erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfintubasi...

22

Upload: others

Post on 18-Jun-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya
Page 2: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya
Page 3: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya
Page 4: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya
Page 5: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

1

HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA

I Made Bagiada

Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Pendahuluan

Pneumonia adalah infeksi parenkhim paru dapat berupa community

acquired pneumonia (CAP), health care associated pneumonia (HCAP), atau

hospital acquired pneumonia (HAP). Ketiga bentuk pneumonia tersebut

sering diantara pasien yang dirawat di rumah sakit. HAP, pneumonia yang

didapat di rumah sakit adalah kelompok yang terpenting karena dapat

memperpanjang rawat inap pasien, menunjukkan angka kematian tinggi,

dan biaya rumah sakit tinggi (1).

Secara epidemiologi diperkirakan bahwa kejadian HAP sekitar 0,5% sd 5%

dari semua pasien yang dirawat di RS. Kejadian ini malah lebih sering pada

penderita dengan ventilator, kejadiannya sampai 15% sampai 25%.

Sementara risiko kematian di antara pasien HAP lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata pasien yang dirawat inap (1).

Ada sejumlah faktor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya HAP.

Intubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang

meningkatkan risiko terjadinya HAP. Adanya slang endotracheal memberi

kesempatan jalan langsung bagi mikroorganisme ke saluran napas bawah

Page 6: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

2

yang normalnya steril. Hal ini juga memungkinkan untuk pengumpulan

sekresi orofaringeal meningkat, sekresi ini yang akhirnya akan disedot ke

dalam saluran napas sesuai dengan berjalannya waktu. Masih ada banyak

faktor risiko lain untuk terjadinya HAP (1).

Definisi HAP

HAP didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi paling tidak dalam waktu

48 jam setelah dirawat. Pneumonia HAP dapat dalam bentuk ringan atau

yang lebih berat. Secara klinis HAP apabila secara radiologi ditemukannya

infiltrate parenkhim paru baru atau progresif dan dibutuhkan paling tidak 2

tanda-tanda berikut: perubahan suhu < 36°C atau > 38,3°C, WBC < 5.000

sel/mm3 atau > 10.000 sel/mm3, atau sputum menjadi purulent (2,3).

Faktor risiko

Tidak hanya kelompok pasien tertentu berisiko lebih besar untuk HAP,

namun hos tertentu, misal faktor lingkungan atau farmakologis

meningkatkan kecenderungan pasien terkena pneumonia. Identifikasi

faktor-faktor risiko memungkinkan membuat strategi untuk pencegahan

HAP dan keputusan terapi (4).

Faktor hos

Page 7: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

3

Kolonisasi pathogen mikroorganisme saluran pernapasan atas dan

saluran pencernaan merupakan faktor utama predisposisi pasien untuk HAP.

Kolonisasi orofaringeal cepat meningkat setelah rawat inap, dan sangat

cepat meningkatnya pada pasien yang di rawat di ICU. Untuk pasien di ICU,

risiko terjadinya HAP pada 5 hari pertama masih rendah, kemudian

mengalami percepatan sampai mencapai puncaknya 5% perhari, dan

kemudian menurun setelah 14 hari dengan risiko 1% perhari. Faktor untuk

meningkatkan kolonisasi saluran napas termasuk terapi antibiotik

sebelumnya dandiberikan terus menerus, intubasi endotrakeal, merokok,

gizi buruk, bedah umum, plak gigi dan terapi yang meningkatkan pH

lambung (4,5).

Factor risiko hos yang lain adalah: usia, komorbiditas (penyakit

ginjal dan penyakit system saraf pusat) dan peralatan peralatan invasive

(kateter vena sentral, kateter urin, slang naso-enteral) (5).

Berkaitan dengan faktor risiko, sejumlah variable yang mungkin

berpengaruh terhadap risiko terjadinya HAP yang lebih berat, yaitu

terutama munculnya pathogen multi-resisten. Faktor terkuat adalah terapi

antimicrobial 90 hari sebelumnya (4), rawat inap lebih dari 5 hari, tingginya

prevalensi resistensi antibiotic di komunitas atau unit rumah sakit khusus,

imunosupresan, atau faktor risiko lain untuk infeksi yang resisten, seperti

rawat inap akhir-akhir ini, bertempat tinggal di fasilitas kesehatan, terapi

intravena di rumah, perawatan luka di rumah, atau dialysis kronik, sehingga

HAP berhubungan dengan adanya resisten obat multiple.

