efek carbopol 940 sebagai thickening agent dan...
TRANSCRIPT
-
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN
GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS
SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Angesti Nariswari
NIM: 078114144
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
-
ii
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN
GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS
SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) :
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Angesti Nariswari
NIM: 078114144
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
-
iii
-
iv
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
The way to get started is to quit talking and
begin doing.
~ Walt Disney
TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN
menerima doaku (Mazmur 6:9)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat (Winston
Chuchill)
LOVE is a promise
that u’ll never forget
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Tuhan Yesus & Bunda Maria yang selalu mencintai dan menopangku
Bapak & Ibu tercinta atas kasih dan keyakinan yang diberikan untukku
Rury atas persaudaraan yang begitu erat
EDR yang selalu menemani disaat suka maupun duka
FST 2007 buat persahabatan yang berharga
Almamaterku, Sanata Dharma yang tercinta
-
vi
-
vii
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas
semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).
Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam
menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan bantuan dari banyak pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tersebut. Dengan kerendahan
hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan
kepada :
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang
diberikan.
4. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang
diberikan.
5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. dan Romo P. Sunu H. S.J. atas
segala bimbingan selama penyusunan proposal.
6. Bapak, Ibu, Rury, Mba tik atas dukungan, kasih sayang, dan cintanya.
-
viii
7. Lia sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama, dan dukungannya.
8. Lia, Septi, Yemi, Fanny, Daniel, Mala, Bella, Tika, Puput, Dinar, Cinthya,
Siska, Manda, Ayu, Robby, Ius sebagai teman lantai 1 yang telah berjuang
bersama.
9. Teman-teman kos Gracia atas persahabatannya selama ini.
10. Emanuel Dani Ramdani yang setia memberi semangat.
11. Fifi, Septi, Agnes, Aji, Fetri, Putri, Selasih sebagai sahabatku yang selalu
memberi semangat dan dukungan.
12. Teman-teman FST 2007 atas suka dan duka yang kita lewati bersama.
13. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Sigit, Mas Wagiran, Pak
Iswandi, Mas Bimo serta laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama
penulis menyelesaikan laporan akhir.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak
kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.
Penulis
-
ix
-
x
INTISARI
Suatu sediaan shampoo harus memiliki viskositas yang memadai serta
mampu menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan
menentukan kemudahan shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan
busa akan meningkatkan efisiensi pembersihan. Carbopol 940 dapat
meningkatkan viskositas shampoo karena dapat membentuk gel dalam air dan
mempunyai viskositas paling tinggi, sedangkan penambahan gliserol akan
memperbaiki konsistensi dan mempertahankan kelembaban shampoo karena dapat
menarik air dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
efek carbopol 940, gliserol serta interaksinya terhadap sifat fisis shampoo.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan
menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi carbopol 940
dan konsentrasi gliserol, dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis
(viskositas, ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (pergeseran viskositas dan
pergeseran ketahanan busa setelah satu bulan penyimpanan) diteliti di proses
pembuatan. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7.14
untuk mengetahui signifikansi (p
-
xi
ABSTRACT
In addition to good viscosity, shampoo should be able to produce stable
and sufficient amount of foam. The viscosity will determine the ease of shampoo
to be poured from the container, while foam resistance increase cleaning
efficiency. Carbopol 940 can increase the viscosities of shampoo because it can
foam a gel in water and has a high viscosity while the addition of glycerol will
improve the consistency and the moisture of shampoo because it can draw water
from the environment. This study aimed to find out how the effect of Carbopol
940, glycerol, and their interaction on physical properties of shampoo.
This study was a experimental research using a factorial design with two
factor concentration of Carbopol 940 and concentration of glycerol. The physical
properties (viscosity, foam stability) and the stability of the shampoo (the profile
of viscosity dan foam stability one month storage) were observed for the making
process. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for
knowing the significance (p
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
PRAKATA ......................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix
INTISARI ........................................................................................................... x
ABSTRACT ........................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I. PENGANTAR ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Permasalahan........................................................................................... 3
C. Keaslian Penelitian .................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
-
xiii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................. 5
A. Rambut .................................................................................................... 5
1. Definisi ....................................................................................... 5
2. Fungsi rambut ............................................................................. 5
3. Struktur rambut ........................................................................... 5
4. Pertumbuhan dan pergantian rambut .......................................... 7
5. Masalah rambut ........................................................................... 8
B. Teh (Camellia sinensis L.) ...................................................................... 8
C. Ekstrak Kering ...................................................................................... 10
D. Shampoo ................................................................................................ 10
1. Karakteristik shampoo ............................................................ 10
2. Formulasi shampoo ................................................................. 11
E. Sodium Lauryl Sulphate ........................................................................ 12
F. Cocamidopropyl Betaine ....................................................................... 13
G. Carbopol ................................................................................................ 14
H. Gliserol .................................................................................................. 15
I. Metil Paraben ........................................................................................ 15
J. Uji Sifat Fisis Shampoo ......................................................................... 16
1. Viskositas .................................................................................. 16
2. Ketahanan busa ......................................................................... 18
K. Metode Desain Faktorial ....................................................................... 19
L. Landasan Teori ...................................................................................... 19
M. Hipotesis ................................................................................................ 20
-
xiv
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21
A. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................... 21
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................... 21
1. Variabel penelitian .................................................................... 21
2. Definisi operasional .................................................................. 22
C. Alat dan Bahan ...................................................................................... 23
D. Tata Cara Penelitian .............................................................................. 24
1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)
dari PT. Sido Muncul Semarang, Indonesia ............................. 24
2. Pembuatan Shampoo ................................................................. 24
3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo ............................. 26
a. Uji viskositas ................................................................. 26
b. Uji ketahanan busa ........................................................ 27
4. Uji sifat alir ............................................................................... 27
E. Analisis Data ......................................................................................... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28
A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau .................................................... 28
1. Ekstrak teh hijau ........................................................................ 28
2. Identifikasi organoleptis ............................................................ 28
3. Uji kualitatif dengan reaksi warna ............................................ 28
4. Uji kualitatif dengan kromotografi lapis tipis (KLT) ................ 30
B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau....................... 32
-
xv
C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan
Sifat Fisis Shampoo ............................................................................... 36
1. Viskositas .................................................................................. 38
2. Ketahanan busa ......................................................................... 40
D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo .................................. 42
1. Viskositas shampoo ................................................................... 43
2. Pergeseran viskositas shampoo ................................................. 47
3. Ketahanan busa shampoo .......................................................... 49
3. Pergeseran ketahanan busa ........................................................ 51
E. Sifat Alir Shampoo ................................................................................ 52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 55
A. Kesimpulan ........................................................................................... 55
B. Saran ...................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56
LAMPIRAN ...................................................................................................... 61
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 90
-
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula modifikasi ...................................................................... 24
Tabel II. Berat shampoo tiap formula ......................................................... 25
Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau .......................... 29
Tabel IV. Efek carbopol 940, gliserol, serta interaksi keduanya
dalam menentukan sifat fisis shampoo ekstrak
kering teh hijau ............................................................................. 37
Tabel V. Persamaan desain faktorial ........................................................... 37
Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
pada respon viskositas setelah dua hari ........................................ 39
Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
pada respon ketahanan busa setelah dua hari ............................... 42
Tabel VIII. Data viskositas shampoo (dPa.s) .................................................. 43
Tabel IX. Data uji Friedmann viskositas shampoo ...................................... 45
Tabel X. Data uji Wilcoxon viskositas shampoo ........................................ 46
Tabel XI. Data viskositas shampoo dua hari dan 30 hari (dPa.s) ................. 47
Tabel XII. Data uji Wilcoxon pergeseran viskositas shampoo ...................... 48
Tabel XIII. Data ketahanan busa shampoo (cm) ............................................. 49
Tabel XIV. Data uji Friedmann ketahanan busa shampoo .............................. 50
Tabel XIII. Data pengujian regresi.................................................................. 53
-
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG),
epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) ...... 9
Gambar 2. Struktur sodium lauryl sulphate (SLS)........................................... 12
Gambar 3. Struktur cocamidopropyl betaine .................................................. 13
Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer .............................. 14
Gambar 5. Struktur gliserol ............................................................................. 15
Gambar 6. Struktur metil paraben ................................................................... 15
Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis ......................................................... 17
Gambar 8. Kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan
sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel .......................................... 30
Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogram KLT ekstrak kering teh hijau
diamati dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel ................. 31
Gambar 10. Struktur micell ............................................................................... 32
Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled34
Gambar 12. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan
busa setelah dua hari ...................................................................... 38
Gambar 13. Grafik efek carbopol 940 dan gliserol terhadap respon ketahanan
busa setelah dua hari ...................................................................... 40
Gambar 14. Grafik hubungan viskositas terhadap waktu ................................. 44
Gambar 15. Susunan molekul carbopol 940 sebelum dan sesudah
peningkatan shearing stress ........................................................... 51
-
xviii
Gambar 16. Grafik beban vs kecepatan rotor shampoo .................................... 52
-
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) dari PT. Sido Muncul .............................. 61
Lampiran 2. Verifikasi ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) menggunakan KLT................................. 63
Lampiran 3. Perhitungan dosis ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)64
Lampiran 4. Perhitungan bahan ........................................................................ 65
Lampiran 5. Penimbangan, notasi, dan formula desain faktorial ...................... 68
Lampiran 6. Sifat fisis shampoo........................................................................ 69
A. Ketahanan busa (cm) ........................................................... 69
B. Viskositas (dPa.s) ................................................................ 70
Lampiran 7. Data sifat alir ................................................................................ 73
Lampiran 8. Analisis data menggunakan SPSS 16.0 ........................................ 74
A. Viskositas (dPa.s) ................................................................. 74
B. Ketahanan busa (cm) ............................................................ 78
C. Pergeseran viskositas ............................................................ 80
D. Pergeseran ketahanan busa ................................................... 82
Lampiran 9. Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 .......................... 84
Lampiran 10.Dokumentasi ................................................................................ 88
-
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Rambut indah dan sehat adalah dambaan setiap orang. Tidak hanya
wanita, para pria pun juga memperhatikan penampilan rambut. Siklus
pertumbuhan rambut terdiri dari tiga fase, yakni anagen (periode pertumbuhan
yang aktif), katagen (fase transisi yang singkat) dan telogen (fase istirahat),
sesudah itu terjadi reaktivasi (pengaktifan kembali) folikel, rambut baru
diproduksi, dan rambut tua rontok (Graham, 2002). Pada fase telogen, angka
kerontokan normal berkisar antara 25-100 helai/hari (Brannon, 2006). Penyebab
kerontokan rambut abnormal antara lain kekurangan protein dan zat besi,
perubahan hormonal seperti menopause , kelainan trichotillomania (hair-pulling
disorder), tiroid yang hiperaktif, dan infeksi kulit kepala (Anonim, 2010a).
Hormon testosteron yang memegang peranan penting pada kerontokan
rambut. Testosteron dalam tubuh akan dikonversi menjadi dihydrotestosteron
(DHT) oleh enzim 5-α reductase (Liu and Aspres, 2008). DHT inilah yang dapat
menyebabkan kerontokan pada rambut, apabila berlebihan akan menyebabkan
kebotakan (androgenetic alopecia).
Teh hijau (Camellia sinensis L.) mempunyai potensi sebagai anti kanker
dan anti oksidan karena adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen
terbesar dari polifenol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun, Kim, 2007). EGCG
dapat menghambat aktivitas 5-α reductase, disamping itu, EGCG telah dilaporkan
-
2
menjadi stimulator pertumbuhan sel dari sel normal dengan menginduksi
proliferasi dari Dermal Papilla Cells (DPCs), komponen dalam folikel rambut
yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan rambut (Kwon dkk, 2007).
Teh hijau untuk anti hair loss diformulasikan dalam bentuk shampoo
karena selain dapat mengobati kerontokan rambut dan merangsang pertumbuhan
folikel rambut, shampoo berguna untuk menghilangkan kotoran, lemak, dan
minyak dari rambut, serta membuat rambut berkilau dan mudah diatur (Young,
1972). Teh hijau juga mengandung vitamin C untuk perlindungan terhadap radiasi
UV dan vitamin E memulihkan rambut kering atau rusak dan nutrisi untuk rambut
(Anonim, 2010b) sehingga apabila dibuat dalam sediaan shampoo nilai fungsinya
menjadi semakin tinggi.
Dalam formulasi shampoo banyak hal yang harus dipertimbangkan
karena menurut Wilkinson (1982) wanita menginginkan shampoo untuk
membersihkan dan juga mudah dibilas, memberikan efek glossy pada rambut dan
membuat rambut mudah diatur dan tidak kering.
Untuk mendapatkan sediaan shampoo yang dapat diterima konsumen,
diperlukan ketahanan busa dan viskositas yang baik. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas sediaan (Scharamm, 2005). Busa
adalah substansi yang terbentuk dari gas, liquid atau solid yang terjebak
didalamnya (Anonim, 2010c). Busa pada sediaan shampoo berfungsi untuk
membersihkan rambut dan acceptabilitas pengguna. Carbopol dipilih sebagai
bahan pengental karena stabilitasnya yang tinggi dan efisiensinya sebagai
pengental sangat baik (Anonim, 1997).
-
3
Penambahan humectant akan memperbaiki konsistensi dan
mempertahankan kelembaban sediaan. Selain itu humectant juga akan
mempengaruhi sifat fisikokimia bahan obat dan pelepasan bahan obat dari basis
yang selanjutnya akan berpengaruh pada efektivitasnya (Barry, 1983). Gliserol
merupakan humectant yang paling umum digunakan namun cenderung
menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan
mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).
Berdasar latar belakang di atas, maka perlu dilakukan pengujian efek
untuk melihat pengaruh carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol
sebagai humectant melalui suatu desain faktorial. Metode desain faktorial
merupakan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara
variabel respon dan variabel bebas. Faktor yang diteliti adalah kosentrasi carbopol
dan gliserol, sedangkan efek yang diteliti adalah ketahanan busa dan viskositas.
Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis
menggunakan Design Expert 7.14 dengan Anova pada taraf kepercayaan 95%
(p
-
4
shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) : aplikasi desain faktorial
belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai efek
carbopol 940 sebagai thickening agent dan gliserol sebagai humectant terhadap
sifat fisis shampoo.
b. Manfaat metodologis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek carbopol 940 dan gliserol
terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau.
c. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam formulasi sediaan
shampoo terutama menyangkut jumlah thickening agent dan humectant yang
digunakan.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui efek Carbopol 940 sebagai thickening agent, efek
gliserol sebagai humectant dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis
shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).
-
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Rambut
1. Definisi rambut
Rambut tersusun dari batang dan akar. Batang rambut terdiri dari kutikula,
korteks dari sel epidermis yang mengalami keratinasi, dimana mengandung
pigmen dan medula pada bagian tengah. Akar rambut terlindungi oleh folikel dan
terdapat dibagian dalam lapisan dermis pada kulit. Akar bentuknya melebar pada
ujungnya dan terdapat papilla di dalam suatu bulb. Rambut dibentuk dengan
proses pembelahan sel, mitosis, disekeliling akar dekat papila (Young,1972).
2. Fungsi rambut
Pada tubuh manusia ada sekitar 5 juta rambut yang mempunyai fungsi
utama sebagai pelindung. Dari sekian banyak rambut tersebut ada sekitar 100.000
helai rambut yang terdapat pada kepala, yang berfungsi untuk melindungi tubuh
dari benturan (luka) dan cahaya matahari (Embling, 1972). Selain melindungi
tuubh dari rangsangan fisik seperti panas, dingin, udara kering, kelembaban juga
melindungi tubuh dari rangsangan kimia seperti zat kimia dan keringat. Khusus
untuk rambut di kepala juga berfungsi sebagai estetika (Basoeki, 1988).
3. Struktur rambut
Rambut yang terdiri dari batang dan akar rambut dihasilkan dari folikel
rambut. Didalam folikel rambut terdapat sebaceous gland yang berfungsi
mensekresi sebum untuk melindungi rambut dan kulit kepala dan arrector pili
-
6
muscle yang berfungsi menegakkan rambut apabila terdapat sensor dingin dari
lingkungan (Mitsui, 1997).
Secara histologi batang rambut tersusun atas sel-sel yang terdiri dari tiga
lapisan yaitu :
a. Medula, disusun oleh barisan sel-sel polyhedral yang berisi granula eleidin
dan rongga udara. Medula membentuk bagian tengah rambut yang longgar dan
terdiri dari 2-3 lapis sel kutis, yang satu sama lainnya dipisahkan oleh ruangan
yang berisi udara. Medula mengandung sel keratin yang tertata secara longgar dan
kemungkinan membentuk polygonal atau kuboidal. Sel-sel medula akan mulai
menggeser vesikel dan sitoplasma pada setiap daerah pada bulbus. Sel-sel tersebut
terdiri dari glikogen dan melanosoma. Selain itu, medula juga mengandung
granula lunak, granula pigmen melanin dan intraseluler ruang udara.
b. Korteks, merupakan bagian terbesar batang rambut yang terdiri dari sel-sel
elongate yang berisi granula pigmen pada rambut hitam, tetapi pada rambut putih,
sebagian besar berisi udara. Dalam keadaan akar rambut hidup, terdapat ruang
sempit yang disebut fusi, yang akan dipenuhi udara pada bagian atas rambut
karena sel korteks telah mati. Di bawah mikroskop elektron, korteks yang telah
matang terdiri dari kantong penutup sel yang tegak dengan bagian-bagiannya yang
terpisah oleh dinding yang cukup tebal, kurang lebih 20-25 cm, membran plasma
atau interseluler lamela.
c. Kutikula, adalah lapisan terluar yang terdiri dari sebuah lapisan sel tunggal
yang jernih, pipih seperti sisik yang merupakan bagian terbesar yang terkeratinkan
dan berinti kecuali pada akar rambut. Lapisan kutikula terdiri dari 5-10 lapisan sel
-
7
dengan tebal masing-masing 350-450 nm. Sel-sel tersebut bertumpang tindih,
dengan tepinya mengarah ke atas. Sel kutikula berhubungan dengan sel bawah
rambut untuk mendukung rambut di bawah folikelnya. Selain itu, bersama-sama
mengikat sel korteks untuk mencegah rontoknya rambut (Embling, 1972).
Akar rambut adalah bagian yang terletak di bawah permukaan yang
menembus dermis dan lapisan subkutan dan terdapat dalam kantong epitel
permukaan, yaitu folikel rambut dan di ujungnya terdapat papilla rambut yang
bertugas melakukan pasokan makanan dan membentuk bulbus. Bulbus ini
mengandung sel matriks yang belum berdiferensiasi dan melanosoit, dari sinilah
rambut tumbuh (Mutschler, 1991).
4. Pertumbuhan dan pergantian rambut
Rambut pertama yang tumbuh dihasilkan dari folikel rambut, dimana
bentuknya tipis, tidak mengandung medula dan biasanya tidak mengandung
pigmen, yang dikenal sebagai lanugo. Semua folikel rambut akan mengalami
aktivitas siklik. Pada fase aktif, anagen, dimana rambut diproduksi, berganti
dengan periode istirahat, telogen, dimana pembentukan club hair meninggalkan
ikatan pada folikel dengan memperluas dasar dan papila dermal akan mengecil
dan menjadi secondary germ yang pasif. Diantara anagen dan telogen terdapat
fase transisi yang singkat, dikenal sebagai catagen, dimana membentuk club hair
baru yang bergerak menuju permukaan kulit, rambut baru diproduksi, dan rambut
tua rontok (Wilkinson, 1982).
-
8
Pertumbuhan rambut rata-rata 0,37 sampai 0,44 mm tiap hari dan
kerontokan rambut pada kulit kepala yang normal berkisar antara 50-100
helai/hari (Olsen, 1994).
5. Masalah rambut
Salah satu masalah yang sering terjadi pada rambut adalah kerontokan.
Apabila lepasnya rambut dari kulit kepala melebihi batas normalnya, dan tidak
dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang baru, dan keadaan ini berlangsung
terus menerus dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan kebotakan atau
alopecia (Graham, 2002).
Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling
umum terjadi pada manusia. Secara biokimia, salah satu faktor yang
menyebabkan kelainan ini adalah perubahan testosteron menjadi
dehidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-α-reduktase. DHT dipercaya akan
memperpendek pertumbuhan rambut, atau fase anagen pada siklus rambut yang
menyebabkan pengecilan folikel rambut, dan menghasilkan rambut yang lebih
halus (Prager, Bicketee, French, Marcovici, 2002).
B. Teh (Camellia sinensis L.)
Tanaman teh (Camellia sinensis L.) berasal dari daratan Asia Selatan dan
Tenggara. Tanamannya berupa pohon dengan tinggi 1 sampai 5 m. Cabang
mudanya berwarna kuning keabu-abuan; kemudian berkembang menjadi
berwarna merah keunguan. Akarnya berupa akar tunggang yang kuat. Bunganya
kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya memiliki
panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm (Mahmood, Akhtar, dan Khan, 2010). Ada 4
http://id.wikipedia.org/wiki/Asia_selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asia_Tenggara
-
9
tipe utama dari teh : teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih. Semua jenis teh
tersebut berasal dari tanaman yang sama. Hal yang membedakan keempat jenis
tersebut adalah bagaimana proses pengolahannya setelah dipanen (Anonim,
2009).
Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang
merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan rasa pahit,
tidak menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan
(Syah, 2006). Tipe katekin yang utama terdapat di teh hijau adalah epicathecin
(EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC) dan epigallocathecin
gallate (EGCG). Jumlah EGCG sekitar 60-70% dari jumlah keseluruhan katekin
(Svabodova, Psotova, Walterova, 2003).
Gambar 1. Struktur epicathecin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin
(EGC) dan epigallocathecin gallate (EGCG) (Svabodova dkk, 2003)
Teh hijau mempunyai potensi sebagai anti kanker dan anti oksidan karena
adanya epigallocatechin-3-gallate (EGCG), konstituen terbesar dari polifenol
(Kwon dkk, 2007). Disamping itu, EGCG telah dilaporkan menjadi stimulator
-
10
pertumbuhan sel dari sel normal. EGCG berguna dalam pencegahan atau
pengobatan androgenetic alopecia dengan menghambat aktivitas 5-alpha
reductase (Kwon dkk, 2007).
C. Ekstrak kering
Ekstrak kering adalah sediaan kering yang diperoleh dari menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi,
infundasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan ekstrak
dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam
kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk pengaturan dosis (Anief, 2000).
D. Shampoo
1. Karakteristik shampoo
Shampoo adalah produk yang menghilangkan lemak dan kotoran pada
permukaan kulit kepala dan batang rambut. Membersihkan dan melembutkan
rambut adalah fungsi utama dari shampoo. Shampoo diformulasi untuk
meningkatkan fungsi, struktur, efek pemantulan cahaya, kekuatan, kelicinan,
kemudahan untuk diatur, kelembutan dari rambut untuk tujuan memperbaiki
penampilan. Shampoo biasanya berupa cairan kental, jernih atau opaque,
mengandung 20-40% padatan, pHnya disesuaikan sekitar 5,5. Kebanyakan, tetapi
tidak semua, mempunyai viskositas dengan rasio 500-1500 cps (Limbani, 2009).
2. Formulasi shampoo
Bahan-bahan dasar untuk membuat suatu formula shampoo dalam
penelitian ini meliputi:
-
11
a. Surfaktan primer
Surfaktan primer berfungsi untuk detergensi dan pembusaan. Surfaktan
anionik banyak digunakan sebagai surfaktan primer karena sifat
pembusaannya yang sangat baik dan harganya relatif murah. Surfaktan
kationik sebenarnya juga bisa digunakan, karena mampu membentuk busa
dengan baik, mampu membersihkan, dan membuat rambut mudah diatur.
Namun sifatnya iritatif khususnya untuk mata, sehingga perlu dikombinasi
dengan surfaktan nonionik atau amfoter (Rieger, 2000).
b. Surfaktan sekunder
Surfaktan sekunder atau auxiliary surfactant bekerja memperbaiki
detergensi dan pembusaan serta menjaga kondisi rambut. Surfaktan amfoter
banyak digunakan karena dapat melembutkan rambut. Beberapa jenis
surfaktan nonionic juga digunakan karena dapat memperbanyak dan
menstabilkan busa (Rieger, 2000).
c. Thickening agent
Agen viskositas yang biasa digunakan seperti :
1) elektrolit : 1-4 % (w/w) amonium atau natrium klorida dalam alkileter
sulfat akan meningkatkan viskositas.
2) Natural gum seperti karaya dan tragakan; alginat.
3) Derivat selulosa (hidroksietil, hidroksipropil, karboksimetil) dimana akan
melindungi rambut dari ketidakteraturan.
4) Karboksi polimer (Carbopol 934 dan 941) yang akan mendukung stabilitas
shampoo (Wilkinson, 1982)
-
12
d. Pengawet
Pengawet yang dipih biasanya golongan paraben. Konsentrasi metil
paraben sebagai pengawet topikal, yakni 0,02 – 0,3% (Rowe, 2009).
e. Pengatur keasaman
Pengatur keasaman berfungsi untuk menyesuaikan pH shampoo,
biasanya 5,5-6,5. Umumnya digunakan asam sitrat, asam laktat, atau asam
fosfat (Fonseca, 2005).
E. Sodium Lauryl Sulphate
Na+
SO O
O
O-
Gambar 2. Struktur Sodium Lauryl Sulphate (SLS)
Surfaktan anionik yang banyak digunakan pada sediaan shampoo adalah
alkil sulfat, khususnya turunan dari lauryl dan myristyl alcohols. Sodium lauryl
sulphate (SLS) merupakan garam yang bagus digunakan untuk menghasilkan
busa yang mengkilap dan volume busa yang besar. SLS berupa serbuk berwarna
putih, atau sebagai pasta di berbagai kandungan deterjen. Kelarutannya rendah di
air dingin, namun dengan meningkatnya temperatur air kelarutannya menjadi naik
menghasikan larutan SLS di suhu sekitar 35-400C (Rieger, 2000).
Meskipun merupakan pembersih yang baik, SLS dapat mengiritasi kulit
kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut,
-
13
sehingga digunakan dengan kombinasi surfaktan amfoterik yang bersifat kurang
iritatif (Paye, 2006).
F. Cocamidopropyl betaine
Gambar 3. Struktur Cocamidopropyl betaine
Betaine adalah turunan trimethylglycine dimana 1 gugus metil digantikan
oleh radikal lemak C12-18 atau lemak alkil amido radikal (Rieger, 2000).
Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan
pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barel,
2009). Selain itu, juga merupakan surfaktan yang lembut, daya busanya tidak
dipengaruhi oleh pH, dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik,
maupun nonionik (Wilkinson, 1982).
Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya
betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik sehingga biasanya
digunakan sebagai gabungan dengan surfaktan lain. Maka dari itu betaine tepat
untuk produk-produk seperti shampoo dan sabun cair (Barel, 2009).
G. Carbopol
Carbopol (Carbomer) dari gugus karboksivinilpolimer yang telah
disilangkan dengan sukrosa alil, merupakan koloid hidrofilik yang mengental
lebih baik daripada natural gums. Carbomer yang terdispersi di dalam air
membentuk larutan asam keruh, kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti
-
14
sodium hidroksida, dengan amina (contohnya trietanolamine), atau dengan basa
anorganik lemah seperti ammonium hidroksida, sehingga dapat meningkatkan
konsistensi dan mengurangi kekeruhannya (Barry, 1983).
Gambar 4. Monomer asam akrilat dari polimer carbomer (Rowe, 2006).
Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Oleh karena itu perlu
ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry,
1983), di mana pada pH tersebut carbopol memiliki viskositas yang optimum.
Karena produk-produk ini memiliki bobot molekul yang besar, mereka mampu
menata diri ke dalam struktur terdifusi yang akan mempengaruhi sifat reologi
sistem (Ravissot dan Drake, 2000).
Carbopol 940 adalah tipe yang paling efisien di antara semua carbomer
yang lain, di mana viskositasnya sangat tinggi yaitu 40.000-60.000 cps (pada
kadar 0,5% dengan pH 7,5) dan penampilannya sangat jernih (Allen, 2002).
H. Gliserol
Gliserol (British Pharmacopeia) atau Gliserin (United State Pharmacope)
memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya, yaitu
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis
(kira-kira 0,6 kali lebih manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).
-
15
COH C
H
H
H
OH
C OH
H
H
Gambar 5. Struktur Gliserol (Price, 2005)
Penggunaan gliserol dalam bidang farmasi adalah sebagai pelarut bahan-
bahan farmasi; sebagai humectant, plasticizer, dan emollient dalam sediaan
topikal sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
Konsentrasi gliserol dalam kosmetik sebagai humectant dan emolien sebesar 30%.
Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005).
Gliserol merupakan humectant yang paling umum digunakan namun
cenderung menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) yang dapat ditutupi
dengan mengkombinasikan bersama humectant lain (Zocchi, 2001).
I. Metil paraben
COOCH3HO
Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe, 2006)
Metil paraben atau biasa disebut nipagin digunakan untuk menghambat
pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam
makanan dan kosmetik (Kim, 2004). Metil paraben mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Metil paraben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar (Anonim, 1995). Kelarutan metil paraben dalam air adalah 1 : 400 bagian
(Rowe, 2002).
-
16
J. Uji Sifat Fisis Shampoo
1. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan
viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana
luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin,
Swarbrick, Cammarata, 1993). Viskositas merupakan parameter reologi penting
dalam sediaan semi solid. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan
deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton.
Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan
geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan
(Liebermann, 1996).
Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis
menunjukkan tipe alir pseudoplastis. Sebagai aturan umum, tipe alir pseudoplastis
diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari
sistem plastis, tanpa adanya yield value. Viskositas zat pseudoplastis berkurang
dengan meningkatnya rate of shear (Martin dkk, 1993).
-
17
Gambar 7. Kurva tipe alir pseudoplastis (Martin dkk, 1993)
Pengukuran viskositas dapat menggunakan berbagai jenis viskometer :
a. Viskometer kapiler
Yang ditentukan adalah waktu tempuh cairan di dalam sebuah kapiler
standar. Viksometer kapiler digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti
tipe aliran Newton dan untuk cairan yang volumenya kecil digunakan
viskometer kapiler bertekanan menurut HESS (Voigt, 1994).
b. Viskometer Stormer
Viskometer ini bekerja berdasarkan prinsip Searle dimana sistem yang
diuji ditempatkan dalam ruang antara mangkuk dan rotor, serta dibiarkan
hingga mencapai temperatur keseimbangan. Sebuah beban ditempatkan
pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor tersebut untuk berputar
100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian diubah ke rpm. Beban
ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang. Dengan cara ini dapat
dibuat suatu rheogram dengan memplotkan rpm terhadap beban yang
ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga rpm
tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam
-
18
detik-1
. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam
satuan shear stress yakni dyne cm-2
. Alat stormer tidak boleh digunakan
untuk sistem yang mempunyai viskositas di bawah 20 cps. (Martin dkk,
1993)
2. Ketahanan busa
Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan
parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu, parameter
tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.
“Waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk
menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998).
Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol
atau polimer. Peningkatan viskositas sediaan akan membuat gaya gravitasi
menurun sehingga kecepatan drainage juga menurun. Selain itu, stabilitas busa
juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas permukaan dan atau elastisitas
permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan sehingga didapat film
surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros, 2005).
Menurut Edoga (2009), cara yang dapat dilakukan untuk mengukur
ketahanan busa adalah dengan membuat larutan surfaktan, kemudian dituang ke
dalam labu dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk
mekanik elektris, setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi
busanya, sedangkan menurut Evren (2007) pengukuran dapat dilakukan dengan
melarutkan 0,5 g shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C, dimasukkan ke
-
19
tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan, dan diukur volume
busanya pada menit ke-0 dan ke-5.
K. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan
antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Desain faktorial dua
level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada
dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat
didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh
secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).
Desain faktorial juga dapat menghitung besarnya efek masing-masing
faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung
selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level
rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut.
Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2
Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2
Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2
L. Landasan Teori
Penerimaan konsumen akan suatu produk shampoo menjadi faktor yang
penting karena akan mempengaruhi kepatuhan konsumen dalam penggunaanya.
Penerimaan tersebut dipengaruhi oleh sifat fisis yang meliputi viskositas dan
ketahanan busa. Viskositas akan memudahkan dalam penuangan dan pada saat
mengaplikasikan shampoo, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan
pembersihan shampoo.
-
20
Viskositas dipengaruhi oleh penambahan bahan pengental pada shampoo.
Carbopol merupakan suatu polimer dan biasa digunakan sebagai bahan pengental
karena viskositasnya yang tinggi. Jenis carbopol yang memiliki viskositas dan
kejernihan paling baik adalah Carbopol 940. Ketahanan busa shampoo
dipengaruhi oleh surfaktan yang digunakan. Adanya surfaktan akan mengurangi
tegangan antarmuka gas/cairan sehingga mempermudah dispersi gas dalam cairan,
sedangkan untuk menjaga kelembaban dari sediaan digunakan humectant berupa
gliserol yang dapat menarik lembab dari lingkungan.
Carbopol 940 dan gliserol dapat berpengaruh terhadap viskositas dan
ketahanan busa shampoo. Desain eksperimen yang memungkinkan untuk
mengevaluasi secara simultan carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya
yang signifikan adalah desain faktorial (Bolton, 1997). Desain faktorial pada dua
level, yaitu rendah dan tinggi dan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan gliserol
(Full Factorial Design 22) diuji agar dapat diperoleh faktor yang memberikan
pengaruh yang signifikan, apakah berasal dari salah satu faktor atau berasal dari
interaksinya.
M. Hipotesis
Carbopol 940, gliserol dan interaksi keduanya memberikan efek yang
signifikan terhadap sifat fisis shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis
L.).
-
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Jenis rancangan penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian
eksperimental dengan desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi Carbopol 940 dan
gliserol.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan
ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (nilai pergeseran viskositas dan ketahanan
busa setelah 1 bulan penyimpanan).
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat yang
digunakan, suhu pemanasan, kecepatan putar mixer, wadah penyimpanan
shampoo dan lama waktu pencampuran.
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan
kelembaban ruang untuk pembuatan dan penyimpanan.
-
22
C. Definisi Operasional
1. Shampoo adalah sediaan setengah cair yang tersusun atas surfaktan,
pengental, air, serta bahan aditif lain yang meliputi pengatur pH, pengawet, dan
humectant yang dibuat sesuai prosedur pembuatan shampoo pada penelitian ini.
2. Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah serbuk halus hasil
ekstraksi daun teh hijau yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG).
3. Thickening agent adalah bahan yang digunakan untuk mengentalkan
shampoo. Dalam penelitian ini thickening agent yang digunakan adalah carbopol
940 dengan jumlah 2 g dan 4 g.
4. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada
sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian ini humectant
yang digunakan adalah gliserol dengan jumlah 2 g dan 16 g.
5. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam
wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut yang diukur dengan
menggunakan viscotester dan dinyatakan dalam satuan dPa.s.
6. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang
selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada
menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah divortex
dan dinyatakan dalam satuan cm.
7. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi efek dari dua faktor yaitu carbopol 940 dan gliserol.
8. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi faktor dan level.
-
23
9. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu carbopol 940
sebagai faktor A dan gliserol sebagai faktor B.
10. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu level
rendah dan tinggi. Level rendah pada carbopol 940 dan gliserol adalah 2 g
sedangkan level tinggi pada carbopol 940 adalah 4 g dan pada gliserol 16 g.
11. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisis
shampoo yang meliputi viskositas shampoo, ketahanan busa shampoo dan
stabilitas shampoo yakni pergeseran viskositas dan ketahanan busa shampoo.
D. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany,
neraca Mettler-Toledo PL300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate
Cenco, thermometer, mixer merek Sharp, pH indikator universal (Merck), vortex
Cenco, viscotester seri VT 04 RION-Japan.
Bahan yang digunakan meliputi ekstrak kering teh hijau (Camellia
sinensis L.), Bahan-bahan untuk pembuatan shampoo meliputi sodium lauryl
sulphate (Brataco), cocamidopropil betaine (Brataco), carbopol 940 distributor
PT. Agung Jaya, natrium hidroksida (Brataco), asam askorbat (Brataco), nipagin
(Brataco), natrium klorida (Brataco), gliserol (Brataco), keseluruhannya adalah
pharmaceutical grade dan aqua demineralisata.
-
24
E. Tata Cara Penelitian
1. Verifikasi ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dari PT. Sido
Muncul Semarang, Indonesia
Verifikasi ekstrak menggunakan sertifikat Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada.
2. Pembuatan shampoo
a. Formula standar
A Carbopol 940 * g
Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0
B Sodium lauryl sulphate 10,0 g
Nipagin 0,1 g
C Cocamidopropyl betaine 10,0 g
Asam sitrat 50%b/v q.s pH 5,0 - 6,0
Natrium klorida 25%b/v 8,0 g
Aqua demineralisata ad 100,0 g
b. Formula modifikasi
Tabel I. Formula modifikasi
Bagian Nama bahan Jumlah (g)
A Carbopol 940 * g
Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0
Aqua demineralisata 130
B Sodium lauryl sulphate 40
Nipagin 0,4
Aqua demineralisata 150
C Cocamidopropil betaine 40
-
25
Natrium klorida 25%b/v 32
D Ekstrak kering teh hijau 2,2 g
Gliserol # g
E Asam askorbat 0,1%b/v q.s pH 5,0
Fragrance q.s
Keterangan : * 2 dan 4 ; # 2 dan 16
Tabel II. Berat shampoo tiap formula (g)
Formula (g) 1 a b ab
Carbopol 940 2 4 2 4
SLS 40 40 40 40
Metil paraben 0,4 0,4 0,4 0,4
Betain 40 40 40 40
NaCl 32 32 32 32
Ekstrak 2,2 2,2 2,2 2,2
Gliserol 2 2 16 16
Aqua demineralisata 280 280 280 280
Fragance qs qs qs qs
NaOH 20% 20% 20% 20%
Asam askorbat 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
Jumlah 398,6 400,6 412,6 414,6
c. Cara kerja pembuatan formula.
Bagian A: Carbopol yang telah dikembangkan 24 jam dimasukkan ke
dalam gelas piala. Pasang ke alat mixer, lalu lakukan pengadukan selama 1
menit dengan kecepatan nomor 1. Kemudian ditambahkan larutan natrium
hidroksida 20%b/v secukupnya hingga pH 7,0.
Bagian B: Dipanaskan aqua demineralisata dan sodium lauryl sulphate
dalam gelas piala hingga 700C. Dimasukkan nipagin dan diaduk hingga
larut.
-
26
Bagian C : Dicampurkan bagian A dan bagian B dengan mixer dan
lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1 (campuran
1). Dimasukkan natrium klorida 25%b/v ke dalam campuran 1 selama 3
menit (campuran 2). Kemudian dimasukkan cocamidopropil betaine ke
dalam campuran 2 selama 4 menit (campuran 3).
Bagian D : Dicampurkan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.)
dengan gliserol. Kemudian dimasukkan ke dalam campuran 3 dengan
mixer dan lakukan pengadukan selama 2 menit dengan kecepatan nomor 1
(campuran 4).
Bagian E : Ditambahkan fragrance ke dalam campuran 4 dengan mixer
dan dilakukan pengadukan selama 1 menit dengan kecepatan nomor 1.
Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan asam askorbat 0,1%b/v
secukupnya hingga pH 5,0.
Untuk satu kali pembuatan dibuat shampoo sebanyak 400 g, kemudian
ditempatkan dalam wadah dan disimpan selama 2 hari, 7 hari, 15 hari, 21
hari dan 30 hari sebelum dilakukan pengukuran. Masing-masing formula
direplikasi 6 kali.
3. Uji viskositas dan ketahanan busa shampoo
a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan perlahan-lahan ke
dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Didiamkan 5 menit agar sediaan
punya kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Dinyalakan alat dan
dilihat viskositasnya dengan mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester.
-
27
b. Uji ketahanan busa. Ditimbang shampoo sebanyak 0,5 g dan larutkan
dalam 50 ml air. Diambil 10 ml larutan shampoo dan dimasukkan perlahan-lahan
ke tabung reaksi berskala ukuran 25 ml. Ditutup bagian atas tabung reaksi dan
vortex selama 2 menit. Dicatat tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5.
Dihitung selisih tinggi busa sebagai nilai ketahanan busa.
4. Uji sifat alir
Sebuah beban ditempatkan pada penggantung. Waktu yang dibutuhkan rotor
tersebut untuk berputar 100 kali dicatat oleh operator. Data ini kemudian
diubah ke rpm. Beban ditambah dan seluruh prosedur tersebut diulang.
Dengan cara ini dapat dibuat suatu rheog dengan memplotkan rpm terhadap
beban yang ditambahkan. Dengan menggunakan konstanta yang sesuai, harga
rpm tersebut dapat diubah menjadi rate of shear yang sesungguhnya dalam
detik-1
. Begitu pula dengan beban yang ditambahkan dapat diubah dalam
satuan shear stress, yakni dyne cm-2
(Martin dkk, 1993).
F. Analisis Hasil
Analisis data menggunakan Design Expert 7.14 serial number 2014.7723
dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan
menghasilkan nilai p (probability value). Apabila nilai p < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan terhadap respon.
Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek carbopol 940,
gliserol dan interaksinya dalam menentukan viskositas dan ketahanan busa.
-
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau
1. Ekstrak teh hijau
Ekstrak teh hijau yang digunakan dalam pembuatan shampoo merupakan
ekstrak kering teh hijau yang didapatkan dari PT. Sido Muncul, Semarang..
Menurut Voight (1994) persyaratan ekstrak kering memiliki kandungan lembab
kurang dari 5%, berdasarkan data yang terdapat pada CoA kandungan lembab
ekstrak kering teh hijau ini adalah 3,5% sehingga ekstrak yang digunakan
memenuhi persyaratan sebagai ekstrak kering. Kandungan EGCG
(epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak kering teh hijau berdasarkan certificate
of analysis (CoA) adalah 8,40% (b/b). Menurut Kwon dkk (2007), dikatakan
bahwa dengan penambahan 0,1 µM EGCG pada 10 folikel rambut dapat
menginduksi pemanjangan folikel rambut, sehingga ekstrak kering teh hijau yang
ditambahkan dalam 400 g shampoo sebanyak 2,2 g tiap formula (kandungan
EGCG dalam formula adalah sebanyak 5,4568 x 10-3
g/ml).
2. Identifikasi organoleptis
Hasil uji organoleptis didapatkan hasil bahwa ekstrak kering teh hijau
berupa serbuk kering kuning kecoklatan, berbau khas dan rasa pahit khas (sepat).
3. Uji kualitatif dengan reaksi warna
Identifikasi warna bertujuan untuk mengetahui kebenaran ekstrak teh
hijau yang digunakan, menggunakan pereaksi yang tertera dalam MMI V
-
29
(Anonim, 1980). Pada tabel dapat diketahui bahwa reaksi warna yang muncul
memenuhi syarat ekstrak teh hijau berdasarkan MMI.
Tabel III. Data hasil reaksi warna ekstrak kering teh hijau
Pemeriksaan
Prosedur
Syarat
menurut
literatur
Hasil Uji
Keterangan
Identifikasi
warna
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
asam sulfat pekat
Terbentuk
warna
kuning
Terbentuk
warna
kuning
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
asam sulft 10 N
Terbentuk
warna
kuning
Terbentuk
warna
kuning
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
larutan besi (III)
klorida 5%
Terbentuk
warna
kuning hijau
Terbentuk
warna
kuning hijau
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
larutan kalium
hidroksida 5%
Terbentuk
warna
coklat
Terbentuk
warna coklat
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
asam klorida pekat
Terbentuk
warna
kuning
Terbentuk
warna
kuning
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
amonia 25%
Terbentuk
warna
coklat
Terbentuk
warna coklat
Memenuhi
syarat
Sejumlah ekstrak
ditambahkan 5 tetes
larutan asam asetat
encer
Terbentuk
warna
kuning
coklat
Terbentuk
warna
kuning
coklat
Memenuhi
syarat
-
30
4. Uji kualitatif dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)
Identifikasi EGCG secara KLT bertujuan untuk mengetahui adanya
senyawa yang sama (EGCG) pada ekstrak teh hijau yang digunakan dengan baku
pembanding EGCG 0,103% (b/v).
Gambar 8. Kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati dengan sinar UV
254 nm, UV 365 dan visibel
Identifikasi ekstrak teh hijau diamati menggunakan fase diam silika gel
F254 dan fase gerak campuran kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol
(16:2:2:8 v/v) pereaksi semprot vanillin-asam klorida dengan jarak rambat 8,5 cm.
Setelah diamati dengan sinar UV 254 nm, 365 nm dan sinar visibel bercak
menunjukkan tinggi yang sama antara sampel ekstrak teh hijau dengan
pembanding EGCG 0,103% (b/v).
-
31
Gambar 9. Ilustrasi gambar kromatogam KLT ekstrak kering teh hijau diamati
dengan sinar UV 254 nm, UV 365 dan visibel
Keterangan :
Fase diam = silika gel GF254
Fase gerak = kloroform-asam asetat-asam formiat-iso propanol (16:2:2:8 v/v)
Jarak elusi = 8,5 cm
P = pembanding EGCG 0,103% (b/v)
S = ekstrak kering teh hijau
Pada pengamatan di sinar UV 254 nm terlihat adanya bercak lain pada
jarak rambat 8,5 cm. Namun tinggi bercak tersebut berbeda dengan tinggi bercak
pembanding (EGCG 0,103% (b/v)). Bercak tersebut diduga adalah senyawa lain
yang ikut terelusi oleh fase gerak.
Rƒ
1,00
Rƒ
0,00
Rƒ
0,38
P S
-
32
B. Formulasi Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau
Sediaan shampoo terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan
(eksipien). Bahan utama berupa surfaktan yang berfungsi untuk membersihkan
rambut dari minyak dan kotoran yang menempel. Surfaktan akan membentuk
micell yang terdiri dari lapisan hidrofob (bagian ekor) yang akan mengikat
minyak dan kotoran yang menempel, sedangkan lapisan hidrofil (bagian kepala)
akan mempermudah pembilasan oleh air. Bahan pendukung dapat berupa
thickening agent, pengawet, fragance dan conditioning agent.
Gambar 10. Struktur micell
Menurut Rieger (2000), dua surfaktan yang cocok digunakan untuk
basis shampoo adalah surfaktan anionik dan amfoterik. Surfaktan anionik
penggunaannya luas karena efek detergensinya yang tinggi dan harganya murah.
Sedangkan surfaktan amfoterik berperan dalam efek conditioning dan
melembutkan rambut. Surfaktan anionik sebagai surfaktan primer (utama),
sedangkan surfaktan amfoterik sebagai surfaktan sekunder. Surfaktan primer yang
digunakan adalah sodium lauryl sulphate (SLS) dan surfaktan sekunder yang
digunakan adalah cocamidopropyl betaine (betain). SLS digunakan untuk efek
pembersihan karena berupa surfaktan anionik yang memiliki sifat pembentuk busa
-
33
yang baik, daya pembersih tinggi dan stabil dalam air sadah. SLS juga memiliki
HLB yang tinggi, yakni 40. Menurut Liebermann (1996), efek pembersihan
surfaktan yang baik pada HLB di atas 12 karena sifatnya yang hidrofil sehingga
mudah dibilas oleh air. Namun SLS ini dapat mengiritasi mata dan menimbulkan
efek kasar pada kulit, sehingga perlu dikombinasikan dengan surfaktan lain untuk
mengurangi efek iritasi tersebut dan dapat meningkatkan karakteristik shampoo
seperti stabilitas busa (Anonim, 2010). Betain merupakan co-surfaktan yang
sering digunakan karena meningkatkan formula mildness, viskositas dan
karakteristik busa (Arif, 2010). Betain juga akan menstabilkan busa yang
dihasilkan oleh SLS.
Untuk meningkatkan viskositas shampoo maka digunakan carbopol 940
sebagai agen peningkat viskositas. Carbopol 940 merupakan tipe carbopol yang
memiliki penampilan paling jernih dan viskositas paling tinggi, yaitu 40.000-
60.000 cps (pada kadar 0,5% dengan pH 7,5) (Allen, 2002). Carbopol memiliki
karakter fisiologis netral dan tidak menimbulkan iritasi, baik pada iritasi primer
maupun uji sensitifitasi. Carbopol yang terdispersi dalam air bersifat asam. Pada
kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk
gulungan. Oleh karena itu perlu ditambahkan basa kuat seperti NaOH hingga
dicapai pH optimum 4,5-11 (Barry, 1983), di mana pada pH tersebut carbopol
memiliki viskositas yang optimum. Penambahan basa akan memutuskan gugus
karboksil dan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak menolak
elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan
mengembang. Basa yang ditambahkan adalah NaOH, karena menurut Kartika
-
34
(2010) netralisasi carbopol 940 dengan NaOH menghasilkan gel yang lebih jernih
dibandingkan trietanolamin. Carbopol 1 g dapat dinetralisasi dengan kurang lebih
0,4 g NaOH (Rowe, 2006).
Reaksi penambahan basa :
R-COOH + NaOH R-COONa + H2O
R-COONa R-COO- + Na
+
Muatan negatif pada COO- akan saling tolak-menolak sehingga
menghasilkan sistem gel yang rigid. Penambahan basa yang berlebihan akan
membuat carbopol menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus
karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis.
Gambar 11. Susunan carbopol 940 yang berubah dari coiled menjadi uncoiled
Selain penambahan carbopol 940 sebagai thickening agent, perlu
ditambahkan NaCl sebagai viscosity modifier agar tercapai viskositas optimum.
Viskositas yang dihasilkan oleh carbopol 940 cukup tinggi sehingga perlu
ditambahkan NaCl untuk menurunkan viskositas. Mekanismenya adalah
pergeseran laju reaksi di mana ketika berada di air NaCl akan terdisosiasi
sempurna menjadi Na+ dan Cl
- yang akan menggeser reaksi COONa COO
- +
Na+ sehingga COO
- yang telah terbentuk akan berikatan kembali dengan Na
+ dan
menurunkan viskositas.
-
35
Rambut yang lembut merupakan efek yang diharapkan dari penggunaan
shampoo. Efek tersebut dapat dicapai dengan penambahan humectant yang
merupakan agen yang mengontrol perubahan kelembaban antara produk dengan
udara pada kulit (Strianse, 1957). Humectant menjadi faktor yang penting karena
tidak hanya air saja yang dikenal memiliki peranan penting dalam mengatur
kelembutan kulit. Penelitian menunjukkan jika NMF (Natural Moisturizing
Factor) dihilangkan dari kulit, air saja tidak cukup menjaga elastisitas kulit
(Loden, 2000). Humectant yang digunakan adalah gliserol yang merupakan
humectant yang umum digunakan dan mengandung substansi dengan bobot
molekul rendah yang dapat menarik air. Gliserol juga larut dalam air sehingga
compatible dengan bahan-bahan shampoo lainnya. Gliserol dapat menjaga
kelembaban sediaan sehingga tidak menimbulkan efek rambut kering.
Penambahan ekstrak teh hijau dalam formulasi shampoo berfungsi
sebagai penutrisi rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut. Berdasarkan
hasil penelitian, ekstrak teh hijau ini tidak stabil dalam pH yang cenderung basa,
melainkan sangat stabil dalam pH < 4 dan stabil dalam pH 4-8. Oleh karena itu
diperlukan adanya penambahan asam agar pH shampoo cenderung asam namun
masih sesuai dengan pH kulit kepala yakni 5-6. Pada awalnya ditambahkan asam
sitrat untuk menurunkan pH, namun shampoo cenderung tidak stabil dan warna
shampoo menjadi lebih gelap, sehingga ditambahkan asam askorbat untuk
menurunkan pH sampai 5. Menurut Zhou, Chiang, Portocarrero, Zhu, Hill,
Heppret, dkk (2010), asam askorbat dapat meningkatkan stabilitas ekstrak teh
hijau. pH shampoo yang terlalu asam akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan
-
36
garam pada struktur rambut. Sebaliknya pH lebih dari 8,5 akan merusak ikatan
sulfida dan pH lebih dari 12 akan merusak ikatan hidrogen dan jembatan garam
pula. Apabila ketiga ikatan tersebut hilang maka rambut akan kasar dan rusak
(Corcoran, 1997).
Selain itu, bahan yang ditambahkan adalah pengawet. Pengawet dalam
hal ini adalah metil paraben perlu ditambahkan karena sediaan yang akan dibuat
yakni shampoo memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat menjadi media
pertumbuhan mikroba. Menurut Rowe (2006), paraben efektif pada rentang pH
yang lebar dan mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Selain itu
kelarutan metil paraben 1:400 dalam air sehingga dapat bercampur dengan baik
dalam shampoo yang medianya adalah air.
Untuk pembuatan shampoo ini digunakan aqua demineralisata yang
sudah dihilangkan kandungan logam-logam didalamnya. Tujuannya adalah untuk
menghindari keberadaan mineral-mineral seperti Ca dan Mg yang mungkin
terdapat dalam air. Ion-ion tersebut dapat berikatan dengan COOH- pada carbopol
yang mengakibatkan gaya tolak-menolak berkurang dan viskositas menurun.
C. Efek Carbopol 940, Gliserol, Serta Interaksinya Dalam Menentukan Sifat
Fisis Shampoo
Data yang diperoleh dari uji sifat fisis shampoo kemudian dianalisis
menggunakan Desain Expert untuk mengetahui besar efek faktor terhadap sifat
fisis (viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan shampoo) dan
signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
-
37
Berikut ini merupakan data besar efek carbopol 940 dan gliserol serta
interaksi keduanya terhadap sifat fisis shampoo dalam penelitian :
Tabel IV. Efek Carbopol 940 dan Gliserol, serta Interaksi Keduanya dalam Menentukan
Sifat Fisis Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau
Keterangan : - (negatif) : efek dari faktor tersebut dapat menurunkan sifat fisik dan stabilitas
shampoo.
+ (positif) : efek dari faktor tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan stabilitas
shampoo.
Di bawah ini merupakan data persamaan desain faktorial :
Tabel V. Persamaan Desain Faktorial
Sifat Fisis dan
Stabilitas
Shampoo
Persamaan Desain Faktorial Model (p) Keterangan
Viskositas Y = 11,571 + (3,536) X1 + (-
0,202) X2 + (0,065)
X1X2...........Persamaan 1
0,0001 Signifikan
Ketahanan busa Y = 0,529 + (0,054) X1 +
(0,027) X2 - (5,952 x 10-3
)
X1X2........... Persamaan 2
0,6720 Tidak
signifikan
Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari respon viskositas valid
(p0,05) sehingga tidak bisa untuk memprediksi respon yang
diinginkan.
.
Respon Nama bahan Efek Kontribusi (%)
Viskositas A-Carbopol 940 825,00 87,14
B-Gliserol -0,0833 8,89 x 10-3
AB-Interaksi 0,92 1,08
Ketahanan busa A-Carbopol 940 0 0
B-Gliserol 0,13 5,03
AB-Interaksi -0,08 2,23
-
38
1. Viskositas
Berdasarkan Tabel IV, diperoleh efek carbopol 940 terhadap viskositas
shampoo sebesar 825,00, gliserol terhadap viskositas shampoo sebesar |-8,33|, dan
interaksi antara keduanya sebesar 91,67. Carbopol 940 memberikan kontribusi
paling besar (87,14%) terhadap viskositas shampoo.
Efek carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya terhadap
viskositas shampoo dapat dilihat pada gafik berikut :
Gambar 12. Gafik Efek Carbopol 940 dan Gliserol terhadap Respon Viskositas Setelah dua
hari
Peningkatan carbopol 940 pada gliserol level rendah dan tinggi sama-
sama meningkatkan respon viskositas shampoo (Gambar 12a). Namun pada
gliserol level rendah respon viskositas mengalami peningkatan yang lebih kecil
dibandingkan pada gliserol level tinggi. Efek gliserol pada respon viskositas
adalah menurunkan viskositas, hal ini terlihat dari nilai efek yang bernilai negatif.
b a
: gliserol level rendah
: gliserol level tinggi
: carbopol 940 level rendah
: carbopol 940 level tinggi
-
39
Namun nilai kontribusinya sangat kecil yakni 8,891 x 10-3
, sehingga pada gafik
baik gliserol level rendah dan tinggi sama-sama meningkatkan respon viskositas
shampoo karena carbopol 940 lebih dominan dalam menentukan viskositas.
Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah akan menurunkan
viskositas sedangkan pada level tinggi akan meningkatkan viskositas. Hal ini
dikarenakan carbopol 940 memiliki efek yang dominan terhadap viskositas
(berkontribusi sebesar 87,14%) sehingga dengan menurunnya konsentrasi
carbopol 940 maka viskositasnya juga akan menurun. Hal ini diperkuat dengan
nilai efek gliserol yang kecil pada respon viskositas (kontribusinya sebesar 8,891
x 10-3
) sehingga walaupun gliserol meningkat maka efeknya lebih kecil
dibandingkan carbopol 940.
Interaksi antara carbopol 940 dan gliserol dalam menentukan viskositas
shampoo dapat dilihat pada gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 12a)
dan garis yang hampir sejajar (Gambar 12b).
Tabel VI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon viskositas
setelah dua hari
Source Sum of
squares
df Mean
square
F Value p-value
Prob>F
Keterangan
A-Carbopol
940
408,37 1 408,37 148,05
-
40
viskositas. Namun pada faktor carbopol 940 didapatkan nilai p
-
41
sehingga dalam hal ini yang berefek adalah gliserol atau interaksi keduanya.
Namun efek gliserol dan interaksi kedua bahan juga kecil (Tabel IV) dan tidak
signifikan (Tabel V). Hal ini dikarenakan faktor yang diduga kuat mempengaruhi
ketahanan busa yang dihasilkan hanya surfaktan yang digunakan, dalam hal ini
SLS dan betain. Menurut penelitian Kartika (2010), tidak ada korelasi antara
peningkatan konsentrasi carbopol 940 dengan ketahanan busa shampoo, sehingga
dapat dikatakan bahwa pada carbopol 940 level rendah maupun tinggi tidak
memberikan efek pada ketahanan busa shampoo. Diduga efek gliserol terhadap
ketahanan busa terkait dengan kemampuan gliserol yang dapat menarik air dari
lingkungan sehingga akan meningkatkan aliran cairan (drainage) yang berakibat
pada pecahnya busa.
Peningkatan gliserol pada carbopol 940 level rendah dan tinggi akan
meningkatkan ketahanan busa. Namun pada carbopol 940 level tinggi,
peningkatannya sangat kecil, bahkan garis cenderung sejajar atau dapat dikatakan
cenderung tidak terjadi peningkatan ketahanan busa. Efek carbopol 940 disini
dapat diabaikan karena nilainya 0 dan ada interaksi antara carbopol 940 dan
gliserol dalam menentukan ketahanan busa shampoo yang dapat dilihat pada
gafik, yaitu adanya perpotongan garis (Gambar 13a) dan garis yang hampir sejajar
(Gambar 13b). Pada gafik pertama (Gambar 13a), terlihat pada gliserol level
tinggi akan menurunkan ketahanan busa shampoo, sedangkan pada gafik kedua
(Gambar 13b) dengan peningkatan gliserol akan meningkatkan ketahanan busa
shampoo. Ketidaksesuaian ini dikarenakan faktor yang diduga kuat
-
42
mempengaruhi ketahanan, yakni SLS dan betain tidak diteliti dalam penelitian ini
sehingga tidak dapat diketahui besar efek dan signifikansinya secara pasti.
Tabel VII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert pada respon
ketahanan busa setelah dua hari
Source Sum of
squares
df Mean
square
F
Value
p-value
Prob>F
Keterangan
A-Carbopol 940 0,000 1 0,000 0,000 1,0000 Tidak signifikan
B-Gliserol 0,094 1 0,094 1,08 0,3102 Tidak signifikan
AB 0,042 1 0,042 0,48 0,4955 Tidak signifikan
Efek antara carbopol 940 dan gliserol serta interaksi keduanya
memberikan efek yang signifikan terhadap respon ketahanan busa shampoo bila
p-value0,05 untuk semua faktor yang menunjukkan bahwa carbopol 940, gliserol dan
interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran
viskositas. Bahkan untuk faktor carbopol 940 nilai p-value = 1 yang artinya tidak
berefek sama sekali. Pada gafik (Gambar 13), terlihat bahwa terjadi overlapping
SD yang menunjukkan carbopol 940 dan gliserol pada level rendah dan level
tinggi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap ketahanan busa.
D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo
Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan sifat
fisis dan stabil dalam penyimpanan. Sifat fisis yang diukur dari sediaan shampoo
adalah viskositas dan ketahanan busa setelah dua hari pembuatan. Stabilitas fisis
shampoo dapat diketahui dari pergeseran viskositas dan pergeseran ketahanan
busa selama penyimpanan satu bulan.
-
43
1. Viskositas
Viskositas merupakan tahanan untuk mengalir. Semakin besar viskositas
berarti semakin besar tahanannya untuk mengalir, maka kemampuannya untuk
mengalir menjadi semakin kecil. Pengukuran viskositas dilakukan setelah dua hari
pembuatan, tujuh hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan penyimpanan. Viskositas
setelah dua hari pembuatan untuk melihat profil kekentalan shampoo yang
merupakan parameter sifat fisis shampoo. Pengukuran viskositas setelah tujuh
hari, 15 hari, 21 hari dan satu bulan untuk melihat profil viskositas secara periodik
yang dapat menggambarkan fenomena ketidakstabilan shampoo dalam
penyimpanan. Pengukuran viskositas shampoo dilakukan menggunakan
viscotester Rion seri VT 04.
Berikut ini merupakan data hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas
shampoo dalam penelitian :
Tabel VIII. Data Viskositas Shampoo (dPa.s)
Waktu
Formula
1 a b ab
2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73
7 hari 19,67 ± 2,66 27,67 ± 1,37 17,50 ± 0,84 28,50 ± 5,72
15 hari 20,83 ± 1,94 29,50 ± 3,39 19,50 ± 0,84 29,33 ± 5,39
21 hari 21,50 ± 2,17 31,33 ± 3,14 19,50 ± 1,05 31,00 ± 6,00
1 bulan 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91
Berdasarkan data Tabel VIII, diperoleh viskositas dua hari terbesar pada
formula ab (Carbopol 940 level tinggi dan gliserol level tinggi) dan terkecil pada
formula b (Carbopol 940 level rendah dan gliserol level tinggi). Dari data tabel
diperoleh SD yang cukup besar, hal ini dikarenakan respon viskositas tidak hanya
dipengaruhi oleh bahan pengentalnya saja, yakni Carbopol 940, namun juga oleh
-
44
keberadaan tunggal bahan lain yang memilki viskositas yang tinggi atau interaksi
carbopol 940 dengan bahan tersebut.
Berdasarkan data pengujian efek (tabel IV), dapat diketahui bahwa
carbopol 940 mempunyai efek signifikan terhadap viskositas, di mana efeknya
adalah meningkatkan viskositas. Hal ini menandakan bahwa dalam
penyimpanannya, viskositas shampoo dapat berubah akibat efek dari carbopol
940. Maka dari itu, perlu diteliti profil viskositas secara periodik
Profil viskositas dapat dilihat pada gafik berikut :
Gambar 14. Gafik Hubungan Viskositas Terhadap Waktu
Dari grafik hubungan viskositas terhadap waktu dapat dilihat bahwa
dengan bertambahnya waktu maka viskositas pada semua formula mengalami
peningkatan. Kemudian dilakukan perbandingan hasil pengukuran viskositas pada
hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30 dengan uji Friedmann dan uji Wilcoxon.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2 7 15 21 30
Vis
ko
sit
as S
ham
po
o (
dP
a.s
)
Hari
formula 1 formula a formula b formula ab
-
45
Tujuannya adalah untuk melihat siginifikansi perbedaan nilai viskositas dalam
penyimpanan selama satu bulan. Uji Friedmann dan uji Wilcoxon dipilih karena
kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan merupakan
kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan). Hasil uji
Friedmann dan uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada
tabel IX dan X. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan
nilai makna perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat
perbedaan viskositas shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti
terdapat perbedaan viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.A.2).
Tabel IX. Data Uji Friedmann Viskositas Shampoo
Formula p
1 0,004
a 0,003
b 0,003
ab 0,003
Dari hasil tabel IX terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <
0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo
yang bermakna pada hari ke-2, ke-7, ke-15, ke-21 dan ke-30. Hal ini sesuai
dengan efek carbopol 940 yang signifikan dalam mempengaruhi viskositas,
sehingga menimbulkan adanya perbedaan viskositas yang signifikan pula.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Wilcoxon untuk mengetahui waktu dimana
perbedaan itu muncul.
-
46
Tabel X. Data Uji Wilcoxon Viskositas Shampoo
Hari Formula Nilai p Keterangan
2-7hr 1 0,276 Tidak bermakna
a 0,066 Tidak bermakna
b 0,891 Tidak bermakna
ab 0,059 Tidak bermakna
2-15hr 1 0,026 Bermakna
a 0,026 Bermakna
b 0,043 Bermakna
ab 0,285 Tidak bermakna
2-21hr 1 0,027 Bermakna
a 0,027 Bermakna
b 0,024 Bermakna
ab 0,027 Bermakna
2-30hr 1 0,027 Bermakna
a 0,027 Bermakna
b 0,027 Bermakna
ab 0,027 Bermakna
Dari hasil tabel X terlihat bahwa antara hari ke-2 dan ke-7 semua formula
mempunyai nilai p > 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan viskositas
sediaan shampoo yang tidak bermakna. Antara hari ke-2 dan ke-15 hanya formula
ab yang menandakan terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo yang tidak
bermakna dengan nilai p 0,285 (p > 0,05). Sedangkan antara hari ke-2 dan ke-21
semua formula mempunyai nilai p < 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan
viskositas sediaan shampoo yang bermakna, begitu pula antara hari ke-2 dan ke-
30. Hal ini dikarenakan seminggu setelah pembuatan shampoo masih cenderung
stabil dan belum nampak adanya perubahan viskositas yang bermakna.
2. Pergeseran viskositas shampoo
Stabilitas shampoo dapat dinilai dari pergeseran viskositas yang berarti
perbandingan nilai viskositas dari fresh shampoo (setelah dua hari pembuatan)
dan nilai viskositas dari penyimpanan shampoo selama 30 hari. Apabila nilainya
-
47
berubah maka dapat dikatakan bahwa shampoo cenderung tidak stabil, yang
signifikansi nilai pergeserannya dapat dibuktikan secara statistik. Pergeseran
viskositas shampoo merupakan hal yang penting karena apabila dalam kurun
waktu penyimpanan viskositasnya menjadi naik maka shampoo akan mengalami
kesulitan saat dituang, sedangkan apabila menurun akan mempengaruhi stabilitas
zat aktifnya.
Tabel XI. Data Viskositas dua hari dan 30 hari Shampoo (cps)
Waktu Formula
1 a b ab
2 hari 18,50 ± 0,84 25,83 ± 1,33 17,50 ± 1,05 26,67 ± 2,73
30 hari 21,67 ± 2,25 32,50 ± 3,27 20,50 ± 1,87 32,17 ± 6,91
Berdasarkan data Tabel XI, dilakukan perbandingan nilai viskositas pada
hari ke-2 dan ke-30 dengan uji Wilcoxon. Tujuannya adalah untuk melihat
siginifikansi perbedaan nilai viskositas pada hari ke-2 dan ke-30. Uji Wilcoxon
dipilih karena kelompok data yang akan diuji memiliki distribusi tidak normal dan
merupakan kelompok yang berpasangan (hasil pengukurannya berkelanjutan).
Hasil uji Wilcoxon untuk masing-masing formula shampoo tertera pada tabel XII.
Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam nilai p yang merupakan nilai makna
perbedaan. Jika nilai p yang diperoleh < 0,05 berarti terdapat perbedaan viskositas
shampoo yang bermakna, apabila nilai p > 0,05 berarti terdapat perbedaan
viskositas shampoo yang tidak bermakna (Lampiran 8.C.2).
-
48
Tabel XII. Data Uji Wilcoxon Pergeseran Viskositas Shampoo
Formula p
1 0,027
a 0,027
b 0,027
ab 0,027
Dari hasil tabel XII terlihat bahwa pada formula 1, a, b dan ab nilai p <
0,05 yang menandakan bahwa terdapat perbedaan viskositas sediaan shampoo
yang bermakna pada hari ke-2 dan ke-30. Artinya memang terdapat pergeseran
viskositas pada penyimpanan yang diakibatkan efek dari carbopol 940 sehingga
sediaan shampoo cenderung tidak stabil dan sulit untuk dituang.
3. Ketahanan busa shampoo
Metode pengukuran ketahanan busa yang dilakukan diadaptasi dari
pengukuran busa sabun oleh Edoga (2009). Metode tersebut dilakukan dengan
cara mengaduk larutan sabun dengan sangat kuat, kemudian didiamkan 5 menit
dan diamati busanya. Metode ini juga mirip dengan prosedur dari Evren (2007),
yaitu dengan melarutkan 0,5 gam shampoo dalam 50 ml aquadest pada suhu 400C,
dimasukkan dalam tabung berskala, digojok 20 kali dengan kecepatan konstan,
dan diukur volume busanya pada menit ke-0 dan ke-5. Menurut penelitian Kartika
(2010), metode tersebut menghasilkan data yang bervariasi dan fluktuatif. Namun,
karena prosedur-prosedur pengukuran busa yang ditemukan tidak dapat
dilaksanakan dalam penelitian ini karena keterbatasan alat, maka tetap digunakan
prosedur tersebut dengan asumsi akan menghasilkan data yang distribusinya
normal.
-
49