efek obat anti tuberkulosis
DESCRIPTION
obat tbcTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tatalaksana TB pada merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian
medikamentosa, penataan gizi, dan lingkungan sekitarnya. Pemberian medikamentosa tidak
terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita tentang
pentingnya minum obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta pengawasan
terhadap jadwal pemberian obat, keyakinan bahwa obat diminum, Terapi medikamentosa yang
dipakai dalam first line drugs of choice adalah Isoniazid (INH), rifampicin, pirazinamid,
etambutol dan streptomycin. Sementara second line drugs of choice antara lain PAS, viomisin,
sikloserin, etionamid dan kapriomisin, yang digunakan jika terjadi multidrug resistance
(MDR). INH dan rifampicin adalah obat pilihan utama ditambah dengan etambutol dan
streptomisin.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
1
BAB II
PEMBAHASAN
Efek samping obat anti tuberkulosis
A. Isoniazid (INH)
Isoniazid merupakan kristal putih, atau serbuk kristalin putih dan mempunyai kelarutan 125
mg/ml dalam air dan 20 mg/ml dalam alkohol pada suhu 25°C. Isoniazid adalah suatu sintetik,
derivat asam isonikotinik.
INH ( Isonikotinik hidrazil ) adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat
bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang
sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam, mekanisme kerja
INH telibat dalam penghambatan enzim esensial unuk sintesis asam mikolat dan dinding sel
mikobakterium (Katzung, 2002).
Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan
dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, cairan acsites dan jaringan
kaseosa. Dosis harian yang biasa diberikan (4-6 mg/kg/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan
satu kali pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan
dalam bentuk syrup 100 mg/5 ml. Konsentrasi puncak di dalam darah, sputum, dan cairan
serebrospinal dapat dicapai dalam 1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam.
Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada ± 0,5 % penderita.
Hepatotoksisitas ditandai oleh peningkatan SGOT/SGPT hingga 5 kali normal (40 U/L) tanpa
gejala klinis , peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dL, serta peningkatan SGOT/SGPT
dengan nilai berapapun yang disertai oleh anoreksia, nausea, muntah, dan ikterus (Prihatni,
2005).
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
2
Hepatitis dengan kerusakan hati yang progresif bergantung pada usia, semakin meningkat
seiiring bertambahnya usia dan pada alkoholik dapat meningkatkan resiko kerusakan
hepar(Katzung, 2002). Efek samping ini jarang terjadi pada pemberian dosis INH yang tidak
melebihi 10 mg/kgBB/hr.
Efek samping INH yang ringan dapat berupa:
• Tanda-tanda keracunan saraf tepi,kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan kesadaran.
• Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin
• Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
Pemberian piridoksin pada penderita yang mendapatkan terapi INH tidak mempengaruhi kerja
tuberkulostatik tetapi berguna untuk mencegah neuritis, piridoksin harus diberikan sebnyak 10
mg/100mg INH, bila terjadi efek samping pada INH maka dapat diberikan piridoksin dalam
jumlah INH yang dimakan.
Uraian:
• Isoniazid atau isonikotinil hidrazid, disingkat dg INH, hanya satu derivatnya yg
diketahui menghambat pembelahan kuman tuberkulosis, yakni iproniazid, tetapi terlalu
toksik utk manusia.
EFEK ANTIBAKTERI.
• Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KHM sekitar
0,025-0,05 m/ml.
• Pembelahan kuman masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama sekali.
• Mikroorganisme yg sedang "istirahat" mulai lagi dg pembelahan biasa bila kontaknya
dg obat dihentikan. Di antara mikobakteria atipik biasanya hanya M. kansasii yg peka
thd isoniazid, tetapi sensitivitasnya harus selalu diuji secara in vitro karena kuman ini
memerlukan kadar hambat yg lebih tinggi.
• Pada uji hewan, ternyata aktivitas isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin.
• Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
3
MEKANISME KERJA.
• Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang
diajukan, di antaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat, dan glikolisis.
• Ada pendapat bahwa efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat
(mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.
• Isoniazid kdr rendah mencegah perpanjangan rantai as. lemak yg sangat panjang yg
merupakan btk awal molekul as. mikolat.
• Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jml lemak yg terekstraksi
oleh metanol dr mikobakterium.
• Hanya kuman peka yang menyerap obat ke dlm selnya, dan ambilan ini merupakan
proses aktif.
RESISTENSI.
• Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya resistensi
berhubungan dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap obat.
• Pengobatan dg INH ini juga dapat menyebabkan timbulnya strain baru yang resisten.
Perubahan sifat dari sensitif menjadi resisten biasanya terjadi dalam beberapa minggu
setelah pengobatan dimulai.
• Waktu yang diperlukan untuk timbulnya resistensi berbeda pada kasus yang berlainan.
FARMAKOKINETIK.
• Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak
dicapai dalam waktu 1 -2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid terutama
mengalami asetilasi, dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh
faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa
paruhnya.
• Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat dengan
kadar yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar dalam cairan
serebrospinal kira-kira 20% kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah mencapai
material kaseosa. Kadar obat ini pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan otot
daripada dalam jaringan yang terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama di
jaringan yg terinfeksi dlm jml yg lbh dr cukup sbg bakteriostatik.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
4
• Antara 75-95% isoniazid diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya
dalam bentuk metabolit.
EPEK NONTERAPI.
• Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit berbentuk
morbiliform, makulopapular, dan urtikaria. Reaksi hematologik dapat juga terjadi
seperti agranulositosis, trombositopenia, dan anemia. Vaskulitis yang berhubungan
dengan antibodi antinuklear dapat terjadi selama pengobatan, tetapi menghilang bila
pemberian obat dihentikan. Gejala artritis seperti sakit sendi juga dapat terjadi.
• Neuritis perifer paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 6 mg/kg BB/hari. Bila
penderita tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%.
• Isoniazid dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat kejang.
Neuritis optik dengan atropi dapat juga terjadi.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
• Oral (bentuk injeksi dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat
menggunakan sedían oral maupun karena masalah absorbsi)
Bayi dan anak-anak :
• Pengobatan pada LTBI (latent TB infection) : 10 – 20 mg/kg/hari
dalam 1 – 2 dosis terbagi (maksimal 300 mg/hari) atau 20 – 40 mg/kg
(maksimal 900 mg/ dosis) dua kali seminggu selama 9 bulan
• Pengobatan infeksi TB aktif :
• Terapi harian 10 – 15 mg/kg/hari dalam 1 – 2 dosis terbagi (maksimal
300 mg/hari)
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 20 – 30 mg/kg
(maksimal 900 mg)
Dewasa :
• Pengobatan pada LTBI (latent TB infection) : 300 mg/hari atau 900
mg dua kali seminggu selama 6-9 bulan pada pasien yang tidak
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
5
menderita HIV (terapi 9 bulan optimal, terapi 6 bulan berkaitan
dengan penurunan biaya terapi) dan 9 bulan pada pasien yang
Pengobatan infeksi TB aktif : Terapi harian 5 mg/kg/hari diberikan
setiap hari (dosis lazim : 300 mg/hari); 10 mg/kg/hari dalam 1 – 2
dosis terbagi pada pasien dengan penyakit yang telah menyebar.
Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 5 mg/kg
(maksimal 900 mg); terapi 3 kali/minggu : 15 mg/kg (maksimal 900
mg)
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
• Efek sitokrom P450: substrat CYP2E1 (major); Menghambat CYP1A2 (lemah),
2A6 (sedang) , 2C8/9 (sedang) , 2C19 (kuat) , 2 D6 (sedang), 2E1 (sedang), 3A4
(kuat) ; induksi CYP2E1 (sesudah dihentikan)
• Meningkatkan efek/toksisitas : penggunaan bersama disulfiram menyebabkan
reaksi intoleransi akut. Isoniazid dapat meningkatkan kadar/efek amiodaron,
ampfetamin, benzodiazepin, beta-blocker, calcium channel blocker, citalopram,
deksmedetomidin, Meningkatkan efek/toksisitas : penggunaan bersama disulfiram
menyebabkan reaksi intoleransi akut. Isoniazid dapat meningkatkan kadar/efek
amiodaron, ampfetamin, benzodiazepin, beta-blocker, calcium channel blocker,
citalopram, deksmedetomidin, antidepresan trisiklik,trimetadon,venlafaxin.Warfarin
dan substrat dari CYP2A6,2C8/9,2C19, 2D6,2E1 , atau 3A4. Benzodiazepin tertentu
(midazolam dan triazolam), cisaprid, alkaloid ergot, HMG-CoA reduktase inhibitor
tertentu (lovastatin dan simvastatin), dan pimozide biasanya kontraindikasi dengan
inhibitor CYP3A4 kuat. Mesoridazine dan thioridazine biasanya kontraindikasi dengan
inhibitor CYP2D6 kuat. Jika digunakan dengan inhibitor CYP3A4 kuat, diperlukan
penyesuaian dosis untuk sildenafil dan inhibitor PDE-5 yang lain.
• Menurunkan efek: efek/kadar isoniazid diturunkan oleh garam aluminium atau
antasida. Isoniasid dapat menurunkan efek/kadar subsrat prodrug CYP2D6 (seperti
kodein, hidrokodone, oksikodon, tramadol)
- Dengan Makanan : Harus digunakan satu jam sebelum atau dua jam sesudah
makan pada keadaan lambung kosong; peningkatan asupan makanan yang mengandung
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
6
folat, niasin, magnesium. Tidak diperlukan pembatasan makanan yang mengandung
tyramin.
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak diketahui apakah berbahaya bagi janin. Faktor
risiko : C. Isoniazid menyebabkan embriosidal pada percobaan dengan hewan; efek
teratogenik tidak ditemukan. Isoniasid menembus plasenta manusia. Karena resiko
tuberkulosis terhadap fetus, maka pengobatan direkomendasikan bila si ibu menderita
penyakit dengan kategori sedang hingga berat.
- Terhadap Ibu Menyusui : Isoniazid terdistribusi ke dalam air susu ibu.
- Terhadap Anak-anak : -
- Terhadap Hasil Laboratorium : Interaksi tes laboratorium dengan isoniazid:
terjadi reaksi positif palsu pada pemeriksaan glukosa urin dengan Clinitest
Parameter Monitoring
• Tes fungsi hati, kultur sputum
Peringatan
Kerusakan hati; kerusakan ginjal; status asetilator lambat ( meningkatkan risiko
efek samping); epilepsi; riwayat psikosis; ketergantungan alkohol, malnutrisi, diabetes
melitus, infeksi HIV (resiko neuritis perifer) ; kehamilan dan menyusui ; porfiria.
Gangguan hati : pasien atau keluarganya harus diberitahu bagaimana mengenal tanda-
tanda gangguan hati dan disarankan untuk menghentikan pengobatan serta segera
memeriksakan diri jika muncul gejala yang menetap seperti mual, muntah, malaise
atau jaundice (penyakit kuning).
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
AAP merekomendasikan suplemen piridoksin (1-2 mg/kg/hari) harus diberikan
pada pasien malnutrisi, anak-anak dan dewasa yang kurang asupan makanan seperti
daging dan susu, bayi yang sedang menyusui untuk mencegah neuropati perifer;
pemberian sirup isoniazid dikaitkan dengan timbulnya diare.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
7
Informasi Pasien
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker.
• Gunakan pada saat lambung kosong, sedikitnya 1 jam sebelum atau 2 jam
sesudah makan. Jika perlu, gunakan obat ini bersama makanan untuk menurunkan rasa
tidak enak pada lambung
• Pasien tidak boleh lupa minum obat, jangan menghentikan pemakaian obat ini
tanpa berkonsultasi dengan dokter
• Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat hingga pengobatan selesai akan
mengakibatkan kegagalan terapi dan meningkatkan risiko memburuknya kesehatan.
• Minimalisasi penggunaan alkohol. Alkohol dapat meningkatkan resiko hepatitis.
• Segera memeriksakan diri ke dokter bila timbul lemah yg berkepanjangan,atau
demam lebih dari 3 hari, nafsu makan berkurang,mual, muntah, warna kuning pada
kulit dan mata, urin berwarna gelap,ruam, mati rasa atau terjadi rasa gatal pada kaki dan
tangan.
• Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas
anjuran dokter.
• Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum
menggunakan obat ini.
• Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter
yang merawat.
• Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat.
• Jika terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya
jangan minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan .
• Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker
Mekanisme Aksi
• Tidak diketahui, namun diperkirakan terjadi penghambatan sintesis asam mikolat
yang menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri
Monitoring Penggunaan ObatKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
8
• Tes fungsi hati secara periodik;kultur sputum dilakukan tiap bulan (hingga
diperoleh hasil 2 kali kultur negatif) ; monitoring tanda-tanda prodromal hepatitis.
B.Rifampisin (C43H58N4O12)
Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan,
dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH, rifampisin
diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Bila rifampicin diberikan bersama dengan INH, maka akan
bersifat sebagai bakterisidal terhadap mikobakterium dan cenderung mensterilisasi jaringan
yang terinfeksi, rongga atau sputum. Rifampicin mempenetrasi sel fagositik dengan baik serta
membunuh mikobakterium intraseluler (Katzung , 2002).
Rifampisin 85 -90% di metabolisme di hati dan metabolit aktifnya diekskresikan melalui INH.
Pada penderita dengan kelainan hepar akan ditemukan kadar rifampisin serum yang lebih
tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem enzim sitokrom P 450 yang akan terus berlangsung
hingga 7–14 hari setelah obat dihentikan. Efek hepatotoksik dipengaruhi oleh dosis yang
digunakan, dan proses metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin,
lingkungan dalam lambung dan penyakit hepar (Prihatni, 2005).
Saat ini, Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 8-12 mg/kgBB/hari, dosis
maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian perhari. Jika diberikan dosis
Rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari maka efek samping jarang terjadi. Seperti halnya
INH, Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS.
Rifampisin dapat diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, jarang menimbukan efek samping,
terutama pada pemakaian terus-menerus setiap hari. Salah satu efek samping berat dari
rifampisin adalah hepatitis, walaupun ini
sangat jarang terjadi. Apabila terjadi ikterik ataupun hepatitis maka hentikan
pengobatan dan lanjutkan apabila gejala tersebut hilang atau sembuh,
Hepatotoksisitas ditandai oleh peningkatan SGOT/SGPT hingga 5 kali normal (40
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
9
U/L) tanpa gejala klinis , peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dL, serta peningkatan
SGOT/SGPT dengan nilai berapapun yang disertai oleh anoreksia,
nausea, muntah, dan ikterus (Prihatni, 2005).
1. Efek samping rifampisin yang berat tetapi jarang terjadi adalah :
• Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas, kadang disertai
kolaps atau syok sehingga perlu penanganan darurat.
• Purpura, anemia hemolitik akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi maka hentikan pengobatan dengan rifampisin meskipun gejalanya
sudah hilang.
2. Efek samping rifampisin yang ringan adalah :
• Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
• Sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri tulang
• Sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah kadang-kadang diare
Efek samping ringan sering terjadi pada pemberian berkala dan dapat
sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
Uraian:
• Rifampisin adl derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota ketompok
antibiotik makrosiklik yg disbt rifamisin.
• Kelompok ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei.
• Obat ini merupakan ion zwitter, larut dlm pelarut organik dan air yg pH nya asam.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI.
• Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
Thd kuman gram-negatif kerjanya lbh lemah dp tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin,
dan kolistin.
• Dpt menghhambat pertumbuhan beberapa jenis virus.KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
10
• In vitro, rifampisin dalam kadar 0,005-0,2 g/ml dpt menghambat pertumbuhan M.
tuberkulosis.
• In vivo, rifampisin meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid thd M.
tuberculosis, tetapi tdk bersifat aditif thd etambutol.
Mekanisme kerja
• Rifampisin terutama aktif thd sel yg sedang bertumbuh.
• Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dr mikobakteria dan
mikroorganisme lain dg menekan mula terbtknya (bukan pemanjangan) rantai dlm
sintesis RNA.
• Inti RNA Polymerase dr berbagai sel eukariotik tdk mengikat rifampisin dan sintesis
RNAnya tdk dipengaruhi.
• Rifampisin dpt menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar
yg lbh tinggi dp kdr utk penghambatan pd kuman.
• Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kdr puncak dlm plasma setelah 2-4 jam;
dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kdr sekitar 7 g/ml. Asam para-amino
salisilat dpt memperlambat absorpsi rifampisin, shg kadar terapi rifampisin dlm plasma
tdk tercapai. Bila rifampisin harus digunakan bersama asam para amino salisilat, maka
pemberian kedua sediaan harus berjarak waktu 8-12 jam.
• Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kmd
mengalami sirkulasi enterohepatik.
• Obat ini cepat mengalami deasetilasi, shg dlm waktu 6 jam hampir semua obat yg
berada dlm empedu berbtk deasetil rifampisin, yg mempunyai aktivitas antibakteri
penuh.
• Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, shg walaupun bioavailabilitasnya
tinggi, eliminasinya meningkat pd pemberian berulang.
• Rifampisin didistribusi ke seluruh tubuh
INTERAKSI OBAT.
• Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin sehingga
kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
11
yang cukup kuat, sehingga berbagai obat hipoglikemik oral, kortikosteroid, dan
kontrasepsi oral akan berkurang efektivitasnya bila diberikan bersama rifampisin.
• Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama kontrasepsi oral, Rifampisin
mungkin juga menganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan
kelainan tulang berupa osteomalasia.
STATUS DALAM PENGOBATAN.
• Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan tuberkulosis dan
sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberkulosis jangka pendek.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
• Oral ( Dosis IV infusi sama dengan pemberian peroral)
• Terapi Tuberkulosis
• Catatan : Regimen empat obat ( isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol) lebih disukai untuk pengobatan awal, empirik TB
• Bayi dan anak-anak < 12 tahun
• Terapi harian : 10 – 20 mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal (maksimal 600
mg/hari)
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 10 – 20 mg/kg (maksimal
600 mg/hari)
Dewasa
• Terapi harian : 10 mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal (maksimal 600
mg/hari)
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 10 mg/kg (maksimal 600
mg/hari) ; 3 kali/minggu : 10 mg/kg (maksimal 600 mg/hari)
• Infeksi tuberkulosis latent (yang belum nampak): sebagai alternatif untuk
isoniazid :
• Anak-anak : 10 – 20 mg/kg/perhari (maksimal : 600 mg/hari) selama 6 bulan
• Dewasa : 10 mg/kg/hari (maksimal : 600 mg/hari) selama 4 bulan
• Profilaksis H. Influenzae (unlabeled use)KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
12
• Bayi dan anak-anak : 20 mg/kg/hari tiap 24 jam selama 4 hari, tidak lebih dari
600 mg/dosis
• Dewasa : 600 mg setiap 24 jam selama 4 hari
• Leprosy (unlabeled use) : dewasa :
• Multibacillary : 600 mg sekali sebulan selama 24 bulan dalam kombinasi dengan
ofloksasin dan minosiklin
• Paucibacillary : 600 mg sekali sebulan selama 6 bulan dalam kombinasi dengan
dapson
• Lesi tunggal : 600 mg sebagai dosis tunggal dalam kombinasi dengan ofloksasin
400 mg dan minosiklin 100 mg
• Profilaksis meningitis meningococcal.
• Bayi , 1 bulan : 10 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam selama 2 hari
• Bayi = 1 bulan dan anak-anak : 20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam
selama 2 hari (maksimal 600 mg/dosis)
• Dewasa : 600 mg tiap 12 jam selama 2 hari
• Staphylococcus aureus pada nasal carrier (unlabeled use):
• Anak-anak: 15 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam selama 5 – 10 hari dalam kobinasi
dengan antibiotik lain
• Dewasa : 600 mg/hari selama 5 – 10 hari dalam kombinasi dengan antibiotik lain
• Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan hepar : penurunan dosis
diperlukan untuk meurunkan hepatotoksisitas
• Hemodialysis atau peritoneal dialysis : konsentreasi plasma rifampisin tidak
signifikan dipengaruhi oleh hemodialisis atau dialisis peritoneal
Farmakologi
• Durasi : < 24 jam
• Absorbsi : Oral : diabsorpsi dengan baik; makanan dapat mengakibatkan
penundaan absorpsi (delay) atau sedikit menurunkan kadar puncak
• Distribusi : sangat lipofilik , dapat menembus sawar darah otak (bood-brain
barrier) dengan baik
• Difusi relatif dari darah ke dalam cairan serebrospinal : adekuat dengan atau
tanpa inflamasi
• CSF : inflamasi meninges : 25%KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
13
• Metabolisme : Hepatik; melalui resirkulasi enterohepatik
• Ikatan protein : 80%
• T½ eliminasi : 3-4 jam; waktu tersebut akan memanjang pada gagal hepar; gagal
ginjal terminal : 1,8-11 jam.
• Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral : 2-4 jam
• Ekskresi : Feses (60% - 65%) dan urin (~ 30%) sebagai obat yang tidak berubah
Stabilitas Penyimpanan
• Serbuk rifampisin berwarna merah kecoklatan. Vial yang utuh harus disimpan
pada suhu kamar dan dihindarkan dari cahaya dan panas yg berlebihan. Rekonstitusi
serbuk untuk injeksi dengan SWFI; untuk injeksi larutkan dalam sejumlah volume yg
tepat dengan cairan yang kompatibel (contoh : 100 ml D5W). Vial yang telah
direkontitusi stabil selama 24 jam pada suhu kamar.Stabilitas parenteral admixture pada
penyimpanan suhu kamar (25°C) adalah 4 jam untuk pelarut D5W dan 24 jam untuk
pelarut NS
Kontraindikasi
• Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam
sediaan; penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan
proease inhibitor), jaundice (penyakit kuning)
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
• Efek Cytochrome P450 : substrat CYP2A6, 2C8/9, 3A4 (major) ; Induksi
CYP1A2 (kuat) ,2A6 (kuat), 2B6 (kuat), 2 C8/9(kuat), 2C19 (kuat), 3A4 (kuat).
• Meningkatkan efek/toksisitas : Rifampisin dapat meningkatkan efek terapeutik
clopidogrel, penggunaan bersama dengan isoniazid pyrazinamide atau protease
inhibitor (amprenavir saquinavir/ritonavir) dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas;
antibiotika makrolida dapat meningkatkan kadar/toksisitas rifampin.KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
14
• Menurunkan efek : Rifampisin dapat menurunkan efek/kadar obat-obat berikut:
asetaminofen, alfentanil, amiodaron,angiotensin II receptor blocker (irbesartan dan
losartan), 5-HT3 antagonis, antifungi imidazol, aprepitant, barbiturat, benzodiazepin
(dimetabolisme melalui oksidasi), beta blocker, buspiron, calsium channel blocker,
kloramfenikol, kortikosteroid, siklosporin; substrat CYP1A2, 2A6, 2B6, 2C8/9, 2C19
DAN 3A4 (contoh : aminofilin, amiodaron, bupropion, fluoksetin, fluvoksamin,
ifosfamid, methsuksimid, mirtazapin, nateglinid, pioglitazon, promethazin, inhibitor
pompa proton, ropinirol, rosiglitazon, selegilin, sertralin, teofilin, venlafaxin dan
zafirlukast; dapson, disopiramid, kontrasepsi estrogen dan progestin, feksofenadin,
flukonazol, asam fusidat, HMG-CoA reductase inhibitor, metadon, morfin, fenitoin,
propafenon, inhibitor protease, quinidin, repaglinid, inhibitor reverse transkriptase
(non-nucleoside), sulfonilurea, takrolimus, tamoksifen, terbinafin, tocainide,
antidepresan trisiklik, warfarin,zaleplon, zidovudin, zolpidem. Efek rifampisin
diturunkan oleh inducer CYP2A6, 2C8/9, dan 3A4 (seperti : aminoglutethimide,
barbiturat, karbamazepin, nafcillin, nevirapin dan fenitoin)
- Dengan Makanan : Makanan menurunkan absorbsi; konsentrasi rifampin
dapat diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan. Hindari ethanol (dapat
meningkatkan resiko hepatotoksisitas) St. John’s wort dapat menurunkan kadar
rifampisin
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Penggunaan obat pada trimester 1 (pertama): Produsen
menyatakan studi pada binatang menunjukkan adanya teratogenik pada dosis tinggi.
Penggunaan obat pada trimester 3 (tiga): Resiko terjadinya perdarahan pada neonatal
dapat meningkat, Faktor risiko : C
- Terhadap Ibu Menyusui : Hanya sejumlah kecil saja berada pada air susu.
Masuk dalam air susu ibu / tidak direkomendasikan (AAP rates “compatible”)
- Terhadap Anak-anak : -
- Terhadap Hasil Laboratorium : Interaksi rifampicin dengan tes
laboratorium : reaksi Coombs positif, rifampicin mengganggu pemeriksaan standar
serum folat dan vitamin B12, meningkatkan LFTs dan menurunkan ekskresi billiari
dari contrast mediaKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
15
Parameter Monitoring Fungsi hati (AST, ALT, bilirubin), CBC, hepatic status
dan mental status, kultur sputum, x-ray dada
Bentuk Sediaan
• Kapsul, Kaptab, Sirup
Peringatan
• Kerusakan hati ( periksa tes fungsi hati dan pemeriksaan darah pada gangguan
hati, ketergantungan alkohol, dan pada terapi dalam jangka waktu yang lama);
kerusakan ginjal (jika digunakan dosis di atas 600 mg sehari); kehamilan dan menyusui;
porfiria; Penting : pasien yang menggunakan hormon kontrasepsi disarankan untuk
menggantinya dengan alternatif kontrasepsi lain seperti IUD, karena efek obat
kontrasepsi menjadi tidak efektif akibat adanya interaksi obat.
Informasi Pasien
• Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor,
seperti kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang
berkaitan dengan jumlah dan/ frekwensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau
apoteker. Obat ini menyebabkan warna merah pada urin, keringat, saliva dan air mata.
Obat ini juga dapat menimbulkan noda permanen pada lensa kontak. Mempengaruhi
efektifitas kontrasepsi oral, gunakan metoda KB yang lain. Rifampisin harus digunakan
pada saat lambung kosong, gunakan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dengan
segelas air. Gunakan obat ini sedikitnya 1 jam sebelum menggunakan antasida. Segera
memeriksakan diri ke dokter bila timbul demam, hilang nafsu makan, tidak enak badan,
mual, muntah, urin berwarna gelap, perubahan warna kulit dan mata menjadi
kekuningan atau nyeri atau bengkak pada persendian. Pasien harus menggunakan obat
hingga habis. Jangan sampai terdapat dosis yang terlewat. Jangan menghentikan
pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter. Jangan menggunakan obat
melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran dokter. Jangan
menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang merawat.
Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika terlewat
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
16
beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat
dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan . Jika lebih dari satu kali
dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker. Obat ini hanya digunakan oleh
pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada orang lain.
Mekanisme Aksi
• Menghambat sintesis RNA bakteri dengan mengikat subunit beta dari DNA-
dependent RNA polymerase, menghambat transkripsi RNA
Monitoring Penggunaan Obat
• Periodik (sebelum pengobatan dan tiap 2 – 4 minggu selama terapi) monitoring
fungsi hati (AST, ALT, bilirubin), CBC; status fungsi hati dan mental , kultur sputum,
x-ray dada 2 – 3 bulan pengobatan
C. Etambutol
Etambutol (EMB) jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya
pada mata. Dosis EMB 15-18 mg/kg/hari, maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis
tunggal. Resistensi akan timbul bila obat diberikan secara tunggal sehingga selalu
diberikan bersama dengan obat antituberkulosis yang lain. Kadar serum puncak 5
μg dalam waktu 2-4 jam. Eksresi terutama melalui ginjal dan saluran cerna.
Interaksi obat dengan EMB tidak dikenal. EMB tersedia dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Memiliki aktivitas bakteriostatik, dapat mencegah timbulnya resistensi
terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan
dosis tinggi dengan terapi intermiten (Katzung, 2002).
Ethambutol tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan
meningitis. EMB ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada
pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari. Etambutol dapat
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
17
menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya penglihatan, buta
warna untuk warna merah dan hijau, keracunan tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai. Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15mg/Kg BB/hr yang
diberikan tiga (3) kali seminggu.
Setiap penderita yang menerima etambutol harus diingatkan bahwa bila terjadi gejala-gejala
gangguan penglihatan supaya segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Karena resiko keruskan okuler
pada anak-anak sulit dideteksi maka etambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak sehingga
pemeriksaan mata selama pengobatan sebaiknya dilakukan.
Uraian:
AKTIVITAS ANTIBAKTERI.
• Hampir semua galur M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif thd etambutol. Etambutol
tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati.
Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
• Efektivitas pada hewan coba sama dengan isoniazid. In vivo, sukar menciptakan
resistensi thd etambutol dan timbulnya pun lambat, tetapi resistensi ini timbul bila
etambutol digunakan tungggal.
FARMAKOKINETIK.
• Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna. Kadar
puncak dlm plasma dicapai dlm wkt 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15
mg/kg BB menghasilkan kdr dlm plasma sekitar 5 mg/ml pd 2-4 jam.
• Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar etambutol dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam
plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai depot etambutol yg kmd
melepaskannya sedikit demi sedikit ke dalam plasma.
• Dlm wkt 24 jam, 50% etambutol yg diberikan diekskresi dlm btk asal melalui urin, 10%
sbg metabolit, berupa derivat aldehid dan asam karboksilat. Bersihan ginjal utk
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
18
etambutol kira-kira 8,6 ml/menit/kg menandakan bhw obat ini selain mengalami filtrasi
glomerulus juga disekresi melalui tubuli.
• Etambutol tdk dpt menembus sawar darah otak, tetapi pd meningitis tuberkulosa dpt
ditemukan kdr terapi dlm cairan otak.
STATUS DALAM PENGOBATAN.
• Etambutol telah berhasil digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dan menggantikan
tempat asam para amino salisilat karena tidak menimbulkan efek samping yang
berbahaya serta dapat diterima dalam terapi.
• Manfaatnya yang utama dalam paduan terapi tuberkulosis ialah mencegah timbulnya
resistensi kuman thd antituberkulosis lain.
SEDIAAN DAN POSOLOGI.
• Di Indonesia etambutol tdp dlm btk tablet 250 mg dan 500 mg.
• Dosis biasanya 15 mg/kg BB, diberikan sekali sehari.
• Ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kg BB selama 60 hari pertama, kmd
diturunkan menjadi 15 mg/kg BB.
• Pd penderita dg gangguan fungsi ginjal dosisnya perlu disesuaikan karena etambutol
terakumutasi dlm badan
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
• Pengobatan tuberkulosis: Catatan : digunakan sebagai multidrug regimen.
Regimen pengobatan meliputi fase awal selama 2 bulan diikuti dengan pengobatan
fase lanjutan selama 4 hingga 7 bulan, frekwensi dan dosis berbeda tergantung dari fase
terapi.
• Anak-anak:
• Terapi harian 15 – 20 mg/kg/hari (maksimum : 1 g/hari)
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 50 mg/kg (maksimal 4
g/dosis)
• Dewasa :
• Terapi harian 15 – 25 mg/kg
• 40 – 55 kg : 800 mg
• 56 – 75 kg : 1200 mgKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
19
• 76 – 90 kg : 1600 mg
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy): 50 mg/kg
• 40 – 55 kg : 2000 mg
• 56 – 75 kg : 2800 mg
• 76 – 90 kg : 4000 mg
• Tiga kali seminggu DOT (directly observed therapy): 25 – 30 mg/kg (maksimal
2,5 g)
• 40 – 55 kg : 1200 mg
• 56 – 75 kg : 2000 mg
• 76 – 90 kg : 2400 mg
• Diseminated Mycobacterium Avium Complex (MAC) pada pasien dengan
infeksi HIV : 15 mg/kg etambutol dalam kombinasi dengan azitromisin 600 mg sehari
• Interval dosis pada kerusakan ginjal :
• Clcr 10 – 50 ml/menit : pemberian tiap 24 – 36 jam
• Clcr < 10 ml/menit: pemberian tiap 48 jam
• Hemodialisis : sedikit terdialisis (5% hingga 20%) , pemberian dosis setelah
dialisis
• Peritoneal dialysis : dosis untuk Clcr < 10 ml/menit
• Pemberian secara continous arterivenous atau venous hemofiltration : pemberian
setiap 24 – 36 jam
Farmakologi
• Absorbsi : ~ 80%
• Distribusi : terdistribusi secara luas dalam tubuh; terkonsentrasi dalam ginjal,
paru, saliva dan sel darah merah
• Difusi relatif dari darah ke dalam Ccairan serebrospinal : cukup dengan atau
tanpa inflamasi
• Cairan serebrospinal: normal meninges : 0% ; inflamasi meninges : 25%
• Ikatan protein : 20% hingga 30%
• Metabolisme : hepatik (20%) menjadi bentuk metabolit inaktif
• T½ eliminasi 2.5-3.6 jam; gagal ginjal terminal : 7-15 jam
• Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: 2-4 jam
• Ekskresi : urin (~ 50%) dan feses (20%) dalam bentuk obat yang tidak berubahKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
20
Stabilitas Penyimpanan
• Simpan pada suhu kamar yang terkontrol 20°C hingga 25°C
• Tablet etambutol hidroklorida harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
dilindungi dari cahaya, kelembaban dan suhu panas yang berlebihan.
Kontraindikasi
• Neuritis optik, keterbatasan penglihatan
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Menurunkan efek : absorbsi menurun jika digunakan
bersama alumunium hidroksida. Hindari penggunaan bersama dengan antasida yang
mengandung alumunium, beri jarak minimal 4 jam dari pemberian etambutol
- Dengan Makanan : Dapat digunakan bersama dengan makanan karena
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan, dapat menyebabkan iritasi lambung.
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak diketahui apakah berbahaya bagi janin. Faktor risiko :
C. Belum ada penelitian yang adecuat dan “well-controled” pada wanita hamil; efek
teratogenik terjadi pada penelitian dengan hewan. Etambutol telah digunakan dengan
aman selama kehamilan.
- Terhadap Ibu Menyusui : Hanya sejumlah kecil berada pada air susu. Masuk
dalam air susu ibu / gunakan dengan hati-hati (AAP mempertimbangkan
“compatible”)
- Terhadap Anak-anak : Tidak direkomendasikan untuk penggunaan anak-anak
dibawah umur 13 tahun
- Terhadap Hasil Laboratorium : -
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
21
Parameter Monitoring
Tes visual, tes renal, hepatik dan hematopoetic
Bentuk Sediaan
• Tablet
Peringatan
• Penurunan dosis pada kerusakan ginjal dan jika klirens kreatinin kurang dari 30
ml/menit, juga monitor konsentrasi plasma etambutol ; pasien usia lanjut; kehamilan,
tes ketajaman penglihatan sebelum pengobatan dan peringatkan pasien untuk segera
melaporkan jika terjadi perubahan dalam penglihatan; anak-anak direkomendasikan
melakukan monitoring oftalmologi secara rutin.
Informasi Pasien
• Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker.
Obat ini harus digunakan bersama dengan obat tuberkulosis yang lain. Obat ini harus
digunakan satu kali tiap 24 jam. Dapat digunakan bersama atau tanpa makanan. Selama
menggunakan obat ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan penglihatan tiap
bulan. Hubungi dokter jika terjadi perubahan pada penglihatan. Ketajaman penglihatan
biasanya dapat kembali seperti semula setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelah pengobatan dihentikan Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa
berkonsultasi dengan dokter Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas
kesehatan sebelum menggunakan obat ini. Jangan menggunakan obat melebihi jumlah
yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran dokter. Jangan menggunakan OTC atau
obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang merawat. Jika pasien lupa minum
obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam dan telah
mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat dengan dosis ganda,
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
22
kecuali atas saran dari dokter atau apoteker. Jika lebih dari satu kali dosis terlewat,
hubungi dokter atau apoteker.
Mekanisme Aksi
Menekan multiplikasi bakteri, dengan cara mengganggu sintesis RNA.
D. Pirazinamid (Pyrazinecarboxamide ; Pyrazinoic Acid Amide. C5H5N3O)
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh
termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam,
diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 15-30
mg/kg/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak 45 μg/ml dalam waktu 2
jam(Katzung, 2002).
Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg. Penggunaan PZA aman pada anak. PZA
diberikan pada fase intensif karena PZA sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang
timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak.
Efek samping utama dari penggunaan pirazinamid adalah hepatitis. Hepatotoksisitas ditandai
oleh peningkatan SGOT/SGPT hingga 5 kali normal (40U/L) tanpa gejala klinis , peningkatan
bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dL, serta peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai berapapun
yang disertai oleh anoreksia,nausea, muntah, dan ikterus (Prihatni, 2005). Juga dapat terjadi
nyeri sendi dankadang-kadang dapat menimbulkan serangan arthritis gout yang kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi danpenimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi hipersensitas misalnya demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain.
Uraian:
• Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya.
• Obat ini tidak larut dalam air.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
23
• Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam
pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam.
• In vitro, pertumbuhan kuman tuberkulosis dalam monosit dihambat sempurna pada
kadar pirazinamid 12,5 g/ml.
FARMAKOKINETIK.
• Pirazinamid mudah diserap di usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh.
• Dosis 1 gram menghasilkan kadar plasma sekitar 45 g/ml pada dua jam setelah
pemberian obat.
• Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus. Asam pirazinoat yang aktif kemudian
mengalami hidroksilasi menjadi asam hidropirazinoatyang merupakan metabolit utama.
• Masa paruh eliminasi obat ini antara 10-16
STATUS DALAM PENGOBATAN.
• Pirazinamid beberapa tahun yang lalu masih merupakan obat sekunder yang digunakan
bila ada resistensi atau kontraindikasi terhadap obat primer.
• Sejak pengobatan tuberkulosis menggunakan paduan pengobatan jangka pendek,
kedudukan pirazinamid berubah menjadi obat primer, obat ini lebih aktif pada suasana
asam dan merupakan bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan asam yang berada dalam
set makrofag.
• Kini, bersama INH dan rifampisin, pirazinamid merupakan obat yg penting utk
diberikan pd awal pengobatan tuberculosis
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
• Oral : pengobatan tuberkolosis
• Catatan : Digunakan sebagai bagian dari multidrug regimen. Regimen
pengobatan meliputi fase pengobatan awal 2 bulan, diikuti dengan fase lanjutan 4
hingga 7 bulan; frekuensi dan dosis berbeda tergantung dari fase terapi
• Anak-anak :
• Terapi harian 15 – 30 mg/kg/hari (maksimum : 2 g/hari)
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 50 mg/kg/dosis (maksimal
4 g/dosis)
• Dewasa :
• Terapi harian 15 – 30 mg/kg/hari
• 40 – 55 kg : 1000 mgKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
24
• 56 – 75 kg : 1500 mg
• 76 – 90 kg : 2000 mg
• Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy): 50 mg/kg
• 40 – 55 kg : 2000 mg
• 56 – 75 kg : 3000 mg
• 76 – 90 kg : 4000 mg
• Tiga kali seminggu DOT (directly observed therapy): 25 – 30 mg/kg (maksimal
2,5 g)
• 40 – 55 kg : 1500 mg
• 56 – 75 kg : 2500 mg
• 76 – 90 kg : 3000 mg
• Pasien usia lanjut : mulai dari dosis harian yang lebih rendah (15 mg/kg) dan
ditingkatkan sampai dosis yang masih dapat ditoleransi
• Penyesuaian dosis pada kerusakan ginjal : Cl cr < 50 mL/menit : Hindari
penggunaan obat atau turunkan dosis hingga 12 – 20 mg/kg/hari
• Hidari penggunaan pada hemodialysis atau peritoneal dialysis, juga pada
continous arterivenous atau venous hemofiltration.
• Penyesuaian dosis kerusakan hati : pengurangan dosis
Farmakologi
• Bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada konsentrasi obat pada tempat
infeksi
• Absorbsi : diabsorbsi dengan baik
• Distribusi : terdistribusi luas kedalam jaringan tubuh dan cairan termasuk hari,
paru dan cairan serebrospinal
• Difusi relatif dari darah kedalam cairan serebrospinal : adekuat dengan atau tanpa
inflamasi
• Cairan serebrospinal : inflamasi meninges : 100%
• Ikatan protein : 50%
• Metabolisme : hepatik
• T½ eliminasi : 9-10 jam
• Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: dalam 2 jam
• Ekskresi : urin (4% dalam bentuk obat tidak berubah)KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
25
Stabilitas Penyimpanan
• Pyrazinamide tablet harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu 15 –
30°C. Tablet yang mengandung kombinasi tetap rifampisin, isoniazid dan pirazinamid
harus dilindungi dari kelembaban yang berlebihan, dan disimpan pada 15 – 30°C
Kontraindikasi
• Porfiria
Interaksi
•
- Dengan Obat Lain : Meningkatkan efek/toksisitas: kombinasi terapi dengan
rifampin dan pirazinamid berhubungan dengan reaksi hepatotoksik yang fatal dan berat
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
•
- Terhadap Kehamilan : Produsen menyarankan penggunaan hanya jika
potensial keuntungan lebih besar dari resikonya. Regimen standar dapat digunakan
selama kehamilan dan menyusui. Faktor risiko : C
•
- Terhadap Ibu Menyusui : Hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam air
susu,gunakan dengan hati-hati.
•
- Terhadap Anak-anak : Pirazinamid dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-
anak
•
- Terhadap Hasil Laboratorium : Interaksi dengan tes laboratorium : bereaksi
dengan Acetest dan Ketosix menghasilkan warna coklat kemerah-merahan
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
26
•
Parameter Monitoring
• Tes fungsi hati, serum asam urat, kultur sputum, X-ray dada.
Bentuk Sediaan
• Tablet
Peringatan
• Kehamilan, kerusakan hati (monitor fungsi hati) ; diabetes ; gout (dihindari pada
serangan akut). Penggunaan obat pada pasien dengan penyakit hati : pasien atau
keluarganya harus diberitahu tanda-tanda gangguan fungsi hati , dan menyarankan
untuk tidak meneruskan pengobatan dan segera memeriksakan diri jika timbul gejala
seperti: mual, muntah, malaise dan jaundice.
Informasi Pasien
• Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau apoteker.
• Obat ini dapat digunakan satu kali sehari atau dua kali sehari.
• Gunakan obat ini hingga habis. Jika anda tidak menggunakan obat ini sesuai
dengan resep pada waktu yang telah ditentukan, maka infeksi tidak dapat disembuhkan
dan dapat terjadi masalah kesehatan yang serius pada Anda.
• Hubungi dokter bila terjadi demam, hilang nafsu makan, nyeri badan, mual,
muntah, urin berwarna gelap, warna kuning pada kulit dan mata, nyeri dan terjasi
pembengkakan pada sendi.
• Pada pasien dengan infeksi HIV, diperlukan durasi pengobatan yang lebih
panjang.
• Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini dilakukan.
• Obat ini selalu digunakan bersama dengan obat lain untuk mengobati
tuberkulosis.
• Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
27
• Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum
menggunakan obat ini.
• Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas
anjuran dokter.
• Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter
yang merawat.
• Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika
terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan
minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan .
• Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker.
• Obat ini hanya digunakan oleh pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan
pada orang lain
Mekanisme Aksi
• Perubahan menjadi asam pirazinoat pada strain Mycobacterium dimana pH
lingkungan mejadi lebih rendah ; mekanisme aksi yang pasti tidak jelas.
Monitoring Penggunaan Obat
• Tes fungsi hati secara periodik, serum asam urat, kultur sputum, X-ray dada 2 – 3
bulan selama pengobatan dan setelah pengobatan selesai.
E. Streptomisin (dihydrostreptomycin sulfate ; Streptomycin sulfate.
C21H41N7O12)
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ekstraseluler pada keadaan basal
atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler (Katzung, 2002). Saat ini,
streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaanya penting dalam
pengobatan TB yang resisten-obat.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
28
Streptomisin dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 15—40 mg/kgBB/hari,
maksimal 1 gram/hari, kadar puncak 40–-50 μg/ml dalam waktu 1—2 jam. Streptomisin sangat
baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak
meradang. Sterptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi
melalui ginjal.
Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap INH
atau jika anak menderita tuberkulosis berat. samping utama dari streptomisin adalah kerusakan
saraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Resiko efek samping
tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan
umur penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan
tanda-tanda telinga mendenging (tinitus), pusing, dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Resiko ini terutama terutama akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Reaksihipersensitas kadang-kadang berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai dengan
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.
Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas
setempat pada bekas suntikan, rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang
terjadi) maka dosis dapat dikurangi.
Uraian:
• Streptomisin ialah antituberkulosis pertama yg secara klinik dinilai efektif. Namun sbg
obat tunggal, bukan obat yg ideal.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI.
• Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid thd kuman tuberkulosis.
• Mikobakterium atipik fotokromatogen, skotokromatogen, nonkromatogen dan spesies
yg tumbuh cepat tdk peka thd streptomisin.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
29
• Adanya mikroorganisme yg hidup dlm abses atau kelenjar limfe regional serta
hilangnya pengaruh obat setelah beberapa bulan pengobatan, mendukung konsep bhw
kerja streptomisin in vivo ialah supresi, bukan eradikasi kuman tuberkulosis.
RESISTENSI.
• Dalam populasi yg besar selalu terdpt kuman yg resisten thd streptomisin. Resistensi
ini mungkin disebabkan oleh mutasi yg terjadi secara kebetulan. Kemungkinan terjadi
resistensi in vitro dan in vivo sama besar. Secara umum dikatakan bhw makin lama
terapi dg streptomisin berlangsung, makin meningkat resistensinya. Pd beberapa
penderita resistensi ini terjadi dlm satu bulan. Setelah 4 bulan, 80% kuman tuberkulosis
tidak sensitif lagi. Bila kavitas tdk menutup atau sputum tdk menjadi steril dlm wkt 2-
3 bulan, bakteri yg tertinggal telah resisten dan pengobatan tdk efektif lagi. Penggunaan
streptomisin bersama antituberkulosis lain menghambat terjadinya resistensi.
• Tetapi hal ini tidak mutlak, pada pengobatan jangka lama dapat juga terjadi resistensi
kuman terhadap kedua obat itu.
FARMAKOKINETIK.
• Setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma.
Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Streptomisin kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Kira-kira sepertiga streptomisin yang berada dalam plasma,
terikat protein plasma. Streptomisin dieksresi melalui filtrasi glomerulus. Kira-kira 50-
60% dosis streptomisin yang diberikan secara parenteral diekskresi dalam bentuk utuh
dalam waktu 24 jam pertama. Sebagian besar jumlah ini diekskresi dalam waktu 12
jam. Masa paruh obat ini pada orang dewasa normal antara 2-3 jam, dan dapat sangat
memanjang pada gagal ginjal. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada penderita yang
fungsi ginjalnya terganggu
EFEK NONTERAPI.
• Reaksi hipersensitivitas biasanya terjadi dalam minggu-minggu pertama pengobatan.
Streptomisin bersifat neurotoksik pada saraf kranial ke VIII, bila diberikan dlm dosis
besar dan jangka lama. Walaupun dmk beberapa penderita yg baru mendpt dosis total
10-12 gram dpt mengalami gangguan tsb. Dianjurkan utk melakukan pemeriksaan
audiometri basal dan berkala pd mereka yg mendpt streptomisin. Seperti
aminoglikosida lainnya, obat ini juga bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas dan KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
30
nefrotoksisitas ini sangat tinggi kejadiannya pd kelompok usia di atas 65 tahun, oleh
karena itu obat tdk boleh diberikan pd kelompok usia tsb. Efek samping lain ialah
reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, dan demam obat. Belum ada data
tentang efek teratogenik, tetapi pemberian obat pada trimester pertama kehamilan tidak
dianjurkan. Selain itu dosis total tdk boleh melebihi 20 gram dlm 5 bulan terakhir
kehamilan untuk mencegah ketulian pada bayi.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
• Dengan injeksi intramuskular dalam. Obat ini diberikan secara intra muskular
dengan dosis 15 mg/kg (maksimal 1 g) sehari ; dosis diturunkan pada pasien dengan
berat badan di bawah 50 kg, pada usia diatas 40 tahun atau pasien dengan kerusakan
ginjal. Konsentrasi obat dalam plasma harus diukur pada pasien dengan kerusakan
ginjal dan harus digunakana secara hati-hati
Farmakologi
• Absorbsi : IM : diabsorbsi dengan baik
• Distribusi : terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces,
ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus
plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu .
• Ikatan protein : 34%
• T½ eliminasi : bayi baru lahir : 4-10 jam; dewasa 2-4.7 jam, waktu bertambah
panjang pada kerusakan ginjal.
• Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: dalam 1 jam
• Ekskresi : urin ( 90% dalam bentuk obat yang tidak berubah); feses,saliva,
keringat dan air mata (< 1%)
• Rentang terapeutik : Kadar puncak 20-30 mcg/ml;
• Toxic: kadar puncak : > 50 mcg/mL
Stabilitas Penyimpanan
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
31
• Tergantung dari produsen obat, larutan yang telah di rekonstitusi tetap stabil
selama 2 – 4 minggu jika disimpan dalam refrigerator ; paparan sinar matahari
menyebabkan warna larutan menjadi gelap tanpa kehilangan potensinya secara nyata.
Kontraindikasi
• Hipersensitivitas terhadap streptomycin atau komponen lain dalam sediaan;
kehamilan.
Efek Samping
• Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia pada mulut
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Meningkatkan efek/toksisitas ; peningkatan/perpanjangan
efek dengan senyawa depolarisasi dan nondepolarisasi neuromuscular blocking.
Penggunaan bersama dengan amfoterisin dan diuretic loop dapat meningkatkan
nefrotoksisitas.
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Pada trimester ke 2 dan ke 3 , meningkatnya resiko
kerusakan syaraf vestibular dan auditori. Faktor risiko : D
- Terhadap Ibu Menyusui : Streptomisin terdistribusi ke dalam air susu ibu
- Terhadap Anak-anak : -
- Terhadap Hasil Laboratorium : Interaksi dengan tes laboratorium : terjadi
reaksi positif palsu pada pemeriksaan glukosa urin dengan Clinitest® atau larutan
Benedict’s.
Parameter Monitoring
• Pendengaran (audiogram), BUN, kreatinin; konsentrasi obat dalam serum.
Bentuk Sediaan
• Serbuk Injeksi
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
32
Peringatan
• Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat vertigo,tinnitus, hilang
pendengaran, gangguan neuromuscular, atau kerusakan ginjal ; penyesuaian dosis pada
pasien dengan kerusakan ginjal;aminoglikosida terkait secara signifikan dengan
nefrotoksik atau ototoksik ; reaksi ototoksik proporsional dengan jumlah obat yang
diberikan dan durasi pengobatan; tinitus atau merupakan tanda dari kerusakan
vestibular dan akan terjadi kerusakan irreversibel bilateral ; kerusakan ginjal biasanya
reversibel.
Informasi Pasien
• Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti
kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan
dengan jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada apoteker. Dokter atau
apoteker harus memperhatikan apakah muncul tanda-tanda reaksi toksik (sakit kepala,
mual, muntah) akibat penggunaan obat. Larutan injeksi harus diperiksa terhadap
adanya partikel dan perubahan warna sebelum diberikan kepada pasien. Kondisi medis
awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini.
Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang
merawat. Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika
terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan
minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan . Jika lebih
dari satu kali dosis terlewat, mintalah nasehat dokter atau apoteker . Jika anda
mempunyai pertanyaan tentang obat ini, tanyakan pada apoteker.
Mekanisme Aksi
• Menghambat sintesa protein dari bakteri melalui ikatan dengan subunit ribosomal
30S menyebabkan kesalahan urutan peptida dalam membentuk rantai protein
Monitoring Penggunaan Obat
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
33
• Pendengaran (audiogram), BUN, creatinin; konsentrasi obat dalam serum harus
dimonitor pada semua pasien; kerusakan saraf kranial ke 8 biasanya didahului dengan
tinitus, rasa penuh pada telinga, gangguan pendengaran, dan dapat menetap hingga
beberapa minggu setelah pengobatan dihentikan
PENGOBATAN TBC
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis OAT
Tabel 4.1. Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis
OAT
Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
34
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
• Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
• Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
35
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan
OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
Tabel. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu RH (150/150)30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Tabel. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Taha
p
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Dosis per hari / kali Jumlah
hari/kali
menelanTablet
Isoniasid
Kaplet
Rifampisin
Tablet
Pirazinamid
Tablet
EtambutolKKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
36
@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr @ 250 mgr obat
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu RH
(150/150) + E(400)Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT
+500mg Streptomisin
inj.
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin
inj
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT
+ 1000 mg
Streptomisin inj
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥71 kg 5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin
inj
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
37
Tabel Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Tahap
Pengoba
-tan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300
mgr
Kaplet
Rifampisin
@ 450
mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Etambutol Strepto
misin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
@ 250
mgr
Tablet
@ 400
mgr
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 gr
-
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
semggu)
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml.
(1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
38
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Tabel. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Tahap
Pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mgr
Kaplet
Ripamfisin
@ 450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tablet
Etambutol
@ 250
mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obatTahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan
terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Efek samping ringan dari OAT
Efek samping Penyebab PenangananAnorexia, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidurNyeri sendi Pirazinamid Beri aspirinKesemutan-rasa terbakar di
kaki
INH Beri vitamin B6 10 mg/100
mg setiap hariWarna kemerahan pada air
seni
Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa
tapi perlu penjelasan kepada
penderita
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
39
Efek Samping berat dari OAT
Efek samping Penyebab PenangananGatal dan kemerahan
Kulit
Semua jenis OAT Anti histamine, kortikosteroid
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
etambutolGangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisn dihentikan, ganti
etambutolGangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisn dihentikan, ganti
etambutolIkterus tanpa penyebab
lain
Hampir semua
OAT
Hentikan semua obat OAT
sampai ikterus hilangBingung dan
muntahmuntah(permulaan
ikterus karena obat)
Hampir semua
OAT
Hentikan semua obat OAT,
segera lakukan tes fungsi hati
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin
BAB III
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
40
KESIMPULAN
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek-samping, oleh karena itu pemantuan kemungkinan
terjadinya efek-samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Berdasarkan derajat keseriusannya, efek samping OAT dibagi menjadi:
• Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.
Dalam hal ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus
segera dirujuk ke UPK spesialistik.
• Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak
enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau
obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT dapat diteruskan.
Dalam hal ini, maka di perlukan pengawasan minum obat. Dimana salah satu komponen DOTS
adalah paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keterarturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
DAFTAR PUSTAKA
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
41
1) Alsagaff, Hood.Mutkty, H. Abdul. 2010. Buju Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlingga University
2) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Tuberkulosis . PDPI
3) prihatni. 2005. Farmakolgii Tuberkolostik. Bagian Farmakologi Ul.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
4) Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jilid 5. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakutas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5) Dalam Katzung, B. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik (edisi 4)
(Agus. A., Chaidir. J., Munaf. S., Tanzil. S., Kamaluddin. M. T.,
Nattadiputra. S., dkk, penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli
diterbitkan 2001).
6) AHFS Drug Information 2005
7) MIMS Indonesia 2006/2007
8) Drug Fact & Comparisons 2003
9) Drug Information Handbook
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
42
KKS SMF ILMU PENY. PARU Herry nurhendriyana
43