar-gambar dalam komik dapat dipandang
sebagai alat kominukasi lewat bahasa gambar (Nurgiyantoro, 2005:409).
Komik merupakan suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan
memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan
dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Dengan demikian,
komik bersifat humor. Komik memiliki cerita yang ringkas dan menarik
perhatian, dilengkapi dengan aksi. Selain itu komik dibuat lebih hidup dan diolah
dengan pemakaian warna-warna utama secara bebas (Sujana dan Rivai, 2010: 64).
Muchlish (2009:139) mengemukakan tujuan penggunaan komik sebagai
media pembelajaran sebagai berikut; (1) untuk menerjemahkan sumber verbal
(tulisan) dan memperjelas pengertian murid, (2) untuk memudahkan siswa
berimajinasi (membayangkan) kejadian-kejadian yang terdalam gambar, (3) untuk
membantu siswa mengungkapkan ide berdasar gambar narasi yang menyertainya,
(4) mengongkretkan pembelajaran dan memperbaiki kesan-kesan yang salah dari
ilustrasi secara lisan.
Rohani (1997:79) menyatakan bahwa komik merupakan suatu bentuk
bacaan di mana peserta didik membacanya tanpa harus dibujuk. Melalui
bimbingan dari guru, komik dapat berfungsi sebagai jembatan untuk
menumbuhkan minat baca. Sujana dan Rivai (2010:68) mengemukakan bahwa
peran pokok dari buku komik dalam pengajaran adalah kemampuannya dalam
21
menciptakan minat para siswa, sehingga komik akan dapat menjadi alat
pengajaran yang efektif. Gambar-gambar kartun dalam komik biasanya memuat
esensi pesan yang harus disampaikan dan dituangkan dalam gambar sederhana
dan menggunakan simbol serta karakter yang mudah dikenal, juga dimengerti
dengan cepat. Selain itu, pemilihan media komik didasarkan pada suatu alasan
bahwa tujuan mengajar di kelas bukan hanya mentransformasikan pengetahuan
saja, tetapi menumbuhkan peran aktif siswa.
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: ”Media
komik dapat digunakan untuk peningkatkan keterampilan menulis cerpen Siswa
kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka”.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Menurut Burns (lewat Madya, 2007: 8), penelitian tindakan merupakan
penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan
pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya,
yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang
awam. Penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan (tindakan), observasi (pengamatan), dan refleksi (Burns, 1999 dalam
Madya, 2007:59).
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari
segi definisi mengarah pada tindakan. Rencana bersifat fleksibel karena tindakan
sosial dalam batas tertentu tidak dapat diramalkan. Rencana disusun berdasarkan
hasil pengamatan awal yang reflektif.
Tindakan yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara
sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana
serta mengandung inovasi. Implementasi tindakan ini mengacu pada perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Tujuannya, agar pembelajaran berlangsung sesuai
dengan yang direncanakan.
Pengamatan berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan
terkait bersama prosesnya. pengamatan yang cermat diperlukan karena tindakan
22
23
selalu akan dibatasi oleh kendala realitas dan semua kendala itu belum pernah
dapat dilihat dengan jelas pada waktu yang lalu. Pengamatan direncanakan
terlebih dahulu sehingga akan ada dasar dokumenter untuk refleksi berikutnya.
Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan
persis seperti yang telah dicatat dalam pengamatan. Refleksi berusaha memahami
proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik.
Refleksi mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi
sosial, dan memahami persoalan dan keadaan tempat timbulnya persoalan itu.
Empat tahap pokok dalam penelitian tindakan kelas tersebut secara sederhana
dapat digambarkan dalam bagan berikut
Gambar 2. Alur PTK Hopkings (dalam Arikunto, 2007:16)
perencanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi SIKLUS I Tindakan
TindakanRefleksi
?
24
3.2 Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini berlokasi di SMP Negeri 3 Kolaka. Sekolah
ini berada di jalan Bokeo, kelurahan Sabilambo, Kecamatan Kolaka, Kabupaten
Kolaka Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Penelitian tindakan kelas dengan penerapan media komik dalam
pembelajaran menulis cerpen ini diharapkan dapat menjadi salah satu media
alternatif bagi guru. Dengan demikian, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
khususnya pembelajaran sastra menjadi menyenangkan dan dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
3.3 Subjek dan Fokus Penelitian
Subjek penelitian yang dikenai tindakan adalah kelas VII yang berjumlah
33 siswa, sebab pada kelas tersebut terdapat kendala dalam pembelajaran praktik
menulis cerpen. Penentuan kelas VII yang berkategori sedang sebagai subjek
penelitian dimaksudkan agar penelitian tidak biasa. Objek dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya siswa kelas VII SMP
Negeri 3 Kolaka.
