epidemiologi.doc

33
TENTIR MODUL GASTROINTESTINAL KULIAH 7 (part.2), 8, 11, 16 Peringatan!!! Tentir bukanlah satu- satunya sumber bacaan. Tentir dapat saja salah. Hal-hal yang mencurigakan harap dicrosscheck dengan kuliah maupun textbook. Core Team: Bila, Aghis, Arif, Fira, Felix, Nichi, Venita, Devi, Elita, Andy, Fitri

Upload: al-faiz-part-ii

Post on 03-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

epidemiologi

TRANSCRIPT

Page 1: epidemiologi.doc

TENTIR MODUL GASTROINTESTINAL

KULIAH 7 (part.2), 8, 11, 16

Peringatan!!! Tentir bukanlah satu-satunya sumber bacaan. Tentir dapat saja salah. Hal-hal yang mencurigakan harap dicrosscheck

dengan kuliah maupun textbook.

Core Team:

Bila, Aghis, Arif, Fira, Felix, Nichi, Venita, Devi, Elita, Andy, Fitri

Selamat Belajar !!!

^^ 2007 SUKSES ^^

KULIAH PARASIT PART 2

Page 2: epidemiologi.doc

Protozoa Penyebab Penyakit GastrointestinalOLEH: PROF.DR. SALEHA SUNGKAR

Entamoeba histolytica (subphylum: sarcodina) o Morfologi:

Dalam daur hidupnya, E. histolytica mempunyai 2 stadium: trofozoit dan kista. Tropozoit berukuran 10-60 mikron (kalo’ sel darah merah sekitar 7 mikron), mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma, ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, pseudopodium (kaki semu) besar dan lebar seperti daun, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah (linier), endoplasma berbutir halus (biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan). Bila ditemukan sel darah merah pd tropozoit, disebut erythrophagocytosis, yang merupakan ciri khas infeksi parasit ini.Kistanya berukuran 10-20 mikron, bentuknya bulat atau lonjong, punya inti entameba.

o Disease Amoebiasis, Amoebic dysentri, Amoebic liver abses. Manusia merupakan satu-satunya hospes parasit ini.

o Epidemiologi Amebiasis terdapat di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah tropik dan daerah beriklim sedang.

o Bentuk infektif stadium kista matang. Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari). Kista juga tahan terhadap klor yang terdapat pada aor ledeng. Kista akan mati pada suhu 500C atau dalam keadaan kering.

o Life cycle:Bila kista matang tertelan kista masuk lambung dalam keadaan utuh (dinding kista tahan thd asam lambung) masuk ke lumen terminal usus halus, dicernakan ekskistasi keluarlah stadium tropozoit yang masuk ke lumen usus besar. Stadium kista dibentuk dari stadium tropozoit yang berada di lumen usus besar. Stadium tropozoit dapat ditemukan pada tinja yang konsistensinya lembek atau cair, sedangkan stadium kista biasanya ditemukan pada tinja padat (karena kista tidak patogen; hanya merupakan stadium yang infektif)

o PatogenesisStadium tropozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi usus besar ikut aliran darah nyebar ke hati, paru, otak, kulit, dan vagina merusak jaringan tersebut (sesuai dgn namanya: “histo-lytica” = menghancurkan jaringan). Predileksi utamanya di daerah apendiks atau sekum.

o Gejala klinis

Amebiasis intestinal: nyeri perut dan diare dengan tinja berlendir atau berdarah, tidak nafsu makan BB turun. Kalau kronik (menahun), diarenya diselingi sembelit dan ada rasa tidak enak di perut.

Amebiasis ekstraintestinal: ada abses hati (paling sering), demam, batuk, dan nyeri perut kuadran kanan atas.

o Diagnosis pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi, deteksi antigen, PCR.

o Pengobatan Obat yang bekerja pada lumen usus:

Paromomisin (humatin): dosis 25-35 mg/kgbb/hari selama 7 hari Diloksanaid furoat (furamid, entamizol): dosis 3 kali 500 mg perhari selama 10 hari. Iodoquinol (iodoksin): dosis 3 kali 650 mg/ hari selama 20 hari.

Obat yang bekerja pada jaringan: Emetin hidroklorida Metronidazole: dosis 3x750 mg/ jari selama 7-10 hari.

o Pencegahan dengan kebersihan perorangan (cuci tangan) dan kebersihan lingkungan (masak air minum sampai mendidih, mencuci sayur dan buah dengan bersih, menutup makanan yang dihidangkan, buang sampah di tempat tertutup, serta tidak menggunakan tinja manusia sebagai pupuk).

Giardia lamblia (subphylum: mastigospora)o Disease: giardiasiso Epidemiologi kosmopolit; prevalensinya makin tinggi pada sanitasi yang buruk. G.

lamblia lebih sering ditemukan pada anak daripada dewasa, terutama anak berumur 6-10 tahun. Pada orang dewasa, giardiasis ditemukan pada orang yang bepergian (traveler’s diarrhea). Di daerah endemis, infeksi lebih sering ditemukan pada bayi.

o Life cycle:Parasit ini juga memiliki 2 stadium: kista dan tropozoit. G. lamblia hidup di lumen usus kecil, yaitu duodenum, bagian proksimal jejenum, serta kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang tertelan ekskistasi di duodenum sitoplasmanya membelah dan flagel tumbuh dari aksonema terbentuk 2 tropozoit. Dengan pergerakan flagel yang cepat, tropozoit berada di antara vili usus dan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Dengan batil isapnya, si tropozoit akan melekatkan diri pada epitel usus. Kalo’ jumlahnya banyak sekali, tropozoit dapat menutupi permukaan usus halus. Tropozoit yang tidak melekat pada mukosa usus akan mengikuti gerakan peristaltik menuju usus besar. Nah, selama perjalanan itulah terjadi enkitasi

Page 3: epidemiologi.doc

(pembentukan kista). Tinja padat berisi kista, sedangkan tinja cair atau lunak biasanya berisi tropozoit.

o Gejala Klinis: sangat bervariasi, tergantung dari jumlah kista yang tertelan, lamanya infeksi, serta faktor hospes dan parasitnya sendiri. Gejala akut dimulai dengan rasa tidak enak di perut yang diikuti mual dan kehilangan nafsu makan. Bisa juga disertai demam ringan. Kemudian diikuti diare yang berbau busuk. Pada tinja jarang ditemukan lendir dan darah. Gejala akut berlangsung 3-4 hari dan bisa sembuh spontan. Pada fase subakut atau kronik: diare hilang timbul selama 2 thn atau lebih, penderita merasa lemah, sakit kepala dan sakit otot, malabsorpsi dan penurunan BB, serta gangguan pertumbuhan (pd anak).

o Diagnosis: dianjurkan pemeriksaan tinja selama 3 hari berturut-turut atau 2 hari sekali selama 10 hari, karena kista dan tropozoit dikeluarkan secara periodik. Pada infeksi ringan, dapat dilakukan pemeriksaan cairan yg berasal dari duodeno-jejunal junction untuk mencari tropozoit. Bila masih tidak ditemukan, dapat dilakukan biopsi usus. Pemeriksaan yang lain adalah dengan deteksi antigen.

o Pengobatan Tinidazol dosis tunggal (2 gr pada dewasa; 30-35 mg pada anak) Metronidazol Kuinakrin, pilihan untuk ibu hamil (ES lebih berat dari metronidazol) Furozolidon berbentuk cairan; untuk bayi dan anak

Balantidium coli (ciliate protozoa)o Disease: balantidiosis atau disentri balantidiumo Life cycle

B. coli adalah protozoa terbesar pada manusia. Ia hidup di selaput lendir usus besar, terutama di sekum. Ia memiliki 2 stadium selama hidupnya: vegetatif (tropozoit) dan kista. Stadium vegetatif merupakan stadium yang berfungsi untuk berkembang biak dengan cara belah pasang transversal. Stadium kista hanya berfungsi untuk bertahan dan merupakan bentuk infektif. Bila kista tertelan ekskistasi di usus halus stadium vegetatif, yang segera berkembangbiak dan membentuk koloni kedua stadium keluar bersama feses kista tertelan infeksi dst.

o Epidemiologi: hospesnya adalah babi, tikus, dan beberapa spesies kera tropik. Sayangnya, kadang2 parasit ini juga ditemukan pada manusia. Parasit ini ditemukan di seluruh dunia yang beriklim subtropik dan tropik, tetapi frekuensinya rendah.

o Patogenesis: tropozoit dapat menginvasi mukosa usus besar dan menyebabkan ulserasi. Ia juga mensekresikan enzim hialuronidase, yang mendegradasi jaringan usus dan

memudahkan penetrasi ke mukosa usus membentuk abses kecil abses pecah ulkus yang menggaung.

o Gejala Klinis: dapat asimptomatik atau simptomatik (diare kronik, disentri, mual, kolitis, nyeri perut, penurunan berat badan, serta ulserasi sampai perforasi usus).

o Diagnosis: menemukan tropozoit dalam tinja encer atau melalui sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Kista juga dapat ditemukan dalam tinja.

o Pengobatan: tetrasiklin, metronidazol.

Blastocystis hominiso Disease: blastocystosiso Epidemiologi: terutama ditemukan di daerah tropik.o Morfologi dan Life cycle

B. hominis mempunyai 4 bentuk: vakuolar, granular, ameboid, dan bentuk kista.Bentuk alveolar paling sering ditemukan pada tinja atau biakan. Di tengah ada struktur mirip vakuol yang tampak transparan dan refraktil. Vakuol disebut benda sentral, yang dikelilingi oleh sitoplasma perifer yang mengandung nukleus, mitokondria, dan badan Golgi. Inti 1-4..Bentuk granular sel berisi granula. Stadium ini dibentuk dari stadium vakuolar. Fungsinya belum diketahui.Bentuk Ameboid bentuk tidak teratur dan banyak ditemukan dalam tinja atau biakan. Mirip leukosit.Bentuk kista polimorfik, tapi kebanyakan oval atau sirkular, dengan atau tanpa lapisan membran. Mengandung mitokondria dan inti.B. hominis berkembang biak secara aseksual dengan 4 macam pembelahan: belah pasang, plasmotomi, skizogoni, dan endodiogeni. Pada manusia biasanya terjadi belah pasang. Bentuk ameba berkembang dengan plasmotomi, yaitu terpotongnya satu atau lebih dari satu bagian (progeni dari tonjolan2 sel). Progeni mengandung satu atau lebih nukleus, tapi tidak memiliki benda sentral.Benda sentral adalah organel di mana terjadi skizogoni. Sel induk atau skizon berisi progeni sampai sampai sel pecah dan progeni menyebar ke sekitarnya. Makin besar jumlah progeninya, makin kecil ukurannya.Endodiogeni lebih jarang dan menghasilkan 2 progeni yang besar di dalam badan sentral.

