efek pemberian ekstrak daun zaitun (olea...
TRANSCRIPT
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN ZAITUN (Olea
europaea L.) SEBAGAI TERAPI ASMA TERHADAP
KOLON MENCIT BALB/C
SKRIPSI
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Di susun oleh :
ABDIR ROHMAN AL-HAMDANY
NIM : 1113103000084
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/ 2016 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas segala limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini yang berjudul “EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN ZAITUN
(Olea europaea L.) SEBAGAI TERAPI ASMA TERHADAP KOLON
MENCIT BALB/C”.
Skripsi ini di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Secara umum skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, prosedur penelitian serta hasil dan pembahasan dari pengujian
tentang efek samping pemberian ekstrak daun zaitun (olea europaea l) sebagai
terapi asma terhadap kolon mencit balb/c.
Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis mendapat bantuan, arahan dan
bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan banyak rasa terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nurul Hiedayati, PhD. dan Ibu Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed.
selaku dosen pembimbing I & II yang telah membantu dalam pengerjaan
skripsi, memberikan arahan, nasihat serta masukan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ laboratorium Animal house
yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini khususnya dalam
perlakuan hewan coba
vi
5. Dosen-dosen pengajar Program Studi Pendidikan Dokter dan FKIK UIN Jakarta
yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
6. Orang tua, ibu dan ayah saya yang selalu memberikan nasihat, dukungan serta
doa. Serta seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan semangat dan
dukungan kepada saya dalam menempuh pendidikan di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD
2013, drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ Laboratorium Riset, dr.
Nurul Hiedayati, Ph.D selaku PJ Laboratorium Farmakologi, Ibu Rr. Ayu Fitri
Hapsari, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Histologi yang telah memberikan
izin yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium pada penelitian
ini
8. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter 2013, terutama Aris, Iqbal
Dzaki, Shofi, Mila dan Latifatul Bariyah selaku kelompok riset dengan saya
yang telah memberikan dukungan dan masukan dalam pengerjaan skripsi ini
9. Mbak Din selaku Laboran Histologi, Pak Rahmadi selaku Laboran Farmakologi
yang telah membantu kami dalam penggunaan laboratorium.
10. Teman-teman anggota CSSMoRA 2013 yang telah menghibur dan selalu
bersama di saat suka maupun duka
11. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung yang
namanya tidak penulis sebutkan dalam pengerjaan skripsi ini
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan masukan dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, 11 Oktober 2016
Abdir Rohman Al-Hamdany
vii
ABSTRAK
Abdir Rohman Al-Hamdany. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Efek Pemberian Ekstrak Daun Zaitun (Olea europaea L) Sebagai Terapi Asma
Terhadap Kolon Mencit Balb/c. 2016.
Zaitun (Olea europaea L) merupakan tanaman yang dikenal sebagai obat antiasma.
Konsumsi ekstrak daun zaitun untuk pengobatan asma kini kian meningkat, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian efek pemberian ekstrak daun zaitun terhadap
kolon sebagai organ gastrointestinal. Penelitian ini menggunakan mencit strain
balb/c yang dibagi menjadi lima kelompok perlakuan; (K) kontrol, (P1) zaitun 100
mg/kg + inhalasi ova, (P2) zaitun, 200 mg/kg + inhalasi ova, (P3) zaitun 100 mg/kg
+ inhalasi OLE (Olive Leaf Extract), dan (P4) zaitun 200 mg/kg+ inhalasi OLE.
Pengamatan dilakukan dengan pewarnaan H&E pada jaringan kolon mencit balb/c
dan dilihat gambaran kerusakan mukosa kolon pada setiap perlakuan. Presentase
kerusakan mukosa kolon pada P1 (3,32%) dan P2 (2,17%) meningkat dibanding
dengan perlakuan kontrol (K). Presentase kerusakan mukosa kolon pada P3
(1,15%) dan P4 (1,96%) menurun dibanding dengan P1 dan P2. Pemberian ekstrak
zaitun (Olea europaea L) tidak menimbulkan efek samping kerusakan mukosa
kolon mencit balb/c.
Kata Kunci: Olea europaea L, mukosa kolon
ABSTRACT
Abdir Rohman Al-Hamdany. Medical Education Study Program. The Effects
of Olive (Olea europaea L) Leaves Extract in the Asthma Treatment to Colon
Mice Balb/c. 2016.
Olive (Olea europaea L) is a plant as anti-asthma drug. The consumption of olive
leaf extract for anti-asthma drug was increased, then its necessary to study the
effects of olive leaf extract of colon as gastrointestinal organs. This study used a
strain of mice balb/c. It was divided into five treatment groups; (K) control, (P1)
olive 100 mg/kg + inhalation ova, (P2) olives, 200 mg/kg + inhalation ova, (P3)
olive 100 mg/kg + inhalation OLE (Olive Leaf Extract), and (P4) olive 200 mg/kg
+ OLE inhalation. The observation of colonic tissue was pass through staining in
colon tissue of mice balb/c by HE and observe picture of damage to the colonic
mucosa in each treatment. The percentage damage to the colonic mucosa to P1
(3.32%) and P2 (2.17%), it has increased compared with control (K). The
percentage of damage colonic mucosa to P3 (1.15%) and P4 (1.96%),it has
decreased compared to the P1 and P2. The olive leaves extract (Olea europaea L)
was not caused damage of colonic mucosa in mice balb/c.
Keyword: Olea europaea L, colonic mucosa
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 2
1.3 HIPOTESIS ................................................................................................... 2
1.4 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 2
1.5 MANFAAT PENELITIAN ........................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1 Penggunaan Herbal Dalam Pengobatan Penyakit ......................................... 4
2.2 Zaitun (Olea europaea L)............................................................................... 5
2.2.1 Karakteristik Umum ............................................................................... 5
2.2.2 Kandungan dan Manfaat Zaitun (Olea europaea L.) .............................. 7
2.2.3 Zaitun dan Asma ................................................................................... 10
2.2.4 Farmakokinetik Senyawa Aktif Ekstrak Daun Zaitun .......................... 10
2.2.5 Efek Samping Pengobatan Herbal Ekstrak Daun Zaitun ...................... 11
2.3 Kolon ........................................................................................................... 12
2.3.1 Anatomi Kolon ..................................................................................... 12
2.3.2 Histologi Kolon .................................................................................... 13
2.3.3 Fisiologi Kolon ..................................................................................... 15
ix
2.3.4 Gambaran Histologi Kerusakan Kolon ........................................... 15
2.3.5 Respon Jaringan Kolon Terhadap Paparan Bahan Kimia ............... 16
2.4 Induksi Asma Dengan Ovalbumin .............................................................. 17
2.5 Efek Ovalbumin Terhadap Kolon ............................................................... 19
2.6 Kerangka Teori ............................................................................................ 20
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................................ 21
2.8 Definisi Operasional ............................................................................... 22
BAB III ................................................................................................................. 23
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 23
3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 23
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 23
3.3.1 Populasi ................................................................................................. 23
3.3.2 Sampel .................................................................................................. 23
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................. 24
3.4.1 Variabel Bebas ................................................................................ 24
3.4.2 Variabel Tergantung........................................................................ 24
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 25
3.5.1. Alat ...................................................................................................... 25
3.5.2. Bahan ................................................................................................... 25
3.6 Cara Kerja .................................................................................................... 25
3.6.1 Pembuatan Ekstrak ............................................................................... 25
3.6.2 Adaptasi Hewan Coba .......................................................................... 26
3.6.3 Sensitisasi Hewan Coba ........................................................................ 26
3.6.4 Pemberian Ekstrak Daun Zaitun terhadap Mencit ................................ 27
3.6.5 Stimulasi Ovalbumin ............................................................................ 27
3.6.6 Pengambilan Jaringan Kolon ................................................................ 27
3.6.7 Pembuatan preparat .............................................................................. 28
3.6.8 Pewarnaan H&E (Hematoksilin dan Eosin) ......................................... 30
3.6.9 Pengambilan Gambar Preparat Histologi Jaringan Kolon .................... 31
3.6.10 Perhitungan Gambaran Morfologi Jaringan Kolon ............................ 31
3.7 Alur Penelitian ............................................................................................. 33
3.8 Analisis Data ............................................................................................... 33
BAB IV ................................................................................................................. 35
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 35
4.1 Kerusakan Epitel Mukosa Kolon................................................................. 35
4.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 41
BAB V ................................................................................................................... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 42
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 42
5.2 Saran ............................................................................................................ 42
BAB VI ................................................................................................................. 43
KERJASAMA PENELITIAN .............................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Efek Samping Penggunaan Herbal ......................................................... 5
Tabel 2.2 Definisi Histomorfologi pada Inflamatory Bowel Disease (IBD) ......... 16
Tabel 2.3 Definisi Operasional .............................................................................. 22
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan .............................................................................. 24
Tabel 6.1 Uji Normalitas ........................................................................................ 51
Tabel 6.2 Uji Homogenitas .................................................................................... 51
Tabel 6.3 Uji Oneway Anova ................................................................................ 51
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Grafik Rata-Rata Kerusakan Mukosa Kolon ....................................... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.1 Daun dan buah Zaitun (Olea europaea L.) ...................................... 6
Gambar 2.2.2 Peran zaitun (Olea europaea L) dalam pengobatan .......................... 9
Gambar 2.3.1 Anatomi Kolon Mencit.................................................................... 12
Gambar 2.3.2 Histologi Kolon .............................................................................. 13
Gambar 2.3.2 Histologi Kolon Mencit ................................................................... 15
Gambar 4.1 Histopatologi Mukosa Kolon Perbesaran 10x10 ............................... 35
Gambar 4.2 Histopatologi Mukosa Kolon Perbesaran 40x10 ............................... 36
Gambar 6.1 Aklimatisasi Hewan Coba ................................................................. 49
Gambar 6.2 Pemberian Ekstrak Daun Zaitun Oral ............................................... 49
Gambar 6.3 Nebulisasi Hewan Coba .................................................................... 50
Gambar 6.4 Pembiusan Hewan Coba ................................................................... 50
Gambar 6.5 Pengambilan Jaringan Hewan Coba .................................................. 50
Gambar 6.6 Pelabelan Jaringan Hewan Coba ....................................................... 50
Gambar 6.7 Formalin ............................................................................................. 50
xii
Gambar 6.8 Eter ..................................................................................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Zaitun (Olea europaea L) ................... 48
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 49
Lampiran 3. Analisis Data ..................................................................................... 51
Lampiran 4. Perhitungan Sampel .......................................................................... 52
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Zaitun ........................ 53
Lampiran 6. Riwayat Penulis ................................................................................ 54
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AGEs : Advanced Glycation End-products
ALP : Alkali PhosPhatase
ATP : Adenosine Triphosphate
BNF : Buffer Neutral Formalin
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
CMV : Sitomagalovirus
CT : Cholera Toxin
DPX : Distrene, Plasticiser, Xylene
H&E : Hematoksilin-Eosin
Hb : Hemoglobin
IBD : Inflamatory Bowel Disease
kDa : Kilo Dalton
LDH : Laktat Dehidrogenase
MUFA : Monounsaturated Fatty Acid
NSAIDs : Non-Steroids Anti-Inflammatory Drugs
OAINS : Obat Anti inflamasi Non Steroid
OHT : Obat Herbal Terstandar
OLE : Olive Leaf Extract
OVA : Ovalbumin
PBS : Phosphate Buffer Saline
PCV : Packed Cell Volume
SGLT-1: Sodium Glucose Transporter 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki berbagai macam spesies
tanaman yang saat ini telah dijadikan obat herbal. Berdasarkan data Kemenkes
Republik Indonesia, pada tahun 2011 terdapat sekitar 1400 macam jamu, 31 obat
herbal terstandar (OHT), dan 5 fitofarmaka.1 Salah satu tanaman yang sering
dipakai masyarakat sebagai tanaman obat berkhasiat adalah zaitun. Zaitun (Olea
europea L) termasuk salah satu tanaman tertua di dunia, yang sudah dikenal turun-
temurun sebagai obat tradisional di beberapa negara seperti: Spanyol, Italia,
Prancis, Israel, Maoko, Yunani, Tunisia, Turki, dan negara-negara mediterania
lainnya.2 Zaitun sering dimanfaatkan buah dan daunnya sebagai obat tradisional.
Salah satu bahan olahan zaitun yang marak dikonsumsi adalah ekstrak daun zaitun.
Salah satu khasiat ekstrak daun zaitun adalah memiliki efek antiasma dengan
menghambat histamin yang merangsang kontraksi trakea.2
Ekstrak daun zaitun mengandung berbagai macam senyawa, seperti
oleuropein, hidroksitirosol, dan tirosol, serta beta-karoten, rutin, luteolin, catechin,
dan apigenin.2 Dengan berbagai macam senyawa kimia ini, banyak produk olahan
zaitun khususnya ekstrak daun zaitun yang dikemas dalam bentuk sirup, kapsul dan
lain sebagainya untuk dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional. Seperti
konsumsi obat-obatan pada umumnya, konsumsi produk ekstrak daun zaitun secara
oral akan menyebabkan efek samping pada berbagai organ tubuh. Hal ini karena
senyawa yang telah disebutkan di atas akan melalui saluran pencernaan dan
berinteraksi dengan proses-proses metabolisme. Sehingga masih perlu penelitian
lanjut pengaruhnya terhadap berbagai organ.
Usus besar (kolon) merupakan salah satu organ vital, memiliki fungsi utama
sebagai organ penyimpan tinja sebelum defekasi dan menyerap H2O serta garam
untuk mengeringkan tinja.3 Kolon juga mudah mengalami kerusakan jaringannya
akibat gangguan inflamasi, gangguan mekanik, gangguan iatrogenik, dan gangguan
2
iskemik. Salah satu penyebab kerusakan usus besar adalah akibat konsumsi obat-
obatan yang dilakukan oleh pasien. Contoh obat yang sering menyebabkan
kerusakan pada usus besar seperti kolitis, ulserasi, dan perforasi pada usus besar
adalah NSAIDs dan antibiotik. Salah satu akibat dari kerusakan usus besar adalah
erosi epitel mukosa usus besar yang berfungsi menyerap H2O dan garam. Jika
terjadi erosi epitel mukosa usus besar maka akan menyebabkan gangguan
penyerapan H2O dan garam di feses yang mengakibatkan diare dan gangguan buang
air besar lainnya.4
Saat ini masih sedikit informasi mengenai bagaimana efek samping ekstrak
daun zaitun terhadap kolon. Guna mengetahui efek samping dari ekstrak daun
zaitun tersebut maka dilakukan peneltian efek ekstrak daun zaitun pada pengobatan
asma yang diinduksi ovalbumin terhadap kolon mencit.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh pengobatan asma dengan ekstrak daun zaitun (Olea
europea L) terhadap kolon mencit balb/c?
1.3 HIPOTESIS
Pengobatan asma dengan ekstrak daun zaitun (Olea europea L) tidak
menimbulkan kerusakan kolon terhadap kolon mencit balb/c.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian ekstrak daun zaitun
(Olea europea L) dalam pengobatan asma dengan melihat gambaran histopatologi
kerusakan mukosa kolon.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk:
1. Penelitian
Informasi mengenai efek samping konsumsi ekstrak daun zaitun pada usus
besar dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
3
2. Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)
Melalui penelitian ini diharapkan membuka wawasan dan meningkatkan
pemahaman mengenai efek samping ekstrak daun zaitun pada usus besar.
3. Penyelenggara pelayanan kesehatan
Pengobatan dengan ekstrak daun zaitun dengan efek samping yang minimal
pada penelitian preklinik maupun klinik dapat digunakan sebagai
pengobatan alternatif pada kesehatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggunaan Herbal Dalam Pengobatan Penyakit
Obat herbal atau obat tradisional bagi masyarakat Indonesia merupakan
warisan budaya Indonesia sejak dahulu yang didukung dengan kekayaan alam
Indonesia yang memiliki beraneka ragam. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, banyak dilakukan penelitian-penelitian tentang manfaat
berbagai macam tanaman sebagai obat.5
Beberapa penelitian juga melaporkan adanya efek samping penggunaan
obat herbal. Oleh karena itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
mengeluarkan daftar herbal yang dilarang untuk dikonsumi. Salah satunya adalah
penggunaan daun Piper methysticum atau daun kava-kava yang dapat menyebabkan
kerusakan herpar. Selain itu, beberapa obat herbal juga dilaporkan dapat
berinteraksi dengan obat-obatan kimia yang diberikan oleh dokter. Sehingga dapat
menyebabkan efek keracunan atau menghilangkan efek obat kimia tertentu yang
diberikan oleh dokter. Misalnya Hypericum perforatum atau St. John’s wort dan
rhizoma Hydrastis canendensis atau Golden Seal. Beberapa tanaman obat juga
mengandung efek yang sangat toksik sehingga digolongakan sebagai obat keras.
Seperti Atropa belladonna, Digitalis sp., Ephedra sp., dan Rauwolfia serpentina.5
Pada berbagai penelitian di Afrika tentang potensi efek samping
pengobatan herbal, ditemukan banyak tanaman herbal yang sering digunakan untuk
mengobati berbagai macam penyakit (seperti kanker, sakit kepala, demam, diare,
infeksi, dan lain-lain) juga ditemukan potensi efek samping yang harus diwaspadai.
Pelargonium sidoides, tanaman yang sering digunakan untuk obat batuk, infeksi
saluran napas atas, tonsilitis, dan nyeri memiliki potensi efek samping berupa
keluhan gastrointestinal seperti mual, diare, dan heartburn, serta skin rashes, dan
respon alergi. Bayam merah (Amaranthus dubius) digunakan sebagai obat
hipertensi, infeksi ginjal, dan obesitas memiliki efek samping berupa hipotensi dan
iritasi kulit. Agathosma betulina yang digunakan untuk diuretik, antiseptik saluran
5
kemih, arthritis, pengobatan selulitis, sistisis, diare, mual, dan rheumatik juga
memiliki efek samping iritasi gastrointestinal dan nekrosis hepatoseluler.6
Jackson Woo, dari Universitas Hong Kong juga meneliti tentang potensial
efek toksik berbagai macam obat herbal yang sering digunakan. Daftar obat herbal
yang sering digunakan serta efek sampingnya dapat dilihat di tabel berikut.7
Tabel 2.1 Efek Samping Penggunaan Herbal
Herbal Efek samping
Ekinacea
Ginkgo biloba
Ginseng
Kava
Akar kayu
manis
Ma Huang
Saw Palmetto
St. John’s Wort
Asma akut dan syok anafilaktik
Gejala gastro intestinal, sakit kepala, dan mual muntah
Diare, euforia, sakit kepala, hipertensi, hipotensi, insomnia,
mastalgia, mual, dan perdarahan vagina
Hepatitis, kekuningan pada kulit, kuku dan rambut, gangguan
visual, pusing, pingsan, sakit perut, dan efek ekstrapiramidal
Hipokalemi, hipertensi, aritmia, dan edema
Halusinasi, paranoid
Konstipasi, penurunan libido, diare, sakit kepala, hipertensi,
mual, dan retensi urin
Mual dan reaksi alergi
2.2 Zaitun (Olea europaea L)
2.2.1 Karakteristik Umum
Zaitun (Olea europea L) termasuk salah satu tanaman tertua di dunia. Zaitun
dan olahannya sudah dikenal turun temurun sebagai obat tradisional di Spanyol,
Italia, Prancis, Israel, Maroko, Yunani, Tunisia, Turki, dan negara-negara
mediterania lainnya.2 Zaitun sering diambil buah dan daunnya sebagai obat
tradisional. Taksonomi zaitun dapat klasifikasikan sebagai berikut: 8
Kingdom : Plantae
Superdivision : Spermatofita
Division : Magnoliofita
Kelas : Magnoliopsida
6
Subklas : Asteridae
Famili : Oleaceae
Subfamili: Oleoideae
Genus : Olea
Spesies : Olea europaea
Tanaman zaitun tumbuh sebagai perdu dan memiliki pohon dengan tinggi
mencapai 6-9 meter. Daun tunggal dengan kedudukan berhadapan tanpa daun
penumpu, berbentuk elips. Panjang daun 20-90 mm x 7-15 mm, dengan morfologi
ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin warna hijau keabu-abuan, dan
permukaan bawah warna kuning keemasan seperti pada gambar 2.2.1. Bunga kecil-
kecil berbentuk lonceng berwarna putih atau krem dengan panjang bunga mencapai
6-10 mm. Bunga berkembang pada bulan Oktober sampai Maret. Buahnya berupa
buah batu atau berbentuk ovoid, kecil berwarna hijau muda dengan bercak putih,
berubah warna menjadi ungu gelap ketika buah matang, dengan diameter 10 mm,
berbentuk tajam.9
Zaitun yang umumnya tumbuh sebagai perdu merupakan flora asli pada
beberapa negara di eropa selatan dan juga banyak ditemui hampir di seluruh daerah
mediterania termasuk Iran dan negara-negara Asia lainnya yang dekat dengan Laut
Tengah. Pada umumnya distribusi daun zaitun ini meliputi negara-negara dengan
Gambar 2.2.1 Daun dan buah Zaitun (Olea europaea L.)2
7
iklim panas sampai iklim sedang. Pohon zaitun juga dapat tumbuh di beberapa
negara di Benua Amerika yang memiliki iklim panas sampai iklim sedang. 2
2.2.2 Kandungan dan Manfaat Zaitun (Olea europaea L.)
Kandungan dalam produk olahan zaitun bermacam-macam. Dalam minyak zaitun,
terdapat MUFA (Monounsaturated Fatty Acid) dalam kadar tinggi dan kurang lebih
30 senyawa fenol, seperti oleuropein, hidroksitirosol, dan tirosol, serta senyawa
flavonoid, beta-karoten, squalen, dan alfa-tokoferol. Sedangkan pada ekstrak daun
zaitun mengandung berbagai macam senyawa, seperti oleuropein, hidroksitirosol,
dan tirosol, serta beta-karoten, rutin, luteolin, catechin, dan apigenin, dan juga
beberapa mikronutrien seperti, selenium, kromium, zat besi, seng, vitamin C serta
beberapa asam amino.2
Daun zaitun juga mengandung senyawa-senyawa sebagai berikut:
monoterpen iridoid: oleuropein (5-9%), 6-O-oleuropein sakarosa, ligstrosida,
oleorosida; triterpen: asam oleanolat, asam maslinat; flavonoid: luteolin, kaemferol,
derivat krisoeriol dan apigenin; kalkon: olivine, olivine-4’-O-diglukosida; asam
fenolat: asam kumarat, asam kafeat, asam ferulat, asam vanilla; kumarin:
aesculetin, scopoletin, dan aesulin.10
Zaitun digunakan sebagai obat tradisional di area Mediterania. Produk
alaminya digunakan untuk berbagai macam tujuan, seperti penurun panas, penyakit
infeksi seperti malaria, aritmia, dan meringankan spasme usus.11 Kegunaan
tradisional dari daun zaitun antara lain: digunakan secara oral untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit pencernaan; dikunyah sebagai pembersih mulut;
Jamu-jamuan yang terdiri dari buah-buahan kering dan daun zaitun ini digunakan
secara oral untuk diare dan untuk menyembuhkan penyakit infeksi saluran kemih;
Ekstrak air panas dari daun zaitun segar digunakan secara oral untuk menurunkan
hipertensi dan menginduksi diuresis; Ekstrak air panas dari daun yang dikeringkan
digunakan secara oral untuk menyembuhkan serangan asma.12
Sebagian besar efek farmakologi yang dihasilkan oleh ekstrak daun zaitun,
merupakan efek dari kandungan utamanya, yakni fenol. Berdasarkan penelitian,
8
senyawa fenol dari daun zaitun yang paling banyak memberi manfaat ke tubuh
adalah oleuropein, hidroksitirosol, dan tirosol, dan juga beberapa zat aktif yang
terkandung di daun zaitun.10 Berbagai macam zat aktif yang terkandung di daun
zaitun ini jika disimpulkan dapat memberi manfaat bagi tubuh manusia, antara lain,
sebagai antioksidan, antiinflamasi, antitrimbotik, antiaterogenik, antihipertensif,
aktivitas hipoglikemik, antimutagenik, dan hipouresemia.2
Berdasarkan penelitian Chebby Mahjoub et al, ekstrak daun zaitun memiliki
efek antiinflamasi dan antinosiseptif pada tikus dengan edema pada kaki yang
diinduksi dengan carrageenan. Dari hasil penelitian tersebut, zat aktif dari ekstrak
daun zaitun berupa metanol dan kloroform dapat memberi efek analgesik dan
antiinflamasi.1 Beberapa senyawa fenol dari ekstrak daun zaitun memiliki
antioksidan. Pada peneletian in vitro, didapatkan bahwa flavonoid, rutin, catechin,
dan luteolin memiliki efek antioksidan dua stengah kali lipat terhadap vitamin C
dan vitamin E. Senyawa-senyawa lain seperti oleuropeon, hidroksitirosol, asam
oleat, luteolin, dan apigenin juga memiliki efek anti inflamasi. Oleuropein dan
hidroksitirosol dapat menghambat leukotrien B4 yang berperan sebagai sitokin
proinflamasi. Beberapa senyawa polifenol lainnya juga dapat menghambat agregasi
platelet dan juga menghambat jalur lipooksigenase dan eikosanoid.2
Asam oleat yang terkandung pada ekstrak daun zaitun juga dapat
menghambat ekspresi dari molekul adhesi yang disebabkan oleh rangsangan
senyawa pro-aterogenik seperti kadar kolesterol tinggi dan advanced glycation end-
products (AGE’s). Dalam beberapa penelitian juga membuktikan bahwa oleuropein
juga memiliki efek entimikrobial terhadap virus, bakteri, dan jamur. Senyawa
turunan oleuropein pada ekstrak daun zaitun, oleuropeosid juga memiliki efek
antihiperglikemik pada hewan yang diinduksi diabetes dengan alloksan. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa senyawa ini dapat meningkatkan ambilan glukosa
pada jaringan perifer hewan percobaan.12,13
Oleuropein sebagai salah satu senyawa fenol yang terbanyak pada daun
zaitun memiliki berbagai macam efek farmakologi bagi tubuh. Efek farmakologi
yang dapat diberikan antara lain antioksidan, antiinflamasi, anti-atherogenik, anti-
9
kanker, antimikroba, dan juga antivirus. Oleh karena itu, senyawa ini sering
dikomersilkan dalam bentuk suplemen makan pada beberapa negara Mediterrania.
Selain itu oleuropein juga memiliki efek neuroprotektif kardioprotektif, anti-
iskemik, dan aktivitas hipolipidemi.13
Gambar 2.2.2 Peran zaitun (Olea europaea L) dalam pengobatan.10
Pada penelitian lainnya, kandungan polifenol pada ekstrak daun zaitun,
yakni hidroksitirosol dan oleuropein dapat mencegah inflamasi kronik dan stress
oksidatif yang menyebabkan gangguan jantung, hati dan metabolisme pada tikus
yang diinduksi obesitas dan diabetes tanpa mengubah tekanan darah.11 Serta dapat
mencegah gejala rheumatoid arthritis dengan menghambat proliferasi sel McCoy
yang berasal dari cairan sinovial dari sendi lutut.13
Menurut penelitian Omar, ekstrak daun zaitun juga dapat mencegah
terjadinya osteoporosis. Senyawa kandungan ekstrak daun zaitun yang memiliki
efek ini adalah oleuropein dan hidroksitirosol. Oleuropein dan hidroksitirosol pada
dosis 10 – 100 µM dapat menstimulasi deposisi kalsium pada tulang. Selain itu,
oleuropein pada dosis 10 – 100 µM dan hidroksitirosol pada dosis 50 – 100 µM
dapat menghambat pembentukan multinuklear oskteoklas. Bahkan kedua senyawa
ini dapat menekan hilangnya trabekular tulang pada tulang femur pada mencit
(balb/c) yang dilakukan ovaridektomi.12
10
2.2.3 Zaitun dan Asma
Selain dikenal sebagai obat herbal, beberapa penelitian juga menjelaskan
bahwa tanaman zaitun juga dapat menyebabkan respon hipersentivitas, seperti
proses patofisiologi yang terjadi pada penyakit asma. Pada penelitian Barbara et. al
dijelaskan bahwa skin test yang dilakukan pada 65 orang yang menderita
rinokonjungtivitis dan atau asma dengan menggunakan serbuk sari tamanam zaitun
menunjukkan hasil positif pada 63 orang (96,92%).14
Selanjutnya pada subjek penelitian dilakukan uji serum ImmunoCap sIgE.
Uji serum sIgE dilakukakan pada 55 pasien. Uji serum sIgE pada Olea europaea
menunjukkan positif pada semua pasien. Dan serum sIgE nOle e 1 positif pada 52
pasien (94,54%).14
2.2.4 Farmakokinetik Senyawa Aktif Ekstrak Daun Zaitun
Senyawa fenol dari minyak zaitun (Virgine Olive Oil) menunjukkan
bioavailabilitas yang tinggi. Beberapa senyawa pada minyak daun zaitun yang juga
didapatkan pada ekstrak daun zaitun seperti, oleuropein, hidroksitirosol, dan tirosol
akan diabsorpsi 55-60 % pada manusia.13 Beberapa peneliti berhipotesis bahwa
oleuropein juga termasuk glukosida, oleh karena itu oleuropein diserap oleh usus
halus melalui glukosa transporter SGLT1 (Sodium Glucose Transporter 1)yang
ditemukan pada membran sel enterosit.10 Penelitian lain menjelaskan bahwa
oleuropein akan diabsorpsi secara cepat setelah pemberian secara oral, dengan
puncak konsentrasi pada plasma setelah dua jam pemberian.13,10
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pemberian suplemen oleuropein-
glikosida pada orang sehat akan dieksresikan melalui urin dalam bentuk
hidroksitirosol dan tirosol. Hidroksitirosol merupakan metabolit yang terpenting.
Keduanya (hidroksitirosol dan tirosol) akan secara cepat didistribusikan dan
dieksresi melalui urin dalam bentuk glukoronida atau dalam bentuk senyawa bebas
dalam konsentrasi yang rendah.13
11
2.2.5 Efek Samping Pengobatan Herbal Ekstrak Daun Zaitun
Seperti konsumsi obat pada umumnya, selain dapat menyebabkan efek
terapeutik, obat juga dapat menyebabkan efek samping pada tubuh. Sama halnya
dengan penggunaan obat herbal, senyawa aktif yang terkandung dalam herbal
tersebut dapat juga memberi efek samping pada organ-organ tubuh.15 Banyak
penelitian tentang efek samping akibat mengonsumsi obat herbal. Seperti penelitian
yang dilakukan Sawsan yang bertujuan untuk mengevaluasi efek ekstrak daun
zaitun pada hematologi dan perubahan pada hepar dan ginjal mencit. Terdapat lima
kelompok perlakuan (kelompok kontrol, kelompok pemberian ekstrak daun zaitun
0,2%, 0,4%, 0,7%, dan 0,9%) dengan lama pemberian selama 6 minggu. Ditemukan
peningkatan kadar serum alkalin fosfatase (ALP) dan bilirubin total yang signifikan
pada kelompok perlakuan 3, 4, dan 5, serta peningkatan serum laktat dehidrogenase
(LDH) yang signifikan pada kelompok perlakuan 5 dibanding dengan kelompok
kontrol. Selain itu, pada penampakan mikroskopik, ditemukan perbedaan gambaran
histologi berupa vakuolisasi sitoplasma oleh lemak pada hepar dan ginjal, nekrosis
hepatosit, dan sedikit perdarahan ditemukan pada ginjal terutama pada tikus dengan
pemberian 0,9% ekstrak daun zaitun.16
Namun tidak ditemukan tanda-tanda sakit pada tikus serta penampakan
manifestasi klinis yang jelas seperti lemas, diare, dan perubahan warna kuning pada
membran mukosa. Peningkatan serum ALP, bilirubin total, dan LDH
mengindikasikan kerusakan sel hepar. Selain itu, pemberian pada dosis 0,9%
menimbulkan anemia dibuktikan dengan penurunan sel darah merah, Hb, dan PCV.
Hal ini diduga akibat perdarahan yang ditemukan pada ginjal.16
Pada pemakaian minyak zaitun untuk terapi asma, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Farooq yang menjelaskan bahwa pemberian minyak zaitun dengan
dosis 1,3 mL/Kg per oral tidak ditemukan tanda-tanda toksisitas dan mortalitas pada
hewan coba dengan lama pemberian 14 hari.17
Arantes-Rodrigues pada penelitiannya dengan empat kelompok perlakuan
(0%, 0,25%, 0,5%, dan 0,75%) pemberian ekstrak daun zaitun ditemukan efek
samping yang menyebabkan perubahan histologi berupa hiperplasia duktus biliaris,
kolestasis, nekrosis hepatosit, serta infiltrasi sel-sel inflamasi pada semua perlakuan
12
yang diberikan ekstrak daun zaitun. Selain itu, potensial membaran mitokondria,
rasio respirasi kontrol, dan ADP/O pada pemberian ekstrak daun zaitun yang lebih
tinggi ditemukan penurunan yang bermakna jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol.18
2.3 Kolon
2.3.1 Anatomi Kolon
Kolon manusia terbentang dari ujung ileum distal (sfingter ileocaecum)
hingga sfingter anus aksterna. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter pada orang
dewasa. Kolon terdiri dari enam bagian, yakni caecum, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, kolon sigmoid, dan rektum, seperti yang terlihat
pada gambar 2.3.1.19
Kolon pada mencit juga terdiri dari caecum, kolon, dan rektum seperti
terlihat pada gambar . Kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens sukar
dibedakan pada mencit.20
A B
Gambar 2.3.1 Anatomi Kolon Mencit20
A: Anatomi Regio Abdomen Mencit; B: Traktus Gastrointestinal Mencit Setelah
Dipindahkan dari Mesenterium
13
2.3.2 Histologi Kolon
Kolon merupakan organ pencernaan yang berfungsi untuk menyerap air
dan elektrolit memiliki banyak sumur-sumur yang disebut kriptus Lieberkuhn.
Dengan adanya kriptus-kriptus ini, luas permukaan kolon akan meningkat dan
mempermudah penyerapan air dan elektrolit sesuai dengan fungsi dari kolon. Beda
dengan usus halus yang luas permukaan penyerapanya sangat luas karena banyak
struktur histologi yang membantu untuk penyerapan zat-zat makanan, seperti plika
semisirkularis, villi, brushborder, dan juga kriptus Liberkuhn.21,22
Pada lapisan mukosa, kolon terdiri dari sel eptiel selapis silindris, sel
goblet, sel regeneratif, dan sel enteroendokrin. Sel goblet berfungsi memproduksi
mukus untuk melindungi sel epitel mukosa kolon. Sel regeneratif dan sel
enteroendokrin tidak dapat dibedakan dengan sel epitel silindris pada mukosa
kolon, hanya sel goblet yang dapat dibedakan karena sel goblet tidak memiliki inti
sel.23
Gambar 2.3.2 Histologi Kolon21
(G) Sel Goblet; (CL) Kriptus Lieberkühn; (LP) Lamina Propria; (ME)
Muskularis Eksterna; (MM) Muskularis Mukosa; (O) Lumen Kriptus
Lieberkühn yang Terbuka; (SM) Submukosa.
14
Selain itu, pada mukosa kolon juga kaya akan jaringan limfoid berupa
limfonodulus pada lamina propria mukosa kolon. Jaringan limfoid ini dapat
menyebar hingga ke lapisan submukosa. Banyaknya jaringan limfoid ini berkaitan
dengan banyaknya bakteri di usus besar.23
Lapisan muskularis kolon terdiri dari dua lapisan otot polos yang tersusun
sirkular (interna) dan longitudinal (eksterna). Lapisan muskularis eksterna kolon
menghasilkan dua macam gerakan kontraksi berupa segmentasi dan peristaltik. Di
antara lapisan-lapisan otot polos ini terdapat pleksus saraf mienterikus yang
bekerjasama dengan pleksus saraf di lapisan submukosa sebagai sistem saraf
enterik lokal. Sistem saraf ini mengandung banyak neuron otonom yang dapat
berfungsi secara independen dari sistem saraf pusat (SSP).21
Kolon mencit juga memiliki lapisan yang sama dengan kolon manusia,
yakni lapisan mukosa, submukosa, muskularis interna, muskularis eksterna, dan
serosa. Pada lapisan kolon mencit terdapat epitel silindris selapis dan lamina
propria, membentuk kriptus Lieberkühn. Tidak seperti mukosa usus halus, mukosa
kolon tidak tersusun dari banyak vili-vili. Epitel mukosa kolon terdiri dari sel
enterosit absortif dengan mikrovili pada mukosa epitelnya dan sel goblet. Pada
dasar kriptus mukosa epitel terdapat sel enteroendokrin dengan granula-granula
pada area sel yang menghadap ke lamina propria. Pada lapisan submukosa terdapat
jaringan limfoid yang disebut Peyer’s Pathces.24
Kolon mencit memiliki kriptus Lieberkühn yang lebih panjang dan
lapisan muskularis mukosa yang lebih tipis. Pada kolon ascendens terdapat lebih
banyak mukus dibanding dengan kolon descendens dan mukosanya membentuk
lipatan transversal. Sedangkan lapisan mukosa dan submukosa kolon membentuk
lipatan longitudinal. Kolon descendens dibungkus dengan lapisan serosa hingga
anus.24
Perbesaran empat kali pada mikroskop memperlihatkan lipatan mukosa
kolon. Perbesaran 10x dan 20x memperlihatkan secara detail gambaran mukosa
kolon. Sedangkan dengan perbesaran 40x dapat dilihat perbedaan antara sel epitel
silindris selapis dan sel goblet pada mukosa kolon.24
15
Gambar 2.3.3 Histologi Kolon Mencit24 (Conti 2004)
2.3.3 Fisiologi Kolon
Usus besar berperan utama sebagai organ pengering dan penyimpanan.
Pada kolon sudah tidak terjadi reaksi pemecahan zat makanan agar diserap oleh
tubuh. Pada kolon hanya terjadi penyerapan air dan ion-ion untuk mengatur
konsistensi feses yang akan dikeluarkan. Selulosa dan bahan-bahan lain yang tidak
dicerna di usus halus membentuk sebagian besar massa feses dan karenanya
membantu mempertahankan keteraturan buang air besar. Selain itu usus besar juga
mensekresi mukus yang bersifat protektif. Mukus ini disekresikan oleh sel goblet
untuk melindungi mukosa usus besar dari cedera mekanik maupun kimiawi.3
Dalam proses defekasi, kontraksi haustra membantu motilitas feses pada
kolon. Kontraksi haustra ini hampir serupa dengan kontraksi segmentasi pada usus
halus, hanya saja frekuensinya jauh berbeda. Dengan bantuan ini, feses secara
lambat akan terdorong hingga rektum. Ketika massa feses sudah penuh di rektum
dan menyebabkan peregangan, maka akan memicu refleks defekasi berupa
melemasnya sfingter anus interna yang dikontrol dengan sistem saraf otonom. Lalu
sfingter anus eksterna (dikontrol dengan saraf somatik) juga akan melemas, ketika
keadaan sudah memungkinkan untuk buang air besar.3
2.3.4 Gambaran Histologi Kerusakan Kolon
16
Bentuk perubahan gambaran histologi kolon yang terjadi umumnya
adalah infiltrasi sel radang, perubahan bentuk epitel, serta perubahan arsitektur
mukosa. Infiltrasi sel radang dapat terjadi hanya di lapisan mukosa saja, hingga
submukosa dan transmural. Perubahan epitel ada beberapa macam bentuk
perubahan, yakni hiperplasia, hilangnya sel goblet, kriptisis, abses kriptus, dan
erosi. Perubahan arsitektur mukosa antara lain, ulserasi, jaringan granulasi, kriptus
ireguler, hilangnya kriptus, hingga vili kolon yang rata akibat kerusakan yang
terjadi.25
Tabel 2.2 Definisi Histomorfologi pada Inflamatory Bowel Disease (IBD)
Kategori Definisi
Infiltrasi sel inflamasi
Perubahan epitel:
Hiperplasia
Kehilangan sel goblet
Kriptisis
Abses kriptus
Erosi
Arsitektur mukosa:
Ulserasi
Jaringan granulasi
Kritptus ireguler
Crypt loss
Villous blunting
Infiltrasi leukosit pada area lamina propria, submukosa, hingga
transmural
Peningkatan jumlah sel epitel pada kriptus longitudinal; tampak
sebagai pemanjangan kriptus
Penurunan jumlah sel goblet pada kriptus
Neutrofil diantara sel epitel kriptus
Neutrofil pada lumen kriptus
Hilangnya permukaan epitel
Kerusakan mukosa hingga mencapai lapisan muskularis mukosa
Perbaikan jaringan ikat dengan kapiler-kapiler baru, yang
dikelilingi fibroblas, miofibroblas, makrofag, neutrofil, dan sel
mononuklear
Kriptus non-paralel, diameter kriptus yang bervariasi, bifurkatio
dan percabangan kriptus
Hilangnya mukosa kriptus secara keseluruhan
Atrofi vili
2.3.5 Respon Jaringan Kolon Terhadap Paparan Bahan Kimia
17
Kolon sebagai organ yang dilalui berbagai macam senyawa, zat aktif obat,
maupun zat aktif herbal akan bersespon terhadap berbagai paparan zat kimia. Salah
satu respon jaringan kolon yang disebabkan oleh paparan zat kimia adalah colitis
pada konsumsi obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Tujuh puluh empat persen
kasus baru kolitis berhubungan dengan penggunaan OAINS. Pada beberapa
penelitian juga menyebutkan bahwa pasien pengguna OAINS meningkatkan
insidens apendisitis dan divertikulitis. OAINS juga menyebabkan penebalan
kolagen subepitel dan meningkatkan limfosit intraepitelial. Pada penampakan klinis
biasanya pasien mengalami diare yang berair.26
Pemberian antibiotik pada pengobatan infeksi mengubah pertumbuhan
flora pada kolon. Hal ini menyebabkan mudahnya kolonisasi Clostridium difficile.
Toksin dari Clostridium difficile dapat menyebabkan perubahan histologi pada
kolon. Seperti munculnya plak diskret pada permukaan mukosa kolon. Plak ini
tersusun di atas kriptus yang terdilatasi dan tertutupi oleh sel-sel inflamasi dan
debris. Perubahan histologi lain akibat konsumsi antibiotik adalah colitis
pseudomembran. Selain itu, antibiotik jenis lain seperti neomisin dapat
mengganggu metabolisme dan absorbsi garam empedu pada kolon yang dapat
menyebabkan diare.26
Respon jaringan kolon dalam bentuk lain adalah kolitis iskemik. Respon
ini biasanya disebabkan oleh konsumsi kontrasepsi oral, derivat ergotamin, dan
beberapa obat inhalasi. Kolitis iskemik bermula dari efek samping obat yang
menginduksi vaskulitis atau spasme vaskular sehingga menyebabkan kolitis
iskemik. Pemberian obat-obatan imunosupresan juga dapat meningkatkan infeksi
oportunistik pada kolon, seperti infeksi sitomegalovirus (CMV). Konsumsi zat besi
berlebihan juga dapat menyebabkan respon jaringan kolon berupa meningkatnya
makrofag di lamina propria.26
2.4 Induksi Asma Dengan Ovalbumin
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronik saluran pernapasan
yang dihubungkan dengan respon hipersensitivitas. Gangguan inflamasi ini
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan yang mengganggu aliran udara
18
yang akan masuk ke dalam paru. Sehingga pasien mengalami sesak ketika bernapas
akibat kurangnya oksigen yang masuk ke dalam paru.30
Penyempitan saluran pernapasan disebabkan oleh aktivitas kelenjar mukus
pada lapisan submukosa dan kontraksi otot polos saluran pernapasan, khususnya
pada bronkus dan bronkiolus. Pada pasien asma ada alergen yang terhirup yang
akan menyebabkan inflamasi pada mukosa bronkus. Respon inflamasi ini akan
merangsang sekresi histamin dan leukotrien yang akan merangsang kontraksi otot
polos bronkhus. Selain itu, mediator inflamasi tersebut juga dapat meningkatkan
sekresi mukus untuk menangkap aleren tersebut agar tidak masuk ke dalam paru
serta meningkatkan permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema mukosa.
Sehingga ketiga proses ini menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.31
Penyakit asma secara umum berasal dari dua faktor, yakni faktor genetik
dan faktor alergen. Hiperresponsivitas bronkus dan peningkatan IL-4 dependen IgE
secara genetik diturunkan dari kromosom 5q31-q33. Sedangkan asma yang
disebabkan oleh alergen (sering disebut dengan asma atopik) disebabkan oleh
berbagai antigen yang merangsang respon hipersensitivitas tipe I. Pada mulanya
anitgen tertentu akan terhirup ke dalam saluran pernapasan yang selanjutnya akan
ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cells). Sel APC akan mengaktifkan sel T
yang akan mesekresikan IL-4 dan IL-10 yang akan merangsang sel Th2 untuk
memproduksi IL-4, IL-6, dan IL-13. Selanjutnya mediator tersebut akan
merangsang sel B untuk memproduksi IgE.29
Peningkatan produksi IgE pada plasma akan berikatan dengan sel mast dan
sel basofil. Pada pajanan alergen kedua, alergen tersebut akan dengan cepat
ditangkap oleh IgE yang terdapat pada sel mast yang selanjutnya akan merangsang
sel mast untuk memproduksi histamin, leukotrien, dan prostaglandin yang dapat
menyebabkan kontraksi otot polos saluran pernapasan, penigkatan produksi mukus,
edema mukosa yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.29
Ovalbumin adalah monomer fosfoglikoprotein dengan berat molekul 44,5
kDa.30 Ovalbumin merupakan protein yang terdiri dari 385 residu asam amino yang
memiliki gugus empat gugus sulfihidril bebas dan dua gugus disulfida. Ovalbumin
sering digunakan sebagai evaluasi preklinik dari senyawa (agen) yang potensial
untuk terapi asma dengan merangsang terjadinya hipersensitivitas saluran napas
19
akut dan inflamasi pada saluran napas. Kondisi ini sangat bagus untuk
mengevaluasi efek terapetik dari suatu senyawa (agen) yang potensial untuk terapi
asma.31
Ovalbumin dapat menginduksi respon inflamasi pada saluran napas dengan
cara merangsang sel Th2 untuk meningkatkan infiltrasi sel-sel inflamasi dan
memproduksi sitokin yang menjadi awal mula terjadinya patogenesis asma alergi.
Beberapa sitokin yang diproduksi oleh sel Th2 antara lain IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-
13. Peningkatan IL-4 pada paru menyebabkan infiltrasi dari sel Th2. Peningkatan
IL-13 pada paru disertai dengan kejadian hiperresponsitivitas saluran napas akut
dan hipersekresi mukus.31,32,33
2.5 Efek Ovalbumin Terhadap Kolon
Penelitian yang dilakukan Lin-Jing Li, mencit balb/c disensitisasi ovlbumin
(1 mg/mencit) subkutan dengan adjuvant Cholera Toxin (CT) (5 µg/mL) dalam 0,1
normal salin selama tiga hari. Kemudian mencit balb/c diberi ovalbumin intrarektal
20 µg/mL. Pada mencit tersebut tampak kerusakan inflamasi yang parah. Pada
penampakan histologi terlihat edema mukosa, distorsi kriptus, penebalan dinding
kolon, dan peningkatan infiltrasi sel inflamasi.34
Traver pada penelitiannya dengan memberikan ovalbumin secara oral
selama 6 minggu menyebabkan peningkatan jumlah sel mast yang signifikan pada
intestin (duodenum, jejunum, ileum) dan colon dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Selain itu pemberian ovalbumin oral selama 2 minggu juga menyebabkan
peningkatan kontraktilitas jejunum dan kolon yang signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol.35
20
2.6 Kerangka Teori
Sensitisasi Ovalbumin (+
Alum sebagai adjuvant)
intraperitoneal
Pemberian ekstrak etanol daun
zaitun (Olea europaea L.) oral
Aktivasi Sel Th 2
IgE terakumulasi
di pembuluhdarah
peritoneum
Terdeteksi oleh Sel B
Merangsang Sel
Mast memproduksi
mediator inflamasi
Pajanan Ag
berulang
Produksi IL-4 Sel B memproduksi IgE
spesifik-Ova
IgE berinteraksi
dengan Ag
Pemberian
ovalbumin inhalasi
Zat aktif ekstrak daun zaitun
(Oleuropein, hidroksitirosol
dan senyawa fenol lainnya)
Histamin,
Leukotrien,
Prodstaglandin
Penyempitan saluran
pernapasan Asma
Kondisi kolon
hiperrensponsif
Efek antioksidan dan
antiinflamasi ekstrak
daun zaitun
Efek toksik ekstrak
daun zaitun Kolitis
Sitoprotektif
sel epitel
mukosa kolon
Erosi mukosa
kolon
21
2.7 Kerangka Konsep
Ovalbumin
Ekstrak Daun Zaitun
(Olea Europaea L.)
Mencit Balb/c
Non-Toksik Toksik
Kerusakan
Mukosa Kolon
Asma
Erosi Mukosa
Kolon
Kolon
22
2.8 Definisi Operasional
Untuk memudahkan peneliti agar penelitian tidak menjadi terlalu luas, maka
dibuatlah definisi operasional seperti yang tertera pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Skala Pengukuran
Dosis ekstrak daun
zaitun
Jumlah dosis ekstrak daun
zaitun yang diberikan secara
oral pada tikus dalam satuan
mg per berat badan (BB)
Kategorik mg/kgBB
Kerusakan mukosa
epitel kolon
Kerusakan mukosa epitel
kolon yang di maksud adalah
menilai kerusakan mukosa
kolon secara mikroskopik,
yakni erosi maupun ulserasi
pada jaringan kolon.
Kerusakan yang dinilai
adalah erosi mukosa kolon
yakni hilangnya sel epitel
atau sel goblet pada mukosa
kolon.
Presentase erosi mukosa
kolon dihiting dengan
membagi gambar preparat
menjadi 8x10 kotak,
selanjutnya dihitung kotak
dengan gambaran erosi
mukosa dibagi dengan total
kotak yang mengandung
gambar jaringan kolon.
Numerik Persentase
(%)
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental.
Penelitian ini menggunakan mencit strain balb/c, yang akan melalui fase induksi,
sonde, dan sensitisasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan melihat
gambaran histo-patologi dari kolon mencit balb/c pada semua perlakuan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2015 hingga bulan Agustus
2016. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembuatan ekstrak daun zaitun dilakukan di Laboratorium
Farmakologi FKIK UIN. Pemeliharaan dan beberapa perlakuan pada tikus
dilakukan di Laboratorium Animal House FKIK UIN Jakarta. Beberapa perlakuan
lainnya (nebulisasi tikus dan pengambilan jaringan) dilakukan di Laboratorium
Farmakologi FKIK UIN Jakarta. Sedangkan Pembuatan preparat dilakukan di
Laboratorium Histologi FKUI. Lalu dokumentasi foto preparat dan analisis di
Laboratorium Histologi FKIK UIN Jakarta.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi hewan coba yang di gunakan dalam penelitian ini adalan mencit
strain Balb/c yang didatangkan dan telah diverifikasi sebelumnya dari Institut
Pertanian Bogor (IPB).
3.3.2 Sampel
Sampel hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus jenis
tikus jenis Balb/c 15 ekor melalui perhitungan rumus Mead: E = N − B − T,
dengan hasil 3 ekor mencit di setiap kelompok perlakuan (lampiran 5).
Keterangan:
24
N: Jumlah total sampel pada penelitian (dikurangi 1)
B: Blocking Component, berniali 0 jika tidak ada stratifikasi
T: Jumlah kelompok perlakuan (dikurangi 1)
E: Degree of freedom of Errors Component, bernilai antara 10 – 20.36
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan
NAMA
KELOMPOK
KELOMPOK PERLAKUAN
K Kelompok N (normal) PBS (phosphate buffered saline) oral +
inhalasi PBS
P1 Dosis Zaitun 1 +
Ovalbumin
OVA(+Alum) 50 µg/ml i.p + ekstrak
daun zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi
ovalbumin 2% dan 5%
P2 Dosis Zaitun 2 +
Ovalbumin
OVA(+Alum) 50 µg/ml i.p + ekstrak
daun zaitun 200 mg/kgbb oral + inhalasi
ovalbumin 2% dan 5%
P3 Dosis Zaitun 1 Ekstrak daun zaitun 50 mg/KgBB i.p +
ekstrak daun zaitun 100 mg/kgbb oral +
inhalasi ekstrak daun zaitun
P4 Dosis Zaitun 2 Ekstrak daun zaitun 50 mg/KgBB i.p +
ekstrak daun zaitun 200 mg/kgbb oral +
inhalasi ekstrak daun zaitun
OVA: Ovalbumin; Alum: AlOH (Aluminium Hidroksida)
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
1. Kelompok N : tikus jantan strain balb/c
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
1. Tikus sakit dan mati selama penelitian berlangsung
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L.) per oral.
3.4.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kerusakan mukosa kolon
mencit Balb/c.
25
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: kandang tikus,
tempat makan dan minuman tikus, sekam, perlengkapan kebersihan kandang tikus
(spatula pembersih kandang, tissue, sabun cuci, spons, dan lain-lain), penanda
perlakuan tikus (label, spidol, ballpoint, gunting), neraca hewan, sonde, spuit 1 cc,
gelas ukur, tabung reaksi untuk menampung darah tikus, kandang kaca untuk
nebulisasi, alat nebulisasi, perlengkapan nebulisasi (pipa dispossible, selotip,
sterofom, dan lain-lain), alat bedah minor, lampu penerang untuk nekropsi, dan
kulkas -800C.
3.5.2. Bahan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak herbal berupa
ekstrak daun zaitun dengan dosis 100 dan 200 mg/kgBB/hari. Dan hewan coba yang
digunakan pada penelitian ini adalah mencit strain balb/c 15 ekor melalui
perhitungan rumus Mead: E = N − B − T dengan 3 mencit pada setiap kelompok
perlakuan.
Kelompok tikus yang pertama, diberi PBS i.p, oral dan inhalasi sebagai
kelompok kontrol. Kelompok kedua, diberi ekstrak daun zaitun 100mg/kgbb oral
dan inhalasi ovalbumin. Kelompok ketiga diberi ekstrak daun zaitun 200mg/kgbb
oral dan nebulisasi ovalbumin. Kelompok kedua dan ketiga disensitisasi dengan
ovalbumin (dengan alum (AlOH) sebagai adjuvant). Secara i.p. Kelompok keempat
diberi ekstrak daun zaitun 100mg/kgbb oral dan inhalasi ekstrak daun zaitun.
Kelompok kelima diberi ekstrak daun zaitun 200mg/kgbb oral dan inhalasi ekstrak
daun zaitun. Kelompok keempat dan kelima diberi ekstrak daun zaitun 50
mg/KgBB secara i.p.
3.6 Cara Kerja
3.6.1 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak daun zaitun menggunakan metode ekstraksi cara dingin
yaitu dengan metode maserasi. Serbuk simplisia yang diperoleh dari BALITRO
26
(Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor, Jawa Barat akan dimaserasi
dengan pelarut n-heksan dalam wadah gelap hingga terendam. Pergantian pelarut
dilakukan selama 2-3 hari sekali. Proses maserasi ini dilakukan hingga
menghasilkan maserat yang berwarna pucat atau mendekati tak berwarna.
Selanjutnya maserat akan difiltrasi menggunakan kapas dan kertas saring hingga
didapatkan filtrat. Selanjutnya filtrat dipekatkan menggunakan vaccum rotary
evaporator.37
Setelah dipekatkan, filtrat akan memasuki proses degumming yang
dilakukan dengan pemanasan pada suhu 70˚C ditambahkan dengan 1,2 mL aquades
dengan shuhu 90˚C dan 80µL asam fosfat (85%). Selanjutnya campuran ini
dihomogenkan dengan kecepatan 1000 rpm selama 60 menit. Endapan yang
terbentuk dipisahkan dari filtratnya dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan
3500 rp selama 30 menit. Filtrat yang didapat dikeringkan untuk menghilangkan
sisa pelarut.37
3.6.2 Adaptasi Hewan Coba
Mencit diadaptasikan di Animal house pada hari pertama sampai hari ke-
21. Mencit diadaptasikan terhadap tempat tinggal barunya, dengan pemberian
makanan maupun pemberian minuman. Perlakuan disamakan pada semua mencit.
Menurut artikel Aravind et. al pada tahun 2012, adaptasi mencit Balb/c untuk
dilakukan sensitisasi asma cukup selama tujuh hari.38 Adaptasi ini bertujuan agar
semua obyek penelitian tidak dalam kondisi stres dan dalam kondisi yang sama saat
dimulai penelitian.
3.6.3 Sensitisasi Hewan Coba
Setelah diadaptasikan, mencit memasuki fase sensitisasi. Sensitisasi
dilakukan pada kelompok perlakuan pertama dan kedua dengan cara injeksi secara
i.p ovalbumin (OVA) yang diemulsifikasikan dalam 0,2 ml PBS yang berisi 2 mg
aluminium hidroksida (alum). Menurut artikel Aravind et al menjelaskan bahwa
sensitisasi dilakukan pada hari ke 0 dan 14 setelah dilakukan adaptasi.38 Sedangkan
kelompok ketiga dan keempat dinjeksi ekstrak daun zaitun 50 mg/KgBB secara
intraperitoneal.
27
3.6.4 Pemberian Ekstrak Daun Zaitun terhadap Mencit
Setelah mencit melewati fase sensitisasi, objek penelitian dilakukan
pemberian ekstrak daun zaitun (Olea eurapea L.) selama 7 hari dengan dua macam
dosis, 100mg/kgbb/hari (untuk P1 dan P3) dan 200mg/kgbb (untuk P2 dan P4)
pemberian secara oral dengan menggunakan alat sonde. Pada kelompok perlakuan
pertama diberikan PBS secara oral.
3.6.5 Stimulasi Ovalbumin
Mencit dilakukan stimulasi selama tiga hari bersamaan dengan pemberian
ekstrak daun zaitun di hari kelima, keenam dan ketujuh. Objek penelitian (P1 dan
P2) diinduksi ovalbumin 2% dan 5% secara inhalasi selama 3 hari. Pada hari
pertama dan kedua mencit diinduksi dengan ovalbumin sebanyak 2% selama 20
menit. Pada hari ketiga mencit diinduksi dengan ovalbumin 5% selama 30 menit.
Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa mencit sudah terinduksi dengan baik
sehingga mencit benar-benar dikondisikan asma. Pada kelompok P3 dan P4
diberikan inhalasi ekstrak daun zaitun. Pada hari pertama dan kedua mencit
diberikan inhalasi ekstrak daun zaitun selama 20 menit. Pada hari ketiga diberikan
inhalasi ekstrak daun zaitun selama 30 menit. Pada kelompok kontrol hanya
diberikan inhalasi PBS, 20 menit pada hari pertama dan kedua, 30 menit pada hari
ketiga.38
3.6.6 Pengambilan Jaringan Kolon
Setelah dilakukan inhalasi pada mencit selama tiga hari, tikus dipuasakan
selama satu hari penuh untuk dilakukan nekropsi pada esok harinya. Hal ini
dilakukan agar organ tikus dalam keadaan bersih dan tidak terlalu banyak hasil
pencernaan makanan, sehingga akan menghasilkan potongan yang bersih dan
bagus.
Untuk melakukan nekropsi diperlukan persiapan berupa set bedah minor
yang minimal terdiri dari gunting jaringan, pinset, dan needle holder. Selanjutnya
juga dipersiapkan papan untuk meletakkan hewan coba yang telah mati dan juga
lampu untuk penerangan selama proses nekropsi.
28
Sebelum proses nekropsi mencit dimasukkan ke dalam tabung (toples) yang
berisi kapas yang dibasahi dengan eter agar mencit mati. Proses nekropsi dimulai
dengan menyayat bagian toraks dari mencit. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kerusakan organ pencernaan jika memulai menyayat dari bagian abdomen mencit.
Setelah menyayat bagian toraks mencit, dilanjutkan menyayat sampai ke bagian
abdomen dengan hati-hati agar tidak mencederai organ-organ abdomen yang akan
diambil. Setelah bagian abdomen disayat sampai mendekati ekor, intestin dan kolon
dipisahkan dari omentumnya agar bersih dari lemak-lemak yang menempel. Setelah
dipisahkan dari omentum, mulai dari lambung diurutkan agar mengetahui organ
tersebut adalah intestine atau kolon. Setelah teridentifikasi organ tersebut adalah
kolon, dilakukan pemotongan kolon. Kolon yang diambil hanya sepanjang kurang
lebih 1 cm.
Setelah itu organ direndam didalam formalin 10 % atau Buffer Neutral
Formalin (BNF) sebagai pengawet. Pengawetan ini bertujuan agar organ sampel
terhindar dari pencernaan jaringan oleh enzim-enzim otolisis atau bakteri dan juga
untuk melindungi struktur fisik sel.39 Organ disimpan di dalam plastik klip yang
sudah diberi formalin dan diberi label. Selanjutnya organ akan disimpan di freezer
dengan suhu -20˚C.
3.6.7 Pembuatan preparat
Pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Histologi Universitas
Indonesia. Dalam pembuatan preparat histologi ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam pengambilan sampel organ agar hasil pembuatan preparat bagus
dan sesuai yang diharapkan. Syarat-syarat yang diharuskan yakni sebagai berikut:
Persyaratan dalam Melakukan Pengambilan Sampel, antara lain:39
1. Sampel organ yang diambil untuk pemeriksaan histopatologi harus segar, artinya
jaringan harus diambil secepat mungkin setelah hewan mati. Keterlambatan
pengambilan jaringan, terlebih dalam suhu lapangan yang panas, mengakibatkan
jaringan cepat menjadi busuk.
2. Apabila di dalam kelompok hewan yang mati masih ada hewan lain yang sedang
sakit, maka dianjurkan untuk mengambil sampel dari hewan yang sakit. Pada
29
jaringan yang mengalami perubahan maka diambil jaringan pada perbatasan
antara jaringan yang sakit (mengalami perubahan) dengan jaringan yang sehat.
3. Ukuran jaringan yang diambil sekitar 1 cm3. Selanjutnya jaringan harus segera
difiksasi. Potongan jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan jaringan
yang terletak di dalamnya tidak terfiksasi dengan sempurna, sehingga jaringan
dapat membusuk.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan preparat antara lain: Bahan
utama berupa potongan jaringan hewan yang telah difiksasi dengan Buffer Neutral
Formalin (BNF) 10%, larutan-larutan yang diperlukan antara lain: etanol absolut,
xilol, parafin, gliserin 99,5 %, ewit (albumin), larutan hematoksilin, lithium
karbonat, larutan eosin, dan DPX (Distrene, Plasticiser, Xylene).
Alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan preparat antara lain: Talenan,
pisau scalpel, pinset, saringan, tissue casset, mesin prosesor otomatis, mesin
vakum, mesin bloking, freezer (-20°C), mesin microtome, pisau microtome, water
bath 46 °C, kaca obyek, kaca penutup, rak khusus untuk pewarnaan, dan oven 60°C.
Proses pembuatan preparat histologi dibagi menjadi lima langkah:
1. Pemotongan jaringan organ
Jaringan organ yang telah difiksasi dengan BNF ditiriskan pada saringan.
Selanjutnya jaringan dipotong dengan menggunakan pisau scalpel dengan
ketebalan 0,3 – 0,5 mm. Jaringan yang telah dipotong disusun ke dalam tissue
cassete lalu dimasukkan ke keranjang khusus.39
2. Proses dehidrasi
Keranjang yang berisi jaringan organ dimasukkan ke dalam mesin prosesor
otomatis. Dalam mesin prosesor otomatis jaringan akan mengalami proses
dehidrasi bertahap dengan putaran waktu sebagai berikut secara berurutan: etanol
70% selama 2 jam; etanol 80% selama 2 jam; etanol 90% selama 2 jam; etanol
absolut selama 2 jam; etanol absolut selama 2 jam; xilol selama 2 jam; xilol selama
2 jam; parafin cair selama 2 jam; parafin cair selama 2 jam.39
3. Vakum
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan udara dari jaringan dengan
menggunakan mesin vakum yang didalamnya terdapat tabung untuk menyimpan
30
keranjang yang diisi paraffin cair. Proses ini dilakukan pada suhu (59 – 60) °C
selama 30 menit. Setelah itu keranjang diangkat, tissue cassete dikeluarkan dan
disimpan pada temperatur 60°C untuk sementara waktu.39
4. Mencetak blok parafin
Mesin blocking ini merupakan mesin cetakan dari bahan stainles steel.
Mesin cetakan ini dihangatkan di atas api bunsen, lalu ke dalam setiap cetakan
dimasukkan jaringan sambil diatur dan sedikit ditekan. Lalu parafin cair disiapkan
dalam tempat khusus dengan suhu mencapai 60°C. Selanjutnya parafin cair tersebut
dituangkan ke dalam jaringan sampai seluruh jaringan terendam parafin . Parafin
dibiarkan membeku di atas mesin pendingin. Selanjutnya blok parafin dilepas dari
cetakan dan disimpan di freezer dengan suhu -20°C sebelum dilakukan pemotongan
jaringan.39
5. Memotong blok jaringan
Pemotongan jaringan dilakukan dengan menggunakan mesin mikrotom
dengan ketebalan kurang lebih 3-4 µm. Selanjutnya potongan tersebut diletakkan
secara hati-hati di atas permukaan air dalam waterbath yang bersuhu 46°C. Lalu
bentuk irisan dirapikan, kemudian diletakkan di atas kaca obyek yang telah diolesi
larutan ewit (albumin). Larutan ini berfungsi sebagai bahan perekat. Selanjutnya
object glass dengan jaringan di atasnya disusun di dalam rak khusus dan
dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 60°C sampai preparat siap untuk
diwarnai.39
3.6.8 Pewarnaan H&E (Hematoksilin dan Eosin)
Pada proses pewarnaan preparat dengan pewarnaan HE dibutuhkan tiga
macam larutan pewarna, yakni larutan hematoksilin, larutan eosin dan larutan
pembiru.
Larutan hematoksilin dibuat dari hematoksilin 1 gram, potasium aluminium
sulfat 50 gram, dan sodium iodat (NaIO3) 0,2 gram yang dilarutkan dalam akuades
1 liter dengan cara diaduk dengan stirer dan sedikit dipanaskan. Kemudian larutan
disimpan selama satu hari pada suhu ruangan. Lalu ditambahkan asam sitrat
31
(C6H8O7) sebanyak 50 gram dan kloral hidrat (C2H3Cl3O2) sebanyak 50 gram
dengan cara diaduk selama lima menit dan sedikit dipanaskan. Kemudian larutan
didinginkan dan disaring.39
Larutan eosin dibuat dari eosin Y 7,5 gram, eritrosin 7,5 gram, dan kalsium
klorida 2,5 gram yang dilarutkan dalam akuades 1 liter kemudian disaring. Dan
larutan pembiru dibuat dari lithium karbonat sebanyak 1,5 gram yang dilarutkan
dalam 1 liter akuades dengan cara diaduk hinnga homogen. 39
Setelah semua larutan pewarnaan siap, preparat yang akan diwarnai
diletakkan pada rak khusus dan dicelupkan secara berurutan ke dalam larutan xilol
dalam waktu 2 x 3 menit, selanjutnya dicelupkan di dalam larutan etanol absolut
selama 2 x 3 menit, lalu dicelupkan dalam etanol 90% dan 80% masing-masing
selama 3 menit dan dibilas dengan air keran selama 1 menit. Setelah dibilas preparat
diberi larutan hematoksilin selama 6-7 menit, kemudian dibilas dengan air keran
selama 1 menit. Dilanjutkan dengan diberi larutan pembiru selama 1 menit, dan
dibilas dengan air keran selama 1 menit. Lalu beru larutan eosin selama 1-5 menit,
dan bilas dengan air keran selama 1 menit. Selanjutnya preparat dicelupkan ke
dalam etanol 80%, etanol 90%, dan etanol absolut masing-masing 10 celupan,
dilanjutkan dengan etanol absolut selama 1 menit. Dan terakhir dicelupkan ke
dalam larutan xilol selama 3 x 3 menit. 39
Setelah melalui serangkaian prosedur pewarnaan di atas, preparat diangkat
satu persatu dari larutan xilol dalam keadaan basah, lalu diberi satu tetes cairan
perekat (DPX) dan selanjutnya ditutup dengan kaca penutup. Dan hasil pewarnaan
dapat dilihat di bawah mikroskop.39
3.6.9 Pengambilan Gambar Preparat Histologi Jaringan Kolon
Preparat histologi diamati menggunakan mikroskop konvokal di
Laboratorium Histologi FKIK UIN. Setiap preparat diambil lima gambar lapisan
epitel mukosa kolon yang selanjutnya akan dihitung derajat erosinya.
3.6.10 Perhitungan Gambaran Morfologi Jaringan Kolon
Perhitungan morfologi jaringan kolon dilakukan menggunakan aplikasi
Corel Photo Paint. Gambar morfologi jaringan kolon dibagi menjadi 80 kotak
32
berukuran sama. Selanjutnya setiap kotak yang terdapat gambaran epitel mukosa
kolon dilihat apakah ada yang mengalami erosi. Jika dalam kotak tersebut
ditemukan gambaran erosi epitel kolon dan gambaran erosinya melebihi setengah
dari kotak tersebut, maka kotak tersebut dihitung sebagai kotak yang mengalami
erosi. Setelah itu kotak yang terhitung mengalami erosi ditotal keseluruhan dan
dibandingkan dengan jumlah seluruh kotak yang mengandung gambaran sel epitel
mukosa kolon. Jika dituliskan dalam rumus seperti di bawah ini:
Presentase erosi jaringan kolon = Jumlah kotak yang mengalami erosi X 100%
Jumlah kotak yang terdapat epitel mukosa kolon
33
3.7 Alur Penelitian
Mencit tiba di animal
house
Adaptasi selama 1 minggu makan
dan minum
Kelompok P1 Kontrol
Mencit dibagi menjadi 5
kelompok secara random
Zaitun
Nebulisasi
Sonde PBS slma
7 hari
Zaitun Ovalbumin Ovalbumin PBS
Nekropsi
Pembuatan Preparat
dan Pewarnaan HE
Pengamatan
mikroskop
Analisis data
Mencit dipuasakan
Sonde ektrak
daun zaitun (olea
eurapea)
100mg/kgbb/hari
Sonde ektrak
daun zaitun (olea
eurapea)
200mg/kgbb/hari
Sensitisasi
ovalbumin i.p
Sonde ektrak
daun zaitun (olea
eurapea)
100mg/kgbb/hari
Sonde ektrak
daun zaitun (olea
eurapea)
200mg/kgbb/hari
Sensitisasi
ovalbumin i.p
Ekstrak daun
zaitun i.p Ekstrak daun
zaitun i.p
Kelompok P2 Kelompok P3 Kelompok P4
PBS i.p
34
3.8 Analisis Data
Hasil pengamatan gambaran histologi kolon. Dilakukan pengolahan statistik
dengan program SPSS versi 22.0. Uji statistik yang digunakan adalah Uji OneWay
Annova bila berdistribusi normal dan homogen. Jika salah satu syarat tersebut tidak
terpenuh maka dilakukan uji Kruskal Wallis.40
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kerusakan Epitel Mukosa Kolon
Data kerusakan epitel mukosa yang diambil adalah hasil rerata presentase
kerusakan jaringan kolon pada setiap lapang pandang tiap preparat pada masing-
masing perlakuan. Data yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Histopatologi mukosa kolon perbesaran 10x10.
a) Gambaran mukosa kolon pada kelompok perlakuan kontrol. b) Kelompok
perlakuan ekstrak daun zaitun 100mg/kgbb oral dan nebulisasi ovalbumin. c)
Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 200mg/kgbb oral dan nebulisasi
ovalbumin. d) Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 100mg/kgbb oral dan
nebulisasi zaitun. e) Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 200mg/kgbb oral dan
nebulisasi zaitun.
a. b.
c. d.
e.
36
Gambar 4.2 Histopatologi mukosa kolon perbesaran 40x10x.
a) Gambaran mukosa kolon pada kelompok perlakuan kontrol. b)
Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 100 mg/kgbb oral dan
nebulisasi ovalbumin. c) Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 200
mg/kgbb oral dan nebulisasi ovalbumin. d) Kelompok perlakuan
ekstrak daun zaitun 100 mg/kgbb oral dan nebulisasi zaitun. e)
Kelompok perlakuan ekstrak daun zaitun 200 mg/kgbb oral dan
nebulisasi zaitun. Tanda panah: mukosa yang mengalami kerusakan
pada perbesaran 40x10.
a.
b.
c. d.
e.
37
Pada gambar 4.1 dengan perbesaran 10x10 memperlihatkan gambaran
mikroskopik pada kelompok kontrol ditemukan beberapa titik gambaran erosi
mukosa kolon. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, pembuatan
preparat dilakukan kurang lebih dua minggu setelah pengambilan jaringan organ
dari mencit balb/c. Hal ini menyebabkan struktur jaringan kolon sudah sedikit
mengalami kerusakan. Kedua, pada proses pembuatan preparat terjadi prosedur
yang kurang sempurna sehingga gambaran yang terlihat tampak sedikit kerusakan.
Ketiga, laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
masih belum terstandarisasi untuk penilitian di bidang imunologis. Oleh karena itu,
selain faktor induksi, sonde, dan sensitisasi, masih ada faktor lain yang dapat
mempengaruhi gambaran jaringan organ mencit balb/c.
Pada gambar 4.1 dengan perbesaran 10x10 memperlihatkan gambaran
mikroskopik pada kelompok P1 dan P2 tampak mengalami kerusakan yang banyak
dari pada kelompok kontrol. Akan tetapi jika dilihat dengan perbesaran 40x10 pada
P2 tampak mengalami kerusakan yang hampir sama dengan kelompok kontrol. Dan
pada kelompok P1 masih terlihat lebih banyak mengalami kerusakan dibanding
kelompok kontrol.
Pada kelompok P3 dan P4 (kelompok yang diberikan ekstrak daun zaitun)
pada perbesaran 10x10 dan 40x10 memperlihatkan kerusakan mukosa kolon yang
lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol serta kelompok P1 dan P2 (yang
diberikan ovalbumin dan ekstrak daun zaitun).
Data rerata kerusakan mukosa kolon pada yang diperoleh dari hasil analisis
gambaran histologi jaringan kolon pada kelompok kontrol (K), kelompok P1
(dengan pemberian ekstrak daun zaitun 100 mg/KgBB oral + inhalasi ovalbumin),
kelompok P2 (dengan pemberian ekstrak daun zaitun 200 mg/KgBB oral + inhalasi
ovalbumin), kelompok P3 (dengan pemberian ekstrak daun zaitun 100 mg/KgBB
oral), dan kelompok P4 (dengan pemberian ekstrak daun zaitun 200 mg/KgBB oral)
dapat dilihat pada grafik berikut:
38
Grafik 4.1 Grafik Rata-Rata Kerusakan Mukosa Kolon
(K: kontrol/oral dan nebulasi PBS; P1: zaitun 100mg/kgBB oral + inhalasi ovalbumin;
P2: zaitun 200mg/kgBB oral + inhalasi ovalbumin; P3: zaitun 100mg/kgBB oral +
inhalasi ekstrak daun zaitun; P4; zaitun 200mg/kgBB oral + inhalasi ekstrak daun zaitun);
OLE (Olive Leaf Extract)
Dari Grafik 4.1 didapatkan sebagian besar penurunan rerata presentase
kerusakan mukosa kolon dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kecuali pada
kelompok P1 (perlakuan ekstrak daun zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi Ova). Hal
ini diduga karena pemberian ekstrak daun zaitun memiliki efek antioksidan yang
menghambat kerusakan sel akibat radikal bebas.2 Selain itu, beberapa senyawa aktif
ekstrak daun zaitun memiliki efek merangsang proliferasi sel. Oleh karena itu
sebagian besar kelompok perlakuan mengalami penurunan presentase kerusakan
mukosa dibanding dengan kelompok kontrol.41
Penelitian Omar menjelaskan bahwa oleuropein memperlihatkan dapat
menjadi antioksidan dengan efek antiinflamasi. Oleuropein dapat mencegah
pembentukan reaksi radikal bebas. Senyawa lain pada ekstrak daun zaitun,
hidroksitirosol juga dapat berfungsi sebagai radical scavenger pada senyawa-
senyawa superoksida yang juga dapat menghambat reaksi radikal bebas.12 Hal ini
dapat dilihat pada Grafik 4.1. Terlihat adanya penurunan rerata kerusakan mukosa
kolon antara perlakuan zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi Ova (P1) dengan
perlakuan zaitun 200 mg/kgbb oral + inhalasi Ova (P2). Dengan dosis ekstrak daun
zaitun yang lebih besar, pada P2 diduga memiliki efek zaitun berupa antioksidan
2.304
3.315
2.168
1.1481.961
00.5
1
1.5
22.5
3
3.54
4.5
5
K :Kontrol P1: 100mg/Kgbb oral +
inhalasi Ova
P2: 200mg/Kgbb oral +
inhalasi Ova
P3: 100mg/Kgbb oral +
inhalasi OLE
P4: 200mg/Kgbb oral +
inhalasi OLE
Pre
sen
tase
Kelompok Perlakuan
Rata-rata Kerusakan Mukosa Kolon
39
yang lebih besar dari pada P1 sehingga kerusakan mukosa kolon lebih minimal. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian Hasan yang menjelaskan bahwa oleuropein dapat
bermanfaat untuk menghambat hiperglikemi dan stres oksidatif pada kelinci
diabetes.42
Penelitian Dnyaneshwar juga menjelaskan bahwa ekstrak zaitun memiliki
aktivitas antiasma dengan menghambat klonidin yang menginduksi degranulasi sel
mast peritoneal pada mencit pada dosis 4 dan 8 mg/kg.43 Seperti pada perlakuan
zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi Ova (P1) jika dibandingkan dengan perlakuan
zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi ekstrak daun zaitun (P3) yang terdapat
penurunan rerata presentase kerusakan mukosa kolon. Hal ini diduga efek ekstrak
daun zaitun lebih terlihat pada P3 (karena tanpa pemberian ovalbumin)
dibandingkan dengan P1 yang diberi ovalbumin. Karena pada P1 senyawa aktif
pada ekstrak daun zaitun berperan sebagai zat antiasma akibat nebulisasi
ovalbumin. Sehingga efek antioksidan pada kolon tidak maksimal karena zat aktif
ekstrak daun zaitun telah berfungsi sebagai zat antiasma.
Pada kelompok perlakuan P3, seperti dijelaskan pada penelitian Yunjung
Kim, yang menyatakan bahwa oleuropein pada ekstrak daun zaitun dapat berperan
sebagai antioksidan dengan menurunkan ekspresi gen sitokin pro-inflamasi serta
ekspresi gen akibat pengaruh radikal bebas pada hepatosit. Selain itu oleuropein
juga dapat merangsang proliferasi dan diferensiasi hepatosit. Sehingga memberikan
efek antioksidan yang maksimal dan terlihat kerusakan mukosa kolon yang
minimal.41
Sawsan juga menjelaskan penelitiannya yang menyatakan bahwa pada tikus
yang diberi perlakuan ekstrak daun zaitun 0,9% menunjukkan adanya perbedaan
mikroskopik berupa gambaran nekrosis hepatosit dan perdarahan pada tubulus
ginjal, serta vakuolisasi sitoplasma oleh lemak.16 Sehingga pada perlakuan zaitun
100 mg/kgbb oral + inhalasi ekstrak daun zaitun (P3) dibanding dengan perlakuan
zaitun 200 mg/kgbb oral + inhalasi ekstrak daun zaitun (P4) terdapat peningkatan
rerata presentase kerusakan mukosa kolon. Hal ini karena kstrak daun zaitun pada
dosis 200 mg/kgbb diduga mulai memiliki efek toksik.
40
Penelitian yang dilakukan Antonella yang menjelaskan bahwa pemberian
ekstrak hidroksitirosol daun zaitun pada dosis 0,32 mM (setara dengan 50 mg/kgbb)
dengan lama pemberian 12 jam, 24 jam, dan 48 jam, dapat menyebabkan
sitotoksisitas pada fibroblas tikus NIH/3T3 dan sel endotel vena umbilikal manusia.
Pada perlakuan zaitun 200 mg/kgbb (tanpa ekstraksi zat aktif tertentu) diduga telah
mengalami toksisitas akibat dosis tinggi ekstrak daun zaitun.44
Selain itu, penelitian Rodrigues et. al yang menyatakan bahwa pada
penelitiannya yang menggunakan dosis zaitun 0% (group 0), 0,25% (group 1), 0,5%
(group 2), dan 0,75% (group 3), ditemukan perubahan arsitektur hepar dan fibrosis
pada group 2 dan group 3 penampakan terparah pada group 3. Pada group 3 juga
tampak gambaran nekrosis hepatosit terbanyak dibanding tiga perlakuan lainnya.25
Sesuai penjelasan pada buku farmakologi Goodman & Gilman yang
menjelaskan bahwa obat yang digunakan secara inhalasi hanya 2% - 10% yang
terdeposit ke paru, sisanya tertelan dan terabsorbsi di saluran gastrointestinal dan
dapat menyebabkan efek sistemik.15 Ovalbumin yang masuk ke dalam saluran
pencernaan dapat menyebabkan kerusakan inflamasi dan secara histologi tampak
gambaran edema mukosa, distorsi kriptus, penebalan dinding kolon, dan
peningkatan infiltrasi sel inflamasi.36 Oleh karena itu, pada Grafik 4.1 didadapatkan
bahwa rerata presentase kerusakan jaringan kolon pada kelompok P1 (perlakuan
ekstrak daun zaitun 100 mg/kgbb oral + inhalasi Ova) meningkat dibanding dengan
K (kontrol/oral dan nebulasi PBS). Hal ini diduga ketika mencit diberikan challenge
dengan ovalbumin secara inhalasi, senyawa ovalbumin juga ada yang masuk ke
saluran pencernaan dan menyebabkan kerusakan inflamasi.36
41
4.2 Keterbatasan Penelitian
Selama penelitian berlangsung, ada beberapa keterbatasan penelitian antara
lain:
1. Adanya ketidaksempurnaan dalam pembuatan preparat sehingga beberapa
preparat didapatkan gambar yang kurang bagus (pecah-pecah dan terlipat).
2. Fasilitas laboratorium Animal House belum terstandarisasi.
3. Tidak adanya kelompok perlakuan kontrol positif (hanya diinduksi
ovalbumin).
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan uji statistik, peneliti menyimpulkan bahwa
pengobatan asma dengan ekstrak daun zaitun (Olea europaea L) tidak
menimbulkan kerusakan mukosa kolon pada mencit balb/c secara signifikan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian efek samping pemberian ekstrak daun zaitun
pada kerusakan kolon pada tahap kronik.
2. Perlu dilakukan penambahan sampel penelitian untuk meminimalisir
terjadinya bias.
43
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini bekerjasama dengan penelitian yang dilakukan oleh dr. Nurul
Hiedayati, Ph.D, dr. Riva Auda, Sp.A, M.Kes, dan Nur Laely Mida Ph.D tentang
pemberian ekstrak daun zaitun untuk terapi asma terhadap mencit balb/c yang
diinduksi oleh ovalbumin. Penelitian ini didanai oleh Kementrian Agama.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyatna, dkk. Prinsip Obat Herbal: Sebuah Pengantar untuk Fitoterapi.
Yogyakarta; Deepublish. 2014
2. Braun Lesley, Cohen Marc. Herbs & Natural Suplement, An Evidence-
based Guide, 2nd edition. London; ELSEVIER. 2007
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia, Ed. 7. Jakarta; EGC. 2011
4. Allen Derek C, Lain R Cameron. Histopathology Specimen: Clinical
Pathological, and Laboratory Aspect. London; Springer. 2004
5. Usia Tepy. Apakah Produk Herbal yang Anda Konsumsi Aman, Bermutu,
dan Bermanfaat? InfoPOM vol. XI, No. 4 Juli-Agustus 2010; 1-5
6. Kamsu-Foguem Bernard, Foguem Clovis. Adverse Drug Reactions in Some
African Herbal Medicine: Literature Review and Stakeholders’ Interview.
integr med res 3 (2014) 126–132
7. Shing Chit J W, See Jonathan H L, El-Nezami Hani. Herbal Medicine:
Toxicity and Recent Trends in Assessing Their Potential Toxic Effects.
Advances in Botanical Research, Vol. 62 Burlington: Academic Press,
2012, pp. 365-384
8. Bartolini Giorgio, Petrucelli Raffaella. Classification, Origin, Diffusion and
History of the Olive. FAO. 2002
9. Yudhi Tegar S. Khasiat Minyak Zaitun (Olive Oil) dalam Meningkatkan
Kadar HDL (High Density Lipoprotein) Darah Tikus Wistar Jantan. Skripsi
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember: .
2012 Tidak diterbitkan
10. Committee on Herbal Medicinal Products (HMPC). Assessment report on
Olea europaea L., folium. European Medicines Agency.
EMA/HMPC/430506/2009
11. Mahjoub R C, Khemis M, Dhidah M, et al. Chloroformic and Methanolic
Extracts of Olea europaea L. Leaves Present Anti-Inflammatory and
Analgesic Activities. International Scholarly Research Network. Volume
2011, Article ID 564972, 5 pages
12. Sabry Omar M M. Review: Beneficial Health Effects of Olive Leaves
Extracts. Journal of Natural Sciences Research. Vol.4, No.19, 2014
45
13. Haris Syed Omar. Oleuropein in Olive and its Pharmacological Effects. Sci
Pharm. 2010; 78: 133–154
14. Cases Barbara et. al. Immunological cross-reactivity between olive and
grass pollen: implication of major and minor allergens. World Allergy
Organization Journal 2014, 7:11
15. Brunton Laurence L, Lazo John S, Parker Keith L. Goodman & Gilman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics 8th ed. The Mc-Graw Hill
Companies. 2007
16. Omer A Sawsan, et al.Toxicity of Olive Leaves (Olea eruopaea L.) in Wistar
Albino Rats. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances 7 (11):
1175-1182, 2012
17. Ahmed Farooq Wani, Rahiman Shaik, Ahmad Bilal Tantry. Evaluation of
Anti Asthmatic Effect of Extra Virgin Olive Oil (Olea europea) Against
Milk Induced Leukocytosis and Eosinophilia. Adv. Biores., Vol 6 (1)
January 2015: 15-18
18. Arantes-Rodrigues R, et al. High doses of olive leaf extract induce liver
changes in mice. Food and Chemical Toxicology 49 (2011) 1989–1997
19. Drake Richard L, Wayne A Vogl, Mitchel Adam W M. Dasar-Dasar
Anatomi ed. 1. Singapoe; Elsevier. 2014
20. Treuting Piper M et. al. Comparative Anatomy and Histology A Mouse and
Human Atlas. Amsterdam. Elsevier., 2012
21. Gartner Leslie P, Hiatt James L. Color Textbook of Histology, 3rd ed.
Philadelphia; Saunders Elsevier. 2009
22. Kumar, et al. Robbin and Cotran Pathologic Basic of Disease 8th Ed.
Philadelphia; Saunders Elsevier. 2010
23. Mescher L Anthony. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas, 12th ed.
USA; McGraw Hill. 2010
24. Conti Claudio J et. al. Atlas of Laboratory Mouse Histology. Texas;
Histopages. 2004
25. Erben Ulrike, et al. A guide to histomorphological evaluation of intestinal
inflammation in mouse models. Int J Clin Exp Pathol 2014;7(8):4557-4576
46
26. Price Ashley B. Pathology of drug-associated gastrointestinal disease.
Blackwell Publishing Ltd Br J Clin Pharmacol 56 477–482. 2003
27. Setiati Siti, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed. VI. Jakarta;
Interna Publishing. 2014
28. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Color Atlas of Patophysiology. Stuttgart;
Thieme. 2000
29. Burmester Gerd-Rudiger, Pezzutto Antonio. Color Atlas of Immunology.
Stuttgart; Thieme. 2003
30. Cláudia Ana Carraro Alleoni. Review Albumen Protein and Functional
Properties of Gelation and Foaming. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.), v.63,
n.3, p.291-298. 2006
31. Zhang-Hoover Jie, Finn Patricia, Stein-Streilein Joan. Modulation of
Ovalbumin-Induced Airway Inflammation and Hyperreactivity by
Tolerogenic APC.. J Immunol 2005; 175:7117-7124
32. Barnes Peter J. Review Th2 cytokines and asthma: an introduction. National
Heart & Lung Institute, Imperial College, Dovehouse Street, London SW3
6LY, UK. Respir Res 2001, 2:64-65
33. Kumar Rakesh K, Herbert Cristan, Foster Paul S. The "Classical"
Ovalbumin Challenge Model of Asthma in Mice. ResearchGate. Current
Drug Targets, 2008, 9, 485-494
34. Ling-Jing Li, et al. Induction of Colitis in Mice with Food Allergen-Specific
Immune Response. Scientific Report. 6: 32765. DOI: 10.1038/srep32765.
2016
35. Traver E, et. al. Mucosal Mast Cells Mediate Motor Response Induced by
Crhonic Oral Exposure to Ovalbumin in the Rat Gastrointestinal Tract.
Neurogastroenterol Motil (2010) 22, e34-e43
36. Singh Ajay S, Masuku Micah B. Sampling Techniques & Determination Of
Sample Size In Applied Statistics Research: An Overview. International
Journal of Economics, Commerce and Management. Vol. II, Issue 11, Nov
2014
37. Noviany F. Uji Efek Ekstrak Biji Jarak Pagar (Jatropha curca L) Terhadap
Aktivitas Kapsase 3 dan Kerusakan Tubulus Seminiferus pada Tikus Jantan.
47
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2015
38. Reddy Aravind T, Lakshmi Sowmya P, Reddy Raju C. Murine Model of
Allergen Induced Asthma. Journal of Visualized Experiments. May 2012 |
63 | e3771 | Page 1 of 7
39. Muntiha Mohamad. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari
Jaringan Hewan Dengan Pewarnaan Hematoksilin Dan Eosin (H&E). Temu
Teknis Fungsional Non Peneliti 2001, Hal 156-163
40. Program Studi Teknik Industri UII. Materi/ Bahan Praktikum Modul II
Anova. Fakultas Teknologi Industrri Universitas Islam Indonesia; 2013.
Tidak diterbitkan
41. Kim Y, Choi Y, dan Park T. Hepatoprotective Effect of Oleuropein in Mice:
Mechanisms Uncovered by Gene Expression Profilling. Biotechnology
Journal. 2010, 5, 950-960
42. Fayadh Hasan A, Saeed Mohamed-Saiel A. Hypoglycemic and antioxidant
effect of oleuropein in alloxan-diabetic rabbits. Life Sciences. Elsevier. Vol.
78 (12) 1371-1377. 2006
43. Taur J Dnyaneshwar, Patil Y Ravindra. Some medicinal plants with
antiasthmatic potential: a current status. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine 2011; 1(5): 413-418
44. Leonardis de Antonella, et al. Isolation of a Hydroxytrosol-Rich Extract
from Olive Leaves (Olea europaea L) and Evaluation of Its Antioxidant
Properties and Bioactivity. Eur Food Res Technol (2008) 226: 653-659
48
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Determinasi Tanaman Zaitun (Olea europaea L)
49
Lampiran 2
Dokumentasi Penelitian
Gambar 6.1 Aklimatisasi Hewan Coba
Gambar 6.2 Pemberian Ekstrak Daun Zaitun Oral
50
Gambar 6.8 Eter Gambar 6.7 Formalin
Gambar 6.3 Nebulisasi Hewan Coba
Gambar 6.6 Pelabelan Jaringan Hewan Coba
Gambar 6.4 Pembiusan Hewan Coba Gambar 6.5 Pengambilan Jaringan Hewan Coba
51
Gambar 6.7 Formalin
Lampiran 3
Analisis Data
Tabel 6.1 Uji Normalitas
Tabel 6.2 Uji Homogenitas
Tabel 6.3 Uji Oneway Anova
52
Lampiran 4. Perhitungan Sampel
10 ≤ E ≤ 20 E ≥ 10 dan E ≤ 20
E = N – B – T E = N – B - T
10 = (N – 1) – 0 – (5 – 1) 20 = (N – 1) – 0 (5 – 1)
10 = N – 5 20 = N - 5
N = 15 N = 25
Maka, 15 ≤ N ≤ 25
Maka jumlah sampel yang diperlukan setiap kelompok perlakuan adalah N/5 = 3 –
5 ekor mencit.
53
Lampiran 5
Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Zaitun
Berat mencit berkisar 30-45 mg, diambil nilai tengahnya yakni 40 mg.
Dosis 100 mg/kgBB (x)
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈
𝟏 𝒌𝒈 =
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒈 =
𝟏𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎 𝒈
𝟏𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎 𝒈 =
𝒙 𝒎𝒈
𝟒𝟎 𝒈
𝒙 =𝟒𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎
𝒙 = 𝟒 𝒎𝒈
Dosis 200 mg/kgBB (y)
𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒈
𝟏 𝒌𝒈 =
𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒈 =
𝟐𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎 𝒈
𝟐𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟎𝟎 𝒈 =
𝒙 𝒎𝒈
𝟒𝟎 𝒈
𝒙 =𝟖𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎
𝒙 = 𝟖 𝒎𝒈
54
Lampiran 6
Riwayat Penulis
Nama : Abdir Rohman Al-Hamdany
NIM : 1113103000084
Tempat Tanggal Lahir: Pasuruan, 02 Oktober 1997
Alamat : Jl. Tarumanegara No. 48C kav. 12, Ciputat Timur, Ciputat,
Tangerang Selatan
Riwayat Pendidikan:
TK : RA Masyitoh 1 Pandaan Pasuruan Jawa Timur
SD : SD Ma’arif Inovatif Jogosari Pandaan
SMP : MTs. Unggulan Amanatul Ummah Program Akselerasi,
Pacet Mojokerto
SMA : MA. Unggulan Amanatul Ummah Program Akselerasi,
Pacet Mojokerto
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta