variasi efek obat

4
VARIASI EFEK OBAT 1. USIA Manula, yaitu orang berusia di atas 65 tahun, lazimnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya, karena-karena perubahan-perubahan fisiologis, seperti menurunnya fungsi ginjal dan metaboisme hati, meningkatnya resiko lemak-air dan berkurangnya sirkulasi darah. Karena fungsi hati dan ginjal menurun, maka eliminasi obat pun berlangsung lebih laambat. Lagipula jumlah albumin dalam darahnya lebih sedikit, oleh karena itu pengikatan obat pun berkurang, terutama obat-obat dengan PP besar, seperti anti-koagulansia dan fenilbutazon. Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat. Selanjutnya, pada manula tak jarang terjadi kerusakan umum (difus) pada sel-sel otak, yang meningkatkan kepekaan bagi obat dengan kerja pusat, misalnya obat tidur (barbiturat, nitrazepam), opioida dan psikofarmaka. Obat ini pada dosis biasa dapat menyebabkan reaksi keracunan yang hebat pada manula, juga obat jantung digoksin, hormone insulin dan adrenalin. Anak kecil, terutama bayi yang baru lahir, menunjukkan kerentanan yang lebih besar terhadap obat karena fungsi hati dan ginjal serta system enzimnya belum berkembang secara lengkap. Kloramfenikol, yang sekitar tahun 1960 diberikan pada neonati Inggris secara rutin untuk mencegah infeksi, telah menyebabkan banyak keracunan fatal akibat belum aktifnya enzim-enzim hati. Eliminasi sulfonamide berlangsung sangat lambat, sedangkan mereka terutama peka tehadap obat-obat pusat yang menstimulasi susunan saraf pusat (SSP), misalnya amfetamin, morfin, aminofilin, atropine dan antihistaminika (generasi pertama). Dikenal pula sejumlah obat yang-sering kali pada dosis terlalu tinggi-dapat menunjukkan reaksi paradoksal, seperti perilaku agresif dan hiperaktif, misalnya zat benzodiazepine, ketotifen dan deptropin. Sebaliknya, ada pula beberapa obat yang dapat diberikan pada anak kecil dengan dosis agak tinggi tanpa reaksi buruk, antara lain fenobarbital dan digoksin. Umur Ada beberapa hal yang mempengaruhi ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi) pada bayi yang baru lahir. a. Beberapa sistem enzim pada bayi belum berkembang sempurna, sistem metabolisme obat dalam saluran pencernaan, fungsi hati dan ginjal baru berkembang setelah umur satu bulan, akibatnya : · Absorpsi obat berjalan lambat

Upload: fiola-finandakasih

Post on 24-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

FARMAKOLOGI

TRANSCRIPT

VARIASI EFEK OBAT

1. USIA

Manula, yaitu orang berusia di atas 65 tahun, lazimnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya, karena-karena perubahan-perubahan fisiologis, seperti menurunnya fungsi ginjal dan metaboisme hati, meningkatnya resiko lemak-air dan berkurangnya sirkulasi darah. Karena fungsi hati dan ginjal menurun, maka eliminasi obat pun berlangsung lebih laambat. Lagipula jumlah albumin dalam darahnya lebih sedikit, oleh karena itu pengikatan obat pun berkurang, terutama obat-obat dengan PP besar, seperti anti-koagulansia dan fenilbutazon. Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat. Selanjutnya, pada manula tak jarang terjadi kerusakan umum (difus) pada sel-sel otak, yang meningkatkan kepekaan bagi obat dengan kerja pusat, misalnya obat tidur (barbiturat, nitrazepam), opioida dan psikofarmaka. Obat ini pada dosis biasa dapat menyebabkan reaksi keracunan yang hebat pada manula, juga obat jantung digoksin, hormone insulin dan adrenalin.Anak kecil, terutama bayi yang baru lahir, menunjukkan kerentanan yang lebih besar terhadap obat karena fungsi hati dan ginjal serta system enzimnya belum berkembang secara lengkap. Kloramfenikol, yang sekitar tahun 1960 diberikan pada neonati Inggris secara rutin untuk mencegah infeksi, telah menyebabkan banyak keracunan fatal akibat belum aktifnya enzim-enzim hati. Eliminasi sulfonamide berlangsung sangat lambat, sedangkan mereka terutama peka tehadap obat-obat pusat yang menstimulasi susunan saraf pusat (SSP), misalnya amfetamin, morfin, aminofilin, atropine dan antihistaminika (generasi pertama). Dikenal pula sejumlah obat yang-sering kali pada dosis terlalu tinggi-dapat menunjukkan reaksi paradoksal, seperti perilaku agresif dan hiperaktif, misalnya zat benzodiazepine, ketotifen dan deptropin. Sebaliknya, ada pula beberapa obat yang dapat diberikan pada anak kecil dengan dosis agak tinggi tanpa reaksi buruk, antara lain fenobarbital dan digoksin.

Umur

Ada beberapa hal yang mempengaruhi ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi) pada bayi yang baru lahir.

a. Beberapa sistem enzim pada bayi belum berkembang sempurna, sistem metabolisme obat dalam saluran pencernaan, fungsi hati dan ginjal baru berkembang setelah umur satu bulan, akibatnya :

· Absorpsi obat berjalan lambat

· Timbul retensi obat di dalam tubuh.

b. Fungsi ginjal belum sepenuhnya berkembang.

c. Prosentase jumlah cairan tubuh dari berat badan total lebih besar dibandingkan pada anak yang lebih tua. Oleh karena itu volume distribusi obat pada bayi lebih besar dari pada anak yang lebih tua.

Pada pasien Geriatri perlu diperhatikan tentang umur biologis pasien dan perubahan aksi obat karena hal tersebut disebabkan oleh :

· Kecepatan filtrasi glomeruli dan sekresi tubuh akan berkurang pada orang tua dan juga kecepatan metabolisme obat.

· Kemampuan mengakomodasi untuk menstabilkan homeostatis menurun.

2. JENIS KELAMIN

Wanita lebih peka terhadap efek katartik tertentu daripada pria. Respon terhadap Tolbutamide oleh wanita lebih baik daripada pria.

Kondisi hormonal à perbedaan kepekaan pria & wanita

Wanita lebih sensitif terhadap obat daripada pria disebabkan oleh faktor hormonal. Pada wanita terdapat hormon estrogen yang menyebabkan perubahan-perubahan sehingga mempengaruhi juga responnya terhadap obat.

3. OBESITAS

Dosis orang yang kurang beratnya adalah lebih kecil atau ditentukan dalam kilogram berat badan

Kandungan lemak/protein dalam tubuh à berkaitan dengan distribusi obat, ikatan obat dengan protein plasma à mempengaruhi keberadaan obat bebas dalam darah

atau mempengaruhi afinitas satu obat dengan obat lain terhadap protein plasma à pengusiran satu obat oleh obat lain à efek / efek samping yang mungkin terjadi.

Seseorang yang berbadan besar memerlukan dosis yang lebih banyak daripada dosis rata-rata yang digunakan untuk menghasilkan suatu efek tertentu, sedangkan bagi orang yang kurus, akan mendapatkan efek walaupun pada dosis yang sedikit.

4. GANGGUAN SALURAN CERNA

Adanya gangguan saluran cerna dapat mengubah kerja obat. Perubahan fungsi gastrointestinal, misalnya, dapat menghambat atau mempercepat penyerapan obat yang diberikan secara oral.

5. GANGGUAN KARDIOVASKULAR

Jantung dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis.

Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler. Dan kelainan pada sistem kardiovaskuler akan menyebabkan menambah beban kerja jantung, dan akan menghambat penyerapan obat

6. Gangguan fungsi Hepar

Efek obat / toksisitas obat dapat meningkat pada insufisiensi hati (terutama untuk obat yang diekskresi dalam jumlah besar melalui hati). Karena fungsi hati menurun, maka eliminasi obat pun berlangsung lebih laambat. oleh karena itu pengikatan obat pun berkurang, terutama obat-obat

dengan PP besar, seperti anti-koagulansia dan fenilbutazon. Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat.

7. GANGGUAN FUNGSI GINJAL

Fungsi ginjal yang terganggu dapat menurunkan jumlah obat yang diekskresikan. Jika dosis obat yang diberikan tinggi dapat menyebabkan akumulasi yang serius. Dalam kasus ini, obat-obat tersebut merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan ginjal. Karena fungsi ginjal menurun, maka eliminasi obat pun berlangsung lebih laambat. Lagipula jumlah albumin dalam darahnya lebih sedikit, oleh karena itu pengikatan obat pun berkurang, terutama obat-obat dengan PP besar, seperti anti-koagulansia dan fenilbutazon. Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat.