eutanasia mnurut islam

Upload: rizti-aqli

Post on 19-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

eutanasia menurut islam

TRANSCRIPT

  • EUTHANASIA DALAM TINJAUAN

    HUKUM PIDANA ISLAM

    SKRIPSI

    Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

    Universitas Muhammadiyah Surakarta

    Disusun Oleh:

    FAJAR NUGROHO C 100 000 232

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2008

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kematian, pada umumnya dianggap sebagai suatu hal yang sangat

    menakutkan, namun akan dialami oleh setiap orang. Kematian merupakan

    suatu proses yang tidak dapat ditunda, namun kebanyakan orang tidak mau

    kematian itu datang dengan segera. Kebanyakan orang berharap agar kematian

    tidak muncul dengan tiba-tiba. Orang bukan hanya saja ngeri menghadapi

    kematian itu sendiri, namun jauh lebih dari itu, orang ngeri menghadapi

    keadaan setelah kematian terjadi.

    Tidak demikian halnya dengan orang yang telah putus asa menghadapi

    hidup karena penyakit yang diderita sangat menyiksanya. Mereka ingin segera

    mendapatkan kematian, dimana bagi mereka kematian bukan saja merupakan

    hal yang diharapkan, namun juga merupakan suatu hal yang dicari dan

    diidamkan. Terlepas dari siap tidaknya mereka menghadapi kehidupan setelah

    kematian, mereka menginginkan kematian segera tiba.

    Kematian yang diidamkan oleh pada penderita, sudah barang tentu,

    adalah kematian yang normal pada umumnya, jauh dari rasa sakit dan

    mengerikan. Kematian inilah yang dalam istilah medis disebut euthanasia

    yang dewasa ini diartikan dengan pembunuhan terhadap pasien yang tipis

    harapannya untuk sembuh. Euthanasia sebenarnya bukanlah merupakan suatu

    persoalan yang baru. Bahkan euthanasia telah ada sejak zaman Yunani purba.

  • 2

    Dari Yunanilah euthanasia bergulir dan berkembang ke beberapa negara di

    dunia, baik di Benua Eropa sendiri, Amerika maupun Asia. Di negara-negara

    barat, seperti Swiss, euthanasia sudah tidak dianggap sebagai suatu

    pembunuhan lagi, bahkan euthanasia sudah dilegalisasi dan diatur dalam

    Hukum Pidana.1

    Euthanasia merupakan suatu persoalan yang dilematik baik di kalangan

    dokter, praktisi hukum, maupun kalangan agamawan. Di Indonesia masalah

    ini juga pernah dibicarakan, seperti yang dilakukan oleh Ikatan Dokter

    Indonesia (IDI) dalam seminarnya pada tahun 1985 yang melibatkan para ahli

    kedokteran, ahli hukum positif dan ahli hukum Islam, akan tetapi hasilnya

    masih belum ada kesepakaran yang bulat terhadap masalah tersebut.2

    Demikian juga dari sudut pandang agama, ada sebagian yang

    membolehkan dan ada sebagian yang melarang terhadap tindakan euthanasia,

    tentunya dengan berbagai argumen atau alasan. Dalam Debat Publik Forum

    No 19 Tahun 1V, 1 Januari 1996, Ketua Komisi Fatwa Majlis Ulama

    Indonesia (MUI) Pusat, Prof. KH. Ibrahim Husein menyatakan bahwa, Islam

    membolehkan penderita AIDS diethanasia jika memenuhi syarat-syarat

    berikut:3

    1. Obat atau vaksin tidak ada.

    2. Kondisi kesehatannya makin parah.

    1 Hardinal, Euthanasia dan Persentuhannya dengan Hukum Kewarisan Islam, Dalam Mimbar

    Hukum No 6 Tahun VII, Jakarta: Ditbanpera Islam, 1996, hal 7-8. 2 Akh. Fauzi Aseri, Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana dan Hukum

    Islam, dalam Problematika Hukum Kontemporer, Editor oleh Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, hal. 51.

