efek pemberian ekstrak daun zaitun (olea europaea...
TRANSCRIPT
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN ZAITUN (Olea
europaea L.) PADA GINJAL MENCIT BALB/c DALAM
PENGOBATAN ASMA
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari
NIM : 1113103000078
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 11 Oktober 2016
Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari
Materai
6000
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
EFEK EKSTRAK DAUN ZAITUN (Olea europaea L.) PADA GINJAL
MENCIT BALB/c DALAM PENGOBATAN ASMA
Laporan Penenelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari
NIM: 1113103000078
Pembimbing I
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D
NIP. 19710228 200801 2 014
Pembimbing II
Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed.
NIP. 19711009 200501 2 005
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan penelitian berjudul EFEK EKSTRAK DAUN ZAITUN (Olea
europaea L.) PADA GINJAL MENCIT BALB/c DALAM PENGOBATAN
ASMA yang diajukan oleh Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari (NIM
1113103000078) telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada . Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 11 Oktober 2016
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D
NIP. 19710228 200801 2 014
Pembimbing I
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D
NIP. 19710228 200801 2 014
Pembimbing II
Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed.
NIP. 19711009 200501 2 005
Penguji I
dr. Alyya Siddiqa, Sp.FK
NIP. 19750803 200912 2 005
Penguji II
dr. Mery Nitalia, Sp.PK
NIP. 19781230 200604 2 001
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes
NIP. 19650808 198803 1 002
Kaprodi PSKPD
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP. 19780507 200501 1 005
v
KATA PENGANTAR
يممن الرحبسم اهلل الرح
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan kasih sayang-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan umatnya.
Alhamdulillahi rabbil alamin saya mendapatkan banyak bimbingan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Arif Sumatri, S.K.M,M.Kes selaku dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Kedoteran
dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berserta seluruh
staf pengajar yang telah memberikan banyak ilmu kepada saya selama
menjalani pendidikan di Progam Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D dan Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed
selaku pembimbing I dan Pembimbing II saya yang selalu memberikan
masukan dan arahan kepada saya dalam penelitian ini ditengah-tengah
kesibukannya.
4. Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ laboratorium Animal
house yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini
khususnya dalam perlakuan hewan coba.
5. Kedua orang tua saya M. Mahfud, S.Ag dan Khusnul Khotimah, S.Ag
yang selalu memberikan nasihat, doa, dorongan dan kasih sayangnya
sepanjang hidup saya. Juga kepada seluruh keluarga besar saya yang selalu
memberikan semangat dan mendorong saya untuk selalu bersemangat
menempuh pendidikan dokter.
vi
6. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab (PJ) modul riset
PSKPD 2013, drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ Laboratorium
Riset, Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ Animal house, dr.
Alyya Siddiqa, Sp.FK selaku PJ Laboratorium Farmakologi, dan Ibu Rr.
Ayu Fitri Hapsari, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Histologi yang
telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium pada penelitian ini.
7. Teman- teman satu kelompok riset saya terutama Abdir Rahman Al-
Hamdani, Aris Adi Purnomo, Rahmei Sofia, Nihayatul Kamila dan
Latifatul Bariyah yang telah memberikan dukungan dan masukan dalam
pengerjaan skripsi ini.
8. Semua mahasiswa PSKPD 2013 dan semua teman serta sahabat.
9. Mbak Din selaku laboran Histologi, Pak Rahmadi selaku laboran
Farmakologi yang telah membantu kami dalam penggunaan laboratorium.
10. Dani, Daus, Wiwid teman Kesehatan Masyarakat yang turut memberi
penjelasan dalam pengolahan data.
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian ini
Saya menyadari dalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan agar laporan penelitian ini menjadi lebih baik.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan banyak
manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 11 Oktober 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari. Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter. Efek Ekstrak Daun Zaitun (Olea europaea L.) Terhadap Ginjal
Mencit Balb/c dalam Pengobatan Asma. 2016
Zaitun (Olea europaea L.) adalah tanaman tradisional yang berasal dari
Mediterania. Tanaman ini telah digunakan sebagai obat herbal. Namun informasi
dari efek zaitun masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
ekstrak daun zaitun pada ginjal mencit Balb/c dalam pengobatan asma. Hasil
penelitian menunjukkan penurunan bermakna pada area perdarahan dan atrofi
glomerulus dengan dosis 100 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pada ekstrak daun zaitun dosis 200 mg/kgBB menunjukkan peningkatan
bermakna area perdarahan dan atrofi glomerulus. Simpulan, ekstrak daun zaitun
dosis 100 mg/kgBB tidak merusak ginjal..
Kata kunci : daun zaitun, perdarahan ginjal, atrofi glomerulus,
ABSTRACT
Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari. Medical Study and Doctor Profession. The
Effect of Olive Leaf Extract (Olea europaea L.) on Kidney of Balb/c Mice in
Asthma Treatment. 2016
Olive (Olea europaea L.) is a traditional plant from Mediterranean. This
plant have been used for herbal medicine. But the information of olive effect is
not eneough. This study purposed to investigate the effect of olive leaves extract
on kidney of Balb/c mice. The results have decreased of bleeding area and
glomerular atrophy by dose 100 mg/kgBB comparing with control. Olive leaf
extract at dose 200 mg/kgBB has increased bleeding area and glomerular atrophy.
Conclusion, the olive leaf extract at dose 100 mg/kgBB is not damaged on kidney.
Key word : Olive leaf, kidney bleeding, glomerular atrophy,
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. I
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... III
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................... IV
KATA PENGANTAR ........................................................................................... V
ABSTRAK ......................................................................................................... VII
DAFTAR ISI ..................................................................................................... VIII
DAFTAR TABEL ............................................................................................... XI
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. XI
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... XI
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... XII
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. XIII
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
1.4.1. Penelitian .............................................................................................. 2
1.4.2. Pendidikan ............................................................................................ 2
1.4.3. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan .................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1. LANDASAN TEORI ..................................................................................... 4
2.1.1. Penggunaan Obat Herbal ...................................................................... 4
2.1.2. Zaitun .................................................................................................... 7
2.1.2.1. Morfologi Zaitun ............................................................................ 7
ix
2.1.2.2. Zaitun dalam Kebudayaan .............................................................. 8
2.1.2.3. Kandungan dan Manfaat Zaitun .................................................... 9
2.1.2.4. Farmakokinetik Zaitun ................................................................. 12
2.1.3. Ginjal .................................................................................................. 12
2.1.3.1. Anatomi Ginjal ............................................................................. 12
2.1.3.2. Fisiologi Ginjal............................................................................. 13
2.1.3.3. Histologi Ginjal ............................................................................ 15
2.1.3.4. Kerusakan Ginjal Akibat Obat ..................................................... 16
2.1.4. Sensitisasi Ovalbumin ........................................................................ 18
2.1.5. Nebulisasi ........................................................................................... 19
2.1.6. Asma ................................................................................................... 21
2.1.6.1. Patogenesis Asma ......................................................................... 21
2.1.6.2. Asma dan Zaitun .......................................................................... 22
2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 23
2.3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 24
2.3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 24
2.4. Definisi Operasional .................................................................................. 25
3.1. Desain Penelitian ....................................................................................... 26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 26
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................................. 26
3.3.1. Populasi ............................................................................................... 26
3.3.2. Sampel ................................................................................................ 26
3.2.3. Kriteria Inklusi .................................................................................... 27
3.2.4. Kriteria Eksklusi ................................................................................. 27
3.4. Cara Kerja Penelitian ................................................................................. 27
3.4.1. Alat penelitian ..................................................................................... 27
3.4.2. Bahan Penelitian ................................................................................. 28
3.4.3. Adaptasi Hewan Sampel .................................................................... 28
x
3.4.4. Pembuatan Ekstrak ............................................................................. 28
3.4.5. Pemberian Ekstrak .............................................................................. 28
3.4.6. Nebulisasi ........................................................................................... 29
3.4.7. Nekropsi dan Pengambilan Organ Ginjal ........................................... 29
3.4.8. Fiksasi ................................................................................................. 30
3.4.9. Dehidrasi ............................................................................................. 30
3.4.10. Clearing ............................................................................................. 30
3.4.11. Embedding ........................................................................................ 30
3.4.12. Blocking ............................................................................................ 31
3.4.13. Pemotongan Jaringan ........................................................................ 31
3.4.14. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin ........................................... 31
3.4.15. Pengamatan Jaringan ........................................................................ 32
3.4.16. Perhitungan Gambaran Histopatologi ............................................... 33
3.5. AlurPenelitian ............................................................................................ 34
3.6. Pengolahan Data ........................................................................................ 35
4.1. Area Perdarahan ........................................................................................ 36
4.2. Atrofi Glomerulus ..................................................................................... 39
4.3. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 42
BAB V ................................................................................................................... 43
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 43
5.1. Simpulan .................................................................................................... 43
5.2. Saran ........................................................................................................... 43
BAB VI ................................................................................................................. 44
KERJA SAMA PENELITIAN .......................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian tanaman herbal pada manusia ............................................... 4
Tabel 2. 2. Ekstrak tanaman herbal dan efek samping. ........................................... 6
Tabel 2. 3. Tanaman herbal dan interaksi obat. ...................................................... 6
Tabel 2.2. Kandungan oleuropein pada zaitun...................................................... 10
Tabel 2.3. Efek ekstrak daun zaitun ...................................................................... 11
Tabel 3.1. Perlakuan tiap mencit ........................................................................... 27
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Persentase area perdarahan ................................................................. 37
Grafik 4.2. Persentase atrofi glomerulus .............................................................. 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Buah dan daun Zaitun. ....................................................................... 8
Gambar 2.2. Anatomi Ginjal. ................................................................................ 13
Gambar 2.3. Nefron............................................................................................... 14
Gambar 2.4. Potongan ginjal cross sectional. ....................................................... 15
Gambar 2.5. Sediaan histopatologi ginjal ............................................................. 18
Gambar 2.6. Mekanisme Kerja Nebulizer............................................................. 20
Gambar 2.7. Patofisiologi Asma. .......................................................................... 21
Gambar 4.1. Gambaran mikroskopik perdarahan ginjal ....................................... 36
Gambar 4.2. Gambaran mikroskopik atrofi glomerulus ....................................... 39
Gambar 6. 1. Proses pemberian ekstrak ................................................................ 58
Gambar 6. 2. Adaptasi sampel penelitian.............................................................. 58
Gambar 6. 3. Nebulisasi ........................................................................................ 58
Gambar 6. 4. Bilik nebulisasi yang telah dimodifikasi ......................................... 58
Gambar 6. 5. Anastesi mencit dengan eter ............................................................ 58
Gambar 6. 6. Nekropsi .......................................................................................... 58
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ............................................................................................................ 51
Lampiran 2 ............................................................................................................ 52
Lampiran 3 ............................................................................................................ 53
Lampiran 4 ............................................................................................................ 54
Lampiran 5 ............................................................................................................ 58
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ACEi : Angiotensin Corventing Enzim Inhibitor
ALT : Alanine Aminotransferase
APC : Antigen Presenting Cell
ARB : Angiotensin Receptor Blockers
AST : Aspartate Aminotransferase
Balitro : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
BUN : Blood Urea Nitrogen
CXCL1 : Chemokine Ligand 1
ERS : Europaean Respiratory Society
FDA : Food Drugs Administration
FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
GSH : Glutation
ISOM : Inner Stripe of the Outer Medulla
KIM-1 : Kidney Injury Molecule-1
LDL : Low-Density Lipoprotein
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
mg/kgBB : miligram per kilogram berat badan
NSAID : Non-Steroidal Antiinflammatory Drugs
OLE : Olive Leaf Extract
OSOM : Outer Stripe of the Outer Medulla
Ova : Ovalbumin
PBS : Phosphatte-buffered Saline
PSKPD : Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter
SOD : Superoxide Dismutase
SRAA : Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
TGF-β : (Transforming Growth Factor)
UIN : Universitas Islam Negeri
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman herbal adalah sediaan atau bahan baku yang berasal dari tumbuhan
dengan atau tanpa proses pengolahan yang sudah digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan.1
Sediaannya bisa dikonsumsi langsung atau melalui proses
pengolahan seperti ekstraksi, fraksinasi, purifikasi atau proses fisika lainnya.2
Tanaman herbal telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara
maju. Menurut WHO, hingga 70 % dari penduduk dunia telah menggunakan
terapi obat herbal.3 Di Indonesia penggunaan herbal telah dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu ; jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.4
Zaitun (Olea europaea
L.) merupakan tanaman herbal yang sudah terdaftar dalam Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) dan salah satu manfaatnya adalah untuk mengatasi
penyakit asma.5
Di awal penggunaannya, keamanan merupakan hal penting yang perlu
dipertimbangkan selain dari keefektifan. Philomena (2011) mengemukakan bahwa
penggunaan tanaman herbal sebagai pengobatan akan sukar untuk menentukan
keefektifan dan efek sampingnya karena mengandung lebih dari 400 bahan aktif.6
Terlebih penggunaan yang tidak tepat meliputi dosis, sediaan dan durasi dalam
pengobatan herbal terkadang sulit untuk ditentukan.