Bentuk kista adalah bentuk yang paling tahan terhadap pengaruh lingkungan di luar hospes dan mungkin merupakan satu2nya bentuk infektif.

o Patogenesis: masih kontroversial, antara patogen atau hanya komensal.

Page 4: epidemiologi.doc

o Gejala Klinis: diare, flatulensi, anoreksia, BB turun, muntah, mual, konstipasi, dll. Infeksinya juga dihubungkan dengan kolitis ulserosa, ileitis terminal, dan enteritis.

o Diagnosis: menemukan parasit tsb pada tinja dengan pemeriksaan langsung. Biasanya ditemukan bentuk vakuolar.

o Pengobatan: pengobatan dianjurkan hanya bila ditemukan B. hominis pada tinja dan disertai gejala. Obatnya adalah metronidazol iodoquinol, atau furazolidon.

Crytosporidium parvum (Phylum apicomplexa)o Disease: cryptosporidiosiso Epidemiologi: ditemukan di seluruh dunia, infeksi pada laki-laki lebih tinggi. Hewan

maupun manusia dapat menjadi sumber infeksi. Merupakan salah satu penyebab traveler’s diarrhea.

o Life cycleParasit ini termasuk Coccidia yang mirip Isospora dan Toxoplasma. Bila ookista matang tertelan ekskistasi di traktus GI atas sporozoit keluar dari ookista dan masuk ke sel epitel usus pada bagian apeks, tetapi tidak di dalam sitoplasma (disebut meront) parasit berkembang biak secara aseksual (merogoni) dan menghasilkan merozoit yang memasuki sel lain merozoit membentuk mikro dan makrogametosit berkembang menjadi mikro dan makrogamet pembuahan terbentuk ookista lagi, yang mengadung 4 sporozoit.

Ada 2 macam ookista: yang berdinding tipis dan mengeluarkan sporozoit di dalam usus, dan yang berdinding tebal (dikeluarkan melalui tinja). Masa prepaten, yaitu waktu antara infeksi dan pengeluaran ookista berkisar 5-21 hari.

o Patogenesis: traktus intestinal merupakan tempat utama kriptosporoidosis. Tempat lain yaitu paru, telinga bagian tengah, saluran empedu, pankreas, dan lambung. Infeksi ekstraintestinal lebih sering mengenai saluran empedu dan dapat menyebabkan calculus biliary disease.

o Gejala Klinis: diare, anoreksia, BB turun, kehilangan cairan dalam jumlah besar. Pada pasien aids, manifestasi klinisnya adalah: diare seperti kolera, diare kronis, diare intermiten, diare transient.

o Diagnosis: menemukan ookista dalam tinja, deteksi antigen ELISA, biopsi, dan PCRo Pengobatan: perbaikan sistem imun dengan active antiretroviral therapy (HAART).

Jika HAART tidak memungkinkan, digunakan beberapa antibiotik: paramomisin, azitromisin, nitazoksanid, spiramisin.

Cylclospora cayetanesis (Phylum: apicomplexa)o Disease: Cyclosporiasiso Epidemiologi: infeksi dapat terjadi pada semua umur, penyebab traveler’s diarrhea.o Life cycleOokista yang belum matang dikeluarkan bersama tinja terjadi sporulasi dalam satu sampai

beberapa minggu pada suhu tinggi dan lembab oookista matang (berisi dua sporokista yang masing2 mengandung 2 sporozoit). Parasit ini terdapat intrasitoplasmik dan perkembangan terjadi dalam vakuol pada enterosit yeyenum. Infeksi terjadi dengan menelan ookista matang.

o Gejala Klinis: konstipasi, diare (bukan keluhan utama), anoreksia, BB turun, kembung, sering flatus, nyri ulu hati, mual, muntah, nyeri, otot, demam ringan, lelah. Sering ditemukan diare yang bergantian dengan konstipasi

o Diagnosis: ditegakkan dengan menemukan ookista dalam tinja, bisa juga dengan PCR.o Pengobatan: trimetoprim + sulfametoksazol. Obat lainnya: metronidazol, tinidazol, dan

siprofloksasin.

Isospora bellio Disease: Isosporiasiso Epidemiologi: penularan terjadi melalui makanan dan air yang terkontaminasi dengan

ookista atau sporokista. Infeksinya lebih sering ditemukan pada penderita Aids.o Morfologi dan Life cycle

Hanya diketahui stadium ookista yang bentuknya bujur memanjang. Ookista menjadi matang dalam 1-5 hari. Sporokista menghasilkan 4 sporozoit yang bentuknya memanjang dan mempunyai satu inti. Infeksi terjadi jika menalan ookista atau sporokista matang. Sporozoit masuk ke dalam usus dan berkembang biak secara endodiogeni membentuk 2 merozoit sel anak. Beberapa sporozoit atau merozoit akan keluar usus dan masuk ke jaringan ekstraintestinal membentuk stadium kista yang dormant. Kelenjar limfe mesenterik adalah yang paling sering terkena.

o Gejala Klinis: diare, steatore, sakit kepala, demam, malaise, nyeri abdomen, muntah, dehidrasi, BB turun.

o Diagnosis: dengan menemukan ookista dalam tinja, aspirasi duodenum, duodenal string test, dan biopsi usus halus.

o Pengobatan: kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol, kombinasi pirimetamin dan sulfonamid, pirimetamin, roksitromisin (untuk pasien aids).

Page 5: epidemiologi.doc

Microsporidiumo Disease: Microsporidiasiso Daur hidup

Microsporidia adalah parasit obligat intraseluler yang mempunyai 2 fase perkembangan: skizogoni (merogoni) dan fase sporogoni. Infeksi dimulai dengan masuknya spora ke dalam sel hospes. Tempat utamanya adalah sel epitel traktus GI dan traktus respiratorius. Setelah terjadi penonjolan polar filamen dan pengeluaran isi spora ke dalam sel hospes, ia akan membelah diri melalui proses merogoni yang diikuti diferensiasi menjadi spora (sporogoni). Sporoplasma akan berkembang biak menjadi meron. Membran sel meron menebal, kemudian berdiferensiasi membentuk sporon. Sporon membelah dan membentuk sporoblas, kemudian menghasilkan spora matang. Spora yang dikeluarkan dapat menginfeksi sel lain atau ke lingkungan melalui tinja, urin, atau sekresi saluran napas.

o Gejala Klinis: pada infeksi intestinal, frekuensi BAB sekitar 1-20 kali per hari dengan konsistensi cair. Bila infeksi pada kandung empedu dapat disertai nyeri abdomen, muntah, dan demam.

o Diagnosis: pemeriksaan mikroskopis, metode molekuler, dan uji serologi.o Pengobatan: albendazol, fumagilin, dan talidomid.

Summary:Parasit usus gejala usus

• Anak, diare, cengeng, malnutrisi, sakitan: askariasis • Anemi: cacing tambang • Prolapsus rekti: Trichuris trichiura • Diare lendir darah: E. histolytica • Anak gatal di anus: Oxyuris • Diare bau busuk: Giardia • Danau lindu, lembah napu: Schistosoma • STH: pirantel, oksantel, piperazin, mebendazol, albendazol, prazikuantel • Trichuris: mebendazol, albendazole • Taenia, Schistosoma: prazikuantel

Infeksi oportunisAids, diare berat, dehidrasi:- I. belli - C. parvum - C. cayetanensis

- B. hominis - Microsporidia Cara infeksi

• Menelan telur, kista, ookista • Larva filariform menembus kulit

- Cacing tambang, strongyloides • Makan sistiserkus

- taenia • Makan metaserkaria

- Fasciolopsis buski • Serkaria menembus kulit

- skistosoma

Epidemiologi• Pencemaran tanah dengan telur: STH• Pencemaran air dengan telur: Schistosoma • Pencemaran air dengan kista: G.lamblia • Berhubungan dengan babi: T. solium, B.coli • Berhubungan dengan sapi: T.saginata • Berhubungan dengan keong

- Schistosoma • Berhubungan dengan tumbuhan air:

- Fasciolopsis buski

K-8: MIKROBIOLOGIOLEH: DR. ANIS K.

Infeksi saluran cerna yang sering terjadi: Gastroenteritis: Sebuah sindrom yang timbul akibat gangguan dari saluran cerna. Bisa

nyeri, begah, diare dll. Diare Disentri: diare berdarah + mukus Enterokolitis: menandakan adanya proses inflamasi saja, tidak mengarah ke gejala Untuk terjadi suatu penyakit, terdapat beberapa faktor yang menunjang, yaitu faktor

host, agent, dan environment.

Page 6: epidemiologi.doc

Faktor Pejamu (Host) yang mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit- Tiap orang memiliki kerentanan yang berbeda-beda terdapat penyakit- Manusia sebagai spesies juga memiliki kerentanan terhadap agen tertentu, contohnya

Salmonella typhi hanya menyerang manusia, dan bukan binatang- Genetik seseorang juga berpengaruh- Usia merupakan faktor penting. Anak-anak dan orang lanjut usia lebih rentan terhadap

infeksi saluran cerna dibandingkan usia produktif.- Kebersihan pribadi juga sangat penting. Orang yang gaya hidupnya tidak bersih akan

rentan.- Sistem imun seseorang sangat menentukan kemungkinan terjadinya infeksi. Sistem

tubuh manusia dalam keadaan baik akan membunuh kuman yang masuk sehingga tidak terjadi penyakit.

- Asam lambung dan pelindung fisik lainnya pH normal biasanya <4, pada pengguna antasid (penetralisir asam) biasanya pH naik, sehingga lebih rentan terhadap infeksi

- Makanan yang masuk bertemu saliva yang sudah punya lisozim dan IgA yang menghancurkan mikroba makanan masuk ke esofagus di lambung ada asam lambung yang pH nya rendah sebagian besar bakteri sudah mati kalau ada yang masuk ke usus bisa bikin sakit

- Namun, di semua permukaan mukosa terdapat flora normal yang bisa mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Jumlah bakteri flora normal ini (bakteri anaerob) sangat tinggi dalam feses. Flora normal terbanyak adalah E.coli

Faktor Mikroba faktor-faktor virulensi1. Toksin

- Ada banyak mikroba yang dapat menyebabkan penyakit di saluran cerna- Bakteri tersebut akan mengeluarkan toksin, bisa eksotoksin dan endotoksin. Pada

saluran cerna, kebanyakan bakteri mengeluarkan eksotoksin, yang dapat menyebabkan infeksi menjadi lebih buruk dan menyebabkan penyakit

- Ada juga bakteri yang mengeluarkan toksin jenis lain, yaitu Clostridium botulinum yang mengeluarkan neurotoksin. Neurotoksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut akan memasuki saluran cerna, namun tidak menyebabkan gejala pada saluran cerna. Neurotoksin akan masuk ke peredaran sistemik dan menyebabkan kerusakan saraf

2. AttachmentDengan adanya kemampuan ini, bakteri akan mampu melekat ke tubuh

3. Invasiveness

Merupakan kemampuan bakteri untuk bisa masuk ke sel epitel. Tidak semua bakteri pathogen pada traktus gi memiliki kemampuan invasi.

