eksistensi peradilan islam

17
1 BAB I PENDAHULUAN Peradilan (Al-Qadha) adalah merupakan suatu lembaga yang telah dikenal sejak dari zaman purba sampai dengan masa sekarang ini dan dia adalah merupakan sebuah kebutuhan yang tak dapat ditawar-tawar keberadaannya sebab lembaga peradilan adalah merupakan salah satu prasyarat tegaknya pemerintahan dalam rangka menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara para warga negara. Peradilan dalam istilah modern dikenal dengan istilah Yudikatif yang keberadaannya setara dengan eksekutif dan legislatif. Peradilan adalah merupakan tugas suci yang diakui oleh seluruh bangsa, baik mereka yang tergolong bangsa-bangsa yang masih terbelakang maupun bangsa- bangsa yang tergolong sudah maju. Di dalam peradilan itu terkandung menyuruh perbuatan maâruf dan mencegah perbuatan munkar, menyampaikan hak kepada yang berhak menerimanya dan menghalangi orang yang zhalim daripada berbuat aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum. Dengan peradilanlah dilindungi jiwa, harta dan kehormatan. Apabila sebuah bangsa atau negara tidak mempunyai peradilan, maka bangsa atau negara itu termasuk dalam kategori bangsa yang kacau balau sebab hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Betapapun baiknya sebuah peraturan perundang-undangan pada sebuah negara, apabila lembaga peradilannya tidak ada, maka peraturan perundang-undangan yang sangat baik itu tidak akan berarti apa-apa, sebab tidak ada yang menjalankan dan mengawasi pelaksanaannya. Oleh karena itulah maka sejarah peradaban dunia

Upload: anshar-alan

Post on 29-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Peradilan Islam.

TRANSCRIPT

Page 1: Eksistensi Peradilan Islam

1

BAB I

PENDAHULUAN

Peradilan (Al-Qadha) adalah merupakan suatu lembaga yang telah dikenal

sejak dari zaman purba sampai dengan masa sekarang ini dan dia adalah

merupakan sebuah kebutuhan yang tak dapat ditawar-tawar keberadaannya sebab

lembaga peradilan adalah merupakan salah satu prasyarat tegaknya pemerintahan

dalam rangka menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara para warga negara.

Peradilan dalam istilah modern dikenal dengan istilah Yudikatif yang

keberadaannya setara dengan eksekutif dan legislatif.

Peradilan adalah merupakan tugas suci yang diakui oleh seluruh bangsa, baik

mereka yang tergolong bangsa-bangsa yang masih terbelakang maupun bangsa-

bangsa yang tergolong sudah maju. Di dalam peradilan itu terkandung menyuruh

perbuatan maâruf dan mencegah perbuatan munkar, menyampaikan hak kepada

yang berhak menerimanya dan menghalangi orang yang zhalim daripada berbuat

aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum. Dengan peradilanlah dilindungi jiwa,

harta dan kehormatan. Apabila sebuah bangsa atau negara tidak mempunyai

peradilan, maka bangsa atau negara itu termasuk dalam kategori bangsa yang

kacau balau sebab hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Betapapun

baiknya sebuah peraturan perundang-undangan pada sebuah negara, apabila

lembaga peradilannya tidak ada, maka peraturan perundang-undangan yang sangat

baik itu tidak akan berarti apa-apa, sebab tidak ada yang menjalankan dan

mengawasi pelaksanaannya. Oleh karena itulah maka sejarah peradaban dunia

Page 2: Eksistensi Peradilan Islam

2

yang pernah kita kenal, memperlihatkan kepada kita tentang peraturan perundang-

undangan dan lembaga peradilannya seperti undang-undanga Hammurabi dari

Timur, Pemerintahan Assiria yang datang sesudahnya, Pemerintahan Israil dan

Pemerintahan Arab sebelum datangnya Islam, Pemerintahan Islam sendiri dan

Pemerintahan modern sekarang ini. Kesemua pemerintahan itu mempunyai

lembaga peradilan masing-masing sesuai dengan tingkatan pemikiran dan

dinamika ummat manusia pada masa itu.

Page 3: Eksistensi Peradilan Islam

3

BAB

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan dasar hukum Al- Madzalim

Wilayah madzlalim adalah suatu kekuasaan dalam bidang peradialn, yang

lebih tinggi dari pada hakim dan kekuasaan muhtasib. Lembaga madzlalim adalah

lembaga yang menangani masalah-masalah yang di luar kewenangan hakim biasa.

Lembaga ini memeriksa perkara-perkara penganiyayaan yang di lakukan oleh

penguasa-penguasa dan hakim-hakim ataupun anak-anak dari orang berkuasa.

Keberadaan lembaga madzhalim merupakan bagian dari pelaksanaan

ajaran islam. Hal tersebut dapat kita pahami dari kandungan ayat Al-qur’an,

antara lain Al-baqarah ayat 279:

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu

bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Page 4: Eksistensi Peradilan Islam

4

dan surat As-syura’ ayat 40-42:

Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang

siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka pahalanya atas (tanggungan)

Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.

dan Sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya,

tidak ada satu dosapun terhadap mereka.

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada

manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. mereka itu mendapat azab

yang pedih.

[1345] Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada

orang yang berbuat jahat kepadanya.

Page 5: Eksistensi Peradilan Islam

5

Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada

satu dosapun terhadap mereka.

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan

melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.

menjelaskan bahwa lembaga ini kusus bertugas menangani perkara yang

melibatkan pejabat atau keluarga pejabat Negara.1

2. Sejarah

Sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah saw. Pernah bertindak

sebagaiqadhi mazhalim dalam menyelesaikan masalah Zubair ibn awam dengan

laki-laki dari kaum Anshar. Persengketaan tersebut dikenal sebagai

perkara madzlalim,mengingat kedudukan Zubair Ibn Awam dan Rasulullah saw.

Sangat dekat, karena Zubair adalah sepupu Rasulullah. Dalam persengketaan ini,

Rasulullah sendiri yang menyelesaikanya dengan adil, dan dalam kasus ini,

tindakan Rasulullah di sebut peradilan Madzlalim. Dengan demikian, lembaga

mazhali yang di rumuskan fukaha adalah berdasarkan praktik yang di lakukan

oleh Rasulullah saw.

Pada mulanya, sebelum perkara ini di ketahui dan di selesaikan oleh

Rasulullah, pihak penggugat (laki-laki Anshar) memiliki beban pisikologi yang

1Hasbi Ash Shiddiqy. Peradilan dan Sistem Peradilan Islam. Yogyakar :ptalma’arif. Hal. 77-81

Page 6: Eksistensi Peradilan Islam

6

cukup berat, seakan-akan sudah kalah sebelum bertanding mengingat posisi

lawanya adalah zubair ibn awwam keluarga dekat Rasulullah. Maka dari itulah

laki-laki dari kaum Anshar ini segan dan enggan menyampaikan perkaranya ini

kepada Rasulullah. Tetapi ia pun sangat menyadari bahwa jika perkara yang

tengah di hadapinya ini tidak segerah di selesaikan maka , ia akan menjadi pihak

yang teraniyaya. Zubair Ibn Awwam Sangat beruntung, karena rasulullah saw.

Mengetahui sendiri permasalahan yang di hadapi oleh laki-laki Anshar itu, dan

menyelesaikannya.

Pada masa khulafa’ al-Rasyiddin, penegakan lembaga madzlalim itu

belum tampak jelas. Mengingat kesadaran umat islam pada masa itu relative

tinggi, ketertiban masyarakat terkendali, sehingga jarang sekali terlihat adanya

persoalan yang pelik dan krusial. Hal itu di karenakan umat islam senangtiasa

mendapatkan bimbingan dan pemahaman untuk berbuat baik dan adil. Namun

demikian, bukan berarti permasalahan-permasalahan itu tidak pernah muncul

sama sekali. Karena ternyata dengan kehidupan masyarakat dan perlusasan

wilayah kekuasaan pemerintahan islam yang semakin berkembang, sebenarnya

masih ada permasalahan yang mirip dengan mazhalim yaitu bila seseorang

melakukan Biasatas dasar watak keras yang dimilikinya. Walaupun permasalahan

ini masih dapat di selesaikan oleh Hakim.2

Pergeseran situasi dan kondisi telah membawa dan ikut membentuk

perjalanan dan perkembangan sejarah islam itu sendiri. Tampilnya Mu’awiyah Ibn

2 Vide : Al-Ahkamus- Sultoniyah. Hlm. 81

Page 7: Eksistensi Peradilan Islam

7

Abi Sufyan yang disusul oleh anak cucunya sampai lapisan bawah yang

cenderungashabiyah (nepotisme) kepuncak pemerintahan Islam menandai suatu

masa tersendiri yang berpengaruh langsung terhadap perkembangan di zaman

bidang peradilan. Menurut Al – Mawardi, orang Bani Umayahlah yang pertama

menaruh pemerintahan khusus terhadap urursan mazhalim adalah Abd. Malik Ibn

Marwan.

Akan tetapi, perhatian yang lebih besar terhadap lembaga madzlalim, dan

ia juga mengatur dan al – syurthah. Dalam suatu riwayat terungkap bahwa

seorang pernah mengadukan suatu perkara kepada Umar Ibn Abd. Aziz tentang

perbuatan Al – Walid Ibn Abd. Malik yang telah merampas harta kekayaan yang

dimilikinya. Setelah Umar Ibn Abd. Aziz mengetahui tentang kebenaran

pengaduan itu sendiri, maka ia memutuskannya dengan mengembalikan seluruh

harta kekayaan pada pemiliknya.

Pada umumnya perhatian terhadap peradilan madzlalim yang berkembang

pada masa Bani Abbasiyyah tidak jauh berbeda dengan perhatian yang

berkembang pada masa Bani Umayah, yaitu hanya terbatas beberapa khalifah

tertentu. Karena itu, pada masa pertama pemerintahan Bani Abbasiyah bertahta,

dan wewenang hakim bertambah luas. Hakim tidak sekedar berwenang mengurusi

perkara perdata dan pidana. Termasuk kewenangannya dalam menyelesaikan

masalah wasiat dan waqaf, tetapi pula berwenang dalam bidang

kepolisian, madzlalim, hisbah, qishas,percetakan uang dan urusan bait al – mal.3

3 asan Ibrahim, Tarikh Al – Qadha Al – Islam Al – Siyasy Wa Al – Diny Wa Al –Staqofi Wa Al – Ijtimaiy, Al Juz Al – Awwal, (Kairo : Mathba’ah Al – NahdhahAl – Misriyah, 1953) Hlm. 60.

Page 8: Eksistensi Peradilan Islam

8

Wanita tersebut mengadukan perkaranya atas perampasan kekayaan

miliknya, yang dilakukan oleh anak khalifah itu sendiri. Pada saat wanita itu

mengeluarkan suaranya dengan keras dan lantang dalam persidangan, seorang

penjaga menegurnya. Berkenaan dengan hal itu, Al – Ma’mun secara reflek ia

berkata : “Biarkan saja, karena sesungguhnya kebenaran itu lah yang diucapkan ;

sedangkan kebatilan didiamkan oleh anaknya”.4 Dengan begitu, tampaklah

kebenaran pengaduan wanita itu. Harta kekayaan tersebut milik wanita itu di

kembalikan lagi.

Di kerajaan Saudi Arbia, dewasa ini dikenal lembaga madzlalim, yang

memiliki setrata sosial dan yang terhormat. Menurut Al – Hanfawy, kedudukan

lembaga mazhalim tersebut lebih tinggi daripada lembaga – lembaga peradilan

lainnya. Lembaga itu di kepalai oleh nadzir al – mazhalim, yang memiliki

kedudukan dan derajat yang sama dengan mentri. Dan secara langsung ia

bertanggung jawab kepada baginda raja, dan tidak bertanggung jawab kepada

mentri kehakiman. Lembaga mazhalim itu secara khusus bertugas menyelesaikan

perkara – perkara kezhaliman (penganiayaan) yang dilakukan oleh pihak

penguasa, baik dari kalangan istana maupun dari kalangan birokrat lain atau

kalangan – kalangan tertentu lainnya terhadap pihak orang awam dan masyarakat

yang lemah baikpun dari fikiran atau dari segi materi.

Dan disamping itu, lembaga ini bertugas pula menangani kalangan –

kalangan praktisi hukum yang melakukan berbagai pembiasaan

dan risywah (sogok menyogok diantara kedua belah pihak). Keberadaan

4 Abu ya’la al –hanbaliy, (1974) hlm. 75

Page 9: Eksistensi Peradilan Islam

9

lembaga madzdalim itu memiliki arti yang sangat penting, terutama dalam

menjaga keuangan – keuangan Negara dari tindakan - tindakan korupsi.

Dengan mengamati pengembangan peradilan mazhalim yang terjadi di

Negara – Negara Islam dari masa ke masa, dapat di ketahui bahwa

peradilanmazhalim itu di kawal langsung oleh khalifah sendiri atau gubernur

langsung yang ditunjuk untuk mengemban amanat atau jabatan itu. Dapat juga

oleh seorang yang mewakili mereka. Atau mengangkat seseorang yang disebut

dalam wali al – mazhalim,atau shahib al – mazhalim.5 Dalam pelaksanaanya,

jabatan atau amanah tersebut dibantu oleh lima unsur yaitu :

1. Orang yang dianggap memiliki kekuatan (dari lapisan pembantu mahkamah).

2. Beberapa orang hakim yang dapat dipercaya dan jujur.

3. Beberapa orang yang memiliki kualifikasi dalam bidang fiqih.

4. Panitera, sekertaris atau kehakiman.

5. Orang – orang yang dapat menjadi saksi – saksi ahli (al – shuhud al – ‘udl).

3. Wewenang wilayah Madzlalim

Al – mawardy di dalam Al – Ahkamus Sulthaniyyah menerangkan, bahwa

perkara – perkara yang diperiksa oleh lembaga ini ada 10 macam :6

5Hasan Ibrahim Hasan, Op. Cit, hlm. 70 – 716 Hasbi Ash Siddieqi. Prradilan dan Hokum Acara Islam. Yogyakarta :Ptalma’arif. Hlm78 - 79

Page 10: Eksistensi Peradilan Islam

10

1. Penganiayaan para penguasa, baik terhadap perorangan , maupun terhadap

golongan.

2. Kecurangan pegawai – pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat

dan harta – harta kekayaan Negara lain.

3. Mengontrol dan mengawasi keadaan para pejabat.

Ketiga perkara tersebut harus diperiksa oleh lembaga mazhalim apabila telah di

ketahui adanya kecurangan – kecurangan dan penganiayaan – penganiayaan tanpa

menunggu pengaduan dari pihak yang bersangkutan.

4. Pengaduan yang di ajukan oleh tentara yang digaji lantaran gaji mereka

dikurangi ataupun dilambatkan pembayarannya.

5. Mengembalikan hak – hak rakyat harta mereka yang dirampas oleh para

penguasa – penguasa zhalim.

Ini juga tidak perlu memerlukan pengaduan terlebih dahulu.

6. Memperhatikan harta – harta waqaf.

Jika waqaf – waqaf itu merupakan waqf umum maka lembaga ini mengawasi

berlaku tidaknya syarat – syarat oleh sipemberi waqf. Adapun waqaf – waqaf

yang khusus, maka lembaga ini bertindak setelah adanya pengaduan dari pihak

yang bersangkutan.

Page 11: Eksistensi Peradilan Islam

11

7. Melaksanakan putusan – putusan hakim yang tidak daapat dilaksanakan oleh

hakim – hakim sendiri, lantaran orang yang dijatuhkan hukuman atasnya,

adalah orang – orang yang tinggi derajatnya.

8. Meneliti dan memeriksa perkara – perkara yang mengenai maslahat umum

yang tidak dapat dilaksanakan oleh petugas – petugas hisabah.

9. Memelihara hak – hak Allah : yaitu ibadah – ibadah yang nyata seperti

sholat jum’at, hari raya idul fitri maupun idul adha, haji dan jihad.

10. Menyelesaikan perkara – perkara yang telah menjadi sengketa diantara pihak

– pihak yang bersangkutan.

4. Perbedaan wilayah Al-Madzalim dan Qadha

Ada beberapa perbedaan Wilayah Al-Madzalim dan Qadha, yang mana telah

di sebutkan dalam kitabnya “al-Ahkam as-Sulthaniyyah” oleh Al-Mawardi :

1. Nadhir al-madzalim mempunyai kewibawaan kegagahan dan kekuasaan yang

lebih besar dari yang di miliki hakim dalam rangka menegakan hukum dan

mencegah kedholiman yang dilakukan oleh penguasa.

2. Nadhir al-madzalim menagani kasus yang berada diluar wilayah

kewajibannya, dia menagani kasus yang masuk dalam wilayah jawaz

sehingga dapat di simpulkan bahwa kompetensi wilayah al-madholim lebih

luas dari yang di miliki qodho’

3. Nadhir al-madzalim boleh melakukan intimidasi terhadap pihak-pihak yang

bersengketa dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas sebab-sebab

Page 12: Eksistensi Peradilan Islam

12

dan indikasi-indikasi yang lainnya. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh

hakim demi memperoleh kebenaran asasi dan menunjukkan kebathilan.

4. Nadhir al-madzalim bertugas mendidik dan meluruskan orang-orang yang

berbuat dholim, sedagkan tugas hakim adalah penghukumnya.

5. Nadhir al-madzalim diperbolehkan terlambat dalam membuat keputusan

keputusan karna ia perlu meneliti sebab-sebab timbulnya persegketaan secara

mendalam demi memperoleh kebenaran materil, dsn hal ini tidak dilakukan

oleh hakim, nadhir al-madholim juga boleh menunda penetapan hukum,

sedang hakim tidak bpoleh menunda-nunda penetapan hukum.

6. Nadhir al-madzalim diperbolehkan menolak salah satu pihak yang

bersengketa apabila dia tidak bersedia menegakkan amanat kebenaran dalam

rangka penyelesaiian persegketaan yang mendatangkan keputusan antara

kedua belah pihak, sedang hakim tidak boleh menolak salah satu pihak

kecuali berdasarkan, keputusan bersama.

7. Nadhir al-madzalim boleh melakukan penahanan terhadappihak-pihak yang

bersengketa jika diketahui adanya usaha penentagan dan kebohongan-

kebohongan dan dia di perbolehkan meminta jaminan bagi dirinya dalam

melakukan keadilan dan meninggalkan penentagan dan kebohogannya,

sedang hakim tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut.

8. Nadhir al-madzalim diperbolehkan mendegarkan saksi yang kredibilitasnya

masih diragukan hal ini tidak boleh dilakukan oleh hakim, dia hanya

diperbolehkan mendegarkan para saksi yang adil.

Page 13: Eksistensi Peradilan Islam

13

9. Nadhir al-madzalim di perbolehkan menyuruh para saksi untuk mengucapkan

sumpah jika dia merasa ragu terhadap mereeka, sedang hal ini tidak boleh

dilakukan oleh para hakim.

10. Nadhir al-madzalim diperbolehkan memulai peradilan dengan memanggil

para saksi guna dimintai keterangan mengenai apa yang diketahuinya dalam

masalah yang sedang di persengketakan, sedang kebiasaan yang dilakukan

oleh hakim adalah menuntut untuk mengajukan bukti yang menguatkan

dakwaannya.

Page 14: Eksistensi Peradilan Islam

14

ANALISIS

a. Analisis

Menurut kami lembaga madzlalim ini sangatlah penting dalam suatu

peradilan, karena peran dari lembaga ini berbeda dengan lembaga lain dan

tugasnya juga berbeda, yang harus menyelesaikan perkara-perkara yang di

lakukan oleh seorang pemimpin atau pejabat-pejabat Negara lainnya. Dan di

dalam suatu pendapat di atas lembaga Madzlalim itu menangani 10 perkara yang

sudah kami jelaskan di atas.

Dan di dalam sejarah perkembanganya yang menjadi qadhi adalah seorang

khalifa itu sendiri atau gubenur yang di tunjuk untuk mengemban amanah ini.

Adapun orang lain yang menjadi qadhi selain kholifa atau gubenur adalah

perwakilan dari mereka saja. Dalam pelaksanaanya peradilan ini di bantu oleh

lima unsur yang mendukung jalanya peradilan tersebut.

Page 15: Eksistensi Peradilan Islam

15

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Wilayah Al- Madzalim adalah suatu kekuasaan dalam bidang pengadilan,

yang lebih tinggi dari pada kekuasaan hakim dan kekuasaan muhtasib. lembaga

ini memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk kedalam wewenang hakim biasa.

Lembaga Madzalim telah dikenal sejak zaman dahulu, kekuasaan ini terkenal

dalam kalangan Persia dan bangsa Arab di zaman jahiliyah. Di masa Rosulullah

SAW, rasul sendirilah yang menyelesaikan segala pengaduan terhadap

kedzaliman para pejabat. Pada masa Al khulafa Al Rasyidin masih belum ada,

akan tetapi pada akan tetapi di akhir zaman pemerintahan Ali bin Abi Tholib,

beliau merasa perlu menggunakan tindakan-tindakan yang keras dan menyelidiki

pengaduan-pengaduan terhadap penguasa-penguasa yang berbuat kezhaliman,

namun keberadaannya belum diatur secara khusus. Wilayah al madzalim menjadi

lembaga khusus pada masa kekhalifahan bani umayyah, tepatnya pada masa

pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Dan pada masa Bani Abbasiyah, wilayah

al madzalim masih tetap mendapatkan perhatian yang besar dari khalifah.

Wewenang yang dimiliki oleh Wilayah Al Madzalim adalah memutuskan

perkara-perkara yang tidak mampu diputuskan oleh hakim atau para hakim tidak

Page 16: Eksistensi Peradilan Islam

16

mempunyai kemampuan untuk menjalankan proses peradilannya. Seperti

kedzaliman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh para kerabat khalifah, pegawai

pemerintahan, dan hakim-hakim

2. Saran

Dalam mempelajari peradilan, terutama peradilan dalam dunia islam,

untuk mempermudah sangatlah penting mengetahui sejarah dari peradilan di

dunia islam dari masa-kemasa, yang tentunya banyak sekali perubahan-perubahan

yang di lakukan umat islam agar mencapai suatu keadilan. Dan juga sangat

penting untuk mencaritahu akan dasar-dasar yang di jadikan rujukan dalam

sebuah perdilan. Lembaga-lembaga dalam peradilan dunia islam juga sanggat

mumpuni dalam menyelesaikan perkara-perkara, oleh karna itu mempelajari

lembaga-lembaga yang ada di dalam peradilan islam sangatlah penting, bisa di

tinjau juga dari segi sejarahnya dan wewenangnya yang berkuasa dalam suatu

wilayah hokum tersendiri.

Page 17: Eksistensi Peradilan Islam

17

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy T.M Hasbi.1964. Peradilan dan Hukum Acara

Islam.Yogyakarta : Ptalma’arif.

Hasan Ibrahim. 1953. Tarikh Al – Qadha Al – Islam Al – Siyasy Wa Al –

Diny Wa Al – Staqofi Wa Al – Ijtimaiy, Al Juz Al – Awwal. Kairo : Mathba’ah Al

– Nahdhah Al – Misriyah.

Hasbi Ash Shiddiqy. 1965 . Peradilan dan Sistem Peradilan

Islam. Yogyakar : ptalma’arif.

Al- Mawardi Imam. 2012. A l- Ahkam As-Sultoniyyah. Jakarta : PT. Darul Falah.