Dewasa kini, penelitian tentang obat herbal terutama zaitun telah banyak
dilakukan. Senyawa golongan secoiridoid yakni oleuropein dan golongan fenol
yakni hidroksitirosol merupakan senyawa paling stabil dan zat aktif terpenting
dalam ekstrak daun zaitun.7 Penelitian Fabio (2014) menyatakan bahwa
hidroksitirosol dan oleuropein dapat menghambat degranulasi sel mast.8 Ju-Hyun
(2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa oleuropein dapat menghambat
IL-4 pada proses inflamasi di bronkial pada asma.9
Meskipun demikian bukannya
zaitun nihil dari efek yang tidak diinginkan. Penelitian Omer (2012) melaporkan
bahwa penggunaan ekstrak daun zaitun dengan konsentrasi tinggi yakni 0,9%
dapat memberikan efek samping yang bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. 10
2
Secara farmakologi, pemberian suatu obat akan melewati proses absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Proses ini dikenal dengan istilah
farmakokinetik.11
Dalam penelitian ini akan fokus melihat pada organ ginjal yang
merupakan organ untuk ekskresi semua jenis obat termasuk ekstrak daun zaitun
dengan variasi dosis 100 mg/kgbb dan 200 mg/kgbb pada mencit Balb/c dalam
terapi asma. Ekstrak daun zaitun yang digunakan merupakan tanaman zaitun yang
ditumbuhkan di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai referensi
dikemudian hari.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pengobatan asma dengan ekstrak daun zaitun pada ginjal mencit Balb/c?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui efek ekstrak daun zaitun tehadap ginjal mencit BALB/c dalam
pengobatan asma dengan melihat gambaran histopatologi.
2. Mengetahui dosis ekstrak zaitun yang aman untuk digunakan.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk :
1.4.1. Penelitian
Informasi mengenai efek daun zaitun pada fungsi ginjal dapat digunakan
sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2. Pendidikan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan
meningkatkan pemahaman mengenai efek daun zaitun pada fungsi ginjal.
3
1.4.3. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan pada kesehatan bila
diketahui pengobatan dengan ekstrak daun zaitun memiliki efek samping yang
minimal melalui berbagai uji preklinik maupun uji klinik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Penggunaan Obat Herbal
Berbicara tentang pengobatan herbal, pembahasan ini merujuk pada
substansi historis dari suatu wilayah dan budayanya. Cina, Yunani, India, Jepang
merupakan negara yang memiliki nilai sejarah dalam perkembangan pengobatan
herbal.12
Masyarakat tradisional menggunakan untuk pengobatan diare, dispepsia,
dan penurun demam hanya dengan olahan sederhana dari rebusan suatu daun
zaitun.13
Seiring dengan perkembangan zaman, penelitian secara ilmiah sudah
banyak dilakukan demi meningkatkan keamanan dan kefektifan dalam
penggunaan. Berikut beberapa penelitian tanaman herbal,
Tabel 2.1. Penelitian tanaman herbal pada manusia
Bahan Hasil Penelitian Peneliti
Ekstrak kunyit
(Curcuma longa
Linn.)
Pada 240 orang prediabetes
hanya 16,4% menjadi tegak
diagnosis diabetes dalam tempo
9 bulan pengobatan.14
Somlak dkk (2012)
Ekstrak tomat
(Lycopersicon
esculentum)
Dosis 250 mg/kgbb ekstrak
tomat menurunkan tekanan
darah pada 54 pasien hipertensi
grade I.15
Esther dkk (2008)
Ekstrak daun sayur
artichoke, Cynara
scolimus
Dosis 1,8 g dapat menurunkan
kolestrol selama 45 hari pada
143 pasien
hiperkolesterolemia.16
Pittler dkk (2006)
Ekstrak daun pepaya,
Carica papaya
25 ml ekstrak daun pepaya
selama 5 hari memberikan
potensial lebih baik dalam
proses penyembuhan demam
dengue.17
Nisar dkk (2011)
Ekstrak buah
elderberry, Sambucus
nigra
Sirup ekstrak elderberry 15 ml
sebanyak 4 kali dalam 5 hari
meringankan gejala flu pada
pasien terinfeksi virus influenza
A dan influenza B.18
Zakay dkk (2004)
5
Kendati demikian, tanaman herbal masih mungkin memberikan efek yang
tidak diinginkan. Hal ini disebabkan karena pengobatan herbal masih
mengandung 400 senyawa kimia di dalamnya.6 Senyawa ini akan bekerja pada
seluruh bagian tubuh melebihi kapasitas dari suatu obat yang spesisifk.19
Untuk
membedakan masing-masing efek yang tidak diinginkan oleh tanaman herbal, ada
beberapa istilah yang digunakan dalam pembagiannya yakni ; efek samping, efek
sekunder, idiosinkrasi, dan reaksi alergi. Sebagian besar sama dengan reaksi obat
pada umumnya. 19
Efek samping adalah keadaan ketika efek terapi sudah tercapai namun
terdapat reaksi farmakologi dari obat yang menyebabkan kejadian yang tidak
diinginkan dan tidak dapat dihindari (unwanted and unavoidable). Contohnya
adalah muntah yang disebabkan penggunaan digoksin.19
Efek sekunder adalah
efek yang diberikan secara tidak langsung dari aksi primer obat. Contohnya
seperti defisiensi atau superinfeksi pada pada pasien pengguna antibiotik.19
Idiosinkrasi adalah reaksi abnormal terhadap obat yang biasanya akibat kelainan
genetik. Seperti pada penggunaan obat anti malaria (primaquin, pentaquin) yang
menyebabkan anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi G6PD.19
Reaksi alergi merupakan respon imunologis yang terjadi akibat reaksi
antigen-antibodi, ataupun dari sel limfosit. Reaksi ini membutuhkan pajanan awal
terhadap zat pencetusnya maupun senyawa kimia yang mirip dengannya.19
Secara
klasik Coombs and Gell membaginya menjadi 4 tipe reaksi hipersensitivitas, yang
manifestasi dan patogenesisnya berbeda-beda.20
6
Berikut adalah ringkasan dari beberapa efek samping dari pengobatan herbal
ekstrak herbal.22
Tabel 2. 2. Ekstrak tanaman herbal dan efek samping.22
Tanaman Efek samping
Ekinasea Asma, anafilaksis
Ginkgo Gangguan saluran pencernaan, pusing,
mual, muntah
Jahe Diare, insomnia, mual, perdarahan
pervaginam
Kava Jaundice, gangguan saluran pencernaan
Akar liquorice Hipokalemia, hipertensi, aritmia, edem
Saw palmetto Konstipasi, diare, pusing, hipertensi,
retensi urin
Selain berefek langsung terhadap tubuh, tanaman herbal juga dapat
berinteraksi dengan obat sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan.22
Tabel 2. 3. Tanaman herbal dan interaksi obat.22
Tanaman Obat Interaksi
Bawang Klorpropamid
Parasetamol
Warfarin
Hipoglikemia
Perubahan farmakokinetik
Peningkatan INR
Ginkgo Aspirin
Diuretik tiazid
Warfarin
Hifema spontan
Peningkatan tekanan darah
Perdarahan intraserebral
Jahe Pheneizine
Warfarin
Insomnia, pusing, manik
Penurunan INR
Kava Aplrazolam
Levodopa
Letargi, disorientasi
Peningkatan durasi obat
7
2.1.2. Zaitun
2.1.2.1. Morfologi Zaitun
Zaitun (Olea europaea L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari lembah
dataran Mediterania. Tanaman ini menyebar dari Eropa timur hingga Eropa
selatan dan terkadang sampai daerah Kauskasia. Secara geografis, zaitun dapat
tumbuh di daerah yang berada 30° - 45° di utara dan selatan garis ekuator dengan
suhu diatas 10°C . Dengan demikian, zaitun bisa ditanam di daerah Amerika,
Australia, dan Afrika selatan yang memiliki keadaan geografis yang sama.21
Taksonomi zaitun adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Astendae
Ordo : Schropulanae
Famili : Oleaceae
Subfamili : Oleideae
Genus : Olea
Spesies : Olea europaea L.
Variant : sylvertris
europaea21
Secara umum, zaitun merupakan tumbuhan hermaprodit yang berbunga di
musim semi dengan usia yang bisa mencapai 500 tahun dari fosil daun yang
ditemukan. Pada genus Olea telah teridentifikasi 25 spesies dengan 1 spesies
yang sering dijumpai yakni Olea europaea. Sementara variannya tergantung
daerah tumbuhnya dan yang bisa ditanam (var europaea) atau liar (var
sylvertris).21
Zaitun terkenal dengan berbagai macam manfaat yang bisa diperoleh,
buahnya bisa dikonsumsi langsung ataupun dibuat minyak, batangnya besar dan
kuat bisa digunakan sebagai furnitur dan dalam bidang kesehatan sudah banyak
penelitian tentang ekstrak buah maupun ekstrak daunnya.22
Dari semua variant
8
yang ada, Olea europaea var europaea saja yang merupakan varian dengan buah
yang bisa dikonsumsi dan termudah untuk ditumbuhkan, karena memiliki daya
adaptif yang tinggi.21
Variant europaea dapat memiliki ketinggian hingga 20 m dengan tinggi
pada umumnya 8-15 m. Varian ini memiliki bagian yang tediri dari akar, batang,
daun dan buah yang khas, membuatnya mudah untuk dibedakan dengan varian
zaitun lainnya. Akar dari zaitun varian europaea tersebar dangkal di tanah, hanya
0,9-1,2 m dari permukaan.22
Sementara batangnya tumbuh melebar dengan
ranting yang bertingkat seperti anak tangga.23
Varian ini butuh waktu 2-3 tahun
hingga menghasilkan buah yang dapat dimanfaatkan. Awalnya buah berwarna
hijau yang tumbuh di ujung ranting dengan jumlah 15-30 bakal buah berwarna
hijau dan jika matang akan berwarna ungu kehitaman yang menandakan siap
untuk dipanen. Ukuran dari buah zaitun sekitar 2-2,5 cm dengan biji di dalamnya.
Sementara daunnya berwarna hijau mengkilat yang keras dan tebal dengan ukuran
7-8 cm dan tersusun berlawanan di setiap sisi ranting.21
Gambar 2.1. Buah dan daun Zaitun.21
Sumber : Adriana, (2012)
2.1.2.2. Zaitun dalam Kebudayaan
Nama Olea diambil dari naskah Yunani kuno yang ditemukan 1300 tahun
SM. Mitologi Yunani percaya bahwa zaitun disebarkan oleh dewi Athena setelah
mengalahkan Poseidon dalam melindungi kotanya.23
Hal ini membuat zaitun
memiliki ikatan historis yang kuat dengan penduduk Mediterania sejak dahulu
hingga sekarang, terutama bagi masyarakat Yunani. Pada zaman dahulu mereka
9
memperingati setiap tahunnya dengan Skirophorion, yakni sebuah perayaan yang
dipersembahkan untuk Athena sebagai tanda syukur dengan harapan panen untuk
periode selanjutnya memperoleh hasil memuaskan. Skirophorion dilakukan di
antara bulan Mei dan Juni yang merupakan awal mekarnya dari bakal buah pohon
zaitun.24
Sementara di kehidupan modern, zaitun tetap menjadi perhatian bagi
masyarakat. Dalam segi ekonomi mulai dibentuk pengawasan terhadap
perkebunan zaitun oleh Uni Eropa. Data tahun 2003 menunjukkan 5,2 juta hektar
lahan perkebunan dengan persebaran terbesar di Italia, Yunani, dan Spanyol.25
Dalam penerapannya dibagi menjadi tiga tipe perkebunan yang masih sering
digunakan oleh masyarakat, yakni intensif, semi-intensif, dan tradisional. Intensif
menggunakan irigasi dengan mesin dan biasanya untuk tanaman baru. Semi-
intensif yakni pengawasan pada tanaman yang terletak di bukit dan kontrol
terhadap panennya masih bisa dikendalikan. Dan tradisional adalah model yang
digunakan pada tanaman yang terletak di tanah pinggiran dan tidak ada kontrol
terhadap hasil panen.26
Dalam segi kesenian, karangan daun zaitun digunakan sebagai mahkota
yang dikenakan kepada pemenang medali emas Olimpiade.27
Dan pada Olimpiade
2004 menggunakan daun zaitun sebagai lambang dari kompetisi ini.27
Disisi lain
PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) menggunakan daun zaitun sebagain bagian dari
lambangnya yang menunjukkan kedamaian dan keamanan.28
Sementara dalam Islam, zaitun disebutkan dalam beberapa ayat Al-Quran
(QS:6;99 dan QS16;11) telah di jelaskan bahwa zaitun adalah tumbuhan yang
diciptakan oleh Allah untuk umat manusia agar mereka mencari tanda kekuasaan-
Nya.29
Yang salah satunya adalah dapat digunakan sebagai pilihan tanaman
herbal.
2.1.2.3. Kandungan dan Manfaat Zaitun
Zaitun mulai digunakan sebagai tanaman obat sejak abad ke 3 sebelum
masehi oleh penduduk mediterania.30
Dewasa kini sudah banyak penelitian yang
dilakukan mulai dari buah, daun, dan kandungan lainnya yang berfek terhadap
10
kesehatan . Senyawa pada zaitun dapat dibagi menjadi tiga golongan: yakni fenol,
secoiridoid, dan lignan. Senyawa fenol meliputi hidroksitirosol dan tirosol.
Seiring dengan tumbuhnya zaitun, senyawa fenol akan terglikosilasi untuk
membentuk senyawa secoiridoid. Golongan secoiridoid yang terdapat pada zaitun
adalah oleuropein.7 Senyawa yang sering digunakan dan diketahui memilik efek
terpenting dalam zaitun adalah senyawa oleuropein.31
Oleuropein adalah senyawa golongan secoiridoid dengan jumlah terbanyak
yang terdapat pada ekstrak daun zaitun. Senyawa ini memberikan rasa pahit dan
aroma yang khas dari minyak zaitun.32
Selama perkembangan buahnya,
oleuropein akan berkurang dengan bertambah matang. Kandungan terbanyak
didaptkan saat buah masih muda berwarna hijau yang kadarnya bisa mencapai
14% dari berat kering.31
Kandungan oleuropein dalam zaitun tercantum dalam
tabel 2.2.
Tabel 2.4. Kandungan oleuropein pada zaitun.30
Sumber Kandungan Oleuropein
Daun zaitun 34-38,1 mg/g (BS)
2,1-24,8 mg/g (BK)
Ranting zaitun 11-14g/kg (BK)
Akar zaitun 1,9-6 g/kg (BK)
Bunga zaitun 15,3-20,9 mg/g (BS)
Kuncup zaitun 15,7-58.4 mg/g (BS)
Buah zaitun 13,6-50,8 mg/g (BS)
0,6-1,1 mg/g (BK)
Minyak zaitun murn 2-11,2 mg/kg (BK)
Gilingan zaitun 6,6 mg/g (BK)
Keterangan: BK = Berat Kering, BS = Berat Segar
Selain Oleuropein terdapat senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak
daun zaitun. Yakni hidroksitirosol, dan tirosol.33
Penelitian yang dilakukan Ehsen
(2011) membuktikan bahwa ekstrak daun zaitun yang diperkaya dengan
hidroksikortisol menghambat proses inflamasi pada tikus yang diinduksi
carageenan.34
Selain itu masih ada beberapa penelitian lain yang mempelajari
efek dari ekstrak daun zaitun beserta manfaatnya, berikut ringkasannya :
11
Tabel 2.5. Efek ekstrak daun zaitun
Efek Zaitun Hasil Penelitian Peneliti
Anti-Inflamasi Ekstrak metanol daun zaitun dosis
50,100 dan 200 mg/kgbb menurunkan
volume edema pada tikus yang
diinduksi carrageenan.34
Ehsen dkk
(2011)
Analgesik Ekstrak metanol daun zaitun dosis
50,100 dan 200 mg/kgbb menurunkan
respon kesakitan dalam 30 menit pada
tikus yang diinduksi carrageenan.35
Mahjoub dkk
(2011)
Antioksidan Ekstrak daun zaitun menurunkan
radikal bebas pada tikus yang diinduksi
oleh sitokin.36
EMA (2009)
Antiviral Ekstrak daun zaitun memberikan efek
antivirus dengan berinteraksi pada
lapisan fosfolipid bilayer virus.37
Khan dkk (2007)
Antihipertensi Ekstrak daun zaitun dosis 500 mg
2x/hari selama 8 minggu memberikan
efek yang sama dengan kaptopril 25 mg
terhadap pasien hipertensi stadium 1.38
Endang dkk
(2011)
Antimikroba Air hangat rebusan ekstrak daun zaitun
dengan konsentrasi 62,5 mg/ml dapat
melawan Syaphylococcus aureus,
Aspergillus niger dan Escherichia
coli.39
Perez, Anesini
(1994)
Hipolipidemik Ekstrak daun zaitun menurunkan kadar
LDL dalam darah mencit.40
Jemai dkk
(2008)
Hipoglikemik Ekstrak daun zaitun dosis 500 mg/kgbb
menurunkan gula darah pada tikus
diabetes yang diinduksi alloksan.38
EMA (2009)
Nefroprotektif Ekstrak daun zaitun dosis 20,40,60,80
mg/kgbb yang diberikan pada tikus
yang diinduksi gentamisin sulfat.41
Ekstrak daun zaitun dosis 50 mg/kg
menrunkan serum kreatinin, BUN dan
malondialdehid pada ikus yang
diinduksi iskemia selama 45 menit.42
Hanaa dkk
(2016)
Rafighdoost dkk
(2013)
Hepatoprotektif Oleuropein dengan dosis 15 mg/kg bb
yang didaptkan dari minyak zaitun
menurukan ALT dan AST pada hepar
tikus yang diinduksi etanol.43
Alirezai dkk
(2012)
Neuroprotektif Ekstrak buah zaitun dengan komsentrasi
200μg/ml memperbaiki efek inflamasi
di sel mikroglia.44
Kim dkk (2013)
12
Kendati memiliki manfaat yang cukup banyak, penelitian Omer (2012)
menunjukkan bahwa zaitun memiliki efek samping dengan meningkatkan area
perdarahan pada ginjal dan perlemakan hepar (fatty liver). Pada penelitian tersebut
digunakan ekstrak daun zaitun dengan konsentrasi yang tinggi yakni 0,9%
sehingga justru menimbulkan inflamasi pada tubulus ginjal.10
Selebihnya masih
belum ada publikasi yang berkaitan dengan efek samping ekstrak daun dengan
ginjal.
2.1.2.4. Farmakokinetik Zaitun
Ekstrak daun zaitun dengan kandungan oleuropein terbanyak akan
mengalami perubahan melalui serangkaian proses dalam tubuh. Ketika awal
masuk, oleuropein akan diabsorbsi cepat terutama dalam usus halus dan mencapai
kadar maksimum dalam darah dua jam setelah absorbsi.31
Saat fase I metabolisme
di hepar sebagian besar oleuropein akan mengalami hidrolisis dan terbentuk
hidroksitirosol. Kemudiaan saat fase II di hepar akan terjadi proses glukoronisasi
dan sulfasi. Sementara saat ekskresi di ginjal, tidak mengalami perubahan yang
terlalu banyak, kandungan terbanyak yang diekskresikan adalah dalam bentuk
hidroksitirosol yang sudah terglukoronisasi.45
2.1.3. Ginjal
2.1.3.1. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ retroperitonel yang memiliki bentuk seperti kacang
berwarna kemerahan. Pada ginjal mencit, ginjal kanan lebih terletak kranial
karena berdekatan dengan lobus kanan hepar dan ginjal kiri lebih kaudal.46
Ginjal
dilapisi oleh jaringan lemak yang mengelilinginya. Ginjal pada mencit jantan
relatif lebih besar daripada pada mencit betina.
Perbedaan ginjal mencit dengan manusia adalah pada ginjal mencit hanya
memiliki satu lobus dan satu papil yang dapat memanjang hingga ureter,
sedangakan manusia memiliki 7-9 papil. Perdarahan pada ginjal mencit lebih
kompleks dibandingkan dengan ginjal manusia. Karena pada arteri pars vasa rekta
bercampur dengan loop henle.47
13
Gambar 2.2. Anatomi Ginjal.47
Sumber : Treuting, (2012)
2.1.3.2. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah menjaga stabilitas volume ekstraseluler,
elektrolit dan osmolaritas dengan mengatur homeostasis cairan dalam tubuh
melalui ekskresi di urin. Selain itu ginjal juga berfungsi sebagai pengatur tekanan
darah, produksi sel darah merah, absorbsi dan metabolisme kalsium.47
Ekskresi urin pada ginjal menyesuaikan jumlah cairan yang ada, jika
volume ekstraseluler terlalu banyak air, atau elektrolit maka volume urin akan
besar. Sebaliknya, jika sedikit ginjal akan menghasilkan urin sedikit juga. Pada
mencit proses penyesuaian ini bergantung dengan unit fungsionalnya yang biasa
disebut nefron.48
Nefron terdiri dari komponen vaskular dan komponen tubular.
Komponen vaskular terdiri arteriol aferen, arteriol eferen, glomerulus dan kapiler
perirubuler. Sementara komponen tubular terdiri dari kapsula Bowman, tubulus
proksimal, loop Henle, tubulus distal, dan duktus kolektikus. Terdapat gabungan
dari kedua komponen ini yakni aparatus jukstaglomerular yang terbentuk oleh
pertemuan tubulus distal dengan sisi vaskular.48
Berdasarkan letaknya, nefron terbagi menjadi dua jenis, yakni nefron
kortikal dan nefrom jukstamedullar. Nefron kortikal berada di korteks sedangkan
14
nefron jukstamedullar terletetak dekat dengan medulla dan memiliki loop Henle
yang lebih panjang.48
Gambar 2.3. Nefron.47
Sumber : Treuting, (2012)
Pembentukan urin merupakan proses integrasi dan berkelanjutan dari
fungsi dari tiap-tiap komponen nefron. Proses ini diawali dengan filtrasi
glomerulus, absorbsi dan sekresi tubular.48
Yang membedakan dengan manusia
adalah pada mencit memiliki 14.000 nefron sedangkan manusia 1 juta nefron pada
tiap ginjalnya. Hal itu juga terlihat pada ukuran dari glomerulus yang relatif kecil
15
dengan diameter 73 μm jika dibandingkan dengan manusia 200 μm.Kendati
demikian, mencit memiliki kemampuan untuk lebih memekatkan urin dengan
adaptasi morfologi dikarenakan jumlah loop panjang lebih banyak dan vaskular
yang lebih kompleks.47
2.1.3.3. Histologi Ginjal
Sama seperti manusia, ginjal pada mencit dibagi menjadi dua bagian,
medula dan korteks. Namun ada pembagian lagi pada ntuk bagian medula masih
dibagi menjadi 3 bagian, outer stripe of outer medulla (OSOM), inner stripe of
outer medulla (ISOM) dan inner medulla.46
Gambar 2.4. Potongan ginjal cross sectional.46
Sumber : John
Setiap bagian memiliki ciri khas yang berbeda dalam sediaan histologi,
untuk tubulus kontortus proksimal akan tergambar lebih merah muda pada
lumennya karena memiliki banyak mikrovili dengan dasar epitel selapis kubus.
Untuk tubulus kontortus distal akan terlihat lebih jernih daripada tubulus
kontortus proksimal. Sementara untuk ansa henle terdapat dua segmen yakni tebal
dan tipis. Untuk ansa henle segmen tipis tersusun dari epitel selapis gepeng,
sementara segmen tebal tersusun dari epitel selapis kubus.46
16
2.1.3.4. Kerusakan Ginjal Akibat Obat
Ginjal merupakan organ yang berperang penting dalam eksresi obat dan
metabolitnya. Ekskresi obat pada ginjal meliputi tiga proses, filtrasi glomerular,
sekresi aktif tubular dan reabsorbsi pasif tubular.10
Jika suatu obat yang diberikan
memberikan kerusakan pada ginjal, maka obat itu disebut nefrotoksik. Jika
dibiarkan maka obat dan sisa metabolitnya akan menyebabkan gagal ginjal yang
bersifat akut ataupun kronik.50
Obat memberikan efek nefrotoksik melalui beberapa mekanisme, yakni
perubahan hemodinamik, toksisitas tubular, inflamasi, deposit kristal,
rhabdomiolisis, dan tombrosis mikroangiopati.51
Perubahan hemodinamik ditandai
dengan vasokonstriksi dari arteriol eferen, sehingga menurunkan LFG. Dengan
menurunnya LFG akan menimbulkan kerusakan secara bertahap terhadap ginjal.
Contoh obat yang menyebabkan kerusakan dengan proses ini adalah golongan
NSAID, ACE-Inhibitor, ARB, dan inhibitor kalsineurin.51
Toksisitas tubular paling sering mengenai tubulus proksimal karena peran
dari tubulus proksimal dalam reabsorbsi dan mengkonsentrasikan langsung
setelah dari glomerulus. Hal ini menyebabkan tubulus proksimal mendapatkan
pajanan sirkulasi toksin yang cukup tinggi. Toksin tersebut bekerja dengan
menganggu fungsi mitokondria, fungsi transport tubular serta meningkatkan
jumlah radikal bebas. Contoh obatnya adalah amfoterisin-B, adenovir, tenofovir.52
Inflamasi dapat mengenai hampir semua bagian pada giinjal,
glomerulonefritis misalnya terjadi akibat mekanisme imun dan ditandai dengan
proteinuria akibat penggunaan obat seperti hidralazin dan interferon-alfa.53
Mekanisme lain adalah nefritis interstisial akibat reaksi alergi sehingga antigen
terdeposit di interstisial dan menyebaban reaksi hipersensitivitas, contohnya
adalah penggunaan obat allopurinol, omeprazole dan antibiotik golongan beta
laktam.54
Deposit kristal biasanya terjadi di tubulus distal. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya kristal adalah pH dari urin dan konsentrasi obat.
Contoh obat ynag menyebabkan kerusakan seperti ini adalah ampisilin,
17
siprofloksasin dan acyclovir.54
Selain itu obat kemoterapi memiliki mekanisme
yang sama namun secara tidak langsung. yakni diawali dengan tumor lisis
sindrom yang menghasilkan deposit kristal asam urat dan kalsium fosfat yang
tinggi.55
Rhabdomiolisis dan trombosis mikroangiopati menyebabkan toksisitas
pada ginjal dengan kerusakan skunder. Rhabdomiolisis adalah pecahnya miosit
otot skelet yang menghasilkan mioglobin. Mioglobin menyebabkan obstruksi
tubular dan perubahan LFG.56
Sementara trombosis mikroangiopati adanya
trombus platelet di sirkulasi mikro ginjal. Sehingga menyebabkan reaksi imun
atau toksisitas langsung pada endotel.57
Untuk melihat derajat kerusakan pada ginjal dapat dinilai melalui
komponen darah ataupun gambaran histopatologi. FDA membaginya dalam
beberapa kriteria kerusakan histopatologi yakni ; perubahan sel tubular, nekrosis /
infark, dilatasi tubular, dilatasi pelvis, silinder intraubular, inflamasi, fibrosis,
perubahan glomerular, edema, perubahan vaskular.58
18
Berikut beberapa gambaran sediaan kerusakan ginjal akibat obat
Gambar 2.5. Sediaan histopatologi ginjal
2.1.4. Sensitisasi Ovalbumin
Dalam ilmu imunologi, sensitisasi adalah metode perangsangan
reaksi hipersensitivitas yang dapat dikembangkan dengan pemaparan berulang
terhadap antigen. Seiring dengan perjalanan waktu, meskipun dengan konsentrasi
rendah dapat memberikan reaksi yang berat.63
a
Keterangan
Gambar a : Ginjal Normal46
Gambar b : Dilatasi Tubular59
Gambar c : Perdarahan Ginjal10
Gambar d : Silinder Protein60
Gambar e : Atrofi Glomerulus62
b
c d
e
19
Ada banyak senyawa kimia yang dapat menimbulkan efek asma, salah
satunya adalah Ovalbumin. Ovalbumin adalah protein yang ditemukan pada putih
telur yang jumlahnya sekitar 65% dari total protein. Dalam laporannya, asma
terjadi 5-26% akibat terhirupnya produk olahan telur di rumah.64
Sementara dalam
penelitian pada hewan coba, ovalbumin merupakan cara klasik untuk menginduksi
asma pada mencit.65
Keuntungan lainnya, ovalbumin dapat digunakan sebagai
studi akut ataupun kronik, tergantung dari tujuan penelitian dan hasil yang
diinginkan.66
Pada penelitain yang bersifat akut, sering digunakan adjuvant untuk
mendapatkan penyebaran yang sistemik dari alergen. Yakni alumunium
hidroksida (alum) yang dapat meningkatkan perkembangan dari sel T helper 2.
Dengan demikian reaksi hipersensitivitas yang ditimbulkan oleh alergen akan
semakin besar.67
Chang (2005) melakukan penelitian untuk mendapatkan
sensitisasi yang bersifat akut dengan cepat dan baik yakni dengan metode injeksi
Ovalbumin+alum di hari 1 dan 14 kemudian dilanjutkan dengan nebulisasi
Ovalbumin di hari 28-30.68
Namun, ovalbumin tidak hanya menyebabkan asma, penelitian terkini oleh
Geun (2016) menunjukkan bahawa ovalbumin dapat menginduksi terjadinya
kerusakan pada ginjal (nefrotoksik) dengan adanya peningkatan KIM-1 (Kidney
Injury Molecule-1) yang merupakan prediktor awal dari gagal ginjal akut.69
2.1.5. Nebulisasi
Nebulisasi adalah proses pemberian obat melalui bentuk aerosol. Alat yang
digunakan disebut nebulizer. Alat ini bekerja mengubah larutan obat ke dalam
bentuk doplet aerosol yang berukuran 1-5 μm. 70
Terdapat dua jenis alat nebulizer,
yakni pneumatic nebulizer dan ultrasonic nebulizer. Secara psikokimia, obat yang
akan digunakan untuk nebulisasi berupa dua kategori. Yakni kategori larutan dan
suspensi. Larutan berupa obat terlarut dalam cairan lain seperti air ataupun salin.
Sementera suspensi adalah obat yang tidak dapat larut dalam cairan dan berbentuk
partikel kecil yang melayang dalam cairan.71
20
Dalam melakukan nebulisasi terdapat tiga faktor yang menunetukan
tempat deposit dari doplet yang akan masuk ke dalam saluran pernafasan. Faktor
tersebut adalah ukuran droplet, pola inhalasi dan keadaan paru. Secara mekanik
droplet akan masuk kedalam saluran pernafasan berdasarkan ukuran dari droplet.
Droplet besar akan menempati percabangan (bifurcatio) dari bronkus dan dopret
kecil lebih bisa untuk berdifusi lebih jauh hingga ke alveoli. Besar kecilnya suatu
droplet bergantung pada kecepatan aliran dan karakteristik cairan yang meliputi
massa jenis, viskositas dan tegangan permukaan.70
Namun tidak semua droplet
yang dihasilkan oleh nebulizer akan masuk ke dalam saluran nafas, hal ini
dipengaruhi oleh volume residual (dead volume) yang tersisa dalam alat nebulisasi
dan droplet aerosol yang keluar menuju lingkungan (aerosol wasted).71
Gambar 2.6. Mekanisme Kerja Nebulizer.71
Sumber : ERS, (2001)
Rekomendasi dari Europaean Respiratory Society (ERS) dalam
melakukan nebulisasi adalah menentukan laju dari output aerosol, total dosis
aerosol yang bisa dihasilkan oleh nebulizer dan volume minimal cairan yang
diperlukan agar nebulisasi efektif. Selain itu ERS juga memberikan kriteria
nebulisasi yang baik yakni pemberian yang cepat dan tepat, volume residual yang
minimum, aerosol wasted yang minimum, dan doplet aerosol yang tersebar sesuai
tempat yang dituju.71
21
2.1.6. Asma
Asma adalah sindrom yang ditunjukkan dengan obstruksi dari
saluran pernafasan yang terjadi dapat secara spontan ataupun dengan pencetusan.
Gejala asma meliputi sesak nafas, dispnea, batuk terutama malam atau dini hari
dan diikuti dengan suara wheezing saat ekspirasi. Asma merupakan penyakit yang
sangat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan.54
2.1.6.1. Patogenesis Asma
Asma terjadi diawali dengan inflamasi dan respon saluran nafas yang
berlebihan. Terdapat 2 jalur untuk terjadinya keadaan tersebut, jalur saraf otonom
melalui saraf parasimpatis dan jalur imunologis yang didominasi IgE.72
Pada jalur
imunologis masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen
Presenting Cell) untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunasikan
kepada sel T helper 2. Sel Th2 akan mengeluarkan interleukin atau sitokin agar sel
plasma membentuk IgE dan merangsang sel radang lain seperti eosinofil, neutrofil
dan limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi. Mediator inflamasi meliputi
histamin, prostaglandin, leukotrien, bradikinin, dan tromboksan akan
meningkatkan permeabilitas vaskular, edema saluran nafas, dan sekresi mukus
sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas.50,72
Gambar 2.7. Patofisiologi Asma.50
Sumber : Harrison’s (2012)
22
Proses inflamasi akut memberikan gejala berupa bronkokonstriksi yang
akan berlanjut menjadi proses inflamasi kronik dan berujung pada airway
remodeling. Proses ini membutuhkan waktu yang lama karena secara fisiologis
kerusakan jaringan akan diikuti dengan proses penyembuhan yang mengasilkan
perbaikan dan pergantian sel yang baru. Hasil akhir dari ini adalah jaringan skar.
Pada asma, kedua proses ini menyebabkan perubahan struktur baru yang disebut
dengan airway remodeling. Disisi lain sel T helper2 juga meningkatkan terjadinya
proses ini dengan mediatornya yakni IL-13 dan IL-4 yang dapat mengaktifkan
TGF-β (Transforming Growth Factor). TGF-β akan mendeferensiasikan fibroblas
menjadi miofibroblas yang kemudian akan mensekresi kolagen interstisial,
sehingga proses airway remodeling berjalan semakin cepat.73
2.1.6.2. Asma dan Zaitun
Penelitian tentang ekstrak daun zaitun pada asma oleh Ju-Hyun (2015)
menunjukkan bahwa ekstrak daun zaitun dapat menghambat terjadinya proses
asma. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa oleuropein dengan dosis ≤ 20
μg dapat menekan kerja dari IL-4 dan eotaxin-1 sehingga proses remodeling dari
saluran nafas dapat terhambat.9 Selain itu kandungan lain dari ekstrak daun zaitun
yang dapat menghambat asma adalah kaempferol. Senyawa ini adalah senyawa
golongan flavonoid yang mampu menghambat IL-8 sehingga proses inflamasi
pada bronkus yang berupa hiperplasia sel goblet, deposisi kolagen dan sekresi
mukus dapat diturunkan.74
23
Challenging Ag
(nebulisasi)
Penambahan
Alum
2.2. Kerangka Teori
Sensitisasi
Ovalbumin
Pembentukan IgG1
spesifik-OVA
Ditangkap sebagai
Ag oleh carrier
Aktivasi Sel
Th 2
IgG1 berinteraksi
dengan Ag
Produksi mediator
inflamasi
Mengandung
KIM-1
Menginduksi
Acute Renal
Failure
Keterangan
Mempengaruhi secara langsung
Mempengaruhi tidak langsung
Menghambat secara langsung
IL-4,
IL-13
Aktivasi sel
mast
Sekresi IgE
Asma
Merangsang
hiperesponsif
airway
Ginjal
Saluran nafas
Ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L)
Hydroksitirosol Oleuropein
Dosis terapetik Efek samping
IL-33 CXCL1 IL-17A
↑Permeabilitas
vaskular
Atrofi
glomerulus
Iskemia ginjal
Nekrosis
vaskular
Pendarahan
subcapsular
Infiltrasi
sel radang
Hasilkan enzim sitotoksik
(lisosom, protease)
24
2.3. Kerangka Konsep
Mencit Balb/c
Ovalbumin
Efek terapi
Atrofi
glomerulus
Ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L.)
Efek samping
Pemeriksaan histopatologi
dengan HE
Pendarahan
ginjal
Kerusakan
ginjal
Asma
25
2.4. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Pengukuran Alat Ukur Skala
Persentase
area
perdarahan
Luas area
yang
terdapat
perdarahan
pada ginjal
Pada lapang pandang
besar (400x) dihitung
luas area perdarahan
dibagi luas area total.
Area perdarahan adalah
luas area dari bagian
ginjal yang terlihat
kumpulan sel darah
merah secara
mikroskopik yang
terletak selain pada arteri
renalis
Corel
Photo-Paint
X7
Numerik
Persentase
atrofi
glomerulus
Jumlah
glomerulus
yang
mengalami
atrofi
Pada lapang pandang
kecil (100x) dihitung
jumlah glomerulus yang
atrofi dibagi jumlah
glomerulus
Atrofi glomerulus adalah
perubahan dari
glomerulus yang ditandai
dengan mengecilnya
kapiler glomerulus akibat
iskemia disertai dengan
melebarnya ruang
Bowman.
Corel
Photo-Paint
X7
Numerik
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental
laboratorium dengan melihat sediaan histopatologi dari organ ginjal mencit
BALB/c
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai bulan Juli 2016
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium riset,
laboratorium histologi dan laboratorium farmakologi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti no. 5 Pisangan,
Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Obyek penelitian yang digunakan adalah mencit BALB/c yang
sudah diverifikasi dan didatangkan dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor (IPB).
3.3.2. Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan membagi menjadi 5 kelompok.
Dengan jumlah sampel sebanyak 15 ekor mencit. Penentuan jumlah sampel
dengan rumus Mead75
diperoleh jumlah sampel 3 mencit setiap kelompok
perlakuan (lampiran).
27
Tabel 3.1. Perlakuan tiap mencit
NO NAMA KELOMPOK PERLAKUAN
1 K Kontrol PBS ip + PBS oral + PBS inhalasi
2 P1 Zaitun 100 mg +
OVA
OVA-Alum 50 μg/ml ip + Zaitun
100mg/kgBB oral + OVA inhalasi
3 P2 Zaitun 200 mg +
OVA
OVA-Alum 50 μg/ml ip + Zaitun
200mg/kgBB oral + OVA inhalasi
4 P3 Zaitun 100 mg Zaitun 50 mg/kgBB ip + Zaitun 100
mg/kgBB oral + Zaitun inhalasi
5 P4 Zaitun 200 mg Zaitun 50 mg/kgBB ip + Zaitun 200
mg/kgBB oral + Zaitun inhalasi
3.2.3. Kriteria Inklusi
1. Mencit jantan strain BALB/c
2. Mencit dalam kondisi sehat dan tidak ada kelainan anatomis
3.2.4. Kriteria Eksklusi
1. Mencit mati selama penelitian berlangsung
3.4. Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Alat penelitian
Alat-alat yang harus dipersiapkan pada penelitian ini meliputi, kandang
mencit, tempat makan dan minum, perlengkapan kebersihan (meliputi spatula
pembersih kandang, spons, tissue, sabun), neraca hewan, alat bedah minor, lampu
penerang untuk nekropsi, sonde, spuit 1 ml, tabung tampung darah, gelas ukur,
gunting, label, satu set alat nebulisasi (meliputi kandang kaca yang sudah
dimodifikasi, pipa dispossible), plastik penampung organ, freezer -80ºC.
28
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah ekstrak etanol 96% daun zaitun (Olea e
uropaea L) konsentrasi 0,2%.
3.4.3. Adaptasi Hewan Sampel
Sampel di adaptasikan di Animal house pada hari pertama sampai hari
ketujuh .Sampel diadaptasikan terhadap tempat tinggal barunya, pemberian
makanan maupun pemberian minuman.Perlakuan disamakan pada semua mencit.
Adaptasi cukup selama tujuh hari. Adaptasi ini bertujuan semua obyek
penelitian tidak dalam kondisi stress dan dalam kondisi yang sama saat dimulai
penelitian.
3.4.4. Pembuatan Ekstrak
Ekstrak daun zaitun dibuat di Balitro (Badan Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik) Bogor. Proses pembuatan ekstrak menggunakan etanol 96%. Pertama
kali daun zaitun di rendam dalam larutan etanol 96% dan didiamkan selama 4 jam
kemudian di keringkan. Proses ini diulang minimal 2 kali.76
Kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi pada ruangan vakum.
Distilasi adalah proses penyulingan untuk memisahkan bahan senyawa kimia
yang terkandung dalam zaitun. Distilasi dilakukan dengan menaikkan suhu
campuran daun zaitun dan etanol 96% hingga suhu maksimal 88°C dalam
keadaan vakum. Kemudian uap hasil penyulingan didinginkan kembali dan
digunakan sebagai bahan penelitian.76
3.4.5. Pemberian Ekstrak
Setelah mencit melewati masa adaptasi, kelompok p1 dan p2 diberikan
ekstrak daun zaitun (Olea eurapea L.) dengan dosis 100 mg/kgbb/hari. Sementara
kelompok p3 dan p4 diberikan ekstrak daun zaitun dengan dosis 200
mg/kgbb/hari. Pemberian dilakukan secara oral dengan menggunakan sonde
selama 7 hari (hari ke 23 s/d hari ke 32).
29
3.4.6. Nebulisasi
Selam mencit mendapatkan perlakuan sonde ekstrak zaitun, dalam tiga
hari terakhir dilakukan nebulisasi. Pada kelompok p1 dan p2 dinebulisasi dengan
ovalbumin. Dua hari pertama (hari ke 27-29) mencit dinebulisasi dengan
ovalbumin dengan konsentrasi 2% selama 20 menit. Hari terakhir (hari ke 29/30)
mencit dinebulisasi dengan ovalbumin 5% selama 30 menit. Tujuan dari
nebulisasi ini adalah untuk menigkatkan respon antigen.77
Sementara kelompok p3 dan p4 dinebulisasi dengan ekstrak daun zaitun
0,2% yang diencerkan. Dua hari pertama (hari ke 29-31) mencit dinebulisasi
ekstrak selama 20 menit. Hari terakhir (31/32) mencit dinebulisasi ekstrak selama
30 menit.
3.4.7. Nekropsi dan Pengambilan Organ Ginjal
Setelah dilakukan nebulisasi pada mencit selama 3 hari, mencit dipuasakan
selama 1 hari penuh untuk dilakukan nekropsi pada esok harinya. Hal ini
dilakukan agar organ mencit dalam keadaan bersih dan tidak terlalu banyak hasil
pencernaan makanan, sehingga akan menghasilkan potongan yang bersih dan
bagus.78
Sebelum dilakukan nekropsi, terlebih dahulu siapkan alat dan bahan yang
diperlukan. Ambil plastik yang sudah ditulis nama atau kode mencit dan organ.
Tuangkan formalin ke dalam plastik sekitar 20x volume jaringan sampel. Lalu
mencit dianastesi menggunakan ether 95%. Larutan ini ditaruh dalam kapas di
dalam toples kedap udara agar tidak cepat menguap. Tunggu hingga mencit hilang
kesadaran dengan cara memberikan rangsang nyeri pada telapak kaki mencit, bila
tidak memberi respon maka efek anastesi sudah bekerja.78
Proses pembedahan
dimulai dari pengambilan organ di torak yakni trakea dan paru kemudian
dilanjutkan pada organ di abdomen . Setelah itu pengambilan ginjal pada mencit
dan dipotong secara longtudinal.79
30
3.4.8. Fiksasi
Fikasi bertujuan untuk mempertahankan kondisi jaringan agar tidak
mengalami kerusakan atau tetap berada dalam kondisi awalnya dalam waktu yang
lama. Potongan organ direndam dalam cairan formalin dan disimpan pada suhu
4ºC.78
3.4.9. Dehidrasi
Tahap dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan cairan yang terdapat dalam
jaringan yang telah difiksasi. Yang nantinya akan diisi dengan parafin atau zat
lainnya. Dehidrasi dilakukan menggunakan alkohol yang diletakkan dalam sebuat
pot dengan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi sebanyak 6-10 kali. Hal ini
dilakukan secara berurutan dan didiamkan selama 20 menit pada setiap potnya.80
3.4.10. Clearing
Tahap clearing bertujuan untuk mebgeluarkan alkohol dari jaringan, karena
alkohol dan parafin tidak dapat menyatu sehingga larutan yang akan dimasukkan
ke dalam jaringan dapat berikatan dengan parafin. Bahan yang digunakan adalah
campuran toluol-alkohol dengan perbandingan 1: 1 dan tolul murni. Jaringan yang
sudah melalui tahap dehidrasi dimasukkan dalam campuran larutan toluol-alkohol
1:1 selama 25 menit , lalu dimasukkan ke dalam toluol murni selama 1 jam.80
3.4.11. Embedding
Tahap embedding bertujuan untuk mengeluarkan cairan dari tahap Clearing
dari jaringan dan diganti dengan parafin. Bahan yang digunakan adalah campuran
toluol-paraffin 1:1 dan paraffin cair.Toluol-paraffin 1:1 yang sudah disiapkan
dalam 5 wadah kaca di cairkan terlebih dahulu, lalu jaringan dimasukkan kedalam
toluol-paraffin 1:1 dan didiamkan semalaman.Keesokan harinya, wadah
dipanaskan kembali untuk mencairkan toluol-paraffin 1:1 yang berisi jaringan.
Paraffin cair dituang kedalam 4 wadah kaca yang diberi label I,II,III, dan IV untuk
menandakan urutan perlakuan. Jaringan kemudian dimasukkan kedalam paraffin
cair secara berurutan dari gelas I,II,III, hingga ke IV, masing-masing selama 15
31
menit. Perendaman kedalam paraffin cair harus dilakukan didalam inkubator
dengan suhu 62o C untuk menjaga paraffin tetap dalam keadaan cair.
80
3.4.12. Blocking
Tahap blocking dilakukan untuk membuat blok paraffin. Alat dan bahan
yang diperlukan adalah cetakan blok, embedding cassette, dan paraffin cair.
Paraffin cair dituangkan secukupnya kedalam cetakan. Jaringan direndam
kedalam paraffin cair di cetakan, lalu embedding cassette diletakkan diatasnya.
Tuang kembali paraffin cair untuk merekatkan, lalu biarkan pada suhu ruang
hingga blok membeku.80
3.4.13. Pemotongan Jaringan
Proses pemotongan jaringan dilakukan untuk memotong blok paraffin
sesuai ketebalan yang diinginkan dan dibuat preparat histologis. Alat dan bahan
yang diperlukan adalah mikrotom geser, paraffin water bath, aquadest, es batu,
kuas, dan kaca objek. Blok paraffin dipasangkan pada holder di mikrotom geser,
kemudian dipotong dengan ketebalan 6 μm. Hasil potongan jaringan pada paraffin
diambil dan direndam dalam paraffin water bath yang berisi aquadest dengan
suhu 40o
C, hingga jaringan terlihat meregang. Potongan tersebut diambil dengan
menggunakan kaca objek yang sebelumnya sudah dioleskan campuran albumin
dan gliserin yang didiamkan semalaman.Setelah itu, kaca objek diletakkan di tepi
paraffin water bath hingga kering dan jaringan melekat kuat di kaca objek.80
3.4.14. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin
Bahan yang diperlukan untuk proses pewarnaan adalah xylol, alkohol
absolut, alkohol dengan konsentrasi 95%, 90%, 80%, dan 70%, aquadest,
Hematoksilin-Eosin (HE), dan asam alkohol yang merupakan campuran 200 mL
alkohol 70% dengan 2 mL HCl. Bahan tersebut dituangkan kedalam staining jar
masing-masing sebanyak 200 mL.80
Preparat disusun pada cawan lalu direndam dalam xylolselama 10 menit
sebanyak 2 kali.Setelah itu, cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol
absolut selama 5 menit sebanyak 2 kali.Cawan dipindahkan dan direndam dalam
32
alkohol 95% selama 1 menit.Lalu cawan dipindahkan dan direndam dalam
alkohol 90% selama 1 menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol
80% selama 1 menit.Setelah itu, cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol
70% selama 1 menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam aquadest selama 4
menit.Kemudian, cawan dipindahkan dan direndam dalam pewarna Hematoksilin
selama 4 menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam aquadest selama 1 menit
sebanyak 3 kali. Lalu cawan dipindahkan dan direndam dalam asam alkohol
selama 30 detik .Cawan dipindahkan dan direndam dalam aquadest selama 1
menit, lalu dipindahkan dan direndam dalam eosin selama 1 menit.Setelah itu,
preparat dilihat dibawah mikroskop untuk memeriksa keadaan pewarnaan.80
Setelah diperiksa, cawan direndam kembali dalam aquadest selama 1 menit
sebanyak 3 kali.Kemudian dipindahkan dan direndam dalam alkohol 70% selama
1 menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol 80% selama 1
menit.Lalu cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol 90% selama 1
menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam alcohol 95% selama 1
menit.Setelah itu cawan dipindahkan dan direndam dalam alkohol absolut selama
1 menit.Cawan dipindahkan dan direndam dalam xylol selama 3 menit sebanyak 3
kali.80
Segera setelah perendaman dalam xylol terakhir, preparat diteteskan kanada
balsam secukupnya, lalu ditutup cover glass dengan hati-hati untuk mencegah
terbentuknya gelembung udara.Kemudian preparat dilabel sesuai kode jaringan
dan ditunggu hingga mengering dan bisa disimpan.80
3.4.15. Pengamatan Jaringan
Pengamatan preparat dilakukan di Laboratorium Histologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pengamatan diamati dan difoto dengan menggunakan
mikroskop Olympus BX41 dan sofware Olympus DP2-BSW yang dimulai dari
perbesaran 4x, 10x, 20x, dan 40x. Untuk pengambilan data jumlah
glomerulosklerosis menggunakan perbesaran 10x. Sedangakan untuk luas area
perdarahan pada ginjal, menggunakan perbesaran 40x.
33
3.4.16. Perhitungan Gambaran Histopatologi
Perhitungan menggunakan aplikasi Corel Photo Paint X7 dengan pembagian
menjadi 80 kotak kecil berukuran sama. Untuk area perdarahan dilihat ada
tidaknya darah dalam tiap kotak kecil. Jika dalam satu kotak kecil terdapat area
perdarahan melebihi setengah maka dihitung satu, jika kurang dari setengah
dihitung setengah saja. Kemudian dihitung dengan rumus :
Sedangkan untuk persentase atrofi glomerulus dihitung perbandingan
jumlah glomerulus yang atrofi dibandingkan dengan keseluruhan jumlah
glomerulus. Kemudian dihitung dengan rumus :
34
3.5. AlurPenelitian
Mencit tiba di animal
house (Hari 1)
Adaptasi 3 minggu
makan dan minum
adlibitum (Hari 1-7)
Mencit disensitisasi dan
booster OVA-alum
50μg/ml ip
(Hari 8 dan Hari 21)
Kel 1
(Normal)
Sonde PBS
selama 7 hari
(Hari 22-28)
Challenging PBS
selama 3 hari
(Hari 26-28)
Sonde ekstrak zaitun
100 mg/kgbb/hari
selama 7 hari
(Hari 23-29)
Kel 3
(Zaitun 200
mg + OVA)
Kel 4
(Zaitun 100g)
Kel 5
(Zaitun 200 mg)
Sonde ekstrak zaitun
200 mg/kgbb/hari
selama 7 hari
(Hari 24-30)
Challenging
ovalbumin 3 hari
(Hari 28-30)
Challenging
ovalbumin 3 hari
(Hari 27-29)
Sonde ekstrak zaitun
100 mg/kgbb/hari
selama 7 hari
(Hari 25-31)
Sonde ekstrak zaitun
200 mg/kgbb/hari
selama 7 hari
(Hari 26-32)
Challenging
zaitun 3 hari
(Hari 29-31)
Challenging
zaitun 3 hari
(Hari 30-32)
Nekropsi
pengambilan ginjal
(Hari 30, 31, 32, 33, 34)
Penyimpanan pada
formalin 5% dengan
suhu 4-8ºC
Pembuatan preparat
dengan pewarnaan
HE
Pengamatan
mikroskop
Diperoleh persentase
1. Area perdarahan
(400x)
2. Atrofi glomerulus
(100x)
Analisis statistik
pada data
Kel 2
(Zaitun 100
mg + OVA)
Dipuasakan, hanya
diberi minum 1 hari
Mencit disensitisasi dan
booster ekstrak daun
zaitun 50 mg/kgBB
(Hari 8 dan Hari 21)
Mencit disensitisasi dan
booster PBS
(Hari 8 dan Hari 21)
35
3.6. Pengolahan Data
Dalam pengambilan data untuk penelitian ini, dilakukan eksperimen
langsung terhadap mencit jenis BALB/c yang telah diberi perlakuan sebelumnya
berupa pemberian ekstrak daun zaitun (Olea europea L) dan ovalbumin.
Ditambah dengan pencarian literatur dan melakukan peninjauan pustaka untuk
mendapatkan informasi mengenai efek samping ekstrak daun zaitun (Olea
europea L) terhadap gambaran histopatologi organ ginjal. Setelah data terkumpul,
dilakukan pengolahan data secara komputerisasi yaitu dengan SPSS versi 22.0.
Uji yang digunakan adalah Uji One Way Annova karena penelitian ini
termasuk analitik numerik-numerik, tidak berpasangan lebih dari dua kelompok.
Untuk melakukan uji Oneway Annova, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
data dan uji homogenitas. Jika salah satu uji tersebut tidak terpenuhi maka
dilakukan transformasi data. Ketika uji transformasi data tidak berhasil maka
dilakukan uji Kruskal Wallis.
36
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1. Area Perdarahan
Berikut gambaran histopatologi ginjal mencit untuk penilaian luas area
perdarahan.
Gambar 4.1. Gambaran mikroskopik perdarahan ginjal perbesaran 100x dan 400x
(kotak kecil)
Keterangan
N : Kontrol
P1 : Ova + OLE 100
P2 : Ova + OLE 200
P3 : OLE 100
P4 : OLE 200
K P1
P2 P3
P4
37
Secara mikroskopik, terlihat bahwa kelompok OLE 100 menunjukkan luas
area perdarahan yang lebih rendah daripada kelompok kontrol. Kemudian diikuti
kelompok OLE 200 tampak luas area perdarahan yang hampir sama dengan
kontrol. Sedangkan pada kelompok Ova+OLE 100 dan Ova+OLE 200 terlihat
memiliki luas area perdarahan yang lebih tinggi dari kontrol.
Sementara kerusakan pada kelompok kontrol disebabkan karena pengaruh
pemberian minum pada penelitian ini yang menggunakan air keran. Penelitian
WHO (2011) dalam bahaya meminum air keran dijelaskan bahwa setiap satu liter
air mengandung 100 mg kalsium dan 50 mg magnesium. Hal tersebut bergantung
juga dengan kondisi tanah dan lingkungan sekitarnya. Dengan semakin tingginya
kandungan zat diatas akan memicu insufisiensi dan kerusakan ginjal.81
Untuk mendapatkan nilai area perdarahan yang tepat, dilakukan
penghitungan jumlah area perdarahan pada pebesaran besar (400x). Kemudian
dilanjutkan dengan uji statistik untuk melihat signifikansi pada hasil penelitian
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemilihan uji statistik menggunakan
Kruskal-Walis (lampiran) dikarenakan distribusi data tidak homogen.
Kontrol Ova+OLE 100 Ova+OLE 200 OLE 100 OLE 200
Persentase 3.714 4.659 6.476 3.143 4.143
0
1
2
3
4
5
6
7
8
(%)
Persentase area perdarahan ginjal
*
*
*
*
*p-value < 0,05
Grafik 4.1. Persentase area perdarahan. (Kruskal Wallis)
Dari hasil tersebut terlihat bahwa OLE 100 memiliki luas area perdarahan
terendah (3,14%) dari kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan
38
zaitun dosis 100 mg/kgBB adalah aman untuk ginjal. Sementara itu pada
kelompok OLE 200 mulai terjadi peningkatan area perdarahan lebih tinggi dari
kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis
akan meningkatkan terjadinya efek samping (dose dependent) yang berupa
perluasan area perdarahan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Omer (2012) bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun zaitun maka akan meningkatkan luas area
perdarahan.10
Sementara pada kelompok Ova+OLE 200 dan Ova+OLE 100 menunjukkan
area perdarahan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pemberian
ovalbumin dapat mengaktifkan KIM-1 yang mengakibatkan aktivasi jalur
inflamasi. Proses inflamasi meningkatkan permeabilitas vaskular yang
menyebabkan peningkatan area perdarahan yang berujung pada terjadinya gagal
ginjal akut.69
Terlebih pada kelompok Ova+OLE 200, dengan dosis yang tinggi
ditambah dengan adanya ovalbumin semakin menigkatkan risiko terjadinya gagal
ginjal akut.
Setelah itu dilakukan uji pos hoc LSD (lampiran) untuk melihat perbedaan
tiap 2 kelompok yang berbeda. Yakni perbandingan antar dosis dan perbandingan
antara kelompok pemberian ovalbumin dan tidak. Hasil pos hoc didapatkan
bahwa kelompok OLE 100 dan OLE 200 menunjukkan area perdarahan dengan
nilai yang lebih rendah pada OLE 100 namun tidak bermakna (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan dosis 100 mg/kgBB lebih aman untuk digunakan
daripada dosis 200 mg/kgBB.
Pada perlakuan Ova+OLE 100 dan Ova+OLE 200 didapatkan area
perdarahan yang lebih tinggi dan bermakna pada Ova+OLE 200 (p<0,05).
Sementara untuk perbandingan antara OLE 100 dengan Ova+OLE 100 dengan
menunjukkan peningkatan area perdarahan yang bermakna (p<0,05) pada
kelompok Ova+OLE 100. Sedangkan untuk perbandingan antara OLE 200 dengan
Ova+OLE 200 menunjukkan peningkatkan area perdarahan yang bermakna pada
kelompok Ova+OLE 200 (P<0,05). Ketiga hasil ini menunjukkan bahwa dengan
adanya ovalbumin luas area perdarahan semakin tinggi, sesuai dengan penelitian
Geun ho (2016).69
39
4.2. Atrofi Glomerulus
Berikut gambaran histopatologi ginjal mencit untuk penilaian jumlah atrofi
glomerulus.
Gambar 4.2. Gambaran mikroskopik atrofi glomerulus perbesaran 100x dan 400x
(kotak kecil)
Keterangan
K : Kontrol
P1 : Ova + OLE 100
P2 : Ova + OLE 200
P3 : OLE 100
P4 : OLE 200
K P1
P2 P3
P4
40
Tidak berbeda jauh dengan pengamatan pada indikator sebelumnya, secara
mikroskopik bahwa kelompok OLE 100 menunjukkan luas jumlah atrofi
glomerulus yang lebih rendah daripada kelompok kontrol. Kemudian diikuti
kelompok OLE 200 jumlah atrofi glomerulus yang hampir sama dengan kontrol.
Sedangkan pada kelompok Ova+OLE 100 dan Ova+OLE 200 terlihat memiliki
jumlah atrofi glomerulus yang lebih tinggi dari kontrol.
Kerusakan pada kelompok kontrol disebabkan karena air yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan air keran yang dapat memicu kerusakan dan
insufisiensi ginjal akibat kandungan kalsium dan magnesiumnya81.
Untuk mendapatkan jumlah atrofi glomerulus yang tepat, dilakukan
penghitungan jumlah atrofi glomerulus pada pebesaran kecil (100x). Kemudian
dilanjutkan dengan uji statistik untuk melihat signifikansi pada hasil penelitian
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemilihan uji statistik menggunakan
Kruskal-Walis (lampiran) dikarenakan distribusi data tidak normal.
Kontrol Ova+OLE 100 Ova+OLE 200 OLE 100 OLE 200
Persentase 11,545 12,899 17,042 9,95 11,492
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
(%)
Persentase Atrofi Glomerulus
*
*
**
*p-value < 0,05
Grafik 4.2. Persentase atrofi glomerulus. (Kruskal Wallis)
Seperti dengan perbandingan sebelumnya OLE 100 menunjukkan jumlah
atrofi glomerulus terendah (9,95%) dibandingkan dengan semua kelompok. Hal
41
ini menunjukkan bahwa dosis 100 mg/kgBB ekstrak daun zaitun aman terhadap
ginjal. Sedangkan pada kelompok OLE 200 terlihat memiliki jumlah atrofi
glomerulus sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol
(11,49%).
Sementara pada kelompok Ova+OLE 200 dan Ova+OLE 100 menunjukkan
jumlah area perdarahan lebih tinggi dari normal, hal ini disebabkan oleh
ovalbumin yang menyebabkan reaksi inlfamasi dengan diawali iskemia pada
ginjal.69
Keberlanjutan dari proses ini membuat kematian dari dari kapiler endotel
glomerulus sehingga nampak pelebaran pada ruang bowman.82
Setelah itu dilakukan uji pos hoc LSD (lampiran) untuk melihat perbedaan
tiap 2 kelompok yang berbeda. Yakni perbandingan antar dosis dan perbandingan
antara kelompok pemberian ovalbumin dan tidak. Hasil pos hoc didapatkan
bahwa kelompok OLE 100 dan OLE 200 menunjukkan jumlah atrofi glomerulus
dengan nilai yang lebih rendah pada OLE 100 namun tidak bermakna (p>0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 100 mg/kgBB lebih aman untuk
digunakan daripada dosis 200 mg/kgBB.
Pada perlakuan Ova+OLE 100 dan Ova+OLE 200 didapatkan jumlah atrofi
glomerulus yang lebih tinggi dan bermakna pada Ova+OLE 200 (p<0,05).
Sementara untuk perbandingan antara OLE 100 dengan Ova+OLE 100
menunjukkan peningkatan jumlah atrofi glomerulus yang bermakna (p<0,05) pada
kelompok Ova+OLE 100. Sedangkan untuk perbandingan antara OLE 200 dengan
Ova+OLE 200 menunjukkan peningkatkan jumlah atrofi glomerulus yang
bermakna pada kelompok Ova+OLE 200 (P<0,05). Ketiga hasil ini menunjukkan
bahwa dengan adanya ovalbumin jumlah atrofi glomerulus semakin tinggi, sesuai
dengan penelitian Geun ho (2016).69
Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Rafighdoost (2013) pada tikus iskemia dengan melihat sediaan histopatologi
berupa atrofi glomerulus menunjukkan hasil yang paling baik pada dosis 100
mg/kgBB OLE jika dibandingkan dengan dosis 25 mg, dan 50 mg.42
42
4.3. Keterbatasan Penelitian
Selama penelitian berlangsung, banyak hambatan yang didapat, antara lain :
1. Tidak ada kelompok kontrol positif (Ovalbumin)
2. Referensi penelitian di Indonesia mengenai efek ekstrak daun zaitun pada
ginjal mencit masih kurang.
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Pemberian ekstrak daun zaitun menurunkan luas area perdarahan dan atrofi
glomerulus secara signifikan pada dosis 100 mg/kgBB dibandingkan dengan
kelompok lainnya.
Dosis 100 mg/kgBB lebih aman diberikan dibandingkan dengan dosis 200
mg/kgBB.
5.2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya :
Menambah kelompok kontrol positif untuk membandingkan efek inflamasi
secara pasti.
Menambah durasi penelitian untuk mendapatkan data efek ekstrak daun
zaitun dalam jangka panjang.
Menambah jumlah sampel untuk menghindari bias.
44
BAB VI
KERJA SAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan kerjasama antara penelitian mahasiswa dengan
kelompok penelitian pengobatan asma dengan zaitun PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Nurul Hiedayati, Ph.D, dr. Riva Auda, Sp.A,
M.Kes, Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D yang dibiayai oleh Lembaga
Penelitian (Lemlit) UIN dan Kementerian Agama Republik Indonesia.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Tilburt, Jon C, Ted J Kaptchuk. Herbal medicine research and global health
an ethical analysis. Diunduh dari
http://www.who.int/bulletin/volumes/86/8/07-042820/en/ pada 10 September
2016.
2. WHO. General guidelines for methodologies on research and evaluation of
traditional medicine. Geneva ; 2000.
3. Amrun Hidayat, Moch. Obat herbal, apa yang perlu disampaikan pada
mahasiswa farmasi dan mahasiswa kedokteran. Pengembangan Pendidikan.
2006 ; 3 (1) : 141-147.
4. Warta Ekspor. Obat herbal tradisional. Ditjen PEN/MJL/005/9/2014
September.
5. Dewoto, Hedi R. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi
Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia 2007 ;57 (7): 205-211.
6. George, Philomena. Concerns regarding the safety and toxicity of medicinal
plants-an overview. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 2011 ; 1 (6) :
40-44.
7. Waterman, Emily, Brian Lockwood. Active components and clinical
application of olive oil. Alternative Medicine Review. 2007 ; 12(4) : 331-342.
8. Persia, F A. Hydroxytyrosol and oleuropein of olive oil inhibit mast cell
degranulation induced by immune and non-immune pathways.
Phytomedicine: international journal of phytotherapy and
phytopharmacology. 2014 ; 21 (11)
9. Gong, Ju-Hyun. Oleuropein inhibits IL-4 induced epitheliarl-mesenchymal
transition in airway epthelial cells. The FASEB Journal. 2015 ; 29 (1)
abstrack
10. Omer, Sawsan A, et al. Toxicity of Olive Leaves (Olea europea L,) in wistar
albino rats. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances 2012 ; 7(11) :
1175-1182.
11. Brunton, Laurence L. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therepeutics, 12
th-e. California : McGraw-Hill ; 2010.
12. Antilla, Ahti, et al. History of use of traditional herbal medicine. International
Agency for Research on Cancer. 2002; 82 : 43-68.
13. Khan, Md Yaseen, et al. Olea europaea : a phyto-pharmacological review.
Pharmacognosy Reviews 2007 ; 1 (1) : 114-118.
14. Chuengsamarn, Somlak, et al. Curcumin extract for prevention of type 2
diabetes. Diabetes Care. 2012 ; 35 : 2121-27
46
15. Paran, Esther, et al. The effects of natural antioxidants from tomato extract in
treated but uncontrolled hypertensive patients. Cardivasc Drugs Ther. 2008 ;
16. MH, Pittler, et al. Artichoke leaf extract for treating hypercholesterolaemia.
The Cochrane Library. 2006 ; 1 : 1-17.
17. Ahmad Nisar, et al. Dengue fever treatment with Carica papaya leaves
extracts. Asian Pac J Trop Biomed. 2011 ; 1(4) : 330-333.
18. Rones-Zakay, et al. Randomized study of the efficacy and safety of oral
elderberry extract in the treatment of influenza a and n virus infection. The J
Int Med Res. 2004 ; 34 : 132-140.
19. Maciocia, Giovani. Safety of Chinese herbal medicine. Buckinghamshire : Su
Wu Press ; 2003.
20. Barrett, Kim E., Susan M.B., Scott oitano, Heddwen L. B., Ganong’s Review
of Medical Physiology 23rt-e. USA : McGraw-Hill ; 2010.
21. Chiappetta, Adriana, Innocenzo Muzzalupo. Chapter 2 Botanical Description.
Intech ; 2012.
22. Maldonado, Guerrero N., M.J. Lopez, G. Caudullo, D. De Rigo. Olea
europaea in Europe : distributin, habitat, usage amd threats. European Atlas
of Forest Tree Species.
23. Rizopoulou, Sophia. Olea europaea L. A Botanical contribution to culture.
American-Eurasian J Agric & Environ Sci 2007 ; 2(4) : 382-387.
24. Haland, Evy Johanne. The ritual year of Athena : the agricultural cycle of the
olive, girl’s rites of passage, and official ideology. Journal of Religious
History 2012 ; 36(2) : 256-284.
25. Directorate-General for Agriculture. The olive oil sector in the European
Union. European Commision. 2002
26. Loumou, Angeliki, Christina Giourga. Olive Groves : The life and identity of
Mediterranean. Agricultureand Human Values 2003 ; 20 : 87-95.
27. Rhizopoulou, Sophia. Symbolic Plant of the Olympic Games. Journal of
Experimental Botany 2004 ; 55(403) : 1601-1606.
28. United Nation (UN) Flag & Emblem.
http://www.un.org/depts/dhl/maplib/flag.htm diakses 1 agustus 2016 23.00
29. Al-Mahalli Jalaluddin, Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain, diterjemahkan
oleh Dani Hidayat. Tasikmalaya ; 2009.
30. Barbaro, Barbara et al. Effect of the olive-derived polyphenol oleuropein on
human health. Int. J. Mol Sci 2014 ; 15 : 18508-18524.
31. Omar, Syed Haris. Oleuropein in olive and its pharmacological effects. Sci
Pharm 2010 ; 78 : 133-154.
47
32. Soler-Rivas C, Esp in JC, ichers HJ. Oleuropein and related compounds. J
Sci Food Agric 2000. 80:1013-1023.
33. El, Sedef N, Sibel Karakaya. Olive tree (Olea europea) leaves : potential
beneficial effects on human health. Nutrition Reviews 2009 ; 67 (11) : 642-
648.
34. Haloui, Ehsen, et al. Hydroxytyrosol and oleuropein from olive leaves :
Potent anti-inflammatory and analgesic activities. Journal of Food,
Agriculture & Environment 2011 ; 9 (3,4) : 128-133.
35. Mahjoub R Chebbi, M Khemiss, M Dhidah, A Dellai, A Bouraoui F
Khemiss. Chloroformic and methanolic extracts of Olea europea L leaves
present anti-inflammatory and analgesic activities. International Scholarly
Research Network 2011.
36. European Medicines Agency. Assessment report on Olea europea L. folium.
Committee on Herbal Medicinal Products 2009.
37. Khan Y, Panchal S, Vyas N, Butani A, Kumar V. Olea europaea: A phyto-
pharmacological Review. Pharmacognosy Reviews 2007 ; 1(1):114-118.
38. Susalit E et al. Olive (Olea europaea) leaf extract effective in patients with
stage-1 hypertension: comparison with Captopril. Phytomedicine. 2011;
18(4): 251-258.
39. Perez C, Anesini C. In vitro antibacterial activity of Argentine folk medicinal
plants against Salmonella typhi. J Ethnopharmacol 1994 ; 44(1):41-46.
40. Jemai H, Bouaziz M, Fki I, El Feki A, Sayadi S. Hypolipidimic and
antioxidant activities of oleuropein and its hydrolysis derivative-rich extracts
from Chemlali olive leaves. Chemico-Biological Interactions 2008. 176:88-
98.
41. S Hanaa, El-Rahman M Abd. The effect of olive leaf extract and α-tocopherol
on nephroprotective activity in rats. Journal of Nutrition & Food Sciences
2016 6(2) : 479-487.
42. Rafighdoost, Houshang et al. Effect of olive leaf extract in inhibition of renal
ischemia-reperfusion injuries in rat. Anatomical Sciences 2013 ; 10(3) : 160-
165.
43. Alirezaie, M et al. Hepatoprotective effects of purified oleuropein from olive
extract against ethanol-induced damages in rat. Iranian Journal of Veterinary
Research 2012 ; 13(3) : 218-226.
44. Kim, Moo-sung, et al. Olea europea Linn (oleaceae) fruit pulp extract
exhibits potent antioxidant activity and attenuates neurinflammatory
responses in lipopolysaccharide-stimulated microglial cells. Tropical Journal
of Pharmaceutical Research 2013 ; 12(3) : 357-362.
48
45. De Bock, Martin et al. Human absorption and metabolism of oleuropein and
hydroxytyrosol ingested as olive (Olea europaea L.) leaf extract. Mol Nutr
Food Res 2013 : 00 : 1-7.
46. Seely, John Curtis, Amy Brix. Nonneoplastic Lesion Atlas. U.S. Department
of Health and Human Services National Toxicology Program.
47. Treuting, Piper M, Suzanne M Dintzis, Comparative anatomy and histology a
mouse and human atlas 1st-e. USA : Elsevier Saunders ; 2012.
48. Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cells to System 7th
-e. Canada :
Brooks/Cole ; 2010
49. Gartner, Leslie P, James L. Hiatt. Color Textbook of Histology 3rd
-e. Elsevier
Saunders ; 2007.
50. Longo, Dan L. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th
-e. US :
McGraw-Hill ; 2012
51. Naughton, A Cynthia. Drug-induced nephrotoxicity. Am Fam Physician
2008 ; 78 (6) : 743-750.
52. Perazella MA. Drug-induced nephropathy. an update. Expert Opin Drug Saf.
2005;4(4):689-706.
53. Markowitz GS, Perazella MA. Drug-induced renal failure: a focus
ontubulointerstitial disease. Clin Chim Acta. 2005;351(1-2):31-47.
54. Perazella MA. Crystal-induced acute renal failure. Am J
Med.1999;106(4):459-465.
55. Davidson MB, Thakkar S, Hix JK, Bhandarkar ND, Wong A, Schreiber MJ.
Pathophysiology, clinical consequences, and treatment of tumor lysis
syndrome. Am J Med. 2004;116(8):546-554.
56. Coco TJ, Klasner AE. Drug-induced rhabdomyolysis. Curr Opin
Pediatr.2004;16(2):206-210.
57. Pisoni R, Ruggenenti P, Remuzzi G. Drug-induced thrombotic
microangiopathy:incidence, prevention and management. Drug
Saf.2001;24(7):491-501.
58. Blank, Melanie et al. Review of qualification data for biomarkers of
nephrotoxocity submitted by the predictive safety testing consortium. Center
for Drug Evaluation and Research. FDA ; 2009.
59. Kerem, Mustafa, et al. Effects of acute fenthion toxicity on liver and kidney
function and histology in rats. Turk J Med Sci. 2007 ; 37 (5) : 281-288.
60. Arsad, Siti Suriani, et al. Histopathologic changes in liver and kidney tissues
from male sprague dawley rats treated with Rapahidophora decursiva (roxb.)
schott extract. J Cytol Histol. 2014 ; 4 (1) : 1-6.
49
61. Kerem, Mustafa, et al. Effects of acute fenthion toxicity on liver and kidney
function and histology in rats. Turk J Med Sci. 2007 ; 37 (5) : 281-288.
62. Motamedi, Fatemeh et al. Effect of pomegranate flower extract on cisplatin-
induced nephrotoxicity in rats. J Nephropathology 2014 ; 3(4) : 133-138.
63. Robinson, Terry E. Sensitization to Drugs. Diakses dari
www.link.springer.com. Pada 4 Agustus 2016
64. Healt and Safety Executive. Critival assessments of the evidence dor agents
implicated in occupationl asthma. 2001.
65. Kumar, Rakesh Cristan Adrian Herbert, Paul S Foster . The classical
ovalbumin challenge model of astma in mice. Current Drug Target 2008 ; 9 :
485-494.
66. Nials, Anthony T Uddin Sorif. Mouse models of allergic asthma : acute and
chronic allergen challenge. Disease Models & Mechanism 2008 ; 1 : 213-220.
67. Brewer JM, Conacher M, Hunter CA, Mohrs M, Brombacher F, Alexand J.
Aluminium hydroxide adjuvant initiates strong antigenspecific Th2 responses
in the absence of IL-4- or IL-13-mediated signaling. J Immunol 1999;
163:6448-6454.
68. Chang, Yoon-Seok Yoon-Keun Kim, Joon-Woo Bahn, Sang-Heon Kim,
Heung-Woo Park, Tae-Bum Kim, Sang-Heon Cho, Kyung-Up Min, You-
Young Kim. Comparison of asthma phenotypes using different sensitizin
protocols in mice. The Korean Journal of Internal Medicine 2005 ; 20 : 152-
158.
69. Park, Geun Ho, Helen Ki Shinn, Ju Gee Kang, Won Ju Na, Young Hyo Kim,
Chang-Shin Park. Anti-interleukin-33 reduces ovalbumin-induced
nephrotoxicity and expression of kidney injury molecule-1. International
Neurourology Journal 2016 ; 20: 114-121
70. Hess, Dean R. Nebulizers : Principles and performance. Respiratory Care
2000 ; 4 : 609-622.
71. Boe, J, Dennis J. H., B. R. O’Driscoll. European Respiratory Society Guidlines on the use of nebulizers. European Respiratory Journal 2001 ; 18 :
228-242.
72. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Interna
Publishing ; 2014
73. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta ; 2003.
74. Gong, Ju Hyun, Young-Hee Kang. Kaempferol ameliorates airway
inflammation through Tyk2-STAT1/3 signaling in human airway epithelial
cells and ovalbumin-challenged mice : role of interleukin-8. The FASEB
Journal 2012 ; 26 (1) Abstrack
50
75. Ajay, Singh S, Masuku Micah B. Sampling techniques & determination of
sample size in applied statistics research : an overview. International Journal
of Economics, Commerce and Management. 2014 ; 2 (11) : 1-22.
76. Nachman, Leslie. Method for producing extracit of olive leaves. US Patent 3
Feb 1998.
77. Reddiy T Aravind, et al. Murine model of allergen induced asthma. Journal of
Visualized Experiments. 2012 : 63 : 1-7
78. Rina, Susilowati, et al. Petunjuk praktikum mikroteknik. Yogyakarta : Bagian
Histologi & Biologi Sel FK UGM. 2013.
79. Hendrich, Hans. The laboratory Mouse. Amsterdam, Netherlands : Elsevier
2004.
80. Muntiha, Muhammad. Teknik pembuatan preparat histopatologi dari jaringan
hewan dengan penwarnaan hematoksilin dan eosin (H&E). Temu Teknik
Fungsional non Peneliti. 2001. 156-163.
81. Cotruvo, JK Fawell, Giddings. Hardness in drinking-water. WHO Guidlines
for Drinking-water Quality. 2011.
82. Howie, Alexander J. Handbook of renal biopsy pathology 2nd
-edition. London
: Springer. 2007
51
Lampiran 1
Hasil Determinasi / Idenifikasi Bahan Uji
52
Lampiran 2
Cara Perhitungan Sampel
1. Rumus Mead
Keterangan
N = adalah total dari jumlah individu (dikurang 1)
B = adalah blocking component, merepresentasikan efek lingkungan yang
diperbolehkan dalam penelitian
T = adalah kelompok uji coba, termasuk kelompok kontrol (dikurang 1)
E = adalah derajat kebebasan dari kelompok eror, nilainya diantara 10-20
10 ≤ E ≤ 20
E = N-B-T E = N-B-T
10 =(N-1)-0-(5-1) 20 =(N-1)-0-(5-1)
10= N-1-4 20= N-1-4
10=N-5 20=N-5
N 15 N 25
Dari perhitungan rumus, didapatkan 15 ≤ N ≤ 25
E = N – B – T
53
Lampiran 3
Cara Perhitungan Dosis
1. Pemberian ekstrak daun zaitun
Berat tikus berkisar 30-45 mg, diambil nilai tengahnya yakni 40 g
Dosis 100 mg/kgBB (x)
Dosis 200 mg/kgBB (y)
54
Lampiran 4
Hasil Data Uji Statistik
A. Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Test of Homogeneity of Variances
Perdarahan_Ginjal
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,753 4 10 ,041
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Atrofi_Glomerulus Normal ,348 3 . ,833 3 ,196
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB ,207 3 . ,992 3 ,832
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB ,197 3 . ,996 3 ,876
Zaitun 100 mg/kgBB ,375 3 . ,773 3 ,052
Zaitun 200 mg/kgBB ,383 3 . ,754 3 ,009
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Perdarahan_Ginjal Normal ,314 3 . ,893 3 ,364
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB ,330 3 . ,867 3 ,287
Ova+Zaitun 200mg/kgBB ,253 3 . ,964 3 ,637
Zaitun 100 mg/kgBB ,356 3 . ,818 3 ,157
Zaitun 200 mg/kgBB ,175 3 . 1,000 3 1,000
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
Atrofi_Glomerulus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,866 4 10 ,193
55
(Lanjutan)
B. Uji Kruskal Wallis
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Perdarahan_Ginjal Kontrol 3 4,83
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB 3 11,00
Ova+Zaitun 200mg/kgBB 3 14,00
Zaitun 100 mg/kgBB 3 2,67
Zaitun 200 mg/kgBB 3 7,50
Total 15
Test Statisticsa,b
Perdarahan_Gi
njal
Chi-Square 12,581
Df 4
Asymp. Sig. ,014
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Atrofi_Glomerulus Kontrol 3 6,33
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB 3 10,33
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB 3 14,00
Zaitun 100 mg/kgBB 3 3,00
Zaitun 200 mg/kgBB 3 6,33
Total 15
Test Statisticsa,b
Atrofi_Glomerul
us
Chi-Square 10,800
df 4
Asymp. Sig. ,029
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan
56
(Lanjutan)
C. Uji pos hoc LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Perdarahan_Ginjal
LSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -,944333 ,482700 ,079 -2,01986 ,13119
Ova+Zaitun 200mg/kgBB -2,762000* ,482700 ,000 -3,83752 -1,68648
Zaitun 100 mg/kgBB ,571667 ,482700 ,264 -,50386 1,64719
Zaitun 200 mg/kgBB -,428667 ,482700 ,395 -1,50419 ,64686
Ova+Zaitun
100
mg/kgBB
Kontrol ,944333 ,482700 ,079 -,13119 2,01986
Ova+Zaitun 200mg/kgBB -1,817667* ,482700 ,004 -2,89319 -,74214
Zaitun 100 mg/kgBB 1,516000* ,482700 ,010 ,44048 2,59152
Zaitun 200 mg/kgBB ,515667 ,482700 ,310 -,55986 1,59119
Ova+Zaitun
200mg/kgBB
Kontrol 2,762000* ,482700 ,000 1,68648 3,83752
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB 1,817667* ,482700 ,004 ,74214 2,89319
Zaitun 100 mg/kgBB 3,333667* ,482700 ,000 2,25814 4,40919
Zaitun 200 mg/kgBB 2,333333* ,482700 ,001 1,25781 3,40886
Zaitun 100
mg/kgBB
Kontrol -,571667 ,482700 ,264 -1,64719 ,50386
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -1,516000* ,482700 ,010 -2,59152 -,44048
Ova+Zaitun 200mg/kgBB -3,333667* ,482700 ,000 -4,40919 -2,25814
Zaitun 200 mg/kgBB -1,000333 ,482700 ,065 -2,07586 ,07519
Zaitun 200
mg/kgBB
Kontrol ,428667 ,482700 ,395 -,64686 1,50419
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -,515667 ,482700 ,310 -1,59119 ,55986
Ova+Zaitun 200mg/kgBB -2,333333* ,482700 ,001 -3,40886 -1,25781
Zaitun 100 mg/kgBB 1,000333 ,482700 ,065 -,07519 2,07586
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
57
(Lanjutan)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Atrofi_Glomerulus
LSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -1,354333 ,705577 ,084 -2,92646 ,21779
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB -5,497000* ,705577 ,000 -7,06912 -3,92488
Zaitun 100 mg/kgBB 1,595000* ,705577 ,047 ,02288 3,16712
Zaitun 200 mg/kgBB ,053000 ,705577 ,942 -1,51912 1,62512
Ova+Zaitun
100 mg/kgBB
Kontrol 1,354333 ,705577 ,084 -,21779 2,92646
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB -4,142667* ,705577 ,000 -5,71479 -2,57054
Zaitun 100 mg/kgBB 2,949333* ,705577 ,002 1,37721 4,52146
Zaitun 200 mg/kgBB 1,407333 ,705577 ,074 -,16479 2,97946
Ova+Zaitun
200 mg/kgBB
Kontrol 5,497000* ,705577 ,000 3,92488 7,06912
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB 4,142667* ,705577 ,000 2,57054 5,71479
Zaitun 100 mg/kgBB 7,092000* ,705577 ,000 5,51988 8,66412
Zaitun 200 mg/kgBB 5,550000* ,705577 ,000 3,97788 7,12212
Zaitun 100
mg/kgBB
Kontrol -1,595000* ,705577 ,047 -3,16712 -,02288
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -2,949333* ,705577 ,002 -4,52146 -1,37721
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB -7,092000* ,705577 ,000 -8,66412 -5,51988
Zaitun 200 mg/kgBB -1,542000 ,705577 ,054 -3,11412 ,03012
Zaitun 200
mg/kgBB
Kontrol -,053000 ,705577 ,942 -1,62512 1,51912
Ova+Zaitun 100 mg/kgBB -1,407333 ,705577 ,074 -2,97946 ,16479
Ova+Zaitun 200 mg/kgBB -5,550000* ,705577 ,000 -7,12212 -3,97788
Zaitun 100 mg/kgBB 1,542000 ,705577 ,054 -,03012 3,11412
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
58
Lampiran 5
Dokumentasi Proses Penelitian
Gambar 6. 2. Adaptasi
sampel penelitian
Gambar 6. 1. Proses
pemberian ekstrak
Gambar 6. 4. Bilik nebulisasi
yang telah dimodifikasi
Gambar 6. 3.
Nebulisasi
Gambar 6. 5. Anastesi
mencit dengan eter
Gambar 6. 6.
Nekropsi
59
Lampiran 5
Riwayat Penulis
Nama : Muhammad Iqbal Dzaky Asy’ari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Lumajang, 2 November 1995
Agama : Islam
Alamat : Jln. Jaksa Agung Suprapto 17. RT/RW 02/02
Jogoyudan Lumajang Jawa Timur
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2000-2001 : TK Trisula
2001-2007 : SD Islam Tompokersan Lumajang
2007-2010 : SMP Negeri 1 Lumajang
2010-2013 : MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo
2013-sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta