euthanasia dalam berbagai perspektif
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Euthanasia merupakan masalah dalam dunia kesehatan yang
berkaitan dengan masalah hukum dan selalu menjadi perbincangan setiap
waktu. Di salah satu sisi, euthanasia dilakukan untuk mengambil tindakan
kedokteran pada pasien yang terminal. Namun, di sisi lain euthanasia
tidak dapat diterima karena bertentangan dengan norma hukum, moral
dan agama.
Euthanasia merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang
diputuskan pada pasien terminal. Euthanasia biasanya dilakukan atas
permintaan pasien atau keluarga pasien. Namun, dalam berbagai
perspektif euthanasia masih menjadi pro dan kontra di berbagai kalangan.
Sehingga, praktik euthanasia perlu memperhatikan alasan dan pandangan
dari berbagai aspek kehidupan tersebut.
Dunia kesehatan melalui berbagai pernyataan yang dikeluarkan
oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun belum bisa membuat kesepakatan
mengenai praktik euthanasia tersebut. Semua pihak masih
mempertimbangkan berbagai alasan diperbolehkan atau dilarangnya
praktik ini. Sehingga, keadaan yang mendesak itulah yang mengharuskan
tim kesehatan bersama keluarga pasien melakukan tindakan itu.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tak dapat dipungkiri, sebagai negara berkembang Indonesia
merasakan dampak globalisasi khususnya perkembangan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat
itu menjadi salah satu sebab terjadinya perubahan di berbagai bidang
kehidupan, termasuk dunia kesehatan. Dengan perkembangan teknologi
tersebut, diagnosa penyakit semakin sempurna. Berbagai bentuk
pengobatan dilakukan secara cepat dan tepat dengan berbagai macam
cara.
Berbagai kasus kesehatan seperti kanker otak, dan berbagai
penyakit kronis lainnya dapat disembuhkan dengan bantuan teknologi
modern. Selain kasus-kasus itu, teknologi kesehatan yang semakin maju
itu digunakan pada kondisi beberapa pasien yang tidak dapat
disembuhkan. Dihadapkan kondisi demikian, seorang ahli medis harus
membuat keputusan untuk melakukan tindakan medis yang tepat.
Pada saat-saat tertentu, ketika seorang ahli medis dihadapkan
pada keadaan pasien terminal maka permintaan untuk menghilangkan
nyawa pasien itu menjadi sebuah pertimbangan. Dari sinilah, terjadi
praktik euthanasia dalam dunia kesehatan.
Euthanasia masih menjadi hal yang dilematik bagi dunia
kesehatan. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 tentang bedah
mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan
jaringan tubuh manusia, menyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jatung dan paru-paru. 1
1 Majalah Hukum Forum Akademika, Oktober 2007, Volume 16 No 2, Hal 78
2
Namun, teknologi kedokteran yang semakin berkembang menyebabkan
adanya pergeseran peraturan tersebut. Saat ini denyut jantung dan paru-
paru yang telah berhenti dapat dipacu kembali menggunakan teknologi
kedokteran yang semakin canggih. Sehingga, pada tahun 1990 Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan pernyataan bahwa seseorang
dinyatakan mati jika telah kehilangan fungsi otaknya. 2
Euthanasia memang masih menjadi polemik yang berkepanjangan
khususnya di Indonesia. Banyak perspektik dari berbagai kalangan
mengenai praktik euthanasia tersebut. Dari segi medis, biasanya tindakan
ini dilakukan atas permintaan pihak pasien karena berbagai alasan.
Namun, euthanasia ini menjadi hal yang memiliki dua mata pisau. Dari
segi kesehatan, euthanasia dilakukan atas dasar ekonomi dan
kemanusiaan, tetapi di sisi lain tindakan ini telah menyalahi norma agama,
hukum dan moral.
Keadaan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membahas
mengenai praktik euthanasia dilihat dari berbagai perspektif baik dari
aspek moral, hukum dan nilai agama. Beberapa fakta dan pandangan ini
akan memberikan gambaran bagaimana praktik euthanasia itu diterapkan
agar tidak menyalahi nilai dan moral masyarakat Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Pada penulisan ini, penulis memiliki beberapa tujuan:
1. Memberikan gambaran mengenai praktik euthanasia dalam dunia
kesehatan.
