efek carbopol 940 sebagai thickening agent dan...

110
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Fransisca Angesti Nariswari NIM: 078114144 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN

    GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS

    SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :

    APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

    Program Studi Ilmu Farmasi

    Oleh :

    Fransisca Angesti Nariswari

    NIM: 078114144

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2011

  • ii

    EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN

    GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS

    SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :

    APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

    Program Studi Ilmu Farmasi

    Oleh :

    Fransisca Angesti Nariswari

    NIM: 078114144

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2011

  • iii

  • iv

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    The way to get started is to quit talking and

    begin doing.

    ~ Walt Disney

    TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN

    menerima doaku (Mazmur 6:9)

    Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

    kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat (Winston

    Chuchill)

    LOVE is a promise

    that u’ll never forget

    Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

    Tuhan Yesus & Bunda Maria yang selalu mencintai dan menopangku

    Bapak & Ibu tercinta atas kasih dan keyakinan yang diberikan untukku

    Rury atas persaudaraan yang begitu erat

    EDR yang selalu menemani disaat suka maupun duka

    FST 2007 buat persahabatan yang berharga

    Almamaterku, Sanata Dharma yang tercinta

  • vi

  • vii

    PRAKATA

    Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas

    semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk

    memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

    Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam

    menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan bantuan dari banyak pihak,

    akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tersebut. Dengan kerendahan

    hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan

    kepada :

    1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

    memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

    3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

    meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

    diberikan.

    4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya

    meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang

    diberikan.

    5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. dan Romo P. Sunu H. S.J. atas

    segala bimbingan selama penyusunan proposal.

    6. Bapak, Ibu, Rury, Mba tik atas dukungan, kasih sayang, dan cintanya.

  • viii

    7. Lia sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama, dan dukungannya.

    8. Lia, Septi, Yemi, Fanny, Daniel, Mala, Bella, Tika, Puput, Dinar, Cinthya,

    Siska, Manda, Ayu, Robby, Ius sebagai teman lantai 1 yang telah berjuang

    bersama.

    9. Teman-teman kos Gracia atas persahabatannya selama ini.

    10. Emanuel Dani Ramdani yang setia memberi semangat.

    11. Fifi, Septi, Agnes, Aji, Fetri, Putri, Selasih sebagai sahabatku yang selalu

    memberi semangat dan dukungan.

    12. Teman-teman FST 2007 atas suka dan duka yang kita lewati bersama.

    13. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Sigit, Mas Wagiran, Pak

    Iswandi, Mas Bimo serta laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama

    penulis menyelesaikan laporan akhir.

    14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

    membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak

    kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.

    Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua

    pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

    Penulis

  • ix

  • x

    INTISARI

    Suatu sediaan shampoo harus memiliki viskositas yang memadai serta

    mampu menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan

    menentukan kemudahan shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan

    busa akan meningkatkan efisiensi pembersihan. Carbopol 940 dapat

    meningkatkan viskositas shampoo karena dapat membentuk gel dalam air dan

    mempunyai viskositas paling tinggi, sedangkan penambahan gliserol akan

    memperbaiki konsistensi dan mempertahankan kelembaban shampoo karena dapat

    menarik air dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

    efek carbopol 940, gliserol serta interaksinya terhadap sifat fisis shampoo.

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan

    menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi carbopol 940

    dan konsentrasi gliserol, dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis

    (viskositas, ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (pergeseran viskositas dan

    pergeseran ketahanan busa setelah satu bulan penyimpanan) diteliti di proses

    pembuatan. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7.14

    untuk mengetahui signifikansi (p

  • xi

    ABSTRACT

    In addition to good viscosity, shampoo should be able to produce stable

    and sufficient amount of foam. The viscosity will determine the ease of shampoo

    to be poured from the container, while foam resistance increase cleaning

    efficiency. Carbopol 940 can increase the viscosities of shampoo because it can

    foam a gel in water and has a high viscosity while the addition of glycerol will

    improve the consistency and the moisture of shampoo because it can draw water

    from the environment. This study aimed to find out how the effect of Carbopol

    940, glycerol, and their interaction on physical properties of shampoo.

    This study was a experimental research using a factorial design with two

    factor concentration of Carbopol 940 and concentration of glycerol. The physical

    properties (viscosity, foam stability) and the stability of the shampoo (the profile

    of viscosity dan foam stability one month storage) were observed for the making

    process. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for

    knowing the significance (p

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v

    PRAKATA ......................................................................................................... vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix

    INTISARI ........................................................................................................... x

    ABSTRACT ........................................................................................................ xi

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix

    BAB I. PENGANTAR ........................................................................................ 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

    B. Permasalahan........................................................................................... 3

    C. Keaslian Penelitian .................................................................................. 3

    D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

    E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

  • xiii

    BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................. 5

    A. Rambut .................................................................................................... 5

    1. Definisi ....................................................................................... 5

    2. Fungsi rambut ............................................................................. 5

    3. Struktur rambut ........................................................................... 5

    4. Pertumbuhan dan pergantian rambut .......................................... 7

    5. Masalah rambut ........................................................................... 8

    B. Teh (Camellia sinensis L.) ...................................................................... 8

    C. Ekstrak Kering ...................................................................................... 10

    D. Shampoo ................................................................................................ 10

    1. Karakteristik shampoo ............................................................ 10

    2. Formulasi shampoo ................................................................. 11

    E. Sodium Lauryl Sulphate ........................................................................ 12

    F. Cocamidopropyl Betaine ....................................................................... 13

    G. Carbopol ................................................................................................ 14

    H. Gliserol .................................................................................................. 15

    I. Metil Paraben ........................................................................................ 15

    J. Uji Sifat Fisis Shampoo ......................................................................... 16

    1. Viskositas .................................................................................. 16

    2. Ketahanan busa ......................................................................... 18

    K. Metode Desain Faktorial ....................................................................... 19

    L. Landasan Teori ...................................................................................... 19

    M. Hipotesis ................................................................................................ 20

  • xiv

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21

    A. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................... 21

    B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................... 21

    1. Variabel penelitian .................................................................... 21

    2. Definisi operasional .................................................................. 22

    C. Alat dan Bahan ...................................................................................... 23

    D. Tata Cara Penelitian .............................................................................. 24

    1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

    dari PT. Sido Muncul Semarang, Indonesia ............................. 24

    2. Pembuatan Shampoo ................................................................. 24

    3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo ............................. 26

    a. Uji viskositas ................................................................. 26

    b. Uji ketahanan busa ........................................................ 27

    4. Uji sifat alir ............................................................................... 27

    E. Analisis Data ......................................................................................... 27

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28

    A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau .................................................... 28

    1. Ekstrak teh hijau ........................................................................ 28

    2. Identifikasi organoleptis ............................................................ 28

    3. Uji kualitatif dengan reaksi warna ............................................ 28

    4. Uji kualitatif dengan kromotografi lapis tipis (KLT) ................ 30

    B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau....................... 32

  • xv

    C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan

    Sifat Fisis Shampoo ............................................................................... 36

    1. Viskositas .................................................................................. 38

    2. Ketahanan busa ......................................................................... 40

    D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo .................................. 42

    1. Viskositas shampoo ................................................................... 43

    2. Pergeseran viskositas shampoo ................................................. 47

    3. Ketahanan busa shampoo .......................................................... 49

    3. Pergeseran ketahanan busa ........................................................ 51

    E. Sifat Alir Shampoo ................................................................................ 52

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 55

    A. Kesimpulan ........................................................................................... 55

    B. Saran ...................................................................................................... 55

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 61

    BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 90

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel I. Formula modifikasi ...................................................................... 24

    Tabel II. Berat shampoo tiap formula ......................................................... 25

    Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau .......................... 29

    Tabel IV. Efek carbopol 940, gliserol, serta interaksi keduanya

    dalam menentukan sifat fisis shampoo ekstrak

    kering teh hijau ............................................................................. 37

    Tabel V. Persamaan desain faktorial ........................................................... 37

    Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert

    pada respon viskositas setelah dua hari ........................................ 39

    Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert

    pada respon ketahanan busa setelah dua hari ............................... 42

    Tabel VIII. Data viskositas shampoo (dPa.s) .................................................. 43

    Tabel IX. Data uji Friedmann viskositas shampoo ...................................... 45

    Tabel X. Data uji Wilcoxon viskositas shampoo ........................................ 46

    Tabel XI. Data viskositas shampoo dua hari dan 30 hari (dPa.s) ................. 47

    Tabel XII. Data uji Wilcoxon pergeseran viskositas shampoo ...................... 48

    Tabel XIII. Data ketahanan busa shampoo (cm) ............................................. 49

    Tabel XIV. Data uji Friedmann ketahanan busa shampoo .............................. 50

    Tabel XIII. Data pengujian regresi.................................................................. 53

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG),

    epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) ...... 9

    Gambar 2. Struktur sodium lauryl sulphate (SLS)........................................... 12

    Gambar 3. Struktur cocamidopropyl betaine .................................................. 13

    Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer .............................. 14

    Gambar 5. Struktur gliserol ............................................................................. 15

    Gambar 6. Struktur metil paraben ................................................................... 15

    Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis ......................................................... 17

    Gambar 8. Kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan

    sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel .......................................... 30

    Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau

    diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel ................. 31

    Gambar 10. Struktur micell ............................................................................... 32

    Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled34

    Gambar 12. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan

    busa setelah dua hari ...................................................................... 38

    Gambar 13. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan

    busa setelah dua hari ...................................................................... 40

    Gambar 14. Grafik hubungan viskositas terhadap waktu ................................. 44

    Gambar 15. Susunan molekul carbopol 940 sebelum dan sesudah

    peningkatan shearing stress ........................................................... 51

  • xviii

    Gambar 16. Grafik beban vs kecepatan rotor shampoo .................................... 52

  • xix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kering teh hijau

    (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido Muncul .............................. 61

    Lampiran 2. Verifikasi ekstrak kering teh hijau

    (Camellia sinensis L.) menggunakan KLT................................. 63

    Lampiran 3. Perhitungan dosis ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)64

    Lampiran 4. Perhitungan bahan ........................................................................ 65

    Lampiran 5. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial ...................... 68

    Lampiran 6. Sifat fisis shampoo........................................................................ 69

    A. Ketahanan busa (cm) ........................................................... 69

    B. Viskositas (dPa.s) ................................................................ 70

    Lampiran 7. Data sifat alir ................................................................................ 73

    Lampiran 8. Analisis data menggunakan SPSS 16.0 ........................................ 74

    A. Viskositas (dPa.s) ................................................................. 74

    B. Ketahanan busa (cm) ............................................................ 78

    C. Pergeseran viskositas ............................................................ 80

    D. Pergeseran ketahanan busa ................................................... 82

    Lampiran 9. Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 .......................... 84

    Lampiran 10.Dokumentasi ................................................................................ 88

  • 1

    BAB I

    PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Rambut indah dan sehat adalah dambaan setiap orang. Tidak hanya

    wanita, para pria pun juga memperhatikan penampilan rambut. Siklus

    pertumbuhan rambut terdiri dari tiga fase, yakni anagen (periode pertumbuhan

    yang aktif), katagen (fase transisi yang singkat) dan telogen (fase istirahat),

    sesudah itu terjadi reaktivasi (pengaktifan kembali) folikel, rambut baru

    diproduksi, dan rambut tua rontok (Graham, 2002). Pada fase telogen, angka

    kerontokan normal berkisar antara 25-100 helai/hari (Brannon, 2006). Penyebab

    kerontokan rambut abnormal antara lain kekurangan protein dan zat besi,

    perubahan hormonal seperti menopause , kelainan trichotillomania (hair-pulling

    disorder), tiroid yang hiperaktif, dan infeksi kulit kepala (Anonim, 2010a).

    Hormon testosteron yang memegang peranan penting pada kerontokan

    rambut. Testosteron dalam tubuh akan dikonversi menjadi dihydrotestosteron

    (DHT) oleh enzim 5-α reductase (Liu and Aspres, 2008). DHT inilah yang dapat

    menyebabkan kerontokan pada rambut, apabila berlebihan akan menyebabkan

    kebotakan (androgenetic alopecia).

    Teh hijau (Camellia sinensis L.) mempunyai potensi sebagai anti kanker

    dan anti oksidan karena adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen

    terbesar dari polifenol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun, Kim, 2007). EGCG

    dapat menghambat aktivitas 5-α reductase, disamping itu, EGCG telah dilaporkan

  • 2

    menjadi stimulator pertumbuhan sel dari sel normal dengan menginduksi

    proliferasi dari Dermal Papilla Cells (DPCs), komponen dalam folikel rambut

    yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan rambut (Kwon dkk, 2007).

    Teh hijau untuk anti hair loss diformulasikan dalam bentuk shampoo

    karena selain dapat mengobati kerontokan rambut dan merangsang pertumbuhan

    folikel rambut, shampoo berguna untuk menghilangkan kotoran, lemak, dan

    minyak dari rambut, serta membuat rambut berkilau dan mudah diatur (Young,

    1972). Teh hijau juga mengandung vitamin C untuk perlindungan terhadap radiasi

    UV dan vitamin E memulihkan rambut kering atau rusak dan nutrisi untuk rambut

    (Anonim, 2010b) sehingga apabila dibuat dalam sediaan shampoo nilai fungsinya

    menjadi semakin tinggi.

    Dalam formulasi shampoo banyak hal yang harus dipertimbangkan

    karena menurut Wilkinson (1982) wanita menginginkan shampoo untuk

    membersihkan dan juga mudah dibilas, memberikan efek glossy pada rambut dan

    membuat rambut mudah diatur dan tidak kering.

    Untuk mendapatkan sediaan shampoo yang dapat diterima konsumen,

    diperlukan ketahanan busa dan viskositas yang baik. Salah satu faktor yang dapat

    mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas sediaan (Scharamm, 2005). Busa

    adalah substansi yang terbentuk dari gas, liquid atau solid yang terjebak

    didalamnya (Anonim, 2010c). Busa pada sediaan shampoo berfungsi untuk

    membersihkan rambut dan acceptabilitas pengguna. Carbopol dipilih sebagai

    bahan pengental karena stabilitasnya yang tinggi dan efisiensinya sebagai

    pengental sangat baik (Anonim, 1997).

  • 3

    Penambahan humectant akan memperbaiki konsistensi dan

    mempertahankan kelembaban sediaan. Selain itu humectant juga akan

    mempengaruhi sifat fisikokimia bahan obat dan pelepasan bahan obat dari basis

    yang selanjutnya akan berpengaruh pada efektivitasnya (Barry, 1983). Gliserol

    merupakan humectant yang paling umum digunakan namun cenderung

    menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan

    mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

    Berdasar latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengujian efek

    untuk melihat pengaruh carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol

    sebagai humectant melalui suatu desain faktorial. Metode desain faktorial

    merupakan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara

    variabel respon dan variabel bebas. Faktor yang diteliti adalah kosentrasi carbopol

    dan gliserol, sedangkan efek yang diteliti adalah ketahanan busa dan viskositas.

    Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis

    menggunakan Design Expert 7.14 dengan Anova pada taraf kepercayaan 95%

    (p

  • 4

    shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial

    belum pernah dilakukan.

    3. Manfaat penelitian

    a. Manfaat teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai efek

    carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap

    sifat fisis shampoo.

    b. Manfaat metodologis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

    penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek carbopol 940 dan gliserol

    terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau.

    c. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam formulasi sediaan

    shampoo terutama menyangkut jumlah thickening agent dan humectant yang

    digunakan.

    4. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah :

    Untuk mengetahui efek Carbopol 940 sebagai thickening agent, efek

    gliserol sebagai humectant dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis

    shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).

  • 5

    BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Rambut

    1. Definisi rambut

    Rambut tersusun dari batang dan akar. Batang rambut terdiri dari kutikula,

    korteks dari sel epidermis yang mengalami keratinasi, dimana mengandung

    pigmen dan medula pada bagian tengah. Akar rambut terlindungi oleh folikel dan

    terdapat dibagian dalam lapisan dermis pada kulit. Akar bentuknya melebar pada

    ujungnya dan terdapat papilla di dalam suatu bulb. Rambut dibentuk dengan

    proses pembelahan sel, mitosis, disekeliling akar dekat papila (Young,1972).

    2. Fungsi rambut

    Pada tubuh manusia ada sekitar 5 juta rambut yang mempunyai fungsi

    utama sebagai pelindung. Dari sekian banyak rambut tersebut ada sekitar 100.000

    helai rambut yang terdapat pada kepala, yang berfungsi untuk melindungi tubuh

    dari benturan (luka) dan cahaya matahari (Embling, 1972). Selain melindungi

    tuubh dari rangsangan fisik seperti panas, dingin, udara kering, kelembaban juga

    melindungi tubuh dari rangsangan kimia seperti zat kimia dan keringat. Khusus

    untuk rambut di kepala juga berfungsi sebagai estetika (Basoeki, 1988).

    3. Struktur rambut

    Rambut yang terdiri dari batang dan akar rambut dihasilkan dari folikel

    rambut. Didalam folikel rambut terdapat sebaceous gland yang berfungsi

    mensekresi sebum untuk melindungi rambut dan kulit kepala dan arrector pili

  • 6

    muscle yang berfungsi menegakkan rambut apabila terdapat sensor dingin dari

    lingkungan (Mitsui, 1997).

    Secara histologi batang rambut tersusun atas sel-sel yang terdiri dari tiga

    lapisan yaitu :

    a. Medula, disusun oleh barisan sel-sel polyhedral yang berisi granula eleidin

    dan rongga udara. Medula membentuk bagian tengah rambut yang longgar dan

    terdiri dari 2-3 lapis sel kutis, yang satu sama lainnya dipisahkan oleh ruangan

    yang berisi udara. Medula mengandung sel keratin yang tertata secara longgar dan

    kemungkinan membentuk polygonal atau kuboidal. Sel-sel medula akan mulai

    menggeser vesikel dan sitoplasma pada setiap daerah pada bulbus. Sel-sel tersebut

    terdiri dari glikogen dan melanosoma. Selain itu, medula juga mengandung

    granula lunak, granula pigmen melanin dan intraseluler ruang udara.

    b. Korteks, merupakan bagian terbesar batang rambut yang terdiri dari sel-sel

    elongate yang berisi granula pigmen pada rambut hitam, tetapi pada rambut putih,

    sebagian besar berisi udara. Dalam keadaan akar rambut hidup, terdapat ruang

    sempit yang disebut fusi, yang akan dipenuhi udara pada bagian atas rambut

    karena sel korteks telah mati. Di bawah mikroskop elektron, korteks yang telah

    matang terdiri dari kantong penutup sel yang tegak dengan bagian-bagiannya yang

    terpisah oleh dinding yang cukup tebal, kurang lebih 20-25 cm, membran plasma

    atau interseluler lamela.

    c. Kutikula, adalah lapisan terluar yang terdiri dari sebuah lapisan sel tunggal

    yang jernih, pipih seperti sisik yang merupakan bagian terbesar yang terkeratinkan

    dan berinti kecuali pada akar rambut. Lapisan kutikula terdiri dari 5-10 lapisan sel

  • 7

    dengan tebal masing-masing 350-450 nm. Sel-sel tersebut bertumpang tindih,

    dengan tepinya mengarah ke atas. Sel kutikula berhubungan dengan sel bawah

    rambut untuk mendukung rambut di bawah folikelnya. Selain itu, bersama-sama

    mengikat sel korteks untuk mencegah rontoknya rambut (Embling, 1972).

    Akar rambut adalah bagian yang terletak di bawah permukaan yang

    menembus dermis dan lapisan subkutan dan terdapat dalam kantong epitel

    permukaan, yaitu folikel rambut dan di ujungnya terdapat papilla rambut yang

    bertugas melakukan pasokan makanan dan membentuk bulbus. Bulbus ini

    mengandung sel matriks yang belum berdiferensiasi dan melanosoit, dari sinilah

    rambut tumbuh (Mutschler, 1991).

    4. Pertumbuhan dan pergantian rambut

    Rambut pertama yang tumbuh dihasilkan dari folikel rambut, dimana

    bentuknya tipis, tidak mengandung medula dan biasanya tidak mengandung

    pigmen, yang dikenal sebagai lanugo. Semua folikel rambut akan mengalami

    aktivitas siklik. Pada fase aktif, anagen, dimana rambut diproduksi, berganti

    dengan periode istirahat, telogen, dimana pembentukan club hair meninggalkan

    ikatan pada folikel dengan memperluas dasar dan papila dermal akan mengecil

    dan menjadi secondary germ yang pasif. Diantara anagen dan telogen terdapat

    fase transisi yang singkat, dikenal sebagai catagen, dimana membentuk club hair

    baru yang bergerak menuju permukaan kulit, rambut baru diproduksi, dan rambut

    tua rontok (Wilkinson, 1982).

  • 8

    Pertumbuhan rambut rata-rata 0,37 sampai 0,44 mm tiap hari dan

    kerontokan rambut pada kulit kepala yang normal berkisar antara 50-100

    helai/hari (Olsen, 1994).

    5. Masalah rambut

    Salah satu masalah yang sering terjadi pada rambut adalah kerontokan.

    Apabila lepasnya rambut dari kulit kepala melebihi batas normalnya, dan tidak

    dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang baru, dan keadaan ini berlangsung

    terus menerus dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan kebotakan atau

    alopecia (Graham, 2002).

    Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling

    umum terjadi pada manusia. Secara biokimia, salah satu faktor yang

    menyebabkan kelainan ini adalah perubahan testosteron menjadi

    dehidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-α-reduktase. DHT dipercaya akan

    memperpendek pertumbuhan rambut, atau fase anagen pada siklus rambut yang

    menyebabkan pengecilan folikel rambut, dan menghasilkan rambut yang lebih

    halus (Prager, Bicketee, French, Marcovici, 2002).

    B. Teh (Camellia sinensis L.)

    Tanaman teh (Camellia sinensis L.) berasal dari daratan Asia Selatan dan

    Tenggara. Tanamannya berupa pohon dengan tinggi 1 sampai 5 m. Cabang

    mudanya berwarna kuning keabu-abuan; kemudian berkembang menjadi

    berwarna merah keunguan. Akarnya berupa akar tunggang yang kuat. Bunganya

    kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya memiliki

    panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm (Mahmood, Akhtar, dan Khan, 2010). Ada 4

    http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara

  • 9

    tipe utama dari teh : teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih. Semua jenis teh

    tersebut berasal dari tanaman yang sama. Hal yang membedakan keempat jenis

    tersebut adalah bagaimana proses pengolahannya setelah dipanen (Anonim,

    2009).

    Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang

    merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan rasa pahit,

    tidak menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan

    (Syah, 2006). Tipe katekin yang utama terdapat di teh hijau adalah epicathecin

    (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin

    gallate (EGCG). Jumlah EGCG sekitar 60-70% dari jumlah keseluruhan katekin

    (Svabodova, Psotova, Walterova, 2003).

    Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin

    (EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) (Svabodova dkk, 2003)

    Teh hijau mempunyai potensi sebagai anti kanker dan anti oksidan karena

    adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen terbesar dari polifenol

    (Kwon dkk, 2007). Disamping itu, EGCG telah dilaporkan menjadi stimulator

  • 10

    pertumbuhan sel dari sel normal. EGCG berguna dalam pencegahan atau

    pengobatan androgenetic alopecia dengan menghambat aktivitas 5-alpha

    reductase (Kwon dkk, 2007).

    C. Ekstrak kering

    Ekstrak kering adalah sediaan kering yang diperoleh dari menyari

    simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi,

    infundasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan ekstrak

    dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam

    kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk pengaturan dosis (Anief, 2000).

    D. Shampoo

    1. Karakteristik shampoo

    Shampoo adalah produk yang menghilangkan lemak dan kotoran pada

    permukaan kulit kepala dan batang rambut. Membersihkan dan melembutkan

    rambut adalah fungsi utama dari shampoo. Shampoo diformulasi untuk

    meningkatkan fungsi, struktur, efek pemantulan cahaya, kekuatan, kelicinan,

    kemudahan untuk diatur, kelembutan dari rambut untuk tujuan memperbaiki

    penampilan. Shampoo biasanya berupa cairan kental, jernih atau opaque,

    mengandung 20-40% padatan, pHnya disesuaikan sekitar 5,5. Kebanyakan, tetapi

    tidak semua, mempunyai viskositas dengan rasio 500-1500 cps (Limbani, 2009).

    2. Formulasi shampoo

    Bahan-bahan dasar untuk membuat suatu formula shampoo dalam

    penelitian ini meliputi:

  • 11

    a. Surfaktan primer

    Surfaktan primer berfungsi untuk detergensi dan pembusaan. Surfaktan

    anionik banyak digunakan sebagai surfaktan primer karena sifat

    pembusaannya yang sangat baik dan harganya relatif murah. Surfaktan

    kationik sebenarnya juga bisa digunakan, karena mampu membentuk busa

    dengan baik, mampu membersihkan, dan membuat rambut mudah diatur.

    Namun sifatnya iritatif khususnya untuk mata, sehingga perlu dikombinasi

    dengan surfaktan nonionik atau amfoter (Rieger, 2000).

    b. Surfaktan sekunder

    Surfaktan sekunder atau auxiliary surfactant bekerja memperbaiki

    detergensi dan pembusaan serta menjaga kondisi rambut. Surfaktan amfoter

    banyak digunakan karena dapat melembutkan rambut. Beberapa jenis

    surfaktan nonionic juga digunakan karena dapat memperbanyak dan

    menstabilkan busa (Rieger, 2000).

    c. Thickening agent

    Agen viskositas yang biasa digunakan seperti :

    1) elektrolit : 1-4 % (w/w) amonium atau natrium klorida dalam alkileter

    sulfat akan meningkatkan viskositas.

    2) Natural gum seperti karaya dan tragakan; alginat.

    3) Derivat selulosa (hidroksietil, hidroksipropil, karboksimetil) dimana akan

    melindungi rambut dari ketidakteraturan.

    4) Karboksi polimer (Carbopol 934 dan 941) yang akan mendukung stabilitas

    shampoo (Wilkinson, 1982)

  • 12

    d. Pengawet

    Pengawet yang dipih biasanya golongan paraben. Konsentrasi metil

    paraben sebagai pengawet topikal, yakni 0,02 – 0,3% (Rowe, 2009).

    e. Pengatur keasaman

    Pengatur keasaman berfungsi untuk menyesuaikan pH shampoo,

    biasanya 5,5-6,5. Umumnya digunakan asam sitrat, asam laktat, atau asam

    fosfat (Fonseca, 2005).

    E. Sodium Lauryl Sulphate

    Na+

    SO O

    O

    O-

    Gambar 2. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (SLS)

    Surfaktan anionik yang banyak digunakan pada sediaan shampoo adalah

    alkil sulfat, khususnya turunan dari lauryl dan myristyl alcohols. Sodium lauryl

    sulphate (SLS) merupakan garam yang bagus digunakan untuk menghasilkan

    busa yang mengkilap dan volume busa yang besar. SLS berupa serbuk berwarna

    putih, atau sebagai pasta di berbagai kandungan deterjen. Kelarutannya rendah di

    air dingin, namun dengan meningkatnya temperatur air kelarutannya menjadi naik

    menghasikan larutan SLS di suhu sekitar 35-400C (Rieger, 2000).

    Meskipun merupakan pembersih yang baik, SLS dapat mengiritasi kulit

    kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut,

  • 13

    sehingga digunakan dengan kombinasi surfaktan amfoterik yang bersifat kurang

    iritatif (Paye, 2006).

    F. Cocamidopropyl betaine

    Gambar 3. Struktur Cocamidopropyl betaine

    Betaine adalah turunan trimethylglycine dimana 1 gugus metil digantikan

    oleh radikal lemak C12-18 atau lemak alkil amido radikal (Rieger, 2000).

    Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan

    pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barel,

    2009). Selain itu, juga merupakan surfaktan yang lembut, daya busanya tidak

    dipengaruhi oleh pH, dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,

    maupun nonionik (Wilkinson, 1982).

    Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya

    betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik sehingga biasanya

    digunakan sebagai gabungan dengan surfaktan lain. Maka dari itu betaine tepat

    untuk produk-produk seperti shampoo dan sabun cair (Barel, 2009).

    G. Carbopol

    Carbopol (Carbomer) dari gugus karboksivinilpolimer yang telah

    disilangkan dengan sukrosa alil, merupakan koloid hidrofilik yang mengental

    lebih baik daripada natural gums. Carbomer yang terdispersi di dalam air

    membentuk larutan asam keruh, kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti

  • 14

    sodium hidroksida, dengan amina (contohnya trietanolamine), atau dengan basa

    anorganik lemah seperti ammonium hidroksida, sehingga dapat meningkatkan

    konsistensi dan mengurangi kekeruhannya (Barry, 1983).

    Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer (Rowe, 2006).

    Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Oleh karena itu perlu

    ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry,

    1983), di mana pada pH tersebut carbopol memiliki viskositas yang optimum.

    Karena produk-produk ini memiliki bobot molekul yang besar, mereka mampu

    menata diri ke dalam struktur terdifusi yang akan mempengaruhi sifat reologi

    sistem (Ravissot dan Drake, 2000).

    Carbopol 940 adalah tipe yang paling efisien di antara semua carbomer

    yang lain, di mana viskositasnya sangat tinggi yaitu 40.000-60.000 cps (pada

    kadar 0,5% dengan pH 7,5) dan penampilannya sangat jernih (Allen, 2002).

    H. Gliserol

    Gliserol (British Pharmacopeia) atau Gliserin (United State Pharmacope)

    memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya, yaitu

    jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis

    (kira-kira 0,6 kali lebih manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).

  • 15

    COH C

    H

    H

    H

    OH

    C OH

    H

    H

    Gambar 5. Struktur Gliserol (Price, 2005)

    Penggunaan gliserol dalam bidang farmasi adalah sebagai pelarut bahan-

    bahan farmasi; sebagai humectant, plasticizer, dan emollient dalam sediaan

    topikal sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit.

    Konsentrasi gliserol dalam kosmetik sebagai humectant dan emolien sebesar 30%.

    Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005).

    Gliserol merupakan humectant yang paling umum digunakan namun

    cenderung menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi

    dengan mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).

    I. Metil paraben

    COOCH3HO

    Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe, 2006)

    Metil paraben atau biasa disebut nipagin digunakan untuk menghambat

    pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam

    makanan dan kosmetik (Kim, 2004). Metil paraben mengandung tidak kurang dari

    99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah

    dikeringkan. Metil paraben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk

    hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa

    terbakar (Anonim, 1995). Kelarutan metil paraben dalam air adalah 1 : 400 bagian

    (Rowe, 2002).

  • 16

    J. Uji Sifat Fisis Shampoo

    1. Viskositas

    Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

    mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan

    viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk

    menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana

    luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin,

    Swarbrick, Cammarata, 1993). Viskositas merupakan parameter reologi penting

    dalam sediaan semi solid. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan

    deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton.

    Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan

    geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan

    (Liebermann, 1996).

    Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis

    menunjukkan tipe alir pseudoplastis. Sebagai aturan umum, tipe alir pseudoplastis

    diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari

    sistem plastis, tanpa adanya yield value. Viskositas zat pseudoplastis berkurang

    dengan meningkatnya rate of shear (Martin dkk, 1993).

  • 17

    Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis (Martin dkk, 1993)

    Pengukuran viskositas dapat menggunakan berbagai jenis viskometer :

    a. Viskometer kapiler

    Yang ditentukan adalah waktu tempuh cairan di dalam sebuah kapiler

    standar. Viksometer kapiler digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti

    tipe aliran Newton dan untuk cairan yang volumenya kecil digunakan

    viskometer kapiler bertekanan menurut HESS (Voigt, 1994).

    b. Viskometer Stormer

    Viskometer ini bekerja berdasarkan prinsip Searle dimana sistem yang

    diuji ditempatkan dalam ruang antara mangkuk dan rotor, serta dibiarkan

    hingga mencapai temperatur keseimbangan. Sebuah beban ditempatkan

    pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor tersebut untuk berputar

    100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian diubah ke rpm. Beban

    ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang. Dengan cara ini dapat

    dibuat suatu rheogram dengan memplotkan rpm terhadap beban yang

    ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga rpm

    tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam

  • 18

    detik-1

    . Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

    satuan shear stress yakni dyne cm-2

    . Alat stormer tidak boleh digunakan

    untuk sistem yang mempunyai viskositas di bawah 20 cps. (Martin dkk,

    1993)

    2. Ketahanan busa

    Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan

    parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu, parameter

    tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.

    “Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk

    menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).

    Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara

    meningkatkan viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol

    atau polimer. Peningkatan viskositas sediaan akan membuat gaya gravitasi

    menurun sehingga kecepatan drainage juga menurun. Selain itu, stabilitas busa

    juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas permukaan dan atau elastisitas

    permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan sehingga didapat film

    surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros, 2005).

    Menurut Edoga (2009), cara yang dapat dilakukan untuk mengukur

    ketahanan busa adalah dengan membuat larutan surfaktan, kemudian dituang ke

    dalam labu dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk

    mekanik elektris, setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi

    busanya, sedangkan menurut Evren (2007) pengukuran dapat dilakukan dengan

    melarutkan 0,5 g shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C, dimasukkan ke

  • 19

    tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan, dan diukur volume

    busanya pada menit ke-0 dan ke-5.

    K. Metode Desain Faktorial

    Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan

    antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Desain faktorial dua

    level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada

    dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat

    didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh

    secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).

    Desain faktorial juga dapat menghitung besarnya efek masing-masing

    faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung

    selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level

    rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut.

    Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2

    Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2

    Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2

    L. Landasan Teori

    Penerimaan konsumen akan suatu produk shampoo menjadi faktor yang

    penting karena akan mempengaruhi kepatuhan konsumen dalam penggunaanya.

    Penerimaan tersebut dipengaruhi oleh sifat fisis yang meliputi viskositas dan

    ketahanan busa. Viskositas akan memudahkan dalam penuangan dan pada saat

    mengaplikasikan shampoo, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan

    pembersihan shampoo.

  • 20

    Viskositas dipengaruhi oleh penambahan bahan pengental pada shampoo.

    Carbopol merupakan suatu polimer dan biasa digunakan sebagai bahan pengental

    karena viskositasnya yang tinggi. Jenis carbopol yang memiliki viskositas dan

    kejernihan paling baik adalah Carbopol 940. Ketahanan busa shampoo

    dipengaruhi oleh surfaktan yang digunakan. Adanya surfaktan akan mengurangi

    tegangan antarmuka gas/cairan sehingga mempermudah dispersi gas dalam cairan,

    sedangkan untuk menjaga kelembaban dari sediaan digunakan humectant berupa

    gliserol yang dapat menarik lembab dari lingkungan.

    Carbopol 940 dan gliserol dapat berpengaruh terhadap viskositas dan

    ketahanan busa shampoo. Desain eksperimen yang memungkinkan untuk

    mengevaluasi secara simultan carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya

    yang signifikan adalah desain faktorial (Bolton, 1997). Desain faktorial pada dua

    level, yaitu rendah dan tinggi dan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan gliserol

    (Full Factorial Design 22) diuji agar dapat diperoleh faktor yang memberikan

    pengaruh yang signifikan, apakah berasal dari salah satu faktor atau berasal dari

    interaksinya.

    M. Hipotesis

    Carbopol 940, gliserol dan interaksi keduanya memberikan efek yang

    signifikan terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis

    L.).

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Rancangan Penelitian

    Jenis rancangan penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian

    eksperimental dengan desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini

    dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma.

    B. Variabel Penelitian

    1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi Carbopol 940 dan

    gliserol.

    2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan

    ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (nilai pergeseran viskositas dan ketahanan

    busa setelah 1 bulan penyimpanan).

    3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat yang

    digunakan, suhu pemanasan, kecepatan putar mixer, wadah penyimpanan

    shampoo dan lama waktu pencampuran.

    4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan

    kelembaban ruang untuk pembuatan dan penyimpanan.

  • 22

    C. Definisi Operasional

    1. Shampoo adalah sediaan setengah cair yang tersusun atas surfaktan,

    pengental, air, serta bahan aditif lain yang meliputi pengatur pH, pengawet, dan

    humectant yang dibuat sesuai prosedur pembuatan shampoo pada penelitian ini.

    2. Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah serbuk halus hasil

    ekstraksi daun teh hijau yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG).

    3. Thickening agent adalah bahan yang digunakan untuk mengentalkan

    shampoo. Dalam penelitian ini thickening agent yang digunakan adalah carbopol

    940 dengan jumlah 2 g dan 4 g.

    4. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada

    sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian ini humectant

    yang digunakan adalah gliserol dengan jumlah 2 g dan 16 g.

    5. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam

    wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut yang diukur dengan

    menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan dPa.s.

    6. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang

    selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada

    menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah divortex

    dan dinyatakan dalam satuan cm.

    7. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk

    mengevaluasi efek dari dua faktor yaitu carbopol 940 dan gliserol.

    8. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi faktor dan level.

  • 23

    9. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu carbopol 940

    sebagai faktor A dan gliserol sebagai faktor B.

    10. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu level

    rendah dan tinggi. Level rendah pada carbopol 940 dan gliserol adalah 2 g

    sedangkan level tinggi pada carbopol 940 adalah 4 g dan pada gliserol 16 g.

    11. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisis

    shampoo yang meliputi viskositas shampoo, ketahanan busa shampoo dan

    stabilitas shampoo yakni pergeseran viskositas dan ketahanan busa shampoo.

    D. Alat dan Bahan Penelitian

    Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany,

    neraca Mettler-Toledo PL300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate

    Cenco, thermometer, mixer merek Sharp, pH indikator universal (Merck), vortex

    Cenco, viscotester seri VT 04 RION-Japan.

    Bahan yang digunakan meliputi ekstrak kering teh hijau (Camellia

    sinensis L.), Bahan-bahan untuk pembuatan shampoo meliputi sodium lauryl

    sulphate (Brataco), cocamidopropil betaine (Brataco), carbopol 940 distributor

    PT. Agung Jaya, natrium hidroksida (Brataco), asam askorbat (Brataco), nipagin

    (Brataco), natrium klorida (Brataco), gliserol (Brataco), keseluruhannya adalah

    pharmaceutical grade dan aqua demineralisata.

  • 24

    E. Tata Cara Penelitian

    1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido

    Muncul Semarang, Indonesia

    Verifikasi ekstrak menggunakan sertifikat Laboratorium Penelitian dan

    Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada.

    2. Pembuatan shampoo

    a. Formula standar

    A Carbopol 940 * g

    Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

    B Sodium lauryl sulphate 10,0 g

    Nipagin 0,1 g

    C Cocamidopropyl betaine 10,0 g

    Asam sitrat 50%b/v q.s pH 5,0 - 6,0

    Natrium klorida 25%b/v 8,0 g

    Aqua demineralisata ad 100,0 g

    b. Formula modifikasi

    Tabel I. Formula modifikasi

    Bagian Nama bahan Jumlah (g)

    A Carbopol 940 * g

    Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0

    Aqua demineralisata 130

    B Sodium lauryl sulphate 40

    Nipagin 0,4

    Aqua demineralisata 150

    C Cocamidopropil betaine 40

  • 25

    Natrium klorida 25%b/v 32

    D Ekstrak kering teh hijau 2,2 g

    Gliserol # g

    E Asam askorbat 0,1%b/v q.s pH 5,0

    Fragrance q.s

    Keterangan : * 2 dan 4 ; # 2 dan 16

    Tabel II. Berat shampoo tiap formula (g)

    Formula (g) 1 a b ab

    Carbopol 940 2 4 2 4

    SLS 40 40 40 40

    Metil paraben 0,4 0,4 0,4 0,4

    Betain 40 40 40 40

    NaCl 32 32 32 32

    Ekstrak 2,2 2,2 2,2 2,2

    Gliserol 2 2 16 16

    Aqua demineralisata 280 280 280 280

    Fragance qs qs qs qs

    NaOH 20% 20% 20% 20%

    Asam askorbat 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

    Jumlah 398,6 400,6 412,6 414,6

    c. Cara kerja pembuatan formula.

    Bagian A: Carbopol yang telah dikembangkan 24 jam dimasukkan ke

    dalam gelas piala. Pasang ke alat mixer, lalu lakukan pengadukan selama 1

    menit dengan kecepatan nomor 1. Kemudian ditambahkan larutan natrium

    hidroksida 20%b/v secukupnya hingga pH 7,0.

    Bagian B: Dipanaskan aqua demineralisata dan sodium lauryl sulphate

    dalam gelas piala hingga 700C. Dimasukkan nipagin dan diaduk hingga

    larut.

  • 26

    Bagian C : Dicampurkan bagian A dan bagian B dengan mixer dan

    lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1 (campuran

    1). Dimasukkan natrium klorida 25%b/v ke dalam campuran 1 selama 3

    menit (campuran 2). Kemudian dimasukkan cocamidopropil betaine ke

    dalam campuran 2 selama 4 menit (campuran 3).

    Bagian D : Dicampurkan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)

    dengan gliserol. Kemudian dimasukkan ke dalam campuran 3 dengan

    mixer dan lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1

    (campuran 4).

    Bagian E : Ditambahkan fragrance ke dalam campuran 4 dengan mixer

    dan dilakukan pengadukan selama 1 menit dengan kecepatan nomor 1.

    Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan asam askorbat 0,1%b/v

    secukupnya hingga pH 5,0.

    Untuk satu kali pembuatan dibuat shampoo sebanyak 400 g, kemudian

    ditempatkan dalam wadah dan disimpan selama 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21

    hari dan 30 hari sebelum dilakukan pengukuran. Masing-masing formula

    direplikasi 6 kali.

    3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo

    a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan perlahan-lahan ke

    dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Didiamkan 5 menit agar sediaan

    punya kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Dinyalakan alat dan

    dilihat viskositasnya dengan mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester.

  • 27

    b. Uji ketahanan busa. Ditimbang shampoo sebanyak 0,5 g dan larutkan

    dalam 50 ml air. Diambil 10 ml larutan shampoo dan dimasukkan perlahan-lahan

    ke tabung reaksi berskala ukuran 25 ml. Ditutup bagian atas tabung reaksi dan

    vortex selama 2 menit. Dicatat tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5.

    Dihitung selisih tinggi busa sebagai nilai ketahanan busa.

    4. Uji sifat alir

    Sebuah beban ditempatkan pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor

    tersebut untuk berputar 100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian

    diubah ke rpm. Beban ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang.

    Dengan cara ini dapat dibuat suatu rheog dengan memplotkan rpm terhadap

    beban yang ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga

    rpm tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam

    detik-1

    . Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam

    satuan shear stress, yakni dyne cm-2

    (Martin dkk, 1993).

    F. Analisis Hasil

    Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 serial number 2014.7723

    dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan

    menghasilkan nilai p (probability value). Apabila nilai p < 0.05 maka dapat

    disimpulkan bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap respon.

    Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek carbopol 940,

    gliserol dan interaksinya dalam menentukan viskositas dan ketahanan busa.

  • 28

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau

    1. Ekstrak teh hijau

    Ekstrak teh hijau yang digunakan dalam pembuatan shampoo merupakan

    ekstrak kering teh hijau yang didapatkan dari PT. Sido Muncul, Semarang..

    Menurut Voight (1994) persyaratan ekstrak kering memiliki kandungan lembab

    kurang dari 5%, berdasarkan data yang terdapat pada CoA kandungan lembab

    ekstrak kering teh hijau ini adalah 3,5% sehingga ekstrak yang digunakan

    memenuhi persyaratan sebagai ekstrak kering. Kandungan EGCG

    (epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak kering teh hijau berdasarkan certificate

    of analysis (CoA) adalah 8,40% (b/b). Menurut Kwon dkk (2007), dikatakan

    bahwa dengan penambahan 0,1 µM EGCG pada 10 folikel rambut dapat

    menginduksi pemanjangan folikel rambut, sehingga ekstrak kering teh hijau yang

    ditambahkan dalam 400 g shampoo sebanyak 2,2 g tiap formula (kandungan

    EGCG dalam formula adalah sebanyak 5,4568 x 10-3

    g/ml).

    2. Identifikasi organoleptis

    Hasil uji organoleptis didapatkan hasil bahwa ekstrak kering teh hijau

    berupa serbuk kering kuning kecoklatan, berbau khas dan rasa pahit khas (sepat).

    3. Uji kualitatif dengan reaksi warna

    Identifikasi warna bertujuan untuk mengetahui kebenaran ekstrak teh

    hijau yang digunakan, menggunakan pereaksi yang tertera dalam MMI V

  • 29

    (Anonim, 1980). Pada tabel dapat diketahui bahwa reaksi warna yang muncul

    memenuhi syarat ekstrak teh hijau berdasarkan MMI.

    Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau

    Pemeriksaan

    Prosedur

    Syarat

    menurut

    literatur

    Hasil Uji

    Keterangan

    Identifikasi

    warna

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    asam sulfat pekat

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    asam sulft 10 N

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    larutan besi (III)

    klorida 5%

    Terbentuk

    warna

    kuning hijau

    Terbentuk

    warna

    kuning hijau

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    larutan kalium

    hidroksida 5%

    Terbentuk

    warna

    coklat

    Terbentuk

    warna coklat

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    asam klorida pekat

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Terbentuk

    warna

    kuning

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    amonia 25%

    Terbentuk

    warna

    coklat

    Terbentuk

    warna coklat

    Memenuhi

    syarat

    Sejumlah ekstrak

    ditambahkan 5 tetes

    larutan asam asetat

    encer

    Terbentuk

    warna

    kuning

    coklat

    Terbentuk

    warna

    kuning

    coklat

    Memenuhi

    syarat

  • 30

    4. Uji kualitatif dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)

    Identifikasi EGCG secara KLT bertujuan untuk mengetahui adanya

    senyawa yang sama (EGCG) pada ekstrak teh hijau yang digunakan dengan baku

    pembanding EGCG 0,103% (b/v).

    Gambar 8. Kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV

    254 nm, UV 365 dan visibel

    Identifikasi ekstrak teh hijau diamati menggunakan fase diam silika gel

    F254 dan fase gerak campuran kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol

    (16:2:2:8 v/v) pereaksi semprot vanillin-asam klorida dengan jarak rambat 8,5 cm.

    Setelah diamati dengan sinar UV 254 nm, 365 nm dan sinar visibel bercak

    menunjukkan tinggi yang sama antara sampel ekstrak teh hijau dengan

    pembanding EGCG 0,103% (b/v).

  • 31

    Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati

    dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel

    Keterangan :

    Fase diam = silika gel GF254

    Fase gerak = kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol (16:2:2:8 v/v)

    Jarak elusi = 8,5 cm

    P = pembanding EGCG 0,103% (b/v)

    S = ekstrak kering teh hijau

    Pada pengamatan di sinar UV 254 nm terlihat adanya bercak lain pada

    jarak rambat 8,5 cm. Namun tinggi bercak tersebut berbeda dengan tinggi bercak

    pembanding (EGCG 0,103% (b/v)). Bercak tersebut diduga adalah senyawa lain

    yang ikut terelusi oleh fase gerak.

    1,00

    0,00

    0,38

    P S

  • 32

    B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

    Sediaan shampoo terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan

    (eksipien). Bahan utama berupa surfaktan yang berfungsi untuk membersihkan

    rambut dari minyak dan kotoran yang menempel. Surfaktan akan membentuk

    micell yang terdiri dari lapisan hidrofob (bagian ekor) yang akan mengikat

    minyak dan kotoran yang menempel, sedangkan lapisan hidrofil (bagian kepala)

    akan mempermudah pembilasan oleh air. Bahan pendukung dapat berupa

    thickening agent, pengawet, fragance dan conditioning agent.

    Gambar 10. Struktur micell

    Menurut Rieger (2000), dua surfaktan yang cocok digunakan untuk

    basis shampoo adalah surfaktan anionik dan amfoterik. Surfaktan anionik

    penggunaannya luas karena efek detergensinya yang tinggi dan harganya murah.

    Sedangkan surfaktan amfoterik berperan dalam efek conditioning dan

    melembutkan rambut. Surfaktan anionik sebagai surfaktan primer (utama),

    sedangkan surfaktan amfoterik sebagai surfaktan sekunder. Surfaktan primer yang

    digunakan adalah sodium lauryl sulphate (SLS) dan surfaktan sekunder yang

    digunakan adalah cocamidopropyl betaine (betain). SLS digunakan untuk efek

    pembersihan karena berupa surfaktan anionik yang memiliki sifat pembentuk busa

  • 33

    yang baik, daya pembersih tinggi dan stabil dalam air sadah. SLS juga memiliki

    HLB yang tinggi, yakni 40. Menurut Liebermann (1996), efek pembersihan

    surfaktan yang baik pada HLB di atas 12 karena sifatnya yang hidrofil sehingga

    mudah dibilas oleh air. Namun SLS ini dapat mengiritasi mata dan menimbulkan

    efek kasar pada kulit, sehingga perlu dikombinasikan dengan surfaktan lain untuk

    mengurangi efek iritasi tersebut dan dapat meningkatkan karakteristik shampoo

    seperti stabilitas busa (Anonim, 2010). Betain merupakan co-surfaktan yang

    sering digunakan karena meningkatkan formula mildness, viskositas dan

    karakteristik busa (Arif, 2010). Betain juga akan menstabilkan busa yang

    dihasilkan oleh SLS.

    Untuk meningkatkan viskositas shampoo maka digunakan carbopol 940

    sebagai agen peningkat viskositas. Carbopol 940 merupakan tipe carbopol yang

    memiliki penampilan paling jernih dan viskositas paling tinggi, yaitu 40.000-

    60.000 cps (pada kadar 0,5% dengan pH 7,5) (Allen, 2002). Carbopol memiliki

    karakter fisiologis netral dan tidak menimbulkan iritasi, baik pada iritasi primer

    maupun uji sensitifitasi. Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Pada

    kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk

    gulungan. Oleh karena itu perlu ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga

    dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry, 1983), di mana pada pH tersebut carbopol

    memiliki viskositas yang optimum. Penambahan basa akan memutuskan gugus

    karboksil dan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak menolak

    elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan

    mengembang. Basa yang ditambahkan adalah NaOH, karena menurut Kartika

  • 34

    (2010) netralisasi carbopol 940 dengan NaOH menghasilkan gel yang lebih jernih

    dibandingkan trietanolamin. Carbopol 1 g dapat dinetralisasi dengan kurang lebih

    0,4 g NaOH (Rowe, 2006).

    Reaksi penambahan basa :

    R-COOH + NaOH R-COONa + H2O

    R-COONa R-COO- + Na

    +

    Muatan negatif pada COO- akan saling tolak-menolak sehingga

    menghasilkan sistem gel yang rigid. Penambahan basa yang berlebihan akan

    membuat carbopol menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus

    karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis.

    Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled

    Selain penambahan carbopol 940 sebagai thickening agent, perlu

    ditambahkan NaCl sebagai viscosity modifier agar tercapai viskositas optimum.

    Viskositas yang dihasilkan oleh carbopol 940 cukup tinggi sehingga perlu

    ditambahkan NaCl untuk menurunkan viskositas. Mekanismenya adalah

    pergeseran laju reaksi di mana ketika berada di air NaCl akan terdisosiasi

    sempurna menjadi Na+ dan Cl

    - yang akan menggeser reaksi COONa COO

    - +

    Na+ sehingga COO

    - yang telah terbentuk akan berikatan kembali dengan Na

    + dan

    menurunkan viskositas.

  • 35

    Rambut yang lembut merupakan efek yang diharapkan dari penggunaan

    shampoo. Efek tersebut dapat dicapai dengan penambahan humectant yang

    merupakan agen yang mengontrol perubahan kelembaban antara produk dengan

    udara pada kulit (Strianse, 1957). Humectant menjadi faktor yang penting karena

    tidak hanya air saja yang dikenal memiliki peranan penting dalam mengatur

    kelembutan kulit. Penelitian menunjukkan jika NMF (Natural Moisturizing

    Factor) dihilangkan dari kulit, air saja tidak cukup menjaga elastisitas kulit

    (Loden, 2000). Humectant yang digunakan adalah gliserol yang merupakan

    humectant yang umum digunakan dan mengandung substansi dengan bobot

    molekul rendah yang dapat menarik air. Gliserol juga larut dalam air sehingga

    compatible dengan bahan-bahan shampoo lainnya. Gliserol dapat menjaga

    kelembaban sediaan sehingga tidak menimbulkan efek rambut kering.

    Penambahan ekstrak teh hijau dalam formulasi shampoo berfungsi

    sebagai penutrisi rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut. Berdasarkan

    hasil penelitian, ekstrak teh hijau ini tidak stabil dalam pH yang cenderung basa,

    melainkan sangat stabil dalam pH < 4 dan stabil dalam pH 4-8. Oleh karena itu

    diperlukan adanya penambahan asam agar pH shampoo cenderung asam namun

    masih sesuai dengan pH kulit kepala yakni 5-6. Pada awalnya ditambahkan asam

    sitrat untuk menurunkan pH, namun shampoo cenderung tidak stabil dan warna

    shampoo menjadi lebih gelap, sehingga ditambahkan asam askorbat untuk

    menurunkan pH sampai 5. Menurut Zhou, Chiang, Portocarrero, Zhu, Hill,

    Heppret, dkk (2010), asam askorbat dapat meningkatkan stabilitas ekstrak teh

    hijau. pH shampoo yang terlalu asam akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan

  • 36

    garam pada struktur rambut. Sebaliknya pH lebih dari 8,5 akan merusak ikatan

    sulfida dan pH lebih dari 12 akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan garam

    pula. Apabila ketiga ikatan tersebut hilang maka rambut akan kasar dan rusak

    (Corcoran, 1997).

    Selain itu, bahan yang ditambahkan adalah pengawet. Pengawet dalam

    hal ini adalah metil paraben perlu ditambahkan karena sediaan yang akan dibuat

    yakni shampoo memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat menjadi media

    pertumbuhan mikroba. Menurut Rowe (2006), paraben efektif pada rentang pH

    yang lebar dan mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Selain itu

    kelarutan metil paraben 1:400 dalam air sehingga dapat bercampur dengan baik

    dalam shampoo yang medianya adalah air.

    Untuk pembuatan shampoo ini digunakan aqua demineralisata yang

    sudah dihilangkan kandungan logam-logam didalamnya. Tujuannya adalah untuk

    menghindari keberadaan mineral-mineral seperti Ca dan Mg yang mungkin

    terdapat dalam air. Ion-ion tersebut dapat berikatan dengan COOH- pada carbopol

    yang mengakibatkan gaya tolak-menolak berkurang dan viskositas menurun.

    C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan Sifat

    Fisis Shampoo

    Data yang diperoleh dari uji sifat fisis shampoo kemudian dianalisis

    menggunakan Desain Expert untuk mengetahui besar efek faktor terhadap sifat

    fisis (viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan shampoo) dan

    signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

  • 37

    Berikut ini merupakan data besar efek carbopol 940 dan gliserol serta

    interaksi keduanya terhadap sifat fisis shampoo dalam penelitian :

    Tabel IV. Efek Carbopol 940 dan Gliserol, serta Interaksi Keduanya dalam Menentukan

    Sifat Fisis Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau

    Keterangan : - (negatif) : efek dari faktor tersebut dapat menurunkan sifat fisik dan stabilitas

    shampoo.

    + (positif) : efek dari faktor tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan stabilitas

    shampoo.

    Di bawah ini merupakan data persamaan desain faktorial :

    Tabel V. Persamaan Desain Faktorial

    Sifat Fisis dan

    Stabilitas

    Shampoo

    Persamaan Desain Faktorial Model (p) Keterangan

    Viskositas Y = 11,571 + (3,536) X1 + (-

    0,202) X2 + (0,065)

    X1X2...........Persamaan 1

    0,0001 Signifikan

    Ketahanan busa Y = 0,529 + (0,054) X1 +

    (0,027) X2 - (5,952 x 10-3

    )

    X1X2........... Persamaan 2

    0,6720 Tidak

    signifikan

    Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari respon viskositas valid

    (p0,05) sehingga tidak bisa untuk memprediksi respon yang

    diinginkan.

    .

    Respon Nama bahan Efek Kontribusi (%)

    Viskositas A-Carbopol 940 825,00 87,14

    B-Gliserol -0,0833 8,89 x 10-3

    AB-Interaksi 0,92 1,08

    Ketahanan busa A-Carbopol 940 0 0

    B-Gliserol 0,13 5,03

    AB-Interaksi -0,08 2,23

  • 38

    1. Viskositas

    Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap viskositas

    shampoo sebesar 825,00, gliserol terhadap viskositas shampoo sebesar |-8,33|, dan

    interaksi antara keduanya sebesar 91,67. Carbopol 940 memberikan kontribusi

    paling besar (87,14%) terhadap viskositas shampoo.

    Efek carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya terhadap

    viskositas shampoo dapat dilihat pada gafik berikut :

    Gambar 12. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Viskositas Setelah dua

    hari

    Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah dan tinggi sama-

    sama meningkatkan respon viskositas shampoo (Gambar 12a). Namun pada

    gliserol level rendah respon viskositas mengalami peningkatan yang lebih kecil

    dibandingkan pada gliserol level tinggi. Efek gliserol pada respon viskositas

    adalah menurunkan viskositas, hal ini terlihat dari nilai efek yang bernilai negatif.

    b a

    : gliserol level rendah

    : gliserol level tinggi

    : carbopol 940 level rendah

    : carbopol 940 level tinggi

  • 39

    Namun nilai kontribusinya sangat kecil yakni 8,891 x 10-3

    , sehingga pada gafik

    baik gliserol level rendah dan tinggi sama-sama meningkatkan respon viskositas

    shampoo karena carbopol 940 lebih dominan dalam menentukan viskositas.

    Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah akan menurunkan

    viskositas sedangkan pada level tinggi akan meningkatkan viskositas. Hal ini

    dikarenakan carbopol 940 memiliki efek yang dominan terhadap viskositas

    (berkontribusi sebesar 87,14%) sehingga dengan menurunnya konsentrasi

    carbopol 940 maka viskositasnya juga akan menurun. Hal ini diperkuat dengan

    nilai efek gliserol yang kecil pada respon viskositas (kontribusinya sebesar 8,891

    x 10-3

    ) sehingga walaupun gliserol meningkat maka efeknya lebih kecil

    dibandingkan carbopol 940.

    Interaksi antara carbopol 940 dan gliserol dalam menentukan viskositas

    shampoo dapat dilihat pada gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 12a)

    dan garis yang hampir sejajar (Gambar 12b).

    Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon viskositas

    setelah dua hari

    Source Sum of

    squares

    df Mean

    square

    F Value p-value

    Prob>F

    Keterangan

    A-Carbopol

    940

    408,37 1 408,37 148,05

  • 40

    viskositas. Namun pada faktor carbopol 940 didapatkan nilai p

  • 41

    sehingga dalam hal ini yang berefek adalah gliserol atau interaksi keduanya.

    Namun efek gliserol dan interaksi kedua bahan juga kecil (Tabel IV) dan tidak

    signifikan (Tabel V). Hal ini dikarenakan faktor yang diduga kuat mempengaruhi

    ketahanan busa yang dihasilkan hanya surfaktan yang digunakan, dalam hal ini

    SLS dan betain. Menurut penelitian Kartika (2010), tidak ada korelasi antara

    peningkatan konsentrasi carbopol 940 dengan ketahanan busa shampoo, sehingga

    dapat dikatakan bahwa pada carbopol 940 level rendah maupun tinggi tidak

    memberikan efek pada ketahanan busa shampoo. Diduga efek gliserol terhadap

    ketahanan busa terkait dengan kemampuan gliserol yang dapat menarik air dari

    lingkungan sehingga akan meningkatkan aliran cairan (drainage) yang berakibat

    pada pecahnya busa.

    Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah dan tinggi akan

    meningkatkan ketahanan busa. Namun pada carbopol 940 level tinggi,

    peningkatannya sangat kecil, bahkan garis cenderung sejajar atau dapat dikatakan

    cenderung tidak terjadi peningkatan ketahanan busa. Efek carbopol 940 disini

    dapat diabaikan karena nilainya 0 dan ada interaksi antara carbopol 940 dan

    gliserol dalam menentukan ketahanan busa shampoo yang dapat dilihat pada

    gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 13a) dan garis yang hampir sejajar

    (Gambar 13b). Pada gafik pertama (Gambar 13a), terlihat pada gliserol level

    tinggi akan menurunkan ketahanan busa shampoo, sedangkan pada gafik kedua

    (Gambar 13b) dengan peningkatan gliserol akan meningkatkan ketahanan busa

    shampoo. Ketidaksesuaian ini dikarenakan faktor yang diduga kuat

  • 42

    mempengaruhi ketahanan, yakni SLS dan betain tidak diteliti dalam penelitian ini

    sehingga tidak dapat diketahui besar efek dan signifikansinya secara pasti.

    Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon

    ketahanan busa setelah dua hari

    Source Sum of

    squares

    df Mean

    square

    F

    Value

    p-value

    Prob>F

    Keterangan

    A-Carbopol 940 0,000 1 0,000 0,000 1,0000 Tidak signifikan

    B-Gliserol 0,094 1 0,094 1,08 0,3102 Tidak signifikan

    AB 0,042 1 0,042 0,48 0,4955 Tidak signifikan

    Efek antara carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya

    memberikan efek yang signifikan terhadap respon ketahanan busa shampoo bila

    p-value0,05 untuk semua faktor yang menunjukkan bahwa carbopol 940, gliserol dan

    interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran

    viskositas. Bahkan untuk faktor carbopol 940 nilai p-value = 1 yang artinya tidak

    berefek sama sekali. Pada gafik (Gambar 13), terlihat bahwa terjadi overlapping

    SD yang menunjukkan carbopol 940 dan gliserol pada level rendah dan level

    tinggi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap ketahanan busa.

    D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo

    Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan sifat

    fisis dan stabil dalam penyimpanan. Sifat fisis yang diukur dari sediaan shampoo

    adalah viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan. Stabilitas fisis

    shampoo dapat diketahui dari pergeseran viskositas dan pergeseran ketahanan

    busa selama penyimpanan satu bulan.

  • 43

    1. Viskositas

    Viskositas merupakan tahanan untuk mengalir. Semakin besar viskositas

    berarti semakin besar tahanannya untuk mengalir, maka kemampuannya untuk

    mengalir menjadi semakin kecil. Pengukuran viskositas dilakukan setelah dua hari

    pembuatan, tujuh hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan penyimpanan. Viskositas

    setelah dua hari pembuatan untuk melihat profil kekentalan shampoo yang

    merupakan parameter sifat fisis shampoo. Pengukuran viskositas setelah tujuh

    hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan untuk melihat profil viskositas secara periodik

    yang dapat menggambarkan fenomena ketidakstabilan shampoo dalam

    penyimpanan. Pengukuran viskositas shampoo dilakukan menggunakan

    viscotester Rion seri VT 04.

    Berikut ini merupakan data hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas

    shampoo dalam penelitian :

    Tabel VIII. Data Viskositas Shampoo (dPa.s)

    Waktu

    Formula

    1 a b ab

    2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73

    7 hari 19,67 ± 2,66 27,67 ± 1,37 17,50 ± 0,84 28,50 ± 5,72

    15 hari 20,83 ± 1,94 29,50 ± 3,39 19,50 ± 0,84 29,33 ± 5,39

    21 hari 21,50 ± 2,17 31,33 ± 3,14 19,50 ± 1,05 31,00 ± 6,00

    1 bulan 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91

    Berdasarkan data Tabel VIII, diperoleh viskositas dua hari terbesar pada

    formula ab (Carbopol 940 level tinggi dan gliserol level tinggi) dan terkecil pada

    formula b (Carbopol 940 level rendah dan gliserol level tinggi). Dari data tabel

    diperoleh SD yang cukup besar, hal ini dikarenakan respon viskositas tidak hanya

    dipengaruhi oleh bahan pengentalnya saja, yakni Carbopol 940, namun juga oleh

  • 44

    keberadaan tunggal bahan lain yang memilki viskositas yang tinggi atau interaksi

    carbopol 940 dengan bahan tersebut.

    Berdasarkan data pengujian efek (tabel IV), dapat diketahui bahwa

    carbopol 940 mempunyai efek signifikan terhadap viskositas, di mana efeknya

    adalah meningkatkan viskositas. Hal ini menandakan bahwa dalam

    penyimpanannya, viskositas shampoo dapat berubah akibat efek dari carbopol

    940. Maka dari itu, perlu diteliti profil viskositas secara periodik

    Profil viskositas dapat dilihat pada gafik berikut :

    Gambar 14. Gafik Hubungan Viskositas Terhadap Waktu

    Dari grafik hubungan viskositas terhadap waktu dapat dilihat bahwa

    dengan bertambahnya waktu maka viskositas pada semua formula mengalami

    peningkatan. Kemudian dilakukan perbandingan hasil pengukuran viskositas pada

    hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30 dengan uji Friedmann dan uji Wilcoxon.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    2 7 15 21 30

    Vis

    ko

    sit

    as S

    ham

    po

    o (

    dP

    a.s

    )

    Hari

    formula 1 formula a formula b formula ab

  • 45

    Tujuannya adalah untuk melihat siginifikansi perbedaan nilai viskositas dalam

    penyimpanan selama satu bulan. Uji Friedmann dan uji Wilcoxon dipilih karena

    kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan merupakan

    kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan). Hasil uji

    Friedmann dan uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada

    tabel IX dan X. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan

    nilai makna perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat

    perbedaan viskositas shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti

    terdapat perbedaan viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.A.2).

    Tabel IX. Data Uji Friedmann Viskositas Shampoo

    Formula p

    1 0,004

    a 0,003

    b 0,003

    ab 0,003

    Dari hasil tabel IX terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <

    0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo

    yang bermakna pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30. Hal ini sesuai

    dengan efek carbopol 940 yang signifikan dalam mempengaruhi viskositas,

    sehingga menimbulkan adanya perbedaan viskositas yang signifikan pula.

    Kemudian dilanjutkan dengan uji Wilcoxon untuk mengetahui waktu dimana

    perbedaan itu muncul.

  • 46

    Tabel X. Data Uji Wilcoxon Viskositas Shampoo

    Hari Formula Nilai p Keterangan

    2-7hr 1 0,276 Tidak bermakna

    a 0,066 Tidak bermakna

    b 0,891 Tidak bermakna

    ab 0,059 Tidak bermakna

    2-15hr 1 0,026 Bermakna

    a 0,026 Bermakna

    b 0,043 Bermakna

    ab 0,285 Tidak bermakna

    2-21hr 1 0,027 Bermakna

    a 0,027 Bermakna

    b 0,024 Bermakna

    ab 0,027 Bermakna

    2-30hr 1 0,027 Bermakna

    a 0,027 Bermakna

    b 0,027 Bermakna

    ab 0,027 Bermakna

    Dari hasil tabel X terlihat bahwa antara hari ke-2 dan ke-7 semua formula

    mempunyai nilai p > 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan viskositas

    sediaan shampoo yang tidak bermakna. Antara hari ke-2 dan ke-15 hanya formula

    ab yang menandakan terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang tidak

    bermakna dengan nilai p 0,285 (p > 0,05). Sedangkan antara hari ke-2 dan ke-21

    semua formula mempunyai nilai p < 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan

    viskositas sediaan shampoo yang bermakna, begitu pula antara hari ke-2 dan ke-

    30. Hal ini dikarenakan seminggu setelah pembuatan shampoo masih cenderung

    stabil dan belum nampak adanya perubahan viskositas yang bermakna.

    2. Pergeseran viskositas shampoo

    Stabilitas shampoo dapat dinilai dari pergeseran viskositas yang berarti

    perbandingan nilai viskositas dari fresh shampoo (setelah dua hari pembuatan)

    dan nilai viskositas dari penyimpanan shampoo selama 30 hari. Apabila nilainya

  • 47

    berubah maka dapat dikatakan bahwa shampoo cenderung tidak stabil, yang

    signifikansi nilai pergeserannya dapat dibuktikan secara statistik. Pergeseran

    viskositas shampoo merupakan hal yang penting karena apabila dalam kurun

    waktu penyimpanan viskositasnya menjadi naik maka shampoo akan mengalami

    kesulitan saat dituang, sedangkan apabila menurun akan mempengaruhi stabilitas

    zat aktifnya.

    Tabel XI. Data Viskositas dua hari dan 30 hari Shampoo (cps)

    Waktu Formula

    1 a b ab

    2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73

    30 hari 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91

    Berdasarkan data Tabel XI, dilakukan perbandingan nilai viskositas pada

    hari ke-2 dan ke-30 dengan uji Wilcoxon. Tujuannya adalah untuk melihat

    siginifikansi perbedaan nilai viskositas pada hari ke-2 dan ke-30. Uji Wilcoxon

    dipilih karena kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan

    merupakan kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan).

    Hasil uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada tabel XII.

    Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan nilai makna

    perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat perbedaan viskositas

    shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti terdapat perbedaan

    viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.C.2).

  • 48

    Tabel XII. Data Uji Wilcoxon Pergeseran Viskositas Shampoo

    Formula p

    1 0,027

    a 0,027

    b 0,027

    ab 0,027

    Dari hasil tabel XII terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <

    0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo

    yang bermakna pada hari ke-2 dan ke-30. Artinya memang terdapat pergeseran

    viskositas pada penyimpanan yang diakibatkan efek dari carbopol 940 sehingga

    sediaan shampoo cenderung tidak stabil dan sulit untuk dituang.

    3. Ketahanan busa shampoo

    Metode pengukuran ketahanan busa yang dilakukan diadaptasi dari

    pengukuran busa sabun oleh Edoga (2009). Metode tersebut dilakukan dengan

    cara mengaduk larutan sabun dengan sangat kuat, kemudian didiamkan 5 menit

    dan diamati busanya. Metode ini juga mirip dengan prosedur dari Evren (2007),

    yaitu dengan melarutkan 0,5 gam shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C,

    dimasukkan dalam tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan,

    dan diukur volume busanya pada menit ke-0 dan ke-5. Menurut penelitian Kartika

    (2010), metode tersebut menghasilkan data yang bervariasi dan fluktuatif. Namun,

    karena prosedur-prosedur pengukuran busa yang ditemukan tidak dapat

    dilaksanakan dalam penelitian ini karena keterbatasan alat, maka tetap digunakan

    prosedur tersebut dengan asumsi akan menghasilkan data yang distribusinya

    normal.

  • 49