Page 8: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

4

Faktor-faktor berikut secara signifikan terkait dengan prognosis

pasien dengan pneumonia nosokomial: umur, skor kondisi gaya hidup

premorbid (LSS), diagnosis non-bedah, penggunaan antasida atau histamin

tipe 2 (H2) blocker, penggunaan antibiotik sebelumnya, terapi antibiotika

yang tidak sesuai, adanya mikro-organisme MDR, indeks simple acute

physiology score (SAPS), adanya gagal napas, infiltrat bilateral pada foto

toraks, adanya syok septik dan gagal organ multipel (MOF) (6).

Faktor lingkungan

Lamanya nasogastric tube terpasang terbukti telah meningkatkan

refluks gastroesofageal sekresi oral dan menjadi faktor risiko independen

HAP. Slang yang ada pada mesin ventilasi mekanik membentuk kondensat

sebagai akibat dari perbedaan temperatur antara gas terinspirasi dan udara

sekeliling. Kondensat ini mudah terkontaminasi oleh sekresi pasien yang

mengandung mikroorganisme. Saluran air rumah sakit, perpindahan pasien

ICU untuk tindakan diagnostik atau menjalani prosedur pembedahan keluar

dari ruang ICU juga merupakan faktor risiko terjadinya HAP (4).

Faktor farmakologi

Factor lingkungan berkaitan dengan penggunaan antibiotik, para

peneliti mendapatkan hasil yang berbeda untuk risiko terjadinya HAP.

Penggunaan antibiotik profilaksis di ICU mendorong risiko superinfeksi oleh

bakteri multiresisten tetapi menunda timbulnya infeksi nosokomial.

Keadaan pH lambung non-asidik menyebabkan kolonisasi bakteri lambung

Page 9: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

5

akibatnya kontaminasi pada slang pasien ventilasi mekanik. Obat yang

berdampak pada pH lambung dapat berdampak pada risiko VAP (HAP). Jika

ada indikasi profilaksis stres ulkus, sebelum diberikan supresi-asam dan

sukralfat harus ditimbang risiko dan manfaatnya. Pemberian agen paralitik

untuk pasien dengan ventilasi mekanik juga telah dicatat sebagai faktor

risiko untuk VAP (HAP) (4).

Pathogenesis HAP

Gambar 1. Patogenesis HAP (4).

Etiologi

Page 10: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

6

Sejumlah besar mikroorganisme masuk dan mencapai saluran

napas dan menguasai pertahanan hos dan kemudian terjadi HAP, atau HAP

dapat terjadi jika pertahanan hos pasien terganggu atau jika mereka

terinfeksi dengan strain yang sangat virulen. Untuk menentukan terapi

antimikroba empiris optimal sebaiknya diketahui pola lokal patogen

penyebab, dengan cara identifikasi pathogen yang sensitif, spesifik dan

cepat identifikasinya kemudian dilanjutkan dengan uji sensitivitas. Terapi

terbaik berdasarkan sensitivitas obat terhadap pathogen. Sayangnya

penemuan agen penyebab pada HAP sering sulit karena bermasalah apakah

hanya sekadar kolonisasi trakheobronkhial atau sebagai pneumonia

nosokomial yang sebenarnya. Tantangan lainnya yang menghambat terapi

antimikroba yang optimal adalah fakta bahwa tidak adanya pertumbuhan

kuman atau alternatifnya, tumbuh beberapa kuman (4). Berikut ini disajikan

jenis-jenis kuman penyebab HAP dan VAP. Terlihat jelas bahwa kuman

penyebab HAP didominasi basil Gram negative, kemudian disusul kokus

Gram positif (Tabel 1).

TABLE 1. Microbiological causes of hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated pneumonia (level A-2) (4).

Page 11: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

7

Frequency of isolation

Microbiological diagnosis (% of patients) Gram-negative bacilli 35–80

Escherichia coli Klebsiella species Enterobacter species Proteus species Serratia marcescens Pseudomonas aeruginosa Acinetobacter species Stenotrophomonas maltophilia

Gram-positive cocci 9–46 Streptococcus pneumonia Streptococcus species Staphylococcus aureus (MSSA and MRSA)

Polymicrobial 9–80 Anaerobes 0–54 Blood culture positive 0–40 No growth 2–54

Jones RN menyebutkan kuman-kuman tersering yang diisolasi pada pasien

dengan HAP dari tahun ke tahun (tahun 1985 – 1998). Kuman

Staphylococcus aureus menempati urutan pertama kemudian disusul oleh

Pseudomonas aeruginosa (Tabel 2).

Page 12: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

8

Diagnosis HAP

Berbeda dengan diagnosis CAP, diagnosis HAP cukup sulit. Ada

banyak teknik diagnostik untuk memastikan kecurigaan HAP. Meskipun

demikian belum ada konsensus yang memadai sebagai strategi diagnostik.

Kecurigaan klinis adalah langkah pertama untuk evaluasi pasien dengan

kemungkinan HAP. Kecurigaan terhadap HAP berdasarkan adanya infiltrat

paru baru dan bukti klinis infeksi seperti: demam, perubahan jumlah sel

darah putih, dan sekresi dahak purulen. Melakukan penilaian secara hati-

hati terhadap lekosit dan morfologi bakteri pada pengecatan Gram dapat

meningkatkan spesifisitas diagnostik. Tetapi apabila hanya mengandalkan

klinis saja sering over diagnosis (8), sebab tanda-tanda klinis tersebut

adalah nonspesifik dan dapat juga terlihat pada pasien dengan kondisi

seperti edema paru, sepsis, Acute Respiratory Syndrome (ARDS), emboli

paru dan atelectasis (9). Namun kenyataan bahwa untuk menurunkan angka

(7)

Page 13: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

9

mortalitas harus diberikan antinbitik yang sesuai se-segera mungkin. Ada

tool klinik tambahan untuk diagnostik infeksi paru yaitu Clinical Pulmonary

Infection Score (CPIS). CPIS pertama kali didefinisikan oleh Pugin dkk.

(1991)dan menemukan bahwa CPIS mempunyai spesivisitas dan sensitivitas

tinggi (sensitivitas 100% dan spesifisitas 88%) (10). CPIS mengkombinasikan

data klinis, radiologi, fisiologi, dan mikrobiologi kedalam skor numerik yang

berkorelasi dengan adanya pneumonia. Skor CPIS di atas 6 memiliki korelasi

yang bagus untuk diagnosis pneumonia. Tetapi skor CPIS ini kurang

digunakan, karena peneliti lain menemukan bahwa CPIS menpunyai

sensitifitas 77% dan spesifisitas 42%, membuat skor ini kurang dimanfaatkan

(8). Zilberberg dan Shorr (2010) menyimpulkan bahwa CPIS perannya

terbatas baik untuk klinik maupun tool penelitian (11). Da Silva dkk. (2014)

meneliti penderita HAP (VAP) secara dengan menggunakan CPIS-modifikasi

dan mendapatkan bahwa pasien risiko-rendah bila hasil kultur negative pada

hari ketiga harus dipikirkan pemberian antibiotik jangka pendek dan pasien

risiko-tinggi bila tidak ada perbaikan skor dan memiliki potensi gagal terapi

(12). Berikut ini disajikan skor CPIS.

Table 3 Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) criteria

Component Value

Point

Temperature °C >36.5 and <38.4

0

>38.5 and <38.9

1

Page 14: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

10

>39.0 and <36.0

2

Blood leukocyte (mm3) >4000 and <11000

0

<4000 or >11000 1 Tracheal secretions Few 0

Moderate 1

Large and purulent 2

(>25 PNL per LPF) Oxygenation >240 or presence of ARDS 0 (Pa02/Fi02, mm Hg) <240 and absence of ARDS 2 Chest radiograph No infiltrate 0

Patchy or diffuse infiltrate 1

Localized infiltrate 2

Progression of pulmonary No radiographic progression 0 Infiltrate Radiographic progression 2

(After CHF and ARDS excluded)

Page 15: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

11

Culture <10000 cfu bacteria per ml BAL or no growth 0

>10000 cfu bacteria per ml BAL 1

ARDS, Acute Respiratory Distress Syndrome; BAL, Bronchoalveolar Lavage; CFU, Colony Forming Unit; CHF, Congestive Heart Failure; CPIS, Clinical Pulmonary Infection Score; Fi02, Fraction of inspired oxygen; LPF, Low Power Field; Pa02, Partial arterial oxygen; PNL, Polymorphonuclear Neutrophils. Sumber: Guler dkk. (2012).

Terapi HAP

Terapi pneumonia nosokomial terutama ditentukan oleh terapi

antibiotik dini dan tepat. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat (misalnya,

pilihan antibiotik awal yang tidak mencakup patogen utama) mungkin

merupakan penentu terkuat hasil akhir terapi. Meskipun demikian, factor

yang berkaitan dengan hos (misal, status imun, kondisi komorbid dan

beratnya presentasi klinis), pathogen (missal, jumlah , factor virulensi), dan

juga jenis antimicrobial juga menentukan hasil akhir terapi. Ada juga hal lain

yang perlu diperhatikan yaitu pola kuman lokal dan resistensinya.

Antibiotik dengan spectrum luas merupakan pilihan terapi awal terbaik.

Terapi kombinasi aminoglikosida dan beta-laktam merupakan agen yang

sinergi dan memiliki mekanisme ganda, sehingga mencegah resistensi.

Monoterapi dengan antibiotik spektrum luas tertentu mungkin tepat,

terutama setelah patogen dan kepekaan terhadap kuman diketahui. Durasi

terapi tetap merupakan area ketidakpastian, dengan rejimen pengobatan

Page 16: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

12

tradisional membutuhkan waktu hingga 21 hari terapi antibiotik (4).

Meskipun demikian rata-rata terapi antibiotik adalah 14 hari. Perlu

dipertimbangkan kemungkinan patogen MDR, kemungkinan ini dapat

dipertimbangkan secara klinis berdasarkan durasi rawat inap sebelum

terjadinya pneumonia, pasien yang telah dirawat di rumah sakit setidaknya

5 hari memiliki risiko lebih besar disebabkan oleh patogen MDR, terapai

kombinasi antibiotic lebih disukai, missal sefalosporin anti-pseudomonas

atau carbapenem atau penisilin anti-pseudomonas dalam kombinasi dengan

fluorokuinolon anti-pseudomonas atau aminoglikosida. Untuk pasien

dengan onset pneumonia <5 hari, monoterapi antibiotik mungkin cukup

dengan menggunakan sefalosporin, kuinolon, atau penisilin spectrum luas.

Untuk pasien dengan pneumonia late-onset, kemungkinan patogen MDR

lebih besar dan karena itu terapi kombinasi antibiotik lebih dianjurkan (13).

Ternyata HAP disebabkan oleh berbagai kuman kokus Gram-positif

dan basil Gram-negatif, sangat penting untuk mengetahui aktivitas agen

antimicrobial yang sering digunakan melawan pathogen ini. Cephalosporin

generasi ke 3 (misal cefotaxime, ceftriaxone dan ceftazidime), penicillin

spectrum-luas (misal piperacillin/tazobactam), fluoroquinolone (misal

ciprofloxacin dan levofloxacin) aminoglycosides (misal gentamicin) dan

carbapenem (misal imipenem dan meropenem) spectrum aktivitasnya

sangat luas untuk melawan pathogen aerobic tersering sebagai penyebab

HAP. Agen lain yaitu macrolide (misal erythromycin dan azithromycin) dan

lincosamide (clindamycin), linezolid dan vancomycin memiliki aktivitas yang

Page 17: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

13

baik sekali melawan kokus Gram-positif, dan aktivitasnya kecil terhadap

basil Gram-negatif. Antinkrobial yang paling aktif untuk melawan kuman

anaerob adalah metronidazole, clindamycin, carbapenem dan penicillin

spectrum-luas dikombinasi dengan inhibitor beta-lactamase. Gatifloxacin

dan moxifloxacin aktivitasnya sangat bagus membunuh Bacteroides fragilis

tetapi efek samping dari gatifloxacin yang menyebabkan agen ini tidak bisa

digunakan (4).

Untuk pasien dengan infeksi MRSA, baik linezolid atau vankomisin

dianggap tepat. Sementara linezolid memiliki penetrasi jaringan pernafasan

yang lebih baik dan telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik pada

pneumonia MRSA, keunggulannya untuk meningkatkan hasil klinis masih

harus dibuktikan bila dibandingkan dengan vankomisin untuk pneumonia

MRSA. Dengan terapi yang efektif, perbaikan terlihat jelas dalam waktu 42

sampai 72 jam. Untuk pasien yang tidak respon dalam waktu tersebut, harus

dievaluasi kemungkinan organisme lain, atau ada diagnosis lain, atau apakah

ada faktor penyulit lain (abses paru atau empiema, obat demam, dll), yang

telah mempengaruhi respon terhadap terapi (4).

Berikut dijelaskan dengan lebih ringkas yang harus dilakukan dalam

menentukan pemberian antibitika pada pneumonia HAP: (13)

1. Jangan menunda pemberian antibiotik hanya untuk tujuan melakukan tes diagnostik.

2. Pilihan antibiotika empirik harus berdasarkan risiko pasien untuk mendapat patogen MDR.

Page 18: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

14

3. Kombinasi terapi lebih dianjurkan sebagai rejimen awal pada pasien berisiko terinfeksi dengan patogen MDR untuk menghindari antibiotik yang tidak pantas.

4. Antibiograms lokal harus diketahui ketika akan memilih terapi empirik. 5. Jika pasien mendapat antibiotik sebelumnya, pilihlah antibiotik baru

dari kelas yang berbeda dari yang sebelumnya untuk menghindari memilih antibiotik yang telah menjadi resisten.

6. Bila rejimen antibiotik awal tepat dan memadai, lakukan usaha untuk memperpendek durasi terapi antibiotik. Jika pasien mendapat terapi antibiotik empiris yang tepat dan memadai, durasi pengobatan antibiotik dapat dipersingkat dari biasanya 14-21 hari menjadi 7 hari (jika organisme etiologi bukan Pseudomonas aeruginosa).

7. Hasil kultur negatif palsu terjadi pada pasien yang telah mendapat antibiotik 24-72 jam sebelum pengambilan spesimen respirasi. Pada pasien ini, menggunakan ambang batas BAL 10 kali lipat lebih rendah dari biasanya dapat membantu untuk menghindari hasil negatif palsu.

8. Jika probabilitas pretest klinis VAP tinggi, antibiotik harus dimulai segera terlepas dari apakah hasil kultur positif.

9. Organisme tertentu, seperti Escherichia coli, spesies Klebsiella, dan spesies Enterobacter menghasilkan extended-spectrum beta-laktamase (ESBL), dan tes skrining untuk produksi ESBL harus dilakukan. Carbapenems umumnya efektif terhadap organisme memproduksi-ESBL ini.

10. HAP (VAP) pada trauma multi organ yang terjadi < 4 hari berisiko rendah mendapat

pathogen MRSA, MRSA dipikirkan pada trauma multi organ >4 hari

(13).

Pencegahan

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada pasien dengan HAP

adalah: pasien dengan intubasi dan ventilasi mekanik, risiko HAP pada

pasien ini 3 – 18 kali lipat dan sebisa mungkin harus dihindari

Page 19: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

15

pemakaiannya, untuk itu pakailah ventilasi non-invasif (NIV) terutama pada

pasien PPOK eksaserbasi, gagal napas hipoksia akut, penderita dengan

imunosupresi dan gagal napas. Posisi pasien juga dikaitkan dengan

peningkatan insiden HAP, posisi terlentang meningkatkat insiden HAP

sebaiknya pasien posisi setengah duduk. Penggunaan antibiotika

sebelumnya meningkatkan kemungkinan mendapat HAP oleh pathogen

resisten (MDR) (13).

Karena pengobatan HAP sulit dan menyebabkan kematian tinggi,

upaya penting harus diarahkan kepada pencegahan pneumonia nosokomial.

Ada sejumlah faktor yang telah terbukti membantu dalam pencegahan

pneumonia nosokomial. Mencuci tangan mungkin salah satu metode yang

paling efektif, namun itu sangat kurang dimanfaatkan oleh banyak pihak.

Faktor-faktor lain yang dapat dimodifikasi termasuk penggunaan slang

nasogastrik (dibandingkan dengan slang orogastric) dan slang endotrakeal

(dibandingkan dengan penggunaan non-invasif ventilasi tekanan positif),

dekontaminasi selektif pada saluran pencernaan atau dekontaminasi saluran

orofaringeal, rotasi antibiotik empiris strategi, aspirasi dan penghapusan

sekresi subglottic sekitar slang endotrakeal, dan posisi semi-berbaring.

strategi akhir - hanya mengangkat kepala tempat tidur dengan lebih dari 30

derajat - telah terbukti mengurangi risiko HAP sampai dengan 3 kali.

Aspirasi subklinis adalah peristiwa yang umum pada individu tidak dirawat

dan sehat. Aspirasi isi lambung ke dalam cabang tracheobronchial jauh lebih

sering dengan posisi terlentang dibandingkan dengan posisi semi-berbaring.

Page 20: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

16

Jadi, posisi semi-berbaring dan mencuci tangan adalah strategi sederhana

untuk pencegahan HAP dan juga mungkin salah satu yang paling efektif (4).

Ringkasan

HAP adalah infeksi parenkhim paru sering terjadinya dan khususnya

sering dan mematikan pada pasien ICU dengan ventilasi mekanik. Angka

kematian kasar sering melebihi 50%. Patogen penyebab HAP terbanyak

adalah basil Gram negative dan kokus Gram positif. Penegakan diagnosis

HAP masih belum ada consensus yang pasti, tetapi diagnosis berdasarkan

klinis dan penunjang. Terapi utama HAP adalah pemberian antibitika sedini

mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Ada sejumlah faktor yang dapat

dimodifikasi yang dapat mencegah perkembangan HAP, seperti posisi

semirecumbent (terutama untuk pasien yang enteral makan), cuci tangan,

dan minimalisasi perangkat oropharyngeal invasif seperti tabung

endotrakeal dan tabung nasogastrik. Untuk pasien dengan dugaan HAP,

spesimen budaya harus diperoleh segera (apakah melalui tabung

endotrakeal, mini-BAL, atau dengan kuantitatif BAL) dan sesuai antibiotik

spektrum luas harus dimulai tanpa penundaan.

Kepustakaan

1. ATS/IDSA. 2005. Guidelines for the Management of Adults with

Hospital-acquired,

Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia; Am J

Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416).

Page 21: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

Teks

17

2. Niederman MS, Craven DE, Bonten MJ, et al. 2005. Guidelines for the

management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated,

and healthcare-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care

Med;171:388–416.

3. Niederman MS. 2010. Hospital-Acquired Pneumonia, Health Care–

Associated Pneumonia, Ventilator-Associated Pneumonia, and

Ventilator-Associated Tracheobronchitis: Definitions and Challenges in

Trial Design. Clinical Infectious Diseases; 51(S1):S12–S17.

4. Rotstein C., Evans G., Abraham Born A., Grossman R., Light R. B.,

Magder S., McTaggart B., Karl Weiss K. and Zhanel G. G. 2008. Clinical

practice guidelines for hospital-acquired pneumonia and ventilator-

associated pneumonia in adults. Can J Infect Dis Med

Microbiol;19(1):19-53.

5. Fortaleza CMCB., Abati PAM., Batista MR and Dias A. 2009. Risk Factors

for Hospital-Acquired Pneumonia in Nonventilated Adults. The

Brazillian journal of Infectious Diseases; 13(4):284-288.

6. TAKANO Y., SAKAMOTO O., SUGA M., MURANAKA H. M. AND ANDO

M. 2002. Prognostic factors of nosocomial pneumonia in generalwards:

a prospectivemultivariate analysis in Japan. Respiratory Medicine

(96):18-23.

7. Jones RN. 2010. Microbial Etiologies of Hospital-Acquired Bacterial

Pneumonia and Ventilator-Associated Bacterial Pneumonia. Clinical

Infectious Diseases 2010; 51(S1):S81–S87.

8. Guler E., Kahveci F., Akalin H., Sinirtas M., Bayram S., and Ozcan B.

2012. Evaluation of a clinical pulmonary infection score in the diagnosis

of ventilator-associated pneumonia. Signa Vitae; 7(1): 32-37.

9. Harde Y., Manimala Rao S., Sahoo J., Bharuka A., Swetha B and Saritha

P. 2013. Detection of ventilator associated pneumonia, using clinical

pulmonary infection score (CPIS) in critically ill neurological patients;

Page 22: erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/4170/1/a06e066c71207751f712c2b94f2073f5.pdfIntubasi endotracheal adalah penentu terkuat dari factor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya

TEKS

18

Journal of anesthesiology & clinical science: 1-4.

http://www.hoajonline.com/journals/pdf/2049-9752-2-20.pdf

10. Pugin J, Auckenthaler R, Milli N, Janssens JP, Lew PD, Suter PM.

Diagnosis of ventilator-associated pneumonia by bacteriologic analysis

of bronchoscopic and nonbronchoscopic “blind” bronchoalveolar

lavage fluid. Am Rev Respir Dis 1991;143:1121-9.(abstrak)

11. Zilberberg MD and Shorr AF. 2010. Ventilator-associated pneum onia:

the clinical pulmonary infection score as a surrogate for diagnostics

and outcome.CID; 51(S1):S131-S135.

12. da Silva PS., de Aguair VE and Fosenca MC. 2014. How the modified

clinical pulmonary infection score can identify treatment failure and

avoid overusing antibiotics in ventilator-associated pneumonia. Acta

paeddiatr; 103(9):e388-92.

13. Amanullah S and Mosenifar Z. 2015. Ventilator-Associated

Pneumonia Overview of Nosocomial Pneumonias. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/304836-overview#a14