edisi 01/thn v/ januari 2009

12

Upload: tabloid-komunika

Post on 26-Mar-2016

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

JANGAN BIARKAN TUNAS TAK BERSEMI. Jika tidak segera diberantas, bukan tak mungkin dalam jangka panjang komersialisasi akan membawa sistem pendidikan Indonesia ke titik nadir. harus benar-benar ditegakkan dengan menerapkan manajemen yang mengedepankan prinsip efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Biaya kuliah di universitas-universitas luar negeri rata-rata tinggi. Namun karena kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan, mereka tidak pernah kekurangan mahasiswa.

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009
Page 2: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

2

ww

w.b

ipn

ew

sr

oo

m.i

nfo

Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKAPengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo,M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukumdan Keamanan); H. Agus Salim Hussein, S.E. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Dr. Gati Gayatri, MA. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Drs. Sugito. RedakturPelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Dra. Fauziah; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Dimas Aditya Nugraha, S.Sos; HendraBudi Kusnawan, S.S; Koresponden Daerah: Amiruddin (Banda Aceh), Arifianto (Yogyakarta), Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: LeonardRompas. Desain: D. Ananta Hari Soedibyo. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. IsiKomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Sudah lama masyarakat mengkhawa-tirkan gejala makin tumbuh subur-nya komersialisasi di bidang pendidik-

an. Gejala ini bisa dilihat dari makin banyaknyapihak yang menggunakan lembaga pendidikansebagai alat untuk mengeruk keuntungan finan-sial. Di mana-mana, dapat ditemukan fenomenayang nyaris serupa: banyak sekolah dan per-guruan tinggi menarik iuran tinggi kepada muridatau mahasiswanya, dengan maksud untukmemperbesar margin keuntungan ekonomi ba-gi lembaga penyelenggara pendidikan tersebut.

Komersialisasi, mau tak mau, akan menye-babkan penyelenggara lembaga pendidikan me-nempatkan profit sebagai sasaran utama. Se-mentara kegiatan belajar-mengajar—yang se-harusnya menjadi ruh dari aktivitas lembagapendidikan—justru hanya dijadikan sasaran an-tara. Perubahan skala prioritas ini, jelas akansangat mempengaruhi aktivitas lembaga pen-didikan, terutama dalam hal-hal yang berkaitandengan masalah likuiditas.

Subordinasi aktivitas pendidikan di bawahaspek komersial pada akhirnya melahirkan sis-tem pendidikan yang sangat dipengaruhi hukumpasar, dimana posisi tawar di dunia pendidikansangat ditentukan oleh daya beli seseorang.Dengan bahasa yang lebih sederhana, orang-orang yang memiliki banyak uang atau yangberdaya beli tinggilah yang memiliki akses lebihbesar untuk menikmati pendidikan. Sementaraorang-orang miskin, orang-orang terpinggirkan,dan vulnerable people—yang sejatinya lebihmembutuhkan pendidikan—justru tersingkir.Dalam situasi semacam inilah, pendidikan di-anggap tidak memihak kepada rakyat, namunsebaliknya menjadi abdi dan alat kapitalis.

Imbas lain dari komersialisasi pendidikanadalah semakin menurunnya mutu pendidikan.Hal ini bisa terjadi, karena dalam praktek pendi-dikan yang komersialistis, penyelenggara lebihmementingkan kuantitas daripada kualitas.

Berantas Komersialisasi PendidikanKeberhasilan pendidikan tidak lagi diukur darikapasitas intelektual alumni yang dihasilkan,akan tetapi dari berapa jumlah peserta didikyang dapat ditampung. Jumlah yang besar di-anggap lebih penting, karena berkaitan lang-sung dengan peningkatan pendapatan lembaga.

Di tengah upaya pemerintah mengupayakan

pendidikan yang berkualitas merata dan ter-jangkau, komersialisasi pendidikan merupakanmasalah besar yang harus segera dicarikan ja-lan keluar pemecahannya. Jika tidak segera di-berantas, bukan tak mungkin dalam jangka pan-jang komersialisasi akan membawa sistempendidikan Indonesia ke titik nadir.

Terkait dengan upaya tersebut, sudah se-harusnya kita menyambut Undang-undang Ba-dan Hukum Pendidikan (UU BHP) dengan sikapoptimistis. Bukan karena undang-undang terse-but bisa menjadi panasea—obat mujarab—bagisistem pendidikan nasional yang sedang dihing-gapi penyakit komersialisasi, akan tetapi palingtidak bisa mencegah agar penyakit itu tidak ber-kembang semakin kronis.

Semangat UU BHP pada intinya berupayamenciptakan pendidikan nirlaba yang berku-alitas. Nirlaba berarti BHP tidak boleh meng-ambil keuntungan dari penyelenggaraan pen-didikan. BHP juga diharuskan membantu ka-langan tidak mampu, dengan menerima anak-

anak yang potensi akademiknya tinggi namunkurang mampu secara ekonomi, serta memu-ngut dana masyarakat maksimal 1/3 dari biayaoperasional.

Sedangkan berkualitas diupayakan denganmewajibkan BHP memenuhi organ-organ pe-ngelolaan pendidikan, dengan dijelaskan secararinci mengenai fungsi, tugas, peran dan strukturmasing-masing organ tersebut; memberikanotonomi pengelolaan pendidikan formal; meng-atur akuntabilitas publik dan transparansi; me-ngupayakan kejelasan status SDM tenaga ke-pendidikan; serta memberikan pelayanan ter-baik pada pemangku kepentingan melalui prin-sip penjaminan mutu dan layanan prima.

Ketentuan dalam UU BHP secara jelas meng-gambarkan bahwa BHP justru sangat menghin-dari terjadinya komersialisasi dan kapitalisasidalam pendidikan. Sangat tidak beralasan jikaada pihak-pihak yang berpikiran bahwa UU BHPdiciptakan untuk melegalkan komersialisasiyang dilakukan penyelenggara pendidikan.

Lebih dari itu, UU BHP juga mengatur sanksibagi BHP yang tidak melaksanakan aturan-atur-an yang sudah termaktub dalam undang-un-dang, baik berupa sanksi administratif berupateguran, penghentian pelayanan, penghentianhibah, hingga pencabutan izin. Sementara itu,BHP yang menyalahgunakan kekayaan dan pen-dapatannya seperti mengambil keuntungan darikegiatan pendidikan, dapat dikenakan sanksi pi-dana penjara paling lama lima tahun dan dapatditambah dengan denda paling banyak Rp500juta.

Adanya sanksi administratif, pidana dandenda bagi pelanggar UU BHP menunjukkanbahwa pemerintah bersungguh-sungguh inginmenciptakan sistem pendidikan nasional yangbebas dari komersialisasi, berkualitas dan ber-pihak kepada masyarakat miskin.

(g)

desa

in:

dw,m

, ah

as f

oto:

bf,

dw,

net

Tak MelegalkanKomersialisasi Pendidikan

UU BHP tidak melegalisasi komersialisasi pendidikan diIndonesia. Dalam UU tersebut secara tegas dinyatakan,perguruan tinggi dilarang mencari keuntungan sepihak yangmerugikan para mahasiswa. Ada aturan yang menyebutkanberapa besar jumlah pungutan maksimal yang bolehdipungut dari siswa atau mahasiswa. Bahkan kalau menyalahiaturan, bisa dikenakan pidana baik hukuman 5 tahunmaupun denda Rp 500 juta.

Adanya bentuk protes dan penolakan yang muncul dariberbagai kalangan masyarakat akhir-akhir ini, merupakanhal yang wajar di alam demokrasi ini. Silakan masyarakatyang keberatan mengajukan judicial review ke MahkamahKonstitusi. Itu lebih baik dan tidak akan saya halang-halangi.*

Mendiknas Bambang Sudibyo usai membuka ‘Seminar Nasional danPeluncuran Buku Saduran Serat Centhini jilid V-XXII’ di Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Berpihak kepada Mahasiswa MiskinTidak ada jiwa liberalisme dalam UU BHP. Di awal UU BHP tegas disebutkanbahwa lembaga pendidikan adalah nirlaba. Badan hukum pendidikan justruberpihak pada mahasiswa miskin. Dengan BHP, setiap perguruan tinggi negerihanya boleh memungut maksimal sepertiga biaya operasional pendidikan.Apalagi, UU BHP mewajibkan perguruan tinggi memberi kuota 20% bagimahasiswa miskin.

Ketua Tim Perumus RUU BHP DPR-RI, Anwar Arifin, kepada Harian Fajar.

Jika tidak segera di-berantas, bukan tak

mungkin dalam jangkapanjang komersialisasiakan membawa sistempendidikan Indonesia

ke titik nadir.

Kutipan...Jaminan Anak Miskin

Diterima GratisHarus ada jaminan bahwa anak miskin tapi cerdasbisa diterima secara gratis di perguruan tinggiyang menerapkan BHP.

Arief Rahman, Pakar Pendidikan,kepada Majalah Gatra

Tingkatkan Kualitas PendidikanUU BHP memilikiruh bagaimanatingkat pendidikanbisa ditingkatkankualitasnya dan da-pat mencakup ak-ses seluas-luasnyakepada masyara-kat guna mencer-daskan kehidupanbangsa.

Rektor UI, Gumilar RSumantri, kepada

wartawan diKampus UI Depok

Page 3: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

3

e d

i s

i

0 1

/ V

/ 2

0 0

9

luaskan dalam UU BHP.

Mengapa harus BHP?"Sesuai dengan namanya akan menjadikan in-

stitusi pendidikan sebagai badan hukum. Selain itu,RUU BHP juga mengatur soal pendanaan pendi-dikan, pengawasan," tutur Wakil Ketua Komisi XDPR RI, Heri Akhmadi.

RUU BHP merupakan amanat UU No.20/2003tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).Pasal 51 Ayat (1) UU ini menyebutkan bahwa pe-ngelola satuan pendidikan anak usia dini, pen-didikan dasar dan menengah dilaksanakan denganprinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Se-lanjutnya, Pasal 24 dan Pasal 50 Ayat (6) meme-rintahkan agar perguruan tinggi memiliki otonomidalam mengelola pendidikan di lembaganya.

Untuk mewujudkan manajemen berbasis seko-lah/madrasah dan otonomi perguruan tinggi, makaPasal 53 UU No.20/2003 mengamanatkan pem-bentukan badan hukum pendidikan. Dalam kaitanini, pada 21 Maret 2007, pemerintah telah menga-jukan draft RUU BHP ke DPR RI. "Setelah bekerjaselama sembilan bulan, maka pada 5 Desember2007 DPR dan pemerintah telah menyelesaikanRUU BHP," kata Heri Akhmadi.

Keberpihakan UU BHPJika dicermati, pasal-

pasal UU BHPm e n g g a m - b a r k a nsemangat keberpihakankepada peserta didikdan warga miskin."Pelibatan stakeholdersdalam pengelolaanpendidikan sesuaidengan prin-sipmanajemen berbasissekolah dan otonomipada pendidikantinggi," jelas MenteriPendidikan Na-sional(Mendiknas) BambangSudibyo. Penjelasantersebut senantiasa

ditekankan dalam berbagai fo-rum dialog dansosialisasi mengenai UU BHP.

Namun demikian, Mendiknas juga tak menam-pik adanya salah persepsi atas UU BHP. "Jika adayang menyatakan bahwa UU BHP mendukung libe-ralisasi dan komersialisasi dunia pendidikan hendak-nya melihat dulu 10 Prinsip Badan Hukum Pendidik-an menurut UU BHP," tegasnya.

Salah satu prinsip penting BHP adalah nirlaba,bahkan dalam Pasal 63 UU BHP, setiap orang yangmelanggar ketentuan nirlaba akan dapat dikenaipidana penjara paling lama 5 tahun dan dapat di-tambah denda paling banyak Rp500 juta.

Bahkan, Heri Akhmadi menjamin lahirnya UUBa-dan Hukum Pendidikan (BHP) tidak akan mem-buat biaya perkuliahan menjadi mahal. “Justruundang-undang ini men-jadi koreksi dari adanyaPP tentang BHMN (badan hukum milik negara)yang sudah ada sebelumnya,” ujar Heri.

Pengelola perguruan tinggi tidak akan lagi be-bas memungut biaya pendididikan, setinggi-tingginya 33% dari total biaya pendidikan yangdikeluarkan oleh per-guruan tinggi. Selama ini,sebagai contoh UI menutupi biaya pen-didikan90% dari me-mungut kepada maha-siswa.

Dalam UU BPH ter-sebut lanjut Heri, pe-ngelolapendidikan juga wajib menyediakan 20% tempatbagi anak-anak kurang mampu dalam bentuk bea-siswa. “Jadi justru dengan UU BHP ini nasib anak-anak miskin untuk mendapatkan pendidikan hingga

perguruan tinggi lebih terjamin,” tambah Heri.Dalam merekrut anak-anak miskin calon pene-

rima beasiswa tersebut, kata Heri, perguruan tinggitidak lagi sekadar menunggu. Mereka harus jemputbola ke sekolah-sekolah (SMP dan SMA) untukmenjaring anak-anak miskin yang berprestasi hinggamencapai 20% dari total jumlah mahasiswa yangditerima.

Akomodasi Berbagai KepentinganSetelah menjadi po-lemik yang panjang sela-

ma tiga tahun dan ber-bagai kekhawatiran sem-pat menyertai pembahas-an Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP), akhir-nya Rapat Paripurna DPR yang dipimpin oleh WakilKetua DPR, Muhaimin Is-kandar di Gedung Nusan-tara II, Rabu, (17/12) lalu dapat menyetujui RUUBadan Hukum Pendidik-an untuk disahkan men-jadi Undang-undang.

Mantan Ketua Panja RUU BHP DPR, Anwar Ari-fin mengemukakan, dalam menyusun RUU BHP,DPR telah menerima masukan dari kalangan pergu-ruan tinggi, forum rektor dan majelis-majelis pergu-ruan tinggi serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)."Untuk mengakomodasi hal itu, RUU BHP ini sem-pat mengalami sekitar 39 kali perubahan rancang-an," ujarnya.

Dia mengakui, ada pihak yang khawatir bahwaUU BHP akan menaikkan anggaran pendidikan, ter-masuk SPP. Karena itu, DPR menetapkan bahwaanggaran pendidikan, terutama SPP akan ditetap-kan berdasarkan kemampuan orang tua anak didik.”Anggaran akan ditetapkan secara dinamis, pro-porsional dan menerapkan azas keadilan, artinya,orang tua yang memiliki kemampuan ekonomi lebihtinggi diharapkan memberi sumbangan pendidikanlebih tinggi, sedangkan orang tua yang miskin kalauperlu anaknya digratiskan,” tegasnya.

Berbagai aspirasi yang disampaikan masyarakat,antara lain menyangkut pendanaan BHP, keber-adaan PNS, keberadaan yayasan penyelenggarapendidikan serta beasiswa dan bantuan biaya pen-didikan.

Opini publik yang berkembang saat ini, diperluasoleh liputan media dan komentar berbagai ka-langan, banyak menyorot perihal pro-kontra ter-hadap kehadiran UU BHP ini. "Hal ini dapat berartibahwa publik belum paham benar akan hakekatdari UU BHP," Ujar Dirjen Pendidikan Tinggi Dep-diknas, Fasli Jalal.

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan se-sungguhnya adalah upaya pemerintah dalam me-lindungi masyarakat atau peserta didik dari perilakupenyelenggara lembaga pendidikan yang mengu-tamakan bisnis semata.

Kawal Implementasi: Penting dan PerluIdealnya memang UU yang mengatur hak dan

kewajiban bagi warga dan negara haruslah jelasagar mudah diimplementasikan dan tak multitafsir."Akan tetapi hal itu jelas tidak mungkin denganmudah ditemukan dalam kenyataan," jelas AnwarArifin.

Namun Anwar mengakui bahwa dengan ke-hadiran UU tentang BHP pemerintah akan dapatmenyelenggarakan pendidikan yang pengelolaan-nya dilakukan secara professional dan bertanggungjawab dengan tidak hanya mencari keuntungansemata. "Jika ingin semangat UU BHP bisa terlak-sana, maka tugas kita bersama untuk mengawalimplementasinya dalam peraturan pelaksana,"pungkasnya. (m)

SalahAnggapBeleidPendidikan

Prinsip Penting Itu!

UU BHP terdiri atas 58 pasal. Selain mengaturtentang ketentuan umum, jenis, bentuk, pendiriandan pengesahan, tata kelola, kekayaan,pendanaan, akuntabilitas dan pengawasan,ketenagaan, penggabungan, pembubaran jugamengatur sanksi administratif dan sanksi pidana.

Beberapa prinsip penting dalam UU yang adalahkonsep nirlaba. Artinya prinsip kegiatan yang tujuanutamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisahasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan,harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukumpendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/ataumutu layanan pendidikan.

Berikut pointer penting semangat UU BHP:1. Nirlaba2. Otonomi3. Akuntabilitas4. Transparansi5. Penjaminan mutu6. Layanan prima7. Akses yang berkeadilan8. Keberagaman9. Keberlanjutan10. Partisipasi atas tanggung jawab negara

Berdasarkan perintah Pasal 53 ayat (4) UUSisdiknas dan menyadari bahwa UU BHP harussudah diundangkan paling lambat 8 Juli 2005,maka Pemerintah telah menghasilkan draftpertama RUU BHP pada tanggal 26 Februari2004.

Dengan maksud untuk menyerap sebanyakmungkin aspirasi pihak yang berkepentingandan masyarakat pada umumnya, maka draftRUU BHP dari Pemerintah tersebut telah dise-suaikan dengan aspirasi yang berkembang lebihdari 30 kali. Setelah dilakukan 10 kali harmo-nisasi di Departemen Hukum dan HAM sertadibahas 3 kali secara komprehensif denganMendiknas, akhirnya pada tanggal 23 Februari2007 dihasilkan draft RUU BHP yang siap untukdisampaikan kepada Presiden, yang selanjutnya

disampaikan oleh Presiden kepada DewanPerwakilan Rakyat dengan surat Presiden.

"Rancangan yang disahkan DPR kemarindiambil dari draft yang ke 39," jelas Anwar Arifin,mantan Ketua Panja RUU BHP yang jugaanggota Komisi X DPR RI

Pada tanggal 21 Maret 2007 dengan SuratPresiden No. R-14/Pres/03/ 2007 draft RUU BHPdisertai Naskah Akademiknya secara resmidisampaikan kepada DPR RI dengan amanatuntuk dibahas bersama DPR RI gunamendapatkan persetujuan dengan prioritasutama. Setelah 21 bulan dibahas bersama DPRRI dan dilakukan uji publik di seluruh Indonesiaoleh Pemerintah bersama DPR RI, maka padatanggal 17 Desember 2008 RUU BHP disahkansecara bulat oleh DPR RI.

Lika-liku Beleid Pendidikan

Sore itu, Dirjen Pendidikan Tinggi, dr. Fasli Jalal,PhD tampak sibuk menghadapi sekelompokmahasiswa. Tak sekadar bertanya, sa-ran dan kritikjuga muncul dalam acara dialog yang dipandunya.Mungkin kondisi itu sudah lazim dihadapi dalamproses sosialisasi,

Bersama 300 perwakilan mahasiswa, di perte-ngahan Januari lalu Menteri Pendidikan Nasional,Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, beberapa ang-gota DPR dari Komisi X, serta Dirjen PendidikanTinggi, Fasli Jalal ikut dalam acara yang ditujukanuntuk memberikan pemahaman kepada perwakilanmahasiswa.

Ketika memulai sosialisasi, Mendiknas memintakepada segenap pemangku kepentingan, terma-suk pihak yang menolak, iqra, iqra, iqra. Bacalahdengan seksama sebelum berkomentar, menolakatau melakukan judicial review.

Hal yang sama juga ditandaskan oleh Fasli Jalaldengan frasa "sebelum usaha hukum, baca duluUU-nya". Penolakan yang selama ini muncul lebihdisebabkan karena para kritikus belum membacadan memahami secara utuh UU BHP, "Sehinggaopini penolakan yang dibangun tidak terlalu solid,"jelas Fasli.

Reformasi Pendidikan"Pemerintah mendorong reformasi penyeleng-

garaan pendidikan dengan adanya kepastian lem-baga pendidikan sebagai badan hukum nirlaba yangprofesional," jelas Mendiknas, Bambang Sudibyo.

UU BHP, lanjutnya, memberikan otonomi de-ngan lebih optimal daripada sebelumnya yakniotonomi kurikulum, otonomi keilmuwan, otonomimanajemen operasi, pemasaran, personalia, keu-angan, dan dalam perikatan, serta otonomi dalamhal administrasi dan umum.

Lebih lanjut Mendiknas menyatakan bahwa ba-dan hukum pendidikan (BHP) merupakan amanatpasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas: “Penyelenggaradan/atau satuan pendidikan formal yang didirikanoleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk ba-dan hukum pendidikan”. Ketentuan inilah dijabar-

illus

: htt

p://

web

logs

.bal

timor

esun

.com

/

Page 4: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

4

ww

w.b

ipn

ew

sr

oo

m.i

nfo

Tingkatkan Kualitas Manajemen PendidikanManajemen PendidikanPerguruan tinggi “abal-abal” yang menjanjikan

mahasiswa bisa lulus dengan cepat—bahkan bisamendapatkan ijasah tanpa kuliah!— masih bisaditemui. Tidak percaya, silahkan klik situs mesinpencari http//www.google.co.id, ketik kata kunci“kuliah cepat, murah” lalu enter, maka akan dida-patkan kurang lebih 394.000 halaman web yangberhubungan dengan itu. Kebanyakan adalah iklanlembaga pendidikan yang menawarkan cara mem-peroleh ijasah S-1 dan S-2 secara instan.

Mardiyanto, PNS di Kota Klaten, misalnya, per-nah ditawari ijasah S-1 (tanpa kuliah) oleh sebuahlembaga pendidikan tinggi dengan hanya memba-yar Rp 9,5 juta. Sementara Andi Widodo yangmemiliki alamat e-mail: [email protected], me-ngaku pernah ditawari ijasah untuk program S-2dengan biaya Rp 12 juta. Kuliahnya? Bisa diatur!

Benar-benar me-nggiriskan! Tentu sa-ja, sebagian besar“perguruan tinggi”yang menawari ijasahinstan semacam ituadalah perguruantinggi “abal-abal” yanglebih mengutamakanmeraup keuntungandibandingkan mem-perhatikan kualitaspendidikan yang dike-lola.

Betapa tidak, ten-tu di luar nalar jika se-buah perguruan ting-gi akan dapat denganmudah menyediakanlayanan kuliah secaracepat. Sementara to-lok ukur untuk meng-uji kualitas lulusanlembaga seperti itu tidak pernah diketahui publik.Bisa dipastikan, yang menjadi korban adalah calonmahasiswa yang ingin mendapatkan pendidikanberkalitas.

Tidak Bisa Asal-asalanSetelah UU BHP diterapkan, perguruan tinggi

“abal-abal” dipastikan akan tereliminasi alias bubar.Mengapa? Karena salah satu syarat BHP adalah

kemandirian, dimana perguruan tinggi tidak lagimendapatkan bantuan dana dalam jumlah besardari pemerintah. “Wajar jika banyak PTS tidakmampu ber-tahan, terpaksa melakukan merger,akuisisi, atau bahkan likuidasi,” kata Ketua AsosiasiPerguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wila-yah IV Jawa Barat dan Banten, Prof Dr Didi Tur-mudzi, usai membuka lomba gerak jalan di KampusUniversitas Pasundan, Bandung, beberapa waktulalu.

Didi menyatakan, bagi perguruan tinggi swastayang sudah mapan dan memiliki modal yang kuat,UU BHP ini dapat dijadikan tantangan tersendiri.Namun sebaliknya, bagi pengelola perguruantinggi swasta yang belum mapan atau modalnyakecil, bisa saja akan bubar. Bahkan ia mempre-diksikan, pasca penerapan UU BHP sekitar 40%perguruan tinggi kecil akan gulung tikar.

Dengan kata lain, penyelenggaraan perguruantinggi ke depan tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Profesionalisme harus benar-benar ditegak-kan dengan menerapkan manajemen yang me-ngedepankan prinsip efektivitas, efisiensi, trans-paransi dan akuntabilitas. Keharusan ini, secaratidak langsung, akan menjadi tantangan sekaligusbatu uji kompetensi bagi perguruan tinggi ber-sangkutan untuk membuktikan diri tetap bisa me-langsungkan kegiatan belajar-mengajarnya atausebaliknya, tutup.

Terkait dengan BHP sebagai badan yang pro-fesional, BHP diwajibkan memenuhi organ-organyang di dalamnya terdiri atas berbagai unsur pe-ngelolaan pendidikan, dengan dijelaskan secararinci mengenai fungsi, tugas, peran dan strukturmasing-masing organ tersebut. BHP memberikanpeluang otonomi pengelolaan pendidikan formaldengan menerapkan manajemen berbasis seko-lah/madrasah pada pendidikan dasar dan mene-ngah, serta otonomi perguruan tinggi pada pen-didikan tinggi.

BHP juga harus menjamin adanya akuntabilitaspublik bagi seluruh kegiatan yang dilakukannya,bersikap transparan, dan melaporkan kegiatan ma-najemen dan keuangan setiap tahun. Status pen-didik dan tenaga kependidikan juga harus jelas,dengan kompetensi yang memadai. Hal ini untukmenjamin mutu dan kualitas pendidikan sehinggamampu memberikan pelayanan terbaik pada pe-mangku kepentingan pendidikan melalui prinsippenjaminan mutu dan layanan prima.

Staf Khusus Menteri Pendidikan Nasional bi-dang Informasi Publik, Teguh Juwarno menyata-kan, salah satu tujuan UU BHP memang untukmengurangi keberadaan perguruan tinggi “abal-abal” yang ditengarai kian hari jumlahnya kian men-jamur. “Dengan adanya UU BHP, perguruan tinggiyang hanya mencari untung namun tidak pedulipada kualitas pendidikan yang diselenggarakan,nantinya akan berkurang atau hilang,” ujarnyakepada komunika.

Depdiknas, menurut Teguh, sejak lama memi-liki komitmen untuk meningkatkan kualitas pergu-ruan tinggi dan lembaga pendidikan pada umum-nya, baik negeri maupun swasta. Namun, dalampelaksanaannya belum memiliki dasar hukum yangkuat. “UU BHP ini diharapkan dapat menjadi pa-yung hukum untuk mewujudkan sekolah dan per-guruan tinggi yang mandiri dan berkualitas,” pung-kasnya. Semoga! (g)

Palu sudah digedok. Keputusan sudah jatuh. Untunglah, Undang-undang Badan HukumPendidikan (UU BHP) masih memberikan tenggat waktu bagi penyelenggara pendidikanuntuk mengubah diri menjadi BHP seperti yang diamanatkan undang-undang.

Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan daerah harus mengubahbentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP dan BHPPD paling lambat empat tahunsejak UU BHP diundangkan. Dalam massa tenggat selama empat tahun tersebut, satuanpendidikan dimaksud tetap memperoleh alokasi dana pendidikan seperti yang selama ini telahdiperoleh, dan selanjutnya memperoleh alokasi dana pendidikan sesuai dengan UU BHP.

Untuk Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) yang telah menyelenggarakanpendidikan formal sebelum UU BHP berlaku, diakui keberadaannya sebagai BHP satuan pendidikanberbentuk BHPP. Tenggat waktu yang diberikan untuk menyesuaikan tata kelolanya adalahtiga tahun setelah UU BHP diundangkan. Namun PT BHMN tetap memperoleh alokasi danaseperti biasa selama empat tahun, setelah itu baru memperoleh alokasi dana pendidikan sesuaidengan UU BHP.

Sementara yayasan, perkumpulan, badan hukum di bidang pendidikan yang bertindak sebagainazhir, dan badan hukum lain sejenis, yang telah menyelenggarakan pendidikan formal sebelumUU BHP berlaku diakui keberadaannya sebagai BHP penyelenggara berbentuk BHPM. Merekaharus menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPM paling lambat enam tahun sejak UU BHPdiundangkan. Selama masa tunggu selama enam tahun itu, mereka juga tetap memperolehbantuan dana pendidikan seperti yang selama ini telah diperoleh.

Tenggat waktu yang "lumayan pendek" ini harus dimanfaatkan seefektif mungkin olehpenyelenggara pendidikan untuk mempersiapkan diri melakukan transformasi baik di bidangorganisasi maupun manajemen. Suatu hal yang tidak mudah dilakukan dalam waktu singkat.

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto menyatakan, transformasi tersebutdirasakan cukup berat, karena institusi harus melakukan perubahan-perubahan dan melaksanakanberbagai pelatihan, mulai dari mengubah pola pikir pegawai, merancang sistem operasi manajemenkampus yang lebih efektif, sampai melatih sumberdaya manusia. "Tugas paling berat ialah menjagaimage otonomi pendidikan tinggi agar tidak missleading bahwa otonomi pendidikan itu identikdengan penggalangan dana dari mahasiswa.

Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Bedjo Suyanto mengatakan, siaptidak siap, perguruan tinggi harus mengarah menjadi BHP. "Kalau ada pihak-pihak yang tidaksetuju pasal-pasal dalam UU BHP, dapat mengupayakan perubahan lewat Mahkamah Konstitusi,"ujarnya. (dbs-g)

Tenggat untuk Berbenah

>> Profesionalismeharus benar-benarditegakkan denganmenerapkanmanajemen yangmengedepankan prinsipefektivitas, efisiensi,transparansi danakuntabilitas.

Page 5: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

5

e d

i s

i

0 1

/ V

/ 2

0 0

9

Ono rego, ono rupo. Jerbasuki mowo beyo. Ada harga,

ada rupa. Ingin sempurna perludana. Begitulah tamsil yang

menggambarkan betapa hargaselalu sebanding dengan

kualitas. Tak heran ada yangtenang-tenang saja meski

setelah penerapan Undang-undang Badan Hukum

Pendidikan (UU BHP) nanti,biaya kuliah diprediksikan akan

semakin tinggi. “Institusipendidikan menjadi semakin

legitimated dan bermutu. Untukmewujudkan pendidikan yang

berkualitas, kenaikan biayasaya kira wajar,” tutur DwiFebrimelli, calon mahasiswi

pascasarjana UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Toh tidak semua pihak bisa menerimakenaikan biaya ini. Josephine, calonmahasiswa S-3 di universitas yangsama, justru sangat terperanjat de-

ngan kebijakan fakultas yang menaikkan SPP mulaitahun akademik 2008-2009 ini.

“Rp 10,2 juta? Mahal sekali? Tahun lalu kanhanya Rp 6,6 juta!?” serunya dengan wajah kaget.

Perempuan berkulit putih asal Manado itu meli-pat map pendaftaran, mencabut telepon selulardari sakunya, lalu beringsut ke pojok loket. Tak la-ma kemudian terdengar suara nyaringnya menele-pon seseorang, ia mengeluh panjang-lebar tentangkenaikan SPP yang tak diduga-duganya itu.

Di sudut fakultas lain, seorang calon mahasiswatercenung di depan papan pengumuman, saat me-lihat jumlah uang yang harus dibayarkan agar bisakuliah di perguruan tinggi itu. “Ini sih bukan naiknamanya, tapi ganti harga,” keluh Faisal, yang urungmendaftar lewat jalur “patas” di Fakultas Kedok-teran itu, lantaran ‘ngeri’ dengan jumlah biayayang harus dikeluarkan. “Heran, kok bisa mahalbegini? Gimana orang miskin bisa kuliah disini?”imbuhnya sambil garuk-garuk kepala.

Agar Lebih BermutuUndang-undang Badan Hukum Pendidikan

(BHP) yang baru-baru ini disahkan DPR memangmemunculkan kritik di sana-sini. Pelik permasalahanmulai dari prinsip-prinsip usaha, independensi, ben-tuk dan fungsi kelembagaan, dan yang paling me-nonjol, komersialisasi, kerap ditakutkan akan menja-dikan pendidikan semakin tak terjangkau kantongrakyat.

Sejatinya, UU BHP justru diterbitkan denganmaksud agar perguruan tinggi mampu meningkat-kan kualitas, kredibilitas, efisiensi dan profesio-nalisme, seiring dengan otonomi yang diberikankepadanya.

Staf Khusus Mendiknas Bidang KomunikasiPublik, Teguh Juwarno, Kepada komunika me-nyatakan, tujuan UU BHP diantaranya adalah untukmencegah munculnya perguruan tinggi yang statusdan kualitasnya tidak jelas. “UU ini akan menjadifondasi agar perguruan tinggi lebih akuntabel, danmendorong mereka berlomba-lomba mening-katkan mutu. Dengan demikian, kelak tak ada lagiuniversitas abal-abal, yang hanya mencari untungnamun kualitasnya tidak bisa dipertanggung-jawabkan,” ujarnya.

Soal komersialisasi pendidikan, lelaki kelahiranWonosobo, Jawa Tengah ini menyatakan, sejakdahulu fenomena itu sudah ada. “Bukan karenaada UU BHP, lalu muncul komersialisasi pendidikan.Justru tujuan UU ini untuk mengeliminasi muncul-nya perguruan-perguruan tinggi yang tujuannyahanya mencari duit saja namun mengabaikan ku-alitas,” terangnya.

Teguh juga menolak anggapan bahwa UU BHPdijadikan sarana pemerintah untuk “ngeles” ataumengalihkan beban biaya pendidikan ke institusiperguruan tinggi, karena pemerintah tidak mampumemenuhi anggaran pendidikan sebesar 20% dariAPBN seperti yang diamanatkan konstitusi. “UUBHP semata-mata lahir karena otonomi perguruantinggi membutuhkan badan hukum yang keberada-

annya perlu diatur dengan undang-undang, bukankarena alasan lain yang bersifat politis,” katanya.

Agar Lebih MandiriSementara itu, salah seorang pengelola Sekolah

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), DrSunarru Samsi H, saat ditemui komunika di kampuspascasarjana Jl Teknika Selatan menyatakan, kon-sep otonomi perguruan tinggi sebenarnya sudahberjalan kurang lebih sepuluh tahun seiring dengandikeluarkannya PP No 61 Tahun 1999 tentang Pe-netapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai BadanHukum Milik Negara.

“Pemikiran akan perlunya otonomi inilah yangmelahirkan RUU BHP, sebagai konsekuensi diber-lakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dimana pa-sal 53 UU tersebut mengamanatkan dibentuknyabadan hukum bagi penyelenggara pendidikan,”ujarnya.

Sunarru berharap, kemandirian perguruan ting-gi yang dilegitimasi dengan UU BHP nantinya akanmenciptakan pendidikan yang berkualitas, kredibel,efisien, dan profesional. Mengapa? Karena pihakpenyelenggara pendidikan bisa bebas berkreasiuntuk memajukan institusi berdasarkan strategiyang dirancang sendiri.

“Dengan UU BHP, otonomi pendidikan tinggijuga akan semakin jelas posisinya. Ini sangatpenting, karena dengan begitu penyelenggarapendidikan tinggi tidak lagi terhambat birokrasi yangberbelit-belit seperti yang terjadi selama ini,” ujarlelaki yang juga Dosen Fakultas Pertanian UGM ini.

Sebuah konsep yang ideal, namun bukan ber-arti penerapan UU BHP ke depan bebas dari ma-salah. Pengamat Pendidikan Jogjakarta, Prof Mudi-yono menyatakan, otonomi institusi pendidikan ju-ga menuntut adanya kemandirian dari segi penda-naan. Konsekuensinya, institusi pendidikan harusmemutar otak untuk bisa membiayai jalannya ak-tivitas pendidikan secara independen. “Celah inilahyang sering dikhawatirkan masyarakat akan mem-buat perguruan tinggi menjadi lembaga profit,sehingga biaya kuliah menjadi semakin mahal,”katanya.

Mampukah PT Hindari “Bisnis”?Konsep BHP secara mudah bisa diidentikan

dengan sebuah korporasi dalam dunia bisnis yangsangat memperhatikan cost and benefit (biaya dankeuntungan). Inilah yang dikhawatirkan akan me-nyebabkan komersialisasi pelayanan pendidikan,kendati mungkin kenyataannya tidak seperti itu.

“Secara filosofis, pendidikan memang harusdipisahkan dari dunia bisnis. Karena selain bertujuanmencetak pribadi-pribadi yang kompeten dalamsuatu disiplin ilmu, pendidikan juga bertujuan men-cetak pribadi-pribadi yang bertaqwa, berke-pribadian andal, dan memiliki moral dan akhlak yangbaik. Sisi inilah yang mesti diperhatikan denganseksama, terutama jika dikaitkan dengan dunia

bisnis yang identik dengan dunia kepentingan,”ujar Mudiyono.

Pertanyaannya, apakah pihak penyelenggarapendidikan benar-benar bisa menghidupi semuaaktivitas universitas yang begitu banyak, tanpaharus “berbisnis”? Bagi institusi perguruan tinggiyang keuangannya “sehat”, perkara ini mungkintidak menjadi masalah. Namun fakta menunjukkan,banyak perguruan tinggi justru tidak memiliki ting-kat likuiditas tinggi. Konsekuensinya, saat BHPditerapkan, langkah termudah yang akan merekatempuh adalah menarik dana sebesar-besarnya darimahasiswa untuk menjaga agar kegiatan universitasbisa terus berjalan. “Short cut pemikiran semacamitu sering terjadi di perguruan tinggi kita,” kataMudiyono.

Mau Kualitas?Mengomentari kemungkinan semakin mahal-

nya biaya kuliah di perguruan tinggi jika BHP benar-benar diterapkan, Sunarru menyatakan itu sebuahkonsekuensi logis yang sangat mungkin terjadi.“Saat BHP diterapkan, subsidi pendidikan dari pe-merintah otomatis akan dicabut dan universitasdiharuskan mencari biaya sendiri. Kalaupun masihada subsidi, tentu tak akan sebesar dulu. Jadi wajarjika nanti biaya kuliah juga akan naik. Namun me-nurut saya itu tidak menjadi masalah, jika diimbangidengan naiknya kualitas pelayanan dan mutu pen-didikan di pergu-ruan tinggi terkait,”katanya.

Ia mencontoh-kan, biaya kuliah diuniversitas-univer-sitas luar negeri ra-ta-rata tinggi, jauhlebih tinggi diban-dingkan dengan diIndonesia. “Namunkarena kualitasnyabisa dipertang-gungjawabkan, mereka tidak pernah kekuranganmahasiswa. Bahkan mahasiswa kita pun ber-bondong-bondong kuliah ke sana,” imbuhnya.

Dus, kata Sunarru, harga memang selalu paraleldengan rupa. Makin tinggi harga, konsumen akanmendapatkan barang dengan kualitas lebih pula,itu dalil ekonominya. “Hanya perlu diingatkan, ja-ngan sampai mahasiswa sudah telanjur membayarmahal, kualitas pendidikan yang mereka terimaternyata masih begitu-begitu saja, itu namanyamembohongi publik,” pesannya.

Ia menambahkan, publik sejatinya tak perlukhawatir berlebihan, karena UU BHP secara tegasmembatasi jumlah uang yang harus dipungut lem-baga pendidikan. "Jadi mengkhawatirkan SPP akannaik membubung tinggi setelah BHP diterapkan,menurut saya tidak beralasan. Kenaikan bisa jaditetap ada, tapi tidak seperti yang ditakutkan ba-nyak orang. (K4/2008/g)

Saat Harga Sebanding Kualitas

Biaya kuliah diuniversitas-universitasluar negeri rata-ratatinggi. Namun karenakualitasnya bisadipertanggungjawabkan,mereka tidak pernahkekuranganmahasiswa.

Page 6: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

6

ww

w.b

ipn

ew

sr

oo

m.i

nfo

“Anak-anakcerdas itu aset

bangsa. Mohondikasih beasiswa atau

apalah bentuknya,biar bisa kuliah. Yangpenting, kecerdasanyang dianugerahkanTuhan tidak sia-sia.”

Jangan Biarkan Tunas tak Bersemi...

Sampai sekarang saya masih sukabermimpi, bisa kuliah di Fakultas Teknikuniversitas ternama. Tapi apa daya,

mimpi tinggal mimpi, karena biaya untuk kuliah ditempat itu bukan main mahalnya,” kata Reza,yang kini membantu ayahnya membuka bengkelkecil-kecilan di kawasan Gamping, Sleman, Yog-yakarta.

Ia menuturkan, saat mencoba mendaftar ku-liah di Fakultas Teknik di sebuah universitas negeri,ia dimintai sumbangan yang besarnya minimal Rp15 juta. Ia pun balik kanan, mencoba mendaftardi universitas swasta. Eh, ternyata sama saja, disana ia juga dimintai sumbangan yang bahkanjumlahnya lebih besar lagi, Rp 20 juta. “Tentusaja duit sebanyak itu tak bisa dipenuhi ayah sayayang cuma tukang reparasi sepeda ontel. Walhasil,saya pun tak jadi kuliah, sampai sekarang,” ujarnyamurung.

Wanto, ayah Reza, mengaku sangat sedihmelihat anaknya tak bisa kuliah. “Padahal otaknya

encer, jago matema-tika dan fisika. Tapibagaimana lagi, dinegeri ini yang me-nentukan bisa kuliahatau tidaknya sese-orang bukan otak,tapi duit,” sindirnya.

Wanto lantasmengeluarkan ker-tas kumal dari lacimeja bengkelnya,yang berisi catatanjumlah ‘sumbangan’

yang harus dibayarkan sebagai syarat masuk kebeberapa perguruan tinggi negeri dan swasta diJogjakarta. Ia geleng-geleng kepala karena, sa-tupun tak ada yang mematok angka di bawahRp 10 juta. “Bagaimana mungkin saya bisa mem-bayar sebanyak itu?” keluhnya.

Reza tidak sendiri. Di berbagai wilayah In-

Sorot matanya tajam, menyiratkan kecerdasan pikirannya. Tutur katanya santun danteratur, menandakan kematangan pribadi di usianya yang masih sangat belia. Reza Pahlevi,lulusan SMA 3 Jogjakarta tahun 2007 ini, memang tidak hanya sopan, namun juga pintar.Di SMA ia peringkat tiga sejak kelas satu hingga lulus. Sayang remaja cerdas ini tak bisamelanjutkan ke perguruan tinggi yang ia idamkan karena alasan klasik, tak punya uang.

donesia, banyak anak-anak “berotak encer” takbisa kuliah lantaran tak punya biaya.

Wery Tahapary, gadis manis peringkat tujuhlulusan sebuah SMA negeri di Kupang tahun 2008misalnya, terpaksa mengubur dalam-dalam mimpikuliah di Universitas Nusa Cendana. Penye-babnya apa lagi kalau bukan ketiadaanbiaya. “Mungkin, bagi sementara orang,biaya kuliah di Uncen (Universitas NusaCendana—Red) tidak tinggi. Tapi bagikeluarga saya, tetap tak terjang-kau,” kata Wery.

Timotius Wera, ayah Weryhanyalah seorang petani kecildi pinggiran kota Kupang.Penghasilannya tak sampaiRp 600 ribu sebulan. Uangsekecil itu harus ia guna-kan untuk biaya hidupkeluarga, menye-kolahkan empatanak ter-m a s u kWery,

dan menutup kebutuhan rumahtangga lainnya.Mustahil dengan pendapatan sekecil itu ia bisamembiayai kuliah Wery. “Maksud hati ingin meng-kuliahkan anak, apa daya uang tak sampai,” ujarWera bertamsil.

Wera berharap, pemerintah memperhatikannasib anak-anak cerdas dari kalangan orang-orangtak mampu seperti dirinya. “Anak-anak cerdas ituaset bangsa. Mohon dikasih beasiswa atau apalahbentuknya, biar bisa kuliah. Yang penting, kecer-dasan yang dianugerahkan Tuhan tidak sia-sia.”

Sayang memang, jika tunas bangsa berprestasidibiarkan layu tak bersemi. (g)

>>

Syukurlah. Tak lama lagi, impian Rezadan Wery untuk bisa kuliah mungkinakan jadi kenyataan. DPR telah me-

ngesahkan RUU Badan Hukum Pendidikan(BHP) menjadi undang-undang. Salah satu poinpenting dari UU BHP adalah adanya konsep nir-laba, alias tidak mencari untung. Konsep ini se-cara tegas menunjukkan keberpihakan kepadaanak-anak potensial yang orangtuanya tidakmampu secara ekonomi.

Di dalam UU BHP diatur bahwa BHP diharus-kan menjamin dan membantu kalangan tidak

mampu untuk melanjutkan pendidikan dari ting-kat SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan pergu-ruan tinggi. Bahkan secara khusus, dalam undang-undang ini ada ketentuan bahwa BHP wajib men-jaring dan menerima Warga Negara Indonesiayang memiliki potensi akademik tinggi namun ku-rang mampu secara ekonomi paling sedikit 20%dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.BHP juga wajib mengalokasikan beasiswa atau ban-tuan biaya pendidikan bagi peserta didik WargaNegara Indonesia yang kurang mampu secara eko-nomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi

akademik tinggi paling sedikit 20% dari jumlahseluruh peserta didik.

Selain itu, BHP pendidikan menengah danpen-didikan tinggi tidak boleh memungut danaberle-bihan dari masyarakat. Maksimal danayang boleh dipungut hanya 1/3 dari biayaoperasi-onal. Selain peserta didik yangmemperoleh beasiswa, peserta didik lainnyahanya mem-bayar sesuai dengan kemampuandalam pembi-ayaan. Ini karena seluruh biayainvestasi, infra-struktur, alat, beasiswa, danbantuan biaya pendidikan untuk pendidikanSD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan perguruantinggi, semuanya ditanggung pemerintah danpemerintah dae-rah.

Sanksi bagi BHP yang mengingkari UU inicukup tegas, mulai dari sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, peng-hentian pelayanan dari pemerintah atau peme-rintah daerah, penghentian hibah, hingga pen-cabutan izin. Sementara, bagi BHP yang menya-lahgunakan kekayaan dan pendapatannya se-perti mengambil keuntungan dari kegiatan pen-didikan, akan dikenai sanksi pidana penjara palinglama lima tahun dan dapat ditambah dengandenda paling banyak Rp500 juta.

Ketentuan dalam UU BHP tersebut meng-gambarkan bahwa BHP sangat menghindariterjadinya komersialisasi dan kapitalisasi dalampendidikan.

Harapan kita semua, penerapan UU BHPbenar-benar dapat dilakukan secara konse-kuen. Kita ingin, mimpi kuliah orang-orang se-perti Reza dan Wery tidak sekadar menjadimimpi di atas mimpi. (g)

Mengubah Mimpi Jadi Kenyataan

Page 7: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

7

e d

i s

i

0 1

/ V

/ 2

0 0

9

Akhir tahun 2008 dan awal tahun ini merupa-kan hari-hari yang sangat menguras perhatian besarmantan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Te-naga Kependidikan ini. Pasalnya selain menghadapidemonstrasi, pria kelahiran Padang Panjang in jugamengisi kegiatan sosialisasi UU BHP di berbagai dae-rah.

Dalam sebuah perbincangan saat rehat, Faslimengemukakan bahwa salah satu ketakutan se-hingga menolak BHP adalah adanya praktek me-nyimpang ketika pelaksanaan aturan BHMN (BadanHukum Milik Negara). "Banyak anggapan yang ke-liru. Sebenarnya BHP tidak sama dengan praktikBHMN tidak sama dengan peraturan pada UU BHP.UU BHP justru akan meniadakan praktek ku-rangtepat dari BHMN salah satunya dalam penggalangandana," tegas Fasli.

Memang, jika diamati, dahulu banyak pihakyang mempermasalahkan adanya komersialisasi ter-selubung pada perguruan tinggi yang menjadiBHMN. Hal yang menjadi sorotan adalah adanyapungutan biaya lain yang dinilai memberatkan ma-hasiswa.

Pendidikan, bagi Fasli perlu pula menunjukkanindependensinya bila ingin menjadi lokomotif ke-majuan bangsa. Direktur Jenderal (Dirjen) Pendi-dikan Tinggi, Depdiknas, Fasli Jalal, mengungkapkanperlunya sebuah Badan Hukum Pendidikan (BHP)untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu diIndonesia. Sesungguhnya, lembaga penyelengga-ra pendidikan di seluruh dunia berbentuk badanhukum. Maka sudah saatnya pendidikan nasionalmenata kembali status lembaga pendidikan agarmemiliki badan hukum.

Paparan berikut dirangkum dari beberapa kegi-atan tanya jawab sosialisasi yang pernah diikuti dandipantau komunika. Sebagian diantara petikanini telah dimuat dalam buku tanya jawab seputarBHP. Berikut petikannya:

Kehadiran UU BHP mengundang pro-kontra. Kenapa mesti ada UU BHP, apakahUU tentang pendidikan sebelumnya belumcukup?

UU BHP memang tidak boleh dilepaskan dariUU Sisdiknas. Ini sangat penting. Ide dasarnya adapada perintah dari UU Sisdiknas pasal 24, dan pasal50 ayat 6, serta pasal 51 yang menyebutkan per-guruan tinggi itu harus otonom, sedangkan pen-didikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pen-didikan menengah itu dilaksanakan dengan prinsipmanajemen berbasis sekolah/madrasah.

Pada Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas menga-manatkan bentuk badan hukum pendidikan (BHP)sementara Pasal 53 ayat (4) menyatakan bahwaketentuan tentang BHP diatur dengan undang-undang tersendiri.

Sebetulnya apa ruh dari UU BHP?Ruh UU BHP adalah pemberian otonomi bagi

penyelenggara pendidikan. Supaya otonom danberbasis sekolah tadi, perlu ada status hukum da-lam bentuk BHP. Dalam UU BHP membahas mulaidari ketentuan umum, jenis, bentuk, pendirian danpengesahan, tata kelola, kekayaan, pendanaan,akuntabilitas dan pengawasan, ketenagaan dansebagainya.

Bentuk otonomi apa yang akan diberikandalam UU BHP?

Pemberian otonomi dilakukan secara optimalyang diimbangi dengan tuntutan akuntabilitas yangoptimal, baik pada “penyelenggara satuanpendidikan” atau “satuan pendidikan.” Artinya,dalam lingkungan Indonesia yang demokratisnegara ingin menghargai dan memperlakukan“penyelenggara satuan pendidikan” atau “satuanpendidikan” sebagai institusi yang dewasa dandapat dipercaya untuk mampu mengurus dirinyasendiri secara mandiri, transparan, dan akuntabeltanpa harus banyak didikte oleh pemerintah ataupemerintah daerah.

Apa fungsi dan tujuan dari UU BHP?Badan hukum pendidikan berfungsi

memberikan pelayanan pendidikan formal kepadapeserta didik, sedang tujuannya untuk memajukan

pendidikan nasional dengan menerapkanmanajemen berbasis sekolah/madrasah padajenjang pendidikan dasar dan menengah danotonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikantinggi.

UU BHP mengatur semua penyelenggarasatuan pendidikan atau semua satuanpendidikan, baik yang diselengarakanpemerintah maupun yang diselenggarakanmasyarakat, harus berbadan hukumpendidikan. Bagaimana maksud dariketentuan ini?

Tidak ada kehendak dari kehadiran UU BHPuntuk menisbikan dan mencampakkan apa yangselama ini telah dilakukan oleh masyarakat di bidangpendidikan.

Semua badan hukum yang diselenggarakanmasyarakat sebagai penyelenggara satuanpendidikan yang selama ini sudah ada, sepertiyayasan, perkumpulan, atau badan hukum lainsejenis, yang telah menyelenggarakan satuanpendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/ataupendidikan tinggi, diakui sebagai BHPPenyelenggara

Sedang semua satuan pendidikan tinggi yangdiselenggarakan oleh Pemerintah harus berbentukBadan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP), dimana lokus badan hukum terletak di satuanpendidikan (Pasal 8 ayat (2) UU BHP).

Sementara bagi semua sekolah yangdiselenggarakan oleh pemerintah daerah, kecualipendidikan anak usia dini, yang telah memenuhi 8Standar Nasional Pendidikan dan berakreditasi Aharus berbentuk Badan Hukum PendidikanPemerintah Daerah (BHPPD), di mana lokus badanhukum terletak di satuan pendidikan (Pasal 8 ayat(1) UU BHP).

Madrasah yang diselenggarakan olehPemerintah (Departemen Agama), kecualipendidikan anak usia dini, yang telah memenuhi 8Standar Nasional Pendidikan dan berakreditasi Aharus berbentuk Badan Hukum PendidikanPemerintah (BHPP), di mana lokus badan hukumterletak di satuan pendidikan (Pasal 8 ayat (1) UUBHP).

Fungsi-fungsi apa saja yang harus adapada BHP, dan organ apa di dalam BHP ituyang menjalankan fungsi tersebut?

Organ pengelola pendidikan, organrepresentasi pendidik, dan organ auditnonakademik setiap tahun menyampaikan laporanpertanggungjawaban kepada organ representasipemangku kepentingan untuk selanjutnya dinilaiapakah ketiga organ itu telah menjalankantugasnya dengan baik dan akuntabel, dankemudian laporan pertanggungjawaban tersebutditetapkan untuk diterima atau ditolak.

Sepintas UU BHP melakukan“demokratisasi pendidikan,” tapi di sisi lainmodel kelembagaannya mirip perseroanterbatas, di mana organ representasipemangku kepentingan mirip RUPS. Bisadijelaskan perbedaannya?

Dengan BHP satuan pendidikan ataupenyelenggaranya menjadi demokratis, transparan,dan akuntabel, tapi yang dianut bu-kan demokrasi model korporat.

Organ representasi pemangkukepentingan tidak seperti RUPS yangterdiri atas seluruh pemilik sahamsuatu perusahaan. Perlu ditegaskan,di dalam BHP tidak terdapat sahamdan para pemegang saham sepertidi dalam perseroan terbatas. Dengandemikian, BHP bukan badan usahayang bertujuan laba melainkan badanhukum yang bertujuan nirlaba.

Dalam organ representasi pe-mangku kepentingan ada wakil pen-diri, kepala sekolah/rektor/ketua/di-rektur sebagai wakil organ pengelola,wakil pendidik dan tenaga kependi-dikan (wakil pegawai), dan wakil ma-syarakat. Bahkan dimungkinkan un-

tuk ada wakil peserta didik yang notabene adalahpemangku kepentingan.

Model kebersamaan demokratis yang dibangundalam BHP adalah kebersamaan kekitaan yang tidakmengeksklusikan siapapun, bukan model keber-samaan kekamian seperti pada demokrasi modelkorporat yang memberlakukan demokrasi hanyaantara sesama pemilik saham dalam perusahaansaja.

Organ representasi pendidik dan organ auditnonakademik, yang hanya memiliki kewenanganpengawasan, juga tidak serupa dengan DewanKomisaris, yang di samping diberi kewenanganpengawasan juga diberi kewenangan pengambilankeputusan eksekutif pada tingkatan strategis.

Ada anggapan, pengesahan UU BHPuntuk memberi ruang kebebasan bagiterciptanya komersialisasi pendidikan?

Anggapan itu keliru, karena UU BHP telahdidisain sejak awal justru untuk menangkalancaman komersialisasi. Salah satunya adalah BHPharus berprinsip nirlaba. Artinya, tidak bertujuanutama mencari laba, sehingga seluruh sisa hasilusaha, jika ada, harus ditanamkan kembali untukpeningkatan kapasitas dan/atau mutu layananpendidikan.

Ada anggapan dengan UU BHP, makaakan menghapus hak Warga NegaraIndonesia (WNI) yang kurang mampu namunmemiliki potensi akademik tinggi untukmengikuti pendidikan?

Sekali lagi anggapan itu keliru. Pada Pasal 46ayat (1), BHP wajib menjaring dan menerima WNIyang memiliki potensi akademik tinggi dan kurangmampu secara ekonomi paling sedikit 20% (duapuluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didikyang baru.

Dari mana BHP membiayai pendidikanuntuk WNI yang kurang mampu namunmemiliki potensi akademik tinggi itu?

Peserta didik WNI yang kurang mampu namunmemiliki potensi akademik tinggi itu dapatmembayar sesuai dengan kemampuannya,memperoleh beasiswa, atau mendapat bantuanbiaya pendidikan.

Siapa yang menanggung pemberianbeasiswa dan bantuan biaya pendidikantersebut?

Menurut Pasal 46 ayat (4), beasiswa ataubantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksudpada Pasal 46 ayat (2) ditanggung olehPemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badanhukum pendidikan.***

Banyak AnggapanYang Keliru...

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, dr. Fasli Jalal, Ph.D.

Anggapan

Page 8: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

8

ww

w.b

ipn

ew

sr

oo

m.i

nfo

Oh, Bapak, Ibu, SadarlahOh, Bapak, Ibu, SadarlahKetika John Locke me-

ngatakan bahwa bayi ituibarat kertas putih, ter-gantung apa dan ba-gaimana kita menulis-nya,tak terbayangkan betapasulitnya pendidikan sepertiitu dilaksanakan.

Apalagi ketika cost mo-dernisasi kian tinggi men-

didik anak-anak kita pun kian mahal. Ongkos untukmembentuk kepribadian dan kemampuannyasemakin tinggi.

Pendidikan formal memang kian mahal. Olehsebab itu pemerintah mulai tahun ini memenuhituntutan Undang-Undang yaitu menaikkan ang-garan pendidikan menjadi 20% dari total Ang-garan, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Langkah ini jelas penting guna memberi kesem-patan lebih luas kepada warga negara untuk men-dapatkan pendidikan yang memadai agar dapatbersaing di pasar global.

Harapannya tentu agar si Polan dari Desa Da-dap di puncak Gunung Waru menikmati pen-didikannya sehingga nantinya dia tidak menjadipetani tradisional seperti bapak serta nenek mo-yangnya, tapi menjadi petani modern dengan me-tode mutakhir dan pemasaran semakin meng-global.

Ada tokoh yang kemana-mana selalu me-makai celana pendek,tak kenal pantalonapalagi dasi. Tapi iamampu mengendali-kan bisnis pertanianpribadi beromzet mi-liaran rupiah per ta-hun. Anak buahnyaadalah para sarjana lu-lusan perguruan tinggiterkenal di tanah airdan tanah orang.

Ada lagi pebisnisulung yang berbicara

pakai Bahasa Indonesia pun sulit, kecuali bahasaleluhur serta bahasa daerah. Jangan tanya ijasahpadanya. Tapi tanya berapa perusahaan yang diakendalikan sekarang ini, dan berapa omzet danlaba bersihnya per tahun. Jangan tanya padanyateori bisnis menurut buku apa. Tapi kearifannyasering mempan memecahkan problem bisnisnya.Lalu bagaimana kita harus mendidik anak? Makakepusingan pun dimulai.

Harus disadari kita sudah lama menghadapi duamasalah mendasar bangsa ini yaitu kemiskinan dankebodohan. Selama bangsa kita bodoh-bodohmaka orang pintar dari seberang lautan akanberamai-ramai “memangsa” kekayaan kita.

Menhan Juwono Sudarsono dalam berbagaikesempatan menyatakan, salah satu problemketahanan dan pertahanan kita yang pentingadalah “perang selisih keunggulan”. Bila kita kalahunggul dengan bangsa lain, terutama dalam pe-nguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, makakita kalah. Kita akan ditelan bulat-bulat, didikteoleh bangsa yang kemampuan ilmu dan teknolo-ginya lebih unggul.

Membangun individu warga negara yang ber-kualitas perlu terus diperjuangkan untuk kemudianbersama-sama, bersatu memecahkan masalahbangsa.

Pendidikan FormalJelas sekali di jaman yang semakin mekar ini,

menambah ilmu sudah suatu keharusan, kalau takingin ketinggalan pesawat. Artinya agar orang bisa“berbicara dalam bahasa” yang sama denganrekannya dari negara lainnya. Tak ada gap terlalujauh sehingga sulit dicurangi. Ilmu-ilmu baru mem-beri kacamata baca lebih jernih guna mengatasimasalah, sesuai perkembangan jaman.

Masalahnya untuk menyelenggarakan itusemua memang perlu biaya. No free lunch, katasi John. Jer basuki mawa beya kata si Atmo. Adaperlu sedikit usaha untuk meraih pendidikan yangbaik. Kurikulum sudah disusun rapi agar dalam wak-tu tertentu anak dapat menyerap sekian persenilmu.

Agar penyerapan ilmu makin baik, perlu fasilitasyang baik, buku yang baik, guru yang jempol.Sesudah menyelesaikan itu semua anak men-dapatkan titel, menandakan ia pernah melewatiurutan-urutan itu tadi. Apakah ia dijamin berku-alitas jempolan betul? Itu perkara lain. Sistem,kualitas “urutan-urutan” tadi sangat menentukan.Terlebih lagi bagaimana kualitas si murid.

Untuk itu jelas bahwa wadah pendidikanformal tidak menjamin 100% kualitas manusia ke-luarannya, karena masih ada andil lainnya, yaitupendidikan di dalam keluarga dan lingkungan/ma-syarakatnya.

Pendidikan non-formalWajah keluarga bagaikan cermin ajaib. Bila kita

melihat padanya, nampaklah masa lalu, kini, danmasa depan, kata Gail Lumet Buckley. Salah saturangkaian besar pendidikan itu adalah mendidikorang tua agar menyadari bahwa pendidikan anak-anak mereka itu penting, dan keluarga merekapun sangat berperan. Lingkungan menjadi peranberikutnya di mana anak berkembang di situ watakterbentuk.

Hidup menjadi karyawan memang enak, men-dapatkan gaji tetap tiap bulan tanpa pusing-pu-sing. Bahkan gadis-gadis yang kesulitan mencarijodoh pun tak segan-segan memasang syarat diiklan biro jodoh bahwa calon suami haruslah ber-penghasilan tetap. Celakanya mereka yang hidupsebagai pengusaha jarang mencapai taraf “peng-hasilan tetap” itu. Selalu berfluktuasi. Tapi ketikakrisis ekonomi mendera, si gaji tetaplah yang per-tama terkena. Terjadi PHK atau pemutusan hu-bungan kerja. Sedangkan si pengusaha, kendatiterkena dampak, ia telah terbiasa oleh pasangsurut rejeki itu. Bahkan orang semacam ini men-jadi dewa penolong diri maupun orang lain untuktetap bertahan.

Keluarga dan lingkungan masyarakat amat ber-peran guna mencetak mental pengusaha se-macam ini. Mereka ini tangguh dan kreatif mencaripeluang. Ada banyak teori dalam buku, tapi se-dikit orang yang tergerak untuk memprak-tikkannya.

Masalah utamanya adalah pembentukan jiwa/mental berusaha. Kita mengenal ada inteligentquotion (IQ) yang mengukur kecerdasan intelek-tual anak dan pernah menjadi primadona paraorang tua. Belakangan diketahui emotional qu-

Penulis:

Aji Subela

PemerhatiMasalah SosialBudaya

>>Mereka initangguh dan

kreatif mencaripeluang. Adabanyak teori

dalam buku, tapisedikit orang yang

tergerak untukmempraktikkannya.

otion (EQ) justru lebih berpengaruh pada keber-hasilan hidup anak didik kelak. Mental tangguh,tak takut gagal, agresif, justru banyak dibentuklewat pendadaran mental si anak. Alangkah indah-nya bila anak kita memiliki angka tinggi untuk ke-dua-duanya.

Masalah yang lebih penting lagi adalah men-didik orang tua tidak mudah. Kaum kekolot merasadirinya unggul, sudah benar sendiri. Mereka taksadar akan perubahan jaman yang begitu cepat.“Dulu saya bisa sekolah jalan kaki,” kata Pak Kuno.Alangkah kasihannya dia. Mungkinkan ia mem-biarkan anaknya berjalan berkilo-kilo meter untukdatang ke sekolah dengan basah kuyup olehkeringat dan mungkin telat?

“Dulu saya cukup belajar pakai sabak,” kataBu Kolot. Sabak itu batu tulis yang dibuat daribatu lei dan ditulis memakai grip sehingga gurat-annya bisa dibaca. Apa tega ia membiarkan anak-nya hidup di jaman batu a la Mr. Flintstone di te-ngah jaman serba komputer di Abad Ke-XXI ini?

Di tengah gempita pendidikan nasional de-ngan dana 20% dari APBN kita harus bertanyabagaimana mendidik orangtua agar sadar bahwapendidikan itu mahal, tapi harus tetap dilakukanagar anaknya tidak “tersesat” di jaman super mo-dern ini. Paling tidak bagaimana cara kita mendidikanak di lingkungan keluarga agar tangguh, tang-gap dan tanggon dalam menghadapi dan meme-cahkan masalah hidup dan kehidupan.

Pengertian tiap anak membawa rejekinya sen-diri perlu diubah bahwa rejeki yang didapatnyatanpa usaha jauh lebih kecil dibandingkan denganmereka yang mampu menguasai ilmu-ilmu.

Dia yang selalu bercelana pendek dan dia yangberbicara dalam bahasanya sendiri kurang lancaritu, jelas mendapatkan “pendidikan” dalamkeluarga secara jitu.

Seorang ayah adalah lebih dari seratuskepala sekolah (George Herbert).

Page 9: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

9

e d

i s

i

0 1

/ V

/ 2

0 0

9

Mencermati GolputSetiap kali kita

akan melaksanakanpemilu, selalu hadir

wacana yangmembahas mereka

yang disebutgolongan putih atau

golput. Siapa mereka,dan mengapa

bersikap golput, sertabagaimana kita menyikapinya.

Siapa Golput?Ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemilihan

umum, sering disebut sebagai golongan putih ataupopuler disingkat ‘golput’. Padahal jika dicermati,ketidakikutsertaan dalam pemilu, bukan selalu ber-arti ‘golput’ dalam arti sesungguhnya

Ketidakikutsertaan warga dalam pemilu dapatdisebabkan oleh berbagai macam sebab. Misalnyayang bersangkutan tidak tercantum dalam DaftarPemilih Tetap (DPT), tidak dapat hadir di TPSkarena mendadak sakit keras, ada keluarga yangmeninggal; atau warga memang hadir di TPS danikut pemungutan suara, tetapi karena kesalahanteknis suaranya dinyatakan tidak sah. Dan tentusaja, karena ada yang memang sengaja tidak ikutpemilu karena alasan politis, atau alasan ideologis.

Dengan demikian, mereka yang tidak ikut pe-milu paling tidak dapat dikelompokkan sebagai be-rikut :1. Tidak ikut pemilu karena kesalahan teknis

pelaksanaan pemilu. Kelompok ini, tidak ikutpemilu karena adanya kesalahan teknis, se-perti tidak terdaftar sebagai pemilih, baik kare-na kesalahan pribadinya atau kesalahan institusiyang terkait dengan pendaftaran pemilih;

2. Tidak ikut pemilu karena kesalahan teknistata cara pemilihan, misalnya salah menco-blos (atau memberi tanda) pada surat suara;

3. Tidak ikut pemilu karena alasan pragmatis-individualis. Golongan ini menakar pemilu de-ngan untung-rugi untuk dirinya. Mereka mera-sa tidak diuntungkan dengan pemilu yang ha-nya akan memberi kekuasaan dan kekayaanpada caleg/capres. Mereka juga menganggapmemilih bukan perilaku rasional karena tidakmemberi keuntungan apa-apa bagi diri sendiri.

4. Tidak ikut pemilu karena alasan politis. Misal-nya merasa tidak ada kadindat yang sesuaidengan pemikirannya, atau tidak percaya padakandidat yang tersedia akan dapat membawaperubahan dan perbaikan. Dalam golongan iniada semacam rasa apatisme, baik kepada partaipolitik atau calon pemimpin yang dicalonkanparpol.

5. Tidak ikut pemilu karena ideologis. Ke-lompokini tidak percaya pada mekanisme demo-krasi,dan tidak mau terlibat dalam pemilu, karenaalasan fundamentalisme agama atau politik ide-ologi lain. Ketidak ikutannya dalam pemilu ada-lah sebagai pernyataan politik yang mengi-syaratkan ketidakpercayaan pada sistem yangada.Dari beragam latar belakang tidak ikut pemilu

tersebut, maka menggolongkan semua yang tidakikut pemilu sebagai ‘golput’ sebenarnya tidaktepat, bahkan bisa menyesatkan. Dari kategorisasidi atas, yang disebut golput lebih ditujukan padamereka yang tidak ikut pemilu karena alasan poli-tis-ideologis. Artinya, mereka yang tidak ikutpemilu dengan sengaja berdasarkan alasan-alasanpolitis-ideologis.

Walau kita bisa mengelompokkan merekayang tidak ikut pemilu; tetapi tidak mudah mem-bedakan seseorang golput atau tidak. Karena me-reka yang golput dan bukan golput membaur.Mereka yang golput dapat tinggal diam di rumahdan tidak ke tempat pemungutan suara. Namunada juga yang bersikap golput tapi datang ke TPS,hanya waktu melakukan pemilihan sengaja disa-lahkan dan menjadikan suaranya tidak sah.

Kita dapat mengenali seseorang bersikap gol-put kalau yang bersangkutan secara sengaja me-nyatakan diri sebagai golput. Mereka yang terang-terangan menyatakan tidak mau ikut pemilu, bah-kan juga menganjurkan orang (secara diam-diam)untuk golput, sering dikenal sebagai golput aktif.

Sedang mereka yang diam, tidak banyakberkomentar, mau menerima pemberian kaos atausembako dari kontestan pemilu, tetapi tidak mauikut pemilu, sering disebut sebagai golput pasif.

Jadi yang dimaksud golput sebenarnya adalahsebuah sikap politis. Pilihan golput yang demikianbiasanya dilakukan oleh kalangan terpelajar (ma-hasiswa) dan masyarakat perkotaan, atau merekayang relatif melek politik.

Dari sisi pandang mereka golput dipahamisebagai ‘hak’ mereka juga, yakni hak untuk tidak

memilih. Golput adalah terminologi politik khasIndonesia, dimana seseorang menanggalkan hakuntuk memilih dalam pemilu, dan mulai dipopu-lerkan pada pemilu 1971.

Benarkah kalau kita bersikap Golput?

Menghadapi Pemilu 2009, masalah golput jugamulai ramai diwacanakan. Bahkan berbagai kalang-an memprediksi angka golput akan meningkat pa-da pemilu 2009. Secara berkelakar, ada yang me-ngatakan bahwa Pemilu 2009 nanti akan dime-nangkan golput! Alasannya, dari gelar Pilkada dibeberapa daerah, yang tidak ikut pemilu (golput)angkanya cukup besar. Fakta tersebut diproyek-sikan pada Pemilu 2009, baik dalam Pemilu untukmemilih anggota legislatif maupun dalam Pilpres.

Tetapi, jika golput benar-benar “menang”,atau mencapai angka yang cukup signifikan dalamPemilu 2009 nanti; apakah keadaan negeri ini akansemakin baik? Apakah kesejahteraan rakyat akansemakin meningkat? Kita dapat pastikan hal itutidak akan terjadi, karena golput berada diluarsistem, serta memang tidak pernah menjanjikanapa-apa.

Kalau golput semakin banyak dalam pemilu2009 nanti, tentu tidak akan berdampak padajalannya pemerintahan, kecuali secara politis akanmengurangi legitimasi mereka yang terpilih. Bahkankalau angka golput membengkak, bukan mustahilmalah menghasilkan hal yang kontraproduktif bagiperkembangan demokrasi dan juga kemajuanbangsa dan negara.

Begini logikanya. Kalau jumlah pemilih 100orang; partai A meraih 40 suara (40%), partai Bmendapat 15 suara (15%), dan partai C mempe-roleh 15 suara (15%), sedang yang tidak memilih(golput) berjumlah 30 orang (30%); maka hasilnyatidak ada parpol yang meraih suara mayoritas (lebihdari 50%).

Tetapi karena ada 30 orang yang tidak ikutmemilih, maka suara yang sah hanya 70 pemilih.Sehingga perhitungannya menjadi : partai A mem-peroleh 40 suara dari 70 pemilih, berarti mendapat57,14% (mayoritas); partai B mendapat 15 suaradari 70 pemilih, atau 21,43%; dan partai C jugamendapat 15 suara atau 21,43%.

Atau dengan kata lain, masing-masing partaimemperoleh tambahan 'suara semu' karena ada-nya 30 orang yang golput. Bahkan partai A yangseharusnya tidak memperoleh suara mayoritasmenjadi peraih suara mayoritas berkat adanya 30orang golput. Keadaan ini tidak menjadi persoalankalau partai A memang cukup baik; tetapi bagai-mana kalau partai A banyak dihuni politisi ‘busuk’,para koruptor dan pecundang. Bukankah hal ituberarti golput secara tidak langsung ikut menyum-bang suara bagi partai perusak bangsa? Jadi, alih-alih bisa memperbaiki keadaan, kalau keadaan de-mikian ‘golongan putih (golput)’ justru dapat ber-balik menjadi ‘golongan hitam’ yang kontrapro-duktif.

Kalau golput membentuk partai sendiri atau“Partai Golput” yang resmi ikut pemilu; keada-annya akan lain. “Partai Golput” tidak akan menam-bah suara semu bagi kontestan lain, serta dapatmenempatkan diri sebagai oposisi. Tetapi reali-

tanya golput adalah gerakan sporadis yang tidakterorganisir, dan tidak mempunyai sasaran politikyang jelas. Karena itu golput tidak pernah punyavaliditas untuk disebut gerakan oposisi yang mem-beri daya dukung terhadap perkembangan demo-krasi di negeri ini. Golput yang lebih bersifat indi-vidualis, dan terbentuk lebih banyak oleh sikapapriori dan pesimistis, bahkan seperti sikap mem-bunuh ‘hak pilih’ dirinya; tidak memberi janji apa-pun bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,kecuali sikap protes yang ‘diam’ dalam ruang sa-nubari.

Dengan demikian, bermanfaatkah kalau kitabersikap golput? Sebaiknya kita lebih rasional, danjuga berwawasan lebih luas. Mungkin pemilu me-mang tidak memberi keuntungan apapun untukpribadi kita, tetapi akan berdampak bagi ling-kungan sosial bangsa kita. Sikap golput tidak mem-buat perubahan, karena itu berikan suara anda.Satu suara anda, apapun warnanya, tentu akanmenyempurnakan lautan aspirasi rakyat Indone-sia.

Membendung golput

Salah satu tolok ukur sukses tidaknya suatuPemilu adalah besar kecilnya partisipasi warga. Se-makin banyak warga yang ikut pemilu tentu akansemakin menyukseskan pemilu, serta sekaligusakan memperbesar legitimasi terhadap merekayang terpilih. Tetapi, dalam paham demokrasi, me-milih atau tidak memilih merupakan hak setiap war-ga negara, bukan paksaan, sehingga kita harusmenghormati juga mereka yang tidak mau ikutmemilih.

Tetapi untuk mencapai 100% warga yangikut pemilu memang bukan hal yang mudah, ataubahkan terlalu sulit dicapai. Bahkan di negara de-mokrasi yang maju se-perti di Amerika Serikatpun, warga yang tidakmenggunakan hakpilihnya dalam pemiluselalu ada.

Walau demikianuntuk mencapai jumlahpemilih yang besar,berbagai upaya me-mang harus dilakukan.Paling tidak, untukmembendung golputagar tidak membengkak.

Dahulu memang pernah beredar wacana un-tuk memberi sanksi hukum bagi mereka yang me-lakukan kegiatan sistematis, teroganisisr, teren-cana dan meluas, yang mengajak orang untuk ti-dak memilih (golput). Tetapi wacana itu diten-tang banyak pihak karena dapat membahayakanpelaksanaan, penghormatan, dan penegakanHAM, khususnya hak-hak sipil dan politik warganegara. Golput bukanlah tindak kriminal yang ha-rus diberi sanksi hukum.

Kalau kita menelisik sejarah dengan cermat,kita tentu akan dapat memahami bahwa golputmuncul sebagai gerakan moral akibat dari ketidak-percayaan masyarakat terhadap penguasa danpartai-partai politik. Jadi golput muncul sebagaiakibat, bukan sebab. Maka jalan yang logis untukmenekan angka golput bukan mendiskreditkan-nya, apalagi menganggapnya sebagai sumber ke-kacauan. Apalagi golput pada awal kehadirannyadi negeri ini memang hanya sebuah gerakan moral.

Hal yang perlu diperhatikan adalah jangansampai orang menjadi golput karena paksaan. Itumerupakan pelanggaran dan bisa dikategorikansebagai usaha menggagalkan pemilu. Oleh karenaitu dalam jangka panjang, fenomena ini harus disi-kapi dengan arif, yakni dengan menghilangkan pe-nyebab-penyebab munculnya golput.

Selama ini penyebab munculnya golput adalahruntuhnya kepercayaan masyarakat terhadap par-tai politik dan para pemimpinnya, serta perilakupejabat negara yang masih banyak melakukan tin-dak tidak terpuji.

Pemerintah dan elit partai harus hati-hati, dantidak melakukan tindak represif terhadap golputkarena akibatnya justru dapat meningkatkan kon-stituen golput, sekaligus menjadikan golput seba-gai patriotisme politik. Sebaliknya, pemerintah danpartai-partai politik harus meningkatkan kinerja,khususnya dalam mensejahterakan rakyat yangkini semakin menghadapi problem kehidupan yangkompleks, sulit dan berat.

Adanya golput juga disebut sebagai indikatorkegagalan pendidikan politik bagi rakyat. Peme-rintah dan partai politik harus segera mengaturstrategi yang tepat untuk melakukan pendidikanpolitik bagi masyarakat.

Banyaknya mereka yang tidak ikut pemilu ataubanyaknya suara yang tidak sah, juga disinyalirsebagai pertanda kurang cermatnya pelaksana pe-milu, dan kurangnya sosialisasi. Dengan sosialisasiyang tapis menjangkau semua warga tentu akanmengurangi terjadinya kesalahan teknis, dan jugamengurangi golput. Karena kita tahu, tidak semuayang bersikap golput dilandasi oleh alasan yangrasional. ***

Penulis:

Nino S

PemerhatiMasalah Politik

>>pemilu memangtidak memberi

keuntungan apapununtuk pribadi kita,

tetapi akanberdampak bagi

lingkungan sosialbangsa kita. Sikap

golput tidakmembuat perubahan,

karena itu berikansuara anda.

Mencermati Golput

Page 10: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

10

ww

w.b

ipn

ew

sr

oo

m.i

nfo

Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah diarahkan untuk meningkatkanketahanan Budaya melalui produk wisata yang mampu menerobos pangsa pasar pariwisata secaraglobal. Upaya itu guna memulihkan citra pariwisata yang bertumpuh pada nilai seni budaya, moral danagama.

Hal itu terkait erat dengan pemulihan citra Sulawesi Tengah umumnya dan Kabupaten Posokhususnya yang didera konflik beberapa tahun yang silam. Saat ini kondisi Kabupaten Poso sangatkondusif, sehingga kegiatan Festival Danau Poso dapat digelar kembali Tahun 2007 dan 2008 semenjakvakum kurang lebih 10 tahun pada saat terjadinya konflik tahun 1998.

Danau Poso berjarak 283 km arah selatan Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnyaterletak di Kecamatan Pamona Utara dengan ibukota Tentena Kabupaten Poso. Jarak tempuh dariPalu ke Tentena kurang lebih 8 jam dengan kenderaan roda empat. Danau ini memiliki luas kurang lebih32.000 Ha dengan panorama alam yang indah, serta udaranya yang sejuk.

Hamparan pasir putih lereng-lereng perbukitan serta hutan di sekitarnya akan menambah keindahandanau ini yang berada pada ketinggian 657 m di atas permukaan laut. Danau Poso memiliki keunikanairnya yang konstan sangat jernih dan tidak pernah keruh walaupun terjadi banjir pada anak sungainya.

Yang lebih menarik Danau Poso memiliki spesies jenis Ikan Sidat yang memiliki kandungan proteintinggi. Gubernur Sulawesi Tengah May. Jen(Purn) HB Paliudju berharap masyarakat di sekitar DanauPoso bisa menjaga kelestarian spesien ikan sidak, sehingga dapat menambah penghasilan para nelayan.(Supardi.Palu)

Sumatera UtaraAlokasi PNPM Rp43,2 miliar

Pemerintah Kota (Pemko) Medanmengalokasi-kan dana pendamping ProgramNasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Mandiri dalam APBD 2009 sejumlah Rp43,2miliar. Kepala Subbidang Kesejahteraan RakyatBadan Perencanaan Pembangunan Daerah(Bappeda) Kota Medan, Regen Harahapmenjelaskan, jumlah ini merupakan akumulasidana pendampingan dari APBD Kota Medanuntuk PNPM 2007, 2008, dan 2009. “Kamiupayakan ditampung semua tahun ini. Mudah-mudahan bisa direalisasikan semua. Namun,untuk 2007-2008 (Rp17,9 miliar) harusdilaksanakan tahun ini,” ujarnya.

(www.pemkomedan.go.id)

LampungPemungutan TPR Dihentikan

Gubernur Lampung Syamsurya Ryacudumengeluarkan Surat No 500/0126/04/2009pada 19 Januari 2009 yang menginstruksikanagar bupati/walikota menghentikanpemungutan retribusi di sepanjang jalannasional dan provinsi. Penghentian retribusitersebut juga termasuk di tempatpenimbangan kendaraan bermotor ataujembatan timbang. “Kebijakan ini merupakanhasil rapat koordinasi penertiban tempatpemungutan retribusi (TPR) pada 14 Januari2009,” kata Kadis Kominfo LampungDrs.Adeham, didampingi Kepala Bidang HumasHeriyansyah (gita)

Jawa BaratPemkot Bogor Terapkan E-Government

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, JawaBarat (Jabar) menjalin kerjasama dengan BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)untuk menerapkan e-government. Kerjasamamencakup pemberian bantuan teknis danpelatihan untuk karyawan Pemkot Bogor.Asisten Sosial Ekonomi (Sosek) Pemkot Bogor,Bambang Hermanto di Bogor, Jumat (16/1)mengharapkan bantuan tersebut dapatmendukung pengembangan e-government diKota Bogor. (ysoel)

Jawa TengahPeningkatan Praktek Ketrampilan Usaha

Pemerintah akan meningkatkan programTempat Praktek Ketrampilam Usaha (TPKU)pada tahun 2009. Program TPKU sendiri dalamdua tahun terakhir mendapatkan anggaranRp94 miliar. Menteri Negara Koperasi dan UKM,Suryadharma Ali mengatakan bahwa programTPKU tahun 2009 akan melayani 470 TPKU.Masing-masing TPKU akan memperoleh Rp200juta. Hal ini disampaikan usai meresmikan KantorPusat Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)BMT di sentra kerajian tembaga di DesaTumang, Kecamatan Cepogo, KabupatenBoyolali, Jateng, Selasa (20/1),

Program tersebut, kata Suryadharmabertujuan untuk memberantas pengangguran,mengentaskan kemiskinan, dan meningkatakandaya beli masyarakat. Pemerintah, tambahnya,saat ini tengah gencar membuat program-program untuk pemberantasan penganggur-an, katanya. (ysoel)

Kalimantan TimurAtasi Pengangguran Dengan Agribisnis

Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroekmenyarankan perlu dilakukan pengembanganagribisnis untuk mengatasi pengangguran yangterjadi saat ini. “Dengan pembangunanperkebunan, kita bisa menyerap tenaga kerjayang banyak termasuk revitalisasi bidangperikanan,” ungkap Gubernur Kaltim AwangFaroek Ishak dalam sidang paripurna DPRDKalimantan Timur Di Samarinda, Kamis (8/1).

Awang mengharapkan agar Bupati/Walikotadapat segera mencari solusi. Salah satudiantaranya dengan menggalakkan bidangagribisnis seperti yang dilakukan di Kutai Timur.Berbagai hasil dari sektor perkebunan memilikipotensi yang baik dalam meningkatkanperekonomian seperti kelapa sawit, karet,coklat dan berbagai macam komoditi lain.“Melalui solusi itu, saya mengundang investoruntuk bersama menggalakkan revitalisasipertanian dalam arti luas yang telah dirintis olehGubernur sebelumnya,” kata Awang. (gus)

LINTAS DAERAH

Departemen Pekerjaan Umum50% Anggaran Bina Marga 2009 Dialokasikan Untuk Jalan

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU pada 2009 berencana meneruskanpembangunan jalan di jalur ekonomi utama seluruh Indonesia di Jawa, Sumatera, Kalimantan,Sulawesi serta Papua, dengan alokasi anggaran Rp9,329 triliun atau 50% dari total anggaran Rp17triliun. “Yang diprioritaskan antara lain jalan lintas timur (Jalintim) Sumatera, Pantura Jawa, LintasSelatan Kalimantan, Lintas Barat Sulawesi dan 11 jalan strategis di Papua dan Papua Barat agarpenyaluran produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan terpasarkan,” ujar Dirjen Bina Marga,Hermanto Dardak, di Jakarta, Minggu (18/1). (Ut)

Departemen Komunikasi dan InformatikaMenkominfo Resmikan Contact Center Telkom dan Garuda

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo ) Muhammad Nuh, Kamis (15/1) petang diJakarta meresmikan Kantor Layanan Contact Center Telkom dan Garuda. Menkominfo menyambutbaik upaya yang dilakukan oleh Telkom dan Garuda dalam meningkatkan kualitas layanan informasidengan para pelanggan mereka.

Layanan Contact Center Terpadu ini yang secara nasional telah terintegrasi pada tiga titiklayanan, yakni layanan pelanggan di wilayah Sumatera (Medan), Jakarta yang juga meliputi JawaBarat, Banten, Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta Surabaya yang meliputi Jawa Timur, Kalimantandan Indonesia bagian Timur. (De)

Departemen PerdaganganSubsidi Migor Mulai Februari

Menteri Perdagangan mengatakan penyaluran subsidi minyak goreng sebesar Rp1.000 per literper rumah tangga sasaran (RTS) per bulan akan mulai dilaksanakan Februari 2009. "Kami harapkanFebruari sudah bisa mulai subsidinya, minimal program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)dengan menjual murah produknya sudah dimulai," kata Mari Elka Pangestu usai berbicara padaseminar "Food Industry Outlook 2009 Outlook and Opportunities" di Tangerang, Kamis (15/1).

Pemberian subsidi minyak goreng bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat danmenurunkan harga minyak goreng. Pemberian subsidi yang ditujukan pada 18,2 juta keluargamiskin itu akan dilakukan selama 10 bulan. (id)

Badan Pemeriksa KeuanganTerapkan Teknologi Penginderaan Jauh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menyempurnakan sistem pemeriksaan yang berkualitasdengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (Inderaja/remote sensing). “Kerjasama inidalam rangka meningkatkan mutu pemeriksaan pengelolaan sumber daya alam dan pemeriksaanberperspektif lingkungan,” kata Dharma Bhakti di sela acara kerjasama BPK dan LAPAN di Jakarta,Rabu (14/1).

Anggota BPK Baharuddin Aritonang menambahkan, sistem tersebut sangat mendukung kualitasdata yang dibutuhkan BPK, yaitu data mengenai lingkungan, kandungan mineral dan hal lain yangberbasis sumber daya alam. (Ve)

BNP2TKITargetkan Tahun 2009 Tahun Peningkatan TKI Formal

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mentargetkantahun 2009 sebagai tahun peningkatan tenaga kerja Indonesia (TKI) formal. "Kita sudah sampaikankepada jajaran BNP2TKI, baik di pusat maupun daerah dalam rakornis di Bandung akhir pekan laluagar seluruh program penempatan TKI tahun 2009 diarahkan pada TKI sektor formal,” kata KepalaBNP2TKI Moh Jumhur Hidayat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (19/1). (Az).

LINTAS LEMBAGA

dari sabang sampai merauke

Paduan Potensi Perikanan dan Wisata

Page 11: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

11

e d

i s

i

0 1

/ V

/ 2

0 0

9

ManfaatApakah keberadaan anda bermanfaat bagi

orang lain? Untuk menjawab pertanyaan ini,kawan saya punya tips unik:

Cobalah mengasingkan diri secara diam-diam dari komunitas yang biasa anda gauliselama beberapa menit, beberapa jam, bebe-rapa hari, beberapa bulan, atau bahkan jikamungkin beberapa tahun. Jika tidak ada yangmencari, menanyakan, atau melaporkan kehi-langan anda, anda patut mencurigai diri sendiribahwa anda sejatinya tidak bermanfaat.

Makin cepat dan makin banyak orang me-nanyakan keberadaan anda, adalah indikatorbahwa diri anda semakin bermanfaat. Sebalik-nya, makin lambat dan makin sedikit orangmencari anda, makin kecil pula manfaat diri andabagi orang-orang di sekitar anda.

Fungsi anda, jika memang anda memilikifungsi, akan membuat orang-orang dalam ko-munitas merasa kehilangan saat anda tidak ada.Bukan tak mungkin, ketiadaan anda menyebab-kan beberapa aktivitas dalam komunitas ter-ganggu, atau bahkan mungkin terhenti. Itulahyang membuat orang-orang menanyakan danmen-cari, karena mereka membutuhkan anda.

Kunci semua itu sebenarnya terletak padaapa yang anda kerjakan sehari-hari di tengahkomunitas. Bukan kuantitas pekerjaan, namunkualitasnya—manfaat apa yang dapat andasumbangkan kepada orang lain dari kesibukanitu.

Banyak orang kelihatan sangat sibuk me-

ngerjakan tugas yang bertumpuk-tumpuk, na-mun sesungguhnya ia doing nothing—tak berbuatapa-apa, karena apa yang ia kerjakan ti-dakmemberikan kontribusi apapun terhadap ke-hidupan komunitas.

Selama ini, kebermanfaatan seseorang cen-derung diukur secara sepihak oleh orang bersang-kutan, bukan ditanyakan kepada beneficiaries ataupenerima manfaat. Banyak orang berfikir, jikasudah mengerjakan banyak hal, maka pastilah diri-nya tergolong sebagai orang yang bermanfaat.Padahal tak selamanya kuantitas pekerjaan paraleldengan kualitas manfaat pekerjaan itu bagi orangbanyak.

Kebanyakan orang, apalagi yang punya jabat-an, punya "penyakit" suka mentahbiskan dirinyasendiri sebagai orang yang paling bermanfaat didunia. Banyaknya pekerjaan yang dapat ia dele-gasikan kepada orang lain membuatnya yakin,bahwa ia telah menggerakkan banyak orang un-tuk menyumbangkan kebermanfaatannya. Danorang yang menggerakkan tentulah lebih "ber-manfaat" ketimbang yang digerakkan. Ia lupa padasatu hal: tak seluruh pekerjaan yang ia delegasikanberorientasi pada manfaat. Sering pekerjaan dila-kukan sekadar untuk memenuhi target yang telahditetapkan organisasi, yang kadang kala samasekali tidak bersinggungan dengan hajat hiduporang banyak.

Tak bisa dipungkiri, penilaian kebermanfaatanseseorang tak bisa dilakukan sepihak, akan tetapiharus dikonfirmasikan dengan pendapat orang lain.Orang tak bisa melihat seberapa benjol tengkuksendiri, orang lainlah yang tahu tentang hal itu.Masalahnya adalah, tak banyak orang yangmenganggap bahwa kebermanfaatan adalah se-suatu yang penting untuk ditanyakan kepadaorang lain.

Pernahkah, misalnya, orang melakukan survei

sederhana untuk mengukur sejauh manamanfaat diri mereka sendiri terhadap kehidupanmasyarakat di sekitarnya? Pernahkah membukapintu selebar-lebarnya bagi semua orang untukikut melakukan penilaian secara jujur danterbuka terhadap apa yang telah ia kerjakan dikomunitas, sehingga bisa tahu pasti apa maknakeberadaannya bagi orang banyak? Jarang yangmau repot-repot melakukan demikian.

Toh siapapun tak akan pernah berharap,kehidupannya seperti kucing liar: ada namuntak berguna, bahkan cenderung menimbulkanmasalah. Semua orang ingin bermanfaat bagiorang lain. Oleh karena itu, jangan sampai ke-beradaan kita seperti pepatah "ada tak genap,tidak ada tak ganjil". Jangan pula seperti ke-timun bungkuk, yang baru ikut dimasukkan kedalam baskom dacin manakala berat timbangankurang.

Semua berpulang pada pertanyaan: apakahyang anda kerjakan sehari-hari bermanfaat bagibanyak orang? Jika tidak, jangan harap adaorang mencari atau menanyakan keberadaananda, meskipun anda pergi meninggalkan ko-munitas berpuluh-puluh tahun lamanya. Danjika itu terjadi, maka sesungguhnya anda telahmati dalam hidup! (gun).

Nyiur hijau, di tepi pantai, siar siurdaunnya melambai…”, sepenggal baitlagu lama ini mungkin cocok dengan suasana

daratan Sulawesi Utara.Bagi mereka yang sudah pernah berkunjung ke Ko-

ta Manado pasti tak lupa dengan pemandangan daripesawat udara. Hamparan ribuan pohon kelapa yangtumbuh di sekitar kota pasti terlihat, beberapa saat ke-tika pesawat akan mendarat di Bandara Sam Ratulangi.

Sungguh, pertama kali melihat pemandangan itu,saya pun takjub dibuatnya. Tidak heran, kalau SulawesiUtara dikenal dengan sebutan ‘Bumi Nyiur Belambai’.

Jangan Sampai BangkrutSeorang teman saya yang bermukim di kota Manado

pernah berkelakar, kalau ke Manado belum berkesanjika tidak merasakan 5 B. Penasaran saya bertanya apaitu 5B? Dia menjawab, (1) Boulevard , daerah pinggirKota Manado yang terkenal dengan keindahan pantai,(2) Bunaken, taman laut nasional yang indah, sekitar 1jam perjalanan laut dengan menggunakan perahu sewa,(3) Bubur Manado, sejenis makanan khas Manado yangterdiri dari bubur dengan sayuran segar dan biasa disan-tap dengan dabu-dabu baka-sang dan ikan cakalangatau ikan nike, (4) Bibir Manado, soalnya orang Manadodikenal suka bacirita (bercerita dengan materi yang tidakhabis-habisnya, dan yang terakhir (5) adalah Bangkrut.

"Hah, bangkrut, maksudnya?” tanyaku. Temankumenerangkan sambil setengah tertawa, bangkrut hanyaistilah setempat yang artinya kita tidak akan merasakanmengeluarkan banyak uang untuk makan, belanja danjalan-jalan.

Awalnya saya tidak percaya dengan hal yang ke-5itu, tapi lama-lama tinggal di Manado, baru terasa sendiri.Benar juga kata temanku ini.

Visi Kota Wisata Menjadikan Manado sebagai kota tujuan pariwisata

memang sudah menjadi obsesi pemerintah . Tahun 2005,baru beberapa bulan menjabat sebagai Walikota Mana-do, Jimmy Rimba Rogi dan Wakil Walikota A. Bucharilangsung mencanangkan ‘Manado Kota Pariwisata Dunia(MKPD) 2010’. "Tujuannya untuk meningkatkan potensipariwisata di kota Manado sehingga diperhitungkansebagai tujuan wisata dunia," jelas Jimmy suatu ketika.

Memang Manado memiliki potensi besar untuk dikem-bangkan. Wilayah ini memiliki keindahan wisata alam

yang sangat luar biasa. Sebut saja Bunaken.Pengunjung bisa melakukan selam scuba dan snorkelinguntuk menikmati taman laut yang terkenal denganterumbu karangnya.

Tempat lain yang menarik dikunjungi adalahBoulevard (tepi pantai), Pulau Manado Tua, DanauTondano, Panorama Gunung Lokon, Gunung Klabat,Gunung Mahawu, Bukit Kasih di Kawang-koan, VulcanoArea di Tomohon, desa Agriwisata Ruru-kan, Batu PinaBetengan dan Waruga di Sawangan.

Sementara di pusat kota Manado memiliki objekdan daya tarik seperti di lapangan Tikala dengan pohonnatalnya yang tinggi dan besar, Tugu Kota Tinutuan,Gedung Tua bersejarah (Minahasaraad), Gereja tua Sen-trum dan Katedral, Klenteng Ban Hin Kiong (dibangunabad ke 19), atau Kampung-Kampung Tua.

Modal lain yang dimiliki daerah adalah kekayaansenidan budaya. Ada Tari Maengket, Pisok, Musik Bambu,Kolintang, Budaya Masamper, Ampawayer, Katrili,Kabasaran, Cakalele, atau Mahzani .

Cenderamata mulai dari kain tenunan Bentenansampai kue-kue tradisional Bagea, Kukis Kelapa, Cucur,Panada, Koyabu, Brudel, Lalampa, Nasi Jaha’, NasiKuning, Klapetar, Gohu, Cakalang Fufu, dan Ikan Roa,juga menjadi ciri khas yang biasa dijadikan oleh-olehjika berkunjung ke kota ini.

Akses MudahKota Tinutuan, nama lain kota Manado juga memiliki

bandara udara internasional yang terhubung langsungdengan kota-kota besar lain di Indonesia. Ada pulapenerbangan langsung dari dan ke luar negeri yang kinmencakup rute Singapura dan Davao, Philipina. Bandaraini juga termasuk kategori terbaik ke-tiga di Indonesiasetelah Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara HangNadim, Batam.

Alat transportasi laut juga bisa dikatakan lengkap.Kapal-kapal kecil berlabuh di Dermaga Manadosedangkan kapal PELNI, bersandar di pelabuhan Bitung,sekitar 40 km sebelah barat Manado. Untuk transportasidarat antar kota dan dalam kota juga lancar. Sehinggasangat memudahkan bagi siapaun yang berkunjung keManado untuk bepergian.

Terakhir, hal penting yang dimiliki Manado adalahaman dan tenang. Tingkat kriminalitas di kota ini relatifrendah. Anak jalanan dan pengemis hampir tidak ada.Jika modal ini sudah dimiliki tentu siapa saja akan betahdan selalu rindu untuk kembali ke kota ini. Satu hal lagiada ciri penarik lain yaitu masyarakat kota Manado(Minahasa) yang sangat terbuka dan mudah bergaul.

Perlu DukunganNamun modal tadi tidak berarti apa-apa jika tidak

didukung oleh berbagai upaya pemerintah daerah danmasyarakat untuk mencapai MKPD 2010. Apa saja yangsudah dan sedang dilakukan? Gubernur SH Sarundajangmempertegas kembali bahwa sektor pariwisata meru-pakan unggulan Sulawesi Utara selain sektor perikanan,pertanian, pengembangan SDM dan perdagangan inter-nasional. Oleh karena itu distribusi dana pengembangansektor pariwisata mulai tahun 2006 mencapai Rp10 miliarlebih. Pemprov juga menyiapkan rencana induk pariwi-sata.

Dalam kurun empat tahun terakhir, pembangunan

pusat perbelanjaan dan hiburan di Kota Manado. Adaempat pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jalan PiereTendean atau Boulevard.

Para investor juga memanfaatkan moment MKDP2010 ini dengan membangun sejumlah hotel. Dan duatahun terakhir ini pembangunan hotel dan penginapanterbilang meningkat. Tidak sebatas hotel saja, programpembangunan beberapa infrastruktur seperti land-mark,jembatan, pelebaran jalan sudah dan sedang dalamproses.

Pembangunan infrastruktur ini juga diikuti denganlangkah kongkrit pemerintah daerah dengan programJumpa Berlian (Jumat Pagi Bersih Lingkungan Anda).Program ini wajib diikuti oleh masyarakat kota Manadountuk membersihkan lingkugan sekitar tempat tinggalmereka setiap hari Jumat.

Alhasil kota Manado me-raih Piala Adipura tahun2007 untuk kategori Kota Se-dang Terbersih setelah seki-tar 15 tahun kota ini terma-suk terkotor dan semrawut.

Selama 2 tahun terakhirini juga pemerintah kota me-lakukan gebrakan merelokasiPedagang Kaki Lima (PKL) liaryang berjualan di sejumlahtempat strategis. Meski men-dapat perlawanan dari paraPKL, namun akhirnya merekadapat dipindahkan. Semuaitu sebagai poin penting un-tuk masuk ke MKPD 2010.

Pembenahan aspek budaya juga dilakukan antaralain dengan menggairahkan kembali seni budaya KotaManado. Menurut Walikota Manado, Jimmy Rimba Rogi,pariwisata tanpa ditopang seni dan budaya akan hambarrasanya. Karena itu berbagai pelaksanaan festival danpelatihan seni budaya sangat didukung oleh pemerintahkota. Mungkin masih banyak lagi hal-hal yang sedangdiupayakan oleh pemerintah daerah dalam rangkaperwujudan MKPD 2010.

Untuk mencapai ikon kota pariwisata dunia, bukansuatu hal yang gampang. Meski infrastruktur telah siapnamun masyarakatnya sendiri belum siap, apalah artinyasemuanya. Dukungan masyarakat Manado juga samapentingnya dengan dukungan pemerintah daerah. Polapikir masyarakat perlu mulai bergeser yaitu sebagaimasyarakat yang maju dan berkembang seperti di kota-kota wisata lainnya.

Tidak cukup hanya merasa bangga memiliki identitassebagai masyarakat Manado, namun juga harus memilikitanggung jawab dalam membangun Manado, sehinggatercipta citra baik yang pada akhirnya dapat mewujud-kan potensi dan impian. Sehingga bukan sesuatu yangmustahil kota Manado bisa menjadi kota pariwisata duniatahun 2010 mendatang.

Selamat Datang MKPD 2010 ! Ingat 5 B: Boulevard,Bunaken, Bubur Manado, Bibir Manado, dan Bangkrut,tapi jangan sampai bangkrut beneran!

Christiany JudithaStaf Publikasi BPPI Wilayah VIII Manado

ManadoMenuju KotaPariwisataDunia 2010

Bunaken

Page 12: Edisi 01/Thn V/ Januari 2009

Alkisah, di masa konfrontasi dengan Malaysia. Gu-bernur pertama Sumatera Barat, Prof. Harun Zain ber-kunjung ke Malaysia untuk diplomasi perdana. Hampirsemua yang menyam-but di bandara menanyakan kabarbagaimana keadaan Encik Rahmah. Kontan sang gu-bernur penasaran dengan nama yang begitu populardi Malaysia.

Begitu kembali ke Sumatra Barat, sang Gubernurpenasaran dengan Encik Rahmah. Tak berapa lama iamenemukan, bahwa Encik Rahmah yang maksud orangdi negeri jiran adalah perempuan pendidik denganmurid yang bertebaran lintas negara.

Keras Hati, Teguh PendirianAdalah Rahmah El-Yunusiah. Pendiri Diniyah Putri Padang Panjang. Ia anak bungsu dari

lima bersaudara, lahir dari pasangan Muhammad Yunus bin Imanuddin dan Rafi ah di BukitSurungan, Padang Panjang. Sejak kecil ia hanya mendapat pendidikan formal sekolah dasar3 tahun di kota kelahirannya.

Kemampuannya baca tulis Arab dan Latin diperoleh melalui sekolah Diniyah School (1915)dan bimbingan kedua abangnya, Zaenuddin Labay dan Muhammad Rasyid. Sore hari iamengaji kepada Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda Haji Abdul Malik KarimAmrullah (Hamka) di surau Jembatan Besi, Padang Panjang.

Tamat dari Diniyah School, ia mengaji pada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, SyekhAbdul Latif Rasyidi, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan Syekh Daud Rasyidi. Sambil me-ngajar di Diniyah School Putri, ia mengikuti kursus kebidanan di Rumah Sakit Kayu Tamandengan bimbingan Kudi Urai dan Sutan Syahrir, kemudian mendapat izin praktik (1931-1935).

Rahmah dikenal keras hati, teguh pendirian, dan kuat kemauan. Kegigihannya ini pulayang mendorong ia mendirikan sekolah khusus kaum perempuan, "Agar kaum wanita tidakpasrah pada keadaan dan bangkit memperoleh keseteraan dengan kaum laki-laki," cetusnyaketika berupaya memupus kegelisahan dengan karya nyata.

Tak Hanya BelajarDengan konsep sekolah khusus wanita, Rahmah tidak saja mengajari cara belajar,

membaca atau menulis. Lebih dari itu, pendidikan yang digagasnya juga memberikanpelajaran bahasa Belanda, gymnastik, menenun, menyulam, menjahit serta kebidanan.Pelajaran retorika atau berpidato di atas mimbar juga tak lupa diajarkan. Lantaran ku-rikulum yang beda dengan kelaziman Diniyyah Puteri sempat digelari "tempat ayam betinadiajarkan berkokok".

Kendati sekolahnya dicemooh sebagai "sekolah menyesal", Rahmah tak patah arang.Tanpa malu, muslimah yang lahir tanggal 1 Radjab 1218 atau 29 Desember 1900 inipernah mencoba berjualan makanan ringan demi membiayai pembangunan sekolah yangdirintisnya.

Dengan tekad yang kuat, ia menyambangi Aceh, Semenanjung Malaya, untuk mencarimurid sekaligus donatur demi merealisasikan obsesi besarnya. Lewat lawatan itu, ia memilikibanyak kenalan, termasuk Sultan Syarief Kasim dari Siak Indrapura, yang meminta tamatanDiniyyah Puteri turut pula mengajar di sekolahnya. Tak heran jika sejak 1923 hingga1960-an tercatat ratusan remaja puteri Malaysia dan Singapura menuntut ilmu di PerguruanDiniyyah Puteri Padang Panjang.

Nasionalisme AktualNyali nasionalismenya pun tak diragukan. Ketika proklamasi berkumandang di Jakarta,

sehari setelah itu, ia adalah orang pertama yang mengibarkan bendera kemerdekaan diPadang Panjang dan diikuti seluruh masyarakat Kota Serambi Mekah. Ketika kaum komunismemerahkan lapangan Bancah Laweh, Rahmah pun dengan berani, sehari kemudian,memutihkan kota Padang Panjang untuk mengonter manu-ver kelompok komunis.

Rahma juga dikenal sebagai inisiator pendiri Batalion Tentara yang bernama Batalion IMerapi di Sumatra pada 1 Januari 1946. Dengan Anas Karim sebagai komandannya danmenginduk ke Divisi III Banteng yang dipimpin Kolonel Dahlan Djambek. Perguruan DiniyyahPuteri, saat itu menjadi dapur umum bagi tentara yang dibi-nanya. Rahmah pun aktifmemberikan petunjuk, arahan dan motivasi bagi pemuda untuk ikut berperang. Sampaiia ditangkap dan dijadikan sebagai tahanan rumah oleh komandan tentara Belanda PadangPanjang, lantaran kiprahnya di belakang layar.

Buya Hamka dalam bukunya Islam dan Adat Minangkabau sempat menyinggung kiprahRahmah el Yunusiyyah dan kakaknya Zainuddin Labay sukes melakukan gerakanpembaharuan kemajuan pendidikan di Minangkabau. Rahmah dengan konsep boardingschool wanita berbasis keterampilan, Zainuddin Labay perintis sistem belajar klasikal danpenulis produktif dan sukses menerbitkan sejumlah buku agama dalam Bahasa Arab danArab Melayu di Padang Panjang di tahun 1929. (m/berbagai sumber)

Kami bertekad,lulusan lembaga jikatidak jadi presidenmereka bisa menjadiistri presiden yang jugamenentukan kebijakanpresiden...

"Putera-puteri kita adalahinvestasi utama yang tak ternilai.

Oleh karena itu, PerguruanDiniyyah Puteri Padang Panjang

terus mencoba segala upaya dalammengoptimalkan seluruh konsep

pendidikan mutakhir, demimenghasilkan anak-anak yang

saleh, muslimah sejati, generasiqurani, yang mampu memberi

perubahan pada dunia, dandapat kita andalkan pada

hari akhir..."

Dalam tutur kata yang tenangtapi tegas, Fauziah Fauzan El M, S.E.,Akt, M.Si. (33), menutup paparandi hadapan sejumlah pe-jabatpemerintah pusat yang berkunjungdi Perguruan Diniyyah Puteri,Padang Panjang, Sumatera Barat.

Fauziah Fauzan adalah pemimpinkelima di Perguruan Diniyyah Puteri.Ia juga cicit tokoh pergerakan IslamSumatera Barat, Rahmah ElYunusiyyah. Yang terakhir disebutadalah pendiri Diniyah Putri, sebuahlembaga pen-didikan lanjutan untukperempuan yang telah dirintis sejaktahun 1923 di sebuah su-dut Kota

Serambi Mekah, Padang Panjang."Dibandingkan dengan usia Rahmah El Yu-

nusiyyah yang merintis Diniyyah Puteri di usia23 tahun, saya masih kalah. Sekarang sayasudah berusia 33 tahun," kata Fauziah Fauzanmerendah.

Sebelum Fauziah, Perguruan DiniyyahPuteri Padang Panjang dipimpin oleh Dra.Zikra, M.Pd., Kons. (1998-September 2006),H. Husainah Nurdin (1990-1996), dan H.Isnaniyah Saleh (1969-1990).

Rahmah El Yunusiyyah sendiri memimpinPerguruan Diniyyah Putri sejak tahun 1923hingga tahun 1969. Ketika merintis DiniyyahPuteri, usia Rahmah El Yunusiyyah terbilang

masih sangat muda, yaitu 23 tahun.

"Gudang" Calon Pemimpin Masa DepanJika kita melihat dari depan, kompleks

perguruan Diniyah Puteri lebih terlihat sepertipondok pesantren yang ada di beberapakawasan Pulau Jawa. Akan tetapi jika masukke dalam dan melihat aktivitas para siswatentu akan sangat berbeda.

Di perguruan ini sudah dikembangkan po-la pengajaran Islam berbasis teknologi secaraberkesinambungan. Tak berlebihan jika pe-ngunjung akan menemukan laboratoriumkomputer, fasilitas pelatihan manajemen dansejenisnya.

Ada yang disebut sebagai DTC (DiniyyahTraning Center), DITC (Diniyyah InformationTechnology Center). Bahkan ada divisipenelitian DRC (Diniyyah Reseach Center).Ketiga divisi itu merupakan divisi otonom diDiniyyah Puteri.

"Yang terpenting adalah merancang, me-ngembangkan dan memberikan pengajaranIslam sebagai solusi kehidupan dalam bentuk

kajian praktis dalam rangka pengabdian ke-pada masyarakat," jelas Fauziah.

Lebih lanjut alumnus Universitas Indone-sia itu menyatakan lulusan-lulusan alumniDiniyyah Puteri hingga saat ini telah ber-jumlah 19.000 lebih dan tersebar di seluruhIndonesia bahkan beberapa penjuru dunia.

Sebagian besar mereka menjadi istri pe-jabat dan orang-orang penting yang dapatmengambil kebijakan. "Kami bertekad, lulusanDiniyyah Puteri, jika tidak jadi presiden mere-ka bisa menjadi istri presiden yang juga me-nentukan kebijakan presiden," kelakar Fau-ziah.

Saat ini, Diniyyah Puteri telah memilikiTaman Kanak-kanak Islam Rahmah ElYunusiyyah. Kelas pertama dimulai tahun1982. Kini memiliki 170 murid dengan 10 lokalserta 16 staf pengajar.

Selain itu, ada Madrasah IbtidaiyyahRahmah El Yunusiyyah yang berdiri tahun1995. Kini terdapat lebih dari 353 muriddengan 23 staf pengajar yang kegiatannyaberlangsung di 13 lokal kelas.

Madrasah Tsanawiyah adalah segmenpendidikan yang paling tua. Berdiri tahun1923 saat ini diikuti oleh 455 siswi dengan42 staf pengajar dan didukung 13 lokalkelas. Sementara Madrasah Aliyah-Kulliyatul Muallimat El Islamiyyah berdiritahun 1937. Saat ini memiliki 255 siswidengan 44 staf pengajar dan 11 lokal).

Diniyyah Puteri juga memiliki SekolahTinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) DiniyyahPuteri Rahmah El Yunusiyyah sejak tahun1992 dengan Program S1 dan D2 untukjurusan PGTKI/PGSDI.

Visi ReengineeringMelewati usianya yang ke 85 tahun,

Perguruan Diniyyah Puteri PadangPanjang, semakin mantap menjejaklangkah untuk mendidik anak negeri.

Ada yang disebut sebagai Re-engi-nering Program 2003-2008 dan 2008-2013. Penataan itu mencakup pembe-nahan manajemen, peningkatan kualitasSDM guru/karyawan, pembenahan saranapra sarana, pembenahan kurikulum danproses belajar mengajar, serta pemben-tukan divisi otonom untuk menunjang Di-niyyah Puteri menjadi lembaga pendidikanIslam yang mandiri.

"Dengan adanya penataan itu, kamimengharapkan Diniyyah Puteri ini menjadipusat pendidikan Islam termodern danberkualitas yang mengkombinasikan AlQuran, Hadist, dan ilmu pengetahuanmodern terkini dalam rangka mencetakgenerasi Islam yang unggul," kata Fauziah.

Jadi Trend SetterMenteri Agama RI melalui staf ahli hu-

bungan antar lembaga Departemen Aga-ma Nurhayati Djanas, memberikan salute(ungkapan rasa hormat) terhadap prestasiluar biasa Perguruan Diniyah Putri PadangPanjang dalam memajukan pendidikanIslam di Kota Padangpanjang.

"Wajar bila pimpinan Diniyah Putri seka-rang berbeda dengan pimpinan yang se-belumnya, dengan mimpi-mimpinya yangharus direalisasikan dalam langkah-langkahkonkret, Menteri Agma melalui Depagmemberikan dukungan terhadap DiniyahPutri dengan mengembangkan sistempendidikan Islam yang modern," kata Nur-hayati Djanas pada puncak peringatanMilad/HUT ke-85 perguruan, Sabtu (1/11) di perguruan Diniyah Putri PadangPanjang.

Lebih lanjut Menteri Agama berharapPerguruan Diniyah Putri Padangpanjangbisa jadi trandseter (kiblat) pendidikanIslam di negara ini. (m/berbagai sumber)