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Alokasi waktu untuk setiap pertemuan
2x40 menit. Dalam pelaksanaannya, masing-masing siklus mengikuti tahap-tahap
yang ada dalam penelitian tindakan kelas, yaitu tahap pertama perencanaan, tahap
25
kedua implementasi tindakan, tahap ketiga pengamatan, dan tahap terakhir
refleksi.
3.4.1 Siklus I
Prosedur pelaksanaan tindakan dan implementasi tindakan di kelas VII
SMP Negeri 3 Kolaka dalam siklus pertama adalah sebagai berikut.
1) Perencanaan
Pada tahap ini peneliti bersama kolaborator dalam hal ini guru,
menetapkan alternatif tindakan dalam upaya peningkatan keadaan dan
kemampuan siswa dalam pembelajaran praktik menulis cerpen. Pertama-tama
mahasiswa peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk mengidentifikasi
permasalahan yang muncul dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas VII.
Hal-hal yang didiskusikan menyangkut pelaksanaan pembelajaran praktik menulis
cerpen.
Dari hasil diskusi, didapat kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran menulis cerpen, guru masih menggunakan metode tradisional. Guru
hanya menggunakan metode penugasan dalam pembelajaran praktik menulis
cerpen. Selain berdiskusi, mahasiswa peneliti juga mengadakan pretes untuk
mengetahui kemampuan awal siswa dalam praktik menulis cerpen. Setelah
mengetahui pelaksanaan pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menulis
cerpen, guru dan mahasiswa peneliti merancang skenario pelaksanaan
pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media komik yang dianggap
paling efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis
cerpen. Agar implementasi tindakan sesuai dengan yang diinginkan, guru dan
26
peneliti juga mempersiapkan materi dan sarana pendukung pelaksanaan
pembelajaran. Sarana pendukung yang dipakai dalam siklus pertama ini adalah
komik.
Mahasiswa peneliti dan guru juga membuat instrumen untuk mengamati
jalannya pembelajaran menulis cerpen dan mengukur kemampuan siswa dalam
menulis puisi setelah adanya implementasi tindakan siklus pertama. Instrumen
yang digunakan berupa komik, dan lembar kerja siswa dalam menulis cerpen
dengan menggunakan komik.
2) Implementasi Tindakan
Tahapan pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dan rencana yang
sudah dirancang sebelumnya tindakan yang dilakukan pada siklus 1, yaitu Mula-
mula untuk memberikan pemahaman siswa tentang cerpen, guru mengajak siswa
untuk berdiskusi tentang pengertian cerpen dan apa saja unsur pembentuk sebuah
cerpen. Setelah selesai, guru melanjutkan dengan menjelaskan tentang media yang
akan digunakan dalam praktik menulis cerpen, yaitu menggunakan komik. Guru
menjelaskan tentang komik dan bagaimana langkah-langkah praktik menulis
cerpen dengan komik. Guru memberikan contoh bentuk komik dan menjelaskan
langsung penerapan langkah-langkah menulis puisi dengan menggunakan komik.
Pada tindakan selanjutnya, guru membagikan komik. Siswa diajak untuk
mencoba menulis cerpen dengan menggunakan komik tersebut.
27
3) Pengamatan
Saat pembelajaran praktik menulis cerpen berlangsung, mahasiswa peneliti
Mengamati kesesusaian perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran, hal yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran,
aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan reaksi siswa terhadap penggunaan media
komik dalam praktik menulis cerpen. Mahasiswa peneliti juga mengamati peran
guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen dengan media komik.
Pengamatan tersebut kemudian didokumentasikan. Selain dari mahasiswa peneliti,
guru juga membuat catatan-catatan mengenai pelaksanaan pembelajaran menulis
komik dengan meggunakan media komik.
4) Refleksi
Mahasiswa peneliti bersama kolaborator dalam hal ini guru, berusaha
memahami proses, masalah, dan kendala yang ditemui dalam implementasi
tindakan dengan berdiskusi. Hasil pengamatan yang telah dideskripsikan dalam
bentuk catatan lapangan oleh mahasiswa peneliti dan catatan-catatan dari guru,
didiskusikan bersama-sama untuk mengidentifikasi permasalahan yang perlu
diperbaiki.
