emulsi.docx

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emulsi adalah sistem dua fase , yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah . Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi . Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. ( FI edisi IV, 1995 ) 1.2 Prinsip 1

Upload: aidiya-tri-yolanda

Post on 27-Jan-2016

316 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: EMULSI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi adalah sistem dua fase , yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase

terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi

minyak dalam air. Sebaliknya jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi

dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut

emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan

pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan

besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah . Bahan pengemulsi

(surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan

fase eksternal, dan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi .

Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga

meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. ( FI edisi IV, 1995 )

1.2 Prinsip

Prinsip pembuatan emulsi yang didasarkan pada sistem dua fase , yang salah satu

cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dimana

pada tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi dilakukan pemilihan zat

pengemulsi yang mempunyai kualitas trtentu agar tidak mengganggu stabilitas

atau efikasi dari zat terapeutik.

1.3 Tujuan

- Mengetahui bentuk sediaan emulsi

- Mengetahui bahan-bahan pembantu untuk sediaan emulsi

- Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan emulsi

- Mengetahui evaluasi emulsi

1

Page 2: EMULSI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,

terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan

yang cocok (Depkes RI, 1979).

Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispers terdiri dari bulatan –

bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak tercampur

(Ansel, 2005).

Zat pengemulsi: Gelatin, Gom akasia, tragakan, sabun, senyawa amonium

kwartener, senyawa kolesterol, surfaktan atau emulgator lain yang cocok. Untuk

mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengemulsi zat pengental, misalnya

tragakan, tilosa, natrium karboksimetilselulosa (Depkes RI, 1979).

Zat pengawet, emulsi sebaiknya mengandung pengawet yang cocok.

Penyimpanan, kecuali dinyatakan lain, simpan dalam wadah tertutup baik, di tempat

sejuk. Penandaan, Pada etiket harus juha tertera “KOSOK DAHULU” (Depkes RI,

1979).

2.2 Tujuan emulsi dan emulsifikasi

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat

membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling

tidak bias bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola – bola kecil

bukan dalam bulk. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola – bola minyak dapat

mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih mudah di

absorbsi, atau jika bukan dimaksudkan untuk itu, tugasnya juga akan lebih efektif,

misalnya meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katartik bila diberikan dalam

bentuk emulsi (Ansel, 2005).

2.3 Pengunaan emulsi

2

Page 3: EMULSI.docx

Emulsi digunakan untuk pemakaian dalam dan pemakaian luar. Pemakaian

dalam meliputi per oral atau per injeksi, sedangkan pemakaian luar digunakan pada

kulit atau membran mukosa seperti lotion, liniment, cream, dan salep (Anief, 1986).

2.4 Tipe emulsi

Ada dua macam tipe emulsi yaitu emulsi M/A di mana tetes minyak

terdispersi ke dalam fase air, dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan fase

ekstern adalah minyak. Dalam titik peralihan terjadinya inversi dikenal tipe emuls

lain yaitu : M/AM atau A/MA, disebut tipe emulsi ganda.

Tipe emulsi di tentukan oleh jenis emulgator yang dipakai, bila emulgator

larut atau mudah dibasahi dengan air akan terbentuk emulsi tipe M/A dan bila mudah

larut atau mudah dibasahi dengan minyak akan terbentuk emulsi tipe A/M (Anief,

1986).

2.5 Zat pengemulsi

Tahap awal dalam pembuatan suatu emulsi adalah pemilihan zat pengemulsi.

Agar berguna dalam preparat farmasi, zat pengemulsi harus mempunyai kualitas

tertentu. Salah satunya, ia harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya

dan tidak boleh mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik. Ia harus stabil

dan tidak boleh terurai dalam preparat. Zat pengemulsi harus tidak toksik pada

penggunaan yang dimaksud dan jumlahnya yang dimakan oleh pasien. Juga ia harus

berbau, rasa dan warna lemah. Barangkali yang paling penting adalah kemampuan

dari zat pengemulsi tersebut untuk membentuk emulsi dan menjaga stabilitas dari

emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut. Diantara zat pengemulsi

dan zat penstabil untuk system farmasi adalah sebagai berikut:

1. Bahan – bahan karbohidrat seperti zat – zat yang terjadi secara alami: akasia

(gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan – bahan ini membentuk

koloida hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan

emulsi m/a.

