eksistensi indo’ botting di kota parepare : suatu studi...
TRANSCRIPT
Eksistensi Indo’ Botting di Kota Parepare :
Suatu Studi Antropologi
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Oleh :
Evi Syarifira
E511 12 274
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
ABSTRAK
Evi Syarifira, Eksistensi Indo’Botting Di Kota Parepare : Suatu Studi Antropologi
(dibimbing oleh Mahmud Tang dan Muhammad Basir)
Upacara Perkawinan merupakan suatu penyelenggaraan kegiatan yang bersifat
sakral dan penting khususnya pada masyarakat Bugis. Pelibatan berbagai pihak
akan berperan penting dalam upacara perkawinan Bugis, khususnya “indo’botting”.
Secara umum indo’botting berperan sebagai perias untuk pengantin wanita dan
membantu segela keperluan dari setiap tahapan upacara perkawinan. Seiring
berkembangnya zaman, perlahan peran indo’botting mulai bergeser dengan adanya
Wedding Organizer (WO) dan Make Up Artist (MUA). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe desktiptif
dan menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder serta
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni wawancara, observasi, dan
studi literatur dengan fokus penelitian yaitu (1) Bagaimana status dan peran indo’
botting dalam acara perkawinan? (2) Bagaimana strategi indo’ botting dalam
mempertahankan usahanya di Kota Parepare ?
Secara umum Indo’botting memiliki peran aktif dalam seluruh rangkaian
upacara perkawinan Bugis seperti, mappetuada, mattale undangan, dio majang,
mappacci dan lain-lain. Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa indo’boting
tetap diminati oleh masyarakat bugis sebagai aspek penting dalam penyelenggaran
upacara perkawinan.
Kata kunci : upacara, perkawinan Bugis, indo’botting
iv
Abstract
Evi Syarifira, The Existence of Indo'Botting In the City of Parepare: An Anthropological Study, (Supervised by Mahmud Tang and Muhammad Basir)
Marriage ceremony is a sacred and important activity, especially for Bugis society. The involvement of various parties will play an important role in the Bugis’s marriage ceremony, especially ‘indo’ botting’. In general, indo botting has a role to help the make up for the brides and all the needs of each phase of marriage ceremony. As the times pass by, the role of indo’ botting begin to switch off by the Wedding Organizer (WO) and Make Up Artist (MUA) This research use qualitative method with descriptive type and use two kind of data: primary and secondary, and use a few data collection method: interview, observation, and literature review with focus research: (1) how the status and the role of indo botting in marriage ceremony? (2) how is the strategy of indo botting to preserve their business in Kota Pare-Pare? Generally, indo botting has an active role in entire phase of Bugis marriage ceremony, such as: mappettuada, mattale undangan, dio majeng, mappacci,etc. the result of this research has shown that Bugis society still interest toward indo botting as an important aspect in organizing Bugis marriage ceremony.
Key words: ceremony, Bugis marriage, indo botting.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas berkat rahmat dan
hidayah Allah SWT penyusunan skripsi dengan judul “Eksistensi
Indo’Botting di Kota Parepare : Suatu Studi Antropologi” dapat
diselesaikan. Dalam penyusunan Skripsi ini penulis membaginya kedalam 6
bab utama, bab awal (BAB I dan BAB II) berisikan mengenai landasan
awal melakukan penelitian hingga ke tinjauan konseptual skripsi, bab
selanjutnya (BAB III) berisikan metode yang digunakan dalam penelitian,
(BAB IV dan BAB V) berisikan penjabaran data yang penulis peroleh dari
hasil penelitian yang dilakukan mulai dari gambaran umum Kota Parepare
serta sarana umum yang digunakan untuk pesta perkawinan, dan penjabaran
hasil penelitian mengenai Peranan indo’botting dalam upacara perkawinan,
pada bab terakhir (BAB VI) berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi oleh karena itu penulis sangat mengharapkan sebuah saran
dari semua pihak yang dapat membangun, tak lupa juga penulis
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Mahmud Tang, MA sebagai
Pembimbing I dan Dr. Basir Said, MA sebagai Pembimbing II yang telah
tulus meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu mengawal
dari awal penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis mengucapakan
banyak terima kasih.
Makassar, 18 Januari 2018
EVI SYARIFIRA
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT
karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Tak lupa pula penulis mengirimkan salam dan Shalawat
kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam jalan
yang senantiasa diberkati Allah SWT.
Skripsi yang berjudul “EKSISTENSI INDO’BOTTING DI KOTA
PAREPARE : SUATU STUDI ANTROPOLOGI” merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas
dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya
mengucapkan penghargaan setinggi- tingginya kepada seluruh pihak yang
telah membantu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penulisan
skripsi.
Pertama-tama ucapan terima kasih kepada orang tua saya Syarifuddin
dan Hj. Bahriah Bambi atas dorongan dan doanya yang tidak pernah putus
dan telah meringankan langkah penulis untuk menghadapi segala kesulitan
yang menghadang serta motivasi hingga sampai detik ini penulis tetap kuat
dan bersemangat dalam menyelesaikan studi dan kepada kakek saya P.
Rappung saya yang memberikan dukungan baik itu moral maupun material
dalam rangka penyelesaian studi ini serta keluarga besar yang banyak
memberi motivasi kepada penulis. Tak lupa pula penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi pada program Strata-1 (S1)
Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, beserta seluruh staf.
vii
3. Prof. Dr. Supriadi Hamdat, MA selaku Ketua Departeman Antropologi
Universitas Hasanuddin
4. Prof. Dr. Mahmud Tang, MA selaku pembimbing I (pertama) penulis
yang senantiasa meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya guna
memberikan bimbingan kepada penulis hingga terselesaikannya
tulisan ini.
5. Dr. Muhammad Basir, MA selaku Pembimbing II (Kedua) yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan saran mulai dari proses
penyusunan proposal penelitian hingga pada proses penulisan hasil
penelitian.
6. Dr. Yahya, MA selaku Penasehat Akademik yang juga banyak
memberi saran kepada penulis.
7. Kepada ketiga penguji saya (1) Prof. Dr. M. Yamin, Sani, MS. (2) Dr.
Yahya, MA dan (3) Muhammad Neil, S.Sos., M.Si yang telah banyak
memberikan saran, krtitik dan arahan dari awal penelitian guna
menuntun penulis untuk melakukan penelitian hingga penulisan
skripsi.
8. Prof. Dr. Hamka, MA., Prof. Dr. Ilmi Idrus, Ph.D., Prof. Dr. Pawennari,
MA., Dr. Munsi Lampe, MA., Dr. Ansar Arifin, MS., Dra. Nurhadelia,
M.Si., Dr. Safriadi, S.IP, M.Si., Dr. Tasrifin Tahara, M.Si,. Icha
Musywirah Hamka, M.Si., Ahmad Ismail, S.Sos, M.Si., Hardianti
viii
Munsi, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Deprtemen Antropologi yang telah
memberikan ilmu dengan tulus dan ikhlas kepada penulis.
9. Staf pegawai di Departemen Antropologi Sosial bapak Idris, Ibu Ima,
dan bapak Yunus.
10. Roni Paulus, Ramlan Bahar, A.M.Yusuf, Jayana Suryana Kembara, A.
Cipta Surya, Irfan Sakkir, Ari Suryansyah, Muh. Kamil Jafar N
Muhammad Aris, Heru Priyanto, Bayu Andika Putra, Ardi, Sudirman,
Adi Kusuma Putra, Andi Iqbal, Anwar, Amiluddin, Hutomo yang telah
meluangkan waktu untuk mendengar celotehan penulis berkenaan
dengan penelitian ini serta membantu penulis dalam proses penulisan.
11. Seluruh Informan yang telah bersedia meluangkan waktunya di
tengah-tengah kesibukan aktivitas kesehariannya.
12. Adinda Enan Winandar, Egi Nugrini, dan Elmi Amalia atas senyum dan
keceriaannya menyambut penulis ketika kembali ke rumah.
13. Seluruh mahasiswa Jurusan Antropologi angkatan 2012 khususnya
Wahyunis, Nurul Fatimah Azzahrah, A. Sarny A. Gasli, A. Tri Purnama
Sari, Usry, Fitria Ismail, Muh. Hasrul Majid yang telah memotivasi
penulis serta meluangkan waktu untuk menyumbangkan idenya dalam
penulisan Skripsi ini.
14. Seluruh Kerabat HUMAN FISIP UNHAS khususnya Fardian Anwar
Ibrahim, Efriaty, Astina, A. Khairimagfirah, Asbudi, Diman, Ardan,
ix
Masli, Imam yang telah memotivasi dan menghibur penulis dalam
penulisan Skripsi ini.
15. Himpunan Mahasiswa Antropologi (HUMAN) FISIP UNHAS yang telah
menjadi wadah penulis merasakan pahit manisnya organisasi
kemahasiswaan dan pula menjadi tempat belajar sembari bergaul.
16. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah
membalas kebaikan-kebaikan mereka dengan setimpal. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada
kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran kepada penulis
sangatlah dihargai demi penyempurnaan penulisan serupa di masa yang
akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.
Makassar, 18 Januari 2018
EVI SYARIFIRA
x
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ................................................................................. ii
Abstrak ..................................................................................................... iii
Abstrak ..................................................................................................... iv
Kata Pengantar .......................................................................................... v
Ucapan Terimakasih ................................................................................. vi
Daftar Isi .................................................................................................... x
Daftar Gambar .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Fokus Penelitian .........................................................................5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitia Sebelumnya .................................................................6
B. Konsep Perkawinan Bugis ....................................................... 12
C. Konsep Status dan Peran ........................................................ 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian ......................................................... 20
B. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 20
C. Teknik Penentuan Informan ..................................................... 21
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ....................................... 26
1. Wancara ............................................................................. 26
2. Observasi ........................................................................... 28
3. Studi Literatur ..................................................................... 29
4. Teknik Analisis Data ........................................................... 29
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 30
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak Geografis ........................................................................ 31
B. Sejarah Kota Parepare ............................................................. 31
C. Gedung Perkawinan Di Kota Parepare .................................... 35
D. Prosesi Perkawinan ................................................................. 39
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Indo’botting Dalam Acara Perkawinan Bugis ............................ 46
xi
1. Mappettuada ....................................................................... 58
2. Mattale Undangeng (Menyebar Undangan) ........................ 61
3. Dio Majang (Mandi Mayang) ............................................... 62
4. Wenni Mappacci ................................................................. 65
5. Esso Menre Boting ............................................................. 66
6. Resepsi Perkawinan ........................................................... 67
B. Strategi Indo’Botting Dalam Pengembngan Usaha ................... 70
1. Media Sosial (Instagram Dan Facebook Sebagai Media
Promosi Indo’botting ............................................................ 74
2. Variasi Perlengkapan Pengantin (Tradisional - Moderen) ... 77
3. Harga Sewa Jasa Indo’botting ............................................. 79
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 85
B. Saran .......................................................................................... 87
C. Daftar Pustaka ............................................................................. 88
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar V. 1 Gedung Islamic Center ...................................................... 36
Gambar IV. 2 Gedung Baruga Pratistha ................................................ 37
Gambar IV. 3 Hotel Grand Kartika .......................................................... 38
Gambar IV. 4 : Hotel Delima Sari ............................................................ 39
Gambar V. 5 Alat makeup yang digunakan untuk mendandani pengantin
perempuan .............................................................................................. 49
Gambar V. 6 Potto botting (gelang pengantin) modern ........................... 50
Gambar V. 7 Pinang Goyang .................................................................. 50
Gambar V. 8 Anting-anting ..................................................................... 50
Gambar V. 9 Rante Botting (kalung pengantin) ....................................... 50
Gambar V. 10 Kutu-kutu ......................................................................... 51
Gambar V. 11 Simpolong Tettong ........................................................... 51
Gambar V. 12 Pantteppo ......................................................................... 51
Gambar V. 13 Lamming (pelaminan) yang akan digunakan untuk prosesi
mappacci ................................................................................................. 54
Gambar V. 14 Dekorasi kamar pengantin ................................................ 55
Gambar V. 15 Contoh riasan dan pakaian pada prosesi mappettuada .... 61
Gambar V. 16 Tabere yang digunakan pada saat mappettuada .............. 61
Gambar V. 17 Contoh bosara pada saat mappettuada ............................ 61
Gambar V. 18 Dio majang yang dipimpin oleh indo’botting ...................... 63
Gambar V. 19 Bosara yang digunakan mulai esso turung sampai setelah
akad nikah ............................................................................................... 64
Gambar V. 20 Indo’ Botting pada saat upacara mappacci ...................... 65
Gambar V. 21 Indo’botting ketika menjaga pengantin perempuan dalam
proses mappasikarawa ............................................................................ 67
Gambar V. 22 hasil make up dan pakaian yang digunakan pada saat
resepsi perkawinan .................................................................................. 68
Gambar V. 23 Lamming saat resepsi perkawinan .................................... 69
Gambar V. 24 Tabere untuk resepsi perkawinan ..................................... 69
xiii
Gambar V. 25 Baju Pengantin moderen yang dipadukan dengan sarung
yang terbuat dari kain menyerupai sari India ........................................... 79
1
BAB I
PENDAHULIAN
A. LATAR BELAKANG
Upacara perkawinan pada suku Bugis sering kali diselenggarakan
secara meriah, sehingga upacara perkawinan merupakan upacara paling
meriah dibanding upacara-upacara lainnya yang ada dikehidupan
masyarakat Bugis. Apalagi jika upacara perkawinan diselenggarakan oleh
orang-orang dari kalangan bangsawan, maka upacara tersebut harus
dipersiapkan semaksimal mungkin oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, dan
bahkan partisipasi dari kelompok masyarakat tertentu agar upacara dapat
terlaksana dengan baik dan dapat memuaskan semua pihak yang terlibat
dalam upacara perkawinan tersebut (Sani, 2010 : 33)
Dalam pesta perkawinan orang Bugis memiliki dua tahap. Tahap
yang pertama adalah acara perkawinan (ma’pabotting atau menre’ botting
atau ‘naiknya mempelai’) yang dilaksanakan di rumah mempelai
perempuan tanpa dihadiri kedua orang tua mempelai laki-laki. Tahapan
kedua adalah ma’parola yaitu membawa pengantin pengantin perempuan
ke rumah orang tuanya (Pelras, 2006:181-182).
Sebelum kedua tahapan diatas dilakukan, terlebih dahulu diadakan
persiapan (tahapan awal) rangkaian kegiatan acara perkawinan, para
kerabat keluarga dan tetangga akan bersama-sama mempersiapkannya.
Para keluarga dan tetangga mempersiapkan beberapa atribut atau
perlengkapan perkawinan yang akan dilaksanakan seperti pembuatan
2
walasuji yaitu kegiatan dimana orang-orang berkumpul dengan tujuan
membuat anyaman bambu yang dibentuk khusus dalam upacara
perkawinan Bugis. Selain walasuji, salah satu kegiatan lainnya adalah
massarapo yang berarti membuat ruangan khusus untuk kerabat, keluarga
dan tetangga yang akan datang membantu dalam membuat makanan
yang akan disajikan. Sebelum pesta perkawinan akan di lakukan kegiatan
seperti ma’barasanji atau ritual khusus yang bernuansa Islami dalam
upacara perkawinan, ada banyak pihak yang berperan, salah satu yang
paling penting adalah seorang “indo’botting” yang secara harfiah berarti
inang pengantin (Pelras, 2006:183). Dalam perkawinan Bugis, peran
indo’botting yaitu merias pengantin wanita, memandu pengantin wanita
menuju pelaminan serta yang paling penting adalah pengetahuan
tradisional mengenai proses dalam merias pengantin agar pengantin
dapat memancarkan aura kecantikannya. Akan tetapi dalam
perkembangan zaman yang modern ini, perlahan peran indo’botting mulai
bergeser dengan adanya Wedding Organizer (WO) dan Make Up Artist
(MUA).
WO merupakan suatu bidang pekerjaan di sektor jasa khusus pada
bidang organisir acara-acara tertentu seperti, organisir acara, seminar,
event dan pesiapan acara perkawinan yang secara pribadi membantu
calon pengantin serta keluarga dalam perencanaan atau supervisi
pelaksanaan rangkaian acara pesta perkawinan sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan. WO Yang kini mulai digunakan jasanya dikalangan
3
masyarakat-masyarakat sosialita yang buming dalam media sosial dan
media internet untuk mempersiapkan acara perkawinan.
WO juga memberikan informasi mengenai berbagai macam hal yang
berhubungan dengan acara perkawinan, serta memfasilitasi, negosiasi,
dan koordinasi dengan pihak gedung/hotel dan supplier/vendor seperti
catering, dekorasi, fotografer, perias, grup musik, dan lain-lain, dan juga
mempunyai konsep acara perkawinan yang lebih medern seperti yang
banyak digunakan di kota-kota besar. WO dikenal oleh masyarakat Bugis
lewat media sosial dan media internet yang banyak digunakan oleh
masyarakat di ibu kota Sulawesi Selatan (Kota Makassar) hingga ke ibu
kota kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, salah satunya
yang ada di kota Parepare.
Sedangkan MUA dikenal oleh masyarakat Bugis lewat jasa-jasa
tempat kursus make up artist yang banyak bertebaran di ibu kota Sulawesi
Selatan (Kota Makassar) hingga ke ibu kota kabupaten-kabupaten yang
ada di Sulawesi Selatan. Salah satunya yang ada di Kota Parepare.
MUA juga memiliki keahlian dalam memaksimalkan penampilan
wajah, dengan menggunakan sisi gelap terang dari paduan warna yang
dilukis di wajah seorang calon pengantin dan juga menyiapkan pakaian
yang lebih modern.
