evaluasi pengembangan program tahfizh di institut...

158
EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA TESIS Diajukkan Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan Agama Islam (M.Pd) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Program Studi Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh: Rahmi Zaimsyah 21140110000002 FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH

DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA

TESIS

Diajukkan Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar

Magister Pendidikan Agama Islam (M.Pd) Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Program Studi Agama

Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Rahmi Zaimsyah

21140110000002

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 3: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 4: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 5: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 6: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 7: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 8: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 9: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 10: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 11: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 12: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 13: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 14: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

vi

ABSTRAK

Rahmi Zaimsyah, (2017). “Evaluasi Pengembangan Program Tahfizh Di Institut Ilmu

Al-Quran Jakarta” Tesis, Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Pendidikan

(FITK) Prodi Pendidkan Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menghafal Al-Quran merupakan suatu kegiatan yang sangat sulit dilakukan oleh

orang pada umumnya. Selain itu menghafal Al-Quran akan sulit dilakukan jika dibarengi

dengan melakukan kegiatan lain. Di kampus Institut Ilmu Al-Quran seluruh mahasiswi

diwajibkan untuk menghafal Al-Quran. Walaupun begitu IIQ juga mempunyai matakuliah

yang kurikulumnya sama dengan perguruan tinggi Islam lainnya. Hal ini menjadi salah

satu faktor sedikitnya mahasiswi yang mengamil program tahfizh 30 juz.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: 1). Evaluasi pengembangan program

tahfizh di IIQ Jakarta yang mencakup pada pertama evaluasi konteks, kedua evaluasi

masukan, ketiga evaluasi proses, dan keempat evaluasi produk dan hasil. 2). Melihat sejauh

mana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil. 3). Efektifitas penerapan program

pengembangan tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif, karena peneliti ingin melihat prilaku dan kebijakan dalam program tahfizh di IIQ

Jakarta.

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan memfokuskan

pada evaluasi pengembangan program, yaitu dengan meneliti fenomena yang terjadi secara

alamiah sebagai sumber data langsung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi sebagai informasi pendukung.

Sebagai informan dalam penelitan ini adalah ketua lembaga tahfizh sebagai key informan,

staff lembaga, instruktur tahfizh, pengurus pesantren takhasus dan mahasiswi. Teknik

analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif, terdiri dari reduksi data, display data dan

verifikasi atau pengambilan kesimpulan. Ketiga kegiatan ini saling berkaitan antara satu

sama lain.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yaitu Pertama

evaluasi pengembangan program secara umum dalam kegiatan pembinaan tahfizh

pembibitan dan pengkaderan sudah berjalan sebagaimana mestinya hanya saja perlu

peningkatan dalam controlling. Kedua, Implikasi kebijakan lembaga terlihat pada hasil

yaitu alumni lulusan IIQ terlihat sedikit sekali yang mengambil program tahfizh 30 juz,

terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz 20 mahasiswi. Pada tahun

2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz 16 mahasiswi, dan pada tahun 2015

program 5 juz 106 orang sedangkan program 30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan

bahwa kebijakan dari lembaga sangat mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya

diperbaharui melihat semakin meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz

dari tahun ke tahun, dan hal ini jauh dari tujuan didirikannya IIQ Jakarta. Ketiga efektifitas

pelaksanaan program sudah berjalan secara normal dan yang baik, namun sebaiknya

kerjasama semua pihak harus dilakukan yaitu pihak kampus dan pesantren takhassus agar

meningkatkan out put yang baik pula. Untuk itu dalam hal ini lembaga tahfizh harus selalu

melakukan evaluasi terhadap program tahfizh agar meningkat lebih baik.

Kata Kunci: Evaluasi Program, Menghafal (tahfizh) Al-Quran, Pengembangan

Program.

Page 15: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

vii

ABSTRACT

Rahmi Zaimsyah, (2017). “An Evaluation of Development Program of Tahfizh at Institut

Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.” Thesis of Magister Program of Faculty of Educational

Sciences at Islamic Education Department State Islamic University Jakarta.

Memorizing Quran is one of difficult activities done by people in general;

further, Memorizing the Quran would be difficult if accompanied by doing other activities.

In IIQ all its female students are required to memorize the holy Quran, even though the

curriculum at IIQ is similar to that of at other Islamic universities. It becomes one of

factors causing declining the number of students taking 30 juz memorizing Quran.

This research aimed at revealing: 1) the evaluation of development program of

tahfizh in IIQ Jakarta included first context evaluation, second input evaluation, third

process evaluation, and fourth product or result evaluation. 2) of what extent the

implication of institution’s policy toward the result. 3) the effectiveness of the

implementation of development program of Quran tahfihz at IIQ Jakarta.

This research methodology uses a qualitative approach and focuses on the evaluation of

program development, ie by researching the phenomenon that occurs naturally as a source of direct

data. The data were gathered from observation, depth interviews, and documentation as

supporting information. The informants of this research were the chair of tahfizh institution

as a key informant, the staff of the institutions, tahfiz instructors, the directress of

pesantren, and the female students. The data were analysed by qualitative analysis

consisting of data reduction, data displaying, and verification or conclusion taking; those

three activities were related one another.

The findings of this research were: first the evaluation of development program in

general in the development of tahfizh and regeneration were run as expected which only

needed the increasing of controlling. Second, the implication of the policy was seen from

its alumni in which only few of them taking the program of tahfizh of 30 juz, as an

example in 2012 there were only 20 students taking this program, while 54 students took

the program of tahfizh of 5 juz; in 2014, the students taking the program of tahfizh of 30

juz were 16 and 84 students taking the program of tahfizh of 5 juz; in 2015, 9 students took

a part in the program of tahfizh of 30 juz and 105 students in the program of tahfizh of 5

juz. The data showed that the policy from the institution affected the result, therefore the

policy should consider things related to the increasing number of students taking the

program of tahfizh of 5 juz which deters the aim of IIQ itself. Third the effectiveness of the

program run well, however the institution should intensify cooperation to any parties to

increase the output. For these reasons, the tahfizh institution should conduct regular

evaluation for tahfizh program to be better.

Keywords: program evaluation, tahfizh (memorizing) Quran, development program

Page 16: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

viii

ملخص

في جامعة علوم القرآن جاكرتا". رسالة القرآن ظحفير برنامج م(. "تقويم تطو 7102و )شرحمي زعمجامعة شريف ىداية الله برنامج الماجتير. في كلية العلوم التبوية في قتم التبية الإسلامية اجتير.. الم

الإسلامية الحكومية جاكرتا.أن يفعلوه ويصعب أداءه إذا أقتن أعوام الناس حفظ القرآن من الأنشطة التي يصعب على

التي يجب على جميع المواد في جامعة علوم القرآن جاكرتا من وحفظ القرآنبالأنشطة الأخرى. ها كمنهج الجامعات من المواد الدراسية التي ىي منهج ضافة إلى غر.ىاالطالبات أن ييبعنها بالإ

الإسلامية الأخرى بشكل عام.

( تقويم تطوير برنامج حفظ القرآن في جامعة علوم 0ىدف ىذا البحث إلى الكشف عن الدخل، ج( تقويم العملية اليعلمية، ه( تقويم القرآن جاكرتا من النواحي:أ( الإطار العام، ب( تقويم

( فعالية تطبيق برنامج تطوير حفظ القرآن 3للنيائج، ( مدى تضمين سياسة المؤستة 7النيائج. معة علوم القرآن جاكرتا.بجا

اسيخدمت ىذه الدراسة المنهج الكيفي وتركز على تقييم وتطوير البرنامج، عن طريق المنهجيه ىذا اسيخدم .البحث في ىذه الظاىرة التي تحدث بشكل طبيعي كمصدر بيانات مباشرة

المباشرة، والمقابلة وأساليب جمع البيانات المتيخدمة فيو ىي الملاحظة . لمدخل النوعيالبحث ااسة الوثائقية. وأما المخبرون في ىذا البحث فهم رئيس مؤستة حفظ القرآن باعيباره الشخصية، والدر

مخبرا رئيتيا، وموظفوىا، ومدرب حفظ القرآن، ومديرة معهد اليخصص، والطالبة. والبيانات التي تقليص البيانات ي يحيوي على حصل عليها ىذا البحث تم تحليلها باسيخدام اليحليل النوعي الذ

.ووصفها وتحققهاوالاسينياج

، أن برنامج حفظ القرآن في جامعة علوم أولاأهمها: ىذا البحث والنيائج التي توصل إليها ولكنو لم يزل في حاجة إلى ترقييو من ناحية القرآن جاكرتا بشكل عام قد جرى جريا صحيحا

امعة اتجمن ميخرج أظهرت تأثر.ىا الذي ييمثل فيما يلي: أن يقل ، أن سياسة المؤستة ثانيا.المراقبةم 7107في سنة كما ييمثل فيما يلي: جزء 31من تشتك في برنامج علوم القرآن جاكرتا

Page 17: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

ix

م 7105طالبة يشتكن في برنامجأجزاء. وفي سنة 45جزء، 31 في برنامج نشتكي طالبة 71حواليأجزاء.وفي سنة 4 طالبة يشتكن في برنامج 35جزء 31امج طالبة يشتكن في برن 01حوالي أجزاء. 4 طالبة يشتكن في برنامج 011جزء 31يشتكن في برنامج طالبات4م حوالي 7104

وقد أشارت ىذه البيانات إلى أن التياسة التي اتبعيها المؤستة تؤثر تأثر.ا قويا على النيائج. ومن ثم أجزاء 4في برنامج ييبعن لاتيفي الاعيبارنظرا لازدياد عدد الطالبات ال بد من أخذىالا فيلك التياسة

جرى فعالييو وقد ، أن برنامج تطوير حفظ القرآن في ىذه الجامعة قد أبدى ثالثامن عام إلى عام. جريا حتنا وصحيحا، ولكنو لم يزل في حاجة إلى ترقييو باليعاون مع جميع الجوانب من جانب

يخصص للحصول على النواتج الجيدة. ومن ثم فمن الجدير بمؤستة حفظ القرآن أن امعة ومعهد الالج ىذا البرنامج. تقوم دائما بيقويم برنامج حفظ القرآن حتى يتقى

النقاظ الحاكمة: تقويم البرنامج، حفظ القرآن، تطوير البرنامج

Page 18: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

vii

حيم حمن الر بسم الله الر

KATA PENGANTAR

Segala puja serta puji hanya milik Allah SWT yang telah menganugerahkan

karunia yang begitu besar kepada manusia, berupa iman, kesehatan, dan ilmu. Sholawat

serta salam semoga tercurahkan kepada pimpinan para Rasul dan hambanya yang setia

melaksanakan perintah serta sunnahnya.B erkat Rahmat Allah juga penulis dapat

menyelesaikan Tesis ini dengan judul “EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM

TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA”. Tesis ini ditulis untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Magiser Pendidikan Islam pada

program pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu

yang penulis miliki. Akan tetapi berkat pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak,

tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis persembahkan bingkaian

rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: :

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.Dr. Dede Rosyada,MA yang telah

memimpin kampus ini dengan baik serta memberikan banyak kemajuan.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan (FITK) UIN Jakarta Prof. Dr. Ahmad

Thib Raya, MA Beserta jajarannya

3. Ketua program Studi Magister PAI (MPAI) FITK Dr.H. Sapiuddin Shidiq, M.Ag

beserta staffnya Pak Muslikh Amrullah, S.Ag yang telah banyak memberikan

bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingannya dan meluangkan waktu memberikan arahan kepada penulis untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini, serta untuk bapak dan ibu dosen FITK yang

telah memberikan ilmu dengan ikhlas yang sangat bermanfaat bagi penulis.

5. Suamiku Muh.Syarief Dzul Fahmi, SQ, S.Ud. yang telah banyak membantu dan

memberikan motivasi serta dorongan, terimakasih kakanda. Dan untuk ulama

kecilku fashihah malikah doa terbaik untukmu anakku.

6. Ayah dan Umi, Bapak Dr. Syahbuddin Zakaria, MA dan ibu Dra. Zaimah yang

selalu mencurahkan perhatian, kasih sayang dan motivasi serta doa yang tak

pernah putus untuk penulis. Sudah sepantasnya penulis persembahkan skripsi ini

hanya untuk kalian.

7. Adik-adikku Futhri Rifa Zaimsyah, S.FT Annisa Masruri Zaimsyah dan T.M. Rais

Mujahid Syah terimakasih atas doa, kasih sayangnya dan dukungannya untuk

kakak.

8. Lembaga Tahfizh LTQQ IIQ yang telah memberikan sumber data dan waktu untuk

menggali informasi demi tersusunnya tesis ini, kepada Ibu Hj.Muthmainnah, MA,

beserta jajarannya.

Hanya ucapan terima kasih yang mampu penulis sampaikan dan seraya berdo’a

mudah-mudahan segala kebaikan yang diberikan memperoleh ganjaran amal kebajikan

yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis

pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Page 19: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 20: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 21: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 22: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 23: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 24: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari harian umum Pelita pada (27/11/2003)

penghafal Al-Quran di Negara Mesir Sebanyak 12,3 juta atau sekitar 18,5 persen dari total

67 juta jiwa penduduk Mesir. Data Kementerian Waqaf (semacam kementerian agama)

Mesir menyebutkan, para penghafal Al-Quran itu tergolong dalam usia kanak-kanak dan

remaja, dewasa, serta golongan orang lanjut usia. (Pelita, 2003, para. 2)

Republika menyatakan Sedangkan di Negri kita Jumlah penghafal Al-Quran

mencapai 30 ribu orang atau 12% dari 237.641.326 seluruh penduduk di Indonesia. Jumlah

penghafal Al-Quran di Arab Saudi 6.000 orang penghafal Al-Quran atau 22% dari

26.534.504 seluruh penduduk. (Republika, 2010,para. 3) Jika dilihat dari presentase nya

bahwa yang lebih unggul adalah Arab Saudi, karena dibandingkan dengan jumlah

keseluruhan penduduk. Bandingannya adalah 12%, 18,5% dan 22%. Namun, bagi

indonesia ini merupakan sebuah kebanggan bahwa semakin hari perhatian masyarakat

terhadap Al-Quran meingkat dengan adanya pesantren-pesantren tahfizh di berbagai

wilayah di Indonesia serta adanya acara-acara televisi yang mensyiarkan Al-Quran.

(Republika, 2010,para. 3)

Dari data di atas, terlihat bahwa tradisi menghafal Al-Quran merupakan hal yang

banyak diminati oleh banyak kalangan, mulai dari anak-anak, dewasa hingga pada usia

lanjut. Hal ini karena manusia merupakan ciptaan Allah yang sempurna. Manusia diberi

nafsu dan akal pikiran agar dapat digunakan untuk beribadah dan mengabdi pada Allah dan

salah satu ibadah yang sangat mulia ialah dapat menghafal Al-Quran dan mengamalkan

ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.

Allah memberikan manusia kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman

hidup sebagaimana firman Allah:

“Alif laam miin Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi

mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan

shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki, yang Kami anugerahkan kepada mereka”

(Q.S. Al-Baqoroh (2): 1-2)

“Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi

orang-orang yang beriman” (Q.S. An-Naml (27): 88)

Al-Quran merupakan mukjizat yang terjamin kemurniannya hingga hari kiamat.

Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Quran. Dengan demikian tidak

ada satu kebahagiaan di hati seorang mukmin melainkan dapat membaca Al-Quran,

menghafalkannya serta mendalami arti maksud yang terkandung di dalamnya yang

terpenting adalah mengamalkan dan mengajarkannya:

1

Page 25: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

2

“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka

Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S.Al-Qomar (54): 17, 22, 32, 40)

Menghafal Al-Quran merupakan kebutuhan umat Islam sepanjang zaman,

sekelompok masyarakat tanpa adanya seorang huffadz akan sepi dari suasana Al-Quran

yang semarak. Ziyad mengatakan “Al-Quran dijaga disisi Allah sehingga Allah melibatkan

para hambanya dengan menghafal dalam “sûdûr” atau hati mereka” (Ziyad, 2010: 4)

Allah telah menjaga keontetikan Al-Quran sampai akhir zaman, senada dengan firmanNya:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Hijr (15): 9

Dalam Hadis Nabi disebutkan keutamaan orang yang membaca dan mengamalkan

maka Al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi orang yang

membacanya

ث نا أبو داود الفري وأبو ن عيم عن سفيان عن عاصم بن أب حد ث نا ممود بن غيلن حد قال ي قال لصاحب الن جود عن زر عن عبد الل و بن عمرو عن الن ب صل ى الل و عليو وسل م

ن يا فإن منزلتك عند آخر آية ت قرأ رواه (با القرآن اق رأ وارتق ورتل كما كنت ت رتل ف الد )الترمذي

“Dari Mahmud bin Ghailan dari Abu Daud Al-Hafari dan Abu Nu‟aim dari

Sufyan dari „Ashim bin Abi An-Najud dari Zir dari Abdullah bin „Amr dari Nabi

Muhammad saw. bersabda: Dikatakan kepada ahli Al-Quran: “Bacalah, naiklah dan

tartilkanlah sebagaimana kamu membaca Al-Quran dengan tartil sewaktu di dunia.

Karena sesungguhnya kedudukanmu terdapat pada ayat terakhir yang kamu baca dari Al-

Quran”. (HR. Tarmidzi no. 2838).

Hadis di atas lafaz dan matannya diriwayatkan Imam Tirmidzi di dalam

kitabnya Sunan Al-Tirmidzi Juz 10 nomor 2857. Sebagaimana terlihat, dalam jalur

periwayatannya terdapat Mahmud bin Ghailan. Menurut para ahli hadis, Mahmud

termasuk perawi yang sebagian hadis-hadisnya dapat dipertanggungjawabkan

keabsahannya, dan sebagian lainnya tidak. Hal ini dikarenakan dia sering

ditemukan lupa (pikun) dalam menyampaikan beberapa hadis di masa tuanya.

Meski demikian, hadis ini disampaikannya sebelum ia terlalu tua dan pikun. Oleh

karenanya, Tirmidzi masih bisa memaafkan dan mengambil hadis ini darinya. Berdasarkan penjelasan di atas, hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah. Terlepas dari

adanya beberapa perawi yang kurang dan atau tidak berkualitas, hadis ini telah

diriwayatkan melalui beberapa sanad (jalur periwayatan) yang cukup banyak dan membuat

hadis ini dapat dikatakan sebagai hadis masyhur (terkenal). Hadis ini juga bersambung

kepada Nabi (marfu‟) dan kualitas hadis ini adalah hasan.

Page 26: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

3

Hadis ini juga terdapat pada sunan Ibnu Majah kitab “adab” dan pada bab “ ثوب

dengan nomor hadis 3780 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Ibnu ”القران

Majah. Selain itu hadis ini juga terdapat pada Musnad Ahmad: Musnad Abdullah Ibn

Umar dengan nomor hadis 6799, Musnad Abu Hurairah dengan nomor hadis 10087, dan

musnad Abi Sa’id Al-Khudri dengan nomor hadis 11360

“Hadis ini berbicara tentang kedudukan seseorang di surga nanti bergantung pada

ayat Al-Quran terakhir yang dibaca. Pada hari kiamat nanti ketika manusia akan masuk ke

surga, datang Al-Quran dalam wujud yang Allah kehendaki dan berkata “Wahai Tuhanku,

hiasilah orang ini”. Maka Allah memberinya pakaian kemuliaan. Wujud Al-Quran itu

berkata: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah”. Maka Allah menambahnya dengan berbagai

perhiasan dan pakaian yang lebih mulia dari sebelumnya. Sosok Al-Quran berkata lagi:

“Wahai Tuhanku, berikanlah keridhaan-Mu untuknya”. Maka Allah meridhainya dan

berkata: “Bacalah Al-Quran dan tartilkanlah bacaannya sebagasimana kamu membaca Al-

Quran di dunia sembari kamu masuk ke dalam surga lalu naiklah terus sampai lidahmu

berhenti membaca, maka di surga tingkat itulah kamu tinggal". (Khaer, 2010, para 6)

Sabda Nabi menyebutkan orang yang mulia diantara kamu adalah orang yang

mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya

ركم من »قال: -م صل ى الله عليو وسل -وعن عثمان بن عفان رضي الله عنو، أن رسول الله خي أخرجو البخاري ف كتاب فضائل القرآن« ت عل م القرآن وعل مو

"Dari utsman ibn affan RA, Rasulullah SAW bersabda: "sebaik-baik kalian adalah

yang mempelajari Al-Quran dan megamalkannya" (HR. Bukhori no. 5027)

Hadis ini terdapat tiga mukharij yang mencantumkan hadis ini dalam kitab mereka

melalui tujuh belas jalur sanad, seluruh sanad berakhir pada utsman bin affan, Ali bin Abi

Thalib, dan Saad Bin Abi Waqash. Seluruh periwayat sanad ini benar-benar tsiqah (adil

dan dhabit) antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam

sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan secara sah, dan termasuk hadis

“shahih”.

Hadis ini selain terdapat pada shahih Bukhori kitab ئل القران فضا bab خيركم مه تعلم

في ثوب nomor hadis 5027, juga terdapat pada sunan Abi Daud kitab shalat bab القرآن وعلمه

.nomor hadis 1452 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Abi Daud قراءة القران

Terdapat juga pada sunan Tirmidzi bab ضا ئل القران ف ( القران ي تعليمماجاء ف ) nomor hadis 2907

dan berkualitas “shahih” pada sunan Tirmidzi. Hadis ini juga terdapat pada sunan addarmi

pada kitab فضا ئل القران pada bab خيركم مه تعلم القرآن وعلمه dengan nomor hadis 3380. Juga

terdapat pada musnad Ahmad (Musnad Utsman Bin Affan) dengan nomor hadis 413,412,

500, hadis ini marfu‟ sampai kepada Rasulullah SAW.

Dalam hadis di atas disebutkan manusia yang bermanfaat adalah mereka yang mau

membekali dirinya dengan ilmu, baik itu ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan umum.

Dan manusia terbaik adalah manusia yang mempelajari Al- Qur’an kemudian

mengamalkan atau mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian orang yang

menghafal Al-Quran hakikatnya adalah orang pilihan yang sengaja dipilih oleh Allah

untuk menjaga dan memelihara Al-Quran itu sendiri.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

Page 27: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

4

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di

antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka

sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang

lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang

Amat besar” (Q.S.Al-Fathir (35) :32).

Penjagaan Al-Quran menjelaskan bahwa kitab samawi yang lain diturunkan hanya

untuk waktu itu saja, sedangkan Al-Quran diturunkan untuk membenarkan dan menguji

kitab-kitab yang sebelumnya.

Shihab menyebutkan “pada awalnya Al-Quran turun pada Nabi Muhammad dalam

bentuk lisan atau hafalan. Itulah sebabnya banyak riwayat sejarah yang menginformasikan

bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam

perperangan Yamamah yang terjadi berberapa saat setelah Nabi wafat telah gugur tidak

kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.” (Shihab, 2007:32)

“Nabi dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, guna menjamin

terpeliharanya wahyu-wahyu ilahi. Namun, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan

tetapi juga tulisan dengan membukukan Al-Quran. Ada berberapa faktor pembuktian

otentitas Al-Quran diantaranya adalah.

1. Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran adalah masyarakat

yang tidak mengenal baca-tulis, karena itu salah satu andalan mereka adalah

hafalan. Dalam hafalan orang Arab dari dulu sampai sekarang dikenal sangat kuat.

2. Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai

masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederahaan ini menjadikan maraca

memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan

hafalan.

3. Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat

mengagungkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tapi juga bagi orang kafir.

Al-Quran turun sedikit demi sedikit hal ini lebih memudahkan pencernaan makna

dan proses menghafalnya.” (Shihab, 2007: 31)

Sa’dullah menyatakan bahwa para ulama sepakat menghafal Al-Quran adalah

Fardhu Kifayah. Apabila diantara anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya

maka bebaslah beban anggota masyarakat yang lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali,

maka berdosalah semuanya. Prinsip Fardhu Kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga al-

Quran dari pemalsuan, perubahan, pergantian seperti yang terjadi pada kitab-kitab yang

lain pada masa lalu. (Sa’dullah, 2008 :30)

Oleh karena itu, pada zaman Rasulullah SAW mereka yang menghafal Al-Quran

akan mendapatkan kedudukan yang khusus. Tanpa menghafal Al-Quran dan

mengamalkannya, umat Islam tidak akan meraih kemuliaan dari Allah, karena Al-Quran

diturunkan dengan hafalan bukan dengan lisan maka setiap ada wahyu yang turun kepada

Nabi, sahabat diminta untuk menuliskannya dan menghafalkannya. (Sugianto, 2004: 45)

Kegiatan menghafal Al-Quran adalah sebuah proses mengingat seluruh materi ayat

seperti fonetik, waqaf) sehingga seluruh proses pengingatan terhadap ayat dan bagiannya

Page 28: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

5

dimulai dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) harus tepat.

(Muyasaroh, 2014: 216)

Menghafal Al-Quran merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia baik di

hadapan manusia terutama di hadapan Allah. Banyak keutamaan dan manfaat yang dapat

diperoleh dari sang penghafal, baik didapatkan di dunia maupun di akhirat nanti.

Berikut berberapa penelitian yang membuktikan bahwa Al-Quran itu merupakan

kalam Allah yang membuat otak manusia tenang dan juga dapat mencerdasakan yang

ditulis oleh Nutjandra 2011, The Modern Science membuktikan bahwa membaca Al-Quran

berpengaruh pada kesehatan tubuh dan meningkatkan kecerdasan bayi:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Qadhi di klinik besar Florida Amerika

Serikat,membuktikan seorang muslim hanya dengan mendengarkan bacaan Al-

Quran saja dapat memberikan pengaruh pada fisiologis secara luar biasa. Pengaruh

ini tidak mesti kepada mereka yang berbahasa Arab saja, yang bukan juga bisa.

Penelitian yang dilakukan oleh doktor ini bukan asal-asalan, tetapi ditunjang oleh

teknologi terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot,

dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ini ia

berkesimpulan, bacaan Al-Quran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan

ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit. (Al-Jindi, 2001)

2. Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog Frances

Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun 1993 yang

mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan

mengerjakan soal-soal mengenai spasial. Konferensi Kedokteran Islam Amerika

Utara pada tahun 1984, menyebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan

ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya. (Pietschnig, 2010)

3. Penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek

penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita.

Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak

diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Quran. Penelitian yang

dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Quran

dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran.

Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika

mendengarkan bacaan Al-Quran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika

mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran. (El-Syakir, 2014: 167)

4. Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di

Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang

kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran dari tape recorder menunjukkan

respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. (Wulur, 2015: 38)

Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) berdiri dengan nuansa dan warna berbeda dengan

perguruan-perguruan tinggi lainnya. Jika perguruan Tinggi Agama Islam yang berada di

bawah Kementerian Agama RI (PTAIN) maupun perguruan tinggi swasta (PTAIS)

memiliki kurikulum sesuai dengan fakultas dan prodi masing-masing. Kali ini IIQ Jakarta

ketika berdiri membuka fakultas Syari’ah dan fakultas Ushuluddin dengan kurikulum sama

dengan kurikulum PTAIN dan PTAIS ditambah dengan kurikulum kequr’anan. Kurikulum

wajib kequr’anan IIQ yang menjadi mata kuliah spesifik adalah: tahfîzh Al-Quran,

Nagham Al-Quran, Qirâ‟ât Al-Quran, dan Ulûm Al-Quran (Rasm Utsmâni). Hanya saja

dalam hal ini tahfîzh Al-Quran yang mendapat penekanan dan prioritas paling dominan di

antara mata kuliah wajib yang lain.

Page 29: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

6

Institut ilmu Al-Quran Jakarta adalah salah satu lembaga diantara lima lembaga

perguruan tinggi di Indonesia yang secara khusus mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan

pelajaran hafalan Al-Quran. diantara perguruan tinggi yang mendalami ilmu-ilmu Al-

Quran lainnya adalah STAI-PIQ Sumatra barat, PTIQ Jakarta, UNSIQ Wonosobo, dan

STKQ Al-Hikam Depok.

Institut ilmu Al-Quran merupakan instansi swasta yang berkiprah pada ilmu agama

terutama pada ilmu Al-Quran dan terkhusus hanya untuk perempuan, semua mahasisiwi

diwajibkan menghafal Al-Quran sesuai dengan pilihan hafalan yang telah disepakati

sebelum tes masuk. Pada setiap semesternya mahasisiwi harus menyelesaikan target

hafalan dengan disetorkan kepada instruktur tahfizh dan harus diujikan. Ujian tahfizh ini

wajib dilaksanakan karena merupakan syarat untuk mahasisiwi mengikuti ujian akhir

semester (UAS). Dalam hal ini aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal juga

sangat berpengaruh terhadap kesuksesan mereka dalam menghafal, dalam penelitian

(Siddiq, 2005) Kemas. Siddiq Umary, mahasiswa program pasca sarjana Universitas

Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, judul tesis Faktor-faktor yang

mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, tahun 2005

disebutkan bahwa motivasi yang rendah sangat berpengaruh pada pencapaian hafalan yang

akan didapatkan dan begitu sebaliknya.

Pada awalnya IIQ Jakarta tidak hanya dikhususkan untuk kaum perempuan saja,

namun juga laki-laki. Seiring berjalanya waktu IIQ memperbaharui kebijakannya khusus

perempuan. IIQ memiliki kurikulum khusus Al-Quran yaitu semua mahasiswi diwajibkan

menghafal Al-Quran sesuai target yang ditentukan per semester. IIQ melakukan

perubahan-perubahan kebijakan pada program tahfizh di setiap periodenya. Pada awal

berdiri beban tahfizh hanya untuk fakultas ushuluddin dan syari’ah yaitu wajib menghafal

30 juz, sedangkan pada fakultas tarbiyah hanya diberlakukan tahfizh juz 1-4. Pada periode

selanjutnya program tahfizh untuk semua fakultas dan jurusan dibagi menjadi 4 program

tahfizh yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz. Setelah diberlakukannya kebijakan ini dari

tahun 2002/2003 sampai tahun 2015, pada tahun 2016 IIQ melakukan perubahan kebijakan

kembali yaitu setiap program tahfizh diberlakukan penambahan materi juz yaitu juz 30.

Semua program tahfizh diwajibkan menyetorkan juz 30 sebagai syarat mutlak kelulusan.

Terlihat dari hasil akhir mahasiswi IIQ sangat sedikit sekali yang mengambil

program 30 juz. hal ini menandakan bahwa terdapat penurunan kualitas, namun begitu

program 30 juz tidak menjadi kewajiban mahasiswi, namun sangat disayangkan sekali

terjadi penurunan minat mahasiswi mengambil program 30 juz. Hal ini terjadi karena

berberapa sebab diantaranya adalah metode menghafal yang digunakan, minat dan

kemampuan awal mahasiswi, keadaan dan fasilitas yang tersedia, tempat tinggal

mahasiswi, kerjasama antara pihak kampus dan pihak ma’had takhasss, serta banyak

faktor-faktor lainnya.

Untuk melihat pelaksanaan fungsi-fungsi program tahfizh sangat diperlukan adanya

evaluasi pada program. Evaluasi harus terfokus pada keaktifan seluruh program, yang

nantinya evaluasi program akan berguna bagi pimpinan dalam meningkatkan kualitas pada

program tahfizh di IIQ. Penelitian ini akan mengungkapkan permasalahan yang terjadi

pada pengembangan program pembelajaran tahfizh di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), dengan

menggunakan model evaluasi program guna mengungkap seluruh hambatan dalam proses

pembelajaran tahfizh dan melihat apakah program tahfizh yang diterapkan selama ini harus

diperbaiki, dipertahankan atau bahkan dihentikan. Sebuah program memiliki komponen-

komponen diantaranya tujuan yang telah dirumuskan, memiliki sebuah kegiatan atau

Page 30: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

7

proses pembelajaran, memiliki kurikulum sebagai acuan dalam pembelajaran, memiliki

metode-metode dalam pengembangan pembelajarannya, dan memiliki aturan-aturan atau

kebijakan-kebijakan yang wajib ditaatai oleh semua individu yang tergabung pada program

tersebut. Semua komponen tersebut harus berjalan beriringan menghasilkan sebuah tujuan

yang dirumuskan.

Perubahan kebijakan ini dilakukan oleh lembaga tahfizh IIQ agar eksistensi IIQ

dalam bidang tahfizh tetap menjadi ciri kekhususan agar tidak kalah saing dengan

pergurauan tinggi lainnya dalam hal ke-quranan. IIQ terus melakukan pembaharuan dalam

kebijakannya khususnya program tahfizh. Penelitian ini juga akan mengungkap bagaimana

implikasi kebijakan terhadap hasil tahfizh mahasiswi apakah terjadi peningkatan terhadap

kauntitas hafalan mahsiswi dengan banyaknya mahsiswi yang mengambil program tahfizh

30 juz atau bahkan sebaliknya. Untuk itu harus dilakukan evaluasi pada prgram tahfizh

demi melihat keefektifan dan efesiensi program tersebut.

Dalam hal ini penulis memilih tempat penelitian di Institut ilmu Al-Quran (IIQ)

Jakarta karena memang fokus pembelajaran di IIQ adalah ilmu Al-Quran dan sejenisnya.

dan merupakan salah satu perguruan tinggi yang mempunyai ciri khas dari perguruan

tinggi Islam lainnya, yakni mahasiswi diwajibkan menghafal Al-Quran. Selain itu IIQ

selalu mengadakan evaluasi program tahfizh pada setiap semesternya, mengeluarkan

kebijakan-kebijakan baru agar hasil tahfizh mahasiswi lebih baik. Ada 4 pilihan target per

semester hafalan Al-Quran yang bisa dipilih oleh calon mahasiswi sebelum masuk ke IIQ.

1. Program tahfîzh 5 juz

2. Program tahfîzh 10 juz

3. Program tahfîzh 20 juz

4. Program tahfîzh 30 juz

Berikut kerangkanya:

1. Bin-Nazhar,

2. Tahfîzh 3. Talaqqi

4. Tasmi‟

5. Takrir

6. Menghafal Ayat

Per Ayat

7. Membagi Satu

Halaman Menjadi

Tiga Bagian.

8. Menghafal Per

Halaman

Metode Menghafal

(Sa’dullah: 2013),

(Sa’ad Riyad:2009), (Amjad

Qasim,2013)

QasiM:2013), (Ziyad Ul

Haq:2006)

Jumlah hafalan Al-Quran

1-5 juz

1-10 juz

1-20 juz

1-30 juz

Hasil evaluasi program

tahfîzh yang lebih baik dan

sesuai tujuan

Peran instruktur tahfizh

Page 31: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

8

(Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian)

Penulis telah melakukan penelitian awal di IIQ Jakarta dengan mewawancarai

salah satu instruktur tahfîzh yang telah lama mengabdi di IIQ, hasil wawancara tersebut

penulis dapatkan bahwa LTQQ (Lembaga tahfîzh tilawah IIQ) sebagai lembaga yang

mengurusi tahfîzh mahasiswi selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengevaluasi

program tahfîzh agar program yang dijalankan membawa dampak positif terhadap prestasi

dan kualitas hafalan mahasisiwi IIQ Jakarta. Pada mulanya IIQ berdiri menerapkan target

tahfîzh penuh atau program tahfîzh 30 wajib bagi semua mahasiswi, semua mahasiswi

diwajibkan menghafal 30 juz selama kuliah di IIQ. Seiring dengan berjalannya waktu

kebijakan tersebut diganti bahwa yang wajib mengambil program hafalan 30 juz hanya

mahasiswi fakultas ushuluddin saja, fakultas tarbiyah dan syariah tidak. Kebijakan terakhir

yang diterapkan IIQ hingga hari ini adalah membagi target hafalan mejadi 4, target hafalan

5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz untuk semua fakultas, mahasiswi boleh memilih target

hafalan sesuai kemampuan mereka. Perubahan kebijakan ini dilakukan IIQ karena melihat

menurunnya minat mahasiswi menghafal 30 juz, banyaknya kegiatan kampus, luar kampus

dan pesantren sehingga sulit bagi mahasiswi membagi waktu untuk menghafal, kurang

adanya penghargaan bagi mahasiswi yang mengambil program 30 juz seperti pada periode

sebelumnya ada keringanan pada SPP per semesternya, dan tidak adanya kewajiban tinggal

di pesantren bagi mahasiswi.

Selain kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga LTQQ IIQ tersebut, setiap

instruktur dengan kesepakatan bersama memberikan peluang bagi mahasiswi menyetorkan

hafalan sesuai kemampuannya. Bagi mahasiswi baru biasanya boleh menyetorkan setengah

halaman karena melihat kemampuan mahasiswinya juga. Kebijakan-kebijakan ini menjadi

masukan dan sebagai penilaian pada program tahfîzh yang diterapkan di IIQ Jakarta.

Dari penelitian awal penulis tersebut dapat disimpulkan bahwa IIQ Jakarta terus

melakukan evaluasi dan mengembangkan program tahfîzh pada setiap tahunnya.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat judul tesis in “EVALUASI

PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN

JAKARTA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah. Dapat diidentifikasi masalah-masalah yang menjadi:

1. Rendahnya aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal Al-Quran

2. Rendahnya minat dan bakat mahasiswi yang mengambil program 30 juz di IIQ

3. Kurangnya evaluasi pengembangan pada program tahfizh di IIQ

4. Fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia kurang memadai

5. Metode manghafal yang menoton

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya cakupan pembahasan maka perlu dikemukakan pembatasan kajian

permasalahan yang menjadi fokus penelitian yaitu evaluasi pengembangan program

tahfizh, implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi, dan efektifitas

penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ Jakarta.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah penulis

rumuskan perumusan masalahnya adalah

Page 32: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

9

1. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pengembangan program tahfîzh di IIQ

Jakarta.

2. Bagaimana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi di

IIQ Jakarta.

3. Bagaimana efektifitas penerapan program pengembangan tahfizh Al-Quran di

IIQ Jakarta

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengungkap evaluasi program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ

Jakarta.

2. Untuk mengetahui implikasi kebijakan lembaga terhadap tahfîzh mahasiswi di

IIQ Jakarta.

3. Untuk melihat efektifitas penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran

di IIQ Jakarta.

Penelitian ini berguna baik secara akademik maupun terapan yaitu:

1. Dapat dijadikan salah satu bahan penelitian di lembaga pendidikan atau

lembaga pesantren tahfîzh ke arah yang lebih baik, khususnya yang berkenaan

dengan masalah metode menghafal Al-Quran, dan program yang digunakan dan

evaluasi programnya. Terkhusus sebagai masukan bagi Institut Ilmu Al-Quran

(IIQ) dalam meningkatkan penerapan program hafalan.

2. Menambah konsep baru dalam memperkaya ilmu pengetahuan terkusus pada

program hafalan Al-Quran

3. Sebagai sumbangan penting untuk dijadikan sumber rujukan bagi peneliti

selanjutnya.

4. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh

peneliti berikutnya.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Setelah melakukan pencarian informasi sesuai data yang didapatkan, terdapat

penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian yang akan dibahas:

1. Fathima Manaar Zuhurudeen (Pascasarjana Universitas Maryland program

pascasarjana kesenian 2013: dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathima adalah

“Effect of stastical learning on the acquisition of grammatical categories through

Quranic memorization: a natural experiment: 2013)” disebutkan bahwa pengaruh

pembelajaran statistic pada pemahaman ketatabahasaan terhadap menghafal Al-

Quran sangat berpengaruh secara signifikan. karena ketatabahasaan Al-Quran

sangat sempurna. Dan cara menghafal setiap individu berbeda dengan perbedaan

itu maka kemampuan ketatabahasaannya juga berbeda. Bagi anak yang

menghafalnya bagus maka dalam pembelajaran statistiknya juga meningkat.

(Fathima, 2013: 11)

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah

penelitian di atas melihat efek dan pengaruh pembelajaran statistic pada

ketatabahasaan terhadap kemampuan menghafal Al-Quran, bagi anak yang

meghafalnya bagus maka pada pembelajaran statistic juga akan bagus, sedangkan

pada tesis ini focus peneliti adalah pada evaluasi pengembangan program tahfizh.

Persamaannya adalah objeknya sama-sama Al-Quran dan kegiatan manghafal.

Penelitian Fathima ini sangat membantu peneliti melihat bahwa hafalan yang

Page 33: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

10

bagus meingkatkan ketatabahasaan yang bagus karena yang dihafal adalah Al-

Quran, begitu juga hafalan yang bagus meningkatkan pemahaman statistic yang

bagus pula. Hal ini membuktikan bahwa menghafal Al-Quran akan meingkatkan

kecerdasan baik intelektual, emosional maupun spiritual.

2. Andrew Davis (Magister theologi universitas Gordon, Boston): Dalam tesisnya

“An Approuch to extended memorization of scripture: 2010 bahwa program dan

metode dalam menghafal ayat-ayat pada kitab bibble yang terutama adalah

membaca normal, baca setiap ayat sepuluh kali memasukkan setiap ayat ke dalam

otak dengan bantuan mata, kemudian ucapkan dengan keras sehingga dapat

didengar oleh telinga sendiri dengan tepat karena masukan sensorik merupakan

tambahan dalam mempercepat hafalan, sebenarnya tidak perlu terlalu keras cukup

bisa didengar oleh diri sendiri. Kemudian ulang kembali sepuluh kali setiap

ayatnya dan lakukan hal ini pada ayat-ayat berikutnya. Dan hal ini bisa dilakukan

sendiri, namun lebih baik dengan mendengarkan hafalan tersebut kepada guru/

teman. (Andrew, 2013: 7)

Persamaan dan perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah,

penelitian di atas berfokus pada metode dalam menghafal terutamanya pada kitab

bibble dengan membaca terlebih dahulu, kemudian membaca berulang-ulang kali,

diucapkan dengan suara keras agar panca indra pendengaran juga merespon, dan

kemudian mengulang-ulang kembali. Metode ini sama halnya dengan metode

mnghafal Al-Quran membaca terlebih dahulu (bin nazhar), membaca berulang-

ulang (takrir), mulai menghafal (tahfîzh), mendengarkan hafalan (tasmi‟), dan

menyetorkan hafalan kepada guru secara langsung (talaqqi). Focus penelitian sama

yaitu kegiatan menghafal dan metode yang digunakan dalam menghafal hamper

sama. Namun terdapat perbedaan yaitu penelitian di atas pada kitab bibble yaitu

kitab suci umat kristiani sedangkan tesis ini pada kitab suci Al-Quran bagi umat

islam.

3. Abdul Rahman Ali (Tesis Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Syarif

Hidayatullah UIN Jakarta): Penelitian yang dilakukan oleh Ali adalah

“Perkembangan program hafalan Al-Quran di pondok Pesantren Al-Munawwir

krapyak Yogyakarta” menyatakan bahwa Metode menghafal Al-Quran pada masa

ini di pesantren krapyak semakin berkembang sesuai dengan zaman dan keadaan

santri dalam menghafal Al-Quran, metode perseorangan yaitu: menyerahkan atau

membaca ayat, juz yang harus dihafalkan kepada santri, metode jamaah, yaitu

salah satu anggota jamaah membaca ayat yang lain melanjutkannya dan metode

musyafahah kitabah, perkembangan metode menghafal ini untuk meningkatkan

kualitas hafalan santri agar semakin baik. (Abdul Rahman Ali, 2014: 194)

Penelitian di atas menyatakan bahwa metode menghafal Al-Quran dari masa ke

masa mengalami perkembangan, penelitian tersebut berfokus pada perkembangan

program hafalan baik itu dari segi kualitas hafalan maupun kuantitas dengan

melihat berbagai perubahan. Dalam tesis yang peneliti lakukan meguatkan

penelitian di atas bahwa pengembangan program tahfizh harus dilakukan evaluasi

dan perubahan-perubahan demi terlaksananya program yang efesien dan bermutu.

Pada penelitian di atas temat penelitiannya adalah pesantren krapyak jogyakarta

dan juga berbeda dari pengumpulan data. Data yag dihimpun pada penelitian Ali

berbentuk kata-kata dari hasil wawancara, namun pada tesis ini datanya berbentuk

dokume hasil tahfizh mahasiswi dan didukung oleh hasil wawancara.

Page 34: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

11

4. M. Siddiq Umary (Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah

UIN Jakarta: penelitian yang dilakukan oleh Siddiq adalah “Faktor-faktor yang

mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta”

menyatakan bahwa ada berberapa faktor yang menjadi penghambat dan

pendukung dalam menghafal Al-Quran diantaranya adalah kemauan, minat, bakat,

motivasi dalam menghafal baik itu motivasi instrinsik maupun ekstrinsik, tingkat

ekonomi, keadaan keluarga, lingkungan tempat tinggal, latar belakang pendidikan,

beban SKS kuliah, tingkat pemahaman keagamaan, pemilihan waktu menghafal,

dan pemanfaatan waktu luang. (M. Siddiq Umary, 2005: 95).

