efektivitas sistem pembelajaran tahfizh al-qur’an...

87
EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH AL-QUR’AN di PONDOK PESANTREN TAHFIDZ DAARUL QUR’AN TANGERANG Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Disusun oleh: MIFTAH HABIBIE NIM. 1113011000092 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

15 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH

AL-QUR’AN di PONDOK PESANTREN TAHFIDZ DAARUL

QUR’AN TANGERANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh:

MIFTAH HABIBIE

NIM. 1113011000092

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

vi

ABSTRAK

Miftah Habibie, 1113011000092, Efektivitas Sistem Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an

di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang di bawah bimbingan Tanenji,

S. Ag, M. A. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran

tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang dalam

mengajarkan dan melatih para santri dalam menghafalkan Al-Qur’an secara utuh.

Selain itu juga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an dimulai dari perencanaan, proses pembelajaran,

metode pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Pondok

Pesantren tahfidz Daarul Qur’an dengan maksud seberapa efektif metode pembinaan

tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metodologi

penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.

Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat.

Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang

tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.

Dari hasil penelitian ini penulis dapat simpulkan bahwa sistem pembelajaran

Tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang sudah

efektif dimulai dari proses pembagian kelompok yang sangat ketat dalam memulai

menghafalkan Al-Qur’an, memberikan guru-guru yang hafidz dan selalu memberikan

motivasi, memberikan banyak pilihan metode menghafal Al-Qur’an, evaluasi harian

tahfidz hingga mendapatkan sanad bacaan Al-Qur’an.

Kata Kunci : Efektivitas, Sistem Pembelajaran, Tahfidz Al-Qur’an

vii

ABSTRACT

Miftah Habibie, 1113011000092, Effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an Learning

System in Tangerang Tahfidz Daarul Islamic Boarding School under the guidance of

Tanenji, S. Ag, MA Department of Islamic Education Faculty of Tarbiyyah and

Teacher Training, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019

This study aims to determine the effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an

learning system in Tangerang's Tahfidz Daarul Qur'an Islamic Boarding School in

teaching and training santri in memorizing the Qur'an in its entirety. In addition, the

purpose of this study is to find out the Tahfidz Al-Qur'an learning system starts from

planning, learning processes, learning methods to learning evaluations conducted at

Daarul Qur'an Tahfidz Islamic Boarding School with the intention of how effective

the coaching method is.

The method used in this study is to use a qualitative research methodology

with a descriptive approach, namely by using research that produces descriptive data

in the form of written or oral words. By choosing this qualitative method, the author

can obtain accurate data. Judging from the nature of the presentation of the data,

descriptive method is a study that does not seek or explain relationships, do not test

hypotheses or predictions.

From the results of this study the authors can conclude that the Tahfidz Al-

Qur'an learning system at the Tahfidz Islamic Boarding School in Daarul Qur'an

Tangerang has been effective starting from a very strict group division process in

starting to memorize the Qur'an, giving teachers who are hafidz and always provide

motivation, provide many choices of methods of memorizing the Koran, tahfidz daily

evaluations to get the Al-Qur'an reading sanad.

Keywords: Effectiveness, Learning System, Tahfidz Al-Qur'an

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman dan nikmat

kesehatan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat

dan salam senantiasa kita curahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta seluruh

keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai

akhir zaman.

Skripsi ini disusun yang merupakan salah satu tugas akademik di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

(S. Pd). Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan

skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis,

namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan

terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan

dukungan baik secara moril maiupun materil, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Sururin, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag dan Hj. Marhamah Saleh, Lc,. M.A selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Tanenji, S. Ag, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan ikhlas dan

penuh kesabaran telah membimbing, memberikan saran, masukan, serta

mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini

4. Muhammad Zuhdi, M. Ed,. Ph. D selaku Dosen Penasihat Akademik yang

senantiasa memberikan bimbingan, motivasi, serta arahan selama menempuh

studi S1 di Fakultas Ilmu tarbiyyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

5. Nurlena Rifa’I Ph. D (Almh) selaku Dosen yang memberikan banyak sekali

bimbingan, masukan dan nasihatnya sehingga penulis mendapatkan banyak sekali

pelajaran serta wawasan kependidikan selama menempuh studi S1 di Jurusan

Pendidikan Agama Islam .

ix

6. Dosen dan staff Jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, khususnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta

bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Kepala Biro Tahfidz dan Kepala Pesantren Pondok Pesantren Tahfidz Daarul

Qur’an yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Pondok

Pesantren tahfidz Daarul Qur’an dan dukungan kepada penulis dalam penelitian

ini.

8. Humaidi Syaidil Akbar, selaku guru pembimbing tahfidz Al-Qur’an di Pondok

Pesantren tahfidz Daarul Qur’an Tangerang yang telah meluangkan waktu untuk

penulis agar penelitian tetap berjalan dan dukungan kepada penulis dalam

penelitian ini.

9. Teristimewa untuk orang tua tercinta, ayahanda H. Sukman Hermawan S. Pd dan

Hj. Evi Luthviaty S. Ag yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih

sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam setiap

keadaan. Serta M. Adam Azka dan Odi Haris Hasya selaku adik yang juga terus

memberikan semangat untuk penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman HMI Komtar, HMI Cabang Ciputat serta para KAHMI yang selalu

meyemangati, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun dalam

organisasi yang membuat penulis mempunyai wawasan yang cukup untuk

menulis skripsi ini.

11. Sahabat terbaik M. Kholilullah, M. Roby Wathoni, M. Firdaus Lubis dan

Achmad Aulia Deswanto yang selalu memberikan semangat dan motivasi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini

12. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angakatan 2013,

khususnya Weni, Endin, Jamal, Fadhlur, Uyi, Muajadi, Dena, dan Cudia yang

telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk penulis, sehingga selesainya tugas

skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.

Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan kalian dengan kehidupan yang

penuh berkah, kebahagiaan dan membuka pintu datangnya ridho dan kasih

sayang Allah Ta’ala di dunia dan akhirat. Akhir kata mohon maaf atas segala

kekurangan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan

x

saran yang konstruktif, namun dengan kerendahan hati, penulis sangat berharap

agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, minimal bagi penulis

sendiri.

Jakarta, April 2019

Miftah Habibie

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 11

C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 12

D. Perumusan Masalah ............................................................................... 12

E. Tujuan dan manfaat Penelitian ............................................................... 12

BAB II

KAJIAN TEORI ................................................................................................

A. Efektivitas Sistem Pembelajaran .............................................................. 14

1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran ................................................... 14

2. Pengertian Sistem Pembelajaran .......................................................... 20

B. Konsep Dasar Tahfidzul Qur’an ............................................................... 33

1. Menghafal Al-Qur’an .......................................................................... 33

2. Keutamaan dan Manfaat Menghafal Al-Qur’an .................................. 37

3. Etika Penghafal Al-Qur’an .................................................................. 38

4. Bekal Bagi Penghafal Al-Qur’an ......................................................... 41

5. Metode Menghafal Al-Qur’an ............................................................. 44

6. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an ................ 48

C. Perkembangan Pesantren Tahfidz Al-Qur’an di Indonesia ...................... 50

1. Sejarah Pondok Pesantren .................................................................... 50

xii

2. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren ................................................. 53

D. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................. 57

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 59

A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 59

B. Metode dan Design Penelitian .................................................................. 59

C. Sumber Data ............................................................................................. 62

D. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................. 62

E. Pengecekan Keabsahan Data ..................................................................... 66

F. Analis Data ................................................................................................ 67

BAB IV

HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 69

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daarul Qur’an Ketapang ................ 69

1. Latar Belakang Pendiri dan Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz

Daarul Qur’an ...................................................................................... 69

2. Visi, Misi dan Tujuan .......................................................................... 78

3. Ekstra Kurikuler ................................................................................... 79

4. Struktur Organisasi .............................................................................. 80

5. Guru dan Santri .................................................................................... 83

B. Sistem Pembelajaran Tahfidz Daarul Qur’an ........................................... 86

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Proses Tahfidz Al-Qur’an ... 102

1. Faktor yang Mendukung Efektivitas Sistem Pembelajaran ................ 102

2. Faktor yang Menghambat Efektivitas Sistem Pembelajaran ............... 109

D. Analisa ...................................................................................................... 111

BAB V

PENUTUP .......................................................................................................... 112

A. Kesimpulan ............................................................................................... 112

B. Saran ......................................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114

LAMPIRAN ...................................................................................................... 117

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Observasi

Tabel 3.3 Kisi – Kisi Wawancara

Tabel 3.4 Daftar ceklis Dokumentasi

Tabel 4.1 Data Guru tahfidz Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an

Tabel 4.2 Data santri Pondok Pesantren tahfidz Daarul Qur’an

Tabel 4.2 Data Hafalan Santri

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Pesantren

Lampiran 2 Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran Tahfidz

Lampiran 3 Hasil Wawancara dengan Biro Tahfidz Daarul Qur’an

Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Kepala Pesantren

Lampiran 5 Hasil Wawancara dengan Guru Tahfizh

Lampiran 6 Hasil Wawancara dengan Santri

Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Santri

Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Santri

Lampiran 9 Daftar Ceklis Dokumentasi Pesantren

Lampiran 10 Dokumentasi

Lampiran 11 Data Hafalan Santri

Lampiran 12 Mutaba’ah Karantina Santri

Lampiran 13 Mutaba’ah Yaumiyyah

Lampiran 14 Daily Activity Pesantren Daarul Qur’an

Lampiran 15 Daily Activity Camp Tahfizh

Lampiran 16 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 17 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 18 Surat Berita Persetujuan Penelitian

Lampiran 19 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian

Lampiran 20 Uji Referensi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna.

Manusia dilahirkan ke dunia dengan keadaan bersih tanpa noda dan dosa

yang menempel pada dirinya. Pada saat manusia dilahirkan kedunia dia

tidak mengetahui hal apapun akan tetapi Allah SWT memberikan

kepadanya berupa panca indra yang akan membuatnya dapat belajar dan

berkembang untuk dapat melaksanakan tugas mulia di muka bumi sebagai

khalifah Allah SWT.

Salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk Allah SWT

lainnya adalah dengan memiliki akal dan pikiran. Dengan melalui dunia

pendidikan maka manusia menggunakan akal dan pikirannya dengan

maksimal dikarenakan dalam pendidikan berlangsung proses belajar yang

melibatkan akal dan pikiran seseorang dalam menerima ilmu-ilmu yang

bermanfaat bagi dirinya sehingga dapat mengangkat harkat dan martabatnya

dan mampu menjadi makhluk yang terhormat dan sempurna disisi Allah

SWT.

Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang

diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantara Malaikat

Jibril diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir dan yang membacanya

terhitung sebagi ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya.1 Kebenaran

Al-Quran sudah mutlak dan tidak dapat diragukan lagi sebagi pedoman bagi

umat manusia sebagaimana Allah SWT sendiri yang mengaskan terhadap

kebanaran dan keterpeliharaan kitab itu sendiri. Allah SWT berfirman

dalam Surat At-Takwir ayat 19 – 21, yaitu:

1 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 1

2

“Sesunguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman Allah yang dibawa oleh

utusan yang mulia (Jibril). Yang memiliki kekuatan, yang memiliki

kedudukan tertinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy. Yang ditaati disana

(di alam malaikat) lagi dipercaya”

Kata Al-Qur’an diambil dari akar kata Qara’a yang berarti

mengumpulkan menjadi satu. Qara’a juga berarti juga membaca atau

menuturkan karena dalam pembacaan atau penuturan huruf-huruf dan kata-

kata dihimpun dan disusun dalam susunan tertentu.2 Maka jelas

bahwasannya Al-Qur’an itu adalah suatu kumpulan dari semua kitab-kitab

yang Allah SWT turunkan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad

SAW yang mengandung pengetahuan serta pemahaman tentang

problematikan ketauhidan dan juga keduniawian.

Allah SWT menurunkan kalam-Nya kedalam bahasa arab karena

nabi Muhammad yang ditugaskan untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada

manusia disekitarnya adalah seorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam

masyarakat yang pandai berbahasa arab sehingga bahasa arab lah yang

paling dipahami.3 Sebagaimana firman-Nya:

“Dan jikalau kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain

arab, tentulah mereka mengatakan:’mengapa tidak dijelaskan ayat-

ayatnya?’ apakah (apatut Al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul

adalah) orang arab?” (Q.S. Fushilat : 44)

Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW adalah seorang Arab dan

masyarakat yang dihadapinya adalah berbahasa Arab, maka Allah SWT

pergunakan bahasa Arab itu menjadi wadah bagi isi wahyu-Nya agar isi

2 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 64 3 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 65

3

wahyu itu mudah dipahami dan dimengerti. Sebagaimana telah disebutkan

dalan Surat Ad-Dukhan ayat 58, yaitu :

“Sesunguhnya kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa arab agar

supaya kamu memahaminya”

dan juga :

“Sebenarya tujuan kami membuat Al-Qur’an berbahasa arab adalah agar

kamu dapat mengerti” (Q.S. Az-Zukhruf : 3)

Al-Qur’an yang berbahasa Arab, berisi 30 juz dengan 600 halaman

itu telah dimudahkan untuk dihafal oleh siapa pun. Hal ini sebagaimana

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 9 dan Al-Qomar ayat

17.

ون ظ ف ا ح ل ه ل نا إ و ر الذ ك ا ن ل ز ن ن ح نا ن إ

“Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya

Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. Al-Hijr : 9)

ر دك ن م ل م ه ف ر لذ ك ل رآن ق ل ا ا رن س د ي ق ول

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran,

maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. Al-Qomar : 17)

Sebagian ayat-ayat tentang garansi dari Allah langsung bahwa Al-

Qur’an akan selalu terjaga. Salah satu realisainya, Allah memberikan

kemudahan kepada orang-orang yang ingin menghafalkan Al-Qur’an. Jika

ada di kalangan manusia yang berusaha untuk menghafalnya, maka Allah

telah mengabarkan bahwa Allah sendiri yang akan memberi pertolongan

dan kemudahan bagi mereka.

Menghafal Al-Quran merupakan sebuah perbuatan yang sangat

terpuji dan mulia. Banyak sekali hadits-hadits Rasulullah SAW yang

mengungkapkan keagungan orang yang belajar, membaca, atau menghafal

4

Al-Qur’an. Orang yang mempelajari, membaca, atau menghafal Al-Qur’an

merupakan orang-orang pilihan yang memang dipilih oleh Allah SWT

untuk menerima warisan kitab suci yang paling agung dan mulia itu.4

Orang-orang yang mampu menghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang

mampu menguasai hati dan pikirannya dalam menjaga kesuciannya

sehingga terhindar dari perbuatan dosa besar yang mampu menyulitkannya

dalam menghafal Kalam Allah SWT yang suci.

Dalam menghafal Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai langkah awal

bagi para orang-orang yang ingin dapat memahami agama Islam secara

keseluruhan terutama dalam memahami kandungan ilmu yang terkandung

didalamnya yang diawali dengan dasar mampu membacanya dengan baik

dan benar. Sehingga dalam proses pembelajaran Al-Quran pada garis

besarnya dapat dilakukan dengan 2 tahapan; pertama, dengan cara

menghafalkan keseluruhan ayat walaupun belum memahami secara betul

tentang materi Ulumul Qur’an, gaya bahasa, dan hanya mampu

membacanya dengan baik dan benar. Kedua, dengan cara mempelajari

terlebih dahulu materi tentang Ulumul Qur’an dan gaya bahasa arab

sebelum menghafalnya sehingga mampu terlebih dahulu tentang ayat Al-

Qur’an barulah memulai untuk menghafalnya5.

Orang yang sudah mengafalkan Al-Qur’an tentu saja sebelumnya

sudah membacanya berurang-ulang kali sebelum memnghafalkannya

karena dengan membacanya saja adalah sebuah perbuatan ibadah. Dan satu-

satunya pekerjaan membaca yang bernilai ibadah yaitu membaca Al-

Qur’anul karim. Oleh karenanya pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling

mulia karena Allah sendirilah yang akan memuliakannya dengan

menyejajarkan kedudukan mereka bersama para malaikat yang mulia.

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah:6

4 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 26 5 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 19 6 Abu Ammar dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo: Al-Wafi

Publishing, 2015), hal. 72

5

“Dari Aisyah R.A, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mampu

menghafalnya adalah ia akan bersama para utusan Allah (malaikat)

yang mulia lagi selalu berbuat kebajikan. Adapun perumpamaan

orang yang membaca Al-Qur’an dan dia berusaha

menghafalkannya dengan kesulitan baginya dua pahala” (HR

Bukhori no. 4937)

Dan dalam lafal yang lain juga disebutkan:7

Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur’an: “bacalah,

naiklah, dan bacalah dengan tartil sebagaimana dahulu di dunia

engkau membaca dengan tartil, sebab kedudukanmu tergantung

pada ayat terakhir yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Dawud no.

1464)

Tidaklah berlebihan jika gelar atau kedudukan mulia itu

disandangkan kepada mereka, sebab pada hakikatnya merekalah yang tetap

melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam. Maka dapat dikatakan bahwa

para penghafal Al-Qur’an ini memiliki peranan yang sangat signifikan

dalam menjaga keberadaan eksistensi dan melestarikan kemurnian Al-

Qur’an itu sendiri. Peranan lain para huffadz yang cukup mencolok adalah

dlam ladang dakwah yaitu penyebaran Islam di pelbagai penjuru dunia

dengan ciri suara yang merdu dalam melafalkan ayat suci yang mulia.8

Dalam perkembangan bangsa Indonesia, hingga saat ini sudah

tercatat sebanyak 30 ribu penghafal Qur’an di Indonesia. Angka ini

dikatakan cukup besar dan masih akan terus bertamah dalam beberapa tahun

kedepan dikarenakan Indonesia adalah negara dengan populasi muslim

terbanyak di dunia. Hal ini pula lah yang membuat dunia melirik Indonesia

sebagai salah satu negara pencetak para penghafal Qur’an yang sudah

dibuktikan dengan beberapa kali indonesia mengikuti Musabaqoh Tahfidzul

7 Abu Ammar dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo: Al-Wafi

Publishing, 2015), hal. 73 8Lihat http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/10/24/oyaxjn374-

wisuda-akbar-penghafal-alquran-semarak-di-empat-benua diakses pada tanggal 12 Mei 2018, pukul

11.00 WIB

6

Qur’an diberbagai belahan dunia, dan Indonesia selalu berada dalam posisi

juara baik dari tingkatan umur belia hingga yang sudah dewasa.9

Tradisi menghafal (tahfidz) Al-Qur’an salah satu dari sekian banyak

fenomena umat Islam dalam menghidupkan atau menghadirkan Al-Qur’an

dalam kehidupan seharai-hari dengan cara mengkhatamkannya, yang biasa

dan sering kita temui di lembaga-lembaga keagamaan seperti pondok

pesantren, majlis-majlis ta’lim dan sebagainya. Tradisi ini oleh sebagian

umat Islam Indonesia telah begitu membudaya bahkan berkembang

terutama dikalangan santri, sehingga tradisi ini telah membentuk suatu

entitas budaya setempat. Hal ini disebabkan karena bagi masyarakat Islam

Indonesia, Al-Qur’an dianggap sebagai suatu yang sakral yang harus

diagungkan. Sehingga mereka beranggapan bahwa membaca Al-Qur’an

apalagi menghafalnya merupakan perbuatan yang mulia yang dapat

mendatangkan suatu barokah.10

Akan tetapi, walaupun mayoritas masyarakat Indonesia beragama

Islam, namun secara kualitas dalam membaca Al-Qur’an mereka masih

banyak mengalami kesulitan. Maka tak heran lagi jikalau sebagian daripada

masyarakat ketika membacanya harus dieja huruf demi huruf ataupun

kalimat demi kalimat. Bahkan sebagian daripadanya harus dibantu dengan

bantuan ejaan atau transliterasi huruf latin. Sehingga membaca seperti ini

akan memakan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga ekstra apalagi

kalau membacanya hinga berjuz-juz.

Masyarakat buta aksara Al-Qur’an di Indonesia masih tinggi.

Berdasarkan hasil riset Perguruan tinggi IlmuQur’an (PTIQ), sekitar 65

persen masyarakat Indonesia masih buta Aksara Al-Qur’an, terutama di

daerah pedesaan atau wilayah pelosok.11 Fakta ini patut menjadi perhatian

9 http://sumatera.metrotvnews.com/peristiwa/akWwY83k-baru-ada-30-ribu diakses pada tanggal 11

November 2017, pukul 12.39WIB 10 Ahmad Atabik, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di Nusantara (Jurnal

Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014) hal. 168 11 Lihat https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/17/p2oodi396-65-

persen-masyarakat-indonesia-buta-huruf-alquran diakses pada tanggal 27 November 2017, pukul

11.28 WIB

7

umat muslim di Indonesia, karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi

petunjuk hidup (way of life) setiap muslim dalam mengarungi hidup ini.

Hal ini juga diperparah dengan tingkah laku dan pola pikir orang tua

yang mendidik anak-anaknya dengan memberikan fasilitas yang berlebih

akan tetapi kurang mengajarkan dan mendidik dengan gaya dan budaya Al-

Qur’an sehingga banyak juga dari anak-anak sekarang yang susah

membacanya secara lancar padahal dengan kemajuan teknologi seharusnya

itu menjadi lebih mudah. Kemunduran moral seperti ini diakibatkan banyak

yang sudah meninggalkan Al-Qur’an dari kehidupan sehari-hari dan bahkan

mempelajarainya hanya sebatas menggugurkan kewajiban sebagai seorang

muslim.

Selain itu juga, Implementasi kurikulum agama di madrasah dan

sekolah masih lemah. Kemampuan membaca Al-Qur’an harus menjadi

perhatian guru Madrasah Ibtidaiyyah (MI) dan Sekolah Dasar (SD). Jika ada

siswa yang belum bisa atau belum lancar dalam membaca Al-Qur’an harus

diberikan guru khusus. Membaca Al-Qur’an setiap hari di sekolah dan

madrasah harus dijadwalkan sehingga menjadi budaya.

Solusi yang dicoba oleh Pemerintah Pusat melalui kementrian

Agama untuk meningkatkan tingkat melek Al-Qur’an adalah pencanangan

program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (Gemar Mengaji). Program

tersebut terinspirasi dari budaya sebagian besar masyarakat muslim

Indonesia tempo dulu, yang kerap melakukan amalan tadarus Al-Qur’an

setiap selesai sholat Maghrib. Dengan harapan masyarakat akan kembali

terbiasa dengan budaya mengaji Al-Qur’an setiap setelah melaksanakan

sholat Maghrib.

Akan tetapi akan sangat berbeda sekali dengan orang yang

menghafal dan sudah hafal Al-Qur’an. Bagi mereka yang sudah memiliki

hafalan Al-Qur’an diluar kepala dengan lancar akan sangat mudah dan

mampu membaca kira-kira 15-20 menit perjuz. Sehingga dalam waktu

semalam mereka sudah dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dengan sangat

mudah. Namun sayangnya tradisi ini hanya terdapat dalam kalangan

8

masyarakat tertentu saja yang memiliki nilai keagamaan yang tinggi dalam

keluarga dan lingkungan, sehingga secara umum pekerjaan mulia ini belum

dapat apresiasi secara menyeluruh.

Pondok pesantren sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Islam

yang berada di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Dikalangan umat

Islam sendiri pondok pesantren masih dianggap sebagai model pendidikan

yang menjanjikan bagi perwujudan masyarakat yang berkeadaban. Karena

pondok pesantren sendiri adalah lembaga pendidikan yang senantiasa

berusaha memanifestasikan perilaku manusia yang dalam bahasa pesantren

dikenal dengan istilah Akhlaq Al-Karimah.

Pondok pesantren menurut M. Arifin dalam Moderenisasi Pesantren

berarti suatu lembaga pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui

masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (pemondokan di dalam komplek)

dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau

madrasah yang sepenuhnya dibawah kedaulatan kepemimpinan seorang

atau beberapa orang kiayi12. Disamping itu mengingat posisi georafis

pondok pesantren berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat maka

pondok pesantren harus relevan dengan realitas lingungan dan kebutuhan

yang dihadapinya.

Pada prinsipnya menghafal Al-Qur’an pada level budaya pesantren

berpijak pada ajaran agama yang menyatakan bahwa menghafal dan

mengajarkan Al-Qur’an adalah fardu khifayah dengan tujuan agar tidak

terputus jumlah kemutawatiran para penghafal Al-Qur’an. Bila tugas ini

telah dilauan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban itu dari yang

lain.13 Karenanya tugas menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an adalah suatu

hal yang luhur dan bagi yang mengerjakannya tentunya dia adalah seorang

kiayi yang benar-benar hafal diluar kepala. Dan biasanya juga pada tradisi

Indonesia seorang kiayi dalam pesantren atau lembaga pendidikan Al-

12 Anik Farida dan Huda Ali, Moderenisasi Pesantren, (Jakarta; Balai Penelitian dan Pengembangan

Agama Jakarta, 2007), hal. 8 13 Ahmad Atabik, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di Nusantara (Jurnal

Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014), hal. 170

9

Qur’an memiliki silsilah atau mata rantai pengajaran hafalan yang

menyambung sampai kepada Rasulullah.

Program menghafal Al-Qur’an tidak hanya dikembangkan dan

diterapkan di lembaga-lembaga atau pondok-pondok pesantren saja.

Program hafalan Al-Qur’an telah masuk di lembaga-lembaga pendidikan

formal, baik swasta maupun negeri. Oleh karena itu sekarang banyak

ditemukan lembaga-lembaga pendidikan Islam terpadu yang memiliki

program unggulan tahfidz Al-Qur’an. Dengan dinamika masing-masing

lembaga pendidikan dalam mengembangkan program pendidikan tahfidz

Al-Qur’an di lingkungannya. Pembinaan program tahfidz pada pendidikan

formal memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan pada lembaga

pendidikan pesantren tahfidz lainnya. Tantangan berbeda pula dihadapi

antar lembaga pendidikan pesantren dengan pesantren lainnya. Tantangan

yang berbeda memunculkan perbedaan dalam perumusan tujuan program

tahfidz, latar belakang pembinaan tahfidz, kemampuan sumber daya yang

ada, serta ketersedianya sarana penunjang lainnya, selanjutnya

mempengaruhi pembinaan tahfidz yang diselenggarakannya.

Dengan beragam dinamika dan tantangan yang dihadapi tiap satuan

pendidikan dalam menyelenggarakan program tahfidz Al-Qur’annya, hal ini

melahirkan beragam model, pola, dan sistem dalam pembinaan program

tahfidz Al-Qur’an yang diselenggarakannya. Di Indonesia sendiri telah

tumbuh subur dan berkembang pesat lembaga-lembaga penyelenggara

program pembinaan pengahafal yang mutqin dalam hafalannya. Masing-

masing berkembang dengan keunggulan dan ciri khas nya dalam melakukan

pembinaan tahfidz Al-Qur’an. Hal ini pun didasarkan pada antusiasme dan

banyaknya animo masyarakat yang menginginkan putra dan putrinya dapat

menghafalkan Al-Qur’an.14 Salah satu diantaranya adalah pondok

pesantren Tahfidz Daarul Qur’an yang berada di Tangerang.

14http://nasional.kompas.com/read/2016/06/23/11165081/minat.masyarakat.belajar.al.quran.tinggi.

pemerintah.akan.ambil.peran diakses pada tanggal 13 November 2017, pukul 19.57 WIB

10

Pondok pesantren Daarul Qur’an didirikan oleh Ust. Yusuf mansur

berlokasi di kampung Qur’an, Cipondoh, Tangerang. Yaitu sebuah kawasan

yang di bangun dan dikembangkan oleh PPPA Daarul Quran sebagai pusat

pengembangan Ilmu Al-Qur’an, pelatihan serta pembibitan penghafal

Qur’an. Pondok pesantren Daarul Qur’an mulai merima santri dari kelas 7

SMP sampai 12 SMA. Pondok Pesantren Daarul Qur’an adalah pondok

pesantren yang mengharmonikan pendidikan umum, lifeskill, sosial,

dakwah, religi dengan penguatan pada pendidikan tahfidz Al-Qur’an dan

Dirosah Islamiyyah.

Melalui metode pengajaran Kaidah Daarul Qur’an, para santri

diajak untuk menghafalkan Al-Qur’an sebagai salah satu standar kualifikasi

santri Daarul Qur’an dalam menghafalkan Al-qur’an secara cepat dan tepat.

Para pengajar dan pembimbing memiliki kualifikasi yang cukup menguasai

hafalan Qur’an yang baik dan teruji melalui berbagai ajang Musabaqoh

Hifdzil dan Tilawah Qur’an Nasional dan juga beberapa tenaga pengajar

Internasional dari berbagai negara15.

Selain itu juga pada saat ini, Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren

tahfidz Daarul Qur’an merupakan salah satu lembaga pendidikan tahfidz

terbaik di Indonesia bahkan di dunia. Hal ini dibuktikan dengan

mendapatkannya penghargaan sebagai lembaga tahfidz Al-Qur’an terbaik

di dunia oleh lembaga tahfidz Internasional Al-Hai’ah Al-‘Alamiyyah Li

Tahfidzil Qur’an dengan menyisihkan perwakilan 65 negara yang ikut

dalam lembaga tersebut.16 Dengan penghargaan ini pula yang menjadikan

kebanggan bagi Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an dan juga

menjadikan motivasi dalam menjaga kualitas pada proses pendidikan

tahfidz Al-Qur’an.