3.4.2 Siklus II
Siklus kedua pada penelitian ini juga dilakukan sebanyak dua kali
pertemuan untuk memperbaiki segala kekurangan yang terjadi pada siklus
pertama. Pada siklus pertama produk yang dihasilkan dari siklus 1 adalah hasil
karya cerpen siswa. Setelah itu, guru melihat hasil dari karya siswa dan
melakukan diskusi mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami siswa.
28
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian tindakan kelas ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif berupa data perilaku siswa selama dalam proses penulisan cerpen
dengan menggunakan media komik. Data kuantitatif berupa tingkat kemampuan
siswa yang ditunjukkan dengan nilai tes menulis cerpen. Sumber data diambil
pada saat dan sesudah proses belajar mengajar Bahasa Indonesia. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa cara yaitu:
1. Observasi atau Monitoring Kelas
Observasi atau monitoring kelas dilakukan untuk memperoleh data tentang
perilaku siswa dan perilaku guru dalam proses pembelajaran. Melalui observasi
atau monitoring kelas dapat diketahui bagaimana keaktifan, minat dan antusias
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dapat diketahui juga
bagaimana aktifitas guru dalam proses mengajar.
Observasi kelas dilakukan dengan berpegang pada pedoman observasi dan
didukung oleh fotografi.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan peneliti dengan guru pelaku tindakan. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan penulisan cerpen siswa
dan kendala yang dihadapi guru saat mengajarkan apresiasi sastra khususnya
penulisan cerpen.
3. Angket
Angket merupakan instrumen pencarian data yang berupa pertanyaan
tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Instrumen ini disusun berdasarkan
29
indikator yang dapat mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman menulis
khususnya menulis cerpen. Angket adalah serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis
yang ditujukan kepada responden (siswa) mengenai masalah-masalah tertentu
yang bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari responden tersebut. Angket
dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan penerapan media
komik dalam pembelajaran menulis cerpen.
4. Dokumen tugas siswa
Dokumentasi tugas siswa merupakan hasil kerja siswa dalam menulis puisi
baik pada saat pretes, siklus I sampai siklus II. Dokumentasi tugas siswa
digunakan untuk mengetahui intensitas siswa dalam mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru.
5. Dokumentasi
Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan
dari awal sampai akhir yang berguna untuk merekam peristiwa penting dalam
aspek kegiatan kelas.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data
dalam penelitian. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi, gambar
dan kotak kartu mimpi, observasi atau monitoring kelas, dokumen tugas siswa,
dan angket. Selain itu, dokumentasi yang berupa foto-foto pelaksanaan penelitian
juga diikutsertakan agar data yang diperoleh lebih akurat.
30
3.7 Teknik Analisis Data
Penelitian tindakan kelas ini mengandung data kualitatif dan data
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk data kualitatif yang berupa hasil
gambar dan observasi, wawancara, angket, dokumen tugas siswa, dan
dokumentasi.
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik statistic
deskriptif. Teknik analisis statistik deskriptif, yaitu teknik statistic yang
memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud
menguji hipotesis. Statistik deskriptif hanya digunakan untuk menyajikan dan
menganalisis data agar lebih bermakna dan komunikatif disertai perhitungan-
perhitungan sederhana. Data kuantitatif dikumpulkan melalui tes, data yang
berupa skor tes menulis puisi dianalisis dengan mencari rata-rata (mean) dan
presentase kemudian dibuat tabel sehingga dapat diketahui peningkatan
kemampuan siswa dalam menulis puisi.
Presentase untuk perhitungan skala lima yang diadaptasi dari Nurgiyantoro
(dalam Marwiah, 2006:77) sebagai berikut.
Interval Persentase Tngkat Penguasaan Keterangan
85 persen – 100 persen
75 persen – 84 persen
60 persen – 74 persen
40 persen – 59 persen
0 persen – 39 persen
Amat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
Sumber: Adaptasi Nurgiyantoro (2001: 399 dalam Marwiah: 77)
31
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis. Jakarta: Erlangga.
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Enre, Fahrudin. 1998. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Hastuti, Sri. 1982. Tulis Menulis. Yogyakarta: Penerbit Lukman.
Madya, Suwarsih. 2006 . Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Nugroho, E. 1990. Ensiklopedi Nasional Jilid 9. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPEF.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Sumardjo, Jacob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.