2. Mengetahui kedudukan pelaku praktik euthanasia menurut hukum
yang berlaku.
3. Menambah referensi baru mengenai hukum dan tindakan
euthanasia di Indonesia.
2 Ibid. Hal 81
3
4. Menambah pengetahuan pembaca khususnya tim kesehatan
mengenai tindakan yang harus diambil ketika menghadapi pasien
terminal.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Euthanasia dalam berbagai
perspektif”, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kasus euthanasia yang terjadi di Indonesia?
2. Bagaimana perspektif euthanasia dari segi medis?
3. Bagaimana tinjauan euthanasia dari hukum pidana?
4. Bagaimana kedudukan euthanasia menurut hukum Islam?
5. Bagaimana euthanasia dilihat dari segi moral dan etika?
6. Bagaimana perkembangan euthanasia dari berbagai negara di
dunia?
D. Pembatasan Masalah
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas mengenai:
1. Euthanasia secara umum
2. Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga
3. Contoh kasus euthanasia yang pernah terjadi di Indonesia
4. Kasus ditinjau dari segi medis
5. Tinjauan dari hukum pidana di Indonesia
6. Ditinjau dari pandangan Islam
7. Tinjauan dari moral dan etika di Indonesia
8. Perkembangan euthanasia di berbagai negara
4
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kajian
pustaka dan dokumentasi. Yaitu, mengumpulkan beberapa karya-karya
yang dapat menunjang tulisan ini baik yang berhubungan dengan
euthanasia maupun beberapa karya yang menunjang pembahasan tulisan
ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi makalah ini,
penulis menampilkan sistematika penulisan makalah ini:
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Rumusan Masalah
D. Pembatasan Masalah
E. Metode penulisan
F. Sistematika penulisan
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Macam Euthanasia
B. Landasan hukum yang mengatur tindakan euthanasia
Bab III PEMBAHASAN
A. Pengertian euthanasia secara umum
B. Kasus Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga
di Indonesia
C. Tinjauan kasus dari hukum pidana di Indonesia
D. Tinjauan menurut pandangan Islam
E. Tinjauan kasus dari segi medis
F. Pandangan dari segi etika dan moral di Indonesia
5
G. Perkembangan euthanasia di berbagai negara
Bab IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Macam Euthanasia
1. Pengertian Euthanasia
Terdapat sejumlah rumusan pengertian tentang euthanasia,
antara lain sebagai berikut :
a. Plato : euthanasia adalah mati dengan tenang dan baik.
b. Gezondheidsraad ( Belanda ) : euthanasia adalah perbuatan
yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan
sengaja tidak berbuat untuk memperpanjang hidup demi
kepentingan pasien oleh seorang dokter atau bawahannya
yang bertanggung jawab padanya.
c. Van Hattum : euthanasia adalah sikap mempercepat proses
kematian pada penderita – penderita penyakit yang tidak
dapat disembuhkan, dengan melakukan atau tidak melakukan
suatu tindakan medis, dengan maksud untuk membantu
korban menghindarkan diri dari penderitaan dalam
menghadapi kematiannya dan untuk membantu keluarganya
menghindarkan diri melihat penderitaan korban dalam
menghadapi saat kematiannya.
d. Kode Etik Kedokteran Indonesia, merumuskan euthanasia
dalam tiga arti :
1) berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman
tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama
Allah di bibir;
2) waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan si
sakit dengan memberinya obat penenang;
3) mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan
sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
7
4) Oxford English Dictionary merumuskan euthanasia
sebagai sebuah kematian yang lembut dan nyaman;
dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh
dengan penderitaan dan tak tersembuhkan.