Melaui pernyataan inilah yang membuat Pondok Pesantren Tahfidz

Daarul Qur’an bukan hanya mencetak santri-santri yang penghafal Al-

15 Lihat https://daqu.sch.id/semua-tentang-daarul-quran/ diakses pada tanggal 22 November 2017,

pukul 11.24 WIB 16 Lihat https://news.detik.com/berita/2956073/daarul-quran-terpilih-sebagai-yayasan-alquran-

terbaik-di-dunia diakses pada 22 November 2017, pukul 21.45 WIB

11

Qur’an saja akan tetapi mampu menciptakan santri-santri yang

berpengetahuan luas dan berani dalam berkompetisi para penghafal Qur’an

baik secara nasional maupun internasional. Alasan ini pula yang membuat

penulis memilih Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an sebagi objek

penelitian adalah karena pondok pesantren ini merupakan salah satu

lembaga pendidikan penyelenggaraan yang berbasis Tahfidzul Qur’an di

Tangerang.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti lebih dalam terkait sistem pembelajaran Tahfidzul Qur’an di

pondok pesantren Daarul Qur’an Tangerang dengan judul “Efektivitas

Sistem Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul

Qur’an Tangerang ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,

maka penulis melihat masalah beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya kualitas membaca dan menghafal Al-Qur’an bagi anak-

anak zaman sekarang.

2. Mulai dijauhkannya Al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam saat ini

pada kehidupan sehari-hari.

3. Keterbatasan lingkungan keluarga dan sekolah dalam mewujudkan

pembelajaran tahfizh Al-Qur’an secara maksimal.

4. Sarana dan prasarana serta alokasi waktu pada lingkungan keluarga dan

sekolah yang kurang mendukung dalam mengaplikasikan proses

pembelajaran tahfizh Al-Qur’an pada anak.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini

berfokus pada efektivitas sistem pembelajaran Tahfdzh Al-Qur’an di SMA

Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang

12

D. Perumusan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada,

maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

:

1. Bagaimana efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-Qur’an di

Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang ?

2. Bagaimana pelaksanaan pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di Pondok

Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk :

a. Untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-

Qur’an di Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang.

b. Untuk mengetahui sistem pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di

Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang secara menyeluruh.

2. Manfaat hasil penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis

maupun praktis.

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran, informasi dan wawasan bagi masa depan pondok

pesantren yang lebih baik.

b. Secara praktis

Bagi pondok pesantren yang menjadi fokus penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai dokumentasi

kelembagaan guna dalam meningkatkan serta membenahi proses

pendidikan bagi para santri. Selain itu juga agar dalam terus

13

konsisten dalam menjalankan proses pendidikan Tahfidz Al-

Qur’an sesuai dengan kebijakan kelembagaan.

14

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Efektivitas Sistem Pembelajaran

1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring yang

disediakan oleh Kemendikbud, efektif berarti ada efeknya (akibatnya,

pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang

usaha, tindakan).1 Efektivitas merupakan kata benda dari kata “efektif”

yang berarti keektifan, atau keberhasilan, kebergunaan, dsb.

Efektivitas menurut Mulyasa adalah adanya kesesuaian antara orang

yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang ditujukan dan

memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.2

Sedangkan menurut Moore D. Kenneth yang menjelaskan bahwa efektifitas

adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,

kualitas, dan waktu) telah tercapai, atau makin besar presentase target yang

dicapai, makin tinggi efektivitasnya3.

Maka dari beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli diatas

dapat disimpulkan bahwa efektivitas itu sendiri bermakna suatu ukuran

yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) yang

telah dicapai oleh manajemen yang mana target tersebut sudah ditentukan

terlebih dahulu.

Hal ini dapat dipadankan dalam pembelajaran seberapa jauh tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan capaian

kualitas, kuantitas dan waktu. Dalam konteks kegiatan pembelajaran perlu

1 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/efektif Diakses pada 27 April 2018, pada pukul 10.23

WIB 2 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 82 3 Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan

(Depok; Rajagrafindo Persada, 2015) hal. 1

15

dipertimbangkan efektivitasnya artinya sejauh mana tujuan yang telah

ditetapkan dapat dicapai sesuai harapan.

Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan

pendidikan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

dalam mewujudkan sesuatu tujuan atau sasarannya. Efektivitas

sesungguhnya merupakan sesuatu konsep yang lenih luas mencakup faktor

di dalam maupun diluar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas

merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan

gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran.

Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didadktik Metodik Kurikulum

IKIP Surabaya, bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses

interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu

para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan

mengajar , dengan memberikan tes, sebab hasil tes dipakai untuk

mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran4

Dalam dunia pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari 2 (dua) segi,

yaitu dari segi efektifitas mengajar guru dan segi efektivutas belajar murid.

Efektivitas mengajar guru terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar

yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar

murid terutama menyangkut tujuan-tujuan pembelajaran yang diinginkan

telah dicapai melalui kegitan mengajar dan belajar yang ditempuh.5 Untuk

tercapainya pembelajaran yang efektif, perlu dipertimbangkan hal-hal

berikut:

a. Penguasaan bahan pelajaran

b. Cinta kepada yang diajarkan

c. Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang dimiliki siswa

d. Variasi metode

4 Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif. (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2009), hal. 20 5 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International

Studies, 1979), cet.2, hal. 119

16

e. Seorang guru harus selalu menambah ilmunya agar dapat

meningkatkan kemampuan mengajarnya

f. Guru harus selalu memberikan pengetahuan yang aktual, sehingga

akan menimbulkan rangsangan yang efektif bagi belajar siswa

g. Guru harus berani memberikan pujian. Karena pujian yang diberikan

dengan tepat dapat memotivasu belajar siswa dengan efektif

h. Guru harus berani menimbulkan semangat belajar secara individual6.

Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan

beberapa hal, yang menurut Slameto adalah sebagai berikut:

1. Kondisi internal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa

itu sendiri. Contohnya kesehatan, keamanan, ketentraman, dan

sebagainya. Siswa dapat belajar dengan baik jika kebutuhan-

kebutuhan internalnya dapat dipenuhi. Terdapat 7 (tujuh) jenjang

kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yakni:

a) Kebutuhan fisiologis

b) Kebutuhan akan keamanan

c) Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta

d) Kebutuhan akan status (contohnya keinginan akan keberhasilan)

e) Kebutuhan self-actualisation

f) Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti

g) Kebutuhan estetik

2. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada diluar diri pribadi siswa.

Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan yang baik

dan teratur.

3. Strategi belajar. Belajar yang efektif dan efisien dapat tercapai

apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi

belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil belajar semaksimal

mungkin.7

6 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International

Studies, 1979), cet.2, hal. 119 7 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003), cet.

4, hal. 74-76

17

Selain itu juga pada hakikatnya belajar merupakan proses interaksi

terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar juga dapat

dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan

proses berbuat (melakukan sebuah aktifitas) melalui berbagai pengalaman

yang diciptakan oleh guru. Proses pembelajaran yang efektif sangat

ditentukan sekali oleh faktor internal dan eksternal peserta didik.

1. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:

a) Kecerdasan (Intellegent Quotient)

b) Bakat (Attitude)

c) Minat (Interest)

d) Motivasi (Motivation)

e) Rasa percaya diri (Self Confident)

f) Stabilitas emosi (Emotional Quotient)

g) Komitmen (Commitment)

h) Kesehatan fisik

2. Faktor Eksternal

Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:

a) Kompetensi guru (pedagogik, sosial, personal, dan

profesional)

b) Kualifikasi guru

c) Sarana pendukung

d) Kualitas teman sejawat

e) Atmosfer (suasana) belajar

f) Kepemimpinan kelas

g) Biaya

Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar.

Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya.

Untuk tuntutan itu guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai fasilitator

untuk siswa, maka ketika guru mengajar, guru juga harus mengajar dengan

efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa

18

belajar siswa yang efektif pula. Belajar yang dimaksud adalah suatu aktifitas

mencari, menemukan, dan melihat pokok masalah.

Menurut Pophan dan Baker yang dikutip oleh Suyanto dan Asep

Jihad pada hakikatnya proses pembelajaran yang efektif terjadi jika guru

dapat mengubah kemampuan dan persepsi siswa dari yang sulit

mempelajari sesuatu menjadi mudah mempelajarinya. Lebih jauh mereka

menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang efektif sangat bergantung

pada pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran.8

Menurut Sadiman yang dikutip oleh Trianto Ibnu Badar, keefektivan

pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses

belajar mengajar. Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik

Kurukulum IKIP Surabaya, bahwa efisiensi dan kefektivan mengajar dalam

proses interaksi belajar yang yang baik adalah segala daya upaya guru untuk

membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui

kefektivan mengajar, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai

untuk mengevaluasi berbagai proses pembelajaran.9

Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses yang

menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan rasa dan rasio secara

seimbang, yakni merangsang kerja rasa dan otaknya secara maksimal.

Keseimbangan antara rasa dan rasio akan membawa siswa sebagai insan

yang paripurna. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara

mengembangkan rasa ingin tahu melalui berbagai kegiatan model

mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi, apapun yang

diberikan oleh guru dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how

to learn) dan melakukan (how to do)10

Pembelajaran yang merangsang dan juga dapat membangkitkan

pembelajaran yang efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada

8 Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru yang Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013), hal.101 9 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan

Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015), hal.33 10 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum

Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 83

19

pemberdayaan siswa secara aktif pembelajaran dan juga bukan sekedar

menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan

sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan konsep murni yang dapat

dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan siswa. Pembelajaran efektif

dapat melatih dan menanamkan sikap demokratis bagi siswa dan

menekankan pada bagaimana siswa mampu belajar melalui kreativitas guru

dalam pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan,

perwujudan pembelajaran aktif dapat memberikan kecakapan hidup soft

skill dan hard skill kepada siswa.11

Menurut Soemosasmito dalam buku Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual yang ditulis oleh

Trianto Ibnu Badar al-Tabany menyatakan suatu pembelajaran dikatakan

efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:

a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM);

b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;

c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa

(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan

Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif

mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir b, tanpa

mengabaikan butir d.12

2. Pengertian Sistem Pembelajaran

Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu “System”

yang artinya adalah himpunan, bagian, atau unsur yang saling berhubungan

secara teratur untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri kata sistem berarti perarngkat

unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu

totalitas.

11 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum

Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 84 12 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan

Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015) h.33

20

Sistem menurut L. James Havery adalah prosedur logis dan rasional

untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu

dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu

kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

Sistem menurut Jonhn Mc. Manama adalah sebuah struktur

konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang

bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang

diinginkan secara efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Oemar Hamalik mendefinisikan sistem sebagai

seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu, sistem juga didefinisikan sebagai

suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir13.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain

saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif dan

efisien.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang

saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang

terlibat dalam sistem pembelajaran sendiri terdiri dari siswa, guru, dan

tenaga kependidikan lainnya, misalnya tenaga laboratorium14. Rumusan

tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat

dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau sekolah,

karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen

yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik15.

Sedangkan komponen merupakan bagian dari sistem yang memiliki

peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai

suatu tujuan sistem. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen

13 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 55 14 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57 15 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57

21

pembelajaran merupakan bagian-bagian dari sistem proses pendidikan

yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan.

Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Proses

Belajar Mengajar menyebutkan dan menjelaskan bahwa ada tujuh

komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lainnya saling

terintegrasi, yakni; (1) tujuan pendidikan dan pembelajaran, (2) peserta

didik atau siswa, (3) tenaga pendidikan khususnya guru, (4) perencanaan

pembelajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6)

media pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.16

Berdasarkan komponen pembelajaran yang diungkapkan oleh

Oemar Hamalik tersebut maka dapat dijelaskan bahwa komponen

pembelajaran tersebut meliputi komponen tujuan, siswa, guru, materi

pelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi

pembelajaran. Berikut ini akan dibahas masing-masing komponen

pembelajaran tersebut:17

a) Tujuan Pendidikan dan Pembelajaran

Tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan

suatu kegiatan. Tidak ada satu pun suatu kegiatan yang dibuat

programnya atau diprogramkan tanpa adanya tujuan. Karena hal

itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam

menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Sebagai

suatu unsur penting dalam suatu kegiatan, maka dalam kegiatan

apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikin juga hal nya dalam

kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang

ingin dicapai dalam kegiatannya.

Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi

komponen pembelajaran lainnya seperti: bahan pembelajaran,

kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan

evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan

16 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 77 17 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 79

22

didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan efisien

mungkin. Apabila salah satu komponen tidak sesuai dengan

tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan

dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.18

Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam proses

pembelajaran. Bahkan barangkali dapat dikatakan bahwa tujuan

pembelajaran merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan

dan proses belajar mengajar. Nilai-nilai tujuan dalam

pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:19

1) Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing

kegiatan pendidik dan peserta didik dalam proses

pembelajaran

2) Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada

pendidik dan peserta didik

3) Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk

kepada pendidik dalam rangka memilih dan menentukan

metode mengajar atau menyediakan lingkungan belajar

bagi para peserta didik

4) Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka

memilih dan menentukan alat peraga pendidikan yang

akan digunakan, dan

5) Tujuan pendidikan penting dalam menentukan

alat/teknik penilaian pendidik terhadap hasil belajar

peserta didik.

Ada beberapa macam-macam tujuan pendidikan menurut M.

J. Langeveld, yaitu:20

1) Tujuan umum

18 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 80 19 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal. 120 20 Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press, 2007) h. 79

23

Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan

merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin

dicapai oleh pendidikan. Bagi Langeveld tujuan umum

atau tujuan akhir, akhirnya adalah kedewasaan, yang

salah satu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi

mandiri. Dan menurut Hoogveld (soekarlan 1969:29)

mendidik itu berarti membantu manusia agar mampu

menunaikan tugas hidupnya secara berdiri sendiri.

2) Tujuan khusus

Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum

atas dasar berbagai hal. Misalnya usia, jenis kelamin,

intelegensi, bakat, minat, lingkungan, sosial budaya,

tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan

pekerajaan dan sebagainya.

3) Tujuan tak lengkap

Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya

menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia.

Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja.

Salah satu aspek psikologi misalnya hanya

mengembangkan emosi dan pikiran saja.

4) Tujuan sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya

dimaksud untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan

sementara itu sudah dicapai maka ditinggalkan dan

diganti dengan tujuan lain. Misalnya: orang tua ingin

agar anaknya berenti merokok, dengan dikurangi uang

sakunya. Kalau sudah tidak merorok, lalu ditinggalkan

dan diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka

begadang.

5) Tujuan intermedier

24

Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan

lainnya yang pokok. Misalnya: anak yang dibiasakan

untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia

mempunyai rasa tanggung jawab. Membiasakan

mmbagi-bagi tugas pada anak satu dngan lainnya juga

berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar

kelak mereka memiliki rasa tanggung jawab.

6) Tujuan insidental

Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada

saat-saat tertentu, seketika atau spontan. Misalnya:

pendidik menegur anak yang bermain kasar ketika

bermain sepak bola. Selain itu, orang tua yang menegur

anaknya untuk duduk dengan sopan.

Dalam bukunya, Djamarah21 mengatakan bahwa suatu tujuan

pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku

(performance) peserta didik-peserta didik yang kita harapkan

setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.

Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita

harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari

pengajaran itu sendiri. Akhirnya, pendidik tidak bisa

mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin

memprogamkan pengajaran.

b) Peserta Didik atau Siswa

Dalam pandangan psikologi moderen, anak adalah suatu

organisme yang hidup, yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya.

Organisme yang hidup memiliki sesuatu kebutuhan, minat,

kemampuan intelek, dan masalah-masalah tertentu. Ia tidak

tinggal diam, melainkan bersifat aktif. Ia bersifat unik, memiliki

21 Djamarah dan Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 41-43

25

bakat dan kematanganberkat adanya pengaruh-pengaruh dari luar

lainnya.22

Siswa merupakan komponen pembelajaran yang terpenting,

karena komponen siswa sebagai pelaku belajar dalam proses

pembelajaran. Aspek penting dari komponen siswa yang harus

diperhatikan dalam pembelajaran adalah karakteristiknya. Siswa

adalah individu yang unik dan memiliki sifat individu yang

berbeda antara siswa satu dengan yang lain. Dalam satu kelas

tidak ada siswa yang memiliki karakteristik sama persis, baik

kecerdasan, emosi, kebiasaan belajar, kecepatan belajar, dan

sebagainya

Hal ini menghendaki pembelajaran yang lebih berorientasi

pada siswa (student centred), yaitu pembelajaran yang dirancang

dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik siswa secara

individual. Misalnya, pembelajaran yang menyediakan bahan

pembelajaran yang bersifat alternative dan bervariasi, sehingga

siswa dapat memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik (minat dan bakat) yang dimiliki. Di samping itu

siswa memiliki tipe belajar yang berbeda, ada yang bertipe visual,

auditif, audio-visualistis, dan sebagainya. Berdasarkan tipe

belajar siswa ini, maka dalam pembelajaran guru seharusnya

menyiapkan/menyediakan bahan pembelajaran yang bersifat

alternative dan variatif untuk melayani perbedaan tipe belajar

siswa tersebut.

c) Pendidik atau Guru

Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan

sebagai pelaksana dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar

kegiatan pembelajaran berlangsung dan berhasil dengan sukses,

22 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 101

26

maka guru harus merancang pembelajaran secara baik, dalam arti

dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, karakteristik siswa, guru merumuskan tujuan,

menetapkan materi, memilih metode dan media, dan evaluasi

pembelajaan yang tepat dalam rancangan pembelajarannya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus berperan

ganda, dalam arti guru tidak hanya sebagai pengajar

(informatory) saja, akan tetapi harus mampu menjadi

programmer pembelajaran, motivator belajar, fasilitator

pembelajaran, organisator, konduktor, aktor, dan peran-peran lain

yang dibutuhkan oleh siswa dalam pembelajaran.23 Meskipun

guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi tugas, peranan dan

fungsi guru dalam pembelajaran sangatlah penting dan berperan

sentral. Karena gurulah yang harus menyiapkan program

pembelajaran, bahan pembelajaran, sarana pembelajaran dan

evaluasi pembelajaran bagi para siswanya.

Profesi guru sebagai pelimpahan dari tugas orang tua yang

tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, keterampilan dan

sikap-sikap tertentu kepada anak. Apalagi dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan

masyarakat dan budaya pada umumnya, maka berkembang pula

tugas dan peranan guru. Louhran24 mengemukakan “As teacher

gain proficiency in the basic knowledge and skills of teaching,

the more an understanding of the relationship between teaching

and learning may influence practice, and the more deliberately a

teacher considers his or her actions the more difficult it is to be

sure that there is one right approach to teaching or teaching

about teaching”. Guru sebagai salah satu sumber belajar memang

23 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 117 24 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 120

27

dapat berperan banyak, seperti tersebut pada alinea di atas. Dalam

kaitan dengan peran tersebut guru sudah semestinya dapat

menyiapkan sumber-sumber belajar lain yang dibutuhkan siswa

dalam rangka menguasai materi pembelajaran yang ditargetkan

dalam kurikulum.

d) Materi Pembelajaran

Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan

dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses

belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, pendidik yang

akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran

yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan

dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan

bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan

pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang

studi yang dipegang pendidik sesuai dengan profesinya (disiplin

keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau

penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan

seorang pendidik agar dalam mengajar dapat menunjang

penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini

biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan pendidik,

tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian

bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini

harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang

agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau

semua anak didik.

Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam

kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah

yang diupayakan untuk dikuasai olek anak didik. Karena itu,

pendidik khususnya atau pengembang kurikulum umumnya,

tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan

28

yang topiknya tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan

anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula.

Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai

dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa

minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan

kebutuhannya (Djamarah, 2010: 44). Jadi, bahan pelajaran yang

sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik

dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bahan pelajaran

merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam

pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses beajar mengajar

yang akan disampaikan kepada anak didik.

e) Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah komponen cara pembelajaran

yang harus dilakukan oleh guru dalam menyampaikan

pesan/materi pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran.

Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan oleh guru, baik

metode ceramah, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen,

pemberian tugas, inkuiry, problem solving, kerja kelompok,

karyawisata, resitasi dan sebagainya25. Metode pembelajaran

berperan sebagai cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran.

Setiap metode mengajar selalu memberikan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru.

Metode pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, materi

pelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas

pendukungnya, dan ketersediaan waktu. Pertimbangan yang

terpenting dalam memilih metode pembelajaran adalah metode

harus mampu mengaktifkan siswa, dalam arti megaktifkan mental

emosional siswa dalam proses pembelajaran. Karena

25 Asis Saefuddin, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016) h. 33

29

pembelajaran yang membelajarkan adalah pembelajaran yang

mengaktifkan factor internal siswa (mental emosional) dalam

belajar.

Metode pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga

kelompok, yaitu kelompok metode yang bersifat monologis,

dialogis dan kreatif.26 Kelompok pertama adalah metode-metode

yang bersifat monologis, yaitu metode-metode pembelajaran

yang lebih menekankan aktivitas guru dalam pembelajaran atau

metode satu arah (one way communication), dan guru pemegang

peranan utama, sedangkan siswa bersifat pasif (mendengar dan

memperhatikan). Kelompok kedua adalah metode- metode yang

bersifat dialogis, yaitu metode-metode pembelajaran yang

menekankan komunikasi/interaksi dua arah (two way

communication), di mana aktivitas guru dan siswa seimbang

(sama-sama aktif). Sedang kelompok ketiga adalah metode-

metode yang bersifat kreatif, yaitu metode-metode pembelajaran

yang lebih menekankan aktivitas siswa. Metode-metode

kelompok ketiga ini dimaksudkan agar sifat kreatif siswa

terbentuk, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan

organisator pembelajaran.

f) Media Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan aktivitas

komunikasi antara guru dengan siswa, meskipun tidak semua

pembelajaran melalui komunikasi/interaksi dengan guru (lihat

pola-pola pembelajaran). Dari pola-pola pembelajaran dapat

diketahui bahwa pada dasarnya ada dua bentuk pembelajaran

yang sering dilakukan, yaitu pembelajaran tatap muka dan

pembelajaran sistem jarak jauh atau pembelajaran dengan

26 Asis Saefuddin, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016) h. 11

30

media/bahan pembelajaran. Dalam aktivitas pembelajaran tatap

muka, kehadiran guru merupakan syarat mutlak yang tidak dapat

diabaikan, karena guru merupakan komponen penting dalam

aktivitas pembelajaran.

Guru memiliki banyak peran dalam pembelajaran tatap

muka, termasuk diantaranya guru sebagai informatory harus

berusaha menginformasikan materi/pesan pembelajaran secara

jelas dan mudah diterima oleh siswa. Ini berarti guru harus

menyiapkan bahan pembelajaran seperti alat peraga dan media

pembelajaran yang dapat membantunya dalam menyajikan pesan

pembelajaran dengan media (alat perantara penyampaian pesan)

ini pembelajaran menjadi efektif dan efisien.

Beberapa fungsi dari media pembelajaran dalam proses

komunikasi pembelajaran diantaranya sebagai berikut:

1) Berperan sebagai komponen yang membantu

mempermudah/memperjelas materi atau pesan

pembelajaran dalam proses pembelajaran,

2) Membuat pembelajaran menjadi lebih menarik

3) Membuat pembelajaran lebih realistis/objektif

4) Menjagkau sasaran yang luas

5) Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, karena dapat

menampilkan pesan yang berada di luar ruang kelas dan

dapat menampilkan informasi yang terjadi pada masa

lalu, mungkin juga masa yang akan datang

6) Mangatasi informasi yang bersifat membahayakan,

gerakan rumit, objek yang sangat besar dan sangat kecil,

semua dapat disajikan menggunakan media yang telah

dimodifikasi

7) Menghilangkan verbalisme yang hanya bersifat kata-

kata

31

Dalam pembelajaran jarak jauh, media pembelajaran dapat

diujudkan dalam bentuk bahan pembelajaran yang

dipersiapkan/didesain untuk belajar mandiri, seperti: modul

(bahan ajar cetak), radio/audio pembelajaran, televisi

pembelajaran, CD / video pembelajaran, dan e-learning lewat

web-based/internet. Khusus media sebagai bahan pembelajaran,

dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu bahan

pembelajaran yang didesain dengan tidak menggunakan

komponen pembelajaran lengkap dan dengan menggunakan

komponen pembelajaran lengkap. Menurut Edgar Dale dalam

Kerucut Pengalaman (the cone of experience) nya

mengklasifikasikan media pembelajaran dalam beberapa macam,

dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak sebagai

berikut:

1) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman

langsung

2) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman atau

tiruan

3) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang

didramatisasikan

4) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang

didemonstrasikan

5) Media pembelajaran dalam karya wisata

6) Media pembelajaran melalui pameran

7) Media pembelajaran audio-visual

g) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran merupakan komponen yang berperan

untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan aktivitas

32

pembelajaran. Menurut Eric Jensen27, proses evaluasi harus

dilakukan setiap hari selama tahun sekolah. Ada tiga bentuk

evaluasi dalam pembelajaran. Pertama, evaluasi program

pembelajaran yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui

seberapa kualitas program pembelajaran yang telah dirancang dan

dilaksanakan. Dari evaluasi program inilah akan diketahui

komponen pembelajaran mana yang perlu mendapat perhatian

khusus karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi

dengan evaluasi program pembelajaran akan diperoleh tiga

kemungkinan rekomendasi, yaitu: program pembelajaran tidak

baik dan tidak boleh digunakan/dilaksanakan, program

pembelajaran dapat digunakan/dilaksanakan tapi harus direvisi

terlebih dahulu, dan program pembelajaran yang baik dan

siap/dapat digunakan/dilaksanakan.

Kedua, evaluasi proses pembelajaran yaitu, evaluasi yang

dirancang untuk mengamati proses pembelajaran sedang

berlangsung. Artinya, dengan evaluasi proses dapat diketahui

bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran, aktivitas guru

selama pembelajaran berlangsung, bagaimana keterampilan guru

dalam membuka sampai dengan menutup pembelajaran.

Ketiga, evaluasi hasil belajar, yaitu evaluasi yang dirancang

untuk mengetahui hasil pembelajaran dalam bentuk hasil/prestasi

belajar siswa. Hasil belajar akan nampak pada tingkat penguasaan

siswa terhadap kompetensi dan pengalaman belajar yang

dipelajari selama proses pembelajaran. Dengan evaluasi hasil

belajar dapat ditetapkan boleh/tidaknya siswa melanjutkan

belajar ke tingkat pembelajaran selanjutnya atau harus

mengulang. Jadi dari komponen evaluasi pembelajaran dapat

diperoleh suatu rekomendasi/kebijakan/keputusan pembelajaran.

27 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 145

33

Baik kebijakan tentang program pembelajaran, proses

pembelajaran, maupun hasil pembelajaran.

Memang ketiga bentuk evaluasi ini tidak dapat dipisahkan,

karena satu sama lain saling berkaitan. Contoh, dari evaluasi hasil

belajar, dapat dilacak kualitas program pembelajaran dan proses

pembelajarannya. Dari evaluasi program, dapat diprediksi

bagaimana proses dan hasil pembelajaran. Dan dari evaluasi

proses dapat dilacak kualitas program pembelajaran, dan

diprediksi hasil pembelajarannya

B. Konsep Dasar Tahfidzul Qur’an

1. Menghafal Al-Qur’an

Kata tahfidz berasal dari bahasa Arab yang artinya memelihara,

menjaga, dan menghafal.28 Pengertian tahfidz secara etimologi yaitu berarti

lawan kata dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa kata hafal berarti telah

masuk dalam ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan kembali

diluar kepala atau tanpa melihat buku.29

Sedangakan menurut Aziz Abdul Rauf30 dalam bukunya menjelaskan

bahwa definisi menghafal adalah proses mengulang sesuatu baik dengan

membaca ataupun mendengar. Hal ini pula yang disesuaikan bahwa segala

sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi hafal.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa kata menghafal berarti berusaha

meresapkan sesuatu kedalam pikiran agar selalu diingat.

Menghafal merupakan suatu aktivitas menanamkan suatu materi

verbal alam ingatan, sehingga nantinya akan dapat diproduksikan (diingat)

kembali secara harfiah sesuai dengan materi yang asli danmenyimpan

28 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005) h. 105 29 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal Diakses pada 16 Juli 2018, pada pukul 10.23 WIB 30 Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an, (Yogyakarta, Ypgyakarta Press, 1999) h.

86

34

kesan-kesan yang nantinya suatu waktu jika diperlukan maka akan mudah

untuk diingat kembali melalui alam bawah sadar.31

Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad dengan lafaz dan maknanya yang membacanya dijadikan

sebagai ibadah dan membuat umat manusia tidak mampu menandingi satu

surah yang terpendek sekalipun daripadanya. Allah telah memasukkan

segala sesuatu didalam Al-Qur’an sehingga didalamnya membahas dan

mengandung hukum, syariat, kisah-kisah, tamsil (perumpamaan), hikmah,

nasihat, dan pandangan-pandangan yang benar tentang alam semesta,

kehidupan, dan manusia.

Tiada bacaan seperti Al-Qur’an yang diatur tatacara membacanya,

mana yang diendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus

ucapannya, dimana tempat terlarang atau boleh, atau harus memulai dan

berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika

membacanya.32

Menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses mengingat di mana

seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan

lain-lain) harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses

pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya itu mulai dari proses awal

hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat. Keliru dalam

memasukkan atau menyimpannya akan keliru pula dalam mengingatnya

kembali, atau bahkan sulit ditemukan dalam memori.33

Seorang ahli psikolog ternama, Atkinson, menyatakan bahwa para

ahli psikologi menganggap penting membuat perbedaan dasar mengenai

ingatan. pertama, mengenai tiga tahapan, yaitu encoding (memasukkan

informasi ke dalam ingatan), storage (menyimpan informasi yang telah

dimasukkan), dan retrieval (mengingat kembali informasi tersebut). Kedua,

31 Zakiyah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) h. 89 32 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997) cet. 6, hal. 3 33 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.45

35

mengenai dua jenis ingatan, yaitu short term memory (ingatan jangka

pendek), dan long term memory (ingatan jangka panjang).34

Di antara karakteristik Al-Quran adalah ia merupakan kitab suci

yang mudah untuk dihafal, diingat, dan dipahami Allah swt. Berfirman:

كر دكرولقد يسرنا ٱلقرءان للذ فهل من م

"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk

pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (al-

Qamar: 17)

Ayat-ayat Al-Qur’an mengandung keindahan dan kemudahan untuk

dihafal bagi mereka yang ingin menghafalnya dan menyimpannya di dalam

hati. Kita melihat ribuan, bahkan puluhan ribu kaum muslimin yang

menghafal Al-Qur’an dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang

belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih belia itu, mereka tidak

mengetahui nilai kitab suci. Namun, penghafal Al-Qur’an yang terbanyak

adalah dari golongan usia mereka.35

Tidak ada batasan tentang umur bagi seorang yang akan menghafal

Al-Qur’an. Sebab pada waktu al-Qur’an diturunkan pertama kali, banyak

sahabat Nabi yang baru memulai menghafalkannya setelah mereka dewasa

dan bahkan sudah lebih dari 40 tahun. Namun demikian, dalam dunia

keilmuan, yang paling baik untuk memulaimenghafalkan Al-Quran dimulai

sejak umur 5-7 tahun sampai umur 23 tahun.36

Tidak ada di dunia ini, suatu kitab yang dihafal oleh puluhan ribu

orang di dalam hati mereka, kecuali hanya Al-Qur’an yang telah

dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihafal.37 Maka, tidak aneh

jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun wanita, yang

menghafal Al-Qur’an dalam hatinya. Ia juga dihafal oleh anak-anak kecil

34 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.46 35 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.187 36 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:

Elmatera, 2012) h.18-19 37 Yusuf Mansur, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul Hakim, 2017 cet.

2) hal. 159

36

~

kaum muslimin, dan mereka tidak melewti satu huruf pun dari Al-Qur’an.

Demikian pula yang dilakukan oleh banyak orang non-arab, mereka tidak

melewati satu huruf pun dari Al-Qur’an. Mereka menghafalkan Al-Qur’an

semata-mata hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah,

meskipun mereka tidak memahami apa yang dibaca dan dihafalnya karena

Al-Qur’an terbukan dalam bahasanya.

Orang-orang tua kita yang terdahulu telah mengetahui keutamaan

Al-Qur’an, maka mereka berkonsentrasi mempelajari dan membacanya di

waktu siang dan malam hari, dan mengajarkan anak-anak mereka

menghafal Al-Qur’an sejak usia dini agar lidah mereka fasih membaca Al-

Qur’an dan agar mereka bisa mengetahui dalil-dalil akidah, pokok-pokok

syariah, prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an.

Tujuan pendidikan Tahfidzul Qur’an adalah untuk membina dan

mengembangkan serta meningkatkan para penghafal Al-Qur’an, baik secara

kualitas maupun kuantitasnya dan mencetak kader muslim yang hafal,

memahami, dan memaknai isi dari Al-Qur’an serta memiliki kemampuan

pengetahuan yang luas dan berakhlaqul karimah.

Penjagaan Allah kepada Al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga

secara langsung fase-fase penulisannya, tapi Allah melibatkan para hamba-

Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa

adanya unsur keterlibatan selain Allah dalam menjaga Al-Qur’an, dilihat

dari pemakaian kata yang berbentuk Dhamir Jamak, artinya "Kita", yaitu

aku dan selain aku. Keterlibatan unsur selain Allah, mempunyai pengertian

bahwa Allah telah memberikan anugerah kepada sebagian hamba-

hambaNya untuk terlibat dalam menjaga Kitab Suci-Nya, seperti para

penghafal Al-Qur’an, para ahli Qiraat, penafsir al-Qur’an dan pemerhati

Al-Qur’an lainnya.38

2. Keutamaan dan Manfaat Menghafal Al-Qur’an

38 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:

Elmatera, 2012) h.7

37

Banyak hadits Rasulullah saw. yang mendorong untuk menghafal

Al-Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu

muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt Seperti dalam

hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu', "Orang yang tidak

mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh

yang mau runtuh." Dan Rasulullah saw. memberikan penghormatan kepada

orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al-Qur'an dan

menghafalnya, memberitahukan kedudukan mereka, dan mengedepankan

mereka dibandingkan orang lain.39

Abi Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengutus satu

utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah saw.

mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al-Qur’an mereka. Setiap

laki-laki ditanyakan seberapa banyak hafalan Al-Qur’an mereka kemudian,

yang paling muda ditanya oleh Rasulullah saw., "Berapa banyak Al-Our'an

yang telah engkau hafal, hai Fulan?" Ia menjawab, "Aku telah hafal surat

ini dan surat ini, serta surat al-Baqarah." Rasulullah saw. kembali bertanya,

"Apakah engkau hafal surat al-Baqarah?" Ia menjawab, "Betul." Rasulullah

saw. bersabda, "Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu." Salah

seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata, "Demi Allah, aku

tidak mempelajari dan menghafal surat al-Baqarah semata karena aku takut

tidak dapat menjalankan isinya".40

Banyaknya penghafal Al-Qur 'an di seluruh dunia Islam dari dahulu

hingga sekarang menjadi salah satu penyebab terpeliharanya Al-Qur’an.

Sehingga jika ada kesalahan dalam penulisan Al-Qur’an walau satu huruf

pun bahkan satu titik akan cepat bisa diketahui. Oleh sebab itu, sudah pada

tempatnya jika Allah menempatkan para ahli Al-Qur 'an pada tempat yang

tinggi, karena mereka ikut berperan dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an.41

39 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.191 40 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.192 41 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:

Elmatera, 2012) h.7

38

Di antara manfaat menghafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak

adalah meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan

mengucapkannya sesuai dengan makhraj hurufnya, sehingga membaca

Al-Qur’an dengan fasih tidak seperti orang awam. Sayangnya, sebagian

pendidik ada yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, tidak

mengeluarkan lidah saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak

menebalkan huruf-huruf izhar yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha,

zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan huruf ra dan kapan

menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kataAllah, dan kapan

ditipiskan. Dengan menghafal Al-Qur’an dan membacanya dengan baik

sejak kecil, membuat lidah kami menjadi lembut.42

3. Etika Penghafal Al-Qur’an

Dalam menghafalkan Al-Qur’an, ada etika-etika yang harus

diperhatikan. Para penghafal Al-Qur’an mernpunyai tugas yang harus

dijalankan, sehingga "Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.

"Para sahabat bertanya; "la Rasulullah, siapakah. mereka?" Beliau

menjauiab, "Ahli Al-Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah SWT dan

orang-orang dekat-Nya.”

a. Selalu Bersama Al-Qur’an

Diantara etika itu adalah selalu bersama Al-Qur’an, sehingga

Al-Qur’an tidak hilang dari ingatannya. Caranya, dengan terus

membacanya melalui hafalan, dengan membaca dari mushaf, atau

mendengarkan pembacaannya dari radio atau kaset rekaman.

b. Berakhlak dengan Akhlak Al-Qur’an

Orang yang menghafal Al-Qur'an hendaklah berakhlak dengan

akhlak Al-Qur’an seperti halnya Nabi Muhammad. Istri Nabi

Muhamad yaitu Siti Aisyah pemah ditanya tentang akhlak Rasulullah

saw., ia menjawab, "Akhlak Nabi saw. adalah Al-Qur’an". Penghafal

42 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 190

39

Al-Our'an harus menjadi kaca tempat orang dapat melihat akidah Al-

Qur’an, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya agar ia membaca

Al-Qur'an dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilalrunya. Bukan

sebaliknya, ia membaca Al-Qur’an namun ayat-ayat Al-Qur'an

melalrnatnya.

c. Ikhlas dalam Mempelajari Al-Qur’an

Para pengkaji dan penghafal Al-Our'an harus mengikhlaskan

niatnya dan mencari keridhaan Allah swt. semata dalam mempelajari

dan mengajarkan Al-Qur'an itu. Bukan untuk pamer di hadapan

manusia dan juga tidak untuk mencari dunia.43

d. Memperindah suara dalam membaca Al-Qur’an

Imam Syafi’i berkata bahwa yang dimaksud dengan

memerdukan suara disini adalah melembutkan dan membuat seperti

suara orang sedih. Dari Barra bin Azib ra, ia berkata: “Aku pernah

mendengar Rasulullah saw. dalam sholat Isya’ membaca Wattini

Wazzaitun, dan aku tidak pernah mendengar seseorang yang lebih

merdu suaranya dari beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Qadi ‘Iyadh berkata bahwa paa ulama telah sepakat bahwa

memperindah suara bacaan Al-Qur’an adalah Sunnah. Mereka

berselisih pendapat tentang membaca Al-Qur’an dengan dinyanyi-

nyanyikan (bil alhan); menurut Imam Malik dan Jumhur ulama,

makruh hukumnya karena keluar dari kekhusyukan. Imam Abu

Hanifah dan sebagian ulama salaf membolehkannya berdasarkan

hadits-hadits yang telah disebutkan diatas, dan selain itu juga dapat

melembutkan hati dan menimbulkan rasa takut serta menarik

perhatian untuk menyimaknya. Adapun dengan Imam Syafi’I, maka

beliau berpendapat bahwa makruh hukumnya apabila terlalu

dipanjang-panjangkan secara berlebih-lebihan dan menyimpang dari

seharusnya, seperti memanjangkan apa yang tidak boleh dipanjangkan

43 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 201-203

40

, meng-idgham-kan apa yang tidak boleh di-idgham-kan dan

seterusnya. Namun beliau membolehkan jika tidak mengubah cara

baca yang benar. Dalam hal ini, beliau sependapat dengan Imam Abu

Hanifah dan sebagian ulama salaf.

Kesimpulannya, memerdukan suara dalam membaca Al-

Qur’an adalah sunnah jika sesuai dengan aturan-aturan baca yang

benar asalkan tidak seperti ketika melagukan nyanyian-nyanyian biasa

dan tidak seperti paduan suara gereja karena yang seperti itu adalah

sesat dan menyimpang. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda:

“Bacalah Al-Qur’an dengan nada dan suara orang Arab. Dan jauhilah

oleh kamu sekalian seperti nada suara Ahli Kitab dan orang-orang

fasik, karena akan muncul orang-orang yang melagukan Al-Qur’an

seperti nyanyian yang tidak melampaui tenggorokan mereka, tertipu

hati mereka dan hati orang-orang yang kagum kepada mereka.” (HR.

Thabrani dan Baihaqi).

Dari Jabir ra.: “Sebaik-baiknya suara manusia dalam membaca

Al-Qur’an adalah yang apabila kamu mendengarnya membaca kamu

mengira ia takut kepada Allah azza wa jalla.”

e. Memelihara hafalan agar tidak lupa

Al-Qur’an mudah dihafal karena Allah swt. Telah berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk

pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-

Qomar : 57). Meskipun demikian, ia juga mudah untuk dilupakan.

Oleh karena itu ,menjadi kewajiban seorang ahli Al-Qur’an untuk

selalu membacanya dan menjaga hafalannya. Dari Abu Musa dari

Nabi Muhammad saw.; “Jagalah Al-Qur’an ini, dan demi Tuhan yang

Jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, sungguh ia lebih mudah lepas

daripada seekor unta yang ditambatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cara menghafal Al-Qur’an diluar kepala adalah sama dengan

cara menghafal teks-teks sastra dan yang lainnya. Yaitu dengan

membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang ingin dihafal berkali-kali dengan

41

suara keras. Sebaiknya diiringi juga dengan pemahaman

kandungannya walaupun secara garis besar dengan bantuan kamus

untuk mengetahui arti kata-kata yang belum diketahui. Kemudian

mengulangi terus berkali-kali sampai terekam dalam ingatan kita.

Demikian pula, apabila telah berhasil menghafalnya harus terus

menerus membacanya dari waktu ke waktu agar tidak lupa.

f. Membaca Al-Qur’an bersama –sama

Sebaiknya membaca Al-Qur’an dilakukan dengan berkumpul

sambil mempelajarinya seperti di pengajian, masjid dan sebagainya.

Masjid merupakan tempat yang sangat istimewa untuk beribadah

sehingga pahala dan manfaatnya bisa bertambah banyak dan lebih

bersemangat serta membantu kekhusyukan.

Dari Abu Hurairoh ra. Ia berkata Rasulullah saw. bersabda:

“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-

rumah Allah membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya diantara

mereka kecuali akan turun ketenangan kepada mereka dan mereka

akan diliputi rahmat serta dikelilingi oleh malaikat dan Allah akan

menyebutkan mereka dihadapan para malaikat yang ada disisi-Nya.”

(HR. Muslim).

4. Bekal bagi Penghafal Al-Qur’an

Mereka yang telah berhasil menghafal Al-Qur’an tidak luput dari

doa, doa penuh harapan untuk lebih dekat dengan sesuatu yang sangat

dicintai-Nya. Beberapa bekal yang harus dipersiapkan bagi para penghafal

Al-Qur’an ialah:

a. Niat yang lurus

Menghafal Al-Qur’an merupakan amalan yang istimewa,

bahkan luar biasa besar pahalanya. Dan setiap muslim yang beriman

kepada Al-Qur’an pasti menginginkan pahala. Namun, ia bsa

menjadi tidak bernilai apa-apa tatkala niatnya salah. Jangan sampai

42

menghafal Al-Qur’an hanya bertujuan untuk meraih hal-hal yang

duniawi.44 Niat inilah yang akan menjadi penentu amalan seseorang

di hadapan Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah :

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada

niatnya”(HR. Bukhori)

b. Menjauhi Maksiat

Harus membersihkan diri dari segala sesuatu yang bersifat

maksiat dan perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai

pahalanya. Walaupun Al-Qur’an sudah dijamin mudahnya oleh

Allah, seseorang tetap saja bisa mendapat kesulitan menghafal Al-

Qur’an jika ia tidak menjauhi maksiat. Bahkan karena maksiat

tersebutlah orang yang sudah memiliki hafalan bisa kehilangan

keseluruhan hafalnnya karena maksiat.

c. Tekad yang kuat dan kesabaran

Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat

penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an.

Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Al-Qur’an akan

banyak sekali ditemui berbagai macam kendala. Kendala-kendala

yang sering terjadi antara lain adalah sikap jenuh, gangguan

lingkungan bising atau gangguan lainnya. Kesabaran yang harus

dimiliki seoarang penghafal Al-Qur’an agar mencapai sebuah

kesuksesan antara lain; Pertama sabar dalam menghafal, Kedua

sabar dalam menjaga hafalan yang sudah didapatkan, Ketiga sabar

mengamalkan ayat yang sudah dihafalkan.

d. Istiqomah

Syarat yang juga tidak boleh kalah penting adalah istiqomah

. bagian-bagian dalam istiqomah sebenarnya sama dengan bagian-

bagian kesabaran akan tetapi istiqomah dalam menghafal lebih

44 Yusuf Mansur, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul Hakim, 2017 cet.

2) hal. 155

43

ditekankan kepada istiqomah menghafal Al-Qur’an yang konsisten

menghafal, menjaga, dan mengamalkan hafalannya.

e. Berdoa

Terakhir kita menyakini bahwa Al-Qur’an adalah milik

Allah, maka seseorang penghafal Al-Qur’an harus banyak berdoa

agar Allah menganugrahkan nikmat hafal Al-Qur’an tersebut. Sebab

ketika Allah sudah ridha kepada suatu perkara maka tidak ada suatu

pun yang menjadikannya sulit. Begitupun sebaliknya, ketika Allah

tidak ridho kepada suatu perkara maka sesuatu yang sebetulnya

mudah pun bisa menjadi sangat sulit untuk diraih.

Itulah enam syarat yang harus dipenuhi agar kita berhasil

meraih kesuksesan menghafal Al-Qur’an. Jika keenam syarat

tersebut benar-benar telah terpenuhi maka tidak akan pernah ada

kegagalan menghafal Al-Qur’an. Dengan metode apapun

sebenarnya seseorang akan merasakan kemudahan dalam

menghafalkannya. Akan tetapi sebagus apapun metodenya yang

digunkan untuk menghafal akan tetap gagal jikalau salah satu syarat

tersebut dibaikan.

Beberapa hal di atas, niat yang tulus karena Allah, menjauhi

maksiat, kernauan dan tekad yang kuat, sabar dan istiqamah serta

doa akan menjadi bekal setia anda dalam menernpuh perjalanan

mulia anda bersama Al-Qur’an. Bahkan jika hal tersebut sudah

terkumpul di dalarn diri anda, berapa lama pun anda menghafal,

yang ada hanyalah kenikmatan. Tidak perlu tergesa-gesa dalarn

menghafal, karena Al-Qur’an adalah hidangan lezat dari-Nya dan

akan lebih terasa kelezatannya tatkala anda benar-benar

menghayatinya.45

5. Metode Menghafal Qur’an

45 Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015) h.70

44

a. Menghafal dengan menulis (Metode Lauh)

Metode ini masih ada sampai sekarang. Karena apa yang kita tulis

kemudian dihafal maka akan menjadikan kekuatan hafalan akan lebih

kuat. Salah satu negara yang menerapkan metode ini adalah Negara

Maroko. Di Maroko santri-santri penghafal Al-Qur’an harus menulis

semua ayat Al-Qur’an yang akan dihafalnya. Ayat-ayat tersebut ditulis

di atas papan, setelah itu ayat yang telah ditulis tersebut diteliti oleh

sang guru dan dicek. Apabila terdapat kesalahan, kesalahan tersebut

kernudian dibenarkan. Ayat-ayat yang sudah dibenarkan tersebut

kernudian dibaca oleh santri secara berulang-ulang dengan badan yang

dihadapkan ke papan sarnpai hafal. Tahap akhirnya kernudian

dilanjurkan dengan mernbacakan ayat-ayat yang telah dihafal rersebut

ke depan guru tanpa rnelihat tulisan.

Metode ini dianggap istimewa dikarenakan dapat menambah tingkat

ketelitian santri ketika menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Selain

itu, metode ini dapat menarnbah konsentrasi dan kefokusan santri yang

menghafal Al-Qur’an hanya ada ayat-ayat yang ingin dihafalkannya

disamping keistimewaan kesabaran. Kesabaran akan latihan untuk

menulis ayat-ayat Al-Qur’an yang sebenarnya tanpa menulis pun

mereka dapat menghafalkan ayat-ayat tersebut.

b. Metode mendengar (tasmi' atau sima'i)

Metode ini juga bisa dilakukan sebagai proses menghafal al-Qur’an.

Metode yang kerap dipakai oleh saudara-saudara di sana yang

merniliki kekurangan dalam hal penglihatan atau anak kecil yang masih

belum lancar dalam membaca Al-Qur’an. Metode ini bisa dilakukan

dengan berbagai macam cara, bisa langsung mendengarkan dari guru

atau kaset. Sebenamya metode ini juga sudah di ajarkan di dalam al-

Qur’an surah Al-Qiyamah ayat 18, "Apabila kami telah selesai

membacaklinnya (al-Qur’an) maka ikucilah bacaannya itu."

Sima'i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah

rnendengarkan suatu bacaan al-Qur’an untuk dihafalkannya. Metode ini

45

sangat efektif bagi penghafal yang merniliki daya ingat ekstra,

terutarna bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih dibawah

umur yang belum mengenal bacaan dan tulisan al-Quran.

c. Metode berantai (tasalsuli)

Metode tasalsuli yaitu menghafal satu halaman al-Qur' an dengan

cara menghafalkan satu ayat sampai hafal dengan lancar, kemudian

pindah ke ayat kedua sarnpai benar-benar lancar, setalah itu,

menggabungkan ayat 1 dengan ayat 2 tanpa melihat mushaf jangan

berpindah ke ayat selanjutnya kecuali ayat sebelumnya lancar, begitu

juga seterusnya ayat ketiga sampai satu halarnan, kernudian gabungkan

dari ayat pertama sarnpai terakhir.

Cara ini rnernbutuhkan kesabaran dan sangat melelahkan karena

harus banyak mengulang-ulang setiap ayat yang sudah hafal kernudian

digabungkan dengan ayat sebelumnya sehingga menguras banyak

energi, tetapi akan rnenghasilkan hafalan yang benar-benar mantap.

d. Metode Penggabungan (Jam’i)

Metode jam'i yaitu menghafal satu halaman Al-Qur’an dengan cara

rnenghafal satu ayat sampai lancar, kemudian bepindah ke ayat

lainnya. Setelah ayat kedua lancar berpindah ke ayat ketiga, begitu

juga seterusnya sarnpai satu halaman. Kemudian setelah dapat

menghafal satu halaman, menggabungkan hafalan dari ayat pertama

sampai terakhir tanpa melihat mushaf. Ini juga kalau marnpu

digabungkan satu halaman sekaligus, kalau dianggap sulit, maka dibagi

dua menjadi setengah halaman dengan melihat mushaf terlebih dahulu

dan setelah itu, mernbacanya tanpa melihat mushaf. Dan setengah yang

kedua pun demikian, setelah lancar, maka gabungkan setengah pertama

dan setengah kedua dengan cara dihafal.

e. Metode pembagian (milqosam)

Metode milqsam yaitu rnenghafal satu halaman al-Qur'an dengan

cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian, setiap bagian itu

menghafalnya secara tasalsul (mengulangi dari awal), setelah tiap-tiap

46

bagian telah sempurna (satu halaman) dihafal, kernudian

disatukan/digabungkan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya

sampai seluruh bagian dapat digabungkan tanpa melihat mushaf,

metode ini pertengahan antara metode tasalsul dan jam'i.

f. Metode pengulangan per satu ayat (wahdah)

Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu per satu

terhadap ayat yang hendak dihafalnva. Untuk mencapai hafalan awal,

setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali, atau

lebih, sehingga proses ini mampu mernbentuk pola dalam

bayangannya.

Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat

yang dihafalkannya bukan saja dalam bayangannya saja dalam

bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks

pada lisannya.

g. Metode menghafal bersama-sama

Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang

dilakukan secara bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur /

pembimbing. Pertama, pembimbing membacakan satu ayat atau

beberapa ayat dan kemudian siswa menirukan secara bersarna-sama.

Kemudian instruktur membirnbingnya dengan mengulang kembali

ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Kedua, setelah ayat-ayat itu

dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya rnereka

mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba

melepaskan mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-

benar hafal.

h. Metode pemahaman makna (fahmun al-ma'na)

Metode ini sebenarnya sangat efektif dan bagus namun sulit

diterapkan di usia dini, karena untuk bisa pada tingkatan mampu

memahami Al-Qur'an mernbutuhkan waktu yang lama. Metode ini juga

akan sangat membantu seseorang di dalam menyelesaikan target

hafalannya, karena seseorang yang telah paham dengan isi ayat, maka

47

ia akan lebih cepat menghafalkannya dan sangat membantu

menguatkan hafalan.

Sehingga tidak heran jika ada orang Arab bisa lebih cepat ketika

menghafal Al- Qur'an dibanding dengan orang asing, karena mereka

dibantu dengan kernampuan bahasa mereka sendiri yaitu bahasa arab.

Maka untuk menggunakan metode ini, orang asing ('a.jam) harus

rnempelajari bahasa arab dulu sebagai perangkat untuk bisa memahami

Al-Qur'an.46

i. Metode DaQu (Daqu Method)

Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an meluncurkan metode

membaca Al-Qur’an yang disebt dengan Metode DaQu. Metode DaQu

merupakan manhajj yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang

menjadi panduan setiap insan Daaru Qur’an dalam mengembangkan

dakwah Al-Qur’an ditengah masyarakat untuk menuju peradaban

Qur’ani. Latar belakang metode ini adalah agar santri mendapatkan

materi pengajaran Al-Qur’an yang singkat dan praktis hingga anak didik

bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Metode ini merupakan metode

yang menggabungkan beberapa metode membaca Al-Qur’an yang telah

dikenal selama ini.

Metode DaQu terdiri dari enam seri tingkatan pembelajaran Al-

Qur’an. Ciri khas lainnya dalam Metode DaQu ini juga dilengkapi

dengan pembahasan dan contoh-contoh goroib al-qiro’ah (bacaan-

bacaan asing). Lalu juga dilengkapi warna pada pojok materi yang

bertujuan agar santri lebih fokus pada setiap materi baru sehingga lebih

mudah dipelajari.47

6. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an

Untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran peserta didik harus

mempunyai pendukung eksternal maupun internal, agar dapat mencapai

46 Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015) hal.100-105 47 Lihat https://daqu.sch.id/2017/07/25/daarul-quran-luncurkan-metode-membaca-al-quran-kaidah-

daqu/ diakses pada 29 Januari 2019, pada pukul 20.15 WIB

48

tujuan pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran tahfidz Al-Qur’an,

karena dalam menghafal Al-Qur’an diperlukan dukungan yang kuat dari

eksternal maupun internal. Namun dalam pembelajaran peserta didik akan

menemukan hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berikut adalah

faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran tahfidz Al-

Qur’an:

a. Faktor pendukung dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an

1) Faktor kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting

bagi orang yang akan menghafalkan Al-Qur’an. Jika tubuh sehat

maka proses menghafal akan menjadi lebih mudah dan cepat tanpa

adanya penghambat dan batas waktu menghafal pun menjadi relatif

lebih cepat.

2) Faktor psikologis

Kesehatan yang diperlukan oleh orang yang akan menghafalkan Al-

Qur’an tidak hanya dari segi kesehatan lahiriah, namun dari segi

psikologinya. Karena orang yang akan menghafalkan Al-Qur’an

sangat membutuhkan ketenangan jiwa, baik dari segi pikiran

maupun hati.

3) Faktor kecerdasan

Kecerdasan merupakan salah satu faktor pendukung dalam

menjalani proses menghafalkan Al-Qur’an. Setiap individu

mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga cukup

mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani.

4) Faktor motivasi

Orang yang kan menghafalkan Al-Qur’an pasti akan sangat

membutuhkan motivasi dari orang-orang terdekat, kedua orang tua,

keluarga, dan sanak kerabat. Dengan adanya motivasi akan lebih

bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an.

5) Intelegensi

49

Faktor intelegensi merupakan bawaan sejak lahir dan akan

terus konstan sepanjang hidup seseorang. Intelegensi atau

kecerdasan akan mendukung proses dalam menghafal. Semakin

tinggi tingkat intelegensi seseorang maka akan semakin mudah ia

dalam menghafalkan ayat Al-Qur’an. Semakin mudah dalam

menghafal daripada seseorang yang mempunyai tingkat intelegensi

lebih lebih rendah darinya.

6) Lingkungan

Dalam menghafal Al-Qur’an, lingkungan patut menjadi

perhatian. Lingkungan yang kondusif baik untuk menghafal atau

pun murojaah al-Qur’an. Sebagai manusia yang merupakan

makhsluk sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan

mempunyai peran penting dalam pembentukan kebiasaan dan

kepribadian seseorang.

b. Faktor penghambat dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an

Dalam menghafal Al-Qur’an menjadi sebuah kemestian adanya

cobaan dan ujian dalam proses menghafalkan Al-Qur’an. Hal ini para

penghafal Al-Qur’an akan mengalami kegagalan jika tidak mampu

melewatinya. Berikut ini hambatan yang sering terjadi bagi para

penghafal Al-Qur’an

1) Malas, tidak sabar, dan berputus asa

Malas adalah kesalahan yang jamak dan sering terjadi bagai

para penghafal Al-Qur’an. Karena setiap hari harus bergelut dengan

rutinitas yang sama. Rasa bosan akan menimbulkan kemalasan

dalam diri untuk menghafal dan murojaah Al-Qur’an.

2) Tidak dapat mengatur waktu

Seorang penghafal Al-Qur’an dituntut untuk lebih pandai

dalam mengatur waktu dalam menggunakannya, baik untuk urusan

dunia dan terlebih lagi untuk hafalannya.

3) Sering lupa

50

Hal ini dapat terjadi pada siapa pun dan kapan pun yang

terpenting adalah bagaimana kita terus berusaha dan menjaga

hafalan tersebut, yaitu dengan cara murojaah.

C. Perkembangan Pesantren Tahfidz Al-Qur’an di Indonesia

1. Sejarah Pondok Pesantren

Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasinya, antara lain:

pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan

dan menyebarkan ilmu agama Isam. Pondok pesantren adalah gabungan dari

pondok dan pesantren. Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari

bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam

pesantren Indonesia, khususnya di pulau Jawa lebih mirip dengan

pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana

yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang merupakan asrama bagi

santri.

Sedangkan istilah pesantren secara etimologi asalnya pe-santri-an yang

berarti santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kiayi atau

syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan

yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan agama dan Islam. Pondok pesantren juga berarti suatu

lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya

pendidikan da pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikan,

tetapi dengan sistem bendongan dan sorogan.48

Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan

agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem

asrama (komplek) dimana santri menerima pendidikan agama melalui

sistem pengajian yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari

leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat

kharismatik serta independen dalam segala hal.49

48 Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 80-81. 49 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 109

51

Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan

tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati,

dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral

keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Keberadaan pondok

pesantren ditengah-tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai

tempat pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai pusat

penyebaran agama Islam.50

Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak hanyabunik

dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan

hidup daan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur

pembagian kewenangan, dan semua aspek-aspek kependidikan dan

kemasyarakatan lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada definisi yang dapat secara

tepat mewakili seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok

memiliki keistimewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh pondok

pesantren lainnya.

Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu pondok pesantren memiliki

persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim disebut sebagai ciri

pondok pesantren, dan selama ini dianggap dapat mengimplikasi pondok

pesantren secara kelembagaan. Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut

sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya 5 unsur,

yaitu: kyai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan segala aktivitas

pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya. Persamaan lain yang

terdapat pada pondok pesantren adalah bahwa semua pondok pesantren

melaksanakan 3 fungsi kegiatan yang dikenal dengan Tri Darma pesantren,

yaitu: (1) peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, (2)

pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan (3) pengabdian terhadap

agama, masyarakat dan Negara.51

50 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 2 51 Ismail SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan

Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2002), hal. 174-175.

52

Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat pada sistem

pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan, sejauh mana sebuah

pondok pesantren tetap mempertahankan pendekatan individual atau

kelompok, dan sejauh mana pondok pesantren menyerap sistem pendidikan

modern yang lebih mengedepankan klasikal.52 Dari berbagai tingkat

konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan dengan sistem

modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam

3 bentuk, yaitu:53

a. Pondok pesantren salafiyyah/tradisional

Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual

atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa

Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi

berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajarai. Dengan cara ini santri

dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.

b. Pondok pesantren khalafiyah/’ashriyah atau biasa disebut modern.

Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan

dengan pendekatan modern melalui satuan pendidikan formal baik

madrasah (MI, Mts, MA atau MAK), maupun sekolah SD, SMP, SMA,

atau SMK), atau nama lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal.

Pembelajaran yang biasa dilakukan secara berjenjang dan

berkesinambungan dengan satuan program didasarkan pada satuan

waktu seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.

c. Pondok pesantren campuran atau kombinasi.

Selain dengan model pendekatan pendidikan tradisional atau

modern, juga tipologi berdasarkan konsentrasi-konsentrasi ilmu agama

yang diajarkan. Disini dikenal pesantren Al-Qur’an yang lebih

berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur’an, mulai qira’ah sampai

52 Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Tangerang: PT. Daqu Bisnis

Nusantara, 2017) hal. 308 53 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 2001), hal.75.

53

tahfidz. Ada pesantren hadits, yang lebih berkonsentrasi pada

pembelajaran hadits.54

Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada tipologi agama

tetapi tipologi yang dibuat berdasarkan penyelenggaraan fungsinya sebagai

lembaga pengembangan masyarakat melalui program-program yang

berfokus pada pengembangan dalam kemandirian usaha, seperti: pesantren

pertanian, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis, pesantren kelauatn.

Sistem pendidikan pondok pesantren dapat diartikan serangkaian komponen

pendidikan dan pembelajaran yang saling berkaitan yang menunjang

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren.

2. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren

Dengan menyandarkan diri kepada Allah SWT, para kiayi pesantren

memulai pendidikan pesantrennya dengan modal niat ikhlas dakwah untuk

menegakkan kalimat-Nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana

dan terbatas. Relevan dengan jiwa kesederhanaan, maka tujuan pendidikan

adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu

kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak

mulia, bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri,

bebas, tangguh dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama, atau

menegakkan agaka Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah

masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan

kepribadian Indonesia.55

Tujuan sistem pembelajaran di pondok pesantren lebih

mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat dari pada mengejar hal-hal yang bersifat material. Pemerintah

melalui Departemen Agama (Depag) RI, membuat standarisasi pendidikan

agama di pondok pesantren. Dalam lokakarya intensifikasi pengembangan

54 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 2001), hal.79 55 Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd dan Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd, Manajemen Pondok

Pesantren, Cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), p. 92-93

54

pondok pesantren pada tanggal 2-6 Mei 1978 tentang tujuan pondok

pesantren adalah: untuk membina warga negara agar berkepribadian

muslim sesuai dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa

keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan sebagai orang yang

berguna bagi agama, masyarakat, dan bangsa.56

a. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren

Pendidikan pondok pesantren tidak bisa disamakan Pendidikan

pondok pesantren tidak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan

formal seperti sekolah pada umumnya. Kurikulum pondok pesantren

lebih banyak ditentukan oleh otoritas seorang Kyai yang

memangkunya, sehingga sering ditemukan kesamaan kurikulum atau

kitab-kitab yang dijadikan standar dalam pengajarannya, bahkan di

sebagian pondok pesantren ada yang tidak ditemukan kurikulumnya,

walaupun praktek pengajarannya, bimbingan rohani dan latihan

kecakapan dalam kehidupan seharihari merupakan kesatuan dalam

proses pendidikannya. Adanya perbedaan kurikulum di kalangan

pondok pesantren menunjukkan bahwa perhatian kalangan pondok

pesantren terhadap kurikulum masih kurang.

Kurikulum pondok pesantren, tidak seperti yang difahami dalam

kurikulum pada lembaga pendidikan formal, yang mencakup

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi

dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Tetapi kurikulum

pondok pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri,

dimana kurikulum pesantren tidak distandarisasi secara kolektif.57

Depag RI, sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap

pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam, berupaya untuk

56 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 62-63 57 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011), hal. 50

55

menyusun standarisasi kurikulum pendidikan pesantren yang

dikembangkan menjadi lima jenjang pendidikan. Secara global kitab-

kitab yang ditentukan hampir sama dengan kitab-kitab yang beredar di

pondok pesantren. Namun sebagai lembaga pendidikan yang

independen, pondok pesantren tetap memakai kurikulum sesuai dengan

keinginan kiayi pengasuhnya.58

b. Metode Pebelajaran Pondok Pesantren

Pondok pesantren pada bentuk aslinya menggunakan sistem

pendidikan non klasikal, dimana dalam penyampaian pelajaran

menggunakan sistem pembelajaran tradisional, yaitu: (1) metode

sorogan, yaitu belajar secara individual dimana seorang santri

berhadapan dengan seorang guru, dengan menyodorkan kitabnya di

hadapan kyai atau pembantunya/asistennya; (2) metode wetonan/

bandongan, yaitu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran

dengan duduk di sekeliling kyai, santri menyimak kitab masing-masing

dan membuat catatan dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah

melakukan sholat fardhu); (3) metode Bahtsul masa’il, yaitu dengan

beberapa jumlah para santri membentuk halaqah yang dipimpin

langsung oleh kyai untuk membahas atau mengkaji persoalan atau suatu

masalah yang sudah ditentukan sebelumnya; (4) metode pengajian

pasaran, yaitu kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi

(kitab) tertentu pada seorang kyai dengan terus menerus dalam

tenggang waktu tertentu; (5) metode hafalan, yaitu kegiatan belajar

santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dengan waktu tertentu

di bawah bimbingan dan pengawasan kyai; (6) metode

demonstrasi/praktek ibadah, yaitu dengan memperagakan suatu

keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan

58 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011), hal. 55

56

secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan

kyai.59

c. Masa Pembelajaran dan Syahadah / ijazah

Masa pembelajaran adalah jangka waktu tertentu yang dihabiskan

untuk menempuh pendidikan di pondok pesantren. Masa pembelajaran

sangat tergantung pada model pembelajaran yang ada. Rata-rata

pembelajaran pondok pesantren tergantung pada pimpinan yang

bersangkutan, bisa mencapai 3/6 tahun. Selesainya masa pelajaran

adalah jika ia sudah merasa cukup atau kyai menganggap dirinya cukup

memiliki pengetahuan atau ajaran agama Islam.

Pada saat santri selesai atau dianggap cukup dalam menerima

pendidikan, baik itu berupa pengajian dan pendidikan keterampilan,

biasanya ia akan menerima ijazah, sebagaimana halnya yang terjadi

pada sekolah umum. Di kalangan pondok pesantren pengertian ijazah

memiliki nama tertentu yaitu dengan sebutan syahadah.60

d. Organisasi Pondok Pesantren

Pada masa awal pondok pesantren organisasi dan manajemen

pondok pesantren sangat sederhana, dimana kehidupan dalam pesantren

hampir seluruhnya diatur oleh para santri sendiri. Kyai tidak terlibat

langsung dalam kehidupan para santri. Dia hanya mengajar membaca

kitab, menjadi imam dan khatib shalat jum’at, menghibur kalau ada

sakit yang datang kepadanya sambil mencoba menasehati dan

mengobati dengan do’a-do’a. Peraturan sehari-hari di pesantren

seluruhnya diurus para santri dan keterlibatan Kyai terbatas pada

pengawasan yang diam. Sesudah mendapat persetujuan Kyai, para

santri memilih seorang Lurah Pondok yang akan bertanggungjawab

pada kehidupan bersama para santri.

59 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 142-153 60 Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara Indah, 1978), hal.

60

57

Bersama Kyai, lurah pondok menyusun peraturan untuk persoalan-

persoalan praktis, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lurah

pondok. Pada perkembangan selanjutnya, pondok pesantren

menggunakan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen sebagaimana

yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal, walaupun dalam

tingkat yang berbeda. Karena itulah Depag RI, menyusun buku panduan

Administrasi Pesantren, untuk membantu pesantren dalam mengelola

organisasi pesantren.61

D. Hasil Penelitian yang Relevan

1) Skripsi yang disusun oleh Putri Firdah Rajak (111201000100), Mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Tarbiyyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan Pendidikan Agama Islam, dengan judul “Implementasi Program

Tahfidz Al-Qur’an Juz 29 di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Ciganjur

Jakarta Selatan” pada tahun 2017. Pada skripsi tersebut Putri Firdah Rajak

menjelaskan pelaksanaan program tahfidz Al-Qur’an Juz 29 sebagai bentuk

implementasi kurikulum muatan lokal sebagaimana ketentuan dari

Kementrian Agama Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga dalam skripsi ini

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran tahfidz

Al-Qur’an. Metode yang digunakan oleh Putri Firda Rajak adalah metode

kualitatif dengan pendekatan studi kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2

Jakarta Selatan, dengan teknik pengumpulan data yaitu dengan

menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian

yang ditunjukan melalui teknik pengumpulan data tersebut menunjukan

bahwa program tahfidz Al-Qur’an memiliki banyak sekali manfaat yang

dirasakan oleh pihak sekolah, guru, siswa, maupun orang tua.

2) Skripsi yang disusun oleh Ahmad Ma’shun (102338124), Mahasiswa IAIN

Purwokerto Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan

Agama Islam, dengan judul “Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Pondok

61 Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara Indah, 1978), hal.

64

58

Pesantren Tahfidzhul Qur’an Darul Quro Sidareja” pada tahun 2016. Pada

skripsi tersebut Ahmad Ma’shun menjelaskan proses pembelajaran tahfidz

Al-Qur’an di Pondok Pesantren tahfidz darul Quro Sidareja dengan

menggunakan beberapa metode, yaitu metode wahdah, metode sima’i,

metode mengafal per hari satu halaman dan metode muroja’ah. Selain itu

juga implementasi waktu yang digunakan dalam menggunakan metode

tersebut adalah setelah Zuhur, setelah Subuh, dan setelah Isya. Jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan

dengan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan teknik yang digunakan

untuk menganalisis data adalah teknik analisa kualitatif, yaitu data

reduction, data display, dan conclusion drawing. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa hasil pembelajaran tahfidz Al-Qur’an selalu melampaui

target yang di tetapkan dari lembaga.

59

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan hal yang umum dilakukan dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan dalam penelitian yang berguna

dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Metodologi

ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akurat, valid dan juga signifikan

dengan masalah terkait.

A. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarul Qur’an yang

terletak di Jl. Thamrin Ketapang, Kel. Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota

Tangerang – Banten. Adapun fokus penelitian ini hanya difokuskan pada

sistem pembelajaran yang telah diterapkan pada proses menghafal Al-

Qur’an yaitu pada efektifitas sistem pembelajaran tahfidz Al-Qur’an.

Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 bulan terhitung mulai

bulan Juli sampai dengan bulan September 2018 dengan melakukan

pengamatan dan penilaian langsung dilapangan untuk memperoleh serta

mengumpulkan data yang dilakukan secara insidental (sesuai dengan

keperluan dalam melengkapi data).

B. Metode dan Design Penelitian

Metode penelitian penulis pada skripsi ini adalah penelitian

kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa penelitian

kualitatif sebagi penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.1

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah

penelitian lapangan (Field Research), yaitu merujuk pada kegiatan yang

sedang berlangsung, yakni bahwa penelitian yang dilakukan bukan

menciptakan yang baru semata. Sehubungan dengan hal ini, maka penulis

menggunakan metode deskriptif analisis untuk mengumpulkan datanya,

1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 9

60

yaitu metode pencatatan secara cermat hasil penelitian yang telah

terkumpul.

Penelitian ini dapat digolongkan kepada penelitian deskriptif

kualitatif karena penelitian ini hanya menggunakan paparan sederhana, baik

menggunakan jumlahan data maupun respontase. Penelitian ini bertujuan

untuk menilai sejauh mana variable yang diteliti telah sesuai dengan tolak

ukur yang sudah ditentukan.2

Sifat dari penelitian ini bersifat kualitatif yang ditujukan untuk

memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang atau perspektif

partisipan. Partisipan yang dimaksud adalah orang-orang yang diajak

wawancara, observasi, yang diminta memberikan data, pendapat, pemikiran

dan persepsinya. Penelitian kualitatif mengjakji perspektif partisipan

dengan multi strategi yaitu strategi-strategi yang bersifat interaktif seperti

observasi langsung, wawancara mendalam, dokumen-dokumen,

dokumentasi pelengkap, serti foto, rekaman, dan lainnya.

Alasan penulis memilih metode ini karena penelitian diarahkan

untuk mendeskripsikan keadaan objek atau peristiwa yang sesungguhnya.

Dalam metode deskriptif ini penulis mendeskripsikan atau memberi

gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sebagaimana adanya.

Sehingga penulis dapat mudah untuk mengetahui gambaran dari objek yang

diteliti.

Pada desain penelitian pada penelitian kualitatif ini yang akan

didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna,

sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Desain penelitian ini dibagi dalam

empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

analisis standar proses pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an, metode

Tahfidz Al-Qur’an, evaluasi pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an, sarana

2 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003) h. 350-351

61

dan prasarana, penyusunan rancangan penenelitian, penetapan tempat

penelitian, dan penyusunan instrumen penelitian.

2. Pelaksanaan

Pada tahpan ini peneliti sebagai pelaksana penelitian sekaligus

sebagai human instrument mencari informasi data, yaitu wawancara

mendalam pada pihak yang langsung berkontribusi aktif dalam proses

pembelajaran Tahfidz di Pondok Pesantren Daarul Qur’an. Selain itu

peneliti juga menganalisis proses pembelajaran tahfidz yang

berlangsung dan mengobservasi penggunaan metode yang digunakan

dalam pembelajaran tahfidz serta mengamati evaluasi pembelajaran

tahfidz secara langsung.

Dalam proses pemilihan informan, peneliti menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu peneliti memilih orang-orang yang dianggap

mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini

menurut peneliti yang memiliki informasi memadai yang berkenaan

dengan efektifitas sistem pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di Pondok

Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an adalah Kepala Biro Tahfidz Daarul

Qur’an, kepala Pesantren Daarul Qur’an, guru tahfidz, dan santri kelas

dua belas yang bersedia diwawancarai.

3. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah peneliti melakukan wawancara

mendalam terhadap pihak yang berkontribusi aktif pada proses

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an serta hasil observasi proses

pembelajaran tahfidz Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an.

4. Evaluasi

Semua data observasi, wawancara, dan dokumentasi terkait pada

proses pembelajaran tahfidz di Pondok Pesantren tahfidz Daarul Qur’an

yang telah dianalisis kemudian dievaluasi sehingga dapat diketahui

kekurangan dan kelebihan yang terjadi di lapangan dan dapat diperbaiki

pada proses pembelajaran tahfidz selanjutnya.

62

C. Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh

peneliti dari hasil wawancara yang didapat langsung dari objek penelitian

perorangan, kelompok, dan organisasi.3 Dalam data primer, peneliti

melakukan sendiri dengan mewawancarai dari pihak pondok pesantren

tahfidz Daarul Qur’an.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-

dokumen, yang diperoleh peneliti dari sumber yang ada. Dapat berupa

literature kepustakaan seperti buku-buku, brosur, buletin, makalah,

internet, dan sebagainya.

D. Teknik pengumpulan dan pengolahan data

Tabel 3.1

Sumber Data Metode Instrumen

Primer Fenomena, aktivitas sosial,

peristiwa dengan kata-kata

dan tindakan

Observasi Lembar

Observasi

Informan Wawancara Pedoman

Wawancara dan

Alat Perekam

Sekunder Data tertulis, foto, buku,

majalah, dan data-data

terkait

Studi

Dokumentasi

Daftar Ceklis

Untuk mendapatkan penelitian yang akurat dari penelitian ini, maka

penulis menggunakan teknik penelitian sebagai berikut :

3 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International

Studies, 1979), cet.2, hal. 119

63

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara

sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejaa

psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.4 Observasi atau

pengamatan dapat juga didefinisikan sebagai perhatian yang

terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu. Teknik ini penulis

gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat langsung

keadaan dan proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di Pondok

Pesantren Daarul Qur’an. Observasi yang peneliti gunakan adalah

observasi non-partisipan yaitu jenis observasi yang menjadikan

peneliti sebagi penonton atau pemerhati terhadap gejala yang sedang

menjadi topik penelitian.

Tabel 3.2

No Komponen Objek Observasi Aspek pengamatan

1 Tempat Pondok Pesantren

Tahfidz Daarul Qur’an

Keadaan fisik

Pesantren, sarana

dan prasarana, dan

keadan lingkungan

sekolah

Ruang Belajar saat

Pembelajaran tahfidz

Kondisi ruangan

kelas, saran dan

prasarana

pembelajaran

tahfidz

2 Pelaku Kepala Biro, kepala

Sekolah, Guru tahfidz,

dan Siswa

Sikap dan

kebiasaan –

kebiasaan yang

dilakukan d

pesantren yang

4 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal.

63

64

berkaitan dengan

proses

pembelajaran

tahfidz

3 Kegiatan Aktifitas proses

pembelajaran tahfidz

Proses

pembelajaran

Thafidz

2. Wawancara

Istilah wawancara memiliki arti sebagai suatu percakapan

atau tanya jawab secara lisan antara dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai

(interviewee) yang memberikan jawaban dengan maksud tertentu.

Adapun jenis wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah

wawancara baku terbuka yaitu wawancara yang menngunakan

seperangkat pertanyaan baku5.

Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari

setiap survey. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi

yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada

responden. Data semacam itu merupakan tulang punggung suatu

penelitian survey. Dalam hal ini yang diwawancarai (interviewee)

oleh peneliti adalah Kepala Biro Tahfidz, Kepala Sekolah dan guru

tahfidz Al-Qur’an pondok pesantren Daarul Qur’an.

Tabel 3.3

No Aspek Pertanyaan Informan

1 Latar belakang pelaksanaan program

tahfidz

Kepala Biro Tahfidz

5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)hal.

135-136

65

2 Tujuan dan manfaat program tahfidz Kepala biro, kepala

sekolah, guru tahfidz,

siswa

3 Kompetensi guru pembimbing program

tahfidz

Kepala biro, kepala

sekolah

4 Bentuk motivasi dan dukungan guru

terhadap program tahfidz

Kepala biro, siswa

5 Pelaksanaan program tahfidz Guru, siswa

6 Metode dalam menghafal Kepala biro, Guru,

siswa

7 Penilaian dalam program pembelajaran

tahfidz

Guru

8 Kendala-kendala dalam menghafal Siswa

9 Fasilitas pendukung Kepala sekolah, guru,

siswa

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah sebagai pelengkap data yang

berupa buku-buku, majalah, transkip, notulen rapat, catatan harian,

agenda, dan lain-lain6. Teknik ini peneliti gunakan untuk

melengkapi data-data yang berhubungan dengan fokus yang sedang

diteliti.

Tabel 3.4

No Nama Dokumen Ada Tidak ada Keterangan

1 Dokumen Sekolah

a. Profil Sekolah

b. Visi, Misi, dan

tujuan Sekolah

6 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003)

hal. 158

66

c. Keadaan

Karyawan dan guru

2 Dokumentasi

Pembelajaran

Tahfidz

3 Dokumen

pendukung

E. Pengecekan Keabsahan data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian kualitatif dapat

dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, misalnya: ketekukan

pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, triangulasi, pengecekan teman

sejawat. Dalam penelitian ini pengecekan data menggunakan dua teknik

yaitu triangulasi dan pembahasan dengan teman sejawat.

Teknik triangulasi adalah menjaring data dengan berbagai metode

dan cara menyilangkan informasi yang diperoleh agar data yang didapatkan

lebih lengkap dan sesuai dengan yang diharapkan. Setelah mendapatkan

data yang jenuh yaitu keterangan yang didapatkan dari sumber-sumber data

telah sama maka data yang didapatkan lebih kredibel.

Sugiyono membedakan empat macam triangulasi diantaranya

dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek bail

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kulitatif. Adapun untuk mencapai

kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagi berikut:7

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi

7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009), hal. 186

67

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu

4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

Jadi setelah penulis melakukan penelitian dengan menggunakan

teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi kemudian data hasil dari

penelitian itu digabungkan ehingga saling melengkapi.

F. Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sisntesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.8

Analisis data juga dapat diartikan sebgai proses pengumpulan data

yang didapat dari berbagai sumber yang akan dikelompokan dan disesuaian,

sehingga dapat membantu merumuskan hepotesis data sesuai dengan tema

yang sedang diteliti.

Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi

perwujudan yang dapat dipahami melalui pendeskripsian secara logis dan

sistematis sehingga fokus studi dapat ditelaah, diuji dan dijawab secara

cermat dan teliti.

Dalam proses analisa data, penulis akan mengadakan penelitian di

pondok pesantren Daarul Qur’an Tangerang dengan menggunakan metode

wawancara dan akan mengajukan pertanyaan yang telah penulis susun

sebelumnya. Selain wawancara, penulis juga mengumpulkan data-data

dengan cara mendokumentasikan atau mengumpulkan arsip-arsip yang

berkaitan dengan penelitian guna kelengkapan penelitian.

8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2008),

cet. IV, hal. 244

68

Setelah semua berkas yang diperlukan terkumpul penulis akan

mendeskripsikan secara jelas dari hasil wawancara dan studi pustaka untuk

menjelaskan terkait efektifitas pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok

pesantren Daarul Qur’an Tangerang.

113

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat diketahui bahwa pelaksanaan proses pembelajaran Tahfidz Al-

Qur’an pada santri di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Kota Tangerang

telah diimplementasikan dengan baik sesuai dengan tujuan dan visi misi pesantren,

yaitu bukan hanya memiliki hafalan Al-Qur’an 30 juz saja akan tetapi juga memiliki

pengetahuan yang luas baik itu agama, sains, bisnis, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian keseluruhan dari hasil penelitian dilapangan dan

pembahasan yang disajikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan temuan-temuan

dan penulis dapat menyimpulkan beberapa ha sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren

Daarul Qur’an Kota Tangerang sudah efektif, hal ini terlihat dari proses

pembelajaran yang sudah sesuai dengan tahapan minimal yang harus

ditempuh oleh para santri dalam setiap tahunnya sehingga dapat

menjadikan santri yang menghafal Al-Qur’an dengan lancar ketika

lulus.

2. Metode yang digunakan oleh pondok pesantren Daarul Qur’an dalam

mendidik santri untuk menghafalkan AL-Qur’an juga sudah baik. Hal

ini diperjelas dengan pengecekan santri baru dalam kelancarannya

membaca Al-Qur’an. Ada varian yang diberikan oleh pesantren Daarul

Qur’an menyiapkan metode kaidah DaQu, tahsin, tahfidz, hingga

pengambilan sanad Al-Qur’an yang dilakukan bagi santri yang

memiliki kemauan kuat dan kemampuan yang mumpuni.

3. Evaluasi pembinaan tahfidz Al-Qur’an bagi para santri dilakukan setiap

bulan sekali dan dilaporkan kepada orang tua setiap enam bulan sekali.

Hal ini difokuskan agar santri menjalankan dan menghafalkan Al-

Qur’an sesuai dengan apa yang sudah ditargetkan oleh pihak pesantren

sebelumnya.

4. Program-program yang dipersiapkan oleh pesantren dalam

meningkatkan kualitas dan kuantitas para santri dalam menghafalkan

114

Al-Qur’an dengan dibuatnya lomba tahfidz setiap satu bulan sekali di

lingkungan pesantren dan enam bulan sekali di seluruh cabang Daarul

Qur’an di Indonesia. Selain itu juga didatangkan para orang

berpengaruh bagi dunia pendidikan maupun non pendidikan ke

pesantren agar membangkitkan semangat jiwa para santri agar daapat

ataupun menjadi orang berpengaruh dikemudian hari.

5. Para Syeikh yang didatangkan dari bumi Arab juga memberikan banyak

kontribusi khususnya dalam pemberian sanad Al-Qur’an yang langsung

sampai kepada Rasulullah, mengajarkan makhorijul huruf yang benar,

pembeajaran naghom, hingga pembelajaran qiro’ah sab’ah.

6. Pembinaan para guru tahfidz juga dilakukan demi meningkatkan

kompetensi para guru tahfidz dalam emmberikan pengajaran yang

terbaik bagi santri melalui pengajaran yang langsung di lakukan para

syeh dan juga melakukan studi banding ke beberapa cabang Daarul

Qur’an di seluruh Indonesia

7. Fasilitas sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh pihak pesantren

kepada para santri juga sudah terbilang bagus. Hal ini bisa dilihat

dengan bangunan gedung asrama dan gedung sekolah yang bagus

memiliki 4 lantai, ruangan kelas full AC, lapangan basket, lapangan

futsal, lapangan olahraga, Out Bond Area, Lab. Multimedia,

Enterpreneur Corner, Workshop Studia, dll.

B. Saran

Setelah penulis mengamati dan meneliti jalannya pelaksanaan sistem

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren Daarul Qur’an, maka dalam

kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran-saran sebagai

berikut:

1. Untuk lebih tercapainya baik visi, visi, serta tujuan pembelajaran

tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren tahfidz Daarul Qur’an

hendaknya pondok pesantren Daarul Qur’an lebih meningkatkan mutu

serta perbaikan menejemen pengelolaan pembelajaran tahfidz kearah

yang lebih baik lagi.

115

2. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pemebelajaran santri

dalam memaksimalkan potensi menghafalkan Al-Qur’an hendaknya

para asatidz atau guru-guru yang mengajar adalah guru-guru yang

memiliki keahlian dibidangnya dan menguasai metode-metode

pembelajaran dengan baik.

3. Demi terujudnya generasi Qur’ani maka bersungguh-sungguh dan

bersabarlah dalam menuntut ilmu dan menghafalkan Al-Qur’an.

Karena seperti kata syair bahwasannya belajar di waktu kecil bagaikan

mnegukir diatas batu sedangkan belajar di waktu tua bagaikan

mengukir diatas air.

116

DAFTAR PUSTAKA

Abdulwaly, Cece, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015)

Al-Hafidz, Ahsin W. Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1994),

Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,

Progresif, dan Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015)

Ammar, Abu dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo:

Al-Wafi Publishing, 2015)

Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara,

1995)

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003)

Atabik, Ahmad, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di

Nusantara (Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014)

Daulay, Hardar Putra, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001)

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011)

Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)

Djamarah dan Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,

2010)

Drajat, Zakiyah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2007)

Farida, Anik dan Huda Ali, Moderenisasi Pesantren, (Jakarta; Balai Penelitian

dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007)

Fathurrahman, M. Mas’udi, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu

Tahun (Yogyakarta: Elmatera, 2012)

Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014)

117

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017)

Hawi, Akmal, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2014),

Ismail, SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis

Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan

Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2002),

Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara

Indah, 1978)

Mansur, Yusuf, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul

Hakim, 2017 cet. 2)

Mansur, Yusuf, Dream (Bandung: Sygma creative Media Corp, 2013)

Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren,

Cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005)

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2009)

Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung; Remaja Rosda Karya,

2005)

Nasir, M. Ridlwan, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010)

Qardhawi, Yusuf, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press,

1999)

Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002)

Rauf, Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an, (Yogyakarta, Ypgyakarta

Press, 1999)

Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008)

118

Saefuddin, Asis, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016)

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997) cet. 6

Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press,

2007)

Sjafei, Mohammad, Dasar-dasar Pendidikan, cet.2 (Jakarta: Centre For Stetegic

And International Studies, 1979)

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, cet. 4 (Jakarta:

Rhineka Cipta, 2003)

Sumantri, Mohamad Syarif, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat

Pendidikan dasar, (Depok; Rajagrafindo Persada, 2015)

Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru yang Profesional, (Jakarta: Erlangga,

2013)

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif. (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2009)

Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005)