eksim atau dermatitis (oke)

49
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Namun, sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus. Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya usia, namun tidak 1

Upload: beka-sevenfoldism

Post on 12-Aug-2015

254 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

stikes icme 2010

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif

pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan

sisik. Tanda-tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama.

Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis kadang-

kadang tidak diketahui penyebabnya. Namun, sebagian besar merupakan respon

kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus.

Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi ialah perubahan

kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi.

Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang

mana kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja

namun yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang

paling sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim

akan mulai muncul pada masa anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2

tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya usia,

namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan

pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga

mengurangi angka kekambuhan.

Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien

adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan

pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan

kaki, namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.

Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng.

Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu

berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap,

eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak

lebih terang atau lebih gelap.

1

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema

merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata

ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit.

Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik

0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang

2% hingga 5% dari penduduk.

Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau

Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan

inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah

dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit

kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah

presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–

kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan

juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang

menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.

DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah

ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak

paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan

peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada

daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan

faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan

penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal

kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan

reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam

epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel

Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat

mempengaruhi onset dan derajat penyakit.

2

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah :

a. Bagaimana proses terjadinya dermatitis?

b. Apa penyebab dari dermatitis?

c. Bagaimana tanda dan gejala dermatitis?

d. Bagaimana cara mengidentifikasi tanda dan gejala dermatitis?

e. Bagaimana proses pemeriksaan fisik pasien dermatitis?

f. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada penderita dermatitis?

g. Bagaimana cara mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi pada

penderita dermatitis?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

I. Tujuan umum:

Mahasiswa mampu untuk memahami tentang asuhan keperawatan

dengan penyakit dermatitis.

II. Tujuan khusus:

a) Mahasiswa mampu memahami definisi penyakit dermatitis.

b) Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari penyakit dermatitis.

c) Mahasiswa mampu memahami penyebab dan patofisiologi dari

penyakit dermatitis.

d) Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari penyakit

dermatitis.

e) Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan dari penyakit dermatitis.

f) Mahasiswa mampu memahami aplikasi konsep dasar asuhan

keperawatan dermatitis.

D. METODE

Dalam penulisan paper ini ditempuh metode-metode tertentu untuk

mengumpulkan beberapa data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan

3

Data dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai

sumber yang memuat materi yang terkait dengan Dermatitis. Sumber tersebut

seperti internet dan berbagai buku referensi. Data yang telah diperoleh kemudian

diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

dengan jalan menyusun data atau fakta-fakta yang telah diperoleh secara

sistematis dan menuangkannya dalam suatu simpulan yang disusun atas kalimat-

kalimat.

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama

) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis

berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan

gatal). (Adhi Juanda,2005)

Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang

mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul

dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat

menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak

berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun

demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.

Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan

gejala  Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun

yang terdapat pada berbeda.

2.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan

diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini

disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang

berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya

5

sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi

dermatitis ini di masyarakat.

2.3 Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia

(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme

(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis

atopik.(Adhi Djuanda,2005)

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi

dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki

penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang

disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan,

kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit.

Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah,

berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan. Selulit muncul pada seseorang yang

sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami

selulit dan eksim.

2.4 Faktor Predisposisi

Keringnya kulit.

Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.

Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya

membungkus anak dengan pakaian berlapis.

Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.

Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.

Virus dan infeksi lain.

Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

2.5 Gejala klinis

Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya

bergantung pada stradium penyakitnya.

6

Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi

dan eksudasi sehingga tampak basah.

Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi

kusta.

Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan

likenefikasi.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak

awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti

dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau

pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas

kelainan tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau

beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.Edema sangat jelas pada klit yang

longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi

biasanya terdiri atas papul.

Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber

dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang

kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai

infeksi.Dermatitis sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung

mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti

dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi,

artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele

telihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

2.6 Patofisiologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui

kerja kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan

merusak sel epidermis.

Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan

menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang

7

iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-

ulang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan,

mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas

dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu,

dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul

karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit bersisik.

8

Pathway

Alergen

(Luar / eksogen : misalnya bahan kimia : deterjen, oli, semen :, fisik : sinar matahari,

suhu , mikroorganisme : mikroorganisme, jamur, dalam /endogen : misalnya dermatitis

atopik.)

Ditangkap oleh APC

MHC-II

complex peptide-MHCII

Dipresentasikan pd sel TH2 è dilepas sitokin (IL-4 & IL-13) è proliferasi sel B è

sekresi IgE.

IgE berikatan pd mast cell melalui FcE receptors (FcERI)

Sensitivitas

Vesikel atau bula, erosi , papula Pruritus

Eritema,edema,

hiperpigmentasi,

skuama

Garukan lichenifikasi

Tindakan terapi

9

Kerusakan integritas kulit

Nyeri

Gangguan pola tidur

Gangguan citra tubuh

Kurang pengetahuan

2.7 Klasifikasi

2.7.1 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )

Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang

menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi

hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang

sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah

bahan yang iritatif atau alergenik.

Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :

1. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara

kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah

kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama

waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama

kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain

faktor diatas faktor lain yang mendukung terjadinya dermatitis kontak alergik

adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak

dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam

lebih rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak

pad wanita ). Gejala klinis yamg terjadi adalah kekeringan kulit yang

berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura dan pecah-pecah.

Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling sering terkena.

Dermatitis kontak alergik.

Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak

kulit dengan bahan alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe

ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV

terjadi melalui 2 fase yaitu:

Fase sensitisasi

Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan

ditangkap oleh sel langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara

10

kimiawi oleh enzim lisosom. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan

istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan

menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal

iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang

yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit

yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak

berasal dari sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang menyertainya.

Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.

Fase elisitasi

Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan

ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses

secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi

di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan

dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di

kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya

berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi

dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada

permukaan dorsal tangan.

2. Dermatitis kontak fototoksik

Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan

kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit.

Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan.

3. Dermatitis kontak fotoalergik

Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya

disamping kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik.

Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.

11

Dermatitis Atopik

Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan

limfosit T dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan

yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-

kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak

kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang

yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki,

di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat

menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan

keluahan utama mencari bantuan.

Dermatitis medikamentosa

Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang

digunakan untuk ruang kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau

medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat

disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.

2.7.2 Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :

Dermatitis papulosa

Dermatitis vesikulosa

Dermatitis madidans

Dermatitis eksfloliative

II.7.3. Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :

Dermatitis numularis

Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong,

berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah

sehingga basah.

Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal,

lesi akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar

dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi

karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan

12

berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau

simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.

2.8 Pemeriksaan fisik

Kulit

Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.

1. Inspeksi

a. Higiene kulit

Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan

seseorang.

b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:

Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan

kulit datar dan ukurannya kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili

atau campak.

Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari

makula, misalnya: crysipelas

Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada

sekitarnya, misalnya gigitan.

Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang

jernih, misalnya cacar air , herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-

besar lebih dari 1 cm disebut bula, misalnya luka bakar.

Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo,

jerawat, infeksi kuman staphilococcus (bisul ).

Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula

dan pustula.

Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah

dsb.

Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.

Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah

retakan. Hal ini diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.

13

Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan

luka. Hal ini bisa karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu)

ada pula yang spesifik, yaitu cicatrix bekas irisan kulit pada seseorang

mofinis dan bekas suntikan BCG.

Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di

epidermis kulit berukuran kurang dari 1 cm.

Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran

lebih besar dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru.

Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi

pada suatu daerah kulit dengan batas tegas.

Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari

kulit sekitarnya.

Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang

pigmen daripada kulit sekitarnya.

Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.

Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh-

pembuluh darah setempat yang biasanya kongenital.

Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di

kulit yang khas bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya

pada penderita sirosis hepatis.

Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.

Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut

wanita hamil, orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat

bahu, ketiak ini karena regangan kulit yang melebihi

ekstisitisitasnya ).

Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah

gluteal sampai lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika,

dan Negro.

Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal

halus ureum yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia

sehingga di kulit tertinggal ”bedak” ureum.

14

Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir,

konjungtiva, warna dasar kuku karena kurangnya Hb.

Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb

melebihi kadar 5 % akibat kegagalan transport oksigen atau

menumpuknya CO2 di jaringan.

Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit,

telapak tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada

penyakit-penyakit hati.

2. Palpasi

Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman )

kemudian kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan pasien

hipertiroidisme berkeringat terlalu banyak.

a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal.

Teraba ksar pada defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi,

banyak ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi ) akibat popok bayi.

b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat

kembali ke keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien

dehidrasi.

c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit

akibat fraktura tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit

sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit dada.

d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih

daripada jumlah semestinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes Tempel Terbuka.

Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang

telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca

dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang

menguap.

15

b. Tes Tempel Tertutup.

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam

plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut

diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas

penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

c. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai

fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan

yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama

dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu

baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu

baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya

dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau

bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar

sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel

ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila

masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan

penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi

dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi

uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji

tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.

Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya

telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel

dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk

mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan

keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita

sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya

hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita

harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga

berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya.

16

Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang

sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro

menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk

pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal

tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

2.10 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak

alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien

untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya

dan perlindungan pada kulit.

Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis

kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat

dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung

tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan

deterjen.

Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum

pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka),

bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah

prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio,

pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep.

Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak

kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa

topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :

1) Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.

Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis

17

kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen.

Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan

sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul

CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan

fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,

dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini

meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan

demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5

%, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan

menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan

mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film

plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek

samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

2) Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis

kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan

hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji

antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T

supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul

permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan

fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA)

dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan

histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah

sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear.

Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang

diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat

berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga

merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3) Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari

hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya

18

memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi

atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.

4) Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa

hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi

tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika

(misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5) Imunosupresif topikal

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506

(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat

proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa

merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi

peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping

sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang

berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya

sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada

konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak

menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti

peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara

topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau

edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau

kronik. Jenis-jenisnya adalah :

1) Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek

sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat

pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi

antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,

bradikinin dan asetilkolin.

19

2) Kortikosteroid

Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,

intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan

prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena

berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek

sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus

peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan

berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga

depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,

mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat

pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan

MCAF.

3) Siklosporin

Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong

dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8.

Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta

menghambat ekspresi ICAM-1.

4) Pentoksifilin

Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi

ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin

yang memiliki efek menghambat peradangan.

5) FK 506 (Takrolimus)

Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.

Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis

leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga

diberikan secara topikal.

6) Ca++ antagonis

Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti

nifedipin dan amilorid.

20

7) Derivat vitamin D3

Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6

dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan.

Contohnya adalah kalsitriol.

8) SDZ ASM 981

Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang

tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik

daripada siklosporin

Diet

Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang

kontriversional. Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari

dermatitis atau berapa persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap

makanan. Diet pada penyakit dermatitis adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi

Protein).

a. Tujuan diet dermatitis:

Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi,

meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.

Mencapai status gizi yang optimal.

b. Syarat diet dermatitis:

Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.

Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.

c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:

Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang,

lombok, terong .

Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung

dara dan telur hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong,

kepiting, rajungan, udang, belut, kura-kura,penyu, telur penyu, ular , kacang

tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.

Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu,

ragi, semangka, kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei,

stroberi,kayu manis, kakao, coklat

21

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan

anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji

tempel.

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk

mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak

lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian,

pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga

ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan

dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri,

obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika,

kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan

mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul

dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang

membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas

dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat

mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi

regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.

Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :

- Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa

kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan

serupa.

- Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.

- Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang

serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat,

yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.

- Rasa gatal.

- Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

22

Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat

tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau

keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas

seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk

memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya

jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak

menurun.

Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan

lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor

ekstremitas.

Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu

timbul reaksi obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau

menyeluruh.

2. Diagnosa Keperawatan

Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,

penebalan epidermis dan kekakuan kulit.

Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula,

garukan berulang

Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.

Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.

Kurang pengetahuan b/d program terapi.

3. Intervensi dan Rasionalisasi

Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan

epidermis dan kekakuan kulit.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit klien

menunjukkan perbaikan.

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya

peradangan, ditandai dengan:

23

- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.

- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,

berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.

Intervensi:

Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep

atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda

dan gejala meningkat.

Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan

krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan

air dari kulit.

Gunakan air hangat jangan panas.

Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan

pruritus.

Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive.

Hindari mandi busa.

Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin

dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.

Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga

kali per hari.

Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan

berulang.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat

berkurang

Kriteria Hasil:

- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.

- Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.

- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.

24

Intervensi:

Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala

nyeri (0-10 )

Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi

selanjutnya.

Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.

Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan

perhatian klien dari nyeri.

Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik;

pentoksifilin

Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.

Dx 3: Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat

secara optimal.

Kriteria Hasil :

- Mencapai tidur yang nyenyak.

- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

- Menghindari konsumsi kafein.

- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

- Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi :

Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan

kelembaban yang baik.

Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang

nyaman meningkatkan relaksasi.

Menjaga agar kulit selalu lembab.

Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal

biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.

Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.

25

Melaksanakan gerak badan secara teratur.

Rasional:   memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.

Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.

Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Dx 4: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan

peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai.

Kriteria Hasil :

- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.

- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.

- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik

untuk meningkatkan penampilan.

Intervensi :

Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan

merendahkan diri sendiri).

Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan

yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh

terhadap konsep diri.

Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan

reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

Rasional:   klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas

mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali

masalahnya.

Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan

26

kecemasan yang tidak perlu  terjadi dan memulihkan realitas situasi,

ketakutan merusak adaptasi klien .

Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias,

merapikan.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Dx 5: Kurang pengetahuan b/d program terapi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami

dan dijalankan

Kriteria Hasil :

- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

- Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.

- Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

- Menggunakan obat topikal dengan tepat.

- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi :

Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.

Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana

penyuluhan.

Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki

kesalahan konsepsi/informasi.

Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka

lakukan, kebanyakan klien merasakan manfaat.

Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan

lainnya.

Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk

melakukan terapi.

Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.

27

Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk

kambuh kembali.

4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan

5. Evaluasi

Diagnosa 1

Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.

Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,

berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah

rusak.

Diagnosa 2

Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.

Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.

Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat.

Diagnosa 3

Mencapai tidur yang nyenyak.

Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

Menghindari konsumsi kafein.

Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Diagnosa 4

Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.

Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.

Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik

untuk meningkatkan penampilan.

Diagnosa 5

Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

28

Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.

Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

Menggunakan obat topikal dengan tepat.

Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

29

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subyektif pruritus.

Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-

tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit

bertendensi residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak

diketahui penyebabnya.

Dermatitis kontak merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan

yang menempel pada kulit atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi

hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering

bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang

iritatif atau alergenik

B. Saran

Bagi orang-orang yang terkena penyakit dermatitis kontak, dengan timbul

gejala-gejala dan faktor predisposisi seperti di jelaskan,segera periksakan kedokter

atau ikuti petunjuk penatalaksanaan seperti dijelaskan tadi. Jika terjadi dermatitis

secara tidak langsung karena tidak cocok dengan bahan yang di gunakan sehingga

menimbulkan dematitis, sebaiknya bahan tersebut tidak dipergunakan lagi agar aman

dari kita.

30

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :

EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:

Balai Penerbit FKUI

31

Makalah Sistem Integumen

Tentang

Eksim/Dermatitis

Di Susun Oleh :

1. Aliman M

2. Eka Budi Kusuma

3. Putri Dita

4.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

32

2012

33