efek obat neuroefektor

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem saraf terdiri atas semua jaringan saraf yaitu otak, medulla spinalis dan ganglion. Terdapat dua jenis sistem saraf pada manusia yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Pada sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari sistem saraf somatic dan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom bekerja sendiri (tidak berdasarkan kemauan), misalnya kita bernafas, sedangkan sistem saraf somatic merupakan sistem saraf berdasarkan kemauan, misalnya yang mempersarafi otot rangka yang dapat dikendalikan. B. Tujuan 1. Dapat menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem saraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetativ tubuh. 2. Untuk mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kholinergik dan aktivitas obat antikholinergik pada neurofektor parasimpatikus. 3. Dapat menjelaskan manfaat atau bahaya obat-obat kholinergik, antikholinergik dan adrenergik pada pengobatan mata serta pendekatan-pendekatan yang mungkin untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. C. Manfaat

Upload: nathasya

Post on 05-Nov-2015

40 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan farmakologi praktek

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSistem saraf terdiri atas semua jaringan saraf yaitu otak, medulla spinalis dan ganglion. Terdapat dua jenis sistem saraf pada manusia yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Pada sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari sistem saraf somatic dan sistem saraf otonom.Sistem saraf otonom bekerja sendiri (tidak berdasarkan kemauan), misalnya kita bernafas, sedangkan sistem saraf somatic merupakan sistem saraf berdasarkan kemauan, misalnya yang mempersarafi otot rangka yang dapat dikendalikan.B. Tujuan 1. Dapat menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem saraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetativ tubuh.2. Untuk mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kholinergik dan aktivitas obat antikholinergik pada neurofektor parasimpatikus.3. Dapat menjelaskan manfaat atau bahaya obat-obat kholinergik, antikholinergik dan adrenergik pada pengobatan mata serta pendekatan-pendekatan yang mungkin untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut.C. Manfaat

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Sistem saraf terdiri atas semua jaringan saraf yaitu otak, medulla spinalis dan ganglion. Terdapat dua jenis sistem saraf pada manusia yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Pada sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari sistem saraf somatic dan sistem saraf otonom.Sistem saraf otonom bekerja sendiri (tidak berdasarkan kemauan), misalnya kita bernafas, sedangkan sistem saraf somatic merupakan sistem saraf berdasarkan kemauan, misalnya yang mempersarafi otot rangka yang dapat dikendalikan.Sistem Saraf OtonomDua perangkat neuron dalam komponen otoom pada sistem saraf perifer yaitu: Neuron aferen (sensorik) : mengirinkan impuls ke ssp. Neuron eferen (motorik) : menerima impuls dari otak dan meneruskan impuls ke sel-sel organ efektor melalui media medulla spinalis.Jalur eferen pada sistem saraf ada dua cabang yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.keduanya bekerja pada organ yang sama tetapi memberi respon yang berlainan agar tercapai homeostatis (keseimbangan).Obat-obat otonom di bagi dalam 5 golongan :1. Obat kolinergik / parasimpatomimetik2. Obat antikolinergik / parasimpatolitik3. Obat adrenergik / simpatolitik4. Obat penghambat adrenergik / simpatolitik5. Obat perangsang dan penghambat ganglion1. KOLINERGIK / PARASIMPATOMIMETIKAdalah obat yang merangsang sistem parasimpatis. Asetilkolin adalah neurotransmiter pada ganglion dan ujung saraf terminal parasimpatis dan mempersarafi reseptor-reseptor pada ganglion, jaringan, kelenjar.Ada 2 jenis reseptor kolinergik :1. Reseptor muskarinik pada otot polos, kelenjar, jantung dan otot paru-paru2. Reseptor nikotinik, mempengaruhi otot rangka di ganglion dan sambungan neuromuscular (otot rangka).

Terdapat kolinergik kerja langsung dan kolinergik kerja tidak langsung :1. Kolinergik kerja langsung bekerja pada reseptor untuk mengaktivasi respons jaringan. Kelompok obat ini kerja selektif untuk reseptor muskarinik. Tetapi tidak spesifik, karena reseptor berada pada otot polos, saluran gastrointestinal, kelenjar dan jantung. Contoh pilokarpin (untuk mengobati glaucoma dengan menurunkan tekanan intraocular cairan dalam bola mata selain itu juga bekerja pada nikotinik) ; betanekol (untuk meningkatkan berkemih) ; karbakol.2. Kolinergik kerja tidak langsung (antikolinesterase) bekerja dengan menghambat enzim kolinesterase sehingga asetilkolin meningkat. Antikolinesterase reversible berikatan dengan enzim beberapa menit hingga jam, contoh obatnya adalah fisostigmin untuk miosis, neostigmin / prostigmin. Antikolinesterase ireversible berikatan dengan enzim menetap, contoh kelompok organopospat.2. ANTIKOLINERGIK / PARASIMPATOLITIK Adalah obat-obat yang menghambat asetilkolin dengan menempati reseptor asetilkolin. Obat ini menyebabkan saraf simpatis menjadi lebih dominan. Contoh obatnya: atropine sulfat, skopolamin memberikan kerja pada muskarinik, nikotinik kecil (tidak). Atropin digunakan sebagai praanastesik untuk mengurangi saliva, sebagai antipasmodic untuk mengobati tukak peptic peristaltic, mengurangi sekresi HCl lambung dan meningkatkan denyut jantung.3. OBAT ADRENERGIKNeurotransmiter pada sistem saraf simpatis adalah norephineprine dan ephineprine. Ada empat reseptor adrenergik yaitu alfa 1. Alfa 2, beta 1 dan beta 2.Adrenalin: bekerja pada reseptor alfa 1, beta 1, beta 2. Adrenalin meningkatkan tekanan darah, dilatasi pupil, takikardi dan bronkodilatasi. Pada syok jenis tertentu (kardiogenik, anafilaktik). Adrenalin merupakan obat yang berguna karena dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan aliran udara. Adrenalin pada pupil memberikan efek dilatasi pupil pada orang sehat berbeda dengan penderita hipertireodea dan penderita diabetes kecil. Adrenalin karena itu tidak digunakan sebagai midriatika. Adrenalin merupakan obat simpatomimetika kerja langsung dengan langsung merangsang reseptor adrenergik.Efedrin: digunakan dalam dosis 25-50 mg pada hipotensi, bronchitis kronis, asma bronchial, reaksi alergi dan vaskontriksi lokal. Efedrin merupakan obat simpatomimetika kerja tak langsung dengan merangsang pelepasan norephinefrin ujung saraf terminal dan juga mencegah pengambilan kembali noradrenalin/norepinefrin dari celah sinaptik kedalam aksiplasma dengan naiknya konsentrasi nor adrenalin pada reseptor, tonus simpatikus ditinggikan.2.2 Bahan dan Alat 2.2.1 Eksperimen 2: Efek obat kholinergik dan antikholinergik pada mata Hewan percobaan: Kelinci 1 ekor Obat yang digunakan: Larutan pilokarpin HCl 3%; larutan atropin sulfat 2% Alat yang digunakan: Pipet tetes; penggaris; senter2.2.2 Eksperimen 3: Efek obat adrenergik pada mata Hewan percobaan: Kelinci Obat yang digunakan: Larutan kokain HCl 4%; larutan epinefrin HCl 0,1%; larutan fisostigmin salisilat 0,1%; larutan dihidroergotamin 0,2%; larutan efedrin HCl 4% Alat yang digunakan: Pipet tetes; penggaris; senter; spuit 1 ml; timbangan kelinci

BAB IIIPROSEDUR DAN HASIL 3.1 Prosedur 3.1.2 Eksperimen 2: Efek obat kholinergik dan antikholinergik pada mata:a) Amati, ukur dan catat diameter pupil mata sebelum disinari dan sesudah disinari dengan senter. Bandingkan.b) Siapkan larutan pilokarpin HCl 3% dan atropin sulfat 2%c) Pada mata kanan, teteskan 3 tetes larutan pilokarpin HCl. Biarkan 5 menit. Amati. Ukur kembali pupil mata.d) Kemudian setelah 5 menit teteskan larutan atropin sulfat 3 tetes. Biarkan 5 menit. Amati. Ukur kembali pupil mata.e) Pada mata kiri, teteskan 3 tetes larutan atropin sulfat. Biarkan 5 menit. Amati.ukur kembali pupil mata.f) Kemudian setelah 5 menit teteskan larutan pilokarpin HCl 3 tetes. Biarkan 5 menit. Amati. Ukur kembali pupil mata.3.1.3 Eksperimen 3: Efek obat adrenergik pada mataa) Tiap kelompok bekerja dengan 2 kelincib) Obat yang digunakan diteteskan ke dalam kantong konjungtiva dan saluran nasolakrimal ditekan setiap kali penetesan obat. Bila setelah 15 menit tidak ada efek, pemberian obat diulang.c) Kelinci pertama: teteskan ke dalam mata kanan 2 tetes larutan kokain HCl. Selama 5-15 menit berikutnya, bandingkan ukuran pupilmata kanan dan kiri. Uji reaksi kedua pupil mata terhadap cahaya. Uji refleks kornea keduanya, amati juga pembuluh darah konjungtiva. Teteskan ke dalam mata kiri 2 tetes larutan adrenalin. Amati efeknya. Selang 20 menit setelah penetesan larutan kokain HCl teteskan 2 tetes larutan fisostigmin salisilat pada mata kanan. Amati efeknya. Selang 20 menit kemudian, disuntikkan i.v.larutan dihidroergotamin tartrar 2 mg/kg bb. Amati efeknya pada mata. Selang 10 menit kemudian teteskan pada mata kiri 14 tetes larutan kokain HCl. Amati efeknya.d) Kelinci ke dua: ke dalam mata kanan dan kiri ditetskan masing-masing 2 tetes larutan adrenalin HCl. Amati efek yang terjadi. Setelah efek berlalu, teteskan ke dalam mata kanan dan kiri masing-masing 2 tetes larutan efedrin HCl. Amati efeknya.3.2 Hasil Praktikum 3.2.1 Eksperimen 2: Efek obat kolinergik dan antikolinergik pada mataa) Pengamatan sebelum adanya tindakanKananKiri

Sebelum disinari0,7 cm0,7 cm

Sesudah disinari0,4 cm0,3 cm

b) Pengamatan setelah adanya tindakan KelinciObatUkuran pupil mata

Mata Kanan (5 menit)Pilokarpin HCl0,8 cm

Atropin Sulfat0,7 cm

Mata Kiri (5 menit)Atropin Sulfat0,6 cm

Pilokarpin Hcl0,9 cm

Maksimal mata kanan 0,8 cmMaksimal mata kiri 0,9 cm

3.2.2 Eksperimen 3: Efek obat adrenergik pada mataa) Pengamatan sebelum adanya tindakanKananKiri

Sebelum disinari0,7 cm0,6 cm

Sesudah disinari0,4 cm0,4 cm

b) Pengamatan sesudah adanya tindakanKelinciObatUkuran pupil mata

Mata Kanan Adrenalin0,7 cm

Atropin 0,8 cm

Mata Kiri Adrenalin0,6 cm

BAB IVPEMBAHASAN4.1 Pembahasan4.1.2 Eksperimen 2: Efek obat kolinergik dan antikolinergik pada mataPada percobaan kali ini, ternyata telah terbukti benar sesuai denganteori bahwa efek fisiologis yang ditimbulkan oleh obat kolinergik yang merangsang saraf parasimpatis, contohnya pilokarpin HCl menyebabkan pupil mata menjadi membesar atau (mydriasis) dan setelah ditetesi dengan atropin sulfat, pupil mata menjadi mengecil (miosis). Jadi obat pilokarpin HCl menimbulkan efek yaitu membesarkan pupil mata sedangkan atropin sulfat memberikan efek mengecilkan pupil mata.4.1.3 Eksperimen 3: Efek obat adrenergik pada mataPada percobaan kali ini, kami melakukan percobaan efek obat adrenergik pada mata dengan cara meneteskan obat adrenergik.Obat adrenergik yang dipakai yaitu atropin dan adrenalin pada kedua mata kelinci.Kami menggunakan obat atropin untuk tetes mata. Kerja obat ini secara umum berlangsung selama 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhati-hati. Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulam midriasis (dilatasi pupil), mata jadi bereaksi terhadap cahaya dan sigloplegia (ketidak mampuan memfokuskan untuk penglihatan dekat). Sedangkan adrenalin termasuk kedalam obat adrenergik yang secara rinci digolongkan dalam obat sistem kardiovaskular yang pada mata mempengaruhi spinchter dan radial pada iris yang dapat menyebabkan dilatasi ppupil.Pada percobaan kali ini obat adrenalin tidak menyebabkan midriasis pada mata kelinci sedangkan pada obat atropin menyebabkan midrasis pada mata kanan yang ditandai dengan perubahan ukuran pupil dari 0,7 cm menjadi 0,8 cm.

BAB VPENUTUP5.1 Kesimpulan Bahwa efek suatu obat-obat kolinergik seperti Pilokarpin HCl yang melebarkan pupil mata (dilatasi) dan mengkonstriksi pembuluh darah, efek tersebut dihilangkan oleh obat antikolinergik yaitu atropine sulfat, sehingga pupil mata kembali normal. Dari proses tersebut dapat disimpulkan bahwa obat kolinergik dan anti kolinergik bekerja pada organ yang sama namun memberi efek yang berlawanan / berbeda guna menjaga homeostatis pada rubuh. 5.2 Saran

PEMBAHASAN SOALa) Eksperimen 2: Efek obat kolinergik dan antikolinergik pada mata:1. Sebutkan tujuan penggunaan pilokarpin, fisostigmin dan atropin pada optalmologi.2. Sebutkan kontraindikasi masing-masing pemakaian obat di atas dalam optalmologi, jika ada dan jelaskan.Jawab:1. Tujuan penggunaan pilokarpin : glaucoma sudut terbuka klonik, hipertensi okuler, terapi darurat untuk glaucoma sudut terbuka akut, melawan efek midriasis, dan siklopegia pasca bedah atau prosedur pemeriksaan mata tertentu.Tujuan penggunaan fisostigmin : untuk menurunkan tekanan intraokuler, miosis, masa kerja singkat. Fisostigmin secara lokal digunakan dalam oftalmologi untuk menyempitkan pupil, terutama setelah pemberian atropin pada funduskopi. Dilatasi pupil oleh atropin berlangsung berhari-hari dan mengganggu penglihatan bila diantagonis dengan eserin. Dalam hal ini merupakan miotik yang kuat. Perlekatan iris dengan lensa kadang-kadang terjadi akibat peradangan dalam hal ini atropin dan fisostigmin digunakan berganti-ganti untuk mencegah timbulnya perlengketan tersebut.Tujuan penggunaan atropin : untuk radang iris, radang uvea, prosedur pemeriksaan refraksi, keracunan organofosfat.

2. Kontra indikasi pilokarpin : radang iris akut, radang uve akut, beberapa bentuk glaucoma sekunder, radang akut segmen mata depan, penggunaan pasca bedah sudut tertutup tidak dianjurkan.Kontra indikasi atropin : hati-hati pada penggunaan lansia karena dapat memicu serangan akut glaucoma sudut tertutup.Kontra indikasi fisostigmin : hati-hati pada penggunaan lansia karena dapat memicu serangan akut glaucoma sudut tertutup.

b) Eksperimen 3: Efek obat adrenergik pada mata:1. Dalam Goodman dan Gillman, larutan efedrin 3% - 5% dapat digunakan untuk menimbulkan midriasis. Apakah menurut saudara konsentrasi akan sama efektif pada semua orang? Jelaskan. 2. Apakah ada perbedaan prinsipil antara efek atropin dan efek efedrin pada mata? Apakah ada implikasi praktisnya? Jelaskan.

Jawab:1. Xjg

2. - Efek atropin pada tetes mata kerja obat ini secara umum berlangsung selama 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata kerjanya akan berhari-hari. Atropin menyekan semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata jadi bereaksi terhadap cahaya dengan sigloplegia (ketidak mampuan memfokuskan untuk penglihatan dekat) Efek efedrin pada mata midriasis terjadi pada perangsangan simpatis tetapi tidak dengan efedrin. Efedrin menurunkan tekanan intraokuler yang normal atau pun pada penderita glaucoma sudut lebar. Timbulnya efek ini memungkinkan karena berkurangnya pembentukan cairan mata akibat vasokontriksi dan karena betambahnya aliran ke luar.