eka

49
Pemerintahan Kawasan Perkotaan Irfan Ridwan Maksum Pendahuluan Ingat definisi desentralisasi di awal kuliah. Desentralisasi adalah otonomisasi masyarakat lokal (Hoessein: 1999). Desentralisasi menjadi sumber dari adanya penyelenggaraan pemerintahan daerah agar otonomi dapat terselenggara.

Upload: rijalul-fikri

Post on 25-Jun-2015

323 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eka

Pemerintahan Kawasan PerkotaanIrfan Ridwan Maksum

  

Pendahuluan Ingat definisi 

desentralisasi di awal kuliah. Desentralisasi adalah otonomisasi

masyarakat lokal (Hoessein: 1999). Desentralisasi menjadi sumber dari adanya penyelenggaraan pemerintahan daerah agar otonomi dapat terselenggara.

Masayarakat yang menerima otonomi tersebut merupakan kesatuan masyarakat secara hukum. Dalam kacamata norma

Page 2: eka

hukum Indonesia, disebut sebagai daerah otonom.

Terdapat perbedaan antara masyarakat berciri perdesaan dan bereciri perkotaan. Sudah semestinya pemerintahan yang menjalankan otonomi bagi masyarakat tersebut pun bervariasi karena hal tersebut.

  

Apa itu Kawasan perkotaan?TIDAK ADA SATU PUN  DEFINISI YANG DAPAT DITERIMA OLEH SEMUA  KALANGAN.

STEVEN PINCH (1985)  MENGEMUKAKAN TIGA KRITERIA UNTUK MENENTUKAN 

Page 3: eka

APAKAH SUATU WILAYAH DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI  KOTA ATAU BUKAN.

KRITERIA   FISIK

BERKAITAN DENGAN ADA  TIDAKNYA WILAYAH TERBANGUN DAN INTENSITAS WILAYAH  TERBANGUN TERSEBUT

  

KRITERIA   ADMINISTRATIF  DEFINISI INI BERKAITAN DENGAN UPAYA PEMBUATAN BATAS WILAYAH KOTA . SUATU WILAYAH DAPAT DIKATAKAN MENJADI KOTA JIKA SECARA LEGAL TELAH DINYATAKAN SEBAGAI KOAT DAN DIKELOLA OLEH SEBUAH PEMEIRNTAH KOTA DENGAN YURISDIKSINYA.  KRITERIA FUNGSIONAL 

Page 4: eka

KATA PINCH (1985), KRITERIA INI BERKAITAN DENGAN DOMINASI PENDUDUK SUATU WILAYAH YANG BEKERJA DI SEKTOR NON-AGRICULTURE.

  

MENURUT  SUJAMTO, DARI BERBAGAI  PENGERTIAN KOTA OLEH  PARA PAKAR, DARI SISI  BATAS WILAYAH MUNCUL  POLA-POLA PERKOTAAN:

1. SUATU  WILAYAH YANG ANTARA  BATAS FUNGSIONAL DAN  NON-FUNGSIONALNYA BERHIMPIT 2. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA LEBIH LUAS DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA 

Page 5: eka

3. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA LEBIH SEMPIT DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA 4. HANYA BATAS FUNGSIONAL SAJA, SEMENTARA BELUM TERDAPAT PERATURAN YANG MENJADI DASAR BAGI WILAYAH TERSEBUT UNTUK MENAJDI KOTA.

  

DISAMPING  MENURUT SUJAMTO, VARIASI  KOTA PUN DAPAT DIBEDAKAN  ATAS DASAR BERBAGAI  ASPEK (HOSSEIN: 1999):   1.  STATUS KEPEMERINTAHAN 2.  LETAK URBAN CENTER 3.  LINGKUP PELAYANAN  4.  JUMLAH PENDUDUK 

Page 6: eka

5.  AGEN PENGEMBANGAN KOTA 6.  STATUS PEMUSATAN KOTA (NIESSEN: 1996)

  

Segi  Hukum kawasan perkotaan

Daldjoeni  (2003): “Pengertian kota  di sini dikaitkan dengan  adanya hak-hak hukum  bagi penghuni kota.  Di zaman Hindia belanda  kota-kota seperti Salatiga,  Sukabumi, dan Probolinggo,  bersatatus haminte (gemeente)  dengan alasan jumlah  penduduknya yang berbangsa  Eropa 10% lebih, mereka  ini tidak di bawah  kekuasaan Bupati  lalu  kota diatur menurut 

Page 7: eka

hukum Belanda ditempatkan  di bawah kekuasaan burgemeester  (walikota). Di zaman  kemerdekaan jumlah kotamadya  (bekas gemeente) terus  bertambah dengan alasan  lain yaitu daya otonominya.”

Oleh  karena itu terkait dengan  struktur pemerintahan daerah  yang diatur dalam UU  Pemerintahan daerah.

  

Hoessein (2002)

“Dalam Pasal 90 UU No. 22 Tahun 1999 diidentifikasikan empat jenis kawasan

Page 8: eka

perkotaan. Pertama, kawasan perkotaan yang telah berstatus kota.---diatur jelas dan terwujud (KOTA).

Kedua, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari kabupaten. Kawasan ini dapat berstatus kelurahan dan/atau kecamatan.---tidak jelas operasionalnya (PRA-KOTA).

Page 9: eka

  

lanjutanKetiga, kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi perkotaan di kabupaten.---ada prakteknya tapi belum diatur dengan jelas operasionalnya. (KOTA BARU)

Keempat, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah otonom yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.---ada gejalanya, belum diatur (METROPOLIS).

  

Page 10: eka

“Keempat macam kawasan perkotaan tersebut oleh NUDS disebut sebagai kota dalam arti fungsional. Selanjutnya dalam Buku Repelita VI, jumlah kota tersebut telah mencapai 412 buah yang terdiri atas sebuah kota  megapolitan, 10 kota metropolitan, 6 kota besar, 84 kota sedang dan 311 kota kecil. “

Page 11: eka

  

lanjutan “Kota metropolitan

berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa, kota besar berpenduduk 500.000 s/d 1 juta, kota sedang berpenduduk 100.000 s/d 500.000 dan kota kecil berpenduduk 20.000 s/d 100.000. Struktur pemerintahan bagi 86 kota yang telah berstatus berotonomi hingga kini belum terlihat variatif.”

  

“Belum bervariasinya struktur pemerintahan bagi masyarakat perkotaan tersebut di atas

Page 12: eka

pertanda belum bervariasinya politik di tingkat lokal. Oleh karena itu local voice dan local choice bagi masyarakat perkotaan belum sepenuhnya terakomodasi oleh struktur pemerintahan yang terbangun.”

  

lanjutan Secara 

substansial berarti belum  efektifnya fungsi desentralisasi  dalam menciptakan keaneka  ragaman penyelenggaraan pemerintahan  sesuai dengan kondisi  setempat. Aspirasi pasal  92 (3) untuk diterbitkannya  peraturan perundang-undangan 

Page 13: eka

yang secara khusus mengatur  pengelolaan dan pemerintahan  perkotaan hingga kini  belum terwujud.”

  

Perbandingan  antara UU No. 5  Tahun 1974 dan UU  No. 22 Tahun 1999  dalam pemerintahan kawasan  perkotaan

PERSAMAAN

Sama-sama secara normatif menganggap kelurahan adalah perangkat pemerintahan bagi masyarakat

Page 14: eka

perkotaan dan Desa bagi masyarakat perdesaan.

Sama-sama secara sosiologis, masyarakat Kota dapat berada dalam sebuah wilayah dengan status pemerintahan Kabupaten (bukan Kota). Oleh karena itu, kelurahan dapat berada di wilayah Kabupaten.

Page 15: eka

  

PERBEDAAN

1.  Dalam UU No. 22  Tahun 1999 tidak menghendaki  adanya pemerintah Desa  di dalam kawasan Pemerintah  Kota, sedangkan UU No.  5 Tahun 1974, bahwa  di dalam Kotamadya masih  dimungkinkan adanya Pemerintah  Desa.

2.  Dalam UU No. 5  Tahun 1974 maupun UU  No. 22 tahun 1999  terdapat variasi status  pemerintahan kawasan perkotaan.  UU No. 22 Tahun  1999 empat jenis, sedangkan  UU No. 5 Tahun  1974 menyebutkan (1) 

Page 16: eka

DKI Jakarta, (2) Kotamadya,  dan (3) Kota administratif.

  

Lanjutan3.  Realisasi yang ada,  pada masa UU No.  5 Tahun 1974, ada  tiga tingkatan pemerintah  Kota yang berjalan:  DKI, Kotamadya, dan  Kota administratif; sedangkan  UU No. 22 Tahun  1999 praktis hanya Provinsi  DKI dan seluruh Kota.

4.  Sebutan pemerintahan perkotaan  pada UU No. 5 Tahun  1974 ditujukan untuk  pembagian wilayah dalam 

Page 17: eka

rangka asas dekonsentrasi  semata, sedangkan UU  No. 22 Tahun 1999  ditujukan untuk desentralisasi  semata dan selebihnya  di’rencanakan  merupakan perangkat daerah  kecuali ‘metropolitan’.

  

UU No. 32 Tahun  2004BAB  X

KAWASAN  PERKOTAAN

Pasal  199

(1) Kawasan perkotaan  dapat berbentuk :

a. Kota sebagai daerah  otonom;

Page 18: eka

b. bagian daerah kabupaten  yang memiliki ciri perkotaan;

c. bagian dari dua  atau lebih daerah yang berbatasan langsung  dan memiliki ciri perkotaan.

(2) Kawasan perkotaan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  a dikelola oleh pemerintah kota.

(3) Kawasan perkotaan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola  yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah  kabupaten.

  

lanjutan

Page 19: eka

(4) Kawasan perkotaan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  c dalam hal penataan ruang dan penyediaan  fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola  bersama oleh daerah terkait.

(5) Di kawasan perdesaan  yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan  perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan  dapat membentuk badan pengelola pembangunan.

  

lanjutan(6) Dalam perencanaan,  pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan 

Page 20: eka

perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat  sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.

(7) Ketentuan, sebagaimana  dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat  (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan  dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan  Pemerintah.

  

UU No. 22 Tahun  1999 dan UU No. 32 Tahun 2004

Hampir sama dalam  mengatur sejumlah kawasan perkotaan dan pemerintahan  perkotaan.

Page 21: eka

Perbedaan utamanya adalah UU No. 22 Tahun 1999 menganggap bahwa dalam Kota tidak dimungkinkan adanya Desa, sedangkan UU No. 32 Tahun 2004 masih memungkinkan jika kondisi sosial ekonomi masih perdesaan, dan secara umum masyarakat masih menghendaki bentuk Desa. Dalam hal ini UU No. 32 Tahun 2004 sama dengan UU No. 5 Tahun 1974.

Kawasan perkotaanDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Gedung pencakar langit di Jakarta

Page 22: eka

Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Kawasan perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk diatas satu juta orang dan berdekatan dengan kota satelit disebut sebagai metropolitan.

[sunting] Pengelompokan kawasan perkotaan

Kawasan Perkotaan dibedakan atas:

1. Kawasan Perkotaan yang berstatus administratif Daerah Kota;2. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari Daerah Kabupaten;3. Kawasan Perkotaan Baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah Kawasan

Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;4. Kawasan Perkotaan yang mempunyai bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan

sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.

Rencana Kawasan Perkotaan - Presentation Transcript

1. RENCANA KAWASAN PERKOTAAN Disampaikan Pada Acara Sosialisasi Permendagri Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan 27-28 Mei 2008 Hotel Poencer, Cisarua Bogor Oleh: Drs. Eka Atmaja Baskara H., MURP

2. RPJPD Rencana Kawasan Perkotaan o Peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan o Pemenuhan standar pelayanan perkotaan o Keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan (Ps.8) o RTRW Kota o RDTR o RTR

Rencana tata ruang

o RDTR o RTR

Renstra SKPD RPJMD Kebijakan strategi, program dan kegiatan kawasan perkotaan Satu Dokumen Prog. Kewilayahan utk msg2 kwsn perkotaan oleh Bapeda RKPD Kota Kaw. perkotaan Perencanaan Pembangunan kawasan perkotaan oleh Bapeda BAB III  RENCANA KAWASAN PERKOTAAN

3. o Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD memuat : o a. peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan;

Page 23: eka

o b. pemenuhan standar pelayanan perkotaan; dan o c. keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan. o Arah pembangunan kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten

dituangkan dalam masing- masing RPJPD Kabupaten yang bersangkutan. o (Pasal 8)

Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD menjadi acuan penyusunan rencana tata ruang dan pedoman penyusunan RPJMD. (Pasal 9)

4. o Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Otonom tertuang dalam RTRW kota ,

Rencana Detail Tata Ruang, dan Rencana Teknik Ruang. o Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten tertuang

dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang. o (Pasal 10) 5. o Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan

pedoman untuk : o a. pengaturan tata guna tanah ( land regulation ); o b. penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang; o c. penerbitan Advise Planning ; o d. penerbitan izin prinsip pembangunan; o e. penerbitan izin lokasi; o f. pengaturan teknis bangunan; o g. penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan; dan o h. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan. o 2. Rencana Teknik Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan

pedoman untuk: o a. penerbitan izin mendirikan bangunan; o b. penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung; dan o c. penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung. (Pasal 11) 6. o Kebijakan, strategi, program dan kegiatan kawasan perkotaan tertuang dalam

RPJMD kabupaten/kota. o Kebijakan, strategi, program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang berada di dua atau lebih Kabupaten dituangkan dalam masing- masing RPJMD kabupaten/kota bersangkutan.

o (Pasal 12)

Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan setiap kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten tertuang dalam Renstra SKPD dan disusun menjadi satu dokumen perencanaan pembangunan kawasan perkotaan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (Pasal 13)

7.

Page 24: eka

o RKPD Kabupaten memuat program kewilayahan untuk masing-masing kawasan perkotaan.

o Program kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diintegrasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

o Program kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih Kabupaten dituangkan dalam RKPD masing- masing kabupaten. (Pasal 14)

Penyusunan program kewilayahan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) mengacu pada RDTR, RPJMD Kabupaten/Kota, dan dokumen perencanaan pembangunan kawasan perkotaan. (Pasal 15)

desinain skripsi 2JUDUL PENELITIAN : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintah Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangDesa dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia merupakan ujung tombak dari pemerintahan daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Citra birokrasi pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan oleh kinerjaorganisasi tersebut. Kelurahan sebagai instansi pelayanan publik dituntut untuk memperbaiki dan senantiasa melakukan reformasi serta mengantisipasi perkembangan masyarakat yang terjadi. Dalam rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja instansi pemerintah menuju kearah professionalisme dan menunjang terciptanya pemerintahan yang baik (good governance), perlu adanya penyatuan arah dan pandangan bagi segenap jajaran pegawai Pemerintah yang dapat dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas baik manajerial maupun operasional diseluruh bidang tugas dan unit organisasi Instansi Pemerintah secara terpadu. Pada sebuah organisasi pemerintahan, sumber daya manusia terdiri dari pemimpin danpegawai. Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung kabupaten Sambas merupakan suatu organisasi pemerintah yang memiliki personil / pegawai. Untuk mewujudkan sikap kerja pegawai yang baik, diperlukan berbagai cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin suatu organisasi pemerintah, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat.Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan termasuk organisasi pemerintahan di Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung terutama berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. 

Menurut Kerlinger dan Padhazur (2002) faktor kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pegawai karena kepemimpinan yang efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan publik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi pedoman yang baik dalam peningkatan kinerja pegawai . Berdasarkanlatar belakang tersebut, maka perlu diteliti: “Pengaruh Gaya KepemimpinanTerhadap Kinerja Pegawai Dalam Organisasi Pemerintah Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung ”.

Page 25: eka

1.2. Perumusan Masalah1. Bagaimana Gaya Kepemimpinan yang diterapkan di Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung dalam pengambilan keputusan?2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan Gaya Kepemimpinan kepaladesa dalam pengambilan keputusan?3. Bagaimanakah kinerja pegawai pada pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung ?4. Bagaimanakah pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung ?5. Bagaimanakah pelayanan pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung yang diberikan kepada masyarakat?

1.3. Tujuan Penelitian1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala desa Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung yang diterapkan dalam pengambilan keputusan.2. Menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Gaya Kepemimpinan kepalaDesa dalam pengambilan keputusan.3. Menelaah kinerja pegawai pada organisasi pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung serta pelayanan pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung yang diberikan kepada masyarakat.4. Menganalisis pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung 

1.4 Kegunaan PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada pihak-pihak terkait, seperti desa, Institusi pendidikan dan mahasiswa selaku peneliti. Bagi Kelurahan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kinerjapegawai dan pemimpin dapat menerapkan gaya kepemimpinan pada pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan pegawai dalam memperbaiki kinerja danproduktivitas pegawai, sehingga pemerintahan Desa dapat meningkatkan pelayanannyaterhadap masyarakat sebagaimana fungsi desa sebagai instansi pelayanan publik. Bagi pihak akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji permasalahan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai secara lebih mendalam. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat berguna sebagaisarana belajar untuk memahami permasalahan yang menjadi topik kajian.

II. PENDEKATAN TEORITIS2.1 Tinjauan Pustaka2.1.1 Pengertian Dan Definisi KepemimpinanMenurut Kerlinger dan Padhazur (1987), kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan di dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan gairah, bersedia bekerjasama danmempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam

Page 26: eka

kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu. Susilo (1998) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama. Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Karjadi (1983) mendefinisikan pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Wahjosumidjo (1984), kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi. 2.1.2. Gaya KepemimpinanGaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1993). Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian (2003) bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan. Wahjosumidjo (1994) mengatakan bahwa perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sesuai dengan gaya kepemimpinan seseorang. Gaya tersebut adalah sebagai berikut:1. Gaya kepemimpinan Direktif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.2. Gaya kepemimpinan Konsultatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan masukan/saran dari bawahan.3. Gaya kepemimpinan Partisipatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan danbawahan.4. Gaya kepemimpinan Delegatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.2.1.3. Kinerja PegawaiKinerja dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misidan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategi suatu organisasi. Menurut Dessler (1997), kinerja merupakan prosedur yang meliputi (1) penetapan standarkinerja; (2) penilaian kinerja aktual pegawai dalam hubungan dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.Mengenai ukuran-ukuran kinerja pegawai, Ranupandojo dan Husnan (2000) menjelaskan secara rinci sejumlah aspek yang meliputi:1. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian, keterampilandan keberhasilan kerja. Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketelitian, kerapihan dankebersihan hasil pekerjaan.2. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan. Kuantitas kerja meliputi output, serta perlu diperhatikan pula tidak hanya output yang rutin saja, tetapi juga seberapa cepat dia dapat menyelesaikan pekerjaan yang ekstra.3. Dapat tidaknya diandalkan termasuk dalam hal ini yaitu mengikuti instruksi, inisiatif, rajin, serta sikap hati-hati.4. Sikap, yaitu sikap terhadap pegawai perusahaan dan pekerjaan serta kerjasama.

Page 27: eka

2.1.4. Pelayanan MasyarakatHakikat berdirinya suatu organisasi publik seperti desa adalah bertujuan melayani kepentingan masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan yang diberikan oleh Kelurahan termasuk dalam bentuk pelayanan umum. Menurut Keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari definisi pelayanan umum tersebut, dapat dikatakan bahwa Kelurahan merupakan suatu organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat danpelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan visi, misi, tujuan maupun program yang telah ditetapkan Kelurahan.Parasuraman dkk (dalam Zeithamil dan Bitner, 1996) mengemukakan indikator- indikator pelayanan masyarakat sebagai berikut1. Responsiveness atau responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan organisasi untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. 3. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dankemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. 2.1.5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai desa maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 1999).Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadappekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi.2.2. Kerangka PemikiranBerikut ini dikemukakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini untuk memahami fenomena kepemimpinan pada organisasi pemerintahan desa, khususnya tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawainya. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi gaya Kepemimpinan yang diterapkan seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yang diterapkan digolongkan dalam tiga kategori yaitu: faktor karakteristik pemimpin, faktor karakteristik pegawai dan faktor situasi. Gaya kepemimpinan yang digunakan seorang pemimpin memiliki pengaruh terhadapkinerja pegawai.Untuk kepentingan penelitian ini, kinerja pegawai dipandang sebagai hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi. Ukuran-ukurankinerja pegawai ini meliputi kualitas kerja, dan kuantitas kerja.Kinerja pegawai selain dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpinnya (Lurah),

Page 28: eka

juga dipengaruhi oleh karakteristik pegawai yang bersangkutan serta situasi yang terdapat pada lingkup organisasi. Kinerja pegawai akan berpengaruhterhadap Kinerja Organisasi pelayanan Kelurahan terhadap masyarakat. Alur pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

2.3. Hipotesis PengarahUntuk kepentingan penelitian ini, sesuai dengan tujuannya diajukan hipotesis pengarah berikut:1. Diduga faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang pemimpin/kepala Desa adalah: karakteristik pemimpin, karakteristik pegawaidan situasi di lingkungan organisasi. 2. Diduga terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan yang diterapkan seorang pemimpin/kepala desa dengan kinerja pegawai.2.4. Definisi KonseptualSejumlah definisi konseptual yang menjadi pegangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Kepemimpinan organisasi, dalam hal ini kepemimpinan organisasi Kelurahan adalah kemampuan pemimpin (kepala Desa) untuk memberikan tugas, pengarahan, bimbingan terhadap para pegawai dalam menjalankan tugasnya.2. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan berdasarkan arah komunikasi dan cara-cara dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibedakan menjadi empat kategori yang terdiri dari gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegatif. 3. Karakteristik pemimpin adalah kondisi diri seorang pemimpin yang berpengaruh dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir, merasakan, bersikap dan berperilaku).4. Situasi adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota organisasi sebagai bawahan seperti suasana atau iklim kerja, suasana organisasi secara keseluruhan.5. Karakteristik pegawai adalah kondisi diri anggota organisasi sebagai pegawai, seperti pendidikan atau pengalaman, motivasi kerja atau berprestasi dan tanggung jawab dalam bekerja.6. Pegawai adalah seseorang yang bekerja pada suatu lembaga pemerintah.7. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka untuk mewujudkan tujuan organisasi.8. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan.9. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian, keterampilandan keberhasilan kerja.10. Pelayanan masyarakat adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi Kelurahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.2.5. Definisi OperasionalUntuk mengarahkan pengumpulan, pengolahan dan analisis data yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian dirumuskan sejumlah definisi operasional berikut.1. Penentuan gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin (kepala desa) dilakukan pada bidang atau lingkungan kegiatan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah berikut1) Kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai.2) Kegiatan yang berkaitan dengan pendelegasian tugas dari pemimpin (Lurah) kepada pegawai.3) Kegiatan yang berkaitan dengan pemberian gaji/upah pegawai.4) Kegiatan yang berkaitan dengan musibah/bencana yang terjadi di lingkungan Kelurahan.

