efektivitas amniotomi dini pada induksi persalinan nulipara

9
Efektivitas amniotomi dini pada induksi persalinan nulipara: sebuah uji acak terkontrol Tujuan: tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah amniotomi dini dapat menurunkan durasi persalinan atau meningkatkan proporsi peserta yang melahirkan dalam 24 jam pada pasien nulipara yang diinduksi. Metode: Peneliti melakukan uji acak terkontrol yang membandingkan amniotomi dini terhadap penatalaksanaan standar pada induksi persalinan nulipara. Kriteria inklusi berupa nulipara, tunggal, dalam masa gestasi dan memerlukan induksi persalinan. Subyek dipilih secara acak untuk dilakukan amniotomi dini (pemecahan selaput ketuban, ≤ 4 cm) atau tatalaksana standar. Terdapat 2 hasil utama: (1) durasi dari dimulainya induksi sampai persalinan dan (2) proporsi wanita yang melahirkan dalam 24 jam. Hasil: Amniotomi dini mempersingkat waktu persalinan >2 jam (19.0 vs 21.3 jam) dan meningkatkan proporsi wanita nulipara terinduksi yang melahirkan dalam waktu 24 jam (68% vs 56%). Peningkatan hasil ini tidak meningkatkan terjadinya komplikasi. Kesimpulan: Amniotomi dini merupakan tindakan yang aman dan efektif dalam induksi persalinan ibu nulipara. Terjadinya induksi persalinan semakin meningkat. Data terkini berdasarkan National Centre for Health Statistics mengambarkan persentase induksi sebanyak >22% pada tahun 2006, dimana angka ini merupakan dua kali lipat dibandingkan pada tahun 1990 dan mempengaruhi >900.000 kelahiran di Amerika Serikat pada tahun tersebut. Walaupun studi terbaru telah menawarkan peningkatan dalam metode induksi, induksi persalinan masih merupakan

Upload: mon9625

Post on 07-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Journal Translation

TRANSCRIPT

Page 1: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

Efektivitas amniotomi dini pada induksi persalinan nulipara: sebuah uji acak terkontrol

Tujuan: tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah amniotomi dini dapat menurunkan durasi persalinan atau meningkatkan proporsi peserta yang melahirkan dalam 24 jam pada pasien nulipara yang diinduksi.

Metode: Peneliti melakukan uji acak terkontrol yang membandingkan amniotomi dini terhadap penatalaksanaan standar pada induksi persalinan nulipara. Kriteria inklusi berupa nulipara, tunggal, dalam masa gestasi dan memerlukan induksi persalinan. Subyek dipilih secara acak untuk dilakukan amniotomi dini (pemecahan selaput ketuban, ≤ 4 cm) atau tatalaksana standar. Terdapat 2 hasil utama: (1) durasi dari dimulainya induksi sampai persalinan dan (2) proporsi wanita yang melahirkan dalam 24 jam.

Hasil: Amniotomi dini mempersingkat waktu persalinan >2 jam (19.0 vs 21.3 jam) dan meningkatkan proporsi wanita nulipara terinduksi yang melahirkan dalam waktu 24 jam (68% vs 56%). Peningkatan hasil ini tidak meningkatkan terjadinya komplikasi.

Kesimpulan: Amniotomi dini merupakan tindakan yang aman dan efektif dalam induksi persalinan ibu nulipara.

Terjadinya induksi persalinan semakin meningkat. Data terkini berdasarkan National Centre for Health Statistics mengambarkan persentase induksi sebanyak >22% pada tahun 2006, dimana angka ini merupakan dua kali lipat dibandingkan pada tahun 1990 dan mempengaruhi >900.000 kelahiran di Amerika Serikat pada tahun tersebut. Walaupun studi terbaru telah menawarkan peningkatan dalam metode induksi, induksi persalinan masih merupakan faktor risiko bagi persalinan sesaria dimana menggarisbawahi masih dibutuhkan perangkat untuk memperbaiki praktek induksi.

Amniotomi, awalnya dipertimbangkan sebagai “low-tech”, murah dan aman, hanya menerima sedikit perhatian dalam penelitian dan peneliti telah mengesampingkan bagaimana efektivitas amniotomi terhadap wanita nulipara, walaupun pada faktanya induksi lebih banyak dilakukan pada nullipara dibandingkan dengan wanita multipara. Berdasarkan uji klinis sebelumnya pada wanita dengan persalinan spontan, pemilihan waktu amniotomi dini pada induksi persalinan dapat mempersingkat durasi persalinan. Perhatian klinis pada beberapa komplikasi yang jarang terjadi, seperti prolaps tali pusat dan teori yang menyatakan pemecahan selaput ketuban secara dini berpotensi atas lamanya durasi pecahnya selaput disertai dengan meningkatnya persentase korioamnionitis, sepsis neonatal, dan pasien NICU,hal ini telah membatasi praktek amniotomi pada induksi persalinan nulipara tanpa adanya bukti tingkat 1 untuk mendukung.

Page 2: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

Tujuan spesifik dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah amniotomi dini, didefinisikan sebagai pemecahan selaput ketuban pada dilatasi ≤4 cm, menurunkan durasi persalinan atau meningkatkan proporsi pasien nulipara yang mendapatkan induksi persalinan dalam 24 jam. Kami juga menilai keamanan amniotomi dini sebagai pengukuran efek samping hasil obstetri dan penilaian terhadap morbiditas infeksi maternal dan neonatal.

Metode

Dilakukan uji acak terkontrol unblinded pada Washington University di St. Louis dan University of Pennsylvania dengan persetujuan dari Institutional Review Boards kedua institusi. Kriteria inklusi berupa nulipara, tunggal, usia kehamilan (>37 minggu 0 hari), dan indikasi untuk induksi persalinan yang ditentukan oleh dokter. Kriteria eksklusi berupa infeksi HIV dan dilatasi serviks >4 cm saat pemeriksaan awal.

Subyek yang layak akan dilakukan pendekatan oleh perawat senior dan ditawarkan untuk mengikuti uji coba ini. Pasien yang bersedia kemudian akan dilakukan amniotomi dini secara acak, dimana hal ini didefinisikan sebagai pemecahan selaput ketuban dengan ukuran dilatasi ≤4 cm sedangkan standar pemecahan selaput ketuban adalah dilatasi >4 cm. Pada kelompok amniotomi dini, amniotomi dilakukan sedini dan seaman mungkin. Tim termasuk residen, dokter penanggung jawab dan tenaga medis lainnya memutuskan waktu yang tepat untuk melakukan pemecahan tersebut (setelah pemilihan acak). Tidak terdapat instruksi waktu spesifik yang diberikan untuk amniotomi pada kelompok penatalaksanaan standar; keputusan ini akan diputuskan oleh dokter penanggungjawab pasien tersebut. Metode utama dalam melakukan proses induksi, serta keputusan dalam intrapartum/post partum dipertimbangkan oleh dokter penanggung jawab. Penelitian ini juga menggunakan blok permutasi acak untuk menformulasikan susunan pemilihan subyek dengan tujuan memastikan jumlah pemilihan subyek yang seimbang di masing-masing kelompok. Blok seragam berukuran 4 digunakan.

Terdapat 2 hasil utama. Yang pertama adalah waktu dimulainya induksi, didefinisikan sebagai waktu dilaksanakannya metode induksi pertama kali untuk persalinan. Sedangkan yang kedua adalah proporsi jumlah wanita yang bersalin dalam waktu 24 jam setelah induksi. Walaupun terlihat jarang untuk memiliki 2 hasil akhir, peneliti percaya keduanya relevan secara klinis dan harus dinilai sebagai hasil utama. Peneliti juga memilih hasil akhir sekunder yang mengikutsertakan tingkat persalinan sesar dan indikasi persalinan sesaria,korioamnionitis (suhu oral >380C saat persalinan), demam post-partum (suhu >380C yang dihitung dalam dua waktu berbeda yaitu >6 jam dan >24 jam setelah persalinan), infeksi luka (didefinisikan sebagai cairan purulen dari insisi), endomyometritis (didefinisikan sebagai nyeri tekan pada fundus dan demam yang membutuhkan terapi antibiotik), dirawat dalam NICU, dan dugaan sepsis neonatal. Perawat penelitian terlatih akan mengumpulkan seluruh informasi dasar, informasi berlangsungnya persalinan dan informasi maternal dan neonatal pasca persalinan.

Analisis statistik digunakan dengan prinsip intent-to-treat. Hasil langsung dibandingkan dengan penggunaan tes Student t atau Mann-Whitney U dependen dalam distribusinya; hasil dikotom dinilai dengan tes x2 atau tes Fisher exact. Waktu persalinan tidak terdistribusi normal dan dibandingkan dengan menggunakan tes Mann-Whitney U. Risiko relatif masing-

Page 3: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

masing kelompok dan interval kepercayaan 95% diperkirakan untuk persentase wanita yang bersalin dalam waktu 24 jam dan masing-masing hasil sekunder. Ukuran sampel diestimasi berdasarkan salah satu hasil utama kami yaitu proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam. Kami mengasumsikan alpha error sebesar .05 dan beta error sebesar .20 (kekuatan 80%), dengan insiden persalinan selama 24 jam sebesar 50% berdasarkan data publikasi sebelumnya, risiko relatif minimal 0,75 dan rasio alokasi 1:1. Dengan perkiraan tersebut, kami memperkirakan membutuhkan 290 pasien per kelompok. Strategi pada penghitungan ukuran sampel ini menguntungkan kami untuk hasil utama kedua yaitu waktu untuk persalinan (perhitungan kontinu). Secara spesifik kami memperkirakan dibutuhkannya kekuatan 95% untuk mendeteksi 2 jam pengurangan dalam waktu persalinan.

HASIL

Tujuh ratus empat puluh sembilan wanita diseleksi sesuai dengan persyaratan; 84 wanita (11.2%) tidak memenuhi persyaratan. Dari 635 wanita nulipara yang memenuhi persyaratan, 585 orang (92%) menyetujui dan kemudian dipilih secara acak; 292 wanita masuk dalam kelompok amniotomi dini dan 293 wanita pada terapi standar. Subyek yang setuju untuk berpartisipasi maupun tidak memiliki karakteristik dasar yang serupa (umur, usia kehamilan dan kondisi medis saat ini). Kedua kelompok tersebut memiliki demografi dan kondisi medis yang cukup serupa; rata-rata usia kehamilan saat induksi serta dilatasi serviks saat subyek tiba pada kedua kelompok juga serupa. (Tabel 1) Sama halnya dengan hal tersebut, indikasi untuk dilakukannya induksi pada kedua kelompok juga serupa. Dua indikasi yang paling sering digunakan adalah usia kehamilan >40 minggu dan adanya hipertensi/preeklampsia gestasional. Kategori “lain” untuk indikasi induksi bervariasi, meliputi permintaan maternal/faktor sosia (e.g jarak dari rumah sakit) dan oligohidramnion. (Tabel 2)

Metode induksi yang dilakukan antara kelompok amniotomi dini dan terapi standar serupa. Sebagian besar subyek menerima misoprostol; kira-kira 30% wanita menggunakan Foley. Tidak terdapat kategori metode induksi yang eksklusif karena kebanyakan subyek menerima beberapa macam agen. Faktanya, 73% wanita pada kedua kelompok menerima>1 jenis obat untuk memulai induksi. Seperti yang telah diharapkan sebelumnya dengan waktu dilakukannya amniotomi, kelompok amniotomi dini mengalami pecah ketuban lebih awal dari kelompok standar. Dua puluh dua wanita yang dipilih secara acak untuk dilakukan amniotomi dini mengalami pecah ketuban saat dilatasi >4 cm sedangkan 13 wanita pada kelompok standar mengalami pecah ketuban < 4 cm.

Hasil utama dari penelitian ini terdapat pada Tabel 3. Waktu rata-rata dari dimulainya induksi sampai terjadinya persalinan berkurang >2 jam pada kelompok amniotomidini (19.0 vs 21.3 jam; p=.04) dibandingkan dengan kelompok standar. Perbedaan ini terutama terjadi pada kala I persalinan,dimana didefinisikan sebagai waktu dari pemilihan acak sampai terjadinya dilatasi lengkap. Proporsi yang lebih tinggi muncul pada wanita kelompok amniotomi dini yang bersalin dalam kurun waktu 24 jam setelah induksi (68% vs 56%; p=.002). Walaupun terdapat perbedaan dalam rentang persalinan selama 24 jam, tidak terdapat perbedaan persentase persalinan sesaria. Tingkat korioamnionitis meningkat pada kelompok amniotomi

Page 4: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

dini (11,5% v. 8,5%; p=.22), perbedaan ini tidak signifikan. Terdapat 2 kasus prolaps tali pusat pada kelompok amniotomi dini dan tidak ada kejadian tersebut pada kelompok standar.

Hasil pada neonatal yang telah dipilih ditunjukkan pada tabel 4. Tidak terdapat peningkatan dalam persentase sepsis neonatal baik yang diduga maupun terkonfirmasi, perawatan khusus atau NICU padawanita yang mendapatkan amniotomi dini dibandingkan dengan kelompok standar. Bayi ang lahir dengan prolaps tali pusat dalam kondisi baik dengan pH arteri umbilikal >7.2 dan skor Apgar 5 menit.

KOMENTAR

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan keamanan amniotomi dini pada wanita nulipara yang menjalani induksi persalinan. Hasil uji klinis dari penelitian ini mengindikasikan amniotomi dini dapat mengurangi proses persalinan kira-kira 2 jam, meningkatkan proporsi wanita bersalin dalam rentang waktu 24 jam, namun tidak memiliki dampak pada persentase persalinan sesaria.

Walaupun perbedaan dalam durasi persalinan dan proporsi wanita bersalin dalam rentang waktu 24 jam merupakan hasil intermediet, peneliti berpendapat bahwa hal tersebut mewakili keadaan maternal dan neonatal. Sebagai contoh, telah didokumentasikandengan baik bahwa durasi persalinan berkorelasi secara langsung dengan korioamnionitis maternal, demam post partum dan infeksi neonatal. Sebagai tambahan, 2 jam perbedaan dalam lama persalinan memiliki implikasi penting bagi sumber kegunaan di jenjang rumah sakit. Sebagai contoh, adanya 2 jamperbedaan dalam waktu persalinan dapat meningkatkan persentase induksi dan menurunkan jumlah staff pada unit persalinan. Selain itu, hal ini juga dapat mengingkatkan kepuasan pasien.

Durasi persalinan yang lebih singkat diperkirakan bertentangan dengan kepentingan keamanan maternal dan neonatal. Terdapat sejumlah kasus korioamnionitis maternal yang besar pada kelompok amniotomi dini, walaupun perbedaan ini tidak signifikan. Dalam penelitian ini, korioamnionitis didefinisikan hanya berdasarkan demam saat persalinan. Mengingat demam merupakan tolak ukur yang objektif, kami tidak menganggap proses unblinding akan mempengaruhi ukuran kepercayaan hal tersebut. Lebih penting lagi, perbedaan angka pada korioamnionitis tidak mengarah pada peningkatan persentase dugaan sepsis neonatal maupun perawatan NICU dan tidak terdapat konsekuensi maternal yang serius sebagai akibat dari korioamnionitis. Penelitian berikutnya perlu fokus mengingat terjadinya korioamnionitis pada amniotomi dini. Terjadi pula 2 kasus prolaps tali pusat pada kelompok amniotomi dini, namun tidak ada kasus tersebut pada kelompok terapi standar. Salah satu kasus prolaps tali pusat terjadi pada pasien dengan amniotomi dini yang dipecahkan ketubannya saat dilatasi serviks 4 cm. Terjadinya prolaps tali pusat ini perlu diperhatikan dalam studi berikutnya.

Page 5: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

Walaupun telah terdapat penelitian mengenai peran amniotomi pada persalinan spontan, rupanya masih sedikit penelitian yang dibuat mengenai peran amniotomi dini pada induksi persalinan. Terdapat beberapa uji klinis yang membandingkan kombinasi amniotomi dan oksitosin sebagai metode induksi, namun tidak ada penelitian yang kami ketahui berfokus secara eksklusif terhadap waktu amnionotomi pada induksi persalinan. Amniotomi telah dipelajari dengan baik pada wanita dengan persalinan spontan, dimana hal tersebut meliputi manajemen aktif dari persalinan; namun pelaksanaan dalam manajemen aktif persalinan tidak dapat disama ratakan dengan wanita yang persalinannya diinduksi. Fraser et al melakukan uji klinis acak mengenai amniotomi pada wanita nulipara dengan persalinan spontan. Pada penelitian tersebut, amniotomi dini mengurangi terjadinya distosia (didefinisikan sebagai dilatasi servikal <0.5 cm/jam selama 4 jam) dan memendeknya waktu kala I persalinan sebanyak 136 menit. Amniotomi dikemukakan menguntungkan paling banyak pada wanita dengan dilatasi awal ≥3 cm. Review terbaru Cochrane menyimpulkan informasi yang ada pada amniotomi dini pada persalinan spontan. Analisis terpusat ini tidak mendukung pernyataan bahwa amniotomi dini dapat mempersingkat kala I persalinan maupun menurunkan persentase persalinan sesaria. Peneliti review Cochrane ini kemudian kemudian menyarankan perlunya dilakukan penelitian tambahan.

Penelitian kami memiliki kekuatan dan kelemahan. Pertama, strategi randomisasi kami dapat secara efektif menyeimbangkan kelompok penelitian dengan potensi efek yang dapat terjadi dan dan secara maksimal menyeimbangkan subyek dengan variabel pengganggu yang tidak terukur. Kedua, penelitian ini mencakup lebih banyak subyek dibandingkan dengan penelitian lainnya mengenai induksi persalinan, sehingga membuat kami mendapatkan jumlah sampel yang sesuai untuk menguji hipotesis utama kami. Ketiga,kami mengikutsertakan kelompok pembeda dengan indikasi yang berbeda untuk induksidan metode induksi yang berbeda, hal ini mengarahkan peneliti kepada hasil yang dapat digeneralisasikan. Terakhir, desain uji coba kami yang “sederhana” dengan kriteria inklusi/eksklusi yang luas serta keputusan-keputusan yang dibuat oleh dokter penanggungjawab meningkatkan generalisasi dan translasi efektivitas dari penelitian kepada kehidupan nyata. Terdapat kelemahan-kelemahan yang berpotensi untuk dipertimbangkan. Untuk alasan praktis, penelitian ini dilakukan unblinded, hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian baik distribusi ko-intervensi yang tidak merata maupun hasil sekunder. Kami memastikan pengaruh potensial dari kointervensi yang berasal dari praktisi cukup minimal, mengingat pelaksanaan kelompok dilakukan berdasarkan hasil utama; tidak terdapat perbedaan antara kelompok baik menggunakan agen induksi tunggal maupun kombinasi. Sedangkan untuk hasil sekunder, diketahuinya pelaksanaan terapi memungkinkan mempengaruhi penilaian subjektif neonatus kami. Kami percaya bahwa bias potensial ini, bila terjadi, akan menghasilkan lebih banyak neonatus yang dirawat dengan perawatan khusus dan dengan demikian meningkatkan risiko relatif pada perawatan NICU. Kenyataanya kami tidak menemukan adanya perbedaan pada perawatan tersebut. Ukuran sampel kami walaupun besar dan cukup untuk menguji hipotesis dan dibandingkan dengan penelitian induksi persalinan lainnya, memiliki keterbatasan terhadap penilaian perbedaan hasil yang langka, seperti terjadinya prolaps tali pusat. Kira-kira sebanyak 10% subyek pada amniotomi dini dilakukan pemecahan setelah 4 cm; sedangkan beberapa subyek lainnya

Page 6: Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

dilaksanakan terapi standar secara acak mengalami pemecahan lebih awal. Misklasifikasi ini terjadi secara acak dan oleh karena itu memberikan bias pada hasil kami ke arah null.

Dengan kekuatan dan keterbatasanini, penelitian ini mendukung kesimpulan berikut ini. Pertama, secara relatif terhadap terapi standar dengan amniotomi pada tatalaksana selanjutnya, amniotomi dini mempersingkat waktu persalinan >2 jam dan meningkatkan proporsi wanita nulipara terinduksi melahirkan dalam rentang waktu 24 jam. Berdasarkan data ini, amniotomi yang dianggap aman oleh praktisi medis, dapat menjadi tatalaksana tambahan yang bermanfaat bagi induksi persalinan pada nulipara dan dapat digunakan dalam algoritma induksi.