Selain yang ada di atas, terdapat pula pengetahuan mendasar
indo’botting yang didapatkan secara turun-temurun dari pendahulunya
seperti, dekorasi kamar pengantin, dekorasi gedung resepsi, atau dalam
4
bahasa Bugis dikenal dengan istilah “Ma’gattung Lamming” yang berarti
hiasan yang digunakan oleh masyarakat Bugis yang terbuat dari kain
bludru yang dihiasi dengan manik manik yang dijahit tangan dengan
membentuk sebuah pola atau gambar-gambar seperti ayam merak dan
bunga panreng yang disimbolkan dengan kecantikan dan kesejahteraan,
serta, keahlian indo’botting dalam memaksimalkan penampilan wajah,
dengan menggunakan sisi gelap terang dari paduan warna yang dilukis di
wajah seorang calon pengantin serta adanya pengetahuan magis yang
dikenal dengan penanaman susuk pada wajah mempelai wanita, atau
lebih dikenal dengan cenning’rara dalam masyarakat Bugis yang bertujuan
untuk mempercantik dan memikat perhatian orang-orang yang melihat
pengguna cenning’rara.
Berdasarkan uraian diatas, indo’botting mempunyai peran yang
sangat penting dalam upacara perkawinan Bugis, maka menarik perhatian
penulis untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul penelitian :
Eksistensi indo’botting di Kota Parepare : Suatu Studi Antropologi
5
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana status dan peran indo’ botting dalam acara perkawinan?
2. Bagaimana strategi indo’ botting dalam mempertahankan usahanya
di Kota Parepare ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan eksistensi
Indo’ Botting pada perkawinan Bugis di Kota Parepare.
1. Untuk menggambarkan status dan peran indo’botting dalam acara
perkawinan bugis di Kota Parepare.
2. Untuk menggambarkan strategi indo’botting dalam mempertahankan
usahanya.
D. Manfaat Penelitian
Secara akademis penelitian ini di harapkan mampu berkontribusi
terhadap perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan
khususnya ilmu antropologi serta menambah jumlah referensi penelitian-
penelitian yang mengkaji hal serupa.
Secara praktis penelitian ini ialah memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Penelitian Tang (1969) yang berjudul Aneka Ragam Pengaturan
Sekuritas Sosial di Bekas Kerajaan Berru Sulawesi Selatan, Indonesia
yang membahas tentang beberapa prosesi upacara perkawinan
masyarakat Bugis di Bekas Kerajaan Berru Sulawesi Selatan, Indonesia
yang berikut ini :
1. Pemilihan Jodoh
Menurut orang–orang tua dalam masyarakat Bugis, bahwa
jodoh yang ideal adalah perkawinan antara mereka yang masih
mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi perempuan tidak boleh
lebih tinggi derajatnya dari dari laki-laki dalam hal ini calon suaminya.
Tetapi pada masa kini, tahap pemilihan jodoh hampir tidak lagi
berlaku terutama pada masyarakat Bugis khusnya di kota Parepare.
2. Peminangan
Proses ini dilakukan setelah ditentukan jodoh untuk calon
mempelai laki-laki, tetapi sebelum meminang secara resmi, terlebih
dahulu orang tua dari calon mempelai laki-laki mengutus anggota
keluarganya untuk mecari tahu bahwa apakah gadis yang diinginkan
sudah ada atau belum ada yang mengikatnya. Jika semuanya sudah
jelas, maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu madduta
(lamaran secara resmi). Untuk itu kemudian dibutuhkan lagi bantuan
7
dari anggota keluarga yang dianggap berpengalaman dalam hal ini
untuk menyampaikan lamaran kepada orang tua si gadis dan pada
kesempatan itu pula kedua belah pihak membicarakan jumlah sompa
(mas kawin) dan dus menre’ (uang belanja) yang merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki untuk biaya
upacara perkawinan.
Akhirnya, suatu peminangan kemudian dilanjutkan dengan
upacara yang disebut mappasiarekeng (mempererat ikatan), yang
dihadiri oleh beberapa orang dari kedua belah pihak dan berarti
semua kesepakatan tidak boleh diubah lagi. Dan kemudian akan
dilanjutkan dengan persiapan upacara.
3. Persiapan Upacara
Sebelum masuk dalam tahapan ini, orang tua pengantin terlebih
dahulu mendatangi orang yang dituakan untuk berkonsultasi agar
diarahkan untuk kelancaran jalannya upacara perkawinan tersebut.
Dalam persiapan upacara, tuan rumah membutuhkan banyak
bantuan terutama bantuan tenaga.
Pada proses persiapan ini, penasehat membentuk seksi-seksi
dan menunjuk orang-orang untuk bertugas pada setiap seksi seperti
seksi peralatan dan bangunan, seksi-seksi protokol, seksi segi empat
(domino), seksi penjemputan, seksi penerangan dan seksi
kendaraan. Setelah itu, setiap seksi akan memulai tugasnya sesuai
dengan apa yang telah ditugaskan kepadanya. Pada tahap
8
persiapan ini juga, kerabat dekat akan memberikan sumbangan yang
berupa bahan makan dan sekurang-kurangnya memberi sumbangan
tenaga.
4. Malam Tudampenni
Malam tudampenni yang biasa juga disebut dengan wenni
mappacci oleh masyarakat Bugis khususnya di kota Parepare
diadakan pada hari menjelang upacara perkawinan yang akan
dilangsungkan pada keesokan harinya. Upacara ini diawali dengan
pembacaan barasanji yang menjadi kewajiban dalam masyarakat
Bugis.
5. Menreq kawing
Upacara dimana pengantin laki-laki diantarkan oleh keluarga,
tetangga, dan sahabat-sahabatnya, serta pemuda-pemuda yang
membawa erang-erang (hadiah yang berupa seperangkat pakaian
dan perhiasan yang akan diberikan untuk pengantin perempuan)
kerumah perempuan untuk melangsungkan prosesi yang sangat
sakral yaitu akad nikah, dimana kedua mempelai dinikahkan oleh
penghulu yang kemudian sah menjadi pasangan suami istri.
Keluarga besar dari pengantin perempuan juga bersiap-siap
untuk menjemput pengantin pria beserta orang-orang yang
mengantarnya ke rumag pengantin pria tersebut.
9
6. Marola
Prosesi ini merupakan salah satu upacara penting dalam
upacara perkawinan masyarakat Bugis yaitu kunjungan pengantin
perempuan ke rumah pengantin laki-laki setelah selesainya upacara
perkawinan di rumah pengantin perempuan yang diantarkan oleh
anggota keluarga dari pihak perempuan terutama yang punyai status
sosial tinggi yang kemudian dijemput lagi oleh keluarga dari
pengantin laki-laki. Keluarga dari pengantin perempuan tidak lupa
membawa kue-kue sebagai balasan dari kue yang telah diterima dari
pihak pengantin laki-laki.
Setelah pengantin perempuan sampai di depan tangga,
seorang perempuan tua kemudian menaburi pengantin perempuan
dengan bertih sebagai sambutan selamat datang (pakkuruq
sumangq). Salah satu rangkaian dari upacara marola yaitu
penyerahan hadiah yang berupa sarung sutera sebagai hadiah
balasan kepada orang tua pengantin laki-laki dalam acara
mappammatua (hadiah penghormatan kepada mertua).
7. Mabenni Tellumpenni dan Massita Baiseng
Merupakan prosesi terakhir, setelah kedua pengantin baru
menginap di rumah pengantin perempuan, maka kedua orang tua
pengantin laki-laki atau diwakili oleh keluarga dekatnya untuk
mengunjungi besannya (massita baiseng) dan sekaligus menjemput
10
menantunya untuk mabenni tellumpenni (meniginap tiga malam) di
rumah orangtua pengantin laki-laki.
Kemudian, Penelitian Wulandari (2009) yang berjudul Peranan Juru
Rias Pengantin Terhadap Pelestarian Tata Rias dan Busana Adat Solo
Putri di Kabupaten Temanggung menemukan bahwa juru rias pengantin
memberikan peranan yang signifikan dalam melestarikan tata rias dan
busana pengantin adat solo putri di Kabupaten Temanggung, maka bagi
para juru rias pengantin harus dapat meningkatkan pengetahuan dan
keahlian tentang tata rias dan busana pengantin tradisional agar dapat
melestarikan tata rias dan busana pengantin tradisional sebagai salah satu
kebudayaan nasional dan sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Dari hasil
penelitian perlu dikembangkan penelitian berikutnya untuk menemukan
faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian tata rias
dan busana pengantin adat solo putri guna mempertahankan
kelestariannya sebagai salah satu kebudayaan nasional.
Penelitian Rohayati (2016) yang berjudul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi Pemilihan Seni Tata Rias Pengantin di Banjanegara”
menemukan rata-rata calon pengantin dalam pemilihan tata rias pengantin
di Banjarnegara ditinjau dari faktor internal sebesar 17% dengan kategori
rendah sedangkan ditinjau dari faktor eksternal 12,5% dengan kategori
rendah. Masyarakat di Banjarnegara lebih memilih menggunakan tata rias
pengantin Jawa muslim pada hari perkawinannya. Simpulan dalam
penelitian ini adalah Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan seni tata
11
rias pengantin di Banjarnegara terdiri dari faktor internal meliputi perasaan
senang, pengetahuan individu, kebutuhan dan faktor eksternal meliputi
juru rias pengantin, lingkungan sosial, status sosio-ekonomi, culture atau
kebudayaan.Faktor-faktor yang paling dominan dalam pemilihan tata rias
pengantin di Banjarnegara adalah faktor internal yaitu faktor kebutuhan.
Faktor yang paling rendah dukungannya adalah faktor juru rias pengantin
faktor ini termasuk dalam faktor eksternal. Calon pengantin di
Banjarnegara banyak memilih tata rias pengantin Jawa muslim. Saran
yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah juru rias pengantin di
Banjarnegara sebaiknya selalu menciptakan inovasi baru untuk tata rias
pengantin tetapi tidak menghilangkan pakem tata rias pengantin berasal.
Bagi calon pengantin khususnya di Banjarnegara diharapkan selalu
menambah pengetahuan mengenai tata rias pengantin sehingga dapat
memilih mode dan tata rias pengantin sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan.
Selanjutnya penelitian Wiguna (2015) menemukan bahwa analisis
kualitas pelayanan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan yang
digunakan oleh Perusahaan Wedding CV Anpian Production harus
dievaluasi sebagian karena strategi yang digunakan oleh Perusahaan
Wedding CV Anpian Production terkesan sedikit masih kurang hanya
dengan kebutuhan atau perlangkap saja bagi Perusahaan Wedding CV
Anpian Production, meskipun pelayanan yang di tawarkan oleh
perusahaan sudah sangat baik dipasaran, namun tanpa analisis maka
12
lambat laun posisi jasa perusahaan akan tergeser oleh jasa perusahan
lain dalam kategori yang sama. Selain itu, dengan kurangnya analisis yang
dilakukan perusahaan maka secara otomatis perusahaan akan mengalami
kekalahan dalam bersaing dengan perusahaan lain yang menawarkan
jasa dalam kategori yang sama. Hal ini terbukti dimana perusahaan yang
baru berdiri sangat gencar dalam melakukan kegiatan promosinya, yang
naitinya akan ada penuruan dari penjualan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
B. Konsep Perkawinan Bugis
Perkawinan merupakan pranata penting dalam masyarakat sebagai
awal terbentuknya pranata keluarga. Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 1
tahun 1974 tentang “perkawinan”, menyatakan bahwa perkawinan adalah
ikatan lahir dan batin pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa.
”Perkawinan merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Disamping itu ada kalanya perkawinan merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan yang menjauh atau retak, ia merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat dan begitu pula perkawinan itu bersangkut paut dengan warisan dan harta kekayaan…” (Noviardi, 2003).
Berdasarkan defenisi tersebut diatas, perkawinan merupakan akad
yang sangat kuat atau ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri untuk menaati perintah Tuhan dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
13
berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, meneruskan kehidupan manusia dan
masyarakat, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial serta
memperbaiki hubungan kekerabatan sesuai dengan ajaran agama
masing-masing.
Dalam (Warsito, 2012:167-168) juga menjelaskan tentang
perkawinan yang merupakan peristiwa penting dalam kehidupan setiap
orang. Karena perkawinan tidak hanya menyangkut kepada orang yang
bersangkutan saja, tetapi selalu bersangkutan dengan kedua keluarga
yang disatukan bahkan sampai kepada pada leluhur mereka. Ketika
membahas tentang perkawinan, maka tidak dapat terlepas dari
pembahasan mengenai sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan
merupakan sistem hubungan sosial yang timbul dari keturunan maupun
perkawinan. Keturunan yaitu hubungan darah antar orang yang satu
dengan yang lain.
Masyarakat Bugis merupakan suku yang menjunjung tinggi aspek
kekerabatan, pengetahuan ini merupakan hal yang penting bagi orang
Bugis. Prinsip kekerabatan yang dimaksud ialah perkawinan, hal ini
dianggap penting karena berkaitan dengan norma seks dan kehidupan
rumah tangganya kelak.
Menurut pandangan orang Bugis, perkawinan bukan sekedar
menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri, melainkan suatu
upacara yang bertujuan untuk menyatukan dua keluarga besar yang telah
terjalin sebelumnya menjadi semakin erat atau dalam istilah orang Bugis
14
mappasideppe’ mabelae atau mendekatkan yang sudah jauh (Pelras,
2006:178). Oleh karena itu, perkawinan dikalangan masyarakat Bugis
umumnya berlangsung antar keluarga dekat atau antar kelompok
patronasi (endogami) terutama dikalangan masyarakat biasa karena
mereka sudah saling memahami sebelumnya (Hadikusuma, 2003:68)
dalam masyarakat Bugis perkawinan dipandang sebagai tempat untuk
berbahagia karena terjalinnya sebuah hubungan diantara kedua mempelai
pengantin yang telah lama berjauhan melalui perayaan yang didalamnya
terdapat sebuah pesta perkawinan yang juga dipandang sebagai suatu hal
yang sangat berkaitan dengan status sosial mereka dalam masyarakat,
sehingga semakin meriah sebuah pesta dalam perkawinan, maka semakin
tinggi pula status sosial yang disandangnya.
Sebetulnya, sebelum dilaksanakan upacara perkawinan orang Bugis
mempunyai beberapa proses. Proses awal ialah ma’manu’manu’ yang
berarti berbuat seperti burung-burung yang terbang kian kemari untuk
mencari makan yakni pengamatan awal untuk mengetahui status
kebangsawanannya (Pelras, 2006:181).
Setelah beberapa kegiatan non-formal selesai, dimana pertanyaan-
pertanyaan awal yang diajukan kepada keluarga maupun calon mempelai
selesai, kegiatan selanjutnya adalah lamaran secara resmi atau dalam
bahasa Bugisnya (ma’duta). Pada proses pelamaran, dua keluarga
dipertemukan untuk membicarakan persiapan dalam kegiatan
perkawinannya. Inti dari pembicaraan tersebut adalah sompa yang secara
15
harfiah berarti persembahan yang diberikan pada calon perempuan
berdasarkan status perempuan tersebut dan sompa tersebut akan mejadi
hak milik perempuan. Dan dui’menre’ yang berarti uang naik atau uang
antaran keluarga laki-laki untuk keluarga perempuan yang ditentukan oleh
pihak perempuan sendiri dalam mempersiapkan pesta perkawinannya
(Pelras, 2006:81). Dua inti pembicaraan tersebut adalah mas kawin yang
diberikan kepada pihak perempuan. Dalam banyak masyarakat mas kawin
sering kali disebut mahar atau “harga pengantin perempuan”. Pembayaran
mas kawin mengabsahkan hak suami atas istri dan anak-anaknya
(Eriksen, 2009:185).
Dalam pesta perkawinan, orang Bugis memiliki dua tahap yaitu :
tahap yang pertama adalah acara perkawinan (ma’pabotting atau menre’
botting atau ‘naiknya mempelai’) yang dilaksanakan di rumah mempelai
perempuan tanpa dihadiri kedua orang tua mempelai laki-laki, tahapan
kedua adalah ma’parola yaitu membawa pengantin pengantin perempuan
ke rumah orang tuanya (Pelras, 2006:181-182).
Sebelum kedua tahapan di atas dilakukan, terlebih dahulu diadakan
persiapan (tahapan awal) rangkaian kegiatan acara perkawinan, para
kerabat keluarga dan tetangga akan bersama-sama mempersiapkannya.
Para keluarga dan tetangga mempersiapkan beberapa atribut atau
perlengkapan perkawinan yang akan dilaksanakan seperti pembuatan
walasuji yaitu kegiatan dimana orang-orang berkumpul dengan tujuan
membuat anyaman bambu yang dibentuk khusus dalam upacara
16
perkawinan Bugis. Selain walasuji, salah satu kegiatan lainnya adalah
massarapo yang berarti membuat ruangan khusus untuk kerabat, keluarga
dan tetangga yang akan datang membantu dalam membuat makanan
yang akan disajikan. Sebelum pesta perkawinan, akan di lakukan kegiatan
seperti ma’barasanji atau ritual khusus yang bernuansa islami yang
digabungkan dengan mappacci atau ritual yang melibatkan keluarga dekat
sebagai simbol dalam perkawinan Bugis.
Ada pula penjelasan tentang perkawinan pada masyarakat Bugis
dalam Millar (2011 : 85) bahwa semua proses yang dilangsungkan dalam
menyelenggarakan dan merayakan upacara perkawinan mulai dari
lamarang hingga penjamuan sampai selesai. Ada lima proses utama
dalam upacara perkawinan pada masyarakat Bugis yaitu pelamaran,
pertunangan, pernikahan, pesta perkawinan serta pertemuan resmi
berikutnya.