Page 29: eka

5) Kegiatan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan Kelurahan.Kategori dalam bidang/kegiatan pengambilan keputusan/pemecahan masalah yang dilakukan pemimpin dalam melaksanakan pekerjaan adalah:1) Gaya Kepemimpinan Direktif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pemimpin.2) Gaya Kepemimpinan Konsultatif, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan masukan/saran dari bawahan.3) Gaya Kepemimpinan Partisipatif, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.4) Gaya Kepemimpinan Delegatif, pemimpin mendelegasikan pengambilan keputusandan pemecahan masalah kepada bawahan.2. Kinerja Pegawai desa diukur dengan menggunakan dua kelompok indikator yang terdiri dari:A. Kelompok indikator berdasarkan penilaian pegawai yang bersangkutan.Kinerja pegawai dinilai dengan sistem skor yang diukur dengan menggunakan indikator kualitas hasil kerja dan kuantitas hasil kerja yang terdiri dari:a. Ketepatan hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya. b. Ketelitian hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya. c. Kerapian hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya. d. Kebersihan hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya. e. Jumlah atau beban pekerjaan yang dapat diselesaikan pegawai. f. Ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan. B. Kelompok indikator berdasarkan penilaian warga masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan kepada warga masyarakat.Kinerja pegawai Kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dinilai dengan sistem skor yang diukur dengan menggunakan indikator yang terdiri dari:a. Kemudahan masyarakat dalam proses pembuatan KTP/KK dan sebagainya. b. Masyarakat mudah mengakses informasi mengenai segala bentuk pelayanan yang diberikan Kelurahan. c. Ketepatan waktu para pegawai dalam menyelenggarakan segala bentuk pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan yang dijanjikan. d. Kecepatan pegawai dalam menanggapi keluhan masyarakat. e. Pegawai memberi anjuran, saran, dan informasi secara jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat. f. Keahlian dan kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan terhadapmasyarakat. g. Jaminan kebebasan bagi masyarakat dari pungutan liar. h. Kesopanan dan keramahan pegawai dalam melayani masyarakat. i. Kenyamanan dalam pelayanan untuk masyarakat oleh pegawai. 

III. PENDEKATAN LAPANGAN3.1. Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif (metode survei) danpendekatan kualitatif. Metode survei adalah metode yang mengambil contoh data dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dengan memadukan kedua pendekatan tersebut diharapkan upaya pemahaman gaya kepemimpinan dalam pengambilan keputusan, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan dan pengaruhnya terhadapkinerja pegawai serta pelayanan pemerintahan desa terhadap masyarakat dapat dilakukan secara lebih komprehensif.3.2. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung kabupaten Sambas. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan Berdasarkan hasil

Page 30: eka

studi penjajakan pada bulan Maret 2009 diketahui bahwa Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung telah menjabat lebih dari dua tahun sehingga diharapkan kepemimpinan yang telah dilaksanakannya dapat diteliti secara lebih mendalam.

3.3. Teknik Pemilihan Responden dan InformanDalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam menetapkan responden pegawaidesa adalah total sampling, yaitu pengambilan sampel sebesar populasi yang ada. Hal ini mengacu pada pendapat Surakhmad (1989:14) bahwa adakalanya masalah penarikan sampel ditiadakan sama sekali dengan memasukkan seluruh populasi sebagai sampel, yakni semua jumlah populasi itu diketahui terbatas. Berdasarkan hasil studi penjajakan diketahui bahwa populasi seluruh pegawai Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung berjumlah 12 orang. Informan dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pemerintahan Desa Sendoyan Kecamatan Sejangkung. Disamping itu, untuk mengetahui kinerja pegawai pemerintahan Desa Sendoyan dalam hal pelayanan pemerintahan desa terhadap masyarakat, populasi yang dijadikan sampel adalah warga masyarakat desa RT 02 dan 03 RW 05. Jumlah sampel yang dipilih adalah sebanyak 20 responden yang dipilih secara acak (simple random sampling). 3.4. Teknik Pengumpulan DataData yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data primer dikumpulkan dari para responden daninforman. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari:1. Gambaran Gaya Kepemimpinan pada Kantor Desa Sendoyan yang digunakan pemimpin/kepala desa dalam pengambilan keputusan.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Kepemimpinan dalam mengambil keputusan.3. Kinerja pegawai pemerintahan Desa Sendoyan yang dilihat berdasarkan indikatorkinerja pegawai serta pelayanan desa kepada masyarakat.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan kepala desa terhadap Kinerja Pegawai.

Data sekunder dikumpulkan dari kantor pemerintahan Desa Sendoyan, Dinas Instansi yang relevan dan perorangan, sesuai dengan keperluan data untuk penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari:1. Perda, kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai kepegawaian terutama berkaitan dengan kepemimpinan desa dan kinerja pegawai.2. Gambaran umum Desa Sendoyan (kondisi geografis desa, keadaan sosial demografi, dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kehidupan.3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis DataData yang diperoleh dari kuesioner akan diolah secara kuantitatif. Data kuantitatif diolahdan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Tabulasi silang digunakan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerjapegawai. Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan dengan mereduksi (meringkas) data dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perludan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan untuk menjawab pertanyaan analisis di dalam penelitian. Data hasil wawancara yang relevan dengan fenomena yang dianalisis, disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan. Analisis data kualitatif dipadukan dengan hasil interpretasi data kuantitatif.

Page 31: eka

DAFTAR PUSTAKADessler. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2. Jakarta: PT. Prenhallindo.Ranupandojo, H, Suad Husnan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM.Siagian, Sondang P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:LP3ES.Surakhmad, Winarno. 1989. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung: Alumi. Susilo, Martoyo. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM.Thoha, Miftah. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 

Diposkan oleh oeoi dedi di 09.19 0 komentar

TUGAS INDIVIDU“Hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas” Disusun Oleh :DEDINIM : E0117024FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS TANJUNGPURAP O N T I A N A K2 0 1 0 

BAB. IPENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat adalah lembaga pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai unsur pelaksana daerah bidang pemerintahan di tingkat Kecamatan yang berhubungan dengan usaha peningkatan pelayanan masyarakat.. Didalam perjalananya, Kecamatan kecamatn Sejangkung a telah menunjukkan kemandiriannya dengan

Page 32: eka

kemajuan dan peningkatan pembangunan seiring dengan agenda pembangunan nasional, baik dalam pertumbuhan ekonomi, sosial kemasyarakatan maupun dalam pelayanan kehidupan masyarakat. Disisi lain penerapan pembangunan tersebut juga mengandung risiko yang memerlukan perhatian, antara lain penurunan produktifitas pelayanan masyarakat, sebagai akibat cara kerja aparatur atau pegawai Pemerintah Kecamatan Sejangkung melayani masyarakat. Dengan kata lain pelayanan masyarakat perlu ditingkatkan bukan saja melalui perbaikan sistem prosedur yang digunakan, tetapi juga yang lebih penting lagi adalah dengan meningkatkan motivasi kerja pegawai instansi pemerintah kecamatan Sejangkung itu sendiri. Oleh sebab itu setiap pimpinanharus mampu memanfaatkan sumber daya manusia, dalam hal ini adalah para pegawai dalam meningkatkan pelayanan masyarakat. Agar supaya pegawai dapat lebih efektif dalam melakukan tugasnya, maka pimpinan harus memahami situasi dalam organisasi atau instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas. khusunya. Dengan demikian setiap pimpinan perlu mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Salah satu faktor yang yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai adalah faktor pimpinan yang dalam hal ini menyangkut gaya kepemimpinan.

1. 2. MASALAH

1. 2. 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas yaitu penurunan produktifitas pelayanan masyarakat sebagai akibat cara kerja aparatur atau pegawai pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas, maka pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan motivasi pegawai instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Secara lebih rinci, pernyataan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas ?2. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas ?

1. 2. 2. Pembatasan Masalah

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seorang pekerja/ pegawai menurut A. Mintorogo dan Sedarmayanti ( 1992 ) faktor tersebut antara lain: pimpinan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan organisasi, kompensasi/ imbalan jasa uang dan atau non uang serta jenis pekerjaan dan tantangan. Dengan melihat banyaknya faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai sebagaimana tersebut diatas, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya pada faktor pimpinan terutama mengenai gaya kepemimpinan . Untuk itu penelitian dilakukan di instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas.

1. 2. 3. Perumusan Masalah

Gaya kepemimpinan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Dengan demikian faktor gaya kepemimpinan berhubungan dengan motivasi kerja pegawai instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas. Berdasarkan uraian diatas dapatlah dirumuskan masalahnya sebagai berikut:

Page 33: eka

1. Bagaimana hubungan antara faktor gaya kepemimpinan dengan motivasipegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas?2. Bagaimana hubungan antara situasi kepemimpinan dengan motivasi kerjapegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas?

1. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini secara umum ingin melihat hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas.

1. 4. Manfaat PenelitianManfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan untuk dapat menyangkutkan motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas2. Sebagai bahan masukan atau bahan bagi penelitian yang serupa atau penelitian yang lebih luas sifatnya

1. 5. HipotesisDalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:1. Motivasi kerja pegawai instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas lebih tinggi setelah diberlakukannya kebijakan-kebijakan oleh KepalaPemerintah kecamatan dibandingkan dengan sebelumnya.2. Ada pengaruh signifikan faktor Gaya kepeimipinan terhadap motivasi kerjapagawai pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas

1. 6. Metodologi Penelitian

1. 6. 1. Variabel variabel Yang di Teliti

Adapun variabel variabel yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalahsebagai berikut:1. Variabel Bebas ( Independent Variable )Dalam hal ini yang menjadi variabel bebas ( Independent Variable ) adalah gaya kepemimpinan yang dalam hal ini dilambangkan dengan X12. Variabel Terikat ( Dependent Variable )Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi kerja pegawai yang dilambangkan dengan variabel Y

1. 6. 2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan semua karakter yang mungkin dari obyek yang lengkapdan jelas yang ingin diteliti. Sehingga sasaran yang akan menjadi obyek penelitian ini merupakan keseluruhan karakteristik yang ada dalam instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono; 2005), sehingga sample

Page 34: eka

merupakan bagian dari populasi yang terpilih dan dimaksudkan untuk dapat mewakili populasi penelitian.

1. 6. 3. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini yang menitikbertakan pada gaya serta situasi kepemipinan pengaruhnya terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas, maka penulis mendapatkan data baik dari instansi terkait maupun diluar instansi tersebut.

1.6.4.Pengumpulan Data Langsung

a. Observasi ( pengamatan/ questioner ), yaitu dengan cara pengumpulan data diperoleh langsung dari perusahaan atau objek yang diteliti.b. Wawancara/ interview, yaitu mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak perusahaan.

1. 6. 5. Pengumpulan Data Tidak Langsung

Merupakan pengumpulan data pendukung yang diperoleh dari lapranlaporan dari instansi pemerintah Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas dan dengan mempelajari literatur pelengkap berupa buku, jurnal atau dan edisi situs website yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.tersebut diatas.

1. 6. 6. Tekhnik Pengolahan Data

1. 6. 6. 1 Analisis KuantitatifDengan analisa kuantitatif ini dapat dibuktikan ada atau tidaknya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai atau sejauh mana pengaruh situasi kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai. Adapun analisa kuantitatif yang digunakan terdiri atas:

1. 6. 6. 1. 1 Regresi Linier SederhanaRegresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal satu variabel independen (gaya kepemimpinan) dengan satu variabel dependen (motivasi kerja pegawai). Persamaan umum regresi linier sederhana adalah:Y=a+bXDimana:Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikana = Harga Y bila X= 0 (harga konstan)b = Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b(+) maka naik, dan jika (-) maka terjadi penurunan. Rumus yang digunakan untuk mencari a (nilai konstanta) dan nilai (koefisien korelasi) adalah sebagai berikut (Supranto, 1987: 219):

b = ( ) ( )( )( ) ( )2 ) 2 ΣΧ − ΣΧΣΥ ΣΧ − ΣΧΥnna = x b Y −dimana:(nilai rata rata variabel Y)y = n Y / ∑

Page 35: eka

(nilai rata rata variabel X)x = n X / ∑1. 6. 4. 3. Analisis Koefisien KorelasiYaitu uji yang menentukan derajat atau kekuatan korelasi antara motivasi kerja(Y) dengan gaya kepemimpinan (X). Kegunaannya untuk menentukan apakah suatu hipotesa dapat diterima atau tidak. Adapun hasil nilai perhitungan itu cukup berarti atau dapat diperoleh dengan jalan mengadakan uji kebenaran dengan nolhipotesa dan alternatif Hipotesa.

1. 6. 6.2 . Perhitungan Nilai Koefisien Determinasi

Untuk mengukur seberapa besar bvariabel variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel dependen yang dijelaskan oleh model regreso. Nilai R2 berada pada interval 0 ≤ R2 ≤ 1. Secara logika dapat diketahui bahwa makin baik estimasi model dalam menggambarkan data, maka makin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R dapat diperoleh dengan rumus:R2 = (r)2 X 100%Dimana:R2 = Koefisien determinasiR = Koefisien korelasi1. 6. 4. 5. Uji Hipotesis Dengan t- test

Uji hipotesis dengan t-test digunakan untuk mengetahui apakah variable independen memiliki pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen secara untuk setiap variabel. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai thitung adalah sebagai berikut:Rumus Uji Signifikansi (Uji t)t = ( ) ( ) 2 1 2 − − n ρ ρKeterangan:t = Signifikansi korelasiρ = Koefisien korelasin = Jumlah RespondenSetelah didapatkan nilai t-hitung melalui rumus diatas, maka untukmenginterpretasikan hasilnya berlaku ketentuan sebagai berikut:i. Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak (ada hubungan yangsignifikan)ii. Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima (tidak ada hubunganyang signifikan)

Untuk mengetahui t-tabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance ( α) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0,05) atau taraf keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% berarti variable tersebut tidak signifikan.

1. 6. 7 Deskripsi Kuantitatif

Analisa diskriptif kuantitatif yaitu teknis analisis yang pada dasarnya menggunkan penjelasan-penjelasan serta gambaran umum penjelasan koefisien korelasi yang bersimbol r mempunyai batasan = - 1 < r < 1. artinya bila r = 1, hubungan X dan Y sempurna serta positif atau mendekati 1 hubungan X dan Y sangat erat dan positif. Bila r = - 1 hubungan X dan Y sangat erat dan negetif. Bila r = 0 hubungan X dan Y tidak ada hubungan.

Page 36: eka

1. 6. .8. Kerangka AnalisisPenerapan sistem gaya kepemimpinan adalah merupakan suatu kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan Sukmajaya Kota Depok sehingga kinerja dan produktivitas pegawai juga berpengaruh signifikan.

1. 7. Sistematika SkripsiUntuk memperhatikan memudahkan pemahaman keseluruhan tulisan, maka dalam penulisan ini penulis membagi dan menyusun sistematika skripsi sebagai berikut:BAB. I PENDAHULUANBerisikan latar belakang pemilihan judul pokok masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, kegunaan penelitian dan metodologi penelitian. Inti pada bab ini adalah menguraikan permasalahan dan pokok-pokok pembahasan sehingga dapat diketahui masalah yang ingin disampaikan dalam tulisan ini.BAB. II LANDASAN TEORIMenguraikan landasan teori yang akan mendukung dan berhubungan dengan teori atau gaya kepemimpinan dan motivasi yang akan dijadikan dasar serta perbandingan dalam pemecahan masalah. Bab ini berisikan tentang pengertian kepemimpinan, arti kepemimpinan bagi organisasi/ instansi, pengertian manajemen sumber daya manusia, pengertian motivasi, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, analisa regresidan korelasi.BAB III. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIANBab ini menguraikan tentang berbagai informasi mengenai gambaran umum organisasi. Bab ini berisikan tentang profile singkat instansi, lokasi instansi, struktur organisasi, macam macam job deskripsi, jumlah pegawai, system operasional dan prosedur yang digunakan dalam menjalankan roda organisasi.BAB IV. ANALISIS PEMBAHASAN DAN INTERPRETASIDalam bab ini diuraikan hasil penelitian dan sekaligus membahas tentang kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, analisa tentang motivasi dan segala hal yang terkait serta analisa regresi dan korelasi.BAB V. PENUTUPBab ini menyimpulkan hasil-hasil dari penelitian maupun pembahasan dari bab sebelumnya serta saran-saran yang diberikan sehubungan dengan penelitian terhadappengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai pada instansi pemerintah Kecamatan sukmajaya.

A.   Latar Belakang 1.    Bahwa gangguan gizi pada anak dibawah usia dua tahun pada umumnya secara

kuantitas tidak pernah berkurang. Demikian pula halnya yang terjadi di Indonesia selama ini, yang cenderung naik tingkat kerawanannya akibat krisis ekonomi tahun 1997 yang dikhawatirkan dapat mengancam kualitas SDM generasi penerus. Sesungguhnya kita memiliki tehnologi untuk mengatasinya, yakni bila Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak, serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi dan balita dengan mengupayakan bagaimana memelihara anak secara baik, yang  mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya.

2.    Hikmah yang bisa dipetik saat terjadi krisis ekonomi, bahwa pemerintah telah mengambil langkah yang dinilai tepat oleh banyak pihak termasuk para donor, yakni dengan melaksanakan revitalisasi Posyandu, yang harapannya adalah agar

Page 37: eka

Posyandu dapat berfungsi secara optimal untuk menyelamatkan dan meningkatkan status gizi maupun derajat kesehatan anak dan ibu sebagai upaya mencegah terjadinya hilangnya generasi penerus.

3.    Pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak-anak sejak usia dini, merupakan suatu strategi dalam upaya pemenuhan pelayanan dasar yang meliputi peningkatan derajat kesehatandan gizi yang baik, lingkungan yang sehat dan aman, pengembangan psikososial/emosi, kemampuan berbahasa dan pengembangan kemampuan kognitif (daya pikir dan daya cipta) serta perlindungan anak terhadap penabaian. Pengalaman empirik dibeberapa tempat menunjukan, bahwa strategi pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan anak seperti itu, dapat dilakukan pada Posyandu. Karena Posyandu merupakan wadah peranserta masyarakat untuk menyampaikan dan memperoleh pelayanan kesehatan dasarnya, maka diharapkan pula strategi operasional pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak secara dini, dapat dilakukan di setiap posyandu.

4.    Kesepakatan melakukan Revitalisasi Posyandu sebagai tanggap darurat atas krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, merupakan piakan dalam membangun SDM dini.  Pengalaman selama ini membuktikan bahwa bila penyelenggaraan Posyandu baik, maka upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar pengembangan anak akan baik pula, seperti tercapainya cakupan imunisasi yang cukup tinggi pada tahun-tahun sebelum kritis dan adanya peningkatan umur harapan hidup. Sebaliknya bila kinerja Posyandu tidak baik, seperti dalam memantau pertumbuhan anak, maka status gizi anak perkebangannya dapat terganggu.

5.    Kurang berfungsinya Posyandu sehingga kinerjanya menjadi rendah, antara lain disebabkan karena rendahnya kemampuan kader dan pembinaan dari unsur Pemerintah Desa dandinas/instansi/lembaga terkait, yang kemudian mengakibatkan rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan Posyandu. Akibat lebih lanjut adalah banyak hal yang sesungguhnya dapat bermanfat bagi ibu-ibu untuk memahami cara memelihara anak secara baik sejak dalam kandungan, kemudian meningkatkan keselamatan ibu saat melahirkan secara mudah dan terjangkau, menjadi tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diupayakan langkah dalam memberdayakan kadar agar lebih professional dalam memantau tumbuh kembang anak, serta membangun kemitraan masyarakat untuk meningkatkan dukungan dan memanfatkan Posyandu secara optimal. Upaya tersebut telah diawali melalui berbagai kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan danLokakarya Revitalisasi Posyandu sepanjang tahun 1999-2000.

6.    Perubahan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang ditengarai oleh reformasi, memerlukan peneyesuain-penyesuaian dalam melaksanakan Revitalisasi Posyandu. Hal ini disebabkan karena berubahnya sistem pemerintahan di daerah, sistem bermasyarakat di tingkat Desa/Kelurahan, sistem berorganisasi dalam pelaksanaan demokratisasi dan berpartisipasi dalam penetapan kebijakan, serta tanggung jawab dalam pelaksanaannya, yang secara keseluruhan harus tetap dapat mendukung berkembangnya sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu (Posyandu) untuk pemenuhan kebutuhan dasar pengembangan kualits manusia dini berbasis masyarakat.

Page 38: eka

7.    Peran Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia, memang sudah diakui keberadaannya. Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya, maka perlu upaya Revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja Posyandu yang telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi timbul. Namun diakui pula, bahwa meskipun sejak tahun 1999 telah diprogramkan upaya Revitalisasi Posyandu di seluruh Indonesia, tetapi fungsi dan kinerja Posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu pula, upaya Revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadapkelompok sasaran yang rentan.

8.    Mengingat begitu pentingnya peran Posyandu sebagai wahana pelayanan dari berbagai program, maka peneyelenggaraan kegiatan Revitalisasi Posyandu perlu menyertakan aspek pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Hal ini menuntut konsekuensi, bahwa aspek pemberdayaan masyarakat menjadi tumpuan uapaya Reviatalisasi Posyandu, yang dalam pelaksanaannya perlu tetap memperoleh bantuan tehnis ari Pemerintah, serta dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, seperti LSM, lembaga-lembaga donor, swasta, dunia usaha,dan sebagainya. Jadi aspek pemberdayaan masyarakat sebagai tumpuan kegiatan Revitalisasi Posyandu dimaksud perlu diarahkan pada strategi pendekatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dengan akses kepada modal sosial-budaya masyarakat yang didasarkan atas nilai tradisi gotong-royong yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat menuju kemandirian dan keswadayaan masyarakat.

9.    Menyadari di satu sisi adanyakebhinekaan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, dan pada sisi yang lain ada keinginan kesamaan dalam mencapai tingkat kemajuan dankesejahteraan, maka diperlukan pedoman yang bersifat nasional guna melaksanakan Revitalisasi Posyandu. Karena berhasil atau tidak berhasinya pengembangan kualitas anak, sangat tergantung pula kepada sukses atau tidaknya upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka Revitalisasi Posyandu.

 B.   Tujuan.

1.   Tujuan Umum.Meningkatkannya fungsi dan kinerja Posyandu agar dapat memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan,dan agar status gizi maupun derajat kesehatan ibu dan anak dapat dipertahankan dan atau ditingkatkan.

 2.   Tujuan Khusus.

a.    Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu.b.    Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu.c.    Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu.d.    Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat untuk

kesinambungan kegiatan Posyandu.e.    Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu.

Page 39: eka