proposal eva

49
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan praktik menulis. Hal ini menyebabkan kurangnya kebiasaan menulis siswa sehingga mereka sulit menuangkan ide mereka dalam bentuk tulisan. Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah satu faktor kurang terampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Namun pada kenyataannya, kegiatan menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan,

Upload: agus

Post on 16-Jan-2016

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bahasa dan sastra indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Eva

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang

memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak

yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran

menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan

praktik menulis. Hal ini menyebabkan kurangnya kebiasaan menulis siswa

sehingga mereka sulit menuangkan ide mereka dalam bentuk tulisan.

Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah

satu faktor kurang terampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah

menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan,

pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Namun pada kenyataannya, kegiatan

menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan, pendapat, dan

pengalaman menjadi suatu rangkaian berbahasa tulis yang teratur, sistematis, dan

logis bukan merupakan pekerjaan mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan

latihan terus-menerus. Menurut Akhadiah (1988: 2), tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks,

yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.

Penyebab lain dari terbatasnya siswa dalam kemampuan menulis adalah

guru kurang kreatif dalam memilih bahan ajar, metode, dan media pembelajaran.

Di sini kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam memilih media dengan metode

1

Page 2: Proposal Eva

2

yang tepat untuk siswa. Guru dapat melakukan pengembangan keterampilan

menulis siswa dengan media pembelajaran. Bahan ajar, metode, dan media

pembelajaran yang dipilih sebaiknya mempertimbangkan masalah kebutuhan,

minat, dan perhatian siswa serta lingkungan kehidupan mereka.

Permasalahan yang ada dari segi guru tidak terbatas dari hal itu saja.

Pendekatan tradisional masih digunakan guru dalam pembelajaran menulis. roses

pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya berkisar penyampaian materi

dengan ceramah dan mencatat, dengan demikian siswa kurang mendapatkan

praktik secara langsung. Hal tersebut membuat siswa cenderung pasif dan

merasa bosan dengan proses pembelajaran.

Melihat fenomena ini, dapat terlihat bahwa kedudukan pelajaran menulis

di sekolah-sekolah sangat diperlukan. Salah satu keterampilan menulis tersebut

adalah menulis cerpen. Keterampilan menulis cerpen ini bertujuan agar siswa

dapat mengekspresikan gagasan, pendapat, dan pengalamnnya dalam bentuk

sastra tertulis yang kreatif. Media pembelajaran dan metode pembelajaran sangat

perlu dihadirkan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Media dan

metode diperlukan dalam pembelajaran menulis cerpen sebab antara keduanya

saling mendukung. Salah satu media yang digunakan adalah media berita. Selain

itu, metode yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan keterampilan

menulis cerpen adalah media komik.

Dalam pembelajaran menulis cerpen kali ini peneliti menggunakan media

komik dikarenakan kedua hal itu saling berkaitan dan saling mendukung.

Penggunaan media komik diharapkan membuat siswa mudah dalam

Page 3: Proposal Eva

3

mengembangkan ide, gagasan, pikiran yang akan mereka tuangkan ke dalam

sebuah tulisan dalam bentuk cerpen, secara intensif dan mendapatkan hasil yang

maksimal.

Penggunaan media pembelajaran tidak dilihat atau dinilai dari segi

kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah fungsi dan

perencanaannya dalam membantu mempertinggi proses pengajaran (Sujana dan

Rifai, 2010:4). Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang

ditata dan diciptakan oleh guru. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru

sebaiknya adalah media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan

demikian, penggunaan media akan membantu siswa dalam menguasai tujuan

pembelajaran secara maksimal. Media yang dipilih untuk meningkatkan

kemampuan menulis cerpen adalah media komik. Media komik temasuk ke dalam

media visual. Media komik merupakan media yang berbentuk gambar kartun

yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang

erat dihubungkan dengan gambar (Sujana dan Rifai, 2010: 64). Gambar atau

lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Media komik ini

dirancang dengan menyajikan gambar-gambar atau karakter binatang (fabel)

sehingga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menulis cerpen.

Peneliti memilih media komik sebagai sarana agar memudahkan siswa

dalam menulis cerita sesuai dengan karakter gambar yang sudah tersedia. Seorang

siswa dalam proses menuli cerita sering kali mengalami kesulitan dalam

menungkapkan isi cerita, gagasan, dan pikirannya. Para siswa hanya bermain

Page 4: Proposal Eva

4

kata-kata dalam pikiran tanpa menuliskannya, sehingga proses penulisan cerita

terasa sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Kesulitan inilah yang membuat

kemampuan menulis cerita siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka tergolong

masih rendah. Dengan demikian, media komik tanpa teks ini diharapkan mampu

membantu siswa dalam proses pembelajaran penulisan cerita sesuai dengan

karakter gambar yag tersedia. Dengan adanya media ini, peneliti mengharapkan

proses pembelajaran menulis cerpen akan efektif untuk meningkatkan kemahiran

dalam menulis sastra serta dapat menumbuhkan minat siswa dalam menulis

cerpen. Proses penulisan cerita ini akan mendorong siswa untuk lebih aktif dan

kreatif serta dapat memberikan hasil yang diharapkan.

1.2 Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Apakah media komik dapat

meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3

Kolaka?’’

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan

keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka dengan

menggunakan media komik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang manfaat,

sebagai berikut:

Page 5: Proposal Eva

5

a. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk

meningkatkan keterampilan mereka dalam menulis. Selain itu, tindakan yang

diterapkan guru di kelas dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar

menulis cerpen sehingga keterampilan menulis cerpen mereka meningkat

b. Bagi guru Bahasa Indonesia kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka, hasil penelitian

ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan guru dalam menghadapi

permasalahan dalam pembelajaran di kelas terutama permasalahan yang berkaitan

dengan kesulitan menulis cerpen.

c. Bagi sekolah, karena hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

pengembangan proses pengajaran Bahasa Indonesia dalam meningkatkan

keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka .

1.5 Batasan Istilah

Agar diperoleh pemahaman yang sama antara penyusun dan pembaca

tentang istilah pada judul penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan istilah.

1. keterampilan adalah suatu kecakapan seseorang untuk melakukan tindakan

yang bersifat pengetahuan yang dimiliki setiap orang, dalam hal menyelesaikan

pekerjaan.

2. Menulis cerpen merupakan kegiatan menulis yang mengungkapkan pikiran

dan perasaan dengan bercerita secara imajinatif, kreatif dan disusun dengan

mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan struktur fisik dan batin untuk

menarik minat pembaca.

Page 6: Proposal Eva

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keterampilan Menulis

2.1.1 Pengertian Keterampilan Menulis

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat keterampilan yaitu keterampilan

berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca, dan keterampilan

menulis. Keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling

berkaitan antara satu dan lainnya. Keterampilan menulis mempunyai peranan

penting sama dengan keterampilan lainnya dalam pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia. Selain itu, keterampilan menulis digunakan manusia sebagai tempat

untuk menuangkan segala imajinasi, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan

pengalamannya untuk mencapai maksud.

Menulis atau juga disebut mengarang adalah sebuah metode yang terbaik

untuk mengembangkan keterampilan di dalam menggunakan suatu bahasa

(Hastuti, 1982: 1). Dengan menulis dapat menghasilkan karya sastra yang dapat

dinikmati oleh semua orang. Selain itu, menulis juga dapat memperluas daya

intelektual, kreativitas, dan daya imajinasi seseorang. Melalui tulisan seseorang

dapat mencurahkan pandangan, pemikirannya tentang suatu masalah dari sudut

pandang penulis sendiri dan pembaca dapat mengetahui pandangannya dan

menikmati tulisan yang telah dihasilkannya.

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan

untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak tatap muka dengan orang lain

6

Page 7: Proposal Eva

7

(Tarigan,1986:3). Komunikasi tidak langsung ini dilakukan dengan menggunakan

media tulis, dengan menggunakan lambang-lambang bahasa.Dasar penulisan

kreatif atau creatif writing sama dengan menulis biasa pada umumnya.

Keterampilan menulis dapat mengembangkan bakat yang dimiliki setiap

orang dalam menumpahkan semua gagasan, pikiran, pengalaman dan

pandangannya. Oleh karena itu, salah satu keterampilan berbahasa yang harus

dikuasai dalam komunikasi adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis

adalah suatu proses berpikir yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Ide atau

gagasan tersebut kemudian dikembangkan dalam wujud rangkaian kalimat, selain

itu menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk

berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. 

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Menulis

Kegiatan menulis merupakan kegiatan kreativitas untuk menghasilkan

karya yang berupa tulisan. Menulis menjadi sebuah pekerjaan dari beberapa

orang, dimana mereka menggantungkan hidupnya dari apa yang telah mereka

tulis. Walaupun pada awalnya menulis merupakan sebuah hobi bagi kebanyakan

seseorang. Adapun tujuan menulis yang dijabarkan oleh Hartig (via Tarigan

1986:24) adalah sebagai berikut.

1) Assignment purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama

sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauannya

Page 8: Proposal Eva

8

sendiri(misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku;

sekretarisyang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat).

2) Altruistik purpose (tujuan altruistik).

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca,

menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca

memahami,menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup

para pembaca lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

3) Persuasive purpose (tujuan persuasif).

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran

gagasan yang diutarakan.

4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan atau

penerangankepada para pembaca.

5) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri).

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri

sangpengarang kepada pembaca.

