analisis determinan korupsi pemerintah daerah...

125
ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA (Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun 2008-2017) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh : Fikri Abdullah NIM: 1113084000056 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

ANALISIS DETERMINAN KORUPSI

PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

(Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun 2008-2017)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh :

Fikri Abdullah

NIM: 1113084000056

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2019

Page 2: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

ANALISIS DETERMINAN KORUPSI

PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

(Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun 2008-2017)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh :

Fikri Abdullah

NIM: 1113084000056

Di Bawah Bimbingan :

Zaenal Muttaqien, MPP

NIP : 19790503 201 101 1 006

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2019 M

Page 3: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini, Selasa Tanggal 6 Bulan juli Tahun Dua Ribu Tujuh Belas telah dilakukan

Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Fikri Abdullah

2. NIM : 1113084000056

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Analisis Determinan Korupsi Pemerintah Daerah Di

Indonesia (Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun

2008-2017)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa

mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk

melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 Juli 2017

1. Pheni Chalid, Ph.D (__________________________)

NIP. 19560505 200012 1 001 Panguji I

2. Rosita Melani Dewi, SE., M.Si (__________________________)

NIDN. 031058004 . Penguji II

Page 4: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fikri Abdullah

NIM : 1113084000056

Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli

atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas

karya ini.

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah

melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan ternyata memang

ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap

dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan penuh tanggung

jawab.

Jakarta, Desember 2019

Fikri Abdullah

NIM. 1113084000056

Page 5: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Senin, 27 Januari 2020 telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas mahasiswa:

1. Nama : Fikri Abdullah

2. NIM : 1113084000056

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Analisis Determinan Korupsi Pemerintah Daerah Di

Indonesia (Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun

2008-2017)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa

tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Januari 2020

1. Dr. M. Hartana I. Putra, M.Si (__________________)

NIP. 09680605 200801 1 023 Ketua

2. Arief Fitrijanto, M.Si (__________________)

NIP. 19711118 200501 1 003 Penguji Ahli

3. Zaenal Muttaqien, MPP (__________________)

NIP. 19790503 2011 1 006 Pembimbing

Page 6: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama lengkap : Fikri Abdullah

2. Tempat, tanggal lahir : Bogor, 24 Februari 1996

3. Alamat : Jl. H Mawi Desa Bojong Indah

Rt/Rw: 05/02 No.117 Kec. Parung

Kab. Bogor 16330

4. Telepon : 0817-0035-317

5. Email : [email protected]

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. MI Sirajul Falah Parung, Bogor : Tahun 2001 – 2007

2. MTsN Parung, Bogor : Tahun 2007 - 2010

3. SMA Negeri 1 Parung, Bogor : Tahun 2010 – 2013

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Tahun 2013 – 2019

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Pramuka Garuda Golongan Penegak, Pendidikan Kepramukaan.

Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Kabupaten Bogor tahun 2013.

2. Certified Hypnotist (Ch) dari AZZA Learning Training And

Development Center tahun 2013.

3. Diklat Ekonomi Islam oleh Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

4. Sekolah Alat Anaisis (SELATIS) Lingkar Studi Ekonomi Syariah

(LiSEnSi) dan Fatahillah Researchers for Science and Humanity

(FreSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016.

Page 7: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

vi

5. Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh

dan Ta’lim al-Qur’an (LTTQ) Masjid Fathullah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota Pramuka Siaga MI Siraju Falah tahun 2005-2006

2. Anggota Ekstra Kurikuler Basket SMPN 1 Ciseeng tahun 2007-2008

3. Wakil ketua Rohani Islam (ROHIS) SMA Negei 1 Parung tahun 2011-

2012

4. Krani / Sekretaris Putra Pramuka SMA Negeri 1 Parung 2011-2012.

5. Anggota MPK SMA Negeri 1 Parung tahun 2011-2012.

6. Anggota Dewan Kerja Ranting (DKR) Pramuka kecamatan Parung

tahun 2012-2015

7. Anggota Bidang Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Fakultas Ekonomi

Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014-2015

8. Kordinator Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Insani (PSDI) Lisensi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015-2016

9. Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis

(FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015-2016.

10. Anggota Pasar Modal Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015-2016

11. Ketua Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Di Desa Cikareo, Solear tahun 2016

12. Anggota Bidang Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2016-2017

13. Ketua Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) Desa Bojong Indah Kecamatan

Parung Kabupaten Bogor tahun 2016

14. Ketua Karang Taruna Desa Bojong Indah Kecamatan Parung Tahun

2017-2019

15. Wakil Sekretaris Pusat, Taruna Ade Yasin Kabupaten Bogor Tahun

2018

Page 8: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

vii

16. Sekretaris Tim Pemenangan Baraya Jokowi Amin (BARJAB)

Kabupaten Bogor Tahun 2019

17. Sekretaris Karang Taruna Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Tahun

2018-2023

18. Wakil ketua KNPI kecamatan parung kabupaten bogor tahun 2018-

2021

19. Sekretaris angkatan muda islam indonesia (AMII) kabupaten bogor

tahun 2019-2023

20. Wakil Bendahara Pengurus Karang Taruna Kabupaten Bogor Tahun

2019-2024

V. SEMINAR, PELATIHAN DAN WORKSHOP

1. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) Oleh SMA Negeri 1

Parung tahun 2011

2. Pelatihan Entrepreneurship/ Kewirausahaan Siswa Tingkat Jawa Barat

Oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun 2011

3. Pelatihan Kepemimpinan Bagi Siswa Tingkat Nasional Oleh

Kementrian Pemuda Dan Olahraga tahun 2012

4. Workshop “ Hidup Positif Bermakna Untuk Sesama Tanpa Narkoba”

Oleh Gerakan Nurani Nusantara (GANN) tahun 2012

5. Peserta Jamboree ON The Air (JOTA) Nasional Ke-71 Dan Jamboree

On The Internet (JOTI) Nasional Ke 29 Oleh Kwartir Nasional Gerakan

Pramuka tahun 2012

6. Peserta Raimuna Daerah XII Jawa Barat Oleh Gerakan Pramuka

Kwartir Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2012

7. Tapakan Pramuka Garuda Tingkat Penegak Oleh Kwartir Cabang

Kabupaten Bogor tahun 2013

8. Peserta Workshop “Integrity Goes To You” Oleh Himpunan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (HMJ

IESP) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2013

Page 9: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

viii

9. Peserta Rembuk Kebangsaan “Sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) Sebagai Sistem Keuangan Baru Melalui Kebudayaan” Oleh Visi

Ndonesia Inspiring Movement UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2013

10. Peserta Workshop Menulis “Be A Writer, Be A Creativepreneur” Oleh

Badan Eksekutif Manusia Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2013

11. Juara 1 Lomba Fotografi Antar Mahasiswa Se- UIN Jakarta Dalam

Acara PEKAN ORSENI IESP 2013 Oleh Himpunan Mahasiswa

Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (HMJ IESP) Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

12. Peserta Workshop Kajian Seni Al-Qur’an Oleh Himpunan Qori Dan

Qoriah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2013

13. Pelatihan Eksplorasi Potensi Diri Islami (EKSPRESI) Oleh Lembaga

Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013

14. Seminar Internasional Flexibility Of Hadith In Answering

Contemporary Issues Oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2013

15. Seminar Filantropi “One Action For Hummanity”Oleh Lembaga

Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013

16. Dialog Jurusan Dan Seminar Konsntrasi “Mengenal Lebih Dekat

Jurusan Sendiri” Oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi

Dan Studi Pembangunan (HMJ IESP) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

17. Seminar Nasional “Korupsi Mengoruppsi Indonesia” Oleh Program

Studi Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (PRODI IESP) Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

18. Seminar Internasional “Toward Asean Economic Community 2015;

Fair Governments Policies In Islamic Finance Sectors Among Asean

Page 10: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

ix

Countries”” Oleh Fakultas Ekonomi Dan Bisnis (FEB) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2014

19. Stadium General “Meningkatkan Potensi SDM Untuk Pertanian

Indonesia Dalam Menghadapi Pasar Bebas (AFTA 2015) Oleh Fakultas

Sains Dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

20. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa

Ekonomi Yang Berprestasi Dalam Bidang Akademik” Oleh Himpunan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (HMJ

IESP) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2014

21. Panitia Pelatihan Karya Tulis Ilmiah Oleh Himpunan Mahasiswa

Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan (HMJ IESP) Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

22. Seminar Nasional “Kepemimpinan Sebagai Pilar Utama Kemajuan

Pendidikan Indonesia” Oleh Program Studi Manajemen Pendidikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

23. Pemateri Pendidikan Agama Islam Dalam Bimbingan Tes Oleh Dewan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015

24. Seminar Kelembagaan Ekonomi Desa Oleh Direktorat Jendral

Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia tahun 2016

25. Seminar Pasar Modal Syariah (SPMS) 2016 Oleh Lingkar Studi

Ekonomi Syariah (Lisensi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016

26. Training Karang Taruna For Productivity & Anti Ekstremisme Oleh

Paramadina Institute Of Ethics And Civilization tahun 2017

27. Pelatihan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) Bagi Karang Taruna Se-

Kabupaten Bogor Oleh Dinas Sosial Kabupaten Bogor tahun 2018

28. Pelatihan Pembinaan Bela Negara Bagi Generasi Muda Tingkat

Kabupaten Bogor Oleh KESBANGPOL Kabupaten Bogor tahun 2018

Page 11: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

x

29. Workshop Pendirian Koperasi / BMT Oleh Dinas Koperasi Dan

UMKM Kabupaten Bogor tahun 2018

30. Peserta Kegiatan Pengembangan Sosial Melalui Penyuluhan

Kesejahteraan Sosial Perda No. 7 Tahun 2016 Oleh Dinas Sosial

Kabupaten Bogor tahun 2018

31. Peserta Dalam Pembinaan Rasa Solidaritas Dan Ikatan Sosial

Dimasyarakat Kabupaten Bogor Oleh KESBANGPOL Abupatn Bogor

tahun 2019.

Page 12: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xi

ABSTRACT

This study aims to explore the economic determinants of corruption in 11 cities of

Indonesia in 2008, 2010, 2015 and 2017. Variables argued to be determinants of

corruption in this study are economic growth, human development index,

independency ratio, operational ratio, capital ratio, internal control system,

compliance with provisions of laws, audit opinios. The analysis technique used is

Tobit regression using data panel. The results show capital ratio, internal control

system and audit opinios effect positifely and significant to corruption perception

index, meanwhile compliance with provisions of laws effect negatively to

corruption perception index. Economic growth, human development index,

independency ratio and operational ratio do not effect corruption perception

index.

Keywords : economic growth, human development index, independency ratio,

operational ratio, capital ratio, internal control system, compliance with

provisions of laws, audit opinios, corruption perception index, Tobit

Page 13: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mencari determinan korupsi pemerintah daerah

pada 12 kota di Indonesia periode tahun 2008, 2010, 2015 dan 2017. Variabel-

variabel yang diduga menjadi determinan korupsi dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia, rasio kemandirian daerah,

rasio belanja modal, rasio belanja operasi, sistem pengendalian intern, kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan dan opini BPK. Teknik analisis yang

digunakan adalah regersi Tobit menggunakan data panel. Hasil penelitian

menunjukan bahwa rasio belanja modal, sistem pengendalian intern dan opini

BPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks persepsi korupsi,

sedangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap indeks persepsi korupsi. Pertumbuhan ekonomi,

indeks pembangunan manusia, rasio kemandirian daerah dan rasio belanja operasi

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap indeks persepsi korupsi.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia, rasio

kemandirian daerah, rasio belanja modal, rasio belanja operasi, sistem

pengendalian intern, kepatuhan perundang-undangan, opini BPK, indeks

perspepsi korupsi, Tobit

Page 14: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xiii

KATA PENGANTAR

Puji beserta rasa syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

nikmat dan karunia-Nya yang diberikan, sehingga saya dapat mengerjakan

penulisan skripsi yang berjudul Analisis Determinan Korupsi Pemerintah

Daerah Di Indonesia (Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun 2008-

2017) hingga selesai. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah

curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,

hingga kepada umatnya hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk lulus

dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari, skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan dalam penyusunan skripsi inipun tentu tak lepas dari bantuan,

dukungan, dan doa berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Terimakasih untuk kedua orang tuaku, ibunda tercinta Jenab Siti Komala

atas doa yang senantiasa dipanjatkan, dukungan yang tak pernah padam

serta restu yang senantiasa diberikan dan teruntuk almarhum ayahanda

tercinta (alm) Drs. Moh Jaenudin meskipun engkau telah tiada, namun

doa, dukungan dan semangat ini masih begitu membara kurasakan. Serta

keluarga besar Bapak H M. Djamil.

2. Teruntuk kedua adikku tercinta, Devi Ayu Rahmawati dan Ahmad Fakhri

Ali. Terimakasih atas dukungannya, mudah-mudahan Allah jadikan kita

anak yang saleh dan salehah serta menjadi kebanggaan keluarga, agama,

masyarakat dan negara.

3. Teruntuk keluarga besar Nenek Dedeh dan almarhum Engkong Junet,

serta keluarga besar almarhum Mbah Samuih dan almarhumah Nenek

manirah atas support, dukungan yang senantiasa menyemangati saya.

4. Prof. Dr. Amilin, M.Si.,Ak.,CA.,QIA.,BKP.,CRMP. Selaku Dekan

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 15: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xiv

5. Bapak Dr. Muhammad Hartana Iswandi Putra, M.Si Bapak Deni Pandu

Nugraha, M.Sc. Selaku ketua jurusan dan skeretaris jurusan Eknommi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Bapak Zaenal Muttaqien, MPP. Selaku dosen pembimbing terbaik yang

senantiasa membimbing saya dalam menyusun skripsi.

7. Ibunda Firi Amalia, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang

senantiasa meberikan nasehat dan bimbingan akademik.

8. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, atas ilmu

dan pendidikan yang telah diberikan, mudah-mudahan yang demikian itu

kelak menjadi amal soleh ilmu yang bermanfaat sehingga ganjarannya

senantiasa mengalir.

9. Seluruh senior, junior serta rekan-rekan seperjuangan jurusan Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Seluruh sahabat LISENSI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas

kebersamaannya dalam berjuang dalam dakwah Ekonomi Islam dan

sahabat LDK Komda FEB.

11. Ka Tyo yang tiada pernah bosan membantu dan membimbing saya hingga

skripsi ini bisa trselesaikan.

12. Kawan-kawan seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Desa Cikareo,

Solear tahun 2016.

13. Team Pusat Informasi BPK RI yang dengan sabar membantu dan

menyediakan data untuk penelitian saya.

14. Teruntuk rekan-rekan Komunitas Pengukir Senyum atas kebersamaan dan

supportnya.

15. Rekan-rekan majelis motivasi MRT, ustadz Anwar Ibrahim beserta

keluarga besar jamaah MRT sekalian.

16. Teruntuk rekan-rekan KTBI, FPMBI, Karang Taruna kecamatan Parung,

Karang Taruna Kabupaten Bogor.

Page 16: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xv

Serta atas bantuan dan dukungan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan

namun begitu berarti, saya ucapkan terimakasih atas doa dan semangat sehingga

saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kalian mungkin skripsi ini tidak pernah

selesai. Mudah-mudahan skripsi ini bisa bermanfaat dan menjadi bernilai ibadah

di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saya tentu menyadari sebagai manusia, tentu dalam penulisan skripsi ini masih

begitu banyak kekurangan oleh karena itu saya memohon maaf. saya berharap

adanya masukan-masukan dari berbagai pihak agar penelitian dalam skripsi ini

dapat terus berkembang dengan baik.

Jakarta, Desember 2019

Fikri Abdullah

NIM. 1113084000056

Page 17: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xvi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBNG ........................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v

ABSTRACT ........................................................................................................ xi

ABSTRAK ....................................................................................................... xii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR ISI xvi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xxi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13

A. Landasan Teori........................................................................................ 13

1. Korupsi ............................................................................................. 13

a. Pengertian Korupsi ................................................................... 13

b. Penyebab Korupsi ..................................................................... 14

c. Persepsi Korupsi Di Kota/Kabupaten Di Indonesia ................. 17

d. Mengukur Tingkat Korupsi ...................................................... 19

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ........................................................... 20

3. Indeks Pembangunan Manusia ........................................................ 23

a. Teori Indeks Pembangunan Manusia ........................................ 23

b. Komponen Pembangunan Manusia .......................................... 26

c. Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ............................. 28

4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ............................................ 28

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ...................................... 28

b. Rasio Belanja Opersional.......................................................... 29

c. Rasio Belanja Modal ................................................................. 31

Page 18: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xvii

5. Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah ........................................ 32

a. Sistem Pengendalian Internal.................................................... 32

b. Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan............. 36

c. Opini Badan Pemeriksa Keuangan ........................................... 38

B. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 40

C. Keterkaitan Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis ..................... 44

1. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 44

2. Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dengan Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 45

3. Hubungan antara Rasio Kemandirian Daerah dengan Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 46

4. Hubungan antara Rasio Belanja Operasi dengan Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 47

5. Hubungan antara Rasio Belanja Modal dengan Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 47

6. Hubungan antara Sistem Pengendalian Internal dengan Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 48

7. Hubungan antara Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan

Perundang-undangan dengan Indeks Persepsi Korupsi ................... 49

8. Hubungan antara Opini Audit dengan Indeks Persepsi Korupsi ..... 51

D. Kerangka Pemikiran Penelitian............................................................... 54

E. Hipotesis Penelitian ................................................................................ 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 58

A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 58

B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 58

C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 58

D. Metode Analisis Data .............................................................................. 59

1. Uji Normalitas .................................................................................. 59

2. Uji Regresi ....................................................................................... 59

3. Uji Parsial ........................................................................................ 61

4. Uji Simultan (Uji Signifikansi Model) ............................................ 61

E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................. 62

1. Variabel Independen ........................................................................ 62

2. Variabel Dependen .......................................................................... 66

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 69

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 69

Page 19: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xviii

1. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2008,

2011, 2015 dan 2017 ........................................................................ 69

2. Data Korupsi Kabupaten Kota ......................................................... 71

3. Statistik Deskriptif ........................................................................... 71

B. Hasil Analisis Data Penelitian ................................................................ 74

1. Uji Normalitas Data ......................................................................... 74

2. Hasil Estimasi Regresi Tobit ........................................................... 75

a. Pengujian Model ....................................................................... 75

b. Uji Parsial (Uji Wald) ............................................................... 79

c. Uji Signifikansi (Likelihood Ratio) .......................................... 81

C. Pembahasan ........................................................................................... 82

1. Pengaruh Variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 82

2. Pengaruh Variabel Indeks Pembangunan Manusia terhadap Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 83

3. Pengaruh Variabel Rasio Kemandirian Daerah terhadap Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 84

4. Pengaruh Variabel Rasio Belanja Operasional terhadap Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 84

5. Pengaruh Variabel Radio Belanja Modal terhadap Indeks Persepsi

Korupsi ............................................................................................. 85

6. Pengaruh Variabel Sistem Pengendalian Internal terhadap Indeks

Persepsi Korupsi .............................................................................. 86

7. Pengaruh Variabel Kepatuhan terhadap Perundang-undangan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi .................................................... 86

8. Pengaruh Variabel Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap

Indeks Persepsi Korupsi ................................................................... 87

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 89

A. Kesimpulan ........................................................................................... 89

B. Implikasi ........................................................................................... 89

C. Saran ........................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93

LAMPIRAN ....................................................................................................... 97

Page 20: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun

2011 – 2018 ..................................................................................... 2

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 39

Tabel 3.1 Kriteria Rasio Kemandirian ................................................................ 60

Tabel 4.1 Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria ........................................... 66

Tabel 4.2 Nilai Indeks Persepsi Korupsi 11 Kabupaten/Kota tahun 2008, 2010,

2015 dan 2017 ............................................................................... 67

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif .............................................................................. 68

Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi Model Tobit .................................................... 71

Tabel 4.5 Uji Parsial (Uji Wald) ......................................................................... 75

Tabel 4.6 Uji Signifikansi (Likelihood Ratio) .................................................... 77

Page 21: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kasus Korupsi Propinsi dan Kabupaten/Kota Tahun

2004 – 2018 ..................................................................................... 3

Gambar 2.1 Kerangka Penelitan ........................................................................ 54

Gambar 4.1 Histogram Data .............................................................................. 75

Page 22: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Sampel .............................................................................. 97

Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Tobit.............................................................. 98

Page 23: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang

mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktural sosial, sikap-sikap

masyarakat institusi nasional yang terus mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentas kemiskinan

atau perubahan total suatu masyarakat/penyesuaian sistem sosial secara

keseluruhan menuju lebih baik (Todaro, 2004). Namun tidak selamanya

proses pembangunan menuju hal yang lebih baik tanpa hambatan.

Disamping adanya upaya perbaikan tersebut, terdapat beberapa masalah

yang kemudian dapat menghambat atau menghentikan proses pembangunan

tersebut, diantaranya adalah masalah korupsi.

Korupsi dalam artian luas memiliki pengertian penyalahgunaan

kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi yang merugikan publik dengan

cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlangsung

(Wijayanto, 2009). Indonesia merupakan salah satu di antara negara-negara

di dunia yang tidak luput dari masalah korupsi, bahkan dapat dikatakan

bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di dunia.

