epistemologi

4
Epistemologi Konseling menyangkut proses perkembangan manusia yang berlandaskan hakikat manusia. Konseling banyak mengandung isu filosofis, dimana proses konseling adalah proses yang berpijak dan bergerak ke arah yang selalu mengandung persoalan filosofis. Namun, seorang konselor harus berpegang pada filosofi yang jelas dan tidak memiliki faham “completism” (suatu perasaan yang memandang bahwa dirinya seorang konselor yang bersertifikat dan terdidik, sekali jadi, untuk segalanya). Isu filosofis ini yang perlu didiskusikan sebagai sebuah kenyataan karena pemahaman atau cara pandang terhadap isu ini yang akan menentukan bagaimana sosok konselor dikembangkan dan bagaimana konselor membantu klien. Isu-isu filosofis tersebut menyangkut aspek : pribadi konselor, religius, hakikat manusia, tanggung jawab konselor, dan pendidikan konselor. (Dugald S. Arbuckle, 1958). Isu pribadi konselor menyangkut sejauh mana hubungan konsep diri dan tujuan konseling, serta teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan inilah sesuatu yang berorientasi filosofis sedangkan metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut akan dijiwai oleh filosofi konselor. Isu religius ini berkaitan dengan sikap profesionalisme konselor dalam memberikan layanan kepada konseli yang berlainan agama. Sehingga muncul pertanyaan, akankah konselor bertindak sama terhadap klien yang beda agama? Isu hakikat manusia terkait dengan isu religius dan menyangkut bagaimana cara konselor memandang manusia. Pandangan ini akan terefleksikan dalam bagaimana konselor memperlakukan klien dalam konseling. Isu tanggung jawab terkait dengan konsep peran konselor di dalam masyarakat dan persoalan konfidensialitas. Dari isu-isu filosofis tersebut muncul sebuah pertanyaan, bagaimana bimbingan dan konseling bisa menjadi pekerjaan atau tugas-tugas profesional? Apabila kepribadian konselor terefleksikan di dalam metode dan teknik, jika orientasi religius dan pandangan konselor tentang hakikat manusia mempengaruhi pendekatan yang digunakan. Pada dasarnya, layanan bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis dalam suasana psikopedagogis dalam setting persekolahan maupun luar sekolah, dalam konteks kultur, nilai dan religi yang diyakini klien dan konselor. Keyakinan filosofis dan keilmuan ini menjadi dasar legal bagi bimbingan dan konseling masuk ke dalam wilayah layanan psikologis dalam suasana pedagogis serta menjadi dasar legal bagi konselor memasuki dunia layanan psikologis. Karena sifat normatif pedagogis ini maka fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku yang seharusnya dikuasai oleh individu untuk jangka panjang menyangkut ragam proses perilaku pendidikan, karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan. Jadi seorang konselor harus memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan konselor harus datang lebih awal memasuki dunia klien.

Upload: sugesti-yoan

Post on 19-Jul-2015

196 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Epistemologi

Konseling menyangkut proses perkembangan manusia yang berlandaskan

hakikat manusia. Konseling banyak mengandung isu filosofis, dimana proses

konseling adalah proses yang berpijak dan bergerak ke arah yang selalu

mengandung persoalan filosofis. Namun, seorang konselor harus berpegang pada

filosofi yang jelas dan tidak memiliki faham “completism” (suatu perasaan yang

memandang bahwa dirinya seorang konselor yang bersertifikat dan terdidik, sekali

jadi, untuk segalanya). Isu filosofis ini yang perlu didiskusikan sebagai sebuah

kenyataan karena pemahaman atau cara pandang terhadap isu ini yang akan

menentukan bagaimana sosok konselor dikembangkan dan bagaimana konselor

membantu klien. Isu-isu filosofis tersebut menyangkut aspek : pribadi konselor,

religius, hakikat manusia, tanggung jawab konselor, dan pendidikan konselor.

(Dugald S. Arbuckle, 1958).

Isu pribadi konselor menyangkut sejauh mana hubungan konsep diri dan

tujuan konseling, serta teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan inilah sesuatu yang berorientasi filosofis sedangkan metode dan teknik

yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut akan dijiwai oleh filosofi

konselor. Isu religius ini berkaitan dengan sikap profesionalisme konselor dalam

memberikan layanan kepada konseli yang berlainan agama. Sehingga muncul

pertanyaan, akankah konselor bertindak sama terhadap klien yang beda agama?

Isu hakikat manusia terkait dengan isu religius dan menyangkut bagaimana cara

konselor memandang manusia. Pandangan ini akan terefleksikan dalam

bagaimana konselor memperlakukan klien dalam konseling. Isu tanggung jawab

terkait dengan konsep peran konselor di dalam masyarakat dan persoalan

konfidensialitas. Dari isu-isu filosofis tersebut muncul sebuah pertanyaan,

bagaimana bimbingan dan konseling bisa menjadi pekerjaan atau tugas-tugas

profesional? Apabila kepribadian konselor terefleksikan di dalam metode dan

teknik, jika orientasi religius dan pandangan konselor tentang hakikat manusia

mempengaruhi pendekatan yang digunakan.

Pada dasarnya, layanan bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis

dalam suasana psikopedagogis dalam setting persekolahan maupun luar sekolah,

dalam konteks kultur, nilai dan religi yang diyakini klien dan konselor. Keyakinan

filosofis dan keilmuan ini menjadi dasar legal bagi bimbingan dan konseling

masuk ke dalam wilayah layanan psikologis dalam suasana pedagogis serta

menjadi dasar legal bagi konselor memasuki dunia layanan psikologis. Karena

sifat normatif pedagogis ini maka fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah

pengembangan perilaku yang seharusnya dikuasai oleh individu untuk jangka

panjang menyangkut ragam proses perilaku pendidikan, karir, pribadi, keluarga,

dan proses pengambilan keputusan. Jadi seorang konselor harus memiliki

kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan

konselor harus datang lebih awal memasuki dunia klien.

Kompetensi

Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses

kesadaran (awareness), akomodasi dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja.

Kompetensi konselor merujuk pada penguasaan konsep, penghayatan dan

perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat membantu, dan unjuk kerja

profesional yang akuntabel. Konselor memiliki kode etik karena itulah konselor

merupakan seorang yang profesional. Konselor juga perlu memiliki kesadaran etik

karena di dalam memberikan layanan kepada siswa (manusia) maupun dalam

kolaborasi dengan pihak lain akan selalu diperhadapkan kepada persoalan dan isu-

isu etis dalam pengambilan keputusan untuk membantu individu.

Selain itu, konselor juga pendidik karena itu harus kompeten sebagai

pendidik. Dalam kapasitasnya sebagai pendidik konselor berperan dan berfungsi

sebagai seorang pendidik psikologis (psychological educator/ psychoeducator)

dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya

untuk membantu individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi.

Peran inilah yang merepresentasikan sebuah tantangan yang dapat memperkuat

tujuan-tujuan keilmuan dan praktek profesional konselor sebagai layanan yang

menunjukkan keunikan dan kebermaknaan tersendiri di dalam masyarakat.

Sebagai seorang pendidik psikologis, konselor harus kompeten dalam hal :

a. Memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam ragam

konteks sosial budaya.

b. Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun

intrapribadi dan lintas budaya.

c. Menguasai strategi dan teknik asesmen yan memungkinkan dapat

dipahaminya keberfungsian psikologis individu dan interaksinya di dalam

lingkungan.

d. Memahami proses perkembangan manusia secara individual maupun secara

sosial.

e. Memegang kokoh regulasi profesi yang terinternalisasi ke dalam kekuatan

etik profesi yang mempribadi.

f. Memahami dan menguasai kaidah-kaidah dan praktek pendidikan.

Secara skematik landasan pemikiran di atas dituangkan ke dalam Bagan 1.

Stuktur Kompetensi Konselor, Rumpun kompetensi K.1. s.d K.6 adalah

Kompetensi Utama Minimal yang harus dikuasai oleh Sarjana Bimbingan dan

Konseling sebagai konselor.

Bagan 1. STRUKTUR KOMPETENSI KONSELOR

Etik

Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self- regulation dari profesi

itu. Kode etik merupakan aturan yang melindungi profesi dari campur tangan

pemerintah, mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik. Kode etik

profesional merupakan variabel kognitif yang penting yang akan mempengaruhi

pertimbangan etis dari seorang (konselor) profesional. Sehingga perlu panduan

berkenaan dengan parameter etik profesi.

Kode Etik Konselor Indonesia yang telah dirumuskan dan disepakati, yang

perlu terus disempurnakan, memerlukan penegasan dalam implementasi dan

supervisi. Penegasan identitas profesi bimbingan dan konseling harus diwujudkan

dalam implementasi kode etik dan supervisinya. ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan

Konseling Indonesia) harus dan akan segera menetapkan penerapan kode etik bagi

para konseor di dalam menjalankan fungsi, tanggung jawab, dan layanan

profesional kepada masyarakat, disertai supervisi berdasarkan standar yang telah

disepakati. Karena kekuatan dan eksistensi konselor muncul dengan adanya public

trust, dimana persepsi masyarakat tentang suatu profesi dapat berubah akibat

perilaku tak etis, tak profesional dan tak bertanggungjawab dari para anggotanya.

Untuk itu seorang konselor yang profesional harus menaruh perhatian penuh

kepada klien, karena klien sangat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi.

Sertifikasi dan Akreditasi

Sertifikasi adalah proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan konseling pada jenjang dan

jenis setting tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh

LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Dengan kata lain, sertifikasi

profesional adalah proses pemberian pengakuan terhadap tingkat kemampuan dan

keterampilan khusus yang dimiliki seseorang.

Akreditasi adalah proses penentuan status yang dilakukan oleh organisasi

profesi atau suatu badan khusus yang dipandang kompeten dan independen

K.1 Kesadaran Etik dan

Pengembangan Pribadi

K.2 Pemahanan Perkembangan

Individu

K.3 Penguasaan Asesmen

Individu dan Lingkungan

K.4 Penguasaan Ragam Strategi

Intervensi Psikologis

K.5 Kemampuan Pengembangan

BK Komprehensif

K.6 Pemahaman Konteks

Budaya, Agama dan

Kebutuhan Khusus

(2) SIKAP -> (3) Skills->

AKOMODASI TINDAKAN

(1) PENGETAHUAN ->

KESADARAN

KOMPETENSI UTAMA MINIMAL

SETTING LAYANAN

KODE ETIK PROFESI

LANDASAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN

LANDASAN FILOSOFIS, RELIGIUS, KULTURAL

PENDIDIKAN

PERKAWINAN

KARIR

REHABILITASI

KESEHATAN

MENTAL

TRAUMATIK

terhadap lembaga penyelenggara progam kependidikan dalam pencapaian suatu

standar mutu yang dipersyaratkan. Akreditasi ini diberikan oleh BAN (Badan

Akreditasi Nasional bekerja sama dengan ABKIN. Dengan sertifikasi dan

akreditasi ini pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi profesional karena

hanya dilakukan oleh konselor profesional yang bersertifikat.

Kredensialisasi

Kredensialisasi adalah penganugerahan kepercayaan kepada konselor

profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan

dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara

independen kepada masyarakat maupun di dalam lembaga tertentu. Pemberian

lisensi atas dasar asesmen nasional yang dilakukan ABKIN melalui Badan

Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional. Untuk mendapatkan ini

konselor harus mengajukan permohonan dan melakukan secara nyata layanan

profesi bagi masyarakat dan sekolah dan diberkan oleh ABKIN.