6) Creative purpose (tujuan kreatif).

Tujuan ini erat hubungannya dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi

”keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan

dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal,

seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-

nilai kesenian.

Page 9: Proposal Eva

9

7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).

Dalam tulisan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah

yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta

menjelajahiserta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-

gagasannya sendiriagar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Tujuan-tujuan yang telah dipaparkan menjadi suatu jawaban dari

pertanyaan yang diajukan oleh beberapa orang tentang “apa yang kita tuju dalam

kegiatan menulis?”. Selain mempunyai tujuan, menulis cerpen juga mempunyai

beberapa fungsi di mana menulis membantu seseorang berfikir. Menulis itu

sendiri digunakan sebagai suatu alat yang sangat ampuh dalam belajar yang

dengan sendirinya memainkan peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan.

Dengan adanya tujuan untuk melakukan kegiatan menulis, menulis juga

mempunyai fungsi. Enre (1988: 6) menyatakan fungsi menulis sebagai berikut.

1) Menulis menolong kita menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui.

Menulis mengenai suatu topik merangsang pemikiran kita mengenai topik

tersebut dan membantu kita membangkitkan pengetahuan dan pengalaman

yang tersimpan dalam bawah sadar.

2) Menulis menghasilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang

pemikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari pertalian dan

menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya

kita tidak mulai menulis.

3) Menulis membantu mengorganisasikan pikiran kita, dan menempatkannya

dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri. Ada kalanya kita dapat

Page 10: Proposal Eva

10

menjernihkan konsep yang kabur atau kurang jelas untuk diri kita sendiri,

hanya karena kita menulis mengenai hal itu.

4) Menulis membantu kita menyerap dan menguasai informasi baru; kita

akan memahami banyak materi lebih baik dan menyimpannya lebih lama

jika kita menulis tentang hal itu.

5) Menulis menjadikan pikiran seseorang siap untuk melihat dan dievaluasi;

kita dapat membuat jarak dengan ide kita sendiri dan melihatnya lebih

obyektif pada waktu kita menuliskannya.

6) Menulis membantu kita memecahkan masalah dengan jalan memperjelas

unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual,

sehingga ia dapat diuji.

Beberapa manfaat menulis di atas adalah manfaat terperinci dari manfaat

secara kesuluruhan. Apabila ditarik garis besar dari manfaat menulis mempunyai

manfaat sebagai alat komunikasi yang berupa tulisan, di mana orang dapat

memperoleh informasi tidak hanya dari lisan tetapi juga informasi berupa tulisan,

serta menulis mempunyai peranan dalam memperluas pengetahuan seseorang dan

sebagai wadah dalam menuangkan segala ide, gagasan, ideologi, dan imajinasi

yang dimiliki seseorang.

2.1.3 Ciri-ciri Tulisan yang Baik

Setiap tulisan mempunyai komposisi dan takaran sendiri-sendiri dengan

apa yang telah menjadi kelebihan dan kekurangannya. Tulisan yang dihasilkan

haruslah berupa tulisan yang dapat dinikmati pembacanya, sehingga pembaca

mengerti apa yang sedang ia baca dengan begitu penulis berhasil menyampaikan

Page 11: Proposal Eva

11

maksud dari apa yang telah ia tulis. Adanya hal itu menyebabkan sebuah tulisan

harus memenuhi ciri-ciri tulisan yang baik. Selain itu, banyak penyuting dan

kritikus yang mempunyai standar tersendiri sehingga tulisan dapat dikatakan

tulisan yang baik. Enre (1988: 8), menyatakan tulisan yang baik ialah tulisan yang

berkomunikasi secara efektif dengan pembaca kepada siapa tulisan itu

ditunjukkan. Enre (1988: 8-11) menyatakan ciri-ciri tulisan yang baik antara lain

sebagai berikut.

1) Tulisan yang baik selalu bermakna

Tulisan yang baik harus mampu menyatakan sesuatu yang

mempunyai makna bagi seseorang dan memberikan bukti terhadap apa

yang dikatakan itu.

2) Tulisan yang baik selalu jelas

Sebuah tulisan dapat disebut jelas jika pembaca yang kepadanya

tulisan itu ditunjukkan dapat membacanya dengan kecepatan yang tetap

dan menangkap maknanya sesudah itu berusaha dengan cara yang wajar.

3) Tulisan yang baik selalu padu dan utuh

Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh jika pembaca dapat

mengikutinya dengan mudah karena ia diorganisasikan dengan jelas

menurut suatu perencanaan dan karena bagian-bagiannya dihubungkan

satu dengan yang lain, baik dengan perantara pola yang mendasar atau

dengan kata atau frase penghubung.

Page 12: Proposal Eva

12

4) Tulisan yang baik selalu ekonomis

Penulis yang baik tidak akan membiarkan waktu pembaca hilang

dengan sia-sia, sehingga ia akan membuang semua kata yang berlebihan

dari tulisannya.

5) Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatikal

Yang dimaksud dengan tulisan yang memenuhi kaidah gramatikal

di sini biasa juga disebut tulisan yang menggunakan bahasa yang baku,

yaitu bahasa yang dipakai oleh kebanyakan anggota masyarakat yang

berpendidikan dan mengharapkan orang lain juga menggunakannya dalam

komunikasi formal atau informal, khususnya yang dalam bentuk tulisan.

2.1.4 Penilaian Keterampilan Menulis

Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap

hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi

rendahnya atau baik buruknya aspek tertentu. Hasil pengukuran tidak akan dapat

dinilai jika tanpa menggunakan norma tertentu. Jadi semua usaha membandingkan

hasil pengukuran terhadap suatu bahan pembanding, patokan atau norma disebut

penilaian.

2.2 Cerita Pendek

2.2.1 Pengertian Cerpen

Cerita pendek atau cerpen merupakan sebuah karya sastra berbentuk prosa

dan mempunyai komposisi cerita, tokoh, latar, yang lebih sempit dari pada novel.

Cerita yang disajikan dalam cerpen terbatas hanya memiliki satu kisah. Cerpen

Page 13: Proposal Eva

13

(Short Story) merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut

fiksi. Menurut Sumardjo (2007: 84), cerpen adalah seni keterampilan menyajikan

cerita. Oleh karena itu, seseorang penulis harus memiliki ketangkasan menulis dan

menyusun cerita yang menarik. Sayuti (2000: 10), menyatakan cerpen

menunjukkan kualitas yang bersifat compression ‘pemadatan’, concentration

‘pemusatan’, dan intensity ‘pendalaman’, yang semuanya berkaitan dengan

panjang cerita dan kualitas struktural yang diisyaratkan oleh panjang cerita itu.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen

adalah cerita pendek yang memiliki komposisi lebih sedikit dibanding novel dari

segi kependekan cerita, memusatkan pada satu tokoh, satu situasi dan habis sekali

baca.

2.2.2 Unsur-unsur Pembangun Cerpen

Cerpen merupakan bentuk karya sastra fiksi yang menarik untuk dibaca

yang disebabkan cerita yang disajikan pendek, tokoh terbatas, dan terdiri satu

situasi. Cerpen juga tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling

berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara unsur-unsur

pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Koherensi

dan keterpaduan semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat

menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan

sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: alur atau plot, penokohan,

latar(setting), sudut pandang (poin of view), gaya bahasa, tema, dan amanat.

Page 14: Proposal Eva

14

1) Plot atau alur

Alur diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi

juga merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai

peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan hubungan kualitasnya (Sayuti,

2000: 31). Alur sebagai jalan cerita yang menyajikan peristiwa-peristiwa

atau kejadian-kejadian secara runtut yang telah diperhitungkan terlebih

dahulu oleh pengarang. Nurgiyantoro (2009: 12) menyatakan Plot atau

alur dalam cerpen pada umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan

peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir. Selanjutnya Plot merupakan

cerminan, atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam

bertindak, berfikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai

masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2009: 114). Dari pendapat-pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah jalan cerita yang

berupa rangkaian peristiwa yang terdiri satu peristiwa secara runtut yang

telah diperhitungkan pengarang.

2) Penokohan

Tokoh dan penggambaran karakter tokoh yang terdapat dalam cerpen

bersifat terbatas. Baik dari karakter fisik maupun sifat tokoh tidak

digambarkan secara khusus hanya tersirat dalam cerita yang disampaikan

sehingga pembaca harus merekonstruksikan sendiri gambaran yang lebih

lengkap tentang tokoh itu.

Page 15: Proposal Eva

15

3) Latar (setting)

Pelukisan latar cerita jumlahnya juga terbatas. Cerpen tidak

memerlukan detail-detail khusus tentang keadaan latar. Penggambaran

latar dilakukan secara garis besar dan bersifat implisit, namun tetap

memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan.

4) Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang dikatakan sebagai cara yang digunakan pengarang

sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai

peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita fiksi kepada

pembaca atau unsur fiksi yang mempersoalkan siapa yang

menentukkan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu

dilihat.

5) Gaya bahasa

Diksi atau gaya bahasa merupakan unsur fiksi yang terkait dengan

pemakaian pilihan kata dan bahasa dalam sebuah fiksi.

6) Tema

Dalam cerpen hanya terdiri satu tema saja. Hal ini terkait dengan

ceritanya yang pendek dan ringkas. Selain itu, plot cerpen yang

bersifat tunggal hanya memungkinkan hadirnya satu tema utama saja

tanpa ada tema-tema tambahan.

Page 16: Proposal Eva

16

7) Kepaduan

Kepaduan di dalam cerpen diartikan segala sesuatu yang

diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Peristiwa

yang saling berkaitan membentuk suatu plot, walau tidak bersifat

kronologis, namun harus berkaitan secara logika.

2.3 Media Pembelajaran Bersastra

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti

‘tengah’, ‘perantara’, atau pengantar. Media merupakan pengantar pesan dari

pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2002:3). Gerlach dan Ely (melalui

Swandono, 1995:68) mendefinisikan media, yaitu bahan atau peristiwa-peristiwa

yang dipakai untuk menimbulkan kegiatan belajar mengajar agar lebih efektif

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Gagne dan Briggs (melalui Arsyad,

2002:4) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik

digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran. Dengan kata lain, media

adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi

instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Hamalik (melalui Arsyad, 2002: 15) mengemukakan bahwa pemakaian

media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan

keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan

kegiatan belajar, dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa

pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Media pengajaran dapat

membangkitkan rasa senang dan rasa gembira bagi para siswa, sehingga media

Page 17: Proposal Eva

17

dapat membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta

menghidupkan proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, media pengajaran

juga dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman, menyajikan data

dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan

informasi (Arsyad, 2002:16).

Sujana dan Rivai (2010:2) memaparkan manfaat media pengajaran dalam

proses pembelajaran antara lain; (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian

siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pengajaran akan

lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan

memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan lebih baik, (3)

metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak

hanya mendengarkan penilaian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. Media pembelajaran memiliki

banyak manfaat dalam proses pembelajaran, sehingga penggunaan media

pembelajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran.

Fungsi media dalam pembelajaran pada umumnya untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar yang terjadi di

dalam kelas, agar siswa lebih mudah dalam memahami bahan pembelajaran yang

disampaikan guru maka memerlukan adanya bantuan media sebagai sarana

penunjang. Sujana dan Riva’i (2010:4) menyatakan bahwa penggunaan media

Page 18: Proposal Eva

18

tidak dilihat atau dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting

adalah fungsi dan perannya dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran.

Penggunaan media akan sangat bermanfaat apabila media yang dipilih

berdasarkan kegunaan sesuai dengan fungsi dan manfaat. Media akan memiliki

peran yang sangat besar dalam proses pembelajaran apabila guru dapat

menggunakan media tersebut secara tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Dalam menentukan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, guru

hendaknya dapat memilih secara cermat, hal ini disebabkan setiap media memiliki

karakteristik sendiri.

Dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya

memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut; (1) ketepatan dengan tujuan

pengajaran, media pengajaran yang dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional

yang telah ditetapkan, (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, (3) kemudahan

memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya

mudah dibuat oleh guru, (4) keterampilan guru dalam menggunakannya, apapun

jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya

dalam proses embelajaran, (5) tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga

media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung, (6)

sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya

dapat dipahami oleh siswa.

Page 19: Proposal Eva

19

2.3.2 Pengertian Media Komik sebagai Media Pembelajaran

Komik berasal dari bahasa Perancis “comique” yang merupakan kata sifat

lucu atau menggelikan. Comique sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu

komikos (Nugroho. E, 1990:54). Pada awalnya, komik bersifat humor, lucu, dan

menghibur. Namun dalam perkembangannya, tema yang diangkat semakin meluas

sehingga muncul tema-tema yang bersifat petualang maupun fantasi. Popularitas

komik yang semakin meluas ini menarik perhatian banyak ahli hingga muncul

kecenderungan untuk menyetujui komik sebagai media komunikasi.

Komik merupakan gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang

terjukstaposisi dalam turutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau

mencapai tanggapan estetis dari pembaca (Mc Clouds, 2008:9). Gambar-gambar

dalam komik berbeda dengan buku cerita bergambar. Peran gambar-gambar pada

buku cerita bergambar, bagaimanapun, tetap “sekedar” sebagai ilustrasi yang lebih

berfungsi mengkonkretkan, melengkapi, dan memperkuat sesuatu yang

diceritakan secara verbal, sedangkan gambar-gambar yang terdapat dalam komik

sudah mampu mewakili suatu peristiwa atau rentetan cerita yang sangat jelas

tanpa disertai dengan adanya penjelasan secara verbal.

Komik hadir dengan menampilkan gambar-gambar dalam panel-panel

secara berderet yang disertai balon-balon teks tulisan dan membentuk sebuah

cerita. Dalam kaitan ini sebagai istilah, komik dapat dipahami sebagai simulasi

gambar dan teks yang disusun berderet per adegan untuk kemudian menjadi

sebuah cerita (Rahardian melalui Nurgiyantoro, 2005: 409). Namun demikian,

komik tampil tanpa teks karena gambar dalam komik adalah bahasanya sendiri,

Page 20: Proposal Eva

20

yaitu bahasa komik sebagaimana halnya gambar rekaman pada pita seluloid dalam

film. Gambar dalam komik adalah sebuah penangkapan adegan saat demi saat,

peristiwa demi peristiwa, sebagai representasi cerita yang disampaikan dengan

menampilkan figur dan latar. Gambar-gambar dalam komik dapat dipandang

sebagai alat kominukasi lewat bahasa gambar (Nurgiyantoro, 2005:409).

Komik merupakan suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan

memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan

dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Dengan demikian,

komik bersifat humor. Komik memiliki cerita yang ringkas dan menarik

perhatian, dilengkapi dengan aksi. Selain itu komik dibuat lebih hidup dan diolah

dengan pemakaian warna-warna utama secara bebas (Sujana dan Rivai, 2010: 64).

Muchlish (2009:139) mengemukakan tujuan penggunaan komik sebagai

media pembelajaran sebagai berikut; (1) untuk menerjemahkan sumber verbal

(tulisan) dan memperjelas pengertian murid, (2) untuk memudahkan siswa

berimajinasi (membayangkan) kejadian-kejadian yang terdalam gambar, (3) untuk

membantu siswa mengungkapkan ide berdasar gambar narasi yang menyertainya,

(4) mengongkretkan pembelajaran dan memperbaiki kesan-kesan yang salah dari

ilustrasi secara lisan.

Rohani (1997:79) menyatakan bahwa komik merupakan suatu bentuk

bacaan di mana peserta didik membacanya tanpa harus dibujuk. Melalui

bimbingan dari guru, komik dapat berfungsi sebagai jembatan untuk

menumbuhkan minat baca. Sujana dan Rivai (2010:68) mengemukakan bahwa

peran pokok dari buku komik dalam pengajaran adalah kemampuannya dalam

Page 21: Proposal Eva

21

menciptakan minat para siswa, sehingga komik akan dapat menjadi alat

pengajaran yang efektif. Gambar-gambar kartun dalam komik biasanya memuat

esensi pesan yang harus disampaikan dan dituangkan dalam gambar sederhana

dan menggunakan simbol serta karakter yang mudah dikenal, juga dimengerti

dengan cepat. Selain itu, pemilihan media komik didasarkan pada suatu alasan

bahwa tujuan mengajar di kelas bukan hanya mentransformasikan pengetahuan

saja, tetapi menumbuhkan peran aktif siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: ”Media

komik dapat digunakan untuk peningkatkan keterampilan menulis cerpen Siswa

kelas VII SMP Negeri 3 Kolaka”.

Page 22: Proposal Eva

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (classroom action

research). Menurut Burns (lewat Madya, 2007: 8), penelitian tindakan merupakan

penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan

pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya,

yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang

awam. Penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan,

pelaksanaan (tindakan), observasi (pengamatan), dan refleksi (Burns, 1999 dalam

Madya, 2007:59).

Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari

segi definisi mengarah pada tindakan. Rencana bersifat fleksibel karena tindakan

sosial dalam batas tertentu tidak dapat diramalkan. Rencana disusun berdasarkan

hasil pengamatan awal yang reflektif.

Tindakan yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara

sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana

serta mengandung inovasi. Implementasi tindakan ini mengacu pada perencanaan

yang telah dibuat sebelumnya. Tujuannya, agar pembelajaran berlangsung sesuai

dengan yang direncanakan.

Pengamatan berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan

terkait bersama prosesnya. pengamatan yang cermat diperlukan karena tindakan

22

Page 23: Proposal Eva

23

selalu akan dibatasi oleh kendala realitas dan semua kendala itu belum pernah

dapat dilihat dengan jelas pada waktu yang lalu. Pengamatan direncanakan

terlebih dahulu sehingga akan ada dasar dokumenter untuk refleksi berikutnya.

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan

persis seperti yang telah dicatat dalam pengamatan. Refleksi berusaha memahami

proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik.

Refleksi mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi

sosial, dan memahami persoalan dan keadaan tempat timbulnya persoalan itu.

Empat tahap pokok dalam penelitian tindakan kelas tersebut secara sederhana

dapat digambarkan dalam bagan berikut

Gambar 2. Alur PTK Hopkings (dalam Arikunto, 2007:16)

perencanaan

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Refleksi SIKLUS I Tindakan

TindakanRefleksi

?

Page 24: Proposal Eva

24

3.2 Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini berlokasi di SMP Negeri 3 Kolaka. Sekolah

ini berada di jalan Bokeo, kelurahan Sabilambo, Kecamatan Kolaka, Kabupaten

Kolaka Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Penelitian tindakan kelas dengan penerapan media komik dalam

pembelajaran menulis cerpen ini diharapkan dapat menjadi salah satu media

alternatif bagi guru. Dengan demikian, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

khususnya pembelajaran sastra menjadi menyenangkan dan dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

3.3 Subjek dan Fokus Penelitian

Subjek penelitian yang dikenai tindakan adalah kelas VII yang berjumlah

33 siswa, sebab pada kelas tersebut terdapat kendala dalam pembelajaran praktik

menulis cerpen. Penentuan kelas VII yang berkategori sedang sebagai subjek

penelitian dimaksudkan agar penelitian tidak biasa. Objek dalam penelitian ini

adalah kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya siswa kelas VII SMP

Negeri 3 Kolaka.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian tindakan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus

dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Alokasi waktu untuk setiap pertemuan

2x40 menit. Dalam pelaksanaannya, masing-masing siklus mengikuti tahap-tahap

yang ada dalam penelitian tindakan kelas, yaitu tahap pertama perencanaan, tahap

Page 25: Proposal Eva

25

kedua implementasi tindakan, tahap ketiga pengamatan, dan tahap terakhir

refleksi.

3.4.1 Siklus I

Prosedur pelaksanaan tindakan dan implementasi tindakan di kelas VII

SMP Negeri 3 Kolaka dalam siklus pertama adalah sebagai berikut.

1) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti bersama kolaborator dalam hal ini guru,

menetapkan alternatif tindakan dalam upaya peningkatan keadaan dan

kemampuan siswa dalam pembelajaran praktik menulis cerpen. Pertama-tama

mahasiswa peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk mengidentifikasi

permasalahan yang muncul dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas VII.

Hal-hal yang didiskusikan menyangkut pelaksanaan pembelajaran praktik menulis

cerpen.

Dari hasil diskusi, didapat kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan

pembelajaran menulis cerpen, guru masih menggunakan metode tradisional. Guru

hanya menggunakan metode penugasan dalam pembelajaran praktik menulis

cerpen. Selain berdiskusi, mahasiswa peneliti juga mengadakan pretes untuk

mengetahui kemampuan awal siswa dalam praktik menulis cerpen. Setelah

mengetahui pelaksanaan pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menulis

cerpen, guru dan mahasiswa peneliti merancang skenario pelaksanaan

pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media komik yang dianggap

paling efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis

cerpen. Agar implementasi tindakan sesuai dengan yang diinginkan, guru dan

Page 26: Proposal Eva

26

peneliti juga mempersiapkan materi dan sarana pendukung pelaksanaan

pembelajaran. Sarana pendukung yang dipakai dalam siklus pertama ini adalah

komik.

Mahasiswa peneliti dan guru juga membuat instrumen untuk mengamati

jalannya pembelajaran menulis cerpen dan mengukur kemampuan siswa dalam

menulis puisi setelah adanya implementasi tindakan siklus pertama. Instrumen

yang digunakan berupa komik, dan lembar kerja siswa dalam menulis cerpen

dengan menggunakan komik.

2) Implementasi Tindakan

Tahapan pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dan rencana yang

sudah dirancang sebelumnya tindakan yang dilakukan pada siklus 1, yaitu Mula-

mula untuk memberikan pemahaman siswa tentang cerpen, guru mengajak siswa

untuk berdiskusi tentang pengertian cerpen dan apa saja unsur pembentuk sebuah

cerpen. Setelah selesai, guru melanjutkan dengan menjelaskan tentang media yang

akan digunakan dalam praktik menulis cerpen, yaitu menggunakan komik. Guru

menjelaskan tentang komik dan bagaimana langkah-langkah praktik menulis

cerpen dengan komik. Guru memberikan contoh bentuk komik dan menjelaskan

langsung penerapan langkah-langkah menulis puisi dengan menggunakan komik.

Pada tindakan selanjutnya, guru membagikan komik. Siswa diajak untuk

mencoba menulis cerpen dengan menggunakan komik tersebut.

Page 27: Proposal Eva

27

3) Pengamatan

Saat pembelajaran praktik menulis cerpen berlangsung, mahasiswa peneliti

Mengamati kesesusaian perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan

pembelajaran, hal yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran,

aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan reaksi siswa terhadap penggunaan media

komik dalam praktik menulis cerpen. Mahasiswa peneliti juga mengamati peran

guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen dengan media komik.

Pengamatan tersebut kemudian didokumentasikan. Selain dari mahasiswa peneliti,

guru juga membuat catatan-catatan mengenai pelaksanaan pembelajaran menulis

komik dengan meggunakan media komik.

4) Refleksi

Mahasiswa peneliti bersama kolaborator dalam hal ini guru, berusaha

memahami proses, masalah, dan kendala yang ditemui dalam implementasi

tindakan dengan berdiskusi. Hasil pengamatan yang telah dideskripsikan dalam

bentuk catatan lapangan oleh mahasiswa peneliti dan catatan-catatan dari guru,

didiskusikan bersama-sama untuk mengidentifikasi permasalahan yang perlu

diperbaiki.

3.4.2 Siklus II

Siklus kedua pada penelitian ini juga dilakukan sebanyak dua kali

pertemuan untuk memperbaiki segala kekurangan yang terjadi pada siklus

pertama. Pada siklus pertama produk yang dihasilkan dari siklus 1 adalah hasil

karya cerpen siswa. Setelah itu, guru melihat hasil dari karya siswa dan

melakukan diskusi mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami siswa.

Page 28: Proposal Eva

28

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian tindakan kelas ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data

kualitatif berupa data perilaku siswa selama dalam proses penulisan cerpen

dengan menggunakan media komik. Data kuantitatif berupa tingkat kemampuan

siswa yang ditunjukkan dengan nilai tes menulis cerpen. Sumber data diambil

pada saat dan sesudah proses belajar mengajar Bahasa Indonesia. Data yang

diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa cara yaitu:

1. Observasi atau Monitoring Kelas

Observasi atau monitoring kelas dilakukan untuk memperoleh data tentang

perilaku siswa dan perilaku guru dalam proses pembelajaran. Melalui observasi

atau monitoring kelas dapat diketahui bagaimana keaktifan, minat dan antusias

siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dapat diketahui juga

bagaimana aktifitas guru dalam proses mengajar.

Observasi kelas dilakukan dengan berpegang pada pedoman observasi dan

didukung oleh fotografi.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan peneliti dengan guru pelaku tindakan. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan penulisan cerpen siswa

dan kendala yang dihadapi guru saat mengajarkan apresiasi sastra khususnya

penulisan cerpen.

3. Angket

Angket merupakan instrumen pencarian data yang berupa pertanyaan

tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Instrumen ini disusun berdasarkan

Page 29: Proposal Eva

29

indikator yang dapat mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman menulis

khususnya menulis cerpen. Angket adalah serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis

yang ditujukan kepada responden (siswa) mengenai masalah-masalah tertentu

yang bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari responden tersebut. Angket

dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan penerapan media

komik dalam pembelajaran menulis cerpen.

4. Dokumen tugas siswa

Dokumentasi tugas siswa merupakan hasil kerja siswa dalam menulis puisi

baik pada saat pretes, siklus I sampai siklus II. Dokumentasi tugas siswa

digunakan untuk mengetahui intensitas siswa dalam mengerjakan tugas-tugas

yang diberikan oleh guru.

5. Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan

dari awal sampai akhir yang berguna untuk merekam peristiwa penting dalam

aspek kegiatan kelas.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data

dalam penelitian. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi, gambar

dan kotak kartu mimpi, observasi atau monitoring kelas, dokumen tugas siswa,

dan angket. Selain itu, dokumentasi yang berupa foto-foto pelaksanaan penelitian

juga diikutsertakan agar data yang diperoleh lebih akurat.

Page 30: Proposal Eva

30

3.7 Teknik Analisis Data

Penelitian tindakan kelas ini mengandung data kualitatif dan data

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk data kualitatif yang berupa hasil

gambar dan observasi, wawancara, angket, dokumen tugas siswa, dan

dokumentasi.

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik statistic

deskriptif. Teknik analisis statistik deskriptif, yaitu teknik statistic yang

memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud

menguji hipotesis. Statistik deskriptif hanya digunakan untuk menyajikan dan

menganalisis data agar lebih bermakna dan komunikatif disertai perhitungan-

perhitungan sederhana. Data kuantitatif dikumpulkan melalui tes, data yang

berupa skor tes menulis puisi dianalisis dengan mencari rata-rata (mean) dan

presentase kemudian dibuat tabel sehingga dapat diketahui peningkatan

kemampuan siswa dalam menulis puisi.

Presentase untuk perhitungan skala lima yang diadaptasi dari Nurgiyantoro

(dalam Marwiah, 2006:77) sebagai berikut.

Interval Persentase Tngkat Penguasaan Keterangan

85 persen – 100 persen

75 persen – 84 persen

60 persen – 74 persen

40 persen – 59 persen

0 persen – 39 persen

Amat Baik

Baik

Cukup

Kurang

Gagal

Sumber: Adaptasi Nurgiyantoro (2001: 399 dalam Marwiah: 77)

Page 31: Proposal Eva

31

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Enre, Fahrudin. 1998. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Hastuti, Sri. 1982. Tulis Menulis. Yogyakarta: Penerbit Lukman.

Madya, Suwarsih. 2006 . Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Nugroho, E. 1990. Ensiklopedi Nasional Jilid 9. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPEF.

Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Sumardjo, Jacob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.