Pada penelitian shiddiq tempatnya sama dengan tesis ini yakni sama-sama di

institut Ilmu Al-Quran Jakarta. Dari penelitian shiddiq dapat dilihat bahwa minat

dan bakat mahasiswi dalam menghafal merupakan salah satu faktor keberhasilan

dalam mengahafal. Dalam tesis ini fokusnya berbeda dengan penelitian shiddiq

yaitu tesis ini fokusnya pada evaluasi pengembangan program tahfizh yang

didalamnya juga meninggung minat dan bakat, motivasi, beban kuliah dan segala

hal yang terkait dengan meghafal dan kuliah mahasiswi. Untuk itu penelitian

shiddiq ini sebagai penguat tesis ini.

5. Faza Karima (Tesis magister ilmu Tarbiyah institut Ilmu Al-Quran Jakarta):

penelitian yang dilakukan oleh Faza adalah “Perkembangan minat Tahfîzh Al-

Quran Di institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta” Penelitian ini menemukan bahwa

program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasiswi adalah program 5 juz, 10

juz, dan 20 juz berada dibelaknag karena sedikit sekali mahasiswi yang

memilihnya. Penelitian ini juga menyatakan bahwa rata-rata alumni yang

mengambil program 5 juz tinggal di luar ma’had atau tinggal di luar, akibatnya

waktu yang mereka gunakan hanya pada waktu jam setoran saja. Selain itu mereka

tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak perguruan

yang bekerjasama dengan pesantren takhassus.

Penelitian Faza sama-sama tempat penelitiannya di IIQ Jakarta dengan penelitian

ini begitu juga penelitain shddiq sama-sama dilakukan di IIQ, namun penelitian

shiddiq membahas segala aspek yang mempengaruhi keberhasilan menghafal

sedangakan penelitian Faza hanya pada perkembangan minat, dan tesis ini

mencakup dua hal tersebut. Perbedaannya adalah penelitian Faza objek dan

fokusnya adalah pada perkembangan minat mahasiswi sedangkan pada penelitian

yang akan penulis lakukan berfokus pada perkembangan programnya yang lebih

umum. Selain itu perbedaan yang sangat mencolok dari penelitian sebelumnya

adalah tidak ada penelitian di atas yang berfokus pada evaluasi program tahfîzh

maka penelitian ini akan lebih terfokus pada evaluasi program dalam tahfîzh Al-

Quran.

Tulisan para penulis di atas berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

Selain didasarkan pada Al-Quran dan sunnah serta pendapat ahli dalam bidangnya,

penelitian ini didasarkan pada data kenyataan yang ada di lapangan berupa aplikasi dari

bagaimana program hafalan Al-Quran yang diterapkan di IIQ dalam menghafal Al-Quran.

Metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif analisis yaitu

menggambarkan dan memaparkan secara rinci dan menganalisis mengenai program

hafalan dan prestasi akademik mahasisiwi IIQ Jakarta, yang belum dilakukan oleh penulis

di atas sebelumnya.

Page 35: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

12

Selain perbedaan pendekatan yang dilakukan, penelitian ini juga berbeda dari segi

objeknya. Jika penelitian yang lain tidak menyebutkan lokasi penelitian kecuali tesis Abdul

Rahman Ali di pesantren al-Munawwir krapyak Yogyakarta, maka penelitian ini berfokus

pada menganalisis evaluasi dalam pengembangan program hafalan Al-Quran di IIQ

Jakarta. Jika Pada penelitian ini juga sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, bahwa

dalam penelitian sebelumnya tidak ada yang berfokus pada evaluasi program tahfizh dan

menerapkan model CIPPO sedangkan pada penelitian ini menggunakan model CIPPO. Hal

ini tentu sangat berbeda, namun penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi dalam

menambah wawasan bahwa metode dalam menghafal sangat berpengaruh pada kualitas

dan kauntitas hafalan. Selain itu, faktor instrinsik dan ekstrinsik juga sangat menentukan

seperti minat, motivasi, keadaan lingkungan tempat tinggal, keadaan fisik dana lain

sebagainya. Begitu juga dengan penataan program, kebijakan dalam program tersebut,

kegiatan dalam program dan evaluasi yang dilakukan oleh program itu sendiri juga sangat

menentukan apakah program tersebut layak untuk dipertahankan atau harus diperbaiki

sistemnya atau bahkan harus dibubarkan, dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih rinci

mengenai hal itu.

Page 36: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

13

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Al-Quran dan Pemeliharaannya

1. Menghafal Al-Quran

Belajar menghafal adalah metode belajar yang melibatkan pengulangan dan

penghafalan. Hafalan tidak hanya sebuah sistem yang memungkinkan seseorang untuk

memahami informasi tetapi juga melibatkan menyimpan informasi yang masuk. (Wajdi &

Fauzan, 2010: 108). Menyimpan informasi atau materi ayat-ayat ke dalam ingatan dengan

tujuan ibadah kepada Allah dan sebagai salah satu upaya menjaga kemurnian Al-Quran itu

sendiri.

Menghafal dalam teori psikologi merupakan proses sebuah informasi masuk dan

agar tetap diingat setidaknya melalui tiga proses penting pertama memasukkan informasi

ke dalam ingatan (Enconding), kedua menyimpan informasi ke dalam gudang memori

(storage) dan ketiga Pengulangan kembali informasi tersebut dan dituangkan dalam bentuk

ucapan, tulisan, isyarat atau hanya sekedar bayangan dalam otak (recall/retrieval).

(Atkinson, 1983: 341)

Pada proses penghafalan tidak dapat dipisahkan dengan ingatan manusia, manusia

beserta aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses yang

berlangsung sekarang, tetapi juga ditentukan oleh proses masa lampau. Dalam hal ini

secara teori ada tiga fungsi ingatan: (1) menerima kesan-kesan, (2) menyimpan kesan-

kesan, (3) memproduksi kesan-kesan. Atas dasar inilah ingatan didefinisikan sebagai

kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. (Gade, 2014:

422)

Informasi yang diterima oleh indra akan diteruskan ke dalam memori jangka

pendek (short term memory) dan sebagian lainnya diteruskan ke memori jangka panjang

dan sebagian lainnya hilang dalam perjalanan. Memori jangka pendek adalah tempat

informasi transit dan kemudian diteruskan ke gudang memori. Kapasitas dari memori

jangka pendek sangatlah terbatas, apabila sudah penuh dan masuk informasi baru maka

informasi lama akpan tertindih dan keluar dari ruangan atau lupa, kecuali jika informasi

lamsa diteruskan ke memori jangka panjang yang kapasitasnya hampir tidak terbatas maka

informasi tersebut tetap akan ada disana. Disebut tidak terbatas karena hampir akhir hayat

seseorang rata-rata hanya terpenuhi seperlima dari kapasitsas yang tersedia, oleh sebab itu

para penghafal Al-Quran tidak perlu cemas sel otaknya akan penuh dengan ayat-ayat Al-

Quran, karena space memori jangka panjang yang tersedia cukup besar. (Fauzan & Wajdi,

2010: 24)

Berdasarkan proses perjalanan informasi ini ada kemungkinan kegagalan pada tiap

tahapan sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan lupa. Menurut Davidoff (1987:196)

penyebab utama lupa adalah: “Pertama, kegagalan dalam pemasukan atau penandaan

informasi (encoding failures). Kegagalan ini terjadi misalnya karena kurangnya perhatian

yang diberikan terhadap objek, atau rinciannya belum diperlukan benar saat itu sehingga

diabaikan begitu saja.Kedua, kegagalan dalam penyimpanan (storage failures). Davidoff

mengumpamakan memori jangka panjang tak ubahnya seperti surat kabar yang tersimpan

lama dapat mengalami kekaburan tulisan, perubahan warna, bahkan menjadi lapuk, tetapi

ia tetap di situ. Ketiga, kegagalan dalam menemukan kembali (retrieval failures).Apa yang

dimaksudkan „lupa‟ dalam bahasa sehari-hari terjadi pada tahap ini, tidak diketahui dimana

arsipnya di dalam memori jangka panjang. Jika ada „clue‟ (isyarat pemancing) boleh jadi

13

Page 37: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

14 dapat ditemukan atau diingat kembali. Hanya Nabi Muhammad SAW.yang tidak pernah

lupa dalam hal hafalan Al-Quran (Q.S. Al-A‟la [87]:6)

Berapa lama hafalan bisa bertahan untuk terus bisa diingat (retensi) berdasarkan

perjalanan waktu, Ebbinghaus salah seorang psikolog terkemuka telah mengkaji masalah

ini sejak abad ke-19 mengemukakan bahwa sehari pertama setelah suatu materi dihafalkan

akan hilang lebih dari 80 persen, paling banyak pada jam-jam awal. Selanjutnya berkurang

(lupa) secara perlahan. Menurut teori Ebbinghaus bahwa setelah seminggu berlalu hafalan

hanya tinggal sekitar 20 persen dari apa yang telah dipelajari/dihafal sebelumnya.

Penelitian ini dilakukan oleh Ebbinghaus menggunakan huruf-huruf atau kata-kata tak

bermakna, (Ebbinghaus, 2001: 178) namun menghafal Al-Quran yang merupakan kata-

kata bermakna yang berserat dan mudah untuk difahami diyakini sangat mudah untuk

dicerna kata-katanya sehingga Allah sendiri yang mengatakan, kami mudahakan Al-Quran

bagimu agar mengingatkanmu padaku. Atas dasar ini maka pengaturan takrir pada jam-

jam awal setelah dihafalkan sangat penting untuk mengantisipasi potensi hafalan hilang

sangat besar dan drastis.

Dalam teori psikologi kognitif istilah memori (ingatan) diartikan pada kemampuan

secara mental untuk menyimpan hal-hal yang telah dipelajari, ada memori jangka panjang

dan ada memori jangka pendek. Istilah storage (penyimpanan) merujuk pada proses

menempatkan apa yang dipelajari ke dalam memori sejak awal atau penempatan informasi

baru ke dalam memori, dan istilah retrieval yaitu proses mengingat informasi yang telah

disimpan sebelumnya yaitu menemukan informasi yang sebelumnya disimpan dalam

memori. (Ormrod, 2009: 274)

Perjalanan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang menurut

Santrock yang dikutip dari Atkinson ada yang bersifat otomatis (automatic processing) dan

ada pula yang harus diupayakan (effortful processing). Informasi yang bersifat otomatis

adalah peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan, traumatic, melibatkan emosi yang sangat

dalam sehingga tanpa diperlukan banyak usaha ia sudah meluncur ke dalam gudang

memori jangka panjang. Sedangkan proses yang diupayakan (efforful processing) adalah

ahal-hal yang sebenarnya tidak tidak begitu terkesan tetapi dianggap suatu saat mungkin

diperlukan, misalnya bahan pelajaran untuk ujian, dan termasuk hafalan Al-Quran.

(Atkinson, 1983: 383)

Menghafal Al-Quran merupakan pemasukan informasi ke dalam memori dengan

menggunakan proses efforful processing yaitu memasukkan informasi dengan diupayakan

dan diusahakan, dan dapat digunakan ketika digunakan atau ditakrir kembali baik itu

dalam shalat maupun dalam kegiatan menyetorkan hafalan.

Pemebelajaran hafalan (rote learning) kadang-kadang memperoleh kesan buruk

dalam pendidikan karena paling banyak digunakan dan metodenya terkesan menoton, hal

ini tidak selalu benar karena informasi yang telah dihafal atau masuk kedalam memori

adakalanya berguna pada suatu waktu, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan

dengan informasi yang lain. Pembelajaran hafalan akan sangat efektif jika materi hafalan

tidak hanya diingat tetapi juga difahami dan diaplikasikan dalam tindakan. (Slavin, 2011:

251)

Ciri khas hafalan menurut Winkel adalah reproduksi secara harfiah dari skema

kognitif dalam ingatan yang akan diputar kembali saat dibutuhkan. Hanya saja skema

kognitif yang terbentuk kerap bersifat kaku dan terlalu mengikat lebih-lebih jika materi

hafalan sangat banyak, agar hafalan tidassk bersifat menoton dan kaku ada dua pendekatan

yang diupyakan yaitu mengingat secara persis (maintenance rehearsal) dan mengingat

dengan pemahaman (maintenance elaborative). (Lamire, 1996: 87)

Page 38: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

15

Model hafalan saja kurang membangkitkan kreativitas sehingga berakibat pada

pola pikiran yang linier, berfikir satu arah, dan kaku tanpa adanya elaborasi atau

pemahaman terhadap informasi, agar hafalan Al-Quran tidak bersifat linier, kaku dan pasif

maka diperlukan maintenance elaborative terhadap materi-materi ayat, tidak hanya

sekedar hafal, namun penghafal Al-Quran juga dituntut untuk memahami makna yang

terkandung dalam Al-Quran, jika suatu saat lupa akan suatu ayat maka dapat dibantu

dengan makna dan pemahamannya. Maka dari itu menghafal Al-Quran tidak hanya

menggunakan aspek kognitif saja melainkan juga bagaimana aspek afektif dan

psikomotorik juga diperlukan dalam menghafal, bagiamana pengulangan kembali materi

hafalan dan bagaimana aplikasi hafalan dalam kehidupan sehari-hari berupa akhlak,

prilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Quran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghafal Al-Quran adalah

sebuah proses mengingat dan menyimpan kesan-kesan tentang seluruh materi ayat dimulai

dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) yang bertujuan

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Menghafal Al-Quran bisa dengan cara membaca setiap hari terutama dalam sholat

sehari-hari dan bisa menjadi kebiasaan ketika dipraktekkan dan diajarkan. Sebaiknya

proses menghafal dimulai pada pagi hari pada masa kanak-kanak dan berlanjut sampai

dewasa dengan istiqomah atau konsisiten mengulang hafalannya. Dalam mengulang

hafalan bisa dengan melibatkan guru atau teman yang bertugas menyimak atau

mendengarkan hafalan kemudian membenarkan bacaan yang salah. Selain itu bisa juga

dengan mendengarkan rekaman hafalan /murottal dari kaset atau audio. (Zuhrudeen, 2013:

12)

Menghafal Al-Quran merupakan suatu keutamaan yang besar, dan posisi itu selalu

didambakan oleh semua orang yang benar dan yang berharap pada kenikmatan yang telah

dijanjikan Allah kepadanya nanti di hari akhir. Menghafal Al-Quran merupakan sebaik-

baiknya ibadah kepada Allah, karena orang yang menghafal berarti ia membaca dan

merenungkan kalam Allah dengan lisan dan pikirannya sangat banyak keutamaannya

menurut para ulama, ada berberapa keutamaan menghafal Al-Quran yang dikutip dari buku

karangan Sa‟dulloh “9 cara cepat menghafal Al-Quran” diantaranya sebagai berikut :

a. Jika disertai dengan amal saleh dan keikhlasan, maka ini merupakan kemenangan

dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

b. Orang yang menghafal Al-Quran akan mendapatkan anugrah dari Allah berupa

ingatan yang tajam dan pikiran yang cemerlang, karena itu penghafal Al-Quran

lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih hati-hati karena bnayak latihan untuk

mencocokkan ayat serta membandingkannya dengan ayat lain.

c. Menghafal Al-Quran merupakan bahtera ilmu, karena akan mendorong seseorang

yang hafal Al-Quran akan berprestasi lebih tinggi daripada teman-temannya yang

tidak hafal Al-Quran

d. Penghafal Al-Quran memiliki identitas yang baik, akhlak, dan prilaku baik

e. Penghafal Al-Quran mempunyai kemmapuan mengelurakan fonetik Arab dari

landasannya secara alami, sehingga bisa fasih berbicara dan ucapannya benar.

f. Penghafal Al-Quran mampu menguasai arti kalimat-kalimat di dalam Al-Quran

dan banyak menguasai arti kosakata bahasa Arab seolah ia telah menghafalkan

sebuah kamus bahasa Arab. (Sa‟dulloh, 2008: 22)

Bahkan, sudah dilakukan penelitian, ayat-yat Al-Quran ternyata memberikan efek

positif terhadap penyakit fisik, stroke misalnya. Dengan membaca Al-Quran akan

menerangi qalbu kita, sehingga senantiasa hidup. Ia semacam aliran listrik yang

Page 39: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

16 menjadikan lampu bisa menyala, sebab matinya qalbu berarti matinya segala anggota

tubuh, sehingga akalnya tidak bisa digunakan untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang

benar dan manfaat, untuk itu manfaat menghafal Al-Quran sangatlah banyak jika

dilakukan dengan ikhlas dan hanya berharap pengabdian kepadanya.

Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang membaca, mempelajarai dan

menghafal Al-Quran merupakan orang pilihan Allah yang memang dipilih untuk menerima

warisan kitab suci Al-Quran:

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di

antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka

sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang

lebih dahulu berbuat kebaikan.” (Q.S. Fathir (35): 32)

Al-Lahim menyebutkan “menghafal Al-Quran mengandung lima mkasud dan

tujuan dan niat yang semuanya mulia. Maksud dan tujuan tersebut terkumpul dalam kata ثى

)ياجاج(و ,yakni pahala ث )ثىاب( yang bermakna شع yakni permohonan شفاء) ش( yakni

kesembuhan, عهى وعم( ع( dan yakni ilmu dan amal.” (Al-Lahim, 2004: 44) Ketika

seorang muslim membaca dan menghafal Al-Quran dengan mengingat tujuan dan

keutamaan yang lima secara bersamaan, maka ia akan mendapatkan manfaat dari Al-Quran

lebih besar dan pahalanya pun lebih banyak

Terdapat keutamaan bagi para penghafal Al-Quran yang terdapat di dalam hadis-

hadis diantaranya:

a. Bersama para malaikat yang mulia nanti di hari kiamat.

رأ ال قر آن وىو حافظ لو علي و وسلم , قال مثل ، عن النب صلى اللو عائشة عن الذي ي ق ران مع السفرة ال كرام ال ب ررة ، مثل رأ وىو ي ت عاىده وىو علي و شدي د ف لو أج .الذي ي ق

“Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda “orang yang

membaca Al-Quran dan ia hafal akan bersama para malaikat yang mulia, adapun orang

yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata kesulitan, serta kesukaran membacanya ia

akan mendapatkan dua pahala” (HR. Bukhari no 7394)

Hadis di atas diriwatyatkan oleh Bukhari dalam kitab tafsir surah „Abasa nomor

hadis 4937. Hadis ini marfu bersandar langsung dari Rasulullah SAW. selain pada shahih

Bukhari, hadis ini juga terdapat pada sunan Abi Daud nomor 1454, sunan Tarmidzi nomor

2904, sunan Ibnu Majah 3779, sunan Ad-Darmi nomor 3411, dan musnad Ahmad nomor

24643, 24211, 25365, 24788, 24667, 26296, 26028, dan 25591. (Takhrij hadis Jami‟ al-

Kitab Tis‟ah)

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, dari sahabat „Aisyah RA yang langsung

bersandar dari Rasulullah SAW. dalam hadis ini yang disebut “orang yang ahli dalam Al-

Qur‟an” adalah orang yang hafal Al-Qur‟an dan senantiasa membacanya, apalagi dengan

memahami arti dan maksudnya, yang dimaksud “bersama-sama malaikat” adalah ia

Page 40: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

17 termasuk golongan yang memindahkan Al-Quran dari lauhul mahfudz dan

menyampaikannya kepada orang lain melalui bacaanya. Dengan demikian, keduanya

memiliki pekerjaan yang sama. Juga dapat berarti : Ia akan bersama para malaikat pada

hari mahsyar nanti, dan orang yang terbata-bata membaca Al-Quran akan memperoleh dua

pahala; satu pahala karena bacaanya, dan satunya lagi karena kesungguhannya

mempelajari Al-Quran berkali-kali. Imam Ibnul Atsir Rahimahullah menyebutkan bahwa

makna "Ma'a As Safarah Al Kiram Al Bararah" yaitu bersama malaikat (An Nihayah fi

Gharibil Atsar, 1 /294), sementara Imam An Nawawi menyebutkan beragam makna, ada

yang mengartikan para rasul, ada pula yang mengartikan orang taat, baik, mulia, dan

ma'shum, serta ada juga yang mengartikan malaikat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6

/84,Tuhfah Al Ahwadzi, 8 /174)

Makna "terbata-bata" dan "dua pahala", kata Imam An Nawawi:

وأما الذي يتتعتع فيو فهو الذي يتردد في تلاوتو لضعف حفظو فلو أجران أجر بالقراءة وأجر بتتعتعو في تلاوتو ومشقتوAda pun orang yang terbata-bata membacanya, dia adalah orang yang bimbang dalam

bacaannya lantaran lemahnya hapalannya. (bagianya dua pahala) yaitu pahala membacanya

dan pahala terbata-bata dan kesulitan yang dialami dalam membacanya. (Al Minhaj, 6 /85)

b. Diumpamakan buah jeruk yang manis (hadis)

ث نا أنس عن أب موسى ث نا ق تادة حد ث نا هام حد بة ب ن خالد حد ث نا ىد رضي اللو حدرأ ال قر آن مثل ال مؤ من الذي عن النب صلى اللو علي و وسلم قال .عن و ت رجة طع مها ي ق كال

رة طع مها طيب ول ريح لا رأ كالتم ومثل طيب وريحها طيب ومثل الذي ل ي ق رأ ال قر آن كمثل الريح انة ريحها طيب وطع مها ال فاجر رأ ومثل ال فاجر مر الذي ي ق الذي ل ي ق

ن ظلة طع مها مر ول ريح لو ال قر آن كمثل ال “Dari hudaibah Ibn Khalid berkata, berkata Hammam berkata Qotadah, berkata

Anas dari Abu Musa al-Asy’ari Radiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an seperti buah utrujjah.

Baunya harum dan rasanya lezat. Dan orang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an

seperti buah kurma, baunya tidak ada dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang

munafik yang suka membaca Al-Quran seperti buah raihanah, baunya lumayan dan

rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca al-Qur’an

seperti buah hanzholah, tidak memiliki bau dan rasanya pahit.” (HR. Muttafaq alahi).”

Hadis di atas terdapat dalam kitab shahih Bukhari, kitab فضائم انقزآ bab تاب فضم

كتاب صلاج nomor hadis 5020, terdapat juga pada shahih Muslim kitab انقزآ عهى سائز انكهى

تاب فضيهح حافظ انقزآ bab انسافزي وقصزها nomor hadis 797, dan pada sunan Tarmidzi kitab

,dan juga diriwayatkan oleh Qotadah يا جاء فى يثم انؤي انقارئ نهقزآ وغيز انقارئ bab الأيثال

serta pada sunan Ibnu Majah kitab فضائم انقزآ bab تاب فضائم ي تعهى انقزآ وعهه nomor hadis

178, dan hadis ini berkualitas shahih

Page 41: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

18

Dalam hadis ini orang muslim yang membaca Al-Quran diumpakan seperti buah

Utrujj. Utrujj ialah nama sejenis buah jeruk yang banyak ranting berduri; mempunyai daun

dan buah. Buahnya seperti jeruk yang besar dan seperti burtuqaal (jeruk manis) bentuknya

hampir bujur seperti pepaya dan bermuncung. Warnanya warna emas indah, jeruk ini

mempunyai dua ciri keistimewaan yaitu keharuman baunya dan keenakan rasanya.

Dalam hadis ini, terdapat 4 perumpamaan yang dapat dijadikan renungan kepada

orang yang mencari hidayah dan petunjuk Allah SWT. Perumpamaan tersebut adalah:

1) Orang mukmin yang membaca Al-Quran dan beramal dengan isi kandungannya

ibarat buah jeruk yang rasanya manis dan baunya pun enak.

2) Orang mukmin yang tidak membaca Al-Quran seperti buah kurma, tidak ada

baunya namun rasanya manis. Tetapi beriman dan beramal dengan isi

kandungannya.

3) Orang munafiq yang membaca Al-Quran ibarat buah raihanah baunya enak tapi

rasanya pahit.

4) Orang munafiq yang tidak membaca Al-Quran ibarat buah hanzalah tidak

memiliki bau dan rasanya pahit.

Hadis tersebut terdapat nasehat dari nabi supaya orang Islam membaca al-Qur‟an

dan mengamalkan isi kandungannya. Dari hadis tersebut juga dapat kita jadikan tolak ukur

untuk menentukan kita tergolong dalam golongan yang mana seperti yang diumpamakan

dalam hadis, supaya kita dapat membaiki diri kita sendiri agar menjadi seorang mukmin

yang baik. Dalam hadis tersebut juga dinyatakan golongan yang beruntung adalah

golongan Mukmin kerana mereka diumpamakan sebagai buah utrujjah yang digemari

manusia baik dari bau dan rasa buah tersebut, begitulah juga perihalnya dengan orang

mukmin yang membaca dan mengamalkan Al-Quran mereka pasti disayangi dan dikasihi

masyarakat. Sebaliknya golongan munafiq yang disebut dalam hadis tersebut merupakan

golongan yang rugi kerana mereka diumpamakan sebagai buah raihanah yang mempunyai

bau dan rasa yang pahit, kerana begitulah hidup mereka dalam masyarakat tidak disukai

dan tidak disenangi lantaran sikap mereka yang buruk.

c. Didahului masuk ke liang lahat.

Penghafal Al-Quran akan di hormati di dunia maupun di akhirat bahkan Rasulullah

ketika terjadi perang uhud, dan umat Islam mati syahid dalam peperangan tersebut

dikuburkan dua-dua artinya satu liang lahat terdapat dua orang jenazah, dan Nabi bertanya

kepada sahabat siapakah diantara mereka yang hafal Al-Quran maka dialah yang didahului

masuk ke liang lahat. Sebagaimana hadis Nabi:

هم الل عب د ب ن جابر عن ي مع كان وسلم علي و الل صلى الل رسو ل أن رضي الل عن ب ي ث أي هما : وي قو ل ، أحد ق ت لى من الرجلي ذا ر أك ، أحدها إل لو أشي ر فإذا ، لل قر آن أخ

اللحد في قدمو “Dari Jabir Ibn Abdillah RA Sesungguhnya Nabi menguburkan dua orang dalam satu

liang lahat yang mati syahid di perang uhud, kemudian Nabi bertanya siapa diantara

Page 42: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

19 mereka yang menghafal Al-Quran (yang paling banyak Al-Quran darinya), maka dialah

yang didahulukan dikubur ke liang lahat” (HR. Abi Daud no 3138)

Hadis di atas terdapat pada sunan Abu Daud kitab ائزانج pada bab في انشهيد يغسم

nomor hadis 3139 dan 3138 dan hadis ini kulitasnya adalah shahih. Selain itu juga terdapat

pada shahih Bukhari nomor 1347, 1343, 4079 dan 1353 kitab انجائز bab دف انزجهي و انثلا ثح

dan sunan Ibnu Majah تزك عهيهى bab انجائز Sunan An-Nasai‟ nomor 1955, kitab .في قثز واحد

nomor 1514 kitab انجائز bab في انصلاج عهى انشهداء ودفهى يا جاء . Sunan Tarmidzi kitab انجائز

bab تزك انصلاج عهى انشهيد nomor 1036

Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sanagt menghormati para

penghafal Al-Quran disebutkan bahwa yang didahulukan untuk dikubur adalah mereka

yang menghafal Al-Quran paling banyak. Hadis ini bersandarkan dari sahabat Jabir ibn

Abdullah yang termasuk dari sahabat Rasulullah dan diriwayatkan oleh Abi Daud dan

termasuk hadis masyhur. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa menguburkan dua orang

atau lebih dalam satu liang lahat diperbolehkan berdasar hadits atau peristiwa di atas.

Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah sabda Nabi yang mengatakan: أيهى أكثزأخذا

memberikan kita pengertian bahwa orang-orang yang banyka mengahafal dan نهقزا

mengetahui isi dari kandungan Al-Quran atau hematnya berilmu dialah yang lebih

didahulukan jenazahnya untuk dimasukkan ke dalam liang lahat tersebut.

d. Orang yang dekat dengan Allah (ahlullah) dan orang-orang pilihannya atau orang

istimewanya Allah (wakhasatuh),

Penghafal Al-Quran tidak boleh disia-siakan begitu saja tentu saja penghafal Al-

Quran yang tidak hanya sekedar hafal, namun mereka yang juga mengamalkana isi

kandungan Al-Quran, berakhlak sesuai akhlak Al-Quran, serta tingkah laku yang

mencerminkan Ahlul Quran, karena penghafal Al-Quran merupakan ahlullah dan

wakhasatuh Sebagaimana Sabda Nabi:

خبرنا عبيد الل ابن سعيد عن عبد الرحمن قال : حدثني عبد الرحمن بن بديل ميسرة عن ابيو عن الي :: قال رسول اللو صلى اللو علي و وسلم رضي الل عنو قال انس ابن مالك إن للو أى

ل اللو وخاصتو : (ىم ؟ قال من يا رسول اللو قالوا: الناس من ل ال قر آن ، أى )ىم أى

“Dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah memiliki keluarga dari

kalangan manusia, “ada yang bertanya, “siapa mereka ya Rasulullah? “beliau menjawab,

“Ahlul Quran mereka keluarga Allah dan orang-orang istimewanya” (H.R. Ibnu Majah

no 215)

Hadis ini terdapat pada sunan Ibnu Majah pada انقديح dan bab فضم ي تعهى انقزا

فضائم انقزآ nomor hadis 215. Selain itu juga terdapat pada sunan Ad-Darmi kitab وعهه

dan bab قزافضم ي قزأ ان nomor hadis 3369. Juga terdapat pada musnad Ahmad (Musnad

Anas Ibn Malik) nomor 12279, 12292, dan 13542.

Isnad Hadist ini hasan dan para rijalul hadistnya semuanya terpercaya. Al Hafidz

ibnu Hajar berkata tentangnya, " tidak ada masalah dengan Abdur Rahman ibn Bidyl.

Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkan riwayat hadist ini dalam Musnadnya, jilid 3, Hal.

127, 128, 242, dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrok nya , jilid 1, Hal. 556. Imam Ibnu

Majah dalam kitab Sunan nya pada No. 215. Yang dimaksud ahlul quran dalam hadis ini

Page 43: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

20 bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul quran (sejati) adalah

yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Quran. Orang-orang yang mengamalkan

Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasan-

batasan yang digariskan oleh Al-Quran. Adapun orang yang hafal Quran namun akhlaknya

menyimpang dari Al-Quran maka belum dapat dikatakan ahlul quran, yang

dimaksud ahlul qur’an bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul

qur’an (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Al-Quran. Orang-

orang yang mengamalkan Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta

tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Quran, mereka itulah yang

dimaksud ahlul qur’an, keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah

hamba Allah yang paling istimewa. Adapun orang yang hafal Al-Quran, membaguskan

bacaan Qur‟an nya, membaca setiap hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan

batasan-batasan yang digariskan Al-Qur‟an, ia bukan termasuk dari ahlul qur’an. Tidak

pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah. Jadi ahlul quran adalah orang yang

berpedoman dengan Al-Quran (dalam gerak-gerik kehidupannya), ia tidak menjadikan

selain Al-Quran sebagai panutan.

e. Tidak boleh hasad kecuali kepada orang yang hafal Al-Quran dan orang kaya yang

menginfakkan hartanya.

Selain menjadi keluarganya Allah orang yang menghafal Al-Quran disebutkan

dalam hadis bahwa tidak ada hasad kecuali kepada dua orang yaitu orang yang diberi Al-

Quran atau hafal Al-Quran lalu ia berdiri sholat malam membaca Al-Quran (mengamalkan

isi Al-Quran) pada siang hari atau malamnya, yang kedua adalah orang yang diberikan

kekayaan dan kekayaan itu benar-benar dimanfaatkan untuk jalan kebenaran sepanjang

malam dan sepanjang siang. Hasad disini berarti ghibtoh (hasad yang diperbolehkan) yaitu

berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya tanpa berharap nikmat

tersebut dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap nikmat yang diperoleh dan

menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat yang sama, sifat ini sangatlah

terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena dengannya bisa mendatangkan

kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti sesungguhnya yaitu berharap dan

berusaha agar nikmat orang lain tersebut terhapus dan hilang.

في إل حسد ل : قال : قال رسو ل الل صلى الل علي و وسلم سعيد أب عن رجل : اث نت ي آناء ي ن فقو ف هو مال لل ا آتاه ورجل الن هار، وآناء اللي ل آناء ي قو م ف هو القر آن الل آتاه

اللي ل وآناء الن هار Dari Abi Sa’id ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “tidak ada hasad kecuali

kepada dua orang, yaitu seseorang yang diberikan Al-Quran lalu ia mengamalkannya

sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang diberikan harta, kemudian hartanya

dikeluarkan (diinfakkan) sepanjang siang dan malam.”(H.R. Bukhari no 6810)

Hadis di atas terdapat pada shahih Bukhari kitab انعهى bab ي انعهى وانحكح اقانغتثاط

nomor 73 juga terdapat pada kitab انزكاج bab افاق انال في حقه nomor 1409, juga terdapat

kitab فضائم انقزآ bab اجز bab انحكاو nomor 5026, juga terdapat kitab اغتثاط صاحة انقزآ

nomor 7141, 7316, 7529. Juga pada shahih Muslim dengan nomor hadis يقضى تا انحكح

Page 44: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

21 815. Sunan Tarmidzi nomor 1936, sunan Ibnu Majah nomor 4209, dan musnad Ahmad

(musnad Abu Hurairah) nomor 4924, 4550, 6167, 5618.

Pada umumnya banyak dinukilkan di dalam Al-Qur‟an dan hadits mengenai

keburukan hasad, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada

dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Maka ulama menjelaskan hasad

dalam hadits ini dengan maksud; Hasad dengan makna risyk yang dalam bahasa arab

disebut ghibtah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibtah adalah: hasad ialah jika

seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu

hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibtah (hasad

yang diperbolehkan) yaitu berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya

tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap

nikmat yang diperoleh dan menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat

yang sama, sifat ini sangatlah terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena

dengannya bisa mendatangkan kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti

sesungguhnya

Selain hadis Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang menghafal Al-Quran

akan diberikan karunia dan pahala kepada mereka.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan

shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugrahkan kepada mereka

dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak

akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah

kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi

Mensyukuri”.(Q.S.Fathir (35): 29-30) Tentunya masih banyak hadis-hadis dan ayat-ayat lain yang menggambarkan

keutamaan penghafal Al-Quran, dari keterangan hadis-hadis di atas dapat penulis

simpulkan bahwa diantara keutamaan para penghafal Al-Quran adalah: (1) Akan bersama

Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti dan bagi yang susah atau terbata-

bata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, (2) dihormati Allah

dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, (3) menjadi keluarganya Allah karena

selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang

yang diistimewakan Allah, (4) Allah membolehkan ada rasa iri kepada Ahlul Quran (5)

serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota kepada kedua orangtuanya

pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya yang menerpa rumah di

dunia.

Keutamaan para penghafal Al-Quran banyak sekali diantaranya mereka akan

bersama Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti, bagi yang susah atau

terbata-bata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, dihormati

Allah dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, menjadi keluarganya Allah karena

Page 45: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

22 selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang

yang diistimewakan Allah, serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota

kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya

yang menerpa rumah di dunia.

Menghafal Al-Quran sebaiknya tidak hanya menghafal redaksi teks Al-Quran saja,

tetapi yang lebih penting adalah bagaimana isi kandungan Al-Quran tersebut dapat

direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu penghafal Al-Quran harus menjaga

akhlaknya, tutur katanya, serta membawa diri untuk berbuat kabajikan dan ketakwaan

kepada Allah SWT.

2. Penghafalan Al-Quran Pada Masa Nabi, Sahabat, dan Tabiin.

a. Masa Nabi

Al-Quran turun melalui perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW

dengan tempo kurang lebih 23 tahun, penurunan secara bertahap ini mengandung hikmah

yang sangat besar dan mempunyai tujuan yang amat penting. Diantara hikmah dan

tujuannya adalah agar penerima dapat membaca dengan tartil (tidak tergesa-gesa) karena

dimungkinkan apabila turun sekaligus bisa jadi ketika membacanya terburu-buru karena

ingin cepat selesai sehingga sulit untuk menghafalnya dengan mantap.

Pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi hingga sekarang terus berjalan seiring

dengan perjalanan dan perkembangan sejarah umat. Tradisi pemeliharaan Al-Quran yang

diwariskan Nabi kepada kita melalui dua cara, sebagaimana yang disampaikan oleh

Ramlah yang dikutip dari Muhaimin Zen: yaitu pemeliharaan melalui hafalan (fi shudur)

dan melalui tulisan (fi al-sutur). Pemeliharaan melalui hafalan merupakan landasan utama

adapun pemeliharaan melalui tulisan sebagai landasan pendukung. (Zen, 2006: 128)

Dua tradisi di atas terus dilakukan Nabi dan disampaikan kepada para sahabat

sehingga hampir seluruh sahabat mampu menghafal Al-Quran seluruhnya, ada yang

sebagian lebih Al-Quran tergantung kapasitas pertemuan mereka bersama Nabi.

Pembelajaran Al-Quran dilakukan dengan system talaqqi (berhadapan langsung kepada

guru) yang kompeten dalam bidang Al-Quran dan mempunyai sanad yang langsung

smapai kepada Rasulullah SAW. (Zen, 2006: 129). Selain dengan cara menghafal,

pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi juga dengan cara penulisan ayat-ayat di atas

pelepah kurma, di kulit binatang, di batu-batu maupun di tulang belulang binatang.

Manusia yang pertama kali meraih predikat hafihz tidak lain adalah Rasulullah

SAW sendiri, karena ketika wahyu Al-Quran turun kepadanya melalui malaikat Jibril,

Rasulullah SAW sendiri berusaha untuk menghafalnya dan jibril tidak akan pergi sebelum

ayat yang diturunkan kepadanya telah diterima dan dihafal dengan baik. Bahkan kadang-

kadang Rasulullah SAW terlalu tergesa-gesa dan terlalu cepat ingin membaca dan

menghafalnya, sehingga Rasulullah SAW mendapat teguran dari Allah, agar dalam

membaca tidak usah tergesa-gesa karena akan dimudahkan baginya untuk menghafal

karena Al-Quran sudah ditetapkan dalam hati Nabi bahkan beliau tidak akan lupa

sedikitpun, sesuai firman Allah:

Page 46: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

23

“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu

tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan

Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S. Thaaha

(20): 114)

Nabi Muhammad dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril kalimat demi

kalimat, sebelum Jibril selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad menghafal

dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak

cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya

(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai

membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan

kamilah penjelasannya.”(Q.S. Al-Qiyamah (75): 16-19)

Dalam ayat lain disebutkan, tentang adanya jaminan bahwa Nabi tidak akan lupa

dengan ayat yang dibacakan Jibril kepadanya:

“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak

akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang

dan yang tersembunyi.” (Q.S.Al-„Ala (96): 6-7)

Mengenai hafalan Nabi seperti ditulis As-Sabuni yang dikutip dari Faizah “jibril

setiap satu tahun sekali mendatangi Nabi untuk mengecek hafalannya pada bulan

Ramadhan. Bahkan pada bulan Ramadhan yang terakhir menjelang wafatnya Nabi, Jibril

turun dua kali untuk membacakannya”. (Faizah, 2008: 158)

Dengan demikian, pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi yaitu dengan metode

hafalan, Nabi langsung mengajarkan kepada sahabat dengan metode talaqqi yakni bertatap

muka langsung dnegan guru serta metode kitabah yaitu menulis Al-Quran pada lembaran-

lembaran pelepah, batu dan sebagainya hal ini juga diterapkan pada masa-masa setelah

masa kenabian.

b. Masa Sahabat

Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dimulai dengan

mengumpulkan Al-Quran dalam bentuk naskah yang tersebar pada sahabat-sahabat, usaha

pengumpulan ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dalam kurun waktu kurang lebih satu

tahun. Dengan demikian Al-Quran telah berhasil dikumpulkan secara utuh dan sempurna

sekalipun masih berserakan di pelepah kurma, kulit binatang maupun batu-batuan sehingga

pada pemerintahan khalifah Utsman bin „Affan mushaf yang ada di rumah Hafsah binti

Umar diperbanyak dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit kemudian membuat copy naskah

sebanyak 4 buah naskah dan disebarkan ke Syam, Basrah, Kuffah, dan Madinah.

(Kusmana & Syamsuri, 2004: 156)

Nabi Muhammad memberikan perhatian untuk menghafal dan menguasai ayat-

ayat Al-Quran yang diberikan kepadanya, beliau menyampaikan Al-Quran dan

Page 47: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

24 mengajarkan kepada para sahabatnya dan mendorong mereka untuk menghafalnya. Para

sahabat juga sangat antusias untuk mempelajari Al-Quran dan menghafalkannya sehingga

Nabi pun mendorong mereka untuk memilih orang tertentu yang akan mengajarkan Al-

Quran kepada mereka. Berberapa sahabat yang mengetahui banyak tentang Al-Quran

diminta oleh Nabi untuk mengajarkannya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,

Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Abu Darda‟ dan Abu Musa Al-

Asyari sistem pembelajaran ketika itu masih banyak menekankan pada aspek lisan karena

alat tulis kala itu masih langka. (Faizah, 2008: 159)

Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dilakukan dengan

sangat teliti, sahabat mengumpulkan dan menulis Al-Quran serta melakukan

penghimpunan Al-Quran menjadi satu mushaf, metode pemeliharaan dengan hafalan tetap

juga dijalankan seperti pada masa kanabian, sahabat yang mahir dalam hafalan Al-Quran

bertugas menyimak hafalan sahabat yang ingin menyetorkan hafalannya.

c. Masa Tabi’in

Pada masa Tabi‟in pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran berkembang dengan

sangat pesat mereka juga menggunakan sistim hafalan dan tulisan dalam proses

pemeliharaan Al-Quran. Pada masa tabi‟in ini juga munculnya para imam qiroat yang

menandakan bahwa perhatian mendalam pada pemeliharaan Al-Quran, adapun nama-nama

imam qiroat tujuh yang disampiakan oleh Ahmad Fathoni yang dikutip dari Muhamin Zen

sebagai berikut: Nafi‟ ibn Abi Nuaim Maula Jaunah (imam Nafi‟), Abdullah ibn Katsir

Maula Amru ibn Alqamah, (imam ibnu katsir), Abu Amru ibn Al-Ala Al-Mazny (imam

Abu Amr), Abdullah ibn Amir (ibnu Amir), Abu Bakar „Ashim ibn al-Nujud (imam

„Ashim), Hamzah ibn Habib Al-Zayat (imam Hamzah), dan Abu Hasan Ali ibn Hamzah

Al-Kisa‟i (imam Al-Kisa‟i). (Zen, 2008: 159).

Pada masa kejayaan Islam terdapat lembaga-lemsbaga pendidikan Al-Quran yang

tersebar di berbagai daerah, seperti di Madinah, Makkah, Mesir, dari kota-kota inilah para

ulama banyak yang belajar ilmu Islam selain itu juga mereka menghafal Al-Quran dan

bertalaqqi langsung dari syekh-syekh yang ada di negara tersebut, kemudian kembali ke

negarinya masing-masing untuk menyebarkan ilmu dan mendirikan pesantren khusus Al-

Quran. Ulama-ulama tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa,

Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Sehingga pemeliharaan Al-Quran hingga

masa sekarang ini masih tetap berjalan dengan adanya lembaga-lembaga pesantren yang

mengkhususkan pada hafalan Al-Quran. (Shohib & Bunyamin, 2011: 12) Langkah

pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan tulisan inilah yang dilakukan oleh umat

Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya sepanjang masa dan waktu, disamping

penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri.

Tingginya minat masyarakat Islam saat ini terhadap hafalan Al-Quran bahkan

program hafalan Al-Quran telah menjadi pelajaran khusus di sekolah-sekolah Islam saat

ini, hal ini membuktikan bahwa pemeliharaan Al-Quran dari masa Nabi hingga masa

sekarang masih tetap berjalan. Langkah pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan

tulisan inilah yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya

sepanjang masa dan waktu, disamping penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri.

Maka dari itu orang Islam dianjurkan mengahafal Al-Quran karena menghafal Al-Quran

merupakan kebutuhan umat Islam dan Nabi sangat menganjuran umatnya menghafal Al-

Quran.

Page 48: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

25

B. Aspek-Aspek terkait dalam Menghafal Al-Quran

1. Metode yang Digunakan dalam Tahfizh Al-Quran Menurut Para Ahli

Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia metode adalah “cara yang telah teratur dan

terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, cara menyelidiki dalam

mengajar.”(Poerwadarminta, 1996:649) tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan

dapat berproses secara efesien dan efektif. metode pendidikan yang tidak tepat akan

menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak waktu

dan tenaga yang terbuang sia-sia.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat

jalan, cara yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan pengajaran dan pendidikan

kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Setiap penghafal Al-Quran, tentunya menginginkan waktu yang cepat dan singkat,

serta hafalannya menancap kuat di memori otak dalam proses menghafalkan alquran. hal

tersebut dapat terlaksana apabila sang penghafal Al-Quran menggunakan metode yang

tepat, serta mempunyai ketekunan, rajin, dan istiqomah dalam menjalani prosesnya,

walaupun cepatnya menghafal seseorang tidak terlepas dari otak dan IQ yang dimiliki.

metode yang digunakan para penghafal Al-Quran berbeda-beda sesuai dengan kehendak

dan kesanggupannya.

a. Menurut Sa’dulloh

Metode apapun yang digunakan tidak akan terlepas dari pembacaan yang

berulang-ulang sampai dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikit pun. Proses

menghafal Al-Quran dilakukan melalui proses bimbingan seorang guru tahfizh. dalam

buku Cara Cepat Menghafal Al-Quran karangan Sa‟dullaoh menjelaskan ada lima metode

menghafal Al-Quran:

1). Bin-Nazhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Quran yang akan dihafal

dengan melihat mushaf Al-Quran secara berulang-ulang. proses bi-nadzar ini

hendaknya dilakukan sebanyak mungkin atau empat puluh satu kali seperti yang biasa

dilakukan oleh para ulama terdahulu. hal ini dilakuakan untuk memperoleh gambaran

menyeluruh tentang lafaz maupun urutan ayat-ayatnya. agar lebih mudah dalam

proses menghafal, maka selama proses bin-nazhar ini diharapkan calon hafidz juga

mempelajari makna dari ayat-ayat tersebut.

2). Tahfizh, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Quran yang telah dibaca

berulang-ulang secara bin nazhar tersebut. misalnya menghafal satu baris, beberapa

kalimatatau sepotong ayat pendek sampai tidak ada kesalahan. setelah satu barisatau

beberapa kaliamt tersebut sudah dapat dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan

merangkaikan baris atau kalimat berikutnya dengan sempurna. kemudian rangkaian

ayat tersebut diulang kembali sampai benar-benar hafal. setelah materi satu ayat dapat

dihafal dengan lancer kemudian pindah kepada materi ayat berikutnya.

3). Talaqqi, yaitu menyetorakan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal kepada

guru atau instruktur. guru tersebut haruslah seorang hafidz Al-Quran, telah mantap

agama dan ma’rifah nya, serta dikenal mampu menjaga dirinya. proses talaqqi ini

dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan seorang calon hafidz dan mendapatkan

bimbingan seperlunya. seorang guru tahfizh juga hendaknya yang benar-benar

mempunyai silsilah guru sampai kepada nabi Muhammad SAW.

4). Takrir, Yaitu mengulang hafalan atau men-sima’-kan hafalan yang pernah

dihafalkan/sudah pernah di-sima’-kan kepada guru tahfizh, takrir dimaksudkan agar

Page 49: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

26

hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik. selain dengan guru, takrir juga

dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal,

sehingga tidak mudah lupa. misalnya pagi hari untuk menambah materi hafalan baru,

dan sorenya untuk men-takrir hafalan yang telah dihafal.

5). Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain, baik kepada perorangan

maupun pada kelompok jamaah. Dengan tasmi’ ini seorang penghafal Al-Quran akan

diketahui kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan

huruf atau harokat. Dengan tasmi’ seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam

hafannya. (Sa‟dhulloh, 2008: 56)

Pada prinsipnya, semua metode baik sekali untuk dijadikan pedoman dalam

menghafal Al-Quran, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif dan

membuat variasi dalam menghafal, sehingga tidak berkesan menoton yang akan

menghilangkan rasa kejenuhan dalam proses menghafal Al-Quran.

b. Menurut Muhaimin Zen

Muhamin Zen mengatakan “metode tahfizh yang diterapkan di PTIQ terdiri dari

tiga metode yaitu:

1). Metode S (seluruhnya), yaitu membaca satu halaman dari baris pertama sampai

baris terakhir secara berulang-ulang sampai hafal.

2). Metode B (bagian), yaitu menghafal ayat demi ayat, atau kaliamt demi kalimat yang

dirangkai sampai satu halaman,

3). Metode C (campuran) yaitu kombinasi antara metode S dan metode B, mula-mula

dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian bagian tertentu dihafal

tersendiri, kemudian diulang lagi secara keseluruhan dari awal hingga akhir.” (Zen,

2006: 90)

Fachruddin menguatkan pendapat Muhaimin dalam bukunya Al-Quran Bahasa

dan Agama, ia menyatakan “ada lima metode menghafal Al-Quran yaitu:

1). Pertama metode wahdah metode dimana seorang yang ingin menghafal harus terlebih

dahulu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal, setiap ayat dibaca berkali-kali

sehingga hafal.

2). Kedua metode kitabah yang berarti menulis, para penghafal Al-Quran dianjurkan

menulis terlebih dahulu ayat yang akan dihafal dan tulisanya dijadikan rujukan untuk

dibaca dan menghafalnya.

3). Ketiga metode sima’i yaitu mendengar, dalam metode ini penghafal mendengar ayat

yang akan dihafalkannya terlebih dahulu sehingga mudah untuk menangkap ayat demi

ayatnya, metode ini biasanya diterapkan pada anak-anak yang belum bisa membaca

tulis Al-Quran.

4). Keempat metode gabungan yaitu gabungan dari ketiga metode di atas, metode wahdah,

kitabah, dan sima‟i.

5). Dan kelima metode jama’ yang berarti metode penghafalan dengan cara kolektif,

dibaca bersama-sama yang dipimpin oleh seorang guru sedangkan murid

mengikutinya. (Fachruddin, 1993: 13-24)

c. Menurut Para Huffadz Para ulama masa kini juga para huffadz, dalam hal penjagaan hafalan Al-Quran

yang dikutip dari Fathani memiliki metode yang menggunakan istilah في تشىق “lisanku

selalu dalam kerinduan”. Kerinduan disini adalah kerinduan membaca Al-Quran. Setiap

huruf dalam rangkaian kata في تشىق mempunyai makna sebagai berikut:

Page 50: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

27

1) Fâ sampai mîm: hari pertama mulai menghafal surat Al-Fâtihah sampai surat Al-

Mâ‟idah

2) Mîm sampai Yâ: hari kedua melanjutkan dari surat Al-Mâ‟idah sampai surat

Yûnus

3) Yâ sampai Bâ: hari ketiga melanjutkan dari surat Yûnus sampai surat Bâni Isrâîl

4) Bâ sampai Syîn: hari keempat melanjutkan dari surat Bâni Isrâîl sampai surat As-

Syu‟ara

5) Syîn sampai Wâw: hari kelia melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat

Ash-shaffât

6) Wâw sampai Qâf: hari keenam melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat

Qâf

7) Qâf sampai khatam: hari ketujuh melanjutkan dari surat Qâf sampai surat An-Nâs

(khatam). (Fathani, 2009: 48)

Pada teori kognitif terdapat berberapa teknik mengembangkan hafalan yang terkait

dengan metode-metode menghafal Al-Quran yang disebutkan di atas, yaitu:

1) Schemata, merupakan upaya mengorganisasikan informasi dalam bentuk-bentuk

yang dapat diingat, membagi surah-surah ke dalam klasifikasi berdasarkan panjang

pendeknya surah, Al-Mi‟un, Al-Mufassal, dan pada hukum-hukum tajwid seperti

hukum nun mati dan tanwin, dan qiraat. Teknik ini merupakan mengelompokkan

bagian-bagian tertentu sesuai klasifikasinya agar mudah diingat. Bagi penghafal

Al-Quran ini sangat berguna bagi orang yang bertipe kinestestik yaitu orang yang

senang menyerap informasi dengan grafik, gambar, atau model.

2) Mnemonic, merupakan teknik mengelola ingatan dengan menggunakan akronim

yang memudahkan pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan. Teknik

ini biasa digunakan pada ayat-ayat yang berulang dalam surah Ar-Rahman dan Ar-

Mursalat atau dalam menghafal pasal dalam perundang-undangan. Seperti yang

disebutkan Hude mnemonic dalam surah Ar-Rahman adalah khirmiy wa kiysiy

yaitu huruf kha’,ra, mim,ya’,waw,kaf, ya’,sin, ya’ merupakan awal kalimat yang

terletak setelah kalimat fabiayyi ala-i rabbikuma tukadzibban dan seterusnya.

Namun metode ini terkadang menyulitkan disamping penghafal harus mengingat

lambangnya disisi lain juga harus mengingat makna yang terkandung.

3) Metode Loci, merupakan metode yang digunakan untuk melakukan analogi ingatan

dengan tempat yang biasa dilalui atau yang dikenal baik. Teknik hafalan dengan

menggunakan metode losai ini cocok untuk orang tipe belajar kinestestik, yang

lebih mudah mencerna informasi dengan gerakan, peragaan, grafis. Menghafal Al-

Quran dnegan ikut menggerakkan anggota tubuh seperti jari, tangan, kepala

bahkan ekspresi wajah, atau bahkan mengelaborasikan kisah-kisah dalam Al-

Quran sebagai alat bantu dalam menghafal Al-Quran.

4) Chucking, yaitu metode mengingat dengan melakukan pemenggalan dari seluruh

bagian ayat-ayat. Seperti waqaf, dan ibtida’ ada cara pemenggalan kalimat ketika

hendak waqaf tidak boleh disembarang tempat, ini akan memudahkan dalam

penghafalan karena ayat-ayat akan dipenggal sesuai waqafnya dan memulai

bacaan lagi pada kalimat yang tepat dan sesuai kaidahnya.

5) Pemahaman Makna, menghafal Ayat-ayat yang sudah lebih dahulu mengetahui

maknanya atau kisah yang sudah lebih dahulu diketahui ceritanya maka akan lebih

cepat hafal dan dicerna. Para penghafal Al-Quran sangat dianjurkan memahami

makna ayat yang akan dihafal dengan dikaitkan pada ilmu nahwu, sharaf, qiraat,

balaghah dan sebagainya. Dengan elaborative rehearsal makna menjadi syarat

Page 51: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

28

penting untuk dapat dielaborasi secara kreatif sehingga dapat dihubungkan dengan

berbagai informasi yang telah diketahui sebelumnya.

6) Remark System, yaitu metode pengulangan terus menerus terhadap materi hafalan,

metode ini sangat cocok diterapkan dalam hafalan Al-Quran, hafalan harus terus

diulang-ulang agar materi hafalan tidak mudah hilang, itu sebabnya metode takrir

sangat baik dan bermanfaat untu penghafal Al-Quran. (Bandura, 1989: 10-15)

Pada dasarnya metode yang biasa diterapkan oleh para penghafal Al-Quran juga

terdapat dalam teori psikologi, fungsi dan tujuannya sama yaitu memudahkan dalam

memasukkan materi ayat ke dalam ingatannya. Menghafalkan Al-Quran dalam sehari

hanya dianjurkan satu atau dua halaman saja, jangan terlalu banyak menambah hafalan

baru, supaya ketika mengulangnya kembali sebab dikhawatirkan jika hafalan menambah

hafalan terlalu banyak maka akan terbengkalai mengulang hafalan yang telah dihafal

nantinya dan metode dalam menghafal dapat diterapkan dengan berbagai variasi sesuai

dengan kemampuan penghafal sendiri.

Metode dalam menghafal dimaksudkan untuk mempermudah dalam mencerna ayat

demi ayat hingga masuk ke hati, tidak ada gunanya jumlah hafalan yang banyak

dibandingkan dengan kekuatan hafalan, sedikit tapi kuat lebih baik daripada banyak tetapi

lemah. Untuk itu pemilihan metode yang pas setiap individu sangatlah berbeda tergantung

dari tingkat kemampuannya dan kesungguhannya.

2. Peran Instruktur dalam Mengembangkan Tahfizh Al-Quran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “instruktur adalah orang yang bertugas

mengajarkan sesuatu dengan memberikan latihan, bimbingan, pelatihan dan pengasuhan.”

(Departemen Pendidikan Nasional, 2008:540)

Instruktur disini maksudnya adalah guru atau Pembina dalam menghafal Al-Quran.

Definisi tentang guru sendiri adalah “tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah

mengajar, dalam arti mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik” (Muhibbin, 2007:

256)

Guru atau instruktur merupakan orang yang membimbing, mengarahkan,

menyimak hafalan-hafalan Al-Quran, dalam menghafal Al-Quran peran instruktur sangat

diperlukan karena menghafal tanpa adanya guru yang mendengarkan hafalannya kurang

dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena pada hakikatnya menghafal sendiri

itu menurut dirinya sudah benar dan sudah baik sehingga dapat dikuasai tetapi setelah

didengarkan kepada instruktur ternyata masih banyak terdapat kesalahan tanpa disadari.

(Zen, 1996: 237)

Dari sini maka seorang instruktur memiliki peran penting dalam mengembangkan

kualitas hafalan muridnya, yang dikutip dari Ahsin antara lain:

a. Sebagai penjaga kemurnian Al-Quran. Instruktur merupakan sebagian dari

mereka yang diberikan kehormat untuk menjaga kemurnian Al-Quran, karena itu

seorang instruktur haruslah menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-

Quran sehingga ia benar-benar figur ahli Al-Quran yang konsekuen.

b. Sebagai sanad yang menghubungkan mata rantai sanad hingga sampai kepada

Rasulullah SAW. Belajar talaqqi kepada seorang guru mutlak diperlukan apalagi

diingat belajar langsung kepada seorang guru terutama guru yang sudah

mendapatkan sanad langsung dari Rasulullah SAW akan menjalin hubungan

batin dan membawa berkah terhadap muridnya.

c. Menjaga, mengevaluasi dan mengembangkan minat menghafal muridnya, serta

mengikuti perkembangan hafalan muridnya. Instruktur dituntut selalu peka

Page 52: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

29

terhadap masalah yang dihadapi muridnya sehingga dapat segera mengantisipasi

setiap gejala yang melemahkan semangatnya. Untuk itu hubungan yang harmonis

antara instruktur dan muridya hendaklah dibangun sedini mungkin agar dapat

membantu proses menghafal Al-Quran dan murid tidak merasa terpaksa dalam

menghafal.

d. Instruktur berperan mentashih hafalan muridnya. Disamping aspek kedekatan

dan psikologis instruktur juga harus selalu jeli dan cermat dalam menyimak

hafalan muridnya. Ketelitian instruktur sangat diperlukan jika tidak maka akan

menimbulkan kesalahan dalam hafalan dan akan sulit meluruskannya. (Ahsin,

2005: 74)

Peran instruktur sangat penting dalam upaya mengembangkan kualitas hafalan

muridnya, hal ini dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk mengkoreksi bacaan murid

namun yang lebih penting adalah menjaga mengontrol, memberi saran, nasehat, motivasi

serta menjaga kemurnian Al-Quran agar tetap bersambung sampai Rasulullah. Dengan

adanya instruktur maka kegiatan menghafal diharapkan berlangsung secara dinamis dan

kontiniu sehingga nantinya fase menghafal akan terus meningkat ke fase pemahaman isi

kandungan Al-Quran dengan tetap dibimbing oleh guru atau instruktur yang kompeten.

(Makhyaruddin, 2015: 84)

Secara umum memperdengarkan hafalan kepada instruktur akan memberikan

manfaat, karena bagi penghafal sendiri akan merasakan perbedaan antara hafalan yang

sudah disetorkan dan hafalan yang belum disetorkan. Setoran menjadi standar ukuran atau

evaluasi hafalan dan bacaan. Apabila tidak disetorkan, tidak akan diketahui seberapa

banyak hafalan yang benar-benar sudah dihafal, karena akan tercampur dengan hafalan

yang belum benar-benar hafa. Maka dari itu dengan setoran kepada instruktur akan

diketahui hafalan mana yang sudah lancar dan mana yang belum lancar.

Membaca Al-Quran dalam shalat hakikatnya sama juga dengan menyetorkan

hafalan kepada Allah SWT, Dia sendiri yang akan mengkoreksi dan mendengarkan

hafalan, hal ini bisa dilakukan oleh hafidz yang sudah benar-benar kuat dalam hafalannya

sehingga dapat meraih kekhusyuan dalam shalat. (Makhyaruddin, 2015: 234)

Maka dari itu instruktur bagi para hafidz yang sudah kuat hafalannya adalah Allah

SWT, sedangkan bagi pemula penghafal Al-Quran hendaklah ia berguru pada instruktur

yang baik kualitas bacaan dan hafalannya serta sudah mendapatkan sanad yang

bersambung dengan Rasulullah. Hal ini dimaksudkan agar penghafal Al-Quran juga

mempunyai kualitas hafalan yang baik dan juga mempunyai sanad.

3. Faktor Hilangnya Hafalan dan Upaya Menjaganya

Para penghafal Al-Quran harus berupaya menjaga hafalannya agar tidak lupa,

banyak factor yang menyebabkan hilangnya hafalan Al-Quran, untuk itu para penghafal

Al-Quran harus berusaha menjaga hafalan dengan terus mengulang-ulang hafalannya dan

menjaga prilaku kesehariannya serta menghindari diri dari maksiat.

Makhyaruddin menyebutkan “lupa akan ayat Al-Quran, itu dikarenakan maksiat

bukan mitos. Al-Quran bukanlah huruf-huruf dan kalimat-kalimat tetapi kandungannya.

Siapa pun belum disebut hafal Al-Quran kalau belum menjaga kandungannya. Apabila

hafal Al-Quran itu hanya sekedar penampakan huruf-huruf dan kalimat dalam hati,

jangankan muslim yang maksiat, non Muslim pun bisa hafal.” (Makhyaruddin, 2015: 193)

Walaupun menghafal Al-Quran itu bukan sesuatu yang susah, namun

membutuhkan kesabaran yang ekstra dalam menjalaninya. Menghafal tidak hanya sekedar

menghafal, melainkan juga harus menjaganya melewati berbagai rintangan atau cobaan,

Page 53: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

30 salah satu cobaan orang yang menghafal adalah maksiat. Maksiat bukan hanya melakukan

perzinaan atau yang lebih parah dari itu, melainkan maksiat disini bias diartikan maksiat

seluruh anggota tubuh, termasuk didalamnya maksiat hati, mata, telinga, perut, tangan dan

lain sebagainya.

Tidaklah penghafal Al-Quran melakukan maksiat, kecuali ia telah melupakan Al-

Quaran, jika ia masih ingat ayat-ayat dan kalimatnya maka ia telah kehilangan

kandungannya. Ibarat jasad manusia yang sudah kehilangan ruhnya. Maksiat termasuk

faktor yang akan menghilangkan hafalan, Syekh Abdullah ibn Al-Husain Al-Balawi

merinci sejumlah maksiat yang menjadi faktor hilangnya hafalan yang dikutip dari

(Makhyaruddin, 2015: 201-214) yaitu:

a. Riya‟

Riya‟ merupakan penyakit hati yang ingin terlihat baik didepan orang dengan

melakukan pencitraan diri atau menceritakan kebaikan diri sendiri kepada orang lain atau

khalayak ramai. Penghafal Al-Quran bersikap riya‟ tidak akan terjadi selama

menghafalnya benar.

b. „Ujub

„Ujub adalah merasa ibadah muncul dari diri sendiri, bukan nikmat dari Allah, tak

terlihat bedanya antara orang yang menceritakan kebaikan sendiri karena „ujub atau riya‟.

Kesempurnaan ibadah itu ketika merasa amal kurang, perasaan itu tidak harus

diungkapkan kepada orang lain, terkadang menceritakan kurangnya amal dibumbui oleh

keinginan yang halus agar terlihat sempurna di mata orang lain.

c. Ragu kepada Allah

Ragu kepada Allah sangatlah berbahaya karena akan berakibat pelakunya melupakan

keesaan Allah, lupa bahwa Allah yang akan menjamin rezki untuk itu jangan takut untuk

sibuk dan bergelut dengan Al-Quran karena “orang yang sibuk dengan Al-Quran akan

dicukupkan rezkinya walaupun ia tidak memintanya melebihi kecukupan para peminta”

d. Merasa aman dari siksa Allah SWT

Menghafal Al-Quran tidak akan menimbulkan gelisah karena yang menimbulkan

gelisah itu tidak menghafal Al-Quran, orang yang merasa aman dari azab Allah akan

tenang mengerjakan maksiat sementara orang yang tidak aman dari azab Allah akan tidak

tennag melakukan maksiat.

e. Putus asa kepada rahmat Allah SWT

Penghafal Al-Quran yang belum lancar pasti akan lancar selama tidak berputus asa

untuk melancarkannya, pertanyaannya kenapa tidak lancar-lancar karena berputus asa. Al-

Quran menyebutkan:

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus

asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf (12): 87)

f. Mengingat-ingat sedekah

Dengan sedekah, penghafal Al-Quran bukan hanya berkapasitas menerima limpahan

rezki, tetapi berkapasitas menerima Al-Quran, karena Al-Quran adalah rezeki terbesar

manusia, namun semuanya tidak akan berarti jika diungkit-ungkit dan selalu diingat.

g. Dengki

Orang dengki menganggap kesuksesan orang lain itu merupakan penghalang bagi

kesuksesannya. Bagi pengahfal Al-Quran dengki mudah diatasi, apabila tidak mudah

diatasi maka hafalan Al-Qurannya akan sulit.

Page 54: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

31

h. Dendam

Dendam merupakan rasa marah atau tidak suka kepada orang secara berkepanjangan,

Al-Quran menganjurkan agar membalas keburukan dengan kebaikan dan cinta,

sebagaimana jika membalas keburukan dengan yang lebih buruk maka yang timbul adalah

dendam dan permusuhan.

i. Mendustakan takdir

Sebesar apapun penolakan terhadap takdir, takdir itu tetap akan berjalan

menghampiri. Mendustakan takdir juga termasuk maksiat setidaknya penghafal Al-Quran

harus menghindari hal ini, jika ingin Al-Qurannya tetap terjaga.

Para penghafal Al-Quran sudah seharusnya selalu berupaya menjaga hafalannya

dari kelalaian dan lupa, sebab nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa menghafal

Al-Quran itu ibarat berburu di hutan, apabila pemburu fokus perhatiannya pada binatang di

depannya bukan pada binatang burauannya maka buruannya akan lepas, begitu pula orang

yang menghafal Al-Quran apabila fokus perhatiannya hanya pada materi ayat baru yang

akan dihafal sedang materi yang sudah dihafal ditinggalkan maka akan sia-sia karena

hafalannya bisa lupa dan hilang.

Menurut Sakho yang dikutip dari Wahid, ia menyatakan “kedua hadis tersebut

memaklumi bahwa penghafal Al-Quran memang mudah lupa terhadap hafalannya. Namun

penghafal Al-Quran diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

banyak membacanya, lupa terhadap hafalan merupakan suatu ujian tersendiri terhadap

penghafal Al-Quran, apabila ia betul-betul mencintai Al-Quran ia akan berusaha

memperbaiki hafalannya sebab orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah pasti akan

mendapatkan banyak ujian. (Wahid, 2013: 158)

Dibalik adanya kendala-kendala yang disebutkan di atas, maka perlu adanya upaya

untuk memantapkan hafalan. Adapun upaya-upaya menjaganya sebagai berikut:

a. Menjauhi perbuatan dosa, baik dosa besar maupun sejumlah maksiat yang

disebutkan di atas, mengindari sikap sombong, mengindari memandang dunia

sebagai tujuan hidup dan selalu mendawamkan istiqomah dan tawadhu‟.

b. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat. Dengan banyaknya intensitas

pengulangan maka pola hafalan dalam ingatan akan mencapai tingkat yang baik

c. Memahami benar terhadap ayat-ayat yang serupa, atau yang sering membuat

keliru.

d. Membaca ayat-ayat yang telah dihafal dalam shalat, karena ayat yang dibaca

dalam shalat akan memberikan kesan yang mendalam di benak dan perhatian

terhadap ayat-yat yang dibaca akan lebih besar.

e. Tekun mendengarkan bacaan orang lain, atau memperdengarkan bacaan kepada

orang lain (tasmi’) serta mentargetkan mengulang hafalan berapa juz dalam

sehari atau sepekan.

f. Memanfaatkan alat bantu pendengaran yang mendukung, seperti sering

mendengarkan recorder, kaset, dan murottal Al-Quran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas menghafal, berasal dari faktor internal

dan eksternal. Faktor internal antara lain: a. kondisi emosi, b. keyakinan (belief), c

kebiasaan (habit), dan cara memproses stimulus. Faktor eksternal, antara lain: a.

lingkungan belajar, dan b. nutrisi tubuh. sedangkan faktor – faktor yang mendukung dan

meningkatkan kemampuan menghafal Al-Quran sebagai berikut: a. motivasi dari

penghafal, b. mengetahui dan memahami arti atau makna yang terkandung dalam Al-

Quran, c. pengaturan dalam menghafal, d. fasilitas yang mendukung, e. otomatisasi

Page 55: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

32 hafalan, dan f. pengulangan hafalan. (Saptadi, 2012: 118) untuk itu kualitas dan kuantitas

hendaknya selalu jadi hal yang diperhartikan oleh para penghafal Al-Quran.

Penghafal Al-Quran hendaklah membuat mekanisme untuk memelihara hafalan

Al-Quran, sebagaimana Nabi selalu menjaga hafalannya dengan cara memperdengarkan

hafalannya kepada malaikat Jibril, sedangkan para sahabat mengistiqomahkan khatam Al-

Quran dalam waktu sepekan atau dua pecan, begitu juga dengan ulama-ulam terdahulu

mereka juga senantiasa memelihara hafalan AL-Quran mereka dengan istiqomah murojaah

dan yang terpenting adalah menahan diri dari perbuatan maksiat dan dosa.

4. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Quran

Pertama sekali yang harus dilakukan oleh pengajar dan pelajar Al-Quran adalah

meniatkan aktivitasnya dalam rangka mencari ridha Allah SWT, disebutkan dari Ibnu

Abbas “seseorang itu akan hafal sesuai dengan kadar niatnya”. (Abdullah Said 2011: 56)

Para pengajar Al-Quran hendaklah berpenampilan sempurna dan bertingkah laku

mulia serta menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang Al-Quran demi memuliakan Al-

Quran, hendaklah ia juga menghindari dirinya dari profesi atau pekerjaan yang tercela,

menghormati diri, menjaga diri dari penguasa kejam dan para pengejar dunia yang lalai,

tawadhu‟ terhadap orang-orang shalih, menjadi pribadi yang khusyu‟, pelaku kebaikan

serta tenang hati dan sikapnya. (An-Nawawi, 2005: 24)

Kepribadian pengajar sebagai cerminan kepriadian pelajar, “belajar Al-Quran itu

ibarat tumbuhan ia tidak akan tumbuh kecuali pada tanah yang baik dan subur, seperti

sholat adalah ibadah yang dilakukan anggota badan maka tidak akan sah sholatnya jika

tidak bersuci dari hadas kecil dan hadas besar, maka begitu juga dengan ilmu ia tidak akan

mengampiri hati yang tidak bersih dari sifat buruk dan akhlak yang tercela” (Abdullah

Said, 2011: 35)

Adapun kriteria adab dan akhlak pengajar Al-Quran menurut Al-Muntada sebagai

berikut:

a. Berakidah salaf yang bersih, jauh dari semua pembatal prinsip-prinsip seperti

kekufuran dan kesyirikan serta dari perusak kesempuranaannya seperti bid‟ah

dan kesesatan.

b. Konsisten menjalankan kewajiban, menjaga ibadah sunnah sesuai dengan

kemampuan, serta berusaha optimal menjauhi hal-hal haram dan makruh, baik

dalam perkataan maupun perbuatanlahir dan batin

c. Merasa diawasi oleh Allah, baik dalam kesendirian maupun keramaian, berharap

akan pahala-Nya, takut pada siksa-Nya, memperhatikan perilakunya,

mengevaluasi diri atas kesalahan dan khliafnya, serta memiliki motivasi tinggi

untuk memperbaiki kesalahannya seoptimal mungkin.

d. Mencari dan mendalami ilmu agama, tidak puas hanya menghafal dan

mengajarkan Al-Quran, sekalipun pahalanya besar. Meneladani orang-orang

yang sudah memperaktikkan hal ini, karena sebagian besar ulama Al-Quran dan

ahli qiroat juga menguasai ilmu-ilmu yang bermanfaat, seperti akidah, hadis,

tafsir, fikih, bahasa dan ilmu-ilmu lainnya.

e. Mengetahui kemampuan diri, tidak tertipu oleh pujian orang lain, serta tidak

merasa ujib (bangga diri) karena melihat banyaknya murid yang menyelesaikan

hafalan Al-Quran di hadapannya.

f. Berakhlak mulia, senantiasa melaksanakan prilaku terpuji dan menjauhi hal-hal

yang bertentangan, menjaga harga diri dan tidak menengadahkan tanagn meminta

bantuan orang lain dalam urusan pribadinya.

Page 56: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

33

g. Menjadi teladan bagi siswa dalam perkataan, perbuatan, serta prilaku

mengamalkan dan menghormati ajaran Al-Quran, menghargai para penghafal,

menampakkan kebaikan-kebaikan mereka serta menutup mata dari kesalahan-

kesalahan mereka.

h. Menguasai berbagai metode pengajaran dan alat bantu penjelasan dengan

mempelajari buku-buku penunjang materi seoptimal mungkin, menguasai syarat-

syarat penyempaian materi yang benar baik ketika memberikan pengarahan

maupun ketika menjelaskan materi kepada murid.

i. Mampu mengelola halaqoh, mengarahkan murid dan mengambil keputusan yang

tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul, serta selalu disiplin

menepati jadwal halaqoh, tidak absen, berusaha datang sebelum halaqoh dimulai

serta melakukan persiapan sebelum datang baik secara mental, fisik, waktu,

maupun ilmu. (Al-Muntada, 2012: 7-17)

Makki bin Abu Thalib Al-Qaisi yang dikutip dari Musa Nashr, Mengatakan “orang

yang hendak mempelajari Al-Quran harus memilih seorang guru yang punya kapasitas

agama yang bagus, memiliki hafalan yang kuat, serta memahami ilmu-ilmu AL-Quran

secara mendalam. Dia akan membaca Al-Quran itu dihadapan sang guru, mengecek

hafalannya dan kemudian memantapkan akurasi hafalannya itu. Guru itu juga harus

memiliki penegtahuan kritis tentang ilmu bahasa Arab, termasuk ilmu tajwid serta latar

belakang dari setiap kata di dalam Al-Quran, juga mempunyai pengetahuan kritis tentang

keshahihan cara qiraat yang dinukilkan dari para imam yang masyshur. Maka jika

terkumpul pada diri seorang guru keilmuan agama yang benar, akurat, pemahaman

terhadap ilmu Al-Quran serta kemampuan kritis dalam mengkaji ilmu-ilmu bahasa dan

tajwid dan latar belakang setiap kata dalam Al-Quran, berarti telah sempurna

kepribadianya dan layak dijadikan imam.” (Musa Nashr, 2010:19)

Apabila kriteria guru pengajar Al-Quran seperti yang disebutkan Al-Qaisi di atas,

maka akan dapat dibayangkan bahwa pelajar Al-Quran akan sangat banyak menguasai

ilmu agama, tidak hanya hafalan Al-Quran namun juga semua aspek ilmu agama dapat

dipelajarai dari guru yang satu.

An-Nawawi mengatakan “hendaklah pengajar Al-Quran tidak meniatkan untuk

memperoleh kenikmatan dunia yang bersifat sementara, baik itu berupa harta, jabatan,

kedudukan yang tinggi, sanjungan manusia atau semacamnya, hendaknya ia tidak menodai

bacaannya dengan niat mencari kemurahan hati dari orang yang diajarnya, baik itu berupa

harta, pelayanan, atau dalam bentu hadiah yang mana tidak akan diperoleh jika ia belum

mengajarkan Al-Quran. (An-Nawawi, 2005: 27) sesuai Firman Allah:

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah

keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami

berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian

pun di akhirat.” (Q.S.Asy-Syura (42): 20)

Allah SWT juga berfirman:

Page 57: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

34

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami

segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami

kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam

Keadaan tercela dan terusir.”(Q.S.Al-Isra‟(17): 18)

Para pengajar Al-Quran hendaklah tidak mengharapkan imbalan dunia karena

ganjaran yang sesungguhnya untuk para pengajar yang ikhlas akan didapatkan diakhirat

nanti, serta keberkahan Al-Quran juga akan tetap mengalir di dunia dan di akhirat.

An-Nawawi mengatakan “sebagai pelajar Al-Quran juga tidak penting dari adab-

adab yang seharusnya dimiliki, agar hatinya suci dalam menerima hafalan Al-Quran dan

memetik buahnya” diantaranya:

a. Hendaklah sang pelajar rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya,

walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia

nasabnya, karena jika menghormati ilmu guru maka akan didapat pemahaman

terhadap ilmu tersebut. Hendaklah sang pelajar mematuhi guru, berkonsultasi

dengannya disetiap permasalahan, menerima perkataannya sebagaimana pasien yang

cerdas mematuhi saran dokter ahli yang tulus member nasehat.

b. Berguru kepada guru yang berkompeten, yang jelas agamanya, nyata ilmunya dan

telah terkenal kapasitas keilmuannya. Ulama salaf mengatakan “ilmu adalah agama

maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama” hendaklah ia bersikap

takzim meyakini keilmuan gurunya karena dengan sikap itulah ia mudah mengambil

manfaat dari sang guru” bahkan sebagian salaf selalu berinfak dan berdoa sebelum

berangkat ke tempat gurunya “Ya Allah tutuplah aib guruku dariku dan jangan

halangi aku mendapatkan berkah ilmunya”

c. Berpenampilan sopan, hendaknya pelajar mendatangi guru dengan keadaan yang

sempurna, rapi, suci, telah bersiwak, hatinya tidak disibukkan dengan hal lain, dan

tidak masuk sebelum meminta izin keada gurunya, mengucapkan salam kepada

guru, dan kepada orang yang berada dalam majelis.

d. Bersemangat tinggi, hendaknya pelajar Al-Quran gigih dalam belajar, bersemangat,

badan kuat, dan tidak puas dengan yang sedikit jika masih memungkinkan untuk

memperoleh yang banyak, serta tidak melakukan sesuatu yang memberatkan diri

yang memungkinkan akan menyebabkan kebosanan.

e. Mengulang Al-Quran dan menghindari lupa serta menghindari diri dari maksiat,

mengulang hafalan hak mutlak bagi pelajar, hafalan sebaiknya diulang kembali pada

pagi hari, karena pada pagi hari biasanya pikiran masih segar dan memnungkinkan

untuk menangkap materi lebih banyak. Pelajar Al-Quran juga harus menahan dirinya

dari perbuatan maksiat, yang akan berakibat seringnya lupa dan susahnya

menangkap hafalan. (An-Nawawi, 2005: 45-49)

Menjadi hafiz merupakan keberkahan yang tidak dianugrahkan pada banyak orang,

menjadi hafizh hanya diamanatkan pada segelintir ahli Quran yang tekun, karenanya nilai-

nilai lebih harus dipelihara secara kontiniyu karena ahli Quran sudah tentu menjadi

sahabat Al-Quran, berkah dan kedekatannya pada Al-Quran akan membawa pada

pemahaman yang lebih baik atas pesan-pesan Allah. (Umar, 2014: 43)

Page 58: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

35

Pengajar dan pelajar Al-Quran harus memperhatikan setiap gerak geriknya, jangan

sampai pengajar dan pelajar Al-Quran tetapi akhlak dan adabnya jauh dari nilai Al-Quran.

Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai isi kandungan Al-Quran agar

nilainya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga para pelajar Al-Quran

juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penting demi terciptanya hafalan yang

berkualitas dan baik.

C. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran

1. Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi berasal dari kata “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran.

Dalam kamus bahasa inggris evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui

keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan

dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. (Jhon M. Echols dan Hasan Shadily,

2005: 220)

Sampai pada tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi dalam

pendidikan terbatas pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang

digunakan adalah bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan satu perlakuan

pembelajaran kepada peserta didik. (Arikunto dan Safruddin, 2014:2)

Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar,

tolak ukur, atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan

data mengenai kondisi nyata sesuatu hal kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar

dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan antara kondisi nyata

tersebut dengan kondisi yang diharapkan. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 8)

Sedangkan prgram dapat diartikan “a programme is an organised set of a activities

designed to produce results that will have an impact on a specific problem or need”

dengan kata lain program dapat diartikan sebagai sejumlah aktifitas yang dirancang secara

teroganisir untuk membuat seperangkat hasil yang akan memmbawa dampak pada

terpecahkannya masalah khusus atau terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan. (Yusuf,

2015: 144).

Secara umum program diartikan “rencana”. Seperti contoh sering terdengar

pertanyaan apa program siswa/i setelah lulus dari sekolah ini? Dalam hal ini program bisa

disebut rencana. Rencana ini bisa berupa kegiatan apa yang akan dilakukan setelah lulus,

melanjutkan sekolah lagi, mencari pekerjaan yang layak membantu orang tua, atau

mungkin belum menentukan program apa yang akan dilakukan setelah lulus nanti. (Thoha,

1996: 56)

Sukardi menyatakan program adalah “salah satu hasil kebijakan yang

penetapannya melalui proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk

dilaksanakan baik oleh sitivas akademik maupun tenaga administrasi” (Sukardi, 2014: 4)

Suatu program mempunyai ciri sistematis yaitu keteraturan dengan urutan langkah-langkah

tertentu mulai dari perencanaan program, pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan,

dampak progmam, tingkat keaktifan dan efesiensi program sampai dengan penilaian

program. (Arifin, 2009: 33)

Setiap lembaga atau institusi pasti memiliki program yang dihasilkan dari suatu

kebijakan yang dilaksanakan oleh orang yang diberi kewenangan atasnya, kemudian

program itu haruslah dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut berjalan

apakah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak. Evaluasi program juga dilakukan

sebagai media pertanggung jawaban seorang pemimpin kepada atasan.

Page 59: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

36

Apabila program langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program

didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau

implementasi suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan

terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Arikunto dan

Safruddin ada 3 pengertian penting yang perlu ditekankan dalam menentukan program:

a. Realisasi atau implementasi suatu kebajikan

b. Terjadi dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak

berkesinambungan

c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. (Arikunto dan

Safruddin, 2014: 4)

Makna evaluasi program mengalami proses pemantapan. Definisi yang

dikemukakan oleh berberapa ahli yang dikutip dari Arikunto dan Safruddin bahwa Ralph

Tyler menyatakan bahwa “evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah

tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi” (Tyler, 1950). Sedangkan ahli evaluasi yaitu

(Cronbach, 1963) dan (Stufflebeam, 1971) mereka mengemukakan bahwa “evaluasi

program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil

keputusan”. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 5)

Sukardi berpendapat “evaluasi program pada prinsipnya merupakan satu bagaian

integral dari evaluasi pendidikan pada umumnya, evaluasi program bukan saja ada di

dalam proses belajar mengajar, tetapievaluasi program memiliki penggunaan yang lebih

luas, yaitu dilakukan pada program yang merupakan hasil keputusan pemegang kebijakan

untuk diproritaskan pelaksanaannya, seperti program studi, ataupun program yang

dilaksanakan untuk masyarakat.” (Sukardi, 2014: 2)

Evaluasi program pada umumnya sangat memperhatikan semua elemen yang

berperan dan mendukung terlaksananya program mulai dari sumber daya manusia, peserta

didik, instruktur, tenaga administrasi, kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana, hubungan

dengan masyarakat, dan lingkungan. “Evaluasi program dapat dilakukan terhadap seluruh

atau sebagian unsur-unsur program serta terhadap pelaksanaan program pendidikan,

evaluasi program harus dapat diselenggarakan secara terus menerus, berkala, kegiatan

evaluasi dapat dilakukan pada saat sebelum, sedang, atau setelah program dilaksanakan.”

(Sudjana, 2006:6)

Dalam pelaksanaan evaluasi program informasi-informasi yang mungkin

dikumpulkan akan bervariasi, tetapi sangat terkait dengan tujuan program, dapat

dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut: a). Mengapa program itu diadakan,

b). Apa program yang diberikan, c). Bagaimana program tersebut dilaksanakan, d). Apa

dan bagaimana dampak program, e). Apa kekuatan dan kelemahan program, f). Manfaat,

kegunaan dan efektifitas program, g). Efesiensi program. Bagaimana pelaksanaannya,

dapat dilakukan dengan menggunakan interviu dan observasi, berkenaan dengan manfaat

relavansi dan dampak dapat dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan peserta

yang mengikuti program, serta melakuakn analisis apakah program tersebut sudah sesuai

dengan tujuan atau akan dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. (Yusuf, 2015: 148).

Hasil evaluasi selalu dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan langkah

perbaikan pada tahap selanjutnya dari sebuah proses yang terus menerus, maka dapat

dikatakan bahwa evaluasi menempati posisi yang sangat penting dalam proses

pembelajaran maupun dalam sebuah program. (Abdurrahmansyah & Harto, 2006: 77).

Untuk itu setiap program pendidikan haruslah dilakukan evaluasi agar pencapaian yang

diharapkan dapat terpenuhi, dan untuk mengetahui sampai dimana kinerja yang telah

dilakukan dan apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.

Page 60: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

37

Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan kegiatan yang

dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah

pelaksanaan program sesuai dengan rencana, dampak apa yang terjadi setelah program

dilaksanakan, dan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, dimodifikasi, diperluas,

atau ditingkatkan. Evaluasi program juga merupakan kegiatan untuk mengumpulkan

informasi tentang bekerjanya sesuatu program yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah

keputusan, atau dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan menguji efektivitas

suatu program.

Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan

dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah evaluasi yang dilakukan

secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya;

baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan

memberikan manfaat kepada lembaga, pembuat kebijakan dan masyarakat.

Ada empat kebijaksanaan lanjutan yang mungkin diambil setelah evaluasi program

dilaksanakan, sebagai berikut:

a. Kegiatan tersebut dilanjutkan karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa program

ini sangat bermanfaat dan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa hambatan sehingga

kualitas pencapaian tujuannya tinggi.

b. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan penyempurnaan karena data yang terkumpul

diketahui bahwa hasil program sangat bermanfaat tetapi pelaksanaannya kurang lancar

atau kualitas pencapaian tujuan kurang tinggi. Yang perlu mendapatkan perhatian untuk

kebijaksanaan berikutnya adalah cara atau proses kegiatan pencapaian tujuan.

c. Kegiatan tersebut dimodifikasi karena dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa

kemanfaatan hasil program kurang tinggi sehingga perlu disusun lagi perencanaan

secara lebih baik. Dalam hal ini mungkin tujuannya yang perlu diubah.

d. Kegiatan tersebut tidak dapat dilanjutkan (dengan kata lain dihentikan) karena dari data

yang terkumpul diketahui bahwa hasil program kurang bermanfaat, ditambah lagi

didalam pelaksanaan banyak hambatan. ( Arikunto, 2006: 292)

Dengan adanya evaluasi program diharapkan kekurangan dan kelebihan dari suatu

program dapat diketahui dan ditentukan langkah selanjutnya apa yang harus dilakukan

untuk peningkatan kualitas program tersebut.

2. Model, Langkah, dan Tujuan Evaluasi Program

a. Model-Model Evaluasi Program

Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi,

akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau

informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang

terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat menentukan tindak

lanjut terhadap program yang sudah dievaluasi.

Berbagai macam model evaluasi program yang dikemukakan oleh ahli yang

dikutip dari Arikunto dan safruddin, diantaranya:

1). Goal Oriented Evaluation Model

2). Goal free evaluation model

3). Formatif summative evaluation model

Page 61: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

38

4). Countenance Evaluation Model

5). CSE-UCLA Evaluation Model

6). CIPP Evaluation Model

7). Discrepancy Model (Arikunto dan safruddin, 2014: 40)

1). Goal Oriented Evaluation Model

Merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada

model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program

dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa

jauh tujuan tersebut sudah terleksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini

dikembangkan oleh Tyler.

2). Goal Free Evaluation Model

Model evaluasi ini dikembangkan oleh Michel Sriven dapat dikatakan berlawanan

dengan model pertama oleh Tyler. Jika dalam teori Tyler evaluator terus menerus

memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah

dapat dicapai, dalam Teori Michel Sriven dalam melaksanakan evaluasi evaluator tidak

perlu memperhatikan apa yang menjadi tujaun program, yang perlu diperhatiakn adalah

bagaimana kerjanya program, dengan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang

terjadi baik itu hal positif yang diharapkan maupun hal negativ yang tidak diharapkan.

Model ini sering juga disebut “evaluasi lepas dari tujuan” namun bukan sama sekali lepas

dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus, model ini hnaya mempertimbangkan

tujuan umum yang akan dicapai program bukan secara rinci atau per komponen.

3). Formatif Summatif Evaluation Model

Michel Sriven juga mengembangkan model evaluasi lainnya yaitu model formatif-

sumatif. Model ini menunjukkan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu

evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (formatif) dan ketika program

sudah selesai atau berakhir (summatif). Evaluasi formatif secara prinsip dilaksanakan

ketika program masih berjalan atau pada awal kegiatan, tujuannya untuk mengetahui

seberapa jauh program yang dirancang atau berlangsung. Sekaligus mengidentifikasikan

hanbatan sejak dini dan dapat diatasi dengan mengadakan perbaikan. Evaluasi Sumatif

evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir tujuannya ialah untuk mengukur

ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif sebagai sarana untuk mengetahui posisi

atau kedudukan individu di dalam kelompoknya.

4). Countenance Evaluation Model

Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya

pelaksanaan dua hal pokok: (1) deskripsi, menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi

sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi) yaitu apa maksud dan tujuan yang diharapkan oleh

program, dan pengamatan akibat atau apa sesungguhnya yang terjadi. (2) pertimbangan

(judgments) yaitu membandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di

program lain dengan obkek dan sasaran yang sama, dan membandingkan kondisi hasil

pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program bersangkutan,

didasarkan pada tujaun yang akan dicapai. (Widoyoko, 2015: 185)

5). CSE-UCLA Evaluasi Model

CSE-UCLA Evaluasi Model terdiri dari dua singkatan yaitu CSE Center for The

Study of Evaluation dan UCLA University of California in Los Angeles. Ciri dari CSE-

UCLA adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan

pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Akan dibahas secara rinci di bawah.

6). CIPP Evaluation Model

Page 62: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

39

Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan

para evaluator. CIPP merupakan sebuah singkatan dari empat buah kata: Contex, Input,

Process, and Product.

Contex Evaluation: Evaluasi terhadap konteks, evaluasi ini menyajikan mengenai

kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi yang ada dalam lingkungan,

dan mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum

dimanfaatkan. Input Evaluation: evaluasi terhadap masukan, evaluasi ini berkaitan dengan

relevansi, kepraktisan, pembiyaan, evektifitas yang dikehendaki dan alternatif yang

dianggap unggul. Process Evaluation: evaluasi terhadap proses, evaluasi ini mendeteksi

atau memperdiksi kekurangan dalam rancangan prosedur kegiatan program dan

pelaksanaannya, menyediakan data untuk keputusan dalam implementasi program. Product

Evaluation: evaluasi terhadap hasil, evaluasi ini mengukur pencapaian progrma selama

pelaksanaan program dan pada akhir program.

Evaluasi konteks terkait dengan tujuan dari suatu program. Evaluasi ini terkait

dengan mengapa program tersebut diadakan, apakah program tersebut dilaksanakan sesuai

visi, misi, dan tujuan suatu lembaga, atau apakah program tersebut dilaksanakan

berdasarkan anggaran yang tersedia, apakah tujuan dirumuskan secara jelas dan spesifik

atau tidak dan apakah program tersebut sesuai dengan kebutuhan lapangan. (Sugiyono,

2014: 749)

Evaluasi input terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk

terpenuhinya proses yang selanjutnya. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab bagaimana

kualitas inputnya, dari mana input diperoleh, berapa harganya, siapa saja yang terlibat

untuk melaksanakan proses dan bagaimana kualifikasi dan kompetensinya. (Sugiyono,

2014: 750)

Evaluasi proses terkait dengan kegiatan pelaksanaan program dengan input yang

telah disediakan. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab pertanyaan kapan program

dilaksanakan, bagaimana prosedur pelaksanaannya, bagaimana kinerja orang yang terlibat

dalam pelaksanaan program, apakah program dilaksanakan sesuai jadwal, apakah semua

input yang digunakan mendukung proses pelaksanaan rogram, dan apa kelemahan dalam

pelaksanaan program. (Sugiyono, 2014: 750)

Evaluasi produk atau output terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai

dari suatu program. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab seberapa jauh tujuan program

tercapai, program apakah yang tercapai dengan hasil yang lebih tinggi dan rendah,

bagaimana tingkat kepuasan orang yang dikenai sasaran pelaksanaan program, apakah

program tercapai tepat waktu, apakah dampak positif dan negative dari program tersebut,

dan apa perlu mengadakan revisiatau tindak lanjut dari program tersebut. (Sugiyono, 2014:

751)

Keempat kata tersebut disingkat CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain

adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain model ini adalah

model evaluasi yang memandang program merupakan sebuah sistem. Maka evaluator mau

tidak mau harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya. Oleh (Gilbert

Sax, 1980) memberikan arahan kepada evaluator bagaimana mempelajari tiga komponen

yang ada dalam program tertentu yang akan dievaluasi dengan menambahkan satu

komponen O yaitu outcome sehingga menjadi CIPPO. Model CIPPO bagaimana hasilnya,

hasil dari produk, lulusan, bagaimana kepuasan konsumen, kualitas yang dihasilkan

terhadap program tersebut. (Arikunto &Safruddin, 2014: 45)

Page 63: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

40

Model CIPPO tidak berhenti pada output saja melainkan juga pada implementasi

output-nya, yaitu bagaimana outcome (lulusan) sampai berkiprah di masyarakat,

pengaruhnya pada lembaga dan pada pendidikan lanjutan. (Widoyoko, 2015: 185)

Dibanding dengan model-model evaluasi yang lain, model CIPP ini memiliki

berberapa kelebihan yaitu lebih komprehensip karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil

semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses maupun hasil. Selain memiliki

kelebihan model ini juga memiliki keterbatasan, yaitu penerapan model ini didalam

program pembelajaran di kelas memiliki tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika

tanpa adanya modifikasi. Hal ini dapat terjadi karena untuk mengukur konteks, masukan

maupun hasil dalam arti luas akan melibatkan banyak pihak yang membutuhkan waktu dan

biaya yang lebih. (Widoyoko, 2015: 184)

7). Discrepancy Model

Discrepancy adalah istilah inggris yang diterjemahkan sebagai “kesenjangan” yang

dikembangkan oleh Malcolm Provus adalah model yang menekankan pada pandangan

adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program yang sebetulnya merupakan

persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi yaitu mengukur adanya perbedaan antara

yang seharusnya dicapai dengan yang sudah dicapai.

Sedangkan menurut (Sudjana, 2006: 51) ia mengatakan “bahwa model-model

evaluasi program dapat dibedakan menjadi enam kategori yaitu: a. Model evaluasi yang

berfokus pada pengambilan keputusan, b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program, c.

Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan

program e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program, f. Model evaluasi

terhadap hasil dan pengaruh program. “

a) Evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan,

Evaluasi ini diarahkan untuk menghimpun, mengolah data, dan menyajikan data

sebagai masukan untuk pengambilan keputsan. Jenis-jenis model evaluasi program yang

termasuk dalam kategori ini adalah: (1) Evaluasi yang terpusat untuk pengambilan

keputusan, model evaluasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi empat unsur program

yaitu konteks, masukan, proses, dan hasil atau bisa disingkat model CIPP seperti yang

telah dijelaskan di atas. (2) Evaluasi perbedaan tahapan program yaitu mengidentifikasi

kriteria yang perlu digunakan dalam menyusun tiga tahapan program yaitu, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi program. (3) Evaluasi kesenjangan program yaitu

mengindentifikasi standar proses pelaksanaan dan hasil suatu program, serta

menggambarkan kesenjangan dalam pelaksanaan program dengan membandingkan

kenyataan yang ada sekarang dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. (4)

Evaluasi tentang prioritas program yaitu menggambarkan kriteria yang dianggap penting

dalam menentukan alternatif prioritas kebutuhan dan prioritas program. (5) Evaluasi

perkembangan yaitu menggambarkan proses yang digunakan untuk mengembangkan

program yang akan diterapkan dalam berbagai dalam berbagai waktu dan situasi tertentu di

masa yang akan datang. (6) Evaluasi sarana dan prasarana yaitu evaluasi tentang pedoman

untuk memilih fasilitas dan alat-alat pendidikan, serta paket-paket kurikulum yang memuat

tujuan belajar, materi pembelajaran, metode dan teknik serta media pembelajaran, serta alat

evaluasi hasil belajar. (7) Evaluasi reaksi peserta didik yaitu menyediakan suatu ringkasan

penjelasan mengenai hasil tanggapan yang dihimpun dari peserta didik program

pembelajaran.

b) Evaluasi unsur-unsur program

Evaluasi kategori ini menyajikan berbagai cara untuk menilai sistem yang

digunakan dalam program. Penggunaan evaluasi program ini antara lain untuk mengetahui

Page 64: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

41 pengaruh pelaksanaan program terhadap keputusan kebijakan publik, sistem manajemen

dan pendekatan kelembagaan yang menekankan pada pendekatan kemanusiaan.

c) Evaluasi jenis dan tipe kegiatan

Model evaluasi ini terfokus pada upaya mencari tau jenis data yang diperlukan

dalam evaluasi program dan jenis kegiatan mana yang digunakan dalam program tersebut.

d) Evaluasi pelaksanaan program

Evaluasi ini berfokus pada proses pelaksanaan program, baik itu proses awal

evaluasi, lanjutannya dan sampai pada tahap pelaksanaan evaluasi.

e) Evaluasi pencapaian tujuan khusus program

Model evaluasi ini berkaitan dengan pengujian hasi-hasil sebagai pencapaian

tujuan khusus, model ini menggunakan tujuan khusus program sebagai titik berat

pencapaian hasil seluruh kegiatan evaluasi, dan hal ini akan membantu pengelola

meningkatkan kecakapan dalam mengidentifikasi tujuan mana yang masuk akal pada

situasi perencanaan program tersebut.

f) Evaluasi hasil dan pengaruh program

Evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program berkaitan dengan kegiatan untuk

mengetahui hasil-hasil program, tujuan evaluasi pengaruh adalah untuk melayani pembuat

kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara

bijaksanssssssa.

Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan evaluasi,

program apapun dapat dievaluasi dengan model evaluasi apa saja, namun semua model

tepat untuk digunakan pada semua program, namun tingkat ketepatannya berbeda ada yang

tepat betul dan ada tepatnya seperti dipaksa.

b. Langkah-Langkah Evaluasi Program Langkah-langkah melakukan evaluasi program menurut Nurkancana dan

Sunartana mengatakan ada empat langkah melakukan evaluasi program. Langkah pertama

adalah perencanaan yaitu merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dilaksanakan dalam

suatu proses pendidikan didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai dalam program

pendidikan. Langkah kedua adalah perancanaan yaitu menetapkan aspek-aspek yang harus

dinilai, penentuan aspek ini ditentukan oleh tujuan evaluasi yang dilaksanakan, seperti

bakat, minat, sikap, kedisiplinan, penyesuaian sosial dan sebagainya. Langkah ketiga

adalah menentukan methode evaluasi yang akan digunakan. Metode evaluasi yang

digunakan ditentukan oleh aspek yang dinilai, bisa wawancara, observasi, tes dan

sebagainya. Langkah keempat adalah menyusun alat evaluasi yang akan digunakan, alat

evaluasi ini ditentukan oleh metode evaluasi, apabila menggunaka metode wawancara atau

interview maka alat yang disiapkan seperti pedoman wawancara dan blanko untuk

mencatat hasil yang diperoleh dalam observasi. (Nurkancana dan Sunartana, 1986: 6)

Dalam bukunya Arikunto dan Safruddin menyebutkan ada 3 tahapan langkah-

langkah melakukan evaluasi program, sebagai berikut:

1) Persiapan evaluasi program

Sebelum evaluasi dilaksanakan, evaluator hendaklah harus melakukan persiapan

secara cermat. Persiapan tersebut antara lain penyusunan evaluasi, penyusunan terkait

dengan model apa yang diterapkan dalam melakukan kegiatan evaluasi. penyusunan

instrumen evaluasi, apabila pengumpulan data menggunakan wawancara maka instrumen

yang disiapkan adalah pedoman wawancara. validasi instrumen evaluasi, menentukan

jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi dan penyamaan persepsi antar

evaluator sebelum pengambilan data.

Page 65: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

42

2) Pelaksanaan evaluasi program

Dalam pelaksanaan evaluasi ini evaluator menentukan keputusan atas dasar

peristiwa selama pelaksanaan evaluasi. Evaluator mengembangkan instrumen evaluasi agar

dapat mengukur hal-hal yang hendak diukur nantinya.

3) Monitoring (pemantauan pelaksanaan evaluasi)

Pada monitoring ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program

yang sedag berlangsung dapat diharapkan menghasilkan perubahan, dapat juga

pelaksanaan program tidak menghasilkan apa-apa yang terjadi apakah perubahan negatif

atau positif, untuk itu diperlukan pemantauan pelaksanaan evaluasi agar program yang

diinginkan berjalan sesuai tujuan. (Arikunto & Safruddin, 2014: 125)

Dengan adanya langkah-langkah dalam evaluasi program memudahkan evaluator

untuk melakukan pelaksanaan evaluasi dengan baik dan sesuai tujuan yang diharapkan.

c. Tujuan Evaluasi Program Seperti disebutkan oleh Sudjana, tujuan khusus evaluasi program terdapat 6 (enam)

hal, yaitu untuk :

1) Memberikan masukan bagi perencanaan program

2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak

lanjut, perluasan atau penghentian program.

3) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau

perbaikan program

4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan

penghambat program

5) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan,

supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana

program. (Sudjana, 2005:48),

Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek

evaluasinya Wirawan berpendapat Sada berberapa tujuan dari evaluasi program, sebagai

berikut:

1) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan

dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk menyelesaikan masalah

dan keadaan yang dihadapi masyrakat.

2) Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Setiap

program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan

rencana tersebut. Akan tetapi pada pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan

tujuan.

3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program

yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu yang telah

disepakati oleh pengelola lembaga.

4) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi progrma

yang berjalan, dan mana yang tidak berjalan.

5) Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan mengembangkan

kemampuan staf yang langsung menyajikan layanan kepada masyarakat dan

evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf

dalam melayani masyarakat.

6) Evaluasi juga untuk mempertanggungjawabkan pimpinan dan pelaksana program,

apakah programtelah dijalankan sesuai dengan rencana, sesuai dengan standar,

Page 66: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

43

dan tolak ukur keberhasilan program, semua hal tersebut perlu

dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara program. (Wirawan, 2011: 24)

Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk melayani

pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan

secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis

informasi dasar sebagai berikut :

1) Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu

program harus dilanjutkan.

2) Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan

jumlah biaya yang digunakan.

3) Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program

yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi

pelaksanaan program dapat tercapai.

4) Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan

sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok,

lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan

setiap program.

5) Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan

yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program. (Sudjana, 2005: 87)

Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan, tetapi secara implisit

evaluasi berguna untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dicapai oleh objek evaluasi

berdasarkan kepada standar-standar tertentu. Apakah terdapat suatu kesenjangan antara

kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Karena hasil evaluasi

merupakan salah satu landasan untuk menentukan apakah suatu program berjalan secara

efektif atau gagal mencapai tujuannya. (Tulung, 2014: 1)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan evaluasi program untuk

menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi, hasil evaluasi

ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. Selain itu, dapat juga

dijadikan patokan dalam mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program,

apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

Apabila harus menghentikan program dipandang bahwa program tersebut tidak

ada manfaatnya dan tidak dapat terleksana sebagaimana mestinya, jika diharuskan merevisi

atau memperbaiki program bahwa dipandang ada bagian-bagian program yang kurang

sesuai dengan tujuan, jika program dilanjutkan berarti pelaksanaan program sudah sesuai

dengan harapan dan menghasilkan manfaat, dan jika manfaat dari program tersebut dikira

dapat berhasil dengan baik maka sebaiknya program tersebut disebarluaskan atau

diimplementasikan di tempat dan waktu yang lain.

3. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran

Menghafal Al-Quran tidak kalah pentingnya mengevaluasi bacaan Al-Quran

bentuk evaluasi bermacam ragam yang dilakukan oleh guru supaya hafalan anak didiknya

lebih lancar dan sesuai dengan ilmu tajwid. Cara guru dalam mengevaluasi hafalan anak

didiknya ada dengan cara guru membaca muridnya menyambungkan bacaan, ada bersama-

sama teman untuk menghafal, ada dengan cara membuat perlombaan (MTQ) dan lain

sebagainya.

Evaluasi menghafal dapat juga dilakukan langsung oleh guru yang bersangkutan,

yaitu murid membaca dan jika salah guru langsung memperbaiki. Evaluasi ini tidak hanya

Page 67: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

44 dalam bentuk materi ayat melainkan juga mentashih bacaan murid. Selain itu evaluasi juga

dapat dilakukan guru membacakan satu ayat dan murid diminta untuk melanjutkan

sambungan ayat tersebut kemudian guru menanyakan letak ayat tersebut dalam mushaf Al-

Quran ayat berapa dan surat apa, terletak dibagian mana dan lain sebagainya. (Ali, 2014:

197). Sa‟dullah mengatakan “Evaluasi yang diterapkan pada masa ini, harian dan tahunan

harian yaitu, membaca di hadapan guru, tahunan menjadi Imam shalat terawihSS selama

20 malam dengan mengkhatamkan 30 juz Al-Quran yang dibaca dalam shalat.” (Sa‟dulloh,

2008: 54)

Pelaksanaan evaluasi terhadap perkembangan hafalan para mahasiswi/santri

didasarkan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu evaluasi rutin yang dilakukan setiap proses

pembinaan tahfizh dan takrir serta evluasi berkala yang dilakukan pada setiap semester

menjelang dilaksanakannya ujian akhir. Evaluasi rutin dilaksanakan setiap minggunya oleh

instruktur masing-masing santri dalam bentuk laporan pada daftar hadir yang telah

disiapkan oleh lembaga tahfizh dan tilawah Al-Quran, daftar hadir tersebut memuat data-

data tntang kehadiran yang nantinya akan dievaluasi.

Penilaian (evaluasi) dalam pembelajaran tahfizh sangatlah penting dilakukan

dengan baik. Karena evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan

oleh seorang tenaga pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, instruktur

tahfizh akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat,

hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik.

Kemampuan menghafal Al Qur‟an sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan pada pesantren khusus pengahafal Al Quran. Berbagai upaya pengembangan

kemampuan menghafal Al Quran para santri diharapkan akan membantu santri dalam

mencapai tujuan pendidikan serta tercapainya perkembangan santri dalam menghafal Al

Qur‟an secara optimal. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pengembangan

kemampuan diri tidak berjalan mudah dan lancar. Banyak kendala yang menghambat baik

dari segi sumber daya manusia, santri, sistem yang ada, sarana prasarana, dan sebagainya.

Evaluasi program dalam program hafalan Al-Quran sangat dibutuhkan guna

mengungkap permasalahan dan hambatan yang terjadi dalam program hafalan tersebut

serta nantinya hasil evaluasi program akan dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran hafalan yang lebih baik, untuk itu dibutuhkan model evaluasi yang tepat

dalam implementasi evaluasi program tersebut. (Muyasaroh, 2014: 216)

Berdasarkan model-model evaluasi program yang dipaparkan oleh ahli di atas ini

penelitian ini menerapkan model CIPP Evaluation Model, yang terdiri dari evaluasi

konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil.

a) Evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan

kebutuhan yang tidak terpenuhi, penelitian ini mencoba mendeskripsikan kebutuhan

apa saja yang belum terpenuhi oleh program tahfizh. tujuan pengembangan apakah

yang belum dapat tercapai oleh program tahfizh, tujuan pengembangan apakah yang

dapat membantu mengembangkan program tahfizh tersebut, dan tujuan-tujuan mana

saja yang paling mudah tercapai dalam proses pengembangan program tahfizh.

b) Evaluasi masukan terdiri atas kualitas mahasiswi, kualifikasi guru yaitu bagaimana

kemampuan awal dari mahasiswi atau murid dalam hafalan dan kemampuan lembaga

dalam pengadaan fasilitas penunjang tahfizh, instruktur tahfizh yang professional,

pengaturan jadwal setoran hafalan, pembagian kelas-kelas tahfizh, fasilitas dan

ruangan yang digunakan untuk setoran tahfizh. Dapat dirumuskan dengan pertanyaan:

apakah program tahfizh yang diterapkan berdampak jelas pada perkembangan hafalan,

Page 68: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

45

bagaimana reaksi mahasiswi terhadap program tahfizh yang diterapkan, dan seberapa

tinggi kenaikan hasil prestasi tahfizh setelah diterapkannya program tahfizh tersebut.

c) Evaluasi proses, yaitu menunjukkan what kegiatan apa yang dilakukan dalam program,

when kapan kegiatan akan selesai. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh

kegiatan dilaksanakan di dalam program yang sudah ada. Dapat dirumuskan dengan

pertanyaan: apakah pelaksanaan program tahfizh sesuai jadwal yang telah ditentukan,

apakah instruktur tahfizh dan karyawan yang terlibat dalam berlangsungnya program

tahfizh akan sanggup menangani kegiatan selama prosesnya, apakah sarana, fasilitas

dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksiamal, dan hambatan-

hambatan apa yang dijumpai selama pelaksanaan program tahfizh.

d) Evaluasi produk dan hasil diarahkan pada hal yang menunjukkan perubahan yang

terjadi selama program dijalankan. Dapat dirumuskan dengan pertayaan: apakah

tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai dalam program tahfizh, apakah yang

mungkin dirumuskan berkaitan denga proses dan pencapaian tujuan, apakah dampak

yang diperoleh mahasiswi dengan program tahfizh.

e) Outcome bagaimana lulusan atau hasil dari program apakah berguna di masyarakat,

bagaimana kontribusinya dalam bidang tahfizh Al-Quran, apakah mempengaruhi

perkembangan tahfizh di Indonesia, dan bagaimana kontribusinya terhadap lembaga

tersebut.

Dengan model CIPP ditambah O menjadi CIPPO dirasa pas, cocok dan tepat

model ini diterapkan dalam penelitian ini. Selain model ini paling banyak dikenal dan

paling sering diterpakan evaluator dalam penelitian dengan penjabaran di atas akan

membantu proses penelitian ini. Dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran

tahfizh dapat digunakan model evaluasi CIPP yang ditambah dengan O dirasa pas dan tepat

sebab model selain banyak digunakan dan dikenal juga program tahfizh merupakan

program pemrosesan yaitu bagaimana proses untuk mencetak para penjaga kalam-kalam

Allah dengan berdasarkan pada kurikulum dan program yang sudah disepakati.

Tujaan evaluasi dalam program hafalan yaitu untuk meninjau kembali atas

pencapaian yang telah dilakukan dan membantu memberikan alternatif dalam pengambilan

keputusan yang lebih baik. Jika hamabatan dan permasalahan dapat diselesaikan maka

tujuan dari program hafalan akan dapat diwujudkan. (Muyasaroh, 2014: 216). Evaluasi

pada program hafalan dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program, sejauh mana

target pengembangan program telah dicapai maka yang menjadi tolak ukurnya adalah

tujuan yang telah dirumuskan dalam program tersebut. Selain itu, evaluasi program hafalan

juga dilakukan untuk kepentingan pengambil kebijaksanaan dengan baik, apakah program

hafalan yang telah berjalan selama ini cukup efektif atau sebaliknya serta menentukan

langkah selanjutnya. Untuk itu sangat dibutuhkan evaluasi dalam setiap program, baik itu

program pembelajaran di kelas, program pemerintah, program yang dihasilkan dari

kebijakan ataupun program suatu lembaga, juga evaluasi pada program pengembangan

program tahfizh Al-Quran karena evaluasi program dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dan kualitas yang lebih baik oleh program tersebut serta meningkatkan hasil

program yang bermutu dan sesuai tujuan.

D. Efektifitas Penerapan Program

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan kata “efektifitas” berarti

“membawa hasil dan berguna”. (KBBI, 2009: 217) Hasan Sadaly mengemukakan “bahwa

efektifitas menunjukkan tahap pencapaian sesuatu”. (Sadaly, 1998: 67) Selain itu

disebutkan pula bahwa efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejumlah tujuan

Page 69: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

46 (kualitas, kuantitas dan waktu). Efektifitas berkaitan dengan pencapaian target yang

berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektifitas merupakan suatu ukuran yeng

memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. (Mulyasa, 20012: 132)

Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat

tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan

tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang

dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Media pembelajaran bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu

memberikan pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil. Ketika kita merumuskan

tujuan instruksional, maka efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan itu tercapai.

Semakin banyak tujuan tercapai, maka semakin efektif pula media pembelajaran tersebut.

Berbicara mengenai efektifitas program berarti membahas kinerja organisasi dalam

melaksakan sebuah program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu

aspek yang bisa digunakan sebagai untuk mengukur apakah suatu program telah berjalan

dengan efektif atau tidak adalah pemenuhan tujuan atau target yang telah ditetapkan oleh

pembuat kebijakan. Dalam banyak program, besar ataupun kecil, evaluasi,implementasi

teknologi, perubahan prosedur birokrasi dan perubahan yang kecil dalam sistem

penyampaian memberi konsekuensi yang penting terhadap efektifitas dan efisiensi

program.

Efektif atau tidaknya sebuah program tidak lepas dari organisasi yang

melaksanakanya. Hal ini seperti yang diungkapkan Jossey,

menurutnya“….. effective organizational prosses must make informed choices about

instilling organizational minsets, establishing control system, and instituting proceses for

allocating accountability and responsibility.” Sebelum melaksankan sebuah program

organisasi itu sendiri harus membentuk tim yang solid untuk mencapai tujuan

organisasinya, kemudian dia akan dibebani tugas yaitu melaksanakan sebuah program

yang berkaitan dengan peran organisasinya. (Sudjana, 2005: 78)

Dari berberapa pengertian efektifitas di atas, dapat dipahami bahwa efektifitas

berkaitan dengan upaya yang dilakukan optimal dan pencapaian kualitas yang diharapkan.

Dengan kata lain, bahwa efektifitas meliputi komponen input, proses, dan output. Bila

konsep efektifitas dikaitkan dengan mutu pendidikan, maka perlu dipahami bahwa “mutu

mengandung makna derajat (tingkatan) keunggulan suatu produk (hasil kerja). Dalam

konteks pendidikan yang dimaksud mutu mengacu pada input, proses dan output

pendidikan. (Mulyasa, 20012: 133)

Untuk mengetahui efektifitas dari sebuah program perlu dikaji beberapa

aspekantara lain:

1. Implementasi program

Suatu program dapat dikatakan berjalan secara efektif jika implementasi atau

pelaksanaan dari program tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk

mencapai tujuan. Oleh karena itu implementasi program merupakan salah satu aspek yang

perlu dikaji dalam melihat efektif tidaknya suatu program.

2. Sasaran atau target program

Sasaran atau target merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur

sebuah efektifitas. Suatu program dikatakan sudah efektif apabila program tersebut telah

dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan

3. Pengawasan pelaksanaan program

Page 70: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

47

Dalam menjalankan sebuah program atau strategi, maka sangat diperlukan

pengawasan dalam pelaksanaan program tersebut, agar pelaksanaan program dapat terus

berada pada jalur rencana yang sudah disusun sebelumnya.

4. Partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam mengukur efektivitas dari suatu

program, karena jika masyarakat dapat menerima program yang ditawarkan tersebut, maka

suatu program sudah dapat dikatakan efektif. (Sukardi, 2004:87)

Efektifitas program juga dicapai dengan koordinasi yang baik. Dalam pelaksanaan

program diperlukan koordinasi, karena sebuah program dilaksanakan oleh sebuah

organisasi yang terdiri dari beberapa individu yang berkerja sama. Koordinasi akan

memperkuat ikatan diantara anggota organisasi dalam melaksanakan tugas mereka untuk

mencapai tujuan program.

Input pendidikan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena

dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses. Sesuatu yang dimaksudkan disini adalah

sumber daya manusia, sarana/prasarana,kurikulum, struktur organisasi, rencana program,

dan sebagainya. Proses merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu program demi

tercapainya suatu tujuan pendidikan. Sedangkan output disini merupakan prestasi yang

dihasilkan dari proses, baik itu presatsi akademik maupun non akademik.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa antara input, proses dan output saling

berkaitan. Akan tetapi agar proses yang baik tidak salah arah, maka mutu dalam artian

hasil harus ditargetkan yang akan dicapai dalam satu periode atau satu tahun. Sebab input

dan proses dalam suatu progra harus mengacu pada output yang ingin dicapai. Dengan

demikian tanggung jawab sebuah lembaga bukan hanya pada proses, namun juga pada

hasil yang akan dicapai. Dalam hal efektifitas program dapat dipahami bahwa pelaksanaan

sebuah rogram dapat dikatakan efektif jika program tersebut mencapai tujuan yang

dirumuskan dari program tersebut. Begitu sebaliknya jika suatu prorgam tidak dapat

mencapai tujuan-tujuan maka program tersebut sebaiknya diperbaiki agar tujuan yang telah

dirumuskan dapat terealisasi.

Page 71: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

48

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data penelitiannya, seperti wawancara, observasi, tes maupun dokumentasi. Sedangkan

menurut (Subagyo, 2006: 2) “metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk

memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.”

Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi yang menggunakan pendekatan

kualitatif yaitu penelitian yang berfokus pada bidang ilmu-ilmu sosial yang dilakukan

secara ilmiah dengan menganalisis dan menafsirkan fakta-fakta. (Suryono, 2010: 23)

menyatakan “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk

menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan

dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan smelalui

pendekatan kuantitatif.”

Meode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded theory, yakni

teori yang timbul dari data bukan hipotesis-hipotesis sepersti dalam metode kuantitatif.

(Sudjana & Ibrahim, 2001: 195). Grounded theory menurut strauss dan corbin adalah teori

yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan dan

memenuihi kriteria utama yaitu kesesuain, pemahaman, generalisasi dan kontrol. (Strauss

& Corbin, 2009: 10). Penelitian kualitatif didasari oleh konsep konstruksivisme yang

memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh, dan merupakan satu

kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Realita bersifat terbuka, kontekstual secara sosial

yang meliputi persepsi dan pandangan individu dan kolektif dan manusia sebagai

instrumen penelitianya. (Sukmadinata, 2005: 12)

(Sudarmwan Danim, 2002: 51) menyebutkan ada lima ciri penelitian kualitataif

sebagai berikut:

1. Penelitian kualitatif mempunyai setting alami sebagai sumber data lansung dan

peneliti adalah instrumen utamanya.

2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-

kata, gambar bukan angka-angka. Jika ada angka-angka sifatnya hanya sebagai

penunjang, data yang diperoleh berupa catatan lapangan, hasil wawancara, foto,

dokumen dan sebagainya.

3. Peneliti kualitatif lebih menekankan proses kerja, yang seluruh fenomena yang

dihadapi diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang lansung

berkaitan dengan masalah penelitian.

4. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan pedekatan induktif.

5. Penelitian kualitatif memberi titik tekan pada makna, yaitu fokus telaah datanya

langsung yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Ciri-ciri penelitian kualitatif yang diungkapkan Danim hampir sama dnegan

karakteristik penelitian kualitatif yang diungkapkan Sukmadinata, sebagai berikut:

1. Kajiannya bersifat naturalistik yaitu melihat situasi nyata berubah secara alamiah,

terbuka tidak ada rekayasa.

2. Analisisnya induktif yaitu mengungkap data khusus, detail, untuk menemukan

kategori, dimensi, hubungan penting dengan pertanyaan penelitian.

48

Page 72: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

49

3. Bersifat dinamis, yaitu perubahan terjadi terus dan desainnya fleksibel.

4. Hubungan dengan persepsi pribadi, hubungan akrab peneliti informan dan

pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.

(Sukmadinata, 2005: 95)

Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan dan

mengungkapkan (to describe and explore) dan menggambarkan dan menjelaskan (to

describe and explain) yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan atau menggambarkan

dan mengungkap fenomena yang terjadi. Penelitian kualitatif juga diarahkan untuk

memberikan saran-saran yang baik pada suatu keputusan, dan hasil penelitiannya dapat

dijadikan studi untuk meningkatkan kualitas dan pemahaman terhadap suatu fenomena.

(Sukmadinata, 2005: 96)

Dalam penelitian kualitatif terutama dalam penelitian ini, yang lebih banyak

digunakan adalah paradigma alamiah karena sifatnya condong realistis dan praktis. Dalam

meramu paradigma alamiah, karena maksudnya selain dijadikan landasan, tetapi juga

memberi arah dalam pelaksanaan penelitian dan bahkan sebagai tolak ukur dalam

memecahkan masalah, yang boleh diuji lebih dulu dengan berbagai teori yang relevan.

Usaha ini agar meyakini kebenaran. Disamping itu juga untuk membantu peneliti

memahami makna pandangan dan pendapat pakar yang berada di lapangan. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah realitas dan rasional untuk

menumbuhkan pemahaman-pemahaman.

Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi pengembangan program, sehingga lebih

sesuai dan tepat menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan meneliti fenomena yang

terjadi secara alamiah sebagai sumber data langsung, tidak dikondisikan dan tidak

dimanipulasi. Dalam penelitian kualitataif yang lebih banyak digunakan adalah paradigma

alamiah, karena sifatnya lebih cenderung praktis dan sesuai dengan apa yang terjadi.

Paradigma evaluasi kualitatif ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus

pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada peneliti yang

bertindak sebagai instrument penjaring data; 3) laporannya berbentuk narasi bukan angka.

Menentukan focus evaluasi (pertanyaan hipotetik), Menampilkan hasil penelitian (grafik,

diagram, gambar) dan membuat kesimpulan. (Subagyo, 2006: 90)

Menentukan cara mengumpulkan data dalam hal pendekatan evaluasi program

kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi

yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan

evaluasi pada saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat mengetahui dan

bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan program dengan cara melihat langsung

pada saat program sedang berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena

tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring

informasinya secara lebih mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan informasi

sebanyak mungkin pada saat untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang

menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal

yang menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk

menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah

evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan

program sehingga keadaan program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat

evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan

program, yang mana akan sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif yang dipakai.

Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian

kualitatif dikenal banyak orang mempunyai ciri fleksibel dalam metode pengumpulan

Page 73: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

50 datanya dan pada saat proses berlangsung bisa saja penelitinya mengembangkan datanya

sejauh itu masih dalam konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk

membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi apa yang akan

dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat

pengumpulan informasi tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari

titik jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi. Karakteristik lain yang ada

pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam

konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan,

analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam evaluasi program yang

bersifat kualitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang apa

yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan

dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati dahulu asumsi yang relevan,

aturan-aturan dalam pengumpulan informasi serta cara pengumpulan informasi,

pengorganisasian data, analisis data, serta verifikasi data. (Idrus, 2009: 56)

Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi

evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi

tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program,

tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai

aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi

program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh

tentang suatu program di semua aspeknya. Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan

pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu

fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah

menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang.

Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari

mendesain, lalu menentukan apa yang akan diteliti, mengumpulkan data, kemudian

dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah

prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya

pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan

keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada cara

untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused

Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias

berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman

suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul

biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat

relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program.

Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan

peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci

lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya.

(Idrus,2009: 45)

Penelitian evaluasi dalam pendidikan mencakup bidang yang cukup luas,

berberapa bidang yang akan diteliti pada penelitian ini mencakup bidang kurikulum bidang

tahfizh, bagaimana kurikulum tahfizh menjadi hal yang penting sebagai data utama,

implementasi kurikulum, evaluasi kurikulum, materi kurikulum, juga termasuk perangkat

atau sarana prasarana yang menunjang program. Bidang pembelajaran mencakup seluruh

kegiatan tahfizh dan kegiatan yang mendukung program tahfizh, selanjutnya adalah

pendidik disini adalah instruktur tahfizh yang membina lansung mahasisiwi dalam tahfizh

Al-Quran, dan mahasiswa yaitu semua mahasiswi yang tercatat sebagai mahasisiwa aktif,

Page 74: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

51 kegiatan yang mereka lakukan dalam tahfizh, kuliah dan kegiatan keseharian mereka yang

berhubungan dengan tahfizh Al-Quran dan organisasi langsung mengurusi bagian tahfizh

Al-Quran adalah LTTQ (lembaga tahfizh dan tilawah IIQ) serta organisasi internal kampus

yang kegiatannya mendukung program tahfizh Al-Quran, kemudian manjemen yang

diterapkan dalam lembaga LTTQ dan implementasi berberapa kebijakan serta pengaruhnya

terhadap pengembangan program tahfizh.

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian evaluasi mengenai

pengembangan program tahfizh di IIQ jakarta, penelitian ini menggunakan model evaluasi

model CIPP ditambah O menjadi CIPPO model ini paling banyak dikenal dan paling

sering diterpakan evaluator dalam penelitian. Model ini terdiri dari evaluasi konteks,

evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Ilmu Al-Quran Jakarta yang beralamat di

jalan Ir. H. Juanda no 70 Ciputat-Tangrerang Selatan, dan juga di Ma’had Takhassus IIQ

Jakarat yang beralamat di jalan Moh.Toha no 31 Cinangka Pamulang Timur. Adapun

waktu yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan

penelitian dan melakukan penelitian yaitu dimulai bulan Januari-Maret 2017.

C. Informasi Penelitian

Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses “penyidikan” Peneliti

harus tepat untuk menentukan siapa atau apa yang bisa memberikan informasi yang

diperlukan. (Moleong, 2004: 132) mengatakan “objek yang dijadikan untuk mengambil

informasi disebut informan, informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi tentang latar belakang objek yang akan

diteliti.” Dalam penelitian kualitatif informan merupakan orang yang memberikan

informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang

dilaksanakan, pemilihan informan dapat menggunakan criterion-based selection yang

didasarkan pada asumsi bahwa informan tersebut merupakan aktor dalam tema penelitian,

kuantitas informan dalam penelitian kualitatif juga bukan merupakan hal yang utama

sehingga pemilihan informan lebih didasari pada kualitas informasi yang terkait dengan

penelitian. (Idrus, 2009: 92)

Maka dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai key informan adalah ketua

lembaga LTTQ yang merupakan leader lembaga selain itu juga sebagai informan

pendukung yaitu instruktur tahfizh, staff lembaga LTTQ, mahasisiwi dan direktris ma’had

takhassus, berikut penjelasannya:

1. Ketua lembaga LTTQ

Melalui pimpinan lembaga peneliti akan mendapatkan dan mengkaji dokumen-

dokumen resmi dan pribadi tentang program pembelajaran tahfizh, evaluasi yang

dilakukan oleh lembaga, kebijakan yang dijalankan dan pengaruhnya terhadap

pengembangan program, prestasi yang dihasilkan dan bagaimana kegiatan tahfizh

yang dilakukan di kampus.

2. Instruktur Tahfizh

Melalui guru tahfizh peneliti ingin mengetahui tentang dunia pembelajaran

menghafal Al-Qur’an berkaitan dengan metode yang digunakan, proses

pembelajaran tersebut, kualitas pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, dan peran serta

pengaruh instruktur dalam mengembangkan tahfizh Al-Quran.

Page 75: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

52

3. Staff Lembaga LTTQ

Melalui staff lembaga peneliti ingin mengetahui bagaimana kegiatan lembaga

berjalan, hambatan apa yang biasa dirasakan dalam pengembangan program, dan

data-data mengenai mahasiswa yang bermasalah pada tahfizh nya di setiap

semester.

4. Mahasiswi

Yang tidak kalah pentingnya adalah melalui mahasiswi aktif yang mengikuti

pembelajaran, melihat keseharian mereka dalam menghafal, bagaimana metode

yang digunakan dalam menghafal, dan apa saja kendala mereka dalam menghafal.

5. Pengurus pesantren takhasus

Melalui pengurus pesantren takhassus peneliti ingin mengetahui kegiatan apa saja

yang diarahkan pesantren dalam meningkatkan kualitas tahfizh mahasiswi, apa

sarana dan prasarana yang disediakan pesantren untuk menunjang tahfizh lebih

baik dan bagaimana kegiatan tahfizh yang diadakan di pesantren.

Dalam menentukan informan haruslah sesuai dengan kerasionalan yang jelas, jadi

bukan hanya asal menentukan saja, namun asumsi yang harus ada adalah informan tersebut

merupakan subjek yang paling tepat dan sesuai dengan penelitian. Maka, peneliti memilih

informan-informan diatas untuk mengambil informasi tentang tema penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Fernandes mengatakan “dalam penelitian kualitatif metode yang digunakan untuk

pengumpulan data adalah observasi, interview dan pendekatan studi kasus”. Metode

pengumpulan data tidak hanya sekedar untuk mengetahui apa yang terjadi tetapi juga

menjelaskan kenapa itu bisa terjadi, sehingga ada upaya melihat apa yang ada dibalik

kejadian itu. (Fernandes, 1984: 37).

Jadi dapat dikatakan bahwa teknik atau metode pengumpulan data adalah

bagaimana cara peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Pada

penelitian ini metode yang akan digunakan adalah observasi, interview atau wawancara

dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung pada objek kajian. Menurut Hasan “observasi ialah pemilihan, pengubahan,

pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan

organisasi dan sesuai dengan tujuan-tujuan empiris”. (Hasan, 2002: 86). Zuhdi mengatakan

bahwa “observasi merupakan metode pengumpulan data yang paing tepat digunakan dalam

penelitian kualitatif.” (Zuhdi, 1991: 97).

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang

dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif)

ataupun non partisipatif, maksudnya adalah pengamatan partisipatif merupakan jenis

pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran

penelitian,tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan

dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti. Untuk

menyempurnakan aktifitas pengamatan partisipatif ini, peneliti harus mengikuti kegiatan

keseharian yang dilakukan informan dalam waktu tertentu, memperhatikan apa yang

terjadi, mendengar apa yang dikatakan, mempertanyakan informasi yang menarik dan

mempelajari dokumen yang dimiliki. (Idrus, 2009: 101)

Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam jenis partisipasif yaitu

peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati yang

Page 76: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

53 digunakan sebagai sumber data peneliti, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut

melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. melihat langsung proses pembelajaran

tahfizh di asrama dan kampus IIQ Jakarta. Dalam penelitian naturalistik kualitatif, agar

mendapatkan informasi lengkap dan tepat sesuai dengan penelitian maka metode observasi

menjadi pilihan utama. Melihat pentingnya pengamatan, maka pengamatan oleh ahli

dibagi menjadi berberapa macam, menyebutkan jenis-jenis observasi adalah: a. Partisipasi

lawannya nonpartisipasi, b. Sistematis lawannya nonsistematis, c. Eksperimental lawannya

noneksperimental. (Fernandes, 1984:38) begitu juga observasi yang dilakukan pada

lembaga tahfizh IIQ (LTQQ) dengan maksud: a. Observasi dilakukan dengan tujuan

memperoleh gambaran secara umum tentang pengembangan program yang dilakukan b.

Observasi dilakukan secara terfokus pada penelitian objek yang telah dipilih, c. Observasi

dilakukan hanya pada objek yang dianggap perlu.

Walaupaun metode pengamatan begitu penting, namun peneliti tetap harus berhati-

hati terhadap kelemahan metode observasi ini, supaya hal-hal yang merancukan dapat

dihindari. Moleong menyebutkan ada 3 kelemahan metode pengamatan atau observasi

yaitu: a. Pengamatan terlalu terbatas dalam mengamati, karena peranan dan kedudukannya.

b. Pengamat seringkali larut dalam kegiatan partisipasinya, sehingga kurang cermat dalam

membuat catatan lapangan. c. Apabila pengamat tidak sempat menganalisis saat bertanya

dan mengumpulkan data, maka akan mengalami kesulitan di akhir pekerjaannya.

(Meleong, 2004: 134). Sedangkan usman menambahkan bahwa kelemahan kelemahan

teknik pengumpulan data dengan observasi adalah: a. Banyak kejadian langsung yang

tidak dapat diobservasi, b. Kejadian tidak selamanya dapat diramal sehingga waktu yang

dibutuhkan lebih lama, c. Dan terbatas pada lamanya kejadian berlangsung. (Usman, 2003:

81)

Selain itu, ada berberapa keunggulan dan kebaikan dari teknik observasi, yaitu: a.

Tidak perlu biaya banyak, mudah dilakukan dan dapat digunakan untuk penelitian terhadap

bermacam-macam gejala. b. Tidak banyak mengganggu subjek penelitian, c. Banyak

kejadian yang tersedia diambil datanya hanya dengan observasi dan hasilnya lebih akurat

karena sesuai fakta lapangan. (Zuriah, 2001: 139).

Hal yang perlu diamati dalam program menghafal Al-Quran adalah proses

mahasiswi dalam menghafal, ayat-ayat Al-Quran menjadi fokus hafalan, mengobservasi

para mahasiswi dengan melihat kualitas hafalan dan bacaan mereka dari segi tajwidnya, Selain itu observer mengamati kegiatan-kegiatan mahasiswi dan mengamati kedekatan

atau hubungan antara instruktur dengan mahasiswa serta tata cara mahasiswi dalam

menyetorkan hafalannya kepada instruktur tahfizh. Kegiatan observasi untuk memperoleh

data yang akurat, maka peneleliti mengadakan observasi pada objek penelitian guna

memperoleh data tentang: a. Kegiatan keseharian tahfizh mahasiswi menambah hafalan baru dengan

sendirinya.

b. Pelaksanaan setoran hafalan dihadapan instruktur tahfizh.

c. Kegiatan-kegiatan penunjang thafidz di asrama seperti khataman, dan simaan

hafalan.

d. Kegiatan-kegiatan lain mahasiswi yang tidak ada kaitannya dengan tahfizh

seperti kuliah, dan kegiatan ekstra lainnya.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan

penjawab pertanyaan (narasumber). (Nazir, 2009: 104). “Wawancara menurut Suharsimi

Page 77: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

54 Arikunto adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara untuk memperoleh sebuah

informasi dari narasumber. (Arikunto, 2006: 132) wawancara dalam penelitian kualitatif,

merupakan model pengumpulan data yang utama, wawancara dilakukan supaya

mendapatkan data yang lebih mendalam atau mendapatkan data yang nampak, wawancara

mendalam memiliki kekuatan karena memiliki ketajaman untuk mengorek keterangan dari

narasumber.

Model wawancara dapat dilakukan meliputi wawancara tak berencana yang

berfokus dan wawancara sambil lalu. Wawancara tak berencana berfokus adalah

pertanyaan yang diajukan secara tidak terstruktur, namun berpusat pada pokok tema

penelitian, sedangkan wawancara sambil lalu merupakan wawancara yang tertuju kepada

orang yang telah dipilih sebelumnya tanpa melalui seleksi terlebih dahulu tetapi dijumpai

secara kebetulan. (Idrus, 2009: 104)

Menurut jenisnya wawancara terbagi dua yakni wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur, adapun wawancara terstruktur merupakn wawancara yang

dilakukan dengan mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan terlebih dahulu

namun disesuaikan dengan keadaan narasumber. Sedangkan wawancara tidak terstruktur

adalah peneliti cukup mempersiapkan tema dan fokus pembahasan dan wawancara dibuat

seperti dialog-dialog yang tidak lepas dari konsep tema penelitian. (Idrus, 2009: 104)

Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara kepada pihak yang terkait

langsung dengan sumber data. Pada kasus ini peneliti akan mewawancarai ketua lembaga

tahfîzh serta mewawancarai berberapa instruktur, staff lembaga dan mahasisiwi. Kepada

ketua lembaga tahfîzh, staff lembaga dan para instruktur tahfizh di IIQ, peneliti ingin

mengetahui secara langsung pendapat beliau terkait program tahfizh yang telah dilakukan

sampai saat ini, bagaimana pengembangannya, bagaimana kurikulumnya, dan apa kendala

yang dirasa menjadi faktor penghambat. Selain itu peneliti akan melakukan wawancara

kepada mahsiswi terkait dengan metode yang mereka gunakan dalam menghafal dan

kesulitan yang mereka alami selama menghafal di IIQ selain itu peneliti ingin mengetahui

kendala atau kesulitannya dalam menjaga hafalan yang dimiliki.

3. Studi Dokumenter

Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun

dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.

Dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuaidengan fokus dan tema penelitian, dan yang

akan dilaporkan dalam penelitian adalah analisis dari dokumen-dokumen bukan

melaporkan dokumen tanpa analisis. (Sukmadinata, 2005: 222)

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen dapat berupa

tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, dokumen yang berbentuk

tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi dan peraturan

kebijakan. (Sugiyono, 2012: 82) Pengumpulan dokumen merupakan cara lain yang

diterapkan dalam mengumpulkan data penelitian yang bertujuan untuk menggali dan

memperdalam informasi tentang objek yang akan diteliti.

Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atau fokus

penelitian,dalam penelitian kualitatif peneliti mengumpulkan sejumlah dokumen seperti

sejumlah silabus, rencana pelaksanaan program, aturan-aturan yang dijalani program serta

berbagai dokumen terkait lainnya. Dokumen itu dianalisis untuk memperdalam dan

merinci hasil temuan penelitian. (Putra, 2012: 226) Berikut alasan kenapa menggunakan

dokumen: 1). dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber stabil, kaya dan

mendorong. 2). Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. 3). Berguna sesuai dengan

Page 78: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

55 penelitian kualitatif karean sifatnya alamniah, sesuai dengan konteks lahir dan berada alam

konteks. (Meleong,2004: 161)

Dalam penelitian ini, peneliti akan mempelajari dokumen yang dimiliki oleh

lembaga tahfizh, dokumen kurikulum tahfizh, target tahfizh mahasiswi setiap semesternya,

data-data perolehan dan prestasi tahfizh mahasiswi, data-data mahasiswa bermasalah yang

tidak dapat menyelesaikan target hafalan pada satu semester dan juga mengambil

berberapa foto dokumentasi kegiatan tahfizh dan kegiatan penunjang tahfizh lainnya yang

diterapkan di IIQ Jakarta.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam

satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. (Moleong, 2004: 103). Analisa data dilakukan

untuk menemukan makna dari setiap data, mencari hubungannya dengan yang lain dan

memberikan tafsirannya yang dapat diterima akal sehat, untuk itu data yang diperoleh

harus dikumpulkan dan dipilah pilih kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian

masalahnya dengan menggunakan proses berfikir rasional, kritik dan logis. (Sukmadinata,

2005: 226)

Pengolahan atau analisis data informasi dialkuakn untuk menemukan makna setiap

dta, hubungannya antara satu dengan yang lain dan memberikan tafsirannya yang dapat

diterima akal sehat. Untuk itu data atau informasi yang telah dikumpulkan dipilah-pilih dan

kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian masalahnya masing-masing, kemudian

dihubungkan anatra satu dengan yang lain dan diandingkan, dengan menggunakan proses

berfikir rasioanl, analitik dan logis. (Nawawi, 1994: 190)

Teknik analisis data pada penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan

kualitatif adalah prosedur evaluasi yang menghasilkan data deskriptif berupa narasi kata-

kata tertulis atau lisan dari fakta-fakta yang ditanyakan atau diamati. Pendekatan ini

diarahkan untuk mendeskripsikan data secara holistik, pendekatan kualitatif dilakukan

dengan mengamati orang-orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka, berupaya

memahami budaya dan pemahaman mereka terhadap lingkungannya.

Analisis data pada penelitian kualitatif dimulai dari fakta empiris, peneliti terjun ke

lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari

fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan

data. Dengan demikian, temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk ke dalam

bangunan teori. (Margono, 2013: 41)

Menurut Ericson yang dikutip dari Tayibnapis, ia mengatakan “analisis pada data

kualitatif yaitu mengambil catatan tentang kejadian penting dari lapangan,

menghubungkan dengan kejadian lain, fenomena, teori dan menuliskannya sehingga orang

lain dapat melihat secara umum, dan universal.” (Tayibnapis, 2000: 123)

Teknik yang banyak digunakan untuk menghasilkan data dari penelitian yang

bersifat kualitatif terdiri dari hasil wawancara tertulis, tentang jawaban responden atau

rekaman wawancara, hasil observasi berupa catatan pengamatan, foto, rekaman vidio,

gambar. Data dianalisis dengan menghubungkan antara gejala, peristiwa dengan gejala

yang lain. Hasil pengolahan berupa gambaran tentang hubungan-hubungan tersebut

menjadi satu kesatuan yang utuh. Teknik yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara

dan studi dokumenter di lapangan dicatat dalam catatn lapangan yang terdiri dari bagian

deskriptif dan reflektif, deskreptif adalah data alami yaitu catatan tentang apa yang dilihat,

didengar, dialami, disaksikan sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan tafsiran dari

Page 79: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

56 peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatn reflektif adalah catatan yang

berisi kesan, komentar pendapat dan tafsiran peneliti tentang fenomena yang dijumpai.

Menurut Sudjana ada tiga kegiatan yang terkait dengan analisis data kualitatif,

yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi atau pengambilan kesimpulan (Sudjana,

2001: 215). Lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Merupakan kegiatan menelaah kembali seluruh catatan yang diperoleh melalui

teknik observasi, wawancara dan sebagainya. Reduksi data adalah kegiatan mengabstraksi

atau merangkum data dalam satu lapran evaluasi yang sistematis dan difokuskan pada hal-

hal yang inti, setelah direduksi data akan memberikan gambaran yang lebih tajam

mengenai hasil observasi dan dapat memudahkan peneliti dalam mencari data yang masih

diperlukan. Dalam evaluasi program, data awal dan data akhir hasil observasi dan

wawancara didiskusikan bersama sumber data (pengelola, atau peserta program) sehingga

data dapat dipilih dari bagian menjadi susunan yang berurutan dan sistematis. (Sudjana,

2001: 215)

Reduksi atau mengurangi data merupakan proses memilih memilah data, dimana

dalam proses inin hanya data yang didukung bukti fisik dan fenomena saja yang diproses

sampai tahap akhir pengambil keputusan. Proses ini dimulai dengan menelaah seluruh

data, mengkaji seluruh data, setelah itu membuat rangkuman dari informasi yang didapat,

setelah itu menyederhanakan, memfokuskan dan mentransfer dari data kasar ke catatan

lapangan. Kegiatan ini harus dilakukan kontiniu sehingga peneliti perlu sering memeriksa

dengan cermat hasil catatan yang diperoleh. (Sukardi, 2014: 129)

Pada proses reduksi data, hanya data atau temuan yang berkenaan dengan

komponen evaluasi pengembangan program tahfizh IIQ Jakarta. Dengan kata lain reduksi

data pada penelitian ini merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, dan membuang yang tidak penting dan tidak terkait dengan program tahfizh

sehingga memudahlan penarikan kesimpulan. Mereduksi data merupakan kegiatan

merangkum, memilih hal-hal yang pokok berfokus pada hal-hal yang penting dan

membuang hal yang tidak dibutuhkan dalam penelitian, dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti

mengumpulkan data selanjutnya.

2. Display Data

Display data yaitu merangkum hal-hal pokok dan kemudian disusun dalam bentuk

deskripsi yang naratif dan sistematik sehingga dapat memudahkan untuk mencari tema

utama sesuai dengan fokus penelitian. Display data atau sajian data merupakan proses atau

pemberian informasi yang sudah disusun untuk menarik kesimpulan dan pengembilan

tindakan. Kegiatan ini memudahkan peneliti untuk melihat gambaran unsur-unsur yang

dievaluasi secara menyeluruh. Display data disajikan dalam berbagai tampilan seperti

matrik, grafik, gambar, foto. Display data juga dapat dibuat berupa tulisan atau kata-kata,

dengan tujuan agar data yang disajikan mudah dimengerti dan dapat menggambarkan

keadaan yang terjadi.

Pada tahap ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi

informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna dengan cara menampilkan dan

membuat hubungan antarvariabel agar para evaluator atau peneliti lain yang membaca

hasil penelitian mengerti hal yang terjadi dan hal kyang perlu ditindaklanjuti.pada proses

ini peneliti dapat menampilkan data dalam bentuk uraian atau gambar alur yang mudah

dipahami baik oleh evaluator maupun para pembaca. (Sukardi, 2014: 130)

Page 80: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

57

Dengan adanya penyajian data, maka peneliti dapat memahami apa yang sedang

terjadi dalam penelitian, dan apa yang akan dilakukan peneliti dalam mengantisipasinya.

3. Verifikasi atau Pengambilan Kesimpulan

Verifikasi data yaitu melakukan pencarian makna dari data yang dikumpulkan

secara lebih teliti. “verifikasi data dilakukan untuk memilih data yang terpenting, dan tidak

penting, kemudian data yang diperlukan digabungkan, dimaknai, dan ditafsirkan sesuai

dengan tujuan penelitian.” (Miranti, Pipit & Hampu, 2015: 27). Penarikan kesimpulan

dilakukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang terkumpul cukup

memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan semantara, dan setelah data yang

dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir.

Verifikasi data merupakan pemeriksaan secara cermat untuk menentukan

fenomena yang muncul dan didukung oleh fenomena dari responden di lapangan. Hasil

dari proses ini adalah memaknai hal yang semula berupa sekelompok data, kemudian

evaluator menentukan kaitan data satu dengan lainnya serta mempunyai arti. Pada langkah

ini evaluator sebaiknya masih tetap menerima sukan data dari tim evaluator lainnya

disamping tetap menuju arah kesimpulan yang sifatnya terbuka. (Sukardi, 2014: 130).

Penarikan kesimpulan dialkukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang

dikumpulkan cukup memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan sementara dan setelah

data yang dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir. Data wala

berwujud kata-kata, tulisan, dan tingkah laku personel yang didapat melalui observasi,

wawancara dan studi dokumenter, kemudian diproses agar menjadi data siap untuk

disajikan dan kemudian dibuat kesimpulan hasil penelitian.

Berikut ini digambarkan siklus yang digunakan dalam menganalisis data evaluasi

pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta:

(Gambar 2. Siklus analisis data penelitian)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa proses pengumpulan data kualitatif

diperlukan langkah-langkah diatas, display data akan membantsu peneliti menjelaskan

objek penelitian yaitu mengenai evaluasi yang dilakukan IIQ untuk pengembangan

program tahfizh, selain itu reduksi data ditunjukkan untuk menyaring dan memilih data

Pengumpulan

data

Display data

Reduksi data Pengambilan

kesimpulan/

verifikasi

Page 81: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

58 yang diperlukan, menyusun dalam suatu urutan yang rasional, yaitu memilih data yang

hanya berkaitan dengan program tahfizh saja dan mengaitkannya dengan aspek-aspek

terkait serta hasilnya berupa kesimpulan atau verifikasi tentang data-data yang berkaitan

dengan evaluasi pengembangan tahfizh yang diterapkan di IIQ, bagaimana proses itu

dilakukan dan hasil yang diperoleh. Analisis data tidak hanya dilakukan setelah

pengumpulan data selesai, melainkan dilakukan mulai dari penetapan masalah,

pengumpulan data, penelaahan dan verifikasi data. Hal ini dilakukan agar proses analisis

data dapat menghasilkan data yang valid dan sesuai keadaan.

Page 82: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya IIQ Jakarta

Institut Ilmu Al-Quran merupakan sebuah instansi swasta di indonesia pada tingkat

satuan pendidikan S1 yang secara khusus mendidik kaum perempuan dan konsen dalam

bidang ilmu-ilmu Al-Quran, Ilmu Syariah, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tarbiyah, khususnya

dalam dalam pendalaman dan pengembangan ilmu tahfizh, nagham, tafsir, rasm, dan

qiraat Al-Quran. Inilah dimensi keunggulan IIQ ditengah beragamnya perguruan tinggi

keagamaan islam di negri ini.

Keberadaan Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta tidak dapat dilepaskan dari sosok

seorang ulama kharismatik dan akademisi yang aktif yaitu Prof. K.H. Ibrahim Husen,

LML. Beliaulah yang mengawali lahirnya Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta khusus

untuk perempuan, Beberapa tahun sebelumnya Prof.KH.Ibrahim Hosen juga memprakarsai

berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) khusus laki-laki melalui Yayasan Ihya'

Ulumuddin bersama-sama almarhum Menteri Agama K.H. Muchammad Dahlan, dan

almarhum K. H. A. Zaini Miftah.

Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta didirikan pada hari Jum'at, tanggal 12 Rabî al-

Awwal 1397 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 di bawah naungan Yayasan

Affan yang diketuai oleh H. Sulaiman Affan. Kemudian sejak tahun 1983 IIQ Jakarta

diselenggarakan oleh yayasan IIQ yang diketuai oleh Hj. Herwini Joesoef hingga sekarang.

(T.Yanggo, 2014: 1)

Pada dasarnya faktor utama yang mendorong lahirnya Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)

Jakarta, selain karena keprihatinan terhadap kondisi umat Islam, terutama di Indonesia,

yang semakin jauh dari nilai-nilai ajaran Al-Quran,sebagaimana gambaran di atas

adalahkarena ada beberapa faktor lainnya, di antaranya:

1. Adanya desakan dari Menteri Agama pada waktu itu yaitu Prof. Dr. H. A. Mukti Ali,

MA. Sehubungan dengan adanya permintaan dari Daerah Istimewa Aceh untuk

mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran khusus wanita.

2. Umat Islam di Indonesia adalah merupakan mayoritas, akan tetapi karena sebagian

besar masih dalam kondisi awam, belum memahami ajaran agamanya secara tepat,

utuh dan benar maka mereka tidak banyak berperan dalam percaturan hidup dan

kehidupan ini. Kondisi semacam ini harus segera ditata dan dibenahi, antara lain

melalui strategi pendidikan.

3. Merespon keinginan dan anjuran Presiden RI (Soeharto) pada waktu itu,

mengharapkan agar Al-Quran tidak hanya dimusabaqahkan bacaannya saja, akan

tetapi hendaknya juga dipelajari dan digali ilmu dan kandungannya serta diamalkan

untuk disumbangkan kepada kepentingan pembangunan nasional. Hal itu disampaikan

pada pembukaan MTQ Nasional ke III di Banjarmasin. (Suratmaputra, 2008: 32)

Demikianlah beberapa hal yang melatar-belakangi berdirinya Institut Ilmu Al

Qur'an (IIQ) Jakarta, satu-satunya perguruan tinggi khusus wanita yang ada di Indonesia

ini, bahkan menurut penjelasan Rektor Prof. K. H. Ibrahim Hosen, LML: "IIQ merupakan

perguruan tinggi khusus wanita yang baru satu-satunya ada di dunia islam bahkan di

negara-negara Islam Timur Tengah baik di Mesir, Saudi, Iraq dan lain-lain belum

ditemukan suatu lembaga pendidikan tinggi khusus wanita yang mengadakan pendalaman

dan pengembangan ilmu-ilmu Al-Quran sebagaimana IIQ ini."

59

Page 83: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

60

IIQ Jakarta sebagai perguruan Tinggi ke-quranan,bukan berarti mata kuliah yang

diajarkan hanya masalah Al-Quran saja,melainkan ilmu-ilmu keagamaan lain sesuai

dengan bidang konsentrasi yang diikuti. Ilmu-ilmu ke-quranan menjadi matakuliah

kekhususan IIQ yang diberikan kepada seluruh mahasiswa. Adapun ilmu-ilmu ke-quranan

yang dimaksud adalah: Tahfizh Al-Quran, Nagham Al-Quran, Qirâ’at Al-Quran,

Tajwid/Tahsin Al-Quran, Ulûm Al-Quran (Rasm Al-Quran),barangkali adanya ilmu-ilmu

inilah yang menjadikan IIQ Jakarta ini berbeda dengan perguruan tinggi Islamlainnya.

Adapun visi, misi dan tujuan IIQ VISI “Menjadikan Institut Ilmu Al Quran

Jakarta sebagai pusat studi Al Quran dan Hadis yang mampu merespon perkembangan

zaman”. MISI “membentuk ulama/sarjana muslim, terutama wanita, yang hafal Al Quran,

memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional dalam bidang ilmu agama Islam,

khususnya ilmu-ilmu Al Quran, serta mempunyai wawasan yang luas dan berakhlak

mulia.”sedangkan TUJUAN “Menghasilkan ulama / sarjana muslim S1 dan S2 terutama

wanita dalam bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadis, yang memiliki keahlian dalam

mengungkapkan pemikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis,

kritis, dan logis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.”

Adapun pesantren takhassus juga memiliki visi, misi dan tujuan VISI “Menjadi

Pesantren Mahasiswi yang Qur‟ani” MISI “Menciptakan lingkungan pesantren yang

nyaman dan kondusif untuk menghafal Al-Quran. Menyelenggarakan pendidikan yang

berorientasi pada pembinaan akhlakul karimah dan pembentukan kepribadian yang disiplin

dan bertanggungjawab, Menyelenggarakan program kajian keilmuan khususnya ilmu-ilmu

Al-Quran dalam rangka pengembangan pola pikir kritis”

Sebagaimana layaknya perguruan tinggi yang lain IIQ mencanagkan target ilmiah

yang ingin dicapai antara lain mencetak sarjana perempuan yang hafal Al-Quran,

menguasai bahasa Arab, mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan mendalami isi

kandungannya, untuk itu kurikulum IIQ disusun sesuai dengan komposisi yang pada

prinsipnya kurikulum yang dipakai berada di atas kurikulum perguruan tinggi islam yang

lain (baik Negeri maupun swasta), dapat dikatakan bahwa kurikulum IIQ adalah kurikulum

UIN plus, yaitu kurikulum kekhususan IIQ ditambah dengan kurikulum UIN sesuai

denagn fakultas dan prodinya. Hal ini dimaksudkan agar alumni IIQ mempunyai nilai plus

yaitu plus pada ilmu-ilmu ke Al-Quranannya. (Suratmaputra, 2007: 56)

Program pendidikan yang diselenggarakan oleh IIQ merupakan perpaduan antara

sistem perguruan tinggi tingkat institut dan sistem pesantren. Kaitannya dengan sistem

pesantren IIQ menyelenggarakan program studi dalam bentuk pengajian kitab kuning di

pesantren Takhassus IIQ yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa dari setiap prodi dan

fakultas. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mempunyai kemampuan pendalaman

cabang-cabang keislaman dari buku-buku klasik yang berbahasa Arab. Dengan demikian

diharapkan kelak mereka menjadi sarjana islam yang handal dengan bobot ilmiahnya yang

tinggi.

Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memfasilitasi mahasiswanya tinggal di

pesantren takhassus yang beralamat di Jl. M.Thaha Pamulang Timur No 70 Tangerang

Selatan, Propinsi Banten. Pesantren Takhassus IIQ Jakarta yang berdiri di atas tanah seluas

kurang lebih 1,5 ha wakaf dari kel. Alm Bapak H. Yusuf Abdillah tersebut terdiri dari tiga

bangunan asrama (yaitu: Asrama Hj. Herwini Yoesoef, Asrama DKI Jakarta, dan asrama

Hj.Halimah) satu rusunawa yang terdiri dari empat lantai, bantuan MENPERA, dan

Masjid. Pesantren Takhassus ini dipimpin oleh seorang pengasuh, adapun dalam

pelaksanaan kegiatan, pengurusan, dan pengawasan dibawah koordinasi seorang Direktris

dan Pengurus Pesantren.

Page 84: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

61

Keberadaan pesantren takhassus ini menjadi pendukung utama kegiatan

perkuliahan, beberapa kegiatan diselenggarakan di pesantren. Di antaranya: tahfizh Al-

Quran setiap hari, tahsin Al-Quran dua pekan sekali, pengajian kitab kuning, setiap hari

secara bergantian, lembaga bahasa (LBI) dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya

yang diselenggarakan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) IIQ Jakarta. (Suratmaputra,

2007: 65)

Terdapat berberapa lembaga yang mendukung tujuan didirikannya IIQ lembaga

tersebut adalah:

1. Lembaga tahfizh dan qirâ’at Al-Quran (LTQQ) yaitu: lembaga-lembaga yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan,

pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan Tahfizh dan qirâ’at Al-Quran

2. Lembaga Penelitian dan bertanggung jawab Pengkajian Ilmiah (LPPI) yaitu: lembaga

yang dan berkewajiban menyelenggarakan program penelitian dan pengkajian ilmu-

ilmu leislaman khususnya dalam bidang Ulûmul Qur‟an dan Hadis

3. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM)

adalah:lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan program pengabdian dan

masyarakat sebagai salah satu lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan

program

4. Lembaga Bahasa (LBI) adalah lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan

pembinaan bahasa Arab, bahasa Inggris,dan bahasa Indonesia di lingkungan Institut

Ilmu Al-Quran

5. Pusat Studi Wanita (PSW) adalah lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban

menyelenggarakan program pengkajian di bidang perempuan dalam pengurusutamaan

gender yang berspektif Al-Quran dan Hadis secara internal dan eksternal

6. Lembaga Khat dan Tilâwah Al-Quran (LKTQ)

Adalah: lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban menyelenggarakan

pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan

dengan program Khat dan Tilâwah

7. Lembaga Tafsir dan Karya Ilmiah Al-Quran (LTKI) Adalah: lembaga yang

bertanggung jawab menyelenggarakanpembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang

berkaitan dengan tafsir tiga bahasa (yaitu: Bahasa Arab,Bahasa Inggris, dan Bahasa

Indonesia) dan penulisan Karya Ilmiah. (T.Yanggo, 2014: 76)

Tujuh lembaga tersebut merupakan lembaga pendukung perguruan yang

melakukan kegiatan pembinaan mahasiswa. Adapun dalam melaksanakan kegiatan tidak

selalu di kampus, bahkan lebih sering dilakukan di Pesantren Takhussus IIQ. Selain itu ada

juga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yaitu organisasi kemahasiswaan yang memiliki

program kegiatan guna mendukung kegiatan-kegiatan akademik dan non akademik.

B. Program Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran

Program Tahfizh IIQ Jakarta di bawah naungan oleh lembaga LTQQ (Lembaga

tahfiz dan Qirâ‟at Al-Quran). LTQQ merupakan lembaga yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang

berkaitan dengan tahfizh dan qirâ’at Al-Quran. Tahfizh Al-Quran yang ada di IIQ Jakarta

merupakan kegiatan menghafal Al-Quran secara bertahap yang di bimbing oleh instruktur

sesuai dengan program yang ditentukan. Sedangkan qirâ’at Al-Quran kegiatan yang

membahas tentang tatacara pengucapan lafazh-lafazh dalam Al-Quran baik dari segi teori

maupun praktek dengan menisbatkan setiap bacaannya kepada Imam qirâ‟at. (T.Yanggo,

2014: 16).

Page 85: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

62

LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) adalah lembaga yang bertanggung

jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan

yang berkaitan dengan Tahfizh dan qira‟at Al-Quran.

Sejak dibentuk hingga saat ini, lembaga tahfizh mengalami perubahan nama

beberapa kali, yaitu:

1. LTTQ (Lembaga Tahfizh dan Tilawah Al-Quran) 1977-1995

2. LHQ (Lembaga Hifzh Al-Quran)1995-1997

3. LHTQ (Lembaga Hifzh dan Tafsir Al-Quran)1997-1999

4. LHTQQ (Lembaga Hifzh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran)1999-2008

5. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran)2008-2011

6. LTTQ (Lembaga Tahfizh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran) 2011-2014

7. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) 2014-sekarang

Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta termasuk mata kuliah kekhususan wajib yang

berada di tataran paling puncak. Seluruh mahasiswa IIQ dalam lintas fakultas dan prodi

diwajibkan mengikutinya karena mata kuliah Tahfizh ini merupakan persyaratan mengikuti

ujian akhir semester (UAS), begitu juga terkait kesarjanaan mahasiswa diwajibkan

menyelesaikan Tahfizh Al-Quran terlebih dahulu dan dinyatakan lulus oleh Lembaga

Tahfizh baru kemudian bisa melaksanakan ujian munaqosah skripsi.Program Tahfizh di

Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memasuki era baru, hal ini berkaitan dengan ketentuan

pemerintah dalam kurikulum perguruan tinggi berbasis KKNI atau kerangka kualifikasi

Nasional Indonesia. Dalam surat edarannya pemerintah mewajibkan mahasisiwi perguruan

tinggi islam untuk menghafal Al-Quran dengan capaian minimal juz 30.

Mengacu pada hal tersebut, para dewan lembaga tahfizh dan qiraat Al-Quran

(LTQQ) IIQ Jakarta menetapkan program baru bagi mahasiswi,yakni menambahkan juz 30

dalam program tahfizh yang sudah ditetapkan. Jadi jika mahasiswi mengambil program

Tahfizh 5 juz maka mahasisiwi tersebut berkewajiban menambah setoran juz 30, begitu

pula dengan program tahfizh yang lain 10, 20 dan 30 juz. Program ini merupakan syarat

mutlak untuk kelulusan mahasisiwi nantinya, mahasisiwi diperbolehkan menyicil hafalan

juz 30 hingga semester delapan.

Pada awal berdirinya IIQ tahun 1977 hingga tahun akademik 2001-2002, IIQ

mewajibkan mahasiswa fakultas syariah dan ushuluddin untuk mengikuti program Tahfizh

30 juz, sedangkan fakultas tarbiyah yang diresmikan pada 1991 sampai tahun akademik

2001-2002 diwajibkan mengikuti tahfizh terbatas dari juz 1-4 selebihnya adalah sunnah.

Dengan demikian tetapada kesempatan bagi mahasisiwi Fakultas Tarbiyah yang berminat

untuk mengikuti program tahfizh 30 juz. Kurikulum/ silabus tahfizh ketika itu dibagi dalam

berberapa marhalah sebagai berikut:

1. Fakultas Syariah dan Ushuludiin

a. Marhalah 1

Semster I : Juz 1- Juz 4

Semester II : Juz 5-Juz 8

b. Marhalah II

Semester III : Juz 9-Juz 12

Semester IV : Juz 13-Juz 16

c. Marhalah III

Semester V : Juz 17-Juz 20

Semeter VI : Juz 21-Juz 24

Marhalah IV

Semester VII : Juz 25-Juz 27

Page 86: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

63

Semester VIII : Juz 28-Juz 30

2. Fakultas Tarbiyah

a. Marhalah I

Semester 1 : Juz 1 dari halaman 1-halaman 10

Semester II : Juz 1 dari halam 11- halaman 20

b. Marhalah II

Semester III : Juz 2 dari halaman 1-halaman 10

Semester IV : Juz 2 dari halaman 11-halaman 20

c. Marhalah III

Semester V : Juz 3 dari halaman 1-halaman 10

Semester VI : Juz 3 dari halaman 11-halaman 20

d. Marhalah IV

Semester VII : Juz 4 dari halaman 1-halaman 10

Semester VIII : Juz 4 dari halaman 11-halaman 20

Mulai tahun akademik 2002-2003 silabus program Tahfizh Al-Quran untuk semua

fakultas dan jurusan terdiri dari 4 program, yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz.

Kurikulum Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta terdiri dari tahfizh, takrir, dan komprehensif

(ujian keseluruhan) materi juz yang telah dihafal, berikut silabus program tahfizh:

1. Program 5 juz

Semester I : Juz 1

Semester II : Juz 2

Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir)

Semester IV : Juz 3

Semester V : Juz 4

Semester VI : Pemantapan Juz 3-4

Semester VII : Juz 5

Semester VIII : Pemantapan Juz 1-5 (komprehensif)

2. Program 10 Juz

Semester I : Juz 1-2

Semester II : Juz 3-4

Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir)

Semester IV : Juz 5-6

Semester V : Juz 7-8

Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)

Semester VII : Juz 9-10

Semester VIII : Pemantapan Juz 1-10 (komprehensif)

3. Program 20 juz

Semester I : Juz 1-4

Semester II : Juz 5- 8

Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)

Semester IV : Juz 9-12

Semester V : Juz 13-16

Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir)

Semester VII : Juz 17 -20

Semester VIII : Pemantapan Juz 1-20 (komprehensif)

4. Program 30 juz

Semester I : Juz 1-5

Semester II : Juz 6-10

Page 87: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

64

Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir)

Semester IV : juz 11-15

Semester V : juz 16-20

Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir)

Semester VII : Juz 21- 25

Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif)

Pada tahun 2015 ada perubahan silabus tahfizh Al-Quran dimana khusus angkatan

2015 dan seterusnya akan diberlakukan untuk setiap semester ada penambahan materi juz

yaitu juz 30. Juz 30 merupakan hafalan wajib yang harus diselesaikan sebagai syarat

kelulusan, hafalan juz 30 ini dapat dicicil storannya mulai semester awal hingga semester

akhir. Berikut silabusnya:

1. Program 5 juz

Semester I : Juz 1

Semester II : Juz 2

Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir)

Semester IV : Juz 3

Semester V : Juz 4

Semester VI : Pemantapan Juz 1-4

Semester VII : Juz 5

Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-5 (komprehensif)

2. Program 10 Juz

Semester I : Juz 1-2

Semester II : Juz 3-4

Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir)

Semester IV : Juz 5-6

Semester V : Juz 7-8

Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)

Semester VII : Juz 9-10

Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-10 (komprehensif)

3. Program 20 juz

Semester I : Juz 1-4

Semester II : Juz 5- 8

Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir)

Semester IV : Juz 9-12

Semester V : Juz 13-16

Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir)

Semester VII : Juz 17 -20

Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-20 (komprehensif)

4. Program 30 juz

Semester I : Juz 1-5

Semester II : Juz 6-10

Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir)

Semester IV : juz 11-15

Semester V : juz 16-20

Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir)

Semester VII : Juz 21- 25

Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif)

Page 88: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

65

Gambaran secara utuh mengenai sistem pembinaan tahfizh di IIQ sejak awal

berdiri sampai saat ini dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori generasi berdasarkan

sistem dan aturan yang diterapkan, sebagai berikut:

1. Periode pertama : tahun 1977-1980 sebelum menghafal mahasisiwi diharuskan

puasa 40 hari metode ini bersumber dari seorang ulama besar ahli Al-Quran Al-

hafîzh KH. A. Zaini Miftah imam masjid istiqlal saat itu. Puasa 40 hari adalah

proses yang dilakukan para sufi untuk mendekatkan kepada Allah dan menghafal

Al-Quran. Setelah mahasisiwi melakasanakan puasa 40 hari diadakan selamatan

ketupat sebagai ungkapan rasa syukur terlewatinya proses yang sangat panjang.

Jadwal tahfizh pada saat itu 5 kali dalam seminggu yaitu, hari (senin, rabu dan

sabtu) untuk setoran hafalan dan hari (selasa dan kamis) mengulang hafalan yang

telah dihafal, waktunya sore hari mulai pukul 16.00-18.00 wib. Faktor pendukung

kesuksesan generasi pertama adalah fasilitas yang bebas biaya, bahkan setiap

bulan mahasisiwi mendapatkan uang saku serta faktor aturan yang sangat ketat dan

disiplin juga menjadi pendukung kesuskesan, selain itu mahasiswi hanya

diperbolehkan keluar asrama maksimal 2 kali dalam satu bulan.

2. Periode kedua: periode ini pada tahun 1981-1985, berbeda dengan periode

sebelumnya pada periode ini mahasisiwi tidak diwajibkan puasa 40 hari, pada

periode ini mahasisiwi hanya diwajibkan menghafal 4 surah yaitu, surah As-

sajadah, Yasin, Ad-dukhan dan Al-mulk, keempat surah ini dianjurkan untuk

dibaca dalam shalat sunnah 4 rakaat setiap malam jumat dengan dua kali salam.

Setelah shalat membaca doa tertentu agar mendapat kemudahan dalam proses

menghafal Al-Quran. Jadwal tahfizh pada periode ini sama dengan pada periode

pertama hanya berbeda hari yang sebelumnya sabtu diganti menjadi jumat.

3. Periode ketiga: periode ini pada tahun 1986-1991 sistemnya hampir sama dengan

periode kedua hanya saja hari tahfizh yang sebelumnya 5 kali dalam seminggu,

pada periode ini menjadi 3 kali dalam seminggu, yaitu hari senin, rabu dan jumat.

4. Periode keempat: periode ini pada tahun 1991-2001/2002 pada periode ini berbeda

dengan periode sebelumnya yang diharuskan berpuasa 40 hari (periode pertama)

dan menghafal 4 surah tertentu (periode kedua dan ketiga), pada periode ini tidak

lagi dianjurkan melakukan kedua hal tersebut mahasiswi bisa langsung menghafal

dimulai dari surah Al-fatihah dan seterusnya. Jadwal tahfidz pada periode ini

fakultas syariah dan ushuluddin 3 kali dalam seminggu yaitu senin, rabu dan jumat

yang dilaksanakan di pesantren takhassus pada pukul 16.00-18.00. Sedangkan

pada fakultas tarbiyah 2 kali dalam seminggu, yaitu selasa dan kamis yang

bertempat di kampus IIQ Jakarta pada pukul 13.00-14.30, sementara bagi

mahasisiwi yang belum fashih bacaannya diadakan pembinaan secara khusus.

5. Periode kelima: sebutan ini berlaku pada mahsisiwi pada tahun 2002/2003 sampai

sekarang, sisitem pembinaanya sama dengan periode keempat hanya saja hari

tahfizh untuk semua fakultas disamakan yaitu hari senin, rabu dan jumat.

Perbedaanya, fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus

pada pukul 16.00-18.0. untuk fakultas tarbiyah dilaksanakan di kampus IIQ Jakarta

pada pukul 10.30-12.30, dan pada periode ini program tahfidz 30 juz dikembalikan

bagi semua fakultas dan prodi.

Kiprah IIQ dalam pembinaan tahfizh selain adanya pembinaan tahfizh wajib yaitu

hari senin, rabu dan jumat juga ada pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler /tahfizh sunnah

yang dilaksanakan di pesantren takhassus IIQ Jakarta setiap hari selasa, kamis, dan sabtu

sesudah shalat shubuh. Penentuan hari-hari tersebut dimaksudkan agar mahasiswa terbantu

Page 89: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

66 dalam menyetorkan hafalannya dan mengulang hafalannya. Selain itu, pada setiap bulan

Ramadhan sejak tahun 2001 diadakan tahfizh intensif yang dilaksanakan di pesantren

takhassus setiap bada subuh sampai pukul 08.00 pagi untuk semua fakultas.

Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran memerlukan pembinaan khusus yang

intensif. Untuk itu, agar program ini berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan maka IIQ

membentuk lembaga khusus yang diberi tugas menangani dan mensukseskan program

Tahfizh. Lembaga ini dipimpin oleh seorang ketua, sekretaris dan staff yang bertanggung

jawab kepada rektor. Lembaga inilah yang merekrut instruktur Tahfizh yang bertugas

melakukan pembinaan kepada mahasisiwi dalam bidang Tahfizh, yang jumlahnya

disesuaikan dengan jumlah mahasisiwi dengan rasio 1:15. Instruktur Tahfizh bertugas

melakukan pembinaan melalui penyimaan hafalan, takrir (pemantapan hafalan dengan cara

mengualangi hafalan yang telah disetorkan), mentashih (meluruskan) bacaan mahasisiwi

dari segi tajwid, membetulakan bacaan yang salah, memberikan pengarahan, memberikan

motivasi, dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan mahasisiwi. (Suratmaputra, 2007: 91)

Rekrutmen instruktur Tahfizh di IIQ cukup ketat dan kompetitif. Selain harus hafal

Al-Quran 30 Juz sebagai syarat utama, calon instruktur harus mempunyai kualitas bacaan

yang bagus dan pernah meraih kejuaraan pada MTQ atau STQ, untuk itu dalam rangka

kaderisasi mahasisiwi semester atas yang belum menyelesaikan kuliah tetapi telah

mnyelesaikan hafalan Al-Quran diberi kepercayaan untuk menjadi asisten instruktur.

Setelah melalui proses tertentu selanjutnya asisten tersebut dapat menjadi instruktur

Tahfizh.

Adapun ujian dalam pelaksanaan Tahfizh meliputi :

1. Ujian Tahfizh: Ujian ini dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan materi

juz yang dihafal dalam tiap satu semester sesuai marhalah masing-masing.

Penguji Tahfizh terdiri dari dua instruktur. Penguji pertama adalah instruktur

yang mengampu mahasiswa tersebut, dan kaliini mahasiswa harus membaca

seluruh materi yang dihafal pada semester itu, adapun penguji ke dua adalah dari

instruktur lain, yang menguji dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

diambil dari materi yang sudah dihafal/disetorkan. Hal ini dilakukan supaya

mahasiswa lebih mantap hafalannya dan menguasai materi hafalan maupun

bacaan. Jarak antara ujian pertama ke ujian kedua maksimal satu minggu, jika

dalam satu minggu mahasiswa belum melaksanakan ujian kedua, maka ujian

pertama dianggap batal dan mahasiswa wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang.

2. Ujian Komprehensif: Ujian ini dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian

kuliah bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah

seluruh materi yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing.

Penguji untuk ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Penguji pertama

adalah instruktur yang mengampu mahasiswa tersebut secara langsung,sedang

penguji kedua adalah instruktur lain yang ditunjuk oleh lembaga. Adapun materi

yang diujikan untuk ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal

atau disetorkan dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian

yang diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan

membaca potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih

antara satu sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan

adakalanya diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian

tengah,dan tidak jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat).

Jumlah soal yang diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan

lebih dari itu. Soal diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab

Page 90: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

67

dengan sempurna. Jika sudah diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa

bersangkutan belum bisa menjawab dengan baik dan lancar, maka instruktur

memberi kesempatan untuk mengulang lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah

dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru bias dilaksanakan setelah mahasiswa

menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai dengan program yang diambil. Dalam

praktek ujian, baik ujian tahfizh setelah menyelesaikan targetnya dan mau pindah

ke juz berikutnya mahasiswa mengisi formulir dua rangkap terlebih dahulu

masing-masing diisi dan diberikan kepada instruktur, setelah mendapat nilai dari

kedua instruktur,lembar pertama diserahkan kepada Lembaga Tahfizh, dan

Qirâ‟at (LTQQ),sedang lembar kedua disimpan mahasiswa dan diserahkan ketika

mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS).

Standard nilai Tahfizh yang diberikan adalah:

1. Apabila hafalannya lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid,

maka nilai yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85

2. Apabila hafalannya tidak atau kurang lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka

nilai yang diberikan kurang dari 80 (antara 79 s/d 70)

3. Mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70 (69 dan seterusnya) diperbolehkan

mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS wajib mengikuti

ujian Tahfizh ulang. Akan tetapi saat ujian komprehensif, nilai yang diperoleh

mahasiswa tidak boleh kurang dari 70.

4. Mahasiswa yang mengikuti ujian Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan

instruktur nilai yang diberikan maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa

menyicil hafalannya saat ujian, maka nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80

(antara 79 s/d 70)

C. Efektifitas Program dan Analisa Evaluasi Pengembangan Tahfizh

Efektivitas suatu program menurut (Muyasaroh 2014: 13) dapat dilihat dari aspek-

aspek antara lain:

1. Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan

tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran akan efektif jika

tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta didik belajar

dengan baik. Lembaga tahfizh IIQ telah melakukan tugas dan fungsinya yaitu

membina dan mengurus semua hal yang berkaitan dengan tahfizh:, tajwid, tahsin,

tartil serta kualitas dan kuantitas hafalan mahasiswi. Dan menjadi pusat pembinaan

tahfizh dan qiraat di Indonesia

2. Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini

adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat

dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif, dalam hal ini adalah

kurikulum tahfizh yang terprogram, 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz.

3. Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari

berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga

berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturan-aturan baik yang

berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didik, jika

aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku

secara efektif. Dalam hal ini adalah aturan-aturan yang telah dirumuskan bahwa

kegiatan tahfizh merupakan syarat mutlak bagi mahasiswi untuk mengikuti UAS

dan merupakan syarat kelulusan, selain itu absen kehadiran tahfizh juga

menentukan kelulusan bagi mahasiswi yakni 75% dari kehadiran. Bagi instruktur

Page 91: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

68

yang membina juga terdapat aturan-aturan yaitu mengenai kehadiran dan jadwal

harus sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, jika berhalangan pada hari yang

telah ditentukan sebaiknya dikomunikasikan dengan mahasiswi binaannya dan

melaporkan kepada lembaga untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya perekrutan

instruktur dilaksanakan sangat ketat diantara syaratnya instruktur tahfizh sudah

berstandar nasional dan internasional dalam kualitas bacaan dan hafalannya.

4. Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari

sudut hasil (output) jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai.

Penilaian aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai oleh peserta didik.

Dalam hal ini output yang dihasilkan sejauh ini sudah sesuai dengan harapan dari

lembaga, hanya saja minimnya mahasiswa yang memiilih program tahfizh 30 juz

ini merupakan catatan khusus bagi lembaga bagaimana merealisasikannya kembali

seperti pada periode-periode sebelumnya. Dalam hal prestasi walaupun sedikit

yang mengambil program tahfizh 30 juz namun banyak prestasi-prestasi yang

diraih Sebagian mahasiswa sudah meraih juara pada Musabaqah Hifzhil Quran

(MHQ), baik 1 juz, 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz di daerah masing-masing,

begitu juga pada Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan Syarhil Quran (SQ)

yang akan dijelaskan pada bagian prestasi mahasiswi.

Berdasarkan pernyataan diatas dari segi hasil suatu program dapat dikatakan

berhasil apabila terjadi perubahan prilaku positif, prilaku positif disini adalah ketika

mahasiswi lebih lancar mengahafal Al-Quran, lebih tepat tajwidnya, lebih sesuai makhraj

hurufnya, serta bagus dari segi iramanya. Secara umum program tahfizh di IIQ sudah dapat

dikatakan efektif karena sudah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai tujuan, efektifitas

disini dapat dilihat dari sikap dan perubahan yang terjadi, namun layaknya sebuah

program tetap harus dilakukan perbaikan-perbaikan agar program tahfizh mengalami

peningkatan kualitas dari tahun ke tahunnya.

Program tahfizh di IIQ dapat dikatakan efektif karena secara umum tugas dan

fungsi program tahfizh adalah melaksanakan semua hal yang mendukung terlaksananya

tahfizh mahasiswi. Dengan menyediakan instruktur yang berkompeten, menyediakan

fasilitas penunjang, serta melaksanakan kegiatan program tersebut. Secara umum sudha

efektif karena terget hafalan mahasiswi per semesternya dapat berjalan sebagaimana

mestinya, walaupun di akhir semester masih terdapat mahasiswi yang turun program

dengan berbagai sebab serta menurunnya minat mahasiswi mengambil program tahfizh 30

juz, masalah ini tetap menjadi pekerjaan tersendiri oleh pihak lembaga juga pihak kampus

dan pesantren pada umumnya. Namun demikian perbaikan-perbaikan harus tetap

dilakukan baik itu perbaikan dari pihak lembaga, pesantren, maupun dari mahasiswi itu

sendiri.

Untuk melihat efektif atau tidaknya sebuah program dapat juga dilihat dari konteks

mahasiswinya. Salah satunya pengaturan waktu dalam meghafal, pengaturan waktu

mahasiswi memang lebih rumit dibanding dengan santri-santri yang dikhususkan hanya

menghafal hal ini disebabkan mahasiswi memiliki beban ganda yaitu selain menghafal

juga harus mengikuti perkuliahan yang dibebankan SKS pada setiap matakuliahnya.

Terkait dengan perkuliahan, mahasiswi memiliki waktu kuliah minimal (2-3 jam-/hari)

memersiapkan ujian akhir semester dan ujian tengah semester, adanya tugas makalah,

presentasi, kerja kelompok, belajar mandiri, dan kegiatan lain yang mendukung akademis.

Adapun kegiatan tahfizh mulai dari persiapan, penambahan materi juz, pengulangan

Page 92: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

69 hafalan dapat ditotal 5-8 jam per hari. Ini berarti bahwa mahasiswi dapat menyelesaikan

hafalan Al-Quran selama kuliah 4 tahun sebanyak 30 juz hanya dengan menyisihkan 8 jam

per hari untuk kegiatan tahfizh. Baik itu kegiatan menambah maupun megulang hafalan.

Dalam hal evaluasi program, yang akan dilakukan tidak hanya tertuju pada

dokumen tertulis dan sisi lain yang tertuju pada pelaksanaan program, namun juga

memantau pelaksanaan program dan memberikan masukan-masukan tertentu yang dapat

membangun terlaksananya program yang baik. Dalam evaluasi program ini dilaksanakan

dan digunakan model evaluasi CIPPO yang terdiri dari evaluasi contex, evaluasi input,

evaluasi proses, evaluasi product dan evaluasi output.

1. Contex

Dalam evaluasi konteks hal pertama yang dilakukan adalah melihat tujuan

program yang sudah terpenuhi dan tujuan yang belum terpenuhi, merinci lingkungan

kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan populasi. Berikut dipaparkan program yang

terlaksana:

a . Pembinaan tahfizh 1) Pembinaan tahfizh kurikuler tiga kali dalam seminggu di bawah bimbingan

instruktur Pembinaan Tahfizh Al-Quran untuk semua fakultas dan jurusan dengan 4

(empat) pilihan program, yaitu: Program 5 juz, program 10 juz, program 20 juz,

program 30 juz. Masing-masing program tersebut, wajib diselesaikan oleh

mahasiswi selama 8 semester/ 4 tahun. Bagi mahasiswi angkatan 2016/2017,

masing-masing program tahfizh ditambah juz 30 (tiga puluh) sesuai dengan

kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Pembinaan

tahfizh kurikuler mahasiswi sebanyak 3 (tiga) kali seminggu, dengan rincian

sebagai berikut :

1) Fakultas Syari‟ah dan Ushuluddin setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul

16.30 s/d 19.00 WIB di Pesantren Takhasus IIQ Jakarta, kecuali mahasiswi

yang tinggal di luar pesantren, pembinaan tahfizh dilaksanakan di Kampus

IIQ.

2) Fakultas Tarbiyah setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul 10.30 s/d 13.00

WIB di Kampus IIQ Jakarta.

2) Pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu pukul 05.30

s/d 07.30 WIB di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta.

3) Pembinaan tahfizh intensif pada liburan semester ganjil dilaksanakan setiap hari

dengan ketentuan:

1) Mahasiswi yang tinggal di dalam Pesantren Takhassus IIQ Jakarta

dilaksanakan di Pesantren setiap hari pukul 05.30 WIB s/d 07.30 WIB.

2) Mahasiswi yang tinggal di luar Pesantren Takhassus IIQ Jakarta dilaksanakan

di kampus setiap hari kerja (Senin – Jum‟at) pukul 10.00 WIB s/d 12.00

WIB.

4) Pembinaan tahsin bagi seluruh mahasiswi IIQ Jakarta dilaksanakan satu kali dalam

seminggu dibawah bimbingan instruktur.

5) Bekerjasama dengan Program Pasca Sarjana Program Magister (S2) Institut Ilmu Al-

Quran (IIQ) dalam pelaksanaan tahsin dan tahfizh mahasiswa S2.

Dalam hal pembinaan tahfizh terdapat kegiatan-kegiatan yang seharusnya menjadi

perhatian yang lebih, yaitu kehadiran pembinaan tahfizh wajib merupakan hal yang sangat

Page 93: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

70 prioritas karena kehadiran pada pembinaan wajib merupakan penentu mengikuti ujian

tahfizh. Dalam prakteknya mahasiswi masih ada yang belum menyadari bahwa pentingnya

pembinaan tahfizh wajib ini. Begitu juga instruktur juga ada sebagian yang sering

mengganti hari pembinaan wajib, hal ini menjadi kendala tersendiri dari mahasiswi karena

mungkin di hari tahfizh wajib mereka sudah mempersiapkan hafalan namun karena

instruktur berhalangan hadir mereka harus menyetorkan hafalan pada hari berikutnya,

seharusnya pada hari berikutnya mereka sudah dapat menghafal materi baru. Hal ini

menjadi kendala juga dalam perolehan tahfizh mahasiswi.

b. Pembibitan dan Pengkaderan

Pembibitan dan pengkaderan yang dilakukan LTQQ diberikan kepada mahasisiwi

yang memiliki potensi akademik tidak hanya dalam bidang tahfizh, namun juga dalam

bidang qiraat Al-Quran. Pengkaderan dan pembibitan ini dilaksanakan dalam program

khusus di luar jam kuliah dan jam pembinaan tahfizh.

1) Pembibitan dan pengkaderan mahasiswi yang memiliki potensi di bidang tahfizh dan

qira‟at Al-Quran untuk menjadi pakar, instruktur, peserta STQ/ MTQ, dan dewan

hakim STQ/ MTQ. Pengkaderan instruktur tahfizh dari mahasiswi:

a) Rifdah Farnidah (Ush/VII);

b) Ameliatul Khairiyah (Ush/VII).

c) Fitriyani (Tby/X);

d) Rifdah Farnidah (Ush/V);

e) Ameliatul Khairiyah (Ush/V).

2) Menyelenggarakan Seleksi calon peserta potensial Provinsi DKI Jakarta pada

cabang tahfizh golongan 5 juz + tilawah, 10 juz, 20 juz, 30 juz, dan Tafsir Bahasa

Arab antar mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan

Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta. Acara diselenggarakan pada:

Hari/ Tanggal : Jum‟at, 30 September 2016

Waktu : Pkl. 09.00 – 15.00 WIB

Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta

3) Menyelenggarakan Musabaqah Hifzh Al-Quran (MHQ) cabang 10 juz antar

mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besar Mesir di Indonesia.

Acara diselenggarakan pada:

Hari/ Tanggal : Rabu, 27 April 2016

Waktu : Pkl. 09.00 – 12.00 WIB

Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta

Sebelum pelaksanaan MHQ, Ketua LTQQ mengadakan seleksi terhadap 18 peserta

pada hari Selasa tanggal 26 April 2016. Peserta terbaik hasil seleksi sebanyak 10

orang adalah sebagai berikut:

a) Ilfi Zakiah Darmanita (Tarbiyah smt. IV).

b) Rifdah Farnidah (Ushuluddin smt. VI).

c) Lutfatul Badriyah (Ushuluddin smt. VI).

d) Ameliatul Khairiah (Ushuluddin smt. VI).

e) Sofwatun Nada (Ushuluddin smt. IV)

f) Uli Rif‟atul Millah (Ushuluddin smt. IV)

g) Ni‟matillah (Ushuluddin smt. II)

h) Shofwa Nadia (Ushuluddin smt. II)

i) Nurhasanah Nasution (Ushuluddin smt. II)

j) Fithrotin Najiza (Tarbiyah smt. IV)

Page 94: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

71

Adapun hasil kejuaraan MHQ 10 juz antar mahasiswi adalah sebagai berikut:

Juara I : Rifdah farnidah

Juara II : Shofwa Nadia

Juara III : Ilfi Zakiah Darmanita

Juara IV : Ameliatul Khairiah

Hadiah yang diberikan oleh Kedutaan Besar Mesir kepada para pemenang adalah

berupa uang pembinaan. Juara I mendapatkan U$ 300, juara II U$ 250, juara III

U$ 200, dan juara IV U$ 150.

Dalam hal pembibitan dan pengkaderan lembaga melakukannya pada mahasiswi

yang sudah terlihat bakat dan minatnya baik dalam bidang tahfizh maupun dalam bidang

tilawah ataupun qiraat. Jika hanya mahasiswi yang berbakat saja diadakan pembinaan

maka akan dipastikan yang akan mengikuti perlombaan ataupun yang bertambah

keahliannya hanya mahasiswi yang itu saja. Seharusnya pembibitan dan pengkaderan tidak

hanya pada mahasiswi yang berbakat melainkan seluruh mahasiswi harus dilakukan,

karena jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah mahasiswi sehingga kegiatan

pembibitan hanya dilakukan pada sebagian mahasiswi yang sudah terlihat bakatnya

ataupun yang sudah pernah mengukir prestasi. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi

lembaga tahfizh agar pengkaderan merata untuk seluruh mahasiswibisa ditangani langsung

oleh instruktur tahfizh wajib.

c. Matrikulasi Tahsin Matrikulasi tahsin bagi mahasiswi baru Tahun Akademik 2016/2017 dilaksanakan

dalam dua gelombang: Gelombang I dilaksanakan pada tanggal 30 Juli - 12 Agustus 2016,

dan Gelombang II dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus – 26 Agustus 2016 .

Martikulasi tahsin ini dilaksanakan untuk melihat sejauh mana bacaan mahasisiwi

sebelum menghafal, sebelum masuk ke kelas tahfizh mahasisiwi dibimbing oleh

instrukturnya mengkaji ilmu tahsinul qiroah, dalam program pelaksanaannya martikulasi

tahsin ini melakukan ujian di akhir pertemuan, apakah bacaan mahsisiwi ada perubahan

sebelum dilakukannya martikulasi dan setelah dilakukannya martikulasi, bagi mahasisiwi

yang tidak lulus dalam ujian matrikulasi tahsin ini akan diadakan pembinaan khusus dari

instruktur tahfizh dan bagi mahasisiwi yang telah lulus martikulasi bisa langsung

menghafal Al-Quran dimulai dari juz pertama.

Dalam pelaksanannya program matrikulasi ini mahasisiwi yang tidak lulus dalam

ujian martikulasi yang selanjutnya dibina oleh instruktur tahfizh sedikit sulit dalam

mengatur waktunya, disamping mahasisiwi tersebut harus menyelesaikan target hafalannya

dalam satu semester mahasisiwi juga diharuskan memperbaiki bacaannya terlebih dahulu,

yang dilaksanakan dengan menggunakan metode talaqqi sebelum mahasisiwi tersebut

menyetorkan hafalannya, ia terlebih dulu harus membacanya didepan instruktur dengan

melihat Al-Quran dengan bacaan yang baik jika dirasa belum tepat sesuai ilmu tajwid

maka mahasisiwi tersebut harus mengulang kembali sampai benar-benar betul, hal ini

mengakibatkan mahasisiwi yang tidak lulus tersebut mengalami ketertinggalan dalam

hafalannya dan dikhawatirkan akan kewalahan dalam menyelesaikan hafalan, jika

hafalannya tidak selesai sesuai target maka mahasisiwi tersebut tidak akan bisa mengikuti

Ujian Akhir semester, ini menandakan bahwa program martikulasi tahsin sangat penting

dilakukan.

Sebaiknya kegiatan matrikulasi harus dituntaskan sebelum perkuliahan dimulai,

ataupun beban tahfizh pada mahasiswi yang belum lulus ditiadakan dulu, karena

Page 95: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

72 mengingat sangat pentingnya perbaikan bacaan dinbandingkan banyaknya hafalan. IIQ

pernah menerapkan kebijakan bahwa mahasiswi yang tidak lulus matrikulasi tahsin tidak

diperkenankan mengikuti perkuliahan namun harus masuk dulu pada kelas tahsin

(perbaikan bacaa). Namun kebijakan ini tidak lagi diterapkan mengingat berberapa hal

diantaranya ketertinggalan mahasiswi tersebut dengan temannya yang lain mengakibatkan

mahasiswi yang tidak lulus ini kurang semangat. Kebijakan terakhir adalah mahasiswi

yang tidak lulus matrikulasi boleh mengikuti perkuliahan dan boleh mulai mengahfal

namun kelanjutan matrikulasi tahsin dialihkan pada instruktur wajib.

2. Input

Evaluasi input hal yang akan dilihat adalah bagaimana kemampuan awal

mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta, bagaimana kemampuan kampus mengadakan

fasilitas penunjang program tahfizh, seperti ruangan yang kondusif, maupun kedisiplinan

dalam jadwal.

a. Kemampuan Awal Mahasiswi

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan wawancara, peneliti melihat

bahwa kemampuan awal mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta berbeda-beda karena

mereka berasal dari latarbelakang yang berbeda, sebagian mahsisiwi ada yang berasal dari

pesantren, dan sekolah umum. Jika yang dari sekolah pesantren dari mereka sudah

lumayan bagus bacaan Al-Qurannya namun ada juga yang kurang bagus, begitu juga dari

sekolah umum, dalam hal bacaan Al-Quran kemampuan mahasisiwi IIQ dapat diketahui

pada awal tes masuk. Pada awal masuk IIQ banyak mahasisiwi yang mengambil program

30 juz, namun setelah menjalani kuliah dan program tahfizh sebagian dari mereka yang

mengambil program 30 juz banyak yang turun program karena belum terbiasa menghafal

dan sulitnya membagi waktu antara kuliah dan tahfizh. Berikut berberapa faktor yang

menyebabkan mahasisiwi turun program:

1) Kemampuan awal menghafal yang kurang dan berasal dari latar belakang sekolah

yang tidak mendukung dalam menghafal. Selain itu kemampuan awal menghafal

yang mendukung, sebagian telah memiliki tabungan hafalan baik itu 1 juz, 2 juz

bahkan 30 juz, mahasiswi yang memiliki hafalan sebelum masuk IIQ Jakarta

sediki banyaknya akan terbantu dalam proses tahfizh.

2) Memiliki kegiatan diluar kampus yang mereka ikuti, seperti: kuliah tambahan atau

mengikuti kursus-kursus, mengajar privat di beberapa tempat, atau mengajar di

suatu lembaga pendidikan, menerima undangan baik dari instansi pemerintah

maupun masyarakat.

3) Mahasiswa yang tidak tinggal di asrama sehingga waktu yang dimiliki untuk

menyetorkan hafalan hanya di kampus saja. Alasan tidak tinggal di asrama

bermacam-macam, sebagian karena sudah berkeluarga, sebagian tinggal disekitar

kampus (kos), yang mempunyai alasan terakhir ini mayoritas mempunyai kegiatan

lain, seperti mengajar privat untuk memenuhi biaya kuliah, dan sebagian lain

memilih tinggal di rumah sendiri, pulang pergi (PP) karena banyak kegiatan yang

dilakukan di rumah. Mereka yang memilih tinggal di rumah sendiri, tentu bisa

menjadi penghambat pelaksanan tahfizh.

4) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa

terjaga dengan baik dan mampu difahami makna serta kandungan ayat-ayat

Page 96: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

73

tersebut. Jadi walaupun hanya 5 juz ada harapan mampu memahaminya dengan

baik, dan terjaga dari kelupaan.

5) Selain itu ada sebagian mahasiswi yang keinginan menghafalnya kurang,

mahasiswa seperti ini biasanya masuk IIQ karena terpaksa atau karena kurang

memotivasi dirinya sendiri, kurangnya motivasi disebabkan karena beberapa

faktor, pertama tidak adanya teman dekat yang memotivasi, kedua merasa bahwa

dia tidak mampu jika menghafal lebih dari 5 juz, ketiga karena malas dan tidak

adanya semangat dalam menghafal.

Mengenai kemampuan awal mahasiswi, pihak lembaga dapat mengetahuinya dari

tes masuk kampus IIQ Jakarta, dari tes tersebut terdapat tes hafalan yang materi hafalannya

diberikan sehari sebelum tes dilaksanakan, selain itu juga dilaksanakan tes wawancara atau

intervieu tentang ulumul quran dan ilmu-ilmu tajwid serta tes tertulis bahasa Arab dan

bahasa Inggris, tidak sembarang menerima mahasiswi baru, jika kualitas mahasiswi tidak

memenuhi syarat kelulusan maka besar kemungkinan tidak akan lulus dalam ujian masuk.

Menurut Huzaemah (rektor IIQ) yang disampaikan pada wisuda dan diesnatalis IIQ ke-38,

calon mahasiswi baru IIQ pada tahun 2014/2015 berjumlah 305 orang dan yang diterima

275 orang, sementara pada tahun 2015/2016 berjumlah 400 orang dan yang diterima 346

orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menerima mahasisiwi baru IIQ melakukannya

dengan ketat dan sesuai hasil tes pada awal masuk.

b. Fasilitas Penunjang

Mengenai fasilitas yang menunjang berjalannya program tahfizh, dapat dikatakan

belum terpenuhi sesuai yang diharapkan, kurangnya ruangan yang kondusif dalam proses

tahfizh. Sebenarnya ruangan tahfizh disediakan hanya dua ruangan namun melihat

banyaknya mahsiswi rasanya tidak sebanding dengan ruangan yang hanya dua, selebihnya

kegiatan tahfizh dialihkan ke musholla dan ruangan kelas yang kosong, namun keadaan

musholla yang sempit dengan jumlah mahasiswi yang ingin tahfizh juga tidak sebanding

dan kurang nyaman. Berbeda dengan halnya jika tahfizh yang dilaksanakan di pesantren

takhassus yang berada di daerah sawangan-wates, kegiatan tahfizh dilaksanakan di masjid

yang luas dan sangat nyaman. Kegiatan tahfizh yang dilakukan di pesantren takhassus

yaitu untuk angkatan 2015/2016 dan untuk fakultas syariah dan ushuluddin.

Selain ruangan tahfizh, fasilitas disini juga termasuk instruktur yang kompeten,

dalam hal ini lembaga LTQQ sangat ketat dalam menseleksi instruktur tahfizh, dan

menurut ketua lembaga LTQQ semua instruktur sudah memenuhi syarat yang ditentukan

oleh LTQQ sendiri, baik dari segi bacaan instruktur, kedisiplinannya, maupun kualitas

hafalannya. Instruktur yang profesional juga merupakan fasilitas yang menunjang

berjalannya program tahfizh sesuai harapan. Selain dua hal tersebut fasilitas yang

menunjang juga termasuk lingkungan kampus yang kondusif dan tempat tinggal

mahasisiwi (tempat menghafal) yaitu pesantren takhassus, menurut pengamatan peneliti

pesantren takhassus sudah sangat baik lingkungannya baik dari segi kegiatan yang

menunjang program tahfizh maupun suasana yang sangat sejuk dan asri, jadi sudah dapat

dikatakan bahwa pesantren takhassus tersebut sudah baik dalam menunjang proses tahfizh

mahasiswi. Kampus IIQ yang berada di kawasan Ciputat peneliti melihat lokasi dan

suasananya kurang mendukung dalam program tahfizh dikarenakan lokasi yang dekat

dengan keramaian kota. Secara umum fasilitas penunjang IIQ bebagai berikut: 1). Lokasi

yang sangat strategis dan mudah dijangkau, dekat masjid, pusat pelayanan kesehatan, toko

buku, pusat perbelanjaan dan restoran; 2). Dosen-Dosen Senior dan Ahli di Bidangnya

Page 97: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

74 Perpustakaan di tengah kampus; 3). Laboratorium Shaoutiyah (Laboratorium Tilawah); 4).

Labortorium Bahasa Wireless dan Hot Spot Internet; 5). Website : www.iiq.ac.id 6).

Kelas lengkap dengan IT Multimedia (In Focus); 7). Rumah Susun Mahasiswa

(Rusunawa), Pesantren Tinggi dan Asrama Mahasiswi; 8). Sarana olah raga; 9).

Kendaraan: 3 (tiga) bus kuliah; 10).Production House (PH) untuk Rekaman Tilawah atau

Nagham; 11).Jurnal Fakultas dan jurnal Institut; 12).Media yang dikelola mahasiswa:

KABAR IIQ; 13).Perpustakaan Digital

Bagi mahasiswi yang tinggal di pesantren takhassus terjadwal dengan kegiatan

MADIN (Madrasah Diniyah) yang diselenggarakan oleh pesantren takhassus yaitu

kegiatan yang mendukung program tahfizh pada setiap malamnya mahasiswi yang

mengambil program tahfizh 30 juz diharuskan mengikuti kegiatan tersebut, dalam

prakteknya kegiatan tersebut sangat membantu mahasisiwi yang mengambil program 30

juz atau 20 juz, mereka diwajibkan menghafal atau mengulang hafalannya kepada pembina

kegiatan, pembina tersebut adalah mahasiswi yang ditunjuk oleh pesantren untuk sama-

sama membantu mahasisiwi yang akan menghafal atau yang akan mengulang hafalannya.

Mahasiswi yang ditunjuk sebagai pembina (penyimak) hafalan adalah mahasiswi yang

telah mempuni dalam hal bacaan Al-Quran maupun yang telah khatam hafalannya. Dari

wawancara yang peneliti lakukan kegiatan ini dirasa sangat bermanfaat bagi mahasiswi

yang baru mulai menghafal dan ingin mengambil program tahfizh 30 juz. Bagi mahasiswi

yang mengambil program hafalan 5 juz dan 10 juz bagi mereka wajib mengikuti kegiataan

ta‟lim sebagai tutornya adalah dosen-dosen yang ditunjuk oleh pesantren, kegiatan ta‟lim

ini membaShas berberapa kitab arab gundul sehingga diharapkan mahasantri tidak hanya

menguasai ilmu-ilmu Al-Quran juga menguasai dengan baik kitab-kitab arab gundul.

Kegiatan yang disebut MADIN ini juga merupakan fasilitas pendukung yang disediakan

oleh pesantren untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hafalan. Sarana dan fasilitas

pesantren yaitu, tiga unit gedung asrama, masjid raudhatul Quran, aula utama,

perpustakaan, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, koperasi, kantin, laundry,

laporan olahraga, bus antar jemput mahasiswi, saung quran, dll.sedangkan program

pesantren takhassus 1). Tahfizh Al-Quran 2). Tahsin tartil Al-Quran 3). Kajian Tafsir 4).

Qiroatus Sab’ah 5). Tilawah Al-Quran 6). Kajian Kitab Kuning 7). Fiqh an-Nisa‟

Kontemporer 8). Nahwu shorof 9). Pelatihan Kepribadian 10). Training Komputer

c. Pengaturan Jadwal

Pengaturan jadwal tahfizh sudah diatur oleh lembaga LTQQ yaitu untuk fakultas

tarbiyah di laksanakan di kampus IIQ Jakarta pukul 10.30-12.30 setiap hari senin, rabu dan

jumat, dan untuk fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus pada

pukul 16.30-19.00, namun terkhusu untuk fakultas tarbiyah angkatan 2015/2016 kegiatan

tahfizh nya dilaksanakn di pesantren takhassus pukul 10.30-12.30. berikut Jadwal tahfizh

dan ruangan yang digunakan untuk kegiatan tahfizh di kampus IIQ dan di pesantren

takhassus IIQ Jakarta.

No NAMA Fakultas/Semester Ruangan

Page 98: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

75

1 Dr. KH. Ahmad Fathoni,

M.Ag

Instruktur non-aktif Masjid Pesantren

Takhassus

2 Dra. Hj. Isti‟anah Imron Tarbiyah/ VI C Ruangan tahfizh LT.2

3 Dra. Hj. Hurul 'Ien Tarbiyah/ VI B Ruangan tahfizh LT.2

4 Fafika Hikmatul Maula,

S.Pd.I

Tarbiyah/ II E Masjid Pesantren

Takhassus

5 Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I Tarbiyah/ IV A Ruangan tahfizh LT.2

6 Husna Farida, S.Pd.I Syariah/ IV A Masjid pesantren

takhassus

7 Amilatul Mahfiyah, S.HI Tarbiyah/ II B Ruangan tahfizh LT.2

8 Nur Ilfayati, S.Pd.I Tarbiyah/ II C Masjid pesantren

takhassus

9 Hj. Muthmainnah, MA Ushuluddin/ VIII B &

Syari‟ah/ VIII A, &

Non Aktif

Rauangan LTQQ

10 Ayuna Faizatul Fiqriyah Tarbiyah/ IV F &

Ushuludiin / VIII A

Ruangan tahfizh LT.2

11 Khairunnisa, S.Sy. Tarbiyah/ IV D Mushalla Kampus

12 Hj. Fatimah Askan, MA. Tarbiyah/ VI A Ruangan tahfizh LT.2

13 Fitriani, S.Pd Tarbiyah/ IV F Mushalla Kampus

14 Dra. Hj. Afidah Wahyuni,

M.Ag

Tarbiyah/ VI A Ruangan tahfizh LT.2

Page 99: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

76

(Tabel 1. Pengaturan jadwal tahfizh)

15 Dra. Hj. Halimatus

Sa‟diyah, MA.

Tarbiyah/ VI D Ruang LPKM

16 Dr. Hj. Romlah Widayati,

M.Ag

Tarbiyah/ VIII B Ruang Warek III

17 Hj. Istiqomah, MA Ushuluddin Diluar

Pesantren & syari‟ah

VIII B & non aktif

Ruang LTQQ

18 Dra. Azizah Burhan, MA. Tarbiyah/ VIII A Ruang tahfizh LT.2

19 Dr. Hj. Umi Husnul

Khotimah, M.Ag

Tarbiyah/ VIII C Ruang Dekan Tarbiyah

20 Hj. Atiqoh, S.Th.I. Ushuluddin/ II A &

Ushuluddin/ VI C

Masjid pesantren

takhassus

21 Rifdah Farnidah Ushuluddin/ II C Masjid pesantren

takhassus

22 Maunatul Mahmudah,

S.HI.

Ushuluddin/ VA &

Syari‟ah/ II B

Masjid pesantren

takhassus

23 Hj. Ade Halimah, S.Th.I Ushuluddin/ IV A Masjid pesantren

takhassus

24 Sami‟ah, MA. Syari‟ah / IV B &

KPI / IV

Masjid pesantren

takhassus

25 Ameliatul Khoiriah Ushuluddin / II D &

KPI / II

Masjid pesantren

takhassus

26 Herni, S.Pd.I Syari‟ah/ II A Masjid pesantren

takhassus

27 Ummul Khoir, S.Th.I Tarbiyah / II A Masjid pesantren

takhassus

28 Hj. Arbiyah, S.Th.I Ushuluddin / IV B Masjid pesantren

takhassus

29 Dra. Muzayyanah, MA. Mahasisiwi Aktif

syari‟ah di luar

pesantren

Ruang Dekan Syariah

30 Nur Afriani Hasanah, S.H Tarbiyah / IV B Musholla kampus Lt. 2

31 Herlin misliani, S.Pd Tarbiyah / IV E Musholla kampus

Page 100: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

77

Dalam prakteknya sebagian dari instruktur ada yang memulai kegiatan lebih

dahulu dan lebih akhir dari waktu yang ditentukan, hal ini disebabkan karena berberapa

hal, instruktur yang memiliki kegiatan lain di luar sehingga waktu tahfizh disesuaikan

dengan waktu instrukturnya, sebagian instruktur juga ada yang mengganti hari tidak lagi

senin, rabu, jumat, namun diganti selasa ataupun kamis hal ini juga disebabkan karena

sebagian instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan lain. Namun tidak sedikit juga

instruktur yang melaksanakan kegiatan tahfizh sesuai hari dan waktu yang ditentukan dari

lembaga. Penentuan hari dan jam dari lembaga LTQQ ini sudah dipertimbangkan

sebelumnya, berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada ketua lembaga, beliau

mengatakan bahwa jadwal yang telah disusun sudah dipertimbangkan, hari senin, rabu, dan

jumat disini ada selingan satu hari, hal ini dimaksudkan agar mahsisiwi dapat

memersiapkan hafalannya, ataupun dapat mengulang-ulang hafalannya lagi pada hari yang

tidak diwajibkan tahfizh.

Dalam menunjang keberhasilan IIQ dalam bidang akademik, fasilitas penunjang

haruslah dimiliki oleh IIQ, saat ini area kampus dan pesantren sudah dilengkapi berbagai

perangkat teknologi modern seperti hotspot dan free internet juga website kampus

(www.iiq.ac.id) dan website pesantren (www.pesantreniiq.or.id) , ini sungguh membantu

menyebarkan informasi kegiatan-kegiatan IIQ, baik dikalangan internal maupun

masyarakat umum, juga buletin KABAR IIQ yang dikelola oleh Lembaga Press Mahasiwi

juga sangat membantu penyebaran informasi terkait IIQ, hal ini sangat berguna bagi dosen

maupun instruktur tahfizh untuk mendapatkan informasi lebih tentang kegaitan di

pesantren yang mendukung pada tahfizh mahasisiwi pada khususnya.

Pada tahun 2010 IIQ telah mendapat bantuan dari KEMENPORA sebuah

bangunan rusunawa yang terdiri dari 5 lantai, pada tahun 2011 IIQ mendapat bantuan dana

dari pemda DKI Jakarta untuk merenovasi perpustakaan serta bus antar jemput mahasiswi.

Selain itu IIQ dilengkapi studio rekaman yang mana studio tersebut digunakan untuk

mencetak VCD murottal maupun VCD tilawah yang biasa diisi oleh berberapa dosen

tahfizh maupun dosen serta mahasiswi yang mempunyai bakat. Penerbitan VCD ini

merupakan sarana bagi mahasiswi dalam membantu proses menghafal. Keunikan sistem

perkuliahan IIQ Jakarta adalah dilengkapi dengan pesantren Takhassus IIQ banyak

kegiatan dilaksanakan di pesantren ini yang sangat menunjang proses tahfizh mahasiswi,

diantaranya sima’an mingguan, khatmil Quran, pembacaan Yasin, Waqiah, dan Al-Mulk,

kajian kitab kuning pengajian metode baghdadi, pelatihan tahsin tilawah serta kegiatan-

kegiatan lainnya. (T.Yanggo, 2015: 9)

Selain hal diatas, IIQ juga mengusahakan beasiswa daripemda yang

diperuntukkan bagi mahasiswi asal Jakarta, beasiswa bagi mahasiswi yang menjadi duta

DKI pada MTQ/STQ nasional, serta beasiswa untuk mahasiswi yang mengambil program

tahfizh 30 juz, hal ini sangat membantu mahasiswi program tahfizh 30 juz agar tidak terlau

memikirkan masalah dana kuliah serta meningkatkan motivasi dan semangat dalam

menghafal.

3. Proses

Pada point proses ini akan digambarkan bagaimana pelaksanaan tahfizh di

lapangan sesuai pantauan langsung peneliti, juga instruktur tahfizh yang bertgas membina,

instruktur disini dibagi menjadi 2 yaitu instruktur dan penguji dua, juga akan dibahas

hambatan yang dialami oleh lembaga dalam menjalankan program tahfizh.

a. Pelaksanaan Tahfizh

Page 101: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

78

Pelaksanaan tahfizh di lapangan baik yang dilakukan di kampus IIQ jakarta

maupun di pesantren takhassus pada dasarnya telah berjalan sesuai jadwal yang telah

disusun oleh lembaga,dalam pelaksanaanya akan dijabarkan berebrapa point berikut:

1) Dalam proses kegiatan tahfizh tidak hanya berfokus pada kuantitas hafalan

mahasiswi banyaknya hafalan tidak menjamin bagusnya bacaan mahasisiwi tersebut,

untuk itu kegiatan tahsin tetap dilaksanakan oleh masing-masing instruktur, kegiatan

tersebut dilaksanakan sebelum mahasiswi menghafal, namun dalam prakteknya

kegiatan tahsin masing-masing instruktur berbeda, ada yang melaksanakannya

dengan metode klasikal, yaitu mengumpulkan semua mahasisiwi binaannya

kemudian membentuk halaqoh dan setiap mahasisiwi bergilir membaca Al-Quran

dan diperbaiki oleh instrukturnya, dan mahasisiwi yang lain menyimak, pada akhir

pertemuan instruktur membahas berberapa hukum tawid yang terdapat di ayat/ surah

yang telah dibaca. Selain metode klasikal, ada juga yang melaksanakan tahsin

dengan metode talaqqi, yaitu ketika mahasisiwi hendak menyetorkan hafalan

sebelumnya instrktur meminta mereka untuk membaca terlebih dahulu dengan bin

nazhor (melihat Al-Quran) kemudian instruktur memperbaiki dan menanyakan

hukum tajwid yang terdapat pada ayat yang dibaca mahasiwi tersebut, metode

talaqqi biasanya memakan waktu yang agak lama dibandingkan dengan metode

klasikal, karena setiap mahasiswi yang akan menyetorkan hafalan sangatlah banyak,

berbeda dengan tahsin yang dilakukan secara klasikal, dianggap lebih efesien waktu,

selain mahasiiswi dapat menyimak bacaan temannya instruktur juga lebih mudah

dengan mudah melihat perbedaan kualitas bacaan mahasiiswi satu dengan yang

lainnya, sehingga memudahkan dalam penilaian.

2) Jadwal yang telah dibuat oleh lembaga LTQQ dapat dikatakan sudah berjalan sesuai

harapan, sebgaiamana yang telah disebutkan di atas bahwa setiap fakultas dan

semester sudah diatur jadwal dan ruangannya. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran

wajib di pesantren takhassus yaitu fakultas tarbiyah semester II pukul 10.30-12.30,

sedangkan fakultas ushuluddin dan syariah semua semester dilaksanakan pada pukul

16.00-18.00. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran di kampus IIQ adalah fakultas

tarbiyah selain semester II Pembagian tempat dan waktu oleh lembaga LTQQ sudah

dipertimbangkan sebelumnya, sehingga lembaga LTQQ berharap kegiatan dan

proses tahfizh dapat berjalan sesuai harapan. Selain program tahfizh wajib yang

dilaksanakan tiga kali smeinggu (senin, rabu, jum‟at), mahasisiwi mendapatkan

pembinaan ekstra atau disebut setoran sunnah, setoran ini dilaksanakan di pesantren

takhassus setiap habis subuh pada hari selasa, kamis, dan sabtu. Program ini sudah

dapat berjalan sebagaimana mestinya hanya saja karena hukumnya tidak wajib maka

sebagian mahasiswi saja yang mengikuti kegiatan ini, seperti mahasisiwi yang

mengambil program tahfizh 20 juz dan 30 juz.

3) Dalam kegiatan tahfizh tidak sedikit mahasisiwi yang datang terlambat dikarenakan

berberapa sebab, seperti mahasisiwi yang tahfizh di kampus perjalanan dari

pesantren takhassus yang bertempat di cinangka sawangan menuju kampus IIQ di

ciputat, jarak yang ditempuh mahasisiwi ini terkadang terjadi kemacetan dan

hambatan keterlambatan bus yang akan membawa mahasisiwi menuju kampus,

sehingga pada prakteknya instruktur yang telah hadir di kampus harus menunggu

mahasisiwi datang, ini menghambat terlaksananya proses tahfizh yang sesuai tujuan

dikarenakan sebagian instruktur memiliki kegiatan di luar kampus, pada akhirnya

mahasisiwi yang terlambat datang tidak dapat menyetorkan hafalannya pada hari itu,

dan dapat dilaksanakan pada hari tahfizh berikutnya. Jika diatas merupakan masalah

Page 102: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

79

yang datang dari mahasiswi, masalah yang datang dari instruktur juga kerap datang,

berberapa instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan di luar kampus pada hari

tahfizh yang telah dijadwalkan berdampak pada hafalan mahasisiwi, mahasisiwi

tidak dapat menyetorkan hafalannya ketika instruktur tahfizh tidak datang ke

kampus, hal ini sangat berdampak sekali pada kualitas hafalan nya. Dari pihak

lembaga instruktur yang jarang hadir akan mendapatkan teguran dikarenakan jika

berberapa hari instruktur tidak masuk sangat berdampak sulitnya mahasisiwi

menyetorkan hafalannya.

4) Dalam satu semester setiap mahasisiwi diwajibkan ujian tahfizh dan takrir dua kali,

ujian tahfizh dan takrir dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan

tertentu yaitu menyelesaikan target setoran dan kehadiran. Ujian tahfizh dan takrir

dilaksanakan oleh dua orang penguji, penguji peratama merupakan instrktur tempat

mahasisiwi menyetorkan hafalan, sedangkan penguji kedua adalah instruktur lain

yang ditunjuk oleh LTQQ untuk menguji. Selain itu lembaga juga membatasi rentan

waktu antara ujian pertama dan ujian kedua yaitu satu minggu, jika mahasisiwi

sudah melaksanakan ujian pertama tapi belum melaksanakan ujian kedua lebih dari

satu minggu maka ujian pada penguji pertama dianggap batal dan harus mengulang

ujian pertama. Pentingnya ujian tahfizh dan takrir ini merupakan syarat mengikuti

ujian akhir semester (UAS). Dalam prakteknya ujian tahfizh dan takrir ini

dilaksanakan baik setelah mahasiswi memenuhi target setoran dapat juga

dilaksanakan pada akhir semester yaitu dua minggu sebelum jadwal UAS. Dalam

prakteknya, baik ujian tahfizh ataupun takrir mahasiswa mengisi formulir dua

rangkap (kartu ujian) terlebih dahulu masing-masing diisi dan diberikan kepada

instruktur, setelah mendapat nilai dari kedua instruktur, lembar pertama diserahkan

kepada Lembaga Tahfizh, dan Qirâ‟at (LTQQ), sedang lembar kedua disimpan

mahasiswa dan diserahkan ketika mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS).

5) Selain ujian tahfizh dan takrir, mahasisiwi juga diwajibkan mengikuti ujian

komprehensif yaitu Ujian yang dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian kuliah

bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah seluruh materi

yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing. Penguji untuk

ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Adapun materi yang diujikan untuk

ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal atau disetorkan dari

semester 1-8 dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian yang

diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan membaca

potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih antara satu

sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan adakalanya

diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian tengah,dan tidak

jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat). Jumlah soal yang

diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan lebih dari itu. Soal

diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab dengan sempurna. Jika sudah

diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa bersangkutan belum bisa menjawab

dengan baik dan lancar, maka instruktur memberi kesempatan untuk mengulang

lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru

bisa dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai

dengan program yang diambil.

6) Standard nilai Tahfizh yang diberikan lembaga LTQQ adalah: Apabila hafalan

mahasiswi lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid, maka nilai

yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85. Apabila hafalannya tidak atau kurang

Page 103: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

80

lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka nilai yang diberikan kurang dari 80

(antara 79 s/d 70). Sedangkan mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70

diperbolehkan mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS

wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang. Namun, saat ujian komprehensif nilai yang

diperoleh mahasiswa tidak boleh kurang dari 70. Mahasiswa yang mengikuti ujian

Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan instruktur nilai yang diberikan

maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa menyicil hafalannya saat ujian, maka

nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80 (antara 79 s/d 70)

b. Instruktur Tahfizh

Instruktur tahfizh merupakan dosen tahfizh Al-Quran yang bertugas mentashih

bacaan, hafalan dan memberikan motivasi serta petunjuk dalam menghafal kepada

mahasisiwi. Dosen tahfizh angkatan pertama adalah bapak Drs. H. Abd. Muhaimin Zei,

MA. Untuk angkatan kedua sudah ada penamahan dosen tahfizh yaitu Dra. Hj. Mursyidah

Thahir, MA, Dra. Nurmainis, MA dan Dra. Hj. Lilik Munifah, MA. Ketiganya adalah

alumni IIQ angkatan pertama.

Saat ini, instruktur yang ditunjuk lembaga LTQQ semuanya adalah alumni IIQ dan

semuanya perempuan. Saat ini IIQ memiliki 31 instruktur, dua diantaranya masih

mahasiswi semester 8, mereka ditunjuk karena hafalan dan bacaan Al-Quran sudah

mampuni (sudah khatam) dan sudah masuk standar IIQ. Pengkaderan instruktur dilakukan

lembaga LTQQ pada mahasiswi yang terlihat memiliki kelebihan dalam hal kualitas

bacaan dan kualitas hafalannya. Dalam prakteknya instruktur disini ditunjuk untuk menguji

ujian 1 dan ujian 2 disebut penguji 1 dan penguji 2. Berikut tabel nama-nama instruktur

penguji 1 dan penguji 2:

1) Fakultas Tarbiyah

No Semester Penguji 1 Penguji 2

1 II A Ummul khair, S.Th.I Amilatul Mahfiyah, SHI

2 II B Amilatul Mahfiyah, SHI Ummul khair, S.Th.I

3 II C Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I Herni, S.Pd.I

4 II D Herni, S.Pd.I Fafika Hikmatul M, S.Pd.I

5 II E Fafika Hikmatul M, S.Pd.I Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I

6 IV A Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I Nur Afriani, S.H

7 IV B Nur Afriani, S.H Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I

8 IV C Dra. Hj. Isti‟anah Imron Khairunnisa, S,Sy

9 IV D Khairunnisa, S,Sy Dra. Hj. Isti‟anah Imron

10 IV E Herlin Misliani, S.Pd Ayuna Faizatul, S.Ud

11 IV F Ayuna Faizatul, S.Ud Herlin Misliani, S.Pd

12 VI A Hj. Fatimah Askan, MA Dra. Hurul „Ien

13 VI B Dra. Hurul „Ien Hj. Fatimah Askan, MA

14 VI C Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA

15 VI D Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA Fitriani, S.Pd

Page 104: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

81

16 VI E Fitriani, S.Pd Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag

17 VIII A Dra. Azizah Burhan Dra. Romlah Widayati, M.Ag

18 VIII B Dra. Romlah Widayati, M.Ag Dr. Ummi Husnul, M.Ag

19 VIII C Dr. Ummi Husnul, M.Ag Dra. Azizah Burhan

20 Non

Aktif

Hj. Istiqomah, MA Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc,

M.Ag.

(Tabel 2. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Tarbiyah)

2) Fakultas Ushuluddin

No Semester Penguji 1 Penguji 2

1 II A Hj. Atiqoh, S.Th.I Hj. Muthmainnah, MA

2 II B Hj. Muthmainnah, MA Hj. Atiqoh, S.Th.I

3 II C Rifdah Farnidah Ameliatul Khairiyah

4 II D, II KPI Ameliatul Khairiyah Rifdah Farnidah

5 IV A Hj. Ade Halimah, S.Th.I Hj.Arbiyah, S.Th.I

6 IV B Hj.Arbiyah, S.Th.I Hj.Atiqoh, S.Th,I

7 IV C Hj.Atiqoh, S.Th,I Hj. Ade Halimah, S.Th.I

8 IV KPI Sami‟ah, MA Amilatul Mahfiyah, SHI

9 VI A Maunatul Mahmudah, S.HI Hj. Ade Halimah, S.Th.I

10 VI B Hj. Ade Halimah, S.Th.I Ayuna Faizatul, S.Ud

11 VIII A Ayuna Faizatul, S.Ud Hj. Muthmainnah, MA

12 VIII B Hj. Muthmainnah, MA Ayuna Faizatul, S.Ud

13 Non Aktif Hj. Muthmainnah, MA Hj. Istiqomah, MA

14 Mhs. Aktif di

luar pesantren

Hj. Istiqomah, MA Dra. Muzayyanah,MA

(Tabel 3. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Ushuluddin)

3) Fakultas Syariah

No Semester Penguji 1 Penguji 2

1 II A Herni, S.Pd.I Maunatul Mahmudah, S.HI

2 II B Maunatul Mahmudah, S.HI Herni, S.Pd.I

3 IV A Husna Farida, S.Pd.I Sami‟ah, MA

4 IV B Sami‟ah, MA Husna Farida, S.Pd.I

5 VI Amilatul Mahfiyah, SHI Husna Farida, S.Pd.I

6 VIII A Hj. Muthmainnah, MA Hj. Istiqomah, MA

7 VIII B Hj. Istiqomah, MA Hj. Muthmainnah, MA

8 Non Aktif Dra. Muzayyanah,MA Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc,

M.Ag.

9 Mhs aktif di

luar pesantren

Dra. Muzayyanah,MA Hj. Istiqomah, MA

Page 105: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

82

(Tabel 4. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Syari‟ah)

Masing-masing Instruktur tahfizh mengampu kurang lebih antara 20-25

mahasiswa, yaitu setiap instruktur memegang satu kelas, hanya saja jika dalam satu kelas

jumlah mahasiswa lebih dari kapasitas yang ditentukan, maka satu kelas tersebut dibagi

menjadi dua, jika dalam satu kelas ada 40 mahasiswa, maka 10 mahasiswa digabung ke

kelas lainnya. Perlu diketahui di sini bahwa kelas mahasiswa dalam perkuliahan berbeda

dengan jumlah kelas dalam pembinaan tahfizh. Jika terdapat instruktur yang mengambil

cuti maka mahasiswi binaanya akan dialihkan kepada instruktur lainnya, perlu diketahui

juga bahwa satu instruktur ada yang memegang 2-3 kelas. Untuk itu penghargaan pada

instruktur harus ditingkatkan mengingat jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah

mahasiswi.

Instruktur tahfizh yang diamanahkan lembaga memiliki tanggung jawab dan tugas

yang sangat besar, disamping harus menyimak hafalan, instruktur juga diharuskan

memperbaiki bacaan mahasiswi terlebih lagi pada mahasiswi yang belum lulus matrikulasi

tahsin pada awal masuk. Hal ini bukan pekerjaan yang mudah namun instruktur tahfizh

harus bisa melakukannya dengan berbekal keikhlasan serta tekun dalam mendidik. Karena

hakikatnya pekerjaan instruktur adalah pekerjaan yang sangat mulia baik itu di hadapan

Allah maupun dihadapan manusia.

c. Kendala dan Upaya Peningkatan Program Tahfizh

Dalam sebuah program yang dijalankan oleh lembaga pasti mengalami kendala-

kendala dalam prosesnya, berikut dijelaskan kendala yang dialami oleh lembaga LTQQ

dalam menjalankan program Tahfizh beserta upaya peningkatan program Tahfizh. Adapun

kendala yang dihadapi sebagai berikut:

1) Institut Ilmu Al-Quran belum memiliki kampus yang representatif, memenuhi

syarat akademis, modern, akademis dan lengkap dengan segala fasilitasnya,

sehingga menjadi penghambat program-programnya terutama program tahfizh yang

merupakan jantung dari IIQ itu sendiri.

2) Belum adanya cadangan dana yang mapan dan minimnya dana yang dimiliki IIQ,

hal ini terjadi karena jumlah mahasisiwi yang terbatas dan SPP yang rendah. Pada

awal berdiri mahasisiwi mendapatkan beasiswa gratis SPP. Setelah yayasan pendiri

mengalami pasang surut, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi, namun demikian

IIQ juga tidak menetapkan SPP dengan jumlah tinggi sebagaimana perguruan tinggi

lainnya.

3) Belum adanya buku panduan Tahfizh yang disusun oleh lembaga dikarenakan

berberapa hal, salah satunya dari tahun ke tahun lembaga Tahfizh tidak menerbitkan

buku panduan. Peneliti mewawancarai ketua lembaga dikatakan bahwa buku

panduan tersebut sedang dalam proses penyusunan dan akan diterbitkan dan

dibagikan kepada mahasiswi pada semester depan.

4) Masih banyak mahasiswi yang kemampuan bacaannya kurang memenuhi syarat

untuk menghafal, sedangkan kegiatan matrikulasi hanya dilaksanakan dua minggu,

sembagian mahasisiwi yang agak lamban kegiatan matrikulasi ini dibilang cepat

sehingga bagi mahasiswi yang lamban menangkap merasa susuah mengikutinya.

Namun bagi mahasiswi yang standar pada umumnya sudah dapat berjalan dengan

baik lembaga Tahfizh Melihat kondisi bacaan mahasiswa yang beragam dan jumlah

mahasiswa yang cukup banyak serta beban dan tanggung jawab mahasiswa di

Page 106: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

83

bangku kuliah pun juga banyak, Menghadapi mahasiwa yang memiliki bacaan

seperti tersebut, instruktur merasa kewalahan, di satu sisi harus membetulkan

bacaan namun di sisi lain harus menuntun hafalan sesuai target semester.

5) Masih adanya mahasiswi yang tinggal diluar pesantren takhassus, sehingga mereka

hanya setoran Tahfizh maksimal tiga kali dalam seminggu di kampus (yaitu: ketika

jam tahfizh wajib saja), sementara mahasiswa yang tinggal di pesantren takhassus

ada kesempatan menyetorkan hafalan tambahan di pesantren takhassus. Kondisi

yang terjadi, mahasiswa yang tinggal di luar pesantren hanya ada kesempatan untuk

menyetorkan hafalan maksimal tiga kali seminggu, namun sering ada kendala

terlambat sehingga ketika tiba di kampus sudah masuk jam kuliah, sehingga sering

absen Tahfizh.

6) Masih adanya mahasisiwi yang menghutang hafalannya, yaitu mahasisiwi yang

tidak bisa menyelesaikan target hafalan pada semester tersebut dan harus

menyelesaikan hutang hafalan pada semester berikutnya ditambah dengan target

semester tersebut. Jadi bagi mahasiswi yang memiliki hutang mempunyai beban

tahfizh double. Yaitu ia harus menyelesaikan hutang pada semester sebelumnya

dan target hafalan pada semester yang dilalui.

Jika terdapat kendala yang dihadapi maka haru adanya upaya peningkatan. Berikut

upaya peningkatan program tahfizh agar hasil sesuai yang diharapkan.

1) Perlunya mewajibkan seluruh mahasiswa untuk tinggal di pesantren takhassus,

supaya terbentuknya lingkungan yang Qur‟ani dalam hati mahasiswi. Faktanya saat

ini banyak juga dari mhasisiwi yang tinggal di luar pesantren takhassus karena

berberapa alasan tersendiri yang berasala dari mahasisiwi itu sendiri.

2) Perlu adanya pelatihan tahsin di awal masuk sebelum perkuliahan dimulai, hal ini

sangat perlu mengingat mahasiswi yang akan masuk nantinya akan menghafal Al-

Quran. Selain itu perlu adanya halaqah-halaqah melalui kerjasama antara Lembaga

Tahfizh, Lembaga Tilawah, pesantren Takhassus, dan Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) internal IIQ maupun lembaga eksternal seperti kegiatan simaan, tadarus,

khataman dan sebagainya untuk membantu mahasiswi yang mempunyai kesulitan

dalam menghafal maupun membantu melancarkan hafalan.

3) Perlu adanya pembinaan khusus bagi mahasiswi yang dari segi bacaannya masih

perlu diperbaiki dan sesuai kemmapuannya untuk mengikuti program tahsin khusus

dan memiliki waktu khusus. Selain itu mahasiswi yang masih belum bagus dari segi

bacaannya tidak boleh masuk pada kelas menghafal Al-Quran sebelum memiliki

bacaan yang sesuai standar dan mendapatkan izin dari instruktur yang

mengampunya.

4) Perlu adanya ruang khusus untuk pelaksanaan Tahfizh, terutama jika

pelaksanaannya dilakukan di kampus. Peneliti sering menemukan ada beberapa

instruktur yang mengalami kesulitan dalam mencari tempat untuk pelaksanaan

Tahfizh. Kendalanya antara lain karena banyaknya kelas yang digunakan untuk

perkuliahan, selain itu jika pelaksanaan Tahfizh di mushalla akan terbentur dengan

mahasiswa yang akan melaksanakan shalat, selain itu akan mengganggu kegiatan

shalat maupun pelaksanaan Tahfizh.

5) Perlu adanya beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil program 20 dan 30 juz.

Supaya minat mahasiswi untuk mengambil program ini semakin banyak, dengan

adanya beasiswa tersebut mahasiswi bisa fokus pada kuliah dan menghafal saja,

sehingga pikiran tidak bercabang dua, yakni memikirkan biaya kuliah dan biaya

Page 107: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

84

hidup. Mengingat ada sebahagian mahasiswi mengajar atau bahkan bekerja untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

6) Perlu adanya buku pedoman atau panduan Tahfizh untuk pelaksanaan tahfizh di IIQ

Jakarta. Buku tersebut sekaligus berisi tatacara, atau langkah-langkah menghafal

Al-Quran, kebijakan, aturan-aturan dan sanksi pada program tahfizh di IIQ di

samping berisi tentang kiat-kiat memelihara hafalan agar tetap terjaga serta

motivasi kepada mahasiswi agar tetap terus semangat menghafal Al-Quran.

Upaya lain yang dapat dilakukan oleh IIQ demi terbentuknya kembali kader-kader

hafizhah yang didambakan IIQ juga pertama harus memiliki pimpinan atau ketua yayasan

ataupun Rektor sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam berbagai kebijakan, sehingga

jika dilihat suatu kebijakan tidak sesuai dengan tujuan maka dapat memperbaiki dan

melihat peluang-peluang bagaimana bisa IIQ melahirkan kembali hafizah-hafizah seperti

pada periode sebelumnya, jika tahfizh hanya sekedar formalitas, sekedar latihan menghafal

bukan identitas, maka hal ini secepatnya harus diperbaiki oleh pemangku kebijakan, kedua

instruktur tahfizh merupakan kunci kesuksesan program ini, instruktur ahrus dapat

memahami kemampuan mahasiswi, sehingga sedikit hafalan tetapi dapat

dipertanggungjawabkan dalam arti lancar, memahami makna, dan serta sesuai kaidah-

kaidah tajwid dirasa lebih baik diabndingkan dengan hafalan banyak namun belum

menjiwai Al-Quran. Ketiga mahasiswi sebagaiobjek yang dibebani hafalan Al-Quran

jangan menganggap tahfizh di IIQ sebagai beban agar bisa lulus namun harus ditanamkan

bahwa menghafal Al-Quran di IIQ merupakan jihad tersendiri dalam menjaga Al-Quran,

dan sebagai ibadah dalam menuntut ilmu.

4. Product/Hasil

Pada point ini akan dijabarkan implikasi kebijakan atau aturan terhadap hasil

prestasi tahfizh dan prestasi mahasisiwi.

a. Implikasi Kebijakan Terhadap Hasil

Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta adalah merupakan mata kuliah

wajib yang harus di ikuti seluruh mahasiswi Program S1 tanpa terkecuali. Berkenaan

dengan beragamnya program tahfizh yang ditawarkan dan cukup banyaknya waktu yang

dialokasikan untuk pelaksanaan tahfizh (meliputi tugas mandiri dan tugas

terstruktur/setoran) maka mata kuliah ini tidak memiliki bobot SKS (satuan kredit

semester). Pertimbangannya, jika memiliki bobot SKS maka beban SKS matakuliah yang

wajib ditempuh mahasiswi masing-masing prodi akan membengkak. Di sisi lain, karena

beragamnya program tahfizh (meliputi: 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz) tentu

keempatnya ini tidak bisa diseragamkan menjadi satu, misalnya program 30 Juz tidak bisa

disamakan dengan program-program di bawahnya. Menuru tsalah satu instruktur, karena

begitu beratnya program tahfizh Al-Quran (tenaga, waktu, maupun fikiran yang

dicurahkan), maka tidak bisa diukur dengan nilai SKS, sebagaimana mata kuliah lain pada

umumnya. Menghafal Al-Quran jauh lebih sulit daripada menyusun makalah atau skripsi.

Untuk itu, untuk mengikat kewajiban tahfizh bagi seluruh mahasiswa agar menyelesaikan

beban tahfizh pada setiap semester, maka program tahfizh dikaitkan dengan UAS (Ujian

Akhir Semester). Ketentuan tersebut adalah apabila mahasiswa tidak mengikuti ujian

tahfizh tanpa sebab atau alasan yang dibenarkan, maka sanksi yang akan diberikan adalah

tidak boleh mengikuti ujian akhir semester (UAS). Dengan demikian mahasiswa yang kena

sanksi ini harus mengulang kembali seluruh matakuliah (kuliah lagi). Dengan kata lain,

karena tidak bisa mengikuti ujian tahfizh pada semester tersebut, mata kuliah yang sudah

Page 108: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

85 ditempuh selama satu semester dianggap gugur atau batal. Oleh karenanya, jika mahasiswa

tersebut ingin mengikuti ujian tahfizh, maka ia harus mengulang lagi seluruh mata kuliah

yang ditempuh sebelumnya (pada semester di mana ia tidak mengikuti ujian tahfizh).

Dengan adanya sanksi tersebut, mahasiswa berlomba-lomba menyelesaikan tahfizh

tepat waktu. Namun dalam kenyataannya selama ini, mahasiswa berbondong-bondong

mengejar tahfizh menjelang pelaksanaan UAS atau pada saat minggu tenang. Kasus seperti

ini, menurut pernyataan beberapa instruktur disebabkan karena ada beberapa mahasiswi

yang tidak siap menyetorkan hafalan barunya pada jam tahfizh. Akibatnya tugas

menyelesaikan tahfizh tertunda hingga menjelang semester dilaksanakan. Hafalan dalam

kondisi mendesak seperti ini biasanya tidak lancar.

Pada dasarnya pemberian sanksi ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang

mengambil program 5 juz, dikarenakan sebagai pemicu semangat mahasiswi dalam

menghafal. Akan tetapi, terkadang sanksi yang diberikan oleh perguruan tidak membuat

mahasiswa yang mengambil program 5 juz menjadi semangat dalam menghafal, ada yang

tidak peduli dengan hal tersebut, hasil wawancara yang penulis lakukan kepada alumni

yang memiliki kendala tersebut dikarenakan tidak adanya semangat untuk menghafal Al-

Quran.

Selain itu karena adanya sanksi seperti ini, banyak pula mahasiswa yang

sebelumnya mengambil program di atas 5 juz (10 juz, 20 juz dan 30 juz) satu persatu dari

mereka turun program karena khawatir tidak bisa mengikuti UAS. Sehingga pada semester

berikutnya mereka mempunyai hutang tahfizh jika tidak turun program. Hal ini pada

dasarnya memprihatinkan bagi IIQ kedepannya. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti untuk

kedepannya, maka akan semakin banyak yang akan turun program selain itu mahasiswa

seakan tidak serius dalam mengambil program hafalan yang dipilihnya saat pertama

masuk.

Berikut data mahasiswi tahun 2012 yaitu:

Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah

Syari’ah 11 11 3 5 30

Ushuluddin 20 7 4 10 41

Tarbiyah 23 10 3 5 41

Total 112

(Tabel 5. Data mahasiswi lulusan tahun 2012)

Jika digambarkan dengan diagram lingkaran berikut data mahasiswi tahun 2012:

Page 109: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

86

(Diagram 1. Fakultas Syariah lulusan tahun 2012)

(Diagram 2. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2012)

(Diagram 3. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2012)

36%

37%

10%

17%

Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2012

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

49%

17%

10%

24%

Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2012

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

56% 25%

7%

12%

Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2012

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

Page 110: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

87

Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase

lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu berjumlah 30 alumni, adapun penjabarannya

yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 36%. Pada

program 10 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 37%.Pada program

20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz

jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 17%.

Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012

yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz

jumlah alumni sebanyak 20 orang dengan persentase 49%. Pada program 10 juz jumlah

alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%.Pada program 20 juz jumlah alumni

sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni

sebanyak 10 orang dengan persentase 24%.

Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun

2012 yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program

5 juz jumlah alumni sebanyak 23 orang dengan persentase 56%. Pada program 10 juz

jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan persentase 25%.Pada program 20 juz

jumlahalumni sebanyak 3 orang dengan persentase 7%.Dan pada program 30 juz jumlah

alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 12%.

Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2012 di tiga fakultas, yaitu

fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihatbahwa program Tahfizh yang paling

banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program Tahfizh berikutnya

yang diminati yaitu 10 Juz, program Tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu program 30

Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz.

Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2012 akan terlihat, seperti

pada gambar berikut:

(Diagram 4. Mahasiswi lulusan tahun 2012)

Adapun data mahasiswi tahun 2014 yaitu:

0

5

10

15

20

25

Syari'ah Ushuluddin Tarbiyah

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

Page 111: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

88

Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah

Syari’ah 24 6 3 1 34

Ushuluddin 12 4 4 5 25

Tarbiyah 48 15 4 10 77

Total 136

Jika digambarkan dengan diagram lingkarang berikut data wisudawati tahun 2014:

(Diagram 5. Fakultas Syariah lulusan tahun 2014)

(Diagram 6. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2014)

70%

18%

9% 3%

Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2014

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

48%

16%

16%

20%

Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2014

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

Page 112: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

89

(Diagram 7. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2014)

Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase

lulusan pada tahun 2014 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 34 alumni, adapun

penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 24 orang dengan

persentase 68%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 6 orang dengan persentase

17%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 9%.Dan

pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 3%.

Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2014

yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 25 alumni, adapun penjabarannya yaitu,

untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 12 orang dengan persentase 48%. Pada

program 10 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Pada program 20

juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Dan pada program 30 juz

jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 20%.

Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun

2012 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 77 alumni, adapun penjabarannya

yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 48 orang dengan persentase 62%. Pada

program 10 juz jumlah alumni sebanyak 15 orang dengan persentase 20%.Pada program

20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 5%.Dan pada program 30 juz

jumlah alumni sebanyak 10 orang dengan persentase 13%.

Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2014 di tiga fakultas, yaitu

fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihat bahwa program tahfizh yang

paling banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program tahfizh

berikutnya yang diminati yaitu 10 Juz, program tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu

program 30 Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz.

Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2014 akan terlihat, seperti

pada gambar berikut:

62% 20%

5%

13%

Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2014

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

Page 113: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

90

(Diagram 8. Mahasiswi lulusan tahun 2014)

Adapun data mahasiswi lulusan tahun 2015 yaitu:

Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah

Syari’ah 25 1 1 1 28

Ushuluddin 27 7 4 4 42

Tarbiyah 54 13 1 4 72

Total 142

(Tabel 7. Data mahasiswi lulusan tahun 2015)

(Diagram 9. Fakultas Syariah lulusan 2015

0

10

20

30

40

50

60

Syari'ah Ushuluddin Tarbiyah

5 Juz

10 Juz

20 Juz

30 Juz

89 %

4% 4%

4%

Fakultas Syariah Lulusan Tahun 2015

5 juz

10 juz

20 juz

30 juz

Page 114: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

91

(Diagram 10. Fakultas Ushuluddin lulusan 2015)

(Diagram 11. Fakultas Tarbiyah lulusan 2015)

Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase

lulusan pada tahun 2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 28 alumni, adapun

penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan

persentase 89%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase

4%. Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%.

Sedangkan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%.

Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2015

yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 42 alumni, adapun penjabarannya yaitu,

untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 27 orang dengan persentase 64%. Pada

program 10 juz jumlah alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%. Pada program 20

juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%. Dan pada program 30 juz

jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.

64%

17%

10%

10%

Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2015

5 juz

10 juz

20 juz

30 juz

75%

18%

1%

6%

Fakultas Tarbiyah Lulusan 2015

5 juz

10 juz

20 juz

30 juz

Page 115: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

92

Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun

2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 72 alumni, adapun penjabarannya

yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 54 orang dengan persentase 75%. Pada

program 10 juz jumlah alumni sebanyak 13 orang dengan persentase 18%. Pada program

20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 1%. Dan pada program 30 juz

jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 6%.

Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2015 akan terlihat, seperti

pada gambar berikut:

(Diagram 12. Mahasiswi lulusan tahun 2015)

Dari data dan diagram diatas dapat dikatakan bahwa implikasi dari kebijakan yang

diterapkan oleh lembaga sangat mempengaruhi terhadap program tahfizh yang diambil

oleh mahasiswi. Terlihat bahwa program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasisiwi

adalah program 5 juz, disamping program 5 juz dianggap sangat mudah dan sedikit materi

hafalannya, juga akan mempercepatnya mahasiswi menyelesaikan ujian tahfizh dan bisa

langsung ujian munaqasah skripsi, dan mempercepat kelulusan kuliah.

Jika dilihat dari table maupun diagram di atas, dapat diketahui bahwa para alumni

yang mengambil program 5 juz semakin banyak terutama pada fakultas tarbiyah. Pada

tahun 2012 alumi fakultas syari‟ah yang mengambil program 5 juz sebanyak 11 alumni

kemudian mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 24 alumni. Sedangkan

pada tahun 2015 mengalami penaikan sedikit menjadi 25. Pada fakultas tarbiyah alumni

yang mengambil program 5 juz juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2012

sebanyak 23 alumni dan mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 48

alumni. Sedangkan pada tahun 2015 meningkat kembali yaitu 54 alumni yang mengambil

program 5 juz pada fakultas tarbiyah. Pada Fakultas ushuludin mengalami penurunan

walaupun tidak signifikan yaitu jumlah alumni yang mengambil program 5 juz pada tahun

2012 sebanyak 20 alumni dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak 12 alumni,

sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali sebanyak 27 alumni.

Adapun program 10 juz pada fakultas syari‟ah mengalami penurunan yaitu pada

tahun 2012 sebanyak 11 alumni dan pada tahun 2014 turun menjadi 6 alumni. Sedangkan

0

10

20

30

40

50

60

syariah ushuluddin tarbiyah

5 juz

10 juz

20 juz

30 juz

Page 116: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

93 pada tahun 2015 program 10 juz mengalami penurunan drastis sekali menjadi 1 alumni.

Pada fakultas ushuluddin jumlah alumni yang mengambil program 10 juz juga mengalami

penurunan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 7 alumni sedang pada tahun 2014 turun

menjadi 4 orang. Sedangkan Pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali menjadi 7

alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah minat para alumni untuk mengambil program 10

juz meningkat walau tidak signifikan, yaitu pada tahun 2012 berjumlah 10 alumni sedang

pada tahun 2014 naik menjadi 15 alumni,dan pada tahun 2015 meningkat kembali

menjadi 13 alumni.

Pada program 20 juz di fakultas syari‟ah dan ushuluddin,jumlah alumni yang

mengambil program 20 juz pada tahun 2012 dan 2014 jumlahnya sama, yaitu sebanyak 3

alumni, pada tahun 2015 menurun menjadi 1 alumni. dan pada fakultas ushuluddin

sebanyak 4 alumni. Pada 2015 dengan jumlah yang sama 4 alumni. Adapun pada fakultas

tarbiyah, jumlah alumni yang mengambil program 20 juz mengalami peningkatan walau

tidak signifikan, di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 20 juz berjumlah

3 alumni, sedang pada tahun 2014 jumlah alumni yang mengambil program ini naik

menjadi 4 alumni dan pada tahun 2015 turun menjadi 1 alumni.

Pada program 30 juz,di fakultas syari‟ah dan fakultas uhuluddin jumlah mahasiswa

yang mengambil program ini mengalami penurunan terutama pada fakultas ushuluddin.

Pada fakultas syari‟ah di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 30 juz

sebanyak 5 alumni, sedang di tahun 2014 turun menjadi 1 alumni begitu juga pada tahun

2015 juga 1 alumni. Pada fakultas ushuluddin di tahun 2012 jumlah alumni yang

mengambil program 30 juz sebanyak 10 alumni sedang pada pada tahun 2014 mengalami

penurunan yang signifikan yaitu turun menjadi 5 alumni, dan menurun pada 2015

sebanyak 4 alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah jumlah mahasiswa yang mengambil

program 30 juz mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada tahun 2012 jumlah

alumni yang mengambil program 30 juz sebanyak 5 alumni dan di tahun 2014 naik

menjadi 10 alumni, kemudian turun pada tahun 2015 menjadi 4 alumni.

Selain berberapa hal diatas, sedikitnya mahasiswi yang mengambil program

tahfizh 30 juz bisa berasal dari faktor internal dan faktor eksternal, dari hasil penelitian

penulis dapat simpulkan banyaknya mahasiswi yang mengambil program tahfizh 5 juz

terjadi karena berberapa faktor internal dan eksternal diantaranya:

1) (Faktor internal) yaitu faktor yang berasal dari diri mahasiswi. Menurunnya minat,

bakat, semangat dan motivasi dari diri sendiri maupun keluarga mahasiswi dalam

menghafal Al-Quran, mereka hanya menganggap ujian Tahfizh hanya sebagai

prasyarat lulus, jika ingin menambah hafalan bisa dilakukan di luar kampus atau

tidak mengikuti prosedur yang mengikat, seperti kewajiban dan sanksi jika tidak

mengikuti ujian akhir semester. Kemampuan menghafal yang lambat juga menjadi

alasana mahasiswi menambil program tahfizh ini. Kemampuan menghafal Al-

Quran pada diri tiap-tiap orang berbeda-beda, ada yang mampu menghafal dengan

cepat, tapi ada juga yang membutuhkan proses yang cukup lama untuk bisa hafal.

2) (Faktor eksternal) yaitu faktor dari lingkungan tempat tinggal mahasiswi, teman

bergaul yang tidak mendukung menghafal, faktor banyaknya tugas kuliah sehingga

susah mahasiswi membagi waktu antara menyelesaikan tugas kuliah berbarengan

dengan tugas waib setoran dan ujian hafalan Al-Quran. Karena dua hal tersebut

sama-sama penting.

3) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa

terjaga dengan baik dan mampu difahami makna dan isi kandungan ayat-ayat

Page 117: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

94

tersebut. Jadi sungguhpun hanya lima juz mereka berharap mampu memahaminya

dengan baik, dan terjaga dari kelupaan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan

fator-faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 10 juz, adalah sebagai

berikut:

1) (Faktor internal) Kemampuan menghafal yang sedang-sedang saja. Rata-rata

mereka yang memiliki rasa seperti ini, sebenarnya punya keinginan menghafal

lebih dari itu, tetapi belum punya modal hafalan sebelumnya, sehingga setelah

mencoba selama satu semester mereka bisa merasakan sejauh mana kemampuan

menghafal yang mereka miliki. Semester pertama itulah yang menjadi penentu

tingkat kemampuan mahasiswi masing-masing, sungguhpun ada sebagian yang

baru mampu mengukur setelah masuk semester III. Pemilihan program tahfizh 10

juz merupakan pilihan menengah, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak.

Ingin cepat menyelesaikan kuliah dan ikut wisuda tepat waktu juga menjadi faktor

pemilihan program tahfizh ini. Mahasiswa yang memiliki alasan seperti ini,

biasanya mahasiswi mengambil program tahfizh 20 Juz, tapi di dalam perjalanan

kuliah tidak bisa menyelesaikan program hafalan pada semester yang sedang

dijalani,pada akhirnya turun program menjadi 10 Juz. Kasus turun program ini

juga kadang terjadi ketika berkeinginan cepat selesai kuliah padahal tinggal 2 juz

lagi yang belum disetor, karena suatu hal dia tidak bisa memenuhi target

hafalannya yang tinggal 2 Juz, maka turun program. Oleh karena program di

bawahnya 10 Juz, maka dia masuk kategori mengikuti program 10 Juz.

2) (Faktor eksternal) Disebabkan karena ada kesibukan dengan kegiatan-kegiatan

kampus dan pesantren. Kesulitan dalam mengatur jadwal untuk menghafal, pada

dasarnya alasan adanya kesibukan karena banyaknya kegiatan-kegiatan kampus

atau kegiatan pesantren rasanya kurang tepat, karena sesibuk dan seberapa

banyaknya kegiatan tersebut, diyakini bahwa semua kegiatan tersebut saling

mendukung. Jika kegiatan tersebut diatur dengan baik melalui kerja sama antara

pihak kampus dan pihak pesantren, serta pengaturan waktu dari mahasiswi untuk

menghafal pribadi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan

beberapa faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 20 juz. Di antara

alasannya adalah:

1) (Faktor internal) mahasiswi yang mengambil program 20 juz adalah merupakan

mahasiswi yang berkeinginan untuk mengambil program hafalan 30 juz. Namun

karena beberapa faktor akhirnya turun program. Di antara faktor turun program

antara lain, karena banyaknya tugas dalam perkuliahan, misalnya banyaknya tugas

makalah dari beberapa dosen, akhirnya yang sedianya dalam satu semester

menghafal 5 juz, pada akhirnya hanya mampu menyetorkan 4 Juz,

karenanyamasuk program 20 Juz. Namun demikian, Lembaga tahfizh masih

memberi kesempatan kepada mereka untuk menambah hafalan lagi pada waktu

libur kuliah. Jadi turun dari program 30 Juz ke program 20 Juz, hanya karena

untuk memenuhi persyaratan mengikuti UAS. Jika sampai ujian komphrehenship

mahasiswa tersebut belum memenuhi target tahfizh 30 Juz, maka mereka

dikategorikan masuk program tahfizh 20 Juz.

2) (Fasktor eksternal) bahwa pilihan semula adalah mengambil program tahfizh 10

Juz, setelah menjalani,ternyata dalam satu semester mampu menyetorkan tahfizh

lebih dari target yang ditentukan (dari 2 Juz menjadi 4 Juz). Hal ini karena

Page 118: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

95

munculnya semangat baru sehingga mengambil program 20 Juz. Dorongan

tersebut muncul karena adanya semangat atau motivasi dari teman sejawatnya

yang mengambil program 30 Juz, atau karena dorongan dari keluarga, Kasus

seperti ini sangat sedikit, karena yang terjadi adalah mayoritas mahasiswa turun

program,bukan naik program.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan

beberapa faktor dari para alumni yang mengambil program hafalan 30 juz. Di antara

adalah:

1) (faktor internal). Mahasiswa yang memilih atau mengambil program tahfizh 30 juz.

Motivasi yang tinggi dan kuat dari diri sendiri dan keluarga terutama orangtua.

Selain itu, sebelum masuk ke IIQ sudah hafal 30 Juz, sehingga selama di IIQ

tinggal melancarkan dan memperbaiki hafalan serta kualitas bacaan saja.

Mahasiswa yang memiliki latar belakang sudah hafal 30 Juz ini akan dibibitkan

untuk menjadi instruktur tahfizh nantinya. Mahasiswa yang memilih dan

mengambil program 30 Juz, sudah punya simpanan hafalan cukup banyak, sebagian

menyatakan sudah punya hafalan 5 juz, 15 Juz, dan sebagian ada yang sudah hafal

20 Juz. Oleh karena sudah mempunyai pengalaman menghafal dan menjaga

hafalan, ada keingin menambah hafalannya menjadi 30 Juz.

2) (Faktor eksternal) Adanya keinginan memajukan pendidikan Al-Quran di

daerahnya ketika selesai kuliah. Karena mayoritas mahasiswa IIQ berasal dari luar

daerah. Mereka merasa betapa pentingnya pendidikan Al-Quran di daerahnya,

dengan melihat kondisi daerahnya yang sangat membutuhkan orang yang ahli

dalam bidang kequr‟anan, mereka termotivasi untuk mengembangkan program

tahfizh Al-Quran. Dengan tujuan tersebut akhirnya mereka mengambil program

tahfizh Al-Quran 30 Juz. Selain itu, mahasiswi yang mengambil 30 juz diantara

mereka juga yang bagus nilai akademiknya (IPK). Faktor eksternal lainnya adalah

pendainya mengatur waktu, kapan akan menghafal dan setoran dan kapan harus

menyelesaikan tugas-tugas kuliah.

Berikut data akhir jumlah keseluruhan mahasisiwi yang mengambil program

tahfizh 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz pada tahun 2013-2015:

NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH

01 SYARI'AH 2012-2015 5 JUZ 60

02 USHULUDDIN 2012-2015 5 JUZ 59

03 TARBIYAH 2012-2015 5 JUZ 125

JUMLAH 244

NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH

01 SYARI'AH 2012-2015 10 JUZ 18

02 USHULUDDIN 2012-2015 10 JUZ 18

03 TARBIYAH 2012-2015 10 JUZ 38

JUMLAH 74

NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH

01 SYARI'AH 2012-2015 20 JUZ 7

02 USHULUDDIN 2012-2015 20 JUZ 12

Page 119: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

96

03 TARBIYAH 2012-2015 20 JUZ 8

JUMLAH 27

NO FAKULTAS LULUSAN PROGRAM JUMLAH

01 SYARI'AH 2012-2015 30 JUZ 7

02 USHULUDDIN 2012-2015 30 JUZ 19

03 TARBIYAH 2012-2015 30 JUZ 19

JUMLAH 45

(Tabel 8. Data akhir jumlah mahasisiwi program tahfizh 5, 10, 20, dan

30 juz tahun 2012-2015)

Menurut data di atas terlihat program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi

adalah 5 juz dengan jumlah 244 alumni yang mengambil program 5 juz angka ini sangat

tinggi dibanding dengan program 10 juz yang 74 dan program 20 juz sebanyak 27, dan

adalah program 30 juz 45. Ini menandakan jumlah alumni yang hafal 30 juz jumlahnya

sedikit dibandingkan program 5 juz yang paling banyak, hal ini harus diantisipasi oleh

pihak bagaimana supaya alumni sama seperti pada periode satu maupun periode dua agar

kualitas IIQ dapat meningkat dari tahun ke tahun.

b. Prestasi Mahasiswi

Mahasisiwi yang tercatat sebagai mahasiswi yang mengukir prestasi

membanggakan khususnya pada bidang MTQ/STQ baik tingkat nasional maupun

internasional merupakan aset yang dimiliki IIQ agar tetap menjadi kampus yang unik dapat

melahirkan sarjana sekaligus ahli al-quran. dan Nama-nama mahasiswi yang berprestasi

pada STQ Nasional 2015 di Asrama Haji Pondok Gede (09-16 Agustus 2015) sebagai

berikut:

NO NAMA FAKULTAS JUARA CABANG/ GOL.

1 Ilfi Zakiah Darmanita Tarbiyah/III I Tahfizh 5 juz + tilawah

2 Nur Afriani Hasanah Syari‟ah/VII I Tahfizh 20 juz

3 Mawaddah Khairiyah Syari‟ah/V II Tahfizh 5 juz + tilawah

4 Fitriani Tarbiyah/IX II Tahfizh 20 juz

5 Ayuna Faizatul

Fiqriyah Ushuluddin II Tahfizh 30 juz

6 Rifdah Farnidah Ushuluddin/V Harapan I Tahfizh 10 juz

(Tabel 9. Mahasiswi berprestasi STQ Nasional 2015)

Sementara itu, mahasiswi maupun alumni yang tercatat sebagai mahasiswi

berprestasi yang sangat membanggakan IIQ berikut data-datanya:

Page 120: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

97

Nama-nama mahasiswi yang berptestasi di MTQ Internasional:

Tahun Nama Prestasi Cabang

2007 Ade Halimah Juara 1 30 juz di libya

2007 Farida fransiska Juara 3 20 juz di Jordania

2011 Luthfi luthfiyah Juara 1 Tahfizh 10 juz +

tafsir

(Tabel 10. Mahasiswi berprestasi MTQ Internasional)

Nama mahasiswi yang berprestasi di MTQ/STQ Nasional:

Tahun Nama Prestasi Cabang Lokasi

2007 Is is saidah nasfisah Juara 1 5 juz+tilawa STQ Jakarta

2007 Farida fransisika Juara 1 20 juz STQ Jakarta

2007 Ade halimah Juara 1 30 juz STQ Jakarta

2007 Halimah Juara 1 Tafsir B.Arab STQ Jakarta

2008 Atiqoh Juara 1 Tafsir B.Indo MTQ Banten

2008 Rushkoh Nurul Juara 1 Tafsir B.Ingg MTQ Banten

2008 Sami‟ah Juara 2 Tafsir B.Indo MTQ Banten

2009 Farida Fransisika Juara 3 30 juz STQ Jakarta

2010 Farida Fransisika Juara 1 30 juz MTQ Banten

2010 Sami‟ah Juara 1 Tafsir B.indo MTQ bengkulu

2010 Umi lathifah Juara 1 10 juz MTQ bengkulu

2010 Ummul khair Juara 3 30 juz MTQ bengkulu

2011 Farida Fransisika Jaura 1 Tafsir B.Arab STQ Banjarmasin

2011 Ayuna Faizatu. f Harapan 1 20 juz STQ Banjarmasin

2011 Anita rahmawati Harapan 3 1 juz +

tilawah

STQ Banjarmasin

2011 Luthfi luthfiyah Harapan 3 10 juz STQ Banjarmasin

2012 Rahmawati hunawa Juara 1 Tilawah

dewasa

MTQ Ambon

2012 Nilna Juara 1 5 juz+ tilawah MTQ Ambon

2012 Ulin nuha Juara 1 M2IQ MTQ Ambon

2012 Farida Fransisika Juara 1 Tafsir B.Indo MTQ Ambon

2012 Arina haq & alaina f Juara 2 Syarhil quran MTQ Ambon

2012 Umi lathifah Juara 2 5 juz+ tilawah MTQ Ambon

2012 Anita rahmawati Juara 3 1 juz tilawah MTQ Ambon

2013 Ana umi farohah Juara 2 Qiroatul

khobar

MTQ Ambon

2013 Kamisatuddhua Juara 1 5 juz +tilawah STQ

bangkabelitung

Page 121: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

98

2013 Luthfi luthfiyah Juara 1 15 juz Olimpiade Quran

nasional di UIN

Jakarta

2013 Ayuna faizatul f Juara 1 30 juz Olimpiade Quran

nasional di UIN

Jakarta

2013 Khamisatuddhuha Juara 1 Tilawah Olimpiade Quran

nasional di UIN

Jakarta

(Tabel 11. Mahasiswi berprestasi MTQ/STQ Nasional)

Selain prestasi yang disebutkan di atas, IIQ juga memiliki prestasi dalam hal

kunjungan ilmiah dari perguruan tinggi akademis atau pihak-pihak yang konsen dalam Al-

Quran, baik dalam negri maupun luar negri, diantaranya: kunjungan institut Al-Quran (IQ)

Trengganu Malaysia pada April 2013. Kunjungan kehormatan dari peneliti asing, anggota

OSLO COA Lition, Nelly Fan Doorn pada Mei 2013; kunjungan silaturrahim Ilmiah Al-

Haiyah Al-Alamiyah li Tahfizh Al-Quran mamlaka sa’udi arabiyah Oktober 2013.

Kunjungan silaturrahim pengusaha Jeddah, Syekh Sa‟id Desember 2014; kunjungan

silaturrahim dari komunitas pengusaha muslim Cina, 2014 dan terakhir kunjungan

silaturrahim kepala devisi kebudayaan kedutaan besar Iran pada tahun 2014. (Muhammad,

2014: 5)

Prestasi-prestasi yang dimiliki oleh IIQ diharapkan dapat meningkat dari tahun ke

tahun, dan prestasi-prestasi baik yang diraih oleh mahasiswi maupun dosen diharapkan

bermanfaat baik di kalangan kampus IIQ maupun kalangan masyarakat sekitar.

5. Outcome (alumni) Seperti pohon besar rindang yang berbunga lebat mempesona, kemudian

memunculkan untaian buah yang indah yang begitu lezat disantap, IIQ telah berhasil

mencetak ratusan srikandi-srikandi sarjana Al-Quran dalam program S1 dan puluhan lagi

dari S2. Sebagian besar alumni IIQ tersebar hampir di seluruh provinsi dan kepulauan

indonesia. Sebagaimana lagi menetap di Jakarta. Mereka semua aktif berkiprah di tengah-

tengah masyarakat sebagai hamalah Al-Quran, pengibar panji-panji Al-Quran menaburkan

nilai-nilai permata Qurani, menebarkan senyum kedamaian Al-Quran, membimbing

ummat, menyalakan pelita Al-Quran di tengah-tengah umat yang kegelapan.

IIQ dengan spesifik yang dimilikinya diharapkan dapat mengisi kekosngan yang

mungkin tidak dapat diisi oleh perguruan tinggi islam yang lain. Alumni IIQ diharapkan

menjadi kader-kader hafizhah yang ahli qiraat, mendalami ilmu Al-Quran yang diharapkan

sanggup terus menjaga dan memelihara kesucian, keaslian, dan kelestarian Al-Quran.

Alumni IIQ juga diharapkan tampil menjadi ulama dan sarjana perempuan yang bukan saja

fashih dan indah dalam melantunkan ayat-ayat Allah, tetapi juga memiliki iman yang

kokoh, berakhlak mulia, bertakwa, berwawasan luas sebagai calon pemimpin perempuan

yang akan datang.

Alumni IIQ memang sengaja tidak disalurkan untuk menjadi pegawai negri, akan

tetapi untuk mayarakat. Sebab, untuk mencetak pegawai negri sudah banyak lembaga

pendidikan yang menanganinya. Kehadiran IIQ adalah untuk mengisi kekosongan yang

memnag belum sempat terpikirkan apalagi tersiapkan oleh lembaga pendidikan islam yang

lain, yaitu untuk mencetak ulama-ulama wanita yang sanggup mengabdi untuk

Page 122: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

99 kepentingan agama dan masyarakat dengan modal ilmu –ilmu ke al-quranan. Untk

masyarakat artinya mengabdi, mengembankan ilmunya, membangun masyarakat sesuai

tuntunan ajaran Islam, dengan demikina apa yang dilakukan oleh alumni IIQ pada

hakikatnya merupakan ihwal dan aktifitas dakwah. (Khatimah, 2002: 87)

IIQ membuktikan kepada dunia luar bahwa perempuan di dalam Islam memiliki

derajat yang tinggi, bahkan mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan

dalam mengantarkan umat dan bangsa menuju kejayaan. Dalam pandangan IIQ perempuan

dan Al-Quran tidak dapat dipisahkan, karenaa Al-Quran merupakan pedoman umat islam

dan perempuan sebagai tonggak baik buruknya bangsa haru memiliki jiwa-jiwa ke Al-

Quran-an, untuk itu alumni IIQ dituntut agar memiliki kompetensi yang dapat

dikembangkan di masyarakat terutama kompetensi Al-Quran dan jiwa bermasyarakat yang

baik. (Khatimah, 2002:34) Kendati alumni IIQ sebagian besar telah banyak yang terjun ke

masyarakat, sebagian mereka ada yang menjadi guru di sekolah khusus tahfizh, menjadi

ustazah atau pengajar Al-Quran di kalangan majlis Ta‟lim, menjadi pengajar di lembaga

Al-Quran, menjadi anggota pentashih Al-Quran di lembaga Pentashih Al-Quran, menjadi

ustazah, pimpinan pesantren dan ada juga yang menjadi pegawai negri dengan tidak

terlepas kesibukannya menjadi pengemban dan penyebar ilmu-ilmu keislaman. Meski

alumni IIQ adalah para perempuan, nyatanya banyak yang berkiprah pada ranah-ranah

strategis di negeri ini, dan tidak sebatas pada ranah keagamaan saja, atau ke Al-Quranan

saja. Ada juga yang berkiprah sebagai anggota dewan di tingkat pusat, ada juga yang

berkiprah sebagai pimpinan pusat di ormas-ormas keagamaan. Namun harus diakui bahwa

out put itu kebanyakan masih jauh dari yang diharapkan. Bukankah IIQ didirikan untuk

mencetak ulama dan sarjana perempuan yang hafal Al-Quran 30 juz yang pandai bahasa

Arab dan Inggris, yang menguasai Ilmu Al-Quran dan cabang-cabang ilmu Qiraat, yang

mmampuni dan mantap kemampuan ilmiah dan akdemisnya, lulusan IIQ yang seperti ini

nampaknya masih dapat dihitung dengan jari, karena hakikatnya dalam praktek banyaknya

mahasiswi yang hanya mengambil program tahfizh 5 juz atau 10 juz di akhir kelulusan.

Dari data yang dihimpun penulis di atas, terlihat program tahfizh 5 juz merrupakan

program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi terutama bagi mahasiswi tingkat akhir,

hal ini sangat berdampak pada alumni yang diharapkan hafal Al-Quran 30 Juz, namun

dalam prakteknya hanya 5 juz, banyaknya faktor yang menyebabkan merosotnya atau

berkurangnya mahasiswi yang hafal 30 juz full diantaranya masih banyak mahasiswi yang

tidak sanggup menyelesaikan studi tepat waktu jika harus mengambil program tahfizh

banyak, karena akademis dan tahfizh sama-sama pentingnya, kemudian latarbelakang

pendidikan calon mahasiswi juga mempengaruhi bacaan Al-Quran yang masih minim,

menjadi hambatan tersendiri bagi penyelesaian program tahfizh. Hal ini Berkenaan dengan

tidak adanya keseimbangan antara mahasiswayang masuk dengan lulusannya (antara input

dan output) maka program tahfizh yang dibebankan kepada mahasiswa dibuat suatu

pilihan, yaitu program 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz, dengan adanya pilihan tersebut,

mahasiswa dapat mengambil program tahfizh sesuai dengan kemampuan masing-masing

dan mereka bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu.

Jika melihat fakta kondisi pendidikan di indonesia, kondisi pendidikan permpuan

sangat tidak berimbang, kondisi ini antara lain ditunjukkan masih tingginya angak buta

huruf di kalangan perempuan, dan rendahnya jumlah perempuan di jenjang pendidikan

tinggi yakni kurang dari 5%. Dari jumlah ini IIQ telah berhasil menyumbangkan tenaga

pendidiknya beruapa sarjana muslimah sebanyak 1500 lebih sarjana dari strata satu (S1)

dan 400 lebih dari sarjana strata dua (S2). ( Syibromalisi, 2015: 12)

Page 123: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

100

Dengan melihat realitas di indonesia nyatalah IIQ telah memberikan sumbangsih

yang demikian besar dalam menjaga eksistensi kitab suci dalam menjaga dan

mengembangkan pendidikan, harapan tampilnya ulama Al-Quran perempuan dan

menjadikan IIQ sebagai central pengembangan calon-calon peserta MTQ, agar alumni

yang mampuni dalam bidangnya dihasilkan IIQ dalam jumlah yang lebih banyak lagi dari

tahun ke tahun. Sepanjang alumni IIQ mampu menyalakan semangat Al-Quran, maka

semua tantangan hidup, semua rintangan di masyarakat akan dapat diatasi dengan baik,

dan sebagai alumni IIQ harus punya rasa percaya diri sehingga ketika terjun di masyarakat

dapat tampil menjadi sarjana yang ideal sesuai fungsinya.

Menurut Muhaimin Zein, melihat keberhasilan IIQ yang sudah sampai pada

prestasi nasional maupun internasional, sangat disayangkan jika mahasiswi IIQ saat ini

tidak bisa meneladani para alumni dan senior sebelumnya, karean itu mahasiswi yang

masih proses pendidikannya diharapkan harus rajin belajar, rajin tahfizh, kreatif

berorganisasi supaya bisa menjaga kepercayaan masyarakat dan meneruskan perjuangan,

riusalah, dan cita-cita agung IIQ di masa mendatang, tentu hal ini harus dilakukan secara

istiqomah, konsisten dan terprogram, agar tidak terpengaruh oleh situasi yang membuat

tahfizh kdan semangat menjaga dan mengembangkan Al-Quran melemah. (Zein, 2014: 44)

karena alumni IIQ diharapkan menjadi manusia yang bermanfaat dan siap melayani umat

yang dibutuhkan dan diperuntukkan untuk umat.

Sekalipun IIQ merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang berumur masih

relatif muda, namun kehadiran IIQ cukup mendapat sambutan yang sangat baik dari

masyarakat khususnya umat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan IIQ memang

dibutuhkan dan diperlukan masyarakat. sambutan positif dari umat islam antar lain

ditandai dengan mengalirnya remaja putri dari kepulauan di Indonesia untuk belajar di IIQ

pada setiap tahun ajaran baru. Satu hal yang perlu dicatat motivasi mereka rata-rata hanya

karena dorongan ilmiah, yaitu ingin menghafal Al-Quran dan mendalami ilmu-ilmunya

dan sebagian besar merupakan kalangan keluarga kiyai/ulama atau tokoh masyarakat di

daerah mereka masing-masing. (Suratmaputra, 2002: 77)

Pemerintah DKI yang selalu menjalin kerja sama memberikan subsidi dan bantuan

kepada IIQ juga sebagai bukti adanya tanggapan positif dari pemerintah daerah kepada

lembaga IIQ, demikian juga adanya uluran tangan dari para dermawan dalam rangka untuk

membantu lajunya gerak dan langkah IIQ sebagai bukti nyata bahwa IIQ di mata umat

memang sesuatu yang harus diperhatikan.

Sekalipun publikasi IIQ secara formal masih kurang, akan tetapi IIQ sudah cukup

harum namanya di masyarakat, IIQ dikenal masyarakat melalui mahasiswinya yang sering

terjun ke tengah-tengah masyarakat membaca Al-Quran pada acara-acara keislaman atau

hari-hari besar Islam. Keterlibatan IIQ pada kegiatan MTQ, MHQ baik selaku peserta

ataupun dewanjuri juga merupakan misi tersendiri yang menyebabkan IIQ mendapat

sambutan yang baik dari masyarakat. kini IIQ terus maju berjalan menelusuri proses

perjalanan sejarahnya menuju cita-cita dakwah yang diidam-idamkan, yaitu terwujudnya

masyarakat yang baik yang diridhai Allah, semua alumni IIQ yang telah terjun ke

masyarakat. dalam kaitannya dengan prospek dakwah di masa yang akan datang, IIQ akan

membawa pengaruh besar yang positif, karena lulusan IIQ akan membawa pengaruh besar

kepada masyarakat awam, walupun hakikatnya sedikit seklali alumni yang lulus dengan

khatam hafalan 30 juz, namun walupun tidak harus 30 juz, sedikit saja hafalan namun lebih

bermanfaat hal ini dirasa lebih baik dibanding hafalan banyak namun kurang bermnafaat.

Page 124: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

101

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan data dan pembahasan, maka dapat penulis tarik berberapa

kesimpulan yaitu:

1. Evaluasi pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta sudah berjalan sesuai

tujuan. Diadakannya evaluasi terprogram oleh lembaga tahfizh dengan melihat

hasil tahfizh mahasiswi setiap bulannya. Evaluasi dilakukan dengan

mengumpulkan data-data mahasiswi yang jarang masuk dan juga melihat

kehadiran instruktur pembina. Dengan adanya kerjasama pihak lembaga dan

instruktur diharapkan evaluasi pengembangan tahfizh di IIQ Jakarta terus

mengalami peningkatan baik dari pembaharuan kurikulum, tujuan-tujaun yang

belum terpenuhi, aturan-aturan yang diterapkan, metode menghafal, dan proses

pembelajaran.

2. Implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfizh terlihat sangat berdampak dan

berpengaruh. Semakin ketat kebijakan semakin meningkat mahasiswi yang

mengambil program tahfizh 5 juz dan menurunnya jumlah mahasiswi megambil

program 30 juz. Terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz

20 mahasiswi. Pada tahun 2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz

16 mahasiswi, dan pada tahun 2015 program 5 juz 106 orang sedangkan program

30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan bahwa kebijakan dari lembaga sangat

mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya diperbaharui melihat semakin

meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz Namun begitu prestasi

yang diraih sebagian mahasiswi juga dari tahun ke tahun meningkat, ini

menandakan bahwa walaupun hafalan hanya 5 juz tapi dapat dijadikan prestasi

yang harus dipertahankan dan ditingkatkan kembali.

3. Efektifitas penerapan program tahfizh di IIQ dapat dikatakan sudah berjalan secara

baik dan efektif karena telah melaksanakan fungsi-fungsi program dan berjalan

sesuai tujuan yang telah dirumuskan, kebijakan-kebijakan dilaksanakan sesuai

aturannya dan program ini menghasilkan output yang sangat berguna bagi

perkembangan hafalan Al-Quran di Indonesia. Hanya saja peningkatan bagi

mahasiswi yang mengambil program 30 juz masih harus dilakukan peningkatan.

Penerapan program tahfizh di IIQ meningkatkan kualitas hafalan mahasiswi, baik

dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena dilakukan dnegan metode talaqqi

(berhadapan instruktur dan mahasiswi) sehingga terkontrol bagaimana

perkembangan bacaan mahasiswi, program ini sangat penting dan sebagai jantung

IIQ untuk itu harus dilakukan peningkatan dan perbaikan demi terlaksananya

program tahfizh yang lebih baik lagi dari tahun ke tahunnya.

Page 125: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

102

B. Saran

Dari berberapa ulasan diatas, dapat diketahui bahwa program tahfizh Al-Quran di

IIQ Jakarta sudah baik secara umum, namun alangkah lebih baiknya jika beberapa hal

dapat dioptimalkan lagi, dapat dirangkum dalam saran penulis kepada beberapa pihak

sebagai berikut:

1. Bagi lembaga tahfizh, Program tahfizh di IIQ sudah berjalan dengan baik dan

tersusun secara rapi kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Namun lebih baiknya

lagi bagi pihak lembaga sebagai penyelenggara pendidikan khususnya pada

program tahfizh sebaiknya menambah kegiatan yang berkaitan dengan

peningkatan kualitas dan kuantitas tahfizh seperti kegiatan murojaah bersama.

Dalam hal kebijakan juga harus terus dievaluasi, sanksi yang diberikan serta

fasilitas yang menunjang. Seperti beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil

program 30 juz maupun yang berprestasi, serta fasilitas kelas/ruangan yang

memadai, kursi dan meja yang memadai untuk kegiatan tahfizh,

2. Bagi instruktur tahfizh, sebaiknya memahami betul kemampuan awal mahasiswi

binaannya dan memberikan perhatian yang penuh kepada setiap mahasiswi.

Dengan memberikan motivasi, mendekati dari hati ke hati dan selalu disiplin

menepati jadwal tahfizh yang telah disusun dari lembaga.

3. Bagi pihak pesantren dan kampus, perlu adanya penegasan dari pihak pesantren

maupun kampus bahwa semua mahasiswi wajib tinggal di pesantren, dan

penyediaan asrama-asrama yang cukup memadai untuk mahasisiwi baik dari

semester 1 hingga semester 8 dapat tinggal di pesantren dan mengikuti kegiatan-

kegatannya. Perlunya pemahaman terhadap tafsir Al-Quran oleh mahasiswi

sehingga memudahkan mereka dalam menghafal, dan hal ini difasilitasi oleh

lembaga tahfizh semua mahasiswi harus mengikutinya.

4. Bagi mahasiswi IIQ, agar tahfizh IIQ mengalami peningkatan maka objeknya

adalah mahasiswi. Sebaiknya mahasiswi semangat dalam mengikuti program

tahfizh, dan memperbaiki niat menghafal Al-Quran adalah karena Allah SWT

bukan karena syarat kelulusan atau untuk pemenuhan target semata.

Page 126: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

103

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahmansyah & Kasinyo Harto. (2006). Strategi Evaluasi Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Pada Ranah Kognitif di SMUN 6 Palembang.

Concienia: Jurnal Pendidikan Islam Vol. VI/ 01. (2006). H. 75-92

Ahsin, W. Al-Hafidz. (2005). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran. Jakarta:

Bumi Aksara.

Al-Ja’fiy, Muhammad ibn Ismail Bukhori. (1993). Shohih Bukhari. Qohiroh:

Daar Ibnu Katsir.

Akbar, Reni, (2010), Menguatkan Bakat Anak, Jakarta: PT Gramedia widiasarana

Indonesia

Ali, Abdul Rahman, (2014). Perkembangan Program Hafalan Al-Quran Di

Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Jakarta: Megister

FITK UIN Syarif Hidayatullah

Al-Lahim, Khalid bin Abdul Karim. (2004). Mafatih Tadabbur Al-Quran Wan

Najah Fi Al-Hayah. Riyadh: Maktabah Safir.

Al-Muntada, Al-Islami. (2012). Al-Madaris Wal Katatib. (Ibnu Abdil Bari’., terj.).

Solo: Al-Qowwam.

An-Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. (2005). At-Ttibyanu Fi Adabi

Hamalatil Qur’an. Maktabah Ibnu Abbas.

Al-Qorni, Aidh. (2006). Cahaya Zaman. Jakarta: Al-Qolam.

Arifin, Zainal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya.

Arikunto, Shurasimi. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rieneka Jaya.

__________ . (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akasra.

__________. & Cepi Safruddin Abdul Jabbar. (2014). Evaluasi Program

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Atkinson, L. Rita. (1983). Pengantar Psikologi Jilid I. (Nurjamah Taufiq., terj.).

Jakarta: Erlangga

Al-Azdi, Abi Daud Sulaiman ibn Asys Al-Sajastani. (1996). Sunan Abi Daud,

Bairut Libanon: Daar Al-Ksotob Al-Ilmiyah.

103

Page 127: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

104

B.Uno, Hamzah, (2005). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran, Jakarta:

Bumi Aksara

Baitul Maqdis. 2014. (Fakta dan data), Jutaan Penghafal Al-Qur’an Di Dunia, Bukti

Mukjizat Keorisinilan Al-Qur’an, diakses http://baitulmaqdis.com/mukjizat-

islam/jutaan-penghafal-al-quran-di-dunia-bukti-mukjizat-keorisinilan-al-

quran/,

Bandura, Albert. (1989). Social Cognitive Theory. Stanford University. In. R.Vasta

(Ed) Annals of child development. Vol.6. Six theories of child development

(pp 1-60). Greenwich: CT.JAI Press

Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (2003). Juz 4 Daar haya’, Maktabah Syruq

Dauliyah

D. Zuhdi. (1991). Permasalahan Objektivitas, Realibitas, Validitas Dalam Penelitian

Kualitatif. Jurnal Kependidikan No. 01. Yogyakarta. h. 97-105.

Danim, Sudarman. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Davidoff, Linda,L. (1987). Introduction to psychology. New York: Mc Graw Hill.

Davis, Andrew,( 2010). An Approach To Extended Memorization of Scripute

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia.

Djamarah, Syaiful Bahri, (1996). Psikologi Belajar, Jakarta: Bumi Aksara

Ebbinghaus, Hermann. (2001). Memory; a Contribution to Experimental

Psychology. Martino Publishing

Echols, M. Jhon & Hasan Sadily. (2005). Kamus Inggris Indonesia. PT: Gramedia

Pustaka Utama., h. 220

El-Syakir, Septian, (2014). Islamic Hypnoparenting: Mendidik Anak Masa Kini Ala

Rasulullah SAW. Jakarta: Kawan Pustaka,

Fachruddin, Moh Fuad. (1993). Al-Quran Bahasa dan Agama. Jakarta: Kalam

Mulia.

Faizah, Nur. (2008). Sejarah Al-Quran. Jakarta: PT. Artha Rivera.

Fathoni, Ahmad. (Ed.). (2009). Metode Tahfidz Cetak Cara Cepat Menghafal Al-

Quran. Jakarta: Institut Ilmu Al-Quran Press.

Fernandes. H.J.X. (1984). Evaluation Of Education Program. Jakarta: NEPECD

Press.

Page 128: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

105

Gade, Fithriani. (2014). Implementasi Metode Takrar Dalam Pembelajaran

Menghafal Al-Quran. Instruksional Development Center FITK UIN Ar-

Raniry Banda Aceh, Jurnal Ilmiah Didaktika 14 (2), (2014). h. 413-425

Haq, Ziyad ul, (2010) .Psikologi Qurani, Jakarta: WCM Press

Harian Pelita Umum, (2003). 12 Juta Warga Mesir Hafal Al-Quran 30 Juz diakses

dari: http://www.pelita.or.id.

Ibnu Abusari, Abu Abdillah Said Ibn Makhor. (2011). Hilyah Tholibil Quran Juz

1. Mesir: Daar Ibn Al-Jauzi.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. (Pendekatan Kualitatif

dan Kuantitatif). Yogyakarta: Erlangga.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2009). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Republik Indonesia.

Khaer, Miftah, (2010). Masuk Syurga Tergantung Ayat Terakhir Yang Dibaca,

diakses dari: https://miftah19.wordpress.com/2010/07/18/masuk-surga-

tergantung-ayat-terakhir

Khatimah, Umi husnul, (2002). Aku & IIQ (peran dan kiprah wanita IIQ). Jakarta:

IIQ Press & Bank BNI Syariah

Kusmana & Syamsyuri. (Ed.). (2004). Pengantar Kajian Al-Quran. Jakarta:

Pustaka Al-Husna Baru.

Lamire, Patrick. (1996). The Role of Working Memory Resources in Simple

Cognitive Arithmetic. CREPCO-CNRS. University of France. European

Journal of cognitive vol. 8 (1). Page. 73-103. Diakses dari:

https://www.utdallas.edu/~herve/laf.wm

M. Shohib, Bunyamin Yusuf Surur. (Ed.). (2011). Memelihra Kemurnian Al-

Quran (Profil Lembaga Tahfidz di Nusantra). Jakarta: Lajnah Pentashih

Mushaf Al-Quran.

Machfoed, M. Hasan. (2002). Metode Penelitian dan Statistik Terapan. Surabaya:

Airlangga University Press.

Margono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.

Makhyaruddin, D.M. (2015). Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Quran. Jakarta:

Mizan Publika.

Majid, Abdul,( 2012). Belajar dan Pembelajaran, Bandung; Remaja Rosdakarya

Meleong. Lexy. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Page 129: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

106

Miranti, Ira, Mayang Pipit, & La Ode Hampu. (2015). Evaluasi Pengembangan

English Phonology. Deiksis: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni Vol. 07/01.

(2015). h. 22-27.

Muslim, Imam, (1994). Shahih Muslim, Cairo Mesir: Dar El-Hadis .

Muhammad, Ahsin Sakho, (2014). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII,

Jakarta: IIQ Press.

Muyasaroh, Sutrisno,(2014) Pengembangan instrumen evaluasi CIPP pada program

pembelajaran tahfidz Al-Quran di pondok pesantren, Jurnal penelitian dan

Evaluasi Pendidikan UIN kalijaga, Yogyakarta No 2(2014) h. 216-217

Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nashr, Muhammad Musa. (2014). Fadhailul Quran wa Hamalatihi fi Sunnah Al-

Muthaharah. (Jabir Al-Bassam., terj.). Solo: Al-Qowwam

Nawawi, Hadari. (1994). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University

Nazir, Muhammad. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Al-Jindi, Ahmed Rajai. (2001). Therapeutic Effect of Qur'an Reading: A Scientific

studyKuwait: The Islamic Organization for Medical Sciences diakses dari

http://alislaah4.tripod.com/moreadvices2/id19.htm

Nurkancana, Wayan & Sunartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Ormrod, Jeane Ellis. (2009). Educational Psychology Developing Learners.

(Penerbit Erlangga. Terj). Jakarta: Erlangga

Pietschnig, Jakob,Voracek, Martin, Formann, Anton K, (2010) Mozart Effect-

Shmozart Effect: A Meta-Analysis, Journal Articles; Reports Research diakses

dari: https://eric.ed.gov/id

Putra, Nusa. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Qasim, Amjad. (2013). Sebulan Hafal Al-Quran. Solo: ZamZam Publishing.

Republika Online, (2010). Jumlah Penghafal Alquran Indonesia Terbanyak di

Dunia, diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-

nusantara/10/09/24/136336-jumlah-penghafal-alquran-indonesia-terbanyak-

di-dunia,

Rita L. Atkinson dkk, (1983). Pengatar Psikolog, Jilid I penerjemah Nurjannah

Taufiq, Jakarta: Erlangga,

Page 130: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

107

Riyad, Sa’ad, (2009). Anakku Cintailah Al-Quran, Jakarta: Gema Insani

Sa’dulloh,( 2008). Cara Cepat Menghafal Al-Quran, Jakarta: Gema Insani

Saptadi, Heri. (2012). Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur’an

Dan Implikasinya Dalam Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Bimbingan

Konseling http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk volume 01.

Shihab, Quraish, (2007). Membumikan Al-Quran, Bandung: Pustaka Mizan

Sudjana, Nana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Remaja

Rosdakarya

Strauss, Anselm & Juliet Corbin. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Basic

Of Quality Research). (M.Shodiq & Imam Muttaqin, terj ). Jakarta: Pelajar

Offset.

Subagyo. P. Joko. (2006). Metode Penelitian: Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta:

Rieneka Cipta.

Sudjana, Djuju. (2005). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Sudjana, Nana & Ibrahim. (2001). Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung:

Sinar Baru Algesindo.

Sadly, Hasan. (1998). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ikhtiar

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Al-Fabeta.

________. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Jakarta: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosda karya.

Sukardi. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Slavin, Robert. E. (2011). Educational Psycology. (Marianto Samosir, terj). Jakarta:

PT. Indeks.

Suryono. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Nuhu Medika.

Suratmaputra. (2008). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran

Tahun 2008-2014. Jakarta: IIQ Press

_______. (2002). Mengibarkan panji-panji Al-Quran, Jakarta: Institut Ilmu Al-

Quran.

Page 131: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

108

_______. (2007). Indahnya hidup dan berjuang bersama Al-Quran. Jakarta: Institut

Ilmu Al-Quran.

Syah, Muhibbin. (2007). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cet. 14.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

Syibromalisi, Faizah Ali, (2015), peran sarjana muslimah dalam pembinaan

keluarga dan masyarakat, orasi ilmiah disampaikan pada acara wisuda sarjana

S1 XV XVI& S2 IX, dan Dies Natalis Institut Ilmu Al-Quran KE-38, 29

Agustus 201, di Pusdiklat Kemendikbud Cinangka-Wates.

T. Yanggo, Huzaemah, (2015). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran S1 XV XVI& S2 IX,

Jakarta: IIQ Press

_______. (2014). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran Tahun

2014. Jakarta: IIQ Press

Tayibnapis, Farida Yusuf. (2002). Evaluasi Program. Jakarta: Rieneka Cipta.

Thoha, Chabib Muhammad. (1996). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja

Grafindo.

Tulung, Jeane Marie. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan

Kepemimpinan Tingkat IV di Balai Diklat Keagamaan Manado. Journal Acta

Diurna, Vol. 8/3. Retrived From: ejournal.unsrat.ac.id

/index.php/actadiurna/article.

Tirtonegoro, Suratinah, (2001). Anak Super Normal dan Program Pendidikannya,

Jakarta: Bina Aksara

Tirmidzi, Imam, Sunan Tarmidzi, Juz 10 Dar Kutub al-Alamiyah Bairut Libanon

Umary, Siddiq, (2005). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghafalan Al-

Quran Di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah,

Umar, Nazaruddin, (2014), Kata Mereka Mengenai Ahli Quran dalam Album

Wisuda IIQ S1 XV & S2 VIII, Jakarta: IIQ Press

Usman, Husaini, dkk. (2003). Metodologi Penelitain Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Wahid, Wiwi Alawiyah. (2013). Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Quran.

Jogyakarta: Diva Press

Wajdi, Farid, & Massagus A. Fauzan. (2010). Quantum Tahfidz. Jakarta: YKM

(Yayasan Kiaia Marogan) Press.

Widoyoko, Eko Putro. (2005). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Page 132: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

109

Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi & Profesi. Jakarta: PT.

Grafindo Persada.

WJS, Poerwadarminta. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Wulur, B. Meisil, (2015) Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Budi Utama.

Yusuf, Muri, (2015), Assesmen dan Evaluasi Pendidikan: pilar penyedia informasi

dan kegiatan pengedalian mutu pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group.

Zen, Muhaimin. (Ed.). (2006). Bunga Rampai Mutiara Al-Quran (pembinaan Qari

Qariah dan hafidz hafidzah), Jakarta: PP. Jami’yatul Qurra’ Wal Huffadz.

_______. (Ed.). (1996). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran Karim. Jakarta:

PT. Al-Husna Zikra.

_______. (2014). “Kata mereka” Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII,

Jakarta: IIQ Press

Zuhrudeen, Fathima Manaar. (2013). Effects Of Statistical Learning On The

Acquistion Of Gramatical Categories Through Quranic Memorization: a

Natural Experiment, Journal Internasional University Of Maryland, Master

Of Art., pp. 1-67.

Zuriah, Nurul. (2001). Penelitaian Tindakan (action research) Dalam Bidang

Pendidikan dan Sosial. Malang: Lembaga penelitian Universitas

Muhammadiyah Malang.

Page 133: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 134: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 135: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 136: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 137: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 138: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 139: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

113

INSTRUMEN PENELITIAN

Objek penelitian Pertanyaan

penelitian

Sumber data Instrumen pengumpulan data

1.

Metode menghafal

Al-Quran

1. Bagaimana

proses

pembelajaran

tahfizh yang

diterapkan di

asrama/kampusII

Q Jakarta ?

2. Metode apa

yang anda

terapkan dalam

menghafal Al-

Quran?

3. Metode apa

yang anda

gunakan dalam

menjaga hafalan

Al-Quran?

4. Apakah ada

pengaruhnya

metode yang

digunakan dalam

menghafal

dengan kualitas

dan kuantitas

hafalan?

5. Metode apa yang

paling banyak

digunakan

mahasiswi IIQ

dalam menghafal

Al-Quran

1. Ketua lembaga

LTTQ

2. Instruktur

tahfizh

3. Direktris

pesantren

4. Mahasiswi

1. Wawancara

2. Studi dokumentasi

3. observasi

Page 140: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

114

2.

Peran instruktur

tahfizh dalam

mengembangakan

hafalan Al-Quran

1. Apakah

instruktur sangat

berperan dalam

meningkatkan

kualitas tahfizh

mahasisiwi

2. bagaimana cara

instruktur dalam

mengembangka

n tahfizh

mahasiswi

3. Bagaimana

kinerja

instruktur

tahfizh yang

berjalan sampai

saat ini?

1. Ketua LTTQ

2. Instruktur

tahfizh

3. Staff lembaga

4. Direktris

pesantren

5. Mahasisiwi

1. Wawancara

2. Studi dokumenter

3. Observasi

3.

Teknik evaluasi

pengembangan

program hafalan

1. Kapan evaluasi

tahfizh

dilaksanakan ?

2. Evaluasi apa saja

yang dilakukan

oleh

lembaga/instruktu

r dalam

pengmbangan

program tahfizh

dan bagaimana

tekniknya?

3. Bagaimana

pengaruh

kebijakan yang

diterapkan

lembaga terhadap

pengembangan

program?

4. Apa yang menjadi

penghambat

berjalannya

program tahfizh

dengan baik?

5. Adakah kegiatan

lain yang

mendukung

program tahfizh

1. Ketua lembaga

LTTQ

2. Instruktur

Tahfizh

3. Staff lembaga

1. Wawancara

2. Studi dokumenter

Page 141: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

115

INSTRUMEN PENELITAIAN MENGGUNAKAN MODEL EVALUASI PROGRAM

CIPPO

dan bagaimana

pengaruhnya

terhadap

penegmbangan

program?

No Jenis evaluasi Objek evaluasi Informan Teknik

pengumpulan

data

1. Evaluasi

konteks

(Contex)

1. Tujuan apa saja yang belsum

terpenuhi, dan tujuan apa saja

yang telah membantu

mengembangkan program.

2. Merinci dan mendeskripsikan

kebutuhan yang tidak

terpenuhi oleh program

tahfizh

1. Ketua

lembag

a LTT

2. Staff

Lemba

ga

1. Wawancara

2. Studi

dokumenter

3. Observasi

2 Evaluasi

masukan

(Input)

1. Bagaimana kemampuan awal

mahasiwi IIQ dalam

menghafal

2. Bagaimana kemampuan

kampus mengadakan fasilitas

penunjang program tahfizh,

seperti instruktur yang

profesional, pembagian kelas

tahfizh, pengaturan jadwal

setoran, dan fasilitas dan

ruangan yang digunakan

dalam kegiatan tahfizh.

1. Ketua

LTTQ

2. Instrukt

ur

tahfizh

3. Staff

lembag

a

1. Wawancara

2. Studi

dokumenter

3. Observasi

3 Evaluasi

proses

(process)

1. Apakah pelaksanaan program

sesuai jadwal yang telah

ditentukan?

2. Apakah instruktur tahfizh

sanggup menangani kegiatan

selama prosesnya berjalan?

3. Apakah sarana, fasilitas yang

disediakan dimanfaatkan

secara maksimal?

4. Hambatan apa yang dijumpai

selama pelaksanaan program?

1. Ketua

LTTQ

2. Instrukt

ur

tahfizh

3. Staff

lembag

a

1. Wawancara

2. Studi

dokumenter

3. Observasi

Page 142: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

116

4. Evaluasi

produk dan

hasil

(product)

1. Apakah tujuan-tujuan yang

ditetapkan sudah tercapai?

2. Apakah program tahfizh yang

diterapkan berdampak jelas

pada perkembangan prestasi

hafalan mahasiswi setelah

diterapkannya program?

1. Ketua

lembag

a

LTTQ

2. Staff

lembag

a

3. Instrukt

ur

tahfizh

1. Wawancara

2. Studi

dokumenter

3. Observasi

5. Outcome

(Lulusan)

1. Bagaimana lulusan IIQ

apakah berguna di

masyarakat, dan Bagaimana

kontribusinya dalam bidang

tahfizh apakah mempengaruhi

perkembangan tahfizh di

indonesia, dan bagaimana

kontribusinya terhadap

kampus IIQ sendiri?

1. Ketua

lembag

a

2. Instrukt

ur

tahfizh

3. Staff

lembag

a

1. Wawancara

2. Studi

dokumenter

3. Observasi

Page 143: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

117

Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2012

Syari’ah

No. Nama Program

1 Afni Nurlaili 10 juz

2 Nur Alina Nailil Farah 10 juz

3 Dewi Anisatur Rohmah 20 juz

4 Nur Sofia Azma 10 juz

5 Atin Mufidah 20 juz

6 Eva Maulana 10 juz

7 Rizky Septana 30 juz

8 Ulfah Alfiyanti 30 juz

9 Sri rahayu 10 juz

10 Khaerun Amala 5 juz

11 Siti Zahro 5 juz

12 Nursaidah 30 juz

13 Zakiah 10 juz

14 Ishthifa’ul Mawaddah 10 juz

15 Bilqis Adetokunbo Uthman 5 juz

16 Husna Jalilah 5 juz

17 Balq Dian Febriyanti 30 juz

18 Fidaul Haqqi 5 juz

19 Rofiatun 30 juz

20 Lilik Nur Kholidah 10 juz

21 Fitri rizkiyah 5 juz

22 Nur Aini 10 juz

23 Nur Hidayatul falah 10 juz

24 Ainul Farihah 5 juz

25 Tri Irmawati 5 juz

26 Wardatul Bariroh 5 juz

27 Anisa Maharani 5 juz

28 Titiek Ulfiyati Latudo 10 juz

29 Siti Naqiyatul Ma’isyah 20 juz

30 Mawaddah Hinda Nur

Rohmah

5 juz

Ushuluddin

No. Nama Program

1 Nur Faridah 30 juz

Page 144: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

118

2 Nurur Hidayati 30 juz

3 Isnawaty 10 juz

4 Maydah Hanawi 30 juz

5 Umi Nasichah 10 juz

6 Masfufah 30 juz

7 Sholihat 30 juz

8 Ade mariatul hilwani 20 juz

9 Khuloud Shefaa 20 juz

10 Intan Mala Kumalasari 5 juz

11 Futhry Sayyidastu Ruqoyyah 10 juz

12 Fifth Basyiroh Ninety 10 juz

13 Dewi iqlimah 20 juz

14 Eva Faridah 30 juz

15 Mutmainnah 5 juz

16 Lutfi yatun Nakiyah 5 juz

17 Misbahul Muhajirah 5 juz

18 Hena Nursipah 5 juz

19 Heni Nuraeni 5 juz

20 Umi Khasanah 30 juz

21 Qoty Intan Zulnida Nurunnisa 5 juz

22 Maria Ulfah 30 juz

23 Lana Najiah 5 juz

24 Silvinatin Al masithoh 10 juz

25 Wardatul fitriyah 30 juz

26 Jam’iyyatul Jannah 10 juz

27 Muthmainnatul Qulub 10 juz

28 Mawadah Warohmah 5 juz

29 Atik Sartika 20 juz

30 Siti Hamidah 5 juz

31 Nia Ainia 5 juz

32 Siti Munadziroh 30 juz

33 Nur Rasyidah 5 juz

34 Dewi Ruhamaul Laili 5 juz

35 Maftuhatur Rahmah 5 juz

36 Siti malikhatin 5 juz

37 Nurhilaliyah 5 juz

38 Dewi Ayu Sartika 5 juz

39 Ummi Masturotul Marfu’ah 5 juz

40 Kamlia Salam 5 juz

41 Ulfa Nurul Muna 5 juz

Page 145: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

119

Tarbiyah

No. Nama Program

1 Dzakirina Abdillah 30 juz

2 Dewi Kurnianingsih 5 juz

3 Nur Fithriyah 20 juz

4 Asriani 5 juz

5 Maria Ulfa 30 juz

6 Nor Wahdah Maghfirah 5 juz

7 Umi Salamah 30 juz

8 Attaqouz Zamroh 5 juz

9 Nur Imamah 10 juz

10 Sri Wahyuni 5 juz

11 Hidayatus Sholikhah 20 juz

12 Siti Nurhasanah 5 juz

13 Nurhaniah 10 juz

14 Reksiana 10 juz

15 Hayatun Nufus 5 juz

16 Irhamha 10 juz

17 Raihanul jannah 5 juz

18 Fitri Kurniati 10 juz

19 Nazimah 20 juz

20 Nur Azizah 5 juz

21 Suarni 5 juz

22 Chikmah Nur Laela 5 juz

23 Nanik Sugiyanti 10 juz

24 Roudhoh Mahfudhoh 10 juz

25 Zhallilah Al Fayyadah 5 juz

26 Rahmah Sholihah 5 juz

27 Dewi Maharani 5 juz

28 Nur Ilfayati 30 juz

29 Hilmawati Amriyah 5 juz

30 Kholisatul Ukhrowiyah 10 juz

31 Mahdalena 10 juz

32 Nunung Nur Maksumah 10 juz

33 Nurul Bashiroh 30 juz

34 Ardiani 5 juz

35 Faza Karimatul Akhlak 5 juz

36 Kuntriksi 5 juz

37 Yanti Susanti 5 juz

38 Zianah Karimah 5 juz

39 Nur Husna 5 juz

Page 146: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

120

40 Nor Rochmatul Wachidah 5 juz

41 Kasmawati 5 juz

Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014

Syari’ah

No. Nama Program

1 Iin Khoifaul Intan 5 juz

2 Ratu Iis Ismah 5 juz

3 Siti Zaenab 5 juz

4 Siti Mualifah 10 juz

5 Sa’idah Sholihah 5 juz

6 Ru’yati 10 juz

7 Fuji Ilmi Fathiyah 5 juz

8 Rizki Amelia 5 juz

9 Dianan Komalasari 20 juz

10 Fatmah 5 juz

11 Huda 5 juz

12 Robiatul Adawiyah 30 juz

13 Fahmiyatus Shofa 5 juz

14 Najikha Akhyati 20 juz

15 Siti Badriyah 10 juz

16 Siti Qomariyah Tiflen 5 juz

17 Indy Kumilal Mala 5 juz

18 Lutfi Ulfiyani 5 juz

19 Fatma Kholida 20 juz

20 Qumi Andziri 10 juz

21 Fatimatuzzahro 5 juz

22 Uswah Robi’ah Al-Adawiyah 5 juz

23 Putri Nurhayati 5 juz

24 Siti Nurhalimah 5 juz

25 Chusnul Chotimah 5 juz

26 Ismatul Musyafa’ah 5 juz

27 Amiron 5 juz

28 Inti Ulfi Sholichah 5 juz

29 Haryati Abd Ghoni 5 juz

30 Suryanti 5 juz

31 Lisa KhoirunNisa 5 juz

32 Kurnia Makky 5 juz

Page 147: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

121

33 Dewi Lestari 10 juz

34 Lulu Luqitatil Maula 10 juz

Ushuluddin

No. Nama Program

1 Epi Maulida 30 juz

2 Ummi tanzila 5 juz

3 Asthi fathimah Hamdiyah 20 juz

4 Siti Afidah 30 juz

5 Himatul Ulya 5 juz

6 Mamluatul Nafisah 30 juz

7 Nurazizah 30 juz

8 Khoirun Nasihah 5 juz

9 Annisaa Yunaswara 20 juz

10 Lilis Hikmatul laili 5 juz

11 Zuhrupatul jannah 10 juz

12 Ihdatul Ma’lufa 10 juz

13 Nilna Al Diniyah Afshahah 10 juz

14 Afifatul Amala 30 juz

15 Ahlaa Athiyah 5 juz

16 Ayatul Wafa’ 5 juz

17 Puspita Siti hajjar 5 juz

18 St Fauzul Muflihah 5 juz

19 Dliyyaul Uula 5 juz

20 Iva Lail Faizah 10 juz

21 Muslihatus Sholihah 5 juz

22 Marfuah 5 juz

23 Nurul Aini Mukarromah 20 juz

24 Khodijah 20 juz

25 Hoeriyah 5 juz

Tarbiyah

No. Nama Program

1 Sumiyati 5 juz

2 Fauziah Anwar 5 juz

3 Nurhasanah 5 juz

4 Rosidah 5 juz

5 Zakiyah 5 juz

6 Fariza Salima Elvinan 10 juz

Page 148: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

122

7 Rukayah 5 juz

8 Laili Efriyanti 10 juz

9 Novi Spriyanti 30 juz

10 Habibah Nur Fadhillah 30 juz

11 Umi Latifah 20 juz

12 Rsiana 5 juz

13 Arina Haq 10 juz

14 Febriana Muasyiqoh 10 juz

15 Amna Rahanyamtel 5 juz

16 Sumarnni 5 juz

17 Nuha Maskunah 10 juz

18 Ice Luciana 30 juz

19 Melida Octaviani 20 juz

20 Miftahul Janah 10 juz

21 Siti Istiqomah 5 juz

22 Afidah Wahyuni 5 juz

23 Siti Ibadillah 5 juz

24 Siti Malayung 5 juz

25 Meta Jahrah 5 juz

26 Anita Rahmawati 5 juz

27 Siti Joleha 5 juz

28 Rizki Laelasari 5 juz

29 Khoipah 10 juz

30 Khosiah 10 juz

31 Ni’matul Imanah 5 juz

32 Siti Mafluchah 10 juz

33 Nurlela Ohorella 5 juz

34 Lailiyah 5 juz

35 Nurul Choiroti Fauziyah 5 juz

36 Shofuah Amelia 30 juz

37 Sulistiawati 20 juz

38 Ummul Quro’ 5 juz

39 Laili Yasmin 5 juz

40 Lafi Nurittaufiqoh 30 juz

41 Rahmi Zaimsyah 30 juz

42 Rima Jumiarnis 5 juz

43 Herni 30 juz

44 Nuraida Fitri Fauziah 20 juz

45 Nurul Komariah 5 juz

46 Ratu Khaerany Syarieta 5 juz

47 Ita Nafidzatul Husna 10 juz

48 Fahru Nisa 10 juz

Page 149: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

123

49 Hayati 30 juz

50 Kiki Fatmawati 5 juz

51 Misrah 5 juz

52 Nur ‘Atiqoh 5 juz

53 Uswatun Khasanah 30 juz

54 Yeniza Fetrilia 5 juz

55 Zumrotus Syafa’ah 5 juz

56 Gamar Faradisi 5 juz

57 Mundi Arizah Ulfatunnisa 5 juz

58 Nining HIkmatun Khasanah 10 juz

59 Wardatul Adawiyah 5 juz

60 Uri Safitri 5 juz

61 Fatimatu Zahroh 10 juz

62 Rianana Ika Nurriza 30 juz

63 Siti Nur Asia 5 juz

64 Verawati Sarah 10 juz

65 Abirah Al-Asywaq 5 juz

66 Devie Dellayanti 5 juz

67 Indriani Safitri 10 juz

68 Wahda Dewi Mawaddah 5 juz

69 Nurmala Sari 5 juz

70 Holifah 5 juz

71 Bilqis Nurul Latifah 5 juz

72 Fatimah Amalina Lukman 5 juz

73 Lupita Fitrianan Maniszuella 5 juz

74 Susi Susanti 5 juz

75 Syifa Zahara Mukhtar 5 juz

76 Nurhasanah 5 juz

77 Ria Ruqoyyah 5 juz

Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014

Syari’ah

No. Nama Program

1 Nurul Raudhatul 5 juz

2 Halimahtusa’diah 5 juz

3 Asmaul husna 5 juz

4 Ramustika 5 juz

5 Dafika andiani 5 juz

Page 150: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

124

6 Hidayatul multianah 10 juz

7 Syifa fikriyah 5 juz

8 Melawati 5 juz

9 Fitriyatul wahdah 5 juz

10 Olivia maheni putri 5 juz

11 Neng ai maesyaroh 5 juz

12 Rosmiati 5 juz

13 Indah widyastuti 5 juz

14 Khairun nisa’ 30 juz

15 Siti marwiyah 5 juz

16 Siti lathifah 5 juz

17 Ziana luthfiani 5 juz

18 Hikmatul ilahiyah 5 juz

19 Mahmudah 5 juz

20 Siti mashithah 5 juz

21 Siti aisyah suci 5 juz

22 Diyah nur aini 5 juz

23 Siti zubaidah 5 juz

24 Qiroatut taslimah 5 juz

25 Leti lathifah 5 juz

26 Siti laela maghfiroh 5 juz

27 Fitroh amaliyah 5 juz

Ushuluddin

No. Nama Program

1 Misyka nuri fathimah 30 juz

2 Isna ulya 5 juz

3 Miskat inaku 5 juz

4 Zulvia kamalea 10 juz

5 Naily qurrota ‘ayun 30 juz

6 Khotimatussa’adah 20 juz

7 Sri mulya Nur hakiki 5 juz

8 Izza lukluk 5 juz

9 Ratu Ghalbia 30 juz

10 Khamisatuddhua 5 juz

11 Ulfatul maghfuroh 10 juz

12 Ayuna faizatul 30 juz

13 Atikah noor rahmah 5 juz

14 Rapita 30 juz

Page 151: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

125

15 Siti kholisatuss’adah 5 juz

16 Popon rukayah 5 juz

17 Fitriyah 5 juz

18 Elly mastho’ah 5 juz

19 Maghfiroh 5 juz

20 Fathul hurohmah 5 juz

21 Wahdah farhati 5 juz

22 Ana umi farohah 10 juz

23 Ristiana 10 juz

24 Siar ni’mah 10 juz

25 Fatihatus surur 10 juz

26 Risyda barorotul izzah 5 juz

27 Istifadah 10 juz

28 Siti juhro 5 juz

29 Maghfiroh 5 juz

30 Mariya ulfa baniry 5 juz

31 Nurfadhilah syam 5 juz

32 Zidna khairo 5 juz

33 Mudrikatul azizah 5 juz

34 Nur atiqoh 20 juz

35 jamilah 5 juz

36 Ridha rahmani 20 juz

37 Umi aisyah 5 juz

38 Tsubaiatul aslamiyah 5 juz

39 Linda khairunnisa 5 juz

40 Agustina khairunnisa 20 juz

41 Ulul hukmiyah 5 juz

42 Riva syarifa 5 juz

Tarbiyah

No. Nama Program

1 Romiza 5 juz

2 Fathimatuzzahra 5 juz

3 Siti ristikna 5 juz

4 Ainul luthfiyah 5 juz

5 Salwa fakhriani 10 juz

6 Eliyana 5 juz

7 Sari lestari 5 juz

8 Darmiyah 5 juz

Page 152: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

126

9 Fathimatuzzahra 5 juz

10 Nurkhamimah 5 juz

11 Amrina alfianti 5 juz

12 Fafika hikamtul 30 juz

13 Litakuna karima 5 juz

14 Nursita husaini 5 juz

15 Siti muthmainnah 5 juz

16 Nyak ti amin 5 juz

17 Khusna farida 30 juz

18 Minhah makhzuniyah 5 juz

19 Zakiyatun nikmah 5 juz

20 Fifin pratiwi 5 juz

21 Rahmi pujiati 5 juz

22 Madhiha 5 juz

23 Sonia dinina 10 juz

24 Rika fauziya 5 juz

25 Atikah batubara 5 juz

26 Siti khairiyah 10 juz

27 Amrina rosyada 5 juz

28 Nazli arfa nasution 5 juz

29 Nita qonitatun 10 juz

30 Ainun zakiyah 5 juz

31 Bunga fauziyah 5 juz

32 Nada fathonah 5 juz

33 Selvy yuspitasari 5 juz

34 Anisa fauziyah 5 juz

35 Diaz kamula 5 juz

36 Emah rofiqoh 5 juz

37 Alaina fadhilah 10 juz

38 Fauziyah hajani 5 juz

39 Ikha muslikha 5 juz

40 Istiana tafmiroh 5 juz

41 Lubna 10 juz

42 Rifah karlos 5 juz

43 Siti luthfiah 5 juz

44 Elis maelana 5 juz

45 Nailul muna 5 juz

46 Ade nur azizah 5 juz

47 Nurul izzah 5 juz

48 Azizah 10 juz

49 Hayati nufus

5 juz

Page 153: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT

127

50 Ismatul zahro 5 juz

51 Luthfi yanti 5 juz

52 Miskah 30 juz

53 Muslihatun najah 10 juz

54 Sofrotun 10 juz

55 Samro pulungan 5 juz

56 Ade rahmawati 10 juz

57 Eva naili 20 juz

58 Nur lailatul maudah 10 juz

59 Nailul hakiki 5 juz

60 riskanikmatrurahmah 5 juz

61 Siti zulfa hasanah 5 juz

62 Fauzia uswanas 5 juz

63 Hasna atikah 5 juz

64 Syukrotun nikmah 5 juz

65 Wike ulandari 5 juz

66 Masniatun fatimah 5 juz

67 Nur azizah 30 juz

68 Fikroh faizah 5 juz

69 Lisa elishabet 5 juz

70 Nur zakiytul awaliyah 5 juz

71 Sinta lestari 5 juz

72 Yunita gayatri 5 juz

Mengetahui,

Ketua LTQQ

Hj. Muthmainnah, MA

Page 154: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 155: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 156: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 157: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT
Page 158: EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35121... · 2017. 7. 13. · EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT