ekstraksi enzim_ivjadiii.docx
TRANSCRIPT
Acara II
ISOLASI ENZIM EKSTRASELULER DARI SEL Saccharomyces cerevisiae
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR BIOTEKNOLOGI
Disusun oleh:
Nama: Ivana Suprayogi
NIM: 14.I1.0015
Kelompok: C6
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan ekstraksi enzim dengan bahan Saccharomyces cereviceae dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ekstraksi Enzim
Kelompok BahanBerat
Endapan (g)
Absorbansi
Konsentrasi Protein Enzim Ekstraseluler
(mg/g)C1 Saccharomyces
cerevisiae0,13 0,1479 1,423
C2 Saccharomyces cerevisiae
0,14 0,1613 1,576
C3 Saccharomyces cerevisiae
0,11 0,3564 3,809
C4 Saccharomyces cerevisiae
0,12 0,1650 1,617
C5 Saccharomyces cerevisiae
0,11 0,1897 1,900
C6 Saccharomyces cerevisiae
0,11 0,1884 1,882
Tabel 1 diatas menunjukkan hasil pengamatan ekstraksi enzim dengan bahan
Saccharomyces cereviceae pada kloter C. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
nilai absorbansi dan konsentrasi terbesar ada pada kelompok C3 secara berurutan yaitu
0,3564 dan 3,809 mg/g. Sementara nilai absorbansi dan konsentrasi paling rendah dijumpai
pada kelompok C1 secara berurutan yaitu 0,1479 dan 1,423 mg/g. Dari data hasil
pengamatan yang dipaparkan tabel dapat disimpulkan semakin besar absorbansinya, maka
semakin besar konsentrasi enzim yang diperoleh.
2
3
2. PEMBAHASAN
Secara ringkas Lee (1992) menerangkan ekstraksi dilakukan dengan cara memisahkan
komponen yang diinginkan dari campuran suspensi atau larutan menggunakan pelarut.
Beliau menambahkan prinsip dalam melakukan ekstraksi yaitu substansi dimasukkan dalam
2 larutan yang tidak bisa bercampur maka substansi yang akan terdistribusi dalam kedua
pelarut dengan proporsi pembagiannya berdasarkan tingkat kelarutan yang berbeda-beda
pada setiap pelarutnya. Sementara menurut Gaman& Sherrington, (1994) enzim merupakan
substansi alami yang dihasilkan sel makhluk hidup berfungsi mempercepat laju reaksi atau
disebut katalisator, tetapi hebatnya substansi tersebut tidak akan merubah kestimbangan
reaksi dan tidak merubah hasil akhir reaksi pula. Hal tersebut dapat terjadi karena cara kerja
enzim adalah dengan menurunkan energi aktivasi substrat dalam suatu sel untuk
mengendalikan jalannya suatu reaksi. Beliau juga menuturkan sebagian besar enzim
dinamai dengan menambah akhiran –ase, yang menunjukan senyawa asal yang dapat
diubah oleh enzim tersebut atau nama reaksi kimia yang dikatalisis enzim. Contohya enzim
protease memecah protein, enzim lipase memecah lipid.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu biakan khamir Saccharomyces cereviceae
yang merupakan penghidrolisa karbohidrat yang baik sebab menghasilkan enzim amilase
pemecah polisakarida sehingga sering dipakai dalam fermentasi tape (Winarno, 1994).
Vidyalakshmi et al., 2009 dalam jurnalnya yang berjudul “Amylase on Submerged
Fermentation by Bacillus spp. Indian Institute of Crop Processing Technology” juga
mengisolasi enzim amilase namun pada Bacillus spp disini beliau menegaskan pendapat
Winarno bahwa amilase merupakan enzim pemecah pati pada organisme. Amilase bekerja
mencairkan pati dg mengurangi viskositasnya untuk memprduksi maltosa campuran
oligosakarida, sirup tinggi fruktosa, pada produksi detergent diaplikasikan meningkatkan
efek pembersihan dan mengurangi ukuran patti di industri tekstil. Saccharomyces
cereviceae disini ditumbuhkan dalam media padat Malt Extract Agar (MEA) kemudian
diinkubasi dalam media cair broth 1 hari. Hadioetomo, 1993 menjelaskan alasan biakan
khamir dipindahkan ke media broth adalah sebab media broth bersifat cair dimana dalam
ekstraksi, komponen antara campuran cair, suspense, larutan dapat dipisahkan
3
4
menggunakan pelarut. Kusumaningtyas et al. (2010) dalam jurnalnya menyatakan media
broth seperti MRS (Malt Extract Btoth) cocok digunakan dalam fermentasi karena
komposisi dan konsentrasi medium mudah diatur, memberikan kondisi optimum bagi
pertumbuhan, pemakaian medium lebih efisien. Goltum (2009) menerangkan inkubasi
dilakukan agar selama pembiakan enzim berada pada suhu optimal sehingga laju kinerja
enzim meningkatkan. Selanjutnya bahan diambil 8 ml dan disentrifuge 3000 rpm selama 15
menit. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul
dengan memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi terpisah dimana yang berat
menjadi endapan dan yang ringan menjadi supernatant sesuai perkataan Kimball, 1992.
Menurut Fox (1991) Supernatant berupa larutan dimana terdapat enzim sedangkan endapan
atau residunya merupakan ekstraksi dari enzim. Yang digunakan dalam praktikum ini
adalah bagian supernatantnya sedangkan endapannya dipakai dalam praktikum protein sel
tunggal. Supernatant dipindahkan ke Erlenmeyer dan ditambahkan ammonium sulfat
hingga membentuk dua lapisan dimana ada lapisan kuning (bawah) dan lapisan putih (atas).
Tujuan adanya penambahan ammonium sulfat adalah untuk mengurangi kadar air dalam
larutan sehingga dapat mengendapkan protein (Winarno, 1995). Pendapat Winarno juga
didukung Sari, D.P., et al. (2013) dalam jurnal“Isolasi Purifikasi dan Karakterisasi alfa
amilase dari Saccharomyces cerevisiae FNCC 3012” menerangkan penggunaan amonium
sulfat berguna dalam pemurnian awal enzim, tingkat kelarutan garam amonium sulfat yang
besar membuatnya mudah berinteraksi dengan molekul air. Kemudian diaduk dalam
baskom berisi es agar kestabilan suhu pada suhu rendah terjaga, karena pengadukan dapat
menyebabkan panas yang merusak enzim (Langga et al., 2012) perlahan–lahan setelah 10%
amonium pertama dimasukan larut amonia kedua sebanyak 10% juga ditambahkan hingga
amonia ketiga dengan jumlah yang sama pula. bertujuan menjaga kestabilan suhu.
Selanjutnya filtrat dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah ditimbang. Kemudian
larutan disentrifugasi lagi 15 menit pada kecepatan 3000 rpm. Sehingga enzim diperoleh
dalam jumlah maksimal sesuai yang dikatakan Fox (1991). Endapan yang dihasilkan
ditambahkan larutan tris-HCl pH 6,8 dengan perbandingan berat endapan dan berat tris-HCl
sebesar 1:4. Fungsi penambahan tris HCl untuk menguji kegunaan dari kultur sel
(sitotoksisitas), biologi molekuler (DNase,RNase,protease tidak terdeteksi), kecocokan
5
dalam elektroforesis (Hardjadi,1986). Disamping itu tris HCl juga merupakan buffer yang
mempengaruhi kemampuan enzim dalam menghidrolisis substrat, sehingga dapat
menjaga kondisi pH yang memang tepat ditambahkan setelah sentrifugasi pemisahan
supernatan dan endapan dilakukan dengan. Setelah itu sampel disentrifugasi lagi 15 menit
dengan kecepatan 3000 rpm dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya larutan
dapat dispektrofotometri namun setelah diberi 10 ml larutan Bradford dan divorteks sesaat
agar homogen baru diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer berpanjang
gelombang 595 nm. Larutan Bradford menurut Caprette (2005) berguna menentukan kadar
protein fraksi sel, memperkirakan konsentrasi protein dimana pengujiannya dilakukan
berdasarkan nilai.Beliau menambahkan prinsip Uji Bradford adalah pengikatan cat,
pewarna Coomassie Briliant Blue (CBB) akan mengikat protein dan jumlah protein akan
terlihat sebagai absorbansi kompleks protein dengan pewarna pada panjang gelombang 595
nm. Panjang gelombang 595 nm dipilih sebab disesuaikan dengan kemampuan zat
menyerap energi radiasi untuk larutan berwarna biru pada panjang gelombang 465-595 nm,
dalam praktikum ini dipilih 595 nm agar lebih akurat (deMan, 1997). Kelebihan uji
bradford yaitu mudah, sederhana, stabil, tidak memerlukan pelarutan atau filtrasi (cepat),
responsif terhadap suhu dan pH, dapat berikatan dengan ion logam, garam buffer, agen
pereduksi. Nielsen (1998) juga ikut menjelaskan keunggulan uji Bradford yaitu hanya
membutuhkan 1 reagen, tidak ada reagen pengkorosi dan tidak mengukur nitrogen non
protein. Beliau juga menambahkan kerja reagen Bradford tidak terpengaruh ammonium
sulfat, polifenol dan sukrosa, K+, Na+, Mg2+. Kelemahan reagen bradford dipaparkan
Bradford (1976) yaitu mudah terpengaruh deterjen non-ionik dan ionik, jika larutan
didiamkan terlalu lama terjadi reaksi dengan NaCl pada Bovine Serum Albumin (BSA)
sebagai larutan standar penentuan kadar protein uji ini. Setelah penambahan NaCl
absorbansi larutan akan terus semakin kecil, karena terjadi pengompleksan protein pada zat
warna CBB dalam reagen Bradford sehingga membuatnya semakin sedikit karena protein
yang larut semakin banyak. Selain itu reagennya dapat mengakibatkan perbedaan respon tes
pada jenis protein yang berbeda jadi sebaiknya, protein yang diuji memberikan nilai
absorbansi mendekati konsentrasi sampel, kurang sensitif terhadap sampel yang kandungan
6
proteinnya sedikit. Pemberian reagen Bradford menimbulkan warna biru larutan
mengandung asam amino, dan merah-coklat bila tidak terdapat asam amino.
Konsentrasi protein enzim ekstraseluler yang paling tinggi ditemukan pada kelompok C3
berupa berat basah sebesar 3,809 mg/g. Sedangkan konsentrasi enzim ekstraseluler berupa
berat basah yang paling rendah pada kelompok C1 sebesar 1,4323 mg/g. Walau dengan
bahan yang sama dan penambahan larutan dengan volume yang sama namun selisih data
terbesar dan paling kecil cukup besar ini diduga disebabkan jumlah biakan Saccharomyces
cerevisiae yang ada dalam setiap kelompok dalam jumlah berbeda. Sementara bila dilihat
dari data keseluruhan pada tabel 1 maka dapat isimpulkan konsentrasi protein enzim
ekstraseluler berbanding lurus dengan absorbansinya jika data memiliki absorbansi terbesar
sperti C3 yang nilai absorbansinya 0,3564 memiliki konsentrasi protein enzim ekstraseluler
paling besar pula yakni 3,809 mg/g. Suarni dan Rauf Patong (2007) dalam jurnal mereka
menunturkan konsentrasi protein enzim ekstraseluler perlu diukur untuk menilai
peningkatan aktivitas enzim yang merepsentasikan protein-protein lain yang larut dalam
ekstrak enzim. Jumlah kelarutan protein dalam ekstrak enzim berbeda-beda dipengaruhi
kadar protein dalam bahan dan tahap penyaringan dan sentrifugasi. Sementara nilai
absorbansi bergantung kepekatan larutan semakin pekat maka semakin tinggi, akan tetapi
berdasarkan teori Tranggono (1989) semakin pekat larutan berarti nilai aktivitas enzimnya
semakin berkurang.
Gaman & Sherrington (1994) mengungkapkan bahwa enzim memiliki beberapa sifat yang
mempengaruhi kinerjanya, antara lain :
1. Spesifitas, dimana aktivitas enzim terbukti sangat spesifik sebab hanya mengkatalisis
satu reaksi. Contohnya laktase hanya menghidrolisis gula laktosa dan tidak terpengaruh
disakarida lain karena molekul laktosa saja yang dapat menyesuaikan sisi aktif molekul.
2. Suhu, ebagian besar enzim optimal pada suhu tubuh di kisaran 30-40°C, bila suhu
terlalu rendah atau tinggi aktivitas enzim akan berkurang, pada suhu 50°C enzim
bertahap menjadi inaktif dan terenaturasi sepenuhnya suhu 100°C. Pada suhu rendah
enzim hanya inaktif.
7
3. Pengaruh pH, pH optimal enzim adalah pada kisaran netral sekitar pH 7, seperti pH
amilase yang optimum pada titik 6,8. Jika medium menjadi terlalu asam atau basa,
enzim mengalami inaktivasi, kecuali enzim yang memang memiliki pH optimum asam
atau basa contohnya pada enzim pepsin yang optimal pada pH 2. Suarni dan Rauf
Patong (2007) dalam jurnal mereka “Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber
Enzim Α-Amilase” juga mengamati enzim amilase namun secara lebih spesifik yakni
enzim alfa-amilse pada kacang hijau suhu inkubasi optimum (30°C) ternyata pH
ekstrak kecambah masih diantara pH aktivitas optimal yaitu 4,89-5,79, beliau
menuturkan pH optimum ini tergantung sumper enzimnya.
4. Koenzim dan activator, koenzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan
enzim. Beberapa vitamin B berfungsi sebagai koenzim dan beberapa ion organik,
seperti Ca2+ dan Cl- akan meningkatkan aktivitas enzim (activator).
5. Kadar substrat, jumlah substrat mempengaruhi kecepatan kinerja substrat sebab
semakin tinggi konsentrasi substrat hingga titik jenuh maka enzim akan bekerja
semakin cepat namun ketika titik jenuh sudah telampaui kinerja enzim melambat.
8
3. KESIMPULAN
Prinsip mengekstraksi enzim amilase dan protease ekstraseluler dari Saccharomyces
cereviceae yaitu protein dapat diendapkan dengan penambahan ammonium sulfat.
Inkubasi bertujuan agar enzim yang dalam media mencapai suhu optimum sehingga
aktifitas amiolitik bisa berjalan dengan optimum.
Sentrifugasi bertujuan memisahkan enzim dari ekstrak enzim
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi enzim adalah suhu, pH, jumlah
koenzim dan aktifator, jumlah inhibitor, aktifitas air, dan konsentrasi substrat serta
konsentrasi suatu enzim.
Larutan tris HCl pH 6,8 berfungsi sebagai buffer yang menjaga kestabilan pH dalam
endapan protein yang diekstraksi
Reagen bradford berguna mengetahui keberadaan suatu protein dalam larutan dengan
prinsip penjernihan pada larutan.
Nilai adsorbansi berbanding lurus dengan nilai konsentrasi protein.
Semakin pekat larutan nilai absorbansinya semakin besar, berarti aktivitas enzimnya
semakin rendah.
Kelebihan Reagen Bradford yaitu stabil, mudah, waktu persiapan dan uji singkat,
akurasi tinggi.
Kelemahan reagen bradford yaitu sensifitas yang rendah jika jumlah protein sampel
sedikit dan mudah terpengaruh deterjen non-ionik dan ionik.
Semarang, 19 Oktober 2015Mengetahui,
8
Praktikan :
Ivana Suprayogi(14.I1.0015)
Cindy Elysia
9
4. DAFTAR PUSTAKA
Bradford M.M. (1976). A Rapid and Sensitive Method for The Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing The Principle of Protein-Dye Binding. Journal of Analitical Biochemistry. Georgia.
Caprette, David R. (2005). Bradford protein assay. Rice University. Didapat dari http://www.ruf.ice.edu/~bioslabs/methods/protein/bradford.html pada tanggal 12 Oktober 2014
De Man, J. M. (1997). Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Goltum, Togu.(2009). Petunjuk Praktikum Biokimia. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.
Hardjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kimball, J. W. (1992). Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Kusumaningtyas, Eni; M. Natasia & Darmono. (2010). Potential Metabolisme Kapang Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan Escherecia coli dan Staphylococcus aures dengan Media Fermentasi Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Puslitbang Peternakan. Bogor.
Langga I. F., Muh. Restu, Tutik K. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi Dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) Serta Analisis Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. J. Sains & Teknologi. Vol.12 No.3: 265 – 276.
Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New York.
Nielsen, S.Suzanne.(1998). Food Analysis 2nd Edition. Gaithersburg, Maryland. Aspen.
9
10
Sari, D. P. , Wuryanti, Khairul A. (2013). Isolasi Purifikasi dan Karakterisasi alfa amilase dari Saccharomyces cerevisiae FNCC 3012. Chem Info. Vol 1, No 1, Hal 337 – 344.
Suarni dan Rauf Patong. (2007). Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim Α-Amilase. Indo. J. Chem., 2007, 7 (3), 332-336.
Vidyalakshmi R.; R. Paranthaman; J. Indhumathi. 2009.Amylase on Submerged Fermentation by Bacillus sp. Indian Institute of Crop Processing Technology. World Journal of Chemistry 4 (1): 89-91.
Winarno, F.G. (1995). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G., 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia Pustaka Utama,. Jakarta.
11
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
C1.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,1479 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,1245
x = 35,571 ppm
kons = 35,5711000 ml
× 0,520,1
ml
= 0,035572 × 5,2
= 0,185 mg
Per gram =0,1850,13
= 1,42288
= 1,423 mggr
C2.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,1613 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,1379
x = 39,4 ppm
kons = 39,4
1000 ml× 0,56
0,1ml
= 0,0394 × 5,6
= 0,22064 mg
= 0,221 mg
Per gram =0,2210,14
= 1,579 mggr
C3.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,3564 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,333
x = 95,143 ppm
11
Persamaan
Y = 0,0035x + 0,0234
Kons = xmg
1000 ml× tris HCl
0,1ml…. mg
Per gram= xmg
berat endapan (gr)….. mg
gr
12
kons = 95,1431000 ml
× 0,440,1
ml
= 0,095143 × 4,4
= 0,419
Per gram =0,4190,44
= 1,423 mggr
C4.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,1650 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,1416
x = 40,457 ppm
kons = 40,4571000 ml
× 0,480,1
ml
= 0,040457 × 4,8
= 0,1941936
= 0,194 mg
Per gram =0,1940,12
= 1,617 mggr
C5.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,1897 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,1663
x = 47,514 ppm
kons = 47,5141000 ml
× 0,440,1
ml
= 0,0475 × 4,4
= 0,209 mg
Per gram =0,2090,11
= 1,9
= 1,900 mggr
C6.
Y = 0,0035x + 0,0234
0,1884 = 0,0035x + 0,0234
0,0035x = 0,165
x = 47,143 ppm
kons = 47,1431000 ml
× 0,440,1
ml
= 0,047 × 4,4
= 0,207
Per gram =0,2070,11
= 1,882 mggr
5.2. Laporan Sementara
13