4. Faktor-faktor virulensi lainnya (motilitas, kemotaksis, produksi musinase) menunjang dan meningkatkan kemampuan hidup mikroba

Faktor Environment merupakan faktor lain yang menunjang infeksi, seperti lingkungan, kebersihan, dll

Perjalanan penyakit traktus GI: ada makanan yang terkontaminasi ditelan bisa terlokalisir dalam saluran cerna atau sistemik. Jika gejala terlokalisir, akan terjadi mual, muntah, atau diare. Jika gejala sistemik, gejala yang ditimbulkan juga bersifat sistemik dengan demam sebagai gejala utama. Contoh infeksi traktus GI yang dapat menyebabkan gejala sistemik adalah Salmonella typhi.Bakteri yang menyebabkan penyakit di traktus GI memiliki faktor virulensi yang merusak saluran verna. Toksinnya dapat merubah sistem di sel saluran cerna.

INFEKSI DI LAMBUNG- Infeksi pada lambung yang utama adalah ulkus peptikum atau gastritis. Banyak sekali

penyebabnya, NAMUN salah satunya adalah infeksi Helicobacter pylori.- H. pylori merupakan bakteri gram negatif spiral, dapat bergerak. Bakteri ini dapat

berkolonisasi di traktus GI. Terdapat bakteri helicobacter lain yang juga dapat menyebabkan penyakit di lambung, seperti H. cinaedi, H. fenneliae. Namun yang paling sering adalah H. pylori

- H. pylori sebenarnya merupakan mikroba yang sangat sensitif terhadap asam lambung. Tapi dia punya urease yang menetralisir asam lambung yang ada di sekitar dia. Kalau berhasil, dia –mencapai dasar lambung attach sampai di dasar gastric pit yang tidak dipengaruhi oleh asam lambung selanjutnya akan terhindar dari asam lambung.

- Bakteri ini juga menghasilkan superoksida dismutase dan katalase (umum dihasikan mikroba lain) memproteksi dirinya dari fagositosis.

- Pemeriksaan mikrobiologi sangat sulit untuk menemukan H. pylori karena letaknya yang di lambung. Bakteri ini sulit ditemukan di feses.

- Pemeriksaan yang bisa memastikan infeksi H. pylori pada pasien adalah endoskopi lalu biopsi. Namun metode ini invasif

- Metode yang tidak invasif adalah serologi atau dengan deteksi antigen pada feses. Tentunya sensitivfitas dan spesifisitas yang jauh di bawah biopsi. Namun, tes antigen merupakan metode yang cukup menolong kalau tidak ada endoskopi.

Diare

Page 7: epidemiologi.doc

- Untuk melakukan diagnosis diare, anamnesis merupakan tahap yang sangat penting- Dari anamnesis, dokter dapat mengetahui keparahan, frekuensi, berapa banyak feses

diare, apakah diarenya air atau hanya ampas yang sedikit, dan bagaimana respon diare terhadap terapi sebelumnya. Selain itu, anamnesis dapat memberikan info apakan adanya demam, tenesmus (nyeri pada anus karena feses yang kadar asamnya tinggi), serta Riwayat bepergian atau makan makanan tertentu sebelum terjadinya diare ini

- Riwayat memakan seafood merupakan suatu penanda adanya infeksi vibrio cholera, spesies vibrio menginfeksi melalui seafood.

- Penggunaan antibiotik dalam satu bulan terakhir pada pengguna antibiotik jangka panjang dapat terjadi perubahan flora pada saluran cerna patogen tumbuh dengan baik dapat menyebabkan diare

- Penurunan berat badan- Jika diare sudah berlangsung selama 1 atau 2 bulan terakhir, lihat adanya kemungkinan

HIV/AIDS.- Lama diare dapat menjadi arah pemikiran penyebab. Jika diare baru sebentar

kemungkinan virus- Curigai kemungkinan parasit jika disertai kekurangan gizi!- SETELAH ANAMNESIS, pemeriksaan leukosit pada feses dapat memisahkan diare

menjadi diare inflamasi atau non-inflamasi kalau kurang dari 5 kemungkinan.

E.COLI

- Merupakan flora normal di tubuh kita, tapi saat ini sudah cukup banyak E. coli yang menjadi patogen. Diperkirakan E. coli mendapatkan faktor virulensinya dari bakteri lain. Kebanyakan faktor virulensi E.coli mirip dengan bakteri lain.

- Enteropathogenic E. coli (EPEC) berevolusi Enterohemorragic E. coli atau EHEC (tadinya EPEC yang mendapatkan faktor virulensi yang lebih banyak lagi)

- EHEC bukan hanya ada di manusia, ada di sapi jadi flora normal feses sapi mengkontaminasi susu atau daging wabah bahkan di USA

Bahayanya: EHEC memiliki beberapa faktor virulensi. Hemorrhagic dapat membuat perdarahan di kolon. EHEC juga menghasilkan ferotoksin 1 dan 2 yang akan masuk ke dalam darah yang reseptornya ada di dalam ginjal, yaitu reseptor GB3 DAPAT menyebabkan HUS (hemolytic-uremic syndrome). Pada fase ini pasien tidak dapat tertolong.- ETEC (Enterotoxin E. coli) paling banyak menyebabkan diare pada bayi dan balita. ETEC

mendapatkan virulensinya dari Vibrio cholerae.

- EIEC (Enteroinvasive E. coli) mendapat virulensinya dari Shigella. Toksinnya mirip dengan toksin shigella mampu menginvasi (masuk ke dalam) sel terjadi inflammatory diarrhea (diare campur darah dan mukus)

- Uropathogenic E. coli dapat menyebabkan infeksi saluran kemih

Vibrio Cholerae- Sangat sedikit penderitanya sekarang. Menyebabkan diare dengan feses seperti air

cucian beras. Sekali keluar bisa dua liter! menyebabkan dehidrasi.- Bentuk fesesnya benar-benar hanya seperti air.- Sebenarnya juga tidak tahan terhadap asam lambung.- Terdapat bermacam-macam Vibrio, ada yang serovar 01 dan non 01.- Vibrio parahemolitikus – snagat berhubungan dengan seafood. Dulu banyak orang

jepang yang kena karena memakan ikan mentah

VIRUS- Yang paling penting adalah ROTAVIRUS- Lebih dari 50% diare anak di bawah 2 tahun terkena- Pada bayi di bawah 6 bulan, IgG dan IgM masih didapat dari ibu. Sejak usia 6 bulan

hingga ke 2 tahun turun ( merupakan masa-masa yang rentan). Baru pas 2 tahun sistem imun anak naik lagi.

- Inkubasi rotavirus berlangsung selama 1 hingga 2 hari- Sebenarnya self limiting tangani cairannya, biasanya 7 hari sembuh jika intake baik.- Dalam 7 hari, dengan mekanisme yang belum jelas, akan sembuh.- Deteksinya yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan antigen (serologi) pada feses.

Antibiotic-Associated Diarrhea- Terjadi gangguan pada flora normal perut. Bisa disebabkan berbagai bakteri- Colstridium difficile, sebenarnya flora normal begitu punya kesempatan terinisiasi

utnuk menghasilkan toksin (sito- dan enterotoksin)- Colitis pseudomembranosa, dulu merupakan penyakit nosokomial. Ada lapisan yang

sebenarnya adalah sel darah putih. Dokter biasanya tahu dari kondisi feses dan langsung dikasih metronidazole.

- Pemeriksaan sulit secara mikrobiologi karena disangka flora normal karena itu perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan toksin.

- Gram positif anaerob

FOOD BORNE DISEASE DAN FOOD POISONING

Page 8: epidemiologi.doc

Food-borne disease harus dibedakan dari food poisoning. Yang satu infeksi, yang satu keracunan. Tapi arti sebenarnya ada perbedaan. Pada food-borne disease ada kolonisasi bakteri yang dilanjutkan dengan attachment. Namun, pada food poisoning tidak ada kolonisasi. Penyebab food poisoning bukan hanya mikroba, namun bisa karena toksin, dan lain-lain. Biasanya food poisoning yang terjaid karena mikroba disebabkan oleh Clostridium botulinum dan Staphylococcus aureus.

BOTULISMEBAKTERI C.botulinum merupakan bakteri anaerob. Karena sifatnya ini, biasanya botulisme disebabkan karena memakan makanan kalengan yang terinfeksi oleh bakteri tersebut. Spora C.botulinum mengkontaminasi makanan kaleng menghasilkan banyak gas dan membuat kaleng mengembung.Masalahnya, kalau gas dihasilkan belum berlebih, belum ketahuan adanya kontaminasi iniMakanan kaleng terinfeksi—dihangatkan spora berubah menjadi bentuk vegetative yang menghasilkan toksin toksin masuk ke saluran cerna masuk ke saraf menghambat asetilkolin di neuromuscular junction paralisis dari atas ke bawah, dimulai dari mata bahaya jika kena otot pernafasan pasien akhirnya harus pake ventilator

Fenomena yang sering terjadi adalah anak-anak sering terkena botulisme akibat konsumsi madu. Oleh karena itu, di Amerika Serikat anak-anak di bawah satu tahun belum boleh mengonsumsi madu.

StaphylococcusDapat menyebabkan keracunan karena menghasilkan superantigen dan enterotoksin. Biasanya enterotoksin labil terhadap panas, tapi yang dihasilkan ini dapat bertahan hingga 100 derajat selama tiga puluh menit. Kenyataannya, makanan yang kita masak jarang sekali mencapai suhu tersebut atau dimasak selama itu. Gejala utama yang ditimbulkan adalah muntah.(Bacillus aureus juga menyebabkan muntah.)

Bacillus cereus: (gw lupa apa nama depannya) ada tipe emetik (disertai muntah) dan tipe diare. Tipe emetik lebih mengarah ke food poisoning, sangat berhubungan dengan konsumsi nasi goreng. karena nasi goreng biasanya menggunakan nasi kemarin yang sudah terkena spora.

Kelainan pada Hati – Hepatitis Penularan fekal-oral hepatitis A dan E

Infeksi parenteral hepatitis C Satu-satunya virus tipe DNA hepatitis B Penularan lewat darah, tapi terutama lewat hubungan seksual hepatitis B Penularan hepatitis D selalu bersama hepatitis B, entah didahului oleh hepatitis B kronik

(superinfeksi) atau terinfeksi secara bersamaan (koinfeksi) dapat diperiksa menggunakan tes serologis

Interpretasi Tes Serologis HBV (lihat tabel di slide)Interpretasi Tes Serologis HAV, HCV, HDV Anti-HAV IgM-positive infeksi akut HAV Anti-HAV IgG-positive pernah terinfeksi HAV Anti-HCV-positive pernah atau sedang terinfeksi HCV Anti-HDV-positive, HBsAg-positive infeksi HDV Anti-HDV-positive, anti-HBc IgM-positive koinfeksi HDV dan HBV Anti-HDV-positive, anti-HBc IgM-negative superinfeksi HDV pada infeksi HBV kronik

Gangguan empedu bisa cholangitis, cholecystitis karena penekanan oleh tumor atau striktur (pada pasien yang terlalu lama makan lewat jalan parenteral sehingga terjadi konstriksi saluran empedu). Penyebabnya biasanya flora normal saluran cerna.

k-11: PENERAPAN EPIDEMIOLOGIPADA PENYAKIT GASTRO INTESTINAL DAN HATI

oleh: dr. joedo prihartono

EPIDEMIOLOGIEPIDEMIOLOGI Jika ditinjau dari asal kata ( Bahasa Yunani ) Epidemiologi berarti Ilmu yang

mempelajari tentang penduduk { EPI = pada/tentang ; DEMOS = penduduk ; LOGOS = ilmu }. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah :“ Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – faktor yang Mempengaruhinya).

Dari definisi tersebut di atas, dapat dilihat bahwa dalam pengertian epidemiologi terdapat 3 hal Pokok yaitu :1. Frekuensi masalah kesehatan

Page 9: epidemiologi.doc

Frekwensi yang dimaksudkan disini menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia/masyarakat. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu masalah kesehatan dengan tepat, ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu :a. Menemukan masalah kesehatan yang dimaksud.b. Melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.

2. Distribusi ( Penyebaran ) masalah kesehatan.Yang dimaksud dengan Penyebaran / Distribusi masalah kesehatan disini adalah

menunjuk kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan dalam epidemiologi adalah :a. Menurut Ciri – ciri Manusia ( MAN )b. Menurut Tempat ( PLACE )c. Menurut Waktu ( TIME )

3. Determinan ( Faktor – faktor yang mempengaruhi )Yang dimaksud disini adalah menunjuk kepada faktor penyebab dari suatu

penyakit /masalah kesehatan baik yang menjelaskan Frekuensi, penyebaran ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 langkah yang lazim dilakukan yaitu :a. Merumuskan Hipotesa tentang penyebab yang dimaksud.b. Melakukan pengujian terhadap rumusan Hipotesa yang telah disusun.c. Menarik kesimpulan.

4 ( Empat ) Tujuan Epidemiologi adalah : 1. Mendeskripsikan Distribusi, kecenderungan dan riwayat alamiah suatu penyakit atau

keadaan kesehatan populasi2. Menjelaskan etiologi penyakit3. Meramalkan kejadian penyakit4. Mengendalikan distribusi penyakit dan masalah kesehatan populasi.PERTANYAAN EPIDEMIOLOGIWHAT Frekuensi penyakit besar/kecilWHO Sebaran pejamu (kelompok mana yang menderita penyakit ini)WHERE Sebaran geografis (apakah timbul di daerah pedesaan atau perkotaan)WHEN Siklus waktu (misal: diare sering muncul pada musim hujan)WHY Faktor determinan (mengapa ada orang yang terkena ada yang tidak)HOW Mekanisme perkembangan

What, who, where, when epidemiologi deskriptifWhy, how epidemiologi analitik

UKURAN EPIDEMIOLOGIPENDEKATAN ABSOLUTSering menyesatkan PENDEKATAN RELATIFLebih bersifat obyektif dan dipakai dalam studi epidemiologi

Contoh Soal:Kota “A” penduduk 2 juta dengan 200 pasien diabetes melitus, sedangkan kota “B” penduduk 10 juta dengan 300 pasien kanker hati. Secara absolut Kota B lebih buruk tingkat kesehatannya, karena 300>200 Secara relatif Kota B lebih baik tingkat kesehatannya (dilihat proporsinya)

ANGKA INSIDENSIAdalah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan

pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang :

- Data tentang jumlah penderita baru- Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk )

Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : a. Incidence Rate

Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.b. Attack Rate

Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.c. Secondary Attack Rate

Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena penyakit pada serangan pertama.

Angka Insidensi =

Page 10: epidemiologi.doc

Angka Insidensi: Menurut periode waktu (harus kasus yang baru) Penyebut populasi yang rentan (populasi yang tidak berhubungan HARUS

dieksklusikan) Contoh, jika ingin mengetahui Angka Insidensi Kasus penyakit prostat, maka KAUM WANITA harus dieksklusikan karena tidak ada Kelenjar Prostat pada wanita, sehingga tidak mungkin wanita menderita penyakit prostat.

Menggambarkan tingkat risiko Untuk evaluasi program pencegahan

Penetapan sebuah kejadian sebagai kasus baru cukup rumit. Jika kasus tersebut merupakan kasus penyakit menahun, maka agar tidak mengacaukan statistik, disepakati waktu kasus itu ialah pada saat WAKTU DIAGNOSIS PASTI. Contoh: seseorang telah menderita sebuah penyakit, misalnya kanker hati, pada waktu 5 tahun yang lalu, dan ternyata baru terdiagnosis kanker sekarang lewat pemeriksaan histopatologi, maka periode waktu kasus ialah SAAT SEKARANG, bukan pada saat 5 tahun yang lalu

ANGKA PREVALENSIAdalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan

pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka prevalensi, digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau Penduduk dengan Risiko (Population at Risk).

Angka Prevalensi =

Angka prevalensi Untuk evaluasi program pengobatan

PERIOD PREVALENCEJumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka

waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

Period Prevalence =

Period Prevalence Tak dapat menentukan kondisi sesaat

Gabungan prevalens dan insidens

HUBUNGAN NILAI INSIDENSI DAN PREVALENSI• P = Prevalensi • I = Insidensi • D = Lamanya Sakit Rumus hubungan insidensi dan prevalensi hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu : a) Nilai insidensi dalam waktu yang cukup

lama bersifat konstan : Tidak menunjukkan perubahan yang mencolokb) Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan

yang terlalu mencolok

RASIO DAN PROPORSIRASIO Perbandingan secara umum Tak ada kaitan pembilang dan penyebut A/BPROPORSI Pembilang merupakan bagian dari penyebut A/(A+B)FREKUENSI POPULASI Merupakan estimasi sebuah interval yang berdasarkan teori inferens Batas kepercayaan 95% π = P +/- Za √ PQ/n

KLASIFIKASI PENYAKIT Dilakukan karena kita membutuhkan standar perhitungan yang sama untuk

perbandingan penyakit antar wilayah Perbandingan ini dipakai di seluruh Negara dan dibuat oleh WHO ICD = International Classification of Diseases Kriteria etiologi berdasarkan mikroorganisme penyebab Kriteria manifestasi berdasarkan gejala; kriteria ini penting untuk menentukan upaya

pencegahan

Page 11: epidemiologi.doc

Berikut merupakan hubungan antar kriteria yang berkaitan:

Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada:Pemulihan psikosomatis : ada gejala, namun kuman tidak ditemukanFase subklinis : kuman ditemukan, namun gejala belum tampak

Distribusi Penyakit:1. Bukan bersifat random. Penyakit bukan karena nasib2. Selidikilah pengaruh faktor determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik

Intrinsik = Genetik ; Ekstrinsik = Paparan 3. Menggunakan Pertanyaan Who Where, WhenDi dalam epidemiologi biasanya timbul pertanyaan yang perlu direnungkan yakni :

Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena penyakit.Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan suatu penyakit: Umur anak-anak dan orang tua (lansia) lebih rentan terkena penyakit Jenis kelamin penyakit tertentu memiliki kecenderungan pada gender tertentu, misal

kanker paru lebih sering pada pria Sosial ekonomi masyarakat dengan kondisi ekonomi yang rendah, lebih rentan

terkena penyakit Pendidikan pendidikan menentukan persepsi seseorang terhadap penyakit Agama berhubungan dengan kebiasaan/pemahaman umat agama tertentu, misal:

orang Islam dilarang makan babi, oleh karena itu jarang terkena taeniasis Suku bangsa

1. Peranan umur penyakit tertentu dialami oleh kelas usia tertentuANAK-ANAK MANULA Leukemia - Diabetes Melitus

Campak - Jantung Koroner Pertusis - Osteoporosis Difteria - Kanker Nasofaring

2. Jenis kelamin LAKI-LAKI PEREMPUAN Hemofili - Diabetes Hipertensi - Anemia Stress - Gondok Kecelakaan Lalu Lintas - Kecelakaan Rumah Tangga

3. Peranan GeografisPERKOTAAN PEDESAAAN Obesitas - Leptospirosis Depresi - Brucelosis Polusi udara - Alergi pollen Kecelakaan Lalu Lintas - Zoonosis lain

4. Peranan MusimKEMARAU PENGHUJAN Batuk - Diare Pharingitis - Influenza DHF - Tipus Malaria - Disentri

TRANSISI EPIDEMIOLOGI (Liat di slide23 EPIDEMIOLOGI)- Penyakit degeneratif makin sering ditemukan karena meningkatnya usia harapan

hidup seiring berkembangnya zaman

(Lihat slide Epidemiologi slide 24) Hubungan kausal sering terjadi melibatkan hubungan:1. Hubungan temporal2. Hubungan dosis

Langkah kausatif yang dapat diterapkan:

Page 12: epidemiologi.doc

Koinsidensi menunjukkan hubungan antar penyakit yang terjadi bersamaan

LINGKARAN EPIDEMIOLOGIHIPOTESA KAUSATIF merupakan JAWABAN SEMENTARA, mencakup aspek: Komponen populasi Komponen sebab Komponen akibat Komponen hubungan dosis Komponen hubungan temporal

Dalam menyusun sebuah hipotesa, dapat menggunakan metode berikut: Method of agreement Method of difference Method of concomitant of variation Method of analogy

Studi Prospektif Megikuti subyek untuk meneliti peristiwa yang belum terjadi Studi ini membandingkan angka insidens pada kelompok terpapar dengan angka

insidens pada kelompok tak terpapar Ukuran risiko relatif (RR)

Studi

Retrospektif Mengevalusi peristiwa yang sudah berlangsung

Tak dapat mengukur insidens Tak dapat mengukur nilai RR Ganti ukuran odds ratio (OR)

FAKTOR PENYEBABRR (OR) < 0,3 Pencegah nyata 0,3 < RR < 0,5 Pencegah lemah 0,5 < RR < 1,0 Bukan pencegah

SYARAT PENULARAN Agen biologis yang patogen Transmisi pembawa agen (melalui media/vehikulum tertentu, bisa lewat air, udara) Host yang rentan Pintu masuk (port of entry) Pintu keluar (port of exit) Reservoir (lingkungan, lain)

RANTAI PENULARAN

PRINSIP PENCEGAHAN

PROGRAM PENCEGAHAN Agent menemukan etiologi

danmenentukan terapi

Page 13: epidemiologi.doc

Host pencegahan dengan imunisasi Ports Transmisi Reservoir menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan

TAHAP PENCEGAHAN Health promotion Specific protection Early diagnostics and prompt treatment Disability limitation Rehabilitation

1. Health promotion Pola hidup bersih dan sehat Intake gizi seimbang Olahraga secara teratur Tidak merokok Tidak minum minuman keras Menghindari penyalahgunaan obat

2. Specific protection Penyediaan air bersih Memasak air minum Pengawasan kualitas makanan Cuci tangan dengan sabun Imunisasi hepatitis B

* Health promotion dan Specific protection merupakan tahap pencegahan primer

3. Early diagnostics and prompt treatmentDibahas mengenai Early Diagnostic khususnya pada kelainan degenerative Pemeriksaan laboratorium hati rutin Endoskopi gastrointestinal Pemeriksaan radiologis rutin

4. Disability limitation Pemberian cairan oralit Pemberian intra venous fluid drips Pemberian antibiotika Pengaturan diet hepatik

Pemberian suplement penguat hati 5. Rehabilitation (Khusus bagi kelainan Degeneratif)

Artificial anus Reseksi kanker colon Skleroterapi endoskopik Transplantasi hati

*Ketiga tahap di atas(3,4,5) merupakan tahap pencegahan sekunder

K-16: PENYAKIT DAN KELAINAN GI PADA ANAKOLEH: PROF. DR. AGUS FIRMANSYAH, SP.A

Pertama-pertama yang harus dapat kita bedakan adalah gejala/tampilan klinis dengan penyakit.Sebagai contoh:

1. Diare adalah gejala/tampilan klinis sementara penyakit (yang mendasarinya) adalah shigellosis

2. Nyeri abdomen berulang (reccurent) adalah gejala sementara penyakitnya adalah intoleransi laktosa

Daftar problem Gastrointestinal: Diare (diarrhea) Konstipasi (constipation) Muntah (emesis/vomiting) Nyeri abdomen (abdominal pain) Perdarahan GI (GI bleeding) Intoleransi Laktosa (Lactose Intolerance)

DiareDiare adalah penyebab mortalitas dan morbiditas pediatrik di seluruh dunia.

Kematian akibat diare langka di negara industri, tetapi umum ditemukan di negara berkembang. Diare akut menjadi masalah yang besar apabila terjadi dengan malnutrisi atau pada ketiadaan penanganan medis. Di Amerika Utara (Amerika dan Kanada), mayoritas diare akut disebabkan oleh virus dan bersifat self-limited sehingga tidak membutuhkan tes diagnostik atau penanganan tertentu. Agen bakteri cenderung menyebabkan sakit yang lebih parah dan umumnya terjadi pada daerah dengan sanitasi umum yang buruk. Gastroenteritis

Penyuluhan untuk mengubah perilaku

Page 14: epidemiologi.doc

akibat bakteri perlu dicurigai bila terjadi disentri/dysentery (tinja berdarah bermukus disertai demam) dan kapapun gejala berat timbul. Infeksi dapat didiagnosis melalui kultur tinja atau assay untuk patogen spesifik. Diare kronik berlangsung lebih dari 2 minggu dan memiliki kemungkinan etiologi yang banyak, termasuk kausa yang sulit didiagnosis (baik kondisi serius maupun jinak/benign)

Orangtua seringkali menggunakan kata diare untuk menjelaskan BAB yang konsistensinya cair, BAB yang sangat sering, atau BAB yang bervolume besar. Konstipasi dengan overflow incontinence dapat disalah-labelkan sebagai diare. Definisi yang lebih tepat adalah volum cairan BAB harian yang berlebihan (>10mL tinja/kgBB/ hari). Ketika mendiagnosis anak dengan diare, dokter harus menanyakan tentang tekstur tinja, volum, dan frekuensi BAB. BAB cair yang membanjiri popok beberapa kali dalam sehari dapat menjadi petunjuk jelas adanya diare.

Diare dapat diklasifikasi berdasarkan etiologi maupun mekanisme fisiologik (osmotik maupun sekretorik) yang mendasarinya. Agen etiologik yang dapat berperan diantaranya adalah virus, bakteri dan toksin bakteri, bahan kimia, parasit, malabsorbsi, dan inflamasi (untuk lebih jelasnya lihat tabel 126-8)

Diare sekretorik terjadi bila mukosa intestinal secara langsung mensekresi cairan dan elektrolit ke tinja. Sekresi ini dapat merupakan hasil dari inflamasi (seperti pada Crohn’s disease atau ulcerative colitis) atau rangsangan kimia. Kolera adalah diare sekretorik yang dirangsang oleh enterotoksin Vibrio cholerae. Toksin ini menyebabkan peningkatan kadar cAMP di dalam enterosit, sehingga terjadi sekresi pada lumen usus halus. Sekresi juga dirangsang oleh mediator inflamasi dan berbagai hormon, seperti vasoactive intestinal peptide yang disekresi oleh tumor neuroendokrin (neuroblastoma).

Diare osmotik terjadi setelah malabsorbsi senyawa yang dimakan, yang “menarik” air kedalam lumen usus. Contoh klasik dari diare osmotik adalah intoleransi laktosa. Ketika produk susu ditelan tanpa adanya aktivitas laktase yang memadai pada brush border usus halus, malabsorbsi laktosa yang tidak tercerna menciptakan efek osmostik. Diare osmotik juga dapat terjadi karena maldigesti, seperti pada insuffisiensi pankreas, atau malabsorbsi yang diakibatkan cedera intestinal. Beberapa laxative yang tidak dapat diserap, seperti polyethylene glycol dan magnesium hidroksida juga dapat menyebabkan diare osmotik. Hasil akhirnya adalah larutan yang aktif secara osmotik dengan kandungan air berlebihan. Fermentasi beberapa zat yang tidak dapat diabsorbsi secara baik sering dapat terjadi di kolon, menghasilkan produksi gas, kram, dan tinja bersifat asam.

Etiologi tersering dari mencret pada awal masa kanak-kanak adalah diare kronik non-spesifik/ toddler’s diarrhea. Karakteristik kondisi ini adalah BAB berair yang sering pada kondisi pertumbuhan normal dan peningkatan berat badan dan dapat disebabkan oleh

asupan jus buah berlebih (yang mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna). Diare membaik bila asupan minuman anak diganti atau dikurangi.

Karakteristik diareTinja normal bersifat isosmotic/iso-osmotic memiliki osmolaritas sama dengan cairan tubuh. Tinja bersifat isosmotik karena terdapat pertukaran air yang relatif bebas sepanjang mukosa usus. Osmoles yang ada pada tinja adalah campuran dari elektrolit dan larutan osmotik-aktif lainnya. Untuk menentukan diare bersifat osmotik atau sekretorik, dilakukan perhitungan osmotic gap:

Formula untuk osmotic gap mengasumsikan bahwa tinja bersifat isosmotik (dengan osmolaritas sekitar 290 mOsm/L). Kandungan natrium dan kalium diukur, ditambahkan, dan dikalikan 2 untuk menyesuaikan dengan anionnya. Hasil ini kemudian dikurangi dari 290. Diare sekretorik adalah diare dengan osmotic gap kurang dari 50, karena kebanyakan dari zat yang terlarut adalah elektrolit. Angka yang lebih dari 50 menunjukkan diare osmotik dan mengindikasikan zat selain elektrolit yang berperan pada osmolaritas tinja.

Table 126-8. Differential Diagnosis of Diarrhea

Infant Child Adolescent

Acute

Common Gastroenteritis* Gastroenteritis* Gastroenteritis*

Systemic infection Food poisoning Food poisoning

Antibiotic associated Systemic infection Antibiotic associated

Overfeeding Antibiotic associated

Rare Primary disaccharidase deficiency

Toxic ingestion Hyperthyroidism

Hirschsprung toxic colitis

Adrenogenital syndrome

Chronic

Common Postinfectious secondary lactase deficiency

Postinfectious secondary lactase deficiency

Irritable bowel syndrome

Cow's milk/soy protein intolerance

Inflammatory bowel disease

Chronic nonspecific diarrhea of Irritable bowel Lactose intolerance

Page 15: epidemiologi.doc

infancy (toddler's diarrhea) syndrome

Celiac disease Giardiasis

Celiac disease Lactose intolerance Laxative abuse (anorexia nervosa)

Cystic fibrosis Giardiasis

AIDS enteropathy Inflammatory bowel disease

AIDS enteropathy

AIDS enteropathy

Rare Primary immune defects Acquired immune defects

Secretory tumors

Familial villous atrophy Secretory tumor Primary bowel tumor

Secretory tumors Pseudo-obstruction

Congenital chloridorrhea Factitious

Acrodermatitis enteropathica

Lymphangiectasia

Abetalipoproteinemia

Eosinophilic gastroenteritis

Short bowel syndrome

Intractable diarrhea syndrome

Autoimmune enteropathy

Factitious

*Gastroenteritis includes viral (rotavirus, norovirus, astrovirus) and bacterial (Salmonella, Shigella, E. coli, C. difficile, Yersinia, Campylobacter, other) agents.

Cara lain untuk membedakan antara diare osmotik dan sekretorik adalah dengan menghentikan asupan makanan dan mengamati. Observasi ini hanya dapat dilakukan pada pasien yang telah masuk rumah sakit dan menerima cairan intravena untuk mencegah dehidrasi. Jika diare berhenti sepenuhnya ketika pasien tidak menerima makanan apapun melalui mulut (NPO) maka pasien memiliki diare osmotik. Seorang anak dengan kolera, diare yang murni sekretorik, akan tetap memiliki pengeluaran tinja yang masif. Seorang anak dengan enteritis viral dapat saja menurunkan volum studi.Dari kedua cara mengklasifikasi diare tersebut, tidak ada yang dapat bekerja secara lengkap karena mayoritas sakit diare adalah gabungan dari komponen osmotik dan

sekretorik. Enteritis viral merusak lining usus, menyebabkan malabsorbsi dan diare osmotik. Inflamasinya mengakibatkan pelepasan mediator yang menyebabkan sekresi berlebihan. Seorang anak dengan enteritis viral pada saat NPO mungkin akan turun volum BABnya, tetapi komponen sekretorik diarenya tidak akan berhenti hingga inflamasi telah berakhir

Riwayat harus meliputi onset diare, jumlah & karakteristik tinja, estimasi volum tinja, kehadiran gejala lain seperti darah pada tinja, demam, dan kehilangan berat badan. Perjalanan baru harus dicatat, faktor diet harus diinvestigasi, dan catatan obat yang pernah digunakan harus didapatkan. Faktor yang terlihat dapat memperparah atau memperbaiki keadaan diare harus ditentukan. Pemeriksaan fisik harus lengkap, dengan fokus pada pemeriksaan abdomen: adakah distensi, tenderness? Apakah bising usus hiperaktif? Apakah terdapat darah pada tinja saat rectal touche? Apakah tonus m. sphincter ani adekuat? Pemeriksaan laboratorium harus meliputi kultur tinja dan hitung darah lengkap bila ada kecurigaan enteritis bakterial. Pemeriksaan tambahan untuk tinja dipesan dengan disesuaikan dengan keadaan klinis pasien. Jika diare terjadi setelah pemberian antibiotik, maka assay toksin Clostridium difficile harus dilakukan. Jika terjadi stetorrhea, kandungan lemak tinja harus dicek. Tes untuk diagnosis spesifik seperti tes antibodi untuk celiac disease atau colonoscopy untuk kecurigaan ulcerative colitis. Sebuah percobaan restriksi/penghentian laktosa untuk beberapa hari berguna untuk mengeksklusi intoleransi laktosa.

Manajemen diare dilakukan dengan melakukan rehidrasi (bisa dalam bentuk oral maupun parenteral), pemberian bantuan nutrisi, obat-obatan, dan edukasi orangtua terhadap diare dan penyakit yang mungkin mendasarinya.

Konstipasi dan EncopresisKonstipasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa anak-anak. Orangtua memiliki deskripsi yang berbeda terhadap konstipasi. Mereka dapat saja mengacu pada mengejan berat pada saat defekasi, konsistensi tinja yang keras, ukuran tinja yang besar, penurunan frekuensi, atau kombinasi dari yang telah disebutkan. Konstipasi didefinisikan sebagai BAB kurang dari sama dengan 2 kali tiap minggu atau passase/lewatnya tinja yang keras dan berbentuk seperti pelet setidaknya selama 2 minggu. Anak dapat

Page 16: epidemiologi.doc

mengalami gejala mengejan untuk periode yang lama dan menangis, diikuti dengan passase tinja lembut. Pola defekasi yang sulit ini disebut infantile dyschezia dan hanya timbul pada 3 bulan pertama kehidupan. Pola lain yang terjadi adalah functional fecal retention, penghentian tinja secara volunter dengan postur retentif (berdiri atau duduk dengan kaki diselonjorkan dan kaku atau disilang) dan passase jarang dari tinja dengan diameter besar, kadang sakit. Anak dengan functional fecal retention sering mengalami fecal soiling karena adanya banjir kandungan kolon yang berlebihan

Diagnosis diferensial dicantumkan pada tabel 126-9 dibawah. Anak kecil lebih rentan terhadap habit constipation/functional fecal retention, dimana anak tidak mengindahkan keinginan untuk defekasi dan memperlambat passase tinja. Habit constipation seringkali terjadi selama latihan untuk menggunakan toilet, ketika anak mungkin tidak menggunakan popok tetapi tetap tidak mau duduk di atas toilet. Tinja yang tertahan menjadi keras dan besar seiring waktu. Pada saat anak akhirnya melakukan BAB, BAB menjadi besar, keras, dan menyakitkan. Hal ini membuat anak lebih takut untuk melakukan defekasi, menahan BAB secara volunter, dan mempertahankan keadaan konstipasi. Motilitas kolon umumnya memaksa maju tinja yang cair disekitar tinja yang tertahan. Hal ini menyebabkan cairan pada celana dalam ketika tekanan di dalam melebihi tekanan sphincter, sehingga menyebabkan encopresis.

Penyakit Hirschsprung memiliki karakteristik penundaan passase meconium pada anak baru lahir, distensi abdominal, emesis, demam, dan BAB berbau khas. Kondisi ini diakibatkan kegagalan dari sel ganglion untuk bermigrasi pada usus bagian distal, menyebabkan spasme dan obstruksi fungsional pada bagian yang aganglionik. Hanya sekitar 6% anak dengan penyakit Hirschsprung melakukan passsase meconium dalam 24 jam pertamanya. Pada anak normal, persentasenya adalah 95%. Mayoritas anak penderita secara cepat menjadi sakit karena enterocolitis atau obstruksi. Ketika mengevaluasi anak dengan 3 tahun dengan ketakutan defekasi, tinja besar, dan tanpa riwayat konstipasi neonatal, penyakit Hirschsprung bukanlah etiologi yang disarankan. Beberapa penyebab konstipasi yang lain adalah kelainan korda spinalis, hipotiroidisme, obat-obatan, cystic fibrosis, dan malformasi anorectal. Beberapa variasi dari kecacatan perkembangan sistemik mengarah ke konstipasi karena penurunan kapasitas untuk bekerjasama dengan toileting, penurunan usaha atau kendali otot-otot lantai pelvis saat defekasi, dan penurunan persepsi terhadap kebutuhan untuk BAB.

Karakteristik konstipasi

Tabel di bawah ini merangkum beberapa karakteristik umum dari penyebab-penyebab konstipasi. Malformasi kongenital biasanya menyebabkan gejala semenjak lahir. Konstipasi fungsional adalah diagnosis yang paling sering pada pasien yang lebih dewasa dan biasanya terjadi pada waktu pelatihan untuk menggunakan toilet. Onset pada saat mulai sekolah juga cukup umum (karena akses untuk toilet yang bebas dan pribadi mungkin sangat terbatas. Penggunaan beberapa obat-obatan, seperti opiat dan psikotropika, juga diasosiasikan dengan konstipasi.

Table 126-9. Common Causes of Constipation and Characteristic Features

Causes of Constipation Clinical Features

Hirschsprung disease History: Failure to pass stool in first 24 hr, abdominal distention, vomiting, symptoms of enterocolitis (fever, foul-smelling diarrhea, megacolon). Not associated with large caliber stools or encopresis

Examination: Snug anal sphincter, empty, contracted rectum. May have explosive release of stool as examiner's finger is withdrawn

Laboratory: Absence of ganglion cells on rectal suction biopsy specimen, absent relaxation of the internal sphincter, "transition zone" from narrow distal bowel to dilated proximal bowel on barium enema

Functional constipation History: No history of significant neonatal constipation, onset at potty training, large caliber stools, retentive posturing, may have encopresis

Examination: Normal or reduced sphincter tone, dilated rectal vault, fecal impaction, soiled underwear, palpable fecal mass in left lower quadrant

Laboratory: No abnormalities, barium enema would show dilated distal bowel

Anorectal and colonic malformations

History: Constipation from birth due to abnormal anatomy

Examination: Anorectal abnormalities are shown easily on

Page 17: epidemiologi.doc

physical examination.

Anal stenosis Anteriorly displaced anus is found chiefly in females, with a normal-appearing anus located close to the posterior fourchette of the vagina

Anteriorly displaced anus

Imperforate anus Laboratory: Barium enema shows the anomaly

Colonic stricture

Multisystem disease History: Presence of other symptoms or prior diagnosis

Muscular dystrophy Examination: Specific abnormalities may be present that directly relate to the underlying diagnosis

Cystic fibrosis

Diabetes mellitus Laboratory: Tests directed at suspected disorder confirm the diagnosis

Developmental delay

Celiac disease

Spinal cord abnormalities

History: History of swelling or exposed neural tissue in the lower back, history of urinary incontinence

Meningomyelocele

Tethered cord Examination: Lax sphincter tone due to impaired innervation, visible or palpable abnormality of lower back usually (but not always) present

Sacral teratoma or lipoma

Laboratory: Bony abnormalities often present on plain x-ray. MRI of spinal cord reveals characteristic abnormalities

Drugs History: Recent use of drugs known to cause constipation

Narcotics Examination: Features suggest functional constipation

Psychotropics Laboratory: No specific tests available

Untuk beberapa keadaan spesifik konstipasi, tes diagnostik yang terarah dapat menegakkan diagnosis. Penyakit Hirschsprung ditandai dengan konstipasi dengan onset

neonatal dan dapat didiagnosis dengan enema(pemasukan cairan ke dalam rectum) barium, yang akan menunjukkan penyempitan pada daerah aganglionik di usus distal dan pelebaran pada usus proksimal. Biopsi rectal suction mengkonfirmasi ketiadaan sel ganglion pada pleksus submukosa rectum dengan hipertrofi serat saraf. Ketiadaan relaksasi sphincter ani internus dapat ditunjukkan dengan manometri anorectal. Hipotiroidisme didiagnosis dengan pemeriksaan dan tes fungsi tiroid. Malformasi anorectal dapat didiagnosis secara mudah dengan pemeriksaan fisik. Cystic fibrosis/fibrosis sistik (meconium ileus) dapat didiagnosis dengan penentuan klorida keringat (sweat chloride determination) atau analisis mutasi gen CFTR. Pemeriksaan menunjukkan penurunan tonus sphincter ani (pelebaran karena passase tinja yang besar). Fecal impaction (penumbukan feses ukuran besar) umumnya ditemukan, tetapi rectum kosong dengan ukuran lumen besar dapat ditemukan bila pasien baru saja BAB.

Evaluasi dan Pengobatan Konstipasi fungsionalPada mayoritas kasus konstipasi, riwayat penderita konsisten dengan konstipasi fungsional-tanpa konstipasi neonatal, retensi BAB aktif, dan BAB yang jarang dan besar. Pada pasien seperti ini, tidak ada tes yang diperlukan kecuali pemeriksaan fisik. Dokter harus mennekankan pada orangtua bahwa anak-anak dengan defekasi yang menyakitkan harus diterapi dengan pelembut tinja/stool softener untuk mengurangi ketakutan defekasi. Anak harus dilatih untuk duduk di atas toilet beberapa menit pada saat bangun pagi dan setelah makan. Saat-saat tersebut adalah waktu dimana colon paling aktif sehingga mudah untuk melakukan passase tinja. Penggunaan sistem pujian/positive reinforcement ketika anak makan obat dan duduk di atas toilet baik untuk anak kecil dengan konstipasi. Pelembut tinja yang dipilih harus tidak adiktif, aman, dan dapat dimakan seperti polyethylene glycol yang bebas elektrolit, milk of magnesia/ magnesium hidroksida, dan minyak mineral. Polyethylene glycol aman, efektif, dan dapat diterima dengan baik oleh anak dan orangtua.

Muntah/Emesis (Vomiting)Ada beberapa istilah yang harus diklarifikasi yang menyangkut muntah. Muntah

sendiri dapat didefinisikan sebagai ekspulsi/pengeluaran secara kuat isi gastrointestinal ke esophagus. Refluks gastroesofageal (GER) merupakan keluarnya/pergerakan isi lambung ke esophagus secara involunter. Regurgitasi adalah suatu refluks yang mengalir, bergerak (dribbled) tanpa usaha ke dalam atau keluar mulut atau esofagus. Regurgitasi tidak berhubungan dengan nyeri fisis dan bayi dengan regurgitasi seringkali lapar segera setelahnya. Sfingter esophagus bawah mencegah refluks isi lambung ke esophagus, tetapi

Page 18: epidemiologi.doc

pada bayi regurgitasi terjadi karena refluks gastroesofageal melalui sfingter esophagus bawah yang inkompeten atau imatur. Regurgitasi seringkali merupakan proses perkembangan dan sembuh bila telah matur. Regurgitasi harus dibedakan dengan muntah yang merupakan proses reflex aktif dengan diagnosis diferensial yang ekstensif.

Muntah merupakan gejala umum yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang menjadi salah satu kekhawatiran orang tua. Muntah dapat mengisyaratkan berbagai hal, misalnya merupakan gejala dari suatu penyakit ringan ataupun fatal, dapat pula merupakan sesuatu yang normal atau patologis. Beberapa penyebab yang mungkin yakni refluks gastroesofageal fisiologis, makan berlebihan, ataupun menangis berlebihan.

Muntah merupakan proses reflex yang sangat terkoordinasi yang dapat didahului dengan peningkatan salivasi dan dimulai dengan retching involunter.

Muntah pada anak-anak dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, termasuk yang mengancam nyawa. Pendekatan penelusuran sebab didasarkan oleh kelompok umur penderita, adanya obstruksi intestinal, dan gejala-gejala di luar gastrointestinal. Hal lain yang penting juga yakni penampakan muntah, parahnya penyakit secara umum, dan gejala-gejala gastrointestinal lainnya. Penurunan diafragma intens dan konstriksi otot-otot abdomen dengan relaksasi kardiak lambung secara aktif memaksa isi lambung kembali ke esophagus. Proses tersebut dikoordinasi dalam pusat muntah dalam medulla yang dipengaruhi secara lansung oleh inervasi aferen dan secara tidak langsung oleh zona pemicu kemoreseptor dan pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi. Banyak proses akut atau kronik yang dapat menyebabkan muntah (dapat dilihat pada keterangan berpoin-poin di bawah)

Muntah yang disebabkan oleh obstruksi traktus gastrointestinal kemungkinan dimediasi oleh saraf aferen visceral usus yang menstimulasi pusat muntah. Jika obstruksi terjadi di bawah bagian kedua duodenum, vomitus (muntahab) biasanya ternodai bilus. Emesis juga dapat ternodai bilus dengan muntahan berulang tanpa adanya obstruksi katika isis duodenum direflukskan ke lambung. Lesi nonobstruktif traktus gastrointestinal juga dapat menyebabkan muntah, yakni mencakup penyakit usus atas, pancreas, hati, atau biliary tree. Kerusakan sistem saraf pusat ataupun metabolisme dapat juga menyebabkan emesis berat yang persisten.

Muntah siklik (cyclic vomiting) adalah suatu sindrom dengan banyak episode muntah yang terbagi dengan interval yang teratur. Onsetnya (waktu timbulnya gejala) biasanya antara umur 2 dan 5 tahun. frekuensi episode muntah bervariasi (rata-rata 12 episode per tahun) dengan setiap episode secara tipikal berlangsung 2-3 hari, dengan 4 atau lebih kali periode emesis per jam. Pasien dapat mengalami gajala awal pucat, intoleransi suara/kegaduhan, atau cahaya, nausea, letargi, pusing atau demam. Hal-hal yang dapat memicu yakni infeksi, stress, dan excitement. Idiopathic cyclic vomiting dapat merupakan hal

yang sama dengan abdominal migraine, atau dapat merupakan akibat dari perubahan motilitas intestinal atau mutasi pada DNA mitokondria.

Etiologi muntah pada neonatus usia 0-2 minggu: Variasi normal aksi pengeluaran saliva Refluks gastroesofageal Obstruksi intestinal (congenital) Enterokolitis nekrotikan (NEC, necroticans enterocolitis) Infeksi (sepsis, meningitis)

Red flags untuk penyebab organic muntah pada neonatus: Riwayat hidramnion Muntah persisten Muntah bilus Mengantuk, ketidakinginan untuk menghisap (ASI, susu lainnya) Distensi abdominal Gagal tumbuh Dehidrasi Demam Penundaan ekskresi mekonium Gelombang peristaltic pada perut (kanan ke kiri) Massa yang dapat dipalpasi: meconium ileus (20-30 cm bagian terakhir ileum kolaps

dan terisi butir-butir tinja warna pucat yang di atasnya terdapat loop yang terdilatasi dengan panjang bervariasi yang terobstruksi dengan mekonium dengan konsistensi seperti sirup kental atau lem), pembesaran ginjal, duplikasi usus, kantung kemih.

Fontanel yang mengembungEtiologi muntah pada anak usia 2 minggu-12 bulan:

Variasi normal Refluks gastroesofageal Obstruksi usus (terutama HPS (hantavirus pulmonary syndrome), intususepsi,

incarcerate hernia). Gastroenteritis Infeksi: sepsis, meningitis, UTI (urinary tract infection), otitis media, pertussis Overdosis obat: aspirin, teofilin

Etiologi muntah pada anak usia >12 bulan: Obstruksi intestinal (incarcerate hernia, intususepsi) Gastroenteritis, refluks esophageal, apendisitis

Page 19: epidemiologi.doc

Infeksi: meningitis, UTI, URTI Ketoasidosismetabolik Toksin/obat: aspirin, teofilin, besi, timah

Komplikasi muntah: Sindrom Mallory-Weiss/Mallory-Weiss tear (patofisiologi: retchingsobekan/tear

pada kurvatura minor jungsi gastroesofageal; emesis intenshematemesis) Aspirasi isi lambung Gagal tumbuh Ketidakseimbangan air dan elektrolit

Manajemen muntah: (didasarkan pada etiologi) Pembetulan keseimbangan air dan elektrolit Metoclopramide Domeperidone Cisapride Bethanechol Ondasetron

Differential Diagnosis of Emesis During Childhood

Infant Child Adolescent

Common

Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteritis

Gastroesophageal reflux Systemic infection GERD

Overfeeding Gastritis Systemic infection

Anatomic obstruction Toxic ingestion Toxic ingestion

Systemic infection Pertussis syndrome Gastritis

Pertussis syndrome Medication Sinusitis

Otitis media Reflux (GERD) Inflammatory bowel disease

Sinusitis

Otitis media Appendicitis

Migraine

Pregnancy

Infant Child Adolescent

Medication

Ipecac abuse/bulimia

Rare

Adrenogenital syndrome Reye syndrome Reye syndrome

Inborn error of metabolism Hepatitis Hepatitis

Brain tumor (increased intracranial pressure)

Peptic ulcer Peptic ulcer

Pancreatitis Pancreatitis

Subdural hemorrhage Brain tumor Brain tumor

Food poisoning Increased intracranial pressure

Increased intracranial pressure

Rumination

Renal tubular acidosis Middle ear disease Middle ear disease

Chemotherapy Chemotherapy

Achalasia Cyclic vomiting (migraine)

Cyclic vomiting (migraine) Biliary colic

Renal colic

Esophageal stricture

Duodenal hematoma

Inborn error of metabolism

GERD = gastroesophageal reflux disease.

Nyeri AbdomenNyeri abdomen dapat bersifat akut ataupun kronik.

Diagnosis nyeri abdomen akut merupakan suatu tantangan mengingat diagnosis diferensialnya yang luas. Selain itu, persepsi dan toleransi setiap anak terhadap nyeri

Page 20: epidemiologi.doc

abdomen berbeda. Oleh Karena itu, diperlukan pengamatan yang teliti dan mendetail yang seringkali perlu diulang beberapa kali untuk mendapatkan tanda-tanda yang mengarah kepada diagnosis. Ada yang memerlukan tindakan operasi segera. Lokalisasi nyeri juga penting untuk mengarahkan kita pada diagnosis yang tepat. Pemeriksaan untuk nyeri abdomen akut meliputi riwayat pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan rectum dan pelvis, uji laboratorium, dan radiologi seperti PFA, CT, dan USG.

Ada 2 jenis serat saraf yang mentransmisikan stimulus nyeri pada abdomen. Pada kulit dan otot, serat A memediasi nyeri yang tajam dan terlokalisasi, sedangkan serat C dari visera, peritoneum, dan otot mentransmisikan nyeri yang tumpul dan sulit/tidak terlokalisasi. Serat-serat aferen tersebut memiliki badan-badan sel dalam ganglia radiks dorsal dan beberapa akson menyebrang ke sisi kontralateral lalu naik ke medulla, otak tengah, dan thalamus. Nyeri dipersepsikan di korteks girus postsentralis yang dapat menerima impuls yang berasal dari kedua sisi tubuh.

Nyeri visera cenderung dialami pada dermatom yang mempersarafi organ. Stimulus nyeri yang berasal dari hati, pancreas, biliary tree, lambung, atau usus atas dirasakan pada epigastrium; nyeri dari usus halus distal, sekum, apendiks, atau kolon proksimal dirasakan pada umbilicus; dan nyeri dari usus besar distal, traktus urinarius atau organ pelvis biasanya pada suprapubik. Impuls nyeri parietal menjalar dalam serat C dari saraf pada dermatom T6-L1; nyeri tersebut cenderung lebih terlokalisasi dan intens daripada nyeri visceral.

Pada usus, stimulus yang biasa menimbulkan nyeri adalah tekanan/tension atau regangan. Lesi inflamasi dapat menurunkan ambang nyeri, tetapi mekanisme yang menghasilkan nyeri inflamasi belum jelas. Nyeri karena iskemia mungkin disebabkan oleh metabolit jaringan yang dilepaskan dekan ujung-ujung saraf. Persepsi stimulinyeri tersebut dapat dimodulasi oleh input dari serebri atau sumber-sumber perifer. Oleh karena itu, faktor psikologik juga sangat penting.

Kondisi-kondisi yang memerlukan pertolongan medis: Gastroenteritis Kontipasi UTI urolitiasis ovarian torsion (melilit) dan kista ovarium kehamilan ektopik penyakit inflamasi pelvis (pelvic inflammatory disease) kolesistitis akut penyakit ulkus

pancreatitis inflammatory bowel disease purpura Henoch-Schonlein

Kondisi-kondisi yang memerlukan operasi: apendisitis intususepsi malrotasi dengan volvulus incarcerated inguinal hernia testicular torsion ingesti benda asing

Nyeri abdomen kronik dapat bersifat organic maupun non-organik. Kebanyakan (95%) bersifat non-organik/fungsional. Uji diagnostic yang diperlukan relative mahal sehingga dapat menyebabkan frustasi pada pasien, orang tua, dan dokter. Berikut ini merupakan data epidemiologi mengenai nyeri abdomen akut. Terjadi pada 10-15% anak usia sekolah Merupakan 2-4% kasus pada kunjungan dokter anak Penyebanya bersifat organic pada 5% kasus (Apley, 1985) 75% kasus terjadi pada remaja; 13-15% mengalami nyeri setiap minggu, dengan 21%

kasus yang cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas (Hyams et al, 1996) Saat ini: 33% kasus organic dan 67% kasus fungsional

Penyebab Organik Nyeri Abdomen Kronik: Konstipasi IBD (inflammatory bowel disease) Intoleransi laktosa Infeksi Helicobacter pylori Penyakit ulkus peptikum Infestasi/infeksi Kondisi ginekologik Kekerasan fisik dan seksualPenyakit pediatric fungsional (criteria Rome II): Nyeri abdomen Dyspepsia fungsional Irritable bowel syndrome Nyeri abdomen fungsional Abdominal migraine

Page 21: epidemiologi.doc

Penyakit Gastrointestinal Fungsional:Diagnosis Gejala Nyeri Gejala2 Umum BAB

FAP (functional abdominal pain)

12 minggu

Hampir terus menerus

Tidak ada karakteristik FGID (functional gastrointestinal disease) lain

Tidak berhubungan

IBS (inflammatory bowel syndrome)

12 minggu

Diredakan dengan defekasi

Kembung-bengkak, kram

Frekuensi atau konsistensi abnormal, ada mukus

Dyspepsia fungsional

12 minggu

Perut/abdomen atas

Heartburn (dada seperti terbakar), rasa kenyang (satietas) yang cepat timbul, kembung-bengkak

Tidak berhubungan

Abdominal migraine

3 atau lebih episode selama 2 jam atau lebih lama

Paroksismal , di tengah (midline)

Terjadi interval yang tidak bergejala, sakit kepala unilateral, aura, fotofobia, ada riwayat keluarga

Tidak berhubungan

Penelusuran riwayat melalui anamnesis harus menyeluruh dan mendetail, dimulai pertama kali dengan pasien, lalu dilanjutkan dengan orang tuanya. Untuk melokalisasi area nyeri, digunakan satu jari, bukan seluruh area tangan. Perlu diperhatikan kualitas, intensitasi, durasi, dan waktu nyeri.

Penemuan-penemuan yang mengarah pada etiologi organic pada anak dengan RAP (recurrent abdominal pain):

Pasien usia <5 tahun Gejala-gejala konstitusional: demam, turun berat badan atau deselerasi

pertumbuhan, gejala-gejala sendi Emesis, terutama dengan noda bilus atau darah

Nyeri yang membangunkan anak dari tidur Nyeri yang dapat dilokalisasikan dengan baik jauh dari umbilicus Nyeri rujukan pada punggung, bahu, atau ekstremitas Disuria, hematuria, atau nyeri pada samping-samping torso bawah Riwayat medis keluarga IBD, PUD, dll Penyakit perianal (tags, fisura, fistula) Darah samara tau jelas pada tinja Penyelidikan skrining laboratorium abnormal (LED, leukosit, yang meningkat,

hipoalbuminemia, anemia)

Algoritma untuk manajemen inisial RAP:

Pemeriksaan Fisis:Kulit: pucat, kuning (jaundis), ekimosis (memar), pembuluh darah abnormal, hidrasiKepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan:

Injeksi nasofaringeal, oozing Pembesaran tonsil, perdarahan

Distinguishing Features of Acute Gastrointestinal Tract Pain in Children

Disease Onset Location Referral Quality Comments

Pancreatitis Acute Epigastric, left upper quadrant

Back Constant, sharp, boring

Nausea, emesis, tenderness

Intestinal obstruction

Acute or gradual

Periumbilical—lower abdomen

Back Alternating cramping (colic)

Distention, obstipation,

Page 22: epidemiologi.doc

Disease Onset Location Referral Quality Comments

and painless periods

emesis, increased bowel sounds

Appendicitis Acute Periumbilical, then localized to lower right quadrant; generalized with peritonitis

Back or pelvis if retrocecal

Sharp, steady Anorexia, nausea, emesis, local tenderness, fever with peritonitis

Intussusception Acute Periumbilical—lower abdomen

None Cramping, with painless periods

Hematochezia, knees in pulled-up position

Urolithiasis Acute, sudden

Back (unilateral) Groin Sharp, intermittent, cramping

Hematuria

Urinary tract infection

Acute, sudden

Back Bladder Dull to sharp Fever, costochondral tenderness, dysuria, urinary frequency

Chronic/ Recurrent Abdominal Pain in Children

Disorder Characteristics Key Evaluations

Nonorganic

Recurrent abdominal pain syndrome (functional abdominal pain)

Nonspecific pain, often periumbilical

Hx and PE; tests as indicated

Irritable bowel syndrome Intermittent cramps, diarrhea, and constipation

Hx and PE

Nonulcer dyspepsia Peptic ulcer–like symptoms without abnormalities on evaluation

Hx; esophagogastroduodenoscopy

Disorder Characteristics Key Evaluations

of the upper gastrointestinal tract

Gastrointestinal Tract

Chronic constipation Hx of stool retention, evidence of constipation on examination

Hx and PE; plain x-ray of abdomen

Lactose intolerance Symptoms may be associated with lactose ingestion; bloating, gas, cramps, and diarrhea

Trial of lactose-free diet; lactose breath hydrogen test

Parasite infection (especially Giardia)

Bloating, gas, cramps, and diarrhea

Stool evaluation for O & P; specific immunoassays for Giardia

Excess fructose or sorbitol ingestion

Nonspecific abdominal pain, bloating, gas, and diarrhea

Large intake of apples, fruit juice, or candy/chewing gum sweetened with sorbitol

Peptic ulcer Burning or gnawing epigastric pain; worse on awakening or before meals; relieved with antacids

Esophagogastroduodenoscopy or upper GI contrast x-rays

Esophagitis Epigastric pain with substernal burning

Esophagogastroduodenoscopy

Meckel's diverticulum Periumbilical or lower abdominal pain; may have blood in stool

Meckel scan or enteroclysis

Recurrent intussusception Paroxysmal severe cramping abdominal pain; blood may be present in stool with episode

Identify intussusception during episode or lead point in intestine between episodes with contrast studies of gastrointestinal tract

Internal, inguinal, or abdominal wall hernia

Dull abdomen or abdominal wall pain

PE, CT of abdominal wall

Chronic appendicitis or appendiceal mucocele

Recurrent RLQ pain; often incorrectly diagnosed, may be rare

Barium enema, CT

Page 23: epidemiologi.doc

Disorder Characteristics Key Evaluations

cause of abdominal pain

Gallbladder and Pancreas

Cholelithiasis RUQ pain, may worsen with meals Ultrasound of gallbladder

Choledochal cyst RUQ pain, mass ± elevated bilirubin

Ultrasound or CT of RUQ

Recurrent pancreatitis Persistent boring pain, may radiate to back, vomiting

Serum amylase and lipase ± serum trypsinogen; ultrasound or CT of pancreas

Genitourinary Tract

Urinary tract infection Dull suprapubic pain, flank pain Urinalysis and urine culture; renal scan

Hydronephrosis Unilateral abdominal or flank pain Ultrasound of kidneys

Urolithiasis Progressive, severe pain: flank to inguinal region to testicle

Urinalysis, ultrasound, IVP, CT

Other genitourinary disorders

Suprapubic or lower abdominal pain; genitourinary symptoms

Ultrasound of kidneys and pelvis; gynecologic evaluation

Miscellaneous Causes

Abdominal migraine See text; nausea, family Hx migraine

Hx

Abdominal epilepsy May have seizure prodrome EEG (may require more than one study, including sleep-deprived EEG)

Gilbert syndrome Mild abdominal pain (causal or coincidental?); slightly elevated unconjugated bilirubin

Serum bilirubin

Familial Mediterranean fever

Paroxysmal episodes of fever, severe abdominal pain, and tenderness with other evidence of polyserositis

Hx and PE during an episode, DNA diagnosis

Disorder Characteristics Key Evaluations

Sickle cell crisis Anemia Hematologic evaluation

Lead poisoning Vague abdominal pain ± constipation

Serum lead level

Henoch-Schönlein purpura

Recurrent, severe crampy abdominal pain, occult blood in stool, characteristic rash, arthritis

Hx, PE, urinalysis

Angioneurotic edema Swelling of face or airway, crampy pain

Hx, PE, upper gastrointestinal contrast x-rays, serum C1 esterase inhibitor

Acute intermittent porphyria

Severe pain precipitated by drugs, fasting, or infections

Spot urine for porphyrins

O & P = ova and parasites; Hx = history; PE = physical exam; RUQ = right upper quadrant; RLQ = right lower quadrant; IVP = intravenous pyelography; EEG = electroencephalogram; abd = abdominal.

Intoleransi LaktosaTerminologi yang biasa dipakai:

Defisiensi lactase Intoleransi laktosa Malabsorpsi laktosa Intoleransi susu

Laktosa merupakan gula dan susu yang merupakan sebuah disakarida. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi mengandung 4% laktosa. Susu mengandung laktosa yang relative lebih tinggi daripada produknya, seperti keju dan mentega. Laktosa diabsorpsi oleh mukosa usus halus.

Lactase terdapat di brushborder mukosa usus. Lactase memiliki aktivitas yang berbeda pada segmen usus yang berbeda. Malabsorpsi laktosa merupakan hal yang normal pada neonatus. Berikut ini adalah klasifikasi defisiensi lactase: Defisiensi lactase kongenital

Penyakit tersebut jarang terjadi dan berhubungan dengan gejala-gejala yang terjadi pada pajanan terhadap laktosa dalam susu. Kurang dari 50 kasus yang telah dilaporkan di seluruh dunia.

Page 24: epidemiologi.doc

Defisiensi lactase sekunder, karena: (kerusakan pada mukosa usus halus dan biasanya bersifat transien, dan membaik seiring dengan penyembuhan mukosa)o Gastroenteritiso Alergi susu sapio Giardiasiso Malnutrisio Penyakit celiaco Infeksi rotavirus

Defisiensi lactase primerHipolaktasia tipe dewasa primer disebabkan oleh penurunan fisiologis laktase yang terjadi pada usia tua pada kebanyakan mamalia. Laktase pada brushborder diekspresikan dengan tingkat rendah selama masa janin; aktivitasnya meningkat pada masa janin akhir dan memuncak dari kelahiran sampai 3 tahun, setelah itu menurun secara bertahap seiring dengan umur. Penurunan laktase tersebut bervariasi antaretnis, yakni sekitar 15% pada dewasa kulit putih, 40% pada dewasa Asia, dan 85% pada dewasa kulit hitam.

Uji diagnostik untuk mealabsorpsi laktosa : (tidak wajib dan seringkali perubahan sederhana diet yang mengurangi atau mengeliminasi laktosa dari diet meredakan gejala)

Analisis tinja Uji toleransi laktosa Breath hydrogen test Aktivitas laktase pada spesimen biopsi mukosa

Pengobatan intoleransi laktosa: Diet bebas laktosa, Bayi dapat diberikan formula bebas laktosa Suplementasi laktase Probiotik, misalnya yogurt dengan kultur hidup mengandung bakteri yang

memproduksi enzim laktase sehingga dapat ditoleransi oleh pasien dengan defisiensi laktase.