C. Konsep Status dan Peran
...A status as, distinct from the individual who may occopy it, is simply a collection of right and duties. Since these rights and duties can find expression only through the medium of indi-it is extremely for to maintain a distinction in our thinking between statuses and the people who hold them and exercise the rights and dutie which constitute them... A rate the dinamic aslft of a status. The indi-vidual is socially assigned to a status and duties which contitute the status info effect, he is performing a role (Linton, 1936 : 113-114).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa status merupakan
sekumpulan hak dan kewajiban. Dan setiap individu memiliki status yang
bebeda sedangkan peran merupakan representasi status yang bersifat
17
dinamis, setiap individu berperan sesuai statusnya dalam hubungan sosial
dan melakukan hak dan kewajiban yang menyertainya.
Defenisi peran menurut Soekanto (2002:243), yaitu peran
merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang telah
mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya, maka ia telah menjalankan satu peranan. Koentjaraningrat
(1986:35), mendefenisikan peran sebagai tingkah laku individu yang
mementaskan satu kedudukan tertentu.
Penjelasan lebih lanjut mengenai konsep peran dikemukakan oleh
Livson yang dikutip oleh Soekanto (2007:212) bahwa :
Peran merupakan serangkaian aturan yang berkaitan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Pengertian lain adalah peran pula dapat diartikan sebagai satu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Selain hal tersebut, manusia memiliki kecenderungan untuk hidup secara berkelompok dan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan defensi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
serangkaian perilaku yang diatur berdasarkan norma-norma yang ada
dalam struktur sosial masyarakat. Berdasarkan struktur dan peran
tersebut, beberapa oknum yang memiliki status dan peran tertentu akan
diperlakukan istimewa dibanding status lainnya.
Struktur sosial menurut Marzali (2006:127-137), ialah sebuah
“thewhole” (kebulatan/keseluruhan) yang terdiri atas “The Parts”
(komponen-komponen), dan komponen-komponen ini terjaring dalam satu
status tertentu dalam situasi sosialnya. Penelitian ini membahas mengenai
18
proses perkawinan Bugis. Dalam hal ini indo’botting yang melakoni
perannya dalam pelaksaan proses perkawinan. Rangkaian peran tersebut
dijelaskan oleh Talcot Parson dalam Datuan (2011:53) sebagai sistem
sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi
dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan
atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai
kecenderungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang ada hubungannya
dengan situasi mereka didefenisikan dan dimediasi dalam sistem simbol
bersama yang terstruktur secara kultural.
Indo’botting merupakan salah satu aktor dalam kegiatan perkawinan
pada masyarakat Bugis. Dalam upacara perkawinan masyarakat Bugis,
indo’botting berperan sebagai aktor yang bertindak sebagai pemeran
utama dalam kelancaran upacara perkawinan.
Dari rangkaian penjelasan diatas, dapat merefleksikan peran
merupakan pemahaman bersama yang dijadikan tuntunan berprilaku
dalam masyarakat. Dalam rangka proses pemenuhan kebutuhan dasar
khusunya kegiatan perkawinan, individu melakukan serangkaian aktivitas
yang dilakoni dalam satu masyarakat. Hal ini dapat didefenisikan sebagai
peranan dalam masyarakat dari orang yang menduduki status. Tulisan ini
pula membahas mengenai rangkaian peran yang ia defenisikan sebagai
perangkat peran (Role Set).
Karena itulah penulis dapat menarik kesimpulan bahwa peran yang
dimaksud merupakan perilaku seseorang sesuai dengan status
19
kedudukannya pada masyarakat yang bersifat dinamis, baik itu berupa
tindakan ataupun perilaku individu yang sedang memangku ataupun
berprilaku sesuai dengan statusnya dalam proses perkawinan. Serta
peran sosial merupakan hubungan keseharian antar aktor diluar
pelaksaan perkawinan.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang lazim dalam ilmu
antropologi yaitu metode penelitian kualitatif dengan tipe desktiptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti sebagai perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
(Moleong, 2002).
Dalam pandangan Natanton (dalam Mulyana, 2002:59) fenomenologi
merupakan istilah generik yang merujuk kepada semua pandangan ilmu
sosial yang menganggap bahwa kesadaran manusia dan makna subjektif
sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara mendalam guna
mendapatkan penggambaran yang lebih spesifik terhadap penelitian yang
akan dilakukan.
B. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kota Parepare, provinsi Sulawesi Selatan
dan akan difokuskan pada indo’botting. Selain itu penelitian ini berlokasi
dimana ada perkawinan yang memakai jasa indo’botting dan ada pula
yang memakai jasa Wedding Organizer. Dan lokasi penelitian ini mudah
21
dijangkau oleh penelti sehingga dapat memperoleh informasi mengenai
fokus yang akan diteliti. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan juli 2017
dan penelitian ini berakhir sekitar akhir bulan Desember, dimana data
yang diperlukan telah terjawab sesuai dengan masalah penelitian.
Lokasi ini dipilih beradasrkan beberapa hal, pertama karena lokasi ini
mudah dijangkau seperti yang telah dijelaskan diatas, kedua Kota
Parepare merupakan kota yang dimana penduduknya mulai banyak
mengetahui perkembangan zaman melalui media sosial dalam hal ini
facebook, instagram, path, line, dan lainnya yang banyak memberi
informasi serta gambaran mengenai Wedding Organizer yang telah
banyak digunakan jasanya oleh masyarakat di kota-kota besar. Dan yang
ketiga yaitu, beberapa masyarakat Kota Pare-pare sudah mulai
menggunakan jasa Wedding Organizer dan menurut penulis, hal tersebut
merupakan suatu ancaman bagi indo’botting yang mempunyai konsep
tradisional dalam menjalankan perannya pada perkawinan Bugis di Kota
Parepare.
Dari ketiga alasan tersebut menarik peneliti untuk melakukan
menjadikan Kota Parepare sebagai lokasi penelitian diantara kota-kota
lainnya.
C. Teknik Penentuan Informan
Untuk menentukan informan digunakan konsep yang prinsipnya
menghendaki seorang informan itu harus paham terhadap budaya yang
22
dibutuhkan (Spradley 2007:39). Pemilihan informan dalam penelitian ini
dilakukan secara sengaja (purposive).
Peneliti lebih dulu mencari informan pangkal, yaitu mereka yang
dianggap dapat memberikan informasi tentang siapa yang memiliki potensi
untuk diwawancarai serta mampu memberikan akses untuk
mewawancarai mereka dan memberikan penjelasan yang spesifik
mengenai eksistensi indo’botting di dalam acara perkawinan Bugis di Kota
Pare-pare, sedangkan untuk informan kunci adalah, mereka yang
dianggap tahu dalam pekerjaan tersebut yang sudah memiliki pengelaman
dalam menjalani peranan Indo’botting.
Informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan penulis (scanning). Informan itu sendiri adalah seseorang yang
memberikan informasi terkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary (dikutip Spradley, 2007:39),
informan adalah “seorang pembicara asli yang berbicara dengan
mengulang kata-kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya
sebagai model imitasi dan sumber informasi.” Lebih lanjut, Spradley
mengatakan bahwa informan adalah guru bagi peneliti (terutama
etnografer).
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian adalah Indo’botting”
dan pengguna “Indo’botting”. Informan seperti ini diharapkan memberikan
informasi tentang peran Indo’botting dalam proses perkawinan pada
masyarat bugis serta menjelaskan strategi bertahannya Indo’botting
23
ditengah maraknya penggunaan Wedding Organizer di tengah masyarakat
perkotaan khususnya di Kota Parepare. Untuk pembahasan selanjutnya
disajikan daftar informan sebagai berikut :
Daftar informan :
No Nama Informan Usia /
Tahun Kategori
Jenis Kelamin
Laki – Laki Perempuan
1 Else 42 Indo'botting
2 Memet 32 Indo'botting
3 H. Bondan 45 Indo'botting
4 H. Damang 43 Indo'botting
5 H. Sennang 67 Indo'botting
6 H. Nadi 49 Indo'botting
7 Hj. Wati 48 Pengguna Indo'botting
8 Anggi 23 Pengguna Indo'botting
9 H. A. Nurmiati 45 Pengguna Indo'botting
Sumber : Data lapangan yang telah diolah 2017
Dari tabel diatas dapat diapahami bahwa informan dengan jenis
kelamin laki-laki berjumlah 4 orang atau sekitar 45% sedangkan informan
yang berjenis kelamin perempuan ada 5 orang atau sekitar 65%. Dalam
penelitian ini terbagi dua kategori informan yaitu indo’botting dan
pengguna indo’botting itu sendiri. Beberapa nama informan diatas, sesuai
dengan nama dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan izin informan itu
sendiri.
24
Dari tabel diatas dapat dilihat deskripsi singkat informan laki-laki
hingga informan perempuan sebagai berikut :
Pertama, Else adalah seorang indo’botting berjenis kelamin laki-laki
yang berpenampilan seperti perempuan (waria) dengan usia 42 tahun. Dia
telah menggeluti perannya sebagai indo’botting selama kurang lebih 10
tahun dan telah digunakan jasanya sebanyak lebih dari 100 acara
perkawinan selama 10 tahun.
Kemudian, Memet mengakui dirinya seorang indo’botting berjenis
kelamin laki-laki dengan usia 32 tahun. Dia adalah indo’botting yang
terbilang sangat baru dalam menjalankan usahanya tersebut. Usahanya
tersebut baru berjalan selama 4 tahun, tetapi dia telah dipercayakan dan
dapat menyelesaikan proses perkawinan yang terbilag mewah di kota
Parepare.
Selanjutnya, H. Bondan adalah indo’botting berjenis kelamin laki-laki
yang berpenampilan seperti perempuan (waria) dengan usia 45 tahun. Dia
telah menggeluti perannya sebagai indo’botting selama lebih dari 10
tahun, dia termasuk salah satu indo’botting yang ternama di kota Parepare
dan telah digunakan jasanya lebih dari 100 acara perkawinan bugis baik di
dalam kota maupun di luar kota Parepare.
Ada Juga, H. Damang yang merupakan salah satu indo’ botting
berjenis kelamin laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan (waria)
dengan usia 43 tahun. Dia telah menggeluti perannya sebagai indo’
botting selama kurang lebih 10 tahun dan dia termasuk salah satu indo’
25
botting yang ternama di kota Parepare yang telah digunakan jasanya
sebanyak lebih dari 100 acara perkawinan Bugis, baik di dalam kota
maupun di luar kota.
Kemudian, Hj. Sennang adalah indo’botting berjenis kelamin
perempuan dengan usia 67 tahun. Dia telah menggeluti perannya sebagai
indo’botting selama lebih dari 10 tahun yang saat ini usahanya tersebut
lebih banyak dijalankan oleh anaknya sendiri dikarenakan usianya yang
tidak lagi muda untuk menjalankan usahanya tersebut. Dia juga termasuk
salah satu indo’botting yang cukup dikenal di Kota Parepare, akan tetapi
saat ini lebih banyak menyelesaikan acara perkawinan di luar kota
Parepare. Dia termasuk indo’botting yang merasakan banyaknya
perubahan antara upacara perkawinan dulu hingga sekarang.
Ada Juga, H. Nadi adalah indo’botting berjenis kelamin perempuan
dengan usia 49 tahun. Dia menggeluti perannya sebagai indo’botting
selama kurang lebih 10 tahun. Dia adalah indo’botting yang cukup sering
digunakan jasanya di luar kota Parepare tetapi jarang digunakan jasanya
di kota parepare itu sendiri.
Selanjutnya, Hj. Wati adalah salah satu pengguna jasa indo’ botting
yang berjenis kelamin perempuan dengan usia 48 tahun. Dia telah
menggunakan jasa indo’ botting sebanyak 3 kali untuk acara perkawinan
kemanakannya
Kemudian Anggi yang merupakan salah satu pengguna jasa indo’
botting yang berjenis kelamin perempuan dengan usia 23 tahun. Dia telah
26
menggunakan jasa Indo’ Botting sebayak 1 kali untuk acara perkawinan
dirinya sendiri dan mendapatkan informasi mengenai indo’ botting yang
digunakan jasanya dari temannya yang juga telah menggunakan jasa indo’
botting tersebut.
Terakhir, Hj. A. Nurmiati yang juga termasuk salah satu pengguna
indo’ botting yang berjenis kelamin perempuan dengan usia 43 tahun. Dia
telah menggunakan jasa indo’ botting sebanyak 1 kali yang merupakan
upacara perkawinan yang terbilang mewah dan berkonsep tradisional di
kota Parepare.
Daftar nama-nama informan tersebut di atas sesuai dengan nama
panggilan akrab dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan keinginan dari
informan itu sendiri.Demikianlah deskripsi singkat mengenai informan
didalam penelitian ini.
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Penelitian lapangan dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung dengan setiap informan.
Sebelum melakukan wawancara kepada informan, penulis selalu
mengawalinya dengan melakukan diskusi bebas agar wawancara
berlangsung dengan baik dan tidak terlalu kaku, penulis juga tak lupa
untuk selalu menjelaskan tujuan wawancara dan menanyakan
27
kesediaannya untuk di wawancarai dan betul-betul tidak ada
kegiatan yang akan dilakukan oleh informan sehingga informan
dapat fokus dalam proses wawancara, juga mengenai penggunaan
nama informan, karena hal ini sangat penting dalam sebuah
penelitian yang menyangkut etika penelitian.
Dalam wawancara, peneliti menggunakan bahasa bugis dan
bahasa Indonesia, hal ini diperuntukkan agar informan atau
narasumber bisa dengan mudah memahami dan maksud dari
pertanyaan yang di berikan,serta memberikan rasa nyaman dalam
mengeluarkan pendapat dan berekspresi. Hasil wawancara yang
yang dilakukan telah dibuatkan bukti dokumen, yang berupa transkrip
data wawancara, agar mempermudah dalam melakukan analisis
data dan untuk melakukan penyusunan. Adapun bahasa lokal yang
akan dituliskan, telah diberikan pengertian dalam bentuk bahasa
indonesia. Namun, istilah-istilah yang sulit diterjemahkan atau
memang bahasa lokal yang khas, tidak diterjemahkan, melainkan
hanya diberikan padanaan katanya saja.
Mengutip dari Endraswara (2003:241) untuk mencapai
kredibilitas data dilakukan dengan cara pengamatan secara terus-
menerus dan triangulasi. Pengamatan yang dilakukan ketika berada
di lapangan akan dikonfirmasi ulang data yang sudah didapatkan
dengan metode wawancara dan akan mengkonsultasikan ke dosen
pembimbing.
28
Lewat wawancara penulis berusaha menggali informasi
mengenai Eksistensi Indo’ botting menurut setiap informan baik itu
dari pengguna maupun dari indo’botting itu sendiri.
Dalam penulisan ini, adapun kendala yang dihadapi oleh
penulis yaitu: Pertama, beberapa Indo’ Botting menolak untuk
diwawancara i dengan alasan sibuk atau keluar kota. Kedua, sulitnya
membuat janji untuk mendapatkan hasil wawancara dari informan
karena peneliti melakukan penelitian dimana pada bulan tersebut,
banyak yang melakukan upacara perkawinan sehingga indo’botting
susah ditemui. Ketiga, sulitnya mendapatkan data yang mendalam
dari beberapa informan yang disebutkan diatas dikarenakan ketatnya
persaingan Indo’ Botting yang ada di Kota Parepare, dan keempat,
sulitnya mendapatkan data mengenai sarana umum dalam hal ini
gedung upacara perkawinan.
2. Observasi
Dalam penelitian ini dilakukan teknik observasi langsung dalam
kegiatan perkawinan untuk melihat secara langsung bagaimana
proses kerja seorang indo’ botting dalam merias wajah calon
pengantin dan pekerjaan mendekor tempat resespsi perkawinan.
Serta melihat validasi hasil wawancara yang telah dilakukan. Ada
beberapa data yang dari hasil observasi seperti, hasil pemasangan
lamming dan tabere hingga cara make up dan hasil make up seorang
indo’botting, serta beberapa perlengkan untuk upacara perkawinan.
29
3. Studi Literatur
Teknik pengumpulan data melalui study literatur. Peneliti
menggunakan beberapa buku terkait dengan fokus penelitian, dan
juga beberapa hasil penelitian sebelumnya yang mengangkat tulisan
serupa untuk lebih memperkaya data.
4. Teknik Analisis Data.
Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang
membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan analitis dan menulis catatan singkat
sepanjang penelitian (John W. Creswell, 2013:274). Data yang akan
akan saya analisis akan menggunakan beberapa proses analisis
data yang di jelaskan oleh Creswell, di antaranya:
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Dalam
mengolah ini akan lebih dominan pada transkrip wawancara.
2. Membaca keseluruhan data. Untuk langkah ini lebih fokus pada
data dan kemudian memaknainya dalam tulisan.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Langkah ini
merupakan lanjutan dari poin kedua dan lebih memperhatikannya
dalam proses pengumpulan data.
30
E. Sistematika Penulisan.
Untuk memberikan gambaran sementara tentang isi dari tulisan ini,
maka berikut ini penulis akan menentukan bab-bab sementara yaitu :
BAB I. Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah,
fokus masalah, tujuan penelitin, dan manfaat penelitian.
BAB II. Menguraikan tinjauan pustaka yang berisi tentang, penelitian
sebelumnya, konsep perkawinan, serta konsep peran.
BAB III. Metode penelitian, menguraikan tentang metode kulitatif yang
digunakan oleh penulis, serta menguraikan tentang lokasi
penelitian teknik, teknik penentuan informan, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika
penulisan.
BAB IV. Berisi gambaran umum lokasi penelitian dan objek penelitian
yang terdiri deskriptif Kota Parepare, letak dan keadaan
geografis, keadaan penduduk, dan sarana umum dalam hal ini
gedung-gedung resepsi perkawinan.
BAB V. Mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi : 1.
Terkait dengan prosesi perkawinan Bugis, 2. Mengenai
penggambaran status dan peran indo’ botting dalam acara
perkawinan bugis di kota Parepare, 3. strategi indo botting
dalam mempertahankan usahanya.
BAB VI. Merupakan bab penutup yang memuat tentang kesimpulan dan
saran-saran.
31
BAB IV
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A. Letak Geografis
Penelitian ini dilakukan di Kota Parepare, salah satu kota madya
yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kota
Parepare terletak antara 3o 57’ 39” - 4o 04’ 49” Lintang Selatan dan 119o
36’ 24” - 119o 43’ 40” Bujur Timur. Kota Parepare memiliki batas-batas
wilayah : sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, di
sebelah timur Kabupaten Sidrap, di sebelah selatan Kabupaten Barru, dan
di sebelah barat Selat Makassar. Luas wilayah Kota Parepare tercatat
99,33 km2; meliputi 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bacukiki, Bacukiki
Barat, Ujung, dan Soreang, serta memiliki 22 kelurahan.
Jarak antara Kota Parepare dan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan,
yaitu Makassar sekitar 154 km dan dapat ditempuh menggunakan bus
antar kota, angkutan antar daerah, serta kendaraan pribadi dengan waktu
tempuh antara 3-4 jam perjalanan. Sebagian besar wilayah Kota Parepare
terdiri atas pesisir dan sebagian merupakan dataran tinggi, serta dapat
dieksplorasi menggunakan angkutan umum (angkot) serta beberapa ojek
lokal.
B. Sejarah Kota Parepare
Di awal perkembangannya, dataran tinggi yang sekarang ini disebut
Kota Parepare, dahulunya adalah merupakan semak-semak belukar yang
diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai
32
tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai
dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Kemudian
dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran
itu dinamakan Kota Parepare.
Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang
anak Raja Suppa meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan
wilayah tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing.
Wilayah itu kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang, kemudian satu
lagi kerajaan berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.
Kata Parepare ditenggarai sebagian orang berasal dari kisah Raja
Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg.
Bonto Karaeng Tonapaalangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan
Bacukiki ke Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai
ahli strategi dan pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan
pemandangan yang indah pada hamparan ini dan spontan menyebut
“Bajiki Ni Pare” artinya “(Pelabuhan di kawasan ini) di buat dengan baik”.
Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang datang
berdagang ke kawasan Suppa.
Kata Parepare punya arti tersendiri dalam bahasa Bugis, kata
Parepare bermakna " Kain Penghias " yg digunakan diacara semisal
pernikahan, hal ini dapat kita lihat dalam buku sastra lontara La Galigo
yang disusun oleh Arung Pancana Toa Naskah NBG 188 yang terdiri dari
12 jilid yang jumlah halamannya 2851, kata Parepare terdapat dibeberapa
33
tempat diantaranya pada jilid 2 hal [62] baris no. 30 yang berbunyi " pura
makkenna linro langkana PAREPARE" (KAIN PENGHIAS depan istana
sudah dipasang).
Melihat posisi yang strategis sebagai pelabuhan yang terlindungi
oleh tanjung di depannya, serta memang sudah ramai dikunjungi orang-
orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini kemudian
menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi Selatan.
Di sinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan merambah
seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang berpusat di
Parepare untuk wilayah Ajatappareng.
Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan
seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber
sebagai Pimpinan Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah
pemerintah yang dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder
Afdeling Barru, Onder Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling
Enrekang, Onder Afdeling Pinrang dan Onder Afdeling Parepare.
Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau
Gezag Hebber. Disamping adanya aparat pemerintah Hindia Belanda
tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini dibantu pula oleh
aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru, Addatuang
Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung Enrekang di Enrekang, Addatung
Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan Arung
Mallusetasi.
34
Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II
yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun
1942. Pada zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur
pemerintahan disesuaikan dengan undang-undang no. 1 tahun 1945
(Komite Nasional Indonesia). Dan selanjutnya Undang-undang Nomor 2
Tahun 1948, dimana struktur pemerintahannya juga mengalami
perubahan, yaitu di daerah hanya ada Kepala Daerah atau Kepala
Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi semacam Asisten Residen
atau Ken Karikan.
Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya
tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan
dan pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan, maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten
Tingkat II, yaitu masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng
Rappang, Enrekang dan Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus
Kota Praja Tingkat II Parepare. Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota
Praja diganti menjadi Kotamadya dan setelah keluarnya UU No. 2 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka status Kotamadya berganti
menjadi “KOTA” sampai sekarang ini.
Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah
Walikotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari
1960, maka dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
35
No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal
17 Februari 1960.
C. Gedung Perkawinan di Kota Parepare
Sarana umum yang dimaksudkan di sini adalah sarana umum yang
digunakan untuk resepsi perkawinan di kota Parepare dalam hal ini
adalah gedung-gedung resepsi perkawinan. Di kota Parepare terdapat
beberapa gedung resepsi perkawinan yaitu :
1. Gedung Islamic Centre
Gedung ini sering kali digunakan untuk resepsi perkawinan
yang terbilang mewah karena ukuran gedung ini cukup luas dan
berada pada posisi strategis dan letaknya bersampingan dengan
mesjid Islamic Center, sehingga tidak sedikit orang yang
melaksanakan akad nikah di mesjid tersebut dan kemudian
berpindah ke gedung untuk melangsungkan upacara resepsi
perkawinan. Gedung inI dapat menampung hingga kurang lebih
1.500 tamu undangan. Gedung ini terletak di jalan H. Agussalim kota
Parepare dan dikelolah langsung oleh pemerintah kota Parepare,
maka dari itu harga sewa gedung ini terbilang murah dari harga
gedung-gedung untuk resepsi perkawinan lainnya. Harga dari
gedung ini hanya mencapai Rp. 2.500.000,-.
36
Gambar IV. 1: Gedung Islamic Center
Sumber : Dokumentasi Peneliti
2. Gedung Baruga Pratistha
Gedung ini mampu menampung kurang lebih 1.000 orang tamu
undangan yang terletak di jalan A. Mappatola kota Parepare,
letaknya berada di dalam kompleks pekarangan polres Parepare.
Pengelolaan gedung tersebut masih dalam naungan polres pare-
pare, jadi ketika anggota polisi atau pun staf yang masih berada
dibawah naungan polres pare-pare, akan mendapatkan potongan.
Hal yang berbeda ketika gedung tersebut digunakan atau pun
disewa oleh seseorang yang berada diluar lingkup instititusi tersebut
maka ia akan memperoleh biaya penuh atau biaya tanpa potongan.
37
Gambar IV. 2 : Gedung Baruga Pratistha
Sumber : Dokumentasi peneliti
3. Gedung Graha Muslinda
Gedung ini merupakan gedung yang cukup sederhana yang
hanya bisa menampung kurang lebih 500 orang tamu undangan.
Gedung ini sering digunakan oleh orang-orang yang melangsungkan
upacara perkawinan yang cukup sederhana dan tidak menyebar
undangan lebih dari 500, tetapi harga penyewaan gedung ini
mencapai harga Rp. 5.000.000,-. Harganya cukup mahal karena
dikelolah oleh pemilik gedung itu sendiri. Gedung ini terletak pada
posisi yang cukup strategis di jalan Bau Massepe kota Parepare .
4. Hotel Grand Kartika
Hotel ini baru didirikan pada tahun 2015, sehingga fasilitas yang
diberikan kepada pengguna gedung ini terbilang masih baru, maka
dari itu gedung ini sering digunakan untuk upacara perkawinan yang
cukup sederhana dan terkesan minimalis karena gedung dari hotel ini
38
tidak terlalu luas, jadi bagi orang yang melangsungkan upacara
perkawinan dengan tamu undangan sekitar 500 orang, maka suasana
gedung inilah yang bisa membantu agar tamu pada pesta tersebut
terlihat ramai. Gedung ini hanya mampu menampung kurang dari 500
orang tamu undangan dan harga sewa gedung ini Rp. 3.000.000,-
yang terletak di jalan H. Agussalim kota Parepare.
Gambar IV. 3 : Hotel Grand Kartika
Sumber : Dokumentasi peneliti
5. Hotel Kenari
Gedung hotel ini hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu
(apabila gedung yang lain sudah penuh), mengingat letak gedung ini
yang cukup jauh dari keramaian, harga sewa gedung ini cukup
mahal. Tetapi pengunjung serta tamu undangan dapat melihat
keindahan kota Parepare dari gedung ini karena letaknya lebih tinggi
dari kota Parepare secara keseluruhan. Gedung ini terletak di jalan
Jendral Sudirman kota Parepare.
39
6. Hotel Delima Sari
Gedung dari hotel ini termasuk gedung tua yang terus
diperbaharui sehingga masih banyak digunakan hingga sekarang,
gedung hotel ini tidak terlalu luas dan tidak pula sempit. Di gedung ini
mampu menampung hingga 1.000 tamu undangan. Gedung ini
terletak di jalan A. Makkasau kota Parepare.
Gambar IV. 4 : Hotel Delima Sari Sumber : Dokumentasi peneliti
D. Prosesi Perkawinan Bugis
Ada beberapa prosesi upacara perkawinan Bugis di Kota Parepare
menurut data hasil penelitian yaitu :
1. Ma’ baja laleng ( Membuka Jalan )
Ma’ baja kaleng merupakan suatu proses dalam
penyelenggaraan perkawinan pada masyarakat Bugis khusunya di
Kota parepare dimana kerabat yang diutus oleh keluarga calon
mempelai laki-laki membuka jalan kepada keluarga calon mempelai
40
perempuan yang diinginkan kemudian dilanjutkan dengan prosesi
ma’bicara dui’ menre’.
2. Ma’ Biacara Dui’ Menre’
Ma’ bicara dui’ menre’ merupakan suatu proses dalam
penyelenggaraan perkawinan pada masyarakat Parepare dimana
dalam acara tersebut kerabat terdekat dari keluarga laki-laki datang
ke rumah keluarga perempuan dengan tujuan untuk membahas uang
belanja (dui’ menre) yang diminta oleh keluarga perempuan dan
kesanggupan dari keluarga laki-laki. Biasanya orang yang datang
Ma’ Bicara Dui’ Menre adalah orang-orang yang dituakan dan
dipercayakan sebagai penyambung lidah dari pihak laki-laki, seperti
paman, tante, serta kerabat - kerabat tertua supaya lebih mudah
menghubungkan pembicaraan dari kedua belah pihak untuk
membahas uang belanja (dui’ menre atau uang yang digunakan
mempelai wanita untuk mengadakan pesta dan akad nikah dari calon
mempelai laki-laki), Sompa (emas kawin) dan lain-lain yaitu
pemberian berupa uang atau harta dari pihak keluarga laki-laki
kepada keluarga perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan
menurut ajaran Islam.
Berdasarkan pembicaraan antara keluarga dari pihak laki-laki
dengan orang tua si perempuan, maka orang tua tersebut berjanji
akan menyampaikan kepada keluarga dari pihak laki-laki untuk
41
datang kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika terjadi
kesepakatan maka ditentukanlah waktu Mappettuada.
3. Mappettuada (Membuat Kesepakatan)
Maksudnya, kedua belah pihak bersama-sama mengikat janji
yang kuat atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya.
Pada kesempatan ini calon mempelai perempuan didandani untuk
menyambut tamu dari pihak laki-laki.
Dalam acara mappettuada ini, perempuan yang akan dipinang
didandani sedemikian rupa agar terlihat menarik untuk dipandang
oleh keluarga laki-laki yang datang meminang. Akan tetapi,
dandanan pada waktu mappettuada lebih minimalis dari dandanan
pengantin pada umumnya.
Dalam acara ini akan dirundingkan dan diputuskan hari
perkawinan, serta menyerahkan sebagian uang belanja (dui menre’)
sesuai kesepakatan pada waktu Ma’ bicara dui menre dan akan
menyerahkan sisanya pada saat Esso Menre’ Botting e. Sejak
tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga sudah
mempersiapkan keberlangsungan perkawinan tersebut. Makin tinggi
status sosial yang dimiliki oleh keluarga keluarga yang akan
mengadakan pesta perkawinan, maka makin lama juga dalam
persiapan yang dilakukan. Untuk pelaksanan perkawinan dilakukan
dengan menyampaikan kepada seluruh sanak keluarga dan rekan-
rekan.
42
4. Mattale’ undangeng (Menyebar Undangan)
Mattale’ undangeng bertujuan untuk menyampaikan waktu
pernikahan dan mengundang seluruh kerabat dan rekan untuk
menghadiri pesta pernikahan yang akan dilaksanakan.
Seiring berjalannya proses mattale undangeng, indo’ botting juga
mempersiapkan perlengkapan yang akan dipakai pada pernikahan
tersebut. Mulai dari perlengkapan Dio Majang, Mappacci, Akad
Nikah, hingga pada acara pesta perkawinan. Semakin tinggi status
sosial seseorang, semakin banyak pula perlengkapan yang harus
disediakan untuk upacara perkawinannya.
5. Esso Turung
Jika prosesi mappettuada selesai, yang berarti tanggal
perkawinan telah ditentukan. Tiga hari sebelum hari perkawinan,
para tetangga dan kerabat terdekat turun membantu di rumah calon
pengantin. Ada yang membantu mengiris-iris, memasak, membuat
kue, mengelap piring, serta membantu mendirikan sarapo (beberapa
bambu yang dikumpulkan untuk membuat bangunan sementara
yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga), jika sarapo
tersebut didirikan.
6. Dio majang (Mandi Mayang)
Upacara ini hampir mirip dengan siraman dalam tradisi
perkawinan Jawa. Upacara ini bermaksud untuk membersihkan diri
lahir dan batin sehingga saat kedua mempempelai mengarungi
43
bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari
Yang Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya yang
akan dilanjutkan dengan Macceko (mencukur rambut halus) di
sekitar dahi yang dilakukan oleh indo’botting.
Hal ini dipercaya dapat membersihkan calon mempelai dari
semua hal yang masih tersisa pada diri calon mempelai sebelum
diserahkan kepada pasangannya yang dilaksanakan pada pagi hari
sebelum didandani oleh indo’botting untuk wenni mappacci.
7. Mappanre Temme (Khatam Al-Qur’an)
Upacara ini merupakan penamatan Al-qur’an yang
dilaksanakan bagi calon-calon pengantin yang belum Khatam Al-
Qur’an. Maka prosesi ini dilaksanakan sebelum prosesi mappacci.
8. Wenni Mappacci
“Mappacci iyanaritu gau’ ripakkeonroi nallari ade’ gau mabbiasa tampu’ semu-sennuang, ri nia akkattana madeceng mammuarei pammase Dewata seuwae.” (Badruzzaman, 2007)
Maksudnya : Mappacci merupakan upacara yang dilakukan sesuai dengan adat yang mengandung harapan yang baik, dengan maksud yang baik supaya diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Mappaccing berasal dari kata paccing yang berati bersih,
mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik
menggunakan daun pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan
pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni
Mappacci”
44
9. Esso Menre botting e
Mempelai laki-laki diantar ke rumah mempelai wanita untuk
melaksanakan akad nikah (jika belum melakukan akad nikah) dan
membawa seserahan yang berupa kue-kue tradisional Bugis khusu
penantin, pakaian, alat, mandi, alat make-up, serta alat shalat untuk
diserahkan kepada calon mempelai perempuan yang telah d susun
dan dihias oleh indo’botting dari pihak laki-laki . Karena pada
masyarakat Bugis ada juga yang telah melaksanakan akad nikah
sebelum acara perkawinan dilangsungkan yang disebut kawing soro’.
Kalau sudah melaksanakan kawing soro’ hanya diantar untuk
melaksanakan proses mappasikarawa. Setelah mappasikarawa
maka dilanjutkan dengan acara marellau dampeng (memohon maaf)
kepada kedua orangtua pengantin, dan kepada seluruh keluarga
terdekat yang sempat hadir pada akad nikah tersebut.
10. Marola
Acara ini merupakan prosesi penting dalam perkawinan adat
Bugis yaitu merupakan kunjungan balasan dari pihak perempuan ke
pihak laki-laki dengan membawa balasan seserahan dari mempelai
laki laki yang telah disusun dan dihias oleh indo’botting dari
mempelai perempuan. Dilanjutkan dengan acara marellau dampeng
(memohon maaf) kepada kedua orangtua pengantin, dan kepada
seluruh keluarga terdekat yang sempat hadir pada acara marola
tersebut. Adapun marola wekka dua yaitu mempelai perempuan
45
hanya bermalam satu malam saja dan sebelum matahari terbit kedua
mempelai kembali ke rumah mempelai perempuan.
11. Resepsi Perkawinan
Setelah seluruh prosesi akad perkawinan berlangsung,
biasanya diadakan acara resepsi (walimah) dimana semua tamu
undangan hadir untuk memberikan doa restu dan sekaligus menjadi
saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak berburuk
sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.
46
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Indo’botting Dalam Acara Perkawinan Bugis
Indo’botting merupakan status yang didapatkan oleh seseorang yang
mempunyai keahlian dalam merias pengantin serta mendekorasi rumah
pengantin. Tetapi keahlian yang dimilikinya tidak hanya sebatas itu, ada
pula pengetahuan-pengetahuan lokal yang dimilikinya sehingga dia
dipercaya oleh masyarakat dapat mengorganisir upacara perkawinan
khususnya perkawinan Bugis di Kota Parepare. salah satu indo’botting
menjelaskan proses sehingga bisa menjadi indo’botting seperti sekarang
ini.
“iya mulai mancaji indo’botting sekitar seppulo taung. wettukku biccu, tulu maccio ma okko neneku ko engka bottinna. iya de’na engka uassikolai asenna botting apalagi ko botting ogi mi, tapi maloppo okkoma acara botting e jaji mega uisseng apa iya tu de’ gaga sikola ku temme ma bawang SD nappa tulu laona sibawang i neneku ko engka bottinna. narang mate i neneku, iya na lanjut i iye jama-jamang e apa iya bawang appona misseng i pekko maneng carana ko ipappakei botting e. apa ero indo’botting e riolo tu na’benniang aga bottinna biasa ta’ tellungesso melona acara e lao memenni ma’benniang i, biasa lalo aga ta’ siminggu lao nabbenniang calon botting e. jaji iya na lanjut i selama mate i neneku, engkana seppulo taung jaji indo’botting”(Else, 42 tahun).
“Saya mulai menjadi indo’botting sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu, sewaktu kecil, saya selalu ikut bersama nenek ketika ada upacara perkawinan yang dia kerjakan. Saya tidak pernah sekolah tentang perkawinan apalagi perkawinn bugis, tetapi saya dibesarkan dibeberapa acara perkawinan, jadi banyak pengetahuan yang saya dapatkan. Saya hanya tamat SD kemudian ikut bersama nenek jika ada acara perkawinan. Hingga saat ini, nenek meninggal, jadi saya yang melanjutkan pekerjaan ini karena hanya saya cucunya yang tau bagaimana merias pengantin. Karena indo’botting jaman dulu biasa menginap di rumah pengantin sekiar 3 hari sebelum hari perkawinan bahkan kadang menginap sekitar 1 minggu. Jadi saya yang melanjutkan selama nenek saya meninggal, saya sudah menjadi indo’botting selama 10 tahun”.
47
Pada kutipan di atas, di jelaskan bahwa Else (42 tahun) mendapat
pengetahuan dari neneknya yang dulu berstatus sebagai indo’botting.
pengetahuan yang dimilikinya hanya didapatkan dari pegalaman selama
kurang lebih 20 tahun ikut bersama neneknya untuk menyelesaikan
perannya dalam upacara perkawinan Bugis. Status indo’botting yang
disandangnya mulai sejak neneknya meninggal hingga saat ini yang
sudah berlangsung sekitar 10 tahun.
Pada perkawinan masyrakat Bugis, peran indo Botting sangat
berpengaruh terhadap kelancaran upacara perkawinan. Proses upacara
perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis dimulai dari
mappetuada hingga resepsi perkawinan. Tahap perkawinan yang
dilakukan tersebut memerlukan peran indo botting untuk mengurus
jalannya proses upacara perkawinan. Ia berperan sebagai orang yang
memiliki keahlian dalam merias pengantin serta perlengkapan upacara
perkawinan.
Dalam upacara perkawinan masyarakat Bugis khususnya di kota
Parepare, figur Indo botting perannya terbagi dalam beberapa tahap
upacara perkawinan. Peran indo’botting yang dimaksud yaitu merias
pengantin, mendekorasi rumah pengantin hingga ke gedung resepsi
perkawinan, menyediakan bosara (wadah yang digunakan untuk
menyajikan kue dalam acara-acara besar di suku Bugis yang berbentuk
seperti piring dan mempunyai sedikit kaki disertai penutup), menyediakan
alat makan di rumah pengantin seperti piring, cangkir, piring ceper (piring
48
yang berukuran yang digunakan oleh tamu untuk mencicipi kue yang
disajikan diatas bosara), sendok makan, sendok kue (berbeda dengan
ukuran sendok makan, sendok kue dalam hal ini berukuran lebih kecil
daripada sendok makan), dan lain-lain, menyediakan meja makan (meja
yang digunakan untuk menyajikan makanan dirumah pengantin yang
disajikan untuk tamu pengantin) dan meja bosara (meja yang disediakan
untuk menyusun bosara diatasnya yang disajikan untuk tamu yang hadir
dirumah pengantin) , dan tenda.
Merias pengantin merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh
indo’botting. Tugas yang dilakukan oleh beberapa informan yang berperan
sebagai indo’botting terlihat seperti sesuatu yang telah disusun dan
dijadwalkan. Merias pengantin dimulai dari upacara mappettuada hingga
malam resepsi pernikahan.
Dalam tahapan merias pengantin, indo’botting perlu
mempersiapakan alat makeup yang akan digunakan untuk mendandani
pengantin dan pakaian pengantin dalam hal ini waju botting (baju
pengantin) yang dipasangkan dengan lipa’ botting (sarung pengantin)
yang kini dibuat seperti rok agar lebih mudah digunakan, serta perhiasan
yang akan dipakai oleh pengantin seperti : potto botting (gelang
pengantin), rante botting (kalung pengantin), anting-anting, pinang goyang
(perhiasan yang ditancapkan pada rambut pengantin perempuan yang
telah disanggul), kutu-kutu (hiasan tambahan pada rambut pengantin
perempuan yang dulunya berupa bunga melati asli yang kini telah
49
menggunakan cotton buds sebagai pengganti bunga melati, dan adapula
yang terbuat dari hiasan berbentuk mutiara yang dibuat agar bisa
ditancapkan pada rambut pengantin perempuan), simpolong tettong
(sanggul berdiri yang diletakkan dibagian belakang rambut) yang dihiasi
dengan kembang warna warni disampingnya agar menambah keindahan
sanggul, patteppo (yang berbentuk seperti bando yang diletakkan diatas
kepala pengantin perempuan untuk menambah keindahan di bagian
kepala si pengantin), sigerra (perhiasan yang dikenakan dikepala
pengantin laki-laki), yang digunakan untuk menambah keindahan dalam
penampilan si pengantin yang juga mempunyai fungsi dan makna masing-
masing.
Gambar V. 5 : alat makeup yang digunakan untuk mendandani pengantin
perempuan Sumber : Dokumentasi Peneliti
`
50
Gambar V. 6 :Potto botting (gelang pengantin) moderen
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 7 : Pinang Goyang Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 8 : Anting-anting
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 9 : Rante Botting (kalung pengantin)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
51
Gambar V. 10 : Kutu-kutu
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 11 : Simpolong Tettong
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 12 : Pantteppo
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Informan Else mengatakan bahwa :
“mappabbedda maneng tu indo’ botting e. Ko makkunrai ipabeddani nappa ipappakei ni pekeang botting, biasa metoka jadi indo’ botting okko botting orane we tapi ko botting orane ippappake mi bawang nappa ibeddaki cedde tapi ipanipiki ladde i ero lagi biasa de’na melo. Jadi mulai ki mappabedda ko melo i dio majang tapi ibeddaki biasa mi jolo, yang penting engka beddana madekke nappa ko wenni
52
melona mappacci, bajanna si ko melo i kawing, nappa pestana (Else, 42 tahun).
“Semua indo’botting bisa mendandani pengantin. Jika perempuan, maka didandani kemudian indo’botting mengenakan pakean pengantin kepada si pengantin, tetapi kalau pengantin laki-laki, indo’botting hanya mengenakan pakean pengantin kepada si pengantin laki-laki kemudian di beri sedikit bedak, tetapi di aplikasikan setipis agar tidak terlihat kalau pengantin laki-laki menggunakan bedak tetapi ada juga pengantin laki-laki yang tidak mau menggunakan bedak sama sekali. Jadi indo’botting mulai mendandani sebelum mandi mayang tetapi didandani secara natural, kemudian dirias lagi sebelum malam mappacci, kemudian esok harinya sebelum nikah, dan resepsi perkawinan”.
Keahlian merias yang ditunjukan oleh para indo’ botting merupakan
pekerjaan yang cukup membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Para indo’ botting mengakui bahwa merias pengantin
adalah keahlian yang harus dikuasai oleh semua para indo’ botting,
karena keahlian inilah yang menjadi penilaian dari masyarakat untuk
diakui sebagai indo’ botting. Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu
Informan pengguna indo’botting :
“yang paling pertama ku liat saya kalau pergi ka pengantin itu, bedaknya sama baju pengantinnya. Jadi waktuku mau menikah, langsung memang meka pergi sama itu indo’ botting e yang pernah na pake teman ku karna ku suka liat i bedaknya sama baju pengantinnya. Masalahnya satu kali ki ji mau menikah, jadi dicari memang mi indo’botting yang bisa kasi cantikki” (Anggi, 23 tahun).
“Yang paling pertama saya lihat ketika menghadiri acara perkawinan, bedak dan pakaian yang digunakan pengantinnya. Jadi sewaktu saya mau menikah, saya langsung mencari indo’botting yang pernah digunakan oleh teman saya karena saya suka dengan riasan pengantinnya. Karena upacara perkawinan hanya dilakukan sekali seumur hidup, jadi kita harus mencari indo’botting yang terbaik”.
Hal tersebut di atas menerangkan bahwa betapa petingnya peranan
indo’botting dalam persiapan merias pengantin. Bukan hanya itu, ada pula
satu hal yang tidak kalah pentingnya yaitu pengetahuan lokal indo’botting
53
dalam bentuk mantera-mantera (cenning rara), yang digunakan agar calon
pengantin yang diriasnya terlihat lebih cantik dan mempesonna (makerra).
Yang juga dikatakan oleh informan :
“Okko toni ro rekeng beda na indo’ botting e sibawa pabedda biasa e, apa idi engka iseng-isseng supaya messu i cahayana botting e. ko melo ni iceko, ibaca ni jolo ero apa pole okko cekona tu botting e na mattappa botting tauke, engka to ko ma’bedda i, ko ijakka i aga engka to, lain to ko maddadasa i tapi tette meto ipakanjaki bateta mappapake botting, apa amo maga baca-baca mu ko assala ma’jama mo bawang tette meto i meja tu jajinna” (Hj. Sennang, 67 tahun)
“Perbedaan indo’botting dan tukang make up biasa terletak pada cara mendandannya, karena kita sebagai indo’botting mempunyai pengetahuan agar pengantin kelihatan bercahaya setelah didandani. Sebelum macceko, ada mantra yang dibacakan terlebih dahulu karena kecantikan pengantin nampak dari hasil macceko, ada juga mantra sebelum mengaplikasikan bedak, sebelum menyisir rambut juga, dan lain juga sebeelum mengaplikasikan dadasa, tetapi cara kerja juga tetap diiperhatikan, karena bagaimanapun keahlian kamu dalam membaca mantra jika cara kerjamu asal-asalan, hasilnya pasti jelek”.
Yang kemudian dibantahkan oleh Informan Else yang katanya tidak
lagi menggunakan cenning rara dalam proses merias pengantin karena
dimana perlengkapan untuk merias pengantin telah berkembang
sedemikian rupa, menurutnya yang harus diperhatikan dalam proses ini
adalah teliti dalam bekerja. Seperti yang di jelaskan pada kutipan berikut :
“Ko mabbedda taue harus ki mateliti apa ero yaseng cenning rara de’na nalaku makkukkue, tau rioloe mi tu na carepai tappana botting e apa tuli na berrung ni na pennoi miccu. Ko indo’ botting makkukkue de gaga ni yaseng baca-baca apa engkana yaseng bedda ultima, bedda sonia aga. Pa bulu meni tu taue ko melo mopi pa’ baca-baca” (Else, 42 tahun).
“jika kita mendandani, kita harus teliti karena yang namanya cenning rara (mantra-mantra) sudah tidak digunakan saat ini, hanya indo’botting jaman dulu yang menggunakannya, hanya mengotori wajah si pengantin karena selau meniup dan meludahi wajah pengantin. Kalau indo’botting sekarang, sudah tidak menggunakan mantra-mantra karena sudah ada macam-macam bedak seperti
54
bedak ultima, serta bedak sonia. Hanya orang kampungan yang masih menggunakan mantra dalam merias pengantin”.
Hal yang harus dipersiapan oleh indo’botting kemudian yaitu
persiapan dekorasi di rumah pengantin. Persiapan tersebut berupa
lamming (pelaminan tempat kedua mempelai akan bersanding), dan
tabere (terbuat dari kain beludru dengan lebar sekitar 20 yang
mengelilingi ruangan-ruangan di rumah pengantin) sebagai hiasan
untuk memperindah rumah pengantin yang mempunyai makna
tersendiri dan sebagai penanda bahwa dirumah tersebut akan
dilaksanakan upacara perkawinan, dan dekorasi kamar pengantin.
Gambar V. 13 : Lamming (pelaminan) yang akan digunakan untuk prosesi
mappacci Sumber : Dokumentasi Peneliti
55
Gambar V. 14: Dekorasi kamar pengantin
Sumber : Dokumentasi Penulis
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Indo’ Botting bernama
Memet (32 tahun) :
“Wettu bottinna ero anakna Puang Aso, melo telumpuleng upassedia
pakkakkasa bottinna. Wajunna mulai mappacci lettu pesta baru maneng, lamming na, taberena aga baru maneng, nappa tenda mappassedia ka seppulo petak (okko bolana lima petak, okko gedung e lima to petak) apa ero tenda na okko bolana de’na wedding iganggu lettu selesai maneng acara e. Duanggesso puraku sipettuang menre memenna juppandang mabelanca apa amo bosara e baru maneng to, ero bosara kaca e upakeang i. Jadi siminggu sebelum esso bottingna lao memenna ma’dekor okko bolana, apa onroanna aga mappacci ipakkaderai pappacci e, makkadera toi tau e okko mejang bosara e nappa engkasi pada bola bola pole aso e iakkibua na onroi botting e dio majang nappa idekor maneng to ero, perhiasanna botting e baru maneng. Ero bawang lamming, tabere, sibawa waju botingna melo duampuleng nappa selesai maneng. Lamming sibawa tabere okko bolae bawang siaga memeng apa bola loppo, engka to ilaleng bola, engkato okko tenda e iyolo bolana. Laingsi okko gedung e, gedung loppo to na onroi i nappa na tambai mopi tenda okko saliweng na gedung e, ipasangeng maneng tabere ero (Memet, 32 tahun)
“Sewaktu upacara perkawinan anak dari Puang Aso, saya meyediakan pelengkapan perkawinannya selama hampir 3 bulan. Pakaian mulai dari prosesi mappacci hingga resepsi dibuatkan baru, lamming, dan tabere semuanya dibuatkan baru, kemudian saya menyediakan tenda sebanyak 10 petak (di rumahnya 5 petak dan di gedung 5 petak) karena tenda yang dipasang dirumahnya tidak boleh diganggu sampai selesainya acara. Dua hari setelah memutuskan
56
untuk menggunakan jasa saya, saya langsung ke makassar untuk belanja perlengkapan untuk digunakan pada upacara perkawinan tersebut, karena bosara yang digunakannya pun semuanya baru, saya menggunakan bosara kaca pada saat itu. Jadi 1 minggu sebelum hari perkawinan, saya kerumahnya untuk mendekorasi rumah pengantin karena pelaminan yang digunakan untuk mappacci dibikin lebih tinggi dari biasanya, jadi orang yang mau memberi pacci kepada pengantin disediakan kursi di depan pelaminan dan orang-orang yang duduk di meja bosara juga menggunakan kursi. Adapula rumah-rumah yang dibuat dari bambu untuk mandi mayang dan kemudian di dekorasi lagi, perhiasan untuk pengantin juga baru. Itu lamming, tabere, dan baju pengantin hampir 2 bulan baru selesai. Lamming dan tabere saja untuk dirumah, cukup banyak yang dibutuhkan karena rumahnya besar. Ada didalam rumah dan ada juga di pasang di tenda depan rumahnya, lain lagi dekorasi di gedung, dia juga menggunakan gedung yang luas, dan ditambah juga tenda untuk diluar gedung yang juga dipasangkan tabere”.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Indo’botting Memet
mempersiapkan perlengkapan upacara perkawinan selama kurang lebih 3
bulan mulai dari baju pengantin yang digunakan untuk mappacci hingga
resepsi perkawinan, lamming, tabere, tenda, dan bosara. Hal tersebut
dikarenakan keluarga calon pengantin meminta semua perlengkapan
upacara perkawinan tersebut dibuatkan baru yang membutuhkan waktu
pembuatan baju, lamming, dan tabere sekitar 2 bulan. Hal tersebut terjadi
karena calon pengantin berasal dari keturunan bangsawan yang pertama
kali melakukan upacara perkawinan dalam keluarganya, maka dari itu
dekorasi serta pakaian yang akan digunakan calon pengantin juga harus
dibuat sebaik mungkin.
Berbeda dengan upacara perkawinan yang dilangsungkan dengan
cara sederhana dimana persiapan perkawinannya pun sangat sederhana
dan hanya membutuhkan waktu sekitar 1 bulan untuk mempersiapkan
perlengkapannya dan bahkan ada pula persiapan yang dilakukan hanya
57
dalam waktu 3 minggu saja. Seperti yang dikutip dari hasil wawancara (H.
Damang, 43 tahun) :
“Terakhir iye botting ku e sekitar siuleng upassedia persiapang bottingna, dua waju baru ujaikeng i nappa upappake i memenni mappettuada na tapi waju bodo biasa mi rekeng apa nappa i mappettuada nappa engka tona taberena cedde ugattungeng i okko bolana. Bekke tellu upappake i pakeang botting, wenni mappaccina, esso bottinna, sibawa bajanna melo lao mapparola. De’ to gaga pesta winninna, purana kawing tappa tudang toni jadi bajanna meni rekeng si. Upassediang maneng ni bosara na aga nappa bosara modele baruku uarengngi, penne bossara, penne anreang, prasmanan pokoknya lengkap, upacantiki toni kamara bottinna. Jadi limanggesso sebelum esso botting e laoni anakku ma’dekor, tapi ero bosara sibawa prasmanan, penne, cangkiri, biasa bajanna pesi ibawa maneng i. (H. Damang, 43 tahun).
“Terakhir pengantin yang saya kerja butuh waktu 1 bulan, saya menjahitakan 2 baju, dan saya memakaikan baju bodo untuk mappettuada tetapi baju bodo yang sederhana karena masih tahapan mappettuada dan dipasangkan juga sedikit tabere di rumahnya. Saya memakaikan pakaian pengantin sebanyak 3 kali, malam mappacci, hari perkawinan, dan esok hari untuk tahapan upacara mapparola. Tidak ada resepsi perkawinannya, setelah akad nikah dia langsung diantarkan ke gedung untuk resepsi perkawinan. Saya menyediakan bosara yang model terbaru, piring bosara, piring makan, prasmanan, pokonya lengkap, kamar pengantinnya juga dipercantik. Jadi 5 hari sebelum hari perkawinan, anak-anakku sudah ke rumahnya untuk mendekor, tetapi bosara, prasmanan, piring, cangkir, biasanya dibawah keesokan harinya”.
Informan H. Damang menjelaskan bahwa dia hanya membutuhkan
waktu selama kurang lebih 1 bulan untuk persiapan, karena hanya
membuatkan 1 baju baru saja untuk calon pengantin dan pemasangan
tabere, lamming, dan dekorasi kamar dirumah pengantin biasanya
dilakukan sekitar 1 minggu dan paling lambat 3 hari sebelum esso turung
sebagai tanda bahwa di rumah tersebut akan dilangsungkan upacara
perkawinan. Tetapi, perlengkapan seperti bosara, cangkir, dan piring
biasanya dibawah ke rumah pengantin sekitar 2 hari sebelum esso turung.
58
Adapun prosesi upacara perkawinan yang dijelaskan oleh informan yang
membutuhkan peran indo’botting yaitu:
1. Mappettuada
Indo’botting (H. Bondan 49 Tahun) menjelaskan bahwa ketika
prosesi upacara mappettuada, perempuan yang akan dipinang
didandani kemudian mengenakan baju bodo yang dipasangkan
dengan lipa’sabbe (sarung sutera, dalam hal ini sarung yang dibuat
menyerupai sarung sutera) tetapi baju bodo yang dikenakan, bukan
baju bodo yang dikenakan orang-orang pada umumnya yang telah
disediakan oleh indo’botting. Ada baju bodo moderen yang dibuat
khusus untuk dikenankan oleh perempuan yang akan dipinang
supaya terlihat cantik dan anggun (malebbi) oleh tamu yang datang
mappettuada..
Pada prosesi ini, indo’botting mempunyai peran penting yaitu
menyediakan perlengkapan upacara mappettuada seperti, bosara,
meja bosara, tabere, dan yang penting yaitu merias calon pengantin.
Akan tetapi, tabere serta perlengkapan lain yang digunakan pada
saat mappettuada lebih sederhana daripada hari perkawinan (H.
Bondan 45 Tahun).
Riasan pada saat mappettuada juga lebih sederhana daripada
riasan pada saat mappacci hingga resepsi perkawinan karena belum
dilakukan proses macceko. Pada saat mappettuada, indo’botting
hanya memainkan foundation (bedak dasar) supaya lebih mudah
59
untuk membentuk alis serta melukis wajah calon pengantin agar
terlihat indah, serta menggunakan baju bodo modern yang telah
dipersiapkan khusus untuk acara mappettuada dan mempunyai
konsep yang lebih sederhana yang digunakan untuk upacara macci,
esso menre botting e, mapparola, dan resepsi perkawinan. Yang
kemudian dibenarkan pada kutipan berikut :
“Mulaika mappabedda ko melo mappettuada, apa biasa sappa memengni indo’ botting ko melo i mappettuada jadi ipasangenn i aga lamming cedde okko bolana tapi ko ero pura e pi mappettuada nappa sappa i Indo’ Botting berarti melo pi dio majang nappa ibeddaki cedde. Ko purani idio majang, iantara ni lao salonge nappa iceko ni aga ipabedda, sanggul ni aga ko dena ma’jilbab, tapi ko pa’ jilbab imodelekenni jilbabna, nappa ipappake i waju melo e na pake mappacci. Biasa ko lao ni salonge tette eppa lettu tette sitenggana pitu ijemput ni pemeng lisu bolana mappacci nappa bajanna si ko esso menrena botting e lao si salonge ko purani massempajang subuh, ibeddaki ni nappa ipappakei lettu tette pitu atau sitengngana arua biasa ijemput ni pemeng nappa ibawa lao bolana mattajeng botting oroane, ko labeni botting makkunrai e siap siap tona iya lao bolana apa indo’ botting e si ma jaga botting’ ko mappasikarawa i taue tapi biasa meto keluargana mi jadi pa jagana botting e botting e apalagi ko bencong tona indo’ bottingna de’ na melo apa makkadai amo maga modelena tettei i orane ero bencong e apalagi megani aji macca majaga botting’. Nappa ko purani kawing laosi mapparola, ko poleni mapparola laosi pemeng salong e masselle waju untuk na pake pesta ko wenni. Ko pada moi pakeaanna esso kawing sibawa pestana rekeng de’ to isellei bedda’na tapi ko beda i, ibeddaki pemeng si apa biasa engka botting ko esso kawinna waju ade’ napake nappa ko wenni pestana biasa melo mappake seloyor jadi i beddaki pemeng si apa i sussu maneng pi dadasana jolo apa ipanyambung maneng i bedda na sibawa pakeanna’. Beda si ko botting orane, ko botting orane paling ipappakei mi bawang pake bottinna purani apa biasa engka botting orane de’na melo ipabedda” (Hj. Sennang, 67 tahun). “saya saya memulai mendandani sebab mappetuada, karena biasanya sebelum tahapan mappettuada dilakukan, calon pengantin sudah mencari indo’botting, jadi saat itu sudah dipasangkan lamming (hiasan) di sebagian kecil rumahnya. tapi jika calon pengantin baru mencari indo’ botting setelah mappettuada, berarti disaat hendak melakukan upacara dio
60
majang barulah didandani sedikit. jika usai dio majang diantarlah pengantin ke salon guna didandani serta menghias bagian alis, disitu pula lah kemudian disanggul jika tidak berjilbab, akan tetapi jika berjilbab kemudian jilabnya di modifikasi (dihias), kemudian pengantin mulai mengenakan pakaian pengantin yang akan dipakai saat mappacci. biasanya pengantin berada di salon mulai jam empat (Sore) hingga setengah tujuh (malam) kemudian di jemput kembali ke rumahnya untuk melakukan upacara mappacci, esok hari setelah shalat subuh pengantin diantarkan kembali kesalon untuk dirias hingga sekitar jam 7 (pagi) atau jam setengah 8 (pagi) pengantin dijemput lagi untuk pulang ke rumahnya guna menyambut mempelai laki-laki. ketika mempelai perempuan sudah berangkat, saya mulai bergegas untuk berangkat ke rumah pengantin sebab indo botting lah yang menjaga pengantin ketika mappasikarawa. tapi kadang juga keluarga pengantin yang menjadi penjaga pengantin bagi pengantin perempuan, apalagi jika indo'bottingnya waria, ada yang tidak menghendaki sebab seperti apa pun wujudnya ia tetap laki-laki, apa lagi sudah banyak "aji" yang mampu menjanga pengantin. kemudian ketika usai akad nikah maka berangkatlah untuk mapparola, dan ketika usai mapparola pengantin kembali ke salon untuk mengganti pakaian yang akan digunakan ketika resepsi pada malam harinya. jika pakaian yang ia kenakan saat akad nikah dan resepsi pernikahan sama, tidak perlu lagi dirias, tapi jika yang ia kenakan berbeda maka kembali pula dirias sebab biasanya ada pengantin yang mengenakan pakaian adat dan ketika malam resepsi menggunakan gaun, jadi pengantin kembali dirias sebab dadasanya harus dihapus kemudian diselaraskan tata rias dengan gaunnya. beda halnya dengan pengantin laki-laki, jika pengantin laki-laki hanyalah dibantu mengenakan gaun pengantinnya sebab ia biasanya tidak ingin dirias”.
61
Gambar V. 15 : Contoh riasan dan pakaian pada prosesi mappettuada
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 16 : Tabere yang digunakan pada saat mappettuada Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar V. 17 : Contoh bosara pada saat mappettuada
Sumber : Dokumentasi peneliti
2. Mattale Undangeng (Menyebar Undangan)
Mattale undangeng ini dilakukan oleh beberapa orang wanita
dan laki-laki dengan menggunakan pakaian adat Bugis ( Baju Bodo
untuk perempuan dan jas tutup untuk laki-laki). Peran indo’botting
62
dalam prosesi ini sangat dibutuhkan, karena indo’botting yang
menyediakan baju bodo yang digunakan oleh perempuan dan jas
tutup serta songko’ to bone (songkok yang berbentuk bundar terbuat
dari serat pelepah daun lontar) serta taleng undangeng (menyerupai
bosara tetapi tidak mempunyai kaki dan penutup yang berpeda dari
bosara, digunakan untuk menyipan undangan yang kemudian akan
diberikan kepada orangnya) dan pembungkusnya. Hal tersebut
dijelaskan dalam kutipan berikut :
“Iya’ maneng to sediangi baju bodona makkunrai e, lipa sabbe, jas tutup na oroanewe, songko to bonena na pake mattale undangeng, sibawa ero talang undangenge lollong pabbukkuna
(H. Bondan 45 Tahun)
“saya juga yang menyediakan baju bodo yang digunakan permpuan, sarung sabbe, jas tutup untuk laki-laki, songkok to bone yang digunakan untukmenyebar undangan, dengan tempat undangan dengan pembungkusnya”.
Seiring berjalannya proses mattale undangeng,indo’botting juga
mempersiapkan perlengkapan yang akan dipakai pada pernikahan
tersebut. Mulai dari perlengkapan Dio Majang, Mappacci, Akad
Nikah, hingga pada acara pesta perkawinan. Menurut Indo’botting
(H. Damang 43 Tahun), Semakin tinggi status sosial seseorang,
semakin banyak pula perlengkapan yang harus disediakan pada
acara perkawinannya.
3. Dio Majang (Mandi Mayang)
Dalam upacara ini indo’botting juga mempunyai peran yaitu
mendandani calon pengantin se-minimalis mungkin, menyiapkan
perlengkapan untuk dio majang, dan memimpin jalannya upacara dio
63
majang. Setelah indo’botting memulai upacara tersebut, kerabat –
kerabat terdekat akan melanjutkan sembari mendoakan calon
mempelai yang biasa diakhiri dengan menyuapi calon mempelai
dengan makanan berupa kue-kue khas tradisional Bugis-Makassar
seperti, onde-onde, bolu peca, dan lain-lain yang ditempatkan dalam
suatu wadah besar yang disebut bosara loppo.
Gambar V. 18 : Dio majang yang dipimpin oleh indo’botting (yang sedang
bersalaman dengan calon pengantin) Sumber : Dokumentasi peneliti
Indo’ botting mempunyai pengetahuan dalam hal dio majang
yang berupa mantra agar inner beauty calon pengantin dapat
terpancarkan yang kemudian akan dirias untuk persiapan wenni
mappacci yang dimulai dari macceko (mencukur rambut-rambut
halus pada dahi, dibelakang telinga, sek itar alis) dengan tujuan agar
dadasa (lukisan hitam pada dahi mempelai wanita, melambangkan
bunga teratai yang percaya sebagai bunga suci dengan berbagai
khasiat) dan cilla (yang digunakan untuk memperindah bentuk alis
calon pengantin) dapat melekat dengan baik dan terlihat lebih indah.
Berbeda dengan pengantin sekarang ini, dimana peran indo’botting
64
dalam dalam hal merias pengantin menjadi bertambah, karena calon
pengantin juga meminta dirinya dirias pada saat mappettuada. akan
tetapi, riasan untuk calon pengantin pada saat mappettuada sangat
berbeda dengan riasan setelah dio majang (persiapan mappacci).
Sebelum upacara dio majang, ada beberapa peran yang harus
dilakukan oleh indo’botting yaitu mendekorasi rumah pengantin dan
tenda yang dipasangkan di rumah pengantin. Pemasangan dekorasi
dirumah pengantin biasanya dipasang sekitar 3-5 hari sebelum hari
sebelum esso turung. Dekorasi yang dimaksudkan disini ialah
pemasangan lamming, pemasangan tabere, dan dekorasi kamar
pengantin. Berbeda dengan perlengkapan seperti : bosara, meja,
piring ceper, cangkir, serta piring makan makan yang dibawah ke
rumah pengantin sekitar 3 hari sebelum esso turung.
Gambar V. 19 : Bosara yang digunakan mulai esso turung sampai setelah akad
nikah Sumber : Dokumentasi peneliti
65
4. Wenni Mappacci (Malam Pacar)
Dalam upacara mappacci, indo’botting juga mempunyai peran
penting yaitu memulai upacara mappacci dengan menaruh daun
pacci ditangan pengantin sambil mendo’akan calon pengantin agar
bersih dari dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya yang
kemudian akan dilanjutkan oleh orang-orang yang telah diundang
untuk ikut serta dalam upacara tersebut. indo’ botting H. Sennang
mengatakan bahwa:
“pada mo tu dio majang e, iya meto iyolli si ko wenni si lao mappacci, jaji iya jollo menre’ mappacci nappa menre manenni iyero pura e iundang lao mappacci. Illau doangeng toni botting e leppe pole dosana supaya mapaccing nappa aka’ i bajanna (Hj. Nadi, 49 tahun)”
“sama halnya dio majang, saya juga dipanggil pada malam mappacci, jadi saya yang memulai prosesi mappacci kemudian dilanjutkan oleh orang-orang yang telah diundang untuk prosesi mappacci. Pengantin dido’akan supaya bersih dari dosa-dosanya untuk akad nikah esok harinya”.
Gambar V. 20 : Indo’ Botting (yang mengenakan baju berwarna
kuning) pada saat upacara mappacci Sumber : Dokumentasi Peneliti
66
5. Esso Menre botting e
Peran indo’botting juga dibutuhkan pada saat prosesi
mappasikarawa, dimana indo’botting bertugas untuk menjaga
pengantin perempuan agar kepalanya tidak dipegang, karena
menurut pengetahuan yang dimiliki oleh indo’botting, apabila
pengantin laki-laki memegang kepala istrinya itu berarti ia
mengharapkan istrinya meninggal lebih dulu. Seperti pada kutipan
berikut :
“iyetu riolo indo’botting e jagai botting makkunrai e ko melo ipasikawara, indo’botting e bukkakeng i tange pappasikaeawa e sibawa botting oroane e tapi makkukkue uwita e amo tania indo’botting ko haji ni wedding toni ma’ bukka tange. Pa’ bukka tange istilana, Tapi mega mopa tau de’na melo sembarang pa jaga bottinna anakna, indo’ bottinna to pa. De’na wedding sembarangan taue ko mappasikawa i supaya silampereng i botting e. tapi iya maderri mopa aga isuro mancaji pa’bukka tange. Indo’botting bencong e mi tu de’ kapang na engkau na mancaji pa’bukka tange (Hj. Sennang, 67 tahun).
Indo’botting jaman dulu yang menjaga pengantin perempuan ketika prosesi mappasikarawa, indo’botting yang membuka pintu untuk laki-laki yang akan menjalankan prosesi mappasikarawa, tapi yang saya lihat sekarang meskipun bukan indo’botting kalau dia sudah berstatus haji, dia sudah bisa menjadi pembuka pintu. Istilahnya adalah pembuka pintu, tetapi masih banyak orang tua yang tidak mau jika pembuka pintu hingga penjaga pengantin untuk anak perempuannya bukan indo’bottingnya sendiri. Tidak boleh sembarangan orang untuk mappasikarawa supaya hubungan pengantin bertahan lama. Tetapi saya masih sering dijadikan pembuka pintu. Kecuali indo’botting bencong, mungkin tidak pernah menjadi pembuka pintu”.
67
Gambar V. 21 : Indo’botting (yang mengenakan baju berwarna
kuning) ketika menjaga pengantin perempuan dalam proses mappasikarawa
sumber :Dokumentasi peneliti
6. Resepsi Perkawinan
Dalam prosesi resepsi perkawinan Bugis, sangat dibutuhkan
pula peran indo’botting dalam hal merias pengantin serta dekorasi
gedung yang digunakan untuk resepsi perkawinan. Puncak dari
upacara perkawinan Bugis yaitu pada prosesi resepsi perkawinan,
maka dari itu sangat dibutuhkan keindahan pada riasan pengantin
dan dekorasi pengantin
Dekorasi pengantin pada saat prosesi resepsi, berbeda dengan
dekorasi di rumah pengantin yang digunakan pada saat upacara
mappettuada dan berbeda pula dekorasi pada saat mappacci dan
esso menre’ botting e. Hal tersebut terjadi karena pada saat prosesi
resepsi, para tamu undangan berdatangan silih berganti menikmati
keindahan dekorasi dan riasan kedua mempelai yang dijadikan
kesempatan indo’botting untuk mempromosikan perlengkapan
perkawinan. Seperti, dijelaskan oleh indo’botting
68
“Indo’botting e tu aga si saing-saing to i pakanjaki pakeang bottingna, apa ero taue sipu-pau toi makanja atau mejana pakeang botting e. Jadi ero tau meloe iyaseng nasappa toni indo’ botting makanja e pakeanna. Apalagi ko arung tona, de’ ladde tu na melo ikala kanja pakeanna. Idi indo’botting e kesempatan toni pasoliki pakeanta apa anu makanja maneng to rekeng iyalengi, tette meto isesuakan sibawa harga e (H. Bondan, 45 tahun)”.
“Indo’botting juga bersaing untuk membeperbaiki pakaian pengantin mereka, karena orang-orang saling memberitahu bagus atau tidaknya pakaian pengantin yang dia hadiri.jadi orang-orang yang mau dikata juga mencari indo’botting yang bagus pakaian pengantinnya. Apalagi kalau dari keturunan bangsawan, tidak mau kalau pakaiannya dikalah bagus dari pengantin biasa. Kita sebagai indo’botting juga mengambil kesempatan meninggikan harga sewa jasa karena semua perlengkapan yang diberikan juga yang terbaik, tetap disesuaikan dengan harga sewa”.
Gambar V. 22 : hasil make up dan pakaian yang digunakan pada saat
resepsi perkawinan Sumber : Dokumentasi Peneliti
69
Gambar V. 23 : Lamming saat resepsi perkawinan
Sumber :Dokumentasi Informan
Gambar V. 24 : Tabere untuk resepsi perkawinan
Sumber : Dokumentasi peneliti
Menurut Else (42 tahun), prosesi pernikahan tidak sampai pada
tahap resepsi saja,tetapi masih ada serangkaian adat setelah prosesi
pesta pernikahan yang tidak lagi dilaksanakan oleh masyarakat
Bugis sekarang ini.
“Ko pura I kawing to, ko purai mabarasanji wenninna, wenni pemenna na mappanre manu tau e. Dena wedding sideppe ko deppa na mappanre manu taue riolo. Tapi iye makkukkue de’ gagana, assala purani malludung pakeang laoni okko hotele e. iye riolo engka to tu yaseng mammanu manu, ipakkacubbu bottingge pitu lipa, nappa yassioreng aga botting makkunrai e iyawana ranjang e tu wingngerrang mopi iya wettukku anana, ero biasa neneku indo’ botting e paddio ka. Ero lipa e ikabbu mappada urungeng e, isio ero lipa e nappa itongko, irupa ni beneta. Mabbombo jolo botting e, 7 ni okkoro sibawa jadi ko mutuju I benemu selama ko, ko de mutuju I baja pesi musideppe” (Else, 42 tahun).
70
“setelah upacara perkawinan, setelah barasanji pada malam hari, malam selanjutnya ada acara mappanre manu. Pengantin tidak boleh didekatkan sebelum prosesi mappanre manu. Tetapi sekarang sudah tidak diadakan, setiap selesai membuka pakaian pengantin, kemudian pengantin ke hotel untuk bermalam. Jaman dulu, ada prosesi yang bernama mammanu-manu, pengantin disembunyikan dalam 7 sarung, kemudian juga pengantin perempuan diikat dibawah ranjang, saya masih mengingatnya sewaktu masih kecil, karena dulu saya selalu ikut dengan nenek saya yang berstatus indo’botting. Sarung dibuat seperti kurungan, sarung itu diikat ujungnya kemudian ditutup. Suamiharus mengenali yang mana istrinya. Pengantin perempuan menutup seluruh tubuh, kemudian bersampingan dengan 7 orang lain jadi kalau kamu mendapatkan istrimu maka selamatlah kamu, tetapi jika tidak mohon bersabar, maka mungkin esok hari baru kamu bisa seranjang.
Akan tetapi, prosesi yang dimaksud pada kutipan diatas sudah
sangat jarang bahkan penulis tidak mendapatkan data secara
mendalam mengenai hal tersebut. Menurut penjelasan informan
indo’botting diatas, prosesi tersebut sudah tidak pernah didapatkan
lagi.
B. Strategi Indo’botting Dalam Pengembangan Usaha
Pengertian perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974
pada pasal yaitu, “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang cukup penting
dalam kehidupan setiap orang dalam masyarakat, karena perkawinan
tidak hanya sebatas itu saja, tetapi menyangkut kedua keluarga yang ingin
disatukan dan bahkan sampai kepada para leluhur mereka. Ketik kita
71
membahas tentang perkawinan, kita tidak terlepas dari pembahasan
mengenai sistem kekerabatan.
Beberapa tahun belakangan ini, kita sebagai masyarakat yang hidup
di perkotaan khusunya di kota Parepare dikejutkan dengan adanya
Wedding Organizer yang mampu mengorganisir upacara perkawinan
secara kompleks dan sesuai dengan konsep yang diminta oleh konsumen.
Maka dari itu, penulis akan membahas hasil penelitian mengenai strategi
yang digunakan oleh indo’botting agar jasanya selalu berkembang dan
tetap digunakan pada proses upacara perkawinan masyarakat Bugis di
kota Parepare.
Menurut hasil wawancara dan observasi peneliti, indo’botting tidak
pernah merasa resah dengan keberadaan WO karena indo’botting
percaya bahwa pengetahuan dan pengalaman dari WO masih sangat
minim mengenai upacara perkawinan masyarakat Bugis. Menurut
indo’botting Memet (32 tahun), bahwa bayak pengetahuan lokal yang
indo’botting ketahui dan tidak diketahui oleh WO. Pengetahuan lokal yang
dimaksud disini yaitu makna dari setiap bentuk dari tata rias pengantin
Bugis serta cenning rara yang digunakan oleh indo’botting. Menurut
Memet, selain indo’botting yang lebih banyak mengetahui tentang
pengetahuan lokal serta pengalaman mengenai perkawinan Bugis,
indo’botting juga tetap berusaha agar terlihat lebih modern tetapi tidak
keluar dari idealnya konsep adat Bugis. Memet juga percaya bahwa
72
sebagian besar orang Bugis, lebih percaya dengan kinerja indo’botting
yang memang lebih berpengalaman dalam upacara perkawinan Bugis.
Ada berbagai macam pertimbangan yang dipertimbangkan oleh
pengguna indo’botting sehingga dia masih percaya bahwa indo’botting
lebih mampu dalam mengkordinir upacara perkawinan dalam hal tata rias
pengantin, seperti perlengkapan upacara perkawinan yang dimiliki
indo’otting. Pengalaman indo’botting dalam persiapan upacara
perkawinan, serta pengetahuan lokal indo’botting dalam menyelesaikan
tugasnya pada upacara perkawinan Bugis.
Pernyataan diatas dibenarkan oleh pengguna indo’botting Hj. A.
Nurmiati (49 tahun) menerangkan bahwa, pemilihan indo’botting yang
benar merupakan hal yang sangat penting. Persiapan upacara
perkawinan mulai dari penataan lamming di rumah pengantin hingga di
gedung tempat resepsi perkawinan, pakaian, bosara (wadah yang
digunakan untuk menyajikan kue dalam acara-acara besar di suku Bugis
yang berbentuk seperti piring dan mempunyai sedikit kaki disertai
penutup), tenda, meja, serta yang paling penting adalah tata rias untuk
pengantin itu sendiri terutama untuk mempelai perempuan merupakan
salah satu pendukung dalam keberhasilan upacara perkawinan Bugis,
karena menjadi sesuatu yang paling memalukan bagi satu keluarga
apabila ada kesalahan dalam upacara perkawinan yang diungkapkan
pada kutipan wawancara :
“tetteka pake Indo’botting apa indo’botting e naisseng manennni ade’na ogi e apalagi ko arung tona, idi arung e kesi mega ladde
73
embel-embelna ko mappabotting ki, dena wedding sembarang. Ero mo keluarga e ko engka salah-salah cedde sicerita-cerita maneng. nappa indo’ botting na isseng maneng aga na butuhkan botting e. Apalagi iya nappakku melo mappabotting jadi de’pa uisseng ladde i aga ibutuhkan, ko indo’ botting e megani pengalamanna, de’na na to masara makkada engka salah-salahna. Indo’botting e tu aga mega isseng-issengna masalah ade’ supaya makanja aga tangngakenna botting e” (Hj. A. Nurmiati, 49 tahun)
“saya tetap menggunakan jasa indo’botting, karena indo’botting sudah mengetahui tentang adat Bugis apalagi jika keturunan bangsawan, kami yang berasal dari keturunan bangsawan sangat banyak perlengkapan untuk upacara perkawinan, tidak boleh sembarangan. Terutama keluarga yang menghadiri, apabila ada sedikit kesalahan dalam upacara perkawinan, maka akan menjadi bahan untuk diceritakan lagi kepada orang lain. Indo’botting juga sudah mengetahui semua perlengkapan untuk upacara perkawinan. Apalagi, ini pertama kali saya melakukan upacara perkawinan, masih sedikit pengetahuan mengenai kebutuhan upacara perkawinan, berbeda dengan indo’botting yang sudah mempunyai banyak pengalaman, kita sudah tidak ragu lagi dengan keslahan-kesalahan. Indo’botting juga mempunyai banyak pengetahuan tentang adat supaya pengantin terlihat menarik”.
Indo’botting (H. Bondan, 45 tahun) bahwa penentuan pemilihan jasa
Indo’ Botting merupakan hal yang yang cukup penting untuk upacara
perkawinan pada masyarakat Bugis. Karena, mulai dari penataan di rumah
pengantin hingga di gedung tempat resepsi serta tata rias untuk pengantin
itu sendiri merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan upacara
perkawinan.
Terdapat beberapa pengetahuan lokal mengenai dalam hal ini
cenning rara yang sempat penulis dapatkan dari salah satu indo’botting
yang telah menyelesaikan ratusan upacara perkawinan, mulai dari
upacara perkawinan masyarakat Bugis jaman dahulu, hingga perkawinan
masyarakat Bugis sekarang yang lebih modern.
74
Dari beberapa hal yang dijelaskan diatas, penulis akan menguraikan
strategi-strategi yang digunakan indo’botting dalam persaingan usaha baik
dengan WO maupun sesama indo’botting itu sendiri, seperti berikut ini :
1. Media Sosial (Instagram dan Facebook) Sebagai Media
Promosi indo’botting.
Instagram dan facebook merupakan media yang saat ini sangat
banyak digunakan orang, baik dalam negeri, maupun di luar negeri.
Media ini banyak digunakan untuk memposting foto-foto dan video
untuk meningkatkan eksistensi diri seseorang maupun kelompok dan
tidak sedikit pula yang menggunakan media ini untuk menjual serta
memasarkan produk-produk tertentu.
Menurut Meike dan Young (dalam Nasrullah 2015:11)
mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi antara
komunikasi personal dalam arti saling berbagi di antara individu (to
be shared one-to-one) dan media public untuk berbagi kepada
siapa saja tanpa ada kekhususan individu. Sedangkan menurut
Van Dijk (dalam Nasrullah 2015:11), media sosial adalah platform
media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang
memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi,
Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai medium
(fasilitator) online yang menguatkan hubungan antarpengguna
sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.
75
Fitur-fitur dalam media sosial Instagram dan facebook yaitu
Hastag, geotag (fitur yang diciptakan untuk menandai koordinat dan
keterangan posisi berupa letak koordinat bujurnya supaya letak
pengambilan gambar atau video lebih mudah ditemukan), follow
(mengikuti seseorang dalam media Instagram), Add (menambahkan
pertemanan kepada seseorang dalam media facebook), share (fitur
yang digunakan untuk membagikan postingan baik foto ataupun
video. Fitur ini termasuk salah satu fitur yang sangat baik digunakan
untuk mempromosikan sesuatu), like (fitur untuk menyukai foto atau
video postingan seseorang), komentar (fitur yang diciptakan untuk
memberi ruang pada pengguna instagram dan facebook untuk
memberi komentar terhadap postingan seseorang), mention/tag
people (fitur untuk menandai orang lain, dalam hal ini pengguna
instagram dan facebook dalam sebuah postingan).
Instagram dan facebook merupakan aplikasi yang tidak
berbayar, oleh sebab itu berpromosi menggunakan media instagram
dan facebook dapat dikatakan rendah biaya dibandingkan dengan
menggunakan TV, Radio, Majalah, Billboard, Flyer, dan lainnya.
Salah satu alasan indo’botting menggunakan media sosial
instagram dan facebook sebagai media promosi yang utama adalah
karena indo’botting bergerak pada bidang jasa tata rias dan dekorasi
pengantin yang dimana hasil riasan dan dekorasi indo’botting akan
difoto ataupun dibuat dalam bentuk video yang akan diposting pada
76
media instagram dan facebook, kemudian memasukkan informasi
seperti alamat, nomor telepon, serta beberapa informasi yang
dibagikan agar konsumen dapat dengan mudah mengakses
informasi yang dibutuhkan agar menarik perhatian para pengguna
media sosial yang melihat postingan tersebut untuk digunakan
jasanya atau merekomendasikan kepada teman-teman atau
kerabatnya untuk menggunakan jasa indo’botting tersebut. Strategi
promosi yang digunakan oleh indo’botting untuk berpromosi melalui
media sosial instagram dan facebook adalah dengan menggunakan
kamera yang bagus atau mengambil hasil foto dari fotografer
diunggah di instagram dan facebook. Sekarang ini, ada suatu alat
yang digunakan oleh sebagian kecil indo’botting berupa lampu yang
berbentuk lingkaran yang sangat membatu memaksimalkan
pencahayaan pada saat mengambil gambar hasil makeup agar
mendapatkan hasil foto yang lebih bagus. Selanjutnya adalah
menghasilkan foto yang bersifat eyegasm agar orang yang melihat
postinganya tergiur untuk menggunakan jasa indo’botting. Berikut
kutipan wawancara dari Informan Memet, 32 tahun :
“Di istagram ji sama facebook saya lebih banyak ku promosikan usahaku, karena anak-anak sekarang lebih suka main medsos sampai bisa dibilang hidupnya tergantung medsos jadi saya manfaatkan mi juga itu. Apa mega tau mollika lettu Toraja aga gara-gara instagram, pura na ita wasselena jama - jamangku nappa laoni sappa i alamatku. Nappa makkukkue rata – rata calon botting e meni pilei niga indo’botting melo na pake, jadi okkoni ro kesempatanku sappa langganan nappa biasa si pau-pau tu anak-anak e ko makanja naita, na pitassi sibawanna. Engkasi matu bottingku okko Kalimantan uleng dua, okko tomi ro facebook e na ita nappa na talipongi na, u kirim manengmi
77
gambar pakeangku okko WA na nappa na podang tona aga elona. Makkomi ro” (Memet, 32 tahun).
“saya mempromosikan jasa indo’bottig yang saya miliki melalu instagram dan facebook, karena anak-anak jaman sekarang lebih sering bermain dengan media sosial sampai bisa dikatakan bahwa hidupnya bergantung pada media sosialjadi saya memanfaatkan hal tersebut. Karena banyak yang ingin menggunakan jasa indo’botting saya sampai ke Toraja hanya karena instagram, setelah dia melihat hasil kerja saya, kemudian dia datang mencari alamat saya. Dan sekarang, rata-rata calon pengantin yang memilih indo’botting yang mana yang ingin digunakan, maka dari itu saya mempunyai kesempatan mencari langganan lewat media sosial dan juga anak-anak yang telah melihat hasil kerja dari indo’botting kemudian menceritakan lagi kepada teman-temannya, dan memperlihatkan gambar tersebut kepada temanna. Bulan dua, saya dipanggil ke Kalimantan untuk mengorganisir upacara perkawinan, dia melihat hasil kerja saya melalu facebook lalu kemudian menelpon saya, contoh gambar pakaian hanya dikirim melalui aplikasi whats app kemudian menyampaikan kepada saya konsep yang dia inginkan”.
Kutipan diatas menjelaskan bagaimana Memet yang berstatus
sebagai indo’botting memanfaatkan media sosial instargam dan
facebook untuk mempromosikan jasanya agar dikenal oleh orang-
orang secara luas. Bukan hanya dalam kota saja, tetapi jasanya juga
digunakan sampai ke pulau Kalimantan.
2. Variasi Perlengkapan Pengantin (Tradisional – Modern)
Hal ini merupakan bagian dari strategi indo’boting supaya
jasanya selalu digunakan pada upacara perkawinan Bugis. Menurut
H. Bondan selaku indo’botting, variasi perlengkapan pengantin
merupakan hal yang sangat penting dalam persaingan usaha baik
sesama Indo’botting maupun Wedding Organizer. H. Bondan selalu
menambah pengetahuannya mengenai hal - hal terbaru untuk
perlengkapan upacara perkawinan.
78
Salah satu cara yang dia lakukan adalah membuat pakaian,
dekorasi, perhiasan, serta perlengkapan upacara perkawinan lebih
moderen tanpa menghilangkan khas adat Bugis itu sendiri. Terutama
pada makeup yang juga tidak kalah pentingnya dalam pemilihan
indo’botting. Seiring berkembangnya zaman, banyak produk
kecantikan yang sangat mendukung agar hasil makeup pada
pengantin terlihat cantik serta cara – cara makeup moderen yang
juga telah banyak diketahui oleh indo’botting yang lain. akan tetapi
pengetahuan lokal indo’botting dalam hal ini cenning rara tetap
dipakai. Seperti pada kutipan berikut :
“makukkue mega ladde merek – merek baru, nappa ero taue naita maneng to bedda aga napake indo’ botting e, ko tania ero bedda – bedda bermerek e de’ tona namelo pake pakeanta, tette i sappa indo’ botting makanja e jaji harus ipakanjaki maneng. tapi ero bedda e, na pacantiki mi pole saliweng, ko cenning rara e ipake apa amo niga mita i botting e tette makanja pakkitanna mitai apa messu cahana pole laleng”. (H. Damang, 43 tahun)
“sekarang ini sangat banyak produk make up terbaru, kemudian orang-orang juga melihat alat make up yang digunakan oleh indo’botting, jika alat make up yang digunakan tidak bermerek, dia juga tidak mau menggunakan jasa yang kita sediakan, dia tetap mencari indo’botting yang terbaik, maka dari itu kita juga harus memperbaiki perlengkapan secara keseluruhan, tetapi alat make up hanya mempercantik pengantin dari luar, berbeda dengan cenning rara (pemikat) yang mempercantik pengantin dari dalam”.
Sekarang ini, tidak sedikit calon pengantin yang yang
terinspirasi pada pakaian India yang lagi booming saat ini, maka
indo’botting membuat sedemikian rupa agar pengantin perempuan
dirias layaknya orang India tetapi tidak keluar dari konsep
perkawinan Bugis pada umumnya seperti, hasil makeup yang dibuat
79
mirip India tetapi tetap menggunakan dadasa serta sanggul dengan
simpolong tettong sebagaimana orang Bugis yang seharusnya dan
juga pakaian pengantin yang lebih moderen dipadukan dengan
sarung yang terbuat dari kain yang menyerupai sari India. Sari india
merupakan kain khas yang digunakan oleh orang india
Gambar V. 25 : Baju Pengantin moderen yang dipadukan dengan sarung yang
terbuat dari kain menyerupai sari India Sumber : Dokumentasi Peneliti
3. Harga Sewa Jasa Indo’Botting
Harga merupakan hal yang kemudian dilihat oleh orang yang
ingin menyewa jasa indo’botting setelah variasi perlengkapan
pengantin dan juga merupakan salah satu alasan mengapa
masyarakat masih tetap menggunakan jasa indo’botting karena
harga sewa jasa indo’botting sesuai dengan permintaan konsumen
dan dapat menyesuaikan harga sewa dengan kondisi ekonomi
penggunanya, sedangkan WO mematok harga yang lebih tinggi,
80
dikarenakan WO mengorganisir upacara perkawinan secara
kompleks dan konsumen hanya dapat memilih paket yang telah
ditentukan oleh WO. Menurut indo’botting H. Bondan (45 tahun),
penentuan harga tergantung dari permintaan pakaian, dekorasi, serta
perlengkapan lainnya yang telah disediakan oleh indo’botting.
Semakin banyak pelengkapan yang dibutuhkan konsumen, maka
semakin tinggi pula bayaran yang akan diterima oleh indo’botting,
dan semakin sedikit perlengkapan yang diminta oleh konsumen,
maka semakin sedikit pula biaya yang harus dia keluarkan. Ada
beberapa contoh upacara perkawinan Bugis mulai dari upacara
perkawinan yang cukup mewah hingga yang sangat sederhana
dikota parepare dari beberapa indo’botting :
“Ero bottinna anakna Puang Aso patappulo lima juta ualengi harga tapi muita meto tu maga kanjana pakeanna, ero lagi de’ gaga dui usorokeng iya apa anggotaku mopa siaga upake. Ero bawang usorokeng apa tattambah si pakeang bottingku sibawa perlengkapan botting e rekeng apa anu baru maneng uelliang i nappa mega tau upake balikka ma’ gattung (Memet, 32 tahun)
“Upacara perkawinan anak dari Puang Aso membutuhkan harga sewa sebesar 45 juta rupiah, tatapi pakaiannya dibuatkan yang terbaik, itupun tidak ada keuntungan berupa uang yang saya dapatkan, keuntungan yang saya dapatkan hanya dari pakaian dan perlengkapan lain yang sudah menjadi milik saya karena semua perlengkapan saya beli yang baru untuk digunakan untuk upacara tersebut dan banyak tenaga yang saya butuhkan untuk memasang lamming dan tabere”.
Kutipan di atas merupakan hasil wawancara dari indo’botting
Memet yang telah menyelesaikan salah satu upacara perkawinan
yang cukup mewah di kota Parepare dengan harga sewa jasanya
81
Rp. 45.000.000,-.Kemudian ada pula kutipan dari indo’botting H.
Damang (43 tahun) :
“Terakhir iye botting ku e seppulo pitu juta, dua waju baru ujaikeng i nappa upappake i memenni memenni mappettuada. Ero seppulo e pitu juta bekke tellu upappake i pakeang botting, wenni mappaccina, esso bottinna, sibawa bajanna melo lao mapparola. De’ to gaga pesta winninna, purana kawing tappa tudang toni jadi bajanna meni rekeng si. Tapi lengkap maneng ni bosara na aga nappa bosara modele baruku uarengngi, penne bossara, penne anreang, prasmanan pokoknya lengkap, upacantiki toni kamara bottinna (H. Damang, 43 tahun).
“upacara perkawinan yang saya kerjakan baru-baru ini membayar sewa jasa sebesar 17 juta rupiah, saya merias mulai prosesi mappettuada. Dari harga 17 juta tersebut, saya merias pengantin sebanyak 3 kali mulai malam mappacci, hari perkawinan, dan esok hari untuk prosesi mapparola. Tidak ada resepsi pada malam hari, fasilitas di berikan yang terbaik serta kamar pengantin yang didekorasi dibuat secantik mungkin”.
Kutipan di atas menjelaskan H. Damang yang juga merupakan
indo’botting yang cukup terkenal di kota Parepare dimana ketika
penggunaan sewa jasanya seharga Rp. 17.000.000,’, maka fasilitas
yang diberikan kepada pengguna indo’botting harus sesuai dengan
harga sewa yang dibayarnya karena kepuasan konsumen
merupakan hal utama agar supaya usaha tetap bertahan.
Selanjutnya ada kutipan dari Hj. Sennang (67 tahun) yaitu :
“Tergantung maga elona punna e acara, ko meloko makanja yaa masoli soli to tu, tapi ko keluarga biasa de’ ipappada i ko tau laingnge. Ko upalengkap maneng prasmanan e, meja bosara, cangkir, penne ceper, penne anreang okko bolana botting e, bosara na aga biasa, nappa uakkibuarenni waju baru ero na pake i pesta sekitar seppulo lima juta ko keluarga biasa tasseppulo mi juta aga yang penting rekeng genne ni upissaroang anggotaku ero lao e magattung. Laingsi ko luar daerah, iperhitungkan maneng dui bensing e aga sibawa anrena anggotaku okko laleng e. Tapi engka meto biasa ta’ lima mi juta tapi okko mi bawang bolana igattungeng lamming nappa ko mattenda i pale igattungeng toni cedde okko tenda e tapi tania iya misseng maneng i prasmananna, cangkirina,
82
pennena anreang sibawa penne ceperena aga nappa ta bekke dua mi massele waju, mappacci bawang rekeng sibawa esso menrena botting e. (H. Sennang, 67 tahun)”
“tergantung bagaimana keinginan yang ingin melakukan upacara perkawinan, kalau mau yang terbaik pasti harga sewanya agak mahal, tetapi biasanya jika yang mau melakukan upacara perkawinan adalah keluarga, biasanya tidak diberi harga sewa seperti harga sewa yang diberikan kepada orang lain. Jika saya yang menyiapkan perlengkapan seperti cangkir, piring ceper, dan piring makan dirumah pengatin, bosaranya juga saya yang menyediakan, kemudian saya membuatkan baju baru untuk resepsi, sekitar 15 juta, tetapi kalau keluarga biasanya hanya sekitar 10 juta, yang penting sudah cukup untuk membayar upah orang-orang yang membatu saya. Lain pula jika upacara perkawinan berada diluar daerah, semua uang transportasi dan uang makan untuk orang-orang yang akan membantu saya menyelesaikan persiapan perkawinan tersebut diperhitungkan dengan baik. Tetapi ada juga yang hanya membayar sekita 5 juta, tetapi pelaminan dan tabere hanya dipasangkan di rumah pengantin dan jika dia menggunakan tenda, dan perlengkapan lain seperti prasmanan, piring makan, cangkir, serta piring ceper saya tidak tanggung dan dirias hanya 2 kali yaitu mappacci dan esso menre botting”.
Hj. Sennang menjelaskan pada kutipan diatas bahwa ada
beberapa pertimbangan dalam memberi harga, dimana ketika yang
akan menikah adalah keluarga, maka harga yang diberikan pasti
akan berbeda dengan harga yang diberikan orang lain. Misalnya,
orang lain menyewa jasanya akan diberi harga sekitar
Rp.15.000.000,- maka keluarga hanya akan diberi harga Rp.
10.000.000,-. Tidak hanya itu, Hj. Sennang juga biasa menerima
harga jasa sebesar 5.000.000,- tetapi fasilitas yang digunakan juga
pastinya sangat berbeda. Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu
informan sebagai pengguna indo’botting yang juga merupakan
keluarga Hj. Senang (67 tahun) :
83
“de’na mungkin sappa ka indo’botting laing e iya apa engka mo pakeanna hj. Sennang makanja toni nappa na pasempoi metoki. Nappa ero aga apa’ keluarga, tuli nakkibuareng tona waju baru, tania iye masempoe na maroa’. Baru-baru iya bottinna anureku, pakeanna mo aji sennang upake na puas maneng mo keluarga e” (Hj. Wati, 48 tahun)
“Saya tidak mungkin mencari indo’botting yang lain karena sudah ada pakaian dari Hj. Sennang, pakaiannya sudah bagus dan harga sewanya juga lebih murah, selain itu saya juga mempunyai hubungan keluarga dan selalu membuatkan baju baru, bukan yang ramai dan murahan. Baru-baru ini, upacara perkawinan kemanakan saya, saya menggunakan jasa indo’botting Hj. Sennang dan mereka merasa sangat puas”.
Menurutnya, hasil kerja dari indo’botting cukup memuaskan dan
harga penyewaannya cukup murah. Dan hal lain mengapa dia masih
menggunakan jasa indo’botting, karena indo’ botting yang selama ini
dia sewa jasanya juga merupakan keluarganya sendiri. Dan yang
terakhir hasil wawancara dari indo’botting Else (42 tahun) yang
sering disewa jasanya oleh pengantin-pengantin kelas mengengah
ke bawah.
“Ko harga e tergantung pakeang e, ko kawing bawammi rekeng taue biasa ta dua mi juta aga. Tapi ko melo i lengkap lollong prasmanan aga engka toni lammingna okko tenda e biasa asera juta.Ko botting dua mi juta bottingku engkana usorokeng iya bansa siddi juta, nappa ero siddi e juta ubageni okko anak-anakku rekeng ero balikka magattung sibawa madduttung, uwajakettoni passessaku aga apa langsungsi isessa maneng pakeang e ko pura napake tau e supaya tappa iala meni bawang ko melo si ipake okko botting laing e. engka lalo aga ta limarratu mi serbu lettu siddi juta. Tapi sisemmi ipappakei (Else, 42 tahun)
“Kalau masalah harga tergantung pakaian, jika hanya sebatas akad nikah biasanya hanya membayar hargasewa sebanyak 2 juta. Tetapi jika ingin fasilitas yang lengkap dengan prasmanan dan dipasangkan juga lamming pada tenda, biasanya saya beri harga 9 juta. Kalau harga sewa pengantin seharga 2 juta, saya sudah mendapat keuntungan sebanyak 1 juta, kemudian 1 jutanya lagi digunakan untuk membayar upah anak-anak yang membantu saya menggantung dan mencabut lamming dan
84
tabere, dan saya gunakan juga untuk membayar upah tukang cuci, agar pakaian yang sudah dicuci bisa langsung dipakai lagi untuk pengantin yang lain. Bahkan ada yang hanya membayar seharga 5 ratus ribu hingga 1 juta, tetapi hanya dirias sebanyak 1 kali”.
Dalam kutipan di atas, dia menjelaskan bahwa ada beberapa
pengantin yang tidak melaksanakan upacara perkawinan secara
meriah. Seperti warga masyarakat yang dalam kelas ekonomi rendah
dan ada pula yang dinikahkan dalam keadaan terpaksa (hamil diluar
nikah), yang hanya membutuhkan biaya sewa indo’botting sekitar
Rp. 2.000.000 bahkan ada yang hanya membayar sewa jasa
seharga Rp. 500.000-1.000.000,- dengan fasilitas di bawah standar
perlengkapan upacara perkawinan Bugis pada umumnya.
Itulah mengapa indo’ botting masih selalu digunakan jasanya di
kota Parepare, dan mereka yakin kalau usaha indo’botting ini tidak
akan pernah hilang dalam masyarakat Bugis. Selain pengetahuan
lokal dan pengalaman yang dimilikinya, harga sewa jasa indo’botting
dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi orang yang ingin
menggunakan jasanya.
85
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indo’botting merupakan salah satu figur yang sangat dibutuhkan
dalam upacara perkawinan Bugis khususnya di kota Parepare.
Indo’botting mempunyai peran mulai dari prosesi mappettuada hingga
pada resepsi perkawinan. Peran indo’botting dalam upacara perkawinan
yaitu mulai dari merias pengantin, dekorasi, perlengkapan makan, dan
memulai beberapa prosesi upacara yaitu dio majang dan mappacci serta
menjaga pengantin perempuan pada saat prosesi mappasikarawa.
Upacara perkawinan Bugis tidak akan berlangsung sebagai mana
mestinya jika tidak ada indo’botting yang berperan di dalamnya.
Saat ini kita dikejutkan dengan keberadaan Wedding Organizer yang
juga bisa mengorganisir upacara perkawinan secara kompleks bahkan
berkonsep lebih moderen. Hal tersebutlah yang membangun semangat
indo’botting untuk terus memperbaiki hasil kerjanya dalam upacara
perkawinan dengan terus memperbaharui pengetahuannya mengenai
konsep-konsep perkawinan Bugis moderen saat ini. Jadi, perlengkapan
untuk upacara perkawinan yang dimiliki indo’botting kini juga mempunyai
konsep lebih moderen tetapi tidak keluar dari konsep perkawinan adat
Bugis. Mereka yakin akan terus digunakan jasanya pada upacara
perkawinan Bugis karena pengetahuan lokal yang dimilikinya, serta
pengetahuan yang didapatkan dari pengalamannya tidak akan bisa
86
disaingi oleh WO yang masih terbilang sangat baru dalam upacara
perkawinan, khususnya pada perkawinan adat Bugis. Indo’botting juga
mempunyai harga yang lebih rendah daripada WO, karena indo’botting
bisa menyesuaikan kondisi ekonomi dari pengguna yang ingin
menggunakan jasanya serta pengetahuan lokal mengenai upacara
perkawinan Bugis khususnya pengetahuan mengenai cenningrara.
87
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, ada dua hal yang
perlu dijadikan perhatian utama yaitu :
1. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang penulis lakukan,
indo’botting merupakan figur yang sangat berpengaruh dalam
kegiatan perkawinan. Penulis menaruh perhatian yang sangat
dengan pewarisan pengetahuan yang indo’botting miliki
mengenai pengetahuan lokal, sebab ini merupakan warisan para
leluhur masyarakat Bugis khususnya di Kota Parepare yang
masih ada, relevan serta bertahan hingga saat ini.
2. Bagi pemerintah sebaiknya dapat memperhatikan budaya-
budaya lokal, khususnya dalam upacara perkawinan, pemerintah
harusnya melakukan inventarisasi serta pengenalan budaya lokal
sebagai identitas masyarakat Bugis agar mampu menumbuhkan
rasa bangga dengan kekayaan kultural dalam masyarakat
Sulawesi Selatan khusunya di Kota Parepare.
88
DAFTAR PUSTAKA .
Datuan, Maike Yulita. 2011. Makna Simbolik Tahu-Tahu Dalam Sistem
Stratifikasi Sosial Pada Pelaksanaan Upacara Rambu Solo’
di Kelurahan Leatung Kecamatan Sangalla’ Utara
Kabupaten Tana Toraja. Skripsi Pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin.
Endaswara, Suardi. 2003. MetodologiPenelitianKebudayaan. Gajah mada University Pers :Yogyakarta
Eriksen, Thomas Hylland. 2009. Antropologi Sosial dan Budaya. Ledalero : Maumere
Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Perkawinan Adat Istiadat dan Upacara Adat. CV. Maju Mundur : Bandung
John W. Creswell. 2013.Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru : Jakarta.
Marzali, Amri. 2006. Struktur-fungsionalisme. Jurnal Antropologi Indonesia Vol. 30, No. 2. : Jakarta
Millar, Susan Bolyard. 2009. Perkawinan Bugis. Ininnawa: Makassar
Moleong, Lexy J. 2011. MetodologiPenelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya : Bandung
Mulyana, Deddy. 2002. MetodePenelitian Kualitatif; Paradigma
baruilmukomunikasidanilmu sosial lainya. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung
Nasrullah, Rulli . 2015. Media Sosisl Perspektif Komunikasi, Budaya, dan, Sosioteknologi. Simbiosa Rekatama Media : Bandung
Noviardi S, Semi. 2003. Kawin Lari Dalam Budaya Siri Pada Masyarakat Suku Bugis Di Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Tiniur Propinsi Jambi (Elopement in Sirri Culture in Bugis Trible Society in Nipan Panjang District, East Tanjung Jabung Ragency Jambi Province). Master Thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
89
Pelras, Cristian. 2006. Manusia Bugis, Diterjemahkan Dari Bahasa Inggris: The Bugis Oleh Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady Sirimorok. Nalar : Jakarta
Rohayati, Vita. 2016. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Seni Tata Rias Pengantin di Banjarnegara. Sripsi. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
Saifuddin, AchmadFedyani. 2005. AntropologiKontemporer. Kencana : Jakarta
Sani, M Yamin. 2010. Makna Simbol dan Fungsi Tata Rias Pengantin Pada Suku Bangsa Bugis di Sulawesi Selatan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi.Yogyakarta :Tiara Wacana Yogyakarta
Soekanto, Soerjono. 2002.Teori Peranan. Bumi Aksara : Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar / Soerjono Soekanto. Ed Baru 41. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Tang, Mahmud. 1996. Aneka Ragam Pengaturan Sekuritas Sosial di Bekas Kerajaan Berru Sulawesi Selatan, Indonesia. Disertasi. Grafisch Service Centrum Van Gils BV : Wegeningan
Warsito, H. R. 2012. Antorpologi Budaya. Penerbit Ombak : Yogyakarta.
Wiguna, Asep Indra Arya. Analisis Kualitas Pelayanan Dalam Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Pada Jasa Wedding Organizer di CV Anpian Production Kabuaten Ciamis.Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Bina Putra Banjar
Wulandari, Yunika Niken. 2009. Peran Juru RIas Terhadap Pelestarian Tata Rias Dan Busana Adat Solo Putri di Kabupaten Temanggung.Skripsi.Jurusan Teknik Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
Sumber Lain :
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawian
90
Internet :
Sumber (http://24-februari.sttbandung.web.id/id1/2527-
2416/Parepare_28736_24-februari-sttbandung.html#Sejarah) diakses
pada tanggal 11 Desember 2017