etika dan hukum

30
ETIKA TEKNIK REPRODUKSI BUATAN (BAYI TABUNG) Disusun Sebagai Tugas Filsafat dan Bioetik Dosen Pengampu: Prof. Moersintowarti Disusun Oleh: Kelompok I 1. Inna Sholicha Fitriani (011314653002) 2. Bernadeta Yoke Fransisca (011314653004) 3. Hartini Sri Utami (011314653010) 4. Siti Nuril Mufarrihah Agustina (011314653011) 5. Uke Maharani Dewi (011314653012)

Upload: alif-fakhrurrozi

Post on 08-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Dan Hukum

ETIKA TEKNIK REPRODUKSI BUATAN(BAYI TABUNG)

Disusun Sebagai Tugas Filsafat dan Bioetik Dosen Pengampu: Prof. Moersintowarti

Disusun Oleh: Kelompok I1. Inna Sholicha Fitriani (011314653002)2. Bernadeta Yoke Fransisca (011314653004)3. Hartini Sri Utami (011314653010)4. Siti Nuril Mufarrihah Agustina (011314653011)5. Uke Maharani Dewi (011314653012)

PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN REPRODUKSIFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA2014BAB 1

Page 2: Etika Dan Hukum

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan bukanlah

wacana baru yang kita lihat pada tataran empirik saat ini.  Namun permasalahan ini

masih aktual saja untuk dibicarakan maupun didiskusikan terutama bagi kalangan

akademis, intelektualis yang tentunya harus perspektif dalam memahami suatu

permasalahan, bukan menjadi masalah bagi dirinya sendiri. 

Program bayi tabung untuk pertama kali diperkenalkan oleh  dokter asal

Inggris,  Patrick C. Steptoe dan Robert G. Edwards pada sekitar tahun 1970-an dan

melahirkan  bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown pada tahun 1978.  Pada

awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan kedokteran dan agama karena kedua

dokter itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam menciptakan manusia

(playing God). Tapi sekarang, teknologi ini telah banyak menolong pasangan suami

istri yang ingin mempunyai anak yang megalami masalah seperti infertilitas.

Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami-istri belum mampu

memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali

seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi

dalam bentuk apapun.  Menurut WHO dari seluruh dunia sekitar 50-80 juta pasangan

suami istri mempunyai masalah dengan infertilitasnya, dan diperkirakan sekitar dua

juta pasangan infertil baru akan muncul tiap tahunnya dan terus meningkat.

Sebagai upaya pertolongan dan pengobatan untuk masalah infertilitas ada

beberapa alternatif yang salah satunya adalah bayi tabung atau IVF (Invitro

Fertilisation). Fertilisation dapat diartikan pembuahan, sedangkan Invitro adalah

diluar. Jadi Fertilitasi In Vitro adalah pembuahan sel telur  wanita oleh spermatozoa

pria (bagian dari proses reproduksi manusia), yang terjadi diluar tubuh.

Menurut Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu

Lingkungan Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad

Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah,

Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan

pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak.  Dalam kasus ini, sel

Page 3: Etika Dan Hukum

telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang jadi

(mengalami pembuahan) ditanam dalam kandungan istri.  Dalam hal ini kiranya tidak

ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan

genetik suami dan istri.

Semula IVF (Invitro Fertilisation) di usahakan untuk istri yang mengalami

kerusakan kedua tuba. Setelah itu teryata tingkat keberhasilannya meningkat sampai

20% per transfer embrio, indikasinya pun diperluas mencakup : 1) kerusakan kedua

tuba ; 2) faktor suami (oligospermia) ; 3) faktor serviks abnormal ; 4) faktor

immunologik ; 5) infertilitas karena endometriosis.

Sekarang IVF (Invitro Fertilisation) yang awalnya hanya di peruntukan untuk

membantu pasangan Pasangan suami istri (pasutri) yang  mengalami 1) kerusakan

kedua tuba ; 2) faktor suami (oligospermia) ; 3) faktor serviks abnormal ; 4) faktor

immunologik ; 5) infertilitas karena endometriosis, seiring perkembangan zaman di

mana pasangan yang sebenarnya subur sekarang sudah mengikuti juga program IVF

(Invitro Fertilisation) dengan alasan sebagian para wanita  ingin menjaga postur tubuh

agar tetap indah dan terjaga, selain itu juga, ada sebagian wanita yang ingin

mempunyai anak tanpa melakukan hubungan seksual (tanpa menikah) misalnya

mengambil sperma orang lain untuk ditransfer ke rahimnya agar wanita tersebut

mempunyai anak, dan ada juga pasangan yang mengalami kelainan seksual seperti

Homoseksual dan Lesbian yang ingin mempunyai anak bisa saja melakukan program

FIV atau bayi tabung dengan mengambil sperma atau sel telur orang lain (transfer

embrio).

Permasalahan selanjutnya adalah Sel telur yang diambil dari wanita yang

melakukan program bayi tabung adalah 4 – 6 sedangkan jumlah embrio yang

digunakan rata-rata 3-4 embrio yang transfer ke dalam rahim dan sisanya dijadikan

sebagai cadangan jika sewaktu-waktu tranfer embrio pertama gagal. Permasalahan

yang timbul kemudian mau dikemanakan sisa embrionya jika transfer embrio pertama

berhasil dilakukan ? Akan diapakan embryo-embrio itu ?

Melalui makalah ini kami akan mencoba membahas permasalahan-

permasalahan tadi menurut medis, etika dan hukum.

1.2 Rumusan Masalah

Page 4: Etika Dan Hukum

1.2.1 Masalah apa saja yang menjadi kontroversi bayi tabung?

1.2.2 Bagaiman bayi tabung dari segi pandang medis?

1.2.3 Bagaimana bayi tabung dari segi pandang agama?

1.2.4 Bagaimana bayi tabung dari segi pandang etika?

1.2.5 Bagaimana bayi tabung dari segi pandang hukum?

1.2.6 Bagaimana pemecahan masalah terhadap kontroversi yang ada mengenai bayi tabung?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan masalah yang menjadi kontroversi bayi tabung, pandangan

medis, agama, etika dan hukum terhadap bayi tabung, serta pemecahan masalah

kontroversi mengenai bayi tabung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan masalah yang menjadi kontroversi bayi tabung

2. Menjelaskan bayi tabung dari segi pandang medis

3. Menjelaskan bayi tabung dari segi pandang agama

3. Menjelaskan bayi tabung dari segi pandang etika

4. Menjelaskan bayi tabung dari segi pandang hukum

1.4 Manfaat

1.4.1 Dapat menjelaskan pandangan medis, agama, etika, dan hukum terhadap bayi tabung

sebagai teknik reproduksi buatan.

1.4.2 Dapat menjelaskan masalah yang menjadi kontroversi bayi tabung serta

pemecahannya sebagai bahan diskusi pada mata kuliah ini.

BAB 2

Page 5: Etika Dan Hukum

PEMBAHASAN

2.1 Issu Terkini Mengenai Bayi Tabung

Issu-Issu terkini mengenai bayi tabung yang menjadi kontroversi baik dalam

dunia kesehatan maupun awam, antara lain:

1. IVF (Invitro Fertilisation) atau dikenal sebagai bayi tabung merupakan pembuahan

sel telur (ovum) dengan sperma di luar tubuh yang dilakukan sebagai terapi pilihan

untuk pasangan infertil dengan syarat dan ketentuan medis yang berlaku.

2. Bayi tabung dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pada sprema yang normal

pembuahan dilakukan di media dengan tehnik pembuahan alami yaitu sperma

berlomba-lomba untuk membuahi sel telur yang telah diambil sejumlah 4-6.

3. Sedangkan cara lain untuk oligospermia pada laki-laki dipilih 1 sperma yang terbaik

dan disuntikkan ke sel telur yang telah diambil cara ini disebut ICSI (Intra

Cytoplasmic Sperm Injection).

4. Awalnya IVF (Invitro Fertilisation) dilakukan untuk membantu pasangan suami

istri infertil yang ingin memiliki anak sebagai keturunan mereka. Seiring dengan

perkembangan jaman, pasangan yang suburpun ingin mengikuti program bayi

tabung dengan alasan untuk menjaga postur tubuh agar tetap indah dan terjaga.

5. Wanita yang memutuskan tidak ingin menikah karena alasan tertentu dan ingin

memiliki anak tanpa melakukan hubungan seksual dan dilahirkan dari rahimnya,

memilih cara ini dengan mengambil sperma orang lain untuk membuahi sel

telurnya.