Berdasarkan hasil survei dengan menggunakan Indeks Persepsi Korupsi

yang dilakukan oleh Transparancy International dari tahun 2012 hingga

2016, seperti terlihat pada Tabel 1.1. Berdasarkan hasil survei yang

dilakukan oleh Transparancy International, bahwa pada tahun 2012

Indonesia berada pada peringkat 118 dari 176 negara yang disurvei dengan

Corruption Perception Indeks (CPI) bernilai 3,2. Pada tahun berikutnya

yakni 2013, bahkan tidak ada peningkatan sama sekali. Dan kemudian di

tahun 2014 –2016 kenaikan hanya berkisar diantara 0,1 – 0,2 poin pertahun

namun tidak terlalu signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah

korupsi di Indonesia belum teratasi dengan serius dan maksimal.

Page 24: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

2

Tabel 1.1

Peringkat dan Nilai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun

2011 – 2018

Tahun Indeks Persepsi

Korupsi Peringkat

Total

Negara

2011 3.0 100 183

2012 3,2 118 176

2013 3,2 114 177

2014 3,4 107 175

2015 3,6 88 168

2016 3,7 90 180

2017 3.7 96 180

2018 3.8 89 180

Sumber : Transparancy International, 2017

Fenomena korupsi yang banyak terjadi di Indonesia dalam era

reformasi ini menyebabkan semakin kecilnya kepercayaan masyarakat akan

kinerja pemerintah. Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap

pembangunan di tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Dalam dunia

politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik

(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Fenomena

korupsi di daerah yang semakin terbuka, terjadi karena terdapat perbedaan

atau tidak konsisten peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan

daerah. Money politics merupakan salah satu bentuk terjadinya korupsi,

kolusi, dan Nepotisme (KKN) di daerah. Otonomi daerah pada dasarnya

diberikan kepada daerah agar pemerintah daerah dapat meningkatkan

efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pemerintah daerah untuk tercapainya

good governance (Mardiasmo, 2009). Namun menurut Rinaldi, Purnomo,

dan Damayanti (2007) dalam Heriningsih (2013) sejak diberlakukannya

otonomi otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

pemerintah daerah di tahun 2001 telah terjadi kecenderungan korupsi di

pemerintah daerah yang meningkat.

Page 25: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

3

Gambar 1.1

Kasus Korupsi Propinsi dan Kabupaten/Kota

Tahun 2004 – 2018

Sumber: KPK, 2018

Berdasarkan Gambar 1.1 yang menunjukan jumlah korupsi di tingkat

propinsi dan kabupaten/kota memperlihatkan kenaikan jumlah kasus korupsi

yang semakin meningkat sejak diberlakukannya undang-undang tentang

otonomi daerah.

Lahirnya UU No.22 tahun 1999 yang kemudian digantikan dengan UU

No.34 tahun 2004 merupakan salah satu titik tolak yang memaksa

pemerintah pusat yang ada di Jakarta untuk membagi kekuasaan dan sumber

daya kepada daerah. Kekuasaan, kewenangan dan aset ekonomi yang

didominasi secara sentral dari Jakarta, kini terdistribusi ke daerah-daerah.

transisi desentralisasi ternyata tidak sepenuhnya memberi kegembiraan dan

euforia masyarakat. Semua orang berharap bahwa desentralisasi akan

mendorong tumbuhnya demokrasi lokal yang lebih baik, mendekatkan dan

memperbaiki kualitas layanan publik, memperbaiki kinerja birokrasi,

memberdayakan masyarakat, memberantas korupsi dan lain-lain. Akan

tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Demokratisasi dan otonomi daerah

menyuguhkan kebangkitan raja-raja kecil di daerah, memindahkan korupsi

1 1

13 10

23

9 8 10

23 22 30 28

34

68

143

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

JUM

LAH

KA

SUS

TAHUN

Page 26: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

4

dari Jakarta ke daerah, konflik kewenangan dan sumberdaya,

pelipatgandaan pajak dan retribusi daeah (Gunawan., et all, 2005).

Isu mengenai korupsi menjadi salah satu topik hangat bagi para ekonom

untuk menganalisis fenomena korupsi dilihat dari disiplin ilmu ekonomi.

Para ekonom berfokus pada masalah korupsi yang lebih luas dan masuk akal

dari sudut pandang ekonomi. Mereka mencoba mencari tahu tingkatan

korupsi di beberapa negara dan faktor penyebab korupsi (Shabbir dan

Anwar, 2007). Adaman, Çarkoglu dan Senalatar (2001) dalam Yilmaz dan

Akiv (2011) mengatakan bahwa terdapat paparan multidimensional yang

dapat menggambarkan penyebab ekonomi dari korupsi. Pertama,

pembangunan atau pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebagai faktor dasar

yang dapat menyebabkan korupsi. Kedua, selain faktor dasar tersebut,

terdapat beberapa faktor ekonomi lainnya yang menyebabkan korupsi.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa regulasi pemerintah, peran

pemerintah dalam mengatur perekonomian, pembangunan manusia,

akuntabilitas, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, inflasi merupakan

faktor-faktor ekonomi yang berpotensi menyebabkan korupsi.

Salah satu indikator yang sering dipakai untuk melihat secara umum

gambaran kemampuan suatu daerah dalam menyuplai berbagai kebutuhan

ekonomi masyarakat adalah tersedianya angka pertumbuhan ekonomi.

Keterkaitan turun naiknya angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada

satu periode secara kasar menggambarkan presentase dan suksesnya suatu

daerah dalam mengendalikan dan membina kegiatan ekonomi (Safi’i, 2008).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel yang sering diikutkan

dalam menganalisis determinan ekonomi korupsi. Hal ini diasumsikan

bahwa semakin tumbuh perekonomian sebuah negara, maka kecenderungan

untuk melakukan praktek korupsi akan menurun. Pada penelitian empiris

seperti yang dilakukan oleh Herningsih dan Marita (2013), variabel

pertumbuhan ekonomi secara statistik signifikan mempengaruhi korupsi.

Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi membuka jalan bagi

pemerintah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang

Page 27: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

5

berorientasi pada kepentingan publik. Jika pengelolaan keuangan daerah

dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, transparansi, akuntabilitas dan

berkeadilan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sehingga

keuangan daerah merupakan salah satu unsur yang penting dalam

menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Untuk

pengelolaan keuangan daerah dibutuhkan sumber daya ekonomi berupa

keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah

(Dwijayanti dan Rusherlistyanti, 2013).

Kasus-kasus korupsi yang terjadi sekarang memberikan pandangan

tentang kurangnya peran akuntabilitas LKDP dan kinerja keuangan

pemerintah daerah yang membawa akibat serius bagi bangsa dan negara.

Beberapa kepala daerah yang melakukan kasus korupsi dan sudah divonis

pengadilan diantaranya adalah Zumi Zola Gubernur Jambi sebagai

tersangka dalam kasus gratifikasi infrastrukstur di pemerintahan provinsi

Jambi 2018. Gatot Pudjo Nugroho mantan Gubernur Sumatra Utara sebagai

tersangka dalam kasus suap terkait persetujuan laporan pertanggung

jawaban pemerintah Provinsi Sumatra Utara tahun anggar 20112-2014.

Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan

keuangan pemda maka laporan keuangan perlu diaudit oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun bentuk auditnya adalah audit

keuangan. Pasal 15 ayat (1) UU nomor 15 tahun 2004 menyatakan

pemeriksa (BPK) menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) setelah

pemeriksaan selesai dilakukan. Hasil pemeriksaan keuangan disajikan

dalam tiga kategori yaitu opini, sistem pengendalian internal, dan kepatuhan

terhadap ketentuan perundang-undangan.

LKPD menggambarkan tingkat akuntabilitas keuangan pemerintah

daerah yang menjadi kebutuhan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah,

sehingga untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah

daerah sangat penting untuk selalu dilakukan audit atas LKPD oleh pihak

independent (BPK RI). Laporan hasil audit oleh BPK RI dapat berupa opini

Page 28: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

6

auditor, kelemahan pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap

perundang-undangan.

Terdapat empat jenis pendapat auditor (BPK). Apabila opini auditor

unqualified opinion maka menunjukkan akuntabilitas suatu pemeritah

daerah semakin bagus dan diharapkan akan mengurangi terjadinya korupsi.

Sedangkan jika opini qualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer

opinion, maka masih ada kemungkinan terjadi salah saji yang material

sehingga dapat juga mengindikasikan bisa terjadi korupsi (Heriningsih,

2013).

Selain menerbitkan laporan hasil pemeriksaan keuangan atas laporan

keuangan pemerintah daerah yang berupa opini, BPK juga menerbitkan

laporan hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) pada setiap

entitas yang diperiksa. Laporan ini memaparkan tingkat kelemahan

pengendalian intern yang terjadi pada suatu entitas (pemerintah daerah).

Hasil evaluasi SPI oleh BPK menunjukkan kasus-kasus kelemahan

sistem pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai kelemahan

sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem

pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta

kelemahan struktur pengendalian intern. Semakin banyak kelemahan sistem

pengendalian intern yang terjadi pada suatu pemerintah daerah berarti

menunjukkan tingkat akuntabilitasnya semakin rendah dan akan

meningkatkan peluang terjadinya korupsi (BPK, 2012).

Komponen terakhir yang diungkapkan BPK dalam rangka menilai

akuntabilitas LKPD adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan. Pemeriksaan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

dilaksanakan guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh

ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.

Hasil pemeriksaan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atas

laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan

perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi

Page 29: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

7

kerugian daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi,

ketidakekonomisan, dan ketidakefektifan.

Hasil penelitian Setiawan (2012) menunjukkan bahwa akuntabilitas

laporan keuangan pemerintah daerah (opini audit, kelemahan sistem

pengendalian intern, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan) tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi

pemerintah daerah di Indonesia. Berdasarkan pada penelitian Effendy

(2013) menunjukan bahwa Opini BPK atau hasil audit BPK tidak dapat

dipastikan dapat menjamin baik dan buruknya pengelolaan keuangan,

karena harus dapat diyakini pemeriksaan kewajaran dalam pemeriksaan

yang bebas dan mandiri. Namun penelitian ini tidak dikaitkan dengan

korupsi. berdasarkan pada penelitian Heriningsih dan Marita (2013)

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh opini audit pemda yang

diberikan BPK terhadap tingkat korupsi di pulau Jawa. Berdasarkan pada

penelitian Sarah (2014) terdapat kaitan antara opini yang diberikan oleh

BPK RI dengan korupsi. Berdasarkan pada penelitian Herininingsih (2014)

menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas pemerintah daerah tidak

berpengaruh terhadap tingkat korupsi di Indonesia.

Penilaian kinerja suatu pemerintah daerah tidak hanya bisa dilihat dari

hasil audit BPK, namun bisa juga di nilai dari kinerja keuangannya dengan

berdasarkan rasio keuangan pada APBD. Dengan menggunakan rasio

keuangan APBD dapat terlihat tingkat kemandirian, tingkat aktivitas, dan

tingkat pertumbuhan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, serta

kemampuan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan

keberhasilan dari periode ke periode berikutnya (Heriningsih, 2013).

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh

pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang

direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila

pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya

sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang

Page 30: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

8

direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya

buruk. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan

indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan

untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis

sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan

potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut (Nugroho, 2012).

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio

keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya

(Halim, 2007). Analisis rasio dilakukan dengan membandingkan hasil yang

dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya

sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi.

Dalam penelitian ini Rasio yang digunakan untuk melihat kinerja

keuangan di pemerintah daerah yaitu rasio kemandirian, rasio aktivitas, dan

rasio pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian Susantih dan Saftiana

(2009) tidak ada perbedaan signifikan kinerja keuangan daerah pemda pada

lima propinsi se-Sumatera Selatan (Sumsel, Lampung, Jambi, Bangka

belitung, dan Bengkulu). Hal ini menunjukkan bahwa ke-lima propinsi se-

Sumatera bagian Selatan mempunyai kebijakan keuangan yang hampir

serupa antar satu dengan yang lain. Berdasarkan hasil penelitian Agustina

(2013) dari analisis rasio keuangan daerah dapat disimpulkan bahwa secara

umum kinerja pengelolaan keuangan daerah dan tingkat kemandirian daerah

kota Malang yang terus membaik. Namun penelitian ini tidak mengaitkan

dengan korupsi dan hanya terbatas pada lingkup kota Malang. Berdasarkan

pada penelitian Heriningsih dan Marita (2013) bahwa kinerja keuangan

(rasio kemandirian, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan) tidak

berpengaruh terhadap tingkat korupsi di Pulau Jawa. Namun penelitian ini

hanya terbatas pada ruang lingkup pulau Jawa. Oleh karena itu, penulis

melakukan penelitian pada ruang lingkup yang lebih luas yaitu

kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan pada penelitian Heriningsih

(2014) bahwa akuntabilitas LKPD (opini audit, Kelemahan SPI, dan

Page 31: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

9

kepatuhan terhadap peraturan UU) tidak mempengaruhi tingkat korupsi

pada kabupaten dan kota di Indonesia.

Apabila di kaitkan dengan tingkat korupsi yang mungkin terjadi di

pemerintah daerah bila rasio kemandirian suatu daerah bagus/tinggi maka

semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan restribusi

daerah yang akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat

semakin meningkat, dengan demikian seharusnya tidak terjadi korupsi.

Demikian juga dengan rasio aktivitas maupun rasio pertumbuhan, jika rasio

aktivitas maupun rasio pertumbuhan bagus maka terjadi peningkatan

sumber-sumber pendapatan di daerah yang tentu saja kesejahteraan

masyarakat semakin meningkat, dan seharusnya tidak terjadi korupsi.

Semakin baik terciptanya transparansi dan akuntabilitas diyakini dapat

mengurangi praktek korupsi di pemerintah daerah. Semakin baik

akuntabilitas keuangan pemerintah, maka korupsi yang terjadi di daerah

harapannya semakin berkurang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian

Setiawan (2012) yang menunjukkan bahwa akuntabilitas laporan keuangan

pemerintah (opini audit, kelemahan Sistem pengendalian intern, dan ketidak

patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan) tidak

berpengaruh terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia. Dan

hasil penelitian Heriningsih (2013) yang menunjukan bahwa opini audit dan

kinerja keuangan yang tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi di

provinsi.

Berdasarkan hal tersebut, mulai banyak diantara para akademisi yang

mencoba untuk meneliti tentang korupsi, bagaimana terjadinya serta faktor

apa saja yang menentukan kecenderungan aparatur negara baik di tingkat

nasional maupun daerah melakukan korupsi. Dalam tulisan ini, penulis

mencoba untuk meneliti tentang “Analisis Determinan Korupsi Pemerintah

Daerah di Indonesia (Studi Kasus Pada 11 Kota Di Indonesia Tahun

2008-2017)”.

Page 32: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada pendahuluan, penelitian ini akan

mengidentifikasi variabel-variabel desentralisasi fiskal, ekonomi makro, dan

sosio-ekonomi yang diduga menjadi determinan korupsi pemerintah daerah

di Indonesia. Penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana Pertumbuhan Ekonomi daerah berpengaruh terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah?

2. Bagaimana Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah?

3. Bagaimana Rasio Kemandirian Daerah berpengaruh terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah?

4. Bagaimana Rasio Belanja Operasi berpengaruh terhadap tingkat korupsi

pemerintah daerah?

5. Bagaimana Rasio Belanja Modal berpengaruh terhadap tingkat korupsi

pemerintah daerah?

6. Bagaimana Sistem Pengendalian Intern berpengaruh terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah?

7. Bagaimana Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan

berpengaruh terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah?

8. Bagaimana Opini Badan Pemeriksa Keuangan berpengaruh terhadap

tingkat korupsi pemerintah daerah?

9. Bagaimana Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Rasio

Kemandirian Daerah, Rasio Belanja Operasi, Rasio Belanja Modal, Sistem

Pengendalian Intern, Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan

dan Opini Badan pemeriksa Keuangan bersama-sama berpengaruh

terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 33: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

11

1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap indeks

persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap

indeks persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh rasio kemandirian daerah terhadap indeks

persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh rasio belanja operasi terhadap indeks

persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

5. Untuk mengetahui pengaruh rasio belanja modal terhadap indeks

persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

6. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal terhadap

indeks persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

7. Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan terhadap indeks persepsi korupsi pemerintah daerah di

Indonesia.

8. Untuk mengetahui pengaruh opini audit Badan Pemeriksa Keuangan

terhadap indeks persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

9. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks pembanguan

manusia, rasio kemandirian, rasio belanja oprasi, rasio belanja modal,

sistem pengendalian internal, kepatuhan terhadap paraturan perundang-

undangan dan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap indeks

persepsi korupsi pemerintah daerah di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Organisasi Sektor Publik

Manfaat penelitian ini untuk organisasi sektor publik adalah memberikan

sumbangan referensi bagi pemerintah pusat dan daerah dalam

pengambilan kebijakan mengenai akuntabilitas laporan keuangan dalam

menentukan pedoman penyelenggaraan pemerintah terutama dalam

kaitan dengan akuntabilitas laporan keuangan dalam usaha mengurangi

Page 34: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

12

praktek korupsi yang banyak terjadi di organisasi sektor publik di

Indonesia

2. Bagi Pemerintah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujuan oleh pemerintah

dalam meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi atau dalam rangka

mengeliminir korupsi di Indoensia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya pada penelitian sejenis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan agar hasil

penelitian selanjutnya menjadi lebih baik.

b. Manfaat penelitian ini bagi akademisi adalah memberi sumbangan

referensi bagi pengembangan ilmu akuntansi sektor publik dalam

peran mengurangi korupsi yang terjadi pada organisasi sektor publik

di Indonesia dan memberi masukan bagi kegiatan yang lain di bidang

akuntansi sektor publik terutama mengenai pentingnya akuntabilitas

bagi organisasi sektor publik

Page 35: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Pengertian yang dikeluarkan Transparency International

Indonesia (TI Indonesia, 2006) mendefinisikan korupsi sebagai

penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi. Definisi ini

semakna dengan yang disampaikan Hustead (2002) yang

mengartikan korupsi sebagai misuse of public power for private

benefit. Senturia (1993) dalam Bahrin (2004) menyebutkan korupsi

adalah penyalahgunaan kekuasaan, kepercayaan untuk keuntungan

pribadi. Kartini Kartono (2002) memberi pengertian yang hampir

sama dengan Senturia, bahwa korupsi adalah tingkah laku individu

yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk

keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.

Gerald E Caiden (1998) dalam Bahrin (2004) memaparkan

secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara antara lain

adalah: (1) berkhianat, transaksi luar negeri ilegal dan

penyelundupan, (2) menggelapkan barang milik lembaga, negara,

swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri, (3)

menggunakan uang negara/lembaga yang tidak tepat, memalsukan

dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke

rekening pribadi, menggelapkan pajak dan menyalagunakan dana,

(4) menyalahgunakan wewenang, menipu, mengecoh, mencurangi,

memperdaya dan memeras, (5) penyuapan dan penyogokan,

mengutip pungutan dan meminta komisi, (6) menjual tanpa izin

jabatan pemerintah, barang milik pemerintah/negara, dan surat izin

Page 36: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

14

pemerintah, (7) manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan,

kontrak dan pinjaman uang, (8) menghindari pajak, meraih laba

berlebih-lebihan, (9) menerima hadiah, uang pelicin dan hiburan dan

perjalanan yang tidak pada tempatnya (10) menyalagunakan stempel

dan kertas surat kantor, rumah jabatan dan hak istimewa jabatan.

Transparency International Indonesia (TII) secara operasional

dalam penelitiannya tentang Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia,

mendefinisikan korupsi sebagai: (1) suap, yaitu tindakan membayar

uang secara ilegal untuk mendapatkan keuntungan atau mempercepat

proses birokrasi, (2) Penggelapan dalam jabatan, yaitu penggunaan

fasilitas milik pemerintah maupun uang negara untuk kepentingan

pribadi, (3) pemerasan, yaitu tindakan meminta uang kepada klien

oleh pejabat publik dalam menjalankan tugas pelayanan, (4)

benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa, yaitu

keterlibatan langsung maupun tidak langsung pejabat publik dalam

proses pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan mendapatkan

keuntungan bagi dirinya sendiri atau kelompok (TII, 2008).

Menurut perspektif hukum definisi korupsi dijelaskan di dalam

UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan

UU tersebut, ada 30 jenis tindakan yang dikategorikan sebagai

tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi itu dapat

dikelompokkan menjadi 7 kategori yaitu: (1) kerugian keuangan

negara, (2) suap-menyuap, (3) penggelapan dalam jabatan, (4)

pemerasan, (5) perbuatan curang, (6) benturan kepentingan dalam

pengadaan, dan (7) gratifikasi (KPK, 2006). Dari berbagai definisi

korupsi yang dipaparkan diatas terdapat sebuah benang merah, yaitu

pada dasarnya korupsi adalah adanya penyalahgunaan kepentingan

publik untuk kepentingan pribadi.

b. Penyebab Korupsi

Terjadinya korupsi menurut para ahli terjadi karena beberapa

faktor yang tidak bersifat tunggal. Lutfhi (2002) menyebutkan

Page 37: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

15

faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah: (1) motif, baik

motif ekonomi maupun motif politik, (2) peluang, dan (3) lemahnya

pengawasan. Erika Revida (2003) menyebutkan penyebab korupsi

meliputi, (1) gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan

perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya, (2)

warisan pemerintahan kolonial, (3) sikap mental pegawai yang ingin

cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran

bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang

dilakukan oleh pejabat pemerintah.

