efek carbopol 940 sebagai thickening agent dan … · keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati...

110
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Fransisca Angesti Nariswari NIM: 078114144 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

Upload: dangthien

Post on 02-Aug-2019

238 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN

GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS

SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Fransisca Angesti Nariswari

NIM: 078114144

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

ii

EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN

GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS

SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Fransisca Angesti Nariswari

NIM: 078114144

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

iii

iv

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

The way to get started is to quit talking and

begin doing.

~ Walt Disney

TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN

menerima doaku (Mazmur 6:9)

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat (Winston

Chuchill)

LOVE is a promise

that u’ll never forget

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

Tuhan Yesus & Bunda Maria yang selalu mencintai dan menopangku

Bapak & Ibu tercinta atas kasih dan keyakinan yang diberikan untukku

Rury atas persaudaraan yang begitu erat

EDR yang selalu menemani disaat suka maupun duka

FST 2007 buat persahabatan yang berharga

Almamaterku, Sanata Dharma yang tercinta

vi

vii

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas

semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam

menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan bantuan dari banyak pihak,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tersebut. Dengan kerendahan

hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan

kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

diberikan.

4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

diberikan.

5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. dan Romo P. Sunu H. S.J. atas

segala bimbingan selama penyusunan proposal.

6. Bapak, Ibu, Rury, Mba tik atas dukungan, kasih sayang, dan cintanya.

viii

7. Lia sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama, dan dukungannya.

8. Lia, Septi, Yemi, Fanny, Daniel, Mala, Bella, Tika, Puput, Dinar, Cinthya,

Siska, Manda, Ayu, Robby, Ius sebagai teman lantai 1 yang telah berjuang

bersama.

9. Teman-teman kos Gracia atas persahabatannya selama ini.

10. Emanuel Dani Ramdani yang setia memberi semangat.

11. Fifi, Septi, Agnes, Aji, Fetri, Putri, Selasih sebagai sahabatku yang selalu

memberi semangat dan dukungan.

12. Teman-teman FST 2007 atas suka dan duka yang kita lewati bersama.

13. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Sigit, Mas Wagiran, Pak

Iswandi, Mas Bimo serta laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama

penulis menyelesaikan laporan akhir.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak

kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.

Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua

pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

Penulis

ix

x

INTISARI

Suatu sediaan shampoo harus memiliki viskositas yang memadai serta

mampu menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan

menentukan kemudahan shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan

busa akan meningkatkan efisiensi pembersihan. Carbopol 940 dapat

meningkatkan viskositas shampoo karena dapat membentuk gel dalam air dan

mempunyai viskositas paling tinggi, sedangkan penambahan gliserol akan

memperbaiki konsistensi dan mempertahankan kelembaban shampoo karena dapat

menarik air dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

efek carbopol 940, gliserol serta interaksinya terhadap sifat fisis shampoo.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan

menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi carbopol 940

dan konsentrasi gliserol, dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis

(viskositas, ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (pergeseran viskositas dan

pergeseran ketahanan busa setelah satu bulan penyimpanan) diteliti di proses

pembuatan. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7.14

untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam

memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan carbopol 940 memberikan efek signifikan dalam

terhadap sifat fisis viskositas, sedangkan tidak memberikan efek signifikan dalam

terhadap sifat fisis ketahanan busa. Gliserol dan interaksinya dengan carbopol 940

tidak memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis viskositas maupun

ketahanan busa shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

Kata kunci : shampoo, ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), carbopol

940, gliserol, viskositas, ketahanan busa, dan desain faktorial.

xi

ABSTRACT

In addition to good viscosity, shampoo should be able to produce stable

and sufficient amount of foam. The viscosity will determine the ease of shampoo

to be poured from the container, while foam resistance increase cleaning

efficiency. Carbopol 940 can increase the viscosities of shampoo because it can

foam a gel in water and has a high viscosity while the addition of glycerol will

improve the consistency and the moisture of shampoo because it can draw water

from the environment. This study aimed to find out how the effect of Carbopol

940, glycerol, and their interaction on physical properties of shampoo.

This study was a experimental research using a factorial design with two

factor concentration of Carbopol 940 and concentration of glycerol. The physical

properties (viscosity, foam stability) and the stability of the shampoo (the profile

of viscosity dan foam stability one month storage) were observed for the making

process. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for

knowing the significance (p<0,05) of each factor and their interaction in giving

effect.

The result of this study showed that Carbopol 940 provided significant

effect on viscosity physical properties, however did not provide significant effect

on foam stability physical properties. Glycerol and their interaction did not

provide significant effect on viscosity as well as foam stability physical properties

of green tea (Camellia sinensis L.) dry extract shampoo.

Keywords : shampoo, green tea (Camellia sinensis L.) dry extract, Carbopol 940,

glycerol, viscosity, foam stability, and factorial design.

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v

PRAKATA ......................................................................................................... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix

INTISARI ........................................................................................................... x

ABSTRACT ........................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix

BAB I. PENGANTAR ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Permasalahan........................................................................................... 3

C. Keaslian Penelitian .................................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

xiii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................. 5

A. Rambut .................................................................................................... 5

1. Definisi ....................................................................................... 5

2. Fungsi rambut ............................................................................. 5

3. Struktur rambut ........................................................................... 5

4. Pertumbuhan dan pergantian rambut .......................................... 7

5. Masalah rambut ........................................................................... 8

B. Teh (Camellia sinensis L.) ...................................................................... 8

C. Ekstrak Kering ...................................................................................... 10

D. Shampoo ................................................................................................ 10

1. Karakteristik shampoo ............................................................ 10

2. Formulasi shampoo ................................................................. 11

E. Sodium Lauryl Sulphate ........................................................................ 12

F. Cocamidopropyl Betaine ....................................................................... 13

G. Carbopol ................................................................................................ 14

H. Gliserol .................................................................................................. 15

I. Metil Paraben ........................................................................................ 15

J. Uji Sifat Fisis Shampoo ......................................................................... 16

1. Viskositas .................................................................................. 16

2. Ketahanan busa ......................................................................... 18

K. Metode Desain Faktorial ....................................................................... 19

L. Landasan Teori ...................................................................................... 19

M. Hipotesis ................................................................................................ 20

xiv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21

A. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................... 21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................... 21

1. Variabel penelitian .................................................................... 21

2. Definisi operasional .................................................................. 22

C. Alat dan Bahan ...................................................................................... 23

D. Tata Cara Penelitian .............................................................................. 24

1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

dari PT. Sido Muncul Semarang, Indonesia ............................. 24

2. Pembuatan Shampoo ................................................................. 24

3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo ............................. 26

a. Uji viskositas ................................................................. 26

b. Uji ketahanan busa ........................................................ 27

4. Uji sifat alir ............................................................................... 27

E. Analisis Data ......................................................................................... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28

A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau .................................................... 28

1. Ekstrak teh hijau ........................................................................ 28

2. Identifikasi organoleptis ............................................................ 28

3. Uji kualitatif dengan reaksi warna ............................................ 28

4. Uji kualitatif dengan kromotografi lapis tipis (KLT) ................ 30

B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau....................... 32

xv

C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan

Sifat Fisis Shampoo ............................................................................... 36

1. Viskositas .................................................................................. 38

2. Ketahanan busa ......................................................................... 40

D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo .................................. 42

1. Viskositas shampoo ................................................................... 43

2. Pergeseran viskositas shampoo ................................................. 47

3. Ketahanan busa shampoo .......................................................... 49

3. Pergeseran ketahanan busa ........................................................ 51

E. Sifat Alir Shampoo ................................................................................ 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 55

A. Kesimpulan ........................................................................................... 55

B. Saran ...................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56

LAMPIRAN ...................................................................................................... 61

BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 90

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula modifikasi ...................................................................... 24

Tabel II. Berat shampoo tiap formula ......................................................... 25

Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau .......................... 29

Tabel IV. Efek carbopol 940, gliserol, serta interaksi keduanya

dalam menentukan sifat fisis shampoo ekstrak

kering teh hijau ............................................................................. 37

Tabel V. Persamaan desain faktorial ........................................................... 37

Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert

pada respon viskositas setelah dua hari ........................................ 39

Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert

pada respon ketahanan busa setelah dua hari ............................... 42

Tabel VIII. Data viskositas shampoo (dPa.s) .................................................. 43

Tabel IX. Data uji Friedmann viskositas shampoo ...................................... 45

Tabel X. Data uji Wilcoxon viskositas shampoo ........................................ 46

Tabel XI. Data viskositas shampoo dua hari dan 30 hari (dPa.s) ................. 47

Tabel XII. Data uji Wilcoxon pergeseran viskositas shampoo ...................... 48

Tabel XIII. Data ketahanan busa shampoo (cm) ............................................. 49

Tabel XIV. Data uji Friedmann ketahanan busa shampoo .............................. 50

Tabel XIII. Data pengujian regresi.................................................................. 53

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG),

epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) ...... 9

Gambar 2. Struktur sodium lauryl sulphate (SLS)........................................... 12

Gambar 3. Struktur cocamidopropyl betaine .................................................. 13

Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer .............................. 14

Gambar 5. Struktur gliserol ............................................................................. 15

Gambar 6. Struktur metil paraben ................................................................... 15

Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis ......................................................... 17

Gambar 8. Kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan

sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel .......................................... 30

Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau

diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel ................. 31

Gambar 10. Struktur micell ............................................................................... 32

Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled34

Gambar 12. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan

busa setelah dua hari ...................................................................... 38

Gambar 13. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan

busa setelah dua hari ...................................................................... 40

Gambar 14. Grafik hubungan viskositas terhadap waktu ................................. 44

Gambar 15. Susunan molekul carbopol 940 sebelum dan sesudah

peningkatan shearing stress ........................................................... 51

xviii

Gambar 16. Grafik beban vs kecepatan rotor shampoo .................................... 52

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kering teh hijau

(Camellia sinensis L.) dari PT. Sido Muncul .............................. 61

Lampiran 2. Verifikasi ekstrak kering teh hijau

(Camellia sinensis L.) menggunakan KLT................................. 63

Lampiran 3. Perhitungan dosis ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)64

Lampiran 4. Perhitungan bahan ........................................................................ 65

Lampiran 5. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial ...................... 68

Lampiran 6. Sifat fisis shampoo........................................................................ 69

A. Ketahanan busa (cm) ........................................................... 69

B. Viskositas (dPa.s) ................................................................ 70

Lampiran 7. Data sifat alir ................................................................................ 73

Lampiran 8. Analisis data menggunakan SPSS 16.0 ........................................ 74

A. Viskositas (dPa.s) ................................................................. 74

B. Ketahanan busa (cm) ............................................................ 78

C. Pergeseran viskositas ............................................................ 80

D. Pergeseran ketahanan busa ................................................... 82

Lampiran 9. Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 .......................... 84

Lampiran 10.Dokumentasi ................................................................................ 88

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Rambut indah dan sehat adalah dambaan setiap orang. Tidak hanya

wanita, para pria pun juga memperhatikan penampilan rambut. Siklus

pertumbuhan rambut terdiri dari tiga fase, yakni anagen (periode pertumbuhan

yang aktif), katagen (fase transisi yang singkat) dan telogen (fase istirahat),

sesudah itu terjadi reaktivasi (pengaktifan kembali) folikel, rambut baru

diproduksi, dan rambut tua rontok (Graham, 2002). Pada fase telogen, angka

kerontokan normal berkisar antara 25-100 helai/hari (Brannon, 2006). Penyebab

kerontokan rambut abnormal antara lain kekurangan protein dan zat besi,

perubahan hormonal seperti menopause , kelainan trichotillomania (hair-pulling

disorder), tiroid yang hiperaktif, dan infeksi kulit kepala (Anonim, 2010a).

Hormon testosteron yang memegang peranan penting pada kerontokan

rambut. Testosteron dalam tubuh akan dikonversi menjadi dihydrotestosteron

(DHT) oleh enzim 5-α reductase (Liu and Aspres, 2008). DHT inilah yang dapat

menyebabkan kerontokan pada rambut, apabila berlebihan akan menyebabkan

kebotakan (androgenetic alopecia).

Teh hijau (Camellia sinensis L.) mempunyai potensi sebagai anti kanker

dan anti oksidan karena adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen

terbesar dari polifenol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun, Kim, 2007). EGCG

dapat menghambat aktivitas 5-α reductase, disamping itu, EGCG telah dilaporkan

2

menjadi stimulator pertumbuhan sel dari sel normal dengan menginduksi

proliferasi dari Dermal Papilla Cells (DPCs), komponen dalam folikel rambut

yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan rambut (Kwon dkk, 2007).

Teh hijau untuk anti hair loss diformulasikan dalam bentuk shampoo

karena selain dapat mengobati kerontokan rambut dan merangsang pertumbuhan

folikel rambut, shampoo berguna untuk menghilangkan kotoran, lemak, dan

minyak dari rambut, serta membuat rambut berkilau dan mudah diatur (Young,

1972). Teh hijau juga mengandung vitamin C untuk perlindungan terhadap radiasi

UV dan vitamin E memulihkan rambut kering atau rusak dan nutrisi untuk rambut

(Anonim, 2010b) sehingga apabila dibuat dalam sediaan shampoo nilai fungsinya

menjadi semakin tinggi.

Dalam formulasi shampoo banyak hal yang harus dipertimbangkan

karena menurut Wilkinson (1982) wanita menginginkan shampoo untuk

membersihkan dan juga mudah dibilas, memberikan efek glossy pada rambut dan

membuat rambut mudah diatur dan tidak kering.

Untuk mendapatkan sediaan shampoo yang dapat diterima konsumen,

diperlukan ketahanan busa dan viskositas yang baik. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas sediaan (Scharamm, 2005). Busa

adalah substansi yang terbentuk dari gas, liquid atau solid yang terjebak

didalamnya (Anonim, 2010c). Busa pada sediaan shampoo berfungsi untuk

membersihkan rambut dan acceptabilitas pengguna. Carbopol dipilih sebagai

bahan pengental karena stabilitasnya yang tinggi dan efisiensinya sebagai

pengental sangat baik (Anonim, 1997).

3

Penambahan humectant akan memperbaiki konsistensi dan

mempertahankan kelembaban sediaan. Selain itu humectant juga akan

mempengaruhi sifat fisikokimia bahan obat dan pelepasan bahan obat dari basis

yang selanjutnya akan berpengaruh pada efektivitasnya (Barry, 1983). Gliserol

merupakan humectant yang paling umum digunakan namun cenderung

menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan

mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

Berdasar latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengujian efek

untuk melihat pengaruh carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol

sebagai humectant melalui suatu desain faktorial. Metode desain faktorial

merupakan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara

variabel respon dan variabel bebas. Faktor yang diteliti adalah kosentrasi carbopol

dan gliserol, sedangkan efek yang diteliti adalah ketahanan busa dan viskositas.

Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis

menggunakan Design Expert 7.14 dengan Anova pada taraf kepercayaan 95%

(p<0.05).

1. Permasalahan

Apakah carbopol 940 sebagai thickening agent, gliserol sebagai humectant

dan interaksi keduanya berefek terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh

hijau (Camellia sinensis L.)?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai efek carbopol 940

sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap sifat fisis

4

shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial

belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai efek

carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap

sifat fisis shampoo.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek carbopol 940 dan gliserol

terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam formulasi sediaan

shampoo terutama menyangkut jumlah thickening agent dan humectant yang

digunakan.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui efek Carbopol 940 sebagai thickening agent, efek

gliserol sebagai humectant dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis

shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Rambut

1. Definisi rambut

Rambut tersusun dari batang dan akar. Batang rambut terdiri dari kutikula,

korteks dari sel epidermis yang mengalami keratinasi, dimana mengandung

pigmen dan medula pada bagian tengah. Akar rambut terlindungi oleh folikel dan

terdapat dibagian dalam lapisan dermis pada kulit. Akar bentuknya melebar pada

ujungnya dan terdapat papilla di dalam suatu bulb. Rambut dibentuk dengan

proses pembelahan sel, mitosis, disekeliling akar dekat papila (Young,1972).

2. Fungsi rambut

Pada tubuh manusia ada sekitar 5 juta rambut yang mempunyai fungsi

utama sebagai pelindung. Dari sekian banyak rambut tersebut ada sekitar 100.000

helai rambut yang terdapat pada kepala, yang berfungsi untuk melindungi tubuh

dari benturan (luka) dan cahaya matahari (Embling, 1972). Selain melindungi

tuubh dari rangsangan fisik seperti panas, dingin, udara kering, kelembaban juga

melindungi tubuh dari rangsangan kimia seperti zat kimia dan keringat. Khusus

untuk rambut di kepala juga berfungsi sebagai estetika (Basoeki, 1988).

3. Struktur rambut

Rambut yang terdiri dari batang dan akar rambut dihasilkan dari folikel

rambut. Didalam folikel rambut terdapat sebaceous gland yang berfungsi

mensekresi sebum untuk melindungi rambut dan kulit kepala dan arrector pili

6

muscle yang berfungsi menegakkan rambut apabila terdapat sensor dingin dari

lingkungan (Mitsui, 1997).

Secara histologi batang rambut tersusun atas sel-sel yang terdiri dari tiga

lapisan yaitu :

a. Medula, disusun oleh barisan sel-sel polyhedral yang berisi granula eleidin

dan rongga udara. Medula membentuk bagian tengah rambut yang longgar dan

terdiri dari 2-3 lapis sel kutis, yang satu sama lainnya dipisahkan oleh ruangan

yang berisi udara. Medula mengandung sel keratin yang tertata secara longgar dan

kemungkinan membentuk polygonal atau kuboidal. Sel-sel medula akan mulai

menggeser vesikel dan sitoplasma pada setiap daerah pada bulbus. Sel-sel tersebut

terdiri dari glikogen dan melanosoma. Selain itu, medula juga mengandung

granula lunak, granula pigmen melanin dan intraseluler ruang udara.

b. Korteks, merupakan bagian terbesar batang rambut yang terdiri dari sel-sel

elongate yang berisi granula pigmen pada rambut hitam, tetapi pada rambut putih,

sebagian besar berisi udara. Dalam keadaan akar rambut hidup, terdapat ruang

sempit yang disebut fusi, yang akan dipenuhi udara pada bagian atas rambut

karena sel korteks telah mati. Di bawah mikroskop elektron, korteks yang telah

matang terdiri dari kantong penutup sel yang tegak dengan bagian-bagiannya yang

terpisah oleh dinding yang cukup tebal, kurang lebih 20-25 cm, membran plasma

atau interseluler lamela.

c. Kutikula, adalah lapisan terluar yang terdiri dari sebuah lapisan sel tunggal

yang jernih, pipih seperti sisik yang merupakan bagian terbesar yang terkeratinkan

dan berinti kecuali pada akar rambut. Lapisan kutikula terdiri dari 5-10 lapisan sel

7

dengan tebal masing-masing 350-450 nm. Sel-sel tersebut bertumpang tindih,

dengan tepinya mengarah ke atas. Sel kutikula berhubungan dengan sel bawah

rambut untuk mendukung rambut di bawah folikelnya. Selain itu, bersama-sama

mengikat sel korteks untuk mencegah rontoknya rambut (Embling, 1972).

Akar rambut adalah bagian yang terletak di bawah permukaan yang

menembus dermis dan lapisan subkutan dan terdapat dalam kantong epitel

permukaan, yaitu folikel rambut dan di ujungnya terdapat papilla rambut yang

bertugas melakukan pasokan makanan dan membentuk bulbus. Bulbus ini

mengandung sel matriks yang belum berdiferensiasi dan melanosoit, dari sinilah

rambut tumbuh (Mutschler, 1991).

4. Pertumbuhan dan pergantian rambut

Rambut pertama yang tumbuh dihasilkan dari folikel rambut, dimana

bentuknya tipis, tidak mengandung medula dan biasanya tidak mengandung

pigmen, yang dikenal sebagai lanugo. Semua folikel rambut akan mengalami

aktivitas siklik. Pada fase aktif, anagen, dimana rambut diproduksi, berganti

dengan periode istirahat, telogen, dimana pembentukan club hair meninggalkan

ikatan pada folikel dengan memperluas dasar dan papila dermal akan mengecil

dan menjadi secondary germ yang pasif. Diantara anagen dan telogen terdapat

fase transisi yang singkat, dikenal sebagai catagen, dimana membentuk club hair

baru yang bergerak menuju permukaan kulit, rambut baru diproduksi, dan rambut

tua rontok (Wilkinson, 1982).

8

Pertumbuhan rambut rata-rata 0,37 sampai 0,44 mm tiap hari dan

kerontokan rambut pada kulit kepala yang normal berkisar antara 50-100

helai/hari (Olsen, 1994).

5. Masalah rambut

Salah satu masalah yang sering terjadi pada rambut adalah kerontokan.

Apabila lepasnya rambut dari kulit kepala melebihi batas normalnya, dan tidak

dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang baru, dan keadaan ini berlangsung

terus menerus dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan kebotakan atau

alopecia (Graham, 2002).

Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling

umum terjadi pada manusia. Secara biokimia, salah satu faktor yang

menyebabkan kelainan ini adalah perubahan testosteron menjadi

dehidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-α-reduktase. DHT dipercaya akan

memperpendek pertumbuhan rambut, atau fase anagen pada siklus rambut yang

menyebabkan pengecilan folikel rambut, dan menghasilkan rambut yang lebih

halus (Prager, Bicketee, French, Marcovici, 2002).

B. Teh (Camellia sinensis L.)

Tanaman teh (Camellia sinensis L.) berasal dari daratan Asia Selatan dan

Tenggara. Tanamannya berupa pohon dengan tinggi 1 sampai 5 m. Cabang

mudanya berwarna kuning keabu-abuan; kemudian berkembang menjadi

berwarna merah keunguan. Akarnya berupa akar tunggang yang kuat. Bunganya

kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya memiliki

panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm (Mahmood, Akhtar, dan Khan, 2010). Ada 4

9

tipe utama dari teh : teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih. Semua jenis teh

tersebut berasal dari tanaman yang sama. Hal yang membedakan keempat jenis

tersebut adalah bagaimana proses pengolahannya setelah dipanen (Anonim,

2009).

Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang

merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan rasa pahit,

tidak menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan

(Syah, 2006). Tipe katekin yang utama terdapat di teh hijau adalah epicathecin

(EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin

gallate (EGCG). Jumlah EGCG sekitar 60-70% dari jumlah keseluruhan katekin

(Svabodova, Psotova, Walterova, 2003).

Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin

(EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) (Svabodova dkk, 2003)

Teh hijau mempunyai potensi sebagai anti kanker dan anti oksidan karena

adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen terbesar dari polifenol

(Kwon dkk, 2007). Disamping itu, EGCG telah dilaporkan menjadi stimulator

10

pertumbuhan sel dari sel normal. EGCG berguna dalam pencegahan atau

pengobatan androgenetic alopecia dengan menghambat aktivitas 5-alpha

reductase (Kwon dkk, 2007).

C. Ekstrak kering

Ekstrak kering adalah sediaan kering yang diperoleh dari menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi,

infundasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan ekstrak

dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam

kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk pengaturan dosis (Anief, 2000).

D. Shampoo

1. Karakteristik shampoo

Shampoo adalah produk yang menghilangkan lemak dan kotoran pada

permukaan kulit kepala dan batang rambut. Membersihkan dan melembutkan

rambut adalah fungsi utama dari shampoo. Shampoo diformulasi untuk

meningkatkan fungsi, struktur, efek pemantulan cahaya, kekuatan, kelicinan,

kemudahan untuk diatur, kelembutan dari rambut untuk tujuan memperbaiki

penampilan. Shampoo biasanya berupa cairan kental, jernih atau opaque,

mengandung 20-40% padatan, pHnya disesuaikan sekitar 5,5. Kebanyakan, tetapi

tidak semua, mempunyai viskositas dengan rasio 500-1500 cps (Limbani, 2009).

2. Formulasi shampoo

Bahan-bahan dasar untuk membuat suatu formula shampoo dalam

penelitian ini meliputi:

11

a. Surfaktan primer

Surfaktan primer berfungsi untuk detergensi dan pembusaan. Surfaktan

anionik banyak digunakan sebagai surfaktan primer karena sifat

pembusaannya yang sangat baik dan harganya relatif murah. Surfaktan

kationik sebenarnya juga bisa digunakan, karena mampu membentuk busa

dengan baik, mampu membersihkan, dan membuat rambut mudah diatur.

Namun sifatnya iritatif khususnya untuk mata, sehingga perlu dikombinasi

dengan surfaktan nonionik atau amfoter (Rieger, 2000).

b. Surfaktan sekunder

Surfaktan sekunder atau auxiliary surfactant bekerja memperbaiki

detergensi dan pembusaan serta menjaga kondisi rambut. Surfaktan amfoter

banyak digunakan karena dapat melembutkan rambut. Beberapa jenis

surfaktan nonionic juga digunakan karena dapat memperbanyak dan

menstabilkan busa (Rieger, 2000).

c. Thickening agent

Agen viskositas yang biasa digunakan seperti :

1) elektrolit : 1-4 % (w/w) amonium atau natrium klorida dalam alkileter

sulfat akan meningkatkan viskositas.

2) Natural gum seperti karaya dan tragakan; alginat.

3) Derivat selulosa (hidroksietil, hidroksipropil, karboksimetil) dimana akan

melindungi rambut dari ketidakteraturan.

4) Karboksi polimer (Carbopol 934 dan 941) yang akan mendukung stabilitas

shampoo (Wilkinson, 1982)

12

d. Pengawet

Pengawet yang dipih biasanya golongan paraben. Konsentrasi metil

paraben sebagai pengawet topikal, yakni 0,02 – 0,3% (Rowe, 2009).

e. Pengatur keasaman

Pengatur keasaman berfungsi untuk menyesuaikan pH shampoo,

biasanya 5,5-6,5. Umumnya digunakan asam sitrat, asam laktat, atau asam

fosfat (Fonseca, 2005).

E. Sodium Lauryl Sulphate

Na+

SO O

O

O-

Gambar 2. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (SLS)

Surfaktan anionik yang banyak digunakan pada sediaan shampoo adalah

alkil sulfat, khususnya turunan dari lauryl dan myristyl alcohols. Sodium lauryl

sulphate (SLS) merupakan garam yang bagus digunakan untuk menghasilkan

busa yang mengkilap dan volume busa yang besar. SLS berupa serbuk berwarna

putih, atau sebagai pasta di berbagai kandungan deterjen. Kelarutannya rendah di

air dingin, namun dengan meningkatnya temperatur air kelarutannya menjadi naik

menghasikan larutan SLS di suhu sekitar 35-400C (Rieger, 2000).

Meskipun merupakan pembersih yang baik, SLS dapat mengiritasi kulit

kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut,

13

sehingga digunakan dengan kombinasi surfaktan amfoterik yang bersifat kurang

iritatif (Paye, 2006).

F. Cocamidopropyl betaine

Gambar 3. Struktur Cocamidopropyl betaine

Betaine adalah turunan trimethylglycine dimana 1 gugus metil digantikan

oleh radikal lemak C12-18 atau lemak alkil amido radikal (Rieger, 2000).

Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan

pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barel,

2009). Selain itu, juga merupakan surfaktan yang lembut, daya busanya tidak

dipengaruhi oleh pH, dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,

maupun nonionik (Wilkinson, 1982).

Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya

betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik sehingga biasanya

digunakan sebagai gabungan dengan surfaktan lain. Maka dari itu betaine tepat

untuk produk-produk seperti shampoo dan sabun cair (Barel, 2009).

G. Carbopol

Carbopol (Carbomer) dari gugus karboksivinilpolimer yang telah

disilangkan dengan sukrosa alil, merupakan koloid hidrofilik yang mengental

lebih baik daripada natural gums. Carbomer yang terdispersi di dalam air

membentuk larutan asam keruh, kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti

14

sodium hidroksida, dengan amina (contohnya trietanolamine), atau dengan basa

anorganik lemah seperti ammonium hidroksida, sehingga dapat meningkatkan

konsistensi dan mengurangi kekeruhannya (Barry, 1983).

Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer (Rowe, 2006).

Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Oleh karena itu perlu

ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry,

1983), di mana pada pH tersebut carbopol memiliki viskositas yang optimum.

Karena produk-produk ini memiliki bobot molekul yang besar, mereka mampu

menata diri ke dalam struktur terdifusi yang akan mempengaruhi sifat reologi

sistem (Ravissot dan Drake, 2000).

Carbopol 940 adalah tipe yang paling efisien di antara semua carbomer

yang lain, di mana viskositasnya sangat tinggi yaitu 40.000-60.000 cps (pada

kadar 0,5% dengan pH 7,5) dan penampilannya sangat jernih (Allen, 2002).

H. Gliserol

Gliserol (British Pharmacopeia) atau Gliserin (United State Pharmacope)

memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya, yaitu

jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis

(kira-kira 0,6 kali lebih manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).

15

COH C

H

H

H

OH

C OH

H

H

Gambar 5. Struktur Gliserol (Price, 2005)

Penggunaan gliserol dalam bidang farmasi adalah sebagai pelarut bahan-

bahan farmasi; sebagai humectant, plasticizer, dan emollient dalam sediaan

topikal sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit.

Konsentrasi gliserol dalam kosmetik sebagai humectant dan emolien sebesar 30%.

Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005).

Gliserol merupakan humectant yang paling umum digunakan namun

cenderung menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi

dengan mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

I. Metil paraben

COOCH3HO

Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe, 2006)

Metil paraben atau biasa disebut nipagin digunakan untuk menghambat

pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam

makanan dan kosmetik (Kim, 2004). Metil paraben mengandung tidak kurang dari

99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan. Metil paraben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk

hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa

terbakar (Anonim, 1995). Kelarutan metil paraben dalam air adalah 1 : 400 bagian

(Rowe, 2002).

16

J. Uji Sifat Fisis Shampoo

1. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan

viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk

menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana

luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin,

Swarbrick, Cammarata, 1993). Viskositas merupakan parameter reologi penting

dalam sediaan semi solid. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan

deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton.

Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan

geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan

(Liebermann, 1996).

Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis

menunjukkan tipe alir pseudoplastis. Sebagai aturan umum, tipe alir pseudoplastis

diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari

sistem plastis, tanpa adanya yield value. Viskositas zat pseudoplastis berkurang

dengan meningkatnya rate of shear (Martin dkk, 1993).

17

Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis (Martin dkk, 1993)

Pengukuran viskositas dapat menggunakan berbagai jenis viskometer :

a. Viskometer kapiler

Yang ditentukan adalah waktu tempuh cairan di dalam sebuah kapiler

standar. Viksometer kapiler digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti

tipe aliran Newton dan untuk cairan yang volumenya kecil digunakan

viskometer kapiler bertekanan menurut HESS (Voigt, 1994).

b. Viskometer Stormer

Viskometer ini bekerja berdasarkan prinsip Searle dimana sistem yang

diuji ditempatkan dalam ruang antara mangkuk dan rotor, serta dibiarkan

hingga mencapai temperatur keseimbangan. Sebuah beban ditempatkan

pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor tersebut untuk berputar

100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian diubah ke rpm. Beban

ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang. Dengan cara ini dapat

dibuat suatu rheogram dengan memplotkan rpm terhadap beban yang

ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga rpm

tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam

18

detik-1

. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

satuan shear stress yakni dyne cm-2

. Alat stormer tidak boleh digunakan

untuk sistem yang mempunyai viskositas di bawah 20 cps. (Martin dkk,

1993)

2. Ketahanan busa

Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan

parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu, parameter

tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.

“Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk

menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).

Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara

meningkatkan viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol

atau polimer. Peningkatan viskositas sediaan akan membuat gaya gravitasi

menurun sehingga kecepatan drainage juga menurun. Selain itu, stabilitas busa

juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas permukaan dan atau elastisitas

permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan sehingga didapat film

surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros, 2005).

Menurut Edoga (2009), cara yang dapat dilakukan untuk mengukur

ketahanan busa adalah dengan membuat larutan surfaktan, kemudian dituang ke

dalam labu dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk

mekanik elektris, setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi

busanya, sedangkan menurut Evren (2007) pengukuran dapat dilakukan dengan

melarutkan 0,5 g shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C, dimasukkan ke

19

tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan, dan diukur volume

busanya pada menit ke-0 dan ke-5.

K. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan

antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Desain faktorial dua

level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada

dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat

didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh

secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).

Desain faktorial juga dapat menghitung besarnya efek masing-masing

faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung

selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level

rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut.

Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2

Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2

Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2

L. Landasan Teori

Penerimaan konsumen akan suatu produk shampoo menjadi faktor yang

penting karena akan mempengaruhi kepatuhan konsumen dalam penggunaanya.

Penerimaan tersebut dipengaruhi oleh sifat fisis yang meliputi viskositas dan

ketahanan busa. Viskositas akan memudahkan dalam penuangan dan pada saat

mengaplikasikan shampoo, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan

pembersihan shampoo.

20

Viskositas dipengaruhi oleh penambahan bahan pengental pada shampoo.

Carbopol merupakan suatu polimer dan biasa digunakan sebagai bahan pengental

karena viskositasnya yang tinggi. Jenis carbopol yang memiliki viskositas dan

kejernihan paling baik adalah Carbopol 940. Ketahanan busa shampoo

dipengaruhi oleh surfaktan yang digunakan. Adanya surfaktan akan mengurangi

tegangan antarmuka gas/cairan sehingga mempermudah dispersi gas dalam cairan,

sedangkan untuk menjaga kelembaban dari sediaan digunakan humectant berupa

gliserol yang dapat menarik lembab dari lingkungan.

Carbopol 940 dan gliserol dapat berpengaruh terhadap viskositas dan

ketahanan busa shampoo. Desain eksperimen yang memungkinkan untuk

mengevaluasi secara simultan carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya

yang signifikan adalah desain faktorial (Bolton, 1997). Desain faktorial pada dua

level, yaitu rendah dan tinggi dan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan gliserol

(Full Factorial Design 22) diuji agar dapat diperoleh faktor yang memberikan

pengaruh yang signifikan, apakah berasal dari salah satu faktor atau berasal dari

interaksinya.

M. Hipotesis

Carbopol 940, gliserol dan interaksi keduanya memberikan efek yang

signifikan terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis

L.).

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian

eksperimental dengan desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi Carbopol 940 dan

gliserol.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan

ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (nilai pergeseran viskositas dan ketahanan

busa setelah 1 bulan penyimpanan).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat yang

digunakan, suhu pemanasan, kecepatan putar mixer, wadah penyimpanan

shampoo dan lama waktu pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan

kelembaban ruang untuk pembuatan dan penyimpanan.

22

C. Definisi Operasional

1. Shampoo adalah sediaan setengah cair yang tersusun atas surfaktan,

pengental, air, serta bahan aditif lain yang meliputi pengatur pH, pengawet, dan

humectant yang dibuat sesuai prosedur pembuatan shampoo pada penelitian ini.

2. Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah serbuk halus hasil

ekstraksi daun teh hijau yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG).

3. Thickening agent adalah bahan yang digunakan untuk mengentalkan

shampoo. Dalam penelitian ini thickening agent yang digunakan adalah carbopol

940 dengan jumlah 2 g dan 4 g.

4. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada

sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian ini humectant

yang digunakan adalah gliserol dengan jumlah 2 g dan 16 g.

5. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam

wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut yang diukur dengan

menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan dPa.s.

6. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang

selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada

menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah divortex

dan dinyatakan dalam satuan cm.

7. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi efek dari dua faktor yaitu carbopol 940 dan gliserol.

8. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi faktor dan level.

23

9. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu carbopol 940

sebagai faktor A dan gliserol sebagai faktor B.

10. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu level

rendah dan tinggi. Level rendah pada carbopol 940 dan gliserol adalah 2 g

sedangkan level tinggi pada carbopol 940 adalah 4 g dan pada gliserol 16 g.

11. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisis

shampoo yang meliputi viskositas shampoo, ketahanan busa shampoo dan

stabilitas shampoo yakni pergeseran viskositas dan ketahanan busa shampoo.

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany,

neraca Mettler-Toledo PL300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate

Cenco, thermometer, mixer merek Sharp, pH indikator universal (Merck), vortex

Cenco, viscotester seri VT 04 RION-Japan.

Bahan yang digunakan meliputi ekstrak kering teh hijau (Camellia

sinensis L.), Bahan-bahan untuk pembuatan shampoo meliputi sodium lauryl

sulphate (Brataco), cocamidopropil betaine (Brataco), carbopol 940 distributor

PT. Agung Jaya, natrium hidroksida (Brataco), asam askorbat (Brataco), nipagin

(Brataco), natrium klorida (Brataco), gliserol (Brataco), keseluruhannya adalah

pharmaceutical grade dan aqua demineralisata.

24

E. Tata Cara Penelitian

1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido

Muncul Semarang, Indonesia

Verifikasi ekstrak menggunakan sertifikat Laboratorium Penelitian dan

Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada.

2. Pembuatan shampoo

a. Formula standar

A Carbopol 940 * g

Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

B Sodium lauryl sulphate 10,0 g

Nipagin 0,1 g

C Cocamidopropyl betaine 10,0 g

Asam sitrat 50%b/v q.s pH 5,0 - 6,0

Natrium klorida 25%b/v 8,0 g

Aqua demineralisata ad 100,0 g

b. Formula modifikasi

Tabel I. Formula modifikasi

Bagian Nama bahan Jumlah (g)

A Carbopol 940 * g

Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

Aqua demineralisata 130

B Sodium lauryl sulphate 40

Nipagin 0,4

Aqua demineralisata 150

C Cocamidopropil betaine 40

25

Natrium klorida 25%b/v 32

D Ekstrak kering teh hijau 2,2 g

Gliserol # g

E Asam askorbat 0,1%b/v q.s pH 5,0

Fragrance q.s

Keterangan : * 2 dan 4 ; # 2 dan 16

Tabel II. Berat shampoo tiap formula (g)

Formula (g) 1 a b ab

Carbopol 940 2 4 2 4

SLS 40 40 40 40

Metil paraben 0,4 0,4 0,4 0,4

Betain 40 40 40 40

NaCl 32 32 32 32

Ekstrak 2,2 2,2 2,2 2,2

Gliserol 2 2 16 16

Aqua demineralisata 280 280 280 280

Fragance qs qs qs qs

NaOH 20% 20% 20% 20%

Asam askorbat 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

Jumlah 398,6 400,6 412,6 414,6

c. Cara kerja pembuatan formula.

Bagian A: Carbopol yang telah dikembangkan 24 jam dimasukkan ke

dalam gelas piala. Pasang ke alat mixer, lalu lakukan pengadukan selama 1

menit dengan kecepatan nomor 1. Kemudian ditambahkan larutan natrium

hidroksida 20%b/v secukupnya hingga pH 7,0.

Bagian B: Dipanaskan aqua demineralisata dan sodium lauryl sulphate

dalam gelas piala hingga 700C. Dimasukkan nipagin dan diaduk hingga

larut.

26

Bagian C : Dicampurkan bagian A dan bagian B dengan mixer dan

lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1 (campuran

1). Dimasukkan natrium klorida 25%b/v ke dalam campuran 1 selama 3

menit (campuran 2). Kemudian dimasukkan cocamidopropil betaine ke

dalam campuran 2 selama 4 menit (campuran 3).

Bagian D : Dicampurkan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

dengan gliserol. Kemudian dimasukkan ke dalam campuran 3 dengan

mixer dan lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1

(campuran 4).

Bagian E : Ditambahkan fragrance ke dalam campuran 4 dengan mixer

dan dilakukan pengadukan selama 1 menit dengan kecepatan nomor 1.

Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan asam askorbat 0,1%b/v

secukupnya hingga pH 5,0.

Untuk satu kali pembuatan dibuat shampoo sebanyak 400 g, kemudian

ditempatkan dalam wadah dan disimpan selama 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21

hari dan 30 hari sebelum dilakukan pengukuran. Masing-masing formula

direplikasi 6 kali.

3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo

a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan perlahan-lahan ke

dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Didiamkan 5 menit agar sediaan

punya kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Dinyalakan alat dan

dilihat viskositasnya dengan mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester.

27

b. Uji ketahanan busa. Ditimbang shampoo sebanyak 0,5 g dan larutkan

dalam 50 ml air. Diambil 10 ml larutan shampoo dan dimasukkan perlahan-lahan

ke tabung reaksi berskala ukuran 25 ml. Ditutup bagian atas tabung reaksi dan

vortex selama 2 menit. Dicatat tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5.

Dihitung selisih tinggi busa sebagai nilai ketahanan busa.

4. Uji sifat alir

Sebuah beban ditempatkan pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor

tersebut untuk berputar 100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian

diubah ke rpm. Beban ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang.

Dengan cara ini dapat dibuat suatu rheog dengan memplotkan rpm terhadap

beban yang ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga

rpm tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam

detik-1

. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

satuan shear stress, yakni dyne cm-2

(Martin dkk, 1993).

F. Analisis Hasil

Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 serial number 2014.7723

dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan

menghasilkan nilai p (probability value). Apabila nilai p < 0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap respon.

Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek carbopol 940,

gliserol dan interaksinya dalam menentukan viskositas dan ketahanan busa.

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau

1. Ekstrak teh hijau

Ekstrak teh hijau yang digunakan dalam pembuatan shampoo merupakan

ekstrak kering teh hijau yang didapatkan dari PT. Sido Muncul, Semarang..

Menurut Voight (1994) persyaratan ekstrak kering memiliki kandungan lembab

kurang dari 5%, berdasarkan data yang terdapat pada CoA kandungan lembab

ekstrak kering teh hijau ini adalah 3,5% sehingga ekstrak yang digunakan

memenuhi persyaratan sebagai ekstrak kering. Kandungan EGCG

(epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak kering teh hijau berdasarkan certificate

of analysis (CoA) adalah 8,40% (b/b). Menurut Kwon dkk (2007), dikatakan

bahwa dengan penambahan 0,1 µM EGCG pada 10 folikel rambut dapat

menginduksi pemanjangan folikel rambut, sehingga ekstrak kering teh hijau yang

ditambahkan dalam 400 g shampoo sebanyak 2,2 g tiap formula (kandungan

EGCG dalam formula adalah sebanyak 5,4568 x 10-3

g/ml).

2. Identifikasi organoleptis

Hasil uji organoleptis didapatkan hasil bahwa ekstrak kering teh hijau

berupa serbuk kering kuning kecoklatan, berbau khas dan rasa pahit khas (sepat).

3. Uji kualitatif dengan reaksi warna

Identifikasi warna bertujuan untuk mengetahui kebenaran ekstrak teh

hijau yang digunakan, menggunakan pereaksi yang tertera dalam MMI V

29

(Anonim, 1980). Pada tabel dapat diketahui bahwa reaksi warna yang muncul

memenuhi syarat ekstrak teh hijau berdasarkan MMI.

Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau

Pemeriksaan

Prosedur

Syarat

menurut

literatur

Hasil Uji

Keterangan

Identifikasi

warna

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

asam sulfat pekat

Terbentuk

warna

kuning

Terbentuk

warna

kuning

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

asam sulft 10 N

Terbentuk

warna

kuning

Terbentuk

warna

kuning

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

larutan besi (III)

klorida 5%

Terbentuk

warna

kuning hijau

Terbentuk

warna

kuning hijau

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

larutan kalium

hidroksida 5%

Terbentuk

warna

coklat

Terbentuk

warna coklat

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

asam klorida pekat

Terbentuk

warna

kuning

Terbentuk

warna

kuning

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

amonia 25%

Terbentuk

warna

coklat

Terbentuk

warna coklat

Memenuhi

syarat

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 5 tetes

larutan asam asetat

encer

Terbentuk

warna

kuning

coklat

Terbentuk

warna

kuning

coklat

Memenuhi

syarat

30

4. Uji kualitatif dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi EGCG secara KLT bertujuan untuk mengetahui adanya

senyawa yang sama (EGCG) pada ekstrak teh hijau yang digunakan dengan baku

pembanding EGCG 0,103% (b/v).

Gambar 8. Kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV

254 nm, UV 365 dan visibel

Identifikasi ekstrak teh hijau diamati menggunakan fase diam silika gel

F254 dan fase gerak campuran kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol

(16:2:2:8 v/v) pereaksi semprot vanillin-asam klorida dengan jarak rambat 8,5 cm.

Setelah diamati dengan sinar UV 254 nm, 365 nm dan sinar visibel bercak

menunjukkan tinggi yang sama antara sampel ekstrak teh hijau dengan

pembanding EGCG 0,103% (b/v).

31

Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati

dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel

Keterangan :

Fase diam = silika gel GF254

Fase gerak = kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol (16:2:2:8 v/v)

Jarak elusi = 8,5 cm

P = pembanding EGCG 0,103% (b/v)

S = ekstrak kering teh hijau

Pada pengamatan di sinar UV 254 nm terlihat adanya bercak lain pada

jarak rambat 8,5 cm. Namun tinggi bercak tersebut berbeda dengan tinggi bercak

pembanding (EGCG 0,103% (b/v)). Bercak tersebut diduga adalah senyawa lain

yang ikut terelusi oleh fase gerak.

1,00

0,00

0,38

P S

32

B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

Sediaan shampoo terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan

(eksipien). Bahan utama berupa surfaktan yang berfungsi untuk membersihkan

rambut dari minyak dan kotoran yang menempel. Surfaktan akan membentuk

micell yang terdiri dari lapisan hidrofob (bagian ekor) yang akan mengikat

minyak dan kotoran yang menempel, sedangkan lapisan hidrofil (bagian kepala)

akan mempermudah pembilasan oleh air. Bahan pendukung dapat berupa

thickening agent, pengawet, fragance dan conditioning agent.

Gambar 10. Struktur micell

Menurut Rieger (2000), dua surfaktan yang cocok digunakan untuk

basis shampoo adalah surfaktan anionik dan amfoterik. Surfaktan anionik

penggunaannya luas karena efek detergensinya yang tinggi dan harganya murah.

Sedangkan surfaktan amfoterik berperan dalam efek conditioning dan

melembutkan rambut. Surfaktan anionik sebagai surfaktan primer (utama),

sedangkan surfaktan amfoterik sebagai surfaktan sekunder. Surfaktan primer yang

digunakan adalah sodium lauryl sulphate (SLS) dan surfaktan sekunder yang

digunakan adalah cocamidopropyl betaine (betain). SLS digunakan untuk efek

pembersihan karena berupa surfaktan anionik yang memiliki sifat pembentuk busa

33

yang baik, daya pembersih tinggi dan stabil dalam air sadah. SLS juga memiliki

HLB yang tinggi, yakni 40. Menurut Liebermann (1996), efek pembersihan

surfaktan yang baik pada HLB di atas 12 karena sifatnya yang hidrofil sehingga

mudah dibilas oleh air. Namun SLS ini dapat mengiritasi mata dan menimbulkan

efek kasar pada kulit, sehingga perlu dikombinasikan dengan surfaktan lain untuk

mengurangi efek iritasi tersebut dan dapat meningkatkan karakteristik shampoo

seperti stabilitas busa (Anonim, 2010). Betain merupakan co-surfaktan yang

sering digunakan karena meningkatkan formula mildness, viskositas dan

karakteristik busa (Arif, 2010). Betain juga akan menstabilkan busa yang

dihasilkan oleh SLS.

Untuk meningkatkan viskositas shampoo maka digunakan carbopol 940

sebagai agen peningkat viskositas. Carbopol 940 merupakan tipe carbopol yang

memiliki penampilan paling jernih dan viskositas paling tinggi, yaitu 40.000-

60.000 cps (pada kadar 0,5% dengan pH 7,5) (Allen, 2002). Carbopol memiliki

karakter fisiologis netral dan tidak menimbulkan iritasi, baik pada iritasi primer

maupun uji sensitifitasi. Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Pada

kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk

gulungan. Oleh karena itu perlu ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga

dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry, 1983), di mana pada pH tersebut carbopol

memiliki viskositas yang optimum. Penambahan basa akan memutuskan gugus

karboksil dan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak menolak

elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan

mengembang. Basa yang ditambahkan adalah NaOH, karena menurut Kartika

34

(2010) netralisasi carbopol 940 dengan NaOH menghasilkan gel yang lebih jernih

dibandingkan trietanolamin. Carbopol 1 g dapat dinetralisasi dengan kurang lebih

0,4 g NaOH (Rowe, 2006).

Reaksi penambahan basa :

R-COOH + NaOH R-COONa + H2O

R-COONa R-COO- + Na

+

Muatan negatif pada COO- akan saling tolak-menolak sehingga

menghasilkan sistem gel yang rigid. Penambahan basa yang berlebihan akan

membuat carbopol menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus

karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis.

Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled

Selain penambahan carbopol 940 sebagai thickening agent, perlu

ditambahkan NaCl sebagai viscosity modifier agar tercapai viskositas optimum.

Viskositas yang dihasilkan oleh carbopol 940 cukup tinggi sehingga perlu

ditambahkan NaCl untuk menurunkan viskositas. Mekanismenya adalah

pergeseran laju reaksi di mana ketika berada di air NaCl akan terdisosiasi

sempurna menjadi Na+ dan Cl

- yang akan menggeser reaksi COONa COO

- +

Na+ sehingga COO

- yang telah terbentuk akan berikatan kembali dengan Na

+ dan

menurunkan viskositas.

35

Rambut yang lembut merupakan efek yang diharapkan dari penggunaan

shampoo. Efek tersebut dapat dicapai dengan penambahan humectant yang

merupakan agen yang mengontrol perubahan kelembaban antara produk dengan

udara pada kulit (Strianse, 1957). Humectant menjadi faktor yang penting karena

tidak hanya air saja yang dikenal memiliki peranan penting dalam mengatur

kelembutan kulit. Penelitian menunjukkan jika NMF (Natural Moisturizing

Factor) dihilangkan dari kulit, air saja tidak cukup menjaga elastisitas kulit

(Loden, 2000). Humectant yang digunakan adalah gliserol yang merupakan

humectant yang umum digunakan dan mengandung substansi dengan bobot

molekul rendah yang dapat menarik air. Gliserol juga larut dalam air sehingga

compatible dengan bahan-bahan shampoo lainnya. Gliserol dapat menjaga

kelembaban sediaan sehingga tidak menimbulkan efek rambut kering.

Penambahan ekstrak teh hijau dalam formulasi shampoo berfungsi

sebagai penutrisi rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut. Berdasarkan

hasil penelitian, ekstrak teh hijau ini tidak stabil dalam pH yang cenderung basa,

melainkan sangat stabil dalam pH < 4 dan stabil dalam pH 4-8. Oleh karena itu

diperlukan adanya penambahan asam agar pH shampoo cenderung asam namun

masih sesuai dengan pH kulit kepala yakni 5-6. Pada awalnya ditambahkan asam

sitrat untuk menurunkan pH, namun shampoo cenderung tidak stabil dan warna

shampoo menjadi lebih gelap, sehingga ditambahkan asam askorbat untuk

menurunkan pH sampai 5. Menurut Zhou, Chiang, Portocarrero, Zhu, Hill,

Heppret, dkk (2010), asam askorbat dapat meningkatkan stabilitas ekstrak teh

hijau. pH shampoo yang terlalu asam akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan

36

garam pada struktur rambut. Sebaliknya pH lebih dari 8,5 akan merusak ikatan

sulfida dan pH lebih dari 12 akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan garam

pula. Apabila ketiga ikatan tersebut hilang maka rambut akan kasar dan rusak

(Corcoran, 1997).

Selain itu, bahan yang ditambahkan adalah pengawet. Pengawet dalam

hal ini adalah metil paraben perlu ditambahkan karena sediaan yang akan dibuat

yakni shampoo memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat menjadi media

pertumbuhan mikroba. Menurut Rowe (2006), paraben efektif pada rentang pH

yang lebar dan mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Selain itu

kelarutan metil paraben 1:400 dalam air sehingga dapat bercampur dengan baik

dalam shampoo yang medianya adalah air.

Untuk pembuatan shampoo ini digunakan aqua demineralisata yang

sudah dihilangkan kandungan logam-logam didalamnya. Tujuannya adalah untuk

menghindari keberadaan mineral-mineral seperti Ca dan Mg yang mungkin

terdapat dalam air. Ion-ion tersebut dapat berikatan dengan COOH- pada carbopol

yang mengakibatkan gaya tolak-menolak berkurang dan viskositas menurun.

C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan Sifat

Fisis Shampoo

Data yang diperoleh dari uji sifat fisis shampoo kemudian dianalisis

menggunakan Desain Expert untuk mengetahui besar efek faktor terhadap sifat

fisis (viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan shampoo) dan

signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

37

Berikut ini merupakan data besar efek carbopol 940 dan gliserol serta

interaksi keduanya terhadap sifat fisis shampoo dalam penelitian :

Tabel IV. Efek Carbopol 940 dan Gliserol, serta Interaksi Keduanya dalam Menentukan

Sifat Fisis Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

Keterangan : - (negatif) : efek dari faktor tersebut dapat menurunkan sifat fisik dan stabilitas

shampoo.

+ (positif) : efek dari faktor tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan stabilitas

shampoo.

Di bawah ini merupakan data persamaan desain faktorial :

Tabel V. Persamaan Desain Faktorial

Sifat Fisis dan

Stabilitas

Shampoo

Persamaan Desain Faktorial Model (p) Keterangan

Viskositas Y = 11,571 + (3,536) X1 + (-

0,202) X2 + (0,065)

X1X2...........Persamaan 1

0,0001 Signifikan

Ketahanan busa Y = 0,529 + (0,054) X1 +

(0,027) X2 - (5,952 x 10-3

)

X1X2........... Persamaan 2

0,6720 Tidak

signifikan

Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari respon viskositas valid

(p<0,05) (Tabel V) sehingga dapat digunakan untuk memprediksi respon yang

diinginkan, sedangkan untuk respon ketahanan busa diperoleh persamaan yang

tidak valid (p>0,05) sehingga tidak bisa untuk memprediksi respon yang

diinginkan.

.

Respon Nama bahan Efek Kontribusi (%)

Viskositas A-Carbopol 940 825,00 87,14

B-Gliserol -0,0833 8,89 x 10-3

AB-Interaksi 0,92 1,08

Ketahanan busa A-Carbopol 940 0 0

B-Gliserol 0,13 5,03

AB-Interaksi -0,08 2,23

38

1. Viskositas

Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap viskositas

shampoo sebesar 825,00, gliserol terhadap viskositas shampoo sebesar |-8,33|, dan

interaksi antara keduanya sebesar 91,67. Carbopol 940 memberikan kontribusi

paling besar (87,14%) terhadap viskositas shampoo.

Efek carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya terhadap

viskositas shampoo dapat dilihat pada gafik berikut :

Gambar 12. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Viskositas Setelah dua

hari

Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah dan tinggi sama-

sama meningkatkan respon viskositas shampoo (Gambar 12a). Namun pada

gliserol level rendah respon viskositas mengalami peningkatan yang lebih kecil

dibandingkan pada gliserol level tinggi. Efek gliserol pada respon viskositas

adalah menurunkan viskositas, hal ini terlihat dari nilai efek yang bernilai negatif.

b a

: gliserol level rendah

: gliserol level tinggi

: carbopol 940 level rendah

: carbopol 940 level tinggi

39

Namun nilai kontribusinya sangat kecil yakni 8,891 x 10-3

, sehingga pada gafik

baik gliserol level rendah dan tinggi sama-sama meningkatkan respon viskositas

shampoo karena carbopol 940 lebih dominan dalam menentukan viskositas.

Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah akan menurunkan

viskositas sedangkan pada level tinggi akan meningkatkan viskositas. Hal ini

dikarenakan carbopol 940 memiliki efek yang dominan terhadap viskositas

(berkontribusi sebesar 87,14%) sehingga dengan menurunnya konsentrasi

carbopol 940 maka viskositasnya juga akan menurun. Hal ini diperkuat dengan

nilai efek gliserol yang kecil pada respon viskositas (kontribusinya sebesar 8,891

x 10-3

) sehingga walaupun gliserol meningkat maka efeknya lebih kecil

dibandingkan carbopol 940.

Interaksi antara carbopol 940 dan gliserol dalam menentukan viskositas

shampoo dapat dilihat pada gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 12a)

dan garis yang hampir sejajar (Gambar 12b).

Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon viskositas

setelah dua hari

Source Sum of

squares

df Mean

square

F Value p-value

Prob>F

Keterangan

A-Carbopol

940

408,37 1 408,37 148,05 <0,0001 Signifikan

B-Gliserol 0,042 1 0,042 0,015 0,9034 Tidak signifikan

AB 5,04 1 5,04 1,83 0,1915 Tidak signifikan

Carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya memberikan efek

yang signifikan terhadap respon viskositas shampoo bila p<0,05. Hasil analisis

data viskositas (Tabel VI), diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan bahwa gliserol

dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap

40

viskositas. Namun pada faktor carbopol 940 didapatkan nilai p<0,05 yang

menunjukkan bahwa carbopol 940 memiliki efek yang signifikan terhadap

viskositas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya pengaruh carbopol 940 yang

dominan dalam respon viskositas.

2. Ketahanan busa

Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap ketahanan

busa shampoo sebesar 0, gliserol terhadap ketahanan busa shampoo sebesar 0,12,

dan interaksi antara keduanya sebesar |-0,083|. Gliserol memberikan kontribusi

paling besar (5,03%) terhadap ketahanan busa shampoo.

Gambar 13. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Ketahanan Busa

Setelah dua hari

Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah akan meningkatkan

respon ketahanan busa shampoo sedangkan pada gliserol level tinggi akan

menurunkan ketahanan busa shampoo (Gambar 13a). Efek carbopol 940 dalam

respon ketahanan busa adalah 0 atau dapat dikatakan tidak memberikan efek,

: gliserol level rendah

: gliserol level tinggi

: carbopol 940 level rendah

: carbopol 940 level tinggi

a b

41

sehingga dalam hal ini yang berefek adalah gliserol atau interaksi keduanya.

Namun efek gliserol dan interaksi kedua bahan juga kecil (Tabel IV) dan tidak

signifikan (Tabel V). Hal ini dikarenakan faktor yang diduga kuat mempengaruhi

ketahanan busa yang dihasilkan hanya surfaktan yang digunakan, dalam hal ini

SLS dan betain. Menurut penelitian Kartika (2010), tidak ada korelasi antara

peningkatan konsentrasi carbopol 940 dengan ketahanan busa shampoo, sehingga

dapat dikatakan bahwa pada carbopol 940 level rendah maupun tinggi tidak

memberikan efek pada ketahanan busa shampoo. Diduga efek gliserol terhadap

ketahanan busa terkait dengan kemampuan gliserol yang dapat menarik air dari

lingkungan sehingga akan meningkatkan aliran cairan (drainage) yang berakibat

pada pecahnya busa.

Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah dan tinggi akan

meningkatkan ketahanan busa. Namun pada carbopol 940 level tinggi,

peningkatannya sangat kecil, bahkan garis cenderung sejajar atau dapat dikatakan

cenderung tidak terjadi peningkatan ketahanan busa. Efek carbopol 940 disini

dapat diabaikan karena nilainya 0 dan ada interaksi antara carbopol 940 dan

gliserol dalam menentukan ketahanan busa shampoo yang dapat dilihat pada

gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 13a) dan garis yang hampir sejajar

(Gambar 13b). Pada gafik pertama (Gambar 13a), terlihat pada gliserol level

tinggi akan menurunkan ketahanan busa shampoo, sedangkan pada gafik kedua

(Gambar 13b) dengan peningkatan gliserol akan meningkatkan ketahanan busa

shampoo. Ketidaksesuaian ini dikarenakan faktor yang diduga kuat

42

mempengaruhi ketahanan, yakni SLS dan betain tidak diteliti dalam penelitian ini

sehingga tidak dapat diketahui besar efek dan signifikansinya secara pasti.

Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon

ketahanan busa setelah dua hari

Source Sum of

squares

df Mean

square

F

Value

p-value

Prob>F

Keterangan

A-Carbopol 940 0,000 1 0,000 0,000 1,0000 Tidak signifikan

B-Gliserol 0,094 1 0,094 1,08 0,3102 Tidak signifikan

AB 0,042 1 0,042 0,48 0,4955 Tidak signifikan

Efek antara carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya

memberikan efek yang signifikan terhadap respon ketahanan busa shampoo bila

p-value<0,05. Hasil analisis data ketahanan busa (Tabel VII), diperoleh nilai

p>0,05 untuk semua faktor yang menunjukkan bahwa carbopol 940, gliserol dan

interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran

viskositas. Bahkan untuk faktor carbopol 940 nilai p-value = 1 yang artinya tidak

berefek sama sekali. Pada gafik (Gambar 13), terlihat bahwa terjadi overlapping

SD yang menunjukkan carbopol 940 dan gliserol pada level rendah dan level

tinggi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap ketahanan busa.

D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo

Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan sifat

fisis dan stabil dalam penyimpanan. Sifat fisis yang diukur dari sediaan shampoo

adalah viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan. Stabilitas fisis

shampoo dapat diketahui dari pergeseran viskositas dan pergeseran ketahanan

busa selama penyimpanan satu bulan.

43

1. Viskositas

Viskositas merupakan tahanan untuk mengalir. Semakin besar viskositas

berarti semakin besar tahanannya untuk mengalir, maka kemampuannya untuk

mengalir menjadi semakin kecil. Pengukuran viskositas dilakukan setelah dua hari

pembuatan, tujuh hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan penyimpanan. Viskositas

setelah dua hari pembuatan untuk melihat profil kekentalan shampoo yang

merupakan parameter sifat fisis shampoo. Pengukuran viskositas setelah tujuh

hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan untuk melihat profil viskositas secara periodik

yang dapat menggambarkan fenomena ketidakstabilan shampoo dalam

penyimpanan. Pengukuran viskositas shampoo dilakukan menggunakan

viscotester Rion seri VT 04.

Berikut ini merupakan data hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas

shampoo dalam penelitian :

Tabel VIII. Data Viskositas Shampoo (dPa.s)

Waktu

Formula

1 a b ab

2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73

7 hari 19,67 ± 2,66 27,67 ± 1,37 17,50 ± 0,84 28,50 ± 5,72

15 hari 20,83 ± 1,94 29,50 ± 3,39 19,50 ± 0,84 29,33 ± 5,39

21 hari 21,50 ± 2,17 31,33 ± 3,14 19,50 ± 1,05 31,00 ± 6,00

1 bulan 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91

Berdasarkan data Tabel VIII, diperoleh viskositas dua hari terbesar pada

formula ab (Carbopol 940 level tinggi dan gliserol level tinggi) dan terkecil pada

formula b (Carbopol 940 level rendah dan gliserol level tinggi). Dari data tabel

diperoleh SD yang cukup besar, hal ini dikarenakan respon viskositas tidak hanya

dipengaruhi oleh bahan pengentalnya saja, yakni Carbopol 940, namun juga oleh

44

keberadaan tunggal bahan lain yang memilki viskositas yang tinggi atau interaksi

carbopol 940 dengan bahan tersebut.

Berdasarkan data pengujian efek (tabel IV), dapat diketahui bahwa

carbopol 940 mempunyai efek signifikan terhadap viskositas, di mana efeknya

adalah meningkatkan viskositas. Hal ini menandakan bahwa dalam

penyimpanannya, viskositas shampoo dapat berubah akibat efek dari carbopol

940. Maka dari itu, perlu diteliti profil viskositas secara periodik

Profil viskositas dapat dilihat pada gafik berikut :

Gambar 14. Gafik Hubungan Viskositas Terhadap Waktu

Dari grafik hubungan viskositas terhadap waktu dapat dilihat bahwa

dengan bertambahnya waktu maka viskositas pada semua formula mengalami

peningkatan. Kemudian dilakukan perbandingan hasil pengukuran viskositas pada

hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30 dengan uji Friedmann dan uji Wilcoxon.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2 7 15 21 30

Vis

ko

sit

as S

ham

po

o (

dP

a.s

)

Hari

formula 1 formula a formula b formula ab

45

Tujuannya adalah untuk melihat siginifikansi perbedaan nilai viskositas dalam

penyimpanan selama satu bulan. Uji Friedmann dan uji Wilcoxon dipilih karena

kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan merupakan

kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan). Hasil uji

Friedmann dan uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada

tabel IX dan X. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan

nilai makna perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat

perbedaan viskositas shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti

terdapat perbedaan viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.A.2).

Tabel IX. Data Uji Friedmann Viskositas Shampoo

Formula p

1 0,004

a 0,003

b 0,003

ab 0,003

Dari hasil tabel IX terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <

0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo

yang bermakna pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30. Hal ini sesuai

dengan efek carbopol 940 yang signifikan dalam mempengaruhi viskositas,

sehingga menimbulkan adanya perbedaan viskositas yang signifikan pula.

Kemudian dilanjutkan dengan uji Wilcoxon untuk mengetahui waktu dimana

perbedaan itu muncul.

46

Tabel X. Data Uji Wilcoxon Viskositas Shampoo

Hari Formula Nilai p Keterangan

2-7hr 1 0,276 Tidak bermakna

a 0,066 Tidak bermakna

b 0,891 Tidak bermakna

ab 0,059 Tidak bermakna

2-15hr 1 0,026 Bermakna

a 0,026 Bermakna

b 0,043 Bermakna

ab 0,285 Tidak bermakna

2-21hr 1 0,027 Bermakna

a 0,027 Bermakna

b 0,024 Bermakna

ab 0,027 Bermakna

2-30hr 1 0,027 Bermakna

a 0,027 Bermakna

b 0,027 Bermakna

ab 0,027 Bermakna

Dari hasil tabel X terlihat bahwa antara hari ke-2 dan ke-7 semua formula

mempunyai nilai p > 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang tidak bermakna. Antara hari ke-2 dan ke-15 hanya formula

ab yang menandakan terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang tidak

bermakna dengan nilai p 0,285 (p > 0,05). Sedangkan antara hari ke-2 dan ke-21

semua formula mempunyai nilai p < 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan

viskositas sediaan shampoo yang bermakna, begitu pula antara hari ke-2 dan ke-

30. Hal ini dikarenakan seminggu setelah pembuatan shampoo masih cenderung

stabil dan belum nampak adanya perubahan viskositas yang bermakna.

2. Pergeseran viskositas shampoo

Stabilitas shampoo dapat dinilai dari pergeseran viskositas yang berarti

perbandingan nilai viskositas dari fresh shampoo (setelah dua hari pembuatan)

dan nilai viskositas dari penyimpanan shampoo selama 30 hari. Apabila nilainya

47

berubah maka dapat dikatakan bahwa shampoo cenderung tidak stabil, yang

signifikansi nilai pergeserannya dapat dibuktikan secara statistik. Pergeseran

viskositas shampoo merupakan hal yang penting karena apabila dalam kurun

waktu penyimpanan viskositasnya menjadi naik maka shampoo akan mengalami

kesulitan saat dituang, sedangkan apabila menurun akan mempengaruhi stabilitas

zat aktifnya.

Tabel XI. Data Viskositas dua hari dan 30 hari Shampoo (cps)

Waktu Formula

1 a b ab

2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73

30 hari 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91

Berdasarkan data Tabel XI, dilakukan perbandingan nilai viskositas pada

hari ke-2 dan ke-30 dengan uji Wilcoxon. Tujuannya adalah untuk melihat

siginifikansi perbedaan nilai viskositas pada hari ke-2 dan ke-30. Uji Wilcoxon

dipilih karena kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan

merupakan kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan).

Hasil uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada tabel XII.

Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan nilai makna

perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat perbedaan viskositas

shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti terdapat perbedaan

viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.C.2).

48

Tabel XII. Data Uji Wilcoxon Pergeseran Viskositas Shampoo

Formula p

1 0,027

a 0,027

b 0,027

ab 0,027

Dari hasil tabel XII terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <

0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo

yang bermakna pada hari ke-2 dan ke-30. Artinya memang terdapat pergeseran

viskositas pada penyimpanan yang diakibatkan efek dari carbopol 940 sehingga

sediaan shampoo cenderung tidak stabil dan sulit untuk dituang.

3. Ketahanan busa shampoo

Metode pengukuran ketahanan busa yang dilakukan diadaptasi dari

pengukuran busa sabun oleh Edoga (2009). Metode tersebut dilakukan dengan

cara mengaduk larutan sabun dengan sangat kuat, kemudian didiamkan 5 menit

dan diamati busanya. Metode ini juga mirip dengan prosedur dari Evren (2007),

yaitu dengan melarutkan 0,5 gam shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C,

dimasukkan dalam tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan,

dan diukur volume busanya pada menit ke-0 dan ke-5. Menurut penelitian Kartika

(2010), metode tersebut menghasilkan data yang bervariasi dan fluktuatif. Namun,

karena prosedur-prosedur pengukuran busa yang ditemukan tidak dapat

dilaksanakan dalam penelitian ini karena keterbatasan alat, maka tetap digunakan

prosedur tersebut dengan asumsi akan menghasilkan data yang distribusinya

normal.

49

Nilai ketahanan busa didapatkan dari selisih tinggi busa pada pengukuran

menit ke-0 dan ke-5, sehingga apabila nilainya semakin kecil menandakan busa

cenderung stabil karena mengalami penurunan tinggi busa yang kecil, namun

apabila nilainya semakin besar maka semakin banyak busa yang hilang.

Berikut ini merupakan data hasil pengukuran ketahanan busa shampoo

dalam penelitian :

Tabel XIII. Data Ketahanan Busa Shampoo (cm)

Waktu

Formula

1 a b ab

2 hari 0,67 ± 0,26 0,75 ± 0,16 0,88 ± 0,31 0,79 ± 0,40

7 hari 0,79 ± 0,25 0,88 ± 0,38 0,75 ± 0,39 0,79 ± 0,25

15 hari 0,63 ± 0,26 0,79 ± 0,19 1,00 ± 0,16 0,88 ± 0,26

21 hari 0,83 ± 0,20 0,79 ± 0,19 0,92 ± 0,26 0,75 ± 0,22

1 bulan 0,58 ± 0,26 0,75 ± 0,22 0,79 ± 0,29 0,96 ± 0,29

Berdasarkan data Tabel XIII, diperoleh ketahanan busa dua hari terbesar

pada formula b (Carbopol 940 level rendah dan gliserol level tinggi) dan terkecil

pada formula 1 (Carbopol 940 level rendah dan gliserol level rendah).

Menurut data pengujian efek (tabel IV), dapat diketahui bahwa carbopol

940, gliserol, maupun interaksi keduanya tidak mempunyai efek signifikan

terhadap ketahanan busa, sehingga dapat diprediksi bahwa perubahan nilai

ketahanan busa antar waktu tidak signifikan. Untuk membuktikannya maka

dilakukan perbandingan hasil pengukuran ketahanan busa pada hari ke-2, ke-7,

ke-15, ke-21 dan ke-30. Uji Friedmann dipilih karena kelompok data yang akan

diuji memiliki distribusi tidak normal dan merupakan kelompok yang

berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan). Hasil uji Friedmann untuk

masing-masing formula shampoo tertera pada tabel XIV. Hasil yang diperoleh

50

dinyatakan dalam nilai p yang merupakan nilai makna perbedaan. Jika nilai p

yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat perbedaan ketahanan busa shampoo yang

bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti terdapat perbedaan ketahanan busa

shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.B.2).

Tabel XIV. Data Uji Friedmann Ketahanan Busa Shampoo

Formula p

1 0,389

a 0,390

b 0,159

ab 0,851

Dari hasil tabel XIV terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p >

0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan

shampoo yang tidak bermakna pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30.

Artinya perbedaan ketahanan busa dapat diabaikan.

4. Pergeseran ketahanan busa

Stabilitas shampoo juga dapat dinilai dari pergeseran ketahanan busa

yang berarti perbandingan nilai ketahanan busa dari fresh shampoo (setelah dua

hari pembuatan) dan nilai ketahanan busa dari penyimpanan shampoo selama 30

hari. Apabila nilainya berubah maka dapat dikatakan bahwa shampoo cenderung

tidak stabil, yang signifikansi nilai pergeserannya dapat dibuktikan secara

statistik. Pergeseran ketahanan busa shampoo merupakan hal yang penting karena

apabila dalam kurun waktu penyimpanan nilainya menjadi naik maka semakin

banyak busa yang hilang yang berpengaruh pada efektivitas pembersihan, karena

semakin banyak busa yang dihasilkan maka semakin banyak pula kotoran yang

menempel pada rambut yang dapat dibersihkan.

51

Berdasarkan tabel XIV pada pengujian ketahanan busa, dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan shampoo yang

tidak bermakna pada hari ke-2 dan ke-30. Artinya bahwa, walaupun ada

perbedaan nilai ketahanan busa fresh shampoo dengan shampoo setelah

penyimpanan satu bulan namun tidak signifikan setelah diuji secara statistik.

E. Sifat alir shampoo

Berdasarkan data pengujian efek (tabel IV) dan data uji Wilcoxon pada

pergeseran viskositas (tabel XII) didapatkan bahwa carbopol 940 berefek

signifikan terhadap viskositas dan nilai viskositas antara hari ke-2 dan ke-30

berbeda signifikan. Peningkatan nilai viskositas yang signifikan ini diduga karena

carbopol 940 yang memiliki sifat alir pseudoplastis.

Pseudoplastis biasanya terjadi pada produk farmasi yang mengandung

polimer larut air sebagai viscosity modifier, surfaktan atau agen pengemulsi

(Amiji, 2003). Polimer larut air yang bersifat pseudoplastis memiliki formasi

coiled atau globular, misalnya carbopol (Amiji, 2003).

Ketika pada kondisi diam polimer akan membentuk rantai panjang

dengan struktur yang kaku dan memiliki viskositas yang tinggi, dengan adanya

Gambar 15. Susunan molekul carbopol 940 sebelum dan

sesudah peningkatan shearing stress

52

peningkatan shearing stress maka molekul-molekul yang semula tidak beraturan

mulai menyusun diri yang menyebabkan rate of shear naik dan viskositasnya

turun. Hal ini berpengaruh pada viskositas shampoo pada saat penyimpanan yang

akan mengalami peningkatan dibandingkan pada saat shampoo akan dituang dari

wadahnya.

Dari pengujian tipe sifat alir didapatkan kurva yang agak melengkung

namun cenderung lurus, sehingga tidak menggambarkan kurva sifat alir

pseudoplastis yang cenderung melengkung ke atas. Untuk mengetahui apakah

kurva yang dihasilkan berupa garis linier atau non liner, maka dilakukan

pengujian regresi.

Gambar 15 .Kurva Beban vs Kecepatan Rotor Shampoo

0

5

10

15

20

25

30

35

40

50 75 100 125 150 175 200 225 250 275

Ke

cep

atan

(rp

m)

Beban (g)

53

Tabel XV. Data Pengujian Regresi

Data Kecepatan (rpm) Beban (g)

Persamaan regresi Y = -6,357 + 0,176x

Signifikansi persamaan (p) 0,000

R2 99,8%

Korelasi (r) + 0,999

Signifikansi korelasi (p) 0,000

Berdasarkan tabel XV, diperoleh persamaan regresi yang bentuknya

sama dengan bentuk umum persamaan regresi linier sederhana, yakni Y = a + bx.

Persamaan yang diperoleh layak untuk digunakan karena nilai p pada uji ANOVA

0,000 (p < 0,05) dan nilai R2 99,8%, dimana semakin mendekati 100% semakin

baik. Nilai R2

yang diperoleh berarti persamaan yang diperoleh mampu

menjelaskan nilai kecepatan yang diperoleh sebesar 99,8%, sementara sisanya

0,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Apabila nilai korelasi (r) yang diperoleh berada di antara 0,80 – 1,000

maka berarti terdapat korelasi yang kuat antara variabel yang diuji. Selain itu nilai

p < 0,05 mengindikasikan adanya korelasi yang bermakna antara dua variabel

tersebut (Dahlan, 2009). Dari hasil perhitungan dapat terlihat bahwa adanya

korelasi yang kuat antara kecepatan rotor dengan beban yang ditambahkan,

ditunjukkan dengan nilai r 0,999 dan adanya korelasi yang bermakna, ditunjukkan

dengan nilai p 0,000 (p < 0,05). Selain itu korelasi yang didapat bernilai positif

yang artinya semakin besar beban yang ditambahkan maka kecepatan rotor yang

dihasilkan makin besar.

54

Berdasarkan pengujian regresi, maka dapat disimpulkan bahwa kurva

yang terbentuk berupa garis lurus. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa carbopol 940 dengan sifat alir pseudoplastis yang memiliki

garis melengkung keatas. Garis lurus yang terbentuk dikarenakan beban yang

ditambahkan pertama kali adalah 50 g, sehingga kemungkinan ada garis

melengkung yang terbentuk pada penambahan beban dibawah 50 g, yang tidak

terlihat pada kurva yang terbentuk, sehingga tidak dapat dikatakan juga bahwa

tipe alir shampoo yang diuji adalah Newtonian. Ketidaksesuaian ini juga

dikarenakan adanya interaksi carbopol dengan bahan-bahan lain yang memiliki

sifat alir Newtonian seperti aqua demineralisata dan gliserol.

55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

Carbopol 940 memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis viskositas,

sedangkan tidak memberikan efek signifikan dalam terhadap sifat fisis ketahanan

busa. Gliserol dan interaksinya dengan carbopol 940 tidak memberikan efek

signifikan dalam terhadap sifat fisis viskositas maupun ketahanan busa shampoo

ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan :

1. Perlu ditambahkan foam stabilizer pada formula untuk meningkatkan

ketahanan busa.

2. Pengukuran ketahanan busa sebaiknya dilakukan dengan alat yang lebih

akurat.

3. Perlu dilakukan pengujian efek bahan-bahan lain dari formula shampoo

ekstrak kering teh hijau selain thickening agent dan humectant.

56

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Jr. dan Loyd V., 2002. The Art, Science, and Technology of

Pharmaceutical Compounding, Second Edition, American

Pharmaceutical Association, USA, pp.301-315.

Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, pp.168-169.

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, jilid V, Direktorat Jendral Pengawasan

Obat dan Makanan, Jakarta, pp.486.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, 4th

ed., pp.551, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta

Anonim, 1997, Featured Excipient: Carbopols (Carbomers), International Journal

of Pharmaceutical Compounding Vol. 1 No. 4, 265.

Anonim, 2009, The Tea Plant, http://www.thefragrantleaf.com/teaplanandte.html,

diakses tanggal 7 April 2010

Anonim, 2010a, Mesoterapi Untuk Rambut Rontok,

http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Umum/Mesoterapi-untuk-

Rambut-Rontok, diakses tanggal 24 November 2010

Anonim, 2010b, Camellia sinensis (L.) O. Kuntze,

http://www.eol.org/pages/482447, diakses tanggal 7 april 2010

Anonim, 2010c, How To Make Hair Shampoos,

http://www.makingcosmetics.com/articles/03-how-to-make-hair

shampoos.pdf, diakses tanggal 2 Maret 2010

Arief, S., 2010, Hair Shampoos The science & art of formulation,

http://docs.pilotchemical.com/QMS/Technical_Bulletins/Shampoos

the_science_of_formulating.pdf, diakses tanggal 20 November 2010

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science

and Technology, 3rd ed., 462, 771, 777, Informa Healthcare USA, Inc.,

New York.

57

Barry, B. W., 1983, Percutaneous Absorbtion, Dermatological Formulations,

Marcell Dekker Inc, New York, pp.52-55.

Basoeki, S., 1988, Anatomi dan Fisiologi Manusia, pp.13-24, Depdikbud, Jakarta.

Bolton, S., 1990. Pharmaceutical Statistic:Practical and Clinical Application. 2nd

ed., Marcel Dekker Inc, New York, pp.308-320.

Brannon, H., 2006, The Biology of Hair,

http://dermatology.about.com/cs/hairanatomy/a/hairbiology_2.htm,

diakses tanggal 24 November 2010

Corcoran, F., dan Akona, K., 1997, The pH of Hair Shampoos : A Topical High

School Experiment, Journal of Chemical Education, 54

Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika,

Jakarta, pp.111, 157.

Edoga, M.O., 2009, Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft

Soap (Part 1) : Qualitative Analysis, Journal of Engineering and Applied

Sciences, Vol 4 No.2, 110-112

Embling, T., J., G., 1972, Text Book of Dermatology, 2nd

ed., Vol 2, pp.16-19,

Black Well Scientific Publication, London.

Evren, S., Gedik, G., Colbourn, E., dan Turkoglu, M., 2007, Artificial Neural

Network Modeling and Optimazation of Shampoo Formulations,

Marmara University, Istanbul

Exerowa, D., dan Kruglyakov, P.M., 1998, Foam and Foam Films: Theory,

Experiment, Application, Elsevier, Netherlands, pp.1-3.

Fonseca, S., 2005, Basics of Compounding for Hair Care – Part 1: Medicated

Shampoos, International Journal of Pharmaceutical Compounding Vol.

9 No. 2, 140.

Graham, R., 2002, Dermatologi, 8th

ed., Erlangga, Jakarta, pp.1-9.

58

Kartika, 2010, Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Bahan

Pengental Terhadap Viskositas Dan Ketahanan Busa Sediaan Shampoo,

Tesis, 28-42, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Kim, C., 2004, Advanced Pharmaceutics : Physicochemical Principles, pp.214-

220, CRC Press LLC, Florida.

Kwon, O., S., Han, J., H., Yoo, H., G., Chung, J., H., Cho, K., H., Eun, H., C.,

dkk, 2007, Human Hair Growth Enhancement In Vitro By Green Tea

Epigallocathechin-3-gallate (EGCG), The Journal Of Phytomedicine,

Vol 14, 551-555.

Liebermann, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical

Dosage Forms: Disperse System, volume 1, 2nd

edition, Marcel Dekker,

Inc., New York, pp.157-158, 213.

Limbani, M., Dabhi, M.R., Raval, M.K., Sheth, N.R., 2009, Clear Shampoo: an

Important Formulation Aspect with Consideration of the Toxicity of

Commonly Used Shampoo Ingredients, Saurashtra University, India

Liu, P., Y. and Aspres, N., 2008, Male Pattern Hair Loss,

http://www.andrologyaustralia.org/docs/Factsheet_hairloss_08.pdf,

diakses tanggal 10 Maret 2010

Mahmood, T., Akhtar, N., dan Khan, B., A., 2010, The morphology,

characteristics, and medicinal properties of Camellia sinensis’ tea,

Journal of Medicinal Plants Research, Vol. 4(19), pp. 2028-2033.

Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy

diterjemahkan oleh Yoshita, 3rd

Edition, hal.1019-1053, 1077-1119,

Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Mitsui, T., 1997, Cosmetics and Skin, New Cosmetic Science, Elsevier Science,

Netherlands, pp.47-52.

Olsen, E., Z., 1994, Disorders of Hair Growth Diagnosis and Treatment,

McGraw-Hill, New York, pp.1-9.

Paye, M., Andre, O.B., Howard, I.M., 2006, Handbook of Cosmetic Science and

Technology, 2nd

ed., 509, Marcel Dekker, Inc., New York.

59

Price JC., 2005, Glycerin, in Rowe RC, Sheskey PJ, Weller PJ, (Ed.) Handbook of

Pharmaceutical Excipients, 4th ed, American Pharmaceutical

Association, Washington DC, pp.257-259.

Prager, N., Bicketee K., French N., Marcovici G., 2002, A Randomized, Double

Blind, Placebo-Controled Trial to Determine the Effectiveness of

Botanically Derived Inhibitors of %AR in Treatment of Androgenetic

Alopecia, The Journal of Alternative and Complimentary Medicine

Research on Paradigm, Practise and Policy, Vol 8, 143-52.

Ravissot, G., Drake, C., 2000, Pharmaceutical Products-from Tablets to Topicals.

Application for Cross-linked Acrylic Acid Polymers, in Karsa, D. R.,

Stephenson, R. A., (Eds), Excipients and Delivery Systems for

Pharmaceutical Formulations, The Royal Society of Chemistry, United

Kingdom

Rieger, M.M., 2000, Harry’s Cosmetology, 8th

ed, Chemical Publishing Co. Inc.,

New York, pp. 431-432, 446-448.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2006, Handbook of Pharmaceutical

Excipient,s 5th

ed., 327, Pharmaceutical Press and American Pharmacists

Association, United Kingdom

Schramm, L.L., 2005, Emulsion, Foams, and Suspensions, Wiley-VCH Verlag

GmbH&Co.KGaA, Weinheim, pp. 141-142.

Svabodova, A., Psotova, J., dan Walterova, D., 2003, Natural Phenolics in

Prevention of UV-Induced Skin Damage (A review), Biomed. Papers,

147(2), pp.137-145

Syah, A.N.A., 2006, Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau, Agro Media Pustaka,

Depok, pp.30-31, 59-61, 74.

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 5th

ed., Universitas Gadjah

Mada Press, Yogyakarta, pp.83-84.

Wilkinson, J.B. and Moore, R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology 7th

Edition,

Longman Group Ltd., London, pp.446.

Tadros, T.F., 2005, Applied Surfactants: Principles and Applications, WILEY-

VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, pp.259-263.

60

Young, A., 1972, Practical Cosmetic Science, Mills and Boon Limited, London,

pp.95

Zhou, Q., Chiang, H., Portocarrero, C., Zhu, Y., Hill, S., Heppret, K., dkk, 2010,

Investigating the Stability of EGCg in Aqueous Media,

http://www.currentseparations.com/issues/20-3/20-3c.pdf, diakses

tanggal 23 November 2010

Zocchi, G., 2001, Skin-Feel Agents, in Barel, A. O., Paye, M., Maibach, H. I.,

(Eds), Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcell Dekker,

Inc., New York, pp.406-407

61

LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kering teh hijau (Camellia

sinensis L.) dari PT. Sido Muncul

62

63

Lampiran 2. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

menggunakan KLT

64

Lampiran 3. Perhitungan dosis ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis

L.)

Efek anti hair loss dari EGCG = 0,1 µM pada 1,0 x 101 sel folikel rambut (Kwon

dkk, 2007)

Jumlah rata-rata rambut pada manusia = 100.000 sel folikel rambut (Mitsui, 1997)

Efek anti hair loss dari EGCG pada manusia = 0,1 µM x 10000 = 1000 µM

Kandungan EGCG pada Certificate of Analysis = 8,40% (b/b)

1000 µM = 10-3

M = 10−3 𝑚𝑜𝑙

1 𝐿

= 10−3 𝑚𝑜𝑙

1000 𝑚𝐿

= 10−6 𝑚𝑜𝑙

𝑚𝐿

Untuk 1 ml

10-6

mol = 𝑚

458,37

m = 10-6

mol x 458,37

= 4,5837 x 10-4

g

= 4,5837 x 10-1

mg

Konversi ke ekstrak

4,5837 x 10-1

mg/ml = 4,5837 x 10-4

g/ml

4,5837 𝑥 10−4 𝑔/𝑚𝑙

8,4% =

4,5837 𝑥 10−4 𝑔/𝑚𝑙

8,4 𝑥 100 = 5,4568 x 10

-3 g/ml

Pembuatan shampoo 400 g (asumsi ρ = 1 maka ml ≈ g)

5,4568 x 10-3

x 400 g = 2,1827 g ≈ 2,2 g

65

Lampiran 4. Perhitungan Bahan

1. Pembuatan NaOH 20%

20

100 x 100% = 20 g dalam 100 ml

2. Pembuatan NaCl 25%

25

100 x 100% = 25 g dalam 100 ml

Untuk 200 ml 25 g x 2 = 50g

3. Pembuatan Asam Askorbat 0,1%

0,1

100 x 100% = 0,1 g dalam 100 ml

4. Penimbangan Carbopol 940 dan Gliserol

a. Replikasi I

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4317 0,4618 0,4557 0,4656

Berat kertas + zat 2,4404 4,4691 2,4579 4,4711

Berat kertas + sisa 0,4341 0,4671 0,4561 0,4673

Berat zat 2,0063 4,0020 2,0018 4,0038

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 19,8532 22,2197 19,8318 19,8913

Berat cawan + zat 22,0992 38,5512 21,8551 35,9380

Berat cawan + sisa 19,9922 22,5093 19,8605 20,0014

Berat zat 2,1070 16,0419 1,9946 15,9366

b. Replikasi II

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4463 0,4619 0,4326 0,4180

Berat kertas + zat 2,4508 4,4712 2,4509 4,4220

Berat kertas + sisa 0,4585 0,4654 0,4509 0,4232

Berat zat 1,9923 4,0061 2,0000 3,9988

66

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 22,1167 30,3303 22,0797 30,3524

Berat cawan + zat 24,4267 46,5038 24,3008 46,4662

Berat cawan + sisa 22,1633 30,4325 22,0957 30,4272

Berat zat 2,2634 16,0713 2,2051 16,0390

c. Replikasi III

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4143 0,3949 0,3998 0,4173

Berat kertas + zat 2,4196 4,3978 2,4015 4,4201

Berat kertas + sisa 0,4167 0,3984 0,4029 0,4229

Berat zat 2,0029 3,9994 1,9986 3,9972

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 22,1075 22,1287 30,3879 30,3930

Berat cawan + zat 24,1163 38,1785 32,4030 47,1686

Berat cawan + sisa 22,1100 22,2034 30,3900 30,5589

Berat zat 2,0063 15,9751 2,0130 16,6097

d. Replikasi IV

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4803 0,4872 0,4613 0,4618

Berat kertas + zat 2,4880 4,4899 2,4688 4,4639

Berat kertas + sisa 0,4831 0,4891 0,4626 0,4637

Berat zat 2,0049 4,0008 2,0062 4,0002

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 22,1069 22,1318 30,3524 30,3620

Berat cawan + zat 24,1676 38,3523 32,3733 46,5613

Berat cawan + sisa 22,1386 22,2346 30,3568 30,4832

Berat zat 2,0290 16,1177 2,0165 16,0781

67

e. Replikasi V

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4488 0,4422 0,4613 0,4520

Berat kertas + zat 2,4498 4,4463 2,4665 4,4585

Berat kertas + sisa 0,4500 0,4486 0,4628 0,4564

Berat zat 1,9998 3,9977 2,0037 4,0021

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 22,1221 30,3483 22,1291 30,3435

Berat cawan + zat 24,1984 46,4522 24,2464 46,5222

Berat cawan + sisa 22,1984 30,4600 22,2764 30,4636

Berat zat 2,0000 15,9922 1,9700 16,0586

f. Replikasi VI

Carbopol 940

1 a b ab

Berat kertas kosong 0,4752 0,4144 0,4771 0,4284

Berat kertas + zat 2,4793 4,4243 2,4783 4,4348

Berat kertas + sisa 0,4793 0,4190 0,4809 0,4351

Berat zat 2,000 4,0053 1,9974 3,9997

Gliserol

1 a b ab

Berat cawan kosong 22,0883 30,3348 22,1308 30,3424

Berat cawan + zat 24,1441 46,4726 24,2606 46,4574

Berat cawan + sisa 22,1429 30,4410 22,2054 30,4828

Berat zat 2,0012 16,0316 2,0552 15,9746

68

Lampiran 5. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial

a. Penimbangan (dalam g)

Formula (g) 1 A b ab

Carbopol 940 2 4 2 4

SLS 40 40 40 40

Metil paraben 0,4 0,4 0,4 0,4

Betain 40 40 40 40

NaCl 32 32 32 32

Ekstrak 2,2 2,2 2,2 2,2

Gliserol 2 2 16 16

Aqua demineralisata 280 280 280 280

Fragance qs qs qs qs

NaOH 20% 20% 20% 20%

Asam askorbat 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

Jumlah 398,6 400,6 412,6 414,6

b. Notasi

Faktor A : Carbopol 940

Faktor B : Gliserol

Level tinggi : +

Level rendah : -

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

c. Formula Desain Faktorial

Formula Carbopol 940 Gliserol

1 2 2

a 4 2

b 2 16

ab 4 16

69

Lampiran 6. Sifat fisis shampoo

A. Ketahanan busa (cm)

2 hari

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 1,00 0,75 1,00 0,75

2 0,75 0,75 1,00 0,75

3 0,25 1,00 1,25 1,50

4 0,50 0,75 0,50 0,75

5 0,75 0,50 0,50 0,25

6 0,75 0,75 1,00 0,75

Rata-rata 0,67 0,75 0,88 0,79

SD 0,26 0,16 0,31 0,40

CV(%) 38,81 21,33 35,23 50,63

1 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 1,25 1,50 1,00 1,00

2 0,75 0,50 0,25 0,50

3 0,50 0,75 1,00 1,00

4 0,75 1,00 1,00 1,00

5 0,75 1,00 1,00 0,75

6 0,75 0,50 0,25 0,50

Rata-rata 0,79 0,88 0,75 0,79

SD 0,25 0,38 0,39 0,25

CV(%) 31,64 43,18 52,00 31,65

2 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 0,50 0,75 1,00 1,00

2 0,75 0,75 1,25 0,75

3 0,25 1,00 1,00 1,00

4 0,75 1,00 1,00 1,25

5 1,00 0,75 1,00 0,50

6 0,50 0,50 0,75 0,75

Rata-rata 0,63 0,79 1,00 0,88

70

SD 0,26 0,19 0,16 0,26

CV(%) 41,27 24,05 16,00 29,55

3 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 0,50 1,00 1,00 1,00

2 0,75 0,75 1,25 0,75

3 1,00 1,00 1,00 1,00

4 1,00 0,75 0,75 0,50

5 0,75 0,75 1,00 0,75

6 1,00 0,50 0,50 0,50

Rata-rata 0,83 0,79 0,92 0,75

SD 0,20 0,19 0,26 0,22

CV(%) 24,09 24,05 28,26 29,33

1 bulan

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 1,00 1,00 1,00 1,00

2 0,50 0,50 0,50 0,75

3 0,25 1,00 1,25 1,50

4 0,75 0,50 0,75 0,75

5 0,50 0,75 0,75 1,00

6 0,50 0,75 0,50 0,75

Rata-rata 0,58 0,75 0,79 0,96

SD 0,26 0,22 0,29 0,29

CV(%) 44,83 29,33 36,71 30,21

B. Viskositas (dPa.s)

2 hari

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 17 25 19 26

2 19 25 17 25

3 19 27 18 27

4 19 28 18 32

71

5 18 25 16 25

6 19 25 17 25

Rata-rata 18,50 25,83 17,50 26,67

SD 0,84 1,33 1,05 2,73

CV(%) 4,54 5,15 6,00 10,24

1 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 17 25 16 26

2 23 28 18 26

3 19 28 17 28

4 18 28 18 40

5 18 29 18 25

6 23 28 18 26

Rata-rata 19,67 27,67 17,50 28,50

SD 2,66 1,37 0,84 5,72

CV(%) 13,52 4,95 4,80 20,07

2 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 18 26 18 25

2 23 27 20 26

3 23 33 20 30

4 20 30 20 39

5 21 27 19 25

6 20 34 20 31

Rata-rata 20,83 29,50 19,50 29,33

SD 1,94 3,39 0,84 5,39

CV(%) 9,31 11,49 4,31 18,38

3 minggu

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 19 29 20 28

2 24 27 19 27

72

3 24 35 20 30

4 20 33 21 43

5 22 30 18 28

6 20 34 19 30

Rata-rata 21,50 31,33 19,50 31,00

SD 2,17 3,14 1,05 6,00

CV(%) 10,09 10,02 5,38 19,35

1 bulan

Pengulangan Uji 1 a b ab

1 20 32 20 30

2 24 30 22 28

3 25 37 23 35

4 21 35 21 45

5 20 28 18 27

6 20 33 19 28

Rata-rata 21,67 32,50 20,50 32,17

SD 2,25 3,27 1,87 6,91

CV(%) 10,38 10,06 9,12 21,48

73

Lampiran 7. Data sifat alir

No Beban (g) Waktu (detik) Kecepatan (rpm)

Naik Turun Naik Turun

1 50 453 390 3,3113 3,8462

2 100 139 127 10,7914 11,8110

3 150 79 71 18,9873 21,1268

4 200 51 53 29,4118 28,3019

5 250 40 39 37,5000 38,4615

6 300 32 32 46,8750 46,8750

74

Lampiran 8. Analisis Data Menggunakan SPSS 16.0

A. Viskositas

1. Uji Normalitas

Hipotesis

H1 : data normal

Ho : data tidak normal

Ho ditolak bila nilai p > 0.05

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

viskositas .149 120 .000 .927 120 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Kesimpulan : Nilai p yang diperoleh < 0.05 Ho diterima, berarti data tidak

normal

2. Uji Statistik untuk mengetahui signifikansi faktor selama penyimpanan

Uji Friedmann

Hipotesis

H1 : paling tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna

pada hari 2, 7, 15, 21 dan 30

Ho : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna pada

hari 2, 7, 15, 21 dan 30

Ho ditolak bila nilai p < 0.05

Uji Wilcoxon

Hipotesis

H1 a: terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara hari

ke-2 dan ke-7

H1 b: terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara hari

ke-2 dan ke-15

H1 c: terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara hari

ke-15 dan ke-21

H1 d: terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara hari

ke-15 dan ke-30

75

Ho a: tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-7

Ho b: tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-15

Ho c: tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-21

Ho d : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-30

Ho a, b c dan d ditolak bila nilai p < 0.05

Formula 1

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 15.164

df 4

Asymp. Sig. .004

a. Friedman Test

Test Statisticsb

viskositas_7hari -

viskositas_2hari

viskositas_15hari

- viskositas_2hari

viskositas_21har

i -

viskositas_2hari

viskositas_30har

i -

viskositas_2hari

Z -1.089a -2.232

a -2.214

a -2.207

a

Asymp. Sig. (2-

tailed) .276 .026 .027 .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji Friedmann

p<0,05 Ho ditolak Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna pada hari 2, 7, 15, 21 dan 30

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-7

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-15, ke-2 dan ke-21, maupun ke-2 dan ke-

30

76

Formula a

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 15.862

df 4

Asymp. Sig. .003

a. Friedman Test

Test Statisticsb

viskositas_7hari

-

viskositas_2hari

viskositas_15har

i -

viskositas_2hari

viskositas_21har

i -

viskositas_2hari

viskositas_30har

i -

viskositas_2hari

Z -1.841a -2.226

a -2.207

a -2.207

a

Asymp. Sig. (2-tailed) .066 .026 .027 .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula b

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 15.928

df 4

Asymp. Sig. .003

a. Friedman Test

Uji Friedmann

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna pada hari

2, 7, 15, 21 dan 30

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-7

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-15, ke-2 dan ke-21, maupun ke-2 dan ke-

30

Uji Friedmann

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna pada hari

2, 7, 15, 21 dan 30

77

Test Statisticsb

viskositas_7hari

-

viskositas_2hari

viskositas_15har

i -

viskositas_2hari

viskositas_21har

i -

viskositas_2hari

viskositas_30har

i -

viskositas_2hari

Z -.137a -2.020

a -2.264

a -2.214

a

Asymp. Sig. (2-tailed) .891 .043 .024 .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula ab

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 15.928

df 4

Asymp. Sig. .003

a. Friedman Test

Test Statisticsb

viskositas_7hari

-

viskositas_2hari

viskositas_15har

i -

viskositas_2hari

viskositas_21har

i -

viskositas_2hari

viskositas_30har

i -

viskositas_2hari

Z -1.890a -1.069

a -2.214

a -2.207

a

Asymp. Sig. (2-tailed) .059 .285 .027 .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-7

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-15, ke-2 dan ke-21, maupun ke-2 dan ke-

30

Uji Friedmann

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna pada hari

2, 7, 15, 21 dan 30

78

B. Ketahanan busa

1. Uji Normalitas

Hipotesis

H1 : data normal

Ho : data tidak normal

Ho ditolak bila nilai p > 0.05

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

busa .194 120 .000 .905 120 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Nilai p yang diperoleh < 0.05 Ho diterima, berarti data tidak normal

2. Uji Statistik untuk mengetahui signifikansi faktor selama penyimpanan

Uji Friedmann

Hipotesis

H1 : paling tidak terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan shampoo yang

bermakna pada hari 2, 7, 15, 21 dan 30

Ho : tidak terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna

pada hari 2, 7, 15, 21 dan 30

Ho ditolak bila nilai p < 0.05

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-7 maupun hari ke-2 dan 15

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang

bermakna antara hari ke-2 dan ke-21, maupun ke-2 dan ke-30

79

Formula 1

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 4.125

df 4

Asymp. Sig. .389

a. Friedman Test

Formula a

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 4.122

df 4

Asymp. Sig. .390

a. Friedman Test

Formula b

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 6.697

df 4

Asymp. Sig. .153

a. Friedman Test

Formula ab

Test Statisticsa

N 6

Chi-Square 1.362

df 4

Asymp. Sig. .851

a. Friedman Test

Uji Friedmann

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang

bermakna pada hari 2, 15, dan 30

Uji Friedmann

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang

bermakna pada hari 2, 15, dan 30

Uji Friedmann

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang

bermakna pada hari 2, 15, dan 30

Uji Friedmann

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang

bermakna pada hari 2, 15, dan 30

80

C. Pergeseran viskositas

1. Uji Normalitas

Hipotesis

H1 : data normal

Ho : data tidak normal

Ho ditolak bila nilai p > 0.05

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

geser_15hr .136 48 .026 .919 48 .003

a. Lilliefors Significance Correction

Kesimpulan : Nilai p yang diperoleh < 0.05 Ho diterima, berarti data tidak

normal

2. Uji Statistik untuk mengetahui signifikansi faktor selama penyimpanan

Uji Wilcoxon

Hipotesis

H1: terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-

2 dan ke-30

Ho: tidak terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-30

Ho ditolak bila nilai p < 0.05

Formula 1

Test Statisticsb

viskositas_30hari

- viskositas_2hari

Z -2.207a

Asymp. Sig. (2-

tailed) .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji Wilcoxon

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

81

Formula a

Test Statisticsb

viskositas_30h

ari -

viskositas_2har

i

Z -2.207a

Asymp. Sig. (2-tailed) .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula b

Test Statisticsb

viskositas_30h

ari -

viskositas_2har

i

Z -2.214a

Asymp. Sig. (2-tailed) .027

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula ab

Test Statisticsb

viskositas_30h

ari -

viskositas_2har

i

Z -2.207a

Asymp. Sig. (2-tailed) .027

a. Based on negative ranks.

Uji Wilcoxon

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-30

Uji Wilcoxon

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-30

Uji Wilcoxon

p<0,05 Ho ditolak

Kesimpulan : terdapat perbedaan viskositas

sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

82

D. Pergeseran ketahanan busa

1. Uji Normalitas

Hipotesis

H1 : data normal

Ho : data tidak normal

Ho ditolak bila nilai p > 0.05

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

busa_2hr .205 48 .000 .907 48 .001

a. Lilliefors Significance Correction

Kesimpulan : Nilai p yang diperoleh < 0.05 Ho diterima, berarti data tidak

normal

2. Uji Statistik untuk mengetahui signifikansi faktor selama penyimpanan

Uji Wilcoxon

Hipotesis

H1: terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna antara

hari ke-2 dan ke-30

Ho: tidak terdapat perbedaan ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna

antara hari ke-2 dan ke-30

Ho ditolak bila nilai p < 0.05

Formula 1

Test Statisticsb

busa_30hr -

busa_2hr

Z .000a

Asymp. Sig. (2-

tailed) 1.000

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

83

Formula a

Test Statisticsb

busa_30hr -

busa_2hr

Z -.447a

Asymp. Sig. (2-tailed) .655

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula b

Test Statisticsb

busa_30hr -

busa_2hr

Z -1.656a

Asymp. Sig. (2-tailed) .098

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Formula ab

Test Statisticsb

busa_30hr -

busa_2hr

Z -.184a

Asymp. Sig. (2-tailed) .854

a. Based on negative ranks.

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

Uji Wilcoxon

p>0,05 Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan

ketahanan busa sediaan shampoo yang bermakna antara hari ke-2 dan ke-30

84

Lampiran 9. Analisis Data Menggunakan Design Expert 7.14

a. Analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert

i. Viskositas setelah dua hari

Source Sum of

squares df

Mean

square

F

Value

p-value

Prob > F

Model 4,135E+006 3 1,378E+006 49,96 <0,0001

A-Carbopol

940 4,084E+006 1 4,084E+006 148,05 <0,0001

B-Gliserol 416,67 1 416,67 0,015 0,9034

AB 50416,67 1 50416,67 1,83 0,1915

Pure Error 5,517E+005 20 27583,33

Cor Total 4,686E+006 23

Std. Dev. 166,08 R-Squared 0,8823

Mean 2212,50 Adj R-Squared 0,8646

CV % 7,51 Pred R-Squared 0,8305

PRESS 7,944E+005 Adeq Precision 13,520

ii. Ketahanan busa setelah dua hari

Source Sum of squares df Mean square F Value p-value

Prob > F

Model 0,14 3 0,045 0,52 0,6720

A-Carbopol 940 0,000 1 0,000 0,000 1,0000

B-Gliserol 0,094 1 0,094 1,08 0,3102

AB 0,042 1 0,042 0,48 0,4955

Pure Error 1,73 20 0,086

Cor Total 1,86 23

Std. Dev. 0,29 R-Squared 0,0726

Mean 0,77 Adj R-Squared -0,0665

CV % 38,15 Pred R-Squared -0,3354

PRESS 2,49 Adeq Precision 1,736

85

b. Cek Normalitas

i. Viskositas setelah dua hari

86

ii. Ketahanan busa setelah dua hari

87

c. Pareto Chart

i. Viskositas

ii. Ketahanan busa

88

Lampiran 10. Dokumentasi

Sediaan shampoo formula 1

Sediaan shampoo formula a

Sediaan shampoo formula b

Sediaan shampoo formula ab

Sediaan shampoo semua formula

89

Viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN)

Mixer merek Sharp

Vortex

Hot Plate

Hasil uji kualitatif reaksi warna ekstrak teh hijau

90

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Fransisca Angesti Nariswari

dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1989 di Semarang

sebagai putri pertama dari dua bersaudara pasangan

Agustinus Wisnu Yudo dan Diah Tri Kusuma. Penulis

skripsi yang berjudul ” Efek Carbopol 940 Sebagai

Thickening Agent dan Gliserol Sebagai Humectant

Terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo Ekstrak

Kering Teh Hijau (Camellia sinensis L.) : Aplikasi Desain Faktorial” ini

menempuh pendidikan formal di TK Don Bosko Semarang pada tahun 1993 –

1995, SD Don Bosko Semarang pada tahun 1995 – 2001, SMP Domenico Savio

Semarang pada tahun 2001 – 2004, dan SMA Loyola College Semarang pada

tahun 2004 – 2007. Kemudian penulis melanjutkan studi di program S1 Fakultas

Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2007-2011. Selama masa kuliah

penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Organik, Farmasi Fisika,

Formulasi dan Teknologi Sediaan Solid serta Formulasi dan Teknologi Sediaan

Semi Solid. Selain itu penulis juga terlibat dalam kegiatan dibidang

keorganisasian diantaranya menjadi komisaris Jaringan Mahasiswa Kesehatan

Indonesia (JMKI) komisariat Universitas Sanata Dharma periode 2009-2010,

koordinator dana dan usaha Pharmacy Performance (2009), dan mengikuti

Program Kreativitas Mahasiswa berjudul “Formulasi Sediaan Cold Cream Anti-

Histamin Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa L.) Dengan Metode Simplex

91

Lattice” (2008), “Pembuatan Nata Dari Kulit Buah Rambutan” (2008), dan

“Optimasi Formula Sediaan Gel Anti Fungi Candida albicans Ekstrak Daun

Ketepeng Cina (Cassia alata Linn.)” (2010).