efektivitas komunikasi pada kegiatan...

83
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR, CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR MAULIDANI TRESNAPUTRI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lamlien

Post on 23-May-2018

235 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN

PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL

NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR,

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

MAULIDANI TRESNAPUTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Komunikasi

pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa

Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Maulidani Tresnaputri

NIM I3410008

ABSTRAK

MAULIDANI TRESNAPUTRI. Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan

Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir,

Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA.

Usaha jati pada unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti

Nusantara (UBH-KPWN) dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan petani.

Komunikasi yang efektif penting dilakukan antara pemandu lapang dengan petani

untuk meningkatkan produktivitas. Metode yang digunakan dalam penelitian

adalah metode survei dengan didukung data kuantitatif dan kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan karakteristik petani didominasi usia dewasa, tingkat

pendidikan sedang, pengalaman usahatani yang sedang, pendapatan rendah, luas

lahan garapan sempit, dan keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan tergolong

sedang. Pemandu lapang memiliki hubungan yang dekat dengan petani,

kredibilitas, sikap yang sangat baik, dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani

tinggi, serta komunikasi pemandu lapang sangat baik. Efektivitas komunikasi

antara petani dengan pemandu lapang sudah efektif. Hal ini berhubungan dengan

frekuensi keikutsertaan petani, kedekatan, kredibilitas, penguasaan materi

program, dan kesesuaian metode penyuluhan.

Kata kunci: petani, pemandu lapang, komunikasi, kegiatan pendampingan

ABSTRACT

MAULIDANI TRESNAPUTRI. Communication Efficacy at Assistance Program

Activities “Jati Unggul Nusantara” in Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang,

Kabupaten Bogor. Supervised by ANNA FATCHIYA.

The teak business of Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti

Nusantara (UBH-KPWN) unit conducted by a partnerships with farmers. The

effective communication between field guides and farmer is important to improve

the productivity. The method used in the study is a survey method supported by

quantitative and qualitative data. The results showed the characteristics of farmers

dominated adulthood, moderate education level, experience in farming classified

as moderate, low income, limited arable land, and the farmers' participation in

extension activities classified as moderate.Field guides have a close relationship

with farmers, very good credibility and attitude,and frequency to visits the farmer

group is also quite high,as well as excellent communication field guides. The

communication efficacy between farmers and field guides been effective. It is

related to the frequency of participation of farmers, proximity, credibility, mastery

of the material program, and the appropriateness of extension methods.

Keywords: farmer, field guides, communication, assistance activities

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN

PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL

NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR,

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

MAULIDANI TRESNAPUTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program

“Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang,

Kabupaten Bogor

Nama : Maulidani Tresnaputri

NIM : I34100085

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fatchiya, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul

Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” tepat pada

waktunya. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi,

kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir Sutisna Riyanto, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru

Purwandari SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas saran dan

masukannya.

3. Dosen-dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

atas ilmu, kesabaran, bimbingan, dan pertolongan yang diberikan.

4. Dra Anih Setiawati dan Ir Danu, MSi selaku ibu dan ayah tercinta yang selalu

mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis, serta

Agung Ahmad Khairudin selaku adik yang selalu menyemangati penulis.

5. Muhamad Rifki Maulana atas doa, motivasi dan dukungan yang diberikan

kepada penulis selama ini.

6. Sahabat-sahabat tercinta Sarah, Nita, Kiki, Tantri, Adien, Akfin, Nadyana,

Mahda, Puteri, Okta, Bibah, Addin, Ajeng, Lieke, Iffah, Aya, Debby, Fifi,

Echa, Raissa, Jihan, Caca, Aufa Mutia, Pipiw, dan Annisa yang telah selalu

mewarnai hari-hari penulis dan memberikan semangat kepada penulis.

7. Seluruh keluarga besar SKPM, terutama SKPM 47 atas kebersamaannya.

Serta kakak-kakak SKPM 45 dan SKPM 46 atas kesediaannya berbagi

pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan proposal skripsi

ini.

8. Pihak-pihak dari UBH-KPWN Bogor atas penerimaan, waktu, kesempatan,

informasi, dan seluruh bantuan yang diberikan untuk kelancaran proses

penelitian ini. Bapak Ir Dharmawan Budiantho, MP, Bapak Edi Wahyudi S

Hut, dan Bapak Ivan Ade Purnama S Hut selaku pembimbing di lapangan.

9. Para petani di Desa Ciaruteun Ilir yang telah banyak membantu penulis dalam

memperoleh data.

10. Teman-teman satu bimbingan Tari dan Venny untuk motivasi yang positif dan

kebersamaan selama proses penyusunan karya ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Maulidani Tresnaputri

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Komunikasi 5

Efektivitas Komunikasi 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi 10

Desain Pesan Komunikasi Bisnis 15

Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi 16

Kerangka Pemikiran 18

Hipotesis Penelitian 19

Definisi Operasional 19

Karakteristik Petani 19

Karakteristik Pemandu Lapang 20

Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang 21

Efektivitas Komunikasi 22

PENDEKATAN LAPANGAN 23

Metode Penelitian 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Pengambilan Sampel 24

Pengumpulan Data 24

Pengolahan dan Analisis Data 25

GAMBARAN UMUM 27

Gambaran Umum Desa Penelitian 27

Kondisi Geografis 27

Kondisi Demografis 27

Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan

Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN)

28

Pola Bagi Hasil UBH-KPWN 29

Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN 31

FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG,

SERTA KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU LAPANG

33

Karakteristik Petani 33

Usia 33

Pendidikan 34

Pengalaman Usahatani 34

Pendapatan 35

Luas Lahan Garapan 35

Karakteristik Pemandu Lapang 35

Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang 39

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN

PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA

45

Tingkat Pengetahuan Petani 45

Tingkat Sikap Petani 46

Tingkat Keterampilan Petani 47

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN

PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA

49

Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas

Komunikasi

49

Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan

Efektivitas Komunikasi

50

Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang

dengan Efektivitas Komunikasi

52

PENUTUP 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59

RIWAYAT HIDUP 65

DAFTAR TABEL

1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian di desa studi 27

2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi 28

3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBH-

KPWN

30

4 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di

desa studi

33

5 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap

karakteristik pemandu lapang di desa studi

36

6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap

keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi

39

7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi

di desa studi

46

8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik

petani dengan efektivitas komunikasi

49

9 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik

pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi

51

10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan

komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi

52

DAFTAR GAMBAR

1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan

komunikasi

7

2 Elemen-elemen dalam model SMCRE 8

3 Bagan kerangka pemikiran 18

4 Rumus interval 22

5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Bogor

59

2 Jadwal pelaksanaan penelitian 59

3 Kerangka sampling 60

4 Contoh hasil uji statistik 61

5 Dokumentasi kegiatan 63

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan

sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan

kawasan hutan. Data konsumsi kayu untuk kepentingan domestik (masyarakat)

sebesar 0.9 m3 per kapita per tahun (berdasarkan ITTO tahun 1990) secara

signifikan akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal

ini mendorong pemerintah untuk melaksanakan program hutan rakyat melalui

budidaya kayu jati. Karena pengembangan hutan rakyat akan mendorong

berkembangnya usaha rakyat perdesaan. Hal ini selaras dengan Kementerian

Kehutanan yang telah menerbitkan Permenhut No. 55 Tahun 2011 bahwa izin

HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat

dan kembali ke filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo

PP No. 3 Tahun 2008. Hutan Tanaman Rakyat dibentuk untuk membangun jiwa

kewirausahan masyarakat (Kemenhut 2012).

Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul adalah unit Usaha Bagi Hasil

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kegiatan penanaman

Jati Unggul Nusantara ini tersebar di Pulau Jawa salah satunya di Desa Ciaruteun

Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kegiatan budidaya JUN

berlangsung dengan menjalin kerjasama dengan pemilik modal, petani penggarap,

pemilik lahan, pamong desa, dan fasilitator. Kegiatan budidaya JUN ini

diharapkan dapat membangun komunikasi yang efektif diantara pihak-pihak yang

terkait. Khususnya antara petani dengan pemandu lapang selaku sumber pesan

dan saluran komunikasi UBH-KPWN. Proses komunikasi yang efektif menjadi

penting karena produktivitas dari kegiatan budidaya JUN ini berada di tangan

petani. Karena petani bertugas melaksanakan pengolahan lahan, penanaman,

pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Tugas petani ini tidak terlepas dari

peran pemandu lapang yang memberikan bimbingan, pelatihan, dan pembinaan

kepada petani terkait teknis-teknis budidaya JUN. Oleh karena itu efektivitas

komunikasi dalam penyampaian pesan yang dilakukan pemandu lapang terkait

budidaya JUN kepada petani menjadi hal yang penting dalam kegiatan

pendampingan ini. Hal ini selaras dengan definisi komunikasi menurut Black dan

Bryant (1992) dalam Lubis et al (2010) adalah proses orang-orang berbagi makna,

dimana seorang (komunikator) mengirimkan rangsangan untuk mengubah

perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan pesan sehingga orang

saling mempengaruhi.

Komunikasi dapat berjalan efektif apabila makna antara komunikan (petani)

dan komunikator (pemandu lapang) akan sesuatu hal telah sama, sehingga mampu

mempengaruhi tingkat perilaku bahkan keterampilan mereka. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) dengan

melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh (effects) berupa

perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior)

untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber.

2

Perumusan Masalah

Kegiatan budidaya JUN selama ini berlangsung dengan adanya kegiatan

pendampingan antara pemandu lapang dengan petani. Diperlukan komunikasi

yang efektif antara pemandu lapang dengan petani agar hubungan yang terjalin

diantara kedua belah pihak dapat terus dipertahankan. Akan tetapi kondisi di

lapangan seringkali menimbulkan permasalahan. Salah satunya karena adanya

perbedaan sudut pandang dan sumber daya manusia yang berbeda antara petani

dengan pemandu lapang. Pemandu lapang berperan sebagai sumber informasi

sekaliguss satu-satunya saluran komunikasi yang menjembatani kepentingan

antara petani dengan UBH-KPWN. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan

proses komunikasi yang rentan dengan konflik, dan kegiatan pendampingan dapat

terganggu pada periode penanaman selanjutnya. Berdasarkan permasalahan

tersebut, efektivitas komunikasi memiliki peranan yang sangat penting.

Efektivitas komunikasi dapat diukur dari tingkat pengetahuan, sikap, dan

keterampilan pada diri petani. Hal itu dapat terjadi disebabkan petani telah diterpa

informasi terkait budidaya JUN dari pemandu lapang. Terdapat beberapa faktor

yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi yaitu faktor internal adalah

faktor yang berada dalam diri petani, maupun faktor eksternal yang berkaitan

dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Maka, rumusan masalah yang akan

dikaji dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan program

Jati Unggul Nasional (JUN)?

2. Bagaimana karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu lapang?

3. Bagaimana efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang

dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas

komunikasi tersebut?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan

program Jati Unggul Nusantara (JUN).

2. Mengidentifikasi karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu

lapang.

3. Menganalisis efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang

dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas

komunikasi tersebut.

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai

pihak, antara lain:

1. Instansi terkait

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan

perbaikan bagi UBH-KPWN dalam meningkatkan kualitas pendampingan

melalui pemandu lapang. Agar pemandu lapang dapat membangun

komunikasi yang efektif dengan petani.

2. Masyarakat umum

Masyarakat umum pada umumnya dan petani baik yang sudah

bermitra dengan UBH-KPWN maupun yang belum bermitra. Melalui

penelitian ini dapat diketahui sejauh mana efektivitas komunikasi yang

terjalin selama ini anatara petani dengan lembaga UBH-KPWN yang

ditimbulkan dengan adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik pada petani. Serta, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

efektivitas komunikasi antara petani dengan UBH-KPWN.

3. Para peneliti

Bagi para peneliti, penelitian ini dijadikan salah satu bahan referensi

bagi penelitian selanjutnya dengan topik sejenis. Peneliti selanjutnya juga

diharapkan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam

penelitian ini.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Komunikasi

Definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) dalam Lubis et al

(2010) adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang (komunikator)

mengirimkan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)

karena adanya pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi. Menurut

Osgood dalam Lubis et al komunikasi dapat terjadi bila suatu sistem (sumber)

mempengaruhi yang lain (tujuan) dengan memanfaatkan simbol yang

disampaikan melalui saluran yang menghubungkan mereka.

Effendy (2000) menjelaskan bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling

ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

komunikan. Alasannya adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung

secara tatap muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik

berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan

komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Keampuhan dalam mengubah

sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan, komunikasi perseorangan

seringkali digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang

lain (komunikan) bersedia menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan

suatu perbuatan atau kegiatan.

Komunikasi memiliki tujuan-tujuan, diantaranya seperti yang dikemukakan

oleh Berlo dalam Lubis et al (2010) yang menyatakan ada tiga tujuan komunikasi,

yaitu: (a) memberitahu artinya kita berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu

hal (gagasan, pemikiran, perasaan, dan sejenisnya). Agar komunikasi efektif

informasi yang disampaikan adalah faktual dan obyektif, (b) membujuk artinya

komunikasi dipergunakan untuk mengubah perasaan, dari tidak suka menjadi

suka, (c) menghibur artinya komunikasi dipergunakan untuk menghibur atau

menyenangkan seseorang.

Komunikasi memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan untuk membangun

suatu proses komunikasi. Harold Lasswell menggambarkan komunikasi dengan

cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut,”Who Says What In Which Channel

To Whom What Effect?” (atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada

siapa dengan pengaruh bagaimana). Berdasarkan definisi komunikasi ini Laswell

ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain

(Mulyana 2005), yaitu:

1. Sumber, pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi,

perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari

sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan

informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan

agama dan perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai,

pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya

6

dalam merumuskan pesan tersebut. Proses inilah yang disebut penyandian

(encoding).

2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan

merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan,

nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi.

3. Saluran, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan

pesannya kepada penerima. Saluran juga merujuk pada bagaimana

penyampaian pesan yaitu dengan langsung (tatap muka) atau lewat media cetak

(multimedia). Komunikasi langsung melalui bahasa baik itu verbal maupun non

verbal adalah saluran komunikasi yang paling dominan untuk digunakan.

4. Penerima, sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate

(communicatee), dan lain-lain. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan

nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan ini

menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal atau non verbal

yang diterima menjadi gagasan yang dapat dipahami. Proses ini disebut

penyandian-balik (decoding).

5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,

misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur,

perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan,

perubahan perilaku (dari tidak bersedia menjadi bersedia).

Proses komunikasi terjadi karena terdapat unsur yang melakukan proses

komunikasi tersebut. Model komunikasi yang dikemukakan Berlo dalam Lubis

et al (2010) merupakan model komunikasi yang mudah dipahami. Model

komunikasi ini dikenal sebagai model SMCR, Source Message Channel dan

Receiver. Berlo mengemukakan terdapat elemen-elemen dasar komunikasi

yang relevan meliputi enam komponen, sehingga dapat menciptakan komunikasi

secara efektif, diantaranya:

1. Sumber-Encoder (penyandi), yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja

dan bertujuan untuk berkomunikasi. Sumber dapat disebut dengan berbagai

istilah seperti encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator.

2. Pesan merupakan sesuatu yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima.

Sesuatu yang disalurkan dalam bentuk pesan.

3. Saluran mencakup tiga pengertian, yaitu moda membuat kode

(encoding) dan menerjemahkan kode (decoding) dari pesan,

kendaraan pesan, dan pembawa pesan.

4. Penerima-Decoder (penerjemah), yaitu orang atau sekelompok orang

yang menjadi sasaran komunikasi.

7

Gambar 1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan

komunikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap

keefektivan komunikasi, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat

pengetahuan, dan sistem sosial-budaya. Keterampilan berkomunikasi penting

bagi sumber dan penerima. Bagi sumber keterampilan berkomunikasi penting

karena sumber dapat mengembangkan dan menyandi pesan, dan bagi

penerima karena mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan

tentang suatu pesan. Sikap diartikan sebagai predisposisi atau kecenderungan

individu untuk suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Pada sumber dan

penerima sikapnya mempengaruhi ketepatan komunikasi meliputi, sikap

terhadap diri sendiri, sikap terhadap isi pesan dan sikap terhadap penerima.

Tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber mampu

memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi dengan

efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan

pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima jika dia mengetahui kode yang

digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim sumber.

Sistem sosial-budaya menggambarkan terdapat hubungan antara sistem sosial

budaya dengan komunikasi. Sumber mampu berbahasa sesuai dengan

kemampuan penerima. Bagi penerima budaya yang dimiliki akan berpengaruh

terhadap pemaknaan pesan yang disampaikan oleh sumber.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pesan adalah elemen dan struktur pesan,

kode pesan, isi pesan, serta perlakuan pesan. Kode pesan diartikan sebagai

kelompok simbol-simbol yang dapat distrukturkan dengan cara tertentu sehingga

bermakna bagi sejumlah orang. Isi pesan diartikan sebagai materi pesan yang

telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi.

Perlakuan pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh sumber untuk

memilih metode untuk menyusun dan mengirimkan kode dan isi pesan.

Faktor-faktor pada saluran yaitu sumber harus memutuskan atau memilih

saluran komunikasi mana yang akan digunakannya. Sumber harus memahami tiga

aspek saluran komunikasi, yaitu sebagai mekanisme yang berpasangan,

sebagai kendaraan, dan sebagai kendaraan pembawa. Dapat dikatakan saluran

merupakan media pembawa pesan.

Model komunikasi SMCR disempurnakan oleh Rogers dan Shoemaker

dalam Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses

komunikasi yang dikenal dengan model SMCRE. Terdapat proses inovasi

(gagasan atau teknologi) yang disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar

diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota sistem sosial tersebut. Difusi inovasi

dipandang Roger dan Shoemaker sebagai suatu tipe komunikasi khusus, yakni

Receiver

Communication

Skills

Attitude

Knowledge

Social system

Culture

Source

Communication

Skills

Attitude

Knowledge

Social system

Culture

Message

Elements and

Structure

Contents

Treatment

Code

Channel

Seeing

Hearing

Touching

Smelling

Tasting

8

suatu proses dimana inovasi (baik itu gagasan ataupun teknologi) disebarluaskan

kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota tim

sosial tersebut. Terdapat empat elemen dasar yang menentukan proses difusi

inovasi, yakni inovasi (innovation) yang dikomunikasikan melalui saluran

komunikasi (channel) tertentu, dalam waktu tertentu dan di kalangan anggota-

anggota sistem sosial (social system).

Gambar 2 Elemen-elemen dalam model SMCRE

Elemen-elemen dalam model SMCRE meliputi: (1) sumber yang terdiri atas

orang atau lembaga dari mana inovasi berasal, (2) pesan-pesan (messages), yakni

inovasi (innovations) baik itu berupa teknologi maupun gagasan atau ide-ide,

dengan segala karakteristik yang ditawarkannya (keuntungan relatif, kesesuaian,

kesulitan, kemudahan dicoba, dan kemudahan untuk diamati hasilnya, (3) saluran

komunikasi (channels), yang bisa: (a) melalui orang, sekelompok orang atau

lembaga (petugas penyuluh, fasilitator mahasiswa, dan lainnya) dan atau (b)

media massa, (4) penerima, yang terdiri dari anggota sistem sosial; dalam hal ini

laki-laki maupun perempuan, baik sebagai individu, anggota rumah tangga, atau

keluarga, (5) pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di

kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan

perilaku terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang

ditawarkan oleh sumber.

Efektifitas Komunikasi

Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari aspek

perubahan yang terjadi yaitu aspek efek dalam proses komunikasi. Selaras yang

dikemukakan oleh Effendy (2001) menjelaskan bahwa komunikasi dapat

dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak:

1. Kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan. Dampak kognitif

adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau

meningkat intelektualitasnya. Di sini pesan yang disampaikan komunikator

ditujukan kepada pemikiran si komunikan. Dengan kata lain, tujuan

komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.

2. Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya

tergerak akibat komunikasi. Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada

9

dampak kognitif. Di sini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya

komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, dan menimbulkan perasaan tertentu.

3. Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan.

Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan

pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi,

perasaan dan sikap. Sementara efek pada konatif berhubungan dengan perilaku

dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu.

Sementara Tubbs dan Moss (2000) menyatakan terdapat lima hal yang

menjadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: ukuran dari pemahaman,

ukuran dari kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari

sumber, ukuran dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan.

1. Ukuran dari pemahaman

Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan

stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator), dikatakan

efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang

disampaikan. Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas

rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Komunikator dikatakan

efektif bila memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang

disampaikannya.

2. Ukuran dari kesenangan

Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu,

ada kalanya komunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan

kebahagian bersama. Ketiga ukuran dari mempengaruhi sikap, tindakan

mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita

adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat

keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain

belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud.

3. Seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber

Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap atau pengaruh sikap

(attitude influence) berlangsung seumur hidup. Dalam hubungan antara dua orang,

pengaruh sikap sering disebut ”pengaruh sosial”. Bila diterapkan pada konteks

komunikasi publik dan komunikasi massa, proses mempengaruhi sikap disebut

”membujuk” (persuasi). Dalam menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi,

pasti terdapat resiko kegagalan yang tercipta. Kegagalan dalam mengubah

perilaku orang lain, namun orang tersebut tetap dapat memahami apa pesan yang

dimaksudkan. Tidak bisa disamakan antara kegagalan dalam mengubah sikap

dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman.

4. Ukuran dalam memperbaiki hubungan

Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan

penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif.

Apabila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh ketidakpercayaan, maka pesan

10

yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja

mengubah makna.

5. Ukuran dalam tindakan

Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang

diinginkan merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih

mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada

mengusahakan agar pesan tersebut disetujui, tindakan merupakan feed back

komunikasi paling tinggi yang diharapkan pemberi pesan. Bila sumber ingin

mencoba membangkitkan tindakan pada penerima pesan, kemungkinan responnya

yang sesuai dengan apa yang sumber inginkan akan lebih besar apabila sumber

dapat memudahkan pemahaman penerima tentang apa yang sumber harapkan,

meyakinkan penerima bahwa tujuan sumber itu masuk diakal, dan

mempertahankan hubungan harmonis dengan penerima.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi

Faktor-faktor komunikasi memiliki sebab faktor-faktor yang terdapat dalam

proses komunikasi adalah hal-hal yang menunjang tercapainya efek yang

diharapkan pada situasi, kondisi, waktu, dan tempat (Effendy 1992). Berikut

penjelasan yang berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal dalam proses

komunikasi.

Faktor Internal

Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa

karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka

menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Menurut Nelly

(1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh

seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan melalui pola pikir, pola

sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering kali digunakan untuk

membedakan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dengan yang lainnya.

McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa orang berbeda akan

memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki tingkat

predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon, umur, jenis

kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut

menentukan seleksivitas seseorang individu terhadap komunikasi.

Sumardjo (1999) menjelaskan terdapat karakteristik personal yang patut

diperhatikan adalah umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan,

keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan dan fasilitas informasi. Hasil

penelitian Suwanda (2008), Rachmawati (2010), Ernawati (2011), Oktarina et al

(2008), dan Saleh (2009) menunjukan adanya perubahan perilaku petani akibat

pengaruh faktor internal (faktor internal) yaitu pada aspek kognitif dan afektif.

Faktor internal dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan

non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata per bulan, pola usahatani,

status usaha tani, luas lahan, orientasi berusahatani, status petani, jenis kelamin,

dan pekerjaan. Sedangkan untuk aspek konatif, hasil penelitian Rosana et al

11

(2010) menunjukan tingkat kekosmopolitan yang mampu mempengaruhi aspek

konatif petani. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh faktor internal terhadap

perubahan pada aspek kognitif dan aspek afektif seseorang belum tentu mampu

merubah aspek konatifnya.

Faktor Eksternal

Komunikator sebagai pihak yang menyampaikan pesan ikut menentukan

berhasilnya komunikasi. Karena sekumpulan faktor kompleks yang

mempengaruhi penerimaan informasi bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi

keputusan penerima pesan untuk memilih pesan tertentu dan bagaimana

memahaminya serta memperoleh manfaat dari informasi tersebut. Faktor-faktor

tersebut adalah faktor penerima, pesan, sumber, medium, dan lingkungan. Berikut

penjelasan faktor-faktor eksternal apa saja yang mampu mempengaruhi

penerimaan informasi menurut Lubis et al (2010):

1. Pengaruh Penerima

Tujuh hal yang mempengaruhi faktor penerima dalam penerimaan informasi

adalah faktor kebutuhan, sikap, kepercayaan dan nilai, tujuan, kemampuan,

penggunaan, gaya komunikasi, serta pengalaman dan kebiasaan. Uraian faktor-

faktor tersebut sebagai berikut:

a) Kebutuhan, atau alasan lain, adalah meliputi kontak sosial, eksplorasi realitas,

sosialisasi, dan hiburan yang meiliki pengaruh terhadap aspek psikologis,

aspek sosial, dan komunikasi.

b) Sikap, kepercayaan, dan nilai, memainkan peran penting pada aktivitas

penerimaan pesan dan hasil penerimaan pesan tersebut. Individu umumnya

tertarik dan cenderung senang terhadap pesan baru, sumber atau penafsiran

yang mendukung pandangan mereka sebelum mereka mempertimbangkan

pesan, sumber, atau kesimpulan yang tidak mendukung.

c) Nilai dapat diartikan seagai prinsip dasar yang dipegang dalam hidup, dan

perasaan murni mengenai apa yang harusnya dilakukan dan apa yang tidak

dilakukan pada hubungan seseorang dengan lingkungan dan orang-orang di

dalamnya. Sama seperti sikap dan kepercayaan, nilai secara subtansial dapat

mempengaruhi pemilihan, penafsiran, dan pengingatan. Pesan yang tidak

konsisten dan tidak mendukung sikap, keperayaan, atau nilai penerima pesan

sehingga membuat penerima menjadi tidak tertarik dengan pesan yang

disampaikan.

d) Tujuan, disini tidak hanya pesan yang diterimanya melainkan juga penafsiran

dari pesan tersebut: pertama, tujuan yang ingin dicapai memperbesar

kemungkinan seorang individu memperlihatkan jati dirinya pada satu pesan

yang menyinggung masalah tertentu yang digelutinya secara khusus. Kedua,

tujuan tersebut memperbesar kemungkinan individu untuk berhubungan

dengan orang lain yang memiliki ketertarikan pada bidang yang sama. Hal ini

menambah pengaruh pada proses penerimaan pesan.

12

e) Kemampuan, tingkat kecerdasan seseorang, pengalaman sebelumnya mengenal

suatu masalah tertentu, dan kemampuan berbahasa yang dimilki berdampak

penting pada saat berbagai macam pesan muncul dan bagaimana pesan tersebut

ditafsirkan.

f) Penggunaan, seseorang akan lebih peduli dan berusaha keras untuk memahami

dan mengingat pesan yang dipikirnya akan diperlukan atau dapat digunakan.

g) Gaya komunikasi, dapat mempengaruhi dinamika penerimaan pesan dengan

dua cara tergantung kepada kebiasaan dan pilihannya, yaitu mungkin menjauhi

perlahan atau mungkin dengan aktif menghindari kesempatan untuk berurusan

dengan orang lain. Banyak sedikitnya pengaruh langsung terhadap gaya

komunikasi pada penerimaan informasi mempengaruhi etika yang

diperlihatkan pada orang lain. Bagaimana cara berhubungan, dan dengan siapa

saling berinteraksi dapat memiliki dampak substansial terhadap bagaimana

tanggapan mereka, dan ini juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari

informasi yang akan mereka berikan.

h) Pengalaman dan kebiasaan, pengembangan sejumlah kecenderungan

penerimaan informasi merupakan kumpulan hasil pengalaman. Kebiasaan

tidaklah diragukan lagi menjadi pengaruh utama bagaimana seseorang

memulihkan, menafsirkan, atau mengingatkan pada suatu pesan dan pada suatu

waktu. Pola komunikasi yang dapat dikembangkan dari hasil pengalaman ini

mampu mempengaruhi inti dari pesan dan penerimaan pesan.

Menurut Effendy (2005) peranan komunikator dalam komunikasi efektif

ditentukan etos kerja dan sikap komunikator. Etos kerja adalah nilai diri seseorang

yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi

(conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang

bersangkutan dengan pikiran, afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh

perangsang dari luar, dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan

upaya atau perjuangan. Informasi yang disampaikan komunikator kepada

komunikan itu setala (in tune). Situasi komunikatif seperti itu akan terjadi bila

terdapat etos pada diri komunikator. Etos yang timbul pada diri seorang

komunikator dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kesiapan (preparedness),

kesungguhan (seriousness), ketulusan (sincerity), kepercayaan (confidence),

ketenangan (poise), keramahan (friendship), dan kesederhanaan (moderation).

2. Pengaruh Pesan

Lima hal yang mempengaruhi faktor pesan dalam penerimaan informasi

adalah faktor sumber, mode, karakteristik fisik, pengorganisasian, dan hal-hal

baru. Uraian dari faktor-faktor tersebut sebagai berikut: (a) sumber, beberapa

pesan dapat berasal atau bersumber pada lingkungan fisik manusia. Selain itu,

dapat juga menggunakan pesan yang diciptakan melalui proses yang disebut

komunikasi intrapersonal berulang kali, (b) mode, berbagai penerimaan pesan

bergantung kepada apakah pesan tersebut tampak secara visual, dapat diraba,

dapat didengar, dapat dicicipi atau dapat dicium aromanya, (c) karakteristik fisik,

13

seperti ukuran, warna, kecerahan, dan intensitas juga dapat menjadi sangat

penting bagi pemrosesan suatu pesan, (d) pengorganisasian, banyak penelitian

yang difokuskan pada bidang persuasi telah diarahkan untuk menentukan cara

bagaimana susunan ide dan opini mempengaruhi penerimaan, dan (e) hal-hal baru,

sering kali pesan yang baru, tidak dikenali, atau tidak biasa, justru merebut

perhatian walaupun sebentar.

3. Pengaruh Sumber

Beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang

menarik dan kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan

antar pribadi. Dalam hal ini, keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor

termasuk kedekatan (proximity), daya pikat, kesamaan, kredibilitas, kewenangan,

motivasi, maksud, penyampaian, status, kekuatan, dan kekuasaan. Kedekatan

(Proximity), jarak dari sumber pesan memiliki pengaruh utama pada kemungkinan

penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Penerima biasanya akan

lebih terbuka kepada sumber yang dekat dibandingkan dengan sumber yang jauh,

karena semakin dekat, semakin sedikit waktu, upaya, dan uang yang harus

dikeluarkan untuk menerima pesan tersebut. Arti penting dari jarak sebagai faktor

bagi penerimaan pesan digambarkan dengan melihat fungsi dari media

komunikasi. Daya pikat, bagaimana cara suatu pesan antar pribadi diproses

seringkali terkait dengan semenarik apa pesan yang diberikan oleh sumber. Ketika

penerima pesan telah tertarik dengan pesan yang disampaikan sumber, maka

kemungkinan orang tersebut akan lebih mendengarkan, mengingat, dan

memberikan pengertian spasial, yang sering kali sulit dipisahkan, dan berperan di

dalam mempengaruhi sifat alami pemilihan, penafsiran, dan mengingat pesan

tersebut.

Seseorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, mampu

mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik.

Jika pihak lain komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya.

Dengan kata lain, komunikan merasa ada kesamaan antara komunikator

dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan

komunikator. Kesamaan, semakin sumber pesan menyerupai penerima pesan,

maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi perhatian kepadanya,

apapun yang dikatakannya. Kadangkala kesamaan yang membuat ketertarikan

tersebut merupakan karakteristik standar seperti jenis kelamin, tingkat pendidkan,

umur, agama, latar belakang, ras, hobi, atau bahasa. Kredibilitas (credibility) dan

kekuasaan, bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan

pada komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau

keahlian yang dimiliki seseorang komunikator. Dalam hubungan ini faktor source

credibility komunikator memegang peranan sangat penting.

Motivasi dan tujuan, etika dimana penerima pesan bereaksi pada sumber

pesan antar pribadi tertentu juga bergantung pada bagaimana dia menjelaskan

aksinya kepada dirinya sendiri. Tergantung pada motivasinya di dalam

memberikan atribut pada seseorang, dan tanggapannya yang juga bervariasi.

Penyampaian, etika bagaimana sumber pesan menyampaikan pesannya

merupakan faktor penting pada proses dan penerimaan pesan. Beberapa faktor

yang memiliki peran pada pengiriman pesan verbal adalah volume suara,

kecepatan berbicara, alunan suara, pengucapan kata-kata, dan faktor jeda. Faktor

14

visual lain yang berpengaruh adalah gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah dan tatapan

mata atau kontak mata. Status, kekuatan, wewenang, atau otoritas dari sumber

pesan, menambah kemampuannya untuk memberikan imbalan atau hukuman

sebagai akibat dari memilih, mengingat atau menafsirkan pesan dengan cara

tertentu. Hal ini akan berpengaruh pada pengolahan informasi.

Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan lain harus bersikap

empatik (emphaty), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya

kepada peranan orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia

berkomunikasi dengan komunikan.

4. Pengaruh Medium dan Lingkungan

Media, atau saluran yang digunakan pesan untuk menjangkau penerima

pesan dapat menjadi faktor berpengaruh pada penerimaan informasi. Perbedaan

seperti apakah pesan disajikan melalui media cetak atau ilustrasi, gerak-gerik,

pakaian, film, siaran radio atau kata yang terucap dari teman, memiliki pengaruh

langsung pada beberapa kasus. Beberapa media memiliki kelebihan dalam

menyajikan informasi dibandingkan dengan media lainnya.

Etika dimana pesan disajikan melalui media juga memiliki hubungan

dengan pengolahan informasi. Pengaruh lingkungan yang memiliki dampak

penting pada pemilihan, penafsiran dan penyimpanan pesan adalah unsur konteks,

pengulangan, serta konsistensi dan kompetisi. Berikut penjelasan unsur pengaruh

lingkungan selengkapnya: (a) konteks, etika dimana seseorang atau peristiwa

tertentu bereaksi. Kehadiran orang lain seringkali mempunyai hubungan langsung

bagaimana seseorang memilih untuk menginterpretasikan dan menyimpan

informasi, yaitu bagaimana dia mau melihat, bagaimana dia memikirkan orang

lain melihat dirinya, apa yang diyakininya mengenai harapan orang lain terhadap

dirinya, dan apa yang dipikirkannya mengenai pikiran mengenai keadannya di

antara pertimbangan bagaimana seharusnya dia bereaksi dalam keadaan sosial, (b)

pengulangan, pesan yangs sering diulang-ulang akan mungkin untuk

dipertimbangkan dan diingat, (c) konsistensi dan kompetisi, mempertimbangkan

bentuk pesan yang tidak terlalu ekstrim perubahannya, dan proses pendidikan

menggunakan prinsip yang sama adalah bentuk konsistensi pesan.

Hasil penelitian Suwanda (2008) yang melihat adanya perubahan pada

aspek kognitif, afektif dan konatif melalui faktor eksternal yang digunakan, yaitu

keragaan kelompok tani, aksesbilitas, syarat mutlak dan pelancar dalam

pemanfaatan media komunikasi Prima Tani di Desa Citarik Kabupaten Karawang

Jawa Barat. Sementara Nurhayati (2011) melalui hasil penelitiannya melihat

adamya perubahan aspek kognitif, afektif, dan konatif petani akibat adanya

pengaruh dari faktor eksternal. Faktor eksternal yang terdapat dalam penelitian ini

adalah karakteristik pemadu sebagai sumber pesan yang mempengaruhi partisipasi

petani dan karakteristik inovasi. Karakteristik pemandu dalam penelitian ini yaitu,

penguasaan materi Sekolah Lapang Padi, pengalaman pemandu lapang, dan

kemampuan berkomunikasi. Sementara untuk karaktersitik inovasinya adalah

keuntungan relatif (Relative Knowledge), kesesuaian (Compatibility), kerumitan

(Complexity), kemungkinan dicoba (Triability), dan kemungkinan diamati

(Observability).

15

Desain Pesan Komunikasi Bisnis

Salah satu karakter yang melekat dalam komunikasi bisnis adalah sifatnya

yang cenderung persuasif. Oleh karena itu, komunikator harus benar-benar

merancang pesan-pesan yang akan disampaikan secara seksama agar menjadi

pesan yang persuasif. Keberhasilan penyampaian pesan ditentukan oleh strategi

pesan. Strategi pesan adalah proses perancangan pesan yang dimulai dengan

menganalisis sumber, tujuan komunikasi, khalayak sasaran, dan media yang

digunakan. Menurut Murphy dan Hildebrant (1991) dalam Kusumastuti (2009)

bahwa kegiatan komunikasi bisnis perlu berpegang pada prinsip-prinsip

komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, yaitu:

a) Completeness, memberikan informasi selengkap mungkin kepada pihak

yang membutuhkan. Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian

dan kepercayaan.

b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi disusun secara jelas,

singkat, dan padat.

c) Concreteness, pesan yang disampaikan secara spesifik dan tidak abstrak.

d) Consideration, mempertimbangkan situasi penerimanya.

e) Clarity, pesan disusun dengan menggunakan kata-kata maupun simbol-

simbol yang mudah dipahami.

f) Courtesy, memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai

penghargaan kepada komunikan.

g) Correctness, pesan harus dibuat secara cermat baik dari sisi tata bahasa

maupun kemampuan berbahasa dari komunikan.

Beberapa gaya pesan yang berkaitan dengan kemampuan menyampaikan

pesan antara lain, bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan hendaknya

enak didengar atau dibaca dan mudah dipahami, kaya akan perbendaharan kata,

sehingga dapat menghindari pengulangan kata yang sama, mampu

mengungkapkan hal-hal secara konkret, bisa diuji secara empiris, dan memiliki

minat insani (human interest). Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas pesan

adalah kemampuan memilih dan menggunakan kata-kata dengan baik, seperti

berikut ini:

a) Jelas, agar pesan tidak mengandung arti ganda, usahakan menggunakan

kata-kata spesifik, sederhana, menghindari kata-kata teknis, berhemat

dalam kata dan mengungkapkan gagasan yang sama dengan kata yang

berbeda.

b) Tepat, gunakan kata-kata yang sesuai dengan keadaan khalayak, situasi

komunikasi dan jenis pesannya.

c) Menarik, kata-kata yang digunakan hendaknya memiliki minat insani

(human interest).

Organisasi Pesan

Merupakan pembagian pesan yang disusun secara anatomis, yakni

pengantar, pernyataan, argumen, dan kesimpulan. Cara pengorganisasian pesan

dapat kita lakukan dengan cara:

16

a) Deduktif, artinya pesan dimulai dengan menyebutkan gagasan pokok

diikuti dengan penjelasan melalui keterangan penunjang dan bukti-bukti

empiris.

b) Induktif, artinya pengorganisasian pesan yang dimulai dengan

mengungkapkan realitas yang dilanjutkan dengan hal-hal bersifat umum.

c) Kronologis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan

urutan waktu kejadian.

d) Urutan logis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan

hubungan sebab akibat dari satu peristiwa.

e) Topikal, artinya pengorganisasian pesan disusun berdasarkan urutan topik

dari topik yang menyenangkan hingga yang kurang menyenangkan, dari

yang penting sampai kurang penting, dari yang disepakati sampai yang

kurang disepakati.

Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi

Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi

terdapat pula faktor-faktor yang menghambat komunikasi. Karena proses

komunikasi berlangsung dalam konteks situasional yang mengharuskan seorang

komunikator memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab

situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Berikut penjelasan

mengenai faktor-faktor apa saja yang mampu menghambat jalannya suatu proses

komunikasi menurut Effendy (1992) :

1. Hambatan sosio-antro-psikologis

Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Ini berarti

bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi

dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran

komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosio-antro-

psikologis. Karena masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan, yang

menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat

pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya yang mampu menjadi hambatan

bagi kelancaran komunikasi.

Hambatan antropologis, seorang komunikator tidak akan berhasil apabila

tidak mengenal siapa komunikan yang menjadi sasarannya. Komunikator harus

mengenal komunikan dengan mencari tahu identitas diri komunikan, mengenal

pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan, dan

bahasanya. Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang

disampaikan komunikator diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu

diterima dalam pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian

accepted atau secara rohani.

Hambatan psikologis, seringkali muncul disebabkan komunikator sebelum

melancarkan komunikasinya tidak mengkaji diri komunikan. Komunikasi juga

dapat berjalan sulit apabila psikologi komunikan tidak dalam keadaan baik

(misalnya, sedih, marah, kecewa, dll) dan menaruh prasangka (prejudice)

kepada komunikator. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi

kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah

bersikap menentang komunikan. Pada komunikan yang memiliki prasangka

17

biasanya menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran

secara rasional.

2. Hambatan Semantis

Jika hambatan sosio-antro-psikologis terdapat pada pihak komunikan,

maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator. Faktor semantis

meyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai “alat” untuk

menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Karena kesalahan

dalam berucap atau kesalahan dalam menulis dapat menimbulkan salah

pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada

gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Jadi,

untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang

komunikator harus mengucapkan pernyataannya dengan jelas dan tegas,

memilih kata-kata yang tidak menimbulkan presepsi yang salah, dan disusun

dalam kalimat-kalimat yang logis.

3. Hambatan Mekanis

Dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi.

Hambatan yang dijumpai misalnya huruf ketikan yang tidak terbaca dalam

media cetak karena buram, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio,

gambar yang tidak jelas di televisi, dan lain-lain.

4. Hambatan Ekologis

Disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya

komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Contoh hambatan ekologis adalah

suara riuh orang-orang atau kebisingan lalu-lintas, suara hujan atau petir, suara

pesawat terbang lewat dan lain-lain pada saat komunikator sedang

menyampaikan pesan atau informasi. Situasi komunikasi yang tidak

menyenangkan seperti itu dapat diatasi komunikator dengan

menghindarkannya jauh sebelum atau dengan mengatasinya pada saat ia

sedang berkomunikasi.

18

Kerangka Pemikiran

Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani harus

dibangun dengan memperhatikan lima unsur penting yaitu sumber, pesan,

saluran, penerima, dan efek. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan

efektivitas komunikasi ialah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal adalah yang berhubungan dengan faktor demografis penerima pesan

yaitu, usia, tingkat pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan

luas lahan.

Karakteristik serta peran pemandu lapang sebagai salah satu faktor

eksternal menjadi sangat penting terkait dengan penyebaran informasi terkait

teknis penerapan program Jati Unggul Nasional (JUN) yakni pemeliharaan

budidaya JUN, sistem bagi hasil, profil JUN, dan lain sebagainya. Karakteristik

pemandu lapang dilihat dari kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap

(attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani. Faktor eksternal lainnya

yaitu faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang yang dilihat dari

penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode

penyuluhan. Indikator komunikasi yang efektif dilihat dari Komunikasi yang

efektif antara pemandu lapang dan petani dapat dilihat dari tingkat pengetahuan

petani, tingkat sikap petani terhadap program JUN maupun pengelola UBH-

KPWN (afektif) dan tingkat keterampilan (psikomotorik) petani dalam kegiatan

JUN. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah

(2006) bahwa efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh berupa

perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior).

Keterangan:

: Hubungan

Keterangan

: Berhubungan

Gambar 3 Bagan kerangka pemikiran

Keterampilan komunikasi pemandu

(X3)

X.3.1 Penguasaan materi program

X.3.2 Kejelasan informasi program

X.3.3 Kesesuaian metode

penyuluhan

Karakteristik petani (X1)

X.1.1 Usia

X.1.2 Lamanya menempuh

pendidikan formal

X.1.3 Pengalaman usahatani

X.1.4 Pendapatan

X.1.5 Luas lahan

Pemandu lapang (X2)

X.2.1 Kedekatan (Proximity)

X.2.2 Kredibilitas (Credibility)

X.2.3 Sikap (Attitudes)

X.2.4 Frekuensi kunjungan ke

kelompok tani

Efektivitas komunikasi (Y)

Y.1 Tingkat pengetahuan

Y.2 Tingkat sikap

Y.3 Tingkat keterampilan

19

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang tertera pada Gambar 3, maka

hipotesis penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik petani (usia,

lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani,

pendapatan, dan luas lahan) dengan efektivitas komunikasi antara petani

dengan pemandu lapang.

2. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik pemandu lapang

(kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan

frekuensi kunjungan ke kelompok tani) dengan efektivitas komunikasi

antara petani dengan pemandu lapang.

3. Terdapat hubungan nyata yang positif antara keterampilan komunikasi

pemandu (penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan

kesesuaian metode penyuluhan) dengan efektivitas komunikasi antara

petani dengan pemandu lapang.

Definisi Operasional

1. Karakteristik Petani, yaitu ciri-ciri yang melekat pada diri petani dan

ditetapkan dengan 5 karakteristik, yaitu usia, lamanya menempuh pendidikan

formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan luas lahan.

a. Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak tanggal kelahiran

hingga saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran

umur dinyatakan dalam tahun dan diukur menggunakan skala ordinal. Umur

dikategorikan sebagai berikut:

1. Muda (26 - 41 tahun)

2. Dewasa (42 - 47 tahun)

3. Tua (58 - 73 tahun)

b. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh

oleh responden. Tingkat pendidikan diukur menggunakan skala ordinal.

Kategori lamanya menempuh pendidikan formal:

1. Pendidikan rendah (0 - 5 tahun)

2. Pendidikan sedang (6 - 11 tahun)

3. Pendidikan tinggi (12 - 16 tahun)

c. Pengalaman usahatani adalah lamanya seseorang berprofesi sebagai petani

dalam satuan tahun. Pengalaman usahatani diukur dengan skala ordinal.

Pengalaman usahatani dikategorikan sebagai berikut:

1. Pengalaman usahatani rendah (5 - 15 tahun)

2. Pengalaman usahatani sedang (16 - 26 tahun)

3 Pengalaman usahatani tinggi (27 - 37 tahun)

d. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh petani baik dari on-farm dan

off-farm dengan rata-rata tiap bulan dalam satuan rupiah. Pendapatan diukur

menggunakan skala ordinal. Kategori tingkatan pendapatan berdasarkan

sebaran responden adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan rendah (Rp1 000 000 - Rp 2 200 000)

2. Pendapatan sedang (Rp2 200 001 - Rp 3 300 000)

3. Pendapatan tinggi (Rp 3 300 001 - Rp 4 500 000)

20

e. Luas lahan yang ditanami pohon jati adalah luas area yang digarap petani untuk

melakukan budidaya tanaman jati dalam satuan meter persegi, diukur dengan

skala ordinal. Luas lahan dikategorikan yaitu:

1. Sempit (350 - 23 600 m2)

2. Sedang (23 601 - 47 000 m2)

3. Luas (47 001 - 70 000 m2)

2. Karakteristik pemandu lapang adalah ciri-ciri pemandu lapang yang

dapat menggambarkan kemampuannya dalam melaksanakan fungsi dan

tugasnya sebagai pemandu UBH-KPWN. Penilaian karakteristik pemandu

lapang menggunakan empat indikator yaitu penilaian responden terhadap

kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi

kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani. Indikator-indikator tersebut diukur

dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak

setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Indikator ini dikategorikan menjadi:

1. Tidak baik : Skor 65-72

2. Baik : Skor 73-80

3. Sangat baik : Skor 81-88

Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1

hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor

maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.

a. Frekuensi kunjungan ke kelompok tani intensitas pemandu lapang dalam

berinteraksi ataupun bertatap muka dengan petani bimbingannya. kategori

kriteria ini adalah:

1. Rendah (sebulan sekali)

2. Sedang (seminggu sekali)

3. Tinggi (setiap hari)

b. Kedekatan (proximity) adalah penilaian responden tentang sejauh mana

hubungan yang terjalin antara pemandu lapang selaku sumber pesan dengan

responden yang ternyata memiliki pengaruh pada kemungkinan responden

selaku penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Kedekatan ini

dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa solidaritas, tali silaturahmi,

dan intensitas pertememuan yang rutin contohnya kegiatan diskusi. kategori

untuk kedekatan (proximity)adalah:

1. Tidak dekat : Skor 8-15

2. Dekat : Skor 16-24

3. Sangat dekat : Skor 25-32

c. Kredibilitas (credibility) pemandu lapang adalah penilaian responden tentang

kemampuan, pengalaman ataupun pengetahuan pemandu lapang selaku sumber

pesan yang dipercayai keahlian dalam bidang pertanian. Selain itu kredibiltas

pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan, kebenaran informasi

yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari petani, dan

kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara. Kriteria kredibilitas

sumber pesan adalah:

1. Tidak baik : Skor 8-15

2. Baik :Skor 16-24

3. Sangat baik : Skor 25-32

21

d. Sikap (attitudes) adalah penilaian responden tentang sikap pemandu lapang

ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam kegiatan JUN.

Sikap pemandu yang dimaksud mengenai keramahan, kejujuran, terbuka,

tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata krama dan sopan santun,

berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat yang positif dengan

petani. Kriteria sikap pemandu lapang saat berkomunikasi dengan petani

adalah:

1. Tidak baik : Skor 8-15

2. Baik : Skor 16-24

3. Sangat baik : Skor 25-32

3. Keterampilan komunikasi pemandu adalah penilaian responden tentang

kemampuan pemandu lapang dalam melakukan proses komunikasi dengan petani

dalam kegiatan Jati Unggul Nasional (JUN) yang meliputi penguasaan materi

program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan.

Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni

SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).

Indikator ini dikategorikan menjadi:

1. Tidak baik : Skor 68-74

2. Baik : Skor 75-81

3. Sangat baik : Skor 82-88

Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1

hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor

maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.

a) Penguasaan materi program adalah penilaian responden tentang pemandu

lapang JUN menyangkut wawasan pengetahuan pemandu lapang tentang

materi yang disampaikan. Materi yang disampaikan yaitu sosialisasi kegiatan

JUN, teknis penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi

kekeringan, teknis pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi

tumpang sari, dan sistem pola bagi hasil. Kategori penguasaan materi program

dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu:

1. Tidak baik : Skor 8-15

2. Baik : Skor 16-24

3. Sangat baik : Skor 25-32

b) Kejelasan informasi program adalah penilaian responden terhadap kejelasan

informasi program yang disampaikan oleh pemandu lapang Kejelasan

informasi program terkait materi diberikan secara lengkap, terperinci, mudah

dipahami, penggunaan kosakata yang sederhana, serta menarik. Kriteria

pengukuran yang digunakan adalah:

1. Tidak jelas : Skor 8-15

2. Jelas : Skor 16-24

3. Sangat jelas: Skor 25-32

c) Kesesuaian metode penyuluhan adalah penilaian responden terhadap

kesesuaian metode penyuluhan yang digunakan penyuluh lapang dengan

keinginan responden. Metode penyuluhan yang digunakan berupa pembinaan

teknis yakni metode kunjungan rumah, metode demonstrasi cara, metode

pertemuan diskusi, metode pertemuan kuliah, dan metode demonstrasi hasil.

Kriteria pengukuran yang digunakan adalah:

22

1. Tidak sesuai : Skor 8-15

2. Sesuai : Skor 16-24

3. Sangat sesuai : Skor 25-32

4. Efektivitas komunikasi adalah penilaian responden terkait tingkat

pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) dalam

kegiatan JUN. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala

Likert yang nantinya diordinalkan menjadi tiga kategori:

1. Tidak efektif : Skor 65-72

2. Kurang efektif :Skor 73-80

3. Efektif : Skor 81-88

Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1

hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor

maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.

a) Tingkat pengetahuan adalah penilaian responden terhadap tingkat pengetahuan

responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam kegiatan jati

unggul nusantara sebagai pesan. Indikator-indikator tersebut diukur dengan

menggunakan skala Likert yakni SP (sangat paham), P (paham), TP (tidak

paham), dan STP (sangat tidak paham). Kriteria aspek kognitif petani adalah:

1. Rendah : Skor 8-15

2. Sedang : Skor 16-24

3. Tinggi : Skor 25-32

b) Tingkat sikap adalah penilaian responden terhadap tingkat sikap responden

terkait materi teknis terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh

pemandu lapang dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikator-indikator

tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju),

S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Kriteria aspek

afektif petani adalah:

1. Rendah: Skor 8-15

2. Sedang : Skor 16-24

3. Tinggi : Skor 25-32

c) Tingkat keterampilan adalah penilaian responden terhadap tingkat

keterampilan yang dimiliki responden dalam menerapkan teknis-teknis terkait

teknologi inovatif yang diberikan. Tindakan diukur berdasarkan terampil atau

tidak terkait kegiatan budidaya dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikator-

indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SM

(sangat mudah), M (mudah), TM (tidak mudah), dan STM (sangat tidak

mudah). Kriteria aspek psikomotorik petani adalah:

1. Rendah: Skor 8-15

2. Sedang : Skor 16-24

3. Tinggi : Skor 25-32

Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1

hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor

maksimum dikurangi skor minimum pada masing-masing kelas: rs = Skor maksimum-skor minimun

Gambar 4 Rumus interval

23

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

dengan menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan suatu

penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis

yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh

peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo 2005). Data kuantitatif didukung

oleh data kualitatif untuk memperkaya dan memperdalam analisis. Penelitian

kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang

terkait, diantaranya responden dan pihak Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul

Nusantara (UBH-KPWN).

Penelitian didesain dengan metode deskriptif dan korelasional. Metode

deskriptif digunakan untuk melukiskan variabel-variabel dan untuk

mengumpulkan infromasi aktual secara rinci yang melukiskan keadaan yang ada

(Rakhmat 1984). Sedangkan metode korelasional digunakan untuk menjelaskan

hubungan di antara variabel. Metode korelasional bertujuan untuk meneliti sejauh

mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan

Wanabakti (UBH-KPWN) Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa UBH-KPWN adalah satu pelaku usaha

budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha terpadu dan ramah lingkungan.

Karena visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di

bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Disamping itu, misi dari UBH-

KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan

yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak yang

tergabung dalam kemitraan khususnya petani. Serta mendorong pertumbuhan

sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan dalam perbaikan lingkungan

hidup. Oleh sebab itu, demi mendukung kelancaran kemitraan tersebut dibutuhkan

proses komunikasi yang efektif.

Sasaran penelitian adalah petani Jati Unggul Nasional (JUN) yang berlokasi

Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor (Lampiran 1).

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

bahwa penanaman JUN di Desa Ciaruteun Ilir memiliki umur tanaman jati empat

tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan kegiatan JUN sudah

dirasakan oleh masyarakat. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yaitu sejak

dari bulan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014. Kegiatan penelitian meliputi

penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan

draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Rangkaian

kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

24

Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang menjadi anggota dalam

kelompok petani Jati Unggul Nasional (JUN) di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berjumlah 75 orang. Kemudian responden

yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 45 orang. Responden dipilih dengan

pertimbangan bahwa responden merupakan anggota aktif JUN yang memiliki

hubungan baik dengan pihak UBH-KPWN sampai saat penelitian berlangsung.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random

sampling atau acak sederhana yaitu suatu teknik penarikan sampel yang

mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama

untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo 2005). Teknik simple random sampling

yang digunakan yaitu dengan menyusun semua unit penelitian yaitu individu ke

dalam daftar kerangka sampling (Lampiran 3). Kemudian dari kerangka sampling

ditarik sebagai sampel untuk diteliti menggunakan fungsi RANDBETWEEN dalam

program Microsoft Excel 2007. Fungsi RANDBETWEEN berguna untuk

memberikan nilai acak (random) yang terletak antara selang (range) tertentu dan

kemudian menghasilkan bilangan bulat (integer) secara acak. Fungsi

RANDBETWEEN dijalankan dengan dua buah parameter, bottom adalah nilai

batas bawah, dan top nilai batas atas dari bilangan acak yang diinginkan.

Misalnya, nilai terkecil yaitu 1 dimasukan dalam kategori top dan nilai terbesar

dari kerangka sampling yakni 75 dimasukan ke dalam kategori bottom, kemudian

akan muncul nilai tertentu. Setelah itu tarik garis ke bawah sesuai dengan jumlah

sampel yang direncanakan yakni 45. Selanjutnya akan muncul nomor-nomor yang

berbeda-beda, yang kemudian menjadi unit penelitian karena terpilih sebagai

sampel secara acak. Data yang telah dikumpulkan nantinya akan diolah dan

disimpulkan.

Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan dengan

menggunakan instrumen berupa kuisioner dan pedoman pertanyaan. Isi kuesioner

terdiri atas empat bagian yang ditujukan kepada petani dengan menggunakan

teknik pendekatan kuantitatif, berupa karakteristik responden (6 pertanyaan),

karakteristik pemandu lapang (25 pertanyaan), keterampilan komunikasi

pemandu lapang (24 pertanyaan), dan efektivitas komunikasi antara petani dan

UBH-KPWN (24 pertanyaan).

Wawancara juga dilakukan dengan pihak UBH-KPWN wilayah Bogor

untuk menggali lebih banyak tentang efektivitas komunikasi yang telah

berlangsung selama ini. Wawancara mendalam ini dilakukan melalui teknik

pendekatan kualitatif, yang digunakan untuk melengkapi informasi penelitian

sebanya 20 pertanyaan. Pedoman pertanyaan juga digunakan untuk wawancara

mendalam kepada petani sebanyak 10 pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari

kantor desa mengenai profil desa, jumlah masyarakat yang bekerja di bidang

pertanian dan non pertanian. Data sekunder lainnya diperoleh dari pihak UBH-

KPWN yaitu mengenai profil lembaga, struktur organisasi, dan tentang kegiatan

sistem bagi hasil.

25

Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh menggunakan kuisioner. Setelah seluruh data terkumpul,

data dianalisis secara kuantitatif dan selanjutnya dilakukan pengkodean data.

Analisa data ini dimaksudkan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun 1989). Data yang telah

terkumpul tersebut kemudian diolah secara statistik deskriptif menggunakan SPSS

for Windows versi 20.0 dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh dianalisis

dengan beberapa teknik, antara lain menggunakan tabel frekuensi, untuk

menganalisis data primer, yaitu karakteristik petani, karakteristik pemandu

lapang, keterampilan komunikasi pemandu lapang, dan efektivitas komunikasi.

Kemudian pengolahan data dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antar variabel bebas dan variabel terikat dengan data yang berskala ordinal diolah

dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Lampiran 5).

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar

variabel dengan data ordinal, seperti untuk mementukan hubungan antara kedua

variabel (independen dan dependen) yang ada pada penelitian ini, yaitu menguji

hubungan karakteristik petani (Skala Ordinal) sebagai komunikan dengan

efektivitas komunikasi (Skala Ordinal). Uji korelasi ini juga digunakan untuk

mengukur karakteristik pemandu lapang sebagai komunikator dengan efektivitas

komunikasi (skala ordinal). Uji korelasi digunakan juga untuk menganalisis

keterampilan komunikasi pemandu lapang (skala ordinal) dengan efektivitas

komunikasi (skala ordinal). Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan

mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.

26

27

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Desa Penelitian

Kondisi Geografis

Letak Desa Ciaruteun Ilir secara administratif pemerintahan terletak di

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data

potensi Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas wilayah 246 ha, di atas permukaan

laut 87 m dan tinggi curah hujan 186 mm/tahun, dan memiliki suhu udara kisaran

300-32

0 C. Desa Ciaruteun Ilir terbagi 8 Rukun Warga (RW) dan 32 Rumah

Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke

Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 27 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat

sejauh 140 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 65 km. Adapun batas-batas

geografisnya adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Cidokom - Kecamatan Rumpin

Sebelah barat : Desa Cijujung - Kecamatan Cibungbulang

Sebelah timur : Desa Ciampea - Kecamatan Ciampea

Sebelah selatan : Desa Leuwi Kolot - Kecamatan Cibungbulang

Kondisi Demografis

Jumlah penduduk di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 10 259 jiwa terdiri dari

laki-laki sejumlah 5 232 jiwa dan perempuan sejumlah 5 027 jiwa. Mata

pencaharian masyarakatnya didominasi oleh pedagang, petani, dan buruh tani

berdasarkan jumlah angkatan kerja Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sebaran mata pencaharian penduduk di desa studi

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 206 14.58

2 Buruh tani 114 8.07

3 PNS 20 1.42

4 TNI/Polri 3 0.21

5 Pensiunan/Purnawiraman 15 1.06

6 Swasta 12 0.85

7 Pedagang 922 65.25

8 Pengrajin 5 0.35

9 Pembantu rumah tangga 30 2.12

10 Peternak 10 0.71

11 Montir 76 5.38

Total 1 413 100

Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir (2014)

28

Wilayah Desa Ciaruteun Ilir sebagian besar dikelola untuk lahan

persawahan, pemukiman dan pekarangan, hutan rakyat dan sisanya

digunakan untuk lahan kuburan, perkantoran, lapangan olah raga serta bangunan

pendidikan (Tabel 2). Lahan di Desa Ciaruteun Ilir yang digunakan untuk

kegiatan budidaya JUN yakni seluas 25 ha dengan jumlah pohon sebanyak 52 231

pohon jati.

Tabel 2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi

Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha)

Persawahan 167

Pemukiman dan Pekarangan 160

Hutan Rakyat 25

Kuburan 3

Perkantoran 0.60

Lapangan olah raga 2

Bangunan Pendidikan 1

Total 358.6

Sumber: Data monografi Desa Ciaruteun Ilir (2014)

Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti

Nusantara (UBH-KPWN)

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi

yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

Tujuan dari UBH-KPWN yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan,

KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul

dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan

melalui pola bagi hasil. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung

dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan

kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat

menguntungkan baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) membentuk Unit

Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN).

Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt.

5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN)

No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah

diperbaharui dengan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts/KPWN/V/2007

Tanggal 10 Mei dan disahkan dengan Akta 39 Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12

Tanggal 24 Mei 2007.

Visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di

bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Misi UBH-KPWN adalah

mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang

memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan

mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan

29

dalam perbaikan lingkungan hidup. UBH-KPWN membangun kantor cabang

sebagai sarana berjalannya kegiatan pola bagi hasil di berbagai daerah, salah

satunya di Kabupaten Bogor yang berlokasi di Komplek Perumahan Akasia No. 1,

Sindang Barang. Pengelolaan semua kegiatan JUN pihak UBH-KPWN memiliki

kelembagaan yang terstruktur agar dalam pelaksanaanya terlaksana dengan baik

dan sesuai dengan pekerjaannya masing-masing. Berikut merupakan bagan

kelembagaan UBH-KPWN pada Gambar 5.

Sumber: UBH-KPWN (2014)

Gambar 5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN

Pola Bagi Hasil UBH-KPWN

Pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan

melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat

desa, dan UBH-KPWN. Berdasarkan Tabel 3 UBH-KPWN berperan

melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor,

lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja

petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya

tersebut, UBH-KPWN akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari

jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau

hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0.3 bagian dari jumlah yang

mati atau hilang. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk

biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya

manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian

hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam.

DIREKTUR UTAMA

Direktur Umum

dan Pemasaran

Direktur Perencanaan dan

Tanaman, Keuangan

Divisi

Umum

Divisi

Pemasaran

Divisi

Keuangan

Pendamping

Supervisior

Divisi

Perencanaan

Divisi

Tanaman

Tata Usaha (TU)

KPWN

30

Tabel 3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBH-

KPWN Pihak Hak Kewajiban

UBH-

KPWN

1. Memperoleh bagian hasil

panen sebanyak 15 persen

dari total jumlah pohon yang

ditanam.

1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi

calon lokasi dan pemilik lahan serta petani

penggarap peserta budidaya JUN.

2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan

usaha budidaya JUN.

3. Melaksanakan pendampingan kepada petani

penggarap.

4. Menarik calon investor usaha JUN.

5. Mengelola dana dari investor untuk

kegiatan usaha budidaya JUN.

6. Memasarkan pohon jati siap panen.

7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai

dengan perjanjian.

8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian

hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0.3

bagian dari jumlah yang mati/hilang.

Investor 1. Memperoleh bagian hasil

panen sebanyak 40 persen

dari jumlah pohon yang

ditanam.

2. Tidak menanggung resiko

bila terdapat tanaman yang

mati/hilang yang disebabkan

karena kelalaian.

1. Berkontribusi dengan menanamkan modal,

dimana jumlah minimal investasi adalah

100 pohon.

Pemilik

Lahan

1. Memperoleh bagian hasil

panen sebanyak sepuluh

persen dari jumlah pohon

yang ditanam.

2. Tidak menanggung resiko

bila terdapat tanaman yang

mati/hilang yang disebabkan

kelalaian.

1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN

dalam jangka waktu kerjasama lima tahun.

Petani

Penggarap

1. Memperoleh pendamping

saat melaksanakan budidaya

JUN.

2. Memperoleh bimbingan,

pelatihan, dan pembinaan.

3. Memperoleh upah dan

bagian hasil sebesar 25

persen dari jumlah pohon

yang ditanam.

1. Melaksanakan pengolahan lahan,

penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan

tanaman JUN.

2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian

hasil petani dikurangi sebanyak 0.5 bagian

dari jumlah yang mati atau hilang.

Perangkat

Desa

1. Memperoleh bagian hasil

panen sebanyak sepuluh

persen dari jumlah pohon

yang ditanam.

1. Membuktikan keabsahan kepemilikan lahan

yang akan ditanami JUN.

2. Berperan dalam menggerakkan masyarakat

calon peserta JUN.

3. Mengawasi dan mengamankan tanaman

JUN dari gangguan, pencurian, dan

kebakaran.

4. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian

hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak

0.2 bagian dari jumlah yang mati/hilang.

Sumber: UBH-KPWN (2014)

31

Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN.

Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan

kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan

mendapat bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang

ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang.

Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan,

penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan

diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian

hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada

yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5

bagian dari jumlah yang mati atau hilang.

Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka

memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan

menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu

melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas peranannya

tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian hasil panen. untuk pembangunan

desa sebesar sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada

yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.2

bagian dari jumlah yang mati atau hilang.Berdasarkan Tabel 3, penetapan bagi

hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan

kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban ini merupakan hal-hal apa

saja yang harus mereka lakukan karena dalam usaha kegiatan JUN harus saling

melengkapi dan tidak dapat berjalan sendirian sehingga membutuhkan kelima

pilar yang terkait.

Semakin besar kematian pada tanaman JUN maka bagi hasil yang diperoleh

petani penggarap, aparat desa, dan UBH KPWN akan berkurang, sedangkan bagi

investor dan pemilik lahan tidak berpengaruh karena mereka tidak berhubungan

langsung dengan tanaman. Apabila kematian mencapai 50 persen maka ketiga

pihak tidak akan mendapatkan bagi hasil karena pihak-pihak tersebut

menanggung resiko yang telah ditentukan, oleh karena itu harus adanya kerjasama

yang baik antar semua pihak untuk meminimalisir kematian tanaman JUN.

Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN

Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di

kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek yang

strategis, antara lain ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan

tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana

telekomunikasi, dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di

bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklim juga menjadi pertimbangan

yang penting. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki

persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Bukan lahan persawahan.

b. Tidak tergenang air atau banjir setelah hujan.

c. Tidak terkena naungan pohon atau bangunan.

d. Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut.

e. Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik.

32

Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN berdasarkan

literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan, aksesibilitas

lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan pengadaan input,

akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk melihat lokasi

tanam, memudahkan pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan pengawasan.

Salah satu penetapan lokasi yang dilakukan oleh UBH-KPWN adalah di

daerah Kabupaten Bogor karena secara karakteristik Kabupaten Bogor memiliki

persyaratan yang ditetapkan UBH-KPWN. Selain itu, Kabupaten Bogor masih

banyak memiliki lahan yang tidak digunakan secara maksimal untuk memperoleh

pendapatan bagi masyarakat sekitar. UBH-KPWN telah menanam pohon JUN

dalam umur yang berbeda-beda mulai dari umur satu sampai lima tahun yang

tersebar di berbagai lokasi di Kabupaten Bogor.

33

FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG,

SERTA FAKTOR KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU

LAPANG

Karakteristik Petani

Karakteristik individu dianggap sebagai pertimbangan pokok terhadap

pelaksanaan suatu program. McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa

orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu

memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan

respon. Karakteristik individu petani yang diamati dalam penelitian ini adalah

usia, lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan,

luas lahan garapan, dan frekuensi keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan pada

Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan Frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di

desa studi

No Karakteristik Petani Jumlah (orang) Frekuensi (%) Rata-rata

1 Usia (tahun)

47 tahun Muda (26-41) 12 26.7

Dewasa (42-47) 18 40.0

Tua (58-73) 15 33.3

2 Lama menempuh pendidikan

formal (tahun)

6 tahun Rendah (0 – 5) 5 11.1

Sedang (6 – 11) 38 84.4

Tinggi (12-16) 2 4.4

3 Pengalaman usahatani (tahun)

18 tahun Rendah (5 – 15) 16 35.6

Sedang (16 – 26) 19 42.2

Tinggi (27 – 37) 10 22.2

4 Pendapatan (rupiah)

Rp 1 628 889 Rendah (Rp 1 000 000 - 2 200 000) 39 86.7

Sedang (Rp 2 200 001 - 3 300 000) 4 8.9

Tinggi (Rp 3 300 001- 4 500 000) 2 4.4

5 Luas lahan garapan (m2)

5 992 m2 Sempit (350 - 23 600) 42 93.3

Sedang (23 601 - 47 000) 2 4.4

Luas (47 001 -70 000) 1 2.2

Total 45 100 -

Usia

Penyerapan informasi pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) yang

dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh karakteristik

internal yang dimiliki oleh orang tersebut. Usia merupakan salah satu

34

karakteristik atau faktor internal yang dapat berpengaruh terhadap suatu informasi

yang akan mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Kategori usia

responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan sebaran usia responden yang

didapatkan setelah melakukan survei. Usia antara 26 sampai 41 tahun termasuk

kategori muda, usia antara 42 sampai 47 tahun termasuk kategori usia dewasa,

dan usia antara 58 sampai 73 tahun termasuk kategori usia tua.

Usia responden berada pada golongan dewasa yaitu pada usia 42 tahun

sampai 47 tahun dengan presentase sebesar 40.0 persen. Usia responden rata-rata

berada pada umur 47 tahun. Petani di Desa Ciaruteun Ilir memang didominasi

oleh warga yang berusia dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini didominasi oleh

pendapat petani yang berada pada golongan usia dewasa.

Pendidikan

Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diukur dari lamanya

responden menempuh jenjang pendidikan formal. Sebagian besar responden

yaitu berjumlah 38 orang memiliki tingkat pendidikan yang tergolong sedang

yaitu menempuh pendidikan selama 6 sampai dengan 11 tahun dengan persentase

84.4 persen. Rata-rata responden menempuh pendidikan formal selama 6 tahun

atau setingkat sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani

di Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan setingkat SD dan SMP, bahkan

ada beberapa petani yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan formal.

Hasil Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki tingkat

pendidikan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan sebagian

besar responden berada pada golongan usia dewasa sehingga sedikit sekali

responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebagian besar

masyarakat Desa Ciaruteun Ilir memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu

berada pada jenjang pendidikan SD. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan salah

satu responden yang menyatakan bahwa faktor ekonomi yang tergolong rendah

menjadi hambatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut

menjadi salah satu faktor penyebab tingkat pendidikan petani yang masih

rendah. Namun, para responden menyadari bahwa pendidikan merupakan hal

yang penting sehingga mereka berusaha menyekolahkan anak-anak mereka

setinggi mungkin melalui bidang pertanian salah satunya dengan budidaya JUN

ini. Sedangkan untuk responden yang termasuk dalam kategori berpendidikan

tinggi yakni terdapat 2 orang dengan proporsi 4.4 %. Menurut informasi dari

pemandu lapang di Desa Ciaruteun Ilir, kedua responden ini merupakan lulusan

sarjana perguruan tinggi yang memiliki minat dalam kegiatan budidaya JUN ini.

Pengalaman Usahatani

Pengalaman usahatani yang telah dijalani petani sebagai responden beragam

kurun waktunya. Pengalaman usahatani terbagi menjadi tiga kategori yaitu,

rendah, sedang, dan tinggi. Mayoritas petani memiliki pengalaman usahatani

yang tergolong sedang yakni antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan proporsi

42.2 persen (19 orang). Responden yang memiliki pengalaman usahatani yang

rendah antara 5 tahun sampai dengan 15 tahun memiliki persentase 35.6 persen

(16 orang). Pengalaman usahatani yang paling sedikit berada pada kategori tinggi

35

yakni antara 27 sampai 37 tahun dengan proporsi 22.2 persen (10 orang). Jadi

petani Desa Ciaruteun Ilir memiliki pengalaman usahatani yang sedang dalam

kurun waktu antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan rata-rata pengalaman

usahatani selama 18 tahun.

Pendapatan

Responden pada penelitian ini adalah petani sehingga pendapatan

responden yang diukur berasal dari usahataninya. Pendapatan responden

didapatkan dengan menghitung seluruh pengeluarannya selama satu bulan.

Sebagian besar pendapatan responden berada pada selang Rp 1 000 000 sampai

Rp 2 200 000 yaitu sejumlah 39 orang dengan persentase 86.7 persen (Tabel 4).

Pendapatan rata-rata responden berada pada Rp 1 628 889. Pendapatan petani

tergolong kategori yang rendah disebabkan beberapa petani hanya bekerja

sebagai petani penggarap bagi hasil dan petani buruh. Sementara itu,

menurut pemandu lapang petani yang memiliki pendapatan tinggi kebanyakan

adalah petani pemilik dan memiliki usahatani yang tidak hanya berasal dari padi

sawah tetapi juga sebagai wirausahawan.

Pendapatan sebagian besar petani terutama di Desa Ciaruteun Ilir,

Kabupaten Bogor ternyata masih berada di bawah Upah Minimun

Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp2 002

000. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar petani masih memiliki

pendapatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemenuhan hidup sehingga

tingkat kesejahteraannya pun rendah. Pada umumnya, responden mengaku

bahwa pengeluaran mereka lebih besar daripada pendapatan. Pemenuhan

kebutuhan sehari-hari biasanya tidak bisa hanya mengandalkan pekerjaan utama

sebagai petani penggarap JUN yang keuntungannya baru dapat diperoleh setelah

lima tahun sejak penanaman. Sehingga, mereka seringkali berhutang kepada

orang lain dan mencari pekerjaan sampingan seperti supir angkot, membuka

warung, berternak, berusaha di bidang perikanan, dan lain sebagainya.

Luas Lahan Garapan

Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan total luas lahan

yang digarap petani sebagai responden untuk bertani. Mayoritas responden

sebanyak 93.3 persen (42 orang) memiliki luas lahan garapan yang termasuk

dalam kategori sempit. Kategori sempit disini yaitu berkisar antara 350 m2 sampai

23 600 m2. Rata-rata responden memilki lahan dengan luas 5 992 m

2. Luas lahan

yang sempit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan tingkat

pendapatan petani. Berdasarkan hal ini maka diperlukan peningkatan sistem

usahatani, salah satunya dengan melakukan kegiatan tumpang sari selama 1

sampai dengan 2 tahun di sekitar lahan usaha budidaya JUN.

Karakteristik Pemandu Lapang

Pemandu lapang UBH-KPWN diukur menurut penilaian responden

terhadap karakteristik pemandu lapang dan keterampilan komunikasi pemandu

36

lapang. Peran pemandu lapang sangat penting dalam membangun komunikasi

yang efektif dengan petani mitra. Karena menurut Effendy (2000), komunikasi

perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap,

kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi

perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga

terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika.

Menurut Berlo dalam Mugniesyah (2006) terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi proses komunikasi dalam unsur sumber pesan yakni, keterampilan

berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan Lubis et al (2010), beberapa keputusan yang dibuat

mengenai penerimaan informasi yang menarik dan kompleks akan melibatkan

sumber pesan yang berasal dari hubungan antar pribadi. Dalam hal ini,

keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor yaitu, kedekatan, daya pikat,

kesamaan, kredibilitas, kewenangan, motivasi, maksud, penyampaian, status,

kekuatan, dan kekuasaan.

Penilaian karakteristik pemandu lapang disini berdasarkan penilaian

responden terhadap kedekatan, kredibilitas, sikap, dan frekuensi kunjungan ke

kelompok tani bimbingannya. Karakteristik pemandu lapang dikategorikan

menurut kategori tidak baik, baik dan sangat baik.

Tabel 5 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap

karakteristik pemandu lapang di desa studi

No Karakteristik Pemandu Lapang Jumlah (orang) Frekuensi (%)

1 Kedekatan

Tidak dekat (8-15) 0 0

Dekat (16-24) 25 55.6

Sangat dekat (25-32) 20 44.4

2 Kredibilitas

Tidak baik (8-15) 0 0

Baik (16-24) 3 6.7

Sangat baik (25-32) 42 93.3

3 Sikap

Tidak baik (8-15) 0 0

Baik (16-24) 8 17.8

Sangat baik (25-32) 37 82.2

4 Frekuensi kunjungan ke kelompok tani

Rendah (sebulan sekali) 2 4.4

Sedang (seminggu sekali) 11 24.4

Tinggi (setiap hari) 32 71.1

5 Total penilaian faktor karakteristik pemandu

lapang

Tidak baik (65-72) 2 4.4

Baik (73-80) 27 60.0

Sangat baik (81-88) 16 35.6

37

Keempat indikator karaktersitik pemandu lapang digabung, sehingga

menghasilkan nilai total rata-rata. Mayoritas penilaian karaktersitik pemandu

lapang berada pada kategori baik dengan proporsi sebesar 60.0 persen (27

orang). Karaktersitik pemandu lapang dengan kategori sangat baik memiliki

proporsi 35.6 persen (16 orang), dan 4.4 persen (2 orang) dengan kategori

tidak baik. Ini artinya sebagian besar karaktersitik pemandu lapang Desa

Ciaruteun Ilir memiliki karaktersitik individu yang baik sehingga mampu

mempengaruhi petani responden melalui pesan-pesan yang dikirimnya

melalui kegiatan pendampingan maupun penyuluhan. Hasil jumlah dan

persentase disajikan dalam Tabel 5.

Masing-masing indikator memiliki proporsi yang beragam tiap kategori,

walaupun mayoritas total karakteristik pemandu lapang berada pada kategori

baik. Penilaian karakteristik pemandu lapang dari aspek penilaian terhadap

kedekatan dengan petani berada pada kategori dekat dengan proposi 55.6 persen

(25 orang) dan sangat dekat dengan proprsi 44.4 persen (20 orang). Kedekatan

adalah pendapat responden tentang sejauh mana hubungan yang terjalin antara

pemandu lapang selaku sumber pesan dengan responden. Kedekatan berhubungan

terhadap responden selaku penerima pesan dalam menangkap atau menerima

pesan. Kedekatan ini dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa

solidaritas, tali silaturahmi, dan intensitas pertememuan yang rutin. Penerima

biasanya akan lebih terbuka kepada sumber yang dekat dengan mereka. Hal ini

didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu:

“...Saya mah merasa akrab seperti teman saja dengan Pak Irvan,

orangnya hampir setiap hari main (silaturahmi) ke kebon nengokin

petani-petani disini, ga ada tuh rasa segen kalo ngobrol-ngobrol sama

dia, Pak Irvan mah orangnya baik sekali...” (HMN, 50 tahun)

Penilaian responden terhadap kredibilitas pemandu lapang tergolong sangat

baik dengan proporsi 93.3 persen (42 orang) dan kategori baik dengan proporsi

6.7 persen (3 orang). Kredibilitas (credibility) pemandu lapang diukur dari

penilaian responden yang terhadap kemampuan, pengalaman atau pengetahuan

pemandu lapang selaku sumber pesan yang dipercayai memiliki keahlian dalam

bidang pertanian. Pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan yang

tergolong tinggi yaitu lulusan perguruan tinggi Universitas Winaya Mukti

Bandung dengan jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Hal ini

didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu:

“...Antara ilmu pertanian yang Pak Irvan dapat dari sekolah dan ilmu

pertanian yang saya dapat dari orang tua dapat saling melengkapi. Apa

yang saya ga tahu Pak Irvan beri tahu, begitu juga sebaliknya apa yang

saya tahu saya kasih tahu ke Pak Irvan...” (ISK, 43 tahun)

Kredibilitas pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan,

kebenaran informasi yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari

petani, dan kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 37

orang atau sebesar 82.2 persen menilai sikap pemandu lapang terhadap petani

38

mitra selama ini tergolong sangat baik. Sikap ini dinilai responden dari sikap

pemandu lapang ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam

kegiatan pendampingan budidaya JUN. Sikap pemandu yang dimaksud mengenai

keramahan, kejujuran, terbuka, tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata

krama dan sopan santun, berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat

yang positif dengan petani. Seperti penuturan salah satu petani yaitu:

“...Pak Irvan itu ramah, sabar, tanggung jawab neng, jujur masalah

uang pemeliharaan, pupuk, dan sebagainya selalu diberikan tepat waktu

dan langsung dianter ke petani. Jika berbicara juga sopan pake bahasa

sunda yang lemes (halus), alhamdulillah aja saya mah dapet

pendamping seperti Pak Irvan...” (SDI, 46 tahun)

Frekuensi kunjungan ke kelompok tani yang dilakukan pemandu lapang

tergolong tinggi dengan proporsi 71.1 persen (32 orang). Karena menurut

sebagian besar responden pemandu lapang seringkali mengunjungi mereka di

lahan hampir setiap hari baik karena ada kegiatan pendampingan atau hanya ingin

bersilaturahmi dengan petani bimbingannya. Hal ini sesuai dengan penuturan

pihak UBH-KPWN selaku pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir:

“...Kita sering melakukan pertemuan-pertemuan dengan petani hampir

setiap hari itu sering per kelompok petani bimbingan yaitu 2 hingga 3

petani atau 5 hingga 10 petani. Waktu untuk berkumpul dengan petani

pun kita harus sesuaikan bisa malem bisa siang kerena penyuluh atau

pendamping di lapangan tidak mengenal waktu dalam melakukan

pendampingan kepada petani...”

Kunjungan yang dilakukan oleh pemandu lapang ke kelompok tani

menyebabkan petani dapat berkomunikasi langsung sehingga dapat memperoleh

informasi atau bimbingan yang mendukungnya dalam berusahatani dan dengan

seringnya berkomunikasi maka akan meningkatkan efektivitas komunikasi antara

pemandu lapang dengan petani. Pemandu lapang bukan hanya sekedar

memberikan informasi pada saat melakukan kunjungan tetapi langsung

memberikan contoh dengan praktek langsung di lapangan dan memberikan

kesempatan kepada petani untuk melakukan secara bersama-sama kegiatan

budidaya JUN sehingga petani menjadi lebih paham.

Menurut responden, sebagai seorang pembimbing memang harus intensif

melakukan kunjungan secara langsung untuk memberikan pendampingan tentang

segala hal yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan budidaya JUN. Hal ini

dianggap penting karena dengan kunjungan yang intensif dari pemandu lapang

petani merasa dibantu dalam menggali dan menetapkan masalah dalam

menjalankan usahatani sampai mencari solusinya. Kunjungan yang dilakukan

pemandu lapang ke kelompok tani disesuaikan dengan waktu atau jadwal

pertemuan yang disepakati bersama atau tergantung kebutuhan petani disesuaikan

dengan situasi dan kondisi petani.

39

Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang

Keterampilan komunikasi pemandu lapang diukur berdasarkan penguasaan

materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan.

Total penilaian faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang dikategorikan

menurut kategori tidak baik, baik, dan sangat baik. Berdasarkan Tabel 6 apabila

ketiga indikator kemampuan komunikasi petani digabung menghasilkan nilai total

rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori baik dengan proporsi 46.7 persen

(21 orang), pada kategori sangat baik yaitu sebesar 35.6 persen (16 orang), dan

pada kategori tidak baik sebesar 17.8 persen (8 orang).

Penguasaan materi budidaya JUN bagi pemandu lapang merupakan faktor

yang sangat penting. Penguasaan materi dimaksud meliputi penguasaan

terhadap komponen-komponen budidaya JUN yang akan disampaikan kepada

petani. Penilaian responden terhadap penguasaan materi budidaya JUN yang

dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat baik

dengan proporsi 88.9 persen (40 orang). Penguasaan materi program yang dimiliki

pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir tergolong sangat baik. Hal ini sesuai dengan

hasil distribusi jawaban petani bahwa mayoritas petani responden memahami apa

yang disampaikan pemandu lapang sesuai dengan bahasa yang biasa digunakan

oleh petani.

Tabel 6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap

keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi

No Keterampilan komunikasi

pemandu lapang

Jumlah (orang) Frekuensi (%)

1 Penguasaan materi program

Tidak baik (8-15) 0 0

Baik (16-24) 5 11.1

Sangat baik (25-32) 40 88.9

2 Kejelasan informasi program

Tidak jelas (8-15) 0 0

Jelas (16-24) 10 22.2

Sangat jelas (25-32) 35 77.8

3 Kesesuaian metode penyuluhan

Tidak sesuai (8-15) 1 2.2

Sesuai (16-24) 15 33.3

Sangat sesuai (25-32) 29 64.4

4 Total penilaian faktor keterampilan

komunikasi pemandu lapang

Tidak baik (68-74) 8 17.8

Baik (75-81) 21 46.7

Sangat baik (82-88) 16 35.6

40

Materi pemeliharaan budidaya JUN sangat dikuasai pemandu lapang dari

materi sosialisasi program JUN, penanaman, penyiraman, pemupukan,

penanggulangan hama penyakit, tumpang sari, sistem bagi hasil, hingga

pemanenan. Berikut penuturan dari pihak UBH-KPWN:

“...Tugas saya salah satunya yaitu bagaimana menyadarkan petani

bahwa jati itu harus di pelihara sebaik mungkin. Karena JUN memilki

komitmen untuk membuat petani memiliki nilai tambah salah satunya

melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan usahataninya.

Budidaya JUN ini sebenarnya adalah tabungan jangka pendek dalam 5

tahun. Kemitraan dalam budidaya JUN ini tidak ingin seperti program-

program lainnya yang memberi petani bibit mau dipelihara mau

ditebang terserah saja yang penting udah ngasih istilahnya “nanem

tinggal”, UBH-KPWN tidak ingin seperti itu. UBH-KPWN selalu

memberikan pehaman kepada petani bahwa kami menjamin tersedianya

bibit JUN yang unggul, pupuk yang berkualitas, serta pendampingan

yang intensif kepada petani...“

Kejelasan informasi program yang disampaikan pemandu lapang Desa

Ciaruteun Ilir dinilai responden termasuk dalam kategori sangat jelas dengan

proporsi 77.8 persen (35 orang). Hal ini telah sesuai dengan prinsip-prinsip

komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, menurut Murphy dan Hildebrant

(1991) dalam Kusumastuti (2009), yaitu:

a) Completeness, pemandu lapang telah memberikan informasi selengkap

mungkin kepada pihak yang membutuhkan terkait teknis budidaya JUN.

Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian dan kepercayaan.

b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi yang dilakukan

pemandu lapang telah disusun secara jelas, singkat, dan padat.

c) Concreteness, pesan teknis budidaya JUN disampaikan pemandu lapangg

secara spesifik dan tidak abstrak.

d) Consideration, pemandu lapang mempertimbangkan situasi penerimanya.

e) Clarity, pesan disusun pemandu lapang dengan menggunakan kata-kata

maupun simbol-simbol yang mudah dipahami.

f) Courtesy, pemandu lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun

sebagai penghargaan kepada petani.

g) Correctness, pesan teknis budidaya JUN dibuat oleh pemandu lapang

secara cermat baik dari sisi tata bahasa maupun kemampuan berbahasa

dari komunikan.

Komunikasi yang efektif dapat terjadi karena adanya pemahaman antara

petani terhadap apa yang disampaikan pemandu lapang. Pemahaman petani

berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan

komunikasi petani diukur bagaimana petani mampu memaknai pesan yang

disampaikan oleh pemandu lapang. Pemandu lapang menyusun semua bentuk

komunikasi secara jelas, singkat, dan padat. Pesan yang disampaikan pemandu

lapang secara spesifik dan mempertimbangkan situasi penerimanya. Pesan

disusun pemandu lapang menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Pemandu

41

lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai penghargaan kepada

komunikan. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu petani yaitu:

“Informasi-informasi terkait budidaya JUN yang disampaikan Pak

Irvan sangat jelas, lengkap, dan kata-kata yang digunakan juga mudah

saya pahami. Selain itu, pendampingan yang dilakukan menggunakan

bahasa sunda jadi saya lebih mengerti dan menjadi lebih senang”(UN,

60 Tahun)

Penilaian responden terhadap kesesuaian metode penyuluhan yang

dilakukan pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat

sesuai dengan proporsi 66.4 persen (29 orang). Petani berpendapat pemandu

lapang sangat membuka kesempatan atau waktu yang cukup untuk berdiskusi

kepada petani untuk menyampaikan masalahnya. Hal ini menurut pemandu lapang

penting untuk diperhatikan karena terampil berkomunikasi lisan atau tulisan

bukan hanya menyangkut aktivitas pemandu lapang dalam menyampaikan materi

saja tetapi dapat berkomunikasi secara aktif, responsif, dan intensif. Kesesuaian

metode penyuluhan dinilai responden terhadap kesesuaian ataupun tercapai

tidaknya tujuan atau manfaat dari metode penyuluhan yang digunakan pemandu

lapang.

Pemandu lapang selain bertugas mendampingi dan menjadi saluran

komunikasi UBH-KPWN juga bertindak sebagai pengajar yang dituntut

kemampuannya untuk menguasai materi secara luas, menyampaikan informasi

dengan jelas, dan menggunakan metode penyuluhan yang sesuai. Hal ini didukung

oleh kondisi pemandu lapang yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas

mengenai materi. Karena telah mengikuti banyak pelatihan dan mempunyai

pengalaman yang cukup di lapangan. Serta menguasai masalah teknis yang biasa

dihadapi petani kemudian mencari pemecahannya sehingga informasi yang

dibutuhkan petani dapat dengan tepat dipenuhi oleh pemandu lapang.

Kemampuan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun

Ilir sebagai sumber pesan dikategorikan baik. Hal ini dikarenakan pemandu

lapang sangat menyesuaikan materi pemeliharan JUN yang ada dengan kondisi

petani di pedesaan sehingga petani dapat menerima informasi sesuai dengan

kondisi dan kebutuhannya. Data ini sesuai dengan fakta lapangan, semua

petani mengenal dengan baik pemandu lapang yang bertugas di lokasi

tersebut. Serta percaya dan menganggap yang bersangkutan sangat menguasai

materi dan memilki keterampilan komunikasi yang sangat baik mengenai

budidaya JUN. Berikut penuturan pihak UBH-KPWN:

“...Ketika melakukan pendekatan dengan petani kita harus mampu

menyesuaikan diri. Kita ga mungkin bilang ke petani pohon nomor 1

pupuknya 100 gram dan pohon nomor 2 pupuknya 200 gram memang

petani mengerti dengan istilah seperti itu? Kan tidak untuk itu kita butuh

kreasi dengan menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami

petani. Misalnya pak pohon yang nomor 1 pupuknya 2 sendok, pohon

nomor 2 pupuknya 5 sendok. Kalau penakaran seperti itu disesuaikan

dengan daya tangkap petani karena dari faktor pendidikan aja wajib 9

tahun aja ada yang ga lulus. Jadi, pemandu yang harus menyesuaikan...”

42

Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang kepada petani selama ini

disesuaikan dengan faktor budaya setempat. Karena menurut pemandu lapang

ilmu penyuluhan itu tidak boleh kaku dalam melakukan pendekatan. Misalnya

dengan mengobrol santai dengan petani. Membuka percakapan dengan petani

dengan menawarkan rokok atau dengan menggunakan sirih. Menjalin komunikasi

dengan petani harus dilaksanakan sesuai dengan kearifan lokal. Pemandu lapang

juga harus pintar menempatkan dirinya dimana pun dia berada. Karakteristik

masyarakat Ciaruteun Ilir adalah masyarakat yang agamis. Sehingga pendekatan

yang dilakukan pemandu lapang juga harus bernuansa keagamaan. Misalnya

mengadakan pertemuan dengan seluruh petani biasanya dilakukan di emperan

mushola atau mesjid.

Beragamnya kebutuhan ekonomi petani yang memiliki pekerjaan ganda

mengakibatkan tanaman jati yang digarap petani menjadi sedikit terlantar.

Pemandu lapang berupaya mengantisipasi hal ini dengan melakukan pendekatan

yang intensif serta memberikan pengertian bahwa jati harus panen dengan jumlah

yang telah ditentukan dengan estimasi harga yang telah disepakati bersama.

Pendampingan yang dilakukan pemandu UBH-KPWN disertai dengan melakukan

pendekatan yang berlapis. Pendamping melakukan pendekatan dengan petani

dengan bekerja secara tim dengan pendamping di desa lainnya.

Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang UBH-KPWN dilakukan

dengan berdasarkan standar operational (prosedur) JUN yang ada. Pemeliharan

SOP ini adalah standar baku yang ditetapkan UBH-KPWN tetapi saat diterapkan

di lapangan terjadi modifikasi yang merupakan kemampuan pemandu lapang

untuk memelihara dan melaksankan SOP. Memelihara dan melaksanakan SOP

adalah hal yang berbeda. Pelaksanaan SOP dilakukan seperti yang tertuang di

instruksi kerja tapi memelihara SOP butuh inovasi dan kreativitas pemandu

lapang karena kebutuhan nutrisi setiap tanaman di setiap lokasi itu berbeda-beda.

Oleh karena itu, pemandu lapang perlu melakukan uji kesuburan tanah dengan

jarak 100 m. Kesuburan tanah berbeda-beda disebabkan karena adanya proses

erosi. Pemandu lapang JUN harus mampu mengkreasikan dan melakukan inovasi

di lahan-lahan yang tidak subur. Inilah SOP yang menjadi tantangan pemandu

lapang JUN untuk dilaksanakan dan dipelihara.

Pelaksanaan SOP ini salah satunya dengan adanya instruksi kerja teknis

pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) sebagai pesan komunikasi yang

disampaikan pemandu lapang kepada petani. Instruksi kerja teknis pemeliharaan

JUN merupakan materi yang disampaikan pemandu lapang UBH-KPWN kepada

petani mitra terkait cara-cara budidaya JUN dari mulai penyiapan pupuk dasar,

penanaman, pemupukan lanjutan, tumpang sari, pengamanan khusus, hingga

perlakukan khusus. Instruksi kerja ini diterapkan kepada petani dengan

menyesuaikan kondisi dan situasi petani setempat. Oleh karena itu, instruksi kerja

ini bersifat fleksibel dan tidak baku sehingga dapat berubah sewaktu-waktu sesuai

dengan kondisi di lapangan.

Pengolahan pupuk sebelum penanaman berguna untuk menjamin

tersedianya pupuk dasar siap pakai dan siap saji. Salah satu yang perlu

diperhatikan dalam pengolahan pupuk sebelum penanaman, yaitu sebaiknya

naungan (gubuk) diberi maupun dibangun agar pupuk tidak terkena matahari

secara langsung sehingga pupuk tidak dalam kondisi yang panas. Kegiatan

penanaman dilakukan dengan jarak yang sudah ditentukan UBH-KPWN yakni 5

43

m x 2 m. Bila terjadi kemarau panjang, untuk menghindari tanaman dari

kekeringan terutama untuk tanaman yang berumur kurang dari 1 tahun, diberikan

perlakuan khusus berupa penyiraman yang intensif, melalui pemompaan air dari

sumber air yang ada (danau, sungai dan sumur) maupun membuat sumber air baru

dan atau membuat tandon air. Sebelum penyemprotan sprayeratau alat penyiram

lainnya harus di cuci terlebih dahulu hingga bersih. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kontaminasi antara bekas penyemprotan pupuk atau obat lain

sebelumnya yang masih tersisa dalam sprayer, yang dapat mengakibatkan

kerusakan dan kematian pada tanaman JUN. Terhadap tanaman yang terserang

wabah penyakit, dilakukan pengamatanuntuk mengamati serta mencermati

terhadap semua tanaman secara rutin, meliputi gejala penyakit atau serangan hama

yang menyerang tanaman JUN untuk diberikan perlakuan khusus dengan

melakukan pemberantasan hama dan wabah penyakit pada semua tanaman.

Pemeliharaan tanaman jati akan lebih mudah dan menguntungkan apabila

dilakukan penanaman jati ditumpangsarikan dengan tanaman palawija seperti

kacang-kacangan, jagung, ubi jalar, cabai, dan lain-lain. Adanya tanaman

tumpang sari akan mempermudah pemeliharaan tanaman jati dalam hal

pendangiran, penyiraman atau pengendalian gulma, dan pemupukan. Tumpang

sari dengan tanaman palawija dapat dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun.

Kegiatan pengamanan tanaman jati harus dilakukan agar terhindar dari gangguan

hewan ternak, kebakaran, perusakan atau pencurian dan gangguan lainnya.

Misalnya, untuk pengamanan terhadap api atau kebakaran tidak diizinkan adanya

kegiatan pembakaran serasah atau lainnya dilokasi tanaman yang dapat

mengakibatkan kebakaran.

Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan,

penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan

diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian

hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada

yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5

bagian dari jumlah yang mati atau hilang.

44

45

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN

PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN)

Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani merupakan

tingkat pengetahuan, tingkat sikap, dan tingkat keterampilan petani yang terjadi

setelah diterpa informasi dari pemandu lapang selaku sumber pesan. Pesan yang

disampaikan terkait teknis budidaya JUN yaitu teknis pengolahan pupuk,

penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi kekeringan, teknis

pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi tumpang sari, dan

sistem pola bagi hasil.

Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari tingkat

pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan petani (psikomotorik).

Selaras yang dikemukakan oleh Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi

dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak kognitif yaitu

komunikan yang menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya, perubahan sikap

dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi, dan

perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efektivitas

komunikasi yang terjadi dalam suatu lembaga atau organisasi dapat digunakan

sebagai salah satu indikator untuk melihat tercapai atau tidak tercapainya tujuan

dari lembaga atau organisasi tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam

Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi

pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani

berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka

(overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh

sumber.

Komunikasi antara pemandu lapang dengan petani dapat dikatakan efektif

bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pemandu lapang

sebagai pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap

dan dipahami oleh petani sebagai penerima pesan. Semakin besar kaitan antara

yang dimaksud oleh pemandu lapang (komunikator) dapat di respons oleh petani

(komunikan), maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan.

Total penilaian efektivitas komunikasi dalam kegiatan JUN antara pemandu

lapang dengan petani dikategorikan menurut kategori rendah, sedang, dan

tinggi. Berdasarkan Tabel 7 apabila ketiga indikator efektivitas komunikasi

digabung menghasilkan nilai total rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori

efektif dengan proporsi 44.74 persen (20 orang), pada kategori kurang efektif

yaitu sebesar 33.3 persen (15 orang), dan pada kategori tidak efektif sebesar 22.2

persen (10 orang). Ini menandakan komunikasi yang terjalin antara pemandu

lapang dan petani dalam kegiatan JUN sudah efektif.

Tingkat Pengetahuan Petani

Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani merupakan penilaian

petani terhadap efektivitas komunikasi yang selama ini terjadi antara dirinya

dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Tingkat pengetahuan adalah

penilaian responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam

kegiatan jati unggul nusantara sebagai pesan

46

Tabel 7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi di

desa studi

Efek pada arah kognitif meliputi tingkat kesadaran, belajar dan tambahan

pengetahuan. Berdasarkan pada Tabel 7 tingkat pengetahuan petani setelah

terterpa informasi dari pemandu lapang, mayoritas responden berada pada

kategori tinggi dengan proporsi 84.4 persen (38 orang) dan kategori sedang

dengan proporsi 15.6 persen (7 orang). Hal ini menunjukan UBH-KPWN

memberikan nilai tambah bagi petani khususnya dalam tingkat pengetahuan

dalam budidaya jati. Hal ini didukung oleh salah satu pernyataan responden petani

sebagai berikut:

“....Berkat JUN saya jadi tahu bagaimana cara-cara memelihara jati

dari mulai menanam jati hingga jati itu siap untuk di panen. Sejak

bermitra dengan JUN banyak ilmu-ilmu usahatani yang saya ketahui.

Saya juga jadi tahu mengenai harga jati di pasaran....”(MS, 65 tahun)

Tingkat Sikap Petani

Tingkat sikap petani adalah penilaian responden terhadap materi teknis

terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh pemandu lapang dalam

kegiatan JUN. Pada tingkat sikap meliputi efek yang berhubungan dengan emosi,

perasaan dan sikap. Berdasarkan penelitian di lapang, tingkat sikap petani

mayoritas berada pada kategori tinggi dengan proporsi 60.0 persen (27 orang),

kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17 orang), dan kategori rendah 2.2

persen (1 orang). Hal ini menunjukan sebagian besar responden merasa sangat

setuju dengan isi dari materi budidaya JUN yang disampaikan oleh pemandu

No Efektivitas komunikasi Jumlah (orang) Frekuensi (%)

1 Tingkat pengetahuan petani

Rendah (8-15) 0 0

Sedang (16-24) 7 15.6

Tinggi (25-32) 38 84.4

2 Tingkat sikap petani

Rendah (8-15) 1 2.2

Sedang (16-24) 17 37.8

Tinggi (25-32) 27 60.0

3 Tingkat keterampilan petani

Rendah (8-15) 0 0

Sedang (16-24) 17 37.8

Tinggi (25-32) 28 62.2

4 Total efektivitas komunikasi

Tidak efektif (65-72) 10 22.2

Kurang efektif (73-80) 15 33.3

Efektif (81-88) 20 44.4

47

lapang. Materi yang ditanyakan kepada responden berkaitan dengan pengolahan

pupuk dasar, jarak tanam, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengendalian

kebakaran dan pencurian, serta perhitungan sistem bagi hasil. Namun, responden

yang termasuk dalam kategori sedang yakni sekitar 37.8 persen (17 orang)

menyatakan sikap yang kurang setuju dengan materi yang di sampaikan pemandu

lapang yakni terkait jarak tanam, tumpang sari, serta pembagian sistem bagi hasil.

Menurut petani yang diwawancarai menyatakan kurang setuju dengan

jarak tanam yang ditetapkan UBH-KPWN yakni 5 m x 2 m. Karena jarak tanam

tersebut terlalu rapat sehingga nutrisi untuk tanaman jati tidak menyebar secara

menyeluruh. Hal ini menyebabkan diameter pohon yang tumbuh menjadi kecil.

Petani menyarankan jarak tanam yang digunakan sebaiknya 3.5 m x 3.5 m agar

jarak tanamnya tidak terlalu rapat dan diameter pohon yang dihasilkan menjadi

lebih besar. Kegiatan tumpang sari hanya dapat dilakukan ketika tahun pertama

hingga tahun kedua saja sejak penanaman. Setelah itu kegiatan tumpang sari tidak

dapat lagi dilakukan sehingga pemasukan tambahan petani menjadi berkurang.

Selain jarak tanam dan kegiatan tumpang sari petani kurang setuju dengan sistem

bagi hasil. Berikut penuturan petani terkait pembagian sistem bagi hasil:

“.....Saya sebenarnya kurang setuju dengan pembagian hasil petani

sebesar 25 bagi petani penggarap tapi mau gimana lagi neng....” (HLM,

50 tahun)

Tingkat Keterampilan Petani

Efek budidaya JUN terkait tingkat keterampilan petani adalah penilaian

responden tentang keterampilannya dalam menerapkan teknis-teknis terkait

teknologi inovatif yang diberikan. Efek pada psikomotorik berhubungan dengan

perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Ini berarti apa

yang petani ketahui, rasakan, dan lakukan berakibat terhadap efektivitas

komunikasi dengan pemandu lapang.

Tingkat keterampilan petani mayoritas berada pada kategori tinggi dengan

proporsi 62.2 persen (28 orang) dan kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17

orang). Hal ini menunjukan sebagian besar petani mitra JUN memilki

keterampilan usahatani yang tergolong tinggi. Tingkat keterampilan petani ini

didukung dengan pengetahuan pertanian yang sudah dimiliki sebelumnya serta

pengalaman usahatani yang dimiliki petani yang sudah mencapai puluhan tahun.

Keterampilan petani dalam menerapkan budidaya JUN seringkali

mengalami kendala, tetapi petani tetap semangat dan berusaha semaksimal

mungkin dalam menerapkan seluruh tahapan pemeliharaan JUN seperti yang

disampaikan pemandu lapang. Petani menggabungkan dan mengkreasikan materi

pemeliharaan JUN yang diajarkan pemandu lapang dengan pengetahuan pertanian

yang dimilikinya selama ini. Misalnya, terdapat petani yang tidak memilki mesin

pompa air untuk penyiraman tanaman jati. Oleh karena itu petani melakukan

penyiraman dengan menggunakan gedebong pisang dan rerumputan di sekitar

kebun yang lembab sebagai sumber air. Pengamanan perkebunan jati dilakukan

petani dengan memelihara beberapa anjing penjaga.

48

Komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara pemandu lapang dan

petani sudah berjalan dengan efektif karena dari ketiga aspek yakni peningkatan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani seluruhnya mengalami peningkatan

dan termasuk dalam kategori yang tinggi. Hal ini juga didukung dengan

pernyataan dari Tubbs dan Moss (2000) terdapat lima hal yang menjadikan

ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu ukuran dari pemahaman, ukuran dari

kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber, ukuran

dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan.

Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani mampu

mencapai pokok pemahaman yakni penerimaan yang cermat atas kandungan

rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Pemandu lapang bisa

dikatakan efektif karena memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang

disampaikannya. Hal ini juga menandakan komunikasi yang terjalin telah

mencapai ukuran dimana seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari

sumber. Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani telah

mencapai ukuran kesenangan karena komunikasi yang terjalin tidak semua

ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, ada kalanya komunikasi hanya

sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagian bersama. Pemandu

lapang dan petani telah berupaya membangun komunikasi yang mencapai ukuran

dalam memperbaiki hubungan dimana setiap komunikasi dilakukan dalam

suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu

terciptanya komunikasi yang efektif. Proses komunikasi yang efektif ini juga telah

memenuhi ukuran dalam tindakan karena mampu mendorong orang lain untuk

melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan.

Nilai tingkat pengetahuan petani memilki proporsi yang lebih tinggi 84.4

persen dibandingkan dengan nilai yang lainnya yaitu sikap 60.0 persen dan

tindakan 62.2 persen. Hal ini menandakan upaya pemahaman yang dilakukan

oleh pemandu lapang berlangsung secara efektif. Kemampuan pemandu

lapang untuk memberi pemahaman yang baik di tempuh dengan beberapa

upaya diantaranya, membangun komunikasi yang baik dengan petani dan

dibarengi dengan makin tingginya minat petani mengikuti penjelasan-

penjelasan budidaya JUN yang selama ini disosialisasikan oleh pemandu

lapang. Pendekatan yang digunakan oleh pemandu lapang sebagai satu-satunya

saluran komunikasi dari UBH-KPWN ke petani penggarap yaitu dengan

membangun hubungan interpersonal. Diantaranya, pemandu lapang berkunjung

ke petani tetapi bukan membicarakan budidaya JUN tetapi semata membangun

komunikasi dengan petani misalnya, sore hari sekedar bersantai di saung-

saung petani atau menghadiri undangan, menghadiri acara-acara yang

dilakukan para petani.

Penilaian tentang sikap petani terhadap materi budidaya JUN yang

disampaikan pemandu lapang memporoleh angka yang relatif lebih rendah dari

angka peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. Jadi, suatu pengetahuan

dimengerti dengan baik belum tentu akan membuat bersikap untuk

menyetujuinya. Tingkat keterampilan petani merupakan rana tertinggi dari

terjadinya efektivitas dalam suatu komunikasi. Pemahaman dan sikap yang

baik tentu akan berimplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk

tindakan.

49

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS

KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI

UNGGUL NUSANTARA

Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas Komunikasi

Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa

karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka

menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Sehingga

karakteristik personal petani menjadi salah satu faktor internal yang berhubungan

dengan efektivitas komunikasi.

Hasil uji korelasi pada Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi untuk

usia berada pada α lebih besar dari 0.05, sehingga dapat dikatakan usia tidak

terlihat berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Hal ini dapat terjadi karena

mayoritas usia responden berada pada masa usia tua dan dewasa. Selain itu

pengalaman usahatani responden berada pada kategori sedang antara 16 sampai

26 tahun. Sehingga pengalaman usaha tani juga tidak terlihat berhubungan

signifikan dengan efektivitas komunikasi. Karena responden sudah memiliki

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sangat baik terkait bidang pertanian.

Tabel 8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik

petani dengan efektivitas komunikasi

Tingkat pendidikan menunjukkan nilai signifikansi pada efek peningkatan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani lebih besar dari α (0.05) yakni

0.590, 0.871, dan 0.884. Ini menunjukkan tidak terlihat adanya hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan efektivitas komunikasi. Artinya,

bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani yang yang

berpendidikan rendah maupun yang berpendidikan tinggi.

Tingkat pendapatan yang dikeluarkan petani tidak terlihat memiliki

hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi, sebab nilai

signifikansi menunjukan lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar 0.248, 0.105

dan 0.845 pada aspek peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani.

Karakteristik petani

Efektivitas komunikasi

Peningkatan

pengetahuan Petani Sikap petani

Peningkatan

keterampilan petani

Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig

Usia 0.113 0.459 0.138 0.365 0.051 0.0740

Lamanya menempuh

pendidikan formal 0.082 0.590 -0.25 0.871 -0.022 0.884

Pengalaman usahatani -0.091 0.552 -0.030 0.845 -0.15 0.921

Pendapatan -0.176 0.248 -0.245 0.105 0.030 0.845

Luas lahan 0.115 0.453 -0.211 0.164 0.016 0.915

50

Artinya, bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani

yang yang memiliki pendapatan rendah maupun yang memiliki pendapatan tinggi.

Luas lahan tidak terlihat berhubungan signifikan dengan efektivitas

komunikasi, sebab nilai signifikansi lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar

0.115, 0.164, dan 0.915. Hal ini dikarenakan sebagian besara lahan garapan yang

dimiliki oleh petani JUN atas namanya sendiri. Sehingga pengambilan keputusan

yang diambilnya aman yang artinya tidak ada kaitannya dalam efektivitas

komunikasi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni yang dilakukan

oleh Cahyanto et al (2008) dan Rosana et al (2010) yang menunjukan bahwa

tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik petani dengan

]proses komunikasi.

Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan Efektivitas

Komunikasi

Pemandu lapang merupakan sumber informasi yang menjembatani

kepentingan antara UBH-KPWN dengan petani. Sumber informasi menurut

Harold Laswell dalam Mulyana (2005) adalah pihak yang berinisiatif atau

mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari

sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi,

menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan

perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi,

pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam merumuskan pesan

tersebut.

Karakteristik pemandu lapang dalam membangun kedekatan dengan petani

bimbingannya berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi khususnya

dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi budidaya JUN. Kedekatan

memilki nilai signifikansi 0.012 yakni α lebih kecil dari 0.05 yang artinya

berhubungan signifikan. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.371 yang artinya

korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah

yang tercantum dalam nilai koefisien yaitu positif. Hal ini menyatakan bahwa

semakin dekat hubungan antara pemandu lapang dengan petani mitra maka

komunikasi yang terjalin semakin efektif. Hal ini dikarenakan untuk mencapai

keberhasilan komunikasi khususnya dalam kemitraan dibutuhkan komunikasi

yang persuasif.

Suasana psikologis yang positif dapat terbangun salah satunya dengan

menjalin kedekatan antara pemandu lapang sebagai sumber pesan dengan petani

sebagai penerima pesan. Petani merasa akan lebih terbuka kepada pemandu

lapang yang dekat dengannya secara pribadi dibandingkan dengan pemandu

lapang yang hanya menjalin hubungan karena urusan kemitraan semata. Petani

merasa ada kesamaan antara pemandu lapang dengannya sehingga petani bersedia

menerapkan isi pesan yang dilancarkan pemandu lapang.

Kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang berhubungan signifikan dengan

efektivitas komunikasi khususnya dalam meningkatkan sikap dan keterampilan

petani. Kredibilitas memiliki nilai signifikansi 0.036 dan 0.021 yang artinya

berhubungan signifikan pada taraf 0.05. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.343

yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah

nilai 0.5. Arah yang tercantum pada nilai koefisien korelasi kredibilitas adalah

51

positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kredibilitas

yang dimiliki pemandu lapang semakin tinggi efektivitas komunikasi yang

terbangun dengan petani bimbingannya begitu pun sebaliknya.

Tabel 9 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik

pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi

Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05

Kedekatan dan kredibilitas yang dimiliki sumber berhubungan dengan

efektivitas komunikasi. Hal ini didukung oleh Lubis et al (2010) bahwa beberapa

keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan

kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antar

pribadi. Dalam hal ini, kedekatan dan kredibilitas merupakan salah satu faktor

yang memiliki hubungan dengan keputusan petani untuk menerima dan

menyetujui peasan yang disampaikan pemandu lapang. Kredibilitas menyebabkan

komunikasi berhasil berkat kepercayaan petani pada pemandu lapang.

Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki

seseorang pemandu lapang. Oleh karena itu, kredibilitas pemandu lapang

memegang peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi

yang efektif.

Sikap pemandu lapang tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan

dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih

besar dari α (0.05). Karena menurut petani sikap yang ditunjukan oleh pemandu

lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara langsung dengan efektivitas

komunikasi. Bagi petani penguasaan isi materi yang disampaikan pemandu lapang

terkait teknis-teknis budidaya JUN menjadi unsur yang lebih penting bagi petani.

Frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak terlihat

memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai

signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05). Karena menurut petani

frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara

langsung dengan efektivitas komunikasi. Bagi petani kedekatan yang dibangun

pemandu lapang serta kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang menjadi unsur

yang lebih memiliki hubungan yang signifikan dalam membangun efektivitas

komunikasi antara petani dengan pemandu lapang.

Karakteristik pemandu

lapang

Efektivitas komunikasi

Tingkat

pengetahuan petani

Tingkat Sikap

petani

Tingkat

keterampilan

petani

Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig

Kedekatan (Proximity) 0.137 0.369 0.371 0.012* -0.41 0.789

Kredibilitas (Credibility) 0.131 0.391 0.313 0.036* 0.343 0.021*

Sikap (Attitudes) 0.282 0.061 0.246 0.103 0.237 0.117

Frekuensi kunjungan

pemandu lapang ke

kelompok tani

- 0.271 0.071 -0.116 0.446 -0.013 0.930

52

Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang dengan

Efektivitas Komunikasi

Pemandu lapang berkomunikasi secara persuasif untuk mempengaruhi sikap

petani, dan berusaha agar petani memahami apa yang ia ucapkan dan melakukan

suatu perbuatan atau kegiatan yang diinginkan pemandu lapang. Hal ini sesuai

dengan penuturan Effendy (2000) bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling

ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

komunikan. Alasannya adalah komunikasi yang digunakan pemandu lapang

adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face

to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika.

Pemandu lapang dapat mengetahui secara langsung tanggapan petani terhadap

pesan yang disampaikan. Komunikasi persuasif yang dilakukan dalam suasana

psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya

komunikasi yang efektif.

Hal ini dibuktikan dengan keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu

lapang dalam menguasai materi program memiliki hubungan yang signifikan

dengan efektivitas komunikasi. Khususnya dalam meningkatkan keterampilan

petani dalam bidang pertanian. Nilai signifikansinya sebesar 0.040 yang

berarti lebih kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.308 yang

artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai

0.5. Arah yang tercantum dalam koefisien korelasi nilai penguasaan materi yaitu

positif (0.308). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin baik pemandu lapang

menguasai materi program maka semakin tinggi efektivitas komunikasi yang

terbangun dengan petani mitranya. Hal ini sesuai dengan penuturan Berlo dalam Lubis et al (2010) bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap efektivitas

komunikasi, salah satunya yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, dan tingkat

pengetahuan. Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima.

Bagi sumber yakni pemandu lapang, keterampilan berkomunikasi penting

karena sumber dapat mengembangkan pesan, dan bagi penerima yakni pertani

mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan tentang suatu pesan. Kemampuan berbahasa yang sopan dan dapat menggunakan bahasa

yang digunakan petani sehari-hari, membuat responden paham pada bahasa

yang digunakan pemandu lapang. Menurut Berlo dalam Lubis et al (2010) tingkat

pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber yakni pemandu lapang

mampu memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi

dengan efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan

pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima yakni petani jika dia mengetahui

kode yang digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim

sumber.

Keterampilan komunikasi pemandu lapang dalam menjelaskan informasi

program tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas

komunikasi, sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05).

Karena ketika pemandu lapang menjelaskan teknis pemeliharaan budidaya JUN,

petani sebagai responden telah memiliki pengetahuan dan keterampilan bertani

berdasarkan pengalaman usahatani yang dimiliki serta informasi yang diperoleh

dari petani lain.

53

Tabel 10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan

komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi

Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05

Kesesuaian metode penyuluhan sebagai salah satu keterampilan komunikasi

pemandu lapang memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas

komunikasi khsusunya dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi

budidaya JUN. Nilai signifikansinya sebesar sebesar 0.010 yang berarti lebih

kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.378 yang artinya korelasi

yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang

tercantum dalam koefisien korelasi nilai kesesuaian metode penyuluhan yaitu

positif (0.378). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin sesuai pemandu lapang

dalam menggunakan metode penyuluhan maka semakin tinggi efektivitas

komunikasi. Menurut Lubis et al (2010) semakin sumber pesan menyerupai

penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi

perhatian kepadanya apapun yang dikatakannya dan bersedia taat pada isi pesan

yang dilancarkan pemandu lapang. Pemandu lapang mampu berbahasa sesuai

dengan kemampuan petani. Terlihat adanya hubungan antara kesesuaian metode

penyuluhan dengan efektivitas komunikasi khususnya terhadap pemaknaan pesan

yang disampaikan oleh pemandu lapang.

Kesesuaian metode penyuluhan mampu mendorong petani untuk

melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan pemandu lapang

sehingga keberhasilan komunikasi tercapai dengan baik. Tingkat keterampilan

berupa tindakan merupakan timbal balik (feed back) dari efektivitas komunikasi

yang paling tinggi yang diharapkan pemandu lapang. Kesesuaian metode

penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang memudahkan pemahaman petani

tentang apa yang pemandu lapang sampaikan, mampu meyakinkan petani bahwa

tujuan dari budidaya JUN itu masuk diakal, dan mempertahankan hubungan

harmonis antara pemandu lapang dengan petani.

keterampilan

komunikasi

pemandu lapang

Efektivitas komunikasi

Tingkat

pengetahuan

petani

Tingkat Sikap

petani

Tingkat

keterampilan

petani

Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig Koef.

Korelasi

sig

Penguasaan materi

program 0.043 0.777 -0.006 0.967 0.308 0.040*

Kejelasan informasi

program 0.066 0.669 0.096 0.529 0.135 0.377

Kesesuaian metode

penyuluhan 0.057 0.712 0.378 0.010* 0.262 0.082

54

55

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat

dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut:

1. Karakteristik petani JUN Desa Ciaruteun Ilir berusia dewasa dengan rata-rata

usia petani adalah 47 tahun. Tingkat pendidikan petanit tergolong sedang

dengan rata-rata selama 6 tahun atau setingkat sekolah dasar. Pengalaman

usahatani yang dimiliki tergolong sedang dengan rata-rata selama 18 tahun.

Pendapatan petani tergolong rendah dan luas lahan garapan yang termasuk

dalam kategori sempit. 2. Pemandu lapang memiliki hubungan kedekatan yang sangat baik dengan petani

bimbingannya. Kredibilitas dan sikap pemandu lapang tergolong sangat baik.

Frekuensi kunjungan ke kelompok tani bimbingannya juga tergolong tinggi.

Keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang secara keseluruhan

tergolong baik. Kemampuan penguasaan materi yang dimiliki pemandu lapang

tergolong sangat baik. Pemandu lapang menjelaskan informasi program kepada

petani dengan sangat jelas. Metode penyuluhan yang digunakan dalam kegiatan

budidaya JUN sudah sangat sesuai. 3. Efektivitas komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara petani Desa

Ciaruteun Ilir dengan pemandu lapang tergolong efektif. Kedekatan,

kredibilitas, penguasaan materi program, dan kesesuaian metode penyuluhan

pemandu lapang berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.

Saran

1. Kedekatan hubungan dengan petani perlu dijalin tidak hanya antara petani

dengan pemandu lapang, tetapi juga antara petani dengan pihak UBH-KPWN.

Misalnya, secara rutin berkunjung ke petani tidak hanya secara formal terkait

kegiatan JUN tetapi juga secara informal. Karena kedekatan memiliki

hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan

pendampingan JUN.

2. Guna meningkatkan kredibilitas, penguasaan materi dan metode penyuluhan

diperlukan kegiatan-kegiatan bagi pemandu lapang yang bermanfaat dalam

menunjang kinerjanya selama melakukan pendampingan. Misalnya, pemandu

lapang mengikuti kegiatan pelatihan ataupun seminar yang berkaitan dengan

penguasaan materi dan metode penyuluhan. Karena kredibilitas, penguasaan

materi, dan kesesuaian metode penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang

berhubungan dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan pendampingan

JUN.

56

57

DAFTAR PUSTAKA

Cahyanto PG, Sugihen BG, Hadiyanto. Efektivitas Komunikasi Partisipatif dalam

Pelaksanaan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak,

Kalimantan Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip

tanggal 24 Mei 2014]. 06(1): 14-30. Dapat diunduh dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5657

Effendy OU. 1992. Dinamika komunikasi. Cetakan kedua. Bandung [ID]: Remaja

Rosdakarya. 214 hal.

OU. 2000. Ilmu, teori, dan filsafat komunikasi. Bandung [ID]: Citra

Aditya Bakti. 421 hal.

OU. 2001. Ilmu komunikasi: teori dan praktek. Cetakan kedua puluh

dua. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 181 hal.

OU. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan.

Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal.

Ernawati E. 2011. Efektivitas komunikasi dalam sosialisasi kegiatan program

Posdaya di desa binaan IPB. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November

2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 95 hal. Dapat diunduh dari:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51495.

Hafsah MJ. 2000. Kemitraan usaha konsepsi dan strategi. Jakarta [ID]: Pustaka

Sinar Harapan. 329 hal.

[Kemenhut] Kementrian Kehutanan [ID]. 2012. Peran sektor kehutanan dalam

meningkatkan ketahanan pangan nasional. [Internet]. [dikutip tanggal 01

Oktober 2013]. Dapat diunduh dari:

http://ppid.dephut.go.id/pidato_kemenhut/browse/3.

Kusumastuti YI. 2009. Komunikasi bisnis. Bogor [ID)]: IPB Press. 200 hal.

Lubis DP, Mugniesyah SS, Purnaningsih N, Riyanto S, Kusumastuti YI,

Hadiyanto, Saleh A, Sumardjo, Sarwititi, Amanah S, Fatchiya A. 2010. Dasar-

dasar komunikasi. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat IPB Press. 391 hal.

Mayers J, Vermeulen S. 2002. Company-community forestry partnership: from

raw deals to mutual gians? instrumen for sustainable private sector 67 forestry

series. Forestry and land use program. London: International Institute for

Environment and Development [IIED]. 330 hal.

McQuail D, Windahl S.1987. Teori komunikasi massa. Edisi kedua. Jakarta [ID]:

Erlangga. 243 hal.

Manggeng M. 2005. Pendidikan yang membebaskan menurut Paulo Freire dan

relevansinya dalam konteks Indonesia. Jurnal Teologi Kontekstual. [internet].

[dikutip tanggal 24 Mei 2014]. 08(1): 41-44. Dapat diunduh

dari:http://www.oaseonline.org/artikel/manggeng_freire.pdf.

Mugniesyah SS. 2006. Ilmu penyuluhan. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat IPB. 236 hal.

Mulayana D. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan

kedelapan.Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal.

58

Nelly M. 1988. Hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku petani

mengadopsi rumput unggul di daerah Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut

Pertanian Bogor. 92 hal.

Nurhayati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di

dalam sekolah lapang padi. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November

2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 136 hal. Dapat diunduh dari:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46765.

Oktarina S, Sumardjo, Rustiadi E. 2008. Keefektivan komunikasi dalam

pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan. Komunikasi

Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013]. 06(2): 23-42.

Dapat diunduh dari:

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5666/4297.

Prasetyo B, Jannah LM. 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta [ID]:

PT RajaGrafindo Persada. 239 hal.

Rachmawati N. 2010. Efektivitas komunikasi klinik agribisnis pada Prima Tani di

Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor. [Tesis].[internet]. [dikutip tanggal 3

November 2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 144 hal. Dapat

diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5097.

Rakhmat J. 1984. Metode penelitian komunikasi. Bandung [ID]: PT Remaja

Rosdakarya. 184 hal.

Rosana E, Saleh A, Hadiyanto. 2010. Hambatan-hambatan komunikasi yang

dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan

Ilir. Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November

2013]. 08(1): 27-41. Dapat diunduh dari:

http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5693.

Saleh A, Rizkawati N. 2009. Efektivitas komunikasi masyarakat dalam

memanfaatkan pertunjukan wayang purwa di era globalisasi (kasus: Desa

Bedoyo, Gunung Kidul, Yogyakarta). Komunikasi Pembangunan. [internet].

[dikutip tanggal 3 November 2013]. 07(1): 37-48. Dapat diunduh dari:

http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5680.

Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3ES.

334 hal.

Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju

pengembangan kemandirian petani (kasus di Provinsi Jawa Barat). [Disertasi].

Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 347 hal.

Suwanda FN. 2008. Analisis efektivitas komunikasi model prima tani sebagai

diseminasi teknologi pertanian di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa

Barat. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 11 Oktober 2013] . Bogor [ID]:

Institut Pertanian Bogor. 126 hal. Dapat diunduh dari:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9307/2008fns.pdf.

Tubss S, Moss S. 2000. Human communication: Prinsip-prinsip dasar. Bandung

[ID]:Remaja Rosdakarya. 256 hal.

59

LAMPIRAN

Lampiran 1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

Kabupaten Bogor

Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014

Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan

proposal skripsi

Kolokium

Perbaikan proposal

Pengambilan data

lapang

Pengolahan dan

analisis data

Penulisan draft

skripsi

Uji petik

Sidang skripsi

Perbaikan laporan

skripsi

60

Nama Usia Alamat No. Nama Usia Alamat

OA 63 Kp. Ciaruteun Ilir Rt.1/03 38. SMR 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/08

ACG 32 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 39. MDRS 37 Kp. Tegal Rt.06/06

AEG 30 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 40. SRP 39 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

MMD 70 Kp. Padati Mondok Rt.01/09 41. SKT 40 Kp. Bubulak Rt.2/10

KSN 63 Kp. Tutul Rt.03/05 42. USN 40 Kp. Padati Mondok, Rt.4/8

SND 35 Kp. Tutul Rt.03/05 43. AP 42 Kp. Tegal Rt.04/06

SNM 42 Kp. Tutul Rt.03/05 44. ENC 48 Kp. Padati Mondok Rt.03/09

ADR 36 Kp. Wangunjaya Rt.02/06 45. SRJ 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08

AI 32 Kp. Tegal Rt.05/06 46. DW 35 Kp. Tutul Rt.03/05

SBN 45 Kp. Tutul Rt.03/05 47. SRO 52 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

ANM 35 Kp. Wangunjaya Rt.3/6 48. SMN 70 Kp. Padati Mondok Rt.04/09

ANDR 32 Kp. Sawah Rt. 01/04 49. JNM 50 Kp. Tutul Rt.03/05

EGI 45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 50. DMR 50 Kp. Tutul Rt.03/05

ANG 32 Kp. Wangunjaya Rt.02/06 51. PI 35 Kp. Padati Mondok Rt.02/09

EWR 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09 52. UP 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

AWR 45 Kp. Tutul Rt.02/05 53. UTG 65 Kp. Tutul Rt.02/05

EDH 42 Kp. Tutul Rt.03/05 54. BBH 73 Kp. Padati Mondok Rt.01/08

EJN 33 Kp. Bubulak Rt.2/10 55. ADI 40 Kp. Wangunjaya Rt.02/06

ADRF 30 Kp. Tutul Rt.03/05 56. ING 55 Kp. Padati Mondok Rt.02/09

ADDH 26 Kp. Tutul Rt.03/05 57. EMN 62 Kp. Padati Mondok Rt.04/09

EMN 36 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 58. SYM 50 Kp. Poncol Rt.09/03

DN 37 Kp. Wangunjaya Rt.02/07 59. ACG 32 Kp. Wangunjaya Rt.02/07

ICH 39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09 60. HYT 40 Kp. Padati Mondok Rt.03/09

ATM 55 Kp. Tutul Rt.03/05 61. EDI 45 Kp. Padati Mondok Rt.04/09

JL 27 Kp. Tutul Rt.03/05 62. IRN 52 Kp. Cibanteng Rt.03/01

SMA 60 Kp. Tutul Rt.03/05 63. OMN 55 Kp. Rancabungur Rt. 01/04

SDI 46 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 64. ABS 49 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

HT 57 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 65. ISN 32 Kp. Wangunjaya Rt.03/07

UN 60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 66. SHR 39 Kp. Padati Mondok Rt.01/06

MS 45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 68. ANT 26 Kp. Padati Mondok Rt.02/09

ING 39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09 69. IMG 48 Kp. Bubulak Rt.03/10

IST 27 Kp. Bubulak Rt.03/10 70. PPN 47 Kp. Bubulak Rt.2/10

KNO 36 Kp. Padati Mondok Rt.03/08 71. HLM 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

SH 61 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 72. ASP 40 Kp. Padati Mondok Rt.01/09

AH 60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 73. SM 45 Kp. Ciaruteun Ilir,Rt.2/3

ISK 43 Kp. Padati Mondok Rt.02/08 74. MH 65 Kp. Padati Mondok Rt.02/09

HMN 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08 75. YD 40 Kp. Bubulak Rt.2/10

Lampiran 3 Kerangka sampling

Data Petani Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Keterangan:

: Responden Penelitian

61

Lampiran 4 Contoh hasil uji statistik

Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu

kedekatan dengan tingkat sikap petani

Correlations

Kedekatan Tingkat sikap

petani

Spearman's rho

Kedekatan

Correlation Coefficient 1,000 ,371*

Sig. (2-tailed) . ,012

N 45 45

Tingkat sikap petani

Correlation Coefficient ,371* 1,000

Sig. (2-tailed) ,012 .

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu kredibilitas

dengan tingkat keterampilan petani

Correlations

Kredibilitas Tingkat

Keterampil

an petani

Spearman's rho

Kredibilitas

Correlation Coefficient 1,000 ,343*

Sig. (2-tailed) . ,021

N 45 45

Tingkat Keterampilan

petani

Correlation Coefficient ,343* 1,000

Sig. (2-tailed) ,021 .

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

62

Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu

lapang yaitu penguasaan materi program dengan tingkat keterampilan petani

Correlations

Penguasaan

materi program

Tingkat

keterampilan

petani

Spearman's rho

Penguasaan materi program

Correlation

Coefficient 1,000 ,308

*

Sig. (2-tailed) . ,040

N 45 45

Tingkat keterampilan petani

Correlation

Coefficient ,308

* 1,000

Sig. (2-tailed) ,040 .

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu

lapang yaitu kesesuaian metode penyuluhan dengan tingkat sikap petani

Correlations

Kesesuaian

metode penyuluhan

Tingkat sikap

petani

Spearman's rho

Kesesuaian metode

penyuluhan

Correlation

Coefficient 1,000 ,378

*

Sig. (2-tailed) . ,010

N 45 45

Tingkat sikap petani

Correlation

Coefficient ,378

* 1,000

Sig. (2-tailed) ,010 .

N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

63

Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan

Petani jati unggul nusantara Desa Ciaruteun Ilir

Pemandu lapang dan pengurus unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara

(UBH-KPWN)

Surat Perjanjian Kerja (SPK) dalam kemitraan antara petani dengan UBH-KPWN

64

Sosisalisasi budidaya jati unggul nusantara

Perkebunan jati unggul nusantara di Desa Ciaruteun Ilir

Pemanenan jati unggul nusantara

65

RIWAYAT HIDUP

Maulidani Tresnaputri dilahirkan di Majalengka pada tanggal 16

September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari

pasangan Ir Danu, MSi dan Dra Anih Setiyawati. Penulis memulai pendidikan

formal di Taman Kanak-kanak Al-Yasmin Bogor pada tahun 1997-1998, SDN

Panaragan 03 pada tahun 1998-2004, SMPN 4 Bogor pada tahun 2004-2007,

dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis di terima

di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian

Bogor (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai

kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota divisi

Public Relation HIMASIERA selama periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga

merupakan anggota unit kegiatan mahasiswa Music Agriculture X-Pression!!

(MAX!!) IPB divisi Event Organizer mulai tahun 2012 dan merupakan anggota

komunitas Public Relation IPB mulai tahun 2013. Penulis juga aktif dalam

berbagai event yang ada di IPB, diantaranya sebagai anggota divisi Humas

dan Sponsor Acara Priority Himasiera IPB pada tahun 2011, kepala divisi

Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi dalam Acara MAX!! Corner pada tahun

2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat serta LO IMIKI (Ikatan Mahasiswa

Ilmu Komunikasi Indonesia) dalam Acara HIMASIERA Goes To Public pada

tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam Acara MPD SKPM

2012, anggota divisi Dana Usaha dalam Acara ACRA (Art, Collaboration and

Action) MAX!! IPB tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam

Acara Malam Keakraban SKPM 48 pada tahun 2012, dan kepala divisi acara

dalam Acara Meet and Greet HIMASIERA bersama anak-anak panti asuhan

Hidayatullah pada akhir tahun 2012. Selain aktif di organisasi dan acara

kepanitiaan, penulis juga memiliki prestasi yaitu Juara 2 Lomba Debat Se-

JABODETABEK dalam Acara HIMASIERA Olah Talenta (HOT) pada tahun

2012 dan Asisten Praktikum dalam mata kuliah Komunikasi Bisnis selama dua

semester pada tahun 2013 .