2. Zat – zat protein seperti : gelatin, kuning telur dan kasein. Zat – zat ini

menghasilkan emulsi m/a. kerugian gelatin sebagai suatu zat pengemulsi

3

Page 4: EMULSI.docx

adalah bahwa emulsi yang disiapkan dari gelatin seringkali terlalu cair dan

menjadi lebih cair pada pendiaman.

3. Alcohol dengan bobot molekul tinggi seperti: stearil alcohol, setil alcohol, dan

gliseril monosteara. Bahan – bahan ini terutama digunakan untuk zat

pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang

digunakan sebagai obat luar.

4. Zat – zat pembasa, yang bisa bersifat kationik, anionic, dan monionik. Zat –

zat ini mengandung gugus – gugus hidrofilik dan lipofilik, dengan bagian

lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul

tersebut.

5. Zat padat yang terbagi halus, seperti: tanah liat koloid termasuk bentoit,

magnesium hdroksida, dan aluminium hidroksida ini umunya membentuk

emulsi m/a bila bahan yang tidak larut ditambahkan ke fase air jika ada

sejumlah volume fase air lebih besar daripada fase minyaknya (Ansel, 2005).

Volume relative dari fase dalam dan fase luar suatu emulsi adalah penting,

tanpa melihat tipe zat pengemulsi yang digunakan. Jika konsentrasi dalam dari suatu

emulsi meningkat, terjadi peningkatan viskositas emulsi sampai suatu titik tetrtentu,

sesudah itu viskositas berkurang dengan tajam. Pada titik ini emulsi telah mengalami

inverse yakni telah berubah dari suatu emulsi m/a ke emulsi a/m, atau sebaliknya

(Ansel, 2005).

2.6 Cara menentukan tipe emulsi :

Dapat dilakukan dengan beberapa cara

1. Metode konduktivitas listrik

Alat yang dipakai terdiri kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K

½ watt, lampu neon ¼ watt, lampu neon ¼ watt dihubungkan scara serri.

Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi, bila neon menyala, tipe emulsi

M/A, bila neon mati tipe emulsi A/M.

2. Metode pengenceran fase

4

Page 5: EMULSI.docx

Dilihat di bawah mikroskop, bila emulsi ditetesi air segera terencerkan, maka

tipe emulsi M/A. Bila tidak terencerkan tipe emulsi adalah A/M.

3. Metode memberi warna

Dilihat dibawah mikroskop, bila emulsi ditambah larutan sodan III (larut

dalam minya), terjadi warna merah, maka tipe emulsi A/M. bila ditambah

larutan metilen biru (larut dalam air) terjadi air warna biru maka tipe emulsi

adalah M/A (Anief, 1986).

Absorpsi emulsi obat

Emulsi obat dalam basis dapat menurunkan kecepatan absorpsi melalui kulit

dan membran mukosa, jadi terjadi efek “prolonged action” (Anief, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah

1. Ukuran partikel

2. Viskositas

3. Rasio vase volume (efek volume dari Ostwald)

4. Muatan listrik pada lapisan ganda listrik

Ketidakstabilan emulsi untuk farmasi dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Flokulasi dan “creaming”

2. Koalesen dan pecahnya emulsi (breaking = cracking)

3. Inversi

1. Creaming

Adalah terjadinya flokulasi dan konsentrasi dari butir-butir tetesan dari fase intern.

Atau terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan yang satu mengandung butir-butir

tetesan (fase dispersi) lebih banyak dari pada lapisan yang lain dibanding terhadap

emulsi mula-mula.

“Creaming” adalah proses yang bersifat reversibel, bila digojok perlahan-lahan

butir-butir tetesan akan terdispersi homogen kembali.

2. Koalesen dan cracking

5

Page 6: EMULSI.docx

Adalah pecahnya emulsi, karena film yang meliputi partikel sudah rusak dan butir

minyak akan koalesen.

Pecahnya emulsi dapat terjadi secara :

a. Kimia, misalkan penambahan CaO atau CaCl eksikatus

b. Fisika, misalkan pemanasan, penyaringan, pendinginan, pemutaran dengan

alat sentrifugal.

3. Inversi

Peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi A/M menjadi M/A dan

sebaliknya.

Nilai HLB, adalah nilai kesetimbangan hidrofil dan lipofil suatu surfaktan, HLB =

“Hydrophiele- lipophiele Balance”

Hubungan nilai HLB dan tipe sistem :

3-6 A/M emulgator

7-9 Zat pembasah (wetting agent)

8-18 M/A emulgator

13-15 Zat pembersih (detergent)

15-18 Solubilizer

Tiap molekul surfaktan ada bagian yang bersifaat hidrofil (suka air) dan ada

bagian yang bersifat lipofil (suka minyak). Suatu nilai kesetimbangan tertentu antara

kedua bagian, akan menentukan tipe dan fungsi s.a.a.

Makin rendah nilai HLB surfaktan akan makin lipofil surfaktan tersebut,

sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil surfaktan tersebut

(Anief, 1986).

Atlas surfaktan Nilai HLB

Tween 20 16,7

Tween 40 15,6

Tween 80 15,0

Tween 60 14,9 Hidrofil

Tween 85 11,0

6

Page 7: EMULSI.docx

Tween 65 10,5

Arlacel atau span 20 8,6

Arlacel atau span 60 4,7

Arlacel atau span 80 4,3 Lipofil

Arlacel 83 3,7

Peralatan mekanik untuk membuat emulsi :

1. Pengaduk mekanis

2. Homogenizer

3. Colloid Mills

4. Ultrasonifiers (Anief, 1986).

Preservatif yang digunakan dalam emulsi farmasi :

1. Asam benzoat

2. Asam sorbat

3. Nipagin dan nipasol

4. Fenol, kresol, khlorbutanol

5. Formaldehid

6. Benzalkonii Chlorida, Cetil Piridini Chlorida

7. Fenil merkuri asetas

8. Vanilin

9. Trichloro salisilamid (Anief, 1986).

Antioksidan yang digunakan dalam emulsi farmasi :

1. Asam gallat

2. Propil gallat

3. Asam askorbat

4. L- tocopherol

5. Hidroksi anisol butilat

6. Asam sitrat (Anief, 1986).

7

Page 8: EMULSI.docx

2.7 Pembuatan emulsi

Tujuan pertama dalam pengemulsian adalah mereduksi fase intern menjadi

butir-butir tetesan kecil. Hal ini dapat dilakukan dengan tenaga luar yang merupakan

sumber energi dan energi ini diperoleh baik dengan kerja tangan atau mesin (Anief,

1986).

Ada beberapa metode dalam membuat emulsi, yaitu :

1. Metode gom basah (Metode Inggris)

Cara ini cocok untuk pembuatan emulsi dengan mucilagines, atau gom

yang dilarutkan sebagai emulgator, seperti kuning telur, chondrus dan

metilselulose. Cara pembuatan dilakukan seperti berikut: mucilago yang

kental dicampur dengan sedikit air, lalu minyak dan air sedikit demi sedikit

ditambahkan dengan diaduk cepat-cepat, bila semua minyak sudah masuk,

baru sisa air ditambahkan sampai volume yang dikehendaki (Anief, 1986).

2. Metode gom kering

Metode ini khusus untuk emulsi dengan emulgatoe gom kering. Dari

metode ini dikenal metode Baudrimont yaitu 10 bagian minyak ditambah 5

bagian gom kering (p.g.a) dan ditambah air seb anya 1,5 kali jumlah bagian

minyak dan gom kering, dibuat korpus emuls lalu diencerkan dengan air

samapai jumlah bagian tertentu (Anief, 1986).

Selain itu dikenal pila metode kontinental yaitu mula-mula dibuat

korpus emulsi dengan cara 4 bagian minyak lemak + 1 bagian gom diaduk

sampai tercampur benar, lalu ditambah 2 bagian air semuanya diaduk sampai

terjadi korpus emuls. Tambahkan sirop dan sisa air sedikit demi sedikit

sambil diaduk (Anief, 1986).

3. Metode HLB dengan surfaktan.

Dihitung dulu HLB yang diperlukan, lalu menyusun surfaktan yang

mempunyai HLB yang diperlukan. Minyak ditambah surfaktan ditambah

sebagian air diaduk dule dengan mixer atau dalam mortir dan sisa air

ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diauk. Setelah itu emuls dimasukkan

ke dalam alat homogenizer atau colloid mill untuk memperkecil butir tetesan

8

Page 9: EMULSI.docx

fase inter. Jumlah surfaktan yang digunakan adalah 10-20% fase minyak

(fase inter) (Anief, 1986).

Umumnya masing – masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian

hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang

dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membuat tipe

emulsi. Suatu metode telah dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat pengakitif

permukaan dapat digolongan susunan kimianya sebagai keseimbangan hidrofi –lipofil

atau HLB nya. Dengan metode ini tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang

menunjukan polaritas dari zat tersebut (Ansel, 2005).

9

Page 10: EMULSI.docx

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Mortir dan stamfer

Sudip

Spatula

Timbangan

Gelas arloji

Cawan porselen

Kertas perkamen

Beaker glass

Anak timbangan

Gelas ukur

Pipet tetes

3.2 Bahan

Oleum Jecoris Aselli

Oleum Cinnamon

Pulv. Gummi Arabici

Natrium Hypophospat

Gliserin

Aqua

3.3 Formula

R/ Oleum Jecoris Aselli 40

Oleum Cinnamon 0,1

Pulv. Gummi Arabici 15

Natrium Hypophospat 0,5

Gliserin 10

10

Page 11: EMULSI.docx

Aqua 34

m.f emulsi

S.3.dd.C

#

Pro : Khairani (10 th)

3.4 Penimbangan

Oleum Jecoris Aselli : 40 g

Oleum Cinnamon : 0,1 g = 100 mg

Pulv. Gummi Arabici : 15 g

Natrium Hypophospat : 0,5 g = 500 mg

Gliserin : 10 g

Aqua : 34 g

3.5 Prosedur

a. Pembuatan

Dimasukkan kedalam lumpang Pulv. Gummi Arabici dan digerus halus,

kemudian ditambahkan Oleum Jecoris Aselli lalu digerus sampai semua Pulv

Gummi Arabici terdispersi didalam Oleum Jecoris Aselli, kemudian

tambahkan dengan segera Oleum Cinnamon.

Ditambahkan Aqua sekaligus sebanyak satu setengah kali dari jumlah Pulv.

Gummi Arabici lalu digerus hingga homogen.

Didalam lumpang yang berbeda, dimasukkan Natrium Hypophospat dan

digerus bersama dengan Gliserin, lalu tambahkan ke dalam corpus emulsi

kemudian ditambahkan sisa Aqua dan dihomogenkan.

3.6 Evaluasi

3.6.1 Penentuan Tipe Emulsi

a. Pengenceran

11

Page 12: EMULSI.docx

Dimasukkan emulsi kedalam beaker glass, lalu diencerkan dengan air kemudian

diguncang atau diaduk. Diamati apakan terjadi pemisahan antara air dengan

emulsi.

b. Pengenceran dengan menggunakan Metilen Blue

Diletakkan 3-4 tetes emulsi di atas objek glass, kemudian ditambahkan beberapa

tetes larutan meti biru. Dilihat apakah terbentuk warna biru yang homogeny atau

terbentuk bintik-bintik bewarna biru.

3.6.2 Ketidakstabilan Emulsi

Dimasukkan 50 ml emulsi kedalam gelas ukur lalu ditutup dengan kertas

perkamen dan diikat dengan benang wol. Dibiarkan selama 7 hari dan dilihat

apakah terjadi up ward creaming/down ward creaming.

12

Page 13: EMULSI.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Diperolah sediaan emulsi yang stabil dengan tipe minyak dalam air, Evaluasi

sediaan yang dilakukan :

1.Pengujian tipe emulsi

Pengujian tipe emulsi dilakukan dengan penambahan zat warna metil biru,

yakni dengan mengambil sedikit massa emulsi ke atas objek glass, kemudian

tetesi dengan metil biru. Prinsip: Metil biru larut dalam air.

Hasil Pengamatan Metil biru larut dalam emulsi, artinya tipe emulsi yang

diperoleh adalah emulsi tipe m/a.

2.Up ward creaming/down ward cream

Up ward creaming/down ward cream dilakukan dengan mengamati emulsi

yang telah didiamkan selama satu minggu apakah terjadi pemisahan massa

terdispersa ke atas atau ke arah bawah.

Hasil Pengamatan terjadi down ward cream dengan volume 4 ml.

4.2 Perhitungan : -

13

Page 14: EMULSI.docx

4.3 Pembahasan

Dari hasil percobaan yang dilakukan yakni pembuatan sediaan emulsi,

setelah dievaluasi diperoleh hasil emusli tipe minyak dalam air, dimana evaluasi

penentuan tipe emulsi dengan menggunakan pewarna metilen blue menunjukan

warna yang homogen. Menurut teori minyak dalam air adalah emulsi yang terdiri atas

butiran minyak yang tersebar atau terdispersi kedalam air. minyak sebagai fase

internal dan air sebagai fase eksternal (Syamsuni, Apt). Hasil evaluasi kestabilan di

peroleh emulsi yang tidak stabil yakni memisah.

Untuk emulsi yang diberikan secara oral, emulsi memungkinkan pemberian

obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang

diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan

pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya sehingga mudah dimakan dan

ditelan sampai ke lambung. (Ansel, 1989). Berdasarkan teori diatas emulsi yang

dibuat dalam percobaan ini adalah emulsum olei jecoris yang bau dan rasanya tidak

enak itulah sebabnya diberi ol.cinnamon dan sedian ini dibuat dalam bentuk emulsi

supaya dapat diminum. Berdasarkan hasil evaluasi Up ward creaming/down ward

creaming dilakukan dengan mengamati emulsi yang telah disiamkan selama satu

minggu, hasil pengamatan menunjukan emulsi tersebut membentuk down word

creaming (pemisahan massa ke arah bawah) dengan volume 5,6 ml. Artinya, fase

terdispersa dari emulsi memiliki bobot jenis yang lebih besar daripada fase

pendispersa.

14

Page 15: EMULSI.docx

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Tipe emulsi yang dibuat dalam praktikum ini adalah emulsi tipe m/a.

- Bahan –bahan pembantu yang dapat digunakan untuk sediaan emulsi adalah

emulgator, koringensia, dan pengawet.

- Pembuatan emulsi yang dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu metode GOM

kering, metode GOM basah dan metode botol.

- Evaluasi emulsi dapat dilakukan dengan cara sedimentasi rasio, up ward

creaming/down ward creaming, dan dengan penambahan zat warna seperti

metal biru dan sudan 3.

5.2 Saran

Disarankan kepada praktikan untuk melakukan penimbangan dengan teliti

pada setiap bahan obat dan bahan tambahan.

Dharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam mencampur bahan-bahan

yang diemulsikan.

15

Page 16: EMULSI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Halaman 95-99

Ansel, Howard. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal : 354 – 363.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta : Depkes RI. Halaman 32

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.

Syamsuni. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Howard C. Ansel, (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI- Press.

16