Menurut Tanzi dalam Teguh Kurniawan (2009) terdapat faktor

langsung dan tidak langsung yang menyebabkan korupsi. Faktor

penyebab langsung dari korupsi ada enam yaitu: (1) pengaturan dan

otorisasi, (2) perpajakan, (3) kebijakan pengeluaran/anggaran, (4)

penyediaan barang dan jasa dibawah harga pasar, (5) kebijakan

diskresi lainnya dan (6) pembiayaan partai politik. Adapun penyebab

tidak langsung dari korupsi ada enam yaitu: (1) kualitas birokrasi, (2)

besaran gaji di sektor publik, (3) sistem hukuman, (4) pengawasan

institusi, (5) transparansi aturan, hukum, dan proses, (6) teladan dari

pemimpin.

Pengaturan dan otorisasi dapat menyebabkan korupsi ketika

seorang pejabat memiliki kewenangan monopoli untuk melakukan

pengaturan dan otorisasi tanpa diimbangi ketersediaan transparansi,

kejelasan prosedur dan upaya administratif. Perpajakan

menyebabkan korupsi ketika tidak didasarkan atas aturan yang jelas

dan masih memungkinkan kontak langsung antara petugas pajak dan

pembayar pajak. Kebijakan pengeluaran/anggaran dapat

menyebabkan korupsi ketika terjadi ketiadaan transparansi dan

pengawasan institusi yang efektif dalam pembuatan kebijakan

mengenai proyek investasi, pengeluaran untuk pengadaan, serta

penetapan anggaran tambahan (extrabudgetary accounts).

Page 38: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

16

Penyediaan barang dan jasa dibawah harga pasar akan dapat

menyebabkan korupsi ketika permintaan akan barang dan jasa

tersebut lebih besar dari penawaran yang ada. Kebijakan diskresi

lainnya dapat menyebabkan korupsi ketika tidak diimbangi adanya

transparansi dan pengawasan institusi. Pembiayaan partai politik

dapat menyebabkan korupsi ketika tidak ada pengaturan yang jelas

mengenai pembiayaan partai politik oleh pemerintah. Kualitas

birokrasi dapat menyebabkan korupsi ketika sistem perekrutan

pegawai lebih didasarkan atas pertimbangan politik, patron dan

nepotisme serta ketiadaan aturan yang memadai mengenai promosi

dan perekrutan pegawai. Besaran gaji di sektor publik dapat

menyebabkan korupsi ketika gaji pegawai negeri tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Sistem hukuman dapat

menyebabkan korupsi ketika tidak terjadi ketegasan dalam

menghukum orang yang melanggar aturan.

Pengawasan institusi dapat menyebabkan korupsi ketika tidak

terdapat sistem pengawasan internal yang memadai, efektif,

transparan, dan jelas. Transparansi aturan, hukum dan proses dapat

menyebabkan korupsi ketika di sebuah negara tidak memiliki

pengaturan yang memadai mengenai transparansi dalam aturan,

hukum dan proses penyelenggaraan pemerintah. Teladan dari

pemimpin dapat menyebabkan korupsi ketika pemimpin

pemerintahan melakukan tindakan korupsi dan menjadi contoh bagi

bawahannya. Nas, Price dan Weber dalam Teguh Kurniawan (2009)

menyebutkan faktor penyebab korupsi terkait dengan karakteristik

individual dan pengaruh struktural. Korupsi dilihat dari karakteristik

individual terjadi ketika seorang individu itu serakah atau tidak dapat

menahan godaan, lemah dan tidak memiliki etika sebagai seorang

pejabat publik. Sementara penyebab korupsi dari sisi struktural

disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) birokrasi atau organisasi yang

Page 39: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

17

gagal, (2) kualitas keterlibatan masyarakat, dan (3) keserasian sistem

hukum dengan permintaan masyarakat.

Menurut Shah (2007) terjadinya korupsi di sektor publik akan

sangat tergantung pada sejumlah faktor yaitu: (1) kualitas

manajemen sektor publik, (2) keadaan hubungan akuntabilitas antara

pemerintah dan masyarakat, (3) kerangka hukum, dan (4) tingkatan

dimana proses sektor publik dilengkapi dengan transparansi dan

diseminasi informasi. Sementara itu Klitgaard dalam Teguh

Kurniawan (2009) menyebutkan bahwa korupsi dikarenakan adanya

monopoli kekuasaan terhadap barang dan jasa ditambah dengan

adanya kekuasaan untuk melakukan diskresi mengenai siapa yang

akan atau berhak menerima barang atau jasa tersebut tetapi tanpa

diimbangi adanya akuntabilitas.

c. Persepsi Korupsi Di Kota/Kabupaten Di Indonesia

Korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang kehidupan.

Pertama karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi

menjadi lebih utama dibanding kepentingan umum, serta

kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang

melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada

transparansi dan tanggung gugat sistem integritas publik. Birokrasi

pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk

mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan

dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan

publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama (Pope, 2008).

Korupsi dilakukan dengan sangat rahasia karena ada

kepentingan bersama di antara para pelakunya. Tidak ada rumus

pasti untuk mengukur volume konspirasi korupsi. Namun, harus

dibuat ukuran yang disepakati untuk melihat luas jaring konspirasi

korupsi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan

melakukan survei. Survei dapat menimbulkan kepercayaan pada apa

Page 40: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

18

yang sepintas nampak sebagai pernyataan berlebihan dari responden

(Pope, 2008).

Dalam Survei Persepsi Korupsi (TI Indonesia, 2015) potensi

korupsi dapat terjadi akibat 5 hal, yaitu: prevalensi korupsi tinggi,

rendahnya akuntabilitas pendanaan publik, tingginya motivasi

korupsi, meluasnya sektor terdampak korupsi, dan efektivitas

program antikorupsi di daerah.

1) Prevelensi Korupsi adalah sebesar apa atau seberapa sering

tindak pidanakorupsi dalam bentuk suap-menyuap dan

penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi terjadi di

tingkat nasional atau lokal, dan/atau terjadi di kalangan pegawai

nasional atau lokal

2) Akuntabilitas Pendanaan Publik adalah mekanisme

pertanggungjawaban atas penggunaan dana-dana publik.

Seberapa jelas standard prosedur alokasi sumber daya publik,

seberapa lazim alokasi non-budgeter yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara terbuka, apakah ada mekanisme

rekrutmen pejabat publik yang tidak transparan, apakah ada

lembaga pengawas internal yang mengaudit keuangan

publik,dan apakah ada independensi pengadilan yang menindak

pejabat korup.

3) Motivasi Korupsi adalah dorongan seorang pejabat publik

melakukan praktik tindak pidana korupsi. Misalnya, apakah

praktik pemberian perlakuan istimewa terjadi, apakah praktik

korupsi untuk memberikan donasi politik berlebih, apakah

praktik korupsi menciptakan dana off budget untuk partai politik

terjadi, praktik korupsi untuk mengamankan proyek pemerintah

terjadi, praktik korupsi akibat jual beli pengaruh.

4) Sektor Terdampak Korupsi adalah penilaian terhadap

sektorpublik apa saja terjadi kasus korupsi. Sektor publik yang

dinilai meliputi sektor perizinan, pelayanan dasar, perpajakan,

Page 41: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

19

pengadaan, peradilan, kuota perdagangan, kepolisian,

perkreditan, bea cukai, lembaga pemeriksa, militer, eksekutif

dan legislatif

5) Efektivitas Program Antikorupsi adalah penilaian terhadap

seberapa tingkat keberhasilan upaya pencegahan dan penegakan

hukum terhadap pejabat korupsi terhadap penurunan resiko

korupsi

d. Mengukur Tingkat Korupsi

Tingkat korupsi yang terjadi di suatu daerah secara tepat sulit

diketahui. Hal ini terjadi karena sifat asal dari korupsi adalah

tindakan yang tersembunyi. Pada laporannya (2008) Transparency

International Indonesia (TII) menyampaikan bahwa : “The main

reason why it is extremely hard to measure corruption is because of

the nature of the phenomena itself, which is by default will never be

conducted openly, often concealed very effectively.”

Maka dari itu perlu sebuah metodologi penelitian yang dapat

mencerminkan tindak korupsi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Indonesia yang dikeluarkan oleh Transparency International

Indonesia (TII) didesain untuk menghasilkan informasi yang

berharga tentang fenomena korupsi di Indonesia, salah satunya di

pemerintah daerah, melalui responden yang tepat untuk dimintai

keterangan mengenai persepsinya terhadap korupsi (TI Indonesia,

2008).

TII mengumpulkan informasi dari 3841 responden di 50 kota di

seluruh Indonesia. Responden terbagi menjadi tiga kategori, yaitu

pelaku bisnis, tokoh masyarakat, dan pejabat publik (TI Indonesia,

2008). Untuk pelaku bisnis, sampel distratifikasi dari ukuran

perusahaan tempat bekerja dan dari sektor ekonomi yang digeluti.

Tokoh masyarakat yang diwawancara dalam survei IPK adalah

tokoh akademis, agama, pemimpin organisasi masyarakat atau

sejenisnya yang memiliki pengaruh cukup kuat untuk membentuk

Page 42: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

20

opini publik, lewat publikasi di media massa ataupun pengalaman

pengorganisasian masyarakat di kotanya. Untuk pejabat publik,

target survei adalah pegawai dari eselon IV ke atas.

Indeks pengukuran korupsi berguna bagi lembaga pemerintah

seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk dijadikan basis

penentuan prioritas pemberantasan korupsi. Sementara itu,

pemerintah daerah yang disurvei dapat menggunakan indeks ini

sebagai bahan evaluasi mereka dalam usaha pemberantasan korupsi

(TI Indonesia, 2008). Transparency Internasional Indonesia adalah

Lembaga Swadaya Masyarakat yang berpusat di Berlin, Jerman yang

bergerak di bidang pemberantasan korupsi di Dunia

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan indeks yang berupa

skala numerik yang mengukur tingkat korupsi dalam pemerintah

daerah. Rentang indeksnya adalah dari 0 sampai dengan 10 dimana 0

berarti sangat korup sedangkan 10 berarti sangat bersih. Indeks

Persepsi Korupsi didesain untuk menghasilkan informasi yang

berharga tentang fenomena korupsi di pemerintah daerah, melalui

responden yang tepat untuk dimintai keterangan mengenai

persepsinya terhadap korupsi (TI Indonesia, 2008).

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

PDRB merupakan merupakan indikator pertumbuhan ekonomi yaitu

suatu proses kenaikkan output nasional suatu periode tertentu terhadap

periode sebelumnya. Dalam perkembangannya terdapat banyak teori

mengenai pertumbuhan ekonomi, antara lain: teori pertumbuhan klasik,

teori pertumbuhan neoklasik, teori pertumbuhan endogen, dan teori

pertumbuhan Kuznet.

Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan awal abad 19-an,

yaitu di masa revolusi Industri, dimana suasana waktu itu merupakan

awal bagi adanya perkembangan ekonomi. Orang pertama yang

membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smith

(1723-1790). Dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of

Page 43: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

21

The Wealth of Nations (1776) ia mengemukakan tentang proses

pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Menurut

Smith terdapat dua aspek utama pertumbuhan ekonomi, yaitu

pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.

Menurut Adam Smith untuk berlangsungnya perkembangan

ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar

produktivitas tenaga kerja bertambah. Spesialisasi dalam proses produksi

akan dapat meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dapat mendorong

ditemukannya alat-alat atau mesinmesin baru dan akhirnya dapat

mempercepat dan meningkatkan produksi.

Menurut Smith, sekali pertumbuhan ini mulai maka ia akan bersifat

komulatif, artinya bila ada pasar yang cukup dan ada akumulasi kapital,

pembagian kerja akan terjadi dan ini akan menaikkan tingkat

produktivitas tenaga kerja. Kenaikan produktivitas ini akan menaikkan

penghasilan nasional dan selanjutnya juga memperbesar jumlah

penduduk. Penduduk tidak saja merupakan pasar karena pendapatannya

naik, tetapi pendapatan yang lebih besar itu juga akan merupakan sumber

tabungan. Jadi, spesialisasi yang yang semakin besar membutuhkan pasar

yang semakin luas dan dorongan untuk membuat alat-alatbaru makin

bertambah. Di lain pihak, naiknya produktivitas akan

mengakibatkantingkat upah naik dan ada akumulasi kapital. Tetapi

karena sumber daya alam terbatas adanya, maka keuntungan akan

menurun karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin

berkurang. Pada tingkat inilah perkembangan mengalami kemacetan atau

berhenti.

Jika Adam Smith dianggap sebagai pakar utama dan pelopor

pemikiran ekonomi mahzab klasik, maka Ricardo menjadi pemikir yang

paling menonjol diantara para pakar mahzab tersebut. Teori Ricardo

dikemukakan pertama kali dalam bukunya yang berjudul The Principles

of Political Economy and Taxation yang diterbitkan pada tahun 1917.

Garis besar proses pertumbuhan ekonomi dan kesimpulan-kesimpulan

Page 44: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

22

dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan teori Adam Smith yaitu mengacu

pada laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu

Ricardo juga menganggap bahwa jumlah faktor produksi tanah

(sumberdaya alam) tidak bias bertambah, sehingga akhirnya menjadi

faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat.

Teori Pertumbuhan ekonomi Neoklasik berkembang sejak tahun

1950-an. Model pertumbuhan neoklasik Solow merupakan pilar yang

sangat mewarnai teori pertumbuhan neoklasik sehingga Robert Solow

dianugerahi hadiah nobel bidang ekonomi pada tahun 1987. Menurut

teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada penambahan penyediaan

faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal)

dan kemajuan tingkat tekonologi. Berdasarkan penelitiannya, Solow

mengatakan bahwa peran dari kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan

ekonomi adalah sangat tinggi.

Model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala

hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja

dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika

keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow memakai

asumsi skala hasil tetap (constand return to scale). Kemajuan teknologi

ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu

sendiri oleh Solow maupun para teoresit lainnya diasumsikan bersifat

eksogen, atau selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Simon Kuznet menghitung dan menganalisis sejarah pertumbuhan

ekonomi pada negara maju dalam jangka panjang. Pertumbuhan

kapasitas produksi didasarkan pada perkembangan teknologi,

pembangunan institusi/kelembagaan, sikap dan ideologi. Kuznet

mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu Negara sebagai

“peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-

barang ekonomi bagi penduduknya; pertumbuhan kemampuan ini

Page 45: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

23

disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian

ideologi yang dibutuhkannya.”

3. Indeks Pembangunan Manusia

a. Teori Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB

dalam situasi nasional dan PDRB dalam situasi regional, hanya

mampu menggambarkan pembangunan ekonomi saja. Oleh sebab itu

dibutuhkan suatu parameter yang lebih menyeluruh, yang mampu

menggambarkan perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan

manusia tidak hanya sekedar pertumbuhan ekonomi. Pembangunan

ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan

pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka

panjang (Suryana, 2000).

Kemajuan bidang ekonomi adalah factor paling penting dalam

sebuah proses pembangunan namun unsur tersebut bukanlah satu-

satunya faktor yang dapat mendorong kemajuan sebuah

perekonomian. Tapi, pembangunan manusia juga harus menjadi

bagian penting dari adanya pembangunan yang biasanya hanya

dipandang dari segi finansial dan material semata. Oleh karena itu

suatu pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi-

dimensi yang melibatkan reorganisasi dan reorientasidari seluruh

sistem social dan ekonomi yang ada (Todaro M. P., 1994).

Menurut UNDP (United Nations Development Programme),

Untuk mengetahui tingkat indeks pembangunan suatu daerah dapat

dideskripsikan melalui beberapa faktor, yaitu umur panjang dan

sehat yang ditinjau dari segi kesehatan; angka melek huruf,

partisipasi sekolah, dan rata-rata lamanya bersekolah untuk

mengukur kinerja pembangunan apabila dilihat dari segi pendidikan;

dan kemampuan masyarakat untuk membeli sejumlah kebutuhan

pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ditinjau dari segi rata-

rata besarnya pengeluaran perkapita. Nilai indeks ini berkisar antara

Page 46: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

24

0 – 100. Pengertian IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang

dirilis oleh UNDP menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia

merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur

tingkat pembangunan manusia. Sejak tahun 1990 UNDP mulai

melakukan penelitian pada IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

atau HDI (Human Development Index) secara konsisten menerbitkan

seri tahunan dalam publikasi yang berjudul Human Development

Report, sebagai upaya untuk mengukur pencapaian pembangunan

manusia suatu Negara. Walaupun belum mampu mengukur semua

aspek dari pembangunan, namun cukup mampu mengukur aspek

pokok dari pembangunan manusia yang dinilai mampu

menggambarkan status kemampuan dasar penduduk.

Tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal penting

yang harus diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan,

kesinambungan dan pemberdayaan (UNDP, 1995). Empat hal pokok

tersebut memuat pijakan-pijakan yang dijelaskan secara singkat

sebagai berikut :

1) Produktivitas

Kemampuan masyarakat dalam meningkatkan produktifitas

dan berperan penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan

memenuhi kebutuhan hidup. sehingga pebangunan ekonomi

juga dapat digolongkan dalam bagian pembangunan manusia.

2) Pemerataan

Dalam hal mendapatkan kesempatan dan akses terhadap semua

sumber daya ekonomi dan social, penduduk memiliki

kesempatan yang sama dalam hal tersebut. Oleh karena itu

kegiatan yang dapat meminimalisir kesempatan untuk

mendapatkan akses tersebut harus diperhatikan, sehingga

mereka dapat memperoleh manfaat dan kesempatan yang ada

dan ikut berperan dalam kegiatann produktif yang dapat

meningkatkan kualitas hidup.

Page 47: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

25

3) Kesinambungan

Akses terhadap sumber daya ekonomi dan social harus

dipastiakan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga

disiapkan untuk generasi yang akan datang. Segala bentuk

sumber daya baik fisik, manusia maupun lingkungan harus

senantiasa diperbarui.

4) Pemberdayaan

Penduduk dalam hal keputusan dan proses yang akan

menentukan arah kehidupan mereka, penduduk harus turut

berpartisiasi dan berperan penuh. Begitu pula dalam hal

mengambil manfaat dari proses pembangunan penduduk juga

harus dilibatkan.

Konsep pembangunan manusia pada dasarnya merupakan

sebuah konsep yang menginginkan peningkatan kualits hidup

masyarakatnya baik secara fisik, mental maupun secara spiritual.

Ditegaskan bahwa pembangunan yang dilakukan selama ini

difokuskan kepada pembangunan sumber daya manusia yang sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi. Yang diharapkan bahwa

pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan kapasitas

dasar penduduk yang dapat turut berperan dalam pembangunan yang

berkelanjutan.

Indeks pembangunan manusia ditujukan untuk mengukur

dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar tersebut, maka

digunakanlah suatu indikator untuk mengetahui dampak sebagai

komponen dasar penghitungan, yaitu angka harapan hidup ketika

lahir pencapaian pendidiakam dapat diukur dengan angka melek

huruf dan rata-rata lama sekolah serta pengelaran konsumsi. Nilai

IPM suatu Negara maupun daerah menunjukkan sejauh mana suatu

Negara atau daerah mampu mencapai sasaran yang ditentukan yaitu

berupa angka harapan hidup 85 tahun., pendidikan dasar bagi seluruh

lapisan masyarakat tanpa kecuali, serta tingkat konsumsi dan

Page 48: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

26

pengeluaran yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin

dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat

jalan yang capaian yang harus dicapai untuk mencapai sasaran

tersebut.

Pembentukan modal manusia merupakan suatu tahapan untuk

mendapatkan dan meningkatkan kualitas orang-orang yang memiliki

keahlian, pendidikan, spesialisasi dan pengalaman yang menentukan

tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu Negara. Oleh

karenanya pembentukan modal manusia dikaitkan dengan investasi

pada manusia yang diharapkan dapat membentuk sumber daya

manusia yang produktif dan kreatif.

b. Komponen Pembangunan Manusia

Laporan pembangunan sumber daya manusia yang yang telah

dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development

Programme) dalam bentuk ukuran kuantitatif yang biasa disebut

HDI (Human Development Indeks). HDI digunakan sebagai tolak

ukur pembangunan sumber daya manusia yang yang dirumuskan

secara konstan, dianggap tidak akan pernah memberikan gambaran

pembangunan secara menyeluruh. Adapun indicator yang digunakan

untuk mengukur ukuran HDI adalah sebagai berikut (UNDP, Human

Development Report, 1993).

1) Indeks Harapan Hidup (longevity)

Indeks harapan hidup atau dsebut juga lamanya hidup diartikan

bahwa bertahan lebih lama dapat diukur dengan indeks harapan

hidup saat lahir (life expectancy of birth) dan angka kematian

bayi per seribu penduduk (infant mortality rate). Dengan

menyertakan informasi tentang angka kelahiran dan kematian

per tahunny, dimana variable tersebut diharapkan mampu

mempresentasikan rata-rata lama hidup beserta hidup sehat

masyarakat. Dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan informasi

orang yang meninggal pada periode waktu tertentu, maka

Page 49: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

27

digunakan metode tidak langsung untuk. Perhitungan secara

tidak langsung dilakukan berdasarkan dua data dasar yaitu rata-

rata jumlah lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup dari

wanita yang pernah kawin.untuk mendapatkan indeks harapan

hidup dengan mentapkan standar angka harapan hidup

berdasrkan nilai maksimum dan minimumnya.

2) Indeks Pendidikan

Untuk menghitung Indeks Pendidikn (IP) dalam perhitungan

IPM, mencakup dua parameter yaitu angka melek huruf (LIT)

dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan

adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bias membaca

dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Perlunya

batasan tersebut agar angkanya dapat mencerminkan kondisi

sebenarnya mengingat penduduk yang berumur dibawah 15

tahun masih dalam proses sekolah akan sekolah sehingga belum

pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Kedua parameter

tersebut disertakan agar mampu menggambarkan tingkat

pengetahuan (gambaran angka LIT), Dimana LIT merupakan

rasio penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam

suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan

gambaran angka MYS merupakan cerminan terhadap

keterampilan yang dimiliki penduduk.

Menurut Todaro (1999) pembangunan manusia terdapat tiga

nilai inti pembangunan universal yang dijadikan tujuan utama yaitu :

1) Kecukupan, maksudnya adalah kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat pada umumnya seperti

sandang, pangan dan papan, kesehatan dan keamanan. Apabila

salah satu kebutuhan tersebut belum terpenuhi maka maka akan

menyebabkan keterbelakangan obsolut.

2) Jati diri, yaitu apabila masyarakat mampu menjadi manusia

seutuhnya. Maksudnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri

Page 50: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

28

untuk maju, mapu menghargai diri sendiri, untuk merasa diri

pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan

seterusnya.

Kebebasan dari sikap menghamba, yaitu merupakan

kemampuan untuk memilih sebagai mana yang tercantum dalam

pembangunan manusia adalah kemerdekaan manusia. Kemerdekaan

dan kebebasan disini diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri

tegak dan mandiri sehingga sehingga tidak diperbudak oleh

pengejaran perspektif-perspektif materil dalam kehidupan.

Kebebasan disini juga diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-

ajaran yang dogmatis.

c. Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia

Terdapat tiga komposisi indicator yang digunakan dalam

mengukur besar indeks pembangunan manusia suatu Negara dalam

konsep Indek Pembangunan manusia yaitu :

1) Tingkat kesehatan diukur dengan melihat harapan hidup saat

lahir (tingkat kematian bayi).

2) Tingkat pendidikan diukur dengan angka melek huruf (dengan

bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot

sepertiga).

3) Standar kehidupan diukur dengan tingkat pengeluaran perkapita

per tahun.

4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan

pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah

membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang

diperlukan daerah (Muliana, 2009). Tingkat kemandirian keuangan

daerah antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada umumnya

ditunjukkan oleh variabelvariabel Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Page 51: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

29

terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), Rasio Bagi Hasil Pajak

dan Bukan Pajak untuk Daerah (BHPBP) terhadap TPD, dan Rasio

Sumbangan Bantuan Daerah (SBD) terhadap TPD. Untuk melihat

kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah

khususnya di bidang keuangan, diukur dari seberapa jauh

kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh PAD

dan Bagi Hasil Daerah (Mulyanto, 2007).

Dalam mengukur tingkat kemandirian daerah ini, Muliana

(2009) mengukurnya dengan membandingkan Pendapatan Asli

Daerah dengan Total Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh Daerah

dalam Laporan Realisasi APBD.

Tujuan kemandirian keuangan daerah mencerminkan suatu

bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya

dengan baik atau tidak. Menurut Widodo dalam Halim (2002) Rasio

kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap

sumber ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti

bahwa tingkat ketergantungan bantuan pihak ekstern (terutama

pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula

sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi

rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam

membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen

utama pendapatan asli daerah.

b. Rasio Belanja Opersional

Belanja Operasional yang kemudian dalam Permendagri Nomor

59 Tahun 2007 disebut sebagai belanja rutin, yang telah dibahas

pada rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR), dan belanja modal yang

kemudian diubah menjadi belanja pembangunan.

Belanja Operasi Pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-

hari pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek.

Kelompok belanja operasi terdiri atas belanja pegawai, belanja

Page 52: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

30

barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja

bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan.

Rasio Belanja Operasi terhadap Total Belanja merupakan

perbandingan antara total belanja operasi dengan total belanja

daerah. Belanja operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis

dikonsumsi dalam satu tahun anggaran, sehingga belanja operasi ini

sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau

berulang (recurrent).

Rasio belanja operasi terhadap total belanja dihitung dengan

membandingkan total realisasi belanja operasi dengan total realisasi

belanja dikalikan 100%. Belanja operasi terdiri dari belanja pegawai,

belanja barang/jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas

dan belanja yang bersifat rutin atau berulang tetap lainnya.

Rasio ini bertujuan untuk mengukur persentase jumlah realisasi

anggaran yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan rutin

dibandingkan dengan total realisasi belanja. Para penguna laporan

keuangan biasanya akan menilai rend/kecenderungan, apakah

realisasi anggaran lebih banyak dipergunakan untuk membiayai

kegiatan yang bersifat rutin ataukah belanja yang bersifat

pembangunan. Norma penilaian menyatakan apabila hasil

pengukuran lebih dari 50%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar realisasi anggaran lebih banyak dipergunakan untuk kegiatan

yang bersifat rutin, dibandingkan realisasi untuk membiayai kegiatan

pembangunan. Demikian pula sebaliknya.

Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total

Belanja Operasi dengan Total Belanja Daerah. Rasio ini

menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai porsi belanja

daerah yang dialokasikan untuk Belanja Operasi. Belanja Operasi

merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam satu

tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal

Page 53: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

31

tertentu sifatnya rutin atau berulang. Pada umumya proporsi Belanja

Operasi mendominasi total belanja daerah yaitu antara 60-90%.

c. Rasio Belanja Modal

Belanja daerah dikelompokkan menjadi belanja langsung dan

tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja

barang dan jasa serta belanja modal.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53 Belanja

modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang

mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan

jaringan, dan aset tetap lainnya.

Belanja modal memiliki karakteristik yang spesifik yang

menunjukkan berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya.

Pemerolehan aset tetap juga memilki konsekuensi pada beban

operasional dan pemeliharaan di masa yang akan datang (Bati,

2009). Keberadaan anggaran belanja modal yang bersumber dari

bantuan pusat dan pendapatan asli daerah, yang apabila

dibandingkan dengan investasi swasta mempunyai nilai yang relatif

kecil, namun belanja modal tersebut mempunyai peranan strategis,

karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan

dibidang sarana dan prasana yang dapat menunjang kelancaran usaha

swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat. Belanja modal

merupakan belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah

diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi sehingga masyarakat juga menikmati manfaat

dari pembangunan daearh (Mulyanto, 2007). Tersedianya struktur

yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di

berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi

Page 54: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

32

semakin tinggi dan pada gilirannya akan terjadi peningkatan

pertumbuhan ekonomi.

5. Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam

Setiawan (2012) menjadi hal penting karena merupakan bentuk

pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan APBD.

Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah

perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang akuntabilitas

LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung

jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan dalam Undang

28 Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan.

Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK

bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi

keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan mendasarkan pada (a)

kesesuaian dengan standar akuntansi Pemerintahan dan atau prinsip-

prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-

undangan, b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (c)

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d) efektivitas sistem

pengendalian intern.

Hasil dari pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD) dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

yang mengambarkan tingkat akuntabilitas LKPD yang secara

keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester

(IHPS) yang dikeluarkan setahun dua kali (tiap semester). Hasil

pemeriksaan keuangan atas LKPD disajikan dalam 3 bagian yaitu: opini,

sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang- undangan (BPK, 2012).

a. Sistem Pengendalian Internal

Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta

pertanggungjawaban kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan

Page 55: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

33

Instansi Pemerintah wajib menerapkan setiap unsur dari Sistem

Pengendalian Intern. Untuk memastikan bahwa Sistem Pengedalian

Intern tersebut sudah dirancang dan diimplementasikan dengan baik,

dan secara memadai diperbaharui untuk memenuhi keadaan yang

terus berubah perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus.

Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan antara lain

melalui evaluasi terpisah atas Sistem Pengendalian Internnya

masing-masing untuk mengetahui kinerja dan efektifitas Sistem

Pengendalian Intern serta cara meningkatkannya. Pemantauan juga

berguna untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko utama seperti

penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah-kelola

(mismanagement).

1) Pengertian Pengendalian Internal

Xu, et al. (2003) menjelaskan bahwa interaksi antara orang

dan sistem serta implementasi sistem merupakan faktor penting

yang mempengaruhi kualitas dari sebuah informasi. Keandalan

sistem harus juga didukung oleh keandalan sumber daya

manusia. Namun sistem yang sudah berjalan harus dikontrol

agar tetap dapat berjalan baik.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008

tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah menyatakan

bahwa: “Sistem pengendalian Internal adalah proses yang

integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan

keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Internal

Pemerintah, yang kemudian disingkat SPIP adalah Sistem

Pengendalian Intenal yang diselenggarakan secara menyeluruh

di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.”

Page 56: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

34

Sistem Pengendalian Internal merupakan kegiatan

pengendalian terutama atas pengelolaan sistem informasi yang

bertujuan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi.

Kegiatan pengendalian atas pengelolaan informasi meliputi

Pengendalian Umum dan Pengendalian Aplikasi, yang masing-

masing akan dijelaskan sebagai berikut:

- Pengendalian umum, meliputi pengamanan sistem

informasi, pengendalian atas akses, pengendalian atas

pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi,

pengendalian atas perangkat lunak sistem, pemisahan tugas,

dan kontinuitas pelayanan.

- Pengendalian aplikasi, meliputi pengendalian otorisasi,

pengendalian kelengkapan, pengendalian akurasi, dan

pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.

Dalam kaitannya dengan efektivitas penyusunan laporan

keuangan maka baik buruknya implementasi sistem

pengendalian internal dapat mempengaruhi kualitas laporan

keuangan pemerintah daerah.

2) Tujuan Pengendalian Internal

Arens et. Al. (2011) yang dialih bahasakan oleh Herman

Wibowo memaparkan tiga tujuan umum manajemen dalam

merancang sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu: (1)

Reliability Of Financial Reporting (2) Efficiency and

Effectiveness Of Operations dan (3) Complience With Laws and

Regulations

Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan

bagi para investor, kreditor dan pemakai lainnya. Manajemen

memikul baik tanggung jawab hukum maupun professional

untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar

sesuai dengan persyaratan pelaporan seperti prinsip-prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Tujuan pengendalian internal

Page 57: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

35

yang efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi

tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.

Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong

pemakaian sumber daya secara efektif dan efisien untuk

mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan yang

penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi

keuangan dan non-keuangan yang akurat tentang operasi

perusahaann untuk keperluan pengambilan keputusan.

Manajemen harus menguji efektifitas pelaksanaan pengendalian.

Tujuan penggunaan ini adalah untuk menentukan apakah

pengendalian telah berjalan seperti yang telah dirancang dan

apakah orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta

kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan pengendalian

secara efektif.

Organisasi-organisasi publik, non-publik, dan nirlaba

diwajibkan menaati berbagai hukum dan peraturan. Beberapa

hanya berhubungan secara tidak langsung dengan akuntansi,

seperti Undang-Undang perlindungan hukum dan hak sipil,

sementara yang lainnya berkaitan erat dengan akuntansi, seperti

peraturan pajak penghasilan dan kecurangan.

3) Unsur-unsur Pengendalian Internal

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah meyebutkan bahwa SPIP

terdiri dari unsur-unsur berikut:

- Lingkungan pengendalian, pimpinan Instansi Pemerintah

wajib menciptakan dan memelihara lingkungan

pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan

kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Internal

dalam lingkungan kerjanya.

- Penilaian risiko, dalam rangka penilaian resiko, pimpinan

Instansi Pemeritah dapat menetapkan tujuan instansi

Page 58: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

36

pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan

berpedoman pada peratutan perundang-undangan.

- Kegiatan pengendalian, pimpinan Instansi pemerintah wajib

menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan

ukuran, kompleksitas, dari sifat dan tugas dan fungsi yang

bersangkutan.

- Informasi dan komunikasi, pimpinan instansi pemerintah

wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan

informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi

atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif.

- Pemantauan pengendalian internal, pimpinan instansi

pemerintah wajib melakukan pemantauan

b. Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan

Komponen terakhir yang diungkapkan BPK dalam rangka

menilai akuntabilitas LKPD adalah kepatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pemberian opini juga didasarkan

pada penilaian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Salah satu hasil pemeriksaan atas laporan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan: kerugian

negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian negara/ daerah/

perusahaan, kekurangan penerimaan, kelemahan penerimaan,

kelemahan administrasi, ketidakhematan, dan ketidakefektifan

sebagai berikut (BPK, 2012):

- Kerugian negara/daerah adalah kerugian nyata berupa

berkurangnya kekayaan Negara/daerah sesuai pengertian dalam

UU nomor 1 tahun 2004 pasal 1 butir 22, “Kerugian

Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan

barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat

perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”.

Kerugian dimaksud harus ditindaklanjuti dengan

Page 59: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

37

pengenaan/pembebanan kerugian kepada penanggung jawab

kerugian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Potensi kerugian negara/daerah adalah kerugian nyata berupa

berkurangnyaKekayaan negara sesuai penegrtian dalam UU

Nomor 1 tahun 2004 pasal 1 butir 22, tetapi masih berupa

resiko, terjadi kerugian apabila suatu kondisi

- Kekurangan penerimaan adalah penerimaan yang sudah menjadi

hak negara/ Daerah, tetapi belum/tidak masuk ke kas

negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan.

- Kelemahan administrasi adalah penyimpangan terhadap

ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan

anggaran/pengelolaan aset maupun operasional perusahaan,

tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian

negara/daerah atau potensi kerugian negara/daerah atau

kekurangan penerimaan, dan uang yang belum/tidak

dipertanggungjawbakan serta tidak mengandung unsur indiaksi

tindak pidana.

- Ketidak hematan/pemborosan mengungkapkan adanya

penggunaan input dengan harga atau kualitas yang melebihi

kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan

pengadaan serupa pada waktu dan kondisi yang sama.

- Ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil (outcome),

mengungkapkan kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau

hasil yang direncanakan serta fungsi insatnsi yang tidak optimal

sehingga tujuan organisasi tidak tecapai.

Selain itu, BPK juga menilai kecukupan pengungkapan informasi

dalam laporan keuangan dan kesesuaian laporan keuangan dengan

standar yang berlaku sebagai dasar pemberian opini atas laporan

keuangan (BPK, 2012). Ketaatan pada perundang- undangan dapat

dikatakan bahwa semakin banyak ditemukan ketidaktaatan maka akan

Page 60: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

38

mudah disinyalir bisa terindikasi terjadinya korupsi. (Heriningsih,

2013).

c. Opini Badan Pemeriksa Keuangan

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

dalam Setiawan (2012) menjadi hal penting karena merupakan bentuk

pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan APBD.

Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah

perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang

akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan

dalam Undang 28 Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

dalam Setiawan (2012) menjadi hal penting karena merupakan bentuk

pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan APBD.

Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah

perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang

akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan

dalam Undang 28 Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Hasil dari pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD) dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

yang mengambarkan tingkat akuntabilitas LKPD yang secara

keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester

(IHPS) yang dikeluarkan setahun dua kali (tiap semester). Hasil

pemeriksaan keuangan atas LKPD disajikan dalam 3 bagian yaitu:

opini, sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang- undangan (BPK, 2012).

Opini yang diberikan atas suatu LKPD merupakan cermin bagi

kualitas akuntabilitas keuangan atas pelaksanaan APBD. Adanya

Page 61: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

39

kenaikan persentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) secara

umum menggambarkan adanya perbaikan akuntabilitas keuangan oleh

pemerintahan daerah dalam menyajikan laporan keuangan sesuai

dengan prinsip yang berlaku (BPK, 2012).

Merujuk pada Buletin Teknis SPKN Nomor 01 tentang Pelaporan

Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, paragraf 13

tentang Jenis Opini audit BPK RI terdiri dari empat opini, yaitu Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan

Pengecualian (WDP/qualified opinion), Tidak Wajar (TW/adverse

opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/disclaimer opinion).

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang

diberlakukan dalam SPKN, BPK dapat memberikan opini Wajar

Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP) karena

keadaan tertentu sehingga mengharuskan pemeriksa menambahkan

suatu paragraf penjelas dalam LHP (laporan hasil pemeriksaan)

sebagai modifikasi dari opini WTP. Wajar Dengan Pengecualian

(WDP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan

menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai

dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan

yang dikecualikan. Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan

bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua

hal yang material sesuai dengan SAP. Pernyataan Menolak

Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP)

menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan

keuangan (BPK, 2012).

Opini auditor menjadi pusat perhatian dalam setiap laporan

kinerja suatu entitas demikian juga dengan penelitian ini sehingga

dengan menggunakan penalaran bahwa jika Pemerintah daerah

Page 62: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

40

memperoleh opini WTP (wajar tanpa pengecualian) maka harapannya

akan semakin bagus kinerja pemerintah daerah dan pastinya korupsi

tidak dapat terjadi (Heriningsih, 2013).

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah tanggung

jawab entitas sedangkan tanggung jawab BPK terletak pada

pernyataan pendapat/opini atas laporan keuangan berdasarkan

pemeriksaaan yang dilakukan secara independen, objektif, dan

integritas tinggi (BPK, 2012).

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti,Tahun,

Judul

Metode

Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1 Mehmet Ugur dan

Nandini Dasgupta

2011

Corruption and

econimic growth:

A meta-analysis

of evidence on

low-income

countries and

beyond

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Sampel: 43

negara

Metode

analisis:

precission

effect test

Variabel

independen:

pertumbuhan

ekonomi

Variabel

dependen:

tingkat

korupsi

Hasil penelitian

diperoleh korupsi

berpengaruh negatif

terhadap

pertumbuhan

ekonomi

2 Sucahyo

Heriningsih dan

Marita

2013

Pengaruh opini

audit dan kinerja

keuangan

pemerintah

daerah terhadap

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Sampel: 26

kabupatn/kot

a

Variabel

Dependen :

Opini Audit,

Rasio

Kemandirian

Daerah,

Rasio Belanja

Modal,

Pertumbuhan

Ekonomi

Hasil pengujian

secara statistik

membuktikan bahwa

variabel opini audit

dan kinerja

keuangan (rasio

kemandirian, rasio

aktivitas dan rasio

pertumbuhan) tidak

berpengaruh

terhadap tingkat

Page 63: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

41

tingkat korupsi

pemerintah

daerah (Studi

empiris pada

pemerintah

kabupaten dan

kota di Pulau

Jawa)

Tahun data:

2008 – 2010

Metode

analisis:

regresi linier

Variabel

Independen :

Tingkat

Korupsi

korupsi di Pulau

Jawa

3 Mohammmad

Reza

2013

Analisis

determinan

ekonomi korupsi

di era

desentralisasi

pada 12 Ibukotota

Provinsi

Indonesia

Jenis

penelitian:

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Sampel: 12

ibukota

provinsi

Tahun data:

2004, 2006,

2008, 2010

Metode

analisis :

regresi Tobit

Variabel

independen :

PDRB,

Pertumbuhan

Ekonomi

Daerah,

Pengeluaran

Pemerintah,

Pajak Daerah

Variabel

dependen :

Tingkat

Korupsi

PDRB per kapita,

pertumbuhan

ekonomi

berpengaruh

terhadap tingkat

korupsi sedangkan

pengeluran

pemerintah dan

pajak tidak

berpengaruh

terhadap tingkat

korupsi

4 Wahyu Setiawan

2012

Pengaruh

akuntabilitas

laporan keuangan

pemerintah

daerah (LKDP)

terhadap tingkat

korupsi

pemerintah

daerah di

Indonesia

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Sampel: 12

ibukota

provinsi

Tahun data:

2008

Metode

analisis :

regresi linier

berganda

Variabel

Independen :

Opini Audit,

Sistem

Pengenlai

Intern,

Ketidakpatuh

n terhadap

Ketentuan

Perundang-

undangan

Variabel

dependen:

Tingkat

korupsi

Hasil penelitian

menunjukan bahwa

akuntabilitas laoran

keuangan

pemerintah daerah

(opini audit,

kelemahan sistem

pengendali intern

dan ketidakpatuhan

terhadap ketentuan

perundang-

undangan) tidak

berpengaruh

terhadap tingkat

korupsi pemerintah

daerah di Indoensia

Page 64: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

42

5 Sucahyo

Heriningsih

2015

Analisis kinerja

penyelenggara

pemerintah

daerah dan

tingkat korupsi

dianalisis dari

opini auditor

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

2010

Sampel: 36

kabupaten

kota

Metode

analisis :

independent

sample test

Variabel

Independen :

Opini Audit,

Skor LPDP

Variabel

dependen:

Tingkat

korupsi

Hasil pengujian

hipotesis

menunjukan kinerja

penyelenggra

pemerintah daerah

(Skor LPDP) tidak

terdapat perbedaan

antara kabupaten

kota dengan opini

WTP. Tingkat

korupsi tidak

terdapat perbedaan

anatara

kabupatan/kota yang

memiliki opini WTP.

6 Ageng Rian

Adrianto

2016

Analisis

determinan

korupsi di

Indonesia tahun

2006 – 2015

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

2006, 2008,

2010 dan

2015

Sampel: 25

kota

Metode

analisis :

regresi Tobit

Variabel

Independen :

PRDB, Pajak,

Belanja

barang dan

jasa, Indeks

rasio

kemandirian

daerah,

inflasi,

indeks

pembanguna

n manusia

Variabel

dependen:

Tingkat

korupsi

Secara empiris

diperoleh hasil

indeks pembangunan

manusia

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap korupsi.

Pajak, belanja

barang dan jasa,

indeks kemandirian

daerah, PRDB dan

inflasi tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

korupsi

7 Sucahyo

Heriningsih dan

Rusherlistyani

2014

Pengungkapan

laporan keuangan,

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

Variabel

independen:

LKDP, Opini

audit, sistem

pengendalian

intern,

ketaatan

Tidak terdapat

perbedaan tingkat

pengungkapan

LKDP antara

kabupaten/kota yang

mendapat WTP

dengan tidak

Page 65: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

43

kelemahan SPI,

dan ketaatan pada

perundang-

undangan

dianalisis dari

opini auditor

2008 dan

2010

Sampel: 48

pemda

terhadap

peraturan

perundang-

undangan

mendapat WTP,

terdapat perbedaan

kelemahan SPI, tidak

terdapat perbedaan

ketaatan terhadao

peraturan

perundang-undangan

8 Rita Wulandari

2015

Pengaruh

akuntabilitas

laporan keuangan

daerah (LKDP)

dan kinerja

keuangan

pemerintah

daerah terhadap

tingkat korupsi

pemerintah

daerah di

Indonesia

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

2012 dan

2013

Sampel: 844

pemda

Metode

analisis:

regresi

logistik

Variabel

independen:

opini audit,

SPI,

kepatuhan

terhadap

perundang-

undangan,

kinerja

keuangan,

rasio

kemandirian,

rasio

aktifitas,

pertumbuhan

Variabel

dependen :

tingkat

korupsi

Penelitian ini

menunjukan rasio

kemadirian

berpengaruh

signifikan terhadap

tingkat korupsi.

Kelemahan SPI,

kepatuhan terhadap

perundang-

undangan, rasio

aktifitas dan rasio

pertumbuhan tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

tingkat korupsi.

9 Hafeez Ur

Rehman dan

Amjad Naveed

2007

Determinats of

Corruption and its

Relations to GDP:

(A Panel Study)

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

1995 dan

2005

Sampel: 9

regional

negara

berkembang

Metode

Variabel

Independen:

Growth

Domestic

Product,

Secondary

School

Enrolment,

Public

Spending on

Education,

Inflation,

Goverment

Expenditure,

Hasil penelitian ini

menunjukan Growth

Doemstic Product

berpengaruh

terhadap Inkes

Korupsi.

Penentu deteminan

korupsi adalah GDP

per kapita, Second

school enrolament,

public spending on

education, FDI dan

Unemployment rate

merupakan

Page 66: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

44

analisis:

regresi data

panel

Population

Growth,

Unemployme

nt

Variabel

Dependent:

Corrpution

Index

10 Yilmaz A Akif,

M

2011

Determinats of

Economic

Corruption: A

Cross-Country

Data Analysis.

Jenis

penelitian

kuantitatif

Sumber data

sekunder

Tahun data:

2004 dan

2007

Sampel: 25

negara di

Eropa

Metode

analisis:

regresi data

panel

Variabel

Independen:

Pembanguna

n ekonomi,

Pertumbuhan

ekonomi,

Inflasi,

Economic

Freedon dan

Distribusi

Pendapatan

Variabel

dependen:

Korupsi

Hasil empiris

menunjukan

pembangunan

ekonomi, inflasi,

economic freedom

dan distribusi

pendapatan

berkorelasi

signifikan secara

statistik terhadap

korupsi.

Variabel

pertumbuhan

ekonomi secara

statistik tidak

signifikan

berpengaruh

terhadap korupsi.

C. Keterkaitan Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara terhadap penelitian yang

kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Secara teknis penelitian dapat

didefinisikan sebagai pernytaan mengenai populasi yang akan diuji

kebenaranya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks Persepsi Korupsi

Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar

kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan

Page 67: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

45

meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode

berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing

komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk

mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian.

Rasio pertumbuhan dihitung dengan membandingkan pendapatan tahun

anggaran yang sudah dikurang pendapatan tahun anggaran sebelumnya

dengan pendapatan di tahun anggaran tersebut.

Menurut Heriningsih dan Marita (2013) Semakin tinggi rasio

pertumbuhan pendapatan berarti adanya peningkatan sumber-sumber

pendapatan untuk kesejahteraan masyarakat yang bersifat menambah aset

atau kekayaan negara sehingga akan menimbulkan korupsi. Jadi dapat

dihipotesiskan bahwa rasio pertumbuhan berpengaruh signifikan

terhadap tingkat korupsi.

H1 : Rasio Pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap

Indeks Persepsi Korupsi.

2. Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dengan Indeks Persepsi

Korupsi

Indeks pembangunan manusia ditujukan untuk mengukur dampak

dari upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat baik secara fisik,

mental maupun spiritual. Maka digunakanlah suatu indikator untuk

mengetahui dampak sebagai komponen dasar penghitungan, yaitu angka

harapan hidup ketika lahir pencapaian pendidiakan dapat diukur dengan

angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta pengelaran konsumsi.

Nilai IPM suatu negara maupun daerah menunjukkan sejauh mana suatu

Negara atau daerah mampu mencapai sasaran yang ditentukan yaitu

berupa angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi seluruh

lapisan masyarakat tanpa kecuali, serta tingkat konsumsi dan pengeluaran

yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM

suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang capaian

yang harus dicapai untuk mencapai sasaran tersebut.

Page 68: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

46

Studi yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

hubungan antara Human Development Indekx (HDI) dan Corruption

Perception Index (CPI) serta mengeksplorasi faktor yang mempengaruhi

naik turunnya HDI dan CPI menggunakan hasil servei primer pernah

dilakukan di Negara nepal oleh Pradhan (2012). Studi ini menghasilkan

temuan bahwa hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dan

Indeks Persepsi Korupsi dalam kasus Nepal adalah positif secara

statistik, yang artinya kenaikan dalam HDI diikuti dengan kenaikan pada

CPI atau korupsi semakin berkurang

H2 : Rasio Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh

signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi

3. Hubungan antara Rasio Kemandirian Daerah dengan Indeks Persepsi

Korupsi

Kemandirian keuangan menunjukkan kemampuan pemda dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan

kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai

sumber pendapatan yang diperlukan daerah dengan kata lain rasio ini

menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern

(Wakhyudi dan Tarunasari, 2013). Kemandirian keuangan ditunjukkan

oleh besar kecilnya Pendapatan Asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

total pendapatan (Halim dan Kusufi, 2012). Dengan menggunakan rasio

keuangan APBD dapat terlihat kemandirian suatu daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya dan kemampuan

pemerintah dalam mempertahankan keberhasilan keuangan dari periode

ke periode berikutnya.

Menurut Halim (2002) Semakin tinggi rasio kemandirian

mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan

pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah

dan demikian pula sebaliknya. Menurut Heriningsih dan Marita (2013)

Semakin tinggi rasio kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi

masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah meningkatkan

Page 69: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

47

kesejahteraan masyarakat sehingga akan menimbulkan adanya korupsi.

Menurut Saputra (2012) dengan tingginya partisipasi masyarakat dalam

membayar pajak dan retribusi daerah yang menjadi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) rentan menjadi objek korupsi. Terbukti dengan adanya

UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah yang

dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi Pemda yang seharusnya

memberikan kontribusi PAD yang lebih tinggi untuk kesejahteraan

mayarakat. Jadi dapat dihipotesiskan bahwa rasio kemandirian pemda

maka berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi.

H3: Rasio Kemandirian berpengaruh signifikan Indeks Persepsi

Korupsi

4. Hubungan antara Rasio Belanja Operasi dengan Indeks Persepsi Korupsi

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (operasi) secara

optimal. Rasio belanja aktivitas dihitung dengan membandingkan total

belanja operasi pada total APBD. Pengukuran kinerja pemerintah

bertujuan untuk menilai sejauh mana pemda mampu menyediakan

produk (jasa) yang berkualitas dengan biaya yang layak (Wakhyudi dan

Tarunasari, 2013). Anggaran belanja rutin merupakan anggaran yang

disediakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat lancar, rutin dan

secara terus menerus yang dimaksudkan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat (Pramono, 2014). Menurut Heriningsih dan Marita (2013)

Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin

(operasi) berarti adanya peningkatan sumber-sumber pendapatan yang

dibelanjakan untuk kesejahteraan masyarakat yang bersifat rutin sehingga

akan menimbulkan korupsi. Jadi dapat dihipotesiskan bahwa rasio

aktivitas belanja operasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi.

H4: Rasio Aktivitas Belanja Operasi berpengaruh signifikan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi.

5. Hubungan antara Rasio Belanja Modal dengan Indeks Persepsi Korupsi

Page 70: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

48

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memprioritaskan alokasi dananya belanja pembangunan (modal) secara

optimal. Rasio belanja aktivitas dihitung dengan membandingkan total

belanja modal pada total APBD. Pengukuran kinerja pemerintah

bertujuan untuk menilai sejauh mana pemda mampu menyediakan

produk (jasa) yang berkualitas dengan biaya yang layak (Wakhyudi dan

Tarunasari, 2013). Menurut Halim (2004) Anggaran belanja

pembangunan adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai proses

perubahan, yang merupakan perbaikan dan pembangunan menuju

kemajuan yang ingin dicapai. Pengeluaran yang dianggarkan dalam

pengeluaran pembangunan didasarkan atas alokasi sektor industri,

pertanian dan kehutanan, hukum, transportasi, dan lain sebagainya.

Menurut Heriningsih dan Marita (2013) Semakin tinggi persentase

dana yang dialokasikan untuk belanja pembangunan (modal) berarti

adanya peningkatan sumber-sumber pendapatan yang dibelanjakan untuk

kesejahteraan masyarakat yang bersifat menambah aset atau kekayaan

negara sehingga akan menimbulkan korupsi. Jadi dapat dihipotesiskan

bahwa rasio aktivitas belanja operasi berpengaruh signifikan terhadap

tingkat korupsi.

H5: Rasio Aktivitas Belanja Modal berpengaruh signifikan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi.

6. Hubungan antara Sistem Pengendalian Internal dengan Indeks Persepsi

Korupsi

Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh

pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai

atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan

ketaatan pada peraturan (Syafrudin, 2012).

Hasil pemeriksaan BPK atas sistem pengendalian intern

mengungkapkan tentang Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan

Page 71: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

49

pelaporan, Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja, Kelemahan struktur pengendalian intern (BPK,

2012). Kelemahan sistem pengendalian intern yang dilaporkan BPK

menunjukkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan.

Berdasarkan model korupsi yang disusun oleh Klitgaard (2001)

sistem pengendalian internal menunjukkan akuntabilitas laporan

keuangan yang berpengaruh pada korupsi. Menurut Anwar (2006) untuk

meningkatkan pengelolaan keuangan negara yang mengurangi korupsi,

pemerintah melakukan koreksi secara menyeluruh sehingga memperbaiki

akuntabilitas pelaporan keuangan, salah satunya dengan sistem

pengendalian internal. Semakin banyak kelemahan sistem pengendalian

intern menunjukkan informasi keuangan yang disajikan dalam laporan

keuangan tidak dapat diandalkan (BPK, 2013), Artinya semakin banyak

kelemahan sistem pengendalian intern menunjukkan tingkat akuntabilitas

laporan keuangan yang rendah. Jika tingkat akuntabilitas laporan

keuangan yang tinggi dapat mengurangi tindak korupsi (Widjajabrata dan

Zacchea, 2004). Menurut Rampengan (2013) Hasil LHP yang salah

satunya menguji sistem pengendalian internal dapat dijadikan kasus

tindak pidana korupsi, jika suatu instansi pemerintah atau pejabat

pemerintah dikatakan telah melakukan penyelewengan dana (korupsi)

yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara. Jadi dapat

dihipotesiskan bahwa kelemahan sistem pengendalian internal yang

terjadi di pemda maka berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi.

H6 : Sistem Pengendalian Internal berpengaruh signifikan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi

7. Hubungan antara Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-

undangan dengan Indeks Persepsi Korupsi

Sebagai bagian pemrolehan keyakinan yang memadai tentang

apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, sesuai dengan

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK melakukan

pengujian kepatuhan pada pemda terhadap ketentuan peraturan

Page 72: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

50

perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatutan yang berpengaruh

langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. BPK

menemukan adanya ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan

dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

pada Pemda dengan Pokok-pokok temuan tertentu seperti Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006, dan peraturan masing masing bupati pemda

terkait anggaran LKPD (LPKD, 2013). Hasil pemeriksaan atas kepatuhan

terhadap ketentuan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan

terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian

daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi,

ketidakekonomisan, dan ketidakefektifan.

Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dilaporkan BPK menunjukkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan.

Berdasarkan model Korupsi yang disusun oleh Klitgaard (2001)

Kepatuhan terhadap perundang- undangan menunjukkan akuntabilitas

laporan keuangan yang berpengaruh pada korupsi. Semakin banyak

kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

menunjukkan informasi keuangan yang disajikan dalam laporan

keuangan dapat diandalkan (BPK, 2013). Artinya semakin banyak

ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

menunjukkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan rendah.

Menurut Widjajabrata dan Zacchea (2004) Jika tingkat akuntabilitas

laporan keuangan yang tinggi dapat mengurangi tindak korupsi, Artinya

akuntabilitas yang lemah diyakini berpengaruh pada meningkatnya

korupsi. menurut Rampengan (2013) Hasil LHP yang salah satunya

menguji kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan peraturan perundang-

undangan dapat dijadikan kasus tindak pidana korupsi, jika suatu instansi

pemerintah atau pejabat pemerintah dikatakan telah melakukan

penyelewengan dana yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara.

Jadi dapat dihipotesiskan bahwa hasil pemeriksaan atas kepatuhan

Page 73: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

51

terhadap ketentuan perundang-undangan yang terjadi di pemda maka

berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi.

H7 : Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-

undangan berpengaruh signifikan terhadap Indeks

Persepsi Korupsi

8. Hubungan antara Opini Audit dengan Indeks Persepsi Korupsi

Opini yang diberikan oleh BPK menunjukkan tingkat kewajaran

penyajian laporan keuangan terutama kesesuaiannya dengan standar

akuntansi yang ditetapkan oleh pemerintah. Standar akuntansi merupakan

standar kualitas laporan yang menjaga agar informasi yang disajikan

wajar (Ruki, 2012).

Ada empat jenis opini yang dapat diberikan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) yaitu:

a) Opini terbaik adalah Wajar Tanpa Pengeculian (Unqualified

Opinion) yang berarti semua informasi yang material dalam laporan

disajikan dengan wajar. Opini ini diberikan karena auditor meyakini

laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau

kekeliruan yang material berdasarkan bukti-bukti audit yang

dikumpulkan. Laporan keuangan dengan opini WTP merupakan

kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang

disajikan. Opini WTP merupakan bentuk apresiasi tertinggi dalam

penilaian pengelolaan laporan keuangan (BPK, 2012). BPK dapat

memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf

penjelas (WTP-DPP) karena keadaan tertentu sehingga

mengharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan

dalam LHP sebagai modifikasi dari opini WTP (BPK, 2012).

b) Opini terbaik kedua adalah Wajar Dengan Pengecualian (Qualified

Opinion), yang berarti semua informasi yang material dalam laporan

keuangan disajikan secara wajar, kecuali bagian tertentu yan

dikecualiakn BPK. Opini diberikan karena meskipun ada kekeliruan,

Page 74: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

52

namun kesalahan atau kekeliruan tersebut secara keseluruhan tidak

mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.

c) Opini paling buruk adalah Tidak Wajar (Adverse Opinion), terdapat

informasi Material tidak disajikan secara awal yang akan

mengganggu kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Opini

diberikan karena auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti yang

dikumpulkannya bahwa laporan keuangan mengandung banyak

sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan

keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar.

d) Opini Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan

Pendapat (Disclaimer Opinion) yang berarti BPK tidak dapat

menyakini apakah informasi-informasi material yang disajikan

dalam laporan keuangan tersebut wajar atau tidak. Opini diberikan

karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar

atau salah. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-

bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan

apakah laporan sudah disajikan dengan benar atau salah (BPK,

2013).

Pemeriksaan keuangan tidak menilai benar atau salahnya suatu

laporan, tetapi wajar tidaknya penyusunan laporan keuangan. Jadi,

sepanjang disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi, laporan

keuangan bisa saja mendapat opini WTP meskipun sebenarnya

mengandung korupsi (Prakasa, 2012). Menurut Poernomo (2013) WTP

tidak menjamin pemda bebas korupsi, karena WTP hanya tata kelola

keuangannya baik, dimana baik bukan berarti benar. Menurut Prakarsa

(2012) jika BPK menemukan kejanggalan dalam memeriksa keuangan

negara, BPK dapat mengusut kasus korupsi dan melakukan pemeriksaan

tertentu. Dimana nantinya Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut

dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dijadikan

sebagai tindakan penyelewengan dana yang mengakibatkan kerugian

keuangan Negara (Rampengan, 2013). Opini audit laporan keuangan

Page 75: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

53

yang menunjukkan tingkat kewajaran pada akuntabilitas laporan

keuangan yang berpengaruh pada korupsi. Jadi, dapat dihipotesiskan

opini audit berpengaruh signifikan pada tingkat korupsi.

H8 : Opini Badan Pemeriksa Keuangan daerah berpengaruh

signifikan terhadap Indeks Persepsi Korupsi

Page 76: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

54

D. Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 2.1

Kerangka Penelitan

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah

Hasil Audit Laporan Keuagan Pemerintah Daerah

Transparansi Internasional

Pertumbuhan Ekonomi

Indeks Pembangunan Manusia

Rasio Kemandirian Daerah

Rasio Belanja Modal

Rasio Belanja Operasi

Satuan pengendalian Internal

Indeks Persepsi

Korupsi

Kepatuhan Perundang-udangan

Uji Normalitas

Opini BPK

Analisis Regresi Tobit Uji Parsial

Uji Simultan

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan

Page 77: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

55

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru di

dasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum jawaban yang empiris (Sugiyono, 2011).

Hipotesis dalam penelitian ini yang berkaitan dengan ada dan tidaknya

pengaruh independen terhadap dependen. Ho merupakan hipotesis yang

menunjukan tidak adanya pengaruh signifikan, sedangkan Ha adalah hipotesis

penelitian yang menunjukan adanya pengaruh signifikan. Adapun perumusan

hipotesis atas pengujian yang dilakukan disini adalah:

1. Hipotesis secara parsial dari masing-masing variabel yang diteliti

terhadap kepuasan pelanggan sebagai berikut:

a. Ho : 1 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan

ekonomi dengan indeks persepsi korupsi

Ha1: 1 0 ada pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan

ekonomi dengan indeks persepsi korupsi.

b. Ho : 2 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara indeks

pembangunan manusia dengan indeks persepsi korupsi.

Ha2: 2 0 ada pengaruh yang signifikan antara indeks

pembangunan manusia dengan indeks persepsi korupsi.

Page 78: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

56

c. Ho : 3 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara rasio

kemandirian daerah dengan indeks persepsi korupsi.

Ha3 : 3 0 ada pengaruh yang signifikan antara rasio kemandirian

daerah dengan indeks persepsi korupsi

d. Ho : 4 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara rasio belanja

modal dengan indeks persepsi korupsi.

Ha4 : 4 0 ada pengaruh yang signifikan antara rasio belanja modal

dengan indeks persepsi korupsi

e. Ho : 5 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara rasio belanja

operasi dengan indeks persepsi korupsi.

Ha5 : 5 0 ada pengaruh yang signifikan antara rasio belanja

operasi dengan indeks persepsi korupsi

f. Ho : 6 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara sistem

pengenali internal dengan indeks persepsi korupsi.

Ha6 : 6 0 ada pengaruh yang signifikan antara sistem pengendali

internal dengan indeks persepsi korupsi

g. Ho : 7 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepatuhan

perundang-undangan dengan indeks persepsi korupsi.

Ha7 : 7 0 ada pengaruh yang signifikan antara kepatuhan

perundang-undangan dengan indeks persepsi korupsi

h. Ho : 8 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara opini badan

pemeriksa keuangan dengan indeks persepsi korupsi.