    3 Masjfuk Zuhdi, Penderita AIDS Tidak Boleh Dieuthanasia, Dalam Mimbar Hukum No. 6 Tahun VII, Jakarta: Ditbanpera Islam, 1996, hal. 28.

  • 3

    3. Atas permintaannya dan atau keluarganya serta atas persetujuan dokter.

    4. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengizinkannya.

    Masjfuk Zuhdi mengatakan bahwa sekalipun obat atau vaksin untuk

    HIV/AIDS tidak atau belum ada dan kondisi pasien makin parah tetap tidak

    boleh di euthanasia sebab hidup dan mati itu di tangan Tuhan.4 Pendapat

    tersebut merujuk pada firman Allah dalam Surat Al-Mulk ayat 2:

    %!$# t, n=y{ |Ny 9$# n 4u pt :$# u . u= 7 u 9 /3 r& |mr& Wu t 4 u u y9$# t9$# Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji, siapa diantara kamu

    yang lebih baik amalnya dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun5

    Tetapi pengalaman juga menunjukkan bahwa pada saat-saat ketika hal-

    hal yang tidak secara tegas dilarang dalam kitab-kitab suci dan dinyatakan

    terlarang menurut pandangan pemuka agama, suatu saat dapat berubah.

    Pro kontra terhadap tindakan euthanasia hingga saat ini masih terus

    berlangsung.6 Mengingat euthanasia merupakan suatu persoalan yang rumit

    dan memerlukan kejelasan dalam kehidupan masyarakat, khususnya bagi umat

    Islam. Maka Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam pengkajian (muzakarah)

    yang diselenggarakan pada bulan Juni 1997 di Jakarta yang menyimpulkan

    bahwa euthanasia merupakan suatu tindakan bunuh diri.7

    Secara logika berdasarkan konteks perkembangan ilmu pengetahuan,

    euthanasia tidak ada permasalahan karena hal ini merupakan suatu

    4 Ibid., hal. 29. 5 Departeman Agama, Al Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Toha Putera, 1989, hal. 955 6 Akh. Fauzi Aseri, Op. Cit , hal. 51. 7 Forum Keadilan No. 4, 29 April 2001, hal. 45.

  • 4

    konsekuensi dari proses penelitian dan pengembangan. Demikian juga,

    dipandang dari sudut kemanusiaan, euthanasia tampaknya merupakan

    perbuatan yang harus dipuji yaitu menolong sesama manusia dalam

    mengakhiri kesengsaraannya.8 Namun akan timbul berbagai permasalahan

    ketika euthanasia didasarkan pada konteks yang lain seperti hukum dan

    agama, khususnya agama Islam. Dalam konteks hukum, euthanasia menjadi

    bermasalah karena berkaitan dengan jiwa atau nyawa seseorang oleh hukum

    sangat dilindungi keberadaanya. Sedangkan dalam konteks agama Islam,

    euthanasia menjadi bermasalah karena kehidupan dan kematian adalah berasal

    dari pencipta-Nya.9

    Berbicara mengenai euthanasia, khususnya euthanasia aktif, berarti

    berbicara mengenai pembunuhan, karena antara keduanya tidak dapat dipisah-

    pisahkan. Dalam dunia kedokteran, euthanasia dikenal sebagai tindakan yang

    dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup

    seseorang atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau

    mengakhiri hidup seorang pasien dan ini semua dilakukan untuk mempercepat

    kematiannya, sekaligus memungkinkan kematian yang baik tanpa penderitaan

    yang tidak perlu.10

    Tindakan euthanasia dalam hukum Islam belum ada kejelasan dalam hal

    pengkategorian tindakan pembunuhan yang merupakan suatu jarimah.

    Sebagaimana diketahui bahwa suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai

    8 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta: Widya Medika, 1997, hal. 72. 9 Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia Hak Asasi Manusia dan Hukum

    Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hal. 64. 10 K. Bertens, Euthanasia Perdebatan yang Berkepanjangan, dalam Kliping LSI, Edisi 8, tahun

    VII, Agustus 2001, hal. 120.

  • 5

    suatu jarimah apabila memenuhi unsur-unsur jarimah. Dalam hukum pidana

    Islam dikenal dua unsur jarimah yaitu jarimah umum dan khusus. Yang

    dimaksud dengan unsur- unsur umum yaitu unsur-unsur yang terdapat pada

    setiap jarimah, sedangkan unsur khusus adalah unsur yang hanya ada pada

    jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain. Adapun

    yang termasuk unsur umum jarimah adalah sebagai berikut:11

    1. Unsur Formal, yaitu adanya nash atau ketentuan yang menunjuknya

    sebagai jarimah. Unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa

    jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nash.

    2. Unsur material, yaitu adanya perbuatan yang melawan hukum yang pernah

    dilakukan.

    3. Unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat. Dengan kata lain,

    unsur ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya

    dibebankan atas orang mukallaf dalam keadaan bebas dari unsur

    keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh.

    Unsur khusus dari jarimah merupakan unsur yang membedakan antara

    jarimah yang satu dengan jarimah yang lain. Misalnya unsur jarimah

    pembunuhan akan berbeda dengan unsur jarimah pencurian, zina dan

    sebagainya.

    Dalam hukum Islam, pembunuhan dikenal ada tiga macam, yaitu:12

    11 Ahmad Azar Basyir, Ikhtisar Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001,

    hal. 8. 12 Djazuli, Fiqh Jinayat Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta: PT Raja

    Grafindo Persada 2000, hal. 123.

  • 6

    1. Pembunuhan sengaja (Al-qathl alamd), yaitu suatu perbuatan yang

    direncanakan dahulu dengan menggunakan alat dengan maksud

    menghilangkan nyawa

    2. Pembunuhan semi sengaja (Al-qathl sibhu al-amd), yaitu suatu perbuatan

    penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud membunuhnya,

    tetapi mengakibatkan kematian.

    3. Pembunuhan karena kesalahan (Al-qathl al-khatta), yaitu pembunuhan

    yang terjadi karena adanya kesalahan dan tujuan perbuatannya.

    Dalam hukum Islam, hingga saat ini belum ada kejelasan atau kepastian

    tentang eksistensi euthanasia, apakah euthanasia itu termasuk dalam jarimah

    atau bukan. Hal tersebut berbeda dangan hukum pidana Indonesia

    sebagaimana terkandung di dalam Pasal 344 KUHP, dimana dijelaskan bahwa

    melakukan euthanasia merupakan suatu tindakan pidana.13 Pasal 344 KUHP

    tersebut menyatakan secara tegas: barang siapa merampas nyawa orang lain

    atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan

    hati, diancam dengan pidana penjara, paling lama dua belas tahun.14

    Meskipun dalam hukum Islam belum ada kejelasan atau ketidakpastian

    dalam menentukan apakah euthanasia termasuk jarimah atau bukan, akan

    tetapi dalam hal euthanasia aktif yang dilakukan hanya berdasar inisiatif

    dokter sendiri tanpa adanya persetujuan dari pasien. Sekiranya dapat

    dimasukkan dalam kategori jarimah pembunuhan, dan pelaku dimungkinkan

    13 Natangsa Surbakti, Euthanasia dalam Hukum Indonesia, Suatu Telaah Kefilsafatan Terhadap

    Eksistensi dalam Konteks Masyarakat Indonesia Modern, Dalam Jurnal Hukum, Vol. I No. 1 Maret 1998, FH. UMS, hal. 115.

    14 Moeljanto, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Yogyakarta: UGM, 1978, hal. 124.

  • 7

    dihukum sesuai dengan hukum jarimah yang ada. Pendapat demikian

    didasarkan atas pertimbangan karena perbuatan itu telah memenuhi syarat-

    syarat untuk dapat dilaksanakan dalam qishash, antara lain:

    1. Pembunuhan adalah orang yang baligh, sehat, dan berakal

    2. Ada kesengajaan membunuh

    3. Ikhtiyar (bebas dari paksaan)

    4. Pembunuh bukan anggota keluarga korban

    5. Jarimah dilakukan secara langsung.15

    Antara pembunuhan sengaja dengan euthanasia aktif ada suatu

    perbedaan yang mendasar, meski secara teknis ada persamaan. Dalam

    pembunuhan sengaja, terdapat suatu maksud atau tujuan yang cenderung pada

    tindak kejahatan. Sedangkan dalam euthanasia aktif, pengakhiran hidup pasien

    dilakukan secara sengaja dan terencana. Namun pembunuhan ini dilakukan

    atas kehendak dan permintaan pasien atau korban kepada dokter yang

    merawat dan maksud atau tujuan yang terdapat di dalamnya cenderung pada

    suatu pertolongan, yang dalam hal ini menolong meringankan beban yang

    diderita oleh pasien.

    Perbedaan yang mendasar itulah yang menyebabkan adanya

    ketidakjelasan kedudukan pelaku euthanasia dalam jarimah. Oleh karena itu

    yang menjadi persoalan adalah apakah dari segi hukum pidana Islam

    melakukan tindakan euthanasia dapat dikategorikan telah melakukan jarimah.

    15 Ahmad Azar Basyir, Op. Cit, hal. 16.

  • 8

    B. Rumusan Masalah

    Pada penulisan ini akan dirumuskan permasalahannya yaitu:

    1. Bagaimana kedudukan pelaku Euthanasia dalam hukum pidana Islam?

    2. Bagaimana hubungan eutahanasia dengan jarimah?

    3. Bagaimana hukum Islam bagi pasien yang melakukan euthanasia

    tersebut?

    C. Pembatasan Masalah

    Sebelum menentukan pembatasan masalah, maka akan ditegaskan istilah

    pokok dalam tulisan ini. Hal tersebut penulis maksudkan agar tidak terjadi

    pengertian yang simpang siur karena ruang lingkup yang terlalu luas dari

    persoalan yang akan dibahas. Adapun istilah pokok dalam tulisan tersebut

    meliputi:

    1. Euthanasia, yaitu mempercepat proses kematian pada penderita penyakit,

    yang tidak dapat disembuhkan dengan melakukan atau tidak melakukan

    suatu tindakan medis, dengan maksud untuk membantu korban

    menghindarkan diri dari penderitaan dalam menghadapi kematiannya.16

    2. Euthanasia pasif, yaitu suatu tindakan dokter yang secara sengaja tidak

    memberikan bantuan medis terhadap pasien untuk dapat memperpanjang

    hidupnya.17

    16 Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Azasi Manusia, Yogyakarta: Media

    Pressindo, 2001, hal. 28. 17 Imron Halimy, Euthanasia Cara Mati Terhormat Orang Modern, Solo: Ramadhanis, 1990, hal.

    39.

  • 9

    3. Euthanasia aktif, yaitu tindakan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang

    secara sengaja melakukan suatu tindakan untuk mempendek atau

    mengakhiri hidup pasiennya.18

    Berangkat dari pengertian istilah pokok tersebut maka penulisan ini

    membatasi merumuskan permasalahannya pada kedudukan pelaku euthanasia

    dalam hukum Islam terlebih dahulu melihat dari segi ilmu kedokteran.

    Adapun yang dimaksud kedudukan adalah upaya menjelaskan tentang hukum

    euthanasia, jenis tindakan dan hukum para pelakunya.

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan

    pelaku tindakan euthanasia dalam pandangan hukum pidana Islam.

    2. Manfaat Penelitian

    a. Menambah referensi baru dalam hukum pidana Islam

    b. Sebagai sumbangsih pemikiran penulis dalam memperkaya khazanah

    ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khazanah ilmu pengetahuan

    dalam hukum pidana Islam pada khususnya mengenai kedudukan

    pelaku euthanasia.

    c. Bagi peneliti dengan melakukan penelitian ini akan memberikan

    pengetahuan dan pemahaman dalam hal kedudukan pelaku euthanasia

    dalam pandangan hukum pidana Islam.

    18 Ibid., hal. 39-40.

  • 10

    E. Kerangka Pemikiran

    Telah menjadi pengertian bersama dalam hidup adalah suatu pemberian

    Tuhan, oleh karena itu kita wajib dan seharusnya tetap memelihara dan

    mejaganya, bahkan ada yang secara berlebihan memujanya. Tetapi ada

    sebagian manusia yang tidak ingin hidup disebabkan dengan penyakitnya,

    mereka lebih memilih mati daripada hidup di dunia.

    Ada tiga hal yang paling lazim diidamkan setiap orang, yaitu

    kebahagiaan, kepuasan, dan kesehatan. Sebaliknya ada tiga hal yang paling

    ditakuti setiap insan, yaitu nyeri, penyakit dan kematian. Dalam hubungan ini,

    baiklah kita anggap saja kematian manusia sebagai proses transisi dari

    kehidupan dalam dunia fisik ke dalam alam berikutnya.

    Pembicaraan euthanasia berkaitan erat dengan pembunuhan, terutama

    euthanasia aktif. Membunuh manusia hukumnya haram dengan alasan apapun

    dan dengan cara apapun kecuali orang terhadap orang yang berhak untuk

    dibunuh, dan itupun dilakukan oleh negara, yaitu qishas terhadap membunuh,

    rajam bagi orang berzina yang statusnya sudah menikah. Sedangkan bunuh

    diri dengan cara apapun dan dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Dalil

    yang mengharamkan cukup banyak baik itu dari Al Quran maupun dari

    Sunnah Nabi, diantaranya: Al Baqarah ayat 195:

    u (#) =? /3 r'/ n< ) s3= J9$#

    dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.19

    19 Departeman Agama, hal. 23.

  • 11

    Tindakan euthanasia dalam hukum Islam belum ada kejelasan dalam hal

    pengkategorian tindakan pembunuhan yang merupakan suatu jarimah.

    Sebagaimana diketahui, pengertian jarimah berasal dari bahasa Arab yang

    secara bahasa berarti perbuatan dosa, perbuatan salah atau kejahatan.20

    Sedangkan secara istilah jarimah adalah larangan-larangan syara yang

    diancam Allah dengan hukuman had atau tazir.21 Hukuman had adalah

    hukuman yang telah dipastikan ketentuannya dsalam nash Al-Quran atau

    sunah Rasul, sedangkan hukuman tazir adalah hukuman yang tidak

    dipastikan ketentuannya dalam nash Al-Quran atau sunah Rasul.

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif.

    Artinya, penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan sedetail

    mungkin tentang norma-norma yang berlaku dalam hukum pidana Islam

    memandang kedudukan hukum terhadap pelaku euthanasia.

    2. Sumber Data

    Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah

    subyek dari mana data itu diperoleh.22

    20 Marsum, Jinayat Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: UII, 1991. hal. 2. 21 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. hal. 1. 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,

    1988, hal.114

  • 12

    Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

    research), maka segala kegiatan penelitian ini dipusatkan pada kajian

    terhadap data-data dan buku-buku yang berkaitan dengan tema.23 Dalam

    penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu:

    a. Sumber data primer

    Yaitu sumber data yang berupa buku-buku yang secara khusus

    membahas masalah euthanasia dan buku-buku fiqih yang membahas

    masalah pembunuhan.

    b. Sumber data sekunder

    Yaitu sumber data pendukung yang berupa beberapa buku atau tulisan-

    tulisan lepas yang mempunyai keterkaitan terhadap tema yang dibahas,

    juga pendapat praktisi kedokteran dan pakar hukum Islam.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    a. Dengan menggunakan metode kajian pustaka dan dokumentasi, artinya

    mengumpulkan karya-karya yang diperkirakan dapat mendukung

    penelitian ini, baik karya-karya yang memberikan informasi tentang

    euthanasia secara umum, jarimah pembunuhan dalam Islam, maupun

    karya-karya yang memberikan informasi yang berisi tentang

    pandangan Islam terhadap euthanasia. Data yang telah terkumpul

    kemudian diseleksi guna mendapatkan data yang benar-benar berkaitan 23 Muhammad Nasir, Metodologi Research, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hal. 58.

  • 13

    dan mendukung penelitian ini. Terhadap data-data yang telah

    terkumpul dan diseleksi kemudian dilakukan kualifikasi sesuai dengan

    permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

    b. Dengan menggunakan metode wawancara, yaitu pengumpulan data di

    mana penulis mengadakan tanya jawab secara langsung dengan

    sumber data terkait. Wawancara akan dilakukan terhadap dokter di

    Rumah Sakit Islam Surakarta atau Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

    dan Majelis Ulama Islam Surakarta atau Hakim Pengadilan Agama

    Negeri Surakarta.

    Terhadap data tersebut, kemudian dilakukan pengolahan data dengan

    menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan menganalisis hasil

    tulisan para ulama tentang jarimah pembunuhan dan pendapat para ahli

    kedokteran tentang euthanasia, guna mendapatkan konsep jarimah

    pembunuhan, serta euthanasia sebagai pijakan analisis. Hal ini penting

    guna merumuskan status atau kedudukan pelaku euthanasia aktif dalam

    hukum pidana Islam.

    Teknik/metode wawancara ini semata-mata digunakan untuk

    menambah, memperkuat, dan memverifikasi data primer.

    4. Metode Analisis Data

    Dalam penulisan ini, setelah data yang diperoleh, kemudian dianalisis

    dengan menggunakan metode yaitu:

  • 14

    a. Metode induksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat khusus

    untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.24 Operasionalisasi

    metode ini adalah mengungkapkan pendapat-pendapat ulama terlebih

    dahulu kemudian dibahas untuk selanjutnya mengambil kesimpulan dari

    pembahasan tersebut. Karena sifatnya yang verifikatif, maka penelitian

    ini akan menguji pendapat-pendapat ulama tersebut, namun tidak dengan

    suatu praktek dan uji coba penerapan dalam masyarakat tertentu karena

    penelitian ini bersifat literatur sebagaimana dijelaskan di atas, tetapi

    dengan teori yang sama disesuaikan dengen perkembangan kultur

    dewasa ini berdasarkan tujuan syariat.

    b. Metode deduksi, yaitu cara berfikir dari penyataan yang bersifat umum

    untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.25 Operasionalisasi

    metode ini adalah dengan mengungkapkan teori-teori atau pendapat-

    pendapat yang bersifat umum dan kemudian diambil kesimpulan yang

    bersifat khusus.

    Dalam penulisan ini, menggunakan metode deduksi, yaitu cara

    berfikir dari pernyataan yang bersifat umum untuk ditarik suatu

    kesimpulan yang bersifat khusus. Seperti masalah kedudukan pelaku

    euthanasia yang tidak bisa ditentukan jika dibahas dari hal yang khusus

    lebih dahulu karena luasnya permasalahan euthanasia.

    24 Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. hal. 48. 25 Ibid., hal. 49.

  • 15

    G. Sistematika Penulisan Skripsi

    Untuk memahami gambaran umum isi atau materi dari skripsi ini,

    penulis tampilkan sistematikan penulisan skripsi yang terbagi menjadi :

    BAB I PENDAHULUAN, meliputi:

    A. Latar Belakang Masalah

    B. Perumusan Masalah

    C. Tujuan Penelitian

    D. Manfaat Penelitian

    E. Metodologi Penelitian

    F. Sistematika Penulisan Skripsi.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA, Dalam bab ini berisi tinjauan umum

    tentang euthanasia, meliputi:

    A. Perkembangan dan pengertian euthanasia,

    B. Bentuk-bentuk euthanasia,

    C. Euthanasia dalam kode etik kedokteran,

    D. Konsep dan Kriteria Kematian,

    E. Jarimah Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam (pengertian,

    pembagian jarimah baik pembunuh dan sanksinya).

    BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi:

    A. Hasil Penelitian

    B. Pembahasan mengenai kedudukan pelaku euthanasia dalam

    kajian hukum pidana Islam setelah terlebih dahulu melihat dari

    segi ilmu kedokteran.

  • 16

    BAB IV PENUTUP, meliputi:

    A. Kesimpulan

    B. Saran-saran

    DEPAN.pdfABSTRAKS.pdfBAB 1.pdfBAB 2.pdfBAB 3.pdfBAB 4.pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf