edit 4 - copy
DESCRIPTION
aditanTRANSCRIPT
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan pengamatan terhadap catatan rekam medik pasien CKD rawat
inap RS Rawa Lumbu Bekasi Periode Maret 2011 sampai Februari 2012, maka
diperoleh 44 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
1. Karakteristik pasien
a. Jenis kelamin
Tabel III : Distribusi pasien CKD rawat inap RS. Rawa Lumbu
Bekasi menurut jenis kelamin.
No. Jenis kelamin Jumlah %
1. Laki- laki 16 36,36
2. Perempuan 28 63,64
Total 44 100
b. Usia
Tabel IV : Distribusi pasien CKD rawat inap RS. Rawa Lumbu
Bekasi menurut usia.
No. Usia Jumlah %
1. <30 tahun 3 6,82
2. 31-50 tahun 19 43,18
3. 51-70 tahun 18 40,91
4. >70 tahun 4 9,09
Total 44 100
34
2. Ketepatan dosis dan penggunaan obat pada pasien CKD
Tabel V : Distribusi frekuensi ketepatan dosis pada Pasien CKD rawat
inap RS. Rawa Lumbu Bekasi.
No. Dosis Jumlah %
1. Tepat 213 65,94
2. Tidak tepat dosis berlebih 56 17,34
3. Dihindari 23 7,12
4. Tidak dapat ditentukan 31 9,60
Total 323 100
3. Obat yang dihindari yang diresepkan pada pasien CKD
Tabel VI : Distribusi frekuensi obat yang dihindari yang diresepkan
pada pasien CKD rawat inap RS. Rawa Lumbu Bekasi
No. Nama obat Jumlah peresepan %
1. Asam traneksamat 1 4,35
2. Aspilet 1 4,35
3. Dexanta® 2 8,70
4. Erdostein 4 17,39
5. HCT 8 34,78
6. Ibuprofen 1 4,35
7. Kalium diklofenak 1 4,35
8. Spironolakton 2 8,70
9. Sukralfat 1 4,35
10. Tramadol 2 8,70
Total 23 100
35
B. Pembahasan
1. Karakteristik Pasien
a. Jenis kelamin
Penyebaran jumlah 44 pasien berdasarkan jenis kelamin pada
penelitian ini yaitu jumlah jenis kelamin laki- laki sebanyak 16 pasien
(36,36 %) lebih kecil dibandingkan pasien perempuan sebanyak 28 pasien
(63,64 %) (lihat tabel II). Dari distribusi jenis kelamin ini terlihat bahwa
perempuan lebih banyak menderita CKD dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini mungkin terjadi karena perempuan memiliki panjang uretra lebih
pendek dibanding dengan laki-laki.41 Yang memperpendek jalan masuk
organisme sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terkena infeksi dan
terjadi infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih kronis (ISK) dapat
juga menimbulkan batu yang berakibat pada gangguan ginjal.
b. Usia
Usia pasien rawat inap yang banyak didiagnosa dengan CKD itu
terdapat pada kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 19 pasien (43,18 %)
dan 51-70 tahun sebanyak 18 pasien (40,91 %)sedangkan kelompok usia
lainnya yang di diagnosa dengan CKD terdapat pada kelompok usia <30
tahun sebanyak 3 pasien (6,82 %) dan kelompok usia >71 tahun sebanyak
4 pasien (9,09 %). Hal ini bisa terjadi karena seiring bertambahnya usia
juga akan diikuti oleh penurunan fungsi ginjal. Hal tersebut terjadi
terutama karena pada saat usia lebih dari 40 tahun akan terjadi proses
36
hilangnya beberapa nefron 10%. Perkiraan penurunan fungsi ginjal
berdasarkan pertambahan umur tiap dekade adalah 10ml/min/1,73m2.2,9,41
2. Ketepatan dosis dan penggunaan obat
Obat- obat yang digunakan 44 pasien yang ada dihitung ketepatan
dosisnya baik menurut Drugs Prescribing in Renal Failure, IONI, BNF 58
dan Martindal 36. Dan didapatkan hasil yang memenuhi kategori tepat
dosis sebanyak 213 dosis obat (65,94 %), kategori tidak tepat dosis dengan
dosis obat melebihi dari dosis acuan sebanyak 56 dosis obat (17,34 %),
kategori tidak tepat dengan harus dihindari dari dosis acuan sebanyak 23
dosis obat (7,12 %) dan kategori yang tidak dapat ditentukan sebanyak 31
dosis (9,60 %).
Penerapan farmakokinetika bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas terapi atau menurunkan efek samping dan toksisitas pada
pasien. Obat yang dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dapat
menyebabkan toksisitas pada penderita gangguan ginjal. Penyesuaian
dosis berupa penurunan terhadap total dosis pemeliharaan sering kali
diperlukan. Perubahan dosis yang sering dijumpai adalah penurunan dosis
obat atau perpanjangan interval pemberian obat atau gabungan keduanya.38
Adanya dosis tidak tepat yang melebihi dari dosis acuan
dikarenakan dosis dari sebagian besar obat masih sesuai dengan dosis pada
pasien tanpa gangguan fungsi ginjal. Sehingga tidak memperhatikan
fungsi ginjal dari pasien tersebut.
37
Obat- obat yang harus dihindari pada peresepan pasien CKD
adalah erdostein, hidroklorthiazid, ibuprofen, tramadol, antasida, asam
traneksamat, sukralfat, spironolakton, kalium diklofenak dan aspilet.
a. Hidroklortiazid
Efek pada ginjal thiazid dapat menyebabkan gagal ginjal akut
karena deplesi natrium dan atau hipovolemia, kadang-kadang sebagai
akibat reaksi hipersensitivitas. Telah dilaporkan juga nefritis interstisial
akut. Kadang- kadang juga menyebabkan pembentukan non-opak urat
kalkuli.
Hidroklorotiazid dan diuretik thiazid lainnya mungkin
menyebabkan sejumlah gangguan metabolisme terutama pada dosis tinggi.
Dapat menyebabkan hiperurikemia dan endapan gout pada beberapa
pasien. Diuretik thiazid berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit,
termasuk hipokloraemik alkalosis, hiponatremia, dan hipokalemia. Yang
disebabkan penghambatan mekanisme reabsorbsi elektrolit pada hulu
tubuli distal.
b. Asam traneksamat
Asam traneksamat tidak boleh diberikan pada pasien dengan
pembekuan intravaskular aktif karena risiko trombosis. Lisis bekuan
ekstravaskular dapat dihambat pada pasien yang menerima asam
traneksamat.. gumpalan dalam sistem ginjal dapat menyebabkan obstruksi
intrarenal, jadi hati- hati pada pasien dengan hematuria. Dosis asam
traneksamat harus dikurangi pada pasien penurunan fungsi ginjal.
38
c. Sukralfat
Sukralfat dalam suasana asam dapat melepaskan ion aluminium
yang dapat diserap secara sistemik. Peningkatan ekskresi urin dari dari
aluminium telah terlihat pada subjek yang sehat diberikan 4g sehari
mencerminkan penyerapan gastrointestinal dari aluminium, dalam urin dan
serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien gangguan fungsi ginjal
kronis. Toksisitas aluminium pada penggunaan jangka panjang.
Mekanisme sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah
disakarida sulfat yang digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme
kerjanya diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan ulkus yang
nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,
dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa
termasuk stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat
langsung mengabsorpsi garam-garam empedu, aktivitas ini nampaknya
terletak didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion
aluminium saja.
d. Erdostein
Adalah mukolitik yang digunakan dalam pengobatan gangguan
pernapasan yang ditandai dengan batuk produktif. Erdostein mengalami
metabolisme fase satu menjadi metabolit aktif N-thiodiglycolyl-
homocysteine ikatan pada protein plasma 64,5%, waktu paruh untuk
erdostein 1,46 jam dan 1,62 jam untuk metabolitnya. Ekskresi utama
melalui urin sebagai metabolit, eliminasi melalui feses diabaikan. Risiko
39
akumulasi metabolic tidak bisa dikesampingkan sehingga penggunaan
erdostein dikontra indikasikan pada pasien dengan kreatinin yang kurang
dari 25 ml/min.
e. Spironolakton
Secara kompetitif menghambat kerja aldosteron yang menginduksi
reabsorpsi ion natrium dan ion kalium pada tubuli distal.
f. Dexanta®
Jangan diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
yang berat karena dapat menimbulkan hipermagnesia. Berlebihan dosis,
atau bahkan dosis normal pada pasien dengan diet rendah fosfat, dapat
menyebabkan deplesi fosfat disertai dengan resorpsi tulang meningkat dan
hiperkalsiuria dengan risiko osteomalasia.
g. AINS
AINS bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis
siklooksigenase COX-1 dan COX-2, COX-1 terdapat pada pembuluh
darah, lambung dan ginjal, sedangkan COX-2 keberadaannya diinduksi
oleh terjadinya inflamasi oleh oleh sitokinin dan merupakan mediator
inflamasi. Aktivitas analgesik, antipiretik dan anti inflamasi dari ibuprofen
berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2 dan adapun efek
samping seperti pendarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah
disebabkan oleh inhibisi COX-1. AINS menghambat COX-1 dan COX-2
dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon
40
inflamasi. Prostaglandin juga berperan dalam pengendalian aliran darah
ginjal dan ekskresi garam dan air. Penghambatan sintesis prostaglandin
dapat menyebabkan retensi natrium, penurunan aliran darah ke ginjal,
yang akhurnya dapat menyebabkan ganguan fungsi ginjal.
h. Tramadol
Tramadol itu mudah diserap setelah dosis oral dimetabolisme fase
satu, biavailabilitas mutlak sekitar 70-75% dan 100% pada pemberian intra
muscular. Ikatan pada protein plasma adalah sekitar 20%. Tramadol
dimetabolisme oleh N- and O-demethylation melalui sitokrom isoenzim
P450 CYP3A4 dan CYP2D6 dan glukloronidasi dan sulfas di hati.
Metabolit O-desmethyltramadol memiliki farmakologi aktif. Tramadol
diekskresikan terutama diurin.
Idealnya, obat yang digunakan untuk penderita penyakit ginjal
memiliki karakteristik berikut :6
a. Tidak menghasilkan metabolit aktif.
b. Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan cairan.
c. Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein.
d. Respon obat tidak dipengaruhi oleh perubahan kepekaan jaringan .
e. Mempunyai rentang terapi yang lebar.
f. Tidak bersifat nefrotoksik
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan dosis obat yang digunakan pada pengobatan pasien CKD
rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi periode Maret 2011 sampai
Februari 2012, dapat disimpulkan dari ke empat buku standar Drug Prescribing in
Renal Failure 1999, IONI 2008, BNF 58 dan Martindale 36 bahwa dosis yang
memenuhi kategori tepat dosis dan obat sebanyak 213 (65,94 %), kategori tidak
tepat dosis dan obat dengan dosis obat melebihi dari dosis acuan sebanyak 56
(17,34 %), kategori tidak tepat dosis dan obat dengan harus dihindari sebanyak 23
(7,12 %) dan kategori dosis dan obat yang tidak dapat ditentukan sebanyak 31
(9,60 %).
B. Saran
Dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang evaluasi interaksi obat pada
peresepan pasien CKD rawat inap atau rawat jalan.