Page 79: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

57

Ha8 : 8 0 ada pengaruh yang signifikan antara opini badan

pemeriksa keuangan dengan indeks persepsi korupsi

2. Hipotesis pengaruh secara simultan (bersama-sama):

a. Ho : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 = 0 tidak ada pengaruh yang

signifikan antara pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan

manusia, rasio kemandirian daerah, rasio belanja modal, rasio

belanja operasi, sistem pengendali internal, kepatuhan perundangan-

undangan dengan indeks persepsi korupsi

b. Ha : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 0 ada pengaruh yang signifikan

antara antara pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia,

rasio kemandirian daerah, rasio belanja modal, rasio belanja operasi,

sistem pengendali internal, kepatuhan perundangan-undangan

dengan indeks persepsi korupsi

Page 80: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

58

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kasualitas yang digunakan untuk

menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu Indek Persepsi Korupsi

terhadap variabel bebas yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan

Manusia, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Belanja Operasi, Rasio Belanja

Modal, Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan Terhadap Ketentuan

Perundang-undangan dan Opini Badan Pemeriksa Keuangan. Populasi

penelitian ini adalah data Kota di Indonesia telah pada tahun 2008, 2011,

2015 dan 2017.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive sampling,

yaitu salah satu teknik pengambilan sampel non probabilistik yang dilakukan

berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Indiantono dan Bambang,

2002) dengan kriteria sebagai berikut

1. Hasil survei Transparancy International Indonesia tahun 2008, 2010,

2015 dan 2017

2. Pemerintah daerah di Indonesia yang mempublikasikan laporan

keuangan pada tahun 2008, 2010, 2015 dan 2017 yang telah diaudit oleh

BPK

3. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah

daerah tahun 2008, 2010, 2015 dan 2017

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan Data adalah keterangan mengenai variabel pada sejumlah

objek (Purwanto, 2011). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder yang diambil dari BPK, sedangkan tingkat korupsi di

pemerintah daerah diambil dari situs Laporan Tahunan KPK RI.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi

Page 81: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

59

dan studi pustaka. Dokumentasi merupakan proses perolehan dokumen

dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen tersebut. Proses perolehan

dokumen dilakukan melalui komunikasi elektronik (e-mail) dengan pihak

lembaga terkait, publikasi website lembaga terkait dan kunjungan langsung

ke Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia untuk mengambil data yang mensyaratkan diambil secara

langsung (data Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD 2012 dan 2013 oleh

BPK RI). Data kedua adalah data kasus korupsi kabupaten tahun 2012 dan

2013. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur yang

relevan dengan penelitian. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian

kepustakaan dengan memperoleh data yang berkaitan dengan pembahasan

yang sedang diteliti melalui berbagai literatur seperti buku, jurnal, skripsi

maupun situs dari internet. Ini dikarenakan kepustakaan merupakan bahan

utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Bambang, 2002).

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara

menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan dengan kuantitatif. Dalam

penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantifikasi

data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan.

1. Uji Normalitas

Uji normaitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi anatara variabel dependen dan variabel independen mempunyai

distribusi normal atau tidak. Proses uji normalitas data dilakukan dengan

melihat histogram data. Dengan hipotesis H0 berdistribusi normal dan H1

tidak berdistribusi normal, dengan daerah penolakan p-value <

menolak H0.

2. Uji Regresi

Pada sebuah penelitian, kadang muncul permasalahan-permasalahan,

di antaranya adalah ketika data variabel respon tidak lengkap atau sering

disebut tersensor. Data tersensor ini dapat muncul disebebkan adanya

Page 82: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

60

kehilangan informasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kontrol,

ketidakinginan beberapa unit sampel untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan, serta kegagalan pihak investigator untuk menghimpun

informasi yang benar dan lain sebagainya.

Menurut Greene (2000), variabel respon yang mempunyai sifat

campuran antara diskrit (untuk data sampel bernilai nol) dan kontinyu

(untuk data tidak bernilai nol) akan dikategorikan sebagai data tersensor.

Pada model regresi dengan variabel tersensor yang seperti ini, akan

menghasilkan error yang tidak diketahui distribusinya dengan rata-rata

error-nya tidak sama dengan nol, maka estimator standar model kuadrat

terkecil (OLS) akan menghasilkan estimasi yang bias.

Berdasarkan hal tersebut, apabila kebanyakan penelitian lain

menggunakan metode OLS estimasi sederhana, maka dalam penelitian

ini digunakan model Tobit dengan censored regression models

digunakan untuk memperkirakan persamaan regresi dengan

menggunakan data cross section untuk setiap variabel dalam model.

karena variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Indeks Persepsi

Korupsi mempunya batas pada range tertentu (berada diantara o dampai

10), maka apabila menggunakan mtode OLS akan mengakibatkan bias

dan inkonsistensi dalam mengestimasi model regresi (Gujarati, 1999;

Kennedy, 2006; Wooldridge, 2001 dalam Yilmaz dan Akif, 2011). Oleh

karena itu, penelitian ini cenderung menggunakan Censored Regression

Model daripada OLS.

Dalam menduga parameter regresi Tobit, digunakan Maxium

Likelihood Estimation (MLE). Berdasarkan Hosmer dan Lameshow

(2000), dengan menggunakan metode ini diperoleh penduga yang

konsisten dan efisien untuk sampel yang berukuran besar. MLE dipilh

dalam mengestimasi koefisien model regresi dengan tujuan untuk

mencari parameter yang memberikan kemungkinan (likelihood) yang

paling besar untuk mendapatkan data yang teroservasi sebagai estimator.

Page 83: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

61

Pada dasarnya, pengujian hipotesis menggunakan regeresi model

Tobil hampir sama dengan uji regresi OLS. Perbedaannya terletak pada

penggunaan uji statistiknya. Dalam regresi OS digunakan uji-t, dengan

membandingkan nilai tstatistik dengan nilai ttabel dan melihat p-value, dalam

melihat pengaruh secara parsial variabel independen terhadap variabel

dependen. Pada regresi Model Tobil, uji-t tidak berlaku menggunakan

uji-z, yaitu membandingkan nilai zztatistik dengan ztabel serta p-value

(Akbar, 2013)

Hipotesis yang dipakai merupakan jenis hipotesis 2 arah. Untuk itu,

guna menjawab estimasi hipotesia yang diajukan, peneliti menggunakan

dan membandingkan nilai zstatistik dengan ztabel kemudian melihat p-value

yang diterima sebesar 0,05 (5 persen)

Penelitian ini menggunakan bantuan e-views 9 dan Microsoft Excel

2013 dalam melakukan pengolahan data. Penggunaan e-views 9 adalah

untuk perhitungan statistik deskriptif, pengujian estimasi model regresi

dan pengujian hipotesis. Sementara itu untuk membantu komputasi dan

deskripsi atas variabel dependen dan independen memakai Microsoft

Excel 2013.

3. Uji Parsial

Uji parsial (signifikansi koefisien) digunakan uji Wald. Hosmer dan

Lameshw (2000) menuliskan nilai uji Wald mengikuti sebaran normal

dengan melihat p-value dan uji tersebuit. Apabila p-value dari Wald Test

lebih besar dari

4. Uji Simultan (Uji Signifikansi Model)

Tes Serentak digunakan untuk menentukan apakah variabel

independen secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan

dengan variabel dependen. tes ini dilakukan dengan menggunakan

Likelihood Ratio Statistik, sebagaimana Uji F pada regresi linier. Jika

nilai LR Statistik (Probability Likelihood Ratio) lebih kecil dari level

kepercayaan (convidence level), maka variabel independen secara

Page 84: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

62

bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas

terjadinya korupsi disuatu pemerintah daerah.

E. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi (PE),

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Rasio Kemandirian Daerah

(RKD), Rasio Belanja Operasi (RBO), Rasio Belanja Modal (RBM),

Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kepatuhan Terhadap Ketentuan

Perundang-undangan (UUD) dan Opini Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK).

a. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Halim dan Kusufi (2012) rasio pertumbuhan mengukur

seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam

mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah

dicapai dari periode ke periode berikutnya

Rasio pertumbuhan mengukur kemampuan daerah dalam

meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai. Dengan mengetahui

pertumbuhan masing-masing kelompok sumber pendapatan dan

pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi yang

mendapat perhatian (Herningsih, 2013)

Keterangan :

p = tahun

b. Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia didefinisikan sebagai “expanding the

choices people have to lead lives that they value” (Human

Development Report, 2001). Pilihan hidup yang semakin banyak

dapat dicapai hanya dengan penciptaan kemampuan manusia yang

dapat ditingkatkan melalui pengembangan sumber daya manusia,

Page 85: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

63

misalnya melalui tingkat kesehatan dan gizi, pendidikan, dan

pelatihan ketrampilan yang memedai. Melalui Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) yang diterbitkan oleh Program Pembangunan PBB,

pembangunan manusia mengandung 3 aspek penting dari

pembangunan sosial ekonomi yaitu kesehatan, pendidikan dan

standar kelayakan hidup. IPM didasarkan pada tiga indikator, yang

semuanya diberikan bobot yang sama (Human Development Report,

2001), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Umur panjang, yang diukur dengan angka indeks harapan hidup

(lahir)

2) Tingkat pendidikan, dimana komponon pengetahuan dikur

dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah

(berdasarkan data Susenas)

3) Standar hidup layak dan akses terhadap sumber daya diukur

dengan suatu indeks yang menghitung PDB riil per kapita

melalui paritas daya beli (PPP). Sebagai catatan, indikator PDB

per kapita riil yang dipakai oleh UNDP merupakan nilai yang

telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran

komponen tersebut mengingat ketidaktersediaan indikator lain

yang lebih baik dalam rangka melakukan perbandingan antar

negara.

c. Rasio Kemandirian Daerah

Menurut Halim dan Kusufi (2012) rasio kemandirian

menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber

keuangan yang diperlukan daerah.

Kemandirian daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total

pendapatan transfer. Rumusan rasio kemandirian daerah yaitu :

Page 86: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

64

Keterangan :

i = Pemerintah Kabupaten/Kota

PAD= Pendapatan Asli Daerah

Tabel 3.1

Kriteria Rasio Kemandirian

Rasio Kriteria Kemampuan Daerah

> 50 % Sangat Baik

> 40 % - 50 % Baik

> 30 % - 40 % Cukup

> 10 % - 20 % Kurang

0 – 10 % Sangat Kurang

Sumber : Halim, 2001

d. Rasio Belanja Operasi

Menurut Halim dan Kusufi (2012) rasio aktivitas yaitu rasio

yang menggambarkan bagaimana pemda memprioritaskan alokasi

dananya pada belanja operasi secara optimal. Rasio aktivitas belanja

operasi membandingkan total belanja rutin (operasi) terhadap total

APBD (Halim dalam Heriningsih, 2013). Semakin tinggi persentase

dana yang dialokasikan untuk belanja rutin (belanja operasional)

berarti persentase belanja pembangunan (belanja modal) yang

digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi

masyarakat cenderung semakin kecil (Susantih dan Saftiana, 2010).

Rasio aktivitas belanja operasi dapat diformulasikan sebagai berikut

:

Keterangan :

i = Pemerintah Kabupaten/Kota

Page 87: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

65

e. Rasio Belanja Modal

Rasio aktivitas belanja modal ini membandingkan total belanja

modal terhadap total APBD. Rasio aktivitas menggambarkan

bagaimana pemda memprioritaskan alokasi dananya pada belanja

pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang

dialokasikan untuk belanja rutin (belanja operasional) berarti

persentase belanja pembangunan (belanja modal) yang digunakan

untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat

cenderung semakin kecil (Susantih dan Saftiana, 2010). Rasio

aktivitas tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :

Keterangan :

i = Pemerintah Kabupaten/Kota

f. Sistem Pengendalian Intern

Penelitian ini menguji pengaruh dari kelemahan sistem

pengendalian intern laporan keuangan pemerintah daerah terhadap

tingkat korupsi. Hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) oleh

BPK menunjukkan kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian

intern yang dapat dikelompokkan sebagai kelemahan sistem

pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem

pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta

kelemahan struktur pengendalian intern. Variabel kelemahan sistem

pengendalian intern LKPD diukur dengan menghitung jumlah kasus

kelemahan system pengendalian intern atas LKPD yang dilaporkan

BPK. Kelemahan SPI di ukur dengan menggunakan jumlah temuan

pelanggaran atas SPI yang diungkapkan dalam laporan hasil

pemeriksaan (LHP) dari BPK. (Heriningsih, 2014).

g. Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan

Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah

mengenai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Page 88: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

66

mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi

kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi,

ketidakekonomisan, dan ketidakefektifan. Variabel kepatuhan

terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan LKPD diukur

dengan menghitung jumlah kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan atas LKPD yang dilaporkan BPK.

Penelitian ini menguji pengaruh Ketaatan Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan terhadap tingkat korupsi. Ketaatan terhadap

Peraturan Perundang-Undangan di ukur dengan menggunakan

jumlah temuan pelanggaran atas ketaatan terhadap undang-undang

yang diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK

(Heriningsih, 2014).

h. Opini Badan Pemeriksa Keuangan

Penelitian ini menguji pengaruh dari opini audit laporan

keuangan pemerintah daerah terhadap indeks persepsi korupsi. Opini

Audit merupakan variabel independen yang diukur mengunakan

variabel dummy. Laporan audit independen merupakan sarana bagi

auditor untuk menyatakan pendapatnya, opini auditor yang

merupakan pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material

sesuai dengan kriteria standar akuntansi pemerintah.

Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy,

Kategori unqualified yang terdiri dari Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP/unqualified opinion) diberi nilai dummy 1 dan kategori non

unqualified yang terdiri dari Wajar dengan Pengecualian

(WDP/Qualified opinion), Tidak Wajar (TW/Adverse opinion) dan

Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion) diberi nilai

dummy 0 (Heriningsih, 2013).

2. Variabel Dependen

Variabel terikat (variabel dependen) merupakan variabel yang

menjadi perhatian utama peneliti dan merupakan variabel yang

Page 89: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

67

dipengaruhi variabel lain baik secara positif maupun negatif (Sekaran,

2006). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat korupsi

pemerintah daerah.

Di Indonesia terdapat bebeapa pengukuran yang berkaitan dengan

korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain Survei

Integritas (KPK), Survei Perilaku Anti Korupsi (BPS), Indonesia

Goverment Index (Kemitraan), dan Indeks Persepsi Korupsi Indonesi

(IPK) yang dikeluarkan oleh Transparancy International Indonesia(TII).

IPK inilah yang menjadi salah satu alat ukur yang populer yang menilai

dan memeringkat negara, dan kota-kota di Indonesia, bedasarkan

persepsi tingkat korupsi. Indeks ini menggunakan kombinasi dari

beberapa survei dan penelitian mengenai korupsi yang dikumpulkan dari

beberapa sumber terpercaya.

Dalam penelitian ini, tingkat korupsi pemerintah daerah yang diukur

dengan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menjadi variabel terikat

(dependent variable) IPK Indonesia dalam menghitung tingkat korupsi

memakai metode survei persepsi dengan pendekatan kuantitatif, dimana

IPK merupakan rata-rata dari total pengukuran kota-kota yang diteliti dan

kemudian disajikan dalam bentuk skor. Rentang indeks korupsi ini

adalah antara 0 – 10. dengan 0 dipersepsikan sebagai korup dan 10

berarti sangat bersih dari korupsi.

Indikator-indikator pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan

manusia, rasio kemandirian daerah, rasio belanja operasi, rasio belanja

modal, sitem pengendalian intern, kepatuhan terhadap perundang-

undangan dan Opini BPK tersebut selanjutnya dimasukan ke dalam

model ekonometrika guna melengkapi variabel pengendali, yaitu Indeks

Persepsi Korupsi. Model ekonometrik yang dikembangan dalam studi ini

adalah

Page 90: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

68

dimana :

IPK = Indeks Persepsi Korupsi

PE = Pertumbuhan Ekonomi

IPM = Indeks Pembangunan Manusia

RKD = Rasio Kemandirian Daerah

RBO = Rasio Belanja Operasi

RBM = Rasio Belanja Modal

SPI = Sistem Pengendalian Intern

UUD = Kepatuhan terhadap Perundang-undangan

BPK = Opini Badan Pemeriksa Keuangan

e = Random error yang diasumsikan bersifat homoskedastistik

terdistribusi secara normal dan independen

0 = Intercept yang menunjukan endowment Indeks Persepsi

Korupsi

n = Estimasi parameter nilai variabel pengendali

Page 91: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

69

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2008,

2011, 2015 dan 2017

Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintah

daerah tahun anggaran 2008, 2011, 2015 dan 2017 yang telah diperiksa

oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2004 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa

Neraca Daerah, Laporan Realisasin Anggaran, Laporan Arus Kas serta

Catatan atas Laporan Keuangan yang telah disusun oleh pemerintah

daerah sebagai bentuk pertanggung jawaban Pemerintah Daerah selama

satu tahun anggaran sebagimana diamanatkan dalam Undang-undang

Nomor 33 Tahun2004.

Hasil pemeriksaan keuangan BPK disajikan dalam tiga kategori

yaitu opini, SPI, dan pelanggaran terhadap kepatuhan terhadap ketentuan

perundang-undangan. Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam LHP

(Laporan Hasil Pemeriksaan) dan dinyatakan dalam sejumlah temuan.

Setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih permasalahan kelemahan

SPI, ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang

mengakibatkan kerugian negara/ daerah, potensi kerugian negara/daerah,

kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan,

dan ketidakefektifan. Setiap permasalahan merupakan bagian dari

temuan dan di dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) ini

disebut dengan istilah “kasus”. Namun, istilah kasus di sini tidak selalu

berimplikasi hukum atau berdampak finansial.

Untuk mewujudkan syarat penyusunan Laporan Keuangan

Pemerintah yang baik dan mematuhi prinsip transparansi dan

akuntabilitas, maka Pemerintah telah melakukan berbagai pembaharuan

Page 92: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

70

dan regulasi dibidang keuangan yang secara Nasional telah diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) pasal 4 ayat (1) Pemerintah

menerapkan SAP Berbasis Akrual, lebih lanjut diatur dalam Pasal 7 ayat

(1) penerapan SAP berbasis akrual. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP

berbasis kas menuju akrual menjadi penerapan SAP berbasis akrual.

Penelitian ini menggunakan data selama empat tahun pada tahun

anggaran 2008, 2010, 2015 dan 2017. Penggunaan periode tersebut

karena memberikan data yang tersedia dan dapat memberikan gambaran

pelksanaan secara bertahap dari peraturan pemerintah Nomor 17 tahun

2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang dilaksanakan

secara bertahap dari penerapan SAP berbasis kas menuju akrual menjadi

penerapan SAP berbasis akrual.

Tabel 4.1 menjadikan tahapan seleksi sampel berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan

Tabel 4.1

Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria

Proses Pengambilan Sampel Jumlah Kabupaten

dan Kota

Jumlah Pemda tingkat kabupaten/kota di

Indonesia 495

Kota dan kabupaten yang memiliki Indeks

Persepsi Korupsi 50

Sampel kabupaten dan kota di Indonesia yang

memiliki IPK selama tahun 2008 – 2017, serta

data tersedia lengkap dari BPK dan BPS

11

Jumlah pengamatan (tahun) 4

Jumlah sampel yang di observasi 44

Sumber: data diolah, 2018

Jumlah Pemda tingkat kabupaten/kota yang ada di Indonesia selama

periode penelitian berjumlah 495 Pemda. Dari 495 Pemda tersebut

Page 93: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

71

terdapat XX LKPD yang tidak memuat selama periode penelitian.

Sehingga Pemda yang dijadikan sampel adalah sebanyak xxx Pemda.

Sedangkan total yang dijadikan sampel penelitian adalah 11 Pemda

dikalikan 4 tahun pengamatan, sehingga sampel penelitian berjumlah 44.

2. Data Korupsi Kabupaten Kota

Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi

amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif,

dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat

independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas

dari kekuasaan manapun.

Tabel 4.2

Nilai Indeks Persepsi Korupsi 11 Kabupaten/Kota tahun 2008,

2010, 2015 dan 2017

No Kota Tahun

2008 2010 2015 2017

1 BANJARMASIN 51 52 68 64

2 SURABAYA 43 51 65 61

3 SEMARANG 46 50 60 59

4 PONTIANAK 38 45 58 67

5 MEDAN 38 42 57 37

6 JAKARTA 41 44 57 74

7 MANADO 40 54 55 63

8 PADANG 46 50 50 63

9 MAKASSAR 47 40 48 53

10 PEKANBARU 36 36 42 66

11 BANDUNG 37 50 39 58

Sumber: data diolah, 2018

3. Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 44 data

observasi yang berasal dari perkalian periode penelitian 4 tahun (2008,

Page 94: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

72

2011, 2015 dan 2017) dengan jumlah kabupaten/kota (11 kabupaten

kota).