2. Macam-macam Euthanasia
Menurut Kartono Muhammad, euthanasia dapat dikelompokkan
dalam 5 kelompok, yaitu:
a. Euthanasia pasif, mempercepat kematian dengan cara
menolak memberikan/mengambil tindakan pertolongan biasa,
atau menghentikan pertolongan biasa yang sedang
berlangsung.
b. Euthanasia aktif, mengambil tindakan secara aktif, baik
langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan
kematian.
c. Euthanasia sukarela, mempercepat kematian atas
persetujuan atau permintaan pasien.
d. Euthanasia tidak sukarela, mempercepat kematian tanpa
permintaan atau persetujuan pasien, sering disebut juga
merey killing.
e. Euthanasia nonvolountary, mempercepat kematian sesuai
dengan keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui
pihak ketiga, atau atas keputusan pemerintah.
B. Hukum di Indonesia tentang Euthanasia
Euthanasia menjadikan buah simalakama bagi insan medis.
Euthanasia pada dasarnya masih dianggap tidak ada bedanya
dengan pembunuhan yang secara hukum dapat diancam pidana
berdasarkan KUHP. Beberapa pasal yang mengatur mengenai
tindakan euthanasia:.
1. Pasal 344 : Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan yang tegas dan sungguh – sungguh dari orang lain itu
8
sendiri dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya dua
belas tahun. Ketentuan di atas dilakukan bila atas permohonan
pasien atau keluarganya (melakukan euthanasia aktif). Namun
bila dilakukan tanpa permintaan pasien (dikategorikan euthanasia
pasif) ancamannya Pasal 338 dan 340 KUHPidana.
2. Pasal 338 : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa
orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dihukum
dengan hukuman penjara selama – lamanya lima belas tahun.
3. Pasal 340 : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain,
karena salah telah melakukan pembunuhan dengan direncanakan
terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman mati atau dengan
hukuman penjara seumur hidup atau dengan hukuman penjara
sementara selama – lamanya dua puluh tahun.
4. pasal 574 KUHP disebutkan bahwa ancaman pidana dijatuhkan
selama kurang dari 9 tahun karena di dalamnya disebutkan
mengenai hal permintaan keluarga pasien apabila pasien dalam
keadaan koma.
C. Hukum Islam tentang Euthanasia
Hukum euthanasia dalam Islam, disesuaikan kondisi dan
permasalahannya. Sehingga, hukum bagi euthanasia aktif dan
euthanasia pasif berbeda.
a. Hukum tindakan euthanasia aktif
Euthanasia dalam segala bentuknya hukumnya haram dan
merupakan dosa besar. Hal ini dikarenakan euthanasia merupakan
bentuk pembunuhan, dan segala bentuk pembunuhan baik
disengaja maupun tidak hukumnya haram. Apapun alasan
melakukan tindakan euthanasia baik karena alasan kasih sayang,
permintaan pasien sendiri maupun permintaan orang lain.
9
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu sebab yang benar.” (QS. Al-An’am 151)
Jika tindakan euthanasia aktif ini atas permintaan pasien,
maka pasien itu akan menanggung dosa besar. Dan bagi keluarga
yang merelakan hal ini terjadi juga akan mendapatkan dosa karena
telah merelakan adanya pembunuhan secara sengaja.
Allah ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS An-Nisaa` : 29)
Sehingga, dari beberapa firman Allah itu dapat ditegaskan
bahwa memang euthanasia aktif haram hukumnya menurut Islam.
b. Euthanasia Pasif
Jika kita kembali mengingat mengenai hakikat euthanasia
pasif yaitu suatu tindakan menghentikan pengobatan karena
diyakini tindakan pengobatan itu sudah tidak bermanfaat dan hanya
akan menyusahkan orang lain. Sehingga, hukum euthanasia pasif
kembali pada hukum pengobatan itu sendiri. Apakah hukum
berobat itu wajib, sunnah atau mubah.
Dalam hal ini euthanasia pasif hukumnya adalah tidak
diharamkan jika memang sudah dipastikan (atau dugaan besar) si
pasien sudah tidak bisa sembuh dan hidupnya dia hanya akan
menambah penderitaannya.
Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas
pertimbangan bahwa pasien sebenarnya memang sudah tidak
memiliki fungsi organ-organ yang memberi kepastian hidup.
Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh
organ lainnya akan terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi,
ketika batang otak telah rusak, tetapi jantung masih berdenyut.
Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan. Maka
dalam kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh
10
dilaksanakan, umpamanya dengan mencabut selang pernafasan,
masker oksigen, pemacu jantung, saluran infus dsb. Maksudnya
hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.
D. Euthanasia dari segi medis
Euthanasia yang biasa dilakukan oleh tim medis tersebut akan
muncul dua jenis euthanasia yaitu, euthanasia positif dan euthanasia
negatif.
1. Euthanasia positif yang dilakukan secara aktif oleh tim medis
Misalnya, seseorang yang sedang menderita kanker ganas atau
sakit yang mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu bahwa
seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi. Kemudian dokter
memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya
dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi justru menghentikan
pernapasannya sekaligus.
2. Euthanasia negatif (medis bersikap pasif)
Misalnya, penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit
yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada
bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit pada otak yang
tidak ada harapan untuk sembuh. Atau orang yang terkena
serangan penyakit paru- paru yang jika tidak diobati (padahal masih
ada kemungkinan untuk diobati) akan dapat mematikan penderita.
Dalam hal ini, jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat
mempercepat kematiannya. Dari contoh tersebut, "penghentian
pengobatan" merupakan salah satu bentuk euthanasia negatif.
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Euthanasia secara Umum
Euthanasia berasal dari Bahasa Yunani eu: baik dan thanatos : mati.
Sehingga euthanasia dapat diartikan sebagai suatu jalan mengakhiri
hidup dengan cara yang baik tanpa rasa sakit.
Euthanasia sering disebut mercy killing (mati dengan tenang).
Euthanasia bisa berasal dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari
keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien sadar), atau tanpa
persetujuan pasien (bila pasien tidak sadar).
Sehingga, dari beberapa definisi di atas mengenai euthanasia dapat
disimpulkan bahwa euthanasia adalah suatu cara mengakhiri hidup atau
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang baik tanpa
menimbulkan sakit pada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat.
B. Kasus Euthanasia atas Permintaan Pasien dan keluarga di
Indonesia
Euthanasia dapat terjadi atas permintaan pasien atau keluarganya.
Tim medis sangat dilema jika dihadapkan pada keadaan ini. Sebenarnya
permintaan pasien atau keluarganya untuk melakukan tindakan
euthanasia itu karena melihat keadaan pasien yang memang tidak ada
harapan kesembuhan lagi.
Belum lama berselang masalah euthanasia di Indonesia begitu
gencar diperdebatkan, dan menjadi silang pendapat antara pro dan
kontra ketika Panca Satrya Hasan Kusuma menyatakan bahwa ia
meminta istrinya mati demi anak. Ia meminta agar istrinya, Agian Isna
Nauli ( 33 th), disuntik mati karena tidak bisa sembuh lagi. Ny Agian sudah
hampir tiga bulan lumpuh setelah melahirkan anak keduanya, Rayge Atila
Nurullah Kesuma, melalui operasi Caesar di Rumah Sakit Islam Bogor.
12
Ny Agian mengalami kerusakan otak permanen. Kerusakan itu
terjadi pada batang otak, syaraf otak, serta otak bagian kiri dan kanan.
Saat operasi Caesar, menurut Hasan, istrinya mengalami tekanan darah
sangat rendah dan kemudian dipompa agar tekanannya naik. Setelah
operasi, Ny Agian mengalami koma selama beberapa hari.
Beberapa faktor yang menyebabkan Tn. Hasan mengajukan
permintaan euthanasia kepada tim kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Faktor Kemanusiaan
Jelaslah dari segi kemanusiaan, Tn. Hasan merasa kasihan terhadap
istrinya yang terbaring lemah tanpa daya dan harapan. Meski ia
berat untuk meminta dokter melakukan tindakan tersebut, namun
rasa kasihan itu tak dapat ia tahan lagi dengan keadaan istrinya yang
kian memburuk.
2. Faktor Ekonomi
Jelaslah, Tn. Hasan telah mengeluarkan banyak uang untuk
pengobatan istrinya. Sehingga, alasan ekonomilah yang dapat
menjadikan alasan ia melakukan hal tersebut.
Euthanasia yang diminta oleh Tn. Hasan terhadap istrinya
merupakan golongan euthanasia pasif. Karena, Ny. Agiana berada dalam
keadaan koma dan kehidupannya bergantung pada alat bantu sehingga
tim kesehatan hanya akan melakukan tindakan penghentian pengobatan.
Namun, meski demikian tindakan yang akan dilakukan kepada Ny. Agian
itu masih menjadi polemik yaitu pro dan kontra di kalangna masyarakat
dari berbagai sudut pandang.
Kasus itu menjadi pembicaraan yang hangat di masyarakat. Karena
memang perkembangan euthanasia di Indonesia masih belum transparan
dan banyak faktor yang menyebabkan tidak diketahuinya secara pasti
penyebab dan praktik yang terjadi secaralangsung di lapangan.
13
C. Tinjauan Kasus dari Hukum Pidana di Indonesia
Ditinjau dari hukum yang berada di Indonesia, kasus Tn Hasan atas
permintaannya untuk tindakan euthanasia kepada istrinya yang dalam
keadaan koma dapat dilihat dalam beberapa pasal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Peraturan itu mengisyaratkan dan
mengingatkan kalangan medis bahwa euthanasia merupakan perbuatan
melanggar hukum dan dapat diancam hukuman pidana. Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 344 pasal KUHP yaitu: Barangsiapa menghilangkan
jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan
nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama dua belas tahun.3
Dalam hukum pidana di Indonesia, euthanasia masih menjadi
sesuatu hal yang kontra. Menghilangkan nyawa seseorang merupakan hal
yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai pancasila dan pasal dalam
UUD1945 tentang HAM. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia masih
menyalahi peraturan yang berlaku di Indonesia. Salah satunya kasus Ny.
Agian atas permintaan suaminya TN. Hasan yang meminta agar dilakukan
tindakan euthanasia pada istrinya.
Tim medis tidak diperbolehkan melakukan euthanasia secara aktif
terhadap pasien. Hal ini benar-benar melanggar aturan yang berlaku
seperti disebutkan dalam pasal 344 KUHP. Tindakan euthanasia boleh
dilakukan jika memang ada permintaan sendiri dengan sungguh-sungguh
dan dapat dibuktikan. Namun, kejelasan mengenai permintaan yang
sungguh itu seperti apa tidak dijelaskan. Sehingga timbul persepsi yang
berbeda-beda.
Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian dan sangat
menganut nilai-nilai pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa
memiliki pandangan yang berbeda di kalangan masyarakat.
3 Ibid. Hal 83
14
Di dalam KUHP yang berlaku saat ini, pada pasal 344 KUHP
pelaku tindakan euthanasia dapat dijatuhkan hukuman hingga 12 tahun
karena di dalam pasal tersebut tidak disebutkan syarat bahwa harus ada
permintaan keluarga apabila pasien dalam keadaan koma. Sedangkan
dalam pasal 574 KUHP disebutkan bahwa ancaman pidana dijatuhkan
selama kurang dari 9 tahun karena di dalamnya disebutkan mengenai hal
permintaan keluarga pasien apabila pasien dalam keadaan koma.
Dalam kasus Ny. Agian tersebut, pelaku tindakan euthanasia
digolongkan menurut pasal 574 KUHP karena dengan alasan keadaan
koma. Namun, bagi pelakunya yaitu tim kesehatan akan tetap dikenakan
hukuman penjara, karena hukum pidana di Indonesia masih tidak
memperbolehkan tindakan euthanasia tersebut.
Tindakan euthanasia dalam bentuk apapun tetap tidak dibenarkan
oleh undang-undang. Permintaan euthanasia oleh Tn. Hasan tetap
menyalahi hukum di Indonesia. Meskipun Ny. Agian dalam keadaan
koma, Namun jika tetap dilakukan tindakan euthanasia tetap diancam
hukuman pidana kurang dari 9 tahun seperti disebutkan dalam Pasal 574
KUHP.
Sehingga, hukum di Indonesia mengenai euthanasia masih belum
jelas. Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai euthanasia
masih menggantung yaitu contohnya pada pasal 344 KUHP yang tidak
dijelaskan syarat dilakukannya euthanasia tersebut. Sehingga, hingga
saat ini, menurut hukum yang ada di Indonesia tindakan euthanasia masih
menjadi polemik berkepanjangan dan menjadi pro kontra beberapa pihak.
D. Tinjauan Menurut Pandangan Islam
15
Dalam Agama Islam, sangat diharamkan menghilangkan nyawa
orang lain. Hal ini disebutkan di dalam Alquran bahwa membunuh sama
saja menghalalkan darah sesama manusia.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-
maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan
tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif.4
Kedudukan jiwa dalam Islam sangat dihargai. Firman Allah dalam
Alquran dalam Surat Al-Hijr ayat 23 yang artinya “Dan sesungguhnya
benar-benar kamilah yang menghidupkan dan mematikan, dan kami
(pulalah) yang mewarisi.” Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hanya
Allah lah yang menghidupkan dan mematikan nyawa seseorang.
Sakit adalah ujian dari Allah untuk menguji kesabaran dan keistiqomahan
manusia terhadap ketaatannya. Allah telah berjanji bahwa Allah
menurunkan obat sebelum turunnya penyakit.
Mengenai hukum tindakan euthanasia dalam perkara Tn. Hasan
tersebut, dapat digolongkan euthanasia pasif yaitu karena memang
keadaan Ny. Agian yang telah koma beberapa waktu. Mengenai hukum
euthanasia yang terjadi pada Ny. Agian tersebut menurut islam hukumnya
adlah hukum euthanasia pasif. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
euthanasia passif menurut hukum Islam diperbolehkan asal dengan
alasan yang kuat dan dugaan besar bahwa memang si pasien tidak
memiliki harapan hidup lagi setelah dilakukan ikhtiar pengobatan secara
maksimal.
Pada kasus Ny. Agian, euthanasia boleh dilakukan menurut Islam.
Karena, pasien telah mengalamikerusakan pada bagian batang otaknya
sehingga saraf otak dan otak kiri pun mengalami kerusakan. Sehingga,
4
16
tindakan euthanasia itu boleh dilakukan dengan catatan tindakan itu
dengan menghentikan pengobatan atau alat medis yang terpasang seperti
alat bantu pernafasan dan sebagainya. Jadi, tindakan euthanasia yang
dilakukan sebagai penyempurna kematian.
Dalam hal ini, Jika si dokter melakukannya maka insya Allah dia
tidak mendapatkan hukuman di akhirat. Hanya saja untuk pelaksanaan
euthanasia pasif ini tetap disyaratkan harus adanya izin dari pasien, atau
walinya, atau atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk
mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali atau
washi, maka yang dimintai izin adalah pemerintah.
C. Tinjauan Kasus dari Segi Medis
Dunia medis yang serba canggih, segala penyakit dapat
didiagnostik secara medik. Dokter dapat memperpanjang nyawa
seseorang dengan tindakan medis. Namun, hal ini menjadi sesuatu yang
dilematik bagi tim medis jika harus menghentikan segala tindakan medis.
Tindakan itu termasuk praktik euthanasia.
Permintaan yang diajukan oleh Tn. Hasan adalah euthanasia
negatif yaitu tim medis tidak secara langsung melakukan tindakan
menghilangkan nyawa Ny. Agian. Dalam hal ini, Ny. Agian dalam keadaan
koma dan memiliki harapan hidup yang kecil jkika alat bantu medisnya
dihentikan. Cara yang diputuskan oleh tim medis yaitu bentuk euthanasia
negatif yaitu dengan cara menghentikanpengobatan. Karena dianggap
pengobatan itu hanya sia-sia jika tetap dilakukan. Sehingga, segala
peralatan medis yang terpasang pada Ny. Agian dilepas dan dihentikan
semua tindakan medis yang telah dilakukan.
Pada kasus Ny. Agian ini, ia hanya memiliki sedikit harapan hidup.
Batang otaknya telah mengalami kerusakan yang menyebabkan
kerusakan pada semua saraf otak dan otak bagian kiri. Meskipun pada
kenyataannnya dan pada beberapa kasus, kerusakan yang terjadi pada
17
batang otak tidak menyebabkan terhentinya denyut jantung, namun
keadaan itu boleh dilakukan euthanasia negatif dengan menghentikan
seluruh pengobatan yang ada. Semisal, melepas alatbantu pernafasan
yang terpasang pasda Ny. Agian tersebut. Sehingga, tim medis tidak
secara langsung melakukan tindakan euthanasia tersebut.
Namun, permintaan yang diajukan oleh Tn. Hasan tidak langsung
diterima oleh tim medis. Mereka tetap mempertimbangkan keadaan dan
konsekuensinya. Serta kode etik kedokteran yang berlaku di Indonesia.
Tim medis melihat keadaan pasien yang telah berada di ambang kematian
namun ia masih bertahan hidup dengan bantuan alat medis adalah yang
membuat dilema. Tim kesehatan selalu mempertimbangkan setiap
tindakan yang akan dilakukan. Namun, tindakan euthanasia itu tetap
menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat.
E. Dilihat dari Segi Moral dan Etika Bangsa Indonesia
Dari beberapa sudut pandang tersebut, kasus euthanasia yang terjadi
pada kasus Ny. Agian dapat digolongkan sebagai euthanasia pasif yang
seharusnya diperbolehkan. Euthanasia pasif dapat memiliki keterkaitan
dengan hak – hak pasien, antara lain hak atas informasi, hak memberikan
persetujuan, hak memilih dokter, hak memilih rumah sakit, hak atas
rahasia kedokteran, hak menolak pengobatan, hak menolak suatu
tindakan medis tertentu, hak untuk menghentikan pengobatan.
Sedangkan dari sisi lain yaitu etika, pandangan mengenai kesucian
kehidupan dan penghargaan pengakuan hak untuk hidup memungkinkan
untuk melakukan euthanasia ini, karena adanya pengakuan hak untuk
hidup seyogyanya diperlakukan juga setara dengan adanya hak untuk
mati. Prinsip menghormati kehidupan adalah salah satu prinsip yang
cukup penting dalam etika medis.
Namun demikian, jika dilihat dari segi etika dan moral bangsa
Indonesia, euthanasia masih belum dapat diterima di kalangan kita.
Karena, euthanasia dapat dikatakan bahwa dapat dilakukan karena
18
adanya hak untuk mati tetapi di sisi lain euthanasia juga dapat melanggar
norma dan kebudayaan di Indonesia yaitu sangat tidak wajar
menghentikan nafas seseorang dengan cara tertentu.
F. Perkembangan Hukum Euthanasia di Berbagai Negara
1. Perkembangan Hukum Euthanasia di Amerika Serikat
Di negara bagian Washington dulu berlaku larangan
dilakukannya physician assisted suicide. Namun setelah keputusan
Ninth U.S. Circuit Court of Appeals sejak 1997 telah membatalkan
larangan tentang Physician assisted suicide, maka kini hak untuk
mengakhiri hidup telah diperbolehkan.
Komite ad hoc terpaksa dibentuk di Harvard Medical School
tahun 1969 dan menghasilkan rekomendasi mengenai boleh /
tidaknya mengakhiri hidup pasien penderita brain death, yaitu bila
memenuhi unsur – unsur :
a. Unreceptivity and unrespondesiveness (kehilangan daya
tanggap/reaksi)
b. No spontaneous movements or breathing (tanpa gerak
spontan dan nafas)
c. No reflexes (tanpa refleks)
d. a flat electroencephalogram / EEG (kerusakan otak).
Sebuah penelitian menunjukkan di Amerika Serikat pendapat
masyarakat 60 %, (sementara di Cina 89 %) setuju dilakukannya
euthanasia. Jawaban setuju di kalangan responden di Amerika
Serikat itu setidaknya dilandasi tujuh alasan berbeda untuk
mendukung pembunuhan atas dasar belas kasihan
(euthanasia),yaitu :
a. Tesis filosofis bahwa setiap pribadi rasional mempunyai hak
yang tak dapat dialihkan dan tak dapat dikurangi untuk
membunuh dirinya
19
b. Anggapan mengenai kepemilikan anggapan bahwa
kehidupan seseorang merupakan miliknya sendiri
c. Fakta materiil, sejumlah penyakit dirasa membuat rasa amat
menderita
d. Keputusan yang mengakibatkan sejumlah kehidupan,
kendatipun bukan karena sakit, tidak mempunyai arti
e. Pendapat bahwa ketergantungan pada perhatian orang –
orang lain itu merendahkan dan tidak pantas
f. Gagasan bahwa teknik medis modern memaksa kita untuk
menerima pembunuhan belas kasih dalam banyak kasus
g. Teori filosofis mengenai tindakan dan kelalaian.
2. Euthanasia di Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory sesungguhnya
menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan
euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak
bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU
yang disebut Right of the terminally ill bill ( UU tentang hak pasien
terminal ). Penetapan ini membuat Bob Dent seorang penderita
kanker prostat orang pertama yang mengakhiri hidupnya dengan
jalan euthanasia. Kamis 2 Januari Janet Mills (52 th ) mengikuti jejak
Bob melakukan euthanasia karena telah 3 tahun lamanya mengidap
penyakit mycosis fungoides.
Penderitaan yang dialaminya berupa gatal – gatal diikuti
rontoknya kulit, bau busuk, sprei yang dijadikan alas tidur penuh
darah. Undang – undang ini kemudian beberapa kali dipraktekkan,
tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia,
sehingga harus ditarik kembali.
3. Euthanasia di Belgia dan Belanda
Belgia menyetujui draf RUU euthanasia berdasarkan persetujuan
dari parlemen, untuk mengundangkan praktik itu. Kars Veling,
anggota Senat dari Partai Kristen Bersatu, mengakui kalangan
20
agama tidak menyetujui undang- undang ini. Euthanasia, kata
Veling, bukanlah sesuatu yang dipaksakan pada orang, akan tetapi
hanyalah sebuah opsi, pilihan terakhir, bagi mereka yang secara
medis sudah tidak mempunyai harapan hidup.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas mengenai perspektif euthanasia
dari berbagai sudut pandang, maka dapat ditarik kesimpulan:
21
1. Euthanasia masih menjadi polemik berkepanjangan di kalangan
masyarakat.Kasus yang terjadi di Indonesia menjadi hal yang
diperdebatkan oleh banyak pihak.
2. Tindakan euthanasia aktif tidak diperbolehkan menurut hukum
norma, hukum pidana dan hukum Islam.
3. Peraturan Hukum pidana di Indonesia belum menjawab
pertanyaan masyarakat mengenai diperbolehkan atau tidaknya
praktik euthanasia. Dan euthanasia menurut hukum di
Indonesia masih belum diperbolehkan.
4. Tindakan euthanasia pasif hukumnya diperbolehkan menurut
hukum Islam.
5. Euthanasia pasif menurut medis diperbolehkan dengan alasan
terjadi kerusakan pada organ-organ tertentu dan tim medis
bersifat pasif dalam tindakan euthanasia itu.
6. Euthanasia masih belum dapat diterima secara etika dan moral
bangsa Indonesia, sehingga hal ini tidak ada habisnya jika terus
dikupas.
7. Euthanasia sudah berkembang di berbagai negara di belahan
dunia dengan segala aturan yang melandasinya.
B. Saran
Tim medis khususnya perawat harus mampu membedakan
faktor yang melatarbelakangi permintaan pasien atau keluarga
pasien dalam tindakan euthanasia. Kita harus melihat euthanasia
dari berbagai sudut pandang baik secara agama, hukum yang
berlaku maupun menurut medis. Agar setiap tindakan yang diambil
tidak menyalahi aturan yang berlaku.
22