6. Pasangan suami istri yang memiliki kelainan seksual seperti homoseksual atau

lesbian dan ingin mendapatkan anak dari pernikahan mereka sehingga mengikuti

bayi tabung.

2.2 Masalah Yang Timbul Dalam Proses Bayi Tabung

Masalah yang timbul yang menjadi pertanyaan, kontroversi serta pro dan kontra

terhadap bayi tabung, antara lain:

1. Bayi tabung merupakan pembuahan di luar tubuh sel telur dari wanita dan sperma

laki-laki, bagaimana bila sperma yang diambil adalah sperma pendonor dikarenakan

suami tidak dapat menghasilkan sperma (karena kelainan)?

Page 6: Etika Dan Hukum

2. Dalam bayi tabung, sperma membuahi sel telur di luar tubuh yaitu pada media yang

dibuat menyerupai media uterus atau tuba wanita yang diletakkan pada petri disk, di

mana sperma secara alami dalam jumlah banyak berlomba-lomba menuju sel telur

untuk membuahi. Dalam hal ini masih terjadi seleksi alam, bahwa sperma yang

mengalami kelainan tidak dapat membuahi. Pada ICSI, sperma yang diambil adalah

satu yang terbaik yang dipilih secara mikroskopis oleh tenaga medis yang

melakukan bayi tabung kemudian disuntikkan ke sel telur di bawah mikroskop.

Bagaimana kondisi dan kualitas embrio bila sperma yang diambil terbaik secara

morfologi dan motilitas tetapi genetiknya mengalami kelainan (karena tidak bisa

diamati secara mikroskopis) atau saat menyuntikkan sperma tersebut menjadikan

susunanya mengalami kelainan terutama secara genetik dan proteomik?

3. Apakah diperbolehkan bayi tabung yang dilakukan dengan pengambilan sel telur

dan sperma dari pasangan suami istri yang sah namun karena alasan tertentu

(pasangan homoseksual atau lesbian, istri tidak mau mengandung) mereka ingin

mentransfer embrio hasil pembuahan pada wanita lain sebagai sewa rahim?

4. Pada bayi tabung, sel telur yang diambil sebanyak 4-6 dan bila semuanya berhasil

dibuahi menjadi embrio, apakah boleh ditrasfer semua ke dalam rahim ibu?

Ditemukan kasus di Amerika, ibu yang mengikuti bayi tabung melahirkan 8 anak

kembar.

5. Menurut Dr. Muharram, SpOG(K), yang merupakan Kepala Program Bayi Tabung

Klinik Layanan Terpadu Gangguan Kesuburan, Yasmin RSCM. Untuk penanaman

embrio, saat ini dunia merekomendasikan single embryo transfer, jadi hanya satu

embrio yang ditransfer ke rahim. Untuk melakukan itu perlu dipertimbangkan

dengan umur ibu, kondisi embrio, dan kesepakatan dengan pasien. Tetapi

berdasarkan literatur, kondisi embrio, umur ibu, dan kasus infertilitasnya, maka

masih boleh lebih dan 1 embrio ditransfer, tetapi maksimal 3-4 embrio. Bagaimana

dengan embrio lain hasil pembuahan, dimusnahkan atau boleh disimpan dan

digunakan bila pasangan ingin memiliki anak kembali?

6. Menurut Dr. Muharam, embrio “sisanya” akan disimpan dalam suhu yang amat

rendah dan kelak jika pasangan suami istri tadi menghendaki kehamilan lagi, maka

bisa ditanamkan kembali di rahim istri dengan lama penyimpanan maksimal dua

tahun. Apakah embrio hasil pembuahan yang disimpan masih diperbolehkan untuk

ditransfer ke rahim istri apabila suaminya telah meninggal dunia?

Page 7: Etika Dan Hukum

2.3 Bayi Tabung Dilihat Dari Pandangan Medis

Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur

dalam:

1.    UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan

di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah

dengan ketentuan:

1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan

ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

2) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu;

3) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

2.    Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum,

perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan

Penutup.

Adapun bunyinya adalah sebagai berikut :

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di

luar cara alami, tidak termasuk kloning;

2. Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang

diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

medik yang akan dilakukan terhadap pasien;

3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien

pada sarana pelayanan kesehatan.

4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan.

Page 8: Etika Dan Hukum

BAB II

PERIZINAN

Pasal 2

Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah

mendapat izin dari Direktur Jenderal.

Pasal 3

1. Pelenggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini

dapat dikenakan tindakan administratif.

2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

peringatan samapai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan teknologi

reproduksi buatan.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 11

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan

Bersalin Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo yang telah

memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan, berdasarkan peraturan ini

dinyatakan diberi izin penyelenggaraan pelayanan, penelitian dan pengembangan

dengan ketentuan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan peraturan ini

harus menyesuaikan diri dengan ketentuan peraturan ini.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor

3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan tidak

berlaku lagi.

Pasal 13

1. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan

2. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan

Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 9: Etika Dan Hukum

Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi

Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes

RI, yang menyatakan bahwa:

1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma

dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.

2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,

sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan

pelayanan infertilitas secara keseluruhan.

3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh

dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:

1) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.

2) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua

kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.

3) Istri berumur lebih dari 35 tahun.

4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.

6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian

atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya

telah dirumuskan dengan sangat jelas

7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia

lebih dari 14 hari setelah fertilisasi.

8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in

vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu simpan beku).

9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel

ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau spermatozoa

itu berasal.

10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies

tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada

manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri

pertumbuhannya pada tahap 2 sel.

2.4 Bayi Tabung Dilihat Dari Pandangan Agama

Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman

modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak

Page 10: Etika Dan Hukum

dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung pada

manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada

pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.

Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa

dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-

khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.

Aspek Agama penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan

ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:

1. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta

tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain walau istrinnya sendiri selain pemilik

ovum (bagi suami istri yang berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT,

hukumnya adalah mubah, asalkan kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan

bayi tabung (inseminasi buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara

pembuahan alami, suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan

suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari

perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih

nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting)

bagi suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah

fiqih menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan

seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa

membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”

2. Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari

donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak yang

dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan nasabnya hanya

dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram system bayi

tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah meninggal dunia,

sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.

3. Haram hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami

istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi

tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu genetic (bukan istri atau

istri lain bagi suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi

tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa

kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap

haram walaupun darurat sekalipun.

Page 11: Etika Dan Hukum

Dalam kaitan ini yusuf qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung

dengan menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik diketahui maupun

tidak, atau sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan problem

tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur itu yang

membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita dan menanggung

rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula jika wanita yang

mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri, haram karena dengan cara ini

tidak diketahui siapa sebenarnya dari kedua istri itu yang menjadi ibu dari bayi yang

akan dilahirkan nanti. Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi disandarkan,

apakah kepada pemilik sel telur atau sipemilk rahim?

Dalam kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda.

Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik

sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung

dan melahirkannya”.  Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-mujadilah:2  yang

artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan

mereka…………..”

Sedangkan pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan

mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan laki-laki pemilik sel

sperma. Karena dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam

kromosom itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun (hereditas)

kepada anak.

Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai salah satu bentuk

rekayasa genetika adalah haram hukumnya. Alasannya, pada zaman jahiliah telah

dikenal 4 jenis perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan perkawinan menurut

islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri sampai 9 orang suami, dan

perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah wanita). Perkawinan bibit

unggul memiliki persamaan dengan perkawinan unggul  yang terjadi pada zaman

modern ini melalui jasa bank sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada

zaman jahiliah berjalan secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.

Disamping itu, praktik sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan.

Karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan

jalan halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa

rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik

rahim dan sebagainya.

Page 12: Etika Dan Hukum

Menurut Umar Shihab, keharaman sewa rahim disebabkan oleh (1) akan

menambah masalah lain yang akan muncul, seperti defenisi anak berbeda dengan anak

yang lahir dari bibit dan rahim yang sama; dan siapakah ibu yang sebenarnya, apakah

ibu genetiknya atau ibu yang mengandungnya; (2) dapat dikiaskan dengan jual beli

yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis (darah).

Sewa rahim dapat disamakan dengan jual beli dari segi syarat dan rukunnya.

Salah satu syaratnya barangnya harus halal. Barang najis dilarang diperjual belikan dan

salah satu barang najis yang diperjual belikan adalah darah. Memang sperma dan ovum

tidak termasuk najis, namun antara keduanya kelak berubah menjadi segumpal darah

yang melekat pada dinding rahim yang kelak menjadi najis. Dalam hal ini juga terdapat

hubungan timbal balik sebab pemilik rahim (ibu penghamil) dibayar sesuai dengan

perjanjian dengan pemilik ovum (ibu genetik), yang berarti hukum keduanya adalah

sama. Selain itu, praktek sewa menyewa rahim tidak dapat digolongkan dalam keadaan

darurat, melainkan termasuk kebutuhan (hajat). Maksudnya, sewa rahim tidak dapat

dibenarkan. Jika seorang ingin punya anak maka harus berusaha sedemikian rupa

dengan cara yang dibenarkan agama.

Tidak punya anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika nasab

tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam eksistensi

nasab itu sendiri.

Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau

ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:

1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang artinya ”sesungguhnya

kami telah memuliakan manusia”

Dalam hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari

donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang

diinseminasi, padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.

2. Hadits nabi Muhammad SAW : “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada

Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina istri)

orang lain” (HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).

Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma kedalam vagina

seorang wanita melalui hubungan seksual, melainkan juga mengandung pengertian

memasukkan sperma donor melalui proses bayi tabung, yaitu percampuran sperma

dan ovum diluar rahim, yang tidak diikat perkawinan yang sah. Padahal hubungan

biologis antara suami istri, disamping untuk menikmati karunia Allah dalam

Page 13: Etika Dan Hukum

menyalurkan nafsu seksual, terutama dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan

yang halal dan diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh

ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan

demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan sperma dan ovum donor dari

orang lain identik dengan prositusi terselubung yang dilarang oleh syariat islam.

3. Kaidah Fiqih

Dalam hal ini masalah bayi tabung dengan menggunakan donor adalah

membantu pasangan suami istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara alamiah

kesulitan memperoleh anak karena adanya hambatan alami menghalangi bertemunya

sel sperma dengan sel telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi

(pancaran sperma)-Nya terlalu lemah.

 Namun demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor jauh lebih

besar dari manfaatnya antara lain:

1) Percampuran nasab, padahal islam sangat memelihara kesucian, kehormatan dan

kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan

siapa yang haram dikawini) serta kewarisan ;

2) Bertentangan dengan sunatullah atau hukum alam;

Statusnya sama dengan zina, karena percampuran sperma dan ovum tanpa

perkawinan yang sah;

3) Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, terutama

bayi tabung dengan bantuan donor akan berbeda sifat-sifat fisik, dan

karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;

4) Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung

dan dirahasiakan donornya, lebih jelek daripada anak adopsi yang umumnya

diketahui asal atau nasabnya;

5) Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental (sewaan) akan lahir tanpa proses

kasih sayang yang alami (tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dan ibunya

secara alami). Sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini

berdasarkan kaidah fiqih yang artinya “menolak kerusakan harus didahulukan dari

pada menarik kemaslahatan”

2.5 Bayi Tabung Dilihat Dari Pandangan Etika

Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi

ketimuran kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia,

Page 14: Etika Dan Hukum

sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya

Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam

hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya

hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui

hubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama. 

Aspek Human Rigths:

Dalam HAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang

setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya

tentang hak reproduksi.

Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma

dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri

tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum

pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di

Indonesia .

Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak

melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah.

Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor. Sementara

untuk kasus sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim

wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang

setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si

bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan

bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang

bukan muhrimnya.

Menurut UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa

Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk

membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya

dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan

ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan

dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak

begitu saja dapat dibenarkan.

Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada

inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru

kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.

Page 15: Etika Dan Hukum

Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak

pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan

dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang disampaikan

oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing Medical

Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009,

dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi

kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada

Deklarasi Helsinki antara lain:

1. Riset biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan

didasarkan pada pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.

2. Desain dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu

protokol untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk

mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.

3. Penelitian biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan

kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.

4. Dalam protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika yang

dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.

Walaupun demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada dalam

Deklarasi Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk membuat

suatu aturan resmi mengenai pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada

pengawasan yang lebih intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat

kemajuan bioteknologi ini.

2.6 Bayi Tabung Dilihat Dari Pandangan Hukum

Jika benihnya berasal dari Suami Istri

1. Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer

embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara

biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik)

dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan

keperdataan lainnya.

2. Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah

bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian

mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan

setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak

Page 16: Etika Dan Hukum

memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum

ps. 255 KUHPer.

3. Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara

yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan

yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai

anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya

dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu

dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)

Jika salah satu benihnya berasal dari donor

1. Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro

transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi

dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan

diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak

sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang

si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes

DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.

2. Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak

yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar

hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

Jika semua benihnya dari donor

1. Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada

perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang

terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari

pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang

terikat dalam perkawinan yang sah.

2. Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki

status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara

sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali

sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara

yuridis dan biologis sebagai anaknya.

2.6 Pemecahan-Pemecahan Yang Harus Dipikirkan Untuk Mengatasi Masalah Yang

Menjadi Kontroversi Bayi Tabung

Page 17: Etika Dan Hukum

Dari bahasan-bahasan di atas: issu, masalah yang menjadi kontroversi, sampai

dengan pandangan medis, agama, etika, dan hukum mengenai bayi tabung, maka dapat

diambil suatu pemikiran sebagai pemecahan masalah yang menjadi kontroversi apakah

bayi tabung diperbolehkan atau tidak serta hal-hal yang menjadi pertanyaan selama

proses bayi tabung dilaksanakan.

1. Telah dijelaskan menurut medis bahwa bayi tabung dilakukan untuk membantu

pasangan infertil yang ingin memiliki anak sebagai penerus keturunan dan hal

tersebut dianggap halal secara agama dan memenuhi etik apabila sel telur dan

sperma diambil dari pasangan suami istri yang sah secara hukum dan agama serta

hasil embrio dimasukkan ke dalam rahim istri pasangan tersebut. Metode bayi

tabung baik secara alamiah atau ICSI harus dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang

berkompeten dan terlatih dengan ijin khusus dari pemerintah untuk meminimalisasi

kekurangan-kekurangan yang terjadi seperti tidak terjadinya fertilisasi, keguguran,

kelainan genetik atau susunan sperma saat injeksi, dll.

2. Hasil pembuahan bayi tabung berupa embrio harus dimasukkan ke dalam rahim istri

dari pasangan yang sah secara hukum dan agama karena hal tersebut telah

disebutkan dalam pandangan medis, agama, etika. Sehingga adanya sewa rahim

untuk bayi tabung harus ditentang dengan adanya peraturan yang tegas dari

pemerintah mengenai penolakan sewa rahim karena masih disebutkan dalam hukum

perdata mengenai status anak bayi tabung baik yang dilahirkan oleh istri sah atau

wanita lain.

3. Agar bayi tabung tidak disalahgunakan oleh pihak atau pasangan yang dengan

sengaja tanpa indikasi medis melakukannya (misalnya: pasangan dengan kelainan

homoseksual atau lesbian yang ingin memiliki keturunan dari hasil pernikahannya)

maka harus ada peraturan dan sanksi tegas secara tertulis pada yang melanggar.

4. Pada bayi tabung, diambil 4-6 sel telur untuk dapat dibuahi oleh sperma dan apabila

semua berhasil dibuahi menurut medis hanya boleh ditransferkan 1 untuk kondisi

embrio dan ibu yang optimal dan 2-4 untuk syarat dan kondisi tertentu. Bila embrio

yang ditransfer adalah semua dari hasil pembuahan dan berhasil tumbuh dan

berkembang dalam rahim maka lebih banyak akibat negatif daripada positifnya

antara lain bayi tudak akan tumbuh secara optimal dan dapat lahir prematur,

mempertinggi risiko preeklampsia pada ibu.

5. Apabila embrio yang ditransfer dalam rahim ibu hanya 1 atau 2-4 saja, maka

embrio lain dapat dibekukan dengan syarat persetujuan dari pasangan suami istri

Page 18: Etika Dan Hukum

yang kelak bila masih menginginkan anak dapat digunakan kembali. Perlu adanya

penegasan sampai kapan embrio itu disimpan dengan adanya persetujuan pasangan

dan saksi.

Page 19: Etika Dan Hukum

DAFTAR PUSTAKA