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif

IPK PE IPM RKD RBO RBM SPI UUD BPK

Mean 50.93 6.59 77.94 0.49 0.78 0.33 15.68 18.68 0.34

Median 50.00 6.23 77.61 0.30 0.78 0.23 13.00 15.00 0

Maximum 74 10.93 82.01 2.31 0.88 0.83 69.00 98.00 1

Minimum 36 3.85 72.08 0.10 0.64 0.12 3.00 4.00 0.00

Std. Dev. 10.17 1.42 2.20 0.49 0.06 0.23 12.72 17.41 0.47

Observations 44 44 44 44 44 44 44 44 44

Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.2, hasil analisis dengan menggunakan statistik

deskriptif dijelaskan sebagai berikut

a) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap indeks persepsi korupsi

menunjukan nilai minimum sebesar 36 yang diperoleh Kota

Pekanbaru (2008 dan 2010) dan maksimum sebesar 74 yang

diperoleh kota Jakarta (2017). Nilai rata-rata sebesar 50.93 dengan

standar deviasi 10.17 yang menunjukan kabupatan/kota yang rata-

rata 50 persen kota yang tidak banyak melakukan korupsi sedangkan

kota-kota lainya masih banyak melakukan korupsi

b) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap pertumbuhan ekonomi

menunjukan nilai minimum sebesar 3.85 yang diperoleh Kota

Semarang (2008) dan nilai maksimum sebesar 10.93 yang diperoleh

Kota Manado. Nilai rata-rata sebesar 6.59 dengan standar deviasi

1.42 yang menunjukan bahwa rta-rata rasio pertumbuhan adalah

sebesar 6.59 persen atau kemampuan daerah dalam mempertahankan

dan meningkatkan keberhasilan keuangan yang telah dicapai dari

periode ke periode berikutnya cenderung tinggi.

c) Hasil analisis statistik deskriptif indeks pembangunan manusia

menunjukan nilai minimum sebesar 72.08 yang diperoleh Kota

Pontianak (2008) dan nilai maksimum sebesar 82.01 yang diperoleh

Page 95: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

73

Kota Semarang (2017). Nilai rata-rata sebesar 77.94 dengan standar

deviasi 2.20 yang menunjukan indeks pembangiunan manusia di

beberapa kota sudah menunjukan hasil yang baik.

d) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap rasio kemandirian daerah

menunjukan nilai minimum sebesar 0.11 yang diperoleh Kota

Banjarmasin (2008 dan 2011) dan nilai maksium sebesar 2.31 yang

diperoleh Kota Jakarta (2017). Nilai rata-rata sebesar 0.49 dengan

standar deviasi sebesar 0.49 menunjukan bahwa rata-rata rasio

kemandirian pemda kabupaten/kota adalah 50 persen atau kriteria

kemampuan pemda cukup dalam membiyai sendirin kegiatan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang

telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber keuangan yang

diperlukan daerah.

e) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap rasio belanja operasi

menunjukan nilai minimum 0.65 sebesar yang diperoleh Kota

Makasar (2017) nilai maksimum sebesar 0.88 yang diperoleh Kota

Semarang (2015 dan 2017). Nilai rata-rata sebesar 0.77 dengan

standar deviasi 0.06 yang menunjukan bahwa rata-rata rasio aktivitas

belanja operasional pemda kabupaten/kota adalah sebesar atau

tingginya persentase dana yang dialokasikan untuk belanja

operasional daerah.

f) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap rasio belanja modal

menunjukan nilai minimum sebesar 0.12 yang diperoleh Kota

Semarang (2008 dan 2010) dan Kota Padang (2010) nilai maksimum

sebesar 0.83 yang diperoleh Kota Bandung (2017) dan Kota

Banjarmasin (2017). Nilai rata-rata sebesar 0.334 dengan standar

deviasi 0.239 yang menunjukan bahwa rata-rata kemandirian adalah

33.4 persen atau persentase belanja modal yang digunakan untuk

menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung

kecil

Page 96: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

74

g) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap Sistem Pengendalian

Internal menunjukan nilai minimum sebesar 3 yang diperoleh Kota

Manado (2008) dan nilai maksimum sebesar 69 diperoleh Kota

Jakarta (2017). Nilai rata-rata sebesar 16.06 dan standar deviasi

12.84. menunjukan bahwa rata-rata kelemahan SPI adalah 16.06

kasus atau sekitar 16 kasus kelemagan SPI yang terdapat disetiap

pemda kabupaten/kota

h) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap kepatuhan terhadap

perundang-undangan menunjukan nilai minimum 4 sebesar yang

diperoleh Kota Banjarmasin (2015) dan nilai maksimum sebesar 98

yang diperoleh Kota Jakarta (2008). Nilai rata-rata sebesar 18.68

dengan standar deviasi 17.41 menunjukan bahwa rata-rata

ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan adalah 18.68 atau

sekitar 19 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan yang terdapat disetiap pemda kabupaten/kota

i) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap opini BPK menunjukan

nilai minimum sebesar 0 dan maksimum sebesar 1, dengan rata-rata

sebesar 0.34. Nilai rata-rata sebesar 0.34 menunjukan

kabupatan/kota yang mendapat opnini audit WTP dan WTP-DPP

dengan kode 1 sebanyak 4 pemda kabupaten/kota. Sedangkan 7

pemda kabupaten/kota mendapat opini selain WTP dan WTP-DPP

B. Hasil Analisis Data Penelitian

1. Uji Normalitas Data

Langkah awal dalam melakukan uji regresi Model Tobit adalah

menguji kenormalan data. Dengan hipotesia H0 berdistribusi normal dan

H1 tidak berdistribusi normal, dengan daerah penolakan p-value <

menolak H0. Hasil uji normalitas data adalah sebagai berikut:

Page 97: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

75

Gambar 4.1

Histogram Data

0

2

4

6

8

10

12

-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

Series: ResidualsSample 1 44Observations 44

Mean -0.162646Median -0.382151Maximum 9.732686Minimum -6.550437Std. Dev. 3.701172Skewness 0.545739Kurtosis 2.977811

Jarque-Bera 2.184995Probability 0.335378

Sumber : data diolah 2018

Berdasarkan gambar 4.1 nilai probability adalah 0.805230, yang

artinya p-value > , menerima H0. Sehingga data berdistribusi normal..

2. Hasil Estimasi Regresi Tobit

a. Pengujian Model

Telah dijelaskan pada Bab 3 bahwa pemelihan regresi Model

Tobil yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

didasar dengan pertimbangan bahwa variabel dependen (Y)

mempunyai sifat kualitatif, yaitu skor berupa Indeks Persepsi

Korupsi dari hasil survei yang berada dalam range skor antara 0

sampai dengan 10. Berdasarkan batasan dari variabel dependen ini

maka akan lebih tepat apabila digunkana regeresi Model Tobil

dibandingkan menggunakan regresi OLS. Sebagai alat untuk analisis

regresi Model Tobil digunaka EViews 9 yang menunjukan hasil

estimasi model sebagai berikut

Page 98: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

76

Tabel 4.4

Hasil Analisis Regresi Model Tobit

Dependent Variable: IPK

Method: ML - Censored Normal (TOBIT) (Newton-Raphson /

Marquardt

steps)

Date: 02/08/19 Time: 15:52

Sample: 2008 2017

Included observations: 44

Left censoring (value) at zero

Convergence achieved after 5 iterations

Coefficient covariance computed using observed Hessian

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

PE -1.128966 0.767130 -1.471675 0.1411

IPM -0.787291 0.661952 -1.189348 0.2343

RKD 3.777540 3.788730 0.997047 0.3187

RBM 10.78590 5.111622 2.110074 0.0349

RBO 7.727865 20.92410 0.369328 0.7119

SPI 0.305648 0.146596 2.084972 0.0371

UUD -0.235144 0.092500 -2.542100 0.0110

BPK 7.640047 2.563426 2.980405 0.0029

C 105.2357 46.12353 2.281606 0.0225

Error Distribution

SCALE:C(10) 6.626868 0.706426 9.380832 0.0000

Mean dependent var 50.93182 S.D. dependent var 10.17612

S.E. of regression 7.538678 Akaike info criterion 7.074687

Sum squared resid 1932.277 Schwarz criterion 7.480185

Log likelihood -145.6431 Hannan-Quinn criter. 7.225065

Avg. log likelihood -3.310071

Left censored obs 0 Right censored obs 0

Uncensored obs 44 Total obs 44

Sumber : data diolah 2018

dimana :

Page 99: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

77

IPK = Indeks Persepsi Korupsi

PE = Pertumbuhan Ekonomi

IPM = Indeks Pembangunan Manusia

RKD = Rasio Kemandirian Daerah

RBO = Rasio Belanja Operasi

RBM = Rasio Belanja Modal

SPI = Sistem Pengendalian Intern

UUD = Kepatuhan terhadap Perundang-undangan

BPK = Opini Badan Pemeriksa Keuangan

e = Random error

Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model

sebagai berikut :

1) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PE) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Variabel PE memberikan hasil koefisien regresi negatif sebesar

– 1,128 menunjukan bahwa hubungan antara Pertumbuhan

Ekonomi dengan indeks korupsi negatif. Kenaikan pada tingkat

pertumbuhan ekonomi menyebabkan probabilitas korupsi

meningkat (nilai indeks mendekati angka 0)

2) Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Variabel IPM memberikan hasil koefisien regresi negatif sebesar

–0,787 yang menunjukan hubungan antara Indeks Pembangunan

Manusia dengan indeks korupsi adalah negatif. Kenaikan pada

indeks pembangunan manusia akan menyebabkan probabilitas

korupsi di pemerintahan daerah akan meningkat (nilai indeks

korupsi akan mendekati 0)

3) Pengaruh Rasio Kemadirian Daerah (RKD) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Page 100: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

78

Variabel RKD memberikan hasil koefiesien regresi positif

sebesar 3.777 yang menunjukan hubungan antara Rasio

Kemandirian Daerah dengan indeks korupsi positif. Peningkatan

rasio kemandirian daerah akan meningkatkan indeks korupsi

atau probabilitas korupsi akan menurun.

4) Pengaruh Rasio Belanja Operasi (RBO) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Variabel RBO memberikan hasil koefiesien regresi positif

sebesar 7.727 yang menunjukan hubungan antara Rasio Belanja

Operasi dengan indeks korupsi positif. Peningkatan rasio belanja

operasi akan mengakibatkan indeks korupsi meningkat atau

probabilitas korupsi akan menurun.

5) Pengaruh Rasio Belanja Modal (RBM) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Variabel RBM memberikan hasil koefiesien regresi positif

sebesar 10,789 yang menunjukan hubungan antara Rasio

Belanja Modal dengan indeks korupsi positif. Peningkatan rasio

belanja modal akan mengakibatkan indeks korupsi meningkat

atau probabilitas korupsi akan menurun.

6) Pengaruh Sisten Pengendali Intern (SPI) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Variabel SPI memberikan hasil koefiesien regresi positif sebesar

0.305 yang menunjukan hubungan antara Sistem pengendalian

Internal dengan indeks korupsi positif. perbaikan sistem

pengendalian internal akan mengakibatkan indeks korupsi

meningkat atau probabilitas korupsi akan menurun.

7) Pengaruh Kepatuhan terhadap Perundang-undangan (UUD)

terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Variabel UUD memberikan hasil koefisien regresi negatif

sebesar –0.235 yang menunjukan hubungan antara Kepatuah

terhadap perundang-undangan dengan indeks korupsi adalah

Page 101: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

79

negatif. Kenaikan pada kepatuhan terhadap perarturan

perundang-undangan akan menyebabkan probabilitas korupsi di

pemerintahan daerah akan meningkat (nilai indeks korupsi akan

mendekati 0)

8) Pengaruh Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap

Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Variabel BPK memberikan hasil koefiesien regresi positif

sebesar 7.640 yang menunjukan hubungan antara Opini BPK

dengan indeks korupsi positif. Peningkatan opini BPK akan

meningkatkan indeks korupsi atau probabilitas korupsi akan

menurun

b. Uji Parsial (Uji Wald)

Dalam penelitian menggunakan regresi Model Tobit, dilakukan

pengujian pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial dengan

menggunakan Uji Wald. Berdasarkan tabel 4.5, nilai p-value yang kurang

dari = 0,05 dapat disimpulkan sebagai variabel yang signifikan.

Tabel 4.5

Uji Parsial (Uji Wald)

Variabel Estimasi Wald p-value Keputusan

PE -1.128966 0,1503 0.1411 Ha ditolak

IPM -0.787291 0.2425 0.2343 Ha ditolak

RKD 3.777540 0.3258 0.3187 Ha ditolak

RBM 10.78590 0.0423 0.0349 Ha diterima

RBO 7.727865 0.7142 0.7119 Ha ditolak

SPI 0.305648 0.0447 0.0371 Ha diterima

UUD -0.235144 0.0157 0.0110 Ha diterima

BPK 7.640047 0.0053 0.0029 Ha diterima

Sumber : data diolah 2018

Page 102: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

80

Berdasarkan Uji Wald diperoleh hasil sebagai berikut

1) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PE) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel PE sebesar 0.1503 dengan nilai p-value

0.1411 lebih besar dari pada 0.05 dan hipotesis Ha1 ditolak maka

variabel Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan secara

parsial dengan Indeks Persepsi Korupsi.

2) Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel IPM sebesar 0.2425 dengan nilai p-value

0.2343 lebih besar dari pada 0.05 dan hipotesis Ha2 ditolak maka

variabel Indeks Pembangunan Manusia tidak berpengaruh signifikan

secara parsial dengan Indeks Persepsi Korupsi

3) Pengaruh Rasio Kemadirian Daerah (RKD) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel PE sebesar 0.3258 dengan nilai p-value

0.3187 lebih besar dari pada 0.05 dan dan hipotesis Ha3 ditolak maka

variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan secara

parsial dengan Indeks Persepsi Korupsi

4) Pengaruh Rasio Belanja Modal (RBM) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel RBM sebesar 0.0423 dengan nilai p-value

0.0349 lebih kecil dari pada 0.05 hipotesis Ha4 diterima maka variabel

Rasio Belanja Modal berpengaruh signifikan secara parsial dengan

Indeks Persepsi Korupsi

5) Pengaruh Rasio Belanja Operasional (RBO) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel RBO sebesar 0.7142 dengan nilai p-value

0.7119 lebih besar dari pada 0.05 hipotesis Ha5 ditolak maka variabel

Rasio Belanja Operasional tidak berpengaruh signifikan secara parsial

dengan Indeks Persepsi Korupsi.

Page 103: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

81

6) Pengaruh Sistem Pengendali Intern (SPI) terhadap Indeks Persepsi

Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel SPI sebesar 0.0447 dengan nilai p-value

0.0371 lebih kecil dari pada 0.05 hipotesis Ha6 diterima maka variabel

Sistem Pengendali Intern berpengaruh signifikan secara parsial

dengan Indeks Persepsi Korupsi.

7) Pengaruh Kepatuhan terhadap Perundang-undangan (UUD) terhadap

Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel UUD sebesar 0.0157 dengan nilai p-value

0.0110 lebih kecil dari pada 0.05 hipotesis Ha7 diterima maka variabel

kepatuhan terhadap Peraturan Perundangan-undangan berpengaruh

signifikan secara parsial dengan Indeks Persepsi Korupsi

8) Pengaruh Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Indeks

Persepsi Korupsi (IPK)

Hasil Uji Wald variabel BPK sebesar 0.0053 dengan nilai p-value

0.0029 lebih kecil dari pada 0.05 hipotesis Ha8 diterima maka variabel

Opini BPK berpengaruh signifikan secara parsial dengan Indeks

Persepsi Korupsi

c. Uji Signifikansi (Likelihood Ratio)

Untuk melihat kebaikan model (Goodness of Fit) secara bersama-

sama digunakan Likelihood Ratio (LR). Likelihood Ratio (LR) ini mirip

dengan uji F pada analisis OLS. Hasil Uji Signifikansi dapat dilihat pada

Tabel 4.7.

Page 104: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

82

Tabel 4.6

Uji Signifikansi (Likelihood Ratio)

Redundant Variables Test

Null hypothesis: PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK are

jointly insignificant

Equation: UNTITLED

Specification: IPK PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK C

Redundant Variables: PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK

Value df Probability

Likelihood ratio 36.73266 8 0.0000

LR test summary:

Value df

Restricted LogL -164.0094 42

Unrestricted LogL -145.6431 34

Sumber: data diolah 2018

Hasil Uji LR diperoleh sebesar 36.73266 dengan nilai probability

0.0000 yang lebih kecil dari 0.05. Maka dapat dikatakan variabel-

variabel Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Rasio

Kemandirian Daerah, Rasio Belanja Operasi, Rasio Belanja Modal,

Sistem Pengendali Internal, Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-

undangan, dan Opini Audit BPK berpengaruh secara simultan terhadap

Indeks Persepsi Korupsi pada pemerintahan daerah di Indonesia.

C. Pembahasan

1. Pengaruh Variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Persepsi

Korupsi

Dari hasil pengujian model, dapat diketahui bahwa indikator

ekonomi makro berupa PDRB per kapita sebahai proxy secara statitik

tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks persepsi korupsi. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heriningsih dan

Marita (2013) yang dapat diuraikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak

berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Namun berbeda dengan hasil yang

Page 105: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

83

diperoleh Mahmet Ugur dan Nandini Desgupta (2011) yang menyatakan

pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi.

Tingkat korupsi pemerintah daerah semakin menunjukan

kecanderungan meningkat dari tahun ketahun, terlebih semenjak

terjadinya perubahan peta politik di era otonomi daerah yang

memberikan keleluasaan bagi daerah dalam mengelola sumber daya

lokal. Berdasarkan rilis KPK, kasus-ksus korupsi melibatkan individu

yang mapan secara ekonomi yaitu para pejabat papan atas di daerah. Hal

ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraab nasyarakat tidak secara

signifikan mempengaruhi korupsi. Pendapatan per kapita yang membaik

sehingga meningkatkan kesejahteraan ekonomi juga semakin tinggi di

suatu daerah tidak menjamin seseorang untuk tidak melakukan korupsi.

Pemerintah daerah dan DPRD yang seharusnya bertugas melayani

masyarakat justru banhyak memanfaatkan posisi dan jabatan tersebut

untuk melakukan penyimpangan seperti penyalahgunaan wewenang,

kesempatan atau sarana yang ada padaranya karena jabatan atau

kedudukan yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain

atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

2. Pengaruh Variabel Indeks Pembangunan Manusia terhadap Indeks

Persepsi Korupsi

Uji empiris penelitian ini dengan menggunakan Model Tobit

menunjukan hasil bahwa Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel

sosio-ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan dalam mempengaruhi

tingkat korupsi. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pembangunan

manusia tidak akan mempengaruhi angka Indeks Persepsi Korupsi, atau

korupsi belum hilang. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ageng Rian Ardianto (206) yang meneliti keterkaitan antara

Corruption Prec berhasil menemukan korelasi positif antara kenaikan

HDI terhadap kenaikan CPI (yang artinya tingkat korupsi semakin

rendah)

Page 106: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

84

Hal tersebut secara faktual dapat dibuktikan dengan melihat daerah

di Indonesia yang mempunyai angka IPM yang tinggi seperti juga

memiliki skor IPK yang rendah, atau angka korupsi yang juga tinggi.

Jadi, kualitas pendidikan yang semakin baik dan tingkat kesejahteraan

yang tinggi di masyarakat belum mampu menumbuhkan kesadaran bagi

individu untuk tidak melakukan korupsi.

3. Pengaruh Variabel Rasio Kemandirian Daerah terhadap Indeks Persepsi

Korupsi

Indikator desentralisasi fiskal dalam penelitian ini adalah proxy

kemandirian keuangan daerah yang dinyatakan dengan angka rasio

berupa indkes kemandirian keuangan yang didapatkan dari hasil bagi

total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total pemdapatan dan total

belanja. Hasil uji regresi dengan Model Tobit memperoleh hasil

kemandirian keuangan daerah tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi. Hasl ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Heriningsing dan Marita (2013) dan Ageng Rian Ardianto

(2016) yang menyatakan bahwa kinerja keuangan daerah yang salah

satunya dinyatakn dalam rasio kemandirian tidak berpengaruh terhadap

tingkat korupsi di Indonesia. Namun tidak sesuai dengan hasil yang

diperoleh Rita Wulandari (2015) yang menyatakan

Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan tingkat

kemdirian keuangan daerah akan mampu mengurangi korupsi tidak

terbukti. Otonomi daerah yang membawa perbaikan pada tingkat

kemandirian kleuangan daerah ternyata belum mampu mempengaruhi

tingkat korupsi. Artinya, meskipun suatu daerah mampu mandiri secara

kemampuan keuangan yang tinggi masih belum mampu menjadi jaminan

bahwa daerah tersebut terbebas dari praktek korupsi.

4. Pengaruh Variabel Rasio Belanja Operasional terhadap Indeks Persepsi

Korupsi

Berdasarkan hasil uji regresi Tobit menunjukan rasio belanja

operasi tidak berpengaruh terhadap indeks persepsi korupsi. Hal ini

Page 107: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

85

sesuai dengan hasil yang diperoleh Heriningsih dan Marita (2013), Rita

Wulandari (2015) dan Ageng Rian Andrianto (2016) yang menyatakan

bahwa rasio belanja operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks

persepsi korupsi.

Kecenderungan pejabat publik penyedia barang/jasa untuk

melakukan korupsi pada pos belanja operasi menyebabkan naiknya nilai

belanja. Sementara dalam proses pengurusan proyek tersebut, diperlukan

biaya-biaya pendamping sejak proses perizinan hingga proyek tersebut

terselesaikan. Biaya-biaya pendamping bisa berupa biaya

penyelenggaraan administrasi kegiatan (belanja bahan berupa alat tulis

kantor, pengadaan dokumen, dan jamuan rapat), honorarium bagi pejabat

pengadaan (pegawai negeri yang diangkat PA/KPA untuk melaksanakan

pemilihan penyedia barang/jasa), serta biaya transportasi lokal dalam

rangka koordinasi dengan pihak terkait.

Di samping itu, pemerintah perlu mengeluarkan biaya/belanja jasa

konsultan untuk membantu Tim Pelaksana kegiatan dalam melakukan

sebagian pekerjaan berupa kajian/pengumpulan dan analisis

data/pengembangan sistem database atau sejenisnya, serta untuk

kebutuhan pelaksanaan pekerjaan. Untuk mendukung terlaksananya

teknis kegiatan, pemerintah juga perlu mengeluarkan belanja jasa lainya,

berupa pengadaan tenaga adminstrasi, operator komputer untjk

mendukung terlaksananya kegiatan.

5. Pengaruh Variabel Radio Belanja Modal terhadap Indeks Persepsi

Korupsi

Berdasarkan hasil uji regresi Tobit menunjukan rasio aktivitas

belanja modal secara statistik berpengaruh positif dan signifikan

terhadap indeks persepsi korupsi. Hal ini berbeda dengan hasil yang

diperoleh Heriningsih dan Marita (2013), Rita Wulandari (2015) dan

Ageng Rian Andrianto (2016) yang menyatakan bahwa rasio belanja

modal tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

Page 108: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

86

Hasil penelitin tersebut dapat menjelaskan bahwa data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah berupa nominal dalam realisasi

APBD. Munculnya perbedaan hasil diduga karena terdapat faktor-faktor

lain di luar angka belanja modal dalam APBD yang mempengaruhi

korupsi.

6. Pengaruh Variabel Sistem Pengendalian Internal terhadap Indeks

Persepsi Korupsi

Uji empiris penelitian ini dengan menggunakan Model Tobit

menunjukan hasil bahwa Sistem Pengendali Intern sebagai salah satu

variabel akuntabilitas laporan keuangan berpengaruh positif signifikan

terhadap Indeks Persepsi Korupsi pada pemerintah daerah di Indonesia.

Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh Wahyu Setiawan (2013) dan

Rita Wulandari (2015) yang menyatakan sistem pengendalian intern

tidak berpengaruh terhadap indeks persepsi korupsi.

Hasil pemeriksaan BPK atas sistem pengendali intern

mengungkapkan tentang kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan

pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengendalian intern. Model

korupsi yang disusun Klitgaard (2001) sistem pengendalian intern

menunjukan akuntabilitas laporan keuangan yang berpengaruh pada

korupsi.

Menurut Anwar (2006) untuk meningkatkan pengelolaan keuangan

negara yang mengurangi korupsi, pemerintah melakukan koreksi secara

menyeluruh sehingga memperbaiki akuntabilitas pelaporan keuangan,

salah satunya dengan sistem pengendalian intern.

7. Pengaruh Variabel Kepatuhan terhadap Perundang-undangan terhadap

Indeks Persepsi Korupsi

Hasil kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sbagai

salah satu variabel akuntanilitas laoran keuangan menunjukan pengaruh

yang signifikan terhdap indeks persepsi korupsi. Hal ini berbeda dengan

hasil yang diperoleh Wahyu Setiawan (2013) dan Rita Wulandari (2015)

Page 109: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

87

yang menyatakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

tidak berpengaruh terhadap indeks persepsi korupsi.

Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dilaporkan BPK menunjukkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan.

Berdasarkan model Korupsi yang disusun oleh Klitgaard (2001)

Kepatuhan terhadap perundang- undangan menunjukkan akuntabilitas

laporan keuangan yang berpengaruh pada korupsi. Semakin banyak

kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

menunjukkan informasi keuangan yang disajikan dalam laporan

keuangan dapat diandalkan (BPK, 2013). Artinya semakin banyak

ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

menunjukkan tingkat akuntabilitas laporan keuangan rendah.

Menurut Widjajabrata dan Zacchea (2004) Jika tingkat

akuntabilitas laporan keuangan yang tinggi dapat mengurangi tindak

korupsi, Artinya akuntabilitas yang lemah diyakini berpengaruh pada

meningkatnya korupsi. menurut Rampengan (2013) Hasil LHP yang

salah satunya menguji kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan peraturan

perundang-undangan dapat dijadikan kasus tindak pidana korupsi, jika

suatu instansi pemerintah atau pejabat pemerintah dikatakan telah

melakukan penyelewengan dana yang mengakibatkan kerugian keuangan

Negara

8. Pengaruh Variabel Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Indeks

Persepsi Korupsi

Hasil uji regresi Tobit dari Opini BPK menunjukan pengaruh

positif yang signifikan terhadap indeks persepsi korupsi. Hal ini sesuai

dengan hasil yang diperoleh Ageng Rian Ardianto (2016) namun berbeda

dengan hasil yang diperoleh Heriningsih dan marita (2013), Wahyu

Setiawan (2013) dan Rita Wulandari (2015) yang menyatakan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan tidak berpengaruh terhadap

indeks persepsi korupsi.

Page 110: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

88

Pemeriksaan keuangan tidak menilai benar atau salahnya suatu

laporan, tetapi wajar tidaknya penyusunan laporan keuangan. Jadi,

sepanjang disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi, laporan

keuangan bisa saja mendapat opini WTP meskipun sebenarnya

mengandung korupsi (Prakasa, 2012). Menurut Poernomo (2013) WTP

tidak menjamin pemda bebas korupsi, karena WTP hanya tata kelola

keuangannya baik, dimana baik bukan berarti benar. Menurut Prakarsa

(2012) jika BPK menemukan kejanggalan dalam memeriksa keuangan

negara, BPK dapat mengusut kasus korupsi dan melakukan pemeriksaan

tertentu. Dimana nantinya Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut

dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dijadikan

sebagai tindakan penyelewengan dana yang mengakibatkan kerugian

keuangan Negara (Rampengan, 2013)

Page 111: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah

2. Indeks Pembangunan Manusia tidak berpengaruh signifikan terhadap

tingkat korupsi pemerintah daerah

3. Rasio Kemandirian Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah

4. Rasio Belanja Operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah

5. Rasio Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi

pemerintah daerah

6. Sistem Pengendalian Intern berpengaruh signifikan terhadap tingkat

korupsi pemerintah daerah

7. Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan berpengaruh

signifikan terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah

8. Opini Badan Pemeriksan Kuangan berpengaruh signifikan terhadap

tingkat korupsi pemerintah daerah

9. Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Rasio

Kemandirian Daerah, Rasio Belanja Modal, Rasio Belanja Operasi,

Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-

undangan dan Opini Badan Pemeriksa Keuangan berpengaruh signifikan

secara bersama-sama terhadap Indeks Persepsi Korupsi.

B. Implikasi

Penelitian ini memiliki implikasi yang diharapkan dapat berguna untuk

pihak-pihak yang berkepentingan. Implikasi dari penelitian ini adalah

Page 112: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

90

1. Bagi BPK (Badan Pengawas Keuangan)

Dalam tugasnya mengeluarkan opini audit WTP sebaiknya auditor

BPK terus mengkaji lebih dalam mengenai faktor-faktor internal maupun

eksternal yang berpengaruh terhadap opini WTP. Auditor BPK harus

selalu bersikap objektif dan independen terhadap klien sehingga tidak

menyebabkan asimetri informasi di antara pengguna dan pembaca

laporan.

2. Bagi Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah harus mempertimbangkan dalam berkerja sama

dengan BPK terlebih bila Pemda tersebut telah terbukti korupsi. BPK

juga harus menganalisis apakah Pemda tersebut dapat mempertahankan

kelangsungan pemerintahan atau bahkan tetap melakukan korupsi.

3. Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi

Sebagai pihak luar dari organisasi, KPK harus memperhatikan

tindakan Pemda untuk mengatasi kondisi buruknya pemerintahan dengan

meninjau ulang langkah-langkah kongkrit yang dilakukan Pemda

sehingga masyrakat tetap percaya pada pemerintahan yang baik

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa implikasi rekomendasi

yang dapat diberikan antara lain

1. Ditemukanya hubungan yang positif antara belanja pemerintah daerah

dengan probabilitas terjadinya korupsi mengindikasikan perlunya

pengawasan yang lebih baik dalam sistem penganggaran. Untuk

meningkatkan pengawasan tersebut, pemerintah dapat menerapkan e-

budgeting, yaitu sistem penganggaran secara online. Dengan

digunakannya e-budgeting, dapat diketahui pihak yang mengajukan

anggaran, besarnya anggaran yang diajukan, serta pihak yang

mengautorisasi anggaran tersebut. Nantinya, jika terjadi permasalahan

dalam penggunaan anggaran, dapat segera diketahui siapa saja pihak-

pihak yang harus bertanggung jawab. Sistem tersebut memungkinkan

keterlibatan yang lebih luas dari berbagai pihak dalam melakukan

Page 113: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

91

pengawasan terhadap proses penyusunan, pelaksanaan, dan

pertanggungjawaban anggaran. Dengan demikian, diharapkan anggaran

dapat dialokasikan secara tepat sasaran, dan tidak dimanfaatkan oleh

pihak-pihak tertentu bagi kepentingan pribadinya

2. Indikator sosio-ekonomi (IPM) mempunyai tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap indeks persepsi korupsi. Artinya, semakin tinggi

angka IPM juga membawa konsekuensi nilai Indeks Persepsi Korupsi

tidak berpengaruh. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara

struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya tidak memiliki pengaruh

yang kuat dalam menentukan perilaku individu atau kelompok di lingkup

pemerintah daerah untuk melakukan korupsi dibandingkan dengan

pengaruh implementasi sistem desentralisasi. Oleh karena itu, pemerintah

daerah harus terus aktif dan konsisten dalam melakukan peningkatan

kualitas sumber daya manusia yang diikuti dengan sosialiasi yang

intensif mengenai korupsi dan akibat yang ditimbulkannya.

3. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perilaku korupsi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata tetap

memunculkan peluang terjadinya korupsi. Hal ini berarti masih banyak

hal-hal lain diluar faktor ekonomi yang mempengaruhi perilaku

masyarakat untuk berbuat kecurangan. Oleh karena itu kontrol

kelembagaan dan penegakan aturan yang lebih ketat hendaknya selalu

mengiringi setiap kebijakan ekonomi pemerintah guna meminimalkan

tindak korupsi tersebut.

4. Sistem pengendalian intern, kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan dan opini audit BPK berpengaruh signifikan terhadap indeks

persepsi korupsi. Yang artinya perubahan pada nilai-nilai variabel

tersebut akan mempengaruhi tingkat korupsi pada pemerintahan

daerah.Untuk BPK sebagai lembaga yang berwenang untk melakukan

audit akuntabilitas laporan keuangan daerah harus tetap menjaga agar

pemerintah daerah melakukan sistem administrasi pemerintahan yang

Page 114: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

92

baik dengan cara melakukan pengawasan yang optimum agar tindak

pidana korupsi dapat ditekan serendah mungkin.

Page 115: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

93

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M.R.H.. Analisis Determinan Korupsi di Era Desentralisasi pada 12

Ibukota Provinsi di Indonesia. Brawijaya Journal of Economics. Malang.

2013

Anwar, P. Mangkunegara. Evaluasi Kinerja SDM. Jakarta: Eresco. 2006

Ardiyanto, Ageng Rian. “Analisis Determinan Korupsi di Indonesia Tahun 2006 –

2015”.Thesis S2. Universitas Gajahmada, Yaogyakarta. 2016

Arens, Alvin A., et. al. Autidting dan Jasa Assurance. Jakarta: Airlangga. 2011

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar hasil Pemeriksaan BPK

RI Semester 1 dan II. BPK RI, Jakarta, 2012.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar hasil Pemeriksaan BPK

RI Semester 1 dan II. BPK RI, Jakarta, 2013.

Bahrin. Dampak Korupsi Terhadap Kehancuran Negara dan Upaya

Penanggulanganya. Institute Pertanian Bogor. 2004

Bati. Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (Stufi Pada Kabupaten dan Kota DI Sumatra Utara),

Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan. 2009

Caiden, Gerald E. Administrative Reform. Illinois: Aldine Publishing Company.

1998

Dwijayanti, R dan Rusherlistyanti. Analisis Perbandingan Kinerja Kuengan

Pemerintah Propinsi Se-Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 12

No,01. 2013

Erika, Revida, , Penataan Ulang Birokrasi dan Kualitas Pelayanan Publik di Era

Otonomi Daerah. Universitas Sumatra Utara. 2007

Greene, W. H.. Econometrics Analysis, 4th edition. New Jersey: Prentice Hall.

2000.

Gujarati, D. Basic Econometrics. Fourth Edition. International Edition. Singapore.

McGraw-Hill. . 2004.

Gunawan, Jamil, et al. Desentralisasi, Globalisasi, dan Demokrasi Lokal. Jakarta:

Pustaka LP3ES Indonesia. 2005.

Page 116: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

94

Halim, Abdul dan Kusufi, M.S. “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan

Daerah”. Jakarta: Salemba Empat. 2012.

Halim, Abdul. “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”. Salemba

Empat. 2004.

Halim, Abdul. Administrasi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba

Empat. Jakarta 2007.

Heriningsih, S. dan Marita.. “Pengaruh Opini Audit Dan Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah (Studi

Empiris Pada Pemerintah Kabupaten Dan Kota Di Pulau Jawa)”. Buletin

Ekonomi Vol. 11, No. 1, April 2013 hal 1-86. Yogyakarta. 2013

Heriningsih, Sucahyo.. “Kajian Empiris Tingkat Akuntabilitas Pemerintah

Daerah dan Kinerja Penyelengara Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat

Korupsi Pada Kabupaten dan Kota di IndonesiA”. Paradigma vol. 18 bulan

september tahun 2014.

Hosmer, D. W. dan Lemeshow, S., Applied Logistic Regression. New York: John

Wiley and Son. 2000.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. Metode Penelitian Bisnis. Yogyakarta:

BPFE. 2009.

Kartono, Kartini.. Psikologi Umum. Bandung : Sinar Baru Algies Indonesia. 2002

Kennedy, Jhon E & R. Dermawan Soemanagara. Marketing Comunication.

Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006

Klitgaard, Robert. Membasmi Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2001.

Kurniawan, Teguh.. “ Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat

dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan”. Jurnal Bisnis dan

Birokrasi; Vol. 16, No. 2. 2009

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Andy Offset:Yogyakarta. 2009.

Mulyanto.. Pengembangan dan Pengukuran Indikator Pembangunan Daerah di

Era Otonomi dan Desentralisasi. Region, Vol. 2, No. 1, Januari 2007: 43-52. 2007

Nugroho, Fajar. Pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan

daerah dengan pendapatan asli daerah sebagai variabel intervening. Skripsi.

Undip. 2012.

Pope, J. Strategi Memberantas Korupsi. Jakarta: Transparency International

Indonesia. 2008

Page 117: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

95

Pradhan, P. M. Understanding the Relationship Between Human Development

Index (HDI) and Corruption Perception Index (CPI) for Nepal. North South

University Journal, Bangladesh. 2012.

Prakasa, Gigih. Hubungan Opini WTP dengan Indikasi Bebas Korupsi pada

Entitas Pemerintah. 2012.

Rehman, H., dan Naveed, A. 2007. Determinants of Corruption and Its Relation to

GDP (A Panel Study). Journal of Political Studies, Vol. XII, Winter: 27-59.

Sekaran, Uma.. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4 Salemba Empat.

Jakarta. 2006

Setiawan, Wahyu. Pengaruh Akuntabilitas laporan Keuangan pemerintah daerah

(LKPD) terhadap tingkat koropsi Pemerintah daerah di Indonesia. Skripsi

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Diponegoro.

2012.

Shah, Anwar. Performance Accountability and Combating Corruption. The world

bank 1818 H Streett, NW. 2007

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Cetakan 13.

Alfabeta. Bandung. 2011

Susantih, H dan Saftiana, Y. Perbandingan Indikator Kinerja Keuangan

Pemerintah Propinsi Se-Sumatra Bagian Selatan. Simposium Nasional

Akuntansi 12. 2009.

Todaro, Michael P, Smith, Stephen C. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

2006

Todaro, Michael, P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I, Edisi

Ketujuh. Jakarta: Erlangga. 2000

Transparency International (TI). 2015 Annual Report. USA: TI.

Transparency International Indonesia (TII). Laporan Tahunan 2014. Jakarta: TII.

Transparency International Indonesia (TII). Laporan Tahunan 2015. Jakarta: TII.

Transparency International. (2006). Mencegah Korupsi Dalam Pengadaan Barang

dan Jasa Publik.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara. 2004

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara. 2003

Page 118: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

96

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. 2001

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2014

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah. 2009

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.2004

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2004

Wakhyudi, dan Laila Firda Tarunasari. Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah

Melalui Rasio Keuangan Daerah . Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol. 1

No. 2, 2013 pg. 139-150. STIE Kesatuan ISSN 2337 – 7852.

Widjajabrata, Safaat and Nicholas M Zacchea.. International Corruption: The

Republic of Indonesia is Strengthening the Ability of Its Auditors to Battle

Corruption. The Journal of Government Financial Management, Vol. 53,

No. 3. 2004

Wijayanto, Ridwan Zachrie. Korupsi Mengorupsi Indonesia : Sebab, Akibat, dan

Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009

Wulandari, Rita. “Pengaruh Akuntabilitas Laporan Keuangan pemerintah Daerah

(LKPD) dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Tingkat

Korupsi Pemerintah Daerah di Indonesia”. Jakarta. 2015.

Xu, et al.. Key Issue Of Accounting Information Quality Management : Australian

Case Studies. Industrial Management & Data System 103/7, 461- 470. 2003

Yilmaz, A., Akif, M.. Determinants of Economic Corruption: A Cross-Country

Data Analysis. International Journal of Business and Social Science, Vol. 2

No. 13 (Special Issue – July 2011). 2011

Page 119: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

97

LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Sampel

Page 120: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

98

Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Tobit

1. Uji Normalitas

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-15 -10 -5 0 5 10 15

Series: ResidualsSample 1 44Observations 44

Mean -7.35e-11Median 0.570162Maximum 14.29621Minimum -14.79014Std. Dev. 6.522788Skewness -0.172568Kurtosis 2.657653

Jarque-Bera 0.433253Probability 0.805230

2. Uji Estimasi Regresi Tobit

Dependent Variable: IPK

Method: ML - Censored Normal (TOBIT) (Newton-Raphson /

Marquardt

steps)

Date: 02/08/19 Time: 15:52

Sample: 2008 2017

Included observations: 44

Left censoring (value) at zero

Convergence achieved after 5 iterations

Coefficient covariance computed using observed Hessian

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

PE -1.128966 0.767130 -1.471675 0.1411

IPM -0.787291 0.661952 -1.189348 0.2343

RKD 3.777540 3.788730 0.997047 0.3187

RBM 10.78590 5.111622 2.110074 0.0349

RBO 7.727865 20.92410 0.369328 0.7119

SPI 0.305648 0.146596 2.084972 0.0371

UUD -0.235144 0.092500 -2.542100 0.0110

BPK 7.640047 2.563426 2.980405 0.0029

C 105.2357 46.12353 2.281606 0.0225

Error Distribution

SCALE:C(10) 6.626868 0.706426 9.380832 0.0000

Mean dependent var 50.93182 S.D. dependent var 10.17612

S.E. of regression 7.538678 Akaike info criterion 7.074687

Sum squared resid 1932.277 Schwarz criterion 7.480185

Page 121: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

99

Log likelihood -145.6431 Hannan-Quinn criter. 7.225065

Avg. log likelihood -3.310071

Left censored obs 0 Right censored obs 0

Uncensored obs 44 Total obs 44

3. Uji Likelihood Ratio

4. Uji Wald

Variabel PE

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -1.471675 34 0.1503

F-statistic 2.165827 (1, 34) 0.1503

Chi-square 2.165827 1 0.1411

Null Hypothesis: C(1)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -1.128966 0.767130

Restrictions are linear in coefficients.

Redundant Variables Test

Null hypothesis: PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK are

jointly insignificant

Equation: UNTITLED

Specification: IPK PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK C

Redundant Variables: PE IPM RKD RBM RBO SPI UUD BPK

Value df Probability

Likelihood ratio 36.73266 8 0.0000

LR test summary:

Value df

Restricted LogL -164.0094 42

Unrestricted LogL -145.6431 34

Page 122: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

100

Variabel IPM

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -1.189348 34 0.2425

F-statistic 1.414548 (1, 34) 0.2425

Chi-square 1.414548 1 0.2343

Null Hypothesis: C(2)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(2) -0.787291 0.661952

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel RKD

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.997047 34 0.3258

F-statistic 0.994102 (1, 34) 0.3258

Chi-square 0.994102 1 0.3187

Null Hypothesis: C(3)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) 3.777540 3.788730

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel RBM

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

Page 123: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

101

t-statistic 2.110074 34 0.0423

F-statistic 4.452412 (1, 34) 0.0423

Chi-square 4.452412 1 0.0349

Null Hypothesis: C(4)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(4) 10.78590 5.111622

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel RBO

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 0.369328 34 0.7142

F-statistic 0.136403 (1, 34) 0.7142

Chi-square 0.136403 1 0.7119

Null Hypothesis: C(5)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(5) 7.727865 20.92410

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel SPI

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 2.084972 34 0.0447

F-statistic 4.347107 (1, 34) 0.0447

Chi-square 4.347107 1 0.0371

Null Hypothesis: C(6)=0

Null Hypothesis Summary:

Page 124: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

102

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(6) 0.305648 0.146596

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel UUD

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic -2.542100 34 0.0157

F-statistic 6.462272 (1, 34) 0.0157

Chi-square 6.462272 1 0.0110

Null Hypothesis: C(7)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(7) -0.235144 0.092500

Restrictions are linear in coefficients.

Variabel BPK

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 2.980405 34 0.0053

F-statistic 8.882814 (1, 34) 0.0053

Chi-square 8.882814 1 0.0029

Null Hypothesis: C(8)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(8) 7.640047 2.563426

Restrictions are linear in coefficients.

Page 125: ANALISIS DETERMINAN KORUPSI PEMERINTAH DAERAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50189...Peserta Program Pembelajaran Tilawah al-Qur’an, Lembaga Tahfizh dan Ta’lim

103

Semua Variabel

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

F-statistic 96.64846 (8, 34) 0.0000

Chi-square 773.1877 8 0.0000

Null Hypothesis: C(1)=0, C(2)=0, C(3)=0, C(4)=1,

C(5)=0,

C(6)=1, C(7)=1, C(8)=1

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) -1.128966 0.767130

C(2) -0.787291 0.661952

C(3) 3.777540 3.788730

-1 + C(4) 9.785899 5.111622

C(5) 7.727865 20.92410

-1 + C(6) -0.694352 0.146596

-1 + C(7) -1.235144 0.092500

-1 + C(8) 6.640047 2.563426

Restrictions are linear in coefficients.